Date post: | 04-Dec-2015 |
Category: |
Documents |
Upload: | rizky-putra-ismeldi |
View: | 242 times |
Download: | 9 times |
RESUME TUTORIAL D
BLOK 4
SKENARIO 3
NYERI
Amalia Rizqia Afdalina 102010101036
Laksita Paramastuti 132010101002
Finty Arfian 132010101004
Sarah Marsa Tamimi 132010101012
Ni Nyoman Yuniasih 132010101024
Azmi Falah 132010101027
Ronni Handoyo 132010101029
Cicik Tri Juliani 132010101034
Emma Enggar Safitri 132010101047
Linda Sekar Arum 132010101061
Mudzakir Taufiqur R 132010101077
Boby Gunawan 132010101078
Faizah Giftari Fitriana 132010101089
Fauqi Amalia 132010101090
Desi Suryani Dewi 1320101010102
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
SKENARIO 3 : Nyeri
Sukma, 15 tahun, seorang siswi SMK jurusan tata busana,tiba-tiba
berteriak diruang prktik sekolah : “Aduuh...” saat jarinya tertusuk jarum
sewaktu praktik menjahit di sekolahnya. Tidak berhenti disitu saja, setelah
melihat darah yang keluar dari ujung jari telunjuknya, Sukma sontak
menangis histeris, tak sengaja tangannya terjepit meja ruang praktik dan
terlihat memar. Bu Ina, sang guru ketrampilan segera membawa Sukma ke
ruang UKS, dia memberi bebat pada ujung jari muridnya itu dan memberi
obat pereda nyeri untuk segera diminumkan.
Klarifikasi Istilah
- Memar : pendarahan dalam jaringan yang tidak mengganggu
kontinuitas akibat trauma (KIK FKUI)
- Bebat : salah satu terapi non farmako yang diakibatkan oleh adanya
nyeri baik dari tusukan biasanya digunakan untuk menutupi luka
supaya darah bisa berhenti. Dilakukan dengan menutup bagian tubuh
yang cedara dengan bahan tertentu & tujuan tertentu
Analisis Masalah
1. Sistem saraf tepi
a. Anatomi
b. Histologi
c. Fisiologi
2. Klarifikasi dan faktor yang menyebabkan nyeri
3. Fisiologi nyeri
4. Inflamasi akut dan kronik
5. Farmakologi Dasar NSAID
1. Sistem saraf tepi
a. Anatomi
Kedua belas pasang saraf cranial meninggalkan otak dan kelua
melalui foramina pada cranium. Semua saraf ini didistribusikan ke
kepla dan leher, kecuali yang kesepuluh, yang mempersarafi juga
struktur-struktur di dalam thorax an abdomen. Saraf saraf cranial
diberi nama sebagai berikut :
I. N. olfactorius
II. N. opticus
III. N . okulomotorius
IV. N . trochlearis
V. N. trigeminus
VI. N. abducens
VII. N. facialis
VIII. N. vestibulecochlearis
IX. N.glossopharyngeus
X. N. vagus
XI. N. accessories
XII. N. hypoglossus
N. olfactorius, N. opticus, dan N. vestibulecochlearis bersifat
sensoris murni, sedangkan N . okulomotorius, N . trochlearis, N.
abducens, N. accessories, dan N. hypoglossus bersifat motorik murni,
dan saraf cranial lainnya bersifat campuran.
No
.
Saraf
Kranial
Asal / Nervi Jalan ke basis
cranii
Daerah
persarafan
1. N.
olfactorius
(I)
Sel-sel penghidu di
region olfactoria
Pars cribiformis
os ethmoidali
Mukosa di bagian
paling atas dari
cavum nasi,
concha nasalis
superior dan
bagian paling
cranial septum
nasi
2. N. opticus
(II)
Ganglion opticus di
retina
Canalis opticus Retina
3. N.
oculomotor
ius (III)
Nucleus nervi
oculomotorii
(dua nucleus
utama dan satu
tambahan )
(ESU)
Nucleus
accessories
Fissura orbitalis
superior (bagian
medial, di
Anulus
tendineus)
Motorik :
M. levator
palpebrae
superior, Mm.
recti superior,
medialis, dan
inferior,
M. obliquus
oculomotorii
(EVU) = ganglion
ciliare
inferior
Parasimpatik :
M. ciliaris,
M. sphincter
papillae (via
Ganglion
ciliare)
4. N.
trochlearis
(IV)
Nuclei nervi
trochlearis (ESU)
Fissura orbitalis
superior (bagian
lateral)
Motorik : M.
obliquus superior
5. N.
trigeminus
(V)
N.
ophtalmi
cus (V/1)
N.
maxilaris
(V/2)
N.
mandibul
aris
(V/3)
Nucleus
mesencephalicus
nervi trigemini
(ASU dan AVU)
Nucleus spinalis
nervi trigemini
(ASU dan AVU)
Nucleus
motorius nervi
trigemini (EVS)
N.
ophtalmicus
: fissure
orbitalis
superior
N.
maxilaris :
foramen
rotundum
N.
mandibulari
s : foramen
ovale
N.
ophtalmicus :
daerah kulit
muka di atas
mata
N. maxilaris :
daerah kulit di
bawah mata
sampai di atas
bibir
N.
mandibularis
: daerah wajah
di bawah bibir,
mulut, dan gigi
bawah
6. N.
abducens
(VI)
Nucleus nervi
abducentis (ESU)
Fissura orbitalis
superior (bagian
medial, di
Anulus
tendineus)
Motorik : M.
rectus lateralis
7. N. facialis Nucleus nervi Meatus Motorik : otot
(VII) facialis (EVS)
Nucleus
salivatorius
superior (EVU)
Nucleus
solitaries (AVS)
acusticus
internus
ekspresi wajah
Sensorik : 2/3
anterior lidah
Parasimpatik :
glandula
lacrimalis,
glandula
nasales,
glandula
palatinae,
glandula
submandibular
is, glandula
sublingualis
8. N.
vestibuloco
chlearis
(VIII)
Nuclei cochleares
anterior dan
posterior (ASS)
Nuclei
vestibulares
medialis,
lateralis,
superior, dan
inferior (ASS)
Meatus
acusticus
internus
Sensorik :
- N. cochlearis :
organ
pendengaran
(organ corti)
- N. vestibularis :
organ
keseimbangan
9. N.
glossophar
yngeus (IX)
Nucleus
ambiguus (EVS)
Nucleus spinalis
nervi trigemini
(AVU)
Nucleus
solitarius (AVS)
Nucleus
salivatorius
Foramen
jugularis
Motorik : otot
faring (bagian
cranial), M.
levator veli
palatini,
M.
palatoglosus,
M.
palatopharyng
inferior (EVU) eus, M.
stylopharynge
us
Sensibel :
mukosa faring,
tonsilla
palatine, 1/3
posterior lidah,
plexus
tympanicus,
membrane
tympani, sinus
caroticus
Sensorik : 1/3
posterior lidah
Parasimpatik :
glandula
parotidea,
glandulae
linguales
10. N. vagus (X) Nucleus
ambiguus (EVS)
Nucleus spinalis
nervi vagi (AVU)
Nucleus
solitarius (AVS)
Nucleus dorsalis
nervi vagi (EVU)
Foramen
jugularis
Motorik : otot
faring (bagian
kaudal), M.
levator veli
palatine, M.
uvulae, otot
laring
Sensibel : Dura
mater fossa
cranii
posterior,
bagian dalam
Meatus
acusticus
internus
Sensorik : akar
lidah
Parasimpatik :
organ di leher,
thorax, dan
abdomen
11. N.
accessories
(XI)
Nucleus
ambiguus (EVS)
Nucleus nervi
accessorii (EVS)
Foramen
jugularis
Motor : M.
sternocleidomast
oideus, M.
trapezius
12. N.
hypoglossu
s (XII)
Nucleus nervi
hypoglossi
Canalis
hypoglossus
Motorik : otot
dalam lidah, M.
styloglossus, M.
hyoglossus,
M. genioglossus
a) Otonom
Otonom (involunter) mengendalikan seluruh respons involunter pada
otot polos, otot jantung, dan kelenjar dengan cara mentransmisi impuls saraf
melalui dua jalur :
a. SARAF SIMPATIS
Terdapat pada spinal chord pada daerah thorakal dan lumbal
Keluar dari torakal dan lumbal menuju ganglion kolateral simpatis
mempunyai serabut praganglion yang pendek, sedangkan serabut
postganglion memiliki bentuk yang panjang
Serabut preganglio terletak pada kornus intermediolateral medula
spinalis. Serabut-serabutnya berjalan melewati radiks anterior
medula menuju saraf terkait.
Serabut postganglion berasal dari salah satu ganglia rantai simpatis
atau salah satu ganglia perifer yang berjalan menuju organ tujuan.
Ss.simpatis mengontrol organ-organ viseral secara involunter
Ss,simpatis meningkatkan respons-respons yang mempersiapkan
tubuh unuk melakukan aktivitas yang berat dalam menghadapi situasi
stres atau darurat.
Pembagian segmen serabut saraf simpatis yaitu
o Serabut medula spinalis pada segmen T-1 melewati rantai
simpatis naik untuk berakhir di daerah kepala.
o Serabut medula spinalis pada segmen T-2 berakhir di daerah
leher.
o Serabut medula spinalis pada segmen dari T-3, T-4, T-5, T-6
berakhir di daerah thoraks.
o Serabut medula spinalis pada segmen T-7, T-8, T-9, T-10, T-11
ke arah abdomen.
o Serabut medula spinalis pada segmen L-1 dan L-2 ke daerah
tungkai.
a. SARAF PARASIMPATIS
Keluaran cranial divisi parasimpatik mempersarafi struktur visera di
kepala melalui nervus okulomotorius, fasialis dan glosofaringeus ,serta
struktur dalam toraks dan abdomen bagian atas melalui saraf vagus.
Keluaran sacral mempersarafi organ panggul melalui cabang pelvis saraf
spinal S2 dan S4. Serabut praganglion kedua keluaran tersebut berakhir di
neuron pascaganglion pendek yang terletak pada atau dekat struktur organ
tersebut.
Secara garis besar saraf parasimpatis dapat diuraikan sebagai berikut:
Serabut-serabut parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat
melalui saraf cranial III, VII, IX, dan X.
Serabut saraf lainnya meninggalkan dari bagian paling bawah medula
spinalis melalui saraf sakral 2 dan 3, kadang 1 dan 4.
75% serabut saraf parasimpatis terdapat pada nervus vagus yang
menyediakan serabut-serabut saraf parasimpatis ke jantung, paru-
paru, esofagus, lambung, seluruh usus halus, setengah bagian
proksimal kolon, hati, kandung empedu, pankreas, ginjal dan bagian
atas ureter.
Saraf cranial III menyediakan serabut-serabut saraf parasimpatis ke
sfingter pupil dan otot siliaris mata.
Saraf cranial VII menyediakan serabut-serabut saraf parasimpatis ke
kelenjar lakrimalis, nasalis dan submandibularis.
Saraf cranial IX menyediakan serabut-serabut saraf parasimpatis ke
kelenjar paroti
Mendominasi dalam situasi yang tenang, rileks; mendorong aktifitas
“rumah tangganya” sendiri.
Dalam system saraf parasimpatis dan simpatis, semua
neuronpreganglion bersifat kolinergik (menghasilkan Asetilkolin).
Semua atau hampir semua neuron postganglion dari system
parasimpatis bersifat kolinergik. Sebaliknya, sebagian besar neuron
postganglion simpatis bersifat adregenik. Jadi, semua ujung terminal
saraf parasimpatis menyekresi asetikolin, sedangkan sebagian besar
ujung saraf simpatis menyekresi norepinefrin. Oleh karena itu
asetilkolin disebut transmitter parasimpatis dan norepinefrin disebut
transmitter simpatis.
Pleksus merupakan jaring jarring syaraf yang keluar dari rami
ventral syaraf spinalis.
Terdiri dari 5 pleksus yaitu pleksus cervicalis C 1-4 yang terdiri
dari : Auricularis magnus, oksipitalis minor, tranversus colli, dan
supraclavicularis yang mempersarafi kulit kepala, leher dan thorax.
o Pleksus brakialis C5-TH 1 yang terdiri dari : Nervous
medianus, ularis dan radialis yang mempersyarafi
lengan atas, otot leher dan bahu.
o Pleksus lumbalis L 1-4 yang terdiri dari : Nervous
ilioinguinalis, femoralis dan genitor femoralis yang
mempersyarafi daerah pelvis, paha dan tungkai bawah.
o Pleksus Sakalis S 1-3 yang mempersyarafi ekstremitas
bawah dan yang terakhir pleksus Koksis S 5 yang
mempersyarafi daerah koksis.
b. Histologi
Sistem saraf tepi meliputi semua jaringan saraf di luar sistem saraf
pusat yang berfungsi antara lain yaitu menerima rangsang, menghantarkan
informasi sensorik, dan membawa perintah motorik ke jaringan dan sistem
perifer. Setiap berkas sarafnya berhubungan dengan pembuluh darah dan
jaringan ikat.
Berdasar fungsinya, saraf tepi dibagi menjadi dua yaitu saraf aferen
(neuron somatik), saraf eferen (neuron motorik) dan interneuron. Saraf
aferen berfungsi menghantarkan informasi sensorik dari reseptor (somatik
dan viseral) di jaringan atau organ perifer menuju ke sistem saraf pusat.
Sedangkan saraf eferen berfungsi membawa perintah motorik ke otot
atau kalenjar. Sistem saraf motorik dibagi menjadi sistem saraf motorik
somatik dan sistem saraf motorik otonom (sistem saraf motorik viseral).
Sistem saraf motorik somatik berfungsi mengontrol kontraksi otot secara
sadar (volunter) dan involunter yang dapat berupa respons sederhana dan
otomatis atau dapat juga berupa gerakan kompleks luar kesadaran yang
biasa disebut juga dengan gerak refleks. Sedangkan sistem saraf motorik
otonom (viseral) berfungsi mengontrol kontraksi otomatis otot polos, otot
jantung dan sekresi kalenjar tanpa disadari. Saraf motorik ini terdiri dari
saraf simpatis dan parasimpatis yang bekerja secara antagonis. Saraf
interneuron berfungsi menganalisis dan mengkoordinasi keluaran motorik
yang berada di antara neuron sensorik dan motorik.
Unit fungsional dasar dari sistem saraf disebut neuron. Neuran terdiri
dari 3 bagian yaitu badan sel (soma/perikaryon), dendrit dan axon. Soma
adalah sitoplasma yang mengelilingi inti sel (nukleus) dari sel saraf,
didalamnya terdapat sitoskeleton (neurofilamen, neurotubulus, neurofibril)
dan organel-organel sel (mitokondria, ribosom, retikulum endoplasma).
Kumpulan soma (kelompok soma) yang berada di sistem saraf tepi disebut
ganglion. Soma memiliki juluran-juluran sitoplasma yang kemudian akan
menjadi dendrit dan axon. Dendrit adalah bagian penerima input neuron
yang berukuran pendek dan bercabang-cabang. Axon adalah bagian yang
menyampaikan impuls menggunakan potensial aksi ke neuron lain, otot dan
kalenjar. Axon berukuran panjang dan silinder tipis. Sitoplasma axon berisi
neurofibril, neurotubulus, vesikel, lisosom, mitokondria dan beberapa enzim.
Percabangan axon disebut axon kolateral. Selain itu terdapat suatu tempat
bertemunya satu neuron dengan neuron lain yang disebut sinaps. Sinaps
antara neuron dan otot disebut neuromuscular junction sedangkan sinaps
antara neuron dan kelenjar disebut neuroglandular junction.
Jenis neuron berdasarkan strukrur pada sistem saraf tepi ada tiga
jenis yaitu:
1. Unipolar (pseudounipolar) : dendrit dan axon bersambungan
sedangkan soma berada di satu sisi.
2. Bipolar : pada soma terdapat dua juluran (prosesus) yaitu 1
dendrit dan 1 axon. Sedangkan soma berada di antara keduanya.
3. Multipolar : pada soma terdapat banyak prosesus yang terdiri dari
banyak dendrit dan 1 axon.
Selain neuron juga terdapat neuroglia yang berfungsi member support
dan merawat neuron. Pada sistem saraf tepi terdapat dua jenis neuroglia
yaitu sel Schwann (neurolemmosit) dan sel satelit. Sel Schwann
(neurolemmosit) menutupi semua akson perifer baik yang bermielin maupun
yang tidak (hanya saraf motorik otonom saja yang tidak bermielin). Sel satelit
berfungsi mensupport badan sel dan berada di sekeliling badan sel.
- GANGLION SPINAL
Sel body neuronnya (sel saraf) disebut sel ganglion:
Inti: Open Face Type (OFT)
Sitoplasma: Nissl bodies
Khusus untuk ganglion spinal:
Inti kebanyakan di tengah
Sel satelit banyak
Sediaan: ganglion spinal atau medulla spinalis
Sel-sel ganglion spinal bentuknya bulat karena merupakan sel body neuron
yang pseudo-unipoler.
- GANGLION OTONOM
Sel-sel ganglion ini bisa bulat tetapi bisa juga bersegi banyak.
Sel body neuron multipoler
Intinya kebanyakan eksentris
Sel-sel satelit hanya sedikit
Terdapat sebagian ganglion intra-mural (di dalam organ-organ tubuh
yang bersangkutan)
Paling mudah ditemukan di dalam dinding usus sebagai pleksus mienterikus
Auerbach (di antara 2 lapisan otot polos) dan plexus sub-mukous Meissner.
a. Jaringan Ikat Pembungkus
Jaringan ikat pembungkus saraf ada 3 yaitu, endoneurium,
perineurium, epineurium.
1. Endoneurium
Endoneurium merupakan lapisan terdalam yang mengelilingi satu
akson. Lapisan ini tersusun atas lapisan jaringan ikat longgar,
sedikit fibroblast dan serat kolagen. Di daerah distal akson,
endoneurium hampir tidak ada lagi, hanya menyisakan sedikit
serat retikuler yang menyertai basal lamina sel Schwann.
Endoneurium berhubungan erat dengan neurolema, walaupun ia
dipisahkan oleh lamina basal yang mengelilingi sel neurolema.
2. Perineurium
Perineurium merupakan selaput pembungkus satu fasikulus
yang tersusun atas jaringan ikat padat kolagen yang tersusun
secara konsentris, serta sel-sel fibroblast. Di bagian dalam
perineurium terdapat pula lapisan sel-sel epiteloid yang
direkatkan melalui zonula okludens; serta dikelilingi oleh
lamina basal yang menjadikan suatu barrier (sawar) materi
bagi fasikulus.
Di dalam epineurium serat-serat saraf tergabung membentuk
fasikulus.
Bila ditelusuri ke sentral, perineurium merupakan lanjutan
membrane araknoid-pia dari susunan saraf pusat.
Fungsi dari perineurium itu sendiri sebagai sawar terhadap
keluar masuknya materi dari fasikulus saraf.
3. Epineurium
Menyelimuti beberapa fasikulus yang bersatu membentuk
saraf
Tersusun dari fibrolas dan serat kolagen yang terutama
tersusun secara longitudinal dan sedikit serat elastis
Berisi pembuluh darah utama (besar) untuk saraf
Ketebalan epineurium bervariasi, paling tebal di daerah dura
yang dekat dengan SSP, makin tipis hingga percabangan saraf-
saraf ke arah distal.
c. Fisiologi
Refleks
Gerak refleks adalah suatu gerakan spontan yang berlangsung secara
otomatis sebagai tanggapan terhadap suatu rangsangan
Karakteristik refleks
o Dapat diramalkan, artinya jika satu kali terjadi respons dari satu
organ terhadap rangsang spesifik, kita bisa meramalkan bahwa
jika diberi rangsang spesifik yang sama, responnya akan sama
pula.
o Mempunyai tujuan tertentu
o Pada refleks terdapat reseptor tertentu dan respons terhadap
rangsang terjadi pada efektor tertentu.
o Refleks memerlukan waktu antara stimulus dan mulainya terjadi
respons pada efektor.
o Umumnya spontan
o Mempunyai fungsi sebagai pelindung dan pengatur dan sangat
penting dalam tingkah laku hewan.
o Respons yang terus menerus menyebabkan terjadinya kelelahan.
Mekanisme gerak refleks
Impuls ganglion radix posterior cornu posterior medulla
spinalis interneuron cornu anteriorsel saraf motorik organ
motorik
Refleks adalah respons otomatis terhadap stimulus tertentu yang
menjalar pada rute yang disebut lengkung refleks. Kerja dari refleks
sebagian besar adalah proses tubuh yang involunter (misalnya,
denyut jantung, pernapasan, aktivitas pencernaan, dan pengaturan
suhu) dan respon otomatis (misalnya sentakan akibat suatu stimulus
nyeri atau sentakan pada lutut).
Semua lengkung (jalur) refleks terdiri atas komponen:
1. Reseptor adalah ujung distal dendrite, yang menerima stimulus
Fungsi utamanya adalah mentransduksikan energi lingkungan dan
mengubahnya menjadi aksi potensial pada saraf sensori.
Sebagai contoh adalah reseptor dari retina mentransduksikan
cahaya, pada kulit akan mentransduksikan panas, dingin, tekanan,
dan stimulus cutaneous lainnya.
2. Jalur aferen melintas di sepanjang ssebuah neuron sensorik sampai
ke otak atau medulla spinalis. Saraf ini membawa aksi potensial dari
reseptor ke CNS. Saraf ini memasuki medula spinalis dari akar dorsal.
3. Bagian pusat adalah sisi sinaps yang berlangsung dalam substansi
abu-abu. Impuls dapat di transmisi dan diulang rutenya, atau
dihambat pada bagian ini. Pada gerak refleks, biasanya ada lebih dari
satu sinapsis. Walaupun ada sedikit monosinapsis seperti yang
datang dari gelendongan otot.
4. Jalur eferen melintas di sepanjang akson neuron motorik sampai ke
efektor, yang akan merespon impuls eferen sehingga menghasilkan
aksi yang khas. Saraf ini membawa aksi potensial dari CNS ke target
(efektor) organ. Saraf motorik meninggalkan spinal cord melewati
akar ventral.
5. Efektor dapat berupa otot rangka, otot jantung, otot polos atau
kelenjar yang merespons. Biasanya organ yang memberikan gerak
refleks adalah otot atau iris mata
Jenis refleks
Refleks paling simpel adalah lengkung reflex ipsilateral monosinaptik
atau dua neuron, disebut juga refleks peregangan.
Ipsilateral artinya kedua neuron berterminasi di sisi yang sama pada
tubuh.
Monosinaptik artinya hanya ada 1 sinaps yang terjadi antara neuron
sensorik dan neuron motorik.
Reflex patellar atau knee-jerk merupakan salah satu contoh reflex
peregangan yang dipakai dalam pemeriksaan neurologis.
Refleks polisinaptik atau reflex multisinaptik
Refleks polisinaptik paling sedikit ada tiga neuron, dua sinaps dengan
satu interneuron
Refleks sentakan / reflex fleksor
Terjadi akibat stimulus nyeri, bersifat melindungi dan berlangsung
dalam tubuh sama banyaknya dengan refleks peregangan.
Refleks ekstensor bersilangan
Berkaitan erat dengan refleks fleksor, merupakan ekstensi lengan
secarakontralateral yang terjadi akibat fleksi lengan pada sisi
ipsilateral.
Jenis sambungan dan kompleksitas membedakan dua bentuk
sirkuit refleks: refleks monosinaptik dan polisinaptik. Pusat-pusat
supraspinal bisa memodifikasi refleks-refleks polisinaptik. Sisi kiri
gambar: sirkuit reflek milik refleks monosinaptik, bineoural,
propioseptif (refleks regang khas seperti refleks sentakan lutut
[(patellar)], dll., secara bersama-sama dinamakan refleks tendon
dalam atau miotaktik). Sisi kanan gambar: sirkuit refleks kompleks
milik refleks polineuronal (refleks withdrawal atau fleksor khas
dicetuskan oleh reseptor-reseptor kulit dan mencakup refleks
abdomen, cremaster, refleks telapak kaki, dll.)
Jenis Refleks
Gambar 1. Contoh Refleks
Refleks dapat dikelompokkan dalam berbagai tujuan reflek
berdasarkan hal-hal berikut:
1. Berdasarkan pada letak reseptor, yaitu terdiri atas:
o Refleks ekstroseptive : timbul karena rangsangan pada
tempat reseptor permukaan tubuh
o Refleks interoreseptive (viseroreseptive) : timbul
karena rangsangan pada alat dalam atau pembuluh
darah misalnya dinding kandung kemih dan lambung.
o Refleks proreseptive : timbul karena rangsangan pada
reseptor otot rangka, tendon, dan sendi untuk
keseimbangan sikap.
2. Berdasarkan pada bagian saraf pusat, yaitu:
o Refleks spinal : melibatkan neuron di medulla spinalis
o Refleks bulbar : melibatkan neuron di medulla
oblongata
o Refleks kortikal : melibatkan neuron korteks serebri
3. Berdasarkan dari jenis atau ciri jawaban, yaitu:
o Refleks motorik : efektornya berupa otot dengan
jawaban berupa reaksi/kontraksi otot.
o Refleks sekretorik : efektornya berupa kelenjar dengan
berupa jawaban berupa peningkatan/penurunan
sekresi kelenjar.
o Refleks vasomotor : efektornya berupa pembuluh darah
dengan jawaban berupa vasodilatasi/vasokonstruksi.
4. Dilihat dari timbulnya refleks, yaitu :
o Refleks tak bersarat : refleks yang dibawa sejak lahir,
bersifat mantap, tidak pernah berubah dan dapat
ditimbulkan bila ada rangsangan yang cocok misalnya
menghisap jari pada bayi
o Refleks bersarat : didapat selama pertumbuhan
berdasarkan pengalaman hidup, memerlukan proses
dan bersifat individual.
5. Berdasarkan jumlah neuron yang terlibat, yaitu :
o Refleks monosinaps : melalui satu sinaps dan dua
neuron (satu neuron aferen dan satu neuron eferen)
yang langsung berhubungan pada saraf pusat,
contohnya refleks regang.
o Refleks polisinaps : memalui beberapa sinaps, terdapat
beberapa interneuron yang menghubungkan neuron
aferen dengan neuron eferen. Semua refleks lebih dari
satu sinaps kecuali refleks regang (muscle stretch
reflex)
6. Refleks-refleks yang penting bagi neurologi klinis
o refleks superfisial (kulit dan lendir),
o refleks tendon dalam (miotatik),
o refleks viseral (organik),
o refleks patologik (abnormal)
7. Berdasarkan CNS
o Refleks segmental adalah refleks yang hanya melewati
sebagian kecil dari CNS. Contohnya adalah refleks
peregangan otot dan refleks cahaya pada pupil karena hanya
menggunakan segmen kecil dari medulla spinalis atau
brainstem.
o Refleks intersegmental. Refleks ini menggunakan multiple
segmen dari CNS. Contohnya adalah respons propriosepsi
karena aksi potensial saraf sensori jauh memasuki spinal
cord dan belum akan berjalan kembali ke cerebral cortex
sebelum responsi motorik dihasilkan. Respon motorik
kembali melalui rute intersegmental yang sama.
2. Klarifikasi dan faktor yang menyebabkan nyeri
♣ Jenis Nyeri dan ciri-cirinya
Terdapat dua jenis nyeri yaitu nyeri cepat dan nyeri lambat.
Perbedaan dari keduanya adalah kecepatan hantaran impulsnya yang
sangat ada kaitannya dengan neuron penghantarnya. Pada nyeri
cepat, disalurkan ke medulla spinalis oleh serat A- (A-delta) danδ
dirasakan hanya dalam waktu 0,1 detik. Sedangkan pada nyeri lambat
disalurkan oleh serat aferen C dan dirasakan dalam waktu 1 detik.
Perbedaan kecepatan hantaran ini disebabkan oleh perbedaan
histologi dari serat A- dengan serat C. Pada serat A- , neuronnyaδ δ
bergaris tengah kecil (diameter kecil) dan sedikit mielin. Sedangkan
pada serat C, neuronnya tidak bermielin dan diameter lebih kecil dari
serat A- . Ada dan tidaknya mielin inilah yang menyebabkan adanyaδ
perbedaan kecepatan antara keduanya. Neuron yang memiliki mielin
memiliki kecepatan menghantar impuls lebih cepat daripada neuron
yang tidak memiliki mielin. Selain itu pengaruh diameter pada axon
juga mempengaruhi kecepatan hantaran impuls. Semakin besar
diameternya maka akan semakin cepat hantaran impulsnya.
Nyeri cepat dan lambat
Traktus neospinotalamikus untuk rasa nyeri cepat
Serabut rasa nyeri cepat type Aα terutama dilalui oleh rasa nyeri
mekanik dan nyeri suhu akut. Serabut ini berakhir pada lamina I
(lamina marginalis) pada kornu dorsalis dan di sini merangsang
neuron pengantar kedua dari traktus neospinotalamikus. Neuron ini
akan mengirimkan sinyal ke serabut panjang yang terletak di dekat
sisi lain medula spinalis dalam komisura anterior dan selanjutnya
berbelok naik ke otak dalam kolumna anterolateralis. Selain itu
kecepatan dalam rangsangan ini dipengaruhi oleh neurotransmiter
yang digunakan yaitu glutamat, serta adanya selaput bermielin
sepanjang saraf perifer Aα yang membuat rangsangan ini sangat
cepat.
Traktus Paleospinotalamikus Untuk Menjalankan Nyeri Lambat-
Kronik
Jaras Paleospinotalamikus adalah sistem yang jauh lebih tua, dan
menjalarkan rasa nyeri terutama dari serabut nyeri type C lambat-
kronik perifer, walaupun jaras ini menjalarkan beberapa sinyal dari
serabut tipe Aα juga. Dalam jaras ini, serabut-serabut perifer berakhir
di dalam medual spinalis hampir seluruhnya di lamina II dan III kornu
dorsalis, yang bersama-sama disebut Substansia Gelatinosa seperti
yang digambarkan oleh serabut radiks dorsalis tipe C paling lateral.
Sebagian besar sinyal kemudian melewai satu atau lebih neuron
serabut pendek tambahan di dalam kornu dorsalisnya sebelum
terutama memasuki lamina V, juga di kornu dorsalis. Di sini neuron-
neuron terakhir dalam rangkaian merangsang akson-akson panjang
yang sebagian besar menyambungkan serabut-serabut dari jaras rasa
nyeri cepat, yang mula-mula melewati komisura anterior ke sisi
berlawanan dari medula spinalis, kemudian naik ke otak dalam jaras
anterolateral. Neurotransmiter yang digunakan dalam jaras ini diduga
menggunakan subtansi P.
♣ Nyeri termasuk jaras ascenden. Pada dasarnya jaras ascenden
terbagi menjadi dua. Yaitu
1. Sistem kolumna dorsalis lemniskus medialis
Menjalarkan sinyal naik ke kolumna dorsalis medspin, lalu
setelah sinyal tersebut bersinaps dan menyilang ke sisi
berlawanan dalam medulla, sinyal tersebut akan naik
melalui lemniskus medialis di batang otak menuju
Contohnya : sensasi raba, sensasi terhadap sinyal gerakan
pada kulit,
2. Sistem anterolateral
Menjalarkan modalitas sensasi yang sangat luas, sehingga
system anterolateral menimpulskan rasa nyeri, sensasi
hangat. Sensai geli maupun gatal.
Berdasarkan lama durasi :
1. Nyeri akut :
Nyeri yang mereda setelah intervensi atau penyembuhan. Nyeri akut
biasanya mendadak dan berkaitan dengan masalah spesifik. Nyeri
berlangsung singkat, biasanya kurang dari 6 bulan. Intensitas nyeri dari
sedang sampai parah.
2. Nyeri kronik :
Nyeri kronik dapat berlangsung terus menerus. Biasanya bisa
menetap dari 6 bulan afau lebih. Intensitas nyeri mulai dari sedang sampai
parah.
Berdasarkan lokasi :
1. Nyeri somatik superfisial :
Nyeri kulit biasanya terjadi di kulit atau jaringan subkutus. Stimulus
penyebab nyeri bisa berupa stimukus mekanik, suhu, kimiawi, atau listrik.
2. Nyeri somatik dalam :
Nyeri simatik dalam mengacu pada nyeri yang berasal dari tendoh,
ligametum, tulang, sendi, dan arteti. Nyeri yang dirasakan cenderung difus
atau nenyebar.
3. Nyeri visera :
Merupakan nyeri yang menyerang organ-organ tubuh. Reseptor nyeri
visera lebih jarang dan terletak di dinding otot polos organ berongga
4. Nyeri alih :
Merupakan nyeri yang terjadi pada organ visceral yang seakan akan
dirasakan pada daerah kulit. Nyeri Alih ini diakibatkan karena terdapat
hubungan sinaps monosinaptik yang terdapat pada daerah cornu posterior
medulla spinalis yaitu antara neuron sensoris pembawa nyeri pada organ
visceral dengan neuron sensoris pada reseptor kulit sehingga jika terjadi
nyeri pada organ visceral maka nyeri tersebut akan dialihkan pada daerah
kulit.
Faktor yang mempengaruhi nyeri :
a. Usia
Definisi nyeri pada orang dewasa dan anak berbeda. Terkadang
anak belum bisa mengungkapkan rasa nyeri. Pada orang
dewasa biasanya jika sudah patologis dan mengalami
kerusakan fungsi.
b. Jenis kelamin
Contoh : laki-laki tidak boleh menangis dimana wanita
menengis di waktu yang sama
c. Budaya
Nilai latar belakang budaya mempengaruhi ekspresi seseorang
menentukan tingkat nyeri
d. Ansietas (kecemasan)
e. Pengalaman lalu tentang nyeri
f. Efek plasebo
Efek yang terjadi ketika seseorang berespon terhadap
pengobatan karena pengobatan berhasil.
g. Keluarga & support sosial
h. Kehadiran orang terdekat terkadang mempengaruhi respon
terhadap nyeri
i. Pola koping
Sumber koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga
3. Fisiologi nyeri
♣ Mekanisme nyeri
Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan
jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus
noksius yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan
mulai dari perifer melalui medulla spinalis, batang otak, thalamus dan
korteks serebri. Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem
nosiseptif akan bergeser fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang
membantu perbaikan jaringan yang rusak.
Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat perbaikan
kerusakan jaringan. Sensitifitas akan meningkat, sehingga stimulus non
noksius atau noksius ringan yang mengenai bagian yang meradang akan
menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan
dan menghilangkan respon inflamasi.
1. Sensitisasi Perifer
Cidera atau inflamasi jaringan akan menyebabkan munculnya perubahan
lingkungan kimiawi pada akhir nosiseptor. Sel yang rusak akan melepaskan
komponen intraselulernya seperti adenosine trifosfat, ion K+, pH menurun,
sel inflamasi akan menghasilkan sitokin, chemokine dan growth factor.
Beberapa komponen diatas akan langsung merangsang nosiseptor
(nociceptor activators) dan komponen lainnya akan menyebabkan nosiseptor
menjadi lebih hipersensitif terhadap rangsangan berikutnya (nociceptor
sensitizers)33,34 .
Komponen sensitisasi, misalnya prostaglandin E2 akan mereduksi ambang
aktivasi nosiseptor dan meningkatkan kepekaan ujung saraf dengan cara
berikatan pada reseptor spesifik di nosiseptor. Berbagai komponen yang
menyebabkan sensitisasi akan muncul secara bersamaan, penghambatan
hanya pada salah satu substansi kimia tersebut tidak akan menghilangkan
sensitisasi perifer. Sensitisasi perifer akan menurunkan ambang rangsang
dan berperan dalam meningkatkan sensitifitas nyeri di tempat cedera atau
inflamasi
2. Sensitisasi Sentral
Sama halnya dengan sistem nosiseptor perifer, maka transmisi nosiseptor di
sentral juga dapat mengalami sensitisasi. Sensitisasi sentral dan perifer
bertanggung jawab terhadap munculnya hipersensitivitas nyeri setelah
cidera. Sensitisasi sentral memfasilitasi dan memperkuat transfer sipnatik
dari nosiseptor ke neuron kornu dorsalis. Pada awalnya proses ini dipacu
oleh input nosiseptor ke medulla spinalis (activity dependent), kemudian
terjadi perubahan molekuler neuron (transcription dependent) 33 .
Sensitisasi sentral dan perifer merupakan contoh plastisitas sistem saraf,
dimana terjadi perubahan fungsi sebagai respon perubahan input (kerusakan
jaringan). Dalam beberapa detik setelah kerusakan jaringan yang hebat akan
terjadi aliran sensoris yang masif kedalam medulla spinalis, ini akan
menyebabkan jaringan saraf didalam medulla spinalis menjadi
hiperresponsif. Reaksi ini akan menyebabkan munculnya rangsangan nyeri
akibat stimulus non noksius dan pada daerah yang jauh dari jaringan cedera
juga akan menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri33.
3. NOSISEPTOR (RESEPTOR NYERI)
Nosiseptor adalah reseptor ujung saraf bebas yang ada di kulit, otot,
persendian, viseral dan vaskular. Nosiseptor-nosiseptor ini bertanggung
jawab terhadap kehadiran stimulus noksius yang berasal dari kimia, suhu
(panas, dingin), atau perubahan mekanikal. Pada jaringan normal, nosiseptor
tidak aktif sampai adanya stimulus yang memiliki energi yang cukup untuk
melampaui ambang batas stimulus (resting). Nosiseptor mencegah
perambatan sinyal acak (skrining fungsi) ke SSP untuk interpretasi
nyeri3,28,35,36.
Saraf nosiseptor bersinap di dorsal horn dari spinal cord dengan lokal
interneuron dan saraf projeksi yang membawa informasi nosiseptif ke pusat
yang lebih tinggi pada batang otak dan thalamus. Berbeda dengan reseptor
sensorik lainnya, reseptor nyeri tidak bisa beradaptasi. Kegagalan reseptor
nyeri beradaptasi adalah untuk proteksi karena hal tersebut bisa
menyebabkan individu untuk tetap awas pada kerusakan jaringan yang
berkelanjutan. Setelah kerusakan terjadi, nyeri biasanya minimal. Mula
datang nyeri pada jaringan karena iskemi akut berhubungan dengan
kecepatan metabolisme. Sebagai contoh, nyeri terjadi pada saat beraktifitas
kerena iskemia otot skeletal pada 15 sampai 20 detik tapi pada iskemia kulit
bisa terjadai pada 20 sampai 30 menit3,28,36.
Tipe nosiseptor spesifik bereaksi pada tipe stimulus yang berbeda.
Nosiseptor C tertentu dan nosiseptor A-delta bereaksi hanya pada stimulus
panas atau dingin, dimana yang lainnya bereaksi pada stimulus yang banyak
(kimia, panas, dingin). Beberapa reseptor A-beta mempunyai aktivitas
nociceptor-like. Serat –serat sensorik mekanoreseptor bisa diikutkan untuk
transmisi sinyal yang akan menginterpretasi nyeri ketika daerah sekitar
terjadi inflamasi dan produk-produknya. Allodynia mekanikal (nyeri atau
sensasi terbakar karena sentuhan ringan) dihasilkan mekanoreseptor A-
beta3,28,36.
Nosiseptor viseral, tidak seperti nosiseptor kutaneus, tidak didesain
hanya sebagai reseptor nyeri karena organ dalam jarang terpapar pada
keadaan yang potensial merusak. Banyak stimulus yang sifatnya merusak
(memotong, membakar, kepitan) tidak menghasilkan nyeri bila dilakukan
pada struktur viseralis. Selain itu inflamasi, iskemia, regangan mesenterik,
dilatasi, atau spasme viseralis bisa menyebabkan spasme berat. Stimulus ini
biasanya dihubungkan dengan proses patologis, dan nyeri yang dicetuskan
untuk mempertahankan fungsi.
Mekanisme Potensial Reseptor
Untuk menimbulkan potensial reseptor, bermacam reseptor dapat
dirangsang dengan salah satu caara berikut ini:
1. Dengan perubahan reseptor secara mekanis, yang akan meregangkan
reseptor membran dan membuka kanal-kanal ion
2. Dengan pemberian suatu bahan kimia pada membran sehingga bahan
ini nantinya juga akan membuka kanal-kanal ion
3. Dengan mengubah suhu membran yang akan mengubah permeabilitas
membran
4. Dnegan efek radiasi elektromagnetik seperti cahaya yang diberikan
pada reseptor visual retina yang secara langsung atau tidak langsung
mengubah sifat-sifat reseptor membran yang memungkinkan
lewatnya ion-ion melalui kanal membran
Keempat cara perangsangan pada reseptor tersebut pada
umumnya sesuai dengan berbagai jenis reseptor sensorik yang telah
diketahui. Pada semua keadaan, penyebab utama perubahan potensial
membran adalah adanya perubahan pada permeabilitas membran
reseptor yang akan memungkinkan ion-ion berdifusi dalam junlah yang
lebih bayak atau lebih sedikit melewati membran dan dengan demikian
akan mengubah potensial transmembran
Pada Hubungan Potensial Reseptor dengan Potensial Aksi
Bila potensial reseptor meningkat sampai di atas nilai ambang
untuk menimbulkan potensial aksi pada serat saraf yang melekat pada
reseptor, potensial aksi akan timbul. Semakin besar peningkatan
potensial reseptor di atas nilai ambangnya, semakin besar frekuensi
potensial aksi.
4. PERJALANAN NYERI (NOCICEPTIVE PATHWAY)
Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurofisiologis kompleks
yang disebut sebagai nosiseptif (nociception) yang merefleksikan empat
proses komponen yang nyata yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan
persepsi, dimana terjadinya stimuli yang kuat diperifer sampai dirasakannya
nyeri di susunan saraf pusat (cortex cerebri)1,3,30,37.
A. Proses Transduksi
Proses dimana stimulus noksius diubah ke impuls elektrikal pada
ujung saraf. Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia,
suhu dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung
saraf perifer (nerve ending) atau organ-organ tubuh (reseptor meisneri,
merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni). Kerusakan jaringan karena
trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya menyebabkan sintesa
prostaglandin, dimana prostaglandin inilah yang akan menyebabkan
sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan dikeluarkannya zat-zat
mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan menimbulkan sensasi
nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi perifer1,3,30,35,37.
B. Proses Transmisi
Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan
proses transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke
medulla spinalis, dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum
diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamicus dan sebagian ke traktus
spinoretikularis. Traktus spinoretikularis terutama membawa rangsangan
dari organ-organ yang lebih dalam dan viseral serta berhubungan dengan
nyeri yang lebih difus dan melibatkan emosi. Selain itu juga serabut-serabut
saraf disini mempunyai sinaps interneuron dengan saraf-saraf berdiameter
besar dan bermielin. Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus dan
somatosensoris di cortex cerebri dan dirasakan sebagai persepsi nyeri
C. Proses Modulasi
Proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat
(medulla spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem
analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang
masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan proses ascenden yang
dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphin, serotonin,
noradrenalin) dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla
spinalis. Dimana kornu posterior sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup
untuk menyalurkan impuls nyeri untuk analgesik endogen tersebut. Inilah
yang menyebabkan persepsi nyeri sangat subjektif pada setiap
orang1,3,30,35,37.
D. Persepsi
Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi,
transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses
subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada
thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi dari sensorik.
4. Inflamasi akut dan kronik
♣ Inflamasi akut
Inflamasi akut merupakan respon segera dan dini terhadap jejas yang
dirancang untuk mengirimkan leukosit ke tempat jejas. Sesampainya di
tempat jejas, leukosit membersihkan setiap mikroba yangmenginvasi dan
memulai proses penguraian jaringannekrotik.
Proses ini memiliki dua komponen utama :
Perubahan vaskular: perubahan dalam kaliber
pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatanaliran darah
(vasodilatasi) dan perubahan strukturalyang memungkinkan protein
plasma untuk meninggalkan sirkulasi (peningkatnn permeabilitas
vaskular).
Berbagsi kejadian yang terjadi pada sel: emigrasi
leukosit dari mikrosirkulasi dan akumulasinya di fokus jejas
(rekrutmen dan aktivasi selular).
Rentetan bertingkat (kaskade) kejadian pada inflamasi akut
diintegrasikan oleh pelepasan lokal mediator kimiawi. Perubahan vaskular
dan rekrutmen sel menentukan tiga dari lima tanda lokal klasik inflamasi
akut: panas (kalor), merah (rubor), dan pembengkakan
(tumor). Dua gambaran kardinal tambahan pada inflamasi akut, yaitu
nyeri (dolor) dan hilangnya fungsi (functio laesa), terjadi akibat perluasan
mediator dan kerusakan yang diperantarai leukosit.
Perubahan Vaskular
Perubahan pada Kaliber dan Aliran Pembuluh Darah. Perubahan ini
dimulai relatif lebih
cepat setelah jejas terjadi, tetapi dapat berkembang dengan kecepatan
yang beragam, bergantung pada sifat dan keparahan jejas asalnya.
Setelah vasokonstriksi sementara (beberapa detik), terjadi
vasodilatasi arteriol, yang mengakibatkan peningkatan aliran darah dan
penyumbatan lokal (hiperemia) pada aliran darah kapiler selanjutnya.
Pelebaran pembuluh darah ini merupakan penyebab timbulnya warna merah
(eritema) dan hangat yang secara khas terlihat pada inflamasi akut.
Selanjutnya, mikrovaskulatur menjadi lebih permeabel,
mengakibatkan masuknya cairan kaya protein ke dalam jaringan
ekstravaskular. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi lebih
terkonsentrasi dengan baik sehingga meningkatkan viskositas darah dan
memperlambat sirkulasi. Secara mikroskopik perubahan ini digambarkan
oleh dilatasi pada sejumlah pembuluh darah kecil yang dipadati oleh
eritrosit. Proses tersebut dinamakan stasis.
Saat terjadi stasis, leukosit (temtama neutrofil) mulai keluar dari
aliran darah dan berakumulasi disepanjang permukaan endotel pembuluh
darah. Proses ini disebut dengan marginasi. Setelah melekat pada sel endotel
(lihat bahasan selanjutnya) leukosit menyelip di antara sel endotel tersebut
danbermigrasi melewati dinding pembuluh darah menuju jaringan
interstisial.
ACUTE CHRONIC
Flush (capillary dilatation), flare
(arteriolar dilatation), and weal
(exudation, edema)
Little sign-fibrosis
Neutrohils Lymphocytes
Vascular damage Neo-vascularisation
More exudation No/less exudation
Little or no fibrosis Much fibrosis
5. Farmakologi Dasar NSAID
♣ NSAID
NSAID (non steroid anti inflammatory drug) merupakan suatu
kelompok obat yang heterogen, secara kimia. Obat-obat ini ternyata memiliki
banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Sebagian besar
efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas penghambatan bisintesis
prostaglandin.
Berdasarkan sifat selektifnya terhadap enzim siklooksigenase, NSAID
dibagi menjadi COX-1, COX-2, COX-3.
1. COX-1
Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan
berbagai fungsi dalam kondisi normal di berbagai jaringan
khususnya ginjal., saluran cerna dan trombosit. Di mukosa
lambung aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat
sitoprotektif. Tromboksan A2 yang disintesis trombosit oleh COX-
1, menyebabkan agregasi trombosit, vasokontriksi dan proliferasi
otot polos. Contoh obatnya seperti piroksikam, Ibuprofen, asam
salisilat
2. COX-2
COX-2 mempunyai fungsi fisiologis yaitu pada ginjal, jaringan
vaskuler, dan pada proses perbaikan jaringan. Prostasiklin yang
disintesis oleh COX-2 di endotel makrovaskuler melawan efek
dari tromboksan A2 yang disintesis trombosit oleh COX-1
sehingga menyebabkan penghambatan agregasi trombosit,
vasodilatasi, dan efek anti proliferatif. Contoh obatnya adalah :
Meloksikam
3. COX-3
Salah satu contohnya adalah paracetamol dengan hambatan
biosintesis PG hanya terjadi bila lingkungan rendah kadar
peroksid yaitu di hipotalamus. Oleh karena itu COX-3 tidak punya
efek anti inflmasi.
♣ Efek Farmakodinamik
Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik, analgesik dan anti
inflamasi, dengan derajat yang berbeda-beda. Misalya parasetamol bersifat
anti piretik dan analgesik tetapi sifat anti inflamasinya sangat rendah.
Efek analgesik
Obat ini hanya efektif terhdap nyeri dengan intensitas rendah sampai
sedang seperti sakit kepala, mialgia, atralgia dan nyeri lain yang berasal dari
integumen, juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek
analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opiat, tetapi bedanya
NSAID tidak menimbulkan efek ketagihan dan tidak menimbulkan efek
sentral yang merugikan.
Efek Antipiretik
Obat ini hanya menurunkan suhu badan hanya pada saaat demam.
Tidak semuanya bersifat sebagai anti piretik karena bersifat toksik bila
digunakan secara rutin atau terlalu lama. Fenilbutazon dan anti reumatik
lainnya tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik.
Efek Anti inflamasi
NSAID terutama yang baru, lebih banyak dimanfaatkan sebagai anti
inflamasi pada pengobatan kelainan muskuloskeletal, seperti artritis
reumatoid, osteoartritis dan spondilitis ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa
obat ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan
penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau
mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal ini.
♣ Efek Samping
Efek samping yag paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung
atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat
perdarahan saluran cerna. Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-
masing obat. Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung adalah: (1) iritasi
yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke
mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan; (2) iritasi atau perdarahan
lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2.
Kedua prostaglandin ini banyak ditemukan di mukosa lambung dengan
fungsi menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus
usus halus yang bersifat sitoprotektif. Mekanisme kedua ini terjadi pada
pemberian parenteral.
Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan
biosintesis tromboksan A2 dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan.
Efek ini dimanfaatkan untuk terapi profilaksis trombo-emboli.
Penghambatan biosintesis prostaglandin di ginjal, terutama PGE2, berperan
dalam gangguan homeostasis ginjal. Pada orang normal tidak banyak
mempengaruhi fungsi ginjal.
Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas. Mekanisme ini
bukan suatu reaksi imunologik tetapi akibat tergesernya metabolisme asam
arakhidonat ke arah jalur lipoksigenase yang menghasilkan leukotrien.
Kelebihan leukotrien inilah yang mendasari terjadinya gejala tersebut
♣ Mekanisme kerja obat analgetik.
o Obat analgetik bekerja di dua tempat :
1. Di sentral
Dengan cara menempati reseptor di kornu dorsalis
medulla spinalis sehingga terjadi penghambatan
pelepasan transmitter dan perangsangan saraf spinal
tidak terjadi.
2. Di perifer
Dengan menghambat pelepasan mediator sehingga
aktifitas enzim Cox terhambat dan sintesa
prostaglandin tidak terjadi.
Obat analgetik ini memblok aksi dari enzim Cox dengan menurunkan
produksi mediator prostaglandin, sehingga menimbulkan dua efek yaitu :
1. Positif (analgesia, antiinflamasi)
2. Negatif (ulkus lambung, penurunan perfusi renal, dan
pendarahan)
NSAID penghambat COX-3
COX-3 merupakan derivat dari COX-1. NSAID ini hanya dapat
diaktifkan pada sistem saraf pusat yaitu tepatnya di hipothalamus
(bagian dari otak yang berperan dalam mengatur nyeri dan
temperatur). Contoh dari NSAID penghambat COX-3 adalah
parasetamol. Parasetamol hanya aktif pada lingkungan yang rendah
kadar asam peroksidanya (H O ). Sehingga, parasetamol hanya bisa₂ ₂
menghambat sintesis Prostaglandin pada sistem saraf pusat
(hipothalamus) yang rendah kadar peroksidanya dan tidak pada
perifer. Pada perifer terdapat asam peroksida dengan kadar tinggi
akibat aktifitas leukosit yang mem-fagositosis patogen.