Date post: | 18-Mar-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | khangminh22 |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
368
BAB V
POLITIK HUKUM PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PADA MASA
YANG AKAN DATANG
A. Politik Hukum Pertambangan Berorientasi Kesejahteraan Sosial
Titik tolak politik hukum adalah visi hukum. Berdasarkan visi atau mimpi itulah,
kita format bentuk dan isi hukum berdasarkan hukum yang dianggap capable untuk
mewujudkan misi tersebut. Dalam istilah yang lebih ilmiah, visi menunjuk pada
tujuan ideal yang ingin dicapai, tentang tujuan itu sendiri, tiap bangsa tiap negara
dan tiap masyarakat memiliki konsep yang berbeda. Disitulah inti politik hukum. Ia
memikul beban sosial suatu masyarakat, suatu bangsa, suatu negara untuk
mewujudkan tujuan masyarakat.1
Dalam bahasa berbeda, Esmi Warassih menyebut sebagai cita hukum
(rechtsidee) yang tidak lain Pancasila. Cita hukum dipahami sebagai konstruksi
pikiran yang merupakan keharusan untuk mengarahkan hukum pada cita-cita yang
diinginkan masyarakat. Gustav Radbruch dan Rudolf Stamler berpendapat bahwa
cita hukum berfungsi sebagai tolok ukur yang bersifat regulatif dan konstruktif.
Konsekuensinya setiap proses pembentukan dan penegakan serta perubahan yang
dilakukan terhadap hukum tidak boleh bertentangan dengan cita hukum yang
disepakati. Dalam hal ini Hans Kelsen menyebut cita hukum sebagai grundnorm
atau basic norm bahkan dipandang sebagai the source of identity and as the source
of unity of legal system.2
1 Bernard L. Tanja, Politik Hukum, Agenda Kepentingan Bersama, cetakan 1, Genta
Publishing, Yogyakarta, 2011, hlm. 3 2 Esmi warassih, Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis, cetakan 1, PT Suryandaru
Utama, Semarang, 2005, hlm 43-44.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
369
Grundnorm bagi negara Indonesia adalah UUD 1945. Untuk memahami hukum
dasar (droit constitutionel) suatu negara tidak cukup hanya membaca pasal-pasal
dalam undang-undang dasar (loi constitutionelle) saja, tetapi juga harus diselidiki
lebih jauh latar belakang kebatinannya (geistlichten hintergrund) perumusannya.3
Undang-undang dasar negara manapun tidak akan dapat dimengerti kalau hanya
sekedar dibaca naskahnya. Perumusan UUD 1945 dilatarbelakangi pengalaman
penjajahan yang sangat menyengsarakan rakyat sehingga menyadarkan akan arti
penting kesejahteraan. Penyebabnya adalah kolonialisme penjajah yang didasari
individualisme dan liberalisme yang secara politik menghasilkan kolonialisme dan
imperialisme serta secara ekonomi menghasilkan kapitalisme. Hal inilah yang secara
fundamental ditentang oleh para pendiri negara selama pergerakan kemerdekaan.
Cita hukum the founding fathers dan Framers of the Constitution tertuang dalam
pembukaan UUD 1945, batang tubuh BAB XIV KESEJAHTERAAN SOSIAL,
Pasal 33 dan Pasal 34 serta penjelasan umum sebagai gagasan demokrasi ekonomi
berdasarkan falsafah pancasila. Para penyusunan dalam UUD 1945 mempunyai
filosofi dan sejarah yang sangat khusus kala itu. Sesuai falsafah Pancasila, maka
hubungan antara manusia dan masyarakat sekitarnya didasarkan asas kekeluargaan.
Tidak seperti masyarakat individualisme yang mendasarkan pada kepentingan
individu berdasarkan persaingan bebas, dimana yang kuat menindas yang lemah.
Ketatanegaraan pemerintahan didasarkan pada sistem khas Indonesia.4 Dasar
ekonomi nasional dalam Pasal 33 menjadi sendi utama bagi politik perekonomian
dan politik sosial Republik Indonesia. Adapun Penjelasan dari Pasal 33 UUD 1945
(yang telah dihapus dalam amandemen keempat 2002) adalah sebagai berikut :
3 C.S.T. Kansil el all, Hukum Administrasi Daerah, cetakan 1, Jala Permata Aksara, Jakarta,
2009, hlm. 41. 4 Soebijono, et all, Dwifungsi ABRI, Perkembangan dan Peranannya Dalam Kehidupan Politik
di Indonesia, cetakan 8, Gadjahmada University Press, 1997, hlm. 51.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
370
1. Demokrasi ekonomi, dimana Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua
dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran
rakyatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran individu atau kelompok.
Untuk itu perekonomian disusun berdasarkan atas asas kekeluargaan. Bangun
perusahaan yang sesuai adalah kooperasi.
2. Perekonomian disusun berdasarkan atas demokrasi ekonomi, kemakmuran
bagi semua orang. Sebab itu cabang produksi yang penting bagi negara dan
menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara untuk
menghindarkan tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa
atau pemodal besar sehingga berpotensi menindas rakyat. Hanya perusahaan
yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak yang boleh ada di tangan
individu.
3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya adalah pokok-
pokok kemakmuran rakyat, oleh karena itu harus dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dengan demikian seluruh desain kebijakan kesejahteraan pemerintahan
Indonesia harus mengikuti atau bertitik tolak dari pada konstitusi. Dalam UUD 1945
yang disahkan 18 Agustus 1945, kebijakan kesejahteraan disebut sebagai
kesejahteraan sosial yang artinya mengutamakan atau didasarkan pada desain
keadilan. Dalam Penjelasan konstitusi yang sudah dihapus dalam UUD amandemen
2002 itu, sistem usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan itu disebut sebagai
demokrasi ekonomi yang maksudnya adalah "produksi oleh semua untuk semua”.
Istilah "oleh semua" dalam teori ekonomi konvensional disebut juga kondisi "full
employment" atau tingkat partisipasi yang tinggi dalam kegiatan ekonomi khususnya
lapangan kerja. Sedangkan istilah "untuk semua' dimaknai sebagai distribusi
pendapatan dengan derajat kemerataan yang tinggi yang disebut juga sebagai
egaliter. Dalam pasal 27 ayat 2 ditetapkan bahwa "setiap warga negara berhak atas
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
371
pekerjaan dan pendapatan sesuai dengan kemanusiaan" yang sebenarnya merupakan
definisi kesejahteraan sosial.5
Bung Hatta sebagai tokoh sentral yang mengarsiteki rumusan Pasal 33 UUD
1945 dengan istilah demokrasi ekonomi. Dalam hal sumber daya pertambangan,
pertama kali Bung Hatta menyampaikan pandangannya tentang kedaulatan negara
terhadap kekayaan alam Indonesia memalui Panitia Perancang Keuangan dan
Perekonomian dalam sidang kedua BPUPKI pada tanggal 10 – 17 Juli 1945 sebagai
berikut : 6
“Bahwa penguasaan oleh negara atas kekayaan alam Indonesia berimplikasi
pada posisi pemerintah yang harus menjadi pengawas (supervisor) dan pengatur
(regulator) untuk keamanan rakyat. Semakin suatu usaha pengelolaan ini oleh
perusahaan besar dan banyak orang yang menggantungkan hidup didalamnya,
maka pemerintah harus berpartisipasi di dalam usaha tersebut. Seluruh tanah
harus dibawah kontrol negara. Perusahaan tambang besar harus dioperasikan
dalam bentuk perusahaan negara karena penting dan menguasai hajat hidup
orang banyak”.
Berdasarkan ketentuan tersebut sikap konstitusi atas sumber daya alam
digariskan dalam politik hukum “hak menguasai negara” sebagaimana diatur Pasal
33 ayat (2) dan ayat (3) agar sumber daya alam dapat dimanfaatkan mencapai
kesejahteraan sosial sesuai amanat konstitusi dalam Pasal 34. Dari sudut ekonomi
politik, politik hukum demikian mengandung konsep prismatik, yakni
mempertemukan atau menyeimbangkan antara kepentingan perseorangan (individu)
dengan kepentingan masyarakat (sebagai kesatuan). Dalam konsep seperti ini,
5 M. Dawam Raharjo, “Refleksi Terhadap Desain Kebijakan dan Implementasi Kebijakan
Kesejahteraan Satu Dasawarsa Terakhir”, makalah Konferensi Nasional Satu Dekade Perkumpulan
Prakarsa dengan tema ”Akselerasi Transformasi Menuju Indonesia Sehat dan Sejahtera 07 Oktober
2014. 6 Resvani, Tambang Untuk Negri, Sebuah Inovasi Konsep, Bhuana Ilmu populer, Jakarta ,
2017, hlm. 161.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
372
negara wajib membangun kesejahteraan sosial dengan, antara lain membuat
peraturan yang mendorong pada terciptanya keadilan sosial (meniadakan atau
menyempitkan kesenjangan antara yang kuat dan lemah secara sosial ekonomi)
bahkan membuat peraturan yang dapat memberi perlindungan khusus kepada
mereka yang lemah dan tidak membiarkan bersaing secara bebas dengan mereka
yang kuat. Sebab jika dilepaskan bertarung secara bebas, maka yang lemah akan
selalu kalah dan semakin lemah.7
Konsep hak menguasai negara tersebut dipertegas dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada
Pasal 2 yang menyatakan bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Wewenang yang bersumber pada hak
menguasai dari negara tersebut digunakan untuk mencapai sebesar-besar
kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam
masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Sebagai undang-undang pokok, maka seluruh peraturan tentang pengelolaan bumi,
air dan kekayaan alam di dalamnya harus merujuk pada pasal 2 UUPA tersebut.
Sistem ekonomi nasional dan konsep hak menguasai negara tersebut
dirumuskan oleh Bung Hatta dan disepakati para pendiri negara. Karena kemiskinan
akibat penjajahan berabad-abad oleh Belanda dan Jepang, maka sistem
perekonomian negara yang dicita-citakan adalah usaha bersama yang dikerjakan
secara kekeluargaan. Bung Hatta menjelaskan yang dimaksud usaha bersama atas
dasar kekeluargaan adalah kooperasi.8 Kooperasi adalah paham Indonesia yang
7 Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Edisi 1,
Rajawali Press, Jakarta, 2011, hlm. 56. 8 Mohammad Hatta, Politik, Kebangsaan, Ekonomi, op cit, hlm 332.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
373
memberikan segi ekonomi kepada koperasi sosial lama : gotong royong. Kooperasi
mendahulukan keperluan bersama dan membelakangkan kepentingan orang seorang.
Kooperasi bukanlah organisasi perseorangan yang mencari keuntungan, melainkan
suatu organisasi kolektif dengan tujuan mencapai keperluan hidup. Selanjutnya
kooperasi mengandung dasar pendidikan kepada anggotanya ke jalan berbakti dan
bertanggung jawab dalam mengurus keperluan bersama. Kooperasi dianggap alat
yang efektif untuk membangun kembali ekonomi rakyat yang terbelakang. Dalam
sistem Pasal 33, usaha-usaha ekonomi skala kecil dan sedang dikerjakan oleh
kooperasi, sementara yang besar-besar diusahakan oleh negara. Cabang-cabang
produksi yang penting seperti industri pokok dan pertambangan dikuasai oleh
negara. 9
Dikuasai oleh negara tidak berarti bahwa pemerintah sendiri dengan
birokrasinya menjalankan perusahaan. Dimana pemerintah dan kooperasi
kekurangan daya, inisiatif swasta dapat dimasukkan sebagai tambahan dalam
program pembangunan menurut syarat-syarat yang ditentukan. Selama perusahaan-
perusahaan swasta itu melakukan fungsi produksi secara efektif, selama itu ia harus
memberi manfaat bagi masyarakat. Semua tindakan swasta itu harus disesuaikan
dengan rencana pemerintah dalam rangka ekonomi terpimpin menurut UUD 1945.
Dengan demikian seluruh pengelolaan kekayaan alam harus dalam pengawasan dan
pengaturan pemerintah. Tujuan ekonomi terpimpin adalah untuk mencapai
kemakmuran yang sebesar mungkin bagi rakyat.
Politik hukum pertambangan sebagai pelaksanaan konstitusi harus mendasarkan
pada cita hukum (rechts idee) kesejahteraan rakyat dengan cara dan kondisi yang
diamanatkan pasal 33 UUD 1945. Dalam sistem ini, perusahaan pertambangan harus
9 Ibid, hlm. 334.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
374
dijalankan sebagai usaha negara, sebab ia dikerjakan oleh orang banyak dan cara
mengusahakannya mempunyai akibat terhadap kemakmuran rakyat. Tanah serta
isinya dikuasai oleh negara. Cara eksploitasinya dapat diserahkan kepada badan yang
bertanggung jawab kepada pemerintah menurut peraturan yang ditetapkan. Ini terjadi
jika negara karena berbagai hal tidak mampu melaksanakannya. Selanjutnya seluruh
perusahaan penting yang menguasai hajat hidup orang banyak harus menjadi usaha
negara.10
Menurut Bung Hatta, untuk mengatasi penghisapan kekayaan sumber alam dan
ketimpangan kemakmuran harus dilakukan secara bersama dengan tiga jurus : 11
1. Penguasaan asset oleh negara.
2. Kontrol terhadap usaha swasta.
3. Tumbuhnya perekonomian rakyat yang mandiri.
Dalam pandangan Bung Hatta, permasalahan utama dalam industri
pertambangan nasional antara lain kelangkaan modal (kapital) mengingat
dibutuhkan dana yang sangat besar, ketertinggalan penguasaan teknologi tinggi, dan
kurangnya tenaga ahli yang mengelolanya. Hal ini yang masih menjadi tantangan
dalam pengelolaan pertambangan secara kooperasi. Perusahaan pertambangan
sebaiknya diatur sebagai kooperasi dibawah kepemilikan pemerintah.12
Presiden Sukarno mengetahui betul bahwa bangsa Indonesia menjadi rebutan
negara-negara asing karena memiliki kekayaan alam yang melimpah. Hal ini jelas
dalam pidato kepresidenan tanggal 17 Agustus 1954 :
“ Tuhan telah menyediakan kekayaan alam. Tetapi penggaliannya tergantung
pada kita sendiri. Nasib kita tidak tergantung dari usaha orang lain, tidak dari
dewa-dewa, tatapi dari ichtiar kita sendiri, self activity, self help – itulah kunci
10 Ibid, hlm 345 11 Tempo, op cit, hlm.155. 12 Mohammad Hatta, op cit. hlm. 342
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
375
kemakmuran dan kebahagiaan suatu bangsa. Tidak mungkin unsur-unsur luar
negeri membuat tanah air kita makmur dan sejahtera, gemah ripah kerta
raharja, jikalau bangsa Indonesia sendiri hanya menjadi penonton dan penikmat
saja dari hasil-hasil yang digali oleh modal dan orang lain”13
Untuk itu Presiden Sukarno sangat berhati-hati dalam mengelola dan
memanfaatkan sumber kekayaan alam. Hal ini tercermin dalam Amanat Presiden
tahun 1959 tentang Pembangunan Semesta Berencana. Presiden mengamanatkan
sebagai negara bekas jajahan yang belum pernah berkesempatan membangun sendiri
dan baru berlatih pribadi sendiri, masih mengalami beberapa kekurangan, antara lain
:14
1. Modal
2. Tenaga-tenaga ahli.
3. Tenaga kejuruan.
4. Pengalaman-pengalaman.
Lalu apa yang harus dilakukan. Tindakan Presiden Sukarno jelas dan tegas.
Sejak tahun 1951, Sukarno mulai membekukan atau tidak memberikan konsesi baru
bagi perusahaan asing. Tujuannya agar kekayaan alam tersebut dapat dikelola oleh
anak bangsa sendiri. Sukarno beberapa kali menolak korporasi internasional untuk
mengeruk kekayaan alam demi keuntungan kelompok kapitalis. Sukarno berkeras
terkait prinsip bahwa belum jelas hitungan untung rugi penanaman modal asing di
Indonesia. Cara yang dipikirkan Sukarno adalah : 15
1. Mendorong pembangunan sumber daya manusia untuk mampu mengolah
sendiri kekayaan alam dengan cara mengirim ribuan anak terbaik bangsa
untuk belajar ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai negara.
13 Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi, cetakan kedua, Jilid kedua, Panitya Penerbit,
Jakarta, 1965, hlm. 206. 14 Soepardo, et all, Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia, Cetakan ketiga, P.N. Balai
Pustaka, Jakarta, 1963, hlm. 369. 15 Sigit Aris Prasetyo, Bung Karno dan Revolusi Mental, cetakan I, Penerbit Imania,
Tangerang Selatan, 2017, hlm.153-156.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
376
2. Meninjau ulang kontrak perusahaan asing dan melakukan negosiasi
pengelolaan kekayaan alam agar memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya untuk kemakmuran bangsa.
3. Memilih negara asing untuk memberikan bantuan teknik cara pengolahan
tambang.
4. Mencari pinjaman khusus untuk mengelola kekayaan alam Indonesia.
Untuk menjalankan gagasan ekonomi mandiri tersebut Sukarno membentuk
Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang dibentuk 15 Agustus 1959 yang
dipimpin oleh Moh. Yamin. Lembaga ini kemudian diganti menjadi Badan
Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) pada tahun 1963 yang langsung
berada dibawah Sukarno. Pada tanggal 28 Maret 1963 Sukarno mengeluarkan
Deklarasi Ekonomi (Dekon) yang tujuannya adalah menciptakan ekonomi yang
bersifat nasional, demokratis dan anti imperialis.
Hasilnya adalah tindakan pemerintah yang sangat berani yaitu mengesahkan
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas
Bumi yang menyatakan pengelolaan sumber alam minyak dan gas alam dilakukan
oleh negara atau perusahaan negara. Presiden Sukarno berpendirian salah satu cara
mencapai kemandirian bangsa adalah dengan cara bekerja keras dan terus bekerja
hingga berdiri diatas kakinya sendiri dalam konsep Trisakti yaitu : berdaulat secara
politik, berdiri diatas kemampuan ekonominya dan berkepribadian di bidang
kebudayaan.
Demikian pula Bung Hatta merumuskan solusinya dalam naskah pidato yang
disiapkan untuk Kongres Internasional Bantuan Perkembangan Ekonomi Negara-
Negara yang Sedang Berkembang yang diadakan oleh Kommerstiftung di Salzburg
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
377
Austria tahun 1962 menguraikan gagasan tentang corak bantuan yang diperlukan
dalam pengembangan konsep ekonomi Indonesia sebagai berikut : 16
1. Bantuan untuk membentu apa yang disebut “human capital” yaitu mendidik
tenaga-tenaga ahli Indonesia sebanyak-banyaknya pada universitas, pada
sekolah tinggi dan menengah pada berbagai jenis industri.
2. Bantuan kapital untuk membiayai proyek-proyek infrastruktural, seperti
jalan, pelabuhan, memperbaiki aliran sungai, kanal dan lainnya.
3. Bantuan untuk melaksanakan apa yang disebut Mr. Paul Hoffman “Pre
investment activities”, seperti mengadakan penyelidikan geologi. Biayanya
sebagian atau sepenuhnya dapat dipikiul Indonesia, tetapi tenaga ahlinya
sebagian harus datang dari luar negeri.
4. Bantuan kapital untuk memperbesar sistem aliran air dan waduk di berbagai
daerah guna mengintensifkan dan melipatgandakan hasil bumi. Sebagian
sistem saluran ini dapat sekaligus digunakan sumber tenaga listrik untuk
industri dan penerangan.
5. Bantuan kapital untuk membangun berbagai macam industri dasar dan
tambang serta industri lainnya yang penting bagi rakyat. Kapital yang
dipinjam itu dibayar kembali berangsur-angsur dengan hasil perkembangan
produksi itu sendiri.
Menurut Bung Hatta, dengan modal kekayaan alam yang melimpah, jumlah
penduduk yang besar dan kultur tolong menolong yang telah berakar, diyakini paham
sosialisme Indonesia ini dapat menjawab permasalahan perekonomian negara.
Dengan demikian maka dapat diketahui bahwa gagasan ekonomi Bung Hatta tidak
hanya bersandar pada sektor pertanian (agraris) dngan menempatkan industri
pertanian semata, tapi jauh kedepan telah menatap konsep penguasaan industri
pertambangan yang mengolah kekayaan alam bahan galian Indonesia untuk
mencapai kesejahteraan sosial.
16 Ibid, hlm. 373.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
378
Bagir Manan dan Hikmahanto Juwana menerjemahkan pendekatan filosofi
Bung Hatta tersebut dalam bentuk pengembangan ekonomi yang ideal yang
seharusnya dilakukan sesuai urutan prioritas sebagai berikut : 17
a. Dilakukan langsung oleh perusahaan milik negara.
b. Dilakukan oleh negara dengan bantuan modal asing.
c. Apabila kedua kemungkinan diatas tidak dapat dilakukan maka pemerintah
dapat menawarkan kesempatan bagi investor asing untuk melakukan
pengusahaan dengan sistem bagi hasil.
Sektor pertambangan memang mempunyai karakteristik khusus yatu tidak dapat
diperbaharui (non-renewable), mempunyai resiko tinggi, dampak kemerosotan
lingkungan dan fisik yang tinggi, memerlukan teknologi tinggi (high technology) dan
perlu pembiayaan yang sangat besar serta menuntut pengembalian keuntungan (rate
of return) yang lebih tinggi. Untuk itu, menurut Adrian Sutedi, dasar kebijakan
publik di bidang pertambangan berdasarkan Pasal 33 ayat (3) dapat
mempertimbangkan hal-hal berikut :
Pertama, kita baru mengundang perusahaan asing apabila bangsa Indonesia
tidak berani mengambil resiko atau tidak menguasai teknologi pertambangan.
Kedua, apabila resikonya tidak besar, serta teknologinya dikuasai dan
permasalahannya hanya modal, maka dana dapat dikumpulkan melalui beberapa cara
sebagai berikut :
a. Sebagian pendapatan pemerintah dari sektor pertambangan umum yang
memberikan keuntungan banyak.
b. BUMN terkait dapat mengumpulkan dana dari saham masyarakat yang
besarnya tergantung pada kepercayaan masyarakat pada hasil usaha di
bidang tersebut.
17 Resvani, op cit, hlm. 163.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
379
c. Swasta nasional yang berminat berusaha di bidang tersebut (baik sendiri
maupun konsorsium) diikutsertakan dalam usaha tersebut.
d. Apabila dari sumber dana diatas tidak cukup, baru diusahakan dari modal
asing.
Ketiga, aspek lingkungan baik fisik maupun sosial harus dipertimbangkan dalam
setiap kontrak pertambangan dan pengusaha pertambangan harus menyediakan
biaya untuk mengatasinya. Menurut ahli ekonomi Kaldor dan Hicks, suatu tindakan
dikatakan bermanfaat apabila golongan yang memperoleh manfaat dari usahanya
dapat memberikan kompensasi bagi golongan yang menderita kerugian akibat usaha
tersebut. Keempat, apabila kontrak bagi hasil untuk pertambangan umum lebih
menguntungkan dibandingkan kontrak karya, maka tentunya yang lebih
menguntungkan masyarakat perlu diberlakukan.18
Pada tataran praktis, pengertian ”dikuasai negara” ternyata telah ditafsirkan
berbeda-beda dari waktu ke waktu. Pertama, pada masa Demokrasi Terpimpin,
pengertian ”dikuasai negara” diartikan sebagai negara memiliki wewenang untuk
menguasai dan mengusahakan langsung semua sumber daya alam melalui
perusahaan-perusahaan milik negara. Kedua, pada masa Orde Baru, pengertian
”dikuasai negara” telah bergeser dari ”pemilikan dan penguasaan secara langsung”
menjadi ”penguasaan secara tidak langsung” melalui kepemilikan seluruh saham di
BUMN. Hal ini terjadi karena pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa mengelola
sumber daya alam secara langsung memerlukan sumber daya manusia yang terampil
(skill), modal yang sangat besar (high capital), teknologi tinggi (high technology),
dan berisiko tinggi (high risk). Ketiga, pada masa Reformasi, pengertian ”dikuasai
negara” bergeser ke arah yang lebih praktis dan terbuka. Pemerintah memberikan
peluang sebesar-besarnya kepada investor swasta atau asing untuk terlibat langsung
18 Adrian Sutedi, op cit, hlm. 45-46.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
380
dalam pengusahaan sumber daya alam melalui pemberian izin langsung (license)
atau kontrak kerja sama operasi (KSO). Bahkan, sebagian saham milik milik negara
di BUMN telah dijual kepada investor-investor swasta melaui penawaran umum di
bursa-bursa efek, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, seperti yang dilakukan
PT Telkom, PT Indosat, dan PT Gas Negara. Ini terjadi karena pertumbuhan
ekonomi dan pertumbuhan penduduk sangat pesat, ketidakmampuan BUMN dalam
memobilisasi dana dan terbatasnya APBN untuk memenuhi kebutuhan dan
pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat.19
Pengelolaan pertambangan pada masa orde baru sendiri meninggalkan jejak
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang mengakibatkan kerugian negara.
Sebagai contoh dalam konteks berlakunya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1971
tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Negara menimbulkan masalah
korupsi. Hasil audit Pertamina oleh Price Waterhouse Cooper tahun 1999
menunjukkan telah terjadi berbagai penyimpangan. Pertama, pertamina sebagai
regulator yang memberikan lisesnsi kontrak pada kontraktor. Kurangnya kontrol
terhadap para kontraktor yang menunda transaksi, biaya tinggi premi asuransi, tidak
adanya kewajiban untuk memulihkan lapangan minyak dan gas yang tidak terpakai.
Kedua, Indonesia Corruption Watch menemukan bahwa proses pemberian hak
untuk menambang dan ketiadaan kontrol memadai terhadap kontraktor
menyebabkan para kontraktor bermain-main dengan klausul cost recovery dalam
kontrak nagi hasil. Ketiga, dalam aspek hulu industri ini, pemberian kontrak bantuan
teknis merupakan satu kelemahan penting. Keempat, dalam konteks industri hilir,
proses suplai barang dan jasa menimbulkan kontrak yang mahal karena KKN.
19 Agus Salim, “Penguasaan Migas di Indonesia Dalam Perspektif Kedaulatan Negara”,
2011, dalam http://www.esdm.go.id/berita/artikel/56-artikel/4939-pengusahaan-migas-di-indonesia-dalam-perspektif-kedaulatan-negara-2-makna-dikuasai-oleh-negara.html, diakses 9 September 2017.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
381
Kelima, ketiadaan transparansi publik dan akuntabilitas menyebabkan Pertamina jadi
sasaran empuk bagi kroni-kroni yang kuat dan memiliki banyak koneksi.20
Dalam konteks tersebut anggota keluarga dan kroni Presiden Suharto memiliki
posisi kuat dalam industri minyak dan gas Indonesia, terutama dalam monopoli
Pertamina. Keluarga Suharto makin menguasai bisnis Pertamina pada tahun 1983
memalui perusahaan perantara Permindo yang dibentuk khusus menjadi perantara
impor dan ekspor minyak dan gas Pertamina.Perusahaan ini dimiliki perusahaan
kelompok Bimantara (milik Bambang Trihatmodjo) dan kelompok Bakrie (milik
Aburizal Bakrie). Perusahaan tersebut baru dibubarkan tanggal 1 Juli 1998 setelah
jatuhnya Suharto setelah memperoleh penghasilan sebesar Rp. 183 miliar per bulan
selama 15 tahun.21
Praktek selama orde baru menunjukkan bahwa sistem hukum dan politik
Indonesia tidak siap menghadapi strategi industrialisasi yang lebih berorientasi
ekspor dan dampak ekonominya. Sistem hukum dan politik digunakan sebagai
sarana menjalankan praktek KKN yang mengakibatkan kerugian negara secara luar
biasa. Pertambangan hanya memberikan kekayaan finansial bagi oknum-oknum
militer dan politik dan keluarga cendana. Artinya potensi pendapatan negara untuk
peningkatan kesejahteraan sosial hilang. Demikian juga fenomena “Papa minta
saham” yang dilakukan oleh ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto
membuka kesadaran bahwa ternyata pengelolaan kekayaan alam selama ini hanya
dimanfaatkan untuk keuntungan segelintir elit politik, bukan untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat.
20 Francisias S.S.E. Seda, Dinamika Sumber Daya Alam, Negara Developmentalis, dan
Masyarakat, cetakan pertama, 2014, UI Press, Jakarta, hlm. 64-65. 21 Tempo, “Sampai Kapan Keluarga Cendana Menikmati Pertamina”, Jakarta, 16 November
1998, hlm. 40.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
382
Pada tahun 2014 Indonesia memasuki babak baru dalam pemerintahan.
Pemilihan Umum telah dimenangi oleh pasangan Presiden Joko Widodo dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla yang mengusung program Nawa Cita dan revolusi mental.
Harapan perbaikan kesejahteraan melambung tinggi pada masa ini. Presiden Joko
Widodo menyatakan komitmennya akan membangun kedaulatan negeri dengan
mengutip pidato Presiden Soekarno tentang Trisakti pada tahun 1963 yang berisi
bangsa Indonesia harus berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan
kepribadian sosial dan budaya. Tantangan terbesar dalam pembangunan antara lain
keterpurukan sumber daya manusia, kondisi infrastruktur yang belum memadai dan
ekonomi biaya tinggi yang tak kunjung teratasi.22 Dan masih banyak lagi aspek hilir
pertambangan yang penuh praktek KKN.
Selama 100 hari pemerintahan Jokowi-JK masih banyak yang belum bisa
dilakukan meski program dan proyek sudah dirancang. Tidak mudah menjalankan
program dan proyek jika tidak didukung perubahan perilaku sehari-hari dalam
revolusi mental. Revolusi mental menjadi dasar mengubah perilaku lama yang
korup, mental aparat yang ingin dilayani menuju perilaku baru yang diikuti
komitmen kuat. Dengan demikian diharapkan pembangunan program dan proyek
berjalan baik. Selain meningkatkan pertumbuhan ekonomi, penguasaan kapasitas
fiskal, juga terciptanya stabilitas moneter, reindustrialisasi, peningkatan investasi
dan peningkatan perdagangan dalam negeri. Pemerintah juga berharap dapat
meningkatkan daya saing UMKM dan koperasi serta mengurangi jumlah pekerja
migran dengan pengurangan angka kemiskinan dan meningkatkan pelaksanaan
sistem jaminan sosial.23
22 Kompas, Menatap Indonesia 2015, Antara Harapan dan Tantangan, Penerbit Kompas,
Jakarta, 2015, hlm. 40. 23 Kompas, “Dari Rencana Ke Realisasi Program”, Jumat 30 Januari 2015.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
383
Dalam bidang pertambangan, pemerintahan Presiden Joko Widodo mulai
mewujudkan berdikari di bidang ekonomi. Keberadaan pertambangan mulai
mendapat perhatian, dan dapat dikuasai oleh negara melalui Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) maupun perusahaan nasional. Perusahan pertambangan tersebut
antara lain :
1. PT. Freeport Indonesia.
Kontrak karya Freeport PT. Freeport Indonesia akan berakhir pada tahun
2021. Untuk itu pemerintah bertekad tidak memperpanjang kontrak karya dan
mengelola sendiri pertambangan strategis dengan operator PT Indonesia Asahan
Alumunium (PT Inalum). Alternatif lain adalah divestasi saham sebagaimana
amanat Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Kewajiban
Divestasi Bagi Perusahaan Tambang Asing yaitu besaran saham yang harus
dimiliki negara sebesar 20 % dalam setahun sejak peraturan disahkan hingga
51%. Dalam tahun 2018 PT. Freeport Indonesia berkewajiban mendivestasikan
minimal 10,64 persen saham kepada Indonesia karena saat ini pemerintah telah
menguasai 9,36 persen saham. Saham sebesar 10,64 persen tersebut dihargai 1,7
miliar dollar AS atau senilai Rp. 23,46 triliun dengan kurs rupiah terhadap dollar
AS sebesar Rp. 13.800,-.24
PT Freeport dengan Pemerintah RI telah sepakat menandatangani Head of
Agreement (HoA) divestasi sebesar 51% pada tanggal 12 Juli 2018 di Jakarta.
Badan Usaha Milik Negara Inalum akan mengambil alih interest (saham
partisipasi) dari Rio Tinto dan 100% dari Indocopper, sehingga kepemilikan
Inalum ditambah dengan kepemilikan negara jadi 51,38%. Total nilainya itu
US$3,85 miliar. Adapun rinciannya, harga 40 persen participating interest (PI)
24 Ferdy Hasiman, “Divestasi Saham Freeport”, Kompas, Selasa, 2 Februari 2016.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
384
Rio Tinto mencapai 3,5 miliar dolar AS. Serta, harga 9,36 persen saham milik
PT Indocopper senilai 350 juta dolar AS. Saham yang dijual seluruh dimiliki
Freeport McMoran
Duduk perkara kontrak karya PT. Freeport tak lepas dari amandemen
renegosiasi kontrak sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada Pasal 159 huruf (b) yang
memberi mandat kepada pemerintah melakukan renegosiasi kontrak setelah
undang-undang tersebut berlaku. Renegosiasi ini dilakukan agar pertambangan
strategis memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat sebagaimana amanat
UUD 1945. Menurut aturan, kontrak karya PT. Freeport Indonesia akan berakhir
2021 dengan konsekuensi lahan perusahaan yang berakhir masa kontraknya
dikembalikan kepada negara sebagai aset vital dan dikuasai pemerintah pusat.
Pada saat kontrak berakhir, pemerintah mendapatkan PT. Freeport Indonesia
dengan pembayaran zero,
2. Nasionalisasi pertambangan minyak Blok Mahakam.
Pada Juni 2015 pemerintah menetapkan Pertamina sebagai operator Blok
Mahakam di Kalimantan Timur. Blok Mahakam merupakan produsen gas
terbesar Indonesia yang kontribusi total produksi gas nasional sekitar 20%. Blok
Mahakam berhasil dinasionalisasi dari Total E&P (Perancis) dan Inpex
Coorporation (Jepang). Keduanya telah menjadi operator pengelola Blok
Mahakam sejak 1966 dengan Kontrak Kerja Sama yang ditandatangani pada
tanggal 6 Oktober 1966 dan berakhir tanggal 30 Maret 1997. Kontrak tersebut
telah diperpanjang pada tanggal 11 Januari 1997 dan berakhir pada tanggal 31
Desember 2017. Selanjutnya Pemerintah memutuskan tidak memperpanjang
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
385
kontrak kedua perusahaan asing tersebut dan mulai 1 Januari 2018 blok Mahakam
dikelola PT Pertamina (Persero) sebagai operator.
3. PT Newmont Nusa Tenggara.
Pemerintah telah berperan dalam proses pengambilalihan PT Newmont
Nusa Tenggara (PT NNT) yang mengoperasikan tambang tembaga, emas dan
batu hijau yang berskala dunia di Kepulauan Sumbawa dalam Kontrak Karya.
PT NNT mengumumkan bahwa proses transaksi pengambilalihan kepemilikan
saham di PT NNT sebesar 82,2% oleh PT Amman Mineral Internasional
(PTAMI) dan PT Pukuafu Indah (PTPI) sebagai pemegang saham sebanyak
17,8% selesai dilakukan dengan lancar. PTAMI adalah perusahaan Indonesia
yang pemegang sahamnya adalah AP Investment dan Medco Energi dengan
nilai transaksi akuisisi sebesar US$ 2,6 miliar atau setara Rp. 33,8 triliun.25
4. Blok Rokan
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah
memutuskan tidak memperpanjang kontrak Chevron Pacific Indonesia atas Blok
Rokan. Blok ini merupakan salah satu blok minyak paling strategis yang
dioperatori oleh Chevron sejak tahun 1931. Selanjutnya rokan sebagai penghasil
minyak paling produktif di Indonesia tersebut akan dikelola oleh PT. Pertamina
(Persero) yang akan menjadi operator pada 8 Agustus 2021. 26 Perusahaan ini
menghasilkan seperempat dari total produksi minyak mentah Indonesia sejak
awal tahun 2018 dan menurut catatan Price Waterhouse Cooper menghasilkan
33 % produksi minyak nasional. Pertamina mengklaim bahwa kesepakatan itu
25 Tambang.co.id, “Akuisisi Saham PT Newmont Oleh Kelompok Medco Telah Selesai”, 3
November 2016, sebagaimana dalam https://www.tambang.co.id/akuisisi-saham-pt-newmont-nusa-tenggara-oleh-kelompok-medco-selesai-14251/, diakses 20 Agustus 2018
26 Kompas.com, “Chevron Kecewa Blok Rokan Diserahkan ke Pertamina”, 1 Agustus 2018, sebagaimana dalam https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/01/153342926/chevron-kecewa-blok-rokan-diserahkan-ke-pertamina, diakses 20 Agustus 2018
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
386
bisa membantu Indonesia menghemat pengeluaran impor minyak sebesar US$
4 miliar per tahun dan memangkas biaya industri hilir dalam jangka panjang.
Akuisisi ini juga akan meningkatkan bisnis hulu dan hilir Pertamina.27
5. Blok Masela
Blok Masela yang terletak di Maluku telah diputuskan sebagai salah satu
dari 37 Prioritas dalam Proyek Strategis Nasional (PSN), sebagaimana yang
diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan
Proyek Strategis Nasional. Saat ini Pemerintah menargetkan revisi Plant of
Development Blok Masela bisa tuntas dikerjakan Inpex Corporation dan Shell
Indonesia akhir tahun 2018 agar pengembangannya sejalan dengan multiplier
effect yang diinginkan pemerintah bagi masyarakat. Kini pemerintah mulai
menyusun masterplan termasuk aspek penguatan peran serta masyarakat lokal
untuk ikut terlibat dalam pengelolaan blok migas. Salah satu caranya dengan
menggandeng Universitas Pattimura.28
Tindakan pemerintah tersebut mengingatkan pada proses nasionaliasi yang
terjadi tahun 1958 melalui melalui Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang
Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda. Pemerintah melakukan
nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan asing milik Belanda untuk dikelola oleh
pemerintah dengan tujuan memperoleh keuntungan negara dalam rangka
pembangunan ekonomi nasional dan pada akhirnya akan dapat memberikan manfaat
27 The Conversation, “ Agenda Jokowi Dibalik Akuisisi Paertamina Terhadap Blok Rokan Milik
Chevron”, 27 Agustus 2018, sebagaimana dalam http://theconversation.com/agenda-jokowi-di-balik-akuisisi-pertamina-terhadap-blok-rokan-milik-chevron-102162, diakses 20 Agustus 2018
28 Kontan.co.id, “Pemerintah Susun Masterplan pengembangan Blok Masela”, 30 Agustus 2018, sebagaimana dalam https://industri.kontan.co.id/news/pemerintah-susun-masterplan-pengembangan-blok-masela, diakses 20 Agustus 2018.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
387
sebesar-besarnya bagi masyarakat Indonesia. Tindakan pemerintah tersebut
dilakukan dengan cara-cara sesuai undang-undang dengan cara :
1. Tidak memperpanjang kontrak pertambangan yang sudah berakhir dan
mengerjakan sendiri sebagai operator.
2. Melakukan divestasi saham atas perusahaan tambang asing.
3. Perencanaan strategis pertambangan.
Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa seharusnya pertambangan strategis
dan vital seperti PT. Freeport Indonesia Inc., PT Newmont Nusa Tenggara, Blok
Mahakam, Blok Rokan, dan Blok Masela dilandasi bahwa sumber daya alam adalah
milik rakyat Indonesia secara kolektif yang harus digunakan sepenuhnya bagi
kesejahteraan rakyat. Caranya dengan cara dikelola negara sebagai operator, bukan
oleh investor asing. Pemerintahan sebagai penentu akhir bertekad menghentikan
kontrak-kontrak pertambangan dan selanjutnya mengelola sendiri dengan
pertimbangan mempercepat pembangunan dan mengurangi kesenjangan
pembangunan antara Pulau Jawa dan luar Jawa. Keputusan ini dianggap sebagai
langkah pemerintah Indonesia menuju kebijakan ekonomi dengan agenda nasionalis
yang kuat.
Tindakan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia tengah kuat
mendorong agenda nasionalis dalam kebijakan ekonomi mereka. Ini sebuah
lompatan kita harapkan nanti kita akan mendapatkan income yang lebih besar, baik
dari pajak, royalti, dividen, maupun retribusi. Sehingga nilai tambah komoditas
tambang bisa dinikmati oleh kita semua.29 Hasilnya dalam sektot pertambangan
migas, porsi Pertamina produksi migas nasional telah meningkat dari sekitar 23
29 DetikFinance, “RI Akan Caplok 51% Saham Freeport, Jokowi : Ini Sebuah Lompatan”, 12
Juli 2018, sebagaimana dalam https://finance.detik.com/energi/d-4111239/ri-akan-caplok-51-saham-freeport-jokowi-ini-sebuah-lompatan, diakses 20 Agustus 2018
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
388
persen pada tahun 2017 dan akan menjadi sebesar 36 % pada tahun 2018 dan
selanjutnya menjadi 39 % pada tahun 2019.
B. Pengaruh Globalisasi Terhadap Hukum
Memasuki milenium ketiga, perubahan-perubahan skala global berlangsung
sangat cepat yang menimbulkan dampak yang sangat luas. Globalisasi berasal dari
kata globe, yang berarti berkaitan dengan bola dunia. Para ahli mengartikan
globalisasi secara berbeda. Limas Sutanto mengartikan globalisasi sebagai
penyatuan dunia oleh kemudahan teknologi, informasi dan komunikasi. Massa
dengan segala dampaknya di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Alberto
Daniel Hanani mengartikan globalisasi sebagai serangan perusahaan asing terhadap
perusahaan lokal di pasar domestik ; tantangan bagi perusahaan untuk memasuki
pasar internasional ; tantangan untuk memasuki pangsa pasar dunia.30
Dahsyatnya arus globalisasi secara sosiologis berdampak sangat mendasar bagi
penentuan arah dan pola perubahan maupun tatanan sosial masyarakat. Menurut
Wallernstein, globalisasi dimulai sejak abad kelimabelas. Globalisasi adalah proses
pembentukan sistem kapitalis dunia. Max Weber melihat hubungan erat antara
munculnya hukum modern dengan kapitalisme. Dengan kata lain kapitalisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan dalam tipe hukum dari tradisional menjadi
modern.31
Untuk itu, pada abad 21 ini mau tidak mau, siap tidak siap, menurut Peter
Drucker dunia bertransformasi sosial memasuki era globalisasi yaitu sebuah
30 Gunawan Sumodiningrat dan Ari Wulandari, Revolusi Mental, Pembentukan Karakter
bangsa Indonesia, cetakan 1, Penerbit Media Pressindo, Yogyakarta, 2015, hl. 151 31 Satjipto Rahardjo, Pendidikan Hukum Sebagai Pendidikan Manusia, kaitannya Dengan
Profesi Hukum Dan Pembangunan Hukum Nasional, CetakanI, 2009, Genta Publishing, Yogyakarta, hlm. 99.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
389
kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Menurut Adi Sulistiyono,
globalisasi adalah tatanan masyarakat di seluruh pelosok dunia yang hidup dalam
suatu habitat yang mampat atau menyatu, transparan, tanpa batas, saling kait
mengkait (linkage) dan saling ketergantungan (interdependence) disebabkan karena
kemajuan ilmu pengetahuan secara progresif (khususnysa bidang teknologi
informasi), arus intervensi ideologi atau disebabkan motif penguasaan ekonomi yang
direkayasa melalui kesepakatan perjanjian internasional. Martin Albrow, mengacu
pada keseluruhan proses dimana dibumi ini di inkorporasikan ke dalam masyarakat
dunia yang tunggal, masyarakat global. Oleh karena proses itu bersifat majemuk,
maka kitapun dapat memandang globalisasi dalam kemajemukan. Menurut Sri Edi
Swasono, globalisasi merupakan sempalan dari globalisme, sebagai wujud baru dari
imperialisme dan neo liberalisme hegemonik yang predatori dan eksploitatori.
Pengertian yang lebih lugas disampaikan Wallerstein yang menyatakan globalisasi
adalah proses pembentukan kapitalis dunia. Sedangkan Henry Kisinger menyatakan
globalisasi adalah nama lain dari dominasi Amerika Serikat.32
Menurut Hazel Henderson paling sedikit ada enam proses globalisasi menuju
era saling ketergantungan yaitu : 33
1. Globalization of industrialism and technology.
2. Globalization of work and migration.
3. Globalization of finance.
4. Globalization of human effect on the biosphere.
5. Globalization of militarism and arms trafficking.
6. Globalization of communications and planetary culture.
32 Adi Sulistiyono, “Globalisasi dan Politik Hukum”, materi matrikuluasi Program Doktor
Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret , tahun 2014, hlm 7. 33 Ibid, hlm. 3
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
390
Satu dimensi utama adalah hilangnya batas negara (borderless state) yang
menandakan bahwa sistem dunia sedang mengalami transisi menuju globalisasi.
Globalisasi dunia yang ditandai oleh perluasan modal, meningkatnya interaksi
ekonomi nasional secara besar-besaran.ciri penting lainnya adalah perubahan dalam
sistem produksi. Strategi-strategi produksi baru yang mengglobal dengan
peningkatan cross border direct investment maupun integration of financial markets.
Globalisasi dan liberalisasi ekonomi ini memunculkan masyarakat global, satu dunia
yang terintegrasi secara fisik dengan melampaui batas-batas negara, blok ideologis
dan lembaga-lembaga politik dunia.34
Globalisasi ternyata membawa dampak tersendiri bagi negara bangsa, secara
lebih spesifik pembangunan. Negara tetap diperlukan dalam globalisasi ekonomi
semacam ini. Menurut Boyer dan Dracher, peran negara diperlukan untuk melakukan
intervensi secara selaktif guna menjamin mekanisme pasar agar berfungsi dengan
baik, efisien dan efektif. Bagaimanapun negara merupakan satu-satunya institusi
yang dapat berfungsi untuk menangkal krisis ekonomi yang dihadapi oleh negara
dengan membatasi distorsi pasar dan meniadakan ketidakstabilan yang melekat pada
sistem pasar. Dalam konteks ini, negara menjaga agar kebebasan pasar dan tingkat
integrasi ekonomi nasional dan ekonomi internasional bersifat relatif, disesuaikan
dengan situasi, kondisi dan tempat tertentu.35
Agar negara bisa menjadi mitra yang efektif dan lebih dipercaya dalam
pembangunan demi meraih tujuan-tujuan yang diingikan oleh rakyat, penting bagi
suatu negara untuk meningkatkan kapabilitasnya. Bank Dunia menyarankan dua
strategi pokok untuk itu. Pertama, mengimbangi peran negara dengan
34 Budi Winarno, Etika Pembangunan, Centre for Academic Publishing Service (CAPS),
cetakan pertama, Yogyakarta, 2013, hlm.290. 35 Loc cit.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
391
kapabilitasnya. Sebuah negara memiliki kapabilitas yang lebih besar dapat menjadi
negara yang makin efektif. Kedua, meningkatkan kapabilitas negara dengan
menyegarkan kembali lembaga-lembaga publik (reinvigoration of public
institutions). Dalam hal inipeningkatan kapabilitas dan keefektifan peran negara juga
harus dikaitkan dengan pembangunan kapasitas manajemen daerah.36
Joseph Stiglitz dalam suatu kesempatan diskusi peluncuran bukunya dalam versi
bahasa Indonesia, Making Globaization Work, mengungkapkan bahwa pragmatisme
tidak dapat dilepaskan dari konteks ideologi yang menyajikan pandangan mendasar
tentang bagaimana pemerintah seharusnya berperan. Ungkapan Stiglitz ini
memberikan suatu tanda bahwa ideologi – ditengah perdebatan yang menyertainya
– tetap penting dalam proses pembangunan. Bahkan globalisasi itu sendiri tidak
pernah netral dan pasar bebas neoliberal sebenarnya merefleksikan suatu pandangan
ideologis tertentu. China mampu memanfaatkan peluang-peluang globalisasi karena
kemampuannya dalam mengelola ideologi meskipun mengalami perubahan dari
sosialiss-komunis menjadi market-socialism. Ideologi inilah yang memandu setiap
kebijakan publik di China dalam merespon globalisasi hingga akhirnya menjadi
sebuah kekuatan ekonomi dan perdagangan dunia terbesar kedua setelah Amerika
Serikat.37
Dalam konteks globalisasi, membawa tantangan tersendiri bagi bangsa
Indonesia. Globalisasi menginginkan pasar bebas dimana pemerintah tidak boleh
campur tangan di lapangan ekonomi untuk diserahkan pada mekanisme pasar. Suatu
ideologi individualisme yang ditentang keras oleh para pendiri negara. Munculnya
kembali ajaran liberalisasi dan globalisasi pada pertengahan tahun delapan puluhan
36 Ibid, hlm. 291. 37 Ibid, hlm. 298
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
392
yang dijiwai semangat neoliberalisme, membuat keunikan ideologi Pancasila
semakin dipertanyakan dan dianggap tidak mampu menghadapi ideologi global.38
Padahal konstitusi Indonesia sejatinya perlawanan terhadap sistem pasar bebas yang
dianut globalisasi. Dalam situasi seperti ini bangsa Indonesia harus tetap berpegang
pada pada staatsfundamentalnorm, yaitu UUD 1945 dalam upaya mewujudkan
kesejahteraan rakyat. Pemerintah harus menyusun sistem perekonomian negara.
Kesejahteraan rakyat dijabarkan antara lain dalam Pasal 27 ayat (2), Pasal 33 dan
Pasal 34 tentang kesejahteraan sosial.
Bung Hatta dalam pidatonya menyatakan : 39
“Dengan tegas dan tidak ragu-ragu lagi, kita harus melaksanakan apa yang
dikatakan “ekonomi Terpimpin”. Pemerintah harus banyak campur tangan
dalam pelaksanaannya, dengan mengadakan petunjuk pelaksanaan ekonomi
yang berpedoman kepada prinsip : murah, lancar dan cepat, tidak ada yang
lebih berbahaya daripada birokrasi”.
Globalisasi secara tidak langsung memberi dampak pada UUD 1945 berupa
amandemen. Dalam rangka melaksanakan tuntutan reformasi tahun 1998, MPR
melakukan perubahan untuk menyempurnakan pasal-pasal dalam UUD 1945.
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang dilakukan oleh MPR pada tahun
1999, 2000, 2001 dan 2002. Amandemen pasal 33 terjadi pada amandemen keempat
pada tahun 2002. Saat itu hampir semua ekonom berpandangan perlunya
menafsirkan ulang ketentuan-ketentuan konstitusional Pasal 33 karena menilai
paradigma berpikir The Founding Leaders Bung Karno, Bung Hatta dan kawan-
kawan yang terlalu idealis dan sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan
kebutuhan yang nyata dewasa ini. Para ekonom muda lulusan Amerika Serikat
38 Mubyarto, op cit, hlm 51 39 Mohammad Hatta, Kumpulan Pidato II, PT. Idayu, Jakarta, 1983, hlm. 139.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
393
berpendapat pikiran Bung Karno dan Bung Hatta terlalu sosialis dan dinilai sudah
dikalahkan oleh paham kapitalisme sejak bubarnya Uni Soviet. Sjahrir misalnya
menyatakan jika ingin maju dalam era globalisasi sekarang, kita harus berani
meninggalkan ide-ide koperasi Bung Hatta. Akhirnya para ekonom muda sangat
tidak menyukai kata asas kekeluargaan dalam UUD 1945 dan tanpa ragu
mengusulkan untuk dihapus, padahal asas ini merupakan amanat untuk
mengembangkan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional. Asas
kekeluargaan diganti asas efisiensi, keadilan dan asas demokrasi ekonomi atau
ekonomi pasar agar benar-benar dapat dilaksanakan (implementable).40
Pada amandemen keempat tahun 2002, MPR telah merubah BAB XIV
KESEJAHTERAAN SOSIAL menjadi PEREKONOMIAN NASIONAL DAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL. Pasal 33 mendapat tambahan ayat (4) dan (5)
sedangkan Pasal 34 ditambah ayat (2), (3) dan (4), sehingga susunannya menjadi
sebagai berikut :
Pasal 33 :
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan;
(2) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara,
(3) Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-
undang.
40 Mubyarto, op cit, hlm. 57.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
394
Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-
undang.
Sekilas perubahan tersebut dirasa benar, namun jika dianalisis secara
mendalam perubahan tersebut telah melenceng dari filosofi dan cita-cita para pendiri
negara dan dapat membawa konsekuensi yang signifikan dalam kehidupan
perekonomian nasional. Jika kita bandingkan dengan konsep dan Pemikiran Bung
Hatta tentang sistem ekonomi Indonesia secara komprehensif dalam tulisannya yang
berjudul “Ekonomi Terpimpin” pada tahun 1967. Dalam pengertian Hatta, ekonomi
terpimpin adalah orde ekonomi yang didasarkan pada demokrasi ekonomi
sebagaimana pasal-pasal konstitusi ekonomi UUD 1945. Konsep Bung Hatta
tersebut sebetulnya sangat berbeda dengan konsep sistem ekonomi terpimpin yang
diberlakukan Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno antara tahun
1959 – 1966 dimana perekonomian negara diselenggarakan secara terpusat dengan
sistem komando. Dalam persepsi publik dipahami bahwa ekonomi terpimpin adalah
orde ekonomi yang dipimpin oleh demokrasi terpimpin.
Dalam pemikirannya itu Bung Hatta mengacu kepada pasal-pasal dalam UUD
1945, yaitu pasal 27 ayat 2, pasal 33 dan pasal 34 beserta penjelasannya. Pasal 27
ayat (2) menetapkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 33 menyatakan bahwa
perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas dasar kekeluargaan. Yang
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
395
dimaksud usaha bersama berdasar asas kekeluargaan ialah kooperasi. Kooperasi
tujuan utamanya bukan mencari keuntungan, tetapi mencapai keperluan hidup
bersama. Oleh karena itu kooperasi menjadi sokoguru ekonomi Indonesia dan
fungsinya merintis jalan sosialisme Indonesia, sifatnya yang sebenarnya harus jelas
bagi semua orang, terutama bagi pimpinan-pimpinan perusahaan kooperasi. Pasal 34
memperingatkan kita bahwa pelaksanaan itu dalam praktik secara teratur adalah
langkah pertama menuju ke keadilan sosial. Penetapan-penetapan dalam undang-
undang dasar itu adalah suruhan normatif yang berakar dari pandangan hidup.
Peraturan-peraturan itu tidak dapat ditawar lagi, harus dilaksanakan. 41
Cita-cita kooperasi Indonesia menentang individualisme dan kapitalisme secara
fundamental. Paham kooperasi Indonesia menciptakan masyarakat yang kolektif,
berakar pada adat istiadat hidup Indonesia yang asli – gotong royong dan
musyawarah. Semangat kolektivisme Indonesia itu yang akan dihidupkan kembali
dengan kooperasi, mengutamakan kerjasama dalam suasana kekeluargaan antara
manusia pribadi, bebas dari penindasan dan paksaan. Sebagai usaha bersama
berdasarkan asas kekeluargaan, didamaikan dalam keadaan harmonis kepentingan
orang seorang dengan kepentingan umum. Kooperasi semacam ini memupuk
semangat toleransi, mengakui pendapat masing-masing dan rasa tanggung jawab
bersama. Dengan ini kooperasi mendidik dan memperkuat demokrasi sebagai cita-
cita bangsa. Apabila kooperasi membangun dari bawah, pemerintah membangun
dari atas. Proyek besar dan vital dilaksanakan oleh pemerintah. Menurut jiwa UUD
1945 negara berkewajiban membuat berbagai peraturan untuk melancarkan jalannya
ekonomi sambil melindungi golongan rakyat yang lemah dalam masyarakat.42
41 Mohammad Hatta, op cit, hlm. 397. 42 Ibid, hlm. 398.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
396
Pandangan Bung Hatta dalam konferensi ekonomi di Yogyakarta pada
tanggal 3 Februari 1946 melihat perlu adanya restrukturisasi posisi perekenomian
Indonesia. Bung Hatta menyatakan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia
sesudah perang haruslah didasarkan kepada cita-cita tolong menolong. Sudah
tentu pada tingkatan yang lebih tinggi dan lebih teratur, dengan mempergunakan
hasil kemajuan teknik modern. Kalau diperhatikan benar-benar, ada tiga soal
yang bersangkutan dengan pembangunan perekonomian yang dihadapi bangsa
Indonesia sekarang :43
1. Soal ideologi. Bagaimana mengadakan susunan ekonomi yang sesuai
dengan cita-cita tolong menolong.
2. Soal praktik. Politik perekonomian apakah yang praktis dan perlu
dijalankan di masa yang akan datang.
3. Soal koordinasi. Bagaimana akan mengatur pembangunan perekonomian
Indonesia supaya pembangunan itu sejalan dan bersambung dengan
pembangunan di seluruh dunia ?
Pandangan tersebut masih relevan dengan tantangan bangsa pada era
globalisasi saat ini. Pandangan ini sama dengan Sri Edi Swasono, yang
menyatakan globalisasi akan berhasil membawa kesejahteraan global bila
kekuatan kembar dunia yaitu persaingan (competition) dan kerjasama
(cooperation) dikembangkan dan dipelihara secara serasi, saling memberi makna
terhadap peradaban, koeksistensi damai, membentuk orkestrasi masa depan.44
Untuk itu amandemen harus dilakukan secara sangat teliti dan hati-hati, terutama
menyangkut politik ekonomi nasional yang akan menentukan arah tujuan
43 Ibid, hlm. 339. 44 Sri Edi Swasono, Ekspose Ekonomika, Mewaspadai Globalisme dan Pasar Bebas,
Yogyakarta : Pusat Studi Ekonomi Pancasila, UGM, 2005, hlm viii.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
397
berbangsa dan bernegara. Atas amandemen tersebut muncul kritik oleh beberapa
ekonom seperti Sri Edi Swasono, yang menyatakan : 45
Saat ini Pasal 33 UUD 1945, ide Bung Hatta yang dibela oleh Bung Karno
karena memangku ide “sosio-nasionalisme” dan ide “sosio-demokrasi”
berada dalam bahaya. Pasal 33 UUD 1945 tidak saja akan diamandemen, tetapi
substansi dan dasar kemuliaan ideologi kebangsaan dan kerakyatan yang
dikandungnya akan diubah, artinya akan digusur, oleh sekelompok pemikir dan
elit politik yang kemungkinan besar tidak mengenal platform nasional
Indonesia. Kita telah terjebak ke dalam kelatahan dan “salah kaprah” yang
sangat berbahaya, yaitu bahwa Reformasi secara keliru diberi arti merubah UUD
1945 secara total, substansial, struktural maupun redaksional.
Kritik senada juga disampaikan salah satu anggota DPRRI Komisi IX, Heri
Gunawan yang menyatakan: 46
“Adapun kelemahan amandemen adalah Pasal 33 Ayat 1, 2, 3 masih sesuai cita-
cita pendirian republik Indonesia yang dibangun di atas doktrin kebangsaa dan
doktrin kerakyatan. Tapi, penambahan ayat 4 dan 5 telah mengaburkan makna
ideologis-historis-sosiologis Indonesia yang mengedepankan kebersamaan dan
gotong-royong. Bukan orang per orang, bukan individualisme yang salah
kaprah. penambahan ayat (4) dan (5) semakin membuat sistem ekonomi
Indonesia yang liberal-kapilatistik-pasar, jauh dari jati dirinya yang otentik
yaitu, gotong royong. semangat kebersamaan dan hak sosial rakyat banyak yang
sudah dikonstruksi dengan anggun di ayat 1, 2, 3 menjadi luluh lantak dan pupus
setelah adanya ayat 4 dan 5. Yang terjadi justru mencuatnya sistem ekonomi
yang kasar, beringas, dan tak berperasaan. Pasal 33 menjadi tameng untuk
menggusur orang kecil dan miskin atas nama efisiensi”.
45 Sri Edi Swasono, “ Pasal 33 UUD 1945 Harus Dipertahankan, Jangan Dirubah, Boleh
Ditambah Ayat, makalah, tanpa tahun, hlm. 4. 46 Ridho Permana, “Heri Gunawan : Saatnya Kembali ke Pasal 33 Otentik”, Viva.co.id kamis
4 Februari 2016 sebagaimana dalam https://www.viva.co.id/berita/politik/731834-heri-gunawan-saatnya-kembali-ke-pasal-33-yang-otentik. Diakses 12 januari 2017
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
398
Heri Gunawan meyakini amandemen atas Pasal 33 UUD 1945 yang "sembrono"
telah menghasilkan suatu landasan konstitusional ekonomi yang kabur. Amandemen
tidak boleh merubah landasan konstitusional ekonomi yang mendasarkan nalarnya
pada prinsip "kebersamaan yang berdasar atas azas kekeluargaan." Itu adalah ruh
ideologis yang sepatutnya tidak diganggu gugat. Menurutnya kita harus kembali ke
Pasal 33 yang otentik. Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945 menegaskan, bahwa
“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”.
Perkataan disusun artinya “direstruktur”. Seorang strukturalis pasti mengerti arti
“disusun” dalam konteks restrukturisasi ekonomi, merubah ekonomi kolonial
menjadi ekonomi nasional, menghilangkan subordinasi ekonomi (yang tidak
emancipatory) dan menggantinya dengan demokrasi ekonomi (yang participatory
dan emancipatory). Demikianlah perekonomian imperatif harus “disusun” artinya
tidak dibiarkan tersusun sendiri sesuai dengan selera dan kehendak pasar bebas.
Inipun sekarang sesuai dengan kehendak zaman kontemporer yang menghendaki the
end of laissez-faire, perlu berakhirnya pasar bebas (Polanyi, Baran, Galbraith, J
Robinson, Tinbergen, Kaldor, Myrdal, Singer, Seers, Sen, Streeten, Kuttner,
Giddens, Etzioni, Akerlof, JW Smith, Williams, Stiglitz, dst).47 Lebih jauh
penjelasan Pasal 33 UUD 1945 menyatakan :
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua
orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak
tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat banyak
ditindasinya .
47 Sri Edi Swasono, “Selamatkan Pasal 33 UUD 1945”, artikel pada harian Sinar Harapan,
23 Agustus 2012.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
399
Pasal 33 Ayat (1) menyatakan, Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan. Apa yang dimaksud dengan kata (i) disusun, (ii)
usaha bersama, dan (iii) asas kekeluargaan. Dengan menyatakan bahwa
perekonomian disusun, tentu yang dimaksud adalah bahwa perekonomian itu
merupakan susunan, yaitu suatu susunan kebijakan yang sistematis dan menyeluruh,
mulai susunan yang bersifat nasional sampai susunan didaerah-daerah provinsi dan
kabupaten/kota diseluruh Indonesia. Susunan perekonomian itu merupakan suatu
usaha bersama atas dasar asas kekeluargaan. Usaha bersama atas dasar kekeluargaan
itu dapat dilihat dari tiga segi yaitu pengertian mikro, pengertian makro, dan usaha
bersama sebagai prinsip atau jiwa. Dalam pengertian yang mikro dan sempit,
pengertian usaha bersama itu tentu dapat dikaitkan dengan koperasi sebagai bentuk
usaha bersama. Namun demikian, apabila pengertian yang sempit itu dipakai, maka
pengertian keseluruhan ayat itu akan menimbulkan keanehan dan kerancuan, seolah-
olah keseluruhan susunan perekonomian identik dengan koperasi sebagai bentuk
badan usaha.48
Memang tidak akan mudah bagi mereka untuk memahami Pasal 33 UUD 1945
tanpa memiliki platform nasional, tanpa memiliki ideologi kerakyatan, ataupun tanpa
memahami cita-cita sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi yang saat ini tetap
relevan. Mereka (sebagian ekonom junior) kiranya tidak suka mencoba memahami
makna “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan” (Pasal 33 ayat 1). “Kebersamaan” adalah suatu “mutuality” dan “asas
kekeluargaan” adalah “brotherhood” (bukan kinship) atau “broederschap”, bahasa
agamanya adalah ukhuwah, yang mengemban semangat kekolektivan dan solidaritas
48 Jimly Asshiddiqie, Hukum tata Negara dan Pilair-Pilar Demokrasi, Jakarta : Konstitusi
Press, 2005, hlm. 259.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
400
sosial. Pura-pura tidak memahami makna mulia “asas kekeluargaan” terkesan untuk
sekedar menunjukkan kepongahan akademis belaka. “Asas kekeluargaan” adalah
istilah Indonesia yang sengaja diciptakan untuk memberi arti brotherhood, seperti
halnya persatuan Indonesia” adalah istilah Indonesia untuk nasionalisme, dan
“kerakyatan” adalah istilah Indonesia untuk demokrasi. Jadi asas kekeluargaan yang
brotherhood ini bukanlah asas keluarga atau asas kekerabatan (bukan family system
atau kinship) yang nepotistik. Kebersamaan dan kekeluargaan adalah asas ekonomi
kolektif (cooperativism) yang dianut Indonesia Merdeka, sebagai lawan dari asas
individualisme yang menjadi dasar sistem ekonomi kolonial yang dipelihara oleh
Wetboek van Koophandel (KUHD). 49
Menurut Revrisond Baswir demokrasi ekonomi sangat berbeda dengan ide
globalisasi yang diusung kaum neo liberal. Mengutip pendapat Herbert Giersch
(1961), Revrisond menyatakan bahwa neoliberalisme yang dikemas oleh ordo
liberalisme adalah sebuah sistem perekonomian yang dibangun di atas tiga prinsip
sebagai berikut : 50
(1) Tujuan utama ekonomi neoliberal adalah pengembangan kebebasan individu
untuk bersaing secara bebas-sempurna di pasar;
(2) Kepemilikan pribadi terhadap faktor-faktor produksi diakui; dan
(3) Pembentukan harga pasar bukanlah sesuatu yang alami, melainkan hasil dari
penertiban pasar yang dilakukan oleh negara melalui penerbitan undang-
undang.
Berdasarkan ketiga prinsip tersebut maka peranan negara dalam neoliberalisme
dibatasi hanya sebagai pengatur dan penjaga bekerjanya mekanisme pasar. Menurut
49 Ibid, hlm 7. 50 Revrisond Baswir, Bahaya Neoliberalisme ,Certakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009,
hlm. 1.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
401
Joseph Stiglitz (2002), dalam perkembangannya mekanisme ini dikemas dalam paket
Konsensus Washington dimana peran negara dalam neoliberalisme ditekankan untuk
melakukan empat hal sebagai berikut :51
(1) Pelaksanaan kebijakan anggaran ketat, termasuk penghapusan subsidi;
(2) Liberalisasi sektor keuangan;
(3) Liberalisasi perdagangan; dan
(4) Pelaksanaan privatisasi BUMN.
Hal ini jauh berbeda dengan ekonomi kerakyatan sebagaimana dianut oleh
Indonesia dalam Pasal 33 UUD 1945. Pasal ini merupakan sebuah sistem
perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang
ekonomi. Berdasarkan prinsip-prinsip Pasal 33 dapat disaksikan betapa sangat
besarnya peran negara dalam sistem ekonomi kerakyatan sebagaimana dikaitkan dan
dilengkapi oleh Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 34. Di sini peran negara dalam sistem
ekonomi kerakyatan antara lain meliputi lima hal sebagai berikut :
1. Mengembangkan koperasi.
2. Mengembangkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
3. Memastikan pemanfaatan bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung
didalamnya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan
penghidupan yang layak.
5. Memelihara fakir miskin dan anak terlantar.
Dengan demikian terdapat perbedaan mencolok antara ekonomi kerakyatan
dengan neoliberalisme tersebut sehingga tidak terlalu berlebihan bila disimpulkan
bahwa ekonomi kerakyatan pada dasarnya adalah antitesis dari neoliberalisme.
Sebab itu, sebagai saudara kandung neoliberalisme, ekonomi negara kesejahteraan
(keynesianisme), juga tidak dapat disamakan dengan ekonomi kerakyatan.
51 Loc cit.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
402
Keynesianisme memang menaruh perhatian yang sangat besar terhadap penciptaan
kesempatan kerja penuh, namun demikian ia tetap dibangun berdasarkan prinsip
persaingan bebas dan pemilikan alat-alat produksi secara pribadi. Revrisond
menambahkan bahwa ekonomi kerakyatan tidak dapat pula disamakan dengan
ekonomi pasar sosial. Sebagaimana dikemukakan Giersch, ekonomi pasar sosial
adalah salah satu varian awal dari neoliberalisme yang digagas oleh Alfred Muller-
Armack.52 Perbedaan antara ekonomi kerakyatan dengan sistem kapitalisme tersebut
dapat dilihat sebagaimana tabel dibawah ini.
Tabel 12
Peran Negara Dalam Ekonomi53
Ekonomi Kerakyatan
Kapitalisme
Negara kesejahteraan Ekonomi Neoliberal
1. Menyusun perekonomian
sebagai usaha bersama
berdasar atas azas
kekeluargaan;
mengembangkan koperasi
(Pasal 33 ayat 1).
2. Menguasai cabang-cabang
produksi yang penting
bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup
orang banyak;
mengembangkan BUMN
(Pasal 33 ayat 2).
3. Menguasai dan
memastikan pemanfaatan
bumi, air, dan segala
kekayaan yang
terkandung di dalamnya
bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat (Pasal
33 ayat 3).
4. Mengelola anggaran
negara untuk
kesejahteraan rakyat;
memberlakukan pajak
1. Mengintervensi pasar
untuk menciptanya
kondisi kesempatan
kerja penuh.
2. Menyelenggarakan
BUMN pada cabang-
cabang produksi yang
tidak dapat
diselenggarakan oleh
perusahaan swasta.
3. Menjaga keseimbangan
antara pertumbuhan
ekonomi dengan
pemerataan
pembangunan.
4. Mengelola anggaran
negara untuk
kesejahteraan rakyat;
memberlakukan pajak
progresif dan
memberikan subsidi.
1. Mengatur dan
menjaga bekerjanya
mekanisme pasar;
mencegah
monopoli.
2. Mengembangkan
sektor swasta dan
melakukan
privatisasi BUMN.
3. Memacu laju
pertumbuhan
ekonomi, termasuk
dengan menciptakan
lingkungan yang
kondusif bagi
masuknya investasi
asing.
4. Melaksanakan
kebijakan anggaran
ketat, termasuk
menghapuskan
subsidi.
52 Ibid, hlm. 2. 53 Revrisond Baswir, “Ekonomi Rakyat vs Neoliberalisme” , makalah, 2005, hlm. 3
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
403
progresif dan memberikan
subsidi.
5. Menjaga stabilitas
moneter.
6. Memastikan setiap warga
negara memperoleh
haknya untuk
mendapatkan pekerjaan
dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan
(Pasal 27 ayat 2).
7. Memelihara fakir miskin
dan anak terlantar (Pasal
34).
5. Menjaga stabilitas
moneter.
6. Memastikan setiap
warga negara
memperoleh haknya
untuk mendapatkan
pekerjaan dan
penghidupan yang
layak.
7. Memelihara fakir
miskin dan anak
terlantar.
5. Menjaga stabilitas
moneter.
6. Melindungi pekerja
perempuan, pekerja
anak, dan bila perlu
menetapkan upah
minimum.
Sebetulnya fenomena globalisasi telah digambarkan oleh Mohammad Hatta
dalam pidatonya pada 3 Februari 1946 di Yogyakarta yang menyatakan perlunya
suatu koordinasi dipersiapkan untuk masa depan ekonomi Indonesia yaitu
bagaimana mengatur perekonomian Indonesia supaya pembangunan itu sejalan dan
bersambung dengan pembangunan di seluruh dunia.54 Dari sini dapat diketahui
bahwa the framer of constitusion punya visi jauh kedepan dengan memprediksi
bahwa orang-orang yang berkuasa akan menyalahgunakan kekuasaan, seolah-olah
membuktikan kemenangan sistem kapitalisme barat dengan pasar bebasnya sehingga
melalaikan asas kekeluargaan. Kita tidak seharusnya membanggakan globalisasi,
karena pada akhirnya globalisasi telah pula menimbulkan banyak kekecewaan yang
tidak diperkirakan sebelumnya. Beberapa puluh tahun kemudian, Samuel P.
Huntington menyatakan bahwa globalisasi mengakibatkan perusakan kesadaran
diri. Stiglitz mengemukakan : 55
Many have actually been made worse off... jobs destroyed and their lives become
more insecure.. development will continue to create poverty and instability...
54 Sri Edi Swasono, “Selamatkan Pasal 33 UUD 1945”, op cit, hlm 42. 55 Ibid, hlm. 48.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
404
culture eroded... without refoem the backlash that have already started will
mount and discontent with globalization will grow... the way globalization has
been managed ... need to be radically rethought (banyak yang sebenarnya telah
diperburuk ... pekerjaan hancur dan hidup mereka menjadi lebih tidak aman ..
pembangunan akan terus menciptakan kemiskinan dan ketidakstabilan ...
budaya terkikis ... tanpa reaksi balik yang telah dimulai akan meningkat dan
tidak puas dengan globalisasi akan tumbuh ... cara globalisasi telah dikelola ...
perlu dipikirkan ulang secara radikal)
Tentang Pasal 33 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara, penjelasan dari Bung Hatta bahwa “menguasai” tidak harus
menjadi “ondernemer”, sama sekali tidak berarti untuk mengingkari doktrin
demokrasi ekonomi. Memang The global rule of the game yang berlaku adalah
bahwa “menguasai” haruslah dengan “memiliki”. Subject matter Pasal 33 adalah
“menguasai”, apabila penguasaan tidak bisa dilakukan tanpa pemilikan, maka
haruslah pemerintah “memilikinya”, minimal 51 persen ke arah indonesianisasi demi
menyelamatkan kepentingan dan kedaulatan negara. Sektor pertambangan yang
“strategis” dan “vital” harus dimiliki sepenuhnya oleh negara. Lebih tegas lagi, baik
Bung Hatta atau Bung Karno sudah menggariskan bahwa investasi asing dan
investor asing tidak boleh mempredominasi (beheersen) ataupun mendominasi
(overheersen) ekonomi nasional kita.56
Dengan demikian kita tidak boleh lengah agar globalisasi tidak mendorong
proses pelumpuhan diri (self disempowerment) dalam bidang ekonomi. Entah berapa
lama wujud arah globalisasi semacam ini berkelanjutan dan kapan akan berakhir.
Sikap Indonesia haruslah pro aktif dan tidak sekedar antisipatif atau menunggu.
56 Sri Edi Swasono, Keindonesiaan, Demokrasi Ekonomi Keberdaulatan dan Kemandirian,
Yogyakarta : Sarjana Wiyata Press, 2015, hl. 99.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
405
Disini kita harus berperan aktif membentuk wujud globalisasi kembali ke globalisme
dengan perangainya yang ideal yaitu damai, berkeadilan, makmur dan beradab. Hal
ini dirumuskan Bung Hatta Pada Pasal 33 yang mendudukkan rakyat pada posisi
“sentral-substansial” dalam sistem ekonomi Indonesia, berbanding terbalik dengan
sistem ekonomi neoliberalisme telah peran kapital mengungguli harkat manusia,
mereduksi kedudukan rakyat menjadi “marginal-residual”. Bukankah terjadinya
ketidakadilan sosial-ekonomi mass poverty, impoverishmen dan disempowerment
terhadap rakyat karena tidak hidupnya asas kekeluargaan atau brotherhood di dalam
masyarakat. Dalam kebersamaan dan asas kekeluargaan, keadilan sosial-ekonomi
implisit di dalamnya.57
Dalam upaya meningkatkan ketangguhan ekonomi nasional baik dari segi
sistem maupun dari segi kelembagaan tidak akan berhasil apabila pemerintahan
negara tidak menolak neoliberalisme dan kembali ke pesan konstitusi, khususnya
Pasal 33 UUD 1945, sebagai rujukan imperatif utamanya. Patriotisme adalah suatu
commitment of nationalism in action. Untuk membangun ekonomi nasional
haruslah membangun berdasar ideologi Pancasila, khususnya berdasar Pasal 33
UUD 1945 dan pasal-pasal konstitusi pendukung lainnya. Pasal 33 UUD 1945
khususnya adalah garda nasionalisme ekonomi Indonesia, bahkan garda
kemandirian nasional. Pasal 33 UUD 1945 sebenarnya makin relevan dengan
tuntutan global untuk menumbuhkan global solidarity dan global mutuality. Makin
berkembangnya aliran sosial-demokrasi (Anthony Giddens, Tony Blair, dll) makin
57 Ibid, hlm. 50.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
406
meningkatkan relevansi Pasal 33 UUD 1945 saat ini. Saat ini 13 dari 15 negara Eropa
Barat menganut paham sosial-demokrasi.58
Pasal 33 Boleh ditambah tapi jangan dirubah. Bukan hanya sekedar faktor
historis penyusunan konstitusi yang patriotis, namun juga menentukan tujuan
negara mengingat kesejahteraan sosial adalah bagian tak terpisahkan dari cita-cita
kemerdekaan. Sri Edi Swasono mengajukan pertanyaan: Pertama, mengapa
pembangunan yang terjadi di Indonesia ini menggusur orang miskin dan bukan
menggusur kemiskinan ? Akibatnya pembangunan menjadi proses dehumanisasi.
Kedua, mengapa yang terjadi sekedar pembangunan di Indonesia dan bukan
pembangunan Indonesia? Orang mancanegara yang membangun Indonesia dan
menjadi pemegang konsesi bagi usaha-usaha ekonomi strategis, sedang orang
Indonesia menjadi penonton atau menjadi jongos globalisasi. Ketiga, mengapa
"daulat pasar" dibiarkan begitu berkuasa, sehingga menggusur "daulat rakyat".
Keempat, bukankah seharusnya kita menjadi Tuan di negeri sendiri, suatu
semangat patriotik untuk menjadi "The master in our own homeland, not just to
become the host", yang hanya melayani kebutuhan atau menjadi sekrup
globalisasi dan kepentingan mancanegara? Jadi mengapa kita tetap menjadi
koelie di Negeri Sendiri, sekedar menjadi master of ceremony? Kelima, telah
gagalkah kita mencerdaskan kehidupan bangsa ini sehingga kita tidak mampu
memahami kemuliaan makna mandiri ?59
Sejak tahun 1967, Pemerintah Indonesia yang disebut sebagai pemerintah Orde
Baru mulai menjalankan suatu strategi pembangunan yang komprehensif
berdasarkan TAP MPRS Nomor XXIII Tahun 1966 tentang Pembaharuan Ekonomi,
58 Sri Edi Swasono, “Membangun Ekonomi Indonesia : Pengembangan Karakter dan
Patriotisme”, orasi ilmiah dalam memperingati Dies Natalis ke 45 Fakultas Ekonomi dan Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, 18 September 2010,hlm 12.
59 Ibid, hlm. 9.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
407
Keuangan dan Pembangunan yang menjadi landasan legalnya. Sekalipun tidak
disebut dianutnya suatu sistem ekonomi tertentu, namun dalam konsep
pembangunan itu terkandung unsur-unsur sistem ekonomi, misalnya landasan
ideologi dan hukum, lembaga-lembaga ekonomi, pranata ekonomi dan sektor-sektor
ekonomi yang dikembangkan. Karena itu secara implisit, Pemerintah Indonesia
sedang mengembangkan suatu sistem ekonomi tertentu, tapi masih bersifat
arsitektural. Corak yang menonjol ada dua. Pertama adalah gagasan ekonomi liberal
yang tercermin dalam kebijaksanaan liberalisasi ekonomi, sebagaimana tercermin
dalam Peraturan 3 Oktober 1967, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing, dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri. Kedua adalah dilaksanakannya sistem
perencanaan terpusat (centralized planning system) yang dijalankan oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sehingga mencerminkan suatu
sistem yang dualistis sebagai suatu perpaduan antara gagasan liberal dan
keterpimpinan atau dirigisme. Selanjutnya Pemerintah mendorong tiga sektor
ekonomi sekaligus, sektor swasta, sektor negara dan sektor koperasi yang juga
mencerminkan upaya pemaduan unsur-unsur berbagai sistem ekonomi.60
Sementara menurut Mubyarto, semangat dalam Ketetapan MPRS Nomor
XXIII/MPRS/1966 mempercayai perlunya membangun Sosialisme Pancasila atau
sosialisme berdasarkan Pancasila. Namun ide ini kandas dan menyerah kepada
ideologi global kapitalisme-neoliberalisme. Hal ini disebabkan menggebunya
pembangunan ekonomi karena merasa tertinggal dari negara lain dan ingin
menghilangkan kemiskinan dengan cara mengambil sumber daya alam dari dalam
60 M. Dawam Raharjo, “Menuju Sistem Perekonomian Indonesia” , Jurnal UNISIA, Vol. XXXII,
No. 72, Desember 2009, hlm. 2.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
408
bumi secara besar-besaran, yang biasanya untuk memenuhi kebutuhan bahan
mentah.61 Hasilnya undang-undang pertambangan dan penanaman modal asing lebih
mengobral kekayaan alam daripada untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam mencapai kesejahteraan rakyatnya, hampir seluruh negara di dunia
mengacu pada dua sistem perekonomian global yang sangat berpengaruh yaitu
kapitalisme dan sosialisme. Bung Hatta menyatakan :62
“Pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah supaya
kita jangan menjadi objek dalam pertarungan politik internasional, melainkan
kita harus tetap menjadi subyek yang berhak menentukan sikap kita sendiri,
berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yatu Indonesia merdeka
seluruhnya”.
Bung Hatta selaku perancang perekonomian negara dalam beberapa tulisannya
menyatakan bahwa dasar negara adalah gabungan dari nilai-nilai terbaik dari
sosialisme barat, ajaran Islam dan budaya asli Indonesia yaitu kolektivisme yang
didesain sebagai sistem kehidupan (way of life) sekaligus menjadi sistem
perekonomian negara. Dalam bahasa lain Bung Karno menyebut sebagai hasil
gabungan dari tiga ideologi yaitu nasionalisme, agama dan komunisme yang biasa
disebut sebagai Nasakom. Pedoman dan arah perekonomian tersebut tertuang dalam
konstitusi ekonomi, terutama Pasal 27 ayat (2), Pasal 33 dan Pasal 34 UUD yang
menjadi acuan utama dalam setiap tindakan maupun kebijakan dalam seluruh proses
pembangunan kesejahteraan rakyat. Menurut para pendiri negara, konstitusi
ekonomi Indonesia merupakan konsep yang dilandasi oleh nilai-nilai yang terdapat
dalam Pancasila yang pada intinya merupakan kombinasi nilai-nilai yang baik
dengan menghilangkan nilai–nilai negatif dari tiga ideologi yaitu sosialisme,
61 M. Suparmoko, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Suatu pendekatan Teoritis,
cetakan keenam,, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, Yogyakarta, 2015, hlm. 21. 62 Mohammad Hatta, Kumpulan Pidato, PT Indayu, Jakarta, 1981, hlm. 201.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
409
demokrasi dan nasionalisme, yang menjunjung tinggi humanisme dan keyakinan
pada Tuhan yang maha Esa.
Berdasarkan konstitusi ekonomi tersebut maka seluruh tindakan dan kebijakan
ekonomi negara tidak perlu terombang-ambing mengikut kecenderungan arus
perekonomian dunia, baik pada tataran regional maupun internasional. Rancangan
perkonomian negara guna mencapai kesejahteraan rakyat tersebut haruslah sesuai
dengan visi dan jiwa bangsa. Rancangan tersebut tidak harus dirumuskan
berdasarkan pengalaman perekonomian suatu negara tertentu atau dibangun
berdasarkan teori-teori pembangunan yang sesuai dengan cita-cita bangsa.
Globalisasi menjelma menjadi tantangan yang maha berat bagi kedaulatan, ligitimasi
dan otoritas negara-negara bangsa. Seiring dengan itu, keberadaan bangsa semakin
memudar dimana spirit multikulturalisme segera menggantikan nasionalisme.
Globalisme tidak boleh menggerus nasionalisme. Untuk itu negara harus menjadi
benteng dalam pertarungan persaingan global, bukan membuka pintu dan
membiarkan warga negara berhadap-hadapan secara langsung dengan kekuatan
pasar dan aktor global.63
Model perekonomian global yang dipelopori oleh negara-negara eropa maupun
Amerika Serikat memang terasa begitu kuat dan seolah tak terhindarkan dalam
mempengaruhi ciri dan struktur perekonomian negara-negara di dunia. Namun
demikian harus disadari globalisasi ekonomi tersebut dipengaruhi oleh karakteristik
individualisme yang menciptakan sistem ekonomi kapitalis. Teori seperti ini tidak
bisa secara serta merta dijadikan acuan dan diterapkan di Indonesia yang memiliki
dasar-dasar nilai yang berbeda yang oleh Sukarno maupun Hatta disebut demokrasi
63 Wasisto Raharjo Jati, Relasi Nasionalisme dan Globalisasi Kontemporer, LIPI dan Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, cetakan 1, 2017, hlm. 126.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
410
ekonomi. Menjadi jelas bahwa teori dan sistem ekonomi yang berlaku di negara maju
sekalipun belum tentu sesuai dengan sistem ekonomi yang dicita-citakan suatu
bangsa. Demikian pula globalisasi ekonomi yang menjadi kecenderungan utama di
dunia belum tentu sesuai dengan sistem ekonomi Indonesia. Dari sudut pandang ini,
teori ekonomi berdasarkan sistem tertentu belum tentu sesuai dengan doktrin atau
sistem ekonomi Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Sebagaimana dijelaskan oleh
para pendiri negara kita, demokrasi ekonomi atau juga disebut ekonomi Pancasila
adalah sistem ekonomi yang khas Indonesia, bukan mendasarkan pada kapitalisme
maupun komunisme.
Meski demikian, kenyataan saat ini menunjukkan bahwa banyak negara di
dunia tidak sanggup menahan tekanan sistem ekonomi global yang cenderung
mengarah sistem ekonomi pasar berdasarkan ideologi kapitalisme yang
mengutamakan kebebasan/liberalisasi perdagangan dalam sistem ekonomi global
atau sering disebut globalisasi. Kuatnya arus ekonomi global ini banyak
mempengaruhi negara-negara di dunia dalam merancang maupun menyusun
kebijakan-kebijakan ekonomi terutama di negara berkembang seperti Indonesia.
Disadari atau tidak, negara berkembang seperti Indonesia memang cenderung
mengikut sistem ekonomi negara yang dipandang maju layaknya Eropa dan Amerika
Serikat yang mempunyai tingkat kesejahteraan tinggi. Namun demikian, pengaruh
globalisasi ekonomi harus disaring dan disesuaikan dalam merancang dan menyusun
kebijakan ekonomi nasional sesuai dengan konstitusi ekonomi sebagai tujuan dan
national interest dalam mewujudkan kesejahteraan.
Demikian juga jika mengacu pada UUD 1945 sebagai konstitusi ekonomi, maka
corak kebijakan ekonomi dan nilai-nilai yang khas Indonesia sesuai nilai-nilai dan
karakter budaya Indonesia yang dipengaruhi nilai-nilai agama dan kemanusiaan
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
411
termasuk dalam hal perekonomian nasional. Konstitusi ekonomi Indonesia
merupakan manifestasi nilai-nilai agama yang berakar kuat dalam keyakinan para
pendiri negara, meskipun tidak secara lugas menuliskan klausul agama. Terlebih jika
telusuri lebih jauh memang konstitusi ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi oleh
pemikiran Bung Hatta terutama rumusan Pasal 33 dan 34 UUD 1945. Bung Hatta
adalah salah satu pendiri bangsa yang mengalami pendidikan di Belanda sehingga
secara langsung mempelajari tumbuh kembang sistem ekonomi di eropa seperti
sistem kapitalisme dan sosialisme sehingga sangat paham dalam menyusun sistem
ekonomi yang sesuai jiwa bangsa Indonesia. Sebagai mahasiswa ilmu ekonomi,
Bung Hatta mempunyai gambaran jelas kekuatan dan kelemanan kedua sistem
ekonomi tersebut baik kapitalisme maupun sosialisme. Pendalaman atas kedua arus
utama sistem ekonomi tersebut selanjutnya tertuang dalam merancang sistem
ekonomi yang sesuai dengan ciri bangsa Indonesia guna mencapai kesejahteraan.
Namun demikian, banyak pihak menilai jalan pemikiran Bung Hatta dipengaruhi
oleh paham sosialisme, namun sosialisme yang yang sarat nilai-nilai agama yang
bersesuaian dengan ekonomi Islam sehingga disebut juga sosialisme religius.
Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945 merupakan dokumen tentang sistem ekonomi
dan cita-cita di bidang perekonomian yaitu kesejahteraan yang merupakan
manifestasi cita-cita luhur para pendiri negara (founding fathers). Kandungan
konstitusi ekonomi tersebut mungkin saja terpengaruh sistem ekonomi global dalam
perdebatan pada awal perumusannya seperti prinsip sosialisme. Namun ada juga
yang menilai dari sudut pandang lain, bahwa Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945 sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai agama yang berkembang dalam masyarakat Indonesia,
dalam hal ini khususnya agama Islam yang memiliki kesamaan dalam filosofi dan
prinsip dasar dalam mencapai tujuan negara yaitu kesejahteraan. Konstitusi ekonomi
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
412
ini memuat beberapa ketentuan ekonomi nasional seperti bentuk usaha
perekonomian negara, sistem penguasaan dan pengelolaan sumber daya ekonomi,
peran negara dalam perekonomian, pengelolaan sumber daya alam, tujuan
pembangunan ekonomi, sistem jaminan sosial serta jaminan pemerataan ekonomi.64
Berdasarkan pada ketentuan-ketentuan tersebut maka perlu dilakukan analisis
kesesuaian antara konsep ekonomi dalam konstitusi Indonesia dengan praktek
ekonomi yang dilaksanakan sehingga dapat ditemukan sejauh mana kesesuaian
antara konstitusi ekonomi Indonesia dengan praktek perekonomian yang
dilaksanakan. Dari praktek tersebut dapat dianalisis apakah sistem ekonomi yang
diterapkan paralel dengan konstitusi ekonomi sehingga didapatkan pemahaman yang
komprehensif dan akurat tentang praktek perekonomian ditinjau dari perspektif
konstitusi ekonomi Indonesia yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Kondisi sistem ekonomi Indonesia saat ini dalam analisis Revrisond Baswir,
sebagai sebuah negara yang mengalami penjajahan selama 3,5 abad, perekonomian
Indonesia tidak dapat mengingkari kenyataan terbangunnya struktur perekonomian
yang bercorak kolonial di Indonesia. Sebab itu, ekonomi kerakyatan pertama-tama
harus dipahami sebagai upaya sistematis untuk mengoreksi struktur perekonomian
yang bercorak kolonial tersebut. Kedua, liberalisasi bukan hal baru bagi Indonesia,
tetapi telah berlangsung sejak era kolonial. Berangkat dari kedua catatan tersebut,
perjuangan bangsa Indonesia untuk melaksanakan ekonomi kerakyatan bukanlah
perjuangan yang mudah. Kendala terbesar justru datang dari pihak kolonial. Sejak
bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, pihak
64 Revrisond Baswir, op cit, hlm. 3.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
413
kolonial hampir terus menerus mensubversi upaya bangsa Indonesia untuk mencegah
pelaksanaan ekonomi kerakyatan dan tetap melaksanakan liberalisme.
Apapun pilihan dari berbagai sistem ekonomi tersebut, maka tujuan utamanya
adalah menciptakan kesejahteraan rakyat. Negara dituntut melaksanakan fungsinya
yaitu melakukan serangkaian tindakan dalam menciptakan kesejahteraan rakyat.
Dari pemahaman ini muncul teori tentang fungsi negara dalam menciptakan
kesejahteraan rakyat. Adam Smith, seorang konseptor perekonomian kapitalis murni
mengemukakan bahwa lingkup aktivitas negara cq pemerintah sangat terbatas, yakni
hanya melaksanakan kegiatan yang umumnya tidak dilakukan oleh swasta dan hanya
meliputi tiga bidang saja yaitu : 65
1. Melaksanakan peradilan.
2. Melaksanakan pertahanan dan keamanan.
3. Melaksanakan pekerjaan umum.
Charles E. Merriam menyebutkan lima fungsi negara yaitu : 66
1. Keamanan ekstern,
2. Ketertiban intern,
3. Keadilan,
4. Kesejahteraan umum,
5. Kebebasan.
Sedangkan pandangan Wolfgang Friedman (1970) mengenai fungsi negara
terbagi dalam empat fungsi yaitu :67
1. Sebagai penyelenggara atau penjamin kesejahteraan atau the state as
provider.
2. Sebagai pengatur atau as a regulator.
65 Aminuddin Ilmar, 2012, Hak menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN, Jakarta :
Penerbit Kencana, hlm. 12. 66 Miriam Budiarjo, loc cit. 67 Aminuddin Ilmar, op cit, hlm. 13.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
414
3. Sebagai pengusaha atau as enterpreneur.
4. Sebagai wasit atau the state as umpire.
Ignacy Sachs mengemukakan bahwa fungsi negara tercakup dalam tiga kategori
yakni fungsi kewirausahaan, fungsi membangun dan fungsi pengaturan. Akan tetapi
setiap negara terlepas dari ideologinya, menyelenggarakan beberapa minimum
fungsi yang mutlak perlu yaitu :68
1. Melaksakan penertiban (law and order) yaitu sebagai stabilisator.
2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
3. Pertahanan (menjaga serangan dari luar).
4. Menegakkan keadilan (dilaksanakan oleh badan peradilan).
Sesuai cita hukum dalam bernegara, hukum digunakan sebagai instrumen untuk
mewujudkan cita negara untuk mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera. Namun
hukum tidak hidup dalam ruang hampa dan selalu terpengaruh oleh berbagai faktor
yang melingkupi di sekitarnya. Setidaknya ada tiga kecenderungan dalam dua
dasawarsa terakhir yang mewarnai kehidupan negara-negara di dunia. Pertama,
kecenderungan globalisasi yang meningkatkan intensitas interaksi antar lembaga dan
antar manusia menembus batas-batas negara. Kedua, peningkatan regionalisme yang
terefleksi dalam berkembangnya organisasi-organisasi regional seperti European
Economic Community (EEC), Asociation of South East Asian Nations (ASEAN),
Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) dan sebagainya. Ketiga, liberalisasi
ekonomi dalam arti memberi peranan yang lebih besar pada mekanisme pasar dalam
perekonomian dan mengurangi intervensi dalam kehidupan ekonomi yang tercermin
68 Miriam Budiarjo, loc cit.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
415
antara lain dalam minimalisasi barrier perdagangan antar negara. Ketiga
kecenderungan global tadi kait mengkait satu sama lain.69
Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh ketiga kecenderungan
global diatas. Ketiganya akan selalu mempengaruhi kehidupan nasional termasuk di
bidang ekonomi. Salah satu fenomena global yaitu liberalisasi menjadi suatu
irreversable trend, kecenderungan yang tidak mengenal titik balik. Karenanya hanya
ada dua pilihan terbuka yaitu : menentang alur utama kecenderungan global ini
dengan melaksanakan pembangunan yang berorientasi kedalam (inward oriented)
yang dapat mengakibatkan stagnasi ekonomi yang pada akhirnya membawa kepada
economic collapse atau menghadapi tantangan liberalisasi ekonomi ini dengan
mempersiapkan diri dengan lebih baik agar dapat memanfaatkan peluang-peluang
yang terbuka dan meminimalkan dampak negatifnya.70 Indonesia sendiri tampaknya
tidak kuasa melawan arus globalisasi dan tidak punya pilihan kecuali menjadi
kecenderungan global dengan melakukan liberalisasi ekonomi.
Kebijakan liberalisasi ekonomi mempunya dampak positif sekaligus dampak
negatif bagi pembangunan nasional, khususnya dalam pembangunan nasional,
khususnya mewujudkan keadilan sosial dan penanggulangan kemiskinan. Dampak
positifnya adalah memberi keuntungan bagi negara berkembang melalui
peningkatan ekspor produk manufaktur. Selain itu karena perekonomian negara-
negara berkembang masih diliputi berbagai bentuk inefisiensi, maka diharapkan
dapat meningkatkan efisiensi ekonomi. Namun di sisi lain dampak negatif
liberalisasi ekonomi yang dilaksanakan dalam pemilikan aset, ketimpangan akses
pada pasar modal serta ketimpangan dalam akses informasi dapat dimanfaatkan oleh
69Moeljarto Tjokrowinoto, Pembangunan, Dilema dan Tantangan, cetakan VII, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2012, hlm. 229. 70 Ibid, hlm. 230.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
416
pengusaha-pengusaha besar untuk mengkonsolidasikan pola konglomerasi dalam
berbagai manifestasinya.71
Menurut Henry Kisingger, globalisasi adalah nama lain dari dominasi Amerika
Serikat. Adapun globalisasi hukum merupakan desain Amerika Serikat dalam rangka
menjadikan hukum sebagai alat untuk menguasai perekonomian negara-negara lain.
Globalisasi hukum menemukan momentumnya ketika sebagaian besar negara
menyepakati General Agreement on Tarrif and Trade (GATT) Uruguay Round
(GATT-PU). Menurut Arief Budiman mengatakan kalau kesepakatan GATT-PU
menghasilkan seperti apa yang diinginkan oleh negara-negara industri maju, dapat
dikatakan bahwa negara-negara industri maju akan lebih leluasa menjalankan praktik
neo-imperialisme dan neo kolonialisme.72
Dalam intensitasnya, nampaknya liberalisasi ekonomi mempengaruhi kebijakan
nasional. Terlebih intervensi dalam bidang hukum dilakukan secara terstruktur dan
massif dengan kekuatan pendanaan yang besar oleh negara industri. Dampak
globalisasi dalam bidang ekonomi dan hukum memang sangat terasa dan dapat
dilihat kasat mata. Penelitian disertasi Elli Ruslina dengan judul ”Dasar
Perekonomian Indonesia dalam Penyimpangan Mandat Konstitusi UUD Negara
Tahun 1945”, menemukan puluhan undang-undang ekonomi yang strategis
berkaitan dengan kehidupan negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak yang
terpengaruh globalisasi atau membawa ide pasar bebas dalam kurun waktu tahun
1967 sampai 2009. Undang-undang tersebut antara lain :
Tabel 13
Undang-Undang yang Terindikasi Ide Globalisasi73
71 Ibid, hlm. 232. 72 Adi Sulistiyono dan Muhammad Rustamaji, op cit, hlm. 26. 73 Ruslina, Elli, op cit, hlm. 101-102.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
417
No Jenis Undang-
Undang
Nomor dan Tahun Undang-Undang
1 Investasi 1. UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing.
2. UU No. 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman
Modal Dalam Negeri.
3. UU No. 8 Tahun 1995 tentang Modal.
4. UU. No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman
Modal
2 Perbankan 5. UU No. 14 tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok
Perbankan.
6. UU No. 7 tahun 1992 Tentang Perbankan.
7. UU No. 10 tahun 1998 Tentang perubahan atas
UU No. 7 tahun 1992 Tentang Perbankan
3 Perseroan /
perusahaan
8. UU No. 1 tahun 1995 Tentang Perseroan
Terbatas.
9. UU No. 19 tahun 2003 Tentang badan Usaha
Milik Negara.
10. UU No. 40 tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas.
11. UU No. 20 tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah
4 Sumber Daya Alam 12. UU No. 11 tahun 1967 tentang Pertambangan.
13. UU No. 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan.
14. UU No. 22 tahun 2001 Tentang minyak dan
Gas Bumi.
15. UU No. 20 tahun 2002 Tentang
Ketenagalistrikan.
16. UU No. 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara
5 Hak Kekayaan
Intelektual
17. UU No. 14 tahun 2002 Tentang Paten.
18. UU No. 15 tahun 2002 Tentang Merek.
6 Perkoperasian 19. UU No. 14 tahun 1965 Tentang Perkoperasian
20. UU No. 12 tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok
Perkoperasian.
21. UU No. 25 tahun 1992 Tentang Perkoperasian
7 Perdagangan 22. UU No. 7 tahun 1994 Tentang GATT/WTO
Penelitian Adi Sulistiyono menunjukkan bahwa politik hukum pemerintah
Indonesia merupakan wilayah yang rentan dari intervensi faktor-faktor eksternal
untuk kepentingan politik dan bisnis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
418
merespon globalisasi ekonomi diawali dengan menyepakati General Agreement on
Tarrif and Trade (GATT) Uruguay Round pada tahun 1994, yang ditindaklanjuti
dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia). Disepakatinya GATT-PU menandakan munculnya
era liberalisasi perdagangan dunia tanpa proteksi dan tanpa hambatan dan
mempertinggi tingkat persainngan perdagangan antar pelaku ekonomi. Dokumen
GATT-PU berisi 28 kesepakatan multilateral dalam dunia perdagangan. Adapun
untuk mengawasi kesepakatan tentang tarif dan perdagangan dibentuk lembaga
bernama World Trade Organization (WTO) sebagai wadah ketiga setelah World
Bank dan IMF.
Semua negara yang ikut menandatangani kesepakatan tersebut, wajib untuk
menyesuaikan hukum nasional mereka dengan ketentuan-ketentuan dalam GATT-
PU. Demikian juga setelah Indonesia meratifikasi kesepakatan GATT-PU, kemudian
diikuti dengan membentuk 49 undang-undang, yang mencakup 20 perundang-
undang bidang jasa, 16 perundang-undangan bidang investasi, dan 13 perundang-
undangan bidang hak atas kekayaan intelektual (HaKI). Undang-undang tersebut
diantaranya adalah : 74
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang- undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan;
74 Adi Sulistiyono, “Hukum Ekonomi dan Tranplantasi Hukum, Analisis Politik Hukum
Terhadap Legislasi di Bidang Perekonomian di Indonesia”, penelitian bidang hukum 2012, dalam https://eprints.uns.ac.id/13413/ , diakses 17 Februari 2018.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
419
6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi;
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan;
8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;
9. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang;
10. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Pembentukan peraturan perundang-undangan bidang ekonomi yang strategis di
Indonesia banyak dilakukan melalui metode transplantasi hukum. Transplantasi
hukum adalah proses perpindahan aturan hukum atau doktrin hukum atau institusi
hukum atau struktur hukum dari suatu masyarakat satu ke masyarakat lain.
Transplantasi hukum bisa dilakukan secara paksaan (kolonialisme) dan sukarela
melalui perjanjian internasional. Bisnis konglomerasi asing di Indonesia melalui
perpanjangan tangannya melalui World Bank, IMF, dan USAID yang menekan
Indonesia untuk melakukan transplantasi hukum guna memberikan perlindungan
terhadap kegiatan-kegiatan bisnisnya. Upaya penekanan tersebut dilakukan
diantaranya ketika Indonesia memerlukan bantuan dana, baik melalui pinjaman
ataupun hibah. Indonesia diharuskan menandatangani kesepakatan (LoI - Letter of
Intent) yang berisi prasyarat (kondisionalitas) tertentu yang harus dipenuhi sebelum
dana pinjaman dikucurkan. Juga dilakukan dengan modus memberikan tenaga ahli
agar mereka bisa mempengaruhi substansi suatu perundang-undangan.75
Campur tangan asing ini diakui oleh anggota DPR, Eva Kusuma Sundari pada
wawancara dengan salah satu majalah nasional pada tahun 2010 dengan
mengatakan ada campur tangan asing terlibat dalam penyusunan puluhan undang-
undang di Indonesia. Ada 76 undang-undang yang draft-nya dilakukan pihak asing.
Temuan ini diperolehnya dari sumber Badan Intelijen Negara (BIN). Puluhan UU
75 Loc cit.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
420
dengan intervensi asing itu dilakukan dalam 12 tahun pasca reformasi. Inti dari
intervensi ini adalah upaya meliberalisasi sektor-sektor vital di Indonesia,
contohnya, undang-undang tentang migas, kelistrikan, perbankan dan keuangan,
pertanian, serta sumber daya air.76
Eva menengarai antara lain tiga lembaga strategis dari Amerika Serikat
yaitu World Bank (Bank Dunia), International Monetary Fund (IMF), dan United
States Agency for International Development (USAID) ada dibelakang semua itu.
Selain Bank Dunia, lanjutnya, IMF juga menyusupkan kepentingannya melalui
beberapa undang-undang yang strategis di bidang perekonomian yang seharusnya
dikuasai negara, misalnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal Asing. Dengan menerima bantuan, secara otomatis pemerintah
pasti punya keharusan mengikuti ketentuan IMF. Menyusupnya kepentingan asing
pada sejumlah undang-undang tersebut telah merusak tatanan politik, ekonomi dan
sosial budaya. Lembaga- lembaga tersebut memberi bantuan dengan syarat-syarat
yang didiktekankan Bank Dunia, IMF, dan USAID seperti membuka pasar bebas,
tidak boleh ada proteksi, free competitions dan membuat standarisasi yang
membebani petani dan rakyat kecil. Ketiganya terlibat sebagai konsultan, karena
memberikan pinjaman kepada pemerintah untuk sejumlah program di bidang politik,
ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan rakyat. 77
76Amirullah, “Eva: Asing Intervensi 76 Undang-undang” tempo. co, Jumat, 20 Agustus 2010, dalam https://nasional.tempo.co/read/272793/eva-asing-intervensi-76-undang-undang, diakses 12 januari 2018.
77 RMOL, “76 UU Dicurigai Banteng Untungkan Pihak Asing Pimpinan DPR Dorong Lakukan
Revisi” Selasa 12 Oktober 2010, dalam http://www.rmol.co/read/2010/10/ 12/6253/76-UU-Dicurigai-Banteng-Untungkan-Pihak-Asing- diakses 13 januari 2018.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
421
Intervensi undang-undang di Indonesia ini juga dibenarkan oleh Kiki Syahnakri,
Ketua Badan Pengkajian Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD) sejak 2006.
Menurutnya terdapat 72 perundang-undangan hasil reformasi merupakan pesanan
asing. Ini berdasarkan kajian BIN pada 2006 lalu. Salah satunya adalah Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing. Hal ini terlihat
undang-undang tersebut memberikan ruang bagi perusahaan asing untuk dapat me-
ngelola lahan selama 95 tahun, bahkan bisa diperpanjang hingga 35 dan 65 tahun
lagi sehingga total pengusaha asing bisa mengeksploitasi sumber daya hingga 195
tahun.78
Kiky Syahnakri dalam Roundtable Discussion bertajuk Konsolidasi Ke-
Indonesiaan di Universitas Airlangga, Surabaya 8 Februari 2012 bahkan menegaskan
keterlibatan Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) asing di bawah Partai Demokrat
Amerika Serikat telah mengintervensi amandemen UUD 1945. National Democratic
Institution (NDI) di bawah Partai Demokrat Amerika Serikat telah menggelontorkan
45 juta dolar AS untuk mengawal amandemen konstitusi Indonesia sejak 1999
hingga 2002. Indikasi intervensi itu terlihat dari banyaknya muatan liberal dalam
pasal-pasal UUD 1945 hasil amendemen yang sangat dominan. Dampaknya menurut
Sofyan Efendi, tercatat 82,5 persen isi amendemen UUD 1945 mengandung muatan
liberal. Hal itu berdampak sebanyak 61 undang-undang yang merupakan produk
hukum sebagai turunan konstitusi menjadi sangat liberal.79
Pengamat Intelejen A.C. Manullang bahkan menjelaskan kuatnya dorongan
untuk dilakukan amandemen kelima UUD 1945 terkait kepentingan asing yang
78 Loc cit 79 Ali, “Purnawirawan Awasi Intervensi Asing dalam Pembuatan UU”, Hukum online, Jumat
10 Februari 2012 dalam http://www.hukumonline.com/berita/baca/ lt4f34bd6101b32/purnawirawan-awasi-intervensi-asing-dalam-pembuatan-uu- , diakses 19 Februari 2018.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
422
menginginkan Indonesia agar mudah dikendalikan, terutama oleh Amerika Serikat.
Asing sangat kuat mendorong amandemen UUD 45 dengan memanfaatkan LSM,
para pejabat, maupun anggota DPR yang sudah terkontaminasi kepentingan asing.
Para politisi yang tidak menginginkan amandemen akan kalah, karena mereka
minoritas. Saat ini LSM melalui seminar ataupun kajian yang ditampilkan di media
berperan besar dalam mempengaruhi amandemen kelima. 80
Globalisasi menjanjikan harapan palsu tidak perlu diikuti sepenuhnya. Hal ini
telah diprediksi jauh-jauh hari oleh para pendiri negara yang menolak pasar bebas
dan kapitalisme global yang sat ini kembali mendunia dengan istilah globalisasi. Dari
sekian teori fungsi negara, maka sangat tepat jika kita kembali pada pemikiran Bung
Hatta sebagai perumus sistem perekonomian Indonesia. Pasal 33 ayat (1)
mempunyai arti bahwa perekonomian imperatif harus “disusun” dan tidak dibiarkan
tersusun sendiri sesuai dengan selera dan kehendak pasar bebas. Globalisasi dewasa
ini tidak boleh membuat bangsa Indonesia mengalami disorientasi ideologi dengan
memudarkan rasa kebangsaan. Kita tidak boleh terjebak pada pola globalisasi
dengan pasar bebasnya yang menghilangkan peran negara dalam kehidupan
perekonomian negara.
Oleh karena itu leberalisasi ekonomi yang pada hakikatnya berorientasi pada
pertumbuhan perlu diimbangi dengan peraturan maupun kebijakan yang fokus pada
pemerataan. Melalui intervensi peraturan maupun kebijakan pemerintah baik melalui
instrumen langsung (direct attack) seperti alokasi dana, subsidi pada pengusaha
menengah dan kecil, membangun linkage antara perusahaan besar, menengah dan
kecil. Instrumen tidak langsung juga dapat dilakukaan seperti insentif melalui
80 Ahmad Sofyan, “Asing dan Konstitusi RI”, 17 September 2017, dalam
https://www.academia.edu/7966519/Asing_dan_Konstitusi_RI
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
423
kebijakan harga dan tingkaat suku bunga serta peningkatan akses pengusaha
menengah dan kecil kepada berbagai peluang. Dengan demikian Indonesia harus
mampu menghadapi dan menyiasati globalisasi menjadi faktor pendorong
pembangunan nasional. Tanpa peraturan perundangan yang bersifat memitigasi
dampak-dampak negatif liberalisasi ekonomi akan menimbulkan disequalizing effect
dan kurang efektif untuk menanggulangi kemiskinan.81
C. Penguasaan Sumber Daya Tambang Oleh Negara
Dalam dunia internasional secara umum dikenal jenis hak kepemilikan. Hak
kepemilikan dibagi menjadi empat kategori (feeny et al, 1990 ; Lynch & Harwel,
2002) yaitu: 82
1. Akses terbuka (open access) yang berarti tidak ada hak kepemilikan atas
sumberdaya. Sumber daya bebas dan terbuka diakses oleh siapapun.
2. Hak milik individual (private property) yang berarti sumber daya bukanlah
milik negara, melainkan dimiliki oleh organisasi atau individu. Ada aturan
yang mengatur hak-hak pemilik dalam memanfaatkan sumber daya alam.
Manfaat dan biaya ditanggung sendiri oleh pemilik sumber daya tersebut. Hak
kepemilikan dapat dipindahtangankan kepada pihak lain yang ditunjuk.
3. Milik kelompok masyarakat (common property) yang berarti bahwa sumber
daya dikuasai oleh sekelompok masyarakat, dimana para anggota memiliki
kepentigan untuk kelestarian pemanfaatan. Pihak luar bukan anggota tidak
boleh memanfaatkan sumber daya alam tersebut. Hak kepemilikan tidak
bersifat eksklusif, dapat dipindahtaangankan sepanjang sesuai aturan yang
disepakati bersama. Aturan pemanfaatan mengikat seluruh anggota kelompok
didalamnya.
81 Moeljarto Tjokrowinoto, op cit, hlm. 233. 82 Resvani, Tambang Untuk Negri, Sebuah Inovasi Konsep, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta,
2017, hlm. 155.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
424
4. Hak milik negara (state property) yang berarti hak pemanfaatan sumber daya
alam secara eksklusif dimiliki oleh pemerintah. Pemerintah memutuskan
seluruh hal terkait akses, tingkat dan sifat eksploitasi sumber daya alam.
Di Indonesia muncul dua teori kepemilikan sumber daya alam yang cenderung
berkembang. Pertama, ada yang berpendapat bahwa sumber daya alam itu tidak ada
pemiliknya (terra incognita) atau dengan kata lain langsung dimiliki oleh Tuhan
YME dan ada yang berpendapat pemilik sumber daya alam di Indonesia adalah
rakyat yang kemudian dikuasakan kepada negara. Pendapat terra incognita sangat
dekat dengan konep open access dalam kategori hak kepemilikan. Semua orang
berhak mengakses. Hal ini tentunya menimbulkan efek ketidakteraturan dan
perebutan sumber daya alam tersebut. Oleh karena itu negara hadir sebagai penguasa
dari sumber daya alam untuk menghindari perebutan dan menciptakan keteraturan
dalam penguasaan sumber daya alam. Namun demikian, negara bukanlah sebagai
pemilik, melainkan penguasa sumber daya alam Indonesia. Kedua, pendapat yang
mendukung rakyat sebagai pemilik sumber daya alam dengan menggunakan konsep
kedaulatan rakyat yang dimandatkan kepada negara. Dengan mandat tersebut
akhirnya rakyat kembali menjadi objek kemakmuran atas penggunaan sumber daya
alam. 83
Lalu bagaimana konsep kepemilikan atau penguasaan sumber daya alam
pertambangan di Indonesia. Untuk membahas hal ini maka secara konstitusional
telah diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Disini terkandung dua filosofis penting
yaitu filosofis dikuasai oleh negara (hak menguasai negara) atas aset kekayaan alam
83 Loc cit.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
425
serta filosofi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kedua filosofi ini merupakan
satu kesatuan yang tak terpisahkan. Hak menguasai negara adalah instrumen atau
mandat konstitusi ekonomi, sedangkan tujuan akhirnya adalah sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Maka pemerintah sebagai representasi negara bertindak sebagai
penerima amanat untuk merencanakan, mengatur, mengelola dan mengawasi
kekayaan alam agar dapat dinikmati oleh rakyat Indonesia.
Pengertian hak menguasai negara antara lain dapat ditelusuri dari konsep
pemikiran yang berkembang dalam sejak kemerdekaan hingga masa ekonomi
terpimpin. Politik hukum Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 memilih kata yang
menunjukkan sifat imperatif yaitu “dikuasai” bukan secara kebetulan melainkan
hasil pengolahan rasional dan emosional terhadap pandangan filosofis dan politik
atas masalah-masalah kenegaraan, sosial, budaya, ekonomi dan sejarah pertumbuhan
bangsa Indonesia, oleh karena itu mengandung unsur kejiwaan yang mendasar.84
Pasal ini memerintahkan agar dibuat peraturan nasional untuk menggantikan hukum
agraria kolonial yang tentu saja tidak sesuai dengan keadaan dan kepentingan
nasional, namun terpaksa diberlakukan untuk menghindari kekosongan hukum.
Hukum kolonial secara filosofis maupun prinsip dibuat untuk mengeruk kekayaan
alam Indonesia bagi penjajah. Cara yang dipilih adalah melakukan penguasaan
kekayaan alam oleh negara. Untuk itu harus dibuat tafsir baru yang berpihak pada
kesejahteraan bangsa. Jiwa dari pasal ini tidak lain adalah kewenangan atau
kekuasaan untuk mengatur peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan
unsur-unsur agraria yang meliputi bumi, air dan ruang angkasa sebagai alat untuk
mencapai kesejahteraan sosial. Politik hukum kekayaan alam yang diusung adalah
84 R. Soeprapto, Undang-Undang Pokok Agraria Dalam Praktek, UI Press, Jakarta, 1986, hlm.
10.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
426
melakukan perubahan dan perbaikan atas ketentuan-ketentuan hukum kolonial yang
hanya berorientasi menguntungkan kepentingan kolonial dengan merugikan
kepentingan masyarakat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.85
Konsep pemikiran tersebut antara lain dikemukakan oleh R Soepomo,
Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, M. Subhan Z.E hingga Sadli. Sejarah
terbentuknya pasal 33 ayat 3 UUD 1945, berawal pada saat R. Soepomo melontarkan
didepan sidang BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1945 yang diakhir pidatonya tentang
negara integralistik menyampaikan : 86
“Dalam negara yang berdasarkan integralistik berdasarkan persatuan maka
dalam lapangan ekonomi akan dipakai sistem sosialisme negara (staat
socialism). Dengan sistem sosialisme negara yang dimaksud itu, maka : dalam
negara Indonesia baru, dengan sendirinya menurut keadaan sekarang,
perusahaan-perusahaan sebagai lalu lintas, electriciteit, perusahaan alas rimba
harus diurus oleh negara sendiri. Begitupun tentang tanah. Pada hakekatnya
negara yang menguasai tanah seluruhnya. Tambang-tambang yang penting
untuk negara akan diurus oleh negara sendiri. Melihat sifat masyarakat
Indonesia sebagai masyarakat pertanian, maka dengan sendirinya tanah
pertanian menjadi lapangan hidup dari kaum tani dan negara harus menjaga
supaya tanah pertanian itu tetap dipegang oleh kaum tani”.
Dinyatakan bahwa, dalam negara yang berdasar integralistik berdasar
persatuan, maka dalam lapangan ekonomi akan dipakai sistem “sosialisme negara”
(staats socialisme). Perusahaan-perusahaan yang penting akan diurus oleh negara
sendiri. Pada hakekatnya negara yang akan menentukan dimana, dimasa apa,
perusahaan apa yang akan diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau oleh
pemerintah daerah atau yang akan diserahkan pada suatu badan hukum privat atau
85 Imam Koeswahjono Muchsin dan Soimin, Hukum Agraria dalam Perspektif Sejarah,
cetakan 2, Penerbit Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 38. 86 Ibid, hlm 158
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
427
kepada seseorang, itu semua tergantung dari pada kepentingan negara atau
kepentingan rakyat seluruhnya. Begitupun tentang hal tanah, pada hakekatnya
negara yang menguasai tanah seluruhnya. Tambang-tambang yang penting untuk
negara akan diurus oleh negara sendiri.87
M. Subhan Z.E dalam seminar nasional KENSI di Surabaya tahun 1960
menyatakan :88
“ Bahwa ekonomi terpimpin tidak harus selalu diartikan penerjunan pemerintah,
langsung atau tidak langsung di dalam perniagaan dan perusahaan umum,
tetapi pengusahaan langsung pada policy ekonomi, moneter dan pembangunan
serta mengatur dan membimbing dan melaksanakan pengawasan yang keras
agar policy yang ditentukan pemerintah itu ditaati oleh masyarakat, lembaga-
lembaga negara dan pengusaha-pengusaha nasional swasta”.
Subhan berkeyakinan bahwa perbaikan ekonomi Indonesia bisa dilakukan
dengan pengaturan dan kemauan yang baik dari pemerintah. Untuk itu dalam
pelaksanaan ekonomi terpimpin perhatian serius diberikan pada tiga tujuan utama
yaitu distribusi, pembangunan ekonomi dan kebijakan moneter. Perbaikan distribusi
barang dapat dilakukan dengan baik jika diserahkan pada partikelir, sedangkan
pemerintah tidak terlalu banyak campur tangan dan cukup sebagai pengawas.
Pembangunan ekonomi dilakukan dari surplus anggaran belanja negara dari tahun
ke tahun. Dalam bidang moneter pemerintah harus menempuh anggaran
berimbang.89
Pemikiran Subhan sejalan dengan Mohammad Hatta, pada tahun 1957
menyampaikan konsep pemerintah tidak perlu turut campur tangan secara langsung
87 Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara, Paradigma Baru Untuk Reformasi
Agraria, Cetakan I , Penerbit Citra Media, Yogyakarta, 2007, hlm. 35 88 Amirudin Al-Rahab, Ekonomi Berdikari Sukarno, cetakan pertama, Komunitas Bambu,
Depok, 2014, hlm118. 89 Ibid, hlm. 119.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
428
dalam persoalan ekonomi. Negara cukup sebagai pemimpin yang mengarahkan dan
membimbing perkembangan ekonomi dengan mengawasi lakon-lakon ekonomi.
Keterlibatan negara hanya akan menciptakan birokrasi berbelit-belit. Untuk itu perlu
dikembangkan koperasi sebagai badan ekonomi yang mengatasi keterlibatan
birokrasi sekaligus memudahkan masyarakat mengembangkan dirinya dalam
berekonomi. Jalan ini penting karena perusahaan-perusahaan besar tidak mampu
dijalankan oleh Indonesia akibat tidak mampu dari segi modal dan keahlian serta
belum mampu menjalankan suatu rencana ekonomi secara besar-besaran.
Selanjutnya Hatta mengemukakan keterlibatan negara dalam ekonomi hanya di
bidang pelayanan umum (public utilities) : 90
Dikuasai oleh negara tidak berarti bahwa pemerintah sendiri menjadi
pengusaha dengan segala birokrasi yang ada padanya. Pekerjaan dapat
diserahkan kepada badan-badan pelaksana yang bertanggung jawab pada
pemerintah, yang kerjanya dikontrol oleh pemerintah.
Dikuasai negara tidak dipandang sempit dalam peranan negara sebagai
pengusaha, pebisnis ataupun tuan tanah. Namun penekanan yang diberikan
adalah negara sebagai pembuat peraturan untuk memastikan kegiatan ekonomi
tidak terganggu, sebuah aturan yang pada waktu yang sama dapat mencegah
eksploitasi berlebihan oleh pemilik modal.
Sedangkan Muhammad Yamin menerjemahkan dikuasai negara dalam bentuk
negara yang mengatur dan/atau mengolah, terlebih dengan tujuan untuk
meningkatkan dan mendorong produksi dengan memberikan prioritas pada koperasi.
Persepsi para tokoh kemerdekaan ini sejalan dengan semangat UUD 1945 untuk
mendorong pemanfaatan kekayaan nasional bagi kemakmuran rakyat, melalui
90 Ibid, hlm. 120.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
429
penguasaan oleh negara sebagai wakil yang ditunjuk langsung oleh rakyat untuk
melakukan perannya, termasuk dalam mengatur.91
Sikap Hatta ini ditentang oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) karena terlalu
lemah dan menyerah kepada kepentingan modal monopoli asing seperti Amerika dan
negara Eropa Barat lainnya yang selama ini menguasai impor dan ekspor Indonesia.
Pandangan Aidit dalam sidang Kongres Nasional partai ke-VI tahun 1958 sebagai
berikut : 92
“Anti liberalisme di lapangan ekonomi tidak bisa diartikan lain kecuali anti
perdagangan bebas (free fight liberalism) dan ini berarti mengutamakan
ekonomi sektor negara sebagai syarat untuk memimpin seluruh perekonomian
negri dan menggerogoti kekuasaan ekonomi kapital besar asing”.
Dari kutipan Aidit tersebut jelas bahwa untuk menuju sosialisme PKI memiliki
sikap : pertama, tidak akan menempuh jalan kompromi terhadap penanaman modal
asing dengan segala bentuk manifestasinya. Kedua, memandang bahwa negara
adalah satu-satunnya kekuatan ekonomi untuk menentukan arah dan perkembangan
produksi. Ketiga, pihak swasta adalah pelengkap dalam praktik ekonomi dan tidak
boleh menjadi beban keuangan negara melalui kredit dan subsidi. Keempat, jalan
industri adalah jalan utama untuk mencapai sosialisme karena tanpa industri
Indonesia tidak akan mampu keluar dari kungkungan krisis ekonomi.93 Menurut PKI
negara bukan hanya menjadi pembuat peraturan dan undang-undang, melainkan
langsung aktif dalam produksi dan distribusi. Sementara itu usaha swasta mendapat
tempat terhormat sebagai pembantu pemerintah dalam memperkukuh ekonomi
nasional apalagi dalam masa pemulihan.
91 Resvani, loc cit. 92 Amirudin Al- Rahab, op cit, hlm 115. 93 Loc cit.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
430
Sementara itu partai Nasionalis Indonesia (PNI) dalam haria rakyat tanggal 29
september 1964 mengemukakan pendirian Hatta jauh dari prinsip ekonomi terpimpin
yang akan memajukan revolusi dan perjuangan rakyat Indonesia melaui sosialisme
dengan kemampuan ekonomi yang mandiri. Cara pikir Hatta masih menyisakan
peluang kepada kekuatan ekonomi asing yang sebenarnya hendak dihapus
sebagaimana digariskan manipol. Dalam Konferensi Ekonomi dan Pembangunan di
Yogyakarta 27 Februari sampai 3 Maret 1959, Ketua Departemen Ekonomi &
Keuangan DPP PNI, Soebagijo Reksodipuro berpidato “Bergerak Ke Ekonomi
Marhaenis” dengan mengemukakan pokok-pokok ekonomi marhaenis yaitu :
Pertama, perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan,
dengan membentuk koperasi dalam segala bidang usaha serta perusahaan negara.
Perusahaan besar perseorangan tidak diperbolehkan. Kedua, segala perusahaan yang
bersifat vital dan perusahaan besar adalah perusahaan negara dengan kata lain tidak
boleh bersifat koperasi.94
Sedangkan akademisi Universitas Indonesia (UI), Sadli dalam Dies natalis
Fakultas Ekonomi UI tahun 1959, menyatakan ekonomi terpimpin dalam mencapai
sosialisme perlu dipertegas, dalam arti mana yang lebih domina sosialismenya atau
Indonesianya. Dalam pandangannya walaupun kehidupan bangsa Indonesia begitu
memprihatinkan, sosialisme bukanlah satu-satunya jalan keluar. Ada juga negara
yang sukses keluar dari kesuraman ekonomi dengan jalan kapitalisme, yaitu Jepang.
Walaupun demikian, sosialisme Indonesia menurut Sadli lebih menitikberatkan pada
keIndonesiaannya. Sosialisme Indonesia tidak menganut pertentangan kelas,
revolusi kaum buruh, diktatur proletariat dan menolak menjadi bagian dari
kominteren. Prinsip dasar sosialisme yang dianut Indonesia adalah sifat kolektif dan
94 Ibid, hlm. 123.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
431
negara sebagai penjelmaan dari sifat kolektif ini memiliki peran besar. Keseluruhan
itu dipadu menjadi sifat kegotongroyongan. Dengan demikian dalam salah satu
aspeknya usaha swasta masih mendapatkan tempat sebagai rekanan dari perusahaan
negara untuk mengejar pertumbuhan ekonomi di sampin pemerataan. Sadli
cenderung menyatakan dalam masa peralihan, sektor-sektor ekonomi vital harus
dipegang dan dikelola oleh negara. Jika situasi sudah memungkinkan, bisa ditangani
oleh swasta atau bekerjasama dengan pemerintah. Perusahaan negara adalah
perusahaan yang bisa memobilisasi modal secara besar-besaran, mampu melakukan
progresivitas produksi dan efisiensi secara sosial. Sementara itu operasional
perusahaan negara diawasi secara bersama antara pemerintah, konsumen dan para
buruh.95
Dengan demikian setidaknya ada dua kubu pemikiran dalam menjelaskan
tentang hak menguasai negara. Kelompok pertama diwakili oleh pemikiran Subhan,
Hatta dan Sadli. Menurut ketiganya, makna dikuasai negara tidak berarti
dikendalikan dan dioperasionalkan oleh negara, tetapi diawasi secara administrasi
oleh negara. Bahkan lebih jauh dari itu menghendaki perusahaan-perusahaan negara
jika keadaan memungkinkan dijual kembali pada pihak swasta. Di sisi lain PKI dan
PNI menyatakan dikuasai negara berarti negara benar-benar memiliki dan mengatur
serta mengontrol perusahaan negara tersebut dengan logika tidak hanya sekedar
mencari keuntungan, tetapi perusahaan negara sebagai motor penggerak ekonomi
rakyat sehingga negara mampu meningkatkan jaminan sosial masyarakat. dengan
demikian negara menjadi wakil masyarakat dalam melakukan kontrol politik
terhadap produksi dan distribusi.
95 Ibid, hlm. 125.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
432
Hak Penguasaan Negara sebagaimana diatur secara eksplisit pada Pasal 33 ayat
(3) UUD 1945 ini menjadi landasan konstitusional dibenarkannya negara memiliki
hak menguasai kekayaan alam yang terkandung di dalam perut bumi. Namun
penjelasan tentang batasan hak menguasai negara tersebut tidak terdefinisikan lagi
secara otentik dalam konstitusi, karena penjelasan UUD 1945 telah ditiadakan
(dihapus dalam amandemen ke-4 tahun 2002). Dengan demikian konsep dan batasan
hak menguasai negara diserahkan kepada ilmu pengetahuan hukum dan Mahkamah
Konstitusi sebagai satu-satunya lembaga peradilan negara yang diberi kompetensi
untuk menafsirkan konstitusi, khususnya Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.96
Dalam lampiran risalah persidangan BPUPKI dan PPKI terdapat penjelasan dari
para penyusun UUD 1945 berkaitan dengan konstitusionalisme agraria dengan soal
perekonomian Indonesia merdeka yang menjelaskan hubungan antara negara dengan
tanah sebagai faktor produksi yang berbunyi : tanah sebagai faktor produksi yang
utama dalam masyarakat Indonesia, haruslah dibawah kekuasaan negara. Tanah
tidak boleh menjadi alat kekuasaan orang-seorang untuk menindas dan memeras
hidup orang lain.97
Sebagai penjabaran Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 maka pemerintah membentuk
kepanitiaan yang diberi tugas menyusun draft undang-undang agraria untuk
menggantikan undang-undang kolonial. Kepanitiaan dibentuk sejak tahun 1948
berdasarkan Keputusan Presiden RI Tahun 1948 Nomor 16. Kepanitiaan beberapa
kali berubah dan berlangsung selama 12 tahun. Akhirnya disahkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang
mengatur hak penguasaan atas agraria serta kekayaan alam yang tekandung
96 Marilang, op cit, hlm. 269. 97 Resvani, loc cit.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
433
didalamnya. Konsep dan asas-asas hukum agraria dibentuk berdasarkan hukum adat
yang diangkat menjadi norma hukum tertulis.98
UUPA menjelaskan pengertian hak menguasai negara atas sumber daya alam
oleh negara dalam Pasal 2 sebagai berikut :
(1). Atas dasar ketentuan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang
dimaksud dalam pasal 1, bumi air dan ruang angkasa termasuk kekayaan
alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh
negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
(2). Hak menguasai negara tersebut dalam ayat 1 pasal ini memberikan wewenang
untuk :
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan
ruang angkasa.
(3). Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada
ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran
rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam
masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan
makmur.
(4). Hak menguasai negara tersebut dalam pelaksanaannya dapat dikuasakan
kepada daerah-daerah, swasta dan masyarakat-masyarakat hukum adat
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan menurut
ketentuan-ketentuan peraturan yang berlaku.
Berdasar pasal 2 UUPA dan penjelasannya tersebut, menurut konsep UUPA,
pengertian “dikuasai” oleh negara bukan berarti “dimiliki”, melainkan hak yang
98 Supriadi, Hukum Agraria, cetakan keempat,Sinar Grafika, Jakarta ,2010, hlm. 57.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
434
memberi wewenang kepada negara untuk menguasai seperti hal tersebut diatas.99
Wewenang negara yang bersumber pada hak menguasai sumber daya alam oleh
negara semata-mata bersifat publik yaitu wewenang untuk mengatur (regulasi),
bukan wewenang menguasai tanah secara fisik dan menggunakan tanahnya.
Demikian juga hukum adat menjadi dasar agraria mengingat UUPA ini
bersumber dari kesadaran hukum yang hidup dalam rakyat banyak yang tunduk pada
hukum adat yang terjelma dalam Pasal 5 UUPA :
Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat,
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan
peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan
peraturan perundangan lainnya,segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-
unsur yang bersandar pada hukum agama.
Wewenang negara untuk mengatur hubungan hukum antara orang-orang
termasuk masyarakat hukum adat dengan tanah terkait erat hubungan hukum antara
tanah dengan negara. Hukum yang mengatur pengakuan dan perlindungan tersebut
sangat diperlukan untuk memberi jaminan kepastian hukum kepada masyarakat agar
hak-hak atas tanahnya tidak dilanggar oleh siapapun. Oleh Karena itu, sangat tidak
tepat jika melihat hubungan Negara dengan tanah terlepas dengan hubungan antara
masyarakat hukum adat dengan tanah ulayatnya dan hubungan antara perorangan
dengan tanahnya. Ketiga hubungan ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain, dan merupakan hubungan yang bersifat
“tritunggal”.100
99 Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi Dan Pelaksanaanya, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2005, hlm.234. 100 Ibid, hlm. 7
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
435
Sedangkan dalam hal perencanaan pengalokasian dan pemanfaatan sumber daya
alam diatur dalam Pasal 14 ayat (1) sebagai berikut :
(1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan (3), pasal 9
ayat (2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme
Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan
penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya :
a. Untuk keperluan negara;
b. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya, sesuai
dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. Untuk keperluan pusat-pusat kehidupann masyarakat, sosial, kebudayaan
dan lain-lain kesejahteraan;
d. Untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan
perikanan serta sejalan dengan itu;
e. Untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan
pertambangan.
Namun demikian ada batasan-batasan penting yang harus diingat oleh negara
dalam menggunaan hak menguasi negara tersebut. Maria Sriwulandari Sumardjono
mengatakan bahwa kewenangan negara ini harus dibatasi dua hal :101
1. Pembatasan oleh UUD 1945. Bahwa hal-hal yang diatur oleh negara tidak
boleh berakibat pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD 1945.
Peraturan yang biasa terhadap suatu kepentingan dan menimbulkan kerugian
di pihak lain adalah salah satu bentuk pelanggaran tersebut. Seseorang yang
melepas haknya harus mendapat perlindungan hukum dan penghargaan yang
adil atas pengorbanan tersebut.
2. Pembatasan yang bersifat substantif dalam arti peraturan yang dibuat oleh
negara harus relevan dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat. Dan kewenangan ini tidak dapat didelegasikan
kepada pihak swasta karena menyangkut kesejahteraan umum yang sarat
101 A.P. Parlindungan, Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju,
Bandung , 1991, hlm. 40
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
436
dengan misi pelayanan. Pendelegasian kepada swasta yang merupakan
bagian dari masyarakat akan menimbulkan konflik kepentingan, dan
karenanya tidak dimungkinkan
Berdasarkan hal tersebut, maka sebelum membahas filosofi hak menguasai
negara kaitannya dengan barang tambang, terlebih dahulu dicermati dan digali
hakikat konstitusi itu sendiri. Untuk itu, Moh. Kusnadi dan Harmaily Hasan
mengemukakan bahwa konstitusi pada hakikatnya merupakan suatu hukum dasar
yang secara fungsional menjadi dasar bagi semua peraturan perundangan di
bawahnya102. Sedangkan Steenbek lebih menitikberatkan pada materi muatan suatu
konstistusi yang pada umumnya mengandung :103
1. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia dan warga negara;
2. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara secara fundamental;
3. Pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan.
Dengan demikian Pasal 33 UUD 1945 yang mengatur tentang dasar-dasar sistem
perekonomian dan kegiatan perekonomian yang dicita-citakan oleh bangsa
Indonesia harus memperhatikan tujuan yang lebih besar yaitu kesejaheraan rakyat
dalam Pasal 28 maupun Pasal 34, sebagaimana konsep dan gagasan para pendiri
negara dan para penyusun UUD 1945 yang secara tegas menempatkan pasal ini di
bawah Bab Kesejahteraan Sosial. Konsekuensinya, Pasal 33 UUD 1945 sebagai
dasar konstitusional kedudukan hak menguasai atau penguasaan oleh negara
terhadap bumi, dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus
dijadikan norma pokok dalam segala aktivitas perekonomian. Hak menguasai dan
penguasaan negara dimaksud tidak dapat dipisahkan dengan dasar pemikiran lain
102 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat
Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1981, hlm. 75. 103 Sri Soemantri Martosoewignjo, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, penerbit
Alumni, Bandung,1987, hlm. 51.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
437
yang lebih fundamental yakni “kesejahteraan sosial” sebagaimana diungkapkan
Bagir Manan bahwa “Upaya memahami Pasal 33 UUD 1945 dengan baik dan benar,
maka hak menguasai negara terhadap objek-onjek tersebut harus dikaitkan dengan
dasar pemikiran tentang kesejahteraan social”.104
Landasan pemikiran yang mendasari lahirnya hak menguasai negara atas objek-
objek tersebut sebagaimana terumuskan secara eksplisit pada Pasal 33 UUD 1945
adalah pokok pikiran tentang idiologi perekonomian Indonesia merdeka
sebagaimana digagas secara intensif oleh Panitia Keuangan dan Perekonomian yang
diketuai Mohammad Hatta ketika itu. Hasil gagasan panitia dimaksud didasarkan
pada nilia-nilai budaya bangsa Indonesia sendiri sehingga menghasilkan formulasi
yang sangat filosofis sifatnya yaitu bahwa “Kehidupan orang Indonesia didasarkan
pada nilai tolong-menolong”.105 Apabila nilai- nilai dalam Pasal 33 seperti gotong
royong dan tolong-menolong ini dikonversi ke hak menguasai negara atas barang
tambang, maka dapat dimaknai bahwa negara sebagai pemilik hak penguasaan yang
diwujudkan dalam bentuk pembuatan kebijakan, melakukan pengaturan, pengurusan
dan pengelolaan serta pengawasan terhadap barang tambang. Tindakan pemerintah
tersebut haruslah berorientasi kepada upaya mewujudkan kesejahteraan seluruh
rakyat Indonesia.
Menurut Abrar Saleng, nilai-nilai pemikiran yang terkandung dalam Pasal 33
ayat (3), jika dikaitkan dengan pengelolaan pertambangan adalah :106
1. Perekonomian Indonesia berdasarkan pada cita-cita tolong-menolong dan
usaha bersama, dilaksanakan dalam bentuk koperasi;
2. Perusahaan besar mesti di bawah kekuasaan Pemerintah;
104 Bagir Manan, op cit, hlm. 9. 105 Abrar Saleng, op cit, hlm. 28. 106 Ibid, hlm. 30
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
438
3. Perusahaan besar berbentuk korporasi diawasi dan penyertaan modal
Pemerintah;
4. Tanah di bawah kekuasaan Negara;
5. Perusahaan tambang dalam bentuk usaha negara dapat diserahkan kepada
badan yang bertanggungjawab kepada Pemerintah
Maka dapat dipahami bahwa secara konstitusional hak penguasaan negara diatur
secara eksplisit pada Pasal 33 UUD 1945, sehingga pasal ini menjadi landasan
konstitusional dibenarkannya negara memiliki hak menguasai kekayaan alam yang
terkandung di dalam perut bumi. Dengan demikian, kedudukan Pasal 33 UUD 1945
sangat diharapkan berfungsi sebagai dasar konstitusional bagi hak penguasaan
negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan harus
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuaran rakyat, dilengkapi dengan
ketentuan faktor-faktor produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara, menjadikan negara pemain dominan dalam sektor
ekonomi. Namun, ketika negara tidak mampu meningkatkan perekonomian dan
selanjutnya bergandengan tangan dengan para investor asing, maka sesungguhnya
telah terjadi perubahan secar subtantif dari hakikat isi pasal ini, yaitu “negara dan
para pemodal menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuaran rakyat, dilengkapi dengan
ketentuan faktor-faktor produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang
banyak”. 107
Dalam membahas dan memaknai Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan
bahwa pasal ini ditempatkan di bawah “BAB XIV KESEJAHTERAAN SOSIAL
mengandung konsekuensi :
107 Marilang, op cit, hlm. 272.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
439
1. Kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi dan di dalam air dikuasai oleh
negara dan dengan demikian mengandung arti bahwa kepemilikan sumber
kekayaan alam tambang tersebut bukanlah milik pribadi dan juga bukan milik
daerah dimana sumber daya alam tambang itu berada, melainkan juga “milik
seluruh rakyat Indonesia”. Secara implisit, hal tersebut menyiratkan makna
bahwa pemanfaatannya harus diatur oleh negara. Karena itu, Negara melalui
legislator bersama eksekutif menerbitkan peraturan perundangan yang
mengaturnya seperti undang-undang beserta peraturan pelaksanaan lainnya.
2. Harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hal ini
mengandung pengertian dorongan agar sumber daya alam tambang tersebut
dieksploitasi dan diproduksi menjadi bahan komoditas, sehingga pendapatan
dan hasilnya dapat dipergunakan untuk kemakmuran rakyat secara
berkeadilan.
Sementara itu Nandang Sudrajat berpendapat bahwa Pasal 33 ayat (3) UUD
1945 mengandung tiga unsur makna, yaitu : 108
1. Unsur bumi dan kekayaan alam, baik kekayaan alam yang berada di atas
permukaan maupun yang berada di bawah tanah sebagai objek;
2. Unsur negara sebagai subjek;
3. Unsur rakyat sebagai objek dan sekaligus sebagai subjek atau sasaran dari
pemanfaatan hasil bumi dan kekayaan alam.
Selanjutnya, Nandang Sudrajat menguraikan makna Pasal 33 ayat (3) sebagai
berikut :109
1. Bahwa seluruh kekayaan alam yang berada dalam wilayah hukum Indonesia
dikuasai oleh negara. Artinya, setiap orang, kelompok, lembaga dan/atau
badan usaha apapun jika mengambil, memanfaatkan, dan menikmati hasil
108 Nandang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, Pustaka
Yustisia, Yogyakarta, 2010, hlm. 15. 109 Ibid, hlm. 15-17.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
440
kekayaan alam tanpa seizing negara merupakan perbuatan melawan hukum
atau termasuk perbuatan pidana, sehingga dapat dipidana menurut ketentuan
perundangan yang berlaku. Selanjutnya, karena kekayaan alam tersebut
merupakan potensi atau modal dasar pembangunan yang dapat dimanfaatkan
demi sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka dari sudut pandang konstitusi,
kekayaan alam dimaksud merupakan objek dari hak penguasaan negara untuk
dipergunakan demi kepentingan nasional.
2. Negara sebagai subjek. Artinya, negara sebagai pemilik hak atas kekayaan
alam, melekat pada dirinya kekuasaan dan kewenangan, yang secara konkrit
menyimbolkan kemerdekaan dan kedaulatan sebagai representasi dari
kedaulatan rakyat, yang secara fungsional dilaksanakan dan dijalankan oleh
lembaga-lembaga negara, khususnya eksekutif.
3. Rakyat dalam konteks pengelolaan sumber daya alam tambang menempati
dua posisi, yaitu:
a. Rakyat dalam kedudukannya sebagai objek, mengandung arti bahwa
rakyatlah yang menjadi sasaran pertama dan utama untuk menerima
manfaat dari hasil kekayaan alam tambang guna tercapainya kehidupan
rakyat yang sesejahtera mungkin dalam arti yang luas. Artinya, melalui
hasil kekayaan alam tambang, rakyat diberi jaminan sosial, fasilitas
pendidikan, fasilitas kesehatan, dan yang sejenisnya.
b. Rakyat dalam kedudukannya sebagai subjek, mengandung arti bahwa
rakyat memilik hak yang sama dengan lembaga-lembaga usaha lainnya
dalam mengelola bahan tambang sekaligus memanfaatkannya secara
bijaksana. Artinya, rakyat harus diberi kesempatan untuk ikut mengelola
dan mengusahakan barang tambang dimaksud, dengan tetap
memperhatikan aspek-aspek teknis penambangan yang baik dan benar.
Adapun dasar hukum penguasaan negara atas sumber daya alam pertambangan
dapat dilihat dari konstitusi negara Republik Indonesia (UUD 1945), Ketepatan
MPR, Resolusi Perserikatan bangsa-bangsa maupun keputusan Mahkamah
Konstitusi republik Indonesia sebagai berikut :
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
441
1. Dasar Hukum Penguasaan Negara Sumber Daya Alam Pertambangan
Berdasarkan UUD 1945
Dalam ekonomi konstitusional seperti Indonesia, masalah ekonomi negara dan
kesejahteraan rakyat diatur dalam konstitusi tertulis. Dengan demikian baik
pemerintah maupun rakyat harus melakukan pemilihan kegiatan ekonomi dengan
tidak mengabaikan kendala konstitusional. Demikian pula dalam hal kekayaan alam,
menurut UUD 1945 harus dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Konsekuensinya eksploitasi seluruh kekayaan alam termasuk
pertambangan tidak dapat dilaksanakan berdasarkan prinsip ekonomi pasar bebas.
Eksploitasi kekayaan alam tanpa memperhatikan asas manfaat sebesar-besar
kemakmuran rakyat adalah bertentangan dengan konstitusi. Perusahaan
multinasional, perusahaan asing maupun domestik yang memperoleh manfaat dari
melimpahnya kekayaan alam tetapi membiarkan rakyat menderita atau tertinggal
bertentangan dengan tujuan negara dalam pembukaan UUD 1945 dan pasal 33.
Untuk itu pemerintah harus sanggup mengelola kekayaan alam secara terencana
sehingga hasilnya optimal meningkatkan kesejahteraan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hak menguasai negara terhadap
kekayaan alam yang ada di tubuh bumi Indonesia termasuk barang tambang, pada
hakikatnya mengandung arti bahwa negara sebagai pemilik hak. Selanjutnya tugas
pokok pemerintah adalah membuat kebijakan, melakukan pengaturan, pengurusan
dan pengelolaan serta pengawasan terhadap pengelolaan dan pengusahaan barang
tambang demi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 33 UUD 1945 membagi bidang ekonomi kedalam tiga sektor usaha, yaitu
koperasi, usaha negara dan swasta. Penekannya pada usaha negara mencapai
kesejahteraan rakyat didasarkan pada asas kekeluargaan. Asas kekeluargaan yang
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
442
dimaksud adalah koperasi yang mengutamakan kepentingan masyarakat diatas
kepentingan pribadi. Koperasi menjadi lembaga usaha yang seharusnya mendapat
kedudukan sentral dalam sistem ekonomi Indonesia. Bung Hatta beranjak dari
konsep bahwa bangsa Indonesia yang lemah kedudukan ekonominya harus
memperkuat dengan lembaga koperasi. Sedangkan usaha negara, negara tidak perlu
menjadi pengusaha atau ondernemer, namun dapat dilakukan melalui peraturan dan
kontrol dari pemerintah.110
Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 mempunyai makna negara harus menguasai
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak. Artinya ada pembatasan bagi negara untuk tidak menguasai semua
cabang produksi sebagaimana negara sosialis. Cabang-cabang produksi yang tidak
penting bagi negara dan tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh berada di
tangan orang perorang atau swasta. Roh Pasal 33 UUD 1945 berlandaskan semangat
sosial, yang menempatkan penguasaan barang untuk kepentingan publik (seperti
sumber daya alam) pada negara dalam hal ini pemerintah sebagai pemegang mandat
untuk melaksanakan kehidupan kenegaraan di Indonesia termasuk di bidang
ekonomi. Dalam sektor pertambangan, sebagai pemegang mandat yang sah maka
negara dalam hal ini pemerintah wajib menguasai sektor sesuai semangat demokrasi
ekonomi.
Terlebih jika dibaca penjelasan Pasal 33 sangat jelas negara diberi ruang yang
besar dalam mengatur perekonomian negara. Dengan kata lain, Pasal 33 Undang
UUD 1945 beserta penjelasannya secara tegas melarang adanya penguasaan sumber
daya alam ditangan orang-seorang. Dengan demikian maka monopoli, oligopoli
maupun praktek kartel dalam bidang pengelolaan sumber daya alam adalah
110 Amirudin Ilmar, op cit, hlm 54
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
443
bertentangan dengan prinsip Pasal 33. Pada pidato di HIPKI Sumatera Barat 18 April
1979 Bung Hatta menegaskan :
“…keputusan-keputusan ekonomi untuk rakyat banyak sesuai cita-cita UUD
1945 tidak berdasarkan mekanisme pasar seperti pada ekonomi liberal…”.
Kemudian dalam Pidato pada Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) 15
Juni 1979, Bung Hatta menegaskan pula : 111
“…pemerintah membangun dari atas, melaksanakan yang besar-besar seperti
membangun tenaga listrik, penyediaan air minum, menggali saluran pengairan,
membuat jalan perhubungan guna lancarnya jalan ekonomi, menyelenggarakan
berbagai macam produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak – apa yang
disebut dalam bahasa Inggris public utilities, diusahakan oleh pemerintah”.
Bung Hatta tidak mempermasalahkan apakah penguasaan negara itu diwujudkan
dalam bentuk negara ikut serta secara langsung menyelenggarakan cabang-cabang
produksi yang penting ataukah hanya dengan membuat melalui peraturan
perundangan yang mengawasi jalannya perekonomian. Bilamana dianggap perlu dan
sangat menentukan kesejahteraan rakyat, maka tidak salah jika negara turut serta
mengelola dan mengusahakan cabang-cabang produksi yang penting tersebut.
Keberadan usaha negara dalam sistem ekonomi hanya pada pelayanan umum yang
sangat dibutuhkan rakyat seperti listrik, air atau semua hal yang dikategorikan
sebagai public utilities, ditambah dengan cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara seperti industri pokok dan pertambangan, sehingga perlu dikuasai negara.
Mohammad Hatta menganjurkan sekali agar pemerintah mengadakan badan usaha
atau usaha negara.112
111 Sri Edi Swasono, “Selamatkan Pasal 33 UUD 1945”, sebagaimana dalam
http://jakarta45.wordpress.com/2012/08/26/ideologi-selamatkan-pasal-33-uud-1945/, diakses 16 Desember 2017
112 Aminuddin Ilmar, op cit, hlm 53.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
444
Dari pasal 33 UUD 1945, negara menguasai sepenuh-penuhnya dimaknai negara
melalui pemerintah memiliki kewenangan untuk menentukan penggunaan,
pemanfaatan dan hak atas sumber daya alam dalam lingkup mengatur, mengurus,
mengelola dan mengawasi pengelolaan serta pemanfaatan sumber daya alam. 113
2. Dasar Hukum Penguasaan Negara Menurut Ketetapan MPR
Demikian pula pasca reformasi Majelis permusawaratan Rakyat (MPR)
mengeluarkan Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria
dan Pengelolaan Sumber Daya Alam juga menjadi landasan dalam pembaharuan
aturan turunan dalam melaksanakan konstitusi ekonomi. Pembaruan agraria
mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan
kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria,
dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta
keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Arah politik hukum Pembaharuan agraria dan sumber daya alam Ketetapan
MPR No. IX/MPR/2001 terdapat dalam Pasal 6 :
(1) Arah kebijakan pembaruan agraria adalah :
a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan
antarsektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan yang
didasarkan pada prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan
ini.
b. Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan
kepemilikan tanah untuk rakyat, baik tanah pertanian maupun tanah
perkotaan.
113 Sutedi, Adrian, Hukum Pertambangan, cetakan 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm.25.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
445
c. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara
komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform.
d. Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumberdaya agraria
yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik dimasa
mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan
didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
e. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban
pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik yang
berkenaan dengan sumberdaya agraria yang terjadi.
f. Mengupayakan pembiayaan dalam melaksanakan program pembaruan
agraria dan penyelesaian konflik-konflik sumberdaya agraria yang terjadi.
(2) Arah kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah :
a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam dalam
rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor yang berdasarkan prinsip-prinsip
sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
b. Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumberdaya alam melalui
identifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas sumberdaya alam sebagai
potensi dalam pembangunan nasional.
c. Memperluas pemberian akses informasi kepada masyarakat mengenai
potensi sumberdaya alam di daerahnya dan mendorong terwujudnya
tanggung jawab sosial untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan
termasuk teknologi tradisional.
d. Memperhatikan sifat dan karakteristik dari berbagai jenis sumberdaya alam
dan melakukan upaya-upaya meningkatkan nilai tambah dari produk
sumberdaya alam tersebut.
e. Menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan sumberdaya alam yang timbul
selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
446
guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas
prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
f. Menyusun strategi pemanfaatan sumberdaya alam yang didasarkan pada
optimalisasi manfaat dengan memperhatikan kepentingan dan kondisi daerah
maupun nasional.
Tujuan Ketetapan MPR ini adalah negara mengatur pengelolaan sumberdaya
agraria dan sumberdaya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. MPR melihat
banyak peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan
sumberdaya agraria dan sumberdaya alam saling tumpang tindih dan bertentangan.
Untuk itu dirasa untuk membuat penyesuaian, penggantian maupun revisi terhadap
peraturan-peraturan yang bertentangan dengan UUD 1945. Seluruh undang-undang
harus diarahkan sebagai pelaksanaan UUD 1945. Untuk itu Undang-Undang
Pertambangan arus ditinjau ulang untuk menciptakan kesejahteraan sosial.
3. Dasar Hukum penguasaan Kekayaan Sumber daya alam berdasarkan
Resolusi PBB
Konsep kedaulatan rakyat atas sumber daya alam juga dinyatakan secara tegas
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) melalui Resolusi PBB 1803
(XVIII) pada tanggal 14 Desember 1962 tentang permanent sovereignity over
natural resources. PBB mengakui bahwa seluruh kekayaan alam suatu bangsa harus
kembali pada negara tersebut dan bangsa berdaulat penuh atas seluruh kekayaan
nasionalnya. Sebelum resolusi ini dikeluarkan, PBB juga telah menyatakan tentang
kedaulatan negara atas pemanfaatan seluruh kekayaan alam dan sumber daya
alamnya melalui Resolusi 1515 (XV) pada 15 Desember 1960. Resolusi tersebut
sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
447
International Court of Justice sebagai bukti kuat dari opinio juris yang dapat
diterima dalam hukum internasional.
Resolusi PBB 1803 (XVIII) tahun 1962 tersebut tidak hanya menetapkan
kedaulatan rakyat atas kekayaan alamnya sebagai bagian dari pembangunan nasional
dan rakyat didalamnya, tetapi juga menyatakan peraturan dasar dalam menangani
investor asing dalam pengusahaan sumber daya alam tersebut. Dalam deklarasi
resolusi ayat 1 , 5 , 6 dan 7 dinyatakan bahwa : 114
(1) The right of poeples and nations to permanent sovereignity over their natural
wealth and resources must be exercised in the interest of their national
development and of the well being of the poeple of the state concerned. ( Hak
rakyat dan negara untuk kedaulatan atas kekayaan dan sumber daya alam
adalah permanen dan harus digunakan untuk kepentingan pembangunan
nasional mereka dan kesejahteraan rakyat negara yang bersangkutan.)
(5) The free and beneficial exercise of sovereignity of poeples and nations over
their natural resources must be furthered by the natural respect of states based
on their sovereign equality. (Pelaksanaan kedaulatan oleh negara-negara atas
sumber daya alam dilakukan berdasarkan penghormatan atas negara-negara
berdaulat).
(6) Internationa co-operation for the economic development of developing
countries, wether in the form of public or private capital investment, exchange
of goods and services, technical assistance or exchane of scientific
information, shall be such as to a further their independent national
development and shall be based upon respect for their sovereignity over their
natural wealth and resources. (Kerja sama internasional untuk pembangunan
ekonomi negara-negara berkembang, baik dalam bentuk investasi modal
publik atau swasta, pertukaran barang dan jasa, bantuan teknis atau
pengumpulan informasi ilmiah, harus didasarkan pada penghormatan atas
kedaulatan mereka atas kekayaan dan sumber daya alam mereka)
(7) Violation of the rights of poeples and nations to sovereignity over their natural
wealth and resources is contrary to the spirit and principles of the charter of
114 Resvani, op cit, hlm. 164 – 166.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
448
the United nations and hinder the development of international co-operation
and the maintenance of peace. (Pelanggaran hak-hak rakyat dan negara-negara
untuk berdaulat atas kekayaan dan sumber daya alam mereka bertentangan
dengan semangat dan prinsip-prinsip piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
menghambat pengembangan kerjasama internasional dan pemeliharaan
perdamaian).
Prinsip ini mengakui kedaulatan negara untuk mengelola, menggunakan dan
menguasakan dengan bebas seluruh kekayaan alam baik dipermukaan maupun
dibawah tanah di seluruh wilayah negaranya. Maka negara tidak hanya bebas
mengatur perekonomiannya tapi juga berhak mengambil alih atau menasionalisasi
kepemilikan warga lokal maupun asing berdasarkan hukum internasional. Dengan
demikian suatu negara berhak penuh dan berdaulat atas aset kekayaan alam. Negara
dan rakyat memiliki kedudukan dan hubungan dalam kepemilikan sumber daya
alam. Resolusi ini ternyata sejalan dengan konsep Pasal 33 UUD 1945 bahwa
kekayaan alam Indonesia adalah dipergunakan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
rakyat.
Resolusi ini juga menyatakan negara berwenang mengatur mekanisme investasi
asing, pemberian konsesi untuk eksploitasi sumber daya alam serta distribusi
keuntungannya. Seluruh bentuk kerjasama penguasaan kekayaan alam dengan
investor asing dilindungi hukum internasional yang berlaku dan penyelesaiannya
dilakukan dengan arbitrase sesuai aturan International Convention Settlement of
Investment Disputes (ICSID). Segala bentuk pelanggaran atas kedaulatan rakyat dan
bangsa atas kekayaan alamnya dianggap melanggar Piagam PBB dan menghalangi
kerjasama internasional, serta perdamaian.
Kerjasama internasional dalam rangka pembangunan ekonomi suatu negara baik
dalam bentuk investasi modal atau swasta, pertukaran barang dan jasa, bantuan
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
449
teknis atau pertukaran informasi ilmiah harus ditujukan untuk kelanjutan
pembangunan nasional yang independen dan didasarkan pada penghormatan
terhadap kedaulanan atas kekayaan sumber daya alam. Demikian pula pelanggaran
hak-hak masyarakat dan bangsa atas kedaulatan kekayaan alam dan sumber daya
alam mereka adalah bertentangan dengan semangat dan prinsip-prinsip piagam PBB
dan menghambat pengembangan kerjasama internasional serta pemeliharaan
perdamaian.
Dengan demikian secara hukum internasional diakui kedaulatan negara di
bidang sumber daya alam termasuk pertambangan. Seluruh negara didunia berhak
mengelola sektor pertambangan untuk kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya.
Demikian pula Indonesia berhak mengatur pengelolaan sumber daya alam yang
dimilikinya.
4. Dasar Hukum Penguasaan Negara berdasarkan Putusan Mahkamah
Konstitusi
Makna ”dikuasai negara” sampai saat ini terus diperdebatkan banyak orang, baik
yang dikemukakan dalam literatur maupun forum-forum ilmiah. Hal ini dapat
dimaklumi karena berbagai undang-undang terutama di bidang ekonomi telah jauh
dari pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945. Sektor ekonomi nasional yang seharusnya
dikuasai oleh negara ternyata lebih didominasi oleh swasta dan asing. Berbagai
perundangan juga diindikasikan telah mengadopsi neo liberalisme dan kapitalisme.
Perdebatan berkisar pada kata kunci ”dikuasai negara” vis a vis ekonomi pasar bebas
yang mendominasi perekonomian dunia.
Permasalahan ini pernah diajukan judicial review di Mahkamah Konstitusi
karena dirasa bertentangan dengan UUD 1945. Permohonan uji mareiil terhadap
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
450
undang-undang tentang sumber daya alam tersebut sebagian besar didasarkan pada
relasi yang timpang dalam penguasaan tanah dan sumber daya alam. Ketimpangan
tersebut tidak hanya dalam hubungan horizontal antara individu dalam negara,
melainkan juga ketimpangan struktural dalam hubungan negara dengan individu.
Ketimpangan tersebut salah satunya disebabkan oleh penafsiran dan pemaknaan
yang berbeda diantara para aktor yang berinteraksi dalam hal HMN. Berikut
beberapa undang-undang tentang sumber daya alam yang pernah diuji materiil di
Mahkamah Konstitusi :
1. UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan.
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air.
5. UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman Modal Asing.
7. UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil
8. UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Adapun Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai penafsir konstitusi (the sole
interpreter of the constitution) menafsirkan pengertian ”dikuasai negara” yang antara
lain tertuang antara lain dalam Putusan Makmamah Konstitusi sebagai berikut :
Tabel 14
Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Hak Menguasai Negara
Nomor Perkara Pengujian atas UU Tanggal Putusan
058-059-060-063/PUU-II/2004 dan 008/PUU-III/2005
Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2004 tentang Sumber Daya Air
19 Juli 2005
002/PUU-I/2003 Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2001 tentang Minyak dan
Gas Bumi
21 Desember
2004
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
451
001-021-022/PUU-
I/2003 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2002 tentang
Ketenagalistrikan
15 Desember
2004
85/PUU-XI/2013 Indonesia Nomor 7 Tahun 2004
tentang Sumber Daya Air
18 Februari 2015
Pengertian penguasaan negara dalam amar Putusan Mahkamah Konstitusi
dalam Perkara Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004 dan Perkara Nomor
008/PUU-III/2005 dalam perkara permohonan pengujian Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air terhadap Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada halaman 495 sebagai berikut :
115
Menimbang bahwa air adalah res commune, dan oleh karenanya harus
tunduk pada ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, sehingga pengaturan
tentang air harus masuk ke dalam sistem hukum publik yang terhadapnya tidak
dapat dijadikan objek pemilikan dalam pengertian hukum perdata. Oleh karena
itu, satu-satunya konsep hak yang sesuai dengan hakikat pengaturan tersebut
adalah hak atas air sebagai hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam
konstitusi. Mahkamah berpendapat konsep Hak Guna Pakai Air sebagaimana
telah dirumuskan dalam UU SDA harus ditafsirkan sebagai turunan (derivative)
dari hak hidup yang dijamin oleh UUD 1945.
Menimbang bahwa oleh karenanya, di luar hak guna pakai setiap
pengusahaan terhadap air haruslah tunduk pada hak penguasaan oleh negara.
Pemanfaatan air di luar hak guna pakai haruslah melalui permohonan izin
kepada Pemerintah dan dengan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan,
Pemerintah dapat menerbitkan izin pemanfaatan air baik sebagai bahan baku
maupun pemanfaatan sumber daya dari air;
Adapun amar putusan MK Nomor 002/PUU-I/2003 perkara permohonan
pengujian Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang
115 Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004
dan Perkara Nomor 008/PUU-III/2005, hlm. 495.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
452
Minyak Dan Gas Bumi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 sebagaimana dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor
01 Tahun 2005 pada halaman 125 – 126 sebagai berikut : 116
Bahwa berdasarkan uraian tersebut, pengertian “dikuasai oleh negara” haruslah
diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam luas yang bersumber
dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber
kekayaan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”,
termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas
rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud.
Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat
kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan
(bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan
pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh
Pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas
perijinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (consessie). Fungsi
pengaturan oleh negara (regelendaad) dilakukan melalui kewenangan legislasi
oleh DPR bersama Pemerintah, dan regulasi oleh Pemerintah. Fungsi
pengelolaan (beheersdaad) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham
(share-holding) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen
Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen
kelembagaan, yang melaluinya negara, c.q. pemerintah, mendayagunakan
penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara
(toezichthoudensdaad) dilakukan oleh negara, c.q. pemerintah, dalam rangka
mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas
sumber-sumber kekayaan dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran seluruh rakyat.
Bahwa dalam kerangka pengertian yang demikian, penguasaan dalam arti
kepemilikan perdata (privat) yang bersumber dari konsepsi kepemilikan publik
berkenaan dengan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
116 Putusan Makmamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003, hlm 125-126.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
453
menguasai hajat hidup orang banyak yang menurut ketentuan Pasal 33 ayat (2)
dikuasai oleh negara, tergantung pada dinamika perkembangan kondisi
kekayaan masing-masing cabang produksi. Yang harus dikuasai oleh negara
adalah jika: (i) cabang-cabang produksi itu penting bagi negara dan menguasai
hajat hidup orang banyak; atau (ii) penting bagi negara, tetapi tidak menguasai
hajat hidup orang banyak; atau (iii) tidak penting bagi negara, tetapi menguasai
hajat hidup orang banyak. Ketiganya harus dikuasai oleh Negara dan digunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara judicial review atas UU
Migas 2001 terhadap UUD 1945 juga sejalan dengan pemikiran dan pendapat Bung
Hatta.117 Dengan putusan MK tersebut, maka makna “dikuasai negara” tidak harus
diartikan bahwa negara sendiri yang langsung mengelola sumber daya alam. Arti
“dikuasai negara” dalam pengertian kedaulatan negara atas sumber daya alamnya
terletak pada tindakan negara dalam hal membuat kebijakan, pengaturan,
pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan terhadap kegiatan usaha di bidang sumber
daya alam. Dengan demikian, secara garis besar, kesimpulan Putusan MK tidak
bergeser dari konsep Bung Hatta.
Pengertian dikuasai oleh negara dalam Putusan Perkara Nomor 001-021-
022/PUU-I/2003 sebagaimana dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia
Nomor 102 Tahun 2004, terbit hari Selasa tanggal 21 Desember 2004 halaman 330-
333 sebagai berikut :
Menimbang bahwa kewenangan negara yang diberikan oleh UUD 1945
dapat digunakan sewaktu-waktu apabila unsur-unsur persyaratan penting bagi
negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak sebagaimana tercantum
dalam Pasal 33 ayat (2).
Menimbang bahwa ketentuan UUD 1945 yang memberikan kewenangan
kepada negara untuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi
117 Nandang Sudrajat, loc cit.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
454
negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tidaklah dimaksudkan demi
kekuasaan semata dari negara, tetapi mempunyai maksud agar negara dapat
memenuhi kewajibannya sebagaimana disebutkan dalam Pembukaan UUD
1945, “.… melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum …” dan juga
“mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Menimbang bahwa berdasarkan penafsiran historis, seperti yang tercantum
dalam Penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan, makna ketentuan tersebut
adalah “Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi
semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau
tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat
yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup
orang banyak boleh di tangan orang-seorang”.
Menimbang bahwa Mohammad Hatta sebagai salah satu pendiri negara
(founding fathers) menyatakan tentang pengertian dikuasai oleh negara sebagai
berikut, “Cita-cita yang tertanam dalam Pasal 33 UUD 1945 ialah produksi yang
besar-besar sedapat-dapatnya dilaksanakan oleh Pemerintah dengan bantuan
kapital pinjaman luar negeri. Apabila siasat ini tidak berhasil, perlu juga diberi
kesempatan kepada pengusaha asing menanamkan modalnya di Indonesia
dengan syarat yang ditentukan Pemerintah … Cara begitulah dahulu kita
memikirkan betapa melaksanakan pembangunan ekonomi dengan dasar Pasal
33 UUD 1945 … Apabila tenaga nasional dan kapital nasional tidak mencukupi,
pinjam tenaga asing dan kapital asing untuk melancarkan produksi. Apabila
bangsa asing tidak bersedia meminjamkan kapitalnya maka diberikan
kesempatan kepada mereka untuk menanamkan modalnya di tanah air kita
dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh Pemerintah Indonesia sendiri.
Menimbang bahwa berdasarkan rangkaian pendapat dan uraian di atas,
maka dengan demikian, perkataan “dikuasai oleh negara” haruslah diartikan
mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan
berasal dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan
“bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”, termasuk pula
di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas
sumber-sumber kekayaan dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
455
oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan
kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan
(regelendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan
(toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh pemerintah
dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan
(vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (concessie). Fungsi pengaturan oleh
negara (regelendaad) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR
bersama dengan pemerintah, dan regulasi oleh pemerintah (eksekutif). Fungsi
pengelolaan (beheersdaad) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham
(share-holding) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen
Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen
kelembagaan melalui mana negara c.q. Pemerintah mendayagunakan
penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara
(toezichthoudensdaad) dilakukan oleh negara c.q. Pemerintah dalam rangka
mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas
cabang produksi yang penting dan/atau yang menguasai hajat hidup orang
banyak dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
seluruh rakyat;
Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 dalam
perkara permohonan pengujian Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2004 tentang Sumber Daya Air tanggal 18 Februari 2015 pada halaman 131
menyatakan sebagai berikut :
Mahkamah memberikan penafsiran baru terhadap “hak menguasai negara”
dengan meletakkan peringkat pertama pada pengelolaan sendiri oleh negara atas
sumber daya alam, dalam hal ini minyak dan gas bumi supaya perolehan
pendapatan lebih banyak, yang akan meningkatkan APBN dan selanjutnya akan
meningkatkan usaha ke arah sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Vide
putusan Nomor 36/PUU-X/2012 bertanggal 13 Nobvember 2013.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
456
Dalam perspektif tersebut demokrasi ekonomi adalah demokrasi yang
dikonseptualisasikan berdasarkan fakta mengenai pandangan Bangsa Indonesia
yang bersifat kolektif, tidak individualistik dan tidak liberal, sehingga
perekonomian harus disusun sebagaiusaha bersama atas dasar kekeluargaan.
Terkait hal tersebut maka sesungguhnya negara dengan kekuasaan yang
diberikan kepadanya adalah sarana bagi rakyat mewujudkan keadilan sosial.
Negara wajib menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi
pemenuhan kebutuhan pokoknya, termasuk mereka yang menggantungkan
kebutuhan itu pada saluran distribusi.
Pada prinsipnya penguasaan air untuk negara lain tidak diijinkan.
Pemerintah hanya dapat memberikan penguasaan ijin atas air untuk negara lain
apabila penyediaan air untuk berbagai kebutuhan sendiri telah terpenuhi.
Kebutuhan dimaksud antara lain kebutuhan pokok, sanitasi lingkungan,
pertanian, ketenagaan, industri, pertambangan, perhubungan, kehutanan, dan
keanekaragaman hayati, olahraga, rekreasi dan pariwisata, ekosistem, estetika
serta kebutuhan lain.
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut terjadi perdebatan mengenai Hak
Menguasai Negara (HMN) yang mengacu pada rumusan dalam Pasal 33 UUD 1945.
Majelis Hakim Konstitusi dalam pertimbangan hukum tafsir HMN menyatakan
bahwa rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan
mandat kepada negara untuk mengadakan :
1. Kebijakan (beleid). Kebijakan dibuat pemerintah untuk melaksanakan
undang-undang.
2. Tindakan pengurusan (bestuursdaad); Fungsi tersebut oleh negara dilakukan
oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut
fasilitas perizinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (concessie).
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
457
3. Pengaturan (regelendaad); Fungsi ini dilakukan melalui kewenangan
legislasi oleh DPR bersama dengan pemerintah, dan regulasi oleh
pemerintah (eksekutif).
4. Pengelolaan (beheersdaad). Fungsi ini dilakukan melalui mekanisme
pemilikan saham (share-holding) dan/atau melalui keterlibatan langsung
dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik
Negara sebagai instrumen kelembagaan melalui mana negara c.q.
pemerintah mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan
itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
5. Pengawasan (toezichthoudensdaad). Fungsi pengawasan oleh negara dalam
rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh
negara atas sumber-sumber kekayaan dimaksud benar-benar dilakukan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Fungsi ini dilakukan untuk tujuan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Kelima tindakan pemerintah tersebut bertujuan untuk mencapai sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Tafsir Mahkamah Konstitusi tersebut tidak jauh
berbeda dengan hasil sidang majelis Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Saat itu, Mohammad Hatta membuat tafsir
terkait pengertian dikuasai oleh negara dimana pemerintah tak hanya jadi pengawas
dan pengatur bagi rakyat, tetapi ‘tanah’ hingga ‘perusahaan tambang’ dijalankan
sebagai usaha Negara. Bahkan, dalam Pidato Wakil Presiden RI tanggal 3 Februari
1946, Hatta melihat perlu adanya restrukturisasi posisi perekenomian Indonesia.
Adapun pengertian sektor-sektor penting yang harus dikuasai negara, tidak
boleh dikuasai oleh orang per orang adalah jika :
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
458
1. Cabang-cabang produksi itu penting bagi negara dan menguasai hajat hidup
orang banyak; atau
2. Penting bagi negara, tetapi tidak menguasai hajat hidup orang banyak; atau
3. Tidak penting bagi negara, tetapi menguasai hajat hidup orang banyak.
Dengan demikian, ketiganya harus dikuasai oleh negara dan digunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Ismail Sunny, putusan-putusan MK
tersebut dianggap merupakan faste yurisprudensi. Meski Indonesia pada dasarnya
bersistem kontinental dan tidak terikat yurisprudensi, tapi kalau tiga kali MK
membuat putusan sama, maka telah terbentuk faste Yurisprudensi atau keputusan
tetap. Sunny mengartikan faste yurisprudensi dari buku Een leiden to the Studie van
Leelen recht tulisan Van Ovel Douren. Menurut Sunny, akan jadi aneh bila MK
sekarang yang sembilan anggotanya belum berganti itu membikin putusan yang
berbeda dari faste yurisprudensi.118
Pengertian cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai
hajat hidup orang banyak menurut Sri Edi Swarsono diinterpretasikan dalam
kaitannya dengan tanggung jawab negara, yaitu untuk melindungi bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.119 Namun
demikian, tetap harus dicatat bahwa negara dapat mendirikan usaha-usaha negara
(bisnis maupun non-bisnis) tidak untuk diperdagangkan ataupun diperjual belikan,
tapi untuk mengamankan kepentingan negara dan hajat hidup (basic needs) orang
118 Hukum online, 24 November 2007, “Tiga Kali sama, Putusan MK Jadi Yurisprudensi tetap
?”, dalam http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18054/tiga-kali-sama-putusan-mk-jadi-yurisprudensi-tetap , diakses 12 Januari 2018.
119 Sri Edi Swasono, “Kerakyatan Demokrasi Ekonomi dan kesejahteraan sosial”, Makalah
pada Seminar Implementasi Pasal 33 dan 34 UUD 1945, Gerakan Jalan Lurus, Jakarta, 6 Agustus
2008.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
459
banyak. Dengan demikian seluruh kegiatan usaha pertambangan harus ditujukan
untuk kesejahteraan rakyat Indonesia dengan menempatkan kepentingan bangsa dan
negara diatas kepentingan golongan. Dengan demikian terbuka peluang bagi pihak
swasta dan koperasi dalam mengusahakan cabang-cabang produksi yang penting dan
menguasai hajat hidup orang banyak.
Dalam hal kedaulatan negara atas kekayaan tambang, maka penguasaan cabang-
cabang produksi sumber daya alam mencakup pengusahaan pertambangan dan
energi serta jaminan ketersediaan dan jaminan pemenuhan kebutuhan orang banyak
atas bahan tambang. Pengusahaan dan pemanfaatan sumber daya alam
pertambangan secara efisien diidealkan mempunyai dampak peningkatan
kesejahteraan hidup masyarakat secara keseluruhan, baik langsung maupun tidak
langsung. Usaha memperbaiki kesejahteraan hidup masyarakat yang sifatnya
langsung, misalnya sektor energi. Pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan
tersedia jaringan listrik sebagai sumber energi dan penerangan rumah tangga, secara
langsung dapat meningkatkan mutu kehidupan masyarakat. Bahan galian yang
dibutuhkan masyarakat, tetapi persediannya langka atau terbatas termasuk cabang-
cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Meskipun dikonsumsi
oleh rakyat banyak, tetapi bila persediannya juga banyak atau persediaannya sedikit
(terbatas), tetapi dikonsumsi oleh sebagian kecil warga masyarakat belum dapat
dikelompokan sebagai cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.
120
Berpedoman pada tujuan negara (kesejahteraan umum) dan dasar negara
(keadilan sosial), Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa yang harus
disejahterakan dalam konsep negara kesejahteraan adalah seluruh rakyat Indonesia.
120 Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, UII Press, Cet 1, Yogyakarta , 2004, hlm 36-37.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
460
Rakyat yang telah mengikatkan diri menjadi Bangsa Indonesia sebagaimana
tercermin dalam semboyan pada lambang negara Garuda Pancasila, “Bhinneka
Tunggal Ika”.121 Semuanya dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Adapun konsep keadilan sosial dikemukakan oleh John Rawls yang menyatakan
sejatinya keadilan terikat pada dua prinsip. Pertama adalah prinsip kebebasan yang
setara (principle of equal liberty), yang merujuk pada keadaan bahwa setiap orang
memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar, seluas kebebasan yang sama bagi
semua orang. Kebebasan dasar ini meliputi kebebasan politik; kebebasan berpikir;
kebebasan dari penangkapan yang sewenang-wenang; dan kebebasan untuk
mempertahankan hak milik (personal). Kedua yaitu prinsip perbedaan (principle of
difference), yang justru mensyaratkan perlakuan yang berbeda di antara manusia
dalam bidang sosial dan ekonomi. Perlakuan yang berbeda ini diperlukan dalam
rangka menjamin hak dan kebebasan orang-orang yang secara kodrati dan struktural
berada dalam posisi yang tidak setara dengan orang lainnya. Tujuan yang ingin
dicapai oleh prinsip kebebasan yang kedua ini adalah : 122
1) diharapkan memberikan keuntungan bagi semua orang dan
2) kedudukan dan fungsi-fungsi (negara) yang terbuka bagi semua orang.
Prinsip perbedaan ini berkaitan erat dengan distribusi pendapatan dan kekayaan.
5. Intervensi Negara dalam Penguasaan Tambang melalui BUMN
121 Tody Sasmitha, Haryo Budiawan dan Sukayadi, Laporan Penelitian Pemaknaan Hak
Menguasai Negara Oleh Mahkamah Konstitusi, Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, Yogyakarta, hlm 32.
122 Rawl, John, A Theory of Justice, Harvard university Press, Cambridge, Massachustts, 1995. (Edisi terjemahan oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan, Dasar-Dasar Filsafat Politik Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, cetakan II, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011, hlm 72-72)
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
461
Dengan konsep Pasal 33 tersebut, maka keberadaan negara Republik Indonesia
menjadi alat perjuangan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Seluruh
kewenangan dan fungsi negara diselenggarakan oleh pemerintah untuk mencapai
tujuan negara. Konstitusi ekonomi pada Pasal 33 dan 34 UUD 1945 bukan
mendasarkan pada konsep negara kapitalisme maupun Marxisme-Leninisme, namun
lebih merujuk konsep negara hukum kesejahteraan yang merupakan campuran
konsep negara hukum (rechtstaat) dengan konsep negara kesejahteraan (welfare
state). Menurut Burkens, negara hukum (rechtstaat) adalah negara yang
menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan
kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan dibawah kekuasaan hukum.
Adapun konsep negara kesejahteraan menempatkan peran negara tidak hanya
terbatas sebagai penjaga ketertiban semata, namun negara juga dimungkinkan untuk
ikut serta dalam kegiatan ekonomi sebagai penyelenggara kesejahteraan rakyat.123
Peran negara menjadi lebih penting lagi ketika argumen para ekonom
kesejahteraan (welfare economics) mempercayai bahwa sistem atau mekanisme
pasar tidak akan dapat menyelesaikan sepenuhnya persoalan ekonomi. Untuk itu
kehadiran negara diperlukan untuk mengurangi dampak kegagalan pasar (market
failure), kekauan harga (price rigidities) dan dampak eksternalitas pada lingkungan
maupun sosial. Pendapat ini diperkuat oleh John M. Keynes (1953) yang mengakui
adanya peran negara secara langsung dalam kegiatan ekonomi yakni dalam bentuk
pengeluaran pemerintah (government expenditures) dan pengaturan kegiatan
ekonomi yang suportif dalam mengatasi depresi pada tahun 1930-an.124
123 Ibid, hlm. xii. 124 Ibid, hlm. xiii.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
462
Berdasarkan argumen tersebut, maka penerapan konsep negara hukum
kesejahteraan dalam kegiatan ekonomi sangat penting dan relevan dalam pencapaian
tujuan negara. Dalam UUD 1945, konsep ini jelas dalam Pasal 33 ayat (2) dimana
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak harus dikuasai oleh negara. Pasal tersebut memberi kewenangan
negara untuk turut serta dalam kegiatan ekonomi melalui penyelenggaraan cabang
produksi yang dapat dikategorikan sebagai penting, vital dan strategis. Peran negara
tersebut diperlukan agar cabang-cabang produksi tersebut tidak atau jatuh ke tangan
orang per orang dalam sistem pasar bebas. Untuk itu negara harus secara aktif
mengambil peran dan mengusahakan cabang-cabang produksi tersebut dengan
tujuan kesejahteraan rakyat dalam wujud badan hukum khusus yang disebut Badan
Usaha Milik Negara (BUMN).
Landasan hukum tertinggi dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang
pertambangan di Indonesia tentu saja mengacu pada UUD 1945, khususnya Pasal 33
ayat 3 dan ayat 2. Kata kunci dari kedua ayat ini dalam pengelolaan pertambangan
adalah “dikuasai oleh negara” dan “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Kata
“dikuasai” dipandang sebagai dimensi geopolitik dimana negara harus memiliki
kekuasaan (berdaulat) dalam mengelola seluruh kekayaan alam yang ada, sedangkan
“sebesar-besarnya” mengandung dimensi geo-ekonomi bahwa di dalam
pengelolaannya harus memberi manfaat (efektivitas) usaha. Dengan demikian, maka
harus diterjemahkan bahwa dalam sistem pengelolaan pertambangan, ada kuasa
pertambangan (mining rights) dalam kewenangan pemerintah sebagai wakil dari
negara. Dalam pelaksanaannya, pengelolaan tersebut diserahkan kepada entitas
hukum yang disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau koperasi. Penyerahan
segala urusan pelaksanaan kuasa pertambangan kepada BUMN adalah sebagai
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
463
representasi negara (dimensi geopolitik) dan dilakukan sesuai dengan prinsip usaha
(dimensi geo-ekonomi).
Salah satu pertanyaan mendasar apakah sesungguhnya yang dimaksud dengan
koperasi sebagai bagun usaha itu. Salah satu jawaban yang klasik adalah sebagai
bentuk usaha disamping usaha yang lain seperti BUMN dan BUMD. Namun dari sisi
yang lain ada yang menginterpretasikan koperasi sebagai wujud kebersamaan yang
dilakukan secara koperatif. Dalam kegiatan yang bersifat koperatif tersebut semua
yang terlibat akan memandang dirinya antara satu dengan yang lain sebagai mitra
kerja, bukan sebagai alat, sarana atau pelengkap saja. Dari segi sosiologi, usaha yang
bersifat koperatif dapat berupa suatu paguyuban.125
Peran negara melalui BUMN tersebut menurut Wofgang Friedman merupakan
perwujudan fungsi negara sebagai penyedia kesejahteraan (provider), sebagai
pengusaha (entrepreneur) maupun bertindak sebagai wasit (umpire). Dalam usaha
melaksanakan Pasal 33 UUD 1945 di sektor-sektor yang berkaitan hajat hidup orang
banyak dan meningkatkan pendapatan negara untuk kesejahteraan maka
pemerintah/negara seperti halnya subjek hukum lainnya juga dapat
menginvestasikan sejumlah modal dalam bentuk perniagaan. Hal ini dapat dilakukan
pemerintah melalui badan hukum yaitu BUMN atau dahulu dikenal sebagai
Perusahaan Negara (PN).
Kehadiran BUMN di setiap negara berbeda. Namun demikian umumnya latar
belakang pendirian BUMN tidak hanya didasarkan alasan ideologis semata, akan
tetapi sering kali didasari alasan ekonomis, sosial, politik, warisan sejarah dan
sebagainya. Keberadaan BUMN di Indonesia merupakan peninggalan atau warisan
125 Soeharto Prawirokusumo, Ekonomi Rakyat, (Konsep, Kebijakan dan Strategi), cetakan
kedua, Badan Percetakan fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 37.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
464
dari pemerintah Hindia Belanda seperti spoorwagen (SS), gemeenschapelijke
Mijnbow Maatscapij Biliton (GMB), perusahaan pegadaian, perusahaan listrik dan
lain sebagainya yang dilakukan nasionalisasi. Sejak kemerdekaan hingga tahun
1960-an perekonomian negara masih diatur oleh berbagai peraturan produk
pemerintah Hindia Belanda dan didominasi oleh perusahaan-perusahaan Belanda
seperti Jawatan Pegadaian, Jawatan Kereta Api, perusahaan garam dan soda,
perusahaan percetakan negara, perusahaan listrik negara. Sementara itu pemerintah
memiliki Bank Industri Negara (berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1952)
dan beberapa perusahaan perseroan berdasarkan KUHD seperti PT Pertambangan
Timah Belitung dan PT Pertambangan Bauxit Indonesia (Departemen
Pertambangan).
Baru setelah disahkan Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang
Nasionalisasi Perusahaan Swasta Belanda / Asing maka pemerintah melakukan
serangkaian tindakan nasionalisasi perusahaan swasta tersebut dengan menggantikan
penanganan dan pengelolaan secara nasional oleh pemerintah. Selanjutnya
pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 19/Prp/1960 tentang Perusahaan
Negara. Pasal 1 mengemukakan bahwa yang dimaksud perusahaan negara adalah
semua perusahaan dalam bentuk apapun yang modalnya untuk seluruhnya
merupakan kekayaan negara Republik Indonesia kecuali jika ditentukan lain
berdasarkan UU. Dalam Pasal 4 Sifat pendirian PN merupakan kesatuan produksi
yang bersifat :
a. Memberi jasa.
b. Menyelenggarakan kemanfaatan umum.
c. Memupuk pendapatan.
Pasal 6 menyatakan modal perusahaan negara terdiri dari kekayaan negara yang
dipisahkan dan tidak terbagi atas saham-saham. Kedudukan perusahaan negara
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
465
sebagai badan hukum yang harus mempunyai kekayaan tersendiri terlepas dari
kekayaan umum negara dan dengan demikian dapat dipelihara terlepas dari pengaruh
APBN. Pasal 7 ayat 1 dan 2 menyatakan perusahaan negara dipimpin oleh direksi
yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah. Para pegawai
perusahaan negara diangkat dan diberhentikan oleh direksi.
Pada peralihan orde lama ke orde baru terdapat pula sikap politik yang ingin
melepaskan politik etatis ke politik deetatis. Sikap politik ini tercermin dalam politik
pengalihan dan pengelompokan perusahaan negara menjadi tiga bentuk. Arah
pengalihan lebih banyak ditujukan bentuk persero, kecuali untuk bidang-bidang yang
vital dan menguasai hajat hidup rakyat banyak.126 Pada tahun 1967 pemerintah
mengeluarkan Instriksi Presiden Nomor 17 Tahun 1967 tentang Pengarahan dan
Penyederhanaan perusahaan negara kedalam tiga bentuk pokok usaha negara yakni
:
1. Perusahaan (negara) Jawatan (Departemental Agency) disingkat Perjan.
2. Perusahaan (negara) umum (Public Corporation) disingkat Perum.
3. Perusahaan (negara) persero (Public/state Company) disingkat Persero.
Selanjutnya pada tahun 1969 diberlakukan Perpu Nomor 1 Tahun 1969 tentang
Bentuk-Bentuk Usaha Negara. Perpu ini disahkan menjadi Undang-Undang Nomor
9 Tahun 1969 yang mempertegas bentuk-bentuk usaha negara dalam :
1. Perusahaan Jawatan (Perjan) yatu perusahaan yang didirikan dan diatur
menurut ketentuan-ketentuan Indonesische Bedrijvenwet (Stbld. No. 419).
2. Perusahaan Umum (Perum) yaitu perusahaan negara yang didirikan dan
diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor
19/Prp/1960.
3. Perusahaan Perseroan (Persero) yaitu perusahaan dalam bentuk Perseroan
Terbatas sebagaimana diatur dalam KUHD (Stbl. 1847 No. 23)
126 C.S.T. Kansil, op cit, hlm. 57.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
466
Diluar tiga bentuk usaha negara terdapat pula beberapa perusahaan negara yang
memiliki status khusus seperti Perusahaan Pertambangan Minyak dan gas Bumi
Negara (PN Pertamina) yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27
tahun 1968 yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971
tentang Perusahaan pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina). Selain
itu didirikan beberapa Bank negara seperti Bank Indonesia (berdasarkan Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 1968), Bank Negara Indonesia (Undang-Undang Nomor
17 Tahun 1968), Bank Dagang Negara (berdasarkan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1968), Bank Bumi daya (berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1968). Perusahaan negara ini terus berkembang seiring waktu hingga tahun 1988
pada lampiran pidato kenegaraan RI tanggal 18 Agustus 1988 di depan sidang DPR,
dikemukakan bahwa sampai akhir 1988 jumlah BUMN yang berkedudukan sebagai
Persero terdiri dari 122 Persero tunggal dan 33 persero patungan, 33 Perum, 2 Perjan
(Perjan Kereta Api dan Perjan Pegadaian). 127
Dalam rumusan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang diberlakukan
orde baru sebagai arah kebijakan pembangunan nasional, BUMN bersama-sama
dengan usaha swasta dan koperasi diarahkan tumbuh menjadi suatu kegiatan usaha
yang dapat menjadi penggerak utama pengembangan dan pertumbuhan ekonomi
nasional. BUMN didorong menjadi salah satu pilar penting dalam pembangunan
nasional. Harsono dalam pidato pengukuhan guru besar Universitas Brawijaya pada
tahun 1986 menyatakan BUMN bukan hanya diharapkan mengemban kepentingan
dan pelayanan serta pemenuhan rakyat banyak, tetapi juga sebagai penyumbang
terbesar dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat secara nyata melalui
127 Philipus M. Hadjon et all, op cit, hlm.199.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
467
peranannya selaku perintis kegiatan usaha-usaha (pioneer) dalam perekonomian
nasional. Bahkan BUMN dapat menjadi penyelamat untuk keluar dari krisis ekonomi
sekaligus motor penggerak roda perekonomian nasional ketika usaha swasta tidak
lagi dominan dan babak belur akibat krisis ekonomi. 128
BUMN adalah suatu organiasi yang sebagian atau seluruhnya saham atau
modalnya dimiliki oleh negara dan ditetapkan baik untuk tujuan komersial maupun
tujuan sosial. Fernandez sebagaimana dikutip oleh Sri Maemunah Suharto
menyatakan : 129
public enterprise is an organization, wholy or by a majority public owned, set
up to achieve commercial and social goals, engage in economic activities or
services and whose affairs are capable of being stated in terms of balances
sheets and loss accounts. (perusahaan publik adalah organisasi, yang
keseluruhan atau mayoritas dimiliki oleh publik, dibentuk untuk mencapai
tujuan komersial dan sosial, terlibat dalam aktivitas ekonomi atau layanan dan
yang urusannya dapat dinyatakan dalam neraca dan akun rugi).
Pengertian BUMN lebih jelas dikemukakan dalam Surat Keputusan Menteri
Keuangan RI Nomor 740/KMK.00/1989 tentang Peningkatan Efisiensi dan
Produktivitas BUMN yang menyatakan : BUMN adalah badan usaha yang seluruh
modalnya dimiliki oleh negara dan badan usaha yang tidak seluruh sahamnya
dimiliki negara tapi statusnya disamakan dengan BUMN, yakni BUMN yang
merupakan patungan atau kerjasama antara pemerintah dengan BUMN lainnya dan
BUMN yang merupakan badan usaha patungan dengan usaha swasta nasional/asing
dengan saham mayoritas dengan minimal 51%.
Pada tahun 2003 pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Pasal 1 angka 1 menyatakan Badan Usaha
128 Ibid, hlm. 94. 129 Aminuddin Ilmar, op cit, hlm. 80.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
468
Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan. Selanjutnya Pasal 2 menyatakan :
(1) Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah :
a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada
umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;
b. mengejar keuntungan;
c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang
banyak;
d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan
oleh sektor swasta dan koperasi;
e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan
ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
(2) Kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum,
dan/atau kesusilaan.
Era globalisasi yang terus bergulir tidak terbendung lagi menjadi tantangan
tersendiri bagi negara Indonesia. Dalam masyarakat modern, kaum liberal menyukai
demokrasi liberal dengan pasar bebas yang dianggap pasar ideal, dimana seluruh
keputusan ekonomi dan aksi oleh individu yang berhubungan dengan uang, barang
dan jasa adalah sukarela. Pasar bebas dipopulerkan oleh pengusul ekonomi liberal.
Paham ini mengacu mengacu pada filosofi ekonomi politik yang mengurang atau
menolak campur tangan pemerintah dalam ekonomi domestik. Neo liberalisme
secara umum berkaitan dengan tekanan politik multilateral melalui berbagai kartel
pengelolaan perdagangan seperti World Trade Organization (WTO) dan World Bank
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
469
(bank dunia). Intervensi kedua lembaga ini mengakibatkan berkurangnya wewenang
pemerintahan sampai titik minimum.130
Penerapan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara mencolok dimotori oleh
Inggris melalui pelaksanaan privatisasi termasuk seluruh BUMN. Era globalisasi
yang tidak lain dari pasar bebas menuntut negara melakukan privatisasi
(swastanisasi) atas cabang-cabang produksi dan menyerahkan pada mekanisme
pasar dimana negara tidak boleh ikut campur dalam kehidupan ekonomi.
Konsekuensinya tidak boleh ada proteksi atau monopoli dalam kehidupan
perekonomian. Penyebarluasan agenda neoliberal ini menemukan momentum di
dunia setelah terjadinya krisis moneter termasuk Indonesia pada tahun 1997.
Menyusul kemerosotan rupiah pemerintah secara resmi meminjam dana talangan
kepada International Monetary Fund (IMF) untuk memulihkan perekonomian.
Sebagai timbal baliknya pemerintah wajib melaksanakan paket kebijakan konsensus
Washington melalui penandatanganan Letter of Intent (LoI) yang salah satu butir
kesepakatannya adalah penghapusan subsidi untuk bahan bakar minyak sekaligus
memberi peluang untuk masuknya perusahaan multi nasional seperti shell. Agenda
berikutnya adalah kebijakan privatisasi beberapa BUMN diantaranya Indosat,
Telkom, BNI, Tambang Timah dan Aneka Tambang. Adapun paket kebijakan
konsensus Washington sebagai menu dasar program penyesuaian IMF tersebut garis
besarnya adalah : 131
1. Pelaksanaan kebijakan anggaran ketat, termasuk penghapusan subsidi
negara dalam berbagai bentuknya.
2. Pelaksanaan liberalisasi sektor keuangan.
3. Pelaksanaan liberalisasi sektor perdagangan.
4. Pelaksanaan privatisasi BUMN.
130 Ai Siti Farida, op cit , hlm. 26 131 Ibid, hlm. 30.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
470
Dalam sendi kehidupan ekonomi era globalisasi dengan pasar bebas seperti ini
negara dituntut mampu mewujudkan kesejahteraan. Untuk itu pemerintah harus
mampu mengantisipasi dan merumuskan politik hukum yang sesuai dengan nilai-
nilai dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana terumus dalam
konstitusi ekonomi. Dalam hal inilah peran dan fungsi hukum sangat penting sebagai
fasilitator dalam menghadapi perubahan tersebut.
Pada sektor pertambangan, Badan Usaha Milik Negara mempunyai peran
strategis untuk menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945. Untuk itu pemerintah
mendirikan BUMN dalam bidang pertambangan yaitu :
1. PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. yang bergerak di komoditas emas,
perak, nikel, bauksit, besi, seng, Timbal intan dan batubara.
2. PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. yang bergerak di bidang komoditas batubara
dan pengembangan PLTU.
3. PT. Pertamina (Persero) yang bergerak di komoditas minyak dan gas bumi.
4. PT. Sarana Karya (Persero) yang bergerak di bidang penggalian mineral.
5. PT. Timah (Persero) Tbk. yang bergerak di komoditas timah dan batubara.
Bentuk BUMN berkembang hingga tahun 2017. Dengan memperhatikan
perannya dalam menjawab tantangan besar dan membawa pertambangan Indonesia
menuju kondisi ideal, maka tiap-tiap segmen di sebuah model bisnis kanvas BUMN
induk. Konsep yang dibangun BUMN induk dilakukan bertujuan menggantikan
fungsi keterlibatan langsung pemerintah dalam kegiatan bisnis di sektor
pertambangan saat ini sehingga menjadikan pemerintah dapat berfokus pada fungsi
utamanya sebagai pengawas, pengatur, pembuat kebijakan dan penetapan perijinan.
BUMN inti dirancang untuk melakukan empat kegiatan inti melingkupi pembiayaan
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
471
(financing), operasional (operating), penanaman modal atau investasi (investing)
dan kontrak (contracting). 132
Pada Bulan November 2017 menteri BUMN Rini Soemarno menandatangani
inbreng holding tiga BUMN tambang yaitu PT Bukit Asam (persero) Tbk, PT Aneka
Tambang (Persero) Tbk dan PT Timah (Persero) Tbk menjadi PT. Indonesia Asahan
Alumunium (Persero) disingkat Inalum.133 Hal ini disusul dengan Pembentukan
perusahaan induk BUMN melalui Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017
tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara RI ke dalam Modal Saham
Perusahaan Perseroan PT. Indonesia Asahan Alumunium, menjadi momentum
penting untuk membangkitkan industri pertambangan yang memberikan nilai
tambah. Pemerintah membentuk perusahaan induk BUMN tambang terdiri dari PT
Indonesia Asahan (Persero) sebagai induk perusahaan, PT Antam (Persero) Tbk, PT
Bukit Asam (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk termasuk mengalihkan seluruh
saham milik negara pada PT Freeport Indonesia sebesar 9,36 persen saat ini. 134
Pembentukan perusahaan induk ini bertujuan untuk menguasai cadangan dan
sumber daya mineral di Indonesia, hilirisasi produk dan kandungan lokal dan
menjadi perusahaan berkelas dunia. Penguasaan cadangan dan sumber daya mineral
dilakukan dengan melakukan akuisisi sumber daya dan cadangannya serta eksplorasi
sehingga dapat meningkatkan daya saing dengan perusahaan global. Hilirisasi
dilakukan melalui pengelolaan sumber daya sehingga BUMN tambang akan
menghasilkan produk yang menciptakan nilai tambah yang dapat berdampak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebagai gambaran bijih bauksit dapat
132 Resvani, op cit , hlm 343. 133 Ardan Adhi Chandra, “Sah ! Saham Pemerintah di 3 BUMN Tambang Jadi Milik Inalum”,
2017dalam Detik Finance, diakses 10 Desember 2017. 134 Harian Kompas, ,”Pertambangan, Memberi Nilai Tambah”, Kamis 7 Desember 2017, hlm
17.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
472
diolah menjadi alumina dengan nilai tambah mencapai 8 kali lipat dan dapat diolah
menjadi produk alumunium dengan nilai tambah 30 kali lipat. Bijih nikel dapat
diolah menjadi produk feronikel yang memiliki nilai tambah 10 kali lipat dan
memiliki nilai tambah 19 kali lipat jika diolah menjadi produk stainless steel. 135
Selama ini Indonesia lebih banyak mengekspor bahan mentah produk tambang
seperti bauksit. Ironisnya untuk memenuhi kebutuhan produk alumina Indonesia
harus mengimpor dari Australia. Jika mampu memperoduksi alumina, Indonesia
akan mengurangi impor alumina dan menghemat devisa. Karena itu berbagai upaya
untuk menguasai cadangan menjadi industri tambang yang memiliki skala bisnis
besar dan bernilai tambah sangat penting untuk berkompetisi secara global. Saat ini
industri pertambangan Indonesia masih sangat jauh tertinggal dengan industri
tambang di kawasan Asia Pasifik. Padahal Indonesia mempunyai sumber cadangan
produk tambang.
Dilihat dari total produksi timah, bauksit dan nikel di Indonesia, termasuk
terbesar kedua di dunia. Namun dilihat dari total aset, perusahaan tambang masih
rendah dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan industri tambang di Asia
Pasifik kecuali China. Dari data yang ada, total aset PT. Antam tahun 2015 mencapai
2,19 miliar dollar AS, PT. Bukit Asam sebesar 1,21 miliak dollar AS, PT. Inalum
1,13 miliar dollar AS dan PT. Timah sebesar 670 juta dollar AS. Di sisi lain total
aset perusahaan tambang seperti BHP Biliton mencapai 124,58 miliar dollar AS dan
Rio Tinto mencapai 91,56 miliar dollar AS.136
Melalui pembentukan perusahaan induk BUMN tambang diharapkan
pemerintah dapat melakukan langkah-langkah besar dan strategis untuk
135 Ibid. 136 Ibid.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
473
meningkatkan cadangan serta meningkatkan skala usaha dan nilai tambah produk
industri misalnya untuk memperkuat cadangan, perusahaan induk BUMN
mengakuisisi saham PT. Freeport Indonesia sampai mencapai 51%. Selain itu untuk
mengejar program hilirisasi industri pertambangan BUMN, kerjasama investasi
dengan perusahaan pengolahan tambang global diharapkan juga dapat membuka
pasar bagi produk hilir pertambangan nanti. Melalui pengangkatan skala usaha dan
bisnis hilir, diharapkan BUMN tambang di Indonesia kedepan lebih besar
memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara, baik dari penerimaan deviden
dan pajak, penyerapan tenaga kerja maupun secara menyeluruh memberikan
kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kesejahteraan rakyat
Indonesia.
Bangsa Indonesia harus mampu keluar dari jebakan masa lalu dan bersatu
merebut masa depan karena disitulah letak kesejahteraan bangsa. Pemerintah,
intelektual dan teknokrat harus secara bersama terlibat dalam desain pembangunan
untuk meningkatkan daya kritis dengan pencapaian pertumbuhan produksi,
pertumbuhan ekonomi, maupun investasi dalam rangka peningkatan kesejahteraan.
Paham pembangunan yang developmentalis harus bertransformasi menjadi
berkelanjutan (sustainabilism) untuk dapat bersaing di era globalisasi (liberalisasi)
sekarang.
Pemerintah mendorong BUMN untuk menjadi agen pembangunan. Beberapa
unit menunjukkan perbaikan, tetapi tidak sedikit pula yang minimalis atau bahkan
cukup nyaman berkubang dengan masalah klasiknya. Selama bertahun-tahun
lamanya peran BUMN semenjana saja atau bahkan minimalis. Namun sejak era
Presiden Joko Widodo, perannya didorong terutama untuk menjadi mesin
pembangunan infrastruktur. Untuk itu sejumlah dukungan konkret diberikan.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
474
Pemerintah pada akhir tahun 2015 misalnya, mendorong BUMN merevaluasi aset
guna meningkatkan kapasitas pembiayaan. Untuk itu insentif berupa diskon tarif
pajak penghasilan (PPh) atau revaluasi aktiva diberikan. Kebijakan ini tertuang
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191 Tahun 2015 tentang Penilaian
Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan bagi permohonan yang diajukan
pada tahun 2015 dan 2016. Pengajuan revaluasi hingga 31 Desember 2015 dikenai
tarif PPh sebesar 3 persen. Sementara untuk pengajuan semester I – 2016 dan
semester II – 2016, masing-masing dikenai tarif 4 persen dan 6 persen. Adapun tarif
PPh normal adalah 10 persen.137
Pada 2015 saja, sebanyak 43 BUMN dan 19 anak perusahaan BUMN
merevaluasi aset sehingga total nilai asetnya meningkat dari Rp. 1.047 triliun
menjadi Rp. 1.335 triliun. Sumbangan pajaknya adalah Rp. 10,61 triliun. Sejumlah
BUMN menyusul pada 2016. Secara paralel, pemerintah menggelontorkan anggaran
tak kurang dari Rp. 120 triliun untuk menambah modal sekitar 40 BUMN selama
kurun 2015-2017. Setiap rupiah yang disuntikkan berasal dari utang. Penambahan
modal ke BUMN ini secara formal disebut Penyertaan Modal Negara (PMN). Alasan
pemerintah, jika semua anggaran dialokasikan untuk belanja negara melalui
kementrian dan lembaga negara serta pemerintah daerah, dana tersebut sifatnya habis
setelah dibelanjakan. Namun jika melalui PMN ke BUMN anggaran tersebut tidak
habis, tetapi tetap menjadi modal negara yang dititipkan di BUMN. Bahkan setelah
modal bertambah BUMN diharapkan mampu menggunakannya untuk menarik utang
hingga 3-4 kali lipat dari nilai modal awal guna pembangunan proyek. Dengan kata
137 Laksana Agung Saputra, “BUMN, Setelah Segala Dukungan Diberikan”, harian Kompas,
Jumat 22 Desember 2017, hlm. 38.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
475
lain, pemerintah melalui skema PMN ingin mengembangkan kapasitas
pembangunan negara. Dalam hal ini BUMN menjadi agennya. 138
Masalahnya banyak BUMN yang kinerjanya belum naik dalam pengelolaan
PMN. Mengacu pada ikhtiar hasil pemeriksaan semester II-2016, Badan Pemeriksa
Keuangan menemukan berbagai persoalan pengelolaan PMN. Masalah utamanya
adalah penggunaan anggaran tidak tepat sasaran atau tidak sesuai peruntukan,
penyimpangan peraturan bidang tertentu serta pelaksanaan kegiatan terhambat atau
terlambat sehingga mempengaruhi pencapaian tujuan. Beberapa BUMN misalnya
menggunakan PMN untuk kegiatan bisnis diluar bisnis utamanya belum optimal
dijalankan. Persoalan lain adalah ketidaksiapan BUMN mengelolan PMN. Maka
tidak heran jika penyerapan PMN tahu 2015 masih kurang dari 60 persen. Banyak
pula BUMN menempatkan dana PMN pada rekening khusus.
Sofyan A. Djalil menyatakan bahwa BUMN umumnya bergerak dalam bidang
usaha yang mencakup usaha pertanian, manufaktur, pertambangan, perdagangan,
perbankan, telekomunikasi, transportasi, listrik, konstruksi, air minum, pelabuhan
dan sebagainya. Peran penting lainnya adalah kontribusi BUMN dalam
perekonomian nasional yang memberikan produk domestik bruto berkisar antara 12-
16 % dari nilai tambah kotor (gross added value). sedangkan aset yang dikelola dan
dimiliki oleh BUMN sampai pada akhir tahun 1997 jumlahnya diperkirakan telah
mencapai tidak kurang dari Rp. 460 Triliun. 139
Tahun 2014 total aset BUMN adalah Rp. 4.577 triliun. Sedangkan laporan
semester I-2017 menyebutkan total aset BUMN mencapai Rp. 6.694 triliun. Ini
berasal dari 118 BUMN di 13 sektor. Nilai ekuitas adalah Rp. 2.297 triliun. Adau
138 Loc Cit 139 Sofyan A Djalil., “BUMN : Lokomotif Ekonomi di Masa Krisis”, artikel pada majalah
Manajemen Usahawan Indonesia Nomor 06 Tahun XXVIII, Juni 1999, hlm. 51.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
476
pendapatan di semester I-2017 adalah Rp. 936 triliun. Rasio aset BUMN terhadap
produk domestik bruto meningkat dari 38 persen dari 2011 menjadi 52 persen di
tahun 2016. Dari angka-angka makro, kapasitas BUMN telah menunjukkan
peningkatan. Kegiatan BUMN secara riil juga meningkat, terutama dalam hal
peningkatan pembangunan infrastruktur di berbagai daerah. 140
Persoalan klasik BUMN pada umumnya seputar tata kelola yang baik. Isu tata
kelola juga tertuju pada pemerintah secara umum. Setiap penugasan pada BUMN
hendaknya melalui prosedur baku. Jika tidak, sebagaimana terjadi pada beberapa
kasus akan muncul rentetan persoalan yang tidak hanya membebani BUMN, tapi
juga tata kelola pemerintahan secara umum. Kritik lain, peran BUMN yang
meningkat dalam tiga tahun terakhir justru meminggirkan swasta. Padahal idealnya
komplementer sehingga swasta dapat berperan lebih besar dalam pembangunan.
Untuk itu dengan segala dukungan yang diberikan, maka sudah sewajarnya
memperlancar langkah BUMN untuk menjadi agen pembangunan yang handal. Cita-
cita menjadi katalisator dan akselerator pertumbuhan ekonomi bukan tidak mungkin
terjadi pada waktu yang lebih cepat asal BUMN mau dan berani profesional. Ini juga
berlaku bagi para pengambil kebijakan atas BUMN.
Berdasarkan teori economic analisys of law, maka negara harus berperan aktif
meningkatkan pendapatan negara melalui Badan Usaha Milik Negara (state-owned
Enterprises) sebagai perwujudan demokrasi ekonomi dalam menciptakan
kesejahteraan sosial. Pertambangan sebagai sektor perekonomian strategis dan vital
seharusnya dikuasai negara melalui BUMN atau koperasi untuk menghindari free
market competition dalam era globalisasi saat ini. Pengelolaan sumber daya alam
sumber daya alam perlu dimaksimalkan guna memberikan pendapatan negara guna
140 Laksana Agung Saputra, loc cit.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
477
kemakmuran masyarakat. BUMN sebagai lembaga tumpuan untuk memaksimalkan
pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang mendukung tumbuh
kembangknya kemampuan nasional untuk lebih handal bersaing, merancang
peningkatan pendapatan negara serta mengembangkan dan memperkuat sektor
industri dan perdagangan Indonesia.
E. Pembaharuan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara
Menuju Kesejahteraan Sosial
Untuk mendapatkan hasil yang dicita-citakan, maka perlu dilakukan
pembaharuan hukum sesuai dengan cita hukum atai visi hukum yang telah ditetapkan
dalam grundnorm. Suatu politik yang berantakan pada tahap pertama akan
menghasilkan kaidah-kaidah hukum dalam bentuk undang-undang dan peraturan-
peraturan yang simpang siur dan tidak jelas tahap pelaksanaannya. Kesimpangsiuran
tersebut pada tahap kedua akan membiasakan orang untuk melakukan by pass di
segala tahapan pemerintahan.141 Undang-undang haruslah merupakan penjabaran
dari norma dasar dan tidak asal disusun dan disahkan untuk memuaskan kepentingan
orang atau kelompok sesuai kehendaknya.
Menurut Bagir Manan, diperlukan politik hukum yang jelas sebagai dasar
kebijakan pembentukan sistem hukum dan penegakannya adalah sistem hukum
nasional yang dibentuk berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 demi terlaksananya
negara hukum dan pemerintahan konstitusional serta terwujudnya rasa keadilan
sosial yaitu :142
141 Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Hukum, : Problematik Ketertiban yang Adil,
Grasindo, Jakarta, 2004, hlm. 52. 142 Badan Pembinaan Hukum Nasional, Ketentuan-Ketentuan Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan dalam Pembangunan Hukum Nasional, BPHN Departemen Kehakinam, 1997, hlm. 144.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
478
a. Ada suatu kesatuan sistem hukum nasional,
b. Sistem hukum nasional itu dibangun berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
c. Tidak ada hukum yang memberikan hak-hak istimewa pada warga negara
tertentu.
d. Hukum adat dan hukum tidak tertulis lainnyaa diakui sebagai sub sistem
hukum nasional sepanjang nyata-nyata hidup dan ipertahankan dalam
pergaulan masyarakat.
e. Pembentukan hukum dengan memperhatikan kemajemukan masyarakat.
f. Pembentukan hukum sepenuhnya didasarkan pada partisipasi masyarakat.
g. Hukum dibentuk dan ditegakkan demi kesejahteraan umum atau keadilan
sosial bagi seluruh rakyat.
Orde baru telah menginterpretasikan konstitusi sesuai keinginannya dengan ciri
otoriter, maka karakter hukum yang tercipta seturut kemauan penguasa. Undang-
undang bidang pertambangan yang seharusnya alat perjuangan menuju
kesejahteraan dengan mengusung semangat demokrasi ekonomi berubah mengusung
liberalisme. Pada kekuasaan Presiden Suharto, hukum seringkali difungsikan untuk
merasionalisasi kebijakan-kebijakan pemerintah tanpa mempedulikan rasa keadilan
dalam masyarakat. Pada saat itu “pembangunan” telah menjadi suatu ideologi yang
tidak hanya ditaati tapi juga ditakuti.143 Penyimpangan ini berlangsung selama orde
baru. Untuk itu politik hukum pertambangan harus dikembalikan pada konstitusi.
Dalam konteks pembaharuan hukum, maka fokus pembangunan hukum adalah
membangun sistem hukum sekaligus menempatkan hukum yang berorientasi
kesejahteraan rakyat ditengah situasi global. Harus kita akui upaya ini sangat berat,
bahkan seringkali paket kebijakan atau regulasi yang tercipta justru membawa ide
global yang mengadopsi keterbukaan pasar, persaingan bebas demgan
meminimalisir campur tangan pemerintah dalam bidang ekonomi. Dalam kondisi
143 Adi Sulistiyono, Krisis Lembaga Peradilan di Indonesia, LPP dan UNS Press, cetakan 1,
Surakarta, 2006, hlm. 103.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
479
seperti ini, negara harus mengembangkan sistem hukumnya sendiri dengan
berpegang pada sistem perekonomian negara yang disepakati dalam konstitusi.
Bagaimanapun globalisasi merupakan peradaban baru yang harus dikendalikan.
Globalisasi dapat membawa kemajuan namun juga menuju pada kehancuran sumber
daya alamiah dan dan habitat-habitat yang merupakan jaringan kehidupan manusia.
Seiring dengan bertambahnya jumlah dan besarnya berbagai tekanan, kita sedang
menghancurkan manusia individual dan manusia pada umumnya.144
Pembangunan hukum pertambangan harus mengacu pada kesejahteraan sosial
maupun pendekatan lingkungan. Globalisasi dari kebijakan hukum lingkungan
mengandung arti adanya peralihan kesadaran hukum dan politik dari instrumen dan
institusi internasional dan hubungannya dengan pengaturan lingkungan domestik.
Peter carney menyatakan pengaruh dari dari tren ini bahwa pendekatan domestik dan
internasional dirasakan sangat berbeda dari segi hukum, tetapi memiliki kedudukan
yang sama.145
Dalam kondisi globalisasi berhadapan dengan nasionalisme Indonesia, maka
pemerintah dituntut merancang dan menetapkan langkah strategis dalam sektor
hukum ekonomi sesuai tujuan negara. Penyusunan peraturan perundangan yang
tercipta seringkali merupakan kapitalisasi ekonomi berhadapan dengan kentalnya
nasionalisme Indonesia dan kerakyatan ekonomi Indonesia yang dianut konstitusi.
Tidak mengherankan apabila negara-negara maju menuding sebagai kebijakan
setengah hati. Disinilah letak ujian konstitusionalisme negara kita sekarang.146
144 Skalimowski, Henryk, Eco Philosophy : Designing New Tactics for Living, Marion Boyars
Publisher, London, 1981 (Edisi terjemahan oleh Saut Pasaribu, Filsafat Lingkungan, Merancang taktik baru Untuk Menjalani Kehidupan, Bentang Budaya, Yogyakarta, 2004, hlm. 143.
145 Lalu Wira Pria S., Prinsip Hukum Investasi pertambangan Umum, Genta Publishing, Yogyakarta, 2014, hlm. 119.
146 Satjipto Rahardjo, op cit, hlm. 100.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
480
Menghadapi situasi yang sulit ini, kita harus keluar dari cengkeraman
kapitalisme global. Yang paling mungkin dilakukan adalah menerima keberadaan
kapitalisme global secara sadar, kritis dan cerdas. Langkah selanjutnya adalah
merumuskan kepentingan kolektif nasional dengan melihat potret besar konstelasi
politik internasional sebagai acuan dengan tetap menjadikan kepentingan dan cita-
cita kemerdekaan bangsa sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945
sebagai titik pijak bersama.147 Salah satu elemen pokok dalam strategi pembangunan
yang berorientasi kerakyatan ialah kemandirian dalam ekonomi. Yang dimaksud
kemandirian disini ialah terciptanya situasi dimana suatu negara mempunyai hutang
luar negeri yang minimum, investasi modal asing yang minimum, impor yang
minimum dan pendapatan nasional yang sebagaian besar berasal dari dalam negeri.
Pengertian kemandirian disini bukanlah merupakan ekonomi tertutup, tetapi tetap
ekonomi terbuka dengan faktor-faktor kekuatan ekonomi didalam negeri sebagai
penentu arah pembangunan.148
Menurut Gunawan Sumodiningrat, persoalan Indonesia saat ini adalah
bagaimana mengurangi dampak negatif liberalisasi ekonomi. Jalan ke arah itu adalah
dengan mempersiapkan diri dengan meningkatkan daya saing untuk memenangkan
perlombaan perdagangan yang dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan penguasaan teknologi
dan penguatan kelembagaan. Kebijakan ekonomi makro dan sektoral, kebijakan
147 Hasyim Wahid, dkk, Telikungan kapitalisme Global Dalam Sejarah Kebangsaan
Indonesia, LKIS, Yogyakarta, 1999, hlm.41. 148 Sritua Arief, EkonomiKerakyatan Indonesia, Mengenang Bung Hatta, Bapak Ekonomi
Kerakyatan Indonesia, Cetakan pertama, Muhammadiyah University Press, Surakarta, 2002, hlm. 283.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
481
moneter, fiskal dan kebijakan sektor riil harus mendukung upaya ini secara
serempak.149
Dalam hal penguatan kelembagaan, maka undang-undang pertambangan
minerba harus mendapat perhatian serius. Sejak berlakunya IMW hingga Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, masih
memperlihatkan kekuatan liberalisme daripada demokrasi ekonomi sebagaimana
cita hukum Pasal 33 UUD 1945. Kenyataannya Undang Nomor 4 Tahun 2009 dalam
beberapa tahun terakhir masuk dalam usulan perubahan di DPR. Hasilnya
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara telah disetujui menjadi RUU inisiatif DPR
dalam Rapat Paripurna DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon pada
tanggal 10 April 2018. Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Nasdem Sahat
Silaban menyebutkan bahwa RUU Minerba masih perlu direvisi, yakni pertama,
dengan memasukkan ketentuan/pasal yang menyatakan bahwa aset yang berupa
cadangan mineral yang berada diperut bumi dikuasai dan dimiliki oleh
negara. Kedua, kepemilikan oleh negara atas aset cadangan minerba tersebut
dilakukan dan dibukukan oleh BUMN Mineral dan Batubara. 150
RUU ini juga mendapat kritikan dari para praktisi pertambangan karena dinilai
menguntungkan perusahaan asing dan tidak mencerminkan tarhadap perlindungan
kepentingan nasional. Salah satunya, munculnya pasal 169 A hingga pasal 169E
yang terkait dengan Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan
149 Gunawan Sumodiningrat, Membangun Perekonomian Rakyat, Cetakan II, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2011, hlm. 5. 150 DPR, “RUU Tentang perubahan Undang-Undang Minerba Disetujui Sebagai Inisiatif DPR”
, dalam http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/20348/t/RUU+tentang+Perubahan+Undang-
Undang+Minerba+ Disetujui+Sebagai+Inisiatif+DPR , diakses 25 Mei 2018
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
482
Pertambangan Batubara (PKP2B). Di antara pasal 169 dan pasal 170, disisipkan lima
pasal tambahan, yaitu pasal 169 A hingga 160 E. Tambahan lima pasal ini yang
memunculkan tudingan perlindungan terhadap kepentingan asing di Indonesia.
Tertulis Pasal 169 A ayat (1) berbunyi: Dalam hal kontrak karya atau perjanjian
karya pengusahaan pertambangan batubara sebagaimana dimaksud dalam pasal 169
huruf a berakhir, pemegang kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan
pertambangan batubara memiliki hak untuk mengusahkan kembali Wilayah
Pertambangan tersebut dalam bentuk IUPK perpanjangan untuk jangka waktu paling
lambat 2 (dua) kali 10 (sepuluh tahun).” Secara tersirat, pesan pasal 169 A berkaitan
dengan divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia yang saat ini sedang
diupayakan oleh Holding BUMN tambang PT Indonesia Asahan Alumunium
(Inalum). Dengan ketentuan tersebut, maka Freeport memiliki hak untuk
melanjutkan operasinya sehingga divestasi berpotensi semakin mundur. Padahal,
sebelumnya Kementerian ESDM telah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen)
ESDM No.25/2018 yang mengamatkan agar divestasi selesai paling lambat pada
tahun 2019.
Sedangkan Pasal 169 A ayat (2) berbunyi : Kontrak Karya atau perjanjian karya
pengusahaan pertambangan batubara yang telah melakukan penyesuaian
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 169 huruf b diberikan hak untuk
mengusahakan kembali Wilayah Pertambangan dengan diberikan IUPK dengan luas
wilayah sesuai dengan rencana kerja seluruh wilayah tambang yang telah disetujui
dalam penyesuaian kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan
batubara.
Selain soal divestasi, hal lain yang jadi sorotan ialah terkait hilirisasi.
Disebutkan dalam pasal 170 A, sebagai pasal tambahan antara pasal 170 dan pasal
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
483
171, disebutkan Pemegang Kontrak Karya diperbolehkan mengekspor produknya
dengan cacatan sudah melakukan pemurnian di dalam negeri untuk jangka waktu
dua tahun dan wajib membayar bea keluar. Batas minimal kadar murni hanya dipatok
hingga konsentrat 75 persen.151 Batas 75 persen itu masih jauh dari pengertian murni.
Dengan definisi 75 persen ini, Freeport yang baru buat konsentrat sudah bisa
diekspor. Ketentuan ini adalah cara menghindari ketentuan pembangunan smelter di
dalam negri dan pelarangan ekspor bahan mentah.
Jika pasal-pasal tersebut disahkan DPR, maka hukum pertambangan mengalami
kemunduran dimana pemerintah kembali tidak berdaya ketika berhadapan dengan
pengusaha asing dan kekayaan alam hanya menguntungkan investor asing. Hal ini
sebisa mungkin dicegah dengan konsep pembaharuan hukum. Pembaharuan hukum
diartikan sebagai suatu proses melakukan pengujian terhadap berbagai rumusan
ketentuan hukum ddan peraturan perundangan yang berlaku dan terhadapnya
diimplementasikan sejumlah perubahan agar dapat tercapai efisiensi, keadilan dan
juga kesempatan untuk memperoleh keadilan menurut hukum yang berlaku. 152
Menurut Adi Sulistiyono, strategi pembangunan hukum ekonomi Indonesia
perlu memperhatikan konsep pembangunan hukum ekonomi berkelanjutan
(sustainable economic law development) yang tidak sekedar membongkar pasang
pasal-pasal dalam undang-undang atau pembuatan undang-undang baru saja, tapi
juga memperhatikan dan memberdayakan daya dukung aspek lain yaitu : 153
1. Pendidikan hukum.
2. Reformasi substansi hukum.
3. Mekanisme penyelesaian sengketa yang berwibawa dan efisien.
151 Muflihun Hidayat, “Draft RUU Minerba Untungkan Asing ?” 25 Mei 2018, dalam
https://www.tambang.co.id/draft-ruu-minerba-untungkan-asing-17880/ , diakses 26 Mei 2018. 152 Teguh Prasetyo, Pembaharuan Hukum, Perspektif Teori Keadilan Bermartabat, Setara
Press, Malang, 2017, hlm. 5. 153 Adi Sulistiyono dan Muh. Rustamaji, op cit, hlm 75.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
484
4. Pemberdayaan etika bisnis.
5. Menumbuhkan jiwa nasionalis pada anggota legislatif.
6. Komitmen presiden dan wakil presiden yang dilakukan terus menerus secara
mengait, bersama-sama dan terus menerus saling mendukung.
Pengelolaan sumberdaya migas di Indonesia dibangun diatas Pasal 33 UUD
1945, yang mengamanatkan bumi dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Oleh karena itu dalam perkembangannya pemerintah mengembangkan skema yang
disebut gross split yang saat ini digunakan dalam bidang pertambangan minyak dan
gas bumi. Dalam skema yang ada di beberapa negara lain hanya menerapkan royalti
dan melakukan liberalisasi harga, tidak bisa serta merta diadopsi di Indonesia. Demi
mewujudkan energi yang berkeadilan di Indonesia, Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral menerapkan skema gross split untuk perhitungan bagi hasil kontrak
pengelolaan wilayah kerja Minyak dan Gas Bumi (Migas) di Indonesia sebagaimana
Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2017 tentang kontrak bagi hasil dengan
skema gross split yang mulai berlaku sejak Senin lalu, 16 Januari 2017. Dengan
aturan ini, blok yang berakhir masa kontraknya dan tidak diperpanjang akan
menggunakan kontrak bagi hasil gross split. Kontrak ini setidaknya memuat tiga
persyaratan. Pertama, kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan pemerintah
sampai titik penyerahan. Kedua, pengendalian operasi berada pada SKK Migas.
Ketiga, modal dan risiko seluruhnya ditanggung kontraktor.
Skema Gross Split adalah skema dimana perhitungan bagi hasil pengelolaan
wilayah kerja migas antara Pemerintah dan Kontraktor Migas di perhitungkan
dimuka. Wilayah kerja yang habis kontraknya dan diperpanjang, maka pemerintah
dapat menetapkan bentuk kontrak kerja sama semula melalui skema Gross Split agar
negara mendapatkan bagi hasil migas dan pajak dari kegiatan eksplorasi dan
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
485
eksploitasi sehingga penerimaan Negara menjadi lebih pasti. Di sisi lain, negara
tidak akan kehilangan kendali, karena penentuan wilayah kerja, kapasitas produksi
dan lifting, serta pembagian hasil masih ditangan Negara. Perhitungan gross
split akan berbeda-beda setiap wilayah kerja. Perhitungan yang pasti, terdapat pada
presentase base split. Untuk base split minyak, sebesar 57% diatur menjadi bagian
Negara dan 43% menjadi bagian Kontraktor. Sementara untuk gas bumi, bagian
Negara sebesar 52% dan bagian Kontraktor sebesar 48%. Disamping presentase base
split, baik Negara dan Kontraktor dimungkinkan mendapatkan bagian lebih besar
dengan penambahan perhitungan dari 10 Komponen Variabel dan 2 Komponen
Progresif lainnya. Hal ini membuat skema Gross Split menarik bagi para investor
untuk mengelola wilayah kerja migas, termasuk wilayah kerja non-konvensional
yang memiliki tantangan lebih besar.154
Dengan skema gross split, biaya operasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Kontraktor. Tidak seperti kontrak bagi hasil skema cost recovery, dimana biaya
operasi (cost) pada akhirnya menjadi tanggungan Pemerintah. Kontraktor akan
terdorong untuk lebih efisien karena biaya operasi merupakan tanggung jawab
Kontraktor. Semakin efisien Kontraktor maka keuntungannya semakin baik. Tren
cost recovery relatif meningkat tiap tahun. Cost recovery pada tahun 2010 sekitar
US$ 11,7 miliar dan meningkat menjadi US$ 16,2 miliar pada tahun 2014. Meskipun
berdasarkan data tahun 2015 dan 2016 (unaudited), besaran cost recovery sempat
menurun menjadi US$ 13,7 miliar dan US$ 11,5 miliar akibat rendahnya harga
minyak dunia. Pada tahun 2016, penerimaan migas bagian Pemerintah hanya sebesar
US$ 9,9 miliar atau lebih rendah dibanding cost recovery yaitu sekitar US$ 11,4
154 Anggita Rezki Amelia, “Aturan Terbit, Kontrak Baru Migas Pakai Skema Gross Split”,
rabu, 18 Januari 2018, dalam https://katadata.co.id/berita/2017/01/18/aturan-terbit-kontrak-baru-migas-pakai-skema-gross-split , di akses 19 Februari 2018.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
486
miliar. Kondisi lebih besarnya cost recovery dibanding penerimaan bagian negara
terjadi sejak tahun 2015.155
Secara kategorial terdapat sejumlah kelemahan yang melekat pada aturan-aturan
hukum di Indonesia, sehingga menghambat tegaknya aturan hukum di Indonesia.
Pertama, kecenderungan duplikasi aturan dari negara lain. Kedua, rumusan aturan
yang multi tafsir sehingga sulit mendapatkan kepastian. Parahnya untuk ketentuan-
ketentuan yang kurang jelas tersebut tidak disediakan penjelasan yang memadai.
Ketiga, adanya inflasi peraturan. Keempat, banyak aturan yang tumpang tindih, baik
secara vertikal maupun horizontal. Kelima, banyaknya aturan hukum yang
membuka ruang diskresi yang sangat besar. Menurut Klitgaard, diskresi yang besar
tanpa akuntabilitas dan minus transparansi akan menjadi biang korupsi dan
manipulasi.156
Dalam kenyataan, banyak hukum yang buruk karena dirumuskan oleh orang-
orang jahat dan dilaksanakan oleh orang-orang jahat pula. Karenanya hukum tidak
hanya perlu ditegakkan, tetapi juga perlu diperbaharui dan dikoreksi.157 Mengingat
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 bertentangan dengan UUD 1945, maka
seharusnya undang-undang tersebut harus dicabut dan diganti dengan undang-
undang pertambangan baru yang sesuai dengan ideologi Pancasila dan merupakan
pelaksanaan demokrasi ekonomi sebagaimana tujuan negara menciptakan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun sayangnya RUU
perubahan justru mundur dengan mengurangi campur tangan pemerintah dan
memberikan peluang berlakunya pasar bebas. Untuk itu energi politik hukum harus
155 Lani Pujiastuti, “Berakhirnya Era Kejayaan Tambang di Indonesia”, Detik Finance, dalam
https://finance.detik.com/energi/d-3011884/berakhirnya-era-kejayaan-tambang-di-indonesia
156, Yovita A. Mangesti dan Bernard L. Tanja, Moralitas Hukum, cetakan 1, Genta Publishing, Yogyakarta, 2014, hlm43-44.
157 Loc cit
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
487
diarahkan untuk pembaharuan undang-undang pertambangan mineral dan batubara.
Untuk itu perlu politik hukum pertambangan mineral dan batubara harus benar-benar
sebagai pelaksanaan UUD 1945.
Pembaharuan hukum merupakan perwujudan pembangunan hukum nasional.
Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa hukum merupakan sarana
pembaharuan masyarakat, yang didasarkan atas anggapan bahwa adanya keteraturan
atau ketertiban dalam usaha pembangunan atau pembaharuan merupakan sesuatu
yang diinginkan atau bahkan dipandang mutlak perlu. Pembaharuan dan
pembangunan hukum sangat diperlukan, karena tanpa pembaharuan dan
pembangunan hukum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan menimbulkan
ketimpangan bahkan dapat menghambat pembangunan nasional. Perkembangan yang
terjadi dalam masyarakat menunjukkan adanya dinamika dalam pemikiran,
pengetahuan, gagasan serta nilai-nilai yang hidup dan berkembang. Secara filosofis,
hal ini terjadi karena masyarakat selalu menginginkan adanya kemajuan berfikir dan
bertindak untuk mewujudkan tujuan hidup bersama yaitu kesejahteraan umum,
kemakmuran, ketertiban, perdamaian dan keadilan sosial.158
Pembaharuan hukum dapat dianalisis menggunakan teori hukum responsif dari
Philippe Nonet dan Philip Selznick yang memberikan sebuah konsepsi yang cukup
mendalam tentang apa itu hukum responsif. Menurut keduanya hukum yang baik
seharusnya memberikan sesuatu yang lebih daripada sekedar prosedur hukum.
Hukum tersebut harus berkompeten dan juga adil ia seharusnya mampu mengenali
keinginan publik dan punya komitmen terhadap tercapainya keadilan substantif.159
158 BPHN, Naskah Akademik Undang-Undang Yayasan, Tanpa tahun, hlm. 5 159 Nonet, Philippe and Philip Selznick. 2003. Law and Society in Transition: Toward
Responsif Law , edisi terjemahan oleh Huma, Hukum Responsif, Huma, Jakarta, hlm 60.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
488
Hukum responsif muncul sebagai kritik karena hukum tidak selalu dijadukan
sarana perubahan dan sarana mewujudkan keadilan substantif. Dalam kritik neo
marxis ini ada dua tema dominan. Pertama, istitusi-institusi hukum sudah tercemar
dari dalam yang menyebabkan bobroknya ketertiban sosial secara keseluruhan dan
perannya terutama sebagai pelayan kekuasaan. Kedua, kritik terhadap legalisme
liberal itu sendiri, mengenai gagasan bahwa tujuan keadilan dapat dicapai melalui
sistem peraturan dan prosedur yang diakuinya bersifat obyektif, tidak memihak dan
otonom.160
Hukum responsif merupakan tradisi kaum realis (legal realism) dan sosiologis
(sociological jurisprudence) yang memiliki tujuan utama membuka sekat-sekat dari
pengetahuan hukum. Nonet dan Selznick membedakan tiga modalitas atau
pernyataan-pernyataan dasar terkait hukum dalam masyarakat (law in society : (1)
hukum sebagai pelayan kekuasaan represif, (2) hukum sebagai institusi sendiri yang
mampu menjinakkan represi dan melindungi integritas dirinya, (3) hukum sebagai
fasilitator dari berbagai respon terhadap kebutuhan dan aspirasi sosial. Berikut
bagan tiga tipe hukum menurut Nonet dan Selznick : 161
Tabel 15
Tiga Tipe Hukum
Hukum Represif Hukum Otonom Hukum Responsif
Tujuan
Hukum
Ketertiban
Legitimasi Kompetensi
Legitimasi Ketahanan sosial
dan tujuan negara
Keadilan
prosedural
Keadilan subtantif
Peraturan Keras dan rinci
namun berlaku
lemah terhadap
pembuat hukum
Luas dan rinci;
Mengikat penguasa
maupun yang
dikuasai
Subordinat dari
prinsip dan
kebijakan
Pertimbangan Ad hoc;
memudahkan
Sangat melekat
pada otoritas
Purposif
(berorientasikan
160 Ibid, hlm. 11. 161 Ibid, hlm, 13.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
489
pencapaian tujuan
dan bersifat
partikular
legal; rentan
terhadap
formalisme dan
legalisme
tujuan); perluasan
kompetensi
kognitif
Diskresi Sangat luas;
oportunistik
Dibatasi oleh
peraturan; delegasi
yang sempit
Luas tetapi sesuai
dengan tujuan
Paksaan Ekstensif;dibata
si secara lemah
Dikontrol oleh
batasan-batasan
hukum
Pencarian positif
bagi berbagai
alternatif,seperti
insentif, sistem
kewajiban yang
mampu bertahan
sendiri
Moralitas komunal; moralisme
hukum; moralitas
pembatasan
Moralitas
Moralitas
kelembagaan
yakni dipenuhi
dengan integritas
proses hukum
Moralitas sipil;
moralitas
kerjasama
Politik Hukum subordinat
terhadap politik
kekuasaan
Hukum independen
dari politik;
Pemisahan
kekuasaan
Terintegrasinya
aspirasi hukum
dan politik,
keberpaduan
kekuasaan
Harapan akan
ketaatan
Tanpa syarat;
ketidaktaatan
dihukum sebagai
pembangkangan
Penyimpangan
peraturan yang
dibenarkan,
misalnya, untuk
menguji validitas
undang-undang
atau perintah
Pembangkangan
dilihat dari aspek
bahaya subtantif;
dipandang sebagai
gugatan terhadap
legitimasi
Partisipasi Pasif; kritik
dilihat sebagai
ketidaksetiaan
Akses dibatasi
oleh prosedur
baku; muncul
kritik atas hukum
Aspek diperbesar
dengan integrasi
advokasi hukum
dan sosial
Hukum merupakan produk politik, hal ini mengantarkan pada penentuan
hipotesis bahwa konfigurasi politik tertentu akan menghasilkan karakter produk
hukum tertentu pula. Dalam buku ini membagi variabel bebas (konfigurasi politik)
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
490
dan variabel terpengaruh (konfigurasi produk hukum) kedalam kedua ujung yang
dikotomis. Menurut Moh. Mahfud M.D., dalam relasi antara politik dan hukum yang
terjadi Indonesia menunjukkan kecenderungan bahwa politik determinan atas
hukum. Hubungan politik dengan hukum di dalam studi mengenai hubungan antara
politik dengan hukum terdapat tiga asumsi yang mendasarinya.162 Pertama, hukum
determinan terhadap politik. Dalam keadaan ini hukum menjadi arah dan pengendali
semua aktivitas politik. Asumsi ini menyatakan hukum sebagai das Sollen
(keinginan, keharusan). Kedua, keadaan politik determinan terhadap hukum. Artinya
politik mengendalikan baik produk normatif maupun implementasi penegakan
hukumnya. Hukum menjadi dependent variabel atas politik. Asumsinya das sein
(kenyataan) dalam studi hukum empiris. Ketiga, politik dan hukum terjalin dalam
hubungan interdeterminan atau saling tergantung yang dapat dipahami dari adugium,
bahwa “politik tanpa hukum menimbulkan kesewenang-wenangan atau anarkis,
hukum tanpa politik akan menjadi lumpuh”.
Mohammad Mahfud M.D. cenderung pada asumsi yang kedua dimana dalam
realitasnya energi politik jauh lebih superior dan menentukan corak hukum. Dalam
relasi antara keduanya hukum dipandang sebagai dependent variabel (variabel
pengaruh) dan politik merupakan independent variabel (variabel berpengaruh).163
indikator sistem politik dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 16
Indikator Sistem Politik
Konfigurasi Politik Demokratis Konfigurasi Politik Otoriter
1. Parpol dan parlemen kuat,
menentukan haluan atau
1. Parpol dan parlemen lemah,
Dibawah kendali eksekutif
162 Mohammad Mahfud M.D., Politik Hukum di Indonesia, op cit, hlm. 4. 163 Ibid, hlm. 5.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
491
kebijakan negara
2. Lembaga Eksekutif (pemerintah)
netral
2. Lembaga Eksekutif (pemerintah)
intervensionis
3. Pers bebas, tanpa sensor dan
pembreidelan.
3. Pers terpasung, diancam sensor dan
pembreidelan
Asumsi hukum merupakan produk politik berdampak pada penentuan hipotesis
bahwa suatu konfigurasi politik tertentu akan mempengaruhi karakter produk hukum
yang dihasilkan sebagaimana tabel berikut : 164
Tabel 17
Indikator Karakter Produk Hukum
Karakter Produk Hukum
Responsif
Karakter Produk Hukum Ortodoks
1. Pembuatannya Partisipatif 1. Pembuatannya sentralistik-dominatif
2. Muatannya Aspiratif 2. Muatannya positivist-
instrumentalistik
3. Rincian Isinya limitatif 3. Rincian isinya open interpretative
Indikator politik dibedakan atas konfigurasi demokratis dan konfigurasi otoriter
(non-demokratis). Dalam konfigurasi politik demokratis terdapat parpol dan
parlemen yang kuat dan tidak mudah dipengaruhi eksekutif. Pers dapat melakukan
pemberitaan dengan leluasa. Sebaliknya dalam konfigurasi politik otoriter posisi
pemerintah yang sangat dominan atas parpol dan parlemen dalam menentukan dan
melaksanakan kebijakan negara, dengan mengesampingkan aspirasi masyarakat.
Kondisi badan perwakilan dan partai politik tidak melaksanakan fungsinya dengan
baik dalam menyalurkan aspirasi rakyat. Pers tidak mempunyai kebebasan dan
senantiasa berada dibawah tekanan pemerintah dalam rezim pencabutan izin usaha.
164 Ibid, hlm. 7.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
492
Sementara itu variabel konfigurasi produk hukum yang berkarakter responsif
dan produk hukum yang berkarakter ortodoks. Dalam produk hukum responsif
karakternya mencerminkan pemenuhan atas tuntutan-tuntutan individu dan
kelompok sosial dalam masyarakat sehingga mencerminkan aspirasi keadilan.
Proses pembuatan hukum responsif dilakukan secara terbuka dengan mengandalkan
partisipasi dan aspirasi masyarakat. Sementara itu produk hukum ortodoks
karakternya mencerminkan visi politik pemegang kekuasaan tanpa melibatkan
partisipasi dan aspirasi masyarakat. Jikapun dilakukan hanya bersifat pelengkap dan
formalitas belaka. Produk hukumnya berfungsi sebagai alat pengesahan kepentingan
pemerintah.
Dalam konteks Indonesia sejak kemerdekaan, orde lama hingga orde baru terjadi
relasi das sein, yang menunjukkan politik sangat dominan atas hukum, sehingga
produk hukum yang tercipta merupakan agregasi kepentingan antar elite politik.
Ilmu hukum juga merupakan ilmu bantu dalam ilmu politik. Hal ini dapat dipahami
karena sejak dahulu terutama di Eropa barat ilmu hukum dan politik memang sudah
demikian erat. Kedua-duanya memiliki persamaan daya “mengatur dan memaksakan
undang-undang” (law enforcement) yang merupakan salah satu kewajiban negara
yang begitu penting.
Dengan menganalisa hukum positif sampai pada tingkat kesadaran merupakan
analisa yang mengungkapkan fungsi norma dasar. Sifat khusus bagi hukum tersebut
menjadi jelas : hukum tersebut mengatur penciptaannya sendiri. Terutama sebuah
norma hukum yang mengatur muatan norma yang diciptakan tersebut. Norma yang
menentukan penciptaan adalah norma di tingkat lebih tinggi. Norma yang diciptakan
sesuai dengan determinasi ini adalah norma-norma di tingkat lebih rendah. Sistem
hukum merupakan urutan hierarkis berbagai strata norma hukum. Dalam struktur
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
493
hierarkis sistem hukum yang menjadi norma dasar tersebut disebut konstitusi sebagai
hukum positif di tingkat tertinggi. Fungsi esensial konstitusi tergantung pada
pengaturan alat pemerintahan dan proses penciptaan hukum umum dalam suatu
proses legislasi. Konstitusi tersebut menetapkan muatan undang-undang masa
depan, sebuah tugas yang sering tidak dijalankan oleh konstitusi hukum positif,
karena mereka menentukan atau melarang beberapa muatan.165
Tingkat struktur hierarkis berikutnya, satu langkah bergeser dibawah konstitusi
adalah tingkat norma umum yang diciptakan melalui proses legislasi. Selama
tekanan utama konstitusi bergantung pada pengaturan proses untuk mengundangkan
sebuah undang-undang, maka difokuskan pada menentukan muatannya dengan
penentuan muatan penciptaan undang-undang yudisial dan administratif dengan
ukuran yang sama menjadi tugas legislasi. Hukum yang muncul dalam bentuk
undang-undang adalah hukum material (substantif) dan hukum formal (prosedural).
Hubungan konstitusi dengan legislasi pada dasarnya sama seperti hubungan undang-
undang dengan ajudikasi atau administrasi. Ada bentuk undang-undang spesifik, ada
juga bentuk konstitusional spesifik. Undang-undang dalam pengertian material
menggolongkan semua norma hukum umum, undang-undang dalam pengertian
formal menggolongkan baik norma hukum umum, sedangkan undang-undang dalam
pengertian formal menggolongkan baik norma hukum umum dalam bentuk undang-
undang, yaitu norma hukum umum yang disahkan oleh parlemen dan diterbitkan
dengan cara tertentu.166
Pada masyarakat yang sederhana (homogen), hukum timbul dan tumbuh
bersama-sama dengan pengalaman-pengalaman hidup warga masyarakatnya. Fungsi
165 Kelsen, Hans, Pengantar Teori Hukum, op cit , hlm.105-106. 166 Ibid, hlm.108.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
494
pemerintah lebih ditekankan pada mengesahkan atau menetapkan hukum yang telah
hidup dimasyarakat. Sedangkan pada pada masyarakat yang kompleks (heterogen)
hukum berkembang dengan cara yang berbeda. Pluralitas masyarakat dengan
berbagai kepentingan yang berbeda menyebabkan sulit untuk timbulnya hukum dari
bawah. Diferensiasi yang tinggi dalam strukturnya mengakibatkan berbagai
kebutuhan dan kepentingan dalam masyarakat yang tidak jarang saling bertentangan.
Hukum lebih sering muncul dari atas yang diturunkan untuk mengatasi masalah.
Kendati hukum ditentukan dari atas, namun sumbernya tetap dari masyarakat.
Penanaman nilai-nilai di dalam masyarakat harus terus dilakukan untuk menjamin
kaedah hukum diciptakan itu dapat berlaku efektif.
Keberhasilan atau kegagalan suatu proses pembaharuan hukum, pada kedua
jenis masyarakat tersebut baik masyarakat yang sederhana maupun yang kompleks
lebih ditentukan oleh pelembagaan hukum di dalam masyarakat. Untuk itu
memerlukan usaha dan perencanaan yang terstruktur, waktu sosialisasi, biaya yang
cukup besar dan kemampuan implementasi secara benar dalam masyarakat.
Demikian juga dalam masyarakat bangsa Indonesia dalam masa peralihan menuju
masyarakat modern tentu saja nilai-nilai yang hidup mengalami proses perubahan.
Masyarakat yang melaksanakan pembangunan, proses perubahan tidak hanya
mengenai hal-hal yang bersifat fisik, tetapi juga pada nilai-nilai dalam masyarakat
yang mereka anut. Nilai-nilai yang dianut itu selalu terkait dengan sifat dan sikap
orang-orang yang terlibat di dalam masyarakat yang membangun.
Sesuai dengan perkembangan hukum dalam masyarakat dapat dinyatakan
bahwa politik hukum pertambangan Indonesia adalah untuk meningkatkan fungsi
kegunaan sumber kekayaan alam tambang guna memberikan kemanfaatan secara
maksimal bagi pendapatan negara yang akhirnya menjadi sarana untuk mewujudkan
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
495
kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Politik hukum pertambangan harus mengarahkan
energinya untuk mencapai tujuan kesejahteraan rakyat. Hal ini merupakan
perwujudan dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum,
yakni keadilan, kemanfaatan selain kepastian hukum.
Dalam undang-undang pertambangan juga harus dicapai tujuan yang lebih besar
yaitu bangsa Indonesia harus mampu berdiri di atas kaki sendiri untuk mengerjakan
seluruh potensi pertambangan. Kedepan harus dipersiapkan sumber daya manusia
yang mumpuni untuk mengelola tambang secara teknis maupun manajemen. Selain
itu juga harus dikuasai teknologi tinggi dalam bidang pertambangan agar Indonesia
tidak tergantung pada ahli dari luar negeri. Selanjutnya penegakan hukum atas
klausul divestasi harus tetap dilaksanakan sesuai aturan hukumnya yaitu undang-
undang pertambangan. Namun hal ini dilakukan tetap dengan menghormati hak-hak
investor. Dengan demikian dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, sektor
pertambangan dapat dikuasai dan dikelola oleh pemerintah atau modal dalam negeri.
Pada perkembangannya muncul Teori Hukum Progresif yang dicetuskan oleh
Satjipto Rahardjo yang menegaskan bahwa hukum adalah untuk manusia, dan bukan
sebaliknya. Dalam teori ini hukum bukan hanya bangunan peraturan, melainkan juga
bangunan ide, kultur, dan cita-cita. Hukum progresif memuliki karakter progresif
dalam hal sebagai berikut :167
1. Bertujuan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia dan oleh karenanya
memandang hukum selalu dalam proses menjadi (law in the making).
2. Peka terhadap perubahan yang terjadi dalam masyarakat, baik lokal,
nasional maupun global.
3. Menolak status quo manakala menimbulkan dekadensi, suasana korup dan
sangat merugikan kepentingan rakyat sehingga menimbulkan perlawanan
167 Suteki, Masa Depan Hukum Progresif, cetakan I, Thafa Media, Yogyakarta, 2015, hlm. 11
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
496
dan pemberontakan yang berujung pada penafsiran progresif terhadap
hukum.
Sedangkan dalam masalah penegakan hukum, terdapat 2 (dua) macam tipe
penegakan hukum progresif : 168
1. Dimensi dan faktor manusia pelaku dalam penegakan hukum progresif.
Idealnya, mereka terdiri dari generasi baru profesional hukum yang memiliki
visi dan filsafat yang mendasari penegakan hukum progresif.
2. Kebutuhan akan semacam kebangunan di kalangan akademisi, intelektual dan
ilmuan serta teoritisi hukum Indonesia
Hukum tidak bekerja di ruang hampa yang bebas dari pengaruh faktor-faktor
non hukum. Dalam istilah Afan Gaffar, hukum tidak berada dalam keadaan vakum,
akan tetapi merupakan entitas yang ada pada suatu environment dimana antara
hukum dengan environment tersebut terjadi hubungan yang saling kait mengkait.
Akan tetapi hukum merupakan produk berbagai elemen seperti politik, ekonomi,
sosial, budaya, nilai dan agama. Oleh karena itu ekosistem hukum banyak tergantung
pada faktor-faktor yang berada di luar hukum. Jadi hukum bukan suatu yang
supreme. Adanya hukum karena adanya kepentingan politik, ekonomi, sosial,
budaya dan lain-lain.169 Oleh karena itu kita perlu bersikap convergence terhadap
ilmu. Kita seharusnya tidak hanya membaca dan mempelajari teks dan menggunakan
logika peraturan saja, melainkan perlu mendalami makna hukum, misalnya makna
sosial (social meaning). Untuk membangun dan memperkuat gagasannya, secara
sistematis Satjipto Raharjo membuat identifikasi sebagai berikut :170
Tabel 18
168 Satjipto Rahardjo Hukum Progresif Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Genta Publishing,
Yogyakarta, 2009. hlm. 3 169 Busyro Muqoddas, dkk, Politik Pembangunan Hukum Nasional, UII Press, Yogyakarta,
1992, hlm. 104., 170 Abdul Rokhmad, Hukum Progresif, Pemikiran Satjipto Raharjo Dalam Perspektif Teori
masalah, Program Pascasarjana IAIN Walisongo, cetakan1, Semarang, 2012, hlm.112.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
497
Identifikator Hukum Progresif
Identifikasi Pendirian/Paradigma
Paradigma 1. Holistik/ seutuhnya
2. Konstruktif : merobohkan, menggantibdan membangun
untuk memperbaiki yang lama
Asumsi 1. Hukum untuk manusia, bukan sebaliknya
2. Hukum bukan institusi yang mutlak dan final. Hukum
selalu dalam proses menjadi (law as a process, law in the
making)
Tujuan Kesejahteraan dan kebahagiaan manusia
Spirit 1. Pembebasan dari dominasi tipe, cara berpikir, asas dan
teori hukum.
2. Hukum yang pro perubahan dan anti status quo.
3. Pembebasan terhadap kultur penegakan hukum
(administration of justice) yang positivistik.
4. Mendorong terjadinya rule breaking (terobosan hukum)
Tipe Hukum Responsif
Progresitas 1. Menolak menjadi tawanan undang-undang, apabila
bertentangan dengan keadilan.
2. Peka terhadap perubahan dalam masyarakat.
3. Menolak status quo manakala menimbulkan dekadensi,
korupsi dan merugikan kepentingan rakyat.
Konsep hukum pertambangan perlu merujuk kembali filosofis dasarnya yaitu
hukum untuk manusia. Dengan filosofis tersebut, maka manusia menjadi penentu
dan titik orientasi hukum. Hukum bertugas melayani manusia, bukan sebaliknya.
Oleh karena itu, hukum itu bukan merupakan institusi yang lepas dari kepentingan
manusia. Mutu hukum ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi pada
kesejahteraan manusia. Berdasarkan teori ini keadilan tidak bisa secara langsung
ditemukan lewat proses logis formal. Keadilan justru diperoleh lewat institusi,
karenanya, argumen-argumen logis formal “dicari” sesudah keadilan ditemukan
untuk membingkai secara yuridis-formal keputusan yang diyakini adil tersebut. Oleh
karena itu konsep hukum progresif, hukum tidak mengabdi bagi dirinya sendiri,
melainkan untuk tujuan yang berada di luar dirinya.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
498
Degan demikian hukum nasional dalam bidang pertambangan haruslah
menjabarkan Pancasila sebagai rechtsidee dalam paradigma pembangunan hukum.
Sebagai paradigma pembangunan hukum, Pancasila memiliki sekurang-kurangya
empat kaidah penuntun yang harus dijadikan pedoman dalam pembentukan dan
penegakan hukum di Indonesia sebagai berikut :171
1. Hukum harus melindungi segenap bangsa dan menjamin keutuhan bangsa
dan karenanya tidak boleh ada hukum yang menanamkan benih disintegrasi.
2. Hukum harus menjamin keadilan sosial dengan memberikan proteksi
khusus bagi golongan lemah agar tidak tereksploitasi dalam persaingan
bebas melawan golongan kuat.
3. Hukum harus dibangun secara demokratis sejalan dengan nomokrasi (negara
hukum).
4. Hukum tidak boleh diskriminatif berdasarkan berdasarkan ikatan primordial
apapun dan harus mendorong terciptanya toleransi beragama berdasarkan
kemanusiaan dan keberadaban.
Penjelasan di atas menunjukkan fungsi hukum disatu pihak dapatlah
dipergunakan sebagai sarana untuk mengubah masyarakat menjadi lebih baik dan
dilain pihak untuk mempertahankan susunan masyarakat yang telah ada serta
mengesahkan perubahan-perubahan yang telah terjadi di masa lalu. Jika
mengetengahkan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat yang sedang pada
masa transisi, perlu ada penetapan prioritas-prioritas dan tujuan yang hendak dicapai,
sedangkan suber atau datanya dapat diperoleh melalui penelitian-penelitian terhadap
masyarakat di berbagai bidang kehidupan. Data yang sudah diperoleh kemudian
diabstraksikan agar dapat dirumuskan kembali ke dalam norma hukum yang
kemudian disusun menjadi tata hukum.
171 Moh. Mahfud MD., Membangun Polirik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Pustaka LP3ES,
Jakarta, 2006, hlm. 56.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
499
Dalam logika itulah revitalisasi hukum dilakukan setiap kali. Bagi hukum
progresif, proses perubahan tidak lagi berpusat pada peraturan, tetapi pada kreativitas
pelaku hukum mengaktualisasikan hukum dalam ruang dan waktu yang tepat. Para
pelaku hukum progresif dapat melakukan perubahan dengan melakukan pemaknaan
yang kreatif terhadap peraturan yang ada, tanpa harus menunggu perubahan
peraturan (changing the law). Peraturan buruk tidak harus menjadi penghalang bagi
para pelaku hukum progresif untuk menghadikarkan keadilan untuk rakyat dan
pencari keadilan, karena mereka dapat melakukan interprestasi secara baru setiap
kali terhadap suatu peraturan. Untuk itu agar hukum dirasakan manfaatnya, maka
dibutuhkan jasa pelaku hukum yang kreatif menterjemahkan hukum itu dalam
kepentingan-kepentingan sosial yang memang harus dilayaninya.
Masyarakat transisi yang mengalami proses dari yang sederhana ke komplek
tidak jarang dihadapkan pada sebagian nilai yang harus ditinggalkan, tetapi ada pula
yang harus dipertahankan karena mendukung proses penyelesaian masa transisi.
Memang setiap pebangunan maerupakan proses menuju suatu tujuan tertentu melalui
berbagai terminal; selama terminal-terminal tadi masih harus dilalui maka transisi
masih akan tetap ada. Pada masyarakat yang sederhana, hukum timbul dan tumbuh
bersama-sama dengan pengalaman-pengalaman hidup warga masyarakatnya. Di sini
penguasa lebih banyak mengesahkan atau menetapkan hukum yang sebenarnya
hidup dimasyarakat. Akan tetapi hal yang sebaliknya agaknya terjadi pada
masyarakat yang kompleks. Kebhinekaan masyarakat yang kompleks menyebabkan
sulit untuk memungkinkan timbulnya hukum dari bawah. Diferensiasi yang tinggi
dalam strukturnya membawa konsekuensi pada aneka macam kategori dan
kepentingan dalam masyarakat dengan kepentingan-kepentingan yang tidak jarang
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
500
saling bertentangan. Walaupun hukum datang dan ditentukan dari atas, sumbernya
tetap dari masyarakat.
Dengan demikian peranan nilai-nilai di dalam masyarakat harus dipertahankan
untuk menetapkan kaedah hukum apabila diharapkan kaedah hukum yang diciptakan
itu dapat berlaku efektif. Dengan demikian berhasil atau gagalnya suatu proses
pembaharuan hukum, baik pada masyarakat yang sederhana maupun yang kompleks
sedikit banyak ditentukan oleh pelembagaan hukum di dalam masyarakat. Jelas
bahwa usaha ini memerlukan perencanaan yang matang, biaya yang cukup besar dan
kemampuan meproyeksikan secara baik. Di dalam masyarakat seperti Indonesia
yang sedang mengalami masa peralihan menuju masyarakat modern tentunya nilai-
nilai yang ada mengalami proses perubahan pula. Dengan demikian masyarakat yang
melaksanakan pembangunan, proses perubahan tidak hanya mengenai hal-hal yang
bersifat fisik, tetapi juga pada nilai-nilai dalam masyarakat yang mereka anut. Nilai-
nilai yang dianut itu selalu terkait dengan sifat dan sikap orang-orang yang terlibat
di dalam masyarakat yang membangun.
Hukum progresif berkaitan dengan asas kepastian hukum, sebagaimana
dikemukakan Aristoteles merupakan asas tujuan dari hukum yang menghendaki
keadilan. Menurut teori ini hukum mempunyai tugas suci dan luhur ialah keadilan
dengan memberikan kepada tiap- tiap orang apa yang berhak ia terima serta
memerlukan peraturan tersendiri bagi tiap- tiap kasus. Untuk terlaksananya hal
tersebut, maka menurut teori ini hukum harus memuat peraturan/ketentuan umum
yang diperlukan masyarakat demi kepastian hukum.172 Kepastian hukum sangat
diperlukan untuk menjamin kedamaian dan ketertiban dalam masyarakat karena
172 Lili Rasjidi dan Liza Sonia Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2001, hlm. 43-44.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
501
kepastian hukum (peraturan/ ketentuan umum) mempunyai sifat yaitu adanya
paksaan dari luar (sanksi) dari penguasa yang bertugas mempertahankan dan
membina tata tertib masyarakat dengan perantara alat- alatnya dan sifat Undang-
Undang yang berlaku bagi siapa saja yang melanggarnya.
Kepastian hukum ditujukan pada sikap lahir manusia, ia tidak mempersoalkan
apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikan adalah
bagaimana perbuatan lahiriahnya. Kepastian hukum tidak memberi sanksi kepada
seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk, akan tetapi yang di beri sanksi
adalah perwujudan dari sikap batin yang buruk tersebut atau menjadikannya
perbuatan yang konkrit. Sistem hukum tidak diadakan untuk memberikan keadilan
bagi masyarakat, melainkan sekedar melindungi kemerdekaan individu (person).
Kemerdekaan individu tersebut senjata utamanya adalah kepastian hukum.
Paradigma positivistik berpandangan demi kepastian, maka keadilan dan
kemanfaatan boleh diabaikan. Pandangan positivistik juga telah mereduksi hukum
dalam kenyataannya sebagai pranata pengaturan yang kompleks menjadi sesuatu
yang sederhana, linear, mekanistik dan deterministik. Hukum tidak lagi dilihat
sebagai pranata manusia, melainkan hanya sekedar media profesi. Akan tetapi karena
sifatnya yang deterministik, aliran ini memberikan suatu jaminan kepastian hukum
yang sangat tinggi.
Hukum itu ekpresi dan semangat dari jiwa rakyat (volksgeis). Selanjutnya
dikatakan bahwa hukum itu tidak dibuat tetapi tumbuh dan berkembang bersama
masyarakat. Konsep demikian ini memang didukung oleh kenyataan dalam sejarah
yaitu pada masyarakat yang masih sederhana sehingga tidak dijumpai perana
pembuat undang-undang seperti terdapat pada masayarakat modern.Pada
masyarakat yang sedang membangun perubahan dibidang hukum akan berpengaruh
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
502
terhadap bidang-bidang kehidupan lainnya, begitu juga sebaliknya.173Hukum berasal
dari masyarakat dan hidup serta berproses di dalam masyarakat, maka pembaharuan
hukum tidak mungkin dilepaskan secara mutlak dari masyarakat. Ini berarti bahwa
yang dihadapi adalah kenyataan-kenyataan sosial dalam arti yang luas. Kenyataan
yang ada seperti yang dihadapi Indonesia yaitu masyarakatnya yang heterogen
dengan tingkat bentuk masyarakat yang berbeda-beda, mulai dari yang sederhana
sampai pada masyarakat yang komplek.174
Sejarah pengaturan pertambangan sejak berlakunya Indische Mijnwet 1899 pada
masa kolonial hingga terbitnya masa reformasi dirasa tidak cukup berdampak
kesejahteraan terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Jika pada masa
kolonial seluruh hasil kekayaan alam dikuasai oleh penjajah dan dibawa ke negara
Belanda untuk membangun negaranya, maka sejak merdeka sampai era reformasi
kekayaan alam ternyata telah dieksploitasi secara massal untuk keuntungan pemilik
modal dengan mengabaikan kehidupan sosial ekonomi bangsa Indonesia.
Masyarakat yang sejatinya pemilik kekayaan alam hanya melihat dengan mata
kepala kekayaan alam dieksploitasi tanpa daya.
Untuk itu pembaharuan hukum sangat diperlukan mengingat pembangunan
hukum di Indonesia selama ini tidak tersistematis dan terstruktur sehingga
pembangunan hukum di Indonesia terkesan tambal sulam, acak-acakan dan tidak
mengakar pada nilai-nilai kehidupan masyarakat serta jiwa bangsa Indonesia.
Akibatnya produk hukum yang dihasilkan juga tidak dapat berlaku efektif dalam
mendukung cita-cita kemerdekaan dan cita-cita berbangsa dan bernegara.
Pembangunan hukum harus dilandasi oleh :
173 Mochtar Kusumaatmaja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni,
Bandung, 2006, hlm.12-13. 174 Ibid, hlm 14
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
503
1. Nilai ideologis, yaitu Pancasila.
2. Nilai historis, yaitu didasari sejarah bangsa.
3. Nilai sosiologis yaitu sesuai tata nilai budaya masyarakat.
4. Nilai yuridis, yaitu sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
5. Nilai filosofis, yaitu berintikan keadilan dan kebenaran masyarakat.
Hukum yang dilandasi oleh kelima nilai tersebut akan memberi dampak positif
bagi masyarakat untuk menikmati rasa keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum
yang pada alkhirnya akan bermuara pada pembentukan sikap dan kesadaran
masyarakat terhadap hukum.175
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, sosial budaya, ekonomi, politik
sampai globalisasi membawa perubahan yang signifikan terhadap kondisi
masyarakat dan dunia. Dengan berubahnya kondisi tersebut, maka merupakan tugas
hukum menjadi untuk menjawabnya sesuai kebutuhan yang diperlukan. Atas kondisi
perubahan tersebut secara umum dikenal adanya proses pembentukan hukum tertulis
(peraturan perundang-undangan). Pembentukan peraturan perundangan dapat
melalui beberapa cara antara lain :
1. Hukum diciptakan sesuai cita hukum (rechtsidee) oleh penguasa untuk
mengatur masyarakat yang sebelumnya tidak diatur. Sejak merdeka disadari
bahwa hukum yang berlaku adalah peninggalan kolonial Belanda. Untuk
menghindari kekosongan hukum (wetsvacuum) masih diberlakukan sampai
diatur oleh peraturan perundang-undangan nasional.
2. Masyarakat mengalami perubahan mendasar dan hukum datang mengesahkan
perubahan itu (sifatnya bottom up),
175 Teguh Prasetyo dan Arie Purnomosidi, Membangun Hukum Berdasarkan Pancasila,
cetakan 2, Nusa Media, bandung, 2015, hlm.148-149.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
504
3. Hukum direkayasa sebagai alat untuk perubahan ke arah yang lebih baik,
sebagaimana teori law as a tool of social engineering dari Roscoe Pound
(bersifat top down).
Dalam hal pembentukan hukum mengenai undang-undang pertambangan
minerba, seyogyanya politik hukum diarahkan pada bentuk perubahan yang bersifat
law as a tool of social engineering, bukan sekedar bottom up, karena pada prakteknya
pertambangan telah ada sejak lama dan terus mengalami perkembangan pesat
terutama dampak globalisasi sehingga memerlukan aturan yang lebih sesuai.
Perkembangan masyarakat Indonesia begitu dinamis dalam pemikiran, ilmu
pengetahuan mempengaruhi nilai-nilai yang hidup dan berkembang. Secara filosofis
maupun historis dapat dipahami karena masyarakat mengalami kemajuan berfikir
sehingga menginginkan kondisi yang diidealkan untuk mewujudkan tujuan hidup
bersama terutama tercukupinya kebutuhan hidup primer hingga tersier dalam bentuk
kesejahteraan umum dan kemakmuran sebagai perwujudan tujuan negara keadilan
sosial.
Oleh karena itu pembaharuan hukum merupakan salah satu wujud pembangunan
hukum nasional. Dalam pandangan Sunaryati Hartono, perancang Undang-Undang
dasar 1945 secara jelas sebenarnya beranjak pada filsafat futuristik sebagaimana
dikemukakan Roscoe Pound yang menggunakan hukum sebagai law as a tool of
social engineering.176 Falsafah ini dianut salah satunya oleh Mochtar
Kusumaatmadja yang berpendapat bahwa hukum merupakan sarana pembaharuan
masyarakat, yang didasarkan atas anggapan bahwa adanya keteraturan atau
ketertiban dalam usaha pembangunan atau pembaharuan merupakan sesuatu yang
176 Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Penerbit
Alumni, Bandung , 1991 hlm. 53.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
505
diinginkan atau bahkan dipandang mutlak perlu.177 Pembaharuan dan pembangunan
hukum sangat diperlukan mengingat tanpa progresivitas hukum sesuai kebutuhan
masyarakat akan menimbulkan dampak dalam kehidupan masyarakat terciptanya
ketimpangan bahkan dikhawatirkan menghambat pembangunan nasional.
Teori hukum progresif merupakan pengembangan lebih lanjut dari hukum
responsif yang bersumber dari legal realism dan sociological jurisprudence. Konsep
pemikiran begawan hukum Satjipto Rahardjo tentang pembaharuan hukum sering
disebut Hukum Progresif menawarkan sesuai dengan tujuan hukum untuk
melindungi rakyat menuju kepada ideal hukum yang mengantarkan manusia kepada
kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat manusia bahagia, sehingga hukum akan
berpihak kepada rakyat dan berpihak pada keadilan. Gagasan hukum progresif
muncul disebabkan oleh kegalauan menghadapi kinerja hukum yang banyak gagal
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa ini. Terutama sejak bergulirnya era
reformasi, yang ditandai oleh ambruknya kekuasaan Presiden Suharto yang otoriter
selama berpuluh-puluh tahun itu, harapan rakyat terhadap hukum sebagai sang juru
penolong makin melambung tinggi. Supremasi hukum sudah dianggap
sebagai panacea, obat mujarab bagi semua persoalan. Harapan tersebut sangat
membebani hukum untuk mencapai hasil sebagaimana diharapkan.178
Di Indonesia pembentukan dan pembangunan hukum selain sebagai jawaban
perubahan kondisi masyarakat, juga sebagai pengganti atas segala peraturan
peninggalan era kolonial yang hingga saat ini memang masih ada dan berlaku karena
belum ada gantinya. Perangkat peraturan hukum yang telah ada tersebut tidak cukup
177 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasiona, Bina Cipta,
Bandung. 1995, hlm 13. 178 Satjipto Raharjo, “Arsenal Hukum Progresif”, 2010, sebagaimana dalam
http://supanto.staff.hukum.uns.ac.id/2010/01/12/hukum-progresif-prof-satjipto-rahardjo/, diakses 10
Desember 2017
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
506
memenuhi kebutuhan hukum bangsa Indonesia. Salah satu diantara pembangunan
hukum yang penting adalah peraturan mengenai pertambangan. Pembangunan
hukum menurut Sunaryati Hartono meliputi :179
1. Menyempurnakan (membuat sesuatu yang baik);
2. Mengubah agar jauh lebih baik;
3. Mengadakan sesuatu yang sebelumnya belum ada; atau
4. Meniadakan sesuatu yang terdapat dalam sistem lama, karena tidak diperlukan
dan tidak cocok dengan sistem baru.
Peraturan perundang-undangan tentang Pertambangan yang berlaku sejak orde
baru selain perlu ditinjau ulang disesuaikan dengan nilai-nilai filosofis negara
(Pancasila), tujuan negara sebagaimana dalam pembukaan UUD 1945 dan peraturan
perundang-undangan lainnya juga perlu diperbaharui sesuai perkembangan serta
kondisi bangsa dan masyarakat. Bila dipelajari UUD 1945 secara cermat, maka akan
semakin jelas bahwa kaidah-kaidah yang dituangkan kedalam pasal-pasalnya
bukanlah hukum positif yang berlaku pada saat itu. Justru sebaliknya UUD 1945
sengaja menyimpang dari hukum positif yang berlaku saat itu. Dan menyimpang
secara sangat mendasar. Kaidah-kaidah dan norma-norma yang dituangkan kedalam
pasal-pasal UUD 1945 itu juga bukan merupakan hukum adat sebagaimana filsafah
von Savigny, van Vollenhoven atau Ter Haar termasuk Supomo. Norma-norma dan
nilai-nilai yang dituangkan merupakan nilai-nilai hukum adat dalam bentuk modern
(Pasal 33) yaitu nilai yang sama sekali baru yang menjadi cita-cita Bangsa Indonesia
dalam arti yang modern.180
Tentang politik perekonomian nasional, Bung Hatta pernah menegaskan : 181
179 BPHN, op cit, hlm 6. 180 Sunaryati Hartono, op cit, hlm. 53-54. 181 Mohammad Hatta, op cit, hlm 244
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
507
Dalam perjalanannya pasal 33 UUD 1945 pernah berubah menjadi Pasal 38
UUD Sementara 1950. Pasal yang begitu terkenal itu semata-mata untuk
menekankan supaya mulai dari sekarang kini, inilah hendaknya menjadi
pedoman bagi pemerintah untuk melaksanakan politik perekonomian. Saya
ingin menekankan disini dasar yang prinsipil ini karena sampai sekarang orang
sering pura-pura lupa akan adanya dan menyimpang ke politik liberalisme yang
tidak ada sendinya di dalam undang-undang dasar negara kita. Menurut jiwa
pasal ini pemerintah mempunyai tugas dan peranan yang utama dalam
pembangunan perekonomian masyarakat.
Dengan demikian maka motivasi social engineering atau tekad untuk
menciptakan suatu masyarakat Indonesia yang modern dan baru itu sangat jelas dan
kuat. Begitu jauh jangkauan kaidah-kaidahnya sehingga untuk menjadikannya suatu
kenyataan diperlukan perjuangan berpuluh-puluh tahun.182 Dengan demikian
peraturan perundangan tentang pertambangan harus merupakan instrumen hukum
untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Konsep dan asas dari kolonial belanda
maupun praktek menyimpang yang dilakukan orde baru harus diperbaharui sesuai
tujuan negara. Pembaharuan peraturan perundang-undangan tentang pertambangan
dimaksudkan terutama untuk menciptakan keadilan dan kemanfaatan bagi bangsa
Indonesia selain kepastian hukum.
Pemerintahan dibawah kekuasaan Suharto, menyusul robohnya kekuasaan
Sukarno, belum dapat melepaskan sama sekali dari “falling back on repressive
force”, sekalipun tidak dilakukan dengan terang-terangan seperti sebelumnya. Awal
kekuasaan Suharto dimulai dengan pidato Suharto (1967) yang mengritik keras
pemerintahan Sukarno yang dianggap tidak demokratis. Tetapi dalam perjalanannya,
pemerintahan Suharto sendiri juga menjadi makin otoriter dan represif yang akhirnya
bernasib hampir sama dengan “drama” robohnya kekuasaan Sukarno. Sekalipun
182 Loc cit.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
508
pada masa pemerintahannya undang-undang yang membolehkan presiden campur
tangan dalam pengadilan dicabut, tetapi itu tidak menutupi kenyataan, bahwa
pengadilan tunduk di bawah kekuasaan politik pemerintah atau
suatu pseudo independensi pengadilan.183
Era politik pasca-Suharto yang disebut sebagai era reformasi adalah suatu masa
transisi, yaitu peralihan dari suatu kekuasaan politik yang tertutup-sentralistis-
otoriter menjadi terbuka-transparan-akuntabel. Seperti umumnya sebuah
tatanan (order) transisi, maka suasana memang kacau (chaotic): yang lama sudah
ambruk dan yang baru belum terbentuk. Meminjam istilah Boaventura de Sousa
Santos, kita berada dalam suatu “paradigmatic transition”. Diakui oleh Santos,
bahwa peralihan paradigmatis bukan sesuatu yang mudah; ia memakan waktu lama,
beberapa dekade, bahkan berabad-abad, seperti peralihan dari feodalisme ke
kapitalisme. Barang tentu, magnituda transisi paradigmatis di Indonesia tidak seperti
peralihan dari kedua sistem produksi tersebut, tetapi bagaimanapun ia membutuhkan
waktu cukup lama. Pengalaman terakhir di negeri kita menunjukkan, bahwa
perjalanan menuju suatu tatanan yang baru tidak mudah, karena unsur-unsur dari
kekuasaan lama tak dapat lama sekali dihilangkan. Misalnya, seorang pengamat
sosial-politik, HS Dillon, seraya mengritik Presiden SBY, yang notabene telah
dipilih langsung oleh rakyat, mengatakan, “Mengapa political-will Presiden yang
dipilih langsung oleh rakyat tidak terimplementasi ? Ternyata koalisi, membagi-bagi
kekuasaan, menyenangkan semua vested-interests yang menghalangi terjadinya
perubahan mendasar … Alhasil, orang yang seharusnya dituntut karena pernah
menyengsarakan rakyat justru menduduki jabatan terhormat…” 184
183 Satjipto Raharjo, op cit, hlm. 11. 184 Ibid, hlm 12
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
509
Dalam masyarakat Indonesia yang semakin demokratis, maka karakter produk
hukum pertambangan harus makin responsif atas aspirasi masyarakat yang
karakternya mencerminkan pemenuhan atas tuntutan-tuntutan baik individu maupun
kelompok sosial di dalam masyarakat sehingga lebih mampu mencerminkan rasa
keadilan di dalam masyarakat. Berdasarkan teori ini terlihat Undang-Undang
pertambangan Mineral dan Batubara menjauh dari cita-cita keadilan dalam
mewujudkan kesejahteraan sosial. Berdasarkan teori hukum responsif, maka
pemerintah harus merevisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara dengan cara merancang dan mengesahkan
undang-undang yang responsif bahkan progresif untuk mewujudkan kesejahteraan
sosial dalam bingkai paradigma Pancasila. Undang-undang Pertambangan mineral
dan batubara harus benar-benar menjabarkan Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945.
Pembangunan hukum pertambangan harus dilakukan secara revolusioner dan
komprehensif, yaitu mengubah secara sadar dan mendasar sistem hukum ekonomi
yang bersifat liberal dan dibawah kendali negara-negara maju menjadi sistem hukum
ekonomi yang berkualitas kekeluargaan atau demokrasi ekonomi. Indonesia harus
mampu menghadapi globalisasi hukum yang membawa kepentingan ekonomi global
yang dikembangkan berdasarkan prinsip liberalisasi perdagangan. Dalam hal ini
negara dapat melakukan tindakan :
1. Dalam ranah kebijakan (beleid) yaitu membuat peraturan perundangan yang
melaksanakan Pasal 33 dan 34 UUD 1945. Adapun prinsip-prinsip yang
dimuat antara lain Pengelolaan pertambangan mineral dan batubara adalah
cabang produksi yang penting bagi negara (bukan komoditas) dan
menguasai hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu dilakukan oleh
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
510
pemerintah dalam hal ini BUMN dan/atau BUMD. Selanjutnya BUMN
diarahkan untuk membangun industri ekstraktif.
2. Pemerintah dapat mengambil tindakan pengurusan (bestuursdaad) berupa
kewenangannya untuk melakukan renegosiasi kontrak pertambangan yang
dapat dilakukan dengan jalan :
a. Sistem kontrak karya harus dirubah menjadi ijin usaha pertambangan.
b. Tidak memperpanjang kontrak karya pertambangan yang telah habis
dan diserahkan pengelolaannya kepada perusahaan tambang negara.
3. Pemerintah membuat pengaturan (regelendaad), yaitu pemerintah bersama
DPR membuat undang-undang pertambangan yang sesuai dengan ideologi
pancasila, sistem ekonomi negara dalam rangka mencapai kesejahteraan
rakyat. Materi yang dapat diatur antara lain perusahaan pertambangan modal
besar harus melakukan transfer of technology, transfer management dan
transfer of skill kepada warga negara Indonesia.
4. Pemerintah melaksanakan fungsi pengelolaan (beheersdaad) yaitu bertindak
selaku pelaksana atau operator atas perusahaan tambang. Pemerintah harus
memperkuat kebijakan divestasi saham perusahaan tambang asing kepada
BUMN dan/atau BUMD. Setiap industri pertambangan yang beroperasi di
Indonesia harus bersedia melakukan divestasi kepada negara dalam waktu
yang tidak terlalu lama.
5. Pemerintah melakukan fungsi pengawasan (toezichthoudensdaad) yaitu
apakah seluruh peraturan dan regulasi benar-benar ditaati dan dilaksanakan
misalnya kewajiban hilirisasi dengan membangun fasilitas pemurnian bahan
tambang (smelter) di dalam negeri dengan pelarangan ekspor mineral
mentah. Seluruh sumber daya mineral yang terdapat dalam bumi Indonesia
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
511
harus diproses dalam negeri dan dimanfaatkan untuk memberikan nilai
tambah dan menjaga keberlanjutan ekonomi.
Sekarang nasib hukum, termasuk hukum pertambangan lebih banyak ditentukan
oleh pembentuknya, yaitu legislatif dan eksekutif. Para elit utama negara tersebut
harus mempunyai orientasi hukum yang membela kepentingan rakyat atau
demokrasi ekonomi mengingat interpretasi paling kuat datangnya dari pemerintah.
Dalam sistem politik, para pengambil keputusan selalu mempertimbangkan masukan
berupa tuntutan dari berbagai kelompok kepentingan dan dukungan masyarakat yang
percaya pada legitimasinya. Apabila ingin berkembang, maka sebuah sistem politik
harus memiliki mekanisme untuk menyerap umpan balik. Dengan kata lain hukum
dan politik pada dasarnya merupakan produk dari sistem politik. Dengan demikian
nampak bahwa warna dan kualitas hukum yang berlaku dalam masyarakat akan
bergantung pada warna dan kualitas sistem politik yang berlaku.185
Untuk itu diperlukan perancang peraturan perundagan yang mumpuni, bukan
sekedar memahami legal drafting, tetapi benar-benar memahami politik hukum
pertambangan berdasarkan konstitusi yang berdasarkan demokrasi ekonomi.
Diharapkan hasilnya undang-undang pertambangan mineral dan batubara yang
benar-benar mewujudkan pandangan hidup, tujuan negara dan sesuai dengan
kesadaran hukum masyarakat. Dengan demikian tercipta harmonisasi hukum enuju
hukum responsif sebagaimana dikemukakan L.M. Gandhi :186
Harmonisasi dalam hukum adalah mencakup penyesuaian peraturan perundang-
undangan, keputusan pemerintah, keputusan hakim, sistem hukum dan asas-asas
hukum dengan tujuan meningkatkan kesatuan hukum, kepastian hukum,
185 Muladi, Demokrasi, Hak Asasi manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, Habibie
Centre, Jakarta, 2002, hlm. 259. 186 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan
Kebijakan Pelayanan Publik, cetakan 1, Penerbit Nuansa, Bandung, 2009, hlm. 219.