+ All Categories
Home > Documents > Herpes genitalis

Herpes genitalis

Date post: 28-Jan-2023
Category:
Upload: stis
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
27
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sama seperti halnya dengan kulit ditempat lain, kulit pada vulva yang mudah terkena gesekan atau luka dapat mengalami infeksi oleh kuman patogen kulit. Bisul dapat timbul pada kulit vulva, terutama apabila standar higiene rendah. Kadang-kadang dapat terjadi ulkus multipel, terutama pada wanita berekonomi rendah, dan disebabkan oleh infeksi stafilococcus. Ulkus ini dangkal berdasar keabuan dan mengeluarkan discharge dengan edema disekitarnya. Vulva terasa sangat nyeri bila ditekan. Meskipun sebagian discharge vagina ( mukus ) adalah fisiologis dan hampir selalu ada, jika jumlahnya menjadi banyak atau abnormal (berdarah atau membasahi pakaian), mengiritasi, atau dengan bau yang mengganggu 1
Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sama seperti halnya dengan kulit

ditempat lain, kulit pada vulva yang mudah

terkena gesekan atau luka dapat mengalami

infeksi oleh kuman patogen kulit. Bisul dapat

timbul pada kulit vulva, terutama apabila

standar higiene rendah. Kadang-kadang dapat

terjadi ulkus multipel, terutama pada wanita

berekonomi rendah, dan disebabkan oleh infeksi

stafilococcus. Ulkus ini dangkal berdasar

keabuan dan mengeluarkan discharge dengan

edema disekitarnya. Vulva terasa sangat nyeri

bila ditekan.

Meskipun sebagian discharge vagina

( mukus ) adalah fisiologis dan hampir selalu

ada, jika jumlahnya menjadi banyak atau

abnormal (berdarah atau membasahi pakaian),

mengiritasi, atau dengan bau yang mengganggu

1

dianggap patologis. Discharge patologis

seringkali disertai iritasi vulva. Umumnya

keadaan patologis disebabkan oleh infeksi

vagina atau serviks. Penyebab lain dapat

berupa tumor uterus, stimulasi psikis atau

estrogenik, trauma, benda asing ( tampon yang

tertinggal ), pencucian vagina secara

berlebihan ( terutama dengan obat iritan ),

dan atrofi vulvovagina ( hipoestrogennisme ).

Tak kurang dari 25% dari populasi wanita

pernah mengalami herpes genitalis. Namun, 90%

diantaranya terlambat didiagnosis. Meski

penyakit ini tidak mematikan, orbiditas dan

dampaknya terhadap kualitas hidup sangat

besar. Selain tanda dan gejala yang tidak

khas. Penyakit ini memiliki angka rekurensi

yang sangat tinggi. Oleh karenanya, pemilihan

terapi yang tepat mutlak diperlukan

2

1.2. Tujuan

Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan

mampu menjelaskan :

a. Anatomi dan fisiologi Genitalia Wanita

3

b. Etiologi Herpes Genitalis

c. Epidemiologi Herpes Genitalis

d. Gejala dan Tanda Herpes Genitalis

e. Diagnosa Herpes Genitalis

f. Diagnosis Banding Herpes Genitalis

g. Pengobatan Herpes Genitalis

h. Prognosa Herpes Genitalis

i. Pencegahan Herpes Genitalis

Selain tujuan di atas, Karya Tulis Ilmiah

ini juga dimaksudkan untuk melengkapi salah

satu tugas dalam Modul Diagnostik Fisik

semester 4

1.3. Manfaat

Karya Tulis Ini diharapkan dapat

bermanfaat bagi berbagai pihak. Pihak-pihak

tersebut diantaranya adalah sebagai berikut,

yaitu: (1) bagi pembaca, bermanfaat untuk

menambah pengalaman membaca mengenai Herpes

Genitalis dan (2) bagi penulis untuk menambah

4

dan memperdalam wawasan khususnya tentang

Herpes Genitalis.

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Definisi Herpes Genitalis

Infeksi akut yang disebabkan oleh virus

herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe 1

atau tipe 2 yang ditandai oleh adanya vesikel

yang berkelompok diatas kulit yang sembab dan

eritematosa pada daerah dekat mukokutan,

sedangkan infeksi dapat berlangsung baik

primer maupun rekurens.

2.2. Anatomi dan Fisiologi Genitalia wanita

Genitalia wanita secara anatomi terdiri

dari genitalia eksterna wanita dan genitalia

interna wanita.

2.2.1. Anatomi Genitalia wanita Eksterna

5

Genitalia eksterna wanita atau vulva

terdiri dari mons pubis, labia mayora,

clitoris, vestibulum dan kelenjar-kelenjarnya,

meatus uretra, dan introitus vagina. Mons

veneris adalah tonjolan bulat dan jaringan

lemak diatas simfisis pubis. Labia mayora

adalah dua buah lipatan kulit lebar yang

membentuk batas lateral vulva. Kedua labiya

mayora bertemu dibagian anterior di mons

veneris untuk membentuk komisura anterior.

Labia minora adalah dua lipatan kulit yang

sempit dan berpigmen yang terletak antara

labiya mayora dan menutupi vestibulum, yang

merupakan daerah antara kedua labia minora. Di

anterior kedua labium membentuk prepusium

klitoris. Klitoris, seanalog dengan penis,

terdiri dari jaringan erektil dan banyak

mengandung ujung saraf. Klitoris meiliki satu

glans dan dua korpora kavernosa. Meatus uretra

eksternal terletak dibagian anterior

vestibulum dibawah klitoris. Kelenjar

6

Bartholin atau kelenjar vulvovaginal berukuran

sebesar kacang polong terletak posterolateral

dari ofisium vagina, menghasilkan cairan encer

berfungsi sebagai lubrikan vagina.

Dibagian inferior labia minora bersatu

pada komisura posterior untuk membentuk

fourchette. Perineum adalah daerah antara

fourchette dan anus. Himen adalah lipatan

jaringan berbentuk bulat yang sebagian

menutupi introitus vagina. Introitus vagina

adalah batas antara genitalia eksterna dan

terletak dibagian bawah vestibulum.

2.2.2. Anatomi Genitalia interna wanita

Genitalia interna wanita, terdiri dari

vagina yang merupakan saluran berdinding otot,

yang berjalan keatas dan agak kebelakang,

tegak lurus dengan uterus.vagina terletak

antara kandung kemih dibagian enterior dan

rektum diposterior. Dinding vagina terdiri

dari rugae, atau lipatan transversal. Bagian

7

bawah serviks menojol kedalam bagian atas

vagina dan membaginya menjadi empat forniks.

Forniks anterior dangkal dan tepat posterior

dari kandung kemih. Forniks posterior dalam

dan tepat anterior dari kantong rektovaginal,

yang disebut sebagai cul-de-sac ( kantong )

douglas.

Visera pellvis terletak tepat diatas

kantong ini. Tuba fallopii dan ovarium mungkin

dapat dipalpasi di forniks lateral. Suplai

arteri untuk vagia berasal dari arteri iliaka

interna, uterina dan hemoroidalis media.

Cairan limfe sepertiga bawah vagina mengalir

kedalam nodus inguinal. Cairan limfe dua

pertiga atas memasuki nodus hipogastrik dan

sakral. Uterus adalah suatu organ berongga dan

berotot dengan rongga kecil dibagian

tengahnya, bagian atas disebut fundus.rongga

uterus berbentuk segitiga dengan dibatasi oleh

orifisium servikal interna dibagian bawah dan

8

tempat masuknya tuba fallopii dibagian atas.

Uterus bergerak bebas dan terletak dibagian

tengah rongga pelvis. Uterus disokong oleh

ligamentum latum dan uterosakral dan juga oleh

lantai pelvis.peritonium menutupi fundus

dibagian anterior kebawah sampai setinggi

orifisium servikal internal. Dibagian

posterior, perineum menutupi uterus sampai

kekantong douglas. Fungsi uterus adalah dalam

proses melahirkan anak. Serviks adalah bagian

uterus di dalam vagina. Kanal servikal

terdapat di antara orifisium servikal eksterna

sampai orifisium interna, dan melanjutkan diri

kedalam rongga fundus.

Dengan bertambahnya kadar estrogen,

orifisium servikal eksterna mulai berdilatasi

dan sekresi mukus serviks menjadi jernih dan

encer. suplai darah ke uterus berasal dari

arteri uterina dan ovarium. Cairan limfe

fundus masuk ke dalam nodus lumbal. Tuba

9

fallopii atau oviduct, memasuki fundus pada

aspek superiornya. Tuba ini adalah pipa otot

kecil yang terentang keluar kedalam ligamentum

latum kearah dinding pelvis. Ujung lain dari

tuba ini terbuka kedalam rongga peritoneum

didekat ovarium.ujung-ujung ini dekelilingi

oleh tonjolan berbentuk jumbai disebut

Fimbriae. Fungsi utama tuba fallopii adalah

sebagai saluran sel telur dari ovarium sisi

yang sama ke uterus, perjalanan sel telur

memakan waktu beberapa hari.

Ovarium adalah stuktur berbentuk buah

almon dengan panjang 3-4 cm melekat pada

ligamentum latum. Fungsi utama ovarium adalah

oogenesis dan produksi hormon. Ovarium tuba

fallopii dan ligamentum penyokongnya disebut

adneksa.

2.2.3. Fisiologi Reproduksi genitalia wanita

Fisiologi Reproduksi wanita ditandai

oleh siklus kompleks. Pelepasan ovum bersifat

10

intermitten dan sekresi hormon-hormon seks

wanita memperlihatkan pergeseran siklik yang

lebar. Jaringan yang dipengaruhi oleh hormon

seks ini juga mengalami perubahan siklik,

dengan yang paling jelasa adalah siklus haid

bulan. Pada setiap siklus, saluran reproduksi

wanita dipersiapkan untuk fertilisasi dan

implantasi ovum yang dibebaskan dari ovariu

saat ovulasi. Jika pembuahan tidak terjadi

maka siklus berulang, jika pembuahan terjadi

maka siklus berhenti sementara sistem pada

wanita tersebut beradaptasi untuk memelihara

dan melindungi makhluk hidup yang baru

terbentuk sampai ia berkembang menjadi

individu yang mampu hiup diluar lingkungan

ibu.

Ovarium, sebagai organ primer reproduksi

wanita, melakukan fungsi ganda menghasilkan

ovum (oogenesis) dan mengeluarkan hormon seks

wanita, estrogen dan progesteron. Hormon-

11

hormon ini bekerja sama untuk mendorong

fertilisasi ovum dan mempersiapkan sistem

reproduksi wanita untuk kehamilan.

Estrogen pada wanita mengatur banyak

fungsi serupa yang dilakukan oleh testosteron

pada pria, misalnya pematangan dan

pemeliharaan keseluruhuan sistem reproduksi

wanita dan membentuk karakteristik seks

sekunder wanita. Secara umum, kerja estrogen

penting dalam proses-proses prakonsepsi.

Estrogen penting dalam pematangan dan

pembesaran ovum, pembentukan karakteristik

fisik menarik secara seksual bagi pria, dan

transpor sperma dari vagina ke tuba uterina.

Selain itu, estrogen ikut berperan dalam

perkembangan payudara dalam antisipasi

menyusui. Steroid ovarium lainnya, progesteron

penting dalam mempersiapkan lingkungan yang

sesuai untuk memelihara mudigah/janin serta

12

berperan dalam kemampuan payudara untuk

menghasilkan susu.

Seperti pada pria, kemampuan reproduksi

dimulai saar pubertas pada wanita, tetapi

tidak seperti pada pria, yang memiliki potensi

reproduksi seumur hidupnya, potensi reproduksi

wanita terhenti selama usia pertengahan saat

menopouse.

Dalam keadaan tidak hamil, fungsi

reproduksi wanita dikontrol oleh sistem

kontrol umpan balik negatif yang kompleks dan

siklik antara hipotalamus (GnRH), hipofisis

anterior (FSH dan LH), dan ovarium

(estrogen,progesteron, dan inhibin). Selama

kehamila, hormon-hormon plasenta menjadi

faktor pengontrol utama. Ovarium melakukan

fungsi ganda dan saling terkait berupa

oogenesis (menghasilkan ovum) dan sekresi

estrogen,progesteron. Terdapat dua unit

13

endokrin ovarium yang secara berurutan

melaksanakan fungsi-fungsi tersebut ; folikel

dan korpus luteum.

2.3. Etiologi Herpes Genitalis

14

VHS tipe I dan II merupakan virus herpes

hominis yang erupakan virus DNA. Pembagian

tipe I dan II berdasarkan karaktersitik

pertumbuhan pada media kultur, antigenic

maker, dan lokasi klinis (tempat predileksi).

Floward dan Cushing adalah yang pertama kali

mengemukakan bahwa ada hubungan antara herpes

virus hominis dengan sistem saraf.

Berdasarkan struktur antigeniknya

dikenal 2 tipe virus herpes simpleks :

2.3.1. Virus simpleks tipe I (HSV I).

Penyakit kulit/selaput lendir yang

ditimbulkan biasanya disebut herpes simpleks

saja, atau dengan nama lain herpes labialis,

herpes febrilis. Biasanya penderita terinfeksi

virus ini pada usia kanak-kanak melalui udara

sebagian kecil melalui kontak langsung. Lesi

umunya dijumpai pada tubuh bagian atas.

Termasuk mata dan rongga mulut, selain itu,

dapat juga dijumpai didaerah genitalia, yang

penularannya lewat orogenital (oral sex)

15

2.3.2. Virus simpleks tipe II (HSV II).

Penyakit ditularkan melalui hubungan

seksual. Tetapi dapat juga terjadi tanpa

koitus, misalnya dapat terjadi pada

dokter/dokter gigi dan tenaga medik.

Lokalisasi lesi umumnya adalah bagian tubuh

dibawah pusar, terutama daerah genitalia lesi

eksternal-genital dapat pula terjadi akibat

hubungan seksual orogenital.

2.4. Epidemiologi Herpes Genitalis

Penyakit ini tersebar kosmopolit dan

menyerang baik pria maupun wanita dengan

frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer

oleh virus herpes simpleks (V.H.S). tipe I

biasanya dimulai pada usia anak-anak,

sedangkan infeksi V.H.S II biasanya terjadi

pada dekade II dan III, dan berhubungan dengan

peningkatan aktivitas seksual.

2.5. Gejala dan Tanda

16

Infeksi HVS ini berlangsung dalam 3

tingkat :

2.5.1. Infeksi primer

Tempat predileksi VHS tipe I didaerah

pinggang keatas terutama didaerah mulut dan

hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak.

Inokulasi kulit pada perawat, dokter gigi,

atau pada orang yang mengigit jari. Virus ini

juga sebagai penyebab herpes ensefalitis.

Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai

tempat prediksi didaerah pinggang ke bawah,

terutama bagian genital, juga dapat

menyebabkan herpes meningitis dan infeksi

neonatus.

Daerah predileksi ini sering kacau

karena adanya cara hubungan seksual seperti

orogenital, sehingga herpes yang terdapat di

daerah genital kadang-kadang disebabkan oleh

virus HVS tipe I sedangkan di daerah mulut dan

rongga mulut dapat disebabkan oleh VHS tipe

II.

17

Infeksi primer berlangsung lebih lama

dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering

disertai gejala sistemik, misalnya demam,

malaise, dan anoreksia, dan dapat ditemukan

pembengkakan kelenjar getah bening regional.

Kelainan klinis yang dijumpai berupa

vesikel yang berkelompok diatas kulit yang

sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih

kemudian menjadi seropurulen, dapat menjadi

krusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi

yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks.

Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang-

kadang dapat timbul infeksi sekunder sehinga

memberi gambaran yang tidak jelas. Umunya

didapati pada orang yang kekurangan antibodi

virus herpes simpleks. Pada wanita ada laporan

yang mengatakan bahwa 80% infeksi VHS pada

genitalia eksterna disertai infeksi serviks.

2.5.2 Fase laten

Fase ini berarti pada penderita tidak

ditemukan gejeala klinis, tetapi VHS dapat

18

ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada

ganglion dorsalis.

2.5.3 Infeksi rekurens

. Infeksi ini berarti VHS pada ganglion

dorsalis yang dala keadaan tidak aktif, dengan

mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai

kulit sehingga menimbulkan gejala klinis.

Mekanisme pacu itu dapat berupa trauma fisik

(demam, infeksi, kurang tidur, hubungan

seksual, dan sebagainya), trauma psikis

(gangguan emosional, menstruasi), dan dapat

pula timbul akibat jenis makanan dan minuman

yang merangsang.

Gejala klinis timbul lebih ringan dari

pada infeksi primer dan berlangsung kira-kira

7 sampai 10 hari. Sering ditemukan gejala

prodomal lokal sebelum timbul vesikel berupa

rasa panas, gatal, dan nyeri. Infeksi rekurens

ini dapat timbul pada/tempat yang sama (loco)

atau temat lain/tempat disekitarnya (nonloco).

19

Serangan pertama herpes genitalis

merupakan serangan paling berat. Kejadian ini

terjadi setelah kontak seksual dengan orang

yang telah sembuh dari herpes genitalis.

Permukaan dalam labia mayora adalah bagian

paling mungkin terinfeksi. Setelah rasa gatal

dan rasa terbakar yang berlangsung singkat,

timbul kumpulan benjolan yang terasa pedih,

yang kemudian menjadi vesikel setelah 24 jam.

Vesikel cepat mengalami ulserasi membentuk

ulkus multiple yang dangkal dan terasa pedih.

Jaringan disekitarnya menjadi edematus dan

dapat timbul infeksi sekunder, yang justru

memperberat edema dan nyeri. Pada beberapa

kasus lesi seperti ini menyebabkan rasa nyeri

dan kesulitan miksi. Setelah 5 hari, ulkus

menjadi krusta dan sembuh perlahan-lahan ,

penyembuhan terjadi setelah 7-12 hari setelah

muncul vesikel. Dalam masa ini dan setelah 7

hari sembuh, virus dilepaskan dari daerah yang

terinfeksi. Virus juga masuk kedalam sarung

20

mielin saraf sensorik yang mensarafi daerah

yang terinfeksi, naik dan tinggal di radiks

ganlion dorsalis. Virus ini kemungkinan

bersifat dornan selama kehidupan seseorang

atau terjadi reaktivasi dan turun kembali

lewat sepanjang saraf sehingga timbul serangan

herpes yang baru. Serangan kedua dan

berikutnya kurang berat tetapi menyebabkan

rasa tidak nyaman yang mengganggu dan meganggu

hubungan seksual.

Rekurensi sekali terjadi pada 30 %

wanita yang terkena, dan antara 2-5 % dapat

mengalami serangan rekurens, kadang-kadang

lebih dari 6 kali setahun. Kekerapan rekurens

semakin berkurang dengan berlalunya waktu dan

mungkin berhenti sama sekali. Pada kebanyakan

kasus, penyebab rekurensi tidak diketahui,

tetapi lebih sering terjadi pada fase luteal

siklus menstruasi, jika wanita mempunyai

infeksi penyakit seksual wanita lainnya, atau

jka mengalami stres emosional.

21

2.6. Herpes genitalis pada kehamilan

Herpes genitalis pada kehamilan perlu

mendapat perhatian yang serius, karena melalui

plasenta virus dapat masuk kesirkulaasi fetal

dan membahaykan bagi janin karena dapat

menimbulkan kerusakan atau kematian. Infeksi

neonatal mempunyai angka mortalitas 60%,

separuh yang hidup, menderita cacat neurologik

dan kecacatan mata.

Kelainan pada bayi dapat berupa

ensefalitis, keratokonjungtivitis atau

hepatitis. Disamping itu dapat pula timbul

lesi pada kulit. Beberapa ahli kandungan

mengambil sikap partus secara secsio. Caesaria

bila pada kasus melahirkan seorang ibu

menderita infeksi ini. Tindakan ini sebaiknya

dia

2.7. Diagnosa Herpes genitalis

22

Adanya banyak ulkus menegakkan diagnosis

sementara herpes genitalis, yang harus

dikonfirmasi dengan menusuk vesikel untuk

mendapatkan cairan vesikel atau dengan

menggosok vesikel dengan ujung kapas lidi

(setelah mengoleskan lignokain 20% beberapa

menit sebelumnya) untuk mendapatkan sel epitel

dan mengirimkannya dalam medium transpor virus

untuk dibiakkan.

2.6. Diagnosis Banding

Herpes simpleks di daerah sekitar mulut

dan hidung harus dibedakan dengan impetigo

vesiko bulosa. Pada daerah genitalia harus

dibedakan dengan ulkus durum, ulkus mole, dan

ulkus mikstum, maupun ulkus yang mendahului

penyakit venerum.

2.7. Pengobatan Herpes Genitalis

Sampai saat ini belum ada terapi yang

memberikan penyembuhan radikal, artinya tidak

ada pengobatan yang dapat mencegah episode

rekurens secara tuntas. Pada lesi yang dini

23

dapat digunakan obat yang topikal berupa

salap/krim yang mengandung preparat

idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-p)

dengan cara aplikasi, yang sering dengan

interval beberapa jam. Preparat asiklovir

(zovirax) yang dipakai secara topikal

nampaknya memberikan masa depan yang cerah.

Asiklovir ini cara kerjanya menganggu

replikasi DNA virus. Klinis hanya bermanfaat

jika keadaan sedang aktif. Jika timbul

ulserasi dapat dilakukan kompres. Pengobatan

oral dengan preparat asiklovir tampaknya

memberikan hasil yang baik.

2.8. Prognosa Eritrasma

Prognosis cukup baik, bila semua lesi

diobati dengan tekun dan menyeluruh.

2.10. Pencegahan Eritrasma

Faktor higiene dan kebersihan kulit

sangat penting diperhatikan. Untuk menjaga

24

higiene dan kebersihan kulit, dapat

dipergunakan sabun-sabun antiseptik untuk

pencegahan.

BAB III

PENUTUP

1.1. Kesimpulan

Eritrasma adalah suatu peradangan

superfisialis ringan yang terlokalisasi pada

kulit dan menahun, yang disebabkan oleh

bakteri yang erat kaitannya dengan bakteria

Coryneform aerobic, yang biasanya diketahui

sebagai C. minutissimum. Peyakit ini bersifat

universal, namun lebih banyak terlihat di

daerah tropik.

25

Eritrasma sering terjadi pada

penderita Diebetes melitus. Untuk diagnosis,

gambaran klinik yang khas dengan pemeriksaan

lampu Wood yang positif serta pemeriksaan

gram. Lama pengobatan bervariasi 1 hingga 2

minggu, fusidin topical dan tetrasiklin dapat

pula diberikan. Faktor higiene penting untuk

pencegahan.

1.2. Saran

Anamnesis yang teliti merupakan bagian

terpenting untuk mendapatkan diagnosa yang

tepat terhadap suatu penyakit. Pemeriksaan

seksama untuk lokasi, ukuran dan bentuk

massa, permukaannya, konsistensi, batas,

mobilitas. Disini penulis menyadari dalam

penulisan karya ilmiah dalam penulisan karya

ilmiah ini banyak mengalami kekurangan, dan

penulis mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun, semoga karya ilmiah ini

dapat memberikan informasi serta semangat bagi

penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

26

BAB IV

DAFTAR RUJUKAN

Bickley, Lynn S. 2009. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayatkesehatan Bates.Jakarta: EGC.

Djuanda, Adhi. 2007. ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN.Jakarta: Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia.

Graham-Brown, Robin. 2010. Dermatologi Dasar untuk PraktikKlinik. Jakarta: EGC.

Gunawan, Sulistia Gan. 2007. FARMAKOLOGI DAN TERAPI.Jakarta: Universitas Indonesia.

Harahap, Marwali. 2000. Ilmu penyakit kulit. Jakarta:Hipokrates.

Leeson, C. Roland. 1996. Buku Teks Histologi. Jakarta: EGC.

Markam, Soemarmo dkk. 2011. Kamus Kedokteran. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem.Jakarta: EGC.

27


Recommended