Date post: | 02-Feb-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | khangminh22 |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
i
PENGARUH PEMBERIAN FRAKSI HEKSAN-ETANOL DARI
EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius L. JANGKA
PANJANG 6 HARI TERHADAP AKTIVITAS SERUM ALT DAN AST
TIKUS BETINA GALUR WISTAR TERINDUKSI KARBON
TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Sona Karisnata Inriano
NIM: 128114167
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya sederhana ini
untuk kedua orangtuaku dan saudara-saudaraku.
“abracadabra” For they who wonder, here etymology of this wonderful spell:
The word abracadabra derive from an Aramaic phrase meaning
“I create as I speak.”
It comprise the abbreviated forms of the Hebrew words
Ab (Father), Ben (Son) and Ruach A Cadsch (Holy Spirit).
The first known mention of the word was in the third century AD in a book called Liber
Medicinalis and historically was believed to have healing power when inscribed on amulet.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini,
maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 1 Desember 2015
Penulis
Sona Karisnata Inriano
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Sona Karisnata Inriano
NIM : 128114167
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Pengaruh Pemberian Fraksi Heksan-Etanol dari Ekstrak Metanol-Air Daun
Macaranga tanarius L. Jangka Panjang 6 Hari terhadap Aktivitas Serum ALT
dan AST Tikus Betina Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikannya secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 1 Desember 2015
Yang menyatakan,
Sona Karisnata Inriano
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PRAKATA
Pertama-tama penulis ingin mengungkapkan rasa syukur yang mendalam
atas kasih karunia yang telah dianugerahkan Tuhan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Fraksi Heksan-Etanol
dari Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. Jangka Panjang 6 Hari
terhadap Aktivitas Serum ALT dan AST Tikus Betina Galur Wistar Terinduksi
Karbon Tetraklorida” tepat pada waktunya.
Dengan tulus hati, penulis ingin berterima kasih kepada setiap orang yang
telah menginspirasi dan menemani perjalanan hidup penulis hingga penulis dapat
mencapai titik ini. Penulis juga sangat berterima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu selama proses pembuatan skripsi ini. Secara khusus penulis juga
ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas
segala bimbingan, pendampingan, dukungan, dan kasih yang luar biasa bagi
penulis selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.
3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji atas segala perhatian,
masukan, dan dukungan demi kemajuan skripsi ini.
4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji atas segala perhatian,
masukan, dan dukungan demi kemajuan skripsi ini.
5. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku Kepala Penanggung jawab
Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
memberikan izin dalam penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan
penelitian ini.
6. Bapak Jeffry Julianus, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik atas segala
bimbingan dan motivasi kepada penulis selama menempuh pendidikan sarjana
di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan selama proses penyusunan
skripsi ini.
7. Segenap dosen atas ilmu dan pengalaman yang telah dibagikan kepada penulis
sehingga sangat membantu proses penyusunan skripsi ini.
8. Pak Heru, Pak Wagiran, Pak Parjiman dan segenap laboran laboratorium
Fakultas Farmasi atas segala kerja sama dan bantuan selama proses pelaksanaan
penelitian di laboratorium.
9. Bapak dan Ibu, serta Mas Aan dan Leo atas segala doa, kepercayaan, dan
dukungan serta kasih yang luar biasa bagi penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
10. Novita yang telah bersama-sama berjuang dan menemani sejak awal proses
penelitian, hingga terselesaikannya skripsi ini, serta menjadi sumber inspirasi
dalam proses penyelesaian skripsi ini.
11. Sahabat-sahabat seperjuangan Cyndi, Maria, dan Rahayu atas segala bantuan
dan dukungannya selama proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
12. Tim FHEMM atas segala kerjasama dalam proses pengerjaan skripsi ini.
13. Para sahabat yang luar biasa Adis, Edward, Ella, Novita, Rei, Siti, dan Venny
atas dukungan kalian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
14. Sahabat-sahabat “keluarga cemara” atas suntikan semangat yang luar biasa
dalam proses penyelesaian skripsi ini.
15. Teman-teman FKK-B 2012, FSM-D 2012, dan seluruh angkatan 2012 atas
kerjasama, kebersamaan, dan semangat yang juga berperan penting dalam
proses penyelesaian skripsi ini.
16. Seluruh kakak tingkat dan adik tingkat penulis yang telah banyak membantu
dan memberikan semangat bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
17. Sahabat-sahabat penulis Jagok dan Widhi atas dukunganya untuk penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
18. Para pemuda dan pemudi GKSBS atas dukunganya untuk penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
19. Tim “at a Glance” atas dukunganya untuk penulis dalam penyelesaian skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan tidak
terhindar dari kesalahan. Untuk itu penulis memohon maaf atas segala kesalahan
yang ada dan dengan senang hati menerima seluruh kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak demi perkembangan penulis di masa yang akan
datang. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
dan mampu memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya di bidang kefarmasian.
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH ....................................................................................................... vi
PRAKATA ................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xviii
INTISARI ..................................................................................................... xix
ABSTRACT ................................................................................................... xx
BAB I. PENGANTAR ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1. Rumusan masalah ............................................................................. 6
2. Keaslian penelitian ........................................................................... 6
3. Manfaat penelitian ............................................................................ 7
B. Tujuan Penelitian ................................................................................... 7
1. Tujuan umum ................................................................................... 7
2. Tujuan khusus .................................................................................. 7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA .......................................................... 9
A. Anatomi Hati .......................................................................................... 9
B. Histologi Hati ......................................................................................... 14
C. Fisiologi Hati .......................................................................................... 20
D. Patologi Hati .......................................................................................... 27
E. Perlemakan Hati ..................................................................................... 35
1. Spektrum perlemakan hati ............................................................... 35
2. Karakteristik perlemakan hati .......................................................... 36
3. Patogenesis perlemakan hati ............................................................. 40
4. Peran stres oksidatif pada NAFLD ................................................... 44
5. Hubungan resistensi insulin dengan NAFLD dan NASH ................. 48
6. Terapi NAFLD dan NASH ............................................................... 51
F. Aminotransferase .................................................................................... 53
G. Karbon Tetraklorida ............................................................................... 55
H. Macaranga tanarius L. .......................................................................... 59
1. Taksonomi ........................................................................................ 59
2. Nama lain ......................................................................................... 60
3. Penyebaran ....................................................................................... 60
4. Budidaya .......................................................................................... 60
5. Deskripsi tanaman ............................................................................ 61
6. Kandungan kimia ............................................................................. 62
I. Metode Penyarian ................................................................................... 66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
J. Landasan Teori ....................................................................................... 67
K. Hipotesis ................................................................................................. 71
BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. 72
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................. 72
B. Variabel dan Definisi Operasional ......................................................... 72
1. Variabel utama ................................................................................. 72
2. Variabel pengacau ............................................................................ 72
3. Definisi operasional ......................................................................... 73
C. Bahan Penelitian ..................................................................................... 74
1. Bahan utama ..................................................................................... 74
2. Bahan kimia ..................................................................................... 75
D. Alat Penelitian ........................................................................................ 76
1. Alat pembuatan FHEMM ................................................................. 76
2. Alat perlakuan hewan uji ................................................................. 76
E. Tata Cara Penelitian ............................................................................... 76
1. Determinasi tanaman Macaranga tanarius L. ................................. 76
2. Pengumpulan bahan uji .................................................................... 77
3. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L. ............................. 78
4. Penetepan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. ............... 79
5. Pembuatan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. ......... 79
6. Pembuatan FHEMM ........................................................................ 80
7. Pembuatan agen suspensi CMC-Na 1% ............................................ 82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
8. Pembuatan suspensi FHEMM ........................................................... 82
9. Pembuatan CCl4 dalam olive oil (1:1) .............................................. 82
10. Penetapan rute injeksi CCl4 .............................................................. 82
11. Penetapan dosis CCl4 ........................................................................ 83
12. Penetapan waktu pencuplikan darah ................................................ 83
13. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji ...................................... 84
14. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST ...................................... 85
F. Tata Cara Analisis Hasil ......................................................................... 85
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 87
A. Hasil Determinasi Tanaman ................................................................... 87
B. Hasil Penetapan Kadar Air Serbuk Daun Macaranga tanarius L. ........ 88
C. Hasil Uji Pendahuluan ............................................................................ 88
1. Hasil penetapan dosis hepatotoksin CCl4 ......................................... 88
2. Hasil penetapan waktu pencuplikan darah ....................................... 89
D. Pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap kadar
ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 ....................... 95
1. Kelompok kontrol CMC ................................................................... 98
2. Kelompok kontrol hepatotoksin CCl4 .............................................. 99
3. Kelompok kontrol FHEMM ............................................................. 102
4. Kelompok perlakuan ........................................................................ 103
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 115
A. Kesimpulan ............................................................................................ 115
B. Saran ....................................................................................................... 115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 116
LAMPIRAN ................................................................................................. 122
BIOGRAFI PENULIS ................................................................................. 161
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Aktivitas serum ALT dan AST pada jam ke 0, 24
dan 48 jam setelah induksi CCl4 .......................... 90
Tabel II. Hasil pengukuran aktivitas serum ALT................ 96
Tabel III. Hasil pengukuran aktivitas serum AST................ 97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Permukaan hati ........................................................................... 10
Gambar 2. Lobus anatomis hati dan fisura model ........................................ 11
Gambar 3. Segmen hepatik .......................................................................... 13
Gambar 4. Komponen histologi hati ............................................................ 14
Gambar 5. Perbandingan tiga unit struktural dan fungsional hati ................. 17
Gambar 6. Asinus hepatik ............................................................................. 19
Gambar 7. Skema respon inflamasi .............................................................. 29
Gambar 8. Fibrosis hati ................................................................................. 33
Gambar 9. Metabolisme alkohol ................................................................... 40
Gambar 10. Sintesis GSH melalui jalur metabolisme metionin ................... 47
Gambar 11. Peran utama lipotoksisitas dalam NASH .................................. 50
Gambar 12. Mekanisme toksisitas CCl4........................................................ 58
Gambar 13. Daun Macaranga tanarius L. ................................................... 61
Gambar 14. Kandungan kimia Macaranga tanarius L. ............................... 63
Gambar 15. Kandungan kimia Macaranga tanarius L. ............................... 63
Gambar 16. Kandungan kimia Macaranga tanarius L. ............................... 64
Gambar 17. Kandungan kimia Macaranga tanarius L. ............................... 65
Gambar 18. Kandungan kimia Macaranga tanarius L. ............................... 65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
Gambar 19. Aktivitas serum ALT pada jam ke 0, 24 dan 48 jam setelah
induksi CCl4 .............................................................................. 91
Gambar 20. Aktivitas serum AST pada jam ke 0, 24 dan 48 jam setelah
induksi CCl4 .............................................................................. 93
Gambar 21. Grafik hasil pengukuran aktivitas serum ALT .......................... 97
Gambar 22. Grafik hasil pengukuran aktivitas serum AST .......................... 98
Gambar 23. Kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum
ALT tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 ......................... 109
Gambar 24. Kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum
AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 ......................... 110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto daun Macaranga tanarius L. ........................................... 123
Lampiran 2. Foto ekstrak metanol air daun Macaranga tanarius L. ........... 124
Lampiran 3. Foto FHEMM ...................... .................................................... 125
Lampiran 4. Foto suspensi FHEMM ............................................................ 126
Lampiran 5. Surat determinasi tanaman Macaranga tanarius L. ................ 127
Lampiran 6. Surat ethical clearance penelitian ........................................... 128
Lampiran 7. Surat keterangan penggunaan IBM SPSS Statistics 22 ........... 129
Lampiran 8. Hasil Uji statistik orientasi waktu pencuplikan darah ............. 130
Lampiran 9. Hasil uji statistik aktivitas serum ALT .................................... 138
Lampiran 10. Hasil uji statistik aktivitas serum AST ................................... 147
Lampiran 11. Perhitungan konversi dosis ke manusia ................................. 155
Lampiran 12. Perhitungan konversi waktu tikus ke manusia....................... 156
Lampiran 13. Perhitungan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. ... 157
Lampiran 14. Perhitungan persen rendemen FHEMM.................................. 158
Lampiran 15. Perhitungan efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan
AST........................................................................................ 159
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pemberian fraksi
heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. (FHEMM)
jangka panjang 6 hari menurunkan aktivitas serum ALT dan AST serta untuk
mengetahui ada tidaknya kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum
ALT dan AST, tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida (CCl4).
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah. Sejumlah 30 ekor tikus dipilih dan dibagi
secara acak ke dalam 6 kelompok. Kelompok I diberi CMC-Na, kelompok II diberi
CCl4, Kelompok III diberi FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB. Kelompok IV-VI
secara berututan diberi dosis 34,28 mg/kgBB+CCl4; 68,57 mg/kgBB+CCl4; dan
137,14 mg/kgBB+CCl4. Data penelitian ini diuji normalitasnya menggunakan uji
Shapiro-Wilk dan terbukti memiliki distribusi normal sehingga data ini dianalisis
dengan uji One-Way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% diikuti dengan uji post
hoc. Uji post hoc yang digunakan untuk data yang diasumsikan memiliki vasiansi
sama adalah uji Tuckey’s HSD, sedangkan uji Games-Howell digunakan untuk data
yang tidak diasumsikan memiliki variansi sama. Variansi data dianalisis
menggunakan uji Levene.
Hasil menunjukkan kelompok kontrol hepatotoksin mengalami
peningkatan aktivitas serum ALT dan AST dibandingkan dengan kontrol negatif
dan secara statistik berbeda bermakna. Peningkatan aktivitas serum ALT dan AST
dapat dicegah dengan pemberian FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB dan dosis 137,14
mg/kgBB. Hasil juga menunjukkan tidak adanya kekerabatan antara dosis
pemberian terhadap aktivitas serum ALT dan AST. Chebulagic acid, macatannin
A, dan macatannin B diduga sebagai senyawa yang bertanggung jawab terhadap
aktivitas ini, namun penelitian lebih lanjut diperlukan.
Kata kunci: Macaranga tanarius L., karbon tetraklorida, ALT, AST, fraksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xx
ABSTRACT
The aim of this study were to prove that administration of hexane-ethanol
fraction from methanol-water extract of Macaranga tanarius L. leaves (FHEMM)
in 6 days long termed decreased the activity of serum ALT and AST and to
determine whether there was a relation between FHEMM doses and serum activity
of ALT and AST, in female Wistar rats induced by CCl4.
This study was a pure experimental with single factor completely
randomized design. Thirty rats were selected and divided randomly into 6 groups.
Group I was given CMC-Na, group II was given CCl4, group III was given FHEMM
of 137.14 mg/kgBW. Group IV-VI were given FHEMM of 34.28 mg/kgBW+CCl4;
68.57 mg/kgBW+CCl4; and 137.14 mg/kgBW+CCl4 respectively. Data normality
was analyzed by Shapiro-Wilk test and proved to have normal distribution, so this
data was analyzed by One-Way ANOVA with confident interval 95% followed by
post hoc test. Post hoc test that was used for data that equal variances assumed was
Tuckey’s HSD test, on the other hand Games-Howell was used for data that was not
assumed to be equal variances. Data variances was analyzed by Levene test.
The results showed that hepatotoxin control group increased in serum
activity of ALT and AST significantly compared to the negative control. Elevation
serum activity of ALT and AST can be prevented by administering FHEMM of
68.57 mg/kgBW and 137.14 mg/kgBW. The results also showed that there were no
relation between FHEMM doses and serum activity of ALT and AST. Chebulagic
acid, macatannins A and macatannins B suspected as the compounds that
responsible for these activities, however further study needs to be done.
Keywords: Macaranga tanariu s L., carbon tetrachloride, ALT, AST, fraction
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Hati merupakan organ yang penting bagi kelangsungan hidup manusia.
Hati terlibat dalam proses pencernaan, regulasi metabolik, dan regulasi hematologik
(Martini, Nath, and Bartholomew, 2015). Hati memiliki kemampuan untuk
memperbaiki diri yang sangat baik, namun tidak menutup kemungkinan untuk
mengalami kerusakan yang dapat disebabkan oleh banyak hal. Kerusakan dan
gangguan pada hati dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup penderitanya.
Salah satu gangguan hati yang saat ini masih menjadi masalah yang belum
terselesaikan adalah perlemakan hati (Burt, Portmann, and Ferrell, 2012).
Perlemakan hati memiliki karakteristik utama berupa adanya akumulasi
lipid di hati. Perlemakan hati secara garis besar dapat dibedakan menjadi
perlemakan hati alkoholik dan perlemakan hati non alkoholik atau non-alcoholic
fatty liver disease (NAFLD). Non-alcoholic fatty liver disease merupakan penyakit
hati yang paling sering menyebabkan peningkatan enzim hati. Prevalensi NAFLD
diperkirakan mencapai 20-30% dari keseluruhan populasi (Vernon, Baranova, and
Younossi, 2011). Non-alcoholic fatty liver disease yang tidak teratasi dengan baik
dapat berkembang menjadi suatu kondisi yang lebih parah yaitu non-alcoholic
steatohepatitis (NASH). Sekitar 2-3% dari keseluruhan populasi diperkirakan
memiliki NASH dan dapat berkembang menjadi sirosis hati dan hepatokarsinoma
(Bellentani, Scaglioni, Marino, and Bedogni, 2010). Menurut World Health
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Organization atau WHO (2014) sirosis hati dan hepatokarsinoma merupakan salah
satu penyebab mortalitas terbanyak di dunia.
Sebagian besar penelitian di Amerika Serikat melaporkan prevalensi
NAFLD berkisar antara 10-35% (Vernon et al., 2011). Prevalensi NAFLD memiliki
kemiripan di beberapa kawasan lain, namun banyak juga yang berbeda. Di Amerika
Latin prevalensi NAFLD berkisar antara 17-33%, di Eropa dan Timur Tengah
prevalensi berkisar antara 20-30%, begitupula dengan Australia dan Jepang,
sementara itu di Cina berkisar antara 15-30%. Di perkotaan negara-negara kawasan
samudra Hindia prevalensi berkisar antara 16% sampai 32% sedangkan di daerah
pedesaan lebih rendah yaitu sekitar 9% mirip dengan di Nigeria. Di Indonesia
sendiri, prevalensi NAFLD cukup tinggi yaitu sekitar 30%. Dari data-data yang ada,
prevalensi NAFLD dikaitkan dengan gaya hidup, obesitas dan resistensi insulin,
diabetes, dislipidemia, serta genetik (Loomba and Sanyal, 2013).
Metabolik sindrom merupakan faktor resiko yang kuat untuk NAFLD
(Hamaguchi et al., 2005). Kalra et al. (2013) melakukan uji kadar aminotransferase
pada pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dan menemukan 56,5% pasien memiliki
NAFLD, dengan prevalensi pada wanita sebesar 60% sedangkan pria 54,3%.
Penelitian pada pasien penderita DM yang dievaluasi di laboratorium dan melalui
ultrasonografi ditemukan NAFLD dengan prevalensi 69% (Leite, Salles, Araujo,
Villela-Nogueira, and Cardoso, 2008). Prashanth et al. (2009) melakukan biopsi
pada 90 pasien DM tipe 2 dari 127 pasien yang melalui sonografi diketahui
memiliki perlemakan hati dan ditemukan 87% memiliki bukti histologi NAFLD
dengan 62,6% steatohepatitis dan 37,3% fibrosis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Tingginya prevalensi NAFLD di dunia, masih belum diimbangi dengan
terapi farmakologis yang memadai. Saat ini terapi utama untuk pengobatan NAFLD
adalah modifikasi gaya hidup dan terapi farmakologis untuk mengontrol sindrom
metabolik yang biasanya menyertai NAFLD. Terapi farmakologis untuk NAFLD
sendiri masih terbatas pada pemberian Vitamin E, sedangkan kebanyakan senyawa
lain yang berpotensi memberikan manfaat bagi penderita NAFLD masih
memerlukan penelitian lebih lanjut dan masih merupakan subjek eksplorasi yang
menarik (Watt, 2015). Macaranga tanarius L. merupakan salah satu bahan alam
yang berpotensi memberikan manfaat bagi penderita NAFLD dan memerlukan
penelitian lebih lanjut.
Macaranga tanarius L. merupakan tanaman pionir yang tumbuh dengan
sangat cepat yang tersebar luas di negara-negara tropis dan dikenal oleh penduduk
lokal Indonesia dengan nama mara, tutup ancur, hanuwa, atau mapu (Orwa, Mutua,
Kindt, Jamnadass, dan Anthony, 2009). Daun dari tanaman ini merupakan bahan
alam yang berpotensi mampu memberikan efek proteksi pada hati namun masih
jarang pemanfaatannya di masyarakat. Windrawati (2013) melaporkan bahwa
pemberian ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari
memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas Alanin aminotransferase (ALT) dan
aspartat aminotransferase (AST) yang merupakan penanda perlemakan hati pada
tikus terinduksi karbon tetraklorida (CCl4). Hasil penelitian tersebut juga
menunjukkan adanya kekerabatan antara dosis pemberian dengan besarnya efek
pecegahan kenaikan aktivitas ALT dan AST.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
CCl4 merupakan agen hepatotoksik yang biasa digunakan untuk
menginduksi perlemakan hati pada hewan uji (Riordan and Nadeau, 2014). CCl4
menginduksi perlemakan hati melalui jalur peroksidasi lipid yang menyebabkan
stres oksidatif serta melalui jalur haloalkalasi protein dan lipid (Weber Boll, and
Stampfl, 2003). Perlemakan hati ditandai dengan peningkatan ringan dari
aminotransferase, sehingga pengujian ALT dan AST dapat digunakan sebagai
parameter perlemakan hati tikus (Thapa and Walia, 2007). Janakat dan Al-Merie
(2002) serta Dongare, Dhande, dan Kadam (2013), melaporkan terjadinya
peningkatan ringan aktivitas serum ALT dan AST tikus yang diinduksi CCl4.
Di dalam tubuh, CCl4 membentuk radikal triklorometil (CCl3•). Radikal
ini dapat berikatan dengan molekul seluler (asam nukleat, protein, lemak) sehingga
merusak proses seluler krusial seperti metabolisme lipid, dan berpotensi
menghasilkan perlemakan hati. Radikal CCl3• dapat bereaksi dengan oksigen untuk
membentuk radikal triklorometilperoksi (CCl3OO•), suatu radikal yang sangat
reaktif. Radikal CCl3OO• memulai rantai reaksi yang menyebabkan peroksidasi
lipid dan menyebabkan stres oksidatif. (Weber et al., 2003). Stres oksidatif berperan
dalam mekanisme terjadinya NAFLD (Pacana and Sanyal, 2015).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut fitokimia dalam
daun Macaranga tanarius L. yang bertanggung jawab terhadap penurunan aktivitas
serum ALT dan AST pada penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak metanol-
air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari pada tikus terinduksi CCl4
yang dilakukan oleh Windrawati (2013). Pemilihan pelarut fraksi heksan etanol
dilakukan berdasarkan kemiripan koefisien partisinya (2,97) dengan senyawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
ellagitannin yang ditemukan oleh Gunawan-Puteri dan Kawabata (2010) yaitu
chebulagic acid (2,64), macatannin A (2,76), dan macatannin B (2,94), yang
dihitung menggunakan perangkat lunak Marvin Sketch. Senyawa ellagitannin ini
menarik untuk disari karena selain senyawa tanin dikenal sebagai antioksidan yang
mampu mencegah perlemakan hati dengan menangkap radikal bebas (Gil, Tomás-
Barberán, Hess-Pierce, Holcroft, and Kader, 2000; Anderson et al., 2001; Mullen
et al., 2002; Reddy, Gupta, Jacob, Khan, and Ferreira, 2007), ketiga senyawa yang
dituju ini diketahui memiliki aktivitas α-glucosidase inhibitor (AGI) yang poten
(Gunawan-Puteri dan Kawabata, 2010).
Menurut Gunawan-Puteri dan Kawabata (2010), chebulagic acid,
macatannin A, dan macatannin B, terdapat didalam daun Macaranga tanarius L.
dan memiliki aktivitas AGI. Macatannin B, macatannin A, dan chebulagic acid
memiliki aktivitas AGI paling poten dari lima senyawa yang ditemukan oleh
Gunawan-Puteri dan Kawabata (2010). Macatannin B, macatannin A, dan
chebulagic acid secara berurutan mampu menghambat 50% aktivitas α-glucosidase
hanya dengan konsentrasi 0,55 mM, 0,80 mM, dan 1,00 mM, sementara itu dua
senyawa lainnya adalah corilagin dan mallotinic acid secara berurutan butuh
konsentrasi sebesar 2,63 mM dan lebih dari 5,00 mM untuk menghambat 50%
aktivitas α-glucosidase. Senyawa dengan aktivitas AGI yang poten menarik untuk
diekstraksi karena senyawa tersebut diduga juga dapat memberikan manfaat bagi
penderita DM tipe 2 dan resistensi insulin yang merupakan faktor resiko NAFLD
sehingga akan memberikan manfaat tambahan untuk mencegah perlemakan hati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Secara tidak langsung, AGI juga dapat mencegah perlemakan hati dengan menekan
lipolisis periferal yang akan mencegah peningkatan asam lemak disirkulasi.
Berdasarkan potensi khasiat yang dimiliki oleh fraksi heksan-etanol dari
ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. (FHEMM), penelitian tentang
pengaruh pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga
tanarius L. (FHEMM) jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan
AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 menarik untuk dilakukan.
1. Rumusan masalah
a. Apakah pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari memberikan pengaruh
terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi
CCl4?
b. Apakah ada kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT
dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4?
2. Keaslian penilitian
Penelitian dengan hewan uji mengenai efek pencegahan kenaikan
aktivitas ALT dan AST pemberian ekstrak metanol-air Macaranga tanarius L.
jangka panjang 6 hari sudah pernah dilakukan oleh Windrawati (2013)
menggunakan agen hepatotoksin CCl4 dan oleh Adrianto (2011) dengan agen
penginduksi parasetamol. Penelitian mengenai kandungan fraksi etil asetat
ekstrak metanol daun Macaranga tanarius L. telah dilakukan oleh Gunawan-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Puteri dan Kawabata (2010) dan berhasil mengisolasi 5 senyawa ellagitannin
yang memiliki kemampuan aktivitas AGI.
Berdasarkan penulusuran pustaka yang dilakukan penulis, diketahui
bahwa penelitian mengenai pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6
hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi
CCl4 belum pernah dilakukan sebelumnya.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
mengenai pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap
aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ataupun
meningkatkan pengembangan dan penggunaan daun Macaranga tanarius
L. sebagai agen alternatif atau komplementer untuk pencegahan perlemakan
hati.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Menguji FHEMM sebagai agen hepatoprotektif.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap
kadar ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
b. Mengetahui ada tidaknya kekerabatan antara dosis FHEMM dengan
aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Anatomi Hati
Hati merupakan kelenjar terberat pada tubuh manusia dengan bobot sekitar
1,4 kg pada orang dewasa. Ukuran hati adalah yang terbesar kedua setelah kulit dari
keseluruhan organ yang dimiliki manusia. Hati terletak di bagian atas rongga
abdominal, di bawah diafragma dan menempati hampir seluruh bagian dari
hipokondria kanan dan sebagian epigastrium abdomen (Tortora and Derrickson,
2014).
Ukuran hati meningkat seiring dengan pertumbuhan dari bayi menuju
dewasa. Periode pertumbuhan ini mencapai puncaknya dan berhenti sekitar usia 18
tahun, kemudian terjadi penurunan bobot hati pada usia paruh baya. Rasio bobot
hati dengan berat badan mengalami penurunan seiring dengan pertumbuhan dari
bayi menuju dewasa. Pada bayi, hati memiliki bobot sekitar 5% dari berat badan
sedangkan pada saat dewasa, bobot hati mengalami penurunan menjadi 2% dari
berat badan. Selain dipengaruhi usia, ukuran hati juga dipengaruhi oleh jenis
kelamin dan ukuran tubuh (Standring et al., 2008).
Pada umumnya hati berwarna coklat kemerahan, namun dapat bervariasi
tergantung dengan kandungan lemak. Peningkatan kandungan lemak di hati
menyebabkan hati menjadi lebih berwarna kekuningan. Tekstur hati dapat lembut
ataupun keras, beberapa hal yang mempengaruhi hal ini adalah volume darah di hati
dan kandungan lemak (Standring et al., 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Hati memiliki permukaan diafragmatik yang konveks (pada daerah
anterior, superior, dan beberapa daerah posterior) dan permukaan diafragmatik
yang cenderung rata, serta permukaan viseral yang konkaf (pada daerah postero-
inferior) yang terpisah dengan anterior oleh batas inferior tajam (Gambar 1).
Permukaan diafragmatik dilapisi oleh peritoneum, kecuali pada bagian posterior di
daerah yang disebut dengan istilah daerah telanjang (bare area) dari hati, yang
letaknya menempel langsung dengan diafragma. Permukaan viseral hati juga
dilapisi oleh peritoneum, kecuali di tempat terletaknya kandung empedu dan porta
hepatis. Porta hepatis adalah celah melintang di tengah permukaan viseral yang
memberikan jalur untuk vena portal hepatik, arteri hepatik, saraf pleksus hepatik,
duktus hepatik, dan pembuluh limfatik (Moore et al., 2015).
Gambar 1. Permukaan Hati (Moore, Agur, and Dalley, 2015)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Berdasarkan anatominya, dilihat dari fitur eksternal, hati dideskripsikan
memiliki dua lobus utama, yakni lobus kanan yang lebih besar serta lobus kiri, yang
dipisahkan oleh ligamen falsiformis (Gambar 1). Ligamen falsiformis merupakan
suatu lipatan mesenterium yang membujur dari permukaan bawah diafragma di
antara lobus kanan dan lobus kiri hingga ke bagian atas hati, membantu menahan
hati di dalam rongga abdominal. Ligamen koroner kanan dan kiri juga membantu
menangguhkan posisi hati pada diafragma (Tortora and Derrickson, 2014).
Pada lobus kanan terdapat dua lobus yang lebih kecil yaitu lobus kaudata
yang terletak di bagian belakang atas dan lobus kuadrate yang terletak dibagian
depan bawah. Pada permukaan viseral, sagital fisura kanan dan kiri serta porta
hepatis membatasi kedua lobus ini (Gambar 2). Sagital fisura kanan merupakan
suatu galur memanjang yang terbentuk oleh lekukan untuk kandung empedu di
bagian depan dan galur untuk vena cava inferior di bagian belakang. Sagital fisura
kiri merupakan galur memanjang yang terbentuk oleh celah untuk ligamen bulat di
bagian depan dan celah untuk ligamen venosum di bagian belakang. Ligamen bulat
Gambar 2. Lobus Anatomis Hati dan Fisura Hati (Moore et al., 2015)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
hati merupakan sisa dari penghilangan vena umbikalis, yang membawa darah
teroksigenasi dari plasenta ke fetus. Ligamen venosum merupakan sisa fibrosa dari
duktus venosus janin, yang mendorong darah dari vena umbikalis ke vena cava
inferior (Moore et al., 2015).
Berdasarkan fungsionalnya, khususnya dilihat dari suplai darah dan
sekresi kelenjar, hati dibagi menjadi dua lobus portal yaitu hati kanan dan hati kiri.
Pemisah antara hati kanan dan hati kiri adalah bidang vena hepatik tengah atau
fisura portal utama. Batas ini berada dekat bidang sagital melalui lekuk kandung
empedu dan lekuk vena cava inferior pada permukaan viseral dan garis imajiner
dari fundus kandung empedu hingga vena inferior pada permukaan diafragmatik
(Gambar 1). Pada pembagian ini, lobus kaudata dan sebagian besar lobus kuadrate
masuk kedalam bagian hati kiri. Hati kanan dan hati kiri memiliki massa yang tidak
berbeda jauh, namun hati kanan tetaplah yang lebih besar. Tiap lobus portal
memiliki suplai darah dari arteri hepatik dan vena portal hepatik tersendiri, serta
vena yang membawa darah keluar dari hati dan drainase empedu tersendiri juga
(Moore et al., 2015).
Lobus portal hati lebih lanjut terbagi lagi menjadi delapan segmen hepatik
(Gambar 3). Segmentasi ini didasarkan pada cabang tersier dari arteri hepatik kanan
dan kiri, vena portal hepatik, dan duktus hepatik. Tiap segmen disuplai oleh cabang
tersier dari arteri hepatik dan vena portal hepatik kanan atau kiri, dan didrainase
oleh cabang duktus hepatik kanan atau kiri. Vena hepatik intersegmental mengalir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
diantara segmen untuk menuju ke vena cava inferior sehingga semakin
memperjelas batas antar segmen (Moore et al., 2015).
Hati menerima darah dari dua sumber yaitu arteri dari hepatik yang
mengandung darah teroksigenasi dan dari vena portal yang membawa darah
terdeoksigenasi dan mengandung nutrient yang baru diserap, obat, dan mungkin
juga mikroba serta toksin dari saluran pencernaan. Cabang arteri hepatik dan
cabang vena portal membawa darah masuk ke sinusoid hepatik, tempat oksigen,
kebanyakan nutrient, dan senyawa toksik tertentu diterima oleh hepatosit. Produk
yang dihasilkan oleh hepatosit dan nutrient yang dibutuhkan oleh sel lain
Gambar 3. Segmen Hepatik (Moore et al., 2015)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
disekresikan kembali ke darah, yang mengalir ke vena sentral dan pada akhirnya
akan ke vena hepatik. Adanya sirkulasi portal hepatik, yaitu aliran darah dari
saluran pencernaan ke hati, mengakibatkan hati sering menjadi tempat metastasis
kanker yang berasal dari saluran pencernaan (Tortora and Derrickson, 2014).
B. Histologi Hati
Secara histologi, hati tersusun oleh beberapa komponen (Gambar 4),
diantaranya adalah hepatosit, kanalikuli empedu, dan sinusoid hepatik (Tortora and
Derrickson, 2014). Selain itu sel lain yang terdapat di hati adalah sel stelata hepatik
(yang juga dikenal dengan nama liposit perisinusoidal, atau sel Ito), makrofag (sel
Kupffer), dan sel jaringan penghubung kapsul dan saluran portal (Stranding et al.,
2008).
Gambar 4. Komponen Histologi Hati (Tortora and Derrickson, 2014)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Hepatosit (sel hati) merupakan sel fungsional utama dalam hati dan
memiliki peran yang luas dalam proses metabolisme, sekresi dan endokrin.
Hepatosit merupakan sel epitel terspesialisasi berbentuk polyhedral dengan 5
sampai 12 sisi yang membentuk 80% volume hati. Hepatosit membentuk susunan
kompleks 3 dimensi yang disebut lamina hepatik. Hepatik lamina merupakan pelat
dari hepatosit yang dibatasi saluran vaskular endotelia yang disebut sinusoid
hepatik. Lamina hepatik memiliki struktur tidak beraturan yang bercabang-cabang.
Saluran di membran sel diantara hepatosit yang bersebelahan, memberikan ruang
untuk kanalikuli dimana hepatosit mensekresikan empedu. Empedu merupakan
cairan berwarna kuning, kecoklat-coklatan, atau hijau-kekuningan yang
disekresikan oleh hepatosit dan berperan sebagai produk ekskretoris dan sekresi
pencernaan (Tortora and Derrickson, 2014).
Sel stelata hepatik memiliki jumlah yang jauh lebih sedikit dari pada
hepatosit. Sel ini diduga berasal dari mesenkimal dan dicirikan dengan sejumlah
droplet lipid sitoplasmik. Sel ini mensekresikan sebagian besar komponen matriks
intralobular. Sel ini menyimpan vitamin A pada droplet lipidnya dan merupakan
sumber signifikan dari faktor pertumbuhan pada homeostasis dan regenerasi hati.
Sel stelata hepatik juga memiliki peranan penting dalam proses patofisiologi.
Sebagai respon atas kerusakan hati, sel ini menjadi aktif dan bertanggungjawab
terhadap mengubah hepatosit rusak yang bersifat toksik menjadi jaringan luka,
suatu proses yang disebut sebagai fibrosis hepatik disekitar vena sentral (Standring
et al., 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Kanalikuli empedu (kanal kecil empedu) merupakan saluran kecil diantara
hepatosit yang menampung empedu hasil produksi hepatosit. Empedu dari
kanalikuli empedu akan dibawa ke duktuli empedu kemudian menuju ke duktus
empedu (saluran empedu). Duktus hepatik kanan dan duktus hepatik kiri,
bergabung membentuk saluran yang lebih besar dan keluar dari hati, saluran ini
disebut duktus hepatik umum. Duktus hepatik umum bertemu dengan duktus
sistikus dari kandung empedu membentuk saluran yang disebut duktus empedu
umum. Empedu kemudian akan masuk kedalam usus dua belas jari untuk
menjalankan perannya dalam pencernaan (Tortora and Derrickson, 2014).
Sinusoid hepatik merupakan kapiler darah yang memiliki permeabilitas
tinggi yang terletak diantara jejeran hepatosit yang memperoleh darah teroksigenasi
dari cabang arteri hepatik dan darah terdeoksigenasi yang kaya nutrien dari cabang
vena portal hepatik (yang membawa darah dari organ-organ gastrointestinal dan
limpa ke hati). Sinusoid hepatik mengirimkan darah ke vena sentral, kemudian
darah dari vena sentral mengalir ke vena hepatik, yang mengalir ke vena cava
inferior. Dalam sinusoid hepatik juga terdapat fagosit yang disebut stelat
retikuloendotelia atau sel kupffer atau makrofag hepatik (Tortora and Derrickson,
2014).
Sel Kupffer merupakan makrofag hepatik yang terderivasi dari monosit
yang tersirkulasi di darah dan berasal dari sumsum tulang. Sel Kupffer menetap
dalam waktu yang lama di hati dan terletak di lumen sinusoid menempel pada
permukaan endotelial. Sel tersebut memiliki peranan penting dalam sistem fagosit
mononuklear yang bertanggung jawab terhadap pemusnahan debris seluler dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
mikrobial dari sirkulasi, dan untuk sekresi sitokin yang terlibat dalam sistem
pertahanan. Sel ini bersama dengan limpa, dalam keadaan normal berfungsi dalam
memusnahkan sel darah merah yang sudah tua atau rusak dari sirkulasi hepatik
(Standring et al., 2008).
Hepatosit, sistem duktus empedu, dan sinusoid hepatik dapat disusun
menjadi unit anatomis dan fungsional dalam 3 bentuk berbeda (Gambar 5), yaitu
lobulus hepatik, lobulus portal, dan asinus hepatik. Lobulus hepatik telah bertahun-
tahun dideskripsikan oleh ahli anatomi sebagai unit fungsional hati. Menurut model
ini, tiap lobulus hepatik berbentuk heksagon (struktur segi enam). Pada bagian
tengah lobulus hepatik adalah vena sentral yang dikelilingi oleh barisan hepatosit
Gambar 5. Perbandingan Tiga Unit Struktural dan Fungsional Hati (Tortora and Derrickson,
2014)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
dan sinusoid hepatik. Pada tiga sudut heksagon terletak triad portal (gabungan
duktus empedu, cabang arteri hepatik, dan cabang vena hepatik). Model ini
didasarkan pada deskripsi dari hati babi dewasa. Pada hati manusia, sulit untuk
mendefinisikan lobulus hepatik denga baik karena diselubungi oleh lapisan jaringan
penghubung yang tebal (Tortora and Derrickson, 2014).
Model lobulus portal menekankan fungsi eksokrin dari hati, yaitu sekresi
empedu. Oleh karena itu, triad portal duktus empedu menjadi pusat dari lobulus
portal. Lobulus portal berbentuk segitiga yang ditentukan dengan garis lurus
imajiner yang menghubungkan tiga vena sentral dekat triad portal (Gambar 5).
Model ini tidak digunakan secara luas (Tortora and Derrickson, 2014).
Pada beberapa tahun terakhir, unit struktural dan fungsional hati yang lebih
disukai adalah model asinus hepatik karena memberikan deskripsi dan interpretasi
logis mengenai pola dari penyimpanan dan pemecahan glikogen, serta hubungan
efek toksik, degenerasi, dan regenerasi terhadap kedekatan zona asinar ke cabang
triad portal. Setiap asinus hepatik merupakan (kurang lebih) massa oval yang
mencakup bagian-bagian dari dua lobulus hepatik yang bersebelahan. Poros pendek
asinus hepatik ditentukan oleh cabang portal triad yang terdapat disepenjang
perbatasan lobulus hepatik. Poros panjang dari asinus hepatik ditentukan oleh dua
garis lengkung imajiner yang menghubungkan dua vena sentral yang paling dekat
dengan sumbu pendek (Gambar 5) (Tortora and Derrickson, 2014).
Hepatosit pada asinus hepatik tersusun dalam 3 zona (Gambar 6)
diseputaran poros pendek, tanpa batasan yang presisi diantara zona-zona ini. Sel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
pada zona 1 adalah yang paling dekat dengan cabang triad portal dan yang pertama
menerima oksigen, nutrien, dan toksin dari darah yang datang. Sel ini adalah yang
pertama menerima glukosa dan menyimpannya dalam bentuk glikogen setelah
makan dan yang pertama memecah glikogen menjadi glukosa ketika puasa. Sel ini
juga yang pertama mengalami perubahan morfologi setelah terjadi obstruksi duktus
empedu atau eksposur senyawa toksin. Sel zona 1 adalah yang pertama mati ketika
terdapat gangguan sirkulasi dan yang pertama beregenerisasi. Sel pada zona 3
adalah yang terjauh dari cabang triad portal dan yang terakhir menerima efek dari
gangguan sirkulasi, dan yang terakhir beregenerisasi. Sel zona 3 juga merupakan
yang pertama menunjukkan bukti dari adanya akumulasi lemak. Sel pada zona 2
memiliki karakteristik struktural dan fungsional pertengahan antara sel zona 1 dan
3 (Tortora and Derrickson, 2014).
Gambar 6. Asinus Hepatik (Tortora and Derrickson, 2014)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
C. Fisiologi Hati
Hati memiliki lebih dari 200 fungsi dan hanya otak yang mampu
menjalankan fungsi yang lebih banyak dari ini. Hepatosit memproduksi banyak
enzim yang mengkatalis berbagai reaksi kimia. Reaksi ini merupakan fungsi dari
hati. Ketika darah mengalir melalui sinusoid hati, materi dari darah dimetabolisme
oleh sel hati, dan produknya disekresikan kedalam darah. Secara umum fungsi hati
terbagi menjadi tiga kategori yaitu regulasi metabolik, regulasi hematologi, dan
fungsi pencernaan (Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011).
Hati merupakan organ utama yang terlibat dalam meregulasi komposisi
darah. Seluruh darah yang meninggalkan permukaan absorpsi saluran pencernaan
masuk ke sistem portal hepatik dan mengalir ke hati. Sel hati mengekstrak nutrient
dan toksin dari darah sebelum mereka mencapai sirkulasi sistemik melalui vena
hepatik. Hati menyingkirkan dan menyimpan nutrient yang berlebih. Hati juga
memperbaiki defisiensi nutrient dengan mengeluarkan cadangan yang disimpan
atau melakukan aktivitaas sintesis. Aktivitas regulasi metabolik hati mempengaruhi
metabolisme karbohidrat, metabolisme lipid, metabolisme asam amino,
pembuangan produk limbah, penyimpanan vitamin, penyimpanan mineral, dan
metabolisme obat (Martini et al., 2015).
Hati menjaga kadar gula darah agar tetap 90mg/dL. Jika terjadi penurunan
kadar gula darah (hipoglikemia) atau dalam kondisi stres, hepatosit memecah
cadangan glikogen dan melepaskan glukosa ke aliran darah. Proses ini disebut
glikogenolisis. Proses ini difasilitasi oleh hormone efinefrin dan glukagon. Hati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
juga dapat mensintesis glukosa dari asam laktat dan asam amino tertentu, ataupun
dari monosakarida lainnya seperti fruktosa dan galaktosa, karena bentuk glukosa
lebih mudah digunakan oleh sebagian besar sel. Sintesis glukosa dari senyawa lain
disebut dengan glukogenesis. Pada saat kadar glukosa didalam darah meningkat,
kelebihan glukosa disimpan dalam bentuk glikogen. Proses ini disebut glikogenesis
dan difasilitasi oleh hormone insulin dan kortisol. Kelebihan glukosa juga dapat
digunakan untuk mensintesis lipid yang dapat disimpan di hati atau dijaringan
lainnya (Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011; Tortora and Derrickson,
2014).
Hati mensintesis lipoprotein yang merupakan gabungan molekul lipid dan
protein, untuk mengangkut asam lemak, trigliserida, dan kolesterol didarah ke
jaringan lainnya. Hati juga mensintesis kolesterol dan mengekskresikan kelebihan
kolesterol dalam bentuk empedu untuk dieliminasi melalui feses. Selain itu hati
juga berfungsi memecah asam lemak menjadi sumber energi. Dalam proses beta-
oksidasi, karbon rantai panjang asam lemak dipisah menjadi dua molekul karbon
yang disebut grup asetil, sebuah karbohidrat. Grup asetil dapat digunakan oleh sel
hati untuk menghasilkan ATP (adenosin trifosfat) atau dapat bergabung membentuk
keton untuk dibawa ke darah menuju sel lain. Sel lain tersebut akan menggunakan
keton tersebut untuk menghasilkan ATP dalam respirasi sel (Scanlon and Sanders,
2011; Tortora and Derrickson, 2014).
Hati meregulasi kadar asam amino darah berdasarkan kebutuhan jaringan
untuk sintesis protein. Dari 20 asam amino yang dibutuhkan untuk memproduksi
protein manusia, hati mampu mensintesis 12 diantaranya, yang disebut asam amino
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
nen-esensial, proses kimia untuk hal ini disebut transaminase. Dalam proses ini
grup amino (NH2) dari asam amino bertemu dengan rantai karbon bebas yang
berlebih untuk membentuk molekul asam amino utuh yang baru. Delapan asam
amino lain yang tidak dapat disintesis oleh hati disebut asam amino esensial. Dalam
hal ini, esensial berarti asam amino tersebut hanya diperoleh melalui makanan
karena hati tidak dapat memproduksinya. Seluruh 20 asam amino ini dibutuhkan
untuk membentuk protein tubuh (Scanlon and Sanders, 2011).
Kelebihan asam amino yang tidak sedang dibutuhkan untuk sintesis
protein tidak dapat disimpan, akan tetapi asam amino ini berguna untuk
kepentingan lainnya. Melalui proses deaminasi yang terjadi di hati, grup NH2
dilepas dari asam amino, lalu sisa rantai karbon dapat dirubah menjadi molekul
karbohidrat atau menjadi lemak. Oleh karena itu, asam amino yang berlebih
digunakan untuk produksi energi, baik untuk segera dipecah menjadi energi atau
disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk lemak di jaringan adiposa
(Scanlon and Sanders, 2011).
Pada saat proses deaminasi, terbentuk amonia yang merupakan produk
limbah toksik yang dapat merusak organ lain terutama otak. Amonia juga
diproduksi oleh bakteri kolon dan masuk kedalam sirkulasi darah, namun akan
langsung dibawa ke hati melalui sirkulasi portal. Hati menetralisir amonia dengan
mengubahnya menjadi urea yang jauh lebih tidak toksik dan akan diekskresikan
oleh ginjal melalui urin. Hati juga membuang produk limbah lainnya dan toksin
yang beredar di darah (Martini et al., 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Hati tidak hanya berperan dalam penyimpanan karbohidrat dan lemak,
namun juga berperan dalam penyimpanan vitamin dan mineral. Vitamin yang larut
lemak (A, D, E, dan K) serta vitamin B12 diserap di darah dan disimpan didalam
hati. Cadangan ini digunakan ketika tubuh kekurangan vitamin. Hati memiliki
peranan dalam mensintesis vitamin D. Hati juga berperan merubah zat besi menjadi
ferritin untuk disimpan (Martini et al., 2015).
Hati memetabolisme obat dari darah dan merubah obat menjadi bentuk
metabolitnya sehingga mempengaruhi efek dan durasi obat (Martini et al., 2015).
Reaksi kimia yang terlibat dalam metabolisme obat dapat dibagi menjadi empat
kategori yaitu reaksi hidrolisis, reduksi, oksidasi, konjugasi. Proses metabolisme
obat dibagi menjadi fase I dan fase II. Fase I melibatkan reaksi hidrolisis, reduksi,
dan oksidasi, yang dibantu oleh enzim fase I, seperti sitokrom P450 (CYP450),
flavin containing monooxygenase (FMO), aldehid dehidrogenase, dan alkohol
dehidrogenase. Fase II melibatkan reaksi konjugasi seperti glukuronidase, dan
konjugasi glutation (GSH), sulfation, metilation, asetilation, serta asam amino.
Pada umumnya suatu obat atau senyawa kimia akan mengalami reaksi fase I
kemudian produk metabolisme fase I menjadi substrat reaksi konjugasi fase II,
namun banyak juga senyawa kimia yang langsung dikonjugasikan serta ada juga
yang setelah itu produknya menjadi substrat CYP450. Reaksi konjugasi pada
mulanya diperkirakan menghasilkan senyawa yang tidak toksik, namun ada juga
senyawa yang justru menjadi aktif atau menjadi toksik (Apte and Krishnamurthy,
2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Hati menerima sekitar 25 persen dari curah jantung. Hati juga merupakan
organ yang dapat menampung darah paling banyak. Ketika darah melalui hati, hati
menjalankan beberapa fungsi, diantaranya adalah sintesis protein plasma,
memproses hormon dari darah, memproses antibodi, detoksifikasi, fagositosit dan
penghadir antigen, pembentukan bilirubin serta sintesis dan sekresi empedu
(Martini et al., 2015).
Hepatosit mensintesis dan melepaskan banyak protein plasama. Protein ini
termasuk albumin yang berkontribusi dalam konsentrasi osmotik darah dengan cara
menarik cairan jaringan kedalam kapiler. Faktor pembekuan darah juga diproduksi
oleh hati, termasuk prothrombin, fibrinogen, dan faktor 8, yang bersirkulasi dalam
darah sampai saat dibutuhkan dalam mekanisme kimiawi pembekuan darah
(Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011).
Hati merupakan tempat utama untuk penyerapan dan daur ulang efinefrin,
nonefinefrin, insulin, hormon tiroid, hormon steroid, esterogen, androgen, dan
kortikosteroid. Hati juga mengambil kolekalsiferol (vitamin D3) dari darah. Sel hati
kemudian mengubah kolekalsiferol menjadi produk intermediet 25-hidroksi-D3,
yang dilepaskan kembali ke darah untuk kemudian digunakan oleh ginjal untuk
membentuk kalsitriol, hormon yang penting untuk metabolisme kalsium. Selain
mendaur ulang hormon, hati juga memecah antibodi dan melepaskan asam amino
untuk daur ulang (Martini et al., 2015).
Hati mampu menyerap toksin larut lipid dalam makanan misalnya
insektida DDT dan menyimpannya dalam penyimpanan lipid agar tidak merusak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
fungsi seluler. Hati juga mampu mensintesis enzim yang dapat mendetoksifikasi
bahan berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Misalnya alkohol, dirubah oleh
hati menjadi asetat yang dapat digunakan untuk respirasi sel. Selain dengan
memecah suatu senyawa hati juga dapat menghilangkan suatu senyawa berbahaya
dengan mensekresikannya dalam empedu. Kemampuan detoksifikasi hati memiliki
batasan tertentu sehingga suatu senyawa yang sangat toksin dalam jumlah besar
dalam suatu waktu akan tetap dapat membahaakan tubuh (Martini et al., 2015;
Scanlon and Sanders, 2011).
Sel kupffer dalam sinusoid hati merupakan sel penghadir antigen yang
dapat menstimulasi respon imun, yang juga berfungsi untuk memfagosit sel darah
merah yang tua dan rusak, sel debris, dan patogen dari dalam aliran darah. Fagosit
sel darah merah menghasilkan zat besi, globin, dan bilirubin yang dibentuk dari
bagian heme hemoglobin. Hati juga mengambil bilirubin di darah yang dibentuk di
limpa dan sumsum tulang merah. Bilirubin kemudian disekresikan dalam bentuk
empedu ke dalam usus halus, yang kemudian diusus besar dirubah menjadi
urobilinogen yang sebagian diserap kembali dan dieliminasi dalam bentuk pigmen
warna kuning yang disebut urobilin melalui urin. Sebagian besar urobilinogen yang
tidak diserap dieliminasi dalam bentuk pigmen coklat yang disebut sterkobilin
melalui feses (Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011; Tortora and
Derrickson, 2014).
Hati mensintesis empedu dan mensekresikannya kedalaman lumen
duodenum. Mekanisme hormonal dan neural meregulasi sekresi empedu. Empedu
mengandung sebagian besar air, dengan sedikit ion, bilirubin, kolesterol, dan garam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
empedu. Air dan ion membantu mendilusi dan sebagai penyangga asam bagi kim
ketika masuk kedalam usus halus. Garam empedu disintesis dari kolesterol didalam
hati. Beberapa komponen lain juga terlibat seperti derivat steroid kolat dan
kenodeokskolat (Martini et al., 2015).
Fungsi pencernaan hati adalah membantu proses pencernaan lipid. Lipid
dari makanan sebagian besar tidak larut air. Proses mekanik didalam lambung
menciptakan droplet-droplet besar yang mengandung bervariasi lipid. Lipase
pankreas tidak larut lipid, sehingga enzim hanya dapat berinteraksi dengan bagian
permukaan droplet lipid tersebut. Semakin besar droplet tersebut, maka semakin
banyak lipid yang berada didalam, terisolasi, dan tidak berinteraksi dengan enzim.
Garam empedu memecah droplet lipid yang besar tersebut dalam proses yang
disebut emulsifikasi. Emulsifikasi dapat jauh meningkatkan luas permukaan yang
dapat diakses oleh enzim (Martini et al., 2015).
Emulsifikasi membentuk droplet emulsi yang kecil dengan lapisan
superfisial garam empedu. Formasi dari droplet kecil ini meningkatkan luas
permukaan yang tersedia untuk berinteraksi dengan enzim. Sebagai tambahan,
lapisan garam empedu memfasilitasi interaksi antara lipid dan enzim pencerna lipid
dari pankreas (Martini et al., 2015).
Pada saat pencernaan lipid telah selesai, garam empedu meningkatkan
absorpsi lipid oleh epitelium intestinal. Lebih dari 90 persen garam empedu akan
direabsorpsi, terutama di ileum, begitu pencernaan lipid selesai. Garam empedu
yang direabsorpsi masuk kedalam sirkulasi hepatik portal. Hati kemudian akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
mendaur ulang garam empedu tersebut. Siklus garam empedu dari hati ke usus
halus lalu kembali lagi disebut dengan sirkulasi enterohepatik empedu (Martini et
al., 2015).
D. Patologi Hati
Penyakit hati merupakan proses tersembunyi serta membahayakan yang
deteksi dan gejala klinis kegagalan fungsi hepatiknya dapat terjadi berminggu-
minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun setelah terjadinya kerusakan,
kecuali pada kasus gagal ginjal akut yang gejalanya dapat dirasakan diawal
terjadinya penyakit. Naik turunnya tingkat keparahan kerusakan hati dapat saja
tidak dirasakan oleh penderitanya dan hanya terdeteksi dengan adanya hasil tes
laboratorium yang tidak normal (Kumar, Abbas, and Aster, 2015).
Hati rentan terhadap berbagai macam gangguan metabolit, toksin,
mikroba, sirkulatorik, dan neoplastik. Walaupun begitu, hati memiliki kemampuan
besar untuk melakukan perbaikan sendiri, termasuk restitusi lengkap massa hati.
Morfologi dari kelainan hati mencerminkan pengaruh dari kerusakan hati dan
penyembuhan hati. Penyebab kerusakan hati dapat dikelompokkan menjadi
kerusakan hati akibat infeksi, termediasi imun, hepatotoksisitas terinduksi obat atau
toksin, metabolik, mekanis, dan lingkungan. Manifestasi dari kerusakan hati secara
histologi dapat dibedakan menjadi inflamasi (saluran portal, lobulus parenkim,
antarmuka keduanya), kerusakan hepatoseluler (degenerasi penggelembungan,
perlemakan hati, kolestasis, inklusi), nekrosis dan apoptosis, perubahan vaskuler,
regenerasi, fibrosis (sirosis), dan neoplasia (kanker) (Burt et al., 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Inflamasi secara umum merupakan respon jaringan vaskuler terhadap
jaringan yang terinfeksi dan rusak, yang membawa sel dan molekul pertahanan
tubuh dari sirkulasi ke situs yang membutuhkan, untuk mengeliminasi agen
perusak. Reaksi perlindungan inflamasi terhadap infeksi sering disertai dengan
kerusakan jaringan lokal serta gejala dan tanda yang berkaitan dengan hal tersebut,
walaupun biasanya konsekuensi yang berbahaya ini sifatnya dapat sembuh sendiri
dengan meredanya inflamasi, meninggalkan sedikit atau tidak ada sama sekali
kerusakan permanen (Kumar et al., 2015).
Respon inflamasi yang cepat di awal terjadinya infeksi dan kerusakan
jaringan disebut dengan inflamasi akut. Respon ini biasanya terjadi dalam hitungan
menit atau jam dan memiliki durasi singkat selama beberapa jam atau hari.
Karakteristik utamanya adalah eksudasi cairan dan plasma protein (edema) dan
pergerakan leukosit, didominasi oleh neutrofil. Ketika reaksi inflamasi akut mampu
mengeliminasi agen perusak maka reaksi tersebut akan mereda, jika stimulus gagal
dihilangkan maka akan terjadi fase panjang yang disebut inflamasi kronis. Inflamasi
kronis berdurasi lebih lama dan dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang lebih
banyak, penghadiran limfosit dan makrofag, proliferasi pembuluh darah, serta
deposisi jaringan ikat. Inflamasi akut merupakan salah satu tipe reaksi pertahanan
tubuh yang disebut sistem imun alamiah, sedangkan inflamasi kronis lebih
digolongkan dalam sistem imun adaptif (Kumar et al., 2015).
Sistem imun alamiah dan adaptif, terlibat dalam seluruh aktivitas
kerusakan dan perbaikan hati (Gambar 7). Adanya antigen di hati akan direspon
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
oleh sel penghadir antigen (APC), melalui protein histokompatibilitas utama yang
diekspresikan ke permukaan sel. Sel dendritik (DC) adalah APC yang berperan
dalam infeksi hepatitis B dan C, contoh APC lainnya adalah sel kupffer. Toll-like
receptors (TLR) dapat mendeteksi molekul inang dan juga derivat yang berasal dari
materi asing seperti bakteri dan virus sehingga sel dendritik dapat menyerang HCV
secara langsung. Dendritik sel mengaktifkan beberapa limfosit yaitu sel T naive
CD4+, sel T CD8+, sel natural killer (NK), dan sel T natural killer (NKT) (Burt et
al., 2012).
Sel naive CD4+ distimulasi oleh sitokin interleukin-4 (IL-4) untuk
berdiferensiasi menjadi sel T Th-2 CD4+. Sel T tersebut mensekresikan sitokin
Gambar 7. Skema Respon Inflamasi (Burt et al., 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
yang menstimulus sel B menjadi matang dan mensekresikan antibodi clonotypic.
Stimulasi dari interleukin-12 (IL-12) mengaktifkan sel T naive CD4+ untuk
berdiferensiasi menjadi sel T Th-2 CD4+. Sel tersebut mensekresikan interferon-γ
(IFNγ) dan interleukin-2 (IL-2), yang menstimulasi pengaktifan sel T CD8+
menjadi limfosit sitotoksik (CTL) (Burt et al., 2012).
NK, NKT dan CTL yang telah teraktifasi mensekresikan IFNγ, yang
memiliki efek antiviral pada hepatosit. Sel-sel tersebut juga dapat berinteraksi
langsung dengan hepatosit untuk mempengaruhi sitolisis. Tumor necrosis factor-α
(TNFα) yang disekresikan oleh CTL juga dapat menginduksi apoptosis
hepatoseluler melalui jalur sinyal kematian. Melalui cara ini, infeksi HBV biasanya
dapat dibersihkan kecuali pada kondisi sistem imun yang tidak adekuat. Pada kasus
infeksi HCV biasanya tidak dapat terbesihkan secara sempurna, karena
ketidakstabilan gen dari HCV dan pengembangan mutasi HCV, serta keadaan
inadekuat imun alami untuk membersihkan virus dari hepatosit yang terinfeksi
(Burt et al., 2012).
Beberapa proses degeneratif pada hepatosit dapat berpotensi kebali pulih
misalnya seperti pada akumulasi lemak (steatosis) dan bilirubin (kolestasis), namun
beberapa kondisi atau dalam keadaan yang parah dan ketika kerusakan tidak dapat
pulih kembali akan terjadi kematian sel. Hepatosit mati melalui dua mekanisme
utama, yaitu nekrosis dan apoptosis. Dalam nekrosis hepatosit, sel mengalami
pembengkakan karena regulasi osmotik yang cacat pada membran sel
mengakibatkan cairan masuk kedalam sel, yang kemudian membengkak dan pecah.
Bahkan saat sebelum pecah, konten sitoplasma (selain organela) akan terbawa ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
bagian luar sel. Makrofag mendatangi situs kerusakan tersebut dan menandai situs
nekrosis hepatosit karena sel-sel yang mati pada dasarnya pecah dan menghilang.
Bentuk kerusakan ini merupakan bentuk kematian sel yang paling banyak terjadi
pada kerusakan iskemik/hipoksia dan merupakan bagian signifikan dari respon stres
oksidatif (Kumar et al., 2015).
Apoptosis merupakan peristiwa yang dapat terjadi pada keadaan normal
ataupun pada keadaan patologis ketika sel menjadi rusak dan tidak dapat pulih
kembali. Apoptosis hepatosit merupakan bentuk aktif dari kematian sel terprogram
yang menghasilkan penyusutan hepatosit, kondensasi kromatin inti sel (piknosis),
fragmentasi kromatin inti sel (karioreksis), dan fragmentasi seluler menjadi
beberapa bagian yang disebut badan apoptosis yang bersifat asidofili (Kumar et al.,
2015).
Ketika terjadi kerusakan parenkim yang meluas, sering terdapat bukti
adanya confluent necrosis atau nekrosis konfluen yang berarti kerusakan hepatosit
yang parah pada suatu zona. Kondisi ini dapat terlihat pada kasus kerusakan
iskemik atau toksik akut ataupun pada infeksi virus yang parah atau hepatitis
autoimun. Nekrosis konfluen dapat terjadi ketika terdapat sebuah zona hepatosit
disekitar vena sentral mengalami kerusakan. Rongga yang dihasilkan akan diisi
oleh sel debris, makrofag, dan sisa dari jaringan retikulin. Dalam bridging necrosis
atau nekrosis penghubung, zona ini dapat menghubungkan vena sentral ke saluran
portal, atau menghubungkan portal-portal yang berdekatan. Meskipun pada
penyakit seperti hepatitis viral yang hepatositnya menjadi target utama serangan,
adanya kerusakan vaskuler melalui inflamasi atau trombosis juga menyebabkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
kematian parenkim akibat luasnya kematian hepatosit dalam suatu zona (Kumar et
al., 2015).
Regenerasi dari kematian hepatosit terjadi utamanya melalui replikasi
mitosis hepatosis yang berdekatan dengan sel yang telah mati, walaupun ketika
terdapat nekrosis konfluen yang signifikan. Hepatosit hampir menyerupai sel punca
atau stem cell dalam kemampuannya untuk melanjutkan replikasi walaupun dalam
keadaan kerusakan kronis selama bertahun-tahun, sehingga pembaruan oleh sel
punca biasanya bukan bagian yang signifikan dalam perbaikan parenkim. Dalam
keadaan gagal hati akut yang parah, terdapat aktivasi dari relung sel punca
intrahepatik, yang dinamakan kanal Hering, namun kontribusi dari sel punca dalam
pembaruan hepatosit dalam keadaan ini masih belum jelas. Walaupun begitu, pada
kebanyakan penderita penyakit kronis yang hepatositnya telah mencapai kondisi
penurunan fungsi replikatif, terdapat bukti jelas dari aktivitas sel punca yang terlihat
dalam pembentukan reaksi duktular (Kumar et al., 2015).
Sel utama yang terlibat dalam pembentukan jaringan parut adalah sel
stelata hepatik (Gambar 8). Dalam keadaan tidak aktif, sel tersebut adalah sel
penyimpanan vitamin A. Dalam keadaan kerusakan akut dan kronis, sel stelata
dapat menjadi aktif dan menjadi miofibroblas yang sangat fibrogenik. Proliferasi
sel stelata hepatik dan pengaktifan sel ini menjadi miofibroblas dimulai oleh
serangkaian perubahan termasuk peningkatan produksi platelet-derived growth
factor receptor β (PDGFR- β) dalam sel stelata. Pada waktu yang sama, sel kupffer
dan limfosit mengeluarkan sitokin dan kemokin yang memodulasi pengeluaran gen
di sel stelata yang terlibat dalam fibrogenesis. Hal ini, termasuk perubahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
transforming growth factor β (TGF- β) dan reseptornya yaitu metalloproteinasse 2
(MMP-2), serta penginhibisi jaringan MMP-1 dan MMP-2 atau tissue inhibitors of
metalloproteinase 1 dan 2 (TIMP-1 dan TIMP-2) (Kumar et al., 2015).
Ketika sel-sel stelata dirubah menjadi miofibroblas, sel-sel tersebut
melepaskan faktor komotaksis dan vasoaktif, sitokin, serta faktor pertumbuhan.
Miofibroblas merupakan sel kontraktil, kontraktilitas tersebut di stimulasi oleh
endhothelin-1 (ET-1). Stimulus untuk pengaktifan sel stelata dapat berasal dari
beberapa sumber. Pada inflamasi kronis, stimulus melalui tumor necrosis factor
(TNF), limfotoksin, dan interleukin-1β (IL-1β), dan produk perioksidasi lipid.
Stimulus juga dapat berasal dari sitokin dan kemokin yang diproduksi oleh sel
kupffer, sel endotelial, hepatosit dan sel epitelial duktus empedu. Selain itu stimulus
juga dapat berasal dari respon terhadap gangguan pada matriks ekstraseluler, serta
stimulasi langsung oleh toksin dari sel stelata. Jika kerusakan persisten, proses
pembentukan jaringan parut dimulai, sering kali terjadi pada ruang Disse. Kondisi
Gambar 8. Fibrosis Hati (Burt et al., 2012)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
ini lebih sering terdapat pada penyakit perlemakan hati alkoholik dan non alkoholik,
namun juga merupakan mekanisme umum pada pembentukan jaringan parut pada
bentuk kerusakan hati kronis lainnya (Kumar et al., 2015).
Zona kematian parenkim berubah menjadi septum fibrosa padat melalui
kombinasi retikulin yang telah kolaps, pada zona luas yang hepatositnya mati dan
tidak dapat pulih serta sel stelata telah teraktifkan. Pada stadium akhir penyakit hati
kronis, septum fibrosa ini mengelilingi sel yang masih bertahan hidup, serta
meregenerasi hepatosit sehingga menimbulkan jaringan parut menyebar yang
dideskripsikan sebagai sirosis (Kumar et al., 2015).
Sel lain yang mungkin berkontribusi signifikan pada pembentukan
jaringan parut pada situasi berbeda, termasuk diantaranya dalah fibroblas portal.
Reaksi duktular juga memiliki peranan, melalui aktivasi dan perekrutan semua sel
fibrogenik, serta mungkin juga melalui transisi epitelial-mesenkimal. Peran dari sel-
sel lain ini dan prosesnya masih belum diketahui secara pasti (Kumar et al., 2015).
Apabila suatu kerusakan kronis berujung pada pembentukan jaringan parut
diinterupsi (misalnya pembersihan infeksi virus hepatitis, penghentian penggunaan
alkohol), maka aktivasi sel stelata akan berhenti, jaringan parut berkondensasi,
menjadi lebih padat dan tipis, kemudian, karena adanya produksi MMP oleh
hepatosit, jaringan parut akan hilang. Melalui cara ini, jaringan parut dapat kembali
pulih. Perlu diingat bahwa pada penyakit hati kronis kemungkinan terdapat area
dari progresi dan regresi fibrosis, pada saat penyakit aktif maka akan terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
progresi fibrosis sedangkan pada saat penyembuhan penyakit akan menghasilkan
regresi dari fibrosis (Kumar et al., 2015).
E. Perlemakan Hati
1. Spektrum perlemakan hati
Penyakit perlemakan hati mencakup spektrum yang luas dari cedera hati,
dimulai dari steatosis hingga steatohepatitis, yang dapat menghasilkan fibrosis, dan
sirosis. Resistensi insulin, gangguan metobolisme asam lemak, disfungsi
mitokondria, stres oksidatif, dan disregulasi jaringan adipositokin diduga sebagai
faktor penting pengembangan steatohepatitis dari steatosis. Dalam steatohepatitis,
akumulasi lemak dikaitkan dengan inflamasi sel hati dan beberapa tingkat kondisi
kerusakan yang berbeda. Steatohepatitis merupakan kondisi serius yang dapat
berujung pada sirosis hati parah. Karakter dari sirosis adalah terdapat pergantian
jaringan hati dengan fibrosis, jaringan parut, dan pembentukan nodul yang dapat
menyebabkan disfungsi hati. Pada kondisi serius, penderita sirosis dapat
membutuhkan transplatasi hati (Dhital and Tirosh, 2015).
Perlemakan hati secara umum dapat dikategorikan menjadi perlemakan
hati alkoholik dan perlemakan hati non alkoholik berdasarkan konsumsi alkohol
penderitanya. Pada penderita penyakit perlemakan hati alkoholik, penyebab
utamanya adalah konumsi alkohol berlebih. Perlemakan hati berkembang setelah
terjadi gangguan kronis metabolisme lipid akibat konsumsi alkohol berlebih yang
berkepanjangan. Gangguan metabolisme tersebut bertanggung jawab terhadap
akumulasi triasilgliserol di hepatosit (Dhital and Tirosh, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Perlemakan hati nonalkoholik atau nonalcoholic fatty liver disease
(NAFLD) memiliki kondisi patologi yang mirip dengan perlemakan hati alkoholik
namun terjadi pada orang yang bukan pecandu alkohol. Nonalcoholic
steatohepatitis (NASH) adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan
steatohepatitis pada penderita yang bukan pecandu alkohol. Non-alcoholic fatty
liver disease dan NASH secara umum sering dikaitkan dengan dislipidemia dan
penurunan sensitivitas insulin (Dhital and Tirosh, 2015).
2. Karakteristik perlemakan hati
Karakteristik dari steatosis adalah adanya akumulasi lipid terutama
trigliserida, pada sitoplasma hepatosit. Akumulasi lipid sering ditemukan dalam
spesimen biopsi hati. Penemuan dalam jumlah kecil bersifat nonspesifik dan dapat
terdapat pada hati yang telah menua. Akumulasi lemak yang lebih ekstensif terjadi
pada sejumlah besar kelainan hepatik utama dan berbagai kondisi sistemik (Burt et
al., 2012).
Pada hati normal, lipid terhitung memiliki bobot basah sekitar 5% dari
total. Bobot ini dapat meningkat sampai 50% pada steatosis, menghasilkan
hepatomegali (mencapai 5 kg). Pada otopsi atau spesimen eksplan, hati memiliki
tampilan kuning pucat utamanya akibat karoten dan memiliki konsistensi
berminyak (Burt et al., 2012).
Dua pola utama dari steatosis yang dapat dikenali melalui mikroskopik
cahaya adalah makrovesikular dan mikrovesikular. Makrovesikular tanpa
komplikasi secara umum dianggap suatu kondisi jinak dan bersifat dapat kembali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
pulih sepenuhnya meskipun ada pendapat lain yang menunjukkan bukti adanya
aktivas sinergis dengan toksin lain yang menginduksi cedera hati. Sebaliknya,
steatosis mikrovesikular secara umum merupakan kondisi yang serius dengan
disfungsi hepatik dan koma serta yang sering dikaitkan dengan gangguan β-oksidasi
lipid (Burt et al., 2012).
Steatohepatitis didefinisikan sebagai adanya steatosis hepatik dengan
bervariasi tingkat inflamasi bersama dengan adanya bukti cedera hatim biasanya
dalam bentuk penggelembungan (ballooning) sitologis. Pada keadaan ini, dapat
disertai dengan fibrosis ataupun tanpa fibrosis. Perubahan ini biasanya lebih terlihat
pada daerah centrilobular. Inflamasi yang berkaitan dengan steatohepatitis pada
umumnya keparahannya sedang dan distribusinya terutama sedang. Inflamasi portal
yang terdapat pada tiap individu beragam (Puri and Sanyal, 2012).
Penggelebungan (ballooned) hepatosit merupakan suatu keadaan yang
umum dalam steatohepatitis dan beberapa meyakini bahwa kondisi ini esensial
untuk diagnosis. Sel ini mengalami peningkatan ukuran, memiliki garis sudut yang
lemah, edema sitoplasma, dan dapat juga memiliki nukleus hiperkromatik.
Hepatosit yang lebih kecil tetapi memiliki kecacatan yang sama tetap dapat
dianggap mengalami penggelembungan. Kondisi ini tidak spesifik terjadi pada
perlemakan hati, namun bisa juga terjadi pada hepatitis viral dan kolestasis kronis.
Penggelembungan dapat berkontribusi terhadap pengembangan hepatomegali dan
memiliki efek fungsional langsung, beberapa penelitian melaporkan kolerasi antara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
pembesaran hepatosit dan tekanan intrahepatik pada penyakit perlemakan hati
alkoholik, walaupun hal ini masih diperdebatkan (Burt et al., 2012).
Penggelembungan hepatosit menggelembung dapat dikenali dengan
mudah terutama ketika terdapat badan Mallory-Denk, yang sebelumnya disebut
Mallory’s hyalin atau alcoholic hyalin. Walaupun demikian, tidak semua
penggelembungan hepatosit mengandung agregat sitoskeletal intrasitoplasmik ini,
dan beberapa dapat saja mengandung droplet lemak. Pada akhirnya,
penggelembungan dapat menjadi sebuah manifestasi struktural dari gangguan
mikrotubular (Burt et al., 2012).
Badan Mallory-Denk merupakan kondisi yang terdapat dalam
steatohepatitis alkoholik dan non alkoholik, namun juga terlihat memiliki kaitan
dengan kolestatis yang terjadi pada penyakit seperti sirosis bilier primer, pada
Wilson disease, sirosis Indian childhood, hiperplasia nodular fokal, dan karsinoma
hepatoseluler. Mereka telah diproduksi secara eksperimental menggunakan
bervariasi agen, termasuk griseofulvin, dietilnitrosamin, dan 3,5-dietoksi carbonil-
1,4 dihidrokolidin (DDC). Struktur ultra dengan bentuk berbeda dari badan
Mallory-Denk dideskripsikan menjadi tiga tipe. Tipe I terdiri dari bundel filamen
dalam susunan paralel, tipe II dianggap sebagai kelompok fibril berorientasi secara
acak, tipe III diidentifikasi berbentuk granular atau bahan amorf yang hanya
mengandung fibril tersebar (Burt et al., 2012).
Hepatosit menggelembung pada steatoheoatitis dapat menjadi menifestasi
cedera progresif yang dapat berujung pada nekrosis litik. Sel-sel tersebut (termasuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
yang mengandung badan Mallory-Denk) tidak akan mengalami kematian sel secara
langsung dan dapat bertahan untuk waktu yang lama hingga bulanan. Kematian sel
dalam steatohepatitis juga terjadi melalui apoptosis dan terdapat hubungan antara
jumlah sel apoptosis dengan tingkat keparahan penyakit. Nekrosis konfluen dan
penghubung jarang terlihat dalam perlemakan hati namun dapat diamati pada
penyakit hati alkoholik yang parah, yang disebut nekrosis hialin sklerosing pusat,
dan terlihat pada beberapa kasus steatohepatitis yang terjadi setelah operasi
jejunoileal bypass. Inflamasi yang menyertai cedera sel bervariasi intensitasnya dan
sifat selularnya. Pada kebanyakan penyakit perlemakan hati, inflamasi lobular
bercampur, dan terdapat polimorfi neutrofil, limfosit, dan makrofag. Jumlah netrofil
pada umumnya lebih banyak pada steatohepatitis alkoholik dari pada NASH,
namun pada keduanya terlihat mengitari hepatosit menggelembung yang
mengandung badan Mallory-Denk, yang disebut satellitosis. Inflamasi saluran
portal dapat terjadi pada semua bentuk steatohepatitis. Kondisi ini utamanya
limfositik pada NASH, sedangkan pada penyakit hati alkoholik dapat bercampur
(Burt et al., 2012).
Mirip dengan bentuk penyakit hati kronis lainnya, nekroinflamasi dari
steatohepatitis biasanya disertai dengan fibrosis hepatik. Fibrosis hepatik
mencerminkan ketidakseimbangan antara produksi dan degradasi maktriks
ektraseluler. Penyakit perlemakan hati dikaitkan dengan beberapa karakter khusus
dari pola fibrosis, walaupun tidak sepenuhnya spesifik (Burt et al., 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
3. Patogenesis perlemakan hati
Mekanisme patogenesis dari perlemakan hati akibat konsumsi alkohol
berlebih masih banyak diperdebatkan. Terdapat beberapa mekanisme yang
didukung oleh bukti dari penelitian-penelitian pada hewan dan manusia.
Mekanisme yang pertama dan paling langsung adalah metabolisme biokimia hati
(Gambar 9) yang menghasilkan steatosis dan stres oksidatif. Yang kedua adalah
adanya pelepasan sitokin sebagai akibat peningkatan endotoksin derivat-usus
sebagai yang diantarkan ke hati melalui vena portal. Yang ketiga adalah respon
Gambar 9. Metabolisme alkohol (Burt et al., 2012)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
imun adaptif yang dihasilkan sebagai pengembangan antigen baru dengan
intermediet reaktif yang dihasilkan dua mekanisme pertama (Stewart and Day,
2012).
Alkohol mudah diabsorpsi dari saluran gastrointestinal dan didistribusikan
ketubuh, proposional dengan jumlah cairan didalam jaringan. Kurang dari 10%
dieliminasi melalui melalui paru-paru dan ginjal, sisanya mengalami oksidasi
didalam tubuh, terutama di hati. Hal inilah yang diduga menyebabkan gangguan
metabolik dalam hati. Metabolisme alkohol didalam hati dibagi menjadi tiga jalur
yaitu jalur dehidrogenase alkohol, jalur katalase, dan sistem oksidasi etanol
mikroma (Gambar 9) (Burt et al., 2012).
Pada NAFLD, penderita mengalami kondisi patologis yang mirip dengan
perlemakan hati alkoholik namun penderita bukan seorang alkoholik. Steatosis
mikrovesikular dan makrovesikular hepatosit menunjukkan akumulasi trigliserida
dalam bentuk droplet yang dikelilingi oleh membran fosfolipid monolayer.
Hepatosit memiliki kapasitas tangguh untuk mensintesis trigliserida dari asam
lemak bebas atau free fatty acid (FFA), dengan hanya dibantu oleh enterosit usus
kecil dan epitel kelenjar susu. Asam lemak yang digunakan untuk membuat
trigliserida sebagian besar merupakan derivat dari penyerapan asam lemak di
sirkulasi darah yang diproduksi oleh adiposit lipolisis. Sebagian kecil asam lemak
di hepatosit disintesis melalui proses lipogenesis de novo (DNL) menggunakan
kelebihan karbohidrat dan asam amino sebagai prekusor asetil koenzim-A. Suatu
penilitian menunjukkan bahwa sintesis asam lemak baru hanya berkontribusi 5%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
dari asam lemak yang digunakan hepatosit untuk memproduksi trigliserida, namun
bagian ini meningkat menjadi 25% pada penderita NASH (Burt et al., 2012).
NAFLD dikaitkan dengan adanya gangguan homeostasis energi. Jaringan
adiposa memiliki peranan penting dalam homeostasis energi. Jaringan adiposa
bertindak sebagai tempat penyimpanan energi. Energi yang disimpan akan
dilepaskan saat tubuh membutuhkan energi. Selama periode kelebihan kalori,
energi yang berlebih disimpan sebagai trigliserida yang merupakan bentuk
penyimpanan yang paling efisien karena FFA menghasilkan lebih banyak energi
daripada oksidasi protein dan karbohidrat. Ketika tubuh membutuhkan energi,
trigliserida jaringan adiposa akan mengalami lipolisis untuk melepaskan FFA dan
gliserol yang dapat diambil oleh hati. Hal ini diregulasi oleh profil adipokin pada
jaringan adiposa dan beberapa hormon, termasuk insulin (Puri and Sanyal, 2012).
Trigliserida yang baru disintesis secara normal bergabung menjadi partikel
lipoprotein berdensitas sangat rendah atau very low density lipoprotein (VLDL)
didalam hati yang kemudian disekresikan kedalam sirkulasi darah. Proses ini
kompleks dan membutuhkan gen apo B100 yang normal, asam amino yang
memadai untuk mensintesis apo B100, lipidasi normal apo B100 oleh microsomal
triglyceride transfer protein (MTP), kolin fosfatidil kolin dan kolesterol ester yang
memadai, seta mekanisme sekresi yang utuh. Karena lengkapnya faktor yang
mempengaruhi sekresi lemak hati, kelainan genetik dan defisiensi nutrisi dapat
memberikan fenotip umum steatosis. Dua penyakit genetik yang disebabkan
kegagalan MTP untuk melipidase apo B100 yaitu hypobetalipoproteinaemia dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
abetalipoproteinaemia, merupakan penyakit monogenik sederhana dengan variasi
tingkat keparahan dan ditandai dengan NAFLD karena ketidakmampuan hepatosit
untuk mensekresikan VLDL (Burt et al., 2012).
Pada NASH, kriteria untuk menetapkan diagnosis steatohepatitis
didasarkan pada ada tidaknya abnormalitas yang berkaitan dengan cedera
hepatoseluler yang signifikan pada kondisi steatosis. Berdasarkan penelitian terbaru
pada hewan, menunjukkan bahwa NASH lebih disebabkan oleh metabolit asam
lemak dari pada trigliserida dan akumulasi trigliserida hanya menunjukkan tanda
bahwa hati menangani asam lemak berlebih, yang berasal dari lipolisis perifer atau
DNL berlebih. Diversi asam lemak menjadi kolam droplet lipid trigliserida
mungkin sebenarnya menunjukkan adanya jalur protektif adaptif untuk mencegah
digunakan dalam jalur metabolik yang menghasilkan intermediet lipotoksik (Burt
et al., 2012).
Penetapan spesies molekular yang bertanggung jawab untuk cedera
lipotoksik hati masih diteliti sampai sekarang. Salah satu kandidatnya yang
mungkin adalah lisofosfatidilkolin, sebuah produk dari pelepasan grup asil asam
lemak dari fosfatidilkolin (lesitin). Kandidat-kandidat lain diantaranya adalah FFA,
seramid, asam fosfatidik, diasilgliserol dan lain-lain. Jumlah ikatan rangkap dua di
asam lemak, posisi relatifnya serta konfigurasinya cis alami ataukah terkonfigurasi
trans secara sintetis juga penting. Asam lemak tersaturasi penuh (yaitu yang tanpa
ikatan rangkap dua) merupakan lipotoksik dalam sistem kultur sel dan lemak trans
telah ditunjukkan menyebabkan steatohepatitis pada tikus, sedangkan asam lemak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
tak tersaturasi jamak seperti yang terdapat pada minyak ikan, saat ini masih
dievaluasi pada percobaan klinis untuk kemungkinannya sebagai agen terapi untuk
NASH (Burt et al., 2012).
Walaupun ditemukan metabolit asam lemak lipotoksik mampu
menyebabkan fenotip NASH, mekanisme ini tentu bukan penyebab steatohepatitis
pada semua penderita dengan NASH. Fenotip yang saat ini diidentifikasi sebagai
steatohepatitis tanpa penyalahgunaan alkohol, menggambarkan beberapa
mekanisme penyakit, baik secara tunggal ataupun kombinasi. Faktor patogenetik
merupakan faktor tambahan, atau mungkin juga faktor penyebab akumulasi spesies
lipotoksik dan juga stres retikulum endoplasmik, stres oksidatif, disfungsi
mitokondria, akumulasi kolesterol membran, eksposur berlebih dari endotoksin
derivat usus, dan disregulasi produksi adipokin. Faktor lingkungan yang diketahui
memiliki peranan pada beberapa penderita diantaranya adalah hipoksia intermiten
dari obstruktif apnea tidur, perubahan flora normal usus, dan defisiensi nutrisi
seperti kolin (Burt et al., 2012).
4. Peran stres oksidatif pada NAFLD
Stres oksidatif merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara produksi
senyawa oksigen reaktif (ROS) berlebih dan penurunan pertahanan antioksidan.
Penelitian eksperimen dan klinis menunjukkan hubungan erat antara tingkat stres
oksidatif dengan keparahan NAFLD. Mitokondria merupakan situs utama oksidasi
asam lemak dan pembentukan ROS (Pacana and Sanyal, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Pada NAFLD, peningkatan serapan oleh hati dan sintesis FFA
dikompensasi dengan peningkatan kemampuan mitokondria untuk mengoksidasi
asam lemak, yang berkonsekuensi pada gangguan pada kapasitas oksidatifnya. Pada
proses ini peningkatan pengiriman elektrok ke rantai transpor elektron menciptakan
keadaan reduksi berlebih dari komponen rantai respirasi yang bereaksi secara
abnormal dengan oksigen untuk membentuk radikal anion superoksida. Radikal ini
mengalami dismutasi yang disebabkan oleh superoxide dismutated (SOD) mangan
menjadi hidrogen peroksida, yang pada kondisi fisiologis normal akan
didetoksifikasi menjadi air oleh GSH peroksidase. Pada kondisi NAFLD jumlah
mitokondria yang mereduksi GSH tidak adekuat, sehingga GSH peroksidase
kehilangan kemampuan untuk mendetoksifikasi hidrogen peroksidasi sehingga
menyebabkan disfungsi mitokondria dan kematian sel (Pacana and Sanyal, 2015).
Radikal anion superoksida juga dapat bereaksi dengan oksida nitrat yang
menyebabkan pembentukan pro-oksidan peroksinitrat lain. Peningkatan
pembentukan ROS mitokondria telah didemonstrasikan pada model hewan.
Disfungsi mitokondria terbukti secara partikuler pada NASH yang ditunjukan
dengan adanya pengurangan DNA mitokondria dan kode polipeptidanya. Lebih
lanjut lagi, abnormalitas struktur pada mitokondria telah diobservasi, mengalami
pembesaran (megamitokondria), kehilangan krista dan inklusi parakristalin (Pacana
and Sanyal, 2015).
Sumber endogen ROS juga dapat berasal dari mikrosoma P450 defektif
dan aktivitas oksidasi peroksisomal. Lipooksigenasi rantai panjang asam lemak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
oleh CYP450, secara partikuler CYP2E1 dan CYP4A, menghasilkan produksi ROS
berlebih. Pada penderita NASH, ekspresi dan aktivitas CYP2E1 hepatik mengalami
peningkatan dan didistribusikan di daerah perivenular (asinar zona 3), yang
berhubungan dengan cedera hepatoseluler maksimal. Setalah metabolisme asam
lemak oleh CYP4A mikrosomal, dikarboksilat dibentuk dan berfungsi sebagai
sebstrat untuk β-oksidasi peroksisom. Peroksisom terlibat dalam metabolisme asam
lemak rantai sangat panjang dan asam lemak rantai bercabang yang tidak bisa
mudah menjalani β-oksidasi mitokondria. Proliferasi dan pembesaran peroksisom
hepatik dapat diobservasi pada steatosis hepatik. Oksidasi mikrosom dan
peroksisom bukan merupakan jalur utama disposal asam lemak, namun menjadi
signifikan ketika kadar CYP2E1 rendah dan ada akumulasi asam lemak rantai
panjang. Pada CYP2E1 tikus, enzim CYP4A yang diregulasi sehigga memainkan
peranan penting sebagai inisiator alternatif stres oksidatif di hati (Pacana and
Sanyal, 2015).
Insufisiensi pertahanan antioksidan juga merupakan faktor utama yang
menyebabkan stres oksidatif di NAFLD. Antioksidan utama hepatik yaitu GSH
mengalami penurunan pada penderita dengan NAFLD. Konversi metionin menjadi
sistein melalui jalut trans-sulfurasi untuk sintesis GSH dapat diamati pada gambar
10. Penelitian juga telah menunjukkan bukti penurunan vitamin E dan enzim
antioksidan, sehingga menyebabkan akumulasi ROS bertambah. Polimorfisme
nukleotida tunggal dari SOD ditemukan pada NASH. Kapasitas antioksidan hati
semakin memburuk seiring perkembangan steatosis menjadi steatohepatitis. Hal ini
didukung dengan reduksi GSH hepatik dan juga pengurangan reduksi/oksidasi GSH
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
yang diobservasi selama perkembangan NAFLD pada penelitian lain. Aktivitas
GSH transferase juga mengalami penurunan seiring perkembangan NAFLD
(Pacana and Sanyal, 2015).
Ketidakseimbangan antara pro-oksidan dan antioksidan menghasilkan
produksi berlebih ROS yang memicu peroksidasi lipid yang menyebabkan formasi
aldehid 4-hydroxynonenal dan malondialdehyde. ROS berlebih juga meningkatkan
pengeluaran beberapa sitokin seperti TNFα, TGF-β, Fasligand, dan IL8. Produk
peroksidasi lipid dan sitokin secara bergantian merusak DNA mitokondria dan
polipeptida rantai respirasi memicu siklus berbahaya yang menghasilkan ROS
tambahan. Peristiwa ini memiliki potensi untuk menginduksi apoptosis, inflamasi,
dan fibrosis hati dengan mengganggu sintesis nukleotida dan protein,
mempromosikan produksi sitokin inflamasi, dan mengaktifkan sel stelata hepatik
(Pacana and Sanyal, 2015).
Gambar 10. Sintesis GSH melalui Jalur Metabolisme Metionin (Pacana and Sanyal, 2015)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
5. Hubungan resistensi insulin dengan NAFLD dan NASH
Resistensi insulin didefinisikan sebagai rusaknya kemampuan insulin
untuk menimbulkan respon sel normal pada konsentrasi fisiologis. Resistensi
insulin biasa ditemukan pada penderita dengan NASH. Resistensi insulin bisa jadi
merupakan abnormalitas utama pada penderita dengan sindrom metabolik,
sehingga NASH disebut sebagai manifestasi hepatik sindrom metabolik. Sindrom
metabolik bukanlah penyakit tersendiri namun merupakan sekelompok kelainan
yang bersama-sama memberikan peningkatan resiko kardiovaskuler. Metabolik
sindrom saat ini didefinisikan dengan adanya obesitas sentripetal, dislipidemia,
hipertensi dan peningkatan kadar gula puasa (Burt et al., 2012).
Jalur sinyal insulin bersifat spesifik untuk suatu jaringan, bahkan pada sel
tertentu seperti hepatosit, pensinyalan insulin terjadi melalui jalur yang berbeda
untuk memperoleh respon metabolik dan pertumbuhan. Seperti yang biasa
digunakan, istilah resistensi insulin tidak menyampaikan informasi mengenai
jaringan taget yang paling terkena dampaknya atau jalur sinyal mana yang
terganggu pada target jaringan tersebut. Resistensi insulin biasanya disertai dengan
compensatory hyperinsulinemia (atau pengganti insulin farmakologis) untuk
mengontrol glikemik, sehingga jalur sinyal insulin tertentu dapat menjadi
teraktivasi berlebihan dan di saat yang sama jalur lain mengalami gangguan di
tingkat jaringan dan seluler (Burt et al., 2012).
Ukuran resistensi insulin biasanya mencerminkan respon salah satu dari
tiga jaringan target utama insulin, yaitu hati, jaringan adiposa, dan otot rangka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Ukuran kemampuan insulin untuk menekan produksi glukosa endogen adalah yang
paling biasa digunakan pada penelitian klinis dan hasil tersebut utamanya
mencerminkan sensitifitas insulin hepatik, misalnya menginhibisi glukogenesis
hepatik (Burt et al., 2012).
Resisten insulin pada suatu subjek penelitian menunjukkan penurunan
sensitifitas insulin tidak hanya pada tingkat otot tetapi juga pada tingkat hati dan
jaringan adiposa. Pada kondisi resistensi insulin, jaringan adiposa menjadi resisten
terhadap efek antilipolitik insulin dan pelepasan asam lemak meningkat. Resistensi
insulin disertai oleh peningkatan kadar insulin yang meningkatkan sintesis
trigliserida hepatik, dengan adanya peningkatan lipolisis dan/atau peningkatan
asupan lemak. Resisensi insulin jaringan adiposa dikuantifikasi menggunakan
indeks Adipo-IR (FFA dikali insulin) yang menggambarkan ketidakmampuan
insulin dalam menekan lipolisis periferal. Pada subjek dengan NAFLD yang
obesitas ataupun tidak obesitas, konsentrasi FFA dan Adipo-IR meningkat
dibandingkan dengan subjek kontrol, terlepas dari peningkatan oksidasi lipid
hepatik dan sistemik, serta sekresi VLDL-trigliserida. Adipo-IR juga merupakan
penanda cedera hati (Gaggini et al., 2013).
Pada kondisi setelah makan, sumber penting FFA adalah melalui
peningkatan luapan dari silomikron. Peningkatan luapan tersebut mencerminkan
inefisiensi dalam penyimpanan lemak makanan dan menghasilkan kelebihan FFA.
FFA diambil oleh organ yang mensaturasi kapasitas oksidatif mereka dan
mengakumulasikannya dalam bentuk lemak ektopik, terutama sebagai lipid hepatik
dan intramioseluler, selain itu juga sebagai lemak jantung dan pankreas. Telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
dihipotesiskan bahwa lemak etopik dapat menjadi mekanisme pertahanan terhadap
lipotoksisitas serta adanya subjek dengan NAFLD yang berkembang menjadi
NASH dan sirosis hanya merupakan konsekuensi sekunder akibat peningkatan
inflamasi dan spesies oksigen reaktif (Gaggini et al., 2013).
Kemunculan patogenesis NASH model lipotoksisitas (Gambar 11) berasal
dari pembentukan metabolit asam lemak non-trigliserida yang utamanya
bertanggung jawab terhadap cedera hepatoseluler dan kematian yang mencirikan
Gambar 11. Peran Utama Lipotoksisitas dalam NASH (Burt et al., 2012)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
NASH. Sumber primer dari asam lemak hepatoseluler diambil dari FFA di sirkulasi
dan sintesis asam lemak baru (DNL). Asam lemak secara normal akan dieliminasi
melalui jalur oksidatif dan pensekresian. Ketika jalur ini mengalami gangguan
spesies lipotoksik dapat dibentuk. Akumulasi dari trigliserida dalam droplet lipid
bisa jadi merupakan respon protektif adaptif yang terjadi ketika pembentukan dan
sekresi trigliserida sebagai VLDL tidak cukup untuk menangani jumlah trigliserida
yang disintesis (Burt et al., 2012).
Faktor lainnya yang juga meningkatkan kemungkinan terkena NASH
diantaranya adalah resistensi insulin di tingkat jaringan adiposa yang menghasilkan
kegagalan untuk menekan lipolisis, serta DNL berlebih di hati yang disebabkan
oleh substrat yang berlebih (biasanya adalah karbohidrat). Pengambilan sisa-sisa
sirkulasi lipoprotein (misalnya sisa silomikron, sisa lipoprotein densitas rendah)
sedikit berkontribusi pada beban FFA hepatoseluler. Hal lain yang juga berpotensi
sebagai sumber penting FFA hepatoseluler adalah pergantian droplet lipid, baik
melalui enzim lipolitik seperti lipase trigliserida adiposa atau pemecahan lisosomal
konten autofagosom. Jalur oksidatif membentuk spesies oksigen reaktif yang dapat
dikaitkan dengan stres oksidatif, namun peran yang lebih luas dari proses ini dalam
patogenesis NASH belum didemonstrasikan (Burt et al., 2012).
6. Terapi NAFLD dan NASH
Perlemakan hati pada hakekatnya merupakan manifestasi hepatik dari
metabolik sindrom. Terapi harus fokus melawan komponen terpisah dan faktor
resiko untuk gangguan ini, seperti obesitas, hiperlipidemia, dan diabetes. Penderita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
NAFLD tanpa gejala dari kerusakan hati dan fibrosis dapat sembuh dengan
sendirinya, sehingga terapi farmakologi hanya dipertimbangkan untuk penderita
NASH (Mashav and Shibolet, 2015).
Penurunan berat badan terutama jika secara bertahap, dapat meningkatkan
fitur histologis. Akan tetapi tingkat penurunan berat badan yang dibutuhkan untuk
normalisasi fitur histologis masih belum ditetapkan secara jelas. Penurunan berat
badan secara drastis atau diet kalori yang terlalu rendah dapat menyebabkan
memburuknya fitur histologis sehingga harus dihindari. Penurunan berat badan
setidaknya 5% dari berat badan awal telah menunjukkan adanya perbaikan kadar
ALT pada NASH, dan penurunan berat badan 7% sampai 10% dapat menghasilkan
perbaikan histologis (Watt, 2015).
Untuk mempertahankan berat badan tetap terkontrol terasa sulit untuk
kebanyakan penderita obesitas, sehingga penggunaan obat-obatan untuk secara
langsung menurunkan keparahan kerusakan hati tanpa penurunan berat badan
merupakan sebuah alternatif yang menarik. Manajemen kesehatan dari sindrom
metabolik penting, namun terapi farmakologis juga dapat memberikan keuntungan
pada penderita yang tidak mempunyai sindrom metabolik. Sampai dengan saat ini,
hasil penelitian awal menunjukkan bahwa obat penyensitif insulin, antioksidan,
obat penurun kadar lipid, dan beberapa obat hepatoprotektif memiliki potensi
memberikan keuntungan. Kebanyakan penelitian ini masih dalam tahap penelitian
lebih lanjut. Terapi farmakologis yang sudah cukup terbukti memberikan manfaat
adalah vitamin E, sedangkan terapi farmakologis yang pada awal penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
berpotensi memberikan manfaat namun pada penelitian lebih lanjut terbukti tidak
memberikan manfaat adalah ursodiol dan betaine. Terapi vitamin E menunjukkan
adanya perbaikan kadar aminotransferase dan bukti biopsi menunjukkan perbaikan
steatosis dan inflamasi (Watt, 2015).
F. Aminotranferase
Alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST)
merupakan dua aminotransferase yang biasa digunakan dalam tes fungsi hati atau
liver function test (LFT). Enzim ini mengkatalis pemindahan grup α-amino aspartat
dan alanin ke grup α-keto asam ketoglutarik, secara berurutan menghasilkan
pembentukan asam oksaloasetil dan asam piruvat. Enzim tersebut berperan dalam
glukogenesis dengan memfasilitasi sintesis glukosa dari sumber nanokarbohidrat.
AST terdapat pada mitokondria (80%) dan sitosol (20%) dari hepatosit, tapi ALT
hanya ditemukan di sitosol. ALT utamanya terdapat di hati, sedangkan AST
terdapat di beberapa jaringan termasuk hati, jantung, otot rangka, ginjal, otak,
pankreas, paru-paru, leukosit, dan eritrosit. Kadar serum AST biasanya meningkat
pada penyakit jantung dan otot. Kadar AST dan ALT membutuhkan piridoksal 5’-
fosfat sebagai kofaktor dan keduanya dapat berada di serum dalam bentuk
apoenzim dan holoenzim (Poynard and Imbert-Bismut, 2012).
Aminotransferase secara normal terdapat pada serum dengan konsentrasi
yang rendah. Peningkatan nilai serum ALT dan AST berhubungan dengan sel pada
jaringan yang kaya aminotransferase atau adanya perubahan permeabilitas
membran sel, sehingga enzim tersebut dilepaskan dari jaringan. Aktivitas enzim
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
hati yang berada di serum menggambarkan tingkat pelepasan enzim dari hati ke
sirkulasi dan pengeliminasian enzim dari sirkulasi. Aktivitas AST dan ALT di sel
hati 1000 kali lebih besar daripada aktivitas di serum, sehingga semakin banyak sel
hati yang mati maka aktivitas aminotransferase di plasma akan meningkat. Pada
kebanyakan keadaan, tingkat pengeliminasian dari sirkulasi relatif tetap konstan
(Herlong and Mitchell Jr., 2012).
Kadar serum AST dan ALT meningkat pada hampir semua penyakit hati.
Pada keadaan yang langka, isolasi peningkatan AST pada serum mungkin
dikarenakan pembentukan makroenzim dengan pengikatan AST pada
imunoglobulin (Ig). Kompleks tersebut memiliki massa molekular yang lebih tinggi
dan pengeliminasian tertunda yang menyebabkan peningkatan jumlah enzim yang
tersirkulasi. Kompleks AST-IgA pada penderita dewasa telah dilaporkan memiliki
hubungan dengan kanker hati atau penyakit hati kronis. Makroenzim secara umum
tidak dianggap sebagai bentuk patologis, tetapi peningkatan nilai enzim yang terus-
menerus dapat menyebabkan tes diagnosis berkali-kali sehingga merugikan secara
ekonomi (Poynard and Imbert-Bismut, 2012).
Nilai ALT normal pada pria adalah kurang dari 45 U/I sedangkan pada
wanita adalah kurang dari 34 U/I. Nilai AST normal pada pria adalah kurang dari
35 U/I sedangkan pada wanita adalah kurang dari 31 U/I (Kuntz and Kuntz, 2008).
Pada penyakit hati peningkatan tertinggi (> 20 kali atau 1000 U/L) terjadi pada
hepatitis viral yang parah, nekrosis hepatik terinduksi obat atau racun, shok
sirkulasi (hepatitis iskemik). Walaupun kadar enzim dapat menggambarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
nekrosis hepatoseluler, namun mereka tidak berkorelasi dengan hasil akhirnya.
Penurunan kadar ALT dan AST dapat mengindikasikan adanya perbaikan ataupun
prognosis yang buruk karena hepatosit yang tersisa tinggal sedikit. Peningkatan
menengah (3-20 kali) kadar serum aminotransferase biasanya terjadi pada hepatitis
akut atau kronis, termasuk hepatitis viral dan hepatitis autoimun, serta hepatitis
terinduksi obat dan alkohol. Peningkatan yang ringan (1-3 kali) dari kadar
aminotransferase terlihat pada perlemakan hati, NASH, toksisitas obat dan hepatitis
C kronis (Thapa and Walia, 2007; Poynard and Imbert-Bismut, 2012).
G. Karbon Tetraklorida
Karbon tetraklorida merupakan cairan jernih, tidak berwarna dan mudah
menguap dengan karakteristik bau khas yang tidak mengiritasi. Karbon tetraklorida
dapat bercampur dengan kebanyakan solven alifatik dan CCl4 sendiri merupakan
suatu solven. Kelarutan CCl4 didalam air rendah. Karbon tetraklorida memiliki sifat
yang tidak mudah terbakar dan stabil dengan adanya udara dan cahaya.
Dekomposisi dari CCl4 dapat menghasilkan fosgen, karbon dioksida dan asam
hidroklorik (World Health Organization, 1999).
Karbon tetraklorida pada awalnya digunakan sebagai bahan pembersih
yang digunakan untuk industri maupun rumah tangga. Senyawa haloalkana ini tidak
lagi digunakan untuk kepentingan ini setelah diketahui bersifat hepatotoksik dan
karsinogenik. Saat ini CCl4 terbukti sangat berguna sebagai model eksperimental
untuk penelitian efek hepatotoksik (Weber et al., 2003).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Karbon tetraklorida merupakan agen hepatotoksik yang biasa digunakan
untuk menginduksi perlemakan hati, inflamasi, fibrosis, dan kanker hati pada tikus
(Riordan and Nadeau, 2014). Toksisitas CCl4 bergantung pada dosis dan durasi
eksposur, ataupun waktu observasi. Pada dosis rendah efek yang sering terjadi
misalnya gangguan Ca2+, gangguan homeostatis lipid, pelepasan sitokin, dan
apoptosis, yang disertai dengan regenerasi. Pada dosis yang lebih tinggi atau lebih
tinggi, efek yang ditimbulkan lebih serius, permanen, dan berkembang dalam waktu
yang lama, misalnya perlemakan hati, fibrosis, sirosis, bahkan kanker. Pada dosis
toksik akut kegagalan hati yang fatal akan terjadi, setelah nekrosis hepatoseluler
melebihi kemampuan regenerasi hati. Dosis ekstrim CCl4 menghasilkan toksisitas
yang tidak spesifik, termasuk depresi sistem saraf pusat dan gagal nafas yang
disertai kematian (Weber, et al., 2003).
Mekanisme toksisitas dari CCl4 terutama merupakan dampak dari
metabolitnya (Gambar 12). Metabolisme CCl4 dimulai dengan pembentukan radikal
CCl3•, melalui aksi dari fungsi campuran sistem oksigenasi CYP450 retikulum
endoplasma. Proses ini melibatkan pemotongan reduktif dari ikatan karbon-klorin,
reaksi ini tidak melibatkan oksigen. Aktivasi radikal bebas di CCl4 di mitokondria
diduga juga berkontribusi secara signifikan terhadap toksisitas CCl4 (Weber, et al.,
2003).
Isoenzim sitokrom utama dalam eksekusi biotransformasi CCl4 adalah
CYP2E1, namun CYP2B1 dan CYP2B2 juga mampu menyerang CCl4. Pada
manusia CYP2E1 mendominasi metabolisme CCl4 pada konsentrasi yang relevan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
pada lingkungan, namun pada konsentrasi yang tinggi CYP3A, berkontribusi
signifikan. Radikal CCl3• yang dihasilkan cukup reaktif untuk berikatan secara
kovalen dengan CYP2E1, baik pada sisi aktif enzim ataupun pada heme group yang
menyebabkan inaktivasi. Inakticasi CYP2E1 tersebut diduga memberikan sinyal
yang mirip untuk penghilangan proteolitik secara efektif (Weber, et al., 2003).
Radikal CCl3• bereaksi dengan berbagai senyawa biologis yang penting
seperti asam amino, nukleotida, dan asam lemak, serta protein, asam nukleat, dan
lipid, atau dengan memisahkan hidrogen yang sebagian besar dari asam lemak tidak
jenuh untuk membentuk kloroform. Laju dari reaksi ini dapat mengalami
peningkatan ketika terjadi dengan oksigen. Karsinogenik terjadi ketika CCl4
bereaksi dengan DNA. Reaksi CCl3• dengan protein dan lipid menyebabkan
penurunan sintesis protein dan gangguan pada metabolisme lipid sehingga
berkontribusi pada terjadinya steatosis (Weber, et al., 2003).
Radikal CCl3• dengan adanya oksigen akan dikonversi menjadi radikal
CCl3OO•. Radikal ini lebih reaktif dari radikal CCl3• sehingga waktu hidup radikal
ini sangat singkat karena radikal ini bereaksi cepat dengan substrat yang sesuai
untuk bereaksi dengan pasangan elektronnya. Radikal CCl3OO• jauh lebih mungkin
untuk melepas hidrogen dari asam lemak tidak jenuh, sehingga memulai proses
peroksidasi lipid. Pelepasan hidrogen dari asam lemak memulai serangkaian reaksi
kompleks yang berhenti ketika molekul asam lemak tidak jenuh terdisintegrasi
sempurna dengan pembentukan aldehid, karbonil lain, dan alkana. Seluruh proses
ini disebut peroksidasi lipid (Weber, et al., 2003).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Kejadian pertama setelah dosis toksik CCl4 dapat diobservasi atau
dideteksi secara biokimia disekitar RE. Setelah satu menit pemberian, CCl4
berikatan kovalen dengan lipid mikrosomal dan protein dengan rasio 11:3.
Konjugasi diena yang merupakan indikator peroksidasi lipid dapat dideteksi di lipid
dalam 5 menit. Dalam 30 menit setelah pemberian, sintesis protein ditekan, yang
menggambarkan adanya perubahan pada ribosom dan RE kasar, serta hilangnya
ribosom dapat dideteksi dengan mikroskopi elektron. Diantara satu hingga tiga jam
Gambar 12. Mekanisme toksisitas CCl4 (Weber et al., 2003)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
setelah pemberian dengan CCl4, akumulasi trigliserida di hepatosit dideteksi
dengan adanya droplet lemak dan terjadi hilangnya aktivitas enzim di RE secara
terus menerus. Perlemakan hati dapat terjadi karena penghambatan sintesis protein,
yang diketahui menghasilkan penurunan produksi kompleks lipoprotein yang
bertanggungjawab terhadap pemindahan lipid keluar dari hepatosit. Kerusakan RE
menyebabkan hilangnya kemampuan untuk mensintesis protein (Timbrell, 2008).
H. Macaranga tanarius L.
1. Taksonomi
Menurut Integrated Taxonomic Information System atau ITIS (2015)
taksonomi dari Macaranga tanarius L. adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridiplantae
Infrakingdom : Streptophyta
Superdivision: Embryophyta
Division : Tracheophyta
Subdivision : Spermatophytina
Class : Magnoliopsida
Superorder : Rosanae
Order : Mealpighiales
Family : Euphorbiaceae
Genus : Macaranga Thouars
Species : Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
2. Nama lain
Macaranga tanarius L. memiliki nama yang berbeda pada daerah yang
berbeda. Nama daerah yang lebih dikenal diantaranya adalah hairy mahang
(Inggris); kuyonon, himindang, dan binunga (Filipina); ka-lo, kundoh, mahang
puteh, dan tampu (Malaysia); hu chang lek, mek, pang, dan lo khao (Thailand);
serta mara, tutup ancur, hanuwa, dan mapu (Indonesia) (Orwa et al., 2009).
3. Penyebaran
Macaranga tanarius L. berasal dari beberapa negara termasuk Australia,
Brunei, Kamboja, Cina, Indonesia, Jepang, Laos, Malaysia, Myanmar, Papua
Nugini, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Di wilayah ini, Macaranga tanarius L.
lebih sering ditemukan di hutan sekunder, terutama di daerah penebangan dan juga
ditemukan di semak-semak, belukar, kebun pedesaan, dan vegetasi pantai.
Macaranga tanarius L. tumbuh di tiga jenis tanah yaitu tanah liat, tanah lempung,
dan pasir serta biasanya ditemukan didataran rendah (Orwa et al., 2009). Selain di
negara asalnya, Macaranga tanarius L. dibudidayakan dan tersebar di daerah-
daerah tropis di dunia (Starr, Starr, and Loope, 2003).
4. Budidaya
Macaranga tanarius L. dibudidayakan untuk berbagai kegunaan. Pohon
yang kecil ditanam sebagai pohon hias di taman dan proyek-proyek reboisasi di
Hawai dan daerah tropis hangat lain di dunia (Starr et al., 2003). Di Sumatra, buah
Macaranga tanarius L. ditambahkan ke dalam sari palem ketika direbus menjadi
kristal, untuk meningkatkan kualitas gula yang dihasilkan. Di Indonesia dan juga di
Filipina, getah dari kulit kayunya digunakan sebagai lem untuk membuat alat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
musik. Cabang dan daunnya juga digunakan untuk membuat minuman fermentasi
di Filipina. Tanaman ini juga dapat menjadi kayu bakar yang baik, merupakan
bahan papan yang berkualitas tinggi, kayunya juga cukup kuat untuk dijadikan
tangga sementara oleh petani cabe ketika panen, serta kulitnya mengandung tanin
yang digunakan untuk membuat jaring ikan yang kuat dan di Indonesia
dimanfaatkan untuk pewarna hitam, selain itu Macaranga tanarius L.
direkomendasikan sebagai pohon naungan untuk meningkatkan regenerasi alami
pada hutan gundul (Orwa et al., 2009).
5. Deskripsi tanaman
Macaranga tanarius L. merupakan pohon berumah dua dengan tinggi
biasanya 4-10 m, dapat lebih rendah atau lebih tinggi mencapai 20 m. Daunnya
(Gambar 13) berbentuk seperti perisai, bulat telur atau lebih lonjong berukuran 8-
32 x 5-28 cm, dengan bentuk daun berseling, agak membundar, dengan stipula
membulat ataupun kurus lonjung, panjang 1-3 cm, cepat berganti. Perbungaan
Gambar 13. Daun Macaranga tanarius L.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
bermalai di ketiak, bunga ditutupi oleh daun gagang. Bunga jantan dalam malai
terbuka panjangnya 13-35 cm, bract dan tampuk berwarna hijau pucat hingga hijau
kekuningan, benang sari biasanya berjumlah 4-6, namun bisa juga ditemukan 3-10,
kepala sari tetrahecal. Bunga betina di malai memiliki panjang 8-30 cm, ovarium
bersel 2-3, panjangnya 5-8 mm. Buah kapsul berkokus dua, ada kelenjar
kekuningan di luarnya. Bijinya membulat, menggelembur (Orwa et al., 2009;
Wagner, Herbst, and Sohmer, 1999).
6. Kandungan kimia
Gunawan-Puteri dan Kawabata (2010) melakukan uji in vitro dan
menemukan bahwa daun Macaranga tanarius L. memiliki aktivitas α-glucosidase
inhibitor. Dari fraksi etil asetat (EtOAc) ekstrak metanol-air daun Macaranga
tanarius L. dikomatografi dengan kolom Diaion HP-20 dan fraksi aktifnya
dipurifikasi menggunakan high performance liquid chromatogtaphy (HPLC) untuk
mengisolasi senyawa AGI utama. Lima senyawa ellagitannins (Gambar 14) yang
berhasil diisolasi dan diidentifikasi, berurutan dari yang kurang poten hingga yang
paling poten adalah mallotinic acid (IC50 > 5,00 mM), corilagin (IC50 = 2,63 mM),
chebulagic acid (IC50 = 1,00 mM), serta dua senyawa baru macatannin A (IC50 =
0,80 mM), dan macatannin B (IC50 = 0,55 mM).
Phomart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat, dan Sutthivaiyakit (2005)
berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi tiga konstituen dari daun Macaranga
tanarius L. yaitu tanarifuranonol (1), tanariflavone C (2), dan tanariflavone D (3),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
bersama dengan tujuh senyawa yang diketahui (Gambar 15). Senyawa yang
diperoleh diinvestigasi dengan mengevaluasi dengan panel bioassay.
Matsunami et al. (2006) menemukan empat glukosida megastigmane baru,
dengan nama macarangioside A-D, selain itu juga terdapat mallophenol B,
Gambar 14. Kandungan Kimia Macaranga tanarius L. (Gunawan-Puteri and Kawabata,
2010)
Gambar 15. Kandungan Kimia Macaranga tanarius L. (Phomart et al., 2005)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, serta campuran hyperin dan isoquecitrin
yang berhasil diisolasi sebagai campuran pada daun Macaranga tanarius L.
(Gambar 16). Struktur senyawa tersebut dielusidasi menggunakan analisis
spektroskopik dan kimiawi. Kesembilan senyawa tersebut diuji aktivitas
penangkapan radikal bebas dan diketahui bahwa Macarangioside A-C dan
mallophenol B memiliki aktivitas penangkapan radikal 2,2-diphenyl-picrylhydrazyl
(DPPH).
Kawakami et al. (2008) melakukan investigasi fitokimia dan berhasil
mengisolasi tujuh prenylated flavone baru (Gambar 17), macaflavonone A-G (1-7),
beserta dua senyawa yang telah diketahui nymphaeol C (9) dan diterpene kolavenol.
Struktur daru senyawa baru dielusidasi menggunalan metode spektrofotometri dan
konversi kimiawi. Struktur absolut dari tanariflavanone B (8) (Gambar 17), yang
diisolasi dari Macaranga tanarius L. juga telah terselesaikan. Aktivitas sitotoksik
dari flavonones diuji dengan menggunakan dua cell line, dengan macaflavonne G
adalah yang paling aktif pada keduanya.
Gambar 16. Kandungan Kimia Macaranga tanarius L. (Matsunami et al., 2006)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Matsunami et al. (2009) melaporkan tiga senyawa baru (Gambar 18) yang
berhasil diisolasi dari daun Macaranga tanarius L. yaitu sebuah lignan glucoside
dengan nama (+)-pionoresinol 4-0-[6”-0-gallolyl]-β-D-glocopyranoside (1), serta
dua megastigmane glucoside bernama Macarangioside E (2) dan Macaragioside F
(3) bersama dengan 15 senyawa lainnya (4-18). Struktur senyawa tersebut
dielusidasi menggunakan analisis spektroskopik dan kimiawi. Lignan glucoside
baru yang berhasil diisolasi dan Macarangioside E ditemukan memiliki aktivitas
penangkapan DPPH.
Gambar 17. Kandungan Kimia Macaranga tanarius L. (Kawakami et al., 2008)
Gambar 18. Kandungan Kimia Macaranga tanarius L. (Matsunami, et al., 2009)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
I. Metode Penyarian
Fitokimia menyusun kurang dari 10% matriks tanaman sehingga untuk
memperoleh sediaan yang kaya akan fitokimia diperlukan ekstraksi dari matriks
tanaman. Tujuan dari ekstraksi adalah untuk memaksimalkan hasil komponen yang
diinginkan, dengan meminimalkan ekstraksi senyawa yang tidak diinginkan.
Metode ekstraksi solid-liquid yang digunakan untuk mengekstraksi fitokimia dari
tanaman diantaranya adalah ekstraksi Soxhlet, infudasi, dan maserasi. Proses
ekstraksi ini melibatkan pertama-tama difusi pelarut ke sel tanaman, pelarutan
senyawa fitokimia dalam matriks tanaman, dan akhirnya difusi pelarut kaya-
fitokimia keluar dari sel tanaman (Harbourne, Marete, Jacquier, and O’Riordan,
2013).
Maserasi dilakukan dengan merendam materi tanaman kedalam cairan
yang biasanya adalah pelarut organik, pada suhu ruangan. Campuran ini dapat
diaduk untuk meningkatkan kecepatan ekstraksi fitokimia dari materi tanaman.
Ekstraksi yang telah selesai kemudian dipisahkan dengan cara disaring. Materi
tanaman tersebut dapat diekstraksi kembali dengan menambahkan pelarut baru
yang disebut remaserasi. Langkah ini dapat diulang beberapa kali untuk
meyakinkan ekstraksi fitokimia dari materi tanaman benar-benar selesai. Satu kali
maserasi dapat memakan waktu berjam-jam sampai berhari-hari dan dapat sampai
berminggu-minggu untuk remaserasi (Harbourne, et al., 2013).
Ekstraksi menghasilkan sediaan yang masih relatif kompleks di alam dan
akan butuh dilanjutkan dengan pemurnian, yaitu prosedur fraksinasi untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
membuang materi yang tidak diinginkan. Fraksinasi merupakan sebuah tahap
lanjutan yang diperlukan untuk dapat mencapai pemahaman lebih dalam mengenai
aktivitas suatu senyawa. Fraksinasi yang menunjukkan aktivitas akan dilanjutkan
fraksinasi lebih lanjut. Biasanya tahap ini diulang berkali-kali untuk menemukan
senyawa lebih murni yang menunjukkan aktivitas yang diinginkan. Tahap
selanjutnya adalah elusidasi struktur molekular dari molekul aktif, lalu determinasi
konsentrasi senyawa aktif yang memberikan efek, diikuti determinasi jumlah
senyawa aktif pada ekstrak awal dan dibandingkan dengan nilai konsentrasi
senyawa aktif yang diperoleh. Langkah berikutnya adalah isolasi, sintesis, dan
percobaan senyawa terkait. Terakhir adalah investigasi mekanisme aksi dan
metabolisme dari senyawa aktif yang didapat (Houghton and Raman, 1998).
J. Landasan Teori
Hati merupakan kelenjar terberat pada tubuh manusia yang terletak di
bagian atas rongga abdominal (Standring et al., 2008). Hati tersusun atas hepatosit
yang membentuk 80% volume hati dan beberapa komponen lainnya seperti
kanalikuli empedu dan sinusoid hepatik (Tortora and Derrickson, 2014). Hati
berperan dalam banyak hal didalam tubuh, secara umum fungsi hati terbagi menjadi
tiga yaitu regulasi metabolik, regulasi hematologi, dan fungsi pencernaan (Martini
et al., 2015). Fungsi hati dapat terganggu akibat infeksi, termediasi imun,
hepatotoksisitas terinduksi obat atau toksin, gangguan metabolik, gangguan secara
mekanis, dan faktor gangguan lingkungan. Manifestasi dari kerusakan hati secara
histologi dapat dibedakan menjadi inflamasi, kerusakan hepatoseluler, nekrosis dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
apoptosis, perubahan vaskuler, regenerasi, fibrosis, dan neoplasia (Burt, et al.,
2012).
Non-alcoholic fatty liver disease merupakan penyakit hati akibat gangguan
metabolik yang memiliki manifestasi terutama steatosis makrovesikular zona 3,
inflamasi, cedera seluler yang ditunjukkan dengan penggelembungan sitologik,
badan Mallory-Denk, atau keduanya serta fibrosis periseluler. Non-alcoholic fatty
liver disease dapat berkembang menjadi NASH yang dapat berujung pada sirosis
(Burt, et al., 2012). Kerusakan hati dapat dideteksi dengan tes fungsi hati melalui
pengukuran aktivitas serum ALT dan AST. Kerusakan sel pada jaringan yang kaya
aminotransferase atau adanya kelainan permeabilitas membran sel menyebabkan
enzim tersebut masuk kedalam darah, sehingga peningkatan aktivitas serum ALT
dan AST dapat digunakan sebagai penanda kerusakan hati (Poynard and Imbert-
Bismut, 2012).
Karbon tetraklorida merupakan salah satu senyawa penginduksi kerusakan
hati. Karbon tetraklorida diaktivasi oleh sitokrom CYP2E1, CYP2B1 atau
CYP2B2, dan kemungkinan juga CYP3A, untuk membentuk CCl3• yang
menyebabkan toksisitas melalui haloalkalasi. Radikal ini juga dapat bereaksi
dengan oksigen untuk membentuk CCl3OO•, suatu radikal yang sangat reaktif yang
menyebabkan toksisitas melalui jalur peroksidasi lipid (Weber, et al., 2003).
Dengan dosis yang sesuai CCl4 dapat menyebabkan steatosis yang ditandai dengan
peningkatan ringan aktivitas serum ALT dan AST (Thapa and Walia, 2007;
Poynard and Imbert-Bismut, 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Macaranga tanarius L. merupakan tanaman yang tumbuh di daerah tropis
dan memiliki banyak kandungan serta manfaat (Starr et al., 2003). Pemberian
ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari telah
dilaporkan memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan AST tikus
terinduksi CCl4 (Windrawati, 2013). Dari penelitian ini, dilakukan penelitian
lanjutan yang meneliti FHEMM jangka waktu 6 hari pada tikus terinduksi CCl4.
Menurut Harbourne et al. (2013) fitokimia menyusun kurang dari 10%
matriks tanaman, oleh karena itu diperlukan ekstraksi untuk memperoleh sediaan
dengan efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan AST yang lebih poten. Proses
ekstraksi melibatkan pertama-tama difusi pelarut ke sel tanaman, pelarutan
senyawa fitokimia dalam matriks tanaman, dan akhirnya difusi pelarut kaya-
fitokimia keluar dari sel tanaman. Dari ekstrak yang diperoleh dilakukan fraksinasi
yaitu suatu usaha mengisolasi fraksi ekstrak untuk memperoleh sediaan yang lebih
poten dan untuk mengetahui lebih lanjut senyawa yang mungkin bertanggung
jawab terhadap efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan AST.
Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi solid-liquid. Metode
maserasi merupakan metode yang cukup sederhana, sehingga relevan untuk
digunakan dalam eksplorasi senyawa pada daun Macaranga tanarius L. yang
memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan AST. Ekstrak metanol-air
1:1 daun Macaranga tanarius L. telah dibuktikan oleh Windrawati (2013) memiliki
aktivitas hepatoprotektif sehingga tahap lebih lanjut dalam penelitian ini adalah
menguji bagian atau fraksi dari ekstrak tersebut sebagai upaya pengembangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
sediaan yang lebih poten dan pemahaman lebih lanjut mengenai senyawa yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas hepatoprotektif.
Pemilihan pelarut dipilih berdasarkan kemampuan disolusi pelarut
kedalam sel tanaman, solubilisasi senyawa fitokimia dalam matriks tanaman dan
difusinya ke pelarut eksternal (Harbourne et al. 2013). Prinsip umum dari kelarutan
fitokimia dalam pelarut adalah pelarut non-polar akan mengekstraksi senyawa non-
polar, dan senyawa polar akan diekstraksi oleh pelarut polar. Koefisien partisi
menggambarkan polaritas dari suatu senyawa (Houghton and Raman, 1998).
Berdasarkan hal tersebut, pelarut heksan-etanol 1:1 dipilih sebagai pelarut
fraksinasi karena memiliki koefisien partisi yang mirip dengan Macatannin B,
macatannin A, dan chebulagic acid. Heksan-etanol 1:1 yang dihitung
menggunakan perangkat lunak Marvin Sketch memiliki koefisien partisi 2,97, mirip
dengan macatannin B, macatannin A, dan chebulagic acid yang memiliki koefisien
partisi 2,94, 2,76, dan 2,64. Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa ketiga
senyawa tersebut dapat difraksinasi dengan menggunakan pelarut heksan-etanol 1:1
dengan kandungan macatannin B yang paling banyak karena memiliki nilai
koefisien partisi yang paling mirip. Dalam fraksi yang dibuat senyawa yang
terkandung belum dapat dipastikan spesifik mengisolasi tiga senyawa tersebut
namun juga dapat mengandung senyawa lain yang mungkin bersinergi dengan
senyawa yang telah diketahui atau mungkin justru merupakan senyawa utama yang
lebih bertanggung jawab terhadap aktivitas penurunan aktivitas serum ALT dan
AST (Houghton and Raman, 1998).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Berdasarkan penjabaran di atas, maka fraksi yang diperoleh adalah fraksi
yang memiliki kandungan tiga ellagitannin yang telah diketahui dan diberi nama
chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B, sebab ellagitannin dikenal
memiliki aktivitas antioksidan (Gil et al., 2000; Anderson et al., 2001; Mullen et
al., 2002; Reddy et al., 2007). Senyawa antioksidan merupakan senyawa yang
banyak diteliti sebagai agen hepatoprotektif untuk pengembangan terapi NAFLD
dan diketahui bahwa antioksidan (vitamin E) merupakan terapi farmakologis yang
telah terbukti memberikan manfaat pada penderita NAFLD (Watt, 2015).
Antioksidan juga diketahui dapat menangkap radikal bebas yang dihasilkan oleh
CCl4 sehingga akan mencegah kenaikan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus
terinduksi CCl4.
K. Hipotesis
Pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari dapat mencegah kenaikan
aktivitas serum ALT dan AST pada tikus betina galus Wistar terinduksi CCl4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari
terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4
merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap
pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel utama
a. Variabel bebas
Variabel bebas dari penelitian ini adalah variasi dosis pemberian
FHEMM jangka panjang 6 hari pada tikus betina galur Wistar terinduksi
CCl4.
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung dari penelitian ini adalah aktivitas serum ALT
dan AST setelah pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari pada tikus
betina galur Wistar terinduksi CCl4.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini adalah kondisi
hewan uji, yaitu tikus betina galur Wistar dengan berat badan 130-180 gram
dan umur 2-3 bulan, pemberian FHEMM secara peroral (p.o.) dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
frekuensi pemberian satu kali sehari, selama enam hari berturut-turut
dengan waktu pemberian yang sama, cara pemberian hepatoksin CCl4
melalui rute intraperitoneal (i.p.). Bahan uji yang digunakan adalah daun
Macaranga tanarius L. segar yang dipetik pada pagi hari di bulan Juni (saat
musim kemarau) dari pohon Macaranga tanarius L. yang tumbuh di daerah
Paingan, Maguwoharjo, Sleman.
b. Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah profil
absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi, serta kondisi patologis
hewan uji.
3. Definisi operasional
a. Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.
Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. adalah ekstrak
kental yang diperoleh dengan mengekstraksi 40,0 g serbuk daun dengan 200
mL pelarut metanol-air 1:1 secara maserasi selama 24 jam dengan
kecepatan 140 rpm, kemudian ekstrak cair yang diperoleh, diuapkan
menggunakan rotary vacuum evaporator IKAVAC® dengan suhu 80oC
hingga menjadi ekstrak pekat dan diuapkan menggunakan oven dengan
suhu 50oC hingga menjadi ekstrak kental yang memiliki bobot tetap atau
perbedaan antara dua penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak
lebih dari 0,25%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
b. Fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.
FHEMM adalah fraksi kental yang diperoleh dengan
memfraksinasi ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.
menggunakan pelarut heksan-etanol 1:1 dengan perbandingan 1:5 secara
maserasi selama 24 jam dengan kecepatan 140 rpm, kemudian fraksi cair
yang diperoleh, dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 50oC hingga
bobot tetap atau perbedaan antara dua penimbangan dengan selang 1 jam
berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.
c. Jangka Panjang
Pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari adalah pemberian
FHEMM dengan frekuensi satu kali sehari selama enam hari berturut-turut.
d. Penurunan aktivitas serum ALT dan AST
Penurunan aktivitas serum ALT dan AST ditandai dengan adanya
perbedaan bermakna antara kelompok kontrol hepatotoksin dan kelompok
perlakuan, dengan aktivitas serum ALT dan AST kelompok perlakuan lebih
rendah daripada kelompok kontrol hepatotoksin.
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama
a. Hewan uji
Hewan uji yang digunakan adalah tikus betina galur Wistar dengan
berat badan 130-180 gram dan berumur 2-3 bulan yang diperoleh dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
b. Bahan uji
Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius L.
segar yang dipetik pada pagi hari di bulan Juni dari pohon Macaranga
tanarius L. yang tumbuh di daerah Paingan, Maguwoharjo, Sleman.
Pengumpulan bahan uji dikerjakan oleh kelompok penelitian yang diketuai
oleh Saudari Penina Kurnia Uly dan dideterminasi di Laboratorium Biologi
Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. Bahan kimia
a. Pelarut ekstrak yang digunakan adalah metanol dan aquadest yang dibeli
dari CV. General Lab Yogyakarta.
b. Pelarut fraksi yang digunakan adalah heksan dan etanol yang dibeli dari CV.
General Lab Yogyakarta.
c. Bahan hepatoksin yang digunakan adalah CCl4 yang diperoleh dari
Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
d. Pelarut CCl4 yang digunakan adalah olive oil Bertolli®.
e. Pelarut FHEMM yang digunakan adalah Natrium-Carboxymethyl Cellulosa
1% (CMC-Na 1%) yang diperoleh dari Laboratorium Biofarmasetika,
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
f. Reagen AST/GOT Thermo Scientific® milik Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
g. Reagen ASL/GPT Thermo Scientific® milik Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta
D. Alat Penelitian
1. Alat pembuatan FHEMM
Alat-alat yang digunakan adalah orbital shaker Optima®, timbangan
analitik Mettler Toledo®, oven Memmert®, blender Miyako®, rotary vacuum
evaporator IKAVAC®, penangas air, Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab®,
ayakan no.50 Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab®, moisture balace, serta
alat-alat gelas Pyrex® berupa gelas beker, labu erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur,
batang pengaduk, pipet tetes, corong, labu alas bulat dan cawan porselen.
2. Alat perlakuan hewan uji
Alat-alat yang digunakan adalah timbangan analitik Mettler Toledo®,
spuit injeksi p.o. dan syringe 3 cc Terumo®, spuit injeksi intraperitoneal dan
syringe 1 cc Terumo®, pipa kapiler, serta alat-alat gelas Pyrex® berupa gelas
beker, gelas ukur, labu ukur, batang pengaduk, pipet tetes, corong, dan pipet ukur.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tanaman Macaranga tanarius L.
Determinasi tanaman Macaranga tanarius L. dilakukan dengan
mencocokan ciri-ciri tanaman Macaranga tanarius L. yang diperoleh dari Paingan,
Maguwoharjo, Sleman dengan literatur. Determinasi dilakukan di Bagian Biologi
Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius L. segar yang
dipetik pada pagi hari di bulan Juni dari pohon Macaranga tanarius L. di daerah
Paingan, Maguwoharjo, Sleman. Daun Macaranga tanarius L. segar dipetik pada
musim kemarau karena kandungan senyawa antioksidan dan metabolit sekunder
lainnya mengalami peningkatan sebagai bentuk pertahanan tanaman terhadap
kondisi stres lingkungan (radiasi sinar UV, intensitas cahaya tinggi, temperatur,
persediaan air) (Gechev, Breusegem, Stone, Denev, and Laloi, 2006; Ramakrishna
and Ravishankar, 2011; Bartwal, Mall, Lohani, Guru, and Arora, 2013). Waktu
panen dilakukan pada pagi hari karena kandungan metabolit sekunder cenderung
lebih stabil dan lebih banyak pada pagi hari, sedangkan pada siang hari metabolit
sekunder seperti antioksidan banyak digunakan untuk detoksifikasi ROS hasil
metabolisme tanaman dan stres lingkungan (Gechev et al., 2006).
Daun Macaranga tanarius L. yang dipilih adalah daun yang dirasa sudah
matang dan proses diferensiasi tanaman telah selesai, hal ini dilihat dari ukuran
batang tanaman yang memiliki diameter lebih dari 5 cm dan batangnya sudah tidak
berwarna hijau, sehingga tanaman lebih banyak melakukan pertumbuhan sekunder
dan diharapkan kandungan metabolit sekunder yang diperoleh lebih banyak (Plas,
Eijkelboom, and Hagendoorn, 1995).
Daun yang sudah dipanen dicuci dengan air mengalir untuk memisahkan
pengotor lain yang terbawa seperti debu, semut, ataupun bahan asing lainnya, lalu
di angin-anginkan. Ketika sudah tidak terlalu basah langkah selanjutnya dilakukan
perajangan dengan mengiris daun karena ukuran daun cukup lebar. Fungsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
dilakukanya perajangan adalah untuk mempercepat proses pengeringan. Untuk
menurunkan kadar air bahan sampai ke tingkat yang dipersyaratkan maka dilakukan
pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 29ºC selama 3-4 hari.
3. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L.
Daun Macaranga tanarius L. dicuci bersih dibawah air mengalir, setelah
bersih daun diangin-anginkan hingga tidak tampak basah lagi kemudian untuk
mengoptimalkan pengeringan daun dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil
kemudian dimasukkan kedalam oven dengan suhu 29oC. Daun yang telah kering
disortasi kering dan diserbuk dengan blender Miyako® dan diayak dengan ayakan
nomor 50 Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab® menggunakan Electric Sieve
Shaker Indotest Multi Lab®.
Daun yang sudah kering diserbuk dengan menggunakan blender setelah
disortasi kering untuk memisahkan daun dari benda asing lain dan bagian tanaman
yang tidak diinginkan. Tujuan penyerbukan daun Macaranga tanarius L. adalah
untuk memperpendek jalur yang harus ditempuh oleh pelarut untuk menarik keluar
fitokimia dari matriks tanaman sehingga akan menurunkan waktu yang dibutuhkan
untuk mengekstraksi kandungan fitokimia secara maksimal (Harbourne et al.,
2013). Serbuk yang diperoleh diayak dengan ayakan nomor 50 Electric Sieve
Shaker Indotest Multi Lab® menggunakan Electric Sieve Shaker Indotest Multi
Lab®. Hasil yang diperoleh dari proses ini adalah serbuk daun Macaranga tanarius
L. dengan ukuran partikel lebih kecil dari 300 µm.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
4. Penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L.
Timbang saksama 5,0 gram serbuk kering daun Macaranga tanarius L.
yang sudah diayak, dimasukkan ke dalam alat moisture balance. Bobot serbuk
kering kulit tersebut ditetapkan sebagai bobot mula-mula serbuk, setelah itu
dipanaskan pada suhu 105°C selama 15 menit. Serbuk kering daun Macaranga
tanarius L. yang sudah dipanaskan ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot
serbuk setelah pemanasan. Selisih antara bobot mula-mula serbuk dengan bobot
setelah pemanasan merupakan besarnya penurunan bobot serbuk. Kadar air dari
sampel serbuk daun Macaranga tanarius L. diperoleh dengan menghitung besarnya
penurunan bobot serbuk dibandingkan dengan bobot mula-mula dan dinyatakan
dalam persen.
5. Pembuatan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.
Timbang lebih kurang 40,0 g serbuk daun Macaranga tanarius L.,
direndam dalam 200 mL pelarut metanol-air 1:1, kemudian dimaserasi selama 24
jam sambil digojog menggunakan orbital shaker Optima® dengan kecepatan 140
rpm. Hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Serbuk tanaman di remaserasi
sebanyak 2 kali dengan menambakan 200 mL pelarut metanol-air 1:1 baru. Filtrat
maserasi diuapkan menggunakan rotary vacuum evaporator IKAVAC® dengan
suhu 80oC hingga menjadi ekstrak pekat kemudian diuapkan menggunakan oven
dengan suhu 50 oC hingga menjadi ekstrak kental yang memiliki bobot tetap atau
perbedaan antara dua penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak lebih
dari 0,25%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Maserasi dilakukan sambil digojog menggunakan orbital shaker Optima®
dengan kecepatan 140 rpm bertujuan untuk mempercepat proses pengambilan
fitokimia dari matriks tanaman. Maserasi dilakukan selama 24 jam untuk
memastikan fitokimia telah terambil dari matriks tanaman dan pelarut telah jenuh.
Perbandingan serbuk atau ekstrak dengan pelarutnya masing-masing adalah 1:5
dengan tujuan untuk memperoleh lebih banyak fitokimia dari matriks tanaman.
Remaserasi dilakukan dua kali juga untuk mengekstraksi lebih banyak fitokimia
dari matriks tanaman. Penyaringan pada saat ekstraksi digunakan untuk
memisahkan pelarut yang kaya kandungan fitokima dari bahan tanaman (Harbourne
et al., 2013).
Proses penguapan pelarut dari ekstrak dilakukan untuk menguapkan
pelarut dan mendapatkan ekstrak kental. Penguapan dilakukan hingga bobot tetap
atau perbedaan antara dua penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak
lebih dari 0,25% untuk memastikan bahwa pelarut sudah teruapkan semua. Pada
proses pembuatan ekstrak kental, dilakukan penguapan pada suhu cukup tinggi
yaitu 80ºC karena pelarut metanol-air sulit untuk diuapkan pada suhu yang lebih
rendah dan tekanan rotary vacuum evaporator IKAVAC® tidak bisa diatur. Fischer,
Carle, dan Kammerer (2013) melaporkan bahwa ellagitannin tidak mengalami
degradasi bahkan dengan pemanasan hingga 90 ºC. Dalam penelitian ini pembuatan
FHEMM dari serbuk menghasilkan rendemen sebesar 3,51%.
6. Pembuatan FHEMM
Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. difraksinasi dengan
merendam tiap 1,0 g Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. dengan 5,0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
mL pelarut heksan-etanol 1:1 (perbandingan ekstrak-pelarut 1:5), kemudian
dimaserasi selama 24 jam sambil digojog menggunakan orbital shaker Optima®
dengan kecepatan 140 rpm. Hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Residu
ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. di remaserasi sebanyak 2 kali
dengan menambakan pelarut heksan-etanol 1:1 baru dengan jumlah yang sama.
Fraksi cair yang diperoleh, diuapkan menggunakan oven dengan suhu 50oC hingga
menjadi fraksi kental yang memiliki bobot tetap atau perbedaan antara dua
penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.
Sama halnya dengan proses ekstraksi, maserasi dilakukan sambil digojog
menggunakan orbital shaker Optima® dengan kecepatan 140 rpm bertujuan untuk
mempercepat proses pengambilan fitokimia dari matriks tanaman. Maserasi
dilakukan selama 24 jam untuk memastikan fitokimia telah terambil dari matriks
tanaman dan pelarut telah jenuh. Perbandingan serbuk atau ekstrak dengan
pelarutnya masing-masing adalah 1:5 dengan tujuan untuk memperoleh lebih
banyak fitokimia dari matriks tanaman. Remaserasi dilakukan dua kali juga untuk
mengekstraksi lebih banyak fitokimia dari matriks tanaman. Penyaringan pada saat
fraksinasi bertujuan untuk memisahkan pelarut yang kaya kandungan fitokimia
dituju dengan residu ekstrak kental (Harbourne et al., 2013).
Proses penguapan pelarut dari fraksi prinsipnya juga sama dengan
penguapan pelarut dari ekstrak yaitu untuk menguapkan pelarut dan mendapatkan
fraksi kental. Penguapan dilakukan hingga bobot tetap atau perbedaan antara dua
penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak lebih dari 0,25% untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
memastikan bahwa pelarut sudah teruapkan semua. Dari proses pembuatan
FHEMM dari serbuk diperoleh rendemen sebesar 3,51%.
7. Pembuatan agen suspensi CMC-Na 1%
Agen suspensi CMC-Na 1% dibuat dengan cara menimbang sebanyak 5,0
gram CMC-Na. CMC-Na yang telah ditimbang, kemudian ditaburkan kepermukaan
aquadest 200,0 mL. Setelah itu ditambahkan lagi 200,0 mL aquadest sehingga
serbuk CMC-Na terbasahi. CMC-Na tersebut didiamkan selama 24 jam hingga
mengembang. Agen suspensi tersebut kemudian ditambahkan dengan aquadest
hingga 500,0 mL pada labu ukur 500,0 mL.
8. Pembuatan suspensi FHEMM
Suspensi FHEMM tiap harinya dibuat dengan konsentrasi 2,4% sebagai
stok. Sebanyak 0,6 g FHEMM ditimbang kemudian dicampurkan dengan agen
suspensi CMC-Na 1%. Setelah tersuspensi dengan baik, suspensi tersebut
ditambahkan hingga volumenya mencapai 25 ml di dalam labu ukur, lalu digojog
kembali.
9. Pembuatan CCl4 dalam olive oil (1:1)
Janakat dan Al-Merie (2002), serta Dongare, et al. (2013), melakukan
optimasi dosis, rute injeksi, dan waktu pencuplikan CCl4 yang dilarutkan didalam
olive oil dengan perbandingan 1:1, sehingga dalam penelitian ini CCl4 dilarutkan
didalam olive oil Bertoli® dengan konsentrasi yang sama.
10. Penetapan rute injeksi CCl4
Janakat dan Al-Merie (2002), menguji efek rute injeksi CCl4 dengan dosis
2 ml/kgBB yang dilarutkan didalam olive oil dengan perbandingan 1:1 melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
i.p.dan subkutan (s.c.). Peningkatan aktivitas ALT dan AST diperoleh dengan rute
pemberian i.p., sehingga dalam penelitian ini rute pemberian CCl4 secara i.p.
dipilih.
11. Penetapan dosis CCl4
Janakat dan Al-Merie (2002), serta Dongare et al. (2013) melaporkan
bahwa injeksi CCl4 yang dicampur dengan olive oil perbandingan 1:1 melalui
i.p.dengan dosis 2 ml/kgBB merupakan dosis optimum untuk meningkatkan
aktivitas serum ALT dan AST pada tikus tanpa menyebabkan kematian.
Berdasarkan hal tersebut, dosis CCl4 yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2
ml/kgBB.
12. Penetapan waktu pencuplikan darah
Janakat dan Al-Merie (2002), serta Dongare et al. (2013) melaporkan
bahwa pada tikus yang diinduksi CCl4 dalam olive oil perbandingan 1:1 melalui
i.p.dengan dosis 2 ml/kgBB peningkatan aktivitas serum ALT dan AST mencapai
puncaknya pada jam ke-24 dan mengalami penurunan pada jam ke-48.
Uji pendahuluan juga dilakukan untuk menetapkan waktu pencuplikan
darah. Dengan didasarkan penelitian yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie
(2002) serta Dongare et al. (2013), uji pendahuluan dilakukan menggunakan 3 ekor
tikus betina galur Wistar yang diinduksi CCl4 dalam olive oil perbandingan 1:1
secara i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB. Tikus tersebut diambil darahnya melalui sinus
orbitalis pada jam ke-0, jam ke-24 dan jam ke-48 setelah induksi untuk
membuktikan aktivitas serum ALT dan AST mencapai puncaknya pada jam ke-
24 dan mengalami penurunan pada jam ke-48.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
13. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Sejumlah tiga puluh ekor tikus dipilih dan dibagi secara acak ke dalam
enam kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok berisi lima ekor tikus.
Pembagian kelompok pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kelompok I atau kelompok kontrol CMC diberi pensuspensi CMC-Na 1%
secara p.o.satu kali sehari selama enam hari berturut-turut.
b. Kelompok II atau kelompok kontrol CCl4 diberi larutan CCl4 – olive oil dengan
perbandingan 1:1 secara i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB.
c. Kelompok III atau kelompok kontrol FHEMM diberi FHEMM dosis tertinggi
yaitu 137,14 mg/kgBB secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-
turut.
d. Kelompok IV atau kelompok perlakuan dosis I diberi FHEMM dosis 34,28
mg/kgBB secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut kemudian
pada hari ketujuh diberi larutan CCl4 – olive oil dengan perbandingan 1:1
dengan secara i.p. dosis 2 ml/kgBB.
e. Kelompok V atau kelompok perlakuan dosis II diberi FHEMM dosis 68,57
mg/kgBB secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut kemudian
pada hari ketujuh diberi larutan CCl4 – olive oil dengan perbandingan 1:1 secara
i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB.
f. Kelompok VI atau kelompok perlakuan dosis III diberi FHEMM dosis 137,14
mg/kgBB secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut kemudian
pada hari ketujuh diberi larutan CCl4 – olive oil dengan perbandingan 1:1 secara
i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Pencuplikan darah tiap kelompok dilakukan sesuai dengan hasil uji pendahuluan
yaitu pada jam ke-24 setelah masing-masing perlakuan melalui sinus orbitalis,
untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST-nya.
14. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST
Pemeriksaan sampel darah dan penetapan aktivitas serum ALT dan AST
dilakukan di Laboratorium Pusat Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Hasil pengukuran aktivitas serum ALT dan AST diuji dengan analisis
One-Way ANOVA untuk melihat ada tidaknya perbedaan bermakna antar
kelompok. Analisis One-Way ANOVA mengasumsikan data terdistribusi normal,
sehingga normalitas data diuji terlebih dahulu dengan uji Shapiro-Wilk. Jika data
terbukti terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan analisis One-Way ANOVA
dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui adanya perbedaan bermakna antar
kelompok. Analisis dilanjutkan dengan uji post hoc untuk melihat masing-masing
perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya, berbeda bermakna
(p<0,050) atau berbeda tidak bermakna (p>0,050). Jika diasumsikan memiliki
variansi kelompok sama maka uji post hoc yang digunakan adalah uji Tukey’s
honestly significant difference (Tukey’s HSD), sedangkan jika tidak diasumsikan
variansi kelompok sama maka uji post hoc yang digunakan adalah uji Games-
Howell. Uji yang digunakan untuk menguji kesamaan variansi kelompok adalah uji
Levene.
Pada data yang memiliki distribusi tidak normal maka dilakukan analisis
nonparametrik dengan uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui perbedaan antar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
kelompok. Uji lanjutan dengan uji Mann Whitney dilakukan untuk melihat
perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya bermakna (p<0,05) atau
tidak bermakna (p>0,05).
Nilai kemampuan FHEMM dalam mencegah kerusakan hati dinyatakan
dalam persen efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST. Adapun
rumus yang digunakan untuk menghitung persen efek pencegahan kenaikan
aktivitas serum ALT dan AST adalah sebagai berikut:
[1 −(purata ALT perlakuan − purata ALT kontrol negatif)
(purata ALT kontrol hepatotoksin − purata ALT kontrol negatif)] x 100%
[1 −(purata AST perlakuan − purata AST kontrol negatif)
(purata AST kontrol hepatotoksin − purata AST kontrol negatif)] x 100%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina
galur Wistar terinduksi CCl4. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif bahan
alam dan merupakan kelanjutan dari penelitian Windrawati (2013) untuk
mengetahui lebih lanjut fitokimia dalam ekstrak metanol-air daun Macaranga
tanarius L. yang bertanggung jawab terhadap penurunan aktivitas serum ALT dan
AST tikus terinduksi CCl4. Parameter kuantitatif yang digunakan dalam penelitian
ini untuk mengamati kerusakan hati pada tikus adalah aktivitas serum ALT dan
AST hewan uji.
A. Hasil Determinasi Tanaman
Bahan alam yang diteliti manfaatnya dalam penelitian ini adalah daun
Macaranga tanarius L., yang dipetik pada pagi hari di bulan Juni dari pohon
Macaranga tanarius L, di daerah Paingan, Maguwoharjo, Sleman. Determinasi
tanaman Macaranga tanarius L. dilakukan untuk memastikan kebenaran bahan
yang digunakan.
Determinasi Macaranga tanarius L. dilakukan di Laboratorium Biologi
Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Bagian tanaman
yang digunakan dalam determinasi adalah bagian batang, daun, dan bunga. Proses
determinasi dilakukan hingga ke tingkat spesies. Hasil determinasi tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
membuktikan bahwa bahan yang digunakan benar dari tanaman jenis Macaranga
tanarius L. dari suku Euphorbiaceae.
B. Hasil Penetapan Kadar Air Serbuk Daun Macaranga tanarius L.
Penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. dilakukan dengan
tujuan untuk menetapkan kandungan air dalam serbuk tersebut. Penetapan kadar air
dilakukan dengan metode Gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance.
Metode Gravimetri dipilih karena sampel tidak mengandung senyawa volatil dan
diasumsikan selama pengeringan hanya air yang menguap.
Sampel sejumlah 5,0 g ditimbang saksama dalam wadah yang telah ditara,
lalu sampel dikeringkan pada suhu 105ºC selama 15 menit agar kandungan air
dalam sampel menguap. Pengujian ini direplikasi sebanyak 3 kali dan diperoleh
hasil perhitungan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. adalah sebesar
8,76%. Berdasarkan peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor
12 tahun 2014 tentang persyaratan mutu obat tradisional (Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2014), syarat serbuk yang baik
adalah kurang dari atau sama dengan 10%. Ditinjau dari kandungan airnya, dapat
dikatakan bahwa serbuk daun Macaranga tanarius L. yang digunakan pada
penelitian ini memiliki mutu yang baik.
C. Hasil Uji Pendahuluan
1. Hasil penetapan dosis hepatotoksin CCl4
Pada penelitian ini digunakan karbon tetraklorida sebagai agen
penginduksi perlemakan hati pada tikus. Menurut Weber et al. (2003) toksisitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
yang ditimbulkan oleh karbon tetraklorida dipengaruhi oleh dosis. Menurut Thapa
dan Walia (2007) serta didukung dengan pernyataan Poynard dan Imbert-Bismut
(2012), perlemakan hati ditandai dengan kenaikan ringan dari aktivitas serum ALT
dan AST.
Janakat dan Al-Merie (2002), melaporkan bahwa injeksi CCl4 yang
dicampur dengan olive oil perbandingan 1:1 melalui jalur i.p. dengan dosis 2
ml/kgBB merupakan dosis optimum untuk meningkatkan aktivitas serum ALT dan
AST pada tikus tanpa menyebabkan kematian. Pada dua penelitian tersebut injeksi
CCl4 yang dicampur dengan olive oil perbandingan 1:1 melalui i.p. dengan dosis 2
ml/kgBB mengakibatkan peningkatan ringan aktivitas serum ALT dan AST yang
meanandakan terjadinya perlemakan hati. Berdasarkan hal tersebut, dosis CCl4
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 ml/kgBB.
2. Hasil penentuan waktu pencuplikan darah
Orientasi waktu pencuplikan darah dilakukan dengan tujuan untuk
menentukan waktu pencuplikan darah ketika terjadi perlemakan hati yang ditandai
dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST yang bermakna pada tikus
terinduksi CCl4 secara i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB. Menurut Janakat dan Al-Merie
(2002) serta Dongare et al. (2013) aktivitas serum ALT dan AST tikus terinduksi
CCl4 mengalami peningkatan tertinggi pada jam ke 24, sedangkan pada jam ke 48
aktivitas serum ALT dan AST cenderung kembali menuju normal. Berdasarkan dua
penelitian tersebut, orientasi dilakukan dengan mengukur aktivitas serum ALT dan
AST pada sampel darah tikus terinduksi CCl4 yang diambil melalui sinus orbitalis
pada jam ke 0, 24, dan 48. Hasil pengujian aktivitas serum ALT tikus pada jam ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
0, 24, dan 48 dapat dilihat pada tabel I dan gambar 19, sedangkan hasil pengujian
aktivitas serum AST pada jam ke 0, 24, dan 48 dapat dilihat pada tabel I dan gambar
20.
Aktivitas serum ALT digunakan sebagai parameter utama dalam penelitian
ini karena merupakan penanda biokimia kerusakan hati yang spesifik (Poynard and
Imbert-Bismut, 2012). Hasil analisis statistik dengan uji Shapiro-Wilk
menunjukkan bahwa aktivitas serum ALT kelompok orientasi terdistribusi normal
(p>0,050) sehingga dapat dilakukan pengujian dengan uji One-Way ANOVA. Hasil
uji One-Way Anova menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p=0,001) antar
kelompok. Uji Levene menunjukkan bahwa data memiliki variansi yang sama
(p=0,092) sehingga uji post hoc yang digunakan adalah uji yang mengasumsikan
variansi kelompok sama, yaitu uji Tuckey HSD.
Waktu Pencuplikan Purata Aktivitas Serum
ALT ± SE (U/L)
Purata Aktivitas Serum
AST ± SE (U/L)
Jam ke 0 66,8 ± 0,84 154,2 ± 2,1
Jam ke 24 184,0 ± 16,5* 669,6 ± 8,4*
Jam ke 48 62,3 ± 15,6 197,7 ± 9,5*
Tabel I. Aktivitas serum ALT dan AST pada jam ke 0, 24 dan 48 jam setelah induksi CCl4
ket: *berbeda bermakna pada p<0,050 dibandingkan dengan jam ke 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Hasil uji Tuckey HSD menunjukkan bahwa aktivitas serum ALT pada jam
ke 24 berbeda bermakna (p=0,002) dengan jam ke 0. Aktivitas serum ALT pada
jam ke 0 (66,8 ± 0,84 U/L) menggambarkan keadaan normal tikus sebelum terpapar
CCl4, sehingga peningkatan aktivitas serum ALT pada jam ke 24 (184,0 ± 16,5 U/L)
menunjukkan adanya kerusakan hati akibat CCl4. Kerusakan hati menyebabkan
enzim yang terdapat di hati seperti ALT keluar dari sel hati yang rusak dan masuk
ke dalam sirkulasi darah sehingga aktivitas serum ALT yang terukur mengalami
peningkatan, selain itu aktivitas ALT di hati 1000 kali lebih besar daripada aktivitas
di serum, sehingga semakin banyak sel hati yang mati maka aktivitas serum ALT
akan meningkat (Herlong and Mitchell Jr, 2012). Peningkatan aktivitas serum ALT
Gambar 19. Aktivitas serum ALT pada jam ke 0, 24 dan 48 jam setelah induksi CCl4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
ini termasuk dalam peningkatan ringan yang dapat menggambarkan terjadinya
akumulasi lipid hati (Poynard and Imbert-Bismut, 2012).
Aktivitas serum ALT pada jam ke 48 ketika dibandingkan dengan jam ke 0
dengan uji Tuckey HSD menunjukkan hasil berbeda tidak bermakna (p=0,968),
sedangkan perbandingan antara jam ke 24 dan 48 menunjukkan hasil berbeda
bermakna (p=0,001). Dari uji statistik tersebut diketahui bahwa aktivitas serum
ALT setelah jam ke 24 terdapat penurunan dan telah kembali normal pada jam ke
48 (62,3 ± 15,6 U/L). Menurut Herlong dan Mitchell Jr. (2012), aktivitas serum
ALT akan kembali mengalami penurunan hingga rentang normal ketika tidak
terdapat kerusakan sel lebih lanjut. Kecepatan dari penurunan aktivitas tersebut
bergantung pada eliminasinya dari sirkulasi darah. ALT pada manusia
dikatabolisme oleh hati dan menghasilkan waktu paruh plasma 47 ± 10 jam.
Pada penelitian ini aktivitas serum AST juga diukur sebagai parameter
pendukung karena AST paling banyak terdapat di hati dan merupakan salah satu
penanda biokimia kerusakan sel hati. Hasil uji normalitas dengan uji Shapiro-Wilk
dan uji homogenitas variansi dengan uji Levene menunjukkan bahwa aktivitas
serum AST kelompok orientasi terdistribusi normal (p>0,050) dan variansi sama
(p=0,107), sehingga pengujian dilakukan menggunakan One-Way Anova dan
dilanjutkan dengan uji Tuckey HSD. Hasil uji One-Way ANOVA menunjukkan ada
perbedaan bermakna antar kelompok (p=0,000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Hasil uji Tuckey HSD menunjukkan bahwa aktivitas serum AST pada jam
24 dibandingan dengan jam ke 0 berbeda bermakna (p=0,000). Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas serum AST pada jam ke 24 setelah induksi CCl4
(669,6 ± 8,4) mengalami peningkatan dari keadaan normalnya pada jam ke 0 (154,2
± 2,1 U/L). Sama halnya dengan ALT, peningkatan ringan aktivitas serum AST
terjadi akibat kerusakan sel hati menyebabkan AST dari sel hati masuk ke sirkulasi
darah dan juga aktivitas AST di hati 1000 kali lebih besar daripada aktivitas di
serum, sehingga semakin banyak sel hati yang mati maka aktivitas serum AST akan
meningkat (Herlong and Mitchell Jr, 2012). Peningkatan ringan aktivitas serum
Gambar 20. Aktivitas serum AST pada jam ke 0, 24 dan 48 jam setelah induksi CCl4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
AST merupakan penanda terjadinya perlemakan hati (Poynard and Imbert-Bismut,
2012).
Aktivitas serum pada jam ke 48 dibanding dengan jam ke 24 berbeda
bermakna (p=0,000), yang artinya setelah jam ke 24 terdapat penurunan aktivitas
serum AST menuju normal karena kerusakan sel hati lebih lanjut tidak terjadi
setelah jam ke 24. Pada jam ke 48 aktivitas serum AST masih berbeda bermakna
(p=0,014) dibanding dengan jam ke 0 yang berarti penurunan aktivitas serum AST
sudah terjadi namun belum mencapai normal. Aktivitas serum AST akan kembali
normal ketika telah tidak ada kerusakan sel lebih lanjut, yang kecepatan
penurunannya akan dipengaruhi oleh kecepatan eliminasi dari sirkulasi darah. Pada
manusia AST dikatabolisme di hati dan menghasilkan waktu paruh plasma 17 ± 5
jam (Herlong and Mitchell Jr., 2012).
Pada jam ke 24, baik aktivitas serum ALT ataupun AST mengalami
peningkatan ringan yang menandakan adanya perlemakan hati. Pada jam ke 48,
aktivitas serum ALT dan AST kembali turun menuju normal, dengan aktivitas
serum ALT secara statistik menunjukkan hasil sudah kembali normal, sedangkan
aktivitas serum AST menunjukkan hasil belum kembali normal. Nilai AST pada
jam ke 48 belum kembali normal dapat disebabkan oleh adanya kerusakan organ
lain, karena berbeda dengan ALT yang dominan berada di hati, AST selain di hati
juga banyak ditemukan di jaringan jantung, dan otot rangka, serta terdapat juga di
ginjal, otak, pankreas, paru-paru, leukosit, dan eritrosit (Poynard and Imbert-
Bismut, 2012). Hati memiliki kemampuan regenerasi sel yang sangat baik (Burt et
al., 2012) sehingga ketika aktivitas serum ALT telah kembali normal, aktivitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
serum AST belum kembali normal karena pengaruh kerusakan jaringan lain yang
belum tentu memiliki kemampuan regenerasi sebaik hati.
Hasil yang diperoleh dari uji pendahuluan ini mendukung pernyataan
Janakat dan Al-Merie (2002) serta Dongare et al. (2013). Waktu pencuplikan pada
jam ke 24 dipilih karena mampu memberikan kenaikan ringan serum ALT dan
AST, yang menggambarkan terjadinya perlemakan pada tikus. Pada jam ke 48 hati
diduga telah kembali normal sehingga tidak dapat digunakan untuk
menggambarkan kemampuan FHEMM dalam mencegah peningkatan aktivitas
serum ALT dan AST. Pengambilan darah tikus tiap kelompok perlakuan yang
diberi FHEMM disesuaikan dengan hasil uji pendahuluan ini, sehingga darah tikus
diambil melalui sinus orbitalis pada jam ke 24 setelah tikus diinduksi CCl4.
D. Pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap kadar
ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4
Penelitian mengenai pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari
terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4
termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan dengan rancangan acak
lengkap pola searah. Pada penelitian ini dilakukan teknik acak sederhana untuk
memilih sampel bahan alam dan sampel hewan uji. Penelitian ini menggunakan
sampel bebas dengan dua kontrol utama yaitu kontrol CMC sebagai kontrol hati
normal dan kontrol CCl4 sebagai kontrol kerusakan hati, ditambah dengan kontrol
FHEMM untuk melihat pengaruh FHEMM terhadap hati tikus normal. Perlakuan
dosis dilakukan dengan 3 variasi dosis pada kelompok yang berbeda untuk melihat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
ada tidaknya kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT dan
AST pada tikus. Setelah diberi perlakuan, sampel darah tikus diambil melalui sinus
orbitalis kemudian aktivitas serum ALT dan AST tikus diukur.
Hasil pengukuran aktivitas serum ALT yang diperoleh, dianalisis dengan
uji Shapiro-Wilk dan uji Levene sehingga diketahui data terdistribusi normal
(p>0,050) dan memiliki variansi yang sama (p=0,113). Data dianalisis dengan One-
Way ANOVA menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p=0,000) kemudian
dilanjutkan dengan uji Tuckey HSD untuk melihat perbedaan masing-masing
kelompok. Tabel II dan Gambar 21 menampilkan hasil pengukuran aktivitas serum
ALT.
Kelompok Purata ± SE Aktivitas
serum ALT (U/L)
Efek Pencegahan Kenaikan
Aktivitas Serum ALT (%)
Kontrol CMC 47,7 ± 1,6b* -
Kontrol CCl4 156,1 ± 7,7a* -
Kontrol FHEMM Dosis
137,14 mg/kgBB 51,5 ± 2,8b* -
Dosis 34,28 mg/kgBB +
CCl4 134,3 ± 8,0a* 20,11
Dosis 68,57 mg/kgBB +
CCl4 60,9 ± 4,2b* 87,82
Dosis 137,14 mg/kgBB +
CCl4 103,5 ± 7,2a* b* 48,52
Tabel II. Hasil pengukuran aktivitas serum ALT
ket: berbeda bermakna pada, a*p<0,050 dibandingkan dengan kontrol CMC; b*p<0,050
dibandingkan dengan kontrol CCl4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Kelompok Purata ± SE Aktivitas
serum AST (U/L)
Efek Pencegahan Kenaikan
Aktivitas Serum AST (%)
Kontrol CMC 104,9 ± 2,0b* -
Kontrol CCl4 674,3 ± 5,5a* -
Kontrol FHEMM Dosis
137,14 mg/kgBB 108,2 ± 5,1b* -
Dosis 34,28 mg/kgBB +
CCl4 412,5 ± 20,6a* b* 45,98
Dosis 68,57 mg/kgBB +
CCl4 435,9 ± 41,1a* b* 41,87
Dosis 137,14 mg/kgBB +
CCl4 415,6 ± 17,3a* b* 45,34
Tabel III. Hasil pengukuran aktivitas serum AST
ket: berbeda bermakna pada, a*p<0,050 dibandingkan dengan kontrol CMC b*p<0,050
dibandingkan dengan kontrol CCl4
Gambar 21. Grafik hasil pengukuran aktivitas serum ALT
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Hasil pengukuran aktivitas serum AST diketahui terdistribusi normal
(p>0,050) setelah diuji dengan uji Shapiro-Wilk. Data yang diuji dengan One-way
ANOVA menunjukkan hasil adanya perbedaan bermakna (p=0,000). Uji Levene
menunjukkan variansi data tidak sama (p=0,027), sehingga analisis statistik
dilanjutkan dengan uji post hoc yang tidak mengasumsikan variansi data sama yaitu
uji Games-Howell. Hasil pengukuran aktivitas serum AST ditampilkan pada tabel
III dan gambar 22.
1. Kelompok kontrol CMC
Kontrol CMC bertindak sebagai kontrol negatif dalam penelitian ini.
Tujuan dari kontrol negatif dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas
serum ALT dan AST tikus tanpa adanya pengaruh dari hepatotoksin CCl4 dan
Gambar 22. Grafik hasil pengukuran aktivitas serum AST
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
FHEMM untuk menggambarkan keadaan normal hewan uji yang digunakan.
Kontrol CMC diberi perlakuan yang mirip dengan kelompok perlakuan namun
tanpa pemberian FHEMM dan CCl4 sehingga dapat diketahui aktivitas serum ALT
dan AST tanpa pengaruh FHEMM dan CCl4. Kelompok ini diberi pensuspensi
CMC-Na 1% yang merupakan pensuspensi FHEMM dalam penelitian ini, dengan
pemberian secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut.
Surendran, Eswaran, Vijayakumar, and Rao (2011) melaporkan bahwa
pemberian CMC pada tikus tidak menyebabkan peningkatan aktivitas serum ALT
dan AST tikus, serta hasil pemeriksaan histopatologinya menunjukkan hasil sel hati
normal. Aktivitas serum ALT pada penelitian ini adalah 47,7 ± 1,6 U/L, sedangkan
aktivitas serum AST pada penelitian ini adalah 104,9 ± 2,0 U/L.
2. Kelompok kontrol CCl4
Kontrol CCl4 berfungsi sebagai kontrol hepatotoksin dalam penelitian ini.
Tujuan dari kelompok kontrol hepatoksin adalah untuk melihat peningkatan
aktivitas serum ALT dan AST pada tikus terinduksi CCl4 untuk menggambarkan
kondisi perlemakan hati pada hewan uji yang digunakan. Kontrol hepatotoksin yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah kelompok yang diberi diberi larutan CCl4 –
olive oil dengan perbandingan 1:1 secara i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB. Pelarut olive
oil dipilih untuk melarutkan CCl4 karena menurut WHO (1999), CCl4 sukar larut
air. Selain karena dapat digunakan untuk melarutkan CCl4, Olive oil dapat
digunakan sebagai pelarut karena diketahui tidak meningkatkan aktivitas serum
ALT dan AST (Jadhav, Thakare, Suralkar, Deshpande, and Naik, 2010). Jadhav et
al. (2010) melaporkan bahwa tikus yang diberikan olive oil tidak mengalami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
peningkatan aktivitas serum ALT dan AST, serta hasil pemeriksaan
histopatologinya menunjukkan hasil sel hati normal.
Pada penelitian ini digunakan model perlemakan hati terinduksi CCl4
dengan dosis tunggal, karena perlemakan hati terjadi pada tahap awal kerusakan
hati terinduksi CCl4. Perlemakan hati pada tikus terinduksi CCl4 ditandai dengan
adanya peningkatan ringan aktivitas serum ALT dan AST. Toksisitas CCl4 terutama
merupakan dampak dari metabolitnya. Karbon tetraklorida diaktivasi oleh
CYP2E1, CYP2B1 atau CYP2B2 serta mungkin juga oleh CYP3A untuk
membentuk radikal bebas CCl3•. Dengan adanya oksigen CCl3• dapat membentuk
radikal yang lebih reaktif yaitu CCl3OO•. Beberapa penelitian telah dilakukan
untuk menguji hipotesis mengenai mekanisme terjadinya perlemakan hati oleh CCl4
(Weber et al., 2003).
Salah satu mekanisme yang berperan dalam terjadinya perlemakan hati
adalah adanya inhibisi sekresi lipoprotein ke sirkulasi. Hal ini dikaitkan dengan
terjadinya gangguan fungsi akibat aparatus Golgi hati di tahap awal keracunan CCl4
akut. Aparatus Golgi memiliki peranan fundamental dalam sintesis, maturasi, dan
sekresi VLDL yang berfungsi membawa lipid keluar dari hati. Terjadinya
akumulasi lemak di hati ini paralel dengan terjadinya perubahan fungsi membran
plasma, sehingga toksisitas ini ditandai dengan meningkatnya ALT dan AST di
darah (Weber et al., 2003).
Mekanisme kerusakan utama yang disebabkan oleh metabolit CCl3OO•
adalah melalui proses peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid mempengaruhi
permeabilitas mitokondria, RE, dan plasma membran (Weber et al., 2003).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Rusaknya RE diketahui juga berkontribusi menyebabkan hilangnya kemampuan
untuk mensintesis protein dan menghasilkan penurunan jumlah produksi kompleks
yang juga berdampak pada perlemakan hati (Timbrell, 2008).
Selain mekanisme perlemakan hati yang telah disebutkan, CCl4
menyebabkan berbagai kerusakan di hati melalui beberapa mekanisme lainnya
dengan menyerang molekul-molekul seluler. Metabolit-metabolit CCl4 yang
menyerang molekul seluler akan menghasilkan ROS, termasuk O2-, H2O2, dan
radikal hidroksil. Banyaknya jumlah ROS yang terbentuk akan menyebabkan
kondisi stres oksidatif, yaitu kondisi disaat kapasitas pertahanan tubuh tidak mampu
untuk menetralisir ROS. ROS juga menyebabkan mekanisme pertahanan
antioksidan semakin melemah. Konsentrasi intraseluler GSH, aktivitas SOD dan
catalase (CAT) akan berkurang, serta juga menyebabkan berkurangnya sistem
detokfikasi yang diproduksi oleh GSH (Bhattacharjee and Sil, 2007).
Mekanisme kerusakan yang disebabkan oleh CCl4 dan manifestasi klinis
yang dihasilkan mirip dengan mekanisme dan manifestasi klinis perlemakan hati
akibat peranan stres oksidatif (Pacana and Sanyal, 2015). Oleh karena itu, kondisi
tikus betina galur Wistar yang terinduksi CCl4 dapat menggambarkan kondisi
perlemakan hati pada tikus. Hasil pengukuran ALT dan AST pada penelitian ini
juga mendukung pernyataan tersebut.
Hasil pengukuran aktivitas serum ALT pada tikus terinduksi CCl4 adalah
156,1 ± 7,7 U/L, sedangkan aktivitas serum AST pada tikus terinduksi CCl4 adalah
674,3 ± 5,5 U/L. Jika dibandingkan dengan hasil kontrol CMC, secara statistik
aktivitas serum ALT berbeda bermakna (p=0,000). Aktivitas serum AST jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
dibandingkan dengan hasil kontrol CMC secara statistik juga berbeda bermakna
(p=0,000). Kenaikan aktivitas serum ALT yang merupakan parameter utama dalam
penelitian ini besarnya sekitar 3 kali. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan
bahwa terjadi perlemakan hati pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.
Adanya kenaikan lebih dari 3 kali dapat mengindikasikan bahwa kerusakan yang
terjadi pada hewan uji cenderung bukan steatosis sederhana, namun telah mulai
terjadi juga penggelembungan hepatosit, inflamasi, stres oksidatif, ataupun
kematian sel yang lebih mirip dengan kondisi NASH, penyakit tahap lanjut dari
steatosis (Depner, Lytle, Tripathy, and Jump, 2015).
3. Kelompok kontrol FHEMM
Kontrol FHEMM digunakan untuk melihat pengaruh pemberian FHEMM
jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus normal.
Perlakuan pada kelompok kontrol FHEMM disesuaikan dengan perlakuan pada
kelompok perlakuan namun tanpa pemberian CCl4. Kelompok kontrol FHEMM
diberi FHEMM dosis III secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut.
Dosis III dipilih karena diasumsikan aktivitas senyawa pada dosis tertinggi
(137,14 mg/kgBB) adalah yang paling besar sehingga mampu mewakili aktivitas
pada dosis II (68,57 mg/kgBB) dan dosis I (34,28 mg/kgBB). Apabila FHEMM
memiliki efek peningkatan aktivitas serum ALT dan AST pada dosis I dan dosis II,
diduga efek tersebut akan lebih besar pada dosis III, sehingga pengamatan efek
peningkatan aktivitas serum ALT dan AST cukup dilakukan dengan menggunakan
dosis III.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Hasil statistik aktivitas serum ALT kontrol FHEMM dibandingkan dengan
kontrol CMC berbeda tidak bermakna (p=0,997). Aktivitas serum AST kontrol
FHEMM dibandingkan dengan kontrol CMC secara statistik juga berbeda tidak
bermakna (p=0,987). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis
137,14 mg.kgBB tidak menyebabkan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST
pada tikus betina galur Wistar.
4. Kelompok perlakuan
Kelompok perlakuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kelompok yang mendapatkan pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari dan
diinduksi dengan hepatotoksin CCl4. Dalam penelitian ini terdapat tiga kelompok
perlakuan yang diberi perlakuan sama kecuali dosis FHEMM yang diberikan.
Kelompok perlakuan dosis I diberi FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB, kelompok
perlakuan dosis II diberi FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB, sedangkan kelompok
perlakuan dosis III diberi FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB. Tiap kelompok
diberikan FHEMM sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan dengan frekunsi
pemberian satu kali sehari selama enam hari berturut-turut secara p.o. kemudian
pada hari ketujuh diinjeksi CCl4. Pengambilan darah tikus melalui sinus orbitalis
diambil 24 jam setelah injeksi CCl4 sesuai dengan hasil orientasi.
Hasil pengukuran aktivitas serum ALT dan AST kelompok perlakuan
dibandingkan secara statistik dengan kontrol hepatotoksin dan kontrol negatif untuk
dilihat efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur
Wistar terinduksi CCl4. Perbandingan antara masing-masing kelompok perlakuan
juga dilakukan untuk melihat ada tidaknya kekerabatan antara dosis FHEMM
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
dengan efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur
Wistar terinduksi CCl4.
Aktivitas serum ALT pada tikus yang diberi FHEMM dosis 34,28
mg/kgBB dan CCl4 adalah 134,3 ± 8,0 U/L. Dengan membandingkan hasil ini
dengan kontrol CMC diketahui bahwa terjadi peningkatan aktivitas serum ALT dari
keadaan normal, yang secara statistik berbeda bermakna (p=0,000), sedangkan bila
dibandingkan dengan kontrol CCl4 diketahui bahwa pemberian FHEMM dosis
34,28 mg/kgBB dapat sedikit mencegah kenaikan aktivitas serum ALT, yang secara
statistik berbeda tidak bermakna (p=0,126). Berdasarkan perhitungan dari data yang
diperoleh diketahui bahwa pemberian FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB memiliki
efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT pada tikus betina galur Wistar
terinduksi CCl4 sebesar 20,11%. Walaupun demikian, secara statistik pemberian
FHEMM dosis 134,3 ± 8,0 U/L tidak terbukti memiliki efek pencegahan kenaikan
aktivitas serum ALT pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.
Aktivitas serum AST pada tikus yang diberi FHEMM dosis 34,28
mg/kgBB dan CCl4 adalah 412,5 ± 20,6 U/L. Hasil ini menunjukkan adanya
peningkatan aktivitas serum AST dari keadaan normal, yang secara statistik
berbeda bermakna (p=0,001) terhadap kontrol CMC. Dibandingkan dengan kontrol
CCl4 dapat diketahui terdapat pencegahan kenaikan aktivitas serum AST, yang
secara statistik berbeda bermakna (p=0,001). Dari hasil ini diketahui bahwa secara
statistik terbukti bahwa pemberian FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB dapat mencegah
kenaikan serum AST, dan dari hasil perhitungan pemberian FHEMM dosis 34,28
mg/kgBB memiliki efek pencegahan kenaikan sebesar 45,98%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Hasil uji statistik aktivitas serum AST menunjukkan bahwa pemberian
FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB terbukti dapat mencegah kenaikan serum AST,
namun tidak dengan aktivitas serum ALT. Oleh karena itu, hasil ini tidak dapat
membuktikan bahwa pemberian FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB memberikan
proteksi pada hati karena aktivitas serum ALT merupakan penanda yang lebih
spesifik untuk hati (Poynard and Imbert-Bismut, 2012), seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Adanya pencegahan kenaikan serum AST dapat
menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB memberikan
proteksi pada jaringan jantung, otot rangka, atau jaringan lain yang banyak
mengandung AST (Poynard and Imbert-Bismut, 2012), namun hal ini perlu diteliti
lebih lanjut untuk diuji kebenarannya.
Aktivitas serum ALT pada tikus terinduksi CCl4 yang telah diberi
FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB adalah 60,9 ± 4,2 U/L. Dengan membandingkan
hasil ini terhadap kelompok kontrol CCl4, dapat terlihat adanya pencegahan
kenaikan aktivitas serum ALT, yang secara statistik berbeda bermakna (p=0,000).
Efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT yang terjadi cukup besar sehingga
bila dibandingkan dengan kontrol CMC, aktivitas serum ALT pada tikus terinduksi
CCl4 yang telah diberi FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB secara statistik perbedaannya
tidak bermakna (p=0,599). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis
68,57 mg/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 secara statistik
terbukti memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan dapat
mempertahankan aktivitas serum ALT tetap normal. Dari hasil perhitungan dapat
diketahui pemberian FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB pada tikus betina galur Wistar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
terinduksi CCl4 memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT sebesar
87,82%.
Aktivitas serum AST tikus yang diberi FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB dan
CCl4 adalah 435,9 ± 41,1 U/L. Hasil ini bila dibandingkan dengan dengan
kelompok kontrol CCl4 terdapat penurunan aktivitas serum AST yang secara
statistik berbeda bermakna (p=0,024). Dibandingkan dengan kelompok kontrol
CMC terlihat ada kenaikan aktivitas serum AST yang secara statistik menunjukkan
hasil yang berbeda bermakna (p=0,008). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian
FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4
secara statistik terbukti memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas AST namun
efek pencegahannya tidak cukup besar untuk dapat mempertahankan aktivitas
serum AST tetap normal. Besarnya efek pencegahan kenaikan aktivitas AST pada
tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 yang telah diberi FHEMM dosis 68,57
mg/kgBB adalah 41,87%.
Hasil pemberian FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB pada tikus betina galur
Wistar terinduksi CCl4 menunjukkan efek pencegahan kenaikan aktivitas serum
ALT dan AST yang cukup menjanjikan. Pada pemberian FHEMM dosis 68,57
mg/kgBB aktivitas serum ALT dapat dipertahankan tetap pada keadaan normal,
walaupun tidak demikian dengan aktivitas serum AST. Efek pencegahan kenaikan
aktivitas serum AST tidak sebesar efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT
diduga karena adanya pengaruh kerusakan organ lain yang meningkatkan aktivitas
AST dan tidak terproteksi dengan pemberian FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB. Hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
tersebut terkait dengan adanya AST pada jaringan-jaringan lain selain hati (Poynard
and Imbert-Bismut, 2012), seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Aktivitas serum ALT pada tikus terinduksi CCl4 yang telah diberi
FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB adalah 103,5 ± 7,2 U/L. Dibandingkan dengan
kontrol CCl4 hasil ini menunjukkan adanya penurunan yang secara statistik berbeda
bermakna (p=0,000). Bila dibandingkan dengan kontrol CMC, pemberian FHEMM
dosis 137,14 mg/kgBB pada tikus terinduksi CCl4 secara statistik berbeda bermakna
(p=0,000). Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis
137,14 mg/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 terbukti dapat
mencegah kenaikan aktivitas serum ALT, namun efek pencegahannya tidak cukup
besar untuk mempertahankan nilai aktivitas serum ALT tetap normal. Dari hasil
perhitungan dapat diketahui pemberian FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB pada tikus
betina galur Wistar terinduksi CCl4 memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas
serum ALT sebesar 48,52%.
Aktivitas serum AST pada tikus terinduksi CCl4 yang telah diberi
FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB adalah 415,6 ± 17,3 U/L. Hasil ini bila
dibandingkan dengan dengan kelompok kontrol CCl4 terdapat penurunan aktivitas
serum AST yang secara statistik berbeda bermakna (p=0,000). Bila hasil ini
dibandingkan dengan kontrol CMC, secara statistik juga berbeda bermakna
(p=0,000). Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis
137,14 mg/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 terbukti dapat
mencegah kenaikan aktivitas serum AST, namun efek pencegahannya tidak cukup
besar untuk mempertahankan nilai aktivitas serum AST tetap normal. Dari hasil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
perhitungan dapat diketahui pemberian FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB pada tikus
betina galur Wistar terinduksi CCl4 memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas
serum AST sebesar 45,34%.
Aktivitas serum ALT dan AST pada tikus betina galur Wistar terinduksi
CCl4 yang telah diberi FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB diketahui selaras. Hasil
pengukuran keduanya sama-sama membuktikan bahwa pemberian FHEMM dosis
137,14 mg/kgBB dapat mencegah kenaikan aktivitas serum AST, namun efek
pencegahannya tidak cukup besar untuk mempertahankan nilai aktivitas serum AST
tetap normal.
Pada penelitian ini hubungan antara kelompok perlakuan dibandingkan
untuk melihat kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT
(Gambar 23) dan AST (Gambar 24) tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.
Aktivitas serum ALT dijadikan parameter utama untuk melihat hubungan antar
dosis karena telah dijelaskan bahwa hasil aktivitas serum ALT lebih spesifik untuk
kerusakan hati dibandingkan dengan AST (Poynard and Imbert-Bismut, 2012).
Hasil penelitian menunjukkan aktivitas serum ALT perlakuan dosis 34,28
mg/kgBB secara statistik berbeda bermakna (p=0,000) dan lebih tinggi dari pada
perlakuan dosis 68,57 mg/kgBB, serta berbeda bermakna (p=0,012) dan lebih tinggi
dari pada perlakuan dosis 137,14 mg/kgBB. Akan tetapi, aktivitas serum ALT
perlakuan dosis 137,14 mg/kgBB lebih tinggi dari perlakuan dosis 68,57 mg/kgBB
yang secara statistik berbeda bermakna (p=0,000). Hasil ini menunjukkan tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
adanya kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT tikus betina
galur Wistar terinduksi CCl4.
Hasil perbandingan aktivitas serum AST perlakuan dosis 34,28 mg/kgBB
secara statistik berbeda bermakna dengan perlakuan dosis 68,57 mg/kgBB
(p=0,994) dan perlakuan dosis 137,14 mg/kgBB (p=1,000). Perbandingan antara
perlakuan dosis 68,57 mg/kgBB dan perlakuan dosis 137,14 mg/kgBB juga
menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,996). Hasil ini menunjukkan tidak
adanya kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum AST tikus betina
galur Wistar terinduksi CCl4.
Gambar 21. Grafik hasil pengukuran aktivitas serum ALT
Gambar 23. Kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT tikus betina
galur Wistar terinduksi CCl4
Ket: berbeda bermakna pada p<0,050; *1 dibandingkan dengan Dosis I + CCl4; *2
dibandingkan dengan Dosis II + CCl4; *3 dibandingkan dengan Dosis III + CCl4
*1 *3
*2 *3
*1 *2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Perlakuan dosis 68,57 mg/kgBB memiliki aktivitas lebih baik
dibandingkan perlakuan dosis 34,28 mg/kgBB karena diduga FHEMM dosis 68,57
mg/kgBB mengandung lebih banyak senyawa aktif dibandingkan dengan FHEMM
dosis 34,28 mg/kgBB. Pada kasus perlakuan dosis 137,14 mg/kgBB, efek
pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT tidak semakin meningkat diduga karena
menurut Berger (2005), antioksidan yang berlebihan justru dapat memperlambat
kecepatan reaksi penetralan radikal bebas. Antioksidan berlebih justru dapat
menurunkan aktivitas GSH yang merupakan penetral radikal bebas karena setelah
ikatan antara radikal bebas dan antioksidan jenuh, maka antioksidan dapat berikatan
dengan GSH sehingga aktivitas GSH yang telah rendah dalam kondisi kerusakan
Gambar 24. Kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum AST tikus betina
galur Wistar terinduksi CCl4
Ket: perbandingan antar kelompok berbeda tidak bermakna.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
hati semakin menurun, hal ini menunjukkan bahwa FHEMM dosis 137,14
mg/kgBB terlalu tinggi sehingga menyebabkan perlakuan dosis 137,14 mg/kgBB
memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT yang tidak lebih baik dari
pada dosis 68,57 mg/kgBB. Walaupun begitu, kesimpulan ini merupakan spekulasi
yang perlu diuji kebenaranya.
Pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus terinduksi
CCl4 oleh FHEMM diduga berasal dari kandungan chebulagic acid, macatannin A,
dan macatannin B, namun tidak menutup kemungkinan efek pencegahan kenaikan
aktivitas serum ALT dan AST berasal dari kandungan lain yang terdapat didalam
FHEMM dan/atau merupakan efek sinergi beberapa senyawa yang terkandung
dalam FHEMM. Untuk memastikan efek pencegahan kenaikan serum ALT dan
AST berasal dari chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B diperlukan
purifikasi lebih lanjut atau isolasi masing-masing senyawa sehingga dapat diuji
lebih lanjut pengaruh pemberian senyawa chebulagic acid, macatannin A, dan
macatannin B jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus
betina galur Wistar terinduksi CCl4.
Chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B tergolong sebagai
senyawa Ellagitannin yaitu senyawa polifenol alami yang dikenal memiliki
aktivitas antioksidan pada beberapa tanaman (Gil et al., 2000; Anderson et al.,
2001; Mullen et al., 2002; Reddy et al., 2007). Antioksidan merupakan senyawa
yang berfungsi sebagai penetral radikal bebas dengan mendonorkan elektronnya.
Dengan bertindak sebagai penangkap radikal bebas, antioksidan diduga mampu
mengurangi toksisitas CCl4. Menurut Weber et al. (2003), antioksidan melindungi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
hati dengan memutus rantai reaksi dari peroksidasi lipid pada tikus terinduksi CCl4
dan mencegah terjadinya stres oksidatif.
Mekanisme pertahanan antioksidan pada tikus terinduksi CCl4 ini diduga
akan bermanfaat juga bagi penderita NAFLD melalui kemampuannya dalam
penangkapan radikal bebas dan mencegah terjadinya ketidakseimbangan antara
banyaknya ROS dengan antioksidan tersedia yang dapat menyebabkan stres
oksidatif (Pacana dan Sanyal, 2015). Menurut Bhattacharjee dan Sil (2007), dengan
adanya pemberian antioksidan yang membantu dalam penetralan ROS, kadar SOD
dan CAT yang mengalami penurunan pada kondisi stres oksidatif dapat dipulihkan.
SOD memiliki peranan penting dalam mengeliminasi ROS yang berasal dari proses
peroksidasi jaringan hati. SOD menghilangkan superoxide dengan mengubahnya
menjadi H2O2, yang akan dirubah oleh CAT menjadi air. Pemberian antioksidan
juga dapat memulihkan kadar GSH yang menurun pada kondisi stres oksidatif.
Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa FHEMM mampu mencegahan
kenaikan ringan aktivitas serum ALT dan AST melalui aktivitas antioksidannya.
FHEMM berpotensi untuk memiliki aktivitas penghambatan kenaikan
aktivitas serum ALT dan AST pada tikus terinduksi CCl4 yang lebih baik lagi, sebab
mekanismenya dalam melindungi hati dari steatosis melalui jalur penekanan
lipolisis perifer tidak dijelaskan dalam model kerusakan hati terinduksi dosis
tunggal CCl4 2 ml/kgBB. Chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B
diketahui merupakan senyawa yang memiliki aktivitas AGI yang poten (Gunawan-
Puteri and Kawabata, 2010). Senyawa dengan aktivitas AGI berpotensi mengontrol
kadar gula darah pada penderita resistensi insulin yang merupakan penyakit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
penyerta dan faktor resiko utama penderita NAFLD. Dengan mengontrol kadar gula
darah, sintesis berlebih insulin yang memicu sintesis trigliserida hepatik dengan
adanya peningkatan lipolisis dan/atau peningkatan asupan lemak (Gaggini et al.,
2013).
Manfaat FHEMM terhadap pencegahan perlemakan hati melalui jalur
lipolisis perifer tidak terdemonstrasikan dengan model perlemakan hati tikus
terinduksi CCl4 dosis tunggal 2ml/kgBB, sehingga penelitian dengan model lain
disarankan. Contoh model tikus resistensi insulin disertai dengan perlemakan hati
yang dapat digunakan untuk mendemonstrasikan kemampuan FHEMM dalam
mencegah perlemakan hati melalui penghambatan lipolisis periferal adalah model
perlemakan hati dan resistensi insulin pada tikus dengan diet lemak tinggi (Fraulob,
Ogg-Diamantino, Fernandes-Santos, Aguila, and Mandarim-de-Lacerda, 2010).
Model lain yang juga dapat digunakan adalah model tikus DM tipe 2 dengan
pemberian larutan fruktosa 10% selama dua minggu, diikuti dengan injeksi i.p.
streptozotocin (Wilson and Islam, 2015).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian dosis 68,57 mg/kgBB
jangka panjang 6 hari terbukti secara statistik memiliki efek pencegahan kenaikan
aktivitas serum ALT dan AST yang paling baik diantara pengujian pada tiga variasi
dosis yang dilakukan, dengan besar efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT
sebesar 87,82% dan efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT sebesar
41,87%. Dosis FHEMM 68,57 mg/kgBB pada tikus, bila dikonversi ke manusia
maka dosis yang diperlukan adalah 767,98 mg/70 kgBB. Berdasarkan hasil yang
diperoleh diharapkan nantinya pemanfaatan pemberian FHEMM jangka panjang 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
hari atau senyawa yang lebih bertanggung jawab dapat menunda, menghambat,
serta mencegah pengembangan NAFLD menjadi NASH serta sirosis, dan
membantu mempercepat proses perbaikan sel hati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dan analisis statistik, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga
tanarius L. jangka panjang 6 hari mampu mencegah kenaikan aktivitas serum
ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
2. Tidak ada kekerabatan antara dosis fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-
air daun Macaranga tanarius L.dengan aktivitas serum ALT dan AST tikus
betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida
B. Saran
Berdasarkan penelitian ini, disarankan untuk dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai:
1. Pengaruh pemberian senyawa chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin
B FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus
betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
2. Pengaruh pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol daun
Macaranga tanarius L. FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum
ALT dan AST tikus resistensi insulin dan perlemakan hati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto, E.E., 2011, Efek Hepatoprotektif Ekstrak Metanol : Air Daun Macaranga
tanarius (L.) Pada Tikus Jantan Terinduksi Parasetamol, Skripsi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Anderson, K.J., Teuber, S.S., Gobeille, A., Cremin, P., Waterhouse, L., and
Steinberg, F.M., 2001,Walnut polyphenolics inhibit in Vitro human
plasma and LDL oxidation, J. Nutr., 131, 2837-2842.
Apte, U., and Krishnamurthy, P., 2012, Detoxification Function of the Liver, in
Monga, S.P., Molecular Pathology of Liver Diseases, Springer, New York,
p. 147.
Bartwal, A., Mall, R., Lohani, P., Guru, S.K., and Arora, S., 2013, Role of
Secondary Metabolites and Brassinosteroids in Plant Defense Against
Environmental Stresses, J. Plant Growth Regul., 32, 216–232.
Bellentani, S., Scagliono, F., Marino, M., and Bedogni, G., 2010, Epidemiology of
Non-Alcoholic Fatty Liver Disease, Dig. Dis., 28, 155-161.
Berger, M.M., 2005, Can Oxidative damage be treated nutritionally?, Clinical
Nutrition, 24, 172-178.
Bhattacharjee, R., and Sil, P.C., 2007, Protein isolate from the herb, Phyllanthus
niruri L. (Euphorbiaceae), plays hepatoprotective role against carbon
tetrachloride induced liver damage via its antioxidant properties, Food and
Chemical Toxicology, 45, 817-216.
Burt, A.D., Portmann, B.C., and Ferrell, L.D., 2012, MacSween’s Pathology of the
Liver, 6th edition, Churchill Livingstone, London, pp. 30-42, 51, 294-298,
300-305, 321-322.
Depner, C.M., Lytle, K.A., Tripathy, S., and Jump, D.B., 2015, ω-3 Fatty Acids and
Nonalcoholic Fatty Liver Disease, in Tirosh, O., (Ed.), Liver Metabolism
and Fatty Liver Disease, CRC Press, Boca Raton, pp. 247-249.
Dhital, R. and Tirosh, O., 2015, Fatty Liver Vulnerability to Hypoxic and
Inflammatory Stress, in Tirosh, O., (Ed.), Liver Metabolism and Fatty
Liver Disease, CRC Press, Boca Raton, p. 28.
Dongare, P.P., Dhande, S.R., Kadam, V.J., 2013, Standarization of Carbon
Tetrachloride-Induced Hepatotoxicity In the Rat, Am J. PharmTech. Res.,
3 (5), 438-445.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Fischer, U.A., Carle, R., and Kammerer, D.R., 2013, Thermal Stability of
Anthocyanins and Colourless Phenolics in Pomegranate (Punica
granatum L.) juices and model solutions, Food Chem., 138 (2-3), 1800-
1809.
Fraulob, J.C., Ogg-Diamantino, R., Fernandes-Santos, C., Aguila, M.B., and
Mandarim-de-Lacerda, C.A., 2010, A Mouse Model of Metabolic
Syndrome: Insulin Resistance, Fatty Liver and Non-Alcoholic Fatty
Pancreas Disease (NAFPD) in C57BL/6 Mice Fed a High Fat Diet, J. Clin.
Biochem. Nutr., 48, 212-223.
Gaggini, M., Morelli, M., Bazzigoli, E., DeFronzo, R., Bugianesi, E., and
Gastaldelli, A., 2013, Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) and
Its Connection with Insulin Resistance, Dyslipidemia, Atherosclerosis and
Coronary Heart Disease, Nutrients, 5, 1544-1560.
Gechev, T.S., Breusegem, F.V., Stone, J.M., Denev, I., and Laloi, C., 2006,
Reactive oxygen species as signals that modulate plant stress responses
and programmed cell death, Bioessays 28, 1091–1101.
Gil, M.I., Tomás-Barberán, F.A., Hess-Pierce, B., Holcroft, D.M., and Kader, A.A.,
2000, Antioxidant activity of pomegranate juice and its relationship with
phenolic composition and processing, J. Agric. Food Chem., 48, 4581-
4589.
Gunawan-Puteri, M., D., and Kawabata, J., 2010, Novel α-glucosidase Inhibitors
From Macaranga tanarius Leaves, Food Chemistry, 123 (2), 384-389.
Hamaguchi, M., Kojima, T., Takeda, N., Nakagawa, T., Taniguchi, H., Fujii, K., et
al., 2005, The Metabolic Syndrome as a Predictor of Nonalcoholic Fatty
Liver Disease, Ann. Intern. Med., 143, 722-728.
Harbourne, N,m Marete,E., Jacquier, J.C.,and O’Riordan, D., 2013, Conventional
extraction techniques for phytochemicals, in Tiwari, B.K., Brunton, N.P.,
Brennan, C.S., (Eds.), Handbook of Plant Food Phytochemical, John Wiley
& Sons, Ltd, Chichester, pp. 400-409.
Herlong, H.F. and Mitchell Jr., M.C., 2012, Laboratory Tests, in Schiff, E.R.,
Maddrey, W.C., and Sorrell, M.F., (Eds.), Schiff’s Diseases of the Liver,
11th edition, John Wiley & Sons Ltd., Chichester, pp. 18-21.
Houghton, P.J., and Raman, A., 1998, Laboratory Handbook for the Fractionation
of Natural Extracts, Springer, Berlin, pp. 7-22.
Integrated Taxonomic Information System, 2015, Standard Report Page:
Macaranga tanarius, ITIS, http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=503637, diakses tanggal 14
Mei 2015.
Jadhav, V.B., Thakare, V.N., Suralkar, A.A., Deshpande, A.D., and Naik, S.R.,
2010, Hepatoprotective activity of Luffa acutangula against CCl4 and
rifampin induced liver toxicity in rats: A biochemical and
histopathological evaluation. Indian Journal of Experimental Biology, 48,
822-829.
Janakat, S., and Al-Merie, H., 2002, Optimization of The Dose and Route of
Injection, and Characterization of The Time Course of Carbon
Tetrachloride-Induced Hepatotoxicity in The Rat, J. Pharmacol. Toxicol.
Methods, 48, 41-44.
Kalra, S., Vithalani, M., Gulati, G., Kulkarni, C.M., Kadam, Y., Pallivathukkal, J.,
et al., 2013, Study of Prevalence of Nonalcoholic Fatty Liver Disease
(NAFLD) in Type 2 Diabetes Patients in India (SPRINT), J. Assoc.
Physicians India, 61 (7), 448-453.
Kawakami, S., Harinantenaina, L., Matsunami, K., Otsuka, H., Shinzato, T., and
Takeda, Y., 2008, Macaflavanones A-G, Prenylated Flavanones from the
Leaves of Macaranga tanarius, J. Nat. Prod., 71, 1872-1876.
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2014,
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat
Tradisional. Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia,
Jakarta.
Kumar, V., Abbas, A.K., and Aster, J.C., 2015, Robbins and Cotran Pathologic
Basis of Disease, 9th edition, Saunders, Philadelphia, pp. 51-52, 60-71,
822-824.
Kuntz, E. and Kuntz, H., 2008, Hepatology Textbook and Atlas, 3rd edition,
Springer, Berlin, p. 102.
Leite, N.C., Salles, G.F., Araujo, A.L., Villela-Nogueira, C.A., and Cardoso, C.R.,
2009, Prevalence and Associated factors of non-alcoholic fatty liver
disease in patients with type-2 diabetes mellitus, Liver Int., 29 (1), 113-
119.
Loomba, R. and Sanyal, A.J., 2013, The Global NAFLD Epidemic, Nat. Rev.
Gastrienterol. Hepatol., 10 (11), 686-690.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Martini, F.H., Nath, J.L., and Bartholomew, E.F., 2015, Fundamentals of Anatomy
and Physiology, 10th edition, Pearson Education, Inc., San Fransisco, p.
911-914.
Mashav, N. and Shibolet, O., 2015, Clinical Aspects of Nonalcoholic Fatty Liver
Disease, in Tirosh, O., (Ed.), Liver Metabolism and Fatty Liver Disease,
CRC Press, Boca Raton, p. 13.
Matsunami, K., Otsuka, H., Kondo, K., Shinzato, T., Kawahata, M., Yamaguchi,
K., et al., 2009, Absolute configuration of (+)-pinoresinol 4-O-[6’’-O-
galloyl]-β-D-glucopyranoside, macarangiosides E, and F isolated from the
leaves of Macaranga tanarius, Phytochemistry, 70, 12771-1285.
Matsunami, K., Takamori, I., Shinzato, T., Aramoto, M., Kondo, K., Otsuka, H., et
al., 2006, Radical-Scavenging Activities of New Megastigmane
Glucosides from Macaranga tanarius (L.) MÜLL.-ARG., Chem. Pharm.
Bull., 54(10) 1403—1407.
Mullen, W., McGinn, J., Lean, M.E., MacLean, M.R., Gardner, P., Duthie, G.G.,
Crozier, A., 2002, Ellagitannins, flavonoids and other phenolics in red
raspberries and their contribution to antioxidant capacity and
vasorelaxation properties, J. Agric. Food Chem., 50, 5191-5196.
Moore, K. L., Agur, A..M., Dalley, A.F., 2015, Essential Clinical Anatomy, 5th
edition, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, pp. 158-162.
Orwa, C., A Mutua, Kindt R , Jamnadass, R., and Anthony, S., 2009, Agroforestree
Database: a tree reference and selection guide, Version 4.0, ICRAF,
http://www.worldagroforestry.org/sites/treedbs/treedatabases.asp, diakses
tanggal 17 Agustus 2015.
Pacana, T. and Sanyal, A., 2015, Clinical Aspects of Nonalcoholic Fatty Liver
Disease, in Tirosh, O., (Ed.), Liver Metabolism and Fatty Liver Disease,
CRC Press, Boca Raton, pp. 232-234.
Phommart, S., Sutthivaiyakit, P., Chimnoi, N., Ruchirawat, S., dan Sutthivaiyakit,
S., 2005, Constituents of the Leaves of Macaranga tanarius, J. Nat. Prod.,
68, 927-930.
Plas, L.H., Eijkelboom, C., and Hagendoorn, M. J., 1995, Relation between Primary
and Secondary Metabolism in Plant Cell Suspensions, Plant Cell, Tissue
and Organ Culture, 43 (2), 111-116.
Poynard, T. and Imbert-Bismut, F., 2012, Laboratory Testing for Liver Disease, in
Boyer, T.D., Manns, M.P., and Sanyal, A.J., (Eds.), Zakim and Boyer’s
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Hepatology: A Textbook of Liver Disease, 6th edition, Saunders,
Philadelphia, pp. 202-203.
Prashanth, M., Ganesh, H.K., Vimal, M.V., John, M., Bandgar,T., Joshi, S.R., et
al., 2009, Prevalence of Nonalcoholic Fatty Liver Disease in Patients with
Type 2 Diabetes Mellitus, J. Assoc. Physicians India, 57, 205-210.
Puri, P., and Sanyal, A.J., 2012, Nonalcoholic Fatty Liver Disease, in Boyer, T.D.,
Manns, M.P., and Sanyal, A.J., (Eds.), Zakim and Boyer’s Hepatology: A
Textbook of Liver Disease, 6th edition, Saunders, Philadelphia, pp. 941,
946.
Ramakrishna, A. and Ravishankar, G.A., 2011, Influence of abiotic stress signals
on secondary metabolites in plants, Plant Signal. Behav., 6 (11), 1720–
1731.
Reddy, M.K., Gupta, S.K., Jacob, M.R., Khan, S.I., and Ferreira, D., 2007,
Antioxidant, Antimalaria and Antimicrobial Activities of Tannin-Rich
Fractions, Ellagitannins and Phenolic Acids from Punica granatum L.,
Planta Med. 73 (5), 461-467.
Riordan, J.D. and Nadeau, J.H., 2014, Modeling progressive non-alcoholic fatty
liver disease in laboratory mouse, Mamm. Genome, 25, 473-486.
Scanlon, V.C. and Sanders, T., 2011, Essentials of Anatomy and Physiology, 6th
edition, F.A. Davis Company, Philadelphia, pp. 414-417.
Starr, F., Starr, K., and Loope, L., 2003, Macaranga tanarius, HEAR,
http://www.hear.org/starr/hiplants/reports/pdf/macaranga_tanarius.pdf,
diakses tanggal 13 Agustus 2015.
Standring, S., Borley, N.R., Collins, P., Crossman A.R., Gatzoulis, M.A., Healy,
J.C., Johnson, D., et al., 2008, Gray’s Anatomy: The Anatomical Basis of
Clinical Practice, 40th edition, Churchill Livingstone, London, pp. 1163,
1174-1175.
Stewart, A.F., and Day, C.P., 2012, Alcoholic Liver Disease, in Boyer, T.D.,
Manns, M.P., and Sanyal, A.J., (Eds.), Zakim and Boyer’s Hepatology: A
Textbook of Liver Disease, 6th edition, Saunders, Philadelphia, p. 494.
Surendran, S., Eswaran, M.B., Vijayakumar, M., and Rao, C.V., 2011, In vitro and
in vivo hepatoprotective activity of Cissampelos pareira against carbon-
tetrachloride induced hepatic damage, Indian Journal of Experimental
Biology, 49, 939-945.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Thapa, B. and Walia, A., 2007, Liver Function Tests and Their Interpretation,
Indian J. Pediatr., 74 (7), 663-671.
Tortora, G.J., and Derrickson, B., 2014, Principles of Anatomy & Physiology, 14th
Edition, John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, pp. 669-670, 909-913.
Trimbell, J.A., 2008, Principles of Biochemical Toxicology, 4th edition, Informa
Healthcare, New York, pp. 309-311.
Vernon, G., Baranova, A., and Younossi, M., 2011, Systematic review: the
epidemiology and natural history of non-alcoholic fatty liver disease and
non-alcoholic steatohepatitis in adults. Aliment Pharmacol Ther, 34, 274-
285.
Wagner, W.L., Herbst, D.R., and Sohmer, S.H., 1999, Manual of the Flowering
Plants of Hawai'I, vol. 1, University of Hawai'i Press, Honolulu, p. 624.
Watt, K.D., 2015, Nonalcoholic Fatty Liver Disease, in Hauser, C., (Ed.), Mayo
Clinic gastroenterology and hepatology board review, 5th edition, Oxford
University Press, New York, p. 329-320.
Weber, L.W., Boll, M., and Stampfl, A., 2003, Hepatotoxicity and Mechanism of
Action of Haloalkanes: Carbon Tetrachloride as a Toxicological Model,
Critical Reviews in Toxicology, 33 (2), 105-136.
Wilson, R.D. and Islam, S., 2015, Effects of White Mulberry (Morus Alba) Leaf
Tea Investigated in Type 2 Diabetes Model of Rats, Acta Pol. Pharm., 72
(1), 153-160.
Windrawati, T.G., 2013, Efek Hepatoprotektif Ekstrak Metanol:Air (50:50) Daun
Macaranga tanarius L. terhadap Kadar ALT-AST Serum pada Tikus
Terinduksi karbon Tetraklorida, Skripsi, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
World Health Organization, 1999, Environmental Health Criteria Carbon
Tetrachloride, WHO Library, Geneva, pp.6-15.
World Health Organization, 2014, The Top 10 Causes of Death, WHO,
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/index1.html, diakses
tanggal 16 Maret 2015.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Lampiran 1. Foto daun Macaranga tanarius L. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
Lampiran 3. Foto FHEMM
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Lampiran 4. Foto suspensi FHEMM
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
Lampiran 5. Surat Determinasi Tanaman Macaranga tanarius L.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
Lampiran 6. Surat ethical clearance penelitian Macaranga tanarius L. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Lampiran 7. Surat keterangan penggunaan IBM SPSS Statistics 22 asli
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
UJI STATISTIK DATA ORIENTASI
Kelompok
Case Processing Summary
Kelompok
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
ALT Jam ke-0 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%
Jam ke-24 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%
Jam ke-48 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%
AST Jam ke-0 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%
Jam ke-24 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%
Jam ke-48 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%
Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
ALT Jam ke-0 Mean 66,8333 ,84525
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 63,1965
Upper Bound 70,4701
5% Trimmed Mean .
Median 66,6000
Variance 2,143
Std. Deviation 1,46401
Minimum 65,50
Maximum 68,40
Range 2,90
Interquartile Range .
Lampiran 8. Hasil Uji Statistik Orientasi Pencuplikan Darah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
Skewness ,699 1,225
Kurtosis . .
Jam ke-24 Mean 184,0000 16,48949
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 113,0514
Upper Bound 254,9486
5% Trimmed Mean .
Median 181,1000
Variance 815,710
Std. Deviation 28,56064
Minimum 157,00
Maximum 213,90
Range 56,90
Interquartile Range .
Skewness ,452 1,225
Kurtosis . .
Jam ke-48 Mean 62,3333 15,58518
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound -4,7243
Upper Bound 129,3909
5% Trimmed Mean .
Median 49,0000
Variance 728,693
Std. Deviation 26,99432
Minimum 44,60
Maximum 93,40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
Range 48,80
Interquartile Range .
Skewness 1,680 1,225
Kurtosis . .
AST Jam ke-0 Mean 154,2000 2,08167
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 145,2433
Upper Bound 163,1567
5% Trimmed Mean .
Median 153,2000
Variance 13,000
Std. Deviation 3,60555
Minimum 151,20
Maximum 158,20
Range 7,00
Interquartile Range .
Skewness 1,152 1,225
Kurtosis . .
Jam ke-24 Mean 669,5667 8,36985
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 633,5541
Upper Bound 705,5792
5% Trimmed Mean .
Median 661,6000
Variance 210,163
Std. Deviation 14,49701
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
Minimum 660,80
Maximum 686,30
Range 25,50
Interquartile Range .
Skewness 1,726 1,225
Kurtosis . .
Jam ke-48 Mean 197,7333 9,55167
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 156,6358
Upper Bound 238,8309
5% Trimmed Mean .
Median 193,1000
Variance 273,703
Std. Deviation 16,54398
Minimum 184,00
Maximum 216,10
Range 32,10
Interquartile Range .
Skewness 1,161 1,225
Kurtosis . .
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
ALT Jam ke-0 ,230 3 . ,981 3 ,736
Jam ke-24 ,207 3 . ,992 3 ,832
Jam ke-48 ,356 3 . ,817 3 ,156
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
AST Jam ke-0 ,276 3 . ,942 3 ,537
Jam ke-24 ,375 3 . ,774 3 ,053
Jam ke-48 ,277 3 . ,941 3 ,532
a. Lilliefors Significance Correction
Oneway
Notes
Output Created 05-OCT-2015 16:33:44
Comments
Input Data E:\SKRIPSI\NASKAH SKRIPSI\Revisi II\Olah Data\DATA
ORIENTASI.sav
Active Dataset DataSet2
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 9
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used Statistics for each analysis are based on cases with no missing data
for any variable in the analysis.
Syntax ONEWAY ALT AST BY Kelompok
/STATISTICS HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=TUKEY ALPHA(0.05).
Resources Processor Time 00:00:00,05
Elapsed Time 00:00:00,17
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
ALT 3,654 2 6 ,092
AST 3,315 2 6 ,107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
ALT Between Groups 28551,056 2 14275,528 27,692 ,001
Within Groups 3093,093 6 515,516
Total 31644,149 8
AST Between Groups 490124,647 2 245062,323 1479,646 ,000
Within Groups 993,733 6 165,622
Total 491118,380 8
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Tukey HSD
Dependent Variable (I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
ALT Jam ke-0 Jam ke-24 -117,16667* 18,53853 ,002
Jam ke-48 4,50000 18,53853 ,968
Jam ke-24 Jam ke-0 117,16667* 18,53853 ,002
Jam ke-48 121,66667* 18,53853 ,001
Jam ke-48 Jam ke-0 -4,50000 18,53853 ,968
Jam ke-24 -121,66667* 18,53853 ,001
AST Jam ke-0 Jam ke-24 -515,36667* 10,50785 ,000
Jam ke-48 -43,53333* 10,50785 ,014
Jam ke-24 Jam ke-0 515,36667* 10,50785 ,000
Jam ke-48 471,83333* 10,50785 ,000
Jam ke-48 Jam ke-0 43,53333* 10,50785 ,014
Jam ke-24 -471,83333* 10,50785 ,000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Multiple Comparisons
Tukey HSD
Dependent Variable (I) Kelompok (J) Kelompok
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
ALT Jam ke-0 Jam ke-24 -174,0480 -60,2854
Jam ke-48 -52,3813 61,3813
Jam ke-24 Jam ke-0 60,2854 174,0480
Jam ke-48 64,7854 178,5480
Jam ke-48 Jam ke-0 -61,3813 52,3813
Jam ke-24 -178,5480 -64,7854
AST Jam ke-0 Jam ke-24 -547,6076 -483,1257
Jam ke-48 -75,7743 -11,2924
Jam ke-24 Jam ke-0 483,1257 547,6076
Jam ke-48 439,5924 504,0743
Jam ke-48 Jam ke-0 11,2924 75,7743
Jam ke-24 -504,0743 -439,5924
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Homogeneous Subsets
ALT
Tukey HSDa
Kelompok N
Subset for alpha = 0.05
1 2
Jam ke-48 3 62,3333
Jam ke-0 3 66,8333
Jam ke-24 3 184,0000
Sig. ,968 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
AST
Tukey HSDa
Kelompok N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Jam ke-0 3 154,2000
Jam ke-48 3 197,7333
Jam ke-24 3 669,5667
Sig. 1,000 1,000 1,000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
DATA ALT PENELITIAN
Kelompok
Case Processing Summary
Kelompok
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
ALT Kontrol CMC 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%
Kontrol CCL4 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%
Kontrol FHEMM 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%
Dosis I + CCl4 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%
Dosis II + CCl4 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%
Dosis III + CCl4 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%
Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
ALT Kontrol CMC Mean 47,6600 1,63236
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 43,1278
Upper Bound 52,1922
5% Trimmed Mean 47,5944
Median 46,2000
Variance 13,323
Std. Deviation 3,65007
Minimum 44,30
Maximum 52,20
Range 7,90
Interquartile Range 7,05
Lampiran 9. Hasil Uji Statistik Data ALT Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
Skewness ,519 ,913
Kurtosis -2,762 2,000
Kontrol CCL4 Mean 156,0600 7,65713
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 134,8004
Upper Bound 177,3196
5% Trimmed Mean 155,5611
Median 157,0000
Variance 293,158
Std. Deviation 17,12186
Minimum 140,00
Maximum 181,10
Range 41,10
Interquartile Range 31,45
Skewness ,646 ,913
Kurtosis -,376 2,000
Kontrol FHEMM Mean 51,5000 2,85167
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 43,5825
Upper Bound 59,4175
5% Trimmed Mean 51,4111
Median 48,4000
Variance 40,660
Std. Deviation 6,37652
Minimum 45,80
Maximum 58,80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Range 13,00
Interquartile Range 12,25
Skewness ,520 ,913
Kurtosis -3,163 2,000
Dosis I + CCl4 Mean 134,3200 8,03532
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 112,0104
Upper Bound 156,6296
5% Trimmed Mean 135,1556
Median 144,2000
Variance 322,832
Std. Deviation 17,96753
Minimum 105,40
Maximum 148,20
Range 42,80
Interquartile Range 30,10
Skewness -1,389 ,913
Kurtosis 1,160 2,000
Dosis II + CCl4 Mean 60,9400 4,23020
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 49,1951
Upper Bound 72,6849
5% Trimmed Mean 61,0389
Median 57,5000
Variance 89,473
Std. Deviation 9,45902
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Minimum 48,70
Maximum 71,40
Range 22,70
Interquartile Range 17,40
Skewness -,060 ,913
Kurtosis -1,704 2,000
Dosis III + CCl4 Mean 103,5400 7,20469
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 83,5366
Upper Bound 123,5434
5% Trimmed Mean 103,7000
Median 105,4000
Variance 259,538
Std. Deviation 16,11018
Minimum 80,20
Maximum 124,00
Range 43,80
Interquartile Range 27,85
Skewness -,402 ,913
Kurtosis ,808 2,000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
ALT Kontrol CMC ,255 5 ,200* ,854 5 ,208
Kontrol CCL4 ,223 5 ,200* ,905 5 ,439
Kontrol FHEMM ,287 5 ,200* ,801 5 ,083
Dosis I + CCl4 ,309 5 ,134 ,825 5 ,128
Dosis II + CCl4 ,242 5 ,200* ,906 5 ,444
Dosis III + CCl4 ,168 5 ,200* ,985 5 ,961
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Oneway
Notes
Output Created 05-OCT-2015 16:26:00
Comments
Input Data E:\SKRIPSI\NASKAH SKRIPSI\Revisi II\Olah Data\DATA baru
SKRIPSI revisi.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 30
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used Statistics for each analysis are based on cases with no missing data
for any variable in the analysis.
Syntax ONEWAY ALT BY Kelompok
/STATISTICS HOMOGENEITY
/PLOT MEANS
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=TUKEY ALPHA(0.05).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
Resources Processor Time 00:00:00,36
Elapsed Time 00:00:00,56
Test of Homogeneity of Variances
ALT
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2,014 5 24 ,113
ANOVA
ALT
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 52990,834 5 10598,167 62,404 ,000
Within Groups 4075,936 24 169,831
Total 57066,770 29
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: ALT
Tukey HSD
(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Kontrol CMC Kontrol CCL4 -108,40000* 8,24210 ,000 -133,8840
Kontrol FHEMM -3,84000 8,24210 ,997 -29,3240
Dosis I + CCl4 -86,66000* 8,24210 ,000 -112,1440
Dosis II + CCl4 -13,28000 8,24210 ,599 -38,7640
Dosis III + CCl4 -55,88000* 8,24210 ,000 -81,3640
Kontrol CCL4 Kontrol CMC 108,40000* 8,24210 ,000 82,9160
Kontrol FHEMM 104,56000* 8,24210 ,000 79,0760
Dosis I + CCl4 21,74000 8,24210 ,126 -3,7440
Dosis II + CCl4 95,12000* 8,24210 ,000 69,6360
Dosis III + CCl4 52,52000* 8,24210 ,000 27,0360
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
Kontrol FHEMM Kontrol CMC 3,84000 8,24210 ,997 -21,6440
Kontrol CCL4 -104,56000* 8,24210 ,000 -130,0440
Dosis I + CCl4 -82,82000* 8,24210 ,000 -108,3040
Dosis II + CCl4 -9,44000 8,24210 ,857 -34,9240
Dosis III + CCl4 -52,04000* 8,24210 ,000 -77,5240
Dosis I + CCl4 Kontrol CMC 86,66000* 8,24210 ,000 61,1760
Kontrol CCL4 -21,74000 8,24210 ,126 -47,2240
Kontrol FHEMM 82,82000* 8,24210 ,000 57,3360
Dosis II + CCl4 73,38000* 8,24210 ,000 47,8960
Dosis III + CCl4 30,78000* 8,24210 ,012 5,2960
Dosis II + CCl4 Kontrol CMC 13,28000 8,24210 ,599 -12,2040
Kontrol CCL4 -95,12000* 8,24210 ,000 -120,6040
Kontrol FHEMM 9,44000 8,24210 ,857 -16,0440
Dosis I + CCl4 -73,38000* 8,24210 ,000 -98,8640
Dosis III + CCl4 -42,60000* 8,24210 ,000 -68,0840
Dosis III + CCl4 Kontrol CMC 55,88000* 8,24210 ,000 30,3960
Kontrol CCL4 -52,52000* 8,24210 ,000 -78,0040
Kontrol FHEMM 52,04000* 8,24210 ,000 26,5560
Dosis I + CCl4 -30,78000* 8,24210 ,012 -56,2640
Dosis II + CCl4 42,60000* 8,24210 ,000 17,1160
Multiple Comparisons
Dependent Variable: ALT
Tukey HSD
(I) Kelompok (J) Kelompok
95% Confidence Interval
Upper Bound
Kontrol CMC Kontrol CCL4 -82,9160
Kontrol FHEMM 21,6440
Dosis I + CCl4 -61,1760
Dosis II + CCl4 12,2040
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
Dosis III + CCl4 -30,3960
Kontrol CCL4 Kontrol CMC 133,8840
Kontrol FHEMM 130,0440
Dosis I + CCl4 47,2240
Dosis II + CCl4 120,6040
Dosis III + CCl4 78,0040
Kontrol FHEMM Kontrol CMC 29,3240
Kontrol CCL4 -79,0760
Dosis I + CCl4 -57,3360
Dosis II + CCl4 16,0440
Dosis III + CCl4 -26,5560
Dosis I + CCl4 Kontrol CMC 112,1440
Kontrol CCL4 3,7440
Kontrol FHEMM 108,3040
Dosis II + CCl4 98,8640
Dosis III + CCl4 56,2640
Dosis II + CCl4 Kontrol CMC 38,7640
Kontrol CCL4 -69,6360
Kontrol FHEMM 34,9240
Dosis I + CCl4 -47,8960
Dosis III + CCl4 -17,1160
Dosis III + CCl4 Kontrol CMC 81,3640
Kontrol CCL4 -27,0360
Kontrol FHEMM 77,5240
Dosis I + CCl4 -5,2960
Dosis II + CCl4 68,0840
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
Homogeneous Subsets
ALT
Tukey HSDa
Kelompok N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Kontrol CMC 5 47,6600
Kontrol FHEMM 5 51,5000
Dosis II + CCl4 5 60,9400
Dosis III + CCl4 5 103,5400
Dosis I + CCl4 5 134,3200
Kontrol CCL4 5 156,0600
Sig. ,599 1,000 ,126
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
DATA PENELITIAN AST
Kelompok
Case Processing Summary
Kelompok
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
AST Kontrol CMC 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%
Kontrol CCL4 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%
Kontrol FHEMM 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%
Dosis I + CCl4 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%
Dosis II + CCl4 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%
Dosis III + CCl4 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%
Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
AST Kontrol CMC Mean 104,9200 1,99183
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 99,3898
Upper Bound 110,4502
5% Trimmed Mean 104,9944
Median 106,8000
Variance 19,837
Std. Deviation 4,45387
Minimum 99,50
Maximum 109,00
Range 9,50
Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Data AST Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
Interquartile Range 8,60
Skewness -,513 ,913
Kurtosis -2,902 2,000
Kontrol CCL4 Mean 674,3200 5,51538
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 659,0069
Upper Bound 689,6331
5% Trimmed Mean 674,4056
Median 678,4000
Variance 152,097
Std. Deviation 12,33276
Minimum 660,80
Maximum 686,30
Range 25,50
Interquartile Range 24,20
Skewness -,375 ,913
Kurtosis -3,072 2,000
Kontrol FHEMM Mean 108,2000 5,12104
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 93,9817
Upper Bound 122,4183
5% Trimmed Mean 107,7389
Median 106,9000
Variance 131,125
Std. Deviation 11,45098
Minimum 98,00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
Maximum 126,70
Range 28,70
Interquartile Range 19,45
Skewness 1,287 ,913
Kurtosis 1,701 2,000
Dosis I + CCl4 Mean 412,5000 20,55646
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 355,4261
Upper Bound 469,5739
5% Trimmed Mean 412,3556
Median 412,2000
Variance 2112,840
Std. Deviation 45,96564
Minimum 350,40
Maximum 477,20
Range 126,80
Interquartile Range 77,65
Skewness ,129 ,913
Kurtosis 1,095 2,000
Dosis II + CCl4 Mean 435,9400 41,14942
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 321,6909
Upper Bound 550,1891
5% Trimmed Mean 434,8111
Median 429,3000
Variance 8466,373
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
Std. Deviation 92,01290
Minimum 321,10
Maximum 571,10
Range 250,00
Interquartile Range 158,70
Skewness ,485 ,913
Kurtosis ,909 2,000
Dosis III + CCl4 Mean 415,6000 17,28193
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 367,6177
Upper Bound 463,5823
5% Trimmed Mean 415,7444
Median 417,8000
Variance 1493,325
Std. Deviation 38,64356
Minimum 359,80
Maximum 468,80
Range 109,00
Interquartile Range 58,00
Skewness -,167 ,913
Kurtosis 1,924 2,000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
AST Kontrol CMC ,264 5 ,200* ,842 5 ,170
Kontrol CCL4 ,249 5 ,200* ,830 5 ,140
Kontrol FHEMM ,244 5 ,200* ,884 5 ,330
Dosis I + CCl4 ,188 5 ,200* ,983 5 ,951
Dosis II + CCl4 ,185 5 ,200* ,983 5 ,949
Dosis III + CCl4 ,266 5 ,200* ,920 5 ,531
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Oneway
Notes
Output Created 05-OCT-2015 16:29:56
Comments
Input Data E:\SKRIPSI\NASKAH SKRIPSI\Revisi II\Olah Data\DATA baru
SKRIPSI revisi.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 30
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used Statistics for each analysis are based on cases with no missing data
for any variable in the analysis.
Syntax ONEWAY AST BY Kelompok
/STATISTICS HOMOGENEITY
/PLOT MEANS
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=GH ALPHA(0.05).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
Resources Processor Time 00:00:00,44
Elapsed Time 00:00:00,44
Test of Homogeneity of Variances
AST
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3,084 5 24 ,027
ANOVA
AST
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1194342,520 5 238868,504 115,809 ,000
Within Groups 49502,388 24 2062,600
Total 1243844,908 29
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: AST
Games-Howell
(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Kontrol CMC Kontrol CCL4 -569,40000* 5,86403 ,000 -594,3613
Kontrol FHEMM -3,28000 5,49476 ,987 -26,3759
Dosis I + CCl4 -307,58000* 20,65273 ,001 -404,5597
Dosis II + CCl4 -331,02000* 41,19760 ,008 -525,8997
Dosis III + CCl4 -310,68000* 17,39633 ,000 -392,0449
Kontrol CCL4 Kontrol CMC 569,40000* 5,86403 ,000 544,4387
Kontrol FHEMM 566,12000* 7,52625 ,000 538,5827
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
Dosis I + CCl4 261,82000* 21,28350 ,001 167,3878
Dosis II + CCl4 238,38000* 41,51739 ,024 45,1059
Dosis III + CCl4 258,72000* 18,14068 ,000 180,0139
Kontrol FHEMM Kontrol CMC 3,28000 5,49476 ,987 -19,8159
Kontrol CCL4 -566,12000* 7,52625 ,000 -593,6573
Dosis I + CCl4 -304,30000* 21,18474 ,000 -399,0541
Dosis II + CCl4 -327,74000* 41,46685 ,007 -521,2560
Dosis III + CCl4 -307,40000* 18,02471 ,000 -386,4043
Dosis I + CCl4 Kontrol CMC 307,58000* 20,65273 ,001 210,6003
Kontrol CCL4 -261,82000* 21,28350 ,001 -356,2522
Kontrol FHEMM 304,30000* 21,18474 ,000 209,5459
Dosis II + CCl4 -23,44000 45,99829 ,994 -207,8062
Dosis III + CCl4 -3,10000 26,85578 1,000 -101,9638
Dosis II + CCl4 Kontrol CMC 331,02000* 41,19760 ,008 136,1403
Kontrol CCL4 -238,38000* 41,51739 ,024 -431,6541
Kontrol FHEMM 327,74000* 41,46685 ,007 134,2240
Dosis I + CCl4 23,44000 45,99829 ,994 -160,9262
Dosis III + CCl4 20,34000 44,63115 ,996 -164,6663
Dosis III + CCl4 Kontrol CMC 310,68000* 17,39633 ,000 229,3151
Kontrol CCL4 -258,72000* 18,14068 ,000 -337,4261
Kontrol FHEMM 307,40000* 18,02471 ,000 228,3957
Dosis I + CCl4 3,10000 26,85578 1,000 -95,7638
Dosis II + CCl4 -20,34000 44,63115 ,996 -205,3463
Multiple Comparisons
Dependent Variable: AST
Games-Howell
(I) Kelompok (J) Kelompok
95% Confidence Interval
Upper Bound
Kontrol CMC Kontrol CCL4 -544,4387
Kontrol FHEMM 19,8159
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
Dosis I + CCl4 -210,6003
Dosis II + CCl4 -136,1403
Dosis III + CCl4 -229,3151
Kontrol CCL4 Kontrol CMC 594,3613
Kontrol FHEMM 593,6573
Dosis I + CCl4 356,2522
Dosis II + CCl4 431,6541
Dosis III + CCl4 337,4261
Kontrol FHEMM Kontrol CMC 26,3759
Kontrol CCL4 -538,5827
Dosis I + CCl4 -209,5459
Dosis II + CCl4 -134,2240
Dosis III + CCl4 -228,3957
Dosis I + CCl4 Kontrol CMC 404,5597
Kontrol CCL4 -167,3878
Kontrol FHEMM 399,0541
Dosis II + CCl4 160,9262
Dosis III + CCl4 95,7638
Dosis II + CCl4 Kontrol CMC 525,8997
Kontrol CCL4 -45,1059
Kontrol FHEMM 521,2560
Dosis I + CCl4 207,8062
Dosis III + CCl4 205,3463
Dosis III + CCl4 Kontrol CMC 392,0449
Kontrol CCL4 -180,0139
Kontrol FHEMM 386,4043
Dosis I + CCl4 101,9638
Dosis II + CCl4 164,6663
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
Angka konversi tikus 200 gBB ke manusia 70 kgBB =56,0
Dosis untuk manusia = dosis tikus 200 gBB x angka konversi ke manusia
Dosis FHEMM untuk manusia adalah :
I. FHEMM 34,28 mg/kgBB tikus :
34,28 mg/kgBB = 0,03428 g/kgBB
= 0,03428 g/1000gBB
= 0,006856 g/200gBB
0,006856 g/200gBB x 56,0 = 0,383936 g/70kgBB manusia
≈ 0,384 g/70kgBB manusia
II. FHEMM 68,57 mg/kgBB tikus :
68,57 mg/kgBB = 0,06857 g/kgBB
= 0,06857 g/1000gBB
= 0,013714 g/200gBB
0,013714 g/200gBB x 56,0 = 0,767984 g/70kgBB manusia
≈ 0,768 g/70kgBB manusia
III. FHEMM 137,14 mg/kgBB tikus :
137,14 mg/kgBB = 0,13714 g/kgBB
= 0,13714 g/1000gBB
= 0,027428 g/200gBB
0,027428 g/200gBB x 56,0 = 1,535968 g/70kgBB manusia
≈ 1,536 g/70kgBB manusia
Lampiran 11. Perhitungan konversi dosis ke manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
1 hari tikus = 1,2 bulan manusia
6 hari tikus = 6 x 1 hari tikus
= 6 x 1,2 bulan manusia
= 7,2 bulan manusia
Lampiran 12. Perhitungan konversi waktu tikus ke manusia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
Replikasi I
Kadar air = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴−𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐵
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴𝑥100%
= 5,014 𝑔−4,561𝑔
5,014𝑔𝑥100% = 9,03%
Replikasi II
Kadar air = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴−𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐵
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴𝑥100%
= 5,027 𝑔−4,589𝑔
5,027𝑔𝑥100% = 8,71%
Replikasi III
Kadar air = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴−𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐵
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴𝑥100%
= 5,022 𝑔−4,593𝑔
5,022𝑔𝑥100% = 8,54%
Rata-rata = 𝑅𝑒𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐼+𝑅𝑒𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐼𝐼+𝑅𝑒𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐼𝐼𝐼
3
= 9,03%+8,71%+8,54%
3
= 8,76%
Lampiran 13. Perhitungan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
Bobot total FHEMM
=𝑅𝑒𝑝 1 + ⋯ + 𝑅𝑒𝑝 14
14
= (2,0589g + 1,3414g + 0,5518g + 2,401g +2,1897g + 0,7377g + 0,3938g +
1,4510g + 0,1592g + 4,4791g + 2,1923g + 1,7528g + 5,3613g + 1,8711g) :
14
= 30,2727 g
Bobot total serbuk daun
=𝑅𝑒𝑝 1 + ⋯ + 𝑅𝑒𝑝 18
18
= (40,01g + 40,16g + 40,3423g + 40,2263g + 40,3297g +40,10g + 40,25g +
20,39g + 40,00g + 40,03g +40,03g + 40,02g +40,09g + 40,03g + 40,03g +
40,50g + 40,05g + 40,03g + 40,04g +40,02g +40,00g + 40,02g) : 18
= 862,6983 g
Persen rendemen = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐹𝐻𝐸𝑀𝑀
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑑𝑎𝑢𝑛 𝑥100%
= 30,2727𝑔
862,6983 𝑥100% = 3,51%
Lampiran 14. Perhitungan persen rendemen FHEMM PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
ALT dan AST
Rumus perhitungan persen hepatoprotektif :
[1 −(purata ALT perlakuan − purata ALT kontrol negatif)
(purata ALT kontrol hepatotoksin − purata ALT kontrol negatif)] x 100%
[1 −(purata AST perlakuan − purata AST kontrol negatif)
(purata AST kontrol hepatotoksin − purata AST kontrol negatif)] x 100%
Perhitungan persen hepatoprotektif ALT :
Dosis 34,28 mg/kgBB
[1 −(134,3 − 47,7)
(156,1 − 47,7)] x 100% = 20,11%
Dosis 68,57 mg/kgBB
[1 −(60,9 − 47,7)
(156,1 − 47,7)] x 100% = 87,82%
Dosis 137,14 mg/kgBB
[1 −(103,5 − 47,7)
(156,1 − 47,7)] x 100% = 48,52%
Perhitungan persen hepatoprotektif AST :
Dosis 34,28 mg/kgBB
[1 −(412,5 − 104,9)
(674,3 − 104,9)] x 100% = 45,98%
Dosis 68,57 mg/kgBB
[1 −(435,9 − 104,9)
(674,3 − 104,9)] x 100% = 41,87%
Lampiran 15. Perhitungan persen efek pencegahan kenaikan aktivitas
ALT dan AST
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
Dosis 137,14 mg/kgBB
[1 −(415,6 − 104,9)
(674,3 − 104,9)] x 100% = 45,34%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
BIOGRAFI PENULIS
Penulis Skripsi berjudul “Pengaruh Pemberian
Fraksi Heksan-Etanol dari Ekstrak Metanol-Air Daun
Macaranga tanarius L. Jangka Panjang 6 Hari terhadap
Aktivitas Serum ALT dan AST Tikus Betina Galur Wistar
Terinduksi Karbon Tetraklorida” dengan nama lengkap
Sona Karisnata Inriano, lahir di Bengkulu pada tanggal 24
Desember 1993. Penulis merupakan anak dari Ir.
Trismartono Patwanto dan Rony Indas Bawin Siam, adik
dari Adian Putra Sayogya, S.Kom., dan kakak dari Phileo
Nanda Wicaksana.
Penulis telah menempuh pendidikan formal di TK
Sint Carolus Bengkulu (1999-2000), SD Sint Carolus Bengkulu (2000-2006), SMP
Negeri 4 Bengkulu (2006-2009) dan SMA Kolese De Britto Sleman (2009-2012).
Pada tahun 2012, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Semasa menempuh pendidikan sarjana,
penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan sebagai anggota divisi acara dalam
kegiatan Kampanye Informasi Obat (2012) dan Komisi Pemilihan Umum (2012),
sebagai anggota divisi P3K dalam kegiatan TITRASI (2014), sebagai anggota divisi
Publikasi Dekorasi dan Dokumentasi dalam kegiatan Desa Mitra (2013), Pharmacy
Performance (2014), dan Pharmacy Road to School (2014), serta sebagai
koordinator divisi Publikasi Dekorasi dan Dokumentasi dalam kegiatan Donor
Darah JMKI (2013). Penulis juga aktif berperan sebagai asisten praktikum di
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada praktikum Kimia
Dasar (2014), Kimia Organik (2015), Komunikasi Farmasi (2015), dan
Farmakologi-Toksikologi (2015).
Penulis merupakan peraih medali emas kompetisi Patient Counselling
Event (PCE) dan peraih medali perunggu Lomba Karya Tulis Ilmiah dalam ajang
Olimpiade Farmasi Klinik 2015. Dalam Olimpiade Farmasi Klinik 2015, tim
penulis dinobatkan sebagai Tim Terbaik dan bersama delegasi Universitas Sanata
Dharma lainnya membantu mengantarkan Universitas Sanata Dharma untuk meraih
juara umum dalam ajang tersebut. Selain itu, penulis juga merupakan semifinalis
dalam Kompetisi Kefarmasian Mahasiswa Tingkat Nasional Pharmadays 2015.
Penulis juga pernah menjadi delegasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
untuk kejuaraan PCE di Forum Tobacco Control Ismafarsi (2014), PCE di
Pharmacy Festival (2014), dan PCE di Phase 80 (2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI