+ All Categories
Home > Documents > BAB V - Digilib UNS

BAB V - Digilib UNS

Date post: 18-Mar-2023
Category:
Upload: khangminh22
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
145
commit to user library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 368 BAB V POLITIK HUKUM PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PADA MASA YANG AKAN DATANG A. Politik Hukum Pertambangan Berorientasi Kesejahteraan Sosial Titik tolak politik hukum adalah visi hukum. Berdasarkan visi atau mimpi itulah, kita format bentuk dan isi hukum berdasarkan hukum yang dianggap capable untuk mewujudkan misi tersebut. Dalam istilah yang lebih ilmiah, visi menunjuk pada tujuan ideal yang ingin dicapai, tentang tujuan itu sendiri, tiap bangsa tiap negara dan tiap masyarakat memiliki konsep yang berbeda. Disitulah inti politik hukum. Ia memikul beban sosial suatu masyarakat, suatu bangsa, suatu negara untuk mewujudkan tujuan masyarakat. 1 Dalam bahasa berbeda, Esmi Warassih menyebut sebagai cita hukum (rechtsidee) yang tidak lain Pancasila. Cita hukum dipahami sebagai konstruksi pikiran yang merupakan keharusan untuk mengarahkan hukum pada cita-cita yang diinginkan masyarakat. Gustav Radbruch dan Rudolf Stamler berpendapat bahwa cita hukum berfungsi sebagai tolok ukur yang bersifat regulatif dan konstruktif. Konsekuensinya setiap proses pembentukan dan penegakan serta perubahan yang dilakukan terhadap hukum tidak boleh bertentangan dengan cita hukum yang disepakati. Dalam hal ini Hans Kelsen menyebut cita hukum sebagai grundnorm atau basic norm bahkan dipandang sebagai the source of identity and as the source of unity of legal system. 2 1 Bernard L. Tanja, Politik Hukum, Agenda Kepentingan Bersama, cetakan 1, Genta Publishing, Yogyakarta, 2011, hlm. 3 2 Esmi warassih, Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis, cetakan 1, PT Suryandaru Utama, Semarang, 2005, hlm 43-44.
Transcript

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

368

BAB V

POLITIK HUKUM PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PADA MASA

YANG AKAN DATANG

A. Politik Hukum Pertambangan Berorientasi Kesejahteraan Sosial

Titik tolak politik hukum adalah visi hukum. Berdasarkan visi atau mimpi itulah,

kita format bentuk dan isi hukum berdasarkan hukum yang dianggap capable untuk

mewujudkan misi tersebut. Dalam istilah yang lebih ilmiah, visi menunjuk pada

tujuan ideal yang ingin dicapai, tentang tujuan itu sendiri, tiap bangsa tiap negara

dan tiap masyarakat memiliki konsep yang berbeda. Disitulah inti politik hukum. Ia

memikul beban sosial suatu masyarakat, suatu bangsa, suatu negara untuk

mewujudkan tujuan masyarakat.1

Dalam bahasa berbeda, Esmi Warassih menyebut sebagai cita hukum

(rechtsidee) yang tidak lain Pancasila. Cita hukum dipahami sebagai konstruksi

pikiran yang merupakan keharusan untuk mengarahkan hukum pada cita-cita yang

diinginkan masyarakat. Gustav Radbruch dan Rudolf Stamler berpendapat bahwa

cita hukum berfungsi sebagai tolok ukur yang bersifat regulatif dan konstruktif.

Konsekuensinya setiap proses pembentukan dan penegakan serta perubahan yang

dilakukan terhadap hukum tidak boleh bertentangan dengan cita hukum yang

disepakati. Dalam hal ini Hans Kelsen menyebut cita hukum sebagai grundnorm

atau basic norm bahkan dipandang sebagai the source of identity and as the source

of unity of legal system.2

1 Bernard L. Tanja, Politik Hukum, Agenda Kepentingan Bersama, cetakan 1, Genta

Publishing, Yogyakarta, 2011, hlm. 3 2 Esmi warassih, Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis, cetakan 1, PT Suryandaru

Utama, Semarang, 2005, hlm 43-44.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

369

Grundnorm bagi negara Indonesia adalah UUD 1945. Untuk memahami hukum

dasar (droit constitutionel) suatu negara tidak cukup hanya membaca pasal-pasal

dalam undang-undang dasar (loi constitutionelle) saja, tetapi juga harus diselidiki

lebih jauh latar belakang kebatinannya (geistlichten hintergrund) perumusannya.3

Undang-undang dasar negara manapun tidak akan dapat dimengerti kalau hanya

sekedar dibaca naskahnya. Perumusan UUD 1945 dilatarbelakangi pengalaman

penjajahan yang sangat menyengsarakan rakyat sehingga menyadarkan akan arti

penting kesejahteraan. Penyebabnya adalah kolonialisme penjajah yang didasari

individualisme dan liberalisme yang secara politik menghasilkan kolonialisme dan

imperialisme serta secara ekonomi menghasilkan kapitalisme. Hal inilah yang secara

fundamental ditentang oleh para pendiri negara selama pergerakan kemerdekaan.

Cita hukum the founding fathers dan Framers of the Constitution tertuang dalam

pembukaan UUD 1945, batang tubuh BAB XIV KESEJAHTERAAN SOSIAL,

Pasal 33 dan Pasal 34 serta penjelasan umum sebagai gagasan demokrasi ekonomi

berdasarkan falsafah pancasila. Para penyusunan dalam UUD 1945 mempunyai

filosofi dan sejarah yang sangat khusus kala itu. Sesuai falsafah Pancasila, maka

hubungan antara manusia dan masyarakat sekitarnya didasarkan asas kekeluargaan.

Tidak seperti masyarakat individualisme yang mendasarkan pada kepentingan

individu berdasarkan persaingan bebas, dimana yang kuat menindas yang lemah.

Ketatanegaraan pemerintahan didasarkan pada sistem khas Indonesia.4 Dasar

ekonomi nasional dalam Pasal 33 menjadi sendi utama bagi politik perekonomian

dan politik sosial Republik Indonesia. Adapun Penjelasan dari Pasal 33 UUD 1945

(yang telah dihapus dalam amandemen keempat 2002) adalah sebagai berikut :

3 C.S.T. Kansil el all, Hukum Administrasi Daerah, cetakan 1, Jala Permata Aksara, Jakarta,

2009, hlm. 41. 4 Soebijono, et all, Dwifungsi ABRI, Perkembangan dan Peranannya Dalam Kehidupan Politik

di Indonesia, cetakan 8, Gadjahmada University Press, 1997, hlm. 51.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

370

1. Demokrasi ekonomi, dimana Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua

dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran

rakyatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran individu atau kelompok.

Untuk itu perekonomian disusun berdasarkan atas asas kekeluargaan. Bangun

perusahaan yang sesuai adalah kooperasi.

2. Perekonomian disusun berdasarkan atas demokrasi ekonomi, kemakmuran

bagi semua orang. Sebab itu cabang produksi yang penting bagi negara dan

menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara untuk

menghindarkan tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa

atau pemodal besar sehingga berpotensi menindas rakyat. Hanya perusahaan

yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak yang boleh ada di tangan

individu.

3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya adalah pokok-

pokok kemakmuran rakyat, oleh karena itu harus dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dengan demikian seluruh desain kebijakan kesejahteraan pemerintahan

Indonesia harus mengikuti atau bertitik tolak dari pada konstitusi. Dalam UUD 1945

yang disahkan 18 Agustus 1945, kebijakan kesejahteraan disebut sebagai

kesejahteraan sosial yang artinya mengutamakan atau didasarkan pada desain

keadilan. Dalam Penjelasan konstitusi yang sudah dihapus dalam UUD amandemen

2002 itu, sistem usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan itu disebut sebagai

demokrasi ekonomi yang maksudnya adalah "produksi oleh semua untuk semua”.

Istilah "oleh semua" dalam teori ekonomi konvensional disebut juga kondisi "full

employment" atau tingkat partisipasi yang tinggi dalam kegiatan ekonomi khususnya

lapangan kerja. Sedangkan istilah "untuk semua' dimaknai sebagai distribusi

pendapatan dengan derajat kemerataan yang tinggi yang disebut juga sebagai

egaliter. Dalam pasal 27 ayat 2 ditetapkan bahwa "setiap warga negara berhak atas

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

371

pekerjaan dan pendapatan sesuai dengan kemanusiaan" yang sebenarnya merupakan

definisi kesejahteraan sosial.5

Bung Hatta sebagai tokoh sentral yang mengarsiteki rumusan Pasal 33 UUD

1945 dengan istilah demokrasi ekonomi. Dalam hal sumber daya pertambangan,

pertama kali Bung Hatta menyampaikan pandangannya tentang kedaulatan negara

terhadap kekayaan alam Indonesia memalui Panitia Perancang Keuangan dan

Perekonomian dalam sidang kedua BPUPKI pada tanggal 10 – 17 Juli 1945 sebagai

berikut : 6

“Bahwa penguasaan oleh negara atas kekayaan alam Indonesia berimplikasi

pada posisi pemerintah yang harus menjadi pengawas (supervisor) dan pengatur

(regulator) untuk keamanan rakyat. Semakin suatu usaha pengelolaan ini oleh

perusahaan besar dan banyak orang yang menggantungkan hidup didalamnya,

maka pemerintah harus berpartisipasi di dalam usaha tersebut. Seluruh tanah

harus dibawah kontrol negara. Perusahaan tambang besar harus dioperasikan

dalam bentuk perusahaan negara karena penting dan menguasai hajat hidup

orang banyak”.

Berdasarkan ketentuan tersebut sikap konstitusi atas sumber daya alam

digariskan dalam politik hukum “hak menguasai negara” sebagaimana diatur Pasal

33 ayat (2) dan ayat (3) agar sumber daya alam dapat dimanfaatkan mencapai

kesejahteraan sosial sesuai amanat konstitusi dalam Pasal 34. Dari sudut ekonomi

politik, politik hukum demikian mengandung konsep prismatik, yakni

mempertemukan atau menyeimbangkan antara kepentingan perseorangan (individu)

dengan kepentingan masyarakat (sebagai kesatuan). Dalam konsep seperti ini,

5 M. Dawam Raharjo, “Refleksi Terhadap Desain Kebijakan dan Implementasi Kebijakan

Kesejahteraan Satu Dasawarsa Terakhir”, makalah Konferensi Nasional Satu Dekade Perkumpulan

Prakarsa dengan tema ”Akselerasi Transformasi Menuju Indonesia Sehat dan Sejahtera 07 Oktober

2014. 6 Resvani, Tambang Untuk Negri, Sebuah Inovasi Konsep, Bhuana Ilmu populer, Jakarta ,

2017, hlm. 161.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

372

negara wajib membangun kesejahteraan sosial dengan, antara lain membuat

peraturan yang mendorong pada terciptanya keadilan sosial (meniadakan atau

menyempitkan kesenjangan antara yang kuat dan lemah secara sosial ekonomi)

bahkan membuat peraturan yang dapat memberi perlindungan khusus kepada

mereka yang lemah dan tidak membiarkan bersaing secara bebas dengan mereka

yang kuat. Sebab jika dilepaskan bertarung secara bebas, maka yang lemah akan

selalu kalah dan semakin lemah.7

Konsep hak menguasai negara tersebut dipertegas dalam Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada

Pasal 2 yang menyatakan bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang

terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai

organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Wewenang yang bersumber pada hak

menguasai dari negara tersebut digunakan untuk mencapai sebesar-besar

kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam

masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

Sebagai undang-undang pokok, maka seluruh peraturan tentang pengelolaan bumi,

air dan kekayaan alam di dalamnya harus merujuk pada pasal 2 UUPA tersebut.

Sistem ekonomi nasional dan konsep hak menguasai negara tersebut

dirumuskan oleh Bung Hatta dan disepakati para pendiri negara. Karena kemiskinan

akibat penjajahan berabad-abad oleh Belanda dan Jepang, maka sistem

perekonomian negara yang dicita-citakan adalah usaha bersama yang dikerjakan

secara kekeluargaan. Bung Hatta menjelaskan yang dimaksud usaha bersama atas

dasar kekeluargaan adalah kooperasi.8 Kooperasi adalah paham Indonesia yang

7 Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Edisi 1,

Rajawali Press, Jakarta, 2011, hlm. 56. 8 Mohammad Hatta, Politik, Kebangsaan, Ekonomi, op cit, hlm 332.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

373

memberikan segi ekonomi kepada koperasi sosial lama : gotong royong. Kooperasi

mendahulukan keperluan bersama dan membelakangkan kepentingan orang seorang.

Kooperasi bukanlah organisasi perseorangan yang mencari keuntungan, melainkan

suatu organisasi kolektif dengan tujuan mencapai keperluan hidup. Selanjutnya

kooperasi mengandung dasar pendidikan kepada anggotanya ke jalan berbakti dan

bertanggung jawab dalam mengurus keperluan bersama. Kooperasi dianggap alat

yang efektif untuk membangun kembali ekonomi rakyat yang terbelakang. Dalam

sistem Pasal 33, usaha-usaha ekonomi skala kecil dan sedang dikerjakan oleh

kooperasi, sementara yang besar-besar diusahakan oleh negara. Cabang-cabang

produksi yang penting seperti industri pokok dan pertambangan dikuasai oleh

negara. 9

Dikuasai oleh negara tidak berarti bahwa pemerintah sendiri dengan

birokrasinya menjalankan perusahaan. Dimana pemerintah dan kooperasi

kekurangan daya, inisiatif swasta dapat dimasukkan sebagai tambahan dalam

program pembangunan menurut syarat-syarat yang ditentukan. Selama perusahaan-

perusahaan swasta itu melakukan fungsi produksi secara efektif, selama itu ia harus

memberi manfaat bagi masyarakat. Semua tindakan swasta itu harus disesuaikan

dengan rencana pemerintah dalam rangka ekonomi terpimpin menurut UUD 1945.

Dengan demikian seluruh pengelolaan kekayaan alam harus dalam pengawasan dan

pengaturan pemerintah. Tujuan ekonomi terpimpin adalah untuk mencapai

kemakmuran yang sebesar mungkin bagi rakyat.

Politik hukum pertambangan sebagai pelaksanaan konstitusi harus mendasarkan

pada cita hukum (rechts idee) kesejahteraan rakyat dengan cara dan kondisi yang

diamanatkan pasal 33 UUD 1945. Dalam sistem ini, perusahaan pertambangan harus

9 Ibid, hlm. 334.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

374

dijalankan sebagai usaha negara, sebab ia dikerjakan oleh orang banyak dan cara

mengusahakannya mempunyai akibat terhadap kemakmuran rakyat. Tanah serta

isinya dikuasai oleh negara. Cara eksploitasinya dapat diserahkan kepada badan yang

bertanggung jawab kepada pemerintah menurut peraturan yang ditetapkan. Ini terjadi

jika negara karena berbagai hal tidak mampu melaksanakannya. Selanjutnya seluruh

perusahaan penting yang menguasai hajat hidup orang banyak harus menjadi usaha

negara.10

Menurut Bung Hatta, untuk mengatasi penghisapan kekayaan sumber alam dan

ketimpangan kemakmuran harus dilakukan secara bersama dengan tiga jurus : 11

1. Penguasaan asset oleh negara.

2. Kontrol terhadap usaha swasta.

3. Tumbuhnya perekonomian rakyat yang mandiri.

Dalam pandangan Bung Hatta, permasalahan utama dalam industri

pertambangan nasional antara lain kelangkaan modal (kapital) mengingat

dibutuhkan dana yang sangat besar, ketertinggalan penguasaan teknologi tinggi, dan

kurangnya tenaga ahli yang mengelolanya. Hal ini yang masih menjadi tantangan

dalam pengelolaan pertambangan secara kooperasi. Perusahaan pertambangan

sebaiknya diatur sebagai kooperasi dibawah kepemilikan pemerintah.12

Presiden Sukarno mengetahui betul bahwa bangsa Indonesia menjadi rebutan

negara-negara asing karena memiliki kekayaan alam yang melimpah. Hal ini jelas

dalam pidato kepresidenan tanggal 17 Agustus 1954 :

“ Tuhan telah menyediakan kekayaan alam. Tetapi penggaliannya tergantung

pada kita sendiri. Nasib kita tidak tergantung dari usaha orang lain, tidak dari

dewa-dewa, tatapi dari ichtiar kita sendiri, self activity, self help – itulah kunci

10 Ibid, hlm 345 11 Tempo, op cit, hlm.155. 12 Mohammad Hatta, op cit. hlm. 342

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

375

kemakmuran dan kebahagiaan suatu bangsa. Tidak mungkin unsur-unsur luar

negeri membuat tanah air kita makmur dan sejahtera, gemah ripah kerta

raharja, jikalau bangsa Indonesia sendiri hanya menjadi penonton dan penikmat

saja dari hasil-hasil yang digali oleh modal dan orang lain”13

Untuk itu Presiden Sukarno sangat berhati-hati dalam mengelola dan

memanfaatkan sumber kekayaan alam. Hal ini tercermin dalam Amanat Presiden

tahun 1959 tentang Pembangunan Semesta Berencana. Presiden mengamanatkan

sebagai negara bekas jajahan yang belum pernah berkesempatan membangun sendiri

dan baru berlatih pribadi sendiri, masih mengalami beberapa kekurangan, antara lain

:14

1. Modal

2. Tenaga-tenaga ahli.

3. Tenaga kejuruan.

4. Pengalaman-pengalaman.

Lalu apa yang harus dilakukan. Tindakan Presiden Sukarno jelas dan tegas.

Sejak tahun 1951, Sukarno mulai membekukan atau tidak memberikan konsesi baru

bagi perusahaan asing. Tujuannya agar kekayaan alam tersebut dapat dikelola oleh

anak bangsa sendiri. Sukarno beberapa kali menolak korporasi internasional untuk

mengeruk kekayaan alam demi keuntungan kelompok kapitalis. Sukarno berkeras

terkait prinsip bahwa belum jelas hitungan untung rugi penanaman modal asing di

Indonesia. Cara yang dipikirkan Sukarno adalah : 15

1. Mendorong pembangunan sumber daya manusia untuk mampu mengolah

sendiri kekayaan alam dengan cara mengirim ribuan anak terbaik bangsa

untuk belajar ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai negara.

13 Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi, cetakan kedua, Jilid kedua, Panitya Penerbit,

Jakarta, 1965, hlm. 206. 14 Soepardo, et all, Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia, Cetakan ketiga, P.N. Balai

Pustaka, Jakarta, 1963, hlm. 369. 15 Sigit Aris Prasetyo, Bung Karno dan Revolusi Mental, cetakan I, Penerbit Imania,

Tangerang Selatan, 2017, hlm.153-156.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

376

2. Meninjau ulang kontrak perusahaan asing dan melakukan negosiasi

pengelolaan kekayaan alam agar memberikan manfaat yang sebesar-

besarnya untuk kemakmuran bangsa.

3. Memilih negara asing untuk memberikan bantuan teknik cara pengolahan

tambang.

4. Mencari pinjaman khusus untuk mengelola kekayaan alam Indonesia.

Untuk menjalankan gagasan ekonomi mandiri tersebut Sukarno membentuk

Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang dibentuk 15 Agustus 1959 yang

dipimpin oleh Moh. Yamin. Lembaga ini kemudian diganti menjadi Badan

Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) pada tahun 1963 yang langsung

berada dibawah Sukarno. Pada tanggal 28 Maret 1963 Sukarno mengeluarkan

Deklarasi Ekonomi (Dekon) yang tujuannya adalah menciptakan ekonomi yang

bersifat nasional, demokratis dan anti imperialis.

Hasilnya adalah tindakan pemerintah yang sangat berani yaitu mengesahkan

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas

Bumi yang menyatakan pengelolaan sumber alam minyak dan gas alam dilakukan

oleh negara atau perusahaan negara. Presiden Sukarno berpendirian salah satu cara

mencapai kemandirian bangsa adalah dengan cara bekerja keras dan terus bekerja

hingga berdiri diatas kakinya sendiri dalam konsep Trisakti yaitu : berdaulat secara

politik, berdiri diatas kemampuan ekonominya dan berkepribadian di bidang

kebudayaan.

Demikian pula Bung Hatta merumuskan solusinya dalam naskah pidato yang

disiapkan untuk Kongres Internasional Bantuan Perkembangan Ekonomi Negara-

Negara yang Sedang Berkembang yang diadakan oleh Kommerstiftung di Salzburg

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

377

Austria tahun 1962 menguraikan gagasan tentang corak bantuan yang diperlukan

dalam pengembangan konsep ekonomi Indonesia sebagai berikut : 16

1. Bantuan untuk membentu apa yang disebut “human capital” yaitu mendidik

tenaga-tenaga ahli Indonesia sebanyak-banyaknya pada universitas, pada

sekolah tinggi dan menengah pada berbagai jenis industri.

2. Bantuan kapital untuk membiayai proyek-proyek infrastruktural, seperti

jalan, pelabuhan, memperbaiki aliran sungai, kanal dan lainnya.

3. Bantuan untuk melaksanakan apa yang disebut Mr. Paul Hoffman “Pre

investment activities”, seperti mengadakan penyelidikan geologi. Biayanya

sebagian atau sepenuhnya dapat dipikiul Indonesia, tetapi tenaga ahlinya

sebagian harus datang dari luar negeri.

4. Bantuan kapital untuk memperbesar sistem aliran air dan waduk di berbagai

daerah guna mengintensifkan dan melipatgandakan hasil bumi. Sebagian

sistem saluran ini dapat sekaligus digunakan sumber tenaga listrik untuk

industri dan penerangan.

5. Bantuan kapital untuk membangun berbagai macam industri dasar dan

tambang serta industri lainnya yang penting bagi rakyat. Kapital yang

dipinjam itu dibayar kembali berangsur-angsur dengan hasil perkembangan

produksi itu sendiri.

Menurut Bung Hatta, dengan modal kekayaan alam yang melimpah, jumlah

penduduk yang besar dan kultur tolong menolong yang telah berakar, diyakini paham

sosialisme Indonesia ini dapat menjawab permasalahan perekonomian negara.

Dengan demikian maka dapat diketahui bahwa gagasan ekonomi Bung Hatta tidak

hanya bersandar pada sektor pertanian (agraris) dngan menempatkan industri

pertanian semata, tapi jauh kedepan telah menatap konsep penguasaan industri

pertambangan yang mengolah kekayaan alam bahan galian Indonesia untuk

mencapai kesejahteraan sosial.

16 Ibid, hlm. 373.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

378

Bagir Manan dan Hikmahanto Juwana menerjemahkan pendekatan filosofi

Bung Hatta tersebut dalam bentuk pengembangan ekonomi yang ideal yang

seharusnya dilakukan sesuai urutan prioritas sebagai berikut : 17

a. Dilakukan langsung oleh perusahaan milik negara.

b. Dilakukan oleh negara dengan bantuan modal asing.

c. Apabila kedua kemungkinan diatas tidak dapat dilakukan maka pemerintah

dapat menawarkan kesempatan bagi investor asing untuk melakukan

pengusahaan dengan sistem bagi hasil.

Sektor pertambangan memang mempunyai karakteristik khusus yatu tidak dapat

diperbaharui (non-renewable), mempunyai resiko tinggi, dampak kemerosotan

lingkungan dan fisik yang tinggi, memerlukan teknologi tinggi (high technology) dan

perlu pembiayaan yang sangat besar serta menuntut pengembalian keuntungan (rate

of return) yang lebih tinggi. Untuk itu, menurut Adrian Sutedi, dasar kebijakan

publik di bidang pertambangan berdasarkan Pasal 33 ayat (3) dapat

mempertimbangkan hal-hal berikut :

Pertama, kita baru mengundang perusahaan asing apabila bangsa Indonesia

tidak berani mengambil resiko atau tidak menguasai teknologi pertambangan.

Kedua, apabila resikonya tidak besar, serta teknologinya dikuasai dan

permasalahannya hanya modal, maka dana dapat dikumpulkan melalui beberapa cara

sebagai berikut :

a. Sebagian pendapatan pemerintah dari sektor pertambangan umum yang

memberikan keuntungan banyak.

b. BUMN terkait dapat mengumpulkan dana dari saham masyarakat yang

besarnya tergantung pada kepercayaan masyarakat pada hasil usaha di

bidang tersebut.

17 Resvani, op cit, hlm. 163.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

379

c. Swasta nasional yang berminat berusaha di bidang tersebut (baik sendiri

maupun konsorsium) diikutsertakan dalam usaha tersebut.

d. Apabila dari sumber dana diatas tidak cukup, baru diusahakan dari modal

asing.

Ketiga, aspek lingkungan baik fisik maupun sosial harus dipertimbangkan dalam

setiap kontrak pertambangan dan pengusaha pertambangan harus menyediakan

biaya untuk mengatasinya. Menurut ahli ekonomi Kaldor dan Hicks, suatu tindakan

dikatakan bermanfaat apabila golongan yang memperoleh manfaat dari usahanya

dapat memberikan kompensasi bagi golongan yang menderita kerugian akibat usaha

tersebut. Keempat, apabila kontrak bagi hasil untuk pertambangan umum lebih

menguntungkan dibandingkan kontrak karya, maka tentunya yang lebih

menguntungkan masyarakat perlu diberlakukan.18

Pada tataran praktis, pengertian ”dikuasai negara” ternyata telah ditafsirkan

berbeda-beda dari waktu ke waktu. Pertama, pada masa Demokrasi Terpimpin,

pengertian ”dikuasai negara” diartikan sebagai negara memiliki wewenang untuk

menguasai dan mengusahakan langsung semua sumber daya alam melalui

perusahaan-perusahaan milik negara. Kedua, pada masa Orde Baru, pengertian

”dikuasai negara” telah bergeser dari ”pemilikan dan penguasaan secara langsung”

menjadi ”penguasaan secara tidak langsung” melalui kepemilikan seluruh saham di

BUMN. Hal ini terjadi karena pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa mengelola

sumber daya alam secara langsung memerlukan sumber daya manusia yang terampil

(skill), modal yang sangat besar (high capital), teknologi tinggi (high technology),

dan berisiko tinggi (high risk). Ketiga, pada masa Reformasi, pengertian ”dikuasai

negara” bergeser ke arah yang lebih praktis dan terbuka. Pemerintah memberikan

peluang sebesar-besarnya kepada investor swasta atau asing untuk terlibat langsung

18 Adrian Sutedi, op cit, hlm. 45-46.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

380

dalam pengusahaan sumber daya alam melalui pemberian izin langsung (license)

atau kontrak kerja sama operasi (KSO). Bahkan, sebagian saham milik milik negara

di BUMN telah dijual kepada investor-investor swasta melaui penawaran umum di

bursa-bursa efek, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, seperti yang dilakukan

PT Telkom, PT Indosat, dan PT Gas Negara. Ini terjadi karena pertumbuhan

ekonomi dan pertumbuhan penduduk sangat pesat, ketidakmampuan BUMN dalam

memobilisasi dana dan terbatasnya APBN untuk memenuhi kebutuhan dan

pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat.19

Pengelolaan pertambangan pada masa orde baru sendiri meninggalkan jejak

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang mengakibatkan kerugian negara.

Sebagai contoh dalam konteks berlakunya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1971

tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Negara menimbulkan masalah

korupsi. Hasil audit Pertamina oleh Price Waterhouse Cooper tahun 1999

menunjukkan telah terjadi berbagai penyimpangan. Pertama, pertamina sebagai

regulator yang memberikan lisesnsi kontrak pada kontraktor. Kurangnya kontrol

terhadap para kontraktor yang menunda transaksi, biaya tinggi premi asuransi, tidak

adanya kewajiban untuk memulihkan lapangan minyak dan gas yang tidak terpakai.

Kedua, Indonesia Corruption Watch menemukan bahwa proses pemberian hak

untuk menambang dan ketiadaan kontrol memadai terhadap kontraktor

menyebabkan para kontraktor bermain-main dengan klausul cost recovery dalam

kontrak nagi hasil. Ketiga, dalam aspek hulu industri ini, pemberian kontrak bantuan

teknis merupakan satu kelemahan penting. Keempat, dalam konteks industri hilir,

proses suplai barang dan jasa menimbulkan kontrak yang mahal karena KKN.

19 Agus Salim, “Penguasaan Migas di Indonesia Dalam Perspektif Kedaulatan Negara”,

2011, dalam http://www.esdm.go.id/berita/artikel/56-artikel/4939-pengusahaan-migas-di-indonesia-dalam-perspektif-kedaulatan-negara-2-makna-dikuasai-oleh-negara.html, diakses 9 September 2017.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

381

Kelima, ketiadaan transparansi publik dan akuntabilitas menyebabkan Pertamina jadi

sasaran empuk bagi kroni-kroni yang kuat dan memiliki banyak koneksi.20

Dalam konteks tersebut anggota keluarga dan kroni Presiden Suharto memiliki

posisi kuat dalam industri minyak dan gas Indonesia, terutama dalam monopoli

Pertamina. Keluarga Suharto makin menguasai bisnis Pertamina pada tahun 1983

memalui perusahaan perantara Permindo yang dibentuk khusus menjadi perantara

impor dan ekspor minyak dan gas Pertamina.Perusahaan ini dimiliki perusahaan

kelompok Bimantara (milik Bambang Trihatmodjo) dan kelompok Bakrie (milik

Aburizal Bakrie). Perusahaan tersebut baru dibubarkan tanggal 1 Juli 1998 setelah

jatuhnya Suharto setelah memperoleh penghasilan sebesar Rp. 183 miliar per bulan

selama 15 tahun.21

Praktek selama orde baru menunjukkan bahwa sistem hukum dan politik

Indonesia tidak siap menghadapi strategi industrialisasi yang lebih berorientasi

ekspor dan dampak ekonominya. Sistem hukum dan politik digunakan sebagai

sarana menjalankan praktek KKN yang mengakibatkan kerugian negara secara luar

biasa. Pertambangan hanya memberikan kekayaan finansial bagi oknum-oknum

militer dan politik dan keluarga cendana. Artinya potensi pendapatan negara untuk

peningkatan kesejahteraan sosial hilang. Demikian juga fenomena “Papa minta

saham” yang dilakukan oleh ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto

membuka kesadaran bahwa ternyata pengelolaan kekayaan alam selama ini hanya

dimanfaatkan untuk keuntungan segelintir elit politik, bukan untuk sebesar-besarnya

kesejahteraan rakyat.

20 Francisias S.S.E. Seda, Dinamika Sumber Daya Alam, Negara Developmentalis, dan

Masyarakat, cetakan pertama, 2014, UI Press, Jakarta, hlm. 64-65. 21 Tempo, “Sampai Kapan Keluarga Cendana Menikmati Pertamina”, Jakarta, 16 November

1998, hlm. 40.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

382

Pada tahun 2014 Indonesia memasuki babak baru dalam pemerintahan.

Pemilihan Umum telah dimenangi oleh pasangan Presiden Joko Widodo dan Wakil

Presiden Jusuf Kalla yang mengusung program Nawa Cita dan revolusi mental.

Harapan perbaikan kesejahteraan melambung tinggi pada masa ini. Presiden Joko

Widodo menyatakan komitmennya akan membangun kedaulatan negeri dengan

mengutip pidato Presiden Soekarno tentang Trisakti pada tahun 1963 yang berisi

bangsa Indonesia harus berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan

kepribadian sosial dan budaya. Tantangan terbesar dalam pembangunan antara lain

keterpurukan sumber daya manusia, kondisi infrastruktur yang belum memadai dan

ekonomi biaya tinggi yang tak kunjung teratasi.22 Dan masih banyak lagi aspek hilir

pertambangan yang penuh praktek KKN.

Selama 100 hari pemerintahan Jokowi-JK masih banyak yang belum bisa

dilakukan meski program dan proyek sudah dirancang. Tidak mudah menjalankan

program dan proyek jika tidak didukung perubahan perilaku sehari-hari dalam

revolusi mental. Revolusi mental menjadi dasar mengubah perilaku lama yang

korup, mental aparat yang ingin dilayani menuju perilaku baru yang diikuti

komitmen kuat. Dengan demikian diharapkan pembangunan program dan proyek

berjalan baik. Selain meningkatkan pertumbuhan ekonomi, penguasaan kapasitas

fiskal, juga terciptanya stabilitas moneter, reindustrialisasi, peningkatan investasi

dan peningkatan perdagangan dalam negeri. Pemerintah juga berharap dapat

meningkatkan daya saing UMKM dan koperasi serta mengurangi jumlah pekerja

migran dengan pengurangan angka kemiskinan dan meningkatkan pelaksanaan

sistem jaminan sosial.23

22 Kompas, Menatap Indonesia 2015, Antara Harapan dan Tantangan, Penerbit Kompas,

Jakarta, 2015, hlm. 40. 23 Kompas, “Dari Rencana Ke Realisasi Program”, Jumat 30 Januari 2015.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

383

Dalam bidang pertambangan, pemerintahan Presiden Joko Widodo mulai

mewujudkan berdikari di bidang ekonomi. Keberadaan pertambangan mulai

mendapat perhatian, dan dapat dikuasai oleh negara melalui Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) maupun perusahaan nasional. Perusahan pertambangan tersebut

antara lain :

1. PT. Freeport Indonesia.

Kontrak karya Freeport PT. Freeport Indonesia akan berakhir pada tahun

2021. Untuk itu pemerintah bertekad tidak memperpanjang kontrak karya dan

mengelola sendiri pertambangan strategis dengan operator PT Indonesia Asahan

Alumunium (PT Inalum). Alternatif lain adalah divestasi saham sebagaimana

amanat Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Kewajiban

Divestasi Bagi Perusahaan Tambang Asing yaitu besaran saham yang harus

dimiliki negara sebesar 20 % dalam setahun sejak peraturan disahkan hingga

51%. Dalam tahun 2018 PT. Freeport Indonesia berkewajiban mendivestasikan

minimal 10,64 persen saham kepada Indonesia karena saat ini pemerintah telah

menguasai 9,36 persen saham. Saham sebesar 10,64 persen tersebut dihargai 1,7

miliar dollar AS atau senilai Rp. 23,46 triliun dengan kurs rupiah terhadap dollar

AS sebesar Rp. 13.800,-.24

PT Freeport dengan Pemerintah RI telah sepakat menandatangani Head of

Agreement (HoA) divestasi sebesar 51% pada tanggal 12 Juli 2018 di Jakarta.

Badan Usaha Milik Negara Inalum akan mengambil alih interest (saham

partisipasi) dari Rio Tinto dan 100% dari Indocopper, sehingga kepemilikan

Inalum ditambah dengan kepemilikan negara jadi 51,38%. Total nilainya itu

US$3,85 miliar. Adapun rinciannya, harga 40 persen participating interest (PI)

24 Ferdy Hasiman, “Divestasi Saham Freeport”, Kompas, Selasa, 2 Februari 2016.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

384

Rio Tinto mencapai 3,5 miliar dolar AS. Serta, harga 9,36 persen saham milik

PT Indocopper senilai 350 juta dolar AS. Saham yang dijual seluruh dimiliki

Freeport McMoran

Duduk perkara kontrak karya PT. Freeport tak lepas dari amandemen

renegosiasi kontrak sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada Pasal 159 huruf (b) yang

memberi mandat kepada pemerintah melakukan renegosiasi kontrak setelah

undang-undang tersebut berlaku. Renegosiasi ini dilakukan agar pertambangan

strategis memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat sebagaimana amanat

UUD 1945. Menurut aturan, kontrak karya PT. Freeport Indonesia akan berakhir

2021 dengan konsekuensi lahan perusahaan yang berakhir masa kontraknya

dikembalikan kepada negara sebagai aset vital dan dikuasai pemerintah pusat.

Pada saat kontrak berakhir, pemerintah mendapatkan PT. Freeport Indonesia

dengan pembayaran zero,

2. Nasionalisasi pertambangan minyak Blok Mahakam.

Pada Juni 2015 pemerintah menetapkan Pertamina sebagai operator Blok

Mahakam di Kalimantan Timur. Blok Mahakam merupakan produsen gas

terbesar Indonesia yang kontribusi total produksi gas nasional sekitar 20%. Blok

Mahakam berhasil dinasionalisasi dari Total E&P (Perancis) dan Inpex

Coorporation (Jepang). Keduanya telah menjadi operator pengelola Blok

Mahakam sejak 1966 dengan Kontrak Kerja Sama yang ditandatangani pada

tanggal 6 Oktober 1966 dan berakhir tanggal 30 Maret 1997. Kontrak tersebut

telah diperpanjang pada tanggal 11 Januari 1997 dan berakhir pada tanggal 31

Desember 2017. Selanjutnya Pemerintah memutuskan tidak memperpanjang

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

385

kontrak kedua perusahaan asing tersebut dan mulai 1 Januari 2018 blok Mahakam

dikelola PT Pertamina (Persero) sebagai operator.

3. PT Newmont Nusa Tenggara.

Pemerintah telah berperan dalam proses pengambilalihan PT Newmont

Nusa Tenggara (PT NNT) yang mengoperasikan tambang tembaga, emas dan

batu hijau yang berskala dunia di Kepulauan Sumbawa dalam Kontrak Karya.

PT NNT mengumumkan bahwa proses transaksi pengambilalihan kepemilikan

saham di PT NNT sebesar 82,2% oleh PT Amman Mineral Internasional

(PTAMI) dan PT Pukuafu Indah (PTPI) sebagai pemegang saham sebanyak

17,8% selesai dilakukan dengan lancar. PTAMI adalah perusahaan Indonesia

yang pemegang sahamnya adalah AP Investment dan Medco Energi dengan

nilai transaksi akuisisi sebesar US$ 2,6 miliar atau setara Rp. 33,8 triliun.25

4. Blok Rokan

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah

memutuskan tidak memperpanjang kontrak Chevron Pacific Indonesia atas Blok

Rokan. Blok ini merupakan salah satu blok minyak paling strategis yang

dioperatori oleh Chevron sejak tahun 1931. Selanjutnya rokan sebagai penghasil

minyak paling produktif di Indonesia tersebut akan dikelola oleh PT. Pertamina

(Persero) yang akan menjadi operator pada 8 Agustus 2021. 26 Perusahaan ini

menghasilkan seperempat dari total produksi minyak mentah Indonesia sejak

awal tahun 2018 dan menurut catatan Price Waterhouse Cooper menghasilkan

33 % produksi minyak nasional. Pertamina mengklaim bahwa kesepakatan itu

25 Tambang.co.id, “Akuisisi Saham PT Newmont Oleh Kelompok Medco Telah Selesai”, 3

November 2016, sebagaimana dalam https://www.tambang.co.id/akuisisi-saham-pt-newmont-nusa-tenggara-oleh-kelompok-medco-selesai-14251/, diakses 20 Agustus 2018

26 Kompas.com, “Chevron Kecewa Blok Rokan Diserahkan ke Pertamina”, 1 Agustus 2018, sebagaimana dalam https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/01/153342926/chevron-kecewa-blok-rokan-diserahkan-ke-pertamina, diakses 20 Agustus 2018

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

386

bisa membantu Indonesia menghemat pengeluaran impor minyak sebesar US$

4 miliar per tahun dan memangkas biaya industri hilir dalam jangka panjang.

Akuisisi ini juga akan meningkatkan bisnis hulu dan hilir Pertamina.27

5. Blok Masela

Blok Masela yang terletak di Maluku telah diputuskan sebagai salah satu

dari 37 Prioritas dalam Proyek Strategis Nasional (PSN), sebagaimana yang

diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 Perubahan Atas

Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan

Proyek Strategis Nasional. Saat ini Pemerintah menargetkan revisi Plant of

Development Blok Masela bisa tuntas dikerjakan Inpex Corporation dan Shell

Indonesia akhir tahun 2018 agar pengembangannya sejalan dengan multiplier

effect yang diinginkan pemerintah bagi masyarakat. Kini pemerintah mulai

menyusun masterplan termasuk aspek penguatan peran serta masyarakat lokal

untuk ikut terlibat dalam pengelolaan blok migas. Salah satu caranya dengan

menggandeng Universitas Pattimura.28

Tindakan pemerintah tersebut mengingatkan pada proses nasionaliasi yang

terjadi tahun 1958 melalui melalui Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang

Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda. Pemerintah melakukan

nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan asing milik Belanda untuk dikelola oleh

pemerintah dengan tujuan memperoleh keuntungan negara dalam rangka

pembangunan ekonomi nasional dan pada akhirnya akan dapat memberikan manfaat

27 The Conversation, “ Agenda Jokowi Dibalik Akuisisi Paertamina Terhadap Blok Rokan Milik

Chevron”, 27 Agustus 2018, sebagaimana dalam http://theconversation.com/agenda-jokowi-di-balik-akuisisi-pertamina-terhadap-blok-rokan-milik-chevron-102162, diakses 20 Agustus 2018

28 Kontan.co.id, “Pemerintah Susun Masterplan pengembangan Blok Masela”, 30 Agustus 2018, sebagaimana dalam https://industri.kontan.co.id/news/pemerintah-susun-masterplan-pengembangan-blok-masela, diakses 20 Agustus 2018.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

387

sebesar-besarnya bagi masyarakat Indonesia. Tindakan pemerintah tersebut

dilakukan dengan cara-cara sesuai undang-undang dengan cara :

1. Tidak memperpanjang kontrak pertambangan yang sudah berakhir dan

mengerjakan sendiri sebagai operator.

2. Melakukan divestasi saham atas perusahaan tambang asing.

3. Perencanaan strategis pertambangan.

Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa seharusnya pertambangan strategis

dan vital seperti PT. Freeport Indonesia Inc., PT Newmont Nusa Tenggara, Blok

Mahakam, Blok Rokan, dan Blok Masela dilandasi bahwa sumber daya alam adalah

milik rakyat Indonesia secara kolektif yang harus digunakan sepenuhnya bagi

kesejahteraan rakyat. Caranya dengan cara dikelola negara sebagai operator, bukan

oleh investor asing. Pemerintahan sebagai penentu akhir bertekad menghentikan

kontrak-kontrak pertambangan dan selanjutnya mengelola sendiri dengan

pertimbangan mempercepat pembangunan dan mengurangi kesenjangan

pembangunan antara Pulau Jawa dan luar Jawa. Keputusan ini dianggap sebagai

langkah pemerintah Indonesia menuju kebijakan ekonomi dengan agenda nasionalis

yang kuat.

Tindakan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia tengah kuat

mendorong agenda nasionalis dalam kebijakan ekonomi mereka. Ini sebuah

lompatan kita harapkan nanti kita akan mendapatkan income yang lebih besar, baik

dari pajak, royalti, dividen, maupun retribusi. Sehingga nilai tambah komoditas

tambang bisa dinikmati oleh kita semua.29 Hasilnya dalam sektot pertambangan

migas, porsi Pertamina produksi migas nasional telah meningkat dari sekitar 23

29 DetikFinance, “RI Akan Caplok 51% Saham Freeport, Jokowi : Ini Sebuah Lompatan”, 12

Juli 2018, sebagaimana dalam https://finance.detik.com/energi/d-4111239/ri-akan-caplok-51-saham-freeport-jokowi-ini-sebuah-lompatan, diakses 20 Agustus 2018

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

388

persen pada tahun 2017 dan akan menjadi sebesar 36 % pada tahun 2018 dan

selanjutnya menjadi 39 % pada tahun 2019.

B. Pengaruh Globalisasi Terhadap Hukum

Memasuki milenium ketiga, perubahan-perubahan skala global berlangsung

sangat cepat yang menimbulkan dampak yang sangat luas. Globalisasi berasal dari

kata globe, yang berarti berkaitan dengan bola dunia. Para ahli mengartikan

globalisasi secara berbeda. Limas Sutanto mengartikan globalisasi sebagai

penyatuan dunia oleh kemudahan teknologi, informasi dan komunikasi. Massa

dengan segala dampaknya di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Alberto

Daniel Hanani mengartikan globalisasi sebagai serangan perusahaan asing terhadap

perusahaan lokal di pasar domestik ; tantangan bagi perusahaan untuk memasuki

pasar internasional ; tantangan untuk memasuki pangsa pasar dunia.30

Dahsyatnya arus globalisasi secara sosiologis berdampak sangat mendasar bagi

penentuan arah dan pola perubahan maupun tatanan sosial masyarakat. Menurut

Wallernstein, globalisasi dimulai sejak abad kelimabelas. Globalisasi adalah proses

pembentukan sistem kapitalis dunia. Max Weber melihat hubungan erat antara

munculnya hukum modern dengan kapitalisme. Dengan kata lain kapitalisme yang

menyebabkan terjadinya perubahan dalam tipe hukum dari tradisional menjadi

modern.31

Untuk itu, pada abad 21 ini mau tidak mau, siap tidak siap, menurut Peter

Drucker dunia bertransformasi sosial memasuki era globalisasi yaitu sebuah

30 Gunawan Sumodiningrat dan Ari Wulandari, Revolusi Mental, Pembentukan Karakter

bangsa Indonesia, cetakan 1, Penerbit Media Pressindo, Yogyakarta, 2015, hl. 151 31 Satjipto Rahardjo, Pendidikan Hukum Sebagai Pendidikan Manusia, kaitannya Dengan

Profesi Hukum Dan Pembangunan Hukum Nasional, CetakanI, 2009, Genta Publishing, Yogyakarta, hlm. 99.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

389

kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Menurut Adi Sulistiyono,

globalisasi adalah tatanan masyarakat di seluruh pelosok dunia yang hidup dalam

suatu habitat yang mampat atau menyatu, transparan, tanpa batas, saling kait

mengkait (linkage) dan saling ketergantungan (interdependence) disebabkan karena

kemajuan ilmu pengetahuan secara progresif (khususnysa bidang teknologi

informasi), arus intervensi ideologi atau disebabkan motif penguasaan ekonomi yang

direkayasa melalui kesepakatan perjanjian internasional. Martin Albrow, mengacu

pada keseluruhan proses dimana dibumi ini di inkorporasikan ke dalam masyarakat

dunia yang tunggal, masyarakat global. Oleh karena proses itu bersifat majemuk,

maka kitapun dapat memandang globalisasi dalam kemajemukan. Menurut Sri Edi

Swasono, globalisasi merupakan sempalan dari globalisme, sebagai wujud baru dari

imperialisme dan neo liberalisme hegemonik yang predatori dan eksploitatori.

Pengertian yang lebih lugas disampaikan Wallerstein yang menyatakan globalisasi

adalah proses pembentukan kapitalis dunia. Sedangkan Henry Kisinger menyatakan

globalisasi adalah nama lain dari dominasi Amerika Serikat.32

Menurut Hazel Henderson paling sedikit ada enam proses globalisasi menuju

era saling ketergantungan yaitu : 33

1. Globalization of industrialism and technology.

2. Globalization of work and migration.

3. Globalization of finance.

4. Globalization of human effect on the biosphere.

5. Globalization of militarism and arms trafficking.

6. Globalization of communications and planetary culture.

32 Adi Sulistiyono, “Globalisasi dan Politik Hukum”, materi matrikuluasi Program Doktor

Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret , tahun 2014, hlm 7. 33 Ibid, hlm. 3

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

390

Satu dimensi utama adalah hilangnya batas negara (borderless state) yang

menandakan bahwa sistem dunia sedang mengalami transisi menuju globalisasi.

Globalisasi dunia yang ditandai oleh perluasan modal, meningkatnya interaksi

ekonomi nasional secara besar-besaran.ciri penting lainnya adalah perubahan dalam

sistem produksi. Strategi-strategi produksi baru yang mengglobal dengan

peningkatan cross border direct investment maupun integration of financial markets.

Globalisasi dan liberalisasi ekonomi ini memunculkan masyarakat global, satu dunia

yang terintegrasi secara fisik dengan melampaui batas-batas negara, blok ideologis

dan lembaga-lembaga politik dunia.34

Globalisasi ternyata membawa dampak tersendiri bagi negara bangsa, secara

lebih spesifik pembangunan. Negara tetap diperlukan dalam globalisasi ekonomi

semacam ini. Menurut Boyer dan Dracher, peran negara diperlukan untuk melakukan

intervensi secara selaktif guna menjamin mekanisme pasar agar berfungsi dengan

baik, efisien dan efektif. Bagaimanapun negara merupakan satu-satunya institusi

yang dapat berfungsi untuk menangkal krisis ekonomi yang dihadapi oleh negara

dengan membatasi distorsi pasar dan meniadakan ketidakstabilan yang melekat pada

sistem pasar. Dalam konteks ini, negara menjaga agar kebebasan pasar dan tingkat

integrasi ekonomi nasional dan ekonomi internasional bersifat relatif, disesuaikan

dengan situasi, kondisi dan tempat tertentu.35

Agar negara bisa menjadi mitra yang efektif dan lebih dipercaya dalam

pembangunan demi meraih tujuan-tujuan yang diingikan oleh rakyat, penting bagi

suatu negara untuk meningkatkan kapabilitasnya. Bank Dunia menyarankan dua

strategi pokok untuk itu. Pertama, mengimbangi peran negara dengan

34 Budi Winarno, Etika Pembangunan, Centre for Academic Publishing Service (CAPS),

cetakan pertama, Yogyakarta, 2013, hlm.290. 35 Loc cit.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

391

kapabilitasnya. Sebuah negara memiliki kapabilitas yang lebih besar dapat menjadi

negara yang makin efektif. Kedua, meningkatkan kapabilitas negara dengan

menyegarkan kembali lembaga-lembaga publik (reinvigoration of public

institutions). Dalam hal inipeningkatan kapabilitas dan keefektifan peran negara juga

harus dikaitkan dengan pembangunan kapasitas manajemen daerah.36

Joseph Stiglitz dalam suatu kesempatan diskusi peluncuran bukunya dalam versi

bahasa Indonesia, Making Globaization Work, mengungkapkan bahwa pragmatisme

tidak dapat dilepaskan dari konteks ideologi yang menyajikan pandangan mendasar

tentang bagaimana pemerintah seharusnya berperan. Ungkapan Stiglitz ini

memberikan suatu tanda bahwa ideologi – ditengah perdebatan yang menyertainya

– tetap penting dalam proses pembangunan. Bahkan globalisasi itu sendiri tidak

pernah netral dan pasar bebas neoliberal sebenarnya merefleksikan suatu pandangan

ideologis tertentu. China mampu memanfaatkan peluang-peluang globalisasi karena

kemampuannya dalam mengelola ideologi meskipun mengalami perubahan dari

sosialiss-komunis menjadi market-socialism. Ideologi inilah yang memandu setiap

kebijakan publik di China dalam merespon globalisasi hingga akhirnya menjadi

sebuah kekuatan ekonomi dan perdagangan dunia terbesar kedua setelah Amerika

Serikat.37

Dalam konteks globalisasi, membawa tantangan tersendiri bagi bangsa

Indonesia. Globalisasi menginginkan pasar bebas dimana pemerintah tidak boleh

campur tangan di lapangan ekonomi untuk diserahkan pada mekanisme pasar. Suatu

ideologi individualisme yang ditentang keras oleh para pendiri negara. Munculnya

kembali ajaran liberalisasi dan globalisasi pada pertengahan tahun delapan puluhan

36 Ibid, hlm. 291. 37 Ibid, hlm. 298

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

392

yang dijiwai semangat neoliberalisme, membuat keunikan ideologi Pancasila

semakin dipertanyakan dan dianggap tidak mampu menghadapi ideologi global.38

Padahal konstitusi Indonesia sejatinya perlawanan terhadap sistem pasar bebas yang

dianut globalisasi. Dalam situasi seperti ini bangsa Indonesia harus tetap berpegang

pada pada staatsfundamentalnorm, yaitu UUD 1945 dalam upaya mewujudkan

kesejahteraan rakyat. Pemerintah harus menyusun sistem perekonomian negara.

Kesejahteraan rakyat dijabarkan antara lain dalam Pasal 27 ayat (2), Pasal 33 dan

Pasal 34 tentang kesejahteraan sosial.

Bung Hatta dalam pidatonya menyatakan : 39

“Dengan tegas dan tidak ragu-ragu lagi, kita harus melaksanakan apa yang

dikatakan “ekonomi Terpimpin”. Pemerintah harus banyak campur tangan

dalam pelaksanaannya, dengan mengadakan petunjuk pelaksanaan ekonomi

yang berpedoman kepada prinsip : murah, lancar dan cepat, tidak ada yang

lebih berbahaya daripada birokrasi”.

Globalisasi secara tidak langsung memberi dampak pada UUD 1945 berupa

amandemen. Dalam rangka melaksanakan tuntutan reformasi tahun 1998, MPR

melakukan perubahan untuk menyempurnakan pasal-pasal dalam UUD 1945.

Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang dilakukan oleh MPR pada tahun

1999, 2000, 2001 dan 2002. Amandemen pasal 33 terjadi pada amandemen keempat

pada tahun 2002. Saat itu hampir semua ekonom berpandangan perlunya

menafsirkan ulang ketentuan-ketentuan konstitusional Pasal 33 karena menilai

paradigma berpikir The Founding Leaders Bung Karno, Bung Hatta dan kawan-

kawan yang terlalu idealis dan sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan

kebutuhan yang nyata dewasa ini. Para ekonom muda lulusan Amerika Serikat

38 Mubyarto, op cit, hlm 51 39 Mohammad Hatta, Kumpulan Pidato II, PT. Idayu, Jakarta, 1983, hlm. 139.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

393

berpendapat pikiran Bung Karno dan Bung Hatta terlalu sosialis dan dinilai sudah

dikalahkan oleh paham kapitalisme sejak bubarnya Uni Soviet. Sjahrir misalnya

menyatakan jika ingin maju dalam era globalisasi sekarang, kita harus berani

meninggalkan ide-ide koperasi Bung Hatta. Akhirnya para ekonom muda sangat

tidak menyukai kata asas kekeluargaan dalam UUD 1945 dan tanpa ragu

mengusulkan untuk dihapus, padahal asas ini merupakan amanat untuk

mengembangkan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional. Asas

kekeluargaan diganti asas efisiensi, keadilan dan asas demokrasi ekonomi atau

ekonomi pasar agar benar-benar dapat dilaksanakan (implementable).40

Pada amandemen keempat tahun 2002, MPR telah merubah BAB XIV

KESEJAHTERAAN SOSIAL menjadi PEREKONOMIAN NASIONAL DAN

KESEJAHTERAAN SOSIAL. Pasal 33 mendapat tambahan ayat (4) dan (5)

sedangkan Pasal 34 ditambah ayat (2), (3) dan (4), sehingga susunannya menjadi

sebagai berikut :

Pasal 33 :

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas

kekeluargaan;

(2) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup

orang banyak dikuasai oleh negara,

(3) Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara

dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi

dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,

berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan

kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-

undang.

40 Mubyarto, op cit, hlm. 57.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

394

Pasal 34

(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan

memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan

martabat kemanusiaan.

(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan

fasilitas pelayanan umum yang layak.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-

undang.

Sekilas perubahan tersebut dirasa benar, namun jika dianalisis secara

mendalam perubahan tersebut telah melenceng dari filosofi dan cita-cita para pendiri

negara dan dapat membawa konsekuensi yang signifikan dalam kehidupan

perekonomian nasional. Jika kita bandingkan dengan konsep dan Pemikiran Bung

Hatta tentang sistem ekonomi Indonesia secara komprehensif dalam tulisannya yang

berjudul “Ekonomi Terpimpin” pada tahun 1967. Dalam pengertian Hatta, ekonomi

terpimpin adalah orde ekonomi yang didasarkan pada demokrasi ekonomi

sebagaimana pasal-pasal konstitusi ekonomi UUD 1945. Konsep Bung Hatta

tersebut sebetulnya sangat berbeda dengan konsep sistem ekonomi terpimpin yang

diberlakukan Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno antara tahun

1959 – 1966 dimana perekonomian negara diselenggarakan secara terpusat dengan

sistem komando. Dalam persepsi publik dipahami bahwa ekonomi terpimpin adalah

orde ekonomi yang dipimpin oleh demokrasi terpimpin.

Dalam pemikirannya itu Bung Hatta mengacu kepada pasal-pasal dalam UUD

1945, yaitu pasal 27 ayat 2, pasal 33 dan pasal 34 beserta penjelasannya. Pasal 27

ayat (2) menetapkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 33 menyatakan bahwa

perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas dasar kekeluargaan. Yang

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

395

dimaksud usaha bersama berdasar asas kekeluargaan ialah kooperasi. Kooperasi

tujuan utamanya bukan mencari keuntungan, tetapi mencapai keperluan hidup

bersama. Oleh karena itu kooperasi menjadi sokoguru ekonomi Indonesia dan

fungsinya merintis jalan sosialisme Indonesia, sifatnya yang sebenarnya harus jelas

bagi semua orang, terutama bagi pimpinan-pimpinan perusahaan kooperasi. Pasal 34

memperingatkan kita bahwa pelaksanaan itu dalam praktik secara teratur adalah

langkah pertama menuju ke keadilan sosial. Penetapan-penetapan dalam undang-

undang dasar itu adalah suruhan normatif yang berakar dari pandangan hidup.

Peraturan-peraturan itu tidak dapat ditawar lagi, harus dilaksanakan. 41

Cita-cita kooperasi Indonesia menentang individualisme dan kapitalisme secara

fundamental. Paham kooperasi Indonesia menciptakan masyarakat yang kolektif,

berakar pada adat istiadat hidup Indonesia yang asli – gotong royong dan

musyawarah. Semangat kolektivisme Indonesia itu yang akan dihidupkan kembali

dengan kooperasi, mengutamakan kerjasama dalam suasana kekeluargaan antara

manusia pribadi, bebas dari penindasan dan paksaan. Sebagai usaha bersama

berdasarkan asas kekeluargaan, didamaikan dalam keadaan harmonis kepentingan

orang seorang dengan kepentingan umum. Kooperasi semacam ini memupuk

semangat toleransi, mengakui pendapat masing-masing dan rasa tanggung jawab

bersama. Dengan ini kooperasi mendidik dan memperkuat demokrasi sebagai cita-

cita bangsa. Apabila kooperasi membangun dari bawah, pemerintah membangun

dari atas. Proyek besar dan vital dilaksanakan oleh pemerintah. Menurut jiwa UUD

1945 negara berkewajiban membuat berbagai peraturan untuk melancarkan jalannya

ekonomi sambil melindungi golongan rakyat yang lemah dalam masyarakat.42

41 Mohammad Hatta, op cit, hlm. 397. 42 Ibid, hlm. 398.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

396

Pandangan Bung Hatta dalam konferensi ekonomi di Yogyakarta pada

tanggal 3 Februari 1946 melihat perlu adanya restrukturisasi posisi perekenomian

Indonesia. Bung Hatta menyatakan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia

sesudah perang haruslah didasarkan kepada cita-cita tolong menolong. Sudah

tentu pada tingkatan yang lebih tinggi dan lebih teratur, dengan mempergunakan

hasil kemajuan teknik modern. Kalau diperhatikan benar-benar, ada tiga soal

yang bersangkutan dengan pembangunan perekonomian yang dihadapi bangsa

Indonesia sekarang :43

1. Soal ideologi. Bagaimana mengadakan susunan ekonomi yang sesuai

dengan cita-cita tolong menolong.

2. Soal praktik. Politik perekonomian apakah yang praktis dan perlu

dijalankan di masa yang akan datang.

3. Soal koordinasi. Bagaimana akan mengatur pembangunan perekonomian

Indonesia supaya pembangunan itu sejalan dan bersambung dengan

pembangunan di seluruh dunia ?

Pandangan tersebut masih relevan dengan tantangan bangsa pada era

globalisasi saat ini. Pandangan ini sama dengan Sri Edi Swasono, yang

menyatakan globalisasi akan berhasil membawa kesejahteraan global bila

kekuatan kembar dunia yaitu persaingan (competition) dan kerjasama

(cooperation) dikembangkan dan dipelihara secara serasi, saling memberi makna

terhadap peradaban, koeksistensi damai, membentuk orkestrasi masa depan.44

Untuk itu amandemen harus dilakukan secara sangat teliti dan hati-hati, terutama

menyangkut politik ekonomi nasional yang akan menentukan arah tujuan

43 Ibid, hlm. 339. 44 Sri Edi Swasono, Ekspose Ekonomika, Mewaspadai Globalisme dan Pasar Bebas,

Yogyakarta : Pusat Studi Ekonomi Pancasila, UGM, 2005, hlm viii.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

397

berbangsa dan bernegara. Atas amandemen tersebut muncul kritik oleh beberapa

ekonom seperti Sri Edi Swasono, yang menyatakan : 45

Saat ini Pasal 33 UUD 1945, ide Bung Hatta yang dibela oleh Bung Karno

karena memangku ide “sosio-nasionalisme” dan ide “sosio-demokrasi”

berada dalam bahaya. Pasal 33 UUD 1945 tidak saja akan diamandemen, tetapi

substansi dan dasar kemuliaan ideologi kebangsaan dan kerakyatan yang

dikandungnya akan diubah, artinya akan digusur, oleh sekelompok pemikir dan

elit politik yang kemungkinan besar tidak mengenal platform nasional

Indonesia. Kita telah terjebak ke dalam kelatahan dan “salah kaprah” yang

sangat berbahaya, yaitu bahwa Reformasi secara keliru diberi arti merubah UUD

1945 secara total, substansial, struktural maupun redaksional.

Kritik senada juga disampaikan salah satu anggota DPRRI Komisi IX, Heri

Gunawan yang menyatakan: 46

“Adapun kelemahan amandemen adalah Pasal 33 Ayat 1, 2, 3 masih sesuai cita-

cita pendirian republik Indonesia yang dibangun di atas doktrin kebangsaa dan

doktrin kerakyatan. Tapi, penambahan ayat 4 dan 5 telah mengaburkan makna

ideologis-historis-sosiologis Indonesia yang mengedepankan kebersamaan dan

gotong-royong. Bukan orang per orang, bukan individualisme yang salah

kaprah. penambahan ayat (4) dan (5) semakin membuat sistem ekonomi

Indonesia yang liberal-kapilatistik-pasar, jauh dari jati dirinya yang otentik

yaitu, gotong royong. semangat kebersamaan dan hak sosial rakyat banyak yang

sudah dikonstruksi dengan anggun di ayat 1, 2, 3 menjadi luluh lantak dan pupus

setelah adanya ayat 4 dan 5. Yang terjadi justru mencuatnya sistem ekonomi

yang kasar, beringas, dan tak berperasaan. Pasal 33 menjadi tameng untuk

menggusur orang kecil dan miskin atas nama efisiensi”.

45 Sri Edi Swasono, “ Pasal 33 UUD 1945 Harus Dipertahankan, Jangan Dirubah, Boleh

Ditambah Ayat, makalah, tanpa tahun, hlm. 4. 46 Ridho Permana, “Heri Gunawan : Saatnya Kembali ke Pasal 33 Otentik”, Viva.co.id kamis

4 Februari 2016 sebagaimana dalam https://www.viva.co.id/berita/politik/731834-heri-gunawan-saatnya-kembali-ke-pasal-33-yang-otentik. Diakses 12 januari 2017

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

398

Heri Gunawan meyakini amandemen atas Pasal 33 UUD 1945 yang "sembrono"

telah menghasilkan suatu landasan konstitusional ekonomi yang kabur. Amandemen

tidak boleh merubah landasan konstitusional ekonomi yang mendasarkan nalarnya

pada prinsip "kebersamaan yang berdasar atas azas kekeluargaan." Itu adalah ruh

ideologis yang sepatutnya tidak diganggu gugat. Menurutnya kita harus kembali ke

Pasal 33 yang otentik. Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945 menegaskan, bahwa

“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan”.

Perkataan disusun artinya “direstruktur”. Seorang strukturalis pasti mengerti arti

“disusun” dalam konteks restrukturisasi ekonomi, merubah ekonomi kolonial

menjadi ekonomi nasional, menghilangkan subordinasi ekonomi (yang tidak

emancipatory) dan menggantinya dengan demokrasi ekonomi (yang participatory

dan emancipatory). Demikianlah perekonomian imperatif harus “disusun” artinya

tidak dibiarkan tersusun sendiri sesuai dengan selera dan kehendak pasar bebas.

Inipun sekarang sesuai dengan kehendak zaman kontemporer yang menghendaki the

end of laissez-faire, perlu berakhirnya pasar bebas (Polanyi, Baran, Galbraith, J

Robinson, Tinbergen, Kaldor, Myrdal, Singer, Seers, Sen, Streeten, Kuttner,

Giddens, Etzioni, Akerlof, JW Smith, Williams, Stiglitz, dst).47 Lebih jauh

penjelasan Pasal 33 UUD 1945 menyatakan :

Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua

orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan

menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak

tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat banyak

ditindasinya .

47 Sri Edi Swasono, “Selamatkan Pasal 33 UUD 1945”, artikel pada harian Sinar Harapan,

23 Agustus 2012.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

399

Pasal 33 Ayat (1) menyatakan, Perekonomian disusun sebagai usaha bersama

berdasarkan atas asas kekeluargaan. Apa yang dimaksud dengan kata (i) disusun, (ii)

usaha bersama, dan (iii) asas kekeluargaan. Dengan menyatakan bahwa

perekonomian disusun, tentu yang dimaksud adalah bahwa perekonomian itu

merupakan susunan, yaitu suatu susunan kebijakan yang sistematis dan menyeluruh,

mulai susunan yang bersifat nasional sampai susunan didaerah-daerah provinsi dan

kabupaten/kota diseluruh Indonesia. Susunan perekonomian itu merupakan suatu

usaha bersama atas dasar asas kekeluargaan. Usaha bersama atas dasar kekeluargaan

itu dapat dilihat dari tiga segi yaitu pengertian mikro, pengertian makro, dan usaha

bersama sebagai prinsip atau jiwa. Dalam pengertian yang mikro dan sempit,

pengertian usaha bersama itu tentu dapat dikaitkan dengan koperasi sebagai bentuk

usaha bersama. Namun demikian, apabila pengertian yang sempit itu dipakai, maka

pengertian keseluruhan ayat itu akan menimbulkan keanehan dan kerancuan, seolah-

olah keseluruhan susunan perekonomian identik dengan koperasi sebagai bentuk

badan usaha.48

Memang tidak akan mudah bagi mereka untuk memahami Pasal 33 UUD 1945

tanpa memiliki platform nasional, tanpa memiliki ideologi kerakyatan, ataupun tanpa

memahami cita-cita sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi yang saat ini tetap

relevan. Mereka (sebagian ekonom junior) kiranya tidak suka mencoba memahami

makna “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan” (Pasal 33 ayat 1). “Kebersamaan” adalah suatu “mutuality” dan “asas

kekeluargaan” adalah “brotherhood” (bukan kinship) atau “broederschap”, bahasa

agamanya adalah ukhuwah, yang mengemban semangat kekolektivan dan solidaritas

48 Jimly Asshiddiqie, Hukum tata Negara dan Pilair-Pilar Demokrasi, Jakarta : Konstitusi

Press, 2005, hlm. 259.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

400

sosial. Pura-pura tidak memahami makna mulia “asas kekeluargaan” terkesan untuk

sekedar menunjukkan kepongahan akademis belaka. “Asas kekeluargaan” adalah

istilah Indonesia yang sengaja diciptakan untuk memberi arti brotherhood, seperti

halnya persatuan Indonesia” adalah istilah Indonesia untuk nasionalisme, dan

“kerakyatan” adalah istilah Indonesia untuk demokrasi. Jadi asas kekeluargaan yang

brotherhood ini bukanlah asas keluarga atau asas kekerabatan (bukan family system

atau kinship) yang nepotistik. Kebersamaan dan kekeluargaan adalah asas ekonomi

kolektif (cooperativism) yang dianut Indonesia Merdeka, sebagai lawan dari asas

individualisme yang menjadi dasar sistem ekonomi kolonial yang dipelihara oleh

Wetboek van Koophandel (KUHD). 49

Menurut Revrisond Baswir demokrasi ekonomi sangat berbeda dengan ide

globalisasi yang diusung kaum neo liberal. Mengutip pendapat Herbert Giersch

(1961), Revrisond menyatakan bahwa neoliberalisme yang dikemas oleh ordo

liberalisme adalah sebuah sistem perekonomian yang dibangun di atas tiga prinsip

sebagai berikut : 50

(1) Tujuan utama ekonomi neoliberal adalah pengembangan kebebasan individu

untuk bersaing secara bebas-sempurna di pasar;

(2) Kepemilikan pribadi terhadap faktor-faktor produksi diakui; dan

(3) Pembentukan harga pasar bukanlah sesuatu yang alami, melainkan hasil dari

penertiban pasar yang dilakukan oleh negara melalui penerbitan undang-

undang.

Berdasarkan ketiga prinsip tersebut maka peranan negara dalam neoliberalisme

dibatasi hanya sebagai pengatur dan penjaga bekerjanya mekanisme pasar. Menurut

49 Ibid, hlm 7. 50 Revrisond Baswir, Bahaya Neoliberalisme ,Certakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009,

hlm. 1.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

401

Joseph Stiglitz (2002), dalam perkembangannya mekanisme ini dikemas dalam paket

Konsensus Washington dimana peran negara dalam neoliberalisme ditekankan untuk

melakukan empat hal sebagai berikut :51

(1) Pelaksanaan kebijakan anggaran ketat, termasuk penghapusan subsidi;

(2) Liberalisasi sektor keuangan;

(3) Liberalisasi perdagangan; dan

(4) Pelaksanaan privatisasi BUMN.

Hal ini jauh berbeda dengan ekonomi kerakyatan sebagaimana dianut oleh

Indonesia dalam Pasal 33 UUD 1945. Pasal ini merupakan sebuah sistem

perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang

ekonomi. Berdasarkan prinsip-prinsip Pasal 33 dapat disaksikan betapa sangat

besarnya peran negara dalam sistem ekonomi kerakyatan sebagaimana dikaitkan dan

dilengkapi oleh Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 34. Di sini peran negara dalam sistem

ekonomi kerakyatan antara lain meliputi lima hal sebagai berikut :

1. Mengembangkan koperasi.

2. Mengembangkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

3. Memastikan pemanfaatan bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung

didalamnya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

4. Memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan

penghidupan yang layak.

5. Memelihara fakir miskin dan anak terlantar.

Dengan demikian terdapat perbedaan mencolok antara ekonomi kerakyatan

dengan neoliberalisme tersebut sehingga tidak terlalu berlebihan bila disimpulkan

bahwa ekonomi kerakyatan pada dasarnya adalah antitesis dari neoliberalisme.

Sebab itu, sebagai saudara kandung neoliberalisme, ekonomi negara kesejahteraan

(keynesianisme), juga tidak dapat disamakan dengan ekonomi kerakyatan.

51 Loc cit.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

402

Keynesianisme memang menaruh perhatian yang sangat besar terhadap penciptaan

kesempatan kerja penuh, namun demikian ia tetap dibangun berdasarkan prinsip

persaingan bebas dan pemilikan alat-alat produksi secara pribadi. Revrisond

menambahkan bahwa ekonomi kerakyatan tidak dapat pula disamakan dengan

ekonomi pasar sosial. Sebagaimana dikemukakan Giersch, ekonomi pasar sosial

adalah salah satu varian awal dari neoliberalisme yang digagas oleh Alfred Muller-

Armack.52 Perbedaan antara ekonomi kerakyatan dengan sistem kapitalisme tersebut

dapat dilihat sebagaimana tabel dibawah ini.

Tabel 12

Peran Negara Dalam Ekonomi53

Ekonomi Kerakyatan

Kapitalisme

Negara kesejahteraan Ekonomi Neoliberal

1. Menyusun perekonomian

sebagai usaha bersama

berdasar atas azas

kekeluargaan;

mengembangkan koperasi

(Pasal 33 ayat 1).

2. Menguasai cabang-cabang

produksi yang penting

bagi negara dan yang

menguasai hajat hidup

orang banyak;

mengembangkan BUMN

(Pasal 33 ayat 2).

3. Menguasai dan

memastikan pemanfaatan

bumi, air, dan segala

kekayaan yang

terkandung di dalamnya

bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat (Pasal

33 ayat 3).

4. Mengelola anggaran

negara untuk

kesejahteraan rakyat;

memberlakukan pajak

1. Mengintervensi pasar

untuk menciptanya

kondisi kesempatan

kerja penuh.

2. Menyelenggarakan

BUMN pada cabang-

cabang produksi yang

tidak dapat

diselenggarakan oleh

perusahaan swasta.

3. Menjaga keseimbangan

antara pertumbuhan

ekonomi dengan

pemerataan

pembangunan.

4. Mengelola anggaran

negara untuk

kesejahteraan rakyat;

memberlakukan pajak

progresif dan

memberikan subsidi.

1. Mengatur dan

menjaga bekerjanya

mekanisme pasar;

mencegah

monopoli.

2. Mengembangkan

sektor swasta dan

melakukan

privatisasi BUMN.

3. Memacu laju

pertumbuhan

ekonomi, termasuk

dengan menciptakan

lingkungan yang

kondusif bagi

masuknya investasi

asing.

4. Melaksanakan

kebijakan anggaran

ketat, termasuk

menghapuskan

subsidi.

52 Ibid, hlm. 2. 53 Revrisond Baswir, “Ekonomi Rakyat vs Neoliberalisme” , makalah, 2005, hlm. 3

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

403

progresif dan memberikan

subsidi.

5. Menjaga stabilitas

moneter.

6. Memastikan setiap warga

negara memperoleh

haknya untuk

mendapatkan pekerjaan

dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan

(Pasal 27 ayat 2).

7. Memelihara fakir miskin

dan anak terlantar (Pasal

34).

5. Menjaga stabilitas

moneter.

6. Memastikan setiap

warga negara

memperoleh haknya

untuk mendapatkan

pekerjaan dan

penghidupan yang

layak.

7. Memelihara fakir

miskin dan anak

terlantar.

5. Menjaga stabilitas

moneter.

6. Melindungi pekerja

perempuan, pekerja

anak, dan bila perlu

menetapkan upah

minimum.

Sebetulnya fenomena globalisasi telah digambarkan oleh Mohammad Hatta

dalam pidatonya pada 3 Februari 1946 di Yogyakarta yang menyatakan perlunya

suatu koordinasi dipersiapkan untuk masa depan ekonomi Indonesia yaitu

bagaimana mengatur perekonomian Indonesia supaya pembangunan itu sejalan dan

bersambung dengan pembangunan di seluruh dunia.54 Dari sini dapat diketahui

bahwa the framer of constitusion punya visi jauh kedepan dengan memprediksi

bahwa orang-orang yang berkuasa akan menyalahgunakan kekuasaan, seolah-olah

membuktikan kemenangan sistem kapitalisme barat dengan pasar bebasnya sehingga

melalaikan asas kekeluargaan. Kita tidak seharusnya membanggakan globalisasi,

karena pada akhirnya globalisasi telah pula menimbulkan banyak kekecewaan yang

tidak diperkirakan sebelumnya. Beberapa puluh tahun kemudian, Samuel P.

Huntington menyatakan bahwa globalisasi mengakibatkan perusakan kesadaran

diri. Stiglitz mengemukakan : 55

Many have actually been made worse off... jobs destroyed and their lives become

more insecure.. development will continue to create poverty and instability...

54 Sri Edi Swasono, “Selamatkan Pasal 33 UUD 1945”, op cit, hlm 42. 55 Ibid, hlm. 48.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

404

culture eroded... without refoem the backlash that have already started will

mount and discontent with globalization will grow... the way globalization has

been managed ... need to be radically rethought (banyak yang sebenarnya telah

diperburuk ... pekerjaan hancur dan hidup mereka menjadi lebih tidak aman ..

pembangunan akan terus menciptakan kemiskinan dan ketidakstabilan ...

budaya terkikis ... tanpa reaksi balik yang telah dimulai akan meningkat dan

tidak puas dengan globalisasi akan tumbuh ... cara globalisasi telah dikelola ...

perlu dipikirkan ulang secara radikal)

Tentang Pasal 33 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan cabang-cabang

produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak

dikuasai oleh negara, penjelasan dari Bung Hatta bahwa “menguasai” tidak harus

menjadi “ondernemer”, sama sekali tidak berarti untuk mengingkari doktrin

demokrasi ekonomi. Memang The global rule of the game yang berlaku adalah

bahwa “menguasai” haruslah dengan “memiliki”. Subject matter Pasal 33 adalah

“menguasai”, apabila penguasaan tidak bisa dilakukan tanpa pemilikan, maka

haruslah pemerintah “memilikinya”, minimal 51 persen ke arah indonesianisasi demi

menyelamatkan kepentingan dan kedaulatan negara. Sektor pertambangan yang

“strategis” dan “vital” harus dimiliki sepenuhnya oleh negara. Lebih tegas lagi, baik

Bung Hatta atau Bung Karno sudah menggariskan bahwa investasi asing dan

investor asing tidak boleh mempredominasi (beheersen) ataupun mendominasi

(overheersen) ekonomi nasional kita.56

Dengan demikian kita tidak boleh lengah agar globalisasi tidak mendorong

proses pelumpuhan diri (self disempowerment) dalam bidang ekonomi. Entah berapa

lama wujud arah globalisasi semacam ini berkelanjutan dan kapan akan berakhir.

Sikap Indonesia haruslah pro aktif dan tidak sekedar antisipatif atau menunggu.

56 Sri Edi Swasono, Keindonesiaan, Demokrasi Ekonomi Keberdaulatan dan Kemandirian,

Yogyakarta : Sarjana Wiyata Press, 2015, hl. 99.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

405

Disini kita harus berperan aktif membentuk wujud globalisasi kembali ke globalisme

dengan perangainya yang ideal yaitu damai, berkeadilan, makmur dan beradab. Hal

ini dirumuskan Bung Hatta Pada Pasal 33 yang mendudukkan rakyat pada posisi

“sentral-substansial” dalam sistem ekonomi Indonesia, berbanding terbalik dengan

sistem ekonomi neoliberalisme telah peran kapital mengungguli harkat manusia,

mereduksi kedudukan rakyat menjadi “marginal-residual”. Bukankah terjadinya

ketidakadilan sosial-ekonomi mass poverty, impoverishmen dan disempowerment

terhadap rakyat karena tidak hidupnya asas kekeluargaan atau brotherhood di dalam

masyarakat. Dalam kebersamaan dan asas kekeluargaan, keadilan sosial-ekonomi

implisit di dalamnya.57

Dalam upaya meningkatkan ketangguhan ekonomi nasional baik dari segi

sistem maupun dari segi kelembagaan tidak akan berhasil apabila pemerintahan

negara tidak menolak neoliberalisme dan kembali ke pesan konstitusi, khususnya

Pasal 33 UUD 1945, sebagai rujukan imperatif utamanya. Patriotisme adalah suatu

commitment of nationalism in action. Untuk membangun ekonomi nasional

haruslah membangun berdasar ideologi Pancasila, khususnya berdasar Pasal 33

UUD 1945 dan pasal-pasal konstitusi pendukung lainnya. Pasal 33 UUD 1945

khususnya adalah garda nasionalisme ekonomi Indonesia, bahkan garda

kemandirian nasional. Pasal 33 UUD 1945 sebenarnya makin relevan dengan

tuntutan global untuk menumbuhkan global solidarity dan global mutuality. Makin

berkembangnya aliran sosial-demokrasi (Anthony Giddens, Tony Blair, dll) makin

57 Ibid, hlm. 50.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

406

meningkatkan relevansi Pasal 33 UUD 1945 saat ini. Saat ini 13 dari 15 negara Eropa

Barat menganut paham sosial-demokrasi.58

Pasal 33 Boleh ditambah tapi jangan dirubah. Bukan hanya sekedar faktor

historis penyusunan konstitusi yang patriotis, namun juga menentukan tujuan

negara mengingat kesejahteraan sosial adalah bagian tak terpisahkan dari cita-cita

kemerdekaan. Sri Edi Swasono mengajukan pertanyaan: Pertama, mengapa

pembangunan yang terjadi di Indonesia ini menggusur orang miskin dan bukan

menggusur kemiskinan ? Akibatnya pembangunan menjadi proses dehumanisasi.

Kedua, mengapa yang terjadi sekedar pembangunan di Indonesia dan bukan

pembangunan Indonesia? Orang mancanegara yang membangun Indonesia dan

menjadi pemegang konsesi bagi usaha-usaha ekonomi strategis, sedang orang

Indonesia menjadi penonton atau menjadi jongos globalisasi. Ketiga, mengapa

"daulat pasar" dibiarkan begitu berkuasa, sehingga menggusur "daulat rakyat".

Keempat, bukankah seharusnya kita menjadi Tuan di negeri sendiri, suatu

semangat patriotik untuk menjadi "The master in our own homeland, not just to

become the host", yang hanya melayani kebutuhan atau menjadi sekrup

globalisasi dan kepentingan mancanegara? Jadi mengapa kita tetap menjadi

koelie di Negeri Sendiri, sekedar menjadi master of ceremony? Kelima, telah

gagalkah kita mencerdaskan kehidupan bangsa ini sehingga kita tidak mampu

memahami kemuliaan makna mandiri ?59

Sejak tahun 1967, Pemerintah Indonesia yang disebut sebagai pemerintah Orde

Baru mulai menjalankan suatu strategi pembangunan yang komprehensif

berdasarkan TAP MPRS Nomor XXIII Tahun 1966 tentang Pembaharuan Ekonomi,

58 Sri Edi Swasono, “Membangun Ekonomi Indonesia : Pengembangan Karakter dan

Patriotisme”, orasi ilmiah dalam memperingati Dies Natalis ke 45 Fakultas Ekonomi dan Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, 18 September 2010,hlm 12.

59 Ibid, hlm. 9.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

407

Keuangan dan Pembangunan yang menjadi landasan legalnya. Sekalipun tidak

disebut dianutnya suatu sistem ekonomi tertentu, namun dalam konsep

pembangunan itu terkandung unsur-unsur sistem ekonomi, misalnya landasan

ideologi dan hukum, lembaga-lembaga ekonomi, pranata ekonomi dan sektor-sektor

ekonomi yang dikembangkan. Karena itu secara implisit, Pemerintah Indonesia

sedang mengembangkan suatu sistem ekonomi tertentu, tapi masih bersifat

arsitektural. Corak yang menonjol ada dua. Pertama adalah gagasan ekonomi liberal

yang tercermin dalam kebijaksanaan liberalisasi ekonomi, sebagaimana tercermin

dalam Peraturan 3 Oktober 1967, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang

Penanaman Modal Asing, dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang

Penanaman Modal Dalam Negeri. Kedua adalah dilaksanakannya sistem

perencanaan terpusat (centralized planning system) yang dijalankan oleh Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sehingga mencerminkan suatu

sistem yang dualistis sebagai suatu perpaduan antara gagasan liberal dan

keterpimpinan atau dirigisme. Selanjutnya Pemerintah mendorong tiga sektor

ekonomi sekaligus, sektor swasta, sektor negara dan sektor koperasi yang juga

mencerminkan upaya pemaduan unsur-unsur berbagai sistem ekonomi.60

Sementara menurut Mubyarto, semangat dalam Ketetapan MPRS Nomor

XXIII/MPRS/1966 mempercayai perlunya membangun Sosialisme Pancasila atau

sosialisme berdasarkan Pancasila. Namun ide ini kandas dan menyerah kepada

ideologi global kapitalisme-neoliberalisme. Hal ini disebabkan menggebunya

pembangunan ekonomi karena merasa tertinggal dari negara lain dan ingin

menghilangkan kemiskinan dengan cara mengambil sumber daya alam dari dalam

60 M. Dawam Raharjo, “Menuju Sistem Perekonomian Indonesia” , Jurnal UNISIA, Vol. XXXII,

No. 72, Desember 2009, hlm. 2.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

408

bumi secara besar-besaran, yang biasanya untuk memenuhi kebutuhan bahan

mentah.61 Hasilnya undang-undang pertambangan dan penanaman modal asing lebih

mengobral kekayaan alam daripada untuk kesejahteraan rakyat.

Dalam mencapai kesejahteraan rakyatnya, hampir seluruh negara di dunia

mengacu pada dua sistem perekonomian global yang sangat berpengaruh yaitu

kapitalisme dan sosialisme. Bung Hatta menyatakan :62

“Pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah supaya

kita jangan menjadi objek dalam pertarungan politik internasional, melainkan

kita harus tetap menjadi subyek yang berhak menentukan sikap kita sendiri,

berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yatu Indonesia merdeka

seluruhnya”.

Bung Hatta selaku perancang perekonomian negara dalam beberapa tulisannya

menyatakan bahwa dasar negara adalah gabungan dari nilai-nilai terbaik dari

sosialisme barat, ajaran Islam dan budaya asli Indonesia yaitu kolektivisme yang

didesain sebagai sistem kehidupan (way of life) sekaligus menjadi sistem

perekonomian negara. Dalam bahasa lain Bung Karno menyebut sebagai hasil

gabungan dari tiga ideologi yaitu nasionalisme, agama dan komunisme yang biasa

disebut sebagai Nasakom. Pedoman dan arah perekonomian tersebut tertuang dalam

konstitusi ekonomi, terutama Pasal 27 ayat (2), Pasal 33 dan Pasal 34 UUD yang

menjadi acuan utama dalam setiap tindakan maupun kebijakan dalam seluruh proses

pembangunan kesejahteraan rakyat. Menurut para pendiri negara, konstitusi

ekonomi Indonesia merupakan konsep yang dilandasi oleh nilai-nilai yang terdapat

dalam Pancasila yang pada intinya merupakan kombinasi nilai-nilai yang baik

dengan menghilangkan nilai–nilai negatif dari tiga ideologi yaitu sosialisme,

61 M. Suparmoko, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Suatu pendekatan Teoritis,

cetakan keenam,, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, Yogyakarta, 2015, hlm. 21. 62 Mohammad Hatta, Kumpulan Pidato, PT Indayu, Jakarta, 1981, hlm. 201.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

409

demokrasi dan nasionalisme, yang menjunjung tinggi humanisme dan keyakinan

pada Tuhan yang maha Esa.

Berdasarkan konstitusi ekonomi tersebut maka seluruh tindakan dan kebijakan

ekonomi negara tidak perlu terombang-ambing mengikut kecenderungan arus

perekonomian dunia, baik pada tataran regional maupun internasional. Rancangan

perkonomian negara guna mencapai kesejahteraan rakyat tersebut haruslah sesuai

dengan visi dan jiwa bangsa. Rancangan tersebut tidak harus dirumuskan

berdasarkan pengalaman perekonomian suatu negara tertentu atau dibangun

berdasarkan teori-teori pembangunan yang sesuai dengan cita-cita bangsa.

Globalisasi menjelma menjadi tantangan yang maha berat bagi kedaulatan, ligitimasi

dan otoritas negara-negara bangsa. Seiring dengan itu, keberadaan bangsa semakin

memudar dimana spirit multikulturalisme segera menggantikan nasionalisme.

Globalisme tidak boleh menggerus nasionalisme. Untuk itu negara harus menjadi

benteng dalam pertarungan persaingan global, bukan membuka pintu dan

membiarkan warga negara berhadap-hadapan secara langsung dengan kekuatan

pasar dan aktor global.63

Model perekonomian global yang dipelopori oleh negara-negara eropa maupun

Amerika Serikat memang terasa begitu kuat dan seolah tak terhindarkan dalam

mempengaruhi ciri dan struktur perekonomian negara-negara di dunia. Namun

demikian harus disadari globalisasi ekonomi tersebut dipengaruhi oleh karakteristik

individualisme yang menciptakan sistem ekonomi kapitalis. Teori seperti ini tidak

bisa secara serta merta dijadikan acuan dan diterapkan di Indonesia yang memiliki

dasar-dasar nilai yang berbeda yang oleh Sukarno maupun Hatta disebut demokrasi

63 Wasisto Raharjo Jati, Relasi Nasionalisme dan Globalisasi Kontemporer, LIPI dan Pustaka

Pelajar, Yogyakarta, cetakan 1, 2017, hlm. 126.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

410

ekonomi. Menjadi jelas bahwa teori dan sistem ekonomi yang berlaku di negara maju

sekalipun belum tentu sesuai dengan sistem ekonomi yang dicita-citakan suatu

bangsa. Demikian pula globalisasi ekonomi yang menjadi kecenderungan utama di

dunia belum tentu sesuai dengan sistem ekonomi Indonesia. Dari sudut pandang ini,

teori ekonomi berdasarkan sistem tertentu belum tentu sesuai dengan doktrin atau

sistem ekonomi Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Sebagaimana dijelaskan oleh

para pendiri negara kita, demokrasi ekonomi atau juga disebut ekonomi Pancasila

adalah sistem ekonomi yang khas Indonesia, bukan mendasarkan pada kapitalisme

maupun komunisme.

Meski demikian, kenyataan saat ini menunjukkan bahwa banyak negara di

dunia tidak sanggup menahan tekanan sistem ekonomi global yang cenderung

mengarah sistem ekonomi pasar berdasarkan ideologi kapitalisme yang

mengutamakan kebebasan/liberalisasi perdagangan dalam sistem ekonomi global

atau sering disebut globalisasi. Kuatnya arus ekonomi global ini banyak

mempengaruhi negara-negara di dunia dalam merancang maupun menyusun

kebijakan-kebijakan ekonomi terutama di negara berkembang seperti Indonesia.

Disadari atau tidak, negara berkembang seperti Indonesia memang cenderung

mengikut sistem ekonomi negara yang dipandang maju layaknya Eropa dan Amerika

Serikat yang mempunyai tingkat kesejahteraan tinggi. Namun demikian, pengaruh

globalisasi ekonomi harus disaring dan disesuaikan dalam merancang dan menyusun

kebijakan ekonomi nasional sesuai dengan konstitusi ekonomi sebagai tujuan dan

national interest dalam mewujudkan kesejahteraan.

Demikian juga jika mengacu pada UUD 1945 sebagai konstitusi ekonomi, maka

corak kebijakan ekonomi dan nilai-nilai yang khas Indonesia sesuai nilai-nilai dan

karakter budaya Indonesia yang dipengaruhi nilai-nilai agama dan kemanusiaan

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

411

termasuk dalam hal perekonomian nasional. Konstitusi ekonomi Indonesia

merupakan manifestasi nilai-nilai agama yang berakar kuat dalam keyakinan para

pendiri negara, meskipun tidak secara lugas menuliskan klausul agama. Terlebih jika

telusuri lebih jauh memang konstitusi ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi oleh

pemikiran Bung Hatta terutama rumusan Pasal 33 dan 34 UUD 1945. Bung Hatta

adalah salah satu pendiri bangsa yang mengalami pendidikan di Belanda sehingga

secara langsung mempelajari tumbuh kembang sistem ekonomi di eropa seperti

sistem kapitalisme dan sosialisme sehingga sangat paham dalam menyusun sistem

ekonomi yang sesuai jiwa bangsa Indonesia. Sebagai mahasiswa ilmu ekonomi,

Bung Hatta mempunyai gambaran jelas kekuatan dan kelemanan kedua sistem

ekonomi tersebut baik kapitalisme maupun sosialisme. Pendalaman atas kedua arus

utama sistem ekonomi tersebut selanjutnya tertuang dalam merancang sistem

ekonomi yang sesuai dengan ciri bangsa Indonesia guna mencapai kesejahteraan.

Namun demikian, banyak pihak menilai jalan pemikiran Bung Hatta dipengaruhi

oleh paham sosialisme, namun sosialisme yang yang sarat nilai-nilai agama yang

bersesuaian dengan ekonomi Islam sehingga disebut juga sosialisme religius.

Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945 merupakan dokumen tentang sistem ekonomi

dan cita-cita di bidang perekonomian yaitu kesejahteraan yang merupakan

manifestasi cita-cita luhur para pendiri negara (founding fathers). Kandungan

konstitusi ekonomi tersebut mungkin saja terpengaruh sistem ekonomi global dalam

perdebatan pada awal perumusannya seperti prinsip sosialisme. Namun ada juga

yang menilai dari sudut pandang lain, bahwa Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945 sangat

dipengaruhi oleh nilai-nilai agama yang berkembang dalam masyarakat Indonesia,

dalam hal ini khususnya agama Islam yang memiliki kesamaan dalam filosofi dan

prinsip dasar dalam mencapai tujuan negara yaitu kesejahteraan. Konstitusi ekonomi

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

412

ini memuat beberapa ketentuan ekonomi nasional seperti bentuk usaha

perekonomian negara, sistem penguasaan dan pengelolaan sumber daya ekonomi,

peran negara dalam perekonomian, pengelolaan sumber daya alam, tujuan

pembangunan ekonomi, sistem jaminan sosial serta jaminan pemerataan ekonomi.64

Berdasarkan pada ketentuan-ketentuan tersebut maka perlu dilakukan analisis

kesesuaian antara konsep ekonomi dalam konstitusi Indonesia dengan praktek

ekonomi yang dilaksanakan sehingga dapat ditemukan sejauh mana kesesuaian

antara konstitusi ekonomi Indonesia dengan praktek perekonomian yang

dilaksanakan. Dari praktek tersebut dapat dianalisis apakah sistem ekonomi yang

diterapkan paralel dengan konstitusi ekonomi sehingga didapatkan pemahaman yang

komprehensif dan akurat tentang praktek perekonomian ditinjau dari perspektif

konstitusi ekonomi Indonesia yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Kondisi sistem ekonomi Indonesia saat ini dalam analisis Revrisond Baswir,

sebagai sebuah negara yang mengalami penjajahan selama 3,5 abad, perekonomian

Indonesia tidak dapat mengingkari kenyataan terbangunnya struktur perekonomian

yang bercorak kolonial di Indonesia. Sebab itu, ekonomi kerakyatan pertama-tama

harus dipahami sebagai upaya sistematis untuk mengoreksi struktur perekonomian

yang bercorak kolonial tersebut. Kedua, liberalisasi bukan hal baru bagi Indonesia,

tetapi telah berlangsung sejak era kolonial. Berangkat dari kedua catatan tersebut,

perjuangan bangsa Indonesia untuk melaksanakan ekonomi kerakyatan bukanlah

perjuangan yang mudah. Kendala terbesar justru datang dari pihak kolonial. Sejak

bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, pihak

64 Revrisond Baswir, op cit, hlm. 3.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

413

kolonial hampir terus menerus mensubversi upaya bangsa Indonesia untuk mencegah

pelaksanaan ekonomi kerakyatan dan tetap melaksanakan liberalisme.

Apapun pilihan dari berbagai sistem ekonomi tersebut, maka tujuan utamanya

adalah menciptakan kesejahteraan rakyat. Negara dituntut melaksanakan fungsinya

yaitu melakukan serangkaian tindakan dalam menciptakan kesejahteraan rakyat.

Dari pemahaman ini muncul teori tentang fungsi negara dalam menciptakan

kesejahteraan rakyat. Adam Smith, seorang konseptor perekonomian kapitalis murni

mengemukakan bahwa lingkup aktivitas negara cq pemerintah sangat terbatas, yakni

hanya melaksanakan kegiatan yang umumnya tidak dilakukan oleh swasta dan hanya

meliputi tiga bidang saja yaitu : 65

1. Melaksanakan peradilan.

2. Melaksanakan pertahanan dan keamanan.

3. Melaksanakan pekerjaan umum.

Charles E. Merriam menyebutkan lima fungsi negara yaitu : 66

1. Keamanan ekstern,

2. Ketertiban intern,

3. Keadilan,

4. Kesejahteraan umum,

5. Kebebasan.

Sedangkan pandangan Wolfgang Friedman (1970) mengenai fungsi negara

terbagi dalam empat fungsi yaitu :67

1. Sebagai penyelenggara atau penjamin kesejahteraan atau the state as

provider.

2. Sebagai pengatur atau as a regulator.

65 Aminuddin Ilmar, 2012, Hak menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN, Jakarta :

Penerbit Kencana, hlm. 12. 66 Miriam Budiarjo, loc cit. 67 Aminuddin Ilmar, op cit, hlm. 13.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

414

3. Sebagai pengusaha atau as enterpreneur.

4. Sebagai wasit atau the state as umpire.

Ignacy Sachs mengemukakan bahwa fungsi negara tercakup dalam tiga kategori

yakni fungsi kewirausahaan, fungsi membangun dan fungsi pengaturan. Akan tetapi

setiap negara terlepas dari ideologinya, menyelenggarakan beberapa minimum

fungsi yang mutlak perlu yaitu :68

1. Melaksakan penertiban (law and order) yaitu sebagai stabilisator.

2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

3. Pertahanan (menjaga serangan dari luar).

4. Menegakkan keadilan (dilaksanakan oleh badan peradilan).

Sesuai cita hukum dalam bernegara, hukum digunakan sebagai instrumen untuk

mewujudkan cita negara untuk mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera. Namun

hukum tidak hidup dalam ruang hampa dan selalu terpengaruh oleh berbagai faktor

yang melingkupi di sekitarnya. Setidaknya ada tiga kecenderungan dalam dua

dasawarsa terakhir yang mewarnai kehidupan negara-negara di dunia. Pertama,

kecenderungan globalisasi yang meningkatkan intensitas interaksi antar lembaga dan

antar manusia menembus batas-batas negara. Kedua, peningkatan regionalisme yang

terefleksi dalam berkembangnya organisasi-organisasi regional seperti European

Economic Community (EEC), Asociation of South East Asian Nations (ASEAN),

Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) dan sebagainya. Ketiga, liberalisasi

ekonomi dalam arti memberi peranan yang lebih besar pada mekanisme pasar dalam

perekonomian dan mengurangi intervensi dalam kehidupan ekonomi yang tercermin

68 Miriam Budiarjo, loc cit.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

415

antara lain dalam minimalisasi barrier perdagangan antar negara. Ketiga

kecenderungan global tadi kait mengkait satu sama lain.69

Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh ketiga kecenderungan

global diatas. Ketiganya akan selalu mempengaruhi kehidupan nasional termasuk di

bidang ekonomi. Salah satu fenomena global yaitu liberalisasi menjadi suatu

irreversable trend, kecenderungan yang tidak mengenal titik balik. Karenanya hanya

ada dua pilihan terbuka yaitu : menentang alur utama kecenderungan global ini

dengan melaksanakan pembangunan yang berorientasi kedalam (inward oriented)

yang dapat mengakibatkan stagnasi ekonomi yang pada akhirnya membawa kepada

economic collapse atau menghadapi tantangan liberalisasi ekonomi ini dengan

mempersiapkan diri dengan lebih baik agar dapat memanfaatkan peluang-peluang

yang terbuka dan meminimalkan dampak negatifnya.70 Indonesia sendiri tampaknya

tidak kuasa melawan arus globalisasi dan tidak punya pilihan kecuali menjadi

kecenderungan global dengan melakukan liberalisasi ekonomi.

Kebijakan liberalisasi ekonomi mempunya dampak positif sekaligus dampak

negatif bagi pembangunan nasional, khususnya dalam pembangunan nasional,

khususnya mewujudkan keadilan sosial dan penanggulangan kemiskinan. Dampak

positifnya adalah memberi keuntungan bagi negara berkembang melalui

peningkatan ekspor produk manufaktur. Selain itu karena perekonomian negara-

negara berkembang masih diliputi berbagai bentuk inefisiensi, maka diharapkan

dapat meningkatkan efisiensi ekonomi. Namun di sisi lain dampak negatif

liberalisasi ekonomi yang dilaksanakan dalam pemilikan aset, ketimpangan akses

pada pasar modal serta ketimpangan dalam akses informasi dapat dimanfaatkan oleh

69Moeljarto Tjokrowinoto, Pembangunan, Dilema dan Tantangan, cetakan VII, Pustaka

Pelajar, Yogyakarta, 2012, hlm. 229. 70 Ibid, hlm. 230.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

416

pengusaha-pengusaha besar untuk mengkonsolidasikan pola konglomerasi dalam

berbagai manifestasinya.71

Menurut Henry Kisingger, globalisasi adalah nama lain dari dominasi Amerika

Serikat. Adapun globalisasi hukum merupakan desain Amerika Serikat dalam rangka

menjadikan hukum sebagai alat untuk menguasai perekonomian negara-negara lain.

Globalisasi hukum menemukan momentumnya ketika sebagaian besar negara

menyepakati General Agreement on Tarrif and Trade (GATT) Uruguay Round

(GATT-PU). Menurut Arief Budiman mengatakan kalau kesepakatan GATT-PU

menghasilkan seperti apa yang diinginkan oleh negara-negara industri maju, dapat

dikatakan bahwa negara-negara industri maju akan lebih leluasa menjalankan praktik

neo-imperialisme dan neo kolonialisme.72

Dalam intensitasnya, nampaknya liberalisasi ekonomi mempengaruhi kebijakan

nasional. Terlebih intervensi dalam bidang hukum dilakukan secara terstruktur dan

massif dengan kekuatan pendanaan yang besar oleh negara industri. Dampak

globalisasi dalam bidang ekonomi dan hukum memang sangat terasa dan dapat

dilihat kasat mata. Penelitian disertasi Elli Ruslina dengan judul ”Dasar

Perekonomian Indonesia dalam Penyimpangan Mandat Konstitusi UUD Negara

Tahun 1945”, menemukan puluhan undang-undang ekonomi yang strategis

berkaitan dengan kehidupan negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak yang

terpengaruh globalisasi atau membawa ide pasar bebas dalam kurun waktu tahun

1967 sampai 2009. Undang-undang tersebut antara lain :

Tabel 13

Undang-Undang yang Terindikasi Ide Globalisasi73

71 Ibid, hlm. 232. 72 Adi Sulistiyono dan Muhammad Rustamaji, op cit, hlm. 26. 73 Ruslina, Elli, op cit, hlm. 101-102.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

417

No Jenis Undang-

Undang

Nomor dan Tahun Undang-Undang

1 Investasi 1. UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman

Modal Asing.

2. UU No. 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman

Modal Dalam Negeri.

3. UU No. 8 Tahun 1995 tentang Modal.

4. UU. No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman

Modal

2 Perbankan 5. UU No. 14 tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok

Perbankan.

6. UU No. 7 tahun 1992 Tentang Perbankan.

7. UU No. 10 tahun 1998 Tentang perubahan atas

UU No. 7 tahun 1992 Tentang Perbankan

3 Perseroan /

perusahaan

8. UU No. 1 tahun 1995 Tentang Perseroan

Terbatas.

9. UU No. 19 tahun 2003 Tentang badan Usaha

Milik Negara.

10. UU No. 40 tahun 2007 Tentang Perseroan

Terbatas.

11. UU No. 20 tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah

4 Sumber Daya Alam 12. UU No. 11 tahun 1967 tentang Pertambangan.

13. UU No. 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan.

14. UU No. 22 tahun 2001 Tentang minyak dan

Gas Bumi.

15. UU No. 20 tahun 2002 Tentang

Ketenagalistrikan.

16. UU No. 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara

5 Hak Kekayaan

Intelektual

17. UU No. 14 tahun 2002 Tentang Paten.

18. UU No. 15 tahun 2002 Tentang Merek.

6 Perkoperasian 19. UU No. 14 tahun 1965 Tentang Perkoperasian

20. UU No. 12 tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok

Perkoperasian.

21. UU No. 25 tahun 1992 Tentang Perkoperasian

7 Perdagangan 22. UU No. 7 tahun 1994 Tentang GATT/WTO

Penelitian Adi Sulistiyono menunjukkan bahwa politik hukum pemerintah

Indonesia merupakan wilayah yang rentan dari intervensi faktor-faktor eksternal

untuk kepentingan politik dan bisnis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

418

merespon globalisasi ekonomi diawali dengan menyepakati General Agreement on

Tarrif and Trade (GATT) Uruguay Round pada tahun 1994, yang ditindaklanjuti

dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan

Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan

Organisasi Perdagangan Dunia). Disepakatinya GATT-PU menandakan munculnya

era liberalisasi perdagangan dunia tanpa proteksi dan tanpa hambatan dan

mempertinggi tingkat persainngan perdagangan antar pelaku ekonomi. Dokumen

GATT-PU berisi 28 kesepakatan multilateral dalam dunia perdagangan. Adapun

untuk mengawasi kesepakatan tentang tarif dan perdagangan dibentuk lembaga

bernama World Trade Organization (WTO) sebagai wadah ketiga setelah World

Bank dan IMF.

Semua negara yang ikut menandatangani kesepakatan tersebut, wajib untuk

menyesuaikan hukum nasional mereka dengan ketentuan-ketentuan dalam GATT-

PU. Demikian juga setelah Indonesia meratifikasi kesepakatan GATT-PU, kemudian

diikuti dengan membentuk 49 undang-undang, yang mencakup 20 perundang-

undang bidang jasa, 16 perundang-undangan bidang investasi, dan 13 perundang-

undangan bidang hak atas kekayaan intelektual (HaKI). Undang-undang tersebut

diantaranya adalah : 74

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang- undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan;

74 Adi Sulistiyono, “Hukum Ekonomi dan Tranplantasi Hukum, Analisis Politik Hukum

Terhadap Legislasi di Bidang Perekonomian di Indonesia”, penelitian bidang hukum 2012, dalam https://eprints.uns.ac.id/13413/ , diakses 17 Februari 2018.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

419

6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi;

7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan;

8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;

9. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang;

10. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Pembentukan peraturan perundang-undangan bidang ekonomi yang strategis di

Indonesia banyak dilakukan melalui metode transplantasi hukum. Transplantasi

hukum adalah proses perpindahan aturan hukum atau doktrin hukum atau institusi

hukum atau struktur hukum dari suatu masyarakat satu ke masyarakat lain.

Transplantasi hukum bisa dilakukan secara paksaan (kolonialisme) dan sukarela

melalui perjanjian internasional. Bisnis konglomerasi asing di Indonesia melalui

perpanjangan tangannya melalui World Bank, IMF, dan USAID yang menekan

Indonesia untuk melakukan transplantasi hukum guna memberikan perlindungan

terhadap kegiatan-kegiatan bisnisnya. Upaya penekanan tersebut dilakukan

diantaranya ketika Indonesia memerlukan bantuan dana, baik melalui pinjaman

ataupun hibah. Indonesia diharuskan menandatangani kesepakatan (LoI - Letter of

Intent) yang berisi prasyarat (kondisionalitas) tertentu yang harus dipenuhi sebelum

dana pinjaman dikucurkan. Juga dilakukan dengan modus memberikan tenaga ahli

agar mereka bisa mempengaruhi substansi suatu perundang-undangan.75

Campur tangan asing ini diakui oleh anggota DPR, Eva Kusuma Sundari pada

wawancara dengan salah satu majalah nasional pada tahun 2010 dengan

mengatakan ada campur tangan asing terlibat dalam penyusunan puluhan undang-

undang di Indonesia. Ada 76 undang-undang yang draft-nya dilakukan pihak asing.

Temuan ini diperolehnya dari sumber Badan Intelijen Negara (BIN). Puluhan UU

75 Loc cit.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

420

dengan intervensi asing itu dilakukan dalam 12 tahun pasca reformasi. Inti dari

intervensi ini adalah upaya meliberalisasi sektor-sektor vital di Indonesia,

contohnya, undang-undang tentang migas, kelistrikan, perbankan dan keuangan,

pertanian, serta sumber daya air.76

Eva menengarai antara lain tiga lembaga strategis dari Amerika Serikat

yaitu World Bank (Bank Dunia), International Monetary Fund (IMF), dan United

States Agency for International Development (USAID) ada dibelakang semua itu.

Selain Bank Dunia, lanjutnya, IMF juga menyusupkan kepentingannya melalui

beberapa undang-undang yang strategis di bidang perekonomian yang seharusnya

dikuasai negara, misalnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan

Usaha Milik Negara (BUMN) dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal Asing. Dengan menerima bantuan, secara otomatis pemerintah

pasti punya keharusan mengikuti ketentuan IMF. Menyusupnya kepentingan asing

pada sejumlah undang-undang tersebut telah merusak tatanan politik, ekonomi dan

sosial budaya. Lembaga- lembaga tersebut memberi bantuan dengan syarat-syarat

yang didiktekankan Bank Dunia, IMF, dan USAID seperti membuka pasar bebas,

tidak boleh ada proteksi, free competitions dan membuat standarisasi yang

membebani petani dan rakyat kecil. Ketiganya terlibat sebagai konsultan, karena

memberikan pinjaman kepada pemerintah untuk sejumlah program di bidang politik,

ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan rakyat. 77

76Amirullah, “Eva: Asing Intervensi 76 Undang-undang” tempo. co, Jumat, 20 Agustus 2010, dalam https://nasional.tempo.co/read/272793/eva-asing-intervensi-76-undang-undang, diakses 12 januari 2018.

77 RMOL, “76 UU Dicurigai Banteng Untungkan Pihak Asing Pimpinan DPR Dorong Lakukan

Revisi” Selasa 12 Oktober 2010, dalam http://www.rmol.co/read/2010/10/ 12/6253/76-UU-Dicurigai-Banteng-Untungkan-Pihak-Asing- diakses 13 januari 2018.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

421

Intervensi undang-undang di Indonesia ini juga dibenarkan oleh Kiki Syahnakri,

Ketua Badan Pengkajian Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD) sejak 2006.

Menurutnya terdapat 72 perundang-undangan hasil reformasi merupakan pesanan

asing. Ini berdasarkan kajian BIN pada 2006 lalu. Salah satunya adalah Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing. Hal ini terlihat

undang-undang tersebut memberikan ruang bagi perusahaan asing untuk dapat me-

ngelola lahan selama 95 tahun, bahkan bisa diperpanjang hingga 35 dan 65 tahun

lagi sehingga total pengusaha asing bisa mengeksploitasi sumber daya hingga 195

tahun.78

Kiky Syahnakri dalam Roundtable Discussion bertajuk Konsolidasi Ke-

Indonesiaan di Universitas Airlangga, Surabaya 8 Februari 2012 bahkan menegaskan

keterlibatan Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) asing di bawah Partai Demokrat

Amerika Serikat telah mengintervensi amandemen UUD 1945. National Democratic

Institution (NDI) di bawah Partai Demokrat Amerika Serikat telah menggelontorkan

45 juta dolar AS untuk mengawal amandemen konstitusi Indonesia sejak 1999

hingga 2002. Indikasi intervensi itu terlihat dari banyaknya muatan liberal dalam

pasal-pasal UUD 1945 hasil amendemen yang sangat dominan. Dampaknya menurut

Sofyan Efendi, tercatat 82,5 persen isi amendemen UUD 1945 mengandung muatan

liberal. Hal itu berdampak sebanyak 61 undang-undang yang merupakan produk

hukum sebagai turunan konstitusi menjadi sangat liberal.79

Pengamat Intelejen A.C. Manullang bahkan menjelaskan kuatnya dorongan

untuk dilakukan amandemen kelima UUD 1945 terkait kepentingan asing yang

78 Loc cit 79 Ali, “Purnawirawan Awasi Intervensi Asing dalam Pembuatan UU”, Hukum online, Jumat

10 Februari 2012 dalam http://www.hukumonline.com/berita/baca/ lt4f34bd6101b32/purnawirawan-awasi-intervensi-asing-dalam-pembuatan-uu- , diakses 19 Februari 2018.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

422

menginginkan Indonesia agar mudah dikendalikan, terutama oleh Amerika Serikat.

Asing sangat kuat mendorong amandemen UUD 45 dengan memanfaatkan LSM,

para pejabat, maupun anggota DPR yang sudah terkontaminasi kepentingan asing.

Para politisi yang tidak menginginkan amandemen akan kalah, karena mereka

minoritas. Saat ini LSM melalui seminar ataupun kajian yang ditampilkan di media

berperan besar dalam mempengaruhi amandemen kelima. 80

Globalisasi menjanjikan harapan palsu tidak perlu diikuti sepenuhnya. Hal ini

telah diprediksi jauh-jauh hari oleh para pendiri negara yang menolak pasar bebas

dan kapitalisme global yang sat ini kembali mendunia dengan istilah globalisasi. Dari

sekian teori fungsi negara, maka sangat tepat jika kita kembali pada pemikiran Bung

Hatta sebagai perumus sistem perekonomian Indonesia. Pasal 33 ayat (1)

mempunyai arti bahwa perekonomian imperatif harus “disusun” dan tidak dibiarkan

tersusun sendiri sesuai dengan selera dan kehendak pasar bebas. Globalisasi dewasa

ini tidak boleh membuat bangsa Indonesia mengalami disorientasi ideologi dengan

memudarkan rasa kebangsaan. Kita tidak boleh terjebak pada pola globalisasi

dengan pasar bebasnya yang menghilangkan peran negara dalam kehidupan

perekonomian negara.

Oleh karena itu leberalisasi ekonomi yang pada hakikatnya berorientasi pada

pertumbuhan perlu diimbangi dengan peraturan maupun kebijakan yang fokus pada

pemerataan. Melalui intervensi peraturan maupun kebijakan pemerintah baik melalui

instrumen langsung (direct attack) seperti alokasi dana, subsidi pada pengusaha

menengah dan kecil, membangun linkage antara perusahaan besar, menengah dan

kecil. Instrumen tidak langsung juga dapat dilakukaan seperti insentif melalui

80 Ahmad Sofyan, “Asing dan Konstitusi RI”, 17 September 2017, dalam

https://www.academia.edu/7966519/Asing_dan_Konstitusi_RI

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

423

kebijakan harga dan tingkaat suku bunga serta peningkatan akses pengusaha

menengah dan kecil kepada berbagai peluang. Dengan demikian Indonesia harus

mampu menghadapi dan menyiasati globalisasi menjadi faktor pendorong

pembangunan nasional. Tanpa peraturan perundangan yang bersifat memitigasi

dampak-dampak negatif liberalisasi ekonomi akan menimbulkan disequalizing effect

dan kurang efektif untuk menanggulangi kemiskinan.81

C. Penguasaan Sumber Daya Tambang Oleh Negara

Dalam dunia internasional secara umum dikenal jenis hak kepemilikan. Hak

kepemilikan dibagi menjadi empat kategori (feeny et al, 1990 ; Lynch & Harwel,

2002) yaitu: 82

1. Akses terbuka (open access) yang berarti tidak ada hak kepemilikan atas

sumberdaya. Sumber daya bebas dan terbuka diakses oleh siapapun.

2. Hak milik individual (private property) yang berarti sumber daya bukanlah

milik negara, melainkan dimiliki oleh organisasi atau individu. Ada aturan

yang mengatur hak-hak pemilik dalam memanfaatkan sumber daya alam.

Manfaat dan biaya ditanggung sendiri oleh pemilik sumber daya tersebut. Hak

kepemilikan dapat dipindahtangankan kepada pihak lain yang ditunjuk.

3. Milik kelompok masyarakat (common property) yang berarti bahwa sumber

daya dikuasai oleh sekelompok masyarakat, dimana para anggota memiliki

kepentigan untuk kelestarian pemanfaatan. Pihak luar bukan anggota tidak

boleh memanfaatkan sumber daya alam tersebut. Hak kepemilikan tidak

bersifat eksklusif, dapat dipindahtaangankan sepanjang sesuai aturan yang

disepakati bersama. Aturan pemanfaatan mengikat seluruh anggota kelompok

didalamnya.

81 Moeljarto Tjokrowinoto, op cit, hlm. 233. 82 Resvani, Tambang Untuk Negri, Sebuah Inovasi Konsep, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta,

2017, hlm. 155.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

424

4. Hak milik negara (state property) yang berarti hak pemanfaatan sumber daya

alam secara eksklusif dimiliki oleh pemerintah. Pemerintah memutuskan

seluruh hal terkait akses, tingkat dan sifat eksploitasi sumber daya alam.

Di Indonesia muncul dua teori kepemilikan sumber daya alam yang cenderung

berkembang. Pertama, ada yang berpendapat bahwa sumber daya alam itu tidak ada

pemiliknya (terra incognita) atau dengan kata lain langsung dimiliki oleh Tuhan

YME dan ada yang berpendapat pemilik sumber daya alam di Indonesia adalah

rakyat yang kemudian dikuasakan kepada negara. Pendapat terra incognita sangat

dekat dengan konep open access dalam kategori hak kepemilikan. Semua orang

berhak mengakses. Hal ini tentunya menimbulkan efek ketidakteraturan dan

perebutan sumber daya alam tersebut. Oleh karena itu negara hadir sebagai penguasa

dari sumber daya alam untuk menghindari perebutan dan menciptakan keteraturan

dalam penguasaan sumber daya alam. Namun demikian, negara bukanlah sebagai

pemilik, melainkan penguasa sumber daya alam Indonesia. Kedua, pendapat yang

mendukung rakyat sebagai pemilik sumber daya alam dengan menggunakan konsep

kedaulatan rakyat yang dimandatkan kepada negara. Dengan mandat tersebut

akhirnya rakyat kembali menjadi objek kemakmuran atas penggunaan sumber daya

alam. 83

Lalu bagaimana konsep kepemilikan atau penguasaan sumber daya alam

pertambangan di Indonesia. Untuk membahas hal ini maka secara konstitusional

telah diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bumi, air dan

kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Disini terkandung dua filosofis penting

yaitu filosofis dikuasai oleh negara (hak menguasai negara) atas aset kekayaan alam

83 Loc cit.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

425

serta filosofi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kedua filosofi ini merupakan

satu kesatuan yang tak terpisahkan. Hak menguasai negara adalah instrumen atau

mandat konstitusi ekonomi, sedangkan tujuan akhirnya adalah sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Maka pemerintah sebagai representasi negara bertindak sebagai

penerima amanat untuk merencanakan, mengatur, mengelola dan mengawasi

kekayaan alam agar dapat dinikmati oleh rakyat Indonesia.

Pengertian hak menguasai negara antara lain dapat ditelusuri dari konsep

pemikiran yang berkembang dalam sejak kemerdekaan hingga masa ekonomi

terpimpin. Politik hukum Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 memilih kata yang

menunjukkan sifat imperatif yaitu “dikuasai” bukan secara kebetulan melainkan

hasil pengolahan rasional dan emosional terhadap pandangan filosofis dan politik

atas masalah-masalah kenegaraan, sosial, budaya, ekonomi dan sejarah pertumbuhan

bangsa Indonesia, oleh karena itu mengandung unsur kejiwaan yang mendasar.84

Pasal ini memerintahkan agar dibuat peraturan nasional untuk menggantikan hukum

agraria kolonial yang tentu saja tidak sesuai dengan keadaan dan kepentingan

nasional, namun terpaksa diberlakukan untuk menghindari kekosongan hukum.

Hukum kolonial secara filosofis maupun prinsip dibuat untuk mengeruk kekayaan

alam Indonesia bagi penjajah. Cara yang dipilih adalah melakukan penguasaan

kekayaan alam oleh negara. Untuk itu harus dibuat tafsir baru yang berpihak pada

kesejahteraan bangsa. Jiwa dari pasal ini tidak lain adalah kewenangan atau

kekuasaan untuk mengatur peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan

unsur-unsur agraria yang meliputi bumi, air dan ruang angkasa sebagai alat untuk

mencapai kesejahteraan sosial. Politik hukum kekayaan alam yang diusung adalah

84 R. Soeprapto, Undang-Undang Pokok Agraria Dalam Praktek, UI Press, Jakarta, 1986, hlm.

10.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

426

melakukan perubahan dan perbaikan atas ketentuan-ketentuan hukum kolonial yang

hanya berorientasi menguntungkan kepentingan kolonial dengan merugikan

kepentingan masyarakat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.85

Konsep pemikiran tersebut antara lain dikemukakan oleh R Soepomo,

Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, M. Subhan Z.E hingga Sadli. Sejarah

terbentuknya pasal 33 ayat 3 UUD 1945, berawal pada saat R. Soepomo melontarkan

didepan sidang BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1945 yang diakhir pidatonya tentang

negara integralistik menyampaikan : 86

“Dalam negara yang berdasarkan integralistik berdasarkan persatuan maka

dalam lapangan ekonomi akan dipakai sistem sosialisme negara (staat

socialism). Dengan sistem sosialisme negara yang dimaksud itu, maka : dalam

negara Indonesia baru, dengan sendirinya menurut keadaan sekarang,

perusahaan-perusahaan sebagai lalu lintas, electriciteit, perusahaan alas rimba

harus diurus oleh negara sendiri. Begitupun tentang tanah. Pada hakekatnya

negara yang menguasai tanah seluruhnya. Tambang-tambang yang penting

untuk negara akan diurus oleh negara sendiri. Melihat sifat masyarakat

Indonesia sebagai masyarakat pertanian, maka dengan sendirinya tanah

pertanian menjadi lapangan hidup dari kaum tani dan negara harus menjaga

supaya tanah pertanian itu tetap dipegang oleh kaum tani”.

Dinyatakan bahwa, dalam negara yang berdasar integralistik berdasar

persatuan, maka dalam lapangan ekonomi akan dipakai sistem “sosialisme negara”

(staats socialisme). Perusahaan-perusahaan yang penting akan diurus oleh negara

sendiri. Pada hakekatnya negara yang akan menentukan dimana, dimasa apa,

perusahaan apa yang akan diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau oleh

pemerintah daerah atau yang akan diserahkan pada suatu badan hukum privat atau

85 Imam Koeswahjono Muchsin dan Soimin, Hukum Agraria dalam Perspektif Sejarah,

cetakan 2, Penerbit Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 38. 86 Ibid, hlm 158

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

427

kepada seseorang, itu semua tergantung dari pada kepentingan negara atau

kepentingan rakyat seluruhnya. Begitupun tentang hal tanah, pada hakekatnya

negara yang menguasai tanah seluruhnya. Tambang-tambang yang penting untuk

negara akan diurus oleh negara sendiri.87

M. Subhan Z.E dalam seminar nasional KENSI di Surabaya tahun 1960

menyatakan :88

“ Bahwa ekonomi terpimpin tidak harus selalu diartikan penerjunan pemerintah,

langsung atau tidak langsung di dalam perniagaan dan perusahaan umum,

tetapi pengusahaan langsung pada policy ekonomi, moneter dan pembangunan

serta mengatur dan membimbing dan melaksanakan pengawasan yang keras

agar policy yang ditentukan pemerintah itu ditaati oleh masyarakat, lembaga-

lembaga negara dan pengusaha-pengusaha nasional swasta”.

Subhan berkeyakinan bahwa perbaikan ekonomi Indonesia bisa dilakukan

dengan pengaturan dan kemauan yang baik dari pemerintah. Untuk itu dalam

pelaksanaan ekonomi terpimpin perhatian serius diberikan pada tiga tujuan utama

yaitu distribusi, pembangunan ekonomi dan kebijakan moneter. Perbaikan distribusi

barang dapat dilakukan dengan baik jika diserahkan pada partikelir, sedangkan

pemerintah tidak terlalu banyak campur tangan dan cukup sebagai pengawas.

Pembangunan ekonomi dilakukan dari surplus anggaran belanja negara dari tahun

ke tahun. Dalam bidang moneter pemerintah harus menempuh anggaran

berimbang.89

Pemikiran Subhan sejalan dengan Mohammad Hatta, pada tahun 1957

menyampaikan konsep pemerintah tidak perlu turut campur tangan secara langsung

87 Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara, Paradigma Baru Untuk Reformasi

Agraria, Cetakan I , Penerbit Citra Media, Yogyakarta, 2007, hlm. 35 88 Amirudin Al-Rahab, Ekonomi Berdikari Sukarno, cetakan pertama, Komunitas Bambu,

Depok, 2014, hlm118. 89 Ibid, hlm. 119.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

428

dalam persoalan ekonomi. Negara cukup sebagai pemimpin yang mengarahkan dan

membimbing perkembangan ekonomi dengan mengawasi lakon-lakon ekonomi.

Keterlibatan negara hanya akan menciptakan birokrasi berbelit-belit. Untuk itu perlu

dikembangkan koperasi sebagai badan ekonomi yang mengatasi keterlibatan

birokrasi sekaligus memudahkan masyarakat mengembangkan dirinya dalam

berekonomi. Jalan ini penting karena perusahaan-perusahaan besar tidak mampu

dijalankan oleh Indonesia akibat tidak mampu dari segi modal dan keahlian serta

belum mampu menjalankan suatu rencana ekonomi secara besar-besaran.

Selanjutnya Hatta mengemukakan keterlibatan negara dalam ekonomi hanya di

bidang pelayanan umum (public utilities) : 90

Dikuasai oleh negara tidak berarti bahwa pemerintah sendiri menjadi

pengusaha dengan segala birokrasi yang ada padanya. Pekerjaan dapat

diserahkan kepada badan-badan pelaksana yang bertanggung jawab pada

pemerintah, yang kerjanya dikontrol oleh pemerintah.

Dikuasai negara tidak dipandang sempit dalam peranan negara sebagai

pengusaha, pebisnis ataupun tuan tanah. Namun penekanan yang diberikan

adalah negara sebagai pembuat peraturan untuk memastikan kegiatan ekonomi

tidak terganggu, sebuah aturan yang pada waktu yang sama dapat mencegah

eksploitasi berlebihan oleh pemilik modal.

Sedangkan Muhammad Yamin menerjemahkan dikuasai negara dalam bentuk

negara yang mengatur dan/atau mengolah, terlebih dengan tujuan untuk

meningkatkan dan mendorong produksi dengan memberikan prioritas pada koperasi.

Persepsi para tokoh kemerdekaan ini sejalan dengan semangat UUD 1945 untuk

mendorong pemanfaatan kekayaan nasional bagi kemakmuran rakyat, melalui

90 Ibid, hlm. 120.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

429

penguasaan oleh negara sebagai wakil yang ditunjuk langsung oleh rakyat untuk

melakukan perannya, termasuk dalam mengatur.91

Sikap Hatta ini ditentang oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) karena terlalu

lemah dan menyerah kepada kepentingan modal monopoli asing seperti Amerika dan

negara Eropa Barat lainnya yang selama ini menguasai impor dan ekspor Indonesia.

Pandangan Aidit dalam sidang Kongres Nasional partai ke-VI tahun 1958 sebagai

berikut : 92

“Anti liberalisme di lapangan ekonomi tidak bisa diartikan lain kecuali anti

perdagangan bebas (free fight liberalism) dan ini berarti mengutamakan

ekonomi sektor negara sebagai syarat untuk memimpin seluruh perekonomian

negri dan menggerogoti kekuasaan ekonomi kapital besar asing”.

Dari kutipan Aidit tersebut jelas bahwa untuk menuju sosialisme PKI memiliki

sikap : pertama, tidak akan menempuh jalan kompromi terhadap penanaman modal

asing dengan segala bentuk manifestasinya. Kedua, memandang bahwa negara

adalah satu-satunnya kekuatan ekonomi untuk menentukan arah dan perkembangan

produksi. Ketiga, pihak swasta adalah pelengkap dalam praktik ekonomi dan tidak

boleh menjadi beban keuangan negara melalui kredit dan subsidi. Keempat, jalan

industri adalah jalan utama untuk mencapai sosialisme karena tanpa industri

Indonesia tidak akan mampu keluar dari kungkungan krisis ekonomi.93 Menurut PKI

negara bukan hanya menjadi pembuat peraturan dan undang-undang, melainkan

langsung aktif dalam produksi dan distribusi. Sementara itu usaha swasta mendapat

tempat terhormat sebagai pembantu pemerintah dalam memperkukuh ekonomi

nasional apalagi dalam masa pemulihan.

91 Resvani, loc cit. 92 Amirudin Al- Rahab, op cit, hlm 115. 93 Loc cit.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

430

Sementara itu partai Nasionalis Indonesia (PNI) dalam haria rakyat tanggal 29

september 1964 mengemukakan pendirian Hatta jauh dari prinsip ekonomi terpimpin

yang akan memajukan revolusi dan perjuangan rakyat Indonesia melaui sosialisme

dengan kemampuan ekonomi yang mandiri. Cara pikir Hatta masih menyisakan

peluang kepada kekuatan ekonomi asing yang sebenarnya hendak dihapus

sebagaimana digariskan manipol. Dalam Konferensi Ekonomi dan Pembangunan di

Yogyakarta 27 Februari sampai 3 Maret 1959, Ketua Departemen Ekonomi &

Keuangan DPP PNI, Soebagijo Reksodipuro berpidato “Bergerak Ke Ekonomi

Marhaenis” dengan mengemukakan pokok-pokok ekonomi marhaenis yaitu :

Pertama, perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan,

dengan membentuk koperasi dalam segala bidang usaha serta perusahaan negara.

Perusahaan besar perseorangan tidak diperbolehkan. Kedua, segala perusahaan yang

bersifat vital dan perusahaan besar adalah perusahaan negara dengan kata lain tidak

boleh bersifat koperasi.94

Sedangkan akademisi Universitas Indonesia (UI), Sadli dalam Dies natalis

Fakultas Ekonomi UI tahun 1959, menyatakan ekonomi terpimpin dalam mencapai

sosialisme perlu dipertegas, dalam arti mana yang lebih domina sosialismenya atau

Indonesianya. Dalam pandangannya walaupun kehidupan bangsa Indonesia begitu

memprihatinkan, sosialisme bukanlah satu-satunya jalan keluar. Ada juga negara

yang sukses keluar dari kesuraman ekonomi dengan jalan kapitalisme, yaitu Jepang.

Walaupun demikian, sosialisme Indonesia menurut Sadli lebih menitikberatkan pada

keIndonesiaannya. Sosialisme Indonesia tidak menganut pertentangan kelas,

revolusi kaum buruh, diktatur proletariat dan menolak menjadi bagian dari

kominteren. Prinsip dasar sosialisme yang dianut Indonesia adalah sifat kolektif dan

94 Ibid, hlm. 123.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

431

negara sebagai penjelmaan dari sifat kolektif ini memiliki peran besar. Keseluruhan

itu dipadu menjadi sifat kegotongroyongan. Dengan demikian dalam salah satu

aspeknya usaha swasta masih mendapatkan tempat sebagai rekanan dari perusahaan

negara untuk mengejar pertumbuhan ekonomi di sampin pemerataan. Sadli

cenderung menyatakan dalam masa peralihan, sektor-sektor ekonomi vital harus

dipegang dan dikelola oleh negara. Jika situasi sudah memungkinkan, bisa ditangani

oleh swasta atau bekerjasama dengan pemerintah. Perusahaan negara adalah

perusahaan yang bisa memobilisasi modal secara besar-besaran, mampu melakukan

progresivitas produksi dan efisiensi secara sosial. Sementara itu operasional

perusahaan negara diawasi secara bersama antara pemerintah, konsumen dan para

buruh.95

Dengan demikian setidaknya ada dua kubu pemikiran dalam menjelaskan

tentang hak menguasai negara. Kelompok pertama diwakili oleh pemikiran Subhan,

Hatta dan Sadli. Menurut ketiganya, makna dikuasai negara tidak berarti

dikendalikan dan dioperasionalkan oleh negara, tetapi diawasi secara administrasi

oleh negara. Bahkan lebih jauh dari itu menghendaki perusahaan-perusahaan negara

jika keadaan memungkinkan dijual kembali pada pihak swasta. Di sisi lain PKI dan

PNI menyatakan dikuasai negara berarti negara benar-benar memiliki dan mengatur

serta mengontrol perusahaan negara tersebut dengan logika tidak hanya sekedar

mencari keuntungan, tetapi perusahaan negara sebagai motor penggerak ekonomi

rakyat sehingga negara mampu meningkatkan jaminan sosial masyarakat. dengan

demikian negara menjadi wakil masyarakat dalam melakukan kontrol politik

terhadap produksi dan distribusi.

95 Ibid, hlm. 125.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

432

Hak Penguasaan Negara sebagaimana diatur secara eksplisit pada Pasal 33 ayat

(3) UUD 1945 ini menjadi landasan konstitusional dibenarkannya negara memiliki

hak menguasai kekayaan alam yang terkandung di dalam perut bumi. Namun

penjelasan tentang batasan hak menguasai negara tersebut tidak terdefinisikan lagi

secara otentik dalam konstitusi, karena penjelasan UUD 1945 telah ditiadakan

(dihapus dalam amandemen ke-4 tahun 2002). Dengan demikian konsep dan batasan

hak menguasai negara diserahkan kepada ilmu pengetahuan hukum dan Mahkamah

Konstitusi sebagai satu-satunya lembaga peradilan negara yang diberi kompetensi

untuk menafsirkan konstitusi, khususnya Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.96

Dalam lampiran risalah persidangan BPUPKI dan PPKI terdapat penjelasan dari

para penyusun UUD 1945 berkaitan dengan konstitusionalisme agraria dengan soal

perekonomian Indonesia merdeka yang menjelaskan hubungan antara negara dengan

tanah sebagai faktor produksi yang berbunyi : tanah sebagai faktor produksi yang

utama dalam masyarakat Indonesia, haruslah dibawah kekuasaan negara. Tanah

tidak boleh menjadi alat kekuasaan orang-seorang untuk menindas dan memeras

hidup orang lain.97

Sebagai penjabaran Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 maka pemerintah membentuk

kepanitiaan yang diberi tugas menyusun draft undang-undang agraria untuk

menggantikan undang-undang kolonial. Kepanitiaan dibentuk sejak tahun 1948

berdasarkan Keputusan Presiden RI Tahun 1948 Nomor 16. Kepanitiaan beberapa

kali berubah dan berlangsung selama 12 tahun. Akhirnya disahkan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang

mengatur hak penguasaan atas agraria serta kekayaan alam yang tekandung

96 Marilang, op cit, hlm. 269. 97 Resvani, loc cit.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

433

didalamnya. Konsep dan asas-asas hukum agraria dibentuk berdasarkan hukum adat

yang diangkat menjadi norma hukum tertulis.98

UUPA menjelaskan pengertian hak menguasai negara atas sumber daya alam

oleh negara dalam Pasal 2 sebagai berikut :

(1). Atas dasar ketentuan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang

dimaksud dalam pasal 1, bumi air dan ruang angkasa termasuk kekayaan

alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh

negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

(2). Hak menguasai negara tersebut dalam ayat 1 pasal ini memberikan wewenang

untuk :

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan

dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa.

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan

ruang angkasa.

(3). Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada

ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran

rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam

masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan

makmur.

(4). Hak menguasai negara tersebut dalam pelaksanaannya dapat dikuasakan

kepada daerah-daerah, swasta dan masyarakat-masyarakat hukum adat

sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan menurut

ketentuan-ketentuan peraturan yang berlaku.

Berdasar pasal 2 UUPA dan penjelasannya tersebut, menurut konsep UUPA,

pengertian “dikuasai” oleh negara bukan berarti “dimiliki”, melainkan hak yang

98 Supriadi, Hukum Agraria, cetakan keempat,Sinar Grafika, Jakarta ,2010, hlm. 57.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

434

memberi wewenang kepada negara untuk menguasai seperti hal tersebut diatas.99

Wewenang negara yang bersumber pada hak menguasai sumber daya alam oleh

negara semata-mata bersifat publik yaitu wewenang untuk mengatur (regulasi),

bukan wewenang menguasai tanah secara fisik dan menggunakan tanahnya.

Demikian juga hukum adat menjadi dasar agraria mengingat UUPA ini

bersumber dari kesadaran hukum yang hidup dalam rakyat banyak yang tunduk pada

hukum adat yang terjelma dalam Pasal 5 UUPA :

Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat,

sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang

berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan

peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan

peraturan perundangan lainnya,segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-

unsur yang bersandar pada hukum agama.

Wewenang negara untuk mengatur hubungan hukum antara orang-orang

termasuk masyarakat hukum adat dengan tanah terkait erat hubungan hukum antara

tanah dengan negara. Hukum yang mengatur pengakuan dan perlindungan tersebut

sangat diperlukan untuk memberi jaminan kepastian hukum kepada masyarakat agar

hak-hak atas tanahnya tidak dilanggar oleh siapapun. Oleh Karena itu, sangat tidak

tepat jika melihat hubungan Negara dengan tanah terlepas dengan hubungan antara

masyarakat hukum adat dengan tanah ulayatnya dan hubungan antara perorangan

dengan tanahnya. Ketiga hubungan ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan satu dengan yang lain, dan merupakan hubungan yang bersifat

“tritunggal”.100

99 Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok

Agraria, Isi Dan Pelaksanaanya, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2005, hlm.234. 100 Ibid, hlm. 7

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

435

Sedangkan dalam hal perencanaan pengalokasian dan pemanfaatan sumber daya

alam diatur dalam Pasal 14 ayat (1) sebagai berikut :

(1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan (3), pasal 9

ayat (2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme

Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan

penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung

di dalamnya :

a. Untuk keperluan negara;

b. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya, sesuai

dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;

c. Untuk keperluan pusat-pusat kehidupann masyarakat, sosial, kebudayaan

dan lain-lain kesejahteraan;

d. Untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan

perikanan serta sejalan dengan itu;

e. Untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan

pertambangan.

Namun demikian ada batasan-batasan penting yang harus diingat oleh negara

dalam menggunaan hak menguasi negara tersebut. Maria Sriwulandari Sumardjono

mengatakan bahwa kewenangan negara ini harus dibatasi dua hal :101

1. Pembatasan oleh UUD 1945. Bahwa hal-hal yang diatur oleh negara tidak

boleh berakibat pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD 1945.

Peraturan yang biasa terhadap suatu kepentingan dan menimbulkan kerugian

di pihak lain adalah salah satu bentuk pelanggaran tersebut. Seseorang yang

melepas haknya harus mendapat perlindungan hukum dan penghargaan yang

adil atas pengorbanan tersebut.

2. Pembatasan yang bersifat substantif dalam arti peraturan yang dibuat oleh

negara harus relevan dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk sebesar-

besar kemakmuran rakyat. Dan kewenangan ini tidak dapat didelegasikan

kepada pihak swasta karena menyangkut kesejahteraan umum yang sarat

101 A.P. Parlindungan, Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju,

Bandung , 1991, hlm. 40

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

436

dengan misi pelayanan. Pendelegasian kepada swasta yang merupakan

bagian dari masyarakat akan menimbulkan konflik kepentingan, dan

karenanya tidak dimungkinkan

Berdasarkan hal tersebut, maka sebelum membahas filosofi hak menguasai

negara kaitannya dengan barang tambang, terlebih dahulu dicermati dan digali

hakikat konstitusi itu sendiri. Untuk itu, Moh. Kusnadi dan Harmaily Hasan

mengemukakan bahwa konstitusi pada hakikatnya merupakan suatu hukum dasar

yang secara fungsional menjadi dasar bagi semua peraturan perundangan di

bawahnya102. Sedangkan Steenbek lebih menitikberatkan pada materi muatan suatu

konstistusi yang pada umumnya mengandung :103

1. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia dan warga negara;

2. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara secara fundamental;

3. Pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan.

Dengan demikian Pasal 33 UUD 1945 yang mengatur tentang dasar-dasar sistem

perekonomian dan kegiatan perekonomian yang dicita-citakan oleh bangsa

Indonesia harus memperhatikan tujuan yang lebih besar yaitu kesejaheraan rakyat

dalam Pasal 28 maupun Pasal 34, sebagaimana konsep dan gagasan para pendiri

negara dan para penyusun UUD 1945 yang secara tegas menempatkan pasal ini di

bawah Bab Kesejahteraan Sosial. Konsekuensinya, Pasal 33 UUD 1945 sebagai

dasar konstitusional kedudukan hak menguasai atau penguasaan oleh negara

terhadap bumi, dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus

dijadikan norma pokok dalam segala aktivitas perekonomian. Hak menguasai dan

penguasaan negara dimaksud tidak dapat dipisahkan dengan dasar pemikiran lain

102 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat

Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1981, hlm. 75. 103 Sri Soemantri Martosoewignjo, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, penerbit

Alumni, Bandung,1987, hlm. 51.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

437

yang lebih fundamental yakni “kesejahteraan sosial” sebagaimana diungkapkan

Bagir Manan bahwa “Upaya memahami Pasal 33 UUD 1945 dengan baik dan benar,

maka hak menguasai negara terhadap objek-onjek tersebut harus dikaitkan dengan

dasar pemikiran tentang kesejahteraan social”.104

Landasan pemikiran yang mendasari lahirnya hak menguasai negara atas objek-

objek tersebut sebagaimana terumuskan secara eksplisit pada Pasal 33 UUD 1945

adalah pokok pikiran tentang idiologi perekonomian Indonesia merdeka

sebagaimana digagas secara intensif oleh Panitia Keuangan dan Perekonomian yang

diketuai Mohammad Hatta ketika itu. Hasil gagasan panitia dimaksud didasarkan

pada nilia-nilai budaya bangsa Indonesia sendiri sehingga menghasilkan formulasi

yang sangat filosofis sifatnya yaitu bahwa “Kehidupan orang Indonesia didasarkan

pada nilai tolong-menolong”.105 Apabila nilai- nilai dalam Pasal 33 seperti gotong

royong dan tolong-menolong ini dikonversi ke hak menguasai negara atas barang

tambang, maka dapat dimaknai bahwa negara sebagai pemilik hak penguasaan yang

diwujudkan dalam bentuk pembuatan kebijakan, melakukan pengaturan, pengurusan

dan pengelolaan serta pengawasan terhadap barang tambang. Tindakan pemerintah

tersebut haruslah berorientasi kepada upaya mewujudkan kesejahteraan seluruh

rakyat Indonesia.

Menurut Abrar Saleng, nilai-nilai pemikiran yang terkandung dalam Pasal 33

ayat (3), jika dikaitkan dengan pengelolaan pertambangan adalah :106

1. Perekonomian Indonesia berdasarkan pada cita-cita tolong-menolong dan

usaha bersama, dilaksanakan dalam bentuk koperasi;

2. Perusahaan besar mesti di bawah kekuasaan Pemerintah;

104 Bagir Manan, op cit, hlm. 9. 105 Abrar Saleng, op cit, hlm. 28. 106 Ibid, hlm. 30

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

438

3. Perusahaan besar berbentuk korporasi diawasi dan penyertaan modal

Pemerintah;

4. Tanah di bawah kekuasaan Negara;

5. Perusahaan tambang dalam bentuk usaha negara dapat diserahkan kepada

badan yang bertanggungjawab kepada Pemerintah

Maka dapat dipahami bahwa secara konstitusional hak penguasaan negara diatur

secara eksplisit pada Pasal 33 UUD 1945, sehingga pasal ini menjadi landasan

konstitusional dibenarkannya negara memiliki hak menguasai kekayaan alam yang

terkandung di dalam perut bumi. Dengan demikian, kedudukan Pasal 33 UUD 1945

sangat diharapkan berfungsi sebagai dasar konstitusional bagi hak penguasaan

negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan harus

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuaran rakyat, dilengkapi dengan

ketentuan faktor-faktor produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang

banyak dikuasai oleh negara, menjadikan negara pemain dominan dalam sektor

ekonomi. Namun, ketika negara tidak mampu meningkatkan perekonomian dan

selanjutnya bergandengan tangan dengan para investor asing, maka sesungguhnya

telah terjadi perubahan secar subtantif dari hakikat isi pasal ini, yaitu “negara dan

para pemodal menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuaran rakyat, dilengkapi dengan

ketentuan faktor-faktor produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang

banyak”. 107

Dalam membahas dan memaknai Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan

bahwa pasal ini ditempatkan di bawah “BAB XIV KESEJAHTERAAN SOSIAL

mengandung konsekuensi :

107 Marilang, op cit, hlm. 272.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

439

1. Kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi dan di dalam air dikuasai oleh

negara dan dengan demikian mengandung arti bahwa kepemilikan sumber

kekayaan alam tambang tersebut bukanlah milik pribadi dan juga bukan milik

daerah dimana sumber daya alam tambang itu berada, melainkan juga “milik

seluruh rakyat Indonesia”. Secara implisit, hal tersebut menyiratkan makna

bahwa pemanfaatannya harus diatur oleh negara. Karena itu, Negara melalui

legislator bersama eksekutif menerbitkan peraturan perundangan yang

mengaturnya seperti undang-undang beserta peraturan pelaksanaan lainnya.

2. Harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hal ini

mengandung pengertian dorongan agar sumber daya alam tambang tersebut

dieksploitasi dan diproduksi menjadi bahan komoditas, sehingga pendapatan

dan hasilnya dapat dipergunakan untuk kemakmuran rakyat secara

berkeadilan.

Sementara itu Nandang Sudrajat berpendapat bahwa Pasal 33 ayat (3) UUD

1945 mengandung tiga unsur makna, yaitu : 108

1. Unsur bumi dan kekayaan alam, baik kekayaan alam yang berada di atas

permukaan maupun yang berada di bawah tanah sebagai objek;

2. Unsur negara sebagai subjek;

3. Unsur rakyat sebagai objek dan sekaligus sebagai subjek atau sasaran dari

pemanfaatan hasil bumi dan kekayaan alam.

Selanjutnya, Nandang Sudrajat menguraikan makna Pasal 33 ayat (3) sebagai

berikut :109

1. Bahwa seluruh kekayaan alam yang berada dalam wilayah hukum Indonesia

dikuasai oleh negara. Artinya, setiap orang, kelompok, lembaga dan/atau

badan usaha apapun jika mengambil, memanfaatkan, dan menikmati hasil

108 Nandang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, Pustaka

Yustisia, Yogyakarta, 2010, hlm. 15. 109 Ibid, hlm. 15-17.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

440

kekayaan alam tanpa seizing negara merupakan perbuatan melawan hukum

atau termasuk perbuatan pidana, sehingga dapat dipidana menurut ketentuan

perundangan yang berlaku. Selanjutnya, karena kekayaan alam tersebut

merupakan potensi atau modal dasar pembangunan yang dapat dimanfaatkan

demi sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka dari sudut pandang konstitusi,

kekayaan alam dimaksud merupakan objek dari hak penguasaan negara untuk

dipergunakan demi kepentingan nasional.

2. Negara sebagai subjek. Artinya, negara sebagai pemilik hak atas kekayaan

alam, melekat pada dirinya kekuasaan dan kewenangan, yang secara konkrit

menyimbolkan kemerdekaan dan kedaulatan sebagai representasi dari

kedaulatan rakyat, yang secara fungsional dilaksanakan dan dijalankan oleh

lembaga-lembaga negara, khususnya eksekutif.

3. Rakyat dalam konteks pengelolaan sumber daya alam tambang menempati

dua posisi, yaitu:

a. Rakyat dalam kedudukannya sebagai objek, mengandung arti bahwa

rakyatlah yang menjadi sasaran pertama dan utama untuk menerima

manfaat dari hasil kekayaan alam tambang guna tercapainya kehidupan

rakyat yang sesejahtera mungkin dalam arti yang luas. Artinya, melalui

hasil kekayaan alam tambang, rakyat diberi jaminan sosial, fasilitas

pendidikan, fasilitas kesehatan, dan yang sejenisnya.

b. Rakyat dalam kedudukannya sebagai subjek, mengandung arti bahwa

rakyat memilik hak yang sama dengan lembaga-lembaga usaha lainnya

dalam mengelola bahan tambang sekaligus memanfaatkannya secara

bijaksana. Artinya, rakyat harus diberi kesempatan untuk ikut mengelola

dan mengusahakan barang tambang dimaksud, dengan tetap

memperhatikan aspek-aspek teknis penambangan yang baik dan benar.

Adapun dasar hukum penguasaan negara atas sumber daya alam pertambangan

dapat dilihat dari konstitusi negara Republik Indonesia (UUD 1945), Ketepatan

MPR, Resolusi Perserikatan bangsa-bangsa maupun keputusan Mahkamah

Konstitusi republik Indonesia sebagai berikut :

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

441

1. Dasar Hukum Penguasaan Negara Sumber Daya Alam Pertambangan

Berdasarkan UUD 1945

Dalam ekonomi konstitusional seperti Indonesia, masalah ekonomi negara dan

kesejahteraan rakyat diatur dalam konstitusi tertulis. Dengan demikian baik

pemerintah maupun rakyat harus melakukan pemilihan kegiatan ekonomi dengan

tidak mengabaikan kendala konstitusional. Demikian pula dalam hal kekayaan alam,

menurut UUD 1945 harus dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Konsekuensinya eksploitasi seluruh kekayaan alam termasuk

pertambangan tidak dapat dilaksanakan berdasarkan prinsip ekonomi pasar bebas.

Eksploitasi kekayaan alam tanpa memperhatikan asas manfaat sebesar-besar

kemakmuran rakyat adalah bertentangan dengan konstitusi. Perusahaan

multinasional, perusahaan asing maupun domestik yang memperoleh manfaat dari

melimpahnya kekayaan alam tetapi membiarkan rakyat menderita atau tertinggal

bertentangan dengan tujuan negara dalam pembukaan UUD 1945 dan pasal 33.

Untuk itu pemerintah harus sanggup mengelola kekayaan alam secara terencana

sehingga hasilnya optimal meningkatkan kesejahteraan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hak menguasai negara terhadap

kekayaan alam yang ada di tubuh bumi Indonesia termasuk barang tambang, pada

hakikatnya mengandung arti bahwa negara sebagai pemilik hak. Selanjutnya tugas

pokok pemerintah adalah membuat kebijakan, melakukan pengaturan, pengurusan

dan pengelolaan serta pengawasan terhadap pengelolaan dan pengusahaan barang

tambang demi sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pasal 33 UUD 1945 membagi bidang ekonomi kedalam tiga sektor usaha, yaitu

koperasi, usaha negara dan swasta. Penekannya pada usaha negara mencapai

kesejahteraan rakyat didasarkan pada asas kekeluargaan. Asas kekeluargaan yang

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

442

dimaksud adalah koperasi yang mengutamakan kepentingan masyarakat diatas

kepentingan pribadi. Koperasi menjadi lembaga usaha yang seharusnya mendapat

kedudukan sentral dalam sistem ekonomi Indonesia. Bung Hatta beranjak dari

konsep bahwa bangsa Indonesia yang lemah kedudukan ekonominya harus

memperkuat dengan lembaga koperasi. Sedangkan usaha negara, negara tidak perlu

menjadi pengusaha atau ondernemer, namun dapat dilakukan melalui peraturan dan

kontrol dari pemerintah.110

Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 mempunyai makna negara harus menguasai

cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup

orang banyak. Artinya ada pembatasan bagi negara untuk tidak menguasai semua

cabang produksi sebagaimana negara sosialis. Cabang-cabang produksi yang tidak

penting bagi negara dan tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh berada di

tangan orang perorang atau swasta. Roh Pasal 33 UUD 1945 berlandaskan semangat

sosial, yang menempatkan penguasaan barang untuk kepentingan publik (seperti

sumber daya alam) pada negara dalam hal ini pemerintah sebagai pemegang mandat

untuk melaksanakan kehidupan kenegaraan di Indonesia termasuk di bidang

ekonomi. Dalam sektor pertambangan, sebagai pemegang mandat yang sah maka

negara dalam hal ini pemerintah wajib menguasai sektor sesuai semangat demokrasi

ekonomi.

Terlebih jika dibaca penjelasan Pasal 33 sangat jelas negara diberi ruang yang

besar dalam mengatur perekonomian negara. Dengan kata lain, Pasal 33 Undang

UUD 1945 beserta penjelasannya secara tegas melarang adanya penguasaan sumber

daya alam ditangan orang-seorang. Dengan demikian maka monopoli, oligopoli

maupun praktek kartel dalam bidang pengelolaan sumber daya alam adalah

110 Amirudin Ilmar, op cit, hlm 54

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

443

bertentangan dengan prinsip Pasal 33. Pada pidato di HIPKI Sumatera Barat 18 April

1979 Bung Hatta menegaskan :

“…keputusan-keputusan ekonomi untuk rakyat banyak sesuai cita-cita UUD

1945 tidak berdasarkan mekanisme pasar seperti pada ekonomi liberal…”.

Kemudian dalam Pidato pada Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) 15

Juni 1979, Bung Hatta menegaskan pula : 111

“…pemerintah membangun dari atas, melaksanakan yang besar-besar seperti

membangun tenaga listrik, penyediaan air minum, menggali saluran pengairan,

membuat jalan perhubungan guna lancarnya jalan ekonomi, menyelenggarakan

berbagai macam produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak – apa yang

disebut dalam bahasa Inggris public utilities, diusahakan oleh pemerintah”.

Bung Hatta tidak mempermasalahkan apakah penguasaan negara itu diwujudkan

dalam bentuk negara ikut serta secara langsung menyelenggarakan cabang-cabang

produksi yang penting ataukah hanya dengan membuat melalui peraturan

perundangan yang mengawasi jalannya perekonomian. Bilamana dianggap perlu dan

sangat menentukan kesejahteraan rakyat, maka tidak salah jika negara turut serta

mengelola dan mengusahakan cabang-cabang produksi yang penting tersebut.

Keberadan usaha negara dalam sistem ekonomi hanya pada pelayanan umum yang

sangat dibutuhkan rakyat seperti listrik, air atau semua hal yang dikategorikan

sebagai public utilities, ditambah dengan cabang-cabang produksi yang penting bagi

negara seperti industri pokok dan pertambangan, sehingga perlu dikuasai negara.

Mohammad Hatta menganjurkan sekali agar pemerintah mengadakan badan usaha

atau usaha negara.112

111 Sri Edi Swasono, “Selamatkan Pasal 33 UUD 1945”, sebagaimana dalam

http://jakarta45.wordpress.com/2012/08/26/ideologi-selamatkan-pasal-33-uud-1945/, diakses 16 Desember 2017

112 Aminuddin Ilmar, op cit, hlm 53.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

444

Dari pasal 33 UUD 1945, negara menguasai sepenuh-penuhnya dimaknai negara

melalui pemerintah memiliki kewenangan untuk menentukan penggunaan,

pemanfaatan dan hak atas sumber daya alam dalam lingkup mengatur, mengurus,

mengelola dan mengawasi pengelolaan serta pemanfaatan sumber daya alam. 113

2. Dasar Hukum Penguasaan Negara Menurut Ketetapan MPR

Demikian pula pasca reformasi Majelis permusawaratan Rakyat (MPR)

mengeluarkan Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria

dan Pengelolaan Sumber Daya Alam juga menjadi landasan dalam pembaharuan

aturan turunan dalam melaksanakan konstitusi ekonomi. Pembaruan agraria

mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan

kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria,

dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta

keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

Arah politik hukum Pembaharuan agraria dan sumber daya alam Ketetapan

MPR No. IX/MPR/2001 terdapat dalam Pasal 6 :

(1) Arah kebijakan pembaruan agraria adalah :

a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan

antarsektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan yang

didasarkan pada prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan

ini.

b. Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan

pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan

kepemilikan tanah untuk rakyat, baik tanah pertanian maupun tanah

perkotaan.

113 Sutedi, Adrian, Hukum Pertambangan, cetakan 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm.25.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

445

c. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi

penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara

komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform.

d. Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumberdaya agraria

yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik dimasa

mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan

didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.

e. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban

pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik yang

berkenaan dengan sumberdaya agraria yang terjadi.

f. Mengupayakan pembiayaan dalam melaksanakan program pembaruan

agraria dan penyelesaian konflik-konflik sumberdaya agraria yang terjadi.

(2) Arah kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah :

a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam dalam

rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor yang berdasarkan prinsip-prinsip

sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.

b. Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumberdaya alam melalui

identifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas sumberdaya alam sebagai

potensi dalam pembangunan nasional.

c. Memperluas pemberian akses informasi kepada masyarakat mengenai

potensi sumberdaya alam di daerahnya dan mendorong terwujudnya

tanggung jawab sosial untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan

termasuk teknologi tradisional.

d. Memperhatikan sifat dan karakteristik dari berbagai jenis sumberdaya alam

dan melakukan upaya-upaya meningkatkan nilai tambah dari produk

sumberdaya alam tersebut.

e. Menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan sumberdaya alam yang timbul

selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

446

guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas

prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.

f. Menyusun strategi pemanfaatan sumberdaya alam yang didasarkan pada

optimalisasi manfaat dengan memperhatikan kepentingan dan kondisi daerah

maupun nasional.

Tujuan Ketetapan MPR ini adalah negara mengatur pengelolaan sumberdaya

agraria dan sumberdaya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. MPR melihat

banyak peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan

sumberdaya agraria dan sumberdaya alam saling tumpang tindih dan bertentangan.

Untuk itu dirasa untuk membuat penyesuaian, penggantian maupun revisi terhadap

peraturan-peraturan yang bertentangan dengan UUD 1945. Seluruh undang-undang

harus diarahkan sebagai pelaksanaan UUD 1945. Untuk itu Undang-Undang

Pertambangan arus ditinjau ulang untuk menciptakan kesejahteraan sosial.

3. Dasar Hukum penguasaan Kekayaan Sumber daya alam berdasarkan

Resolusi PBB

Konsep kedaulatan rakyat atas sumber daya alam juga dinyatakan secara tegas

oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) melalui Resolusi PBB 1803

(XVIII) pada tanggal 14 Desember 1962 tentang permanent sovereignity over

natural resources. PBB mengakui bahwa seluruh kekayaan alam suatu bangsa harus

kembali pada negara tersebut dan bangsa berdaulat penuh atas seluruh kekayaan

nasionalnya. Sebelum resolusi ini dikeluarkan, PBB juga telah menyatakan tentang

kedaulatan negara atas pemanfaatan seluruh kekayaan alam dan sumber daya

alamnya melalui Resolusi 1515 (XV) pada 15 Desember 1960. Resolusi tersebut

sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan yang dilakukan oleh

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

447

International Court of Justice sebagai bukti kuat dari opinio juris yang dapat

diterima dalam hukum internasional.

Resolusi PBB 1803 (XVIII) tahun 1962 tersebut tidak hanya menetapkan

kedaulatan rakyat atas kekayaan alamnya sebagai bagian dari pembangunan nasional

dan rakyat didalamnya, tetapi juga menyatakan peraturan dasar dalam menangani

investor asing dalam pengusahaan sumber daya alam tersebut. Dalam deklarasi

resolusi ayat 1 , 5 , 6 dan 7 dinyatakan bahwa : 114

(1) The right of poeples and nations to permanent sovereignity over their natural

wealth and resources must be exercised in the interest of their national

development and of the well being of the poeple of the state concerned. ( Hak

rakyat dan negara untuk kedaulatan atas kekayaan dan sumber daya alam

adalah permanen dan harus digunakan untuk kepentingan pembangunan

nasional mereka dan kesejahteraan rakyat negara yang bersangkutan.)

(5) The free and beneficial exercise of sovereignity of poeples and nations over

their natural resources must be furthered by the natural respect of states based

on their sovereign equality. (Pelaksanaan kedaulatan oleh negara-negara atas

sumber daya alam dilakukan berdasarkan penghormatan atas negara-negara

berdaulat).

(6) Internationa co-operation for the economic development of developing

countries, wether in the form of public or private capital investment, exchange

of goods and services, technical assistance or exchane of scientific

information, shall be such as to a further their independent national

development and shall be based upon respect for their sovereignity over their

natural wealth and resources. (Kerja sama internasional untuk pembangunan

ekonomi negara-negara berkembang, baik dalam bentuk investasi modal

publik atau swasta, pertukaran barang dan jasa, bantuan teknis atau

pengumpulan informasi ilmiah, harus didasarkan pada penghormatan atas

kedaulatan mereka atas kekayaan dan sumber daya alam mereka)

(7) Violation of the rights of poeples and nations to sovereignity over their natural

wealth and resources is contrary to the spirit and principles of the charter of

114 Resvani, op cit, hlm. 164 – 166.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

448

the United nations and hinder the development of international co-operation

and the maintenance of peace. (Pelanggaran hak-hak rakyat dan negara-negara

untuk berdaulat atas kekayaan dan sumber daya alam mereka bertentangan

dengan semangat dan prinsip-prinsip piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan

menghambat pengembangan kerjasama internasional dan pemeliharaan

perdamaian).

Prinsip ini mengakui kedaulatan negara untuk mengelola, menggunakan dan

menguasakan dengan bebas seluruh kekayaan alam baik dipermukaan maupun

dibawah tanah di seluruh wilayah negaranya. Maka negara tidak hanya bebas

mengatur perekonomiannya tapi juga berhak mengambil alih atau menasionalisasi

kepemilikan warga lokal maupun asing berdasarkan hukum internasional. Dengan

demikian suatu negara berhak penuh dan berdaulat atas aset kekayaan alam. Negara

dan rakyat memiliki kedudukan dan hubungan dalam kepemilikan sumber daya

alam. Resolusi ini ternyata sejalan dengan konsep Pasal 33 UUD 1945 bahwa

kekayaan alam Indonesia adalah dipergunakan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan

rakyat.

Resolusi ini juga menyatakan negara berwenang mengatur mekanisme investasi

asing, pemberian konsesi untuk eksploitasi sumber daya alam serta distribusi

keuntungannya. Seluruh bentuk kerjasama penguasaan kekayaan alam dengan

investor asing dilindungi hukum internasional yang berlaku dan penyelesaiannya

dilakukan dengan arbitrase sesuai aturan International Convention Settlement of

Investment Disputes (ICSID). Segala bentuk pelanggaran atas kedaulatan rakyat dan

bangsa atas kekayaan alamnya dianggap melanggar Piagam PBB dan menghalangi

kerjasama internasional, serta perdamaian.

Kerjasama internasional dalam rangka pembangunan ekonomi suatu negara baik

dalam bentuk investasi modal atau swasta, pertukaran barang dan jasa, bantuan

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

449

teknis atau pertukaran informasi ilmiah harus ditujukan untuk kelanjutan

pembangunan nasional yang independen dan didasarkan pada penghormatan

terhadap kedaulanan atas kekayaan sumber daya alam. Demikian pula pelanggaran

hak-hak masyarakat dan bangsa atas kedaulatan kekayaan alam dan sumber daya

alam mereka adalah bertentangan dengan semangat dan prinsip-prinsip piagam PBB

dan menghambat pengembangan kerjasama internasional serta pemeliharaan

perdamaian.

Dengan demikian secara hukum internasional diakui kedaulatan negara di

bidang sumber daya alam termasuk pertambangan. Seluruh negara didunia berhak

mengelola sektor pertambangan untuk kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya.

Demikian pula Indonesia berhak mengatur pengelolaan sumber daya alam yang

dimilikinya.

4. Dasar Hukum Penguasaan Negara berdasarkan Putusan Mahkamah

Konstitusi

Makna ”dikuasai negara” sampai saat ini terus diperdebatkan banyak orang, baik

yang dikemukakan dalam literatur maupun forum-forum ilmiah. Hal ini dapat

dimaklumi karena berbagai undang-undang terutama di bidang ekonomi telah jauh

dari pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945. Sektor ekonomi nasional yang seharusnya

dikuasai oleh negara ternyata lebih didominasi oleh swasta dan asing. Berbagai

perundangan juga diindikasikan telah mengadopsi neo liberalisme dan kapitalisme.

Perdebatan berkisar pada kata kunci ”dikuasai negara” vis a vis ekonomi pasar bebas

yang mendominasi perekonomian dunia.

Permasalahan ini pernah diajukan judicial review di Mahkamah Konstitusi

karena dirasa bertentangan dengan UUD 1945. Permohonan uji mareiil terhadap

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

450

undang-undang tentang sumber daya alam tersebut sebagian besar didasarkan pada

relasi yang timpang dalam penguasaan tanah dan sumber daya alam. Ketimpangan

tersebut tidak hanya dalam hubungan horizontal antara individu dalam negara,

melainkan juga ketimpangan struktural dalam hubungan negara dengan individu.

Ketimpangan tersebut salah satunya disebabkan oleh penafsiran dan pemaknaan

yang berbeda diantara para aktor yang berinteraksi dalam hal HMN. Berikut

beberapa undang-undang tentang sumber daya alam yang pernah diuji materiil di

Mahkamah Konstitusi :

1. UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan.

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air.

5. UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman Modal Asing.

7. UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil

8. UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Adapun Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai penafsir konstitusi (the sole

interpreter of the constitution) menafsirkan pengertian ”dikuasai negara” yang antara

lain tertuang antara lain dalam Putusan Makmamah Konstitusi sebagai berikut :

Tabel 14

Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Hak Menguasai Negara

Nomor Perkara Pengujian atas UU Tanggal Putusan

058-059-060-063/PUU-II/2004 dan 008/PUU-III/2005

Undang-Undang Nomor 7 Tahun

2004 tentang Sumber Daya Air

19 Juli 2005

002/PUU-I/2003 Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2001 tentang Minyak dan

Gas Bumi

21 Desember

2004

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

451

001-021-022/PUU-

I/2003 Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2002 tentang

Ketenagalistrikan

15 Desember

2004

85/PUU-XI/2013 Indonesia Nomor 7 Tahun 2004

tentang Sumber Daya Air

18 Februari 2015

Pengertian penguasaan negara dalam amar Putusan Mahkamah Konstitusi

dalam Perkara Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004 dan Perkara Nomor

008/PUU-III/2005 dalam perkara permohonan pengujian Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air terhadap Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada halaman 495 sebagai berikut :

115

Menimbang bahwa air adalah res commune, dan oleh karenanya harus

tunduk pada ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, sehingga pengaturan

tentang air harus masuk ke dalam sistem hukum publik yang terhadapnya tidak

dapat dijadikan objek pemilikan dalam pengertian hukum perdata. Oleh karena

itu, satu-satunya konsep hak yang sesuai dengan hakikat pengaturan tersebut

adalah hak atas air sebagai hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam

konstitusi. Mahkamah berpendapat konsep Hak Guna Pakai Air sebagaimana

telah dirumuskan dalam UU SDA harus ditafsirkan sebagai turunan (derivative)

dari hak hidup yang dijamin oleh UUD 1945.

Menimbang bahwa oleh karenanya, di luar hak guna pakai setiap

pengusahaan terhadap air haruslah tunduk pada hak penguasaan oleh negara.

Pemanfaatan air di luar hak guna pakai haruslah melalui permohonan izin

kepada Pemerintah dan dengan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan,

Pemerintah dapat menerbitkan izin pemanfaatan air baik sebagai bahan baku

maupun pemanfaatan sumber daya dari air;

Adapun amar putusan MK Nomor 002/PUU-I/2003 perkara permohonan

pengujian Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang

115 Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004

dan Perkara Nomor 008/PUU-III/2005, hlm. 495.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

452

Minyak Dan Gas Bumi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 sebagaimana dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor

01 Tahun 2005 pada halaman 125 – 126 sebagai berikut : 116

Bahwa berdasarkan uraian tersebut, pengertian “dikuasai oleh negara” haruslah

diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam luas yang bersumber

dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber

kekayaan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”,

termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas

rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud.

Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat

kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan

(bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan

pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat. Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh

Pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas

perijinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (consessie). Fungsi

pengaturan oleh negara (regelendaad) dilakukan melalui kewenangan legislasi

oleh DPR bersama Pemerintah, dan regulasi oleh Pemerintah. Fungsi

pengelolaan (beheersdaad) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham

(share-holding) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen

Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen

kelembagaan, yang melaluinya negara, c.q. pemerintah, mendayagunakan

penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara

(toezichthoudensdaad) dilakukan oleh negara, c.q. pemerintah, dalam rangka

mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas

sumber-sumber kekayaan dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran seluruh rakyat.

Bahwa dalam kerangka pengertian yang demikian, penguasaan dalam arti

kepemilikan perdata (privat) yang bersumber dari konsepsi kepemilikan publik

berkenaan dengan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang

116 Putusan Makmamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003, hlm 125-126.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

453

menguasai hajat hidup orang banyak yang menurut ketentuan Pasal 33 ayat (2)

dikuasai oleh negara, tergantung pada dinamika perkembangan kondisi

kekayaan masing-masing cabang produksi. Yang harus dikuasai oleh negara

adalah jika: (i) cabang-cabang produksi itu penting bagi negara dan menguasai

hajat hidup orang banyak; atau (ii) penting bagi negara, tetapi tidak menguasai

hajat hidup orang banyak; atau (iii) tidak penting bagi negara, tetapi menguasai

hajat hidup orang banyak. Ketiganya harus dikuasai oleh Negara dan digunakan

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara judicial review atas UU

Migas 2001 terhadap UUD 1945 juga sejalan dengan pemikiran dan pendapat Bung

Hatta.117 Dengan putusan MK tersebut, maka makna “dikuasai negara” tidak harus

diartikan bahwa negara sendiri yang langsung mengelola sumber daya alam. Arti

“dikuasai negara” dalam pengertian kedaulatan negara atas sumber daya alamnya

terletak pada tindakan negara dalam hal membuat kebijakan, pengaturan,

pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan terhadap kegiatan usaha di bidang sumber

daya alam. Dengan demikian, secara garis besar, kesimpulan Putusan MK tidak

bergeser dari konsep Bung Hatta.

Pengertian dikuasai oleh negara dalam Putusan Perkara Nomor 001-021-

022/PUU-I/2003 sebagaimana dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia

Nomor 102 Tahun 2004, terbit hari Selasa tanggal 21 Desember 2004 halaman 330-

333 sebagai berikut :

Menimbang bahwa kewenangan negara yang diberikan oleh UUD 1945

dapat digunakan sewaktu-waktu apabila unsur-unsur persyaratan penting bagi

negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak sebagaimana tercantum

dalam Pasal 33 ayat (2).

Menimbang bahwa ketentuan UUD 1945 yang memberikan kewenangan

kepada negara untuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi

117 Nandang Sudrajat, loc cit.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

454

negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tidaklah dimaksudkan demi

kekuasaan semata dari negara, tetapi mempunyai maksud agar negara dapat

memenuhi kewajibannya sebagaimana disebutkan dalam Pembukaan UUD

1945, “.… melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum …” dan juga

“mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Menimbang bahwa berdasarkan penafsiran historis, seperti yang tercantum

dalam Penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan, makna ketentuan tersebut

adalah “Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi

semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan

yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau

tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat

yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup

orang banyak boleh di tangan orang-seorang”.

Menimbang bahwa Mohammad Hatta sebagai salah satu pendiri negara

(founding fathers) menyatakan tentang pengertian dikuasai oleh negara sebagai

berikut, “Cita-cita yang tertanam dalam Pasal 33 UUD 1945 ialah produksi yang

besar-besar sedapat-dapatnya dilaksanakan oleh Pemerintah dengan bantuan

kapital pinjaman luar negeri. Apabila siasat ini tidak berhasil, perlu juga diberi

kesempatan kepada pengusaha asing menanamkan modalnya di Indonesia

dengan syarat yang ditentukan Pemerintah … Cara begitulah dahulu kita

memikirkan betapa melaksanakan pembangunan ekonomi dengan dasar Pasal

33 UUD 1945 … Apabila tenaga nasional dan kapital nasional tidak mencukupi,

pinjam tenaga asing dan kapital asing untuk melancarkan produksi. Apabila

bangsa asing tidak bersedia meminjamkan kapitalnya maka diberikan

kesempatan kepada mereka untuk menanamkan modalnya di tanah air kita

dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh Pemerintah Indonesia sendiri.

Menimbang bahwa berdasarkan rangkaian pendapat dan uraian di atas,

maka dengan demikian, perkataan “dikuasai oleh negara” haruslah diartikan

mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan

berasal dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan

“bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”, termasuk pula

di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas

sumber-sumber kekayaan dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

455

oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan

kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan

(regelendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan

(toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh pemerintah

dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan

(vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (concessie). Fungsi pengaturan oleh

negara (regelendaad) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR

bersama dengan pemerintah, dan regulasi oleh pemerintah (eksekutif). Fungsi

pengelolaan (beheersdaad) dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham

(share-holding) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen

Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen

kelembagaan melalui mana negara c.q. Pemerintah mendayagunakan

penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara

(toezichthoudensdaad) dilakukan oleh negara c.q. Pemerintah dalam rangka

mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas

cabang produksi yang penting dan/atau yang menguasai hajat hidup orang

banyak dimaksud benar-benar dilakukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran

seluruh rakyat;

Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 dalam

perkara permohonan pengujian Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun

2004 tentang Sumber Daya Air tanggal 18 Februari 2015 pada halaman 131

menyatakan sebagai berikut :

Mahkamah memberikan penafsiran baru terhadap “hak menguasai negara”

dengan meletakkan peringkat pertama pada pengelolaan sendiri oleh negara atas

sumber daya alam, dalam hal ini minyak dan gas bumi supaya perolehan

pendapatan lebih banyak, yang akan meningkatkan APBN dan selanjutnya akan

meningkatkan usaha ke arah sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Vide

putusan Nomor 36/PUU-X/2012 bertanggal 13 Nobvember 2013.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

456

Dalam perspektif tersebut demokrasi ekonomi adalah demokrasi yang

dikonseptualisasikan berdasarkan fakta mengenai pandangan Bangsa Indonesia

yang bersifat kolektif, tidak individualistik dan tidak liberal, sehingga

perekonomian harus disusun sebagaiusaha bersama atas dasar kekeluargaan.

Terkait hal tersebut maka sesungguhnya negara dengan kekuasaan yang

diberikan kepadanya adalah sarana bagi rakyat mewujudkan keadilan sosial.

Negara wajib menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi

pemenuhan kebutuhan pokoknya, termasuk mereka yang menggantungkan

kebutuhan itu pada saluran distribusi.

Pada prinsipnya penguasaan air untuk negara lain tidak diijinkan.

Pemerintah hanya dapat memberikan penguasaan ijin atas air untuk negara lain

apabila penyediaan air untuk berbagai kebutuhan sendiri telah terpenuhi.

Kebutuhan dimaksud antara lain kebutuhan pokok, sanitasi lingkungan,

pertanian, ketenagaan, industri, pertambangan, perhubungan, kehutanan, dan

keanekaragaman hayati, olahraga, rekreasi dan pariwisata, ekosistem, estetika

serta kebutuhan lain.

Dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut terjadi perdebatan mengenai Hak

Menguasai Negara (HMN) yang mengacu pada rumusan dalam Pasal 33 UUD 1945.

Majelis Hakim Konstitusi dalam pertimbangan hukum tafsir HMN menyatakan

bahwa rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan

mandat kepada negara untuk mengadakan :

1. Kebijakan (beleid). Kebijakan dibuat pemerintah untuk melaksanakan

undang-undang.

2. Tindakan pengurusan (bestuursdaad); Fungsi tersebut oleh negara dilakukan

oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut

fasilitas perizinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (concessie).

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

457

3. Pengaturan (regelendaad); Fungsi ini dilakukan melalui kewenangan

legislasi oleh DPR bersama dengan pemerintah, dan regulasi oleh

pemerintah (eksekutif).

4. Pengelolaan (beheersdaad). Fungsi ini dilakukan melalui mekanisme

pemilikan saham (share-holding) dan/atau melalui keterlibatan langsung

dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik

Negara sebagai instrumen kelembagaan melalui mana negara c.q.

pemerintah mendayagunakan penguasaannya atas sumber-sumber kekayaan

itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

5. Pengawasan (toezichthoudensdaad). Fungsi pengawasan oleh negara dalam

rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh

negara atas sumber-sumber kekayaan dimaksud benar-benar dilakukan

untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Fungsi ini dilakukan untuk tujuan

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kelima tindakan pemerintah tersebut bertujuan untuk mencapai sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat. Tafsir Mahkamah Konstitusi tersebut tidak jauh

berbeda dengan hasil sidang majelis Badan Penyelidik Usaha Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Saat itu, Mohammad Hatta membuat tafsir

terkait pengertian dikuasai oleh negara dimana pemerintah tak hanya jadi pengawas

dan pengatur bagi rakyat, tetapi ‘tanah’ hingga ‘perusahaan tambang’ dijalankan

sebagai usaha Negara. Bahkan, dalam Pidato Wakil Presiden RI tanggal 3 Februari

1946, Hatta melihat perlu adanya restrukturisasi posisi perekenomian Indonesia.

Adapun pengertian sektor-sektor penting yang harus dikuasai negara, tidak

boleh dikuasai oleh orang per orang adalah jika :

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

458

1. Cabang-cabang produksi itu penting bagi negara dan menguasai hajat hidup

orang banyak; atau

2. Penting bagi negara, tetapi tidak menguasai hajat hidup orang banyak; atau

3. Tidak penting bagi negara, tetapi menguasai hajat hidup orang banyak.

Dengan demikian, ketiganya harus dikuasai oleh negara dan digunakan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Ismail Sunny, putusan-putusan MK

tersebut dianggap merupakan faste yurisprudensi. Meski Indonesia pada dasarnya

bersistem kontinental dan tidak terikat yurisprudensi, tapi kalau tiga kali MK

membuat putusan sama, maka telah terbentuk faste Yurisprudensi atau keputusan

tetap. Sunny mengartikan faste yurisprudensi dari buku Een leiden to the Studie van

Leelen recht tulisan Van Ovel Douren. Menurut Sunny, akan jadi aneh bila MK

sekarang yang sembilan anggotanya belum berganti itu membikin putusan yang

berbeda dari faste yurisprudensi.118

Pengertian cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai

hajat hidup orang banyak menurut Sri Edi Swarsono diinterpretasikan dalam

kaitannya dengan tanggung jawab negara, yaitu untuk melindungi bangsa Indonesia

dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.119 Namun

demikian, tetap harus dicatat bahwa negara dapat mendirikan usaha-usaha negara

(bisnis maupun non-bisnis) tidak untuk diperdagangkan ataupun diperjual belikan,

tapi untuk mengamankan kepentingan negara dan hajat hidup (basic needs) orang

118 Hukum online, 24 November 2007, “Tiga Kali sama, Putusan MK Jadi Yurisprudensi tetap

?”, dalam http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18054/tiga-kali-sama-putusan-mk-jadi-yurisprudensi-tetap , diakses 12 Januari 2018.

119 Sri Edi Swasono, “Kerakyatan Demokrasi Ekonomi dan kesejahteraan sosial”, Makalah

pada Seminar Implementasi Pasal 33 dan 34 UUD 1945, Gerakan Jalan Lurus, Jakarta, 6 Agustus

2008.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

459

banyak. Dengan demikian seluruh kegiatan usaha pertambangan harus ditujukan

untuk kesejahteraan rakyat Indonesia dengan menempatkan kepentingan bangsa dan

negara diatas kepentingan golongan. Dengan demikian terbuka peluang bagi pihak

swasta dan koperasi dalam mengusahakan cabang-cabang produksi yang penting dan

menguasai hajat hidup orang banyak.

Dalam hal kedaulatan negara atas kekayaan tambang, maka penguasaan cabang-

cabang produksi sumber daya alam mencakup pengusahaan pertambangan dan

energi serta jaminan ketersediaan dan jaminan pemenuhan kebutuhan orang banyak

atas bahan tambang. Pengusahaan dan pemanfaatan sumber daya alam

pertambangan secara efisien diidealkan mempunyai dampak peningkatan

kesejahteraan hidup masyarakat secara keseluruhan, baik langsung maupun tidak

langsung. Usaha memperbaiki kesejahteraan hidup masyarakat yang sifatnya

langsung, misalnya sektor energi. Pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan

tersedia jaringan listrik sebagai sumber energi dan penerangan rumah tangga, secara

langsung dapat meningkatkan mutu kehidupan masyarakat. Bahan galian yang

dibutuhkan masyarakat, tetapi persediannya langka atau terbatas termasuk cabang-

cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Meskipun dikonsumsi

oleh rakyat banyak, tetapi bila persediannya juga banyak atau persediaannya sedikit

(terbatas), tetapi dikonsumsi oleh sebagian kecil warga masyarakat belum dapat

dikelompokan sebagai cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.

120

Berpedoman pada tujuan negara (kesejahteraan umum) dan dasar negara

(keadilan sosial), Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa yang harus

disejahterakan dalam konsep negara kesejahteraan adalah seluruh rakyat Indonesia.

120 Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, UII Press, Cet 1, Yogyakarta , 2004, hlm 36-37.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

460

Rakyat yang telah mengikatkan diri menjadi Bangsa Indonesia sebagaimana

tercermin dalam semboyan pada lambang negara Garuda Pancasila, “Bhinneka

Tunggal Ika”.121 Semuanya dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia.

Adapun konsep keadilan sosial dikemukakan oleh John Rawls yang menyatakan

sejatinya keadilan terikat pada dua prinsip. Pertama adalah prinsip kebebasan yang

setara (principle of equal liberty), yang merujuk pada keadaan bahwa setiap orang

memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar, seluas kebebasan yang sama bagi

semua orang. Kebebasan dasar ini meliputi kebebasan politik; kebebasan berpikir;

kebebasan dari penangkapan yang sewenang-wenang; dan kebebasan untuk

mempertahankan hak milik (personal). Kedua yaitu prinsip perbedaan (principle of

difference), yang justru mensyaratkan perlakuan yang berbeda di antara manusia

dalam bidang sosial dan ekonomi. Perlakuan yang berbeda ini diperlukan dalam

rangka menjamin hak dan kebebasan orang-orang yang secara kodrati dan struktural

berada dalam posisi yang tidak setara dengan orang lainnya. Tujuan yang ingin

dicapai oleh prinsip kebebasan yang kedua ini adalah : 122

1) diharapkan memberikan keuntungan bagi semua orang dan

2) kedudukan dan fungsi-fungsi (negara) yang terbuka bagi semua orang.

Prinsip perbedaan ini berkaitan erat dengan distribusi pendapatan dan kekayaan.

5. Intervensi Negara dalam Penguasaan Tambang melalui BUMN

121 Tody Sasmitha, Haryo Budiawan dan Sukayadi, Laporan Penelitian Pemaknaan Hak

Menguasai Negara Oleh Mahkamah Konstitusi, Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, Yogyakarta, hlm 32.

122 Rawl, John, A Theory of Justice, Harvard university Press, Cambridge, Massachustts, 1995. (Edisi terjemahan oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan, Dasar-Dasar Filsafat Politik Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, cetakan II, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011, hlm 72-72)

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

461

Dengan konsep Pasal 33 tersebut, maka keberadaan negara Republik Indonesia

menjadi alat perjuangan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Seluruh

kewenangan dan fungsi negara diselenggarakan oleh pemerintah untuk mencapai

tujuan negara. Konstitusi ekonomi pada Pasal 33 dan 34 UUD 1945 bukan

mendasarkan pada konsep negara kapitalisme maupun Marxisme-Leninisme, namun

lebih merujuk konsep negara hukum kesejahteraan yang merupakan campuran

konsep negara hukum (rechtstaat) dengan konsep negara kesejahteraan (welfare

state). Menurut Burkens, negara hukum (rechtstaat) adalah negara yang

menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan

kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan dibawah kekuasaan hukum.

Adapun konsep negara kesejahteraan menempatkan peran negara tidak hanya

terbatas sebagai penjaga ketertiban semata, namun negara juga dimungkinkan untuk

ikut serta dalam kegiatan ekonomi sebagai penyelenggara kesejahteraan rakyat.123

Peran negara menjadi lebih penting lagi ketika argumen para ekonom

kesejahteraan (welfare economics) mempercayai bahwa sistem atau mekanisme

pasar tidak akan dapat menyelesaikan sepenuhnya persoalan ekonomi. Untuk itu

kehadiran negara diperlukan untuk mengurangi dampak kegagalan pasar (market

failure), kekauan harga (price rigidities) dan dampak eksternalitas pada lingkungan

maupun sosial. Pendapat ini diperkuat oleh John M. Keynes (1953) yang mengakui

adanya peran negara secara langsung dalam kegiatan ekonomi yakni dalam bentuk

pengeluaran pemerintah (government expenditures) dan pengaturan kegiatan

ekonomi yang suportif dalam mengatasi depresi pada tahun 1930-an.124

123 Ibid, hlm. xii. 124 Ibid, hlm. xiii.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

462

Berdasarkan argumen tersebut, maka penerapan konsep negara hukum

kesejahteraan dalam kegiatan ekonomi sangat penting dan relevan dalam pencapaian

tujuan negara. Dalam UUD 1945, konsep ini jelas dalam Pasal 33 ayat (2) dimana

cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup

orang banyak harus dikuasai oleh negara. Pasal tersebut memberi kewenangan

negara untuk turut serta dalam kegiatan ekonomi melalui penyelenggaraan cabang

produksi yang dapat dikategorikan sebagai penting, vital dan strategis. Peran negara

tersebut diperlukan agar cabang-cabang produksi tersebut tidak atau jatuh ke tangan

orang per orang dalam sistem pasar bebas. Untuk itu negara harus secara aktif

mengambil peran dan mengusahakan cabang-cabang produksi tersebut dengan

tujuan kesejahteraan rakyat dalam wujud badan hukum khusus yang disebut Badan

Usaha Milik Negara (BUMN).

Landasan hukum tertinggi dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang

pertambangan di Indonesia tentu saja mengacu pada UUD 1945, khususnya Pasal 33

ayat 3 dan ayat 2. Kata kunci dari kedua ayat ini dalam pengelolaan pertambangan

adalah “dikuasai oleh negara” dan “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Kata

“dikuasai” dipandang sebagai dimensi geopolitik dimana negara harus memiliki

kekuasaan (berdaulat) dalam mengelola seluruh kekayaan alam yang ada, sedangkan

“sebesar-besarnya” mengandung dimensi geo-ekonomi bahwa di dalam

pengelolaannya harus memberi manfaat (efektivitas) usaha. Dengan demikian, maka

harus diterjemahkan bahwa dalam sistem pengelolaan pertambangan, ada kuasa

pertambangan (mining rights) dalam kewenangan pemerintah sebagai wakil dari

negara. Dalam pelaksanaannya, pengelolaan tersebut diserahkan kepada entitas

hukum yang disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau koperasi. Penyerahan

segala urusan pelaksanaan kuasa pertambangan kepada BUMN adalah sebagai

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

463

representasi negara (dimensi geopolitik) dan dilakukan sesuai dengan prinsip usaha

(dimensi geo-ekonomi).

Salah satu pertanyaan mendasar apakah sesungguhnya yang dimaksud dengan

koperasi sebagai bagun usaha itu. Salah satu jawaban yang klasik adalah sebagai

bentuk usaha disamping usaha yang lain seperti BUMN dan BUMD. Namun dari sisi

yang lain ada yang menginterpretasikan koperasi sebagai wujud kebersamaan yang

dilakukan secara koperatif. Dalam kegiatan yang bersifat koperatif tersebut semua

yang terlibat akan memandang dirinya antara satu dengan yang lain sebagai mitra

kerja, bukan sebagai alat, sarana atau pelengkap saja. Dari segi sosiologi, usaha yang

bersifat koperatif dapat berupa suatu paguyuban.125

Peran negara melalui BUMN tersebut menurut Wofgang Friedman merupakan

perwujudan fungsi negara sebagai penyedia kesejahteraan (provider), sebagai

pengusaha (entrepreneur) maupun bertindak sebagai wasit (umpire). Dalam usaha

melaksanakan Pasal 33 UUD 1945 di sektor-sektor yang berkaitan hajat hidup orang

banyak dan meningkatkan pendapatan negara untuk kesejahteraan maka

pemerintah/negara seperti halnya subjek hukum lainnya juga dapat

menginvestasikan sejumlah modal dalam bentuk perniagaan. Hal ini dapat dilakukan

pemerintah melalui badan hukum yaitu BUMN atau dahulu dikenal sebagai

Perusahaan Negara (PN).

Kehadiran BUMN di setiap negara berbeda. Namun demikian umumnya latar

belakang pendirian BUMN tidak hanya didasarkan alasan ideologis semata, akan

tetapi sering kali didasari alasan ekonomis, sosial, politik, warisan sejarah dan

sebagainya. Keberadaan BUMN di Indonesia merupakan peninggalan atau warisan

125 Soeharto Prawirokusumo, Ekonomi Rakyat, (Konsep, Kebijakan dan Strategi), cetakan

kedua, Badan Percetakan fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 37.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

464

dari pemerintah Hindia Belanda seperti spoorwagen (SS), gemeenschapelijke

Mijnbow Maatscapij Biliton (GMB), perusahaan pegadaian, perusahaan listrik dan

lain sebagainya yang dilakukan nasionalisasi. Sejak kemerdekaan hingga tahun

1960-an perekonomian negara masih diatur oleh berbagai peraturan produk

pemerintah Hindia Belanda dan didominasi oleh perusahaan-perusahaan Belanda

seperti Jawatan Pegadaian, Jawatan Kereta Api, perusahaan garam dan soda,

perusahaan percetakan negara, perusahaan listrik negara. Sementara itu pemerintah

memiliki Bank Industri Negara (berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1952)

dan beberapa perusahaan perseroan berdasarkan KUHD seperti PT Pertambangan

Timah Belitung dan PT Pertambangan Bauxit Indonesia (Departemen

Pertambangan).

Baru setelah disahkan Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang

Nasionalisasi Perusahaan Swasta Belanda / Asing maka pemerintah melakukan

serangkaian tindakan nasionalisasi perusahaan swasta tersebut dengan menggantikan

penanganan dan pengelolaan secara nasional oleh pemerintah. Selanjutnya

pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 19/Prp/1960 tentang Perusahaan

Negara. Pasal 1 mengemukakan bahwa yang dimaksud perusahaan negara adalah

semua perusahaan dalam bentuk apapun yang modalnya untuk seluruhnya

merupakan kekayaan negara Republik Indonesia kecuali jika ditentukan lain

berdasarkan UU. Dalam Pasal 4 Sifat pendirian PN merupakan kesatuan produksi

yang bersifat :

a. Memberi jasa.

b. Menyelenggarakan kemanfaatan umum.

c. Memupuk pendapatan.

Pasal 6 menyatakan modal perusahaan negara terdiri dari kekayaan negara yang

dipisahkan dan tidak terbagi atas saham-saham. Kedudukan perusahaan negara

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

465

sebagai badan hukum yang harus mempunyai kekayaan tersendiri terlepas dari

kekayaan umum negara dan dengan demikian dapat dipelihara terlepas dari pengaruh

APBN. Pasal 7 ayat 1 dan 2 menyatakan perusahaan negara dipimpin oleh direksi

yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah. Para pegawai

perusahaan negara diangkat dan diberhentikan oleh direksi.

Pada peralihan orde lama ke orde baru terdapat pula sikap politik yang ingin

melepaskan politik etatis ke politik deetatis. Sikap politik ini tercermin dalam politik

pengalihan dan pengelompokan perusahaan negara menjadi tiga bentuk. Arah

pengalihan lebih banyak ditujukan bentuk persero, kecuali untuk bidang-bidang yang

vital dan menguasai hajat hidup rakyat banyak.126 Pada tahun 1967 pemerintah

mengeluarkan Instriksi Presiden Nomor 17 Tahun 1967 tentang Pengarahan dan

Penyederhanaan perusahaan negara kedalam tiga bentuk pokok usaha negara yakni

:

1. Perusahaan (negara) Jawatan (Departemental Agency) disingkat Perjan.

2. Perusahaan (negara) umum (Public Corporation) disingkat Perum.

3. Perusahaan (negara) persero (Public/state Company) disingkat Persero.

Selanjutnya pada tahun 1969 diberlakukan Perpu Nomor 1 Tahun 1969 tentang

Bentuk-Bentuk Usaha Negara. Perpu ini disahkan menjadi Undang-Undang Nomor

9 Tahun 1969 yang mempertegas bentuk-bentuk usaha negara dalam :

1. Perusahaan Jawatan (Perjan) yatu perusahaan yang didirikan dan diatur

menurut ketentuan-ketentuan Indonesische Bedrijvenwet (Stbld. No. 419).

2. Perusahaan Umum (Perum) yaitu perusahaan negara yang didirikan dan

diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor

19/Prp/1960.

3. Perusahaan Perseroan (Persero) yaitu perusahaan dalam bentuk Perseroan

Terbatas sebagaimana diatur dalam KUHD (Stbl. 1847 No. 23)

126 C.S.T. Kansil, op cit, hlm. 57.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

466

Diluar tiga bentuk usaha negara terdapat pula beberapa perusahaan negara yang

memiliki status khusus seperti Perusahaan Pertambangan Minyak dan gas Bumi

Negara (PN Pertamina) yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27

tahun 1968 yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971

tentang Perusahaan pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina). Selain

itu didirikan beberapa Bank negara seperti Bank Indonesia (berdasarkan Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 1968), Bank Negara Indonesia (Undang-Undang Nomor

17 Tahun 1968), Bank Dagang Negara (berdasarkan Undang-Undang Nomor 18

Tahun 1968), Bank Bumi daya (berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun

1968). Perusahaan negara ini terus berkembang seiring waktu hingga tahun 1988

pada lampiran pidato kenegaraan RI tanggal 18 Agustus 1988 di depan sidang DPR,

dikemukakan bahwa sampai akhir 1988 jumlah BUMN yang berkedudukan sebagai

Persero terdiri dari 122 Persero tunggal dan 33 persero patungan, 33 Perum, 2 Perjan

(Perjan Kereta Api dan Perjan Pegadaian). 127

Dalam rumusan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang diberlakukan

orde baru sebagai arah kebijakan pembangunan nasional, BUMN bersama-sama

dengan usaha swasta dan koperasi diarahkan tumbuh menjadi suatu kegiatan usaha

yang dapat menjadi penggerak utama pengembangan dan pertumbuhan ekonomi

nasional. BUMN didorong menjadi salah satu pilar penting dalam pembangunan

nasional. Harsono dalam pidato pengukuhan guru besar Universitas Brawijaya pada

tahun 1986 menyatakan BUMN bukan hanya diharapkan mengemban kepentingan

dan pelayanan serta pemenuhan rakyat banyak, tetapi juga sebagai penyumbang

terbesar dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat secara nyata melalui

127 Philipus M. Hadjon et all, op cit, hlm.199.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

467

peranannya selaku perintis kegiatan usaha-usaha (pioneer) dalam perekonomian

nasional. Bahkan BUMN dapat menjadi penyelamat untuk keluar dari krisis ekonomi

sekaligus motor penggerak roda perekonomian nasional ketika usaha swasta tidak

lagi dominan dan babak belur akibat krisis ekonomi. 128

BUMN adalah suatu organiasi yang sebagian atau seluruhnya saham atau

modalnya dimiliki oleh negara dan ditetapkan baik untuk tujuan komersial maupun

tujuan sosial. Fernandez sebagaimana dikutip oleh Sri Maemunah Suharto

menyatakan : 129

public enterprise is an organization, wholy or by a majority public owned, set

up to achieve commercial and social goals, engage in economic activities or

services and whose affairs are capable of being stated in terms of balances

sheets and loss accounts. (perusahaan publik adalah organisasi, yang

keseluruhan atau mayoritas dimiliki oleh publik, dibentuk untuk mencapai

tujuan komersial dan sosial, terlibat dalam aktivitas ekonomi atau layanan dan

yang urusannya dapat dinyatakan dalam neraca dan akun rugi).

Pengertian BUMN lebih jelas dikemukakan dalam Surat Keputusan Menteri

Keuangan RI Nomor 740/KMK.00/1989 tentang Peningkatan Efisiensi dan

Produktivitas BUMN yang menyatakan : BUMN adalah badan usaha yang seluruh

modalnya dimiliki oleh negara dan badan usaha yang tidak seluruh sahamnya

dimiliki negara tapi statusnya disamakan dengan BUMN, yakni BUMN yang

merupakan patungan atau kerjasama antara pemerintah dengan BUMN lainnya dan

BUMN yang merupakan badan usaha patungan dengan usaha swasta nasional/asing

dengan saham mayoritas dengan minimal 51%.

Pada tahun 2003 pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Pasal 1 angka 1 menyatakan Badan Usaha

128 Ibid, hlm. 94. 129 Aminuddin Ilmar, op cit, hlm. 80.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

468

Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya

dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan

negara yang dipisahkan. Selanjutnya Pasal 2 menyatakan :

(1) Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah :

a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada

umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;

b. mengejar keuntungan;

c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau

jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang

banyak;

d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan

oleh sektor swasta dan koperasi;

e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan

ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

(2) Kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum,

dan/atau kesusilaan.

Era globalisasi yang terus bergulir tidak terbendung lagi menjadi tantangan

tersendiri bagi negara Indonesia. Dalam masyarakat modern, kaum liberal menyukai

demokrasi liberal dengan pasar bebas yang dianggap pasar ideal, dimana seluruh

keputusan ekonomi dan aksi oleh individu yang berhubungan dengan uang, barang

dan jasa adalah sukarela. Pasar bebas dipopulerkan oleh pengusul ekonomi liberal.

Paham ini mengacu mengacu pada filosofi ekonomi politik yang mengurang atau

menolak campur tangan pemerintah dalam ekonomi domestik. Neo liberalisme

secara umum berkaitan dengan tekanan politik multilateral melalui berbagai kartel

pengelolaan perdagangan seperti World Trade Organization (WTO) dan World Bank

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

469

(bank dunia). Intervensi kedua lembaga ini mengakibatkan berkurangnya wewenang

pemerintahan sampai titik minimum.130

Penerapan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara mencolok dimotori oleh

Inggris melalui pelaksanaan privatisasi termasuk seluruh BUMN. Era globalisasi

yang tidak lain dari pasar bebas menuntut negara melakukan privatisasi

(swastanisasi) atas cabang-cabang produksi dan menyerahkan pada mekanisme

pasar dimana negara tidak boleh ikut campur dalam kehidupan ekonomi.

Konsekuensinya tidak boleh ada proteksi atau monopoli dalam kehidupan

perekonomian. Penyebarluasan agenda neoliberal ini menemukan momentum di

dunia setelah terjadinya krisis moneter termasuk Indonesia pada tahun 1997.

Menyusul kemerosotan rupiah pemerintah secara resmi meminjam dana talangan

kepada International Monetary Fund (IMF) untuk memulihkan perekonomian.

Sebagai timbal baliknya pemerintah wajib melaksanakan paket kebijakan konsensus

Washington melalui penandatanganan Letter of Intent (LoI) yang salah satu butir

kesepakatannya adalah penghapusan subsidi untuk bahan bakar minyak sekaligus

memberi peluang untuk masuknya perusahaan multi nasional seperti shell. Agenda

berikutnya adalah kebijakan privatisasi beberapa BUMN diantaranya Indosat,

Telkom, BNI, Tambang Timah dan Aneka Tambang. Adapun paket kebijakan

konsensus Washington sebagai menu dasar program penyesuaian IMF tersebut garis

besarnya adalah : 131

1. Pelaksanaan kebijakan anggaran ketat, termasuk penghapusan subsidi

negara dalam berbagai bentuknya.

2. Pelaksanaan liberalisasi sektor keuangan.

3. Pelaksanaan liberalisasi sektor perdagangan.

4. Pelaksanaan privatisasi BUMN.

130 Ai Siti Farida, op cit , hlm. 26 131 Ibid, hlm. 30.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

470

Dalam sendi kehidupan ekonomi era globalisasi dengan pasar bebas seperti ini

negara dituntut mampu mewujudkan kesejahteraan. Untuk itu pemerintah harus

mampu mengantisipasi dan merumuskan politik hukum yang sesuai dengan nilai-

nilai dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana terumus dalam

konstitusi ekonomi. Dalam hal inilah peran dan fungsi hukum sangat penting sebagai

fasilitator dalam menghadapi perubahan tersebut.

Pada sektor pertambangan, Badan Usaha Milik Negara mempunyai peran

strategis untuk menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945. Untuk itu pemerintah

mendirikan BUMN dalam bidang pertambangan yaitu :

1. PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. yang bergerak di komoditas emas,

perak, nikel, bauksit, besi, seng, Timbal intan dan batubara.

2. PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. yang bergerak di bidang komoditas batubara

dan pengembangan PLTU.

3. PT. Pertamina (Persero) yang bergerak di komoditas minyak dan gas bumi.

4. PT. Sarana Karya (Persero) yang bergerak di bidang penggalian mineral.

5. PT. Timah (Persero) Tbk. yang bergerak di komoditas timah dan batubara.

Bentuk BUMN berkembang hingga tahun 2017. Dengan memperhatikan

perannya dalam menjawab tantangan besar dan membawa pertambangan Indonesia

menuju kondisi ideal, maka tiap-tiap segmen di sebuah model bisnis kanvas BUMN

induk. Konsep yang dibangun BUMN induk dilakukan bertujuan menggantikan

fungsi keterlibatan langsung pemerintah dalam kegiatan bisnis di sektor

pertambangan saat ini sehingga menjadikan pemerintah dapat berfokus pada fungsi

utamanya sebagai pengawas, pengatur, pembuat kebijakan dan penetapan perijinan.

BUMN inti dirancang untuk melakukan empat kegiatan inti melingkupi pembiayaan

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

471

(financing), operasional (operating), penanaman modal atau investasi (investing)

dan kontrak (contracting). 132

Pada Bulan November 2017 menteri BUMN Rini Soemarno menandatangani

inbreng holding tiga BUMN tambang yaitu PT Bukit Asam (persero) Tbk, PT Aneka

Tambang (Persero) Tbk dan PT Timah (Persero) Tbk menjadi PT. Indonesia Asahan

Alumunium (Persero) disingkat Inalum.133 Hal ini disusul dengan Pembentukan

perusahaan induk BUMN melalui Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017

tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara RI ke dalam Modal Saham

Perusahaan Perseroan PT. Indonesia Asahan Alumunium, menjadi momentum

penting untuk membangkitkan industri pertambangan yang memberikan nilai

tambah. Pemerintah membentuk perusahaan induk BUMN tambang terdiri dari PT

Indonesia Asahan (Persero) sebagai induk perusahaan, PT Antam (Persero) Tbk, PT

Bukit Asam (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk termasuk mengalihkan seluruh

saham milik negara pada PT Freeport Indonesia sebesar 9,36 persen saat ini. 134

Pembentukan perusahaan induk ini bertujuan untuk menguasai cadangan dan

sumber daya mineral di Indonesia, hilirisasi produk dan kandungan lokal dan

menjadi perusahaan berkelas dunia. Penguasaan cadangan dan sumber daya mineral

dilakukan dengan melakukan akuisisi sumber daya dan cadangannya serta eksplorasi

sehingga dapat meningkatkan daya saing dengan perusahaan global. Hilirisasi

dilakukan melalui pengelolaan sumber daya sehingga BUMN tambang akan

menghasilkan produk yang menciptakan nilai tambah yang dapat berdampak

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebagai gambaran bijih bauksit dapat

132 Resvani, op cit , hlm 343. 133 Ardan Adhi Chandra, “Sah ! Saham Pemerintah di 3 BUMN Tambang Jadi Milik Inalum”,

2017dalam Detik Finance, diakses 10 Desember 2017. 134 Harian Kompas, ,”Pertambangan, Memberi Nilai Tambah”, Kamis 7 Desember 2017, hlm

17.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

472

diolah menjadi alumina dengan nilai tambah mencapai 8 kali lipat dan dapat diolah

menjadi produk alumunium dengan nilai tambah 30 kali lipat. Bijih nikel dapat

diolah menjadi produk feronikel yang memiliki nilai tambah 10 kali lipat dan

memiliki nilai tambah 19 kali lipat jika diolah menjadi produk stainless steel. 135

Selama ini Indonesia lebih banyak mengekspor bahan mentah produk tambang

seperti bauksit. Ironisnya untuk memenuhi kebutuhan produk alumina Indonesia

harus mengimpor dari Australia. Jika mampu memperoduksi alumina, Indonesia

akan mengurangi impor alumina dan menghemat devisa. Karena itu berbagai upaya

untuk menguasai cadangan menjadi industri tambang yang memiliki skala bisnis

besar dan bernilai tambah sangat penting untuk berkompetisi secara global. Saat ini

industri pertambangan Indonesia masih sangat jauh tertinggal dengan industri

tambang di kawasan Asia Pasifik. Padahal Indonesia mempunyai sumber cadangan

produk tambang.

Dilihat dari total produksi timah, bauksit dan nikel di Indonesia, termasuk

terbesar kedua di dunia. Namun dilihat dari total aset, perusahaan tambang masih

rendah dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan industri tambang di Asia

Pasifik kecuali China. Dari data yang ada, total aset PT. Antam tahun 2015 mencapai

2,19 miliar dollar AS, PT. Bukit Asam sebesar 1,21 miliak dollar AS, PT. Inalum

1,13 miliar dollar AS dan PT. Timah sebesar 670 juta dollar AS. Di sisi lain total

aset perusahaan tambang seperti BHP Biliton mencapai 124,58 miliar dollar AS dan

Rio Tinto mencapai 91,56 miliar dollar AS.136

Melalui pembentukan perusahaan induk BUMN tambang diharapkan

pemerintah dapat melakukan langkah-langkah besar dan strategis untuk

135 Ibid. 136 Ibid.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

473

meningkatkan cadangan serta meningkatkan skala usaha dan nilai tambah produk

industri misalnya untuk memperkuat cadangan, perusahaan induk BUMN

mengakuisisi saham PT. Freeport Indonesia sampai mencapai 51%. Selain itu untuk

mengejar program hilirisasi industri pertambangan BUMN, kerjasama investasi

dengan perusahaan pengolahan tambang global diharapkan juga dapat membuka

pasar bagi produk hilir pertambangan nanti. Melalui pengangkatan skala usaha dan

bisnis hilir, diharapkan BUMN tambang di Indonesia kedepan lebih besar

memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara, baik dari penerimaan deviden

dan pajak, penyerapan tenaga kerja maupun secara menyeluruh memberikan

kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kesejahteraan rakyat

Indonesia.

Bangsa Indonesia harus mampu keluar dari jebakan masa lalu dan bersatu

merebut masa depan karena disitulah letak kesejahteraan bangsa. Pemerintah,

intelektual dan teknokrat harus secara bersama terlibat dalam desain pembangunan

untuk meningkatkan daya kritis dengan pencapaian pertumbuhan produksi,

pertumbuhan ekonomi, maupun investasi dalam rangka peningkatan kesejahteraan.

Paham pembangunan yang developmentalis harus bertransformasi menjadi

berkelanjutan (sustainabilism) untuk dapat bersaing di era globalisasi (liberalisasi)

sekarang.

Pemerintah mendorong BUMN untuk menjadi agen pembangunan. Beberapa

unit menunjukkan perbaikan, tetapi tidak sedikit pula yang minimalis atau bahkan

cukup nyaman berkubang dengan masalah klasiknya. Selama bertahun-tahun

lamanya peran BUMN semenjana saja atau bahkan minimalis. Namun sejak era

Presiden Joko Widodo, perannya didorong terutama untuk menjadi mesin

pembangunan infrastruktur. Untuk itu sejumlah dukungan konkret diberikan.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

474

Pemerintah pada akhir tahun 2015 misalnya, mendorong BUMN merevaluasi aset

guna meningkatkan kapasitas pembiayaan. Untuk itu insentif berupa diskon tarif

pajak penghasilan (PPh) atau revaluasi aktiva diberikan. Kebijakan ini tertuang

dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191 Tahun 2015 tentang Penilaian

Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan bagi permohonan yang diajukan

pada tahun 2015 dan 2016. Pengajuan revaluasi hingga 31 Desember 2015 dikenai

tarif PPh sebesar 3 persen. Sementara untuk pengajuan semester I – 2016 dan

semester II – 2016, masing-masing dikenai tarif 4 persen dan 6 persen. Adapun tarif

PPh normal adalah 10 persen.137

Pada 2015 saja, sebanyak 43 BUMN dan 19 anak perusahaan BUMN

merevaluasi aset sehingga total nilai asetnya meningkat dari Rp. 1.047 triliun

menjadi Rp. 1.335 triliun. Sumbangan pajaknya adalah Rp. 10,61 triliun. Sejumlah

BUMN menyusul pada 2016. Secara paralel, pemerintah menggelontorkan anggaran

tak kurang dari Rp. 120 triliun untuk menambah modal sekitar 40 BUMN selama

kurun 2015-2017. Setiap rupiah yang disuntikkan berasal dari utang. Penambahan

modal ke BUMN ini secara formal disebut Penyertaan Modal Negara (PMN). Alasan

pemerintah, jika semua anggaran dialokasikan untuk belanja negara melalui

kementrian dan lembaga negara serta pemerintah daerah, dana tersebut sifatnya habis

setelah dibelanjakan. Namun jika melalui PMN ke BUMN anggaran tersebut tidak

habis, tetapi tetap menjadi modal negara yang dititipkan di BUMN. Bahkan setelah

modal bertambah BUMN diharapkan mampu menggunakannya untuk menarik utang

hingga 3-4 kali lipat dari nilai modal awal guna pembangunan proyek. Dengan kata

137 Laksana Agung Saputra, “BUMN, Setelah Segala Dukungan Diberikan”, harian Kompas,

Jumat 22 Desember 2017, hlm. 38.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

475

lain, pemerintah melalui skema PMN ingin mengembangkan kapasitas

pembangunan negara. Dalam hal ini BUMN menjadi agennya. 138

Masalahnya banyak BUMN yang kinerjanya belum naik dalam pengelolaan

PMN. Mengacu pada ikhtiar hasil pemeriksaan semester II-2016, Badan Pemeriksa

Keuangan menemukan berbagai persoalan pengelolaan PMN. Masalah utamanya

adalah penggunaan anggaran tidak tepat sasaran atau tidak sesuai peruntukan,

penyimpangan peraturan bidang tertentu serta pelaksanaan kegiatan terhambat atau

terlambat sehingga mempengaruhi pencapaian tujuan. Beberapa BUMN misalnya

menggunakan PMN untuk kegiatan bisnis diluar bisnis utamanya belum optimal

dijalankan. Persoalan lain adalah ketidaksiapan BUMN mengelolan PMN. Maka

tidak heran jika penyerapan PMN tahu 2015 masih kurang dari 60 persen. Banyak

pula BUMN menempatkan dana PMN pada rekening khusus.

Sofyan A. Djalil menyatakan bahwa BUMN umumnya bergerak dalam bidang

usaha yang mencakup usaha pertanian, manufaktur, pertambangan, perdagangan,

perbankan, telekomunikasi, transportasi, listrik, konstruksi, air minum, pelabuhan

dan sebagainya. Peran penting lainnya adalah kontribusi BUMN dalam

perekonomian nasional yang memberikan produk domestik bruto berkisar antara 12-

16 % dari nilai tambah kotor (gross added value). sedangkan aset yang dikelola dan

dimiliki oleh BUMN sampai pada akhir tahun 1997 jumlahnya diperkirakan telah

mencapai tidak kurang dari Rp. 460 Triliun. 139

Tahun 2014 total aset BUMN adalah Rp. 4.577 triliun. Sedangkan laporan

semester I-2017 menyebutkan total aset BUMN mencapai Rp. 6.694 triliun. Ini

berasal dari 118 BUMN di 13 sektor. Nilai ekuitas adalah Rp. 2.297 triliun. Adau

138 Loc Cit 139 Sofyan A Djalil., “BUMN : Lokomotif Ekonomi di Masa Krisis”, artikel pada majalah

Manajemen Usahawan Indonesia Nomor 06 Tahun XXVIII, Juni 1999, hlm. 51.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

476

pendapatan di semester I-2017 adalah Rp. 936 triliun. Rasio aset BUMN terhadap

produk domestik bruto meningkat dari 38 persen dari 2011 menjadi 52 persen di

tahun 2016. Dari angka-angka makro, kapasitas BUMN telah menunjukkan

peningkatan. Kegiatan BUMN secara riil juga meningkat, terutama dalam hal

peningkatan pembangunan infrastruktur di berbagai daerah. 140

Persoalan klasik BUMN pada umumnya seputar tata kelola yang baik. Isu tata

kelola juga tertuju pada pemerintah secara umum. Setiap penugasan pada BUMN

hendaknya melalui prosedur baku. Jika tidak, sebagaimana terjadi pada beberapa

kasus akan muncul rentetan persoalan yang tidak hanya membebani BUMN, tapi

juga tata kelola pemerintahan secara umum. Kritik lain, peran BUMN yang

meningkat dalam tiga tahun terakhir justru meminggirkan swasta. Padahal idealnya

komplementer sehingga swasta dapat berperan lebih besar dalam pembangunan.

Untuk itu dengan segala dukungan yang diberikan, maka sudah sewajarnya

memperlancar langkah BUMN untuk menjadi agen pembangunan yang handal. Cita-

cita menjadi katalisator dan akselerator pertumbuhan ekonomi bukan tidak mungkin

terjadi pada waktu yang lebih cepat asal BUMN mau dan berani profesional. Ini juga

berlaku bagi para pengambil kebijakan atas BUMN.

Berdasarkan teori economic analisys of law, maka negara harus berperan aktif

meningkatkan pendapatan negara melalui Badan Usaha Milik Negara (state-owned

Enterprises) sebagai perwujudan demokrasi ekonomi dalam menciptakan

kesejahteraan sosial. Pertambangan sebagai sektor perekonomian strategis dan vital

seharusnya dikuasai negara melalui BUMN atau koperasi untuk menghindari free

market competition dalam era globalisasi saat ini. Pengelolaan sumber daya alam

sumber daya alam perlu dimaksimalkan guna memberikan pendapatan negara guna

140 Laksana Agung Saputra, loc cit.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

477

kemakmuran masyarakat. BUMN sebagai lembaga tumpuan untuk memaksimalkan

pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang mendukung tumbuh

kembangknya kemampuan nasional untuk lebih handal bersaing, merancang

peningkatan pendapatan negara serta mengembangkan dan memperkuat sektor

industri dan perdagangan Indonesia.

E. Pembaharuan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara

Menuju Kesejahteraan Sosial

Untuk mendapatkan hasil yang dicita-citakan, maka perlu dilakukan

pembaharuan hukum sesuai dengan cita hukum atai visi hukum yang telah ditetapkan

dalam grundnorm. Suatu politik yang berantakan pada tahap pertama akan

menghasilkan kaidah-kaidah hukum dalam bentuk undang-undang dan peraturan-

peraturan yang simpang siur dan tidak jelas tahap pelaksanaannya. Kesimpangsiuran

tersebut pada tahap kedua akan membiasakan orang untuk melakukan by pass di

segala tahapan pemerintahan.141 Undang-undang haruslah merupakan penjabaran

dari norma dasar dan tidak asal disusun dan disahkan untuk memuaskan kepentingan

orang atau kelompok sesuai kehendaknya.

Menurut Bagir Manan, diperlukan politik hukum yang jelas sebagai dasar

kebijakan pembentukan sistem hukum dan penegakannya adalah sistem hukum

nasional yang dibentuk berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 demi terlaksananya

negara hukum dan pemerintahan konstitusional serta terwujudnya rasa keadilan

sosial yaitu :142

141 Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Hukum, : Problematik Ketertiban yang Adil,

Grasindo, Jakarta, 2004, hlm. 52. 142 Badan Pembinaan Hukum Nasional, Ketentuan-Ketentuan Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan dalam Pembangunan Hukum Nasional, BPHN Departemen Kehakinam, 1997, hlm. 144.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

478

a. Ada suatu kesatuan sistem hukum nasional,

b. Sistem hukum nasional itu dibangun berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

c. Tidak ada hukum yang memberikan hak-hak istimewa pada warga negara

tertentu.

d. Hukum adat dan hukum tidak tertulis lainnyaa diakui sebagai sub sistem

hukum nasional sepanjang nyata-nyata hidup dan ipertahankan dalam

pergaulan masyarakat.

e. Pembentukan hukum dengan memperhatikan kemajemukan masyarakat.

f. Pembentukan hukum sepenuhnya didasarkan pada partisipasi masyarakat.

g. Hukum dibentuk dan ditegakkan demi kesejahteraan umum atau keadilan

sosial bagi seluruh rakyat.

Orde baru telah menginterpretasikan konstitusi sesuai keinginannya dengan ciri

otoriter, maka karakter hukum yang tercipta seturut kemauan penguasa. Undang-

undang bidang pertambangan yang seharusnya alat perjuangan menuju

kesejahteraan dengan mengusung semangat demokrasi ekonomi berubah mengusung

liberalisme. Pada kekuasaan Presiden Suharto, hukum seringkali difungsikan untuk

merasionalisasi kebijakan-kebijakan pemerintah tanpa mempedulikan rasa keadilan

dalam masyarakat. Pada saat itu “pembangunan” telah menjadi suatu ideologi yang

tidak hanya ditaati tapi juga ditakuti.143 Penyimpangan ini berlangsung selama orde

baru. Untuk itu politik hukum pertambangan harus dikembalikan pada konstitusi.

Dalam konteks pembaharuan hukum, maka fokus pembangunan hukum adalah

membangun sistem hukum sekaligus menempatkan hukum yang berorientasi

kesejahteraan rakyat ditengah situasi global. Harus kita akui upaya ini sangat berat,

bahkan seringkali paket kebijakan atau regulasi yang tercipta justru membawa ide

global yang mengadopsi keterbukaan pasar, persaingan bebas demgan

meminimalisir campur tangan pemerintah dalam bidang ekonomi. Dalam kondisi

143 Adi Sulistiyono, Krisis Lembaga Peradilan di Indonesia, LPP dan UNS Press, cetakan 1,

Surakarta, 2006, hlm. 103.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

479

seperti ini, negara harus mengembangkan sistem hukumnya sendiri dengan

berpegang pada sistem perekonomian negara yang disepakati dalam konstitusi.

Bagaimanapun globalisasi merupakan peradaban baru yang harus dikendalikan.

Globalisasi dapat membawa kemajuan namun juga menuju pada kehancuran sumber

daya alamiah dan dan habitat-habitat yang merupakan jaringan kehidupan manusia.

Seiring dengan bertambahnya jumlah dan besarnya berbagai tekanan, kita sedang

menghancurkan manusia individual dan manusia pada umumnya.144

Pembangunan hukum pertambangan harus mengacu pada kesejahteraan sosial

maupun pendekatan lingkungan. Globalisasi dari kebijakan hukum lingkungan

mengandung arti adanya peralihan kesadaran hukum dan politik dari instrumen dan

institusi internasional dan hubungannya dengan pengaturan lingkungan domestik.

Peter carney menyatakan pengaruh dari dari tren ini bahwa pendekatan domestik dan

internasional dirasakan sangat berbeda dari segi hukum, tetapi memiliki kedudukan

yang sama.145

Dalam kondisi globalisasi berhadapan dengan nasionalisme Indonesia, maka

pemerintah dituntut merancang dan menetapkan langkah strategis dalam sektor

hukum ekonomi sesuai tujuan negara. Penyusunan peraturan perundangan yang

tercipta seringkali merupakan kapitalisasi ekonomi berhadapan dengan kentalnya

nasionalisme Indonesia dan kerakyatan ekonomi Indonesia yang dianut konstitusi.

Tidak mengherankan apabila negara-negara maju menuding sebagai kebijakan

setengah hati. Disinilah letak ujian konstitusionalisme negara kita sekarang.146

144 Skalimowski, Henryk, Eco Philosophy : Designing New Tactics for Living, Marion Boyars

Publisher, London, 1981 (Edisi terjemahan oleh Saut Pasaribu, Filsafat Lingkungan, Merancang taktik baru Untuk Menjalani Kehidupan, Bentang Budaya, Yogyakarta, 2004, hlm. 143.

145 Lalu Wira Pria S., Prinsip Hukum Investasi pertambangan Umum, Genta Publishing, Yogyakarta, 2014, hlm. 119.

146 Satjipto Rahardjo, op cit, hlm. 100.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

480

Menghadapi situasi yang sulit ini, kita harus keluar dari cengkeraman

kapitalisme global. Yang paling mungkin dilakukan adalah menerima keberadaan

kapitalisme global secara sadar, kritis dan cerdas. Langkah selanjutnya adalah

merumuskan kepentingan kolektif nasional dengan melihat potret besar konstelasi

politik internasional sebagai acuan dengan tetap menjadikan kepentingan dan cita-

cita kemerdekaan bangsa sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945

sebagai titik pijak bersama.147 Salah satu elemen pokok dalam strategi pembangunan

yang berorientasi kerakyatan ialah kemandirian dalam ekonomi. Yang dimaksud

kemandirian disini ialah terciptanya situasi dimana suatu negara mempunyai hutang

luar negeri yang minimum, investasi modal asing yang minimum, impor yang

minimum dan pendapatan nasional yang sebagaian besar berasal dari dalam negeri.

Pengertian kemandirian disini bukanlah merupakan ekonomi tertutup, tetapi tetap

ekonomi terbuka dengan faktor-faktor kekuatan ekonomi didalam negeri sebagai

penentu arah pembangunan.148

Menurut Gunawan Sumodiningrat, persoalan Indonesia saat ini adalah

bagaimana mengurangi dampak negatif liberalisasi ekonomi. Jalan ke arah itu adalah

dengan mempersiapkan diri dengan meningkatkan daya saing untuk memenangkan

perlombaan perdagangan yang dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya

meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan penguasaan teknologi

dan penguatan kelembagaan. Kebijakan ekonomi makro dan sektoral, kebijakan

147 Hasyim Wahid, dkk, Telikungan kapitalisme Global Dalam Sejarah Kebangsaan

Indonesia, LKIS, Yogyakarta, 1999, hlm.41. 148 Sritua Arief, EkonomiKerakyatan Indonesia, Mengenang Bung Hatta, Bapak Ekonomi

Kerakyatan Indonesia, Cetakan pertama, Muhammadiyah University Press, Surakarta, 2002, hlm. 283.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

481

moneter, fiskal dan kebijakan sektor riil harus mendukung upaya ini secara

serempak.149

Dalam hal penguatan kelembagaan, maka undang-undang pertambangan

minerba harus mendapat perhatian serius. Sejak berlakunya IMW hingga Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, masih

memperlihatkan kekuatan liberalisme daripada demokrasi ekonomi sebagaimana

cita hukum Pasal 33 UUD 1945. Kenyataannya Undang Nomor 4 Tahun 2009 dalam

beberapa tahun terakhir masuk dalam usulan perubahan di DPR. Hasilnya

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara telah disetujui menjadi RUU inisiatif DPR

dalam Rapat Paripurna DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon pada

tanggal 10 April 2018. Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Nasdem Sahat

Silaban menyebutkan bahwa RUU Minerba masih perlu direvisi, yakni pertama,

dengan memasukkan ketentuan/pasal yang menyatakan bahwa aset yang berupa

cadangan mineral yang berada diperut bumi dikuasai dan dimiliki oleh

negara. Kedua, kepemilikan oleh negara atas aset cadangan minerba tersebut

dilakukan dan dibukukan oleh BUMN Mineral dan Batubara. 150

RUU ini juga mendapat kritikan dari para praktisi pertambangan karena dinilai

menguntungkan perusahaan asing dan tidak mencerminkan tarhadap perlindungan

kepentingan nasional. Salah satunya, munculnya pasal 169 A hingga pasal 169E

yang terkait dengan Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan

149 Gunawan Sumodiningrat, Membangun Perekonomian Rakyat, Cetakan II, Pustaka

Pelajar, Yogyakarta, 2011, hlm. 5. 150 DPR, “RUU Tentang perubahan Undang-Undang Minerba Disetujui Sebagai Inisiatif DPR”

, dalam http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/20348/t/RUU+tentang+Perubahan+Undang-

Undang+Minerba+ Disetujui+Sebagai+Inisiatif+DPR , diakses 25 Mei 2018

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

482

Pertambangan Batubara (PKP2B). Di antara pasal 169 dan pasal 170, disisipkan lima

pasal tambahan, yaitu pasal 169 A hingga 160 E. Tambahan lima pasal ini yang

memunculkan tudingan perlindungan terhadap kepentingan asing di Indonesia.

Tertulis Pasal 169 A ayat (1) berbunyi: Dalam hal kontrak karya atau perjanjian

karya pengusahaan pertambangan batubara sebagaimana dimaksud dalam pasal 169

huruf a berakhir, pemegang kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan

pertambangan batubara memiliki hak untuk mengusahkan kembali Wilayah

Pertambangan tersebut dalam bentuk IUPK perpanjangan untuk jangka waktu paling

lambat 2 (dua) kali 10 (sepuluh tahun).” Secara tersirat, pesan pasal 169 A berkaitan

dengan divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia yang saat ini sedang

diupayakan oleh Holding BUMN tambang PT Indonesia Asahan Alumunium

(Inalum). Dengan ketentuan tersebut, maka Freeport memiliki hak untuk

melanjutkan operasinya sehingga divestasi berpotensi semakin mundur. Padahal,

sebelumnya Kementerian ESDM telah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen)

ESDM No.25/2018 yang mengamatkan agar divestasi selesai paling lambat pada

tahun 2019.

Sedangkan Pasal 169 A ayat (2) berbunyi : Kontrak Karya atau perjanjian karya

pengusahaan pertambangan batubara yang telah melakukan penyesuaian

sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 169 huruf b diberikan hak untuk

mengusahakan kembali Wilayah Pertambangan dengan diberikan IUPK dengan luas

wilayah sesuai dengan rencana kerja seluruh wilayah tambang yang telah disetujui

dalam penyesuaian kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan

batubara.

Selain soal divestasi, hal lain yang jadi sorotan ialah terkait hilirisasi.

Disebutkan dalam pasal 170 A, sebagai pasal tambahan antara pasal 170 dan pasal

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

483

171, disebutkan Pemegang Kontrak Karya diperbolehkan mengekspor produknya

dengan cacatan sudah melakukan pemurnian di dalam negeri untuk jangka waktu

dua tahun dan wajib membayar bea keluar. Batas minimal kadar murni hanya dipatok

hingga konsentrat 75 persen.151 Batas 75 persen itu masih jauh dari pengertian murni.

Dengan definisi 75 persen ini, Freeport yang baru buat konsentrat sudah bisa

diekspor. Ketentuan ini adalah cara menghindari ketentuan pembangunan smelter di

dalam negri dan pelarangan ekspor bahan mentah.

Jika pasal-pasal tersebut disahkan DPR, maka hukum pertambangan mengalami

kemunduran dimana pemerintah kembali tidak berdaya ketika berhadapan dengan

pengusaha asing dan kekayaan alam hanya menguntungkan investor asing. Hal ini

sebisa mungkin dicegah dengan konsep pembaharuan hukum. Pembaharuan hukum

diartikan sebagai suatu proses melakukan pengujian terhadap berbagai rumusan

ketentuan hukum ddan peraturan perundangan yang berlaku dan terhadapnya

diimplementasikan sejumlah perubahan agar dapat tercapai efisiensi, keadilan dan

juga kesempatan untuk memperoleh keadilan menurut hukum yang berlaku. 152

Menurut Adi Sulistiyono, strategi pembangunan hukum ekonomi Indonesia

perlu memperhatikan konsep pembangunan hukum ekonomi berkelanjutan

(sustainable economic law development) yang tidak sekedar membongkar pasang

pasal-pasal dalam undang-undang atau pembuatan undang-undang baru saja, tapi

juga memperhatikan dan memberdayakan daya dukung aspek lain yaitu : 153

1. Pendidikan hukum.

2. Reformasi substansi hukum.

3. Mekanisme penyelesaian sengketa yang berwibawa dan efisien.

151 Muflihun Hidayat, “Draft RUU Minerba Untungkan Asing ?” 25 Mei 2018, dalam

https://www.tambang.co.id/draft-ruu-minerba-untungkan-asing-17880/ , diakses 26 Mei 2018. 152 Teguh Prasetyo, Pembaharuan Hukum, Perspektif Teori Keadilan Bermartabat, Setara

Press, Malang, 2017, hlm. 5. 153 Adi Sulistiyono dan Muh. Rustamaji, op cit, hlm 75.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

484

4. Pemberdayaan etika bisnis.

5. Menumbuhkan jiwa nasionalis pada anggota legislatif.

6. Komitmen presiden dan wakil presiden yang dilakukan terus menerus secara

mengait, bersama-sama dan terus menerus saling mendukung.

Pengelolaan sumberdaya migas di Indonesia dibangun diatas Pasal 33 UUD

1945, yang mengamanatkan bumi dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Oleh karena itu dalam perkembangannya pemerintah mengembangkan skema yang

disebut gross split yang saat ini digunakan dalam bidang pertambangan minyak dan

gas bumi. Dalam skema yang ada di beberapa negara lain hanya menerapkan royalti

dan melakukan liberalisasi harga, tidak bisa serta merta diadopsi di Indonesia. Demi

mewujudkan energi yang berkeadilan di Indonesia, Kementerian Energi dan Sumber

Daya Mineral menerapkan skema gross split untuk perhitungan bagi hasil kontrak

pengelolaan wilayah kerja Minyak dan Gas Bumi (Migas) di Indonesia sebagaimana

Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2017 tentang kontrak bagi hasil dengan

skema gross split yang mulai berlaku sejak Senin lalu, 16 Januari 2017. Dengan

aturan ini, blok yang berakhir masa kontraknya dan tidak diperpanjang akan

menggunakan kontrak bagi hasil gross split. Kontrak ini setidaknya memuat tiga

persyaratan. Pertama, kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan pemerintah

sampai titik penyerahan. Kedua, pengendalian operasi berada pada SKK Migas.

Ketiga, modal dan risiko seluruhnya ditanggung kontraktor.

Skema Gross Split adalah skema dimana perhitungan bagi hasil pengelolaan

wilayah kerja migas antara Pemerintah dan Kontraktor Migas di perhitungkan

dimuka. Wilayah kerja yang habis kontraknya dan diperpanjang, maka pemerintah

dapat menetapkan bentuk kontrak kerja sama semula melalui skema Gross Split agar

negara mendapatkan bagi hasil migas dan pajak dari kegiatan eksplorasi dan

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

485

eksploitasi sehingga penerimaan Negara menjadi lebih pasti. Di sisi lain, negara

tidak akan kehilangan kendali, karena penentuan wilayah kerja, kapasitas produksi

dan lifting, serta pembagian hasil masih ditangan Negara. Perhitungan gross

split akan berbeda-beda setiap wilayah kerja. Perhitungan yang pasti, terdapat pada

presentase base split. Untuk base split minyak, sebesar 57% diatur menjadi bagian

Negara dan 43% menjadi bagian Kontraktor. Sementara untuk gas bumi, bagian

Negara sebesar 52% dan bagian Kontraktor sebesar 48%. Disamping presentase base

split, baik Negara dan Kontraktor dimungkinkan mendapatkan bagian lebih besar

dengan penambahan perhitungan dari 10 Komponen Variabel dan 2 Komponen

Progresif lainnya. Hal ini membuat skema Gross Split menarik bagi para investor

untuk mengelola wilayah kerja migas, termasuk wilayah kerja non-konvensional

yang memiliki tantangan lebih besar.154

Dengan skema gross split, biaya operasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab

Kontraktor. Tidak seperti kontrak bagi hasil skema cost recovery, dimana biaya

operasi (cost) pada akhirnya menjadi tanggungan Pemerintah. Kontraktor akan

terdorong untuk lebih efisien karena biaya operasi merupakan tanggung jawab

Kontraktor. Semakin efisien Kontraktor maka keuntungannya semakin baik. Tren

cost recovery relatif meningkat tiap tahun. Cost recovery pada tahun 2010 sekitar

US$ 11,7 miliar dan meningkat menjadi US$ 16,2 miliar pada tahun 2014. Meskipun

berdasarkan data tahun 2015 dan 2016 (unaudited), besaran cost recovery sempat

menurun menjadi US$ 13,7 miliar dan US$ 11,5 miliar akibat rendahnya harga

minyak dunia. Pada tahun 2016, penerimaan migas bagian Pemerintah hanya sebesar

US$ 9,9 miliar atau lebih rendah dibanding cost recovery yaitu sekitar US$ 11,4

154 Anggita Rezki Amelia, “Aturan Terbit, Kontrak Baru Migas Pakai Skema Gross Split”,

rabu, 18 Januari 2018, dalam https://katadata.co.id/berita/2017/01/18/aturan-terbit-kontrak-baru-migas-pakai-skema-gross-split , di akses 19 Februari 2018.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

486

miliar. Kondisi lebih besarnya cost recovery dibanding penerimaan bagian negara

terjadi sejak tahun 2015.155

Secara kategorial terdapat sejumlah kelemahan yang melekat pada aturan-aturan

hukum di Indonesia, sehingga menghambat tegaknya aturan hukum di Indonesia.

Pertama, kecenderungan duplikasi aturan dari negara lain. Kedua, rumusan aturan

yang multi tafsir sehingga sulit mendapatkan kepastian. Parahnya untuk ketentuan-

ketentuan yang kurang jelas tersebut tidak disediakan penjelasan yang memadai.

Ketiga, adanya inflasi peraturan. Keempat, banyak aturan yang tumpang tindih, baik

secara vertikal maupun horizontal. Kelima, banyaknya aturan hukum yang

membuka ruang diskresi yang sangat besar. Menurut Klitgaard, diskresi yang besar

tanpa akuntabilitas dan minus transparansi akan menjadi biang korupsi dan

manipulasi.156

Dalam kenyataan, banyak hukum yang buruk karena dirumuskan oleh orang-

orang jahat dan dilaksanakan oleh orang-orang jahat pula. Karenanya hukum tidak

hanya perlu ditegakkan, tetapi juga perlu diperbaharui dan dikoreksi.157 Mengingat

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 bertentangan dengan UUD 1945, maka

seharusnya undang-undang tersebut harus dicabut dan diganti dengan undang-

undang pertambangan baru yang sesuai dengan ideologi Pancasila dan merupakan

pelaksanaan demokrasi ekonomi sebagaimana tujuan negara menciptakan

kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun sayangnya RUU

perubahan justru mundur dengan mengurangi campur tangan pemerintah dan

memberikan peluang berlakunya pasar bebas. Untuk itu energi politik hukum harus

155 Lani Pujiastuti, “Berakhirnya Era Kejayaan Tambang di Indonesia”, Detik Finance, dalam

https://finance.detik.com/energi/d-3011884/berakhirnya-era-kejayaan-tambang-di-indonesia

156, Yovita A. Mangesti dan Bernard L. Tanja, Moralitas Hukum, cetakan 1, Genta Publishing, Yogyakarta, 2014, hlm43-44.

157 Loc cit

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

487

diarahkan untuk pembaharuan undang-undang pertambangan mineral dan batubara.

Untuk itu perlu politik hukum pertambangan mineral dan batubara harus benar-benar

sebagai pelaksanaan UUD 1945.

Pembaharuan hukum merupakan perwujudan pembangunan hukum nasional.

Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa hukum merupakan sarana

pembaharuan masyarakat, yang didasarkan atas anggapan bahwa adanya keteraturan

atau ketertiban dalam usaha pembangunan atau pembaharuan merupakan sesuatu

yang diinginkan atau bahkan dipandang mutlak perlu. Pembaharuan dan

pembangunan hukum sangat diperlukan, karena tanpa pembaharuan dan

pembangunan hukum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan menimbulkan

ketimpangan bahkan dapat menghambat pembangunan nasional. Perkembangan yang

terjadi dalam masyarakat menunjukkan adanya dinamika dalam pemikiran,

pengetahuan, gagasan serta nilai-nilai yang hidup dan berkembang. Secara filosofis,

hal ini terjadi karena masyarakat selalu menginginkan adanya kemajuan berfikir dan

bertindak untuk mewujudkan tujuan hidup bersama yaitu kesejahteraan umum,

kemakmuran, ketertiban, perdamaian dan keadilan sosial.158

Pembaharuan hukum dapat dianalisis menggunakan teori hukum responsif dari

Philippe Nonet dan Philip Selznick yang memberikan sebuah konsepsi yang cukup

mendalam tentang apa itu hukum responsif. Menurut keduanya hukum yang baik

seharusnya memberikan sesuatu yang lebih daripada sekedar prosedur hukum.

Hukum tersebut harus berkompeten dan juga adil ia seharusnya mampu mengenali

keinginan publik dan punya komitmen terhadap tercapainya keadilan substantif.159

158 BPHN, Naskah Akademik Undang-Undang Yayasan, Tanpa tahun, hlm. 5 159 Nonet, Philippe and Philip Selznick. 2003. Law and Society in Transition: Toward

Responsif Law , edisi terjemahan oleh Huma, Hukum Responsif, Huma, Jakarta, hlm 60.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

488

Hukum responsif muncul sebagai kritik karena hukum tidak selalu dijadukan

sarana perubahan dan sarana mewujudkan keadilan substantif. Dalam kritik neo

marxis ini ada dua tema dominan. Pertama, istitusi-institusi hukum sudah tercemar

dari dalam yang menyebabkan bobroknya ketertiban sosial secara keseluruhan dan

perannya terutama sebagai pelayan kekuasaan. Kedua, kritik terhadap legalisme

liberal itu sendiri, mengenai gagasan bahwa tujuan keadilan dapat dicapai melalui

sistem peraturan dan prosedur yang diakuinya bersifat obyektif, tidak memihak dan

otonom.160

Hukum responsif merupakan tradisi kaum realis (legal realism) dan sosiologis

(sociological jurisprudence) yang memiliki tujuan utama membuka sekat-sekat dari

pengetahuan hukum. Nonet dan Selznick membedakan tiga modalitas atau

pernyataan-pernyataan dasar terkait hukum dalam masyarakat (law in society : (1)

hukum sebagai pelayan kekuasaan represif, (2) hukum sebagai institusi sendiri yang

mampu menjinakkan represi dan melindungi integritas dirinya, (3) hukum sebagai

fasilitator dari berbagai respon terhadap kebutuhan dan aspirasi sosial. Berikut

bagan tiga tipe hukum menurut Nonet dan Selznick : 161

Tabel 15

Tiga Tipe Hukum

Hukum Represif Hukum Otonom Hukum Responsif

Tujuan

Hukum

Ketertiban

Legitimasi Kompetensi

Legitimasi Ketahanan sosial

dan tujuan negara

Keadilan

prosedural

Keadilan subtantif

Peraturan Keras dan rinci

namun berlaku

lemah terhadap

pembuat hukum

Luas dan rinci;

Mengikat penguasa

maupun yang

dikuasai

Subordinat dari

prinsip dan

kebijakan

Pertimbangan Ad hoc;

memudahkan

Sangat melekat

pada otoritas

Purposif

(berorientasikan

160 Ibid, hlm. 11. 161 Ibid, hlm, 13.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

489

pencapaian tujuan

dan bersifat

partikular

legal; rentan

terhadap

formalisme dan

legalisme

tujuan); perluasan

kompetensi

kognitif

Diskresi Sangat luas;

oportunistik

Dibatasi oleh

peraturan; delegasi

yang sempit

Luas tetapi sesuai

dengan tujuan

Paksaan Ekstensif;dibata

si secara lemah

Dikontrol oleh

batasan-batasan

hukum

Pencarian positif

bagi berbagai

alternatif,seperti

insentif, sistem

kewajiban yang

mampu bertahan

sendiri

Moralitas komunal; moralisme

hukum; moralitas

pembatasan

Moralitas

Moralitas

kelembagaan

yakni dipenuhi

dengan integritas

proses hukum

Moralitas sipil;

moralitas

kerjasama

Politik Hukum subordinat

terhadap politik

kekuasaan

Hukum independen

dari politik;

Pemisahan

kekuasaan

Terintegrasinya

aspirasi hukum

dan politik,

keberpaduan

kekuasaan

Harapan akan

ketaatan

Tanpa syarat;

ketidaktaatan

dihukum sebagai

pembangkangan

Penyimpangan

peraturan yang

dibenarkan,

misalnya, untuk

menguji validitas

undang-undang

atau perintah

Pembangkangan

dilihat dari aspek

bahaya subtantif;

dipandang sebagai

gugatan terhadap

legitimasi

Partisipasi Pasif; kritik

dilihat sebagai

ketidaksetiaan

Akses dibatasi

oleh prosedur

baku; muncul

kritik atas hukum

Aspek diperbesar

dengan integrasi

advokasi hukum

dan sosial

Hukum merupakan produk politik, hal ini mengantarkan pada penentuan

hipotesis bahwa konfigurasi politik tertentu akan menghasilkan karakter produk

hukum tertentu pula. Dalam buku ini membagi variabel bebas (konfigurasi politik)

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

490

dan variabel terpengaruh (konfigurasi produk hukum) kedalam kedua ujung yang

dikotomis. Menurut Moh. Mahfud M.D., dalam relasi antara politik dan hukum yang

terjadi Indonesia menunjukkan kecenderungan bahwa politik determinan atas

hukum. Hubungan politik dengan hukum di dalam studi mengenai hubungan antara

politik dengan hukum terdapat tiga asumsi yang mendasarinya.162 Pertama, hukum

determinan terhadap politik. Dalam keadaan ini hukum menjadi arah dan pengendali

semua aktivitas politik. Asumsi ini menyatakan hukum sebagai das Sollen

(keinginan, keharusan). Kedua, keadaan politik determinan terhadap hukum. Artinya

politik mengendalikan baik produk normatif maupun implementasi penegakan

hukumnya. Hukum menjadi dependent variabel atas politik. Asumsinya das sein

(kenyataan) dalam studi hukum empiris. Ketiga, politik dan hukum terjalin dalam

hubungan interdeterminan atau saling tergantung yang dapat dipahami dari adugium,

bahwa “politik tanpa hukum menimbulkan kesewenang-wenangan atau anarkis,

hukum tanpa politik akan menjadi lumpuh”.

Mohammad Mahfud M.D. cenderung pada asumsi yang kedua dimana dalam

realitasnya energi politik jauh lebih superior dan menentukan corak hukum. Dalam

relasi antara keduanya hukum dipandang sebagai dependent variabel (variabel

pengaruh) dan politik merupakan independent variabel (variabel berpengaruh).163

indikator sistem politik dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 16

Indikator Sistem Politik

Konfigurasi Politik Demokratis Konfigurasi Politik Otoriter

1. Parpol dan parlemen kuat,

menentukan haluan atau

1. Parpol dan parlemen lemah,

Dibawah kendali eksekutif

162 Mohammad Mahfud M.D., Politik Hukum di Indonesia, op cit, hlm. 4. 163 Ibid, hlm. 5.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

491

kebijakan negara

2. Lembaga Eksekutif (pemerintah)

netral

2. Lembaga Eksekutif (pemerintah)

intervensionis

3. Pers bebas, tanpa sensor dan

pembreidelan.

3. Pers terpasung, diancam sensor dan

pembreidelan

Asumsi hukum merupakan produk politik berdampak pada penentuan hipotesis

bahwa suatu konfigurasi politik tertentu akan mempengaruhi karakter produk hukum

yang dihasilkan sebagaimana tabel berikut : 164

Tabel 17

Indikator Karakter Produk Hukum

Karakter Produk Hukum

Responsif

Karakter Produk Hukum Ortodoks

1. Pembuatannya Partisipatif 1. Pembuatannya sentralistik-dominatif

2. Muatannya Aspiratif 2. Muatannya positivist-

instrumentalistik

3. Rincian Isinya limitatif 3. Rincian isinya open interpretative

Indikator politik dibedakan atas konfigurasi demokratis dan konfigurasi otoriter

(non-demokratis). Dalam konfigurasi politik demokratis terdapat parpol dan

parlemen yang kuat dan tidak mudah dipengaruhi eksekutif. Pers dapat melakukan

pemberitaan dengan leluasa. Sebaliknya dalam konfigurasi politik otoriter posisi

pemerintah yang sangat dominan atas parpol dan parlemen dalam menentukan dan

melaksanakan kebijakan negara, dengan mengesampingkan aspirasi masyarakat.

Kondisi badan perwakilan dan partai politik tidak melaksanakan fungsinya dengan

baik dalam menyalurkan aspirasi rakyat. Pers tidak mempunyai kebebasan dan

senantiasa berada dibawah tekanan pemerintah dalam rezim pencabutan izin usaha.

164 Ibid, hlm. 7.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

492

Sementara itu variabel konfigurasi produk hukum yang berkarakter responsif

dan produk hukum yang berkarakter ortodoks. Dalam produk hukum responsif

karakternya mencerminkan pemenuhan atas tuntutan-tuntutan individu dan

kelompok sosial dalam masyarakat sehingga mencerminkan aspirasi keadilan.

Proses pembuatan hukum responsif dilakukan secara terbuka dengan mengandalkan

partisipasi dan aspirasi masyarakat. Sementara itu produk hukum ortodoks

karakternya mencerminkan visi politik pemegang kekuasaan tanpa melibatkan

partisipasi dan aspirasi masyarakat. Jikapun dilakukan hanya bersifat pelengkap dan

formalitas belaka. Produk hukumnya berfungsi sebagai alat pengesahan kepentingan

pemerintah.

Dalam konteks Indonesia sejak kemerdekaan, orde lama hingga orde baru terjadi

relasi das sein, yang menunjukkan politik sangat dominan atas hukum, sehingga

produk hukum yang tercipta merupakan agregasi kepentingan antar elite politik.

Ilmu hukum juga merupakan ilmu bantu dalam ilmu politik. Hal ini dapat dipahami

karena sejak dahulu terutama di Eropa barat ilmu hukum dan politik memang sudah

demikian erat. Kedua-duanya memiliki persamaan daya “mengatur dan memaksakan

undang-undang” (law enforcement) yang merupakan salah satu kewajiban negara

yang begitu penting.

Dengan menganalisa hukum positif sampai pada tingkat kesadaran merupakan

analisa yang mengungkapkan fungsi norma dasar. Sifat khusus bagi hukum tersebut

menjadi jelas : hukum tersebut mengatur penciptaannya sendiri. Terutama sebuah

norma hukum yang mengatur muatan norma yang diciptakan tersebut. Norma yang

menentukan penciptaan adalah norma di tingkat lebih tinggi. Norma yang diciptakan

sesuai dengan determinasi ini adalah norma-norma di tingkat lebih rendah. Sistem

hukum merupakan urutan hierarkis berbagai strata norma hukum. Dalam struktur

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

493

hierarkis sistem hukum yang menjadi norma dasar tersebut disebut konstitusi sebagai

hukum positif di tingkat tertinggi. Fungsi esensial konstitusi tergantung pada

pengaturan alat pemerintahan dan proses penciptaan hukum umum dalam suatu

proses legislasi. Konstitusi tersebut menetapkan muatan undang-undang masa

depan, sebuah tugas yang sering tidak dijalankan oleh konstitusi hukum positif,

karena mereka menentukan atau melarang beberapa muatan.165

Tingkat struktur hierarkis berikutnya, satu langkah bergeser dibawah konstitusi

adalah tingkat norma umum yang diciptakan melalui proses legislasi. Selama

tekanan utama konstitusi bergantung pada pengaturan proses untuk mengundangkan

sebuah undang-undang, maka difokuskan pada menentukan muatannya dengan

penentuan muatan penciptaan undang-undang yudisial dan administratif dengan

ukuran yang sama menjadi tugas legislasi. Hukum yang muncul dalam bentuk

undang-undang adalah hukum material (substantif) dan hukum formal (prosedural).

Hubungan konstitusi dengan legislasi pada dasarnya sama seperti hubungan undang-

undang dengan ajudikasi atau administrasi. Ada bentuk undang-undang spesifik, ada

juga bentuk konstitusional spesifik. Undang-undang dalam pengertian material

menggolongkan semua norma hukum umum, undang-undang dalam pengertian

formal menggolongkan baik norma hukum umum, sedangkan undang-undang dalam

pengertian formal menggolongkan baik norma hukum umum dalam bentuk undang-

undang, yaitu norma hukum umum yang disahkan oleh parlemen dan diterbitkan

dengan cara tertentu.166

Pada masyarakat yang sederhana (homogen), hukum timbul dan tumbuh

bersama-sama dengan pengalaman-pengalaman hidup warga masyarakatnya. Fungsi

165 Kelsen, Hans, Pengantar Teori Hukum, op cit , hlm.105-106. 166 Ibid, hlm.108.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

494

pemerintah lebih ditekankan pada mengesahkan atau menetapkan hukum yang telah

hidup dimasyarakat. Sedangkan pada pada masyarakat yang kompleks (heterogen)

hukum berkembang dengan cara yang berbeda. Pluralitas masyarakat dengan

berbagai kepentingan yang berbeda menyebabkan sulit untuk timbulnya hukum dari

bawah. Diferensiasi yang tinggi dalam strukturnya mengakibatkan berbagai

kebutuhan dan kepentingan dalam masyarakat yang tidak jarang saling bertentangan.

Hukum lebih sering muncul dari atas yang diturunkan untuk mengatasi masalah.

Kendati hukum ditentukan dari atas, namun sumbernya tetap dari masyarakat.

Penanaman nilai-nilai di dalam masyarakat harus terus dilakukan untuk menjamin

kaedah hukum diciptakan itu dapat berlaku efektif.

Keberhasilan atau kegagalan suatu proses pembaharuan hukum, pada kedua

jenis masyarakat tersebut baik masyarakat yang sederhana maupun yang kompleks

lebih ditentukan oleh pelembagaan hukum di dalam masyarakat. Untuk itu

memerlukan usaha dan perencanaan yang terstruktur, waktu sosialisasi, biaya yang

cukup besar dan kemampuan implementasi secara benar dalam masyarakat.

Demikian juga dalam masyarakat bangsa Indonesia dalam masa peralihan menuju

masyarakat modern tentu saja nilai-nilai yang hidup mengalami proses perubahan.

Masyarakat yang melaksanakan pembangunan, proses perubahan tidak hanya

mengenai hal-hal yang bersifat fisik, tetapi juga pada nilai-nilai dalam masyarakat

yang mereka anut. Nilai-nilai yang dianut itu selalu terkait dengan sifat dan sikap

orang-orang yang terlibat di dalam masyarakat yang membangun.

Sesuai dengan perkembangan hukum dalam masyarakat dapat dinyatakan

bahwa politik hukum pertambangan Indonesia adalah untuk meningkatkan fungsi

kegunaan sumber kekayaan alam tambang guna memberikan kemanfaatan secara

maksimal bagi pendapatan negara yang akhirnya menjadi sarana untuk mewujudkan

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

495

kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Politik hukum pertambangan harus mengarahkan

energinya untuk mencapai tujuan kesejahteraan rakyat. Hal ini merupakan

perwujudan dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum,

yakni keadilan, kemanfaatan selain kepastian hukum.

Dalam undang-undang pertambangan juga harus dicapai tujuan yang lebih besar

yaitu bangsa Indonesia harus mampu berdiri di atas kaki sendiri untuk mengerjakan

seluruh potensi pertambangan. Kedepan harus dipersiapkan sumber daya manusia

yang mumpuni untuk mengelola tambang secara teknis maupun manajemen. Selain

itu juga harus dikuasai teknologi tinggi dalam bidang pertambangan agar Indonesia

tidak tergantung pada ahli dari luar negeri. Selanjutnya penegakan hukum atas

klausul divestasi harus tetap dilaksanakan sesuai aturan hukumnya yaitu undang-

undang pertambangan. Namun hal ini dilakukan tetap dengan menghormati hak-hak

investor. Dengan demikian dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, sektor

pertambangan dapat dikuasai dan dikelola oleh pemerintah atau modal dalam negeri.

Pada perkembangannya muncul Teori Hukum Progresif yang dicetuskan oleh

Satjipto Rahardjo yang menegaskan bahwa hukum adalah untuk manusia, dan bukan

sebaliknya. Dalam teori ini hukum bukan hanya bangunan peraturan, melainkan juga

bangunan ide, kultur, dan cita-cita. Hukum progresif memuliki karakter progresif

dalam hal sebagai berikut :167

1. Bertujuan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia dan oleh karenanya

memandang hukum selalu dalam proses menjadi (law in the making).

2. Peka terhadap perubahan yang terjadi dalam masyarakat, baik lokal,

nasional maupun global.

3. Menolak status quo manakala menimbulkan dekadensi, suasana korup dan

sangat merugikan kepentingan rakyat sehingga menimbulkan perlawanan

167 Suteki, Masa Depan Hukum Progresif, cetakan I, Thafa Media, Yogyakarta, 2015, hlm. 11

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

496

dan pemberontakan yang berujung pada penafsiran progresif terhadap

hukum.

Sedangkan dalam masalah penegakan hukum, terdapat 2 (dua) macam tipe

penegakan hukum progresif : 168

1. Dimensi dan faktor manusia pelaku dalam penegakan hukum progresif.

Idealnya, mereka terdiri dari generasi baru profesional hukum yang memiliki

visi dan filsafat yang mendasari penegakan hukum progresif.

2. Kebutuhan akan semacam kebangunan di kalangan akademisi, intelektual dan

ilmuan serta teoritisi hukum Indonesia

Hukum tidak bekerja di ruang hampa yang bebas dari pengaruh faktor-faktor

non hukum. Dalam istilah Afan Gaffar, hukum tidak berada dalam keadaan vakum,

akan tetapi merupakan entitas yang ada pada suatu environment dimana antara

hukum dengan environment tersebut terjadi hubungan yang saling kait mengkait.

Akan tetapi hukum merupakan produk berbagai elemen seperti politik, ekonomi,

sosial, budaya, nilai dan agama. Oleh karena itu ekosistem hukum banyak tergantung

pada faktor-faktor yang berada di luar hukum. Jadi hukum bukan suatu yang

supreme. Adanya hukum karena adanya kepentingan politik, ekonomi, sosial,

budaya dan lain-lain.169 Oleh karena itu kita perlu bersikap convergence terhadap

ilmu. Kita seharusnya tidak hanya membaca dan mempelajari teks dan menggunakan

logika peraturan saja, melainkan perlu mendalami makna hukum, misalnya makna

sosial (social meaning). Untuk membangun dan memperkuat gagasannya, secara

sistematis Satjipto Raharjo membuat identifikasi sebagai berikut :170

Tabel 18

168 Satjipto Rahardjo Hukum Progresif Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Genta Publishing,

Yogyakarta, 2009. hlm. 3 169 Busyro Muqoddas, dkk, Politik Pembangunan Hukum Nasional, UII Press, Yogyakarta,

1992, hlm. 104., 170 Abdul Rokhmad, Hukum Progresif, Pemikiran Satjipto Raharjo Dalam Perspektif Teori

masalah, Program Pascasarjana IAIN Walisongo, cetakan1, Semarang, 2012, hlm.112.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

497

Identifikator Hukum Progresif

Identifikasi Pendirian/Paradigma

Paradigma 1. Holistik/ seutuhnya

2. Konstruktif : merobohkan, menggantibdan membangun

untuk memperbaiki yang lama

Asumsi 1. Hukum untuk manusia, bukan sebaliknya

2. Hukum bukan institusi yang mutlak dan final. Hukum

selalu dalam proses menjadi (law as a process, law in the

making)

Tujuan Kesejahteraan dan kebahagiaan manusia

Spirit 1. Pembebasan dari dominasi tipe, cara berpikir, asas dan

teori hukum.

2. Hukum yang pro perubahan dan anti status quo.

3. Pembebasan terhadap kultur penegakan hukum

(administration of justice) yang positivistik.

4. Mendorong terjadinya rule breaking (terobosan hukum)

Tipe Hukum Responsif

Progresitas 1. Menolak menjadi tawanan undang-undang, apabila

bertentangan dengan keadilan.

2. Peka terhadap perubahan dalam masyarakat.

3. Menolak status quo manakala menimbulkan dekadensi,

korupsi dan merugikan kepentingan rakyat.

Konsep hukum pertambangan perlu merujuk kembali filosofis dasarnya yaitu

hukum untuk manusia. Dengan filosofis tersebut, maka manusia menjadi penentu

dan titik orientasi hukum. Hukum bertugas melayani manusia, bukan sebaliknya.

Oleh karena itu, hukum itu bukan merupakan institusi yang lepas dari kepentingan

manusia. Mutu hukum ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi pada

kesejahteraan manusia. Berdasarkan teori ini keadilan tidak bisa secara langsung

ditemukan lewat proses logis formal. Keadilan justru diperoleh lewat institusi,

karenanya, argumen-argumen logis formal “dicari” sesudah keadilan ditemukan

untuk membingkai secara yuridis-formal keputusan yang diyakini adil tersebut. Oleh

karena itu konsep hukum progresif, hukum tidak mengabdi bagi dirinya sendiri,

melainkan untuk tujuan yang berada di luar dirinya.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

498

Degan demikian hukum nasional dalam bidang pertambangan haruslah

menjabarkan Pancasila sebagai rechtsidee dalam paradigma pembangunan hukum.

Sebagai paradigma pembangunan hukum, Pancasila memiliki sekurang-kurangya

empat kaidah penuntun yang harus dijadikan pedoman dalam pembentukan dan

penegakan hukum di Indonesia sebagai berikut :171

1. Hukum harus melindungi segenap bangsa dan menjamin keutuhan bangsa

dan karenanya tidak boleh ada hukum yang menanamkan benih disintegrasi.

2. Hukum harus menjamin keadilan sosial dengan memberikan proteksi

khusus bagi golongan lemah agar tidak tereksploitasi dalam persaingan

bebas melawan golongan kuat.

3. Hukum harus dibangun secara demokratis sejalan dengan nomokrasi (negara

hukum).

4. Hukum tidak boleh diskriminatif berdasarkan berdasarkan ikatan primordial

apapun dan harus mendorong terciptanya toleransi beragama berdasarkan

kemanusiaan dan keberadaban.

Penjelasan di atas menunjukkan fungsi hukum disatu pihak dapatlah

dipergunakan sebagai sarana untuk mengubah masyarakat menjadi lebih baik dan

dilain pihak untuk mempertahankan susunan masyarakat yang telah ada serta

mengesahkan perubahan-perubahan yang telah terjadi di masa lalu. Jika

mengetengahkan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat yang sedang pada

masa transisi, perlu ada penetapan prioritas-prioritas dan tujuan yang hendak dicapai,

sedangkan suber atau datanya dapat diperoleh melalui penelitian-penelitian terhadap

masyarakat di berbagai bidang kehidupan. Data yang sudah diperoleh kemudian

diabstraksikan agar dapat dirumuskan kembali ke dalam norma hukum yang

kemudian disusun menjadi tata hukum.

171 Moh. Mahfud MD., Membangun Polirik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Pustaka LP3ES,

Jakarta, 2006, hlm. 56.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

499

Dalam logika itulah revitalisasi hukum dilakukan setiap kali. Bagi hukum

progresif, proses perubahan tidak lagi berpusat pada peraturan, tetapi pada kreativitas

pelaku hukum mengaktualisasikan hukum dalam ruang dan waktu yang tepat. Para

pelaku hukum progresif dapat melakukan perubahan dengan melakukan pemaknaan

yang kreatif terhadap peraturan yang ada, tanpa harus menunggu perubahan

peraturan (changing the law). Peraturan buruk tidak harus menjadi penghalang bagi

para pelaku hukum progresif untuk menghadikarkan keadilan untuk rakyat dan

pencari keadilan, karena mereka dapat melakukan interprestasi secara baru setiap

kali terhadap suatu peraturan. Untuk itu agar hukum dirasakan manfaatnya, maka

dibutuhkan jasa pelaku hukum yang kreatif menterjemahkan hukum itu dalam

kepentingan-kepentingan sosial yang memang harus dilayaninya.

Masyarakat transisi yang mengalami proses dari yang sederhana ke komplek

tidak jarang dihadapkan pada sebagian nilai yang harus ditinggalkan, tetapi ada pula

yang harus dipertahankan karena mendukung proses penyelesaian masa transisi.

Memang setiap pebangunan maerupakan proses menuju suatu tujuan tertentu melalui

berbagai terminal; selama terminal-terminal tadi masih harus dilalui maka transisi

masih akan tetap ada. Pada masyarakat yang sederhana, hukum timbul dan tumbuh

bersama-sama dengan pengalaman-pengalaman hidup warga masyarakatnya. Di sini

penguasa lebih banyak mengesahkan atau menetapkan hukum yang sebenarnya

hidup dimasyarakat. Akan tetapi hal yang sebaliknya agaknya terjadi pada

masyarakat yang kompleks. Kebhinekaan masyarakat yang kompleks menyebabkan

sulit untuk memungkinkan timbulnya hukum dari bawah. Diferensiasi yang tinggi

dalam strukturnya membawa konsekuensi pada aneka macam kategori dan

kepentingan dalam masyarakat dengan kepentingan-kepentingan yang tidak jarang

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

500

saling bertentangan. Walaupun hukum datang dan ditentukan dari atas, sumbernya

tetap dari masyarakat.

Dengan demikian peranan nilai-nilai di dalam masyarakat harus dipertahankan

untuk menetapkan kaedah hukum apabila diharapkan kaedah hukum yang diciptakan

itu dapat berlaku efektif. Dengan demikian berhasil atau gagalnya suatu proses

pembaharuan hukum, baik pada masyarakat yang sederhana maupun yang kompleks

sedikit banyak ditentukan oleh pelembagaan hukum di dalam masyarakat. Jelas

bahwa usaha ini memerlukan perencanaan yang matang, biaya yang cukup besar dan

kemampuan meproyeksikan secara baik. Di dalam masyarakat seperti Indonesia

yang sedang mengalami masa peralihan menuju masyarakat modern tentunya nilai-

nilai yang ada mengalami proses perubahan pula. Dengan demikian masyarakat yang

melaksanakan pembangunan, proses perubahan tidak hanya mengenai hal-hal yang

bersifat fisik, tetapi juga pada nilai-nilai dalam masyarakat yang mereka anut. Nilai-

nilai yang dianut itu selalu terkait dengan sifat dan sikap orang-orang yang terlibat

di dalam masyarakat yang membangun.

Hukum progresif berkaitan dengan asas kepastian hukum, sebagaimana

dikemukakan Aristoteles merupakan asas tujuan dari hukum yang menghendaki

keadilan. Menurut teori ini hukum mempunyai tugas suci dan luhur ialah keadilan

dengan memberikan kepada tiap- tiap orang apa yang berhak ia terima serta

memerlukan peraturan tersendiri bagi tiap- tiap kasus. Untuk terlaksananya hal

tersebut, maka menurut teori ini hukum harus memuat peraturan/ketentuan umum

yang diperlukan masyarakat demi kepastian hukum.172 Kepastian hukum sangat

diperlukan untuk menjamin kedamaian dan ketertiban dalam masyarakat karena

172 Lili Rasjidi dan Liza Sonia Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya

Bakti, Bandung, 2001, hlm. 43-44.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

501

kepastian hukum (peraturan/ ketentuan umum) mempunyai sifat yaitu adanya

paksaan dari luar (sanksi) dari penguasa yang bertugas mempertahankan dan

membina tata tertib masyarakat dengan perantara alat- alatnya dan sifat Undang-

Undang yang berlaku bagi siapa saja yang melanggarnya.

Kepastian hukum ditujukan pada sikap lahir manusia, ia tidak mempersoalkan

apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikan adalah

bagaimana perbuatan lahiriahnya. Kepastian hukum tidak memberi sanksi kepada

seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk, akan tetapi yang di beri sanksi

adalah perwujudan dari sikap batin yang buruk tersebut atau menjadikannya

perbuatan yang konkrit. Sistem hukum tidak diadakan untuk memberikan keadilan

bagi masyarakat, melainkan sekedar melindungi kemerdekaan individu (person).

Kemerdekaan individu tersebut senjata utamanya adalah kepastian hukum.

Paradigma positivistik berpandangan demi kepastian, maka keadilan dan

kemanfaatan boleh diabaikan. Pandangan positivistik juga telah mereduksi hukum

dalam kenyataannya sebagai pranata pengaturan yang kompleks menjadi sesuatu

yang sederhana, linear, mekanistik dan deterministik. Hukum tidak lagi dilihat

sebagai pranata manusia, melainkan hanya sekedar media profesi. Akan tetapi karena

sifatnya yang deterministik, aliran ini memberikan suatu jaminan kepastian hukum

yang sangat tinggi.

Hukum itu ekpresi dan semangat dari jiwa rakyat (volksgeis). Selanjutnya

dikatakan bahwa hukum itu tidak dibuat tetapi tumbuh dan berkembang bersama

masyarakat. Konsep demikian ini memang didukung oleh kenyataan dalam sejarah

yaitu pada masyarakat yang masih sederhana sehingga tidak dijumpai perana

pembuat undang-undang seperti terdapat pada masayarakat modern.Pada

masyarakat yang sedang membangun perubahan dibidang hukum akan berpengaruh

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

502

terhadap bidang-bidang kehidupan lainnya, begitu juga sebaliknya.173Hukum berasal

dari masyarakat dan hidup serta berproses di dalam masyarakat, maka pembaharuan

hukum tidak mungkin dilepaskan secara mutlak dari masyarakat. Ini berarti bahwa

yang dihadapi adalah kenyataan-kenyataan sosial dalam arti yang luas. Kenyataan

yang ada seperti yang dihadapi Indonesia yaitu masyarakatnya yang heterogen

dengan tingkat bentuk masyarakat yang berbeda-beda, mulai dari yang sederhana

sampai pada masyarakat yang komplek.174

Sejarah pengaturan pertambangan sejak berlakunya Indische Mijnwet 1899 pada

masa kolonial hingga terbitnya masa reformasi dirasa tidak cukup berdampak

kesejahteraan terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Jika pada masa

kolonial seluruh hasil kekayaan alam dikuasai oleh penjajah dan dibawa ke negara

Belanda untuk membangun negaranya, maka sejak merdeka sampai era reformasi

kekayaan alam ternyata telah dieksploitasi secara massal untuk keuntungan pemilik

modal dengan mengabaikan kehidupan sosial ekonomi bangsa Indonesia.

Masyarakat yang sejatinya pemilik kekayaan alam hanya melihat dengan mata

kepala kekayaan alam dieksploitasi tanpa daya.

Untuk itu pembaharuan hukum sangat diperlukan mengingat pembangunan

hukum di Indonesia selama ini tidak tersistematis dan terstruktur sehingga

pembangunan hukum di Indonesia terkesan tambal sulam, acak-acakan dan tidak

mengakar pada nilai-nilai kehidupan masyarakat serta jiwa bangsa Indonesia.

Akibatnya produk hukum yang dihasilkan juga tidak dapat berlaku efektif dalam

mendukung cita-cita kemerdekaan dan cita-cita berbangsa dan bernegara.

Pembangunan hukum harus dilandasi oleh :

173 Mochtar Kusumaatmaja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni,

Bandung, 2006, hlm.12-13. 174 Ibid, hlm 14

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

503

1. Nilai ideologis, yaitu Pancasila.

2. Nilai historis, yaitu didasari sejarah bangsa.

3. Nilai sosiologis yaitu sesuai tata nilai budaya masyarakat.

4. Nilai yuridis, yaitu sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

5. Nilai filosofis, yaitu berintikan keadilan dan kebenaran masyarakat.

Hukum yang dilandasi oleh kelima nilai tersebut akan memberi dampak positif

bagi masyarakat untuk menikmati rasa keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum

yang pada alkhirnya akan bermuara pada pembentukan sikap dan kesadaran

masyarakat terhadap hukum.175

Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, sosial budaya, ekonomi, politik

sampai globalisasi membawa perubahan yang signifikan terhadap kondisi

masyarakat dan dunia. Dengan berubahnya kondisi tersebut, maka merupakan tugas

hukum menjadi untuk menjawabnya sesuai kebutuhan yang diperlukan. Atas kondisi

perubahan tersebut secara umum dikenal adanya proses pembentukan hukum tertulis

(peraturan perundang-undangan). Pembentukan peraturan perundangan dapat

melalui beberapa cara antara lain :

1. Hukum diciptakan sesuai cita hukum (rechtsidee) oleh penguasa untuk

mengatur masyarakat yang sebelumnya tidak diatur. Sejak merdeka disadari

bahwa hukum yang berlaku adalah peninggalan kolonial Belanda. Untuk

menghindari kekosongan hukum (wetsvacuum) masih diberlakukan sampai

diatur oleh peraturan perundang-undangan nasional.

2. Masyarakat mengalami perubahan mendasar dan hukum datang mengesahkan

perubahan itu (sifatnya bottom up),

175 Teguh Prasetyo dan Arie Purnomosidi, Membangun Hukum Berdasarkan Pancasila,

cetakan 2, Nusa Media, bandung, 2015, hlm.148-149.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

504

3. Hukum direkayasa sebagai alat untuk perubahan ke arah yang lebih baik,

sebagaimana teori law as a tool of social engineering dari Roscoe Pound

(bersifat top down).

Dalam hal pembentukan hukum mengenai undang-undang pertambangan

minerba, seyogyanya politik hukum diarahkan pada bentuk perubahan yang bersifat

law as a tool of social engineering, bukan sekedar bottom up, karena pada prakteknya

pertambangan telah ada sejak lama dan terus mengalami perkembangan pesat

terutama dampak globalisasi sehingga memerlukan aturan yang lebih sesuai.

Perkembangan masyarakat Indonesia begitu dinamis dalam pemikiran, ilmu

pengetahuan mempengaruhi nilai-nilai yang hidup dan berkembang. Secara filosofis

maupun historis dapat dipahami karena masyarakat mengalami kemajuan berfikir

sehingga menginginkan kondisi yang diidealkan untuk mewujudkan tujuan hidup

bersama terutama tercukupinya kebutuhan hidup primer hingga tersier dalam bentuk

kesejahteraan umum dan kemakmuran sebagai perwujudan tujuan negara keadilan

sosial.

Oleh karena itu pembaharuan hukum merupakan salah satu wujud pembangunan

hukum nasional. Dalam pandangan Sunaryati Hartono, perancang Undang-Undang

dasar 1945 secara jelas sebenarnya beranjak pada filsafat futuristik sebagaimana

dikemukakan Roscoe Pound yang menggunakan hukum sebagai law as a tool of

social engineering.176 Falsafah ini dianut salah satunya oleh Mochtar

Kusumaatmadja yang berpendapat bahwa hukum merupakan sarana pembaharuan

masyarakat, yang didasarkan atas anggapan bahwa adanya keteraturan atau

ketertiban dalam usaha pembangunan atau pembaharuan merupakan sesuatu yang

176 Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Penerbit

Alumni, Bandung , 1991 hlm. 53.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

505

diinginkan atau bahkan dipandang mutlak perlu.177 Pembaharuan dan pembangunan

hukum sangat diperlukan mengingat tanpa progresivitas hukum sesuai kebutuhan

masyarakat akan menimbulkan dampak dalam kehidupan masyarakat terciptanya

ketimpangan bahkan dikhawatirkan menghambat pembangunan nasional.

Teori hukum progresif merupakan pengembangan lebih lanjut dari hukum

responsif yang bersumber dari legal realism dan sociological jurisprudence. Konsep

pemikiran begawan hukum Satjipto Rahardjo tentang pembaharuan hukum sering

disebut Hukum Progresif menawarkan sesuai dengan tujuan hukum untuk

melindungi rakyat menuju kepada ideal hukum yang mengantarkan manusia kepada

kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat manusia bahagia, sehingga hukum akan

berpihak kepada rakyat dan berpihak pada keadilan. Gagasan hukum progresif

muncul disebabkan oleh kegalauan menghadapi kinerja hukum yang banyak gagal

untuk menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa ini. Terutama sejak bergulirnya era

reformasi, yang ditandai oleh ambruknya kekuasaan Presiden Suharto yang otoriter

selama berpuluh-puluh tahun itu, harapan rakyat terhadap hukum sebagai sang juru

penolong makin melambung tinggi. Supremasi hukum sudah dianggap

sebagai panacea, obat mujarab bagi semua persoalan. Harapan tersebut sangat

membebani hukum untuk mencapai hasil sebagaimana diharapkan.178

Di Indonesia pembentukan dan pembangunan hukum selain sebagai jawaban

perubahan kondisi masyarakat, juga sebagai pengganti atas segala peraturan

peninggalan era kolonial yang hingga saat ini memang masih ada dan berlaku karena

belum ada gantinya. Perangkat peraturan hukum yang telah ada tersebut tidak cukup

177 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasiona, Bina Cipta,

Bandung. 1995, hlm 13. 178 Satjipto Raharjo, “Arsenal Hukum Progresif”, 2010, sebagaimana dalam

http://supanto.staff.hukum.uns.ac.id/2010/01/12/hukum-progresif-prof-satjipto-rahardjo/, diakses 10

Desember 2017

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

506

memenuhi kebutuhan hukum bangsa Indonesia. Salah satu diantara pembangunan

hukum yang penting adalah peraturan mengenai pertambangan. Pembangunan

hukum menurut Sunaryati Hartono meliputi :179

1. Menyempurnakan (membuat sesuatu yang baik);

2. Mengubah agar jauh lebih baik;

3. Mengadakan sesuatu yang sebelumnya belum ada; atau

4. Meniadakan sesuatu yang terdapat dalam sistem lama, karena tidak diperlukan

dan tidak cocok dengan sistem baru.

Peraturan perundang-undangan tentang Pertambangan yang berlaku sejak orde

baru selain perlu ditinjau ulang disesuaikan dengan nilai-nilai filosofis negara

(Pancasila), tujuan negara sebagaimana dalam pembukaan UUD 1945 dan peraturan

perundang-undangan lainnya juga perlu diperbaharui sesuai perkembangan serta

kondisi bangsa dan masyarakat. Bila dipelajari UUD 1945 secara cermat, maka akan

semakin jelas bahwa kaidah-kaidah yang dituangkan kedalam pasal-pasalnya

bukanlah hukum positif yang berlaku pada saat itu. Justru sebaliknya UUD 1945

sengaja menyimpang dari hukum positif yang berlaku saat itu. Dan menyimpang

secara sangat mendasar. Kaidah-kaidah dan norma-norma yang dituangkan kedalam

pasal-pasal UUD 1945 itu juga bukan merupakan hukum adat sebagaimana filsafah

von Savigny, van Vollenhoven atau Ter Haar termasuk Supomo. Norma-norma dan

nilai-nilai yang dituangkan merupakan nilai-nilai hukum adat dalam bentuk modern

(Pasal 33) yaitu nilai yang sama sekali baru yang menjadi cita-cita Bangsa Indonesia

dalam arti yang modern.180

Tentang politik perekonomian nasional, Bung Hatta pernah menegaskan : 181

179 BPHN, op cit, hlm 6. 180 Sunaryati Hartono, op cit, hlm. 53-54. 181 Mohammad Hatta, op cit, hlm 244

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

507

Dalam perjalanannya pasal 33 UUD 1945 pernah berubah menjadi Pasal 38

UUD Sementara 1950. Pasal yang begitu terkenal itu semata-mata untuk

menekankan supaya mulai dari sekarang kini, inilah hendaknya menjadi

pedoman bagi pemerintah untuk melaksanakan politik perekonomian. Saya

ingin menekankan disini dasar yang prinsipil ini karena sampai sekarang orang

sering pura-pura lupa akan adanya dan menyimpang ke politik liberalisme yang

tidak ada sendinya di dalam undang-undang dasar negara kita. Menurut jiwa

pasal ini pemerintah mempunyai tugas dan peranan yang utama dalam

pembangunan perekonomian masyarakat.

Dengan demikian maka motivasi social engineering atau tekad untuk

menciptakan suatu masyarakat Indonesia yang modern dan baru itu sangat jelas dan

kuat. Begitu jauh jangkauan kaidah-kaidahnya sehingga untuk menjadikannya suatu

kenyataan diperlukan perjuangan berpuluh-puluh tahun.182 Dengan demikian

peraturan perundangan tentang pertambangan harus merupakan instrumen hukum

untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Konsep dan asas dari kolonial belanda

maupun praktek menyimpang yang dilakukan orde baru harus diperbaharui sesuai

tujuan negara. Pembaharuan peraturan perundang-undangan tentang pertambangan

dimaksudkan terutama untuk menciptakan keadilan dan kemanfaatan bagi bangsa

Indonesia selain kepastian hukum.

Pemerintahan dibawah kekuasaan Suharto, menyusul robohnya kekuasaan

Sukarno, belum dapat melepaskan sama sekali dari “falling back on repressive

force”, sekalipun tidak dilakukan dengan terang-terangan seperti sebelumnya. Awal

kekuasaan Suharto dimulai dengan pidato Suharto (1967) yang mengritik keras

pemerintahan Sukarno yang dianggap tidak demokratis. Tetapi dalam perjalanannya,

pemerintahan Suharto sendiri juga menjadi makin otoriter dan represif yang akhirnya

bernasib hampir sama dengan “drama” robohnya kekuasaan Sukarno. Sekalipun

182 Loc cit.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

508

pada masa pemerintahannya undang-undang yang membolehkan presiden campur

tangan dalam pengadilan dicabut, tetapi itu tidak menutupi kenyataan, bahwa

pengadilan tunduk di bawah kekuasaan politik pemerintah atau

suatu pseudo independensi pengadilan.183

Era politik pasca-Suharto yang disebut sebagai era reformasi adalah suatu masa

transisi, yaitu peralihan dari suatu kekuasaan politik yang tertutup-sentralistis-

otoriter menjadi terbuka-transparan-akuntabel. Seperti umumnya sebuah

tatanan (order) transisi, maka suasana memang kacau (chaotic): yang lama sudah

ambruk dan yang baru belum terbentuk. Meminjam istilah Boaventura de Sousa

Santos, kita berada dalam suatu “paradigmatic transition”. Diakui oleh Santos,

bahwa peralihan paradigmatis bukan sesuatu yang mudah; ia memakan waktu lama,

beberapa dekade, bahkan berabad-abad, seperti peralihan dari feodalisme ke

kapitalisme. Barang tentu, magnituda transisi paradigmatis di Indonesia tidak seperti

peralihan dari kedua sistem produksi tersebut, tetapi bagaimanapun ia membutuhkan

waktu cukup lama. Pengalaman terakhir di negeri kita menunjukkan, bahwa

perjalanan menuju suatu tatanan yang baru tidak mudah, karena unsur-unsur dari

kekuasaan lama tak dapat lama sekali dihilangkan. Misalnya, seorang pengamat

sosial-politik, HS Dillon, seraya mengritik Presiden SBY, yang notabene telah

dipilih langsung oleh rakyat, mengatakan, “Mengapa political-will Presiden yang

dipilih langsung oleh rakyat tidak terimplementasi ? Ternyata koalisi, membagi-bagi

kekuasaan, menyenangkan semua vested-interests yang menghalangi terjadinya

perubahan mendasar … Alhasil, orang yang seharusnya dituntut karena pernah

menyengsarakan rakyat justru menduduki jabatan terhormat…” 184

183 Satjipto Raharjo, op cit, hlm. 11. 184 Ibid, hlm 12

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

509

Dalam masyarakat Indonesia yang semakin demokratis, maka karakter produk

hukum pertambangan harus makin responsif atas aspirasi masyarakat yang

karakternya mencerminkan pemenuhan atas tuntutan-tuntutan baik individu maupun

kelompok sosial di dalam masyarakat sehingga lebih mampu mencerminkan rasa

keadilan di dalam masyarakat. Berdasarkan teori ini terlihat Undang-Undang

pertambangan Mineral dan Batubara menjauh dari cita-cita keadilan dalam

mewujudkan kesejahteraan sosial. Berdasarkan teori hukum responsif, maka

pemerintah harus merevisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara dengan cara merancang dan mengesahkan

undang-undang yang responsif bahkan progresif untuk mewujudkan kesejahteraan

sosial dalam bingkai paradigma Pancasila. Undang-undang Pertambangan mineral

dan batubara harus benar-benar menjabarkan Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945.

Pembangunan hukum pertambangan harus dilakukan secara revolusioner dan

komprehensif, yaitu mengubah secara sadar dan mendasar sistem hukum ekonomi

yang bersifat liberal dan dibawah kendali negara-negara maju menjadi sistem hukum

ekonomi yang berkualitas kekeluargaan atau demokrasi ekonomi. Indonesia harus

mampu menghadapi globalisasi hukum yang membawa kepentingan ekonomi global

yang dikembangkan berdasarkan prinsip liberalisasi perdagangan. Dalam hal ini

negara dapat melakukan tindakan :

1. Dalam ranah kebijakan (beleid) yaitu membuat peraturan perundangan yang

melaksanakan Pasal 33 dan 34 UUD 1945. Adapun prinsip-prinsip yang

dimuat antara lain Pengelolaan pertambangan mineral dan batubara adalah

cabang produksi yang penting bagi negara (bukan komoditas) dan

menguasai hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu dilakukan oleh

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

510

pemerintah dalam hal ini BUMN dan/atau BUMD. Selanjutnya BUMN

diarahkan untuk membangun industri ekstraktif.

2. Pemerintah dapat mengambil tindakan pengurusan (bestuursdaad) berupa

kewenangannya untuk melakukan renegosiasi kontrak pertambangan yang

dapat dilakukan dengan jalan :

a. Sistem kontrak karya harus dirubah menjadi ijin usaha pertambangan.

b. Tidak memperpanjang kontrak karya pertambangan yang telah habis

dan diserahkan pengelolaannya kepada perusahaan tambang negara.

3. Pemerintah membuat pengaturan (regelendaad), yaitu pemerintah bersama

DPR membuat undang-undang pertambangan yang sesuai dengan ideologi

pancasila, sistem ekonomi negara dalam rangka mencapai kesejahteraan

rakyat. Materi yang dapat diatur antara lain perusahaan pertambangan modal

besar harus melakukan transfer of technology, transfer management dan

transfer of skill kepada warga negara Indonesia.

4. Pemerintah melaksanakan fungsi pengelolaan (beheersdaad) yaitu bertindak

selaku pelaksana atau operator atas perusahaan tambang. Pemerintah harus

memperkuat kebijakan divestasi saham perusahaan tambang asing kepada

BUMN dan/atau BUMD. Setiap industri pertambangan yang beroperasi di

Indonesia harus bersedia melakukan divestasi kepada negara dalam waktu

yang tidak terlalu lama.

5. Pemerintah melakukan fungsi pengawasan (toezichthoudensdaad) yaitu

apakah seluruh peraturan dan regulasi benar-benar ditaati dan dilaksanakan

misalnya kewajiban hilirisasi dengan membangun fasilitas pemurnian bahan

tambang (smelter) di dalam negeri dengan pelarangan ekspor mineral

mentah. Seluruh sumber daya mineral yang terdapat dalam bumi Indonesia

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

511

harus diproses dalam negeri dan dimanfaatkan untuk memberikan nilai

tambah dan menjaga keberlanjutan ekonomi.

Sekarang nasib hukum, termasuk hukum pertambangan lebih banyak ditentukan

oleh pembentuknya, yaitu legislatif dan eksekutif. Para elit utama negara tersebut

harus mempunyai orientasi hukum yang membela kepentingan rakyat atau

demokrasi ekonomi mengingat interpretasi paling kuat datangnya dari pemerintah.

Dalam sistem politik, para pengambil keputusan selalu mempertimbangkan masukan

berupa tuntutan dari berbagai kelompok kepentingan dan dukungan masyarakat yang

percaya pada legitimasinya. Apabila ingin berkembang, maka sebuah sistem politik

harus memiliki mekanisme untuk menyerap umpan balik. Dengan kata lain hukum

dan politik pada dasarnya merupakan produk dari sistem politik. Dengan demikian

nampak bahwa warna dan kualitas hukum yang berlaku dalam masyarakat akan

bergantung pada warna dan kualitas sistem politik yang berlaku.185

Untuk itu diperlukan perancang peraturan perundagan yang mumpuni, bukan

sekedar memahami legal drafting, tetapi benar-benar memahami politik hukum

pertambangan berdasarkan konstitusi yang berdasarkan demokrasi ekonomi.

Diharapkan hasilnya undang-undang pertambangan mineral dan batubara yang

benar-benar mewujudkan pandangan hidup, tujuan negara dan sesuai dengan

kesadaran hukum masyarakat. Dengan demikian tercipta harmonisasi hukum enuju

hukum responsif sebagaimana dikemukakan L.M. Gandhi :186

Harmonisasi dalam hukum adalah mencakup penyesuaian peraturan perundang-

undangan, keputusan pemerintah, keputusan hakim, sistem hukum dan asas-asas

hukum dengan tujuan meningkatkan kesatuan hukum, kepastian hukum,

185 Muladi, Demokrasi, Hak Asasi manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, Habibie

Centre, Jakarta, 2002, hlm. 259. 186 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan

Kebijakan Pelayanan Publik, cetakan 1, Penerbit Nuansa, Bandung, 2009, hlm. 219.

commit to user

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

512

keadilan dan kesebandingan, kegunaan dan kejelasan hukum tanpa

mengaburkan dan mengornbankan pluralisme hukum.


Recommended