Date post: | 19-Feb-2016 |
Category: |
Documents |
Upload: | syahidunsri |
View: | 215 times |
Download: | 0 times |
BAB I
STATUS PEDIATRIK
I. IDENTIFIKASI
Nama : An. Maya Melya Sari
Umur : 8 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Anak ke : 1
Nama Ayah : Tn. Sugianto
Nama Ibu : Ny. Leni
Bangsa : Sumatera
Agama : Islam
Alamat :
Dikirim oleh :
MRS Tanggal :
II. ANAMNESIS ( Subjektif / S)
Tanggal : 07 April 2015
Diberikan oleh : Ibu Pasien (Alloanamnesis)
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama : Kejang
Keluhan tambahan : Demam
Riwayat Perjalanan Penyakit:
4 hari SMRS, anak mengalami sembab pada kelopak mata. Sembab
dirasakan pada saat bangun tidur pagi hari. Anak juga mengalami batuk
(+), pilek (+), demam (-), BAB biasa, BAK sedikit (+), berbusa (+), warna
kuning. Anak tidak dibawa berobat.
1
2 hari SMRS anak juga mengalami sembab pada tungkai dan kelamin,
batuk (+), pilek (+), demam (-), BAB seperti biasa BAK sedikit (+)
berbusa (+), warna kuning. Anak dibawa berobat ke RSMH.
B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Lahir dari ibu G1P0Ao
Sakit saat hamil (-) , perdarahan (-), demam saat hamil dan menjelang
hamil (-), minum jamu atau obat-obat diluar yang diberikan bidan (-)
Riwayat KPSW (-), ketuban kental hijau (-), bau (-)
Masa Kehamilan : Aterm
Partus : spontan
Tempat : di rumah
Ditolong oleh : bidan
Tanggal : 06 Mei 2010
BB : 3000 gram
PB : 50 cm
Riwayat Makanan
ASI : 0-2 tahun
Bubur : 6 bulan s/d 1 tahun
Nasi : 1 tahun s/d sekarang
Kesan : Asupan makanan cukup
C. RIWAYAT IMUNISASI
BCG : +
Polio : Polio 1(+), Polio 2(+), Polio 3(+)
DPT : DPT 1(+), DPT 2(+), DPT 3(+)
Hepatitis B : Hep B (+), Hep B 1(+). Hep B 2 (+), Hep B 3 (+)
Campak : +
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
2
D. RIWAYAT KELUARGA
Perkawinan : 6 tahun
Umur : Ayah (28 tahun), Ibu (25 tahun)
Saudara : Anak ke 1 dari 2 bersaudara
Penyakit yang pernah diderita: Tidak ada
Pedigree
E. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 12 bulan
Kesan : Perkembangan sesuai usia
F. RIWAYAT PERKEMBANGAN MENTAL
Perkembangan mental sesuai dengan usia
G. RIWAYAT SOSIOEKONOMI
Ayah bekerja sebagai supir dan ibu sebagai ibu rumah tangga.
Menanggung 2 orang anak. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS
kesehatan.
Kesan : Sosioekonomi cukup.
3
III. PEMERIKSAAN FISIK ( Objektif / O)
A. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
BB : 25 Kg
PB atau TB : 106 cm
Status gizi
BB/U : Antara 2 - 3 sd
TB (PB)/U : Antara 0- (-2sd)
BB/TB (PB) : Diatas 3 sd
Kesan : Obesitas
Lingkar kepala : 50cm
Edema ( + /+ ), sianosis ( - / - ), dispnue ( - / - ), anemia ( - /- ), ikterus ( -/
- ), dismorfik ( - / - )
Suhu : 36,8 OC
Respirasi : 24 x/menit,teratur
Tipe Pernapasan : Torakal
Tekanan Darah : 100/70
Nadi : 100x/ menit, isi/tegangan cukup, regular
Kulit : Sawo matang , lesi kulit (-)
H. PEMERIKSAAN KHUSUS
KEPALA : Bentuk simetris, cekung (-), menonjol (-),
rambut tidak mudah dicabut, moon face (+)
MATA : Palpebra edem (+/+), mata cekung
(-/-), conjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil
bulat, sentral, diameter 3 cm. reflex cahaya (+/+)
TELINGA : Deformitas (-/-), nyeri tarik aurikula
(-/-), secret (-/-), MAE lapang,
4
HIDUNG : Nafas cuping hidung (-/-), deformitas
(-/-), secret (-/-)
MULUT : Mukosa bibir dan lidah kering (-/-), chelitis
(-/-), lidah tenang
LEHER : Pembesaran KGB (-), JVP 5-2 cmH20
THORAX : Bentuk normal
Paru-paru
o Inspeksi : Statis; simetris kanan = kiri, dinamis; pergerakan paru
kanan = kiri, lesi kulit (-),retraksi intercostal (-),
epigastrial (-) ekspirasi memanjang (-)
o Palpasi : Stem fremitus kanan =kiri normal
o Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
o Auskultasi : Vesikuler normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung
o Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat
o Palpasi : Ictus kordis tidak teraba, thrill (-)
o Perkusi : Batas jantung kanan = kiri normal
o Auskultasi : HR 100x/m, irama reguler, bunyi jantung I dan II ,
murmur(-), gallop (-)
ABDOMEN
o Inspeksi : Cembung (+), venektasi (-), lesi kulit (-)
o Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak
teraba, shifting dullness (-)
o Perkusi : Timpani
o Auskultasi : Bising usus normal
5
EKSTREMITAS
o Superior : Deformitas (-), akral dingin (-), pucat (-), edema (+),
petechie (-), lesi kulit (-)
o Inferior : Deformitas (-), akral dingin (-), pucat (-), edema pretibia
(+), petechie (-), lesi kulit (-)
GENITALIA DAN INGUINAL:
o Genitalia : edema vulva (+)
o Inguinal : Pembesaran KGB (-/-), hernia (-/-)
STATUS NEUROLOGIS : Dalam batas normal
I. DAFTAR MASALAH
1. Sembab seluruh tubuh
J. DIAGNOSIS BANDING
Sindroma Nefrotik (SN) dependen steroid
Sindroma Nefritik Akut (SNA)
K. DIAGNOSIS KERJA
Sindroma Nefrotik (SN) dependen steroid
L. TATALAKSANA (Planning / P)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM tanggal 6 April 2015
1. Protein urin +3
2. Epitel (-)
3. Leukosit 0-2
4. Eritrosit 0-1
6
5. Sel hyalin (+1)
6. Bakteri (+2)
7. Mukus (+2)
TERAPI
- Tirah Baring
- Diet rendah garam 1500 kkal + 50 gram protein dalam bentuk NB 3x 1
porsi
- Pengobatan kortikosteroid dan diuretika:
1. Metilprednisolone Full Dose 50 mg/ hari, 8 mg tab (3-2-2) à 4
minggu. Bila remisi, diteruskan metilprednisolone alternating dose
(37,5 mg/ hari) à (senin-rabu-jumat atau selasa-kamis-sabtu. Dosis
kemudian diturunkan secara bertahap sebanyak 0,2 mg/kgbb/hari
setiap 2 minggu dan dilakukan sampai dosis terkecil yang tidak
menimbulkan relaps (0,1-0,5 mg/kgBB/hari alternating)à dipertahankan sampai 6-12 bulan à lalu dicoba dihentikan.
2. Injeksi Furosemide 2x20 mg
PROGNOSIS
o Qua ad vitam : dubia
o Qua ad functionam : dubia
o Qua ad sanationam : dubia
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Sindrom nefrotik (SN) adalah kumpulan keadaan klinis yang ditandai dengan
proteinuria masif ( ≥ 40 mg/m2 lpb/jam atau proteinuria +3 atau lebih),
hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dl, edema, dapat disertai hiperkolesterolemia ≥ 200
mg/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi,
hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.
2. Epidemiologi
Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang
paling sering ditemukan. Insidens Sindroma Nefrotik (SN) pada anak dalam
kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000
anak per tahun, dengan prevalensi berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak.
Dinegara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per
100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun.Perbandingan anak
laki-laki dan perempuan 2:1.
3. Etiologi
Sindrom nefrotik primer pada anak umumnya idopatik dan diduga ada
hubungan dengan genetik, imunologi dan alergi. Sindroma nefrotik pada anak-
anak juga diduga adalah sindrom nefrotik dengan perubahan minimal, sindrom
nefrotik kongenital, sindrom nefrotik dengan proliferasi mesangial difus,
glomerulosklerosis fokal dan segmental, glomerulonefritis membranoproliferatif,
dan glomerulonefritis kresentrik.
Sindroma nefrotik sekunder dapat pula disebabkan oleh:
i. Penyakit infeksi: - HIV
8
- Hepatitis virus B dan C
- Sifilis
- Malaria
- Skistosoma
- Tuberkulosis
- Lepra
- Post Streptokokus
ii. Penyakit keganasan: - Adenokarsinoma paru, payudara, kolon,
- Limfoma Hodgkin
- Mieloma multipel
- Karsinoma ginjal
iii. Penyakit sistemik dan penyakit immune mediated:
- Lupus Eritematosus Sistemik*
- Henoch Scholein Purpura*
- Sindrom Vaskulitis
- Trombosis vena renalis
- Artritis Reumatoid
- MCTD (mixed connective tissue disease)
- Poliartritis
- Sarcoid
- Dematitis Hepertiformis
iv. Penyakit keturunan dan metabolic
- Mellitus Diabetes
- Amilodoisis
- Sindrom Alport
- Myxedema
- Pre-eklamsia
v. Akibat toksin dan alergi
- Keracunan logam berat (Au, Hg)
- Keracuan probenicid, trimetadion, paradion atau
penisilamin
9
- Gigitan serangga dan bisa ular
* Sindrom nefrotik sekuder pada anak sering sekunder dari vaskulitis
seperti Lupus Eritematosus Sistemik, Henoch Scholein Purpura, Limfoma
Maligna seperti penyakit Hodgkin, malaria kuatarna, infeksi virus hepatitis
B atau infeksi HIV.
4. Klasifikasi sindrom nefrotik
Berdasarkan etiologi
1. Sindrom Nefrotik Primer
i. Sindrom Nefrotik Bawaan
Sindrom nefrotik yang diturunkan sebagai resesif autosom atau
karena reaksi fetomaternal
ii. Sindrom Nefrotik Idiopatik
Sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebab terjadinya
gangguan pada glomerulus sehingga menunjukkan manifestasi
yang sama dengan sindrom nefrotik.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Sindrom nefrotik bisa sekunder dari penyakit infeksi, keganasan, penyakit
sistemik, penyakit autoimun, penyakit metabolik, toksisitas dan alergi.
Berdasarkan histopatologi
Berdasarkan histopatologi, sindrom nefrotik terbagi atas perubahan
minimal dan perubahan non minimal.
Berdasarkan respons terhadap pengobatan steroid
Sindrom nefrotik bisa berespons terhadap pengobatan steroid dan bisa
juga tidak. Oleh yang demikian, sindroma nefrotik bisa dibagi menjadi
sindrom nefrotik yang berespons terhadap steroid dan sindrom nefrotik
yang tidak berespons terhadap steroid.
10
5. Patofisiologi
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya
sindrom nefrotik, sedangkan gejala klinis lainnya dianggap sebagai manifestasi
sekunder. Penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar, salah satu teori
yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat
di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan
negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar
menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama
dari proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin
serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi
terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial. proteinuria dinyatakan
”berat” untuk membedakan dengan proteinuria yang lebih ringan pada pasien
yang bukan sindroma nefrotik. Ekskresi protein sama atau lebih besar dari 40
mg/jam/m2 luas permukaan badan, dianggap proteinuria berat.
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula
oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein
sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik
secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar
lipid kembali normal.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma
intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus
dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan
edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan
stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini
timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan
intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan
pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma
yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang
memicu rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi
natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar
11
natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini
dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder
karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik
menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru
memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin
plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori
overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme
intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi
natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan
ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke
dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume
plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai
akibat hipervolemia.
Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang
dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung
bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena
patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi
rangsangan yang lebih dari satu.
Teori Underfilled Teori Overfilled
12
6. Manifestasi Klinis
Sindroma nefrotik idiopatik lebih sering dijumpai pada laki-laki daripada
pada wanita (2:1) dan paling lazim muncul antara usia 2 dan 6 tahun. Sindrom
terdini telah dilaporkan pada setengah tahun terakhir pada usia satu tahun terakhir
dari usia satu tahun dan lazim pada orang dewasa. Episode awal dan kekambuhan
berikutnya dapat terjadi pasca infeksi virus saluran pernapasan yang nyata seperti
virus influenza. Juga kadang dimulai dengan episode awal lain seperti bengkak
periorbital dan oliguria. Penyakit ini biasanya muncul sebagai edema, yang pada
mulanya ditemukan disekitar mata dan pada tungkai bawah, di mana edemanya
bersifat “pitting”. Semakin lama, edema menjadi menyeluruh dan mungkin
disertai kenaikan berat badan, timbul asites dan/atau efusi pleura, penurunan curah
urin. Edemanya berkumpul pada tempat-tempat tergantung dan dari hari ke hari
dapat berpindah dari muka dan punggung ke perut, perineum dan kaki. Anoreksia,
nyeri perut dan diare lazim terjadi sedangkan hipertensi sebaliknya. dalam
beberapa hari,edema semakin jelas dan menjadi anasarka. Dengan perpindahan
volume plasma ke rongga ketiga dapat terjadi syok. Bila edema berat, dapat
timbul dispnu akibat efusi pleura.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah seperti pemeriksaan urin
yang meliputi pemeriksaan protein kualitatif/kuantitatif, kreatinin dan uji
selektivitas protein (PST) untuk menunjang bentuk lesi. Selain pemeriksaan urin
diperlukan juga pemeriksaan darah yang meliputi albumin darah, protein total dan
kolesterol. Dari pemeriksaan penunjang ini didapatkan proteinuria yang masif dan
ditemukan pada sediment urin nilai yang normal. Bila terjadi hematuria
mikroskopik (>20 eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular (misalnya
13
sclerosis glomerulus fokal). Albumin plasma rendah dan lipid meningkat. IgM
dapat meningkat, sedangkan IgG turun. Komplemen serum normal dan tidak ada
krioglobulin.
8. Kriteria Diagnosis
1. Edema
2. Proteinuria massif
Urin : BANG atau DIPSTIX ≥ + 3 atau + 4 (kualitatif)
Protein > 40 mg/m3/jam, atau > 2 g/hr (kuantitatif)
Rasio protein : Kreatinin > 2,5 (Penilaian fungsi ginjal bisa normal
atau menurun. Keratin clearance ini bisa turun karenaterjadi
penurunan perfusi ginjal akibat penyusutan volume intravaskuler
dan akan kembali ke normal bila volume intravascular membaik)
Sediment urin biasanya normal
Bila terjadi hematuria mikroskopik (>20 eritrosit/LPB) dicurigai
adanya lesi glomerular (misalnya : sclerosis glomerulus fokal)
3. Hipoalbuminemia
Albumin darah < 2 g/dl (20 g/L)
4. Dengan atau tanpa hiperlipidemia/hiperkolesterolemia
5. IgM dapat meningkat sedangkan IgG turun
6. Komplimen serum normal dan tidak ada krioglobulin
7. Kadar kalsium serum total menurun (karena penurunan fraksi terikat
albumin)
8. Kadar C3 normal
Diagnosis SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan
laboratorium berupa proteinuri masif (> 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari),
hipoalbuminemi (<3 g/dl), edema, hiperlipidemi, lipiduri dan hiperkoagulabilitas.
Pemeriksaan tambahan seperti venografi diperlukan untuk menegakkan diagnosis
trombosis vena yang dapat terjadi akibat hiperkoagulabilitas. Pada SN primer
14
untuk menentukan jenis kelainan histopatologi ginjal yang menentukan prognosis
dan respon terhadap terapi, diperlukan biopsi ginjal.
9. Tatalaksana
Indikasi Rawat
- SN serangan pertama kali
- SN relaps dengan edema anasarka atau penyulit (infeksi berat, muntah-
muntah, diare, hipovolemia, hipertensi, tromboemboli, GGA).
- SN steroid resisten
- SN steroid relaps sering dengan indikasi untuk terapi sitostatika tambahan
I. Sindroma nefrotik primer
Aktivitas
Aktivitas disesuaikan dengan kemampuan pasien, jika edema anasarka,
dispneu, hipertensi → tirah baring.
Dietetik
- Protein normal sesuai RDA yaitu 2 g/kg/hr
- Rendah garam (1-2 g/hr) selama edema/ mendapat terapi steroid.
Diuretika
Retriksi cairan (30 ml /kgBB/hari) selama ada edema berat dan oliguri.
Loop diuretic (furosemid 1–2 mg/kgbb/hr), bila kadar kalium rendah < 3,5
mEq/L dapat dikombinasi dengan spironolakton (1–2 mg/kgbb/hr) diberikan
pada edema berat/anasarka. Diuretika lebih dari 1 minggu periksa ulang
natrium dan kalium plasma.
Bila SN disertai hipovolemia (hipoalbuminemia berat → kadar albumin ≤ 1,5
gr/dl) berikan infus albumin rendah garam 20-25 % 1 g/ kg BB atau plasma
sebanyak 15–20 ml /kg BB dalam 1-2 jam, 15-30 menit setelah infus
albumin/plasma selesai diberikan furosemid 1–2 mg/kg BB IV.
Antibiotika/antiviral
15
Antibiotika diberikan bila:
- Edema anasarka + laserasi kulit → amoksisilin, eritromisin, sefaleksin
- Infeksi → beri antibiotika yang disesuaikan beratnya derajat infeksi
- Bila terjadi infeksi varicella → asiklovir 80 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis
→ 7-10 hari, pengobatan kortikosteroid stop sementara.
Imunisasi
- Vaksin virus hidup baru diberikan setelah 6 minggu pengobatan steroid selesai.
- Kontak dengan penderita varicella → Imunoglobulin varicella-zoster dalam waktu
< 72 jam
Tuberkulostatika
- Test Mantoux (+) → beri INH profilaksis
- TBC aktif → beri OAT
Pengobatan kortikosteroid
Pengobatan steroid untuk sementara tidak boleh diberikan bila dijumpai hal-
hal sebagai berikut: hipertensi, infeksi berat (viral/ bakteri), azotemia
A. Pengobatan inisial
- Dosis inisial prednison atau prednisolon 60 mg/m2/hari atau 2
mg/kgbb/hari sesuai dengan BB ideal (BB/TB) dibagi 3 dosis
(maksimal 80 mg/hari) selama 4 minggu
- Remisi (+) pada 4 minggu pertama, dosis alternating 40 mg/m2/hr (2/3
dosis initial) selang sehari pada pagi hari sudah makan selama 4 minggu
lalu stop. Bila remisi terjadi antara minggu ke 5 sampai dengan akhir
minggu ke 8, steroid alternating dilanjutkan 4 minggu lagi.
- Remisi (-) sampai akhir minggu ke 8 → resisten steroid
B. Pengobatan SN Relaps
Bila dijumpai proteinuria (≥ +2) setelah pengobatan steroid selesai, perlu
dicari faktor pemicunya (biasanya infeksi) dan diobati dengan AB selama 5–7
hari. Bila proteinuria jadi negatif tidak perlu diberi prednison, bila proteinuria
16
masih tetap (≥ +2) atau tidak ditemukan fokus infeksi mulai dengan
prednison dosis penuh sampai remisi (proteinuria negatif atau trace 3 hari
berturut-turut) (maksimal 4 minggu) → dilanjutkan dosis alternating selama 4
minggu → stop.
Bila pada FD selama 4 minggu remisi (-), alternating 4 minggu remisi (-)
→ resisten steroid.
C. Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid
Ada 4 pilihan:
1) Dicoba pemberian steroid jangka panjang
2) Pemberian levamisol
3) Pengobatan CPA
4) Pengobatan siklosporin (terakhir)
Cari fokus infeksi seperti TB, infeksi di gigi atau kecacingan.
1) Steroid jangka panjang
Dimulai dengan prednison atau prednisolon dosis penuh (4 minggu)
sampai terjadi remisi. Lanjutkan dengan steroid alternating (4 minggu),
kemudian dosis diturunkan perlahan 0,5 mg/kgbb setiap 4 minggu sampai
dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1–0,5
mg/kgbb alternating, dapat diteruskan selama 6–12 bulan → coba
dihentikan.
Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat >0,5 mg/kgbb/AD, tetapi
< 1 mg/kgbb/alternating tanpa efek samping yang berat dapat dicoba
dikombinasi dengan Levamisol selang sehari 2,5 mg/kgbb selama 4 – 12
bulan atau langsung diberi CPA.
Bila pasien:
1) relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgbb/alternating atau
2) meskipun dosis rumat < 1 mg/kgbb tetapi disertai:
a) efek samping steroid yang berat
17
b) pernah relaps dengan gejala yang berat antara lain hipovolemia,
trombosis, sepsis diberikan CPA dengan dosis 2 – 3 mg/kgbb/hari
selama 8 – 12 minggu.
2) Sitostatika
2.1. Siklofosfamid (CPA oral) 2-3 mg/kgbb/hari atau intravena 500
mg/m2/hari atau
2.2. Klorambusil 0,2 mg/kgbb/hari selama 8 minggu.
Pemantauan dengan pemeriksaan darah tepi: Hb, lekosit, trombosit 1-2
x seminggu. Obat dihentikan bila jumlah lekosit < 3000/ul, Hb < 8 g/dl
atau trombosit < 100.000/ul dan diteruskan kembali setelah leukosit >
5000/ul.
3) Siklosporin (CyA)
Siklosporin dosis 5 mg/kgbb/hari dipakai pada:
1.Pada SN idiopatik yang tidak respon dengan pengobatan steroid atau
sitostatik.
2.Pada SN relaps sering/dependen steroid
D. Pengobatan SN resiten steroid
Pengobatan SN resisten steroid (SNRS) sampai sekarang belum
memuaskan. Lakukan biopsi sebelum pengobatan dimulai. Obat-obat yang
digunakan bisa siklofosfamid puls 500 mg/m2/bulan + metilprednisolon 40
mg/m2/hari ALT selama 6 bulan atau siklofosfamid oral 2-3 mg/kgbb/hari +
metilprednisolon 40 mg/m2/hari ALT selama 3-6 bulan
II. Sindroma nefrotik kongenital
- Steroid tidak diberikan.
- Pengobatan konservatif lainnya (Dietetik, penanggulangan infeksi, koreksi
hipovolemia )
18
- ACE inhibitor: enalapril 0,5 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis atau captopril 0,3
mg/kgbb/kali dinagi 2-3 dosis dengan tujuan untuk menghilangkan proteinuria
dan menghambat terjadi gagal ginjal terminal.
- Transplantasi ginjal
III. Sindroma nefrotik sekunder
Disamping penanganan terhadap sindroma nefrotiknya, perlu pengobatan
terhadap penyakit yang mendasarinya → tergantung pada SP masing-masing
dari jenis penyakit yang menimbulkan sindroma nefrotik.
IV. Pengobatan komplikasi
- Infeksi (telah dibicarakan di atas)
- Tromboemboli
Pencegahan tromboemboli pada SN relaps sering/dependen steroid/ steroid
resisten: aspirin atau dipiridamol selama pengobatan steroid.
Heparin diberikan bila sudah terjadi trombosis.
- Hipovolemia
Diatasi dengan infus NaCl fisologis, lalu disusul dengan infus albumin 1
gr/kgbb/ atau plasma 20 ml/kgbb (tetesan lambat→10 tetes per menit).
Bila hipovolemia telah teratasi, penderita masih oliguria diberikan
furosemid 1-2 mg/kgbb intravena.
- Hipokalsemia
Suplementasi kalsium 500 mg/hari dan vitamin D.
Bila terjadi tetani diobati dengan kalsium glukonas 50 mg/kgbb intravena.
Tindak lanjut
Dilakukan pemeriksaan berat badan. intake-output, lingkaran perut, tekanan
darah setiap hari. Pemeriksaan darah tepi 1 kali seminggu. Urinalisa dan
pemeriksaan protein semikuantitatif 2 kali seminggu (jika sudah trace,
diulangi 3 kali berturut-turut). Pemeriksaan kimia darah dan elektrolit selama
19
perawatan sekali dua minggu. Awasi efek samping obat dan komplikasi yang
mungkin terjadi selama pasien dirawat. Bila ditemukan, harus ditanggulangi.
Indikasi pulang
Penderita dipulangkan bila keadaan umum baik, komplikasi teratasi, dalam
keadaan remisi.
Selama mendapat steroid kontrol sekali seminggu secara berobat jalan.
Setelah steroid dihentikan kontrol sekali sebulan selama 3-5 tahun bebas
gejala.
10. Komplikasi
Tromboemboli, infeksi, hiperlipidemia, hipokalsemia, hipovolemia, gagal
ginjal akut, anemia dan pertumbuhan abnormal.
11. Prognosis
- SNKM: 4 – 5% menjadi gagal ginjal terminal pada pengamatan 20 tahun.
- GSFS: 25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun.
- SN primer (SNKM) /kortikosteroid responsif umumnya baik.
- Pada kortikosteroid non responsif prognosis kurang baik, mortalitas pada
jenis GSFS 50% 16 tahun setelah diketahui, pada GNMP 50% 11 tahun
setelah diketahui. SN sekunder tergantung penyakit primer.
20
21