+ All Categories

CKD

Date post: 28-Jan-2023
Category:
Upload: jln
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
22
1. CKD ( Kronic Kidney Disease) A. Definisi Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007). CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001). B. Etiologi Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral. 1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik. 2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis. 3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis. 4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
Transcript

1. CKD ( Kronic Kidney Disease)

A. Definisi

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang

bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan

fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang

dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat

(Mansjoer, 2007).

CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal

yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan

tubuh gagal untuk mempetahankan metabolisme dan keseimbangan

cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu

retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer,

2001).

B. Etiologi

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam

penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar

merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.

1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.

2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.

3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya

Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,

stenosis arteri renalis.

4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus

eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis nodosa,

sklerosis sistemik progresif.

5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya

Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler ginjal.

6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout,

hiperparatiroidisme, amiloidosis.

7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan

analgetik, nefropati timbale.

8. Nefropati obstruktif

a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma,

fibrosis, netroperitoneal.

b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate,

striktur uretra, anomali congenital pada leher

kandung kemih dan uretra.

C. Klasifikasi

Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney

Disease (CKD). Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda

dengan cronoic renal failure (CRF), namun pada terminologi

akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan

klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5

grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage –

stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan

derajat (stage) menggunakan terminology CCT (clearance

creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan

CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum

ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang

dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.

1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF)

dibagi 3 stadium :

a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal

§ Kreatinin serum dan kadar BUN normal

§ Asimptomatik

§ Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR

b. Stadium II : Insufisiensi ginjal

§ Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein

dalam diet)

§ Kadar kreatinin serum meningkat

§ Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)

Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:

1) Ringan

40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal

2) Sedang

15% - 40% fungsi ginjal normal

3) Kondisi berat

2% - 20% fungsi ginjal normal

c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia

§ kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat

§ ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan

elektrolit

§ air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ

1,010

2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative)

merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari

tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :

a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan

albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml /

menit / 1,73 m2)

b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria

persisten dan LFG antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2)

c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59

mL/menit/1,73m2)

d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-

29mL/menit/1,73m2)

e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15

mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.

D. Patofisiologi

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron

(termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang

lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh

hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat

disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR /

daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk

berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang

harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa

direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan

haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah

banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik

dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas

dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira

fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi

renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15

ml/menit atau lebih rendah itu.

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang

normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.

Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin

banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.

1. Gangguan Klirens Ginjal

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat

dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang

menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya

dibersihkan oleh ginjal

Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi

dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens

kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak

berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan

kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen

urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan

indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi

ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya

dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan

protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan

medikasi seperti steroid.

2. Retensi Cairan dan Ureum

Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau

mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap

akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan

cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien

sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko

terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.

Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin

angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi

aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk

kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan

hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan

air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.

3. Asidosis

Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi

asidosis metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal

mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan

sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal

untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium

bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic

lain juga terjadi

4. Anemia

Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak

adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi

dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status

uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada

gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat

terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.

5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat

Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah

gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium

dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika

salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan

menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat

peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar

serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan

sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada

gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap

peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan

pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit

aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara

normal dibuat di ginjal menurun.

6. Penyakit Tulang Uremik

Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan

kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.

E. Komplikas

a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis

metabolic, katabolisme dan masukan diet berlebih.

b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung

akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak

adekuat

c.Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi

system rennin-angiotensin-aldosteron

d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang

usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat

iritasi toksin dna kehilangan drah selama hemodialisa

e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi

fosfat, kadar kalsium serum yang rendah dan metabolisme

vitamin D abnormal.

f. Asidosis metabolic

g. Osteodistropi ginjal

h. Sepsis

i. neuropati perifer

j. hiperuremia

F. Penatalaksanaan

1. Terapi Konservatif

2. Terapi simtomatik

3. Terapi pengganti

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal

kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit.

Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis

peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

a. Dialisis yang meliputi :

1). Hemodialisa

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah

gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis

tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap

akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus,

indikasi HD adalah

1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK

dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.

2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan

hemodialisa apabila terdapat indikasi:

a. Hiperkalemia > 17 mg/lt

b. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2

c. Kegagalan terapi konservatif

d. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasienuremia, asidosis metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis,efusi, edema paru ringan atau berat atau kreatinin tinggidalam darah dengan nilai kreatinin > 100 mg %.

e. Kelebihan cairan

f. Mual dan muntah hebat

g. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )

h. preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )

i. Sindrom kelebihan air

j. Intoksidasi obat jenis barbiturat

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut

dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi

absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik,

bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif

dengan diuretik, hipertensi berat, muntah persisten, dan Blood

Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan

kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif,

yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia,

muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).

Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia

(PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju

Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari

10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang

dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani

dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya

indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti

oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan

nefropatik diabetik.

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai

sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.

Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya

adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre

kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang

umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada

adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).

2). Dialisis Peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory

Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan

di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan

orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah

menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang

cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan

hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan

stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual

urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-

morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu

keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk

melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari

pusat ginjal (Sukandar, 2006).

b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal

(anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal,

yaitu:

1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil

alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya

mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah

2) Kualitas hidup normal kembali

3) Masa hidup (survival rate) lebih lama

4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama

berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi

penolakan

5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

2. Homodialisa

A. Pengertian Hemodialisa

Hemodialisis (HD) adalah cara pengobatan / prosedur tindakan

untuk memisahkan darah dari zat-zat sisa / racun yang

dilaksanakan dengan mengalirkan darah melalui membran

semipermiabel dimana zat sisa atau racun ini dialihkan dari

darah ke cairan dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan

darah kembali ke dalam tubuh sesuai dengan arti dari hemo yang

berarti darah dan dialisis yang berarti memindahkan.

B. Indikasi HD

1. Segera

Encephalopathy, pericarditis, neouropati perifer, hiperkalemi

dan asidosis metabolic, hipertensi maligna, edema paru,

oligouri berat atau anuri.

2. Dini atau Profilaksi

a) Sindroma uremia, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan.

b) Laboratoriun abnormal : asidosis metabolic, azotemia

(kreatinin 8 – 12 mg%, BUN 100 – 120 mg%, CCT kurang dari 5 –

10 mL.menit).

C. Komplikasi HD

Beberapa komplikasi selama dialysis (intra dialysis) tidak

jarang ditemukan dan mengganggu kenyamanan pasien hemodialisis

1. Hipotensi

2. Kram otot

3. Mual dan muntah

4. Sakit kepala

5. Sakit dada

6. Sakit pinggang

7. Gatal-gatal

8. Febris

Follow up Jangka Panjang

Pengawasan jangka panjang setiap apsien HD reguler sangat

penting karena HD reguler ini dapat mempengaruhi kualitas

hidup optimal. Pengawasan tersebut berhubungan dengan aspek

medis, social dan professional, psikologis.

1. Aspek medis

Gangguan endokrin, malnutrisi, defisiensi imun, anemia,

gangguan system kardiovaskuler dan metabolisme.

2. Aspek social dan professional

Kehilangan jam kerja 10 – 12 jam per minggu, kehilangan

pendapatan, biaya pengobatan yang tinggi, dsb.

3. Aspek psikologis

Sering terjadi perubahan kepribadian, cenderung depresi, dsb.

D. PROSES HEMODIALISA

I. Pra Hemodialisa

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menyiapkan mesin HD :

• Mesin diperiksa harus dalam keadaan siap pakai.

• Hubungkan mesin dengan aliran listrik.

• Hubungkan mesin dengan saluran air.

• Drain line ditempatkan di saluran pembuangan tidak dalam

keadaan tersumbat.

• Jerigen tempat cairan dialisat terisi sesuai jumlah yang

dibutuhkan untuk satu kali dialisa.

Menyiapkan dialisat

Dialisat adalah cairan yang digunakan pada proses HD, terdiri

dari camuran air dan elektrolit yang mempunyai konsentrasi

hampir sama dengan serum normal dan mempunyai tekanan osmotic

yang sama dengan darah.

Fungsi Dialisat :

• Mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa

metabolisme dari tubuh.

• Mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa

Kandung Cairan Dialist :

Dialisat mengandung macam-macam garam / elektrolit / zat

antara lain :

1. NaCl / Sodium Chloride.

2. CaCl2 / Calium Chloride.

3. Mgcl2 / Magnesium Chloride.

4. NaC2H3O2 3H2O / acetat atau NaHCO3 / Bilkarbonat.

5. KCl / potassium chloride, tidak selalu terdapat pada

dialisat.

6. Dextrose.

Menyiapkan / mencampur Dialisat

A. Batch Sistem

Sebelum HD dimulai, dialisat disiapkan dulu dalam suatu tempat

dengan jumlah tertentu sesuai kebutuhan.

B. Proportioning system.

Adalah system penyediaan dialisat dimana dialisat dibuat /

dicampur secara otomatis oleh mesin selama HD berlangsung.

- DBC / Dialysate Batch Concentrate dan air dicampur dengan

perbandingan tertentu.

- Biasanya perbandingan air : DBC adalah 34 : 1.

C. Menyiapkan Air

Air untuk dialisat seharusnya tidak mengandung zat /

elektrolit / mikroorganisme dan benda asing lainnya karena itu

untuk mendapatkan air yang ideal untuk dialysis maka dilakukan

tindakan pengolahan air / water treatment.

Pengolahan air / water treatment :

1. Saringan / filter

a. Penyaring sedimen, untuk menyaring partikel.

- Pre filter (100 U)

- Sebelum masuk ke mesin HD (5 U)

- Sebelum masuk selang dialyzer (1 U)

b. Penyaring penyerap / adsorption filter

- Arang / carbon : untuk menyerap zat-zat chlorine bebas,

chloraming, bahan organic atau pyrogen.

- Besi : untuk menyerap besi dan mangan.

Alat ini harus sering dibersihkan atau diganti secara berkala.

2. Sistem Reverse Osmosis

Air dengan tekanan cukup tinggi dialirkan melalui alat yang

mempunyai membran semi permeable sehingga dihasilkan air yang

murni bebas (kesadahan / CaCO kurang dari 1,8 mg/L).

Sistem pengolahan air ini cukup mahal, sehingga tidak semua

unit HD dapat memilikinya.

D. Menyiapkan Alat-alat dan Obat-obatan

1. Peralatan kedokteran

• Tensimeter dan stetoscope

• Timbangan berat badan

• Tabung oksigen lengkap

• Alat KG

• Slym Zuiger

• Tromol (duk, kassa, klem)

• Bak spuit, kom kecil

• Korentang dan tempatnya

• Klem-klem (besar dan kecil)

• Gunting

• Bengkok

• Gelas ukuran

• Zeil / karet untuk alas tangan

• Sarung tangan

• Kassa

• Plester / band aid

• Verband

2. Alat-alat khusus

Dyalizer

• Blood line

• AV fistula

• Dialisat pekat

• Infus set

• Spuit 1 cc, 3 cc, 20 cc.

• Conducturty meter

3. Obat-obatan

• Lidocain, novocain

• Alcohol, betadin

• Heparin, protamin

• Sodium bikarbonat

• Obat-obatan penyelamat hidup

E. Menjalankan Mesin HD

1. Periksa saluran listrik dan saluran air

2. Hubungkan slang water inlet ke kran air dan slang water

outlet ke lubang pembuangan

3. hubungkan kabel power dengan stop kontak

4. siapkan cairan dialisat dalam jerigen sebanyak yang

dibutuhkan, perhatikan cairan yang diperlukan apakah standar

atau free potassium

5. Hidupkan mesin dengan posisi rinse selama 15 menit, bila

mesin mengandung formalin, maka posisi rinse lebih lama (30

menit)

6. Setelah rinse selesai, masukan slang untuk concentrate ke

dalam jerigen dialisat.

7. Lampu temperatur, lampu conductivity dan lampu concentrate

di mesin akan warna merah, tunggu lampu 2 tersebut sampai

warna hijau.

8. Pindahkan tombol ke posisi dialisa bila lampu sudah berwana

hijau.

9. Mesin HD siap digunakan.

F. Menyiapkan Sirkulasi Darah

Yaitu menyiapkan dialyzer dan blood lines pada mesin HD

Hal-hal yang harus dilakukan :

1. Soaking yaitu melembabkan dialyzer (hubungkan dialyzer

dengan sirkulasi dialisat).

2. Rinsing yaitu membilas dialyzer dan blood lines

3. Priming yaitu dialyzer dan blood lines.

G. Menyiapkan pasien

1. Persiapan mental

• Memberitahu pada pasien bahwa akan dilakukan HD

• Memberi penjelasan dan motivasi mengenai proses HD dan

komplikasi yang mungkin terjadi selama HD.

2. Persiapan fisik

• Menimbang berat badan

• Observasi keadaan umum

• Observasi tanda-tanda vital

• Mengatur posisi

3. Mengisi izin hemodialisa

• Izin / persetujuan HD

• Harus tertulis

• Pasien dan keluarga harus mendapatkan infomasi yang jelas

tentang HD

• Izin HD merupakan dasar pertanggung jawaban yang sah bagi

dokter kepada pasien dan keluarga.

• Surat izin HD disimpan pada rekam medis

II. PROSES PELAKSANAAN HEMODIALISA

1) Menyiapkan sarana hubungan sirkulasi

Untuk menghubungkan sirkulasi darah dari mesin dengan

sirkulasi sistemik dilakukan dengan :

a. Cara Sementara

Yaitu punksi V femoralis untuk inlet dan untuk outlet dapat

dipilih salah satu vena di tangan.

b. Cara permanent

Yaitu dengan membuat shunt antara lain

• c mino shunt

• seribner shunt

2) Antikoagulansia

Yaitu obat yang diperlukan untuk mencega pembekuan darah

selama HD. Obat yang digunakan adalah heparin.

Pemakaian heparin :

§ Intermiten : diberikan selama 1 jam

§ Continous : terus-terusan selama HD berjalan

§ Minimal : diberikan pada waktu menyiapkan sirkulasi darah

§ Regional : pada ABL diberikan heparin pada BL diberikan

protamin

Dosis heparin : 1000 unit / jam

Dosis awal : diberikan pada waktu punksi ke sirkulasi sisemik

dan pada waktu darah mulai ditarik.

Dosis selanjutnya diberikan ke sirkulasi ekstra corporeal

II. POST HEMODIALISA

A. Persiapan Untuk mengakhiri HD

o Alat/obat yang disiapkan

o Deppers

o Bethadin

o Plester

o Alat penekan

o Sarung tangan

o Ember

B. Hal-hal yang dilakukan setelah HD selesai

Setelah HD selesai maka mesin harus dibersihkan baik

bagian diluar maupun dalam. Cara membersihkan :

1. Bagian luar mesin

Seluruh permukaan dan slang dialisat bagian luar dilap dengan

larutan chlorine 0,5 % lalu dilap basah dan dikeringkan.

2. Bagian dalam mesin

Disesuaikan dengan protocol pembersihan masing-masing tipe

mesin


Recommended