+ All Categories
Home > Documents > PENGEMBANGAN PERTANIAN WILAYAH PERBATASAN …

PENGEMBANGAN PERTANIAN WILAYAH PERBATASAN …

Date post: 12-Nov-2021
Category:
Upload: others
View: 15 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
14
Pengembangan Inovasi Pertanian 6(1), 2013: ...-... PENGEMBANGAN PERTANIAN WILAYAH PERBATASAN NUSA TENGGARA TIMUR DAN REPUBLIK DEMOKRASI TIMOR LESTE Agricultural Development in the Borderline Areas of East Nusa Tenggara and Democratic Republic of Timor Leste Dwi Priyanto dan Kusuma Diwyanto Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jalan Raya Pajajaran Kav E-59, Bogor 16151 Telp. (0251) 8322185, 8328383 Faks. (0251) 8328382, e-mail: [email protected]; [email protected], [email protected] Diajukan 23 September 2014; Disetujui 25 Oktober 2014 ABSTRAK Wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Republik Demokrasi Timor Leste (RDTL) merupakan salah satu wilayah perbatasan yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah, termasuk sektor pertanian. Guna mempercepat proses pembangunan pertanian diperlukan pendekatan yang terintegrasi dan komprehensif, meliputi aspek teknis biofisik dan teknologi, ekonomi, sosial budaya, dan politik. Masalah yang dihadapi wilayah perbatasan antara lain adalah keterisolasian, ketertinggalan, kemiskinan, serta keter- batasan prasarana dan sarana pelayanan publik, terutama infrastruktur fisik dan kelembagaan. Selain itu, persebaran penduduk yang tidak merata dan kualitas sumber daya manusia yang rendah juga menghambat pembangunan wilayah secara terintegrasi. Pengembangan pertanian di wilayah perbatasan NKRI-RDTL (Kabupaten Belu) difokuskan pada pengembangan pertanian lahan kering dengan komoditas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, dan ubi jalar, serta peternakan untuk membangun kemandirian pangan. Rekomendasi alternatif model pengem- bangan difokuskan pada: (1) pengembangan bibit unggul tanaman pangan lahan kering, (2) pemanfaatan daerah aliran sungai (DAS) secara terarah dan berkelanjutan, (3) introduksi inovasi teknologi usaha tani, serta (4) pengembangan peternakan terintegrasi dengan pola crop livestock system (CLS). Guna mencapai tujuan tersebut diperlukan dukungan berupa: (1) traktor pengolah lahan, (2) pompa air untuk pengembangan kawasan DAS, (3) peningkatan sarana dan kegiatan penyuluhan teknologi usaha tani, dan (4) pengaktifan dan pembukaan pasar untuk mendukung perdagangan masyarakat lokal. Kata kunci: Pengembangan pertanian, wilayah perbatasan, Nusa Tenggara Timur, Republik Demokrasi Timor Leste ABSTRACT Low economic growth and agricultural sector has been long shown within the borderline areas between the Republic of Indonesia and Democratic Republic of Timor Leste (NKRI-RDTL). Accelerating a process of development in such low and slow growth requires special and well-designed integrated and comprehensive approaches, including technical and technological, economic and socio-cultural, and political approach as well. Some primary problems faced by the borderline areas are physical and political isolation, backwardness, poverty and limited access to public services and information. Moreover, poor population distribution and low quality of human resources play important roles in efforts related to developing the areas. Agricultural development in the borderline as frontier areas should focus on upland agricultural development emphasizing on rice, maize, soybean, ground nut, sweet potato, and livestock. All aimed to enhancing food availability and security. A proposed recom-mended development model covers the following strategies: (1) developing high quality food crop seed suitable for upland agriculture, (2) enhancing proper utilization of watershed areas, (3) introduction of appropriate animal raising technology, and (4) developing crop- livestock development system. To achieve such goals, the necessary supports include: (1) the availability of tractors, (2) the availability of water pumps to improve the management of watershed areas, (3) enhancing extension activity to increase the process of adoption and implementation of new agricultural technologies, and (4) re- activating and building market infrastructure to support local economy. Keywords: Agricultural development, borderline areas, East Nusa Tenggara, Democratic Republic of Timor Leste PENDAHULUAN Wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang sering dikategorikan sebagai daerah tertinggal, mencakup kawasan sangat luas dengan potensi sumber daya alam yang belum dimanfaatkan secara optimal. Upaya pengembangan pertanian di wilayah perbatasan dan daerah tertinggal menghadapi berbagai kendala yang saling terkait satu sama lain (Budianta 2010). Pendekatan parsial yang dilakukan di masa lalu hanya berdampak di lokasi-lokasi tertentu dan pada ekosistem yang sesuai dengan komoditas yang dikembangkan. Berbagai kendala dalam upaya mempercepat pem-
Transcript
Page 1: PENGEMBANGAN PERTANIAN WILAYAH PERBATASAN …

Pengembangan pertanian wilayah perbatasan Nusa Tenggara ... (Dwi Priyanto dan Kusuma Diwyanto) 207Pengembangan Inovasi Pertanian 6(1), 2013: ...-...

PENGEMBANGAN PERTANIAN WILAYAH PERBATASAN NUSA TENGGARA TIMUR DAN REPUBLIK DEMOKRASI TIMOR LESTE

Agricultural Development in the Borderline Areas of East Nusa Tenggaraand Democratic Republic of Timor Leste

Dwi Priyanto dan Kusuma Diwyanto

Pusat Penelitian dan Pengembangan PeternakanJalan Raya Pajajaran Kav E-59, Bogor 16151

Telp. (0251) 8322185, 8328383 Faks. (0251) 8328382,e-mail: [email protected]; [email protected], [email protected]

Diajukan 23 September 2014; Disetujui 25 Oktober 2014

ABSTRAK

Wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI) dan Republik Demokrasi Timor Leste (RDTL)merupakan salah satu wilayah perbatasan yang memilikipertumbuhan ekonomi yang rendah, termasuk sektor pertanian.Guna mempercepat proses pembangunan pertanian diperlukanpendekatan yang terintegrasi dan komprehensif, meliputi aspekteknis biofisik dan teknologi, ekonomi, sosial budaya, danpolitik. Masalah yang dihadapi wilayah perbatasan antara lainadalah keterisolasian, ketertinggalan, kemiskinan, serta keter-batasan prasarana dan sarana pelayanan publik, terutamainfrastruktur fisik dan kelembagaan. Selain itu, persebaranpenduduk yang tidak merata dan kualitas sumber daya manusiayang rendah juga menghambat pembangunan wilayah secaraterintegrasi. Pengembangan pertanian di wilayah perbatasanNKRI-RDTL (Kabupaten Belu) difokuskan pada pengembanganpertanian lahan kering dengan komoditas padi, jagung, kedelai,kacang tanah, dan ubi jalar, serta peternakan untuk membangunkemandirian pangan. Rekomendasi alternatif model pengem-bangan difokuskan pada: (1) pengembangan bibit unggul tanamanpangan lahan kering, (2) pemanfaatan daerah aliran sungai(DAS) secara terarah dan berkelanjutan, (3) introduksi inovasiteknologi usaha tani, serta (4) pengembangan peternakanterintegrasi dengan pola crop livestock system (CLS). Gunamencapai tujuan tersebut diperlukan dukungan berupa: (1)traktor pengolah lahan, (2) pompa air untuk pengembangankawasan DAS, (3) peningkatan sarana dan kegiatan penyuluhanteknologi usaha tani, dan (4) pengaktifan dan pembukaan pasaruntuk mendukung perdagangan masyarakat lokal.

Kata kunci: Pengembangan pertanian, wilayah perbatasan, NusaTenggara Timur, Republik Demokrasi Timor Leste

ABSTRACT

Low economic growth and agricultural sector has been long shownwithin the borderline areas between the Republic of Indonesia andDemocratic Republic of Timor Leste (NKRI-RDTL). Acceleratinga process of development in such low and slow growth requiresspecial and well-designed integrated and comprehensive

approaches, including technical and technological, economic andsocio-cultural, and political approach as well. Some primaryproblems faced by the borderline areas are physical and politicalisolation, backwardness, poverty and limited access to publicservices and information. Moreover, poor population distributionand low quality of human resources play important roles in effortsrelated to developing the areas. Agricultural development in theborderline as frontier areas should focus on upland agriculturaldevelopment emphasizing on rice, maize, soybean, ground nut,sweet potato, and livestock. All aimed to enhancing foodavailability and security. A proposed recom-mended developmentmodel covers the following strategies: (1) developing high qualityfood crop seed suitable for upland agriculture, (2) enhancingproper utilization of watershed areas, (3) introduction ofappropriate animal raising technology, and (4) developing crop-livestock development system. To achieve such goals, the necessarysupports include: (1) the availability of tractors, (2) the availabilityof water pumps to improve the management of watershed areas,(3) enhancing extension activity to increase the process of adoptionand implementation of new agricultural technologies, and (4) re-activating and building market infrastructure to support localeconomy.

Keywords: Agricultural development, borderline areas, East NusaTenggara, Democratic Republic of Timor Leste

PENDAHULUAN

Wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI), yang sering dikategorikan sebagai daerahtertinggal, mencakup kawasan sangat luas dengan potensisumber daya alam yang belum dimanfaatkan secaraoptimal. Upaya pengembangan pertanian di wilayahperbatasan dan daerah tertinggal menghadapi berbagaikendala yang saling terkait satu sama lain (Budianta 2010).Pendekatan parsial yang dilakukan di masa lalu hanyaberdampak di lokasi-lokasi tertentu dan pada ekosistemyang sesuai dengan komoditas yang dikembangkan.Berbagai kendala dalam upaya mempercepat pem-

Page 2: PENGEMBANGAN PERTANIAN WILAYAH PERBATASAN …

208 Pengembangan Inovasi Pertanian Vol. 7 No. 4 Desember 2014: 207-220

bangunan pertanian dan sektor terkait di kawasanperbatasan antara lain keterbatasan infrastruktur, baikinfrastruktur fisik maupun ekonomi (pasar dan lembagapemasaran), kondisi biofisik wilayah, dan pergesekanminor sosial-budaya (tribal friction). Lebih jauh lagi,kebijakan pemerintah dan pertimbangan politik yang tidakberpihak merupakan tantangan terbesar.

Percepatan pembangunan pertanian di wilayahperbatasan, khususnya wilayah perbatasan yang beradadi bagian Timur Indonesia, Nusa Tenggara Timur (NTT) –Republik Demokrasi Timur Leste (RDTL), harus dilakukansecara komprehensif, mencakup aspek teknis danteknologi, sosial-budaya, dan ekonomi. Ditinjau dari statusperekonomian, wilayah NTT memiliki keunggulandibanding RDTL, yang ditunjukkan kemampuan memasok(ekspor) barang dan komoditas pertanian ke wilayah RDTL(Tjitroresmi 2011). Salah satu upaya yang dapat dilakukanialah meningkatkan efisiensi penanaman modal untukmembangun dan membuka kawasan potensial, mobilisasidan peningkatan kualitas sumber daya manusia pelakukegiatan pertanian, dan penyebaran teknologi tepat gunayang lebih terjangkau. Pengembangan dan percepatanpembangunan pertanian harus mampu menciptakan danmeningkatkan partisipasi masyarakat dan kelembagaansetempat, meningkatkan citra dan taraf hidup, sertamenggugah semangat membangun guna meningkatkankesejahteraan masyarakat tani.

Dalam upaya membangun pertanian di kawasanperbatasan yang memiliki keragaman biofisik dan sosialyang tinggi, diperlukan pendekatan yang tepat, berimbang,dan terprogram (appropriate, well-balanced, and well-programmed). Keragaman biofisik kawasan perbatasansesungguhnya merupakan potensi yang besar biladimanfaatkan secara terarah dan optimal. Pembangunanpertanian kawasan perbatasan hendaknya bersifat lokalspesifik dengan mengutamakan kesesuaian teknis-biofisikdan sosial-ekonomi (Budianta 2010). Potensi sumberdaya alam yang besar memberikan berbagai alternatifpilihan usaha pertanian dengan keuntungan komparatifsebagai berikut: (1) ketersediaan lahan yang luas dan relatifsubur untuk pengembangan komoditas bernilai tinggi; (2)ketersediaan pasar dan tenaga kerja; (3) lokasi geografisyang strategis dalam posisi global; (4) perkembangan pasardunia yang mengarah pada ekonomi pasar terbuka; serta(5) lingkungan usaha dan iklim investasi yang sesuai.

Dari sisi komoditas, pembangunan pertanian diarahkanuntuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraanmasyarakat wilayah perbatasan. Pengembangan komoditaspertanian dikonsentrasikan pada pusat atau sentrapertumbuhan kawasan yang memiliki keunggulankomparatif dan kompetitif. Pilihan dan pengembangankomoditas sangat erat kaitannya dengan kondisiekosistem wilayah pengembangan serta berasosiasi kuat

dengan kondisi dan kendala alam dan lahan. Interaksi daneksistensi kendala ekosistem akan menentukan peluangkomoditas yang layak dikembangkan di suatu sentrapengembangan.

Pengembangan komoditas pertanian di wilayahperbatasan hendaknya diproyeksikan pada kegiatan danusaha yang mampu memberikan keuntungan ekonomitinggi, secara teknis efisien, tidak mencemari lingkungan,dan toleran secara kultural. Kendala ekologi dapat diatasidengan penerapan kebijakan iptek yang dihasilkan BadanLitbang Pertanian secara tepat sasaran. Penerapankebijakan iptek secara operasional hendaknya memilahmasyarakat petani di kawasan perbatasan ke dalam tigakategori, yaitu: (1) kelompok maju yang dicirikan olehpenguasaan iptek relatif tinggi, (2) kelompok maju denganpenguasaan iptek memadai, dan (3) kelompok relatiftertinggal dengan tingkat penguasaan iptek rendah.Pemilahan ini berkaitan dengan strategi pemanfaatansumber daya lokal secara optimal. Pemilahan ini juga akanmemudahkan implementasi strategi pendekatanpeningkatan produksi dan produktivitas pertanian.

Makalah ini mengulas peluang pengembanganpertanian di kawasan perbatasan, yang meliputi kajiankondisi eksisting pertanian wilayah perbatasan, identifikasipermasalahan yang dihadapi, serta rekomendasi kebijakanyang diimplementasikan. Hal tersebut dilakukan untukmendukung pengembangan pertanian wilayah yang padaakhirnya mampu mengangkat perekonomian masyarakatdi wilayah perbatasan sehingga mampu bersaing dengannegara tetangga.

WILAYAH PERBATASAN NTT

Kondisi Fisik

Wilayah perbatasan NTT-RDTL terdapat di dua wilayah,yakni: (1) perbatasan langsung dengan RDTL (KabupatenBelu) dan (2) wilayah RDTL yang masuk ke wilayah NKRIyang sampai saat ini masih bersifat status-quo, yang diapitoleh Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS),dan Timor Tengah Utara (TTU), yang oleh Korem 161Wirasakti yang terlibat langsung dalam penangananperbatasan disebut wilayah unsurveyed (Gambar 1).Kabupaten Belu secara administratif meliputi sembilanwilayah kecamatan (Tabel 1). Wilayah NKRI-RDTL dibatasioleh batas alam berupa sungai Malibaka. Delta yangterbentuk di sungai tersebut merupakan area yang sangatsubur dan sering diperebutkan pengelolaannya olehmasyarakat perbatasan (Gambar 2).

Garis perbatasan di Kabupaten Belu, NTT, yangmemisahkan NKRI dengan RDTL memanjang dariKecamatan Tasifeto Timur dan Kecamatan Raihat sampai

Page 3: PENGEMBANGAN PERTANIAN WILAYAH PERBATASAN …

Pengembangan pertanian wilayah perbatasan Nusa Tenggara ... (Dwi Priyanto dan Kusuma Diwyanto) 209

Tabel 1. Kecamatan dan desa perbatasan di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.

Kecamatan Desa perbatasan Keterangan

Kobalima Timur Alas Selatan, Alas Utara, Kotabiru, Alas LOKPRI 1Tasifeto Timur Silawan, Tulakadi, Sadi, Sarabau, Takirin, DafalaRaihat Asumanu, Tohe, Maumutin

Kota Atambua LOKPRI IIKaukuluk Mesak Fatuketi, Dualaus, Jenilu, Kenebibi

Lamaknen Lamaksenulu, Makir, Mahuitas, Kewar, Maudemu LOKPRI IIILasiolat Laisolat, Maneikun, Baudaok, FatulotuLamaknen Selatan Henes, Lakmaras, Loonuna, Lutharato, Sisifatuberal,

DebululikTasifeto Barat LookeuNanaet Duabesi Fohoeka, Nanaenoe, Nanaet

LOKPRI = Lokasi Pengawasan Republik Indonesia

Gambar 1. Garis batas Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Republik Demokrasi TimorLeste di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Kabupaten Belu dan Wilayah Status Quo), 2013.

STATUS QUO

PERBATASANDARAT

dengan Kecamatan Lamaknen Selatan. Kabupaten Beluterletak paling timur wilayah NTT. Posisinya sangatstrategis karena berada pada persimpangan RDTL denganbagian Provinsi NTT serta pada titik silang antaraKabupaten Flores Timur dan Kabupaten TTU. Dalamtulisan ini dibahas wilayah yang berbatasan langsungdengan RDTL, yakni Kabupaten Belu.

Masalah umum yang dihadapi kawasan perbatasanpada hierarki lokal antara lain adalah keterisolasian,keterbelakangan, kemiskinan, harga barang dan jasasangat tinggi, keterbatasan prasarana dan saranapelayanan publik (infrastruktur), kualitas SDM yang padaumumnya rendah, dan penyebaran penduduk yang tidakmerata. Pada hierarki nasional, masalah yang terkait dengankawasan perbatasan meliputi: (1) kebijakan pemerintah

yang kurang berpihak kepada pembangunan daerahperbatasan; (2) kekurangan personil, anggaran, prasaranadan sarana, dan kesejahteraan; (3) perdagangan lintasbatas illegal; 4) kekurangan akses terhadap mediakomunikasi dan informasi dalam negeri; (5) secara politisterjadi proses pemudaran (degradasi) wawasankebangsaan; (6) di sektor ekonomi terjadi illegal loggingdan illegal fishing oleh negara tetangga; serta (7)koordinasi lintas sektoral dan lintas wilayah dalampenanganan wilayah perbatasan masih rendah.

Sebagai daerah yang relatif kurang subur, wilayahperbatasan di NTT juga dikembangkan sapi lokal. Namun,produktivitas ternak di wilayah perbatasan ini juga rendah,seperti kondisi sapi di wilayah NTT pada umumnya.Hasil penelitian Jelantik (2001) menunjukkan bahwa

Page 4: PENGEMBANGAN PERTANIAN WILAYAH PERBATASAN …

210 Pengembangan Inovasi Pertanian Vol. 7 No. 4 Desember 2014: 207-220

produktivitas (turn over rate) ternak sapi di NTT hanya9,5%, artinya dari 10 ekor ternak yang dipelihara hanyasatu ekor yang bisa dijual atau dipotong setiap tahunnya.Jika rata-rata jumlah pemilikan ternak di Pulau Timorberkisar antara 3-4 ekor (3,2 ekor) per rumah tanggapeternak (Jelantik 2006) maka seorang peternak hanyamampu menjual satu ekor ternak setiap 3 tahun. Rendahnyaprodukvitas merupakan faktor kunci yang menyebabkanpenurunan populasi dan mutu genetik ternak. Secaraumum, rendahnya produktivitas ternak sapi di NTTdisebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu penurunan angkakelahiran, tingginya angka kematian pedet, dan rendahnyatingkat pertumbuhan ternak sapi (net growth rate).

Batas Wilayah Perbatasan

Batas alam (sungai Malibaka) antara NKRI dan RDTLmemainkan peran penting dalam aspek geografissetempat. Pada musim hujan, sungai Malibaka selalumengalami banjir dan sering kali mengikis bantaran sungaisehingga dapat menyebakan perubahan atau pergeseranbatas alam kedua negara. Kondisi ini dapat, atau bahkansudah, menimbulkan pergesekan sosial dan politis keduanegara. Lebih jauh lagi, pada tengah sungai tersebutterdapat lahan yang luasnya mencapai 42 ha. Lahanendapan tersebut sangat subur untuk area pertaniansehingga sering menjadi perebutan kelompok masyarakatIndonesia dan Timor Leste di wilayah tersebut.Pergesekan sosial tersebut juga erat kaitannya dengankondisi masyarakat perbatasan yang relatif terbelakangdan terbelenggu kemiskinan. Keberadaan lahan endapan

yang subur tersebut memicu keinginan mereka untukmeningkatkan kesejahteraan dengan memanfaatkan lahansubur tersebut (http://amillavtr.wordpress.com/2012).

Sosial Budaya

Secara sosio-antropologis, masyarakat perbatasan NKRI-RDLT terikat oleh pertalian kekeluargaan dan etnis. Namun,perjalanan sejarah menyebabkan kelompok masyarakattersebut terpisahkan secara politis. Integrasi Timor Timurke pangkuan NKRI beberapa waktu yang lalu telahmendorong kelompok-kelompok etnis tersebut bersatukembali, namun dalam sikap politik berbeda.

Guna mengatasi kemungkinan pergesekan sosial, keduanegara bersepakat untuk membuat perbatasan baru berupaperbatasan provinsi. Dalam menentukan perbatasantersebut diperlukan pengaruh tokoh adat karena menurutpendapat masyarakat, permasalahan perbatasan tersebuttidak dapat diselesaikan melalui hukum internasional, tetapiharus diselesaikan dengan pendekatan adat Timor karenaalasan etnis, bahasa, adat, dan asal-usul keluarga.

Dari sudut perilaku sosial, masyarakat perbatasanNKRI-RDTL memiliki sikap dan perilaku keras danemosional. Sikap demikian sedikit banyak berpengaruhterhadap upaya pemerintah dalam peningkatankesejahteraan dan pengurangan kemiskinan. Perilaku kerasdan emosional tersebut dalam beberapa kondisi dapatmenghambat proses pembangunan. Perilaku demikiandiperparah oleh kebiasaan berjudi dan minum minumankeras tradisional yang dapat menimbulkan dampak danperilaku sosial yang buruk. Seluruh kendala ini ditambah

RI

RDTL

DAERAHSENGKETA

ARAH ALIRAN SUNGAIKE ARAH RI

ARAH ALIRANSUNGAI KEARAH RDTL

Gambar 2. Batas alam wilayah NKRI-RDTL di Provinsi NTT berupa sungai Malibaka, diKabupaten Belu, 2013.

Page 5: PENGEMBANGAN PERTANIAN WILAYAH PERBATASAN …

Pengembangan pertanian wilayah perbatasan Nusa Tenggara ... (Dwi Priyanto dan Kusuma Diwyanto) 211

dengan kehadiran warga baru eks-Timtim (wargapengungsi), yang sampai saat ini masih belum seluruhnyadapat berbaur dengan warga setempat. Kondisi wargapengungsi ini masih berada dalam taraf rendah, dansebagian dari mereka belum memperoleh tempat tinggalyang layak maupun pekerjaan tetap.

Kegiatan Ekonomi

Masyarakat perbatasan NKRI-RDTL dapat melakukanperdagangan dengan memanfaatkan sarana transportasijalan tradisional (jalan tikus) yang menghubungkan keduanegara. Pada umumnya jalan-jalan tikus tersebutmerupakan jalan setapak, atau sebagian sudah diaspal dandapat dilalui kendaraan bermotor roda dua, denganpanjang sekitar 1-2 km dari permukiman setempat ke titikpertemuan kedua negara yang umumnya berupa pasarmingguan. Kegiatan perdagangan tidak resmi tersebutsangat merugikan wilayah Indonesia karena terjadinyapenyelundupan BBM dan sembako, serta illegal loggingdi wilayah NKRI. Penyelundupan terjadi karena disparitasharga yang cukup tinggi. Harga sembako dan kebutuhanpokok di RDTL jauh lebih tinggi daripada di wilayah NKRI.Dalam penyelundupan BBM sering kendaraan TimorLeste mengganti nomor Indonesia dan masuk ke wilayahIndonesia untuk membeli BBM dan diperdagangkan diTimor Leste. Salah satu penyebab peningkatanpenyelundupan ialah lemahnya pengamanan di perbatasankedua negara yang mengawasi lalu lintas orang dan barang(http://www.infogue.com/viewstory/2010).

Demografi dan Tenaga Kerja

Wilayah perbatasan NTT-RDTL (Kabupaten Belu) memilikiluas 2.445,57 km2 atau 5,16% dari luas wilayah ProvinsiNTT. Topografi wilayah Kabupaten Belu berupa lahan datarberbukit hingga pegunungan dengan sungai-sungai yangmengalir ke utara dan selatan mengikuti arah kemiringanlereng (BPS Kabupaten Belu 2013). Sungai-sungai yangmengalir dari bagian selatan bermuara di Selat Ombai danLaut Timor. Dari 14 sungai yang bermuara di bagian utara,yang banyak digunakan penduduk untuk pertanian ialahSungai Baukama, Malibaka, dan Talau. Wilayah datarterletak di bagian selatan memanjang sampai ke tenggarapada pesisir pantai Laut Timor dengan kemiringan kurangdari 2%. Wilayah datar berombak sampai bergelombangdengan kemiringan 3-40% terdapat hampir merata diseluruh wilayah, mencapai 55,86% dari luas wilayah.Wilayah pegunungan (>40%) terdapat di wilayah tengahke arah timur dengan luas sekitar 17,40% (BPS KabupatenBelu 2013).

Populasi penduduk Kabupaten Belu mencapai 254.676jiwa yang terdiri atas 83.275 kepala keluarga (KK) dengankepadatan 2.445 jiwa/km2. Komposisi penduduk padatahun 2010 memperlihatkan bahwa sebagian besar(60,09%) penduduk usia kerja mempunyai pekerjaan utamadi sektor pertanian. Proporsi lainnya bekerja pada sektorsekunder 12,84% dan sektor tersier 27,07%. Dibandingkandengan hasil sensus penduduk tahun 1990 dan 2000, yaitupenduduk yang bekerja di sektor pertanian masing-masingmencapai 68,28% dan 76,15%, terlihat bahwa selama lebihdari dua dekade terakhir sangat sedikit terjadi peralihanatau migrasi tenaga kerja dari sektor primer ke sektorekonomi modern. Keterlambatan proses migrasi tenagakerja ke sektor modern sangat erat kaitannya dengantingkat pendidikan pekerja. Data hasil Sakernas 2008memperlihatkan bahwa 73,10% penduduk yang bekerjaberpendidikan paling tinggi tamat sekolah dasar (SD).Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan kemam-puan untuk mengadopsi perkembangan teknologi produksimaupun pikiran kreatif untuk menyeleksi aktivitas ekonomiyang lebih menguntungkan menjadi terbatas.

Perekonomian dan Infrastruktur

Tingkat kehidupan dan perekonomian masyarakatperbatasan NKRI – RDTL tergolong rendah sampai sangatrendah. Kegiatan ekonomi masih bersifat tradisional danjauh tertinggal dibanding kelompok masyarakat lain di luarwilayah perbatasan. Kondisi ekonomi yang rendah yangdidorong oleh tuntutan kebutuhan rumah tangga seringkali menjadi pemicu interaksi kegiatan sosial-ekonomi ilegaldengan masyarakat RDTL, seperti penyelundupan BBMdan bahan pokok lain seperti beras dan bahan panganlain. Kemiskinan juga menimbulkan ketergantunganmasyarakat pada bantuan sosial pemerintah, baik bantuanpangan pokok (beras) maupun bantuan lain yang dapatsedikit membantu kehidupan mereka.

Salah satu penyebab peningkatan kemiskinan ialahtidak berfungsinya pasar perbatasan di beberapa lokasi.Pasar perbatasan yang dibangun pemerintah dimaksudkanuntuk meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat danpendapatan keluarga serta mencegah penduduk memasukiwilayah negara tetangga. Namun, kegiatan pasarperbatasan di Desa Maumutin Kecamatan Raihat dan diDesa Silawan Kecamatan Tasifeto Timur telah dihentikankarena dianggap memicu konflik masyarakat perbatasan.Pasar perbatasan didirikan pada tahun 2003 dan berjalanbaik hingga 2004. Pasar ini merupakan pasar pangan pokok(beras, jagung, kacang-kacangan, dan lain-lain) yangdihasilkan oleh penduduk setempat, dan pasar barangkonsumsi rumah tangga seperti pakaian dan bahan pakaianserta peralatan dan kebutuhan rumah tangga. Pasar ini

Page 6: PENGEMBANGAN PERTANIAN WILAYAH PERBATASAN …

212 Pengembangan Inovasi Pertanian Vol. 7 No. 4 Desember 2014: 207-220

relatif lengkap dan merupakan ajang berbelanja wargaRDTL karena di wilayah mereka tidak terdapat kegiatanekonomi. Kegiatan pasar dihentikan pada tahun 2005setelah pada tahun 2004 terjadi pergesekan yangmenimbulkan korban dari pihak penduduk RI. Bangunankantor pasar yang dibangun pemerintah dan bangunankios pasar yang dibangun dengan swadaya masyarakatkini terlantar dan rusak parah.

Kondisi kerusakan seperti di atas terjadi pula padapasar perbatasan di Desa Silawan. Pasar ini dibangun padatahun 2010 dan tanpa diketahui penyebabnya menjaditerbengkalai dan rusak dimakan waktu.

Indikator kemiskinan/kesejahteraan rumah tangga jugaditunjukkan oleh kualitas bangunan rumah tinggal. DiKabupaten Belu, bangunan rumah tidak permanen adalahyang paling tinggi (62,50%), rumah semipermanen 26,38%,sedangkan bangunan rumah permanen hanya 11,07%.

Indikator kemiskinan juga ditunjukkan oleh statuskesehatan masyarakat yang rendah. Dilihat dari kejadiangizi kurang dan gizi buruk, secara umum masih banyakbalita yang mengalami kondisi gizi kurang bahkan giziburuk. Kondisi demikian menggambarkan bahwa diKabupaten Belu masih terjadi kasus kerawanan panganyang berdampak terhadap kondisi balita dengan kondisigizi buruk. Oleh karena itu, kondisi pangan perlumendapatkan perhatian serius untuk menanggulangi kasusrawan gizi di wilayah terkait. Program ketahanan pangandengan mengembangkan tanaman pangan perlu dilakukanuntuk mencukupi kebutuhan gizi dan meningkatkankesehatan masyarakat, khususnya anak-anak balita yangsangat rentan terhadap kondisi rawan gizi. Di sisi lain,keterbatasan curah hujan (lahan kering) berdampakterhadap produktivitas dan produksi tanaman pangan.Produksi tanaman pangan dan pola tanam yang tidaktertata dengan baik menyebabkan produktivitas komoditaspangan tidak optimal. Hal tersebut berpengaruh nyataterhadap ketersediaan pangan masyarakat.

POTENSI PENGEMBANGAN PERTANIAN

Kondisi Tanah dan Iklim WilayahPerbatasan

Tanah dan lahan di Kabupaten Belu dicirikan dengantekstur sedang, dan sebagian kecil bertekstur tanah halusdan kasar. Jenis tanah yang ada seperti Aluvial dijumpaidi dataran Besikama, sepanjang pantai selatan dan sedikitdi utara. Pada umumnya jenis tanah ini sangat subur karenabanyak mengandung unsur hara. Intensitas pelapukan diwilayah ini tidak begitu besar karena beriklim sedang. Tanahcampuran Aluvial dan Litosol dijumpai di dataran Oeroki,Halilulik.Tanah Litosol tersebar merata di Kabupaten Belu,

dan campuran tanah Mediteran, Renzina, dan Litosoltersebar di wilayah Malaka Tengah.

Kabupaten Belu memiliki suhu rata-rata 24-34°C,beriklim tropis, umumnya berubah-ubah tiap setengahtahun karena pergantian musim kemarau dan musim hujandengan musim kemarau yang lebih dominan. Musim hujansangat singkat, dimulai Januari sampai Mei. Curah hujantertinggi 4.067 mm/tahun terdapat di Kecamatan Wewiku.

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Kabupaten Belu terdiri atas lahansawah 5%, lahan tegal dan perkebunan 17%, pekarangan5%, ladang 8%, tanaman kayu-kayuan 6%, dan lainnya59%. Masih banyak lahan yang belum dimanfaatkan yangumumnya berupa lahan bongkor (Gambar 3). Apabilapenggunaan lahan dirinci lebih lanjut, luas lahan sawahhanya 12.461 ha (5,10%) dan didominasi oleh sawah tadahhujan, sedangkan sawah irigasi teknis hanya 1.494 ha.Sebaliknya lahan kering sangat dominan yang mencapai232.996 ha (94,90%), yang didominasi lahan kering tidakdigunakan 67.590 ha, tegal/kebun 39.493 ha, dan lahanpenggembalaan atau padang rumput 22.968 ha yangberpeluang untuk pengembangan peternakan.

Kondisi tersebut di atas menggambarkan adanyapeluang pemanfaatan lahan kering untuk pengembanganpertanian. Lahan kering yang memiliki tingkat kesuburanrendah sebagian besar digunakan untuk produksi berbagaikomoditas pangan yakni jagung, kacang-kacangan, danubi jalar (Dariah dan Las 2010). Lahan kering berpotensiuntuk pengembangan padi gogo dengan produktivitaslebih dari 5 t/ha (Adimihardja et al. 2008). Hal tersebutpatut direkomendasikan untuk meningkatkan produksipadi maupun tanaman pangan lain di wilayah perbatasan.

Secara umum produksi dan produktivitas usaha tanidi Kabupaten Belu masih rendah. Faktor penyebabnya

Gambar 3. Penggunaan/pemanfaatan lahan di wilayah perbatasanKabupaten Belu, 2013.

Page 7: PENGEMBANGAN PERTANIAN WILAYAH PERBATASAN …

Pengembangan pertanian wilayah perbatasan Nusa Tenggara ... (Dwi Priyanto dan Kusuma Diwyanto) 213

ialah rendahnya curah hujan dan pendeknya periode bulanhujan, selain kondisi tanah yang kurang subur khususnyalahan kering. Dariah dan Las (2010) melaporkan bahwapemanfaatan lahan kering untuk pengembangan pertaniandihadapkan pada kendala biofisik maupun sosial ekonomi.Kendala biofosik berupa topografi (kemiringan lahan),kesuburan tanah, dan ketersediaan air. Kondisi biofisikdapat dieliminasi dengan penerapan inovasi teknologiyang tepat dan murah.

Tingkat pengetahuan petani dalam penerapanteknologi juga merupakan faktor penting dalam upayapeningkatan produktivitas usaha tani. Perkembangan luaspanen dan produksi tanaman pangan cukup bervariasi,dan luas panen tanaman pangan cenderung menurunkecuali kacang tanah. Selain tanaman pangan, telahdikembangkan tanaman hortikultura (sayuran dan buah-buahan) yang dapat membantu perekonomian masyarakat.Di Kabupaten Belu, komoditas sayuran yang telahberkembang ialah bawang merah, tomat, kangkung, danbawang putih. Untuk buah-buahan, jenis yang dominanadalah pisang, mangga, jambu biji, dan pepaya (BPSKabupaten Belu 2013). Berdasarkan pemanfaatan lahan,masih tersedia lahan untuk pengembangan pertanian, diantaranya dengan memanfaatkan lahan yang belumtergarap.

Perkembangan KomoditasTanaman Pangan

Masalah pangan selalu dirasa vital karena menyangkutkehidupan manusia yang paling azasi. Untuk mem-pertahankan eksistensinya, manusia berupaya untukmencukupi kebutuhan pangan baik secara langsungmaupun tidak langsung. Apabila kebutuhan primertersebut tidak dapat dipenuhi maka kerawanan panganakan berdampak luas terhadap sendi-sendi kehidupanmasyarakat. Bagi daerah yang struktur perekonomiannyadidominasi oleh pertanian khususnya tanaman panganseperti di Kabupaten Belu, keberadaan dan keber-langsungan pertanian menjadi sangat strategis. Olehkarena itu, Pemkab Belu memfokuskan sektor pertaniankhusus tanaman pangan sebagai salah satu program utamadalam menggenjot pertumbuhan ekonomi daerah.

Misi pengembangan sektor pertanian adalahmeningkatkan pemanfaatan teknologi pertanian tepat guna,merevisi pola bertani yang bersifat subsisten tradisionalke pola pertanian yang berorientasi pasar, menguatkankelembagaan, dan merestrukturisasi aspek sosial budayayang menghambat produktivitas petani. Perkembanganusaha pertanian dikategorikan lambat, ditunjukkan olehusaha tanaman pangan (padi dan palawija) yang hanyameningkat 4,16%/tahun, hortikultura cukup tinggi (7,78%/

tahun), dan usaha peternakan sangat rendah hanyameningkat 0,57%/tahun. Petani yang mengusahakantanaman perkebunan dan tanaman pangan bahkanmenurun masing-masing 1,47% dan 3,40%/tahun. Secaraumum perkembangan rumah tangga pertanian mengalamipeningkatan 3,90 %/tahun. Hal tersebut menunjukkanbahwa sektor pertanian belum memberikan kontribusiterhadap pembangunan sehingga harus diperhatikan.

Berdasarkan perkembangan luas panen komoditastanaman pangan, jagung mengalami peningkatan yangcukup tinggi. Hal tersebut karena lahan yang ada berupalahan kering, di samping curah hujan relatif rendah danbulan hujan pendek sehingga yang dapat dikembangkanadalah tanaman jagung. Untuk padi, perkembangan luaspanen cenderung rendah dan bahkan menurun pada tahun2007 dibanding 2006 (5.407 ha vs 6,166 ha). Untuk ubikayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang hijau, luas panenmengalami penurunan kecuali kedelai walaupun luaspanennya relatif kecil. Luas panen merupakan salah satufaktor penting yang menentukan laju produksi padi(Maulana 2004). Oleh karena itu, strategi perluasan luaspanen dengan memanfaatkan lahan potensial yangtersedia merupakan langkah strategis yang perluditempuh.

Perkembangan Subsektor Peternakan

Peternakan merupakan salah satu subsektor vital yangmampu menyangga kehidupan ekonomi sebagaian besarkeluarga tani di pedesaan. Rumah tangga petani yangmemelihara ternak dapat membiayai kebutuhan di luarpangan seperti menyekolahkan anak, kesehatan, danperumahan. Bahkan pada saat kondisi kritis seperti gagalpanen, ternak diandalkan untuk menopang ketersediaanpangan keluarga.

Di Kabupaten Belu, populasi ternak tertinggi adalahsapi yang mencapai 95.715 ekor, disusul babi 55.836 ekor,kambing 9.830 ekor, serta kuda dan kerbau masing-masing2.163 dan 1.565 ekor. Ternak domba relatif sedikit, yaknihanya 32 ekor.

Upaya pemerintah daerah untuk meningkatkanpopulasi ternak menghadapi kendala yang semakin seriuskarena lalu lintas mutasi ternak keluar, terutama bibitsemakin sulit dikendalikan. Selain itu, penyakit brucellosissampai saat ini terus menjadi ancaman yang menghantuipara peternak. Kendala lainnya adalah sebagian besarpeternak masih bertahan pada pola budaya yang bersifattradisional akibat kurang variatifnya pola pembinaan danpenyuluhan yang selama ini terkesan konvensional.

Pemeliharaan sapi potong masih digembalakan. NTTsejak tahun 2003 memiliki area penggembalaan terluas diIndonesia (773.938 ha atau 32,42%) sehingga hal tersebut

Page 8: PENGEMBANGAN PERTANIAN WILAYAH PERBATASAN …

214 Pengembangan Inovasi Pertanian Vol. 7 No. 4 Desember 2014: 207-220

merupakan potensi pengembangan. Namun, padangpenggembalaan di wilayah beriklim kering memilikiproduktivitas hijauan yang sangat minim serta memberikandaya dukung pakan yang rendah sehingga perlu perbaikan(Sudaryanto dan Priyanto 2010).

Pola budi daya ternak yang bersifat subsisten inimengakibatkan pertambahan populasi ternak berjalanlambat dan terkesan alamiah, tanpa rekayasa teknologipeternakan yang nyata. Mutasi ternak yang tercatat selamatahun 2008 adalah sebagai berikut: dipotong RPH dan diluar RPH 3.800 ekor, sedangkan yang diantarpulaukanmelalui pelabuhan ataupun transportai darat 9.286 ekor.Jumlah mutasi penggunaan ternak yang cukup tinggi inijika tidak diimbangi dengan mutasi pengadaan terutamaangka kelahiran, dipastikan populasi sapi pada masamendatang akan semakin berkurang.

POTENSI WILAYAH PERBATASAN

Kondisi Biofisik

Wilayah perbatasan pada pintu utama di Desa Silawan(Pengawas Lintas Batas/PLB Mota’ain) ditandai olehSungai Malibaka. Kedua negara dihubungkan olehjembatan jalur penyeberangan darat. Frekuensi lalu lintaskendaraan penumpang dan pengangkut bahan panganpokok di wilayah ini terbilang tinggi. Di lokasi tersebutterdapat pos-pos perbatasan NKRI, yaitu kantor imigrasi,PLB Satgas Perbatasan, serta kantor Bea dan Cukai.Kondisi bangunan pengawas perbatasan di wilayah NKRItidak semegah dan semewah kondisi komplek pengawasperbatasan di wilayah RDTL. Jalur keluar masuk keduanegara dilengkapi pintu portal di kedua negara.

Ekosistem wilayah perbatasan Desa Silawan berupaekosistem pantai dan lahan rawa di dataran rendah danwilayah perbukitan didominasi lahan kering (Gambar 4).Lahan kering memiliki tingkat kesuburan tanah yangrendah dengan berbagai kendala biofisik lain yang memilikiketersediaan air terbatas karena bergantung pada curahhujan. Upaya untuk memperbaiki kualitas lahan adalahdengan menerapkan teknologi pengelolaan hara berupapemupukan berimbang, salah satunya pemupukan organiksisa pakan dan kotoran ternak (Santoso dan Sopian. 2005).

Sebagian kecil wilayah perbatasan NKRI-RDTLmemiliki ekosistem rawa pasang surut yang umumnyaditanami padi dua kali setahun. Padi varietas lokal ditanamsecara tradisional dan dipanen setelah berumur 4 bulan.Ekosistem rawa yang tidak diusahakan ditumbuhi tanamangewang yang berkembang juga di dataran rendah sampaiwilayah perbukitan. Sebagian lahan di perbukitan saat inisudah dikembangkan oleh masyarakat untuk penanamankayu jati. Pada ekosistem lahan kering diusahakan tanaman

pangan nonpadi, antara lain jagung, kacang hijau, dankacang tanah. Selain itu, mangga dan jambu mete ditanamdi lahan kering dan di sekitar permukiman.

Masalah utama dalam kegiatan pertanian ialah tingkatproduktivitas padi dan komoditas tanaman pangan lainmasih rendah. Penyebabnya adalah penggunaan benihlokal yang kurang tanggap terhadap pemupukan. Varietasunggul Inpari 13 telah diperkenalkan oleh Dinas Pertanian,namun teknologi pendukungnya belum diterapkan secarabaik. Di sisi lain, pemeliharaan ternak sapi secara dilepasmerupakan sumber masalah sosial karena teknikpemeliharaan seperti ini memungkinkan sapi menggangguatau memasuki kebun warga lain.

Masalah utama yang patut diperhatikan di wilayahperbatasan Desa Silawan adalah penyelundupan BBM,bahan pangan, dan bahan kebutuhan pokok lainnya.Penyelundupan terjadi karena disparitas harga yang tinggi(mencapai 100 %) serta kegiatan pemeriksaan lintas bataskurang ketat. Lalu lintas produk bernilai ekonomi di keduawilayah negara cukup sibuk, dapat dilihat dari hilir-mudiknya truk pengangkut bahan pokok dan bis-bis minipengangkut penumpang. Truk-truk pengangkut bahanpokok umumnya berasal dari Surabaya yang membawamuatannya langsung ke kota Dili. Kondisi ini menimbulkandampak negatif terhadap perkembangan perekonomianwilayah perbatasan di Desa Silawan karena tidakmemberikan sumbangan terhadap PAD Kabupaten Belu.

Kondisi permukiman dan rumah tinggal masyarakatwilayah perbatasan umumnya berada pada tingkat rendah.Sebagian besar rumah penduduk bersifat tidak permanenatau semipermanen, terbuat dari bahan bangunan lokalseperti pohon gewang, bambu, dan kayu lokal. Atap rumahumumnya terbuat dari seng dan sebagian besar rumahtidak memiliki kamar mandi. Kegiatan mandi dan mencuciumumnya dilakukan di sungai atau sumber air terdekat.

Perumahan penduduk yang bersifat tidak permanen(rumah kayu gewang) lebih banyak dari rumah permanenyang dimiliki masyarakat dengan kondisi finansial yanglebih baik. Kebutuhan air bagi rumah tangga dipenuhi darisumur tradisional yang umumnya memiliki kedalamansampai 15 m. Di desa juga terdapat sumur pompa yangdibangun oleh Kementerian PU. Air sumur dipompa kedalam bak komunal untuk memenuhi kebutuhan penduduksekitarnya. Sebagian penduduk memanfaatkan airpompa dan air sumur untuk menyiram tanaman di sekitarrumah.

Sistem Usaha Tani Tanaman Pangan

Kegiatan utama sebagian besar penduduk wilayahperbatasan adalah bertani, terutama tanaman pangan. Hasilpengamatan di lokasi menunjukkan bahwa penggunaanlahan berkisar pada kegiatan usaha tani tanaman pangan

Page 9: PENGEMBANGAN PERTANIAN WILAYAH PERBATASAN …

Pengembangan pertanian wilayah perbatasan Nusa Tenggara ... (Dwi Priyanto dan Kusuma Diwyanto) 215

(padi, jagung, kacang hijau, ubi kayu) dan tanaman perke-bunan (kelapa, kemiri, kopi, mete). Secara umum kondisitanaman pangan tergolong rendah sampai baik. Sebagianbesar tanaman pangan menunjukkan gejala kekuranganhara (tanah tidak subur). Untuk mengatasi kesuburan tanahyang rendah perlu diintroduksikan teknologi pengelolaanhara dengan pemupukan berimbang dengan pupuk organik(Santoso dan Sofian 2005). Untuk pengadaan pupukorganik diperlukan pengembangan ternak khususnya sapipotong yang sudah berkembang di lokasi untukmendapatkan kompos dengan konsep CLS. Dalam sistemusaha tani ini, ternak diintegrasikan dengan tanamanpangan untuk mencapai kombinasi yang optimal. Padakombinasi tersebut, input produksi menurun (low input)tanpa mengganggu hasil. Prinsipnya ialah menekan risikousaha karena adanya diversifikasi usaha. Kelestarian

sumber daya lahan juga menjadi titik perhatian dalamsistem ini (Diwyanto dan Handiwirawan 2004).

Sistem integrasi tanaman dan ternak mulai dikem-bangkan secara intensif sejak adanya program Pening-katan Produktivitas Padi Terpadu (P3T). Hal ini dilakukandalam upaya rehabilitasi lahan pertanian yang mengalamidegradasi akibat pemupukan (Zaini et al. 2002). Konsepsistem integrasi padi-ternak (SIPT) merupakan salah satukomponen dalam mendukung perbaikan lahan pertanianpada agroekosistem lahan sawah intensif (Haryanto et al.2002), yang didukung pengembangan kelembagaanKelompok Usaha Agribisnis Terpadu (Soentoro et al.2002). Dalam konsep ini, diversifikasi usaha tani menjadifaktor penting yang mengarah pada pola multikomoditasuntuk membantu petani dalam mendukung ekonomi rumahtangga secara berkelanjutan.

Sungai(perbatasan)

RDTL

NKRI JEMBATAN

Barat Timur

Gambar 4. Transek biofisik Desa Silawan, Kecamatan Sasifeto Timur Kabupaten Belu yang merupakan perbatasan darat ke negaraRepublik Demokrasi Timor Leste.

Ekosistem Lahan kering Perumahan Lahan rawa Perbatasan Rawa

Topografi Landai-berbukit Ladai Datar Sungai Datar

Pemanfaatan Belukar-hutan Usaha tani Usaha tani Penyeberangan RawaPasar (tutup)

Komoditas Gewang Jagung Padi rawa - GewangMete Kacang hijauJati Kacang tanah

Ubi kayuPisangMangga

Masalah Bukit Produksi rendah Produksi rendah PenyelundupanHama ternak Hama tanaman (BBM, pangan, -

sembako, dll)

Sumber masalah Lahan batuan Bergantung curah Bibit lokal umur Mudahnya jalur -hujan panjang penyeberangan

Lahan pasang surutEkonomi masyarakatrendah

Sumber: Suradisastra et al. (2012).

Page 10: PENGEMBANGAN PERTANIAN WILAYAH PERBATASAN …

216 Pengembangan Inovasi Pertanian Vol. 7 No. 4 Desember 2014: 207-220

Pilihan untuk melakukan diversifikasi usaha taniditentukan oleh kombinasi faktor teknis, ekonomi,lingkungan, dan sosial budaya (Saliem dan Supriyati 2006).Model diversifikasi usaha tani sangat tepat untukmenghindari kegagalan usaha komoditas tunggal karenamodel dirancang secara terintegrasi dan salingmendukung. Peran ternak dipersiapkan untuk mendukungmengurangi kebutuhan pupuk, sebaliknya limbah tanamandipersiapkan sebagai pakan ternak.

Kondisi dan perkembangan usaha pertanian di wilayahperbatasan menunjukkan ketertinggalan. Tanaman panganyang diusahakan adalah padi rawa, jagung, ubi kayu, dankacang tanah. Masa tanam padi di Desa Silawan dibatasioleh musim hujan yang pendek (3-4 bulan). Hasilnyadiperuntukkan bagi pemenuhan konsumsi rumah tanggadan bila ada kelebihan dijual ke tetangga atau pembelisatu desa.

Benih tanaman pangan berupa benih lokal dan sedikitpetani yang sudah menggunakan benih unggul. Benihpadi varietas unggul dan input usaha tani (pupuk danpestisida) diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten.Untuk padi di lahan rawa masih menggunakan varietaslokal yang berumur 4 bulan dengan hasil 3-3,5 t/ha. Petanisering mengalami kesulitan memperoleh benih varietasunggul pada saat yang tepat. Guna mengatasi hal ini danuntuk mengejar musim tanam, sebagian petanimemanfaatkan benih lokal yang hasilnya lebih rendahdibanding varietas unggul. Rekomendasi penggunaanbenih unggul di lahan rawa perlu dilakukan dalam upayameningkatkan produksi padi.

Pada usaha tani jagung, kacang hijau, ubi kayu, dankacang tanah, petani juga masih menggunakan benihlokal. Pengembangan jagung dengan benih unggul(varietas Lamuru) mampu meningkatkan hasil dari 2 tmenjadi 6 t/ha pada lahan kering di Kabupaten SumbaTimur (Priyanto dan Gega 2012). Kondisi lahan yangmarginal memerlukan perbaikan melalui pengembanganusaha tani jagung yang terintegrasi dengan sapi sehinggakotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai kompos untukmemperbaiki struktur tanah.

Kendala lain dalam pengelolalan lahan kering ialahketerbatasan tanaga kerja untuk pengolahan lahan.Dengan curah hujan yang terbatas (Oktober/Novemberawal musim hujan), petani harus segera mengolah lahanuntuk tanaman jagung. Tanam serempak tersebut tidakmampu dikerjakan dengan tenaga kerja keluarga sehinggabanyak lahan yang tidak tergarap. Di desa hanya terdapatsatu traktor yang tentunya tidak mampu melayanikebutuhan pengolahan lahan bagi seluruh desa. Karenaitu, pengadaan traktor untuk wilayah perbatasan sangatpenting untuk mendukung perluasan area tanam tanamanpangan. Lahan daerah aliran sungai (DAS) sangat subur,tetapi belum banyak dimanfaatkan karena sulitnya

mengangkat air dari sungai. Pengadaan mesin pompa airakan sangat membantu petani dalam memanfaatkan DASuntuk usaha tani tanaman pangan.

Di samping faktor teknis, faktor lain adalah kemampuandan keterampilan petani yang lemah. Upaya pember-dayaan petani yang sering dilakukan adalah berupabantuan, baik bantuan pupuk maupun sarana produksilainnya. Namun, sering bantuan tersebut tidak sesuaidengan dinamika iklim dan musim. Kegiatan penyuluhansangat jarang karena wilayah yang terpencil dan jauh daripusat pemerintahan. Akibatnya, pengetahuan petani akanteknologi sangat rendah. Faktor-faktor yang memengaruhikeputusan adopsi teknologi adalah manfaat berupakeuntungan relatif, kesesuaian teknologi, dan persepasipetani terhadap pengaruh media/informasi (Indraningsih2011). Rekomendasi teknologi untuk wilayah perbatasandiharapkan memiliki nilai ekonomis tinggi dalammeningkatkan pendapatan petani.

Masalah lain yang dihadapi petani adalah kekuranganmodal, tidak memiliki kemampuan menghimpun modal, danakses ke sumber permodalan lemah. Pemberdayaanmasyarakat pedesaan dalam pengelolaan lahan kering yangefektif ialah berlandaskan pada penguatan modal sosialsetempat. Panguatan tata nilai kemajuan merupakan intidari penguatan modal sosial (Pranaji 2006). Adatmasyarakat di NTT umumnya merupakan masyarakat yangkurang bersemangat dalam berusaha tani. Oleh karena itu,perubahan tata nilai untuk menyemangati petani dalamusaha tani perlu mendapat perhatian yang serius denganberbagai upaya pemberdayaan oleh institusi maupunperombakan pola pikir oleh tokoh adat setempat.

Pengelolaan Subsektor Peternakan

Usaha peternakan yang banyak diusahakan petani adalahbabi dan sapi, yang mampu menyangga kehidupanekonomi sebagian besar keluarga tani di lokasi. Peme-liharaan ternak bersifat tradisional. Ternak sapi dibiarkanberkeliaran mencari makan dan sebagian diikat di sekitarrumah atau di lapangan rumput. Ternak babi dikandangkandan diberi pakan sisa hasil pertanian. Rata-rata tiapkeluarga memiliki 1-2 ekor sapi dan 2 ekor induk babi.Kepemilikan sapi di lokasi ini lebih rendah dari rata-ratakepemilikan sapi di Kabupaten Belu (sekitar 10 ekor/KK).

Fungsi ternak terutama babi dan sapi adalah sebagai“bank berjalan” (bank on the hoof) atau sebagai liquidcapital yang dapat diuangkan setiap waktu bila petanimemerlukan uang tunai (Simatupang dan Hadi 2004),misalnya pada awal tahun pelajaran. Dalam kondisi ini,petani biasa menjual satu atau dua ekor babi atau sapiuntuk keperluan pendidikan anggota keluarganya. Hargababi berkisar antara Rp300-500 ribu per ekor umur 3-4 bulan,

Page 11: PENGEMBANGAN PERTANIAN WILAYAH PERBATASAN …

Pengembangan pertanian wilayah perbatasan Nusa Tenggara ... (Dwi Priyanto dan Kusuma Diwyanto) 217

sedangkan harga babi dewasa mencapai Rp2-3 juta perekor. Babi memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingsapi karena babi mempunyai nilai adat (untuk upacarapernikahan, keagamaan, dan sebagainya). Nilai jual sapidewasa berkisar antara Rp2-3 juta rupiah. Bangsa sapiyang berkembang ialah sapi bali karena adaptif terhadapkondisi pakan yang minim seperti di Kabupaten Belu, selainbangsa sapi Peranakan Ongole (PO) dalam populasi yanglebih rendah. Ternak ayam membantu memperlancarkehidupan rumah tangga dengan nilai jual Rp50-100 ribu/ekor.

Di lokasi pengamatan, populasi ternak tertinggi adalahbabi. Penjualan ternak babi dapat dilakukan secara rutinkarena tingkat reproduksinya tinggi (rata-rata 10 ekor anakper kelahiran dan lima ekor di antaranya dapat hidup sampaidijual), tetapi angka kematian anak juga cukup tinggi,mencapai 50%. Ternak sapi kurang disukai pendudukkarena sering merusak tanaman petani setempat. Hal initerjadi karena sapi dipelihara dengan dilepas. Kondisidemikian sering menimbulkan pergesekan antara pemilikkebun dan pemilik sapi. Ternak sapi berpotensi untukdikembangkan secara intensif sehingga tidak menggangguusaha tani. Model yang tepat adalah terintegrasi denganpadi dan jagung dengan memanfaatkan limbah tanamansebagai pakan.

Pola integrasi jagung sapi melalui CLS mampumeningkatkan pendapatan petani 274% dan memberikanefek ganda (multiplier effect), khususnya pengembanganjagung di Sumba Timur dengan penyebaran benih unggulvarietas Lamuru dan penggemukan sapi potong (Priyantodan Gega 2012). Sariubang et al. (2004) juga melaporkanbahwa integrasi jagung-sapi di Kabupaten Takalar denganpola tanam dua kali setahun, dengan memanfaatkankompos sebagai pupuk mampu meningkatkan pendapatanpetani. Pola integrasi lainnya juga menunjukkankeberhasilan seperti yang dilaporkan oleh beberapapeneliti (Kartamulia et al. 1993; Priyanto et al. 2004; Horneet al. 1994).

Penerapan dan Adopsi TeknologiUsaha Tani

Ditinjau dari aspek penerapan teknologi usaha tani, SDMpetani masih rendah dalam akses teknologi pertanian, yangditunjukkan oleh manajemen usaha tani yang masihtradisional, hanya mengacu pada sumber daya lokal. Olehkarena itu diperlukan penyuluhan penerapan inovasiteknologi dan kelembagaan usaha tani. Namun, aktivitaspenyuluh di perbatasan belum menyentuh kebutuhanpetani karena perbatasan cenderung terisolasi dan relatiftertinggal. Penyuluh berperan sebagai komunikator danmotivator, khususnya dalam diversifikasi usaha tani untukmendukung ketahanan pangan (Azhari et al. 2013).

Keputusan petani dalam berusaha tani ditentukan olehkeunggulan ekonomi komoditas, penggunaan sumberdaya lahan, dan tenaga kerja. Faktor penentu lainnyaadalah ketersediaan sarana produksi dan daya beli petani.Hal tersebut perlu rekomendasi penyuluhan agarberkelanjutan sebagai langkah percepatan adopsiteknologi (Indraningsih 2013).

Lokasi perbatasan NTT-RDTL memiliki sumber dayalahan yang minim, aksesibilitas wilayah rendah sehinggapelaksanaan usaha tani menghadapi berbagai kesulitan.Oleh karena itu diperlukan kebijakan di antaranyapenyuluhan inovasi teknologi untuk memacu peningkatanproduktivitas usaha tani.

TANTANGAN PENGEMBANGAN PERTANIANWILAYAH PERBATASAN

Hasil perumusan tantangan/permasalahan yang dihadapidalam pengembangan pertanian di wilayah perbatasandidasarkan atas analisis potensi wilayah kabupatenberdekatan dengan kawasan perbatasan dan kajianwilayah desa perbatasan.

Sosial Ekonomi

Ditinjau dari aspek kependudukan, populasi pendudukKabupaten Belu cenderung bertambah pesat karena adatambahan penduduk dari “eksodus masyarakat dari Timor-Timur” sehingga banyak yang menetap sebagai pendudukdi wilayah perbatasan. Permasalahan pengungsi tersebutmerupakan tanggung jawab pemerintah dalam kaitannyadengan alokasi tenaga kerja dan penyediaan lahan usahapertanian, karena 60,09 dari penduduk memiliki lapangankerja di sektor pertanian. Ditinjau dari aspek pendidikanmasih rendah, yakni 82,62% tamat SD, SLTP 8,68%, SLTA7,54%, dan tamat akademi dan sarjana hanya 1,15%. Daritotal penduduk yang ada (54.222 jiwa), 17,8% merupakanfakir miskin. Berdasarkan status gizi balita (gizi kurangdan buruk), kasus rawan pangan masih terjadi. Oleh karenaitu, pengembangan pertanian diharapkan mampumendukung ketahanan pangan di wilayah perbatasan.

Masyarakat wilayah perbatasan tergolong ber-penghasilan rendah dengan rata-rata pengeluaran perkapita Rp177.744/bulan, dan kebutuhan pangan mencapai71,45% dari total pengeluaran. Kondisi ekonomimasyarakat juga dapat dilihat dari kondisi rumahsemipermanen dan tidak permanen dengan proporsimasing-masing 26,07% dan 62,50%. Program peningkatanekonomi masyarakat perbatasan melalui usaha produktifyang didukung pendampingan inovasi teknologi akanmampu meningkakan ekonomi rumah tangga.

Page 12: PENGEMBANGAN PERTANIAN WILAYAH PERBATASAN …

218 Pengembangan Inovasi Pertanian Vol. 7 No. 4 Desember 2014: 207-220

Usaha Tani Masyarakat

Dari hasil analisis pemanfaatan lahan wilayah perbatasan,potensi lahan yang belum dimanfaatkan masih cukupluas, mencapai 57% dari lahan yang ada. Namun, lahantersebut umumnya adalah lahan bongkor yang didominasilahan kering sehingga terdapat kendala yang cukup beratdalam pemanfaatannya untuk usaha tani. Lahan sawahkhususnya lahan rawa terbatas sehingga komoditas yangdominan dikembangkan adalah palawija (jagung).

Curah hujan yang sangat rendah dengan bulan hujanyang relatif pendek (Januari-Mei) berdampak pada polatanam yang terbatas sehingga produktivitas usaha tanitidak optimal. Dikaitkan dengan target ketahanan pangan,kondisi ini dinyatakan dalam kategori rendah.

Komoditas tanaman pangan sebagai sumber panganpokok adalah jagung, kacang tanah, dan kacang hijau disamping padi. Produksi dan produktivitas cenderungmengalami penurunan karena fluktuasi curah hujan,namun luas area cenderung meningkat. Tanamanperkebunan yang diunggulkan ialah kelapa, kemiri, danjambu mete, tetapi pemasalahan yang dihadapai adalahharga jual yang masih rendah.

Komoditas peternakan khususnya sapi potong, babi,ayam buras, dan itik mampu berperan sebagai penyanggaekonomi sebagian besar masyarakat pedesaan.Pemeliharaan bersifat tradisional sehingga produktivitasternak rendah. Untuk pengembangan sapi potong, faktordaya dukung pakan rendah terutama pada musim kemarau.Populasi ternak cenderung tidak bertambah.

Pengembangan Kelembagaan

Komoditas utama yang diperdagangkan ialah beras,jagung, gula pasir, minyak goreng, dan minyak tanah.Permasalahan yang dihadapai adalah secara geografisdistribusi usaha perdagangan masih tertumpu di ibukotakabupaten yakni Kecamatan Kota Atambua (KotaAtambua, Atambua Barat, dan Atambua Selatan),sedangkan distribusi ke wilayah lainnya belum merata.Kelembagaan pendukung yang telah ada yaitu koperasi(KUD), yang diharapkan mampu menyelamatkan ekonomirakyat dari ancaman ekonomi kapitalis. Namun, koperasimengalami kegagalan karena SDM pengelola kurang baikdan masih seringnya koperasi diperalat pihak swasta.

PELUANG PENGEMBANGAN PERTANIAN

Beberapa peluang pengembangan pertanian di wilayahperbatasan NTT-RDTL adalah sebagai berikut:1. Potensi lahan di wilayah perbatasan banyak yang

belum dimanfaatkan. Hal tersebut sangat memung-kinkan untuk pengembangan pertanian tanaman

pangan sesuai dengan kondisi lahan. Lahan rawapasang surut untuk padi rawa unggul, sedangkanlahan kering potensial untuk tanaman palawija danperkebunan.

2. Potensi SDM yang ada masih memungkinkan untukpengembangan pertanian, yang didukung penyuluhanyang memadai.

3. Komitmen pemerintah yang tinggi dalam pengem-bangan wilayah perbatasan untuk meningkatkankesejahteraan masyarakat dalam konteks memper-tahankan keutuhan wilayah NKRI, dan dapat mandiri,tanpa harus bergantung pada negara tetangga.

IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGANWILAYAH PERBATASAN

Implikasi Kebijakan Umum

1. Upaya dan strategi pembangunan yang dilakukanpemerintah antara lain ialah mempercepat pertumbuhanekonomi wilayah perbatasan melalui basis ekonomikerakyatan dengan ketersediaan infrastruktur yangmemadai, stabilitas politik yang kondusif dan kons-truktif guna mendukung pertumbuhan ekonomi dikawasan tersebut. Hal demikian dapat ditempuh melaluipemberdayaan masyarakat dengan meningkatkanperan dan partisipasi masyarakat di kawasanperbatasan secara nyata, serta meningkatkan kinerjamanajemen pembangunan melalui peningkatankualitas aparatur pemerintah sehingga mampu menjadifasilisator pembangunan kawasan perbatasan.

2. Dalam upaya mempercepat pembangunan kawasanperbatasan, perlu ditetapkan Otoritas KawasanPerbatasan dan pintu masuk ke negara tetangga,sesuai semangat kerja sama dan potensi wilayah.Kebijakan pembangunan wilayah perbatasandimaksudkan untuk mendorong kebijakan pemihakanpembiayaan dan pengembangan fiskal daerah terting-gal, mendorong tata kelola sumber daya alam wilayahperbatasan berbasis komoditas unggulan, mendorongdan meningkatkan kualitas SDM melalui penguatanpendidikan dan kesehatan masyarakat, merumuskanarah dan kebijakan pembangunan pusat dan daerah,serta proaktif melakukan koordinasi dengan seluruhstakeholder pembangunan daerah tertinggal.

Implikasi Kebijakan PengembanganPertanian

1. Dengan kondisi iklim yang kurang mendukung (curahhujan rendah dan bulan hujan pendek), pengem-bangan komoditas pangan diarahkan pada tanaman

Page 13: PENGEMBANGAN PERTANIAN WILAYAH PERBATASAN …

Pengembangan pertanian wilayah perbatasan Nusa Tenggara ... (Dwi Priyanto dan Kusuma Diwyanto) 219

Tabel 2. Analisis permasalahan, alternatif pengembangan, serta sarana pendukung dalam pemecahan masalah pertaniandi wilayah perbatasan, NTT-Timor Leste 2013.

Peubah Permasalahan Alternatif pengembangan Sarana pendukung/introduksi

Jagung, kacang hijau, Lahan marginal Penataan tata air Pengelolaan sumber airubi jalar, kacang Bibit lokal Benih varietas unggul Pengadaan bibit unggul tepat waktutanah Teknologi budi daya Teknologi budi daya Pengadaan saprodi

Keterbatasan tenaga kerja (pemupukan) Pengadaan traktor pengolah lahanolah tanah serempak Introduksi alat olah lahan

Areal DAS Curah hujan rendah (bergantung Pengelolaan DAS (kedekatan Pengadaan mesin pompa aircurah hujan) dengan sumber air) Introduksi traktor pengolah lahanKeterbatasan pengolahan lahan Introduksi alat olah lahanserempak

Peternakan Daya dukung pakan rendah Integrasi tanaman-ternak Pembinaan deversifikasi(program CLS) usaha tani

Kelembagaan Penyelundupan BBM dan sembako Pembukaan pasar yang telah Kebijakan pemda tentangPenyuluhan teknologi usaha tani ada pembukaan pasarPemasaran hasil pertanian Penambahan tenaga penyuluh Perbaikan pasar yang rusak

lapangan Penambahan penyuluh pertanianFasilitas keamanan perbatasan

yang toleran kekeringan maupun yang berumurpendek yang dihasilkan melalui penelitian. Padawilayah DAS yang merupakan lahan subur tetapisumber air berada di bawah area budi daya, dibutuhkansarana pengairan dengan pengadaan mesin pompa airuntuk pengembangan usaha tani DAS.

2. Untuk mendukung pengembangan pertanian,pemetaan wilayah perlu dilakukan untuk menentukankesesuaian lahan dengan komoditas yang akandikembangkan. Upaya tersebut dilakukan untukmengoptimalkan lahan yang belum dimanfaatkan(lahan bongkor) untuk pengembangan tanamanpangan atau pemanfaatan lainnya. Untuk mengatasiketersediaan tenaga kerja pengolahan lahan yangterbatas pada saat tanam serempak (karena musimhujan pendek), diperlukan traktor pengolah tanah agarlahan yang belum tergarap dapat dimanfaatkan.

3. Pengembangan tanaman pangan merupakan rekomen-dasi utama untuk meningkatkan ketahanan panganyang masih rendah, yang ditunjukkan kasus gizi buruk(rawan pangan), di samping meningkatkan kesejah-teraan masyarakat di pedesaan yang daya belinyarendah. Untuk meningkatkan produktivitas usaha tanitanaman pangan perlu diintroduksikan benih unggultepat waktu, termasuk pengadaan saprotan, yangdidukung penerapan teknologi budi daya denganmengoptimalkan peran penyuluh lapangan sebagailangkah adopsi teknologi usaha tani.

4. Pengembangan sapi potong dan babi merupakanalternatif yang tepat dalam meningkatkan pendapatankeluarga sekaligus sebagai penyangga ekonomi rumahtangga. Pamanfaatan padang penggembalaan yangmasih luas membuka peluang pengembangan populasi

ternak, sekaligus peningkatan kapasitas pengetahuanpetani dalam inovasi teknologi peternakan. Integrasiternak dan tanaman pangan merupakan rekomendasiyang tepat dalam memperbaiki daya dukung pakan,dan di sisi lain kompos kotoran ternak (organik) dapatdimanfaatkan untuk memperbaiki kesuburan lahan atauefisiensi penggunaan pupuk buatan.

5. Pengembangan kelembagaan koperasi yang sehatmerupakan alternatif dalam menumbuhkembangkanperekonomian masyarakat yang diharapkan mampuberperan sebagai sumber modal yang dibutuhkanpetani. Secara ringkas, analisis permasalahan, alternatifpengembangan, dan sarana pendukung dalampemecahan masalah pertanian di wilayah perbatasanNTT-RDTL disajikan pada Tabel 2.

KESIMPULAN

1. Kondisi wilayah perbatasanan NTT-RDTL memilikikeunggulan ditinjau dari perekonomian masyarakatkarena DRTL adalah negara yang relatif baru danekonominya lebih rendah dibanding wilayah NTT.

2. Potensi pertanian yang ada (kondisi eksisting wilayah)berpotensi dan berpeluang untuk percepatanpembangunan pertanian dengan introduksi inovasiteknologi dan kelembagaan sehingga dapat menjadiwilayah mandiri pangan untuk mengatasi kemiskinandan rawan pangan.

3. Lahan kering dikategorikan sebagai lahan marginalsehingga pengembangan perlu dilakukan secaraspesifik melalui terintegrasi antara tanaman dan ternaksapi, yang sekaligus meningkatkan kesuburan lahan.

Page 14: PENGEMBANGAN PERTANIAN WILAYAH PERBATASAN …

220 Pengembangan Inovasi Pertanian Vol. 7 No. 4 Desember 2014: 207-220

4. Pola pengembangan pertanian tersebut memerlukansinkronisasi kebijakan antara Balai PengkajianTeknologi Pertanian (BPTP) sebagai ujung tombakpengembangan inovasi di lapangan, pemerintahdaerah, serta Badan Pengelola Wilayah Perbatasan,baik tingkat pusat maupun daerah (lintas sektoral).

DAFTAR PUSTAKA

Adimihardja, A., A. Dariah, dan A. Mulyani. 2008. Strategi danteknologi pengelolaan lahan kering mendukung pengadaanpangan nasional J. Litbang Pert. 27(2); 43-49.

Azhari, R., P. Mulyana, dan P. Citropranoto. 2013. Peran penyuluhdalam peningkatan diversifikasi pangan rumah tangga. JurnalAgro Ekonomi 31(2): 1-18.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Belu. 2013. Kabupaten Beludalam Angka. Kerjasama Pemerintah Kabupaten Belu denganBadan Pusat Statistik Kabupaten Belu.

Budianta, A. 2010. Pengembangan wilayah perbatasan sebagaiupaya pemerataan pembangunan wilayah di Indonesia. JurnalSMART 8 (1): 72-82.

Dariah, A. dan I. Las. 2010. Ekosistem lahan kering sebagaipendukung pembangunan pertanian. Membalik KecenderunganDegradasi Sumber Daya Lahan dan Air. Badan Penelitian danPengembangan Pertanian, Jakarta. hlm. 46-66.

Diwyanto, K. dan E. Handiwirawan. 2004. Peran litbang dalammendukung usaha agribisnis pola integrasi tanaman-ternak.Prosiding Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak. PusatPenelitian dan Pengembangan Peternakan bekerja sama denganBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali dan Crop-AnimalSystems Research Network (CASREN). hlm. 63-80.

Haryanto, B., I. Inounu, B. Arsana, dan K. Diwyanto. 2002.Panduan Teknis Sistem Integrasi Padi-Ternak. Badan Penelitiandan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Horne, P.M., R.M. Gatenby, L.P. Batubara, and S. Karo-Karo.1994. Research priorities for integrated tree cropping and smallruminant production systems in Indonesia. Prosiding SeminarSaint dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak, Ciawi,Bogor. hlm. 485-494.

Indraningsih, K.S. 2011. Pengaruh penyuluhan terhadap keputusanpetani dalam adopsi inovasi teknologi usahatani terpadu. JurnalAgro Ekonomi 29(1): 1-24.

Indraningsih, K.S. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerjausahatani petani sebagai representasi strategi penyuluhanpertanian berkelanjutan di lahan marginal. Jurnal Agro Ekonomi31(1): 1-25.

Jelantik, I G.N., T. Hvelplund, J. Madsen, and M.R. Weisbjerg.2001. Bali cattle production and feed resources in West Timor.In I G. N. Jelantik. Improving Bali Cattle (Bibos bantengWagner) Production through Protein Supplementation. PhDThesis. The Royal Veterinary and Agricultural University,Copenhagen, Denmark.

Jelantik, I G.N., P. Kune, A. Keban, Y. Manggol, J. Jegho, J.G.Sogen,   dan P. Kleden. 2006. Survey potensi dan penyusunanrencana strategis pengembangan padang penggembalaan BanuanTTU. Laporan Penelitian. Puslitbang Sapi Timor Undana.

Kartamulia, I., S. Karo-Karo, and J. de Boer. 1993. Economicanalysis of sheep grazing in rubber plantations. A case study ofOPMM Membang Muda. Working Paper 145. SR-CRSP. SeiPutih, Sumatra Utara.

Maulana, M. 2004. Peranan lahan kering. Intensitas pertanamandan produktivitas sebagai sumber pertumbuhan padi sawah diIndonesia 1980-2001. Jurnal Agro Ekonomi 22(1): 1-22.

Pranaji, T. 2006. Penguatan modal sosial untuk pemberdayaanmasyarakat pedesaan dalam pengelolaan agro-ekosistem lahankering. Jurnal Agro Ekonomi 24(2): 178-208.

Priyanto, D., A. Priyanti, dan I. Inounu. 2004. Potensi dan peluangpola integrasi ternak kambing dan perkebunan kakao rakyat diPropinsi Lampung. Prosiding Seminar Nasional Sistem IntegrasiTanaman–Ternak. Pusat Penelitian dan PengembanganPeternakan bekerja sama dengan Balai Pengkajian TeknologiPertanian Propinsi Bali, dan Crop-Animal System ResearchNetwork (CASREN). hlm. 381-388.

Priyanto dan L.K. Gega. 2012. Sistem integrasi tanaman ternaksebagai model usaha pertanian mendukung ekonomi petani diKabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).Prossiding Seminar Nasional. Teknologi dan AgribisnisPeternakan dalam Menunjang Pemenuhan Protein HewaniNasional. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Juni2012. hlm. 28-43.

Saliem, H.P. dan Supriyati. 2006. Farm diversification and farmerincome in rice field area. Country Seminar on PovertyAlleviation Through Development of Secondary Crops, Bogor,23 March 2006. ICASEPS and UNESCAP-CAPSA, Bogor.

Santoso, D., J. Purnomo, IG.P. Wigena, dan E. Tuherkih. 2004.Teknologi Konservasi. hlm. 77-108. Dalam Konservasi Tanahpada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian danPengembangan Tanah dan Agroklimat Bogor.

Santoso, D. dan Sofian. 2005. Pengelolaan hara tanaman padalahan kering. Dalam Teknologi Pengelolaan Lahan KeringMenuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. PusatPenelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.hlm. 73-100.

Sariubang, M., A. Syam, dan A. Nurhayu. 2004. Sistem usahatanitanaman ternak pada lahan kering dataran rendah di KabupatenTakalar, Sulawesi Selatan. Sistem Integrasi Tanaman-Ternak.Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bekerja samadengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali, dan CropAnimal System Research Network (CASREN). hlm. 126-141.

Simatupang, P. dan P.U. Hadi. 2004. Daya saing usaha peternakanmenuju 2020. Wartazoa 14(2): 45-57.

Soentoro, M. Syukur, Sugiarto, Hendiarto, dan H. Supriyadi. 2002.Panduan Teknis Pengembangan Usaha Agribisnis Terpadu. BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Sudaryanto, B. dan D. Priyanto. 2010. Degradasi padangpenggembalaan. Membalik Kecenderungan Degradasi SumberDaya Lahan dan Air. Badan Penelitian dan PengembanganPertanian, Jakarta. hlm. 113-140.

Suradisastra, K., S.B. Bachri, D.A. Suriadikarta, D. Wahyunto, S.Subagio, dan D. Priyanto. 2012. Laporan kunjungan kerja tematikdan penyusunan model percepatan pembangunan pertanianberbasis inovasi wilayah perbatasan NKRI-RDTL. PusatPenelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Tjitroresmi, E. 2011. Perekonomian daerah perbatasan: potensiekonomi dan perdagangan lintas batas NTT–Timor Leste. JurnalEkonomi dan Pembangunan LIPI 19(1): 13-24.

Zaini, Z., I. Las, Suwarno, B. Haryanto, Suntoro, dan E. Ananto.2002. Pedoman Umum Kegiatan Percontohan PeningkatanProduktivitas Padi Terpadu 2002. Badan Penelitian danPengembangan Pertanian, Jakarta.


Recommended