+ All Categories
Home > Documents > obesitas

obesitas

Date post: 23-Dec-2015
Category:
Upload: vivitaslim
View: 8 times
Download: 2 times
Share this document with a friend
Description:
gigi
32
Mengatasi Gigi Anak dengan Kegemukan dan Obesitas: Pemikiran dan Pedoman Praktis Dr. Ray Tseng, DDS, PhD1[adjunct assistant professor], Dr. William F. Vann Jr, DMD, PhD2[research professor], and Dr. Eliana M. Perrin, MD, MPH3[associate professor] 1Department of Pediatric Dentistry, University of North Carolina at Chapel Hill, Chapel Hill, NC. 2Department of Pediatric Dentistry, University of North Carolina at Chapel Hill, Chapel Hill, NC. 3Department of Pediatrics, University of North Carolina at Chapel Hill, Chapel Hill, NC. Abstrak. Prevalensi anak obesitas telah meningkat drastis selama 3 dekade terakhir. Tujuan penulisan jurnal ini untuk meninjau kesehatan dan keterlibatan gigi; pedoman terbaru untuk persentase BMI pada anak dan mendiskusikan langkah selanjutnya yang rasional untuk berkomunikasi dengan orang tua dan professional medis lainnya. Implikasi kesehatan pada anak obesitas memerlukan monitoring awal, diagnosis dan tatalaksana. Pola kunjungan anak ke dokter gigi memberikan peranan besar dan penting untuk mengatasi masalah obesitas pada anak melalui pemantauan berkala terhadap tinggi, berat badan dan persentase BMI. Dokter gigi bekerja sama dengan dokter anak, ahli gizi, dan orang tua untuk mendapatkan hasil yang potensial dalam mengatasi kerugian fisik dan psikososial efek pada anak obesitas. Kita menganjurkan dokter gigi untuk menentukan tinggi, berat badan dan persentase BMI pada pasien mereka
Transcript
Page 1: obesitas

Mengatasi Gigi Anak dengan Kegemukan dan Obesitas:

Pemikiran dan Pedoman Praktis

Dr. Ray Tseng, DDS, PhD1[adjunct assistant professor], Dr. William F. Vann Jr, DMD,PhD2[research professor], and Dr. Eliana M. Perrin, MD, MPH3[associate professor]1Department of Pediatric Dentistry, University of North Carolina at Chapel Hill, Chapel Hill, NC.2Department of Pediatric Dentistry, University of North Carolina at Chapel Hill, Chapel Hill, NC.3Department of Pediatrics, University of North Carolina at Chapel Hill, Chapel Hill, NC.

Abstrak. Prevalensi anak obesitas telah meningkat drastis selama 3 dekade

terakhir. Tujuan penulisan jurnal ini untuk meninjau kesehatan dan keterlibatan

gigi; pedoman terbaru untuk persentase BMI pada anak dan mendiskusikan

langkah selanjutnya yang rasional untuk berkomunikasi dengan orang tua dan

professional medis lainnya. Implikasi kesehatan pada anak obesitas memerlukan

monitoring awal, diagnosis dan tatalaksana. Pola kunjungan anak ke dokter gigi

memberikan peranan besar dan penting untuk mengatasi masalah obesitas pada

anak melalui pemantauan berkala terhadap tinggi, berat badan dan persentase

BMI. Dokter gigi bekerja sama dengan dokter anak, ahli gizi, dan orang tua untuk

mendapatkan hasil yang potensial dalam mengatasi kerugian fisik dan psikososial

efek pada anak obesitas. Kita menganjurkan dokter gigi untuk menentukan tinggi,

berat badan dan persentase BMI pada pasien mereka setidaknya setiap tahun.

Dokter gigi harus merujuk pasien dengna berat badan yang tidak normal ke dokter

anak atau dokter keluarga dan mempertimbangkan dirujuk ke ahli gizi.

Kata kunci: obesitas; kelebihan berat badan; rujukan dan konsultasi indeks massa

tubuh; dokter gigi anak; nutrisi; karies.

Prevalensi anak obesitas / kelebihan berat badan telah meninggkat menjadi

proporsi epidemi di seluruh kategori usia diantara anak-anak dan remaja di

Amerika. Data prevalensi terbaru memperkirakan bahwa kelebihan berat badan

pada anak lebih dari tiga kali lipat sejak 19701 dan saat ini mempengaruhi hampit

32% dari semua anak-anak dan remaja. Selain tantangan medis yang berkaitan

dengan obesitas, anak-anak dengan kelebihan berat badan / obes juga mungkin

mengalami kesulitan phykososial yang signifikan2 dan kualitas hidup yang

rendah.3 Mereka juga lebih cenderung untuk menjadi orang dewasa yang gemuk.4

Page 2: obesitas

Meskipun adanya temuan yang menghawatirkan, para tenaga medis professional

di kedua bidang baik kedokteran umum dan kedokteran gigi lambat umtuk

mengimplementasikan protokol klinis untuk membantu dalam diagnosis dan

pengobatan pada anak obesitas / kelebihan berat badan.5-10 Hal ini mungkin

dikarenakan sifat yang sensitive berkaitan dengan berat badan, tetapi dapat juga

karena kurangnya efikasi diri, pengetahuan dan informasi yang diperlukan untuk

benar-benar mendiagnosa dan mengatasi masalah.

Para dokter gigi dan pembantu yang merawat anak-anak dan remaja telah lama

terlibat dengan konseling di kantor untuk pasien dengan masalah kesehatan

umum, termasuk pemantauan tekanan darah,14 merokok dan penghentian

penggunaan alcohol,15,16 dan deteksi terhadap kekesaran pada anak atau anak yang

terlantar.17 Banyak dari upaya ini menunjukan hasil positif yang signifikan.16,17,18

Selain itu, doktergigi dokter gigi yang memiliki sejarah bekerja sama dengan

dokter anak, menghasilkan pedoman professional pada kesadaran, rujukan untuk

karies pada anak usia dini dan aplikasi pernis floride.20-22 Dengan demikian,

dokter gigi adalah posisi yang baik untuk terlibat dalam skrining kelebihan berat

badan / obesitas dan menawarkan konseling dan rujukan pada pelayanan yang

tepat.

Tujuan dari makalah ini adalah untuk memperjelas definisi dan meringkas efek

pada anak-anak dengan kelebihan berat badan / obesitas; meninjau alasan

keterlibatan dokter gigi dalam keterkaitannya dengan pengumpulan data berat

badan; menawarkan petunjuk untuk skrining tinggi dan berat badan dan

perhitungan indeks massa tubuh; dan mengusulkan rekomendasi untuk langkah

selanjutnya.

Diskusi

Penilaian Kelebihan Berat Badan / obesitas pada Anak melalui Indeks Massa Tubuh

(BMI)

Alat yang paling nyaman dan sering digunakan untuk menyaring kelebihan berat

badan/ obesitas adalah Body Mass Index (BMI) (kg/m2), ukuran berat badan

disesuaikan dengan tinggi badan.23 meskipun alat pengukuran lain seperti lingkar

Page 3: obesitas

pinggang mungkin indicator yang lebih sensitive untuk obesitas perut, BMI

merupakan alat yang paling mudah diintegrasikan dalam praktik.23 BMI bukan

merupakan alat ukur adipositas yang baik pada atlit berotot dan orang dewasa yang

telah kehilangan sejumlah besar massa otot,24 tetapi BMI memiliki validitas klinis

yang dapat diterima dan sensivitas yang tinggi untuk tingkat pubertas dari adipose.23

Karena perbedaan tinggi dan berat selama pertumbuhan dan perkembangan, persentil

BMI khusus umur dan jenis kelamin yang digunakan untuk menggambarkan status

berat badan anak.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) telah menerbitkan grafik BMI

standar umntuk menentukan persentil BMI untuk anak-anak,25 dan kalkulator BMI

berbasis internet secara gratis. pada consensus saat ini mengenai persentil BMI dan

kategori yang sesuai digambarkan pada tabel 1. Setiap kategori berat, selain “berat

badan yang sehat” (fifth-84th percentile) serta lintasan pertumbuhan BMI meningkat

pesar dan dapat menjadi penyebab keprihatinan dan diskusi antara penyedia, orang tua

dan pasien.

Konsekuensi Kesehatan pada Anak Kelebihan Berat Badan/Obesitas

“kelebihan berat badan/obesitas” adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan

rentang berat badan pada tinggi badan tertentu yang lebih besar dari apa yang

umumnya dianggap sehat.26 kategori ini berkaitan dengan kemungkinan peningkatan

masalah kesehatan yang memiliki konsekuensi langsung dan implikasi kesehatan

jangka panjang yang mungkin terjadi pada orang dewasa.27,28 hal ini termasuk sesak

saat tidur, tekanan darah tinggi, kolesterol darah dan trigliserida meningkat,

intoleransi glukosa dan peningkatan kadar enzim hati terkait dengan hati.4,28

Salah satu penyakit terkait dengan obesitas yang paling umum pada masa anak-anak

adalah diabetes tipe 2, sekarang terhitung sekitar 45% dari kasus baru didiagnosa

dengan diabetes mellitus, dengan mayoritas diagnose pada anak dengan kelebihan

berat badan.29 bersamaan dengan kenaikan berat badan pada anak dan tekanan darah

tinggi,30-32 batu empedu sebelumnya banyak ditemukan pada orang dewasa, dan mulai

meningkat pada usia sekolah.29,33-36 Perubahan pertumbuhan tulang,37 stigma

negative,38 kecemasan, depresi dan ketidakpuasaan ukuran tubuh menjadi masalah

lain yang ditemukan pada anak yang kelebihan berat badan daripada anak dengan

Page 4: obesitas

berat badan normal.39 akhirnya diakui bahwa hingga 63% dari anak-anak dengan

kelebihan berat badan dapat berkembang menjadi dewasa dengan kelebihan berat

badan/obesitas.40 untuk pertama kalinya dalam sejarah, anak-anak diharapkan

memiliki penurunan harapan hidup selama 5 sampai 20 tahun dibandingkan dengan

orang tua mereka.41

Kelebihan berat badan / obesitas juga memberika implikasi pada gigi untuk anak-

anak, termasuk percepatan dan perkembangan dalam pertumbuhan gigi, peningkatan

masalah karies permukaan halus pada gigi geraham permanen,42,43 dan peningkatan

resiko periodontitis kronik pada masa akhir remaja atau awal dewasa.44 Penelitian

yang meneliti hubungan antara masa anak-anak dengan kelebihan berat

badan/obesitas dengan karies, mengungkapkan hasil yang beragam,45-48 menunjukan

bahwa hubungan antara berat badan dan karies adalah multifaktoral dan kompleks.49

Peningkatan BMI dan adipositas pada anak merupakan tantangan yang signifikan

untuk sedasi pasien gigi anak, termasuk komplikasi pernafasan, komplikasi

kardiovaskular, meningkatkan kemungkinan untuk aspirasi dan kesulitan dalam

mencapai tingkat dan durasi sedasi yang diinginkan.50 perubahan psikososial juga

dapt mempengaruhi interkasi dan kepatuhan pada kesehatan professional termasuk

dokter gigi.

Peranan Dokter Gigi dalam Menangani Anak-anak dengan Kelebihan Berat

Badan/Obesitas

Secara historis, menilai dan menangani anak kelebihan berat badan/obesitas telah

menjadi lingkup dari dokter anak atau dokter keluarga. Peningkatan epidemic

obesitas, jelas bahwa skrining pada saat kunjungan mungkin tidak lagi menjadi

strategi yang layak untuk mengatasi masalah ini. Dokter gigi mungkin akan

membantu dalam mendiagbosis sebagian kecil anak dibandingkan persentase yang

didiagnosa oleh dokter. Keberhasilan ini kecil, namun membuat perbedaan yang

signifikan pada level populasi.51

Mengingat status berat badan dan diet yang berkorelasi terkait dengan kesehatan gigi,

dokter gigi memiliki kesempatan untuk bekerja sama dengan penyedia pelayanan

kesehatan lainnya seperti dokter anak, dokter keluarga dan ahli gizi untuk mengatasi

Page 5: obesitas

epidemic. Kepemimpinan dan pernyataan kebijakan dari American Academy of

Pediatrics, the American Academy of Pediatrics Dentistry, the American Dietetic

Association mendukung kolaborasi tersebut.52-54

Sebuah studi terbaru oleh Braithwaite menemukan bahwa mayoritas dokter

gigi pediatric di North Carolina mengatakan bahwa mereka memahami konsep

BMI dan pentingnya menangani anak kebelihan berat badan, namun hanya

sekitar 14% yang benar-benar bias mengidentifikasi komponen data untuk

penilaian BMI pada anak.9 Selain itu, hanya 7% melaporkan bahwa mereka

merasa nyaman menangani masalah berat badan pada orang tua.9 Perrin et al

menemukan bahwa dokter anak di NC memiliki rasa percaya diri yang rendah

untuk mengatasi epidemiologi obesitas yang berasal dari kurangnya pelatihan

dan pengalaman.10 studi ini menyoroti fakta bahwa kesehatan anak

professional sepakat bahwa kelebihan berat badan pada masa anak-anak

merupakan masalah kesehatan yang signifikan dan bersedia untuk membantu

masalah itu,9,10 tetapi dengan latihan yang lebih. Tampak jelas bahwa dokter

perlu meningkatkan pengetahuan dan kenyamanan untuk mengatasi masalah

tersebut.55

Langkah pertama dalam mengatasi kelebihan berat badan pada anak dengan

skrining tepat waktu. Hal ini memerlukan tinggi dan berat badan, kolaborasi

antara lokasi pengumpulan (dalam hal ini kalangan professional kesehatan

termasuk dokter anak dan dokter gigi) dan pemahaman tentang langkah

selanjutnya dalam diagnosis dan pengobatan pada obesitas.

Dokter gigi yang merawat anak-anak berada dalam posisi yang unik untuk

membantu mengatasi masalah epodemi obesitas karena beberapa alasan.

Pertama, dokter gigi dapat melihat anak pada usia 1 tahun, memberikan

kesempatan konseling dan pemantauan berat badan pada usia dini. Normal

persentil BMI tidak tersedia untuk anak-anak dibawah 2 tahun. Untuk anak-

anak ini, dokter gigi didorong untuk mengandalkan bimbingan antisipasi yang

Page 6: obesitas

mencakup diskusi tentang kebiasaan makan yang tepat, pentingnya

menghindari makanan yang padat kalori, makanan rendah nutrisi, dan

konsekuensi dari lintasan pertumbuhan nonideal yang mengarah pada

perkembangan kelebihan berat badan atau obesitas. Dimulai pada usia 2 tahun

atau cukup umur, dokter gigi harus mengukur dan mencatat tinggi, berat

badan dan persentil BMI secara berkala. Hal ini akan mempermudah

penyediaan data longitudinal tentang pertumbuhan dan perkembangan anak.

Kedua, dokter gigi memiliki kemungkinan lebih tinggi dari dokter anak untuk

melihat secara teratur untuk kunjungan berikutnya. Pada usia 3 tahun,

persentase anak dengan 1 atau lebih kunjungan ke dokter gigi (55%)56

melampaui anak-anak dengan 1 atau lebih kunjungan ke dokter anak (51%)13

tren ini berkelanjutan dengan perbedaan terbesar terjadi pada rentang usia 6-

12 tahun (55% untuk kunjungan ke dokter gigi dan 34% untuk kunjungan

medis). Dengan usia 6 tahun, sesuai dengan tahunan kunjungan, baik ke

dokter anak dan dokter keluarga menurun dari 81% menajdi 64% selama

tahun pertama kehidupan (tabel 2)13 dengan 6-12 tahun mengunjungi dokter

gigi rata-rata 4 kali lebih sering dibandingkan dokter anak (tabel 3).13,56

Implikasinya bukan berarti dokter gigi harus menggantikan dokter anak atau

dokter keluarga dalam menangani anak dengan kelebihan berat badan, tetapi

dokter gigi dapat memanfaatkan kunjungan tersebut untuk menambah

pemeriksaan dan konseling untuk melengkapi upaya seorang dokter dalam

menangani kelebihan berat badan atau obesitas.

Ketiga, dokter gigi merupakan sumber yang kredibel untuk konseling diet dan

nasehat tentang pencegahan karies. Kebanyakan dokter gigi yang merawat

anak-anak merasa bahwa konseling diet merupakan komponen penting dari

kesehatan mulut.57 Dorongan utama konseling diet dari dokter gigi,

bagaimanapun berfokus pada pengurangan makanan karbogenik dan

kebiasaan konsumsi.57 Dokter gigi dapat dengan mudah memperluas upaya

konseling diet untuk menekan implikasi dari pola makan yang buruk pada

Page 7: obesitas

kesehatan mulut dan sistemik yang meluas hingga dewasa. Hal ini mendorong

bahwa penelitian awal tentang konseling diet berbasis dokter gigi terbukti

berhasil, layak diterima dengan baik dan efektif dalam mengubah kebiasaan

makanan anak dan orang tua.58,59

Keempat, beberapa dokter gigi mengukur berat badan dan tinggi anak untuk

tujuan lain. Berat sangaty penting untuk menghitung dosis yang aman untuk

anestesi local dan untuk prosedur sedasi yang paling sadar atau rehabilitasi

gigi dengan anestesi umum. Untuk praktisi ini, perhitungan dan pelacakan

longitudinal BMI persentil hanya membutuhkan peruibahan kecil dalam

protocol rutin.

Kelima, peralatan minimal yang dibutuhkan untuk mengumpulkan

pengukuran berat badan/ tinggi badan yang dapat dikumpulkan dengan sedikit

gangguan dari pasien. Peralatan yang dibutuhkan BMI untuk mengukur

persentil hanya mencakup skala untuk mengukur berat badan dan stadiometer

untuk mengukur tinggi keduanya dapat diperoleh untuk biaya permulaan dan

perawatan yang rendah.

Halaman 6

Berat Badan yang Sehat (BMI ≥5-84%)

Studi epidemiologi dan intervensi pada manusia telah mengungkapkan hubungan erat

antara penyakit periodontal dan penyakit sistemik, seperti penyakit kardiovaskular (CVD)

(1-8), kelahiran prematur dengan berat lahir rendah (PTLBW) (9-14), diabetes mellitus

(15-18), infeksi saluran pernafasan (19), dan osteoporosis (20,21). Dari hasil tersebut,

tidak berlebihan bila dinyatakan bahwa infeksi periodontal merupakan faktor risiko yang

signifikan untuk terjadinya berbagai penyakit sistemik. Porphyromonas gingivalis telah

dilaporkan terlibat dalam perkembangannya menjadi penyakit sistemik akibat peradangan

sistemik dengan peningkatan sitokin yang beredar dan mediator, infeksi langsung,dan

reaktivitas silang / molekuler antara antigen bakteri dan self-antigen (22). Selain itu,

patogen periodontal termasuk P. gingivalis telah terdeteksi pada katup jantung dan plak

Page 8: obesitas

ateromatosa (5,6), cairan ketuban ibu hamil dengan ancaman persalinan prematur (11),

dan plasenta dari persalinan prematur (12,13). Meskipun peran definitif untuk P.

Gingivalis pada penyakit sistemik belum ditetapkan, keterlibatan kuat bakteri ini dalam

gangguan sistemik telah sangat erat kaitannya.

Ulasan ini memberikan gambaran tentang hubungan antara periodontitis kronis dan

penyakit sistemik, termasuk CVD, PTLBW, diabetes mellitus, penyakit pernapasan, dan

osteoporosis.

1. Periodontitis

Penyakit periodontal, termasuk gingivitis dan periodontitis kronis, adalah infeksi

serius yang bila tidak diobati, dapat menyebabkan lepasnya gigi. Penyakit periodontal

dilaporkan telah mengenai setidaknya satu gigi pada 80% orang dewasa di seluruh dunia

(23), dengan penyebab utama bakteri pada plak gigi (juga disebut biofilm), yang lengket,

yang mewarnai gigi (Gambar1). Manifestasi gingivitis berupa kemerahan, bengkak pada

gusi, dan perdarahan yang terjadi ketika menyikat gigi, dan dapat berkembang menjadi

periodontitis jika tidak diobati. Seiring waktu plak biofilm dapat menyebar dan tumbuh

pada area subgingival dan toksin yang dihasilkan oleh bakteri pada plak biofilm

mengiritasi gusi. Toksin tersebut menstimulasi respon inflamasi kronis, yang mana pada

tubuh, memegang peranan penting, dan merusak jaringan dan tulang yang menopang gigi.

Pada proses ini, gigi terpisah dari gigi dan membentuk celah periodontal (ruang

antara gigi dan gusi) yang menjadi terinfeksi. Seiring perkembangan penyakit, celah

menjadi lebih dalam dan lebih banyak jaringan gusi dan tulang yang rusak. Proses

dekstruktif ini sering menunjukan gejala yang minimal, yang pada akhirnya gigi dapat

goyang dan mungkin perlu dicabut. Di negara maju, periodontitis kronis telah

diperkirakan mengenai hingga 22% dari populasi orang dewasa, dengan bentuk sedang

dan berat mengenai 13% populasi (23). Meskipun etiologi periodontitis kronis adalah

multifaktorial, ada bukti yang menunjukkan bahwa bakteri gram-negatif spesifik dalam

plak biofilm subgingiva memainkan peran penting dalam perkembangan penyakit (23).

Dalam rongga mulut terdapat lebih dari 700 spesies bakteri yang berbeda dan lebih dari

400 spesies pada celah periodontal. Di antara berbagai spesies bakteri pada plak

subgingiva, bukti substansial menunjukkan terdapat 3 spesies yang berperan dalam

inisiasi dan perkembangan penyakit, yaitu P.gingivalis, Treponema denticola, dan

Tannerella forsythia, dengan P.gingivalis terlibat sebagai agen etiologi utama (24).

Page 9: obesitas

2. Penyebaran Oral - Hematogen dari Bakteri

Dalam rongga mulut, sistem pertahanan tubuh diduga bertindak dalam membatasi

penyebaran bakteri mulut dengan mempertahankan epitel gingiva tetap utuh, sebagai

barrier fisik. Epitel juga penting dalam pembentukan respon inflamasi host (25). Namun,

seiring perkembangan penyakit, epitel menjadi ulserasi sehingga mengekspos jaringan

ikat yang mendasari dan kapiler darah ke plak biofilm. Daerah ulseratif yang terkena,

yang memiliki luas berkisar 8-20 cm2 dalam rongga mulut dengan periodontitis sedang

(26,27), memfasilitasi langsung organisme biofilm untuk masuk ke sirkulasi selama

makan dan menyikat gigi. Penyebaran oral hematogen dari bakteri ini diduga menjadi

penyebab utama penyakit sistemik terkait periodontitis (Gambar 2). Selanjutnya, leukosit

polimorfonuklear perifer (PMNLs) dari pasien dengan periodontitis telah dilaporkan lebih

hiperaktif dibandingkan kontrol dengan pelepasan spesies oksigen reaktif (28) dan PMNL

spesifik protease (28).

Selain itu, tingkat marker inflamasi juga meningkat (29) dan pertahanan antioksidan

tampaknya terganggu (30). Perlu dicatat bahwa terapi periodontal anti-infeksi tradisional,

seperti scaling dan root planing, dengan atau tanpa antibiotik ajuvan, tidak hanya

memperbaiki gejala klinis periodontitis, tetapi juga memperbaiki status antioksidan lokal

dan disfungsi endotel vaskular sistemik (31) dan mengurangi hiper-reaktivitas PMNL

(28).

3. CVD

CVD mengacu pada sekelompok gangguan pada jantung dan pembuluh darah dan

termasuk tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung kongestif,

stroke, dan infark miokard (32). Penyakit ini tercatat menyebabkan sekitar 17 juta

kematian per tahun dan 40% dari semua kematian di seluruh dunia, dengan aterosklerosis

merupakan etiologi yang mendasari sebagian besar kasus (32). Selain faktor eksaserbasi

tradisional, seperti merokok, hiperkolesterol, hipertensi, dan diabetes mellitus (32),

periodontitis telah terbukti berhubungan dengan perkembangan aterosklerosis (23). Baru-

baru ini, sebuah konsensus tentang "Periodontitis dan Aterosklerotik pada Penyakit

Kardiovaskular" yang disajikan dalam American Journal of Cardiology dan Journal of

Page 10: obesitas

Periodontology mencatat hubungan yang signifikan antara periodontitis dan CVD

aterosklerosis (34, 35).

Hubungan antara PJK dan periodontitis pertama kali dilaporkan pada akhir tahun

1980-an (36). Kesehatan periodontal merupakan prediktor signifikan dari atheromatosis

koroner bersama dengan parameter berikut: usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi,

merokok, hipertensi, jumlah infark miokard sebelumnya, diabetes mellitus, indeks massa

tubuh, dan tingkat serum lipid (1). Sejak diketahui bahwa terdapat hubungan

epidemiologi yang signifikan pada waktu itu, investigasi etiologi tidak dilakukan untuk

menentukan apakah infeksi oral merupakan faktor risiko CVD atau apakah bakteri mulut

secara langsung mempengaruhi kondisi kardiovaskular. Namun, dalam dekade terakhir,

hubungan sebab akibat antara epidemiologi penyakit periodontal dan penyakit jantung

koroner telah dipertimbangkan kembali (2), dengan meta-analisis mengungkapkan bahwa

penyakit periodontal kemungkinan terkait dengan risiko PJK di masa depan, yang

meningkat pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun (3). DNA bakteri dari patogen

periodontal, seperti P. gingivalis, T. forsythia, T. denticola, Aggregatibacter

actinomycetemcomitans, dan Campylobacter rektus, telah terdeteksi di sampel plak arteri

koroner (4) yang mengalami stenosis dan pada dinding pembuluh darah dan jaringan

trombus yang aneurisma (5). Dalam studi terakhir, pasien dengan penyakit Buerger

memiliki titer serum IgG yang lebih tinggi secara signifikan terhadap T. denticola, P.

gingivalis, dan A. actinomycetemcomitans, sementara DNA bakteri tersebut telah

terdeteksi dalam jaringan arteri yang oklusi (6). Sebagai tambahan, adanya P. gingivalis

di stenosis spesimen plak arteri koroner dari pasien dengan periodontitis berat 5 kali lipat

lebih besar dibandingkan pada mereka dari pasien dengan periodontitis sedang (4).

Namun, hasil tersebut tidak pasti untuk langsung menyiratkan bahwa patogen periodontal

pada lesi langsung terlibat dalam pembentukan plak aterogenik. Dengan demikian,

percobaan pada hewan yang dilakukan, yang jelas menunjukkan bahwa infeksi oral

dengan P. gingivalis diperburuk atheromatosis (37-39). Tikus dengan defisiensi ApoE

dengan diet tinggi lemak memiliki plak aterogenik berkembang cepat menjadi

aterosklerosis bila terinfeksi P. gingivalis melalui jalur oral (37, 38). Selain itu, P.

gingivalis ditunjukkan untuk melokalisasi dalam berbagai jaringan oleh analisis

polymerase chain reaction (PCR), sementara penanda level P. gingivalis-spesifik IgG

dalam serum juga dilaporkan (39). Hasil tersebut menunjukkan bahwa organisme P.

gingivalis dapat menembus jaringan gingiva dan masuk ke aliran darah dan kemudian

memainkan peran langsung atau tidak langsung dalam perkembangan aterosklerosis.

Page 11: obesitas

Suatu ciri penting dalam perkembangan dini lesi aterosklerosis adalah penyerapan

kolesterol oleh makrofag untuk membentuk sel busa serta akumulasi lipid dalam ruang

subendothelial (7).

Gambar. 1. Penyebab periodontitis. Penyebab utama periodontitis adalah plak bakteri (juga

disebut biofilm), lengket, film yang tidak berwarna yang terus-menerus terbentuk pada gigi.

Seiring waktu, plak biofilm dapat menyebar dan tumbuh di bawah garis gusi, dan racun yang

dihasilkan oleh bakteri dalam

plak biofilm mengiritasi gusi. Racun merangsang respon inflamasi pejamu yang menginduksi

kerusakan epitel dan jaringan ikat, serta tulang pendukung gigi. Setelah itu, gusi terpisah dari gigi

dan membentuk kantung periodontal (ruang antara gigi dan gusi), tempat berlabuh berbagai

patogen periodontal. Selama perkembangan penyakit, kantong menjadi lebih dalam dan jaringan

gusi dan tulang yang hancur bertambah (1). Ilustrasi digambarkan oleh Shu Yoshimori (Kobe

Desain University, Kobe, Jepang).

Page 12: obesitas

Gambar. 2. Penyebab penyakit sistemik terkait periodontitis. Fungsi epitel gingiva sebagai

penghalang fisik bawaan untuk melindungi jaringan periodontal jaringan dari bakteri. Namun,

dengan berkembangnya penyakit, peradangan lokal mengulserasi epitel untuk mengekspos dasar

jaringan ikat dan kapiler darah menjadi plak biofilm. Daerah ulseratif yang terkena (8-20 cm2 yang

terkena dampak dalam rongga mulut) memfasilitasi langsung masuknya patogen biofilm ke dalam

sirkulasi selama

makan dan menyikat gigi. Akhirnya, patogen periodontal dapat untuk bermigrasi ke seluruh tubuh.

Penyebaran bakteri hematogen oral ini merupakan penyebab utama periodontitis yang diturunkan

penyakit sistemik.

Gambar. 3. P. gingivalis menginternalisasi dan merusak trofoblas. A: Fluorescent gambar

mikroskopis confocal trofoblast (merah) yang terinfeksi dengan P. gingivalis (hijau) pada

multiplisitas infeksi (moi) dari 100 selama 2 jam. Gambar 3 dimensi ini dibuat dengan perangkat

lunak Imaris. B: Infeksi P. gingivalis menginduksi perubahan morfologi dan menghambat

proliferasi dalam sel trofoblas. Gambar mikroskopis cahaya menunjukkan morfologi trofoblas

terinfeksi P. gingivalis pada moi dari 200 serta dengan Fusobacterium nucleatum pada moi dari

200 untuk 24 jam. F. nucleatum adalah spesies bakteri mulut Gram-negatif terkait dengan

perkembangan penyakit periodontal, tetapi tidak dianggap sebagai bonafide patogen periodontal

(24). Sel kontrol yang tidak terinfeksi. (Direproduksi dengan izin dari Ref. 14.)

Sel busa juga merangsang produksi sitokin pro-inflamasi, yang menyebabkan

perkembangan lebih lanjut dari aterosklerosis. Low-density lipoprotein (LDL) dilaporkan

mengikat protein spesifik P. gingivalis dan agregat ditemukan untuk menginduksi

makrofag murine untuk membentuk sel busa (8). Temuan itu juga menunjukkan

kemungkinan mekanisme P. gingivalis menyebabkan aterosklerosis dalam aliran darah.

Selain itu, studi terbaru kami menunjukkan mekanisme cholesterolin dependent terlibat

dalam pembentukan penyakit pembuluh darah yang berhubungan dengan P. gingivalis

(40,41). Rincian mekanisme tersebut dibahas dan disertakan ulasannya dalam buku ini

(42, 43).

Page 13: obesitas

5. Kelahiran prematur berat badan lahir rendah

Kelahiran prematur terjadi pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu, kecuali dalam

kasus batasan usia rendah kehamilan atau abortus spontan (44). Infeksi bakteri

merupakan salah satu penyebab utama kelahiran prematur berat badan lahir rendah dan

dilaporkan terkait dengan adanya spesies Mycoplasma, terutama Ureaplasma

urealyticum, dan banyak organisme lain dalam amnion, chorion, rongga amnion, dan

janin (44). Seperti infeksi bakteri lokal mengakibatkan bakteri vaginosis dan

korioamnionitis, yang dapat menyebabkan spontan kelahiran prematur pada kehamilan

awal (23, 44). Baru-baru ini, periodontitis telah diteliti sebagai kemungkinan penyebab

kelahiran prematur berat badan lahir rendah, dan berbagai studi epidemiologi

menunjukkan hubungan antara kesehatan periodontal dan kondisi(9), dengan odds ratio

berkisar 1,1-20 ditampilkan dengan meta-analisis, meskipun tidak semua studi fenomena

kompleks ini berhasil menemukan hubungan (10).

Patogen periodontal termasuk P. gingivalis yang dideteksi dengan menggunakan alat

tes PCR dalam cairan ketuban dari wanita hamil dengan diagnosis dini terancam

persalinan prematur (11) serta dalam plasenta wanita dengan preeklampsia (12). Dalam

pemeriksaan imunohistokimia, lokalisasi P. gingivalis juga ditunjukkan dalam jaringan

plasenta, termasuk syncytiotrofoblas, chorionic trofoblas, sel-sel desidua, dan epitel

amnion sel, serta sel-sel pembuluh darah, yang diperoleh dari wanita dengan

korioamnionitis pada kehamilan kurang dari 37 minggu (13). Organisme P. gingivalis

yang terus menerus terinfeksi melalui pembuluh kapiler di wilayah dorsolumbar dari

kelinci, setelah P. gingivalis ditemukan untuk mencapai bagian transplasenta (45). P.

gingivalis juga dilaporkan menyerang kedua ibu dan jaringan janin tikus, yang

mengakibatkan korioamnionitis dan placentitis (46). Selanjutnya, P. gingivalis

ditunjukkan menyerang plasenta trofoblas dan menginduksi apoptosis oleh penangkapan

siklus sel (14), seperti ditunjukkan pada Gambar. 3. Meskipun penyelidikan tambahan

diperlukan untuk membangun hubungan etiologi dari kelahiran kelahiran prematur berat

badan lahir rendah dengan periodontitis, penyebaran hematogen oral P. gingivalis

tampaknya menjadi salah satu penyebab dari kondisi. Oleh karena itu, kami mengusulkan

penghapusan terapi / penekanan P. gingivalis sebelum kehamilan sebagai faktor penting

untuk persalinan normal.

6. Diabetes Mellitus

Page 14: obesitas

Diabetes mellitus adalah suatu kondisi di mana tubuh tidak cukup menghasilkan, atau

tidak merespon dengan benar, insulin, hormon yang diproduksi di pankreas. Insulin

memungkinkan sel untuk menyerap glukosa untuk mengubahnya menjadi energi. Pada

diabetes mellitus, tubuh gagal merespon dengan benar insulin sendiri, tidak membuat

cukup insulin, atau keduanya. Hal ini menyebabkan glukosa menumpuk dalam darah,

yang sering menimbulkan berbagai komplikasi seperti infeksi akut / kronis, penyakit

pembuluh darah, neuropati, nefropati, dan retinopati (47). Jumlah orang dewasa di

seluruh dunia dengan diabetes mellitus diperkirakan peningkatannya hampir dua kali lipat

selama 25 tahun ke depan, dari sekitar 171 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta 2030

(47). Penyakit periodontal merupakan komplikasi potensial diabetes mellitus (23) dan

sifat kronis dari Infeksi dianggap berkontribusi memburuk status diabetes(48), sementara

keberhasilan perawatan periodontal telah disarankan untuk meningkatkan kontrol

metabolik diabetes (49). Sebaliknya, sebuah laporan baru-baru ini berdasarkan meta-

analisis data yang diperoleh dalam 10 percobaan intervensi (total 456 pasien)

mengungkapkan bahwa penurunan hemoglobin terglikasi A1c (HbA1c) setelah terapi

periodontal tidak signifikan secara statistik (50).

Diabetes melitus tipe 1 (sebelumnya dikenal sebagai insulin-dependent atau diabetes

onset anak) ditandai oleh kurangnya produksi insulin. Diabetes mellitus tipe 2

(sebelumnya disebut non-insulin-dependent atau diabetes onset dewasa) disebabkan oleh

penggunaan insulin yang tidak efektif oleh tubuh. Ini sering terjadi karena kelebihan berat

badan dan fisik tidak aktif (47). Tipe 1 diabetes mellitus telah disarankan untuk

meningkatkan kerentanan terhadap periodontitis, terutama dalam kasus-kasus dengan

kontrol metabolik yang buruk dan / atau komplikasi diabetes (16). Dalam studi lain,

terlepas dari peningkatan yang signifikan dalam infeksi periodontal setelah terapi

periodontal, laporan menunjukkan temuan mayoritas pasien diabaikan peningkatan

HbA1c (16). Pada diabetes mellitus tipe II, inflamasi serum sitokin, terutama tumor

necrosis factor (TNF) - α, memiliki efek terhadap sensitivitas insulin, sementara sitokin

yang disebabkan oleh periodontitis dianggap berhubungan dengan kelainan metabolik

yang berhubungan dengan diabetes mellitus (49). P. gingivalis dan komponen-

komponennya, termasuk fimbriae dan lipopolisakarida, dilaporkan mengaktifkan

berbagai sel inang, mengakibatkan pelepasan sitokin seperti interleukin (IL) -1, IL-6, IL-

8, dan TNF-α (51). Perawatan periodontal yang sukses telah disarankan untuk

Page 15: obesitas

meningkatkan kontrol metabolik diabetes, mungkin dengan menurunkan TNF-α dan

meningkatkan resistensi insulin (49).

Pemantauan kadar HbA1c untuk menilai managemen diabetes merupakan suatu hal

yang penting, karena buruknya kontrol glikemik dari waktu ke waktu telah dihubungkan

dengan perkembangan komplikasi mikrovaskuler diabetes (17). Menariknya, P.gingivalis

terdeteksi lebih sering pada subjek dengan peningkatan kadar HbA1c setelah perawatan

periodontal dibandingkan dengan yang kadar HbA1c-nya rendah. Selain itu, organisme

P.gingivalis dengan fimbrae tipe II hanya terdeteksi pada subjek dengan kadar HbA1c

meningkat, sedangkan peningkatan kadar HbA1c diamati hanya pada subjek tanpa klon

tipe II. Hasil ini memberi kesan kadar glikemik pada diabetes mellitus dipengaruhi oleh

adanya P.gingivalis pada poket periodontal, khususnya klon dengan fimbriae tipe II (18).

Serum AGEs (Advanced Glycation End Products) juga terbukti secara signifikan

berhubungan dengan kerusakan yang disebabkan oleh periodontitis (15) dan mungkin

merupakan suatu biomarker yang berguna untuk menilai periodontitis yang berhubungan

dengan diabetes mellitus.

7. Infeksi Saluran Pernapasan

Infeksi saluran pernapasan, seperti pneumonia dan PPOK (Penyakit Paru Obstruktif

Kronik) tertentu, terlibat dalam proses aspirasi bakteri dari orofaring ke saluran napas

bawah, dikarenakan suatu kelainan menelan (52). Banyak studi klinis melaporkan suatu

hubungan antara periodontitis dan penyakit saluran pernapasan (19,53), yang

menunjukkan bahwa aspirasi bakteri oral menginfeksi duktus respiratorius. Sebagai

tambahan, P.gingivalis telah terdeteksi pada sputum sampel dari subjek usia lanjut

dengan pneumonia aspirasi (53). Selain itu, infeksi oral karena bakteri ini tampaknya

menyebabkan inflamasi lokal yang berujung ke bronkopneumonia berat dan abses paru

pada tikus (54). Dengan demikian, patogen oral termasuk P.gingivalis merupakan salah

satu penyebab dari penyakit infeksi saluran pernapasan.

8. Osteoporosis

Osteoporosis adalah sebuah kelainan dari sistem skeletal yang ditandai dengan

melemahnya kekuatan tulang, yang menyebabkan meningkatnya resiko fraktur (55).

Dikarenakan baik osteoporosis dan periodontitis mempunyai prevalensi tinggi dan

Page 16: obesitas

berhubungan dengan penuaan (20), berbagai studi telah dilakukan untuk meneliti

hubungan antara penyakit-penyakit ini pada dekade terakhir (21). Contohnya, densitas

mineral tulang dalam hubungannya dengan kondisi periodontal diperiksa pada usia lanjut

atau wanita postmenopause pada beberapa studi (20,21). Pada penelitian hewan, tikus

menjadi sasaran untuk prosedur ovariektomi dan pembelajaran, dimana model hewan

osteopenik diketahui memiliki kemiripan perkembangan defisiensi estrogen-yang

diinduksi osteopenia pada manusia (56). Bagaimanapun, disamping berbagai studi

tersebut, belum terdapat hubungan yang jelas antara penyakit-penyakit ini.

9. Kesimpulan

Terdapat bukti yang kuat untuk menunjukkan hubungan erat antara periodontitis dan

beberapa penyakit sistemik, diantaranya atherosklerosis dan diabetes mellitus tipe 2 yang

paling mungkin berhubungan dengan periodontitis. Penyakit sistemik yang berhubungan

dengan periodontitis ini kemungkinan disebabkan oleh penyebaran hematogen bakteri

oral, dengan P.gingivalis yang dalam beberapa penelitian diduga memiliki peran

etiologis. Namun, beberapa mekanisme yang dianggap terlibat dalam penyakit sistemik

akibat P.gingivalis, masih dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Namun demikian, terdapat

bukti yang jelas tentang hubungan epidemiologi antara periodontitis dan beberapa

penyakit sistemik, seperti yang dibahas di atas; maka pengendalian penyakit mulut sangat

penting untuk pencegahan dan pengelolaan kondisi sistemik. Dalam hal ekonomi medis,

pemahaman tentang hubungan antara peridontitis dan penyakit sistemik memiliki potensi

untuk mengubah kebijakan kesehatan, dengan manfaat ekonomi berikutnya.

Kepustakaan

1 Mattila KJ, Valle MS, Nieminen MS, Valtonen VV, Hietaniemi KL. Dental infections and

coronary atherosclerosis. Atherosclerosis. 1993;103:205–211.

2 Hujoel PP, Drangsholt M, Spiekerman C, Derouen TA. Examining the link between coronary

heart disease and the elimination of chronic dental infections. J Am Dent Assoc. 2001;132:

883–889.

3 Janket SJ, Baird AE, Chuang SK, Jones JA. Meta-analysis of periodontal disease and risk of

coronary heart disease and stroke. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod.

2003;95:559–569.

4 Ishihara K, Nabuchi A, Ito R, Miyachi K, Kuramitsu HK, Okuda K. Correlation between

detection rates of periodontopathic bacterial DNA in coronary stenotic artery plaque corrected

Page 17: obesitas

and in dental plaque samples. J Clin Microbiol. 2004;42:1313–1315.

5 Iwai T, Inoue Y, Umeda M, Huang Y, Kurihara N, Koike M, et al. Oral bacteria in the occluded

arteries of patients with Buerger disease. J Vasc Surg. 2005;42:107–115.

6 Nakano K, Nemoto H, Nomura R, Inaba H, Yoshioka H, Taniguchi K, et al. Detection of oral

bacteria in cardiovascular specimens. Oral Microbiol Immunol. 2009;24:64–68.

7 Ross R. The pathogenesis of atherosclerosis: a perspective for the 1990s. Nature. 1993;362:801–

809.

8 Kuramitsu HK, Kang IC, Qi M. Interactions of Porphyromonas gingivalis with host cells:

implications for cardiovascular diseases. J Periodontol. 2003;74:85–89.

9 Vettore MV, Leal M, Leão AT, da Silva AM, Lamarca GA, Sheiham A. The relationship

between periodontitis and preterm low birthweight. J Dent Res. 2008;87:73–78.

10 Wimmer G, Pihlstrom BL. A critical assessment of adverse pregnancy outcome and periodontal

disease. J Clin Periodontol. 2008;35:380–397.

11 Leon R, Silva N, Ovalle A, Chaparro A, Ahumada A, Gajardo M, et al. Detection of

Porphyromonas gingivalis in the amniotic fluid in pregnant women with a diagnosis of

threatened premature labor. J Periodontol. 2007;78:1249–1255.

12 Barak S, Oettinger-Barak O, Machtei EE, Sprecher H, Ohel G. Evidence of periopathogenic

microorganisms in placentas of women with preeclampsia. J Periodontol. 2007;78:670–676.

13 Katz J, Chegini N, Shiverick KT, Lamont RJ. Localization of P. gingivalis in preterm delivery

placenta. J Dent Res. 2009;88: 575–578.

14 Inaba H, Kuboniwa M, Bainbridge B, Yilmaz O, Katz J, Shiverick KT, et al. Porphyromonas

gingivalis invades human trophoblasts and inhibits proliferation by inducing G1 arrest and

apoptosis. Cell Microbiol. 2009;11:1517–1532.

15 Takeda M, Ojima M, Yoshioka H, Inaba H, Kogo M, Shizukuishi S, et al. Relationship of

serum advanced glycation end products with deterioration of periodontitis in type 2 diabetes

patients. J Periodontol. 2006;77:15–20.

16 Silvestre FJ, Miralles L, Llambes F, Bautista D, Solá-Izquierdo E, Hernández-Mijares A. Type

1 diabetes mellitus and periodontal disease: relationship to different clinical variables. Med

Oral Patol Oral Cir Bucal. 2009;14:E175–E179.

17 Tervonen T, Lamminsalo S, Hiltunen L, Raunio T, Knuuttila M. Resolution of periodontal

inflammation does not guarantee improved glycemic control in type 1 diabetic subjects. J Clin

Periodontol. 2009;36:51–57.

18 Makiura N, Ojima M, Kou Y, Furuta N, Okahashi N, Shizukuishi S, et al. Relationship of

Porphyromonas gingivalis with glycemic level in patients with type 2 diabetes following

periodontal treatment. Oral Microbiol Immunol. 2008;23:348–351.

19 Leuckfeld I, Obregon-Whittle MV, Lund MB, Geiran O, Bjørtuft Ø, Olsen I. Severe chronic

obstructive pulmonary disease: association with marginal bone loss in periodontitis. Respir

Page 18: obesitas

Med. 2008;102:488–494.

20 Reddy MS. Oral osteoporosis: is there an association between periodontitis and osteoporosis?

Compend Contin Educ Dent. 2002;23:21–28.

21 Groen JJ, Menczel J, Shapiro S. Chronic destructive periodontal disease in patients with

presenile osteoporosis. J Periodontol. 1968;39:19–23.

22 Seymour GJ, Ford PJ, Cullinan MP, Leishman S, Yamazaki K. Relationship between

periodontal infections and systemic disease. Clin Microbiol Infect. 2007;13:3–10.

23 Pihlstrom BL, Michalowicz BS, Johnson NW. Periodontal diseases. Lancet. 2005;366:1809–

1820.

24 Holt SC, Ebersole JL. Porphyromonas gingivalis , Treponema denticola , and Tannerella

forsythia : the “red complex”, a prototype polybacterial pathogenic consortium in periodontitis.

Periodontol 2000. 2005;38:72–122.

25 Milward MR, Chapple IL, Wright HJ, Millard JL, Mattews JB, Cooper PR. Differential

activation of NF- κ B and gene expression in oral epithelial cells by periodontal pathogens.

Clin Exp Immunol. 2007;148:307–324.

26 Hujoel PP, White BA, Garcia RI, Listgarten MA. The dentogingival epithelial surface area

revisited. J Periodontal Res. 2001; 36:48–55.

27 Kinane DF, Riggio MP, Walker KF, MacKenzie D, Shearer B. Bacteraemia following

periodontal procedures. J Clin Periodontol 2005;32:708–713.

28 Matthews JB, Wright HJ, Roberts A, Ling-Mountford N, Cooper PR, Chapple IL. Neutrophil

hyper-responsiveness in periodontitis. J Dent Res. 2007;86:718–722.

29 Loos BG. Systemic markers of inflammation in periodontitis. J Periodontol. 2005;76:2106–

2115.

30 Chapple IL, Brock GR, Milward MR, Ling N, Matthews JB. Compromised GCF total

antioxidant capacity in periodontitis: cause or effect? J Clin Periodontol. 2007;34:103–110.

31 Mercanoglu F, Oflaz H, Oz O, Gökbuget AY, Genchellac H, Sezer M, et al. Endothelial

dysfunction in patients with chronic periodontitis and its improvement after initial periodontal

therapy. J Periodontol. 2004;75:1694–1700.

32 Seymour GJ, Ford PJ, Cullinan MP, Leishman S, West MJ, Yamazaki K. Infection or

inflammation: the link between periodontal and cardiovascular diseases. Future Cardiol.

2009;5: 5–9.

33 Kusuyama T, Omura T, Nishiya D, Enomoto S, Matsumoto R, Takeuchi K, et al. Effects of

treatment for diabetes mellitus on circulating vascular progenitor cells. J Pharmacol Sci. 2006:

102:96–102.

34 Friedewald VE, Kornman KS, Beck JD, Genco R, Goldfine A, Libby P, et al. The american

journal of cardiology and journal of periodontology Editors’ consensus: periodontitis and

atherosclerotic cardiovascular disease. Am J Cardiol. 2009;104:59–68.

Page 19: obesitas

35 Friedewald VE, Kornman KS, Beck JD, Genco R, Goldfine A, Libby P, et al. The aJournal of

cardiology and journal of periodontology editors’ consensus: periodontitis and atherosclerotic

cardiovascular disease. J Periodontol. 2009;80:1021–1032.

36 Mattila KJ, Nieminen MS, Valtonen VV, Rasi VP, Kesäniemi YA, Syrjälä SL, et al.

Association between dental health and acute myocardial infarction. BMJ. 1989;298:1579–

1580.

37 Li L, Messas E, Batista EL Jr, Levine RA, Amar S. Porphyromonas gingivalis infection

accelerates the progression of atherosclerosis in a heterozygous apolipoprotein E-deficient

murine model. Circulation. 2002;105:861–867.

38 Lalla E, Lamster IB, Hofmann MA, Bucciarelli L, Jerud AP, Tucker S, et al. Oral infection

with a periodontal pathogen accelerates early atherosclerosis in apolipoprotein E-null mice.

Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2003;23:1405–1411.

39 Gibson FC 3rd, Hong C, Chou HH, Yumoto H, Chen J, Lien E, et al. Innate immune

recognition of invasive bacteria accelerates atherosclerosis in apolipoprotein E-deficient mice.

Circulation. 2004;109:2801–2806.

40 Inaba H, Hokamura K, Nakano K, Nomura R, Katayama K, Nakajima A, et al. Upregulation of

S100 calcium-binding protein A9 is required for induction of smooth muscle cell proliferation

by a periodontal pathogen. FEBS Lett. 2009;583:128–134.

41 Hokamura K, Inaba H, Nakano K, Nomura R, Yoshioka H, Taniguchi K, et al. Molecular

analysis of aortic intimal hyperplasia caused by Porphyromonas gingivalis infection in mice

with endothelial damage. J Periodontal Res. 2010;45:337–344.

42 Hokamura K, Umemura K. Roles of oral bacteria in cardiovascular diseases – from molecular

mechanisms to clinical cases: Porphyromonas gingivalis is the important role of intimal

hyperplasia in the aorta. J Pharmacol Sci. 2010;113:110–114.

43 Wada K, Kamisaki Y. Roles of oral bacteria in cardiovascular diseases – from molecular

mechanisms to clinical cases: Involvement of Porphyromonas gingivalis in the development of

human aortic aneurysm. J Pharmacol Sci. 2010;113:115–119.

44 Goldenberg RL, Culhane JF, Iams JD, Romero R. Epidemiology and causes of preterm birth.

Lancet. 2008;371:75–84.

45 Boggess KA, Madianos PN, Preisser JS, Moise KJ Jr, Offenbacher S. Chronic maternal and

fetal Porphyromonas gingivalis exposure during pregnancy in rabbits. Am J Obstet Gynecol.

2005;192:554–557.

46 Bélanger M, Reyes L, von Deneen K, Reinhard MK, Progulske- Fox A, Brown, MB.

Colonization of maternal and fetal tissues by Porphyromonas gingivalis is strain-dependent in

a rodent animal model. Am J Obstet Gynecol. 2008;199:e1–e7.

47 Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes. Estimates for the

year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care. 2007;27:1047–1053.

Page 20: obesitas

48Taylor GW. Bidirectional interrelationships between diabetes and periodontal diseases: an

epidemiologic perspective. Ann Periodontol. 2001;6:99–112.

49 Grossi SG. Treatment of periodontal disease and control of diabetes: an assessment of the

evidence and need for future research. Ann Periodontol. 2001;6:138–145.

50 Janket SJ, Wightman A, Baird AE, Van Dyke TE, Jones JA. Does periodontal treatment

improve glycemic control in diabetic patients? A meta-analysis of intervention studies. J Dent

Res. 2005;84:1154–1159.

51 Amano A, Nakagawa I, Okahashi N, Hamada N. Variations of Porphyromonas gingivalis

fimbriae in relation to microbial pathogenesis. J Periodontal Res. 2004;39:136–142.

52 Amar S, Han X. The impact of periodontal infection on systemic diseases. Med Sci Monit.

2003;9:RA291–RA299.

53 Finegold SM, Strong CA, McTeague M, Marina M. The importance of black-pigmented gram

negative anaerobes in human infections. FEMS Immunol Med Microbiol. 1993;6:77–82.

54 Hajishengallis G, Wang M, Bagby GJ, Nelson S. Importance of TLR2 in early innate immune

response to acute pulmonary infection with Porphyromonas gingivalis in mice. J Immunol.

2008; 181:4141–4149.

55 Recker R, Lappe J, Davies KM, Heaney R. Bone remodeling increases substantially in the

years after menopause and remains increased in older osteoporosis patients. J Bone Miner Res.

2004; 19:1628–1633.

56 Orrico SR, Giro G, Gonçalves D, Takayama L, Pereira RM. Influence

of the period after ovariectomy on femoral and mandibular

bone density and on induced periodontal disease. J Periodontol.

2007;78:164–169.


Recommended