Date post: | 01-Mar-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | khangminh22 |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
WIR
Progr
PEM DI LEM
ROGUNANPEM
Di
ram Studi I
PRKEKHU
FAKULT
MBINAANMBAGA PEN YOGYAMBINAAN
iajukan untu
Memperole
lmu Pendid
Tri Ad
ROGRAM USUSAN P
JURUSATAS KEGUUNIVERS
Y
i
N IMAN BAEMASYARKARTA: S
N IMAN BA
S K R I P
uk Memenu
eh Gelar Sa
dikan Kekhu
Olehdha Ismail NIM: 1111
STUDI ILMENDIDIKA
AN ILMU PURUAN DASITAS SANYOGYAKA
2016
AGI NARARAKATANSUATU USAGI NARA
P S I
uhi Salah Sa
arjana Pendi
ususan Pend
: Bima Putr
124006
MU PENDAN AGAMPENDIDIKAN ILMU
NATA DHAARTA
6
APIDANAN KELAS ISULAN KAAPIDANA
atu Syarat
idikan
didikan Aga
ra
IDIKAN MA KATOLKAN PENDIDIK
ARMA
II A ATEKESE
ama Katolik
LIK
KAN
k
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
Seluruh narapidana Kristiani di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta dan semua pihak yang terlibat dalam pembinaan iman
bagi narapidana dan kupersembahkan bagi seluruh keluargaku, almarhum papah,
mamah, dan semua saudara-saudariku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
Letakkan di depan keningmu, jangan sampai menempel, biarkan mengambang 5
cm dari dahimu, dan dia takkan lepas dari matamu lalu yang harus kita lakukan
hanyalah tangan yang harus bekerja lebih dari biasanya, kaki yang melangkah
lebih dari biasanya, otak yang berfikir lebih dari biasanya, dan hati serta mulut
yang tak berhenti untuk selalu berdoa ( Dony Dirgantara 5 cm).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA: SUATU USULAN KATEKESE PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA. Judul dipilih bertitik tolak dari pengalaman penulis mengikuti pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan. Lewat keterlibatan itu penulis merasa prihatin dengan pembinaan iman yang dilaksanakan. Dalam pengamatan penulis, alokasi waktu yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan kurang memadai, proses katekese masih sangat bertumpu pada keberadaan pembina dan berjalan secara satu arah serta bentuk dan model katekese yang tidak memiliki format yang tetap menjadi suatu keprihatinan tersendiri. Sulit bagi pembina untuk mengajak para narapidana aktif dalam proses pembinaan. Menurut penulis, pembina bertindak sebagai Guru yang memberikan pelajaran sedangkan peserta sebagai murid yang mendengarkan guru mengajar. Alokasi waktu yang kurang memadai, proses katekese yang masih bertumpu pada keberadaan pembina dan berjalan secara satu arah serta bentuk dan model katekese yang tidak memiliki format tetap merupakan tantangan yang perlu diperhatikan oleh para pembina. Oleh karena itu guna memecahkan masalah di atas penulis mengadakan penelitian bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Penulis juga mengadakan studi pustaka untuk memperoleh data dan gagasan yang mendukung. Melalui data dan gagasan tersebut, penulis dapat menemukan bentuk proses pembinaan iman atas narapidana yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan melihat fakta pembinaan iman yang telah berlangsung selama ini, dan melalui penelitian yang telah penulis lakukan maka penulis mengusulkan pembinaan iman kateketis. Pembinaan iman adalah suatu usaha untuk membentuk seseorang guna mencapai tujuan tertentu. Kateketis adalah pembinaan iman melalui katekese yang artinya pendidikan atau pengajaran iman.
Pembinaan kateketis yang penulis usulkan mengambil model Shared Christian Praxis. Shared Christian Praxis (SCP) adalah salah satu model katekese umat yang menekankan proses bersifat dialog partisipatif. SCP yang lebih menekankan proses dan bersifat dialog partisipatif bertujuan supaya peserta dapat mengkomunikasikan pengalaman hidupnya sehari-hari dengan iman. Dialog partisipatif memungkinkan peserta untuk terlibat aktif dan kreatif dalam berkomunikasi dengan pembina maupun antar peserta. Melalui SCP, harapannya peserta dapat dibimbing untuk mendalami pengalaman hidupnya dan meningkatkan kualitas imannya melalui kesadaran iman yang perlahan tumbuh selama proses SCP. Harapan penulis semoga pembinaan iman kateketis dengan model SCP dapat mengurai permasalahan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
This title of small thesis is FAITH FORMATION FOR INMATES IN CORRECTIONAL INSTITUTION CLASS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA: A PROPOSAL OF CATECHESIS FAITH FORMATION FOR INMATES. This title was chosen from the writer experience attending faith formation for inmates in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta. The writer fell concerned with faith formation which had been done. In writer’s view, there is less time alocation given for faith formation in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta, the process of catechesis still releies on the catechist present, using top down approach, there is no fixed format model for faith formation. It’s hard for the catechist to persuade the inmates to be actively involved in a catechesis process. In the writer’s opinion, the catechist acts as a teacher who gives a lesson and the inmates as students who listen the teacher’s learning.
The inadequate time alocation given for faith formation, catechesis process still releies on the catechist present, using of top down, and there is no fixed format model for faith formation become challenges for catechists. Therefore to solve the problems, the writer conducted a research for the inmates in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta. The writer also conducted a literature study to get more data and supporting ideas. Through those data and supporting ideas, the writer can find the form of faith formation for the inmates which is suitable with their needs.
According to the facts and through the research which has been done, the writer suggests a catechetical faith formation. Faith formation is an effort for building someone to reach his own goal of life. Catechetic is faith formation through a catechesis which means faith education or teaching.
Catechetical faith formation which the writer proposes takes a Shared Christian Praxis model. Shared Christian Praxis (SCP) is a catechesis model which point the process of participatory dialogue. SCP model its participants communicate their daily life experience in faith in Christ. Participatory dialogue enables participants to involve actively and be creative in communication with the catechist or fellow participants. Through SCP model hope participants can be assisted to deepen their life experience and deepen their faith quality through faith realization which slowly grows during the SCP process. The writer expects that faith formation by SCP model can solve faith formation problems for inmates in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah atas rahmat dan kasih-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul PEMBINAAN IMAN BAGI
NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYRAKATAN KELAS II A
WIROGUNAN YOGYAKARTA: SUATU USULAN KATEKESE
PEMBINAAN BAGI NARAPIDANA. Skripsi ini diajukan guna memberikan
sumbangan pemikiran, gagasan, dan inspirasi bagi siapapun yang memilki
kerinduan dalam mengembangkan pembinaan iman bagi narapidana di manapun
berada.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mengalami pendampingan,
dukungan, motivasi, serta perhatian. Di mana semuanya ini, penulis yakini
sebagai karya Tuhan dalam membimbing serta memampukan penulis hingga pada
tahap akhir dengan penuh kesetiaan. Pada kesempatan ini, penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J, selaku dosen pembimbing utama yang telah
setia membimbing, mengarahkan, dan selalu memotivasi penulis dalam
penyusunan skripsi dari awal hingga akhir.
2. Bapak Yoseph Kristianto, SFK, M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik,
dosen penelitian dan dosen penguji II yang telah meluangkan waktu untuk
mempelajari dan memberi masukan sehubungan dengan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
3. Dr. Carolus Putranto S.J, selaku dosen penguji III yang telah meluangkan
waktu untuk mempelajari dan memberikan masukan demi semakin baiknya
skripsi ini.
4. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yang telah
membuka dan menerima penulis untuk mengadakan penelitian.
5. Para dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama
Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yang setia membagikan cinta kasih, pengetahuan serta
pengorbanan selama penulis menjalani masa studi.
6. Karyawan Prodi IPPAK yang turut memberi perhatian dan dukungan bagi
penulis.
7. Bapak Sukarno sebagai donator yang telah membantu membiayai penulis
dalam hal pembayaran uang kuliah.
8. BAPEDA DIY yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
9. Frater Yusuf, Frater Andi Kurniawan, Frater Dedy, dan Frater Antonius Roja
yang telah bersedia menjadi narasumber bagi penulis.
10. Ibu Kandi dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
yang telah meluangkan waktu untuk menemani penulis dalam melakukan
penelitian di dalam LAPAS.
11. Mama, kakak, dan adik yang selalu mendukung, mendoakan dan berkorban
bagi penulis selama menjalani masa studi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv
MOTTO ........................................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................ vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACT ....................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ..................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xvii
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 6
C. Tujuan Penulisan ............................................................................. 7
D. Manfaat Penulisan .......................................................................... 7
E. Metode Penulisan ………………………………………………… 8
F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 9
BAB II. PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WIROGUNAN…………………............................. 12
A. Pembinaan Iman .............................................................................. 12
1. Pengertian Pembinaan ................................................................. 13
2. Pengertian Iman .......................................................................... 15
3. Pengertian Pembinaan Iman …………………………………... 20
4. Rangkuman……………………………………………………. 25
B. Narapidana dan Lembaga Permasyarakatan .................................... 26
1. Pengertian Terpidana ................................................................ 27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
2. Pengertian Narapidana .............................................................. 27
3. Lembaga Permasyarakatan ...................................................... 29
a. Pengertian Lembaga Permasyarakatan ................................... 29
b. Lembaga Permasyarakatan Wirogunan…………………….. 29
C. Pembinaan Iman di Lembaga Permsyarakatan Wirogunan Yogyakarta ..................................................................................... 31
1. Pengertian Pembinaan Iman bagi Narapidana………………... 31
2. Hal-hal yang Sudah Dilakukan di Lembaga Permasyarakatan Wirogunan Yogyakarta ………………………………………. 34
D. Rangkuman…………………………………………………… .... . 35
BAB III. PENELITIAN ATAS PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN KELAS IIA WIROGUNAN
YOGYAKARTA ............................................................................. 38
A. Situasi Umum Pembinaan Iman di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta ....................... 39
1. Tenaga Pendamping atau Pembina bagi Pembinaan Iman di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan ...................... 40
2. Alokasi Waktu Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga
Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan ..................................... 40 3. Bentuk-bentuk Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga
Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan yang Pernah Dilakukan oleh Para Pembina 7 .................................................. 41 4. Materi Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga
Permasyrakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta ………….... 42
B. Penelitian atas Pembinaan Iman ...................................................... 42
1. Rumusan Permasalahan .............................................................. 43
2. Tujuan Penelitian ........................................................................ 43
3. Metodologi Penelitian ................................................................. 44
a. Jenis Penelitian……………………………………………... 44
b. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………… 45
c. Responden Penelitian………………………………………. 45
d. Instrumen Pengumpulan Data……………………………… 45
e. Pengolahan Data……………………………………………. 48
f. Analisis Data ……………………………………………….. 48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
g. Variabel Penelitian…………………………………………. 49
C. Laporan Hasil Penelitian Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta ................................................... 49
1. Identitas Responden ..................................................................... 50
2. Laporan Hasil Kuesioner Terbuka ............................................... 53
3. Rangkuman Laporan Hasil Kuesioner ........................................ 56
4. Laporan Hasil Wawancara ........................................................... 58
5. Laporan Hasil Observasi ............................................................. 67
6. Laporan Hasil Studi Dokumen ................................................... 69
D. Pembahasan Hasil Penelitian ……………………………………... 71
1. Cukup atau tidaknya Alokasi Waktu yang Digunakan untuk Pelaksanaan Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta …………. 71
a. Aspek Tingkat Kerutinan …………………………………… 72
b. Aspek Alokasi Waktu ………………………………………. 73
2. Bentuk, Model dan Materi Pembinaan Iman yang Relevan bagi Para Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta……………………………. 75
3. Faktor-Faktor Penghambat Terlaksananya Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta………… . . 80
4. Faktor-Faktor Pendukung Terlaksananya Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta………………………………………… 83
5. Dampak Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta………….. 87 a. Tujuan Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga
Pemasyarkatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta………… 87 b. Dampak Pembinaan Iman bagi Narapidan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta……… . 89 6. Bentuk, Model dan Materi Pembinaan Iman yang Benar-benar
diharapkan oleh Para Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta……………………………. 90 E. Kesimpulan ………………………………………………………… 93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
BAB IV. SHARED CHRISTIAN PRAXIS SEBAGAI USULAN KATEKESE BAGI PARA NARAPIDANA DI LEMBAGA
PERMASYARAKATAN KELAS IIA WIROGUNAN YOGYAKARTA……………………………. ................................ 97
A. Pengertian Shared Christian Praxis…………………………….. 97
1. Shared……………………………........................................... 98
2. Christian……………………………........................................ 99
3. Praxis……………………………............................................ 99
4. Langkah-langkah Shared Christian Praxis…………………... 100
B. Usulan Program Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, dengan Model Shared Christian Praxis……………. 102
1. Latar Belakang…………………………….............................. 103
2. Tema dan Tujuan Pembinaan Iman………………………….. 105
3. Gambaran Pelaksanaan Program…………………………….. 110
4. Matrik Program……………………………............................. 111
5. Contoh Persiapan Salah Satu Sesi Pembinaan Iman………… 120
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 135
A. Kesimpulan ..................................................................................... 135
B. Saran ............................................................................................... 138
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. . 141
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian ......................................................... (1)
Lampiran 2 : Surat Bukti telah dilaksanakan penelitian ......................... (2)
Lampiran 3 : Kuesioner penelitian .......................................................... (3)
Lampiran 4 : Contoh kuesioner penelitian ............................................. (9)
Lampiran 5 : Pedoman wawancara kepada Pembina .............................. (12)
Lampiran 6 : Contoh Pembinaan Iman dari PPNKY .............................. (13)
Lampiran 7 : Struktur Organisasi Lembaga ............................................ (17)
Lampiran 8 : Transkrip Wawancara ........................................................ (18)
Lampiran 9 : Perikop Kitab Suci ............................................................ (27)
Lampiran 10 : Teks Lagu .......................................................................... (28)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
Lampiran 11 : Dokumentasi Kegiatan ...................................................... (29)
Lampiran 12 : Cuplikan Video .................................................................. (32)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Teks Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Baru:
dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik
Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia
dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal.8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang
Wahyu Ilahi yang ditulis oleh Yohanes Paulus II pada tanggal 18
November 1965.
C. Singkatan Lain
Art : Artikel
BBC : British Boardcasting Corporation, salah satu perusahan media
masa di Inggris.
Hlm : Halaman
KAS : Keuskupan Agung Semarang
KanWil : Kantor Wilayah
KGK : Katekismus Gereja Katolik
KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
LAPAS : Lembaga Pemasyarakatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
Ms : Miss
SCP : Shared Christian Praxis
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
PPNKY : Paguyuban Pendamping Narapidana Kristiani Yogyakarta
WIB : Waktu Indonesia Barat
WBP : Warga Binaan Pemasyarakatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada penghujung tahun 2014 sampai pada awal tahun baru 2015 dunia
hukum Indonesia dipenuhi dengan beragam berita tentang eksekusi mati enam
terpidana narkotika. Seperti yang dimuat dalam surat kabar digital British
Broadcasting Corporation Indonesia atau BBC Indonesia pada tanggal 18 Januari
2015 dengan judul berita Enam Terpidana Mati Telah Dieksekusi di
Nusakambangan dan Boyolali:
Juru bicara Kejaksaan Agung, lembaga yang melakukan hukuman mati, Tony Spontana menjelaskan 5 terpidana mati telah dieksekusi di Nusakambangan, Cilacap pukul 00.30 WIB dan dinyatakan meninggal pada pukul 00.40 WIB. Satu terpidana mati lainnya dieksekusi di Boyolali pukul 01.20 WIB. Kelima terpidana mati yang dieksekusi di Nusakambangan adalah Marco Archer Cardoso Mareira (53, Warga Negara Brasil), Daniel Eneuma (38 tahun, Warga Negara Nigeria), Ang Kim (62 tahun, Warga Negara Belanda), Namaona Dennis (48 tahun, Warga Negara Malawi), dan Rini Andriani atau Melisa Aprilia (Warga Negara Indonesia), sedangkan yang menjalani hukuman mati di Boyolali adalah Tran Thi Hanh (37 tahun, Warga Negara Vietnam).
Eksekusi mati tidak hanya berhenti pada enam terpidana mati yang telah
dieksekusi tanggal 18 Januari 2015. Eksekusi hukuman mati jilid II terhadap
sembilan terpidana mati yang menyangkut “duo Bali nine” Andrew Chan dan
Myuran Sukumaran serta “ratu ekstasi” Mary Jane Fiesta Veloso menuai
polemik. Media-media sosial maupun cetak mulai memberitakan seputar eksekusi
mati jilid dua. Salah satunya adalah ulasan berita Silvanus Alvin yang dilansir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
dalam situs berita resmi miliki liputan 6 pada tanggal 27 April 2015 dengan judul
berita Kapan Eksekusi Mati jilid II dilaksanakan? Ini kata JK. Ulasan berita
tersebut:
Sejumlah terpidana mati masih melakukan sejumlah cara agar bisa terlepas dari hukuman eksekusi mati. Mereka juga memaksimalkan hak hukumnya. Termasuk Sergei Areski Atlaoui yang kini namanya telah dikeluarkan dari daftar eksekusi mati jilid II. Melihat kondisi ini Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK berjanji tak akan mengebiri hak hukum mereka. “Kita selalu mengikuti proses hukum sebaik-baiknya. Karena warga Prancis itu masih memiliki proses hukum yaitu Peninjau kembali (PK) kedua, maka kita tunggu itu dulu,” kata JK di Hotel Shangri-La, Jakarta, Senin(27/05/2015). Namun JK enggan memberitahukan tanggal kapan eksekusi mati akan dilakukan. Dia pun meminta pihak terkait untuk menunggu informasi resmi dari Kejaksaan Agung. “Tanggalnya tunggu sajalah,” tukas JK.
Eksekusi mati beberapa warga Negara asing dan warga Negara Indonesia
ini sempat mendapat kecaman beberapa kalangan dari dunia internasional. PBB
melalui sekretaris jendralnya mengecam dan menyampaikan penyesalan yang
mendalam atas eksekusi mati enam terpidana yang berlangsung di Indonesia dan
yang masih berlaku di seluruh Negara di dunia. Kecaman dan reaksi penolakan
terhadap hukuman mati yang diserukan oleh Sekjen PBB ini juga diikuti oleh
Australia dan Brazil yang menarik duta besar mereka dari Jakarta. Hal ini dapat
dilihat dalam ulasan berita Evan Hardoko pada koran elektronik Kompas pada
Kamis 30 April 2015 dengan judul berita Sekjen PBB Kecam Eksekusi Mati di
Indonesia:
New York, Kompas.com- Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon mengutarakan penyesalan yang mendalam atas eksekusi mati terhadap delapan terpidana kasus narkoba di Nusakambangan, Jawa Tengah, Rabu(29/4/2015). Dalam pernyataan resminya, Ban mengatakan, hukuman mati “tidak memiliki tempat di abad 21” dan mendesak Indonesia untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
membatalkan eksekusi mati terhadap semua terpidana mati. Desakan itu, menurut Ban, sejalan dengan sikap 117 negara yang menyuarakan moratorium penggunaan hukuman mati dalam sidang Majelis Umum PBB pada Desember 2014. “Sekretaris Jendral mendesak semua negara yang masih menerapkan hukuman mati untuk bergabung dengan gerakan ini dan mendeklarasikan moratorium hukuman mati dan akhirnya menghapusnya,”demikian pernyataan Ban Ki-moon. Tidak hanya dari PBB, Australia dan Brasil, Gereja Indonesia pun sempat
menyerukan seruan keras terkait eksekusi mati terpidana kasus narkotika baik
eksekusi mati jilid I dan jilid II. Seruan Gereja Katolik Indonesia yang menolak
hukuman mati diserukan oleh Mgr. Ignatius Suharyo Pr dalam surat gembala
Paskah 2015 dengan judul Gereja Katolik Menolak Hukuman Mati yang
diedarkan di Keuskupan Agung Jakarta dalam judul Gereja menolak hukuman
mati yang isinya:
Pada hari-hari ini, televisi, koran dan mass media lain, penuh dengan berita mengenai hukuman mati. Saya pribadi amat sedih setiap kali melihat atau membaca berita itu dan diberitakan dengan cara yang bagi saya mencederai kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam suasana seperti ini saya mengajak para Imam untuk menjelaskan kepada umat pandangan Gereja mengenai hal ini dan mengajak mereka berdoa untuk para terpidana.
Katekismus Gereja Katolik menyatakan : Pembelaan kesejahteraan umum masyarakat menuntut agar penyerang dihalangi untuk menyebabkan kerugian. Karena alasan ini, maka ajaran Gereja sepanjang sejarah mengakui keabsahan hak dan kewajiban dari kekuasan politik yang sah, menjatuhkan hukuman yang setimpal dengan beratnya kejahatan, tanpa mengecualikan hukuman mati dalam kejadian-kejadian yang serius (KGK 2266). Menurut Katekismus ini, hukuman mati diperbolehkan dalam kasus-kasus yang sangat parah kejahatannya. Namun, apabila terdapat cara lain untuk melindungi masyarakat dari penyerang yang tidak berperi-kemanusiaan, cara-cara lain ini lebih dipilih daripada hukuman mati karena cara-cara ini dianggap lebih menghormati harga diri seorang manusia dan selaras dengan tujuan kebaikan bersama (bdk KGK 2267). Di sini terjadi peralihan pandangan Gereja tentang konsep hukuman mati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Gereja. KGK 2267 ini diambil dari ensiklik Paus Yohanes Paulus II Evangelium Vitae.
Dalam ensiklik Evangelium Vitae yang diterbitkan tahun 1995, Paus Yohanes Paulus II menghapuskan status persyaratan untuk keamanan publik dari hukuman mati ini dan menyatakan bahwa, dalam masyarakat modern saat ini, hukuman mati tidak dapat didukung keberadaannya. Berikut kutipannya:
Adalah jelas bahwa untuk tercapainya maksud-maksud ini, jenis dan tingkat hukuman harus dengan hati-hati dievaluasi dan diputuskan, dan tidak boleh dilaksanakan sampai ekstrim dengan pembunuhan narapidana, kecuali dalam kasus-kasus keharusan yang absolut: dengan kata lain, ketika sudah tidak mungkin lagi untuk melaksanakan hal lain untuk membela masyarakat luas. Selanjutnya ditegaskan, Namun demikian, dewasa ini, sebagai hasil dari perkembangan yang terus menerus dalam hal pengaturan sistem penghukuman, kasus-kasus sedemikian (kasus-kasus yang mengharuskan hukuman mati) adalah sangat langka, jika tidak secara praktis disebut sebagai tidak pernah ada.” (EV 56).
Untuk menuju tujuan yang mulia di atas, peran dan bentuk pembinaan di
dalam Lembaga Pemasyarakatan perlu mengalami perubahan juga. Berdasarkan
data yang diperoleh penulis pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan
berdasar pada asas: pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan,
pendidikan, pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat manusia,
kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan dan terjaminnya
hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga atau orang- orang tertentu
(Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Bab II pasal 5).
Menurut pengalaman penulis yang lain, pembinaan iman bagi narapidana
di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dijadwalkan satu
minggu sekali yakni pada hari Sabtu setiap minggunya. Dari alokasi waktu
pembinaan iman ini, muncul beberapa pertanyaan yang menganjal dalam hati
penulis. Pertanyaan yang sering muncul adalah cukupkah alokasi waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
pembinaan iman yang telah disediakan oleh Lembaga Pemasyarakatan? Lantas
bagaimana bentuk pembinaan iman yang selama ini dilaksanakan dalam Lembaga
Pemasyarakatan? Siapakah yang melaksanakan pembinaan iman dalam Lembaga
Pemasyarakatan?
Dalam usaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di atas. Pertama
kali penulis menyadari bahwa pelayanan pembinaan iman bagi narapidana di
dalam Lembaga Pemasyarakatan membutuhkan spiritualitas yang sungguh-
sungguh. Dalam permenungan muncullah gagasan dan spiritualitas pelayanan
yang tulus dan menyeluruh sebagai bentuk konkrit dari iman yang dianut oleh
para pelayan pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan. Spiritualitas ini
terinspirasi dari Matius 25: 34-36:
Yesus bersabda, “Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah kerjaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijakdikan. Sebab ketika Aku haus kamu memberi Aku minum, ketika Aku seorang asing kamu memberi Aku tumpangan, ketika Aku telanjang kamu memberi Aku pakaian, ketika Aku sakit, kamu melawat Aku, dan ketika Aku di dalam penjara kamu mengunjungi Aku”.
Perikop ini ingin menyampaikan bahwa menjadi orang Katolik tidak
hanya berhenti pada kehidupan doa yang taat, akan tetapi kehidupan doa yang
disertai dengan perbuatan. Pada dasarnya iman Katolik sendiri mengajarkan
kepada umatnya agar hidup beriman tidak berhenti pada beribadah dan berbuat
baik. Iman Katolik memiliki konsekunsi nyata yang membimbing umatnya untuk
mewujudkan apa yang dihayati dalam perbuatan nyata. Salah satunya adalah
dengan mengunjungi orang yang sedang ada di dalam penjara. Dengan menyapa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
mereka lewat pelayanan pembinaan iman, orang Katolik mengaktualisasikan
imannya.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang terpapar di atas, penulis
merasa tertarik untuk mendalami pembinaan iman bagi narapidana. Maka dari itu
penulis mengambil judul PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WIROGUNAN
YOGYAKARTA: SUATU USULAN KATEKESE PEMBINAAN IMAN
BAGI NARAPIDANA. Penulis ingin memberikan suatu sumbangan pemikiran
katekese bagi pembinaan iman narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Wirogunan Yogyakarta. Penulis berharap sumbangan ini dapat membawa
perubahan sikap dan moral narapidana yang terwujud dalam perubahan hidup
mereka, sehingga Lembaga Pemasyarakatan dapat memenuhi visi dan misinya
sebagai lembaga yang memperbaiki kesalahan dan kembali memanusiakan
manusia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa permasalahan yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa itu pembinaan iman?
2. Siapa itu narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan?
3. Sejauh mana pembinan iman bagi narapidana bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan kelas II A WIrogunan Yogyakarta sudah berjalan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
4. Sejauh mana pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta sudah berjalan secara efektif?
5. Usulan katekese atau usaha apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
pembinaan iman dan perubahan sikap serta moral para narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan permasalahan yang diungkapkan di atas, maka ada beberapa rumusan tujuan:
1. Mengetahui apa itu pembinaan iman.
2. Mengetahui apa itu narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan.
3. Mengetahui pembinaan iman yang telah berjalan di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan dan efektivitas pembinaan iman tersebut.
4. Memberi usulan program pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyrakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
5. Skripsi ini ditulis guna memenuhi salah satu syarat kelulusan sarjana strata I
pada Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah
a. Secara akademis, dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi
pengetahuan dan pengembangan ilmu yang berkaitan dengan pembinaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
iman bagi narapidana yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan acuan
dalam berkatekese di dalam lembaga pemasyrakatan.
b. Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Wirogunan Yogyakarta khususnya bagi para pemerhati pembinaan iman di
Lembaga Pemasyarakatan sebagai salah satu alternatif bahan katekese.
c. Sebagai calon katekis, penulis semakin diperkaya sehingga mampu
mendesain katekese pembinaan iman narapidana yang sungguh kontekstual
dan menarik.
2. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis penelitian ini adalah
a. Berguna untuk penelitian lebih lanjut mengenai katekese pembinaan iman
bagi narapidana.
b. Sebagai sumbangan pustaka ilmiah, khususnya dalam bidang katekese
pembinaan iman narapidana.
E. Metode Penulisan
Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriptif analitis, artinya
penulisan yang menggambarkan dan menganalisis suatu masalah dan keadaan
sebagaimana adanya. Deskripif analitis adalah usaha penulis menganalisis buku-
buku sebagai sumber bahan dan membahasakannya kembali dalam bentuk tulisan.
Hal yang sama akan penulis lakukan dalam pengumpulan data. Penulis akan
menggunakan penelitian kualitatif dengan wawancara. Penulis akan menggali dan
menganalisis hasil wawancara dengan para narapidana Untuk mendapatkan data,
dan mengolahnya menjadi hasil penelitian yang akan penulis gunakan sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
dasar sumbagan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini mengambil judul PEMBINAAN IMAN BAGI
NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A
WIROGUNAN YOGYAKARTA: SUATU USULAN KATEKESE
PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA. Judul tersebut akan diuraikan
dalam lima bab sebagai berikut:
Bab I adalah bagian pendahuluan yang di dalamnya mencakup latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II dibagi dalam tiga bagian : pertama, pembinaan iman yang terdiri
dari empat sub bab yakni pembinaan, iman, pembinaan iman dan
rangkuman pembinaan iman. Kedua, Narapidana dan Lembaga
Pemasyarakatan yang mencakup tentang pengertian terpidana,
pengertian narapidana, pengertian Lembaga Pemasyaraktan yang
terdiri dari pengertian Lembaga Pemasyarakatan secara umum dan
sekilas pandang mengenai Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta yang menjelaskan tentang situasi geografis,
sejarah singkat, visi dan misi, serta strategi Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Ketiga,
pembinaan iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan yang menjelaskan tentang pengertian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
pembinaan iman bagi narapidana dan usaha-usaha yang telah
dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta.
Bab III akan menguraikan tentang lima hal. Hal yang pertama adalah
situasi umum kegiatan pembinaan iman di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yang terdiri
dari empat sub bab yakni tenaga pembina atau pendamping
pembinaan iman bagi narapidana, alokasi waktu pembinaan iman
bagi narapidana, bentuk dan model pembinaan iman bagi
narapidana yang telah dilaksanakan oleh pembina, dan materi
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
Kedua, penelitian pembinaan iman yang terdiri dari tiga sub bab
yaitu rumusan permasalahan, tujuan penelitian, dan metodologi
penelitian yang mencakup jenis penelitian, tempat dan waktu
penelitian, responden penelitian, instrument pengumpulan data,
pengolahan data, analisa data dan variabel peneltian.
Ketiga, laporan hasil penelitian yang terdiri dari identitas
responden, laporan hasil kuisioner terbuka, laporan hasil
wawancara, laporan hasil observasi, dan laporan studi dokumen.
Keempat pembahasan hasil penelitian yang terdiri dari cukup atau
tidaknya alokasi waktu yang digunakan untuk pelaksaan
pembinaan iman bagi narapidana meliputi aspek tingkat kerutinan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
dan aspek alokasi waktu, bentuk, model dan materi pembinaan
iman yang relevan bagi narapidana, faktor-faktor pendukung dan
faktor-faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi
narapidana, dampak pembinaan iman bagi narapidana yang
meliputi tujuan pembinaan iman bagi narapidana dan dampak
pembinaan iman bagi narapidana serta bentuk, model dan materi
pembinaan iman yang benar-benar diharapkan oleh narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
Kelima, kesimpulan yang dibuat penulis sebagai rangkuman atas
penelitian terhadap pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
Bab IV berisi tentang, pertama, pengertian Shared Christian Praxis yang
terdiri dari pengertian Shared, Christian, dan praxis. Kedua,
Shared Christian Praxis sebagai usulan model pembinaan iman
bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta yang terdiri dari latar belakang tema dan
tujuan program, gambaran pelaksanaan program, matrik program,
dan contoh persiapan salah satu sesi pembinaan iman.
Bab V adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan atas peneltian
pembinaan iman bagi narapidana dan saran bagi pembinaan iman
di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
BAB II
PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WIROGUNAN
Fokus pada bab dua ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama penulis
membahas tentang pembinaan iman yang terdiri dari pengertian pembinaan dan
iman. Pada bagian kedua penulis membahas tentang narapidana dan lembaga
pemasyarakatan yang terdiri dari pengertian narapidana dan lembaga
pemasyarakatan. Sedangkan pada bagian ketiga penulis membahas tentang
pembinaan iman bagi narapidana yang terdiri dari pembinaan iman bagi
narapidana dan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dalam membina iman narapidana khususnya
narapidana yang beragama Kristen dan Katholik.
A. Pembinaan Iman
1. Pengertian Pembinaan
Dalam buku karangan Mangunhardjana berjudul Pembinaan: Arti dan
Metodenya, pembinaan didefinisikan sebagai:
suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal yang baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya untuk membetulkan dan mengembangkan pengentahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani secara lebih efektif (Mangunhardjana 1986: 12).
Dalam pembinaan, orang tidak sekedar dibantu untuk mempelajari ilmu
murni, tetapi ilmu yang akan dipraktekkan. Tidak dibantu untuk mendapatkan
pengetahuan, tetapi pengetahuan untuk dijalankan. dalam pembinaan orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
terutama dilatih untuk mengenal kemampuan dan mengembangkannya, agar dapat
memanfaatkannya secara penuh dalam bidang hidup atau kerja mereka. Oleh
karena itu unsur pokok dalam pembinaan adalah mendapatkan sikap, tingkah laku,
kecakapan dan keterampilan.
Dalam pembinaan terjadi proses melepas hal-hal yang sudah dimiliki
berupa pengetahuan dan praktek yang sudah tidak membantu dan menghambat
hidup dan kerja dan mempelajari pengetahuan dan praktek baru yang
meningkatkan hidup dan kerja. Tujuannya agar orang yang menjalani pembinaan
mampu mencapai tujuan hidup atau kerja yang digumuli secara lebih efisien dan
efektif daripada sebelumnya.
Definisi lain dari pembinaan dapat ditemukan dalam buku karangan
Mitfah Thoha yang berjudul Pembinaan Organisasi:
suatu proses hasil atau pertanyaan yang lebih baik dalam hal ini menunjukkan adanya perubahan, kemajuan, pertumbuhan, peningkatan, evaluasi atau berbagai kemungkinan atas berbagai sesuatu di atas. Pembinaan juga dapat dimengerti sebagai proses atau pengembangan yang mencakup urutan-urutan pengertian-pengertian, diawali dengan mendirikan, membutuhkan, memelihara pertumbuhan tersebut yang disertai dengan usaha-usaha perbaikan, menggembangkan, menyempurnakan (Thoha 1999: 243).
Pembinaan adalah suatu proses yang membuat manusia menjadi lebih
baik. Dalam proses itu terdapat beberapa tahapan yang harus dilaksanakan sebagai
syarat mutlak pembinaan. Proses itu diawali dengan mendirikan, dilanjutkan
dengan proses membutuhkan bahan-bahan guna mengembangkan dirinya, tahapan
pembinaan dilanjutkan dengan proses pemeliharaan terhadap pertumbuhan
tersebut. Dalam usaha pemeliharaan tercakup pula usaha-usaha perbaikan,
mengembangkan, dan menyempurnakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Oleh karena itu pembinaan memiliki beberapa tujuan. Pembinaan
bertujuan utnuk memampukan seseorang membaharui diri dan meningkatkan
efektivitas hidup dan karya. Pembinaan dapat menganilisi situasi hidup secara
positif maupun negatif dan memampukan orang untuk bertanggung jawab
terhadap apa yang menjadi tuntutan hidup (Mangunhardjana 1986:13).
Menurut Mardi Prasetya (2001: 24) tujuan pembinaan merupakan
transformasi diri dalam Kristus, menjadi murid Kristus menyertakan dinamika
untuk membentuk hidup atas dasar nilai-nilai yang ditawarkan oleh Kristus agar
kita diubah oleh nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu tujuan transformasi diri ini
perlu dilihat secara khusus supaya pembinaan tetap dilihat sebagai tujuan yang
tertinggi dibandingkan dengan tujuan-tujuan praktis yang lain sehingga hari demi
hari terus dihayati dalam hidup panggilan maka tujuan praktis yang lain harus
diletakkan dibawahnya.
Dari pengertian di atas jelas bahwa pembinaan selalu mengarah ke hasil
yang lebih baik. Jika dicermati dari masalah kepentingannya tidak semua orang
memahami dan memperhatikan pentingnya pembinaan. Seperti yang diungkapkan
Mangunhardjana bahwa pembinaan yang baik akan berdampak pada orang lain.
Dengan kata lain pembinaan dapat membantu orang lain “keberhasilan pembinaan
dapat berdampak pada orang lain dan membantu mereka untuk melihat diri dan
pelaksanaan hidup serta kerjanya. Pembinaan dapat menganlisis situasi hidup dan
kerjanya dari segala segi positif atau negatifnya. Pembinaan dapat digunakan
sebagai sarana untuk menemukan masalah hidup dan masalah dalam kerjanya;
menemukan hal atau bidang hidup dan kerjanya yang sebaiknya diubah atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
diperbaiki. Pembinaan juga dapat digunakan sebagai sarana untuk merencanakan
sasaran dan program di bidang hidup kerjanya sesudah mengikuti pembinaan
(Mangunhardjana 1989: 13).
2. Pengertian Iman
Pengertian iman yang paling umum diketahui kalangan umat adalah
bahwa iman dipahami sebagai karunia Allah dan tanggapan manusia. Dari
pengertian ini, dapat ditarik sebuah simpul bahwa Allah adalah subjek pemberi
rahmat dan manusia adalah objek penerima rahmat. Akan tetapi, di sisi yang lain,
Allah menjadi objek penerima tanggapan manusia atas anugerah-Nya dan manusia
menjadi subjek yang memberikan tanggapan terhadap panggilan Allah. Oleh
karena itu, penulis dalam sub bab ini akan memisahkan dan memberikan
penjelasan terkait Allah yang menjadi subjek dan manusia yang menjadi objek,
serta Allah mejadi objek dan manusia menjadi subjek.
Katekismus Gereja Katolik(selanjutnya akan ditulis KGK) artikel 1
nomor 51-53 menjelaskan bahwa Allah mewahyukan Diri kepada manusia. Isi
wahyu itu adalah belas kasihan Allah kepada manusia. Allah membuka diri untuk
manusia, supaya manusia bisa mengenal Dia dan kehendak-Nya. Manusia mampu
mengenal Allah lewat Yesus Kristus, Sang Sabda yang telah menjadi daging dan
dalam Roh Kudus, ikut serta dalam kodrat ilahi. Melalui Yesus Kristus, Allah
mengangkat manusia menjadi anak-anak-Nya. Dengan mewahyukan diri Allah
memberikan kesanggupan bagi manusia untuk memberikan timbal balik atau
tanggapan, mengikuti-Nya, dan mencintai-Nya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Dalam dokumen Dei Verbum yakni Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan
II tentang Wahyu Ilahi, iman diartikan sebagai Allah yang mewahyukan diri-Nya
kepada manusia lewat perjalanan sejarah melalui perantaraan para nabi dan
setelah berkali-kali mengalami kegagalan akhirnya Allah mengutus Putra-Nya
yaitu Yesus Kristus (DV 4).
Tahapan pewahyuan Diri Allah juga dijelaskan dalam KGK artikel 2
nomor 54-64 bahwa Allah membiarkan Diri-Nya dikenal oleh manusia sejak awal
mula. segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah berasal dari sabda-Nya. Sejak
awal mula, Allah telah memperkenalkan Diri-Nya dan menjalin hubungan yang
erat dengan manusia pertama. Relasi antara Allah dan manusia itu tidak hanya
sebatas antara pencipta dan ciptaan namun Allah memberikan keselamatan bagi
manusia berupa rahmat yang berlimpah dan keadilan yang gemilang.
Meski manusia jatuh dalam dosa, Allah tidak berhenti mencintai
manusia. Ia tetap saja memberikan keselamatan bagi manusia yang mencari-Nya,
mengikuti-Nya, dan mencintai-Nya. Berkali-kali manusia jatuh dalam jurang
dosa, tetapi Allah selalu memberikan jalan bagi manusia untuk menuju
keselamatan. Perjanjian dengan Nuh setelah banyak manusia jatuh dalam dosa,
adalah simbol dimana Allah memberikan keselamatan kepada bangsa-bangsa.
Allah tetap memberikan keselamatan kepada manusia yang terus hidup bertekun
dalam perjanjian Allah dengan Nuh sembari menantikan kedatangan Kristus yang
mempersatukan anak-anak manusia yang tercerai-berai.
Tahapan wahyu Allah kemudian sampai pada Abraham. Allah
memanggil Abraham untuk keluar dari lingkaran sanak keluarganya. Allah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
menjadikan Abraham seorang bapa bangsa yang besar, sebab dari sanalah seluruh
keturunan Abraham akan menerima keselamatan Allah. Abraham dan
keturunannya menjadi akar pohon dimana kelak ketika telah tumbuh, orang-orang
diluar keturunan Abraham akan dipersatukan dan diselamatkan. Dengan
demikian keselamatan menjadi milik semua orang.
Setelah masa para Bapa, Allah membentuk Israel menjadi bangsa-Nya.
Israel diselamatkan dari perbudakan di Mesir dan Allah memberkati bangsa Israel.
Dari namanya, Israel adalah orang-orang yang menerima berkat Allah. Mereka
adalah orang-orang yang mendengar panggilan Allah. Dari bangsa inilah,
keselamatan Allah terbuka bagi semua orang.
Yesus Kristus adalah sabda yang menjadi daging. Yesus Kristus
merupakan perantara dan kepenuhan seluruh wahyu Allah yang maha tinggi.
melalui Yesus Kristus, Allah yang tidak kelihatan dengan cinta kasih-Nya
menyapa manusia dan bergaul dengan mereka untuk membebaskan manusia dari
kegelapan dosa dan maut. Maka barang siapa melihat Yesus Kristus maka melihat
Allah juga (DV 2).
Allah mewahyukan diri-Nya dalam diri Yesus Kristus yang merupakan
jalan kebenaran dan hidup. Melalui Yesus Kristus Allah turun ke dunia utnuk
menjumpai dan berinteraksi dengan manusia yang dinyatakan dalam misteri
Tritunggal Maha Kudus. Dalam karya-Nya Yesus Kristus mewartakan kabar
gembira untuk membebaskan manusia dari kegelapan dosa dan maut. Barang
siapa mengikuti Dia maka akan beroleh hidup yang kekal (DV 4).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Iman sebagai pewahyuan diri Allah kepada manusia juga dapat
dimengerti lewat Dei Verbum artikel 4
Oleh karena cinta kasih-Nya yang begitu besar kepada umat manusia, Allah mewahyukan diri-Nya kepada manusia dengan mengutus Putra-Nya yakni sabda kekal yang tinggal di tengah umat manusia untuk menyinari semua orang dan akan bercerita kepada mereka tentang hidup Allah yang terdalam. Yesus Kristus merupakan sabda yang menjadi daging, dan merupakan kepenuhan wahyu Allah. Barang siapa melihat Yesus berarti melihat Bapa juga.
Tampak dalam dokumen tersebut Allah begitu murah hati kepada
manusia. Cinta kasih Allah melebihi dosa-dosa manusia. Untuk menebus segala
dosa manusia, dianugerahi-Nya manusia dengan Putra-Nya yang Tunggal Tuhan
kita Yesus Kristus. Dalam kebersamaan-Nya dengan manusia di dalam dunia,
Yesus Kristus taat akan perintah Bapa-Nya. Ketaatan Kristus mewujud nyata
dalam peristiwa sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Ia taat kepada Bapa-Nya
sampai mati di kayu salib; demi menebus dosa-dosa manusia Ia wafat di kayu
salib lambang penghinaan.
Wahyu dipahami sebagai Allah Sendiri, yang hadir dan menyapa
manusia, yang berbicara dengan manusia, dan yang berelasi dengan manusia. Dari
pihak manusia diharapkan ada tanggapan atas sapaan Allah ini. Tanggapan
manusia inilah yang disebut iman. Hal ini dikatakan dengan tegas dalam Dei
Verbum artikel 5: “Kepada Allah yang mewahyukan diri, manusia harus
menyatakan ketaatan iman. Dalam ketaatan iman tersebut manusia dengan bebas
menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah dengan kepenuhan akal budi dan
kehendak yang penuh kepada Allah pewahyu…..”. Dengan demikian, tampaklah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
bahwa iman dapat diartikan sebagai sikap penyerahan diri manusia, dalam
perjumpaan pribadi dengan Allah.
Orang yang memiliki iman adalah orang yang memiliki hubungan pribadi
yang mendalam dengan Allah yang hidup di mana dalam hidupnya seseorang
menerima kehadiran Allah dan menyerahkan diri seutuhnya kepada kehendak
Allah atas hidupnya. Seseorang yang menerima kehadiran Allah dalam hidupnya
senantiasi hidup dalam buah-buah Roh Allah yang kudus. Hidupnya mendekati
kekudusan rohaniah yang terpancar dari ketulusan serta kebaikan tingkah laku.
Seseorang yang menyerahkan dirinya seutuhnya kepada Allah, senantiasa
bersyukur kepada Allah karena rahmat yang diberikan Allah, dan tidak pernah
khawatir akan apa yang akan terjadi pada esok hari. Sebab hidup orang beriman
yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah penuh dengan buah-buah kasih
yakni kesabaran, ketekunan dan rendah hati.
Oleh karena itu, iman dapat dibedakan menjadi dua pengertian dasar
yakni iman sebagai jawaban manusia atas wahyu Allah dan iman sebagai
penyerahan diri manusia kepada Allah.
Iman adalah penyerahan diri manusia kepada Allah. Penyerahan diri erat
kaitannya dengan ketaatan manusia pada rencana Allah. Teladan penyerahan diri
dan ketaatan pada rencana Allah sering umat Katholik dengar ketika memasuki
masa prapaskah. Dalam renungan jalan salib, kita dihadapkan pada teladan nyata
ketaatan dan penyerahan diri Yesus Kristus. Dalam salah satu pemberhentian jalan
salib, kita merenungkan nubuat nabi Yesaya:
Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar, dan kepada siapakah tangan kekuasaan Tuhan dinyatakan? Sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
taruk ia tumbuh di hadapan Tuhan dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupa pun tidak, sehingga kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seseorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; Ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah,dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita, ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kiat menjadi sembuh (Yes 53:1-5)
Ketaatan Hamba Tuhan yang digambarkan dalam kitab nabi Yesaya,
seringkali menjadi gambaran ketaatan Yesus Kristus akan kehendak Bapa-Nya.
Penghinaan, kesakitan, penghianatan dan kematian yang dialaminya adalah
bentuk penyerahan diri-Nya kepada Bapa-Nya. Ia memberi teladan kepada
manusia agar menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah Bapa.
Penyerahan diri seutuhnya yang diteladankan oleh Yesus Kristus lewat
peristiwa sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya adalah teladan penyerahan
seutuhnya. Penyerahan itu dapat diwujudkan dengan senantiasa menjadikan Yesus
sebagai pokok keselamatan dan andalan dalam hidup dan meneruskan karya-Nya
di dalam dunia ini.
3. Pengertian Pembinaan Iman
Pembinaan iman tidak hanya dilakukan sebagai bentuk kewajiban dan
kepedulian Gereja terhadap umatnya yang ada di dalam kesulitan. Akan tetapi
pembinaan iman adalah bentuk sapaan kasih Allah terhadap umat-Nya. Sapaan
kasih Allah itu tertuang dan berdasar pada setiap kegiatan umat beriman yang
bertujuan untuk mengembangkan kedewasan imannya. Oleh karena itu penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
akan menjelaskan tentang pembinaan iman yang selanjutnya akan disebut sebagai
formatio iman.
Dalam Direktorium Formatio Iman yang diterbitkan oleh Dewan Karya
Pastoral Keuskupan Agung Semarang, formatio iman didefinisikan sebagai
pembinaan dan pembentukan diri menjadi (sebagai) pribadi Katolik yang berakar
dan berpola pada hidup Kristus dalam segala dimensi hidupnya secara total dan
integral dalam ungkapan dan perwujudannya (Dewan Karya Pastoral Keuskupan
Agung Semarang 2014: 3).
Formatio iman sebagai pembinaan iman memiliki garis-garis formatif yang
menjadi tolok ukur. Hal-hal yang menjadi garis-garis formatif itu adalah arah
dasar dari formatio iman, sumber-sumber yang harus digunakan dalam formatio
iman, dan tindakan-tindakan serta hal-hal yang harus dilakukan dalam formatio
iman. Tindakan dan hal-hal yang harus dilakukan dalam formatio iman termuat
dalam empat unsur utama yang harus dikerjakan yakni pengembangan
pengetahuan iman, penghayatan tradisi Katolik, pembinaan moral serta
peningkatan hidup menggereja dan memasyakat.
Arah dasar formatio iman adalah hidup dalam Kristus: menjadi Katolik
yang cerdas, tangguh dan misioner. Sakramen baptis menjadikan seseorang anak
Allah dan murid Kristus. Sebagai anak Allah, hidupnya dibentuk dan diresapi
nilai-nilai Injili serta dikuatkan dengan spiritualitas kesaksian martiria, yakni sedia
memanggul salib kehidupan sehari-hari, mengasihi secara tulus tanpa pamrih,
semangat berkorban, konsisten dalam kata dan perbuatan. Sebagai murid,
hidupnya berakar dan berpola pada hidup Kristus. Dengan berpola pada hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Kristus, orang Katolik hidup semakin bermakna bagi dunia dengan hadir sebagai
garam, ragi dan terang (Dewan Karya Pastoral KAS 2024: 43).
Arah dasar formatio iman yakni hidup dalam Kristus sendiri terinspirasi dari
Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Efesus bab 4 ayat 13 -15; “sampai kita telah
mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah,
kedewasaan penuh dan tingkata pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan
Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh rupa-
rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka
yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam
kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah
Kepala”.
Sumber utama formatio iman adalah Sabda Allah. Sabda Allah itu ialah
Yesus Kristus yang menjadi manusia dan bahwa suara-Nya terus menggema
dalam Gereja dan di dunia melalui Roh Kudus. Sabda Allah ditujukan kepada
manusia melalui perendahan diri ilahi yang mengagumkan dan sampai kepada
manusia melalui perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan. Gereja
merenungkan Sabda Allah dengan semangat iman yang mendalam,
mendengarkannya dengan saleh, memeliharanya dengan cinta dan mewartakannya
dengan setia melalui Tradisi dan Kitab Suci (Dewan Karya Pastoral KAS 2014:
44).
Sabda Allah yang terkandung dalam Tradisi dan Kitab Suci direnungkan
dan dimengerti dengan lebih mendalam melalui perasaan iman seluruh umat
Allah, di bawah bimbingan Magisterium. Dirayakan dalam Liturgi Suci yakni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
tempat Sabda Allah terus menerus dimaklumkan, didengarkan, dibatinkan, dan
dijelaskan. Bersinar dalam sejarah hidup Gereja teristimewa kesaksian Kristiani
dan secara khusus dalam diri para Kudus. Dikaji dan diperdalam oleh studi-studi
dan penelitian-penelitian teologis yang membantu umat beriman untuk semakin
maju dan mendalam akan pengertiannya yang vital tentang misteri-misteri iman;
dan dinyatakan dalam nilai-nilai moral dan religious serta ditaburkan dalam
masyarakat dan berbagai kebudayaan (Dewan Karya Pastoral KAS 2014: 44-45).
Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang dalam buku berjudul
Formatio Iman Berjenjang mendefinisikan pembinaan sebagai berikut:
Formatio iman merupakan konsekuensi langsung dari identitas Gereja yang bersifat misioner. Perutusan Gereja untuk senantiasa melaksanakan evangelisasi membuahkan pertobatan dan iman. Maka yang semula tidak percaya kepada Kristus, kemudian menerima warta Injil, mengimani, dan memberikan diri dibaptis. Tugas Gereja selanjutnya adalah menjaga, merawat, dan mendamingi agar semua umat Kristiani bertumbuh dalam Kristus. Jadi proses menjaga, merawat, menyuburkan dan mendewasakan ini disebut sebagai Formatio iman (Dewan Karya Pastoral KAS).
Dalam menjalakan perannya untuk menjaga, merawat, menyuburkan, dan
mendewasakan iman umat formatio iman bersifat fundamental, eklesial, total dan
integral. Formatio iman bersifat fundamental karena formatio iman merupakan
keharusan, suatu tanggung jawab yang tidak bisa dikesampingkan. Formatio iman
menjadi tugas utama Gereja. Selain fundamental formatio iman bersifat eklesial
artinya formatio iman kecuali tugas Gereja juga merupakan tugas semua orang
beriman, juga diarahkan sebagai tugas semua anggota Gereja (Dewan Karya
Pastoral KAS 2014: 22).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Formatio iman juga bersifat total artinya formatio iman harus dilakukan
dengan sungguh-sungguh, tidak bisa dilakukan dengan setengah-setengah.
Formatio harus sungguh-sungguh dalam semangat, cara, dan langkah-langkahnya.
Totalitas juga terjadi ketika orang semakin kreatif dan inovatif dalam
mengusahakan metodologi pewartaan. Terakhir, formatio iman bersifat intergral
artinya dalam melaksakannya menunjuk pada tanggung jawab bersama, bukan
sekelompok orang atau komunitas keluarga, sekolah, dan paroki. Integral juga
menunjuk pada kerja sama dan sinergi antar pelaku katekese atau antar komunitas
(Dewan Karya Pastoral KAS 2014: 22).
Formatio iman memiliki peranan vital dalam Gereja. Peranan itu antara lain
adalah peran kerygmatis, edukatif, kuratif, dan transformatif. Peran Kerygmatis
berarti peran pewartaan. Formatio iman berperan kerygmatis berarti formatio
iman menegaskan perutusan Gereja untuk selalu menawarkan Injil terutama bagi
mereka yang sudah menjadi anggota Gereja (Dewan Karya Pastoral KAS
2014:23).
Peran eduktif berarti peran mendidik. Formatio iman berperan mendidik
umat dalam hal iman. Formatio iman berperan edukatif berarti formatio iman
menjadi pendidikan iman sepanjang hidup manusia. Artinya, usaha tidak terhenti
pada aspek tertentu seperti pada pengenalan kebenaran atau pada pemahaman
perubatan-perbuatan moral. Tugasnya meluas sampai pada pembentukan sikap
iman sebagai jawaban pribadi dan total atas rencana hidupnya (Dewan Karya
Pastoral KAS 2014:24).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Peran kuratif pembinaan iman memiliki arti bahwa pembinaan iman
memiliki peranan untuk menjaga, merawat dan menumbuhkan iman umat dari
segala macam tantangan dan godaan zaman. Untuk melaksanakan peran ini Gereja
memiliki empat W sebagai sebuah dasar. Empat W itu adalah word atau
pewartaan sabda, worship atau doa, devosi dan peribadatan, witness atau
persekutuan hidup, kesaksian iman, sharing iman dan welfare atau pelayan dan
keterlibatan yang memberdayakan (Dewan Karya Pastoral KAS 2014:24-25).
Sedangkan peran transformatif dari pembinaan iman berarti pembinaan
iman membantu orang untuk memperbaharui dirinya melalui dan berdasar pada
iman. Dalam peran transformatif, umat tidak hanya menenrima informasi atau
informed tentang pengetahuan iman dan pemahaman sikap-sikap moral, akan
tetapi sampai pada tahap formed yakni dibentuk oleh pengalaman-pengalaman
iman, kemudian umat mengalami tahap transformed atau sampai pada tahap
transformasi dimana umat mengalami perubahan dalam hidupnya berdasar pada
imannya yang telah berkembang (Dewan Karya Pastoral KAS 2014:25-26).
4. Rangkuman
Dari masing-masing pengertian yang telah penulis jabarkan di atas dapat
disusun sebuah rangkuman mengenai pembinaan, iman, dan pembinaan iman.
Pembinaan adalah proses belajar atau proses hasil dengan melepaskan hal-hal
yang sudah dimiliki guna memperoleh hal-hal baru yang belum dimiliki dengan
tujuan untuk membantu orang yang menjalaninya supaya mampu
menggembangkan pengetahuan dan kecakapannya secara lebih efektif sesuai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
dengan urutan-urutan pengertian-pengertian baru yang didapatkan di mana proses
belajar atau proses hasil itu diawali dengan mendirikan, membutuhkan
pemeliharaan yang disertai dengan usaha-usaha perbaikan, mengembangkan, dan
menyempurnakan.
Iman dapat diartikan sebagai wahyu Allah dan tanggapan manusia. Iman
sebagai wahyu Allah menurut KGK artikel nomor 51-53 adalah Allah
mewahyukan Diri kepada manusia. Isi wahyu itu adalah belas kasihan Allah
kepada manusia. Selain itu menurut DV artikel 4 iman dapat diartikan sebagai
Allah yang mewahyukan diri-Nya pada manusia lewat perjalanan sejarah melalui
perantaraan para nabi,dan setelah berkali-kali mengalami kegagalan akhirnya
Allah mengutus Putra-Nya yaitu Yesus Kristus.
Sedangkan pembinaan iman menurut Dewan Karya Pastoral Keuskupan
Agung Semarang dapat diartikan sebagai pembinaan dan pembentukan jati diri
sebagai pribadi Katolik yang berakar dan berpola pada hidup Yesus Kristus dalam
segala dimensi hidupnya secara total dan integral dalam ungkapan dan
persetujuan.
B. Narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan
Setelah menjelaskan arti pembinaan, iman serta pembinaan iman, pada sub
bab ini penulis akan menjelaskan pengertian narapidana dan Lembaga
Pemasyarakatan. Tetapi untuk melengkapi pengertian narapidana penulis terlebih
dahulu menjabarkan pengertian terpidana sesuai dengan urutan penetapan status
hukum seseorang yang mendapatkan hukuman pidana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
1. Pengertian Terpidana
Dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 1995 tentang
pemasyarakatan bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatansebagai
insan dan sumber daya manusia yang harus diperlakukan dengan baik dan
manusiawi dalam satu sistem pembinaan yang terpadu. Sistem pembinaan yang
terpadu tersebut disebut sistem pemasyarakatan yang merupakan rangkaian
penegakan hukum yang bertujuan agar Warga Binaan Pemasyarakatan menyadari
kesalahannya, dapat memperbaiki dirinya, dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggung jawab.
Oleh karena itu, undang-undang membedakan pengertian tentang terpidana
dan narapidana. Terpidana menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 12
tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal satu ayat enam adalah seseorang yang
dipidanakan berdasarkan putusan pengadilan yang memperoleh hukum tetap.
2. Pengertian Narapidana
Pengertian narapidana menurut Undang-undang Republik Indonesia
nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal satu ayat tujuh adalah
terpidana yang hilang kemerdekaannya dan menjalani masa pidana di lembaga
pemasyarakatan. Terpidana yang telah diterima di lembaga pemasyarakatan
diwajibkan untuk didaftar. Pendaftaran yang dimaksudkan adalah pengubahan
status terpidana menjadi narapidana. Pendaftaran terpidana meliputi pencatatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
yang di dalamnya terdapat putusan pengadilan, jati dan barang serta uang yang
dibawa. Kemudian pemeriksaan kesehatan, pembuatan pas foto, pengambilan
sidik jari, dan pembuatan beriata acara serah terima terpidana.
Narapidana yang telah diterima di lembaga pemasyarakatan kemudian
digolongkan menurut umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis
kejahatan dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan
binaan.Hal ini ditentukan dalam rangka pembinaan narapidana. Dalam lembaga
pemasyarakatan serta pembinaan, narapidana berhak melakukan ibadah sesuai
dengan agama atau kepercayaannya, mendapat perawatan baik perawatan rohani
maupun jasmani, mendapatkan pendidikan dan pengajaran, mendapatkan
pelayanan kesehatan dan makanan yang layak, menyampaikan keluhan,
mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak
dilarang, mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan, menerima
kunjungan keluarga atau orang lain, mendapatkan pengurangan masa pidana atau
premi, mendapatkan kesempatan asimiliasi termasuk cuti mengunjungi keluarga,
mendapatkan pembebasan bersyarat, mendapatkan cuti menjelang bebas, dan
mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Selain berhak mendapat hak-hak yang telah disebutkan di atas narapidana
juga wajib untuk mengikuti semua program pembinaan dan kegiatan tertentu
secara tertib.
Selain hak dan kewajiban di atas, beberapa hal yang menyangkut
kepentingan narapidana adalah pemindahan narapidana dari satu lembaga
pemasyarakatan ke lembaga pemasyarakatan yang lain. Hal ini dilakukan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
kepentingan pembinaan, keamanan dan ketertiban, proses peradilan dan
kepentingan lainnya yang dianggap perlu.
3. Lembaga Pemasyarakatan
a. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan menurut Undang-undang Republik Indonesia
nomor 12 tahun 1999 adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana
dan Anak Didik Pemasyarakatan. Selain itu dijelaskan bahwa Lembaga
Pemasyarakatan sebagai sebagai ujung tombak asas pengayoman merupakan
tempat mencapai tujuan pemasyarakatan melalui pendidikan, rehabilitasi, dan
integrasi.
b. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirognunan
Pada sub bab Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
ini akan dipaparkan dalam tiga bagian: pertama adalah situasi geografis, sejarah
berdirinya, dan visi, misi, serta tujuan dari berdirinya Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan. Keterangan mengenai tiga bagian pembahasaan pada sub
bab ini diambil dari website resmi milik Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta yakni www.lapaswirogunan.com.
1) Situasi Geografis Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Yogyakarta yang terletak di Jalan
Tamansiswa Nomor 6 Yogyakarta, dengan luas area lebih kurang 3,8 hektar yang
sebelum direnovasi terdiri dari tiga bangunan utama untuk kantor, serta terdiri dari
tujuh blok sel untuk laki-laki dan satu blok sel perempuan. LAPAS Kelas II A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Yogyakarta mempunyai kapasitas daya tampung sebanyak 750 orang. Terdapat
juga rumah sakit LAPAS Yogyakarta yang terdiri dari 3 kamar, serta satu ruang
dapur, satu gedung aula, satu masjid, satu gereja, dan dua gedung bimker sebagai
tempat pelatihan kerja bagi para napi dan tahanan. LAPAS Kelas IIA Yogyakarta
merupakan bangunan peninggalan pemerintahan Belanda dengan nama
Gevangenis En huis Van Devaring. Hal ini terlihat apabila kita memasuki LAPAS
Yogyakarta bentuk bangunan yang khas dengan tembok yang tinggi-tinggi dan
besar serta kusen pintu dan jendela yang tebal dan besar.
2) Sejarah singkat Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Sejarah berdirinya LAPAS Kelas II A Yogyakarta tidak begitu saja
diketahui dengan pasti kapan berdirinya, karena arsip-arsip yang menyatakan
kapan dibangunnya LAPAS tidak ada yang mengetahui. Menurut penuturan
petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta bagian
hubungan dan masyarakatan khusunya bagian penlitian dan pengembang
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta didirikan antara
tahun 1910 sampai 1915. Nama Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta telah mengalami pergantian nama. Pergantian nama yang dilakukan
bahkan sampai 6 kali sesuai dengan penguasa setempat yang berkuasa di
Yogyakarta. Berikut nama-nama Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta:
a) Gevangenis En huis Van Devaring (Zaman Belanda)
b) Penjara Yogyakarta
c) Kepenjaraan daerah Yogyakarta
d) Kantor Direktorat Jendral Bina Luna Warga
e) Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Yogyakarta
f) Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
3) Visi, Misi dan Tujuan Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan
Wirogunan
a) Visi
Memulihkan kesatuan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan
Pemasyarakatansebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk Tuhan YME
(Membangun manusia Mandiri). b) Misi
Melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembimbingan Warga
Binaan Pemasyarakatan.
c) Tujuan
Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatanagar menjadi manusia
seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak
pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat
berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga
yang baik dan betanggung jawab. Hal ini tentunya memberikan jaminan
perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan di Rumah Tahanan Negara dan
Cabang Rumah Tahanan dalam rangka memperlancar proses penyelidikan,
penuntutan dan pemeriksaan di sidang Pengadilan.
C. Pembinaan Iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogaykarta
1. Pengertian Pembinaan Iman bagi Narapidana
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 31 tahun 1999
tentang pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan pasal satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
ayat satu; pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan
kepada Tuhan yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, professional,
kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.
Sedangkan pembina Warga Binaan Pemasyarakatan disebut Pembina
Pemasyarakatan. Pembina pemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan yang
melaksanakan pembinaan narapidana dan Anak Didik Pemsayarakatan di lembaga
pemasyakaratan. Pengertian Pembina Pemasyarakatan dapat di lihat Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 31 tahun 1999 tentang pembinaan dan
pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatanpasal satu ayat 4.
Adapun program pembinaan dan pembimbingan bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 31
tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan pasal 2 ayat 1 dan 2 meliputi kegiatan pembinaan dan
pembimbingan kepribadian dan kemandirian. Pembinaan dan pembimbingan
kepribadian dan kemandirian menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
nomor 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatanpasal 3 meliputi hal -hal yang berkaitan dengan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, kesadaran berbangsa dan bernegara, intelektual, sikap dan
perilaku, kesehatan jasmani dan rohani, kesadaran hukum, reintegrasi sehat
dengan masyarakat, keterampilan kerja, latihan kerja, dan produksi. Pelaksanaan
pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatandilaksanakan melalui 3 tahap yakni
tahap awal, tahap lanjutan dan tahap akhir. Pengalihan pembinaan dari satu tahap
ke tahap yang lain ditetapkan melalui siding Tim Pengamat Pemasyarakatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
berdasarkan data dari Pembina Pemasyarakatan, Pengaman Pemasyarakatan,
Pembimbing Pemasyarakatan, dan Wali Narapidana.
Pembinaan tahap awal bagi narapidana dimulai sejak yang bersangkutan
berstatus sebagai narapidana sampai dengan satu per tiga masa pidana. Pembinaan
tahap awal meliputi masa pengamatan, pengenalan dan penelitian dengan rentang
waktu paling lama satu bulan, perencanaan program pembinaan kepribadian dan
kemandirian, dan penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal.
Pembinaan tahap selanjutnya meliputi tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya
pembinaan tahap dilaksanakan mulai dari awal sampai dengan setengah dari masa
pidana, dan tahap lanjutan kedua dilaksanakan sejak berakhirnya pembinaan tahap
lanjutan pertama sampai dua per tiga masa pidana. Pembinaan tahap akhir
dilaksanakan sejah berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa
pidana dari narapidana yang bersangkutan.
Pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta, diharapkan sampai pada pertumbuhan iman. Para
narapidana diajak untuk menggali pengalaman-pengalaman hidup konkret di
Lembaga Pemasyarakatan dan dijadikan sebuah pengalaman baru yang dilandasi
dengan terang injil, sehingga mereka memiliki pengalaman baru yang memotivasi
dan menumbuhkan iman mereka. Pembinaan iman bagi narapidana, mengajak
mereka untuk kritis terhadap pengalaman-pengalaman hidupnya dan kritis
terhadap teladan Kristus, sehingga dalam proses tumbuhnya iman, mereka
semakin dikuatkan untuk meneladan Kristus sebagai teladan hidupnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Pembinaan iman bagi narapidana ini diharapkan mampu memberikan
fondasi bagi mereka untuk mampu dan lebih peka menilai pengalaman-
pengalaman hidup mereka, sehingga mereka mampu membedakan mana
perbuatan yang baik dan benar serta yang tidak baik. Kemampuan untuk
membedakan pengalaman-pengalaman itu menjadi dasar bagi mereka untuk
tumbuh dan berkembang menuju kedewasaan iman yang sejati.
2. Hal-hal yang Sudah dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta.
Pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta untuk Warga Binaan Pemasyarakatanberagama Katolik dan Kristen
dijadikan menjadi satu. Menurut keterangan dari hasi pengumpulan data, kegiatan
pembinaan iman katolik dilaksanakan setiap satu Minggu sekali yakni pada hari
Sabtu. Pembinaan iman dimulai pukul 09.00 - 11.00 bertempat di Lembaga
Pemasyarakatan kelas II A Wirogunan Yogyakarta, tepatnya di gedung Gereja di
dalam LAPAS. kegiatan pembinaan iman sejauh ini merupakan bagian dari
pelayanan pastoral yang diberikan oleh PPNKY atau Paguyuban Pendamping
Narapidana Kristen Yogyakarta. Dalam melaksakanan tugasnya PPNKY
membuat jadwal setiap bulannya. Pelayanan Pastoral ini biasanya diisi dengan
kegiatan-kegiatan seputar katekese atau kebaktian. Bentuk umum kegiatan
PPNKY menurut data yang dikumpulkan adalah pendalaman iman.
pendampingan ini cenderung menuju arah pendalaman kisah kitab suci yang
dilakukan dengan selingan lagu-lagu rohani, doa spontan, sharing dan renungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Kitab Suci. Selain itu kegiatan lainnya yang dilakukan adalah pendalaman iman
tentang sakramen-sakramen Gerejawi, pokok-pokok iman Katolik-Kristen,
pejelasan tentang kalender Gereja khususnya masa adven dan prapaskah, dan
kegiatan natalan serta paskahan bersama.
D. Rangkuman
Dari semua uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembinaan iman
adalah upaya yang dilakukan oleh Gereja untuk menjaga, merawat, dan
mendewasakan iman umat. Oleh karena itu, agar pembinaan iman itu terlaksana
dengan baik pembinaan iman perlu memiliki aspek-aspek utama yang ada di
dalamnya. Aspek- aspek itu adalah pengembangan pengetahuan iman,
penghayatan Tradisi Katolik, pembinaan moral Katolik dan peningkatan hidup
menggereja dan memasyarakat.
Sementara itu, pembinaan iman memiliki sumber-sumber yang digunakan
dalam prosesnya. Sumber-sumber itu antara lain: Kitab Suci, Tradisi Gereja,
Magisterium, dan tanda-tanda zaman.
Pembinaan iman tidak hanya konsekuensi identitas Gereja, namun
pembinaan iman juga memiliki peran-peran yang menjadi bentuk pelayanannya.
Peran- peran pembinaan iman adalah peran kerygmatis, edukatif, kuratif dan
peran transformatif. Peran kerygmatis pembinaan iman berarti pembinaan iman
juga bertugas mewartakan Sabda Allah kepada semua orang, terutama kepada
mereka yang telah menjadi anggota Gereja. Peran edukatif pembinaan iman
berarti pembinaan iman sebagai pendidikan iman, yang di dalamnya terdapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
pengenalan iman dan pemahaman sikap moral akan tetapi pembinaan iman harus
menyentuh dan membuat umat sadar akan sikap-sikap iman yang sesungguhnya
sebagai jawaban atas rahmat Allah.
Peran kuratif pembinaan iman memiliki arti bahwa pembinaan iman
memiliki peranan untuk menjaga, merawat dan menumbuhkan iman umat dari
segala macam tantangan dan godaan zaman. Untuk melaksanakan peran ini Gereja
memiliki empat W sebagai sebuah dasar. Empat W itu adalah word atau
pewartaan sabda, worship atau doa, devosi dan peribadatan, witness atau
persekutuan hidup, kesaksian iman, sharing iman dan welfare atau pelayan dan
keterlibatan yang memberdayakan.
Sedangkan peran transformatif dari pembinaan iman berarti pembinaan
iman membantu orang untuk memperbaharui dirinya melalui dan berdasar pada
iman. Dalam peran transformatif, umat tidak hanya menenrima informasi atau
informed tentang pengetahuan iman dan pemahaman sikap-sikap moral, akan
tetapi sampai pada tahap formed yakni dibentuk oleh pengalaman-pengalaman
iman, kemudian umat mengalami tahap transformed atau sampai pada tahap
transformasi dimana umat mengalami perubahan dalam hidupnya berdasar pada
imannya yang telah berkembang.
Sedangkan pembinaan iman bagi narapidana adalah segala upaya yang
dilakukan oleh sekelompok orang guna memenuhi kebutuhan iman umat
khususnya iman umat yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Pembinaan iman bagi para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, khususnya
Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan diadakan di setiap hari Sabtu pagi pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
pukul 09.00-11.00. Bentuk pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan
Wirogunan menurut penulis masih berupa pendampingan yang memberikan
permenungan yang menghantar pada refleksi pribadi dan belum menyentuh
pembinaan iman secara menyeluruh.
Maka daripada itu, pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan harusnya
memperhatikan arti pembinaan iman itu sendiri, arah pembinaan iman, aspek-
aspek pembinaan iman, dan terlebih masuk ke dalam sifat-sifat pembinaan iman.
Untuk sampai pada pembinaan iman yang ideal, maka pembinaan iman di
Lembaga Pemasyarakatan perlu ditelaah lebih lanjut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
BAB III
PENELITIAN ATAS PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A
WIROGUNAN YOGYAKARTA
Pada bab III ini penulis akan memaparkan tentang proses pembinaan iman
bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakan Wirogunan, Yogyakarta. Untuk
mengerti proses pembinaan iman tersebut, bab III ini akan dijabarkan dalam lima
hal pertama, adalah situasi umum kegiatan pembinaan iman di Lembaga
Pemasryarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yang mencakup tenaga
pembina atau pendamping pembinaan iman bagi narapidana, alokasi waktu
pembinaan iman bagi narapidana, bentuk dan model pembinaan iman bagi
narapidana yang telah dilaksanakan pembina, dan materi pembinaan iman bagi
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
Kedua, metodologi penelitian tentang pembinaan iman bagi narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yang mencakup
rumusan permasalahan, tujuan penelitian, dan metodologi penelitian yang terdiri
dari jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian,
instrument pengumpulan data, pengolahan data, analisa data dan variabel
peneltian. Ketiga, laporan hasil penelitian yang terdiri dari identitas responden,
laporan hasil kuisioner terbuka, laporan hasil wawancara, laporan hasil observasi,
dan laporan studi dokumen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Hal keempat, pembahasan hasil penelitian yang terdiri dari cukup atau
tidaknya alokasi waktu yang digunakan untuk pelaksaan pembinaan iman bagi
narapidana meliputi aspek tingkat kerutinan dan aspek alokasi waktu, bentuk,
model dan materi pembinaan iman yang relevan bagi narapidana, faktor-faktor
pendukung dan faktor-faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi
narapidana, dampak pembinaan iman bagi narapidana yang meliputi tujuan
pembinaan iman bagi narapidana dan dampak pembinaan iman bagi narapidana
serta bentuk, model dan materi pembinaan iman yang benar-benar diharapkan
oleh narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
selanjutnya bab III ditutup dengan kesimpulan yang dibuat penulis sebagai
rangkuman atas penelitian terhadap pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
A. Situasi Umum Pembinaan Iman di Lembaga Pemasyakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta
Berdasarkan data-data wawancara dan pengalaman penulis beberapa kali
mengunjungi dan mengikuti proses pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, penulis akan memaparkan situasi umum
kegiatan pembinaan iman di Lembaga Pemasryarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta yang mencakup tenaga pembina atau pendamping pembinaan iman
bagi narapidana, alokasi waktu pembinaan iman bagi narapidana, bentuk dan
model pembinaan iman bagi narapidana yang telah dilaksanakan oleh pembina,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
dan materi pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Wirogunan Yogyakarta.
1. Tenaga Pendamping atau Pembina Bagi Pembinaan Iman di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Menurut data wawancara penulis dengan Frater Yusuf Widiarko calon imam
Keuskupan Purwokerto yang berkesempatan untuk ikut melayani para narapidana
dalam periode tahun 2014-2015, tenaga pendamping atau pembina pembinaan
iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta terdiri dari
para frater, suster, dan bruder dari beragam ordo dan kongregasi serta para awam
yang terlibat dalam pelayanan bagi narapidana Kristiani. Para awam ini terdiri
dari bapak-ibu anggota dari Legio Mariae, Kharismatik Katolik, Kerahiman Ilahi
dan rekan-rekan awam muda. Salah satu rekan muda yang ikut dalam pelayanan
berasal dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang
merasa terpanggil untuk ikut ambil bagian dalam pelayanan iman bagi para
narapidana.
2. Alokasi Waktu Pembinaan Iman Bagi Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Menurut keterangan dari Frater Yusuf calon imam diosesan dari Keuskupan
Purwokerto yang menjadi salah satu pembina pada periode 2014-2015, kegiatan
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta dilaksanakan khusus pada setiap hari Sabtu yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
dilaksanakan pada pukul 09.00-11.00 WIB. Sedangkan hari Minggu keempat
dilaksanakan perayaan Ekaristi bagi para narapidana. Dapat disimpulkan bahwa
dalam satu bulan terdapat lima kali pertemuan pembinaan iman. Setiap pertemuan
waktu yang diberikan adalah dua jam. Dalam kurun waktu tersebut Pembina
dipersilakan untuk memberikan materi, renungan, atau sharing yang diharapkan
dapat membantu meringankan beban psikologis dan mengubah perilaku moral
serta sosial narapidana serta semakin menumbuhkan iman mereka.
3. Bentuk-bentuk Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan yang Pernah Dilakukan oleh
Para Pembina
Pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta, dikemas sedemikian rupa oleh Pembina. Menurut hasil
wawancara dengan Frater Yusuf, pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan dibagi seturut urutan Minggu. Minggu
pertama, ketiga dan keempat pembinaan iman dikemas dalam bentuk pembinaan
iman dengan materi yang telah disiapkan oleh petugas yang bertugas sesuai
jadwal. Sedangkan pada Minggu kedua, kegiatan pembinaan iman diisi dengan
ibadat serta penerimaan komuni bagi warga binaan katolik. Pada Minggu
keempat, kegiatan pembinaan iman adalah perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh
Romo Bernhard Kieser SJ yang juga sebagai pendamping Paguyuban Pendamping
Narapidana Kristiani Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
4. Materi Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga
Pemasayarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
Dari hasil wawancara dengan Frater Yusuf, penulis mendapatkan data
materi pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta. Menurut keterangan dari Fr. Yusuf, materi pembinaan
iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan dibuat
satu semester sekali. Sebagai contoh pada semester pertama yakni pada bulan
Oktober 2014 – Maret 2015 materi pembinaan iman adalah tentang sakramen-
sakramen dalam Gereja Katolik. Sedangkan untuk semester kedua pada bulan
April – September 2015 materi pembinaan iman adalah hidup keseharian Yesus
menurut Injil Markus. Frater Yusuf juga mengatakan bahwa sebagian besar materi
untuk pembinaan iman diambil dari ajaran-ajaran Gereja dan Kitab Suci.
B. Penelitian atas Pembinaan Iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Wirogunan Yogyakarta
Informasi yang diperoleh dari Fr. Yusuf, menurut penulis belum begitu
memberi gambaran yang luas tentang pembinaan iman bagi narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui secara lebih detail tentang hal ikhwal pembinaan iman di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan. Dalam rangka penelitian tersebut, berikut
akan diuraikan mengenai permasalahan, tujuan dan metodologi.
Situasi pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
akan dilengkapi dengan penelitian tentang pelaksaan pembinaan iman bagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
Adapun permasalahan penelitian yang hendak diteliti oleh penulis adalah sebagai
berikut:
1. Rumusan Permasalahan
a. Apakah alokasi waktu pembinaan iman bagi para narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan sudah dirasa
mencukupi?
b. Bentuk, model, dan materi apa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
pembinaan iman bagi para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta?
c. Faktor penghambat apakah yang dijumpaidalam melaksanakan
pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta?
d. Faktor pendukung apakah yang dijumpai dalam melaksanakan
pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta?
e. Sejauh manakah pembinaan iman memberi dampak terhadap pertobatan
dan perubahan sikap moral dan sosial para narapidana?
f. Apa harapan para narapidana tentang pembinaan iman yang diberikan
kepada Mereka?
2. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui cukup atau tidaknya alokasi waktu yang digunakan
untuk pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
b. Untuk mengetahui bentuk, model, dan materi pembinaan iman yang
relevan bagi para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta.
c. Untuk menemukan faktor penghambat dalam pelaksanaan pembinaan
iman bagi para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta
d. Untuk menemukan faktor pendukung dalam pelaksanaan pembinaan
iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta
e. Untuk mengetahui sejauh mana pembinaan iman member dampak
terhadap pertobatan dan perubahan sikap moral dan sosial para
narapidana.
f. Untuk mengetahui bentuk, model, materi pembinaan iman yang benar-
benar diharapkan oleh para narapidana.
3. Metodologi Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
kualitatif.Penelitian kualitatif adalah prosedur yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yangdapat
diamati (Moleong 2007:4). Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
penelitian misalnya: perilaku,motivasi, persepsi dan persoalan tentang manusia
yang diteliti (Moleong 2007:6).
b. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Desember -10 Januari 2015 di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
c. Responden Penelitian
Responden penelitian adalah para narapidana Krisitanidan para Pembina
pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
Guna menentukan responden penelitian perlu diketahui terlebih dahulu perbedaan
antara populasi dan sampel. Populasi adalah suatu kelompok atau kumpulan
subyek atau obyek yang akan dikenai generalisasi hasil penelitian, sedangkan
sampel adalah bagian dari populasi yang akan di teliti (Dwi Priyanto 2008:9).
d. Instrumen Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan tiga metode untuk
melengkapi informasi yang dibutuhkan dalam penelitian, yaitu wawancara,
observasi dan dokumentasi. Wawancara dimaksudkan untuk merekam percakapan
dengan maksud tertentu yang bertujuan untuk mengkonstruksi mengenai orang,
kejadian, kegiatan organisasi, perasaan, motivasi tuntutan kepedulian dan
mengubah serta memperluas konstruksi yang sedang dikembangkan oleh peneliti
sebagai pengecekan. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
langsung. Dengan wawancara, dimaksudkan untuk mendapatkan informasi secara
lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan
penelitian (Moleong 1991:86).
Wawancara yang akan dilakukan penulis adalah wawancara langsung
maupun tidak langsung. Wawancara langsung akan penulis lakukan dengan
bertemu secara langsung dengan narasumber sedangkan wawancara tidak
langsung akan penulis lakukan dengan menggunakan sarana-sarana komunikasi
sosial lainnya seperti email, kuesioner, dan sosial media lainnya. Narasumber
wawancara penulis adalah para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Wirogunan Yogyakarta, para pembina yang tergabung dalam Paguyuban
Pendamping Narapidana Kristiani Yogyakarta yang terlibat aktif dalam
pendampingan dan pembinaan bagi para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
Tujuan penulis memilih para narapidana dan pembina yang tergabung dalam
Paguyuban Pendamping Narapidana Kristiani Yogyakarta karena para narapidana
dan pembimbing adalah subyek utama dari proses pembinaan iman. Oleh karena
para narapidana dan pembina adalah subyek utama dari proses pembinaan iman
maka mereka merekam seluruh proses pembinaan iman yang mencakup bentuk,
materi, waktu, suasana, faktor penghambat, faktor pendukung, dan harapan dari
pembinaan iman. Jadi tujuan wawancara yang penulis lakukan adalah untuk
mendapatkan data-data primer dari narasumber-narasumber yang mengikuti,
mengalami, dan mempersiapkan pembinaan iman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Teknik pengumpulan data yang selanjutnya adalah observasi. Observasi
adalah salah satu teknik pengumpulan data yang amat penting dalam metode
penelitian kualitatif. Observasi menjadi amat penting karena dengan observasi
penulis atau peneliti melakukan pengamatan secara langsung yang berarti penulis
atau peneliti dapat secara langsung melihat dan mengamati perilaku dan kejadian
sebenarnya dari subyek penelitian. Dari pengamatan langsung itulah penulis atau
peneliti mendapatkan banyak catatan-catatan tentang perilaku dan kejadian yang
dapat digunakan menjadi data guna menunjang penelitian. Pengamatan juga
memungkinkan penulis atau peneliti untuk mengecek kepercayaan data yang telah
diperoleh; pengamatan juga membantu penulis untuk memahami situasi yang
rumit di mana situasi yang rumit adalah pencampuran beberapa tingkah laku atau
keadaan sekaligus dari subyek penelitian. Pengamatan juga berfungsi jika cara-
cara pengumpulan data lainnya tidak dapat berjalan dengan baik. (Moleong : 125-
126).
Peneliti menggunakan observasi secara langsung yang meliputi:
1) Tujuan observasi proses pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan adalah untuk memahami situasi,
tingkah laku atau keadaan para narapidana, proses pembinaan iman bagi
narapidana di Lembaga Pemasyaraktan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
dan aneka program pembinaan yang diselenggarakan oleh Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
2) Aspek-aspek yang menjadi poin observasi penulis meliputi:
a) sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses pembinaan iman bagi
narapidana di Lembaga Pemasyaraktan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
b) hubungan antara komponen penilitian yang meliputi kebijakan Lembaga
Pemasyarakatan, sikap sipir, kondisi narapidana, suasana proses pembinaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
iman, materi pembinaan iman, bentuk pembinaan iman dan dinamika proses
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta.
Semua hasil dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti akan dicatat
dalam catatan lapangan yang selanjutnya direfleksikan.
Teknik pengumpulan data selanjutnya adalah studi dokumen. Dalam teknik
pengumpulan data studi dokumen ini tujuan penulis adalah guna mencari data-
data mengenai proses pembinaan iman. Sedangkan fokus studi dokumen pada
penelitian ini adalah tentang materi pembinaan iman bagi narapidana, profil para
narapidana,dokumentasi kegiatan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dan segala macam dokumen-
dokumen yang berkaitan dengan pedoman atau panduan khusus bagi para
penghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
e. Pengolahan Data
Teknik pengolahan data merupakan salah satu bagian dari rangkaian
kegiatan penelitian setelah pengumpulan data. Setelah pengupulan data, proses
selanjutnya adalah pengolahan data dimana data yang masih mentah perlu diolah
sedemikian rupa sehingga menjadi informasi yang akhirnya dapat digunakan
untuk menjawab masalah-masalah yang dikemukakan di dalam penelitian dan
tujuan penelitian.
f. Analisa Data
Setelah selesai melakukan pengolahan data, maka langkah selanjutnya
adalah menganalisis data. Data mentah yang sudah didapatkan kemudian
dianalisis. Analisis data merupakan kegiatan yang sangat penting dalam suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
penelitian, karena dengan analisis data, data yang telah diperoleh mempunyai arti
atau makna yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah penelitian.
g. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, variabel yang hendak penulis teliti meliputi:
1) Bentuk pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta.
2) Materi pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II A Wirogunan Yogyakarta
3) Frekuensi pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta
4) Kepentingan atau tujuan dari pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wiroguanan Yogyakarta.
5) Faktor-faktor penghambat pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
6) Faktor-faktor pendukung pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
7) Harapan narapidana terhadap pelaksanaan pembinaan iman di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
C. Laporan Hasil Penelitian Pembinaan Iman bagi Narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
Pada bagian ini penulis akan menjabarkan hasil penelitian berdasarkan pada
penelitian yang dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 22 Desember 2015 untuk
24 responden warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Yogyakarta. Bagian ini mencakup laporan hasil penelitian yang terdiri dari
identitas responden, laporan hasil kuisioner terbuka, laporan hasil wawancara,
laporan hasil observasi, dan laporan studi dokumen.
Penelitian ini menggunakan kuisioner terbuka, wawancara, observasi, dan
studi pustaka. Kuisioner ditujukan kepada warga binaan. Wawancara ditujukan
kepada staf Lemabga Pemasyarakatan bagian hubungan masyarakat khususnya
bagian penelitian dan pengembangan serta pembina yakni Frater Yusuf, Frater
Roja, Frater Andi, dan Frater Dedy, sedangkan observasi dan studi pustaka
dilakukan penulis saat berkunjung untuk melakukan penelitian.
1. Identitas Responden
Dari 24 responden yang ditemui penulis hanya 22 responden yang
menuliskan identitas diri. Oleh karena itu dua responden yang tidak menuliskan
identitas diri dianggap abstain oleh penulis dan tidak digunakan sebagai data
kuisioner terbuka.
Responden penelitian pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta terdiri dari 15 laki-laki, 7
perempuan dan 2 abstain karena tidak menuliskan identitas. 15 laki-laki warga
binaan Kristiani terdiri dari 8 warga binaan Kristen Protestan dan 7 warga binaan
Katolik, sedangkan 7 warga binaan perempuan terdiri dari 4 warga binaan Kristen
Protestan dan 3 warga binaan Katolik.
Usia warga binaan Kristiani berkisar pada usia 21 sampai 52 tahun. Warga
binaan berusia 21 sampai 30 tahun berjumlah 8 orang dengan rincian warga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
binaan berusia 21 tahun berjumlah dua orang. Warga binaan berusia 25 dan 27
tahun berjumlah satu orang sedangkan sisanya adalah warga binaan berusia 30
tahun. Dari 8 orang warga binaan yang berusia 21 sampai 30 tahun, 7 orang
adalah warga binaan laki-laki dan satu orang warga binaan perempuan. Warga
binaan yang lain berada pada kisaran usia 30 sampai 65 tahun dengan rincian,
warga binaan berusia pada kisaran 30 sampai 35 tahun berjumlah dua orang,
kisaran usia 35 sampai 40 tahun ada satu orang, kisaran 40 sampai 45 berjumlah
lima orang, kisaran usia 45 sampai 50 tahun berjumlah tiga orang, dan warga
binaan yang berusia dalam kisaran 50 sampai 65 tahun berjumlah tiga orang.
Warga binaan Kristiani Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta yang ditemui penulis berasal dari daerah yang berbeda-beda.
Sebanyak 20 warga binaan merupakan warga negara Indonesia sedangkan dua
warga binaan merupakan warga negara asing. 20 warga binaan Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Kelas II A Yogyakarta berasal dari
berbegai daerah. Berikut adalah rincian daerah asal warga binaan Kristiani: 10
orang warga binaan berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka berasal
dari daerah yang berbeda-beda, yakni Bantul, Nanggulan, Pakem, Prambanan,
Wates, Yogyakarta. Enam orang warga binaan berasal dari Jawa Tengah. Mereka
berasal dari: Klaten, Magelang, Semarang, Surakarta dan Temanggung. Dua orang
warga binaan berasal dari Daerah Kekhususan Ibukota Jakarta dan satu orang
warga binaan yang berasal dari Nusa Tenggara Timur. Sedangkan warga binaan
yang berkewarganegaraan asing berasal dari India yakni Ms. Esther Hulang dari
India dan Ms. Mary Jane dari Filipina.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Selain berasal dari rentang usia yang berbeda, asal yang berbeda, dan suku
yang berbeda, penulis juga mendapati beberapa jenis kesalahan yang dilakukan
oleh warga binaan. Beberapa warga binaan tidak menjawab secara langsung jenis
kesalahan mereka, akan tetapi menggunakan nomor pasal untuk menjawab jenis
kesalahan mereka, beberapa diantaranya menjawab secara jelas jenis kesalahan
mereka. Inilah rincian jawaban jenis kesalahan atau pelanggaran yang warga
binaan lakukan: Pasal 263 KUHP tentang pelanggaran pemalsuan dokumen atau
surat menyurat, Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 351
tentang penganiayan, Pasal 363 KUHP tentang pencurian, Pasal 365 KUHP
tentang pencurian dengan kekerasan, Pasal 378 KUHP tentang penipuan, dan
Pelanggaran Obat terlarang atau Narkotika.
Seiring dengan beragamnya jenis kesalahan para warga binaan, beragam
pula lama masa tahanan mereka. Lama masa tahanan warga binaan Kristiani
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A WIrogunan Yogyakarta berkisar dari satu
tahun sampai hukuman mati.
Pada bagian ini penulis menggolongkan lama masa tahanan menjadi empat
golongan, yakni golongan lama masa tahanan 1 sampai 10 tahun, 10 sampai 20
tahun, seumur hidup, dan hukuman mati. Warga binaan yang menjalani lama
masa tahanan 1 sampai 10 tahun berjumlah 16 orang. Warga binaan yang
menjalani lama masa tahanan 10 sampai 20 tahun berjumlah lima orang. Warga
binaan yang menjalani lama masa tahanan seumur hidup tidak ada, namun ada
satu warga binaan yang mendapatkan tindak hukuman mati.
Dilihat dari data jawaban yang diberikan oleh para warga binaan yang
berbeda rentang usia, berasal dari tempat yang berbeda secara khusus ada yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
berasal dari luar Indonesia, kasus-kasus pelanggaran yang berbeda, serta dilihat
dari lama masa tahanan yang berbeda-beda tentunya membutuhkan sebuah
jaringan komunikasi yang baik guna menyamakan pola pikir karena jika tidak
maka akan terjadi kekecauan antar warga binaan itu sendiri. Hal ini dialami oleh
penulis ketika menyebarkan kuisioner dan membantu para warga binaan dalam
mengisi kuisioner. Kesulitan berkomunikasi dengan para warga binaan baik itu
karena ada perasaan takut,cemas, dan was-was setelah tahu sederet kasus
pelanggaran yang telah dilakukan oleh warga binaan. Komunikasi yang baik
dibutuhkan guna member dasar pembinaan iman. Komunikasi yang berjalan
dengan baik membuat pembinaan iman berjalan lancar. Harapannya pembinaan
iman yang dilandasi dengan komunikasi yang baik akan berbuah baik pula.
2. Laporan Hasil Kuisioner Terbuka
Jika Angket lebih bersifat membatasi jawaban responden pada pilihan
tertentu dan kurang membuka peluang bagi responden untuk menjawab dengan
rinci, maka kuisioner terbuka digunakan untuk menggumpulkan data secara luas.
Pada kuesioner terbuka yang telah dipersiapkan oleh penulis, responden bebas
menjawab sesuai dengan pengalamannya, oleh karena itu bisa jadi jumlah
jawaban yang terkumpul tidak sama dengan jumlah responden (22 orang).
Adapula kemungkinan-kemungkinan jawaban yang tidak tepat sasaran atau keluar
dari pokok pertanyaan yang diajukan. Hal tersebut karena sifat kuesioner terbuka
yang tidak memiliki batasan pilihan jawaban dan seorang responden bisa
menjawab satu pertanyaan dengan beberapa jawaban. Berikut ini laporan hasil
kuesioner terbuka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Pada pertanyaan nomor 1, mengenai bentuk atau model pembinaan iman
yang selama ini berlangsung di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta sebanyak 17 responden menjawab bentuk pembinaan iman adalah
sharing, 15 responden menjawab ibadat; 8 responden menjawab konseling, 4
responden menjawab kotbah, 3 responden menjawab diskusi; 3 responden
menjawab kambium atau pendalaman Kitab Suci; 1 responden menjawab
perayaan Ekaristi dan 1 responden menjawab latihan koor.
Pada pertanyaan nomor 2 mengenai materi yang menjadi bahan pembinaan
iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta sebanyak 13 responden menjawab materi yang menjadi bahan
pembina iman bagi narapidana adalah perikop-perikop Kitab Suci, 8 responden
menjawab pengalaman pribadi, 6 responden menjawab materi tematis tentang
kasih, pertobatan, dan keselamatan, 1 responden menjawab materi yang
digunakan dari ajaran gereja dan 1 responden menjawab kadang-kadang materi
pembinaan iman diambil dari film dengan tema tertentu.
Pada pertanyaan nomor 3 mengenai seberapa rutin pembinaan iman bagi
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
seluruh warga binaan menjawab bahwa pembinaan iman di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirgounan Yogyakarta dilaksanakan secara rutin.
Pada pertanyaan nomor 4, mengenai cukup atau tidaknya alokasi waktu
pembinaan iman yang diberikan oleh pihak Lembaga sebanyak 17 responden
menjawab bahwa alokasi waktu yang diberikan oleh Lembaga dirasa cukup, 4
responden menjawab kurang cukup dan 1 responden menjawab bahwa waktu
pembinaan iman bagi warga binaan dirasa lebih dari cukup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Pada pertanyaan nomor 5 mengenai tujuan pembinaan iman bagi narapidana
di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta sebanyak 11
responden menjawab bahwa tujuan pembinaan iman bagi warga binaan di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta guna memperteguh
iman melalui pertobatab, 5 responden menjawab bahwa tujuan pembinaan iman
bagi warga binaan adalah guna mempersiapkan warga binaan supaya dapat
diterima kembali di masyarakat, 4 responden menjawab supaya dapat berperilaku
lebih baik, 1 responden menjawab supaya bertobat dan diterima di masyarakat
serta 1 responden menjawab bahwa tujuan pembinaan iman bagi warga binaan
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta adalah guna tetap
memiliki harapan untuk hidup.
Pada pertanyaan nomor 6 mengenai hal-hal yang menjadi faktor pendukung
terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta sebanyak 7 responden menjawab bahwa relasi
menjadi salah satu faktor pendukung terlaksananya pembinaan iman, 4 responden
menjawab fasilitas pembinaan iman, 3 responden menjawab antusiasme warga
binaan, 2 responden menjawab materi pembinaan iman, 1 responden menjawab
souvenir, 1 responden menjawab administrasi, 1 responden menjawab kerjasama
antara Lembaga dan lembaga sosial masyarakat, dan 3 responden tidak
memberikan jawaban.
Pada pertanyaan nomor 7 mengenai hal-hal yang menjadi penghambat
terlaksananya pembinaan iman bagi narapidan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II A Wiroguanan Yogyakarta sebanyak 6 responden menjawab bahwa waktu yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
disediakan oleh lembaga tidak mencukupi sehingga menjadi faktor penghambat, 4
responden menjawab proses administrasi, responden menjawab ada rasa malas
mengikuti pembinaan iman, 3 responden menjawab warga binaan tidak dapat
datang, 1 responden menjawab kondisi warga binaan yang stress memikirkan
hukuman dan 1 responden menjawab lagu-lagu rohani serta bacaan rohani terbatas
adalah hal-hal yang menjadi faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman
bagi warga binaan.
Pada pertanyaan nomor 8 mengenai harapan para warga binaan terkait
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta yang akan dilaksanakan di masa mendatang sebanyak 5
responden berharap agar pembinaan iman memiliki tindak lanjut guna
merealisasikan materi yang telah diberikan, 2 responden berharap tentang
pembina yang merangkul, 2 responden berharap agar dapat kembali diterima di
masyarakat, 2 responden berharap agar dapat belajar memimpin doa dan lagu-lagu
pujian, 3 responden berharap agar pembinaan yang akan datang dapat
dipersiapkan lebih baik, 1 responden berharap agar warga binaan memiliki
kesadaran untuk mengikuti pembinaan iman, 1 responden berharap agar waktu
pembinaan iman ditambah, 1 responden berharap agar lebih dikuatkan dalam
iman, 1 responden berharap agar proses administrasi bagi warga binaan
perempuan lebih mudah, dan 4 responden tidak memiliki harapan terhadap
pembinaan iman yang akan dilaksanakan pada masa mendatang.
3. Rangkuman Laporan Hasil Kuisioner
Pada sub bab ini penulis akan merangkum seluruh hasil laporan kuisioner
yang telah penulis paparkan pada sub bab sebelumnya. Pada item pertanyaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
pertama mengenai bentuk dan model pembinaan iman bagi narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan yang telah dilaksanakan selama
ini, sebagian dari responden menjawab sharing. Bentuk dan model pembinaan
iman lainnya adalah ibadat. Dua bentuk dan model ini seringkali dipakai oleh para
pembina.
Pada item pertanyaan nomor dua tentang materi pembinaan iman bagi
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta,
sebagian besar responden menjawab bahwa materi yang paling sering digunakan
untuk pembinaan adalah perikop-perikop dari Kitab Suci sesuai dengan tema yang
telah ditentukan oleh para pembina. Jadi Kitab Suci menjadi materi utama dalam
pembinaan iman bagi para narapidana.
Untuk item pertanyaan nomor tiga tentang rutin atau tidaknya pembinaan
iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakartaka, seluruh responden menjawab rutin. Pembinaan iman dilaksanakan
setiap hari Senin, Selasa, Rabu, Sabtu dan setiap Minggu kelima. Pembinaan iman
yang dilaksanakan secara rutin ini semakin diperjelas dengan jawaban responden
pada item pertanyaan nomor empat tentang cukup atau tidaknya alokasi waktu
pembinaan iman. Mayoritas responden menjawab bahwa alokasi waktu yang
diberikan oleh LAPAS untuk pelaksanaan pembinaan iman dirasa cukup.
Setelah itu, pada item pertanyaan nomor lima tentang tujuan pembinaan
iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta, setengah dari total responden menjawab bahwa tujuan pembinaan
iman bagi narapidana adalah guna memperteguh iman narapidana melalui
pertobatan. Selain itu ada pula responden yang menjawab bahwa pembinaan iman
juga bertujuan untuk mempersiapkan narapidana supaya dapat diterima kembali di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
mayarakat, sehingga ketika narapidana sudah menyelesaikan masa hukumannya
mereka mampu kembali dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam item pertanyaan nomor enam mengenai hal-hal yang menjadi faktor
pendukung terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, hampir setengah dari
responden menjawab bahwa relasi mendalam antara pembina dan narapidana
menjadi hal utama yang mendukung terlaksananya pembinaan iman.
Lain halnya dengan item pertanyaan nomor tujuh mengenai hal-hal yang
menjadi faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, sebagian besar dari
responden menjawab bahwa alokasi yang diberikan kurang cukup dan proses
administrasi yang cukup lama bagi narapidana perempuan sebagai faktor
penghambat terlaksananya pembinaan iman.
Terakhir, pada item pertanyaan nomor delapan mengenai harapan para
narapidana terkait dengan pembinaan iman di masa yang akan datang dijawab
dengan variatif. Responden paling banyak mengatakan bahwa harapan mereka
adalah pembinaan iman memiliki tindak lanjut. Selanjutnya, responden juga
berharap agar pembinaan iman dapat dipersiapkan dengan baik. Terakhir beberapa
responden juga menjawab bahwa mereka membutuhkan pembina yang mau
merangkul dan mendengarkan.
4. Laporan Hasil Wawancara
Data yang diperoleh dari kuesioner terbuka, masih ada yang meragukan.
Guna melengkapi dan memantapkan data kuesioner tersebut, penulis
menggunakan metode wawancara. Menurut Sutrisno Hadi (1989: 218), metode
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
wawancara digunakan untuk menguji kebenaran dan kemantapan suatu data yang
diperoleh dengan cara lain. Data hasil wawancara ini digunakan untuk
menguatkan pembahasan data kuesioner pada bagian selanjutnya.
Narasumber wawancara ini adalah pembina atau pendamping pembinaan
iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta yakni Frater Yusuf Widiarko, Frater Antonius Roja, Frater Yohanes
Dedy Pr dan Frater Carolus Andi Kurniawan Pr. Frater Yusuf Widiarko adalah
calon imam diosesan dari Keuskupan Purwokerto yang menjadi pendamping atau
pembina pembinaan iman narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan pada tahun 2014-2015. Sedangkan Frater Antonius Roja adalah calon
imam dari Anging Mamiri, Frater Dedy dan Frater Carolus adalah calon imam
diosesan dari Keuskupan Agung Semarang yang menjadi pembina atau
pendamping pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II A Wirogunan Yogyakarta pada tahun 2015-2016.
Ada 8 hal yang menjadi fokus pertanyaan dalam wawancara ini. Delapan
hal tersebut adalah: (a) bentuk atau model pembinaan iman bagi narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan yang selama ini dilakukan (b)
materi-materi yang menjadi bahan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan, (c) frekuensi pelaksanaan pembinaan
iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan, (d)
cukup atau tidaknya durasi waktu pembinaan iman (e) tujuan pelaksanaan
pembinaan iman bagi narapidana, (f) faktor pendukung terlaksananya pembinaan
iman bagi narapidana, (g) faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
(h) harapan-harapan terhadap pembinaan iman yang akan dilaksanakan pada
tahun-tahun mendatang. Kedelapan hal tersebut akan dibahas di bawah ini.
Hal pertama, bentuk atau model apa saja yang digunakan untuk pembinaan
iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta. Menurut keempat narasumber di atas pembinaan iman bagi
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan dibagi seturut
Minggu pelaksaannya dan dilaksanakan pada setiap hari Sabtu pukul 09.00-11.00
WIB dan setiap Minggu ke empat.
Pernyataan ini selaras dengan keterangan dari Frater Yusuf Widiarko:
Setiap hari Sabtu di setiap bulan dan Minggu ke empat . Jadi satu bulan ada lima pertemuan. Pertemuan atau pendampingan iman di bagi menjadi Sabtu Minggu pertama, ketiga, keempat diisi dengan pendalaman iman dengan materi khusus Sabtu Minggu kedua diisi dengan ibadat dan penerimaan komuni bagi narapidana yang beragama katolik. Minggu keempat diisi dengan perayaan ekaristi yang dipimpin oleh Rm. Kieser SJ, selaku moderator PPNKY. PPNKY dibagi menjadi tiga kelompok agar koordinasi lebih mudah, sehingga ada yang bertanggung jawab pada materi setiap bulan {lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 18)}.
Pada hari Sabtu Minggu ke satu, tiga dan empat, pembinaan iman
dilaksanakan dalam bentuk pendalaman iman dengan materi yang telah dirancang
oleh tim pembina sedangkan unuk hari Sabtu pada Minggu ke dua pembinaan
iman dilaksanakan dalam bentuk ibadat sabda dan penerimaan komuni kudus bagi
warga binaan yang berkepercayaan Katolik. Pada hari Minggu pada Minggu
keempat pembinaan iman dilakukan dalam bentuk perayaan ekaristi yang
dipimpin oleh Romo moderator Paguyuban Pendamping Narapidana Kristiani
Yogyakarta. Selain itu menurut Frater Roja, Frater Dedy dan Frater Carolus
pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Kelas II A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Wirogunan dikemas dalam bentuk yang bermacam-macam. Ketiga narasumber
tersebut menyebutkan bahwa dalam pembinaan iman bentuk yang dipakai adalah
menonton film, sharing, diskusi, dan ibadat sabda. Diantara bentuk pembinaan
iman yang telah dilaksanakan selama ini yang paling sering digunakan adalah
ibadat sabda. Ibadat sabda yang dilaksanan dikemas dengan bentuk teks Kitab
Suci yang dibacakan dilanjutkan dengan renungan singkat yang dibawakan oleh
pembina dan sharing dari warga binaan yang dipandu dengan pertanyaan
panduan.
Pernyataan ini di peroleh dari keterangan Frater Andi Kruniawan:
Melengkapi apa yang telah diuraikan sama Frater Dedy, pola pendampingan ini memang diminta oleh pihak LAPAS kepada Gereja Katolik karena aspek rohani memang mendapat perhatian cukup besar dari pihak rohani. Untuk bentuk kegiaatannya minggu ke dua biasanya ibadat dan minggu keempat biasanya misa yang dipimpin oleh Romo Kieser atau pembina yang sekarang Romo Andre. Untuk minggu pertama, ketiga dan missal ada minggu kelima biasanya diserahkan kepada masing-masing kelompok. Biasanya kami mengisi seperti ibadat atau rekoleksi singkat dimana ada bacaan, renungan dan lain-lain {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 20)}. Hal kedua yang ditanyakan adalah mengenai materi-materi yang menjadi
bahan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta. Menurut keterangan Frater Yusuf materi atau bahan
pembinaan iman disusun satu semester sekali semisal pada bulan Oktober 2014
sampai Maret 2015 para pendamping atau pembina mengajak warga binaan untuk
mendalami materi tentang sakramen Gereja dan berlanjut pada semester kedua
pada bulan April sampai bulan Septermber 2015 para pendamping atau pembina
mengajak para warga binaan untuk meneladani hidup Yesus menurut Injil Lukas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Materi pembinaan iman telah ditentukan oleh PPNKY, ini keterangan Frater
Yusuf:
Materi dibuat satu semester sekali. Contoh: Oktober 2014-Maret 2015 materinya : Sakramen-Sakramen Gereja Katolik. April 2015-September 2015 materinya : hidup harian Yesus menurut Injil Lukas. Materi berdasarkan Ajaran Gereja Katolik dan Kitab Suci {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 18)}. Keterangan lainnya juga diberikan oleh Fr. Roja:
Materi pembinaan iman mengambil teks Kitab Suci, Ajaran Gereja, lagu-lagu rohani, renungan-renungan tematis dll {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 23)}.
Hal ketiga yang ditanyakan yaitu rutin atau tidaknya pembinaan iman bagi
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan dilaksanakan.
Pada awalnya Frater Yusuf mencoba untuk menjelaskan situasi pembinaan iman
yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan. Menurut beliau,
pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan dapat dilihat
dari dua sisi yakni pembinaan iman yang diberikan oleh PPNKY dan pembinaan
oleh komunitas-komunitas dari Gereja Kristen Protestan. Beliau memberikan
keterangan bahwa pembinaan iman bagi narapidana dilaksanakan secara rutin. Hal
ini dilihat dari pembagian jadwal pembinaan iman yang ditentukan oleh pihak
lembaga. Pembagian jadwal pembinaan yang ditentukan oleh pihak Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan adalah setiap hari Senin, Selasa dan Rabu
adalah “jatah” waktu pembinaan iman dari komunitas pendamping Kristen
Protestan. Sedangkan pada setiap hari Sabtu adalah jadwal pembinaan dari
PPNKY.
Sejalan dengan Frater Yusuf, ketiga narasumber yang lainnya juga memberi
keterangan bahwa pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Kelas II A Wirogunan dilaksanakan secara rutin dengan pembagian jadwal setiap
Senin, Selasa, Rabu untuk pendamping dari Kristen Protestan dan setiap Sabtu
untuk para pendamping atau pembinan dari PPNKY.
Pernyataan ini selaras dengan keterangan yang diutarakan oleh Frater Dedy
dalam wawancara:
Setiap hari Senin, Selasa, Rabu, Sabtu di setiap bulan dan Minggu keempat. Jadi satu minggu ada empat pertemuan. Pertemuan atau pendampingan iman di bagi menjadi Sabtu Minggu I, III, IV diisi dengan pendalaman iman dengan materi khusus Sabtu Minggu kedua diisi dengan ibadat dan penerimaan komuni bagi narapidana yang beragama katolik. Minggu keempat diisi dengan perayaan ekaristi yang dipimpin oleh Rm. Kieser SJ, selaku moderator PPNKY. Sedangkan hari Senin, Selasa, dan Rabu biasanya pembinaan iman dari Gereja Kristen Protestan {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 25)}.
Hal keempat yang ditanyakan adalah mengenai cukup atau tidaknya alokasi
waktu pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta. Menurut Frater Yusuf alokasi waktu pembinaan yang
disediakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan adalah kurang
cukup. Sedangkan menurut ketiga narasumber yang lain alokasi waktu pelasanaan
pembinaan iman bagi narapidana dinilai sudah cukup.
Menurut Frater Yusuf alokasi waktu masih kurang cukup hal ini diutarakan
dalam wawancara:
Menurut saya alokasi waktu untuk pembinaan iman kurang. Karena hanya 2 jam itu saja sudah terpotong untuk persiapan. Jika mengejar idealnya sebuah pembinaan iman maka waktu 2 jam yang diberikan oleh LAPAS menurut saya kurang {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 18)}.
Hal kelima yang ditanyakan adalah mengenai tujuan diadakannya
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta. menurut semua narasumber tujuan dari pelaksanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan adalah guna mendampingi atau membina narapidana dari segi pastoral
dan untuk menjadi sahabat serta saudara yang menyertai, mendukung dan
meneguhkan para narapidana dalam menjalani masa hukuman pertama-tama
menjadi sahabat dan saudara yang menyertai, mendukung dan meneguhkan para
narapidana dalam kerangka iman kristiani.
Hal serupa juga diutarakan oleh semua narasumber salah satunya Frater
Dedy:
Pendampingan iman bagi narapidana diadakan karena waktu itu ada kebutuhan yang mendesak. Narapidana di LAPAS Wirogunan ada banyak sementara pendampingan iman tidak bisa berjalan karena tidak ada pendamping. Selain itu pendampingan narapidana dari segi rohani juga bertujuan untuk memberikan perhatian kepada mereka sebagai manusia. kadang-kadang mereka itu merasa terasing dari komunitas masyarakat. Maka pendampingan ada untuk semakin “nguwongke” para narapidana {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 26)}.
Hal keenam yang ditanyakan adalah faktor yang mendukung pelaksanaan
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta menurut Frater Yusuf adalah adanya kerja sama yang baik
antara para pembina dan petugas lapas, keterlibatan kaum awam yang mendukung
pelaksanaan pembinaan iman sehingga memberi suasana baru, dan kerinduan
warga binaan yang rindu untuk disapa,diteguhkan dan didengarkan.
Selain itu faktor pendukung yang lain diungkapkan oleh Frater Dedy dan
Frater Carolus yakni keterbukaan warga binaan untuk mau berbagi cerita dengan
para pembina, dan adanya relasi yang baik antara para pembina dan warga binaan
pemasyarakatan. Lain halnya dengan ketiga narasumber yang lain, Frater Roja
menggangap bahwa kesediaan dan keterbukaan para pembina, adanya fasilitas alat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
musik yang lengkap, adanya buku- buku teks nyanyian baik itu dari lagu-lagu
pujian rohani maupun dari madah bakti menjadi faktor pendukung terlaksananya
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta.
Pernyataan dari Frater Roja:
Relasi yang baik dengan sipir LAPAS dan juga relasi mendalam dengan Romo Moderator dan rekan sepelayanan yang senantiasa saling menguatkan. Narapidana yang terbuka dan siap untuk menerima materi pembinaan iman. Alat musik yang lengkap dan menghidupkan suasana pembinaan iman {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 24)}.
Hal ketujuh yang ditanyakan adalah mengenai faktor-faktor penghambat
pelasanaan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Wirogunan Yogyakarta menurut keterangan dari Frater Yusuf adalah minimnya
fasilitias fisual seperti viewer/lcd, persiapan ala kadarnya dari para pembina yang
membuat pembinaan terlihat monoton “hanya itu-itu saja” dan adanya perbedaan
yang besar antara ajaran Gereja Katolik Roma dan Gereja Kristen Protestan.
Selain itu menurut Frater Dedy faktor penghambat pelaksaan pembinaan iman
adalah kadang-kadang pembina merasa takut dan was-was dengan materi yang
disampaikan apakah mengena atau tidak dan kesulitan untuk menyampaikan
materi dengan baik supaya dapat menghidari penyampain yang seolah-olah
terlihat mengajari atau mendikte.
Menurut Frater Carolus faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman
bagi narapidana adalah kadang-kadang warga binaan pemasyarakatan merasa
malas untuk ikut pembinaan iman atau kadang-kadang ada kegiatan besukan atau
kegiatan lain yang bertabarakan dengan kegiaatan pembinaan iman. Selain itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
waktu mulai pembinaan iman yang kadang molor agak lama juga menjadi
penghambat pelaksanaan pembinaan iman. Lain Frater Yusuf lain pula Frater
Roja.
Menurut Frater Roja faktor penghambat pelasanaan pembinaan iman adalah
seringkali cerita atau sharing-sharing pengalaman warga binaan hanya berkutat
pada satu masalah saja, narapidana yang berbeda pendapat tentang lagu-lagu yang
akan dipakai “mau pakai lagu Kristen atau lagu Katolik”, dan minimnya peralatan
viewer atau lcd.
Faktor penghambat menurut Frater Yusuf:
Persiapan yang ala kadarnya dari anggota PPNKY, Model pembinaan yang monoton, fasilitas yang minim, jika perlu fasilitas multimedia harus membawa dari luar karena dari di dalam tidak disediakan.Perbedaan ajaran katolik dan kristen yang kadang menjadi soal, karena beberapa pandangan yang berbeda. Perbedaan pandangan yang kadang menjadi soal bagi warga binaan. Misalnya pemilihan lagu yang kadang menjadi “masalah” karena warga binaan katolik biasa dengan kidung adi, madah bakti, dan puji syukur, sementara warga binaan kristen terbiasa dengan lagu pop rohani {Lampiaran 8:Transkrip Wawancara (Hlm 19)}.
Sedangkan keterangan lain dari Frater Andi Kurniawan:
Kami selalu hati-hati untuk menyiapkan materi. Kalau untuk Kitab Suci kami sudah membahas dalam kelompok, tinggal materi pada minggu pertama, ketiga dan kelima yang kami buat sendiri itu yang sulit. Kami mencoba untuk membuat materi yang mengena dan tidak menyinggung perasaan mereka {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (Hlm 21)}.
Hal terakhir yang ditanyakan adalah mengenai harapan akan pembinaan
iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta. Hampir seluruh narasumber menjawab, harapan utama mereka
adalah dengan adanya pembinaan iman para warga binaan dapat bertobat dan
diterima kembali di masyarakat, lebih banyak kaum awam yang terlibat dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
pelayanan bagi narapidana sehingga dengan keterlibatan mereka dapat
memberikan kesaksian baru bagi para narapidana, persiapan yang lebih baik lagi
sehingga pembinaan iman tidak hanya monoton dan adanya perlalatan serta
perlengkapan yang lebih baik lagi.
Harapan ini selaras dengan keterangan Frater Dedy:
Harapan saya yang pertama dari sisi rohani supaya mereka dapat menemukan Yesus dalam pengalaman hidup keseharian mereka. Dari sisi masyarakat harapan saya supaya mereka diterima oleh masyarakat. Dari sisi pembinaan iman supaya pembinaan iman dipersiapkan lebih baik sehingga narapidana mampu bersosialisasi dengan narapidana lainnya {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (Hlm 26)}.
5. Laporan Hasil Obeservasi
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta adalah
Lembaga Pemasyarakatan yang terletak di Jalan Tamansiswa nomor 6
Yogyakarta. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
memiliki luas area sekitar 3,8 hektar yang terdiri dari 3 bangunan utama
dipergunakan untuk kantor, 7 blok sel untuk narapidana laki-laki, 1 sel blok untuk
narapidana perempuan, 1 klinik kesehatan LAPAS dengan kualitas setingkat
puskesmas, 1 masjid, 1 gedung aula, 1 gereja, 2 lapangan bola voli dan 2 gedung
bimker sebagai tempat pelatihan kerja bagi para narapidana dan tahanan.
Bangunan gereja terletak setelah lapangan bola voli. Bangunan gereja
adalah bangunan baru yang dibuat setelah LAPAS mengalami renovasi, oleh
karena itu bangunan gereja terlihat kokoh dan kuat. Bangunan gereja di dalam
LAPAS berbentuk seperti bangunan kapel pada umumnya. Menurut pengamatan
penulis, bangunan tersebut berukuran 10 meter kali 12 meter persegi. Bangunan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
gereja terdiri dari satu sakristi, satu pintu masuk, dua jendela, satu meja altar, satu
salib besar dan memiliki daya tampung sekitar 50 sampai 70 orang.
Tidak hanya baru, tetapi sarana penunjang kegiatan pembinaan iman yang
ada di dalam bangunan gereja juga cukup lengkap misalnya saja di dalam
bangunan gereja terdapat beberapa alat musik seperti gitar, keyboard, cajoon, ada
2 pendingin ruangan dan cukup banyak kursi lipat berwarna merah.
Pada hari Selasa tanggal 22 Desember 2015 penulis berkesempatan untuk
ikut serta dalam kegiatan ibadat natal dari para pembina Kristen Protestan
bersama dengan para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta.
Namun sebelum memasuki LAPAS terlebih dahulu para pengunjung
(termasuk pembina atau mahasiswa yang sedang melakukan penelitian)
mendaftarkan diri pada petugas pendaftaran. Setelah itu pengunjung diminta
untuk menaruh semua barang bawaan dan barang berharga di dalam loker yang
telah disediakan. Setelah melewati petugas registrasi dan keamanan maka
pengunjung diperbolehkan untuk berkunjung dan bertemu dengan para
narapidana.
Pada kesempatan itu sekaligus penulis gunakan untuk mengamati proses
pelaksaan pembinaan iman dalam bentuk ibadat natal. Ibadat natal yang
dilaksanakan dikemas dalam bentuk kebaktian dari gereja Kristen Protestan pada
umumnya. Ibadat dibuka dengan beberapa lagu pujian, kemudian dilanjutkan
dengan doa pembuka oleh bapak pendeta, kemudian singer istilah untuk
pemimpin pujian mengajak umat untuk mempersiapkan hati dengan satu-dua lagu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
pujian, setelah itu teks kitab suci yang telah dipilih dibacakan dilanjutkan dengan
kotbah dari bapak dan ibu pendeta, setelah itu kembali dilantunkan pujian dan
ditutup dengan doa penutup serta nyanyian pujian.
Saat ibadat berlangsung suasana yang tercipta cukup kidmat. Hanya saja
ada beberapa warga binaan pemasyarakatan yang tidak bisa mengontrol keinginan
untuk mengobrol sehingga perbincangan mereka terdengar keras. Materi yang
dibawakan oleh pembina adalah materi pertobatan yang didasarkan pada kisah
kitab suci. Penggunaan media audio visual sangat minim. Perangkat audio visual
yang digunakan sebata microphone wireless, dan perlengkapan sound sistem
lainya serta beberapa alat musik seperti gitar, keyboard, dan cajoon. Selain itu,
keterlibatan warga binaan pemasyarakatan sangat minim. Hampir sebagian waktu
pembinaan habis untuk kotbah bapak dan ibu pendeta.
Namun berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis secara
keseluruhan pembinaan iman yang telah dilaksanakan mendapatkan respon cukup
positif dari warga binaan pemasyarakatan. Susana kebaktian pun terlihat ramai
serta terlihat jelas rasa antusias dari para warga binaan untuk mengikuti kegiatan
pembinaan iman.
6. Laporan Hasil Studi Dokumen
Selain menggunakan kuisioner terbuka, wawancara, dan observasi penulis
juga memindai dokumen-dokumen yang terkait dengan topik dan fokus penelitian
yang telah ditentukan oleh penulis yakni materi pembinaan iman, profil
narapidana, dokumentasi kegiatan pembinaan dan panduan atau tata tartib hidup
di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Dalam dokumen pembagian jadwal pelayanan pastoral pendampingan atau
pembinaan narapidana yang diberikan oleh Frater Yusuf, penulis memindai ada
contoh-contoh materi yang dicantumkan. Contoh-contoh materi yang
dicantumkan antara lain materi pada bulan April yakni Kristus bangkit-dijalan
bersama murid-muridNya dengan teks Kitab Suci dari injil Lukas 24: 13-39,
materi pada bulan Mei yakni Yesus sehari di Nazareth-Yesus sehari di Kapernaum
dengan teks Kitab Suci dari injil Lukas 4:16-44.
Pada dokumen yang lain penulis menemukan bahwa pernah pembinaan
iman dikemas dalam bentuk penerimaan Sakramen Mahakudus. Materi ini penulis
dapatkan dari Frater Yusuf dan dilaksanakan oleh beliau pada hari Sabtu tanggal
13 September 2014. Bentuk dari penerimaan Sakramen Mahakudus ini seturut
dengan hasil pemindaian yang dilakukan oleh penulis adalah salah satu kegiatan
terkonsep dengan satuan pertemuan yang dimulai dengan hening sejenak,
kemudian dilanjutkan dengan lagu pembuka, tanda salib dan salam, lantas seruan
tobat dan doa pembuka, kemudian adalah bacaan sabda yang disambung dengan
renungan singkat dari pemimpin ibadat, lantas dilanjutkan dengan doa umat,
kemudian seruan untuk menyambut komuni suci dan menyambut komuni suci
diakhiri dengan doa penutup, berkat penutup dan nyanyian penutup.
Selain itu dokumen yang penulis kumpulkan termasuk profil para
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta akan
penulis lampirkan pada lampiran. Begitu pula dengan dokumentasi foto-foto
kegiatan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta dan panduan atau tata tertib hidup di Lembaga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta penulis lampirkan pada bagian
lampiran.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian berdasar pada tujuan penelitian. Tujuan
penelitian ada enam, yaitu: mengetahui cukup atau tidaknya alokasi waktu yang
digunakan untuk pelaksaan pembinaan iman bagi narapidana, untuk mengetahui
bentuk, model, dan materi pembinaan yang relevan bagi pembinaan iman
narapidana, guna menemukan hal-hal yang menjadi faktor penghambat dan hal-
hal yang menjadi faktor pendukung pelaksanaan pembinaan iman bagi
narapidana, untuk mengetahui sejauh mana pembinaan iman memberi dampak
pertobatan dan perubahan sikap moral dan sosial para narapidana, dan untuk
mengetahui bentuk, model, dan materi pembinaan iman yang benar-benar
diharapkan oleh narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta.
1. Cukup atau Tidaknya Alokasi Waktu yang Digunakan Untuk
Pelaksaan Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas Ii A Wirogunan Yogyakarta
Pada bagian ini penulis akan membagi pembahasan mengenai cukup atau
tidaknya alokasi waktu pelaksanaan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan menjadi dua bagian berdasarkan aspek
yang hendak diketahui, yaitu aspek tingkat kerutinan, dan aspek cukup atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
tidaknya alokasi waktu pelaksanaan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
a. Aspek Tingkat Kerutinan
Aspek tingkat kerutinan pertama-tama berhubungan dengan pembagian
jadwal pembinaan yang disusun oleh Lembaga Pemasyarakatan. Pembinaan di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta terbagi menjadi 3
bentuk pembinaan. Pertama adalah pembinaan kemasyarakatan atau biasa disebut
bimaswat meliputi kegiatan pembinaan agama Islam, Kristen, Katolik, Hidhu,
Budha yang dilaksanakan melalui kerja sama dengan Departemen Keagamaan
kota madya Yogyakarta, Pondok Pesantren, dan Badan Narkotika Yogykarta serta
LSM yang terkait. Selain pembinaan agama, ada juga pembinaan olahraga dan
kesenian meliputi pembinaan olah raga tenis menja, bola voli, futsal, bulu tangkis,
musik keroncong, musik pop, dan band musik melayu. Bimaswat juga mencakupi
pembinaan pendidikan wajib belajar untuk narapidana atau anak didik
pemasyarakatan yang masih menempuh tingkat pendidikan, narapidana yang buta
huruf diwajibkan mengikuti program kejar paket A, B, dan C.
Pembinaan yang selanjutnya adalah pembinaan kemandirian dan
keterampilan kerja atau biasa disebut bimkerharker. Bimkerharker adalah
pembinaan kemandirian dan keterampilan kerja yang didasarkan pada minat dan
bakat warga binaan pemasyarakatan. Bimkerharker meliputi pembinaan
pertukangan, kerajinan tangan, konblok dan batako, las dan bengel otomotif,
persepatuan dan kerajinan sandang, keterampilan elektronik, peternakan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
mencakup perikanan, peternakan unggas, dan peternakan hewan seperti kambing,
domba, sapi dll.
Melihat bahwa Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta memiliki cukup banyak bentuk pembinaan bagi narapidana, oleh
karena itu setiap pembinaan disusun sedemikian rupa hingga menjadi pembinaan
rutin yang ada dijadwal pembinaan Lembaga Pemasyarakatan.
Pembinaan iman atau pembinaan agama bagi narapidana Kristiani di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta memiliki jadwal dan
waktu tersendiri. Menurut data yang penulis peroleh dari kuisioner terbuka pada
pertanyaan nomor 3 semua responden (sebanyak 22 narapidana) menjawab bahwa
pembinaan iman dilaksanakan secara rutin. Menurut jawaban para responden
pembinaan iman dilaksanakan pada setiap hari Senin, Selasa, Rabu, Sabtu dan
pada hari Minggu di Minggu ke empat di setiap bulan.
Pembinaan iman pada hari Senin, Selasa, dan Rabu jadwal pembinaan iman
dengan pendamping atau pembina yang berasal dari Gereja Kristen Protestan.
Sedangkan untuk jadwal pembinaan iman pada setiap hari Sabtu dan Minggu ke
empat adalah jadwal pembinaan iman dengan pembina atau pendamping yang
berasal dari kelompok PPNKY yang terdiri dari Frater, Bruder, Suster, dan para
awam yang tegerak untuk melayani dan mengunjungi narapidana.
b. Aspek Alokasi Waktu
Aspek alokasi waktu dapat dihubungkan dengan jadwal pembinaan yang
telah dibuat dan ditentukan oleh LAPAS. Jadwal yang telah dibuat itu tentunya
dibuat dengan maksud agar para narapidana dapat menjalankan pembinaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
bertahap sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu pembinaan iman juga di
batasi oleh durasi atau lamanya waktu pembinaan itu sendiri. Sebagai contoh
kegiatan besukan atau kunjungan keluarga dibatasi oleh waktu besukan yang
dimulai dari jam 08.00 sampai 11.30 WIB dengan alokasi masing-masing sesi
kunjungan keluarga adalah 30 menit.
Demikian pula dengan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta juga dibatasi dalam kurun
waktu tertentu. Lama waktu yang diberikan oleh LAPAS adalah 2-2,5 jam yakni
dimulai dari pukul 09.00-11.00 atau dari pukul 09.00-11.30 jika ada beberapa
kondisi tertentu dan disetujui oleh petugas pendamping dari LAPAS. Melihat hal
tersebut sesuai dengan tujuan penelitian pertama yang dimaksudkan penulis yakni
cukup atau tidaknya alokasi waktu yang diberikan oleh LAPAS. Dari pertanyaan
nomor 4 dalam kuisioner terbuka di dapatkan sebanyak 17 responden menjawab
bahwa alokasi waktu pembinaan iman bagi para narapidana dirasakan mencukupi,
4 responden menjawab bahwa alokasi waktu pembinaan iman bagi para
narapidana di rasa belum cukup dan satu responden menjawab bahwa alokasi
waktu pembinaan iman bagi para narapidana dirasa lebih dari cukup.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar narapidana merasa
bahwa alokasi waktu pembinaan iman dirasa cukup. Hal ini menunjukkan bahwa
durasi waktu yang diberikan oleh LAPAS memang benar sesuai dengan
kebutuhan narapidana dan durasi waktu yang diberikan oleh LAPAS yakni 2 jam
dirasa cukup oleh para narapidana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Selain itu dari jawaban 4 responden yang menyatakan bahwa alokasi waktu
pembinaan iman dirasa kurang menjadi perhatian tersendiri. Perasaan bahwa
alokasi waktu dirasa kurang terjadi karena responden sering merasa kalau
pembinaan iman terlambat dimulai sehingga keterlambatan itu memotong jatah
alokasi waktu pembinaan iman yang telah disediakan.
2. Bentuk, Model dan Materi Pembinaan Iman yang Relevan bagi Para
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta
Pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta dilaksanakan secara rutin dengan jadwal seperti
keterangan yang telah penulis uraikan di subbab sebelumnya. Pembinaan iman
bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
dilaksanakan dengan kerjasama antara LAPAS Wirogunan dan Kementrian
Agama khususnya Kantor Wilayah Kementrian Agama Daerah Istimewa
Yogyakarta serta dengan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat tertentu.
Pembinaan iman bagi narapidana dilaksanakan setiap hari Senin, Selasa, Rabu,
dan Sabtu serta hari Minggu pada Minggu keempat setiap bulan. Pembinaan iman
dilaksanakan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing Warga
Binaan Pemasyarakatan.
Pembinaan iman bagi narapidana dengan kepercayaan Kristen Prostestan
dilaksanakan setiap hari Senin, Selasa, dan Rabu. Sedangkan untuk pembinaan
iman bagi narapidana dengan kepercayaan Katolik dilaksanakan setiap Sabtu dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Minggu keempat. Bagi beberapa narapidana pembedaan jadwal pembinaan ini
tidak menjadi hal yang besar sehingga mereka juga mengikuti pembinaan iman
baik dari narasumber Katolik maupun Kristen Protestan. Akan tetapi tidak sedikit
juga yang hanya mau datang di salah satu pembinaan iman tersebut.
Dari item pertanyaan nomor 1 pada kuisioner mengenai bentuk atau model
pembinaan iman yang selama ini berlangsung di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II A Wirogunan Yogyakarta sebanyak 17 responden menjawab bentuk
pembinaan iman adalah sharing, 15 responden menjawab ibadat; 8 responden
menjawab konseling, 4 responden menjawab kotbah, 3 responden menjawab
diskusi; 3 responden menjawab kambium atau pendalaman Kitab Suci; 1
responden menjawab perayaan Ekaristi dan 1 responden menjawab latihan koor.
Dari data di atas Pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II Wirogunan Yogyakarta dikemas sedemikian rupa
sehingga menjawab kebutuhan para Warga Binaan Pemasyarakatan. Dari data
kuisioner terbuka terjawab bahwa bentuk dan model yang digunakan dalam
pembinaan iman sharing, ibadat, konseling, kotbah, diskusi, kambium atau
pendalaman Kitab Suci perayaan Ekaristi dan latihan koor.
Model dan bentuk yang digunakan memang bermacam-macam. Hal ini
menunjukkan bahwa guna memenuhi kebutuhan para narapidana narasumber atau
pembina harus pandai dan kreatif dalam mencari, menciptakan dan menggunakan
model atau bentuk pembinaan iman. Bentuk yang paling sering digunakan oleh
para narasumber atau pembina dalam melaksanakan pembinaan iman adalah
sharing. Sharing yang dimaksudkan adalah sharing pengalaman para Warga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Binaan Pemasyarakatan yang dipandu dengan pertanyaan-pertanyaan panduan
yang diajukan dan disiapkan oleh para pembina.
Banyaknya responden yang menjawab sharing sebagai model dan bentuk
pembinaan iman bagi narapidana berarti model dan bentuk sharing merupakan
bentuk dan model yang relevan digunakan untuk memenuhi kebutuhan para
Warga Binaan Pemasyaratakan. Warga Binaan Pemasyarakatan memang
memerlukan “perhatian” khusus. Perhatian yang dimaksudkan adalah mereka
butuh untuk dimengerti. Kebutuhan untuk dimengerti itu akan terlaksanan jika
mereka merasa diterima sebagai kawan. Oleh karena itu sharing menjadi salah
satu pintu gerbang untuk mengerti, menerima, dan akhinrya membina Warga
Binaa Pemasyarakatan.
Selain sharing, responden juga memberikan jawaban-jawaban lain seperti
yang telah diuraikan oleh penulis di atas. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
melaksanakan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta para pembina atau pendamping berusaha untuk
menjadi kreatif dengan menyediakan beragam bentuk dan model pembinaan iman.
Keberagaman model dan bentuk pembinaan iman bagi narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta juga menunjukkan
bahwa pembinaan iman yang telah dilaksanakan menuju pada pembentukan diri
pribadi Katolik/Kristen yang semakin berakar dan berpola pada hidup Yesus
Kristus dalam segala aspek kehidupannya secara total dan integral dalam
ungkapan dan perwujudannya. Keberagaman model dan bentuk pembinaan iman
bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
memenuhi empat unsur utama pembinaan iman. Unsur pengembangan
pengetahuan iman dapat dikaji dalam model dan bentuk pembinaan iman diskusi,
pendalaman Kitab Suci atau kambium dan kotbah. Usnur penghayatan iman
Kristiani dapat nampak dalam ibadat dan Perayaan Ekaristi serta latihan koor
dimana koor atau paduan suara adalah salah satu bentuk Tradisi Gereja.
Sedangkan unsur pembinaan moral dan peningkatan hidup menggereja dan
memasyarakat terlihat dari dua bentuk pembinaan iman yakni konseling dan
sharing.
Keberagaman bentuk dan model pembinaan iman juga mengakibatkan
materi yang digunakan dalam pembinaan iman menjadi beragam. Dalam kuisioner
pertanyaan materi pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta terdapat pada item nomor 2 sebanyak 13
responden menjawab materi yang menjadi bahan pembina iman bagi narapidana
adalah perikop-perikop Kitab Suci, 8 responden menjawab pengalaman pribadi, 6
responden menjawab materi tematis tentang kasih, pertobatan, dan keselamatan, 1
responden menjawab materi yang digunakan dari ajaran Gereja dan 1 responden
menjawab kadang-kadang materi pembinaan iman diambil dari film dengan tema
tertentu.
Sebanyak 13 responden menjawab materi yang digunakan adalah perikop-
perikop Kitab Suci memiliki arti bahwa lewat materi kisah Kitab Suci para
pembina mengajak para Warga Binaan Pemasyarakatan untuk mengenal,
mencintai dan mengikuti Yesus Kristus. Lewat materi Kitab Suci pembina atau
pendamping pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II A Wirogunan Yogyakarta mencoba memenuhi kebutuhan Warga Binaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Pemasyarakatan yakni diterima dan dimengerti. Selain itu, lewat materi yang
berakar pada Kitab Suci para pembina mencoba memenuhi tujuan utama
pembinaan iman yakni pembentukan diri menjadi pribadi Katolik yang berakar
dan berpola pada hidup Yesus Kristus dalam segala dimensi hidupnya secara total
dan integral dalam ungkapan dan perwujudannya (Dewan Karya Pastoral
Keuskupan Agung Semarang 2014 : 3).
Selain materi dari kisah Kitab Suci, responden juga memberikan jawaban-
jawaban lain seperti yang telah diuraikan oleh penulis di atas. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam melaksanakan pembinaan iman bagi narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta para pembina atau
pendamping berusaha untuk menjadi kreatif dengan mempersiapkan materi atau
bahan-bahan yang beragam untuk pelaksanaan pembinaan iman.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan materi yang beragam pembina atau
pendamping mencoba memenuhi empat unsur pembinaan iman. Dalam materi
ajaran Gereja dan materi-materi tematis tentang kasih, pertobatan dan keselamtan
nampak bahwa unsur pengembangan pengetahuan iman dan penghayatan tradisi
Katolik terpenuhi. Sedangkan lewat pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-
hari dan makna atau inspirasi dari film-film tampak bahwa unsur pembinaan
moral dan peningkatan hidup menggereja dan memasyakat terpenuhi. Semua
materi ini dibungkus dengan materi yang berakar pada Kitab Suci sehingga
dengan mendengarkan, menerima, dan mengolah materi yang telah diterima para
responden dapat semakin hidup berakar dan berpola pada hidup Yesus Kristus.
Yesus Kristus menjadi teladan sekaligus inspirasi bagi hidup mereka. Yesus
menjadi pusat kasih, pertobatan dan keselamatan di kehidupan Warga Binaan
Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
3. Faktor-Faktor Penghambat Terlaksananya Pembinaan Iman bagi
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta
Setelah pada sub bab sebelumnya dibahas mengenai alokasi waktu,model,
bentuk dan materi pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, pada sub bab ini akan dibahas mengenai hal-
hal yang menjadi faktor-faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
Dalam pembinaan iman, segala hal mungkin saja terjadi. Persiapan yang
mungkin sudah dipersiapkan dengan sedemikian rupa dapat menjadi berbeda
ketika berada di tengah situasi nyata. Ada hal-hal yang memang tidak
terhindarkan atau menjadi halangan bagi terlaksana dan tercapainya tujuan
pembinaan iman. hal-hal yang tidak terhindarkan dan hal-hal yang menjadi
penghalang itu dapat disebut sebagai faktor-faktor penghambat.
Demikian pula dengan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Dalam kuisioner terbuka
tentang pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta sebanyak 6 responden menjawab bahwa waktu yang
disediakan oleh lembaga tidak mencukupi, 4 responden menjawab proses
administrasi bagi narapidana perempuan sedikit dipersulit, 4 responden menjawab
ada rasa malas mengikuti pembinaan iman, 3 responden menjawab warga binaan
tidak dapat datang, 1 responden menjawab kondisi warga binaan yang stress
memikirkan hukuman dan 1 responden menjawab lagu-lagu rohani serta bacaan
rohani yang terbatas menjadi faktor penghambat terlaksananya pembinaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Sebanyak 6 responden menjawab bahwa waktu yang disediakan oleh
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta kurang mencukupi.
Waktu yang dimaksudkan adalah “jatah” atau durasi waktu pembinaan iman.
Durasi atau “jatah” waktu pembinaan iman yang disediakan oleh Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta adalah 2 jam. Pembinaan
iman dimulai pada pukul 09.00-11.00. WIB. Pada kenyataannya pembinaan iman
praktis dimulai setelah para pembina selesai melalui serangkaian proses
pemeriksaan keamaan. Proses pemeriksaan keamanan sendiri membutuhkan
waktu sekitar 10 sampai 15 menit. Setelah selesai di pemeriksaan keamanan para
pembina masih harus berjalan kaki dari pos keamanan di pintu masuk menuju
gereja yang memakan waktu sekitar 5 menit.
Selanjutnya para pembina terlebih dahulu menyalami para Warga Binaan
Pemasyarakatan dan mempersiapakan segala perlengkapan guna pembinaan iman
yang memakan waktu sekitar 10 sampai 15 menit. Jadi proses keseluruhan
sebelum pembinaan dimulai membutuhkan waktu sekitar 20 sampai 25 menit.
Praktis waktu efektif untuk melaksanakan pembinaan iman tersisa 100 sampai 105
menit. Jawaban durasi yang kurang cukup kiranya dapat dipahami menginggat
waktu yang efektif untuk melaksanakan pembinaan iman adalah 100 sampai 105
menit atau hanya satu setengah jam. Durasi efektif satu setengah jam bahkan tidak
mencukupi untuk memutar film dengan tema tertentu dan berbagi cerita setelah
menonton film, dimana film pada umumnya berdurasi 120 menit atau dua jam
ditambah lagi dengan sharing yang memakan waktu lebih lama lagi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Selain waktu atau durasi, jawaban lain yang muncul adalah proses
adminitrasi bagi narapidana perempuan yang dirasa tidak berjalan dengan lancar.
Para Warga Binaan Pemasyarakatan sering menyebut proses administrasi ini
dengan istilah “bon-bonan”. Istilah bon-bonan ini merujuk pada sistem yang
diterapkan dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
Narapidana yang hendak mengikuti pembinaan iman atau kegiatan lain terlebih
dahulu harus di “bon” atau dipesan atau dimintakan ijin kepada petugas penjaga
sel tahanan. Selama ijin itu belum keluar maka narapidana tidak akan bisa
mengikuti proses pembinaan iman atau kegiatan pembinaan lain.
Selain waktu, proses “bon-bonan”, responden juga menjawab salah satu hal
yang menjadi faktor penghambat terlakasananya pembinaan iman adalah rasa
malas untuk mengikuti pembinaan iman dari diri Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dapat dipahami kehidupan di dalam Lembaga Pemasyarakatan tidak sebebas
kehidupan di “dunia” luar pada umumnya. Gerak-gerik yang terbatas, pembinaan
iman yang itu-itu saja, konsep Tuhan adalah baik yang tidak mudah dicerna dan
dimengerti serta selalu ada pengawasan kadang membuat mood tidak nyaman.
Ketidaknyaman ini yang menimbulkan rasa malas yang berujung ketidakhadiran
Warga Binaan Pemasyarakatan dalam proses pembinaan iman.
Lain halnya dengan rasa malas, ada juga Warga Binaan Pemasyarakatan
yang ingin hadir dan mengikuti pembinaan iman namun tidak dapat hadir karena
kegiatan pembinaan iman bertabrakan dengan kegiatan yang lain. Hal ini juga
menjadi salah satu faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi
narapidana. Terkadang, ketika jadwal pembinaan tiba beberapa narapidana juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
sedang melakukan kegiatan lain misalnya narapidana sedang mendapatkan
kunjungan khusus atau harus pergi karena ada kegiatan persidangan.
Selain “tempuk” dengan kegiatan lain, ada juga narapidana yang tidak
mengikuti pembinaan iman karena terlampau stress memikirkan masa hukuman
yang akan dijalani. Dalam keadaan ini narapidana cenderung memilih tidak hadir
dalam proses pembinaan iman. Hal ini juga menjadi salah satu faktor penghambat
terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
Hal terakhir yang menjadi faktor penghambat terlaksananya pembinaan
iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta adalah lagu-lagu dan bacaan rohani yang terbatas sehingga membuat
narapidana tidak memiliki referensi lain yang dapat digunakan untuk bernyanyi
atau menimba ilmu, informasi, dan nilai-nilai baik yang terkandung buku-buku
bacaan rohani. Terbatasnya buku-buku dan nyanyian-nyanyian yang dapat
digunakan dalam pelaksanaan pembinaan iman secara tidak langsung menjadi
penghambat terlaksananya pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Wirogunan Yogyakarta.
4. Faktor-Faktor Pendukung Terlaksananya Pembinaan Iman bagi
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta
Setelah pada sub bab sebelumnya dibahas mengenai hal-hal yang menjadi
faktor-faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, pada sub bab ini
akan dibahas mengenai hal-hal yang menjadi faktor-faktor pendukung
terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
Keberhasilan pembinaan iman tidak dapat lepas dari adanya hal-hal yang
menjadi pendukung terlaksananya proses pembinaan iman itu sendiri. Hal-hal itu
bisa berasal dari luar atau dalam pembinaan iman itu sendiri. Hal-hal yang
menjadi pendukung keberhasilan pembinaan iman disuatu instansi tertenu disebut
dengan faktor-faktor pendukung.
Demikian pula dengan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Dalam kuisioner terbuka
tentang pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta sebanyak 7 responden menjawab bahwa relasi menjadi
salah satu faktor pendukung terlaksananya pembinaan iman, 4 responden
menjawab fasilitas pembinaan iman, 3 responden menjawab antusiasme warga
binaan, 2 responden menjawab materi pembinaan iman, 1 responden menjawab
souvenir, 1 responden menjawab administrasi, 1 responden menjawab kerjasama
antara Lembaga dan lembaga sosial masyarakat, dan 3 responden tidak
memberikan jawaban.
Hal pertama yang menjadi faktor pendukung terlaksananya pembinaan iman
bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan adalah
adanya relasi yang mendalam antara Warga Binaan Pemasyarakatan dengan para
pembina. Relasi yang mendalam adalah hubungan timbal balik antara satu orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
dengan orang yang lain. Hubungan ini didasari pada rasa kepercayaan antara satu
sama lain juga rasa saling menyayangi satu sama lain. Relasi yang mendalam
menjadi dasar bagi para pembina untuk memenuhi kebutuhan para Warga Binaan
Pemasyarakatan yakni kebutuhan untuk dimengerti dan diterima. Relasi yang
mendalam membuat para pembina lebih mudah dalam menyampaikan materi dan
membuat para Warga Binaan Pemasyarakatan lebih mudah menangkap konsep
materi yang ingin disampai oleh pembina. Relasi yang mendalam menjadi simbol
relasi antara Allah dengan manusia berdosa dimana Allah selalu mengerti dan
menerima manusia dengan segala kesalahannya dan manusia yang selalu berusaha
mencari dan membangun relasi yang mendalam dengan Allah.
Hal kedua yang menjadi faktor pendukung adalah fasilitias yang tersedia
cukup untuk menunjang terlaksananya pembinaan iman. Fasilitias pembinaan
iman yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
adalah satu buah gedung Gereja, satu set alat musik yang terdiri dari satu buah
keyboard, dua buah gitar, dan satu buah cajoon, satu set perlengkapan audio yang
terdiri dari speaker, mic wireles, dan mixer selain itu juga terdapat buku nyanyian
seperti madah bakti dan buku nyanyian pujian serta Kitab Suci.
Hal ketiga yang menjadi faktor pendukung terlaksananya pembinaan iman
bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
adalah antusiasme para Warga Binaan Pemasyarakatan dalam mengikuti
pembinaan iman. Warga Binaan Pemasyarakatan terlihat antusias dengan adanya
kegiatan pembinaan iman bagi mereka. Hal ini terlihat ketika para pembina datang
mereka tidak malu untuk datang dan memberikan senyum, sapa, dan salam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Kerinduan Warga Binaan Pemasyarakatan semakin terlihat ketika mereka diberi
kesempatan untuk bernyanyi, didengarkan kisah hidup kesehariannya, dan diberi
renungan Kitab Suci.
Hal keempat adalah oleh-oleh yang dibawa oleh para pembina. Kadang-
kadang meski tidak sering pembina membawakan para Warga Binaan
Pemasyarakatan beberapa oleh-oleh. Oleh-oleh yang dibawakan kadang berupa
makanan, buku, perlengkapan mandi, buku doa, Rosario dan lain sebagainya. Bagi
Warga Binaan Pemasyarakatan oleh-oleh dipandang sebagai bentuk tanda kasih
yang merupakan penghargaan kepada mereka sebab belum tentu mereka
mendapatkan oleh-oleh dari orang-orang terdekat mereka.
Hal kelima yang menjadi salah satu dari faktor-faktor terlaksananya
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta adalah materi pembinaan iman. Menurut salah seorang
Warga Binaan Pemasyarakatan materi pembinaan iman dianggap tepat memenuhi
kebutuhan hidupnya. Materi pembinaan meski berakar pada Kitab Suci yang
sudah ribuan tahun masih tetap relevan dengan kehidupan jaman sekarang, apalagi
dengan kehidupan sehari-hari para Warga Binaan Pemasyarakatan.
Hal keenam yang juga menjadi salah satu faktor pendukung terlaksananya
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta adalah proses administrasi yang baik bagi para pembina.
Sejauh yang penulis amati dan berdasarkan keterangan dari Warga Binaan
Pemasyarakatan hampir tidak ada masalah atau kendala administrasi yang
menyangkut para pembina. Hal ini dikarenakan adanya kerja sama yang baik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
antara Lembaga Pemasyaraktan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dengan Kantor
Wilayah Kementrian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Lembaga
Swadaya Masyarakat seperti PPNKY. Tidak adanya masalah administrasi bagi
para pembina dan adanya kerja sama yang baik antar Instasi tersebut membuat
pelaksanaan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II A Wirogunan Yogyakarta berjalan dengan lancar.
5. Dampak Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
Setelah pada sub bab di atas penulis membahas mengenai alokasi waktu,
bentuk, model, bahan, faktor penghambat, dan faktor pendukung terlaksananya
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta, maka pada bagian kali ini penulis akan membahas
mengenai dampak pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Oleh karena itu, pada bagian ini penulis akan
membagi pembahasan menjadi dua pokok yakni tujuan pembinaan iman dan
dampak pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta.
a. Tujuan Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarkatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
Setiap kegiatan pembinaan pasti memiliki tujuan akhir yang bersifat positif.
Demikian pula dengan kegiatan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan kelas II A Wirogunan Yogyakarta. pembinaan iman bagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
narapidana di Lembaga Pemasyaraktan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
menurut jawaban para narapidana melalui kuisioner terbuka yakni sebanyak 11
responden menjawab bahwa tujuan pembinaan iman bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
guna memperteguh iman melalui pertobatan, 5 responden menjawab bahwa tujuan
pembinaan iman bagi warga binaan adalah guna mempersiapkan warga binaan
supaya dapat diterima kembali di masyarakat, 4 responden menjawab supaya
dapat berperilaku lebih baik, 1 responden menjawab supaya bertobat dan diterima
di masyarakat serta 1 responden menjawab bahwa tujuan pembinaan iman bagi
warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta adalah
guna tetap memiliki harapan untuk hidup.
Dari data di atas dapat dikaji bahwa tujuan pembinaan iman di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta mampu dipahami sebagai
pembentukkan pribadi narapidana melalui proses pertobatan dan memperteguh
iman supaya karena pribadi yang utuh itulah para Warga Binaan Pemasyarakatan
kembali diterima di masyarakat dan supaya Warga Binaan Pemasyarakatan
mampu berperilaku baik dan tidak menjadi biang masalah di tengah masyarakat
dimana ia diterima dan tinggal. Selain itu ada pula tujuan khusus dari pembinaan
iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan seperti yang disampaikan oleh
Ms. Mary Jane Veloso, terpidana hukuman mati, memberikan tujuan khusus
pembinaan iman, menurut beliau dan bagi beliau pembinaan iman memberikan
tujuan hidup. Dalam penantian pelaksanaan hukuman mati, pembinaan iman
seperti oase yang ada di tengah padang gurun gersang, pembinaan iman bagi Ms.
Mary Jane memberikan harapan dan kekuatan untuk tetap percaya bahwa ia akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
tetap hidup. Pembinaan iman memberikan harapan bagi Mary Jane untuk tetap
hidup dan berkumpul kembali dengan keluarganya.
b. Dampak Pembinaan Iman bagi Narapidan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
Pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta dilaksanakan bukan tanpa maksud dan tujuan. Seperti
telah dijelaskan penulis di subbab sebelumnya bahwa pembinaan iman bagi
narapidana memiliki tujuan pembinaan. Kiranya diharapkan dari pembinaan iman
yang telah diberikan narapidana dapat kembali hidup dengan baik di tengah
masyarakat. Pembinaan iman diharapkan memberi dampak nyata pada kehidupan
narapidana baik itu dalam kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan atau di lingkup
masyarakat luas.
Sejauh yang penulis lihat dan amati, begitu pula dengan keterangan dari
narasumber yang penulis wawancarai, pembinaan iman bagi narapidana member
dampak positif pada kehidupan pribadi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.
Dampak yang sering kali terlihat adalah adanya kelakuan baik dari narapidana
entah itu menjadi lebih sering berdoa, terbuka menceritakan semua
permasalahannya ketika konseling, dan semakin mampu menerima kekurangan
orang lain sesama narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta.
Salah satu contoh dampak positif dari pembinaan iman bagi narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan adalah kisah hidup Mary Jane. Melalui pembinaan
iman dalam bentuk konseling, ibadat, sharing dan perayaan Ekaristi harapannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
untuk hidup kembali dibangun. Walau telah mendapatkan vonis hukuman mati,
namun melalui pendampingan yang menjadi bagian dari pembinaan iman, ia
dibantu untuk menemukan kembali harapan hidupnya. Ia dibantu untuk kembali
hidup dan dibantu untuk memperjuangkan hak hidupnya. Bahkan ia juga diajak
untuk siap merelakan hidupnya kapan saja demi Kristus yang ia yakini.
Pembinaan iman yang berakar dan berpola pada hidup Yesus Kristus yang
dapat diteladani lewat kisah Kitab Suci memberi dampak perubahan dan kemauan
untuk berjuang menjadi lebih baik sehingga dengan perubahan dan kemauan itu,
para narapidana semakin dikuatkan untuk terus berjuang dalam hidup yang keras,
dan dapat kembali di terima di masyarakat dengan segala kebaikkannya.
6. Bentuk, Model dan Materi Pembinaan Iman yang Benar-benar
diharapkan oleh Para Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II A Wirogunan Yogyakarta
Pada bagian ini penulis akan membahas mengenai bentuk, model, dan
materi pembinaan iman yang benar-benar diharapkan oleh para narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Pembahasan
penulis mencakup harapan-harapan narapidana terhadap bentuk,model, dan materi
pembinaan iman yang akan datang. Selain itu juga akan dijelaskan harapan-
harapan lain dari narapidana setelah mengikuti pembinaan iman di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
Secara garis besar bentuk, model dan materi pembinaan iman yang
dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
sudah terlaksana dengan baik. Bentuk dan model yang beragam dan materi yang
selalu baru serta pembinaan iman yang dipersiapkan benar-benar berdampak pada
kehidupan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta.
Dalam kuisioner terbuka mengenai harapan para warga binaan terkait
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta yang akan dilaksanakan di masa mendatang sebanyak 5
responden berharap agar pembinaan iman memiliki tindak lanjut guna
merealisasikan materi yang telah diberikan, 2 responden berharap tentang
pembina yang merangkul, 2 responden berharap agar dapat kembali diterima di
masyarakat, 2 responden berharap agar dapat belajar memimpin doa dan lagu-lagu
pujian, 3 responden berharap agar pembinaan yang akan datang dapat
dipersiapkan lebih baik, 1 responden berharap agar warga binaan memiliki
kesadaran untuk mengikuti pembinaan iman, 1 responden berharap agar waktu
pembinaan iman ditambah, 1 responden berharap agar lebih dikuatkan dalam
iman, 1 responden berharap agar proses administrasi bagi warga binaan
perempuan lebih mudah, dan 4 responden tidak memiliki harapan terhadap
pembinaan iman yang akan dilaksanakan pada masa mendatang.
Dari data di atas dapat dilihat jika bentuk, model, dan materi pembinaan
iman tidak bermasalah sehingga perlu diganti atau dirombak. Dari data di atas
yang justru menjadi harapan tertinggi adalah bentuk tindak lanjut dari pembinaan
iman itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini pembinaan iman
mengandaikan setelah narapidana kembali ke masyarakat mereka dapat
membangun hidup mereka sendiri. Namun pada kenyataannya justru sebaliknya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
karena tidak adanya bantuan untuk bangkit dan membangun hidup kembali,
residivis atau narapidana yang telah masuk ke dalam masyakarat kembali
melakukan tindak kejahatan. Oleh karena itu penting bahwa pembinaan iman juga
perlu memikirkan tentang tindak lanjut yang akan diperbuat guna membantu
narapidana membangun kembali kehidupannya.
Akan tetapi, tidak bermasalah bukan berarti pembinaan iman bagi
narapidana itu sempurna. Beberapa hal yang menjadi harapan narapidana terhadap
pembinaan iman nampak dalam jawaban bahwa ada responden yang ingin belajar
untuk memimpin doa dan nyanyian. Hal ini menunjukkan bahwa pembinaan iman
iman masih begitu tergantung pada pembina dan bertitik pusat pada pembina.
Meskipun tidak begitu besar, pembinaan iman hendaknya juga memberikan
kesempatan kepada seseorang untuk menggembangkan dirinya, baik itu lewat
kepemimpinan dalam doa, maupun dalam memimpin nyanyian.
Ada pula yang berharap agar pembinaan iman dapat dipersiapkan lagi
dengan baik, hal ini menunjukkan bahwa pembinaan iman yang tidak
dipersiapkan dengan baik dapat dimengerti oleh Warga Binaan Pemasyarakatan.
Di samping keterangan dari responden, hasil observasi penulis juga menunjukkan
bahwa kadang pembinaan iman dilaksanakan tanpa adanya koordinasi awal.
Koordinasi selalu dilakukan setelah para pembina masuk ke dalam Gereja.
Koordinasi mendadak seperti ini selain memakan waktu juga memperlihatkan
bahwa pembinaan iman tidak dikoordinasikan dengan baik di awal.
Ada juga Warga Binaan Pemasyarakatan yang berharap agar alokasi waktu
atau durasi pembinaan iman ditambah. Hal ini tidak lepas dari berkurangnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
waktu efektif pembinaan iman karena proses administrasi keamanan dan proses
persiapan pembinaan iman itu sendiri. Harapan lainnya adalah lebih mudahnya
proses administrasi bagi Warga Binaan Pemasyarakatan Perempuan.
Terlambatnya “bon” atau adanya gangguan lain jelas merugikan dan menghmbat
proses pembinaan iman. Oleh karena itu diharapkan agar proses “bon” menjadi
lebih mudah dan lebih cepat agar dapat menunjang pembinan iman bagi
narapidana khususnya bagi Warga Binaan Pemasyarakatan perempuan.
Selain itu Warga Binaan Pemasyarakatan juga berharap agar pembinaan
iman selalu memiliki pembina yang merangkul. Relasi yang terjadi bukan basa-
basi tetapi relasi mendalam yang saling mengerti dan memahami. Para Warga
Binaan Pemasyarakatan berharap agar pembinaan iman memiliki pembina yang
mampu membangun relasi mendalam antara pembina dan para Warga Binaan
Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
E. Kesimpulan
Pada bagian ini penulis akan menyampaikan empat kesimpulan berdasarkan
pembahasan hasil penelitian. Pertama, alokasi waktu atau durasi proses
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta penulis rasa cukup.
Akan tetapi ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh para pembina yakni
pertama mengenai manajemen waktu secara efektif. Misalnya pada bagian
pemeriksaan banyak membuang waktu karena harus menyimpan barang-barang
terlebih dahulu. Hal ini tidak akan membuang banyak waktu jika barang-barang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
sudah dipersiapkan terlebih dahulu. Selain itu pembagian petugas juga efektif
karena petugas baru ditunjuk saat pembina datang ke LAPAS.
Kedua, bentuk, model dan materi pembinaan iman sudah bagus karena
sudah mencakup tujuan pembinaan iman yakni membina atau membentuk diri
menjadi pribadi Katolik yang berakar dan berpola pada hidup Yesus Kristus
dalam segala dimensi hidupnya secara total dan integral. Selain itu pembinaan
iman juga sudah memenuhi empat unsur utama pembinaan iman yakni mencakup
dimensi: pengembangan pengetahuan iman, penghayatan tradisi Katolik,
pembinaan moral dan pengembangan hidup menggereja dan memasyarakat.
Ketiga, faktor pendukung yang paling berpengaruh dalam terlaksananya
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta adalah adanya relasi yang akrab dan terbuka antara
pembina dengan Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Relasi yang akrab dan terbuka yang terjalin
antara para pembina dan Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan mempermudah para pembina untuk
mendampingi para Warga Binaan.
Keempat, ada hal-hal yang diharapkan untuk diupayakan demi semakin
berhasilnya kegiatan pembinaan bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Haarapan tersebut antara lain: pembinaan
iman yang perlu dipersiapkan lebih baik lagi dengan melibatkan Warga Binaan
Pemasyarakatan. Selanjutnya adalah harapan agar dapat diupayakan adanya tindak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
lanjut dari pembinaan iman guna membantu Warga Binaan Pemasyarakatan
membangun kembali kehidupannya supaya dapat kembali diterima oleh
masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
BAB IV
SHARED CHRISTIAN PRAXIS SEBAGAI USULAN KATEKESE BAGI
PARA NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A
WIROGUNAN YOGYAKARTA
Bab IV ini berisi tentang Shared Christian Praxis sebagai usulan model
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta Yogyakarta guna meningkatkan dan mengembangkan
iman mereka. Tujuan pembinaan iman ini adalah membantu para narapidana
untuk menyesali semua perbuatan bersalahnya melalui pengampunan serta
langkah tobat sehingga iman mereka semakin dikuatkan dan diteguhkan. Selain
itu, pembinaan iman ini juga bertujuan guna mempersiapkan para narapidana
untuk sadar akan kehidupan sosial yang menanti mereka setelah mereka bebas
dari Lembaga Pemasyarakatan. Diharapkan kedewasaan iman yang telah terbina
mengiring kedewasaan moral dan sosial mereka, sehingga mereka tidak
mengulangi kesalahan yang sama ketika berada di dalam lingkup hidup
bermasyarakat.
Pada bab III penulis telah melakukan penelitian terhadap pembinaan iman
bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi waktu yang diberikan oleh Lembaga
Pemasyarakatan masih dirasa kurang hal ini tampak dalam faktor penghambat
pelaksanaan pembinaan iman yang mayoritas jawaban responden adalah alokasi
waktu masih kurang, bentuk, model dan materi pembinaan iman lebih sering
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
dikemas dalam sharing dengan materi yang diambil dari Kitab Suci serta
pengalaman hidup para narapidana. Selain itu relasi mendalam menjadi faktor
pendukung yang utama guna menunjang pelaksanaan pembinaan iman bagi
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Maka
sebagai tindak lanjut dari penelitian tersebut, penulis berusaha memberikan
sumbangan pemikiran berupa model pembinaan iman dalam bentuk Shared
Christian Praxis. Shared Christian Praxis ini dikemas secara menarik. Berpusat
dari pengalaman hidup para narapidana, SCP menuntun para narapidana perlahan
menuju pertobatan yang utuh, sehingga iman mereka semakin diteguhkan dan
dikuatkan.
A. Pengertian Shared Christian Praxis
Katekese dengan model Shared Christian Praxis ini pertama kali
diperkenalkan oleh Thomas H. Groome. Ia adalah seorang ahli katekese yang
berusaha mencari pendekatan katekese yang handal dan efektif, yaitu suatu model
yang sungguh-sungguh mempunyai dasar teologis yang kuat, mampu
memanfaatkan perkembangan ilmu pendidikan dan memiliki keprihatinan pastoral
yang aktual. Model ini ditawarkan untuk menjawab kebutuhan para katekis dalam
membantu umat demi perkembangan iman mereka.
Model SCP merupakan salah satu model katekese umat yang menekankan
proses yang bersifat dialogis partisipatif. Tujuan dari proses ini adalah agar dapat
mendorong peserta untuk mampu mengkomunikasikan antara Tradisi dan visi
hidup peserta dengan Tradisi dan visi Kristiani. Dan pada akhirnya, peserta baik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
secara pribadi maupun bersama mampu mengadakan penegasan dan pengambilan
keputusan demi makin terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah.
Model katekese ini dapat dikatakan sebagai model praksis, karena
bermula, berproses dan berakhir dari praksis hidup peserta. Pengalaman hidup
peserta tersebut, direfleksikan secara kritis sehingga peserta mampu menemukan
maknanya, kemudian mengkonfrontasikan dengan Tradisi atau visi Kristiani
supaya muncul pemahaman sikap dan kesadaran baru yang member motivasi pada
praksis baru. Orientasi model SCP ini adalah praksis peserta sebagai subyek yang
bebas dan bertanggungjawab (Heryatno Wono Wulung, 1997: 1).
Model SCP ini memiliki tiga komponen yaitu praksis, Kristiani dan
sharing. Untuk memahami lebih dalam model ini, maka akan dijelaskan masing-
masing komponen itu sebagai berikut:
a. Shared
Istilah shared atau sharing mengandung pengertian komunikasi timbal
balik, pasrtisipasi aktif dan kritis dari semua peserta. Istilah ini juga merupakan
proses katekese yang menekankan unsur dialog-pasrtisipatif peserta yang ditandai
dengan suasana kebersamaan, persaudaraan, keterlibatan dan solidaritas. Dalam
sharing semua peserta diharapkan untuk ikut aktif, terbuka, siap mendengarkan
dengan hati pengalaman orang lain dan berkomunikasi dengan kebebasan hati
(Heryatno WW, 1997: 4). Mendengarkan berarti juga melibatkan keseluruhan diri
sehingga dalam mendengarkan timbullah gerak hati, empati terhadap apa yang
dikomunikasikan oleh orang lain (Sumarno Ds, 2014: 17).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
b. Christian atau Kristiani
Maksud dari kristiani dalam SCP adalah mengusahakan agar kekayaan
iman kristiani sepanjang sejarah dan visinya makin terjangkau dan relevan untuk
kehidupan peserta. Tradisi kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat yang
hidup dan sungguh dihidupi. Sedangkan visi kristiani menegaskan tuntutan dan
janji Allah yang terkandung di dalam tradisi, tanggung jawab dan pengutusan
orang kristiani sebagai jalan untuk menghidupi semangat dan sikap kemuridan.
Visi kristiani yang paling hakiki adalah terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di
dalam kehidupan manusia (Heryatno Wono Wulung, 1997: 3).
c. Praxis atau Praksis
Praksis adalah suatu tindakan manusia yang sudah direfleksikan. Sebagai
tindakan, praksis meliputi seluruh keterlibatan manusia dalam dunia yang
mampunyai tujuan untuk mencapai perubahan hidup yang meliputi kesatuan
antara praktek dan teori, antara refleksi kritis dan kesadaran historis.
Praksis mempunyai tiga unsur yaitu: aktivitas, refleksi dan kreativitas.
Unsur pertama, aktifitas meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan
personal dan social, hidup pribadi dan kegiatan public yang merupakan medan
untuk perwujudan diri sebagai manusia. Kedua, refleksi menekankan refleksi
kritis terhadap tindakan historis pribadi dan social terhadap kehidupan bersama
serta terhadap “Tradisi dan Visi iman Kristiani sepanjang sejarah. Ketiga,
kreativitas merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang menekankan
transendensi manusia dalam dinamika menuju masa depan yang terus berkembang
sehingga melahirkan prkasis baru (Heryatno Wono Wulung, 1997: 2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
d. Langkah-langkah Shared Christian Praxis (SCP)
Menurut Thomas H. Groome, SCP merupakan suatu model berkomunikasi
tentang makna pengalaman hidup antar peserta, yang mana dalam prosesnya
terdapat lima langkah pokok. Namun sebelumnya didahuli langkah awal atau
pendahuluan sebagai berikut:
1) Langkah Awal: Pemusatan Aktivitas
Tujuan dari langkah ini adalah mendorong peserta sebagai subyek utama
menemukan topik pertemuan yang bertolak pada kehidupan konkret berkaitan
dengan tema pertemuan. Dalam proses menemukan topik yang sesuai dengan
tema dasar dapat menggunakan sarana seperti simbol, foto, cerita, film, video, dan
lain-lain. Pemilihan tema pertemuan perlu memperhatikan situasi konkret peserta,
tujuannya, dinamika pendekatan yang bersifat dialogis, dan sumber-sumber iman
kristiani (Heryatno Wono Wulung, 1997: 10). Di samping itu pada langkah ini,
pendamping harus dapat menciptakan lingkungan psikososial dan fisik yang
mendukung supaya peserta dapat berpartisipasi aktif dan kreatif dalam suasana
dialog dan kebersamaan (Heryatno Wono Wulung, 1997: 10).
2) Langkah I: Pengungkapan Praksis Faktual
Langkah ini bertujuan membuat peserta untuk mengungkapkan
pengalaman hidup faktual. Peserta menyadari pengalaman hidupnya,
membahasakan dan mengomunikasikannya pada peserta lain. Pengungkapan
pengalaman hidup faktual ini bisa berupa pengalaman peserta sendiri, atau
kehidupan dan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, ataupun gabungan
keduanya yang dia pandang cocok dengan tema yang sudah digali bersama. (
Heryatno Wono Wulung, 1997: 11).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
3) Langkah II: Refleksi Kritis pada Komunikasi Praksis Faktual
Pada langkah ini bertujuan membantu peserta supaya berdasar pengalaman
hidupnya sampai pada tingkat kesadaran terdalam guna mengolah dan
menemukan makna baru hingga ia terdorong melangkah pada praksis baru. Ada
beberapa perspektif yang perlu diperhatikan dalam langkah ini yaitu refleksi kritis
pada pengalaman peserta, interpretasi kritis dan kreatif pada komunikasi
pengalaman faktual, serta komunikasi tradisi dan visi peserta (Heryatno Wono
Wulung, 1997: 14).
Sementara dialog dan visi peserta hendaknya berkualitas, sepertinya dialog
tersebut menekankan terwujudnya relasi subyek dengan subyek yang
mengandalkan kejujuran, keterbukaan dan partisipasi aktif dari semua peserta
dengan rasa hormat (Heryatno Wono Wulung, 1997: 15). Pada langkah ini,
pendamping perlu juga menyadari keadaan peserta karena refleksi merupakan
tahap yang sulit yang membutuhkan kesabaran dan ketrampilan untuk
memperkembangkannya (Heryatno Wono Wulung, 1997: 18).
4) Langkah III: Mengusahakan Tradisi dan Visi Kristiani lebih Terjangkau.
Pada langkah ini, Visi kristiani mengungkapkan janji keselamatan dan
kepenuhan yang mendorong peserta pada tanggungjawab mereka untuk menjadi
partner Allah dalam mewujudkan kehendak-Nya yaitu menyelamatkan manusia
(Heryatno Wono Wulung, 1997: 20).
5) Langkah IV: Hermeneutik yang dialektik antara Tradisi dan Visi Kristiani
dengan“Tradisi dan Visi” Peserta.
Langkah ini lebih menekankan interpretasi yang dialektis antara tradisi dan
visi faktual peserta dengan tradisi dan visi kristiani yang akan melahirkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
kesadaran sikap dan niat baru sebagai jemaat kristiani. Di satu pihak peserta
mengintegrasikan nilai-nilai hidup mereka ke dalam tradisi dan visi kristiani, di
lain pihak mempersonalisasikan dan memperkaya dinamika tradisi dan visi
kristiani (Sumarno Ds, 2014: 21). Pada langkah ini, peserta dapat mengemukakan
apa yang sungguh-sungguh mereka pikirkan serta mengungkapkan perasaan, sikap
intuisi, persepsi, penegasan dan lain-lain (Heryatno Wono Wulung, 1997: 32).
Selain itu, pendamping perlu menyadari bahwa tafsiran pendamping bukan kata
mati, yang bukan merupakan kebenaran satu-satunya (Sumarno Ds, 2014: 22).
6) Langkah V: Keterlibatan Baru demi Terwujudnya Kerajaan Allah
Langkah ini bertujuan mendorong peserta sampai pada keterlibatan baru
dengan harapan juga peserta dapat mengambil keputusan sendiri untuk mengalami
pertobatan terus-menerus (metanoia). Pada umumnya keputusan dapat
dikategorikan dalam empat kelompok : (a). yang bersifat kognitif, afektif, dan
praktikal; (b). level personal, interpersonal, dan sosial; (c). berkenaan dengan
aktivitas pribadi dan kelompok; (d). menjadi operasional dalam kelompok sendiri
atau di luar kelompok (Heryatno WW, 1997: 35).
B. Usulan Program Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Yogyakarta,
Dengan Model Shared Christian Praxis.
Usulan program ini merupakan tindak lanjut dari hasil peneltian yang telah
penulis lakukan terhadap para Pembina dan narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Yogyakarta. Shared Christian
Praxis ini dibuat sebagai usaha untuk pembinaan iman narapidana di Lembaga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Yogyakarta dalam membantu
proses pertobatan dan sebagai upaya pendewasaan iman para narapidana.
1. Latar Belakang
Pembinaan iman haruslah dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan.
Dalam perjalanan membina iman itu, tidak jarang banyak pembina yang kemudian
mengalami kesulitan baik itu kesulitan bahan, materi, maupun alokasi waktu.
Setelah eksekusi mati jilid satu dan jilid dua, pembinaan iman dalam bentuk
pendampingan narapidana menjadi sorotan publik. Meskipun pembinaan iman
dalam bentuk pendampingan narapidana ini sudah dilaksanakan jauh sebelum
eksekusi mati, namun gaung dari pembinaan iman ini seperti baru saja terjadi.
Kesulitan mencari tenaga pembina dan banyaknya faktor-faktor yang
menghambat pembinaan iman itu menjadi kendala tersendiri bagi daya tarik
pembinaan iman. Faktor–faktor penghambat itu antara lain alokasi waktu yang
dianggap kurang memadai, adanya rasa malas dari narapidana untuk mengikuti
pembinaan iman, proses administrasi bagi narapidana perempuan yang terkesan
dipersulit, narapidana yang tidak dapat datang karena kegiatan pembinaan iman
bersamaan dengan kegiatan lain seperti kunjungan keluarga atau kegiatan
pembinaan yang lain, narapidana yang terlampau stres memikirkan lama
hukuman, dan terbatasnya buku rohani serta lagu-lagu rohani yang dapat
digunakan untuk pembinaan iman.
Dengan alasan seperti itulah penulis kemudian mencoba menggali lebih
dalam tetang para narapidana dan seluk beluk kehidupannya. Penulis pernah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
Yogyakarta dan bertemu dengan komunitas narapidana Kristen dan Katolik.
Memang wajah sanggar dan badan bertato membuat nyali penulis ciut, namun
setelah berdinamika ternyata kesan itu hanyalah tampilan luar. Begitu pula ketika
penulis berkesempatan untuk mengikuti sebuah kebaktian natal di lembaga
pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Penulis menyimpulkan
bahwa ada kebaikan dibalik kesalah-kesalahan yang dibuat oleh para narapidana.
Lebih lagi, penulis merasa bahwa mereka juga manusia biasa seperti semua
manusia yang hidup dan bernafas di dalam bumi ini.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, penulis memperoleh data-
data yang penulis olah untuk menyumbangkan ide katekese baru. Dari data
tersebut diketahui bahwa sebagain dari para narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta masih merasa bahwa alokasi
waktu pembinaan iman yang disediakan kurang begitu memadai. Dilain sisi,
efektivitas pembinaan iman juga kurang terasa, karena pembinaan iman yang
selama ini berjalan, terkesan tidak memiliki tindak lanjut yang signifikan. Dalam
hasil penelilitian itu ditemukan bahwa kerinduan terdalam para narapidana adalah
didengarkan, diterima, dan diteguhkan supaya dapat kembali diterima di
masyarakat.
Kerinduan terdalam itu menurut hasil penelitian adalah kebutuhan utama
dan mendasar yang dilupakan oleh para pendamping. Kebutuhan untuk dimengerti
setelah membuat kesalahan dan akhirnya masuk penjara. Tentu saja para
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
narapidana mengalami banyak hal dan berat. Hal yang paling berat mereka alami
adalah ditolak dan diberi cap negatif oleh lingkungan tempat ia hidup. Kerinduan
untuk didengarkan dan diterima itu menjadi sebuah kunci sukses pembinaan iman
yang akan dilakukan oleh para pembina.
Dengan didengarkan dan diterima, secara langsung para narapidana
merasa diteguhkan dan pembinaan iman mendapatkan sifatnya yang
berkelanjutan. Berkelanjutan artinya pembinaan iman mengacu pada apa yang
dibutuhkan oleh para narapidana. Kebutuhan mendasar para narapidana itu adalah
diterima dan dimengerti, sekaligus diteguhkan.
Oleh karena itu, pembinaan iman itu hendaknya berpusat pada narapidana
sebagai subjek pembinaan iman. Pembinaan iman tidak mungkin akan berhasil
jika dijalankan secara satu arah dan dengan paksaan. Pembinaan iman yang baik
akan mengundang warga binaannya untuk datang dengan terbuka dan penuh
kerinduan. Idealnya, pembinaan iman diberikan dengan keterbukaan dan
keinginan untuk memahami dan mengerti; seperti halnya Yesus yang memahami
dan mengerti keadaan para rasul, begitu pula pembinaan iman dilakukan dengan
memberikan apa yang dibutuhkan oleh warga binaannya. Pembinaan iman berarti
memelihara iman dan mendewasakannya.
2. Tema dan Tujuan Pembinaan Iman
Penulis memberikan sumbagan yakni berupa sumbangan usulan program
pembinaan kateketis bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta dengan model SCP. Pembinaan dengan model SCP
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
merupakan model pembinaan yang cocok bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta karena mencakup waktu yang
efektif dan sangat menarik jika dikemas dengan dinamika yang menarik. Dengan
adanya keterbatasan waktu pembinaan iman yang hanya beralokasi dua jam
bahkan kurang, maka model pembinaan iman bagi narapidana sangatlah pas jika
menggunakan model SCP. Harapannya dengan model SCP ini para narapidana
semakin mampu menghayati pertobatnya dan menyiapkan diri untuk kembali
dalam masyarakat luas. Maka dari itu, pertemuan-pertemuan dalam pembinaan
iman ini dikemas dengan Melalui Sejarah Hidupku Aku Mengenal Allah.
Proses pembinaan iman ini akan dimulai dengan pertemuan pertama
dengan tema mengenal sejarah hidupku yang bertujuan untuk mengajak para
narapidana semakin mengenali diri mereka sendiri sehingga mereka mampu
mengajak para narapidana untuk mengenal kembali sejarah hidup mereka masing-
masing. Pada pertemuan pertama yang berjudul mengenal sejarah hidup mereka
sendiri dalam setiap langkah hidupnya dan terdorong untuk memperbaiki
hidupnya yang tercemin dalam kehidupan sehari-hari.
Tema-tema selanjutnya adalah mengikuti alur dari tema pertama yakni
tema kedua mengenai sesama manusia, tema ketiga tentang pertobatan menuju
hidup baru, dan tema keempat adalah hidup baru dalam Kristus. Adapun tema,
tujuan, subtema, serta tujuan subetema dalam usulan pembinaan kateketis SCP
yakni sebagai berikut:
Tema umum : Melalui sejarah hidupku, aku mengenal Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Tujuan umum :Para narapidana dapat merasakan kasih Allah yang begitu
melimpah dalam hidup mereka, melalui sapaan keluarga,
masyarakat, petugas lembaga pemasyarakatan, teman-
teman di lembaga pemasyaraktan, para Pembina dan
orang-orang yang peduli terhadap perkembangan iman
mereka, sehingga mereka semakin meresapi pertobatannya
dan diperteguh imannya supaya semakin dewasa sikap
moral dan sosialnya serta siap ketika kembali hidup dalam
masyarakat luas.
Judul Pertemuan Pembinaan Iman I: Siapakah Aku?
Penulis memilih judul pertemuan pertama untuk mengenal diri sendiri
sebagai awal pembinaan iman karena penting bagi narapidana untuk mengenal
diri mereka sendiri sebelum mulai mengenal Allah. Selain itu, tidak dapat
dipungkiri jika lamanya waktu hukuman, kesalahan yang telah diperbuat dan
kehidupan di LAPAS mempengaruhi sikap mereka. Akan tetapi situasi kehidupan
di LAPAS memungkin mereka untuk merenungi kembali siapa diri mereka
sebenarnya.
Tema Pertemuan I : Mengenal sejarah hidupku
Tujuan Pertemuan I : Bersama para pendamping peserta dapat semakin
menyadari secara kritis gambaran tentang dirinya
sendiri sehingga mampu menangkap kehadiran
Allah dalam setiap langkah hidupnya dan terdorong
untuk memperbaiki diri lebih baik lagi yang
tercermin dalam hidup sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Judul Pertemuan Pembinaan Iman II: Aku mengasihi kamu seperti apa
adanya kamu.
Penulis memilih judul pertemuan pembinaan iman kedua ini tentang
sesama karena setelah narapidana mampu mengenal diri mereka sendiri dengan
baik, langkah selanjutnya adalah mengenal sesama mereka. Mengenal sesama
bukan berarti hanya mengetahui nama, asal, dan usia namun lebih dalam dengan
mengenal kelebihan dan kekurangan serta menerima, memaafkan dan mencintai
sesama lewat mengenali dengan baik.
Tema Pertemuan II : Siapakah sesamaku manusia?
Tujuan Pertemuan II : Bersama para pendamping peserta dapat semakin
menyadari betapa pentingnya mengasihi satu sama
lain apa adanya supaya tercipta suasana yang rukun
dan damai dalam kehidupan sehari-hari.
Judul Pertemuan Pembinaan Iman III: Kasih dan pengampungan: dasar
relasi Allah dan manusia.
Penulis memilih judul pertemuan pembinaan iman ketiga ini tentang kasih
dan pengampunan karena kasih dan pengampunan adalah dua hal yang terikat satu
sama lain. Tanpa pengampunan kasih tidak akan menjadi kudus dan bukan kasih
sejati. Begitu pula sebaliknya pengampunan tanpa kasih hanyalah formalitas
semata tanpa kedalaman nyata. Selain itu hal yang utama adalah karena kasih dan
pengampunan merupakan dasar relasi Allah dan manusia. Allah yang senantiasa
mengasihi dan mengampuni manusia diharapkan menjadi teladan bagi manusia
untuk senantiasa mengasihi dan mengampuni sesama.
Tema Pertemuan III : Pertobatan menuju hidup baru.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Tujuan Pertemuan III : Bersama para pendamping peserta dapat semakin
menyadari kasih Allah yang memampukan manusia
untuk mengampuni sesamanya yang melukai dirinya
maupun mengampuni dirinya sendiri yang merasa
bersalah setelah melukai sesama.
Judul Pertemuan Pembinaan Iman IV: Kita dipanggil untuk mengikuti
Yesus.
Penulis memilih judul pertemuan pembinaan iman keempat tentang
panggilan untuk mengikuti Yesus Kristus karena menyadari panggilan untuk
mengikuti Yesus Kristus adalah langkah selanjutnya dari ketiga langkah
sebelumnya. Setelah narapidana diajak untuk mengenali siapa dirinya, siapa
sesamanya, dan diajak untuk merenungkan serta meneladani kasih dan
pengampunan dari Allah maka pada pertemuan selanjutnya para narapidana diajak
untuk menyadari panggilan mengikuti Yesus. Yesus sebagai pusat kasih dan
pengampungan menjadi pusat hidup narapidana. Yesus menjadi inspirasi
sekaligus motivasi bagi para narapidana untuk hidup lebih baik lagi sesuai
dengan pola dan langkah hidup Yesus Kristus.
Tema Pertemuan IV: Hidup baru dalam Kristus.
Tujuan Pertemuan IV : Bersama para pendamping peserta semakin
menyadari bahwa dirinya dipanggil untuk mengikuti
Yesus Kristus dan percaya kepadaNya, sehingga
hidupnya menjadi baru dan menjadi teladan dalam
hidup sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
3. Gambaran Pelaksanaan Program
Penulis akan melaksanakan programnya pada bulan Juli 2016 pada hari
sabtu pagi sampai sabtu siang. Tempat pelaksanaan pembinaan iman ini tentu di
Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Yogyakarta, tepatnya di Gereja LAPAS.
Adapun penulis memilih bulan Juli adalah bertepatan dengan koordinasi awal
dengan kelompok PPNKY yang melayani pada hari Sabtu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
4. Matrik Program
Tema Umum : Melalui sejarah hidupku, aku mengenal Allah.
Tujuan Umum : Para narapidana dapat merasakan kasih Allah yang begitu melimpah dalam hidup mereka, melalui
sapaan keluarga, masyarakat, petugas lembaga pemasyarakatan, teman-teman di lembaga
pemasyaraktan, para Pembina dan orang-orang yang peduli terhadap perkembangan iman mereka,
sehingga mereka semakin meresapi pertobatannya dan diperteguh imannya supaya semakin dewasa
sikap moral dan sosialnya serta siap ketika kembali hidup dalam masyarakat luas.
NO TEMA PEMBIN
AAN IMAN
JUDUL PERTEMUA
N
TUJUAN PERTEMUAN
MATERI METODE SARANA SUMBER BAHAN
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Mengenal
sejarah hidupku.
Siapakah Aku?
Bersama para pendamping peserta dapat semakin menyadari secara kritis gambaran tentang dirinya sendiri sehingga mampu
- Pembukaan dengan nyanyian pembuka Hari ini kurasa bahagia.
- Dilanjutkan dnegan doa pembuka dan langkah I:
- Sharing - Nonton
bersama
- Diskusi - Refleks
i pribadi
- Membuat suatu aksi
- LCD - Laptop - Teks
lagu - Teks
pendalaman pertanyaan
- Kertas folio
- Lukas 18: 9-14
- Kisah Anjing Kecil
- Agustinus Giyanto SJ. Langkahku LangkahNya. Yogyakarta. Penerbit Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
menangkap kehadiran Allah dalam setiap langkah hidupnya dan terdorong untuk memperbaiki diri lebih baik lagi yang tercermin dalam hidup sehari-hari.
mengungkakan langkah hidup peserta lewat kisah anjing kecil.
- Langkah II: Mendalami Pengalaman Hidup Peserta lewat pertanyaan pendalaman.
- Langkah III: Menggali pengalaman iman Kristiani lewat perikop Perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai.
- Langkah IV: Menerapkan pengalaman kristiani dalam
nyata - Tanya
jawab
- Speaker - Teks
kisah anjing kecil.
- Lembaga Biblika Indonesia. Tafsiran Perjanjian Baru.Yogyaarta: Penerbit Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
kehidupan konkrit.
- Langkah V: mengusahakan suatu aksi nyata lewat membuat rangkuman sejarah hidup masing masing peserta.
- Doa penutup dan lagu penutup Kenangan Terindah.
2. Siapakah sesamaku manusia?
Aku mengasihi kamu seperti apa adanya kamu.
Bersama para pendamping peserta dapat semakin menyadari betapa pentingnya mengasihi satu sama lain apa adanya supaya tercipta suasana
- Pembukaan dengan nyanyian pembuka Dalam Yesus Kita bersaudara.
- Dilanjutkan dnegan doa pembuka dan langkah I: mengungkak
- Sharing - Nonton
bersama
- Diskusi - Refleks
i pribadi
- Membuat suatu aksi nyata
- LCD - Laptop - Teks
lagu - Teks
pendalaman pertanyaan
- Kertas folio
- Ember
- Yohanes 15:9-17
- Klip video “Paus Fransiskus membasuh kaki para narapidana”
- Dennis & Matt Linn. Penyembuhan Luka-Luka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
yang rukun dan damai dalam kehidupan sehari-hari.
an langkah hidup peserta lewat klip video “Bapa Fransiskus membasuh kaki para narapidana”
- Langkah II: Mendalami Pengalaman Hidup Peserta lewat pertanyaan pendalaman.
- Langkah III: Menggali pengalaman iman Kristiani lewat perikop Perintah Supaya Saling Mengasihi.
- Langkah IV: Menerapkan pengalaman kristiani
- Tanya jawab
dan kain lap.
- Speaker
Batin.Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Bagian 3 dan 4.
- Lembaga Biblika Indonesia. Tafsiran Perjanjian Baru.Yogyaarta: Penerbit Kanisius. Hlm: 190-191.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
dalam kehidupan konkrit.
- Langkah V: mengusahakan suatu aksi nyata lewat membasuh kaki kawan narapidana yang telah disakiti atau telah menyakiti.
- Doa penutup dan lagu penutup Smua Baik.
3. Pertobatan menuju hidup baru.
Kasih dan pengampungan: dasar relasi Allah dan manusia.
Bersama para pendamping peserta dapat semakin menyadari kasih Allah yang memampukan manusia untuk mengampuni sesamanya yang
- Pembukaan dengan nyanyian pembuka Kasih Itu mengampuni.
- Dilanjutkan dnegan doa pembuka dan langkah I: mengungkak
- Sharing - Nonton
bersama
- Diskusi - Refleks
i pribadi
- Membuat suatu aksi
- LCD - Laptop - Teks
lagu - Teks
pendalaman pertanyaan
- Kertas folio
- Lukas 15:1-3;11-32
- Klip video “ayah mengapa aku berbeda”
- Dennis & Matt Linn. Penyembuhan Luka-Luka Batin.Yogya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
melukai dirinya maupun mengampuni dirinya sendiri yang merasa bersalah setelah melukai sesama.
an langkah hidup peserta lewat klip video”ayah mengapa aku berbeda?”
- Langkah II: Mendalami Pengalaman Hidup Peserta lewat pertanyaan pendalaman.
- Langkah III: Menggali pengalaman iman Kristiani lewat perikop Anak Yang Hilang.
- Langkah IV: Menerapkan pengalaman kristiani dalam kehidupan konkrit.
- Langkah V:
nyata - Tanya
jawab
- Amplop - Speaker
karta: Penerbit Kanisius. Bagian 5,6 dan 7.
- Lembaga Biblika Indonesia. Tafsiran Perjanjian Baru.Yogyaarta: Penerbit Kanisius. Hlm :143.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
mengusahakan suatu aksi nyata lewat membuat surat minta maaf kepada orang yang telah disakiti(keluarga atau korban tindakan pidana).
- Doa penutup dan lagu penutup Mukjizat itu nyata.
4. Hidup baru dalam Kristus
Kita Dipanggil Untuk Mengikuti Yesus
Bersama para pendamping peserta semakin menyadari bahwa dirinya dipanggil untuk mengikuti Yesus Kristus dan percaya kepadaNya,
- Pembukaan dengan nyanyian pembuka Panggilan Tuhan (MB No.456).
- Dilanjutkan dnegan doa pembuka dan langkah I:
- Sharing - Diskusi - Refleks
i pribadi
- Membuat suatu aksi nyata
- Tanya jawab
- LCD - Laptop - Teks
lagu - Teks
pertanyaan
- Kertas HVS
- Speaker - Teks
- Yohanes 1:45-51
- Lembaga Biblika Indonesia. Tafsiran Perjanjian Baru.Yogyaarta: Penerbit Kanisius. Hlm: 164-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
sehingga hidupnya menjadi baru dan menjadi teladan dalam hidup sehari-hari.
mengungkakan langkah hidup peserta lewat cerita”keinginan menjadi seorang Kristen dan Katolik?”
- Langkah II: Mendalami Pengalaman Hidup Peserta lewat pertanyaan pendalaman.
- Langkah III: Menggali pengalaman iman Kristiani lewat Kitab Suci 1 Yoh 45-51.
- Langkah IV: Menerapkan pengalaman kristiani dalam
kisah Keinginan menjadi Kristen dan Katolik.
165. - Pujaraharja,
Blasius Mgr. Pr, dkk.(2005). Renungan Harian Mutiara Iman.Yogyakarta. Yayasan Pustaka Nusatama.
- Komkat KAS.(1998). Mengikuti Yesus Kristus I: Buku Pegangan Calon Baptis. Yogyakarta: Kanisius. Hlm27-33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
kehidupan konkrit.
- Langkah V: mengusahakan suatu aksi nyata
- Doa penutup dan lagu penutup Aku dengar bisikan suaraMu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
5. Contoh Persiapan Salah Satu Sesi Pembinaan Iman
a. Pemikiran Dasar
Dalam kenyataan saat ini, kita bisa melihat banyak sekali kasus-kasus
hilangnya relasi antara Allah dan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Kasus-
kasus tersebut bisa kita lihat di internet, TV, radio, koran, ataupun dari media
massa lainnya. Berita tentang kekerasan dalam keluarga merupakan suatu hal
yang dapat kita jadikan contoh sebagai hilangnya relasi antara Allah dan manusia.
Ada suami yang menganiaya istri ataupun istri yang berusaha untuk membunuh
suaminya karena cemburu ataupun ketahuan selingkuh. Ada juga berita tentang
anak yang berani membunuh neneknya karena tidak diberikan uang jajan. Hal-hal
semacam ini tidak hanya kita lihat dalam berita di media massa tetapi juga dialami
oleh masyarakat sekitar kita. Ada keluarga yang berani “membuang” anaknya
karena ketahuan hamil di luar nikah hanya karena malu dengan pandangan
masyarakat sekitar. Kasih dan pengampunan sebagai dasar relasi dalam keluarga
pada saat ini sudah sangat sulit untuk dijalankan. Akibatnya adalah relasi dalam
keluarga menjadi terganggu. Akibat yang lebih buruk adalah relasi dengan Allah
menjadi tertanggu, baik itu relasi antara pelaku dengan Allah atau relasi korban
dengan Allah. Hati menjadi tumpul dan tidak dapat menangkap kasih Allah.
Amarah dan luka batin menjadi penyebab kekakuan hati. Hati yang tumpul dan
kaku itulah yang membatasi relasi manusia dengan Allah. Padahal, Allah
senantiasa mengasihi manusia. Allah tidak berhenti mengasihi manusia bahkan Ia
rela mengirim Putra Tunggal-Nya untuk menebus semua dosa manusia. Gambaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
kasih Allah yang tidak pernah habis kepada manusia dapat kita lihat dalam
perikop Anak yang hilang.
Injil Lukas 15:1-3,11-32 menceritakan tentang anak bungsu yang tanpa
ragu-ragu meminta bagian warisan yang akan diterimanya jika bapanya nanti
sudah meninggal. Menurut tradisi bangsa Yahudi di zaman itu, meminta warisan
ketika orang tua masih hidup adalah suatu tindakan yang kurang ajar karena itu
sama saja dengan menganggap (berharap) bahwa bapanya sudah meninggal.
Namun, tokoh bapa dalam perumpamaan ini mengabulkan permintaan anaknya
tanpa banyak komentar. Dia melakukan itu karena cintanya kepada anaknya.
Ketika anaknya kembali setelah menghabiskan seluruh hartanya, ia tetap
menerima dan menyambut anaknya tersebut dengan penuh cinta, bahkan membuat
suatu pesta besar untuk merayakannya. Begitu cintanya kepada anaknya, sehingga
ia sampai mengesampingkan martabat (gengsinya) sendiri sebagai bapa. Si anak
sulung menjadi marah dan protes akan sikap kasih ayahnya kepada si bungsu.
Menghadapi hal ini, sang bapa mencoba mengalah. Dia “keluar” menemui anak
sulungnya dan membujuknya untuk ikut bersukacita atas kepulangan adiknya.
Baginya, anak adalah anak meskipun sudah begitu durhaka padanya. Kedurhakaan
tidak mampu menghapus kasihnya sebagai bapa kepada anaknya. Kasih yang
tulus adalah abadi, tidak mudah dilukai, pengampun, menghendaki yang terbaik
bagi yang dikasihi, dan rela melupakan kepentingan diri. Inilah kasih yang
ditunjukkan oleh bapa.
Dari pertemuan ini kita berharap akan semakin mampu menyadari akan
pentingnya kasih sayang dan pengampunan dalam hidup kita. Lebih-lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
terhadap luka-luka batin yang membuat hati kita tumpul dan tidak peka terhadap
kasih Allah. Saat kita mampu menyadari kasih Allah dalam diri kita, hati kita akan
digerakkan dalam kuasa Roh Kudus sehinggga dapat mewujudkannya dalam
tindakan nyata sehari-hari, berani membangun suatu relasi atau hubungan yang
sejati dengan mengasihi dan mengampuni diri dan sesama kita tanpa syarat
adalah bentuk kasih kita terhadap kasih Allah yang tanpa batas.
6. Pengembangan Langkah-Langkah
a. Pembukaan
1) Pengantar
Bapak-ibu yang terkasih dalam Yesus Kristus, pertama-tama kita
bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan karena kita diberi kesempatan untuk
bertemu dan berkumpul bersama. Kita berkumpul bersama sebagai satu keluarga
besar yang mengimani Kristus sebagai Juru selamat. Bapak-ibu yang terkasih.
Pada pertemuan ini, kita akan melanjutkan permenungan kita dalam hidup
dengan tema: Kasih dan pengampunan: Dasar relasi Allah dan manusia. Melalui
permenungan ini, kita diajak untuk berani membangun suatu relasi atau hubungan
yang sejati sebagai keluarga. Semoga pertemuan ini membantu kita menyadari
akan pentingnya kasih sayang dan pengampunan dalam hidup ini sehinggga dapat
mewujudkannya dalam tindakan nyata hidup sehari-hari.
2) Lagu Pembukaan : Ampunilah Kami Tuhan.
3) Doa Pembukaan :
Bapa yang Maha-baik, kami bersyukur dan berterima kasih atas rahmat
yang telah Engkau berikan kepada kami sampai saat ini. Secara khusus, kami juga
mengucapkan banyak terima kasih karena pada kesempatan ini, kami juga Kau
kumpulkan dalam satu ikatan keluarga yang mengimani Kristus. Saat ini kami
akan bersama-sama menggali, merefleksikan sejauh mana kami sungguh
menyadari akan pentingnya kasih dan pengampunan dalam hidup kami.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Bimbinglah dan hantarlah kami agar semakin mampu untuk membangun hidup
kami berdasarkan kasih dan pengampunan. Kami persembahkan segala
pembicaraan kami saat ini kepada-Mu, semoga Engkau berkenan memberkati dan
menyemangati usaha pendalaman iman kami ini. Demi Kristus, Tuhan dan
Pengantara kami. Amin.
7. Langkah I: Mengungkap pengalaman hidup peserta
a. Menonton bersama film “Ayah Mengapa Kita Tidak Kaya”
b. Penceritaan Kembali Isi Film
pendamping meminta salah satu peserta untuk mencoba menceritakan
kembali dengan singkat tentang isi pokok dari film “Ayah Mengapa Kita Tidak
Kaya”
c. Intisari film “Ayah Mengapa Kita Tidak Kaya”
Film ini menceritakan kisah tentang seorang ayah bersama seorang
putranya. Keadaan hidup ayah dan putra itu tidaklah mewah. Mereka hidup dalam
keadaan yang pas-pasan. Sang ayah bekerja serabutan, dari mengumpulkan barang
bekas dan Koran-koran bekas. Sesekali sang ayah menjadi badut dan pesulap
keliling yang memberikan hiburan di pinggir jalan. Dalam kehidupan yang serba
pas-pasan, si anak yang merasa hidupnya kurang nyaman. Ia menganggap
ayahnya bukanlah sosok ayah yang memberikan inspirasi. Ia merasa ayahnya
bukanlah sosok yang luar biasa. Ayahnya adalah ayah biasa yang hidup dalam
keadaan yang pas-pasan.
Pada suatu ketika si anak bertanya kepada ayahnya. Pertanyaan anak itu
adalah pertanyaan menyangkut keadaan hidup mereka. Ayah mengapa kita tidak
kaya begitulah pertanyaan yang dilontarkan si anak. Dengan bijaksana sang ayah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
menjawab pertanyaan anaknya. Siapa yang mengatakan kita tidak kaya; menjadi
kaya adalah kita mampu banyak memberi. Mungkin dengan memberi kita banyak
kehilangan namun ketika kita memberi kita menjadi bahagia. Mendengar jawaban
sang ayah, si anak membulatkan tekad bahwa esok di masa mendatang dia tidak
ingin hidup seperti ayahnya yang pas-pasan. Ia ingin sukses.
Beberapa tahun berlalu. Setelah lulus dari universitas ternama si anak
bekerja di kota pada sebuah perusahaan besar. Berkali-kali ayahnya menelepon
anaknya menanyakan tentang kehadirannya pada makan malam reuni tapi
anaknya selalu saja sibuk. Bahkan ketika sang ayah meninggal dunia, si anak
masih menganggap sang ayah hanyalah ayah biasa.
Suatu ketika saat si anak membersihkan dan melihat kembali barang-
barang sang ayah, ia menemukan beberapa surat dari yayasan anak-anak
penyandang cacat. Ia melihat surat itu tertuju atas namanya. Kemudian si anak
mencari tahu tentang kebenaran surat itu. Ia pun mendatangi yayasan bagi anak-
anak penyandang cacat itu. Setelah bertemu dengan salah seorang penggurus ia
akhirnya diantar menuju ruangan direktur pendampingan. Perubahan mulai
terjadi. Si anak tidak pernah menduga bahwa direktur pendampingan yang ia
temui adalah seorang difabel. Direktur pendampingan itu mulai bercerita bahwa
sang ayah adalah orang yang sangat baik. Sang ayah adalah orang yang bisa
menghadirkan senyum dan harapan bagi anak-anak penyandang cacat yang ada di
yayasan itu. Sang ayah adalah badut yang selalu datang tiap akhir pekan dan
menghibur anak-anak yang merasa kesepian di yayasan itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Setelah penjelasan panjar lebar dari direktur pendampingan itu, tiba-tiba
penggurus yayasan yang tadi menyambut si anak datang dan menyerahkan plakat
penghargaan dengan nama si anak. Si anak kemudian tersadar bahwa apa yang
dilakukan ayahnya selama ini adalah sesuatu yang luar biasa. Ia tidak melihat
perbuatan ayahnya itu karena selama ini ia tertutup dengan banyaknya hal yang ia
dambakan. Ia tidak pernah member, akan tetapi ayahnya yang memberi lewat
uang saku miliknya yang dipotong.
Setelah mendengar kisah tersebut, dan menyaksikan semua hal yang
dilakukan ayahnya. Si anak akhirnya memutuskan untuk menjadi badut yang
menghibur anak-anak difabel di yayasan itu. Bertepatan dengan hari ulang tahun
ayahnya, ia menghibur anak-anak yang kesepian bahkan ia memahami apa yang
dikatan ayahnya dulu. Kaya adalah saat kita memberi lebih banyak dari yang kita
terima. Meski harus kehilangan sesuatu namun akhirnya kita akan merasa
bahagia. Kaya tidak dilihat dari berapa banyak kamu memiliki apa yang ingin
kamu miliki, namun dilihat dari apa yang kamu berikan bagi orang yang tidak
memiliki.
d. Pengungkapan Pengalaman Film
Peserta diajak untuk mendalami film tersebut dengan tuntunan beberapa
pertanyaan:
1) Mengapa si anak menolak untuk menerima keadaan Sang Ayah?
2) Kesulitan-kesulitan apa saja yang dihadapi oleh Sang Ayah dalam
menyadarkan anak akan pentingnya berbagi?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
3) Ceritakanlah pengalaman bapak-ibu dalam menghadapi kesulitan-kesulitan
mengusahakan pengampunan dan kasih yang tulus dalam keluarga terutama dalam
bentuk berbagi?
e. Rangkuman
Dalam film tersebut, sebagai sang ayah mendidik putranya untuk
memahami arti kasih dan mengampuni dalam bentuk berbagi. Berbagi adalah
konsep sederhana untuk memahami kasih dan pengampunan yang tulus. Sang
ayah memahami kasih dan pengampunan lewat konsep berbagi dengan anak-anak
difabel. Kasih sayang sang ayah kepada anak-anak difabel membuat mereka
memiliki harapan dan mampu mengampuni keadaan yang tidak menguntungkan
mereka. Lewat konsep berbagi, sang ayah mengajarkan kepada sang anak bahwa
kasih dan pengampunan adalah dasar dari sebuah relasi yang tulus. Relasi tulus itu
tidak dilihat dari seberapa banyak yang diberikan namun dilihat dari apa yang kita
berikan kepada orang tidak memiliki.
Meski sang anak tidak paham konsep yang dipahami oleh sang ayah, ia
tidak menjadi marah dan mengutuk sang anak. Sang ayah juga menerapkan dan
memahmi betul konsep pengampunan. Lewat pengampunan ia menunjukkan
kepada si anak bahwa kasih yang tulus itu berasal dari keinginan untuk
mengampuni. Setelah hati mampu untuk mengampuni, hati akan terbuka untuk
cinta, harapan dan kehidupan. Sang ayah tidak memaksa si anak untuk mengerti
konsep yang ia miliki, namun ia membiarkan waktu merubah segalanya. Ia
menyiapkan kejutan yang merubah seluruh hidup si anak. Kasih tulus sang ayah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
kepada anaknya, nampak dalam pengampunan luar biasa yang terjadi dalam diam.
Lewat pengampunan itu, ia membuka hati anaknya untuk mengampuni dirinya
sendiri dan mulai mencintai orang lain.
8. Langkah II : Mendalami pengalaman hidup peserta
a. Merefleksikan Sharing Pengalaman
Cara apa saja yang telah bapak-ibu gunakan dalam mengatasi kesulitan-
kesulitan mengusahakan pengampunan dan kasih yang tulus?
b. Rangkuman
Sebagai manusia yang hidup dengan manusia lain, kita hendaknya
menyadari akan pentingnya mengusahakan pengampunan dan kasih yang tulus
dalam kehidupan kita sehari-hari. Kasih dan pengampunan yang tulus itu menjadi
dasar dan landasan bagi hati kita untuk tetap terbuka pada kasih Allah yang kekal.
Melalui kasih dan pengampunan yang tulus tidak hanya relasi kita dengan sesama
yang diteguhkan melainkan juga relasi kita dengan Allah menjadi semakin teguh
dan kuat. Relasi antara manusia dengan Allah menjadi lebih intim dan mendalam.
9. Langkah III : Menggali Pengalaman Iman Kristiani
a. Semua peserta dimohon bantuannya untuk membacakan perikope langsung
dari Kitab Suci, Injil Lukas 15:1-3,11-32 atau dari teks fotocopy yang dibagikan
secara bersama-sama. Bagi bapak-bapak membaca ayat genap sedangkan ibu-ibu
ayat ganjil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
b. Peserta diberi waktu sebentar untuk hening sejenak sambil secara pribadi
merenungkan dan menanggapi pembacaan Kitab Suci dengan dibantu beberapa
pertanyaan sebagai berikut:
1) Ayat mana dari perikope ini yang mengungkapkan bahwa kasih dan
pengampunan merupakan dasar relasi dalam keluarga?
2) Makna-makna kasih dan pengampunan seperti apa saja yang dapat dipetik
dari perikop tersebut?
3) Sikap-sikap kasih dan pengampunan yang seperti apakah yang ingin
ditanamkan oleh Yesus kepada kita melalui perumpamaan tentang anak yang
hilang tersebut?
c. Peserta diajak untuk sendiri mencari dan menemukan pesan inti dari perikope
sehubungan dengan jawaban atas 3 pertanyaan dari poin b di atas.
d. Pendamping memberikan tafsir dari Injil Lukas 15:1-3,11-32 dan
menghubungkannya dengan tanggapan peserta dalam hubungan dengan tema dan
tujuan misalnya sebagai berikut:
Konteks perumpamaan ini adalah diskusi antara Yesus melawan orang
Farisi dan ahli-ahli Taurat yang tidak senang melihat Yesus menerima kaum
pendosa. Mereka tidak senang menyaksikan sikap Yesus. Menurut pikiran
mereka, selaku putra Israel, Yesus seharusnya menyesuaikan diri dengan moral
yang berlaku. Omelan para ahli taurat dan orang Farisi ditanggapi Yesus dengan
tiga perumpamaan, khususnya dengan perumpamaan yang ketiga (15:11-31) ini.
Dalam perumpamaan ini, diceritakan tentang si bungsu yang tanpa ragu-
ragu meminta bagian warisan yang akan diterimanya jika bapanya nanti sudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
meninggal. Menurut tradisi yahudi di zaman itu, meminta warisan ketika orang
tua masih hidup sangat kurang ajar karena itu sama saja dengan menganggap
(berharap) bapanya sudah meninggal. Tindakan pembangkangan seperti ini dapat
diganjar dengan hukuman mati. Namun tokoh bapa dalam perumpamaan ini
mengabulkan permintaan anaknya tanpa banyak komentar. Dia melakukan itu
karena cintanya kepada anaknya. Mengenai warisan, hukum Yahudi
membolehkan seorang ayah untuk membagi warisan bagi anak-anaknya sebelum
ia meninggal, tetapi warisan tersebut baru boleh diambil sesudah ayahnya
meninggal. Jika seseorang mempunyai dua anak, anak sulung berhak
mendapatkan dua pertiga dari harta yang diwariskan, atas dasar hak
kesulungannya. Si bungsu, setelah menerima harta bagiannya langsung pergi dan
menghabiskannya dengan berfoya-foya. Ia kemudian sangat menderita dan
akhirnya memutuskan untuk kembali kepada bapanya. Ketika ia pulang ke rumah,
bapanya menyambut dia dengan sangat istimewa. Hal ini sangat bertolak belakang
dari dugaan si bungsu sebelumnya bahwa ia akan diterima dengan sikap dingin
dan curiga. Tidak ada pikiran sama sekali di benak ayahnya untuk menghukum
dia, tidak ada pembalasan yang sesuai dengan kejahatan si bungsu. Satu-satunya
yang penting adalah bahwa ia masih hidup. Bagi bapanya, anaknya sendiri lebih
bernilai dari pada apa yang telah dilakukannya dulu.
Ketika melihat penyambutan yang dilakukan oleh ayahnya kepada
adiknya, anak yang sulung menjadi marah dan rasa harga diri membuatnya peka.
Ia tidak mau ambil bagian dalam pesta keluarga. Sekali lagi si bapa menunjukkan
kasihnya, dengan pergi kepada anaknya yang sulung sama seperti ketika ia pergi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
kepada anaknya yang bungsu. Ia menginginkan keduanya berbahagia. Anak yang
sulung tidak dapat melihat apa-apa selain harta milik dan terjebak dalam rasa
benar sendiri. Ayah tidak menyangkal kesetiaan anak sulung. Sesuatu yang lebih
penting terjadi disini; seorang anak dan saudara telah kembali dari kematian.
Yesus mengisahkan perumpamaan ini untuk mengingatkan orang farisi
dan para ahli Taurat bahwa kaum pendosa adalah saudara mereka juga. Mengapa?
Karena mereka tetaplah anak-anak Bapa di Surga. Jika Bapa di surga begitu tulus
mencintai semua anakNya, mengapa manusia sulit mengampuni sesama saudara?
Kasih yang ditunjukkan oleh bapa dalam perumpamaan tadi serupa dengan kasih
Bapa di Surga, yaitu kasih yang tanpa syarat, kasih yang menghendaki apa yang
terbaik bagi orang yang dikasihinya. Kasih yang tulus memang bisa saja dilukai,
tetapi kasih yang tulus tidak merasa terluka. Kasih tulus dari tokoh bapa dalam
perumpamaan telah dilukai oleh tindakan anak bungsunya dan prasangka buruk
anak sulungnya. Anehnya, si bapa tidak merasa bahwa kasihnya menjadi terluka
karenanya. Oleh karena itu, tidak ada kesulitan baginya untuk mengampuni anak-
anaknya.
Melalui perumpamaan ini, Yesus ingin mengajak kita agar bercermin pada
Bapa di Surga sebagai teladan kasih yang tulus. Bapa memperlakukan kita sebagai
anak-anakNya. Hendaknya kita bisa menjadi anakNya yang baik, sekaligus
menjadi saudara yang baik bagi sesama kita, menjadi orang tua yang baik bagi
anak-anak kita. Di dalam kasih ada pengampunan, di dalam pengampunan ada
sukacita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
10. Langkah IV : Menerapkan Iman Kristiani Dalam Situasi Peserta
Konkrit
a. Pengantar
Dalam pembicaraan-pembicaraan tadi kita sudah menemukan sikap-sikap
kasih dan pengampunan seperti apa yang ingin ditanamkan Yesus kepada kita
melalui perumpamaan “Anak yang hilang” tersebut. Sebagai orang kristiani yang
dipanggil untuk mengikuti Kristus, kita diajak oleh-Nya untuk dapat menghayati
kasih dan pengampunan tersebut dalam hidup nyata kita sehari-hari dengan
mengasihi sesama serta dapat mengampuni sesama yang telah menyakiti hati kita.
Sehingga kasih dan pengampunan yang menjadi sebagai dasar relasi Allah dengan
manusia tidak hanya berhenti pada suatu rumusan kata-kata saja tetapi benar-
benar dapat dihayati dan diwujud-nyatakan dalam hidup konkret sehari-hari. Oleh
karena itu marilah kita bersama-sama dalam suasana doa dan hening,
mempertanyakan kembali diri kita sendiri. Apakah benar kasih Allah yang
senantiasa mau mengampuni yang menjadi teladan sudah saya lakukan dalam
kehidupan sehari-hari, ataukah saya jusru cuek terhadap hal ini.
b. Pertanyaan Refleksi
Sebagai bahan refleksi agar kita dapat semakin menghayati kasih dan
pengampunan sebagai dasar relasi antara Allah dan manusia, kita akan melihat
situasi konkrit dunia kita pada saat ini, dengan mencoba merenungkan pertanyaan-
pertanyaan sbb:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
1) Apakah arti perumpamaan yang diungkapkan Yesus tersebut bagi
kehidupanku?
2) Sikap-sikap mana yang bisa kita perjuangkan agar dapat menghayati dan
mewujudkan kasih dan pengampunan dalam kehidupan sehari-hari?
3) Apakah bapak-ibu semakin disadarkan, ditegur atau diteguhkan dalam
pilihan-pilihan hidup sehari-hari?
(Saat hening untuk berrefleksi secara pribadi akan pesan Injil dengan
situasi konkrit bapak-ibu sebagai diiringi musik instrumental dari tape
dengan panduan 3 (tiga) pertanyaan diatas. Kemudian diberi kesempatan
untuk mengungkapkan hasil renungan pribadinya itu).
c. Rangkuman
Yesus, Guru dan teladan iman kita telah mengajarkan kepada kita untuk
mengasihi dan mengampuni sesama kita seperti teladan yang telah diberikan oleh
Bapa di Surga; Mengasihi tanpa syarat dan mengampuni tanpa batas. Hendaknya
kita dapat menghayati kasih dan pengampunan dalam hidup bersama. Tidaklah
mudah bagi kita untuk dapat melaksanakan semuanya itu dalam hidup sehari-hari.
Namun, dengan memohonkan rahmat dan kekuatan Allah sendiri akan
memampukan kita untuk dapat menghayatinya dalam hidup nyata kita.
11. Langkah V : Mengusahakan Suatu Aksi Konkrit
a. Pengantar
Para bapak/ibu yang terkasih dalam Yesus Kristus, setelah kita bersama-
sama menggali pengalaman kita melalui film “Ayah Mengapa Aku Berbeda” yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
mengisahkan tentang bapa yang kasihnya tulus dan tanpa syarat. Melalui bacaan
yang kita dengar bersama tadi, Yesus ingin mengajak kita untuk dapat meneladani
kasih dan pengampunan Bapa di Surga dalam hidup kita, mengasihi sesamaa kita
dan dapat mengampuni mereka tanpa syarat. Kita telah mendapat wawasan baru
atau cara pandang baru, semangat baru, harapan baru, kemauan untuk semakin
memperbaharui hidup kita dengan lebih menghayati semangat kasih dan
pengampunan tersebut dalam hidup kita. Marilah kita sekarang memikirkan niat
dan tindakan apa yang dapat kita perbuat, sebagai bentuk penghayatan kasih dan
pengampunan dalam kehidupan sehari-hari kita.
b. Membuat Suatu Aksi Konkrit.
Pendamping kemudian meminta kepada para peserta untuk menyiapkan
diri. Pendamping membagikan kertas folio yang telah dibawa kemudian meminta
para peserta untuk membuat surat yang isinya adalah permintaan maaf kepada
orang-orang yang telah mereka kecewakan atau sakiti misalnya surat kepada
keluarga atau korban tindakan pidana mereka.
12. Penutup
a. Doa Penutup
Allah Bapa kami, sungguh tiada terkira belas kasih-Mu kepada kami orang
yang berdosa ini. Berulang-ulang kami tidak setia kepada-Mu, tetapi Engkau
justru mengampuni dan selalu mengajak kami untuk mendalami rahmat yang Kau
tawarkan. Kami bersyukur boleh mengalami relasi yang begitu dalam yang Kau
tunjukkan melalui permenungan hari ini. Bantulah kami, ya Bapa, agar kami pun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
dapat membangun relasi yang akrab, erat, penuh pengertian, dan pengampunan
antar sesama kami sehingga makin kuat dan kukuhlah bangunan kebersamaan
kami. Semua ini kami mohon dalam nama Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan dan
Pengantara kami, kini dan sepanjang segala masa. Amin. (Sesudah doa penutup,
pertemuan diakhiri dengan nyanyian Mukjizat itu Nyata)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
BAB V
PENUTUP
Pada bagian akhir dari karya tulis ini, penulis memberikan kesimpulan
dengan melihat secara keseluruhan berdasarkan rumusan permasalahan dan tujuan
penulisan ini, serta dikuatkan oleh hasil penelitian dan wawancara. Kemudian
pada bagian berikutnya berisi saran bagi semua pihak yang terkait dengan
penulisan karya tulis ini.
A. Kesimpulan
Sumbangan katekese pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta meliputi empat aspek yaitu:
pengembangan pengetahuan iman, penghayatan tradisi Katolik, pembinaan moral
serta peningkatan hidup menggereja dan memasyarakat. Di dalam empat aspek
tersebut pembinaan iman membantu para narapidana untuk semakin mengenal dan
mencintai Allah.
Aspek pertama yakni segala upaya dan usaha guna memperkembangkan
iman umat dari segi kognitif termasuk dalam pengembangan pengetahuan iman.
Dalam upaya untuk mengembangkan iman dapat digunakan Kitab Suci, Tradisi
Gereja, dan Ajaran-ajaran Gereja. Kedua, pembinaan bertujuan untuk membantu
umat supaya semakin menghayati Tradisi Katolik. Ketiga, pembinaan iman juga
dilakukan guna membina moral umat. Pembinaan iman dimaksudkan agar umat
mampu memahami dan menilai suatu tindakan benar atau salah sesuai dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
prinsip-prinsip moral. Keempat, pembinaan iman juga mengupayakan agar
keterlibatan umat dalam hidup menggereja dan memasyarakat semakin
meningkat. Pembinaan iman ditujukan guna membangun sikap toleran dan
terbuka terhadap hidup bersama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi waktu dan durasi pelaksaan
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta sudah baik. Hanya saja pada prakteknya kurang maksimal
sehingga perlu ditingkatkan dari segi persiapan dan komunikasi dengan Warga
Binaan Pemasyarakatan. Persiapan merupakan hal yang sangat penting bagi
pelaksanaan pembinaan iman. Persiapan yang baik dari segi waktu, materi, dan
mental menjadi kunci sukses pembinaan iman. Sukses pembinaan iman diharap
dapat memberi dampak yang baik bagi narapidana. Sedangkan komunikasi adalah
suatu cara guna memperlancar persiapan pelaksanaan pembinaan iman. Tanpa
komunikasi yang baik maka pembinaan iman hanya akan terlaksana secara
ngawur.
Bentuk, model dan materi pembinaan iman sudah baik dan relevan. Hanya
saja untuk beberapa bentuk, materi, dan model tidak bisa digunakan dengan
maksimal karena keterbatasan alokasi waktu yang disediakan. Selain itu penulis
menemukan bahwa relasi yang mendalam antara pembina dan Warga Binaan
Pemasyarakatan menjadi faktor pendukung utama terlaksananya pembinaan iman.
Meski ada jawaban yang lain, akan tetapi relasi tetap menjadi jawaban yang
paling banyak diungkapkan oleh para Warga Binaan Pemasyarakatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Di samping faktor pendukung ada pula faktor penghambat terlaksananya
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta. Hal-hal yang menjadi faktor penghambat terlaksananya
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta adalah waktu yang disediakan oleh LAPAS untuk
kegiatan pembinaan iman belum cukup, proses administrasi bagi Warga Binaan
Perempuan yang terkesan lambat, rasa malas untuk mengikuti pembinaan iman,
warga binaan tidak dapat datang, warga binaan yang stres memikirkan hukuman
dan lagu-lagu rohani serta bacaan rohani terbatas.
Selain faktor pendukung dan penghambat para narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta juga mengungkapkan harapan
bagi pembinaan iman yang akan datang. Para narapidana berharap agar
pembinaan iman memiliki tindak lanjut guna merealisasikan materi yang telah
diberikan, pembina yang merangkul, beberapa narapidana berharap agar dapat
kembali diterima di masyarakat, belajar memimpin doa dan lagu-lagu pujian, agar
pembinaan yang akan datang dapat dipersiapkan lebih baik, agar warga binaan
memiliki kesadaran untuk mengikuti pembinaan iman, berharap agar waktu
pembinaan iman ditambah, berharap agar lebih dikuatkan dalam iman, dan
berharap agar proses administrasi bagi warga binaan perempuan lebih mudah.
Keseluruhan permasalahan dan data di atas perlu ditanggapi dalam suatu
bentuk kegiatan pembinaan iman bagi narapidana yang sesuai dengan corak
kehidupan mereka. Maka penulis menawarkan bentuk pembinaan iman bagi
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
melalui katekese pembinaan model SCP (Shared Christian Praxis) demi
menjawab kebutuhan mereka. Sebab katekese pembinaan model ini dapat masuk
ke dalam segi-segi kehidupan keseharian narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dan dapat dilaksanakan pula sesuai dengan
corak kehidupan di dalam Lembaga Pemasyarakatan yang secara garis besar
hidup teratur dan terjadwal.
B. Saran
Berdasarkan beberapa kesimpulan di atas, penulis memberikan beberapa
saran sebagai hasil refleksi pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Hal-hal yang menjadi saran
penulis antara lain:
1. Bagi para pembina yang tergabung dalam PPNKY, saran penulis adalah
pertama, hendaknya pembina belajar model katekese SCP melalui kursus
kateketik yang diadakan di Fakultas Teologi Wedabakti Kentungan
maupun mengundang narasumber yang berkompeten dibidang katekese
model SCP.
2. Kedua, pembina pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta hendaknya memiliki kemampuan manajemen
waktu sehingga mampu mengatur waktu pembinaan iman yang disediakan
oleh LAPAS Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dengan maksimal.
3. ketiga, lebih baik jika para pembina mampu memberikan pembagian tugas
yang jelas kepada para narapidana. Pemberian tugas yang jelas menurut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
hemat penulis dapat menjadi cara atau solusi untuk memaksimalkan waktu
pembinaan iman, selain itu juga dapat digunakan untuk mengetahui sejauh
mana narapidana siap untuk terlibat dalam pembinaan.
4. Saran yang keempat bagi pembina adalah mengajak kaum awam untuk
ikut terlibat dalam pelayanan bagi para narapidana. Kehadiran kaum awam
dalam pandangan penulis mampu menjadi warna tersendiri dari proses
pembinaan iman. Kaum awam dapat menjadi gambaran “keluarga” yang
senantiasa menerima, meneguhkan dan mencintai para narapidana setulus
hati.
5. Bagi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta,
masukan penulis yang pertama adalah supaya proses bon-bonan bagi
narapidana perempuan lebih dipermudah.
6. Saran yang kedua adalah jika memungkinkan alokasi waktu pembinaan
iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta ditambah setengah sampai satu jam.
7. Bagi para narapidana Kristiani di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta, masukan penulis, pembinaan iman tidak akan
berhasil jika peserta tidak memiliki keinginan untuk terbuka pada rahmat
Allah. Kesadaran bahwa diri “butuh” bertobat dan menerima kasih Allah
adalah hal utama dalam keberhasilan pembinaan iman. Oleh karena itu,
lebih baik jika para narapidana tidak melihat pembinaan iman sebagai
rutinitas kegiatan LAPAS semata akan tetapi sebagai karunia rahmat yang
diberikan Tuhan kepada mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
Selain membuka diri, menurut hemat penulis lebih bijaksana jika setelah
mendapatkan pembinaan iman narapidana “praktek” dalam hidup sehari-
hari sehingga makna-makna rohani yang telah didapatkan tidak sia-sia atau
dalam bahasa jawsa ora mung mlebu kuping kiwo metu kuping tengen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
DAFTAR PUSTAKA
Dennis & Matt Linn. (1981). Penyembuhan Luka-Luka Batin. Yogyakrata: Penerbit Kanisius.
Priyanto Dwi.2008. Mandiri Belajar SSPS. Yogyakarta: Mediacom. Heryatno Wono Wulung, FX., SJ. (1997). “Shared Christian Praxis: Suatu Model
Berkatekese (Seri Puskat no. 356). (Saduran bebas dari Thomas H. Groome, Sharing Faith: A Comprehensive Approach to Religious Education and Pastoral Ministry, New York: Harper Collins, 1990, hal 133-197)”. Yogyakarta: LPKP.
Komisi Kateketik KAS.(1998). Buku Pegangan Calon Baptis: Mengikuti Yesus Kristus I. Yoygkarta: Penerbit Kanisius.
Komisi Kateketik KAS. (2014). Direktorium Formatio Iman: Menjadi Katolik Cerdas, Tangguh, dan Misioner Sejak Dini Sampai Mati.Yoygkarta: PT. Kanisius.
____________. (2014). Formatio Iman Berjenjang. Yogyakarta: PT. Kanisius. Lembaga Biblika Indonesia. (1984). Tafsir Perjanjian Baru.Yogyakarta: Penerbit
Kanisius. Mangunhardjana,A. (1986). Pembinaan Arti dan Metodenya. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius. Mardi Prasetyo SJ. (2000). Unsur-Unsur Hakiki Dalam Pembinaan 2.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. (1999). Peraturan Pemerintah Nomor
31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Diundangkan di Jakarta pada 7 Mei 1999.
____________. (2012). Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Diundangkan di Jakarta pada 12 November 2012.
____________.(1995). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
Mitfah Thoha.(2004). Pembinaan Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Moleong (1991). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit PT. Remaja
Rosdakarya. ____________. (2007). Dasar Penelitian Kualitatif. Perbedaan Antara Penelitian
Kualitatif dan Kuantitatif, (Seri Pastoral no 393), Yogyakarta: Puspas. Puja Raharja, Blasius Mgr, dkk. (2005). Renungan Harian Mutiara Iman.
Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. Suharyo, Ignatius Mgr. (2015). Gereja Katolik Menolak Hukuman Mati. Surat
Gembala Uskup Agung untuk para Imam di Keuskupan Agung Jakarta. Sumarno Ds, SJ. (2014). “Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama
Katolik Paroki”. Diktat Mata Kuliah PPL PAK Paroki bagi Semester VI, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Sutrisno Hadi. (1989). Metodologi Research II. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Yohanes Paulus II, Paus. (1979). Dei Verbum (Wahyu Ilahi):Konstitusi Dogmatis
Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi (18 November 1965). Seri Dokumen Gerejawi no. 28. Diterjemahkan oleh R. Hardawiryana, SJ. Jakarta: DOKPEN KWI.
____________. (1995). Katekismus Gereja Katolik ( 11 Oktober 1992). Diterjemahkan oleh P. Herman Embuiru SVD. Ende: Percetakan Arnoldus.
http://news.liputan6.com/read/2221143/kapan-eksekusi-mati-jilid-ii-dilaksanakan-ini-kata-jk. Diakses pada 5 Desember 2015 pada pukul 08.45 WIB. http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2015/01/150117_eksekusi_narkoba. Diakses pada 5 Desember 2015 pada pukul 08.50 WIB. http://internasional.kompas.com/read/2015/04/30/14555191/Sekjen.PBB.Kecam.Eksekusi.Mati.di.Indonesia. Diakses pada 5 Desember 2015 pada pukul 10.45 WIB. www.lapaswirogunan.com. Diakses pada tanggal 5 Desember 2015 pukul 11.15 WIB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI