Date post: | 25-Jul-2015 |
Category: |
Documents |
Upload: | tiwi-amartiwi |
View: | 166 times |
Download: | 3 times |
JUDUL PENELITIAN
PERBANDINGAN ANALISIS POTENSI EKONOMI KABUPATEN BANTUL DENGAN
KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2006-2009 (MENGGUNAKAN PENDEKATAN
ANALISIS SHIFT SHARE, LOCATION QUOTIENT DAN TIPOLOGI KLASSEN)
DALAM BAHASA INGGRIS
COMPARATIVE ANALYSIS WITH THE POTENTIAL FOR ECONOMIC DISTRICT
BANTUL AND KULON PROGO REGENCY 2006-2009 YEAR (APPROACH USING SHIFT
SHARE ANALYSIS, LOCATION QUOTIENT AND TIPOLOGIES KLASSEN)
LATAR BELAKANG
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses di mana Pemerintah Daerah dan
masyarakat mengelola sumber daya - sumber daya yang ada. Pembangunan ekonomi daerah
melibatkan multisektor dan pelaku pembangunan, sehingga diperlukan kerjasama dan koordinasi
diantara semua pihak yang berkepentingan. Pemerintah daerah akan bertanggung jawab secara
lebih penuh terhadap kebijakan dasar yang diperlukan bagi pembangunan daerah, khususnya
yang menyangkut pembangunan sarana dan prasarana, investasi dan akses terhadap sumber dana,
kebijakan lingkungan, pelayanan dasar (pendidikan dan kesehatan) serta pengembangan
sumberdaya manusia.
Dalam pelaksanaan pembangunan daerah diperlukan perencanaan dan strategi yang tepat
karena disetiap daerah mempunyai keadaan yang berbeda, mempunyai karakteristik tersendiri,
laju pertumbuhan ekonomi maupun potensi yang dimiliki masing-masing daerah. Pembangunan
daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka
usaha peningkatan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat. Karena itu harus benar-benar
diperhatikan sektor-sektor mana yang dapat diklasifikasikan sebagai penyumbang dalam
peningkatan pendapatan daerah. Informasi hasil pembangunan ekonomi yang telah dicapai dapat
dimanfaatkan sebagai evaluasi pembangunan. Oleh karena itu diperlukan informasi keseluruhan
mengenai perkembangan potensi ekonomi di suatu daerah yang sangat diperlukan sebagai
evaluasi pembangunan dan perencanaan pembangunan untuk tahun anggaran berikutnya.
Untuk mengetahui bagaimana suatu potensi daerah perlu dilakukan analisis
perkembangan potensi ekonomi dengan menggunakan data PDRB atas dasar harga konstan.
Dalam penelitian ini akan dianalisis dan dibandingkan potensi ekonomi antara Kabupaten Bantul
1
dan Kabupaten Kulon Progo. Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo adalah dua wilayah
administratif daerah tingkat dua yang berada didalam satu Provinsi yaitu Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, meskipun berada dalam satu Provinsi antara Kabupaten Bantul dan
Kabupaten Kulon Progo memiliki potensi-potensi ekonomi unggulan yang berbeda. Oleh karena
itu akan dicoba mennganalisis potensi-potensi unggulan apa saja yang dimiliki oleh Kabupaten
Bantul dan Kabupaten Kulon Progo, selain potensi unggulan juga akan dianalisa potensi potensi
pereekonomian yang masih kurang potensial sehingga sektor perekonomian yang kurang
potensial nantinya dapat ditingkat kinerjanya sehingga menjadi sektor perekonomian yang
potensial. Selain itu juga akan dianalisis sektor perekonomian apa saja yang dapat
dikolaborasikan antara Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo sehingga akan lebih
meningkatkan daya saing kedua Kabupaten yang nantinya juga akan berimbas terhadap
kemajuan perekonomian Provinsi DIY.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator ekonomi
makro yang sering dipergunakan untuk menilai kinerja pembangunan ekonomi suatu wilayah,
hal ini digunakan untuk mengetahui sektor mana yang dapat dijadikan sebagai sektor unggulan,
dan sektor mana yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah kabupaten untuk dikembangkan.
Pada lima tahun terakhir pertumbuhan PDRB per kapita Kabupaten Bantul berdasarkan
harga konstan mengalami pertumbuhaan dari 2,74% pada tahun 2005 menjadi 3,18% pada tahun
2009. PDRB per kapita berdasarkan harga berlaku pada tahun 2005 adalah sebesar
Rp5.628.617,-, meningkat menjadi Rp 8.664.070,- pada tahun 2009. Sementara PDRB per kapita
berdasarkan harga konstan pada tahun 2005 adalah sebesar Rp 3.712.307,-, meningkat menjadi
Rp 4.103.303,- pada tahun 2009. Perkembangan PDRB per kapita selama lima tahun terakhir.
Tabel 1: Perkembangan PDRB per Kapita Menurut Harga Berlaku dan Harga
Konstan Tahun 2000 di Kabupaten Bantul Tahun 2005-2009
Sumber: BPS Kabupaten Bantul, tahun 2010
2
Kemudian jika dilihat dari PDRB Atas dasar harga konstan maka Kabupaten Bantul
memiliki prioritas Pendapatan di Sektor pertanian. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya
pendapatan yang diperoleh dari sektor tersebut. Berikut adalah Tabel Produk Domestik Regional
Bruto Kabupaten Bantul menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000 :
3
Begitu pula dengan Kabupaten Kulon Progo, jika dilihat dari Produk Domestik Regional
Bruto Atas Dasar Harga Konstan maka Sektor yang menjadi prioritas adalah sektor pertanian.
Namun pada sektor total jumlah pendapatan sangat berbeda jauh dengan Kabupaten Bantul.
4
Dalam penelitian ini akan dianalisis lebih dalam mengenai kemampuan potensi ekonomi
kabupaten kabupaten tersebut dan membandingkan potensi ekonomi dari kedua kabupaten
tersebut dengan mengangkat judul: “PERBANDINGAN ANALISIS POTENSI EKONOMI
KABUPATEN BANTUL DENGAN KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2006-2009
(MENGGUNAKAN PENDEKATAN ANALISIS SHIFT SHARE, LOCATION QUOTIENT
DAN TIPOLOGI KLASSEN)”.
LATAR BELAKANG PENELITIAN
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian yang telah di jelaskan dalam pendahuluan maka rumusan masalah
yang dapat diberikan adalah bahwa potensi ekonomi daerah Kabupaten Bantul dan
Kabupaten Kulon Progo belum digali secara optimal dalam rangka meningkatkan
perekonomian daerah.
2. Keaslian Penelitian
Penelitian ini dibuat dengan sungguh-sungguh. Penelitian ini sangat berbeda dengan
penelitian-penelitian lainnya karena penelitian ini menyajikan perbandingan antara dua
kabupaten yaitu Kabupaten Bantul dengan Kabupaten Kulon Progo dengan menggunakan
data tahun 2006-2009. Selain itu penelitian ini juga memiliki persamaan dengan
penelitian lain yang membandingkan potensi ekonomi antar kabupaten.
3. Faedah yang Diharapkan
a. Sebagai bahan informasi kepada pemerintah daerah kabupaten Bantul dan
kabupaten Kulon Progo untuk dijadikan bahan pertimbangan untuk menyusun
kebijakan pembangunan dalam pelaksanaan otonomi daerah.
b. Sebagai bahan informasi untuk peneliti lain ataupun pembaca maupun pihak yang
berkepentingan dalam permasalahan yang berhubungan dengan penelitian ini.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui perkembangan potensi ekonomi kabupaten Bantul dan Kabupaten
Kulon Progo.
2. Untuk mengetahui sektor sektor perekonomian yang masih kurang potensial untuk lebih
ditingkatkan.
5
3. Untuk mengetahui perbandingan potensi ekonomi antara Kabupaten Bantul dengan
Kabupaten Kulon Progo.
4. Untuk mengetahui tingkat pencapaian sektor-sektor PDRB kabupaten Bantul dan
Kabupaten Kulon Progo.
5. Untuk mengetahui sektor unggulan antara kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo.
6. Menganalisis tipologi masing-masing daerah berdasarkan potensi yang dimilikinya.
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Terdahulu
1. PURI WURYANDARI (2003)Penelitian berjudul “ Analisis Potensi Ekonomi Sektoral Propinsi Jawa Tengah Tahun
1993 – 2000 “, yang berisi perhitungan untuk menentukan potensi ekonomi daerah khususnya
daerah Jawa Tengah yang menggunakan data sekunder dengan runtut waktu ( time series ) mulai
tahun 1993 sampai dengan tahun 2000.
Adapun data yang digunakan adalah Produk Domestik Bruto ( PDB ), Produk
Domestik Regional Bruto ( PDRB ), data tenaga kerja di Jawa Tengah dan data tenaga kerja di
Indonesia. Penggunaan dua jenis data PDRB dan tenaga kerja dalam perhitungan potensi
ekonomi daerah ditujukan untuk melihat potensi sektor di Propinsi Jawa Tengah ditinjau dari sisi
PDRB dan tenaga kerjanya. Dari data yang diperoleh dianalisis dengan alat analisis Locational
Quotient ( LQ ) dan Shift Share ( SSA ) yang kemudian keduanya digabungkan.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa yang menjadi sektor basis di Jawa
Tengah ditinjau dari sisi PDRB adalah Pertanian, Industri Pengolahan, Perdagangan,hotel dan
restoran, jasa- jasa, sementara jika ditinjau dari sisi tenaga kerja maka yang menjadi sektor basis
adalah Industri Pengolahan, Perdagangan,hotel dan restoran serta sektor Jasa-jasa.
Berdasarkan hasil analisis data, saran-saran yang dapat digunakan adalah karena sektor
pertanian semakin lama kontribusinya semakin kecil baik dari sisi PDRB maupun tenaga kerja
maka diperlukan perhatian yang serius dan diperlukan pembenahan terutama dalam hal teknologi
yang berkaitan dengan sektor pertanian, sementara sektor Industri Pengolahan semakin lama
kontribusinya semakin meningkat terutama dalam hal penyerapan tenaga kerjanya. Hal ini
6
menunjukkan bahwa Propinsi Jawa Tengah mulai beralih dari masyarakat agraris menuju
masyarakat industri.( http://diligib.uns.ac.id/upload/dokumen)
2. Handayani Astuti
Dengan judul penelitian Analisis potensi sektor ekonomi kota dan kabupaten di propinsi
daerah Istimewa Yogyakarta dalam pelaksanaan pembangunan di era otonomi daerah. Tujuan
dari penelitian ini yang pertama adalah untuk mengetahui gambaran kontribusi sektoral terhadap
PDRB dan laju pertumbuhan PDRB secara sektoral dari tahun 1998-2001, yang kedua untuk
mengetahui sektor-sektor yang menjadi basis perekonomian di masing-masing kota dan
kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam melaksanakan pembangunan di era
otonomi daerah ditinjau dari PDRB, dan yang ketiga untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi
potensial, agar mampu dikembangkan menjadi sector basis oleh masing-masing kota dan
kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini
yaitu selain agar dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran dan bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan oleh instansi-instansi terkait, juga diharapkan dapat dijadikan bahan
perbandingan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
Dari hasil analisis data diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi sektoral Kota Yogyakarta
dan Kabupaten Sleman mendapat kontribusi terbesar dari Sektor Pedagangan, Hotel, dan
Restoran, dan laju pertumbuhan tertinggi di Sektor Industri Pengolahan. Kontribusi terbesar
Kabupaten Bantul berasal dari Sektor Pertanian, sedangkan laju pertumbuhan sektoral tertinggi
berada di Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih. Kabupaten Gunung Kidul mendapat kontribusi
terbesar dari Sektor Pertanian, dan laju pertumbuhan sektoral tertinggi berada di Sektor Jasa-jasa.
Kontribusi terbesar Kabupaten Kulon Progo diperoleh dari Sektor Pertanian, dan laju
pertumbuhan sektoral tertinggi berada di Sektor Industri Pengolahan. Menjawab permasalahan
kedua diketahui bahwa Kota Yogyakarta memiliki basis perekonomian pada: (i) Sektor Listrik,
Gas, dan Air Bersih; (ii) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; (iii) Sektor Pengangkutan dan
Komunikasi; (iv) Sektor Keuangan; (v) Sektor Jasa-jasa. Kabupaten Sleman memiliki basis
perekonomian pada: (i) Sektor Industri Pengolahan; (ii) Sektor Bangunan; (iii) Sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran; (iv) Sektor Keuangan.Kabupaten Bantul memiliki basis
perekonomian pada: (i) Sektor Pertanian; (ii) Sektor Industri Pengolahan, (iii) Sektor Bangunan;
(iv) Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Kabupaten Gunung Kidul memiliki basis
7
perekonomian pada: (i) Sektor Pertanian; (ii) Sektor Pertambangan dan Galian; (iii) Sektor
Bangunan. Kabupaten Kulon Progo memiliki basis perekonomian pada Sektor Pertanian dan
Sektor Jasa-jasa. Sedangkan sektor-sektor potensial yang dapat dikembangkan di Kota
Yogyakarta adalah Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Bangunan. Sektor-sektor potensial di
Kabupaten Sleman adalah : (i) Sektor Pertanian; (ii) Sektor Jasa-jasa; (iii) Sektor Listrik, Gas,
dan Air Bersih; (iv) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; (v) Sektor Pertambangan dan Galian.
Sektor potensial Kabupaten Bantul berada di (i) Sektor Pertambangan dan Galian; (ii) Sektor
Jasa-jasa; (iii) Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih; (iv) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi;
(v) Sektor Keuangan. Sektor-sektor potensial yang dapat dikembangkan di Kabupaten Gunung
Kidul adalah : (i) Sektor Industri Pengolahan; (ii) Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih; (iii) Sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran; (iv) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; (v) Sektor
Keuangan, (vi) Sektor Jasa-jasa. Sektor-sektor potensial yang ada di Kabupaten Kulon Progo
adalah : (i) Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih, (ii) Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran;
(iii) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; (iv) Sektor Keuangan.
Saran yang dapat diberikan guna tercapainya tujuan pembangunan di kota dan kabupaten
di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu: pengoptimalisasian pengembangan sektor-sektor
potensia tanpa mengabaikan sektor basis yang telah ada, kedua mempromosikan potensi masing-
masing daerah guna menarik investor baik dari luar negeri ataupun dari luar daerah, yang ketiga
adalah penerangan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang pembangunan di era otonomi
daerah, dan mengarahkan masyarkat untuk lebih aktif dalam usaha- usaha yang berada di lingkup
sektor basis dan sektor potensial, dan yang kekempat yaitu perlu adanya penelitian yang lebih
lengkap dengan analisis yang lebih canggih. (digilib.uns.ac.id/abstrak.pdf.)
3. Nudiatulhuda Mangun (2007)
Penelitian dengan judul ANALISIS POTENSI EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA
DI PROPINSI SULAWESI TENGAH. Propinsi Sulawesi Tengah termasuk daerah yang
perekonomiannya lebih rendah dibandingkan dengan tiga Propinsi lain yang setara di Sulawesi
yakni Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan meskipun lebih unggul sedikit dari Sulawesi
Tenggara, yang tercermin dari tingkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)nya (lihat tabel
1.2). Demikian pula dengan volume ekspornya serta realisasi proyek-proyek baik Proyek
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Proyek Penananman Modal Asing (PMA)
8
yang relatif sedikit dibandingkan dengan Propinsi lain di Sulawesi. Hal ini disebabkan oleh
belum optimalnya pengembangan potensi daerah.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi ekonomi dan mengidentifikasi sektor-
sektor ekonomi di masing-masing Kabupaten/Kota di wilayah Sulawesi Tengah dengan cara:
mengetahui sektor-sektor basis/unggulan ditiap Kabupaten/kota di Sulawesi Tengah,
mengidentifikasi dan menganalisis kinerja sektor-sektor ekonomi di masing-masing daerah
terutama untuk mengetahui sektor-sektor yang mempunyai daya saing kompetitif dan
spesialisasi, menganalisis tipologi masing-masing daerah berdasarkan potensi yang dimilikinya,
menentukan prioritas sektor basis guna pengembangan pembangunan di Sulawesi Tengah
umumnya serta Kabupaten dan Kota khususnya. (http:// eprints .undip.ac.id/19427/1/ Nudiatul -
eprints .pdf )
LANDASAN TEORI
A. Pembangunan Pembangunan Ekonomi
1.Proses Pembangunan Ekonomi
Proses pembangunan ekonomi dibagi menjadi 4 (empat) tahap sebagai berikut
(Arsyad, 1997: 24 ).
Tahap pertama adalah proses perencanaan (ekonomi). Ditetapkan dan
diterjemahkan kedalam target kuantitatif untuk pertumbuhan, penciptaan kesempatan kerja,
distribusi pendapatan, pengurangan kemiskinan, dan lainnya.
Tahap kedua adalah mengukur ketersediaan sumber daya yang langka selama
periode perencanaan tersebut, misalnya: tabungan, bantuan luar negeri, penerimaan
pemerintah, penerimaan eksport, tenaga kerja yang terlatih, dan lainnya. Kesemuanya itu
bersama keterbatasan administrasi dan organisasi, merupakan kendala (constraints) yang
mengendalai kemampuan perekonomian tersebut untuk mencapai target – targetnya.
Tahap ketiga, hampir semua dari upaya ekonomi ditujukan untuk memilih
berbagai cara (kegiatan dan alat) yang bisa digunakan untuk mencapai tujuan nasional. Pada
tahap ini ditetapkan proyek-proyek investasi, seperti jalan raya, jaringan irigasi, pabrik-
pabrik, pusat-pusat kesehatan. Perencanaan nasional yang meliputi: kebijaksanaan-
kebijaksanaa harga, seperti nilai kurs, tingkat suku bunga, upah, pengaturan pajak, atau
subsidi yang semuanya ini merangsang perusahaan-perusahaan swasta untuk
9
mengembangkan tujuan-tujuan pembangunan nasional, dan perubahan keuangan (perbankan)
atau penataan kembali sektor pertanian, yang bisa mengurang hambatan – hambatan untuk
mengubah dan mendukung kegiatan–kegiatan pembangunan lainnya.
Tahap keempat, perencanaan mengerjakan proses pemilihan kegiatan–kegiatan yang
mungkin dan penting untuk mencapai tujuan nasional (welfare function) tanpa terganggu
oleh adanya kendala– kendala sumber daya dan organisasional. Hasil dari proses ini adalah
strategi pembangunan (development strategy) atau rencana yang mengatur kegiatan–kegiatan
yang akan dilakukan selama beberapa tahun (biasanya 5 tahun). (Arsyad, 1997: 24)
2. Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi
Pengertian pembangunan ekonomi sangat luas, bukan hanya sekedar bagaimana
menaikan GNP per tahun saja. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai kegiatan-
kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf
hidup masyarakat. Berdasarkan batasan tersebut maka pembangunan ekonomi dapat
didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu
negara dapat meningkat dalam jangka panjang. Maka dari definisi tersebut, pembangunan
ekonomi mempunyai 3 sifat penting, yaitu bahwa pembangunan ekonomi merupakan :
1. Suatu proses, yang berarti merupakan perubahan yang terjadi terus menerus.
2. Usaha untuk menaikkan tingkat pendapatan per-kapita.
3. Kenaikan pendapatan per-kapita itu harus terus berlangsung dalam jangka panjang.
Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai proses agar saling berkaitan
dan saling mempengaruhi antara faktor–faktor yang menghasilkan pembangunan ekonomi
sehingga dapat dilihat dan dianalisis. Dengan cara tersebut bisa diketahui deretan peristiwa
yang timbul dan akan mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan
masyarakat dari satu tahap ke tahap berikutnya (Arsyad, 1997:11).
Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan ekonomi, karena
pertumbuhan hanya meliputi kenaikan output produksi yang menyebabkan kenaikan pada
pendapatan, tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil daripada
tingkat pertambahan penduduk, atau apakah perubahan dalam struktur ekonomi berlaku atau
tidak. Jadi pembangunan selalu dibarengi dengan adanya pertumbuhan, sedangkan
pertumbuhan belum tentu disertai dengan pembangunan. Dengan demikian suatu
10
perekonomian dapat dikatakan sedang berkembang apabila pendapatan per–kapita
menunjukkan kecenderungan (trend) jangka panjang yang meningkat. Namun demikian tidak
berarti bahwa pendapatan per – kapita akan mengalami kenaikan terus menerus. Adanya
resesi ekonomi, kekacauan politik, dan penurunan ekspor misalnya, dapat mengakibatkan
suatu perekonomian mengalami penurunan tingkat kegiatan ekonominya. Jika keadaan
demikian hanya bersifat sementara, dan kegiatan ekonomi secara rata – rata meningkat dari
tahun ke tahun, maka masyarakat tersebut dapat dikatakan mengalami pembangunan
ekonomi.
Pengertian pembangunan ekonomi secara tidak langsung menyatakan bahwa
untuk melihat laju pembangunan suatu negara dan perkembangan tingkat kesejahteraan
masyarakatnya, maka tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan
merupakan salah satu syarat utama.
3. Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi
1. Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Dalam pertumbuhan regional tidaklah semua sama dengan apa yang
dikemukakan pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini di sebabkan pada analisa
pertumbuhan ekonomi regional lebih ditekankan pada pengaruh perbedaan karakteristik
daerah terhadap pertumbuhan ekonomi. Tetapi pertumbuhan ekonomi regional dan
pertumbuhan ekonomi nasional juga mempunyai ciri yang sama, yaitu memberi tekanan
pada unsur waktu yang merupakan faktor penting dalam analisa pertumbuhan ekonomi.
Pada pembangunan ekonomi regional memberikan tekanan pada unsur region,
maka faktor-faktor yang mejadi perhatian juga berbeda dengan apa yang ada pada
pertumbuhan ekonomi nasional. Pada teori pertumbuhan ekonomi nasional faktor-faktor
yang perlu diperhatikan adalah modal, lapangan pekerjaan dan kemajuan teknologi. Akan
tetapi pada teori pertumbuhan ekonomi regional faktor-faktor yang mendapat perhatian
utama adalah keuntungan lokasi, aglomerasi dan arus lalu lintas modal antar wilayah.
Karena perbedaan faktor-faktor tersebut maka analisa pertumbuhan ekonomi regional
berbeda dengan teori-teori dalam menganalisaatumbuhan ekonomi nasional.
Teori-teori yang dapat digunakan dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi
regional diantaranya adalah sebagai berikut :
11
a. Teori lokasi
Terdapat tiga kelompok dalam pemaparan tentang teori lokasi. Kelompok
pertama sering dinamakan sebagai pembela prinsip-prinsip Least Cost Theory, yang
menekankan analisa pada aspek produksi dan mengabaikan unsur pasar dan
permintaan. Analisa dari aliran Least Cost Theory didasarkan pada asumsi pokok
antara lain : a) lokasi pasar dan sumber bahan baku telah tertentu, b) sebagai bahan
baku adalah Localized materials, c) tidak terjadi perubahan teknologi, d) ongkos
transport tetap untuk setiap kesatuan produksi dan jarak. Kelompok kedua dinamakan
Market Area Theory dimana faktor permintaan lebih penting artinya dalam pemilihan
lokasi. Teori ini disusun atas dasar beberapa asumsi utama yaitu: a) konsumen
tersebar secara merata ke seluruh tempat, b) bentuk persamaan permintaan dianggap
sama, c) ongkos angkut untuk setiap kesatuan produksi dan jarak adalah sama.
Kelompok yang ketiga dinamakan Bid Rent Theory, dimana pemilihan lokasi
perusahaan industri lebih banyak ditentukan oleh kemampuan perusahaan untuk
menyewa tanah. Teori ini lebih banyak berlaku di daerah perkotaan yang harga sewa
dan tanah sangat tinggi. Teori ini juga disusun atas dasar beberapa asumsi tertentu
yaitu : a) terdapat seluas tanah yang dapat dimanfaatkan dan tingkat kesuburan yang
sama, b) ditengah tanah tersebut terdapat sebuah pusat produksi dan konsumsi, c)
ongkos angkut sama untuk setiap kesatuan jarak produksi, d) harga barang produksi
juga sama untuk setiap jenis produksi, e) tidak terjadi perubahan teknologi (Esmara,
1985:327).
Teori lokasi ini pada intinya mengemukakan tentang pemilihan lokasi yang
dapat meminimumkan beaya. Lokasi optimum dari suatu perusahaan industri pada
umumnya terletak di mana permintaan terkonsentrasi (pasar) atau pada sumberbahan
baku. Alasan ini adalah bila suatu perusahaan industri memilih lokasi pada salah satu
kedua tempat tersebut, maka ongkos angkut untuk bahan baku atau hasil produksi
akan dapat diminimumkan dan keuntungan aglomerasi yang timbul dari adanya
konsentrasi perusahaan pada suatu lokasi akan dapat dirasakan manfaatnya (Arysad,
1999:117 ).
b. Teori Basis Ekonomi
12
Teori ini didasari dari sudut teori lokasi, yaitu bahwa pertumbuhan ekonomi
suatu daerah akan banyak ditentukan oleh jenis keuntungan lokasi yang selanjutnya
dapat digunakan oleh daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor. Keuntungan lokasi
tersebut umumnya berbeda-beda setiap daerah tergantung pada letak geografis daerah
yang bersangkutan. Hal ini berarti untuk dapat meningkatkan pertumbuhan suatu
daerah, strategi pembangunannya harus disesuaikan dengan keuntungan lokasi yang
dimilikinya dan tidak harus dengan strategi pembangunan pada tingkat nasional.
Model basis ekonomi menyederhanakan perekonomian menjadi dua sektor,
yaitu sektor basis dan bukan basis. Kegiatan sektor basis adalah kegiatan yang
mengekspor barang dan jasa keluar perekonomian atau memasarkan barang dan jasa
kepada mereka yang datang dari luar perekonomian yang bersangkutan.
Dengan demikian sektor basis berperan sebagai faktor penggerak utama,
dimana setiap perubahan yang terjadi dalam aktivitas ekonomi tersebut akan
menimbulkan dampak multiplier terhadap pertumbuhan perekonomian suatu wilayah.
Disisi lain sektor non basis adalah kegiatan sektor yang menyediakan barang atau
jasa yang dibutuhkan aleh masyarakat atau oleh sektor ekonomi basis yang berada
dalam batas perekonomian wilayah.
Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah menurut model basis ekonomi
ditentukan oleh kemampuan suatu daerah tersebut melakukan ekspor berupa barang
atau jasa termasuk tenaga kerja.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan maju mundurnya sektor basis.
Kemajuan antara lain disebabkan oleh perkembangan jaringan transportasi,
perkembangan permintaan dan pendapatan dari wilayah lain, perkembangan
teknologi dan prasarana lainnya. Sedangkan kemunduran sektor basis disebabkan
oleh perubahan permintaan dari luar wilayah, habisnya cadangan sumber daya alam
yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan dari perkembangan teknologi (Yasri,
1994: 9 ).
Strategi pembangunan yang dapat dilaksanakan adalah penekanan terhadap
arti penting bantuan kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional
maupun internasional. Kebijakannya mencakup pengurangan hambatan dan batasan
13
terhadap perusahaan-perusahaan yang beorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan
di daerah tersebut.
Faktor-faktor penentu utama dalam pertumbuhan ekonomi regional adalah
berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.
Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk
tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan
penciptaan peluang kerja (Arsyad, 1999:116).
c. Teori Tempat Sentral
Teori tempat sentral menganggap bahwa ada semacam hirarki tempat. Setiap
tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang memyediakan
sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu
pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya.
Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik
didaerah perkotaan maupun didaerah pedesaan (Arysad, 1999 : 117).
Dampak dari adanya tempat sentral ini adalah aglomerasi industri.
Keuntungan dari adanya aglomerasi industri ini adalah : pertama yaitu semacam
keuntungan yang dapat timbul karena pusat pengembangan memungkinkan perusahaan
industri yang tergabung di dalamnya beroperasi dengan skala besar, karena adanya
jaminan sumber bahan baku dan pasar. Kedua, yaitu adanya saling keterkaitan antar
industri sehingga kebutuhan bahan baku dan pemasaran dapat di penuhi dengan
mengeluarkan ongkos angkut yang minimum. Ketiga, yaitu timbulnya fasilitas sosial
dan ekonomi dapat digunakan secara bersama-sama sehingga pembebanan ongkos
untuk masing-masing perusahaan industri dapat dilakukan serendah mungkin
(Esmara,1985:336).
Untuk mempelajari apakah suatu sektor ekonomi merupakan sektor basis atau
non basis dalam suatu wilayah dapat digunakan metode pengukuran langsung metode
pengukuran tidak langsung (Glasson, 1974 dalam Yasri, 1994:9). Metode pengukuran
langsung dilakukan melalui survey secara langsung dalam mengidentifikasi sektor
mana yang basis dan mana yang non basis. Melalui pendekatan ini dapat ditentukan
sektor basis maupun non basis secara tepat, tetapi dalam pelaksanaannya memerlukan
dana dan sumber daya yang besar. Atas dasar ini para pakar ekonomi regional
14
merekomendasikan penggunaan metode pengukuran tidak langsung yaitu
menggunakan kuosien lokasi ( Locational Quotient ).
d. Teori Ekonomi Neo Klasik
Peranan teori ekonomi Neo Klasik tidak terlalu besar dalam menganalisis
pembangunan daerah, karena teori ini tidak memiliki dimensi spesial yang signifikan.
Teori ini memberi dua konsep dalam pembanguna ekonomi daerah yaitu keseimbangan
dan mobilitas faktor produksi. Artinya system perekonomian akan mencapai
keseimbangan alamiah jika modal bisa mengalir tanpa pembatasan. Oleh karena itu,
modal akan mengalir dari daerah yang tinggi menuju ke daerah yang berupak rendah
(Arysad, 1999:116).
e. Teori Kausasi Kumulatif
Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep
dasar dari tesis kausasi kumulatif ini. Kekuatan-kekuatan pasar cenderung
memperparah kesenjangan antar daerah-daerah tersebut. Daerah yang maju mengalami
akumulasi keunggulan kompetitif dibanding daerah-daerah lain (Arysad, 1999:117).
f.Model Daya Tarik
Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang paling
banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah suatu
masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialisasi melalui
pemberian subsidi dan intensif (Arsyad, 1999 : 188).
B. Metode Analisis Shift Share
Teknik analisis ini adalah teknik analisis kuantitatif yang biasa digunakan
untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur
ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding. Dalam teknik
ini terdapat 3 komponen: pertama, pertumbuhan ekonomi referensi propinsi atau
nasional yang menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional
terhadap perekonomian daerah. Kedua, pergeseran proporsional, yang menunjukkan
perubahan relatif kinerja suatu sektor di daerah tertentu terhadap sektor yang sama di
referensi propinsi atau nasional. Ketiga, pergeseran diferensial yang memberikan
15
informasi dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah dengan
perekonomian yang dijadikan referensi.
Formula yang digunakan untuk analisis shift share ini adalah sebagai berikut:
Dampak riil pertumbuhan ekonomi daerah:
Dij = Nij + Mij + Cij atau Dij = Eij* - Eij
Pengaruh pertumbuhan ekonomi refrensi:
Nij = Eij x rn
Pergeseran proporsional atau pengaruh bauran industri:
Mij = Eij (rij – rn)
Pengaruh keunggulan kompetitif:
Cij = Eij (rij – rin)
Dimana:
Eij : kesempatan kerja di sektor i daerah j
Ein : kesempatan kerja di sektor i nasional
Rij : laju pertumbuhan sektor i di daerah j
Rin : laju pertumbuhan sektor i nasional
Rin : laju pertumbuhan ekonomi nasional
C. Metode Analysis Location Quotient ( L Q )
Pada dasarnya metode ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan
sektor di daerah yang diamati dengan kemampuan sektor yang sama di daerah yang
lebih luas (tingkat nasional). Variabel yang digunakan dalam analisis ini berupa nilai
tambah serta jumlah tenaga kerja. Adapun dalam analisis ini dicoba memahami
Location Quotient (LQ) dengan menggunakan nilai tambah bruto sebagai variabel
yang ada dalam PDRB menurut harga konstan. Secara matematis Location Quotient
(LQ) dirumuskan sebagai berikut (Azis, 1994:153).
di mana :
: LQ sektor i di propinsi Jawa Tengah
: Nilai tambah bruto sektor i di propinsi Jawa Tengah
16
: PDRB propinsi Jawa Tengah
: Nilai tambah bruto sektor i di Indonesia
: PDB Indonesia
Keterangan :
LQ < 1 berarti sektor yang bersangkutan produksinya belum dapat memenuhi
kebutuhan daerah sendiri, disebabkan oleh kurangnya peranan sektor tersebut
dalam perekonomian daerah karena tidak mempunyai keunggulan komparatif
dan dikategorikan sektor non basis.
LQ > 1 atau LQ = 1 Berarti sektor yang bersangkutan produksinya sudah dapat
memenuhi kebutuhan daerah tersebut bahkan mengekspor. Oleh karena itu daerah
tersebut diakatakan mempunyai keunggulan komparatif di sektor tersebut dan
dikatakan sebagai sektor basis. (http://diligib.uns.ac.id/upload/dokumen)
D. Tipologi Klassen
Teknik Tipologi Klassen dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang
pola dan struktur pertmbuhan sektoran daerah. Menurut Tipologi Klassen, masing-
masing sector ekonomi di daerah dapat di klasifikasikan sebagai sektor yang prima,
berkembang, potensial dan terbelakang. Analisis ini mendasarkan pengelompokan
suatu sektor denganmelihat pertumbuhan dan kontribusi sektor tertentu terhadap tital
PDRB suatu daerah.
Penentuan kategori suatu sektor ke dalam empat kategori tersebut di dasarkan
pada laju pertumbuhan kontribusi sektoralnya dan rerata besar kontribusi sektoralnya
terhadap PDRB, seperti table berikut:
Rerata Kontribusi Sektoral thdReratalaju PDRB Pertumbuhan Sektoral
Y SEKTOR > Y PDRB Y SEKTOR < Y PDRB
r SEKTOR > r PDRB Sektor Prima Sektor Berkembang
r SEKTOR < r PDRB Sektor Potensial Sektor Terbelakang
Dimana :
Y sektor = nilai sektir ke i
17
Y pdrb = rata-rata PDRB
r sektor = laju pertumbuhan sektor ke i
r pdrb = laju pertumbuhan PDRB
CARA PENELITIAN
1. Bahan atau Materi Penelitian
Materi utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Produk Domestik
Regional Bruto tahun 2006-2009 pada Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo.
Kemudian data-data tersebut dianalisis menggunakan Pendekkatan Shift Share,
Loqatiouent Quotion, dan Tipologi Klassen.
2. Alat
Alat bantu yang digunakan untuk menganalisis data penelitian adalah software
Microsoft Exel. Software ini digunakan untuk menganalisa data statistik agar dapat
diolah, ditampilkan, sehingga dapat menyajikan suatu informasi sesuai yang diharapkan
pengguna.
3. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis data-data Produk Domestik
Regional Bruto Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo, pengolahan datanya
untuk mencari sektor-sektor potensial dilakukan dengan membandingkan PDRB
kabupaten tersebut dengan PDRB Propinsi Yogyakarta. Data tersebut dianalisis
menggunakan pendekatan analisis Shift Share, LQ, dan Tipologi Klassen. Setelah data-
data tersebut dianalisis maka akan menghasilkan suatu kesimpulan yaitu sektor-sektor
unggulan dari kedua Kabupaten tersebut. Kemudian hasil analisis data dari kedua
kabupaten tersebut dibandingkan untuk mengetahui daerah mana yang dapat memacu
pertumbuhan ekonomi bagi daerah lain, sehingga daerah lain dapat mengambil contoh
strategi-strategi yang digunakan kabupaten tersebut.
4. Analisis Hasil
18
Untuk mengetahui perbandingan hasil penelitian potensi ekonomi kabupataten
Bantul dan Kabupaten Kulon Progo digunakan analisis data kulalitatif. Analisis data
Kualitatif adalah proses yang meliputi mencatat, mengorganisasikan, mengelompokkan
dan mensintesiskan data selanjutnya memaknai setiap kategori data, mencari dan
menemukan pola, hubungan hubungan dan memaparkan temuan-temuan dalam bentuk
deskripsi naratif, bagan, flow chart, matriks maupun gambar-gambar yang bisa
dimengerti dan pahami oleh orang lain. Data yang terakumulasi dibawah suatu label
itulah yang akhirnya dikembangkan menjadi pernyataan-pernyataan tentang definisi
nominal, makna teoritis, atau konten substantif dari suatu konsep. Dengan demikian ,
akan diperoleh suatu makna atas dasar interrelasi dalam sistem kategori yang lebih
alamiah sifatnya.
19
JADWAL PENELITIAN
Tahap KegiatanBulan Ke
1 2 3 4 5 6 7
Pembuatan Proposal
Persiapan
1. Pengumpulan data
Pelaksanaan
1. Pengolahan data
2. Analisis data
3. Pengambilan kesimpulan dan
hasil
penelitian
Penyelesaian
1. Penyusunan laporan draf
2. Penyusunan laporan akhir
20
PERSONALIA PENELITIAN
1. Peneliti I
a. Nama Lengkap : Dra. Ike Yuli Andjani
b. NIP : 19650716 199003 2 001
c. Pangkat/Golongan : III/b
d. Jabatan Sekarang : Asisten Ahli
e. Tempat penelitian/alamat : Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo
f. Waktu yang disediakan : 2 jam/ hari
2. Peneliti II
a. Nama Lengkap : Adi Irawan
b. NIP : -
c. Pangkat/Golongan : -
d. Jabatan Sekarang : -
e. Tempat Penelitian/alamat : Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo
f. Waktu yang disediakan : 2 jam/hari
3. Pembantu Peneliti : 1 orang
21
22
23
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul. 2010. Bantul dalam Angka 2010. BPS: Kabupaten
Bantul.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo. 2010. Kulon Progo dalam Angka 2010. BPS:
Kulon Progo.
Lincolin Arsyad. 1993. Pengantar Perencanaan Ekonomi. PT. Media Widya Mandala:
Yogyakarta.
Lincolin Arsyad. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE
UGM: Yogyakarta.
Yasri. 1994. “ Dampak Sektor Industri Kecil terhadap Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Kabupaten 50 Kota Sumatera Barat “. Kumpulan Makalah Ekonomi Regional. Program
Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran : Bandung
Hendra Esmara. 1985. Memelihara Momentum Pembangunan. Gramedia: Jakarta
http://diligib.uns.ac.id.upload.dokumen.
http :// digilib.uns.ac.id/abstrak.pdf.
http:// eprints .undip.ac.id/19427/1/ Nudiatul - eprints .pdf
24