+ All Categories
Home > Documents > Topik 7 Data

Topik 7 Data

Date post: 12-Nov-2015
Category:
Upload: rara
View: 251 times
Download: 3 times
Share this document with a friend
Description:
imkg
Popular Tags:
28
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I Topik : Manipulasi Resin Akrilik Aktivasi Panas (Heat Cured Acrylic Resin) Kelompok : A5 TanggalPraktikum : 13 April 2015 Pembimbing : Sri Yogyarti,drg,MS Penyusun: 1. Muhammad Halim 021411131021 2. Dwi Susanti 021411131022 3. Dea Delicia 021411131023 4. Rara Anjani K.D 021411131024 5. Nihal Dea Ananda 021411131025 DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2015
Transcript

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL ITopik: Manipulasi Resin Akrilik Aktivasi Panas (Heat Cured Acrylic Resin)Kelompok: A5TanggalPraktikum: 13 April 2015Pembimbing: Sri Yogyarti,drg,MS

Penyusun:1. Muhammad Halim0214111310212. Dwi Susanti0214111310223. Dea Delicia0214111310234. Rara Anjani K.D0214111310245. Nihal Dea Ananda021411131025

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGIFAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS AIRLANGGA2015

1. TUJUANa. Memanipulasi resin akrilik aktivasi panas dengan cara dan alat yang tepat.b. Mengamati tahap yang terjadi pada pencampuran polimer dan monomer, yaitu fase sandy, fase stringy, fase dough, fase rubbery, dan fase stiff.c. Dapat menganalisa hasil polimerisasi heat cured acrylic resin.

2. CARA KERJA2.1 Persiapan alat dan bahanBahan:a. Bubuk polimer dan cairan monomerb. Cairan cold mould seal (CMS)Alat:a. Kuvet yang telah dibuat cetakan (mould) dari gipsum keras (gipsum tipe III)b. Pot porselinc. Pipet ukur/gelas ukurd. Stopwatche. Kuas kecilf. Kuvet logamg. Timbangan digitalh. Press kuveti. Plastik/kertas cellophanej. Pisau malamk. Pisau model

Bubuk polimer Cairan monomer Cairan cold mould sealPot poselinPipet ukur StopwatchKuas kecil Kuvet logamTimbangan digitalPress hidrolikPlastik/kertas cellophanePisau modelPisau malam

2.2 Pengisian cetakan (mould) dengan adonan resin akrilik (acrylic packing)a. Oleskan permukaan mould dan sekitarnya menggunakan Cold Mould Seal (CMS) menggunakan kuas secara searah dan ditunggu sampai kering.b. Cairan monomer diukur sebanyak 2 ml (sesuai aturan pabrik) menggunakan pipet ukur, lalu bubuk polimer ditimbang sebanyak 4 gr. Tuangkan cairan monomer ke dalam pot porselin, kemudian bubuk dimasukkan secara perlahan-lahan selama 20 detik hingga polimer terbasahi oleh monomer.c. Awal waktu pengadukan dihitung dengan stopwatch, campuran polimer dan monomer diaduk menggunakan bagian tumpul dari pisau malam hingga homogen. Fase sandy, stringy, dough diamati dengan cara membuka tutup pot porselen, bila fase dough belum tercapai maka pot porselin ditutup kembali.d. Tanda terjadinya fase dough adalah bila disentuh dengan bagian tumpul pisau malam, adonan tidak lengket.e. Waktu tercapainya fase dough dicatat. Fase ruberry dan fase stiff diamati setelah fase dough selesai (dari sisa adonan yang tidak terpakai).f. Setelah terjadinya fase dough, adonan dimasukkan ke dalam cetakan (mould) pada kuvet bawah. Permukaan adonan resin akrilik ditutup dengan plastik/kertas cellophan, kemudian kuvet atas dipasang dan dilakukan pengepresan pada press hidrolik.g. Setelah pengepresan, kuvet dibuka lalu kertas/plastik cellophan diangkat. Kelebihan akrilik dipotong dengan menggunakan pisau model tepat pada tepi cetakan.h. Selesai pemotongan kelebihan akrilik, dilakukan pengepresan kembali (masih menggunakan kertas/plastik cellophan). Kuvet dibuka dan kelebihan resin akrilik dipotong kembali.i. Pengepresan yang terakhir dilakukan tidak menggunakan kertas/plastik cellophan, kuvet atas dan bawah disatukan dan harus tepat serta rapat. Kemudian dipress dengan press hidrolik dengan kekuatan 2000 dan dipindahkan pada handpress.

2.3 Proses polimerisasi/kuringProses kuring resin akrilik dilakukan sesuai dengan aturan pabrik menggunakan merk QC-20.a. Memasak air pada panci diatas kompor hingga mendidih (suhu 1000 C).b. Kuvet yang terisi akrilik dalam keadaan dipress langsung dimasukkan pada air mendidih selama 20 menit.c. Setelah 20 menit, kompor dimatikan lalu ditunggu hingga air tidak panas lagi (suhu ruang).

2.4 DeflaskingSetelah dilakukan proses kuring, kuvet dibiarkan sampai dingin (suhu ruang) kemudian kuvet dibuka. Hasil akrilik diambil secara perlahan dengan menggunakan pisau malam.

3. HASIL PRAKTIKUM3.1 Fase Stringy

Pengamatan: a. Tidak ada porusb. Permukaan kasar.c. Terdapat sayap.d. Warna akrilik setelah selesai polimerisasi pink terange. Ada sedikit gipsum yang menempel pada permukaan akrilik

Pada percobaan pertama, adonan monomer dan polimer resin akrilik dicetak ke dalam mould pada fase stringy, yaitu saat adonan disentuh dan ditarik menggunakan jari tampak kondisi yang berserat-serat dan lengket. Pada kondisi ini adonan akrilik sulit untuk dimasukkan dan dibentuk ke dalam mould. Setelah adonan yang ada di dalam mould dipress, kelebihan adonan yang keluar dari batas cetakan juga sulit untuk dibersihkan. Setelah akrilik selesai dikuring, akrilik memiliki tekstur permukaan yang kasar. Sayap yang dihasilkan juga lebih lebar. Aromanya juga masih menyengat seperti saat sebelum dikuring. Defek Hasil kuring resin akrilik yang dicetak pada fase stringy :1. Bintil Adonan akrilik pada fase stringy cenderung lebih berserat sehingga menyebabkan permukaan pada cetakan akrilik kasar. Hal ini disebabkan karena manipulasi diletakkan pada mould sebelum waktunya.

2. Sayap Sayap yang dihasilkan dari rendahnya flowing properties yang dimiliki oleh adonan akrilik pada fase ini. Flowing properties yang rendah menyebabkan adonan mudah keluar dari dari dalam rongga mould saat dipres.

3.2 Fase dough

Pengamatan:a. Ada sedikit gipsum yang menempel pada permukaan akrilikb. Homogenc. Halusd. Warna akrilik setelah selesai polimerisasi lebih gelap dari hasil saat fase stringyPada tahap ini jumlah rantai polimer yang memasuki larutan meningkat dan terjadi larutan monomer dan polimer yang terlarut. Namun terdapat sejumlah polimer yang belum larut. Proses hingga fase dough berakhir lebih kurang 3 menit. Bila fase dough berakhir campuran sudah tidak bisa dimanipulsi. Ciri fase dough yaitu adonan halus, homogen, mudah diangkat dan tidak melekat lagi, tahap ini merupakan waktu yang tepat untuk memasukkan adonan ke dalam mould.

3.3 Fase rubbery

Pengamatan:a. Sayap lebih lebar.b. Terdapat gipsum yang menempel pada permukaan akrilik.Permukaan kasar.Pada percobaan ketiga, adonan monomer dan polimer resin akrilik dicetak ke dalam mould pada fase rubbery, yaitu saat adonan memiliki tekstur yang elastis, tidak lengket, dan jika ditekan akan kembali ke bentuk semula meskipun tidak kembali 100%. Pada kondisi ini, adonan tidak lengket tetapi sulit untuk dibentuk. Setelah adonan yang ada di dalam mould di-press, kelebihan adonan sangat mudah dibersihkan seperti saat fase dough. Setelah akrilik selesai dikuring, akrilik memiliki tekstur yang cukup halus, sayap yang dihasilkan agak lebar.

Defek:1. Sayap Sayap yang ada pada akrilik fase rubbery disebabkan karena pada saat pengepresan adonan akrilik cenderung kembali ke bentuk semula. Sehingga sampai pada pengepresan akhir masih ada sayap tersisa. Hal ini disebabkan adonan akrilik pada fase rubbery bersifat elastic.2. Gips menempel pada hasilAkibat pengolesan CMS kurang sehingga beberapa bagian gips menempel pada hasil.3. PorositasPorousitas dapat terjadi karena volume monomer yang kurang, pengadukan tidak homogen, dan tekanan pada saat dilakukan proses pengepresan yang kurang. Tekanan pada pengepresan yang kurang ini bisa disebabkan karena dari tekanan itu sendiri yang kurang atau bisa juga disebabkan karena bahan adonan yang dimasukkan dalam cetakan kurang sehingga tidak memenuhi seluruh mould. Porous juga dapat terbentuk bila terjadi overcuring, yaitu apabila saat proses curing suhu meningkat (overheating) dan volume air berkurang hingga ketinggiannya tidak memenuhi kuvet. 4. KasarAkibat permukaan mould kasar5. BintilAkibat kesalahan dalam pembuatan mould, sehingga terdapat rongga yang terisi udara dan menimbulkan bintil.

4. PEMBAHASANManipulasi bahan dasar gigi tiruan akrilik melibatkan pencampuran bubuk dan cair untuk membentuk 'adonan' yang dikemas ke dalam cetakan gipsum saat curing. (McCabe & Walls, 2008. Page 114)Perbandingan monomer dan polymer akan menentukan struktur resin. Perbandingan monomer dan polymer, biasanya 3 sampai 3,5/1 satuan volume atau 2,5/1 satuan berat. Bila ratio terlalu tinggi, tidak semua polymer sanggup dibasahi oleh monomer akibatnya acrylic yang digodok akan bergranula. Selain itu juga tidak boleh terlalu rendah karena sewaktu polmerisasi monomer murni terjadi penyusutan sekitar 21% satuan volume. Penyusutan ini dapat dikurangi dengan penggunaan rasio bubuk dan cairan. Bila rasio bubuk dan cairan terlalu tinggi, campuran tersebut menjadi kering dan tidak dapat diatur dan campuran tersebut tidak akan mengalir ketika ditempatkan di bawah tekanan cetakan gipsum. Di samping itu, terdapat monomer yang tidak mencukupi dalam campuran yang kering untuk mengikat partikel-partikel polimer secara bersamaan. Pada adonan acrylic yang berasal dari perbandingan monomer dan polymer yang benar, kontraksi sekitar 7%. Bila terlalu banyak monomer, maka kontraksi yang terjadi akan lebih besar. (Anusavice, 2014. Page 201)Pencampuran polymer dan monomer harus dilakukan dalam tempat yang terbuat dari keramik atau gelas yang tidak tembus cahaya (mixing jar). Hal ini dimaksudkan supaya tidak terjadi polymerisasi awal. Bila polymer dan monomer dicampur, akan terjadi reaksi dengan tahap-tahap sebagai berikut (Anusavice, 2014. Page 202) : Tahap 1 : Adonan seperti pasir basah (sandy stage). Tahap 2 : Adonan apabila disentuh dengan jari atau alat bersifat lengket, apabila ditarik akan membentuk serat (stringy stage). Butir-butir polimer mulai larut, monomer bebas meresap ke dalam polimer. Tahap 3 : Adonan bersifat plastis (dough stage). Pada tahap ini sifat lekat hilang dan adonan mudah dibentuk sesuai dengan yang kita inginkan. Jumlah rantai polimer meningkat. Fase ini merupakan fase terbaik untuk meletakan adonan ke dalam mould karena adonan tidak akan melekat secara kuat pada permukaan mould, flow adonan tidak terlalu tinggi maupun terlalu rendah sehingga mudah dimanipulasi atau bersifat plastis. Tahap 4 : Kenyal seperti karet (rubbery stage). Pada tahap ini lebih banyak monomer yang menguap, terutama pada permukaannya sehingga terjadi permukaan yang dapat memantul atau diregangkan. Tahap 5 : Kaku dan keras (rigid stage). Akibat penguapan monomer bebas Pada tahap ini adonan telah menjadi keras dan kering pada permukaannya, sedang keadaan bagian dalam adukan masih kenyal.

Transisi dari tahap 'sandy' ke 'stringy' ke 'dough' dan akhirnya rubbery dan stiff adalah karena perubahan fisik yang terjadi di dalam campuran. (Anusavice,2014).

CuringUntuk menyempurnakan dan mempercepat polimerisasi, maka setelah pengisian (packing) dan pengepresan perlu dilakukan pemasakan (curing) di dalam oven atau boiling water (air panas). Di dalam pemasakan harus diperhati-kan, lamanya dan kecepatan peningkatan suhu/temperature. Metode pemasakan dapat dilakukan dengan cara cepat atau lambat.

Hati-hati terhadap perbandingan powder/liquid ratio saat pengadukan, karena dapat menimbulkan shrinkage apabila terjadi kesalahan. Jika rasio bubuk / cairan terlalu tinggi maka campuran menjadi 'kering' dan tidak terkendali dan campuran tidak akan mengalami flow jika ditempatkan di bawah tekanan dalam cetakan gypsum. Selain itu, ada insufisiensi monomer dalam campuran kering untuk mengikat semua butir-butir polimer bersamaan. Ini dapat menghasilkan efek granular pada permukaan gigi tiruan yang biasanya disebut porositas sebagai granular (porus) (McCabe & Walls, 2008. Page 114)

A. Hasil pengamatan akrilik yang masukkan ke mould saat fase Stringy:Berdasarkan hasil pada percobaan pertama, adonan monomer dan polimer resin akrilik dicetak ke dalam mould pada fase stringy, yaitu saat adonan disentuh dan ditarik menggunakan jari tampak kondisi berserat-serat dan lengket. Pada kondisi ini adonan akrilik sulit untuk dimasukkan dan dibentuk ke dalam mould karena lengket meskipun memiliki flow yang tinggi. Setelah adonan yang ada di dalam mould dipress, kelebihan adonan mudah untuk karena pada fase stringy adonan memiliki tekstur yang lengket (Bhat 2006, 193). Setelah akrilik selesai dikuring, akrilik memiliki tekstur permukaan yang kasar. Terdapat sedikit sayap. Karena masih memiliki flow yang tinggi maka kepadatnnya juga rendah sehingga ketika dipress mudah untuk melebar, dan mengakibatkan warnanya menjadi lebih terang dari pada hasil akrilik dari fase dough maupun rubbery. Pengolesan CMS yang kurang/ tidak merata juga bisa menyebabkan menempelnya gips pada permukaan akrilik. Aroma meyengat ditimbulkan oleh monomer sisa yang terdapat di dalam akrilik. Pada saat fase stringy, monomer belum beraksi dengan polimer seutuhnya. (Hussain 2004, 405) Semakin banyak monomer yang dikonsumsi saat polimerisasi, maka semakin sedikit monomer sisa. (Hatrick 2011, 222)

B. Dough stagePada tahap ini jumlah rantai polimer yang memasuki larutan meningkat dan terjadi larutan monomer dan polimer yang terlarut. Namun terdapat sejumlah polimer yang belum larut. Proses hingga fase dough berakhir lebih kurang 3 menit. Bila fase dough berakhir campuran sudah tidak bisa dimanipulsi. Ciri dough stage yaitu adonan halus, homogen, mudah diangkat dan tidak melekat lagi, memiliki sifat plastis sehingga adonan akrilik mudah dibentuk dan kelebihannya mudah dibersihkan karena pada fase ini adonan memiliki tekstur yang tidak lengket. (Bath 2006, 193). Tahap ini merupakan waktu yang tepat untuk memasukkan adonan ke dalam mould. Kepadatan yang dimiliki adonan pada fase ini cukup bagus karena saat di press masih memiliki flow dan meyebabkan hasilnya memiliki warna pink lebih gelap dari fase stringy. ) Porus yang timbul pada hasil percobaan ini disebabkan oleh adanya adonan yang berkurang akibat pembersihan kelebihan adonan yang melebihi batas. Kekurangan adonan menyebabkan tekanan yang diterima oleh adonan berkurang. Berkurangnya tekanan ini menyebabkan monomer mudah menguap sehingga terdapat udara yang terjebak di dalam adonan dan terjadilah porus. (Hatrick 2011, 219-220)

Waktu dough (waktu sampai tercapainya konsistensi liat) tergantung pada (Anusavice,2014):1. Ukuran partikel polymer; partikel yang lebih kecil akan lebih cepat dan lebih cepat mencapai dough.2. Berat molekul polymer; lebih kecil berat molekul lebih cepat terbentuk konsistensi liat.3. Adanya plasticizer yang bisa mempercepat terjadinya dough.4. Suhu; pembentukan dough dapat diperlambat dengan menyimpan adonan dalam tempat yang dingin.5. Perbandingan monomer dan polymer; bila ratio tinggi maka waktu dough lebih singkat.

C. Rubbery stagePada percobaan ketiga, adonan monomer dan polimer resin akrilik dicetak ke dalam mould pada tahap rubbery, yaitu saat adonan memiliki tekstur yang elastis, tidak lengket, dan jika ditekan akan kembali ke bentuk semula meskipun tidak kembali 100% dan memiliki flow yang rendah. Pada kondisi ini, adonan tidak lengket tetapi sulit untuk dibentuk. Setelah adonan yang ada di dalam mould di-press, kelebihan adonan mudah untuk dibersihkan karena adonan sudah tidak lengket lagi. Hal ini dikarenakan monomer sudah teratur karena telah bergabung dengan monomer. (Nallaswamy 2003, 214) Setelah akrilik selesai dikuring, akrilik memiliki tekstur yang cukup halus, Masih terbentuk sayap yang cukup lebar, padahal adonan akrilik sebelumnya telah dipress hingga terlihat tidak ada adonan yang berlebih sama sekali. Namun setelah dipress kembali, sebenarnya adonan akrilik kembali membentuk sayap. Dalam fase rubbery, akrilik kembali ke bentuk semula saat diberi tekanan. (Nallaswamy 2003, 214) Oleh karena itu adonan akrilik terlihat seolah-olah tidak ada kelebihan adonan saat plaster dibuka karena bentuk adonan akrilik telah kembali seperti semulaAda tiga metode pemasakan resin acrylic, yaitu:1. Kuvet dan Press dimasukkan ke dalam waterbath, kemudian diisi air setinggi 5 cm diatas permukaan kuvet. Selanjutnya dimasak diatas nyala api hingga mencapai temperature 70 C (dipertahankan selama 10 menit). Kemudian temperaturnya ditingkatkan hingga 100 C (dipertahankan selama 20 menit). Selanjutnya api dimatikan dan dibiarkan mendingin sampai temperature ruang.2. Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (100 C), kemudian kuvet dan press dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali (dipertahankan selama 20 menit), api dimatikan dan dibiarkan mendingin sampai temperature ruang.3. Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (100 C), kemudian kuvet dan press dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali. Setelah mendidih api segera dimatikan dan dibiarkan selama 45 menit.

DeflaskingSetelah proses curing selesai, kuvet dibiarkan dingin perlahan (suhunya turun sedikit demi sedikit sampai suhu kamar). Kemudian akrilik diambil dengan bantuan pisau malam.Namun dalam praktikum ini karena keterbatasan waktu, kuvet disiram dengan air dingin sedikit demi sedikit untuk mempercepat proses pendinginan. Penurunan suhu kuvet ini wajib dilakukan, karena apabila kuvet langsung dibuka setelah proses curing (tanpa mendinginkannya terlebih dahulu) maka akan terjadi distorsi.

Keuntungan dan kerugian penggunaan akrilik sebagai polymeric denture base material:AdvantagesBahan resin akrilik relatif mudah pengerjaannya (Anusavice, 2014. Page 198) Resin akrilik tidak terlalu rentan terhadap erosi dari silikat. Mereka memiliki kelarutan yang rendah atas berbagai nilai pH. Mereka kurang asam dibandingkan silikat meskipun tidak dapat dianggap biologis hambar karena adanya sisa monomer metil metakrilat. Mereka tidak terlalu rapuh dibandingkan silikat meskipun sifat mekanik mereka jauh dari ideal (McCabe & Walls, 2008. Page 195).

Disadvantages Meskipun bahan akrilik tidak mengandung asam kuat, namun beberapa produk ada yang mengandung asam metakrilat, ini digunakan untuk memodifikasi pengaturan karakteristik dan semua mengandung tingkat tertentu dari sisa metil metakrilat monomer yang mengiritasi. Ini, ditambah dengan kenaikan suhu signifikan selama pengaturan disebabkan oleh reaksi polimerisasi yang sangat eksotermis, mengharuskan penggunaan bahan dasar rongga pelindung (McCabe & Walls, 2008. Page 196).Resin akrilik harus diperlakukan dengan waspada dan ditangani dengan hati-hati oleh teknisi yang terlibat dalam manipulasinya. Tingkat debu bubuk akrilik dan MMA monomer di atmosfer berdua harus disimpan rapat karena keduanya mungkin berpotensi berbahaya (McCabe & Walls, 2008. Page. 121).

Kegagalan pada Resin Akrilik (Anusvice,2014)1. PorousitasPorositas pada resin akrilik dapat mempengaruhi karakteristik resin akrilik dihasil akhir. Porousitas dapat terjadi karena volume monomer yang kurang, pengadukan tidak homogen, dan tekanan pada saat dilakukan proses pengepresan yang kurang. Tekanan pada pengepresan yang kurang ini bisa disebabkan karena dari tekanan itu sendiri yang kurang atau bisa juga disebabkan karena bahan adonan yang dimasukkan dalam cetakan kurang sehingga tidak memenuhi seluruh mould. Porous juga dapat terbentuk bila terjadi overcuring, yaitu apabila saat proses curing suhu meningkat (overheating) dan volume air berkurang hingga ketinggiannya tidak memenuhi kuvet. 2. Menempelnya gipsum pada resin akrilikPada resin akrilik hasil percobaan fase stringy, terdapat gipsum yang ikut melekat pada resin akrilik. Hal ini disebabkan karena kurangnya bahan separator (dalam percobaan ini bahan separatornya adalah Cold Mould Seal) pada mould gipsum sehingga ada beberapa bagian dari gipsum yang langsung berkontak dengan adonan resin akrilik.3. Wings (sayap)Terbentuknya sayap pada hasil resin akrilik karena kurangnya pengepresan pada resin akrilik.4. Raised BiteHal ini terjadi karena terjadi kelebihan adonan resin akrilik yang menyebabkan ketidaksesuaian antara hasil denture base dengan rongga mulut. Kurang optimalnya proses pengepressan dapat menyebabkan hasil resin akrilik menjadi terlalu tebal dan menyebabkan oklusi dari pengguna denture base menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya.

PERTANYAAN1. Fungsi CMSJawab : - Untuk memudahkan pemisahan mould gypsum dengan akrilik. Menutup pori-pori gypsum agar akrilik tidak porus, karena gypsum memiliki sifat mikroporositas walaupun sudah setting.

2. OverheatJawab : Gaseous porosity, ketika temperatur melebihi 100 padahal belum terpolimerisasi secara sempurna, maka gas akan terbentuk dan akan menyebabkan gaseous porosity.

3. Dampak overtimeJawab : Dalam manipulasi akrilik terdapat masa working time yaitu waktu dimana akrilik dimanipulasi sampai proses polimerasi selesai. Sehingga, dengan overtime tidak berdampak apa-apa pada akrilik karena proses polimerisasi sudah terjadi. Asalkan akrilik masih terendam air maka dimensinya tidak berubah.

4. Ciri-ciri fase sandy, stringy, dough, rubbery dan stiffJawab :Fase sandy : Adonan seperti pasir basah. Fase stringy: Adonan apabila disentuh dengan jari atau alat bersifat lengket, apabila ditarik akan membentuk serat (stringy stage). Butir-butir polimer mulai larut, monomer bebas meresap ke dalam polimer.Fase dough : Adonan bersifat plastis (dough stage). Pada tahap ini sifat lekat hilang dan adonan mudah dibentuk sesuai dengan yang kita inginkan. Jumlah rantai polimer meningkat. Fase ini merupakan fase terbaik untuk meletakan adonan ke dalam mould karena adonan tidak akan melekat secara kuat pada permukaan mould, flow adonan tidak terlalu tinggi maupun terlalu rendah sehingga mudah dimanipulasi atau bersifat plastis. Sehingga mould terisi dengan penuh dan padat.Fase rubbery: Kenyal seperti karet (rubbery stage). Pada tahap ini lebih banyak monomer yang menguap, terutama pada permukaannya sehingga terjadi permukaan yang dapat memantul atau diregangkan.Fase stiff : Kaku dan keras (rigid stage). Akibat penguapan monomer bebas Pada tahap ini adonan telah menjadi keras dan kering pada permukaannya, sedang keadaan bagian dalam adukan masih kenyal.

5. Pot porcelain tidak tembus cahayaJawab : Pencampuran polymer dan monomer harus dilakukan dalam tempat yang terbuat dari keramik atau gelas yang tidak tembus cahaya (mixing jar). Hal ini dimaksudkan supaya tidak terjadi polymerisasi awal.

6. Mengapa hasil warna dengan pengisian mould pada fase rubbery lebih gelap dan banyak sayap meskipun sudah dipress?Jawab : Pada percobaan fase rubbery, packing sukar dilakukan karena adonan memiliki tingkat kepadatan yang tinggi dibanding fase stringy dan dough. Adonan telah elastis, flow yang dihasilkan rendah dan tidak lengket. Fase ini justru paling banyak menghasilkan wings. Seharusnya fase ini tidak menghasilkan wings, karena pada pengepressan terakhir tidak menunjukkan adanya sisa. Namun, karena elastis adonan menyusut saat mould dibuka dan mengembang saat pengepressan menggunakan press hidrolik.

7. Stringy kenapa lebih banyak bintil dan porusJawab : Pada hasil percobaan fase stringy, adonan resin akrilik masih membentuk serat dan memiliki flow yang masih cukup tinggi. Hasil akhir resin akrilik yang didapat betrekstur kasar dan permukaan atas terlihat tidak halus karena permukaan mould pada pada kuvet tidak rata. Serta terdapat banyak wings disekeliling sisi resin akrilik. Warna pada resin akrilik terlihat lebih terang dibandingkan pada percobaan pada fase dough dan rubbery karena tingkat kepadatannya kurang dan manipulasi belum sempurna saat dilakukan pressing. Pada percobaan ini tidak terdapat porus karena ditengah resin akrilik dilakukan proses pengepresan, dan adonan telah berubah menjadi fase dough.

8. Direndam di air dingin sebelum panas 10 menit biar apa?Jawab : Untuk membasahi gypsum agar tidak terjadi penguapan monomer karena mould dalam keadaan jenuh dan tidak ada celah untuk monomer menguap.

9. Tujuan pengepressanJawab: Tujuan pengepresan yaitu memastikan bahwa adonan mengalir ke setiap bagian cetakan agar tidak terjadi penyusutan polimerisasi.

10. Kenapa klo deflasking harus nunggu sampai dinginJawab: agar memungkinkan pelepasan internal stress yang cukup sehingga meminimalkan perubahan bentuk.

5. SIMPULANBerdasarkan hasil praktikum dan pembahasan yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

Fase yang paling tepat untuk mencetak adonan resin akrilik ke dalam mould adalah fase dough dari pada fase stringy dan rubbery.

6. DAFTAR PUSTAKAAnusavice KJ. 2003. Science of Dental Materials 11th ed. London: W.B. Saunders CompanyAnusavice, Kenneth J., 2014. Phillips Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC.Bhat SV. 2006. Science of Dental Materials (Clinical Application). New Delhi: CBS.Chandra et al. 2000. A Textbook of Dental Materials. New Delhi: Jaype. p: 106.Craig, John Robert. 2002. Restorative Dental Materials 11th ed. St.Louis: Mosby Co. Hatrick CD, Eackle WS, Bird WF. 2011. Dental Material: Clinical Application for Dental Assistants and Dental Hygienists 2nd ed. Saunders. Elsevier Science Limited. Philadelphia, London. p 220-222.Hussain S. 2004.Textbook of Dental Materials. New Delhi: Jaype. p: 405.Mamappalli JJ. 2003. Basic dental materials 2nd ed. New Delhi: Jaypee brothers Medical publishers McCabe, JF and Walls, AWG. 2008. Applied Dental Materials 9th ed. Victoria: Blackwell, Inc.Nallaswamy D. 2003. Textbook of Prosthodontics. New Delhi: Jaype. p: 214-215.Van Noort, Richard. 2007. Introduction to Dental Materials 3rd ed. London: WB Saunders Company.


Recommended