1
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa bahan
bakar yang selama ini beredar dan dipasarkan di
Indonesia terdiri dari zat padat, cair, dan gas.
Pada zaman sekarang ini, bahan bakar sangat
dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup sehari-hari.
Pada dasarnya, bahan bakar padat, gas dan cair
(minyak bumi) yang ada di perut bumi terbentuk dari
fosil yang membentuk lautan purba yang penuh dari
kehidupan tanaman dan hewan mikroskopis puluhan juta
tahun lalu. Setelah organisme tersebut mati, jasad
tertinggal di cekungan dasar laut maupun daratan,
membentuk sebuah lumpur kaya bahan organik. Beribu-
ribu tahun kemudian, lumpur tersebut terkubur dan
termampat oleh lapisan sedimen di atasnya. Perlahan-
lahan lumpur tersebut berubah menjadi campuran
kompleks hidrogen dan senyawa karbon yang sekarang
2
disebut sebagai minyak bumi (Prihandana dkk,
2007:16).
Energi fosil khususnya minyak bumi, merupakan
sumber energi utama dan sumber devisa negara
Indonesia. Minyak bumi yang ada di Indonesia sampai
detik ini masih dimanfaatkan untuk keberlangsungan
hidup dan pembangunan dalam segala sektor
pemerintahan. Salah satu pemanfaatan minyak bumi
yang sering ditemui biasanya dalam bentuk bahan
bakar. Akan tetapi minyak bumi yang ada di
Indonesia, tidak dapat secara langsung
dimanfaatkan. Masih banyak proses yang perlu
dilakukan agar minyak bumi bisa dimanfaatkan seperti
sekarang ini. Untuk itu perlu adanya peraturan yang
bertujuan untuk mengatur pemanfaatan Sumber Daya
Alam (SDA) yang bertujuan untuk memenuhi hajat hidup
orang banyak dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat Indonesia, sesuai yang tercantum
pada Pasal 33 UUD 1945. Atas dasar tersebut, maka
PERTAMINA yang dipercaya oleh pemerintah sebagai
3
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), ditugaskan untuk
mengolah dan mengelola SDA khususnya minyak bumi.
Dalam kilang-kilang minyak Pertamina yang
terdapat di enam tempat yang total kapasitasnya
mencapai ± 1.046,70 Ribu Barel pada tahun 2008.
Berikut adalah tebel dari kapasitas kilang minyak
pemerintah yang terdapat dienam tempat:
Tabel 1.1 Kapasitas Kilang Pertamina
NO Unit PengolahanKapasitas
( MBSD )
1 UP II Dumai 170.0
2 UP III Plaju 133.7
3 UP IV Cilacap 348.0
4 UP V Balikpapan 260.0
5 UP VI Balongan 125.0
6 UP VII Kasim 10.0
(Sumber: http://www.esdm.go.id/berita/migas/40-migas/2785-rencana-pengembangan-kilang-minyak-di-indonesia.html, diakses 28 juni 2011)Dalam hal ini PERTAMINA mengolah minyak bumi
dengan cara pemurnian minyak bumi, dengan salah
4
satunya adalah proses destilasi. Konsep dasar dari
proses destilasi adalah proses penyulingan atau
pemurnian minyak mentah berdasarkan perbedaan titik
didih.
Gambar 1.1 Diagram proses destilasi ataupenyulingan minyak(sumber: http://kimiakoloid.com/blog/?cat=13,diakses pada 16 November 2010)
5
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat
penggolongan fraksi minyak bumi dan hasil dari
pengolahan minyak mentah. Berikut ini adalah
penggolongan fraksi minyak bumi berdasarkan atom
karbon yang dimilikiya:
Tabel 1.2 Hasil distilasi bertingkat minyak bumi
Fraksi Kandungan KarbonRentang Titik Didih
(0C)
Distilat ringan
Bensin C6-C8 60-100
Nepthane C8-C11 100-200
Bahan bakar jet C6-C13 80-230
Kerosin C12-C16 200-300
Minyak pemanas
ringan
C11-C18 200-300
Distilat
intermediet
Minyak Gas 250-400
Minyak mesin
berat
C16-C18 274-400
Minyak Diesel C15-C18 280-380
6
Distilat berat
Minyak pelumas C16-C18 >300
Lilin >C18 Distilasi vakum
Residu
Gemuk, vaselin C18-C20 >300
Lilin parafin C20-C30
Aspal C30-C40
Arang petroleum
Vaselin C18-C22 >380
Sumber:
(http://www.scribd.com/doc/45981025/Pengolahan-
Minyak-Bumi-Dengan-Distilasi-Bertingkat, diakses 24
juni 2011)
Kebutuhan terhadap bahan bakar minyak sangat
besar. Kita ambil contoh sekarang Bahan Bakar Minyak
(BBM). BBM yang beredar di Indonesia dan yang sering
dikonsumsi oleh masyarakat untuk kebutuhan rumah
tangga sampai industri adalah minyak tanah, minyak
solar, dan bensin.
7
Minyak tanah, biasanya sebagian besar digunakan
oleh rumah tangga untuk kebutuhan bahan bakar
memasak. Selain itu, minyak tanah juga sangat banyak
dibutuhkan oleh industri-industri, baik industri
kecil maupun industri besar seperti pabrik gula,
pabrik kertas, dll. Pabrik-pabrik tersebut biasanya
menggunakan minyak tanah yang sudah dicampur dengan
oli atau yang biasanya disebut dengan tirex, sebagai
bahan bakar untuk operasional mesin-mesin pabrik.
Minyak solar sebagian besar banyak digunakan
oleh kendaraan bermotor yang bermesin diesel untuk
bahan bakar. Minyak diesel, juga biasanya digunakan
oleh sebagian besar industri atau pabrik-pabrik di
Indonesia untuk bahan bakar.
Bensin sekarang ini biasanya dikelompokkan
menjadi tiga jenis, yaitu super TT (95) atau yang
biasa kita sebut sekarang pertamax plus (95), premix
(91) atau pertamax (91), dan premium (88) yang
digunakan sebagai bahan bakar motor bensin.
8
Pengolahan minyak mentah yang sedemikian
ternyata masih belum mencukupi keperluan dalam
negeri sehingga pemerintah mengambil kebijakan impor
minyak dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Tabel 1.3 Penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di
Indonesia
Jenis BBM 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Premium12.429
13.067
13.630
14.647
16.418
17.459
17.067
MinyakTanah
12.458
12.280
11.676
11.753
11.846
11.370
10.018
MinyakSolar
22.072
23.357
24.276
24.064
26.488
27.466
25.092*)
MinyakDiesel 1.472 1.434 1.360 1.183 1.093 892 498MinyakBakar 6.076 6.159 6.258 6.216 5.755 4.803
4.785*)
(Sumber: Ditjen Migas dalam Prihandana dkk, 2007:2)
Catatan: - Satuan kiloliter (kl) *) Belum termasuk impor BBM swasta sekitar 350.000 kl 60% untuk solar dan 40% untuk minyak bakar
Tabel 1.4 Tabel Produksi Minyak di Indonesia Tahun
1992-2002
9
(Sumber: http://www.tonto.eia.doe.gov, diakses
pada 1 Mei 2011).
Berdasarkan tabel 1.3 dan 1.4 dapat diambil
kesimpulan, bahwa kebutuhan BBM di Indonesia sangat
tinggi dan sangat tidak seimbang dengan produksi
yang dihasilkan, hal ini memicu eksploitasi di
lahan-lahan baru dan pada akhirnya mempenagaruhi
langsung pada ketersediaan minyak bumi di Indonesia.
Seperti yang sudah diutarakan di atas bahwa minyak
bumi adalah Sumber Daya Alam yang tidak dapat
diperbaharui, maka kita harus membuat suatu
terobosan dengan membuat energi alternatif. Salah
satu terobosan untuk energi alternatif yaitu dengan
memanfaatkan SDA (Sumber Daya Alam) yang dapat terus
menerus diperbaharui.
Berbagai macam Sumber Daya Alam (SDA) yang ada
bisa dimanfaatkan menjadi BBM untuk mengatasi
10
semakin tingginya permintaan BBM dari tahun ketahun.
Seperti pemanfaatan singkong dan ubi jalar menjadi
bioetanol sebagai subtitusi premium yang juga
dimanfaatkan dalam dunia farmasi. Tidak hanya itu
saja, sebenarnya teramat banyaknya potensi alam kita
yang belum termanfatkan secara maksimal contohnya
saja biji nangka, jagung, ubi kayu, tetes tebu,
kelapa sawit, ketela pohon, ketela genderuwo,
kersen, dan lain-lain.
Pada saat ini, PT. PERTAMINA mengembangkan
bioenergi dengan cara mengkonversikan biomassa
(massa total organisme) yang terdiri dari
karborhidrat (gula, pati, hemiselulosa, dan
selulosa) untuk menjadi BBM. Pada saat ini
pemerintah mengembangkan pemanfaatan karbohidrat
yang diambil glukosanya untuk dikonversikan menjadi
bioetanol. Pemerintah mengembangkan bioenergi dengan
jalan pemanfaatan bioethanol karena etanol itu
sendiri mengandung nilai oktan lebih tinggi (104
11
RON) dibandingkan dengan premium (88 RON), pertamax
(91 RON) dan pertamax plus (95 RON).
Banyak sekali SDA yang dapat diubah menjadi
bioethanol antara lain buah-buahan, ubi jalar, nira
aren, tetes tebu, kelapa sawit dan ketela pohon.
Bahan-bahan tersebut banyak dihasilkan, tetapi belum
termanfaatkan dengan maksimal, salah satunya adalah
buah-buahan. Buah-buahan mengandung banyak sekali
kandungan glukosa, selain itu buah–buahan mudah
busuk.
Ketika buah sudah busuk, maka buah tersebut menjadi
limbah. Salah satu buah yang mudah busuk adalah
pepaya, hal ini dikarenakan tekstur buah pepaya yang
lembek. Pada saat pengiriman dari perkebunan ke
tempat pemasaran beberapa pepaya sudah ada yang
busuk.
Beberapa tanaman yang berpotensi sebagai bahan
baku bioetanol diantaranya:
Tabel 4. Produktivitas Berbagai Sumber Bioethanol
NamaTanaman/Komodi
Bagian Biomassa yangDiolah
ProduktivitasBioethanol
12
tas Kg/Ha/TahunUbi kayu(singkong) Umbi segar 4.500
Ubi jalar Umbi segar 7.800
Tebu Batang segar 5.000-6.000Molase 800-900
Jagung Tepung biji kering 5.000-6.000Sorgum biji Tepung biji kering 3.000-4.000Sorgum manis Batang segar 5.500-6.000
Sagu Tepung pati 4.000-5.000Aren Nira 40.000Nipah Nira 5.000-15.000Lontar Nira 8.000-10.000Kelapa Nira 8.000-10.000Padi Jerami 1.000-2.000
Hutan Limbah logging,industri kayu -
Sumber: Sumaryo dalam Prihandana dkk, 2007:73
Berdasarkan tabel 4 di atas, nampak jelas bahwa
berbagai jenis bahan nabati lain yang potensial
untuk diproses sebagai etanol. Dari semua itu yang
produksinya banyak tetapi belum termanfaatkan dengan
maksimal adalah buah-buahan busuk yang sudah tidak
memiliki nilai jual.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
peneliti tertarik untuk meneliti tentang pembuatan
bioetanol dari buah-buahan busuk untuk lebih
13
spesifik peneliti memanfaatkan limbah buah pepaya
sebagai bahan pembuatan bioetanol dan peneliti ingin
mengetahui apakah pembuatan bioetanol berbahan baku
limbah buah pepaya dapat digunakan sebagai bahan
bakar alternatif.
1.1Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka sangat
perlu dilakukan kajian lebih mendalam tentang bahan
bakar alternatif yang dapat diperbaharui, maka dapat
diidentifikasikan beberapa masalah yaitu:
1. Cadangan minyak dunia yang semakin berkurang
sehingga tidak mampu untuk terus memenuhi
kebutuhan akan bahan bakar minyak.
2. Jumlah penduduk yang terus bertambah telah
meningkatkan kebutuhan sarana transportasi dan
aktivitas industri yang berakibat pada
peningkatan kebutuhan dan konsumsi BBM nasional.
3. Peneliti perlu mengkaji lebih dalam akan bahan
bakar yang dapat diperbarui (renewable) dari alam,
14
khususnya pada bahan bakar pengganti atau
pencampur premium yang biasa disebut biopremium
atau bioethanol.
4. Berapa hari waktu fermentasi limbah buah pepaya
untuk menghasilkan alkohol yang optimal.
5. Komposisi ragi yang tepat untuk mendapatkan
kandungan etanol yang optimal.
6. Berapa perbandingan antara limbah buah pepaya
dan air untuk menghasilkan etanol yang optimal.
7. Berapa Nilai kalor, titik nyala (flash point), titik
tuang (pour point), viscositas, berat jenis (densitas)
dan kadar etanol yang dimiliki oleh bioetanol
dari limbah buah pepaya.
1.2Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bahan dasar yang digunakan untuk pembuatan etanol
adalah limbah buah pepaya .
2. Ragi yang digunakan adalah ragi saccaromyces.
15
3. Suhu pada proses fermentasi tidak dilakukan
perhitungan.
4. Waktu fermentasi limbah buah pepaya 5 hari.
5. Pada proses fermentasi, penelitian ini
menggunakan perbandingan komposisi campuran
limbah buah pepaya dan ragi difermentasikan
selama 5 hari, yaitu 3gr, 6gr, 9gr, dan 12gr ragi
6. Perbandingan limbah buah pepaya dan air yaitu:
a. 250 gr limbah buah papaya : 125 ml air (1:0,5)
b. 250 gr limbah buah papaya : 250 ml air (1:1)
c. 250 gr limbah buah papaya : 375 ml air (1:1,5)
d. 250 gr limbah buah papaya : 500 ml air (1:2).
7. Temperatur pada proses destilasi diset pada suhu
90oC.
8. Hasil dari proses pembuatan bahan bakar
alternatif dari limbah buah pepaya hanya dapat
digunakan sebagai penambah premium.
1.3Rumusan Masalah
16
Berdasarkan uraian latar belakang, muncul
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembuatan bioetanol dari limbah
buah pepaya?
2. Berapakah penambahan ragi yang tepat untuk
mendapatkan kandungan etanol yang optimal?
3. Berapa perbandingan antara limbah buah pepaya dan
air untuk menghasilkan etanol yang optimal?
4. Berapakah Nilai kalor, titik nyala (flash point),
titik tuang (pour point), viscositas, berat jenis
(densitas) dan kadar etanol yang dimiliki oleh
bioetanol dari limbah buah pepaya?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses pembuatan bioetanol dari
limbah buah pepaya.
2. Untuk mengetahui berapakah penambahan ragi yang tepat
untuk mendapatkan kandungan etanol yang optimal.
17
3. Untuk mengetahui perbandingan campuran yang tepat
antara limbah buah pepaya dan air untuk menghasilkan
etanol yang optimal.
4.Untuk mengetahui berapakah Nilai kalor, titik nyala
(flash point), titik tuang (pour point), viskositas, berat
jenis (densitas) dan kadar etanol yang dimiliki oleh
bioetanol dari limbah buah pepaya.
1.5Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Penelitian ini diharapkan memberikan solusi
alternatif tentang pembuatan etanol dari limbah
buah pepaya.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai potensi limbah buah pepaya
agar dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber
bahan baku energi alternatif.
3. Penelitian ini diharapkan menghasilkan bioetanol
yang dapat digunakan sebagai campuran premium.
18
4. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan bahan pertimbangan kepada
masyarakat, serta pihak-pihak terkait mengenai
pendayagunaan bahan nabati dan mengurangi
eksplorasi terhadap minyak bumi.
5. Penelitian ini guna mengembangkan bahan bakar
alternatif di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Bahan Bakar
Ditinjau dari sudut teknis dan ekonomis, bahan
bakar diartikan sebagai bahan yang apabila dibakar
dapat meneruskan proses pembakaran tersebut dengan
19
sendirinya, disertai dengan pengeluaran kalor. Bahan
bakar dibakar dengan tujuan untuk memperoleh kalor
tersebut, untuk digunakan baik secara langsung
maupun tak langsung (www.chemeng.ui.ac.id.pdf,
diakses pada 06 Desember 2010).
“Bahan bakar (fuel) merupakan senyawa kimia yang
tersusun atas karbon dan hidrogen, bila direaksikan
dengan oksigen pada tekanan dan suhu tertentu akan
menghasilkan produk berupa gas dan energi”
(Tjokrowisastro dan Widodo, 1990:1).
2.2.1 Klasifikasi Bahan Bakar
Klasifikasi bahan bakar menurut kondisi
fisiknya antara lain:
1. Padat: a. Batu bara,b. Kayu,c. Arang, d. Kokas, dane. Ampas (bagasse)
2. Cair: a. Minyak dari mineral / tambang (minyak
bumi), misalnya: bensin, solar, minyak tanah, dan minyakresidu.
b. Minyak dari peragian, misalnya:
20
ethylalkohol (ethanol), dan methylalkohol(methanol).
c. Minyak sintetis.d. Shale oil
3. Gas:a. Natural gasb. Petreoleum gas/elpijic. Coal gasd. Bio gas (Tjokrowisastro dan Widodo, 1990:4).
2.3 Bahan Bakar Bensin
Bensin dibuat dari minyak mentah (crude oil), yaitu
cairan berwarna hitam yang dipompa dari perut bumi
dan biasa disebut mutiara hitam. Cairan ini
mengandung hidrokarbon. Atom-atom karbon dalam
minyak mentah saling berhubungan, membentuk rantai
dengan panjang yang berbeda-beda. Bertambahnya
panjang rantai hidrokarbon akan menaikkan titik
didihnya, sehingga kita bisa memisahkan hidrokarbon
ini dengan cara destilasi. Prinsip inilah yang
diterapkan di pengilangan minyak untuk memisahkan
berbagai fraksi hidrokarbon dari minyak mentah
(Prihandana, dkk 2007:3).
21
Bahan bakar bensin adalah suatu senyawa organik
yang terdiri dari senyawa karbon C5 sampai C18 dan
dibutuhkan dalam suatu pembakaran dengan tujuan
untuk menghasilkan energi. Bahan bakar bensin ini
merupakan hasil dari proses destilasi minyak bumi
dengan nilai titik didihnya antara 850-1500,
sehingga bensin mempunyai karakteristik (Prihandana,
dkk 2007:3).
Ada beberapa karakteristik bahan bakar yang
mempengaruhi kerja mesin bensin, antara lain:
2.3.1 Nilai Kalor
Nilai kalor adalah kalor yang dihasilkan
oleh pembakaran sempurna 1 kilogram atau satu
satuan berat bahan bakar padat atau cair atau
1 meter kubik atu 1 satuan volume bahan bakar
gas, pada keadaan baku.
22
a. Nilai kalor atas atau “gross heating value” atau
“higher heating value” adalah kalor yang
dihasilkan oleh pembakaran sempurna satu
satuan berat bahan bakar padat atau cair,
atau satu satuan volume bahan bakar gas,
pada tekanan tetap, suhu 250C, apabila
semua air yang mula -mula berwujud cair
setelah pembakaran mengembun menjadi cair
kembali.
b. Nilai kalor bawah atau “net heating value” atau
“lower heating value” adalah kalor yang besarnya
sama dengan nilai kalor atas dikurangi
kalor yang diperlukan oleh air yang
terkandung dalam bahan bakar dan air yang
terbentuk dari pembakaran
2.3.2 Titik Nyala (Flash Point)
“Flash point” adalah suhu dimana bahan
bakar terbakar dengan sendirinya oleh udara
sekelilingnya disertai kilatan cahaya. Untuk
23
menentukan kapan minyak terbakar sendiri,
Pensky-Martens memakai sistem “closed cup”,
sedang Cleveland memakai “open cup”. Uji dengan
open cup menunjukkan angka 20-300F lebih tinggi
daripada dengan closed cup
(www.chemeng.ui.ac.id.pdf, diakses 06 Desember
2010).
Titik nyala adalah suatu angka yang
menyatakan suhu terendah dari bahan bakar
minyak dimana akan timbul penyalaan api
sesaat, apabila pada permukaan minyak tersebut
didekatkan pada nyala api. Nilai dari flash point
premium adalah 7,2° C (www.afdc.doe.gov,
diakses 2 November 2010).
2.3.3 Titik Tuang (Pour point)
Titik tuang adalah suatu angka yang
menyatakan suhu terendah dari bahan bakar
minyak sehingga minyak tersebut masih dapat
24
mengalir karena gaya gravitasi. Titik tuang
dari premium adalah -4,4° C.
Titik tuang ini diperlukan sehubungan
dengan adanya persyaratan praktis dari
prosedur penimbunan dan pemakaian dari bahan
bakar minyak. Hal ini dikarenakan bahan bakar
minyak seringkali sulit untuk dipompa, apabila
suhunya telah di bawah titik tuangnya.
2.3.4 Viskositas
Viskositas adalah kebalikan fluiditas
atau daya alir. Makin tinggi viskositas makin
sukar mengalir. Mengingat kecepatan mengalir
juga tergantung pada berat jenis, maka
pengukuran viskositas demikian dinyatakan
sebagai “viskositas kinematik”. Satuan
viskositas antara lain: poise, gram/cm detik,
atau dengan skala Saybolt
25
2.3.5 Berat Jenis (densitas)
Densitas adalah perbandingan antara berat
dalam volume tertentu pada suhu standar,
dengan berat volume yang sama dari air murni
pada suhu yang sama pula. Pengukuran ini
dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut
picnometer. Densitas dari suatu bahan bakar
minyak selalu berubah-ubah karena sangat
bergantung pada asal minyak mentahnya dan
proses pengilangannya.
Berat jenis dinyatakan dalam gram per ml,
dalam derajat API, dalam lb (baca: “pound”)
per galon, atau lb per cuft, dan derajat
Baume. Berat jenis disingkat sp. gr. atau sg.
Definisi: perbandingan berat bahan bakar
terhadap berat air, diukur pada 60 0F, yang
pada suhu tersebut berat air = 62.4 lb/cuft.
Sg bahan bakar cair berubah oleh suhu, karena
adanya ekspansi, terlebih-lebih sg bahan bakar
26
gas. Densitas adalah perbandingan antara berat
dalam volume tertentu pada suhu standar,
dengan berat volume yang sama dari air murni
pada suhu yang sama pula. Pengukuran ini
dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut
picnometer. Densitas dari suatu bahan bakar
minyak selalu berubah-ubah karena sangat
bergantung kepada asal minyak mentahnya dan
proses pengilangannya.
2.3.6 Bilangan Oktan
Bilangan oktan adalah suatu bilangan yang
menunjukan tingkat ketangguhan bahan bakar
terhadap knocking atau suatu bilangan yang
menunjukkan kemampuan menghindari terbakarnya
campuran udara dan bahan bakar sebelum
waktunya. Jika campuran udara bahan bakar
terbakar sebelum waktunya akan menimbulkan
fenomena knocking yang berpotensi menurunkan
27
daya mesin, bahkan bisa menimbulkan kerusakan
serius pada komponen mesin.
Bilangan oktan suatu bensin dapat
ditentukan melalui uji pembakaran sampel
bensin untuk memperoleh karakteristik
pembakarannya. Karakteristis tersebut kemudian
dibandingkan dengan karakteristik pembakaran
dari berbagai campuran n-heptana dan
isooktana. Jika ada karakteristik yang sesuai,
maka kadar isooktana dalam campuran n-heptana
dan isooktana tersebut digunakan untuk
menyatakan nilai bilangan oktan dari bensin
yang diuji. Untuk menaikkan nilai oktan ada
beberapa hal yakni dengan mengubah rantai
lurus dalam fraksi bensin menjadi hidrokarbon
rantai bercabang melalui proses reforming
contohnya mengubah n-oktana menjadi isooktana
atau mungkin dengan menambahkan adiftif anti
ketukan ke dalam bensin untuk memperlambat
pembakaran bensin. Dulu digunakan senyawa
28
timbal (Pb), tetapi karena sifatnya yang
beracun maka penggunaannya sudah dilarang dan
diganti dengan senyawa organik seperti etanol
dan MTBE (Methyl Tertiary Butyl Ether)
Angka oktan dapat di bagi menjadi dua
bagian yaitu RON dan
MON. RON= Research Octan Number yaitu angka oktan
yang di dapat dengan melakukan pengujian di
600rpm, sedangkan MON = Motor Octan Number yaitu
angka oktan yang didapat dengan melakukan
pengujian pada kondisi kerja motor yang lebih
extreme yaitu 900rpm dan biasanya hasilnya lebih
rendah 10 point dibandingkan dengan RON.
(Sumber:
http://tangomotor.com/artikel/oktan.html,
diakses pada 3 Januari 2011)
2.3.7 Etanol
Etanol (disebut juga etil-alkohol atau
alkohol saja), adalah alkohol yang paling
29
sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Karena sifatnya yang tidak beracun bahan ini
banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia
farmasi dan industri makanan dan minuman.
Etanol tidak berwarna dan tidak berasa tapi
memilki bau yang khas. Bahan ini dapat
memabukkan jika diminum. Etanol sering ditulis
dengan rumus EtOH. Rumus molekul etanol adalah
C2H5OH atau rumus empiris C2H6O. Titik didih
etanol adalah 78,5°C dan titik beku etanol
adalah 114,5°C
(http://id.wikipedia.org/wiki/Etanol, diakses
pada 15 Januari 2011).
Salah satu bahan bakar yang dapat
digunakan untuk menggantikan bensin adalah
ethanol. Etanol yang sering juga disebut etil-
alkohol rumus kimianya adalah C2H5OH, bersifat
cair pada temperatur kamar. Ethanol dapat
dibuat dari proses pemasakan, fermentasi dan
distilasi beberapa jenis tanaman seperti tebu,
30
jagung, singkong atau tanaman lain yang
kandungan karbohidatnya tinggi. Bahkan dalam
beberapa penelitian ternyata ethanol juga
dapat dibuat dari selulosa atau limbah hasil
pertanian (biomassa). Sehingga ethanol
memiliki potensi cukup cerah sebagai pengganti
bensin (Handayani, http://www.d3-
ft.undip.ac.id/gematek/images/
stories//gema_101.pdf, diakses 03 Oktober
2010).
Tabel 2.1. Perbandingan Beberapa Sifat Ethanol
dengan Bensin.
31
Property Ethanol Gasoline
Chemical formula C2H5OH C4 sd C10
Composition : % weight 52.2 85-88
Carbon 13.1 15-Dec
Hydrogen 34.7 0
Oxygen
Octane Number:
Research Octane 108 90-100
Motor Octane 92 81-90
Density lb/gal 6.61 (b) 6.0 – 6.5 (b)
Boiling temp. oF 172(c) 80-437(c)
Freezing point oF -173.2(a) -40(d)
Flash point oF 55(e) -45(b)
Autoignition Temp. oF 793(b) 495(b)
Heating Value 84 100 124 800
Higher (Btu/gal) 76 000 115 000
Lower (Btu/gal)
Specific heat Btu/lb oF 0.57 0.48
Stoichiometric
air/fuel, weight 9 14.7
32
(Sumber : www.afdc.doe.gov, diakses 2 November
2010)
2.4 Bioetanol
Menurut Triwahyuningsih dan Adiprasetya,
bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses
fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan
bantuan mikroorganisme. Bioetanol merupakan bahan
bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat
menyerupai minyak premium. Untuk pengganti premium,
terdapat alternatif gasohol yang merupakan campuran
antara bensin dan bioetanol. Adapun manfaat
pemakaian gasohol di Indonesia yaitu: memperbesar
basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi impor
BBM, menguatkan security of supply bahan bakar,
meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi mengurangi
ketimpangan pendapatan antar individu dan antar
daerah, meningkatkan kemampuan nasional dalam
teknologi pertanian dan industri, mengurangi
33
kecenderungan pemanasan global dan pencemaran udara
(bahan bakar ramah lingkungan) dan berpotensi
mendorong ekspor komoditi baru. Untuk pengembangan
bioetanol diperlukan bahan baku diantaranya:
a. Nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira
sorgum manis, nira kelapa, nira aren, nira
siwalan, sari-buah mete
b. Bahan berpati: tepung-tepung sorgum biji, jagung,
cantel, sagu, singkong/gaplek, ubi jalar, ganyong,
garut, suweg, umbi dahlia.
c. Bahan berselulosa (lignoselulosa): kayu, jerami,
batang pisang, bagas, dll.
Adapun konversi biomasa sebagian tanaman
tersebut menjadi bioethanol adalah seperti pada
tabel dibawah ini.
Tabel 2.2. Konversi Biomasa Menjadi Bioethanol
Biomasa Kandungan Jumlah hasil Biomasa :
34
(kg) gula (Kg) bioethanol
(Liter)
Bioethanol
Ubi kayu
1.000250-300 166,6 6,5 : 1
Ubi jalar
1.000150-200 125 8 : 1
Jagung
1.000600-700 400 2,5 : 1
Sagu
1.000120-160 90 12 : 1
Tetes
1.000500 250 4 : 1
Sumber: Balai Besar Teknologi Pati-BPPT 2006,(http://www.google.co.id/search?q=Nike+Triwahyuningsih+ %26+Rahmat+Adiprasetya+ethanol&btnG=Telusuri&hl=id&sa=2, diakses 02 November 2010)
35
2.5 Buah pepaya
Klasifikasi Tanaman Pepaya :
Jenis : Carica papaya L.)
Kerajaan : Plantae
Ordo : Brassicales
Family : Caricacae
Genus : Carica
Spesies : C. Papaya
Gambar 2.1 Buah Pepaya2.5.1 Uraian
Pepaya (carica papaya) merupakan tumbuhan yang
berbatang tegak dan basah. Pepaya menyerupai palma,
bunganya berwarna putih dan buahnya yang masak
berwarna kuning kemerahan, rasanya seperti buah
melon. Tinggi pohon pepaya dapat mencapai 8 sampai
10 meter dengan akar yang kuat. Helaian daunnya
menyerupai telapak tangan manusia. Apabila daun
pepaya tersebut dilipat menjadi dua bagian persis di
36
tengah, akan nampak bahwa daun pepaya tersebut
simetris. Rongga dalam pada buah pepaya berbentuk
bintang apabila penampang buahnya dipoting
melintang. Tanaman ini juga dibudidayakan di kebun-
kebun luas karena buahnya yang segar dan bergizi.
Nama dari buah pepaya diantaranya Papaw
(Inggris), Pepaya (Indonesia), Gedang (Sunda);
Betik, Kates, Telo gantung (Jawa)
2.5.2 Kandungan Buah Pepaya:
Tabel2.3.Kandungan buah pepaya busuk
(100 gr)
No. Unsur Gizi Kadar/100 gram buah
1. Kadar air (gr) 86,62. Lemak (gr) 0,33. Protein (gr) 0,54. Karbohidrat (gr) 12,15. Abu (gr) 0,56. Sukrosa(%) 48,37. Glukosa(%) 29,8
37
8. Fruktosa(%) 21,9
(http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view
.php?id=133, diakses 22 maret 2011)
2.6 Fermentasi
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam
sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara
umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi
anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih
jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai
respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa
akseptor elektron eksternal
(http://id.wikipedia.org/wiki /Fermentasi, diakses 1
Desember 2010).
Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah
glukosa menjadi ethanol/bioetanol (alkohol) dengan
menggunakan yeast. Alkohol yang diperoleh dari
proses fermentasi ini, biasanya alkohol dengan kadar
8 sampai 10 persen volume. Sementara itu, bila
38
fermentasi tersebut digunakan bahan baku gula,
proses pembuatan etanol dapat lebih cepat.
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung
pada jenis gula yang digunakan dan produk yang
dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang
merupakan gula paling sederhana, melalui fermentasi
akan menghasilkan etanol (2C2H5OH).
Persamaan Reaksi Kimia Saccharomyces cerevisae
C6H12O6
2C2H5OH + 2CO2 Yeast ( Ragi )
Dijabarkan sebagai
Yeast ( ragi ) GulaAlkohol(etanol)
(glukosa, fruktosa, atau sukrosa)
Karbondioksida + kalori
Alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi
biasanya masih mengandung gas-gas antara lain CO2
(yang ditimbulkan dari pengubahan glucose menjadi
ethanol/bioetanol) yang perlu dibersihkan. Gas CO2
39
pada hasil fermentasi tersebut biasanya mencapai 35
persen volume, sehingga untuk memperoleh
ethanol/bio-ethanol yang berkualitas baik,
ethanol/bio-ethanol tersebut harus dibersihkan dari
gas tersebut. Proses pembersihan (washing) CO2
dilakukan dengan menyaring ethanol/bio-ethanol yang
terikat oleh CO2, sehingga dapat diperoleh
ethanol/bio-ethanol yang bersih dari gas CO2). Kadar
ethanol/bioetanol yang dihasilkan dari proses
fermentasi, biasanya hanya mencapai 8 sampai 10
persen saja, sehingga untuk memperoleh ethanol yang
berkadar alkohol 95 persen diperlukan proses
lainnya, yaitu proses distilasi (Nurdyastuti,
http://www.google.co.id/search?
hl=id&q=destilasi+ethanol&btnG=Telusuri&meta,
diakses 10 Agustus 2010).
2.7 Distilasi
Distilasi atau penyulingan adalah metode
pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan
40
kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan.
Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga
menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke
dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih
lebih rendah akan menguap terlebih dulu. Metode ini
termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa.
Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa
pada suatu larutan, masing-masing komponen akan
menguap pada titik didihnya (titik didih etanol
780C)
(sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Distilasi,
diakses 06 Desember 2010).
1
2
3
4
5
6
41
Gambar 2.2 Alat Distilasi Sederhana
Keterangan gambar :
1. Kompor
2. Gelas labu
3. Thermometer
4. Condensor Liebig
5. Conentor
6. Gelas Ukur
Distilasi dilakukan untuk memisahkan ethanol dari
beer (sebagian besar adalah air dan etanol). Titik
didih etanol murni adalah 78oC sedangkan air adalah
1000C (kondisi standar). Dengan memanaskan larutan
pada suhu rentang 78-1000C akan mengakibatkan
sebagian besar etanol menguap
42
(sumber:http://www.energiterbarukan.net/index.php?
Itemid=43&id=27&option=com content&task=view,
diakses 06 Desember 2010).
2.8 Azeotrop
Azeotrop merupakan campuran 2 atau lebih komponen
pada komposisi tertentu dimana komposisi tersebut
tidak bisa berubah hanya melalui distilasi biasa.
Ketika campuran azeotrop dididihkan, fasa uap yang
dihasilkan memiliki komposisi yang sama dengan fasa
cairnya. Campuran azeotrop ini sering disebut juga
constant boiling mixture karena komposisinya yang
senantiasa tetap jika campuran tersebut dididihkan.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar 2.3
43
Gambar 2.3 Grafik azeotrop
(Sumber :
http://majarimagazine.com/2007/11/proses-
distilasi-campuran-biner/ Diakses 24 juni
2011).
Titik A pada pada kurva merupakan boiling point
campuran pada kondisi sebelum mencapai azeotrop.
Campuran kemudian dididihkan dan uapnya dipisahkan
dari sistem kesetimbangan uap cair (titik B). Uap
ini kemudian didinginkan dan terkondensasi (titik
C). Kondensat kemudian dididihkan, didinginkan, dan
seterusnya hingga mencapai titik azeotrop. Pada titik
azeotrop, proses tidak dapat diteruskan karena
komposisi campuran akan selalu tetap. Pada gambar di
atas, titik azeotrop digambarkan sebagai pertemuan
antara kurva saturated vapor dan saturated liquid.
(ditandai dengan garis vertikal putus-putus).
45
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat Penelitian
Untuk mengetahui proses pembuatan bioetanol
berbahan buah papaya busuk dan untuk mengetahui
berapa komposisi dan durasi lama waktu yang tepat
dalam pembuatan bioetanol berbahan baku pepaya busuk
agar memperoleh hasil etanol yang optimal, maka
penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan Bakar
dan Pelumas Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri
Surabaya dan pengambilan analisis data di
Laboratorium TAKI (Team Afiliasi dan Konsultasi
Industri) Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS.
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan setelah pelaksanaan
seminar proposal skripsi.
3.2 Definisi Operasional Variabel
46
3.2.1 Variabel Bebas
a. Berat ragi yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah berat ragi yang akan
digunakan untuk campuran dalam fermentasi
buah papaya busuk. Berat ragi yang akan
digunakan dalam fermentasi adalah 3 gram, 6
gram, 9 gram, dan 12 gram.
b. Perbandingan bahan baku dan air, bahan
baku 250gr: air 125 ml air (1:0,5) ; bahan
baku 250gr : 250ml air (1:1) ; bahan baku
250gr : 375ml air (1:1,5) ; bahan baku
250gr : 500ml air (1:2).
3.2.2 Variabel Terikat
Variabel terikat (variabel respon)
dapat disebut hasil atau obyek penelitian.
Variabel terikat pada penelitian ini adalah
nilai kalori, flash point, pour point, viscositas,
densitas, dan kadar etanol.
47
3.2.3 Variabel Kontrol
Variabel kontrol merupakan usaha
untuk menghilangkan pengaruh variabel-
variabel lain selain variabel bebas yang
mempengaruhi hasil variabel terikat menurut
Gay (Pengantar Metode Statistika, 1993: 96).
Beberapa variabel kontrol dalam penelitian
ini antara lain:
a. Limbah buah pepaya sebagai bahan baku
dasar.
b. Ragi yang digunakan adalah ragi
saccharomyces cerevisiae.
c. Suhu pada proses distilasi adalah 900 C.
d. Waktu fermentasi 5 hari.
3.3 Rancangan Penelitian
Start
MengidentifikasiMasalah
48
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian
Studi Penelitian
Merumuskan Masalah
5 Hari 5 Hari5 Hari 5 Hari
Di dukung:1. Literatur2. Penelitian
250gr papayabusuk:125ml,
250ml,375ml, 500ml
air
250gr papayabusuk:125ml,
250ml,375ml, 500ml
250gr papayabusuk:125ml,
250ml,375ml, 500ml
250gr papayabusuk:125ml,
250ml,375ml, 500ml
Distilasi
Analisa Data dan
Pembahasan
varian terbaik
Kesimpulan
Pelaksanaan penelitian
Seminar Proposal
Distilasi bertingkat
hingga didapat etanol
Ragi 3gr Ragi 6gr Ragi 9gr Ragi 12gr
3
4
2
7
6
2
3
4
7
6
5
1
49
Alat pada penelitian ini didesign sebagai
berikut :
Gambar 3.2 Design Penelitian
Keterangan :
1. Tabung Fermentasi
2. Kondensor liebig
3. Tabung Distilasi
4. Pemanas
5. Silica Gel
50
6. Thermo kontrol
7. Gelas Erlenmeyer (tempat hasil distilasi).
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Tahap Persiapan.
Proses penyiapan alat dan bahan yang akan
digunakan dalam proses pembuatan bioethanol yaitu
labu leher dua, kompor, thermo kontrol, tabung
destilasi, gelas ukur, dan lain-lain.
Proses pengumpulan buah papaya busuk dan
dikumpulkan dalam satu tempat penampungan.
Proses pemblenderan menggunakan alat blender
yang berada di Laboratorium Bahan Bakar daan Pelumas
Jurusan Teknik Mesin Unesa.
3.4.2 Tahap pelaksanaan.
Tahap I (fermentasi)
i. Hasil dari blenderan buah papaya
busuk dan ragi kemudian di
fermesntasi dalam wadah fermentasi
51
yang masing-masing tabungnya berisi 1
liter.
ii. Semua sample difermentasi dalam suhu
kamar yakni 30°C selama 5 hari.
iii. Setelah difermentasi sesuai dengan
waktu masing-masing kemudian tiap
wadah fermentasi dapat di buka.
iv. Wadah fermentasi yang telah dibuka
berarti siap untuk dilanjutkan
keproses bertikutnya yaitu destilasi.
Tahap II (destilasi)
Tahap destilasi berfungsi untuk
memisahkan kandungan etanol dengan air
berdasarkan titik didihnya.
i. Hasil fermentasi diperas diambil
sarinya kemudian didestilasi dan
dipanaskan dalam tabung destilasi
52
pada suhu 90°C untuk destilasi
pertama sedangkan pada destilasi
bertingkat menggunakan suhu 78°C.
ii. Hasil destilasi berupa etanol
kemudian diukur kadar alkohol dengan
menggunakan alkoholmeter sehingga
diperoleh etanol dengan kadar yang
berbeda-beda dari masing-masing
proses destilasi.
iii. Etanol yang diperoleh dengan kadar
alkohol yang berbeda-beda ditempatkan
dalam botol sesuai dengan kadarnya
kemudian dikelompokkan sesuai dengan
kadarnya untuk dilakukan tahap
distilasi bertingkat.
Tahap III (Distilasi Bertingkat dengan
Silica Gel)
Dalam tahapan ini, hasil destilasi
pertama ditingkatkan kandungan etanolnya
dengan penambahan silica gel pada proses
53
destilasinya sehingga diharapkan etanol
yang nantinya dihasilkan kandungan airnya
mendekati 0%. Oleh karena itu, ethanol
masih harus melewati tahap distilasi dengan
silica gel sampai menghasilkan ethanol
dengan kemurnian > 90% sebagai syarat bisa
digunakan sebagai campuran premuim.
3.5 Instrumen Penelitian
Dengan menggunakan design penelitian pada
gambar 3.2, maka akan diperoleh hasil berupa
etanol yang selanjutnya akan dilakukan pengukuran.
Instrument yang digunakan untuk pengukuran
kandungan etanol adalah sebagai berikut:
1. Thermo kontrol
2. Gelas Ukur
3. Alkoholmeter
4. Picnometer
5. Mesin Uji Spesifikasi
54
3.6 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data
pada penelitian ini menggunakan metode eksperimen,
yaitu dengan melakukan pengujian terhadap obyek
yang akan diteliti dan metode observasi yaitu
mengamati, serta mencatat data dari setiap hasil
perubahan yang terjadi melalui pengamatan secara
langsung.
3.7 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode analisis deskriptif.
Metode ini dilakukan untuk mendeskripsikan
informasi atau gejala yang ada dari hasil
distilasi yaitu kadar alkohol, suhu, dan
perbandingan bahan baku dan air untuk
menghasilkan kadar etanol yang maksimal.