+ All Categories
Home > Documents > Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

Date post: 05-Jul-2015
Category:
Upload: a-hendy-sopyandi
View: 733 times
Download: 7 times
Share this document with a friend
Description:
Institusional building for The Acelerated Development of Border Areas Project, DSF-Bappenas
Popular Tags:
25
“Institution Building For The Accelerated Development Of Border Areas” Di Provinsi Kalimatan Barat Oleh : Ir. Asep Hendy Sopyandi (Regional Project Leader-Sanggau Kalbar) Orchadz Hotel, Pontianak 12 Mei 2011
Transcript
Page 1: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

“Institution Building For The Accelerated Development Of Border Areas”

Di Provinsi Kalimatan Barat Oleh : Ir. Asep Hendy Sopyandi

(Regional Project Leader-Sanggau Kalbar)

Orchadz Hotel, Pontianak 12 Mei 2011

Page 2: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBDA-BA - i

Summary,

“Institution Building For The Accelerated Development Of Border Areas” Di Provinsi Kalimatan Barat

Kawasan perbatasan negara merupakan kawasan yang berada di depan dan sebagai pintu gerbang ke negara lain, dimana pertimbangan peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut termasuk pertimbangan aspek geo-strategis-politis dan pertimbangan aspek keamanan merupakan hal yang tidak dapat diabaikan. Salah satu tantangan besar pengembangan kawasan perbatasan adalah bagaimana menyinergikan semua stakeholder terkait dalam pengembangan kawasan dengan segala permasalahannya yang multidimensi, seperti terkait dengan kepastian garis batas (delimitasi dan demarkasi), pertahanan dan keamanan, kedaulatan, ketersediaan infrastruktur, pergerakan lintas batas, dan kelembagaan, serta kesejahteraan penduduk. Sejalan dengan Undang Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP Nasional 2005-2025) telah menetapkan arah pengembangan wilayah perbatasan negara yaitu “dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi “inward looking”, menjadi “outward looking” sehingga wilayah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga”. Berdasarkan UU tersebut, di samping pendekatan keamanan (security approach), maka pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan juga menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach). Dengan pendekatan tersebut maka kawasan perbatasan negara merupakan kawasan strategis dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pulau Kalimantan memiliki wilayah perbatasan di delapan daerah kabupaten di dua provinsi yaitu Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Kabupaten di Kalimantan Barat yang memilik i lima w ilayah perbatasan adalah Kabupaten Sanggau, Kapuas Hulu, Sambas, Sintang, Bengkayang. Panjang garis perbatasan Kalimantan Barat dengan Sarawak adalah 847,3 kilometer yang melintasi 98 desa dalam 14 kecamatan, dan di Kalimantan Timur terdapat tiga wilayah perbatasan yaitu di Kabupaten Nunukan, Kutai Barat, dan Malinau sepanjang 1.038 kilometer dan melintasi 11 kecamatan serta 319 desa. Dari lima kabupaten di wilayah perbatasan Kalimantan Barat terdapat dua pintu lintas batas yang resmi yaitu di Kabupaten Sanggau (Entikong) dan Kabupaten Kapuas Hulu (Nanga Badau) dengan fasilitas CIQS yang sudah cukup baik. Sedangkan wilayah perbatasan lainnya seperti di Kabupaten Sambas (Dusun Aruk Desa Sebunga Kecamatan Sajingan), Bengkayang, Kabupaten Sintang, , dan Kapuas Hulu, Malinau dan Kutai Barat masih belum memiliki pos lintas batas (bordergate) yang resmi dan masih dalam tahap pembangunan. Sesuai kesepakatan melalui forum Sosek Malindo, telah

Page 3: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBDA-BA - ii

disepakati pembukaan beberapa pintu perbatasan secara bertahap di Kabupaten Kapuas Hulu, Sambas, Sintang dan Bengkayang. Potensi sumberdaya alam wilayah perbatasan di Kalimantan cukup besar dan bernilai ekonomi sangat tinggi, terdiri dari hutan produksi (konversi), hutan lindung, taman nasional, dan danau alam, yang semuanya dapat dikembangkan menjadi daerah wisata alam (ekowisata) serta sumberdaya laut yang ada di sepanjang perbatasan laut Kalimantan Timur maupun Kalimantan Barat. Beberapa areal hutan tertentu yang telah dikonversi tersebut telah berubah fungsi menjadi kawasan perkebunan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan swasta nasional maupun yang bekerjasama dengan perkebunan asing yang umumnya berasal Malaysia. Seiring dengan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di wilayah tersebut, maka berbagai kegiatan ilegal telah terjadi seperti pencurian kayu atau penebangan kayu liar (illegal logging) yang dilakukan oleh oknum cukong negara tetangga bekerjasama dengan masyarakat setempat. Kegiatan penebangan kayu secara liar oleh penduduk setempat ini dipicu oleh kemiskinan dan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar perbatasan, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan hidup serta lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di wilayah tersebut. Oleh sebab itu, untuk menampung issue dan permasalahan kemudian arahan kebijakan, strategi dan sasaran strategi akan dibuat ke dalam matrik kebijakan sebagai upaya dari penyusunan naskah kebijakan pengelolaan batas wilayah dan kawasan perbatasan secara terpadu. Sarana untuk menampung hal tersebut maka Kementerian PPN/Bappenas RI melalui kerjasama dengan BNPP dan BPKPK (Badan Pengelola Kawasan Perbatasan dan Kerjasama) Provinsi Kalimantan Barat melakukan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan stakeholder terkait di tingkat provinsi dan kabupaten. Adapun kerangka pikir dalam pelaksanaan FGD ini mengacu kepada Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) RI. Adapun aspek pengelolaan batas wilayah negara, secara garis besar meliputi: 1) Penetapan dan Penegasan Batas, 2) Pertahanan dan Keamanan; 3) Pembangunan Ekonomi Kawasan, 4) Pelayanan Sosial Dasar dan 5) Penguatan Kelembagaan yang telah di diskusikan dalam kelompok FGD. Dari isu, arah kebijakan, strategi di batas wilayah negara dan kawasan perbatasan, berikut ini dapat disampaikan beberapa masukan FGD dalam kerangka penyusunan naskah kebijakan pengelolaan batas wilayah dan kawasan perbatasan perbatasan secara terpadu dari Provinsi Kalimantan Barat sebagai berikut: 1. Aspek Penetapan dan Penegasan Batas Wilayah

Masih terjadinya perbedaan pendapat/sengketa tata batas wilayah antara Negara Indonesia dengan Serawak Negara bagian Malaysia akibat ketidakjelasan batas fisik dilapangan (seperti hilangnya patok batas dan saling claim batas wilayah serta pergeseran patok batas), terkait dengan persoalan tersebut perlu dilakukan perundingan secara terus menerus antar kedua negara dengan dibantu oleh

Page 4: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBDA-BA - iii

mediator/lembaga Internasional supaya terwujud batas negara yang jelas dan dipatuhi oleh kedua negara serta diakui internasional.

2. Aspek Pertahanan Keamanan dan Penegakan Hukum Sarana dan prasarana PAMTAS di 31 titik perbatasan yang dirasakan masih minim terutama untuk akses baik informasi, data, maupun transportasi ke setiap areal pengawasan dekat (5-10 Km), sedang (10-15 Km) dan jauh (15-20 Km). Selain itu berlangsungnya kegiatan illegal (mining, trading, trafficking, logging) dibeberapa titik yang merupakan akses yang tidak terpantau dan terawasi oleh pihak berwenang sebagai akibat minimnya saranna maupun prasarana pendukung seperti tersebut diatas. Untuk itu perlu memaksimalkan peran Pemda/SKPD terkait dan Badan/unit kerja Pemerintah Pusat untuk wilayah perbatasan mendapat program prioritas utama karena hal ini menyangkut keutuhan dan kedaulatan NKRI.

3. Aspek Pembangunan Ekonomi Kawasan Untuk aspek ekonomi kawasan lebih cenderung kepada factor masyarakatnya miskin yaitu miskin informasi, pelayanan social, aksesibilitas (pencapaian), infrastruktur, pendapatan, sehingga mereka lebih memilih untuk memenuhi kelima aspek itu ke Negara tetangga Malaysia karena dari jarak jangkau, kemudahan, kelengkapan, serta pelayanan yang memuaskan.

4. Aspek Pelayanan Sosial Dasar Pada umumnya masyarakat kawasan perbatasan kekurangan dalam hal pelayanan social dasar seperti minimnya jumlah sarana pendidikan maupun tenaga pengajarnya, kesehatan (termasuk tenaga medis dan peralatannya), pelayanan listrik dan air bersih dan air minum. Sehingga tingkat pendidikan dan derajat kesehatan masyarakatnya rendah pula, untuk memenuhi hal tersebut sebagian masyarakatnya ada yang bersekolah dinegara tetangga karena lahir dan mempunyai akte Negara Malaysia, selain itu untuk memenuhi kebutuhan penerangan listrik sebagian bisa membeli dari Malaysia dengan harga murah. Terkait dengan hal tersebut perlu pembangunan fisik sarana dan prasarasa dasar yang memadai pemberdayaan masyarakat dengan disertai pembangunan wawasan kebangsaan sejak usia dini supaya patok hatinya tidak bergeser seperti Patok Batas Wilayah Negara.

5. Aspek Penguatan Kelembagaan Belum adanya keterpaduan kemeterian/lembaga dalam rangka membangun kawasan perbatasan, sehingga tingkat koordinasi antar instansi di daerah masih kurang dan masih mengandalkan ego sektoral. Selain itu faktor kewenangan pelaksanaan program pembangunan yang masih tarik-menarik antar kepentingan antara pusat dan daerah. Oleh karena itu perlu sinkronisasi dan keterpaduan baik program, pelaksanaan, kewenangan maupun pengelolaan pembangunan kawasan perbatasan.

Page 5: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBDA-BA - iv

DAFTAR ISI Summary Report i Daftar Isi iv Daftar Peserta FGD v Bab I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1 1.2. Maksud dan Tujuan 5 1.3. Keluaran 5 1.4. Metodologi 5 1.5. Peserta dan Narasumber 6 1.6. Tempat dan Jadwal FGD 6

Bab II PROSES DAN HASIL PELAKSANAAN FGD

2.1. Input Focus Group Discussion 8 2.2. Pelaksanaan Focus Group Discussion 10 A. Hasil FGD Kelompok 1 11 B. Hasil FGD Kelompok 2 15 C. Hasil FGD Kelompok 3 17 2.3. Penutup Kegiatan 19

LAMPIRAN 1. Surat Undangan, Absensi, Berita Acara FGD 2. Dokumentasi FGD 3. TOR 4. Materi Presentasi Kepala BPKPK Provinsi Kalbar 5. Materi Presentasi Bappenas/PPN RI 6. Materi Presentasi Konsultan DSF 7. Kumpulan Brainstorming

Page 6: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBDA-BA - v

DAFTAR PESERTA, INSTANSI DAN KELOMPOK FGD “Institution Building For The Accelerated Development Of Border Areas”

Di Provinsi Kalimatan Barat

No Nama Institusi/Lembaga No. Telepon Nara Sumber 1. Pringgadi Krisdanto Kementerian Perencanaan Pembangunan

Nasional/Bappenas 085213219155

2. Tajuddinur BPKPK Provinsi Kalimantan Barat 081522573007 3. Sumardekar Konsultan DSF 081387646570 Kelompok 1 : Aspek Penetapan dan Penegasan Batas, Peningkatan Upaya Pertahanan, Keamanan dan Penegakan Hukum, dan Penguatan Kelembagaan. 1. Toni Sunardi Biro Pemerintahan 081522543492 2. Moses T Pemda Prov. Kalbar 3. Dodi Karnidaha Kanwil Hukum dan Ham Prov. Kalbar 0811834336 4. Ridwansyah Polda Prov. Kalbar 08125796190 5. Tedy Pranata Imigrasi Pontianak 08176960341 6. Monika BPKPK Prov. Kalbar 7. Yahya Bea dan Cukai 8. Guntur Bea dan Cukai 0811910974 9. Y. Anundi BPKPK Prov. Kalbar 10. Nikodemus GAP-Lintas Kelompok 2 : Aspek Peningkatan dan Pertumbuhan Ekonomi 1. Arkan Yamri Dinas PU Prov. Kalbar 08164996656 2. Dora Karyadi UPT Entikong 085245368860 3. Yus Amri UPT Aruk 081345240282 4. Tri Mulyani UPT 5. Oni Martono Disbun Prov. Kalbar 081257028881 6. M. Afifudin Dishut Prov. Kalbar 7. M. Aminuddin Bappeda Prov. Kalbar 8. Subur Pudji Balai Karantina 08125718114 Kelompok 3 : Aspek Pelayanan Sosial Dasar 1. Iwan Sarwoko Dishub Prov. Kalbar 082148485599 2. Anthonius Rawing Bappeda Kab. Kapuas Hulu 082148000108 3. Muslim Ismail BPKPK Prov. Kalbar 081345039898 4. Marta Nelly BPKPK Prov. Kalbar 5. A. Fero. LS BPKPK Prov. Kalbar

Page 7: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBAD-BA - 1

1.1 LATAR BELAKANG A. Umum Kawasan perbatasan negara merupakan kawasan yang berada di depan dan sebagai pintu gerbang ke negara lain, dimana pertimbangan peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut termasuk pertimbangan aspek geo-strategis-politis dan pertimbangan aspek keamanan merupakan hal yang tidak dapat diabaikan. Salah satu tantangan besar pengembangan kawasan perbatasan adalah bagaimana menyinergikan semua stakeholder terkait dalam pengembangan kawasan dengan segala permasalahannya yang multidimensi, seperti terkait dengan kepastian garis batas (delimitasi dan demarkasi), pertahanan dan keamanan, kedaulatan, ketersediaan infrastruktur, pergerakan lintas batas, dan kelembagaan, serta kesejahteraan penduduk. Sejalan dengan Undang Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP Nasional 2005-2025) telah menetapkan arah pengembangan wilayah perbatasan negara yaitu “dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi “inward looking”, menjadi “outward looking” sehingga wilayah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga”. Berdasarkan UU tersebut,

PENDAHULUAN

Page 8: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBAD-BA - 2

di samping pendekatan keamanan (security approach), maka pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan juga menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach). Dengan pendekatan tersebut maka kawasan perbatasan negara merupakan kawasan strategis dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Implementasi pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan sebagai amanat pembangunan RPJPN 20102-2025 tersebut telah dimulai sejak RPJMN I (2004-2009), namun demikian belum menampakkan hasil yang signifikan. Untuk mendorong percepatan pembangunan kawasan perbatasan, RPJMN II (2010-2014) menempatkan pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan sebagai prioritas nasiomal. Berdasarkan Perpres No. 5 tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014, dinyatakan bahwa sasaran-sasaran pokok pembangunan 5 (lima) tahun kedepan terkait pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan adalah sebagai berikut: a. Terwujudnya kedaulatan wilayah nasional yang ditandai dengan kejelasan dan

ketegasan batas-batas wilayah negara; b. Menurunnya kegiatan ilegal dan terpeliharanya lingkungan hidup di kawasan

perbatasan; c. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan menurunnya jumlah

penduduk miskin di kecamatan perbatasan dan pulau kecil terluar; d. Berfungsinya Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pelayanan

kawasan perbatasan; dan e. Meningkatnya kondisi perekonomian kawasan perbatasan, yang ditandai dengan

meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi di 38 kabupaten/kota perbatasan yang diprioritaskan penanganannya, khususnya pada 27 kabupaten perbatasan yang tergolong daerah tertinggal.

Berdasarkan sasaran pembangunan jangka menengah di atas, maka fokus prioritas pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan difokuskan pada: (1) Penyelesaian penetapan dan penegasan batas wilayah negara; (2) Peningkatan upaya pertahanan, keamanan, serta penegakan hukum; (3) Peningkatan pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan; (4) Peningkatan pelayanan social dasar; dan (5) Penguatan kapasitas kelembagaan dalam pengembangan kawasan perbatasan secara terintegrasi. Reorientasi paradigma pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan menjadi outward looking, diwujudkan pula ke dalam kebijakan spasial nasional. Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menetapkan kawasan perbatasan sebagai kawasan strategis nasional dalam bidang pertahanan dan keamanan dengan tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), ditargetkan pada tahun 2019 seluruh kawasan perbatasan negara sudah dapat dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya dalam aspek kesejahteraan, hankam, dan lingkungan. Untuk mendorong pertumbuhan kawasan perbatasan, 26 kota di kawasan perbatasan diarahkan menjadi Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pusat pelayanan atau pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga.

Page 9: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBAD-BA - 3

Namun demikian, kebijakan di atas belum dapat diimplementasikan secara optimal karena berbagai kendala dari sisi konsep pembangunan, kebijakan, maupun system dan prosedur pengelolaan kawasan perbatasan. Hal ini tercermin dari masih kuatnya pendekatan sektoral, lemahnya sinergi antar sektor serta antara pusat dan daerah, serta lemahnya affirmative action dari sektor terkait.Sejalan dengan reorientasi kebijakan yang baru, pemerintah kemudian menerbitkan UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang memberi mandat bagi pembentukan Badan Pengelola Perbatasan di tingkat pusat dan daerah untuk mengelola kawasan perbatasan; yang kemudian diikuti dengan terbitnya Perpres No. 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan. BNPP merupakan suatu badan atau organisasi pemerintah yang dibentuk dengan tugas menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, menetapkan rencana kebutuhan anggaran, mengoordinasikan pelaksanaan, dan melaksanakan evaluasi serta pengawasan terhadap pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan (Perpres No. 12 tahun 2010, Pasal 3). Untuk melaksanakan tugas tersebut, salah satu fungsi yang diselenggarakan BNPP adalah penyusunan dan menetapan Rencana Induk dan Rencana Aksi Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan (Perpres No. 12 tahun 2010, Pasal 4 poin a). Dengan demikian, Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan ini dimaksudkan sebagai upaya pengelolaan dan pembangunan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan secara terarah, bertahap, dan terukur dengan skenario yang disepakati semua pihak. Disamping itu, perlu sinergitas kebijakan dan kegiatan antar sektor, antar daerah, maupun antara pusatdaerah serta kontribusi pihak swasta dalam upaya percepatan pengembangan kawasan perbatasan. Untuk mendukung upaya implementasi perencanaan pengelolaan kawasan perbatasan pada RPJMN 2010-2014, maka dilaksanakan kegiatan “Institution Building for the Accelerated Development of Border Areas” oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Maksud dari kegiatan ini adalah dalam rangka memberikan kontribusi bagi Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) untuk penguatan sinkronisasi dan koordinasi pengelolaan batas wilayah dan pembangunan kawasan perbatasan.Kegiatan penguatan kelembagaan di wilayah perbatasan ini diharapkan akan memberikan keluaran-keluaran yaitu : a) Konsep Kebijakan pembangunan kawasan perbatasan secara terpadu; b) Rencana Induk Nasional Pengelolaan Kawasan Perbatasan; c) Kerangka Monitoring dan Evaluasi; d) Pelatihan bagi Pemerintah Daerah; dan e) Laporan Pelaksanaan Workshop Nasional. Sebagai upaya untuk mencapai hasil-hasil yang diharapkan pada kegiatan diatas, diperlukan penggalian informasi dari daerah khususnya provinsi-provinsi yang tercakup dalam kawasan perbatasan (12 Provinsi : Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat). Sebagai wadah untuk menampung informasi-informasi strategis dari provinsiprovinsi tersebut dibutuhkan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) sebagai salah satu pendukung dalam pencapain kegiatan “Institution Building for the Accelerated Development of Border Areas”.

Page 10: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBAD-BA - 4

B. Khusus Pulau Kalimantan memiliki wilayah perbatasan di delapan daerah kabupaten di dua provinsi yaitu Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Kabupaten di Kalimantan Barat yang memilik i l ima w ilayah perbatasan adalah Kabupaten Sanggau, Kapuas Hulu, Sambas, Sintang, Bengkayang. Panjang garis perbatasan Kalimantan Barat dengan Sarawak adalah 847,3 kilometer yang melintasi 98 desa dalam 14 kecamatan, dan di Kalimantan Timur terdapat tiga wilayah perbatasan yaitu di Kabupaten Nunukan, Kutai Barat, dan Malinau sepanjang 1.038 kilometer dan melintasi 11 kecamatan serta 319 desa.

Dari lima kabupaten di wilayah perbatasan Kalimantan Barat terdapat dua pintu lintas batas yang resmi yaitu di Kabupaten Sanggau (Entikong) dan Kabupaten Kapuas Hulu (Nanga Badau) dengan fasilitas CIQS yang sudah cukup baik. Sedangkan wilayah perbatasan lainnya seperti di Kabupaten Sambas (Dusun Aruk Desa Sebunga Kecamatan Sajingan), Bengkayang, Kabupaten Sintang, , dan Kapuas Hulu, Malinau dan Kutai Barat masih belum memiliki pos lintas batas (bordergate) yang resmi dan masih dalam tahap pembangunan. Sesuai kesepakatan melalui forum Sosek Malindo, telah disepakati pembukaan beberapa pintu perbatasan secara bertahap di Kabupaten Kapuas Hulu, Sambas, Sintang dan Bengkayang.

Potensi sumberdaya alam wilayah perbatasan di Kalimantan cukup besar dan bernilai ekonomi sangat tinggi, terdiri dari hutan produksi (konversi), hutan lindung, taman nasional, dan danau alam, yang semuanya dapat dikembangkan menjadi daerah wisata alam (ekowisata) serta sumberdaya laut yang ada di sepanjang perbatasan laut Kalimantan Timur maupun Kalimantan Barat. Beberapa areal hutan tertentu yang telah dikonversi tersebut telah berubah fungsi menjadi kawasan perkebunan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan swasta nasional maupun yang bekerjasama dengan perkebunan asing yang umumnya berasal Malaysia. Seiring dengan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di wilayah tersebut, maka berbagai kegiatan ilegal telah terjadi seperti pencurian kayu atau penebangan kayu liar (illegal logging) yang dilakukan oleh oknum cukong negara tetangga bekerjasama dengan masyarakat setempat. Kegiatan penebangan kayu secara liar oleh penduduk setempat ini dipicu oleh kemiskinan dan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar perbatasan, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan hidup serta lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di wilayah tersebut. Oleh sebab itu, untuk menampung issue dan permasalahan kemudian arahan kebijakan, strategi dan sasaran strategi akan dibuat ke dalam matrik kebijakan sebagai upaya dari penyusunan naskah kebijakan pengelolaan batas wilayah dan kawasan perbatasan secara terpadu. Sarana untuk menampung hal tersebut maka Kementerian PPN/Bappenas RI melalui kerjasama dengan BNPP dan BPKPK (Badan Pengelola Kawasan Perbatasan dan Kerjasama) Provinsi Kalimantan Barat melakukan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan stakeholder terkait di tingkat provinsi dan kabupaten.

Page 11: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBAD-BA - 5

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dari pelaksanaan Kelompok Diskusi Terbatas (FGD) adalah untuk: 1) Tersosialisasikanya Arah Kebijakan, Strategi, dan Agenda Progam Prioritas

Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan pada cakupan wilayah perbatasan darat RI dengan Malaysia.

2) Melakukan review dan umpan balik terkait issu, kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perbatasan negara di tingkat daerah ( Kabupaten/Kota) wilayah konsentrasi pengembangan (WKP) Pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan.

Adapun tujuan dari pelaksanaan Kelompok Diskusi Terbatas (FGD) ini adalah : 1) Teridentifikasinya isu strategis perbatasan darat dan perbatasan laut mencakup

Aspek Penetapan dan Penegasan Batas, Aspek Pertahanan‐Keamanan dan Hukum. 2) Teridentifikasinya isu strategis kawasan perbatasan darat dan kawasan perbatasan

laut mencakup aspek Pertahanan‐Keamanan dan Hukum, Aspek Ekonomi Kawasan dan Aspek Sosial Dasar.

3) Teridentifikasinya isu strategis kapasitas kelembagaan pengelolaa kawasan perbatasan.

1.3 KELUARAN Adapun hasil yang diharapkan (out-put) yang diharapkan dari penyelengaraan Kelompok Diskusi Terbatas (FGD) adalah : 1) Terumuskannya arah dan pandangan peserta terkait dengan Matrix Arah Kebijakan,

Strategi dan Agenda Program Prioritas Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan.

2) Teridentifikasinya kebutuhan penguatan kelembagan dari peserta FGD termasuk dalam penyusunan kerangka monitoring dan evaluasi kinerja pembangunan kawasan perbatasan yang terpadu.

1.4 METODOLOGI

Metode pelaksanaan FGD dilakukan secara partisipatif dengan mengedepankan aspirasi terkait dengan isu yang berkembang di wilayahnya masing‐masing. 1. Input Focus Group Discussion (FGD)

• Pengarahan dari Kepala Bappeda Provinsi • Paparan kegiatan Institution Building for The Accelerated Development of Border.

2. Proses FGD 1) Penyajian/Presentasi 2) Diskusi Kelompok 3) Tanya Jawab.

3. Output FGD 1) Isu strategis, arah kebijakan, strategi pengelolaan, target 2011-2014, dan lokasi

kecamatan prioritas dalam pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan.

2) Base line data kecamatan perbatasan di provinsi sebagai pendukung kerangka monitoring dan Evaluasi

Page 12: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBAD-BA - 6

1.5 PESERTA, NARA SUMBER 1. Peserta

- Kodam XII Tanjungpura - Polda Kalimantan Barat - Kantor Wilayah Hukum dan HAM Provinsi Kalimantan Barat - Kantor Wilayah IX DJBC Provinsi Kalimantan Barat - Biro Pemerintahan Sekda Provinsi Kalimantan Barat - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Barat - Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan dan Kerjasama Provinsi Kalimantan Barat - Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Barat - Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Kalimantan Barat - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Barat - Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Barat - Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat - Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat - Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Barat - Dinas Ksesehatan Provinsi Kalimantan Barat - Kantor Imigrasi Pontianak - Karantina Hewan dan Tumbuhan Pontianak - RRI Regional Kalimantan Barat - Bappeda Kabupaten Sambas - Bappeda Kabupaten Bengkayang - Bappeda Kabupaten Kapuas Hulu - Bappeda Kabupaten Sintang - Bappeda Kabupaten Sanggau - Dinas Kesehatan Kabupaten Sanggau - Dinas Pendidikan Kabupaten Sanggau - Dinas PU Kabupaten Sanggau - Unit Pelaksana Teknis Entikong - Camat Entikong - Camat Sekayam - Subbag Perencanaan BPKPK Provinsi Kalimantan Barat

2. Nara Sumber

• Asisten Deputi Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan • Subdit Kawasan Khusus Daerah Tertinggal, Bappenas • Tim “Institution Building for the Accelerated Development of Border Areas”

1.6 TEMPAT DAN JADWAL FGD

Tempat penyelengaraan Focus Group Discussion (FGD) di laksanakan di HOTEL ORCHADZ Jl. Gajah Mada no. 48 Pontianak Prov. Kalbar pada tanggal 12 Mei 2011 dengan jadwal acara sebagai berikut:

Page 13: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBAD-BA - 7

WAKTU AGENDA KETERANGAN

12 Mei 2011

08.30 – 09.00 Pendaftaran Peserta Tim Kerja (RPL/Staf BPKPK)

09.00 – 10.00

09.00 – 09.15

09.15 – 09.30

09.30 – 09.45

09.45 - 10.00

Pembukaan :

1. Pengantar Pekerjaan IBDBA-DSF

2. Paparan Renduk Pengelolaan Batas Wilayah dan Kawasan Perbatasan Tahun 2011-2014

3. Paparan BPKPK mengenai konsep pembangunan kawasan perbatasan dari Perspektif RTR Wilayah Provinsi.

4. Paparan tentang Penyusunan isu strategis, arah kebijakan, strategi dan sasaran pengelolaan batas wilayah dan kawasan perbatasan Kalimatan Barat dalam rangka Penyusunan Policy Paper serta Penjelasan Metode FGD.

1. Bappenas

2. BNPP

3. BPKPK Prov. Kalimantan Barat

4. Konsultan DSF

10.00 – 10.15 Rehat kopi Panitia

10.15 – 13.00 Diskusi Kelompok

1. Kelompok 1 : Aspek penetapan dan Penegasan Batas, Pertahanan, Keamanan dan Penegakan Hukum dan Aspek Kelembagaan.

2. Kelompok 2 : Aspek Ekonomi Kawasan 3. Kelopmpok 3 : Aspek Pelayanan Sosial Dasar

Pesera FGD yang terbagi kedalam 3 kelompok

pembahasan

13.00 – 14.00 Istirahat dan makan siang Panitia

14.00 – 15.00 Lanjutan Diskusi Kelompok :

Pesera FGD yang terbagi kedalam 3 kelompok pembahasan

15.00 – 15.30 Rehat Kopi Panitia

15.30 – 16.30 Pleno : Penyajian dan Pembahasan Hasil Diskusi Tiap Kelompok Pesera FGD

16.30 – 16.45 • Perumusan dan Rangkuman Hasil FGD • Penutupan FGD

Konsultan DSF BPKPK

Page 14: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBAD-BA - 8

2.1 INPUT FOCUS GROUP DISCUSSION

A. Pengantar Pekerjaan Institutional Building for The Acelerated Development of Border Area Oleh Bapak Pringgadi Krisdanto dari Bappenas (materi terlampir).

Sejalan dengan reorientasi kebijakan baru dalam pengelolaan perbatasan wilayah Negara sebagai beranda depan negara, Pemerintah pusat sesuai dengan UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara telah membentuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) melalui Kepres No.12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan. BNPP merupakan suatu badan atau organisasi pemerintah yang dibentuk dengan tugas menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, menetapkan rencana kebutuhan anggaran, mengoordinasikan pelaksanaan, dan melaksanakan evaluasi serta pengawasan terhadap pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan (Perpres No. 12/2010, Pasal 3). Di sisi lain, berbagai permasalahan manajemen pengelolaan perbatasan masih menghambat pencapaian sasaran RPJMN, 1) Pembangunan kawasan perbatasan belum didukung oleh instrumen kebijakan dan kelembagaan yang mampu mengkonsolidasikan seluruh pihak terkait dalam satu kesatuan arah dan tujuan, 2)

PROSES DAN HASIL FGD

Page 15: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBAD-BA - 9

Pengelolaan batas wilayah serta kerjasama perbatasan antar negara selama ini masih ditangani oleh “kepanitiaan” yang bersifat ad-hoc, dipimpin oleh instansi-instansi yang berbeda, serta belum melibatkan seluruh pihak terkait secara komprehensif. Akibatnya penanganan permasalahan perbatasan melalui kerjasama antar negara tidak berjalan optimal. 3) Meskipun pengelolaan perbatasan merupakan urusan bersama pusat-daerah, namun pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan sebagian urusan di perbatasan (pengelolaan PLB, pembangunan infrastruktur, pengelolaan sumberdaya alam, dsb) masih kabur. 4) Belum optimalnya keberpihakan kebijakan, program, dan pembiayaan pembangunan yang diselenggarakan oleh Kementerian/Lembaga terkait, maupun pemerintah daerah di kawasan perbatasan, khususnya di kecamatan-kecamatan dan pulau kecil terluar. 5) Belum optimalnya kemampuan aparatur di tingkat pusat dan daerah dalam penanganan permasalahan perbatasan secara pro-aktif dan efektif. 6) Belum tersedianya data-data pembangunan yang komprehensif untuk mendukung perencanaan, pelaksanaan, pengendalian pembangunan di kecamatan dan pulau kecil terluar. Merespon persoalan dalam aspek kelembagaan tersebut, beberapa terobosan yang dilakukan pemerintah pada RPJM 2010-2014 adalah, pengelolaan daerah tertinggal, terdepan, dan terluar sebagai prioritas nasional, untuk kawasan perbatasan dioerasionalisikan melalui lima fokus prioritas : (1) Penyelesaian penetapan dan penegasan batas Negara; (2) Peningkatan upaya pertahanan; keamanan serta penegakan hukum; (3) Peningkatan pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan; (4) Peningkatan pelayanan sosial dasar; dan (5) Penguatan kapasitas kelembagaan dalam pengembangan kawasan perbatasan secara terintegrasi Beberapa agenda penguatan kelembagaan yang akan dilakukan ke depan dengan, membangun manajemen pengelolaan batas wilayah dan kawasan perbatasan yang lebih efektif dan sinergis melalui optimalisasi peranan BNPP dalam penetapan kebijakan, koordinasi perencanan dan pelaksanaan, serta pengawasan pembangunan, Mendorong reformulasi kebijakan sektoral dan kewilayahan agar lebih berpihak dan responsive terhadap kebutuhan pengembangan kecamatan terdepan dan pulau kecil terluar, Mengoptimalkan kemampuan aparatur pemerintah di tingkat pusat dan daerah agar mampu menangani persoalan perbatasan secara efektif. Untuk mendukung RPJMN 2010-2014 serta pencapaian berbagai agenda diatas, Bappenas bekerja sama dengan Ditjen PUM Kemdagri dan BNPP serta didukung DSF Bank Dunia melaksanakan proyek IBADBA,dengan maksud dan tujuan, untuk menyusun masukan kebijakan bagi upaya percepatan pembangunan dan peningkatan keamanan kawasan perbatasan melalui peningkatan kesejahteraan masyarakat,Memperkuat kapasitas kelembagaan pengelolaan batas wilayah dan kawasan perbatasan melalui: 1) Inventarisasi dan analisis data dasar kawasan perbatasan sebagai bahan dasar bagi perumusan profil wilayah, perencanaan kebijakan pembangunan, serta pelaksanaan monitoring dan evaluasi pembangunan, dan 2) Evaluasi dan reformulasi kebijakan bagi pengelolaan batas wilayah dan percepatan pembangunan kawasan perbatasan.

Page 16: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBAD-BA - 10

B. Paparan dari Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan dan Kerjasama Provinsi Kalimantan Barat oleh Bapak Tajuddinur (Kasubbag. Perencanaan)

Provinsi Kalimantan Barat mempunyai 5 (lima) wilayah administrative kabupaten yang berbatasan langsung (perbatasan darat) dengan Negara bagian Serawak Malaysia yaitu Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kabupaten Kapuas Hulu. Untuk menangani pengelolaan kawasan perbatasan tersebut Pemerintah Daerah Provinsi Kalbar telah dibentuk Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan dan Kerjasama melalui Peraturan Gubernur Provinsi Kalbar Nomor 65 Tahun 2008 tentang Struktur Organisasi, Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan dan Kerjasama Provinsi Kalimantan Barat. Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan dan Kerjasama Provinsi Kalimantan Barat mempunyai tugas penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik di bidang pengelolaan kawasan perbatasan dan kerjasama, melaksanakan tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang diserahkan oleh Gubernur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Beberapa permasalahan yang dihadapi di wilayah kawasan perbatasan, antara lain : a) Disparitas ketimpangan infra struktur terutama jalan yang menghubungkan wilayah antar daerah menimbulkan banyaknya kawasan – kawasan permukiman atau konsentrasi penduduk menjadi terisolir dan tertinggal ; b) Eksploitasi beberapa areal hutan tertentu yang telah dikonversi tersebut telah berubah fungsi menjadi kawasan perkebunan; c) Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum ; d) Kemiskinan dan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar perbatasan ; e) Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan hidup; f) Rendahnya tingkat pendidikan dan derajat kesehatan masyarakat ; g) Tingkat ketergantungan masyarakat perbatasan terhadap perekonomian Negara tetangga Malaysia sangat tinggi. Sesuai dengan arah pengembangan kawasan perbatasan UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) maka, “Wilayah-wilayah perbatasan dikembangkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan yang dilakukan, selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan. Perhatian khusus diarahkan bagi pengembangan pulaupulau kecil di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian” Berkaitan dengan permasalahan dan arah pengembangan kawasan perbatasan tersebut maka BPKPK selaku tuan rumah dalam pelaksanaan FGD ini diharapkan kepada semua stake holder yang hadir ikut berperan aktif dalam mengarahkan kawasan perbatasan ke tahap yang lebih baik di segala bidang sehingga kawasan perbatasan menjadi beranda depan NKRI dapat terwujud.

Page 17: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBAD-BA - 11

2.2 PELAKSANAAN FOCUS GROUP DISCUSSION Diawali dengan pengantar dan arahan proses dan aturan main Pelaksanaan FGD oleh RPL dan didampingi oleh Team Leader IBADBA yaitu masing-masing peserta mendapat kertas metaplan 5 warna yang harus diisi oleh isu-isu paling mendasar berdasarkan kategori 5 aspek bahasan (putih: aspek batas wilayah; merah: aspek hankam dan hukum; biru: aspek kelembagaan; kuning : aspek ekonomi dan hijau : aspek sosial dasar). Hasil dari isu-isu dari setiap peserta kemudian dipisahkan menjadi 3 (tiga) kategori bahasan untuk dijadikan 3 (tiga) bagian kelompok diskusi yaitu : Kelompok 1 : Mendiskusikan Aspek batas wilayah negara, Hankam dan penegakan

hukum serta penguatan kapasitas kelembagaan. Kelompok 2 : Mendiskusikan Aspek peningkatan ekonomi pertumbuhan ekonomi

kawasan perbatasan Kelompok 3 : Mendiskusikan Aspek pelayanan sosial kawasan perbatasan. A. Hasil FGD Kelompok 1

Kelompok 1 melakukan pendalaman terkait dengan aspek: Penetapan dan Penegasan Batas Wilayah Negara, Peningkatan Upaya Pertahanan dan Penegakan Hukum dan Kelembagaan. Adapun hasil FGD kelompok 1 adalah sebagai berikut: 1. Sub pokok bahasan: Penetapan dan Penegasan Batas Wilayah Negara, adapun

isu strategis yang mengemuka disampaikan oleh peserta FGD adalah: a) Masih terjadinya perbedaan pendapat tentang Tata Batas Wilayah antara

Negara Indonesia dengan Malaysia. b) Mudahnya regulasi pembukaan lahan untuk perkebunan sawit menyebabkan

kaburnya batas wilayah didukung pula beberapa tanda batas yang tidak permanen sehingga menyebakan bergesernya patok batas bahkan hilang.

c) Lemahnya diplomasi dalam penanganan sengketa batas, akibat kurangnya koordinasi dan minimnya keterlibatan pemda setempat sehingga terjadinya inkonsistensi dalam penetapan batas wilayah negara.

d) Ketertinggalan penggunaan teknologi dan informasi dalam penetapan batas, ketidakakuratan dalam pendataan tata batas.

e) Kurangnya personil yang membidangi persoalan tata batas serta minimnya dukungan sarana dan prasarana kawasan perbatasan

Hubungan diantara masalah tersebut dapat di gambarkan dalam analisis pohon masalah sebagai berikut:

Page 18: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBAD-BA - 12

Dari isu diatas, adapun arah kebijakan, yang direkomendasikan peserta FGD adalah Penegasan dan penetapan batas negara indonesia dengan Malaysia. Untuk mencapai hal ini, adapun strategi dan sasaran strategi yang direkomendasikan adalah: a) Diperlukannya pelibatan mediator/lembaga internasional yang bebas

kepentingan diantara kedua belah pihak dalam membantu menyelesaikan penetapan batas wilayah kedua negara.

b) Mengoptimalkan sumber daya manusia dalam hal ini aparat yang berwenang dan berkompeten dalam kerangka penguatan diplomasi internasional.

c) Peningkatan kekuatan pertahanan dan keamanan dalam menjaga batas wilayah dalam rangka menjaga teritorial negara RI.

Adapun sasaran strategis yang ingin dicapai yaitu terwujudnya batas teritoral yang dipatuhi oleh kedua negara dan diakui oleh dunia internasional.

Page 19: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBAD-BA - 13

2. Sub pokok bahasan: Peningkatan upaya Pertahanan dan Penegakan Hukum, adapun isu strategis yang mengemuka disampaikan oleh peserta FGD adalah: a) Masih rendahnya kesadaran hukum masyarakat serta lemahnya pertahanan

dan keamanan di kawasan perbatasan b) Maraknya pelanggaran seperti ilegal (trading, logging, traffiking, fishing,

drugs), beredarnya perdagangan luar tanpa bea cukai disebabkan banyaknya jalan masuk (jalan pintas/tikus) yng tidak terawasi dan dijaga oleh pihak berwajib.

c) Adanya beberapa masyarakat yang ingin berpindah kewarganegaraan kenegara tetangga malaysia, sebagai akibat dari minimnya fasilitas pelayanan dan dan mahalnya barang kebutuhan sehari-hari.

d) Lebih memilih bekerja di negara Malaysia yang lebih menjanjikan dari segi finasial

e) Lemahnya sistem pertahanan dan keamanan sebagai akibat minimnya sarana dan prasarana pendukung kekuatan, terlalu lamanya rotasi personil dilapangan hingga sering dihinggapi rasa jenuh serta kurangnya insentif lebih bagi petugas personil di perbatasan

Dari isu diatas, adapun arah kebijakan, yang direkomendasikan peserta FGD adalah Memaksimalkan peran aparatur Pemda dan Aparat keamanan perbatasan serta melakukan pembinaan kadarkum terhadap masyarakat perbatasan secara kontinyu. Untuk mencapai hal ini, adapun strategi dan sasaran strategi yang direkomendasikan adalah: a) Penyuluhan hukum dan bela negara menjadi harga mati kepada masyarakat

perbatasan supaya hatinya tidak bergeser ke negara lain seperti bergesernya Patok Batas Negara.

Page 20: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBAD-BA - 14

b) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan) serta meningkatkan ekonomi kerakyatan berbasis potensi sumber daya setempat.

c) Pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana pertahanan dan keamanan di perbatasan.

Adapun sasaran strategis yang ingin dicapai yaitu terciptanya masyarakat perbatasan dengan kesadaran hukum yang tinggi dan terciptanya hankam yang handal dan kuat sebagai garda depan penjaga keutuhan kedaulatan NKRI.

3. Sub pokok bahasan: Penguatan Kelembagaan, adapun isu strategis yang

mengemuka disampaikan oleh peserta FGD adalah: a) Belum adanya keterpaduan kebijakan antara pusat dan daerah dalam rangka

membangun dan memajukan kawasan perbatasan b) Kerjasama dan koordinasi antar lembaga yang masih lemah sehingga tidak

adanya sinkronisasi yang muncul adalah ego sektoral. c) Rendahnya komitmen dan inkonsistensi dalam penetapan kewenangan

pengelolaan proram dan anggran antara lembaga baik dipusat maupun didaerah

Dari isu diatas, adapun arah kebijakan, yang direkomendasikan peserta FGD adalah Menyusun program kerja lintas sektoral yang terpadu untuk menangani kawasan perbatasan. Untuk mencapai hal ini, adapun strategi dan sasaran strategi yang direkomendasikan adalah:

Page 21: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBAD-BA - 15

a) Sinkronisasi dan paduserasi program antara pusat dan daerah sehingga akan tercipta program prioritas yang disepakati oleh semua pihak.

b) Optimalisasi dan pemantapan aparatur pengambil kebijakan disemua lini penuh rasa tanggung jawab yang tinggi dan menghilangkan ego sektoral dengan membangunan kebersamaan dalam memajukan ketertinggalan kawasan perbatasan.

c) Memperjelas peraturan/regulasi kebijakan dalam hal kewenangan dalam pengelolaan program dan anggaran kawasan perbatasan serta memperpendek rentang kendali alur pelayanan mulai dari tingkat bawah.

Adapun sasaran strategis yang ingin dicapai yaitu terciptanya keterpaduan dan sinkronisasi arah serta kebijakan antara pusat dan daerah yang transparan.

B. Hasil FGD Kelompok 2

Kelompok 2 mempunyai sub pokok bahasan diskusi yaitu tentang aspek Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Perbatasan. Adapun isu-isu strategis telah dikumpulkan dari kertas metaplan tiap peserta yang menyangkut pokok bahasan ekonomi kawasan perbatasan yang akan dibahas kelompok ini yaitu : a) Adanya kendala pemanfaatan potensi hutan yang terkendala dengan ptotokol

kyoto sehingga menghambat pembangunan infrastruktur sedangkan negara Malaysia yang tidak meratifikasi berpotensi berkembang lebih cepat.

b) Adanya aturan nilai perdagangan lintas batas sebesar 600 RM menghambat peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan bahkan cenderung mendorong terjadinya penyelundupan.

c) PKSN yang ada di Kalbar belum mampu menyaingi Kuching sebagai pusat pelayanan sosial, budaya dan ekonomi di kawasan perbatasan Serawak – Kalimantan Barat.

d) Tidak adanya sarana koleksi dan distribusi barang untuk ekspor-impor di kawasan perbatasan (pelabuhan/dry port).

e) Kualitas dan kuantitas sarana perekonomian (pasar tradisional) yang memprihatinkan, sehingga tidak tertariknya masyarakat malaysia yang hendak berbelanja ke kawasan perbatasan di Indonesia.

Page 22: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBAD-BA - 16

f) Minimnya prasarana transportasi yang memadai untuk kelangsungan bergeraknya roda perekonomian kawasan.

g) Minimnya anggran pembangunan untuk kawasan perbatasan baik untuk fisik, sosial maupun ekonomi.

h) Potensi SDA sangat besar (mangan, batu bara, zycron, sawit, wisata bahari dll) belum dikelola secara optimal dan nilai tambahnya dinikmati oleh Malaysia.

i) Tingkat ketergantungan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan peningkatan ekonomi sangat tinggi terhadap negara Malaysia.

j) Distribusi pelayanan kebutuhan masyarakat dari pusat pelayanan utama kawasan perbatasan tersendat oleh minimnya sarana dan prasarana perhubungan.

Dari isu diatas, adapun arah kebijakan, yang direkomendasikan peserta FGD adalah : a) Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang memiliki potensi sesuai

dengan kondisi dan karakteristik masyarakat setempat. b) Meningkatkan infrastruktur prasarana dan sarana dasar kawasan perbatasan c) Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam yang ada secara optimal,

berwawasan lingkungan dan berkesinambungan.

Untuk mencapai hal ini, adapun strategi dan sasaran strategi yang direkomendasikan adalah:

Page 23: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBAD-BA - 17

a) Memberikan pendidikan formal bahkan gratis tingkat dasar bagi golongan masyarakat tidak mampu serta mendirikan pendidikan non formal seperti pusat-pusat pelatihan keterampilan yang disesuaikan dengan potensi Sumber Daya yang ada (pertanian, perikanan, perkebunan, pertukangan, industri kecil dan lain-lain).

b) Pembangunan jalan poros dan penghubung di kawasan perbatasan yang mampu menguhubungkan titik-titik simpul pusat-pusat pertumbuhan sebagai counter magnet PKSN terhadap pusat pertumbuhan di Kuching.

c) Penyedian fasilitas sosial ekonomi yang mempu menopang fungsi pusat pertumbuhan PKSN.

d) Pemetaan dan inventarisasi SDA yang produktif dan prosfektif serta mempunyai keunggulan kompetitif bukan komparatif dengan negara Malaysia yang mampu mendongkrak nilai pendapatan masyarakat pada umumnya.

e) Memberikan status lahan garapan yang ideal bagi masyarakat adat di perbatasan f) Pemberian perizinan yang selektif terhadap pembukaan lahan untuk perkebunan

baik bagi masyarakat setempat maupun investor dari luar (Malaysia). Sasaran strategi yang diinginkan yaitu tercapainya peningkatan ekonomi yang kondusif dan produktif yang dapat mensejahterakan masyarakat kawasan perbatasan.

C. Hasil FGD Kelompok 3

Kelompok 3 mempunyai sub pokok bahasan diskusi yaitu tentang aspek Pelayanan Sosial Dasar Kawasan Perbatasan. Adapun isu-isu strategis telah dikumpulkan dari kertas metaplan tiap peserta yang menyangkut pokok bahasan ekonomi kawasan perbatasan yang akan dibahas kelompok ini yaitu : a) Pada umumnya masyarakat kawasan perbatasan kekurangan dalam hal

pelayanan social dasar seperti minimnya jumlah sarana pendidikan maupun tenaga pengajarnya, kesehatan (termasuk tenaga medis dan peralatannya. Sehingga tingkat pendidikan dan derajat kesehatan masyarakatnya rendah pula, untuk memenuhi hal tersebut sebagian masyarakatnya ada yang bersekolah dinegara tetangga karena lahir dan mempunyai akte Negara Malaysia.

Page 24: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBAD-BA - 18

b) Minimnya pemenuhan kebutuhan penerangan listrik, sehingga sebagian masyarakatnya bisa membeli dari Malaysia dengan harga murah padahal sumber daya listriknya dari Negara Indonesia dengan memanfaatkan alam yaitu sungai.

c) Minimnya pemenuhan kebutuhan sumber air bersih dan air minum dan MCK sehingga derajat kualitas sanitasi lingkungan yang rendah yang akan menimbulkan berbagai sumber penyakit.

d) Mulai adanya pergeseran budaya local akibat infiltrasi nilai-nilai budaya luar yang mudah masuk di sepanjang perbatasan.

e) Keterbatasan prasarana perhubungan untuk akses ke setiap pusat-pusat pertumbuhan mengakibatkan segala sesuatunya serba terhambat.

Dari isu diatas, adapun arah kebijakan, yang direkomendasikan peserta FGD adalah : a) Menerapakan dan meningkatkan wawasan kebangsaan sejak usia dini sebagai

alat untuk penanaman rasa cinta terhadap kedaulatan dan keutuhan NKRI. b) Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana pelayanan social dasar berikut

tenaga pengajar dan para medis yang mempunyai jiwa semangat pantang menyerah.

c) Meningkatkan kualitas pemenuhan kebutuhan utilitas, sanitasi lingkungan dan pelayanan aksesibilitas.

Untuk mencapai hal ini, adapun strategi dan sasaran strategi yang direkomendasikan adalah: a) Penyuluhan hukum dan bela negara kepada masyarakat demi keutuhan dan

kedaulatan NKRI

Page 25: Proceding FGD Kawasan Perbatasan Kalbar

IBAD-BA - 19

b) Pembangunan sarana kesehatan dan pendidikan berikut tanaga pengajar dan para medis yang bermental baja serta dibarengi dengan diberikannya tingkat insentif yang lebih.

c) Pembangunan dan penyedian bangunan utilitas (air bersih, listrik, drainase, persampahan), MCK serta pemenuhan prasarana transportasi.

d) Pemberdayaan masyarakat miskin melalui usaha ekonomi produktif dalam membantu peningkatan ekonomi msayarakat.

e) Pemberian pelatihan keterampilan untuk ibu-ibu untuk mendukung peningkatan ekonomi rumah tangga.

Sasaran strategi yang diinginkan yaitu tercapainya peningkatan pelayanan sosial dasar dan kualitas hidup masyarakat yang lebih baik.

2.3. PENUTUP KEGIATAN Acara penutupan kegiatan dilakukan oleh Bapak Tajuddinur mewakili Kepala Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan dan Kerjasama Provinsi Kalimantan Barat, menyampaikan terimakasih kepada seluruh peserta yang telah tekun mengikuti kegiatan dari pagi hingga berakhir, menyampaikan kiranya apa yang didapatkan dalam pelaksanaan FGD dapat dimanfaatkan.


Recommended