+ All Categories
Home > Documents > 128114167_full.pdf - USD Repository - Universitas Sanata ...

128114167_full.pdf - USD Repository - Universitas Sanata ...

Date post: 02-Feb-2023
Category:
Upload: khangminh22
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
181
i PENGARUH PEMBERIAN FRAKSI HEKSAN-ETANOL DARI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius L. JANGKA PANJANG 6 HARI TERHADAP AKTIVITAS SERUM ALT DAN AST TIKUS BETINA GALUR WISTAR TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh: Sona Karisnata Inriano NIM: 128114167 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Transcript

i

PENGARUH PEMBERIAN FRAKSI HEKSAN-ETANOL DARI

EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius L. JANGKA

PANJANG 6 HARI TERHADAP AKTIVITAS SERUM ALT DAN AST

TIKUS BETINA GALUR WISTAR TERINDUKSI KARBON

TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Sona Karisnata Inriano

NIM: 128114167

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2015

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya sederhana ini

untuk kedua orangtuaku dan saudara-saudaraku.

“abracadabra” For they who wonder, here etymology of this wonderful spell:

The word abracadabra derive from an Aramaic phrase meaning

“I create as I speak.”

It comprise the abbreviated forms of the Hebrew words

Ab (Father), Ben (Son) and Ruach A Cadsch (Holy Spirit).

The first known mention of the word was in the third century AD in a book called Liber

Medicinalis and historically was believed to have healing power when inscribed on amulet.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini,

maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 1 Desember 2015

Penulis

Sona Karisnata Inriano

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Sona Karisnata Inriano

NIM : 128114167

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Pengaruh Pemberian Fraksi Heksan-Etanol dari Ekstrak Metanol-Air Daun

Macaranga tanarius L. Jangka Panjang 6 Hari terhadap Aktivitas Serum ALT

dan AST Tikus Betina Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikannya secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun

memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 1 Desember 2015

Yang menyatakan,

Sona Karisnata Inriano

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vii

PRAKATA

Pertama-tama penulis ingin mengungkapkan rasa syukur yang mendalam

atas kasih karunia yang telah dianugerahkan Tuhan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Fraksi Heksan-Etanol

dari Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. Jangka Panjang 6 Hari

terhadap Aktivitas Serum ALT dan AST Tikus Betina Galur Wistar Terinduksi

Karbon Tetraklorida” tepat pada waktunya.

Dengan tulus hati, penulis ingin berterima kasih kepada setiap orang yang

telah menginspirasi dan menemani perjalanan hidup penulis hingga penulis dapat

mencapai titik ini. Penulis juga sangat berterima kasih kepada seluruh pihak yang

telah membantu selama proses pembuatan skripsi ini. Secara khusus penulis juga

ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas

segala bimbingan, pendampingan, dukungan, dan kasih yang luar biasa bagi

penulis selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji atas segala perhatian,

masukan, dan dukungan demi kemajuan skripsi ini.

4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji atas segala perhatian,

masukan, dan dukungan demi kemajuan skripsi ini.

5. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku Kepala Penanggung jawab

Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

viii

memberikan izin dalam penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan

penelitian ini.

6. Bapak Jeffry Julianus, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik atas segala

bimbingan dan motivasi kepada penulis selama menempuh pendidikan sarjana

di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan selama proses penyusunan

skripsi ini.

7. Segenap dosen atas ilmu dan pengalaman yang telah dibagikan kepada penulis

sehingga sangat membantu proses penyusunan skripsi ini.

8. Pak Heru, Pak Wagiran, Pak Parjiman dan segenap laboran laboratorium

Fakultas Farmasi atas segala kerja sama dan bantuan selama proses pelaksanaan

penelitian di laboratorium.

9. Bapak dan Ibu, serta Mas Aan dan Leo atas segala doa, kepercayaan, dan

dukungan serta kasih yang luar biasa bagi penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

10. Novita yang telah bersama-sama berjuang dan menemani sejak awal proses

penelitian, hingga terselesaikannya skripsi ini, serta menjadi sumber inspirasi

dalam proses penyelesaian skripsi ini.

11. Sahabat-sahabat seperjuangan Cyndi, Maria, dan Rahayu atas segala bantuan

dan dukungannya selama proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

12. Tim FHEMM atas segala kerjasama dalam proses pengerjaan skripsi ini.

13. Para sahabat yang luar biasa Adis, Edward, Ella, Novita, Rei, Siti, dan Venny

atas dukungan kalian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ix

14. Sahabat-sahabat “keluarga cemara” atas suntikan semangat yang luar biasa

dalam proses penyelesaian skripsi ini.

15. Teman-teman FKK-B 2012, FSM-D 2012, dan seluruh angkatan 2012 atas

kerjasama, kebersamaan, dan semangat yang juga berperan penting dalam

proses penyelesaian skripsi ini.

16. Seluruh kakak tingkat dan adik tingkat penulis yang telah banyak membantu

dan memberikan semangat bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

17. Sahabat-sahabat penulis Jagok dan Widhi atas dukunganya untuk penulis dalam

penyelesaian skripsi ini.

18. Para pemuda dan pemudi GKSBS atas dukunganya untuk penulis dalam

penyelesaian skripsi ini.

19. Tim “at a Glance” atas dukunganya untuk penulis dalam penyelesaian skripsi

ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan tidak

terhindar dari kesalahan. Untuk itu penulis memohon maaf atas segala kesalahan

yang ada dan dengan senang hati menerima seluruh kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak demi perkembangan penulis di masa yang akan

datang. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

dan mampu memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya di bidang kefarmasian.

Penulis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

ILMIAH ....................................................................................................... vi

PRAKATA ................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................ x

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xviii

INTISARI ..................................................................................................... xix

ABSTRACT ................................................................................................... xx

BAB I. PENGANTAR ................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1

1. Rumusan masalah ............................................................................. 6

2. Keaslian penelitian ........................................................................... 6

3. Manfaat penelitian ............................................................................ 7

B. Tujuan Penelitian ................................................................................... 7

1. Tujuan umum ................................................................................... 7

2. Tujuan khusus .................................................................................. 7

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xi

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA .......................................................... 9

A. Anatomi Hati .......................................................................................... 9

B. Histologi Hati ......................................................................................... 14

C. Fisiologi Hati .......................................................................................... 20

D. Patologi Hati .......................................................................................... 27

E. Perlemakan Hati ..................................................................................... 35

1. Spektrum perlemakan hati ............................................................... 35

2. Karakteristik perlemakan hati .......................................................... 36

3. Patogenesis perlemakan hati ............................................................. 40

4. Peran stres oksidatif pada NAFLD ................................................... 44

5. Hubungan resistensi insulin dengan NAFLD dan NASH ................. 48

6. Terapi NAFLD dan NASH ............................................................... 51

F. Aminotransferase .................................................................................... 53

G. Karbon Tetraklorida ............................................................................... 55

H. Macaranga tanarius L. .......................................................................... 59

1. Taksonomi ........................................................................................ 59

2. Nama lain ......................................................................................... 60

3. Penyebaran ....................................................................................... 60

4. Budidaya .......................................................................................... 60

5. Deskripsi tanaman ............................................................................ 61

6. Kandungan kimia ............................................................................. 62

I. Metode Penyarian ................................................................................... 66

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xii

J. Landasan Teori ....................................................................................... 67

K. Hipotesis ................................................................................................. 71

BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. 72

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................. 72

B. Variabel dan Definisi Operasional ......................................................... 72

1. Variabel utama ................................................................................. 72

2. Variabel pengacau ............................................................................ 72

3. Definisi operasional ......................................................................... 73

C. Bahan Penelitian ..................................................................................... 74

1. Bahan utama ..................................................................................... 74

2. Bahan kimia ..................................................................................... 75

D. Alat Penelitian ........................................................................................ 76

1. Alat pembuatan FHEMM ................................................................. 76

2. Alat perlakuan hewan uji ................................................................. 76

E. Tata Cara Penelitian ............................................................................... 76

1. Determinasi tanaman Macaranga tanarius L. ................................. 76

2. Pengumpulan bahan uji .................................................................... 77

3. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L. ............................. 78

4. Penetepan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. ............... 79

5. Pembuatan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. ......... 79

6. Pembuatan FHEMM ........................................................................ 80

7. Pembuatan agen suspensi CMC-Na 1% ............................................ 82

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xiii

8. Pembuatan suspensi FHEMM ........................................................... 82

9. Pembuatan CCl4 dalam olive oil (1:1) .............................................. 82

10. Penetapan rute injeksi CCl4 .............................................................. 82

11. Penetapan dosis CCl4 ........................................................................ 83

12. Penetapan waktu pencuplikan darah ................................................ 83

13. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji ...................................... 84

14. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST ...................................... 85

F. Tata Cara Analisis Hasil ......................................................................... 85

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 87

A. Hasil Determinasi Tanaman ................................................................... 87

B. Hasil Penetapan Kadar Air Serbuk Daun Macaranga tanarius L. ........ 88

C. Hasil Uji Pendahuluan ............................................................................ 88

1. Hasil penetapan dosis hepatotoksin CCl4 ......................................... 88

2. Hasil penetapan waktu pencuplikan darah ....................................... 89

D. Pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap kadar

ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 ....................... 95

1. Kelompok kontrol CMC ................................................................... 98

2. Kelompok kontrol hepatotoksin CCl4 .............................................. 99

3. Kelompok kontrol FHEMM ............................................................. 102

4. Kelompok perlakuan ........................................................................ 103

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 115

A. Kesimpulan ............................................................................................ 115

B. Saran ....................................................................................................... 115

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xiv

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 116

LAMPIRAN ................................................................................................. 122

BIOGRAFI PENULIS ................................................................................. 161

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Aktivitas serum ALT dan AST pada jam ke 0, 24

dan 48 jam setelah induksi CCl4 .......................... 90

Tabel II. Hasil pengukuran aktivitas serum ALT................ 96

Tabel III. Hasil pengukuran aktivitas serum AST................ 97

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Permukaan hati ........................................................................... 10

Gambar 2. Lobus anatomis hati dan fisura model ........................................ 11

Gambar 3. Segmen hepatik .......................................................................... 13

Gambar 4. Komponen histologi hati ............................................................ 14

Gambar 5. Perbandingan tiga unit struktural dan fungsional hati ................. 17

Gambar 6. Asinus hepatik ............................................................................. 19

Gambar 7. Skema respon inflamasi .............................................................. 29

Gambar 8. Fibrosis hati ................................................................................. 33

Gambar 9. Metabolisme alkohol ................................................................... 40

Gambar 10. Sintesis GSH melalui jalur metabolisme metionin ................... 47

Gambar 11. Peran utama lipotoksisitas dalam NASH .................................. 50

Gambar 12. Mekanisme toksisitas CCl4........................................................ 58

Gambar 13. Daun Macaranga tanarius L. ................................................... 61

Gambar 14. Kandungan kimia Macaranga tanarius L. ............................... 63

Gambar 15. Kandungan kimia Macaranga tanarius L. ............................... 63

Gambar 16. Kandungan kimia Macaranga tanarius L. ............................... 64

Gambar 17. Kandungan kimia Macaranga tanarius L. ............................... 65

Gambar 18. Kandungan kimia Macaranga tanarius L. ............................... 65

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xvii

Gambar 19. Aktivitas serum ALT pada jam ke 0, 24 dan 48 jam setelah

induksi CCl4 .............................................................................. 91

Gambar 20. Aktivitas serum AST pada jam ke 0, 24 dan 48 jam setelah

induksi CCl4 .............................................................................. 93

Gambar 21. Grafik hasil pengukuran aktivitas serum ALT .......................... 97

Gambar 22. Grafik hasil pengukuran aktivitas serum AST .......................... 98

Gambar 23. Kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum

ALT tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 ......................... 109

Gambar 24. Kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum

AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 ......................... 110

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto daun Macaranga tanarius L. ........................................... 123

Lampiran 2. Foto ekstrak metanol air daun Macaranga tanarius L. ........... 124

Lampiran 3. Foto FHEMM ...................... .................................................... 125

Lampiran 4. Foto suspensi FHEMM ............................................................ 126

Lampiran 5. Surat determinasi tanaman Macaranga tanarius L. ................ 127

Lampiran 6. Surat ethical clearance penelitian ........................................... 128

Lampiran 7. Surat keterangan penggunaan IBM SPSS Statistics 22 ........... 129

Lampiran 8. Hasil Uji statistik orientasi waktu pencuplikan darah ............. 130

Lampiran 9. Hasil uji statistik aktivitas serum ALT .................................... 138

Lampiran 10. Hasil uji statistik aktivitas serum AST ................................... 147

Lampiran 11. Perhitungan konversi dosis ke manusia ................................. 155

Lampiran 12. Perhitungan konversi waktu tikus ke manusia....................... 156

Lampiran 13. Perhitungan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. ... 157

Lampiran 14. Perhitungan persen rendemen FHEMM.................................. 158

Lampiran 15. Perhitungan efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan

AST........................................................................................ 159

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xix

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pemberian fraksi

heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. (FHEMM)

jangka panjang 6 hari menurunkan aktivitas serum ALT dan AST serta untuk

mengetahui ada tidaknya kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum

ALT dan AST, tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida (CCl4).

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan

rancangan acak lengkap pola searah. Sejumlah 30 ekor tikus dipilih dan dibagi

secara acak ke dalam 6 kelompok. Kelompok I diberi CMC-Na, kelompok II diberi

CCl4, Kelompok III diberi FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB. Kelompok IV-VI

secara berututan diberi dosis 34,28 mg/kgBB+CCl4; 68,57 mg/kgBB+CCl4; dan

137,14 mg/kgBB+CCl4. Data penelitian ini diuji normalitasnya menggunakan uji

Shapiro-Wilk dan terbukti memiliki distribusi normal sehingga data ini dianalisis

dengan uji One-Way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% diikuti dengan uji post

hoc. Uji post hoc yang digunakan untuk data yang diasumsikan memiliki vasiansi

sama adalah uji Tuckey’s HSD, sedangkan uji Games-Howell digunakan untuk data

yang tidak diasumsikan memiliki variansi sama. Variansi data dianalisis

menggunakan uji Levene.

Hasil menunjukkan kelompok kontrol hepatotoksin mengalami

peningkatan aktivitas serum ALT dan AST dibandingkan dengan kontrol negatif

dan secara statistik berbeda bermakna. Peningkatan aktivitas serum ALT dan AST

dapat dicegah dengan pemberian FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB dan dosis 137,14

mg/kgBB. Hasil juga menunjukkan tidak adanya kekerabatan antara dosis

pemberian terhadap aktivitas serum ALT dan AST. Chebulagic acid, macatannin

A, dan macatannin B diduga sebagai senyawa yang bertanggung jawab terhadap

aktivitas ini, namun penelitian lebih lanjut diperlukan.

Kata kunci: Macaranga tanarius L., karbon tetraklorida, ALT, AST, fraksi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xx

ABSTRACT

The aim of this study were to prove that administration of hexane-ethanol

fraction from methanol-water extract of Macaranga tanarius L. leaves (FHEMM)

in 6 days long termed decreased the activity of serum ALT and AST and to

determine whether there was a relation between FHEMM doses and serum activity

of ALT and AST, in female Wistar rats induced by CCl4.

This study was a pure experimental with single factor completely

randomized design. Thirty rats were selected and divided randomly into 6 groups.

Group I was given CMC-Na, group II was given CCl4, group III was given FHEMM

of 137.14 mg/kgBW. Group IV-VI were given FHEMM of 34.28 mg/kgBW+CCl4;

68.57 mg/kgBW+CCl4; and 137.14 mg/kgBW+CCl4 respectively. Data normality

was analyzed by Shapiro-Wilk test and proved to have normal distribution, so this

data was analyzed by One-Way ANOVA with confident interval 95% followed by

post hoc test. Post hoc test that was used for data that equal variances assumed was

Tuckey’s HSD test, on the other hand Games-Howell was used for data that was not

assumed to be equal variances. Data variances was analyzed by Levene test.

The results showed that hepatotoxin control group increased in serum

activity of ALT and AST significantly compared to the negative control. Elevation

serum activity of ALT and AST can be prevented by administering FHEMM of

68.57 mg/kgBW and 137.14 mg/kgBW. The results also showed that there were no

relation between FHEMM doses and serum activity of ALT and AST. Chebulagic

acid, macatannins A and macatannins B suspected as the compounds that

responsible for these activities, however further study needs to be done.

Keywords: Macaranga tanariu s L., carbon tetrachloride, ALT, AST, fraction

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Hati merupakan organ yang penting bagi kelangsungan hidup manusia.

Hati terlibat dalam proses pencernaan, regulasi metabolik, dan regulasi hematologik

(Martini, Nath, and Bartholomew, 2015). Hati memiliki kemampuan untuk

memperbaiki diri yang sangat baik, namun tidak menutup kemungkinan untuk

mengalami kerusakan yang dapat disebabkan oleh banyak hal. Kerusakan dan

gangguan pada hati dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup penderitanya.

Salah satu gangguan hati yang saat ini masih menjadi masalah yang belum

terselesaikan adalah perlemakan hati (Burt, Portmann, and Ferrell, 2012).

Perlemakan hati memiliki karakteristik utama berupa adanya akumulasi

lipid di hati. Perlemakan hati secara garis besar dapat dibedakan menjadi

perlemakan hati alkoholik dan perlemakan hati non alkoholik atau non-alcoholic

fatty liver disease (NAFLD). Non-alcoholic fatty liver disease merupakan penyakit

hati yang paling sering menyebabkan peningkatan enzim hati. Prevalensi NAFLD

diperkirakan mencapai 20-30% dari keseluruhan populasi (Vernon, Baranova, and

Younossi, 2011). Non-alcoholic fatty liver disease yang tidak teratasi dengan baik

dapat berkembang menjadi suatu kondisi yang lebih parah yaitu non-alcoholic

steatohepatitis (NASH). Sekitar 2-3% dari keseluruhan populasi diperkirakan

memiliki NASH dan dapat berkembang menjadi sirosis hati dan hepatokarsinoma

(Bellentani, Scaglioni, Marino, and Bedogni, 2010). Menurut World Health

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2

Organization atau WHO (2014) sirosis hati dan hepatokarsinoma merupakan salah

satu penyebab mortalitas terbanyak di dunia.

Sebagian besar penelitian di Amerika Serikat melaporkan prevalensi

NAFLD berkisar antara 10-35% (Vernon et al., 2011). Prevalensi NAFLD memiliki

kemiripan di beberapa kawasan lain, namun banyak juga yang berbeda. Di Amerika

Latin prevalensi NAFLD berkisar antara 17-33%, di Eropa dan Timur Tengah

prevalensi berkisar antara 20-30%, begitupula dengan Australia dan Jepang,

sementara itu di Cina berkisar antara 15-30%. Di perkotaan negara-negara kawasan

samudra Hindia prevalensi berkisar antara 16% sampai 32% sedangkan di daerah

pedesaan lebih rendah yaitu sekitar 9% mirip dengan di Nigeria. Di Indonesia

sendiri, prevalensi NAFLD cukup tinggi yaitu sekitar 30%. Dari data-data yang ada,

prevalensi NAFLD dikaitkan dengan gaya hidup, obesitas dan resistensi insulin,

diabetes, dislipidemia, serta genetik (Loomba and Sanyal, 2013).

Metabolik sindrom merupakan faktor resiko yang kuat untuk NAFLD

(Hamaguchi et al., 2005). Kalra et al. (2013) melakukan uji kadar aminotransferase

pada pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dan menemukan 56,5% pasien memiliki

NAFLD, dengan prevalensi pada wanita sebesar 60% sedangkan pria 54,3%.

Penelitian pada pasien penderita DM yang dievaluasi di laboratorium dan melalui

ultrasonografi ditemukan NAFLD dengan prevalensi 69% (Leite, Salles, Araujo,

Villela-Nogueira, and Cardoso, 2008). Prashanth et al. (2009) melakukan biopsi

pada 90 pasien DM tipe 2 dari 127 pasien yang melalui sonografi diketahui

memiliki perlemakan hati dan ditemukan 87% memiliki bukti histologi NAFLD

dengan 62,6% steatohepatitis dan 37,3% fibrosis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3

Tingginya prevalensi NAFLD di dunia, masih belum diimbangi dengan

terapi farmakologis yang memadai. Saat ini terapi utama untuk pengobatan NAFLD

adalah modifikasi gaya hidup dan terapi farmakologis untuk mengontrol sindrom

metabolik yang biasanya menyertai NAFLD. Terapi farmakologis untuk NAFLD

sendiri masih terbatas pada pemberian Vitamin E, sedangkan kebanyakan senyawa

lain yang berpotensi memberikan manfaat bagi penderita NAFLD masih

memerlukan penelitian lebih lanjut dan masih merupakan subjek eksplorasi yang

menarik (Watt, 2015). Macaranga tanarius L. merupakan salah satu bahan alam

yang berpotensi memberikan manfaat bagi penderita NAFLD dan memerlukan

penelitian lebih lanjut.

Macaranga tanarius L. merupakan tanaman pionir yang tumbuh dengan

sangat cepat yang tersebar luas di negara-negara tropis dan dikenal oleh penduduk

lokal Indonesia dengan nama mara, tutup ancur, hanuwa, atau mapu (Orwa, Mutua,

Kindt, Jamnadass, dan Anthony, 2009). Daun dari tanaman ini merupakan bahan

alam yang berpotensi mampu memberikan efek proteksi pada hati namun masih

jarang pemanfaatannya di masyarakat. Windrawati (2013) melaporkan bahwa

pemberian ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari

memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas Alanin aminotransferase (ALT) dan

aspartat aminotransferase (AST) yang merupakan penanda perlemakan hati pada

tikus terinduksi karbon tetraklorida (CCl4). Hasil penelitian tersebut juga

menunjukkan adanya kekerabatan antara dosis pemberian dengan besarnya efek

pecegahan kenaikan aktivitas ALT dan AST.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4

CCl4 merupakan agen hepatotoksik yang biasa digunakan untuk

menginduksi perlemakan hati pada hewan uji (Riordan and Nadeau, 2014). CCl4

menginduksi perlemakan hati melalui jalur peroksidasi lipid yang menyebabkan

stres oksidatif serta melalui jalur haloalkalasi protein dan lipid (Weber Boll, and

Stampfl, 2003). Perlemakan hati ditandai dengan peningkatan ringan dari

aminotransferase, sehingga pengujian ALT dan AST dapat digunakan sebagai

parameter perlemakan hati tikus (Thapa and Walia, 2007). Janakat dan Al-Merie

(2002) serta Dongare, Dhande, dan Kadam (2013), melaporkan terjadinya

peningkatan ringan aktivitas serum ALT dan AST tikus yang diinduksi CCl4.

Di dalam tubuh, CCl4 membentuk radikal triklorometil (CCl3•). Radikal

ini dapat berikatan dengan molekul seluler (asam nukleat, protein, lemak) sehingga

merusak proses seluler krusial seperti metabolisme lipid, dan berpotensi

menghasilkan perlemakan hati. Radikal CCl3• dapat bereaksi dengan oksigen untuk

membentuk radikal triklorometilperoksi (CCl3OO•), suatu radikal yang sangat

reaktif. Radikal CCl3OO• memulai rantai reaksi yang menyebabkan peroksidasi

lipid dan menyebabkan stres oksidatif. (Weber et al., 2003). Stres oksidatif berperan

dalam mekanisme terjadinya NAFLD (Pacana and Sanyal, 2015).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut fitokimia dalam

daun Macaranga tanarius L. yang bertanggung jawab terhadap penurunan aktivitas

serum ALT dan AST pada penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak metanol-

air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari pada tikus terinduksi CCl4

yang dilakukan oleh Windrawati (2013). Pemilihan pelarut fraksi heksan etanol

dilakukan berdasarkan kemiripan koefisien partisinya (2,97) dengan senyawa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5

ellagitannin yang ditemukan oleh Gunawan-Puteri dan Kawabata (2010) yaitu

chebulagic acid (2,64), macatannin A (2,76), dan macatannin B (2,94), yang

dihitung menggunakan perangkat lunak Marvin Sketch. Senyawa ellagitannin ini

menarik untuk disari karena selain senyawa tanin dikenal sebagai antioksidan yang

mampu mencegah perlemakan hati dengan menangkap radikal bebas (Gil, Tomás-

Barberán, Hess-Pierce, Holcroft, and Kader, 2000; Anderson et al., 2001; Mullen

et al., 2002; Reddy, Gupta, Jacob, Khan, and Ferreira, 2007), ketiga senyawa yang

dituju ini diketahui memiliki aktivitas α-glucosidase inhibitor (AGI) yang poten

(Gunawan-Puteri dan Kawabata, 2010).

Menurut Gunawan-Puteri dan Kawabata (2010), chebulagic acid,

macatannin A, dan macatannin B, terdapat didalam daun Macaranga tanarius L.

dan memiliki aktivitas AGI. Macatannin B, macatannin A, dan chebulagic acid

memiliki aktivitas AGI paling poten dari lima senyawa yang ditemukan oleh

Gunawan-Puteri dan Kawabata (2010). Macatannin B, macatannin A, dan

chebulagic acid secara berurutan mampu menghambat 50% aktivitas α-glucosidase

hanya dengan konsentrasi 0,55 mM, 0,80 mM, dan 1,00 mM, sementara itu dua

senyawa lainnya adalah corilagin dan mallotinic acid secara berurutan butuh

konsentrasi sebesar 2,63 mM dan lebih dari 5,00 mM untuk menghambat 50%

aktivitas α-glucosidase. Senyawa dengan aktivitas AGI yang poten menarik untuk

diekstraksi karena senyawa tersebut diduga juga dapat memberikan manfaat bagi

penderita DM tipe 2 dan resistensi insulin yang merupakan faktor resiko NAFLD

sehingga akan memberikan manfaat tambahan untuk mencegah perlemakan hati.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6

Secara tidak langsung, AGI juga dapat mencegah perlemakan hati dengan menekan

lipolisis periferal yang akan mencegah peningkatan asam lemak disirkulasi.

Berdasarkan potensi khasiat yang dimiliki oleh fraksi heksan-etanol dari

ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. (FHEMM), penelitian tentang

pengaruh pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga

tanarius L. (FHEMM) jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan

AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 menarik untuk dilakukan.

1. Rumusan masalah

a. Apakah pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari memberikan pengaruh

terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi

CCl4?

b. Apakah ada kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT

dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4?

2. Keaslian penilitian

Penelitian dengan hewan uji mengenai efek pencegahan kenaikan

aktivitas ALT dan AST pemberian ekstrak metanol-air Macaranga tanarius L.

jangka panjang 6 hari sudah pernah dilakukan oleh Windrawati (2013)

menggunakan agen hepatotoksin CCl4 dan oleh Adrianto (2011) dengan agen

penginduksi parasetamol. Penelitian mengenai kandungan fraksi etil asetat

ekstrak metanol daun Macaranga tanarius L. telah dilakukan oleh Gunawan-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7

Puteri dan Kawabata (2010) dan berhasil mengisolasi 5 senyawa ellagitannin

yang memiliki kemampuan aktivitas AGI.

Berdasarkan penulusuran pustaka yang dilakukan penulis, diketahui

bahwa penelitian mengenai pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6

hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi

CCl4 belum pernah dilakukan sebelumnya.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

mengenai pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap

aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ataupun

meningkatkan pengembangan dan penggunaan daun Macaranga tanarius

L. sebagai agen alternatif atau komplementer untuk pencegahan perlemakan

hati.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Menguji FHEMM sebagai agen hepatoprotektif.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap

kadar ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8

b. Mengetahui ada tidaknya kekerabatan antara dosis FHEMM dengan

aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Anatomi Hati

Hati merupakan kelenjar terberat pada tubuh manusia dengan bobot sekitar

1,4 kg pada orang dewasa. Ukuran hati adalah yang terbesar kedua setelah kulit dari

keseluruhan organ yang dimiliki manusia. Hati terletak di bagian atas rongga

abdominal, di bawah diafragma dan menempati hampir seluruh bagian dari

hipokondria kanan dan sebagian epigastrium abdomen (Tortora and Derrickson,

2014).

Ukuran hati meningkat seiring dengan pertumbuhan dari bayi menuju

dewasa. Periode pertumbuhan ini mencapai puncaknya dan berhenti sekitar usia 18

tahun, kemudian terjadi penurunan bobot hati pada usia paruh baya. Rasio bobot

hati dengan berat badan mengalami penurunan seiring dengan pertumbuhan dari

bayi menuju dewasa. Pada bayi, hati memiliki bobot sekitar 5% dari berat badan

sedangkan pada saat dewasa, bobot hati mengalami penurunan menjadi 2% dari

berat badan. Selain dipengaruhi usia, ukuran hati juga dipengaruhi oleh jenis

kelamin dan ukuran tubuh (Standring et al., 2008).

Pada umumnya hati berwarna coklat kemerahan, namun dapat bervariasi

tergantung dengan kandungan lemak. Peningkatan kandungan lemak di hati

menyebabkan hati menjadi lebih berwarna kekuningan. Tekstur hati dapat lembut

ataupun keras, beberapa hal yang mempengaruhi hal ini adalah volume darah di hati

dan kandungan lemak (Standring et al., 2008).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

Hati memiliki permukaan diafragmatik yang konveks (pada daerah

anterior, superior, dan beberapa daerah posterior) dan permukaan diafragmatik

yang cenderung rata, serta permukaan viseral yang konkaf (pada daerah postero-

inferior) yang terpisah dengan anterior oleh batas inferior tajam (Gambar 1).

Permukaan diafragmatik dilapisi oleh peritoneum, kecuali pada bagian posterior di

daerah yang disebut dengan istilah daerah telanjang (bare area) dari hati, yang

letaknya menempel langsung dengan diafragma. Permukaan viseral hati juga

dilapisi oleh peritoneum, kecuali di tempat terletaknya kandung empedu dan porta

hepatis. Porta hepatis adalah celah melintang di tengah permukaan viseral yang

memberikan jalur untuk vena portal hepatik, arteri hepatik, saraf pleksus hepatik,

duktus hepatik, dan pembuluh limfatik (Moore et al., 2015).

Gambar 1. Permukaan Hati (Moore, Agur, and Dalley, 2015)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

Berdasarkan anatominya, dilihat dari fitur eksternal, hati dideskripsikan

memiliki dua lobus utama, yakni lobus kanan yang lebih besar serta lobus kiri, yang

dipisahkan oleh ligamen falsiformis (Gambar 1). Ligamen falsiformis merupakan

suatu lipatan mesenterium yang membujur dari permukaan bawah diafragma di

antara lobus kanan dan lobus kiri hingga ke bagian atas hati, membantu menahan

hati di dalam rongga abdominal. Ligamen koroner kanan dan kiri juga membantu

menangguhkan posisi hati pada diafragma (Tortora and Derrickson, 2014).

Pada lobus kanan terdapat dua lobus yang lebih kecil yaitu lobus kaudata

yang terletak di bagian belakang atas dan lobus kuadrate yang terletak dibagian

depan bawah. Pada permukaan viseral, sagital fisura kanan dan kiri serta porta

hepatis membatasi kedua lobus ini (Gambar 2). Sagital fisura kanan merupakan

suatu galur memanjang yang terbentuk oleh lekukan untuk kandung empedu di

bagian depan dan galur untuk vena cava inferior di bagian belakang. Sagital fisura

kiri merupakan galur memanjang yang terbentuk oleh celah untuk ligamen bulat di

bagian depan dan celah untuk ligamen venosum di bagian belakang. Ligamen bulat

Gambar 2. Lobus Anatomis Hati dan Fisura Hati (Moore et al., 2015)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

hati merupakan sisa dari penghilangan vena umbikalis, yang membawa darah

teroksigenasi dari plasenta ke fetus. Ligamen venosum merupakan sisa fibrosa dari

duktus venosus janin, yang mendorong darah dari vena umbikalis ke vena cava

inferior (Moore et al., 2015).

Berdasarkan fungsionalnya, khususnya dilihat dari suplai darah dan

sekresi kelenjar, hati dibagi menjadi dua lobus portal yaitu hati kanan dan hati kiri.

Pemisah antara hati kanan dan hati kiri adalah bidang vena hepatik tengah atau

fisura portal utama. Batas ini berada dekat bidang sagital melalui lekuk kandung

empedu dan lekuk vena cava inferior pada permukaan viseral dan garis imajiner

dari fundus kandung empedu hingga vena inferior pada permukaan diafragmatik

(Gambar 1). Pada pembagian ini, lobus kaudata dan sebagian besar lobus kuadrate

masuk kedalam bagian hati kiri. Hati kanan dan hati kiri memiliki massa yang tidak

berbeda jauh, namun hati kanan tetaplah yang lebih besar. Tiap lobus portal

memiliki suplai darah dari arteri hepatik dan vena portal hepatik tersendiri, serta

vena yang membawa darah keluar dari hati dan drainase empedu tersendiri juga

(Moore et al., 2015).

Lobus portal hati lebih lanjut terbagi lagi menjadi delapan segmen hepatik

(Gambar 3). Segmentasi ini didasarkan pada cabang tersier dari arteri hepatik kanan

dan kiri, vena portal hepatik, dan duktus hepatik. Tiap segmen disuplai oleh cabang

tersier dari arteri hepatik dan vena portal hepatik kanan atau kiri, dan didrainase

oleh cabang duktus hepatik kanan atau kiri. Vena hepatik intersegmental mengalir

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

diantara segmen untuk menuju ke vena cava inferior sehingga semakin

memperjelas batas antar segmen (Moore et al., 2015).

Hati menerima darah dari dua sumber yaitu arteri dari hepatik yang

mengandung darah teroksigenasi dan dari vena portal yang membawa darah

terdeoksigenasi dan mengandung nutrient yang baru diserap, obat, dan mungkin

juga mikroba serta toksin dari saluran pencernaan. Cabang arteri hepatik dan

cabang vena portal membawa darah masuk ke sinusoid hepatik, tempat oksigen,

kebanyakan nutrient, dan senyawa toksik tertentu diterima oleh hepatosit. Produk

yang dihasilkan oleh hepatosit dan nutrient yang dibutuhkan oleh sel lain

Gambar 3. Segmen Hepatik (Moore et al., 2015)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

disekresikan kembali ke darah, yang mengalir ke vena sentral dan pada akhirnya

akan ke vena hepatik. Adanya sirkulasi portal hepatik, yaitu aliran darah dari

saluran pencernaan ke hati, mengakibatkan hati sering menjadi tempat metastasis

kanker yang berasal dari saluran pencernaan (Tortora and Derrickson, 2014).

B. Histologi Hati

Secara histologi, hati tersusun oleh beberapa komponen (Gambar 4),

diantaranya adalah hepatosit, kanalikuli empedu, dan sinusoid hepatik (Tortora and

Derrickson, 2014). Selain itu sel lain yang terdapat di hati adalah sel stelata hepatik

(yang juga dikenal dengan nama liposit perisinusoidal, atau sel Ito), makrofag (sel

Kupffer), dan sel jaringan penghubung kapsul dan saluran portal (Stranding et al.,

2008).

Gambar 4. Komponen Histologi Hati (Tortora and Derrickson, 2014)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

Hepatosit (sel hati) merupakan sel fungsional utama dalam hati dan

memiliki peran yang luas dalam proses metabolisme, sekresi dan endokrin.

Hepatosit merupakan sel epitel terspesialisasi berbentuk polyhedral dengan 5

sampai 12 sisi yang membentuk 80% volume hati. Hepatosit membentuk susunan

kompleks 3 dimensi yang disebut lamina hepatik. Hepatik lamina merupakan pelat

dari hepatosit yang dibatasi saluran vaskular endotelia yang disebut sinusoid

hepatik. Lamina hepatik memiliki struktur tidak beraturan yang bercabang-cabang.

Saluran di membran sel diantara hepatosit yang bersebelahan, memberikan ruang

untuk kanalikuli dimana hepatosit mensekresikan empedu. Empedu merupakan

cairan berwarna kuning, kecoklat-coklatan, atau hijau-kekuningan yang

disekresikan oleh hepatosit dan berperan sebagai produk ekskretoris dan sekresi

pencernaan (Tortora and Derrickson, 2014).

Sel stelata hepatik memiliki jumlah yang jauh lebih sedikit dari pada

hepatosit. Sel ini diduga berasal dari mesenkimal dan dicirikan dengan sejumlah

droplet lipid sitoplasmik. Sel ini mensekresikan sebagian besar komponen matriks

intralobular. Sel ini menyimpan vitamin A pada droplet lipidnya dan merupakan

sumber signifikan dari faktor pertumbuhan pada homeostasis dan regenerasi hati.

Sel stelata hepatik juga memiliki peranan penting dalam proses patofisiologi.

Sebagai respon atas kerusakan hati, sel ini menjadi aktif dan bertanggungjawab

terhadap mengubah hepatosit rusak yang bersifat toksik menjadi jaringan luka,

suatu proses yang disebut sebagai fibrosis hepatik disekitar vena sentral (Standring

et al., 2008).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

Kanalikuli empedu (kanal kecil empedu) merupakan saluran kecil diantara

hepatosit yang menampung empedu hasil produksi hepatosit. Empedu dari

kanalikuli empedu akan dibawa ke duktuli empedu kemudian menuju ke duktus

empedu (saluran empedu). Duktus hepatik kanan dan duktus hepatik kiri,

bergabung membentuk saluran yang lebih besar dan keluar dari hati, saluran ini

disebut duktus hepatik umum. Duktus hepatik umum bertemu dengan duktus

sistikus dari kandung empedu membentuk saluran yang disebut duktus empedu

umum. Empedu kemudian akan masuk kedalam usus dua belas jari untuk

menjalankan perannya dalam pencernaan (Tortora and Derrickson, 2014).

Sinusoid hepatik merupakan kapiler darah yang memiliki permeabilitas

tinggi yang terletak diantara jejeran hepatosit yang memperoleh darah teroksigenasi

dari cabang arteri hepatik dan darah terdeoksigenasi yang kaya nutrien dari cabang

vena portal hepatik (yang membawa darah dari organ-organ gastrointestinal dan

limpa ke hati). Sinusoid hepatik mengirimkan darah ke vena sentral, kemudian

darah dari vena sentral mengalir ke vena hepatik, yang mengalir ke vena cava

inferior. Dalam sinusoid hepatik juga terdapat fagosit yang disebut stelat

retikuloendotelia atau sel kupffer atau makrofag hepatik (Tortora and Derrickson,

2014).

Sel Kupffer merupakan makrofag hepatik yang terderivasi dari monosit

yang tersirkulasi di darah dan berasal dari sumsum tulang. Sel Kupffer menetap

dalam waktu yang lama di hati dan terletak di lumen sinusoid menempel pada

permukaan endotelial. Sel tersebut memiliki peranan penting dalam sistem fagosit

mononuklear yang bertanggung jawab terhadap pemusnahan debris seluler dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

mikrobial dari sirkulasi, dan untuk sekresi sitokin yang terlibat dalam sistem

pertahanan. Sel ini bersama dengan limpa, dalam keadaan normal berfungsi dalam

memusnahkan sel darah merah yang sudah tua atau rusak dari sirkulasi hepatik

(Standring et al., 2008).

Hepatosit, sistem duktus empedu, dan sinusoid hepatik dapat disusun

menjadi unit anatomis dan fungsional dalam 3 bentuk berbeda (Gambar 5), yaitu

lobulus hepatik, lobulus portal, dan asinus hepatik. Lobulus hepatik telah bertahun-

tahun dideskripsikan oleh ahli anatomi sebagai unit fungsional hati. Menurut model

ini, tiap lobulus hepatik berbentuk heksagon (struktur segi enam). Pada bagian

tengah lobulus hepatik adalah vena sentral yang dikelilingi oleh barisan hepatosit

Gambar 5. Perbandingan Tiga Unit Struktural dan Fungsional Hati (Tortora and Derrickson,

2014)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

dan sinusoid hepatik. Pada tiga sudut heksagon terletak triad portal (gabungan

duktus empedu, cabang arteri hepatik, dan cabang vena hepatik). Model ini

didasarkan pada deskripsi dari hati babi dewasa. Pada hati manusia, sulit untuk

mendefinisikan lobulus hepatik denga baik karena diselubungi oleh lapisan jaringan

penghubung yang tebal (Tortora and Derrickson, 2014).

Model lobulus portal menekankan fungsi eksokrin dari hati, yaitu sekresi

empedu. Oleh karena itu, triad portal duktus empedu menjadi pusat dari lobulus

portal. Lobulus portal berbentuk segitiga yang ditentukan dengan garis lurus

imajiner yang menghubungkan tiga vena sentral dekat triad portal (Gambar 5).

Model ini tidak digunakan secara luas (Tortora and Derrickson, 2014).

Pada beberapa tahun terakhir, unit struktural dan fungsional hati yang lebih

disukai adalah model asinus hepatik karena memberikan deskripsi dan interpretasi

logis mengenai pola dari penyimpanan dan pemecahan glikogen, serta hubungan

efek toksik, degenerasi, dan regenerasi terhadap kedekatan zona asinar ke cabang

triad portal. Setiap asinus hepatik merupakan (kurang lebih) massa oval yang

mencakup bagian-bagian dari dua lobulus hepatik yang bersebelahan. Poros pendek

asinus hepatik ditentukan oleh cabang portal triad yang terdapat disepenjang

perbatasan lobulus hepatik. Poros panjang dari asinus hepatik ditentukan oleh dua

garis lengkung imajiner yang menghubungkan dua vena sentral yang paling dekat

dengan sumbu pendek (Gambar 5) (Tortora and Derrickson, 2014).

Hepatosit pada asinus hepatik tersusun dalam 3 zona (Gambar 6)

diseputaran poros pendek, tanpa batasan yang presisi diantara zona-zona ini. Sel

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

pada zona 1 adalah yang paling dekat dengan cabang triad portal dan yang pertama

menerima oksigen, nutrien, dan toksin dari darah yang datang. Sel ini adalah yang

pertama menerima glukosa dan menyimpannya dalam bentuk glikogen setelah

makan dan yang pertama memecah glikogen menjadi glukosa ketika puasa. Sel ini

juga yang pertama mengalami perubahan morfologi setelah terjadi obstruksi duktus

empedu atau eksposur senyawa toksin. Sel zona 1 adalah yang pertama mati ketika

terdapat gangguan sirkulasi dan yang pertama beregenerisasi. Sel pada zona 3

adalah yang terjauh dari cabang triad portal dan yang terakhir menerima efek dari

gangguan sirkulasi, dan yang terakhir beregenerisasi. Sel zona 3 juga merupakan

yang pertama menunjukkan bukti dari adanya akumulasi lemak. Sel pada zona 2

memiliki karakteristik struktural dan fungsional pertengahan antara sel zona 1 dan

3 (Tortora and Derrickson, 2014).

Gambar 6. Asinus Hepatik (Tortora and Derrickson, 2014)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

C. Fisiologi Hati

Hati memiliki lebih dari 200 fungsi dan hanya otak yang mampu

menjalankan fungsi yang lebih banyak dari ini. Hepatosit memproduksi banyak

enzim yang mengkatalis berbagai reaksi kimia. Reaksi ini merupakan fungsi dari

hati. Ketika darah mengalir melalui sinusoid hati, materi dari darah dimetabolisme

oleh sel hati, dan produknya disekresikan kedalam darah. Secara umum fungsi hati

terbagi menjadi tiga kategori yaitu regulasi metabolik, regulasi hematologi, dan

fungsi pencernaan (Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011).

Hati merupakan organ utama yang terlibat dalam meregulasi komposisi

darah. Seluruh darah yang meninggalkan permukaan absorpsi saluran pencernaan

masuk ke sistem portal hepatik dan mengalir ke hati. Sel hati mengekstrak nutrient

dan toksin dari darah sebelum mereka mencapai sirkulasi sistemik melalui vena

hepatik. Hati menyingkirkan dan menyimpan nutrient yang berlebih. Hati juga

memperbaiki defisiensi nutrient dengan mengeluarkan cadangan yang disimpan

atau melakukan aktivitaas sintesis. Aktivitas regulasi metabolik hati mempengaruhi

metabolisme karbohidrat, metabolisme lipid, metabolisme asam amino,

pembuangan produk limbah, penyimpanan vitamin, penyimpanan mineral, dan

metabolisme obat (Martini et al., 2015).

Hati menjaga kadar gula darah agar tetap 90mg/dL. Jika terjadi penurunan

kadar gula darah (hipoglikemia) atau dalam kondisi stres, hepatosit memecah

cadangan glikogen dan melepaskan glukosa ke aliran darah. Proses ini disebut

glikogenolisis. Proses ini difasilitasi oleh hormone efinefrin dan glukagon. Hati

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

juga dapat mensintesis glukosa dari asam laktat dan asam amino tertentu, ataupun

dari monosakarida lainnya seperti fruktosa dan galaktosa, karena bentuk glukosa

lebih mudah digunakan oleh sebagian besar sel. Sintesis glukosa dari senyawa lain

disebut dengan glukogenesis. Pada saat kadar glukosa didalam darah meningkat,

kelebihan glukosa disimpan dalam bentuk glikogen. Proses ini disebut glikogenesis

dan difasilitasi oleh hormone insulin dan kortisol. Kelebihan glukosa juga dapat

digunakan untuk mensintesis lipid yang dapat disimpan di hati atau dijaringan

lainnya (Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011; Tortora and Derrickson,

2014).

Hati mensintesis lipoprotein yang merupakan gabungan molekul lipid dan

protein, untuk mengangkut asam lemak, trigliserida, dan kolesterol didarah ke

jaringan lainnya. Hati juga mensintesis kolesterol dan mengekskresikan kelebihan

kolesterol dalam bentuk empedu untuk dieliminasi melalui feses. Selain itu hati

juga berfungsi memecah asam lemak menjadi sumber energi. Dalam proses beta-

oksidasi, karbon rantai panjang asam lemak dipisah menjadi dua molekul karbon

yang disebut grup asetil, sebuah karbohidrat. Grup asetil dapat digunakan oleh sel

hati untuk menghasilkan ATP (adenosin trifosfat) atau dapat bergabung membentuk

keton untuk dibawa ke darah menuju sel lain. Sel lain tersebut akan menggunakan

keton tersebut untuk menghasilkan ATP dalam respirasi sel (Scanlon and Sanders,

2011; Tortora and Derrickson, 2014).

Hati meregulasi kadar asam amino darah berdasarkan kebutuhan jaringan

untuk sintesis protein. Dari 20 asam amino yang dibutuhkan untuk memproduksi

protein manusia, hati mampu mensintesis 12 diantaranya, yang disebut asam amino

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

nen-esensial, proses kimia untuk hal ini disebut transaminase. Dalam proses ini

grup amino (NH2) dari asam amino bertemu dengan rantai karbon bebas yang

berlebih untuk membentuk molekul asam amino utuh yang baru. Delapan asam

amino lain yang tidak dapat disintesis oleh hati disebut asam amino esensial. Dalam

hal ini, esensial berarti asam amino tersebut hanya diperoleh melalui makanan

karena hati tidak dapat memproduksinya. Seluruh 20 asam amino ini dibutuhkan

untuk membentuk protein tubuh (Scanlon and Sanders, 2011).

Kelebihan asam amino yang tidak sedang dibutuhkan untuk sintesis

protein tidak dapat disimpan, akan tetapi asam amino ini berguna untuk

kepentingan lainnya. Melalui proses deaminasi yang terjadi di hati, grup NH2

dilepas dari asam amino, lalu sisa rantai karbon dapat dirubah menjadi molekul

karbohidrat atau menjadi lemak. Oleh karena itu, asam amino yang berlebih

digunakan untuk produksi energi, baik untuk segera dipecah menjadi energi atau

disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk lemak di jaringan adiposa

(Scanlon and Sanders, 2011).

Pada saat proses deaminasi, terbentuk amonia yang merupakan produk

limbah toksik yang dapat merusak organ lain terutama otak. Amonia juga

diproduksi oleh bakteri kolon dan masuk kedalam sirkulasi darah, namun akan

langsung dibawa ke hati melalui sirkulasi portal. Hati menetralisir amonia dengan

mengubahnya menjadi urea yang jauh lebih tidak toksik dan akan diekskresikan

oleh ginjal melalui urin. Hati juga membuang produk limbah lainnya dan toksin

yang beredar di darah (Martini et al., 2015).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

Hati tidak hanya berperan dalam penyimpanan karbohidrat dan lemak,

namun juga berperan dalam penyimpanan vitamin dan mineral. Vitamin yang larut

lemak (A, D, E, dan K) serta vitamin B12 diserap di darah dan disimpan didalam

hati. Cadangan ini digunakan ketika tubuh kekurangan vitamin. Hati memiliki

peranan dalam mensintesis vitamin D. Hati juga berperan merubah zat besi menjadi

ferritin untuk disimpan (Martini et al., 2015).

Hati memetabolisme obat dari darah dan merubah obat menjadi bentuk

metabolitnya sehingga mempengaruhi efek dan durasi obat (Martini et al., 2015).

Reaksi kimia yang terlibat dalam metabolisme obat dapat dibagi menjadi empat

kategori yaitu reaksi hidrolisis, reduksi, oksidasi, konjugasi. Proses metabolisme

obat dibagi menjadi fase I dan fase II. Fase I melibatkan reaksi hidrolisis, reduksi,

dan oksidasi, yang dibantu oleh enzim fase I, seperti sitokrom P450 (CYP450),

flavin containing monooxygenase (FMO), aldehid dehidrogenase, dan alkohol

dehidrogenase. Fase II melibatkan reaksi konjugasi seperti glukuronidase, dan

konjugasi glutation (GSH), sulfation, metilation, asetilation, serta asam amino.

Pada umumnya suatu obat atau senyawa kimia akan mengalami reaksi fase I

kemudian produk metabolisme fase I menjadi substrat reaksi konjugasi fase II,

namun banyak juga senyawa kimia yang langsung dikonjugasikan serta ada juga

yang setelah itu produknya menjadi substrat CYP450. Reaksi konjugasi pada

mulanya diperkirakan menghasilkan senyawa yang tidak toksik, namun ada juga

senyawa yang justru menjadi aktif atau menjadi toksik (Apte and Krishnamurthy,

2012).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

Hati menerima sekitar 25 persen dari curah jantung. Hati juga merupakan

organ yang dapat menampung darah paling banyak. Ketika darah melalui hati, hati

menjalankan beberapa fungsi, diantaranya adalah sintesis protein plasma,

memproses hormon dari darah, memproses antibodi, detoksifikasi, fagositosit dan

penghadir antigen, pembentukan bilirubin serta sintesis dan sekresi empedu

(Martini et al., 2015).

Hepatosit mensintesis dan melepaskan banyak protein plasama. Protein ini

termasuk albumin yang berkontribusi dalam konsentrasi osmotik darah dengan cara

menarik cairan jaringan kedalam kapiler. Faktor pembekuan darah juga diproduksi

oleh hati, termasuk prothrombin, fibrinogen, dan faktor 8, yang bersirkulasi dalam

darah sampai saat dibutuhkan dalam mekanisme kimiawi pembekuan darah

(Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011).

Hati merupakan tempat utama untuk penyerapan dan daur ulang efinefrin,

nonefinefrin, insulin, hormon tiroid, hormon steroid, esterogen, androgen, dan

kortikosteroid. Hati juga mengambil kolekalsiferol (vitamin D3) dari darah. Sel hati

kemudian mengubah kolekalsiferol menjadi produk intermediet 25-hidroksi-D3,

yang dilepaskan kembali ke darah untuk kemudian digunakan oleh ginjal untuk

membentuk kalsitriol, hormon yang penting untuk metabolisme kalsium. Selain

mendaur ulang hormon, hati juga memecah antibodi dan melepaskan asam amino

untuk daur ulang (Martini et al., 2015).

Hati mampu menyerap toksin larut lipid dalam makanan misalnya

insektida DDT dan menyimpannya dalam penyimpanan lipid agar tidak merusak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

fungsi seluler. Hati juga mampu mensintesis enzim yang dapat mendetoksifikasi

bahan berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Misalnya alkohol, dirubah oleh

hati menjadi asetat yang dapat digunakan untuk respirasi sel. Selain dengan

memecah suatu senyawa hati juga dapat menghilangkan suatu senyawa berbahaya

dengan mensekresikannya dalam empedu. Kemampuan detoksifikasi hati memiliki

batasan tertentu sehingga suatu senyawa yang sangat toksin dalam jumlah besar

dalam suatu waktu akan tetap dapat membahaakan tubuh (Martini et al., 2015;

Scanlon and Sanders, 2011).

Sel kupffer dalam sinusoid hati merupakan sel penghadir antigen yang

dapat menstimulasi respon imun, yang juga berfungsi untuk memfagosit sel darah

merah yang tua dan rusak, sel debris, dan patogen dari dalam aliran darah. Fagosit

sel darah merah menghasilkan zat besi, globin, dan bilirubin yang dibentuk dari

bagian heme hemoglobin. Hati juga mengambil bilirubin di darah yang dibentuk di

limpa dan sumsum tulang merah. Bilirubin kemudian disekresikan dalam bentuk

empedu ke dalam usus halus, yang kemudian diusus besar dirubah menjadi

urobilinogen yang sebagian diserap kembali dan dieliminasi dalam bentuk pigmen

warna kuning yang disebut urobilin melalui urin. Sebagian besar urobilinogen yang

tidak diserap dieliminasi dalam bentuk pigmen coklat yang disebut sterkobilin

melalui feses (Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011; Tortora and

Derrickson, 2014).

Hati mensintesis empedu dan mensekresikannya kedalaman lumen

duodenum. Mekanisme hormonal dan neural meregulasi sekresi empedu. Empedu

mengandung sebagian besar air, dengan sedikit ion, bilirubin, kolesterol, dan garam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

empedu. Air dan ion membantu mendilusi dan sebagai penyangga asam bagi kim

ketika masuk kedalam usus halus. Garam empedu disintesis dari kolesterol didalam

hati. Beberapa komponen lain juga terlibat seperti derivat steroid kolat dan

kenodeokskolat (Martini et al., 2015).

Fungsi pencernaan hati adalah membantu proses pencernaan lipid. Lipid

dari makanan sebagian besar tidak larut air. Proses mekanik didalam lambung

menciptakan droplet-droplet besar yang mengandung bervariasi lipid. Lipase

pankreas tidak larut lipid, sehingga enzim hanya dapat berinteraksi dengan bagian

permukaan droplet lipid tersebut. Semakin besar droplet tersebut, maka semakin

banyak lipid yang berada didalam, terisolasi, dan tidak berinteraksi dengan enzim.

Garam empedu memecah droplet lipid yang besar tersebut dalam proses yang

disebut emulsifikasi. Emulsifikasi dapat jauh meningkatkan luas permukaan yang

dapat diakses oleh enzim (Martini et al., 2015).

Emulsifikasi membentuk droplet emulsi yang kecil dengan lapisan

superfisial garam empedu. Formasi dari droplet kecil ini meningkatkan luas

permukaan yang tersedia untuk berinteraksi dengan enzim. Sebagai tambahan,

lapisan garam empedu memfasilitasi interaksi antara lipid dan enzim pencerna lipid

dari pankreas (Martini et al., 2015).

Pada saat pencernaan lipid telah selesai, garam empedu meningkatkan

absorpsi lipid oleh epitelium intestinal. Lebih dari 90 persen garam empedu akan

direabsorpsi, terutama di ileum, begitu pencernaan lipid selesai. Garam empedu

yang direabsorpsi masuk kedalam sirkulasi hepatik portal. Hati kemudian akan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

mendaur ulang garam empedu tersebut. Siklus garam empedu dari hati ke usus

halus lalu kembali lagi disebut dengan sirkulasi enterohepatik empedu (Martini et

al., 2015).

D. Patologi Hati

Penyakit hati merupakan proses tersembunyi serta membahayakan yang

deteksi dan gejala klinis kegagalan fungsi hepatiknya dapat terjadi berminggu-

minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun setelah terjadinya kerusakan,

kecuali pada kasus gagal ginjal akut yang gejalanya dapat dirasakan diawal

terjadinya penyakit. Naik turunnya tingkat keparahan kerusakan hati dapat saja

tidak dirasakan oleh penderitanya dan hanya terdeteksi dengan adanya hasil tes

laboratorium yang tidak normal (Kumar, Abbas, and Aster, 2015).

Hati rentan terhadap berbagai macam gangguan metabolit, toksin,

mikroba, sirkulatorik, dan neoplastik. Walaupun begitu, hati memiliki kemampuan

besar untuk melakukan perbaikan sendiri, termasuk restitusi lengkap massa hati.

Morfologi dari kelainan hati mencerminkan pengaruh dari kerusakan hati dan

penyembuhan hati. Penyebab kerusakan hati dapat dikelompokkan menjadi

kerusakan hati akibat infeksi, termediasi imun, hepatotoksisitas terinduksi obat atau

toksin, metabolik, mekanis, dan lingkungan. Manifestasi dari kerusakan hati secara

histologi dapat dibedakan menjadi inflamasi (saluran portal, lobulus parenkim,

antarmuka keduanya), kerusakan hepatoseluler (degenerasi penggelembungan,

perlemakan hati, kolestasis, inklusi), nekrosis dan apoptosis, perubahan vaskuler,

regenerasi, fibrosis (sirosis), dan neoplasia (kanker) (Burt et al., 2012).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

Inflamasi secara umum merupakan respon jaringan vaskuler terhadap

jaringan yang terinfeksi dan rusak, yang membawa sel dan molekul pertahanan

tubuh dari sirkulasi ke situs yang membutuhkan, untuk mengeliminasi agen

perusak. Reaksi perlindungan inflamasi terhadap infeksi sering disertai dengan

kerusakan jaringan lokal serta gejala dan tanda yang berkaitan dengan hal tersebut,

walaupun biasanya konsekuensi yang berbahaya ini sifatnya dapat sembuh sendiri

dengan meredanya inflamasi, meninggalkan sedikit atau tidak ada sama sekali

kerusakan permanen (Kumar et al., 2015).

Respon inflamasi yang cepat di awal terjadinya infeksi dan kerusakan

jaringan disebut dengan inflamasi akut. Respon ini biasanya terjadi dalam hitungan

menit atau jam dan memiliki durasi singkat selama beberapa jam atau hari.

Karakteristik utamanya adalah eksudasi cairan dan plasma protein (edema) dan

pergerakan leukosit, didominasi oleh neutrofil. Ketika reaksi inflamasi akut mampu

mengeliminasi agen perusak maka reaksi tersebut akan mereda, jika stimulus gagal

dihilangkan maka akan terjadi fase panjang yang disebut inflamasi kronis. Inflamasi

kronis berdurasi lebih lama dan dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang lebih

banyak, penghadiran limfosit dan makrofag, proliferasi pembuluh darah, serta

deposisi jaringan ikat. Inflamasi akut merupakan salah satu tipe reaksi pertahanan

tubuh yang disebut sistem imun alamiah, sedangkan inflamasi kronis lebih

digolongkan dalam sistem imun adaptif (Kumar et al., 2015).

Sistem imun alamiah dan adaptif, terlibat dalam seluruh aktivitas

kerusakan dan perbaikan hati (Gambar 7). Adanya antigen di hati akan direspon

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

oleh sel penghadir antigen (APC), melalui protein histokompatibilitas utama yang

diekspresikan ke permukaan sel. Sel dendritik (DC) adalah APC yang berperan

dalam infeksi hepatitis B dan C, contoh APC lainnya adalah sel kupffer. Toll-like

receptors (TLR) dapat mendeteksi molekul inang dan juga derivat yang berasal dari

materi asing seperti bakteri dan virus sehingga sel dendritik dapat menyerang HCV

secara langsung. Dendritik sel mengaktifkan beberapa limfosit yaitu sel T naive

CD4+, sel T CD8+, sel natural killer (NK), dan sel T natural killer (NKT) (Burt et

al., 2012).

Sel naive CD4+ distimulasi oleh sitokin interleukin-4 (IL-4) untuk

berdiferensiasi menjadi sel T Th-2 CD4+. Sel T tersebut mensekresikan sitokin

Gambar 7. Skema Respon Inflamasi (Burt et al., 2012).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

yang menstimulus sel B menjadi matang dan mensekresikan antibodi clonotypic.

Stimulasi dari interleukin-12 (IL-12) mengaktifkan sel T naive CD4+ untuk

berdiferensiasi menjadi sel T Th-2 CD4+. Sel tersebut mensekresikan interferon-γ

(IFNγ) dan interleukin-2 (IL-2), yang menstimulasi pengaktifan sel T CD8+

menjadi limfosit sitotoksik (CTL) (Burt et al., 2012).

NK, NKT dan CTL yang telah teraktifasi mensekresikan IFNγ, yang

memiliki efek antiviral pada hepatosit. Sel-sel tersebut juga dapat berinteraksi

langsung dengan hepatosit untuk mempengaruhi sitolisis. Tumor necrosis factor-α

(TNFα) yang disekresikan oleh CTL juga dapat menginduksi apoptosis

hepatoseluler melalui jalur sinyal kematian. Melalui cara ini, infeksi HBV biasanya

dapat dibersihkan kecuali pada kondisi sistem imun yang tidak adekuat. Pada kasus

infeksi HCV biasanya tidak dapat terbesihkan secara sempurna, karena

ketidakstabilan gen dari HCV dan pengembangan mutasi HCV, serta keadaan

inadekuat imun alami untuk membersihkan virus dari hepatosit yang terinfeksi

(Burt et al., 2012).

Beberapa proses degeneratif pada hepatosit dapat berpotensi kebali pulih

misalnya seperti pada akumulasi lemak (steatosis) dan bilirubin (kolestasis), namun

beberapa kondisi atau dalam keadaan yang parah dan ketika kerusakan tidak dapat

pulih kembali akan terjadi kematian sel. Hepatosit mati melalui dua mekanisme

utama, yaitu nekrosis dan apoptosis. Dalam nekrosis hepatosit, sel mengalami

pembengkakan karena regulasi osmotik yang cacat pada membran sel

mengakibatkan cairan masuk kedalam sel, yang kemudian membengkak dan pecah.

Bahkan saat sebelum pecah, konten sitoplasma (selain organela) akan terbawa ke

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

bagian luar sel. Makrofag mendatangi situs kerusakan tersebut dan menandai situs

nekrosis hepatosit karena sel-sel yang mati pada dasarnya pecah dan menghilang.

Bentuk kerusakan ini merupakan bentuk kematian sel yang paling banyak terjadi

pada kerusakan iskemik/hipoksia dan merupakan bagian signifikan dari respon stres

oksidatif (Kumar et al., 2015).

Apoptosis merupakan peristiwa yang dapat terjadi pada keadaan normal

ataupun pada keadaan patologis ketika sel menjadi rusak dan tidak dapat pulih

kembali. Apoptosis hepatosit merupakan bentuk aktif dari kematian sel terprogram

yang menghasilkan penyusutan hepatosit, kondensasi kromatin inti sel (piknosis),

fragmentasi kromatin inti sel (karioreksis), dan fragmentasi seluler menjadi

beberapa bagian yang disebut badan apoptosis yang bersifat asidofili (Kumar et al.,

2015).

Ketika terjadi kerusakan parenkim yang meluas, sering terdapat bukti

adanya confluent necrosis atau nekrosis konfluen yang berarti kerusakan hepatosit

yang parah pada suatu zona. Kondisi ini dapat terlihat pada kasus kerusakan

iskemik atau toksik akut ataupun pada infeksi virus yang parah atau hepatitis

autoimun. Nekrosis konfluen dapat terjadi ketika terdapat sebuah zona hepatosit

disekitar vena sentral mengalami kerusakan. Rongga yang dihasilkan akan diisi

oleh sel debris, makrofag, dan sisa dari jaringan retikulin. Dalam bridging necrosis

atau nekrosis penghubung, zona ini dapat menghubungkan vena sentral ke saluran

portal, atau menghubungkan portal-portal yang berdekatan. Meskipun pada

penyakit seperti hepatitis viral yang hepatositnya menjadi target utama serangan,

adanya kerusakan vaskuler melalui inflamasi atau trombosis juga menyebabkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

kematian parenkim akibat luasnya kematian hepatosit dalam suatu zona (Kumar et

al., 2015).

Regenerasi dari kematian hepatosit terjadi utamanya melalui replikasi

mitosis hepatosis yang berdekatan dengan sel yang telah mati, walaupun ketika

terdapat nekrosis konfluen yang signifikan. Hepatosit hampir menyerupai sel punca

atau stem cell dalam kemampuannya untuk melanjutkan replikasi walaupun dalam

keadaan kerusakan kronis selama bertahun-tahun, sehingga pembaruan oleh sel

punca biasanya bukan bagian yang signifikan dalam perbaikan parenkim. Dalam

keadaan gagal hati akut yang parah, terdapat aktivasi dari relung sel punca

intrahepatik, yang dinamakan kanal Hering, namun kontribusi dari sel punca dalam

pembaruan hepatosit dalam keadaan ini masih belum jelas. Walaupun begitu, pada

kebanyakan penderita penyakit kronis yang hepatositnya telah mencapai kondisi

penurunan fungsi replikatif, terdapat bukti jelas dari aktivitas sel punca yang terlihat

dalam pembentukan reaksi duktular (Kumar et al., 2015).

Sel utama yang terlibat dalam pembentukan jaringan parut adalah sel

stelata hepatik (Gambar 8). Dalam keadaan tidak aktif, sel tersebut adalah sel

penyimpanan vitamin A. Dalam keadaan kerusakan akut dan kronis, sel stelata

dapat menjadi aktif dan menjadi miofibroblas yang sangat fibrogenik. Proliferasi

sel stelata hepatik dan pengaktifan sel ini menjadi miofibroblas dimulai oleh

serangkaian perubahan termasuk peningkatan produksi platelet-derived growth

factor receptor β (PDGFR- β) dalam sel stelata. Pada waktu yang sama, sel kupffer

dan limfosit mengeluarkan sitokin dan kemokin yang memodulasi pengeluaran gen

di sel stelata yang terlibat dalam fibrogenesis. Hal ini, termasuk perubahan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

transforming growth factor β (TGF- β) dan reseptornya yaitu metalloproteinasse 2

(MMP-2), serta penginhibisi jaringan MMP-1 dan MMP-2 atau tissue inhibitors of

metalloproteinase 1 dan 2 (TIMP-1 dan TIMP-2) (Kumar et al., 2015).

Ketika sel-sel stelata dirubah menjadi miofibroblas, sel-sel tersebut

melepaskan faktor komotaksis dan vasoaktif, sitokin, serta faktor pertumbuhan.

Miofibroblas merupakan sel kontraktil, kontraktilitas tersebut di stimulasi oleh

endhothelin-1 (ET-1). Stimulus untuk pengaktifan sel stelata dapat berasal dari

beberapa sumber. Pada inflamasi kronis, stimulus melalui tumor necrosis factor

(TNF), limfotoksin, dan interleukin-1β (IL-1β), dan produk perioksidasi lipid.

Stimulus juga dapat berasal dari sitokin dan kemokin yang diproduksi oleh sel

kupffer, sel endotelial, hepatosit dan sel epitelial duktus empedu. Selain itu stimulus

juga dapat berasal dari respon terhadap gangguan pada matriks ekstraseluler, serta

stimulasi langsung oleh toksin dari sel stelata. Jika kerusakan persisten, proses

pembentukan jaringan parut dimulai, sering kali terjadi pada ruang Disse. Kondisi

Gambar 8. Fibrosis Hati (Burt et al., 2012)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

ini lebih sering terdapat pada penyakit perlemakan hati alkoholik dan non alkoholik,

namun juga merupakan mekanisme umum pada pembentukan jaringan parut pada

bentuk kerusakan hati kronis lainnya (Kumar et al., 2015).

Zona kematian parenkim berubah menjadi septum fibrosa padat melalui

kombinasi retikulin yang telah kolaps, pada zona luas yang hepatositnya mati dan

tidak dapat pulih serta sel stelata telah teraktifkan. Pada stadium akhir penyakit hati

kronis, septum fibrosa ini mengelilingi sel yang masih bertahan hidup, serta

meregenerasi hepatosit sehingga menimbulkan jaringan parut menyebar yang

dideskripsikan sebagai sirosis (Kumar et al., 2015).

Sel lain yang mungkin berkontribusi signifikan pada pembentukan

jaringan parut pada situasi berbeda, termasuk diantaranya dalah fibroblas portal.

Reaksi duktular juga memiliki peranan, melalui aktivasi dan perekrutan semua sel

fibrogenik, serta mungkin juga melalui transisi epitelial-mesenkimal. Peran dari sel-

sel lain ini dan prosesnya masih belum diketahui secara pasti (Kumar et al., 2015).

Apabila suatu kerusakan kronis berujung pada pembentukan jaringan parut

diinterupsi (misalnya pembersihan infeksi virus hepatitis, penghentian penggunaan

alkohol), maka aktivasi sel stelata akan berhenti, jaringan parut berkondensasi,

menjadi lebih padat dan tipis, kemudian, karena adanya produksi MMP oleh

hepatosit, jaringan parut akan hilang. Melalui cara ini, jaringan parut dapat kembali

pulih. Perlu diingat bahwa pada penyakit hati kronis kemungkinan terdapat area

dari progresi dan regresi fibrosis, pada saat penyakit aktif maka akan terjadi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

progresi fibrosis sedangkan pada saat penyembuhan penyakit akan menghasilkan

regresi dari fibrosis (Kumar et al., 2015).

E. Perlemakan Hati

1. Spektrum perlemakan hati

Penyakit perlemakan hati mencakup spektrum yang luas dari cedera hati,

dimulai dari steatosis hingga steatohepatitis, yang dapat menghasilkan fibrosis, dan

sirosis. Resistensi insulin, gangguan metobolisme asam lemak, disfungsi

mitokondria, stres oksidatif, dan disregulasi jaringan adipositokin diduga sebagai

faktor penting pengembangan steatohepatitis dari steatosis. Dalam steatohepatitis,

akumulasi lemak dikaitkan dengan inflamasi sel hati dan beberapa tingkat kondisi

kerusakan yang berbeda. Steatohepatitis merupakan kondisi serius yang dapat

berujung pada sirosis hati parah. Karakter dari sirosis adalah terdapat pergantian

jaringan hati dengan fibrosis, jaringan parut, dan pembentukan nodul yang dapat

menyebabkan disfungsi hati. Pada kondisi serius, penderita sirosis dapat

membutuhkan transplatasi hati (Dhital and Tirosh, 2015).

Perlemakan hati secara umum dapat dikategorikan menjadi perlemakan

hati alkoholik dan perlemakan hati non alkoholik berdasarkan konsumsi alkohol

penderitanya. Pada penderita penyakit perlemakan hati alkoholik, penyebab

utamanya adalah konumsi alkohol berlebih. Perlemakan hati berkembang setelah

terjadi gangguan kronis metabolisme lipid akibat konsumsi alkohol berlebih yang

berkepanjangan. Gangguan metabolisme tersebut bertanggung jawab terhadap

akumulasi triasilgliserol di hepatosit (Dhital and Tirosh, 2015).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

Perlemakan hati nonalkoholik atau nonalcoholic fatty liver disease

(NAFLD) memiliki kondisi patologi yang mirip dengan perlemakan hati alkoholik

namun terjadi pada orang yang bukan pecandu alkohol. Nonalcoholic

steatohepatitis (NASH) adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan

steatohepatitis pada penderita yang bukan pecandu alkohol. Non-alcoholic fatty

liver disease dan NASH secara umum sering dikaitkan dengan dislipidemia dan

penurunan sensitivitas insulin (Dhital and Tirosh, 2015).

2. Karakteristik perlemakan hati

Karakteristik dari steatosis adalah adanya akumulasi lipid terutama

trigliserida, pada sitoplasma hepatosit. Akumulasi lipid sering ditemukan dalam

spesimen biopsi hati. Penemuan dalam jumlah kecil bersifat nonspesifik dan dapat

terdapat pada hati yang telah menua. Akumulasi lemak yang lebih ekstensif terjadi

pada sejumlah besar kelainan hepatik utama dan berbagai kondisi sistemik (Burt et

al., 2012).

Pada hati normal, lipid terhitung memiliki bobot basah sekitar 5% dari

total. Bobot ini dapat meningkat sampai 50% pada steatosis, menghasilkan

hepatomegali (mencapai 5 kg). Pada otopsi atau spesimen eksplan, hati memiliki

tampilan kuning pucat utamanya akibat karoten dan memiliki konsistensi

berminyak (Burt et al., 2012).

Dua pola utama dari steatosis yang dapat dikenali melalui mikroskopik

cahaya adalah makrovesikular dan mikrovesikular. Makrovesikular tanpa

komplikasi secara umum dianggap suatu kondisi jinak dan bersifat dapat kembali

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

pulih sepenuhnya meskipun ada pendapat lain yang menunjukkan bukti adanya

aktivas sinergis dengan toksin lain yang menginduksi cedera hati. Sebaliknya,

steatosis mikrovesikular secara umum merupakan kondisi yang serius dengan

disfungsi hepatik dan koma serta yang sering dikaitkan dengan gangguan β-oksidasi

lipid (Burt et al., 2012).

Steatohepatitis didefinisikan sebagai adanya steatosis hepatik dengan

bervariasi tingkat inflamasi bersama dengan adanya bukti cedera hatim biasanya

dalam bentuk penggelembungan (ballooning) sitologis. Pada keadaan ini, dapat

disertai dengan fibrosis ataupun tanpa fibrosis. Perubahan ini biasanya lebih terlihat

pada daerah centrilobular. Inflamasi yang berkaitan dengan steatohepatitis pada

umumnya keparahannya sedang dan distribusinya terutama sedang. Inflamasi portal

yang terdapat pada tiap individu beragam (Puri and Sanyal, 2012).

Penggelebungan (ballooned) hepatosit merupakan suatu keadaan yang

umum dalam steatohepatitis dan beberapa meyakini bahwa kondisi ini esensial

untuk diagnosis. Sel ini mengalami peningkatan ukuran, memiliki garis sudut yang

lemah, edema sitoplasma, dan dapat juga memiliki nukleus hiperkromatik.

Hepatosit yang lebih kecil tetapi memiliki kecacatan yang sama tetap dapat

dianggap mengalami penggelembungan. Kondisi ini tidak spesifik terjadi pada

perlemakan hati, namun bisa juga terjadi pada hepatitis viral dan kolestasis kronis.

Penggelembungan dapat berkontribusi terhadap pengembangan hepatomegali dan

memiliki efek fungsional langsung, beberapa penelitian melaporkan kolerasi antara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

pembesaran hepatosit dan tekanan intrahepatik pada penyakit perlemakan hati

alkoholik, walaupun hal ini masih diperdebatkan (Burt et al., 2012).

Penggelembungan hepatosit menggelembung dapat dikenali dengan

mudah terutama ketika terdapat badan Mallory-Denk, yang sebelumnya disebut

Mallory’s hyalin atau alcoholic hyalin. Walaupun demikian, tidak semua

penggelembungan hepatosit mengandung agregat sitoskeletal intrasitoplasmik ini,

dan beberapa dapat saja mengandung droplet lemak. Pada akhirnya,

penggelembungan dapat menjadi sebuah manifestasi struktural dari gangguan

mikrotubular (Burt et al., 2012).

Badan Mallory-Denk merupakan kondisi yang terdapat dalam

steatohepatitis alkoholik dan non alkoholik, namun juga terlihat memiliki kaitan

dengan kolestatis yang terjadi pada penyakit seperti sirosis bilier primer, pada

Wilson disease, sirosis Indian childhood, hiperplasia nodular fokal, dan karsinoma

hepatoseluler. Mereka telah diproduksi secara eksperimental menggunakan

bervariasi agen, termasuk griseofulvin, dietilnitrosamin, dan 3,5-dietoksi carbonil-

1,4 dihidrokolidin (DDC). Struktur ultra dengan bentuk berbeda dari badan

Mallory-Denk dideskripsikan menjadi tiga tipe. Tipe I terdiri dari bundel filamen

dalam susunan paralel, tipe II dianggap sebagai kelompok fibril berorientasi secara

acak, tipe III diidentifikasi berbentuk granular atau bahan amorf yang hanya

mengandung fibril tersebar (Burt et al., 2012).

Hepatosit menggelembung pada steatoheoatitis dapat menjadi menifestasi

cedera progresif yang dapat berujung pada nekrosis litik. Sel-sel tersebut (termasuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

yang mengandung badan Mallory-Denk) tidak akan mengalami kematian sel secara

langsung dan dapat bertahan untuk waktu yang lama hingga bulanan. Kematian sel

dalam steatohepatitis juga terjadi melalui apoptosis dan terdapat hubungan antara

jumlah sel apoptosis dengan tingkat keparahan penyakit. Nekrosis konfluen dan

penghubung jarang terlihat dalam perlemakan hati namun dapat diamati pada

penyakit hati alkoholik yang parah, yang disebut nekrosis hialin sklerosing pusat,

dan terlihat pada beberapa kasus steatohepatitis yang terjadi setelah operasi

jejunoileal bypass. Inflamasi yang menyertai cedera sel bervariasi intensitasnya dan

sifat selularnya. Pada kebanyakan penyakit perlemakan hati, inflamasi lobular

bercampur, dan terdapat polimorfi neutrofil, limfosit, dan makrofag. Jumlah netrofil

pada umumnya lebih banyak pada steatohepatitis alkoholik dari pada NASH,

namun pada keduanya terlihat mengitari hepatosit menggelembung yang

mengandung badan Mallory-Denk, yang disebut satellitosis. Inflamasi saluran

portal dapat terjadi pada semua bentuk steatohepatitis. Kondisi ini utamanya

limfositik pada NASH, sedangkan pada penyakit hati alkoholik dapat bercampur

(Burt et al., 2012).

Mirip dengan bentuk penyakit hati kronis lainnya, nekroinflamasi dari

steatohepatitis biasanya disertai dengan fibrosis hepatik. Fibrosis hepatik

mencerminkan ketidakseimbangan antara produksi dan degradasi maktriks

ektraseluler. Penyakit perlemakan hati dikaitkan dengan beberapa karakter khusus

dari pola fibrosis, walaupun tidak sepenuhnya spesifik (Burt et al., 2012).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

3. Patogenesis perlemakan hati

Mekanisme patogenesis dari perlemakan hati akibat konsumsi alkohol

berlebih masih banyak diperdebatkan. Terdapat beberapa mekanisme yang

didukung oleh bukti dari penelitian-penelitian pada hewan dan manusia.

Mekanisme yang pertama dan paling langsung adalah metabolisme biokimia hati

(Gambar 9) yang menghasilkan steatosis dan stres oksidatif. Yang kedua adalah

adanya pelepasan sitokin sebagai akibat peningkatan endotoksin derivat-usus

sebagai yang diantarkan ke hati melalui vena portal. Yang ketiga adalah respon

Gambar 9. Metabolisme alkohol (Burt et al., 2012)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

imun adaptif yang dihasilkan sebagai pengembangan antigen baru dengan

intermediet reaktif yang dihasilkan dua mekanisme pertama (Stewart and Day,

2012).

Alkohol mudah diabsorpsi dari saluran gastrointestinal dan didistribusikan

ketubuh, proposional dengan jumlah cairan didalam jaringan. Kurang dari 10%

dieliminasi melalui melalui paru-paru dan ginjal, sisanya mengalami oksidasi

didalam tubuh, terutama di hati. Hal inilah yang diduga menyebabkan gangguan

metabolik dalam hati. Metabolisme alkohol didalam hati dibagi menjadi tiga jalur

yaitu jalur dehidrogenase alkohol, jalur katalase, dan sistem oksidasi etanol

mikroma (Gambar 9) (Burt et al., 2012).

Pada NAFLD, penderita mengalami kondisi patologis yang mirip dengan

perlemakan hati alkoholik namun penderita bukan seorang alkoholik. Steatosis

mikrovesikular dan makrovesikular hepatosit menunjukkan akumulasi trigliserida

dalam bentuk droplet yang dikelilingi oleh membran fosfolipid monolayer.

Hepatosit memiliki kapasitas tangguh untuk mensintesis trigliserida dari asam

lemak bebas atau free fatty acid (FFA), dengan hanya dibantu oleh enterosit usus

kecil dan epitel kelenjar susu. Asam lemak yang digunakan untuk membuat

trigliserida sebagian besar merupakan derivat dari penyerapan asam lemak di

sirkulasi darah yang diproduksi oleh adiposit lipolisis. Sebagian kecil asam lemak

di hepatosit disintesis melalui proses lipogenesis de novo (DNL) menggunakan

kelebihan karbohidrat dan asam amino sebagai prekusor asetil koenzim-A. Suatu

penilitian menunjukkan bahwa sintesis asam lemak baru hanya berkontribusi 5%

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

dari asam lemak yang digunakan hepatosit untuk memproduksi trigliserida, namun

bagian ini meningkat menjadi 25% pada penderita NASH (Burt et al., 2012).

NAFLD dikaitkan dengan adanya gangguan homeostasis energi. Jaringan

adiposa memiliki peranan penting dalam homeostasis energi. Jaringan adiposa

bertindak sebagai tempat penyimpanan energi. Energi yang disimpan akan

dilepaskan saat tubuh membutuhkan energi. Selama periode kelebihan kalori,

energi yang berlebih disimpan sebagai trigliserida yang merupakan bentuk

penyimpanan yang paling efisien karena FFA menghasilkan lebih banyak energi

daripada oksidasi protein dan karbohidrat. Ketika tubuh membutuhkan energi,

trigliserida jaringan adiposa akan mengalami lipolisis untuk melepaskan FFA dan

gliserol yang dapat diambil oleh hati. Hal ini diregulasi oleh profil adipokin pada

jaringan adiposa dan beberapa hormon, termasuk insulin (Puri and Sanyal, 2012).

Trigliserida yang baru disintesis secara normal bergabung menjadi partikel

lipoprotein berdensitas sangat rendah atau very low density lipoprotein (VLDL)

didalam hati yang kemudian disekresikan kedalam sirkulasi darah. Proses ini

kompleks dan membutuhkan gen apo B100 yang normal, asam amino yang

memadai untuk mensintesis apo B100, lipidasi normal apo B100 oleh microsomal

triglyceride transfer protein (MTP), kolin fosfatidil kolin dan kolesterol ester yang

memadai, seta mekanisme sekresi yang utuh. Karena lengkapnya faktor yang

mempengaruhi sekresi lemak hati, kelainan genetik dan defisiensi nutrisi dapat

memberikan fenotip umum steatosis. Dua penyakit genetik yang disebabkan

kegagalan MTP untuk melipidase apo B100 yaitu hypobetalipoproteinaemia dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

abetalipoproteinaemia, merupakan penyakit monogenik sederhana dengan variasi

tingkat keparahan dan ditandai dengan NAFLD karena ketidakmampuan hepatosit

untuk mensekresikan VLDL (Burt et al., 2012).

Pada NASH, kriteria untuk menetapkan diagnosis steatohepatitis

didasarkan pada ada tidaknya abnormalitas yang berkaitan dengan cedera

hepatoseluler yang signifikan pada kondisi steatosis. Berdasarkan penelitian terbaru

pada hewan, menunjukkan bahwa NASH lebih disebabkan oleh metabolit asam

lemak dari pada trigliserida dan akumulasi trigliserida hanya menunjukkan tanda

bahwa hati menangani asam lemak berlebih, yang berasal dari lipolisis perifer atau

DNL berlebih. Diversi asam lemak menjadi kolam droplet lipid trigliserida

mungkin sebenarnya menunjukkan adanya jalur protektif adaptif untuk mencegah

digunakan dalam jalur metabolik yang menghasilkan intermediet lipotoksik (Burt

et al., 2012).

Penetapan spesies molekular yang bertanggung jawab untuk cedera

lipotoksik hati masih diteliti sampai sekarang. Salah satu kandidatnya yang

mungkin adalah lisofosfatidilkolin, sebuah produk dari pelepasan grup asil asam

lemak dari fosfatidilkolin (lesitin). Kandidat-kandidat lain diantaranya adalah FFA,

seramid, asam fosfatidik, diasilgliserol dan lain-lain. Jumlah ikatan rangkap dua di

asam lemak, posisi relatifnya serta konfigurasinya cis alami ataukah terkonfigurasi

trans secara sintetis juga penting. Asam lemak tersaturasi penuh (yaitu yang tanpa

ikatan rangkap dua) merupakan lipotoksik dalam sistem kultur sel dan lemak trans

telah ditunjukkan menyebabkan steatohepatitis pada tikus, sedangkan asam lemak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

tak tersaturasi jamak seperti yang terdapat pada minyak ikan, saat ini masih

dievaluasi pada percobaan klinis untuk kemungkinannya sebagai agen terapi untuk

NASH (Burt et al., 2012).

Walaupun ditemukan metabolit asam lemak lipotoksik mampu

menyebabkan fenotip NASH, mekanisme ini tentu bukan penyebab steatohepatitis

pada semua penderita dengan NASH. Fenotip yang saat ini diidentifikasi sebagai

steatohepatitis tanpa penyalahgunaan alkohol, menggambarkan beberapa

mekanisme penyakit, baik secara tunggal ataupun kombinasi. Faktor patogenetik

merupakan faktor tambahan, atau mungkin juga faktor penyebab akumulasi spesies

lipotoksik dan juga stres retikulum endoplasmik, stres oksidatif, disfungsi

mitokondria, akumulasi kolesterol membran, eksposur berlebih dari endotoksin

derivat usus, dan disregulasi produksi adipokin. Faktor lingkungan yang diketahui

memiliki peranan pada beberapa penderita diantaranya adalah hipoksia intermiten

dari obstruktif apnea tidur, perubahan flora normal usus, dan defisiensi nutrisi

seperti kolin (Burt et al., 2012).

4. Peran stres oksidatif pada NAFLD

Stres oksidatif merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara produksi

senyawa oksigen reaktif (ROS) berlebih dan penurunan pertahanan antioksidan.

Penelitian eksperimen dan klinis menunjukkan hubungan erat antara tingkat stres

oksidatif dengan keparahan NAFLD. Mitokondria merupakan situs utama oksidasi

asam lemak dan pembentukan ROS (Pacana and Sanyal, 2015).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

Pada NAFLD, peningkatan serapan oleh hati dan sintesis FFA

dikompensasi dengan peningkatan kemampuan mitokondria untuk mengoksidasi

asam lemak, yang berkonsekuensi pada gangguan pada kapasitas oksidatifnya. Pada

proses ini peningkatan pengiriman elektrok ke rantai transpor elektron menciptakan

keadaan reduksi berlebih dari komponen rantai respirasi yang bereaksi secara

abnormal dengan oksigen untuk membentuk radikal anion superoksida. Radikal ini

mengalami dismutasi yang disebabkan oleh superoxide dismutated (SOD) mangan

menjadi hidrogen peroksida, yang pada kondisi fisiologis normal akan

didetoksifikasi menjadi air oleh GSH peroksidase. Pada kondisi NAFLD jumlah

mitokondria yang mereduksi GSH tidak adekuat, sehingga GSH peroksidase

kehilangan kemampuan untuk mendetoksifikasi hidrogen peroksidasi sehingga

menyebabkan disfungsi mitokondria dan kematian sel (Pacana and Sanyal, 2015).

Radikal anion superoksida juga dapat bereaksi dengan oksida nitrat yang

menyebabkan pembentukan pro-oksidan peroksinitrat lain. Peningkatan

pembentukan ROS mitokondria telah didemonstrasikan pada model hewan.

Disfungsi mitokondria terbukti secara partikuler pada NASH yang ditunjukan

dengan adanya pengurangan DNA mitokondria dan kode polipeptidanya. Lebih

lanjut lagi, abnormalitas struktur pada mitokondria telah diobservasi, mengalami

pembesaran (megamitokondria), kehilangan krista dan inklusi parakristalin (Pacana

and Sanyal, 2015).

Sumber endogen ROS juga dapat berasal dari mikrosoma P450 defektif

dan aktivitas oksidasi peroksisomal. Lipooksigenasi rantai panjang asam lemak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

oleh CYP450, secara partikuler CYP2E1 dan CYP4A, menghasilkan produksi ROS

berlebih. Pada penderita NASH, ekspresi dan aktivitas CYP2E1 hepatik mengalami

peningkatan dan didistribusikan di daerah perivenular (asinar zona 3), yang

berhubungan dengan cedera hepatoseluler maksimal. Setalah metabolisme asam

lemak oleh CYP4A mikrosomal, dikarboksilat dibentuk dan berfungsi sebagai

sebstrat untuk β-oksidasi peroksisom. Peroksisom terlibat dalam metabolisme asam

lemak rantai sangat panjang dan asam lemak rantai bercabang yang tidak bisa

mudah menjalani β-oksidasi mitokondria. Proliferasi dan pembesaran peroksisom

hepatik dapat diobservasi pada steatosis hepatik. Oksidasi mikrosom dan

peroksisom bukan merupakan jalur utama disposal asam lemak, namun menjadi

signifikan ketika kadar CYP2E1 rendah dan ada akumulasi asam lemak rantai

panjang. Pada CYP2E1 tikus, enzim CYP4A yang diregulasi sehigga memainkan

peranan penting sebagai inisiator alternatif stres oksidatif di hati (Pacana and

Sanyal, 2015).

Insufisiensi pertahanan antioksidan juga merupakan faktor utama yang

menyebabkan stres oksidatif di NAFLD. Antioksidan utama hepatik yaitu GSH

mengalami penurunan pada penderita dengan NAFLD. Konversi metionin menjadi

sistein melalui jalut trans-sulfurasi untuk sintesis GSH dapat diamati pada gambar

10. Penelitian juga telah menunjukkan bukti penurunan vitamin E dan enzim

antioksidan, sehingga menyebabkan akumulasi ROS bertambah. Polimorfisme

nukleotida tunggal dari SOD ditemukan pada NASH. Kapasitas antioksidan hati

semakin memburuk seiring perkembangan steatosis menjadi steatohepatitis. Hal ini

didukung dengan reduksi GSH hepatik dan juga pengurangan reduksi/oksidasi GSH

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

yang diobservasi selama perkembangan NAFLD pada penelitian lain. Aktivitas

GSH transferase juga mengalami penurunan seiring perkembangan NAFLD

(Pacana and Sanyal, 2015).

Ketidakseimbangan antara pro-oksidan dan antioksidan menghasilkan

produksi berlebih ROS yang memicu peroksidasi lipid yang menyebabkan formasi

aldehid 4-hydroxynonenal dan malondialdehyde. ROS berlebih juga meningkatkan

pengeluaran beberapa sitokin seperti TNFα, TGF-β, Fasligand, dan IL8. Produk

peroksidasi lipid dan sitokin secara bergantian merusak DNA mitokondria dan

polipeptida rantai respirasi memicu siklus berbahaya yang menghasilkan ROS

tambahan. Peristiwa ini memiliki potensi untuk menginduksi apoptosis, inflamasi,

dan fibrosis hati dengan mengganggu sintesis nukleotida dan protein,

mempromosikan produksi sitokin inflamasi, dan mengaktifkan sel stelata hepatik

(Pacana and Sanyal, 2015).

Gambar 10. Sintesis GSH melalui Jalur Metabolisme Metionin (Pacana and Sanyal, 2015)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

5. Hubungan resistensi insulin dengan NAFLD dan NASH

Resistensi insulin didefinisikan sebagai rusaknya kemampuan insulin

untuk menimbulkan respon sel normal pada konsentrasi fisiologis. Resistensi

insulin biasa ditemukan pada penderita dengan NASH. Resistensi insulin bisa jadi

merupakan abnormalitas utama pada penderita dengan sindrom metabolik,

sehingga NASH disebut sebagai manifestasi hepatik sindrom metabolik. Sindrom

metabolik bukanlah penyakit tersendiri namun merupakan sekelompok kelainan

yang bersama-sama memberikan peningkatan resiko kardiovaskuler. Metabolik

sindrom saat ini didefinisikan dengan adanya obesitas sentripetal, dislipidemia,

hipertensi dan peningkatan kadar gula puasa (Burt et al., 2012).

Jalur sinyal insulin bersifat spesifik untuk suatu jaringan, bahkan pada sel

tertentu seperti hepatosit, pensinyalan insulin terjadi melalui jalur yang berbeda

untuk memperoleh respon metabolik dan pertumbuhan. Seperti yang biasa

digunakan, istilah resistensi insulin tidak menyampaikan informasi mengenai

jaringan taget yang paling terkena dampaknya atau jalur sinyal mana yang

terganggu pada target jaringan tersebut. Resistensi insulin biasanya disertai dengan

compensatory hyperinsulinemia (atau pengganti insulin farmakologis) untuk

mengontrol glikemik, sehingga jalur sinyal insulin tertentu dapat menjadi

teraktivasi berlebihan dan di saat yang sama jalur lain mengalami gangguan di

tingkat jaringan dan seluler (Burt et al., 2012).

Ukuran resistensi insulin biasanya mencerminkan respon salah satu dari

tiga jaringan target utama insulin, yaitu hati, jaringan adiposa, dan otot rangka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

Ukuran kemampuan insulin untuk menekan produksi glukosa endogen adalah yang

paling biasa digunakan pada penelitian klinis dan hasil tersebut utamanya

mencerminkan sensitifitas insulin hepatik, misalnya menginhibisi glukogenesis

hepatik (Burt et al., 2012).

Resisten insulin pada suatu subjek penelitian menunjukkan penurunan

sensitifitas insulin tidak hanya pada tingkat otot tetapi juga pada tingkat hati dan

jaringan adiposa. Pada kondisi resistensi insulin, jaringan adiposa menjadi resisten

terhadap efek antilipolitik insulin dan pelepasan asam lemak meningkat. Resistensi

insulin disertai oleh peningkatan kadar insulin yang meningkatkan sintesis

trigliserida hepatik, dengan adanya peningkatan lipolisis dan/atau peningkatan

asupan lemak. Resisensi insulin jaringan adiposa dikuantifikasi menggunakan

indeks Adipo-IR (FFA dikali insulin) yang menggambarkan ketidakmampuan

insulin dalam menekan lipolisis periferal. Pada subjek dengan NAFLD yang

obesitas ataupun tidak obesitas, konsentrasi FFA dan Adipo-IR meningkat

dibandingkan dengan subjek kontrol, terlepas dari peningkatan oksidasi lipid

hepatik dan sistemik, serta sekresi VLDL-trigliserida. Adipo-IR juga merupakan

penanda cedera hati (Gaggini et al., 2013).

Pada kondisi setelah makan, sumber penting FFA adalah melalui

peningkatan luapan dari silomikron. Peningkatan luapan tersebut mencerminkan

inefisiensi dalam penyimpanan lemak makanan dan menghasilkan kelebihan FFA.

FFA diambil oleh organ yang mensaturasi kapasitas oksidatif mereka dan

mengakumulasikannya dalam bentuk lemak ektopik, terutama sebagai lipid hepatik

dan intramioseluler, selain itu juga sebagai lemak jantung dan pankreas. Telah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

dihipotesiskan bahwa lemak etopik dapat menjadi mekanisme pertahanan terhadap

lipotoksisitas serta adanya subjek dengan NAFLD yang berkembang menjadi

NASH dan sirosis hanya merupakan konsekuensi sekunder akibat peningkatan

inflamasi dan spesies oksigen reaktif (Gaggini et al., 2013).

Kemunculan patogenesis NASH model lipotoksisitas (Gambar 11) berasal

dari pembentukan metabolit asam lemak non-trigliserida yang utamanya

bertanggung jawab terhadap cedera hepatoseluler dan kematian yang mencirikan

Gambar 11. Peran Utama Lipotoksisitas dalam NASH (Burt et al., 2012)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

NASH. Sumber primer dari asam lemak hepatoseluler diambil dari FFA di sirkulasi

dan sintesis asam lemak baru (DNL). Asam lemak secara normal akan dieliminasi

melalui jalur oksidatif dan pensekresian. Ketika jalur ini mengalami gangguan

spesies lipotoksik dapat dibentuk. Akumulasi dari trigliserida dalam droplet lipid

bisa jadi merupakan respon protektif adaptif yang terjadi ketika pembentukan dan

sekresi trigliserida sebagai VLDL tidak cukup untuk menangani jumlah trigliserida

yang disintesis (Burt et al., 2012).

Faktor lainnya yang juga meningkatkan kemungkinan terkena NASH

diantaranya adalah resistensi insulin di tingkat jaringan adiposa yang menghasilkan

kegagalan untuk menekan lipolisis, serta DNL berlebih di hati yang disebabkan

oleh substrat yang berlebih (biasanya adalah karbohidrat). Pengambilan sisa-sisa

sirkulasi lipoprotein (misalnya sisa silomikron, sisa lipoprotein densitas rendah)

sedikit berkontribusi pada beban FFA hepatoseluler. Hal lain yang juga berpotensi

sebagai sumber penting FFA hepatoseluler adalah pergantian droplet lipid, baik

melalui enzim lipolitik seperti lipase trigliserida adiposa atau pemecahan lisosomal

konten autofagosom. Jalur oksidatif membentuk spesies oksigen reaktif yang dapat

dikaitkan dengan stres oksidatif, namun peran yang lebih luas dari proses ini dalam

patogenesis NASH belum didemonstrasikan (Burt et al., 2012).

6. Terapi NAFLD dan NASH

Perlemakan hati pada hakekatnya merupakan manifestasi hepatik dari

metabolik sindrom. Terapi harus fokus melawan komponen terpisah dan faktor

resiko untuk gangguan ini, seperti obesitas, hiperlipidemia, dan diabetes. Penderita

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

NAFLD tanpa gejala dari kerusakan hati dan fibrosis dapat sembuh dengan

sendirinya, sehingga terapi farmakologi hanya dipertimbangkan untuk penderita

NASH (Mashav and Shibolet, 2015).

Penurunan berat badan terutama jika secara bertahap, dapat meningkatkan

fitur histologis. Akan tetapi tingkat penurunan berat badan yang dibutuhkan untuk

normalisasi fitur histologis masih belum ditetapkan secara jelas. Penurunan berat

badan secara drastis atau diet kalori yang terlalu rendah dapat menyebabkan

memburuknya fitur histologis sehingga harus dihindari. Penurunan berat badan

setidaknya 5% dari berat badan awal telah menunjukkan adanya perbaikan kadar

ALT pada NASH, dan penurunan berat badan 7% sampai 10% dapat menghasilkan

perbaikan histologis (Watt, 2015).

Untuk mempertahankan berat badan tetap terkontrol terasa sulit untuk

kebanyakan penderita obesitas, sehingga penggunaan obat-obatan untuk secara

langsung menurunkan keparahan kerusakan hati tanpa penurunan berat badan

merupakan sebuah alternatif yang menarik. Manajemen kesehatan dari sindrom

metabolik penting, namun terapi farmakologis juga dapat memberikan keuntungan

pada penderita yang tidak mempunyai sindrom metabolik. Sampai dengan saat ini,

hasil penelitian awal menunjukkan bahwa obat penyensitif insulin, antioksidan,

obat penurun kadar lipid, dan beberapa obat hepatoprotektif memiliki potensi

memberikan keuntungan. Kebanyakan penelitian ini masih dalam tahap penelitian

lebih lanjut. Terapi farmakologis yang sudah cukup terbukti memberikan manfaat

adalah vitamin E, sedangkan terapi farmakologis yang pada awal penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

berpotensi memberikan manfaat namun pada penelitian lebih lanjut terbukti tidak

memberikan manfaat adalah ursodiol dan betaine. Terapi vitamin E menunjukkan

adanya perbaikan kadar aminotransferase dan bukti biopsi menunjukkan perbaikan

steatosis dan inflamasi (Watt, 2015).

F. Aminotranferase

Alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST)

merupakan dua aminotransferase yang biasa digunakan dalam tes fungsi hati atau

liver function test (LFT). Enzim ini mengkatalis pemindahan grup α-amino aspartat

dan alanin ke grup α-keto asam ketoglutarik, secara berurutan menghasilkan

pembentukan asam oksaloasetil dan asam piruvat. Enzim tersebut berperan dalam

glukogenesis dengan memfasilitasi sintesis glukosa dari sumber nanokarbohidrat.

AST terdapat pada mitokondria (80%) dan sitosol (20%) dari hepatosit, tapi ALT

hanya ditemukan di sitosol. ALT utamanya terdapat di hati, sedangkan AST

terdapat di beberapa jaringan termasuk hati, jantung, otot rangka, ginjal, otak,

pankreas, paru-paru, leukosit, dan eritrosit. Kadar serum AST biasanya meningkat

pada penyakit jantung dan otot. Kadar AST dan ALT membutuhkan piridoksal 5’-

fosfat sebagai kofaktor dan keduanya dapat berada di serum dalam bentuk

apoenzim dan holoenzim (Poynard and Imbert-Bismut, 2012).

Aminotransferase secara normal terdapat pada serum dengan konsentrasi

yang rendah. Peningkatan nilai serum ALT dan AST berhubungan dengan sel pada

jaringan yang kaya aminotransferase atau adanya perubahan permeabilitas

membran sel, sehingga enzim tersebut dilepaskan dari jaringan. Aktivitas enzim

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

hati yang berada di serum menggambarkan tingkat pelepasan enzim dari hati ke

sirkulasi dan pengeliminasian enzim dari sirkulasi. Aktivitas AST dan ALT di sel

hati 1000 kali lebih besar daripada aktivitas di serum, sehingga semakin banyak sel

hati yang mati maka aktivitas aminotransferase di plasma akan meningkat. Pada

kebanyakan keadaan, tingkat pengeliminasian dari sirkulasi relatif tetap konstan

(Herlong and Mitchell Jr., 2012).

Kadar serum AST dan ALT meningkat pada hampir semua penyakit hati.

Pada keadaan yang langka, isolasi peningkatan AST pada serum mungkin

dikarenakan pembentukan makroenzim dengan pengikatan AST pada

imunoglobulin (Ig). Kompleks tersebut memiliki massa molekular yang lebih tinggi

dan pengeliminasian tertunda yang menyebabkan peningkatan jumlah enzim yang

tersirkulasi. Kompleks AST-IgA pada penderita dewasa telah dilaporkan memiliki

hubungan dengan kanker hati atau penyakit hati kronis. Makroenzim secara umum

tidak dianggap sebagai bentuk patologis, tetapi peningkatan nilai enzim yang terus-

menerus dapat menyebabkan tes diagnosis berkali-kali sehingga merugikan secara

ekonomi (Poynard and Imbert-Bismut, 2012).

Nilai ALT normal pada pria adalah kurang dari 45 U/I sedangkan pada

wanita adalah kurang dari 34 U/I. Nilai AST normal pada pria adalah kurang dari

35 U/I sedangkan pada wanita adalah kurang dari 31 U/I (Kuntz and Kuntz, 2008).

Pada penyakit hati peningkatan tertinggi (> 20 kali atau 1000 U/L) terjadi pada

hepatitis viral yang parah, nekrosis hepatik terinduksi obat atau racun, shok

sirkulasi (hepatitis iskemik). Walaupun kadar enzim dapat menggambarkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

nekrosis hepatoseluler, namun mereka tidak berkorelasi dengan hasil akhirnya.

Penurunan kadar ALT dan AST dapat mengindikasikan adanya perbaikan ataupun

prognosis yang buruk karena hepatosit yang tersisa tinggal sedikit. Peningkatan

menengah (3-20 kali) kadar serum aminotransferase biasanya terjadi pada hepatitis

akut atau kronis, termasuk hepatitis viral dan hepatitis autoimun, serta hepatitis

terinduksi obat dan alkohol. Peningkatan yang ringan (1-3 kali) dari kadar

aminotransferase terlihat pada perlemakan hati, NASH, toksisitas obat dan hepatitis

C kronis (Thapa and Walia, 2007; Poynard and Imbert-Bismut, 2012).

G. Karbon Tetraklorida

Karbon tetraklorida merupakan cairan jernih, tidak berwarna dan mudah

menguap dengan karakteristik bau khas yang tidak mengiritasi. Karbon tetraklorida

dapat bercampur dengan kebanyakan solven alifatik dan CCl4 sendiri merupakan

suatu solven. Kelarutan CCl4 didalam air rendah. Karbon tetraklorida memiliki sifat

yang tidak mudah terbakar dan stabil dengan adanya udara dan cahaya.

Dekomposisi dari CCl4 dapat menghasilkan fosgen, karbon dioksida dan asam

hidroklorik (World Health Organization, 1999).

Karbon tetraklorida pada awalnya digunakan sebagai bahan pembersih

yang digunakan untuk industri maupun rumah tangga. Senyawa haloalkana ini tidak

lagi digunakan untuk kepentingan ini setelah diketahui bersifat hepatotoksik dan

karsinogenik. Saat ini CCl4 terbukti sangat berguna sebagai model eksperimental

untuk penelitian efek hepatotoksik (Weber et al., 2003).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

Karbon tetraklorida merupakan agen hepatotoksik yang biasa digunakan

untuk menginduksi perlemakan hati, inflamasi, fibrosis, dan kanker hati pada tikus

(Riordan and Nadeau, 2014). Toksisitas CCl4 bergantung pada dosis dan durasi

eksposur, ataupun waktu observasi. Pada dosis rendah efek yang sering terjadi

misalnya gangguan Ca2+, gangguan homeostatis lipid, pelepasan sitokin, dan

apoptosis, yang disertai dengan regenerasi. Pada dosis yang lebih tinggi atau lebih

tinggi, efek yang ditimbulkan lebih serius, permanen, dan berkembang dalam waktu

yang lama, misalnya perlemakan hati, fibrosis, sirosis, bahkan kanker. Pada dosis

toksik akut kegagalan hati yang fatal akan terjadi, setelah nekrosis hepatoseluler

melebihi kemampuan regenerasi hati. Dosis ekstrim CCl4 menghasilkan toksisitas

yang tidak spesifik, termasuk depresi sistem saraf pusat dan gagal nafas yang

disertai kematian (Weber, et al., 2003).

Mekanisme toksisitas dari CCl4 terutama merupakan dampak dari

metabolitnya (Gambar 12). Metabolisme CCl4 dimulai dengan pembentukan radikal

CCl3•, melalui aksi dari fungsi campuran sistem oksigenasi CYP450 retikulum

endoplasma. Proses ini melibatkan pemotongan reduktif dari ikatan karbon-klorin,

reaksi ini tidak melibatkan oksigen. Aktivasi radikal bebas di CCl4 di mitokondria

diduga juga berkontribusi secara signifikan terhadap toksisitas CCl4 (Weber, et al.,

2003).

Isoenzim sitokrom utama dalam eksekusi biotransformasi CCl4 adalah

CYP2E1, namun CYP2B1 dan CYP2B2 juga mampu menyerang CCl4. Pada

manusia CYP2E1 mendominasi metabolisme CCl4 pada konsentrasi yang relevan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

pada lingkungan, namun pada konsentrasi yang tinggi CYP3A, berkontribusi

signifikan. Radikal CCl3• yang dihasilkan cukup reaktif untuk berikatan secara

kovalen dengan CYP2E1, baik pada sisi aktif enzim ataupun pada heme group yang

menyebabkan inaktivasi. Inakticasi CYP2E1 tersebut diduga memberikan sinyal

yang mirip untuk penghilangan proteolitik secara efektif (Weber, et al., 2003).

Radikal CCl3• bereaksi dengan berbagai senyawa biologis yang penting

seperti asam amino, nukleotida, dan asam lemak, serta protein, asam nukleat, dan

lipid, atau dengan memisahkan hidrogen yang sebagian besar dari asam lemak tidak

jenuh untuk membentuk kloroform. Laju dari reaksi ini dapat mengalami

peningkatan ketika terjadi dengan oksigen. Karsinogenik terjadi ketika CCl4

bereaksi dengan DNA. Reaksi CCl3• dengan protein dan lipid menyebabkan

penurunan sintesis protein dan gangguan pada metabolisme lipid sehingga

berkontribusi pada terjadinya steatosis (Weber, et al., 2003).

Radikal CCl3• dengan adanya oksigen akan dikonversi menjadi radikal

CCl3OO•. Radikal ini lebih reaktif dari radikal CCl3• sehingga waktu hidup radikal

ini sangat singkat karena radikal ini bereaksi cepat dengan substrat yang sesuai

untuk bereaksi dengan pasangan elektronnya. Radikal CCl3OO• jauh lebih mungkin

untuk melepas hidrogen dari asam lemak tidak jenuh, sehingga memulai proses

peroksidasi lipid. Pelepasan hidrogen dari asam lemak memulai serangkaian reaksi

kompleks yang berhenti ketika molekul asam lemak tidak jenuh terdisintegrasi

sempurna dengan pembentukan aldehid, karbonil lain, dan alkana. Seluruh proses

ini disebut peroksidasi lipid (Weber, et al., 2003).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

Kejadian pertama setelah dosis toksik CCl4 dapat diobservasi atau

dideteksi secara biokimia disekitar RE. Setelah satu menit pemberian, CCl4

berikatan kovalen dengan lipid mikrosomal dan protein dengan rasio 11:3.

Konjugasi diena yang merupakan indikator peroksidasi lipid dapat dideteksi di lipid

dalam 5 menit. Dalam 30 menit setelah pemberian, sintesis protein ditekan, yang

menggambarkan adanya perubahan pada ribosom dan RE kasar, serta hilangnya

ribosom dapat dideteksi dengan mikroskopi elektron. Diantara satu hingga tiga jam

Gambar 12. Mekanisme toksisitas CCl4 (Weber et al., 2003)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

setelah pemberian dengan CCl4, akumulasi trigliserida di hepatosit dideteksi

dengan adanya droplet lemak dan terjadi hilangnya aktivitas enzim di RE secara

terus menerus. Perlemakan hati dapat terjadi karena penghambatan sintesis protein,

yang diketahui menghasilkan penurunan produksi kompleks lipoprotein yang

bertanggungjawab terhadap pemindahan lipid keluar dari hepatosit. Kerusakan RE

menyebabkan hilangnya kemampuan untuk mensintesis protein (Timbrell, 2008).

H. Macaranga tanarius L.

1. Taksonomi

Menurut Integrated Taxonomic Information System atau ITIS (2015)

taksonomi dari Macaranga tanarius L. adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Viridiplantae

Infrakingdom : Streptophyta

Superdivision: Embryophyta

Division : Tracheophyta

Subdivision : Spermatophytina

Class : Magnoliopsida

Superorder : Rosanae

Order : Mealpighiales

Family : Euphorbiaceae

Genus : Macaranga Thouars

Species : Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

2. Nama lain

Macaranga tanarius L. memiliki nama yang berbeda pada daerah yang

berbeda. Nama daerah yang lebih dikenal diantaranya adalah hairy mahang

(Inggris); kuyonon, himindang, dan binunga (Filipina); ka-lo, kundoh, mahang

puteh, dan tampu (Malaysia); hu chang lek, mek, pang, dan lo khao (Thailand);

serta mara, tutup ancur, hanuwa, dan mapu (Indonesia) (Orwa et al., 2009).

3. Penyebaran

Macaranga tanarius L. berasal dari beberapa negara termasuk Australia,

Brunei, Kamboja, Cina, Indonesia, Jepang, Laos, Malaysia, Myanmar, Papua

Nugini, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Di wilayah ini, Macaranga tanarius L.

lebih sering ditemukan di hutan sekunder, terutama di daerah penebangan dan juga

ditemukan di semak-semak, belukar, kebun pedesaan, dan vegetasi pantai.

Macaranga tanarius L. tumbuh di tiga jenis tanah yaitu tanah liat, tanah lempung,

dan pasir serta biasanya ditemukan didataran rendah (Orwa et al., 2009). Selain di

negara asalnya, Macaranga tanarius L. dibudidayakan dan tersebar di daerah-

daerah tropis di dunia (Starr, Starr, and Loope, 2003).

4. Budidaya

Macaranga tanarius L. dibudidayakan untuk berbagai kegunaan. Pohon

yang kecil ditanam sebagai pohon hias di taman dan proyek-proyek reboisasi di

Hawai dan daerah tropis hangat lain di dunia (Starr et al., 2003). Di Sumatra, buah

Macaranga tanarius L. ditambahkan ke dalam sari palem ketika direbus menjadi

kristal, untuk meningkatkan kualitas gula yang dihasilkan. Di Indonesia dan juga di

Filipina, getah dari kulit kayunya digunakan sebagai lem untuk membuat alat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

musik. Cabang dan daunnya juga digunakan untuk membuat minuman fermentasi

di Filipina. Tanaman ini juga dapat menjadi kayu bakar yang baik, merupakan

bahan papan yang berkualitas tinggi, kayunya juga cukup kuat untuk dijadikan

tangga sementara oleh petani cabe ketika panen, serta kulitnya mengandung tanin

yang digunakan untuk membuat jaring ikan yang kuat dan di Indonesia

dimanfaatkan untuk pewarna hitam, selain itu Macaranga tanarius L.

direkomendasikan sebagai pohon naungan untuk meningkatkan regenerasi alami

pada hutan gundul (Orwa et al., 2009).

5. Deskripsi tanaman

Macaranga tanarius L. merupakan pohon berumah dua dengan tinggi

biasanya 4-10 m, dapat lebih rendah atau lebih tinggi mencapai 20 m. Daunnya

(Gambar 13) berbentuk seperti perisai, bulat telur atau lebih lonjong berukuran 8-

32 x 5-28 cm, dengan bentuk daun berseling, agak membundar, dengan stipula

membulat ataupun kurus lonjung, panjang 1-3 cm, cepat berganti. Perbungaan

Gambar 13. Daun Macaranga tanarius L.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

bermalai di ketiak, bunga ditutupi oleh daun gagang. Bunga jantan dalam malai

terbuka panjangnya 13-35 cm, bract dan tampuk berwarna hijau pucat hingga hijau

kekuningan, benang sari biasanya berjumlah 4-6, namun bisa juga ditemukan 3-10,

kepala sari tetrahecal. Bunga betina di malai memiliki panjang 8-30 cm, ovarium

bersel 2-3, panjangnya 5-8 mm. Buah kapsul berkokus dua, ada kelenjar

kekuningan di luarnya. Bijinya membulat, menggelembur (Orwa et al., 2009;

Wagner, Herbst, and Sohmer, 1999).

6. Kandungan kimia

Gunawan-Puteri dan Kawabata (2010) melakukan uji in vitro dan

menemukan bahwa daun Macaranga tanarius L. memiliki aktivitas α-glucosidase

inhibitor. Dari fraksi etil asetat (EtOAc) ekstrak metanol-air daun Macaranga

tanarius L. dikomatografi dengan kolom Diaion HP-20 dan fraksi aktifnya

dipurifikasi menggunakan high performance liquid chromatogtaphy (HPLC) untuk

mengisolasi senyawa AGI utama. Lima senyawa ellagitannins (Gambar 14) yang

berhasil diisolasi dan diidentifikasi, berurutan dari yang kurang poten hingga yang

paling poten adalah mallotinic acid (IC50 > 5,00 mM), corilagin (IC50 = 2,63 mM),

chebulagic acid (IC50 = 1,00 mM), serta dua senyawa baru macatannin A (IC50 =

0,80 mM), dan macatannin B (IC50 = 0,55 mM).

Phomart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat, dan Sutthivaiyakit (2005)

berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi tiga konstituen dari daun Macaranga

tanarius L. yaitu tanarifuranonol (1), tanariflavone C (2), dan tanariflavone D (3),

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

bersama dengan tujuh senyawa yang diketahui (Gambar 15). Senyawa yang

diperoleh diinvestigasi dengan mengevaluasi dengan panel bioassay.

Matsunami et al. (2006) menemukan empat glukosida megastigmane baru,

dengan nama macarangioside A-D, selain itu juga terdapat mallophenol B,

Gambar 14. Kandungan Kimia Macaranga tanarius L. (Gunawan-Puteri and Kawabata,

2010)

Gambar 15. Kandungan Kimia Macaranga tanarius L. (Phomart et al., 2005)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, serta campuran hyperin dan isoquecitrin

yang berhasil diisolasi sebagai campuran pada daun Macaranga tanarius L.

(Gambar 16). Struktur senyawa tersebut dielusidasi menggunakan analisis

spektroskopik dan kimiawi. Kesembilan senyawa tersebut diuji aktivitas

penangkapan radikal bebas dan diketahui bahwa Macarangioside A-C dan

mallophenol B memiliki aktivitas penangkapan radikal 2,2-diphenyl-picrylhydrazyl

(DPPH).

Kawakami et al. (2008) melakukan investigasi fitokimia dan berhasil

mengisolasi tujuh prenylated flavone baru (Gambar 17), macaflavonone A-G (1-7),

beserta dua senyawa yang telah diketahui nymphaeol C (9) dan diterpene kolavenol.

Struktur daru senyawa baru dielusidasi menggunalan metode spektrofotometri dan

konversi kimiawi. Struktur absolut dari tanariflavanone B (8) (Gambar 17), yang

diisolasi dari Macaranga tanarius L. juga telah terselesaikan. Aktivitas sitotoksik

dari flavonones diuji dengan menggunakan dua cell line, dengan macaflavonne G

adalah yang paling aktif pada keduanya.

Gambar 16. Kandungan Kimia Macaranga tanarius L. (Matsunami et al., 2006)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

Matsunami et al. (2009) melaporkan tiga senyawa baru (Gambar 18) yang

berhasil diisolasi dari daun Macaranga tanarius L. yaitu sebuah lignan glucoside

dengan nama (+)-pionoresinol 4-0-[6”-0-gallolyl]-β-D-glocopyranoside (1), serta

dua megastigmane glucoside bernama Macarangioside E (2) dan Macaragioside F

(3) bersama dengan 15 senyawa lainnya (4-18). Struktur senyawa tersebut

dielusidasi menggunakan analisis spektroskopik dan kimiawi. Lignan glucoside

baru yang berhasil diisolasi dan Macarangioside E ditemukan memiliki aktivitas

penangkapan DPPH.

Gambar 17. Kandungan Kimia Macaranga tanarius L. (Kawakami et al., 2008)

Gambar 18. Kandungan Kimia Macaranga tanarius L. (Matsunami, et al., 2009)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

I. Metode Penyarian

Fitokimia menyusun kurang dari 10% matriks tanaman sehingga untuk

memperoleh sediaan yang kaya akan fitokimia diperlukan ekstraksi dari matriks

tanaman. Tujuan dari ekstraksi adalah untuk memaksimalkan hasil komponen yang

diinginkan, dengan meminimalkan ekstraksi senyawa yang tidak diinginkan.

Metode ekstraksi solid-liquid yang digunakan untuk mengekstraksi fitokimia dari

tanaman diantaranya adalah ekstraksi Soxhlet, infudasi, dan maserasi. Proses

ekstraksi ini melibatkan pertama-tama difusi pelarut ke sel tanaman, pelarutan

senyawa fitokimia dalam matriks tanaman, dan akhirnya difusi pelarut kaya-

fitokimia keluar dari sel tanaman (Harbourne, Marete, Jacquier, and O’Riordan,

2013).

Maserasi dilakukan dengan merendam materi tanaman kedalam cairan

yang biasanya adalah pelarut organik, pada suhu ruangan. Campuran ini dapat

diaduk untuk meningkatkan kecepatan ekstraksi fitokimia dari materi tanaman.

Ekstraksi yang telah selesai kemudian dipisahkan dengan cara disaring. Materi

tanaman tersebut dapat diekstraksi kembali dengan menambahkan pelarut baru

yang disebut remaserasi. Langkah ini dapat diulang beberapa kali untuk

meyakinkan ekstraksi fitokimia dari materi tanaman benar-benar selesai. Satu kali

maserasi dapat memakan waktu berjam-jam sampai berhari-hari dan dapat sampai

berminggu-minggu untuk remaserasi (Harbourne, et al., 2013).

Ekstraksi menghasilkan sediaan yang masih relatif kompleks di alam dan

akan butuh dilanjutkan dengan pemurnian, yaitu prosedur fraksinasi untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

membuang materi yang tidak diinginkan. Fraksinasi merupakan sebuah tahap

lanjutan yang diperlukan untuk dapat mencapai pemahaman lebih dalam mengenai

aktivitas suatu senyawa. Fraksinasi yang menunjukkan aktivitas akan dilanjutkan

fraksinasi lebih lanjut. Biasanya tahap ini diulang berkali-kali untuk menemukan

senyawa lebih murni yang menunjukkan aktivitas yang diinginkan. Tahap

selanjutnya adalah elusidasi struktur molekular dari molekul aktif, lalu determinasi

konsentrasi senyawa aktif yang memberikan efek, diikuti determinasi jumlah

senyawa aktif pada ekstrak awal dan dibandingkan dengan nilai konsentrasi

senyawa aktif yang diperoleh. Langkah berikutnya adalah isolasi, sintesis, dan

percobaan senyawa terkait. Terakhir adalah investigasi mekanisme aksi dan

metabolisme dari senyawa aktif yang didapat (Houghton and Raman, 1998).

J. Landasan Teori

Hati merupakan kelenjar terberat pada tubuh manusia yang terletak di

bagian atas rongga abdominal (Standring et al., 2008). Hati tersusun atas hepatosit

yang membentuk 80% volume hati dan beberapa komponen lainnya seperti

kanalikuli empedu dan sinusoid hepatik (Tortora and Derrickson, 2014). Hati

berperan dalam banyak hal didalam tubuh, secara umum fungsi hati terbagi menjadi

tiga yaitu regulasi metabolik, regulasi hematologi, dan fungsi pencernaan (Martini

et al., 2015). Fungsi hati dapat terganggu akibat infeksi, termediasi imun,

hepatotoksisitas terinduksi obat atau toksin, gangguan metabolik, gangguan secara

mekanis, dan faktor gangguan lingkungan. Manifestasi dari kerusakan hati secara

histologi dapat dibedakan menjadi inflamasi, kerusakan hepatoseluler, nekrosis dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

apoptosis, perubahan vaskuler, regenerasi, fibrosis, dan neoplasia (Burt, et al.,

2012).

Non-alcoholic fatty liver disease merupakan penyakit hati akibat gangguan

metabolik yang memiliki manifestasi terutama steatosis makrovesikular zona 3,

inflamasi, cedera seluler yang ditunjukkan dengan penggelembungan sitologik,

badan Mallory-Denk, atau keduanya serta fibrosis periseluler. Non-alcoholic fatty

liver disease dapat berkembang menjadi NASH yang dapat berujung pada sirosis

(Burt, et al., 2012). Kerusakan hati dapat dideteksi dengan tes fungsi hati melalui

pengukuran aktivitas serum ALT dan AST. Kerusakan sel pada jaringan yang kaya

aminotransferase atau adanya kelainan permeabilitas membran sel menyebabkan

enzim tersebut masuk kedalam darah, sehingga peningkatan aktivitas serum ALT

dan AST dapat digunakan sebagai penanda kerusakan hati (Poynard and Imbert-

Bismut, 2012).

Karbon tetraklorida merupakan salah satu senyawa penginduksi kerusakan

hati. Karbon tetraklorida diaktivasi oleh sitokrom CYP2E1, CYP2B1 atau

CYP2B2, dan kemungkinan juga CYP3A, untuk membentuk CCl3• yang

menyebabkan toksisitas melalui haloalkalasi. Radikal ini juga dapat bereaksi

dengan oksigen untuk membentuk CCl3OO•, suatu radikal yang sangat reaktif yang

menyebabkan toksisitas melalui jalur peroksidasi lipid (Weber, et al., 2003).

Dengan dosis yang sesuai CCl4 dapat menyebabkan steatosis yang ditandai dengan

peningkatan ringan aktivitas serum ALT dan AST (Thapa and Walia, 2007;

Poynard and Imbert-Bismut, 2012).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

Macaranga tanarius L. merupakan tanaman yang tumbuh di daerah tropis

dan memiliki banyak kandungan serta manfaat (Starr et al., 2003). Pemberian

ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari telah

dilaporkan memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan AST tikus

terinduksi CCl4 (Windrawati, 2013). Dari penelitian ini, dilakukan penelitian

lanjutan yang meneliti FHEMM jangka waktu 6 hari pada tikus terinduksi CCl4.

Menurut Harbourne et al. (2013) fitokimia menyusun kurang dari 10%

matriks tanaman, oleh karena itu diperlukan ekstraksi untuk memperoleh sediaan

dengan efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan AST yang lebih poten. Proses

ekstraksi melibatkan pertama-tama difusi pelarut ke sel tanaman, pelarutan

senyawa fitokimia dalam matriks tanaman, dan akhirnya difusi pelarut kaya-

fitokimia keluar dari sel tanaman. Dari ekstrak yang diperoleh dilakukan fraksinasi

yaitu suatu usaha mengisolasi fraksi ekstrak untuk memperoleh sediaan yang lebih

poten dan untuk mengetahui lebih lanjut senyawa yang mungkin bertanggung

jawab terhadap efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan AST.

Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi solid-liquid. Metode

maserasi merupakan metode yang cukup sederhana, sehingga relevan untuk

digunakan dalam eksplorasi senyawa pada daun Macaranga tanarius L. yang

memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan AST. Ekstrak metanol-air

1:1 daun Macaranga tanarius L. telah dibuktikan oleh Windrawati (2013) memiliki

aktivitas hepatoprotektif sehingga tahap lebih lanjut dalam penelitian ini adalah

menguji bagian atau fraksi dari ekstrak tersebut sebagai upaya pengembangan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

sediaan yang lebih poten dan pemahaman lebih lanjut mengenai senyawa yang

bertanggung jawab terhadap aktivitas hepatoprotektif.

Pemilihan pelarut dipilih berdasarkan kemampuan disolusi pelarut

kedalam sel tanaman, solubilisasi senyawa fitokimia dalam matriks tanaman dan

difusinya ke pelarut eksternal (Harbourne et al. 2013). Prinsip umum dari kelarutan

fitokimia dalam pelarut adalah pelarut non-polar akan mengekstraksi senyawa non-

polar, dan senyawa polar akan diekstraksi oleh pelarut polar. Koefisien partisi

menggambarkan polaritas dari suatu senyawa (Houghton and Raman, 1998).

Berdasarkan hal tersebut, pelarut heksan-etanol 1:1 dipilih sebagai pelarut

fraksinasi karena memiliki koefisien partisi yang mirip dengan Macatannin B,

macatannin A, dan chebulagic acid. Heksan-etanol 1:1 yang dihitung

menggunakan perangkat lunak Marvin Sketch memiliki koefisien partisi 2,97, mirip

dengan macatannin B, macatannin A, dan chebulagic acid yang memiliki koefisien

partisi 2,94, 2,76, dan 2,64. Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa ketiga

senyawa tersebut dapat difraksinasi dengan menggunakan pelarut heksan-etanol 1:1

dengan kandungan macatannin B yang paling banyak karena memiliki nilai

koefisien partisi yang paling mirip. Dalam fraksi yang dibuat senyawa yang

terkandung belum dapat dipastikan spesifik mengisolasi tiga senyawa tersebut

namun juga dapat mengandung senyawa lain yang mungkin bersinergi dengan

senyawa yang telah diketahui atau mungkin justru merupakan senyawa utama yang

lebih bertanggung jawab terhadap aktivitas penurunan aktivitas serum ALT dan

AST (Houghton and Raman, 1998).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

Berdasarkan penjabaran di atas, maka fraksi yang diperoleh adalah fraksi

yang memiliki kandungan tiga ellagitannin yang telah diketahui dan diberi nama

chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B, sebab ellagitannin dikenal

memiliki aktivitas antioksidan (Gil et al., 2000; Anderson et al., 2001; Mullen et

al., 2002; Reddy et al., 2007). Senyawa antioksidan merupakan senyawa yang

banyak diteliti sebagai agen hepatoprotektif untuk pengembangan terapi NAFLD

dan diketahui bahwa antioksidan (vitamin E) merupakan terapi farmakologis yang

telah terbukti memberikan manfaat pada penderita NAFLD (Watt, 2015).

Antioksidan juga diketahui dapat menangkap radikal bebas yang dihasilkan oleh

CCl4 sehingga akan mencegah kenaikan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus

terinduksi CCl4.

K. Hipotesis

Pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari dapat mencegah kenaikan

aktivitas serum ALT dan AST pada tikus betina galus Wistar terinduksi CCl4.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari

terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4

merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap

pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel utama

a. Variabel bebas

Variabel bebas dari penelitian ini adalah variasi dosis pemberian

FHEMM jangka panjang 6 hari pada tikus betina galur Wistar terinduksi

CCl4.

b. Variabel tergantung

Variabel tergantung dari penelitian ini adalah aktivitas serum ALT

dan AST setelah pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari pada tikus

betina galur Wistar terinduksi CCl4.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini adalah kondisi

hewan uji, yaitu tikus betina galur Wistar dengan berat badan 130-180 gram

dan umur 2-3 bulan, pemberian FHEMM secara peroral (p.o.) dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

frekuensi pemberian satu kali sehari, selama enam hari berturut-turut

dengan waktu pemberian yang sama, cara pemberian hepatoksin CCl4

melalui rute intraperitoneal (i.p.). Bahan uji yang digunakan adalah daun

Macaranga tanarius L. segar yang dipetik pada pagi hari di bulan Juni (saat

musim kemarau) dari pohon Macaranga tanarius L. yang tumbuh di daerah

Paingan, Maguwoharjo, Sleman.

b. Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah profil

absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi, serta kondisi patologis

hewan uji.

3. Definisi operasional

a. Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.

Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. adalah ekstrak

kental yang diperoleh dengan mengekstraksi 40,0 g serbuk daun dengan 200

mL pelarut metanol-air 1:1 secara maserasi selama 24 jam dengan

kecepatan 140 rpm, kemudian ekstrak cair yang diperoleh, diuapkan

menggunakan rotary vacuum evaporator IKAVAC® dengan suhu 80oC

hingga menjadi ekstrak pekat dan diuapkan menggunakan oven dengan

suhu 50oC hingga menjadi ekstrak kental yang memiliki bobot tetap atau

perbedaan antara dua penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak

lebih dari 0,25%.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

b. Fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.

FHEMM adalah fraksi kental yang diperoleh dengan

memfraksinasi ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.

menggunakan pelarut heksan-etanol 1:1 dengan perbandingan 1:5 secara

maserasi selama 24 jam dengan kecepatan 140 rpm, kemudian fraksi cair

yang diperoleh, dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 50oC hingga

bobot tetap atau perbedaan antara dua penimbangan dengan selang 1 jam

berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.

c. Jangka Panjang

Pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari adalah pemberian

FHEMM dengan frekuensi satu kali sehari selama enam hari berturut-turut.

d. Penurunan aktivitas serum ALT dan AST

Penurunan aktivitas serum ALT dan AST ditandai dengan adanya

perbedaan bermakna antara kelompok kontrol hepatotoksin dan kelompok

perlakuan, dengan aktivitas serum ALT dan AST kelompok perlakuan lebih

rendah daripada kelompok kontrol hepatotoksin.

C. Bahan Penelitian

1. Bahan utama

a. Hewan uji

Hewan uji yang digunakan adalah tikus betina galur Wistar dengan

berat badan 130-180 gram dan berumur 2-3 bulan yang diperoleh dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

b. Bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius L.

segar yang dipetik pada pagi hari di bulan Juni dari pohon Macaranga

tanarius L. yang tumbuh di daerah Paingan, Maguwoharjo, Sleman.

Pengumpulan bahan uji dikerjakan oleh kelompok penelitian yang diketuai

oleh Saudari Penina Kurnia Uly dan dideterminasi di Laboratorium Biologi

Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

2. Bahan kimia

a. Pelarut ekstrak yang digunakan adalah metanol dan aquadest yang dibeli

dari CV. General Lab Yogyakarta.

b. Pelarut fraksi yang digunakan adalah heksan dan etanol yang dibeli dari CV.

General Lab Yogyakarta.

c. Bahan hepatoksin yang digunakan adalah CCl4 yang diperoleh dari

Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

d. Pelarut CCl4 yang digunakan adalah olive oil Bertolli®.

e. Pelarut FHEMM yang digunakan adalah Natrium-Carboxymethyl Cellulosa

1% (CMC-Na 1%) yang diperoleh dari Laboratorium Biofarmasetika,

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

f. Reagen AST/GOT Thermo Scientific® milik Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

g. Reagen ASL/GPT Thermo Scientific® milik Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta

D. Alat Penelitian

1. Alat pembuatan FHEMM

Alat-alat yang digunakan adalah orbital shaker Optima®, timbangan

analitik Mettler Toledo®, oven Memmert®, blender Miyako®, rotary vacuum

evaporator IKAVAC®, penangas air, Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab®,

ayakan no.50 Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab®, moisture balace, serta

alat-alat gelas Pyrex® berupa gelas beker, labu erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur,

batang pengaduk, pipet tetes, corong, labu alas bulat dan cawan porselen.

2. Alat perlakuan hewan uji

Alat-alat yang digunakan adalah timbangan analitik Mettler Toledo®,

spuit injeksi p.o. dan syringe 3 cc Terumo®, spuit injeksi intraperitoneal dan

syringe 1 cc Terumo®, pipa kapiler, serta alat-alat gelas Pyrex® berupa gelas

beker, gelas ukur, labu ukur, batang pengaduk, pipet tetes, corong, dan pipet ukur.

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi tanaman Macaranga tanarius L.

Determinasi tanaman Macaranga tanarius L. dilakukan dengan

mencocokan ciri-ciri tanaman Macaranga tanarius L. yang diperoleh dari Paingan,

Maguwoharjo, Sleman dengan literatur. Determinasi dilakukan di Bagian Biologi

Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius L. segar yang

dipetik pada pagi hari di bulan Juni dari pohon Macaranga tanarius L. di daerah

Paingan, Maguwoharjo, Sleman. Daun Macaranga tanarius L. segar dipetik pada

musim kemarau karena kandungan senyawa antioksidan dan metabolit sekunder

lainnya mengalami peningkatan sebagai bentuk pertahanan tanaman terhadap

kondisi stres lingkungan (radiasi sinar UV, intensitas cahaya tinggi, temperatur,

persediaan air) (Gechev, Breusegem, Stone, Denev, and Laloi, 2006; Ramakrishna

and Ravishankar, 2011; Bartwal, Mall, Lohani, Guru, and Arora, 2013). Waktu

panen dilakukan pada pagi hari karena kandungan metabolit sekunder cenderung

lebih stabil dan lebih banyak pada pagi hari, sedangkan pada siang hari metabolit

sekunder seperti antioksidan banyak digunakan untuk detoksifikasi ROS hasil

metabolisme tanaman dan stres lingkungan (Gechev et al., 2006).

Daun Macaranga tanarius L. yang dipilih adalah daun yang dirasa sudah

matang dan proses diferensiasi tanaman telah selesai, hal ini dilihat dari ukuran

batang tanaman yang memiliki diameter lebih dari 5 cm dan batangnya sudah tidak

berwarna hijau, sehingga tanaman lebih banyak melakukan pertumbuhan sekunder

dan diharapkan kandungan metabolit sekunder yang diperoleh lebih banyak (Plas,

Eijkelboom, and Hagendoorn, 1995).

Daun yang sudah dipanen dicuci dengan air mengalir untuk memisahkan

pengotor lain yang terbawa seperti debu, semut, ataupun bahan asing lainnya, lalu

di angin-anginkan. Ketika sudah tidak terlalu basah langkah selanjutnya dilakukan

perajangan dengan mengiris daun karena ukuran daun cukup lebar. Fungsi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

dilakukanya perajangan adalah untuk mempercepat proses pengeringan. Untuk

menurunkan kadar air bahan sampai ke tingkat yang dipersyaratkan maka dilakukan

pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 29ºC selama 3-4 hari.

3. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L.

Daun Macaranga tanarius L. dicuci bersih dibawah air mengalir, setelah

bersih daun diangin-anginkan hingga tidak tampak basah lagi kemudian untuk

mengoptimalkan pengeringan daun dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil

kemudian dimasukkan kedalam oven dengan suhu 29oC. Daun yang telah kering

disortasi kering dan diserbuk dengan blender Miyako® dan diayak dengan ayakan

nomor 50 Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab® menggunakan Electric Sieve

Shaker Indotest Multi Lab®.

Daun yang sudah kering diserbuk dengan menggunakan blender setelah

disortasi kering untuk memisahkan daun dari benda asing lain dan bagian tanaman

yang tidak diinginkan. Tujuan penyerbukan daun Macaranga tanarius L. adalah

untuk memperpendek jalur yang harus ditempuh oleh pelarut untuk menarik keluar

fitokimia dari matriks tanaman sehingga akan menurunkan waktu yang dibutuhkan

untuk mengekstraksi kandungan fitokimia secara maksimal (Harbourne et al.,

2013). Serbuk yang diperoleh diayak dengan ayakan nomor 50 Electric Sieve

Shaker Indotest Multi Lab® menggunakan Electric Sieve Shaker Indotest Multi

Lab®. Hasil yang diperoleh dari proses ini adalah serbuk daun Macaranga tanarius

L. dengan ukuran partikel lebih kecil dari 300 µm.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

4. Penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L.

Timbang saksama 5,0 gram serbuk kering daun Macaranga tanarius L.

yang sudah diayak, dimasukkan ke dalam alat moisture balance. Bobot serbuk

kering kulit tersebut ditetapkan sebagai bobot mula-mula serbuk, setelah itu

dipanaskan pada suhu 105°C selama 15 menit. Serbuk kering daun Macaranga

tanarius L. yang sudah dipanaskan ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot

serbuk setelah pemanasan. Selisih antara bobot mula-mula serbuk dengan bobot

setelah pemanasan merupakan besarnya penurunan bobot serbuk. Kadar air dari

sampel serbuk daun Macaranga tanarius L. diperoleh dengan menghitung besarnya

penurunan bobot serbuk dibandingkan dengan bobot mula-mula dan dinyatakan

dalam persen.

5. Pembuatan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.

Timbang lebih kurang 40,0 g serbuk daun Macaranga tanarius L.,

direndam dalam 200 mL pelarut metanol-air 1:1, kemudian dimaserasi selama 24

jam sambil digojog menggunakan orbital shaker Optima® dengan kecepatan 140

rpm. Hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Serbuk tanaman di remaserasi

sebanyak 2 kali dengan menambakan 200 mL pelarut metanol-air 1:1 baru. Filtrat

maserasi diuapkan menggunakan rotary vacuum evaporator IKAVAC® dengan

suhu 80oC hingga menjadi ekstrak pekat kemudian diuapkan menggunakan oven

dengan suhu 50 oC hingga menjadi ekstrak kental yang memiliki bobot tetap atau

perbedaan antara dua penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak lebih

dari 0,25%.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

Maserasi dilakukan sambil digojog menggunakan orbital shaker Optima®

dengan kecepatan 140 rpm bertujuan untuk mempercepat proses pengambilan

fitokimia dari matriks tanaman. Maserasi dilakukan selama 24 jam untuk

memastikan fitokimia telah terambil dari matriks tanaman dan pelarut telah jenuh.

Perbandingan serbuk atau ekstrak dengan pelarutnya masing-masing adalah 1:5

dengan tujuan untuk memperoleh lebih banyak fitokimia dari matriks tanaman.

Remaserasi dilakukan dua kali juga untuk mengekstraksi lebih banyak fitokimia

dari matriks tanaman. Penyaringan pada saat ekstraksi digunakan untuk

memisahkan pelarut yang kaya kandungan fitokima dari bahan tanaman (Harbourne

et al., 2013).

Proses penguapan pelarut dari ekstrak dilakukan untuk menguapkan

pelarut dan mendapatkan ekstrak kental. Penguapan dilakukan hingga bobot tetap

atau perbedaan antara dua penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak

lebih dari 0,25% untuk memastikan bahwa pelarut sudah teruapkan semua. Pada

proses pembuatan ekstrak kental, dilakukan penguapan pada suhu cukup tinggi

yaitu 80ºC karena pelarut metanol-air sulit untuk diuapkan pada suhu yang lebih

rendah dan tekanan rotary vacuum evaporator IKAVAC® tidak bisa diatur. Fischer,

Carle, dan Kammerer (2013) melaporkan bahwa ellagitannin tidak mengalami

degradasi bahkan dengan pemanasan hingga 90 ºC. Dalam penelitian ini pembuatan

FHEMM dari serbuk menghasilkan rendemen sebesar 3,51%.

6. Pembuatan FHEMM

Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. difraksinasi dengan

merendam tiap 1,0 g Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. dengan 5,0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

mL pelarut heksan-etanol 1:1 (perbandingan ekstrak-pelarut 1:5), kemudian

dimaserasi selama 24 jam sambil digojog menggunakan orbital shaker Optima®

dengan kecepatan 140 rpm. Hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Residu

ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. di remaserasi sebanyak 2 kali

dengan menambakan pelarut heksan-etanol 1:1 baru dengan jumlah yang sama.

Fraksi cair yang diperoleh, diuapkan menggunakan oven dengan suhu 50oC hingga

menjadi fraksi kental yang memiliki bobot tetap atau perbedaan antara dua

penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.

Sama halnya dengan proses ekstraksi, maserasi dilakukan sambil digojog

menggunakan orbital shaker Optima® dengan kecepatan 140 rpm bertujuan untuk

mempercepat proses pengambilan fitokimia dari matriks tanaman. Maserasi

dilakukan selama 24 jam untuk memastikan fitokimia telah terambil dari matriks

tanaman dan pelarut telah jenuh. Perbandingan serbuk atau ekstrak dengan

pelarutnya masing-masing adalah 1:5 dengan tujuan untuk memperoleh lebih

banyak fitokimia dari matriks tanaman. Remaserasi dilakukan dua kali juga untuk

mengekstraksi lebih banyak fitokimia dari matriks tanaman. Penyaringan pada saat

fraksinasi bertujuan untuk memisahkan pelarut yang kaya kandungan fitokimia

dituju dengan residu ekstrak kental (Harbourne et al., 2013).

Proses penguapan pelarut dari fraksi prinsipnya juga sama dengan

penguapan pelarut dari ekstrak yaitu untuk menguapkan pelarut dan mendapatkan

fraksi kental. Penguapan dilakukan hingga bobot tetap atau perbedaan antara dua

penimbangan dengan selang 1 jam berturut-turut tidak lebih dari 0,25% untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

memastikan bahwa pelarut sudah teruapkan semua. Dari proses pembuatan

FHEMM dari serbuk diperoleh rendemen sebesar 3,51%.

7. Pembuatan agen suspensi CMC-Na 1%

Agen suspensi CMC-Na 1% dibuat dengan cara menimbang sebanyak 5,0

gram CMC-Na. CMC-Na yang telah ditimbang, kemudian ditaburkan kepermukaan

aquadest 200,0 mL. Setelah itu ditambahkan lagi 200,0 mL aquadest sehingga

serbuk CMC-Na terbasahi. CMC-Na tersebut didiamkan selama 24 jam hingga

mengembang. Agen suspensi tersebut kemudian ditambahkan dengan aquadest

hingga 500,0 mL pada labu ukur 500,0 mL.

8. Pembuatan suspensi FHEMM

Suspensi FHEMM tiap harinya dibuat dengan konsentrasi 2,4% sebagai

stok. Sebanyak 0,6 g FHEMM ditimbang kemudian dicampurkan dengan agen

suspensi CMC-Na 1%. Setelah tersuspensi dengan baik, suspensi tersebut

ditambahkan hingga volumenya mencapai 25 ml di dalam labu ukur, lalu digojog

kembali.

9. Pembuatan CCl4 dalam olive oil (1:1)

Janakat dan Al-Merie (2002), serta Dongare, et al. (2013), melakukan

optimasi dosis, rute injeksi, dan waktu pencuplikan CCl4 yang dilarutkan didalam

olive oil dengan perbandingan 1:1, sehingga dalam penelitian ini CCl4 dilarutkan

didalam olive oil Bertoli® dengan konsentrasi yang sama.

10. Penetapan rute injeksi CCl4

Janakat dan Al-Merie (2002), menguji efek rute injeksi CCl4 dengan dosis

2 ml/kgBB yang dilarutkan didalam olive oil dengan perbandingan 1:1 melalui

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

i.p.dan subkutan (s.c.). Peningkatan aktivitas ALT dan AST diperoleh dengan rute

pemberian i.p., sehingga dalam penelitian ini rute pemberian CCl4 secara i.p.

dipilih.

11. Penetapan dosis CCl4

Janakat dan Al-Merie (2002), serta Dongare et al. (2013) melaporkan

bahwa injeksi CCl4 yang dicampur dengan olive oil perbandingan 1:1 melalui

i.p.dengan dosis 2 ml/kgBB merupakan dosis optimum untuk meningkatkan

aktivitas serum ALT dan AST pada tikus tanpa menyebabkan kematian.

Berdasarkan hal tersebut, dosis CCl4 yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2

ml/kgBB.

12. Penetapan waktu pencuplikan darah

Janakat dan Al-Merie (2002), serta Dongare et al. (2013) melaporkan

bahwa pada tikus yang diinduksi CCl4 dalam olive oil perbandingan 1:1 melalui

i.p.dengan dosis 2 ml/kgBB peningkatan aktivitas serum ALT dan AST mencapai

puncaknya pada jam ke-24 dan mengalami penurunan pada jam ke-48.

Uji pendahuluan juga dilakukan untuk menetapkan waktu pencuplikan

darah. Dengan didasarkan penelitian yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie

(2002) serta Dongare et al. (2013), uji pendahuluan dilakukan menggunakan 3 ekor

tikus betina galur Wistar yang diinduksi CCl4 dalam olive oil perbandingan 1:1

secara i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB. Tikus tersebut diambil darahnya melalui sinus

orbitalis pada jam ke-0, jam ke-24 dan jam ke-48 setelah induksi untuk

membuktikan aktivitas serum ALT dan AST mencapai puncaknya pada jam ke-

24 dan mengalami penurunan pada jam ke-48.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

13. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Sejumlah tiga puluh ekor tikus dipilih dan dibagi secara acak ke dalam

enam kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok berisi lima ekor tikus.

Pembagian kelompok pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kelompok I atau kelompok kontrol CMC diberi pensuspensi CMC-Na 1%

secara p.o.satu kali sehari selama enam hari berturut-turut.

b. Kelompok II atau kelompok kontrol CCl4 diberi larutan CCl4 – olive oil dengan

perbandingan 1:1 secara i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB.

c. Kelompok III atau kelompok kontrol FHEMM diberi FHEMM dosis tertinggi

yaitu 137,14 mg/kgBB secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-

turut.

d. Kelompok IV atau kelompok perlakuan dosis I diberi FHEMM dosis 34,28

mg/kgBB secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut kemudian

pada hari ketujuh diberi larutan CCl4 – olive oil dengan perbandingan 1:1

dengan secara i.p. dosis 2 ml/kgBB.

e. Kelompok V atau kelompok perlakuan dosis II diberi FHEMM dosis 68,57

mg/kgBB secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut kemudian

pada hari ketujuh diberi larutan CCl4 – olive oil dengan perbandingan 1:1 secara

i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB.

f. Kelompok VI atau kelompok perlakuan dosis III diberi FHEMM dosis 137,14

mg/kgBB secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut kemudian

pada hari ketujuh diberi larutan CCl4 – olive oil dengan perbandingan 1:1 secara

i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

Pencuplikan darah tiap kelompok dilakukan sesuai dengan hasil uji pendahuluan

yaitu pada jam ke-24 setelah masing-masing perlakuan melalui sinus orbitalis,

untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST-nya.

14. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST

Pemeriksaan sampel darah dan penetapan aktivitas serum ALT dan AST

dilakukan di Laboratorium Pusat Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Hasil pengukuran aktivitas serum ALT dan AST diuji dengan analisis

One-Way ANOVA untuk melihat ada tidaknya perbedaan bermakna antar

kelompok. Analisis One-Way ANOVA mengasumsikan data terdistribusi normal,

sehingga normalitas data diuji terlebih dahulu dengan uji Shapiro-Wilk. Jika data

terbukti terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan analisis One-Way ANOVA

dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui adanya perbedaan bermakna antar

kelompok. Analisis dilanjutkan dengan uji post hoc untuk melihat masing-masing

perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya, berbeda bermakna

(p<0,050) atau berbeda tidak bermakna (p>0,050). Jika diasumsikan memiliki

variansi kelompok sama maka uji post hoc yang digunakan adalah uji Tukey’s

honestly significant difference (Tukey’s HSD), sedangkan jika tidak diasumsikan

variansi kelompok sama maka uji post hoc yang digunakan adalah uji Games-

Howell. Uji yang digunakan untuk menguji kesamaan variansi kelompok adalah uji

Levene.

Pada data yang memiliki distribusi tidak normal maka dilakukan analisis

nonparametrik dengan uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui perbedaan antar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

kelompok. Uji lanjutan dengan uji Mann Whitney dilakukan untuk melihat

perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya bermakna (p<0,05) atau

tidak bermakna (p>0,05).

Nilai kemampuan FHEMM dalam mencegah kerusakan hati dinyatakan

dalam persen efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST. Adapun

rumus yang digunakan untuk menghitung persen efek pencegahan kenaikan

aktivitas serum ALT dan AST adalah sebagai berikut:

[1 −(purata ALT perlakuan − purata ALT kontrol negatif)

(purata ALT kontrol hepatotoksin − purata ALT kontrol negatif)] x 100%

[1 −(purata AST perlakuan − purata AST kontrol negatif)

(purata AST kontrol hepatotoksin − purata AST kontrol negatif)] x 100%

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian

FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina

galur Wistar terinduksi CCl4. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif bahan

alam dan merupakan kelanjutan dari penelitian Windrawati (2013) untuk

mengetahui lebih lanjut fitokimia dalam ekstrak metanol-air daun Macaranga

tanarius L. yang bertanggung jawab terhadap penurunan aktivitas serum ALT dan

AST tikus terinduksi CCl4. Parameter kuantitatif yang digunakan dalam penelitian

ini untuk mengamati kerusakan hati pada tikus adalah aktivitas serum ALT dan

AST hewan uji.

A. Hasil Determinasi Tanaman

Bahan alam yang diteliti manfaatnya dalam penelitian ini adalah daun

Macaranga tanarius L., yang dipetik pada pagi hari di bulan Juni dari pohon

Macaranga tanarius L, di daerah Paingan, Maguwoharjo, Sleman. Determinasi

tanaman Macaranga tanarius L. dilakukan untuk memastikan kebenaran bahan

yang digunakan.

Determinasi Macaranga tanarius L. dilakukan di Laboratorium Biologi

Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Bagian tanaman

yang digunakan dalam determinasi adalah bagian batang, daun, dan bunga. Proses

determinasi dilakukan hingga ke tingkat spesies. Hasil determinasi tersebut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

membuktikan bahwa bahan yang digunakan benar dari tanaman jenis Macaranga

tanarius L. dari suku Euphorbiaceae.

B. Hasil Penetapan Kadar Air Serbuk Daun Macaranga tanarius L.

Penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. dilakukan dengan

tujuan untuk menetapkan kandungan air dalam serbuk tersebut. Penetapan kadar air

dilakukan dengan metode Gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance.

Metode Gravimetri dipilih karena sampel tidak mengandung senyawa volatil dan

diasumsikan selama pengeringan hanya air yang menguap.

Sampel sejumlah 5,0 g ditimbang saksama dalam wadah yang telah ditara,

lalu sampel dikeringkan pada suhu 105ºC selama 15 menit agar kandungan air

dalam sampel menguap. Pengujian ini direplikasi sebanyak 3 kali dan diperoleh

hasil perhitungan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. adalah sebesar

8,76%. Berdasarkan peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor

12 tahun 2014 tentang persyaratan mutu obat tradisional (Kepala Badan

Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2014), syarat serbuk yang baik

adalah kurang dari atau sama dengan 10%. Ditinjau dari kandungan airnya, dapat

dikatakan bahwa serbuk daun Macaranga tanarius L. yang digunakan pada

penelitian ini memiliki mutu yang baik.

C. Hasil Uji Pendahuluan

1. Hasil penetapan dosis hepatotoksin CCl4

Pada penelitian ini digunakan karbon tetraklorida sebagai agen

penginduksi perlemakan hati pada tikus. Menurut Weber et al. (2003) toksisitas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

yang ditimbulkan oleh karbon tetraklorida dipengaruhi oleh dosis. Menurut Thapa

dan Walia (2007) serta didukung dengan pernyataan Poynard dan Imbert-Bismut

(2012), perlemakan hati ditandai dengan kenaikan ringan dari aktivitas serum ALT

dan AST.

Janakat dan Al-Merie (2002), melaporkan bahwa injeksi CCl4 yang

dicampur dengan olive oil perbandingan 1:1 melalui jalur i.p. dengan dosis 2

ml/kgBB merupakan dosis optimum untuk meningkatkan aktivitas serum ALT dan

AST pada tikus tanpa menyebabkan kematian. Pada dua penelitian tersebut injeksi

CCl4 yang dicampur dengan olive oil perbandingan 1:1 melalui i.p. dengan dosis 2

ml/kgBB mengakibatkan peningkatan ringan aktivitas serum ALT dan AST yang

meanandakan terjadinya perlemakan hati. Berdasarkan hal tersebut, dosis CCl4

yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 ml/kgBB.

2. Hasil penentuan waktu pencuplikan darah

Orientasi waktu pencuplikan darah dilakukan dengan tujuan untuk

menentukan waktu pencuplikan darah ketika terjadi perlemakan hati yang ditandai

dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST yang bermakna pada tikus

terinduksi CCl4 secara i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB. Menurut Janakat dan Al-Merie

(2002) serta Dongare et al. (2013) aktivitas serum ALT dan AST tikus terinduksi

CCl4 mengalami peningkatan tertinggi pada jam ke 24, sedangkan pada jam ke 48

aktivitas serum ALT dan AST cenderung kembali menuju normal. Berdasarkan dua

penelitian tersebut, orientasi dilakukan dengan mengukur aktivitas serum ALT dan

AST pada sampel darah tikus terinduksi CCl4 yang diambil melalui sinus orbitalis

pada jam ke 0, 24, dan 48. Hasil pengujian aktivitas serum ALT tikus pada jam ke

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

0, 24, dan 48 dapat dilihat pada tabel I dan gambar 19, sedangkan hasil pengujian

aktivitas serum AST pada jam ke 0, 24, dan 48 dapat dilihat pada tabel I dan gambar

20.

Aktivitas serum ALT digunakan sebagai parameter utama dalam penelitian

ini karena merupakan penanda biokimia kerusakan hati yang spesifik (Poynard and

Imbert-Bismut, 2012). Hasil analisis statistik dengan uji Shapiro-Wilk

menunjukkan bahwa aktivitas serum ALT kelompok orientasi terdistribusi normal

(p>0,050) sehingga dapat dilakukan pengujian dengan uji One-Way ANOVA. Hasil

uji One-Way Anova menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p=0,001) antar

kelompok. Uji Levene menunjukkan bahwa data memiliki variansi yang sama

(p=0,092) sehingga uji post hoc yang digunakan adalah uji yang mengasumsikan

variansi kelompok sama, yaitu uji Tuckey HSD.

Waktu Pencuplikan Purata Aktivitas Serum

ALT ± SE (U/L)

Purata Aktivitas Serum

AST ± SE (U/L)

Jam ke 0 66,8 ± 0,84 154,2 ± 2,1

Jam ke 24 184,0 ± 16,5* 669,6 ± 8,4*

Jam ke 48 62,3 ± 15,6 197,7 ± 9,5*

Tabel I. Aktivitas serum ALT dan AST pada jam ke 0, 24 dan 48 jam setelah induksi CCl4

ket: *berbeda bermakna pada p<0,050 dibandingkan dengan jam ke 0

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

Hasil uji Tuckey HSD menunjukkan bahwa aktivitas serum ALT pada jam

ke 24 berbeda bermakna (p=0,002) dengan jam ke 0. Aktivitas serum ALT pada

jam ke 0 (66,8 ± 0,84 U/L) menggambarkan keadaan normal tikus sebelum terpapar

CCl4, sehingga peningkatan aktivitas serum ALT pada jam ke 24 (184,0 ± 16,5 U/L)

menunjukkan adanya kerusakan hati akibat CCl4. Kerusakan hati menyebabkan

enzim yang terdapat di hati seperti ALT keluar dari sel hati yang rusak dan masuk

ke dalam sirkulasi darah sehingga aktivitas serum ALT yang terukur mengalami

peningkatan, selain itu aktivitas ALT di hati 1000 kali lebih besar daripada aktivitas

di serum, sehingga semakin banyak sel hati yang mati maka aktivitas serum ALT

akan meningkat (Herlong and Mitchell Jr, 2012). Peningkatan aktivitas serum ALT

Gambar 19. Aktivitas serum ALT pada jam ke 0, 24 dan 48 jam setelah induksi CCl4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

ini termasuk dalam peningkatan ringan yang dapat menggambarkan terjadinya

akumulasi lipid hati (Poynard and Imbert-Bismut, 2012).

Aktivitas serum ALT pada jam ke 48 ketika dibandingkan dengan jam ke 0

dengan uji Tuckey HSD menunjukkan hasil berbeda tidak bermakna (p=0,968),

sedangkan perbandingan antara jam ke 24 dan 48 menunjukkan hasil berbeda

bermakna (p=0,001). Dari uji statistik tersebut diketahui bahwa aktivitas serum

ALT setelah jam ke 24 terdapat penurunan dan telah kembali normal pada jam ke

48 (62,3 ± 15,6 U/L). Menurut Herlong dan Mitchell Jr. (2012), aktivitas serum

ALT akan kembali mengalami penurunan hingga rentang normal ketika tidak

terdapat kerusakan sel lebih lanjut. Kecepatan dari penurunan aktivitas tersebut

bergantung pada eliminasinya dari sirkulasi darah. ALT pada manusia

dikatabolisme oleh hati dan menghasilkan waktu paruh plasma 47 ± 10 jam.

Pada penelitian ini aktivitas serum AST juga diukur sebagai parameter

pendukung karena AST paling banyak terdapat di hati dan merupakan salah satu

penanda biokimia kerusakan sel hati. Hasil uji normalitas dengan uji Shapiro-Wilk

dan uji homogenitas variansi dengan uji Levene menunjukkan bahwa aktivitas

serum AST kelompok orientasi terdistribusi normal (p>0,050) dan variansi sama

(p=0,107), sehingga pengujian dilakukan menggunakan One-Way Anova dan

dilanjutkan dengan uji Tuckey HSD. Hasil uji One-Way ANOVA menunjukkan ada

perbedaan bermakna antar kelompok (p=0,000).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

Hasil uji Tuckey HSD menunjukkan bahwa aktivitas serum AST pada jam

24 dibandingan dengan jam ke 0 berbeda bermakna (p=0,000). Hal ini

menunjukkan bahwa aktivitas serum AST pada jam ke 24 setelah induksi CCl4

(669,6 ± 8,4) mengalami peningkatan dari keadaan normalnya pada jam ke 0 (154,2

± 2,1 U/L). Sama halnya dengan ALT, peningkatan ringan aktivitas serum AST

terjadi akibat kerusakan sel hati menyebabkan AST dari sel hati masuk ke sirkulasi

darah dan juga aktivitas AST di hati 1000 kali lebih besar daripada aktivitas di

serum, sehingga semakin banyak sel hati yang mati maka aktivitas serum AST akan

meningkat (Herlong and Mitchell Jr, 2012). Peningkatan ringan aktivitas serum

Gambar 20. Aktivitas serum AST pada jam ke 0, 24 dan 48 jam setelah induksi CCl4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

AST merupakan penanda terjadinya perlemakan hati (Poynard and Imbert-Bismut,

2012).

Aktivitas serum pada jam ke 48 dibanding dengan jam ke 24 berbeda

bermakna (p=0,000), yang artinya setelah jam ke 24 terdapat penurunan aktivitas

serum AST menuju normal karena kerusakan sel hati lebih lanjut tidak terjadi

setelah jam ke 24. Pada jam ke 48 aktivitas serum AST masih berbeda bermakna

(p=0,014) dibanding dengan jam ke 0 yang berarti penurunan aktivitas serum AST

sudah terjadi namun belum mencapai normal. Aktivitas serum AST akan kembali

normal ketika telah tidak ada kerusakan sel lebih lanjut, yang kecepatan

penurunannya akan dipengaruhi oleh kecepatan eliminasi dari sirkulasi darah. Pada

manusia AST dikatabolisme di hati dan menghasilkan waktu paruh plasma 17 ± 5

jam (Herlong and Mitchell Jr., 2012).

Pada jam ke 24, baik aktivitas serum ALT ataupun AST mengalami

peningkatan ringan yang menandakan adanya perlemakan hati. Pada jam ke 48,

aktivitas serum ALT dan AST kembali turun menuju normal, dengan aktivitas

serum ALT secara statistik menunjukkan hasil sudah kembali normal, sedangkan

aktivitas serum AST menunjukkan hasil belum kembali normal. Nilai AST pada

jam ke 48 belum kembali normal dapat disebabkan oleh adanya kerusakan organ

lain, karena berbeda dengan ALT yang dominan berada di hati, AST selain di hati

juga banyak ditemukan di jaringan jantung, dan otot rangka, serta terdapat juga di

ginjal, otak, pankreas, paru-paru, leukosit, dan eritrosit (Poynard and Imbert-

Bismut, 2012). Hati memiliki kemampuan regenerasi sel yang sangat baik (Burt et

al., 2012) sehingga ketika aktivitas serum ALT telah kembali normal, aktivitas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

serum AST belum kembali normal karena pengaruh kerusakan jaringan lain yang

belum tentu memiliki kemampuan regenerasi sebaik hati.

Hasil yang diperoleh dari uji pendahuluan ini mendukung pernyataan

Janakat dan Al-Merie (2002) serta Dongare et al. (2013). Waktu pencuplikan pada

jam ke 24 dipilih karena mampu memberikan kenaikan ringan serum ALT dan

AST, yang menggambarkan terjadinya perlemakan pada tikus. Pada jam ke 48 hati

diduga telah kembali normal sehingga tidak dapat digunakan untuk

menggambarkan kemampuan FHEMM dalam mencegah peningkatan aktivitas

serum ALT dan AST. Pengambilan darah tikus tiap kelompok perlakuan yang

diberi FHEMM disesuaikan dengan hasil uji pendahuluan ini, sehingga darah tikus

diambil melalui sinus orbitalis pada jam ke 24 setelah tikus diinduksi CCl4.

D. Pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap kadar

ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4

Penelitian mengenai pengaruh pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari

terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4

termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan dengan rancangan acak

lengkap pola searah. Pada penelitian ini dilakukan teknik acak sederhana untuk

memilih sampel bahan alam dan sampel hewan uji. Penelitian ini menggunakan

sampel bebas dengan dua kontrol utama yaitu kontrol CMC sebagai kontrol hati

normal dan kontrol CCl4 sebagai kontrol kerusakan hati, ditambah dengan kontrol

FHEMM untuk melihat pengaruh FHEMM terhadap hati tikus normal. Perlakuan

dosis dilakukan dengan 3 variasi dosis pada kelompok yang berbeda untuk melihat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

ada tidaknya kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT dan

AST pada tikus. Setelah diberi perlakuan, sampel darah tikus diambil melalui sinus

orbitalis kemudian aktivitas serum ALT dan AST tikus diukur.

Hasil pengukuran aktivitas serum ALT yang diperoleh, dianalisis dengan

uji Shapiro-Wilk dan uji Levene sehingga diketahui data terdistribusi normal

(p>0,050) dan memiliki variansi yang sama (p=0,113). Data dianalisis dengan One-

Way ANOVA menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p=0,000) kemudian

dilanjutkan dengan uji Tuckey HSD untuk melihat perbedaan masing-masing

kelompok. Tabel II dan Gambar 21 menampilkan hasil pengukuran aktivitas serum

ALT.

Kelompok Purata ± SE Aktivitas

serum ALT (U/L)

Efek Pencegahan Kenaikan

Aktivitas Serum ALT (%)

Kontrol CMC 47,7 ± 1,6b* -

Kontrol CCl4 156,1 ± 7,7a* -

Kontrol FHEMM Dosis

137,14 mg/kgBB 51,5 ± 2,8b* -

Dosis 34,28 mg/kgBB +

CCl4 134,3 ± 8,0a* 20,11

Dosis 68,57 mg/kgBB +

CCl4 60,9 ± 4,2b* 87,82

Dosis 137,14 mg/kgBB +

CCl4 103,5 ± 7,2a* b* 48,52

Tabel II. Hasil pengukuran aktivitas serum ALT

ket: berbeda bermakna pada, a*p<0,050 dibandingkan dengan kontrol CMC; b*p<0,050

dibandingkan dengan kontrol CCl4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

Kelompok Purata ± SE Aktivitas

serum AST (U/L)

Efek Pencegahan Kenaikan

Aktivitas Serum AST (%)

Kontrol CMC 104,9 ± 2,0b* -

Kontrol CCl4 674,3 ± 5,5a* -

Kontrol FHEMM Dosis

137,14 mg/kgBB 108,2 ± 5,1b* -

Dosis 34,28 mg/kgBB +

CCl4 412,5 ± 20,6a* b* 45,98

Dosis 68,57 mg/kgBB +

CCl4 435,9 ± 41,1a* b* 41,87

Dosis 137,14 mg/kgBB +

CCl4 415,6 ± 17,3a* b* 45,34

Tabel III. Hasil pengukuran aktivitas serum AST

ket: berbeda bermakna pada, a*p<0,050 dibandingkan dengan kontrol CMC b*p<0,050

dibandingkan dengan kontrol CCl4

Gambar 21. Grafik hasil pengukuran aktivitas serum ALT

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

Hasil pengukuran aktivitas serum AST diketahui terdistribusi normal

(p>0,050) setelah diuji dengan uji Shapiro-Wilk. Data yang diuji dengan One-way

ANOVA menunjukkan hasil adanya perbedaan bermakna (p=0,000). Uji Levene

menunjukkan variansi data tidak sama (p=0,027), sehingga analisis statistik

dilanjutkan dengan uji post hoc yang tidak mengasumsikan variansi data sama yaitu

uji Games-Howell. Hasil pengukuran aktivitas serum AST ditampilkan pada tabel

III dan gambar 22.

1. Kelompok kontrol CMC

Kontrol CMC bertindak sebagai kontrol negatif dalam penelitian ini.

Tujuan dari kontrol negatif dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas

serum ALT dan AST tikus tanpa adanya pengaruh dari hepatotoksin CCl4 dan

Gambar 22. Grafik hasil pengukuran aktivitas serum AST

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

FHEMM untuk menggambarkan keadaan normal hewan uji yang digunakan.

Kontrol CMC diberi perlakuan yang mirip dengan kelompok perlakuan namun

tanpa pemberian FHEMM dan CCl4 sehingga dapat diketahui aktivitas serum ALT

dan AST tanpa pengaruh FHEMM dan CCl4. Kelompok ini diberi pensuspensi

CMC-Na 1% yang merupakan pensuspensi FHEMM dalam penelitian ini, dengan

pemberian secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut.

Surendran, Eswaran, Vijayakumar, and Rao (2011) melaporkan bahwa

pemberian CMC pada tikus tidak menyebabkan peningkatan aktivitas serum ALT

dan AST tikus, serta hasil pemeriksaan histopatologinya menunjukkan hasil sel hati

normal. Aktivitas serum ALT pada penelitian ini adalah 47,7 ± 1,6 U/L, sedangkan

aktivitas serum AST pada penelitian ini adalah 104,9 ± 2,0 U/L.

2. Kelompok kontrol CCl4

Kontrol CCl4 berfungsi sebagai kontrol hepatotoksin dalam penelitian ini.

Tujuan dari kelompok kontrol hepatoksin adalah untuk melihat peningkatan

aktivitas serum ALT dan AST pada tikus terinduksi CCl4 untuk menggambarkan

kondisi perlemakan hati pada hewan uji yang digunakan. Kontrol hepatotoksin yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah kelompok yang diberi diberi larutan CCl4 –

olive oil dengan perbandingan 1:1 secara i.p. dengan dosis 2 ml/kgBB. Pelarut olive

oil dipilih untuk melarutkan CCl4 karena menurut WHO (1999), CCl4 sukar larut

air. Selain karena dapat digunakan untuk melarutkan CCl4, Olive oil dapat

digunakan sebagai pelarut karena diketahui tidak meningkatkan aktivitas serum

ALT dan AST (Jadhav, Thakare, Suralkar, Deshpande, and Naik, 2010). Jadhav et

al. (2010) melaporkan bahwa tikus yang diberikan olive oil tidak mengalami

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

peningkatan aktivitas serum ALT dan AST, serta hasil pemeriksaan

histopatologinya menunjukkan hasil sel hati normal.

Pada penelitian ini digunakan model perlemakan hati terinduksi CCl4

dengan dosis tunggal, karena perlemakan hati terjadi pada tahap awal kerusakan

hati terinduksi CCl4. Perlemakan hati pada tikus terinduksi CCl4 ditandai dengan

adanya peningkatan ringan aktivitas serum ALT dan AST. Toksisitas CCl4 terutama

merupakan dampak dari metabolitnya. Karbon tetraklorida diaktivasi oleh

CYP2E1, CYP2B1 atau CYP2B2 serta mungkin juga oleh CYP3A untuk

membentuk radikal bebas CCl3•. Dengan adanya oksigen CCl3• dapat membentuk

radikal yang lebih reaktif yaitu CCl3OO•. Beberapa penelitian telah dilakukan

untuk menguji hipotesis mengenai mekanisme terjadinya perlemakan hati oleh CCl4

(Weber et al., 2003).

Salah satu mekanisme yang berperan dalam terjadinya perlemakan hati

adalah adanya inhibisi sekresi lipoprotein ke sirkulasi. Hal ini dikaitkan dengan

terjadinya gangguan fungsi akibat aparatus Golgi hati di tahap awal keracunan CCl4

akut. Aparatus Golgi memiliki peranan fundamental dalam sintesis, maturasi, dan

sekresi VLDL yang berfungsi membawa lipid keluar dari hati. Terjadinya

akumulasi lemak di hati ini paralel dengan terjadinya perubahan fungsi membran

plasma, sehingga toksisitas ini ditandai dengan meningkatnya ALT dan AST di

darah (Weber et al., 2003).

Mekanisme kerusakan utama yang disebabkan oleh metabolit CCl3OO•

adalah melalui proses peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid mempengaruhi

permeabilitas mitokondria, RE, dan plasma membran (Weber et al., 2003).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

Rusaknya RE diketahui juga berkontribusi menyebabkan hilangnya kemampuan

untuk mensintesis protein dan menghasilkan penurunan jumlah produksi kompleks

yang juga berdampak pada perlemakan hati (Timbrell, 2008).

Selain mekanisme perlemakan hati yang telah disebutkan, CCl4

menyebabkan berbagai kerusakan di hati melalui beberapa mekanisme lainnya

dengan menyerang molekul-molekul seluler. Metabolit-metabolit CCl4 yang

menyerang molekul seluler akan menghasilkan ROS, termasuk O2-, H2O2, dan

radikal hidroksil. Banyaknya jumlah ROS yang terbentuk akan menyebabkan

kondisi stres oksidatif, yaitu kondisi disaat kapasitas pertahanan tubuh tidak mampu

untuk menetralisir ROS. ROS juga menyebabkan mekanisme pertahanan

antioksidan semakin melemah. Konsentrasi intraseluler GSH, aktivitas SOD dan

catalase (CAT) akan berkurang, serta juga menyebabkan berkurangnya sistem

detokfikasi yang diproduksi oleh GSH (Bhattacharjee and Sil, 2007).

Mekanisme kerusakan yang disebabkan oleh CCl4 dan manifestasi klinis

yang dihasilkan mirip dengan mekanisme dan manifestasi klinis perlemakan hati

akibat peranan stres oksidatif (Pacana and Sanyal, 2015). Oleh karena itu, kondisi

tikus betina galur Wistar yang terinduksi CCl4 dapat menggambarkan kondisi

perlemakan hati pada tikus. Hasil pengukuran ALT dan AST pada penelitian ini

juga mendukung pernyataan tersebut.

Hasil pengukuran aktivitas serum ALT pada tikus terinduksi CCl4 adalah

156,1 ± 7,7 U/L, sedangkan aktivitas serum AST pada tikus terinduksi CCl4 adalah

674,3 ± 5,5 U/L. Jika dibandingkan dengan hasil kontrol CMC, secara statistik

aktivitas serum ALT berbeda bermakna (p=0,000). Aktivitas serum AST jika

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

dibandingkan dengan hasil kontrol CMC secara statistik juga berbeda bermakna

(p=0,000). Kenaikan aktivitas serum ALT yang merupakan parameter utama dalam

penelitian ini besarnya sekitar 3 kali. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan

bahwa terjadi perlemakan hati pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.

Adanya kenaikan lebih dari 3 kali dapat mengindikasikan bahwa kerusakan yang

terjadi pada hewan uji cenderung bukan steatosis sederhana, namun telah mulai

terjadi juga penggelembungan hepatosit, inflamasi, stres oksidatif, ataupun

kematian sel yang lebih mirip dengan kondisi NASH, penyakit tahap lanjut dari

steatosis (Depner, Lytle, Tripathy, and Jump, 2015).

3. Kelompok kontrol FHEMM

Kontrol FHEMM digunakan untuk melihat pengaruh pemberian FHEMM

jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus normal.

Perlakuan pada kelompok kontrol FHEMM disesuaikan dengan perlakuan pada

kelompok perlakuan namun tanpa pemberian CCl4. Kelompok kontrol FHEMM

diberi FHEMM dosis III secara p.o. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut.

Dosis III dipilih karena diasumsikan aktivitas senyawa pada dosis tertinggi

(137,14 mg/kgBB) adalah yang paling besar sehingga mampu mewakili aktivitas

pada dosis II (68,57 mg/kgBB) dan dosis I (34,28 mg/kgBB). Apabila FHEMM

memiliki efek peningkatan aktivitas serum ALT dan AST pada dosis I dan dosis II,

diduga efek tersebut akan lebih besar pada dosis III, sehingga pengamatan efek

peningkatan aktivitas serum ALT dan AST cukup dilakukan dengan menggunakan

dosis III.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

Hasil statistik aktivitas serum ALT kontrol FHEMM dibandingkan dengan

kontrol CMC berbeda tidak bermakna (p=0,997). Aktivitas serum AST kontrol

FHEMM dibandingkan dengan kontrol CMC secara statistik juga berbeda tidak

bermakna (p=0,987). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis

137,14 mg.kgBB tidak menyebabkan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST

pada tikus betina galur Wistar.

4. Kelompok perlakuan

Kelompok perlakuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kelompok yang mendapatkan pemberian FHEMM jangka panjang 6 hari dan

diinduksi dengan hepatotoksin CCl4. Dalam penelitian ini terdapat tiga kelompok

perlakuan yang diberi perlakuan sama kecuali dosis FHEMM yang diberikan.

Kelompok perlakuan dosis I diberi FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB, kelompok

perlakuan dosis II diberi FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB, sedangkan kelompok

perlakuan dosis III diberi FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB. Tiap kelompok

diberikan FHEMM sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan dengan frekunsi

pemberian satu kali sehari selama enam hari berturut-turut secara p.o. kemudian

pada hari ketujuh diinjeksi CCl4. Pengambilan darah tikus melalui sinus orbitalis

diambil 24 jam setelah injeksi CCl4 sesuai dengan hasil orientasi.

Hasil pengukuran aktivitas serum ALT dan AST kelompok perlakuan

dibandingkan secara statistik dengan kontrol hepatotoksin dan kontrol negatif untuk

dilihat efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur

Wistar terinduksi CCl4. Perbandingan antara masing-masing kelompok perlakuan

juga dilakukan untuk melihat ada tidaknya kekerabatan antara dosis FHEMM

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

dengan efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST tikus betina galur

Wistar terinduksi CCl4.

Aktivitas serum ALT pada tikus yang diberi FHEMM dosis 34,28

mg/kgBB dan CCl4 adalah 134,3 ± 8,0 U/L. Dengan membandingkan hasil ini

dengan kontrol CMC diketahui bahwa terjadi peningkatan aktivitas serum ALT dari

keadaan normal, yang secara statistik berbeda bermakna (p=0,000), sedangkan bila

dibandingkan dengan kontrol CCl4 diketahui bahwa pemberian FHEMM dosis

34,28 mg/kgBB dapat sedikit mencegah kenaikan aktivitas serum ALT, yang secara

statistik berbeda tidak bermakna (p=0,126). Berdasarkan perhitungan dari data yang

diperoleh diketahui bahwa pemberian FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB memiliki

efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT pada tikus betina galur Wistar

terinduksi CCl4 sebesar 20,11%. Walaupun demikian, secara statistik pemberian

FHEMM dosis 134,3 ± 8,0 U/L tidak terbukti memiliki efek pencegahan kenaikan

aktivitas serum ALT pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.

Aktivitas serum AST pada tikus yang diberi FHEMM dosis 34,28

mg/kgBB dan CCl4 adalah 412,5 ± 20,6 U/L. Hasil ini menunjukkan adanya

peningkatan aktivitas serum AST dari keadaan normal, yang secara statistik

berbeda bermakna (p=0,001) terhadap kontrol CMC. Dibandingkan dengan kontrol

CCl4 dapat diketahui terdapat pencegahan kenaikan aktivitas serum AST, yang

secara statistik berbeda bermakna (p=0,001). Dari hasil ini diketahui bahwa secara

statistik terbukti bahwa pemberian FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB dapat mencegah

kenaikan serum AST, dan dari hasil perhitungan pemberian FHEMM dosis 34,28

mg/kgBB memiliki efek pencegahan kenaikan sebesar 45,98%.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

Hasil uji statistik aktivitas serum AST menunjukkan bahwa pemberian

FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB terbukti dapat mencegah kenaikan serum AST,

namun tidak dengan aktivitas serum ALT. Oleh karena itu, hasil ini tidak dapat

membuktikan bahwa pemberian FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB memberikan

proteksi pada hati karena aktivitas serum ALT merupakan penanda yang lebih

spesifik untuk hati (Poynard and Imbert-Bismut, 2012), seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya. Adanya pencegahan kenaikan serum AST dapat

menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis 34,28 mg/kgBB memberikan

proteksi pada jaringan jantung, otot rangka, atau jaringan lain yang banyak

mengandung AST (Poynard and Imbert-Bismut, 2012), namun hal ini perlu diteliti

lebih lanjut untuk diuji kebenarannya.

Aktivitas serum ALT pada tikus terinduksi CCl4 yang telah diberi

FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB adalah 60,9 ± 4,2 U/L. Dengan membandingkan

hasil ini terhadap kelompok kontrol CCl4, dapat terlihat adanya pencegahan

kenaikan aktivitas serum ALT, yang secara statistik berbeda bermakna (p=0,000).

Efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT yang terjadi cukup besar sehingga

bila dibandingkan dengan kontrol CMC, aktivitas serum ALT pada tikus terinduksi

CCl4 yang telah diberi FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB secara statistik perbedaannya

tidak bermakna (p=0,599). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis

68,57 mg/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 secara statistik

terbukti memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas ALT dan dapat

mempertahankan aktivitas serum ALT tetap normal. Dari hasil perhitungan dapat

diketahui pemberian FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB pada tikus betina galur Wistar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

terinduksi CCl4 memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT sebesar

87,82%.

Aktivitas serum AST tikus yang diberi FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB dan

CCl4 adalah 435,9 ± 41,1 U/L. Hasil ini bila dibandingkan dengan dengan

kelompok kontrol CCl4 terdapat penurunan aktivitas serum AST yang secara

statistik berbeda bermakna (p=0,024). Dibandingkan dengan kelompok kontrol

CMC terlihat ada kenaikan aktivitas serum AST yang secara statistik menunjukkan

hasil yang berbeda bermakna (p=0,008). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian

FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4

secara statistik terbukti memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas AST namun

efek pencegahannya tidak cukup besar untuk dapat mempertahankan aktivitas

serum AST tetap normal. Besarnya efek pencegahan kenaikan aktivitas AST pada

tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 yang telah diberi FHEMM dosis 68,57

mg/kgBB adalah 41,87%.

Hasil pemberian FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB pada tikus betina galur

Wistar terinduksi CCl4 menunjukkan efek pencegahan kenaikan aktivitas serum

ALT dan AST yang cukup menjanjikan. Pada pemberian FHEMM dosis 68,57

mg/kgBB aktivitas serum ALT dapat dipertahankan tetap pada keadaan normal,

walaupun tidak demikian dengan aktivitas serum AST. Efek pencegahan kenaikan

aktivitas serum AST tidak sebesar efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT

diduga karena adanya pengaruh kerusakan organ lain yang meningkatkan aktivitas

AST dan tidak terproteksi dengan pemberian FHEMM dosis 68,57 mg/kgBB. Hal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

107

tersebut terkait dengan adanya AST pada jaringan-jaringan lain selain hati (Poynard

and Imbert-Bismut, 2012), seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Aktivitas serum ALT pada tikus terinduksi CCl4 yang telah diberi

FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB adalah 103,5 ± 7,2 U/L. Dibandingkan dengan

kontrol CCl4 hasil ini menunjukkan adanya penurunan yang secara statistik berbeda

bermakna (p=0,000). Bila dibandingkan dengan kontrol CMC, pemberian FHEMM

dosis 137,14 mg/kgBB pada tikus terinduksi CCl4 secara statistik berbeda bermakna

(p=0,000). Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis

137,14 mg/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 terbukti dapat

mencegah kenaikan aktivitas serum ALT, namun efek pencegahannya tidak cukup

besar untuk mempertahankan nilai aktivitas serum ALT tetap normal. Dari hasil

perhitungan dapat diketahui pemberian FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB pada tikus

betina galur Wistar terinduksi CCl4 memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas

serum ALT sebesar 48,52%.

Aktivitas serum AST pada tikus terinduksi CCl4 yang telah diberi

FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB adalah 415,6 ± 17,3 U/L. Hasil ini bila

dibandingkan dengan dengan kelompok kontrol CCl4 terdapat penurunan aktivitas

serum AST yang secara statistik berbeda bermakna (p=0,000). Bila hasil ini

dibandingkan dengan kontrol CMC, secara statistik juga berbeda bermakna

(p=0,000). Hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa pemberian FHEMM dosis

137,14 mg/kgBB pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 terbukti dapat

mencegah kenaikan aktivitas serum AST, namun efek pencegahannya tidak cukup

besar untuk mempertahankan nilai aktivitas serum AST tetap normal. Dari hasil

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108

perhitungan dapat diketahui pemberian FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB pada tikus

betina galur Wistar terinduksi CCl4 memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas

serum AST sebesar 45,34%.

Aktivitas serum ALT dan AST pada tikus betina galur Wistar terinduksi

CCl4 yang telah diberi FHEMM dosis 137,14 mg/kgBB diketahui selaras. Hasil

pengukuran keduanya sama-sama membuktikan bahwa pemberian FHEMM dosis

137,14 mg/kgBB dapat mencegah kenaikan aktivitas serum AST, namun efek

pencegahannya tidak cukup besar untuk mempertahankan nilai aktivitas serum AST

tetap normal.

Pada penelitian ini hubungan antara kelompok perlakuan dibandingkan

untuk melihat kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT

(Gambar 23) dan AST (Gambar 24) tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.

Aktivitas serum ALT dijadikan parameter utama untuk melihat hubungan antar

dosis karena telah dijelaskan bahwa hasil aktivitas serum ALT lebih spesifik untuk

kerusakan hati dibandingkan dengan AST (Poynard and Imbert-Bismut, 2012).

Hasil penelitian menunjukkan aktivitas serum ALT perlakuan dosis 34,28

mg/kgBB secara statistik berbeda bermakna (p=0,000) dan lebih tinggi dari pada

perlakuan dosis 68,57 mg/kgBB, serta berbeda bermakna (p=0,012) dan lebih tinggi

dari pada perlakuan dosis 137,14 mg/kgBB. Akan tetapi, aktivitas serum ALT

perlakuan dosis 137,14 mg/kgBB lebih tinggi dari perlakuan dosis 68,57 mg/kgBB

yang secara statistik berbeda bermakna (p=0,000). Hasil ini menunjukkan tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109

adanya kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT tikus betina

galur Wistar terinduksi CCl4.

Hasil perbandingan aktivitas serum AST perlakuan dosis 34,28 mg/kgBB

secara statistik berbeda bermakna dengan perlakuan dosis 68,57 mg/kgBB

(p=0,994) dan perlakuan dosis 137,14 mg/kgBB (p=1,000). Perbandingan antara

perlakuan dosis 68,57 mg/kgBB dan perlakuan dosis 137,14 mg/kgBB juga

menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,996). Hasil ini menunjukkan tidak

adanya kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum AST tikus betina

galur Wistar terinduksi CCl4.

Gambar 21. Grafik hasil pengukuran aktivitas serum ALT

Gambar 23. Kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum ALT tikus betina

galur Wistar terinduksi CCl4

Ket: berbeda bermakna pada p<0,050; *1 dibandingkan dengan Dosis I + CCl4; *2

dibandingkan dengan Dosis II + CCl4; *3 dibandingkan dengan Dosis III + CCl4

*1 *3

*2 *3

*1 *2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

110

Perlakuan dosis 68,57 mg/kgBB memiliki aktivitas lebih baik

dibandingkan perlakuan dosis 34,28 mg/kgBB karena diduga FHEMM dosis 68,57

mg/kgBB mengandung lebih banyak senyawa aktif dibandingkan dengan FHEMM

dosis 34,28 mg/kgBB. Pada kasus perlakuan dosis 137,14 mg/kgBB, efek

pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT tidak semakin meningkat diduga karena

menurut Berger (2005), antioksidan yang berlebihan justru dapat memperlambat

kecepatan reaksi penetralan radikal bebas. Antioksidan berlebih justru dapat

menurunkan aktivitas GSH yang merupakan penetral radikal bebas karena setelah

ikatan antara radikal bebas dan antioksidan jenuh, maka antioksidan dapat berikatan

dengan GSH sehingga aktivitas GSH yang telah rendah dalam kondisi kerusakan

Gambar 24. Kekerabatan antara dosis FHEMM dengan aktivitas serum AST tikus betina

galur Wistar terinduksi CCl4

Ket: perbandingan antar kelompok berbeda tidak bermakna.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

111

hati semakin menurun, hal ini menunjukkan bahwa FHEMM dosis 137,14

mg/kgBB terlalu tinggi sehingga menyebabkan perlakuan dosis 137,14 mg/kgBB

memiliki efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT yang tidak lebih baik dari

pada dosis 68,57 mg/kgBB. Walaupun begitu, kesimpulan ini merupakan spekulasi

yang perlu diuji kebenaranya.

Pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus terinduksi

CCl4 oleh FHEMM diduga berasal dari kandungan chebulagic acid, macatannin A,

dan macatannin B, namun tidak menutup kemungkinan efek pencegahan kenaikan

aktivitas serum ALT dan AST berasal dari kandungan lain yang terdapat didalam

FHEMM dan/atau merupakan efek sinergi beberapa senyawa yang terkandung

dalam FHEMM. Untuk memastikan efek pencegahan kenaikan serum ALT dan

AST berasal dari chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B diperlukan

purifikasi lebih lanjut atau isolasi masing-masing senyawa sehingga dapat diuji

lebih lanjut pengaruh pemberian senyawa chebulagic acid, macatannin A, dan

macatannin B jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus

betina galur Wistar terinduksi CCl4.

Chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B tergolong sebagai

senyawa Ellagitannin yaitu senyawa polifenol alami yang dikenal memiliki

aktivitas antioksidan pada beberapa tanaman (Gil et al., 2000; Anderson et al.,

2001; Mullen et al., 2002; Reddy et al., 2007). Antioksidan merupakan senyawa

yang berfungsi sebagai penetral radikal bebas dengan mendonorkan elektronnya.

Dengan bertindak sebagai penangkap radikal bebas, antioksidan diduga mampu

mengurangi toksisitas CCl4. Menurut Weber et al. (2003), antioksidan melindungi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

hati dengan memutus rantai reaksi dari peroksidasi lipid pada tikus terinduksi CCl4

dan mencegah terjadinya stres oksidatif.

Mekanisme pertahanan antioksidan pada tikus terinduksi CCl4 ini diduga

akan bermanfaat juga bagi penderita NAFLD melalui kemampuannya dalam

penangkapan radikal bebas dan mencegah terjadinya ketidakseimbangan antara

banyaknya ROS dengan antioksidan tersedia yang dapat menyebabkan stres

oksidatif (Pacana dan Sanyal, 2015). Menurut Bhattacharjee dan Sil (2007), dengan

adanya pemberian antioksidan yang membantu dalam penetralan ROS, kadar SOD

dan CAT yang mengalami penurunan pada kondisi stres oksidatif dapat dipulihkan.

SOD memiliki peranan penting dalam mengeliminasi ROS yang berasal dari proses

peroksidasi jaringan hati. SOD menghilangkan superoxide dengan mengubahnya

menjadi H2O2, yang akan dirubah oleh CAT menjadi air. Pemberian antioksidan

juga dapat memulihkan kadar GSH yang menurun pada kondisi stres oksidatif.

Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa FHEMM mampu mencegahan

kenaikan ringan aktivitas serum ALT dan AST melalui aktivitas antioksidannya.

FHEMM berpotensi untuk memiliki aktivitas penghambatan kenaikan

aktivitas serum ALT dan AST pada tikus terinduksi CCl4 yang lebih baik lagi, sebab

mekanismenya dalam melindungi hati dari steatosis melalui jalur penekanan

lipolisis perifer tidak dijelaskan dalam model kerusakan hati terinduksi dosis

tunggal CCl4 2 ml/kgBB. Chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin B

diketahui merupakan senyawa yang memiliki aktivitas AGI yang poten (Gunawan-

Puteri and Kawabata, 2010). Senyawa dengan aktivitas AGI berpotensi mengontrol

kadar gula darah pada penderita resistensi insulin yang merupakan penyakit

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

113

penyerta dan faktor resiko utama penderita NAFLD. Dengan mengontrol kadar gula

darah, sintesis berlebih insulin yang memicu sintesis trigliserida hepatik dengan

adanya peningkatan lipolisis dan/atau peningkatan asupan lemak (Gaggini et al.,

2013).

Manfaat FHEMM terhadap pencegahan perlemakan hati melalui jalur

lipolisis perifer tidak terdemonstrasikan dengan model perlemakan hati tikus

terinduksi CCl4 dosis tunggal 2ml/kgBB, sehingga penelitian dengan model lain

disarankan. Contoh model tikus resistensi insulin disertai dengan perlemakan hati

yang dapat digunakan untuk mendemonstrasikan kemampuan FHEMM dalam

mencegah perlemakan hati melalui penghambatan lipolisis periferal adalah model

perlemakan hati dan resistensi insulin pada tikus dengan diet lemak tinggi (Fraulob,

Ogg-Diamantino, Fernandes-Santos, Aguila, and Mandarim-de-Lacerda, 2010).

Model lain yang juga dapat digunakan adalah model tikus DM tipe 2 dengan

pemberian larutan fruktosa 10% selama dua minggu, diikuti dengan injeksi i.p.

streptozotocin (Wilson and Islam, 2015).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian dosis 68,57 mg/kgBB

jangka panjang 6 hari terbukti secara statistik memiliki efek pencegahan kenaikan

aktivitas serum ALT dan AST yang paling baik diantara pengujian pada tiga variasi

dosis yang dilakukan, dengan besar efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT

sebesar 87,82% dan efek pencegahan kenaikan aktivitas serum ALT sebesar

41,87%. Dosis FHEMM 68,57 mg/kgBB pada tikus, bila dikonversi ke manusia

maka dosis yang diperlukan adalah 767,98 mg/70 kgBB. Berdasarkan hasil yang

diperoleh diharapkan nantinya pemanfaatan pemberian FHEMM jangka panjang 6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

114

hari atau senyawa yang lebih bertanggung jawab dapat menunda, menghambat,

serta mencegah pengembangan NAFLD menjadi NASH serta sirosis, dan

membantu mempercepat proses perbaikan sel hati.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

115

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dan analisis statistik, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga

tanarius L. jangka panjang 6 hari mampu mencegah kenaikan aktivitas serum

ALT dan AST tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

2. Tidak ada kekerabatan antara dosis fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-

air daun Macaranga tanarius L.dengan aktivitas serum ALT dan AST tikus

betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida

B. Saran

Berdasarkan penelitian ini, disarankan untuk dilakukan penelitian lebih

lanjut mengenai:

1. Pengaruh pemberian senyawa chebulagic acid, macatannin A, dan macatannin

B FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum ALT dan AST tikus

betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

2. Pengaruh pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol daun

Macaranga tanarius L. FHEMM jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum

ALT dan AST tikus resistensi insulin dan perlemakan hati.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

116

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, E.E., 2011, Efek Hepatoprotektif Ekstrak Metanol : Air Daun Macaranga

tanarius (L.) Pada Tikus Jantan Terinduksi Parasetamol, Skripsi,

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Anderson, K.J., Teuber, S.S., Gobeille, A., Cremin, P., Waterhouse, L., and

Steinberg, F.M., 2001,Walnut polyphenolics inhibit in Vitro human

plasma and LDL oxidation, J. Nutr., 131, 2837-2842.

Apte, U., and Krishnamurthy, P., 2012, Detoxification Function of the Liver, in

Monga, S.P., Molecular Pathology of Liver Diseases, Springer, New York,

p. 147.

Bartwal, A., Mall, R., Lohani, P., Guru, S.K., and Arora, S., 2013, Role of

Secondary Metabolites and Brassinosteroids in Plant Defense Against

Environmental Stresses, J. Plant Growth Regul., 32, 216–232.

Bellentani, S., Scagliono, F., Marino, M., and Bedogni, G., 2010, Epidemiology of

Non-Alcoholic Fatty Liver Disease, Dig. Dis., 28, 155-161.

Berger, M.M., 2005, Can Oxidative damage be treated nutritionally?, Clinical

Nutrition, 24, 172-178.

Bhattacharjee, R., and Sil, P.C., 2007, Protein isolate from the herb, Phyllanthus

niruri L. (Euphorbiaceae), plays hepatoprotective role against carbon

tetrachloride induced liver damage via its antioxidant properties, Food and

Chemical Toxicology, 45, 817-216.

Burt, A.D., Portmann, B.C., and Ferrell, L.D., 2012, MacSween’s Pathology of the

Liver, 6th edition, Churchill Livingstone, London, pp. 30-42, 51, 294-298,

300-305, 321-322.

Depner, C.M., Lytle, K.A., Tripathy, S., and Jump, D.B., 2015, ω-3 Fatty Acids and

Nonalcoholic Fatty Liver Disease, in Tirosh, O., (Ed.), Liver Metabolism

and Fatty Liver Disease, CRC Press, Boca Raton, pp. 247-249.

Dhital, R. and Tirosh, O., 2015, Fatty Liver Vulnerability to Hypoxic and

Inflammatory Stress, in Tirosh, O., (Ed.), Liver Metabolism and Fatty

Liver Disease, CRC Press, Boca Raton, p. 28.

Dongare, P.P., Dhande, S.R., Kadam, V.J., 2013, Standarization of Carbon

Tetrachloride-Induced Hepatotoxicity In the Rat, Am J. PharmTech. Res.,

3 (5), 438-445.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

117

Fischer, U.A., Carle, R., and Kammerer, D.R., 2013, Thermal Stability of

Anthocyanins and Colourless Phenolics in Pomegranate (Punica

granatum L.) juices and model solutions, Food Chem., 138 (2-3), 1800-

1809.

Fraulob, J.C., Ogg-Diamantino, R., Fernandes-Santos, C., Aguila, M.B., and

Mandarim-de-Lacerda, C.A., 2010, A Mouse Model of Metabolic

Syndrome: Insulin Resistance, Fatty Liver and Non-Alcoholic Fatty

Pancreas Disease (NAFPD) in C57BL/6 Mice Fed a High Fat Diet, J. Clin.

Biochem. Nutr., 48, 212-223.

Gaggini, M., Morelli, M., Bazzigoli, E., DeFronzo, R., Bugianesi, E., and

Gastaldelli, A., 2013, Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) and

Its Connection with Insulin Resistance, Dyslipidemia, Atherosclerosis and

Coronary Heart Disease, Nutrients, 5, 1544-1560.

Gechev, T.S., Breusegem, F.V., Stone, J.M., Denev, I., and Laloi, C., 2006,

Reactive oxygen species as signals that modulate plant stress responses

and programmed cell death, Bioessays 28, 1091–1101.

Gil, M.I., Tomás-Barberán, F.A., Hess-Pierce, B., Holcroft, D.M., and Kader, A.A.,

2000, Antioxidant activity of pomegranate juice and its relationship with

phenolic composition and processing, J. Agric. Food Chem., 48, 4581-

4589.

Gunawan-Puteri, M., D., and Kawabata, J., 2010, Novel α-glucosidase Inhibitors

From Macaranga tanarius Leaves, Food Chemistry, 123 (2), 384-389.

Hamaguchi, M., Kojima, T., Takeda, N., Nakagawa, T., Taniguchi, H., Fujii, K., et

al., 2005, The Metabolic Syndrome as a Predictor of Nonalcoholic Fatty

Liver Disease, Ann. Intern. Med., 143, 722-728.

Harbourne, N,m Marete,E., Jacquier, J.C.,and O’Riordan, D., 2013, Conventional

extraction techniques for phytochemicals, in Tiwari, B.K., Brunton, N.P.,

Brennan, C.S., (Eds.), Handbook of Plant Food Phytochemical, John Wiley

& Sons, Ltd, Chichester, pp. 400-409.

Herlong, H.F. and Mitchell Jr., M.C., 2012, Laboratory Tests, in Schiff, E.R.,

Maddrey, W.C., and Sorrell, M.F., (Eds.), Schiff’s Diseases of the Liver,

11th edition, John Wiley & Sons Ltd., Chichester, pp. 18-21.

Houghton, P.J., and Raman, A., 1998, Laboratory Handbook for the Fractionation

of Natural Extracts, Springer, Berlin, pp. 7-22.

Integrated Taxonomic Information System, 2015, Standard Report Page:

Macaranga tanarius, ITIS, http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

118

SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=503637, diakses tanggal 14

Mei 2015.

Jadhav, V.B., Thakare, V.N., Suralkar, A.A., Deshpande, A.D., and Naik, S.R.,

2010, Hepatoprotective activity of Luffa acutangula against CCl4 and

rifampin induced liver toxicity in rats: A biochemical and

histopathological evaluation. Indian Journal of Experimental Biology, 48,

822-829.

Janakat, S., and Al-Merie, H., 2002, Optimization of The Dose and Route of

Injection, and Characterization of The Time Course of Carbon

Tetrachloride-Induced Hepatotoxicity in The Rat, J. Pharmacol. Toxicol.

Methods, 48, 41-44.

Kalra, S., Vithalani, M., Gulati, G., Kulkarni, C.M., Kadam, Y., Pallivathukkal, J.,

et al., 2013, Study of Prevalence of Nonalcoholic Fatty Liver Disease

(NAFLD) in Type 2 Diabetes Patients in India (SPRINT), J. Assoc.

Physicians India, 61 (7), 448-453.

Kawakami, S., Harinantenaina, L., Matsunami, K., Otsuka, H., Shinzato, T., and

Takeda, Y., 2008, Macaflavanones A-G, Prenylated Flavanones from the

Leaves of Macaranga tanarius, J. Nat. Prod., 71, 1872-1876.

Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2014,

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat

Tradisional. Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia,

Jakarta.

Kumar, V., Abbas, A.K., and Aster, J.C., 2015, Robbins and Cotran Pathologic

Basis of Disease, 9th edition, Saunders, Philadelphia, pp. 51-52, 60-71,

822-824.

Kuntz, E. and Kuntz, H., 2008, Hepatology Textbook and Atlas, 3rd edition,

Springer, Berlin, p. 102.

Leite, N.C., Salles, G.F., Araujo, A.L., Villela-Nogueira, C.A., and Cardoso, C.R.,

2009, Prevalence and Associated factors of non-alcoholic fatty liver

disease in patients with type-2 diabetes mellitus, Liver Int., 29 (1), 113-

119.

Loomba, R. and Sanyal, A.J., 2013, The Global NAFLD Epidemic, Nat. Rev.

Gastrienterol. Hepatol., 10 (11), 686-690.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

119

Martini, F.H., Nath, J.L., and Bartholomew, E.F., 2015, Fundamentals of Anatomy

and Physiology, 10th edition, Pearson Education, Inc., San Fransisco, p.

911-914.

Mashav, N. and Shibolet, O., 2015, Clinical Aspects of Nonalcoholic Fatty Liver

Disease, in Tirosh, O., (Ed.), Liver Metabolism and Fatty Liver Disease,

CRC Press, Boca Raton, p. 13.

Matsunami, K., Otsuka, H., Kondo, K., Shinzato, T., Kawahata, M., Yamaguchi,

K., et al., 2009, Absolute configuration of (+)-pinoresinol 4-O-[6’’-O-

galloyl]-β-D-glucopyranoside, macarangiosides E, and F isolated from the

leaves of Macaranga tanarius, Phytochemistry, 70, 12771-1285.

Matsunami, K., Takamori, I., Shinzato, T., Aramoto, M., Kondo, K., Otsuka, H., et

al., 2006, Radical-Scavenging Activities of New Megastigmane

Glucosides from Macaranga tanarius (L.) MÜLL.-ARG., Chem. Pharm.

Bull., 54(10) 1403—1407.

Mullen, W., McGinn, J., Lean, M.E., MacLean, M.R., Gardner, P., Duthie, G.G.,

Crozier, A., 2002, Ellagitannins, flavonoids and other phenolics in red

raspberries and their contribution to antioxidant capacity and

vasorelaxation properties, J. Agric. Food Chem., 50, 5191-5196.

Moore, K. L., Agur, A..M., Dalley, A.F., 2015, Essential Clinical Anatomy, 5th

edition, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, pp. 158-162.

Orwa, C., A Mutua, Kindt R , Jamnadass, R., and Anthony, S., 2009, Agroforestree

Database: a tree reference and selection guide, Version 4.0, ICRAF,

http://www.worldagroforestry.org/sites/treedbs/treedatabases.asp, diakses

tanggal 17 Agustus 2015.

Pacana, T. and Sanyal, A., 2015, Clinical Aspects of Nonalcoholic Fatty Liver

Disease, in Tirosh, O., (Ed.), Liver Metabolism and Fatty Liver Disease,

CRC Press, Boca Raton, pp. 232-234.

Phommart, S., Sutthivaiyakit, P., Chimnoi, N., Ruchirawat, S., dan Sutthivaiyakit,

S., 2005, Constituents of the Leaves of Macaranga tanarius, J. Nat. Prod.,

68, 927-930.

Plas, L.H., Eijkelboom, C., and Hagendoorn, M. J., 1995, Relation between Primary

and Secondary Metabolism in Plant Cell Suspensions, Plant Cell, Tissue

and Organ Culture, 43 (2), 111-116.

Poynard, T. and Imbert-Bismut, F., 2012, Laboratory Testing for Liver Disease, in

Boyer, T.D., Manns, M.P., and Sanyal, A.J., (Eds.), Zakim and Boyer’s

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

120

Hepatology: A Textbook of Liver Disease, 6th edition, Saunders,

Philadelphia, pp. 202-203.

Prashanth, M., Ganesh, H.K., Vimal, M.V., John, M., Bandgar,T., Joshi, S.R., et

al., 2009, Prevalence of Nonalcoholic Fatty Liver Disease in Patients with

Type 2 Diabetes Mellitus, J. Assoc. Physicians India, 57, 205-210.

Puri, P., and Sanyal, A.J., 2012, Nonalcoholic Fatty Liver Disease, in Boyer, T.D.,

Manns, M.P., and Sanyal, A.J., (Eds.), Zakim and Boyer’s Hepatology: A

Textbook of Liver Disease, 6th edition, Saunders, Philadelphia, pp. 941,

946.

Ramakrishna, A. and Ravishankar, G.A., 2011, Influence of abiotic stress signals

on secondary metabolites in plants, Plant Signal. Behav., 6 (11), 1720–

1731.

Reddy, M.K., Gupta, S.K., Jacob, M.R., Khan, S.I., and Ferreira, D., 2007,

Antioxidant, Antimalaria and Antimicrobial Activities of Tannin-Rich

Fractions, Ellagitannins and Phenolic Acids from Punica granatum L.,

Planta Med. 73 (5), 461-467.

Riordan, J.D. and Nadeau, J.H., 2014, Modeling progressive non-alcoholic fatty

liver disease in laboratory mouse, Mamm. Genome, 25, 473-486.

Scanlon, V.C. and Sanders, T., 2011, Essentials of Anatomy and Physiology, 6th

edition, F.A. Davis Company, Philadelphia, pp. 414-417.

Starr, F., Starr, K., and Loope, L., 2003, Macaranga tanarius, HEAR,

http://www.hear.org/starr/hiplants/reports/pdf/macaranga_tanarius.pdf,

diakses tanggal 13 Agustus 2015.

Standring, S., Borley, N.R., Collins, P., Crossman A.R., Gatzoulis, M.A., Healy,

J.C., Johnson, D., et al., 2008, Gray’s Anatomy: The Anatomical Basis of

Clinical Practice, 40th edition, Churchill Livingstone, London, pp. 1163,

1174-1175.

Stewart, A.F., and Day, C.P., 2012, Alcoholic Liver Disease, in Boyer, T.D.,

Manns, M.P., and Sanyal, A.J., (Eds.), Zakim and Boyer’s Hepatology: A

Textbook of Liver Disease, 6th edition, Saunders, Philadelphia, p. 494.

Surendran, S., Eswaran, M.B., Vijayakumar, M., and Rao, C.V., 2011, In vitro and

in vivo hepatoprotective activity of Cissampelos pareira against carbon-

tetrachloride induced hepatic damage, Indian Journal of Experimental

Biology, 49, 939-945.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

121

Thapa, B. and Walia, A., 2007, Liver Function Tests and Their Interpretation,

Indian J. Pediatr., 74 (7), 663-671.

Tortora, G.J., and Derrickson, B., 2014, Principles of Anatomy & Physiology, 14th

Edition, John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, pp. 669-670, 909-913.

Trimbell, J.A., 2008, Principles of Biochemical Toxicology, 4th edition, Informa

Healthcare, New York, pp. 309-311.

Vernon, G., Baranova, A., and Younossi, M., 2011, Systematic review: the

epidemiology and natural history of non-alcoholic fatty liver disease and

non-alcoholic steatohepatitis in adults. Aliment Pharmacol Ther, 34, 274-

285.

Wagner, W.L., Herbst, D.R., and Sohmer, S.H., 1999, Manual of the Flowering

Plants of Hawai'I, vol. 1, University of Hawai'i Press, Honolulu, p. 624.

Watt, K.D., 2015, Nonalcoholic Fatty Liver Disease, in Hauser, C., (Ed.), Mayo

Clinic gastroenterology and hepatology board review, 5th edition, Oxford

University Press, New York, p. 329-320.

Weber, L.W., Boll, M., and Stampfl, A., 2003, Hepatotoxicity and Mechanism of

Action of Haloalkanes: Carbon Tetrachloride as a Toxicological Model,

Critical Reviews in Toxicology, 33 (2), 105-136.

Wilson, R.D. and Islam, S., 2015, Effects of White Mulberry (Morus Alba) Leaf

Tea Investigated in Type 2 Diabetes Model of Rats, Acta Pol. Pharm., 72

(1), 153-160.

Windrawati, T.G., 2013, Efek Hepatoprotektif Ekstrak Metanol:Air (50:50) Daun

Macaranga tanarius L. terhadap Kadar ALT-AST Serum pada Tikus

Terinduksi karbon Tetraklorida, Skripsi, Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta.

World Health Organization, 1999, Environmental Health Criteria Carbon

Tetrachloride, WHO Library, Geneva, pp.6-15.

World Health Organization, 2014, The Top 10 Causes of Death, WHO,

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/index1.html, diakses

tanggal 16 Maret 2015.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

122

LAMPIRAN

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

123

Lampiran 1. Foto daun Macaranga tanarius L. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

124

Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

125

Lampiran 3. Foto FHEMM

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

126

Lampiran 4. Foto suspensi FHEMM

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

127

Lampiran 5. Surat Determinasi Tanaman Macaranga tanarius L.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

128

Lampiran 6. Surat ethical clearance penelitian Macaranga tanarius L. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

129

Lampiran 7. Surat keterangan penggunaan IBM SPSS Statistics 22 asli

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

130

UJI STATISTIK DATA ORIENTASI

Kelompok

Case Processing Summary

Kelompok

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

ALT Jam ke-0 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%

Jam ke-24 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%

Jam ke-48 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%

AST Jam ke-0 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%

Jam ke-24 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%

Jam ke-48 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%

Descriptives

Kelompok Statistic Std. Error

ALT Jam ke-0 Mean 66,8333 ,84525

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 63,1965

Upper Bound 70,4701

5% Trimmed Mean .

Median 66,6000

Variance 2,143

Std. Deviation 1,46401

Minimum 65,50

Maximum 68,40

Range 2,90

Interquartile Range .

Lampiran 8. Hasil Uji Statistik Orientasi Pencuplikan Darah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

131

Skewness ,699 1,225

Kurtosis . .

Jam ke-24 Mean 184,0000 16,48949

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 113,0514

Upper Bound 254,9486

5% Trimmed Mean .

Median 181,1000

Variance 815,710

Std. Deviation 28,56064

Minimum 157,00

Maximum 213,90

Range 56,90

Interquartile Range .

Skewness ,452 1,225

Kurtosis . .

Jam ke-48 Mean 62,3333 15,58518

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound -4,7243

Upper Bound 129,3909

5% Trimmed Mean .

Median 49,0000

Variance 728,693

Std. Deviation 26,99432

Minimum 44,60

Maximum 93,40

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

132

Range 48,80

Interquartile Range .

Skewness 1,680 1,225

Kurtosis . .

AST Jam ke-0 Mean 154,2000 2,08167

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 145,2433

Upper Bound 163,1567

5% Trimmed Mean .

Median 153,2000

Variance 13,000

Std. Deviation 3,60555

Minimum 151,20

Maximum 158,20

Range 7,00

Interquartile Range .

Skewness 1,152 1,225

Kurtosis . .

Jam ke-24 Mean 669,5667 8,36985

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 633,5541

Upper Bound 705,5792

5% Trimmed Mean .

Median 661,6000

Variance 210,163

Std. Deviation 14,49701

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

133

Minimum 660,80

Maximum 686,30

Range 25,50

Interquartile Range .

Skewness 1,726 1,225

Kurtosis . .

Jam ke-48 Mean 197,7333 9,55167

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 156,6358

Upper Bound 238,8309

5% Trimmed Mean .

Median 193,1000

Variance 273,703

Std. Deviation 16,54398

Minimum 184,00

Maximum 216,10

Range 32,10

Interquartile Range .

Skewness 1,161 1,225

Kurtosis . .

Tests of Normality

Kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

ALT Jam ke-0 ,230 3 . ,981 3 ,736

Jam ke-24 ,207 3 . ,992 3 ,832

Jam ke-48 ,356 3 . ,817 3 ,156

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

134

AST Jam ke-0 ,276 3 . ,942 3 ,537

Jam ke-24 ,375 3 . ,774 3 ,053

Jam ke-48 ,277 3 . ,941 3 ,532

a. Lilliefors Significance Correction

Oneway

Notes

Output Created 05-OCT-2015 16:33:44

Comments

Input Data E:\SKRIPSI\NASKAH SKRIPSI\Revisi II\Olah Data\DATA

ORIENTASI.sav

Active Dataset DataSet2

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 9

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.

Cases Used Statistics for each analysis are based on cases with no missing data

for any variable in the analysis.

Syntax ONEWAY ALT AST BY Kelompok

/STATISTICS HOMOGENEITY

/MISSING ANALYSIS

/POSTHOC=TUKEY ALPHA(0.05).

Resources Processor Time 00:00:00,05

Elapsed Time 00:00:00,17

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

ALT 3,654 2 6 ,092

AST 3,315 2 6 ,107

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

135

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

ALT Between Groups 28551,056 2 14275,528 27,692 ,001

Within Groups 3093,093 6 515,516

Total 31644,149 8

AST Between Groups 490124,647 2 245062,323 1479,646 ,000

Within Groups 993,733 6 165,622

Total 491118,380 8

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Tukey HSD

Dependent Variable (I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.

ALT Jam ke-0 Jam ke-24 -117,16667* 18,53853 ,002

Jam ke-48 4,50000 18,53853 ,968

Jam ke-24 Jam ke-0 117,16667* 18,53853 ,002

Jam ke-48 121,66667* 18,53853 ,001

Jam ke-48 Jam ke-0 -4,50000 18,53853 ,968

Jam ke-24 -121,66667* 18,53853 ,001

AST Jam ke-0 Jam ke-24 -515,36667* 10,50785 ,000

Jam ke-48 -43,53333* 10,50785 ,014

Jam ke-24 Jam ke-0 515,36667* 10,50785 ,000

Jam ke-48 471,83333* 10,50785 ,000

Jam ke-48 Jam ke-0 43,53333* 10,50785 ,014

Jam ke-24 -471,83333* 10,50785 ,000

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

136

Multiple Comparisons

Tukey HSD

Dependent Variable (I) Kelompok (J) Kelompok

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

ALT Jam ke-0 Jam ke-24 -174,0480 -60,2854

Jam ke-48 -52,3813 61,3813

Jam ke-24 Jam ke-0 60,2854 174,0480

Jam ke-48 64,7854 178,5480

Jam ke-48 Jam ke-0 -61,3813 52,3813

Jam ke-24 -178,5480 -64,7854

AST Jam ke-0 Jam ke-24 -547,6076 -483,1257

Jam ke-48 -75,7743 -11,2924

Jam ke-24 Jam ke-0 483,1257 547,6076

Jam ke-48 439,5924 504,0743

Jam ke-48 Jam ke-0 11,2924 75,7743

Jam ke-24 -504,0743 -439,5924

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets

ALT

Tukey HSDa

Kelompok N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Jam ke-48 3 62,3333

Jam ke-0 3 66,8333

Jam ke-24 3 184,0000

Sig. ,968 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

137

AST

Tukey HSDa

Kelompok N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Jam ke-0 3 154,2000

Jam ke-48 3 197,7333

Jam ke-24 3 669,5667

Sig. 1,000 1,000 1,000

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

138

DATA ALT PENELITIAN

Kelompok

Case Processing Summary

Kelompok

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

ALT Kontrol CMC 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%

Kontrol CCL4 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%

Kontrol FHEMM 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%

Dosis I + CCl4 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%

Dosis II + CCl4 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%

Dosis III + CCl4 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%

Descriptives

Kelompok Statistic Std. Error

ALT Kontrol CMC Mean 47,6600 1,63236

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 43,1278

Upper Bound 52,1922

5% Trimmed Mean 47,5944

Median 46,2000

Variance 13,323

Std. Deviation 3,65007

Minimum 44,30

Maximum 52,20

Range 7,90

Interquartile Range 7,05

Lampiran 9. Hasil Uji Statistik Data ALT Penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

139

Skewness ,519 ,913

Kurtosis -2,762 2,000

Kontrol CCL4 Mean 156,0600 7,65713

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 134,8004

Upper Bound 177,3196

5% Trimmed Mean 155,5611

Median 157,0000

Variance 293,158

Std. Deviation 17,12186

Minimum 140,00

Maximum 181,10

Range 41,10

Interquartile Range 31,45

Skewness ,646 ,913

Kurtosis -,376 2,000

Kontrol FHEMM Mean 51,5000 2,85167

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 43,5825

Upper Bound 59,4175

5% Trimmed Mean 51,4111

Median 48,4000

Variance 40,660

Std. Deviation 6,37652

Minimum 45,80

Maximum 58,80

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

140

Range 13,00

Interquartile Range 12,25

Skewness ,520 ,913

Kurtosis -3,163 2,000

Dosis I + CCl4 Mean 134,3200 8,03532

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 112,0104

Upper Bound 156,6296

5% Trimmed Mean 135,1556

Median 144,2000

Variance 322,832

Std. Deviation 17,96753

Minimum 105,40

Maximum 148,20

Range 42,80

Interquartile Range 30,10

Skewness -1,389 ,913

Kurtosis 1,160 2,000

Dosis II + CCl4 Mean 60,9400 4,23020

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 49,1951

Upper Bound 72,6849

5% Trimmed Mean 61,0389

Median 57,5000

Variance 89,473

Std. Deviation 9,45902

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

141

Minimum 48,70

Maximum 71,40

Range 22,70

Interquartile Range 17,40

Skewness -,060 ,913

Kurtosis -1,704 2,000

Dosis III + CCl4 Mean 103,5400 7,20469

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 83,5366

Upper Bound 123,5434

5% Trimmed Mean 103,7000

Median 105,4000

Variance 259,538

Std. Deviation 16,11018

Minimum 80,20

Maximum 124,00

Range 43,80

Interquartile Range 27,85

Skewness -,402 ,913

Kurtosis ,808 2,000

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

142

Tests of Normality

Kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

ALT Kontrol CMC ,255 5 ,200* ,854 5 ,208

Kontrol CCL4 ,223 5 ,200* ,905 5 ,439

Kontrol FHEMM ,287 5 ,200* ,801 5 ,083

Dosis I + CCl4 ,309 5 ,134 ,825 5 ,128

Dosis II + CCl4 ,242 5 ,200* ,906 5 ,444

Dosis III + CCl4 ,168 5 ,200* ,985 5 ,961

*. This is a lower bound of the true significance.

a. Lilliefors Significance Correction

Oneway

Notes

Output Created 05-OCT-2015 16:26:00

Comments

Input Data E:\SKRIPSI\NASKAH SKRIPSI\Revisi II\Olah Data\DATA baru

SKRIPSI revisi.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 30

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.

Cases Used Statistics for each analysis are based on cases with no missing data

for any variable in the analysis.

Syntax ONEWAY ALT BY Kelompok

/STATISTICS HOMOGENEITY

/PLOT MEANS

/MISSING ANALYSIS

/POSTHOC=TUKEY ALPHA(0.05).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

143

Resources Processor Time 00:00:00,36

Elapsed Time 00:00:00,56

Test of Homogeneity of Variances

ALT

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2,014 5 24 ,113

ANOVA

ALT

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 52990,834 5 10598,167 62,404 ,000

Within Groups 4075,936 24 169,831

Total 57066,770 29

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Dependent Variable: ALT

Tukey HSD

(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound

Kontrol CMC Kontrol CCL4 -108,40000* 8,24210 ,000 -133,8840

Kontrol FHEMM -3,84000 8,24210 ,997 -29,3240

Dosis I + CCl4 -86,66000* 8,24210 ,000 -112,1440

Dosis II + CCl4 -13,28000 8,24210 ,599 -38,7640

Dosis III + CCl4 -55,88000* 8,24210 ,000 -81,3640

Kontrol CCL4 Kontrol CMC 108,40000* 8,24210 ,000 82,9160

Kontrol FHEMM 104,56000* 8,24210 ,000 79,0760

Dosis I + CCl4 21,74000 8,24210 ,126 -3,7440

Dosis II + CCl4 95,12000* 8,24210 ,000 69,6360

Dosis III + CCl4 52,52000* 8,24210 ,000 27,0360

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

144

Kontrol FHEMM Kontrol CMC 3,84000 8,24210 ,997 -21,6440

Kontrol CCL4 -104,56000* 8,24210 ,000 -130,0440

Dosis I + CCl4 -82,82000* 8,24210 ,000 -108,3040

Dosis II + CCl4 -9,44000 8,24210 ,857 -34,9240

Dosis III + CCl4 -52,04000* 8,24210 ,000 -77,5240

Dosis I + CCl4 Kontrol CMC 86,66000* 8,24210 ,000 61,1760

Kontrol CCL4 -21,74000 8,24210 ,126 -47,2240

Kontrol FHEMM 82,82000* 8,24210 ,000 57,3360

Dosis II + CCl4 73,38000* 8,24210 ,000 47,8960

Dosis III + CCl4 30,78000* 8,24210 ,012 5,2960

Dosis II + CCl4 Kontrol CMC 13,28000 8,24210 ,599 -12,2040

Kontrol CCL4 -95,12000* 8,24210 ,000 -120,6040

Kontrol FHEMM 9,44000 8,24210 ,857 -16,0440

Dosis I + CCl4 -73,38000* 8,24210 ,000 -98,8640

Dosis III + CCl4 -42,60000* 8,24210 ,000 -68,0840

Dosis III + CCl4 Kontrol CMC 55,88000* 8,24210 ,000 30,3960

Kontrol CCL4 -52,52000* 8,24210 ,000 -78,0040

Kontrol FHEMM 52,04000* 8,24210 ,000 26,5560

Dosis I + CCl4 -30,78000* 8,24210 ,012 -56,2640

Dosis II + CCl4 42,60000* 8,24210 ,000 17,1160

Multiple Comparisons

Dependent Variable: ALT

Tukey HSD

(I) Kelompok (J) Kelompok

95% Confidence Interval

Upper Bound

Kontrol CMC Kontrol CCL4 -82,9160

Kontrol FHEMM 21,6440

Dosis I + CCl4 -61,1760

Dosis II + CCl4 12,2040

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

145

Dosis III + CCl4 -30,3960

Kontrol CCL4 Kontrol CMC 133,8840

Kontrol FHEMM 130,0440

Dosis I + CCl4 47,2240

Dosis II + CCl4 120,6040

Dosis III + CCl4 78,0040

Kontrol FHEMM Kontrol CMC 29,3240

Kontrol CCL4 -79,0760

Dosis I + CCl4 -57,3360

Dosis II + CCl4 16,0440

Dosis III + CCl4 -26,5560

Dosis I + CCl4 Kontrol CMC 112,1440

Kontrol CCL4 3,7440

Kontrol FHEMM 108,3040

Dosis II + CCl4 98,8640

Dosis III + CCl4 56,2640

Dosis II + CCl4 Kontrol CMC 38,7640

Kontrol CCL4 -69,6360

Kontrol FHEMM 34,9240

Dosis I + CCl4 -47,8960

Dosis III + CCl4 -17,1160

Dosis III + CCl4 Kontrol CMC 81,3640

Kontrol CCL4 -27,0360

Kontrol FHEMM 77,5240

Dosis I + CCl4 -5,2960

Dosis II + CCl4 68,0840

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

146

Homogeneous Subsets

ALT

Tukey HSDa

Kelompok N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Kontrol CMC 5 47,6600

Kontrol FHEMM 5 51,5000

Dosis II + CCl4 5 60,9400

Dosis III + CCl4 5 103,5400

Dosis I + CCl4 5 134,3200

Kontrol CCL4 5 156,0600

Sig. ,599 1,000 ,126

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

147

DATA PENELITIAN AST

Kelompok

Case Processing Summary

Kelompok

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

AST Kontrol CMC 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%

Kontrol CCL4 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%

Kontrol FHEMM 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%

Dosis I + CCl4 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%

Dosis II + CCl4 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%

Dosis III + CCl4 5 100,0% 0 0,0% 5 100,0%

Descriptives

Kelompok Statistic Std. Error

AST Kontrol CMC Mean 104,9200 1,99183

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 99,3898

Upper Bound 110,4502

5% Trimmed Mean 104,9944

Median 106,8000

Variance 19,837

Std. Deviation 4,45387

Minimum 99,50

Maximum 109,00

Range 9,50

Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Data AST Penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

148

Interquartile Range 8,60

Skewness -,513 ,913

Kurtosis -2,902 2,000

Kontrol CCL4 Mean 674,3200 5,51538

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 659,0069

Upper Bound 689,6331

5% Trimmed Mean 674,4056

Median 678,4000

Variance 152,097

Std. Deviation 12,33276

Minimum 660,80

Maximum 686,30

Range 25,50

Interquartile Range 24,20

Skewness -,375 ,913

Kurtosis -3,072 2,000

Kontrol FHEMM Mean 108,2000 5,12104

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 93,9817

Upper Bound 122,4183

5% Trimmed Mean 107,7389

Median 106,9000

Variance 131,125

Std. Deviation 11,45098

Minimum 98,00

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

149

Maximum 126,70

Range 28,70

Interquartile Range 19,45

Skewness 1,287 ,913

Kurtosis 1,701 2,000

Dosis I + CCl4 Mean 412,5000 20,55646

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 355,4261

Upper Bound 469,5739

5% Trimmed Mean 412,3556

Median 412,2000

Variance 2112,840

Std. Deviation 45,96564

Minimum 350,40

Maximum 477,20

Range 126,80

Interquartile Range 77,65

Skewness ,129 ,913

Kurtosis 1,095 2,000

Dosis II + CCl4 Mean 435,9400 41,14942

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 321,6909

Upper Bound 550,1891

5% Trimmed Mean 434,8111

Median 429,3000

Variance 8466,373

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

150

Std. Deviation 92,01290

Minimum 321,10

Maximum 571,10

Range 250,00

Interquartile Range 158,70

Skewness ,485 ,913

Kurtosis ,909 2,000

Dosis III + CCl4 Mean 415,6000 17,28193

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 367,6177

Upper Bound 463,5823

5% Trimmed Mean 415,7444

Median 417,8000

Variance 1493,325

Std. Deviation 38,64356

Minimum 359,80

Maximum 468,80

Range 109,00

Interquartile Range 58,00

Skewness -,167 ,913

Kurtosis 1,924 2,000

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

151

Tests of Normality

Kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

AST Kontrol CMC ,264 5 ,200* ,842 5 ,170

Kontrol CCL4 ,249 5 ,200* ,830 5 ,140

Kontrol FHEMM ,244 5 ,200* ,884 5 ,330

Dosis I + CCl4 ,188 5 ,200* ,983 5 ,951

Dosis II + CCl4 ,185 5 ,200* ,983 5 ,949

Dosis III + CCl4 ,266 5 ,200* ,920 5 ,531

*. This is a lower bound of the true significance.

a. Lilliefors Significance Correction

Oneway

Notes

Output Created 05-OCT-2015 16:29:56

Comments

Input Data E:\SKRIPSI\NASKAH SKRIPSI\Revisi II\Olah Data\DATA baru

SKRIPSI revisi.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 30

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.

Cases Used Statistics for each analysis are based on cases with no missing data

for any variable in the analysis.

Syntax ONEWAY AST BY Kelompok

/STATISTICS HOMOGENEITY

/PLOT MEANS

/MISSING ANALYSIS

/POSTHOC=GH ALPHA(0.05).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

152

Resources Processor Time 00:00:00,44

Elapsed Time 00:00:00,44

Test of Homogeneity of Variances

AST

Levene Statistic df1 df2 Sig.

3,084 5 24 ,027

ANOVA

AST

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1194342,520 5 238868,504 115,809 ,000

Within Groups 49502,388 24 2062,600

Total 1243844,908 29

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Dependent Variable: AST

Games-Howell

(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound

Kontrol CMC Kontrol CCL4 -569,40000* 5,86403 ,000 -594,3613

Kontrol FHEMM -3,28000 5,49476 ,987 -26,3759

Dosis I + CCl4 -307,58000* 20,65273 ,001 -404,5597

Dosis II + CCl4 -331,02000* 41,19760 ,008 -525,8997

Dosis III + CCl4 -310,68000* 17,39633 ,000 -392,0449

Kontrol CCL4 Kontrol CMC 569,40000* 5,86403 ,000 544,4387

Kontrol FHEMM 566,12000* 7,52625 ,000 538,5827

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

153

Dosis I + CCl4 261,82000* 21,28350 ,001 167,3878

Dosis II + CCl4 238,38000* 41,51739 ,024 45,1059

Dosis III + CCl4 258,72000* 18,14068 ,000 180,0139

Kontrol FHEMM Kontrol CMC 3,28000 5,49476 ,987 -19,8159

Kontrol CCL4 -566,12000* 7,52625 ,000 -593,6573

Dosis I + CCl4 -304,30000* 21,18474 ,000 -399,0541

Dosis II + CCl4 -327,74000* 41,46685 ,007 -521,2560

Dosis III + CCl4 -307,40000* 18,02471 ,000 -386,4043

Dosis I + CCl4 Kontrol CMC 307,58000* 20,65273 ,001 210,6003

Kontrol CCL4 -261,82000* 21,28350 ,001 -356,2522

Kontrol FHEMM 304,30000* 21,18474 ,000 209,5459

Dosis II + CCl4 -23,44000 45,99829 ,994 -207,8062

Dosis III + CCl4 -3,10000 26,85578 1,000 -101,9638

Dosis II + CCl4 Kontrol CMC 331,02000* 41,19760 ,008 136,1403

Kontrol CCL4 -238,38000* 41,51739 ,024 -431,6541

Kontrol FHEMM 327,74000* 41,46685 ,007 134,2240

Dosis I + CCl4 23,44000 45,99829 ,994 -160,9262

Dosis III + CCl4 20,34000 44,63115 ,996 -164,6663

Dosis III + CCl4 Kontrol CMC 310,68000* 17,39633 ,000 229,3151

Kontrol CCL4 -258,72000* 18,14068 ,000 -337,4261

Kontrol FHEMM 307,40000* 18,02471 ,000 228,3957

Dosis I + CCl4 3,10000 26,85578 1,000 -95,7638

Dosis II + CCl4 -20,34000 44,63115 ,996 -205,3463

Multiple Comparisons

Dependent Variable: AST

Games-Howell

(I) Kelompok (J) Kelompok

95% Confidence Interval

Upper Bound

Kontrol CMC Kontrol CCL4 -544,4387

Kontrol FHEMM 19,8159

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

154

Dosis I + CCl4 -210,6003

Dosis II + CCl4 -136,1403

Dosis III + CCl4 -229,3151

Kontrol CCL4 Kontrol CMC 594,3613

Kontrol FHEMM 593,6573

Dosis I + CCl4 356,2522

Dosis II + CCl4 431,6541

Dosis III + CCl4 337,4261

Kontrol FHEMM Kontrol CMC 26,3759

Kontrol CCL4 -538,5827

Dosis I + CCl4 -209,5459

Dosis II + CCl4 -134,2240

Dosis III + CCl4 -228,3957

Dosis I + CCl4 Kontrol CMC 404,5597

Kontrol CCL4 -167,3878

Kontrol FHEMM 399,0541

Dosis II + CCl4 160,9262

Dosis III + CCl4 95,7638

Dosis II + CCl4 Kontrol CMC 525,8997

Kontrol CCL4 -45,1059

Kontrol FHEMM 521,2560

Dosis I + CCl4 207,8062

Dosis III + CCl4 205,3463

Dosis III + CCl4 Kontrol CMC 392,0449

Kontrol CCL4 -180,0139

Kontrol FHEMM 386,4043

Dosis I + CCl4 101,9638

Dosis II + CCl4 164,6663

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

155

Angka konversi tikus 200 gBB ke manusia 70 kgBB =56,0

Dosis untuk manusia = dosis tikus 200 gBB x angka konversi ke manusia

Dosis FHEMM untuk manusia adalah :

I. FHEMM 34,28 mg/kgBB tikus :

34,28 mg/kgBB = 0,03428 g/kgBB

= 0,03428 g/1000gBB

= 0,006856 g/200gBB

0,006856 g/200gBB x 56,0 = 0,383936 g/70kgBB manusia

≈ 0,384 g/70kgBB manusia

II. FHEMM 68,57 mg/kgBB tikus :

68,57 mg/kgBB = 0,06857 g/kgBB

= 0,06857 g/1000gBB

= 0,013714 g/200gBB

0,013714 g/200gBB x 56,0 = 0,767984 g/70kgBB manusia

≈ 0,768 g/70kgBB manusia

III. FHEMM 137,14 mg/kgBB tikus :

137,14 mg/kgBB = 0,13714 g/kgBB

= 0,13714 g/1000gBB

= 0,027428 g/200gBB

0,027428 g/200gBB x 56,0 = 1,535968 g/70kgBB manusia

≈ 1,536 g/70kgBB manusia

Lampiran 11. Perhitungan konversi dosis ke manusia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

156

1 hari tikus = 1,2 bulan manusia

6 hari tikus = 6 x 1 hari tikus

= 6 x 1,2 bulan manusia

= 7,2 bulan manusia

Lampiran 12. Perhitungan konversi waktu tikus ke manusia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

157

Replikasi I

Kadar air = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴−𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐵

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴𝑥100%

= 5,014 𝑔−4,561𝑔

5,014𝑔𝑥100% = 9,03%

Replikasi II

Kadar air = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴−𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐵

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴𝑥100%

= 5,027 𝑔−4,589𝑔

5,027𝑔𝑥100% = 8,71%

Replikasi III

Kadar air = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴−𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐵

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴𝑥100%

= 5,022 𝑔−4,593𝑔

5,022𝑔𝑥100% = 8,54%

Rata-rata = 𝑅𝑒𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐼+𝑅𝑒𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐼𝐼+𝑅𝑒𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐼𝐼𝐼

3

= 9,03%+8,71%+8,54%

3

= 8,76%

Lampiran 13. Perhitungan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

158

Bobot total FHEMM

=𝑅𝑒𝑝 1 + ⋯ + 𝑅𝑒𝑝 14

14

= (2,0589g + 1,3414g + 0,5518g + 2,401g +2,1897g + 0,7377g + 0,3938g +

1,4510g + 0,1592g + 4,4791g + 2,1923g + 1,7528g + 5,3613g + 1,8711g) :

14

= 30,2727 g

Bobot total serbuk daun

=𝑅𝑒𝑝 1 + ⋯ + 𝑅𝑒𝑝 18

18

= (40,01g + 40,16g + 40,3423g + 40,2263g + 40,3297g +40,10g + 40,25g +

20,39g + 40,00g + 40,03g +40,03g + 40,02g +40,09g + 40,03g + 40,03g +

40,50g + 40,05g + 40,03g + 40,04g +40,02g +40,00g + 40,02g) : 18

= 862,6983 g

Persen rendemen = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐹𝐻𝐸𝑀𝑀

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑑𝑎𝑢𝑛 𝑥100%

= 30,2727𝑔

862,6983 𝑥100% = 3,51%

Lampiran 14. Perhitungan persen rendemen FHEMM PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

159

ALT dan AST

Rumus perhitungan persen hepatoprotektif :

[1 −(purata ALT perlakuan − purata ALT kontrol negatif)

(purata ALT kontrol hepatotoksin − purata ALT kontrol negatif)] x 100%

[1 −(purata AST perlakuan − purata AST kontrol negatif)

(purata AST kontrol hepatotoksin − purata AST kontrol negatif)] x 100%

Perhitungan persen hepatoprotektif ALT :

Dosis 34,28 mg/kgBB

[1 −(134,3 − 47,7)

(156,1 − 47,7)] x 100% = 20,11%

Dosis 68,57 mg/kgBB

[1 −(60,9 − 47,7)

(156,1 − 47,7)] x 100% = 87,82%

Dosis 137,14 mg/kgBB

[1 −(103,5 − 47,7)

(156,1 − 47,7)] x 100% = 48,52%

Perhitungan persen hepatoprotektif AST :

Dosis 34,28 mg/kgBB

[1 −(412,5 − 104,9)

(674,3 − 104,9)] x 100% = 45,98%

Dosis 68,57 mg/kgBB

[1 −(435,9 − 104,9)

(674,3 − 104,9)] x 100% = 41,87%

Lampiran 15. Perhitungan persen efek pencegahan kenaikan aktivitas

ALT dan AST

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

160

Dosis 137,14 mg/kgBB

[1 −(415,6 − 104,9)

(674,3 − 104,9)] x 100% = 45,34%

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

161

BIOGRAFI PENULIS

Penulis Skripsi berjudul “Pengaruh Pemberian

Fraksi Heksan-Etanol dari Ekstrak Metanol-Air Daun

Macaranga tanarius L. Jangka Panjang 6 Hari terhadap

Aktivitas Serum ALT dan AST Tikus Betina Galur Wistar

Terinduksi Karbon Tetraklorida” dengan nama lengkap

Sona Karisnata Inriano, lahir di Bengkulu pada tanggal 24

Desember 1993. Penulis merupakan anak dari Ir.

Trismartono Patwanto dan Rony Indas Bawin Siam, adik

dari Adian Putra Sayogya, S.Kom., dan kakak dari Phileo

Nanda Wicaksana.

Penulis telah menempuh pendidikan formal di TK

Sint Carolus Bengkulu (1999-2000), SD Sint Carolus Bengkulu (2000-2006), SMP

Negeri 4 Bengkulu (2006-2009) dan SMA Kolese De Britto Sleman (2009-2012).

Pada tahun 2012, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Semasa menempuh pendidikan sarjana,

penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan sebagai anggota divisi acara dalam

kegiatan Kampanye Informasi Obat (2012) dan Komisi Pemilihan Umum (2012),

sebagai anggota divisi P3K dalam kegiatan TITRASI (2014), sebagai anggota divisi

Publikasi Dekorasi dan Dokumentasi dalam kegiatan Desa Mitra (2013), Pharmacy

Performance (2014), dan Pharmacy Road to School (2014), serta sebagai

koordinator divisi Publikasi Dekorasi dan Dokumentasi dalam kegiatan Donor

Darah JMKI (2013). Penulis juga aktif berperan sebagai asisten praktikum di

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada praktikum Kimia

Dasar (2014), Kimia Organik (2015), Komunikasi Farmasi (2015), dan

Farmakologi-Toksikologi (2015).

Penulis merupakan peraih medali emas kompetisi Patient Counselling

Event (PCE) dan peraih medali perunggu Lomba Karya Tulis Ilmiah dalam ajang

Olimpiade Farmasi Klinik 2015. Dalam Olimpiade Farmasi Klinik 2015, tim

penulis dinobatkan sebagai Tim Terbaik dan bersama delegasi Universitas Sanata

Dharma lainnya membantu mengantarkan Universitas Sanata Dharma untuk meraih

juara umum dalam ajang tersebut. Selain itu, penulis juga merupakan semifinalis

dalam Kompetisi Kefarmasian Mahasiswa Tingkat Nasional Pharmadays 2015.

Penulis juga pernah menjadi delegasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

untuk kejuaraan PCE di Forum Tobacco Control Ismafarsi (2014), PCE di

Pharmacy Festival (2014), dan PCE di Phase 80 (2015).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


Recommended