+ All Categories
Home > Documents > Hukum Perselingkuhan bagi Pegawai Negeri Sipil

Hukum Perselingkuhan bagi Pegawai Negeri Sipil

Date post: 17-Nov-2023
Category:
Upload: independent
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
23
Hukum Perselingkuhan bagi Pegawai Negeri Sipil (Sebuah Analisis Normaf) UPLOADED BY Y. Fakhri Advokat VIEWS 29,179 CONNECT TO DOWNLOAD GET DOC READ PAPER Hukum Perselingkuhan bagi Pegawai Negeri Sipil (Sebuah Analisis Normaf) DOWNLOAD Ayat (2) : dak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalamtempo 3 bulan diik u dengan permintaan cerai atau berpisah meja dantempat dur, karena alasan itu juga. Pasal 27 BW ini juga dikenal dengan asas monogami dalamKUHPerdata, dimana pada waktu yang sa ma, seorang lelaki hanya bolehterikat perkawinan dengan satu orang perempuan saja; dan seorangp erempuan hanya dengan satu orang lelaki sajaPerzinahan termasuk delik aduan, sebagaimana tercantum dalamKUHPidana pasal 184 ayat (2) d iatas. maka langkah-langkah yang dapatdiambil adalah melakukan pengaduan dari suami/istri ke pihak yang berwajibdan pihak yang berwajib akan memproses/menindaklanju. Jika PNS termasuk dalam pasal 27 BW, pengaduan dak diindahkansel ama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelumputusan yang menyatakan pisah meja dan tempat dur menjadi tetap.Namun pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidangpengadilan belum
Transcript

Hukum Perselingkuhan bagi Pegawai Negeri Sipil (Sebuah Analisis Normatif)

UPLOADED BY

Y. Fakhri Advokat

VIEWS

29,179

CONNECT TO DOWNLOAD

GET DOC

READ PAPER

Hukum Perselingkuhan bagi Pegawai Negeri Sipil (Sebuah Analisis Normatif)

DOWNLOAD

Ayat (2)

: tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalamtempo 3 bulan diikuti dengan permintaan cerai atau berpisah meja dantempat tidur, karena alasan itu juga.

Pasal 27 BW ini juga dikenal dengan asas monogami dalamKUHPerdata, dimana pada waktu yang sama, seorang lelaki hanya bolehterikat perkawinan dengan satu orang perempuan saja; dan seorangperempuan hanya dengan satu orang lelaki sajaPerzinahan termasuk delik aduan, sebagaimana tercantum dalamKUHPidana pasal 184 ayat (2) diatas. maka langkah-langkah yang dapatdiambil adalah melakukan pengaduan dari suami/istri ke pihak yang berwajibdan pihak yang berwajib akan memproses/menindaklanjuti. Jika PNS termasuk dalam pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkanselama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelumputusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.Namun pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidangpengadilan belum

dimulai. Terkait perzinahan MA juga menguatkan dengan SURAT EDARANMAHMAKAH ANGUNG (SEMA) Nomor 08 Tahun 1980: dengan ini dimintakandengan hormat perhatiaan akan hal-hal yang berikut :1.Dalam Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawanan, dianutazas monogami sebagai tertera pada pasal 3 undang-undang tersebutdan menurut pasal 4 dan 5 seorang suami hanya dapat beristeri lebihdari seorang bila diizinkan oleh Pengadilan agama, sedangkan izintermasud hanya dapat diberikan dalam keadaan dan bila dipenuhisyarat-syarat tercantum dalam pasal-pasal ini2.Dengan demikian terhadap seorang suami (yang tidak tunduk padapasal 27 B.W) yang tidak ada izin beristri lebih dari seorang, berlakupula azas monogami seperti yang terdapat pada pasal 27 B.W3.Maka pasal 284 (1) a KUHP berlaku pula terhadap para suami,yangtidak tunduk pada pasal 27 B.W dan tidak ada izin dari pengadilanAgama untuk beristeri lebih dari seorang, yang melakukanperizinansesudah berlakunya Undang-undang pokok perkawinan4.Oleh karena itu, seorang suami yang berzinah, baik hal tersebutdilakukan dengan seorang wanita yang telah maupun yang tidakkawin, malakukan perzinahan ini sebagai”pelaku”(dader)

5.Maka dalam hal seorang suami berzinah dengan seorang wanita yangkawin, seperti halnya kasus dalam putusan Mahkamah Agungtersebut, ia dapat dipersalahkan sebagai”pelaku”perzinahan sebagaidimaksudkan oleh pasal 284 (1) 1 a KUHPDengan demikian yurispendensi telah mengariskan keseimbangan dalamperlakuan hukum antara seorang suami dan seorang isteri yangdituduhkan melakukan“penzinahan“ex pasal 284 KUHP tersebut.

IV.Kesimpulan

Maka dari uraikan fakta-fakta hukum diatas, maka saudara B atasperbuatannya dapat dikenakan sanksi administrasi maupun sanksipidana,A.Sanksi AdministrasiBahwa benar saudara B telah mengabaikan aturan tentang Perkawinandan perceraian bagi seseorang yang berstatus PNS sebagaimana diaturdalam

PP Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan atasPeraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang IzinPerkawinan dan Perceraian Bagi PNS.

Khususnya Pasal 4 dan 6,dimana seorang Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dariseorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat, dan dalamsurat permintaan izin yang bersangkutan harus dicantumkan alasan yanglengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristeri lebih dariseorang atau untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat, dan Pejabatharus meminta keterangan tambahan dari isteri/suami dari PegawaiNegeri Sipil yang mengajukan permintaan izin itu atau dari pihak lainyang dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan.Akibat perbuatannya saudara B dapat dikenakan sanksi tingkat III,yakni hukuman disiplin berat (Vide Pasal 7 PP No 53 Tahun 2010 TentangPerubahan atas PP Nomor 30 Tahun 1980 Disiplin Pegawai Negeri Sipil)berupa, penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun,Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah,Pembebasan dari jabata

n, pemberhentian dengan hormat tidak ataspermintaan sendiri sebagai PNS atau bahkan pemberhentian tidakdengan hormat sebagai PNS.

B.Sanksi Pidana

Bahwa

Selain itu melanggar ketentuan mengenai disiplin PNS,saudara B juga dapat dipidakan karena telah melakukan tindak pidanakejahatan terhadap Kesusilaan sebagaimana diatur pada

Pasal 184KUHPidana

tentang perzinahan yang diancam

hukuman pidanapenjara maksimal 9 bulan.

Terbukti telah melakukan perzinahandengan MA yang masing-masing masih terikat atas perkawinan yang sah.Namun karena pidana ini merupakan delik aduan, maka yang berhakmengadukan adalah istri yang sah yakni ibu ND-D lah yang berhakmengadukan kasus ini kepihak berwajib.

Contact : +62852 6009 7701Email : [email protected] Facebook : www.facebook.com/Yanwar Fakhri

Analisis Yuridis atas kasus perselingkuhan SekdaOleh : Yanwar Fakhri S.H

A.Pengantar

Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdimasyarakat yang harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalamtingkah laku, tindakan dan ketaatan kepada peraturan perundang-undanganyang berlaku, termasuk menyelenggarakan kehidupan berkeluarga;Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorangwanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagiadan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka beristri lebih dariseorang dan perceraian sejauh mungkin harus dihindarkan dalam kehidupanberkeluarga;

B.Duduk Perkara

Bahwa saudara B (50 thn) adalah seorang Pegawai Negeri Sipil dilingkunganPemkab x, dan merupakan putra kelahiran Desa XXX yang saat telahmemiliki 3(tiga) orang anak.Bahwa saudara B telah menikah dengan seorang wanita berinisial BD-D yangselanjutnya disebut sebagai istri pertama;Bahwa selain telah menikah dengan ibuk BD-D, saudara B juga telahmenikah dengan ibu AJJ selama kurang lebih 10 tahun yang selanjutnyadisebut sebagai istri kedua;Bahwa ibu BD-D dan ibu AJJ adalah istri sah saudara B yang saat ini keduaberdomisili di kota Y;Bahwa antara ibu BD-D dan ibu AJJ tidak saling mengenal satu dengan yanglainnya.Bahwa pada hari Selasa tanggal 08 Januari 2013 Bupati x melantik saudara Bsebagai Sekretaris Daerah x. Pelantikan tersebut terjadi pada pukul 14.00wib di Aula Serba Guna Sekda kabupaten x;

Bahwa sebelum diangkat sebagai sekda x saudara B juga pernah menjabatsebagai anggota DPRD di daerah Y, pernah bertugas di Dinas PendidikanKota Y sebagai kepala bidang, pernah pula menjadi Kepala Dinas PendidikanKota Z, dan setelah itu diangkat di BKD Z. Yang bersangkutan juga pernahmenjadi Kepala Dinas Pendididikan Propinsi X, dan Asisten Deputi padasebuah Kementrian.Bahwa diduga telah berselingkuh antara Saudara B dengan dengan seorangperempuan berinisial MA (28 thn) yang saat ini berkerja sebagai tenagahonorer di Pemkab X.Bahwa kasus dugaan perselingkuhan ini terungkap pada bulan maret,setelah istri kedua B berinisial AJJ yang mendatangi pak DN (32) di daerah X;Bahwa Pak DN (32) merupakan suami sah dari bernisial MA (28 thn) dantelah dikarunia seorang anak. Namun DN saat ini sedang menghadapigugatan cerai dari istrinya pasca terungkap perselingkuhan itu;Bahwa AJ menuding DN (32 thn) tidak membina istrinya dengan baik hinggamenggangu rumah tangganya. Hal tersebut dibuktikan dengan isi bbm “sayang-sayang” dari MA kepada;Bahwa pada suatu hari DN dan AJ serta sejumlah keluarga yang lain sama–sama dan melakukan investigasi ke pusat pemerintahan di daerah X;Bahwan dalam investigasi tersebut ditemukan bahwa, bukan cuma sms“sayang” tetapi MA juga diduga sempat menginap dua malam dirumah dinasSekda, sementara waktu itu Sekda sedang tidak ditemani istrinya;Bahwa Setelah itu, rombongan pencari kebenaran isu perselingkuhan itubergerak mencari tempat cost MA, di dalam kamar cost juga ditemukan satubaju kaos berwarna hitam

dengan motif aksara Thailand.Bahwa menurut AJ, kaos oblong itu adalah milik pak sekda alias B yang dibeliwaktu sama-sama ke Thailand, Hal tersebut juga dibuktikan dengan foto-fotoantara keduanya yang telah diunggah kedalam facebook. Dan sebuah Hpproduk china yang didalamnya tercatat panggilan masuk dan keluar kenomor Pak Sekda

C.Dasar Hukum.

1.Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan2.Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokokKepegawaian3.Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang PelaksanaanUndang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;4.Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1975 tentang WewenangPengangkatan Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;5.Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang PeraturanDisiplin Pegawai Negeri Sipil;6.Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinandan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.7.Pasal 15 Peaturan Pemerintah Nomor 45/1990 Tentang Izin Perkawinandan Perceraian Bagi PNS8.Peaturan Pemerintah No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS

d.tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atauberhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;e.tidak lagi memenuhi syarat sebagai Sekretaris Daerah Aceh dansekretaris daerah kabupaten/kota;

f.melanggar peraturan disiplin pegawai negeri sipil denganhukuman disiplin tingkat berat;

g.ditetapkan sebagai terdakwa karena melakukan tindak pidana yangada kaitannya dengan jabatan atau melakukan tindak pidana yangdiancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; atauh.melakukan pelanggaran Qanun Syari’at Islam.

Pasal 22

1.Bupati/wali kota mengusulkan secara tertulis pemberhentian sekretarisdaerah kabubaten/kota kepada Gubernur berdasarkan alasanpemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.2.Bupati/wali kota berkonsultasi dengan Gubernur sebelummenyampaikan usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat(1).3.Berdasarkan usul bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat(1) Gubernur menetapkan pemberhentian sekretaris daerahkabupaten/kota.

E.SAKSI PIDANAPasal 284 KUHP

Perselingkuhan di dalam hukum pidana termasuk kejahatan terhadapkesusilaan. Pengaturan yang lebih spesifiknya terdapat dalam

Pasal 284KUHP

yang menyatakan bahwa:Ayat (1) ;

Diancam dengan

 pidana penjara paling lama ( 9 ) sembilanbulan :

a.seorang pria yang telah kawin yang melakukan zina/gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW/KUHPerdata berlaku baginya;b.seorang wanita yang telah kawin yang melakukan zina/gendak, padahaldiketahui bahwa pasal 27 BW/KUHPerdata berlaku baginya;

Ayat (2)

: tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalamtempo 3 bulan diikuti dengan permintaan cerai atau berpisah meja dantempat tidur, karena alasan itu juga.

Pasal 27 BW ini juga dikenal dengan asas monogami dalamKUHPerdata, dimana pada waktu yang sama, seorang lelaki hanya bolehterikat perkawinan dengan satu orang perempuan saja; dan seorangperempuan hanya dengan satu orang lelaki sajaPerzinahan termasuk delik aduan, sebagaimana tercantum dalamKUHPidana pasal 184 ayat (2) diatas. maka langkah-langkah yang dapatdiambil adalah melakukan pengaduan dari suami/istri ke pihak yang berwajibdan pihak yang berwajib akan memproses/menindaklanjuti. Jika PNS termasuk dalam pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkanselama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelumputusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.Namun pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidangpengadilan belum dimulai. Terkait perzinahan MA juga menguatkan dengan SURAT EDARANMAHMAKAH ANGUNG (SEMA) Nomor 08 Tahun 1980: dengan ini dimintakandengan hormat perhatiaan akan hal-hal yang berikut :1.Dalam Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawanan, dianutazas monogami sebagai tertera pada pasal 3 undang-undang tersebutdan menurut pasal 4 dan 5 seorang suami hanya dapat beristeri lebihdari seorang bila diizinkan oleh Pengadilan agama, sedangkan izintermasud hanya dapat diberikan dalam keadaan dan bila dipenuhisyarat-syarat tercantum dalam pasal-pasal ini2.Dengan demikian terhadap seorang suami (yang tidak tunduk padapasal 27 B.W) yang tidak ada izin beristri lebih dari seorang, berlakupula azas monogami seperti yang terdapat pada pasal 27 B.W3.Maka pasal 284 (1) a KUHP berlaku pula terhadap para suami,yangtidak tunduk pada pasal 27 B.W dan tidak ada izin dari pengadilanAgama untuk beristeri lebih dari seorang, yang melakukanperizinansesudah berlakunya Undang-undang pokok

perkawinan4.Oleh karena itu, seorang suami yang berzinah, baik hal tersebutdilakukan dengan seorang wanita yang telah maupun yang tidakkawin, malakukan perzinahan ini sebagai”pelaku”(dader)

5.Maka dalam hal seorang suami berzinah dengan seorang wanita yangkawin, seperti halnya kasus dalam putusan Mahkamah Agungtersebut, ia dapat dipersalahkan sebagai”pelaku”perzinahan sebagaidimaksudkan oleh pasal 284 (1) 1 a KUHPDengan demikian yurispendensi telah mengariskan keseimbangan dalamperlakuan hukum antara seorang suami dan seorang isteri yangdituduhkan melakukan“penzinahan“ex pasal 284 KUHP tersebut.

IV.Kesimpulan

Maka dari uraikan fakta-fakta hukum diatas, maka saudara B atasperbuatannya dapat dikenakan sanksi administrasi maupun sanksipidana,A.Sanksi AdministrasiBahwa benar saudara B telah mengabaikan aturan tentang Perkawinandan perceraian bagi seseorang yang berstatus PNS sebagaimana diaturdalam

PP Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan atasPeraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang IzinPerkawinan dan Perceraian Bagi PNS.

Khususnya Pasal 4 dan 6,dimana seorang Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dariseorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat, dan dalamsurat permintaan izin yang bersangkutan harus dicantumkan alasan yanglengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristeri lebih dariseorang atau untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat, dan Pejabatharus meminta keterangan tambahan dari isteri/suami dari PegawaiNegeri Sipil yang mengajukan permintaan izin itu atau dari pihak lainyang dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan.Akibat perbuatannya saudara B dapat dikenakan sanksi tingkat III,yakni hukuman disiplin berat (Vide Pasal 7 PP No 53 Tahun 2010 TentangPerubahan atas PP Nomor 30 Tahun 1980 Disiplin Pegawai Negeri Sipil)berupa, penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun,Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah,Pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak ataspermintaan sendiri sebagai PNS atau bahkan pemberhentian tidakdengan hormat sebagai PNS

SANKSI BAGI PNS PELANGGAR DISIPLIN

Diterbitkannya Peraturan Pemerintah No.53/2010 tentang Disiplin PNS merupakan langkah awal untuk menciptakan aparatur yang profesional sebagai pengganti PP No. 30 Tahun 1980 yang bersifat umum.Sanksi bagi pelanggar disiplin tentang ketentuan tidak masuk kerja, seperti tercantum dalam pasal 8, yang memberikan sanksi diatur secara bertingkat (lihat tabel). Selain itu, pelanggaran terhadap kewajiban jam kerja dan mentaati ketentuan jam kerja dihitung secara kumulatif dan jika jumlahnya mencapai 7,2 jam dikonversi menjadi satu hari.

Diterbitkannya Peraturan Pemerintah No.53/2010 tentang Disiplin PNS merupakan langkah awal untuk menciptakan aparatur yang profesional sebagai pengganti PP No. 30 Tahun 1980 yang bersifat umum.

Sanksi bagi pelanggar disiplin tentang ketentuan tidak masuk kerja, seperti tercantum dalam pasal 8, yang memberikan sanksi diatur secara bertingkat (lihat tabel). Selain itu, pelanggaran terhadap kewajiban jam kerja dan mentaati ketentuan jam kerja dihitung secara kumulatif dan jika jumlahnya mencapai 7,2 jam dikonversi menjadi satu hari.

Kelompok Jumlah hari tidak masuk kerja Sanksi

I 5 - 15 (hari) Disiplin Ringan

5 teguran lisan

6 - 10 teguran tertulis

11 - 15 pernyataan tidak puas secara tertulis

II 16 - 30 (hari) Disiplin Sedang

6 - 20 penundaan Kenaikan Gaji Berkala (KGB)

21 - 25 penundaan kenaikan pangkat

26 - 30 punurunan pangkat selama satu tahun

III 31 - 45 (hari) Disiplin Berat

31 - 35 punurunan pangkat selama tiga tahun

36 - 40 penurunan jabatan

41 - 45 pembebasan jabatan

≥ 46 pemberhentian dengan atau tidak dengan hormat

INILAH POKOK-POKOK UNDANG-UNDANG APARATUR SIPIL NEGARA

http://setkab.go.id/berita-11840-inilah-pokok-pokok-undang-undang-aparatur-sipil-negara-1.html

Setelah disetujui oleh DPR-RI pada Rapat Paripurna, 19 Desember 2013, Rancangan Undang-Undang (RUU) Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 15 Januari 2014 telah disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Berikut Pokok-Pokok dari UU No. 5/2014 tentang ASN:

I. Jenis, Status, dan Kedudukan

Pegawai ASN terdiri atas: a. Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan b. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). PNS sebagaimana dimaksud merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional. Adapun PPPK merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang ASN.

"Pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur negara, yang melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan Instansi Pemerintah, harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik," bunyi Pasal 8 dan Pasal 9 Ayat (1,2) Undang-Undang ini.

II. Jabatan ASN

Jabatan ASN terdiri atas: a. Jabatan Administrasi; b. Jabatan Fungsional; dan c. Jabatan Pimpinan Tinggi.

Jabatan Administrasi sebagaimana dimaksud terdiri atas: a. Jabatan administrator; b. Jabatan pengawas; dan c. Jabatan pelaksana.

Pejabat dalam jabatan administrator menurut UU ini, bertanggung jawab memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan. Adapun pejabat dalam jabatan pengawas bertanggung jawab mengendalikan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pelaksana; sementara pejabat dalam jabatan pelaksana melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan.

"Setiap jabatan sebagaimana dimaksud ditetapkan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan," bunyi Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini.

Sedangkan Jabatan Fungsional dalam ASN terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional ketrampilan. Untuk jabatan fungsional keahlian terdiri atas: a. Ahli utama; b. Ahli madya; c. Ahli muda; dan d. Ahli pertama. Sementara jabatan fungsional ketrampilan terdiri atas: a. Penyelia; b. Mahir; c. Terampil; dan d. Pemula.

Untuk jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas: a. Jabatan pimpinan tinggi utama; b. Jabatan pimpinan tinggi madya; dan c. Jabatan pimpinan tinggi pratama.

Jabatan Pimpinan Tinggi berfungsi memimpin dan memotivasi setiap Pegawai ASN pada Instansi Pemerintah melalui: a. Kepeloporan dalam bidang keahlian profesional; analisis dan rekomendasi kebijakan; dan kepemimpinan manajemen; b. Pengembangan kerjasama dengan instansi lain; dan c. Keteladanan dalam mengamalkan nilai dasar ASN, dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku ASN.

"Untuk setiap jabatan Pimpinan Tinggi ditetapkan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan," bunyi Pasal 19 Ayat (3) UU ini sembari menambahkan, ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Menurut UU ini, jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN. Adapun jabatan ASN tertentu dapat diisi dari: a. Prajurit TNI; dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

III. Hak dan Kewajiban

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini menegaskan, PNS berhak memperoleh: a. Gaji, tunjangan, dan fasilitas; b. Cuti; c. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua; d. Perlindungan; dan e. Pengembangan kompetensi. Adapun PPPK berhak memperoleh: a. Gaji dan tunjangan; b. Cuti; c. Perlindungan; dan d. Pengembangan kompetensi.

Sedangkan kewajiban ASN: a. Setia dan taat kepada Pancasila, UUD Tahun 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah; b. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; c. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang; d. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan; e. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab; f. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan; g. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan h. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah NKRI.

"Ketentuan lebih lanjut mengenak hak PNS, hak PPPK, dan kewajiban Pegawai ASN diatur dengan Peraturan Pemerintah," bunyi Pasal 24 UU. No. 5/2014 ini.

IV. Kelembagaan

Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). Untuk menyelenggaraan kekuasaan dimaksud, Presiden mendelegasikan kepada:

a. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrrasi (PAN-RB) berkaitan dengan kewenangan perumusan dan penetapan kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, serta pengawasan atas pelaksanaan kebijakan ASN;

b. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) berkaitan dengan kewenangan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan Manajemen ASN untuk menjamin perwujudan Sistem Merit serta pengawasan terhadap penerapan asas kode etik dan kode perilaku ASN;

c. Lembaga Administrasi Negara (LAN) berkaitan dengan kewenangan penelitian, pengkajian kebijakan Manajemen ASN, pembinaan, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ASN; dan

d. Badan Kepegawaian Negara (BKN) berkaitan dengan kewenangan penyelenggaraan Manajemen ASN, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria Manajemen ASN.

"Menteri PAN-RB berwenang menetapkan kebijakan di bidang pendayagunaan Pegawai ASN," bunyi Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 itu.

Undang-Undang ini menyebutkan, kebijakan dimaksud termasuk di antaranya kebutuhan Pegawai ASN secara nasional, skala penggajian, tunjangan Pegawai ASN, sistem pensiun PNS, pemindahan PNS antarjabatan, antardaerah, dan antar instansi.

KASN

Menurut genai pasal 27 UU No. 5/2014 ini, KASN merupakan lembaga ninstrukturan yang mandiri dan bebas dari intervensi politik untuk menciptakan Pegawai ASN yang profesional dan berkinerja, memberikan pelayanan secara asil dan netral, serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa.

"KASN berkedudukan di ibu kota negara," bunyi Pasal 29 UU ini.

Adapun tugas KASN adalah: a. Menjaga netralitas Pegawai ASN; b. Melakukan pengawasan atas pembinaan profesi ASN; dan c. Melaporkan pengawasan evaluasi pelaksanaan kebijakan Manajemen ASN kepada Presiden.

Dalam melaksanakan tugasnya, KASN dapat melakukan penelusuran data dan informasi terhadap Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN pada Instansi Pemerintah; melakukan pen gawasan terhadap pelaksanaan fungsi Pegawai ASN sebagai pemersatu bangsa; menerima laporan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; melakukan penelusuran data dan informasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; dan melakukan upaya pencegahan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN.

KASN berwenang: a. Mengawasi setiap tahapan proses pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi mulai dari pembentukan panitia seleksi, pengumuman lowongan, pelaksanaan seleksi, pengumuman nama calon, penetapan, dan pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi; b. Mengawasi dan mengevaluasai

penerapan asas, nilai dasar kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; c. Meminta informasi dari pegawai ASN dan masyarakat mengenai laporan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; c. Memeriksa dokumen terkait pelanggaran Pegawai ASN; dane. Meminta klarifikasi dan/atau dokumen yang diperlukan dari Instansi Pemerintah untuk pemeriksaan laporanatas pelanggaraan Pegawai ASN.

"KASN berwenang untuk memutuskan adanya pelanggaran kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN untuk disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang Berwenang untuk wajib ditindaklanjuti," bunyi Pasal 32 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 itu.

Terhadap hasil pengawasan yang tidak ditindaklanjuti, KASN merekomendasikan kepada Presiden untuk menjatuhkan sanksi terhadap Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang berwenang yang melanggar prinsip Sistem Merit dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Susunan dan Seleksi KASN

Menurut Pasal 35 UU ini, KASN terdiri atas 1 (satu) orang ketua merangkap anggota, 1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota, dan 5 (lima) anggota.

"KASN dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dibantu oleh asisten dan Pejabat Fungsional keahlian yang dibutuhkan," bunyi Pasal 36 Ayat (1) UU No. 5/2014 ini. Sementara pada Pasal 37 disebutkan, KASN dibantu oleh Sekretariat yang dipimpin oleh seorang kepala sekretariat, yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Anggota KASN terdiri dari unsur pemerintah dan/atau non pemerintah, berusia paling rendah 50 tahun pada saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota KASN; tidak sedang menjadi anggota partai politik dan/atau tidak sedang menduduki jabatan politik, mampu secara jasmani dan rohani untuk melaksanakan tugas; memiliki kemampuan, pengalaman, dan/atau pengetahuan di bidang manajemen sumber daya manusia; berpendidikan paling rendah strata dua (S2) di bidang administrasi negara, manajemen sumber daya manusia, kebijakan publik, ilmu hukum, ilmu pemerintahan, dan/atau S2 di bidang lain yang memiliki pengalaman di bidang manajemen Sumber Daya Manusia.

Anggota KASN diseleksi dan diusulkan oleh tim seleksi yang beranggotakan 5 (lima) orang yang dibentuk oleh Menteri PAN-RB. Tim seleksi dipimpin oleh Menteri dan melakukan tugas selama 3 (tiga) bulan sejak pengangkatan.

"Presiden menetapkan ketua, wakil ketua, dan anggota KASN dari anggota KASN terpilih yang diusulkan oleh tim seleksi," bunyi Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini, sementara di Pasal 40 Ayat (2) disebutkan, Ketua, Wakil Ketua, dan anggota KASN ditetapkan dan diangkat oleh Presiden untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

V. Mutasi, Penggajian, dan Pemberhentian

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara disebutkan, setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam 1 (satu) Instansi Pusat, antar

Instansi Pusat, 1 (satu) Instansi Daerah, antar Instansi Daerah, antar Instansi Pusat dan Instansi Daerah, dank e perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia di luar negeri.

Mutasi PNS dalam satu Instansi Pusat atau Instansi Daerah dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian; antar kabupaten/kota dalam satu provinsi ditetapkan oleh Gubernur setelah memperoleh pertimbangan kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN); antar kabupaten/kota antar provinsi, dan antar provinsi ditetapkan oleh Menteri PAN-RB setelah memperoleh pertimbangan kepala BKN; mutasi PNS provinsi/kabupaten/kota ke Instansi Pusat atau sebaliknya ditetapkan oleh Kepala BKN; dan mutasi PNS antar Instansi Pusat ditetapkan oleh Kepala BKN.

"Mutasi PNS dilakukan dengan memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan," bunyi Pasal 73 Ayat (7) UU. No. 5/2014 ini.

Pasal 79 UU ini menegaskan, pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PNS serta menjamin Kesejahteraan PNS. Gaji dibayarkan sesuai dengan beban kerja, tanggung jawab, dan resiko pekerjaan.

Selain gaji, PNS juga menerima tunjangan dan fasilitas, yang meliputi tunjangan kinerja (dibayarkan sesuai pencapaian kinerja) dan tunjangan kemahalan (dibayarkan sesuai dengan tingkat kemahalan berdasarkan indeks harga di daerah masing-masing).

"Ketentuan lebih lanjut mengenai gaji, tunjangan kinerja, tunjangan kemahalan, dan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 dan Pasal 80 diatur dengan Peraturan Pemerintah," bunyi Pasal 81 UU ini.

Undang-Undang ini juga menegaskan, PNS yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi kerja dalam melaksanakan tugasnya dapat diberikan penghargaan berupa: a. tanda kehormatan; b. kenaikan pangkat istimewa; c. kesempatan prioritas untuk pengembangan kompetensi; dan/atau d. kesempatan mengadiri acara resmi dan/atau acara kenegaraan.

Adapun PNS yang dijatuhi sanksi administrative tingkat berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat, dicabut haknya untuk memakai tanda kehormatan berdasarkan undang-undang ini.

VI. Pemberhentian

Mengenai pemberhenti, UU ASN ini menyebutkan, bahwa PNS diberhentikan dengan hormat karena: a. meninggal dunia; b. atas permintaan sendiri; c. mencapai batas usia pension; d. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; atau e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban.

Selain itu, PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena hukuman penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan tidak berencana.

PNS juga dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat.

Adapun PNS diberhentikan dengan tidak hormat karena: a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUUD 1945; b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum; c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; dan d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pindana yang dilakukan dengan berencana.

Pasal 88 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini menyebutkan, PNS diberhenikan sementara apabila: a. diangkat menjadi pejabat negara; b. diangkat menjadi komisioner atau anggota lembaga non structural; atau c. ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana.

"Pengaktifan kembali PNS yang diberhentikan sementara dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian," bunyi Pasal 88 Ayat (2) UU No. 5/2014 ini.

Adapun mengenai Batas Usia Pensiun (BUP), pasal 90 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini meyebutkan, yaitu: a. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pejabat Administrasi; b. 60 (enam puluh) tahun bagi Pejabat Pimpinan Tinggi; dan c. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Pejabat Fungsional.

PNS yang berhenti bekerja, menurut Pasal 91 UU ini, berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari tua sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"PNS diberikan jaminan pensiun apabila: a. meninggal dunia; b. atas permintaan sendiri dengan usia dan masa kerja tertentu; c. mencapai batas usia pension; d. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; atau e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban," bunyi Pasal 91 Ayat (2) UU ini.

Disebutkan dalam UU ini, jaminan pension PNS dan jaminan hari tua PNS diberikan sebagai perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua, sebagai hak dan sebagai penghargaan atas pengabdian PNS. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua sebagaimana dimaksud mencakup jaminan pensiun dan jaminan hari tua yang diberikan dalam program jaminan sosial nasional.

VII. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menegaskan, pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan masdya sebagaimana dimaksud dilakukan pada tingkat nasional," bunyi Pasal 108 Ayat (2) UU tersebut.

Adapun pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS, yang dilakukan secara terbuka dan kompetitif pada tingkat nasional atau antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi.

Menurut UU No. 5/2014 ini, jabatan pimpinan tinggi utama dan madya tertentu dapat berasald ari kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden yang pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam Keputusan Presiden.

Selain itu, jabatan pimpinan tinggi dapat pula diisi oleh prajurit TNI dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) setelah mengundurkan diri adari dinas aktif apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif.

Adapun untuk jabatan pimpinan tinggi di lingkungan Instansi Pemerintah tertentu dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri sesuai dengan kompetensi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Pengisian jabatan pimpinan tinggi dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi Instansi Pemerintah, yang terdiri dari unsur internal maupun eksternal Instansi Pemerintah yang bersangkutan," bunyi Pasal 110 Ayat (1,3) UU tersebut.

Dalam UU ini juga ditegaskan, dalam membentuk panitia seleksi pengisian jabatan pimpinan tinggi, Pejabat Pembina Kepegawaian berkoordinasi dengan Komite Aparatur Sipil Negara (KASN).

Ketentuan mengenai pengisian jabatan pimpinan tinggi ini dapat dikecualikan pada Instansi Pemerintah yang telah menerapkan Sistem Merit dalam pembinaan pegawai ASN dengan persetujuan KASN. "Instansi Pemerintah yang telah menerapkan Sistem Merit dalam pembinaan Pegawai ASN, wajib melaporkan secara berkala kepada KASN untuk mendapatkan persetujuan baru," bunyi Pasal 111 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 itu.

VII.a. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di Instansi Pusat

Untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan/atau madya, panitia seleksi Instansi Pemerintah memilih 3 (tiga) nama calon untuk setiap 1 (sayu) lowongan jabatan. Tiga nama calon pejabat yang ter[ilih disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. Selanjutnya, Pejabat Pembina Kepegawaian mengusulkan 3 (tiga) nama calon sebagaimana dimaksud kepada Presiden.

"Presiden memilih 1 (satu) nama dari 3 (tiga) nama calon yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai pejabat pimpinan tinggi utama dan/atau madya," bunyi Pasal 112 Ayat (4) UU ini.

Adapun untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi. Selanjutnya, panitia seleksi memilih 3 (tiga) nama untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan yang disanpaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian melalui Pejabat yang Berwenang (pejabat yang memiliki kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai ASN).

"Pejabat Pembina Kepegawaian lalu memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama calon yang diusulkan dengan memperhatikan pertimbangan Pejabat yang Berwenang untuk ditetapan sebagai pejabat pimpinan tinggi pratama," bunyi Pasal 113 Ayat (4) UU No. 5/2014 itu.

Untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi madya di tingkat provinsi dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi, yang selanjutnya memilih 3 (tiga) nama calon untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan. Tiga nama calon itu diserahkan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian untuk selanjutnya diusulkan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri

(Mendagri). Presiden akan memilih 1 (satu) nama dari 3 (tiga) nama calon yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai pejabat pimpinan tinggi madya.

Adapun pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi. Selanjutnya, panitia seleksi mengusulkan 3 (tiga) nama calon untuk setiap 1 (satu) lowongan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian melalui Pejabat yang Berwenang. Pejabat Pembina Kepegawaian akan memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama calon untuk ditetapkan dan dilantik sebagai pejabat pembina tinggi pratama.

"Khusus untuk pejabat pimpinan tinggi pratama yang memimpin sekretariat daerah kabupaten/kota sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota dikoordinasikan dengan gubernur," bunyi Pasal 115 Ayat (5) UU ini.

UU ini menegaskan, Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti pejabat pimpinan tinggi selama 2 (dua) tahun tehritung sejak pelantikan pejabat pimpinan tinggi, kecuali pejabat pimpinan tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan tertentu. Selain itu, penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden.

"Jabatan pimpinan tinggi hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun, dan dapat diperpanjang berdasarkan pencaaian kinerja, kesesuaian kompetensi, dan berdasarkan kebutuhan instansi setelah mendapat persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian dan berkoordinasi dengan KASN," bunyi Pasal 117 Ayat (1,2) UU No. 5/2014 itu. (ES)

VIII. Jadi Pejabat Negara

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menegaskan, pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak mendaftar sebagai calon.

Adapun PNS yang diangkat menjadi Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi, BPK, Komisi Yudisial. KPK; c. Menteri dan setingkat menteri; d. Kepala Perwakilan RI di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh; dam pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang , menurut Pasal 123 Ayat (1) UU ini, diberhentikan sementara dari jabatannya, dan tidak kehilangan status sebagai PNS.

"Pegawai ASN dari PNS yang tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud diaktifkan kembali sebagai PNS," bunyi Pasal 123 Ayat (2) UU. No. 5/2014.

Adapun PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil ketua, dan anggota DPR/DPRD; gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon.

Menurut UU ini, PNS yang tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud pada Pasal 123 Ayat (1) dapat menduduki jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrasi, atau jabatan fungsional sepanjang tersedia lowongan jabatan.

"Dalam hal tidak tersedia lowongan jabatan, dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat," bunyi Pasal 124 Ayat (2) UU No. 5/2014.

IX. Organisasi dan Penyelesaian Sengketa

Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia, yang memiliki tujuan menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN, dan mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa.

Sementara untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN, menurut UU No. 5/2014 ini, diperlukan Sistem Informasi ASN, yang diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar-Instansi Pemerintah.

Sistem Informasi ASN memuat seluruh informasi dan data pegawai ASN, yang meliputi: a.Data riwayat hidup; b. Riwayat pendidikan formal dan non formal; c. Riwajat jabatan dan kepangkatan; d. Riwayat penghargaan, tanda jasa, atau tanda kehormatan; e. Riwayat pengalaman berorganisasi; f. Riwayat gaji; g. Riwayat pendidikan dan latihab; h. Daftar penilaian prestasi kerja; i. Surat keputusan; dan j. Kompetensi.

Menurut UU ini, sengketa pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif, yang terdiri dari keberatan dan banding administratif. Keberatan diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum dengan memuat alasan keberatan, dan tembusannya disampaikan kepada pejabat yang berwenang mengukum; adapun banding diajukan kepada badan pertimbangan ASN.

X. Ketentuan Peralihan

Pada Bab Peralihan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 disebutkan, pada saat UU ini mulai berlaku, terhadap jabatan PNS dilakukan penyetaraan:

a. jabatan eselon Ia kepala lembaga pemerintah non kementerian setara dengan jabatan pimpinan tinggi utama;

b. jabatan eselon Ia dan eselon Ib setara dengan jabatan pimpinan tinggi madya;

c. jabatan eselon II setara dengan jabatan pimpinan tinggi pratama;

d. jabatan eselon III setara dengan jabatan administrator;

e. jabatan eselon IV setara dengan jabatan pengawas; dan

f. jabatan eselon V dan fungsional umum setara dengan jabatan pelaksana.

"Penyetaraan sampai dengan berlakunya pelaturan pelaksanaan mengenai jabatan ASN dalam UU ini," bunyi Pasal 131 UU tersebut.

Adapun menyangkut Sistem Informasi ASN, menurut Pasal 133, paling lama tahun 2015 dilaksanakan secara nasional.

Sementara Pasal 134 menegaskan, peraturan pelaksanaan UU ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak UU ini diundangkan.

Sedangkan Komite Aparatur Sipil Negara (KASN) harus dibentuk paling lama 6 (enam) bulan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 itu diundangkan.

"Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," tegas Pasal 141 UU. NO. 5/2014 yang diundangkan pada 15 Januari 2014 itu. (ES)

TUNKER KEMHAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.871, 2011 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Tunjangan Kinerja Pegawai. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN DAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan dilaksanakannya Reformasi Birokrasi, perlu diberikan tunjangan kinerja untuk peningkatan kedisiplinan, profesionalisme dan kinerja pegawai di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia; b. bahwa Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 23 Tahun 2010 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia, belum mengatur secara rinci mengenai hak dan kewajiban pegawai di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia dalam rangka pemberian Tunjangan Kinerja, sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pertahanan tentang Tunjangan Kinerja pegawai di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia; www.djpp.depkumham.go.id 2011, No.871 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3176); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2010, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135); 3. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2010 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia; 4. Peraturan Presiden Nomor 74 tahun 2010 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di lingkungan Kementerian Pertahanan; 5. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/04/M.PAN/4/2009 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi di lingkungan Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah; 6. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 22 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penjatuhan Hukuman Disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil Kementerian Pertahanan (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2010); 7. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 22 Tahun 2011 tentang Hari dan Jam Kerja di Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTAHANAN TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN DAN TENTARA NASIONAL INDONESIA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Tunjangan Kinerja adalah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2010 tentang Tunjangan Kinerja pegawai di lingkungan TNI dan Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2010 tentang Tunjangan Kinerja pegawai di lingkungan Kementerian Pertahanan. www.djpp.depkumham.go.id 3 2011, No.871 2. Pegawai Kementerian Pertahanan adalah Pegawai Negeri dan pegawai lain yang berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang diangkat dalam suatu jabatan atau ditugaskan dan bekerja secara penuh pada satuan organisasi di lingkungan Kementerian Pertahanan. 3. Pegawai Tentara Nasional Indonesia adalah Pegawai Negeri dan pegawai lain yang berdasarkan Keputusan Pejabat yang berwenang diangkat dalam suatu jabatan atau ditugaskan dan bekerja secara penuh pada suatu organisasi di lingkungan Tentara Nasional Indonesia. 4. Disiplin Pegawai Negeri adalah kesanggupan pegawai negeri untuk mentaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin. 5. Hukuman Disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada prajurit TNI dan PNS karena

telah melanggar peraturan disiplin. 6. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab pada bidang pertahanan Negara. BAB II PEMBERIAN TUNJANGAN KINERJA Pasal 2 (1) Kepada seluruh Pegawai Kementerian Pertahanan dan Pegawai Tentara Nasional Indonesia selain penghasilan yang berhak diterima menurut Peraturan Perundang-undangan, diberikan Tunjangan Kinerja setiap bulan. (2) Tunjangan Kinerja diberikan terhitung mulai tanggal pegawai yang bersangkutan telah secara nyata melaksanakan tugas/jabatan/pekerjaan paling sedikit selama 1 (satu) bulan mulai tanggal 1 (satu) atau hari kerja berikutnya, apabila tanggal 1 (satu) jatuh pada hari libur. Pasal 3 Pelaksanaan pemberian Tunjangan Kinerja di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia diberlakukan berdasarkan Keputusan Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional dan hasil evaluasi Tim Reformasi Birokrasi Nasional. Pasal 4 (1) Ketentuan mengenai pelaksanaan pemberian Tunjangan Kinerja di lingkungan Kementerian Pertahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diberikan berdasarkan Kelas Jabatan (Grading) dengan indeks sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. www.djpp.depkumham.go.id 2011, No.871 4 (2) Ketentuan mengenai pelaksanaan pemberian Tunjangan Kinerja di lingkungan Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diberikan berdasarkan Kelas Jabatan (Grading) dengan indeks sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 5 (1) Tunjangan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tidak diberikan kepada Pegawai Kementerian Pertahanan dan Pegawai Tentara Nasional Indonesia apabila: a. nyata-nyata tidak mempunyai tugas/jabatan/pekerjaan tertentu di lingkungan Kemhan dan TNI; b. diberhentikan untuk sementara atau dinonaktifkan; c. diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat; d. diperbantukan/dipekerjakan pada Badan/Instansi lain di luar lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia; e. diberikan cuti di luar tanggungan negara atau dalam bebas tugas untuk menjalani masa Persiapan Pensiun; atau f. yang tidak mencapai target kinerja yang ditetapkan oleh pimpinan instansi. (2) Ketentuan terhadap pegawai Kementerian Pertahanan yang tidak diberikan Tunjangan Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. (3) Ketentuan terhadap pegawai TNI yang tidak diberikan Tunjangan Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Panglima TNI. BAB III HARI, JAM KERJA, DAN PENCATATAN KEHADIRAN Pasal 6 (1) Hari kerja di Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia yaitu 5 (lima) hari kerja mulai hari Senin sampai dengan hari Jum’at. (2) Jumlah jam kerja dalam 5 (lima) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam ditetapkan sebagai berikut: a. hari Senin sampai dengan : Pukul 07.00 WIB sampai dengan hari Kamis Pukul 15.30 WIB waktu istirahat : Pukul 12.00 WIB sampai dengan Pukul 13.00 WIB; dan www.djpp.depkumham.go.id 5 2011, No.871 b. hari Jum’at : Pukul 07.00 WIB sampai dengan Pukul 16.00 WIB waktu istirahat : Pukul 11.30 WIB sampai dengan Pukul 13.00 WIB. (3) Ketentuan mengenai hari dan jam kerja di satuan kerja, sub satuan kerja dan/atau unit kerja di Kementerian Pertahanan yang tugasnya bersifat khusus di Kementerian Pertahanan diatur dengan Peraturan Menteri ini. (4) Ketentuan mengenai hari dan jam kerja di satuan kerja, sub satuan kerja dan/atau unit kerja di Tentara Nasional Indonesia yang tugasnya bersifat khusus di Tentara Nasional Indonesia diatur dengan Peraturan Panglima TNI. Pasal 7 (1) Setiap pegawai wajib mencatatkan waktu kedatangan dan kepulangan kerja pada daftar hadir. (2) Daftar hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pejabat personel Kotama/Satuan Kerja (Satker) yang bersangkutan. (3) Pegawai yang tidak dapat mencatatkan daftar hadir karena alasan tertentu (cuti, tugas belajar, sakit, dan sebagainya), wajib memberitahukan kepada Komandan/ Kepala Satker dengan alasan yang bisa dipertanggungjawabkan. Pasal 8 (1) Pegawai yang tidak masuk kerja karena sakit, wajib

memberitahukan kepada pejabat yang bertanggung jawab menangani pencatatan kehadiran kepada Komandan/Kepala Satker. (2) Pegawai yang tidak masuk kerja karena keperluan penting atau mendesak seperti orang tua/anak/istri/suami/kakak/adik sakit keras atau meninggal dunia, dapat mengajukan permohonan izin dan/atau cuti kepada Komandan/Kepala Satker. (3) Pegawai yang terlambat masuk kerja atau pulang sebelum waktunya karena keperluan penting atau mendesak seperti orang tua/anak/istri/suami/kakak/adik sakit keras atau meninggal dunia, dapat mengajukan permohonan izin kepada Komandan/Kepala Satker. Pasal 9 Penanggung jawab pencatatan dan pelaporan kehadiran di lingkungan Kemhan dan TNI ditentukan oleh Komandan/Kepala Satker masingmasing. www.djpp.depkumham.go.id 2011, No.871 6 BAB IV PENGURANGAN PEMBAYARAN TUNJANGAN KINERJA Pasal 10 (1) Pegawai yang masuk kerja harus mencatatkan kehadiran dengan menempelkan jari pada alat absensi sidik jari elektronik (finger print) atau mengisi daftar hadir. (2) Ketentuan mengenai pengisian daftar hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 11 (1) Pegawai yang tidak masuk bekerja diberlakukan pemotongan Tunjangan Kinerja sebesar 1% (satu persen) untuk tiap 1 (satu) hari tidak masuk bekerja tanpa keterangan. (2) Ketentuan mengenai jumlah hari pegawai yang tidak masuk kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 12 (1) Pegawai yang terlambat masuk kerja tanpa keterangan, diberlakukan pemotongan Tunjangan Kinerja sebesar 1% (satu persen). (2) Pegawai yang terlambat masuk kerja, tidak diberlakukan pemotongan Tunjangan Kinerja apabila telah melaporkan kehadiran kepada Komandan/Kepala Kotama/Kepala Satker. (3) Ketentuan mengenai pegawai yang terlambat masuk kerja tidak diberlakukan pemotongan tunjangan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan mengisi surat keterangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 13 (1) Pegawai yang meninggalkan tempat pekerjaan sebelum waktunya, diberlakukan pemotongan Tunjangan Kinerja sebesar 1% (satu persen). (2) Pegawai yang meninggalkan tempat pekerjaan sebelum waktunya, tidak diberlakukan pemotongan Tunjangan Kinerja apabila telah mendapat izin dari Komandan/Kepala Kotama/Kepala Satker. (3) Ketentuan mengenai Pegawai yang meninggalkan tempat pekerjaan sebelum waktunya, tidak diberlakukan pemotongan tunjangan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila telah mengisi surat keterangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. www.djpp.depkumham.go.id 7 2011, No.871 Pasal 14 Besarnya pengurangan pembayaran Tunjangan Kinerja terhadap Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin adalah: a. 25% (dua puluh lima persen) setiap bulannya, selama 1 (satu) bulan bagi pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin ringan; b. 50% (lima puluh persen) setiap bulannya, selama 1 (satu) bulan bagi pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin sedang; dan c. 75% (tujuh puluh lima persen) setiap bulannya, selama 1 (satu) bulan bagi pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin berat. Pasal 15 Besarnya pengurangan pembayaran Tunjangan Kinerja terhadap prajurit yang dijatuhi hukuman disiplin adalah: a. 25% (dua puluh lima persen) selama 1 (satu) bulan bagi prajurit yang dijatuhi hukuman teguran; b. 50% (lima puluh persen) selama 1 (satu) bulan bagi prajurit yang dijatuhi hukuman penahanan ringan; atau c. 75% (tujuh puluh lima persen) selama 1 (satu) bulan bagi prajurit yang dijatuhi hukuman penahanan berat. BAB V MEKANISME PENGAJUAN Pasal 16 (1) Pengajuan Tunjangan Kinerja dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari Ka Satker sampai kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan untuk selanjutnya diajukan kepada Menteri Keuangan. (2) Anggaran Tunjangan Kinerja dialokasikan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia. BAB VI

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 17 (1) Tunjangan Kinerja diberikan terhitung mulai bulan Juli 2010. (2) Pajak penghasilan atas Tunjangan Kinerja dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada Tahun Anggaran yang bersangkutan. www.djpp.depkumham.go.id 2011, No.871 8 BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Nomor 23 Tahun 2010 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 699) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 19 Peraturan Menteri Pertahanan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Desember 2011 MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, PURNOMO YUSGIANTORO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 22 Desember 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN www.djpp.depkumham.go.id 9 2011, No.871 TUNJANGAN KINERJA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, PURNOMO YUSGIANTORO NOMOR KELAS JABATAN INDEKS TUNJANGAN KINERJA (Rp.) 1 2 3 1. 18 21.649.000,00 2. 17 17.471.000,00 3. 16 12.942.000,00 4. 15 9.586.000,00 5. 14 7.101.000,00 6. 13 5.462.000,00 7. 12 4.202.000,00 8. 11 3.232.000,00 9. 10 2.693.000,00 10. 9 2.245.000,00 11. 8 1.870.000,00 12. 7 1.626.000,00 13. 6 1.414.000,00 14. 5 1.230.000,00 15. 4 1.118.000,00 16. 3 1.016.000,00 17. 2 924.000,00 18. 1 - LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMHAN DAN TNI www.djpp.depkumham.go.id 2011, No.871 10 TUNJANGAN KINERJA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA NOMOR KELAS JABATAN INDEKS TUNJANGAN KINERJA (Rp.) 1 2 3 1. 19 29.226.000,00 2. 18 21.649.000,00 3. 17 17.471.000,00 4. 16 12.942.000,00 5. 15 9.586.000,00 6. 14 7.101.000,00 7. 13 5.462.000,00 8. 12 4.202.000,00 9. 11 3.232.000,00 10. 10 2.693.000,00 11. 9 2.245.000,00 12. 8 1.870.000,00 13. 7 1.626.000,00 14. 6 1.414.000,00 15. 5 1.230.000,00 16. 4 1.118.000,00 17. 3 1.016.000,00 18. 2 924.000,00 19. 1 - LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMHAN DAN TNI MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, PURNOMO YUSGIANTORO www.djpp.depkumham.go.id 11 2011, No.871 FORMAT DAFTAR HADIR KOP SURAT DAFTAR HADIR Nama : ................................ NRP/NIP : ................................ Kotama/Satker : ..................................... No. Tanggal Kedatangan Kepulangan Keterangan Jam Tanda Tangan Jam Tanda Tangan 1 2 3 4 5 6 7 LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMHAN DAN TNI ……….., …………….…. 20… Dan/Ka Kotama/Ka Satker ……………………………. MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, PURNOMO YUSGIANTORO www.djpp.depkumham.go.id 2011, No.871 12 FORMAT SURAT KETERANGAN KOP SURAT SURAT KETERANGAN Nomor Sket/ / / 201…. Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : NRP/NIP : Jabatan : Dengan ini menerangkan bahwa: Nama : NRP/NIP : Pangkat/Golongan : Jabatan : Pada hari ……… tanggal …………….., diberikan ijin terlambat masuk kerja/pulang sebelum waktunya * ), karena ada keperluan penting dan mendesak yaitu ………….. Surat Keterangan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. * ) Coret yang tidak perlu LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMHAN DAN TNI ……….., …………….…. 20… Dan/Ka Kotama/Ka Satker …………………………. MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, PURNOMO YUSGIANTORO www.djp


Recommended