+ All Categories
Home > Documents > Laporan Problem Based Learning 3 Blok Respirasi Kelompok 3

Laporan Problem Based Learning 3 Blok Respirasi Kelompok 3

Date post: 18-Oct-2015
Category:
Upload: re-aya-san
View: 107 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
Description:
pbl
Popular Tags:

of 34

Transcript

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 3BLOK SISTEM RESPIRASI BRONKOPNEUMONIA, GIZI KURANG, TONSILOPHARINGITIS AKUT

Tutor :dr. Lieza Dwianasari, M.KesKelompok 3Dev Anand Pramakrisna G1A012021Agustin Nurul FahmawatiG1A012022Pradnya Paramitha Dwisiwi PG1A012023Fuad AnharuddinG1A012024Muhammad Andika E RG1A012025Isnaini Nurul FatmawatiG1A012026Agung Maulana RahmanG1A012027Leonnora Vern S NG1A012028Bela AmaliaG1A012029SupardiG1A012030Nurul AprilianiG1A010084

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERANPURWOKERTO

2014I. PENDAHULUAN

A. Informasi 1Wijaya, seorang anak laki-laki usia 7 bulan datang ke Rumah Sakit diantar ibunya dengan keluhan utama demam tinggi dan batuk. Pasien mengalami demam, pilek dan batuk sejak 4 hari yang lalu. Dua hari sebelumnya anak sudah dibawa berobat ke Puskesmas dan mendapat obat Parasetamol dan OBH. Satu hari sebelum datang ke Rumah Sakit kondisi memberat, batuk tambah sering dan berlendir, demam semakin tinggi dan sesak napas. Anak masih bisa makan dan minum sedikit-sedikit, anak tidak muntah, tidak kejang dan tidak letargis.Anak terlahir dengan berat badan 3,2 kg, lahir spontan dan cukup bulan. Riwayat imunisasi dan pemberian vitamin A di Posyandu lengkap dan sesuai jadwal. Riwayat pemberian ASI hanya 3 bulan, kemudian disambung susu formula dan sudah diberikan makana berupa pisang sejak usia 4 bulan. Ibunya mengeluhkan Wijaya Nampak lebih kurus dari anak seusianya.

B. Informasi 2Pemeriksaan fisikKeadaan umum: rewel, gelisah, tampak sesakBerat badan: 6,5 kgPanjang badan: 68 cmSuhu: 39,2oCRespirasi: 60 X / menitNadi: 130 X / menitKepala: bibir: sianosis (-)Hidung: napas cuping (+), Konka Udem (-), Hiperemis (-), discharge serous (-)Faring: hiperemis (+), discharge (+)Tonsil: T2-2, hiperemis (+)Thorax: Inspeksi: simetris, napas tampak memburu, retraksi (+) pada dinding dada bagian bawah (rusuk terbawah)Palpasi: hantaran paru meningkat, kanan = kiriPerkusi: sonor, sebagian redupAuskultasi: ronchi basah halus nyaring (+)/(+)Abdomen: supel, peristaltic (+) N, NT (-), Hepar/lien tidak terabaEkstremitas: akral dingin (-/-), telapak tangan tidak pucat dan bengkak pada kedua tungkai (-/-)

C. Informasi 3Pemeriksaan penunjangPemeriksaan darah: Hb 12 gram%, Ht 38%, eritrosit 4.5 juta, Leukosit 18.000, trombosit 200.000, Hitung jenis 0/2/9/65/25/5Radiologi: Gambaran bronchpvaskuler meningkat. Terdapat gambaran infiltrate pada kedua lapang paru.

D. Informasi 4Diagnosis: Bronkopneumonia, gizi kurang, Tonsilopharingitis akutDD: Bronkitis akut, bronchitis kronik, bronkiolitisPenatalaksaan:1. Rawat inap2. Oksigenasi kanul nasal 2L/m3. Infuse RL/Kaen 3B4. Antibiotik: Ampicillin 100mg/kgBB dalam 4 dosis, ditambah kloranfenikol 50-100mg/kgBB terbagi dalam 3-4 dosis (maks 1500mg/ha)5. Mukolititk: Ambroxol syrup 3 x 3.5mg6. Penurun panas: Parasetamol syrup 10mg/kgBB/hari7. Antibiotik lanjutan setelah pulang peroral 7-10 hari8. Diet: Bubur Tinggi Kalori Tinggi Protein

II. PEMBAHASAN

A. Klasifikasi IstilahLendirlendir atau mukus adalah suatu cairan bebas pada membran mukosa yang berasal dari kelenjar. Terdiri dari bahan sekresi kelenjar, berbagai garam, sel yang berdeskuamasi, dan leukosit (Dorland, 2012).

Letargispenurunan kesadaran, tanda2 menjadi lesu, lemas, gelisah. Bersifat menuju tak acuh. (Dorland, 2012)

B. Identifikasi MasalahAnamnesis :1. IdentitasNama: WijayaJenis kelamin: Laki-lakiUmur: 7 bulan2. Riwayat penyakit sekarang (RPS)Keluhan utama: demam tinggi dan batukOnset: 4 hariKualitas: makan minum sedikit-sedikitKuantitas: -Faktor memperingan: -Faktor memperberat: AktivitasGejala penyerta: batuk tambah sering dan berlendir, demam semakin tinggi dan sesak napas3. Riwayat penyakit dahulu (RPD)Dua hari sebelumnya anak sudah dibawa berobat ke Puskesmas dan mendapat obat Parasetamol dan OBH. Tetapi kondisi makin parah. Anak lahir dengan berat badan 3,2 kg, lahir spontan dan cukup bulan. Riwayat imunisasi dan pemebrian vitamin A di Posyandu lengkap dan sesuai jadwal. Riwayat pemberian ASI hanya 3 bulan, kemudian disambung susu formula dan sudah diberikan makanan tambahan berupa pisan sejak usia 4 bulan.4. Riwayat sosial-ekonomi (RSE): -

C. Analisis Masalah1. Jelaskan anatomi sistem pernapasan bagian bawah (bronkus sampai pulmo)!2. Jelaskan histologi sistem pernapasan bagian bawah (bronkus sampai pulmo)!3. Informasi yang dibutuhkan selanjutnya.4. Sebutkan diagnosis banding dari informasi-informasi di atas!

D. Menyusun Berbagai Penjelasan Mengenai Permasalahan1. Anatomi sistem pernapasan bagian bawah (bronkus sampai pulmo)

Gambar 2.1 Trakea dan Bronkus (Martini, 2012)

Bronchus principalis dexter lebih lebar, lebih pendek, dan lebih vertikal dibandingkan bronchus principalis sinister dan panjangnya kurang lebih 2,5 cm. Sebelum masuk ke dalam hilum pulmonalis dexter bronchus principalis dexter mempercabangkan bronchus lobaris superior dexter. Saat masuk ke hilum, bronchus principalis dexter membelah menjadi bronchus lobaris medius dan bronchus lobaris inferior dextra (Snell, 2006).Bronchus principalis sinister lebih sempit, lebih panjang, dan lebih horizontal dibandingkan bronchus principalis dexter dan panjangnya kurang lebih 5 cm. Berjalan ke kiri di bawah arcus aortae dan di depan oesophagus. Pada waktu masuk ke hilum pulmonalis sinistra, bronchus principalis sinister bercabang menjadi bronchus lobaris sinister dan bronchus lobaris inferior sinister (Snell, 2006).

Gambar 2.2 Pulmo tampak lateral (Martini, 2012)

Gambar 2.3 Pulmo tampak medial (Martini, 2012)

Pulmo dexter dan sinister terdiri dari apex pulmo dan basis pulmo. Facies pulmo terdiri dari facies costalis, facies mediastinalis, facies diaphargmatica, dan facies vertebralis. Margo pulmo terdiri dari margo anterior, posterior, dan inferior. Pada pulmo sinistra margo inferior dapat disebut incisura cardiaca pulmo sinistra, sedangkan margo posterior disebut impresiocardiaca pulmo sinistra (Snell, 2006).Lobus pulmo dexter terdiri dari lobus superior, media, dan inferior. Lobus superior dan media di batasi oleh fissura horizontalis pulmo dekstra, sedangkan lobus media dan inferior dibatasi oleh fossura obliqoua pulmo dekstra. Lobus pulmo sinister terdiri dari lobus superior dan inferior. Lobus superior dan inferior di batasi oleh fissura obliqua pulmo sinistra. Pada radix pulmo terdapat arteri dan vena pumonalis, arteri dan vena bronkialis, pembuluh limfe, dan plexus nervous pulmonalis (Martini, 2012).Pulmo memiliki beberapa segmen, antara lain (Snell, 2006):a. Dekstra1) Lobus superior, yaitu segmen apikal, segmen posterior, dan segmen anterior.2) Lobus media, yaitu segmen lateral dan segmen medial.3) Lobus inferior, yaitu segmen superior, segmen basal medial, segmen basal lateral, segmen basal posterior, dan segmen basal anterior.b. Sinistra1) Lobus superior, yaitu segmen apicoposterior, segmen anterior, segmen lingularis superior, dan segmen lingularis inferior.2) Lobus inferior, yaitu segmen superior, segmen basal medial, segmen basal lateral, segmen basal posterior, dan segmen basal anterior.

2. Histologi sistem pernapasan bagian bawah (bronkus sampai pulmo)a. Bronkus dan BronkiolusBronkus primer kiri dan kanan bercabang membentuk 3 bronkus pada paru-paru kanan dan 2 bronkus pada paru-paru kiri. Bronkus-bronkus ini bercabang berulang-ulang membentuk bronkus-bronkus yang lebih kecil, dan cabang-cabang terminalnya dinamakan bronkiolus. Masing-masing bronkiolus bercabang-cabang lagi membentuk 5 7 bronkiolus terminalis. Tiap-tiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi 2 bronkiolus respiratorius atau lebih (Mescher, 2009). Histologi bronkus terdiri dari lapisan mukosa, submukosa, dan lapisan adventitia. Lapisan mukosa terdiri dari lapisan sel-sel epitel silindris berlapis semu bersilia dengan lamina propria yang tipis (dengan banyak serabut elastin), limfosit yang tersebar dan berkas otot polos yang silang menyilang tersusun seperti spiral. Limfosit dapat berupa nodulus limfatikus terutama pada percabangan bronkus. Lapisan submukosa terdiri dari alveoli dari kelenjar mukosa dan seromukosa. Pada lapisan adventitia terdapat tulang rawan berupa lempeng-lempeng tulang rawan dan jaringan ikat longgar dengan serabut elastin. Pada tulang rawan dapat ditemukan sel chondrosit, chondroblast, fibrosit, dan fibroblast. Sel chondrosit dapat ditemukan dalam lakuna-lakuna pada tulang rawan (Mescher, 2009).Histologi bronkiolus meliputi lapisan mukosa, submukosa dan adventitia. Lapisan mukosa seperti pada bronkus, dengan sedikit sel goblet. Pada bronkiolus terminalis, epitelnya kubus bersila dan mempunyai sel-sel Clara (dengan permukaan apical berbentuk kubah yang menonjol ke dalam lumen). Pada lamina propria terdapat jaringan ikat (terutama serabut elastin) dan otot polos. Pada bronkiolus tidak ada tulang rawan dan kelenjar. Lapisan adventitia juga terdiri dari jaringan ikat elastin. Lapisan otot pada bronkiolus lebih berkembang dibandingkan pada bronkus. Pada orang asma diduga resistensi jalan udara karena kontraksi otot bronkiolus (Mescher, 2009). Bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kubus bersilia, dan pada tepinya terdapat lubang-lubang yang berhubungan dengan alveoli. Pada bagian distal dari brionkiolus respiratorius, pada lapisan epitel kubus tidak ada silianya. Terdapat otot polos dan jaringan ikat elastin (Mescher, 2009).

Gambar 2.4 Lapisan sel yang menyusun bronkus (Mescher, 2009)

Gambar 2.5 Lapisan sel yang menyusun bronkiolus (Mescher, 2009)

b. Saluran Alveolaris dan AlveolusSaluran alveolaris dibatasi oleh lapisan epitel gepeng yang sangat tipis. Dalam lamina propria terdapat jala-jala sel-sel otot polos yang saling menjalin. Jaringan ikatnya berupa serabut elastin dan kolagen. Serabut elastin memungkinkan alveoli mengembang waktu inspirasi dan sebut kolagen berperan sebagai penyokong yang mencegah peregangan berlebihan dan kerusakan kapiler-kapiler halus dan septa alveoli yang tipis. Saluran alveolaris bermuara pada atria (suatu ruang yang terdiri dari dua atau lebih sakus alveolaris) (Mescher, 2009). Alveolus merupakan suatu kantung kecil yang terbuka pada salah satu sisinya pada sakus alveolaris. Pada kantung kecil ini O2 dan CO2 mengadakan pertukaran antara udara dan darah. Alveolus dibatasi oleh sel epitel gepeng yang tipis dengan lamina propria yang berisi kapiler dan jaringan ikat elastin (Mescher, 2009).

Gambar 2.6 Lapisan sel yang menyusun alveolus (Mescher, 2009)

3. Interpretasi Informasi LainnyaInterpretasi informasi 2Pemeriksaan fisikKeadaan umum: rewel, gelisah, tampak sesak tanda kegawat daruratanBerat badan: 6,5 kgPanjang badan: 68 cm

Tabel 2.1 Nilai Z Score menurut BB/TB anak (Edukia, 2013)

Jika dilihat dari berat badan dan tinggi badan anak tersebut, menurut perhitungan Z Score, maka anak tersebut mengalami gizi kurang, yaitu sekitar 80% dari median. Hasil tersebut didapat dari perhitungan rumus sebagai berikut.

Suhu: 39,2oC demam tinggi (febris)Respirasi: 60 X / menit meningkatNadi: 130 X / menit meningkatKepala: bibir: sianosis (-)Hidung : napas cuping (+) tidak normal, Konka Udem (-), Hiperemis (-), discharge serous (-)Faring: hiperemis (+) tidak normal, discharge (+) tidak normalTonsil: T2-2 membesar, hiperemis (+) tidak normal Thorax: Inspeksi : simetris, napas tampak memburu tidak normal, retraksi (+) pada dinding dada bagian bawah (rusuk terbawah) tidak normalPalpasi: hantaran paru meningkat tidak normal, kanan = kiriPerkusi: sonor, sebagian redup tidak normalAuskultasi: ronchi basah halus nyaring (+)/(+) tidak normalAbdomen: supel, peristaltic (+) N, NT (-), Hepar/lien tidak terabaEkstremitas: akral dingin (-/-), telapak tangan tidak pucat dan bengkak pada kedua tungkai (-/-)

Interpretasi informasi 3Pemeriksaan penunjangPemeriksaan darah: Hb 12 gram%, Ht 38%, eritrosit 4,5 juta, Leukosit 18.000, trombosit 200.000, Hitung jenis 0/2/9/65/25/5Radiologi: Gambaran bronchpvaskuler meningkat. Terdapat gambaran infiltrate pada kedua lapang paru.

Tabel 2.2 Nilai normal pada pemeriksaan darah rutin (Sutedjo, 2009)No.Jenis PemeriksaanSatuanLaki DewasaWanita DewasaNormal Laki-laki/ Wanita DewasaBayiAnak

1.Hbgr/dl 14-1812-1612-2410-16

2.Hematokrit%40-5837-4329-5432-28

3.Eritrositjt/mm34,6-6,24,2-5,43,8-6,1

4.Leukositribu/mm34-109-309-12

5.Trombositribu/mcl200-400150-450

6.LEDmm/jam0-150-20

Tabel 2.3 Nilai normal pada hitung jenis leukosit dalam % dan mm3 (Sutedjo, 2009)No.Jenis lekositDewasa (%)Dewasa (mm3)Anak/bayi/BBL

1. Eosinofil1-3100-300Sama dewasa

2.Basofil0,4-1,040-100Sama dewasa

3.Stab0-50-500Sama dewasa

4.Segmen50-652500-6500Sama dewasa

5.Limfosit25-351700-3500BBL: 34%1 th: 60%6 th: 42%12 th: 38%

6.Monosit4-6200-6004-9%

Sehingga interpretasinya, yaitu:Hb 12 gram% di bawah normalHt 38% normalEritrosit 4,5 juta normalLeukosit 18.000/ mm3 normalTrombosit 200.000 normalEosinofil 0% di bawah normalBasofil 2% normalStab 9% di atas normalSegmen 65% normalLimfosit 25% normalMonosit 5% normalFoto toraks tidak normal

4. Diagnosis BandingPneumoniaRhinitis AlergikaInfluenzaBronkitisBronkopneumonia Akut

Anamnesis:batuk berlendir, warna lendir kuning/kehijauan, demam tinggi pada pagi dan sore hari, nafas cepat dan sulit, nyeri dada, takikardi, mual muntah dan diare, tremor, hilang nafsu makan, kelelahan.Anamnesis:rhinore, disertai demam, batuk, palatum sering di gesek oleh lidah karena gatal, sesak, hipersekresi mucus.

Anamnesis:demam, batuk kering, tenggorokan sakit, hilang nafsu makan, hidung tersumbat. sakit tenggorokan lebih, sakit kepala, lelah, nyeri otot, nyeri sendi, diare, bersin-bersinAnamnesis:batuk berdahak, warna hijau kekuningan sampai berdarah, otot pernafasan nyeri, sesak nafas, demam, sakit kepala, hidung tersumbat, sinusistis, nyeri.Anamnesis:demam tinggi, anak2, tampak gelisah, pernafasan cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung, batuk kental.

Px Fisik:.Hanya satu sisi yang sakit, dan satu sisi yang tertinggal, tidak simetris, redup di daerah yang sakit, suara nafas bronchial, ronki halus. Px Fisik:alergi salute, alergi krease, alergi shiner. Bunny rabbitsound. Bayangan gelap di bagian bawah mata, Px Fisik:takikardi, mata merah dan berairPx Fisik:Perkusinya normal sonorAuskultasi : wheezing, tidak ada ronki basah halus, menggunakan foto rotgen.

Px Fisik:

Px Penunjang: Lab: leukositosis, LED meningkat.Radiologi: infiltrat di satu lobus, trachea normal, batas tegas, volume tidak berubah, silhouette sign

Px Penunjang: - Px Penunjang: - Px Penunjang: -Px Penunjang:ronki basah halus nyaring. Lab: penyeybab virus : leukositosis di bawah 20 rb, dominan limfosit. Bakteri : leukositosisi 20-40 rb, dominan neutrofil.Radiologi:redup diseluruh lapang pandang.Infiltrate lebih kearah perifer di bagian bawah paru, corakan di bagian bawah.

E. Merumuskan Tujuan Belajar1. Definisi bronkopneumonia2. Etiologi3. Patomekanisme4. Penegakan diagnosis5. Penatalaksanaan6. Peresepan7. Pencegahan8. Prognosis

F. Belajar MandiriSudah dilaksanakan.

G. Menarik atau Mengambil Informasi yang Dibutuhkan1. Definisi bronkopneumoniaBronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya (Smeltzer, 2002).Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi jamur dan seperti bakteri, virus, dan benda asing (Putri, 2010).2. EtiologiBronkopneumonia dapat juga dikatakan suatu peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur. Bakteri seperti Diplococus pneumonia, Pneumococcus sp, Streptococcus sp, Hemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus friendlander (Klebsial pneumonia), dan Mycobacterium tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical virus, Virus influenza, dan Virus sitomegalik. Jamur seperti Citoplasma capsulatum, Criptococcus nepromas, Blastomices dermatides, Cocedirides immitis, Aspergillus sp, Candinda albicans, dan Mycoplasma pneumonia (Putri, 2010).Meskipun hampir semua organisme dapat menyebabkan bronkopneumonia, penyebab yang sering adalah stafilokokus, streptokokus, H. influenza, Proteus sp dan Pseudomonas aeruginosa. Keadaan ini dapat disebabkan oleh sejumlah besar organisme yang berbeda dengan patogenitas yang bervariasi. Virus, tuberkolosis dan organisme dengan patogenisitas yang rendah dapat juga menyebabkan bronkopneumonia, namun gambarannya bervariasi sesuai agen etiologinya (Putri, 2010).3. Patomekanismea. PatogenesisKeadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit (Putri, 2010).Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme mencapai alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu (Putri, 2010):1) Stadium I/ Hiperemia (4 - 12 jam pertama/ kongesti) Pada stadium I, disebut hiperemia karena mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.2) Stadium II/ Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.3) Stadium III/ Hepatisasi Abu-abu (3 - 8 hari)Pada stadium III/ hepatisasi abu-abu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. Hal ini juga disebabkan penimbunan eksudat pada alveolus mendesak kapiler paru, sehingga terjadi avaskuler dan warnanya menjadi abu-abu.

4) Stadium IV/ Resolusi (7 - 11 hari)Pada stadium IV /resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. Kecuali apabila terjadi komplikasi seperti terbentuk abses paru, akibat proses peradangan yang berlebihan.

Imbalance Sistem ImunMikroorganisme PenyebabSaluran napas atas AlveolusMasukPeradangan/ InflamasiStad. I / Hiperemia (4-12 jam pertama/ kongesti)Stad. II / Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)Stad. III / Hepatisasi Abu-abu (3-8 hari)Stad. IV / Resolusi (7-11 hari)Infeksi pada daerah baruDeganulasi sel mast Pelepasan mediator inflamasi (histamin & prostaglandin) + jalur komplemen)Aliran Darah & Permeabilitas KapilerRelaksasi Otot Polos Vascular (Vasodilatasi)Pemindahan Eksudat Plasma ruang intersitialEdem & HiperemiaGangguan Difusi penurunan SaO2Respon imun turunEksudat, Fibrin, SDM lisis Fagositosis o/ Makrofag Jar. paru kembali normal Komplikasi ex: absesEksudat Mengandung Fibrin dan SDMWarna MerahKonsolidasiR Infiltrat & Perabaan seperti hepar hepatisasiSDP kolonisasi pd daerah infeksiEksudat menekan kapiler avascularEndapan fibrin terakumulasi & fagosistosis SDM yg lisisWarna Abu-abu

Bagan 1.1 Patogenesis bronkopneumonia (Putri, 2010)b. PatofisiologiSebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran langsung kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari viremia/bakteremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal saluran respiratorik bawah mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme termasuk barier anatomi dan barier mekanik, juga sistem pertahanan tubuh lokal maupun sistemik. Barier anatomi dan mekanik diantaranya adalah filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh lapisan mukosilier. Sistem pertahanan tubuh yang terlibat baik sekresi lokal imunoglobulin A maupun respon inflamasi oleh sel-sel leukosit, komplemen,sitokin, imunoglobulin, alveolar makrofag dan cell mediated immunity (Price & Wilson, 2005).Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme diatas mengalami gangguan sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran nafas bagian bawah. Inokulasi patogen penyebab pada saluran nafas menimbulkan respon inflamasi akut pada penjamu yang berbeda sesuai dengan patogen penyebabnya (Price & Wilson, 2005).Virus akan menginvasi saluran nafas kecil dan alveoli, umumnya bersifat patchy dan mengenai banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan silia epitel dengan akumulasi debris ke dalamlumen. Respon inflamasi awal adalah infiltrasi sel-sel mononuklear ke dalam submukosa dan perivaskular. Sejumlah kecil sel-sel PMN akan didapatkan dalam saluran nafas kecil. Bila proses ini meluas, dengan adanya sejumlah debris dan mukus serta sel-sel inflamasi yang meningkat dalam saluran nafas kecil maka akan menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total. Respon inflamasi ini akan diperberat dengan adanya edema submukosa yang mungkin bisa meluas ke dinding alveoli. Respon inflamasi di dalam alveoli ini juga seperti yang terjadi pada ruang intersitial yang terdiri dari sel-sel mononuklear. Proses infeksi yang berat akan mengakibatkan terjadinya denudasi (pengelupasan) epitel dan akan terbentuk eksudat hemoragik. Infiltrasi ke intersitial sangat jarang menimbulkan fibrosis. Pneumonia viral pada anak merupakan predisposis terjadinya pneumonia bakterial oleh karena rusaknya barier mukosa (Price & Wilson, 2005).Pneumonia bakterial terjadi karena inhalasi atau aspirasi patogen, kadang-kadang terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi tidaknya proses pneumonia tergantung dari interaksi antara bakteri dan ketahanan sistem imunitas penjamu. Ketika bakteri dapat mencapai alveoli maka beberapa mekanisme pertahanan tubuh akan dikerahkan. Saat terjadi kontak antara bakteri dengan dinding alveoli maka akan ditangkap oleh lapisan cairan epitelial yang mengandung opsonin dan tergantung pada respon imunologis penjamu akan terbentuk antibodi imunoglobulin G spesifik. Dari proses ini akan terjadi fagositosis oleh makrofag alveolar (sel alveolar tipe II), sebagian kecil kuman akan dilisis melalui perantaraan komplemen. Mekanisme seperti ini terutama penting pada infeksi oleh karena bakteri yang tidakberkapsul seperti Streptococcus pneumoniae (Price & Wilson, 2005).Ketika mekanisme ini tidak dapat merusak bakteri dalam alveolar, leukosit PMNdengan aktifitas fagositosisnya akan direkrut dengan perantaraan sitokin sehingga akan terjadi respon inflamasi.Hal ini akan mengakibatkan terjadinya kongesti vaskular dan edema yang luas,dan hal ini merupakan karakteristik pneumonia oleh karena pneumokokus. Kuman akan dilapisi oleh cairan edematus yang berasal dari alveolus ke alveolus melalui pori-pori Kohn (the pores of Kohn). Area edematus ini akan membesar secara sentrifugal dan akan membentuk area sentral yang terdiridari eritrosit, eksudat purulen (fibrin,sel-sel leukosit PMN)dan bakteri. Fase ini secara histopatologi dinamakan red heptization (hepatisasi merah) (Price & Wilson, 2005).Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai dengan fagositosis aktif oleh leukosit PMN. Pelepasan komponen dinding bakteri dan pneumolisin melalui degradasi enzimatik akan meningkatkan respon inflamasi dan efek sitotoksik terhadap semua sel-sel paru. Proses ini akan mengkibatkan kaburnya struktur seluler paru (Price & Wilson, 2005).Resolusi konsolidasi pneumonia terjadi ketika antibodi antikapsular timbul dan leukosit PMN meneruskan aktifitas fagositosisnya; sel-sel monosit akan membersihkan debris. Sepanjang struktur retikular paru masih intak (tidak terjadi keterlibatan instertitial), parenkimparu akan kembali sempurna dan perbaikan epitel alveolar terjadi setelah terapi berhasil. Pembentukan jaringan parut pada paru minimal (Price & Wilson, 2005).Pada infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, kerusakan jaringan disebabkan oleh berbagai enzim dan toksin yang dihasilkan oleh kuman. Perlekatan Staphylococcus aureus pada sel mukosa melalui teichoic acid yang terdapat di dinding sel dan paparan di submukosa akan meningkatkan adhesi dari fibrinogen, fibronektin, kolagen dan protein yang lain.Strain yang berbeda dari Staphylococcus aureus akan menghasilkan faktor-faktor virulensi yang berbeda pula dimana faktor virulensi tersebut mempunyai satu atau lebih kemampuan dalam melindungi kuman dari pertahanan tubuh penderita, melokalisir infeksi, menyebabkan kerusakan jaringan yang lokal dan bertindak sebagai toksin yang mempengaruhi jaringan yang tidak terinfeksi. Beberapa strain Staphylococcus aureus menghasilkan kapsul polisakarida atau slime layer yang akan berinteraksi dengan opsonofagositosis (Price & Wilson, 2005).Penyakit yang serius sering disebabkan Staphylococcus aureus yang memproduksi koagulase. Produksi koagulase akan menyebabkan plasma menggumpal melalui interaksi dengan fibrinogen dimana hal ini berperan penting dalam melokalisasi infeksi. Beberapa strain Staphylococcus aureus akan membentuk beberapa enzim seperti katalase (meng-nonaktifkan hidrogen peroksida, meningkatkan ketahanan intraseluler kuman), penisilinase atau -laktamase (mengnonaktifkan penisilin pada tingkat molekuler dengan membuka cinicin beta laktam molekul penisilin) dan lipase (Price & Wilson, 2005).Pada pneumonia terjadi gangguan pada komponen volume dari ventilasi akibat kelainan langsung di parenkim paru. Terhadap gangguan ventilasi akibat gangguan volumeini tubuh akan berusaha mengkompensasinya dengan cara meningkatkan volume tidal dan frekuensi nafas sehingga secara klinis terlihat takipnea dan dispnea dengan tanda-tanda inspiratory effort. Akibat penurunan ventilasi maka rasio optimal antara ventilasi perfusi tidak tercapai (V/Q < 4/5) yang disebut ventilation perfusion mismatch, tubuh berusaha meningkatkannya sehingga terjadi usaha nafas ekstra dan pasien terlihat sesak. Selain itu dengan berkurangnya volume paru secara fungsional karena proses inflamasi maka akan mengganggu proses difusi dan menyebabkan gangguan pertukaran gas yang berakibat terjadinya hipoksia. Pada keadaan yang berat bisa terjadi gagal nafas (Price & Wilson, 2005).

Staphyloccocus pneumonia (pathogen)

Saluran Pernafasan Atas

Infeksi Saluran Pernafasan BawahKuman terbawa di saluran pencernaan Kuman berlebih di bronkus

Edema antara kaplier dan alveoliPeningkatan suhuDilatasi pembuluh darah Infeksi saluran pencernaan Proses peradangan

Septikimia Eksudat plasma masuk alveoliPeningkatan flora normal dalam usus Akumulasi sekret di bronkus

Iritasi PMN eritrosit pecah

Edema paru Peningkatan metabolisme Gangguan difusi dalam plasmaPeningkatan peristaltik usus Mukus bronkus meningkat Bersihan jalan nafas tidak efektif

Pengerasan dinding paru Evaporasi meningkat Gangguan pertukaran gasMalabsorbrsi Bau mulut tidak sedap

Penurunan compliance paru Diare Anoreksia

Intake kurang

Suplai O2 menurun Gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit

Nutrisi kurang dari kebutuhan

Hipoksia Gangguan pola nafas Retraksi dada / nafas cuping hidung Dispneu Hiperventilasi Intoleransi aktivitas Fatigue Akumulasi asam laktat Metabolisme anaeraob meningkat Bagan 2.2 Patofisiologi bronkopneumonia (Price dan Wilson, 2005)4. Penegakan diagnosisa. Anamnesis1) Riwayat Penyakit SekarangDari anamnesis mengenai gejala, pada penyakit bronkopneumonia dapat dilihat berdasarkan 2 gejala, yaitu (WHO, 2009) :a) Gejala infeksi umum, meliputi demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti muntah atau diare, dan terkadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.b) Gejala gangguan Respirasi, meliputi batuk, pilek, dahak berwarna putih tidak bercampur darah, dan sesak napas.2) Riwayat Penyakit DahuluPerlu ditanyakan apakah ada riwayat penyakit jantung. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan sesak nafas yang dialami merupakan akibat kelainan penyakit respirasi ataukah tanda dari kelainan jantung (WHO, 2009).3) Riwayat Penyakit KeluargaPerlu ditanyakan pula apakah keluarga yang tinggal berdekatan mengalami gejala yang sama. Hal ini dimaksudkan untuk menyingkirkan diagnosis diferensial Tuberkulosis paru (WHO, 2009).b. Pemeriksaan FisikInspeksi: retraksi dada, takipneu, nafas cuping hidung, dan sianosisPalpasi: hantaran paru meningkat, sama kanan dan kirinyaPerkusi: sonor, sebagian redupAuskultasi: ronki basah halus yang nyaring c. Pemeriksaan PenunjangUntuk mendukung diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu, darah perifer lengkap, C-reaktif Protein (CRP), uji serologis, pemeriksaan mikrobiologis dan pemeriksaan rontgen thoraks. Pemeriksaan darah lengkap perfier pada pneumonia yang disebabkan oleh virus biasanya leukosit dalam batas normal, namun pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri didapatkan leukositosis (15.00040.000/mm3) dengan dominan PMN. Leukopenia (. Diakses tanggal 22 Maret 2013.

Elsevier. 2008. Bronkopneumonia. Tersedia di < www.reedelsevier.com> Diakses tanggal 23 Maret 2014.

Longo, Dan L, et all. 2013. Harrisons Principles of Internal Medicine. 18 Edition. New York: McGraw-Hill.

Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi IV. Jakarta. EGC

Martini, Frederic. 2012. Fundamentals of Anatomy and Physiology. San Francisco: Pearson.

Mescher, Anthony. 2009. Junqueiras Basic Histology Text and Atlas. 12 Edition. New York: McGraw-Hill.

Price, S.A. & Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Putri, Enda Silva. 2010. Karakteristik Balita Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009. Tersedia di: . Diakses tanggal 18 Maret 2014.

Smeltzer, Suzanne C. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume I. Jakarta : EGC.

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC.

Sutedjo. 2009. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Laboratorium. Yogyakarta: Penerbit Asmara Books.

WHO. 2009. Buku Saku pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Tersedia di: . Diakses tanggal 18 Maret 2014.

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga Medical Series.


Recommended