+ All Categories
Home > Documents > UPAYA UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES

UPAYA UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES

Date post: 12-Jan-2017
Category:
Upload: doantu
View: 216 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
111
UPAYA UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM MENANGANI PENGUNGSI SURIAH DI LEBANON TAHUN 2011-2013 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: Fatahillah 1110113000078 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLTIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
Transcript
  • UPAYA UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES

    (UNHCR) DALAM MENANGANI PENGUNGSI SURIAH DI LEBANON

    TAHUN 2011-2013

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

    Oleh:

    Fatahillah

    1110113000078

    PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLTIK

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2015

  • iv

    ABSTRAKSI

    Skripsi ini menganalisa upaya United Nations High Commissioner for

    Refugee (UNHCR) dalam menangani permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon

    tahun 2011-2013 dengan fokus penelitian pada upaya UNHCR dalam menangani

    permasalahan tempat tinggal dan pemasalahan kesehatan pengungsi Suriah di

    Lebanon. Metode penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan wawancara.

    Kerangka pemikiran yang digunakan penulis untuk menjawab pertanyaan

    penelitian dalam skripsi ini adalah konsep organisasi internasional, konsep

    pengungsi dan konsep keamanan manusia (human security). Dari hasil analisa

    dengan menggunakan konsep-konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya

    UNHCR dalam menangani permasalahan pengungsi suriah di Lebanon, yaitu

    melalui UNHCR sebagai inisaiator, fasilitator dan determinator. Ketiga upaya

    UNHCR tersebut merupakan bantuan langsung kepada pengungsi untuk

    memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan pengungsi. Selain itu, UNHCR juga

    membantu pengungsi untuk mendapatkan solusi berkelanjutan (durable solution)

    yaitu, integrasi lokal(local integration), pengembalian secara sukarela (voulentary

    repatriation) dan pemukiman kembali di negara ketiga (resettlement). Walaupun

    demikian, upaya UNHCR dalam menjalankan perannya tersebut belum maksimal

    karena terhambat oleh kurangnya tempat tinggal yang disediakan untuk

    pengungsi, minimnya akses kesehatan kepada pengungsi dan minimnya dana

    oprasional.

    Kata Kunci: UNHCR, pengungsi, Suriah, Lebanon, organisasi internasional dan

    keamanan manusia (human security)

  • v

    KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmanirrahim

    Alhamdulilahirobil Alamin penulis ucapkan kepada Allah SWT sebagai rasa

    Syukur, karena skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan. Meskipun banyak hambatan

    yang dihadapi oleh penulis selama menyelesaikan skripsi ini, baik yang berasal dari

    diri penulis sendiri maupun dari luar. Namun berkat keridhoan Allah dan bimbingan

    serta dukungan dari banyak pihak, akhirnya skripsi dengan judul Upaya United

    Nations High Commissiner for Refugees (UNHCR) dalam menangani pengungsi

    Suriah di Lebanon pada tahun 2011-2013 ini dapat selesai dan bisa digunakan

    sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menempuh studi di Jurusan Hubungan

    Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    Terselesaikannya skripsi ini juga merupakan hal utama yang menjadi

    tanggungjawab penulis, sehingga bantuan banyak pihak merupakan hal yang

    sangat berarti. Oleh karena itu ucapan terimakasih disampaikan kepada pihak-

    pihak berikut ini:

    1. Kepada kedua orang tua penulis, H. Damyati dan Hj. Bandiyah penulis

    yang selalu mendoakan serta memberikan dukungan selama ini. Semua

    ini tidak lepas dari hasil kerja keras dan perjuangan kalian untukku, terima

    kasih ayah dan Ibu.

    2. Bapak Faisal Nurdin Idris, M.Sc., selaku pembimbing skripsi yang juga

    telah banyak memberikan batuan serta masukan bagi penulis selama

    penyelesaian skripsi ini.

    3. Ibu Debbie Affianty, M.Si, selaku ketua jurusan sekaligus juga sebagai

    dosen yang telah mengajarkan banyak ilmu kepada penulis selama masa

    perkuliahan. Dan juga Bapak Agus Nilmada Azmi, M.Si, selaku dosen

    pembimbing akademik.

  • vi

    4. Seluruh dosen-dosen Fisip UIN khususnya Jurusan Hubungan

    Internasional yang telah mengajarkan banyak ilmu serta menambahkan

    banyak pengalaman selama penulis penempuh pendidikan di kampus.

    5. Kepada Kak Hendri, Kak Hamdi, Teh Eli, Muf, Aqil dan seluruh keluarga

    yang selama ini juga telah membantu penulis selama perkuliahan, maupun

    yang mendoakan bagi kesuksesan penulis di masa yang akan datang.

    6. Kepada teman-teman dari keluarga besar HI B 2010,terlebih kepada

    Khairur Rasyid, Dede, Mely, Fahmi, Eko, Rizal, Whisnu, Chandra, Kalian

    semua luar biasa, sukses selalu untuk kita semua.

    7. Nining Fitriati terima kasih atas doa dan dukungannya. Terima kasih

    untuk semangatnya setiap hari, semoga semua yang kita cita-citakan dapat

    tercapai.

    8. Kepada pak Kushartoyo staff ICRC, Ibu Mitra Salima Staff UNHCR, Ibu

    Mitra staff BKSAP DPR RI, Keluarga Besar BKSAP DPR RI, Keluarga

    Besar Dompet Dhuafa, Keluarga Besar KKN Kompak dan Keluarga Besar

    Litbang Kompas yang telah memberikan pengalaman yang luar biasa.

    9. Kepada semua teman-teman Pondok Pesantren Daarul Falah, Qori,

    Firman, Jamil, Amin, Fauzi, Wahid, Wahyu, Yadi beserta keluarga

    HIKADA Jakarta,dan lain-lain yang selalu memberikan dukungannya.

  • vii

    DAFTAR ISI

    ABSTRAKSI ................................................................................................................... iv

    DAFTAR ISI .................................................................................................................... vi

    DAFTAR TABEL ............................................................................................................. x

    DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xi

    DAFTAR SINGKATAN ................................................................................................ xii

    LAMPIRAN .................................................................................................................. xiv

    BAB I : PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 1

    B. Pertanyaan Penelitian ........................................................................................... 7

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................................ 7

    D. Tinjauan Pustaka .................................................................................................. 8

    E. Kerangka Pemikiran ............................................................................................ 10

    F. Metode Penelitian ............................................................................................... 21

    G. Sistematika Penelitian ........................................................................................ 22

    BAB II : KONFLIK SURIAH DAN PERMASALAHAN PENGUNGSI

    SURIAH DI LEBANON

    A. Konflik Suriah dan Arus Pengungsi Suriah ....................................................... 25

    B. Pengungsi Suriah di Lebanon.............................................................................. 20

    C. Permasalahan yang dihadapi Pengungsi Suriah di Lebanon .............................. 33

    1. Masalah Tempat Tinggal .............................................................................. 34

    2. Masalah Kesehatan........................................................................................ 35

  • viii

    D. Respon Pemerintah Lebanon terhadap Pengungsi Suriah .................................. 33

    1. Membuka Perbatasan Lebanon ..................................................................... 39

    2. Membentuk Komite Tripartit ........................................................................ 40

    BAB III : UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR

    REFUGEES(UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH

    PENGUNGSI

    A. Eksistensi UNHCR dan Mandatnya ................................................................... 42

    1. Instrumen UNHCR dalam Memberikan Perlindungan terhadap

    Pengungsi ...................................................................................................... 45

    a. Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi ............................................... 45

    b. Protokol Tambahan tentang Status Pengungsi Tahun 1967 .................... 47

    B. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan UNHCR terkait Masalah Pengungsi .......... 49

    1. Bantuan Langsung (Asisstance) .............................................................. 50

    2. Solusi Berkelanjutan (Durabel Solution) ................................................ 52

    a. Repatrasi Sukarela (Voulentary Repatration) ......................................... 52

    b. Integrasi Lokal (Local Integration) ......................................................... 53

    c. Pemukiman Kembali (Resettlement) ....................................................... 54

    BAB IV : PENANGANAN PENGUNGSI SURIAH DI LEBANON

    OLEH UNHCR TAHUN 2011-2013

    A. Upaya UNHCR dalam Menangani Pengungsi Suriah di Lebanon ..................... 56

    1. UNHCR sebagai Inisiator ...................................................................... 57

    2. UNHCR sebagai Fasilitator..................................................................... 58

  • ix

    a. UHNCR sebagai Fasilitator dalam Permasalahan Tempat

    Tinggal .............................................................................................. 60

    b. UHNCR sebagai Fasilitator dalam Permasalahan Kesehatan ........... 63

    3. UNHCR sebagai Determinator ............................................................... 67

    B. Interaksi UNHCR dengan Pemerintah Lebanon ................................................. 75

    C. Hambatan UNHCR dalam Menangani Pengungsi Suriah di Lebanon .............. 77

    1. Hambatan dalam Penanganan Permasalahan Tempat Tinggal .............. 78

    2. Hambatan dalam Penanganan Permasalahan Kesehatan ....................... 80

    BAB V : PENUTUP

    A. Kesimpulan .............................................................................................. 88

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... xv

    LAMPIRAN

  • x

    DAFTAR TABEL

    Tabel. IV.1. Jumlah Keluarga dan Pengungsi yang telah Menerima Bantuan

    Tempat Tinggal tahun 2013 ............................................................ 59

    Tabel. IV.2. Jumlah Pengungsi yang telah Menerima Bantuan Kesehatan .......... 64

    Tabel. IV.3. Negara-Negara yang Telah Menerima Pengungsi Suriah Sejak tahun

    2013 ............................................................................................... 72

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar. II.1. Syrian Refugee in the Region, 31 December 2013 ......................... 28

    Gambar. II.2. Wilayah Persebaran Pengungsi Suriah di Lebanon ........................ 31

  • xii

    DAFTAR SINGKATAN

    AJEM : Association Justice and Misericorde

    CHF : Cooperative Housing Foundation International

    CISP : Comitato Internazionale per lo Sviluppo dei Popoli

    CLMC : Caritas Lebanon Migrant Center

    DRC :Danish Refugee Council

    Depsos : Departemen Sosial

    DUHAM : Deklarasi Unuversal Hak Asasi Manusia

    FSA :Free Syrian Army

    IR :Islamic Relief

    IDPs :Internal Displacement Persons

    IMC :International Medical Corps

    IRO :International Refugge Organization

    IOCC :International Orthodox Christian Charities

    LSM : Lembaga Suadaya Masyarakat

    AMEL :Lebanese Popular Association for Popular Action

    MoU :Memorandum of Understanding

    NCB :National Coordinator Bereu

    NRC :Norwegian Refugee Council

    PIK : Pusat Informasi Kompas

    PBB : Persatuan Bangsa-Bangsa

    PU-AMI :Premire Urgence - Aide Mdicale Internationale

    RSD :Refugee Status Determination

    SNC :Syrian National Council

    SHEILD :Social Humanitarian Economical Intervention for Local

    Development

    ICRC :The International Commitee of Red Cros Jakarta

  • xiii

    CSIS :The Centre for Strategic and International studies

    HRC :The High Relief Committee in Lebanon

    UN :United Nations

    UNHCR :United Nations High Commissioner for Refugees

    UNDP :United Nations Depelovment Programme

    WHO : World Health Organization

  • xiv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Hasil Wawancara ............................................................................. xxii

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Skripsi ini akan membahas mengenai upaya penanganan Komisi Tinggi

    Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi atau United Nations High

    Commissioner for Refugees (UNHCR) terhadap pengungsi Suriah di Lebanon pada

    tahun 2011-2013. Penanganan pengungsi Suriah di Lebanon oleh UNHCR tersebut

    sebagai peran UNHCR dalam melaksanakan mandat yang diemban UNHCR dalam

    melindungi dan menjaga hak-hak pengungsi.

    Demonstrasi anti-pemerintah di Daraa pada Tanggal 23 Maret 2011

    mengawali konflik internal antara pendukung rezim Bashar al Assad dan kelompok

    oposisi. Konflik internal tersebut merupakan gerakan masyarakat yang menuntut

    pengunduran diri Presiden Bashar al Assad, gerakan masyarakat pada awalnya terjadi

    di kota Daraa, Deir ez-Zor, Douma, Homs Hama dan Idlib kemudian meluas hingga

    seluruh wilayah Suriah.1

    Upaya yang dilakukan kelompok oposisi Suriah dalam menurunkan

    kekuasaan Presiden Bashar al Assad telah menjadi konflik antara pemerintah dengan

    kelompok oposisi Suriah. Konflik dalam negeri Suriah merupakan konflik terpanjang

    1 Broto Wardoyo, Anatomi Penyelesaian Konflik Internal di Suriah Analisis CSIS (vol. 43

    No.2. Juni 2014): 181.

  • 2

    dibandingkan dengan negara-negara Arab lainnya yang terkena dampak Arab spring.

    Dengan demikian konflik di Suriah sebagai konflik yang memiliki dampak terburuk

    Arab spring, dengan jumlah korban jiwa hingga 130.433 jiwa.2

    Krisis kemanusiaan yang terjadi di Suriah mengakibatkan jatuhnya ribuan

    korban jiwa, luka-luka dan hancurnya tempat tinggal. Hal demikian menjadikan

    masyarakat Suriah memilih untuk pergi meninggalkan Suriah menuju negara-negara

    yang berbatasan langsung dengan Suriah. Seperti Lebanon, Turki, Yordania, Irak dan

    Mesir menjadi tujuan pengungsi untuk mencari perlindungan dan menghindari

    konflik. Dengan demikian konflik Suriah yang terjadi sejak tahun 2011 telah

    berdampak terhadap meningkatnya jumlah pengungsi ke negara-negara tetangga

    Suriah.

    Menurut laporan United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR)

    pada tahun 2011-2012,3 jumlah pengungsi Suriah di wilayah negara-negara tetangga

    Suriah mencapai 515.061 yang tersebar di Lebanon 156.612 jiwa, Yordania 144.997

    jiwa, Turki 137.756 jiwa, Iraq 65.527 jiwa dan Mesir 10.169 jiwa. Jumlah pengungsi

    tersebut mengalami peningkatan dalam jangka waktu tiga tahun selama konflik

    berlangsung. Sebagaimana dalam laporan UNHCR tahun 2013 jumlah pengungsi

    2 Angka tersebut dilaporkan oleh Syrian Observatory for Human Right. Lembaga yang

    menyampaikan bahwa jumlah sebenarnya di lapangan bisa saja lebih tinggi dari yang tercatat. Angka

    tersebut dicatat per akhir Desember 2013 dan dikutip oleh situs berita Hufffington Post dalam

    http:huffingtonpost.com/2013/12/31/death-toll-syria_n_4524443.html. dalam jurnal Broto Wardoyo,

    Anatomi Penyelesaian Konflik Internal di Suriah Analisis CSIS (vol. 43 No.2. Juni 2014): 181. 3 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Stories from Syrian

    Refugees, Discovering the human faces of a tragedy [database on-line] tersedia di

    http://data.unhcr.org/syrianrefugees/syria.phpinternet; diakses pada 10 Februari 2014.

    http://data.unhcr.org/syrianrefugees/syria.php

  • 3

    Suriah di negara-negara tetangga Suriah mencapai 2.352.426 jiwa yang tersebar di

    Turki 352.242 Jiwa, Lebanon 858.641 jiwa, Iraq 212.181 jiwa, Yordania 576. 354

    jiwa dan Mesir 131.707 jiwa.4

    Dari data UNHCR pada tahun 2011 hingga tahun 2013, dijelaskan bahwa

    Lebanon merupakan negara yang menjadi tujuan pengungsi terbesar dibandingkan

    negara tetangga lainnya. Arus besar pengungsi menuju Lebanon dikarenakan faktor

    geografis Lebanon yang berbatasan langsung dengan Suriah di Utara dan Timur. Hal

    tersebut menjadikan mayoritas pengungsi Suriah menuju wilayah-wilayah Lebanon

    seperti wilayah Lebanon Selatan, Beirut, Lebanon Utara, dan Bekka.5 Selain faktor

    geografis, terdapat faktor historis antara Lebanon dan Suriah yang menjadikan

    Lebanon dengan Suriah memiliki hubungan yang kuat baik sosial, ekonomi dan

    politik.6

    Sebagai negara yang berbatasan langsung dan memiliki hubungan kuat

    dengan Suriah, Lebanon telah memberikan perhatian serius terhadap para pengungsi

    Suriah. Perhatian serius Lebanon tersebut karena Lebanon dan Suriah memiliki

    kesamaan latar belakang secara geografis maupun historis. Oleh karena itu, dalam

    4 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response,

    2013 Final Report, (Geneva: UNHCR, 2013): 1. 5World Vision Lebanon, Advocacy Report Under Preasure: the impact of the Syrian refugee

    crisis on host communities in Lebanon, World Vision Lebanon (July 2013): 9. 6 Picard, Elizabeth and Ramsbotham, Alexander Reconciliation, reform and resilience -

    Positive peace for Lebanon. Conciliation Resources (June 2012): 98.

  • 4

    membantu pengungsi Suriah, Lebanon membuat kebijakan dengan membuka

    perbatasannya dan memberikan bantuan-bantuan kepada pengungsi secara langsung.

    Bantuan langsung yang diberikan masyarakat Lebanon ditunjukan dengan

    memberikan tempat tinggal bersama dengan kerabat atau teman, menyewakan toko-

    toko kosong atau bangunan kosong dan membuat tenda di tanah milik masyarakat

    Lebanon. Begitu juga masyarakat Lebanon telah menunjukkan kebaikannya kepada

    pengungsi Suriah, dengan cara berbagi sumber daya utama seperti air, listrik, dan

    menerima hak-hak pendatang baru untuk mengakses pelayanan kesehatan dan tempat

    tinggal.7

    Namun konflik yang terjadi di Suriah selama tiga tahun mengakibatkan

    peningkatan arus pengungsi menuju Lebanon. Hal ini terlihat sejak tahun 2011

    berjumlah 3.798 jiwa kemudian pada tahun 2012 berjumlah 525.0618 dan pada tahun

    2013 berjumlah 2.352426 jiwa.9 Peningkatan arus pengungsi tersebut telah

    menimbulkan permasalahan bagi Lebanon seperti permasalahan sosial antara

    pengungsi Suriah dengan masyarakat Lebanon yang diakibatkan oleh masalah tempat

    tinggal dan masalah kesehatan.10

    7World Vision Lebanon, Advocacy Report Under Preasure, 5.

    8United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Stories from Syrian Refugees,

    Discovering the human faces of a tragedy [database on-line] tersedia di

    http://data.unhcr.org/syrianrefugees/syria.phpinternet; diakses pada 10 Februari 2014. 9United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response, 2013

    Final Report, (Geneva: UNHCR, 2013): 1. 10

    United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response,

    2013 Final Report, 8.

    http://data.unhcr.org/syrianrefugees/syria.php

  • 5

    Permasalahan tempat tinggal dan kesehatan menjadi permasalahan sosial bagi

    penduduk Lebanon dengan pengungsi Suriah, dipicu oleh padatnya wilayah Lebanon

    oleh pengungsi Suriah. Kepadatan penduduk di wilayah Lebanon karena Pemerintah

    Lebanon memilih untuk tidak membangun kamp-kamp untuk pengungsi Suriah. Hal

    tersebut diakibatkan karena kamp untuk pengungsi sebelumnya yaitu kamp

    pengungsi Palestina telah berkembang menjadi negara dalam negara, sehingga

    mengancam keamanan dalam negeri.11

    Sebagaimana yang terjadi pada tahun 1960an

    terjadi gerakan pengungsi Palestina yang dimulai dari kamp-kamp pengungsian

    Palestina.12

    Walaupun demikian, kehadiran pengungsi Suriah di wilayah Lebanon

    menjadikan Lebanon tetap menerima pengungsi Suriah, dan berperan aktif dalam

    memfasilitasi, dan berkoordinasi dengan United Nations High Commissioner for

    Refugge (UNHCR), hal demikian karena Lebanon terikat oleh prinsip non

    refoulment13

    dan deklarasi hak asasi manusia beserta Memorandum of Understanding

    (MoU) dengan UNHCR terkait penanganan pengungsi.14

    Oleh karena itu, dalam menghadapi tingginya arus pengungsi menuju wilayah

    Lebanon maka pemerintah Lebanon melalui Kementrian Sosial, Kementrian Luar

    11

    Bjrn Zimprich, Syrian Refugees in Lebanon, The Heavy Burden of the Open Borders

    Policy, [database on-line]; tersedia di http://en.qantara.de/content/syrian-refugees-in-lebanon-the-

    heavy-burden-of-the-open-borders-policy internet : diakses pada 12 Februari 2015. 12

    Rosemary Sayigh, Palestinians: from Peasants to Revolutionaries. (London:Zed Press,

    1979) .116 13

    Prinsip non refoulment merupakan larangan pemulangan atau pengembalian pengungsi ke

    tempat/Negara asalnya, yang merupakan dasar dari perlindungan internasional terhadap pengungsi. 14

    The Assessment Capacities Project (ACAPS), Legal Ststus of Individuals Fleeing Syria,

    Syria Needs Analysis Project (June 2013):5.

    http://en.qantara.de/content/syrian-refugees-in-lebanon-the-heavy-burden-of-the-open-borders-policyhttp://en.qantara.de/content/syrian-refugees-in-lebanon-the-heavy-burden-of-the-open-borders-policy

  • 6

    Negeri dan Kementrian Keamanan Lebanon untuk berkoordinasi dan bekerjasama

    dengan UNHCR dalam melindungi para pengungsi Suriah.15

    Kerjasama antara pemerintah Lebanon dengan UNHCR dilakukan karena

    UNHCR merupakan unit dari PBB yang menangani secara khusus masalah

    pengungsi. UNHCR juga merupakan organisasi internasional yang memiliki mandat

    khusus dalam menangani masalah-masalah pengungsi. Mandat khusus tersebut

    dilakukan dengan mencarikan solusi berkelanjutan berupa repatriation (pemulangan

    pengungsi ke negara asalnya), integration (integrasi di negara pemberi suaka), dan

    resettlement (pemukiman kembali ke negara ketiga). Selain mencarikan solusi

    berkelanjutan UNHCR juga bertugas menyediakan bantuan jangka pendek yang

    bersifat material.16

    Berdasarkan paparan di atas maka penelitian ini menarik untuk dianalisa

    karena berkaitan dengan penanganan masalah kemanusian oleh UNHCR sebagai

    organisasi internasional yang menangani pengungsi secara global. Untuk itu dalam

    penelitian ini akan membahas mengenai upaya UNHCR dalam menangani pengungsi

    Suriah di Lebanon, dengan fokus penelitian pada permasalahan tempat tinggal dan

    permasalahan kesehatan pengungsi. Sedangkan periode penelitian dibatasi mulai

    15

    United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) country operations profile

    Lebanon, [database on-line]; tersedia di http://www.unhcr.org/pages/49e486676.html internet: diakses

    pada 15 Agustus 14. 16

    Putri K.T.M, Peranan UNHCR dalam menangani Krisis Pengungsi Bhutan di Nepal pada

    tahun 2000-2004 (Depok:Fisip UI 2008). 8.

    http://www.unhcr.org/pages/49e486676.html

  • 7

    tahun 2011-2013 dengan alasan bahwa pada tahun tersebut adalah awal terjadinya

    konflik dan peningkatan pengungsi Suriah ke Lebanon.

    B. Pertanyaan Penelitian

    Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka

    pertanyaan penelitian yang akan dijadikan sebagai dasar analisa dalam penelitian ini

    adalah:

    Bagaimana United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR)

    menangani pengungsi Suriah di Lebanon pada tahun 2011-2013 ?.

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Dari pertanyaan penelitian tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai

    berikut:

    1. Untuk menjelaskan dampak konflik Suriah terhadap kemanusiaan.

    2. Untuk mengetahui permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon.

    3. Untuk menganalisa upaya United Nations High Commissioner for Refugees

    (UNHCR) dalam menangani permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon.

    Untuk itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian-

    penelitian berikutnya. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

    sebagai berikut:

  • 8

    1. Diharapkan mampu berkontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan,

    terutama disiplin ilmu Hubungan Internasional khususnya dalam masalah

    kemanusiaan.

    2. Diharapkan dapat bermanfaat untuk dapat menambah wawasan pengetahuan

    bagi mahasiswa Hubungan Internasional

    3. Diharapkan dapat menjadi sumber informasi publik mengenai kemanusiaan

    khususnya permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon.

    D. Tinjauan Pustaka

    Beberapa penelitian mengenai pengungsi yang berada di Lebanon telah

    dilakukan, salah satunya yaitu oleh Mona Christophersen dan Cathrine Thorleifsson

    pada tahun 2013 yang berjudul Lebanese Contradictory Responses toSyrian

    Refugees Include Stress, Hospitality, Resentment. Secara umum dalam tulisannya

    menerangkan bahwa masuknya pengungsi Suriah ke Lebanon diterima dengan baik

    oleh penduduk Lebanon. Christophersen dan Cathrine Thorleifsson juga menjelaskan

    bahwa terjadi pergeseran sikap penduduk Lebanon kepada pengungsi Suriah, hal

    tersebut dikarenakan adanya persaingan pekerjaan antara pengungsi Suriah dengan

    penduduk Lebanon sehingga menimbulkan ketegangan komunal.17

    Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nora Berneis and Julia Bartl dengan

    judul Understanding the Heightening Syrian Refugee Crisis and Lebanons Political

    17

    Christophersen dan Cathrine Thorleifsson, Lebanese Contradictory Responses toSyrian Refugees Include Stress, Hospitality, Resentment American University of Beirut, The Issam Fares

    Institute for Public Policy and International Affairs, (June 2013):1-4.

  • 9

    Polarization Dalam penelitian ini Nora Berneis and Julia Bartl mengungkapkan

    bahwa tingginya arus pengungsi Suriah ke Lebanon memerlukan bantuan

    kemanusiaan untuk pengungsi Suriah di wilayah Lebanon, namun dalam memberikan

    bantuannya tersebut harus memasukan realitas politik dan sosial. Hal ini karena

    pengungsi tidak hidup dalam kamp pengungsiaan melainkan hidup bersama

    penduduk Lebanon secara langsung. Oleh karena itu, dalam memberikan bantuan

    kemanusiaan kepada pengungsi sejumlah kelompok non-negara seperti Organisasi

    Internasional dan Organisasi Masyarakat (LSM) memiliki peran penting dalam

    memberikan bantuan kemanusiaan kepada pengungsi Suriah.18

    Kemudian dalam sebuah artikel yang berjudul Responding to the Syrian

    refugee crisis in Lebanon: lessons learned yang ditulis oleh Sin Herbert tahun

    2013 disebutkan bahwa Lebanon sebagai negara yang mengalami banyak gelombang

    pengungsi sepanjang sejarah, karena memiliki banyak daerah yang ditempati oleh

    pengungsi seperti pengungsi pengungsi asal Palestina, pengungsi asal Irak dan

    pengungsi asal Suriah. Dalam artikel ini juga mengidentifikasi permasalahan utama

    dari kehadiran para pengungsi di Lebanon yaitu: Memahami hubungan sejarah antara

    pengungsi dan masyarakat setempat untuk memahami bagaimana perpecahan

    18

    Nora Berneis and Julia Bartl, Understanding the Heightening Syrian Refugee Crisis and Lebanons Political Polarization Carthage Center for Research and Information, Lebanese

    Development Network, Lebanon, (May 2013): 1-26.

  • 10

    sektarian mempengaruhi kebijakan dan keputusan pemerintah Lebanon dalam

    menangani permasalahan pengungsi.19

    Skripsi ini mencoba menjelaskan upaya penanganan pengungsi oleh United

    Nations High Commissioner for Refugge (UNHCR) di Lebanon pada tahun 2011-

    2013. Berbeda dengan penelitian sebelumnya mereka tidak membahas upaya yang

    dilakukan UNHCR sebagai organisasi internasional yang menangani permasalahan

    pengungsi di Lebanon, mereka hanya membahas mengenai masalah yang ditimbulkan

    oleh pengungsi. Akan tetapi skripsi ini mencoba menganalisa permasalahan yang

    paling mendasar pada pengungsi dan menjelaskan upaya yang dilakukan UNHCR

    untuk melindungi hak-hak para pengungsi terutama pengungsi Suriah.

    E. Kerangka Pemikiran

    Untuk menganalisa upaya UNHCR dalam menangani permasalahan

    pengungsi Suriah di Lebanon, maka penelitian ini menggunakan konsep organisasi

    internasional, pengungsi, dan keamanan manusia (human security). Konsep-konsep

    tersebut digunakan untuk menjelaskan dan menganalisa peran UNHCR dalam

    penanganan masalah kemanusiaan yaitu masalah pengungsi. Dalam konsep keamanan

    manusia, masalah pengungsi yang penulis teliti mencakup keamanan kesehatan

    (health security), keamanan masyarakat (community security), dan keamanan

    individu (personal security).

    19

    Sin Herbert, Responding to the Syrian refugee crisis in Lebanon: lessons learned

    Helpdesk Research Report, (Agustus 2013): 1-12.

  • 11

    1. Konsep Organisasi Internasional

    Diantara kajian utama studi Hubungan Internasional adalah organisasi

    internasional yang merupakan salah satu aktor dalam hubungan internasional. Pada

    awalnya organisasi internasional didirikan dengan tujuan mempertahankan peraturan-

    peraturan agar dapat berjalan tertib dalam rangka mencapai tujuan bersama dan

    sebagai wadah hubungan antar bangsa dan negara agar kepentingan masing-masing

    negara dapat terjamin dalam konteks hubungan internasional.20

    Organisasi Internasional memiliki peran penting dalam memberikan pedoman

    untuk bertindak pada situasi tertentu di lingkungan internasional. Hal demikian

    menjadikan organisasi internasional berfungsi sebagai media untuk berkomunikasi

    antar negara secara internasional untuk mencapai kepentingan nasional setiap

    negara.21

    Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat M. Virally bahwa organisasi

    internasional merupakan suatu persekutuan yang dibentuk dengan persetujuan para

    anggotanya, dan memiliki sistem yang tetap untuk perangkat-perangkat dan badan-

    badan yang memiliki tugas untuk mencapai tujuan kepentingan bersama, dengan cara

    mengadakan kerjasama antara para anggotanya.22

    20

    Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan

    Internasional (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005): 91 21

    Banyu Perwita dan Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, 92. 22

    M. Virally, Definition and Classification of International Organization: A Legal Approach,

    in in G. Ab-Saab (ed). The Concept of International Organization, 51 (1981) dalam buku Sumaryo

    suryokusumo, Pengantar hukum Internasional (PT. Tatanusa : Jakarta Indonesia 2007): 1.

  • 12

    Peranan organisasi internasional dalam hubungan internasional saat ini telah

    diakui karena keberhasilannya dalam memecahkan berbagai permasalahan yang

    dihadapi suatu negara. Bahkan saat ini organisasi internasional dinilai dapat

    mempengaruhi tingkah laku negara secara tidak langsung. Kehadiran organisasi

    internasional mencerminkan kebutuhan manusia untuk bekerjasama, sekaligus

    sebagai sarana untuk menangani masalah-masalah yang muncul melalui kerjasama

    tersebut.23

    Menurut Harold K. Jackobson untuk mencapai kepentingan bersama tersebut,

    organisasi memiliki fungsi-fungsi sebagi berikut:24

    a. Fungsi informasi merupakankegiatan pengumpulan data, analisa data,

    pertukaran data, dan informasi. Untuk menjalankan fungsi ini, organisasi

    internasional dapat menggunakan staffnya atau menyediakan suatu forum

    dimana konstituennya dapat melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.

    b. Fungsi normatif meliputi pendefinisian dan pendeklarasian suatu norma

    standar. Fungsi ini tidak memasukan instrumen yang memiliki efek mengikat

    secara hukum, tetapi sebatas pertanyaan-pertanyaan yang mempengaruhi

    lingkungan domestik dan internasional.

    c. Fungsi pembuatan peraturan yang hampir sama dengan fungsi normatif tetapi

    lebih menekankan pada efek mengikat secara hukum. Agar produk yang

    23

    Banyu Perwita dan Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, 95. 24

    Harold K. Jackobson, Network or Interdependence, (Alfred A Knopf, New York, 1979), 89-

    90.

  • 13

    dihasilkan mengikat secara hukum. Maka negara anggota harus melakukan

    ratifikasi atas suatu peraturan dan peraturan itu berlaku bagi yang meratifikasi

    saja.

    d. Fungsi pengawasan dan pelaksanaan peraturan dimana dalam hal tersebut

    organisasi internasional menetapkan ukuran-ukuran pelanggaran dan

    menetapkan langkah-langkah penanganan terhadap pelanggaran suatu

    peraturan.

    e. Fungsi operasional yang meliputi penggunaan sumber daya organisasi.

    Dalam menjalankan fungsi organisasi internasional tersebut, menurut Andre

    Pariera aktivitas organisasi internasional akan menampilkan sejumlah peranannya

    sebagai inisiator, fasilitator, mediator, rekonsiliator dan determinator.25

    Dari beberapa

    peran organisasi internasional tersebut, dalam konteks penelitian ini terdapat tiga

    peran yang relevan dengan peran UNHCR, yaitu sebagai inisiator, fasilitator dan

    determinator. Peran inisiator mengacu pada upaya organisasi internasional untuk

    mengajukan suatu masalah kepada masyarakat internasional agar mendapatkan solusi.

    Begitu pula peran fasilitator adalah upaya organisasi internasional untuk

    menyediakan fasilitas yang dibutuhkan dalam menangani suatu masalah. Sedangkan

    Peran determinator merupakan upaya organisasi internasional dalam memberikan

    keputusan terhadap suatu masalah

    25

    Andre Pariera, ed. Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan Internasional.

    (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.). hal 135.

  • 14

    Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa konsep organisasi internasional

    digunakan untuk memahami dan menjelaskan peran UNHCR dalam menangani

    pengungsi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini konsep organisasi internasional

    dijadikan alat analisis untuk mengetahui peran organisasi ineternasional terkait

    dengan upaya UNHCR menangani masalah pengungsi Suriah di Lebanon.

    2. Konsep Pengungsi

    Pengertian atau istilah pengungsi secara umum memiliki beragam pengertian.

    Sebagaimana dalam buku pengantar hukum pengungsi internasional yang ditulis oleh

    Achmad Romsan bahwa terdapat dua pendapat ahli yang berhubungan dengan

    pengertian atau batasan dari istilah pengungsi, yaitu Malcom Proudfoot dan Pietro

    Verri.

    Menurut pandangan Proudfoot bahwa pengungsi merupakan suatu kelompok

    orang-orang yang terpaksa pindah ke tempat lain akibat adanya penganiayaan,

    deportasi secara paksa, atau pengusiran orang-orang dan perlawanan politik

    pemerintah yang berkuasa. Dapat pula dalam bentuk pengembalian etnik tertentu ke

    negara asal tertentu mereka atau provinsi baru yang timbul akibat perang atau

    perjanjian atau penentuan tapal batas secara sepihak sebelum perang terjadi.

    Perpindahan penduduk sipil secara besar-besaran akibat adanya tekanan dan

    ancaman. Perpindahan secara paksa penduduk dari wilayah pantai atau daerah

  • 15

    pertahanan berdasarkan perintah militer secara pemulangan tenaga kerja paksa untuk

    ikut dalam perang.26

    Sedangkan Pietro Verri dalam mendefinisikan pengungsi merujuk pada Pasal

    1 konvensi 1951 khususnya pada kalimat applies to many person who has fled the

    country of his nationality to avoid persecution or the threat of persecution. Dalam

    pandangannya pengungsi merupakan seseorang atau sekelompok orang yang

    meninggalkan negaranya karena adanya ketakutan yang tidak terhingga serta adanya

    kemungkinan atau potensi penyiksaan.27

    Berdasarkan pengertian pengungsi menurut kedua pandangan di atas. Maka

    penelitian ini lebih menekankan kepada pengertian yang dijelaskan oleh Pietro Verri,

    karena pandangan Pietro Verri merujuk kepada Pasal 1 konvensi 1951 mengenai

    status pengungsi yang merupakan dasar utama organisasi internasional terutama

    UNHCR dalam menentukan status pengungsi di seluruh dunia.

    Sebagaimana dalam pasal 1A (2) dari Konvensi 1951 tentang Status

    Pengungsi mendefinisikan pengungsi sebagai setiap orang yang:

    As a result of event occurring before 1 January 1951 and owing to well

    founded fear of being persecuted for reasons of race, relegion, nationality,

    membership of a particular social group or political opinion, is outside the country of

    26

    Achmad Romsan, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional (Bandung: Sainc Offset,

    2003) h. 36. 27

    Romsan, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional, 36.

  • 16

    his nationality and is unable or, owing to such fear is unwilling to avail himself of

    such events, is unable or, owing to such fear, is unwilling to it.28

    Terjemahan Resmi:29

    Sebagai akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari 1951 dan

    disebabkan oleh ketakutan yang beralasan akan persekusi karena alasan-alasan ras,

    agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau opini politik,

    berada di luar negara kewarganegaraannya dan tidak dapat, atau karena ketakutan

    tersebut, tidak mau memanfaatkan perlindungan Negara itu, atau seseorang yang

    tidak mempunyai kewarganegaraan dan karena berada di luar Negara dimana ia

    sebeumnya biasanya bertempat tinggal, sebagai akibat peristiwa-peristiwa termaksud,

    tidak dapat atau karena ketakutan tersebut, tidak mau kembali ke Negara itu.

    Dalam mendefinisikan arti pengungsi terlebih dahulu dilihat dari penyebab

    terjadinya pengungsi. Sebagaimana menurut Irawati Handayani konsep pengungsi

    memiliki dua pengertian, hal tersebut dilihat dari dua faktor yang menyebabkan

    adanya pengungsi. Pertama pengungsi yang disebabkan oleh peristiwa alam (natural

    disaster) dan pengungsi yang disebabkan oleh perbuatan manusia (human made

    disaster).30

    Oleh karena itu, dalam penelitian ini lebih melihat kepada definisi

    pengungsi yang disebabkan oleh manusia (human made disaster). Seperti pengungsi

    Suriah di Lebanon, karena permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon merupakan

    permasalahn kemanusiaan yang diakibatkan oleh konflik dalam negeri.

    Dengan demikian, konsep pengungsi yang telah dijelaskan di atas digunakan

    sebagai dasar organisasi internasional dalam menentukan status kepengungsian

    28

    United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Convention and Protocol

    Relating to the Status of Refugees, [database on-line]; diakses dari:

    http://www.unhcr.org/3b66c2aa10.html internet: pada 1 Maret 2014. 29

    Terjemahan dari : Konvensi dan Protokol Mengenai Status Pengungsi, (Jakarta:UNHCR

    Media Relation and Information Service, 2010), 21. 30

    Irawati Handayani, Perlindungan terhadap Pengungsi Domestik (Internal Displaced

    Person) dalam Sengketa Bersenjata Internal Menurut Hukum Internasional, Bandung: Jurnal HI

    UNPAD, (Vol.1 No. 2, 2001): 158.

    http://www.unhcr.org/3b66c2aa10.html

  • 17

    seseorang. Sebagaimana tercantum dalam konvensi 1951 tentang status pengungsi,

    sehingga konsep pengungsi dalam konvensi 1951 tentang status pengungsi menjadi

    landasan UNHCR, dalam menjalankan peranannya sebagai organisasi internasional

    yang menangani pengungsi.

    3. Konsep Keamanan Manusia (Human Security)

    Dimensi keamanan dalam studi Hubungan Internasional yang pada mulanya

    berfokus pada keamanan negara, mengalami pergeseran dari perspektif tradisional

    yang terbatas pada perang dan damai menuju perspektif non-tradisional yang lebih

    mengedepankan keamanan manusia (human security). Oleh karena itu, keamanan

    tidak lagi terfokus pada interstate relations tetapi juga pada keamanan untuk

    masyarakat.31

    Pergeseran isu keamanan pasca Perang Dingin yang pada awalnya fokus

    terhadap keamanan negara berubah menjadi keamanan manusia (human security)

    merupakan sebuah reaksi terhadap masalah-masalah dunia yang dihadapi saat ini.

    Seperti perdagangan manusia (human trafficking), terorisme, masalah pangan,

    perdagangan senjata ilegal dan permasalaan pengungsi akibat konflik kekerasan fisik,

    pelanggaran hak asasi manusia dan sebagainya.32

    Konsep keamanan manusia (human security) pertama kali dikenal melalui

    publikasi United Nations Depelovment Programme (UNDP) yang berjudul Human

    31

    Simon Dalby, Environmental Dimension of Human Security, in Environmental Security:

    Approach and Issues, edited by Rita Floyd and Richard Mattew (London: Routledge 2013), 102-103 32

    Dalby, Environmental Dimension of Human Security,103.

  • 18

    Depelovment Report 1994 yang menjelaskan mengenai definisi keamanan manusia

    (human security), aspek penting dalam keamanan manusia (human security) dan

    komponen utama keamanan manusia (human security). Dalam publikasinya UNDP

    mendefinisikan keamanan manusia (human security)sebagai berikut:33

    Human security can be said to have two main aspects. It means, first, safety

    from such chronic threats as hunger, disease and repression. And second, it

    means protection from sudden and hurtful disruptions in the patterns of daily

    life whether in homes, in jobs or in communities. Such threats can exist at

    all levels of national income and development.

    Keamanan manusia dapat dikatakan memiliki dua aspek utama. Pertama,

    keamanan dari ancaman kronis seperti kelaparan, penyakit dan represi. Dan kedua, itu

    berarti perlindungan dari gangguan mendadak dan menyakitkan dalam kehidupan

    sehari-hari - baik di rumah, di pekerjaan atau di masyarakat. Ancaman tersebut bisa

    ada di semua tingkat pendapatan dan pembangunan nasional (diterjemahkan oleh

    Penulis).

    Dalam publikasi UNDP terdapat tujuh komponen utama dalam keamanan

    manusia (human security). yaitu: keamanan ekonomi (economic security), keamanan

    pangan (food security), keamanan kesehatan (health security), keamanan lingkungan

    (environmental security), keamanan individu (personal security), keamanan

    masyarakat (community security), dan keamanan politik (political security).34

    Dari

    ketujuh komponen tersebut penelitian ini menggunakan tiga komponen, yaitu

    keamanan kesehatan (health security), keamanan masyarakat (community security),

    dan keamanan individu (personal security). Hal ini terkait dengan permasalahan

    33

    United Nations Development Programme (UNDP), Human Development Report 1994,

    (New York: Oxford University Press, 1994), 23. 34

    United Nations Development Programme (UNDP), Human Development, 24-25.

  • 19

    tempat tinggal dan kesehatan yang menjadikan adanya kesenjangan sosial antara

    pengungsi dan masyarakat Lebanon.

    a. Keamanan kesehatan (health security)

    Menurut Shahrbanou Tadjbakhsh bahwa ancaman kesehatan termasuk cedera

    dan penyakit, membutuhkan akses perawatan kesehatan dan pelayanan kesehatan

    yang aman dan terjangkau oleh masyarakat. Ancaman terhadap keamanan kesehatan

    lebih besar bagi masyarakat miskin di daerah pedesaan, terutama perempuan dan

    anak-anak.35

    Oleh karena itu, keamanan kesehatan bertujuan menjamin perlindungan

    dari penyakit dan gaya hidup yang tidak sehat terutama di negara berkembang, hal ini

    karena kurang gizi dan kurangnya pasokan obat-obatan, air bersih dan kelengkapan

    kesehatan lainnya.36

    b. Keamanan individu (personal security)

    Keamanan individu bertujuan melindungi orang dari kekerasan fisik baik dari

    aparatur negara, negara lain, sesama individu hingga pelecehan. Bagi banyak orang,

    sumber utama keresahan adalah kejahatan, terutama kejahatan yang disertai

    kekerasan fisik.37

    Berkaitan dengan keamanan individu (personal security), menurut

    Shahrbanou Tadjbakhshbahwa keamanan individu adalah mereka yang dikaitkan

    dengan ancaman kriminalitas, persepsi individu dan ketakutan; seperti, takut

    35

    Shahrbanou Tadjbakhsh and Anuradha M. Chenoy, Human Security Concepts and

    implications, (Canada: Routledge, 2007), 14. 36

    United Nations Development Programme (UNDP), Human Development, 27. 37

    United Nations Development Programme (UNDP), Human Development,30.

  • 20

    kehilangan akses ke layanan kesehatan dalam proses reformasi asuransi kesehatan,

    atau takut kehilangan pekerjaan.38

    Begitupula mencakup ancaman dari negara melalui penyiksaan fisik, ancaman

    dari negara-negara lain (perang), dari terorisme internasional maupun antar negara,

    dan dari individu atau geng (kekerasan jalanan), kekerasan dalam rumah tangga,

    kekerasan terhadap anak-anak (pelecehan, prostitusi, tenaga kerja) dan bahkan

    kekerasan terhadap diri sendiri (bunuh diri atau penyalahgunaan obat). Oleh karena

    itu, dimensi ini umumnya dikaitkan dengan kebebasan dari rasa takut.39

    c. Keamanan komunitas (community security)

    Keanekaragaman budaya yang membentuk sebuah komunitas/masyarakat

    memerlukan keamanan dari ancaman yang menindas, diskriminasi terhadap

    kelompok-kelompok etnis atau adat dan pengungsi.40

    Sebagaimana dijelaskan dalam

    laporan UNDP 1994 bahwa keamanan komunitas bertujuan melindungi orang dari

    hilangnya hubungan dan nilai tradisional, serta dari kekerasan sektarian, religi dan

    etnis. Komunitas tradisional, terutama kelompok etnis dan kepercayaan minoritas

    sering kali merasa terancam. Sekitar setengah dari seluruh jumlah Negara di dunia

    pernah mengalami ketegangan antar etnis.41

    38

    Tadjbakhsh and Anuradha M. Chenoy, Human Security Concepts, 14. 39

    Tadjbakhsh and Anuradha M. Chenoy, Human Security Concepts, 14. 40

    Tadjbakhsh and Anuradha M. Chenoy, Human Security Concepts,15. 41

    United Nations Development Programme (UNDP), Human Development,31.

  • 21

    Dari penjelasan konsep keamanan manusia (human security) diatas, maka

    permasalahan pengungsi termasuk kedalam konsep keamanan individu (personal

    security), tetapi masalah pengungsi berdampak kepada masalah lainnya, yaitu

    masalah tempat tinggal dan kesehatan. Oleh karena itu, masalah pengungsi termasuk

    kedalam keamanan komunitas (comunity security) dan keamanan kesehatan (health

    security). Kemudian dampak yang dihadirkan oleh arus pengungsi mendorong

    perlunya penanganan yang serius dan komprehensif oleh aktor negara dan organisasi

    internasional (UNHCR).

    F. Metode Penelitian

    Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui penelitian kepustakaan

    (library research)dan wawancara. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mencari

    buku, artikel jurnal, catatatan, maupun hasil penelitian dari penelitian terlebih dahulu

    yang berkaitan dengan penelitian ini. Sedangkan wawancara dilakukan dengan

    mewawancarai Mitra Suryono yg merupakan staff informasi publik dan dokumentasi

    di kantor UNHCR Jakarta untuk mendapatkan informasi mengenai oprasi UNHCR

    secara umum.

    Selain dengan penelitian kepustakaan (library research) dan wawancara,

    dalam mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian, dilakukan pula dengan

    mengunjungi perpustakaan-perpustakaan. Perpustakaan-perpustakaan tersebut seperti

    perpustakaan Universitas Indonesia, perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah dan perpustakaan Universitas lainnya. Selain itu, dalam mendapatkan

  • 22

    data tersebut penulis juga mengunjungi pusat-pusat dokumen seperti pusat dokumen

    United Nations High Commissioner for Refugee (UNHCR) Jakarta, The International

    Commitee of Red Cros Jakarta(ICRC), The Centre for Strategic and International

    studies (CSIS) dan Pusat Informasi Kompas (PIK).

    Setelah dilakukan pengumpulan data, maka data tersebut dianalisa dengan

    menggunakan teknik analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif adalah penelitian

    yang mengupayakan gambaran secara spesifik mengenai suatu situasi, mekanisme

    dan proses berdasarkan data dan fakta melalui proses analisis.42

    Dengan demikian

    hasil penelitian ini berupa analisa yang didapatkan dengan cara mengoprasionalisasi

    data dengan kerangka konseptual yang menghasilkan kesimpulan terhadap upaya

    UNHCR dalam menangani pengungsi Suriah di Lebanon.

    G. Sistematika Penelitian

    BAB I : PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    B. Pertanyaan Penelitian

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    D. Tinjauan Pustaka

    E. Kerangka Pemikiran

    F. Metode Penelitian

    42

    Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007)

    4.

  • 23

    G. Sistematika Penelitian

    BAB II : KONFLIK SURIAH DAN PERMASALAHAN PENGUNGSI

    SURIAH DI LEBANON

    A. Konflik Suriah dan Arus Pengungsi Suriah

    B. Pengungsi Suriah di Lebanon

    C. Permasalahan yang dihadapi Pengungsi Suriah di Lebanon

    1. Masalah Tempat Tinggal

    2. Masalah Kesehatan

    D. Respon Pemerintah Lebanon terhadap Pengungsi Suriah

    1. Membuka Perbatasan Lebanon

    2. Membentuk Komite Tripartit

    BAB III : UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR

    REFUGEES(UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH

    PENGUNGSI

    A. Eksistensi UNHCR dan Mandatnya

    1. Instrumen UNHCR dalam Memberikan Perlindungan terhadap Pengungsi

    a. Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi

    b. Protokol Tambahan tentang Status Pengungsi Tahun 1967

    B. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan UNHCR terkait Masalah Pengungsi

    1. Bantuan Langsung (Asisstance)

  • 24

    2. Solusi Berkelanjutan (Durabel Solution)

    a. Repatrasi Sukarela (Voulentary Repatration)

    b. Integrasi Lokal (Local Integration)

    c. Pemukiman Kembali (Resettlement)

    BAB IV : PENANGANAN PENGUNGSI SURIAH DI LEBANON

    OLEH UNHCR TAHUN 2011-2013

    A. Upaya UNHCR dalam Menangani Pengungsi Suriah di Lebanon

    1. UNHCR sebagai Inisiator

    2. UNHCR sebagai Fasilitator

    a. UHNCR sebagai Fasilitator dalam Permasalahan Tempat Tinggal

    b. UHNCR sebagai Fasilitator dalam Permasalahan Kesehatan

    3. UNHCR sebagai Determinator

    B. Interaksi UNHCR dengan Pemerintah Lebanon

    C. Hambatan UNHCR dalam Menangani Pengungsi Suriah di Lebanon

    1. Hambatan dalam Penanganan Permasalahan Tempat Tinggal

    2. Hambatan dalam Penanganan Permasalahan Kesehatan

  • 25

    BAB II

    KONFLIK SURIAH DAN PERMASALAHAN PENGUNGSI SURIAH DI

    LEBANON

    Bab ini menjelaskan mengenai konflik Suriah dan permasalahan-

    permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon. Bagian ini akan dimulai dengan

    pembahasan mengenai konflik Suriah dan arus pengungsi Suriah, Pengungsi Suriah

    di Lebanon, permasalahan yang dihadapi pengungsi Suriah di Lebanon, dan respon

    pemerintah Lebanon terhadap pengungsi Suriah. Keterkaitan bab ini dengan kerangka

    pemikiran dalam penelitiaan ini dilihat dari dampak krisis Suriah yang

    mengakibatkan meningkatnya arus pengungsi menuju Lebanon sehingga menjadi

    permasalahan kemanan manusia (human security) yang membutuhkan penanganan

    dari organisasi internasional.

    A. Konflik Suriah dan Arus Pengungsi Suriah

    Pada tahun 2011 Suriah mengalami konflik internal akibat dampak Arab

    Spring di wilayah Timur Tengah. Sama halnya dengan negara Timur Tengah lainnya

    yang terkena dampak Musim Semi Arab (Arab Spring), konflik Suriah juga diawali

    dengan aksi demonstrasi masyarakat Suriah. Gerakan demonstrasi masyarakat Suriah

    dimulai dari tuntutan masyarakat Suriah di kota Deraa yang menuntut pembebasan

    anak-anak sekolah yang ditangkap polisi Suriah.43

    43

    Trias Kuncahyono, Musim Semi di Suriah, Anak-Anak Penyulut Revolusi, (Jakarta:

    Gramedia, 2013), 114.

  • 26

    Penangkapan anak-anak sekolah tersebut karena mereka menulis slogan

    revolusi yang diteriakan rakyat di Tunisia, Mesir dan Libya yang bertuliskan Assahab

    yoreed eskaat el nizam yang artinya rakyat ingin menumbangkan rezim. Grafiti yang

    ditulis oleh anak-anak tersebut dianggap oleh pemerintah sebagai aksi provokasi

    kepada masyarakat sehingga pemerintah melalui Mukhabarat,44

    memerintahkan agar

    anak-anak tersebut ditangkap. Anak-anak tersebut ditangkap dan disiksa dengan

    berlebihan sehingga membuat para orang tua dan pimpinan kabilah sangat marah

    kepada rezim.45

    Demonstrasi yang dilakukan di Suriah berkembang menjadi demonstrasi

    publik yang bertujuan untuk perubahan pemerintahan. Tuntutan masyarakat Suriah

    tersebut diakibatkan karena perekonomian Suriah mengalami penurunan dan kecewa

    terhadap pemerintahan Assad yang telah lama memerintah Suriah.46

    Namun tuntutan-

    tuntutan masyarakat Suriah melalui gerakan demonstrasi dihalangi oleh pihak

    keamanan, dengan cara penembakan terhadap para demonstran yang mengakibatkan

    jatuhnya korban tewas dari masyarakat Suriah. Penembakan terhadap para

    demonstran tersebut menjadikan masyarakat Suriah semakin marah terhadap rezim

    Assad sehingga mengakibatkan bentrokan antara demonstran dengan pemerintah.47

    44

    Mukhabaratmerupakan salah satu dinas intelejen atau keamanan yang mengontrol,

    mengawasi penduduk dan bertugas mempertahankan rezim. 45

    Kuncahyono, Musim Semi di Suriah, 114-115. 46

    Wardoyo, Anatomi Penyelesaian, 185. 47

    Kuncahyono, Musim Semi di Suriah, 123-130.

  • 27

    Berkembangnya aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat Suriah

    dalam menurunkan kepemimpinan Presiden Bashar Al-Assad, menjadikan

    masyarakat Suriah bergabung dalam beberapa kelompok oposisi. Terdapat empat

    kelompok oposisi yaitu:48

    Syrian National Council (SNC),49

    Free Syrian Army

    (FSA),50

    National Coordinator Bereu (NCB),51

    dan gerakan-gerakan akar rumput

    yang sifatnya lokal.52

    Terbentuknya kelompok-kelompok oposisi menjadikan adanya dua kelompok

    yang saling bertentangan. Dua kelompok tersebut yaitu pihak oposisi yang ingin

    menjatuhklan kekuasaan Presiden Bashar al Assad dan pihak pemerintah yang

    mempertahankan kekuasaan Presiden Bashar al Assad. Dengan adanya kedua

    kelompok yang saling bertentangan tersebut menjadikan konflik dalam negeri

    menjadi konflik berkepanjangan di Suriah dan mengakibatkan ratusan ribu

    masyarakat Suriah pergi meninggalkan wilayahnya untuk mengungsi di wilayah-

    wilayah yang aman.

    48

    Wardoyo, Anatomi Penyelesaian, 186. 49

    Syrian National Council (SNC) didirikan oleh tokoh-tokoh anti rezim di pengasingan dan

    berbasis di Istambul. SNC terdiri dari berbagai faksi yaitu dari Ikhwanul Muslimin, National Bloc,

    Local Coordinating Committe dan beberapa kelompok minoritas termasuk beberapa faksi kecil dari

    kelompok Kurdi. 50

    Free Syrian Army (FSA) merupakan struktur oposisi utama bersenjata yang beroperasi di

    Suriah yang aktif selama perang saudara di Suriah. Tentara Pembebasan Suriah (FSA) terdiri dari para

    personel angkatan bersenjata Suriah yang memberontak. FSA didominasi oleh kelompok menengah

    kebawah Sunni, mereka yang terlibat dalam Ikhwanul Muslimin dan beberapa kelompok radikal Islam. 51

    National Coordinator Bureu (NCB) berisis kelompok-kelompok nasionalis, kiri, dan

    beberapa faksi kelompok Kurdi. Kelompok ini berbasis di Suriah dan kelompok ini dipandang oleh

    Bashar al Assad sebagai wakil dari pihak oposisi untuk diajak bernegosiasi. 52

    Gerakan-gerakan akar rumput yang sifatnya lokal gerakan ini mencakup hampir seluruh

    wilayah Suriah, kelompok ini dikoordinatori oleh Revolutionary Council dan dalam tingkatan nasional

    masuk kedalam Syrian Revolution General Commission (SRGC).

  • 28

    Pada awalnya masyarakat Suriah hanya pergi dari desa ke desa untuk mencari

    perlindungan namun situasi dalam negeri yang tidak menentu menjadikan masyarakat

    Suriah pergi meninggalkan negaranya untuk mendapatkan perlindungan di negara-

    negara tetangga.53

    Oleh karena itu, kekerasan dan konflik dalam negeri menjadikan

    warga Suriah sebagai pengungsi dalam negeri. Konflik dalam negeri menjadikan

    masyarakat Suriah kehilangan anggota keluarga, hancurnya rumah-rumah dan

    hilangnya pekerjaan. Menurut UNHCR jumlah pengungsi dalam negeri (Internal

    Displacement Persons (IDPs) ) di Suriah dari 2.016.500 jiwa pada tahun 2012

    meningkat menjadi 6.520.800 jiwa pada akhir tahun 2013.54

    Peningkatan jumlah pengungsi dalam negeri (Internal Displacement Persons

    /IDPs ) tersebut berdampak kepada negara-negara tetangga Suriah. Menurut laporan

    UNHCR bahwa per tanggal 31 Desember 2013 jumlah pengungsi Suriah yang

    menuju negara-negara tetangga mencapai 2.352.426 jiwa, tersebar di Turki 352.242

    jiwa, Lebanon 858.641 jiwa, Iraq 212.181 jiwa, Yordania 576. 354 jiwa dan Mesir

    131.707 jiwa. (lihat gambar II.1).55

    53

    Lisa Schlein, UNHCR: Konflik Suriah, Krisis Darurat Kemanusiaan Terbesar Saat

    Ini,Voa indonesia.com Kamis, 30 Oktober 2014 [Berita On-line]; tersedia di

    http://www.voaindonesia.com/content/unhcr-krisi-suriah-darurat-kemanusiaan-terbesar-saat-ini-

    /2432852.html internet; diakses pada 23 September 2014. 54

    United Nations High Commissioner for Refugess (UNHCR), Time Series Internally

    displaced person in Syrian Arab Republic, [database on-line]; tersedia di

    http://popstats.unhcr.org/PSQ_TMS.aspx?SYR=2001&EYR=2013&POPT=ID&DOGN=N&DPOPT=

    N internet; diakses pada 23 September 2014. 55

    United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response,

    2013 Final Report, (Geneva: UNHCR, 2013), 1.

    http://www.voaindonesia.com/content/unhcr-krisi-suriah-darurat-kemanusiaan-terbesar-saat-ini-/2432852.htmlhttp://www.voaindonesia.com/content/unhcr-krisi-suriah-darurat-kemanusiaan-terbesar-saat-ini-/2432852.htmlhttp://popstats.unhcr.org/PSQ_TMS.aspx?SYR=2001&EYR=2013&POPT=ID&DOGN=N&DPOPT=Nhttp://popstats.unhcr.org/PSQ_TMS.aspx?SYR=2001&EYR=2013&POPT=ID&DOGN=N&DPOPT=N

  • 29

    Gambar. II.1. Syrian Refugee in the Region, 31 December 2013

    Sumber: UNHCR, Syrian Regional Response Plan 5, 2013 Final Report.

    Dari gambar II.1. di atas terlihat bahwa pada akhir tahun 2013, lebih dari 2,3

    juta pengungsi Suriah telah mencari suaka menuju Republik Lebanon (Lebanon),

    Kerajaan Yordania (Jordan), Republik Turki (Turki), Republik Irak (Irak), dan

    Republik Arab Mesir (Mesir). Negara-negara tersebut menerima jutaan pengungsi

    dengan baik. Tingkat rata-rata kedatangan pengungsi menuju negara-negara tetangga

    Suriah hampir 150.000 pengungsi per bulan.56

    Jika melihat gambar II.1. maka terlihat bahwa persebaran pengungsi Suriah

    yang melarikan diri menuju negara-negara tetangga tersebut sebagian besar menuju

    Lebanon yang mencapai 585.641 jiwa. Sedangkan, arus pengungsi yang menuju

    wilayah Turki, Irak, Yordania dan Mesir lebih sedikit dibandingkan dengan arus

    56

    United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response, 1.

  • 30

    pengungsi yang menuju Lebanon. Begitu juga, luas wilayah Lebanon dibandingkan

    dengan negara tetangga Suriah, Lebanon merupakan negara yang memiliki luas

    wilayah terkecil.

    B. Pengungsi Suriah di Lebanon tahun 2011-2013

    Masuknya pengungsi Suriah ke Lebanon merupakan dampak dari terjadinya

    konflik dalam negeri di Suriah yang menempati sebagian besar wilayah-wilayah di

    Lebanon. Mayoritas pengungsi yang berada di Lebanon menempati wilayah Utara

    Lebanon dan Bekaa. Pengungsi yang berada di Lebanon utara merupakan pengungsi

    Suriah yang berasal dari Tal Kalakh dan Homs dengan tujuan untuk berlindung di

    Wadi Khaled, Akroom, Halba, Old Akkar, Tall Bire, Tripoli dan sekitarnya (Minieh,

    Dennieh) dan Bire. Sedangkan pengungsi yang berada di Bekaa merupakan

    pengungsi Suriah yang berasal diri Baba Amr dan Quseir untuk mencari perlindungan

    di Aarsal, Al Faqiha, Macharii al-QAA dan Hermel.57

    Jalur yang digunakan oleh pengungsi untuk pergi meninggalkan Suriah

    menuju Lebanon yaitu melalui jalur darat. Jalur darat tersebut dengan melewati jalan

    raya antara Damaskus di Suriah dan Beirut di Lebanon. Jalan raya tersebut

    merupakan pintu masuk perbatasan antara Lebanon dengan Suriah. Terdapat lima

    perbatasan resmi antara Lebanon dan Suriah, yaitu Aarida (antara Homs dan Lebanon

    utara), El Abboudi (antara Tartous dan Lebanon utara), QAA Baalbek (di ujung utara

    57

    Hala Naufal, Syrian Refugees in Lebanon: the Humanitarian Approach under Political

    Divisions, Robert Schuman Centre for Advanced Studies, (European University Institute, 2012): 5.

  • 31

    lembah Bekaa) Al-Masnaa (antara Damaskus dan Bekaa) dan Wadi Khaled (antara

    Lebanon utara dan Homs).58

    Masuknya masyarakat Suriah ke Lebanon melalui perbatasan-perbatasan

    kedua negara menjadikan terjadinya peningkatan jumlah pengungsi di Lebanon dari

    jumlah pengungsi pada akhir November 2011 mencapai 3.798 jiwa dan pada akhir

    Januari 2012 berjumlah 6.374 kemudian meningkat pada akhir September 2012

    mencapai 156.612.59

    Jumlah pengungsi yang masuk ke Lebanon tidak semuanya

    memasuki Lebanon secara resmi atau legal dan terdaftar tetapi ada juga yang masuk

    ke Lebanon dengan illegal dan tidak terdaftar.

    Terdapat lima kelompok warga Suriah yang menuju Lebanon yaitu,

    Kelompok pertama yang terdiri dari warga negara ganda yang memiliki kedua paspor

    Lebanon dan Suriah. Kelompok kedua yaitu warga Suriah yang datang ke Lebanon

    melalui jalur hukum dan diperpanjang izin tinggal mereka di akhir masa dari tinggal

    di Lebanon. Kelompok ketiga adalah yang konsisten yang dating dari Suriah ke

    Lebanon melalui jalur resmi, tapi tidak bisa memperpanjang izin tinggal karena biaya

    perpanjangan, dengan demikian warga Suriah tersebut tinggal secara ilegal di

    Lebanon. Kelima kelompok terdiri dari warga Suriah yang masuk Lebanon secara

    ilegal dan tidak memiliki identitas dokumen yang masih berlaku. Banyaknya

    kelompok yang masuk ke Lebanon menjadikan sulitnya untuk mengetahui jumlah

    58

    The Assessment Capacities Project (ACAPS), Legal Status of Individuals Fleeing Syria,

    Syria Needs Analysis Project (June 2013): 5. 59

    Naufal, Syrian Refugees in Lebanon, 1.

  • 32

    warga Suriah yang masuk ke Lebanon terlebih pemerintah Lebanon menerapkan

    kebijakan pintu terbuka dengan membuka perbatasan antara Lebanon dan Suriah.60

    Berikut merupakan gambaran penyebaran pengungsi Suriah di wilayah-

    wilayah Lebanon pada akhir Desember 2013 :

    Gambar II.2. Wilayah Persebaran Pengungsi Suriah di Lebanon

    Sumber : UNHCR, Syria Refugee Response Lebanon: Places of Origin of Syrian

    Refugees Registered in Lebanon.

    Dari gambar II.2. dijelaskan mengenai penyebaran pengungsi di wilayah-

    wilayah Lebanon yang meliputi Lebanon Utara berjumlah 239.748 dan yang belum

    terdaftar berjumlah 10.380, Beirut yang terdaftar 187.808 dan yang belum terdaftar

    60

    Oytun Orhan,.et.al. The Situation of Syrian Refugees in the Neighboring Countries: Findings, Conclusions and Recommendations, ORSAM Report No: 189 (April 2014):34.

  • 33

    35.448, wilayah Bekka yang terdaftar 274.835 dan yang belum terdaftar 5.275,

    wilayah Lebanon Selatan yang terdaftar 103.451 dan yang belum terdaftar 1.703.61

    Pada awal kedatangannya, masyarakat Lebanon menerima dengan senang hati

    kedatangan pengungsi Suriah. Namun karena konflik dalam negeri Suriah yang

    berkepanjangan berdampak kepada terjadinya ketegangan sosial antara masyarakat

    Lebanon dengan pengungsi Suriah.62

    Ketegangan sosial yang diakibatkan oleh

    tingginya jumlah pengungsi Suriah yang masuk ke Lebanon yang mencapai 858.242

    jiwa63

    sedangkan jumlah penduduk Lebanon 4,965,914 jiwa64

    berdampak kepada

    munculnya permasalahan-permasalahan seperti persaingan pekerjaan dan

    peningkatan kemiskinan.65

    Permasalahan persaingan pekerjaan ditandai dengan masuknya pekerja Suriah

    yang merupakan sebagian besar pekerja tidak terampil dengan pendidikan rendah

    mengancam pekerja Lebanon, terutama dalam pembangunan, pertanian dan pada

    tingkat lebih rendah pada sektor jasa. Dengan masuknya pengungsi Suriah kepada

    sektor pekerjaan masyarakat Lebanon, maka pengungsi Suriah telah menjadikan

    61

    United Nations High Commissioner for Refugess (UNHCR), Syria Refugee Response

    Lebanon: Places of Origin of Syrian, 1. 62

    Midgley and Johan Eldebo, Advocacy Report, Under Pressure, the impact of the Syrian

    refugee crisis on host communities in Lebanon, World Vision Lebanon, (July 2013): 16. 63

    United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response, 2013 Final Report, (Geneva: UNHCR, 2013): 1.

    64 Head of Statistics Department Statistical Bulletin, [database on-line]; tersedia di

    http://www.moph.gov.lb/Statistics/Documents/StatisticalBulletin2012.pdf internet: diakses pada 19

    Februari 2015. 65

    Sawsan Masri And Illina Srour Assessment of the Impact of Syrian Refugees in Lebanon and Their Employment Profile 2013. ILO Regional Office for Arab States (Beirut: ILO, 2014), 36.

    http://www.moph.gov.lb/Statistics/Documents/StatisticalBulletin2012.pdf

  • 34

    adanya penurunan upah dan kesempatan kerja yang terbatas bagi warga negara

    Lebanon. 66

    Dengan turunnya upah dan kesempatan kerja yang terbatas menimbulkan

    tingginya angka kemiskinan bagi masyarakat Lebanon. Kemiskinan telah meningkat

    menjadi 53 persen di Utara, 42 persen di Selatan dan 30 persen di Beqaa,

    dibandingkan dengan tingkat kemiskinan nasional dari 28 persen.67

    Kondisi

    kesenjangan sosial tersebut diperburuk karena adanya kecemburuan sosial yang

    diakibatkan karena bantuan-bantuan dari lembaga internasional yang diberikan secara

    gratis kepada pengungsi Suriah seperti pemukiman dan pelayanan kesehatan. Hal

    demikian menjadikan permasalahan bagi pengungsi Suriah dan penduduk Lebanon

    yang diakibatkan oleh kepadatan penduduk di wilayah Lebanon dan persaingan akses

    pelayanan kesehatan.68

    C. Permasalahan yang dihadapi Pengungsi Suriah di Lebanon

    Konflik yang terjadi di Suriah sejak tahun 2011 menjadikan sumber daya bagi

    pengungsi maupun masyarakat Lebanon berkurang, seperti air, listrik makanan dan

    akses kesehatan menjadi ancaman bagi pemerintah Lebanon dan penduduk Lebanon.

    Permasalahan dalam negeri tersebut diakibatkan oleh meningkatannya jumlah

    pengungsi Suriah menuju Lebanon sehingga terjadi kepadatan penduduk di wilayah-

    66

    Sawsan Masri And Illina Srour Assessment of the Impact of Syrian Refugees in Lebanon

    and Their Employment, 36. 67

    68

    World Vision Lebanon, Advocacy Report Under Preasure, 6.

  • 35

    wilayah Lebanon. Hal demikian berdampak kepada hubungan antara penduduk

    Lebanon dan pengungsi Suriah terjadi ketegangan sosial.

    Kepadatan penduduk di Lebanon tersebut karena Pemerintah Lebanon

    mengeluarkan kebijakan untuk tidak mendirikan kamp resmi, dengan tidak adanya

    kamp resmi tersebut memiliki efek negatif secara langsung kepada pengungsi Suriah.

    Pengungsi Suriah, yang datang ke Lebanon secara legal atau ilegal, menetap bersama

    keluarga angkat, di sekolah, di masjid-masjid, dan beberapa dari mereka menyewa

    tempat, berkemah di tempat-tempat umum atau di gedung-gedung.69

    1. Masalah Tempat Tinggal

    Tujuan utama masyarakat Suriah meninggalkan negara asalnya adalah untuk

    mencari perlindungan di negara tetangga. Tempat tinggal menjadi kebutuhan utama

    para pengungsi dalam mendapatkan perlindungan. Hal tersebut karena ketika seorang

    pengungsi meninggalkan negara asalnya atau tempat tinggal sebelumnya, mereka

    meninggalkan sebagian besar hidup, rumah, kepemilikan dan keluarganya sehingga

    membutuhkan tempat tinggal sementara.

    Konflik yang berkepanjangan di Suriah menjadikan masyarakat Suriah di

    Lebanon menetap semakin lama, bahkan sebagian besar masyarakat Suriah yang

    berada di kota-kota menyewa akomodasi, tinggal di toko-toko kosong atau menyewa

    ruang diatas tanah milik masyarakat Lebanon. Semakin banyaknya masyarakat Suriah

    69

    Bjrn Zimprich, Syrian Refugees in Lebanon, The Heavy Burden of the Open Borders Policy, [database on-line]; tersedia di http://en.qantara.de/content/syrian-refugees-in-lebanon-the-

    heavy-burden-of-the-open-borders-policy internet : diakses pada 12 Februari 2015.

    http://en.qantara.de/content/syrian-refugees-in-lebanon-the-heavy-burden-of-the-open-borders-policyhttp://en.qantara.de/content/syrian-refugees-in-lebanon-the-heavy-burden-of-the-open-borders-policy

  • 36

    yang menyewa tempat tinggal berdampak kepada terjadi peningkatan harga sewa di

    Lebanon yang menjadikan pengungsi harus membayar harga sewa lebih tinggi, dan

    berdampak pula kepada terjadinya kepadatan penduduk di kota-kota Lebanon.70

    Sedangkan di wilayah-wilayah perbatasan Lebanon dengan Suriah, sebagian

    besar pengungsi tinggal bersama keluarga angkat pengungsi yang berada di Lebanon,

    di rumah-rumah pribadi atau di gedung-gedung sekolah, sebagaimana yang terjadi di

    Wadi Khaled atau di Lembah Bekaa. Presentase pengungsi yang tinggal bersama

    keluarga angkat Lebanon mencapai 80 persen sedangkan 20 persen yang tidak

    memilikinya sehingga tinggal di sekolah atau shelters dan bangunan kosong di Wadi

    Khaled. Hal demikian, menjadikan Lebanon penuh sesak, yang berdampak kepada

    terjadinya kepadatan penduduk di Lebanon.71

    Kepadatan penduduk yang terjadi di wilayah-wilayah Lebanon tersebut

    menjadikan sulitnya tempat tinggal bagi pengungsi suriah. Selain itu, kondisi tempat

    penampungan yang tidak mendukung, mempersulit kondisi pengungsi, khususnya di

    musim dingin membuat para pengungsi kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya

    sehari-hari. Hal demikian berdampak kepada kurangannya pangan dan kebutuhan

    dasar lainnya untuk menunjang kehidupan pengungsi di kamp-kamp penampungan.

    2. Masalah Kesehatan

    70

    World Vision Lebanon, Advocacy Report Under Preasure, 14. 71

    Sam Van Vliet and Guita Hourani, Refugees of The Arab Spring: The Syrian Refugees in

    Lebanon The American University In Cairo, (Paper April 2011-April 2012 No. 2/ August 2012): 29.

  • 37

    Selain masalah tempat tinggal, masalah kesehatan merupakan tantangan

    terbesar yang dihadapi oleh pengungsi Suriah di Lebanon. Hal tersebut dikarenakan

    masuknya pengungsi Suriah menjadikan adanya peningkatan permintaan pelayanan

    kesehatan, sedangkan rumah sakit di Lebanon mengalami kekurangan tenaga

    kesehatan (spesialis dan perawat) yang dihadapi dengan peningkatan penyakit

    menular serta munculnya penyakit baru (leishmaniasis), dan peningkatan resiko

    epindemi seperti penyakit yang terbawa air, campak, dan tuberkulosis. 72

    Kondisi kesehatan pengungsi yang kurang baik terjadi karena padatannya

    penduduk di Lebanon mengakibatkan kurangannya air dan infrastruktur senitasi air

    sehingga menimbulkan resiko terhadap peningkatan infeksi penyakit. Oleh karena itu,

    penularan penyakit tersebar di penduduk Lebanon dan pengungsi Suriah, hal

    demikian menjadikan peningkatan permintaan untuk layanan kesehatan meningkat

    juga secara signifikan.73

    Sebagaimana diungkapkan oleh Wakil Organisasi Kesehatan Dunia atau

    World Health Organization (WHO) di Suriah Elizabeth Hoff mengatakan, penyakit

    yang ditularkan melalui air sedang meningkat di tengah para pengungsi Suriah.

    Tifoid infeksi yang disebabkan oleh bakteri salmonella hepatitis A, dan penyakit lain

    72

    United Nations, Lebanon: Economic and Social Impact Assessment of the Syrian

    Conflict (September 2013): 66. 73

    United Nations, Lebanon: Economic and Social Impact Assessment of the Syrian

    Conflict (September 2013): 66.

  • 38

    telah menyebar luas di tengah mereka.74

    Dari pernyataan Wakil Organisasi

    Kesehatan Dunia (WHO) di Suriah, menggambarkan bahwa buruknya tempat tinggal

    para pengungsi dengan fasilitas senitasi air yang buruk. Hal demikian menjadikan

    penyebaran penyakit di wilayah pengungsi dengan mudah sehingga kematian akibat

    kekurangan gizi, depresi, dan kekurangan obat-obatan dan dokter, merupakan

    masalah kesehatan serius yang mengancam pengungsi Suriah.

    Data yang dihimpun oleh The Amel Association sejak Januari 2013

    menjelaskan lebih dari 90.000 kehilangan tempat tinggal dan menjadikan berbagai

    penyakit menjangkit para pengungsi. Penyakit-penyakit tersebut antara lain 47%

    terjangkit penyakit kulit (leishmaniasis, scabies, lice, and staphylococcal skin

    infection); 27% penyakit pencernaan, 19% penyakit pernapasan, 7% malnutrisi bagi

    anak-anak, 2% penyakit menular (measles, jaundice, and typhoid); dan 13% penyakit

    mental yang diakibatkan oleh trauma akibat konflik.75

    Selain permasalahan tingginya penyakit yang tersebar kepada pengungsi

    permasalahan kesehatan lainnya adalah masalah minimnya akses kesehatan. Masalah

    akses kesehatan yang dihadapi pengungsi Suriah di Lebanon antar lain, masalah

    dalam pelayanan kesehatan umum, masalah pada kehamilan dan persalinan, masalah

    yang dialami oleh pasien dengan penyakit kronis, permasalahan dalam layanan

    74

    Iran Indonesian Radio (Irib), Perang dan Kondisi Tragis Pengungsi Suriah,Iran

    Indonesian Radio, 12 Januari 2014 Iran, [berita on-line]; tersedia di

    http://indonesian.irib.ir/editorial/fokus/item/75255Perang_dan_Kondisi_Tragis_Pengungsi_Suriah

    internet; diakses pada 22 Oktober 2014. 75

    Marwan M Refaat and Kamel Mohanna, Syrian refugees in Lebanon: facts and solutions,

    (Vol 382 August 31, 2013): 2.

    http://indonesian.irib.ir/editorial/fokus/item/75255Perang_dan_Kondisi_Tragis_Pengungsi_Suriah

  • 39

    darurat medis dan situasi di mana operasi yang diperlukan. Masalah-masalah ini

    diakibatkan karena permintaanpelayanan kesehatan oleh pengungsi Suriah di

    Lebanon melebihi kapasitas sistem kesehatan Lebanon.76

    Tingginya permintaan akses kesehatan disebabkan karena kebijakan

    pemerintah Lebanon, untuk meberikan akses kesehatan yang sama dengan

    masyarakat Lebanon. Akan tetapi, sistem perawatan kesehatan di Lebanon sebagian

    besar dimiliki oleh pihak swasta dan organisasi kesehatan, Oleh karena itu, warga

    Lebanon dan pengungsi Suriah harus membayar uang untuk layanan kesehatan

    primer, sekunder dan tersier.77

    D. Respon Pemerintah Lebanon terhadap Pengungsi Suriah

    Status hukum pengungsi di Lebanon adalah masalah yang belum

    terselesaikan. Hal demikian karena Lebanon tidak memiliki undang-undang dan

    peraturan yang efektif mengenai pengungsi, dalam kebijakan Lebanon juga

    menegaskan bahwa Lebanon bukan sebagai Negara suaka dan Lebanon bukanlah

    pihak dalam Konvensi PBB tahun 1951 berkaitan dengan Status Pengungsi atau

    Protokol 1967.78

    Oleh karena itu, Lebanon memiliki hak untuk tidak memberikan

    76

    Oytun Orhan,.et.al. The Situation of Syrian Refugees in the Neighboring Countries, 38. 77

    Oytun Orhan,.et.al. The Situation of Syrian Refugees in the Neighboring Countries, 38. 78

    Bjrn Zimprich, Syrian Refugees in Lebanon, The Heavy Burden of the Open Borders

    Policy,

  • 40

    status pengungsi atau izin tinggal permanen untuk orang asing yang datang ke

    negaranya karena alasan keamanan.79

    Lebanon sebagai Negara yang bukan termasuk kedalam pihak yang

    menandatangani Konvensi PBB tahun 1951 berkaitan dengan Status Pengungsi atau

    Protokol 1967 menjadikan mekanisme perlindungan bagi pengungsi lemah, sehingga

    masyarakat Suriah yang melarikan diri dari konflik tidak diakui sebagai pengungsi

    dan diperlakukan sesuai dengan peraturan yang normal yang berlaku untuk semua

    warga negara Suriah. Walaupun Lebanon belum meratifikasi, Lebanon terikat oleh

    hak untuk mencari suaka, yang termasuk dalam Deklarasi Universal Hak Asasi

    Manusia, yang termasuk dalam Konstitusi dan resmi menyatakan bahwa itu terikat

    oleh prinsip non refoulement.80

    Selain itu, dalam menjalankan Deklarasi Hak Asasi Manusia Lebanon telah

    menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan UNHCR pada

    September 2003 untuk mengelola isu-isu pengungsi di Lebanon. Dalam MoU resmi

    tersebut, pemerintah Lebanon mengakui hak pengungsi untuk tetap di Lebanon jika

    hidup pengungsi atau kebebasan pengungsi berada dalam bahaya di negara asal,

    79

    Oytun Orhan,.et.al. The Situation of Syrian Refugees in the Neighboring Countries:

    Findings, Conclusions and Recommendations, ORSAM Report No: 189 (April 2014):34.

    80

    The Assessment Capacities Project (ACAPS), Legal Status of Individuals, 5.

  • 41

    dengan harapan bahwa pengungsi akan dimukimkan ke negara ketiga dalam waktu 9

    bulan.81

    Oleh karena itu, dalam melaksanakan Memorandum of Understanding (MoU)

    dengan UNHCR maka Lebanon melakukan kebijakan-kebijakan untuk menjaga hak-

    hak pengungsi yang masuk ke dalam wilayah Lebanon yaitu, membuka perbatasan

    antara Lebanon dan Suriah, dan membentuk Komite Tripartit antara Pemerintah

    Lebanon dengan UNHCR.

    1. Membuka Perbatasan Lebanon

    Meskipun Lebanon bukanlah pihak yang menandatangani Konvensi PBB

    tahun 1951 berkaitan dengan Status Pengungsi atau Protokol 1967 pemerintah

    Lebanon tetap membantu pengungsi Suriah untuk mendapatkan perlindungan dengan

    membuka perbatasannya dan telah memainkan peran yang sangat aktif dalam

    memfasilitasi, koordinasi dan respon perencanaan dengan organisasi internasional

    untuk menangani pengungsi Suriah di Lebanon.82

    Perbatasan-perbatasan yang dibuka oleh Lebanon adalah perbatasan resmi

    antara Lebanon dan Suriah. Perbatasan tersebut yaitu perbatasan Aarida merupakan

    perbatasan antara Homs dan Lebanon utara, perbatasan El Abboudi merupakan

    perbatasan antara Tartous dan Lebanon utara, perbatasan QAA Baalbek merupakan

    81

    The Assessment Capacities Project (ACAPS), Legal Status of Individuals, 5. 82

    United Nations High Commissioner for Refugess (UNHCR) Lebanon, Overview Working

    environment, [database on-line]; tersedia di http://www.unhcr.org/pages/49e486676.html internet;

    diakses pada 09 September 2014.

    http://www.unhcr.org/pages/49e486676.html

  • 42

    perbatasan di ujung utara lembah Bekaa, perbatasan Al-Masnaa merupakan

    perbatasan antara Damaskus dan Bekaa dan Wadi Khaled merupakan perbatasan

    antara Lebanon utara dan Homs.83

    Kebijakan Lebanon dalam membuka perbatasannya untuk menerima

    pengungsi Lebanon merupakan sebagai bentuk bantuan kemanusiaan dan kepedulian

    pemerintah Lebanon. Sebagaimana diungkapkan oleh Duta Besar Lebanon untuk

    PBB Nawaf Salam mengatakan "Lebanon tidak akan menutup perbatasannya.

    Lebanon tidak akan memulangkan kembali pengungsi siapapun, Lebanon akan terus

    menyediakan bantuan bagi semua pengungsi Suriah."84

    Dari pernyataan pemerintah

    Lebanon tersebut menunjukan komitmen pemerintah Lebanon untuk membantu

    permasalahan pengungsi Suriah di Lebanon.

    2. Membentuk Komite Tripartit

    Selain membuka perbatasannya untuk pengungsi Suriah, pemerintah Lebanon

    juga berupaya melakukan koordinasi dengan organisasi internasional. Koordinasi

    tersebut yaitu dengan membentuk komite tripartit sebagai payung utama untuk

    menyalurkan bantuan kepada para pengungsi Suriah. Komite tripartit tersebut

    dipimpin oleh the Lebanese High Relief Commission (HRC) bekerjasama dengan

    83

    The Assessment Capacities Project (ACAPS), Legal Status of Individuals Fleeing Syria,

    Syria Needs Analysis Project (June 2013): 5. 84

    Antara, Lebanon berjanji terus buka perbatasan bagi pengungsi Suriah, antara news,

    Kamis, 11 Juli 2013, [berita on-line]; tersedia di http://www.antaranews.com/berita/384683/lebanon-

    berjanji-terus-buka-perbatasan-bagi-pengungsi-suriahinternet; diakses pada 22 Oktober 2014.

    http://www.antaranews.com/berita/384683/lebanon-berjanji-terus-buka-perbatasan-bagi-pengungsi-suriahhttp://www.antaranews.com/berita/384683/lebanon-berjanji-terus-buka-perbatasan-bagi-pengungsi-suriah

  • 43

    Departemen Sosial (Depsos) dan United Nations High Commissioner for Refugees

    (UNHCR). Komite tripartit ini bekerja di bawah naungan PBB.85

    Kementerian Sosial sebagai koordinator respon utama yang memiliki tugas

    untuk bekerja sama dengan pemerintah pusat dan daerah. Hal ini dilakukan untuk

    menghindari adanya ketimpangan kebijakan antara pusat dan daerah serta

    memastikan bahwa implementasi bantuan sejalan dengan kebijakan Pemerintah dan

    prinsip-prinsip kemanusiaan. Dengan demikian Kementerian Urusan Sosial

    mengkoordinasikan respon atas nama Pemerintah. Sedangkan UNHCR, sebagai

    lembaga yang mendapat mandat untuk perlindungan pengungsi bertanggung jawab

    untuk membantu pemerintah dalam mengkoordinasikan pengungsi. UNHCR

    didukung oleh tim kemanusiaan negara yaitu the Lebanese High Relief Commission

    (HRC). Tugas UNHCR juga memimpin mitra organisasi lain dalam perlindungan,

    shelter, distribusi produk Non-makanan dan hubungan sosial pengungsi.86

    85

    Vliet and Hourani, Refugees of The Arab Spring, 25. 86

    United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Syria Regional Response

    Plan, 35.

  • 44

    BAB III

    UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN

    PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI

    Pengaturan pengungsi tidak lepas dari peran organisasi internasional atau

    lembaga internasional. Eksistensi lembaga seperti UNHCR dalam menangani

    pengungsi memegang peranan penting, sehingga UNHCR yang merupakan bagian

    dari majelis Umum PBB dengan tugasmya bertanggungjawab terhadap persoalan-

    persoalan penanganan pengungsi di berbagai negara. Oleh karena itu, dalam bab ini

    akan menjelaskan mengenai eksistensi United Nation High Commissioner for

    Refugees (UNHCR) sebagai Organisasi Internasional yang menangani masalah

    pengungsi yang terdiri dari beberapa sub-sub bab, antara lain UNHCR dan

    mandatnya, beserta instrumen dasar UNHCR dalam memberikan perlindungan

    terhadap pengungsi. Selain itu dalam bab ini akan menjelaskan mengenai kegiatan

    yang dilakukan UNHCR terkait masalah pengungsi disertai dengan upaya UNHCR

    dalam menangani pengungsi Suriah di Lebanon.

    A. Eksistensi UNHCR dan Mandatnya

    Komisi Tinggi PBB untuk urusan pengungsi ini bermarkas di Jenewa, Swiss.

    Badan ini didirikan pada tanggal 14 Desember 1950, dan mulai menjalankan

    tugasnya pada 1 Januari 1951 untuk jangka waktu tiga tahun dan memiliki tugas

    terbatas yaitu untuk menyediakan perlindungan hukum bagi pengungsi Eropa yang

  • 45

    tersingkir pasca Perang Dunia II. Tujuannya adalah untuk melindungi dan

    memberikan bantuan kepada pengungsi berdasarkan permintaan sebuah pemerintahan

    atau PBB untuk kemudian mendampingi para pengungsi tersebut dalam proses

    pemindahan tempat menetap mereka ke tempat yang baru.87

    UNHCR diberi mandat oleh PBB untuk memimpin dan mengkoordinasikan

    aksi internasional untuk perlindungan pengungsi di seluruh dunia dan penyelesaian

    masalah pengungsi. Tujuan utama UNHCR adalah untuk melindungi hak-hak dan

    kesejahteraan para pengungsi. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut UNHCR

    berusaha memastikan setiap orang untuk dapat menggunakan hak mencari suaka dan

    menemukan tempat perlindungan yang aman di Negara lain, dan pulang s


Recommended