+ All Categories
Home > Documents > RETALIASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA WTO (STUDI KASUS ...

RETALIASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA WTO (STUDI KASUS ...

Date post: 04-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 6 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
12
Vol. 2(2) Mei 2018, pp.408-419 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA ISSN : 2597-6885 (online) 408 RETALIASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA WTO (STUDI KASUS EUROPEAN COMMUNITIES REGIME FOR THE IMPORTATION, SALE AND DISTRIBUTION OF BANANAS) Iqbal Perdana Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111 M. Putra Iqbal Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111 Abstrak - Disputes Settlement Body WTO bekerja berdasarkan Understanding on Rules and Procedures of Disputes Settlement (DSU). Dalam sistem peraturan WTO dikenal praktek retaliasi yang sah. Sebagai negara maju, Amerika Serikat pernah melakukan praktek retaliasi terhadap Uni Eropa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuidan mengkaji secara kritis tentang pengaturan retaliasi serta kedudukannya pada sistem penyelesaian sengketa. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pertimbangan WTO dalam memutuskan kasus European Communities Regime for the Importation, Sale and Distribution of Bananas dan retaliasi unilateral yang dilakukan Amerika Serikat. Metodologi yang digunakan adalah hukum normatif yang menekankan pada hukum yang berlaku.Retaliasi telah dilakukan Amerika Serikat dalam kasus Kasus European Communities Regime ForThe Importation, Sale and Distribution Of Bananas. WTO menemukan pelanggaran-pelanggaran dalam praktek sistem pasar tunggal.Negara yang akan menggunakan hak retaliasinya harus tunduk pada pasal 22 DSU. Dasar keputusan badan panel WTO yang mewajibkan Uni Eropa menyesuaikan kembali aturannya terhadap impor pisang telah sesuai fakta dan hasil penilaian yang berdasarkan pada ketentuan yang berlaku. Kata Kunci: Retaliasi, Sistem Penyelesaian Sengketa, World Trade Organization Abstract - Disputes Settlement Body of the WTO working under the Understanding on Rules and Procedures Settlement of Disputes. Retaliation is part of dispute settlement mechanism. For developed countries, the United States had imposed retaliation against the EU. This study aims to identify and assess critically about retaliation arrangement and its position on the dispute settlement system. The research furthermore alsostudy the WTO panel consideration in diciding The European Communities - Regime For The importation, Sale And Distribution Of Bananas, the United State cases. The methodology apply is normative juridicial that emphasis on existing law.WTO panel’s finding that the EU violated the single market system. Countries who will use retaliation should be subject to article 22 of the DSU. According to the WTO, acts of retaliation carried the United States against the European Union does have legal basis. WTO Panel body decision which obliges the EU to re-adjust the rules on banana imports in accordance facts and the assessment results are based on the applicable regulations. Keywords: Retaliation, Dispute Settlement Mechanism, World Trade Organization PENDAHULUAN Kasus European Communities Regime for the Importation, Sale and Distribution of Bananas bermula persengketaannya pada tahun 1995, yakni pada tahun pertama World Trade Organization(WTO) terbentuk. Walaupun demikian, kecaman terhadap kebijakan Uni Eropa dalam hal perdagangan pisang telah dimulai sebelum tahun 1995, yaitu sejak perang dunia pertama. 1 Uni Eropa memiliki kebijakan impor yang sangat rumit dalam bidang perdagangan pisang dimana Uni Eropa memberikan kekhususan dalam impor pisang dari negara-negara 1 Jessica L Spiegel, Law Review Journals, “Will the Great Banana War Ever End: Will the Tariff Only System be the Solution?”, www.bc.edu, diakses 27 Maret 2016.
Transcript
Page 1: RETALIASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA WTO (STUDI KASUS ...

Vol. 2(2) Mei 2018, pp.408-419

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA ISSN : 2597-6885 (online)

408

RETALIASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA WTO

(STUDI KASUS EUROPEAN COMMUNITIES – REGIME FOR THE

IMPORTATION, SALE AND DISTRIBUTION OF BANANAS)

Iqbal Perdana

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

M. Putra Iqbal

Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Abstrak - Disputes Settlement Body WTO bekerja berdasarkan Understanding on Rules and Procedures of

Disputes Settlement (DSU). Dalam sistem peraturan WTO dikenal praktek retaliasi yang sah. Sebagai negara

maju, Amerika Serikat pernah melakukan praktek retaliasi terhadap Uni Eropa. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahuidan mengkaji secara kritis tentang pengaturan retaliasi serta kedudukannya pada sistem penyelesaian

sengketa. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pertimbangan WTO dalam memutuskan kasus

European Communities — Regime for the Importation, Sale and Distribution of Bananas dan retaliasi unilateral

yang dilakukan Amerika Serikat. Metodologi yang digunakan adalah hukum normatif yang menekankan pada

hukum yang berlaku.Retaliasi telah dilakukan Amerika Serikat dalam kasus Kasus European Communities –

Regime ForThe Importation, Sale and Distribution Of Bananas. WTO menemukan pelanggaran-pelanggaran

dalam praktek sistem pasar tunggal.Negara yang akan menggunakan hak retaliasinya harus tunduk pada pasal 22

DSU. Dasar keputusan badan panel WTO yang mewajibkan Uni Eropa menyesuaikan kembali aturannya

terhadap impor pisang telah sesuai fakta dan hasil penilaian yang berdasarkan pada ketentuan yang berlaku.

Kata Kunci: Retaliasi, Sistem Penyelesaian Sengketa, World Trade Organization

Abstract - Disputes Settlement Body of the WTO working under the Understanding on Rules and Procedures

Settlement of Disputes. Retaliation is part of dispute settlement mechanism. For developed countries, the United

States had imposed retaliation against the EU. This study aims to identify and assess critically about retaliation

arrangement and its position on the dispute settlement system. The research furthermore alsostudy the WTO

panel consideration in diciding The European Communities - Regime For The importation, Sale And

Distribution Of Bananas, the United State cases. The methodology apply is normative juridicial that emphasis

on existing law.WTO panel’s finding that the EU violated the single market system. Countries who will use

retaliation should be subject to article 22 of the DSU. According to the WTO, acts of retaliation carried the

United States against the European Union does have legal basis. WTO Panel body decision which obliges the

EU to re-adjust the rules on banana imports in accordance facts and the assessment results are based on the

applicable regulations.

Keywords: Retaliation, Dispute Settlement Mechanism, World Trade Organization

PENDAHULUAN

Kasus European Communities – Regime for the Importation, Sale and Distribution of

Bananas bermula persengketaannya pada tahun 1995, yakni pada tahun pertama World Trade

Organization(WTO) terbentuk. Walaupun demikian, kecaman terhadap kebijakan Uni Eropa

dalam hal perdagangan pisang telah dimulai sebelum tahun 1995, yaitu sejak perang dunia

pertama.1

Uni Eropa memiliki kebijakan impor yang sangat rumit dalam bidang perdagangan

pisang dimana Uni Eropa memberikan kekhususan dalam impor pisang dari negara-negara

1 Jessica L Spiegel, Law Review Journals, “Will the Great Banana War Ever End: Will the Tariff Only

System be the Solution?”, www.bc.edu, diakses 27 Maret 2016.

Page 2: RETALIASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA WTO (STUDI KASUS ...

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.2 Mei 2018 409

Iqbal Perdana, M. Putra Iqbal

eks koloni negara yang tergabung dalam Uni Eropa.2 Perlakuan khusus yang diberikan Uni

Eropa kepada negara-negara African, Caribbean, and Pacific (ACP) tertuang dalam

perjanjian The Lome I Convention.3

Pada bulan September 1995, Amerika Serikat, Guatemala, Meksiko, dan Honduras

mengajukan permintaan konsultasi kepada forum Dispute Settlement,WTO. Karena

konsultasi merupakan langkah awal penyelesaian sengketa dalam WTO.4

Karena tidak menemukan solusi, akhirnya Amerika Serikat bersama ketiga negara

diatas menggabungkan diri dan meminta WTO untuk segera membentuk badan panel dan

mulai bekerja menangani permasalahan peraturan impor pisang Uni Eropa tersebut.

Panel yang telah dibentuk tersebut kemudian mengeluarkan laporan yang isinya

secara umum menyatakan bahwa Uni Eropa dengan peraturan impornya telah melanggar

beberapa peraturan yang diamantkan dalam ketentuan WTO. Menanggapi laporan panel

tersebut Uni Eropa kemudian mengajukan banding ke Appelate Body atas laporan dan

kesimpulan yang dihasilkan oleh panel.

Pada tingkat banding di Appelate Body, ternyata Appelate Body mendukung

keputusan yang telah dihasilkan oleh panel, dan justru memperkuat putusan tersebut di dalam

laporan Appelate Body. Appelate Body dalam laporannya menyatakan bahwa memang benar

EU telah menerapkan kebijakan impor yang melanggar beberapa ketentuan dalam WTO.

Dengan adanya keputusan tersebut maka Uni Eropa harus membenahi peraturannya untuk

dapat selaras dengan ketentuan dalam WTO.5

Dalam banana cases, Uni Eropa kemudian menyesuaikan kebijakannya dan

memberikan kesempatan bagi negara lain termasuk Amerika Serikat untuk bisa mengekspor

buah pisang ke negara - negara anggota Uni Eropa. Perbedaan pandangan Uni Eropa dan

Amerika Serikat tentang kebijakan Uni Eropa yang baru ternyata membawa keduanya pada

perdebatan yang rumit, revisi yang dilakukan Uni Eropa ternyata tidak memuaskan Amerika

Serikat.6

Amerika Serikat lalu melakukan retaliasi yang dimulai dengan mengumumkan daftar

produk yang diproduksi Uni Eropa yang dikenai pajak 100 persen jika memasuki pasar

2 Freddy Josep Pelawi, Retaliasi Dalam Kerangka Penyelesaian Sengketa WTO, Buletin Kementrian

Perdagangan Republik Indonesia edisi 46, 2007. 3 Loc.Cit. 4 Diatur dalam Dispute Settlement Understanding, WTO. 5 Ibid, hlm 2. 6 Yuniarti, Jurnal Ilmiah Kosmopolitan Vol. 1 No.1, Penyelesaiaan Konflik Dagang Uni Eropa –

Amerika Serikat Melalui Mekanisme WTO (Studi Kasus: New Banana Regime 1993), Universitas Fajar, Januari

– April 2013.

Page 3: RETALIASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA WTO (STUDI KASUS ...

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.2 Mei 2018 410

Iqbal Perdana, M. Putra Iqbal

Amerika Serikat. Retaliasi yang dilakukan Amerika Serikat menyebabkan Uni Eropa

mengajukan tuntutan ke forum WTO tentang penolakan Uni Eropa terhadap sanksi yang akan

dijatuhkan sepihak oleh Amerika Serikat.7

Namun, tindakan unilateral dalam bentuk apapun melanggar beberapa pasal Dispute

Settlement Understanding (DSU); Pasal 21 ayat 38 dan pasal 239. Pada intinya WTO

melarang setiap anggotanya melakukan tindakan unilateral dalam situasi apa pun.

Sistem penyelesaian perselisihan di dalam WTO adalah elemen pokok dalam menjamin

keamanan dan kepastian sistem perdagangan dibawah naungan WTO. Para Anggota

mengakui bahwa sistem penyelesaian perselisihan WTO ini adalah untuk melindungi hak dan

kewajiban anggota berdasarkan persetujuan yang disepakati dan untuk menjelaskan ketentuan

yang lama dalam persetujuan sesuai dengan peraturan yang biasanya digunakan.10

DSU berada dalam Annex 2 dari The Agreement Establishing The WTO (Perjanjian

WTO). Pasal II perjanjian WTO sebagai dasar legalitas Annex 2 merupakan bagian

terintegrasi dengan perjanjian WTO.11 Artinya, kekuatan mengikat perjanjian ini sama

dengan perjanjian pokoknya, yaitu Perjanjian WTO.12

Rekomendasi dan keputusan dari Dispute Settlement Body (DSB) yang diatur di

dalam DSU tersebut tidak dapat menambah atau mengurangi hak dan kewajiban para anggota

WTO yang diatur dalam peresetujuan lainya.

Badan utama yang menyelesaikan sengketa di dalam WTO pada prinsipnya adalah

WTO sendiri. Namun pada tahap pelaksanaanya, sebagaimana tertera di dalam Dispute

7 Ibid, hlm 13. 8 Pasal 21.3 Dispute Settlement Understanding:The dispute settlement system of the WTO is a central

element in providing security and predictability to the multilateral trading system. The Members recognize that

it serves to preserve the rights and obligations of Members under the covered agreements, and to clarify the

existing provisions of those agreements in accordance with customary rules of interpretation of public

international law. Recommendations and rulings of the DSB cannot add to or diminish the rights and

obligations provided in the covered agreements. 9 Pasal 23 Dispute Settlement Understanding: When Members seek the redress of a violation of

obligations or other nullification or impairment of benefits under the covered agreements or an impediment to

the attainment of any objective of the covered agreements, they shall have recourse to, and abide by, the rules

and procedures of this Understanding. 10 Pasal 3.2 Dispute Settlement Understanding: The dispute settlement system of the WTO is a central

element in providing security and predictability to the multilateral trading system. The Members recognize that

it serves to preserve the rights and obligations of Members under the covered agreements, and to clarify the

existing provisions of those agreements in accordance with customary rules of interpretation of public

international law. Recommendations and rulings of the DSB cannot add to or diminish the rights and

obligations provided in the covered agreements. 11 Article II.2 GATT 1947: “The agreement and associated legal instruments included in Annexes 1,2

and 3 (here in after refered to as ‘Multilateral Trade Agreements’) are integrated parts of this agreement,

binding on all members” 12 Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, ctk ke 3, Jakarta 2008, hal

141.

Page 4: RETALIASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA WTO (STUDI KASUS ...

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.2 Mei 2018 411

Iqbal Perdana, M. Putra Iqbal

Settlement Understanding menetapkan tiga badan utama penyelesaian sengketa: Pertama

adalah DSB (Dispute Settlement Body atau Badan Penyelesaian Sengketa), kedua Appellate

Body (Badan Banding) ketiga adalah Arbitrase.

Filosofi penyelesaian sengketa melalui WTO tersirat dalam pasal 3 Dispute Settlement

Understanding yang pada pokoknya mempunya tujuan:

a) Mengklarifikasi ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian WTO dengan

menggunakan interpretasi menurut hukum kebiasaan internasional publik.

Penyelesaian sengketa secara segera merupakan esensi untuk pendayagunaan WTO

dan menjaga keseimbangan yang adil antara hak dan kewajiban negara anggota WTO;

b) Bahwa hasil penyelesaian sengketa tidak boleh menambah atau mengurangi hak-hak

dan kewajiban-kewajiban negara anggota yang telah diatur dalam perjanjian-perjanian

WTO;

c) Menjamin solusi yang positif dan yang dapat diterima oleh pihak-pihak serta

konsisten dengan perjanjian-perjanjian WTO;

d) Memastikan penarikan tindakan negara pelanggar yang tidak sesuai dengan

ketentuan-ketentuan dalam perjanjian-perjanjian yang tercakup (covered agreements).

Tindakan retaliasi hanya digunakan sebagai upaya terakhir (last resort).13

Putusan yang diambil oleh Dispute Settelment Body (DSB) harus dilakukan secara

konsesus, mekanisme yang digunakan adalah reverse consensus. Artinya, DSB harus

dianggap mengambil suatu putusan jika tidak ada konsensus untuk tidak mengambil putusan

yang bersangkutan. Atau dengan kata lain pembentukan panel dan pengadopsian laporan

panel dapat secara otomatis berjalan, kecuali ada penolakan dari seluruh negara anggota.

Selain itu, Penyelesaian sengketa dalam WTO lebih berpijak kepada rule-based

approach daripada power-based approach dimana prinsip terakhir lebih terlihat dalam sistem

GATT. Sehingga dengan demikian, tiap negara anggota dapat merasa nyaman dengan

keberadaan mereka dalam keanggotaan WTO itu sendiri.14

Retaliasi atau tindakan pembalasan di bidang perdagangan antar negara dalam

kerangka WTO dilakukan oleh negara anggota sebagai akibat dari tidak tercapainya suatu

kesepakatan pada proses resolusi konflik. Retaliasi dilakukan sebagai upaya terakhir ketika

dalam proses resolusi konflik perdagangan, upaya pemenuhan konsesi tidak tercapai dalam

13 Tri Harnowo, Peninjauan Ulang Ketentuan Retaliasi sebagai Reformasi Aturan Penyelesaian Sengketa

WTO, Jurnal Hukum Internasional, Vol 5 No 2 (Januari 2008), hal 270. 14 Hatta, Perdagangan Internasional Dalam Sistem GATT dan WTO, (Bandung: PT Refika Aditama,

2006), hal. 116.

Page 5: RETALIASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA WTO (STUDI KASUS ...

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.2 Mei 2018 412

Iqbal Perdana, M. Putra Iqbal

waktu yang telah ditentukan.15 Ketentuan khusus dari DSU tentang pengaturan retaliasi diatur

dalam Pasal 3 butir 7, 22, dan 23 butir 2 (c).

Aturan yang dibuat di dalam DSU mengenai retaliasi menyatakan bahwa tujuan mekanisme

penyelesaian perselisihan adalah untuk memperoleh cara penyelesaian perselisihan yang

positif. Cara penyelesaian yang diterima timbal balik oleh para pihak dalam perselisihan dan

sesuai dengan persetujuan tersebut jelas lebih disukai. Bila tidak terdapat cara penyelesaian

perselisihan yang disepakati bersama, tujuan pertama dari mekanisme penyelesaian

perselisihan biasanya adalah untuk memastikan penarikan tindakan yang diketahui tidak

sesuai dengan ketentuan dalam setiap persetujuan WTO.16

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini termasuk ke dalam penelitian

hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum kepustakaan yang

mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematik hukum, penelitian terhadap taraf

sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum, serta sejarah hukum.17

Sedangkan Jenis Pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan Peraturan (the

statute Approach), Pendekatan kasus (the Case Approach) dan Pendekatan Fakta (the fact

Approach). Analisis terhadap bahan-bahan hukum yang telah diperoleh dilakukan dengan

Teknik Deskripsi dan Teknik Argumentasi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ketika suatu sengketa telah diputuskan oleh Panel dan Appelate Body WTO, maka

negara pelanggar diperintahkan untuk memperbaiki atau mengubah pelanggarannya terhadap

prinsip WTO. Negara penuntut berhak untuk meminta dibentuknya compliance panel untuk

menilai apakah negara pelanggar telah memenuhi keputusan Panel dan Appelate Body. Jika

Compliance Panel memutuskan bahwa negara pelanggar belum mengubah praktek

dagangnya sesuai keputusan, maka negara penuntut berhak untuk meminta hak retaliasi pada

Panel Arbitrasi.18

15 Freddy Joseph Pelawi, Retaliasi Dalam Kerangka WTO, KPI, Buletin 46, 2007, hal 1. 16 Sebagian terjemahan kalimat dari Pasal 3 ayat 7, Dispute Settlement Understanding dari

http://kemendag.go.id 17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat . PT .

Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 12. 18 Pasal 3 ayat 7 DSU: Before bringing a case, a Member shall exercise its judgement as to whether

action under these procedures would be fruitful. The aim of the dispute settlement mechanism is to secure a

Page 6: RETALIASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA WTO (STUDI KASUS ...

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.2 Mei 2018 413

Iqbal Perdana, M. Putra Iqbal

Berdasarkan Pasal 22 ayat 3 dari DSU yang mendeskripsikan retaliasi, secara

sederhana retaliasi dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Parallel Retaliation: negara penuntut harus melakukan retaliasi pada negara

pelanggar dalam sektor perdagangan yang sama di mana pelanggaran terjadi.

Retaliasi jenis ini tidak terbatas menaikkan tarif bagi komoditas sejenis, tetapi

juga bisa dalam bentuk meminta ganti rugi dengan sejumlah uang yang setara

dengan jumlah kerugian.19

b. Cross‐sector Retaliation: Negara penuntut dapat melakukan retaliasi pada negara

pelanggar dalam sektor berbeda di bawah perjanjian yang sama, jika retaliasi

dalam sektor yang sama terbukti tidak efektif. 20

c. Cross‐Agreement Retaliation: Jika situasi dianggap cukup serius dan retaliasi

beda sektor dianggap tidak efektif, maka negara penuntut dapat melakukan

retaliasi pada negara pelanggar dalam perjanjian perdagangan yang berbeda.21

Sistem perdagangan multilateral tidak lepas dari dinamika yang terjadi dari peran

aktor-aktor yang terlibat. Sepanjang tahun 1960 hingga 1970 persaingan ekonomi global yang

sangat kompetitif menghasilkan perimbangan kekuatan dari negara-negara di Eropa terutama

Eropa Barat atas Amerika Serikat, yang dalam kurun waktu tadi menjadi aktor ekonomi

terkuat.22 Negara-negara di Eropa khususnya di Eropa Barat – yang terkuat secara ekonomi –

yaitu Jerman, Perancis, Inggris dan Italia, terintegrasi ke dalam organisasi regional Uni Eropa

yang terbentuk pada tahun 1993. Uni Eropa juga memiliki rezim pasar tunggal terbesar di

dunia yang disebut Single European Market (SEM).23

positive solution to a dispute. A solution mutually acceptable to the parties to a dispute and consistent with the

covered agreements is clearly to be preferred. In the absence of a mutually agreed solution, the first objective of

the dispute settlement mechanism is usually to secure the withdrawal of the measures concerned if these are

found to be inconsistent with the provisions of any of the covered agreements. The provision of compensation

should be resorted to only if the immediate withdrawal of the measure is impracticable and as a temporary

measure pending the withdrawal of the measure which is inconsistent with a covered agreement. The last resort

which this Understanding provides to the Member invoking the dispute settlement procedures is the possibility

of suspending the application of concessions or other obligations under the covered agreements on a

discriminatory basis vis-à-vis the other Member, subject to authorization by the DSB of such measures. 19 Bown, CP. 2009, Self Enforcing Trde Developing Countries and WTO Dispute Settlement, Brooking

Instituion Press, Washington D.C. pp. 47-48. 20Ibid 21Ibid 22 Yanuar Ikbar, Ekonomi Politik Internasional 1: Konsep dan Teori, Buku, (Bandung: PT. Refika

Aditama, hlm. 135., 2006. 23Single European Market (SEM) terbentuk dari Treaty of Rome yang diaplikasikan oleh enam negara

utama pendiri European Economic Community (EEC) kemudian bernama Uni Eropa) dalam istilah common

market. Pada saat terbentuknya common market tahun 1957 masih terdapat fragmentasi dari keadaan ekonomi

nasional masing-masing negara Eropa sehingga perluasan kebijakan dilakukan untuk menyesuaikan dengan

keadaan ekonomi negara-negara dengan membentuk SEM sebagai lanjutan dari common market.

Page 7: RETALIASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA WTO (STUDI KASUS ...

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.2 Mei 2018 414

Iqbal Perdana, M. Putra Iqbal

Ketika terbentuknya SEM, Uni Eropa (UE) membentuk New Banana Regime (NBR)

untuk memastikan suplai pisang dalam pasar internal UE tercukupi. Akan tetapi ketika NBR

ini berlaku, dua perusahaan makanan AS, Chiquita dan Dole Food Co., kehilangan potensi

penjualan komoditi pisang sebanyak US$ 520 juta di awal tahun 1999.24Potensi yang hilang

ini kemudian menjadi dasar AS untuk dilaporkan pada forum GATT/WTO agar diselesaikan

berdasarkan ketentuan penyelesaian sengketa internasional.

NBR diberlakukan oleh UE pada Juli 1993 untuk menggantikan kebijakan

perdagangan pisang negara anggota secara individu setelah pembentukan pasar tunggal. NBR

mengkombinasikan dua tujuan, yaitu: (1) pembentukan pasar yang terintegrasi untuk pisang;

dan (2) memastikan akses ke pasar tersebut untuk produsen UE dan ACP.UE menciptakan

NBR yang pada prakteknya, kebijakan ini memberlakukan hambatan perdagangan terhadap

negara non-anggota.25Hal ini sangat bertentangan dengan filosofi terbentuknya GATT/WTO,

terbentuknya NBR secara langsung melanggar prinsip-prinsip dasar; Asas MFN, larangan

Restriksi (Pembatasan) Kuantitatif, resiprositas, perlindungan melalui tarif.

Kebijakan ini juga mengatur tentang kuota tarif dan sistem lisensi. Sistem kuota tarif

memberi jaminan bebas impor untuk pensuplai tradisional ACP hingga 857.700 ton, dan

kuota 2,2 juta ton untuk ekspor Amerika Latin dengan pembebanan tarif sebesar ECU 75 per

ton jika jumlah melebihi kuota yang ditentukan. Lisensi impor yang dikenakan untuk impor

pisang dollar, sebanyak 30% dialokasikan untuk pedagang tradisional ACP. Dua kategori

pertama dibagi 5 kedalam tiga kategori kepemilikan, yaitu: pengolahan, impor pertama dan

impor kedua. Setiap perusahaan akan menerima beberapa lisensi impor setelah perhitungan

oleh Komisi Eropa untuk pembagian pasarnya. Sistem kompleks alokasi ini bertujuan untuk

membuat perbedaan biaya antara produsen ACP dan dollar.26

Sebelum kasus pisang dibahas ke dalam panel WTO dengan keterlibatan Amerika

Serikat, panel pertama diadakan melalui GATT pada tahun 1991 mengenai pembahasan akan

pembentukan SEM.27SEM digugat sebab kebijakan-kebijakan yang diterapkan akan

mendiskriminasi akses ekspor negara-negara di Amerika Latin ke pasar eropa. Hal ini

terbukti dari adanya sistem kuota tarif yang dibeda-bedakan.

24 Yuniarti, op, cit, hlm. 1. 25Ibid 26Ibid, hlm 5 27 Karen J. Alter, “Nested and Overlapping Regimes in the Transatlantic Banana Trade Dispute”, Jurnal,

London: Routlegde, hlm. 363-364., 2006.

Page 8: RETALIASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA WTO (STUDI KASUS ...

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.2 Mei 2018 415

Iqbal Perdana, M. Putra Iqbal

Konsultasi diajukan oleh negara-negara Amerika Latin terhadap Uni Eropa untuk

mencari solusi dibawah komitmen Uruguay Round on Free Trade. Konsultasi tidak menemui

jalan keluar dan tekanan semakin bermunculan dari negara-negara yang mengajukan protes

ketika Uni Eropa mengadopsi secara penuh kebijakan-kebijakan SEM pada tahun 1993. Panel

kedua diajukan pada 11 Februari 1994.28

AS meminta WTO membentuk panel untuk menyelesaikan konflik. Argumen AS dan

Amerika Latin adalah bahwa politik UE telah melanggar persyaratan utama kesepakatan

WTO, termasuk kesepakatan tentang perlakuan most favoured nations, dan perlakuan

nasional yang berhubungan dengan perdagangan barang dan jasa. Sistem lisensi ini

menghalangi arus masuk pisang AS ke pasar Eropa. Mei 1996, di Geneva, WTO membuka

panel dengan pihak-pihak yang terkait, yaitu: UE di satu pihak, dan AS, Guatemala,

Honduras, Ecuador dan Mexico di pihak lain. Panel menyelidiki kesesuaian mekanisme NBR

dengan prinsip-prinsip WTO.

Laporan panel interin WTO diserahkan kepada enam pihak yang akan berunding

Maret 1997. Sedangkan laporan final akan diberikan kepada seluruh anggota WTO bulan Mei

1997, waktu dimana penemuan panel akan disiarkan kepada publik.29

Laporan akhir keputusan panel WTO terhadap NBR 1993 dikeluarkan pada tanggal

22 Mei 1997.30 Keputusan WTO menyatakan bahwa kebijakan impor pisang UE merupakan

salah satu bentuk proteksionisme dan diskriminasi. Keputusan panel WTO ini baru diterima

UE pada bulan September 1997. Pelanggaran kebijakan UE terhadap WTO dirinci sebagai

berikut:

a. lisensi impor untuk pisang Amerika Latin ke perusahaan Perancis dan Inggris (yang di

awal bisnis hanya untuk distribusi pisang Eropa dan ACP), telah merugikan

perusahaan-perusahaan AS,

b. lisensi impor untuk pisang Amerika Latin ke perusahaan pengolahan pisang Eropa

juga merugikan bisnis perusahaan-perusahaan AS,

c. pembebanan persyaratan lisensi yang sangat berat untuk impor Amerika Latin, dan

d. alokasi akses ke pasar UE menjadi bagian-bagian berdasarkan tingkat lampau

perdagangan (yang menyebabkan distorsi perdagangan)

28 Maria Josephina Ruth Kezia Saudale, “Banana Wars: Menginterpretasi Limit Rezim Perdagangan

Bebas Multilateral dalam World Trade Organization (WTO)”, Jurnal Analisis Hubungan Internasional, vol. 3,

No 1. Hlm. 414., 2014. 29 Yuniarti, op, cit, hlm. 9 30 Yuniarti, op, cit, hlm. 9.

Page 9: RETALIASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA WTO (STUDI KASUS ...

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.2 Mei 2018 416

Iqbal Perdana, M. Putra Iqbal

Langkah awal retaliasi yang dilakukan AS dimulai dengan mengumumkan daftar

produk yang diproduksi UE yang dikenai pajak 100% jika memasuki pasar AS. USTR

meminta kepada setiap pihak yang berkepentingan dalamkasus ini mengikuti dengar pendapat

yang diselenggarakan USTR dan untuk memperoleh kesempatan untuk menuntut agar produk

mereka dihapus dari daftar. Setiap pihak diberi kesempatanuntuk membuat tuntutan tertulis

dan lisan. Hasil dengar pendapat ini diumumkan 15 Desember 1998.

Langkah yang dilakukan oleh AS ini merupakan sebuah pelanggaran, sebabsecara

eksplisit, Pasal 21 DSU WTO mengatakan bahwa jika ada ketidaksetujuan tentang

bertentangan atau tidaknya tindakan suatu negara anggota terhadap aturan WTO maka

prosedur perundingan WTO akan berlaku. Ini berarti bahwa hanya WTO yang berhak

menentukan apakah suatu negara mematuhi atau tidaknya ketentuan-ketentuannya. Pasal 23

DSU WTO menyatakan bahwa tidak satupun negara anggota WTO yang diberi hak untuk

melakukan tindakan unilateral dalam situasi apapun.

Meskipun ditentang UE dan ACP, retaliasi AS berhasil memaksa UE untuk

menyetujui dibentuknya kembali panel WTO. Pertengahan November 1998, AS membuat

proposal ketiga untuk mengumpulkan kembali panel dengan mempercepat jadwal yang akan

memungkinkan laporan panel diumumkan tanggal 21 Januari 1999. Jika panel menemukan

kebijakan UE tidak sesuai dengan aturan WTO maka AS tidak akan menunda konsesi

perdagangannya.31

KESIMPULAN

Langkah retaliasi diatur dalam ketentuan WTO melalui pasal 22 Dispute Setllement

Understanding. Namun demikian, langkah retaliasi merupakan upaya terakhir yang dilakukan

oleh negara yang merasa dirugikan. Tindakan ini diatur sangat ketat, mengingat dampak yang

akan muncul akan sangat memberi pengaruh yang cukup besar bagi situasi perdagangan

internasional. Negara yang akan menggunakan hak retaliasinya harus tunduk pada pasal 22

DSU.Namun demikian, pasal 22 DSU yang berisi tentang retaliasi bukanlah cara terbaik

untuk menyelesaikan sengketa perdagangan internasional. Karena yang lebih diharapkan dari

putusan dalam persengketaan adalah pihak pelanggar menyesuaikan aturannya yang keliru

serta bertentangan dengan visi dan misi WTO.Dalam Pasal 22 DSU juga telah diatur secara

terperinci tentang masa (jangka waktu) penyesuaian peraturan yang dinilai tidak sejalan

31 Yuniarti, op, cit, hlm. 14.

Page 10: RETALIASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA WTO (STUDI KASUS ...

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.2 Mei 2018 417

Iqbal Perdana, M. Putra Iqbal

dengan WTO (hasil keputusan). Dalam hal ini, pelanggar juga diberikan rekomendasi-

rekomendasi terkait kekeliriuan peraturan perdagangan yang terlanjur disahkan.

Rekomendasi untuk merevisi atau mencabut peraturan-peraturan itu dilakukan pada masa

yang telah diatur dalam pasal 22 DSU.

Dasar keputusan badan panel WTO yang pada intinya mewajibkan Uni Eropa

menyesuaikan kembali aturannya terhadap impor pisang telah sesuai fakta dan hasil penilaian

yang berdasarkan pada ketentuan yang berlaku. WTO menemukan pelanggaran-pelanggaran

dalam praktek sistem pasar tunggal (Single European Market) yang berlandaskan Treaty of

Rome. Hal ini menjadi dasar terbentuknya New Banana Regime (NBR), atau upaya

pengadaan pisang dari dan untuk negara-negara tertentu saja (dalam hal ini Uni Eropa dan

ACP) dan menerapkan hambatan (barrier) terhadap negara non-anggota.

.

Page 11: RETALIASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA WTO (STUDI KASUS ...

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.2 Mei 2018 418

Iqbal Perdana, M. Putra Iqbal

DAFTAR PUSTAKA

1. Instrumen Hukum

GATT. Understanding Regarding Notification, Consultation, Dispute Settlement and

Surveillance 1979.

GATT. Decision on Improvements to the GATT Dispute Settlement Rules and Procedures

1989.

General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1947.

Lomé Convention (Lomé I, II, III, IV) 1975 – 2000.

Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes (Dispute

Settlement Understanding)

2. Buku

Adolf, Huala, 2005, Hukum Perdagangan Internasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Adolf, Huala, 2005, Penyelesaian Sengketa Dagang dalam World Trade Organization

(WTO), CV Mandar Maju, Bandung.

Fuady, Munir, 2004, Hukum Dagang Internasional (Aspek Hukum dariWTO), PT Citra

Aditya Bakti, Bandung.

Gallagher, Peter, 2002, Guide to Dispute Settlement, Kluwer Law International, The

Hague.

Hatta. (2006).Perdagangan Internasional Dalam Sistem GATT dan WTO, Bandung: PT

Refika Aditama.

Ibrahim, Jonny, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media

Publishing, Malang.

Mitsuo, Matsushita, Thomas J Schoenbaum & Petros C. Mavroidis. (2006). The World Trade

Organization, New York; Oxford University Press.

Palmeter, Daviddan Mavroidis, Petros C., 2004, Dispute Settlement in The World Trade

Organization, Cambridge University Press, New York.

Rakhmawati, N, Rosyidah, 2006, Hukum Ekonomi Internasional dalam Era Global, PT Bayu

media Publishing, Malang.

Wallace, Rebecca & Anne Holiday. (2006). Internasional Law (First Edition). London;

Sweet and Maxwell

3. Jurnal

Freddy Josep Pelawi. (2007). “Retaliasi Dalam Kerangka Penyelesaian Sengketa WTO”,

Buletin Kementrian Perdagangan Republik Indonesia Edisi 46, Indonesia.

Maslihati Nur Hidayati, Analisis Tentang Sistem Penyelesaian Sengketa WTO; Suatu

Tinjauan Yuridis Formal, Lex Jurnalica Vol 11 No 2, Agustus 2014.

Tri Harnowo, Peninjauan Ulang Ketentuan Retaliasi sebagai Reformasi Aturan Penyelesaian

Sengketa WTO, Jurnal Hukum Internasional, Vol 5 No 2 (Januari 2008).

Page 12: RETALIASI DAN PENYELESAIAN SENGKETA WTO (STUDI KASUS ...

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 2, No.2 Mei 2018 419

Iqbal Perdana, M. Putra Iqbal

Marta Josephina Ruth Kezia Saudale, Banana Wars: Menginterpretasi Limit Rezim

Perdagangan Bebas Multilateral Dalam WTO, Universitas Airlangga, Jurnal Analisis

Hubungan Internasional, Vol. 3, No.1, Maret 2014.

Yuniarti, Penyelesaian Konflik Dagang Uni Eropa – Amerika Serikat Melalui Mekanisme

WTO (Studi Kasus: New Banana Regime 1993), Jurnal Ilmiah Kosmopolitan Vol. 1

No.1, Universitas Fajar, Januari – April 2013.

Simi T. B, Atul Kaushik, The Banana War at the GATT/ WTO, 2008.

Hanrahan, Charles E., RS20130: The US –Ueropean Union Banana Dispute, 9 Desember

1999.

Dickson, Anna K., “The EU Banana Regime: History and Interest” (University of Durham,

2003).

Dewi Yetti Komalasari, The WTO Dispute Settlement System: Issues on Implementation,

Indonesian Journal of International Law, Vol 5:2, Januari 2008.

Robert Read, Dispute Settlement, Compensation, and Retaliation Under the WTO,

Cheltenham: Edward Elgar, 2005.

4. Putusan

Decision by The Arbitrators: European Communities - Regime For The Importation, Sale

And Distribution of Bananas - Recourse to Arbitration by The European Communities

Under Article 22.6 of The DSU (WT/DS27/ARB).

5. Skripsi Dan Tesis

Zahri, Ilham, “Analysis of Retaliation by the World Trade Organization Member Countries

Under its Dispute Settlement System.” Thesis Law Degree Syiah Kuala University.

Patricia Gultom, Sarah, “Analisis Yuridis Penggunaan Hak Retaliasi dalam Penyelesaian

Sengketa Perdagangan Internasional (Studi Kasus Tuduhan Dumping Terhadap

Produk Kertas Indonesia oleh Korea Selatan/ Kasus DS312).” Skripsi SH Universitas

Indonesia, 2015.

Siyu, YE. “The Legal Analysis of The Cross-Retaliation Under the WTO Framework.” Thesis

LLM Gent University, 2012.

6. Internet

European Communities – Regime for the Importation, Sale and Distribution of Bananas,

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/cases_e/ds27_e.htm

Historic development of the WTO dispute settlement system,

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/disp_settlement_cbt_e/c2s1p1_e.htm

Understanding the WTO, https://www.wto.org/english/thewto_e/

whatis_e/tif_e/understanding_e.pdf


Recommended