+ All Categories
Home > Documents > Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Date post: 30-Nov-2021
Category:
Upload: others
View: 9 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
76
Penelitian Mandiri Maret 2016 1 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan Destination Image (studi kasus di Kawasan Ciwidey Kabupaten Bandung, Uji model Confirmatory Factor Analysis) LAPORAN AKHIR Oleh: Drs. JATMIKO EDY WALUYO, MM.Par. Puslitabmas SEKOLAH TINGGI PARIWISATA BANDUNG 2016
Transcript
Page 1: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

1 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan Destination Image

(studi kasus di Kawasan Ciwidey Kabupaten Bandung, Uji model Confirmatory Factor Analysis)

LAPORAN AKHIR

Oleh:

Drs. JATMIKO EDY WALUYO, MM.Par.

Puslitabmas SEKOLAH TINGGI PARIWISATA BANDUNG

2016

Page 2: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

2 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wilayah Kabupaten Bandung memiliki banyak tempat wisata yang menawarkan pemandangan yang indah beserta legenda-legenda yang menarik. Salah satunya adalah Kecamatan Ciwidey yang berada di selatan Kabupaten Bandung. Di kawasan ini terdapat objek wisata menarik yaitu Kawah Putih. Kawah Putih adalah sebuah danau kawah dari Gunung Patuha dengan ketinggian 2.434 meter di atas permukaan laut dengan suhu antara 8-22°C. Di puncak Gunung Patuha itulah terdapat Kawah Saat, saat berarti surut dalam Bahasa Sunda, yang berada di bagian barat dan di bawahnya Kawah Putih dengan ketinggian 2.194 meter di atas permukaan laut. Kedua kawah itu terbentuk akibat letusan yang terjadi pada sekitar abad X dan XII silam. Kawah Putih ini terletak sekitar 46 km dari Kota Bandung atau 35 km dari ibukota Kabupaten Bandung, Soreang, menuju Ciwidey.

Sumber: Kawah Putih 1856, Java-Album, Franz Wilhelm Junghuhn

Legenda Kawah Putih, Gunung Patuha konon berasal dari nama Pak Tua atau ”Patua”. Masyarakat setempat sering menyebutnya dengan Gunung Sepuh. Dahulu masyarakat setempat menganggap kawasan Gunung Patuha dan Kawah Putih ini sebagai daerah yang angker, tidak seorang pun yang berani menjamah atau menuju ke sana. Konon karena angkernya, burung pun yang terbang melintas di atas kawah akan mati. Misteri keindahan danau Kawah Putih baru terungkap pada tahun 1837 oleh seorang peneliti botanis Belanda kelahiran Jerman, Dr. Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1864) yang melakukan penelitian di kawasan ini. Sebagai seorang ilmuwan, Junghuhn tidak mempercayai begitu saja cerita masyarakat setempat. Saat ia melakukan perjalanan penelitiannya menembus hutan belantara Gunung Patuha, akhirnya ia menemukan sebuah danau kawah yang indah. Sebagaimana halnya sebuah kawah gunung, dari dalam danau keluar semburan aliran lava belerang beserta gas dan baunya yang menusuk hidung. Dari hal tersebut terungkap bahwa kandungan belerang yang sangat tinggi itulah yang menyebabkan burung enggan untuk terbang melintas di atas permukaan danau Kawah Putih.

Page 3: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

3 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Padatnya lalu lintas jalan penghubung kota Bandung menuju ke arah selatan disetiap akhir pekan adalah anugerah jika dikelola dengan baik. Fenomena ini menunjukkan, Kawasan Bandung Selatan (Ciwidey dan Rancabali) dan sekitarnya merupakan wilayah yang mempunyai daya tarik dan nyaman. Bandung sebagai kota terdekat Jakarta merupakan wilayah penyangga Ibu Kota Negara. Bandung Raya tidak hanya menarik hati bagi warga Jakarta, tetapi juga masyarakat Indonesia pada umumnya. Bandung Raya adalah tujuan wisata yang menawan bagi banyak orang untuk menikmati akhir pekan.Akses ke Bandung semakin mudah, wisatawan mancanegara dan wisatawan domestic-pun semain cepat menjangkau Bandung.Warga Singapore dan Malaysia sudah lebih awal menikmati berlibur di Bandung. Akan menyusul warga Negara Brunei Darussalam, Filipina dan Thailand tidak mustahil semakin banyak yang akan berlibur ke Bandung, jika akses terus dibuka. Kehadiran mereka menjadi berkah manakala mampu menambah kesejahteraan warga Bandung Raya dan sekitarnya. Hotel tempat menginap, serta sarana penunjang lainnya seperti restoran, tempat hiburan, dan tempat belanja, serta usaha kecil menengah kebagian rezeki. Kunjungan warga dari luar Bandung akan dapat menumbuhkan ekonomi dan menopang industri kreatif yang menjadi salah satu keunggulan masyarakat Bandung Raya khususnya warga Jawa Barat pada umumnya. Tetapi jika kehadiran mereka tidak dikelola dengan baik, anugerah ini justru bisa menjadi musibah. Masyarakat Bandung Raya juga membutuhkan istirahat seperti warga yang lain. Pada akhir pekan, warga Bandung juga ingin santai, makan enak, dan bercengkerama dengan keluarga. Namun disaat yang sama, warga Bandung Raya justru didera kemacetan dasyat, maka kenyamanan Bandung Raya akan menjadi hilang. Budaya buruk pendatang-pun bisa dibuang di wilayah ini. Kehidupan hedonistic di-ekspresikan di kota ini. Akibatnya Bandung Raya menjadi ekspresi buruk warga lain. Jika ini terjadi, cepat atau lambat, Bandung justru menjadi tempat yang menyebalkan, menakutkan, dan menyeramkan.Sebelum semua sisi buruk perkembangan ini terjadi, stakeholder di Bandung Raya perlu memikirkan bersama untuk mengantisipasi perkembangan ini agar semua yang terjadi mendatangkan berkah, bukan musibah.Kehadiran siapapun ke Bandung Raya harus menjadi berkah bagi warga Pasundan. Kurang lebih 200.000 mobil masuk ke kota Bandung melalui berbagai pintu masuk setiap liburan dan akhir pekan, jika satu mobil rata-rata berisi tiga orang, berarti ada 600.000 orang bertandang setiap akhir pekan ke Bandung (Dinas Perhubungan Kota Bandung, PR, Minggu 19 Februari 2016). Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Bandung Menaksir, arus perputaran uang pada akhir pekan di Bandung antara Rp 10 s/d 15 Milyar, dan jumlah ini akan meningkat dua atau tiga kali lipat saat libur panjang. Sales Manager Padma Hotel Bandung (Dewi Novita) mengatakan, meskipun tarif kamar yang ditawarkan tergolong di atas rata-rata, tingkat hunian hotel tetap tinggi, dan di

Page 4: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

4 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

kahir pekan selalu penuh. Untuk menginap di kamar pilihan dengan view yang bagus, tamu harus memesan sebulan sebelumnya, Dengan harga kamar Rp 2,8 Juta per malam untuk kamar tipe deluxe dan Rp 7,5 juta per malam untuk premium suite. Kamar tipe ini selalu penuh pada akhir pekan. Sejak ada Tol Cipularang, Tol Cipali dan sebentar lagi (Juni 2016) Tol Soroja (Soreang Pasir Koja) telah meningkatkan aksesibilitas sehingga menjadi sangat mudah berwisata ke Bandung bagi orang Jakarta, Indramayu dan Cirebon, wisata belanja dan kuliner menjadi agenda rutin yang dilakukan saat ada di Bandung dan sekitarnya. Selama dua hari satu malam di Bandung menghabiskan uang antara 5 Juta s/d 10 Juta. Dan pengeluaran terbesar adalah untuk akomodasi dan belanja. Pengeluaran buat makan relatif murah, dan makanan di Bandung beragam dan enak-enak, nggak perlu datang ke tempat yang mewah untuk mendapatkan makanan yang lezat. (Wisatawan Jakarta, PR Minggu 19 Februari 2016). Wisatawan yang telah memadati kota Bandung semakin lama akan terdistribusi ke beberapa wilayah lain di sekitarnya, yaitu Lembang, Sariater, Cimahi, Padalarang, Soreang, Ciwidey, Pengalengan bahkan sampai ke Garut, Tasikmalaya dan Ciamis. Apa yang harus dilakukan oleh Stakeholder di daerah Bandung Raya adalah mengantisipasi terjadinya dampak yang akan ditimbulkan oleh perkembangan dan peningkatan jumlah pengunjung ini. Salah satunya adalah membangun akses yang lebih baik seperti jalan lingkar besar (grand ring road) yang menghubungkan seluruh wisayah Bandung Raya. Melalui jalan lingkar ini wisatawan dan masyarakat bisa menjangkau tempat-tempat di sekitar Bandung Raya dengan mudah tanpa kemacetan. Melalui jalan lingkar besar ini potensi ekonomi dan pariwisata dapat memperoleh akses ke pasar, dan masyarakat dapat memperoleh keberkahan wilayah ini dengan nyaman karena macet dapat sedikit di-reduksi. Selain jalan lingkar besar ini masing-masing kawasan seperti Cimahi dan Padalarang, Soreang dan Banjaran, Lembang juga memerlukan ring road masing-masing yang mampu menghubungkan satu wilayah dengan yang lainnya. Apa yang menarik dengan destinasi Bandung raya?, beberapa obyek wisata alam di kawasan Bandung selatan masih menjadi primadona warga untuk mengisi liburan panjang. Obyek wisata seperti Kawah Putih, Situ Patengang, Ciwalini, Cimanggu, Rancabali Kabupaten Bandung selalu dipadati pengunjung dari Bandung maupun dari luar Bandung. Wisatawan kebanyakan dari wilayah Jakarta dan sekitarnya. 98 bus mendatangi kawah putih, 42 bus mengunjungi Situ Patengang, dan 20 bus ke Ciwalini pada akhir pekan (sumber: Kompepar Bandung Selatan, Nopember 2015) Untuk itu dipilih Kabupaten Bandung, khususnya Satuan Kawasan Wisata Ciwidey dengan obyek wisata Alam, Pegunungan, Kebun Teh, Pemandian Air Panas, Kawah Putih dan lain-lain, sebagai contoh kasus bagi penelitian yang dilakukan agar dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang sebenarnya dalam dunia pariwisata Jawa Barat Umumnya dan Kawasan Wisata Bandung

Page 5: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

5 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Raya pada khususnya. Satuan Kawasan Wisata Ciwidey dipilih untuk dijadikan studi kasus dalam penelitian ini dengan alasan pertimbangan praktis yang antara lain adalah: 1. Kawasan Ciwidey secara empirik telah terbukti merupakan suatu destinasi

yang dapat menyedot dan menampung jumlah wisatawan dalam jumlah besar.

2. Kawasan wisata Ciwidey menyimpan sejumlah keunggulan daya tarik antara lain memiliki panorama alam yang sangat indah dan sejuk, dan memiliki kelengkapan daya tarik wisata lain baik yang terdapat didalam maupun yang terdapat di sekitar kawasan wisata sehingga memudahkan wisatawan untuk memilih obyek yang bersifat komplementer atau substitusi dan memudahkan wisatawan untuk melakukan berbagai aktivitas (series of activity), sering digunakan untuk berekreasi keluarga dan berendam air panas.

3. Kawasan wisata Ciwidey mengandung sejumlah fenomena permasalahan yang cukup menarik perhatian antara lain keunggulan yang dimilikinya ternyata tidak mampu menahan wisatawan untuk tinggal lebih lama sehingga suasana kontras begitu terasa antara masa week-end dengan week-day.

4. Ada indikasi penyimpangan dari core product kawasan wisata Ciwidey sebagai wisata alam dan kesehatan, karena belum tereksploitasi-kannya kawasan wisata untuk memenuhi motivasi dan ekspsektasi wisatawan yang datang untuk berlibur dan bersantai yang disebabkan karena antara lain kurang tertatanya aspek sosial dan lingkungan dikawasan ini. Kurang dikemasnya obyek wisata menjadi suatu yang lebih menarik, kurang fasilitas, aktivitas dan amenitas.

5. Satuan kawasan wisata Ciwidey seperti obyek wisata lain, didalamnya dapat dilihat kompleksitas permasalahannya mengenai keterlibatan berbagai pihak antara lain peran pemerintah, masyarakat setempat, dan para pengusaha berskala besar dan kecil.

Satuan kawasan wisata Ciwidey sebagai salah satu bagian dari produk pariwisata, memiliki karakteristik khas sebagai barang campuran (mixed goods) antara barang public (public goods) dan barang privat (private goods) dengan unsur pembentuk yang komplek dari berbagai disiplin bidang dan ilmu serta latar belakang budaya yang berbeda, maka kondisi yang terjadi didalam kawasan ini harus dipandang sebagai sebuah fenomena sosial dari perspektif sistem sehingga memerlukan penanganan serius dari berbagai pihak terkait secara langsung dalam pola hubungan yang sinergis agar setiap permasalahan yang berkembang dikawasan wisata ini dapat ditangani dengan baik secara simultan dan komprehensif. Kawasan Ciwidey dengan Kawah Putih dan Situ Patengang merupakan wisata alam atau ecotourism sebagai salah satu jenis wisata minat khusus yang menonjolkan gejala, keunikan dan keindahan alam. Sehingga perencanaan

Page 6: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

6 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

yang terpadu sangat diperlukan agar kesalahan yang selama ini banyak dituduhkan kepada dunia pariwisata sebagai destructor dan terlalu mengejar kepada pertumbuhan (boosterism and product oriented) tidak terjadi. Disisi lain, Kawasan wisata Ciwidey ini dengan segala permasalahannya dituntut untuk mampu bersaing dengan kawasan lain dan berkompletisi secara sehat untuk mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya.“…..bahwa diperlukan suatu keterpaduan antara peran pemerintah, badan usaha dan masyarakat. Keterpaduan ini harus serasi, seimbang dan selaras agar dapat mewujudkan potensi pariwisata nasional yang berkemampuan daya saing, baik di tingkat regional maupun global”. (PP No. 67 tahun 1996) Ekowisata merupakan bentuk wisata yang cocok untuk model destinasi di Kawasan Ciwidey yang dikelola dengan pendekatan konservasi. Ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa mendatang. Hal ini sesuai dengan definisi yang disebutkan oleh The International Union for Conservantion of Nature and Natural Resources (1980), bahwa: Konservasi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan biosphere dengan berusaha memberikan hasil yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang. Pengembangan sebuah kawasan akan mempengaruhi peran masyarakat yang berada di sekitar kawasan, terutama penduduk lokal baik secara langsung maupun tidak langsung. Disamping itu faktor modal akan menjadi sangat menentukan dalam pengembangan pariwisata, sehingga usaha yang banyak dilakukan oleh masyarakat hanya berskala kecil saja seperti kios-kios cenderamata, warung. Dan tanpa disadari masyarakat akan mengalami pergeseran secara sosial ekonomi oleh kegiatan pariwisata. Dari kenyataan tersebut, ada beberapa hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut: 1. Perkembangan destinasi di Kawasan Ciwidey memerlukan sebuah model

yang tepat agar kawasan ini menjadi kawasan yang dapat memberikan manfaat baik ekonomi, sosial dan budaya. Dan dapat menghindari terjadinya kerusakan ekosistem secara masif dan perubahan terhadap kondisi lingkungan sosial dan ekonomi masyarakat.

2. Kerusakan lingkungan dan dampak sosial ekonomi masyarakat tersebut tidak akan terjadi apabila perencanaan destinasi kawasan Ciwidey (Kawah Putih dan Situ Patengang) dikelola sesuai dengan konsep-konsep pariwisata berkelanjutan.

Meningkatnya aktivitas pariwisata di kawasan Ciwidey berakibat pada perubahan fungsi lahan, terutama perubahan terhadap tataguna lahan yang menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan. Perkembangan pariwisata yang terjadi di masyarakat biasanya lebih banyak berorientasi pada dampak positif dan kurang memperhatikan dampak negatif terhadap kondisi lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat. Akibatnya dampak negatif yang timbul tidak

Page 7: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

7 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

tertangani secara tepat. Dalam perencanaan pengembangan kawasan seringkali hanya dilihat dari aspek ekonomi saja, oleh sebab itu kajian destinasi sebagai sebuah ekosistem menjadi sangat relevan dalam kaitannya dengan pengelolaan kepariwisataan yang berwawasan lingkungan. Didasari hal-hal tersebut di atas maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang: “Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan Destination Image (studi kasus di Kawasan Ciwidey Kabupaten Bandung Uji model Confirmatory Factor Analysis)” B. Perumusan Masalah Merujuk pada latar belakang masalah tersebut di atas dapat ajukan beberapa pertanyaan penelitian, antara lain:

1. Apakah cognitive image akan berpengaruh positif terhadap keseluruhan image destinasi di Kawasan Ciwidey Kab. Bandung.

2. Apakah affective image akan berpengaruh positif terhadap keseluruhan image destinasi di Kawasan Ciwidey Kab. Bandung.

3. Apakah unique image akan berpengaruh positif terhadap keseluruhan image destinasi di Kawasan Ciwidey Kab. Bandung.

4. Apakah persepsi wisatawan terhadap destinasi merupakan mediasi dari hubungan antara tiga destination brand images (cognitive, affective, and unique images) dan intention to revisit ke Kawasan Ciwidey Kab. Bandung.

5. Apakah Persepsi Wisatawan terhadap destinasi merupakan mediasi dari hubungan antara tiga destination brand images (cognitive, affective, and unique images) dan intention to recommend the destination kepada wisatawan lain.

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan dan menguji model destination branding melalui adopsi konsep destination image dan branding concept and practice. Merujuk pada rumusan masalah yang telah disampaikan sebelumnya maka penelitian bertujuan untuk:

1. Mengukur atau menguji (measurement model) Model Destination Branding, tiga destination brand image (cognitif, Affective dan unige image terhadap image secara keseluruhan.

2. Mengukur persepsi wisatawan terhadap keseluruhan image Kawasan Ciwidey

3. Mengukur tiga destination brand image (cognitif, Affective dan unige image) di Kawasan Ciwidey Kabupaten Bandung

Page 8: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

8 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

D. JADWAL PELAKSANAAN No. Kegiatan Maret April Mei

1-15 16-30 1-15 16-30 1-15 1. Usulan Penelitian 2. Penyusunan Desain Penelitian 3. Pengumpulan Data 4. Pengolahan Data 5. Penyusunan Laporan Akhir

Page 9: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

9 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

BAB II LITERATUR REVIEW

1. Destinasi sebagai Produk Wisata Selama wisatawan berada di daerah tujuan wisata (destinasi wisata) mereka memerlukan pelayanan akomodasi dan transportasi untuk menjelajahi destinasi tersebut, makanan, toko souvenir, dan sesuatu yang akan dilakukan dan yang akan dilihatnya. Singkatnya mereka akan mengkonsumsi produk. Istilah produk mencakup segala sesuatu yang dibeli atau dikonsumsi oleh orang yang disebut pengunjung atau wisatawan. Menurut UN-WTO produk (wisata) didefinisian “...any good or service purchase by, or consumer by, a person defined as a visitor”. Jika agregat dari aktivitas produktif dan pelayanan ditujukan untuk memenuhi kepuasan dan kebutuhan wisatawan maka aktivitas dan pelayanan tersebut disebut dengan ‘produk pariwisata total’ (total tourism product), merupakan kombinasi dari semua elemen pelayanan yang dikonsumsi wisatawan dari saat mereka meninggalkan rumah sampai kembali lagi. Total tourism product didefinisikan “The combination of all the service elements which a tourist consumer from leaving home to returning” (Richardson dan Fluker, 2004:50) Produk pariwisata juga dapat diartikan sebagai gabungan/campuran dari fasilitas dan pelayanan, seperti yang diungkapkan oleh Bouvy dan Lawson dalam (Architectural Press, 1998): Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) yang merupakan bentukan nyata dari produk pariwisata tersebut dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok, antara lain: 1. Objek dan Daya Tarik Wisata berbasis alam, 2. Objek dan Daya Tarik Wisata berbasis pada sejarah dan budaya, 3. Objek dan Daya Tarik Wisata yang berorientasi pada minat khusus

(special interest). 2. Ekowisata Pada saat ini, ekowisata telah berkembang. Wisata ini tidak hanya sekedar untuk melakukan pengamatan burung, mengendarai kuda, penelusuran jejak di hutan belantara, tetapi telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dan penduduk lokal. Ekowisata ini kemudian merupakan suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial. Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi. Oleh karenanya, ekowisata disebut sebagai bentuk perjalanan wisata bertanggung jawab.

Page 10: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

10 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga menggunakan strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdayaguna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami. Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam dapat ditingkatkan kualitasnya karena desakan dan tuntutan dari para eco-traveler. Danau Kawah Putih sebagai ekowisata memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri. Air di danau kawahnya dapat berubah warna, kadangkala berwarna hijau apel kebiru-biruan bila terik matahari dan cuaca terang, terkadang pula berwarna coklat susu. Paling sering terlihat airnya berwarna putih disertai kabut tebal di atas permukaan kawah. Selain permukaan kawah yang berwarna putih, pasir dan bebatuan di sekitarnya pun didominasi warna putih, oleh karena itu kawah tersebut dinamakan Kawah Putih. Karena kandungan belerang di danau kawah tersebut sangat tinggi, pada zaman pemerintahan Belanda sempat dibangun pabrik belerang dengan nama Zwavel Ontgining ‘Kawah Putih’. Kemudian pada zaman Jepang, usaha tersebut dilanjutkan dengan nama Kawah Putih Kenzanka Gokoya Ciwidey yang langsung berada di bawah penguasaan militer Jepang. Di sekitar kawasan Kawah Putih terdapat beberapa makam leluhur, antara lain makam Eyang Jaga Satru, Eyang Rongga Sadena, Eyang Camat, Eyang Ngabai, Eyang Barabak, Eyang Baskom, dan Eyang Jambrong. Salah satu puncak Gunung Patuha yakni Puncak Kapuk, konon merupakan tempat pertemuan para leluhur yang dipimpin oleh Eyang Jaga Satru. Konon, di tempat ini terkadang secara gaib terlihat sekumpulan domba berbulu putih yang oleh masyarakat disebut domba lukutan. a. Pengertian Ekowisata Ekowisata lebih populer dan banyak digunakan dibanding dengan terjemahan yang seharusnya dari istilah ecotourism. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun pada hakekatnva, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk ekowisata merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Definisi ekowisata yang pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah sebagai berikut: Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan untuk konservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan daerah tujuan wisata agar tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. Namun dalam perkembangannya ternyata bentuk ekowisata ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan. Wisatawan ingin

Page 11: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

11 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

berkunjung ke area alami, yang dapat menciptakan kegiatan bisnis. Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai berikut: Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan bertanggungjawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata (Eplerwood, 1999). Berdasarkan kedua definisi ini, dapat dimengerti bahwa ekowisata dunia telah berkembang sangat pesat. Ternyata beberapa destinasi yang merupakan taman nasional berhasil dalam mengembangkan ekowisata ini. Bahkan di beberapa wilayah, berkembang suatu pemikiran baru yang berkait dengan pengertian ekowisata. Fenomena pendidikan diperlukan dalam bentuk wisata ini. Seperti yang didefinisikan oleh Australian Department of Tourism (Black, 1999) sebagai berikut: Ekowisata adalah wisata berbasis pada alam dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis. Definisi ini memberi penegasan bahwa aspek yang terkait tidak hanya bisnis seperti halnya bentuk pariwisata lainnya, tetapi lebih dekat dengan pariwisata minat khusus. Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi. Ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa mendatang. Hal ini sesuai dengan definisi yang disebutkan oleh The International Union for Conservantion of Nature and Natural Resources (1980), bahwa: Konservasi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan biosphere dengan berusaha memberikan hasil yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang. Pendekatan yang harus dilaksanakan adalah tetap menjaga area tersebut tetap lestari sebagai areal alam. Pendekatan lain bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan. Maksud dari menjamin kelestarian ini seperti halnya tujuan konservasi (UNEP, 1980) sebagai berikut:

1) Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan,

2) Melindungi keanekaragaman hayati, 3) Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya.

b. Prinsip Ekowisata Pengembangan ekowisata di dalam kawasan hutan dapat menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem hutan. Oleh karenanya terdapat beberapa butir prinsip pengembangan ekowisata yang harus dipenuhi. Apabila seluruh prinsip ini dilaksanakan maka ekowisata menjamin pembangunan yang ecological friendly dari pembangunan berbasis kerakyatan (community based). The Ecotourism Society (Eplerwood, 1999) menyebutkan ada 8 (delapan) prinsip, yaitu:

Page 12: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

12 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

1) Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya. Pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat.

2) Pendidikan konservasi lingkungan. Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi. Proses pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam.

3) Pendapatan langsung untuk kawasan. 4) Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan

manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan.

5) Retribusi dan conservation tax dapat dipergunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam.

6) Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula di dalam pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif. Penghasilan masyarakat.

7) Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam.

8) Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam. Apabila ada upaya disharmoni dengan alam, maka akan merusak produk wisata ekologis ini. Hindarkan sejauh mungkin penggunaan minyak, dalam konservasi flora dan fauna serta menjaga keaslian budaya masyarakat.

3. Branding a. Pengertian brand (merek) menurut para ahli, definisi brand (merek)

adalah:

1) Brand atau merek adalah janji penjual untuk menyampaikan kumpulan sifat, manfaat, dan jasa spesifik secara konsisten kepada pembeli (Kotler, Armstrong, 1997:283).

2) Brand adalah ide, kata, desain grafis dan suara/bunyi yang mensimbolisasikan produk, jasa, dan perusahaan yang memproduksi produk dan jasa tersebut (Janita, 2005:15).

3) King dalam Temporal, dan Lee (2002:46) mengatakan bahwa produk adalah sesuatu yang dibuat didalam pabrik, merek adalah sesuatu yang dibeli oleh konsumen. Produk dapat ditiru pesaing, merek adalah unik.

Brand adalah identitas tambahan dari suatu produk yang tak hanya membedakannya dari produk pesaing, namun merupakan janji produsen atau kontrak kepercayaan dari produsen kepada konsumen dengan menjamin konsistensi bahwa sebuah produk akan selalu dapat menyampaikan nilai yang

Page 13: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

13 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

diharapkan konsumen dari sebuah produk. Brand dapat memiliki 6 (enam) level pengertian (Kotler, 2002:460):

1) Atribut. Atribut berarti bahwa brand mengingatkan pada atibut- atribut tertentu,

2) Manfaat. Manfaat berarti bahwa atribut perlu diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional,

3) Nilai; Nilai berarti bahwa brand juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen,

4) Budaya. Budaya berarti bahwa brand juga mewakili budaya tertentu, 5) Kepribadian. Kepribadian berarti bahwa brand juga mencerminkan

kepribadian tertentu, 6) Pemakai. Pemakai berarti bahwa brand menunjukkan jenis konsumen

yang membeli atau menggunakan brand tersebut.

Ekinci Y. ,2003, e-Review of Tourism Research (eRTR), Vol. 1, No.2, 2003,

Lecturer in Hospitality Management School of Management University of Surrey, http://ertr.tamu.edu.

Berbagai pilihan untuk menenetukan pada destinasi yang mana akan menjadi keputusan untuk berlibur bagi wisatawan, maka perlu bagi pengelola kawasan (obyek wisata) untuk menentukan positioning agar bisa bersaing dengan destinasi yang lain, dengan cara penciptaan image yang khas dan menarik untuk membangun citra yang positif agar dapat mempengaruhi wisatawan dalam mengambil keputusan. Ada tiga tahap yang harus diikuti dalam proses mengembangkan citra yang menguntungkan yaitu: 1) Destiantion Image, 2) Destination Branding dan 3) Brand Personality. Sejumlah keyakinan, ide dan kesan bahwa seseorang memiliki pilihan destinasi wisata yang akan menjadi pilihannya setiap saat, yang terkait dengan gambaran mental individu berdasarkan pengetahuan dan informasi global lainnya.

Des$na$on(Image(and(Des$na$on(Branding(

Des$na$on(Image(

Des$na$on(Branding(

Brand(Personality(

Basic(and(emo$ve(needs(

Tourism(Self:Image(

Rela$onship(

Page 14: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

14 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Menurut Kotler et.al. (2003:98) ada tiga pendekatan penelitian yang bisa digunakan untuk mengetahui makna brand yaitu sebagai berikut:

1) Assosiasi kata (word association). Masyarakat dapat ditanya apa yang terlintas di benak mereka ketika mereka mendengar nama sebuah brand.

2) Mempersonifikasikan merek tersebut (personifying the brand). Masyarakat dapat ditanya mengenai orang atau binatang macam apa yang terlintas di benak mereka ketika brand tersebut disebutkan.

3) Memanjat ke atas sehingga mendapat esensi brand (laddering up to find the brand essence). Esensi brand atau brand essence terkait dengan tujuan yang lebih dalam dan abstrak yang konsumen coba penuhi dengan brand tersebut.

b. Brand Strategic Brand memegang peranan penting dalam pemasaran, brand yang dibeli konsumen adalah brand yang memiliki keunikan individual yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Brand menempel dalam persepsi pelanggan, sehingga sesungguhnya persaingan yang terjadi adalah pertarungan persepsi brand di atas pertarungan produk. Setiap perusahaan yang akan memasuki pasar dihadapkan pada dua masalah penting:

1) Marketer harus memutuskan apakah menggunakan brand tertentu atau tidak, menggunakan brand mereka sendiri (manufacter’s brand) atau menggunakan brand milik perantara (private brand), menggunakan satu brand atau lebih dari satu pasar, serta apakah penekanan promosi hanya pada brand lokal atau pada brand global.

2) Marketer harus memikirkan bagaimana cara perusahaan untuk melindungi brand dan trademark perusahaan di pasar (lokal, nasional, internasional maupun global).

c. Konsep Branding Pembuatan brand tidak hanya mengenai ubikuitas, visibilitas, dan fungsional, tetapi juga menyangkut ikatan emosional dengan manusia dalam hidup mereka sehari-hari. Ketika produk atau jasa akan menyatakan dialog emosional dengan pelanggan, produk atau jasa akan menyatakan kualitasnya melalui brand. Branding adalah value indikator kinerja yang dikembangkan melalui strategi, program dan value yang tepat untuk diberikan kepada pelanggan sebagai: o Kombinasi (tidak selalu) dari desain, simbol (logo), tanda dan nama yang

mengidentifikasi dan membedakan produk perusahaan dari pesaing. o Kontrak yang tak tertulis tentang nilai intrinsik dan keunggulan produk

dengan pemakaiannya.

Page 15: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

15 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

o Upaya manajemen untuk memperlihatkan integritas produk perusahaan. o Janji penjual untuk secara konsisten menyampaikan serangkaian ciri-ciri,

manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. o Pernyataan kepercayaan dan pengurangan resiko. Banyak yang menyebut bahwa desain, warna, gerak atau kombinasi atribut-atribut produk lainnya memberikan identitas dan diferensiasi terhadap produk pesaing. Brand yang baik dapat menyampaikan makna tambahan tentang jaminan kualitas produk yang memiliki keunikan yang khas, menggambarkan sesuatu mengenai manfaat produk bagi pemakainya, mudah diucapkan, dikenali dan diingat, dan tidak mengandung arti yang buruk di negara dan bahasa lain, serta dapat menyesuaikan diri (adaptable) dengan produk-produk baru yang mungkin ditambahkan ke dalam lini produk. d. Tujuan Penggunaan Brand Branding berfungsi sebagai instrumen untuk menciptakan deferensiasi yang dapat memberikan nilai tambah dari sudut pandang konsumen. Clarke (2000) mengidentifikasikan 6 manfaat dari branding terkait dengan tourism destination product:

1. helps to reduce the choice, 2. helps in reducing the impact of intangibility, 3. conveys consistency across multiple outlets and through time, 4. can reduce the risk factor attached to decision making about holidays. 5. facilitates precise segmentation, 6. helps to provide a focus for the integration of producer effort, helping

people to work towards the same outcome. Benefits of branding for the community as a whole:

1. Creates a unifying focus to aid all public, private, and nonprofit sector organizations that rely on the image of the place and its attractiveness.

2. Brings increased respect, recognition, loyalty, and celebrity. 3. Corrects out of date, inaccurate or unbalanced perceptions. 4. Improves stakeholder income, profit margins, and increases lodging tax

revenues. Increases the ability to attract, recruit, and retain talented people.

5. Enhances civic pride and advocacy. 6. Expands the size of the ‘pie’ for stakeholders to get a larger share,

rather than having to rely on pricing to steal their share (www.destinationbranding.com).

Sebagai identitas, yang bermanfaat sebagai pengendali pasar dalam diferensiasi produk dengan produk pesaing yang memudahkan konsumen untuk mengenalinya saat melakukan pembelian ulang.

1) Alat promosi, yaitu sebagai daya tarik produk.

Page 16: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

16 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

2) Untuk membina citra, yang memberikan keyakinan jaminan kualitas, serta prestige tertentu kepada konsumen.

3) Untuk mengendalikan pasar, 4) Menciptakan keuntungan kompetitif, jika brand yang memiliki ekuitas

tinggi akan menghasilkan keuntungan sebagai berikut:

a) Akan memberikan pertahanan terhadap persaingan harga yang kompetitif.

b) Perusahaan akan lebih mudah meluncurkan perluasan branding, karena produk memiliki kredibilitas tinggi.

c) Mampu bertahan pada harga yang lebih tinggi dari pesaing, karena konsumen memiliki keyakinan terhadap kualitas produk.

d) Pelanggan sangat mengharapkan branding yang mereka maksud sehingga posisi tawar-menawar produsen dengan distributor-pengecer lebih kuat.

e) Karena tingkat kesadaran dan kesetiaan konsumen terhadap brand sangat tinggi, maka perusahaan dapat menikmati biaya pemasaran yang lebih rendah.

4. Model of Destination Branding a. Destination branding Destination branding can be defined as a way to communicate a destination’s unique identity by differentiating a destination from its competitors (Morrison & Anderson, 2002). Berdasarkan definisi tersebut, sebuah destinasi sangat memerlukan brand sebagai media untuk berkomunikasi kepada konsumen tentang jenis ataupun tujuan dari produknya, dan itulah yang membedakan produk dari produk lainnya. Serupa dengan pengetahuan umum tentang brand, destination brand mengerahkan dua fungsi penting: yaitu identifikasi dan diferensiasi. Dalam literature brand, arti dari "identifikasi" melibatkan penjelasan sumber dari produk kepada konsumen. Sementara produk dalam pengertian umum merepresentasikan penawaran secara fisik, yang dapat dengan mudah dimodifikasi, a place as a product is a large entity which contains various material and non-material elements to represent it (Florek, 2005). Misalnya, sebuah tempat yang termasuk tangible attributes seperti situs sejarah atau pantai serta karakteristik intangible seperti budaya, adat istiadat, dan sejarah (Jurnal Tourism Management, 2011).

Page 17: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

17 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

b. Brand Identity dan Image Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa brand identity dan image adalah bahan penting untuk keberhasilan destination branding. Salah satu poin penting dari diferensiasi adalah bahwa mereka dihasilkan berdasarkan dua perspektif yang berbeda; pengirim dan penerima (Florek et al., 2006). Brand identity reflects the contribution of all brand elements to awareness and image (Keller, 1998, p. 166). It provides a direction, purpose, and meaning for the brand and is central to a brand’s strategic vision and the driver of brand associations (Aaker, 1996). Di sisi lain, brand image dapat didefinisikan sebagai persepsi konsumen terhadap brand sebagai penggambaran oleh brand associations yang ditanamkan di memori konsumen. Untuk merek tujuan, pengirim (yaitu, tujuan pemasar) memproyeksikan destination brand identity melalui semua fitur dan kegiatan yang membedakan tujuan dari tujuan pesaing lainnya. Sementara itu, penerima (yaitu, konsumen) merasakan image dari destinasi, yang terbentuk dan disimpan dalam pikiran mereka (Florek et al., 2006). Perlu dicatat bahwa hubungan antara destination brand identity dan brand image adalah timbal balik. Brand image memainkan peranan penting dalam membangun brand identity (Cai, 2002), sedangkan brand image juga merupakan cerminan brand identity (Florek et.al., 2006). Artinya, konsumen membangun image tujuan dalam pikiran mereka berdasarkan identitas brand yang diproyeksikan oleh pemasar tujuan. Kemudian, tujuan pemasar membangun dan meningkatkan identitas brand berdasarkan pengetahuan mereka tentang brand image konsumen pada tujuan tertentu. Dengan demikian, destination image sangat penting untuk menciptakan brand identity yang positif dan dikenali.

Cultural'dimensions:'regional'culture,'language,'iden3ty,'

tradi3ons'–'general'and'region'specific'

Historical'dimension:'history'of'the'region,'historical'development'

and'influences'

Nature'dimension:'geographic'loca3on,'climate,'landscape'

Tourism'Des3na3on'Branding'

Tourism Branding Model (Saarinen 1997, Ooi 2001, Iliancheko 2005)

Page 18: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

18 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

c. Brand Associations Dalam hal destination branding, Cai (2002) menyatakan bahwa sikap dapat menjadi salah satu jenis brand association untuk membangun destination image. Destination image is also viewed as an attitudinal construct consisted of cognitive and affective evaluations (Baloglu & McCleary, 1999). Pike (2009) further supports the notion that brand associations in destination branding should include cognitive and affective image components. Meskipun dikatakan bahwa komponen cognitive image dan affective image secara hirarkis berkaitan untuk membentuk destination image (Cai, 2002), itu masih mungkin bahwa setiap komponen brand image kognitif dan afektif akan memiliki kontribusi yang unik pembentukan gambar secara keseluruhan. The separate treatment of cognitive and affective components is necessary to examine their unique effects on consumers’ attitude structure and future behaviors (Baloglu & Brinberg, 1997). Oleh karena itu, penelitian ini mengusulkan bahwa kognitif dan afektif yang positif sebagai komponen terpisah dan brand associations akan berhubungan positif dengan image secara keseluruhan dari destinasi (misalnya, branding image). Beberapa penelitian menguji komponen image kognitif dan afektif dari brand association yang mempengaruhi brand image (yaitu, image destinasi). Hal ini diusulkan karena ada komponen image tambahan untuk dipertimbangkan sebagai brand association: unique image. Bertentangan dengan image pada umumnya, image yang unik disorot sebagai konstruksi yang membayangkan image keseluruhan dari destinasi (Echtner & Ritchie, 1993). Keunikan sangat penting karena dipengaruhi pada perbedaan yang sama diantara tujuan dalam pikiran target konsumen (Cai, 2002). Salah satu tujuan dari branding adalah untuk membedakan produk dari para pesaing (Aaker, 1991, hal. 7). Demikian pula, destination branding harus menekankan destination’s unique image untuk dibedakan dari tujuan pesaing oleh konsumen. Bahkan, destination branding sebagian didefinisikan sebagai cara untuk mengkomunikasikan pengalaman perjalanan yang memuaskan yang secara unik terkait dengan tujuan tertentu (Pike, 2009). Keunikan memberikan alasan kuat mengapa wisatawan harus memilih tujuan tertentu berdasarkan alternatif yang ada. Brand image dicapai melalui keunikan brand associations ke brand yang ada di dalam memori (Keller, 2008, hal. 56).

Page 19: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

19 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

GAMBAR 1 MODEL OF DESTINATION BRANDING

Sumber: Journal of Tourism Management, 2011 Hipotesis: H1: Ada pengaruh positif antara Cognitive Image terhadap Overall Image H2: Ada pengaruh positif antara Unigue Image terhadap Overall Image H3: Ada pengaruh positif antara Affective Image terhadap Overall Image H4: Ada pengaruh positif antara Overall dengan terhadap to Revisit H5: Ada pengaruh positif antara Overall terhadap Intention to Recommended

that is uniquely associated with the particular destination (italicsadded) (Blain, Levy, & Ritchie, 2005; Pike, 2009). Uniquenessprovides a compelling reason why travelers should select a partic-ular destination over alternatives. Positive brand image is partlyachieved through the uniqueness of brand associations to the brandin memory (Keller, 2008, p. 56). Thus, the unique image of a desti-nation is critical to establish the overall image in the consumers’minds. A strong, unique image would increase the favorability ofthe overall image toward the destination. Therefore, it is deducedthat:

H3: Unique image will positively affect the visitor's overallimage of a destination.

2.4. Tourist behaviors

It has been supported that the overall image of the destination isinfluential not only on the destination selection process but also ontourist behaviors in general (Ashworth & Goodall, 1988; Bigné,Sánchez, & Sánchez, 2001; Cooper et al., 1993; Mansfeld, 1992).The intentions to revisit the destination and to spread a positiveword-of-mouth have been the two most important behavioralconsequences in destination image and post-consumptionbehavior studies.

The intention to revisit has been extensively studied in tourismresearch for its signal of customer loyalty. In the marketing disci-pline, the concept of customer retention has been widely empha-sized because attracting new customers is more expensive thanretaining existing customers (Rosenberg & Czepiel, 1984). Previousstudies supported that overall image is one of the most importantfactors to elicit the intention to revisit the same destination(Alcaniz, Garcia, & Blas, 2005; Bigné et al., 2001).

Word-of-mouth (WOM) is defined as “informal, person-to-person communication between a perceived noncommercialcommunicator and a receiver regarding a brand, a product, anorganization, or a service” (Harrison-Walker, 2001, p. 63). Due tothe intangible nature of a service product, a consumer’s purchasedecision usually involves higher levels of perceived risk thanpurchasing manufactured products. Positive WOM is an excellentsource to reduce perceived risk for its clarification and feedbackopportunities (Murray, 1991). In addition, it is considered animportant information source influencing consumer’s choice of

destination (Kozak & Rimmington, 2000; Oppermann, 2000;Weaver & Lawton, 2002; Yvette & Turner, 2002). It is argued thata person with a perceived positive image is more likely to recom-mend the destination (Bigné et al., 2001). Thus, it is expected thata visitor with positive overall image, as a total impression ofcognitive, affective, and unique images, would be more likely torevisit the destination and recommend it to others. That is, overallimage would mediate the relationships between destination brandimage and tourist behavior in destination selection. Therefore, it ishypothesized that:

H4: Visitor's perception of overall image toward a destination willmediate the relationships between three destination brandimages (cognitive, affective, and unique images) and the visi-tor's intention to revisit the destination.

H5: Visitor's perception of overall image toward a destination willmediate the relationships between three destination brandimages (cognitive, affective, and unique images) and the visi-tor's intention to recommend the destination to others.

Fig. 1 represents the conceptual framework of building desti-nation branding.

3. Methodology

3.1. Sampling

The target population of this study was domestic visitors, whostopped at five selected welcome centers in Oklahoma during aneight-week period in July and August 2002. A confidence intervalapproach was used to determine the sample size, suggested byBurns and Bush (1995). With 50% of the estimated variability in thepopulation (Burns & Bush, 1995), the sample size was set at 379(n¼ 379) at the 95% confidence level. Assuming a response rate of25% and unusable rate of 5%, a total of 1264 (379/0.30) people wereapproached to participate in the survey.

Two stages of sampling approach were used in this study:proportionate stratified sampling and systematic random sampling(SRS). The top five largest welcome centers (Thackerville, Sallisaw,Colbert, Erick, andMiami) were selected in terms of number of totalattendance in July and August 2001 (OTRD, 2002). The subsamplesize of each welcome center was then stratified proportionately.

H1

H2

H3

H4

H5

Cognitive image

Unique image

Affectiveimage

Intention to recommend

Overall image

Intention to revisit

Fig. 1. A model of destination branding with hypothesized paths.

H. Qu et al. / Tourism Management 32 (2011) 465e476468

Page 20: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

20 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

BAB III METODE PENELITIAN

1. Metode Analisis

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Confirmatory Factor Analysis (CFA). Analisis CFA merupakan penilaian Model (Model Assessment) yang didasarkan pada konsep-konsep yang telah ada (Konsep Branding dan Destination Image). Penilaian model dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh model yang dihipotesiskan sesuai (fit) atau model tersebut mampu untuk menjelaskan data sampel yang diperoleh dari hasil penelitian atau sebaliknya. Adapun dalam melakukan analisis ini ada beberapa langkah utama yaitu: (1) Conceptual Modeling (2) Measurement Modeling. Dalam conceptual modeling dilakukan pembentukan konsep penelitian berdasarkan teori-teori dan atau konsep-konsep yang sudah ada sedangkan dalam measurement modeling ada dua yaitu exploratory factor analysis (EFA) dan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Pengujian model yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode estimasi Maximum Likelihood (ML). ML is quite consistent at producing efficient estimation and is rather robust against moderate violations of the normality assumption, provided that the sample comprises 100 or more observations (Anderson Louis, 2011;10). Metode ini merupakan metode estimasi yang sering digunakan untuk analisis data dengan menggunakan metode CFA yang dinilai lebih efisien dan unbiased jika asumsi normalitas multivariat terpenuhi, (McDonald & Ringo, 2002;69) Untuk selanjutnya akan diuji apakah model fit dengan data serta mengetahui hubungan yang ada antar variabel.

Dalam model analisis ini, terdapat variable konstruk dan variable manifest atau variavel indikator yang masing-masing disusun dalam model konseptual berdasarkan teori-teori yang akan dicocokan/disesuaikan dengan model empirisnya. Variabel eksogen adalah variabel yang mempengaruhi variabel endogennya, variable eksogen dan endogen merupakan variabel yang dapat diukur, diprediksi, atau dengan kata lain dapat dimonitor dan diharapkan dipengaruhi oleh variabel eksogen. Dalam teknik analisis CFA digunakan beberapa uji statistik untuk menguji hipotesis dari model yang dikembangkan. Uji statistik yang digunakan untuk mengukur tingkat kesesuaian model dalam penelitian ini antara lain:

• Chi-Square Statistic (χ2) , • Significant Probability (P) • Root mean square error of approximation (RMSEA) • Goodness-of-fit Index (GFI) • Adjust Goodness-of-Fit Index (AGFI) • The Minimum Sample Discrepancy Function Degree of Freedom • Tucker-Lewis-Index (TLI) • Comparative Fit Index (CFI) (James B. Schreiber, 2006)

Page 21: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

21 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Kriterina yang digunakan dalam pengujian ini menggunakan cut of criteria yang disampaikan oleh JAMES B. SCHREIBER, 2006, sebagai berikut: Cutoff Criteria for Several Fit Indexes

Indexes Shorthand

General rule for acceptable fit if data are continuous

Categorical data

Absolute/predictive fit Chi-square X2 Ratio of X2 to df = < 2 or 3, useful for nested

models/ model trimming

Akaike information criterion AIC Smaller the better; good for model

comparison (nonnested), not a single model

Browne–Cudeck criterion BCC Smaller the better; good for model comparison, not a single model

Bayes information criterion BIC Smaller the better; good for model comparison (nonnested), not a single model

Consistent AIC CAIC Smaller the better; good for model comparison (nonnested), not a single model

Expected cross-validation index ECVI Smaller the better; good for model

comparison (nonnested), not a single model

Comparative fit Comparison to a baseline (independence) or other model

Normed fit index NFI >= .95 for acceptance Incremental fit index IFI >=.95 for acceptance

Tucker–Lewis index TLI >=.95 can be 0 > TLI > 1 for acceptance 0.96

Comparative fit index CFI >= .95 for acceptance 0.95 Relative noncentrality fit index RNI >= .95, similar to CFI but can be negative,

therefore CFI better choice

Parsimonious fit Parsimony-adjusted NFI PNFI Very sensitive to model size Parsimony-adjusted CFI PCFI Sensitive to model size

Parsimony-adjusted GFI PGFI Closer to 1 the better, though typically lower than other indexes and sensitive to model size

Other Goodness-of-fit index GFI >= .95 Not generally recommended

Adjusted GFI AGFI >= .95 Performance poor in simulation studies

Hoelter .05 index Critical N largest sample size for accepting that model is correct

Hoelter .01 index Hoelter suggestion, N = 200, better for satisfactory fit

Root mean square residual RMR Smaller, the better; 0 indicates perfect fit Standardized RMR SRMR = <.08 Weighted root mean residual WRMR < .90 < .90

Root mean square error of approximation RMSEA < .06 to .08 with confidence interval < .06

The Journal of Educational Research July/August 2006 [Vol. 99(No. 6)]), Reporting Structural Equation Modeling and Confirmatory Factor Analysis Results: A Review: JAMES B. SCHREIBER Duquesne University, AMAURY NORA University of Houston, FRANCES K. STAGE JAMIE KING New York University Duquesne University, ELIZABETH A. BARLOW University of Houston.

Page 22: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

22 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah:

1. Penyebaran kuesener, untuk mendapatkan data-data kuantitatif primer yang terkait dengan image/persepsi wisatawan terhadap Kawasan Ciwidey pada umumnya dan Kawah Putih, Situ Patengan, Theme Park dan lain-lain pada khususnya.

2. Observasi, melihat secara langsung perilaku wisatawan yang datang ke masing-masing obyek wisata

3. Interview, untuk mendapatkan data-data kualitatif terkait dengan opini wisatawan tentang kawasan ciwidey

4. Dokumen-dokumen yang terkait dengan wisatawan yang ada di lembaga-lembaga yang berwenang.

3. Matrik Operasional Variabel Branding Destination Kawasan Ciwidey Kabupaten Bandung Variabel Dimensi Factor Indikator

BrandingConcept

andDestination

Image

Cognitive Destination

Image

Factor 1. Quality of experience

X1 Easy access to the area

X2 Restful and relaxing atmosphere

X3 Reasonable cost of hotels/restaurants

X4 Scenery/natural wonders

X5 Lots of open space

X6 Friendly local people

Factor 2. Tourist Attractions

X7 Local cuisine X8 State/theme parks

X9 Good place for children/family Welcome centers

X10 Good weather X11 Cultural events/festivals X12 Good shopping facilities

Factor 3. Environment and infratructure

X13 Clean/unspoiled environment Infrastructure

X14 Availability of travel information X15 Easy access to the area X16 Safe and secure environment

Factor 4: Entertainment/outdoor activities

X17 Entertainment X18 Nightlife X19 Water sports X20 A wide variety of outdoor activities

Factor 5: X21 Native cultures

Page 23: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

23 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Cultural traditions X22 A taste of life and culture

Affective Destination

Image

Pleasant X23 Pleasant

Arousing X24 Arousing

Relaxing X25 Relaxing

Exciting X26 Exciting

Unique Destination

Image

Factor 1: Native/natural environment

X27 Native cultures

X28 Friendly and helpful local people

X29 Scenery and natural wonders

X30 Restful and relaxing atmosphere

X31 Clean environment

Factor 2: Appealing destination

X32 Appealing as a travel destination

X33 Entertainment/nightlife

X34 A wide choice of outdoor activities

X35 Shopping

X36 Safe and secure environment

Factor 3: Local attractions

X37 Lots of tourist attractions X38 Cultural/historical attractions

Overall Image Overall Image X39 Overall Image

Revisit Intention to Revisit X40 Intention to Revisit

Recommend

Intention to Recommend X41 Intention to Recommend

sumber: Hailin, Lisa, Holly Journal of Tourism Management (2011)

4. Penentuan Sampel Dalam penelitian ini ukuran sampel minimal yang digunakan untuk

analisis faktor ini, dapat ditentukan melalui rumus ukuran sampel minimal untuk koefisien korelasi. Untuk menentukan ukuran sampel minimal, langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:

o Tentukan perkiraan harga koefisien korelasi (ρ/phi) terkecil antara variabel

penyebab yang ada dalam jalur dengan variabel akibat. Untuk itu bila setiap variabel X1, X2 dan X3 sudah berhubungan erat, maka diasumsikan korelasi ketiganya terhadap variabel akibat (Y1) adalah sama yaitu masing-masing sebesar 30% atau 0.3 dengan variabel eksternal (ε /error) berpengaruh sebesar 10% atau 0,1 atau dapat ditulis p/phi Y1Y2 (X1X2X3) adalah sebesar 0,3. Dengan demikian ρ terkecil ditentukan sebesar 0,3 (low correlation).

o Tentukan taraf nyata (α) dan kuasa uji (1-β) yang diinginkan dalam penelitian. Dalam penelitian ini taraf nyata ditentukan 5% atau 0,05 dan kuasa uji ditentukan sebesar 95% atau 0,95 (β=0,05).

Page 24: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

24 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

o Tentukan ukuran sampel secara iterative :

Iterasi pertama menggunakan rumus:

(Z1 –α + Z1 – β )2 1 1 + ρ n1 = ------------------------ + 3 ; Sedangkan, Úp = --- Ln ( -------- ) ( Úp )2 2 1 - ρ Jadi : 1 1 + 0,30 (1,96 + 1,645) Úp = --- Ln ( ----------- ) = 0,309519604 dan, n1 = ------------------ 2 1 – 0,30 0,309519604 = 138,6545033 Iterasi kedua: (Z1 –α + Z1 – β )2 1 1 + p p n2 = ----------------------- + 3 ; dan, Úp = -- Ln( ------ ) + ----------- ( Úp )2 2 1 – p2 (n1 – 1) Jadi : 1 1 + 0,30 0,30 Úp = --- Ln ( ---------- ) + --------------------- = 0,310605345 2 1 – 0,30 2 (138,6545033) (1,96 + 1,645) dan, n2 = --------------------- + 3 = 137,7077828 0,310605345

Iterasi ketiga dapat dihitung : 1 1 + p p Úp = -- Ln ( ------ ) + ----------- 2 1 – p 2 (n2 – 1) 1 1 + 0,30 0,30 Úp = --- Ln ( ------------ ) + ------------------ = 0,3106414536 2 1 – 0,30 2 (134,7077828) (1,96 + 1,645) dan, n3 = ------------------ + 3 =137,6764681 0,3106414536 Dibulatkan, 140 sampel

Sampling dilakukan dengan menggunakan metode multystage random

Page 25: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

25 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

sampling, yaitu populasi dikelompokkan ke dalam masing-masing obyek wisata utama (Kawah putih, Situ Patengang dan Theme Park). kemudian masing-masing wisatawan sebagai unit analisisnya.

Page 26: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

26 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kawasan Wisata Ciwidey

Kawasan Wisata Ciwidey Kabupaten Bandung Bagian Selatan adalah merupakan salah satu Kawasan Wisata andalan yang diharapkan dapat mendatangkan wisatawan dalam jumlah yang besar. Mempunyai iklim yang sejuk dan secara geologis memiliki potensi sumber daya alam yang sesuai untuk kegiatan wisata terutama aktivitas wisata yang berkaitan dengan alam.Dan sangat strategis dilihat dari segi komunikasi, perekonomian, maupun keamanan. Pada sektor pariwisata, Kawasan wisata Ciwidey Kabupaten Bandung mempunyai cukup banyak potensi untuk dikembangkan, sebagian besar potensi tersebut berupa wisata alam dan agro. Potensi wisata dan lokasi pengembangannya adalah sebagai berikut:

a. Kawasan Pariwisata Alam, meliputi: Gunung Patuha/Kawah Putih, Ranca

Upas, Cimanggu, Walini, Situ Patengan, Kawah Cibuni, Curug Cisabuk (Kecamatan Rancabali),

b. Kawasan Pariwisata Budaya, meliputi: Gunung Padang (Kecamatan Ciwidey), Sentra Kerajinan (Kecamatan Pasirjambu),

c. Kawasan Pariwisata Agro, meliputi:

Ø Agrowisata Strawberry: Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Rancabali, Kecamatan Ciwidey;

Ø Agrowisata Teh: Rancabali (Kecamatan Rancabali), Gambung (Kecamatan Pasirjambu);

Ø Agrowisata Sayuran: Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Rancabali, Kecamatan Ciwidey;

Ø Agrowowisata Herbal: Kecamatan Rancabali, Kecamatan pasirjambu, Kecamatan Ciwidey.

d. Kawasan Pariwisata Terpadu dan Olahraga, meliputi: Stadion Si Jalak

Harupat (Kecamatan Kutawaringin), Arena Golf Margahayu/BIG (Kecamatan Margahayu).

4.1.1. Wisatawan

Jumlah obyek wisata yang ada di Kabupaten Bandung sejak tahun 2011-2015 sebanyak 53 obyek. Jumlah kunjungan ke-53 obyek wisata tersebut sebanyak 4.607.330 orang pada tahun 2015. Jumlah ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (tahun 2009-2010), di mana pada tahun 2011 jumlah yang berkunjung ke-49 obyek sebanyak 2.463.366 orang, pada tahun 2012 sebanyak 3.340.875 orang, pada tahun 2013 sebanyak 4.306.602 orang dan pada tahun 2014 sebanyak 5.458.218 orang yang berkunjung ke 53 obyek. Dari data tersebut dapat diketahui rata-rata jumlah

Page 27: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

27 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

pengunjung pada masing-masing obyek wisata sebanyak 50.273 orang pada tahun 2011, sebanyak 68.181 orang pada tahun 2012, sebanyak 87.890 orang pada tahun 2013, sebanyak 111.392 orang pada tahun 2014 dan sebanyak 123.869 orang pada tahun 2015.

Tabel 4.1.1

Jumlah Kunjungan Wisata di Kabupaten Bandung Pada Tahun 2011–2015

No. Uraian 2011 2012 2013 2014 2015

1. Jumlah obyek wisata (obyek)

49 49 49 49 53

2. Jumlah kunjungan wisata (orang)

2.463.366 3.340.875 4.306.602 5.458.218 6.069.539

3. Rata-rata kunjungan per obyek wisata (orang)

50.273 68.181 87.890 111.392 123.869

Sumber : Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bandung Tahun 2016. Dibandingkan dengan obyek wisata lain yang terdapat disekitarnya, Kawasan Wisata Ciwidey memiliki keunggulan dalam kemampuannya mendatangkan wisatawan. Kesejukan dan keindahan alam, suasana di kawasan ini menyebabkan wisatawan terutama yang datang dari Jakarta banyak memperoleh kenikmatan dan kenyamanan saat melakukan aktivitas wisata. Jumlah wisatawan yang datang ke wilayah ini dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.1.2 Jumlah Kunjungan Wisatawan Nusantara Ke Kabupaten Bandung

Periode 2004 s/d 2011

NO BULAN WISATAWAN NUSANTARA

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Jumlah 1,509,722 1,711,155 1,988,795 2,405,923 3,277,073 3,604,780 4,047,636 4,518,917

persentase Kenaikan 13.34% 16.23% 20.97% 36.21% 10.00% 12.29% 11.64% Sumber : Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bandung Tahun 2011.

Dalam tabel tersebut terlihat bahwa wisatawan yang datang ke Kabupaten Bandung terus mengakami kenaikan. Bila ditampilkan dalam trend linear baik tingkat kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara tampak seperti pada grafik berikut ini:

Page 28: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

28 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Tabel 4.1.3 Jumlah Kunjungan Wisatawan Manca Negara Ke Kabupaten Bandung

Periode 2004 s/d 2011

NO BULAN WISATAWAN MANCANEGARA

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah 30,255 40,614 49,950 57,443 63,802 70,182 78,798 88,413

persentase Kenaikan

34.24% 22.99% 15.00% 11.07% 10.00% 12.28% 12.20%

Sumber : Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bandung Tahun 2011.

Bagaimana kedatangan wisatawan baik mancanegara maupun

y=457927x+822328R²=0.97911

0

1,000,000

2,000,000

3,000,000

4,000,000

5,000,000

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

AxisTitle

AxisTitle

TrendLinearKunjunganWisatawanDomestik

y=7917.6x+24303R²=0.99473

010,00020,00030,00040,00050,00060,00070,00080,00090,000100,000

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

AxisTitle

AxisTitle

TrendLinearKunjunganWisatawanMancaNegara

Page 29: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

29 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

wisatawan nusantara dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat lokal, jawabannya adalah terkait dengan aktivitas ekonomi dari sektor pariwisata di kawasan wisata Ciwidey Kabupaten Bandung, dan agar lebih melokalisir dampak multiplier suatu aktivitas ekonomi, salah satu jalan keluarnya adalah dengan memberdayakan pengusaha lokal sebagai pelaku ekonomi lokal yang diharapkan dapat meraup sebagian tetesan dari output ekonomi yang dihasilkan oleh pengusaha luar daerah sebagai pelaku ekonomi yang tangguh dalam jangka panjang merupakan kekuatan inti dari perekonomian suatu daerah. Kategori pengeluaran wisatawan yang mengacu pada World Tourism Organization (WTO) dalam Collection of Tourism Statistik, dimana menyebutkan bahwa hirarkis pengeluaran wisatawan pada tingkat yang paling luas diklasifikasikan kedalam tujuh kategori.

4.1.2. Pengeluaran Wisatawan

Pengeluaran wisatawan dan lama tinggal adalah faktor yang paling

penting dalam mengukur dampak sosial ekonomi dari aktivitas pariwisata, sedangkan interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal merupakan moment yang paling dominan dalam melihat dampak sosial budaya. Rata–rata pengeluaran wisatawan domestik per kunjungan adalah sebesar Rp 1.321.404,- yang sebagian besar digunakan untuk keperluan makan minum yaitu Rp 361.086,- (27,33%), Akomodasi atau penginapan Rp 241.363,- (18,27%), belanja (shopping) Rp 219.000,- (16,81%). Berikut adalah tabel rata–rata pengeluaran wisatawan domestik ketika melakukan kunjungan wisata ke Kabupaten Bandung.

Tabel 4.1.4 Rata-rata Pengeluaran Wisatawan Domestik

Kabupten Bandung Per Kunjungan

Rata-rata Pengeluaran Wisatawan Domestik Per Kunjungan

di Kabupaten Bandung

No. Kategori Pengeluaran Rata-rata Pengeluaran

Presentase

1 Akomodasi 241,363 18.27% 2 Paket Wisata 20,250 1.53% 3 Makan Minum 361,086 27.33% 4 Hiburan dan Rekreasi 219,000 16.57% 5 Transportasi 205,394 15.54% 6 Belanja (Shopping) 222,188 16.81% 7 Pengeluaran Lainnya 52,125 3.94% Jumlah 1,321,404 100.00%

Makan Minum

1 Restoran, Café, Warung Makan 62,829 17.40% 2 Toko Swalayan, mini Market,

Supermarket 298,257 82.60%

Page 30: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

30 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

361,086 100.00% Hiburan dan Rekreasi

1 Wisata Budaya 27,156 12.40% 2 Wisata Alam 56,896 25.98% 3 Theme Park 84,381 38.53% 4 Movie Theater, karaoke 4,796 2.19% 5 Night-clubs 44,150 20.16% 6 Event/festival 1,051 0.48% 7 Museum 569 0.26% 219,000 100.00%

Transportasi

1 Transportasi Udara 27,954 13.61% 2 Transportasi Kereta Api 2,628 1.28% 3 Transpotasi Bus 1,314 0.64% 4 Mobil Travel 18,505 9.01% 5 Transportasi Lokal 3,154 1.54% 6 Rental/Sewa Kendaraan 27,835 13.55% 7 Perbaikan dan Service 1,642 0.80% 8 Bahan Bakar 83,986 40.89% 9 Biaya Tol dan Parkir 50,173 24.43% 205,394 100.00%

Belanja (Shopping)

1 Pakaian dan Barang Tekstil 142,400 64.09% 2 Sepatu, sandal alas kaki lainnya 33,376 15.02% 3 Perhiasan, aksesoris, souvenir, oleh-oleh 37,186 16.74% 4 Obat-obatan, kosmetik dan rokok 8,059 3.63% 222,188 100.00%

Pengeluaran Lainnya

1 Personal Service 203,911 391.20% 2 Telepon, internet, aplikasi mobile 15,089 28.95% 52,125 100.00%

Sumber : BPS Kabupaten Bandung 2016

Pengeluaran wisatawan yang didominasi oleh pengeluaran akomodasi/penginapan, makan dan minum serta belanja (shopping) kebanyakan dilakukan di Kota Bandung yang lebih banyak menyediakan akitivitas wisata tersebut. Sehingga dampak yang terjadi juga dinikmati oleh para pemilik modal yang berbisnis di Kota Bandung. Pengeluaran untuk makan dan minum meliputi aktivitas makan dan minum di restoran, café, warung makanan sebesar Rp 62.829,-(17.40%) dan tempat seperti toko, swalayan, minimarket ataupun supermarket sebesar Rp 298.257,- (82,60%).

Page 31: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

31 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Data ini memperlihatkan bahwa wisata kuliner merupakan daya tarik utama para pengusaha dan wisatawan domestik mengunjungi Kabupaten Bandung. Kebutuhan makan dan minum sangat tinggi sehingga merupakan salah satu industri pendukung pariwisata yang cukup penting. Industri restoran dan rumah makan bersama dengan industri akomodasi merupakan industri yang sangat penting bagi Kawasan Wisata Ciwidey Kabupaten Bandung, karena sebagian besar pendapatan daerah berasal dari pajak kedua industri ini.

Kemandirian pemerintah dan kemandirian masyarakat adalah wujud dari pengembangan kemampuan ekonomi untuk menciptakan kesejahteraan dan memperbaiki kehidupan material secara adil dan merata yang berpangkal pada pemberdayaan masyarakat. Pembangunan pariwisata akan berjalan dengan sendirinya apabila masyarakat diberi hak untuk mengelola sumber daya alam yang mereka miliki dan menggunakannya untuk pembangunan pariwisata di kawasan mereka sendiri. 4.2. Potensi Sumber Daya Pariwisata Kawasan Wisata Ciwidey

Wisata Alam mempunyai kontribusi pengeluaran wisatawan domestik

yang cukup besar rata-rata Rp 56,896,- (25,98%) yang merupakan pengeluaran wisatawan domestik terbesar ke dua dalam kategori hiburan dan rekreasi. Besaran pengeluaran ini menunjukkan bahwa wisata alam Kabupaten Bandung masih memiliki daya tarik wisata tersendiri bagi wisatawan domestik. Keindahan alam Kawasan Wisata Ciwidey Kabupaten Bandung yang berada di daerah pegunungan yang nyaman, berhawa sejuk, lengkap dengan panorama alam yang indah menjadikan kawasan ini sebagai pelarian dari aktivitas dan rutinitas masyarakat sehari–hari terutama dari wilayah Jabodetabek. Tingkat kepadatan yang drastis meningkat terjadi terjadi pada saat menjelang week end yaitu hari Sabtu dan Minggu, pada saat wisatawan datang baik secara berkelompok maupun perorangan terlihat mulai memenuhi jalan sepanjang jalan Soreang, Pasir Jambu, Ciwidey dan Rancabali.Tingkat kepadatan tersebut secara gradual beangsur-angsur berkurang pada saat week end berakhir yaitu pada hari Minggu sore/malam atau Senin pada dini hari. Satu hal yang perlu diperhatikan pada saat week end dan hari libur adalah kepadatan di sepanjang jalan menuju ke obyek wisata utama yang ada di kawasan wisata Ciwidey dan Rancabali. Terlihat aktivitas yang berbeda pada saat-saat seperti ini yang berkaitan dengan perdagangan, transportasi dan kemacetan lalu lintas, serta aktivitas pedagang kaki lima di pusat-pusat ekonomi seperti pasar tradisional dan toko-toko kelontong. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, dapat diungkap hal-hal yang menyangkut obyek pengamatan sebagai berikut:

Page 32: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

32 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Tabel 4.2.1.

Tabel Hasil Pengamatan di Kawasan Wisata Ciwidey Kabupaten Bandung

OBYEK PENGAMATAN FOKUS PENGAMATAN Data Yang diperoleh

SITU PATENGAN CIMANGGU CIWALINI KAWAH PUTIH

Kepadatan Pengunjung Terjadi pada saat week end (Sabtu dan Minggu) serta hari-hari Libur.

Keselamatan Pengunjung Jalan menuju obyek wisata pegunungan yang berkelok-kelok, naik turun dan jalan relatif sempit untuk kendaraan-kendaraan besar seperti Bus.

Petugas Pengamanan Polisi dan dishub banyak dikawasan tersebut hanya pada saat ada Event besar yang menghadirkan Pejabat Pemerintah.

Jumlah Perahu di Situ Patengang

Cukup bisa memenuhi Kebutuhan wisatawan, dengan kondisi yang bervariasi

Usaha Penyewaan Perahu Dikelola dengan baik oleh masyarakat sendiri dan sebagian oleh pemerintah

Aktivitas Wisatawan dan Atraksi Wisata

Berendam dan berenang air panas di Cimanggu, Ciwalini, Ranca Upas, Wisata Alam Kawah Putih, Wisata Air Situ Patengan, Tea Walk di perkebunan teh dan lain-lain.

Rambu-rambu petunjuk Jalan Masih sangat kurang Peta Lokasi Informasi yang tersebar sangat kurang memenuhi Information Center Kurang representative

SAMPAH

Pencemaran Situ Cukup mengkawatirkan Pencemaran Lingkungan Tidak banyak terjadi Petugas Pembersih Sampah Sangat kurang Mobil Pengangkut sampah Tidak ada Tempatpembuangan sampah Jumlah sangat sedikit Slogan Pendukung kebersihan Tidak ada

HOTEL, RESTORAN DAN TEMPAT REKREASI

Standar Pelayanan Tidak ada standar pelayanan Kebersihan Cukup bersih Tingkat Huni Tinggi pada saat week end

Jumlah Kamar Sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah wisatawan yang datang

Jenis-jenis penginapan Hote-hotel kecil, penginapan, bungalow dan Vila. Pengelolaan Limbah Tidak terkontrol dengan baik.

KIOS, PEDAGANG DAN PEDAGANG KAKI LIMA

Populasi Tidak banyak

Tata letak / lokasi Terpusat pada titik-titik kepadatan tertentu (pasar tradisional, dan pusat perekonomian tingkat kecamatan.

Pengaturan dan pembatasan izin

Banyak pelangaran, terutama berdirinya mini market dan penggunaan trotoar oleh pedagang kaki lima

Kondisi Bangunan Permanen, tembok batu dan lantai keramik Perilaku pedagang Tidak teratur

SARANA JALAN Kondisi Jalan Utama Sangat sempit, naik turun pegunungan, dan berkelok-kelok (berbahaya untuk kendaraan BUS)

Kondisi Jalan Pendukung Sangat sempit, naik turun pegunungan, dan berkelok-

Page 33: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

33 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

kelok LebarJalan Utama Sangat sempit Lebar Jalan Pendukung Sangat sempit Konstruksi Jalan Hot Mix dan sebagian Beton Rambu-rambu penunjuk jalan Sangat kurang

PENERANGAN Jumlah titik-titik lampu Sangat sekidit dibanding luas area

AIR BERSIH Sumber-sumber air bersih Air Sumur, Air Tanah sangat jernih Supply Air bersih ketempat wisata Sangat mencukupi

TATA RUANG

Pembagian Zona Sangat Baik dikelola oleh Pemda Kabupaten Bandung dengan RTRW

Perencanaan dan Pemanfaatan Sangat Baik dikelola sesuai dengan peruntukan masing-masing kawasan.

JALUR SIRKULASI MANUSIA DAN KENDARAAN

Sirkulasi Kendaraan Hanya satu akses dari Kota Bandung dan satu akses dari Kabupaten Garut.

Sirkulasi Manusia Tidak terdapat trotoar yang memadai

PERPARKIRAN

Kapasitas Sangat kurang pada saat week end dan sangat luas pada saat week day.

Fasilitas Sangat kurang Tata Letak Tidak teratur Pengaturan Tidak teratur.

Sumber : Hasil pengamatan di obyek penelitian 2016 Penentuan komoditas wisata unggulan sangat diperlukan dalam

peningkatkan daya saing suatu kawasan wisata. Di beberapa daerah di berbagai Negara telah membuktikan bahwa potensi alam asli mampu menjadi daya tarik dan peluang untuk mengembangkan dan memperkenalkan daerahnya lebih besar lagi. Seperti Thailand dan Australia yang dapat meningkatkan daerah/negaranya dengan komoditas buah-buahan dan sapi potong. Jawa Barat memiliki daerah yang mempunyai karateristik masing-masing baik wisata alam maupun komoditas alaminya. Namun pengembangan potensi wisata daerah tidak dapat dicapai tanpa adanya informasi mengenai komoditas-komoditas wisata yang dapat dijadikan sebagai unggulan. Dan penentuan komoditas wisata unggulan harus dikaji secara holistik sehingga pengembangan kawasan wisata ekowisata dan agrowisata Kawasan Wisata Ciwidey Kabupaten Bandung dapat tercapai.

Perlu peningkatan keterampilan masyarakat untuk melakukan usaha pariwisata dan menjadi tuan rumah yang baik agar banyak usaha pariwisata dan usaha-usaha lain yang dapat mendukung keberhasilan pengembangan pariwisata yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan atau regulasi yang berkaitan dengan usaha pariwisata termasuk usaha-usaha pendukung pariwisata, misalnya toko kelontong, warung makan, kaki lima, mini market dan lain-lain yang merupakan usaha yang dilakukan mayarakat kelas menengah ke bawah.

Page 34: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

34 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Tabel. 4.2.2 Obyek dan Daya Tarik Wisata Kawasan Wisata Ciwidey

dan jumlah wisatawan Nusantara dan Mancanegara (setiap akhir pekan)

NO NAMA ODTW Kecamatan STATUS JUMLAH KUNJUNGAN FASILITAS

Wisman Wisnus TOTAL

1 Situ Patengan Rancabali Koperasi 685 28,747 29,432 Wisata Tirta, Mushola, MCK., Kios, Parkir

2 Air Panas Cimanggu Rancabali Perhutani 1,089 40,364 41,453 Penginapan, MCK, Arena

Anak, Kolam Renang.

3 Wana Wisata Gunung Tangsi Rancabali Perhutani Perkemahan.

4 Kawah Putih Rancabali Perhutani 583 28,492 29,075 MCK., Kios, Shelter

5 Wana Wisata Ranca Upas Rancabali Perhutani 442 23,469 23,911 MCK., Kios, Shelter

6 Air Panas Walini Rancabali PTPN VIII 1,480 43,194 44,674 Kolam Renang, MCK, Parkir, RM, Cottage.

7 Kawah Cibuni Rancabali Perhutani -

8 Pranatirta Rancabali Rancabali Koperasi 194 18,895 19,089 Perkebunan Teh, Panorama Alam.

9 Curug Cisabuk Rancabali Desa Curug, MCK, Mushola, Parkir. 10 Mandala Wisata Pasirjambu KUD - - - Cinderamata Logam. 11 Gambung Pasirjambu PTPN VIII 439 23,460 23,899 Agro Wisata.

12 Taman Sari Alam Pasirjambu Masyarakat - 23,395 23,395 Taman, Parkir, MCK. Tanaman Herbal

13 Gunung Padang Ciwidey Perhutani - 10,640 10,640 Makam.

JUMLAH 2,555 143,053 145,608

Sumber : Kabupaten Bandung dalam angka 2016 Berdasarkan RIPPDA Tahun 2006 dan RIPPDA tahun 2012 tentang pembangunan kawasan pariwisata Kabupaten Bandung yang akan dikembangkan pariwisatanya dengan konsep ekowisata pegunungan dan agrowisata edukatif. Kawasan wisata Ciwidey merupakan salah satu wujud dari pengembangan pariwisata di Kabupaten Bandung, yang meliputi Ciwidey, Pasir Jambu dan Rancabali. Ketiga tempat tersebut saling bergantung satu sama lain, Rancabali adalah kecamatan yang paling banyak memiliki obyek wisata yang unggul dan mempunyai udara yang sangat dingin, sedangkan Pasir Jambu dan Ciwidey merupakan pusat perkembangan ekonomi, perdagangan dan pemasaran di kawasan tersebut dan merupakan akses menuju obyek-obyek wisata yang ada di Rancabali. Dimana obyek-obyek wisata tersebut sebagian besar berada di wilayah Perhutani, dan dalam pengelolaan perhutani. Namun pengembangan potensi wisata tidak akan dapat dicapai tanpa kemitraan yang serius antara berbagai stakeholder utama pariwisata. Berikut adalah Lamppiran Perda Kabupaten Bandung Tentang RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN 2012-2017.

Page 35: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

35 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Gambar 4.2.1 Rencana Pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata

Kabupaten Bandung 2012 – 2017

Wujud sebuah kerjasama yang sangat baik yang berupa RIPPDA 2006-1012 dan RIPPDA 2012-1017. RIPPDA adalah merupakan produk kemitraan yang dapat dikatakan sangat unggul. Pemerintah telah memerankannya dengan baik untuk menghasilkan sebuah RIPPDA, hal ini tentu saja hasil kolaborasi dengan stakeholder yang lain yaitu swasta dan masyarakat. Peran pemerintah sebagai regulator pembuat kebijakan telah dilaksanakan dengan sangat baik.

Tabel. 4.2.3. Rencana Pengembangan

KAWASAN EKOWISATA PEGUNUNGAN KAWAH PUTIH

Rencana Pengembangan

KAWASAN EKOWISATA PEGUNUNGAN KAWAH PUTIH

Daya Tarik Atraksi/Kegiatan (eksisting) Rencana

Rancaupas Bumi perkemahan, penangkaran rusa, bekas kawah purba berupa rawa

Wisata petualangan dan geowisata

Cimanggu Kolam pemandian air panas, bekas kawah purba berupa rawa Rekreasi dan geowisata

Kawah Putih Pemandangan alam kawah putih, bentang alam Gunung Patuha Geowisata, kegiatan ekowisata

Rencana Pengembangan :

Sasaran - Pengembangan pariwisata dengan menjaga kelestarian alam - Penataan jalur lalu lintas/akses wisatawan sehingga tidak mengganggu area

konservasi

Page 36: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

36 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Rencana Pengembangan

KAWASAN EKOWISATA PEGUNUNGAN KAWAH PUTIH

Tema Utama Ekowisata alam pegunungan

Tema Pendukung Geowisata bekas kawah purba

Spektrum Ekowisata Light Ecotourism

Aksesibilitas - Masuk dari Jalan Terusan Kopo-Soreang dan Jalan Raya Soreang-Banjaran

melalui Jalan Raya Ciwidey - Jalan utama dilalui oleh angkutan umum berupa angkutan kota, menuju ke

desa wisata dapat menggunakan transportasi lokal yang disediakan

Fasilitas

- Fasilitas makan dan minum - Pramuwisata (merupakan masyarakat lokal di sekitar daya tarik yang telah

dilatih) - Jalur tracking di Rancaupas dan Kawah Putih

Sumber : Lampiran RIPPDA Kabupaten Bandung 2012 s/d 2017 Pemerintah bermitra dengan swasta dan masyarakat lokal perlu merusmuskan standardisasi mutu pelayanan baik yang ada di hotel, restoran, obyek wisata maupun masyarakat lokal, sesuai dengan kondisi serta karakteristik kawasan wisata Ciwidey Kabupaten Bandung. Standardisasi penanganan sampah dan limbah yang dibuat secara bersama-sama antara ketiga stakeholder. Perlu juga peran pemerintah untuk memperketat perijinan dalam mendirikan bangunan maupun dalam melakukan ijin terutama mini market. Ketiga stakeholder harus selalu mengadakan pembicaraan untuk saling bekerjasama dalam mengimplementasikan kebijakan (RIPPDA dan kebijakan yang lain) tersebut. Berdasarkan pengamatan dan interview dilapangan sering ditemui bahwa dalam implementasi kebijakan banyak ditemukan permasalahan-permalasahan, seperti populasi kios dan pedagang kaki lima yang melebihi kapasitas, pembangunan kios dan warung, serta pedagang kaki lima yang menggunakan trotoar bahkan sebagian badan jalan yang dilewati oleh wisatawan yang secara psikologis menimbulkan perasaan tidak nyaman dan meimbulkan kemacetan yang sangat parah. Dalam kaitan ini pemerintah sebagai fasilitator perlu memikirkan bagaimana memberikan fasilitas bagi pedagang toko kelontong, kios, dan pedagang kaki lima ke tempat-tempat yang lebih representative sehingga mereka juga bias meningkatkan perannya sebagai host community. Pemerintah daerah melalui SKPD terkait melakukan pendekatan dengan para pelaku usaha disepanjang jalan utama menuju kawasan wisata Ciwidey sampai ke obyek wisata, untuk menjaga kebersihan, keteraturan, dan kenyamanan para wisatawan sehingga tercipta suasana yang menyenangkan semua pihak.

Page 37: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

37 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Tabel. 4.2.4.

Rencana Pengembangan

KAWASAN AGROWISATA EDUKATIF CIWIDEY Rencana Pengembangan KAWASAN AGROWISATA EDUKATIF CIWIDEY Daya Tarik Atraksi/Kegiatan (eksisting) Rencana

Desa Wisata Rawabogo

Situs Gunung Padang Ciwidey, tempat seni budaya, kuliner tradisional, perkebunan, dan tempat memproduksi berbagai macam terong belanda (dodol terong dan puding terong)

Pengembangan Situs Gunung Padang Ciwidey, tempat seni budaya, kuliner tradisional, perkebunan, agrowisata

Desa Wisata Lebakmuncang Tempat produksi kopi luwak, aktivitas trecking di kebun salada dan strawberry

Agrowisata kopi luwak dan sayur-buah buahan

Desa Wisata Panundaan Wisata peternakan kelinci, pertanian (stroberi, seledri, bawang, tomat, kol, dan lain-lain), perikanan, dan kerajinan tangan

Agrowisata edukatif hortikultura dan kerajinan

Desa Wisata Alamendah Rekreasi, wisata stroberi petik sendiri, dan agrowisata edukatif (sayuran dan stroberi)

Agrowisata edukatif (sayuran dan stroberi), wisata stroberi petik sendiri, dan rekreasi,

Rencana Pengembangan :

Sasaran - Pengembangan paket agrowisata edukatif yang saat ini telah ada, - Pengembangan SDM yang terlibat dalam kegiatan pariwisata, khususnya agrowisata

Tema Utama Agrowisata hortikultura edukatif

Tema Pendukung Wisata budaya perdesaan

Spektrum Ekowisata Light Ecotourism

Aksesibilitas

- Masuk dari Jalan Terusan Kopo-Soreang dan Jalan Raya Soreang-Banjaran melalui Jalan Raya Ciwidey

- Jalan utama dilalui oleh angkutan umum berupa angkutan kota dan bis, menuju ke desa wisata dapat menggunakan transportasi pribadi atau transportasi lokal

Fasilitas

- Pramuwisata (merupakan masyarakat di desa wisata dan sekitarnya - Pusat UKM (untuk penjualan barang-barang hasil produksi UMKM seperti produk olahan

pertanian dan handycraft) - Terminal tipe C - Homestay yang dikembangkan oleh masyarakat - Pasar penunjang pariwisata

Sumber : Lampiran RIPPDA Kabupaten Bandung 2012 s/d 2017

Page 38: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

38 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Tabel. 4.2.5.

Rencana Pengembangan KAWASAN PARIWISATA PERAIRAN DANAU SITU PATENGAN

Rencana Pengembangan KAWASAN PARIWISATA PERAIRAN DANAU SITU PATENGAN

Daya Tarik Atraksi/Kegiatan (eksisting) Rencana

Ciwalini Kolam pemandian air panas, perkebunan teh rancabali, wahana permainan alam, arena permainan Walini Adventure

Wisata rekreasi dan kesehatan

Situ Patengan Pemandangan alam danau, perkebunan dan pengolahan teh rancabali, berperahu di sekitar danau

Wisata rekreasi alam

Kawah Cibuni Sauna di kawah berkhasiat, adat istiadat masyarakat yang unik

Budaya tradisional (kehidupan masyarakat dan pengobatan)

Rencana Pengembangan :

Sasaran - Pengembangan pariwisata dengan menjaga kelestarian alam - Penataan jalur lalu lintas/akses wisatawan sehingga tidak mengganggu area konservasi

Tema Utama Wisata perairan danau

Tema Pendukung Agrowisata pengolahan the

Spektrum Ekowisata Light Ecotourism

Aksesibilitas

- Masuk dari Jalan Terusan Kopo-Soreang dan Jalan Raya Soreang-Banjaran melalui Jalan Raya Ciwidey

- Jalan utama dilalui oleh angkutan umum berupa angkutan kota, menuju ke desa wisata dapat menggunakan transportasi pribadi atau transportasi lokal

Fasilitas

- Fasilitas makan dan minum - Pramuwisata (merupakan masyarakat lokal di sekitar daya tarik yang telah dilatih) - Jalur tracking di perkebunan teh Rancabali - Perahu untuk mengelilingi situ

Sumber : Lampiran RIPPDA Kabupaten Bandung 2012 s/d 2017 4.3. Destinasi Pariwisata Kawasan Ciwidey Kabupaten Bandung

Potensi sumber daya tersebut di atas harus dikelola dengan baik oleh

pihak-pihak terkait selaku pelaku utama pariwisata di Kawasan Wisata Ciwidey Kabupaten Bandung. Pihak-pihak terkait tersebut antara lain adalah:

4.3.1. Pemerintah sebagai Pembuat Kebijakan

Dalam konsep pemerintahan modern, inti dari peran pemerintah adalah

pelayanan masyarakat (public service), pemerintah tidak diadakan untuk melayani dirinya sendiri. Pemerintah dituntut mampu memberikan pelayanan kepada masyarakatnya dan menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap orang dapat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai

Page 39: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

39 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

kemajuan bersama. Dengan kemampuan daya beli yang rendah akan sulit sekali meningkatkan partisipasi dan kemadirian dari masyarakat. Masyarakat akan dapat mandiri dengan sendirinya apabila komponen utama pembangunan manusia sudah dapat dicapai yaitu ideks pemabngunan manusia yang terdiri dari indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks daya beli.

Pariwisata Kawasan Ciwidey Kabupaten Bandung memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi kawsan wisata eko dan agro wisata baik dari sisi penawaran maupun permintaan. Pemanfaatan lahan yang sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati dalam RTRW sangat cocok untuk lahan pertanian. Kawasan Wisata Ciwidey merupakan dataran tinggi yang mempunyai udara yang sangat sejuk, sedangkan kawasan wisata Rancabali memiliki obyek-obyek wisata yang sangat menarik, kedua potensi ini harus ditangani secara terpadu.

Seperti yang telah diungkapkan dalam bab-bab sebelumnya bahwa obyek penelitian terletak di salah satu Kawasan Wisata yang dimiki oleh Kabupaten Bandung, yaitu Kawasan Wisata Ciwidey yang terdiri dari Kawasan Pasir Jambu, Ciwidey dan Rancabali. Dalam RIPPDA Kabupaten Bandung, Kawasan Wisata Ciwidey merupakan kawasan yang menjadi andalan yaitu sebuah kawasan wisata alam yang terletak di lereng gunung Patuha. Dengan lahirnya RIIPDA 2006-1012 dan RIPPDA 2012-1017 (yang sudah diperdakan) memuat banyak rencana-rencana strategis yang akan menjadikan pariwisata sebagai komoditas andalah dalam pembangunan daerah dan pembangunan pedesaan.

Hasil analisis SWOT kapariwisataan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dan yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah 2012 sampai dengan 2017 dapat dillihat dibawah ini:

Tabel 4.3.1 Analisa SWOT Kawasan Wisata Ciwidey Kabupaten Bandung

Internal Eksternal

(+) Kekuatan

• Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor andalan

kabupaten (core business) • Berkembangnya paguyuban budaya sunda • Banyaknya lembaga paguyuban /asosiasi yang bergerak

di sektor wisata dan budaya • Daya tarik wisata alam yang sangat baik • Udara yang sejuk dan sangat bersih

(+) Peluang

• Keberpihakan pemerintah terhadap

pengembangan sektor pariwisata pedesaan dan budaya lokal sangat dominan

• Regulasi dan kebijakan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten yang mendukung terhadap pengembangan sektor pariwisata daerah

• Tingginya minat wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata alam dan wisata lainnya

(-) Kelemahan

• Belum tersusunnya data potensi dan permasalahan

yang akurat tentang pariwisata kabupaten Bandung • Kurang optimalnya peranan lembaga mintra non

(-) Ancaman

• Tekanan persaingan dari daerah lain dan

dunia luar dalam pengembangan objek wusata daerah dan seni budaya lokal

Page 40: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

40 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

pemerintah dalam mengembangkan pariwisata daerah. • Pola kemitraan lembaga belum terjalin optimal dalam

pengelolaan objek wisata • Masih terbatasnya sarana prasarana penunjang objek

daerah tujuan wisata (ODTW) • Kurangnya promosi kebudayaan lokal daerah(budaya

sunda)

• Kurangnya pemahaman dan kecintaan masyarakat terhadap budaya sunda dan wisata daerah.

Sumber : RKPD Kabupaten Bandung 2015 Adapun strategi untuk mencapai sasaran pembangunan kepariwisataan pada tahun 2015 adalah sebagai berikut:

a) Mengembangkan destinasi pariwisata melalui penataan dan penguatan manajemen destinasi pariwisata, peningkatan daya tarik wisata alam dan budaya; mendorong dan memfasilitasi perbaikan dan peningkatan kualitas jaringan prasarana dan sarana pendukung pariwisata; melakukan konsolidasi akses transportasi mancanegara dalam dan luar negeri; meningkatkan daya tarik pariwisata di pulau-pulau terdepan dan wilayah perbatasan yang mempunyai potensi pariwisata; dan mengembangkan desa wisata melalui PNPM Mandiri;

b) Mengembangkan sumber daya pariwisata melalui penguatan sumber daya pariwisata dengan mendorong peningkatan kapasitas pemerintah dan pemangku kepentingan pariwisata lokal untuk mencapai tingkat mutu pelayanan dan hospitality management yang kompetitif di kawasan Asia; pengembangan dan penguatan kelembagaan kepariwisataan, dan mendorong peningkatan kualitas penelitian dan pengembangan kepariwisataan.

Kebijakan dan strategi tersebut di atas didukung oleh peningkatan koordinasi lintas sektor pada tataran kebijakan, program, dan kegiatan kepariwisataan, terutama di bidang (a) pelayanan kepabeanan keimigrasian, dan karantina; (b) keamanan dan ketertiban; (c) prasarana umum yang mencakup jalan, air bersih, listrik, telekomunikasi, dan kesehatan lingkungan; (d) transportasi darat, laut, dan udara; dan (e) bidang promosi dan kerjasama luar negeri; serta koordinasi dan kerja sama dengan pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat. (RKPD Kabupaten Bandung 2015)

Hal tersebut menjadi potensi terbukanya peluang bagi para stakeholder pariwisata untuk dapat melakukan pembangunan pariwisata dengan menyusun langkah-langkah kerja dalam kerangka kemitraan bersama dengan stakeholder-stakeholder lain diluar kepariwisataan.

4.3.2. Swasta Sebagai Pelaku Usaha Pariwisata

Yang dimaksud dengan pihak swasta adalah pelaku-pelaku bisnis

formal (suatu kelompok kerja yang didefinisikan dan ditandai dengan adanya struktur organisasi) berskala menengah keatas, berasal dari luar kawasan wisata, yang memerlukan investasi dalam jumlah besar untuk melakukan aktivitas bisnisnya.

Ø Ketersediaan Restoran dan Rumah Makan

Ketersediaan restoran dan rumah makan pada suatu daerah menunjukan tingkat daya tarik investasi suatu daerah. Banyaknya restoran dan rumah makan dapat menunjukan perkembangan kegiatan ekonomi pada suatu daerah dan peluang-peluang yang ditimbulkannya. Gambaran umum kondisi daerah terkait dengan ketersediaan restoran dan rumah makan salah satunya dapat dilihat dari jumlah restoran dan rumah makan. Selama kurun waktu 2011-2015

Page 41: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

41 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

jumlah restoran dan rumah makan yang berhasil di data oleh Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bandung belum banyak mengalami perubahan terutama pada tahun 2012-2015. Pada tahun 2011 jumlah restoran di Kabupaten Bandung sebanyak 6 restoran sedangkan jumlah rumah makan sebanyak 378 rumah makan. Jumlah tersebut meningkat menjadi 40 restoran dan 467 rumah makan pada tahun 2011-2015. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.3.2.

Jumlah Restoran dan RumahMakan serta Rata-rata Pengeluaran per Kunjungan di Kabupaten BandungTahun 2011– 2015

Untuk Makan Minum

Rata-rata Pengeluaran

1 Restoran, Café, Warung Makan 62,829 17.40% 2 Toko Swalayan, mini Market, Supermarket 298,257 82.60% 361,086 100%

No. Uraian 2011 2012 2013 2014 2015

1. Jenis Usaha Restoran 6 40 40 40 40

2. Jenis Usaha Rumah Makan 378 467 467 467 467 Sumber : Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bandung Tahun 2016. Ø Ketersediaan Penginapan

Ketersediaan penginapan sangat menunjang dalam pelaksanaan

pembangunan perekonomian suatu daerah. Banyaknya penginapan dapat menunjukan perkembangan kegiatan ekonomi pada suatu daerah dan peluang-peluang yang ditimbulkannya. Gambaran umum kondisi daerah terkait dengan ketersediaan penginapan salah satunya dapat dilihat dari jumlah hotel/penginapan.

Pada tahun 2015, jumlah penginapan di Kabupaten Bandung sebanyak 29 buah, terdiri dari: hotel bintang 3 sebanyak 2 unit dan hotel non bintang (hotel melati dan penginapan lainnya) sebanyak 27 unit. Kondisi ini sama dengan kondisi tahun 2011-2015, namun tidak demikian dengan kondisi tahun 2011. Pada tahun 2011 total jumlah pengipanan di Kabupaten Bandung sebanyak 60 unit, terdiri dari: hotel bintang 4 sebanyak 1 unit, hotel bintang 3 sebanyak 3 unit dan hotelnon bintang (hotel melati dan penginapan lainnya) sebanyak 56 unit.

Page 42: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

42 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Tabel 4.3.3.

Jenis, Kelas dan Jumlah Penginapan/Hotel di Kabupaten Bandung Pada Tahun 2011 - 2015

No. Uraian 2011 2012 2013 2014 2015

1. Hotel Bintang 5 - - - - -

2. Hotel Bintang 4 1 - - - -

3. Hotel Bintang 3 3 2 2 2 2

4. Hotel Bintang 2 - - - - -

5. Hotel Bintang 1 - - - - -

6. Hotel Non Bintang (hotel melati dan penginapan lainnya) 56 27 27 27 27

Total Jumlah Penginapan/Hotel 60 29 29 29 29

Sumber : Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bandung Tahun 2016. 4.3.3. Sosial Ekonomi Masyakat Masyarakat

Masyarakat merupakan pihak yang paling penting dalam memainkan

peranan di sektor pariwisata. Masyarakatlah yang paling sering berhubungan dengan wisatawan dalam perannya selaku masyarakat tuan rumah (host Community) dan harus menjadi lokomotif penggerak sektor ekonomi informal pariwisata. Ciri-ciri dari sektor ekonomi informal antara lain adalah bersandar pada sumber daya lokal, merupakan bagian dari usaha keluarga, tehnologi tepat guna, padat karya, tenaga kerja terampil melalui pendidikan informal, transaksi ekonomi didasarkan pada tawar menawar dan memiliki jaringan sosial informal dalam hubungan kerja. Kelompok informal adalah kelompok yang tidak terstruktur secara formal atau tidak ditetapkan secara organisasi, muncul sebagai tanggapan terhadap kebutuhan akan kontak sosial.

Angka Pengganda Pendapatan Rumah Tangga yang dapat meningkatkan daya beli merupakan jumlah pendapatan rumah tangga total di suatu sektor yang tercipta akibat adanya tambahan satu unit pekerjaan dan serangkaian pekerjaan di sektor tersebut atau dengan kata lain perubahan jumlah pendapatan rumah tangga akibat adanya perubahan permintaan akhir pada sektor tersebut (pariwisata). Untuk menghitung angka pendapatan rumah tangga diperlukan indeks yang mencerminkan peranan upah dan gaji (daya beli) dalam total input. Indeks upah dan gaji sendiri dapat menunjukkan persentase dari total ouput suatu sektor yang digunakan untuk membayar jasa tenaga kerja berupa upah dan gaji yang dapat meningkatkan daya beli.

Tabel 4.3.4.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Bandung Pada Tahun 2011 – 2015

Tahun IPM Indeks

Pendidikan Indeks

Kesehatan Indeks

Daya Beli Keterangan

Page 43: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

43 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

2011 70,11 84,44 69,97 55,91

2012 70,96 Sebelum pemekaran KBB

71,88 84,90 71,50 59,25 Sesudah pemekaran KBB atau 31 Kec.

2013 72,50 85,58 72,36 59,55

2014 73,39 85,61 73,23 61,31

2015 74,24 85,65 74,00 63,07

Khusus untuk Kawasan Wisata Ciwidey, dapat diidentifikasi sektor ekonomi informal yang didalamnya terdapat berbagai unit usaha seperti yang dapat dilihat dalam grafik berikut:

No. Jenis Usaha Karakter Usaha

1 Sarana Transportasi Membantu kenyamanan aktivitas berwisata menuju kawasan obyek wisata

2 Penjualan Makanan Minuman Membantu wisatawan yang ingin mendapatkan makanan dan minuman yang berasal dari masyarakat lokal

3 Penjualan Souvenir Menyediakan souvenir khas Kabupaten Bandung dan Ciwidey

4. Toko Kelontong Menyediakan segala kebutuhan sehari-hari wisatawan

Tabel 4.3.5 Jenis Kegiatan Usaha Masyarakat Setempat

Di Kawasan Wisata Ciwidey

Jenis kegiatan usaha masyarakat setempat yang secara langsung terkait dan terkena dampak dari aktivitas pariwisata. Dampak pariwisata sangat terasa bagi masyarakat yang berusaha dalam bidang penyediaan makanan dan minuman serta toko kelontong. Inilah sektor yang paling diuntungkan dengan kegiatan pariwisata

-200400600800

1,0001,2001,4001,600

MiniMarket

RumahMakan

WarungMakanan

TokoKelontong

Hotel

Penginapan

SektorSwasta

SektorSwasta

CIWIDEY

RANCABALI

PASIRJAMBU

KATAPANG

SOREANG

Page 44: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

44 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Mayoritas penduduk yang berada di Kawasan Wisata Ciwidey adalah SD dan SMP. Tingkat pendidikan masyarakat yang masih relatif rendah, sehingga sulit untuk diajak berkolaborasi atau bermitra terutama dengan swasta yang selalu menuntut keterampilan serta kemampuan dalam bekerjasama

Tabel 4.3.6.

Angka Konsumsi Rata-rata RT Per Kapita Per Bulan di Kabupaten Bandung Pada Tahun 2012 - 2015 (Rupiah)

No. Uraian 2012 2013 2014 2015

1. Pengeluaran rata-rata RT per kapita sebulan (pangan) 124.562 157.610 211.395 211.395

2. Pengeluaran rata-rata RT per kapita sebulan (non pangan) 93.054 176.220 123.362 123.362

3. Jumlah pengeluaran RT per kapita sebulan (pangan dan non pangan) 217.616 333.830 334.756 334.757

Sumber : PDRB Kabupaten Bandung, 2012-2015

Angka konsumsi rata-rata rumah tangga per kapita per bulan menggambarkan kemampuan daya beli masyarakat di Kabupaten Bandung umumnya dan khususnya Kawasan Wisata Ciwidey yang masih rendah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari baik yang bersifat pangan maupun non pangan. Dengan gambaran kemampuan seperti ini masyarakat lokal harus diakselerasi untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi agar distribusi kesejahteraan dapat dicapai. PDRB per kapita atau pendapatan per kapita merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menggambarkan tingkat kemakmuran masyarakat secara makro. PDRB Perkapita berdasarkan harga berlaku pada Tahun 2015 menunjukkan peningkatan lebih besar dibandingkan dengan PDRB per kapita berdasarkan harga konstan. PDRB per kapita berdasarkan harga berlaku mencapai Rp. 12.856.303,00, angka ini meningkat 5,01% dibandingkan Tahun 2014 yang mencapai Rp 12.242.428,00. Nilai PDRB perkapita atas dasar konstan yang menggambarkan pendapatan riil penduduk Kabupaten Bandung jika dibandingkan dengan PDRB perkapita harga berlaku hanya meningkat sebesar 0,69%, yaitu dari Rp. 6.402.393,00 pada Tahun 2013 menjadi Rp. 6.446.689,00 pada Tahun 2014. Hal ini sejalan dengan peningkatan daya beli pada IPM pada tahun 2011-2015, pada tetapi walaupun demikian peningkatan PDRB perkapita yang dihitung belum menggambarkan sepenuhnya secara riil. Kenaikan daya beli

-10,00020,00030,00040,00050,00060,00070,00080,000

SD SMP SMA PT

Pendidikan

Pendidikan

CIWIDEY

RANCABALI

PASIRJAMBU

CANGKUANG

KATAPANG

Page 45: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

45 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

masyarakat karena masih terkandung faktor inflasi yang sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Berdasarkan PDRB Perkapita, kondisi Kabupaten Bandung menggambarkan bahwa tingkat kemakmuran dan atau kesejahteraan penduduk Kabupaten Bandung belum menampakan kemajuan yang berarti. Namun, jika dibandingkan dengan pendapatan per kapita Provinsi Jawa Barat maka tingkat pendapatan yang diterima penduduk Kabupaten Bandung tidak jauh berbeda dengan rata-rata pendapatan penduduk Provinsi Jawa Barat. Pendapatan per kapita atas dasar harga berlaku penduduk Jawa Barat pada Tahun 2010 sebesar. 4.4. Pembangunan Pariwisata Kawasan Ciwidey Kab. Bandung

Besarnya keterlibatan pemerintah dan swasta dalam rangka

mendatangkan wisatawan baik wisatawan nusantara maupun mancanegara, terutama yang terkait promosi pariwisata adalah sebagai peran pemerintah dalam pelayanan publik termasuk di dalamnya adalah menyediakan infrastruktur yang memadai. Dalam pembangunan kepariwisataan daerah (terutama ekowisata dan agrowisata) penetrasi pemerintah dalam penyediaan barang dan jasa pariwisata untuk keperluan wisatawan dan masyarakat lokal mutlak diperlukan. Mekanisme pasar tidak bisa diandalkan untuk menjamin tercapainya pemerataan manfaat pembangunan di segala bidang. Persaingan bebas dan mekanisme pasar hanya akan menciptakan ketimpangan distribusi kesejahteraan. Hal ini nampaknya terjadi di Kawasan Wisata Ciwidey Kabupaten Bandung, dimana kelompok-kelompok yang dapat menikmati keuntungan ekonomi dan sosial dari hasil pengembangan pariwisata kebanyakan adalah kelompok pengusaha luar daerah. Hal ini terjadi karena kemampuan para pemilik modal dan para pengusaha besar dalam mengeploitasi baik sumber daya alam dan sumber daya manusia, sehingga mereka mampu memenangkan persaingan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

Kolaborasi antara berbagai stakeholder utama pariwisata yang termuat dalam RIPPDA 1012–1017 yang terkait dengan kemitraan antar stakeholder pariwisata yang antara lain dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4.1. Program Pengembangan Destinasi Pariwisata Kawasan Wisata Ciwidey

Lampiran : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Tentang : RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN 2012-2017

STRATEGI INSTANSI PENANGGUNG JAWAB

Pengembangan Kawasan Strategis yang meliputi:

Agrowisata Edukatif Ciwidey, Kawasan Ekowisata Pegunungan Kawah Putih, Kawasan Pariwisata Perairan Danau Situ

Patengan,

- Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung

- Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bandung

Page 46: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

46 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

INDIKASI PROGRAM INSTANSI PENDUKUNG

1. Sosialisasi Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Bandung dan spektrum ekowisata yang sesuai dengan karakteristik masing-masing KSP

- Dinas Pertasih Kabupaten Bandung

2. Penyusunan rencana tindak pengembangan Kawasan Agrowisata Edukatif Ciwidey yang merujuk pada spektrum ekowisata yang sesuai

- Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung

- Dinas Pertasih Kabupaten Bandung - Dinas Perhubungan Kabupaten Bandung - Bappapsi - Distanhutbun Kabupaten Bandung - Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung

3. Penyusunan Rencana Tindak Pengembangan

Kawasan Ekowisata Pegunungan Kawah Putih yang merujuk pada spektrum ekowisata yang sesuai

- Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung

- Dinas Pertasih Kabupaten Bandung - Dinas Perhubungan Kabupaten Bandung - Bappapsi - Distanhutbun Kabupaten Bandung - Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung

4. Penyusunan Rencana Tindak Pengembangan

Kawasan Pariwisata Perairan Danau Situ Patengan yang merujuk padas pektrum ekowisata yang sesuai

- Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung

- Dinas Pertasih Kabupaten Bandung - Dinas Perhubungan Kabupaten Bandung - Bappapsi - Distanhutbun Kabupaten Bandung - Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung

Pengembangan sistem pengelolaan pengunjung yang konsisten, terutama pada kawasan pariwisata perkotaan, kawasan pure ecotourism, light ecotourism, dan green ecotourism.

5. Perumusan dan penetapan zona konservasi/lindung dan zona ekonomis di kawasan strategis, kawasan andalan dan kawasan potensial

- Dinas Pertasih Kabupaten Bandung - Pengelola daya tarik wisata - Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung

6. Perumusan dan penetapan zona berdasarkan

intensitas pengunjung di kawasanstrategis, kawasan andalan dan kawasanpotensial

- Dinas Pertasih Kabupaten Bandung - Pengelola daya tarik wisata - Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung

7. Perumusan, sosialisasi, dan pemberlakuan tata tertib

pengunjung yang berwawasan lingkungan di Kabupaten Bandung pada umumnya, serta di daya tarik wisata utama dan pendukung kawasan

- ASITA - HPI - Perguruan tinggi

8. Pengaturan alur pengunjung di daya tarik wisata utama dan pendukung kawasan

- ASITA - HPI - Perguruan tinggi

Pengembangan potensi masyarakat sebagai pelaku utama pariwisata kreatif dan edukatif melalui upaya pembinaan, pelatihan, dan pendampingan

9. Pembinaan dan pendampingan kepada masyarakat pengrajin dalam pengembangan produk pariwisata kreatif

- Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Bandung

- Perguruan tinggi

10. Pembinaan dan pendampingan kepada masyarakat seni dalam pengembangan produk pariwisata kreatif

- Perguruan tinggi

11. Pembinaan dan pendampingan kepada masyarakat petani dalam pengembangan produk pariwisata kreatif

- Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung

- Perguruan tinggi

Page 47: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

47 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

12. Pembinaan dan pendampingan kepada masyarakat desa wisata dalam pengembangan produk pariwisata kreatif

- Kantor Kelurahan/Desa - Kantor Camat - Perguruan tinggi

13. Pembinaan kepada masyarakat sekitar daya tarik wisata utama dan pendukung tentangpariwisatadanhospitality

- Kantor Kelurahan/Desa - Kantor Camat - Perguruan tinggi

Peningkatan kinerja kemitraan antara usaha-usaha pariwisata untuk mewujudkan kemitraan berkinerja tinggi dalam pengembangan pariwisata Kabupaten Bandung.

14. Evaluasi model kemitraan yang dikembangkan oleh usaha-usaha pariwisata

- Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Bandung

- Perguruan tinggi

15. Pembinaan/pelatihan pengetahuan dan keterampilan untuk membina kemitraan usaha pariwisata berkinerja tinggi

- Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Bandung

- Perguruan tinggi

16. Pengembangan mekanisme insentif bagi penyelenggara kemitraan berkinerja tinggi

- Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Bandung

- Biro Hukum Setda Kabupaten Bandung

17. Identifikasi peran organisasi-organisasi masyarakat di bidang pariwisata dan hubungan yang terbangun

- Badan Pemberdayaan Masyarakat - Perguruantinggi

18. Pembinaan bagi SDM organisasi masyarakat tentang perencanaan, pengelolaan dan pengendalian pariwisata

- Badan Pemberdayaan Masyarakat - Perguruan tinggi

19. Pendampinganorganisasimasyarakatdalamperencanaan, pengelolaan, danpengendalianpengembanganpariwisata di lingkungannya

- Badan Pemberdayaan Masyarakat - Perguruan tinggi

Pengembangan pembinaan kepada individu masyarakat tentang peluang-peluang keterlibatan dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian kepariwisataan sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya.

20. Identifikasi kapasitas masyarakat untuk terlibat dalam perencanaan, pengelolaan dan pengendalian kepariwisataan

- Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bandung

21. Sosialisasi program-program perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian kepariwisataan kepada masyarakat

- Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bandung

22. Penyelenggaraan forum diskusi keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian kepariwisataan untuk menentukan peran masyarakat

- Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bandung

23. Pemyelenggaraan pelatihan dan pembinaan kepada masyarakat pada setiap tahap pembangunan

- Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bandung

Sumber : RIIPDA Kabupaten Bandung 2016 Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa betapa Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung melalui RIPPDA 2006-2012 dan RIPPDA 2012-2017 telah mempersiapkan pengembangan pariwisata dengan kemitraan seluruh stakeholder. Mestinya pengorganisasian pemerintah daerah tidak hanya bernuansa administratif dan politis saja, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mencapai kesejateraan rakyat di wilayahnya dapat tercapai. Untuk mendatangkan wisatawan mancanegara seolah-olah menjadi fungsi pemerintah pusat saja. Karena keterbatasan kewenangan yang ada dalam otonomi daerah.

Page 48: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

48 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

4.4. Dampak Pariwisata Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Lokal di

Kawasan Wisata Ciwidey Kabupaten Bandung Multiplier efek yang terjadi disektor pariwisata akan menjadi bumerang

bagi masyarakat setempat kalau hanya diukur dari jumlah kedatangan wisatawan. Wisatawan datang ke Kawasan wisata Ciwidey Kabupaten Bandung hanya mengujungi obyek wisata dan menikmati pemandangan yang indah, sementara mereka tidur dan makan di Bandung. Mereka lebih banyak membelanjakan uangnya di Kota Bandung. Dan Masyarakat lokal Kawasan Wisata Ciwidey tidak akan mendapatkan efek apa-apa. Daya beli masyarakat lokal masih rendah, usaha mikro kecil dan menengah masih merayap, index pembangunan manusia tidak dapat naik secara signifikan.

Kondisi kepariwisataan sebaiknya jangan hanya dilihat dari tourism arrival dan tumbuh kembangnya investasi, namun harus ditinjau lebih jauh kepada multiplier efek baik secara langsung maupun tidak langsung kepada distribusi pendapatannya kepada masyarakat lokal, sehingga masyarakat lokal yang berkencimpung di dunia pariwisata dapat meningkatkan daya belinya.

Pariwisata merupakan salah satu sektor terpenting di Kabupaten Bandung yang menyumbang cukup besar PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) beserta dengan sektor perdagangan (rata-rata 15% selama lebih kurang 5 tahun). Namun yang paling bagi sektor pariwisata adalah multiplier efeknya, yang dapat meningkatkan sektor-sektor lain seperti pertanian, perdagangan, industry pengolahan, dan jasa-jasa yang lain. Industri pariwisata tidak bisa terlepas dari sektor-sektor lain, seperti pertanian, komunikasi, transportasi dan lain-lain. Jika pendapatan sektor pariwisata meningkat maka yang lainpun akan meningkat pula (mutilplier efek). Pariwisata merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja, jika dilihat dari efek-efek di berbagai sektor yang akan muncul dengan berkembangnya pariwisata.

Dalam melihat dampak sosial ekonomi pariwisata perlu dilakukan diklasifikasi sektor yang secara langsung dapat memberikan kontribusi terhadap PDRB, yang terdiri dari 8 sektor utama yaitu:

1. Pertanian, Peternakan, dan Perikanan 2. Industri Pengolahan 3. Listrik, Gas, dan Air Bersih 4. Bangunan/Kontruksi 5. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 6. Pengangkutan dan Komunikasi 7. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 8. Jasa-jasa

Pengelompokkan kedalam delapan sektor utama disesuaikan dengan

kategori sektor utama dalam Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bandung yang di publikasikan oleh BPS Kabupaten Bandung dalam Dalam Angka 2015. Angka pengganda produksi (output) menunjukkan efek

Page 49: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

49 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

perubahan output akibat perubahan satu rupiah permintaan akhir. Sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki angka pengganda output yang cukup tinggi di Kabupaten Bandung (sumber : BPS Kab. Bandung 2015), yang artinya, setiap satu rupiah peningkatan permintaan akhir pada sektor ini akan meningkatkan output seluruh sektor.

Kebutuhan wisatawan akan makanan dan minuman harus selalu tersedia dalam jumlah yang cukup dengan mutu yang layak, aman dikonsumsi dengan harga yang relatif terjangkau oleh wisatawan. Usaha wisata kuliner di wilayah Bandung Raya potensinya sangat besar dan menunjukkan pertumbuhan yang semakin meingkat sejalan dengan laju pertumbuhan pariwisata kuliner itu sendiri.Kondisi tresebut ternyata belum dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh masyarakat lokal, untuk memperkuat pembangunan sub-sektor hortikultura Kawasan Wisata Ciwidey Kabupaten Bandung.

4.5.1. Kontribusi Sektor Pariwisata terhadap PDRB

Sektor pariwisata merupakan bagian dari sektor jasa-jasa. Kontribusi

sektor jasa-jasa (termasuk jasa pariwisata) terhadap PDRB Kabupaten Bandung pada tahun 2010 berdasarkan harga berlaku mencapai Rp 2.434.375,72 (5,28 %) dan berdasarkan harga konstan mencapai Rp 1.056.862,46 (4,86 %). Bila dibandingkan dengan tahun 2006-2009 persentase kontribusi sektor jasa terhadap PDRB Kabupaten Bandung pada tahun 2010 berdasarkan harga berlaku cenderung mengalami peningkatan.

Berikut adalah gambaran secara lengkap mengenai kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB Kabupaten Bandung selama kurun waktu tahun 2007-2011.

Tabel 4.5.1 Kontribusi Sektor Perdagangan (Perdagangan, Hotel dan Restoran)

Terhadap PDRB Kabupaten Bandung Pada Tahun 2011– 2015

No Uraian Dalam Jutaan Rupiah

2011 2012 2013 2014 2015

1.

Kontribusi Sektor Perdagangan (Perdagangan, Hotel dan Restoran) ADH Berlaku 4.432.799,58 5.112.043,54 6.005.197,92 6.780.385,10 7.796.200,55

ADH Konstan 2.625.092,39 2.819.715,77 2.994.763,36 3.211.263,99 3.474.795,78

2.

Jumlah PDRB

ADH Berlaku 29.431.046,06 33.319.630,76 38.282.169,45 41.201.900,67 46.092.238,72

ADH Konstan 17.640.170,09 18.683.930,04 19.674.494,55 20.527.539,56 21.734.661,19

3.

Persentase Kontribusi Sektor Perdagangan (Perdagangan, Hotel dan Restoran) Terhadap PDRB ADH Berlaku 15,062 15,342 15,684 16,561 16,914

ADH Konstan 14,881 15,092 15,222 15,642 15,987

Keterangan : ADH = atas dasar harga Sumber : BPS Kabupaten Bandung 2015

Page 50: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

50 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

PDRB Kabupaten Bandung menggambarkan pertumbuhan ekonomi, Secara umum kondisi makro ekonomi Kabupaten Bandung, meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dukungan kepercayaan dunia usaha dan keyakinan pada kinerja perekonomian nasional yang terus membaik membuat pertumbuhan ekonomi daerah tumbuh di tahun ini. Kondisi ekonomi nasional yang positif ini berimbas pada perekonomian Kabupaten Bandung untuk tahun 2015, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bandung tercatat meningkat, dengan pertumbuhan mencapai 5,88 persen, sedang untuk tahun 2014 berkisar sekitar 4,34 persen. Sektor yang membuat kenaikan secara signifikan diperoleh dari sektor industri. Namun perlu dicatat juga terjadi penurunan dari sektor-sektor ekonomi lainnya, yaitu pertambangan dan penggalian, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Untuk tahun 2015, PDRB Kabupaten Bandung mengalami peningkatan dibandingkan dengan PDRB untuk tahun 2014 dan tahun-tahun sebelumnya. Baik itu dilihat dari PDRB atas harga berlaku maupun PDRB atas dasar harga konstan. Untuk tahun 2015, PDRB atas dasar harga berlaku mengalami peningkatan sebesar Rp 4,89 triliun, sedangkan untuk PDRB atas dasar harga konstan mengalami kenaikan sebesar Rp 1,2 triliun. Secara umum Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bandung selalu mengalami peningkatan, baik itu dilihat dari PDRB ADH Konstan maupun PDRB ADH berlaku, namun pertumbuhan PDRB Kabupaten Bandung tahun 2009 mengalami penurunan itu disebabkan karena dampak Krisis global yang dialami dunia yang berimbas pada PDRB Kabupaten Bandung. Memasuki tahun 2010 PDRB Kabupaten Bandung kembali menunjukkan kondisi pertumbuhan yang normal. Kondisi ini tidak terlepas dari adanya pertumbuhan pada bagian semua sektor lapangan usaha Nilai PDRB tak lepas dari nilai-nilai PDRB persektor yang menjadi pembentuk PDRB secara umum, berikut Pertumbuhan PDRB ADH konstan dan berlaku per sektor.

Pariwisata saat ini menjadi sektor yang sangat menguntungkan bagi pembangunan yang berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat lokal karena pertumbuhannya yang semakin meningkat, dan turut memicu peningkatan konsumsi bahan pangan terutama yang berasal dari alam (organik), hal disebabkan oleh pergeseran konsumsi pangan oleh wisatawan yang sudah mulai bergeser ke komoditas bahan pangan yang tidak berkolesterol tinggi, seperti produk pangan asal ternak. Hal ini memberikan peluang bagi masyarakat lokal untuk mengembangkan produk bahan pangan hortikultura untuk memenuhi kebutuhan wisatawan.

Jumlah produksi olahan hortikultura yang semakin meningkat akan saling membantu dalam peningkatan pengembangan pariwisata yang berbasis agro dan eko tourism. Perluasan pasar hortikultura selain disebabkan oleh jenis produk olahan yang besar dalam bisnis pariwisata, juga karena hortikultura memiliki jumlah komoditas pertanian yang sangat besar. Komoditas hortikultura meliputi sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, tanaman obat-obatan dan jamur akan menjadi komoditas pariwisata yang dapat menarik wisatawan.

Page 51: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

51 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Peningkatan kebutuhan wisatawan akan hasil produksi hortikultura akibat peningkatan jumlah kedatangan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara pada dasarnya merupakan penarik pertumbuhan agribisnis hortikultura. Laju pertumbuhan permintaan wisatawan lebih cepat dibandingkan dengan komofitas lainnya dan diperkirakan akan terus meningkat. Terdapat beberapa komoditi utama berbasis hortikultura selain stroberi, yang sebagian besar adalah sayur-sayuran dan hasil pertanian yang lain, karena Kawasan Ciwidey ini juga mempunyai potensi agricultura yang sangat tinggi. Komoditi-komoditi ini akan menjadi aset yang sangat penting dalam pengembangan wisata ekowisata dan agrowisata. Karena memiliki kesesuaian lahan yang sangat baik. Stroberi merupakan komoditas yang paling banyak dibudidayakan dan merupakan komoditas pariwisata yang sangat diandalkan.

Tabel 4.5.2. Produktivitas Total Daerah Per Sektor

(ADH Berlaku) di Kabupaten Bandung PadaTahun 2011 – 2015 (dlm jutaan rupiah)

No Sektor/ Lapangan

Usaha 2011 2012 2013 2014 2015

(Rp) % (Rp) % (Rp) % (Rp) % (Rp) %

PDRB 29.431.046,06 33.319.630,76 38.282.169,45 41.201.900,67 46.092.238,72

1 Pertanian 2.228.624,62 7,57 2.465.321,20 7,40 2.728.755,88 7,19 3.013.007,10 7,36 3.471.661,92 7,53

2 Pertambangan & Penggalian 368.568,14 1,25 419.179,42 1,26 468.303,80 1,22 526.035,13 1,28 580.783,81 1,26

3 Industri Pengolahan 17.876.119,11 60,74 20.154.147,70 60,49 23.275.745,49 60,79 24.721.851,70 60,00 27.471.535,02 59,60

4 Listrik,Gas & Air bersih 524.707,23 1,78 588.412,88 1,77 642.658,74 1,68 674.520,69 1,65 741.188,33 1,61

5 Konstruksi 506.056,81 1,72 571.271,13 1,71 648.394,06 1,69 696.720,83 1,70 764.990,68 1,66

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 4.432.799,58 15,06 5.112.043,54 15,34 6.005.197,92 15,68 6.780.385,10 16,56 7.796.200,55 16,91

7 Pengangkutan & Komunikasi 1.360.838,71 4,62 1.566.528,90 4,70 1.783.920,50 4,61 1.795.161,77 4,38 1.933.148,22 4,19

8 Keuangan, sewa, & Js. Perusahaan 634.303,86 2,16 721.566,11 2,17 792.877,54 2,07 820.502,95 2,00 898.354,49 1,95

9 Jasa-jasa 1.499.027,98 5,09 1.721.159,87 5,17 1.936.315,52 5,06 2.173.715,40 5,05 2.434.375,72 5,28

Sumber : BPS Kabupaten Bandung (PDRB Kabupaten Bandung Tahun 2011-2015). Laju pertumbuhan sektor pariwisata yang cepat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti meningkatnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan masyarakat akan diikuti oleh peningkatan kebutuhan konsumsi akan bahan pangan non kolesterol, dan peningkatan konsumsi hortikultura di kawasan wisata seperti Kawasan Ciwidey Kabupaten Bandung. Kepariwisataan sebagai stimulan kegiatan ekonomi dapat dibuktikan dengan adanya penerimaan devisa yang dibayarkan wisman kepada hotel, biro perjalanan, angkutan umum, restoran dan sebagainya memberikan dampak ekonomi yang lebih luas, termasuk pembayaran gaji pegawai hotel, pembayaran listrik, pembayaran telepon, pembayaran supplier sayur mayur, buah-buahan, telor, daging, rempah-rempah dsb., yang secara nyata dinikmati atau diterima bukan saja oleh kalangan pariwisata, melainkan juga kalangan petani dan peternak (kaum marginal) yang menghasilkan jumlah penghasilan pariwisata yang

Page 52: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

52 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

berlipatganda dalam kontribusi terhadap pendapatan nasional, yang disebut sebagai multiplier effect. Meskipun demikian, dalam penentuan anggaran pemerintah (pusat maupun daerah) kepariwisataan masih ditempatkan sebagai “pilihan”, yang berarti belum berada dalam kelompok “prioritas”. Agaknya sudah saatnya dilakukan perubahan atas tempat kepariwisataan sebagai pilihan ke dalam kelompok prioritas, mengingat kepariwisataan sebagai sumber devisa atau sumber dana pembangunan sudah selayaknya dikelompokkan ke dalam “sumber penghasilan” (revenue center), bukan lagi sebagai “pos biaya” (cost center) semata.

Tabel 4.5.3. Kontribusi Sektor Jasa-jasa (Termasuk Jasa Pariwisata)

Terhadap PDRB Kabupaten Bandung Pada Tahun 2011 -2015

No Uraian Dalam Jutaan Rupiah

2011 2012 2013 2014 2015

1. Kontribusi Sektor Jasa-Jasa (Termasuk Jasa Pariwisata)

ADH Berlaku 1.499.027,98 1.721.159,87 1.936.315,52 2.173.715,40 2.434.375,72

ADH Konstan 856.789,53 911.462,80 955.207,67 1.000.817,32 1.056.862,46

2. Jumlah PDRB

ADH Berlaku 29.431.046,06 33.319.630,76 38.282.169,45 41.201.900,67 46.092.238,72

ADH Konstan 17.640.170,09 18.683.930,04 19.674.494,55 20.527.539,56 21.734.661,19

3. Persentase Kontribusi Sektor Jasa-jasa termasuk jasa pariwisata terhadap PDRB

ADH Berlaku 5.09 5.17 5.06 5.28 5,28

ADH Konstan 4.86 4.88 4.86 4.87 4,86

Sumber : BPS Kabupaten Bandung (PDRB Kabupaten Bandung Tahun 2011-2015).

Sektor perdagangan (perdagangan, hotel dan restoran) mempunyai kontribusi cukup signifikan terhadap perolehan nilai PDRB Kabupaten Bandung, yaitu berkontribusi kedua paling besar setelah sektor perindustrian. Pada tahun 2015 kontribusi sektor perdagangan terhadap capaian PDRB Kabupaten Bandung berdasarkan harga berlaku mencapai Rp 7.796.200.550.000,00 dan berdasarkan harga konstan mencapai Rp 3.474.795.780.000,00. Adapun jumlah PDRB Kabupaten Bandung tahun 2015 berdasarkan harga berlaku mencapai Rp 46.092.238.720.000,00 dan berdasarkan harga konstan mencapai Rp 21.734.661.190.000,00. Dengan demikian dapat diketahui bahwa prosentase kontribusi sektor perdagangan terhadap PDRB Kabupaten Bandung tahun 2015 sebesar 16.914% berdasarkan harga berlaku dan 15.987% berdasarkan harga konstan. Prosentase kontribusi ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (2008-2010), yaitu konstribusi sektor perdagangan pada tahun 2008 berdasarkan harga berlaku mencapai 15,062%, pada tahun 2009 mencapai 15,342%, pada tahun 2010

Page 53: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

53 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

mencapai 15.684% dan pada tahun 2011 mencapai 16,561%, prosentase konstribusi sektor perdagangan pada tahun 2012 berdasarkan harga konstan mencapai 14,881 %, pada tahun 2013 mencapai 15,092%, pada tahun 2014 mencapai 15,222% dan pada tahun 2015 mencapai 15,642%.

Tabel 4.5.4. Kondisi Perekonomian Kabupaten Bandung

(PDRB, Peranan NTB (Nilai Tambah Bruto), LPE dan Tingkat Inflasi) Tahun 2015

No. Sektor

PDRB (juta rupiah) Kontribusi/ Peranan NTB (%)

LPE Atas Dasar Harga

Konstan(%)

Tingkat Inflasi (%) Atas Dasar Harga

Berlaku Atas Dasar Harga

Konstan

1. Pertanian 3.471.661,92 1. 602.050,01 7,53 6,66 8,03

2. Pertambangan dan Penggalian 580.783,81 282.922,47 1,26 4,87 5.28

3. Industri Pengolahan 27.471.535,02 13.173.587,93 59,60 5,24 5,59 4. Listrik, Gas dan Air 741.188,33 396.026,30 1,61 5,32 4,34 5. Bangunan 764.990,68 381.103,63 1,66 7,17 2,46

6. Perdagangan, Hotel & restoran 7.796.200,55 3.474.795,78 16,91 8,21 6,26

7. Angkutan dan Komunikasi 1.933.148,22 892.448,05 4,19 5,78 1,80

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 898.354,49 474.864,56 1,95 5,26 4,02

9. Jasa-jasa 2.434.375,72 1.056.862,46 5,28 5,60 6,05 PDRB 46.092.238,72 21.734.661,19 100 5,88 5,66

Sumber : BPS Kabupaten Bandung (PDRB Kabupaten Bandung Tahun -2015).

Salah satu indikator makro Ekonomi yang menjadi acuan adalah Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE). Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bandung pada tahun 2015 mencapai 5,88 %. Jika dilihat dari pertumbuhan tiap-tiap sektor ekonomi terlihat bahwa pada tahun 2015 hampir semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan positif, dua sektor yang mengalami perlambatan pertumbuhan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sektor pertambangan dan penggalian; dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami pertumbuhan sampai 8,21 %, sedangkan sektor yang mengalami pertumbuhan terendah yaitu sebesar 4,87 % adalah sektor pertambangan dan penggalian.

Penurunan tingkat inflasi ini terjadi di seluruh sektor perekonomian, bahkan sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami deflasi hingga 5,21% dari tingkat inflasi 9,64% pada Tahun 2012. Deflasi pada sektor pengangkutan terjadi pada sub sektor angkutan jalan raya sedangkan pada sektor komunikasi terjadi sebagai dampak dari pemberlakuan kebijakan penurunan tarif interkoneksi layanan selular pada Tahun 2012. Sektor ekonomi lainnya yang mengalami penurunan tingkat inflasi terbesar adalah sektor industri pengolahan dan sektor bangunan/konstruksi, yang masing-masing mengalami penurunan inflasi hingga 2,09% dan 2,60% dari 9,46% pada Tahun 2012.

Page 54: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

54 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

4.6. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dilakukan untuk menganalisis data dengan

menggunakan alat bantu statistik. Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap pengujian validitas dan reliabilitas instrument serta analisis hasil pengukuran dan pengolahan data dengan menggunakan metode structural equation modeling. Dalam penghitungan analisis ini mensyaratkan data yang diperoleh adalah data interval.

4.6.1. Reliabilitas Instrumen

Dalam pengujian yang dilakukan, data dibagi dalam dua bagian yaitu

data yang berisi pertanyaan-pertanyaan bernomor ganjil dan bernomor genap. Dari hasil peng-korelasian kedua kelompok data tersebut, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.768. Kemudian dari perhitungan yang menggunakan rumor Spearmen–Brown Correction diperoleh koefisien reabilitas Split half ® sebesar 0,768 (tabel lampiran). Menurut Kaplan dan Saccuzo (1993) koefisien reliabilitas yang besarnya berkisar 0.7 sampai dengan 0,99 dianggap baik untuk digunakan. Hasil koefosien reliabilitas 0.768 menunjukkan bahwa koefisien reliabilitas penelitian ini berada dalam kategori baik.

Hal ini berarti hasil yang diperoleh dari pengolahan data kuesioner secara keseluruhan dalam penelitian ini dapat menunjukkan tingkat kepercayaan dan ketepatan yang baik dalam menggambarkan pengaruh kemitraan stakeholder terhadap dampak sosial ekonomi masyarakat lokal Kawasan Wisata Ciwidey Kabupaten Bandung.

4.6.2. Validitas Instrumen

Dari pengujian validitas item yang telah dilakukan terhadap 40 item

pertanyaan dalam kuesioner yang tersebar kepada masyarakat di kawasan wisata Ciwidey Kabupaten Bandung, diperoleh koefisien korelasi yang berkisar antara 0.30 sampai dengan 0.80, dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 4.6.1.

Hasil Pengujian Validitas item

No. Koefisien Korelasi F %

1. 0.30 10 25%

2. 0.40 9 22,5%

3. 0.50 7 17,5%

4. > 0.60 14 35%

Jumlah 40 100% Sumber : Hasil pengolahan data 2016.

Page 55: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

55 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Menurut kriteria yang dibuat oleh Kaplan dan Saccuzo (1993) dan

kriteria yang dibuat oleh American Psychological Association (APA/1985), maka pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di dalam kuesener seluruhnya berada dalam kategori baik. Kaplan dan Saccuzo menetapkan nilai kofisien korelasi yang berada antara 0.30 s/d 0.70 sebagai item atau pertanyaan yang baik, sedangkan APA menetapkan minimal koefisien korelasi yang berkisar antara 0.30 s/d 0.40 sebagai item atau pertanyaan yang baik. Hal ini berarti bahwa, setiap pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner dapat dianggap valid untuk mengukur pengaruh kemitraan stakeholder utama pariwisata terhadap dampak sosial ekonomi masyarakat lokal Kawasan Wisata Ciwidey Kabupaten Bandung.

4.6.3. Destination Image Kawasan Ciwidey Kab. Bandung Respon wisatawan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, sebagian besar aspek yang digunakan sebagai indikator pengukuran variabel telah dinilai baik oleh tamu terutama dalam dimensi cognitif yang faktor-faktornya antara lain: safe and secure environment dan friendly local people. Image Kawasan Ciwidey Kabupaten Bandung yang diberikan oleh wisatawan dapat terlihat dalam tabel berikut: Hasil pengukuran Cognitive Destination Image:

Page 56: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

56 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Katerangan:

Cognitive Destinatio

n Image

Factor 1. Quality of experience

X1 Easy access to the area X2 Restful and relaxing atmosphere X3 Reasonable cost of hotels/restaurants X4 Scenery/natural wonders X5 Lots of open space X6 Friendly local people

Factor 2. Tourist Attractions

X7 Local cuisine X8 State/theme parks

X9 Good place for children/family Welcome centers

X10 Good weather X11 Cultural events/festivals X12 Good shopping facilities

Factor 3. Environment and infratructure

X13 Clean/unspoiled environment Infrastructure X14 Availability of travel information X15 Easy access to the area X16 Safe and secure environment

Factor 4: Entertainment/outdoor activities

X17 Entertainment X18 Nightlife X19 Water sports

-2.00 -1.50 -1.00 -0.50 0.00 0.50 1.00

EasyaccesstotheareaRestfulandrelaxingatmosphere

Reasonablecostofhotels/restaurantsScenery/naturalwonders

LotsofopenspaceFriendlylocalpeople

LocalcuisineState/themeparks

Goodplaceforchildren/familyWelcomeGoodweather

Culturalevents/festivalsGoodshoppingfacilities

Clean/unspoiledenvironmentAvailabilityoftravelinformation

EasyaccesstotheareaSafeandsecureenvironment

EntertainmentNightlife

WatersportsAwidevarietyofoutdooractivities

NativeculturesAtasteoflifeandculture

Page 57: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

57 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

X20 A wide variety of outdoor activities Factor 5: Cultural traditions

X21 Native cultures

X22 A taste of life and culture

Dimensi affective kurang dinilai baik. Dimensi ini terdiri dari beberapa faktor-faktor antara lain: Exciting dan Relaxing (negatif) sedangkan Arousing dan Pleasant (positif) Hasil pengukuran Affective Destination Image:

Keterangan:

Affective Destination

Image

Pleasant X23 Pleasant Arousing X24 Arousing Relaxing X25 Relaxing Exciting X26 Exciting

Hasil pengukuran Unique Destination Image:

Keterangan:

Unique Destination

Image

Factor 1: Native/natural environment

X27 Native cultures X28 Friendly and helpful local people X29 Scenery and natural wonders

0.180.13

-0.26-0.05

-0.30 -0.25 -0.20 -0.15 -0.10 -0.05 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20

PleasantArousingRelaxingExciting

-0.85-0.55

0.250.30

-0.690.19

0.290.44

-0.420.57

0.52-0.05

-1.00 -0.80 -0.60 -0.40 -0.20 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80

NativeculturesFriendlyandhelpfullocalpeople

SceneryandnaturalwondersRestfulandrelaxingatmosphere

CleanenvironmentAppealingasatraveldestination

Entertainment/nightlifeAwidechoiceofoutdooractivities

ShoppingSafeandsecureenvironment

LotsoftouristattractionsCultural/historicalattractions

Page 58: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

58 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

X30 Restful and relaxing atmosphere X31 Clean environment

Factor 2: Appealing destination

X32 Appealing as a travel destination X33 Entertainment/nightlife X34 A wide choice of outdoor activities X35 Shopping X36 Safe and secure environment

Factor 3: Local attractions

X37 Lots of tourist attractions

X38 Cultural/historical attractions

Hasil pengukuran overall image menunjukkan score yang kurang bagus

terutama factor intention to revisit dan wisatawan sependapat bahwa secara keseluruhan image Kawasan Ciwidey adalah kurang bagus. Hasil pengukuran Over All Image :

Keterangan: Overall Image X39 Overall Image Intention to Revisit X40 Intention to Revisit

Intention to Recommend X41 Intention to Recommend

4.5. Analisis Faktor Branding Destination Kawasan Ciwidey Kab. Bandung 4.5.1. Penilaian Model (Model Assessment) Penilaian model dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh model yang dihipotesiskan sesuai (fit) atau model tersebut mampu untuk menjelaskan data sample yang ada. Adapun hasil penilaian model dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 4.5.1.1. Confirmatory Factor Analysis (CFA)

Pengujian model yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode estimasi Maximum Likelihood (ML). ML is quite consistent at producing efficient estimation and is rather robust against moderate violations

-0.11

-0.20

0.31

-0.30 -0.20 -0.10 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40

OverallImage

IntentiontoRevisit

IntentiontoRecommend

Page 59: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

59 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

of the normality assumption, provided that the sample comprises 100 or more observations (Anderson Louis, 2011;10). Metode ini merupakan metode estimasi yang sering digunakan untuk analisis data dengan menggunakan metode structural equation modelling (SEM) yang dinilai lebih efisien dan unbiased jika asumsi normalitas multivariat terpenuhi, (McDonald & Ringo, 2002;69) Untuk selanjutnya akan diuji apakah model fit dengan data serta mengetahui hubungan yang ada antar konstruk. Berikut ini adalah hasil pengujian Model Branding Destination Image pada demensi Cognitive:

Gambar 4.5.1: Measurement Model (Standardized Regression Weight) Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS AMOS 20.0, 2015 Gambar 4.5.2: Measurement Model (Unstandardized Regression Weight) Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS AMOS 20.0, 2015 Setelah sebuah model dibuat, data untuk pengujian model telah dikumpulkan dan di-input, dan sejumlah asumsi terpenuhi, tahapan selanjutnya

Page 60: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

60 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

adalah melakukan pengujian model pada measurement model. Measurement model adalah bagian dari model SEM yang terdiri dari variabel latent/konstruk dan beberapa variabel manifes/ indikator (Brian S. Everitt & David C. Howell, 2005;2). Tujuan pengujian adalah untuk mengetahui seberapa tepat variabel-variabel manifes dapat menjelaskan variabel latent yang ada (McDonald and Ringo Ho, 2002;69). Hasilnya sebagaimana ditunjukkan pada gambar di atas. Hasil analisis pengolahan data dengan menggunakan SPSS AMOS (Statistics Package Service Solution, Analysis of Moment Structure, Pui-Wa Lei, 2007;1) ) pada tabel di bawah ini menunjukkan bahwa semua konstruk yang digunakan untuk membentuk sebuah model penelitian telah memenuhi atau sesuai (good fit) dengan model konseptualnya yang dibangun dari teori, hal ini dapat dilihat dari proses analisis faktor konfirmatori (CFA = Confirmatory Factor Analysis, Brian S. Everitt & David C. Howell, 2005, 1)) semuanya telah memenuhi kriteria goodness of fit yang telah ditetapkan (Pui-Wa Lei, 2007;37). Ada beberapa kriteria pengujian yang hanya mencapai marginal fit, yang artinya tingkat kesesuaian telah dicapai tetapi sedikit masih berada di bawah nilai yang diinginkan (cut of value). Tabel 4.5.1: Hasil Penghitungan Goodness of fit Indice (James B. Schreiber, 2006) Goodness of Fit Index (Tangible)

Cut of Value

Hasil Analisis Evaluasi Model

Chi Square Kecil - Probability ≥0,05 Good fit CMIN / DF ≤2,00 Good fit GFI ≥0,90 Good fit AGFI ≥0,90 Good fit TLI ≥0,95 Marginal fit CFI ≥0,95 Marginal fit RMSEA ≤ 0,08 Good PNFI 0.6 – 0.9 Good Fit Sumber: Hasil Pengolahan data dengan SPSS Amos 20.0, 2015. Sesuai dengan ketentuan yang disampaikan oleh Anderson Louis (2011) dalam bukunya yang berjudul Interactive LISREL in Practice Getting Started with a SIMPLIS Approach mengatakan bahwa:

Analysis based on suggestions that can be found in previous studies. Four of these indices are absolute fit indices, which assess the overall model-to-data fit for structural and measurement models together: chi-square goodness-of-fit test (v2), ratio of v2 to degrees of freedom (v2/df), root mean squared error of approximation (RMSEA), goodness-of-fit index (GFI), and adjusted goodness-of-fit index (AGFI); whereas the remaining two are incremental fit indices, which means that they

Page 61: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

61 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

compare the target model to the fit of a baseline model, normally one in which all observed variables are assumed to be uncorrelated: comparative fit index (CFI), and non-normed fit index (NNFI). (Anderson Louis, 2011;13)

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai chi-squares dan probability menunjukkan hasil yang baik. Namun, nilai chi-squares sangat sensitif terhadap besarnya sampel. Oleh karena itu, maka dianjurkan untuk mengabaikannya dan melihat ukuran goodness of fit lainnya. Pengujian dengan hanya berdasarkan chi-square saja jarang dilakukan (Akaike's Criterion dalam Brian S. Everitt & David C. Howell, 2005;1). Kriteria Goodness of Fit lainnya menunjukkan hasil CMIN/DF, RMSEA, PNFI dan CFI yang good fit namun AGFI lebih tinggi dibandingkan nilai yang direkomendasikan dan TLI menunjukkan marginal fit. (Pui-Wa Lei, 2007;37). Hasil analisis pengolahan data terlihat bahwa semua konstruk yang digunakan untuk membentuk sebuah model penelitian, pada proses analisis faktor konfirmatori sudah memenuhi kriteria goodness of fit yang telah ditetapkan . Nilai probability pada analisis ini menunjukkan nilai diatas batas signifikansi yaitu sebesar 0.00 atau dibawah 0.05, nilai ini menunjukkan tidak adanya perbedaan antara matriks kovarian sample dengan matriks kovarian populasi yang diestimasi, dengan demikian, konstruk-konstruk pada model penelitian dapat diterima sebagai pembentuk model yang fit. 4.5.1.2. Confirmatory Factor Analysis (CFA) per Dimensi

a. Faktor 1: Quality Experience Gambar 4.5.3: Measurement Model Quality Experience pada dimensi Cognitive Destination Image

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS AMOS 20.0, 2015 Berdasarkan hasil perhitungan Confirmatory Factor Analysis (CFA) pada

Page 62: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

62 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Model Fit Summary membuktikan bahwa nilai Goodness of Fit Index adalah sangat baik, seperti terlihat pada tabel di bawah ini: Goodness of Fit Index

Cut of Value Hasil Analisis Evaluasi Model

Chi Square Kecil Probability ≥0,05 0.000 Good fit CMIN / DF ≤2,00 1.064 Good fit GFI ≥0,90 0.956 Good fit AGFI ≥0,90 0.923 Good fit TLI ≥0,95 0.976 Good fit CFI ≥0,95 0.983 Good fit RMSEA ≤ 0,08 0.023 Good Fit Tabel tersebut menunjukkan bahwa instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian ini telah sesuai dan variabel ini pada pengukuran model diperoleh nilai estimasi -0.264 dengan probability 0.258 ( > 0.05) berarti variabel ini tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan variabel konstruknya. Terlihat bahwa variabel tangible (variabel laten) didukung oleh faktor-faktor (variabel manifes yang terdiri dari Q1, Q2, Q3, Q4, Q5 dan Q6) yang cukup besar yang berarti bahwa indikator-indikator yang digunakan dalam mengukur variabel ini sangat konstruktif. Tabel 4.5.2: Estimasi Variabel Quality Experience beserta indikatornya Regression Weights:

Estimate S.E. C.R. P Label OverAllImage <--- QualityExperience -0.264 0.234 -1.131 0.258

Q1 <--- QualityExperience 1 Q2 <--- QualityExperience 0.598 0.341 1.754 0.079 Q3 <--- QualityExperience 1.291 0.495 2.608 0.009 Q4 <--- QualityExperience 0.838 0.403 2.08 0.038 Q5 <--- QualityExperience 1.051 0.41 2.564 0.01 Q6 <--- QualityExperience 0.455 0.25 1.825 0.068 Q39 <--- OverAllImage 1 Q40 <--- OverAllImage 1.008 0.652 1.546 0.122 Q41 <--- OverAllImage -0.1 0.163 -0.611 0.541

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS AMOS 20.0, 2015 Variabel manifes sebagai pembentuk variabel laten Quality Experience mendapatkan kontribusi yang cukup besar yaoti Q2, Q3, Q4 dan Q5 dengan nilai probability masing-masing sebesar: 0.079. 0.009, 0.038, 0.01, 0.068.

Page 63: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

63 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

b. Faktor 2: Tourist Attraction Variabel ini pada pengukuran model diperoleh nilai estimasi -1.378 dengan probability 0.408 ( > 0.05) berarti variabel ini tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Overall Image. Gambar 4.5.4: Measurement Model Tourist Attraction Dimention

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS AMOS 20.0, 2015 Terlihat bahwa variabel ini (variabel laten) tidak didukung oleh indikator-indikator atau faktor-faktor (variabel manifes yang terdiri dari q7, q8, q9, q10, q11 dan q12) yang tidak satupun yang berarti bahwa indikator-indikator yang digunakan dalam mengukur variabel ini tidak memberikan kontribusi positif terhadap variabel laten-nya. Goodness of Fit Index

Cut of Value Hasil Analisis Evaluasi Model

Chi Square Kecil Probability ≥0,05 0.000 Good fit CMIN / DF ≤2,00 5.371 Good fit GFI ≥0,90 0.843 Good fit AGFI ≥0,90 0.738 Marginal fit TLI ≥0,95 0.267 CFI ≥0,95 0.471 RMSEA ≤ 0,08 0.188 Good Fit Tabel 4.5.3: Estimasi Variabel Tourist Attraction beserta indikatornya. Regression Weights:

Estimate S.E. C.R. P Label

Page 64: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

64 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

OverAllImage <--- TouristAttraction -1.378 1.664 -0.828 0.408 Q7 <--- TouristAttraction 1 Q8 <--- TouristAttraction 2.282 2.492 0.916 0.36 Q9 <--- TouristAttraction 6.443 6.548 0.984 0.325

Q10 <--- TouristAttraction 6.519 6.626 0.984 0.325 Q11 <--- TouristAttraction 4.972 5.084 0.978 0.328 Q12 <--- TouristAttraction 0.29 1.207 0.24 0.81 Q39 <--- OverAllImage 1 Q40 <--- OverAllImage 1.097 0.563 1.947 0.052 Q41 <--- OverAllImage -0.137 0.169 -0.813 0.416

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS AMOS 20.0, 2015 c. Faktor 3: Environment and Infrastructure Variabel ini pada pengukuran model diperoleh nilai estimasi -0.526 dengan probability 0.012 ( < 0.05) berarti variabel ini mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap variabel konstruknya. Gambar 4.5.5: Measurement Model Environment and Infrastructure Dimention

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS AMOS 20.0, 2015 Terlihat bahwa variabel ini (variabel laten) didukung oleh faktor-faktor (variabel manifes yang terdiri dari q17, q18, q19 dan q20) yang pengaruhnya cukup besar seperti terlihat dalam tabel, yang berarti bahwa indikator-indikator yang digunakan dalam mengukur variabel ini memberikan kontribusi positif terhadap variabel laten-nya. Goodness of Fit Index Cut of Value Hasil Analisis Evaluasi Model

Page 65: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

65 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Chi Square Kecil Probability ≥0,05 0.000 Good fit CMIN / DF ≤2,00 0.078 Good fit GFI ≥0,90 0.973 Good fit AGFI ≥0,90 0.942 Good fit TLI ≥0,95 1.004 Good fit CFI ≥0,95 1.000 Good fit RMSEA ≤ 0,08 0.000 Good Fit Tabel 4.5.4: Estimasi Variabel Environment and Infrastructure beserta

indikatornya. Regression Weights:

Estimate S.E. C.R. P Label

OverAllImage <--- EnviirInfrast -0.526 0.208 -2.527 0.012 Q13 <--- EnviirInfrast 1

Q14 <--- EnviirInfrast 0.928 0.278 3.339 ***

Q15 <--- EnviirInfrast 0.569 0.245 2.324 0.02

Q16 <--- EnviirInfrast 1.349 0.412 3.271 0.001

Q39 <--- OverAllImage 1

Q40 <--- OverAllImage 0.591 0.261 2.262 0.024

Q41 <--- OverAllImage -0.062 0.107 -0.58 0.562

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS AMOS 20.0, 2015 Variabel manifes (q13, q14, q15, q16) sebagai pembentuk variabel laten telah mampu memberikan kontribusi yang cukup besar dengan nilai estimasi masing-masing sangat significan. d. Faktor 4: Entertainment and Outdoor Activity Variabel ini pada pengukuran model diperoleh nilai estimasi -0.842 dengan probability 0.063 ( > 0.05) berarti variabel ini tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terrhadap variabel latennya. Gambar 4.5.6: Measurement Model assurance Dimention

Page 66: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

66 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS AMOS 20.0, 2015 Terlihat bahwa variabel ini (variabel laten) tidak didukung oleh faktor-faktor (variabel manifes yang terdiri dari q17, q18, q95 dan q20) yang mempunyai estimasi yang sangat rendah yang berarti bahwa indikator-indikator yang digunakan dalam mengukur variabel ini tidak mampu memberikan kontribusi positif terhadap variabel laten. Goodness of Fit Index Cut of Value Hasil Analisis Evaluasi Model

Chi Square Kecil Probability ≥0,05 0.000 Good fit CMIN / DF ≤2,00 0.894 Good fit GFI ≥0,90 0.976 Good fit AGFI ≥0,90 0.948 Good fit TLI ≥0,95 1.029 Good fit CFI ≥0,95 1.000 Good fit RMSEA ≤ 0,08 0.000 Good Fit Tabel 4.5.6: Estimasi Variabel Outdoor Activity beserta indikatornya. Regression Weights:

Estimate S.E. C.R. P Label

OverAllImage <--- EntertaOutDoorActivities -0.842 0.453 -1.857 0.063

Q17 <--- EntertaOutDoorActivities 1

Q18 <--- EntertaOutDoorActivities -0.117 0.243 -0.481 0.63

Q19 <--- EntertaOutDoorActivities 0.687 0.367 1.875 0.061

Q20 <--- EntertaOutDoorActivities 0.473 0.338 1.397 0.162

Page 67: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

67 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Q39 <--- OverAllImage 1

Q40 <--- OverAllImage 0.806 0.236 3.417 ***

Q41 <--- OverAllImage -0.078 0.139 -0.561 0.575

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS AMOS 20.0, 2015 Variabel manifes (q17, q22, q18, q19, q20) sebagai pembentuk variabel laten ini ternyata tidak memberikan kontribusi yang significan. e. Faktor 5: Cultural Tradition Variabel ini pada pengukuran model diperoleh nilai estimasi -0.285 dengan probability 0.204 ( > 0.05) berarti variabel ini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel latennya. Gambar 4.5.7: Measurement Model Empathy Dimention

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS AMOS 20.0, 2015 Terlihat bahwa variabel ini (variabel laten) hanya didukung oleh dua indikator/faktor (variabel manifes yang terdiri dari q21 dan q22) yang pengaruhnya tidak significan yang berarti bahwa indikator-indikator yang digunakan dalam mengukur variabel ini tidak memberikan kontribusi positif terhadap variabel laten. Tabel 4.5.7: Estimasi Variabel Cultural Tradiion beserta indikatornya. Regression Weights:

Estimate S.E. C.R. P Label

OverAllImage <--- CulturalTradition -0.285 0.224 -1.271 0.204 Q21 <--- CulturalTradition 1

Page 68: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

68 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Q22 <--- CulturalTradition 0.8 0.592 1.351 0.177

Q39 <--- OverAllImage 1

Q40 <--- OverAllImage 1.323 0.638 2.075 0.038

Q41 <--- OverAllImage -0.098 0.175 -0.563 0.573

Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS AMOS 20.0, 2015 Variabel manifes (q21, q22) sebagai pembentuk variabel laten tidak memberikan kontribusi yang significan dengan nilai estimasi masing-masing sangat rendah. 4.5.3 Intepretasi Hasil Analisis

Hasil analisis SEM dengan program SPSS AMOS secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.5.11: Uji Hipotesis Regression Weights:

Estimate S.E. C.R. P Label OverAll Destination Image

<--- Cognitive Destination Image

0.394 0.125 3.154 0.002 par_22

OverAll Destination Image

<--- Affevtive Destination Image

0.593 0.144 4.124 *** par_23

OverAll Destination Image

<--- Uniques Destination Image

0.161 0.147 1.094 0.274 par_24

OverAll Destination Image

<--- Intention to Revisit 0.145 0.259 0.559 0.576 par_25

OverAll Destination Image

<--- Intention to Recomended -0.266 0.287 -0.924 0.355 par_26

Keterangan: Y = OverAll Destination Image *** = sangat signifikan (*** < 0.001) SE = Standard Error CR = Critical Ratio P = Probability Indeks Sumber: Hasil pengolahan data SPSS Amos, 21 (2016) Dari tabel di atas terlihat dampak hubungan antar konstruk secara keseluruhan, satu poin ditingkatkan pada Cognitive Destination Image akan meningkatkan OverAll Destination Image (Branding Destination) di Kawasan Ciwidey Kabupaten Bandung sebesar 0,394 poin. Kemudian, apabila Kawasan ini meningkatkan setiap satu point:

Page 69: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

69 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

1. Aksesibilitas 2. Atmosfir yang menyenangkan dan nyaman 3. Hotel dan rsetoran yang terjangkau 4. Ruang terbuka, dan 5. Masyarakat yang ramah

akan meningkatkan Branding Destination sebesar 0,394 poin. Hal yang sama berlaku pada dimensi Quality Experience, dan juga berlaku sebaliknya, bahwa setiap penurunan satu poin terhadap demensi ini, maka Branding Destination juga akan menurun. Hal ini sangat berguna bagi Pengembangan Kawasan Ciwidey bagi para pengambil kebijakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi fokus pengembangan kawasan dalam menghadapi persaingan dan juga sangat berguna untuk mengidentifikasi faktor apa saja yang efisien jika ditingkatkan. Sebagai contoh dari tabel diatas diketahui bahwa variabel yang mempunyai dampak paling besar untuk meningkatkan Branding Destination Image adalah dimensi Cognitive Image dan Sub Dimensi Tourism Attraction yakni sebesar 0,593 yang terdiri dari beberapa indikator sebagai berikut:

1. Local Cuisine (Makanan Lokal) 2. Theme Park (taman bermain) 3. Good Place for Children/Family Wellcome Centers. 4. Cultural Event (pertunjukan budaya tradisional) dan 5. Iklim dan tempat belanja yang baik

Sedangkan dimensi Enviromental and infrastructure tidak berpengaruh signifikan terhadap Branding Destination, nilai estimasi pada dimensi ini hanya 0.161, artinya pengaruhnya ada tetapi kecil dan tidak cukup significan, dimensi ini terdiri dari faktor-faktor seperti:

1. Lingkungan dan sarana prasarana yang bersih 2. Availability of travel information (informasi perjalanan yang jelas) 3. Easy acces area (tempat yang mudah dijangkau) 4. Lingkungan yang aman

Begitu juga pada dimensi Entertainment and OutDoor Activity nilai estimasi-nya (pengaruhnya) hanya 0.145 sehingga tidak cukup signifikan untuk mempengaruhi Branding Destination, yang faktor-faktornya terdiri dari:

1. Hiburan (Entertainment) 2. Nightlife (kehidupan malam) 3. Water Sports (olah raga air) 4. Aktivitas Ruang terbuka yang cukup luas.

Dimensi Cultural Traditions nilai estimasi-nya negatif yaitu -0.266, artinya pengaruh dari dimensi ini tidak cukup signifikan terhadap Branding

Page 70: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

70 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Destination yang faktor-faktornya terdiri atas:

1. Budaya setempat. 2. Rasa makanan Lokal/tradisional

Wisatawan yang datang ke kawasan Ciwidey Kabupaten Bandung kebanyakan adalah keluarga yang datang ke Kawasan Pegunungan untuk berlibur dan menikmati udara segar dan air panas, mereka adalah orang-orang yang banyak waktu dan tidak terburu-buru, sehingga mereka lebih menikmati suasana lingkungan yang alami dan asri daripada hiburan, tarian, dan segala bentuk pelayanan yang penuh dengan prosedural dan sangat formal seperti perhatian yang berlebihan, tetapi mereka lebih suka berada di kawasan ini dengan nilai-nilai budaya yang alamiah seperti kekerabatan dan sabilulungan. 4.5.4. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini secara ringkas ditunjukkan di atas yaitu uji hipotesis bila di kaitkan dengan kondisi aktual dalam penelitian ini, maka disimpulkan sebagai berikut. H1: Semakin tinggi nilai Cognitive Destination Image maka semakin tinggi

pula Branding Destination Image. Parameter estimasi hubungan kedua variabel tersebut diperoleh sebesar 0,394. Pengujian menujukkan hasil yang signifikan dengan nilai Critical Ratio (CR) = 3.154 dengan probabilitas = 0.002. Nilai probabilitas pengujian berada di bawah 0,05. Dengan demikian Hipotesis 1 diterima.

H2: Semakin tinggi nilai Affective Destination Image maka semakin tinggi pula Branding Destination Image.. Parameter estimasi hubungan kedua variabel tersebut diperoleh sebesar 0,593. Pengujian menujukkan hasil yang sangat signifikan dengan nilai Critical Ratio (C.R) = 4.124 dengan probabilitas = *** (<0,001. Nilai probabilitas pengujian berada di bawah 0,001. Dengan demikian Hipotesis 2 diterima.

H3 : Semakin tinggi nilai Unigues Destination Image maka semakin tinggi pula Branding Destination Image. Parameter estimasi hubungan kedua variabel tersebut diperoleh sebesar 0,161. Pengujian menujukkan hasil yang tidak signifikan dengan nilai C.R = 1.094 dengan probabilitas = 0,274. Nilai probabilitas pengujian berada di atas 0,05. Dengan demikian Hipotesis 3 ditolak.

Terdapat pengaruh pada dimensi Cognitive Destination Image di Kawasan Ciwidey Kabupaten Bandung terhadap Branding Destination. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa dimensi ini mempunyai pengaruh

Page 71: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

71 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

positif terhadap Branding sebesar 0,394 dengan nilai p-value 0,002. Pengaruh tersebut signifikan karena nilai p-value lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, hipotesis pertama terbukti secara meyakinkan. Dimensi ini juga memiliki pengaruh yang cukup terhadap Branding sebesar 35,5%. Sedangkan sisanya (100% - 35,5% = 64.5%) dijelaskan oleh variabel lain. Oleh karena pengaruhnya signifikan, maka dimensi ini menjadi aspek yang penting untuk dipertimbangkan oleh Pengelola atau pengambil kebijakan pengembangan kawasan agar selalu memantau dimensi ini. Ada pengaruh dimensi Affective Destination Image di Kawasan Ciwidey terhadap Branding Destination Image. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa dimensi ini mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan tamu sebesar 0,593 dengan nilai p-value *** (<0.001) Pengaruh tersebut sangat signifikan karena nilai p-value lebih kecil dari 0,001. Dengan demikian, hipotesis kedua terbukti secara meyakinkan. Dimensi ini memiliki pengaruh yang cukup terhadap branding destination sebesar 59,7%. Sedangkan sisanya (100% - 59,3% = 40.7%) dijelaskan oleh variabel lain. Oleh karena pengaruhnya signifikan, maka dimensi ini menjadi aspek yang penting untuk dipertimbangkan oleh pengelola kawasan dalam menciptakan branding destination dan agar selalu memantau dimensi ini dengan baik.

Page 72: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

72 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 5.1.1. Branding Destination Image Kawasan Ciwidey Kabupaten

Bandung Sebagian besar dimensi Destination Image (Cognitive, Affectine dan Uniques) yang digunakan sebagai indikator pengukuran variabel telah dinilai positif oleh wisatawan terutama dalam dimensi Cognitive Destination Image (Quality Experience and Tourist Attraction) yang faktor-faktornya antara lain: atmosfir yang nyaman dan menyenangkan, masyarakat lokal yang sangat ramah, theme park dan tempat bermain anak-anak yang aman, serta local cuisine. Sedangkan dimensi Environment and infrastructure juga dinilai wisatawan dengan nilai positif dengan factor-faktor antara lain: lingkungan dan sarana prasarana yang bersih tanpa sampah, aman serta informasi perjalanan yang jelas. Dimensi Entertainment dan outdoor activity direspon kurang baik oleh wisatawan hal ini berarti pada dimensi ini bukan merupakan prioritas dalam pengembangan kawasan. 5.1.2. OverAll Destination Image

Hasil pengukuran menunjukkan score yang kurang bagus terutama

faktor rekomendasi kepada pihak lain dan wisatawan tidak sependapat bahwa berwisata ke kawasan Ciwidey merupakan pengalaman yang menyenangkan. Tetapi kepercayaan bahwa wisatawan akan datang kembali ke Kawasan ini terpenuhi. Kawasan ini telah memenuhi harapan wisatawan yang menilai dengan sangat baik pada kawasan ini, hal ini terkait dengan komentar tamu yang menyatakan bahwa berwisata ke Kawasan Ciwidey mengingatkan kembali kepada nuansa masa lalu tentang pedesaan dan atau kampung halaman. Kawasan ini berhasil memberikan pengalaman yang menarik (Quality Experience, sehingga wisatawan tamu merasa senang dan nyaman. Dan Wisatawan percaya bahwa kawasan ini adalah yang terbaik di Wilayah Jawa Barat. Beberapa komentar tamu yang berisi keluhan yang disampaikan tentang kualitas pelayanan yang diberikan.

5.1.3. Pengaruh Setiap Dimensi terhadap Image Destinasi Secara

Keseluruhan. Berdasarkan hasil pengujian assessement model/measurement model, dan pengujian model. Hasil Estimasi pada analisis didapatkan nilai estimate pada setiap dimensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga dimensi

Page 73: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

73 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

pembentuk Branding Destination Image terbukti tidak semuanya berpengaruh secara signifikan. Hanya dimensi Cognitive terutama yang terkait dengan Quality Experience dan Tourist Attraction yang secara nyata berpengaruh secara signifikan.

1. Dimensi Quality Experience berpengaruh terhadap OverAll Destination Image. Hal ini berarti bahwa peningkatan dalam dimensi ini akan mempengaruhi peningkatan Branding Destination Image. Hasil penelitian ini sejalan dengan konsep teorinya yang mengatakan bahwa dimensi Quality Experience berpengaruh positif terhadap pembentukan Branding. Variabel ini yaitu atmosfir yang nyaman dan menyenangkan, masyarakat yang ramah (friendly people) mampu memberi kesan yang sangat baik bagi wisatawan yang datang.

2. Dimensi Tourist Attraction juga berpengaruh positif dalam membentuk Branding. Hal ini berarti bahwa peningkatan dalam dimensi ini akan meningkatkan branding secara significan. Hasil penelitian ini sejalan dengan konsep teorinya yang mengatakan bahwa dimensi ini berpengaruh positif terhadap Branding. Variabel ini merupakan aktivitas cultural masyarakat local yang digemari oleh para wisatawan.

3. Dimensi Environment and Infrastructure tidak berpengaruh terhadap branding. Hal ini berarti bahwa peningkatan dalam dimensi ini tidak akan dapat meningkatkan branding. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan konsep teorinya yang mengatakan bahwa dimensi Environment and infrastructure seharusnya berpengaruh positif terhadap branding. Kenapa variabel ini tidak mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap pembentukan brand di kawasan Ciwidey, karena kawasan ini merupakan kawasan pegunungan yang secara otomatis dilengkapi dengan lingkungan dan infrastruktur yang sangat alamiah.

4. Dimensi Entertainment and Outdoor Activity tidak berpengaruh secara significan terhadap Branding Destination. Hal ini berarti bahwa peningkatan dalam dimensi ini juga tidak akan meningkatkan brand. Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan konsep teorinya yang mengatakan bahwa dimensi entertanment dan outdoor activity seharusnya berpengaruh positif terhadap brand, atau dimensi ini seharusnya ikut serta membentuk brand destination di kawasan Ciwidey Kabupaten Bandung.

5. Dimensi Cultural Tradition juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap branding kawasan Ciwidey. Hal ini berarti bahwa peningkatan dalam dimensi ini juga tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan Brand. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan konsep teorinya yang mengatakan bahwa dimensi ini seharusnya mempunyai pengaruh yang cukup kuat terhadap brand kawasan.

Untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk menambah variabel lain selain variabel yang terdapat dalam Branding Destination seperti karakteristik secara lebih detail serta atmosfir dan iklim karena berdasarkan hasil wawancara

Page 74: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

74 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

dengan para wisatawan bahwa alasan utama mereka datang ke Kawasan Ciwidey Kabupaten adalah iklim yang sejuk dan suasana lingkungan pedesaan yang terdapat di lokasi penelitian. Dan juga mencoba untuk meneliti dengan menggunakan konsep branding yang berbeda. 5.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, sebagai saran untuk perbaikan dalam pengelolaan Kawasan Destinasi seperti yang terdapat di Ciwidey Kabupaten Bandung di masa depan sebaiknya perlu menyesuaikan konsep branding destination sesuai dengan karakternya sebagai resort yang mempunyai keunikan tersendiri seperti kehidupan pedesaan beserta budaya tradition yang ada di tiga desa yaitu, Ciwidey, Pasir Jambu dan Desa Rancabali tempo dulu. Karakter yang ingin diciptakan oleh pengelola sebagai perkampungan tempo dulu harus dikomunikasikan dengan baik kepada wisatawan sebagai user, sehingga tidak terjadi perbedaan persepsi mengenai kualitas resort secara keseluruhan. Sebaiknya pihak pengambil kebijakan yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung meningkatkan aspek Environment and infrastructure (aspek-aspek nyata yang dapat memudahkan wisatawan untuk menikmati keaslian alam pegunungan dan sekaligus terdapat sarana-dan prasarana yang memadai), Entertainment dan outdoor activity seperti water sport, serta kegiatan outdoor activity yang lebih luas dan beragam.

Page 75: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

75 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

DAFTAR PUSTAKA Audrey Gilmore, 2003 Services, Marketing and Management, SAGE

Publications London Thousand Oaks New Delhi, Printed and bound in Great Britain by Athenaeum Press, Gateshead, ISBN 0 7619 4158 4 (pbk), ISBN 0 7619 4157 6

BjoÈrk P., 2000, Ecotourism from a Conceptual Perspective, an Extended Defnition of a Unique Tourism Form, Swedish School of Economics and Business Administration, FIN-65101 VASA, Finland, INTERNATIONAL JOURNAL OF TOURISM RESEARCH Int. J. Tourism Res. 2, 189±202.

Brian S. Everitt & David C. Howell, 2005, Encyclopedia of Statistics in Behavioral Science, John Wiley & Sons, Ltd, Chichester, ISBN-13: 978-0-470-86080-9 ISBN-10: 0-470-86080-4.

C. Leugenia Ham, 2003, Analyzing the Value of Service Quality Management: Gaining Competitive Advantages, Internayional Journal of Value Based Management, Kluwer Acadenic Publisher, Leugenia University Atlanta, USA.

Clifton, R. and Simmons, J., 2003, Brand and branding, Published by Profile Books Ltd., 58A Hatton Garden, London ec1n 8lx

Grigoroudis & Siskos, 2010, Customer Satisfaction Evaluation, Methods for Measuring and Implementing Service Quality, Springer Science Business Media, LLC. ISSN 0884-8289, ISBN 978-1-4419-1639-6, DOI 10.1007/978-1-4419-1640-2, Springer New York Dordrecht Heidelberg London.

Hammond, J., 2008, Branding Your Business, Promoting your business, attracting customers and standing out in the market place, 525 South 4th Street, 241 Philadelphia PA 19147 USA, ISBN 978 0 7494 5073 1.

Hong-bumm Kima,1, Woo Gon Kimb, 2004, The relationship between brand equity and firms’ performance in luxury hotels and chain restaurants, a College of Hospitality & Tourism, Sejong University, Republic of Korea, School of Hotel and Restaurant Administration, Oklahoma State University, USA, 27 February 2004.

Hox, JJ, An Introduction to Structural Equation Modeling, University of Amsterdam/Utrecht University, Family Science Review, 11, 354-373.

James B. Schreiber, Amaury Nora, Frances K. Stage Jamie King, Elizabeth A. Barlow, A Review: The Journal of Educational Research July/August 2006 [Vol. 99(No. 6)]), Reporting Structural Equation Modeling and Confirmatory Factor Analysis Results: Cutoff Criteria for Several Fit Indexes.

Page 76: Model Destination Branding: Integrasi Konsep Branding dan ...

Penelitian Mandiri Maret 2016

76 Puslitabmas Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Joreskog, Karl G., & Sorbom Dag, 1993, Structural Equation Modeling with the Simplis Command Language, Published by: SSI Scientific Software International, ISBN: 0-89498-033-5, Uppsala University, North Lincoln Avenue, USA.

McDonald RP., and Ringo Ho, MH, 2002, Principles and Practice in Reporting Structural Equation Analyses, Psychological Methods, Vol. 7, No. 1, 64–82, University of Illinois at Urbana–Champaign.

Napari, Faired. [2008]. Branding atau Merek. [online]. Tersedia: http:// dumadia.wordpress.com/2008/12/01/brands-atau-merek/ [1 Juni 2014]

Vieira, Armando L, 2011, Interactive LISREL in Practice, Getting Started with a SIMPLIS Approach, SBN 978-3-642-18043-9 , Springer Heidelberg Dordrecht London New York.

Wa Lei P., and Qiong Wu, 2007, An NCME Instructional Module on Introduction to Structural Equation Modeling: Issues and Practical Considerations, The Pennsylvania State University.

Wearing, S., and Neil, J., 1999, Ecotourism: Impacts, Potentials and Possibilities, Butterworth-Heinemann Linacre House, Jordan Hill, Oxford OX2 8DP 225 Wildwood Avenue, Woburn, MA 01801-2041 A division of Reed Educational and Professional Publishing Ltd.


Recommended