+ All Categories
Home > Documents > Peningkatan hasil dan penekanan kejadian penyakit pada ...

Peningkatan hasil dan penekanan kejadian penyakit pada ...

Date post: 17-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 8 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
9
*) Penulis korespondensi: [email protected] 131 Menara Perkebunan 87(2), 131-139 DOI: http://dx.doi.org/10.22302/iribb.jur.mp.v87i2.349 p-ISSN: 0125-9318/ e-ISSN: 1858-3768 Accreditation Number: 21/E/KPT/2018 Peningkatan hasil dan penekanan kejadian penyakit pada jagung manis (Zea mays var. Bonanza) dengan pemanfaatan biostimulan berbahan kitosan Yield increase and disease suppression of sweet corn (Zea mays var. Bonanza) by the application of chitosan- based biostimulant Sri WAHYUNI *) , Ciptadi Achmad YUSUP, Deden Dewantara ERIS, Soekarno Mismana PUTRA, Agustin Sri MULYATNI, SISWANTO & PRIYONO Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia, Jl. Taman Kencana No.1, Bogor 16128, Indonesia Diterima tgl 16 September 2019/ disetujui tgl 31 Oktober 2019 Abstract Corn, an important crop in Indonesia still has a low productivity, thus many efforts are required to fulfill its national demand. One of the solutions to improve corn yield is by applying biostimulant containing chitosan as an active ingredient. Chitosan has been proved to increase plant growth and resistance against diseases. The objective of this research was to study the effects of several chitosan formulas on the yield and diseases occurance in sweet corn (Zea mays var. Bonanza). The chitosan formulas tested were soluble liquid (SL), wettable powder (WP), nano chitosan (NN), and unformulated chitosan (CH). The experiment was arranged using a randomized block design with three replications. All chitosan formulas were applied by seeds soaking for 20 minutes, followed by foliar spraying on corn plants at three weeks after planting (WAP), with the concentration of 500 ppm (400 L/ha spray volume), every three weeks until 9 WAP. Parameters observed were brix value, weight of corn cobs, weight of corn biomass, and plant diseases including downy leaves, leaf blight and leaf rust. The results showed that NN formula increased the brix value up to 7%, the corn cob weight up to 49% and the biomass weight up to 34% compared to the control; whereas SL formula reduced the incidence of downy mildew by 53% at 3 WAP and leaf blight disease by 51% at 6 WAP. In addition, the incidence of corn leaf rust reduced 59-71% in corn plant subjected to all chitosan formulas. Based on the results, application of chitosan in NN formula was best in increasing yield, while in SL formula was best in reducing the incidence of important corn diseases. [Keywords: downy mildew, chitosan formula, seed treatment] Abstrak Jagung sebagai salah satu komoditas pangan penting di Indonesia masih memiliki produktivitas yang rendah sehingga diperlukan usaha untuk memenuhi kebutuhan jagung nasional. Salah satu cara untuk meningkatkan hasil jagung adalah dengan aplikasi biostimulan yang mengandung bahan aktif kitosan. Kitosan telah terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan dan daya tahan tanaman terhadap penyakit. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh beberapa formula kitosan terhadap hasil dan kejadian penyakit pada tanaman jagung manis (Zea mays var. Bonanza). Formula kitosan yang diuji adalah cairan yang dapat larut (soluble liquid, SL), tepung yang dapat dibasahi (wettable powder, WP), nano kitosan (nano chitosan, NN), dan kitosan non formulasi (unformulated chitosan, CH). Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Masing- masing formula kitosan tersebut diaplikasikan melalui perendaman benih selama 20 menit yang diikuti dengan penyemprotan daun pada tanaman jagung berumur tiga minggu dengan konsentrasi 500 ppm (volume semprot 400 L/ha) yang dilakukan setiap tiga minggu sampai tanaman berumur sembilan minggu. Parameter yang diamati adalah nilai brix, bobot tongkol jagung, bobot biomassa jagung, dan penekanan kejadian beberapa penyakit tanaman meliputi bulai, hawar daun, dan karat daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi kitosan NN meningkatkan nilai brix jagung manis hingga 7%, bobot tongkol jagung hingga 49% dan bobot biomassa hingga 34% dibandingkan dengan kontrol. Sementara itu, aplikasi kitosan SL dapat menekan kejadian penyakit bulai hingga 53% pada umur tanaman 3 minggu setelah tanam (MST) dan penyakit hawar daun hingga 51% pada umur 6 MST. Selain itu, kejadian penyakit karat daun jagung juga dapat ditekan 59-71% pada aplikasi keempat formula kitosan. Berdasarkan hasil tersebut, aplikasi kitosan NN paling optimal dalam meningkatkan hasil panen jagung manis, sedangkan aplikasi kitosan SL paling optimal dalam menekan kejadian beberapa penyakit pada tanaman jagung. [Kata Kunci: bulai, formula kitosan, perlakuan benih]
Transcript
Page 1: Peningkatan hasil dan penekanan kejadian penyakit pada ...

*) Penulis korespondensi: [email protected]

131

Menara Perkebunan 87(2), 131-139 DOI: http://dx.doi.org/10.22302/iribb.jur.mp.v87i2.349 p-ISSN: 0125-9318/ e-ISSN: 1858-3768 Accreditation Number: 21/E/KPT/2018 Peningkatan hasil dan penekanan kejadian penyakit pada jagung manis

(Zea mays var. Bonanza) dengan pemanfaatan biostimulan berbahan kitosan

Yield increase and disease suppression of sweet corn (Zea mays var. Bonanza) by the application of chitosan-based biostimulant

Sri WAHYUNI*), Ciptadi Achmad YUSUP, Deden Dewantara ERIS, Soekarno Mismana PUTRA, Agustin Sri MULYATNI, SISWANTO & PRIYONO

Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia, Jl. Taman Kencana No.1, Bogor 16128, Indonesia

Diterima tgl 16 September 2019/ disetujui tgl 31 Oktober 2019

Abstract

Corn, an important crop in Indonesia still has a low productivity, thus many efforts are required to fulfill its national demand. One of the solutions to improve corn yield is by applying biostimulant containing chitosan as an active ingredient. Chitosan has been proved to increase plant growth and resistance against diseases. The objective of this research was to study the effects of several chitosan formulas on the yield and diseases occurance in sweet corn (Zea mays var. Bonanza). The chitosan formulas tested were soluble liquid (SL), wettable powder (WP), nano chitosan (NN), and unformulated chitosan (CH). The experiment was arranged using a randomized block design with three replications. All chitosan formulas were applied by seeds soaking for 20 minutes, followed by foliar spraying on corn plants at three weeks after planting (WAP), with the concentration of 500 ppm (400 L/ha spray volume), every three weeks until 9 WAP. Parameters observed were brix value, weight of corn cobs, weight of corn biomass, and plant diseases including downy leaves, leaf blight and leaf rust. The results showed that NN formula increased the brix value up to 7%, the corn cob weight up to 49% and the biomass weight up to 34% compared to the control; whereas SL formula reduced the incidence of downy mildew by 53% at 3 WAP and leaf blight disease by 51% at 6 WAP. In addition, the incidence of corn leaf rust reduced 59-71% in corn plant subjected to all chitosan formulas. Based on the results, application of chitosan in NN formula was best in increasing yield, while in SL formula was best in reducing the incidence of important corn diseases.

[Keywords: downy mildew, chitosan formula, seed treatment]

Abstrak

Jagung sebagai salah satu komoditas pangan penting di Indonesia masih memiliki produktivitas yang rendah sehingga diperlukan usaha untuk memenuhi kebutuhan jagung nasional. Salah satu cara untuk meningkatkan hasil jagung adalah

dengan aplikasi biostimulan yang mengandung bahan aktif kitosan. Kitosan telah terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan dan daya tahan tanaman terhadap penyakit. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh beberapa formula kitosan terhadap hasil dan kejadian penyakit pada tanaman jagung manis (Zea mays var. Bonanza). Formula kitosan yang diuji adalah cairan yang dapat larut (soluble liquid, SL), tepung yang dapat dibasahi (wettable powder, WP), nano kitosan (nano chitosan, NN), dan kitosan non formulasi (unformulated chitosan, CH). Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Masing-masing formula kitosan tersebut diaplikasikan melalui perendaman benih selama 20 menit yang diikuti dengan penyemprotan daun pada tanaman jagung berumur tiga minggu dengan konsentrasi 500 ppm (volume semprot 400 L/ha) yang dilakukan setiap tiga minggu sampai tanaman berumur sembilan minggu. Parameter yang diamati adalah nilai brix, bobot tongkol jagung, bobot biomassa jagung, dan penekanan kejadian beberapa penyakit tanaman meliputi bulai, hawar daun, dan karat daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi kitosan NN meningkatkan nilai brix jagung manis hingga 7%, bobot tongkol jagung hingga 49% dan bobot biomassa hingga 34% dibandingkan dengan kontrol. Sementara itu, aplikasi kitosan SL dapat menekan kejadian penyakit bulai hingga 53% pada umur tanaman 3 minggu setelah tanam (MST) dan penyakit hawar daun hingga 51% pada umur 6 MST. Selain itu, kejadian penyakit karat daun jagung juga dapat ditekan 59-71% pada aplikasi keempat formula kitosan. Berdasarkan hasil tersebut, aplikasi kitosan NN paling optimal dalam meningkatkan hasil panen jagung manis, sedangkan aplikasi kitosan SL paling optimal dalam menekan kejadian beberapa penyakit pada tanaman jagung.

[Kata Kunci: bulai, formula kitosan, perlakuan benih]

Page 2: Peningkatan hasil dan penekanan kejadian penyakit pada ...

Peningkatan hasil dan penekanan kejadian penyakit pada tanaman jagung manis dengan…………………..(Wahyuni et al.)

132

Pendahuluan

Indonesia dengan iklim tropis memiliki prospek yang baik untuk pengembangan jagung. Secara nasional, kebutuhan jagung manis selalu meningkat baik untuk pangan maupun bahan baku industri (Laksono et al., 2018). Menurut data BPS tahun 2017, dengan total luasan sebesar 4,5 juta hektar pada tahun 2016, total produksi jagung nasional sebesar 24 juta ton (Kementan, 2017). Rendahnya peran jagung lokal dalam memenuhi kebutuhan jagung nasional menyebabkan jagung menjadi komoditas pangan dengan nilai impor tertinggi ketiga setelah kedelai dan gula (Kemendag, 2017). Di lain pihak, pemerintah Indonesia menetapkan komoditas jagung sebagai komoditas unggulan untuk pemenuhan swasembada pangan nasional. Pemenuhan kebutuhan jagung lokal dapat dilakukan dengan pemanfaatan biostimulan. Biostimulan merupakan biomaterial non hara yang dapat meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan tanaman melalui peningkatan proses metabolisme tumbuhan antara lain fotosintesis, sintesis asam nukleat, respirasi dan penyerapan ion-ion, selain itu biostimulan juga mampu meningkatkan kapasitas penyimpanan air pada tumbuhan, meningkatkan antioksidan, dan produksi klorofil (Gallant, 2004).

Salah satu material yang tergolong biostimulan adalah kitosan yang memiliki fungsi sebagai growth promotor pada berbagai tanaman (González Gómez et al., 2017, Mukta et al., 2017, Pichyangkura & Chadchawan, 2015, Qavami et al., 2017, Rahman et al., 2018). Selain bersifat biodegradable, biocompatible dan non-allergenic, kitosan juga rentan terhadap degradasi oleh enzim spesifik dan non spesifik yang menunjukkan tingkat toksisitas yang rendah (Park & Kim, 2010). Dalam bidang agronomi, kitosan telah terbukti dapat menstimulasi pertumbuhan dan mendorong toleransi tanaman terhadap cekaman biotik dan abiotik pada beberapa komoditas (Malerba & Cerana, 2018).

Anggara et al. (2017) melaporkan bahwa aplikasi oligo-kitosan pada tanaman jagung mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan hasil panen. Perendaman benih jagung (Zea mays L.) menggunakan kitosan termodifikasi Cu (0,04-0,16%) selama 4 jam diikuti dengan penyemprotan selama 35 hari efektif mampu meningkatkan diameter batang, tinggi tanaman, panjang akar, bobot biomassa, hasil biji/plot jagung dan kandungan klorofil (Choudhary et al., 2017). Selain itu, kitosan yang diformulasikan dengan limbah silika terbukti dapat mengurangi penggunaan pupuk dan meningkatkan produksi jagung (Gumilar et al., 2017). Saat ini, sudah tersedia kitosan dalam beberapa formula, di antaranya: soluble liquid (SL) (Hardinge-lyme N, 2001), wettable powder (WP) (Itoi et al., 1995), nano chitosan (NN) (Kashyap et al., 2015) dan unformulated chitosan (CH). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas keempat formula kitosan dalam meningkatkan hasil

tanaman dan ketahanan penyakit pada tanaman jagung.

Bahan dan Metode

Penelitian dilaksanakan di Kampung Jawa, Desa Situ Gede, Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada bulan Maret hingga bulan Juni 2018 menggunakan varietas Bonanza yang merupakan varietas jagung rentan penyakit bulai (Pajrin et al., 2013). Kitosan yang digunakan sebagai bahan aktif diproduksi oleh Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia dari cangkang ranjungan. Kitosan diproduksi melalui proses demineralisasi, deproteinasi dan deasetilasi (Asni et al., 2014). Empat formula kitosan yang diuji meliputi: a) SL (soluble liquid), WP (wettable powder), NN (nano chitosan), dan CH (unformulated chitosan). Perbedaan masing-masing formula yang diuji adalah pada bentuk dan jenis surfaktan yang digunakan. Luas lahan yang digunakan untuk percobaan adalah 1.300 m2. Masing-masing formula diuji pada bedeng berukuran 10 m x 0,8 m sebanyak 7 bedeng yang diulang 3 kali. Penanaman jagung dilakukan dengan jarak tanam 40 x 70 cm. Pupuk dasar berupa pupuk kotoran kambing diberikan sebanyak 100 kg dua minggu sebelum tanam. Pemupukan berikutnya dilakukan dengan menggunakan pupuk majemuk (Urea 25 kg + TSP 15 kg + KCl 10 kg) yang diaplikasikan pada umur 15 dan 35 hari setelah tanam (HST). Percobaan dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan termasuk kontrol (Tabel 1).

Benih direndam dalam formula kitosan pada konsentrasi 500 ppm selama 20 menit. Selanjutnya, pada saat 3 minggu setelah tanam (MST) dilakukan penyemprotan tajuk menggunakan formula kitosan pada konsentrasi 500 ppm (0,05%, b/v) dengan volume semprot 400 L/Ha. Penyemprotan dilakukan dengan interval 3 minggu selama 9 minggu pada waktu pagi hari menggunakan sprayer. Setelah sembilan minggu

Tabel 1. Formula kitosan yang digunakan dalam penelitian

Table 1. Chitosan formulas used in the research Formula kitosan

Chitosan formula

Konsentrasi bahan aktif

(% b/v) Active

ingredient concentra-

tion (% w/v)

Konsentrasi semprot (ppm) Spray

concentra-tion (ppm)

Dosis (mL/L) Dose

(mL/L)

CH 2% 500 25 SL 2% 500 25 WP 2% 500 25 NN 0,5% 500 100 Kontrol Control - 0 0

Page 3: Peningkatan hasil dan penekanan kejadian penyakit pada ...

Menara Perkebunan 87(2), 131-139

133

dilakukan pengamatan pada saat panen yang meliputi bobot tongkol jagung, bobot biomassa, dan nilai brix (tingkat kemanisan) jagung. Bobot tongkol diperoleh dengan menimbang bobot tongkol beserta klobotnya saat panen. Bobot biomassa diperoleh dengan menimbang seluruh bagian tanaman yang berada di atas permukaan tanah. Nilai brix diukur menggunakan alat brix refraktometer. Selain itu, juga diamati kejadian penyakit bulai, hawar daun dan karat daun pada 3, 6, dan 9 minggu setelah tanam (MST). Data hasil panen diambil dari 15 tanaman contoh yang dipilih secara acak untuk masing-masing perlakuan. Kejadian penyakit dihitung pada setiap tanaman yang terserang penyakit pada tanaman contoh (Agustamia et al., 2016; Romadi et al., 2019; Irawan et al., 2013). Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik menggunakan metode ANOVA (Uji F) pada taraf uji 5%. Bila terdapat hasil yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Tukey HSD pada a = 5%.

Hasil dan Pembahasan

Pengaruh aplikasi formula biostimulan berbasis kitosan terhadap hasil panen jagung

a) Bobot tongkol jagung

Data pengamatan menunjukkan bobot tongkol jagung yang diberi perlakuan WP, NN, dan SL berberda nyata dibandingkan dengan kontrol (Tabel 2). Peningkatan bobot tongkol berkisar antara 27 hingga 60 % dibandingkan dengan kontrol. Dilain pihak, perlakuan CH menghasilkan bobot tongkol yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa kitosan dapat meningkatkan bobot tongkol jagung, namun diperlukan formulasi untuk mendapatkan pengaruh yang optimal. Kitosan WP, NN, dan SL memberikan hasil yang lebih baik karena masing-masing memiliki keunggulan dalam hal kelarutannya, ukurannya,

dan kandungan surfaktannya. Ukuran partikel yang lebih kecil semakin meningkatkan daya serap oleh stomata tanaman (Abdel-Aziz et al., 2016), selain itu formula dalam bentuk WP dan SL dapat menigkatkan efektifitas bahan aktif dan meningkatkan jangkauan area permukaan saat diaplikasikan (Hazra, 2015). Hasil ini sesuai dengan beberapa penelitian yang melaporkan bahwa aplikasi kitosan mampu meningkatkan hasil buah pada beberapa tanaman, seperti pada tanaman okra (Mondal et al., 2012), mangga (Zagzog et al., 2017), dan stroberi yang meningkatkan bobot buah hingga 42% (Rahman et al., 2018). Kemudian, berdasarkan hasil profil fisik, tongkol jagung yang diperlakukan dengan kitosan dalam berbagai formula berukuran lebih besar dan mempunyai warna yang lebih kuning dibandingkan dengan kontrol (Gambar 1). Tabel 2. Pengaruh aplikasi biostimulan kitosan dalam

berbagai formula terhadap bobot tongkol jagung

Table 2. The effect of chitosan biostimulant application in selected formulas on the weight of corn cops

Perlakuan Treatment

Bobot tongkol jagung (g) Corn cops weight (g)

CH 389,50ab SL 417,22bc

WP 529,73d NN 489,75cd

Kontrol Control

329,18a

*) Angka dalam kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada α = 5%

*) Means in the same column followed by the same letters are not significantly different according to Tukey’s test at α = 5%

Gambar 1. Perbedaan fisik tongkol jagung perlakuan CH (A), SL (B), WP (C) dan NN (D) terhadap kontrol (E) Figure 1. Physical difference of corn cob with the treatments of CH(A), SL(B), WP(C) and NN(D) compared to control (E)

Page 4: Peningkatan hasil dan penekanan kejadian penyakit pada ...

Peningkatan hasil dan penekanan kejadian penyakit pada tanaman jagung manis dengan…………………..(Wahyuni et al.)

134

b) Bobot biomassa jagung

Secara statistik untuk parameter bobot biomassa tanaman jagung, hanya perlakuan formula biostimulan NN yang memberikan perbedaan nyata dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan NN menghasilkan biomassa terberat yaitu sebesar 393,09 gram (Tabel 3). Hasil yang sama dilaporkan oleh Khati et al. (2017) yang menunjukkan bahwa aplikasi nanokitosan pada tanaman jagung meningkatkan pertumbuhan tanaman sehingga berpengaruh pada kenaikan bobot biomassa tanaman. Nanokitosan memiliki ukuran partikel yang jauh lebih kecil dibandingkan formula kitosan lainnya sehingga lebih mudah terserap dan masuk ke dalam sistem metabolisme tanaman (Abdel-Aziz et al., 2016, Khati et al., 2017). Partikel nano masuk ke dalam sel melalui mekanisme endositosis (Behzadi et al., 2018). Seperti yang diketahui bahwa membran sel memiliki sifat selektif permeabel terhadap partikel yang akan masuk ke dalam sel, sehingga ukuran partikel sangat mempengaruhi laju masuknya partikel ke dalam sel (de Planque et al., 2011). Setelah masuk ke dalam sel melalui endositosis, nanopartikel dapat memasuki sitoplasma kemudian masuk ke dalam nukleus, mitokondria, atau organel sel lainnya dengan mekanisme yang belum diketahui (Dominska & Dykxhoorn, 2010; Marteens et al., 2014). Mekanisme nanokitosan dalam memacu pertumbuhan antara lain melalui proses pensinyalan enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme, contohnya MAP-kinase (Yin et al., 2010), atau dapat berinteraksi langsung dengan kromatin di dalam nukleus sehingga langsung mempengaruhi ekspresi gen (Iriti & Faoro, 2009; Hadwiger, 2015).

c) Nilai Brix

Tingkat kemanisan merupakan salah satu karakter yang membedakan antara jagung manis dengan varietas jagung lainnya, dan parameter ini juga menjadi keunggulan jagung manis karena meningkatkan harga jual di pasaran. Tingkat kemanisan tersebut berasal dari kandungan glukosa pada bulir jagung, yang diukur dari derajat brix. Berdasarkan hasil analisis, perlakuan kitosan terbukti mempengaruhi derajat brix bulir jagung yang dipanen (Tabel 4). Kenaikan nilai brix pada perlakuan kitosan dimungkinkan karena kitosan mampu menginduksi peningkatan sintesis maupun aktivitas enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme gula, seperti sucrose phosphate synthase (SPS) dan fructose 1, 6-2 phosphatase (FBPase) (Zhang et al., 2017). Walaupun demikian, hanya perlakuan kitosan NN yang menghasilkan nilai brix yang berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol, namun tidak berbeda nyata antar perlakuan. Perlakuan kitosan dengan formulasi NN mampu meningkatkan derajat brix hingga 7% dibandingkan dengan kontrol. Derajat brix jagung manis varietas Bonanza yang dipanen berkisar antara 13-14 oBx.

Nilai ini sesuai dengan deskripsi varietas Bonanza, yaitu 13-15 oBx (Kepmentan, 2009). Pada beberapa tanaman, kitosan pun dilaporkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan kualitas buah (Rahman et al., 2018). Kitosan dalam formula NN memiliki ukuran partikel yang lebih kecil sehingga lebih mudah masuk dan ditranslokasikan ke dalam jaringan tanaman. Pada aplikasi penyemprotan daun, partikel nano terhalang oleh adanya kutikula daun yang memiliki pori berukuran sekitar 2 nm (Eichert & Goldbach, 2008), sehingga partikel nano akan cenderung masuk ke dalam sel daun melalui stomata (Eichert et al., 2008). Setelah masuk ke dalam daun, nanokitosan dapat bertranslokasi dalam jaringan tanaman secara apoplast di luar plasma membrane melalui matriks ekstraselular atau jaringan xylem, atau secara simplas melalui sitoplasma dan plasmodesmata, dan floem (Perez-de-Luque, 2017).

Tabel 3. Pengaruh aplikasi biostimulan kitosan dalam

berbagai formula terhadap bobot biomassa tanaman jagung

Table 3. The effect of chitosan biostimulant application in selected formulas on the weight of corn biomass

Perlakuan Treatment

Bobot biomassa jagung (g) Corn biomass weight (g)

CH 353,81ab SL 333,26ab

WP 364,29ab NN 393,09b

Kontrol Control

292,89a

*) Angka dalam kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada α = 5%

*) Means in the same column followed by same letters are not significantly different according to Tukey’s test at α = 5%

Tabel 4. Pengaruh aplikasi biostimulan kitosan dalam berbagai formula terhadap derajat Brix bulir jagung

Table 4. The effect of chitosan biostimulant application in selected formulas on the brix degree of corn kernels

Perlakuan Treatment

Derajat brix (oBx) Brix degree (oBx)

CH 13,93ab SL 13,93ab

WP 14,40ab NN 14,67b Kontrol Control

13,67a

*) Angka dalam kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada α = 5%

*) Means in the same column followed by same letters are not significantly different according to Tukey’s test at α = 5%

Page 5: Peningkatan hasil dan penekanan kejadian penyakit pada ...

Menara Perkebunan 87(2), 131-139

135

Pengaruh aplikasi formula biostimulan berbasis kitosan terhadap kejadian penyakit

a) Bulai (Peronosclerospora maydis)

Hasil pengamatan penyakit menunjukkan bahwa kejadian penyakit bulai pada tanaman jagung umur 3 MST berkisar antara 8 – 16% dengan persentase tertinggi pada perlakuan kontrol dan persentase terendah pada formula SL (Tabel 5). Pada pengamatan 6 MST kejadian penyakit bulai meningkat di seluruh perlakuan dengan kejadian penyakit bulai berkisar antara 24 – 51%. Kejadian tertinggi tetap pada perlakuan kontrol dengan persentase kejadian terendah teramati pada perlakuan formula SL. Pada penelitian ini, persentase kejadian penyakit bulai cukup tinggi yang disebabkan oleh varietas jagung yang ditanam rentan terhadap serangan bulai dan juga didukung oleh lokasi percobaan yang merupakan area endemik penyakit bulai. Selain itu, kondisi cuaca yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi saat percobaan turut mempengaruhi perkembangan dan penyebaran penyakit bulai tersebut (Agrios, 2005).

Penyakit bulai jagung merupakan salah satu penyakit utama pada tanaman jagung yang disebabkan oleh fungi P. maydis. Fungi tersebut merupakan fungi patogen obligat yang hanya mampu hidup pada inang yang masih hidup. Gejala serangan penyakit bulai ditandai dengan berubahnya warna daun jagung menjadi berpola putih kekuningan (Agrios, 2005). Penyakit bulai menyerang tanaman jagung pada fase vegetatif, yaitu pada umur 14-40 hari setelah tanam (HST). Pada percobaan ini, kejadian penyakit bulai diamati pada saat tanaman jagung berumur 3 dan 6 MST. Secara umum, aplikasi biostimulan kitosan dalam berbagai formula (CH, SL, WP, NN) dapat menekan kejadian penyakit bulai pada tanaman jagung secara signifikan dibandingkan dengan kontrol. Diduga sifat antifungi dari spektrum luas gugus amino dalam bentuk asetil amino (HCOCH3) dan glukosamine (C6H9NH2) berikatan dengan bagian makromolekul yang bermuatan negatif dari polikationik alami pada permukaan sel fungi/cendawan sehingga pertumbuhannya terhambat (Restuati 2008). Pada komoditas tanaman lain, kitosan juga diaplikasikan untuk mengatasi serangan penyakit bulai, seperti pada tanaman bunga matahari (Nandeeshkumar et al., 2008) dan anggur (Romanazzi et al., 2016). Selain menekan pertumbuhan fungi penyebab bulai, aplikasi kitosan tersebut dilaporkan mampu menunjang pertumbuhan tanaman sehingga membantu tanaman menjadi lebih sehat.

Serangan penyakit bulai pada tanaman jagung mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman jagung, tongkol jagung tidak terbentuk, daun terpelintir, serta bunga jantan berubah menjadi massa daun (Talanca, 2013). Pada

percobaan ini tanaman jagung yang terserang penyakit bulai mendapat perlakuan biostimulan berbasis kitosan, namun masih mampu membentuk tongkol meskipun dengan bentuk yang tidak sempurna dan tanpa bulir jagung (Gambar 2). Penyakit bulai terhambat diduga karena kitosan menjadi pemicu meningkatnya ion Ca2+ pada sitosol, mengaktifkan MAP kinase, meningkatkan respon pembentukan kalus, oxidative burst, respon hipersensitif, sintesis asam absisat, jasmonat, fitoaleksin, dan produksi pathogenesis-related proteins (Malerba et al., 2012).

Tabel 5. Kejadian penyakit bulai pada tanaman jagung berumur 3 dan 6 MST yang diperlakukan dengan biostimulan kitosan dalam berbagai formula

Table 5. Downy mildew occurance in corn plants at 3 and 6 WAP which treated by chitosan biostimulant in selected formulas

Perlakuan Treatment

Tingkat kejadian penyakit Bulai (%) Incidence rate of downy mildew (%)

3 MST 3 WAP

6 MST 6 WAP

CH 13,55b 27,14a SL 8,11a 24,11a

WP 15,19b 28,57a NN 13,85b 26,98a

Kontrol Control 16,67c 51,32b

*) Angka dalam kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada α = 5%

*) Means in the same column followed by same letters are not significantly different according to Tukey’s test at α = 5%

Gambar 2. Tongkol yang terbentuk pada tanaman

jagung yang terserang penyakit bulai. Skala garis = 5 cm

Figure 2. Corncob formed in plants attacked by downy mildew. Bar = 5 cm

Page 6: Peningkatan hasil dan penekanan kejadian penyakit pada ...

Peningkatan hasil dan penekanan kejadian penyakit pada tanaman jagung manis dengan…………………..(Wahyuni et al.)

136

b) Hawar daun (Helminthosporium sp.)

Berdasarkan hasil pengamatan, kejadian serangan hawar daun jagung yang disebabkan oleh cendawan Helminthosporium sp. berkisar antara 10-24% dan ditemukan mulai umur tanaman 6 MST. Secara statistik seluruh perlakuan bio-stimulan kitosan (CH, SL, WP dan NN) dapat menekan persentase kejadian penyakit hawar daun dibandingkan dengan kontrol (Tabel 6). Seiring dengan perkembangan waktu, kejadian serangan hawar daun pada umur tanaman jagung 9 MST semakin meningkat berkisar 23– 50%. Hasil pengamatan kejadian penyakit hawar daun pada umur 6 MST menunjukkan kecendrungan yang sama dengan pengamatan pada umur 9 MST. Formula SL, CH dan NN terbukti mampu menekan kejadian penyakit hawar daun lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Hasil ini serupa dengan penelitian Kurzawińska dan Mazur (2013), yang melaporkan bahwa kitosan mampu menekan pertumbuhan miselia dari Helminthosporium solani pada tanaman jagung. Selain itu, Meng et al. (2010) melaporkan bahwa aplikasi oligokitosan dan kitosan pada tanaman pir meningkatkan produksi kitinase, yaitu enzim kelompok ß-1,3-glucanase yang mampu mendegradasi dinding sel fungi, serta aktivitas enzim peroksidase, yang keduanya memacu mekanisme pertahanan tanaman terhadap fungi patogen. Sementara itu pada tanaman kelapa kopyor, kitosan yang dikombinasikan dengan bakteri endofit dan mikroba antagonis berpotensi menekan penyakit bercak daun (Eris et al., 2019) yang bila dibiarkan dapat membentuk gejala hawar daun.

c) Penyakit karat daun (Puccinia sp.)

Gejala serangan penyakit karat daun yang disebabkan oleh fungi Puccinia sp. pada tanaman jagung terlihat pada daun tua dengan munculnya benjolan-benjolan kecil mirip karat pada permukaan atas daun jagung (Gambar 3). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa gejala penyakit karat daun Puccinia sp. baru muncul pada 9 MST, dengan persentase kejadian penyakit berkisar antara 1 – 13%. Secara keseluruhan, perlakuan kitosan pada semua jenis formula menunjukkan persentase kejadian karat daun yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan kontrol (Tabel 7). Jenis formula kitosan dengan persentase kejadian karat daun terendah berturut-turut yaitu SL, CH dan NN. Ketiga perlakuan tersebut berbeda secara nyata terhadap kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa aplikasi kitosan mampu menekan serangan Puccinia sp. pada tanaman jagung. Hal ini sejalan dengan laporan Wojdyla et al. (2004) yang melaporkan bahwa aplikasi kitosan mampu menekan penyakit pada beberapa tanaman yang disebabkan oleh fungi dari genus Puccinia, seperti Puccinia horiana pada tanaman krisan dan Puccinia pimpinellae pada tanaman adas manis (Saber et al., 2009).

Secara keseluruhan aplikasi keempat formula kitosan pada tanaman jagung mampu menekan

penyakit bulai, bercak daun dan karat daun yang menyerang tanaman jagung. Hal ini disebabkan kitosan memiliki efek antifungi yang dapat menghambat pertumbuhan fungi patogen penyebab penyakit (Kalagatur et al., 2018; Nehra et al., 2018). Formula SL mampu menekan kejadian penyakit dibandingkan dengan formula lain, hal ini dimungkinkan karena biostimulan kitosan dalam formula SL mengandung surfaktan. Surfaktan yang membantu penyerapan kitosan ke dalam jaringan daun dengan cara meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi, menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka, dan mengontrol jenis formasi emulsi (Kurniawan et al., 2013).

Tabel 6. Kejadian penyakit hawar daun pada tanaman

jagung berumur 6 dan 9 MST yang diperlakukan dengan biostimulan kitosan dalam berbagai formula

Table 6. Leaf blight occurance in corn plants at 6 and 9 WAP which treated by chitosan biostimulant in selected formulas

Perlakuan Treatment

6 MST 6 WAP

9 MST 9 WAP

CH 11,96a 26,96a SL 10,54a 23,39a WP 19,74bc 29,14a

NN 15,47ab 27,16a Kontrol Control

24,25c 49,62b

*) Angka dalam kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada α = 5%

*) Means in the same column followed by same letters are not significantly different according to Tukey’s test at α = 5%

Tabel 7. Kejadian penyakit karat daun pada tanaman jagung yang diperlakukan dengan biostimulan kitosan dalam berbagai formula

Table 7. Leaf rust occurance in corn plants which treated by chitosan biostimulant in selected formulas

Perlakuan Treatment

Tingkat kejadian penyakit karat daun (%)

Incidence rate of leaf rust (%)

CH 3,93ab SL 1,61a WP 5,45b

NN 4,50ab Kontrol Control

13,35c

*) Angka dalam kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada α = 5%

*) Means in the same column followed by same letters are not significantly different according to Tukey’s test at α = 5%

Page 7: Peningkatan hasil dan penekanan kejadian penyakit pada ...

Menara Perkebunan 87(2), 131-139

137

Gambar 3. Gejala serangan penyakit karat daun pada

tanaman jagung. Skala garis = 5 cm Figure 3. Symptoms of leaf rust attack on corn.

Bar = 5 cm

Kesimpulan

Aplikasi biostimulan kitosan dalam berbagai formula mampu meningkatkan hasil panen dan menekan kejadian penyakit pada tanaman jagung manis varietas Bonanza. Aplikasi biostimulan kitosan dengan dosis 500 ppm dapat meningkatkan bobot tongkol, bobot biomassa dan nilai brix jagung manis masing-masing mencapai 49%, 34%, dan 7% dengan perlakuan terbaik didapatkan pada formula NN. Aplikasi formula kitosan secara keseluruhan dapat menekan kejadian penyakit yang menyerang tanaman jagung secara signifikan. Perlakuan terbaik didapatkan pada penggunaan formula SL yang mampu menekan kejadian penyakit bulai, hawar daun, dan karat daun masing-masing sebesar 53%, 51%, dan 71%.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Pengembangan Teknologi Industri, Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia yang telah memberikan dukungan finansial melalui melalui Program Pengembangan Teknologi Industri (PPTI) dengan SPK No. 27/III/PPK/E/E4/2018 tanggal 15 Maret 2018 serta seluruh pihak yang mendukung dan membantu penelitian ini.

Daftar Pustaka

Abdel-Aziz HMM, MNA Hasaneen & AM Omer (2016). Nano chitosan-NPK fertilizer enhances the growth and productivity of wheat plants grown in sandy soil. Spanish J Agric Res, 14(1), 1-9 .

Agrios GN (2005). Introduction to plant pathology. Elsevier Academic Press Publication: New York.

Agustamia C, Widiastuti A, & Sumardiyono C (2016). Pengaruh stomata dan klorofil pada ketahanan beberapa varietas jagung terhadap penyakit bulai. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, 20(2), 89-94.

Anggara R, S Sularno & J Junaidi (2017). Pengaruh pemberian oligo kitosan terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung

Srikandi Putih-1. Jurnal Agrosains dan Teknologi, 1(2), 1-8.

Asni, Nurul, Arif MS, Djonaedi S (2014). Optimasi sintesis kitosan dari cangkang kepiting sebagai adsorben logam berat Pb(II). Jurnal Fisika dan Aplikasinnya 15 (1), 18-25.

Behzadi S, V Serpooshan, W Tao, MA Hamaly, MY Alkawareek, EC Dreaden, D Brown, AM Alkilany, OC Farokhzad & M Mahmoudi (2011). Cellular uptake of nanoparticles: Journey inside the cell. Chem Soc Rev, 46(14): 4218-4244.

Choudhary RC, R Kumaraswamy, S Kumari, S Sharma, A Pal, R Raliya, P Biswas & V Saharan (2017). Cu-chitosan nanoparticle boost defense responses and plant growth in maize (Zea mays L.). J Sci Rep, 7(9754), 1-11.

De Planque MR, S Aghdaei, T Roose & H Morgan (2011). Electrophysiological characterization of membrane disruption by nanoparticles. ACS Nano, 24;5(5), 3599-3606.

Dominska M & DM Dykxhoorn (2010). Breaking down the barriers: siRNA delivery and endosome escape. J Cell Sci, 123: 1183-1189.

Eichert T & HE Goldbach (2008). Equivalent pore radii of hydrophilic foliar uptake routes in stomatous and astomatous leaf surfaces–further evidence for a stomatal pathway. Physiol Plant, 132, 491–502.

Eichert T, A Kurtz, U Steiner & HE Goldbach (2008). Size exclusion limits and lateral heterogeneity of the stomatal foliar uptake pathway for aqueous solutes and water-suspended nanoparticles. Physiol Plant, 134, 151–160.

Eris DD, S Wahyuni, I Riyadi, H Widiastuti & Siswanto (2019). Pengaruh kitosan, mikroba antagonis, dan bakteri endofit dalam menekan perkembangan penyakit bercak daun pada bibit kelapa kopyor. Menara Perkebunan 87(1), 41-51.

Gallant A (2004). Biostimulants: what they are and how they work. J TURF Recreat, 1-4.González Gómez H, F Ramírez Godina, H Ortega Ortiz, A Benavides Mendoza, V Robledo Torres & M Cabrera De la Fuente (2017). Use of chitosan-PVA hydrogels with copper nanoparticles to improve the growth of grafted watermelon. J Molecules, 22(1031), 1-9.

Gumilar TA, E Prihastanti, S Haryanti & A Subagio (2017). Utilization of waste silica and chitosan as fertilizer nano chisil to improve corn production in Indonesia. Adv Sci Lett 23(3), 2447-2449.

Hadwiger LA (2015). Anatomy id a ninhost disease resistance response of pea to Fusarium solani: PR gene elicitation via DNase, chitosan

Page 8: Peningkatan hasil dan penekanan kejadian penyakit pada ...

Peningkatan hasil dan penekanan kejadian penyakit pada tanaman jagung manis dengan…………………..(Wahyuni et al.)

138

and chromatin alterations. Front Plant Sci 6, 373.

Hazra DK (2015). Recent advancement in pesticide formulations for user and environment friendly pest management. Int J Res Rev, 2, 35-40.

Hardinge-Lyme N (2001). Chitosan-containing liquid compositions and methods for their preparation and use. U.S. Patent No. 6,323,189. 27.

Irawan D, Hasanuddin H & Lubis L (2013). Uji ketahanan beberapa varietas jagung (Zea mays L.) terhadap penyakit karat daun (Puccinia polysora Underw.) di dataran rendah. Agroekoteknologi, 1(3), 759-767.

Iriti M & F Faoro (2009). Chitosan as a MAMP searching for a PRR. Plant Signal Behav, 4, 66-68.

Itoi H, Sano H & Shibasaki K (1991). Preparation of water-soluble acylated chitosan. U.S. Patent No. 4,996,307. Washington, DC: U.S. Patent and Trademark Office.

Kalagatur NK, OS Nirmal Ghosh, N Sundararaj & V Mudili (2018). Antifungal activity of chitosan nanoparticles encapsulated with Cymbopogon martinii essential oil on plant pathogenic fungi Fusarium graminearum. Front Pharmacol, 9(610), 1-13.

Kashyap PL, Xiang X & Heiden P (2015). Chitosan nanoparticle based delivery systems for sustainable agriculture. Int J Biol Macromol, 77, 36-51.

Kemendag. 2017. Potret Jagung Indonesia: Menuju Swasembada Tahun 2017. ed. B. P. d. P. K. Perdagangan. Jakarta: Kemendag RI.

Kementan. 2017. Statistik Pertanian 2017. ed. K. P. R. I. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, XLII + 362. Jakarta.

Kepmentan. 2009. Deskripsi Jagung Manis Varietas Bonanza. Lampiran No: 2071/Kpts/SR.120/5/2009.

Khati P, P Chaudhary, S Gangola, P Bhatt & A Sharma (2017). Nanochitosan supports growth of Zea mays and also maintains soil health following growth. 3 Biotech, 7(1), 81-81.

Kurniawan S, Rilda Y & Arief S (2013). Efek penambahan surfaktan CTAB pada sintesis senyawa ZNO/kitosan dan karakterisasinya. Jurnal Kimia Unand, 2(4), 75-79.

Kurzawińska H & S Mazur (2013). The usefulness of chitosan and Pythium oligandrum in potato tuber protection against Helminthosporium solani. Folia Hortic, 20(2), 67-74.

Laksono RA, NW Saputro & M Syafi’i (2018). Respon pertumbuhan dan hasil beberapa

varietas jagung manis (Zea mays Saccharata sturt. L) akibat takaran bokashi pada sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di Kabupaten Karawang. Kultivasi, 17(1), 608-616.

Malerba M & R Cerana (2018). Recent advances of chitosan applications in plants. Polymers, 10(2), 118.

Malerba M, Crosti P, & Cerana R (2012). Defense/stress responses activated by chitosan in sycamore cultured cells. Protoplasma, 249(1), 89-98.

Meng X, L Yang, JF Kennedy & S Tian (2010). Effects of chitosan and oligochitosan on growth of two fungal pathogens and physiological properties in pear fruit. Carbohy Polym, 81(1), 70-75.

Mondal M, M Malek, A Puteh, M Ismail, M Ashrafuzzaman & L Naher (2012). Effect of foliar application of chitosan on growth and yield in okra. Australian J Crop Sci, 6(

Mukta JA, M Rahman, AA Sabir, DR Gupta, MZ Surovy, M Rahman & MT Islam (2017). Chitosan and plant probiotics application enhance growth and yield of strawberry. J Biocatal Agric Biotechnol, 11, 9-18.

Nandeeshkumar P, J Sudisha, KK Ramachandra, HS Prakash, SR Niranjana & SH Shekar (2008). Chitosan induced resistance to downy mildew in sunflower caused by Plasmopara halstedii. Physiol Mol Plant Pathol, 72(4), 188-194.

Nehra P, RP Chauhan, N Garg & K Verma (2018). Antibacterial and antifungal activity of chitosan coated iron oxide nanoparticles. British J Biomedical Science, 75(1), 13-18.

Pajrin J, J Panggeso & I Rosmini (2013). Uji ketahanan beberapa varietas jagung (Zea mays L.) terhadap intensitas serangan penyakit bulai (Peronosclerospora maydis). Agrotekbis, 1(2), 135-139.

Park BK & M-M Kim (2010). Applications of chitin and its derivatives in biological medicine. International J Mol Sci 11(12), 5152-5164.

Perez-de-Luque A (2017). Interaction of nanomaterials with plants: What do we need for real applications in agriculture? Front Environ Sci, 5, 12.

Pichyangkura R & S Chadchawan (2015). Biostimulant activity of chitosan in horticulture. Sci Hort 196, 49-65.

Qavami N, B Naghdi & M Mehregan (2017). Overview on Chitosan as a valuable ingredient and biostimulant in pharmaceutical industries

Page 9: Peningkatan hasil dan penekanan kejadian penyakit pada ...

Menara Perkebunan 87(2), 131-139

139

and agricultural products. Trakia J Sci, 15(1), 83-91.

Restuati M (2008). Perbandingan chitosan kulit udang dan kulit kepiting dalam menghambat pertumbuhan kapang Aspergillus flavus. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi; 2008 Nov 17; Bandar Lampung. Bandar Lampung (ID): Satek. hlm 582-590

Rahman M, JA Mukta, AA Sabir, DR Gupta, M Mohi-Ud-Din, M Hasanuzzaman, MG Miah, M Rahman & MTJPo Islam (2018). Chitosan biopolymer promotes yield and stimulates accumulation of antioxidants in strawberry fruit. PLOS One, 13(9), e0203769.

Romadi U, Tuszahrohm N & Kurniasari I (2019). Efektivitas Paenibacillus polymyxa dan Pseudomonas fluorescens dalam pengendalian penyakit hawar daun (Helminthosporium turcicum) pada tanaman jagung (Zea mays L.). Agrovigor: Jurnal Agroekoteknologi, 12(2), 77-81.

Romanazzi G, V Mancini, E Feliziani, A Servili, S Endeshaw & D Neri (2016). Impact of

alternative fungicides on grape downy mildew control and vine growth and development. Plant Disease, 100(4), 739-748.

Saber WI, KM Ghoneem, MM El-Metwally & MA Elwakil (2009). Identification of Puccinia pimpinellae on Anise plant in Egypt and its control. Plant Pathol. J, 8(2), 32-41.

Talanca AH. 2013. Status penyakit bulai pada tanaman jagung dan pengendaliannya. In Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian. Banjarbaru: BPTP Kalsel.

Zagzog OA, MM Gad & NK Hafez (2017). Effect of nano-chitosan on vegetative growth, fruiting and resistance of malformation of mango. Trends Hortic Res, 6(1), 673-681.

Zhang X, K Li, R Xing, S Liu & P Li (2017). Metabolite profiling of wheat seedlings induced by chitosan: Revelation of the enhanced carbon and nitrogen metabolism. Front Plant Sci, 8.


Recommended