1. CKD ( Kronic Kidney Disease)
A. Definisi
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang
bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan
fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang
dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat
(Mansjoer, 2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal
yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan
tubuh gagal untuk mempetahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu
retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer,
2001).
B. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam
penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar
merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya
Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus
eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya
Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout,
hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan
analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma,
fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate,
striktur uretra, anomali congenital pada leher
kandung kemih dan uretra.
C. Klasifikasi
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney
Disease (CKD). Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda
dengan cronoic renal failure (CRF), namun pada terminologi
akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan
klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5
grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage –
stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan
derajat (stage) menggunakan terminology CCT (clearance
creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan
CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum
ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang
dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF)
dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
§ Kreatinin serum dan kadar BUN normal
§ Asimptomatik
§ Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
§ Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein
dalam diet)
§ Kadar kreatinin serum meningkat
§ Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
§ kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
§ ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan
elektrolit
§ air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ
1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative)
merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari
tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan
albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml /
menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria
persisten dan LFG antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-
29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15
mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
D. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron
(termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang
lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat
disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR /
daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang
harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah
banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas
dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi
renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.
Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat
dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang
menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya
dibersihkan oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi
dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens
kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan
kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen
urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi
ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya
dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan
protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan
medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap
akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien
sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko
terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin
angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk
kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan
air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi
asidosis metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal
mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan
sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal
untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium
bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic
lain juga terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi
dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status
uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada
gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat
terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah
gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium
dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika
salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat
peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan
sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada
gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan
pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit
aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara
normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan
kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.
E. Komplikas
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis
metabolic, katabolisme dan masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung
akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak
adekuat
c.Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi
system rennin-angiotensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang
usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat
iritasi toksin dna kehilangan drah selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi
fosfat, kadar kalsium serum yang rendah dan metabolisme
vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. neuropati perifer
j. hiperuremia
F. Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif
2. Terapi simtomatik
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal
kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit.
Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis yang meliputi :
1). Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis
tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap
akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus,
indikasi HD adalah
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK
dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan
hemodialisa apabila terdapat indikasi:
a. Hiperkalemia > 17 mg/lt
b. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasienuremia, asidosis metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis,efusi, edema paru ringan atau berat atau kreatinin tinggidalam darah dengan nilai kreatinin > 100 mg %.
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
g. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h. preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i. Sindrom kelebihan air
j. Intoksidasi obat jenis barbiturat
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut
dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi
absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif
dengan diuretik, hipertensi berat, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan
kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia,
muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju
Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari
10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang
dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani
dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya
indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti
oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan
nefropatik diabetik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai
sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.
Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya
adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre
kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang
umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada
adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).
2). Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan
di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan
orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah
menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan
stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual
urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-
morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu
keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari
pusat ginjal (Sukandar, 2006).
b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal
(anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal,
yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil
alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya
mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama
berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi
penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
2. Homodialisa
A. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisis (HD) adalah cara pengobatan / prosedur tindakan
untuk memisahkan darah dari zat-zat sisa / racun yang
dilaksanakan dengan mengalirkan darah melalui membran
semipermiabel dimana zat sisa atau racun ini dialihkan dari
darah ke cairan dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan
darah kembali ke dalam tubuh sesuai dengan arti dari hemo yang
berarti darah dan dialisis yang berarti memindahkan.
B. Indikasi HD
1. Segera
Encephalopathy, pericarditis, neouropati perifer, hiperkalemi
dan asidosis metabolic, hipertensi maligna, edema paru,
oligouri berat atau anuri.
2. Dini atau Profilaksi
a) Sindroma uremia, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan.
b) Laboratoriun abnormal : asidosis metabolic, azotemia
(kreatinin 8 – 12 mg%, BUN 100 – 120 mg%, CCT kurang dari 5 –
10 mL.menit).
C. Komplikasi HD
Beberapa komplikasi selama dialysis (intra dialysis) tidak
jarang ditemukan dan mengganggu kenyamanan pasien hemodialisis
1. Hipotensi
2. Kram otot
3. Mual dan muntah
4. Sakit kepala
5. Sakit dada
6. Sakit pinggang
7. Gatal-gatal
8. Febris
Follow up Jangka Panjang
Pengawasan jangka panjang setiap apsien HD reguler sangat
penting karena HD reguler ini dapat mempengaruhi kualitas
hidup optimal. Pengawasan tersebut berhubungan dengan aspek
medis, social dan professional, psikologis.
1. Aspek medis
Gangguan endokrin, malnutrisi, defisiensi imun, anemia,
gangguan system kardiovaskuler dan metabolisme.
2. Aspek social dan professional
Kehilangan jam kerja 10 – 12 jam per minggu, kehilangan
pendapatan, biaya pengobatan yang tinggi, dsb.
3. Aspek psikologis
Sering terjadi perubahan kepribadian, cenderung depresi, dsb.
D. PROSES HEMODIALISA
I. Pra Hemodialisa
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menyiapkan mesin HD :
• Mesin diperiksa harus dalam keadaan siap pakai.
• Hubungkan mesin dengan aliran listrik.
• Hubungkan mesin dengan saluran air.
• Drain line ditempatkan di saluran pembuangan tidak dalam
keadaan tersumbat.
• Jerigen tempat cairan dialisat terisi sesuai jumlah yang
dibutuhkan untuk satu kali dialisa.
Menyiapkan dialisat
Dialisat adalah cairan yang digunakan pada proses HD, terdiri
dari camuran air dan elektrolit yang mempunyai konsentrasi
hampir sama dengan serum normal dan mempunyai tekanan osmotic
yang sama dengan darah.
Fungsi Dialisat :
• Mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa
metabolisme dari tubuh.
• Mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa
Kandung Cairan Dialist :
Dialisat mengandung macam-macam garam / elektrolit / zat
antara lain :
1. NaCl / Sodium Chloride.
2. CaCl2 / Calium Chloride.
3. Mgcl2 / Magnesium Chloride.
4. NaC2H3O2 3H2O / acetat atau NaHCO3 / Bilkarbonat.
5. KCl / potassium chloride, tidak selalu terdapat pada
dialisat.
6. Dextrose.
Menyiapkan / mencampur Dialisat
A. Batch Sistem
Sebelum HD dimulai, dialisat disiapkan dulu dalam suatu tempat
dengan jumlah tertentu sesuai kebutuhan.
B. Proportioning system.
Adalah system penyediaan dialisat dimana dialisat dibuat /
dicampur secara otomatis oleh mesin selama HD berlangsung.
- DBC / Dialysate Batch Concentrate dan air dicampur dengan
perbandingan tertentu.
- Biasanya perbandingan air : DBC adalah 34 : 1.
C. Menyiapkan Air
Air untuk dialisat seharusnya tidak mengandung zat /
elektrolit / mikroorganisme dan benda asing lainnya karena itu
untuk mendapatkan air yang ideal untuk dialysis maka dilakukan
tindakan pengolahan air / water treatment.
Pengolahan air / water treatment :
1. Saringan / filter
a. Penyaring sedimen, untuk menyaring partikel.
- Pre filter (100 U)
- Sebelum masuk ke mesin HD (5 U)
- Sebelum masuk selang dialyzer (1 U)
b. Penyaring penyerap / adsorption filter
- Arang / carbon : untuk menyerap zat-zat chlorine bebas,
chloraming, bahan organic atau pyrogen.
- Besi : untuk menyerap besi dan mangan.
Alat ini harus sering dibersihkan atau diganti secara berkala.
2. Sistem Reverse Osmosis
Air dengan tekanan cukup tinggi dialirkan melalui alat yang
mempunyai membran semi permeable sehingga dihasilkan air yang
murni bebas (kesadahan / CaCO kurang dari 1,8 mg/L).
Sistem pengolahan air ini cukup mahal, sehingga tidak semua
unit HD dapat memilikinya.
D. Menyiapkan Alat-alat dan Obat-obatan
1. Peralatan kedokteran
• Tensimeter dan stetoscope
• Timbangan berat badan
• Tabung oksigen lengkap
• Alat KG
• Slym Zuiger
• Tromol (duk, kassa, klem)
• Bak spuit, kom kecil
• Korentang dan tempatnya
• Klem-klem (besar dan kecil)
• Gunting
• Bengkok
• Gelas ukuran
• Zeil / karet untuk alas tangan
• Sarung tangan
• Kassa
• Plester / band aid
• Verband
2. Alat-alat khusus
Dyalizer
• Blood line
• AV fistula
• Dialisat pekat
• Infus set
• Spuit 1 cc, 3 cc, 20 cc.
• Conducturty meter
3. Obat-obatan
• Lidocain, novocain
• Alcohol, betadin
• Heparin, protamin
• Sodium bikarbonat
• Obat-obatan penyelamat hidup
E. Menjalankan Mesin HD
1. Periksa saluran listrik dan saluran air
2. Hubungkan slang water inlet ke kran air dan slang water
outlet ke lubang pembuangan
3. hubungkan kabel power dengan stop kontak
4. siapkan cairan dialisat dalam jerigen sebanyak yang
dibutuhkan, perhatikan cairan yang diperlukan apakah standar
atau free potassium
5. Hidupkan mesin dengan posisi rinse selama 15 menit, bila
mesin mengandung formalin, maka posisi rinse lebih lama (30
menit)
6. Setelah rinse selesai, masukan slang untuk concentrate ke
dalam jerigen dialisat.
7. Lampu temperatur, lampu conductivity dan lampu concentrate
di mesin akan warna merah, tunggu lampu 2 tersebut sampai
warna hijau.
8. Pindahkan tombol ke posisi dialisa bila lampu sudah berwana
hijau.
9. Mesin HD siap digunakan.
F. Menyiapkan Sirkulasi Darah
Yaitu menyiapkan dialyzer dan blood lines pada mesin HD
Hal-hal yang harus dilakukan :
1. Soaking yaitu melembabkan dialyzer (hubungkan dialyzer
dengan sirkulasi dialisat).
2. Rinsing yaitu membilas dialyzer dan blood lines
3. Priming yaitu dialyzer dan blood lines.
G. Menyiapkan pasien
1. Persiapan mental
• Memberitahu pada pasien bahwa akan dilakukan HD
• Memberi penjelasan dan motivasi mengenai proses HD dan
komplikasi yang mungkin terjadi selama HD.
2. Persiapan fisik
• Menimbang berat badan
• Observasi keadaan umum
• Observasi tanda-tanda vital
• Mengatur posisi
3. Mengisi izin hemodialisa
• Izin / persetujuan HD
• Harus tertulis
• Pasien dan keluarga harus mendapatkan infomasi yang jelas
tentang HD
• Izin HD merupakan dasar pertanggung jawaban yang sah bagi
dokter kepada pasien dan keluarga.
• Surat izin HD disimpan pada rekam medis
II. PROSES PELAKSANAAN HEMODIALISA
1) Menyiapkan sarana hubungan sirkulasi
Untuk menghubungkan sirkulasi darah dari mesin dengan
sirkulasi sistemik dilakukan dengan :
a. Cara Sementara
Yaitu punksi V femoralis untuk inlet dan untuk outlet dapat
dipilih salah satu vena di tangan.
b. Cara permanent
Yaitu dengan membuat shunt antara lain
• c mino shunt
• seribner shunt
2) Antikoagulansia
Yaitu obat yang diperlukan untuk mencega pembekuan darah
selama HD. Obat yang digunakan adalah heparin.
Pemakaian heparin :
§ Intermiten : diberikan selama 1 jam
§ Continous : terus-terusan selama HD berjalan
§ Minimal : diberikan pada waktu menyiapkan sirkulasi darah
§ Regional : pada ABL diberikan heparin pada BL diberikan
protamin
Dosis heparin : 1000 unit / jam
Dosis awal : diberikan pada waktu punksi ke sirkulasi sisemik
dan pada waktu darah mulai ditarik.
Dosis selanjutnya diberikan ke sirkulasi ekstra corporeal
II. POST HEMODIALISA
A. Persiapan Untuk mengakhiri HD
o Alat/obat yang disiapkan
o Deppers
o Bethadin
o Plester
o Alat penekan
o Sarung tangan
o Ember
B. Hal-hal yang dilakukan setelah HD selesai
Setelah HD selesai maka mesin harus dibersihkan baik
bagian diluar maupun dalam. Cara membersihkan :
1. Bagian luar mesin
Seluruh permukaan dan slang dialisat bagian luar dilap dengan
larutan chlorine 0,5 % lalu dilap basah dan dikeringkan.
2. Bagian dalam mesin
Disesuaikan dengan protocol pembersihan masing-masing tipe
mesin