1
PEMAHAMAN MASYARAKAT MENGENAI MASSEKKE DI KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
UNDERSTANDING OF SOCIETY REGARDING THE MASSEKKE IN PANGKAJENE KEPULAUAN REGENCY
NurAhsan Syakur1, Mahmud Tang2, Sapriadi Hamdat2
1Kementerian Agama Kabupaten Pangkep
2Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik, Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi: Nur AHsan Syakur Jl. Syekh Yusuf BTN Minasaupa Makassar HP: 085255123432 Email :[email protected]
2
Abstrak
Pelaksanaan zakat sangat mungkin beragam, bergantung pada bagaimana makna zakat dinterpretasikan dan reinterpretasikan oleh masyarakat lokal. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisa pemahaman masyarakat mengenai massekke di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Penelitian ini tergolong pendekatan kualitatif dengan menggunakan pola deskriptif analitis. Penelitian di lakukan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dengan mengambil tiga sampel wilayah penelitian yaitu Pulau Salemo, Baru-Baru dan Balleangin. Pemilihan informan dilakukan secara purposivedengan menggunakan teknik snowball sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengamatan dan wawancara mendalam. Setelah data dikumpulkan kemudian dilakukan analisis data berupa penyajian data, reduksi data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa pemahaman masyarakat tentang kewajiban massekke, pada umumnya masyarakat di lokasi penelitian memiliki pandangan yang berbeda mengenai massekke, baik dari sisi kedudukannya sebagai rukun Islam, tidak lebih dari sekadar kewajiban yang tidak memiliki implikasi sosial; waktu untuk massekke adalah bulan ramadhan; jenis sekke yang dikenal adalah sekke pittara dan sekke warangparang, masyarakat tidak mengenal zakat profesi; sementara orang yang berhak yang menerima zakatadalahtau kasia-asi (miskin), pakkere (fakir), pua imam (imam kampung), gurutta (ustadz/kiyai), guru pangaji (guru mengaji); sanro pammana (dukun beranak).Kesimpulannya bahwa zakat dipahami secara berbeda-beda oleh masyarakat yang dipengaruhi oleh budaya lokal setempat.
Kata Kunci : Sekke Pittara, Sekke Warang Parang, Mustahik
Abstract Execution of very immeasurable religious obligatory possible, base on how religious obligatory meaning of dinterpretasikan and of reinterpretasikan by local society. This research aim to explain and analyse the understanding of society concerning massekke in Sub-Province of Pangkajene and Archipelago. This Research pertained approach qualitative by using analytical descriptive pattern. Research in conducting in Sub-Province of Pangkajene and Archipelago by taking three regional sampel of research that is Island of Salemo, New and Balleangin. Election of informan conducted by purposivedengan use technique snowball sampling. Data collecting conducted by circumstantial interview and perception. After data collected later;then to analyse data in the form of presentation of data, data discount, and withdrawal conclusion. Result of research explain that understanding of society about obligation of massekke, in general society in research location have different view hit massekke, either from side domicile it as Islam foundation, at the most merely obligation which do not have social implication; time for massekke is month;moon of ramadhan; type of sekke the recognized is pittara sekke and of sekke warangparang, society do not know profession religious obligatory; for a while one who is entitled to accepting kasia-asi zakatadalahtau ( impecunious), pakkere ( fakir), imam pua ( kampong imam), gurutta ( ustadz / kiyai), learn pangaji ( teacher study); pammana sanro ( its soothsayer of him that religious obligatory comprehended by different each other by society influenced by local local culture. Keyword : Sekke Pittara, Sekke Warang Big knife, Mustahik
3
PENDAHULUAN
Agama pada dasarnya memiliki tiga sistem sistem penting, yaitu suatu sistem
kepercayaan kepada Tuhan, suatu sistem penyembahan kepada Tuhan dan Suatu
sistem nilai yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan yang disebut hubungan
vertikal dan hubungan manusia dengan manusia yang disebut hubungan horizontal.
(Wahyuddin, dkk., 2009).
Dalam Agama Islam, kedua hubungan tersebut diistilahkan dengan hablu min
annas atau hubungan dengan sesama manusia dan hablu min Allah atau hubungan
dengan Tuhan. Salah satu ajaran di dalam hubungan antar sesama manusia adalah
bentuk ibadah zakat atau yang secara sederhana difahami sebagai pengeluaran
sebagian harta, yang ditujukan kepada seorang atau kelompok tertentu berdasarkan
aturan yang telah ditentukan.
Zakat merupakan pranata keagamaan yang berfungsi untuk mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh umat manusia dengan memperhatikan dan meningkatkan
kepedulian terhadap masyarakat yang kurang mampu. Zakat merupakan instrumen
ekonomi yang diperuntukkan sebagai pengurang kesenjangan ekonomi yang terjadi di
masyarakat. Secara khusus zakat dalam pendistribusiannya diutamakan kepada orang
yang serba kekurangan di dalam harta (Zainuddin, 2011)
Zakat yang hukumnya wajib dalam Islam dipahami berbeda-beda dalam
pelaksanaannya. Yaitu sebagaimana pada masyarakat Bugis-Makassar dimana masih
tertanam kuat pengertian dan keyakinan secara tradisional bahwa tidaklah afdhol
ibadah zakat seseorang jika tidak menyerahkan zakatnya tersebut kepada seorang
yang telah berjasa hingga mampu membaca dan mengenal tulisan huruf Al-quran,
atau seorang yang berjasa dalam membantu istri melahirkan serta imam masjid.
Dalam penerapannya, zakat dari anak yang baru lahir misalnya, dihitung bersama
dengan zakat ibunya dan diberikan kepada sanro yang telah membantu pada saat
kelahiran sang anak, pemberian tersebut dilakukan hingga anak yang dimaksud
berusia tiga tahun (Tang, 2009).
Dalam perspektif Islam zakat merupakan rukun Islam yang ke empat, yang
mana dalam pelaksanaannya sangat berkaitan dengan dimensi sosial budaya. Dalam
hal ini, dimensi sosial-budaya yang dimaksud adalah pengelolaan zakat, meskipun hal
4
tersebut sangat sarat dengan masalah keagamaan namun dalam dimensi sosial
budayanya melingkupi praktik pemaknaan zakat itu sendiri. Untuk itu penelitian ini
bertujuan untuk menjelaskan bagaimana masyarakat memaknai zakat dalam
kehidupan keagamaannya termasuk dalam hal pengelolaan zakatnya.
Penelitian terdahulu mengenai telah banyak dilakukan, Palmawati (2002)
menulis Zakat dan Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Donggala yang
menyimpulkan adanya campur tangan pemerintah dan masyarakat agar tujuan zakat
lebih optimal; Hasniah (2005) menulis mengenai Prilaku Zakat Pada Masyarakat
Polewali yang menyimpulkan bahwa zakat fitrah lebih berpedoman kepada kebijakan
pemerintah berdasarkan keputusan badan amil zakat kecamatan, zakat harta
berdasarkan aturan adat/tradisi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
menjelaskan dan menganalisa pemahaman masyarakat mengenai massekke di
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini menerapkan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
biasa juga disebut dengan penelitian etnografi, penelitian etnometodologi, penelitian
fenomenologi, natural inquiry atau interpretive inquiry, studi kasus, sebab fokusnya
pada perilaku manusia, kebudayaan, dan interaksi antar bangsa (Irawan, 2007). Tentu
saja jenis penelitian ini sangat tetap dalam kajian antropologi yang mana menjadikan
manusia dan kebudayaannya sebagai inti kajian. Terlepas dari hal tersebut, istilah-
istilah yang dikenakan pada jenis penelitian ini menyiratkan model atau bentuk
pengumpulan data dan analisa di lapangan.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di tiga lokasi di Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan, yaitu di Pulau Salemo, Desa Mattiro Bombang mewakili wilayah
kepulauan yang memiliki sejarah yang panjang sebagai tempat pengembangan ajaran
Islam di Sulawesi Selatan. Kampung Baru-Baru mewakili wilayah daratan, Kampung
Balleangin mewakili wilayah pegunungan.Pemilihan ketiga wilayah tersebut di atas
adalah perwakilan dari keseluruhan daerah atau wilayah di kabupaten Pangkajene
Kepulauan sebagai daerah dengan julukan ‘Tiga Dimensi’ daerah yang memiliki
wilayah pengunungan, daratan dan pulau.
5
Sumber Data
Data yang digunakan adalah data atau informasi yang berasal dari tiga bentuk.
Bentuk pertama, adalah data primer atau informasi yang didapatkan dari penuturan
informan yaitu; warga masyarakat yang membayar zakat, warga masyarakat yang
berhak atas zakat, seorang yang memiliki wewenang atas penentuan/pemberian zakat,
serta lembaga pemerintah dan non-pemerintah yang terkait. Bentuk kedua, adalah
data sekunder berasal dari literatur yang berkaitan dengan kebudayaan dan zakat baik
dalam buku, artikel ilmiah, media massa offline dan online.
Dalam penelitian ini juga diterapkan teknik snowball atau teknik bola salju,
yang mana informasi yang telah didapatkan akan terus dicari dengan menanyakan
kepada informan pemberi; kepada siapa wawancara sebaiknya dilakukan. Dengan
teknik ini maka tema dari informasi yang diberikan diharapkan tidak terputus
sehingga menjelaskan secara utuh.
Selain itu, studi pustaka tentang fenomena zakat yang telah dilakukan oleh
peneliti-peneliti sebelumnya, tentunya digunakan sebagai bahan masukan dalam
penelitian ini. Maka dari itu literatur-literatur terkait dijadikan sumber data dalam
penelitian yang dilakukan. Walaupun demikian penelitian ini berbeda dengan
penelitian lainnya disebabkan oleh bentuk permasalahan dan lokasi serta karateristik
budaya masyarakat yang melatar belakanginya.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara langsung
terhadap informan yang telahdipilih sebelumnya. Wawancara yang dilakukan
menggunakan panduan wawancara yangdiperlakukan sebagai acuan dalam
mengarahkan apa yang ingin dapatkan. Pedoman-pedoman wawancara tersebut tidak
bersifat kaku yang memberikan peluang bagi penulis untuk melakukan kombinasi-
kombinasi data yang ada.
Data-data berkenaan dengan persepsi para informan dalam memaknai zakat
merupakan data utama yang menjadi pedoman umum dalam penelitian ini. Melalui
wawancara yang dilakukan, data berupa persepsi tentang makna zakat, siapa yang
berhak menerima dan memberi zakat, seperti apa mekanisme pengumpulan zakat,
bagaimana pendistribusian zakat merupakan hal yang penting menjawab penelitian
ini. Hal lain yang dilakukan adalah melakukan pengamatan langsung terhadap
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh masyarakat terkhusus bagi informan utama.
Hal inidilakukan untuk menangkap apa yang dimaksudkan dalam ucapan-ucapan
6
mereka pada saat wawancara. Hal lain yang saya temukan dalam pengamatan adalah
hal-hal yang bisa jadi tidak diungkapkan pada saat wawancara.
Analisis Data
Dalam menganalisis data penelitian ini pertama-tama dilakukan pengumpulan
data mentah dimana data-data tersebut dipilah satu persatu berdasarkan kategori data
yang ingindituju dalam penelitian ini. Data yang telah dipilah berdasarkan
kategorinya kemudian ditriangulasikan berdasarkan sumbernya. Data berupa
pemaknaan akan zakat merupakan data utama yang ditriangulasikan. Data lain
berkenaan dengan proses pengumpulan dan pendistribusian zakat merupakan
rangkaian data yang tidak luput dalam proses triangulasi yang dilakukan. Setelah
melakukan penarikan kesimpulan, proses selanjutnya adalah melakukan penulisan
hasil-hasil penelitian dalam bentuk deskriptif. Penyajian data secara deskripitif ini
sebisa mungkin oleh peneliti dilakukan dengan menggambarkan hasil tersebut dengan
menggunakan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami tanpa menghilangkan
sifat ilmiah didalamnya.
HASIL PENELITIAN
Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan (Pangkep) yang membentang di
bagian barat Propinsi Sulawesi Selatan, wilayahnya terbagi menjadi tiga bagian yaitu
pesisir, daratan tinggi dan kepulauan.Wilayah kepulauan di Kabupaten Pangkep
terdiri dari 117 pulau dengan 22 pulau diantaranya belum berpenghuni. Kabupaten
ini terdiri dari 13 kecamatan, yaitu sembilan kecamatan terdapat di daratan dan
empat kecamatan di kepulauan. Sembilan kecamatan yang terletak di daratan adalah
Kecamatan Pangkajene, Balloci, Bongoro, Labakkang, Marang, Segeri, Tondong
Tallasa dan Mandalle, sedangkan kecamatan yang terletak di wilayah kepulauan
meliputi Kecamatan Liukang Tupabbiring, Liukang Tupabbiring Utara, Liukang
Tangaya, dan Liukang Kalmas.
Pada tabel 1 terlihat bahwa Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk
2010, jumlah penduduk Kabupaten Pangkep adalah 305.758 orang, yang terdiri atas
147.136 laki-laki dan 158.622 perempuan. Dari hasil sensus penduduk tersebut masih
tampak bahwa penyebaran penduduk Kabupaten Pangkep belum merata di tiga belas
kecamatan masih bertumpu di Kecamatan Labakkang yakni sebesar 14,27 persen,
kemudian diikuti oleh Kecamatan Pangkajene sebesar 13,60 persen dan Kecamatan
7
Bungoro sebesar 12,75 persen. Labakkang adalah kecamatan yang mempunyai
desa/kelurahan terbanyak yaitu 13 desa/kelurahan, sedangkan pangkajene adalah
ibukota kabupaten dan bungoro merupakan wilayah sentral usaha seperti tonasa,
perusahaan marmer dan usaha lainnya. Tondong Tallasa, Tupabbiring Utara dan
Kalmas adalah 3 kecamatan dengan urutan terbawah yang memiliki jumlah penduduk
paling sedikit yang masing-masing berjumlah 8.739 orang, 12.339 orang, dan 12.931
orang. Ketiga kecamatan ini merupakan wilayah pegunungan untuk Tondong Tallasa
dan kepulauan untuk Tupabbiring Utara dan Kalmas.
Pada Tabel 2 terlihat bahwa sarana ibadah yang terbanyak di Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan adalah Mesjid dengan jumlah sebanyak 432 unit,
selanjutnya Mushallah 43 unit, kemudian gereja 1 unit. Melihat hal tersebut bahwa di
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan memiliki mayoritas penduduk beragama
Islam, adapun jumlah keseluruhan sarana Ibadah yang tersedia di Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan baik Mesjid, Mushollah, dan Gereja berjumlah 476 unit.
Pada Tabel 3 mengambarkan jumlah penerima zakat fitrah (muzakki) di
Kabupaten Pangkajene yang tercatat pada Kementerian Agama Kabupaten Pangkep
menunjukkan bahwa sebanyak lima kecamatan yang passekke’-nyadi atas 10 %. Hal
tersebut sesuai dengan sebaran jumlah penduduk yang ada di kecamatan tersebut.
Berdasarkan tabel 4 menggambarkan bahwa beras yang dikumpulkan dari
zakat fitrah tidak merata karena sesuai dengan jumlah penduduk masing-masing
kecamatan. Ada lima kecamatan yang persentasenya di atas sepuluh persen atau di
atas 162 ton beras.
Pada table 5 terlihat bahwa Hasil zakat dimaknai oleh masyarakat sebagai
kewajiban umat islam sebagaimana halnya dengan kewajiban lainnya dalam rukun
islam. Mengenai pelaksanaan zakat dibandingkan dengan rukun Islam lainnya seperti
haji, sebagaimana yang nampak di lokasi penelitian, masyarakat masih lebih
mengutamakan pelaksanaan haji dibandingkan dengan memenuhi kewajiban
zakatnya.
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini terlihat bahwa Pemahaman masyarakat tentang kewajiban
massekke, pada umumnya masyarakat di lokasi penelitian memiliki pandangan yang
berbeda mengenai massekke, baik dari sisi kedudukannya sebagai rukun Islam, tidak
lebih dari sekadar kewajiban yang tidak memiliki implikasi sosial; waktu untuk
8
massekke adalah bulan ramadhan; jenis sekke yang dikenal adalah sekke pittara dan
sekke warangparang, masyarakat tidak mengenal zakat profesi; sementara orang yang
berhak yang menerima zakatadalahtau kasia-asi (miskin), pakkere (fakir), pua imam
(imam kampung), gurutta (ustadz/kiyai), guru pangaji (guru mengaji); sanro
pammana (dukun beranak).
Temuan di lapangan yang terkait pembayaran zakat bahwa konsep zakat yang
ada selama ini sepertinya sudah tidak memadai lagi untuk diterapkan dalam
masyarakat. Hal itu disebabkan karena masalah yang muncul lebih kompleks seiring
dengan perubahan situasi dan perkembangan zaman. Namun, yang mesti untuk segera
dilakukan adalah melakukan interpretasi ulangdan menyepakatinya untuk menjadikan
zakat sebagai sumber penghasilan terutama dengan tujuan agar dapat berfungsi sosial,
sehingga apa yang menjadi tujuan diturungkannya al-Qur’an dapat terealisasi
(Rahmawati, 2011)
Untuk hitungan pembayaran zakat fitrah dalam bentuk uang diasumsikan
sendiri masyarakat, pada umumnya tidak disesuaikan dengan harga beras yang
dikonsumsi, sehingga ada beras yang jenis dan sama kualitasnya terkadang berbeda-
beda harganya.Pengkonversian beras menjadi uang pada dasarnya terjadi perbedaan
pendapat para ulama, Mazhab Syafi, Imam Ahmad bin Hambali dan Imam Malik
tidak membolehkan mengganti beras dengan uang sedangkan Imam Hanafi,
membolehkan mengganti beras dengan uang (Al-Habsyi, 2005)
Untuk zakat harta diperluas lagi dengan adanya zakat profesi, seperti dokter,
guru, dll.Pemahaman masyarakat mengenai zakat profesi belum begitu mendalam,
sehingga pemasukan dari sumber zakat belum optimal. Padahal secara historis, Umar
bin Abdul Aziz telah memungut zakat penghasilan yang berasal dari pemberian,
hadiah, gaji pegawai, honorarium, harta sitaan, dan lain-lain (Qardhawi, 1996).
Dengan demikian, pada zamannya ini telah dikenal zakat penghasilan atau zakat
profesi, walaupun bentuk-bentuk pendapatannya masih sederhana dibandingkan
dengan kondisiseperti sekarang.Zakat terhadap gaji bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
adalah kewajiban zakat yang dikenakan atas penghasilan tiap-tiap pekerjaan atau
kealian profesional tertentu, baik itu dikerjakan sendirian ataupun dilakukan bersama-
sama dengan orang atau lembaga lain yang dapat mendatangkan penghasilan (uang)
yang memenuhi nishab (Kurde, 2005).
Pada dasarnya zakat profesi dapat diambil dari pekerjaanapa saja, baik tetap
atau tidak tetap. Mereka beralasan,melihat dari prinsip keadilan dan sosial
9
kemasyarakatan.Karena yang menjadi patokan dalamberzakatadalah bukan dari jenis
pekerjaannya, akantetapidi lihat dari penghasilannya (Faridah, 2010). Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Qardawi (2007) bahwa zakat a profesi adalah zakat yang di
keluarkan dari hasil apa yang di peroleh dari pekerjaan dan profesinya. Misalnya
pekerjaan yang menghasilkan uang baik itu pekerjaan yang dikerjakan sendiri tampa
tergantung dengan orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak (professional).
Maupun pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain baik pemerintah,
perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah yang diberikan, dengan
tangan, otak, ataupun keduanya.
Orang yang dianggap berhak menerima zakat fitrah dan zakat harta di lokasi
penelitian dibedakan atas beberapa kategori, seperti tau kasia-asi (orang miskin),
pakkere (fakir), pua’ imam (imam kampung), gurutta (ustadz/kiyai), guru pangaji
(guru mengaji); sanro pammana’ (dukun beranak) dan panitia zakat yang dibentuk
oleh pengurus masjid. Menurut Muh. Ramli bahwa; ‘zakat itu diberikan kepada tau
kasia-asi, fakkere (fakir), pua imam (imam kampung), guru pangaji (guru mengaji);
dan sanro pammana (dukun beranak)’. Begitupula, masyarakat Pulau Salemo
membayar zakatnya kepada pua imam, gurutta, guru pangaji, sanro pammana.
Berdasarkan hasil wawancara dengan St. Aminah, sebagai berikut; ‘zakat fitrah yang
saya bayar setiap bulan ramadhan, saya antar di guru mengaji pada waktu saya
mengaji dulu dan tidak pernah berpindah-pindah’.
Adapun alasan para informan mengenai guru pangaji dan sanro pammana,
dan pua imam sebagai orang berhak menerima karena dianggap sebagai orang yang
berjuang di jalan Allah. Guru pangajitelah mengajarkan ilmu pengetahuan untuk
membaca Al Qur’an kepada setiap orang, begitupula sanro pammana yang telah
berjasa membantu melahirkan, dan pua imam yang mengajarkan pengetahuan agama
kepada masyarakat.
Pada masyarakat Madura, pemberian zakat fitrah pada bulan bulan Ramadhan
kepada kiyai hal itu masih berlansung sampai sekarang masyarakat (Madura) pada
umumnya karena menganggap bahwa kiyai termasuk orang yang memperjuangkan
agama Allah (Suaidi, 2010)
Menurut Mazhab Hambali, orang berperang pada jalan Allah swt dan tidak
mendapatkan gaji dari pemerintah,bahwasanya bagian zakat adalah untuk sabilillah,
diantaranya: meningkatkan fisik keagamaan, meningkatan pengetahuan kader Islam,
meningkatkan dakwah, penyediaan nafkah bagi ulama, mubaligh, guru agama yang
10
mengabdikan dirinya dengan tugas agama, namun tidak mendapatkan tunjangan dari
lembagaresmi atau swasta (Hamid, 2006).
KESIMPULAN DAN SARAN
Pemahaman masyarakat tentang kewajiban massekke, pada umumnya
masyarakat di lokasi penelitian memiliki pandangan yang berbeda mengenai
massekke, baik dari sisi kedudukannya sebagai rukun Islam, tidak lebih dari sekadar
kewajiban yang tidak memiliki implikasi sosial; waktu untuk massekke adalah bulan
ramadhan; jenis sekke yang dikenal adalah sekke pittara dan sekke warangparang,
masyarakat tidak mengenal zakat profesi; sementara orang yang berhak yang
menerima zakatadalahtau kasia-asi (miskin), pakkere (fakir), pua imam (imam
kampung), gurutta (ustadz/kiyai), guru pangaji (guru mengaji); sanro pammana
(dukun beranak). Sebagai saran yang bisa dihasilkan dari penelitian ini adalah
diperlukan kajian yang secara spesifik dalam mengkaji pengelolaan zakat secara
terlembaga agar apa yang diharapkan dari zakat yaitu memberikan fungsi sosial bisa
dimaksimalkan sebagaimana yang tercantum dalam kitab suci.
11
DAFTAR PUSTAKA Al-Habsyi, Muhammad Baqir.(2005).Fiqih Praktis 1. Bandung :Mizan Pustaka. Hamid, Syamsul Rijal. (2006). Petuah Rasulullah: Seputar Masalah Zakat Dan
Puasa. Bogor : Cahaya Salam Irawan, Prasetya. (2007). Penelitian Kualitatif & Kuantiatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial.
Jakarta : Universitas Indonesia. Kurde, Nukthoh Arfawie. (2005). Memungut Zakat dan Infaq Profesi Oleh
Pemerintah Daerah. Yogyakarta :Pustaka Pelajar. Qardhawi, Yusuf. (1996). Hukum Zakat: Studi Komperasi Mengenai Status dan F
Filsafat Zakat Berdasarkan Al – Qur’an dan Hadis.Jakarta :Mizan. ________, (2007). Hukum Zakat. Bogor : Litera Antar Nusa. Faridah. (2010). Persepsi Kyai Pondok Pesantren Terhadap Zakat Profesi. Jurisdictie,
Jurnal Hukum dan Syariah.1.(2):59-68 Rahmawati. (2011). Fungsi Sosial Zakat dalam Al Qur’an. Jurnal Ar-Risalah. 11.(1) :
81-96. Suaidi. (2010). Persepsi Masyarakat Pesisir Madura Terhadap Mustahiq Zakat
(Kajian Atas Pemberian Zakat Fitrah Kepada Kyai Di DusunLaok Tambak, Desa Padelegan, Kec. Pademawu, Kab. Pamekasan). Jurisdictie, Jurnal Hukum dan Syariah.1.(2):53-58
Tang, Mahmud. (2007). Pluralisme Hukum dalam Pelaksanaan Zakat di Desa Madello Kecamatan Barru Kabupaten Barru Sulawesi Selatan. Jurnal Amanna Gappa.
Wahyuddin, dkk. (2009). Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Grasindo Zainuddin (2011). Hakikat Pengelolaan Zakat dalam Mewujudkan Jaminan Keadilan
Sosial di Indonesia. Jurnal Penelitian Hukum. 1 (1) : 107-125.
12
Tabel 1. Penduduk Kabupaten Pangkep Menurut Kecamatan
No. Kecamatan Penduduk Jumlah Persentase Laki-Laki Perempuan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Liukang Kalmas Liukang Tangaya Liukang Tupabbiring Liukang Tupabbiring Utara Pangkajene Minasate’ne Balocci Tondong Tallasa Bungoro Labakkang Ma’rang Segeri Mandalle
8.902 6.307 8.365 5.924
20.121 15.895
7.520 4.250
19.054 20.442 14.298
9.511 6.547
9.312 6.624 8.562 6.415
21.480 17.288
7.807 4.489
19.953 23.203 15.613 10.543
7.333
18.214 12.931 16.927 12.339 41.601 33.183 15.327
8.739 39.007 43.645 29.911 20.054 13.880
5,95 4,33 5,53 4,03
13,60 10,85 5,01 2,85
12,75 14,27 9,78 6,55 4,53
J u m l a h 147.136 158.622 305.758 100
Sumber: Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dalam Angka, 2010
Tabel 2. Sarana Peribadatan di Kabupaten Pangkep
No. Sarana Kesehatan Jumlah (Unit) Persentase (%) 1.
2.
3.
Masjid
Mushallah
Gereja
432
43
1
90,75
9,03
0,21
Jumlah 476
Sumber: Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Dalam Angka, 2010
13
Tabel 3. Jumlah Muzakki Tahun 2012
No. Kecamatan Muzakki Persentase (%)
1. 2. 3. 4 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13.
Balocci Pangkajene Bungoro Labakkang Ma’rang Segeri LK. Tupabbiring LK. Kalmas LK. Tangaya Minasate’ne Mandalle Tondong Tallasa LK. Tupabbiring Utara
15.829 41.350 39.562 40.528 34.895 20.383 17.753 13.089 11.270 30.920 12.746 10.259 12.908
5.25
13.71 13.12 13,44 11,57
6,76 5,88 4,34 3,73
10,25 4,22 3,40 4,29
Jumlah 30.1492 100 Sumber: Data Kemenag Pangkep yang sudah diolah, 2013.
Tabel 4. Pegumpulan Zakat Fitrah Tahun 2012
No. Kecamatan Beras* Persentase (%) 1. 2. 3. 4 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Balocci Pangkajene Bungoro Labakkang Ma’rang Segeri LK. Tupabbiring LK. Kalmas LK. Tangaya Minasate’ne Mandalle Tondong Tallasa LK. Tupabbiring Utara
63.316 165.400 158.248 162.112 139.576
81.532 71.012 52.356 45.080
123.680 50.984 41.036 51.632
5.25 13.71 13.12 13,44 11,57
6,76 5,88 4,34 3,73
10,25 4,22 3,40 4,28
Jumlah 1.205.964 100 = Kilogram Sumber: Data Kemenag Pangkep yang sudah diolah, 2013
14
Tabel 5. Amele Zekke Pittara di Kelurahan Balleanging
No. Kecamatan Beras yang Diterima Keterang 1. 2. 3. 4 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Sangkala M.Said Raupun H.Abd Rasyid Dg.Rukka Dg Side M.Said R Musakkir Sudirman Hasan Bohan Abd. Muis M.Ishak P. Tike Yakasa H. Nurdin H. Ambo Upe
60 110 100 100 110 60 50 60 75 60 40 40 40 30 30
Pada umumnya amil ini memiliki profesi yang berbeda, pengurus masjid, tokoh agama dan imam masjid, guru mengaji
Jumlah 965 Sumber: Laporan UPZ Masjid Nurul Jamaah Kelurahan Balleanging,2013