Date post: | 21-Nov-2015 |
Category: |
Documents |
Upload: | ayu-steffina |
View: | 30 times |
Download: | 0 times |
i
i
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PEMODELAN ECO-AIRPORT DENGAN
PENDEKATAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI
(Studi Kasus di Terminal Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur,
Provinsi DKI Jakarta)
With a Summary in English
Analysis of Eco-Airport Modelling with Major of
Energy Efficient Architecture
(Case Study at Halim Perdanakusuma Airport Terminal, East Jakarta,
Province of DKI Jakarta)
PROPOSAL PENELITIAN
AYU STEFFINA OKTAVIANTI
1306501236
JENJANG MAGISTER/DOKTOR
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
JAKARTA, 01 OKTOBER 2014
ii
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan
bahwa proposal penelitian yang saya tulis ini dilakukan tanpa tindakan plagiarism,
sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, maka
saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan bersedia menerima sanksi yang
diberikan oleh Universitas Indoesia kepada saya.
Jakarta, 01 Oktober 2014
Ayu Steffina Oktavianti
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini. Penulisan
proposal ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Magister Sains Ilmu Lingkungan Program Studi Ilmu Lingkungan pada
Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa sangatlah
sulit untuk menyelesaikan proposal ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Dr. dr. Tri Edhi Budhi Soesilo, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu
Lingkungan,
2. Prof. dr. Haryoto Kusnoputranto, S.KM., Dr.PH. selaku Pembimbing
Akademik,
3. Orangtua dan Keluarga yang telah memberikan dukungan moral, spiritual,
dan material,
4. Kerabat dan Kolega yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan
proposal penelitian ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga proposal penelitian ini dapat
membawa manfaat besar bagi seluruh pihak dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan terkait.
Jakarta, 01 Oktober 2014
Ayu Steffina Oktavianti
iv
DAFTAR ISI
v
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR SINGKATAN
9
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang menggencarkan
pembangunan di berbagai sektor seperti rumah tangga, industri, transportasi, dan
komersial. Pembangunan tersebut menghabiskan sumber daya yang tidak sedikit
seperti sumber daya energi. Energi telah lama menjadi isu lingkungan yang sulit
sekali ditekan tingkat konsumsinya. Peningkatan konsumsi energi terjadi seiring
dengan pertumbuhan ekonomi dan penduduk. Pertumbuhan ekonomi memicu
pertumbuhan investasi sehingga meningkatkan iklim pembangunan di berbagai
sektor seperti komersial. Pembangunan sektor komersial selama kurun waktu
tahun 2000-2011 mengalami laju pertumbuhan kedua terbesar setelah sektor
transportasi yaitu sebesar 4,32% per tahunnya. Tingginya laju pertumbuhan sektor
komersial dilatar belakangi oleh pesatnya pembangunan hotel, mall, dan gedung.
(BPPT,2013).
Pembangunan gedung yang pesat memanfaatkan energi yang besar pula, salah
satunya adalah energi listrik. Berdasarkan hasil penelitian dari BPPT (2013),
Selama periode 2011-2030, pemanfaatan atau konsumsi tenaga listrik total di
semua sektor diperkirakan akan terus meningkat secara signifikan hingga
mendekati 5 kali, yaitu akan mencapai 738 Terra Watt hours (TWh) pada tahun
2030 atau tumbuh sebesar 8,4% per tahun. Konsumsi energi listrik di sektor
komersial selama kurun waktu tahun 2011-2013 mengalami peningkatan
pertumbuhan rata-rata sebesar 6,5% per tahun dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi mencapai 7,1% per tahun dan pertumbuhan penduduk sebesar 1,23% per
tahun. Proyeksi konsumsi energi listrik di sektor komersial pada tahun 2030
diperkirakan akan meningkat menjadi 2,4 kali lipat dibanding tahun 2011 seperti
yang dijelaskan pada Gambar 1.1. Sebagian besar energi listrik pada bangunan
komersial digunakan untuk penerangan, pendingin ruangan, transportasi, utilitas
bangunan, dan peralatan pendukung lainnya. Konsumsi energi terbesar pada
bangunan publik adalah untuk memenuhi kebutuhan akan listrik yang digunakan
10
untuk pencahayaan buatan dan penghawaan (Mintorogo, 1999). Persentase
pemanfaatan energi listrik digunakan paling banyak untuk kepentingan
kenyamanan bangunan seperti dijelaskan pada Gambar 1.2. Tingginya presentasi
pemanfaatan tersebut menyebabkan bangunan menjadi bagian dari beban
lingkungan hidup. Menurut IPCC dalam Fourth Assessment Report on Climate
Change pada tahun 2007, bangunan di dunia menghabiskan sebesar 40% dari total
energi global dengan lebih dari sepertiga sumber daya dunia digunakan untuk
konstruksi pembangunan.
Gambar 1.1 Proyeksi Pemanfaatan Tenaga Listrik Berdasarkan Sektor
Sumber: BPPT,(2013)
Gambar 1.2 Komposisi Penggunaan Energi Listrik
Sumber: Krishan, Arvin (2001)
Konsumsi energi listrik yang tinggi dapat menimbulkan berbagai masalah
lingkungan seperti krisis energi dunia. Krisis energi dunia memicu untuk
dikembangkannya prinsip desain arsitektur baru yang lebih hemat energi..
11
Arsitektur hemat energi atau energy efficient architecture mengembangkan
konsep bangunan hijau yang mengelola energi serendah mungkin dengan
mengurangi jumlah sumber daya yang masuk akal (Enno,1994). Bangunan hijau
adalah bangunan yang dalam proses perencanaan, pembangunan, pengoperasian,
serta dalam pemeliharannya memerhatikan aspek-aspek dalam melindungi,
menghemat, mengurangi penggunaan sumber daya alam, menjaga mutu bangunan
menjaga kualitas udara di dalam ruang, dan kesehatan penghuninya sesuai dengan
kaidah pembangunan berkelanjutan (GBCI,2012). Penerapan parameter bangunan
hijau terkait konservasi dan efisiensi energi merupakan faktor terpenting
(Wiyono,2013). Arsitektur hemat energi berlandaskan pada prinsip
meminimalisasi penggunaan energi tanpa membatasi atau merubah fungsi
bangunan, kenyamanan, maupun produktifitas penggunanya. Sistem tata cahaya
dan tata udara dapat dioptimasikan melalui pengintegrasian antara sistem buatan
dan alamiah yang saling bersinergi melalui metode desain pasif dan aktif dengan
menggunakan material dan teknologi hemat energi.
Menurut GBCI (2012), metode desain aktif pada bangunan hijau dapat
diwujudkan berdasarkan parameter aspek konservasi dan efisiensi energi melalui
penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Dalam rangka menindaklanjuti
konsep bangunan hijau, pemerintah melalui Instruksi Presiden No. 13 Tahun 2011
menginstruksikan kepada semua Instansi Pemerintah, BUMN, dan BUMD untuk
menghemat pemakaian energi dan air. Instruksi Presiden tersebut diperkuat oleh
Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan
Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK). RAN GRK merupakan bagian dari
kebijakan pembangunan berkelanjutan yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Jangka Menengah (RPJM). RAN GRK
berupaya untuk melaksanakan pembangunan bersih yang berwawasan lingkungan.
Salah satu kebijakan yang diusulkan dalam RAN GRK dan RAD GRK Sektor
Energi mencakup upaya konservasi energi di gedung dan industri melalui
pemanfaatan EBT. Sebagai negara tropis, potensi tenaga surya di Indonesia
sebagai EBT pada tahun 2013 tergolong cukup tinggi. Laju produksi tenaga surya
yang mampu dialirkan mencapai 4,8 kWh/m2/hari dengan pemanfaatan baru
sebesar 42,78 MW (Ditjen EBTKE,2013). Penggunaan EBT sebagai sumber
12
tenaga listrik diperkirakan berkembang pesat dari tahun 2011-2030 dengan
pertumbuhan rata-rata sekitar 10,6% seperti yang dijelaskan pada Gambar 1.3.
. Gambar 1.3 Proyeksi Kapasitas Pembangkit Energi Listrik Nasional
Sumber: (BPPT,2013)
Metode desain pasif pada bangunan hijau dapat diwujudkan berdasarkan
parameter aspek penggunaan dan pemilihan material (GBCI,2012). Material
bangunan dan perangkat tertentu memiliki koefisien pantul dan serap tertentu
yang dapat mempengaruhi tingkat pencahayaan dan penghawaan dalam bangunan.
Tingkat pencahayaan dan penghawaan alami yang rendah menyebabkan konsumsi
energi listrik bangunan meningkat. Konsep bangunan dengan efisiensi energi
sangat penting karena berdasarkan pada data penggunaan energi secara global,
sektor bangunan lebih mengkonsentrasikan pada proses-proses yang diperlukan
untuk menciptakan iklim dalam ruangan buatan melalui penghawaan dan
pencahayaan sehingga konsumsi energi bangunan dapat menghabiskan sekitar 25
persen dari total biaya operasi bangunan.
Pemerintah Indonesia melalui kementrian berupaya mengimplementasikan konsep
Eco-Building kedalam semua sektor pembangunan publik secara merata, termasuk
pembangunan bandar udara. Instruksi tersebut tertuang dalam PP. No. 40 Tahun
2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara.
Kementrian Perhubungan(Kemenhub) dan Ditjen Perhubungan Udara telah
13
menginstruksikan kepada semua Bandara Internasional di Indonesia untuk segera
mengimplementasikan konsep bandara ramah lingkungan atau Eco-Airport salah
satunya dengan mengoptimalkan penggunaan dan penghematan energi. Instruksi
tersebut dikeluaran melalui surat nomor AU. 105/1/4/DRJU-212 pada tanggal 5
Maret 2012. Konsep Eco- Airport mulai diterapkan sebagai upaya untuk
membangun lingkungan bandara yang berkelanjutan yang berbasis pada
kelayakan tiga pilar, yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial. Sesuai dengan PP No.40
Tahun 2012, kelayakan lingkungan (ekologi) harus mampu mengurangi dampak
pada pengembangan yang dilakukan. Kelayakan ekonomis harus mampu
memberikan keuntungan secara ekonomis bagi pengembangan wilayah baik
secara langsung maupun tidak langsung. Kelayakan sosial harus mampu
memberikan nilai tambah bagi masyarakat. Desain bangunan Airport yang ramah
lingkungan (Eco-Airport) berbasis teknologi hemat energi dapat mengurangi
konsumsi dan pembiayaan energi penghawaan hingga sebesar 30% dan
mengurangi keperluan energi pencahayaan hingga 50%. Beberapa bandara
internasional di Indonesia seperti Bandara Soekarno Hatta di Banten, Bandara
Djuanda di Surabaya, Bandara Hang Nadim di Batam, Bandara Sultan Mahmud
Badarudin II di Palembang, dan Bandara Ngurah Rai di Denpasar sudah berupaya
mengimplementasikan konsep konservasi energi dalam pengembangan
fasilitasnya. Kelima bandara tersebut sudah mendirikan Eco-Airport Council
sebagai cikal bakal pengimplementasian konsep Eco-Airport. Kebijakan
pemerintah mengenai pembangunan ramah lingkungan dan berkelanjutan melalui
konservasi energi sudah direncanakan dengan cukup baik, namun seringkali tidak
optimal dalam eksekusinya. Bandara Halimdiharapkan dapat menjadi Bandara
berkelanjutan yang mampu mengkonservasi pemakaian energi secara ekonomis,
ekologis, dan berwawasan sosial secara optimal.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan data dari Kemenhub (2012) sebanyak 233 bandara yang ada di
Indonesia, 5 bandara sudah merintis konsep Eco-Airport , 37 bandara sudah dalam
proses, 32 bandara sudah memiliki dokumen lingkungan, dan 196 bandara sedang
memproses pengesahan dokumen lingkungan kepada Kementrian Lingkungan
14
Kehidupan (KLH).Harapan secara teori adalah bandara-bandara di Indonesia
dapat menerapkan konsep Eco-Airport terkait konservasi dengan baik. Harapan
secara praktis adalah penerapan konsep konservasi energi tenaga surya dapat
layak secara ekonomi, ekologi, dan sosial.
Bandara Halim Perdanakusuma belum menerapkan konsep Eco-Airport secara
optimal padahal sesuai dengan instruksi dari Ditjen Perhubungan Udara,
seharusnya Bandara Halim sudah mampu mengimplementasikan konsep
konservasi energi yang berlandaskan prinsip ekologis, ekonomis, dan wawasan
sosial.
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka diajukanlah pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Berapa jumlah konsumsi energi listrik dan total biaya yang harus dikeluarkan
oleh Bandara Halim per tahunnya?,
2. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan nilai efisiensi pemakaian energi
dan biaya operasional Bandara Halim rendah per tahunnya?,
3. Berapa besar nilai perbandingan antara efisiensi energi yang dapat dicapai oleh
Bandara Halim per tahunnya sebelum dan sesudah pengimplementasian konsep
konservasi energi?,
4. Bagaimanakah analisis pemodelan mengenai keterkaitan antara jumlah
konsumsi energi listrik, total biaya operasional, nilai efisiensi pemakaian
energi, dan nilai efisiensi biaya per tahunnya sebelum dan sesudah
pengimplementasian teknologi arsitektur hemat energi?.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian secara khusus
dijabarkan sebagai berikut:
1. Menghitung jumlah konsumsi energi listrik dan total biaya yang harus
dikeluarkan oleh Bandara Halim per tahunnya,
2. Menganalisis Faktor-faktor yang menyebabkan nilai efisiensi pemakaian energi
dan biaya operasional Bandara Halim rendah per tahunnya?,
15
3. Menghitung besar nilai perbandingan antara efisiensi energi yang dapat dicapai
oleh Bandara Halim per tahunnya sebelum dan sesudah pengimplementasian
konsep konservasi energi?,
4. Membuat analisis pemodelan mengenai keterkaitan antara jumlah konsumsi
energi listrik, total biaya operasional, nilai efisiensi pemakaian energi, dan nilai
efisiensi biaya per tahunnya sebelum dan sesudah pengimplementasian konsep
konservasi energi?.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat umum penelitian ini adalah memberikan data gambar, grafik, hasil audit
energi, dan pemodelan konsep Eco-Airport berbasis konservasi energi yang
berlandaskan prinsip ekonomi, ekologi, dan wawasan sosial sehingga diharapkan
penelitian ini dapat menginspirasi serta menggugah peneliti-peneliti selanjutnya
untuk mengembangkan ide-ide lain yang lebih inovatif dan efektif dalam lingkup
terkait. Manfaat penelitian ini secara khusus adalah:
1. Sebagai sumber data ilmiah mengenai teknologi konservasi energi,
2. Sebagai sumber data ilmiah mengenai perhitungan audit energi,
3. Sebagai sumber data ilmiah mengenai pemodelan Eco-Airport,
4. Sebagai bentuk kontribusi informasi dan data ilmiah untuk Kementrian
Perhubungan Udara dan PT. Angkasa Pura II dalam upaya mengembangkan
konsep Eco-Airport dengan pendekatan konservasi energi yang ekonomis,
ekologis, dan berwawasan sosial.
16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Teori Harmoni dan Sustainabilitas Lingkungan
Kemampaman atau keberlanjutan lingkungan (Sustainable Environment)
merupakan salah satu teori ilmu lingkungan yang membahas mengenai
kemampuan manusia, komponen abiotik, komponen biotik, dan lingkungannya
untuk menjaga kualitas lingkungan secara fisik melalui pembangunan
berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan pada hakikatnya adalah
Pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini tanpa
mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan
mereka (Brundtland,1987). Pembangunan berkelanjutan menurut pernyataan dari
World Summit pada tahun 2005 mencakup tiga aspek yaitu pembangunan
ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ketiga aspek tersebut tidak bisa dipisahkan satu
sama lain karena ketiganya menimbulkan hubungan sebab-akibat. Aspek yang
satu akan mempengaruhi aspek yang lainnya. Hubungan antara aspek ekonomi
dan sosial diharapkan dapat menciptakan hubungan yang adil (equitable).
Hubungan antara aspek ekonomi dan lingkungan diharapkan dapat terus
berjalan (viable) sedangkan hubungan antara aspek sosial dan lingkungan
bertujuan agar dapat terus bertahan (bearable). Ketiga aspek tersebut akan
menciptakan kondisi yang berkelanjutan (sustainable). Hubungan tersebut dapat
digambarkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Sumber: id.wikipedia.org,2014
17
Ekosistem lingkungan dibagi menjadi tiga jenis yaitu lingkungan alami, buatan,
dan sosial. Lingkungan buatan atau binaan yang dikembangkan oleh manusia
dikelilingi oleh lingkungan alami dan sosial disekitarnya. Lingkungan tersebut
membentuk hubungan dan interaksi yang kompleks. Ketidakseimbangan antara
salah satu bagian tersebut dapat menimbulkan masalah lingkungan seperti yang
digambarkan pada Gambar 2.2. Masalah lingkungan dapat menyebabkan potensi
lingkungan menjadi tidak mampan atau berlanjut. Masalah lingkungan harus
diselesaikan dengan upaya yang mengacu pada prinsip dasar ilmu lingkungan.
Upaya tersebut dilakukan melalui pengembalian fungsi dasar ekosistem agar
energi lingkungan dapat mengalir secara efisien dan berkelanjutan dengan
menerapkan prinsip penanganan yang economically profitable, socially
acceptable, environmentally sustainable, dan technologically manageable.
Berdasarkan teori yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya, peneliti berpendapat
bahwa masalah lingkungan harus diselesaikan secara efisien dengan prinsip
penanganan yang ekonomis, ekologis, dan berwawasan lingkungan melalui
penerapan teknologi yang ramah lingkungan, user friendly, dan memiliki
durabilitas tinggi.
Gambar 2.2 Komponen Ekosistem Lingkungan
Sumber: Soesilo,2014
2.1.2 Teori Peningkatan Konsumsi Energi Listrik
Pembangunan sangat erat kaitannya dengan sember daya energi dan masyarakat.
Pembangunan gedung-gedung bertingkat sebagai salah satu fasilitas pelayananan
18
publik memicu peningkatan konsumsi energi listrik. Energi listrik merupakan
salah satu contoh energi yang banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
hidup masyarakat. Energi listrik merupakan kebutuhan hakiki masyarakat
sehingga dengan meningkatnya jumlah penduduk akan meningkatkan konsumsi
energi listrik. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 03-6390-2000)
tentang Konservasi Energi Sistem Tata Udara pada Bangunan Gedung, konsumsi
energi adalah besar energi yang digunakan oleh bangunan gedung dalam periode
waktu tertentu dan merupakan perkalian antara daya dan waktu operasi. Contoh
fasilitas bangunan publik yang memerlukan energi atau tenaga listrik untuk
mengoperasikannya adalah alat pendingin udara atau Air Conditioner (AC) dan
alat penerangan berupa lampu. AC dan lampu yang dipasang pada bangunan
publik rata-rata mengonsumsi jumlah energi listrik yang cukup besar karena
waktu operasi yang relatif lama sehingga biaya operasional yang harus
dikeluarkan pun menjadi mahal. Pada sektor bangunan publik komersial seperti
bandara, persentase penggunaan energi listrik untuk sistem pendingin udara
adalah sebesar 50-60%, sistem pencahayaan sebesar 15-20%, dan sebesar hampir
20% untuk penggunaan sistem transportasi seperti lift dan peralatan mekanikal-
elektrikal.
2.1.3 Teori Bandara yang Berkelanjutan (Eco-Airport)
Konsep Eco-Airport meliputi proses perencanaan, pengembangan, dan
pengoperasian sarana dan prasarana bandara yang ramah lingkungan baik didalam
lingkungan bandar udara sendiri maupun disekelilingnya. Konsep Eco-Airport
diterapkan pertama kali oleh Bandar Udara Narita di Jepang, Changi Airport di
Singapura, dan Kuala Lumpur International Airport di Malaysia. Implementasi
konsep Eco-Airport diharapkan mampu mencegah terjadinya polusi dan
pemborosan energi. Komponen Eco-Airport terdiri dari noise (kebisingan),
vibration (getaran), atmosfhere (udara), water (air), soil waste material (sampah),
energy (energi), kawasan keselamatan operasi penerbangan, dan kesehatan
masyarakat community health).
19
2.1.3 Teori Konservasi Energi Listrik
Menurut hukum kekekalan energi, energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat
dimusnahkan, melainkan dapat dikonversikan atau berubah dari bentuk energi
yang satu ke bentuk energi yang lain.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi,
definisi konservasi energi adalah upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna
melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi
pemanfaatannya. Pelaksanaan konservasi energi mencakup seluruh aspek dalam
pengelolaan energi yaitu:
1. Penyediaan Energi,
2. Pengusahaan Energi,
3. Pemanfaatan Energi,
4. Konservasi Sumber Daya Energi,
Bagi Indonesia kebijaksanan energi yang menyeluruh dan terpadu sangat
diperlukan, mengingat Indonesia sebagai negara yang mempunyai jumlah
penduduk yang besar memerlukan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Untuk itu
perlu disediakan energi, terutama BBM, gas, listrik, dalam jumlah yang cukup
untuk keperluan industri, pengangkutan, pertanian dan rumah tangga. Oleh karena
itu untuk menunjang kebijaksanaan tersebut kemampuan nasional dalam
penguasaan ilmu dan teknologi mengenai pengadaan pemanfaatan energi perlu
terus dikembangkan ( Sukamto R & Pradono, 1988 : 199).
Bangunan merupakan penyaring faktor alamiah penyebab ketidaknyamanan,
seperti hujan, terik matahari, angin kencang, dan udara panas tropis, agar tidak
masuk ke dalam bangunan. Udara luar yang panas dimodifikasi bangunan dengan
bantuan AC menjadi udara dingin. Dalam hal ini dibutuhkan energi listrik untuk
menggerakkan mesin AC. Demikian juga halnya bagi penerangan malam hari atau
ketika langit mendung, diperlukan energi listrik untuk lampu penerang.
20
Penghematan energi melalui rancangan bangunan mengarah pada penghematan
penggunaan listrik, baik bagi pendinginan udara, penerangan buatan, maupun
peralatan listrik lain. Dengan strategi perancangan tertentu, bangunan dapat
memodifikasi iklim luar yang tidak nyaman menjadi iklim ruang yang nyaman
tanpa banyak mengonsumsi energi listrik. Kebutuhan energi per kapita dan
nasional dapat ditekan jika secara nasional bangunan dirancang dengan konsep
hemat energi.
2.1.4 Teori Arsitektur Hemat Energi (Energy Efficient Architecture)
Krisis energi dunia memacu dikembangkannya konsep arsitektur baru yang lebih
sadar energi. Krisis energi meningkatkan suhu udara global. Peningkatan suhu ini
akan berdampak pada penambahan pemanfaatan energi untuk kepentingan
kenyamanan bangunan.Arsitektur hemat energi adalah konsep arsitektur dengan
meminimalkan kebutuhan energi melalui pengurangan pemakaian jumlah sumber
daya yang masuk akal (Enno, 1994). Arsitektur hemat energi ini berlandaskan
pada pemikiran meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi atau merubah
fungsi bangunan, kenyamanan, maupun produktifitas penggunanya dengan
mengoptimasikan, mengintegrasikan, dan mensinergikan antara sistem tata cahaya
dan udara buatan maupun alami melalui metode pasif dan aktif berbasis teknologi
hemat energi.
Konsep bangunan dengan efisiensi energi sangat penting karena jika melihat pada
penggunaan energi secara global, sektor bangunan sendiri menyerap 45 % dari
kebutuhan energi keseluruhan. Pemanfaatan energi dalam bangunan ini khususnya
untuk pemanasan, pendinginan dan pencahayaan bangunan. Konsumsi energi
yang terbesar dalam bangunan untuk memenuhi kebutuhan akan listrik yang
digunakan untuk pencahayaan buatan, pendinginan dan pemanasan ruang
(Mintorogo, 1999).
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan jajaran pemerintahan
untuk menghemat BBM, listrik, dan air hingga 30%.
21
1. Metode Desain Pasif (Passive Building Design Method)
Perancangan pasif merupakan cara penghematan energi melalui pemanfaatan
energi matahari secara pasif, yaitu tanpa mengonversikan energi matahari
menjadi energi listrik. Rancangan pasif lebih mengandalkan kemampuan
arsitek bagaimana rancangan bangunan dengan sendirinya mampu
mengantisipasi permasalahan iklim luar.
Perancangan pasif di wilayah tropis basah seperti Indonesia umumnya
dilakukan untuk mengupayakan bagaimana pemanasan bangunan karena
radiasi matahari dapat dicegah, tanpa harus mengorbankan kebutuhan
penerangan alami. Sinar matahari yang terdiri atas cahaya dan panas hanya
akan dimanfaatkan komponen cahayanya dan menepis panasnya.
merupakan metode desain arsitektural yang mengandalkan elemen pembentuk
iklim potensial yang mampu memberikan kenyamanan fisik secara natural.
Faktor-faktor pembentuk iklim natural yang nyaman adalah melalui orientasi
dan konfigurasi bangunan, landscape bangunan, dan desain fasad Bangunan
sehingga dapat memberikan pencahayaan dan penghawaan alami yang optimal
2. Metode Desain Aktif (Active Building Design Method)
energi matahari dikonversi menjadi energi listrik sel solar, kemudian energi
listrik inilah yang digunakan memenuhi kebutuhan bangunan. merupakan
metode desain arsitektural yang dalam perancangannya memanfaatkan
peralatan mekanikal dan elektrikal (MEE) atau teknologi tertentu. Penggunaan
perangkat teknologi tertentu ditujukan untuk membentuk kondisi ruang yang
nyaman dari segi penghawaan dan pencahayaan jika sewaktu-waktu kondisi
cuaca nyata tidak memungkinkan untuk mengakomodir kebutuhan aktivitas
seperti pemasangan pendingin ruang dan penerang ruang. Teknologi material
atau bahan bangunan yang memiliki karakter environmentally manageable,
climate responsive, easy to maintain, self cleaning materials, high reflective.
22
surface, dan porous finishing dapat diaplikasikan untuk menekan biaya
operasional bangunan.
2.1.5 Teori Efisiensi Energi dan Biaya
Dalam rangka untuk menekan konsumsi energi pada bandara yang tergolong
cukup tinggi maka diupayakan
Menurut International Energy Agency, meningkatnya efisiensi energi pada
bangunan, proses industri dan transportasi dapat mengurangi sepertiga kebutuhan
energi dunia pada tahun 2050.
redesain Bandara Halim dengan konsep arsitektur hemat energi untuk
mewujudkan Eco-Airport. Arsitektur hemat energi meminimalkan input dan
output energi sehingga penggunaan energi menjadi lebih efisien (efisiensi
energi). Input adalah energi yang digunakan melalui perangkat tertentu untuk
suatu keperluan sedangkan output adalah emisi yang dikeluarkan ke lingkungan
hasi dari penggunaan energi melalui perangkat. Efisiensi adalah sebuah konsep
yang mencakup pengertian fitness or power to accomplish, or success in
accomplishing, the purpose intended (Simpson & Weine, 1989). Menurut
Patterson (1996), efisiensi energi secara lebih luas didefinisikan sebagai output
yang berguna (nilai tambah atau kilogram produk) per unit input energi dengan
rumusan sebagai berikut:
Efisiensi (e) = Output yang berguna
Efisiensi merupakan salah satu langkah dalam pelaksanaan konservasi energi.
Efisiensi energi adalah istilah umum yang mengacu pada penggunaan energi lebih
sedikit untuk menghasilkan jumlah layanan atau output berguna yang sama.
Dalam pandangan masyarakat umum kadang kala efisiensi energi diartikan juga
sebagai penghematan energi.
Input energi
23
Gambar 2.3 Kerangka Teoritik
Sumber: Penulis, 2014
Pembangunan
Berkelanjutan
(Brundtland,1987)
Efisiensi Energi dan Biaya
(Dirhub,2012)
Arsitektur Hemat Energi
(Enno,1994)
Metode Desain Aktif
(Brundtland,1987)
Metode Desain Pasif
(Brundtland,1987)
Teknologi Solar Cells
(Brundtland,1987)
Teknologi Eco-Building
Material
(Brundtland,1987)
Eco-Airport
(Dirhub,2012)
Konservasi Energi Listrik
(Dirhub,2012)
Peningkatan
Konsumsi Energi
Listrik
(SNI,2000)
Pembangunan Ekologi,
Ekonomi, dan Sosial
(World Summit,2005)
24
2.2 Kerangka Berpikir
Alur berpikir peneliti untuk menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan
penelitian ditempuh dengan cara menetapkan unit analisis atau subyek penelitian
terlebih dulu. Subyek penelitian tersebut meliputi data mengenai nilai konsumsi
energi listrik dan biaya operasional, data mengenai spesifikasi dan teknis
teknologi solar cell dan eco-building material, serta data mengenai kebijakan
Eco-Airport. Setelah data-data terkumpul, maka peneliti selanjutnya dapat
mengidentifikasi tingkat pencahayaan dan penghawaan alami bangunan,
menganalisis dan menghitung nilai efisiensi energi listrik dan biaya, serta
membuat simulasi pemodelan Eco-Airport berbasis teknologi solar cell dan eco-
building material sebagai tujuan akhir yang ingin dicapai. Kerangka berpikir
peneliti disajikan pada Gambar 2.4 berikut:
z
Gambar 2.4 Kerangka Berpikir
Sumber: Penulis, 2014
Membuat Simulasi Pemodelan Eco-Airport dengan Teknologi
Solar Cell dan Eco-Building Material
Menganalisis Jenis Kegiatan dan Peralatan yang Mengonsumsi Energi Listrik
Data Konsumsi
Energi Listrik
Data Biaya
Energi Listrik
Data Spesifikasi dan
Teknis Solar Cell
Data Spesifikasi dan
Teknis Eco-Building
Material
Guidelines Eco-Airport
Menganalisis Nilai Efisiensi Energi Listrik dan Biaya Listrik
Menetapkan Unit Audit Energi
Menganalisis Jenis dan Koefisien Material Bangunan
25
2.3 Kerangka Konsep
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir maka dihasilkan kerangka konsep
yang disajikan pada Gambar 2.5. Kerangka konsep memperlihatkan hubungan
antara variabel penelitian. Variabel penelitian terdiri dari nilai konsumsi energi
listrik, nilai biaya operasional, persentase tingkat pencahayaan dan penghawaan
alami bangunan, kapasitas solar cell, kapasitas eco-building material, nilai
efisiensi energi, dan nilai efisiensi biaya. Variabel penelitian tersebut berfungsi
sebagai strategi penyelesaian masalah penelitian sehingga tujuan penelitian dapat
tercapai.
Gambar 2.5 Kerangka Konsep
Sumber: Penulis,2014
Pengelolaan Eco-Airport
Berbasis Efisiensi Energi
Peningkatan Konsumsi
Energi Listrik
Variabel Penelitian
Ket:
Nilai Efisiensi Energi
dan Biaya Listrik
MASALAH
TUJUAN
STRATEGI
PENYELESAIAN
Mengaudit,Menganalisis,dan
Membuat Pemodelan terkait:
Nilai Konsumsi Energi
dan Biaya Listrik
Kapasitas Solar Cell
Kapasitas Eco-Building
Material
Nilai Koefisien
Material Bangunan
26
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep, peneliti membuat jawaban sementara terhadap
masalah penelitian, masalah penelitian, dan tujuan penelitian. Hipotesis tersebut
diantaranya:
1. Jika nilai konsumsi energi listrik tinggi, maka tingkat pencahayaan dan
penghawaan alami bangunan rendah,
2. Jika nilai konsumsi energi listrik tinggi, maka nilai efisiensi energi rendah,
3. Jika nilai biaya operasional tinggi, maka nilai efisiensi biaya rendah,
4. Jika pengelolaan bandara berbasis teknologi solar cell dan eco-building
material dapat diimplementasikan dengan baik, maka kebijakan Eco-Airport
pun dapat terwujud.
27
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan model matematis yang
banyak menampilkan output berupa gambar, tabel, dan grafik. Data penelitian
sebagian besar berupa angka-angka yang selanjutnya dianalisis menggunakan
statistik. Metode penelitian kuantitatif memiliki konsep dasar positivis atau
empiris yang bertujuan untuk menunjukkan hubungan antara variabel, menguji
teori dan hipotesis secara deduktif, serta mencari generalisasi yang menghasilkan
nilai prediktif yang valid. Metode kuantitatif yang mendukung pendekatan
kuantitatif pada penelitian ini adalah:
1. Studi Literatur dengan data literatur berupa:
a. Kuisioner terkait implementasi kebijakan Eco-Airport dan Arsitektur Hemat
Energi
b. Analisis jurnal dan laporan penelitian sebelumnya yang terkait dengan Eco-
Airport dan Arsitektur Hemat Energi
c. Analisis data pemakaian energi listrik, biaya pembayaran listrik, efisiensi
energi listrik, dan efisiensi biaya Terminal Bandara Halim Perdanakusuma
d. Analisis sumber bacaan lain terkait
2. Membuat simulasi pemodelan tingkat pencahayaan dan penghawaan Terminal
Bandara Halim Perdanakusuma dalam bentuk tampilan tiga dimensi
menggunakan perangkat lunak Ecotect
3. Membuat simulasi pemodelan variabel Eco-Airport dan Arsitektur Hemat
Energi dengan perangkat lunak Powersim.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian ini dari proses persiapan
sampai dengan penulisan laporan akhir adalah sekitar 4 bulan, yaitu dari minggu
ke-III bulan Januari sampai dengan minggu ke-IV bulan April 2014, sesuai
dengan rencana jadwal penelitian yang disajikan pada Tabel 3.1. Pertimbangan
penetapan waktu penelitian selama 4 bulan didasarkan pada
28
kemungkinan adanya kegiatan maintenance atau perbaikan peralatan listrik di
Bandara dengan estimasi waktu dari 2 minggu sampai dengan 1 bulan. Situasi
tersebut tentunya sangat tidak diharapkan dan dapat mengganggu kegiatan
pengumpulan data. Dengan demikian, peneliti harus menyiapkan cadangan waktu
lebih selama kira-kira 1 bulan. Proses persiapan dimulai pada minggu ke-III bulan
Januari dan berlangsung selama dua minggu. Setelah persiapan selesai,
dilanjutkan dengan pengumpulan data yang dimulai minggu ke-I bulan Februari
sampai dengan minggu ke-IV bulan Februari selama 4 minggu. Pada minggu ke-I
bulan Maret, peneliti merencanakan untuk memulai menganalisis data yang telah
didapat dan mensimulasikannya ke dalam perangkat lunak Ecotect dan Powersim.
Hasil analisis data dan simulasi perangkat lunak diperkirakan selesai dikerjakan
pada minggu ke-III bulan Maret. Pada minggu ke-IV bulan Maret, peneliti
merencanakan untuk memulai penulisan laporan dan bimbingan tesis. Penulisan
laporan diperkirakan selesai pada bulan April minggu ke-IV.
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
Ket :
x Waktu Pelaksanaan
Tempat penelitian berada di Terminal Bandara Halim Perdanakusuma, Kota
Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta seperti yang didokumentasikan pada
29
Gambar 3.1. Pertimbangan pemilihan lokasi didasarkan pada kesamaan antara
lokasi diadakannya penelitian dengan lokasi peneliti bekerja. Gambar lokasi
penelitian disajikan pada Gambar Kesamaan lokasi akan lebih memudahkan
peneliti dalam mengumpulkan data sehingga penelitian yang diadakan dapat
dikerjakan secara lebih efisien dari segi biaya, waktu, dan tenaga. Lokasi
penelitian pun dapat dijangkau menggunakan kendaraan roda dua maupun roda
empat dengan medan penelitian yang mudah seperti yang dijelaskan pada Gambar
3.1 dibawah ini. Waktu tempuh yang diperlukan untuk pergi ke lokasi penelitian
dari lokasi kerja adalah sekitar 5 menit dengan jarak tempuh 28 m.
Gambar 3.1 Terminal Bandara Halim Perdanakusuma
30
Ket :
Lokasi Kerja Peneliti
Lokasi Penelitian
Gambar 3.2 Denah Lokasi penelitian
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah peralatan listrik dan material bangunan yang
digunakan di Terminal Bandara Halim Perdanakusuma. Definisi populasi
penelitian dijelaskan sebagai berikut:
a. Peralatan Listrik
adalah peralatan listrik non-navigasi yang berada di kawasan Terminal
Bandara Halim Perdanakusuma, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta.
Peralatan listrik non-navigasi meliputi peralatan listrik yang dioperasikan
untuk memfasilitasi kegiatan perkantoran dan pelayanan jasa penerbangan
bagi penumpang pesawat.
b. Material Bangunan
adalah material atau bahan bangunan yang digunakan di Terminal Bandara
Halim Perdanakusuma, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta. Bahan
bangunan tersebut meliputi bahan bangunan yang dapat mempengaruhi tingkat
pencahayaan dan penghawaan bangunan dengan nilai koefisien pantul dan
serap tertentu.
31
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sampel terkait nilai energi listrik
yang digunakan untuk mengoperasikan peralatan listrik non-navigasi, baik ketika
peralatan berada dalam kondisi bekerja maupun standby. Sampel terkait lainnya
adalah material atau bahan penyusun bangunan Terminal Bandara Halim
Perdanakusuma seperti kaca, kayu, beton, keramik, batu alam, alumunium, dan
besi dalam kondisi pencahayaan dan penghawaan tertentu.