+ All Categories
Home > Documents > Dualisme Perkembangan Wajah Kota Seiring Perkembangan Jaman, Studi Kasus : Kota Yogyakarta

Dualisme Perkembangan Wajah Kota Seiring Perkembangan Jaman, Studi Kasus : Kota Yogyakarta

Date post: 22-Feb-2023
Category:
Upload: ugm
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
6
Tugas MK Permasalahan Pembangunan MDKB-UGM / Mei 2014 1 Dualisme Perkembangan Wajah Kota Seiring Perkembangan Jaman Studi Kasus : Kota Yogyakarta Yohanes Satyayoga Raniasta Mahasiswa Magister Desain Kawasan Binaan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 2014 Abstrak Seiring perkembangan jaman, tak dapat dipungkiri bahwa modernisasi telah merambah dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk dalam perkembangan fisik perkotaan. Kota-kota baru dengan masyarakat modern yang berpola pikir praktis bertumbuh dengan pesat dan segera menjadi pusat dari perkembangan peradaban dunia. Sementara kota-kota klasik bersejarah yang besar pada masa lalu, dihadapkan pada tantangan besar untuk berkembang mengikuti modernisasi masyarakat dan di saat yang bersamaan, harus berjuang demi mempertahankan nilai lokal, sejarah, dan budaya setempat. Sebagai kota dengan sejarah yang panjang, Yogyakarta yang secara fisik telah berkembang demikian pesatnya dalam beberapa dekade terakhir, membutuhkan perhatian yang lebih intens dari berbagai pihak, untuk menyelamatkan identitas Kota Yogyakarta di tengah masuknya arus globalisasi. Keywords: Wajah Kota, Global, Lokal, Yogyakarta 1. Latar Belakang Seiring perkembangan jaman, terjadi banyak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, diantaranya dalam bidang teknologi, ekonomi, jumlah penduduk, dan bidang-bidang lainnya yang pada akhirnya mempengaruhi bentukan lingkungan fisik wajah kota. Kota-kota klasik besar di dunia seperti Roma, Yerusalem, Athena, Damaskus, Syria, Bagdhad, Mesir, dll telah berdiri berabad-abad lalu dan menjadi saksi sejarah perkembangan peradaban manusia di dunia. Kota-kota tersebut adalah warisan tak ternilai yang sudah selayaknya dilestarikan. Adapun terdapat juga kota-kota baru lain di dunia yang dibangun dengan nilai-nilai modern seperti Singapura, Hongkong, New York, Dubai, Sao Paulo, Putra Jaya, dll yang pada umumnya menjadi pusat perekonomian masyarakat suatu wilayah/negara. Kedua tipe wajah kota ini pun memiliki karakter yang cukup berbeda. Karakter kota modern di dunia cenderung memiliki kesamaan wajah fisik antara satu dengan yang lainnya, dimana pada umumnya banyak menerapkan ilmu dan teknologi terkini, sementara kota-kota klasik cenderung berkembang sesuai budaya setempat yang sudah mengakar sekian lamanya. Terdapat dikotomi dalam tipe wajah kota yaitu global dan lokal, dimana kota berwajah global memiliki tipologi elemen-elemen pembentuk kota yang serupa dengan kota-kota besar lain di dunia, dan kota berwajah lokal yang mana kota memiliki nilai kekhasan fisik dan spasial yang tidak dijumpai di wilayah lain di dunia. Permasalahan muncul saat terjadi “penggusuran” nilai-nilai kearifan lokal suatu wilayah bernilai sejarah tinggi, sehingga berdampak pada perubahan tatanan lingkungan fisik perkotaan. Dalam jangka panjang, penggusuran ini akan memberikan dampak negatif yang serius, diantaranya adalah hilangnya identitas dan jejak sejarah dari sebuah kota. 2. Tinjauan Teori Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), global memiliki arti “secara umum, keseluruhan, atau meliputi seluruh dunia”, sedangkan lokal adalah “terjadi/berlaku di satu tempat”. Dalam konteks urban, kota berwajah global dapat diartikan sebagai kota yang perkembangan fisik dan spasialnya mendapat pengaruh yang kuat dari dunia luar, yang berdampak pada wajah kota yang serupa antar satu kota dengan kota yang lainnya. Sebaliknya, perkembangan fisik dan spasial kota berwajah lokal cenderung untuk terus mengakar pada nilai sejarah, sosial, dan budaya setempat, sehingga memiliki wajah yang khas. Aktifitas manusia dan perkembangan sosial budaya menyumbang pengaruh yang cukup besar terhadap perubahan lingkungan fisik (Irwan, Z.D. Tantangan Lingkungan dan Lanskap Kota). Tatanan dan bentuk lingkungan fisik kota adalah citra dari kehidupan kemanusiaan yaitu kerja keras, harapan, dan Yohanes Satyayoga Raniasta Mahasiswa Magister Desain Kawasan Binaan Angkatan 30, Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM. Email : [email protected]
Transcript

Tugas MK Permasalahan Pembangunan MDKB-UGM / Mei 2014 1

Dualisme Perkembangan Wajah Kota Seiring Perkembangan Jaman Studi Kasus : Kota Yogyakarta

Yohanes Satyayoga Raniasta

Mahasiswa Magister Desain Kawasan Binaan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 2014

Abstrak Seiring perkembangan jaman, tak dapat dipungkiri bahwa modernisasi telah merambah dalam berbagai

aspek kehidupan manusia, termasuk dalam perkembangan fisik perkotaan. Kota-kota baru dengan masyarakat modern yang berpola pikir praktis bertumbuh dengan pesat dan segera menjadi pusat dari perkembangan peradaban dunia. Sementara kota-kota klasik bersejarah yang besar pada masa lalu, dihadapkan pada tantangan besar untuk berkembang mengikuti modernisasi masyarakat dan di saat yang bersamaan, harus berjuang demi mempertahankan nilai lokal, sejarah, dan budaya setempat. Sebagai kota dengan sejarah yang panjang, Yogyakarta yang secara fisik telah berkembang demikian pesatnya dalam beberapa dekade terakhir, membutuhkan perhatian yang lebih intens dari berbagai pihak, untuk menyelamatkan identitas Kota Yogyakarta di tengah masuknya arus globalisasi. Keywords: Wajah Kota, Global, Lokal, Yogyakarta 1. Latar Belakang

Seiring perkembangan jaman, terjadi banyak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, diantaranya dalam bidang teknologi, ekonomi, jumlah penduduk, dan bidang-bidang lainnya yang pada akhirnya mempengaruhi bentukan lingkungan fisik wajah kota. Kota-kota klasik besar di dunia seperti Roma, Yerusalem, Athena, Damaskus, Syria, Bagdhad, Mesir, dll telah berdiri berabad-abad lalu dan menjadi saksi sejarah perkembangan peradaban manusia di dunia. Kota-kota tersebut adalah warisan tak ternilai yang sudah selayaknya dilestarikan. Adapun terdapat juga kota-kota baru lain di dunia yang dibangun dengan nilai-nilai modern seperti Singapura, Hongkong, New York, Dubai, Sao Paulo, Putra Jaya, dll yang pada umumnya menjadi pusat perekonomian masyarakat suatu wilayah/negara. Kedua tipe wajah kota ini pun memiliki karakter yang cukup berbeda.

Karakter kota modern di dunia cenderung memiliki

kesamaan wajah fisik antara satu dengan yang lainnya, dimana pada umumnya banyak menerapkan ilmu dan teknologi terkini, sementara kota-kota klasik cenderung berkembang sesuai budaya setempat yang sudah mengakar sekian lamanya. Terdapat dikotomi dalam tipe wajah kota yaitu global dan lokal, dimana kota berwajah global memiliki tipologi

elemen-elemen pembentuk kota yang serupa dengan kota-kota besar lain di dunia, dan kota berwajah lokal yang mana kota memiliki nilai kekhasan fisik dan spasial yang tidak dijumpai di wilayah lain di dunia.

Permasalahan muncul saat terjadi “penggusuran”

nilai-nilai kearifan lokal suatu wilayah bernilai sejarah tinggi, sehingga berdampak pada perubahan tatanan lingkungan fisik perkotaan. Dalam jangka panjang, penggusuran ini akan memberikan dampak negatif yang serius, diantaranya adalah hilangnya identitas dan jejak sejarah dari sebuah kota.

2. Tinjauan Teori Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

global memiliki arti “secara umum, keseluruhan, atau meliputi seluruh dunia”, sedangkan lokal adalah “terjadi/berlaku di satu tempat”. Dalam konteks urban, kota berwajah global dapat diartikan sebagai kota yang perkembangan fisik dan spasialnya mendapat pengaruh yang kuat dari dunia luar, yang berdampak pada wajah kota yang serupa antar satu kota dengan kota yang lainnya. Sebaliknya, perkembangan fisik dan spasial kota berwajah lokal cenderung untuk terus mengakar pada nilai sejarah, sosial, dan budaya setempat, sehingga memiliki wajah yang khas.

Aktifitas manusia dan perkembangan sosial budaya

menyumbang pengaruh yang cukup besar terhadap perubahan lingkungan fisik (Irwan, Z.D. Tantangan Lingkungan dan Lanskap Kota). Tatanan dan bentuk lingkungan fisik kota adalah citra dari kehidupan kemanusiaan yaitu kerja keras, harapan, dan

Yohanes Satyayoga Raniasta Mahasiswa Magister Desain Kawasan Binaan Angkatan 30, Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM. Email : [email protected]

Tugas MDKB : PP Mei 2014 Yohanes Satyayoga Raniasta

kebersamaan dalam sebuah tempat tinggal yang merupakan manifestasi dari hasil perencanaan dan perancangan (Jackson, J.B. 1984. “Founding Vernacular Landscape”). Setiap aspek dalam kehidupan baik non fisik maupun fisik adalah simbol dari pemikiran dan kebijaksanaan dari manusia (Motallebi, G. 2005. “A Humanistic Orientation to the Organization of Civil Spaces”). Setiap pemikiran dan tindakan masyarakat dalam ranah spasial akan mempengaruhi lingkungan fisik dan wajah perkotaan. Norma sosial budaya yang membentuk karakter dan kebiasaaan masyarakat juga turut menyumbang andil yang besar dalam perjalanan kehidupan sebuah kota.

Seiring dengan perubahan jaman, perkembangan teknologi dan industri telah merambah dalam setiap aspek kehidupan manusia. Teknologi adalah ilmu atau operasi sistemik dalam ranah industri yang dapat digeneralisasi pada seluruh aspek di luar industri (encyclopedia of McGraw-Hill). Teknologi juga merupakan alat, metode dan pendekatan untuk meningkatkan nilai guna dari sumber daya alam/bahan/mentah (encyclopedia of McGraw-Hill ; Azarshahr, S.F. 2013. New Technologies in Modern Architecture and its Interaction with Traditional Architecture).

Dua hal yang memiliki pengaruh besar dalam tatanan kota adalah perkembangan ekonomi dan kondisi politik dalam pemerintahan (Ferdowsian, F.2001.”Modern and Traditional Urban Design Concept and Priciples in Iran”). Dalam politik, pemerintah selaku regulator dalam tatanan sosial masyarakat memiliki peran yang sangat penting, dimana melalui kebijakan-kebijakan yang dihasilkan, pemerintah secara tidak langsung telah turut ambil bagian dalam membentuk wajah dan kondisi spasial perkotaan. Pemerintah menjadi kunci dalam mengarahkan sebuah kota, bahwa akan menjadi seperti apakah kota tersebut di masa depan.

Perkembangan teknologi informasi dewasa ini memudahkan orang untuk saling berkomunikasi dari belahan dunia satu ke yang lainnya. Hal ini menyebabkan terjadinya pertukaran informasi yang sangat cepat. Nilai-nilai dan pemikiran modern dari negara-negara maju dapat dengan mudahnya terakses dari berbagai wilayah di seluruh dunia, sehingga secara tidak langsung membawa pengaruh terhadap pola pikir dan nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat negara berkembang yang notabene banyak menjadikan negara maju sebagai preseden. Jarak dan waktu seakan bukan menjadi kendala lagi. Kemajuan ini didukung juga dengan perkembangan di bidang transportasi sehingga akses pertukaran barang dan jasa pun menjadi lebih mudah.

Tabel berikut merangkum 4 (empat) hal yang memberikan pengaruh besar dalam dualisme arah perkembangan wajah sebuah kota :

1. Sejarah dan Nilai Budaya Setempat

Global Lokal Kota pengembangan baru, mendapat pengaruh dari luar yang kuat, wajah kota berkembang mengikuti tren dan pola yang mendunia

Kota bersejarah klasik, berakar pada sejarah dan nilai budaya setempat, wajah kota memiliki karakter yang unik sesuai sejarah dan budaya lokal

2. Teknologi dan Industri

Global Lokal Wajah kota sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan industri terkini dari dunia luar

Wajah kota memiliki ciri yang khas. Perkembangan teknologi dan industri diadopsi untuk mendukung kelestarian kearifan lokal

3. Visi dan Misi Pemerintah

Global Lokal Kebijakan Pembangunan Perkotaan hanya berorientasi pada perkembangan ekonomi-industri dunia

Kebijakan Pembangunan Perkotaan memperhatikan pelestarian kekayaan nilai-nilai lokal

4. Perilaku Masyarakat

Global Lokal Masyarakat cenderung berpola pikir ekonomis, industrialis, dan relatif mendewakan teknologi modern

Masyakarat cenderung loyal pada kekayaan tradisi dan nilai lokalitas, meskipun mengadopsi berbagai teknologi modern

Beberapa contoh kota yang berwajah global :

1. Singapura 2. Hongkong 3. New York, US 4. Sao Paulo, Brazil 5. Seoul, Korsel 6. Mumbai, India 7. Dubai, Arab Saudi 8. Putra Jaya, Malaysia 9. Jakarta, Indonesia

Beberapa contoh kota yang berwajah lokal :

1. Damaskus, Suriah 2. Athena, Yunani 3. Plovdiv, Bulgaria 4. Rayy, Iran 5. Yerusalem, Israel 6. Louyang, China 7. Varanasi, India 8. Malaka, Malaysia 9. Bali, Indonesia

(sumber : www.merdeka.com)

Tugas MDKB : PP Mei 2014 Yohanes Satyayoga Raniasta

Wajah global kota Hongkong dan New York (sumber : google.com)

Wajah lokal kota Malaka dan Athena (sumber : google.com)

Identitas merupakan suatu hal yang sangat penting

dalam penataan sebuah kota. Identitas menjadi sebuah esensi dari keberadaan sesuatu yang menjadikan sesuatu tersebut dapat dikenali (Moin Dictionary). Identitas tidak bisa dipisahkan dari pembedaan, yang mana eksistensi keberadaan sesuatu berawal dari adanya identitas. Dalam konteks perkotaan, identitas didapatkan secara alami dan buatan. Identitas alami dipengaruhi oleh faktor-faktor alam seperti kondisi geografis, letak, iklim, dll. Sedangkan identitas buatan diperoleh aktivitas manusia yang terjadi di dalamnya. (Azarshahr, S.F. 2013. New Technologies in Modern Architecture and its Interaction with Traditional Architecture).

3. Studi Kasus

Yogyakarta sebagai salah satu provinsi di Indonesia memiliki berbagai potensi keistimewaan yang unik. Sejarah kota Yogyakarta berawal dari berdirinya Kerajaan Mataram pada tahun 1755 melalui Perjanjian Giyanti, yaitu Keraton Kasultanan Yogyakarta yang menjadi cikal bakal dan pusat perkembangan kota, sampai pada perannya yang besar dalam kelahiran dan masa pemerintahan awal negara Indonesia. Budaya masyarakatnya penuh dengan kebersamaan dan memiliki rasa keterikatan sosial yang sangat kuat. 40% masyarakat bermata pencaharian sebagai petani, 40% di bidang perdagangan, servis, industri, dan lain-lain (tourism.jogja.com) Masyarakat Yogya pun sangat loyal terhadap Sultan (Keraton) dimana hingga saat ini, Sultan adalah raja keraton sekaligus sebagai gubernur dalam sistem pemerintahan negara yang diangkat tanpa melalui pemilihan.

Keberadaan berbagai sarana pendidikan yang

melimpah juga menjadikan Yogyakarta sebagai kota

tujuan untuk menuntut ilmu. Hampir 20% penduduk produktifnya adalah pelajar, dan terdapat 137 perguruan tinggi di sini (id.wikipedia.org).

Wajah sudut kota Yogyakarta dulu dan sekarang

(sumber : google.com) Kemajemukan masyarakat dari berbagai latar

belakang berbeda yang kemudian menetap (meskipun untuk sementara) ini memberikan pengaruh secara tidak langsung pada perkembangan spasial dan wajah kota. Perubahan gaya hidup mayoritas masyarakat baik penduduk asli maupun pendatang juga dipengaruhi oleh derasnya arus globalisasi seiring perkembangan teknologi. Sebagian masyarakat masih berpegang pada nila-nilai kearifan lokal, namun tak sedikit juga yang terbawa dalam arus modernisasi barat. Kecanggihan dan kekinian teknologi seakan sedikit demi sedikit menggeser kekayaan nilai setempat, sehingga cenderung menggiring perkembangan kota Yogyakarta menjadi kota modern dengan tipikal masyarakat individualis yang konsumtif. Hal ini dapat dilihat dari tumbuhnya mall-mall dan pusat perbelanjaan baru di beberapa tempat di Yogyakarta.

Jogja City Mall (Jl. Magelang) dan Hartono Lifestyle Mall (Ringroad Utara)

(sumber : google.com)

Tugas MDKB : PP Mei 2014 Yohanes Satyayoga Raniasta

Sahid Jogja Life Style City (Babarsari), Malioboro City (Jl. Laksda Adisuctjito),

Rebuilding Saphir Square (Jl. Laksda Adisuctjito). (sumber : google.com)

Tumbuhnya pusat-pusat belanja modern ini telah

mempengaruhi wajah kota Yogyakarta secara signifkan. Ditambah lagi selain mall-mall, di berbagai sudut kota juga telah dibangun apartemen-apartemen baru yang kesemuanya adalah akibat dari modernisasi global yang mempengaruhi pola pikir dan cara pandang masyarakat setempat. 4. Pembahasan

Modernisasi sebagai akibat globalisasi memang tidak dapat terhindarkan, dan lagi kita juga tidak mungkin selamanya mengisolasi diri dalam tempurung kehidupan tradisional tanpa peduli dengan apa yang terjadi di luar sana. Sikap antipati eksterim terhadap dunia modern barat juga bukan sesuatu yang dapat dibenarkan, mengingat kita hidup di era modern dalam satu dunia yang sama dengan mereka. Terlebih orang yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologilah yang akan menjadi garda depan dalam perkembangan peradaban dunia.

Yogyakarta sebagai kota sejarah dan budaya tak

dapat lepas dari hal ini. Modernisasi di abad 21 menjadi dua keping mata uang yang tak dapat dipisahkan. Di satu sisi membawa kebaikan, namun di sisi lain, modernisasi membawa keburukan bagi kota.

Tabel berikut merangkum 4 (empat) aspek nilai-nilai yang berperan dalam dualisme arah perkembangan wajah kota Yogyakarta :

1. Sejarah dan Nilai Budaya Yogyakarta

Global Lokal Yogyakarta menjadi tempat tinggal penduduk multietnis/multinasional, yang masing-masing membawa nilai norma dan budaya asalnya

Yogya memiliki peran penting sejak masa kerajaan Mataram kuno, penjajahan Belanda, dan di era sekarang (Istimewa)

2. Teknologi dan Industri di Yogyakarta

Global Lokal Yogya adalah kota pendidikan dengan berbagai riset teknologi yang mendukung industri modern baru

Yogya memiliki teknologi dan industri khas lokal yang bernilai di mata dunia

3. Visi dan Misi Pemerintah Yogyakarta

Global Lokal Pemerintah Yogya memiliki visi untuk menempatkan Yogya di level kota dunia

Pemerintah Yogya berkomitmen untuk mempertahan-kembangkan kekayaan nilai budaya Yogya yang tidak akan terdapat di belahan dunia manapun

4. Perilaku Masyarakat di Yogyakarta

Global Lokal Masyarakat Jogja yang heterogen sebagian memiliki pola hidup konsumtif dan “western is the best” minded

Sebagian masyarakat menyadari identitas dan keagungan nilai lokal yang memiliki nilai lebih dari bangsa lain

Berbagai nilai tersebut telah banyak menjadi

diskusi dan perdebatan dalam berbagai forum, yang salah satunya terdapat dalam “Rencana Aksi Kota Pusaka Yogyakarta” dari Dinas Kebudayaan Provinsi DIY :

1. Nilai Sejarah, dimana Yogyakarta memliki sejarah panjang sebagai Kasultanan yang berpengaruh pada masanya, hingga saat ini dimana Yogyakarta tetaplah istimewa meskipun menjadi bagian dari NKRI.

2. Nilai Ilmu Pengetahuan dan Edukasi, dimana Yogyakarta sendiri menjadi laboratorium alam sejarah dan budaya yang sangat kaya sebagai bagian dari kebudayaan urban kerajaan Islam Jawa, sejarah pergerakan nasional dan kemerdekaan.

3. Nilai Budaya, dimana Yogyakarta memiliki intangible culture berupa tarian, motif batik, busana adat, wayang, tembang jawa, puisi, dll.

4. Nilai Kelangkaan, dimana Yogyakarta telah melestarikan sistem Kesultanan Yogyakarta

Tugas MDKB : PP Mei 2014 Yohanes Satyayoga Raniasta

dan Kadipaten Pakualaman untuk menjadi bagian dari sistem pemerintahan dan sosial budaya, satu-satunya di Indonesia.

5. Nilai Fungsional, dimana sebagai kota pusaka, Yogyakarta memberikan nilai fungsional tinggi untuk pariwisata dan berbagai fungsi publik.

6. Nilai Ekonomi, dimana kekayaan sejarah dan budaya Yogyakarta menjadi daya tarik sektor pariwisata budaya dan pendidikan, sehingga memberikan kontribusi dalam segi ekonomi.

7. Nilai Sosial, dimana kekayaan pusaka Yogyakarta juga menjadi aset yang bernilai sosial (seperti konsep magersari).

Kekayaan nilai-nilai tersebut menjadi aset penting

bagi Yogyakarta dan masyarakatnya. Dilema dan pertentangan akan selalu terjadi dalam setiap proses bermasyarakat yang melibatkan berbagai kepentingan terkait aspek spasial. Melalui proses yang tidak mudah, diperlukan berbagai kegiatan untuk memupuk kecintaan masyarakat pada nilai-nilai dan kearifan lokal yogyakarta, di tengah gempuran globalisasi modern yang mendunia, sehingga penetrasi nilai budaya, pemikiran dan gaya hidup ke masyarakat Yogyakarta yang bertentangan dapat tereduksi dengan optimal.

Keseluruhan nilai tersebut hendaknya juga

senantiasa diperhatikan dan menjadi dasar pertimbangan pengambilan kebijakan publik oleh pemerintah setempat, selaku pemegang kendali. Arahan pembangunan dan peraturan-peraturan teknis yang memberikan pengaruh pada aspek fisik spasial perkotaan tentu akan memberikan efek yang sangat nyata terhadap wujud kota Yogyakarta di masa yang akan datang. Dibutuhkan ketegasan dari pihak regulator untuk dapat menyikapi secara tegas, dan selain dari partisipasi masyarakat, di tangan merekalah masa depan Yogyakarta akan terbentu, sehingga Yogyakarta yang menjadi kota berwajah global tanpa identitas, dengan perilaku masyarakat yang tergerus buadaya barat, seperti halnya Jakarta, Dubai, New York, Hong Kong dapat dihindari. Sebaliknya, dengan konsistensi berbagai pihak terkait, niscaya Yogyakarta mampu bertahan di dunia modern dengan tetap mempertahankan kekhasan wajah, nilai dan kearifan lokal budaya setempat yang akan menjadi warisan tak ternilai bagi anak cucu kelak. 5. Pembelajaran

Setiap kota memiliki keunikan nilai, sejarah, sosial, budaya, ekonomi, visi misi dan berbagai karakter lain yang berbeda antar satu kota dengan yang lainnya. Yogyakarta yang dengan segala kekhasannya memiliki orientasi pengembangan tersendiri, berbeda dengan Jakarta yang sejak awal diarahkan sebagai kota metropolitan pusat ekonomi dan pemerintahan

negara. Nilai-nilai tersebut hendaknya dapat digali lebih dalam, khususya bagi kota-kota klasik bersejarah, agar rekam jejak historisnya tidak hilang begitu saja dalam proses pembangunan dan perkembangannya dari masa ke masa. Hal yang menjadi prioritas utama adalah menumbuhkan kepedulian di jajaran birokrasi, akademisi, peneliti, dan terutama kesadaran berpartisipasi yang baik dari masyarakat serta seluruh pihak lain yang terkait, sehingga proses pertumbuhan dan perkembangan kota tetap mampu berakar baik pada kearifan lokal di tengah gempuran arus globalisasi.

Wajah kota adalah sebuah identitas, dimana

identitas ini akan terekam sebagai memori koletif masyarakat dunia dan menjadi pengingat keberadaan sebuah kota. Perkembangan teknologi dan modernisasi tidak dapat menjadi alasan untuk penyeragaman wajah kota. Jutsru teknologi hendaknya dapat membuat kota semakin memiliki identitas yang kuat dan berkarakter. 6. Kesimpulan dan Rekomendasi

Yogyakarta sebagai kota sejarah, budaya, dan pendidikan telah berevolusi sekian lama dalam berbagai masa. Tumbuhnya bangunan-bangunan baru di berbagai area kota dengan desain bercitarasa global dengan teknologi modern, tak dapat dipungkiri telah mempengaruhi wajah dan citra kota Yogyakara sebagai kota yang dikenal konsisten terhadap keistimewaannya.

Untuk mempertahankan karakter Yogyakarta yang khas, alangkah baiknya jika dapat dimulai dari pemerintah selaku regulator untuk meninjau dan menata kembali kebijakan terkait penataan fisik dan ruang kota, dan dilanjutkan dengan partisipasi masyarakat dan berbagai pihak terkait lainnya, sehingga tumbuh-kembang kota Yogyakarta di masa yang akan datang, akan senantiasa selaras dengan kearifan lokal dan Yogyakarta mampu menjadi warisan kekayaan budaya bertaraf dunia yang berkarakter dan bernilai tinggi.

Tugas MDKB : PP Mei 2014 Yohanes Satyayoga Raniasta

Referensi

1) Jackson, J.B. 1984. “Founding Vernacular Landscape”. 2) Azarshahr, Saeideh Feizi. 2013. New Technologies in Modern

Architecture and its Interaction with Traditional Architecture. Research Journal of Chemical and Environmental Sciences, AELS, India.

3) Motallebi, G. 2005. “A Humanistic Orientation to the Organization of Civil Spaces. AELS, India.

4) Ferdowsian, Feresteh. 2001. ”Modern and Traditional Urban Design Concept and Priciples in Iran”. University of Stuttgart, Institute of Urban Planning.

5) Lynch, Kevin. 1984. “Good City Form”. 6) Irwan, Zoe’raini Djamal. “Tantangan Lingkungan dan Lanskap

Kota”. 7) Rencana Aksi Kota Pusaka Yogyakarta. Dinas Kebudayaan

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 8) Encyclopedia of McGraw-Hill 9) Kamus Besar Bahasa Indonesia (kbbi.web.id)

10) www.tasteofjogja.org - “Rencana Aksi Kota Pusaka Yogyakarta”, 11) www.merdeka.com 12) www.google.com/images


Recommended