+ All Categories
Home > Documents > BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Singkat PKS Rambutan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Singkat PKS Rambutan

Date post: 08-Dec-2023
Category:
Upload: independent
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
19
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Singkat PKS Rambutan PKS Rambutan (gambar 2.1) merupakan salah satu Pabrik dari 11 PKS yang dimiliki PT. Perkebunan Nusantara III (persero). Letak PKS Rambutan berada di Desa Paya Bagas Kecamatan Rambutan, Kotamadya Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Utara. Atau sekitar 85 km kearah Tenggara Kota Medan. PKS Rambutan dibangun pada tahun 1983 dengan kapasitas olah 30 ton/jam. Dimana sumber bahan baku (TBS) berasal dari kebun seinduk, kebun pihak ketiga terutama Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang berada di daerah Serdang Bedagai/Deli Serdang dan sekitarnya. Gambar 2.1 Pabrik Kelapa Sawit Rambutan PTPN III. 2.1.1. Profil Pabrik 2.1.1.1. Sumber Bahan Baku dan Realisasi Penerimaan Sumber bahan baku TBS yang masuk ke PKS Rambutan berasal dari : 1. Kebun Seinduk yang terdiri dari : a. Kebun Rambutan. b. Kebun Tanah Raja. c. Kebun Gunung Pamela. d. Kebun Gunung Monako. e. Kebun Sarang Giting. Universitas Sumatera Utara
Transcript

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Singkat PKS Rambutan

PKS Rambutan (gambar 2.1) merupakan salah satu Pabrik dari 11 PKS

yang dimiliki PT. Perkebunan Nusantara III (persero). Letak PKS Rambutan

berada di Desa Paya Bagas Kecamatan Rambutan, Kotamadya Tebing Tinggi,

Propinsi Sumatera Utara. Atau sekitar 85 km kearah Tenggara Kota Medan.

PKS Rambutan dibangun pada tahun 1983 dengan kapasitas olah 30

ton/jam. Dimana sumber bahan baku (TBS) berasal dari kebun seinduk, kebun

pihak ketiga terutama Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang berada di daerah

Serdang Bedagai/Deli Serdang dan sekitarnya.

Gambar 2.1 Pabrik Kelapa Sawit Rambutan PTPN III.

2.1.1. Profil Pabrik

2.1.1.1. Sumber Bahan Baku dan Realisasi Penerimaan

Sumber bahan baku TBS yang masuk ke PKS Rambutan berasal dari :

1. Kebun Seinduk yang terdiri dari :

a. Kebun Rambutan.

b. Kebun Tanah Raja.

c. Kebun Gunung Pamela.

d. Kebun Gunung Monako.

e. Kebun Sarang Giting.

Universitas Sumatera Utara

f. Kebun Silau Dunia.

g. Kebun Sei Putih.

h. Kebun Gunung Para

2. Pihak III yang terdiri dari :

a. PIR

b. Pembelian TBS pihak III

2.1.1.2. Sumber Daya Manusia

Untuk mendukung kelancaran pengoperasian, PKS Rambutan mempunyai

tenaga kerja sebanyak 223 orang, dengan perincian sebagai berikut :

1. Karyawan Pimpinan = 7 orang.

2. Karyawan Pengolahan. = 82 orang (2 Shift)

3. Karyawan Laboratorium / Sortasi = 32 orang

4. Karyawan Bengkel = 40 orang

5. Karyawan Dinas Sipil = 14 orang

6. Karyawan Administrasi = 17 orang

7. Karyawan Bagian Umum/Hansip = 23 orang

8. Karyawan Bagian Produksi = 8 orang

2.1.1.3. Kegiatan Usaha

PKS Rambutan mengolah buah sawit dari tandan buah segar (TBS)

menjadi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) dan inti sawit (kernel).

2.1.1.4. Stasiun Pengolahan

Untuk mengolah buah sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan kernel,

PKS Rambutan memiliki 11 stasiun kerja yang saling terkait, yaitu :

1. Stasiun penerimaan TBS sawit dan pengiriman produksi.

2. Stasiun Loading Ramp.

3. Stasiun Rebusan (sterilizer)

4. Stasiun Threshing

5. Stasiun Pressing

6. Stasiun Klarifikasi

7. Stasiun Kernel

Universitas Sumatera Utara

8. Stasiun Water treatment

9. Stasiun Power Plant

10. Stasiun Boiler

11. Stasiun Fat-fit dan Effluent

Gambar diagram pengolahan pabrik kelapa sawit secara umum dijelaskan

pada lampiran 1. Secara garis besar, skema tersebut menjelaskan seluruh bagian

dari pemrosesan TBS kelapa sawit yang ada di pabrik kelapa sawit. Proses

dimulai dari buah sawit yang masuk hingga menjadi minyak sawit mentah (CPO).

Untuk pembahasan selanjutnya akan fokus pada stasiun pengepressan (Pressing

Station) dan pada alat worm screw press.

2.2. Stasiun Pengepresan (Pressing Station)

Pada stasiun pengepresan atau pengempaan terdapat dua unit sistem yang

memegang peranan penting dalam operasi pengolahan kelapa sawit, yang terdiri

atas mesin digester dan mesin screw press (gambar 2.2)

Gambar 2.2 Stasiun Pengepresan

Secara umum buah kelapa sawit jenis Tenera (gambar 2.3) terdiri dari

daging buah, cangkang dan inti sawit. Tebal daging buah dari buah yang cukup

baik atau normal berkisar antara 2 hingga 8 mm sesuai dengan ukuran buahnya.

Panjang buah 2-5 cm, beratnya sampai 30 gram, tebal cangkang 0,5-4 mm

(Mangoensoekarjo, 2003, hlm 98-100).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Buah Kelapa Sawit

2.2.1 Pengadukan (Digester)

Digester berasal dari kata dasar “digest” yang berarti mencabik. Jadi yang

dimaksud dengan mesin digester adalah suatu mesin yang digunakan untuk

mencabik. Dalam hal ini dilakukan pencabikan sambil pengadukan terhadap buah

sawit yang telah lepas (rontok) dari tandannya setelah melewati stasiun Threshing.

Lalu buah sawit yang telah menjadi berondolan tersebut dilumatkan

dengan cara disayat-sayat daging buahnya dan diaduk dalam ketel adukan

(digester). Buah menjadi hancur akibat adukan pisau-pisau (stirring arm) yang

berputar 25-26 rpm. Sehingga buah sawit bergesekan dengan buah sawit lainnya,

pisau digester dan juga dinding digester (Mangoensoekarjo, 2003, hlm 347).

Proses pengadukan dalam digester dibantu oleh uap (steam) yang berasal dari

Back Preassure Vessel (BPV) dengan suhu uap sebesar 900C. Uap tersebut

dimasukkan kedalam digester dengan cara diinjeksikan menggunakan pipa uap.

Uap (steam) tersebut bertekanan 3 kg/cm2. Pengadukan dalam digester

berlangsung selama 30 menit supaya daging buah sawit tercabik sempurna.

Minyak yang mulai keluar dari bottom bearing digester ditampung ditalang

minyak untuk selanjutnya di kirim ke vibrating sceen. Setelah sampai pada tingkat

terbawah maka buah sawit selanjutnya di kirim oleh expeller arm ke bagian chute

untuk selanjutnya diperas minyaknya di mesin pengempa (screw press). Buah

yang diperas berupa lumatan buah sawit yang disayat-sayat dimana struktur

jaringan buah telah rusak dan membuka sel sel yang mengandung inti minyak,

Daging buah sawit (pericarp)

Inti sawit (kernel)

Cangkang sawit (shell)

Universitas Sumatera Utara

daging buah (pericarp) pecah dan terlepas dari biji (nut), serat-serat buah harus

masih jelas kelihatan dan bersifat homogen (Mangoensoekarjo, 2003, hlm 348).

Untuk lebih jelasnya, Gambar 2.4 menjelaskan tentang instalasi Digester

dan Screw Press pada Pabrik Kelapa Sawit.

Gambar 2.4 Instalasi Digester dan Screw Press pada Pabrik Kelapa Sawit

Tujuan utama dari proses pengadukan adalah untuk mempersiapkan

daging buah untuk diperas. Sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari

daging buah dengan kerugian yang sekecil-kecilnya. Untuk mencapai tujuan itu

diperlukan syarat-syarat sebagai berikut (Mangoensoekarjo, 2003, hlm 348):

1. Pengadukan harus menghasilkan cincangan yang baik sehingga daging

buah terlepas seluruhnya dari bijinya dan tidak boleh ada lagi terdapat

buah yang utuh, dimana daging buah masih melekat pada bijinya.

2. Pengadukan harus menghasilkan massa yang sama rata dan biji-biji tidak

boleh terpisah dari daging buah dan turun ke bagian bawah ketel.

3. Daging buah tidak boleh teremas terlalu lumat menjadi bubur, harus

tampak struktur serabut dari daging buah.

Universitas Sumatera Utara

Penelitian terhadap syarat-syarat diatas adalah penting sekali, sebagian

besar diperoleh dari penglihatan dan pengamatan minyak yang keluar dari bejana

pengadukan. Untuk mencapai hasil pengadukan yang baik maka pengadukan

harus dilakukan pada digester yang berisi 75 persen saja. Jika digester terisi 75

persen, maka tekanan yang ditimbulkan oleh beban berat isian itu sendiri

mempertinggi gaya-gaya gesekan yang diperlukan untuk memperoleh hasil yang

optimal. Jangka waktu pengadukan yang dialami oleh digester sebelum dikempa

atau di-press juga merupakan faktor yang cukup penting untuk dapat memenuhi

syarat-syarat pengadukan yang baik. Semakin banyak isian suatu digester maka

semakin lama buah teraduk sebelum masuk ke screw press. Jadi gabungan kedua

faktor diatas dapat disimpulkan bahwa isian digester dan jangka waktu

pengadukan harus diusahakan sejauh mungkin untuk dipenuhi secara simultan.

2.2.2 Pengempaan (Presser)

Pengempaan bertujuan untuk mengambil minyak dari adukan hasil output

digester, dimana buah sawit yang dilumatkan dengan bantuan pisau-pisau stirring

arm di digester dimasukkan ke dalam feed screw conveyor dan mendorongnya

masuk ke dalam mesin pengempa (twin screw press) seperti dijelaskan pada

gambar 2.5 berikut.

a. Mesin Screw Press

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5 Model mesin screw press (a) dan Worm screw press (b) yang

Digunakan pada Pengolahan Kelapa Sawit

Screw press meliputi dua batang screw (ulir) yang berputar saling

berlawanan. Sawit yang telah dilumatkan akan terdorong dan ditekan oleh cone

pada sisi lainnya, sehingga buah sawit menjadi terperas (Mangoensoekarjo, 2003,

hlm 348). Melalui lubang-lubang press cage minyak dipisahkan dari daging buah

(serabut). Hasil dari proses berupa ampas dan biji yang keluar melalui celah antara

sliding/adjusting cone dan press cage yang selanjutnya masuk ke Cake Bake

Conveyor. Minyak sawit kasar yang masih mengandung kotoran seperti serat-serat

dan air yang selanjutnya akan melewati tahap klarifikasi berupa Sand Trap Tank

untuk memisahkan kotoran dari minyak kasar. Lalu ke Vibrating Screen untuk

memisahkan serat-serat dari minyak kasar tersebut dan selanjutnya dikirim ke

Crude Oil Tank sebagai tangki penampungan minyak kasar. Pada PKS Rambutan

terdapat 4 unit mesin screw press dan yang beroperasi setiap hari hanya 2 unit

mesin, 2 unit lainnya menjadi cadangan dan operasinya bergantian setiap hari.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengempaan ini antara lain:

1. Ampas kempa (press cake) harus merata keluar di sekitar konus

2. Tekanan hidrolik pada kumulator dijaga 30-40 bar.

3. Bila screw press harus berhenti pada waktu yang lama, screw press

harus dikosongkan.

4. Tekanan kempa cone yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kadar

biji dan inti pecah bertambah. Tentunya kerugian inti bertambah.

5. Tekanan kempa cone yang terlalu rendah akan mengakibatkan cake

masih basah.Kerugian (looses) pada ampas dan biji bertambah,

b. Worm Screw Press

Universitas Sumatera Utara

pemisahan ampas dan biji tidak sempurna, bahan bakar ampas basah

sehingga pembakaran dalam boiler pun menjadi tidak sempurna.

2.3. Sistem Manajemen Pemeliharaan Pabrik

Menurut BS3811: 1974 menyatakan bahwa pemeliharaan adalah suatu

kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang

dalam atau untuk memperbaikinya sampai suatu kondisi yang diterima (Corder

A.S, 1992, hlm 1).

2.3.1. Jenis-jenis Manajemen Pemeliharaan Pabrik

2.3.1.1. Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance)

Sistem pemeliharaan ini adalah melakukan pemeliharaan pada selang

waktu yang ditentukan sebelumnya, atau terhadap kriteria lain yang diuraikan dan

dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan bagian-bagian lain tidak memenuhi

kondisi yang bisa diterima (Corder A.S, 1992, hlm 4).

Seperti dalam industri motor masih dikenal istilah ‘servis’. Istilah ini

meliputi semua pemeriksaan dan penyetelan yang tercakup dalam buku petunjuk

pemeliharaan, terutama pelumasan, pengisian kembali, pemeriksaan minor dan

sebagainya. Dalam setiap kejadian, pemeliharaan korektif biasanya memerlukan

keadaan berhenti, sedangkan pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance)

dapat dilakukan pada waktu berhenti maupun waktu berjalan (Corder A.S, 1992,

hlm 6)

2.3.1.2. Pemeliharaan Setelah Rusak (Breakdown Maintenance)

Pemeliharaan setelah rusak (Breakdown) merupakan pemeliharaan yang

dilakukan terhadap peralatan setelah peralatan mengalami kerusakan sehinggga

terjadi kegagalan yang menghasilkan ketidaktersediaan suatu alat (Corder A.S,

1992, hlm 4).

Pada mulanya semua industri menggunakan sistem ini. Jika industri

memakai sistem ini maka kerusakan mesin akan berulang dan frekuensi

kerusakannya sama setiap tahunnya. Industri yang menggunakan sistem ini

dianjurkan menyiapkan cadangan mesin (stand by machine) bagi mesin-mesin

yang vital. Sifat lain dari sistem ini adalah data dan file informasi, dimana data

dan file informasi perbaikan mesin/peralatan harus tetap dijaga. Pada sistem ini

Universitas Sumatera Utara

untuk pembongkaran tahunan tidak ada karena pada saat dilakukan penyetelan

dan perbaikan, unit-unit cadanganlah yang dipakai. Sistem Breakdown

Maintenance ini sudah banyak ditinggalkan oleh industri-industri karena sudah

ketinggalan zaman karena tidak sistematik secara keseluruhannya dan banyak

mengeluarkan biaya (Hamsi, 2004, hlm 1).

2.3.1.3. Pemeliharaan Darurat (Emergency Maintenance)

Pemeliharaan darurat adalah pemeliharaan yang perlu segera dilakukan

untuk mencegah akibat yang serius (Corder A.S, 1992, hlm 4).

Misalnya sebuah mesin sedang beroperasi namun tiba-tiba mesin tersebut

mati. Berapa kalipun dihidupkan ternyata tidak mau hidup lagi. Ketika tutup

mesin dibuka, diketahuilah bahwa air radiator mesin habis. Setelah diperiksa

didapat kerusakan di bagian pipa radiator dan ada juga bagian mesin yang retak.

Akibat kerusakan tersebut maka diperlukan adanya reparasi besar atau

penggantian unit yang mengakibatkan operasi mesin harus terhenti selama

reparasi besar dikerjakan (Corder A.S, 1992, hlm 6).

2.3.2. Maksud dan Tujuan Manajemen Pemeliharaan Pabrik

Adapun maksud pemeliharaan adalah untuk meningkatkan efektivitas serta

porsi keuntungan bagi perusahaan. Hal ini bisa dimungkinkan karena dengan

dilakukannya perawatan maka dapat ditekan ongkos produksi disamping dapat

pula ditingkatkan kapasitas produksi suatu mesin.

Adapun tujuan utama dilakukannya pemeliharaan (Corder A.S, 1992, hlm

3) adalah:

1. Untuk memperpanjang usia kegunaan aset yaitu setiap bagian dari suatu

tempat kerja, bangunan dan isinya. Hal ini terutama penting di negara

berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk penggantinya.

Di negara yang sudah maju, lebih murah mengganti daripada memelihara.

2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk

produksi atau jasa dan mendapatkan laba investasi (return on investment)

semaksimum mungkin.

Universitas Sumatera Utara

3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang

diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan,

unit pemadam kebakaran dan penyelamat dan sebagainya.

4. Untuk menjamin keselamatan orang-orang yang menggunakan sarana

tersebut.

2.4. Pemeliharaan Korektif (Corrective Maintenance)

Pemeliharaan korektif adalah pemeliharaan yang dilakukan untuk

memperbaiki suatu bagian (termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah terhenti

untuk memenuhi suati kondisi yang bisa diterima. Pemeliharaan korektif meliputi

reparasi minor terutama untuk rencana jangka pendek (Corder A.S, 1992, hlm 4).

Reparasi mesin setelah mengalami kerusakan bukanlah kebijaksanaan

pemeliharaan yang paling baik. Biaya pemeliharaan terbesar biasanya bukan biaya

reparasi, bahkan bila hal itu dilakukan dengan kerja lembur. Lebih sering unsur

biaya pokok adalah biaya berhenti untuk reparasi. Kerusakan-kerusakan yang

terjadi pada mesin walaupun reparasi dilakukan secara cepat akan menghentikan

operasi, para karyawan dan mesin menganggur, produksi terganggu bahkan dapat

menghentikan jalannya produksi (Mashar, 2008, hlm 2).

Pemeliharaan korektif merupakan perbaikan peningkatan kemampuan

peralatan mesin kedepan karena kegagalan atau pengurangan kemampuan mesin

selama pemeliharaan preventive dikerjakan atau sebaliknya, demi perbaikan mesin

dan optimal dalam penggunaannya. Pemeliharaan korektif terdiri dari beberapa

bagian (Dhillon, 2006, hlm 143) seperti:

1. Perbaikan karena rusak.

Bagian ini fokus dengan perbaikan pada bagian kerusakan peralatan

supaya kembali kepada kondisi operasionalnya.

2. Overhaul.

Bagian ini fokus dengan perbaikan atau memulihkan kembali

(restoring) peralatan ke keadaan yang semula yang dapat dipergunakan

(complete serviceable) untuk seluruh peralatan di pabrik tersebut.

3. Salvage.

Bagian ini fokus dengan pembuangan dari material yang tidak dapat

diperbaiki dan pemanfaatan material yang masih bisa dipakai dari

Universitas Sumatera Utara

peralatan yang tidak dapat diperbaiki pada overhaul, perbaikan karena

rusak dan rebuild programs.

4. Servicing.

Tipe bagian pemeliharaan korektif ini mungkin dibutuhkan karena

adanya tindakan pemeliharaan korektif, seperti pengelasan, dan lainnya.

5. Rebuild. Bagian ini fokus dengan pemulihkan kembali (restoring) peralatan ke

keadaan yang standard sedekat mungkin ke keadaan aslinya berkenaan

dengan keadaan fisik, daya guna dan perpanjangan masa pakai.

Gambar 2.6 berikut menjelaskan tentang grafik pola kecenderungan

kerusakan alat pada umumnya.

Gambar 2.6 Grafik Pola Kecenderungan Kerusakan Alat pada Umumnya

Dari gambar 2.6 diatas ada 3 daerah pembagian tentang perbandingan

jumlah kerusakan terhadap waktu pemakaian alat. Pada tabel 2.1 berikut

menjelaskan tentang alasan kerusakan yang terjadi menurut Dhillon, 2006

Awal Pe- makaian

Pemakaian Normal

Alat rusak

X Titik kritis

Waktu

Jumlah Kerusakan

Sumber gambar : Mobley, 2004

Daerah III

Daerah I

Daerah II

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Alasan kerusakan pada 3 daerah gambar 2.6

Daerah Alasan Kerusakan

I

(Awal Pemakaian)

Manufaktur yang buruk

Proses yang buruk

Pengendalian mutu yang buruk

Kesalahan manusia (Human error)

Material yang tidak memenuhi syarat dan keahlian

II

(Pemakaian Normal)

Faktor keamanan yang rendah

Cacat yang tidak terdeteksi

Kesalahan manusia (Human error)

Penyalahgunaan alat

Kondisi kerja lebih tinggi daripada yang diharapkan

Kerusakan alami

III

(Alat Rusak)

Keausan karena gesekan

Pemeliharaan yang tidak baik

Pengamalan pemeriksaan yang salah

Korosi dan creep

Desain lifetime yang pendek

Keausan disebabkan oleh usia alat Sumber: (Dhillon, 2006, hlm 24)

Dari gambar 2.6 diatas dapat dilihat bahwa suatu peralataan baru

mempunyai suatu kemungkinan kegagalan atau kerusakan yang tinggi. Hal ini

disebabkan kelalaian pekerja dan atau kerusakan internal komponen dari pabrik

pembuat alat (ini disebut kegagalan produk). Tingkat kerusakan alat akan

menurun setelah pekerja mulai terbiasa menggunakan alat tersebut. Setelah

melewati masa kritis, alat akan semakin sering mengalami gangguan, sehingga

perbaikan akan semakin sering dilakukan, sampai masa pakai (lifetime) alat

tersebut habis. Pada masa ini artinya alat sudah tidak mungkin diperbaiki lagi

(Modul panduan P2K3)

Pada awal periode, kemungkinan terjadinya kerusakan dari peralatan

tersebut menjadi tinggi karena masalah instalasi pemakaian di awal minggu.

Setelah periode ini kemungkinan kegagalan relatif rendah. Setelah peralatan

Universitas Sumatera Utara

berjalan dengan normal, maka tingkat kerusakan akan stabil dan meningkat

kembali seiring berjalannya waktu (Mobley, 2004, hlm 3).

Menurut Mobley dalam bukunya Maintenance Fundamentals Edisi 2,

2004, bahwa pemeliharaan atau maintenance dapat digolongkan menjadi tiga tipe

bagian besar pemeliharaan, seperti yang dijelaskan pada gambar 2.7 berikut.

Sumber : Mobley, 2004

Gambar 2.7 Struktur dari Maintenance.

Pada gambar 2.7 diatas dapat di lihat bagaimana pembagian pemeliharaan

yang cukup lengkap. Pada pembagian sistem pemeliharaan corrective terdapat 1

bagian utama sistem pemeliharaan yang terdiri dari Breakdowns Maintenance,

Emergency Maintenance, Remedial Maintenance, Repairs Maintenance dan

Rebuilds Maintenance.

Masalah utama yang dijumpai pada mesin screw press adalah terjadinya

keausan pada ulir screw press akibat torsi dan tekanan kerja dari konus yang

menekan buah sawit setelah sekian waktu pemakaian. Terkadang masa pakai yang

direkomendasikan oleh pabrik pembuatan screw press tersebut tidak sesuai

dengan kondisi aktualnya, sehingga menimbulkan kerugian biaya dan waktu.

Mekanisme keausan yang disebabkan gesekan sering juga disebut dengan istilah

Tribology.

IMPROVEMENT

(MI)

MAINTENANCE

PREVENTIVE

(PM)

Reliability-driven Modification Retrofit Redesign Change order

CORRECTIVE

(CM)

Predictive

Statistical analysis Trends Vibration monitoring Tribology Thermography Ultrasonics Other NDT

Time-Equipment

Periodic Fixed intervals Hard time limits Specific time

Equipment-driven

Self-scheduled Machine-cued Control limits When deficient As required

Event-driven

Breakdonws Emergency Remedial Repairs Rebuilds

Universitas Sumatera Utara

2.5. Mekanisme Tribology

Istilah ini digambarkan pada tahun 1967 oleh Committee of The

Organization for Economic Cooperation and Development. Kata Tribology

sendiri diambil dari kata Yunani, “Tribos” yang artinya adalah menggosok atau

meluncur. Tribology ini adalah salah satu cabang ilmu dalam bidang engineering

yang fokus membahas tentang tiga bagian penting fenomena dalam permesinan

yang sangat erat hubungannya satu sama lain. Ketiga bagian tersebut adalah

gesekan (friction), keausan (wear) dan pelumasan (lubrication) (Stachowiak, hlm

2).

Ketiga bagian ini pasti terjadi pada permesinan dan amatlah penting untuk

dibahas. Jadi dapat disimpulkan pembahasan pada bagian pemeliharaan korektif

dan analisa kegagalan ini adalah memperhitungkan terjadinya gesekan dalam

setiap komponen permesinan yang dapat menyebabkan keausan. Supaya

kedepannya dapat diambil suatu tindakan pencegahan/perbaikan untuk mengatasi

keausan tersebut.

Aus terjadi karena adanya kontak gesek antara dua permukaan benda dan

menyebabkan adanya perpindahan material. Hal ini menyebabkan adanya

pengurangan dimensi pada benda tersebut. Defenisi keausan menurut standard

Jerman (DIN 50 320) bahwa keausan di artikan sebagai kehilangan material

secara bertahap dari permukaan benda yang bersentuhan akibat dari adanya

kontak dengan solid (benda padat), liquid (benda cair) atau gas pada permukaanya

(Mang, 2007, hlm 17). Keausan yang terjadi pada setiap sistem mekanisme

sebenarnya sangat sulit diprediksi secara teori atau perumusannya, karena banyak

faktor dilapangan yang menyebabkan kesulitan dan kekeliruan dalam

memprediksi keausan tersebut. Faktor itu adalah variasi suhu, variasi kecepatan,

variasi jumlah kontaminasi, kecepatan awal-akhir dan faktor lainnya (Ludema,

1996, hlm 140).

Keausan sendiri terbagi dalam bebrapa jenis keausan, seperti keausan

abrasif, adesif, korosif, keausan fatik, kimia, erosi dan lain-lain. Keausan yang

terjadi pada pembahasan skripsi ini adalan keusan jenis abrasif. Abrasif dan

kontak lelah (fatigue cantact) adalah hal yang paling penting dalam perhitungan

keausan pada permesinan. Bisa diperkirakan bahwa total keausan yang terjadi

Universitas Sumatera Utara

pada elemen-elemen mesin antara 80-90% adalah keausan abrasif dan dalam 8%

adalah keausan lelah (wear fatigue). Kontribusi dari jenis keausan yang lain

sangatlah kecil. Sebagian besar pengamatan keausan dilakukan secara tidak

langsung. Salah satunya adalah dengan menimbang berat spesimen atau benda

kerja. Ini adalah cara yang termudah untuk dapat mengukur keausan. Dari

menimbang berat benda kerja yang akan dianalisa, dapat diketahui berapa total

material yang telah aus dari selisih berat awal benda kerja sebelum operasi dengan

berat benda kerja setelah operasi, tetapi distribusi kedalaman keausan yang terjadi

pada permukaan kontak sulit untuk diketahui (Zmitrowicz, 2006).

Mempresdiksi keausan yang terjadi pada permesinan cukuplah sulit. Setiap

rumus pada literatur yang dapat mengitung laju keausan hanya sebatas prediksi

atau pendekatan saja. Pada tahun 1950-an J. F. Archard menemukan suatu hukum

yang dapat memprediksi terjadinya keausan pada material yang saling bergesekan.

J. F. Archard menamai hukum itu dengan dirinya sendiri, yaitu hukum keausan

Archard (Archard wear law).

Berdasarkan hukum keausan Archard tentang hukum keausan (wear law)

bahwa persamaan untuk mendapatkan volume keausan diperoleh dari

(Stachowiak, hlm 477):

V = K Ar L = K L HW ................................... (2.1)

Dimana : V = Volume keausan (m3)

L = Jarak lintas meluncur (m)

W = Beban (N)

K = Koefisien keausan

H = Kekerasan material (Pascal, N/m2)

Ar = Area kontak (m2)

Universitas Sumatera Utara

2.6. Tegangan Geser Pada Poros Berongga

Perhitungan tegangan geser yang terjadi pada poros akibat torsi yang

bekerja pada screw dari worm screw press dapat dilihat pada gambar 2.8.

Gambar 2.8. Deformasi pada poros

Pada gambar 2.8. terlihat torsi yang bekerja pada ujung poros bulat padat.

Serat A-B yang semula lurus akan memuntir menjadi heliks A-C karena poros

puntir sebesar θ . Sehingga deformasi total ( )sδ sama dengan D-E. Panjang

deformasi ini adalah busur lingkaran dengan jari-jari r dan berhadapan dengan

sudut θ radian. panjang diberikan oleh (Shigley, 1984, hal 69):

θ = GJTl ............................................................ (2.2)

Dimana :

T : Torsi

l : Panjang

G : Modulus kekakuan

J : Momen Inersia Polar (sudut) dari penampang.

θ : Sudut puntir untuk batang bulat padat

Dimana torsi yang bekerja pada poros bulat padat (T).

T =l

Gθ J ........................................................... (2.3)

Universitas Sumatera Utara

Untuk batang bulat padat, tegangan geser di titik pusat adalah nol, dan

maksimum barada dipermukaan. Distribusi tegangan berbanding lurus dengan

radius (r = ½ Diameter). Maka untuk tegangan geser meksimum (Shigley, 1984,

hal 69):

τ max=J

DT21

.................................................... (2.4)

Momen inersia polar (J) untuk poros bulat padat adalah (Shigley, 1984, hal

70):

J = 32

4Dπ ........................................................ (2.5)

Sedangkan momen inersia polar (Jr) untuk poros berongga adalah :

Jr = ( )44

32dD −

π .............................................. (2.6)

Dimana :

D : Diameter luar poros berongga

d : Diemeter dalam poros berongga

Dengan mensubtitusikan persamaan (2.6) kedalam persamaan (2.4) maka

didapatkan persamaan rumus untuk tegangan geser maksimun terhadap poros

berongga, yaitu :

( )4416

dDTD

maks −=π

τ ............................................. (2.8)

2.7. Proses Maintenance di PKS Rambutan

Dalam melaksanakan pemeliharaan PKS Rambutan mengacu ke prosedur /

Instruksi Kerja (IK) PTP Nusantara III. Adapun sistem pelaksanaan pemeliharaan

dilaksanakan secara Corrective, Preventive dan Predictive Maintenance dengan

alur proses dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.9. Skema Alur Proses Kegiatan Pemeliharaan

Untuk pekerjaan corrective maintenance mengacu ke IK 3.02-02

mengenai Pelaksanaan Kegiatan Teknik, dimana setiap pelaksanaan corrective

maintenance yang harus mengacu pada work order yang diminta pengguna alat

(operator). Untuk pekerjaan preventive maintenance mengacu ke IK 3.02 – 02/08

mengenai Pemeliharaan / Perawatan Mesin dan Instalasi PKS dan IK 3.02 – 02/09

mengenai Pemeliharaan / Perawatan Mesin dan Instalasi Listrik. Sedangkan untuk

pekerjaan predictive maintenance mengacu ke IK 3.02 – 00/06.

Dalam pelaksanaan pekerjaan corrective dan preventive maintenance yang

dilaksanakan secara TS (menggunakan tenaga sendiri) spare part yang digunakan

berasal dari gudang, sistim pengadaan terdiri dari 3 kategori, yaitu:

1. Pengadaan lokal (OPL) oleh manajemen unit langsung.

2. Pengadaan di tingkat Distrik Manager (DM) melalui DPBB

kewenangan DM.

3. Pengadaan di tingkat Kantor Direksi (Kandir) melalui DPBB

kewenangan Kandir.

Universitas Sumatera Utara

Ketiga jenis kategori ini dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya sistim

keagenan atas barang/bahan yang akan diadakan. Untuk barang keagenan harus

diadakan dengan kewenangan Kandir serta berdasarkan nilai pengajuan. Untuk

nilai pengajuan < Rp. 50 jt dapat diadakan secara OPL. Sedangkan yang nilai

pengajuannya antara Rp. 50 jt s/d Rp. 200 jt menjadi kewenangan DM sedangkan

yang nilai pengajuannya lebih dari Rp. 200 jt menjadi kewenangan Kandir.

Untuk pekerjaan corrective maintenance dan preventive maintenance yang

dilaksanakan oleh tenaga pemborong (TP) atau outsourcing, pelaksanaanya

berdasarkan P4T (Pengajuan Permintaan Pekerjaan Pemeliharaan / Teknik) yang

terdiri dari 2 kategori :

1. P4T di tingkat Distrik Manager.

2. P4T di tingkat Kantor Direksi.

Kedua jenis kategori ini dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya sistim

keagenan atas peralatan yang akan diperbaiki, serta berdasarkan nilai pengajuan,

untuk nilai pengajuan < Rp. 250 jt menjadi kewenangan DM sedangkan yang nilai

pengajuannya lebih dari Rp. 250 jt menjadi kewenangan Kandir.

Kegiatan pemeliharaan preventive dapat dipermudah dan berjalan secara

efektif dengan menggunakan sistem komputer. Setiap pabrik pasti membutuhkan

sparepart, equipment, tool, material dan consumable dalam proses operasinya.

Semua ini dapat di jadwalkan secara komputerisasi dan ini akan membantu sistem

pemeliharaan preventive dalam mengatur workorder, biaya, pembelian dan

penjadwalan kegiatan pemeliharaan. Pabrik kelapa sawit Rambutan PTPN III

dalam hal ini akan menggunakan sistem komputerisasi (CMMS) dalam membantu

proses pemeliharaannya.

Universitas Sumatera Utara


Recommended