+ All Categories
Home > Documents > Pemper Ketahanan Pangan Global Dan Nasional

Pemper Ketahanan Pangan Global Dan Nasional

Date post: 20-Oct-2015
Category:
Upload: shabrina-puspawardani
View: 22 times
Download: 1 times
Share this document with a friend
Description:
Pembangunan pertanian
Popular Tags:
16
Ketahanan Pangan Global dan Nasional Ketahanan Pangan Definisi dan paradigma ketahanan pangan terus mengalami perkembangan sejak adanya Conference of Food and Agriculture tahun 1943 yang mencanangkan konsep secure, adequate and suitable supply of food for everyone”. Definisi ketahanan pangan sangat bervariasi, namun umumnya mengacu definisi dari Bank Dunia (1986) dan Maxwell dan Frankenberger (1992) yakni “akses semua orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat (secure access at all times to sufficient food for a healthy life). Studi pustaka yang dilakukan oleh IFPRI (1999) diperkirakan terdapat 200 definisi dan 450 indikator tentang ketahanan pangan (Weingärtner, 2000). Berikut disajikan beberapa definisi ketahanan yang sering diacu : 1. Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996: kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. 2. USAID (1992: kondisi ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses secara fisik dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan produktif. 3. FAO (1997) : situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi
Transcript

Ketahanan Pangan Global dan Nasional

Ketahanan Pangan

Definisi dan paradigma ketahanan pangan terus mengalami perkembangan sejak adanya

Conference of Food and Agriculture tahun 1943 yang mencanangkan konsep secure, adequate

and suitable supply of food for everyone”. Definisi ketahanan pangan sangat bervariasi, namun

umumnya mengacu definisi dari Bank Dunia (1986) dan Maxwell dan Frankenberger (1992)

yakni “akses semua orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat (secure access

at all times to sufficient food for a healthy life). Studi pustaka yang dilakukan oleh IFPRI (1999)

diperkirakan terdapat 200 definisi dan 450 indikator tentang ketahanan pangan (Weingärtner,

2000). Berikut disajikan beberapa definisi ketahanan yang sering diacu :

1. Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996: kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi

rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah

maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

2. USAID (1992: kondisi ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses secara fisik

dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan

produktif.

3. FAO (1997) : situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun

ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dimana rumah

tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.

4. FIVIMS 2005: kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, social dan

ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan

kebutuhan konsumsi dan sesuai dengan seleranya (food preferences) demi kehidupan

yang aktif dan sehat.

5. Mercy Corps (2007) : keadaan ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses

fisik, sosial, dan ekonomi terhadap terhadap kecukupan pangan, aman dan bergizi untuk

kebutuhan gizi sesuai dengan seleranya untuk hidup produktif dan sehat.

Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketahanan pangan memiliki 5

unsur yang harus dipenuhi :

1. Berorientasi pada rumah tangga dan individu

2. Dimensi watu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses

3. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi

dan sosial

4. Berorientasi pada pemenuhan gizi

5. Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif

Di Indonesia sesuai dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1996, pengertian ketahanan pangan

adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (1) tersedianya

pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata; dan (4)

terjangkau. Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat lebih dipahami

sebagai berikut:

a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan ketersediaan

pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan

untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta

turunannya, yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.

b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis,

kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan

kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama.

c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia

setiap saat dan merata di seluruh tanah air.

d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh

rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

Ketahanan Pangan Global dan Nasional

Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu dakam stabilitas nasional suatu

negara, baik di bidang ekonomi, keamanan, politil dan sosial. Oleh sebab itu, ketahanan pangan

merupakan program utama dalam pembangunan pertanian saat ini dan masa mendatang.

Kondisi iklim yang ekstrim di berbagai belahan dunia secara langsung dan tidak

langsung dapat mempengaruhi ketersediaan pangan. Kekeringan yang berkepanjangan,

kebakaran hutan, banjir serta bencana alam lainnya di berbagai wilayah dunia terutama di sentra-

sentra produksi pangan, sangat mempengaruhi ketersediaan pangan .

1. Sistem Ketahanan Pangan di Indonesia

Sistem ketahanan pangan di Indonesia secara komprehensif meliputi empat sub-sistem, yaitu: (i)

ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh penduduk, (ii) distribusi

pangan yang lancar dan merata, (iii) konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi

kecukupan gizi seimbang, yang berdampak pada (iv) status gizi masyarakat . Dengan demikian,

sistem ketahanan pangan dan gizi tidak hanya menyangkut soal produksi, distribusi, dan

penyediaan pangan ditingkat makro (nasional dan regional), tetapi juga menyangkut aspek

mikro, yaitu akses pangan di tingkat rumah tangga dan individu serta status gizi anggota rumah

tangga, terutama anak dan ibu hamil dari rumah tangga miskin.

Sistem Ketahanan Pangan di Indonesia

2. Sub Sistem Ketahanan Pangan

Sub sistem ketahanan pangan terdiri dari tiga sub sistem utama yaitu ketersediaan, akses,

dan penyerapan pangan, sedangkan status gizi merupakan outcome dari ketahanan pangan.

Ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan merupakan sub sistem yang harus dipenuhi secara

utuh. Salah satu subsistem tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan

mempunyai ketahanan pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional

dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata,

maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh.

Subsistem Ketahanan Pangan

Sub sistem ketersediaan (food availability) : yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah

yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara baik yang berasal

dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan

pangan ini harus mampu mencukupi pangan yang didefinisikan sebagai jumlah kalori

yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat.

Akses pangan (food access) : yaitu kemampuan semua rumah tangga dan individu

dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan yang cukup untuk

kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi pangannya sendiri, pembelian

ataupun melalui bantuan pangan. Akses rumah tangga dan individu terdiri dari akses

ekonomi, fisik dan sosial. Akses ekonomi tergantung pada pendapatan, kesempatan kerja

dan harga. Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana

distribusi), sedangkan akses sosial menyangkut tentang preferensi pangan.

Penyerapan pangan (food utilization) yaitu penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup

sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektifitas

dari penyerapan pangan tergantung pada pengetahuan rumahtangga/individu, sanitasi dan

ketersediaan air, fasilitas dan layanan kesehatan, serta penyuluhan gisi dan pemeliharaan

balita. (Riely et.al , 1999).

Stabiltas (stability) merupakan dimensi waktu dari ketahanan pangan yang terbagi

dalam kerawanan pangan kronis (chronic food insecurity) dan kerawanan pangan

sementara (transitory food insecurity). Kerawanan pangan kronis adalah ketidak

mampuan untuk memperoleh kebutuhan pangan setpa saat, sedangkan kerawanan pangan

sementara adalah kerawanan pangan yang terjadi secara sementara yang diakibatkan

karena masalah kekeringan banjir, bencana, maupun konflik sosial. (Maxwell and

Frankenberger 1992).

Status gizi (Nutritional status ) adalah outcome ketahanan pangan yang merupakan

cerminan dari kualitas hidup seseorang. Umumnya satus gizi ini diukur dengan angka

harapan hidup, tingkat gizi balita dan kematian bayi.

3. Permasalahan dan Tantangan Pangan Global dan Nasional

Permasalahan Pangan Global

Penyediaan dan Produksi Pangan

1. Perubahan iklim global.

a. Penurunan kapasitas produksi

b. Ketidakpastian panen

2. Ketidakseimbangan produksi dan stok pangan antar kawasan, yaitu US, Eropa vs

Afrika.

3. Ketidakseimbangan penguasaan dan kemampuan menerapkan teknologi produksi dan

pengolahan pangan antar kawasan.

4. Degradasi kualitas lahan dan air serta kerusakan lingkungan.

Permintaan dan Konsumsi Pangan

1. Jumlah penduduk dunia terus bertambah, terutama di Afrika dan Asia.

2. Kompetisi pemanfaatan komoditas pangan antara food-feed-fuel.

Pasar dan Harga Pangan

1. Trend harga pangan yang terus meningkat dan lebih bergejolak (volatile).

2. Pasar pangan internasional yang tidak menentu (unreliable) karena tiap negara

cenderung mendahulukan ketahanan pangan domestiknya secara berlebihan pada saat

krisis pangan.

Permasalahan Pangan Nasional

1. Laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi (periode 2000-2010 = 1,49 per tahun)

dengan jumlah penduduk yang besar.

2. Jumlah penduduk miskin dan rawan pangan masih relatif tinggi (12.4 dari total

penduduk).

3. Ketergantungan konsumsi beras dalam pola konsumsi pangan yang masih tinggi

(konsumsi beras 139,15 kg/kapita/th).

4. Konversi lahan pertanian masih tinggi dan tidak terkendali (sekitar 65.000 ha/th) serta

degradasi kesuburan lahan.

5. Kompetisi pemanfaatan dan degradasi sumber daya air semakin meningkat.

6. Infrastruktur pertanian/pedesaan masih kurang memadai (jaringan irigasi yang rusak 52).

7. Prasarana dan sarana transportasi pangan belum memadai, sehingga meningkatkan biaya

distribusi/ pemasaran pangan.

8. Sebaran produksi pangan yang tidak menentu, baik antar waktu (panen raya dan

paceklik) ataupun antar daerah (di Jawa surplus, di Papua dan Papua Barat defisit).

9. Sering kali tidak sinkronnya waktu antara pola tanam/produksi pangan dan pola

pembiayaan melalui APBN/APBD.

10. Beberapa daerah di Indonesia rawan bencana alam, mengakibatkan frekuensi rawan

pangan lokal sangat tinggi.

Tantangan

1. Penerapan pembangunan pertanian yang berkelanjutan mengantisipasi perubahan iklim;

2. Perbaikan dan pembangunan infrastruktur pertanian (jaringan irigasi, sarana jalan dan

perluasan lahan pertanian)

3. Penerapan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan

4. Pengembangan sistem perbenihan dan perbibitan nasional

5. Pengembangan sistem pembiayaan pertanian yang berpihak kepada petani.

6. Penguatan kelembagaan ekonomi petani dan pemantapan kelembagaan penyuluhan.

7. Kampanye nasional penganekaragaman pangan

8. Peningkatan koordinasi integrasi, dan sinkronisasi antarsektor, karena pembangunan

pangan multi-sektor.

4. Kebijakan Ketahanan Pangan

Kebijakan Operasional (2010-2014)

1. Ketersediaan Pangan

Pencapaian surplus beras 10 juta ton dan swasembada jagung, kedele, gula, daging

sapi pada tahun 2014 antara lain:

rehabilitasi irigasi dan pencetakan sawah

subsidi input (pupuk, benih)

jaminan harga output (HPP)

perlindungan dari gagal panen

diseminasi teknologi dan revitalisasi penyuluhan

Impor pangan pokok dilakukan bila produksi domestik dan cadangan pangan tidak

memenuhi (the last resort)

Penyediaan beragam pangan berdasarkan potensi sumberdaya dan budaya lokal

dengan pendekatan efisiensi dan proteksi.

kebijakan promosi dan proteksi

pemberdayaan petani dan pelaku usaha sepanjang rantai nilai (value chain)

Menyediakan cadangan beras nasional yang cukup untuk mengatasi gejolak pasokan

dan harga.

cadangan beras pemerintah yang memadai sekitar 2 juta ton

cadangan beras dan pangan lain Pemda Prop, Kab/Kota

lumbung pangan masyarakat

2. Keterjangkauan Pangan

Menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan pokok sepanjang tahun dan pangan

strategis pada periode khusus/tertentu (Ramadan, Lebaran, Natal, Tahun Baru).

Pembelian domestik.

Operasi pasar.

Penyaluran pangan dengan sasaran penerima tertentu (temporer).

Kebijakan impor/ekspor.

Kebijakan fiskal.

Memperlancar distribusi pangan ke seluruh wilayah Nusantara (konektivitas,

pengembangan jaringan, dan sistem transportasi).

Melaksanakan penyaluran pangan bagi masyarakat rawan pangan kronis/warga

miskin.

saat ini berupa program Raskin (ke depan perlu diperluas menjadi Pangkin)

Pemberian bantuan pangan untuk masyarakat rawan pangan transien akibat bencana

alam, sosial, dan ekonomi.

3. Konsumsi Pangan dan Gizi

Percepatan Diversifikasi Konsumsi Pangan :

Perubahan pola pikir ke arah pola konsumsi B2SA (beragam, bergizi,

seimbang dan aman),

Optimalisasi pemanfaatan lahan perkarangan / KRPL (kawasan rumah pangan

lestari),

Penguatan UKM (usaha kecil mikro) dalam bisnis pangan olahan berbasis

tepung-tepungan,

Perbaikan gizi keluarga dan kelompok khusus (bumil, busui, balita, kelompok khusus

rawan pangan)

Pengembangan, pengawasan, dan penanganan keamanan pangan olahan dan segar.

5. Pemberdayaan Petani dalam Rangka Pemantapan Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup,

tetapi juga kemampuan untuk mengakses termasuk membeli pangan dan tidak terjadinya

ketergantungan pangan pada pihak manapun. Dalam hal inilah, petani memiliki kedudukan

strategis dalam ketahanan pangan : petani adalah produsen pangan dan petani adalah juga

sekaligus kelompok konsumen terbesar yang sebagian masih miskin dan membutuhkan daya beli

yang cukup untuk membeli pangan. Petani harus memiliki kemampuan untuk memproduksi

pangan sekaligus juga harus memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

pangan mereka sendiri. Disinilah perlu sekali peranan pemerintah dalam melakukan

pemberdayaan petani. Upaya pemberdayaan untuk peningkatan kemandirian masyarakat

khususnya pemberdayaan petani dapat dilakukan melalui :

Pertama, Pemberdayaan dalam pengembangan untuk meningkatkan produktivitas dan daya

saing. Hal ini dapat dilaksanakan melalui kerjasama dengan penyuluh dan peneliti. Teknologi

yang dikembangkan harus berdasarkan spesifik lokasi yang mempunyai keunggulan dalam

kesesuaian dengan ekosistem setempat dan memanfaatkan input yang tersedia di lokasi serta

memperhatikan keseimbangan lingkungan.

Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan teknologi ini dapat dilakukan dengan

memanfaatkan hasil kegiatan penelitian yang telah dilakukan para peneliti. Teknologi tersebut

tentu yang benar-benar bisa dikerjakan petani di lapangan, sedangkan penguasaan teknologinya

dapat dilakukan melalui penyuluhan dan penelitian. Dengan cara tersebut diharapkan akan

berkontribusi langsung terhadap peningkatan usahatani dan kesejahteraan petani.

Kedua, penyediaan fasilitas kepada masyarakat hendaknya tidak terbatas pengadaan sarana

produksi, tetapi dengan sarana pengembangan agribisnis lain yang diperlukan seperti informasi

pasar, peningkatan akses terhadap pasar, permodalan serta pengembangan kerjasama kemitraan

dengan lembaga usaha lain.

Dengan tersedianya berbagai fasilitas yang dibutuhkan petani tersebut diharapkan selain

para petani dapat berusaha tani dengan baik juga ada kepastian pemasaran hasil dengan harga

yang menguntungkan, sehingga selain ada peningkatan kesejahteraan petani juga timbul

kegairahan dalam mengembangkan usahatani.

Ketiga, Revitalisasi kelembagaan dan sistem ketahanan pangan masyarakat. Hal ini bisa

dilakukan melalui pengembangan lumbung pangan. Pemanfaatan potensi bahan pangan lokal dan

peningkatan spesifik berdasarkan budaya lokal sesuai dengan perkembangan selera masyarakat

yang dinamis.

Revitalisasi kelembagaan dan sistem ketahanan pangan masyarakat yang sangat urgen

dilakukan sekarang adalah pengembnagan lumbung pangan, agar mampu memberikan kontribusi

yang lebih signifikan terhadap upaya mewujudkan ketahanan pangan. Untuk itu diperlukan

upaya pembenahan lumbung pangan yangb tidak hanya dakam arti fisik lumbung, tetapi juga

pengelolaannya agar mampu menjadi lembaga penggerak perekonomian di pedesaan.

Pemberdayaan petani untuk mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan

petani seperti diuraikan diatas, hanya dapat dilakukan dengan mensinergikan semua unsur terkait

dengan pembangunan pertanian. Untuk koordinasi antara instansi pemerintah dan masyarakat

intensinya perlu ditingkatkan.

Sumber :

Suryana ,Achmad. Kebijakan Pangan Dan Ketahanan Pangan Nasional. 2012. Simposium

Nasional dan Temu Alumni Fakultas Pertanian UNSRI

Hanani, Nuhfil. Ketahanan Pangan


Recommended