+ All Categories
Home > Documents > Skripsi Jefry Hidayat (F14080017).docx

Skripsi Jefry Hidayat (F14080017).docx

Date post: 28-Sep-2015
Category:
Upload: jeky-suy
View: 53 times
Download: 2 times
Share this document with a friend
43
OPTIMASI PELILINAN DAN SUHU PENYIMPANAN BUAH MANGGIS MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM) SKRIPSI JEFRY HIDAYAT F14080017
Transcript

OPTIMASI PELILINAN DAN SUHU PENYIMPANAN BUAH MANGGIS MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM)

SKRIPSI

JEFRY HIDAYATF14080017

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANINSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR2012Optimization waxing and storage temperature of mangosteen use response surface methodology

Jefry Hidayat and Emmy Darmawati, Dr. Ir. M.SiDepartement of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural TechnologyBogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West JavaIndonesia.

ABSTRACT

Orders for mangosteen fruits (Garciana mangostana L) is currently increasing both for local and export markets. Quality of mangosteen fruit has been kept until now, even increased by efforts of post-harvest handling. Several practices in post-harvest handling of fresh mangosteen to preserve its self life and quality includes but is not limited to packaging technique, storage temperature control, storage in modified atmosphere, waxing, or any combinations of the above. Researches on the most preferred procedure of combining temperature control and waxing are still on going.This research aims to knowing the combination of waxing and optimum storage temperature fresh mangosteen fruit to extend the lifespan of save. From the literature it is found out that the latest research was looking for optimum combinations by comparing the treatment variations. By creating a mathematical model the responses to the treatment (as the variables) can be estimated, even the optimum values can be found. Response surface methodology (RSM) is used to look for the conditions of the treatment ( temperature and waxing concentration) which exerts the optimum influence to the temperatures under observation. Response noted were rate of respiration, weight reduction, the firmness and total soluble solid (TSS) value. The experiment had been performed using central composite design (CCD) with two factors (variables). Variables being optimized were storage temperature (X1) 80C, 100C, 130C, 160C, 180C, and waxing concentration (X2) 2%, 3%, 6%, 9%, 10%. Further, the response to firmness optimization in 2nd order yielded the best value. The validity of the RSM method was proven by the regression test result R2 of 90.2%, lack of fit was obtained at 0.170. The optimum temperature is 120C, wax concentration is 4% with firmness rate is 0.068 kgf/day. The format of the plot surface resulted was a maximum, mathematical model obtained was : Y = 0.662 0.1002 X1 + 0.0025 X2 + 0.0048 X12 + 0.004 X22 0.003 X1X2The response value of the other quality parameters when treated at a stationary point of the best model produce the response value at the minimum area although not at the stationary point. The reponse value of carbon dioxide production rate is 4.83 ml CO2/kg/day, value of oxygen consumption rate is 5.67 ml O2/kg/day, value of weight reduction rate is 0.30 %/day, value of total soluble solid rate is 0.42 oBrix/day.

Keyword : Response surface methodology, Mangosteen, Waxing Concentration and Storange Temperature

JEFRY HIDAYAT. F14080017. Optimasi Pelilinan dan Suhu Penyimpanan Buah Manggis Menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Di bawah bimbingan Emmy Darmawati. 2012.

RINGKASAN

Potensi pengembangan buah-buahan di Indonesia sangat besar. Keanekaragaman varietas dan didukung oleh iklim yang sesuai untuk buah-buahan tropika akan menghasilkan berbagai buah-buahan yang sangat bervariasi dan menarik. Di samping itu areal yang cukup luas dapat menghasilkan buah-buahan dalam jumlah yang besar sehingga memungkinkan untuk di ekspor. Seiring dengan hal tersebut, dalam beberapa tahun terakhir ini ekspor buah-buahan Indonesia naik cukup pesat. Salah satu komoditas buah-buahan yang mendominasi pasar ekspor Indonesia adalah buah Manggis.Manggis (Garcinia mangostana Linn) yang lebih dikenal dengan istilah The Queen Of Fruit merupakan buah eksotik tropika dari salah satu komoditas buahbuahan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Kualitas buah manggis terus dipertahankan dengan upaya-upaya penanganan pascapanen. Berbagai macam teknologi penanganan pascapanen telah banyak dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan pascapanen buah manggis antara lain, sortasi, pre-cooling, penyimpanan dingin, penyimpanan dengan atmosfir terkendali, pelilinan, pengemasan dan lain sebagainya. Dari penelitian-penelitian tersebut yang terkait dengan perlakuan efektif untuk memperpanjang umur simpan manggis adalah penyimpanan dingin dan pelilinan. Untuk mengetahui kombinasi optimum dari suhu dan pelilinan untuk memperpanjang umur simpan buah manggis dapat digunakan metode gabungan antara metode statistika dan matematika yaitu metode respon permukaan.Rancangan percobaan dengan menggunakan Response Surface Methodology (RSM) dalam penelitian ini terdiri dari 2 faktor (variable bebas) yaitu suhu, dinotasikan X1 dengan range antara 8 sampai dengan 180C dan konsentrasi lilin, dinotasikan X2 dengan range antara 2% sampai 10%, sedangkan variabel respon yaitu perubahan laju respirasi, susut bobot, kekerasan dan total padatan terlarut (TPT). Persamaan RSM mencakup model orde pertama yaitu faktorial 22 ditambah ulangan pada perlakuan titik pusat (centre point), sehingga ada 5 perlakuan dengan 9 pengamatan dan persamaan model orde kedua digunakan model central composite design (CCD) dengan menambah perlakuan 4 axialpoint pada nilai = 1.414, sehingga secara total ada 8 perlakuan dengan 13 pengamatan. Tahapan proses penanganan pasca panen buah manggis dimulai dari pelilinan dilanjutkan penyimpann dingin pada variasi suhu.Model yang dihasilkan dari pengolahan data menggunakan software MINITAB 14, diuji dengan nilai parameter yang dihasilkan oleh program yaitu uji Lack of Fit, nilai p (p-value) dan koefisien determinan. Kriteria utama dalam menentukan ketepatan model adalah dengan uji simpangan dari model (Lack of Fit). Model dianggap tidak tepat apabila uji penyimpangan dari model (Lack of Fit) bersifat nyata secara statistik. Berdasarkan uji Lack of Fit dan diperkuat dengan nilai determinasi dari ke empat model respon yang dihasilkan (laju respirasi, susut bobot, kekerasan dan TPT) didapat bahwa respon yang memenuhi kriteria utama adalah perubahan kekerasan dimana nilai Lack of Fit sebesar 0.170 yang berarti model telah dibuat sesuai dengan data. Jika melihat koefisien determinasi (R2) dari respon sebesar 90.2%, maka respon perubahan kekerasan kulit memiliki nilai yang tinggi sehingga model dari perubahan kekerasan kulit dapat dijadikan sebagai model optimasi. Model matematika orde kedua untuk perubahan kekerasan kulit adalah : Y = 0.662 0.1002 X1 + 0.0025 X2 + 0.0048 X12 + 0.004 X22 0.003 X1X2dari parameter mutu untuk perubahan kekerasan yang menghasilkan model terbaik dapat digunakan dalam memprediksi perlakuan suhu dan konsentrasi pelilinan optimum. Kontur yang dihasilkan untuk kombinasi suhu dan pelilinan optimum pada suhu 120C dan konsentrasi lilin 4% dengan perubahan kekerasan kulit 0.068 kgf/hari.Nilai respon dari parameter mutu yang lain bila diberi perlakuan pada titik stasioner dari model terbaik menghasilkan perubahan laju produksi CO2 pada hari 10-28 sebesar 4.83 ml CO2/kg/hari, perubahan laju konsumsi O2 sebesar 5.67 ml O2/kg/hari, perubahan susut bobot sebesar 0.30 %/hari, perubahan TPT pada hari 15-36 sebesar 0.42 oBrix/hari. Dari hasil-hasil nilai respon tersebut jika dilihat pada masing-masing kontur dari tiap respon menunjukkan nilai respon berada pada wilayah minimum walaupun tidak berada pada titik stasionernya. OPTIMASI PELILINAN DAN SUHU PENYIMPANAN BUAH MANGGIS MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM)

SKRIPSISebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarSARJANA TEKNOLOGI PERTANIANpada Departemen Teknik Mesin dan BiosistemFakultas Teknologi PertanianInstitut Pertanian Bogor

OlehJEFRY HIDAYATF14080017

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANINSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR2012

Judul Skripsi : Optimasi Pelilinan dan Suhu Penyimpanan Buah Manggis Menggunakan Response Surface Methodology (RSM)Nama: Jefry HidayatNIM: F14080017

Menyetujui,Pembimbing Akademik,

(Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si)NIP. 19610505.198601.2.001

Mengetahui :Ketua Departemen,

(Dr.Ir. Desrial, M.Eng)NIP. 19661201.199103.1.004

Tanggal lulus :

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul OPTIMASI PELILINAN DAN SUHU PENYIMPANAN BUAH MANGGIS MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2012Yang Membuat Pernyataan

Jefry HidayatF14080017

Hak cipta milik Jefry Hidayat, tahun 2012Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya.

BIODATA PENULIS

Jefry Hidayat. Lahir di Bekasi, 11 Oktober 1989 dari ayah Sukardi (alm) dan ibu Siswanti, sebagai putra kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Cipinang Melayu 09 Jakarta pada tahun 2002, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 80 Jakarta hingga tahun 2005. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2008 dari SMA Negeri 61 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.Selama masa kuliah S1 penulis aktif mengikuti kepanitiaan dalam berbagai kegiatan yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA), fieldtrip ke tempat-tempat yang berhubungan dengan departemen Teknik Mesin dan Biosistem seperti berkunjung ke pabrik Kubota United Tractor, pabrik penggilingan beras PT Alam Makmur Sembada Bekasi, PTPN VIII Kebun Malabar Bandung, PT Dua kelinci Pati, pabrikasi Traktor Quick Jogja, dan banyak lagi. Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Statika dan Dinamika tahun 2010 dan Teknik Pengolahan Pangan tahun 2012. Pada bulan Juni - Agustus 2011, penulis melaksanakan kegiatan praktik lapangan di PT Parung Farm, Bogor, Jawa Barat. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) dengan judul Optimasi Pelilinan dan Suhu Penyimpanan Buah Manggis Menggunakan Response Surface Methodology (RSM) di bawah bimbingan Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si.

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Optimasi Pelilinan dan Suhu Penyimpanan Buah Manggis Menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (FATETA IPB) sejak bulan Januari hingga Juni 2012. Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:1. Ibu Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, pengarahan, saran serta dukungan yang berarti kepada penulis selama penyusunan skripsi. 2. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr dan Dr. Lenny Saulia, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan bimbingan.3. Bapak Sukardi (alm) dan Ibu Siswanti selaku orangtua, serta kedua saudara penulis Kak Eny Nurhayati dan Aprian Fauzi atas kasih sayang, perhatian, dan dukungannya kepada penulis baik moral maupun materi untuk keberhasilan penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Sulyaden selaku teknisi laboratorium TPPHP yang telah banyak membantu dalam penelitian.5. Reny Irmayanti yang selalu membantu, mendukung, dan memberi penulis semangat dalam semua aktifitas.6. Sahabat-sahabat Pondok Kuning, Panji Laksamana, Edo Vernando, Bareth Juanda, Hazirur Rahman, Nur Fitri Shofiyatun atas dukungan dan perhatiannya kepada penulis. 7. Teman-teman yang selalu membantu saat penelitian, Siti Musfiroh, Siti Tri Nurasih, Oryza Sativa, Gladys Citra Pratiwi, Rima Khairani, Arie Febriyan, Yudhi Sudiyanto, AM Haratul Lisan, Ramli Baharman, A Tri Setiawan atas bantuannya selama penelitian.8. Kakak-kakak senior S2 TPP 2010, Kak Fajri, Kak Putri, Kak Tajul, Kak Ani, Kak Elmy, Kak Cici atas kebersamaan dan bantuannya selama penelitian.9. Para penghuni Satelit 2, Kinah, Icha, Ria, Nunik dan Hena atas tempat singgahnya.10. Serta teman-teman Teknik Pertanian 2008 (Magenta) atas kebersamaan, kerjasama, bantuan dan dukungan selama penulis melaksanakan studi di IPB. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah banyak membantu penulis selama menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki skripsi ini. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pangan.

Bogor, Juni 2012

iiiJefry HidayatDAFTAR ISI

HalamanKATA PENGANTARiiiDAFTAR ISIivDAFTAR TABELvDAFTAR GAMBARviDAFTAR LAMPIRANviiI. PENDAHULUAN11.1. LATAR BELAKANG11.2. TUJUAN2II. TINJAUAN PUSTAKA32.1. TANAMAN DAN BUAH MANGGIS32.2. LAJU RESPIRASI72.3. PELAPISAN LILIN92.4. PARAMETER PENURUNAN MUTU11 2.4.1. Susut Bobot11 2.4.2. Total Padatan Terlarut (TPT)11 2.4.3. Kekerasan Kulit Buah122.5. RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM)12III. METODOLOGI PENELITIAN183.1. WAKTU DAN TEMPAT183.2. BAHAN DAN ALAT183.3. RANCANGAN PERCOBAAN183.4. TAHAPAN PENELITIAN193.5. PENGOLAHAN DATA23IV. HASIL DAN PEMBAHASAN284.1. LAJU RESPIRASI28 4.1.1. Laju Produksi CO228 4.1.2. Laju Konsumsi O2364.2. SUSUT BOBOT394.3. TOTAL PADATAN TERLARUT444.4. KEKERASAN KULIT BUAH 514.5. ANALISIS MODEL56 V. PENUTUP585.1. KESIMPULAN585.2. SARAN58DAFTAR PUSTAKA.....59LAMPIRAN.....61

ivDAFTAR TABEL

HalamanTabel 1. Komposisi gizi buah manggis setiap 100 g4Tabel 2. Tingkat kematangan buah manggis4Tabel 3. Indeks kematangan buah manggis5Tabel 4. Persyaratan mutu buah manggis (SNI 01-3211-2009)6Tabel 5. Umur simpan buah manggis pada perlakuan yang berbeda7Tabel 6. Laju respirasi dan produksi etilen pada 20oC9Tabel 7. Komposisi dasar emulsi lilin 12%10Tabel 8. Central Composite Design15Tabel 9. Hubungan perlakuan dan kode perlakuan19Tabel 10. Rancangan percobaan dengan sistem pengkodean19Tabel 11. Pengkodean rancangan orde pertama24Tabel 12. Analisis regresi orde pertama laju produksi CO230Tabel 13. Analisis regresi orde kedua laju produksi CO231Tabel 14. Analisis regresi laju produksi CO2 10 hari pertama33Tabel 15. Analisis regresi perubahan laju produksi CO2 hari 10-2834Tabel 16. Analisis regresi orde pertama laju konsumsi O237Tabel 17. Analisis regresi orde kedua laju konsumsi O238Tabel 18. Analisis regresi orde pertama delta susut bobot41Tabel 19. Analisis regresi orde kedua delta susut bobot42Tabel 20. Analisis regresi orde pertama delta total padatan terlarut46Tabel 21. Analisis regresi orde kedua delta total padatan terlarut46Tabel 22. Analisis regresi model delta total padatan terlarut 12 hari pertama48Tabel 23. Analisis regresi model delta total padatan terlarut hari 15-3650Tabel 24. Analisis regresi orde pertama delta kekerasan kulit54Tabel 25. Analisis regresi orde kedua delta kekerasan kulit54Tabel 26. Model-model yang dihasilkan pada berbagai respon mutu57

vDAFTAR GAMBAR

HalamanGambar 1. Buah manggis (Garcinia mangostana L.)3Gambar 2. Skema pembagian tahap-tahap klimakterik8Gambar 3. Permukaan respon orde pertama dan jalur steepest ascent14Gambar 4. Central Composite Design (CCD)15Gambar 5. CCD yang rotatable untuk dua variabel16Gambar 6. Permukaan respon17Gambar 7. Diagram alir tahapan penelitian20Gambar 8. Continous gas analyzer tipe IRA-10721Gambar 9. Portable oksigen tester POT-10122Gambar 10. Timbangan Mettler PM-480022Gambar 11. Refraktometer model N-1 Atago23Gambar 12. Rheometer tipe CR-300 DX23Gambar 13. Diagram alir analisis pengolahan data dengan RSM27Gambar 14. Laju produksi CO229Gambar 15. Permukaan respon laju produksi CO231Gambar 16. Kontur laju produksi CO232Gambar 17. Permukaan respon laju produksi CO2 10 hari pertama33Gambar 18. Kontur laju produksi CO2 10 hari pertama34Gambar 19. Permukaan repon laju produksi CO2 pada hari 10-2835Gambar 20. Kontur laju produksi CO2 pada hari 10-2835Gambar 21. Laju konsumsi O236Gambar 22. Permukaan respon laju konsumsi O238Gambar 23. Kontur laju konsumsi O239Gambar 24. Susut bobot40Gambar 25. Delta susut bobot41Gambar 26. Permukaan respon delta susut bobot43Gambar 27. Kontur delta susut bobot43Gambar 28. Total padatan terlarut44Gambar 29. Delta total padatan terlarut45Gambar 30. Permukaan respon delta total padatan terlarut47Gambar 31. Kontur delta total padatan terlarut47Gambar 32. Permukaan respon delta total padatan terlarut 12 hari pertama49Gambar 33. Kontur delta total padatan terlarut 12 hari pertama49Gambar 34. Permukaan respon delta total padatan terlarut hari 15-3650Gambar 35. Kontur delta total padatan terlarut hari 15-3651Gambar 36. Kekerasan kulit manggis52Gambar 37. Delta kekerasan kulit manggis53Gambar 38. Permukaan respon delta kekerasan kulit55Gambar 39. Kontur delta kekerasan kulit55

viDAFTAR LAMPIRAN

HalamanLampiran 1. Data laju produksi CO262Lampiran 2. Data laju konsumsi O263Lampiran 3. Data nilai susut bobot64Lampiran 4. Data nilai total padatan terlarut64Lampiran 5. Data nilai kekerasan kulit manggis65Lampiran 6. Analisis statistik laju produksi CO266Lampiran 7. Analisis statistik laju konsumsi O268Lampiran 8. Analisis statistik delta susut bobot69Lampiran 9. Analisis statistik delta total padatan terlarut70Lampiran 10. Analisis statistik delta kekerasan kulit manggis72

vii

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSaat ini potensi pengembangan buah-buahan di Indonesia sangat besar. Keanekaragaman varietas yang didukung oleh iklim yang sesuai untuk buah-buahan tropika akan menghasilkan berbagai buah-buahan yang sangat bervariasi dan menarik. Di samping itu areal yang cukup luas dapat menghasilkan buah-buahan dalam skala besar sehingga memungkinkan untuk di ekspor. Seiring dengan hal tersebut, dalam beberapa tahun terakhir ini ekspor buah-buahan Indonesia naik cukup pesat. Salah satu komoditas buah-buahan yang mendominasi pasar ekspor Indonesia adalah buah manggis.Manggis merupakan salah satu ciri khas buah Asia Tenggara dan buah unggulan Indonesia yang memiliki peluang ekspor yang menjanjikan. Dari tahun ke tahun permintaan manggis meningkat seiring dengan kebutuhan konsumen terhadap buah yang mendapat julukan Queen of Fruits, baik untuk konsumen dalam negeri maupun ekspor. Ekspor manggis Indonesia mengalami peningkatan sepanjang tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor manggis untuk periode Januari dan Februari 2010 mencapai 8,225 ton meningkat 91% dibandingkan volume ekspor Januari - Februari 2009 yang hanya 4,285 ton. Sementara itu nilainya meningkat 120% dari US$ 2,781,712 di Januari-Februari 2010 menjadi US$ 6,310,272. Manggis yang diekspor umumnya berasal dari daerah penghasil utama di Sentra Produksi manggis, seperti: Tasikmalaya, Purwakarta, Bogor, Sukabumi, Lampung, Kampar, Purworejo, Belitung, Lahat, Tapanuli Selatan, Padang Pariaman, Trenggalek, Blitar dan Banyuwangi. Peluang ekspor manggis masih terbuka karena pasar buah-buahan termasuk manggis belum dibatasi oleh kuota. Kontribusi ekspor manggis terhadap total ekspor buah-buahan nasional di tahun 2006 adalah sebesar 37.4 %. Sedangkan untuk laju perkembangan ekspornya dari tahun 2001-2007 mencapai 35.6 % per tahun. Buah manggis Indonesia diekspor ke berbagai negara khususnya ke Cina, Singapura, Malaysia, Hongkong, Saudi Arabia dan Belanda. Sebagai komoditas buah ekspor, kualitas buah menjadi faktor yang sangat penting. Kriteria persyaratan manggis untuk ekspor adalah tidak burik, segar, warna sepal (kelopak bunga) hijau segar, jumlah sepal lengkap (dengan toleransi hilang maksimal satu), kulit buah berwarna hijau keunguan sampai merah ungu, tangkai buah berwarna hijau segar dan kulit buah mulus serta tidak terdapat cacat (Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2004). Masalah utama yang dihadapi dalam proses distribusi manggis untuk tujuan ekspor adalah mempertahankan mutu manggis sampai di negara tujuan yang kadang membutuhkan waktu pengiriman cukup lama. Berbagai penelitian telah dilakukan dalam upaya memperbaiki penampilan, mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan manggis. Penelitian tersebut diantaranya pengembangan pemutuan buah manggis untuk ekspor secara non destruktif dengan jaringan syaraf tiruan (Sandra, 2007); pengkajian bahan pelapis kemasan dan suhu penyimpanan untuk memperpanjang masa simpan buah manggis (Azhar, 2007); kajian penyimpanan buah manggis dalam kemasan atmosfer termodifikasi (Muliansyah, 2004); kajian pengaruh konsentrasi pelilinan dan suhu penyimpanan terhadap mutu buah manggis (Sihombing, 2010). Dari penelitian-penelitian tersebut yang terkait dengan perlakuan efektif untuk memperpanjang umur simpan manggis adalah suhu dingin dan pelilinan. Penelitian yang dilakukan oleh Riza (2004) menyatakan bahwa pelilinan pada konsentrasi 3%, 6% dan 12 % dengan suhu penyimpanan 50C dan 130C diperoleh konsentrasi lilin optimum 6% pada suhu 130C. Penelitian yang dilakukan Riza tersebut tidak dapat memprediksi respon mutu jika konsentrasi pelilinan yang diinginkan berbeda dengan konsentrasi pelilinan dalam penelitiannya. Berdasarkan hal tersebut, perlu dikembangkan suatu penelitian dalam bentuk model matematika yang menyatakan hubungan kombinasi perlakuan suhu penyimpanan dingin dan pelilinan terhadap mutu manggis dimana dengan model tersebut dapat teridentifikasi perlakuan yang optimal terhadap respon yang dihasilkan. Oleh karena itu dipilihlah Response Surface Methodology (RSM).RSM merupakan sekumpulan teknik matematika dan statistika yang berguna untuk menganalisis permasalahan dimana beberapa variabel independen mempengaruhi variabel respon dan tujuan akhirnya adalah untuk mengoptimalkan respon. Ide dasar metode ini adalah memanfaatkan desain eksperimen berbantuan statistika untuk mencari nilai optimum dari suatu respon (Iriawan, 2006). RSM merupakan teknik optimasi yang banyak digunakan dalam berbagai bidang. Beberapa penelitian yang menggunakan RSM untuk optimasi perlakuan antara lain : optimasi kualitas warna minyak goreng dengan perlakuan temperature, waktu pengadukan dan persentase karbon aktif sebagai variabel bebas warna minyak sebagai variabel respon (Wahyudi, 2009); optimasi produktifitas budidaya udang vaname (litopenaues vaname) dengan perlakuan padat tebar, kandungan protein pakan udang dan salinitas (Hudi, 2006); optimasi dosis pemupukan untuk tanaman padi IR64 dengan perlakuan pupuk nitrogen, phospor dan potasium (Wibowo, 2008); Penelitian tentang optimasi suhu dan pelilinan untuk penyimpanan manggis dengan menggunakan metode RSM telah dilakukan oleh Lubis (2010), dengan hasil yang masih perlu dikaji ulang. Adapun faktor yang perlu dikaji ulang adalah range suhu dan pelilinan. Pada model yang digunakan oleh Lubis range pelilinan adalah 4-11 % sedang hasil penelitian yang dilakukan oleh Riza (2004), menunjukkan bahwa kondisi yang optimum adalah 6 %. Pelilinan ditujukan untuk menutup pori-pori kulit buah, memperkecil proses transpirasi dan menghambat proses respirasi, tetapi pelapisan lilin yang tebal justru akan berdampak negatif terhadap mutu buah yang disimpan. Dugaan lain yang perlu dikaji ulang adalah keseragaman buah manggis yang digunakan dalam penelitian. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengukuran parameter mutu pada beberapa perlakuan sangat berbeda baik pola maupun besaran angkanya. Terutama pada perlakuan suhu dibawah 10 oC dengan konsentrasi pelilinan 5% dan 10%. Pada perlakuan tersebut, hasil grafik menunjukkan nilai yang relatif sama pada setiap hari penyimpanan untuk laju respirasi, susut bobot, kekerasan kulit buah serta total padatan terlarut buah manggis.Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian akan dilakukan dengan menggunakan buah manggis yang seragam dengan range indeks 2-3. Pada penelitian ini ditetapkan dua kombinasi perlakuan yaitu suhu penyimpanan dan konsentrasi pelilinan yang dijadikan sebagai variabel bebas dari model. Responnya dikaji dari beberapa parameter yang mengindikasikan perubahan mutu manggis selama dalam penyimpanan yaitu perubahan konsentrasi CO2 dan O2, perubahan susut bobot, perubahan total padatan terlarut dan perubahan kekerasan kulit buah.

1.2 TujuanPenelitian ini bertujuan :1. Menyusun model dengan menggunakan Response Surface Methodology untuk mengetahui kombinasi perlakuan suhu dan konsentrasi pelilinan terhadap mutu simpan buah manggis.2. Menentukan kombinasi suhu dan konsentrasi pelilinan yang optimum untuk mutu simpan buah manggis sesuai yang diharapkan.II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman dan Buah ManggisManggis (Garcinia mangostana L.) merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu Malaysia dan Indonesia. Tanaman ini menyebar dari Asia Tenggara ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Srilanka, Malaysia, Karibia, Hawai dan Australia Utara. Tanaman manggis terkenal di beberapa negara dengan nama yang beragam antara lain: mangostane (Jerman), mangosteen (Inggris), mangoustainer (Perancis) dan mangistan (Belanda). Nama aslinya sendiri adalah manggis (Melayu dan Jawa), manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara) dan Manggu (Sunda) (Reza et al, 1998). Berdasarkan taksonominya, tanaman manggis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:Kingdom: PlantaeDivisi: SpermatophytaSub divisi : Angiospermae Kelas : DicotyledonaeOrdo: GuttiferanalesKeluarga : GuttifernaeGenus : Garcinia Spesies : Garcinia mangostana L.(Rukmana, 1993)Buah manggis dapat disajikan dalam bentuk segar, sebagai buah kaleng, dibuat sirop/sari buah. Buah manggis bulat dan berkulit licin, berdiameter 4-7 cm, kulit buah memiliki ketebalan 6-10 mm, agak keras dan saat masak berwarna ungu. Di dalam buah manggis terdapat daging buah sebanyak 4-7 juring dengan ukuran yang berbeda-beda. Daging buah tebalnya kira-kira 0.9 cm. Setiap juring memiliki bakal biji, namun tidak semua bakal biji dalam juring akan menjadi biji (Nakasone et al, 1998). Juring dicirikan dari daging buah berwarna putih susu, lunak, manis dan segar. Warna daging buah manggis tidak selalu berwarna putih susu tetapi putih bening atau transparan seperti yang terlihat pada Gambar 1. Bentuk bunga adalah rotate dengan 4 sepal (kelopak bunga) dan 4 petal (mahkota bunga), tetapi berbeda dalam ukurannya. Bunga manggis berwarna merah jambu dengan warna kuning dekat dengan pangkal mahkota, biasanya setelah bunga mekar sempurna, daun mahkota akan gugur sedangkan kelopak akan tetap menempel pada bunga hingga menjadi buah.

Gambar 1. Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

Manggis (Garcinia mangostana L.) sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh karena diketahui mangandung Xanthone sebagai antioksidan, antiproliferativ, antiinflamasi dan antimikrobial. Sifat antioksidannya melebihi vitamin E dan vitamin C. Xanthone merupakan substansi kimia alami yang tergolong senyawa polyhenolic. Xanthone tidak ditemui pada buah-buahan lainnya kecuali pada buah manggis, karena itu manggis di dunia diberikan julukan Queen of Fruit atau si ratu buah. Kulit buahnya dapat digunakan sebagai bahan penyamak kulit dan bahan pewarna (Ashari, 1995). Buah manggis dapat digunakan sebagai obat tradisional yaitu untuk mengobati sariawan, wasir dan luka. Kulit buah dimanfaatkan sebagai pewarna termasuk untuk tekstil dan air rebusannya dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Batang pohon dipakai sebagai bahan bangunan, kayu bakar atau kerajinan. Komponen kimia buah manggis yang paling banyak adalah air yaitu 83% dan karbohidrat 15%. Kalori yang dihasilkan oleh 100 gram daging buah manggis yang dapat dimakan adalah 63 kkal. Komposisi kimia dan nilai gizi buah manggis dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi gizi buah manggis setiap 100 gKandungan giziKomposisi

Kalori (kkal)63.00

Protein (g) 0.60

Lemak (g) 0.60

Karbohidrat (g)15.60

Kalsium (mg) 8.00

Fosfor (mg)12.00

Zat besi (mg) 0.80

Vitamin A (S.I)14.00

Vitamin B1 (mg) 0.03

Vitamin C (mg) 2.00

Air (g)83.00

Bagian yang dapt dimakan (%)29.00

Sumber : Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika (2007)

Buah manggis yang masih muda banyak mengandung getah yang berwarna kuning, semakin tua umur buah semakin berkurang getahnya dan akan sama sekali tidak bergetah selama matang penuh. Buah yang masak memiliki kelopak bunga yang tetap menempel pada bagian pangkal buah dan bekas kepala putik masih melekat sehingga tampak seperti bintang pada ujung buah. Tingkat kematangan sangat berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan manggis. Umur panen dan ciri fisik manggis siap panen dapat dilihat pada Tabel 2. Untuk konsumsi lokal, buah dipetik pada umur 114 SBM sedangkan untuk ekspor pada umur 104-108 SBM (Satuhu, 1997).

Tabel 2. Tingkat Kematangan Buah ManggisUmur PanenCiri Fisik Manggis

Warna KulitBerat Diameter

104 hariHijau bintik ungu80-130 g55-60 mm

106 hariUngu kemerahan 10-25 %80-130 g55-60 mm

108 hariUngu kemerahan 25-50 %80-130 g55-60 mm

110 hariUngu kemerahan 50-75 %80-130 g55-60 mm

114 hariUngu merah80-130 g55-65 mm

Sumber : Satuhu (1997)

Cara panen memiliki pengaruh terhadap mutu buah pasca panen khususnya dalam keseragaman buah. Pemetikan buah langsung dengan mengikutsertakan tangkai buah dapat meningkatkan daya tahan buah manggis selama 2-3 minggu setelah panen. Berdasarkan penelitian Suyanti et al (1999) dalam Lubis (2010) menyatakan bahwa cara panen buah manggis langsung petik dengan tangan dapat memberikan hasil kesegaran kelopak buah terbaik dibandingkan cara panen yang lainnya. Hasil penelitian Suyanti et al (1999) dalam Lubis (2010) menunjukkan buah manggis yang dipanen dengan warna kulit buah hijau dengan setitik warna ungu (104 HSBM), warna kulit buahnya berubah dengan cepat menjadi 10-25 % ungu kemerahan dalam satu hari pada penyimpanan 25 oC, RH 60-70 %. Direktorat Tanaman Buah (2002) menyebutkan bahwa standar warna dari berbagai tingkat kematangan buah manggis dinyatakan dengan indeks kematangan. Buah yang dipanen terlalu muda mengandung banyak getah berwarna kuning yang menempel pada permukaan kulit sehingga penampakan buah menjadi kurang menarik. Buah manggis yang dipanen pada indeks warna 1 biasanya untuk pasaran yang jauh. Indeks warna 2 dan 3 untuk ekspor, indeks 4 dan 5 bisa langsung dikonsumsi. Tabel 3 memperlihatkan indeks kematangan buah manggis.

Tabel 3. Indeks Kematangan Buah ManggisIndeksWarnaDeskripsi

0

Warna kulit kuning kehijauan, kulit buah masih bergetah dan buah belum siap petik.

1

Warna kulit buah hijau kekuningan. Buah belum tua dan getah masih banyak. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging. Buah belum siap dipanen.

2

Warna kulit buah kuning kemerahan dan bercak merah hampir merata buah hampir tua dan getah mulai berkurang. Isi daging buah masih sulit dipisahkan dari daging buah. Buah dapat dipetik untuk tujuan ekspor.

3

Warna kulit buah merah kecoklatan pada seluruh permukaan kulit. Masih bergetah isi daging buah dan sudah dapat dipisahkan dari kulit. Buah tepat dipetik untuk tujuan ekspor.

4

Warna kulit merah keunguan pada seluruh permukaan, siap dikonsumsi dan isi mudah lepas dari kulit, tidak ada getah pada kulit. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit dan buah dapat dikonsumsi. Buah tepat dipetik untuk tujuan ekspor.

5

Warna kulit buah ungu kemerahan pada seluruh permukaan kulit. Buah sudah masak sesuai untuk pasar domestik.

6

Warna kulit buah ungu gelap atau kehitaman pada seluruh permukaan kulit. Buah sudah masak sesuai untuk pasar domestik dan siap saji.

Sumber : Standar Operasional Prosedur Manggis, 2007Produk yang dipanen sebelum atau lewat tingkat kemasakannya maka produk tersebut akan mempunyai nilai atau mutu yang tidak sesuai dengan keinginan pengguna/SNI (Standar Nasional Indonesia) yaitu SNI 01-3211-2009. Buah manggis segar dapat digolongkan ke dalam tiga jenis mutu yaitu Mutu Super, Mutu I dan Mutu II yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persyaratan Mutu Buah Manggis (SNI 01-3211-2009)Jenis UjiSatuanPersyaratan

Mutu SuperKelas AKelas B

Keseragaman-SeragamSeragamSeragam

Diametermm>6259 62100Cherimoya, passion fruit, sapote, soursop

Sumber : Nakasone & Paull (1998)

2.3 Pelapisan LilinMenurut Pantastico (1986), pelapisan lilin merupakan usaha penundaan kematangan yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk hortikultura. Pemberian lapisan lilin ini juga untuk menutupi luka-luka goresan kecil pada buah. Keuntungan lainnya yang diberikan lapisan lilin ini pada buah adalah dapat memberikan penampilan yang lebih menarik karena memberikan kesan mengkilat pada buah. Lapisan lilin berfungsi sebagai lapisan pelindung terhadap kehilangan air yang terlalu banyak dari komoditas akibat penguapan dan mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi, sehingga dapat mengurangi kerusakan buah yang telah dipanen akibat proses respirasi (Roosmani, 1975). Roosmani (1975), menyatakan bahwa lilin akan menutupi sebagian pori-pori buah-buahan dan sayur-sayuran, sehingga dapat mengurangi kehilangan air, memperlambat proses fisiologis dan mengurangi keaktifan enzim-enzim pernafasan sehingga dapat menunda proses kematangan. Pelapisan lilin dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah pembusaan, penyemprotan, pencelupan dan pengolesan. Pembusaan dilakukan dengan cara membuat lilin dalam bentuk busa, kemudian dilapisi pada produk segar dengan menggunakan sikat. Penyemprotan dilakukan dengan cara menyemprotkan pelapis langsung ke produk segar. Penyemprotan cenderung boros dibandingkan dengan cara lain. Pencelupan dilakukan pada produk segar dengan mencelupkan buah atau sayuran ke dalam bahan pelapis. Sedangkan pengolesan dilakukan dengan cara mengoleskan bahan pelapis dengan menggunakan kuas ke buah atau sayuran. Berdasarkan cara pelapisan lilin, cara pelapisan lilin dengan metode pencelupan lebih efektif dibandingkan dengan metode pengolesan (Mujiono, 1997).Pelilinan termasuk ke dalam perlakuan prapengangkutan yang bertujuan untuk mengurangi susut mutu dan kerusakan komoditas pertanian sampai tingkat serendah-rendahnya. Keberhasilan pelapisan lilin untuk buah-buahan dan sayuran tergantung dari ketebalan lapisan lilin. Pelilinan yang terlalu tipis tidak berpengaruh nyata terhadap pengurangan penguapan air. Jika lapisan lilin terlalu tebal dapat menyebabkan kerusakan, bau dan rasa yang menyimpang akibat udara di dalam sayuran dan buah-buahan terlalu banyak mengandung CO2 dan sedikit O2 (Mujiono, 1997). Lilin alami yang komersial diantaranya adalah lilin lebah, lilin karnauba dan spermaceti. Lilin karnauba adalah lilin dengan kualitas terbaik. Titik cair lilin ini tinggi (80-87 oC), keras dan kedap air. Lilin ini di dapat dari pohon palem (Copernica cerifera). Spermaceti adalah lilin dari ikan paus (Physester macrocephalus). Lilin ini banyak digunakan dalam industri obat dan kosmetik (Anonim, 1977). Lilin lebah merupakan lilin alami komersial yang merupakan hasil sekresi dari lebah madu (Apis mellifica) atau lebah lainnya. Madu yang diekstrak dengan sentrifusi sisir madunya dapat digunakan lagi, sedangkan yang diekstrak dengan pengepresan mengakibatkan sarang lebah hancur. Sarang yang hancur dapat dijadikan lilin atau dapat dibuat untuk sarang baru. Hasil sisa pengepresan dan sarang yang hancur dicuci dan dikeringkan, kemudian dipanaskan sehingga menjadi lilin atau malam (Winarno, 1981). Lilin lebah berwana putih, kuning sampai coklat, dengan titik cair 62.8 70oC, bobot jenis sebesar 0.952-0.975 kg/m3. Lapisan lilin untuk komoditi hortikultura segar harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu (a) tidak berpengaruh terhadap bau dan rasa komoditi (b) tidak beracun (c) mudah kering dan tidak lengket (d) tidak mudah pecah, mengkilap dan licin (e) mudah diperoleh dan murah harganya (Muchtadi et al, 1990). Lapisan lilin yang digunakan untuk komoditi hortikultura adalah lilin lebah yang dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 4-12 persen dapat dilihat pada Tabel 7. Pembuatan emulsi lilin tidak boleh menggunakan air sadah karena garam-garam yang terkandung dalam air sadah dapat merusak emulsi lilin. Emulsifier yang umum digunakan adalah trietanolamin dan asam oleat (Pantastico et al, 1986). Emulsi-emulsi lilin dalam air lebih aman digunakan daripada pelarut-pelarut lilin yang mudah terbakar.

Tabel 7. Komposisi dasar emulsi lilin 12%Bahan DasarKomposisi

Lilin lebah120 gr

Trietanolamin40 gr

Asam oleat20 gr

Air panas820 ml

Sumber : Balai Hortikultura 2002

Pelilinan biasanya dikombinasikan dengan bahan kimia pemberantas bakteri dan cendawan. Fungisida digunakan untuk menghindari kerusakan oleh kapang pada bahan organik. Fungisida dapat diberikan bersama dengan pelapisan lilin yaitu dengan mencelupkan buah-buahan atau sayuran ke dalam larutan fungisida kemudian baru dicelupkan dalam emulsi lilin atau jika fungisida yang digunakan tidak merusak lilin dapat mencelupkan komoditas langsung ke dalam emulsi lilin yang telah dicampur fungisida (Roosmani, 1975). Tebal lapisan lilin harus seoptimal mungkin. Jika lapisan lilin terlalu tipis maka usaha dalam menurunkan respirasi dan transpirasi kurang efektif. Jika lapisan terlalu tebal maka kemungkinan hampir semua pori-pori komoditi akan tertutup. Apabila semua pori-pori tertutup maka akan mengakibatkan terjadinya respirasi anaerob, yaitu respirasi yang terjadi tanpa menggunakan O2 sehingga sel melakukan perombakan di dalam tubuh buah itu sendiri yang dapat mengakibatkan proses pembusukan lebih cepat dari keadaan normal (Roosmani, 1975).

2.4 Parameter Penurunan MutuAkibat masih berlangsungnya proses respirasi buah setelah dipanen, akan terjadi beberapa perubahan kandungan kimia dalam bahan. Perubahan yang paling umum terjadi selama pemasakan adalah perubahan warna, tekstur, padatan terlarut dan keasaman. Penyimpanan buah segar, diharapkan dapat memperpanjang umur segar. Tujuan utama penyimpanan buah segar adalah pengendalian laju transpirasi dan respirasi antara lain mengatur suhu dan kelembaban ruangan, mengendalikan infeksi penyakit dan mempertahankan produk dalam bentuk yang paling berguna bagi konsumen (Pantastico, 1986). Penyimpanan pada suhu dingin merupakan cara yang paling efektif dan bermanfaat untuk memperlambat perkembangan pembusukan pascapanen pada buah-buahan dan sayuran yang disebabkan oleh infeksi di bagian dalam. Tiap buah dan sayuran mempunyai suhu optimum untuk menghambat pematangan dan penuaan proses-proses fisiologis yang membuat komoditi menjadi rentan terhadap kegiatan bakteri (Pantastico, 1986). Perubahan-perubahan fisik kimia yang umumnya terjadi pada buah-buahan selama pematangan dan penyimpanan diantaranya adalah tekstur, warna, kandungan gula, keasaman, susut bobot, kadar air dan kandungan vitamin C. Berikut adalah beberapa perubahan fisik kimia selama pematangan dan penyimpanan:2.4.1 Susut BobotBuah segar walaupun telah dipetik masih tetap mengalami proses biologis. Proses respirasi dan transpirasi akan menyebabkan komoditi mengalami susut bobot. Susut bobot yaitu massa buah yang berkurang sejalan dengan waktu selama proses penyimpanan. Kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan karbon selama respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan respirasi melalui stomata, lenti sel, dan berbagai jaringan tumbuhan lain yang berhubungan dengan sel epidermis. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan susut bobot tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Kehilangan air yang banyak akan menyebabkan pelayuan dan pengkeriputan (Muchtadi, 1990). Susut bobot dapat juga disebabkan oleh penguraian glukosa buah menjadi karbondioksida dan air. Gas yang dihasilkan akan dapat menguap dan menyebabkan terjadinya susut bobot (Roosmani, 1975). Buah terlihat tidak segar lagi, berubah warna, berubah rasa, kandungan nutrisi berkurang, hingga terjadi pembusukan. Proses metabolisme ini dapat dihambat dengan menyimpan buah-buahan pada suhu rendah dengan kelembaban relatif uap air yang tinggi dan dapat pula membatasi kontak antara buah dengan udara ataupun etilen. Wulandari (2006) menyatakan buah-buahan yang mudah dipetik dari pohon tetap mengalami proses metabolisme. Proses alami buah tersebut antara lain respirasi, transpirasi, pelepasan etilen dan aroma sehingga berakibat pengurangan pada massanya.2.4.2 Total Padatan TerlarutProduk hortikultura menyimpan karbohidrat untuk persediaan energi yang digunakan untuk melangsungkan keaktifan dari sisa hidupnya. Proses pematangan akan menyebabkan kandungan karbohidrat dan gula berubah. Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981), meskipun banyak macam gula yang ada dalam buah dan sayuran, tetapi perubahan kandungan gula yang sesungguhnya hanya meliputi tiga macam gula, yaitu glukosa, fruktosa dan sukrosa. Apabila buah-buahan menjadi matang, maka kandungan gulanya meningkat tetapi kandungan asamnya menurun. Akibatnya kandungan gula dan asam akan mengalami perubahan yang drastis. Keadaan ini berlaku pada buah-buahan klimakterik, sedangkan pada buah non klimakterik perubahan tersebut umumnya tidak jelas. Menurut Riza (2004), pelilinan yang dilakukan pada buah manggis diharapkan dapat menjaga nilai total padatan terlarut agar tetap tinggi. Pada hari penyimpanan ke-37, buah manggis yang mendapatkan perlakuan pelilinan lebah 6% dan disimpan pada suhu 5oC dapat mempertahankan nilai total padatan terlarut tertinggi yaitu 16.2 oBrix, sedangkan untuk kontrol pada suhu penyimpanan 5oC nilai 14.95oBrix. 2.4.3 Kekerasan Kulit BuahKekerasan buah tergantung pada turgor sel hidup, adanya jaringan, adanya jaringan penunjang dan sifat kohesi dari sel. Turgor adalah tekanan dari isi sel sehingga sel ada pada volume normal tetapi dapat terjadi pertukaran senyawa. Tekstur terbentuk dari polisakarida, dimanapun komponen utama dari dinding sel adalah selulosa dan pektin (Hulme 1970 dalam Riza 2004). Semakin lama buah disimpan akan semakin lunak, karena protopektin yang tidak larut diubah menjadi pektin yang larut dan asam pekat. Protopektin adalah bentuk zat pekat yang tidak larut dalam air. Pecahnya protopektin menjadi zat dengan bobot molekul rendah larut dalam air mengakibatkan lemahnya dinding sel dan turunnya kohesi yang mengikat sel satu dengan yang lain. Selain itu, melunaknya buah selama pematangan juga disebabkan oleh aktivitas enzim poligalakturonase yang menguraikan protopektin dengan komponen utama poligalakturonat menjadi asam galakuronat (Pantastico, 1986).Perubahan kekerasan yang terjadi pada kulit tergolong perubahan fisik pada buah-buahan. Tekstur kulit buah tergantung pada ketegangan, ukuran, keterikatan sel-sel, jaringan penunjang dan susunan tanamannya. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma dan elastisitas dinding sel. Terjadinya difusi yang terus-menerus meningkatkan jenjang energi sel dan mengakibatkan tekanan yang mendorong protoplasma ke dinding sel dan menyebabkan sel menjadi tegang (Pantastico et al, 1989).Utama (2001) menyatakan bahwa buah manggis mudah mengalami kerusakan setelah panen terutama akibat benturan-benturan fisik disamping kepekaannya terhadap kerusakan suhu dingin (chilling injury) yang ditandai dengan adanya pengerasan kulit buah. Kulit buah manggis merupakan bagian buah manggis yang membungkus daging buah manggis dan merupakan bagian terbesar dari buah manggis, mencapai 2/3 bagian buahnya. Pengerasan kulit atau cangkang secara normal terjadi karena adanya perubahan fisiologis menuju pada penuaan atau pelayuan terutama buah yang telah dipanen dan mengalami penyimpanan beberapa hari. Perubahan fisiologis normal sangat berkaitan dengan aktivitas metabolisme yaitu respirasi dan transpirasi buah. Tingginya transpirasi akan mengakibatkan terjadi pengeringan atau dehidrasi pada cangkang buah sehingga kulit buah cenderung menjadi keras.Salah satu masalah utama dalam mempertahankan mutu manggis adalah terjadinya pengerasan kulit buah manggis yang disimpan pada suhu rendah dalam jangka waktu yang lama. Buah manggis yang mendapat perlakuan pelilinan, kekerasan kulit buahnya lebih rendah dibandingkan buah manggis tanpa pelilinan.

2.5 Response Surface MethodologyMenurut Montgomery (2001) Response Surface Methodology (RSM) merupakan suatu metode gabungan antara teknik matematika dan teknik statistika, digunakan untuk membuat model dan menganalisa suatu respon y yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas (faktor x) guna mengoptimalkan respon tersebut. Hubungan antara respon y dan variabel bebas x adalah sebagai berikut :y = f(x1,x2,....,xk) + Dimana :y = variabel responx1,x2,......xk = variabel bebas/faktor = errorKarena bentuk fungsi respon f yang sebenarnya tidak diketahui, maka harus ada pendekatannya. Perkiraan model didasarkan pada observasi dari proses atau sistem sehingga dapat membentuk model empirisnya. Jika respon yang diharapkan diasumsikan sebagai E(y) = f(x1,x2,....,xk) = , maka permukaannya dilukiskan oleh = f(x1,x2,....,xk) yang disebut permukaan respon. Umumnya response surface ditampilkan secara grafik dan untuk membantu visualisasi dari bentuk permukaan plot sering digunakan countur dari permukaan respon. Garis countur yang terbentuk mempresentasi ketinggian permukaan yang terbentuk.

o + iXi Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari bentuk hubungan antara respon dengan perlakuannya. Bentuk hubungan linier merupakan bentuk hubungan yang pertama kali dicobakan untuk menggambarkan hubungan tersebut. Jika ternyata bentuk hubungan antara respon dengan perlakuan adalah linier maka pendekatan fungsinya disebut first-order model (model orde pertama), seperti yang ditunjukkan dalam persamaan 1: Y = (1)

o + iXi + iiXi2 + ijXiXj + Jika bentuk hubungannya merupakan kuadrat maka pendekatan fungsinya disebut second-order model (model orde kedua). Persamaan 2 menunjukkan bentuk umum second-order model:Y = (2)Keterangan :Y = Respon Pengamatan o = Intersep i = Koefisien linier ii = Koefisien kuadratikij = Koefisien interaksi perlakuanXi = Kode perlakuan untuk faktor ke-iXj = Kode perlakuan untuk faktor ke-jk = Jumlah faktor yang dicobakanKemudian dari model orde kedua ditentukan titik stasioner, karakteristik permukaan respon dan model optimasinya. RSM pada prinsipnya adalah teknik yang meliputi analisis regresi dan desain eksperimen untuk menyelesaikan masalah optimasi (Box dan Hunter, 1978).

Eksperimen Orde PertamaDalam RSM, dibutuhkan pencarian titik optimum yang berulang-ulang pada desain yang digunakan untuk perpindahan dari eksperimen orde pertama menuju eksperimen orde kedua. Pencarian tersebut dilakukan jika pada eksperimen orde pertama terdapat efek lengkungan, selanjutnya eksperimen orde pertama digantikan oleh eksperimen orde kedua (Sudjana, 2002). Desain faktorial 2k dan desain fraksional faktorial 2k-p adalah desain yang sesuai untuk mengestimasi model orde pertama. Uji kelengkungan eksperimen orde pertama dilakukan dengan metode penambahan titik pusat dengan ukuran nf dan nc dimana f menandakan desain faktorial dan c menandakan titik pusat. Pada desain faktorial diberi kode - untuk level rendah dan + untuk level tinggi, sedangkan titik pusat diberi kode 0. Misalkan yf adalah rata-rata sampel faktorial dan yc adalah rata-rata sampel pada titik pusat. Selisih dari yf yc dapat digunakan untuk menguji adanya lengkungan kuadrat. Apabila nilai yf yc kecil, maka titik pusat berada atau dekat pada bidang yang dilewati titik faktorial, dan pada bagian tersebut tidak terdapat lengkungan kuadrat. Sebaliknya jika yf yc besar, maka disana terdapat lengkungan kuadrat (Montgomery, 2001).Eksperimen orde pertama dilanjutkan dengan metode Steepest Ascent (Gambar 3) jika tidak terdapat lengkungan kuadrat. Jika kondisi optimum dari suatu eksperimen adalah nilai maksimum respon maka metode disebut dengan metode Steepest Ascent. Sebaliknya, apabila kondisi optimum yang diinginkan adalah minimum respon disebut dengan metode Steepest Descent. Dasar kerja dari metode adalah melakukan sebuah eksperimen sederhana pada bagian permukaan respon dengan daerah yang diprediksi akan menghasilkan nilai optimum. Kemudian, tentukan persamaan bidang ini setelah itu eksperimen harus diambil sedemikian rupa agar bergerak ke arah optimum atau sekitar optimum pada permukaan respon (Sudjana, 2002). Dinamakan metode Steepest Ascent atau Lintas Pendakian Tercuram adalah karena eksperimen berikutnya diharapkan bergerak ke arah mendaki paling cepat menuju titik optimum pada permukaan respon.

Jalur dari Steepest AscentWilayah dari permukaan respon =50 =40 =30 =20 =10X2X1Gambar 3. Permukaan respon orde pertama dan jalur Steepest Ascent (Sudjana, 2002)

Dengan mengasumsikan titik x1 = x2 =......= xk = 0 adalah titik asal, algoritma dalam menentukan koordinat titik pada jalur Steepest Ascent adalah: (Montgomery, 2001)1. Pilih suatu ukuran langkah dari salah satu variabel proses, variabel yang dipilih adalah variabel yang memiliki koefisien mutlak regresi terbesar |j|.2. Ukuran langkah dari proses yang lainnya adalah.xi = i = 1,2, ....,k; i j3. Ubah dari xj variabel kode menjadi kode aktual.

Eksperimen Orde KeduaKetika eksperimen orde pertama telah menunjukkan tidak cocok dalam eksperimen baru, pendekatan model regresi orde kedua mulai digunakan. Untuk mengestimasi model permukaan respon orde kedua, biasanya digunakan Central Composite Design (CCD). CCD adalah sebuah rancangan percobaan yang terdiri dari rancangan 2k faktorial dengan ditambahkan beberapa center runs dan axial run (Federer, 1974). CCD untuk k=2 dan k=3 secara visual ditunjukkan oleh Gambar 4.

Gambar 4. Central Composite Design (CCD) (Federer, 1974)

Elemen dari CCD adalah:1. Rancangan 2k faktorial (Runs/Cube point) = nf, dimana k adalah banyaknya faktor percobaan.2. Center Runs (nc), yaitu percobaan pada titik pusat (0,0,...,0)3. Star runs/Axial runs, yaitu percobaan pada titik-titik (,0,...,0), (-,0,...,0), (0,,...,0), (0,-,...,0) ...... (0,0,...,) dan (0,0,...,-) dengan menggunakan axial atau star point yang nilainya ditentukan oleh jumlah variabel faktor dan jenis CCD yang digunakan, dimana nilai = (nf)1/4.Jika dibandingkan dengan rancangan response surface yang orde kedua, maka rancangan response surface orde pertama lebih sedikit membutuhkan unit percobaan, yaitu sebanyak 2k unit percobaan dimana k menyatakan banyaknya faktor perlakuan. Untuk memperoleh orde kedua yang bagus dalam menghasilkan nilai respon, maka model harus memiliki variansi yang stabil dan konsisten yang layak pada titik x. Variansi dari nilai prediksi respon pada titik x adalah (Montgomery, 2001).V[(x)] = 2XT (XT X)-1 xDesain permukaan respon orde kedua sebaiknya harus rotatable, ini artinya V[(x)] sama pada semua titik x yang jaraknya sama pada desain pusat. Dengan kata lain, variansi pada nilai prediksi respon adalah konstan di lingkaran.Desain CCD dibuat rotatable oleh pemilihan . Nilai untuk rotatablity bergantung dari jumlah titik pada factorial portion dalam desain. Nilai = (nf)1/4 menghasilkan sebuah rotatable CCD dimana nf adalah jumlah titik yang digunakan pada factorial portion. Tabel 8 dibawah ini menampilkan desain CCD sampai dengan k=6 variabel bebas. Nilai untuk titik aksial didasarkan pada bentuk kode dari level desain faktorial 2k. Pada umumnya, suatu desain harus memuat setidaknya dua atau tiga titik pusat agar terbuat beberapa replikasi untuk mengestimasi eksperimen error pada model.

Tabel 8. Central Composite DesignJumlah Variabel, k

23456

nf (untuk 2k atau 2k-p48163264

Banyaknya titik aksial = 2k4681012

= (nf)1/41.4141.6822.0002.3782.828

ncncncncncnc

Total8 + nc14+ nc24+ nc42+ nc76+ nc

Sumber : Scheffe, 1967

Gambar 5. Menyajikan rotatable untuk dua variabel misalnya waktu dan temperatur. Desain CCD membutuhkan lima level dari masing-masing kodenya yaitu , -1, 0, 1, .

Temp (oC)

Time (minute)

Gambar 5. CCD yang rotatable untuk dua variabel (Scheffe, 1967)

Bentuk matriks dari model orde kedua yang telah diestimasi adalah : = o + xTb + xTBx dimana:x = b = dan B =

Titik stasioner merupakan turunan pertama dari terhadap vektor x sama dengan nol = b + 2Bx = 0sehinggax = - B-1bSetelah ditemukan titik stasioner, ditentukan pula karakteristik dari permukaan respon yang artinya menentukan jenis titik stasioner apakah merupakan titik maksimum, titik minimum respon atau titik pelana. Untuk mempermudah mengetahuinya maka digambarkan kontur dari permukaan responnya. Dengan program komputer peta kontur dapat dihasilkan untuk analisis permukaan respon. Apabila hanya terdapat dua atau tiga variabel proses, interpretasi dan konstruksi dari peta kontur akan lebih mudah. Tetapi, apabila terdapat lebih banyak variabel, analisis yang digunakan adalah Analisis Kanonik. Metode analisis kanonik yaitu dengan mentransformasikan fungsi respon dari titik asal x (0,0 .....,0) ke titik stasioner xs dan sekaligus merotasikan sumbu koordinatnya, sehingga menghasilkan fungsi respon sebagai berikut : = s + i Widimana : Wi = variabel input baru hasil transformasis = harga estimasi y pada titik stasioner xsi = nilai eigen yang berupa konstanta dari matriks B, i=1,2, ....,k.

Karakteristik dari permukaan respon ditentukan dari harga i. Jika nilainya semua positif maka xs adalah titik minimum dan jika semua negatif maka xs adalah titik maksimum, tetapi jika harganya berada tanda diantara harga i, maka xs merupakan titik pelana (Montgomery, 2001). Ketiga kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Permukaan respon untuk (a) titik maksimum, (b) titik minimum, (c) titik pelana (Montgomery, 2001)


Recommended