Date post: | 11-Dec-2014 |
Category: |
Documents |
Upload: | fanny-trestanita-bahtiar |
View: | 143 times |
Download: | 2 times |
REFERAT
CONVERSION DISORDER (HYSTERICAL NEUROSIS)
Tutor : dr. Zaenuri S.H, SpKF, Msi
KELOMPOK VIIBLOK MENTAL HEALTH
KELOMPOK VII
1. Lucky Mariam G1A0090052. Novia Mantari G1A0090123. Istiani Danu P G1A0090184. Noni Minty Belantric
G1A0090285. Miftahul Falah Yuni Alfi G1A0090686. Saddam Husein S G1A0090707. Rahmat Husein G1A0090728. Zahra Ibadina Silmi
G1A0090829. Fariza Zumala Laili
G1A00908710. Kunangkunang P B
G1A00909111. Aras Nurbarich A G1A00910712. Rahajeng Puspitaningrum G1A009043
BAB IPENDAHULUAN
Latar Belakang
• Gangguan konversi disebut juga gangguan disosiatif, yaitu terjadi hilangnya asosiasi antara berbagai proses mental seperti identitas pribadi, memori, sensori dan fungsi motorik.
• Gangguan konversi ini mengenai wanita 90% atau lebih.
• Gangguan konversi dapat muncul pada umur berapapun, umumnya pada sekitar 10 tahun atau orang tua usia 35 tahun.
Tujuan
• Untuk mengetahui definisi, tanda, gejala dan epidemiologi dari conversion disorder (hysterical neurosis)
• Untuk mengetahui faktor resiko dari conversion disorder (hysterical neurosis)
• Untuk mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjang yang harus dilakukan untuk mendiagnosis conversion disorder (hysterical neurosis)
• Untuk mengetahui difference diagnosis dari conversion disorder (hysterical neurosis)
• Untuk mengetahui terapi lama dan baru dari conversion disoreder (hysterical neurosis)
• Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis dari conversion disorder (hysterical neurosis)
Manfaat
• Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa
• Memberikan informasi bagi para pembaca tentang convertion disorder secara menyeluruh
• Memberikan informasi kepada pembaca gambaran tentang convertion disorder untuk upaya pencegahan dan diagnosis dini
BAB IIPEMBAHASAN
Definisi
• Menurut DSM-IV Gangguan konversi didefinisikan sebagai suatu gangguan yang ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala neurologis (sebagai contohnya paralisis, kebutaan, dan parastesia) yang tidak dapat dijelaskan secara medis.
• Menurut PPDGJ III Gangguan konversi adalah kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal antara ingatan masa lalu, kesadaran akan identitas dan penghayatan segera (awareness of identity and immediate sensations), serta kendali terhadap gerakan tubuh.
Epidemiologi
• Prevalensi 1 berbanding 10.000 kasus dalam populasi. • Peningkatan yang tajam dalam kasus-kasus gangguan
konversi yang dilaporkan, dan menambah kesadaran para ahli dalam menegakkan diagnosis, menyediakan kriteria yang spesifik, dan menghindari kesalahan diagnosis antara disosiatif identity disorder, schizophrenia atau gangguan personal.
• Mayoritas mengenai wanita 90% atau lebih.• Terkena pada orang di belahan dunia manapun,
walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.
Etiologi
• Belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun biasanya terjadi akibat trauma masa lalu yang berat.
• Trauma yang terjadi berupa : 1. Kepribadian yang labil2. Pelecehan seksual 3. Pelecehan fisik 4. Kekerasan rumah tangga ( ayah dan ibu cerai ) 5. Lingkungan sosial yang sering memperlihatkan
kekerasan
Faktor Resiko
• Sering terjadi pada wanita• Ada presdiposisi pembawaan berupa sistem saraf
yang lemah.• Tekanan mental yang disebabkan oleh, kesusahan,
kekecewaan, shock, dan pengalaman traumatis.• Kondisi fisik yang buruk seperti sakit-sakitan,
gangguan pikiran dan badaniah.
Tanda dan Gejala
• Menurut DSM, simtom konversi menyerupai kondisi neurologis atau medis umum yang melibatkan masalah dengan fungsi motorik (gerakan) yang volunter atau fungsi sensoris.
• Beberapa pola simtom yang ‘klasik’ melibatkan
kelumpuhan epilepsi masalah dalam koordinasi kebutaan dan tunnel vision kehilangan indera pendengaran dan penciuman, atau
kehilangan rasa pada anggota badan (anestesi) (Maslim, 2002).
Klasifikasi1. F 44.0 Amnesia Disosiatif2. F 44.1 Fugue Disosiatif3. F 44.2 Stupor Disosiatif4. F 44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan5. F 44.4 Gangguan Motorik Disosiatif6. F 44.5 Konvulsi Disosiatif7. F 44.6 Anestesia dan kehilangan Sensorik Disosiatif8. F 44.7 Gangguan Disosiatif (Konversi) Campuran9. F 44.8 Gangguan Disosiatif (Konversi) lainnya
a. F 44.80 Sindrom ganser b. F 44.81 Gangguan kepribadian multiple c. F 44.82 Gangguan konversi sementara terjadi pada masa kanak
dan remaja d. F 44.88 Gangguan Disosiatuf lainnya YDT
10. F 44.9 Gangguan Disosiatif (Konversi) YTT
Penegakan Diagnosis
Dalam menentukan diagnosis pasti maka hal-hal di bawah ini harus ada (Maslim, 2001):• Gambaran klinis yang ditentukan untuk masing-
masing gangguan yang tercantum pada F44.- (misalnya F44.0 Amnesia disosiatif).
• Tidak ada bukti adanya ganguan fisik yang dapat menjelaskan gejala-gejala tersebut.
• Bukti adanya penyebab psikologis, dalam bentuk hubungan kurun waktu yang jelas dengan problem dan kejadian-kejadian yang stressful atau hubungan interpersonal yang terganggu (meskipun hal tersebut disangkal oleh penderita).
Penegakan DiagnosisF44.0 Amnesia disosiatifDiagnosis pasti memerlukan:• Amnesia, baik total maupun parsial, mengenai kejadian yang
stressful atau traumatic yang baru terjadi• Tidak ada gangguan mental organic, intoksikasi atau kelelahan
berlebihan (sindrom amnesia organic, F04, F1x.6) (Maslim, 2001).
F44.1 Fugue disosiatifUntuk diagnosis pasti harus ada:• Ciri-ciri amnesia disosiatif (F44.0)• Melakukan perjalanan tertentu melampaui hal yang umum
dilakukannya sehari-hari• Kemampuan mengurus diri yang dasar tetap ada (makan,
mandi, dsb.) dan melakukan interaksi social sederhana dengan orang-orang yang belum dikenalnya (misalnya membeli karcis atau bensin, menanyakan arah, memesan makanan) (Maslim, 2001).
Penegakan DiagnosisF44.2 Stupor disosiatifUntuk diagnosis pasti harus ada:• Stupor, sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan-gerakan
volunteer dan respon normal terhadap rangsangan luar • Tidak ditemukan gangguan fisik ataupun gangguan jiwa lain
yang dapat menjelaskan keadaaan stupor tersebut• Adanya problem atau kejadian-kejadian baru yang stressful
(psychogenic causation) F44.3 Gangguan trans dan kesurupanPedoman diagnostik• Adanya kehilangan sementara aspek penghayatan akan
identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya• Hanya gangguan trans yang involunter dan bukan merupakan
aktivitas yang biasa• Tidak ada penyebab organic
Penegakan DiagnosisF44.4 Gangguan motorik disosiatifPedoman diagnostik• Ketidakmampuan untuk menggerakkan seluruh atau
sebagian dari anggota gerak (tangan dan kaki)• Gejala tersebut seringkali menggambarkan konsep dari
penderita mengenai gangguan fisik yang berbeda dengan prinsip fisiologik maupun anatomic
F44.5 Konvulsi disosiatifPedoman diagnostik• Sangat mirip kejang epileptik dalam hal gerakan-
gerakannya, akan tetapi sangat jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan dan mengompol. Juga tidak dijumpai kehilangan kesadaran
Penegakan Diagnosis
F44.6 Anestesi dan kehilangan sensorik disosiatif• Gejala anastesi pada kulit seringkali memiliki batas-
batas tegas• Dapat pula terjadi perbedaan antara hilangnya
perasaan pada berbagai jenis modalitas penginderaan yang tidak mungkin disebabkan oleh kerusakan neurologis
• Kehilangan penglihatan jarang bersifat total, lebih banyak berupa gangguan ketajaman penglihatan, kekaburan atau tunnel vision
• Tuli disosiatif dan anosmia jauh lebih jarang terjadi dibandingkan hilangnya rasa dan penglihatan (Maslim, 2001).
Penegakan Diagnosis
Menurut Arlington, 2000 dan Yutzy, 2008 untuk mendiagnosis konversi disorder harus memenuhi gejala berikut ini:
• Harus terdapat satu atau lebih gejala, tidak dapat dikontrol yang mempengaruhi pergerakan bagian tubuh atau indera. Tanda ini harus terlihat seolah-olah dapat disebabkan neurologik atau kondisi medis lainnya.
• Gejala harus ada setelah muncul stressor.• Gejala bukan berdasarkan suatu tujuan.• Gejala secara penuh dijelaskan oleh kondisi medis umum,
penggunaan obat atau secara kultural diterima kebiasaan, seperti pengalaman visi di sebuah ritual keagamaan.
• Gejala harus menyebabkan stress signifikan atau kesulitan dalam sosial, kerja atau pengaturan lainnya.
• Gejala tidak dibatasi untuk nyeri atau masalah seksual, dan tidak baik dihitung untuk masalah kesehatan jiwa lain.
Penegakan Diagnosis
Tidak ada tes standar untuk memeriksa konversi disorder. Tes yang biasa digunakan berdasarkan jenis tanda dan gejala. Termasuk (Arlington, 2000; Yutzy, 2008) :• Tes samping tempat tidur sederhana (Simple bedside tests). • X-ray atau tes imaging lainnya.• Elektroencephalogram (EEG) scan.
Tatalaksana
1. Terapi Lama• Hipnosis• Psikoterapi
Bertujuan memperbaiki emosi pasien. Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan rehabilitasi. Ditemukan keberhasilan pada psikoanalisis, cognitive behaviour therapy (CBT), modifikasi perilaku, dan terapi keluaga (family therapy) (Allin, 2005).
• MedisSampai saat ini belum terdapat petunjuk baku mengenai obat-obatan yg digunakan. Obat yang biasa digunakan dan menunjukkan efektivitas untuk pasien adalah haloperidol, tricyclic antidepressants dan ECT (Allin, 2005).
Tatalaksana
2. Terapi Baru• Psikoterapi
untuk mendapatkan tilikan dan menggali asal gejala• Abreaction
pasien diingatkan kembali tentang trauma penyebab depresi disertai pengulangan
• Diazepam Intra Vena (potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA))
• Barbiturat intra Vena (depresan sistem saraf pusat)• Amfetamin Intra Vena (mempengaruhi pelepasan dopamin
dan norepinefrin dari neuron )
Tatalaksana
3. PencegahanDiketahui bahwa jika menanamkan sugesti yang baik terhadap usia belia, maka nantinya akan didapatkan hasil yang maksimal, dengan penangan yang minimal.
Diagnosis Banding
1. Gangguan fisik seperti hipoglikemia, feokromositoma danhipertiroidisme.
2. Gangguan mental organik misalnya sindrom putus zat akibatbarbiturat, intoksikasi zat akibat kafein atau amfetamin
3. Skizofrenia4. Depresi berat5. Gangguan somatisasi6. Gangguan cemas menyeluruh fobia spesifik (simpleks) dan
fobiasosial7. Gangguan Kepribadian Paranoid8. Gangguan obsersif kompultif9. Fobia spesifik
Komplikasi
Dalam kasus kronis dapat meyebabkan antara lain (Baker, 2007) :1. Kelumpuhan konversi2. Atrofi otot 3. Mutilasi diri 4. Gangguan seksual 5. Alkoholisme 6. Depresi 7. Gangguan saat tidur, mimpi buruk,8. insomnia atau berjalan sambil tidur9. Gangguan kecemasan 10. Gangguan makan 11. Sakit kepala berat
Prognosis
Gejala biasanya berlangsung selama beberapa hari sampai minggu dan tiba-tiba meghilang. Baik jika, onset awal, ada faktor presipitasi yang jelas, intelegensia masih baik, segera dilakukan terapi. Biasanya gejala itu sendiri tidak mengancam kehidupan, tapi apabila tidak ditangani akan membahayakan kehidupan (Vorvick, 2010).
BAB IIIKESIMPULAN
1. Gangguan konversi atau disosiatif adalah adanya kehilangan dari integrasi normal antara ingatan masa lalu, kesadaran akan identitas dan penghayatan dan kendali terhadap gerakan tubuh
2. Faktor resiko gangguan disosiatif adalah predisposisi wanita, system saraf yang lemah, tekanan mental dan kondisi fisik yang buruk
3. Tanda dan gejala gangguan konversi terjadi perubahan besar dalam fungsi fisik atau hilangnya fungsi fisik, meski tidak ada temuan medis yang dapat ditemukan sebagai penyebab simtom atau kemunduran fisik tersebut
4. Penegakan diagnosis ditentukan oleh gambaran klinis masing masing gangguan pada klasifikasi convertion disorder, tidak ada bukti adanya ganguan fisik yang dapat menjelaskan gejala-gejala tersebut, serta adanya bukti penyebab psikologis yang terganggu
5. Terapi untuk convertion disorder adalah hipnosis, psikoterapi dan medis
6. Prognosis baik jika, onset awal, ada faktor presipitasi yang jelas, intelegensia masih baik, segera dilakukan terapi
DAFTAR PUSTAKA
Allin, Matthew , Anna Streeruwitz, dan Vivienne Curtis. Progress in Understanding Conversion Disorder. Dove Medical Press. 2005. Vol. 1(3) : 205-209.
Arlington, V. 2000. Conversion disorder. In: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders DSM-IV-TR. 4th ed: American Psychiatric Association.
Baker, AH et al. 2007. Conversion Disorder. Available from URL :http://www.brown.edu/Courses/BI_278/Other/Clerkship/Didactics/Readings/Conversion%20Disorder.pdf
diakses tanggal 3 Mei 2012.Gelder Michael, Mayou Richard, and Geddes John. 2005. Dissociative and
Conversion Disorder In Psychiatry. Third Edition. New York: OxfordHadisukanto, Gitayanti. 2010. Gangguan Konversi. Dalam: Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin hal. 268-272.
Ibrahim, A.S. 2002. “Pemeriksaan Psikiatri, Wawancara Psikiatri, Psikopatologi, Farmakoterapi, Gangguan Kepribadian dan Mekanisme Pertahanan”, PT. Dua As-As
Kaplan Harold I., Sadock Benjamin J., dan Grebb Jack A. 1997.Gangguan Konversi dalam Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Edisi ke-7. Jakarta: Binarupa Aksara
.Kaplan, Harold I., Sadock Benjamin J., dan Grebb Jack A. 1997. Gangguan Konversi. Dalam: Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Edisi ke-7. Jakarta: Binarupa Aksara; hal. 74-78.
DAFTAR PUSTAKA
Maslim, R. 2002. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.
Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bag. Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
Maramis ,Willy F.,Maramis Albert A. 2009. Gangguan Disosiatif / Konversi dalam Catatan Ilmu Kdoktran Jiwa. Edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press.
Puri, BK; Laking, PJ; Treaseden, IH. 2002. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. EGC : JakartaVorvick, Linda. 2010. Conversion Disorder. Available from URL :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001950/ diakses tanggal 3 Mei 2012.
WHO. 1993. Gangguan Disosiatif (Konversi). Dalam: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama. Jakarta: Dept. Kesehatan RI; hal. 196-208.
.Yutzy SH, et al. 2008. Conversion disorder. The American Psychiatric Publishing Textbook of Psychiatry. 5th ed. Washington, D.C.: American Psychiatric Publishing.
Terimakasih..