BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sama seperti halnya dengan kulit
ditempat lain, kulit pada vulva yang mudah
terkena gesekan atau luka dapat mengalami
infeksi oleh kuman patogen kulit. Bisul dapat
timbul pada kulit vulva, terutama apabila
standar higiene rendah. Kadang-kadang dapat
terjadi ulkus multipel, terutama pada wanita
berekonomi rendah, dan disebabkan oleh infeksi
stafilococcus. Ulkus ini dangkal berdasar
keabuan dan mengeluarkan discharge dengan
edema disekitarnya. Vulva terasa sangat nyeri
bila ditekan.
Meskipun sebagian discharge vagina
( mukus ) adalah fisiologis dan hampir selalu
ada, jika jumlahnya menjadi banyak atau
abnormal (berdarah atau membasahi pakaian),
mengiritasi, atau dengan bau yang mengganggu
1
dianggap patologis. Discharge patologis
seringkali disertai iritasi vulva. Umumnya
keadaan patologis disebabkan oleh infeksi
vagina atau serviks. Penyebab lain dapat
berupa tumor uterus, stimulasi psikis atau
estrogenik, trauma, benda asing ( tampon yang
tertinggal ), pencucian vagina secara
berlebihan ( terutama dengan obat iritan ),
dan atrofi vulvovagina ( hipoestrogennisme ).
Tak kurang dari 25% dari populasi wanita
pernah mengalami herpes genitalis. Namun, 90%
diantaranya terlambat didiagnosis. Meski
penyakit ini tidak mematikan, orbiditas dan
dampaknya terhadap kualitas hidup sangat
besar. Selain tanda dan gejala yang tidak
khas. Penyakit ini memiliki angka rekurensi
yang sangat tinggi. Oleh karenanya, pemilihan
terapi yang tepat mutlak diperlukan
2
1.2. Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan
mampu menjelaskan :
a. Anatomi dan fisiologi Genitalia Wanita
3
b. Etiologi Herpes Genitalis
c. Epidemiologi Herpes Genitalis
d. Gejala dan Tanda Herpes Genitalis
e. Diagnosa Herpes Genitalis
f. Diagnosis Banding Herpes Genitalis
g. Pengobatan Herpes Genitalis
h. Prognosa Herpes Genitalis
i. Pencegahan Herpes Genitalis
Selain tujuan di atas, Karya Tulis Ilmiah
ini juga dimaksudkan untuk melengkapi salah
satu tugas dalam Modul Diagnostik Fisik
semester 4
1.3. Manfaat
Karya Tulis Ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi berbagai pihak. Pihak-pihak
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut,
yaitu: (1) bagi pembaca, bermanfaat untuk
menambah pengalaman membaca mengenai Herpes
Genitalis dan (2) bagi penulis untuk menambah
4
dan memperdalam wawasan khususnya tentang
Herpes Genitalis.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Definisi Herpes Genitalis
Infeksi akut yang disebabkan oleh virus
herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe 1
atau tipe 2 yang ditandai oleh adanya vesikel
yang berkelompok diatas kulit yang sembab dan
eritematosa pada daerah dekat mukokutan,
sedangkan infeksi dapat berlangsung baik
primer maupun rekurens.
2.2. Anatomi dan Fisiologi Genitalia wanita
Genitalia wanita secara anatomi terdiri
dari genitalia eksterna wanita dan genitalia
interna wanita.
2.2.1. Anatomi Genitalia wanita Eksterna
5
Genitalia eksterna wanita atau vulva
terdiri dari mons pubis, labia mayora,
clitoris, vestibulum dan kelenjar-kelenjarnya,
meatus uretra, dan introitus vagina. Mons
veneris adalah tonjolan bulat dan jaringan
lemak diatas simfisis pubis. Labia mayora
adalah dua buah lipatan kulit lebar yang
membentuk batas lateral vulva. Kedua labiya
mayora bertemu dibagian anterior di mons
veneris untuk membentuk komisura anterior.
Labia minora adalah dua lipatan kulit yang
sempit dan berpigmen yang terletak antara
labiya mayora dan menutupi vestibulum, yang
merupakan daerah antara kedua labia minora. Di
anterior kedua labium membentuk prepusium
klitoris. Klitoris, seanalog dengan penis,
terdiri dari jaringan erektil dan banyak
mengandung ujung saraf. Klitoris meiliki satu
glans dan dua korpora kavernosa. Meatus uretra
eksternal terletak dibagian anterior
vestibulum dibawah klitoris. Kelenjar
6
Bartholin atau kelenjar vulvovaginal berukuran
sebesar kacang polong terletak posterolateral
dari ofisium vagina, menghasilkan cairan encer
berfungsi sebagai lubrikan vagina.
Dibagian inferior labia minora bersatu
pada komisura posterior untuk membentuk
fourchette. Perineum adalah daerah antara
fourchette dan anus. Himen adalah lipatan
jaringan berbentuk bulat yang sebagian
menutupi introitus vagina. Introitus vagina
adalah batas antara genitalia eksterna dan
terletak dibagian bawah vestibulum.
2.2.2. Anatomi Genitalia interna wanita
Genitalia interna wanita, terdiri dari
vagina yang merupakan saluran berdinding otot,
yang berjalan keatas dan agak kebelakang,
tegak lurus dengan uterus.vagina terletak
antara kandung kemih dibagian enterior dan
rektum diposterior. Dinding vagina terdiri
dari rugae, atau lipatan transversal. Bagian
7
bawah serviks menojol kedalam bagian atas
vagina dan membaginya menjadi empat forniks.
Forniks anterior dangkal dan tepat posterior
dari kandung kemih. Forniks posterior dalam
dan tepat anterior dari kantong rektovaginal,
yang disebut sebagai cul-de-sac ( kantong )
douglas.
Visera pellvis terletak tepat diatas
kantong ini. Tuba fallopii dan ovarium mungkin
dapat dipalpasi di forniks lateral. Suplai
arteri untuk vagia berasal dari arteri iliaka
interna, uterina dan hemoroidalis media.
Cairan limfe sepertiga bawah vagina mengalir
kedalam nodus inguinal. Cairan limfe dua
pertiga atas memasuki nodus hipogastrik dan
sakral. Uterus adalah suatu organ berongga dan
berotot dengan rongga kecil dibagian
tengahnya, bagian atas disebut fundus.rongga
uterus berbentuk segitiga dengan dibatasi oleh
orifisium servikal interna dibagian bawah dan
8
tempat masuknya tuba fallopii dibagian atas.
Uterus bergerak bebas dan terletak dibagian
tengah rongga pelvis. Uterus disokong oleh
ligamentum latum dan uterosakral dan juga oleh
lantai pelvis.peritonium menutupi fundus
dibagian anterior kebawah sampai setinggi
orifisium servikal internal. Dibagian
posterior, perineum menutupi uterus sampai
kekantong douglas. Fungsi uterus adalah dalam
proses melahirkan anak. Serviks adalah bagian
uterus di dalam vagina. Kanal servikal
terdapat di antara orifisium servikal eksterna
sampai orifisium interna, dan melanjutkan diri
kedalam rongga fundus.
Dengan bertambahnya kadar estrogen,
orifisium servikal eksterna mulai berdilatasi
dan sekresi mukus serviks menjadi jernih dan
encer. suplai darah ke uterus berasal dari
arteri uterina dan ovarium. Cairan limfe
fundus masuk ke dalam nodus lumbal. Tuba
9
fallopii atau oviduct, memasuki fundus pada
aspek superiornya. Tuba ini adalah pipa otot
kecil yang terentang keluar kedalam ligamentum
latum kearah dinding pelvis. Ujung lain dari
tuba ini terbuka kedalam rongga peritoneum
didekat ovarium.ujung-ujung ini dekelilingi
oleh tonjolan berbentuk jumbai disebut
Fimbriae. Fungsi utama tuba fallopii adalah
sebagai saluran sel telur dari ovarium sisi
yang sama ke uterus, perjalanan sel telur
memakan waktu beberapa hari.
Ovarium adalah stuktur berbentuk buah
almon dengan panjang 3-4 cm melekat pada
ligamentum latum. Fungsi utama ovarium adalah
oogenesis dan produksi hormon. Ovarium tuba
fallopii dan ligamentum penyokongnya disebut
adneksa.
2.2.3. Fisiologi Reproduksi genitalia wanita
Fisiologi Reproduksi wanita ditandai
oleh siklus kompleks. Pelepasan ovum bersifat
10
intermitten dan sekresi hormon-hormon seks
wanita memperlihatkan pergeseran siklik yang
lebar. Jaringan yang dipengaruhi oleh hormon
seks ini juga mengalami perubahan siklik,
dengan yang paling jelasa adalah siklus haid
bulan. Pada setiap siklus, saluran reproduksi
wanita dipersiapkan untuk fertilisasi dan
implantasi ovum yang dibebaskan dari ovariu
saat ovulasi. Jika pembuahan tidak terjadi
maka siklus berulang, jika pembuahan terjadi
maka siklus berhenti sementara sistem pada
wanita tersebut beradaptasi untuk memelihara
dan melindungi makhluk hidup yang baru
terbentuk sampai ia berkembang menjadi
individu yang mampu hiup diluar lingkungan
ibu.
Ovarium, sebagai organ primer reproduksi
wanita, melakukan fungsi ganda menghasilkan
ovum (oogenesis) dan mengeluarkan hormon seks
wanita, estrogen dan progesteron. Hormon-
11
hormon ini bekerja sama untuk mendorong
fertilisasi ovum dan mempersiapkan sistem
reproduksi wanita untuk kehamilan.
Estrogen pada wanita mengatur banyak
fungsi serupa yang dilakukan oleh testosteron
pada pria, misalnya pematangan dan
pemeliharaan keseluruhuan sistem reproduksi
wanita dan membentuk karakteristik seks
sekunder wanita. Secara umum, kerja estrogen
penting dalam proses-proses prakonsepsi.
Estrogen penting dalam pematangan dan
pembesaran ovum, pembentukan karakteristik
fisik menarik secara seksual bagi pria, dan
transpor sperma dari vagina ke tuba uterina.
Selain itu, estrogen ikut berperan dalam
perkembangan payudara dalam antisipasi
menyusui. Steroid ovarium lainnya, progesteron
penting dalam mempersiapkan lingkungan yang
sesuai untuk memelihara mudigah/janin serta
12
berperan dalam kemampuan payudara untuk
menghasilkan susu.
Seperti pada pria, kemampuan reproduksi
dimulai saar pubertas pada wanita, tetapi
tidak seperti pada pria, yang memiliki potensi
reproduksi seumur hidupnya, potensi reproduksi
wanita terhenti selama usia pertengahan saat
menopouse.
Dalam keadaan tidak hamil, fungsi
reproduksi wanita dikontrol oleh sistem
kontrol umpan balik negatif yang kompleks dan
siklik antara hipotalamus (GnRH), hipofisis
anterior (FSH dan LH), dan ovarium
(estrogen,progesteron, dan inhibin). Selama
kehamila, hormon-hormon plasenta menjadi
faktor pengontrol utama. Ovarium melakukan
fungsi ganda dan saling terkait berupa
oogenesis (menghasilkan ovum) dan sekresi
estrogen,progesteron. Terdapat dua unit
13
endokrin ovarium yang secara berurutan
melaksanakan fungsi-fungsi tersebut ; folikel
dan korpus luteum.
2.3. Etiologi Herpes Genitalis
14
VHS tipe I dan II merupakan virus herpes
hominis yang erupakan virus DNA. Pembagian
tipe I dan II berdasarkan karaktersitik
pertumbuhan pada media kultur, antigenic
maker, dan lokasi klinis (tempat predileksi).
Floward dan Cushing adalah yang pertama kali
mengemukakan bahwa ada hubungan antara herpes
virus hominis dengan sistem saraf.
Berdasarkan struktur antigeniknya
dikenal 2 tipe virus herpes simpleks :
2.3.1. Virus simpleks tipe I (HSV I).
Penyakit kulit/selaput lendir yang
ditimbulkan biasanya disebut herpes simpleks
saja, atau dengan nama lain herpes labialis,
herpes febrilis. Biasanya penderita terinfeksi
virus ini pada usia kanak-kanak melalui udara
sebagian kecil melalui kontak langsung. Lesi
umunya dijumpai pada tubuh bagian atas.
Termasuk mata dan rongga mulut, selain itu,
dapat juga dijumpai didaerah genitalia, yang
penularannya lewat orogenital (oral sex)
15
2.3.2. Virus simpleks tipe II (HSV II).
Penyakit ditularkan melalui hubungan
seksual. Tetapi dapat juga terjadi tanpa
koitus, misalnya dapat terjadi pada
dokter/dokter gigi dan tenaga medik.
Lokalisasi lesi umumnya adalah bagian tubuh
dibawah pusar, terutama daerah genitalia lesi
eksternal-genital dapat pula terjadi akibat
hubungan seksual orogenital.
2.4. Epidemiologi Herpes Genitalis
Penyakit ini tersebar kosmopolit dan
menyerang baik pria maupun wanita dengan
frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer
oleh virus herpes simpleks (V.H.S). tipe I
biasanya dimulai pada usia anak-anak,
sedangkan infeksi V.H.S II biasanya terjadi
pada dekade II dan III, dan berhubungan dengan
peningkatan aktivitas seksual.
2.5. Gejala dan Tanda
16
Infeksi HVS ini berlangsung dalam 3
tingkat :
2.5.1. Infeksi primer
Tempat predileksi VHS tipe I didaerah
pinggang keatas terutama didaerah mulut dan
hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak.
Inokulasi kulit pada perawat, dokter gigi,
atau pada orang yang mengigit jari. Virus ini
juga sebagai penyebab herpes ensefalitis.
Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai
tempat prediksi didaerah pinggang ke bawah,
terutama bagian genital, juga dapat
menyebabkan herpes meningitis dan infeksi
neonatus.
Daerah predileksi ini sering kacau
karena adanya cara hubungan seksual seperti
orogenital, sehingga herpes yang terdapat di
daerah genital kadang-kadang disebabkan oleh
virus HVS tipe I sedangkan di daerah mulut dan
rongga mulut dapat disebabkan oleh VHS tipe
II.
17
Infeksi primer berlangsung lebih lama
dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering
disertai gejala sistemik, misalnya demam,
malaise, dan anoreksia, dan dapat ditemukan
pembengkakan kelenjar getah bening regional.
Kelainan klinis yang dijumpai berupa
vesikel yang berkelompok diatas kulit yang
sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih
kemudian menjadi seropurulen, dapat menjadi
krusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi
yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks.
Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang-
kadang dapat timbul infeksi sekunder sehinga
memberi gambaran yang tidak jelas. Umunya
didapati pada orang yang kekurangan antibodi
virus herpes simpleks. Pada wanita ada laporan
yang mengatakan bahwa 80% infeksi VHS pada
genitalia eksterna disertai infeksi serviks.
2.5.2 Fase laten
Fase ini berarti pada penderita tidak
ditemukan gejeala klinis, tetapi VHS dapat
18
ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada
ganglion dorsalis.
2.5.3 Infeksi rekurens
. Infeksi ini berarti VHS pada ganglion
dorsalis yang dala keadaan tidak aktif, dengan
mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai
kulit sehingga menimbulkan gejala klinis.
Mekanisme pacu itu dapat berupa trauma fisik
(demam, infeksi, kurang tidur, hubungan
seksual, dan sebagainya), trauma psikis
(gangguan emosional, menstruasi), dan dapat
pula timbul akibat jenis makanan dan minuman
yang merangsang.
Gejala klinis timbul lebih ringan dari
pada infeksi primer dan berlangsung kira-kira
7 sampai 10 hari. Sering ditemukan gejala
prodomal lokal sebelum timbul vesikel berupa
rasa panas, gatal, dan nyeri. Infeksi rekurens
ini dapat timbul pada/tempat yang sama (loco)
atau temat lain/tempat disekitarnya (nonloco).
19
Serangan pertama herpes genitalis
merupakan serangan paling berat. Kejadian ini
terjadi setelah kontak seksual dengan orang
yang telah sembuh dari herpes genitalis.
Permukaan dalam labia mayora adalah bagian
paling mungkin terinfeksi. Setelah rasa gatal
dan rasa terbakar yang berlangsung singkat,
timbul kumpulan benjolan yang terasa pedih,
yang kemudian menjadi vesikel setelah 24 jam.
Vesikel cepat mengalami ulserasi membentuk
ulkus multiple yang dangkal dan terasa pedih.
Jaringan disekitarnya menjadi edematus dan
dapat timbul infeksi sekunder, yang justru
memperberat edema dan nyeri. Pada beberapa
kasus lesi seperti ini menyebabkan rasa nyeri
dan kesulitan miksi. Setelah 5 hari, ulkus
menjadi krusta dan sembuh perlahan-lahan ,
penyembuhan terjadi setelah 7-12 hari setelah
muncul vesikel. Dalam masa ini dan setelah 7
hari sembuh, virus dilepaskan dari daerah yang
terinfeksi. Virus juga masuk kedalam sarung
20
mielin saraf sensorik yang mensarafi daerah
yang terinfeksi, naik dan tinggal di radiks
ganlion dorsalis. Virus ini kemungkinan
bersifat dornan selama kehidupan seseorang
atau terjadi reaktivasi dan turun kembali
lewat sepanjang saraf sehingga timbul serangan
herpes yang baru. Serangan kedua dan
berikutnya kurang berat tetapi menyebabkan
rasa tidak nyaman yang mengganggu dan meganggu
hubungan seksual.
Rekurensi sekali terjadi pada 30 %
wanita yang terkena, dan antara 2-5 % dapat
mengalami serangan rekurens, kadang-kadang
lebih dari 6 kali setahun. Kekerapan rekurens
semakin berkurang dengan berlalunya waktu dan
mungkin berhenti sama sekali. Pada kebanyakan
kasus, penyebab rekurensi tidak diketahui,
tetapi lebih sering terjadi pada fase luteal
siklus menstruasi, jika wanita mempunyai
infeksi penyakit seksual wanita lainnya, atau
jka mengalami stres emosional.
21
2.6. Herpes genitalis pada kehamilan
Herpes genitalis pada kehamilan perlu
mendapat perhatian yang serius, karena melalui
plasenta virus dapat masuk kesirkulaasi fetal
dan membahaykan bagi janin karena dapat
menimbulkan kerusakan atau kematian. Infeksi
neonatal mempunyai angka mortalitas 60%,
separuh yang hidup, menderita cacat neurologik
dan kecacatan mata.
Kelainan pada bayi dapat berupa
ensefalitis, keratokonjungtivitis atau
hepatitis. Disamping itu dapat pula timbul
lesi pada kulit. Beberapa ahli kandungan
mengambil sikap partus secara secsio. Caesaria
bila pada kasus melahirkan seorang ibu
menderita infeksi ini. Tindakan ini sebaiknya
dia
2.7. Diagnosa Herpes genitalis
22
Adanya banyak ulkus menegakkan diagnosis
sementara herpes genitalis, yang harus
dikonfirmasi dengan menusuk vesikel untuk
mendapatkan cairan vesikel atau dengan
menggosok vesikel dengan ujung kapas lidi
(setelah mengoleskan lignokain 20% beberapa
menit sebelumnya) untuk mendapatkan sel epitel
dan mengirimkannya dalam medium transpor virus
untuk dibiakkan.
2.6. Diagnosis Banding
Herpes simpleks di daerah sekitar mulut
dan hidung harus dibedakan dengan impetigo
vesiko bulosa. Pada daerah genitalia harus
dibedakan dengan ulkus durum, ulkus mole, dan
ulkus mikstum, maupun ulkus yang mendahului
penyakit venerum.
2.7. Pengobatan Herpes Genitalis
Sampai saat ini belum ada terapi yang
memberikan penyembuhan radikal, artinya tidak
ada pengobatan yang dapat mencegah episode
rekurens secara tuntas. Pada lesi yang dini
23
dapat digunakan obat yang topikal berupa
salap/krim yang mengandung preparat
idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-p)
dengan cara aplikasi, yang sering dengan
interval beberapa jam. Preparat asiklovir
(zovirax) yang dipakai secara topikal
nampaknya memberikan masa depan yang cerah.
Asiklovir ini cara kerjanya menganggu
replikasi DNA virus. Klinis hanya bermanfaat
jika keadaan sedang aktif. Jika timbul
ulserasi dapat dilakukan kompres. Pengobatan
oral dengan preparat asiklovir tampaknya
memberikan hasil yang baik.
2.8. Prognosa Eritrasma
Prognosis cukup baik, bila semua lesi
diobati dengan tekun dan menyeluruh.
2.10. Pencegahan Eritrasma
Faktor higiene dan kebersihan kulit
sangat penting diperhatikan. Untuk menjaga
24
higiene dan kebersihan kulit, dapat
dipergunakan sabun-sabun antiseptik untuk
pencegahan.
BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Eritrasma adalah suatu peradangan
superfisialis ringan yang terlokalisasi pada
kulit dan menahun, yang disebabkan oleh
bakteri yang erat kaitannya dengan bakteria
Coryneform aerobic, yang biasanya diketahui
sebagai C. minutissimum. Peyakit ini bersifat
universal, namun lebih banyak terlihat di
daerah tropik.
25
Eritrasma sering terjadi pada
penderita Diebetes melitus. Untuk diagnosis,
gambaran klinik yang khas dengan pemeriksaan
lampu Wood yang positif serta pemeriksaan
gram. Lama pengobatan bervariasi 1 hingga 2
minggu, fusidin topical dan tetrasiklin dapat
pula diberikan. Faktor higiene penting untuk
pencegahan.
1.2. Saran
Anamnesis yang teliti merupakan bagian
terpenting untuk mendapatkan diagnosa yang
tepat terhadap suatu penyakit. Pemeriksaan
seksama untuk lokasi, ukuran dan bentuk
massa, permukaannya, konsistensi, batas,
mobilitas. Disini penulis menyadari dalam
penulisan karya ilmiah dalam penulisan karya
ilmiah ini banyak mengalami kekurangan, dan
penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun, semoga karya ilmiah ini
dapat memberikan informasi serta semangat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
26
BAB IV
DAFTAR RUJUKAN
Bickley, Lynn S. 2009. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayatkesehatan Bates.Jakarta: EGC.
Djuanda, Adhi. 2007. ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN.Jakarta: Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia.
Graham-Brown, Robin. 2010. Dermatologi Dasar untuk PraktikKlinik. Jakarta: EGC.
Gunawan, Sulistia Gan. 2007. FARMAKOLOGI DAN TERAPI.Jakarta: Universitas Indonesia.
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu penyakit kulit. Jakarta:Hipokrates.
Leeson, C. Roland. 1996. Buku Teks Histologi. Jakarta: EGC.
Markam, Soemarmo dkk. 2011. Kamus Kedokteran. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem.Jakarta: EGC.
27