+ All Categories
Home > Documents > Jurnal PTK DBE 3 Anw revisi Main Files 1

Jurnal PTK DBE 3 Anw revisi Main Files 1

Date post: 09-May-2023
Category:
Upload: independent
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
155
Transcript

JURNALPTKDBE3Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Decentralized

Basic Education 3

Jurnal ini hanya terbit satu kali; isinya memuat hasil kegiatanPenelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh para guru dalamProgram Decentralized Basic Education (DBE3) yang didanai olehUnited States Agency for International Development (USAID) diIndonesia.

Jurnal ini dimaksudkan sebagai sarana inovasi dan praktikpeningkatan mutu pembelajaran di kelas, yang dapat berguna bagiberbagai kalangan: praktisi, pengambil kebijakan, pemerintah, dankalangan profesional lain yang bergerak di bidang pendidikan diIndonesia. Isi dari artikel yang terdapat dalam Jurnal ini menjaditanggung jawab penulis dan Program Decentralized Basic Education 3dan tidak mencerminkan pandangan dari USAID maupun PemerintahAmerika Serikat.

Ketua PenyuntingAbdur Rahman Asa’ri

Lorna PowerSupriyono KoesHandayanto Ujang

Sukandi

Penyunting PelaksanaArifin Rahman

Catherina Murni WahyantiFuraidah

Hadi SuwonoMohammad Najid

DesainAnwar Holil

Distribusi

DBE3

Alamat RedaksiIndonesia Stock Exchange, Building Tower

1, Suite 306AJl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53

Jakarta 12190Email: [email protected]

www.inovasipendidikan.net

DAFTAR ISI

PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBUAT MODELMATEMATIKA DARI SOAL CERITA ………………………………………………………………………… 1

Eneng Erliani, Eli Rohmatullaeli, dan Nanang

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL NUMBERED HEAD TOGETHER

(NHT) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN PENGUASAAN

KONSEP MATEMATIKA ………………………………………………………………………………………… 7

Mustafa, Yusnani, dan Baharuddin

MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN KETERAMPILAN SISWA DALAM PEMECAHAN

MASALAH PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENERAPAN MODEL

STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) ................................................... 15

Endang Sulistiyah, Noer, dan Guntur Sumilih

PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KINERJA ILMIAH

PADA MATA PELAJARAN IPA .................................................................................... 25

Endang Wahyuningsih, Hantoro, dan Sifak Indana

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPANMODEL

KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) ....................... 33

Nurfaidah, Rahmawati, dan Nurhayati

PENINGKATAN KELANCARAN BERBICARA BAHASA INGGRIS MELALUI

INFORMATION GAP ACTIVITIES ………………………………………………………………………….... 41

Arif Mustopa, Mudayat, dan Ismukoco

PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR UNTUK

MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA …………………………………………………………….. 49

Rosmawati, Purnama Dewi, dan Yulhefi

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN SISWA MENGKONSTRUKSI KONSEP IPS

MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRI ……………………………………………………………………… 57

Tirto Adi, Marsiti, dan Oksiana Jatiningsih

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI DENGAN MEDIA GAMBAR ........... 69

Sulasdi, Risyani, dan Rahayu Pristiwati

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS LAPORAN MELALUI MODEL

PEMBELAJARAN AMATI PETAKAN INFORMASIKAN KEMBANGKAN (APIK) ............... 75

Sutarno, Suyanto, dan Titik Indarti

PENINGKATAN KOMPETENSI MENGUBAH HASIL WAWANCARA MENJADI

KARANGAN NARATIF MELALUI CURAH GAGASAN DENGAN POLA

KOOPERATIF DUA-DUA-EMPAT ................................................................................. 85

Santoso Budi Sulistiyo, Abdul Rasyid, dan NensiliantiEDITORIAL

Refleksi dari Penelitian Tindakan Kelas

Dalam Penelitian Tindakan Kelas, guru melakukan penelitiandalam kelasnya sendiri dengan tujuan lebih mengenal cara

mengajar mereka dan bagaimana cara memperbaikinya. Pada saatmelakukan Penelitian Tindakan Kelas, guru mengidentifikasidan memecahkan permasalahan dalam kelas dengan melakukanperubahan dan mengevaluasi perubahan tersebut, melalui sebuahsiklus proses aksi, refleksi, revisi, refleksi dan revisilebih lanjut, sampai guru tersebut merasa puas akan perubahanyang telah dilakukannya. Dengan kata lain, PenelitianTindakan Kelas sama dengan ‘belajar melalui berbuat’.

Walaupun fokus dari penelitian tindakan kelas adalah parasiswa dan untuk meningkatkan pembelajaran siswa, penelitianini adalah sebuah alat yang sangat baik untuk membantupengembangan profesional guru. Hal ini karena penelitiantindakan kelas memberi kesempatan kepada guru untuk secarakritis merefleksikan cara mengajar mereka serta pengaruhnyaterhadap pembelajaran siswa, melalui sebuah cara yangterstruktur.

Karena Penelitian Tindakan Kelas menggunakan cara reflektifsebagai metode peningkatan mutu pembelajaran, KementerianPendidikan Nasional di Indonesia memasukkannya sebagai salahsatu syarat kunci dalam upaya peningkatan kualitas guru.Dewasa ini, untuk mendapatkan Sertifikasi PendidikProfesional, para guru di Indonesia harus ‘Melakukanpenelitian tindakan kelas untuk meningkatkan profesionalismemereka.’

Untuk mendukung upaya Pemerintah Indonesia tersebut, UnitedStates Agency for International Development (USAID) mendanaiproyek Decentralized Basic Education 3 (DBE3) untuk merancangdan menerapkan program yang dapat membantu para gurumelakukan Penelitian Tindakan Kelas.

Program Penelitian Tindakan Kelas DBE3 melatih danmemfasilitasi 25 guru dari sekolahsekolah mitra DBE3 untukmelakukan penelitian di kelas mereka dan untuk menyebarkanhasilnya kepada guru lain. Setiap guru dibantu oleh rekankerja dari sekolah yang sama dan dosen dari perguruan tinggiatau widyaiswara dari LPMP.

Dalam PTK ini, setiap guru diminta untuk berfokus pada satupermasalahan yang mereka hadapi di kelasnya dan menemukan

pemecahan bagi permasalahan tersebut dengan menerapkan prosessistematis sebagai berikut:

Langkah 1: Merefleksikan pembelajaran dan mengidentifikasisatu permasalahan yang memiliki pengaruh besarterhadap situasi kelas. Melakukan kajian pustakasingkat untuk mendapatkan informasi dasar mengenaipermasalahan tersebut dan bagaimana pemecahannya.

Langkah 2: Merumuskan pemecahan bagi permasalahan danmengembangkan rencana tindakan. Menentukan metodepengumpulan data saat menguji tindakan di kelas,terutama berkaitan dengan belajar siswa.

Langkah 3: Menerapkan pemecahan masalah di dalam kelas danmengumpulkan data.Langkah 4: Menganalisis data dan menemukan kecenderunganpeningkatan belajar siswa.Langkah 5: Merefleksikan hasil dan menentukan langkah tindak

lanjut berdasarkan hasil tersebut.Jika strategi (tindakan pemecahan masalah) baru tersebutberhasil meningkatkan belajar siswa, para guru akanmenggunakan lagi strategi tersebut dalam konteks pembelajaranyang sama. Jika strategi tersebut tidak meningkatkan belajarsiswa, para guru diminta untuk mengulang langkah 2, 3 dan 4dengan menggunakan strategi/tindakan yang berbeda.

Langkah 6: Menyebarkan hasil penelitian dengan cara menulislaporan penelitian, menulis artikel/jurnal ilmiahuntuk diterbitkan, dan mempresentasikan hasilpenelitian kepada rekan guru di sekolah atau MGMP.

DBE3 mengadakan lokakarya rutin enam bulanan dan kunjunganlapangan untuk membantu para guru melakukan penelitianmereka. Namun demikian, dalam setiap kesempatan, DBE3memberdayakan guru dan memastikan bahwa mereka bertanggungjawab penuh dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitandengan penelitian mereka. Para guru menentukan sendiripermasalahan yang akan diteliti, mengembangkan, melaksanakan,dan melaporkan penelitian mereka. Guru sendiri lah yangmemutuskan apa yang akan dan tidak akan diubah, apa yangperlu dipelajari dari pengalaman, sekalipun kegagalan, sertauntuk senantiasa mengajukan pertanyaan dan menjawabnya secarasistematis.

Program Penelitian Tindakan Kelas ini merupakan kegiatan yangcukup menantang. Sebagian besar peserta belum pernahmelakukan penelitian jenis apapun. Beberapa yang sudah pernahmelakukan penelitian belum pernah melakukan PenelitianTindakan. Hal serupa juga dialami oleh fasilitator dari DBE3.Maka, yang menjadi tantangan terbesar bagi peserta danfasilitator adalah memahami bahwa penelitian tindakan kelastidak sama dengan penelitian yang biasanya dilakukan diIndonesia.

Penelitian Tindakan Kelas bukanlah tentang seorang penelitiyang meneliti sebuah topik dan menggali semua informasi yangdibutuhkan untuk memberikan jawaban “benar” sertamenghasilkan pengetahuan teoretis. Melainkan proses mengubahseseorang menjadi peneliti, menilai situasi dan permasalahannyata, serta melihat bagaimana tindakan mereka berpengaruhterhadap hasilnya. Tidak ada klaim tentang objektivitas danrelevansi hasil bagi pihak lain tidaklah penting. Praktikadalah ’jantung’ dari Penelitian Tindakan Kelas, bukan teori.

Sangatlah penting untuk selalu mengingatkan tentangkarakteristik mendasar dari Penelitian Tindakan Kelas iniselama program berlangsung karena sering kali peserta danfasilitator kembali pada apa yang sudah mereka ketahui danterlalu berfokus pada teori daripada praktik. Hal inimenyebabkan beberapa peserta menilai program ini terlaluakademis sehingga seperti ‘menyelesaikan penelitian tingkat pasca-sarjana’.

Karena Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu hal yang masihbaru, beberapa fasilitator DBE3 sering kali hanya lebih majuselangkah daripada peserta dan memiliki pemahaman yangberbeda tentang pendekatan penelitian tindakan ini. Beberapakali para guru kebingungan karena ‘menerima petunjuk yang berganti-ganti’ dari para fasilitator. Para guru berpendapat bahwasebaiknya fasilitator terlebih dahulu ‘menyamakan pendapat danpendekatan untuk menghindari kebingungan.’ Sebuah saran yang masukakal dan akhirnya diikuti oleh para fasilitator.Problema lain yang dihadapi dalam program ini adalahmemastikan bahwa hasil akhirnya (laporan penelitian) dapatbermanfaat untuk proses sertifikasi guru. Ini berarti proyekharus seimbang dalam mengikuti regulasi dari Kemdiknastentang Penelitian Tindakan Kelas, yang cenderung terlalu

akademis dan berbelit-belit, dan pada saat yang samamemastikan agar proses penelitian tindakan kelas inisederhana dan mudah dilakukan. Penyesuaian pun harusdilakukan.

Sifat siklis dari penelitian tindakan ini dirasakan guruterlalu rumit dan memakan waktu yang lama. Terkadang gurumerasa frustrasi dan terbebani oleh proses ini. Tanpaterkecuali, pada titik tertentu semua guru merasa kesulitandan membutuhkan panduan dan dorongan untuk melanjutkanpenelitian mereka.

Walaupun terdapat beberapa kelemahan, hasil dari program initerbukti sangat bermakna. Di akhir program, 96% tim berhasilmenyelesaikan laporan mereka. Semuanya merasa sangat puaskarena telah berhasil mengembangkan ‘pengetahuan yang baik tentangPenelitian Tindakan Kelas’ dari ’orang yang sangat berkualitas’ danmendapat hasil akhir yang ‘sangat berguna untuk sertifikasi dankenaikan jabatan’.

Bagi banyak peserta, proses yang mereka lalui saatmenyelesaikan penelitian tindakan ini sama pentingnya dengan,atau lebih penting dari, hasil yang mereka dapatkan. Banyakguru berpendapat bahwa proses penelitian tindakan kelas inimembuat mereka lebih sering berpikir tentang apa yang merekalakukan di kelas dan membantu mereka ‘menyadari pentingnyameningkatkan kualitas praktik mengajar mereka.’ Para guru mengatakanbahwa penelitian ini telah ‘menjadikan proses pembelajaran menjadilebih baik’, membuat guru menjadi ‘kreatif dalam mencari cara untukmeningkatkan prestasi siswa’, membantu guru untuk ‘berpikir tentang caramenyelesaikan permasalahan di dalam kelas’, memberi mereka‘kesempatan untuk mencoba hal-hal baru di dalam kelas’, dan yangterpenting ‘bisa lebih merefleks apakah cara mengajar mereka baik atautidak’.

Menurut peserta, program Penelitian Tindakan Kelas DBE3 jugaberpengaruh terhadap ‘pengembangan kerja sama antara guru dan dosendari LPMP dan Universitas’. Guru ‘dapat belajar dan menambah pengetahuanteoretis dan kemampuan meneliti dari para dosen dan para dosen dapat belajartentang realita mengajar di sekolah’, dan mereka merasa hal ini dapatmembantu mereka dalam melatih guru baru. Sejumlah guru jugamengatakan bahwa program ini telah membantu meningkatkankerja sama dengan rekan kerja mereka di sekolah.

Salah satu hasil penting dan tidak terduga adalah apresiasipeserta yang melihat Penelitian Tindakan Kelas sebagai sebuahalat berharga untuk melatih para guru. Kebanyakan pesertaberpendapat bahwa DBE3 harus mendiseminasi program PenelitianTindakan Kelas di provinsi, kabupaten, dan sekolah-sekolahlain di Indonesia karena penelitian ini ‘sangat berhubungandengan pekerjaan guru sehari-hari, dibandingkan dengan penelitian ilmiah lain’.

Maka, dengan adanya guru dan dosen yang berpengalaman dandapat membantu melakukan Penelitian Tindakan Kelas, DBE3berharap untuk melakukan program serupa yang sederhana danlebih baik di tahun 2011 mendatang.Walaupun hasil Penelitian Tindakan Kelas tidak dimaksudkanuntuk dapat diberlakukan dalam situasi dan kondisi lain,berbagi hasil dari ide-ide yang inovatif dan menantang dapatmenginspirasi guru-guru lain, memancing diskusi, dan memberiruang untuk diskusi tentang pembelajaran. Oleh karena itu,DBE3 menyajikan jurnal ini, tidak hanya untuk menginsiprasiguru lain untuk menguji strategi mengajar yang ada di dalamjurnal, tetapi juga mendorong guru untuk melakukan PenelitianTindakan Kelas sendiri.

Artikel-artikel yang terdapat dalam jurnal ini merupakancontoh yang mewakili Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukandalam program DBE3. Penelitian ini dilakukan dalam lima matapelajaran, yaitu Matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia, danBahasa Inggris. Masing -masing membahas tentang berbagaipermasalahan yang berhubungan dengan manajemen kelas,strategi pembelajaran, pengembangan dan penggunaan bahanajar. Artikelartikel tersebut juga menggambarkan berbagaimetode pengumpulan data seperti tes, survei, dialog, diskusikelompok terfokus maupun diskusi kelas. Satu hal yang samadari artikel-artikel yang ada adalah bahwa semuanyamenggambarkan hasil kerja keras para guru peserta yangberkomitmen untuk meningkatkan kualitas belajar siswa.

Semua materi program Penelitian Tindakan Kelas DBE3 dan salinan lengkap darilaporan penelitian tersebut tersedia secara cuma-cuma di:www.dbe3elearning.net atau www.inovasipendidikan.net.

PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUANMEMBUAT MODEL MATEMATIKA DARI SOAL CERITA

Eneng Erliani, Eli Rohmatullaeli, dan Nanang *)

Abstrak: Penelitian Tindakan Kelas ini dimaksudkan untuk menemukan modelpembelajaran soal cerita yang mampu meningkatkan kemampuan siswamembuat model matematika dari soal cerita tersebut. Penelitian dilakukan diSMPN 4 Tarogong Kidul Garut dengan subyek 40 orang siswa kelas VII D. Hasilanalisis terhadap data yang dikumpulkan melalui observasi, wawancara, jurnalrefleksi siswa, dan tes menunjukkan bahwa di dalam membelajarkan soal cerita:(1) siswa perlu dibantu dan didorong untuk menerjemahkan soal cerita ke dalambahasa mereka sendiri, (2) di dalam lembar kerja siswa, hendaknya disediakancontoh masalah sekaligus terjemahannya dalam bahasa siswa, (3) sebelumbekerja di dalam kelompok, para siswa hendaknya diminta untuk bekerja secaraindividual terlebih dahulu.

Kata Kunci: Bahasa siswa, belajar matematika, modelmatematika, soal cerita, terjemah.

PendahuluanKemampuan memecahkan

masalah yang berbentuk soalcerita merupakan kompetensipenting yang harus dimilikisiswa. Kemampuan tersebutberkontribusi dalam kemampuanpemecahan masalah hidupsehari hari (Haji, 1994;Bernawi, 2010), meningkatkankemampuan berpikir deduktif,dan memperkuat pemahamanmatematika siswa (Haji,1994).

Sayangnya, kemampuanpara siswa di SMP Negeri 4Tarogong Kidul, Garut, dalammemecahkan masalah dalambentuk soal cerita masihmemprihatinkan. Dari tahun ketahun, kurang lebih sebanyak85% siswa mengalami kesulitan

memecahkan masalah soalcerita. Sepertinya siswakurang mampu mengubah masalahyang dituliskan dalam bentukcerita tersebut menjadi modelmatematika. Ini terbukti darikenyataan bahwa rata-ratahampir sekitar 70% siswamampu menyelesaikan masalahyang model matematikanyasudah jelas.

Secara umum, kemampuanmemecahkan soal ceritamerupakan bagian darikemampuan memecahkan masalahmatematika. Polya (Biryukov,2003:2), Soedjadi (1994), danHaji (1994), mengemukakanempat langkah pokok pemecahanmasalah matematika, yaitu:(1) mema -hami masalah, (2)merumuskan rencana

penyelesaian, (3) menjalankanrencana tersebut, dan (4)melihat kembalipenyelesaiannya. Sehubungandengan itu, untuk membantusiswa memiliki kemam-puanpemecahan masalah,pembelajaran matematikahendaknya membantu siswamenguasai langkah-langkahpemecahan masalah tersebut.Terkait dengan permasalahan

yang peneliti uraikan diatas, pembelajaran haruslebih banyak diarahkan untukmembantu siswa memahamimasalah.

Dalam konteks soal cerita, pembelajaran untuk memahami masalah adalah pembelajaran yangdimaksudkan untuk membantu siswa mengubahcerita

*) Eneng Erliani adalah guru di SMPN 4 Tarogong Kidul, Garut, Jawa Barat.Eli Rohmatullaeli adalah guru di SMPN 4 Tarogong Kidul, Garut, JawaBarat. Nanang adalah dosen di Sekolah Tinggi Keguruan dan IlmuPendidikan, Garut, Jawa Barat.

Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Membuat Model Matematika dari Soal Cerita

Dalam konteks soalcerita, pembelajaran untukmemahami masalah adalahpembelajaran yang dimaksudkanuntuk membantu siswa mengubahcerita tersebut menjadi modelmatematika. Selama ini,praktik pembelajarannyadilakukan peneliti denganmetode tanya jawab. Penelitimenuliskan soal cerita itu dipapan, dan langsungmenugaskan siswa secaraklasikal mengubah soal ceritaitu (langsung dari yangtertulisnya dalam bahasaIndonesia) menjadi “Apa yangdiketahui? Apa yangditanyakan?, dan Apa modelmatematikanya”. Sepertinyapraktik ini kurang cocokuntuk siswa. Terbukti, banyaksiswa yang mengemukakanpertanyaan: “Bu, eta bahasaSundana naon? (Bu ini bahasasundanya apa?)” ketikapeneliti meminta siswamenuliskan “Apa yangdiketahui? Apa yangditanyakan? dan Apa modelMatematika?” dari suatu soalcerita. Peneliti curiga bahwakegagalan ini banyakditimbulkan oleh penguasaanbahasa siswa.

Di Kabupaten Garut,serta di kabupaten-kabupatenlain di wilayah Propinsi JawaBarat, para siswa sangatdianjurkan untuk mempelajaribahasa Sunda. Bahkan, adahari-hari tertentu dimanasemua siswa, guru, dan

seluruh warga sekolahdiwajibkan berbahasa Sunda.Sedikit banyak, bahasa Sundatampaknya telah mempengaruhisistem klasifikasi bahasayang digunakan siswa. Ketikasoal yang diberikan tidakdalam bahasa Sunda, siswamengalami kesulitanmemahaminya. Ini sesuaidengan pendapat Shapir–Worp(Widhiarso, 2005) menyatakanbahwa pikiran manusiaditentukan oleh sistemklasifikasi dari bahasa yangdigunakannya.

Peneliti tertarik untukmempertimbangkan penggunaanbahasa Sunda dalampembelajaran pemecahanmasalah soal cerita. Hal inidiperkuat oleh pernyataanMuhlasin (Meirina: 2009),“pendekatan bahasa ibu dalampembelajaran sangat efektifdalam mempercepat pamahaman”.Karena itu, rumusan masalahpenelitian ini adalah sebagaiberikut: “Pembelajaranpemahaman soal cerita yangbagaimanakah yang mampumembantu siswa membuat modelmatematika dengan baik?”Dengan rumusan ini, penelitiberharap bisa memperolehbentuk pembelajaran pemahamansoal cerita yang mampumembantu siswa membuat modelmatematikanya.

MetodePenelitian ini dilaksanakan

di kelas

2

VII D SMP 4 Tarogong KidulGarut. Mayoritas siswa SMPini (75%) berasal darikeluarga pra sejahtera.Setiap kelas rata–rata dihunioleh 43 siswa. Semua siswaditerima tanpa seleksi.Umumnya, mereka berasal daridaerah pegunungan denganjarak rata–rata 6 km darisekolah. Perjalanan kesekolah biasanya merekatempuh dengan berjalan kaki.

Di dalam penelitianini, peneliti menggunakanmodel Penelitian TindakanKelas (PTK). Penelitianberlangsung dalam 2 siklus,dan pada setiap siklusdilakukan dua kali pertemuan.Setiap siklus terdiri darilangkah-langkah berikut: (1)perencanaan, (2) pelaksanaantindak pembelajaran, (3)pengamatan terhadap tindakpembelajaran dan dampaknya,serta (4) refleksi terhadaptindak pembelajaran yangtelah dilakukan.

Pada Siklus I, langkah-langkah pembelajaran yangdilakukan peneliti adalahsebagai berikut: (1) Gurumemberi contoh soal cerita,(2) guru bersama siswamenterjemahkan contoh soal kedalam bahasa sendiri (bahasaSunda), (3) guru bersamasiswa membuat modelmatematika, (4) siswa diberiLembar Kerja (LK) berbentuksoal cerita, (5) bersamakelompoknya, siswa membuat

model matematika, (6)perwakilan salah satukelompok mempresentasikanhasil kerjanya di depan kelasdan ditanggapi oleh kelompoklain, (7) hasil karya siswadipajang di kelas sebagaisumber belajar. oleh kelompoklain, (7) hasil karya siswadipajang di kelas sebagaisumber belajar.

Langkah-langkah padasiklus II secara garis besarsama dengan langkahlangkahpada siklus I. Hal yangmembedakan hanya pada langkah4 dimana jika di dalam LKpada siklus I tidak diberikancontoh soal dan jawaban; makapada siklus II diberikancontoh soal dan jawaban. Disamping itu, LK pada siklus Itidak menuntut siswa untukmenuliskan terjemah dari soalcerita ke dalam bahasa Sunda,sedangkan pada siklus IIsiswa dituntut untukmenuliskannya.

Di dalam penelitianini, indikator keberhasilantindakan yang dijadikanpedoman adalah kemampuansiswa membuat modelmatematika dari soal cerita.Tindak pembelajaran dianggaptelah berhasil apabila“sedikitnya 60% siswa mampumembuat dengan benar minimal 60%model matematika dari soalsoal ceritayang diberikan pada setiappertemuan”. Jika tidakdemikian, tindak pembelajarandianggap gagal, dan perlu

Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Membuat Model Matematika dari Soal Ceritadiperbaiki serta dicobakanpada siklus berikutnya.

Sehubungan denganindikator keberhasilan tersebut, data yang dikumpulkan di dalam penelitian ini adalah data tentang kemampuan siswa dalammembuat model matematika darisoal cerita.

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari

2011

Data ini dikumpulkan dengancara memberikan tes yangmemerintahkan siswa mengubahsoal cerita menjadi modelmatematika.

Mengingat penelitianini dimaksudkan untukmendeskripsikan tindakpembelajaran yang mampumeningkatkan kemampuanmengubah soal cerita menjadimodel matematika, maka disamping data kemampuanmembuat model matematika,data lain yang jugadikumpulkan adalah: (1) datatentang tindak pembelajaranguru, dan (2) data responssiswa terhadap pembelajaran.Data tentang tindakpembelajaran guru dikumpulkanmelalui observasi olehanggota peneliti, dan datarespons siswa diperoleh daritulisan refleksi siswa, sertahasil wawancara penelitidengan siswa. Semua data inidipertimbangkan untukkegiatan analisis danrefleksi, dan menentukan

perubahan tindak pembelajaranyang diperlukan.

Hasil dan PembahasanBerikut disajikan data

dari setiap siklus danpembahasannya.Siklus I

4

Data tentang hasiltes pada pertemuan

satu dan dua dapat disajikan pada tabel 1 berikut:

Berdasarkan tabel 1tampak bahwa padaumumnya siswa belum

mampu membuat model matematika. Ini berarti tindak pembelajaran pada siklus I perlu dibenahi.

Tim peneliti selanjutnya mengadakanpertemuan untuk melakukan analisis dan refleksi. Di dalam pertemuan ini teridentifikasi bahwa selama siklus I tersebut: (1) guru tidak memberi instruksi kepada siswa untuk menuliskan

Tabel 1. Data Hasil Tes pada Siklus Satu

Pertemuan

Ke

Banyaknya Soal

Banyaknyasiswa yangmenjawab

Benar sedikitnya60% darisoal yangdiberikan

Persentasebanyaknyasiswa yangmenjawabBenar

sedikitnya60% dari soalyangdiberikan

KriteriaIndikatorKeberhasil

an Simpulan

1 3 12 29%60% siswamampu membuat dengan benar minimal 60% modelmatematika dari soal-soalcerita yang diberikan

Belumberhasil

2 8 9 22% Belumberhasil

3

Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Membuat Model Matematika dari Soal Ceritaterjemah soal cerita ke dalambahasa siswa sendiri,(2) bimbingan yang diberikanguru kurang

secara bertahap, yakni secaraindividual terlebih dahulu,kemudian hasilnyadidiskusikan dengankelompoknya, (6) kalausebelumnya hasil kerjadipresentasikan di depan

kelas, maka pada perte-muanini dilakukan karyaberkunjung ke kelompok laindan saling komentar.

Siklus 2Data tentang hasil

tes pada pertemuan satu dandua dapat disajikan pada tabel 2 berikut:

Berdasarkan data di atas,tampak

optimal, (3) guru berbicaraterlalu cepat, (4) LK tidakdiberi contoh atau informasi,dan (5) keterbacaan soaltidak jelas.

Berdasarkan hasilanalisis siklus I, diputuskanbahwa pada siklus II penelitimelakukan perbaikan-perbaikanantara lain: (1) siswadituntut untuk menuliskan

terjemahan soal cerita didalam LK, (2) gurumenterjemahkan kalimat perkalimat dan menunggu siswaselesai menuliskannya, (3) LKdiberi informasi/contohterbimbing, (4) gurumembimbing dengan caramengunjungi semua kelompokdan memberikan pertanyaanarahan. Di samping itu, (5)

6

Tabel 2. Data Hasil Tes pada Siklus Dua

Pertemuan Ke

Banyak

Soal

Banyaknyasiswa yangmenjawabBenar

sedikitnya60% darisoal yangdiberikan

Persentasebanyaknyasiswa yangmenjawabBenar

sedikitnya60% dari soal

yangdiberikan

KriteriaIndikator

Keberhasilan

Simpulan

1 3 27 66% 60% siswa mampu membuat dengan benarminimal 60% model matematika dari soal-soal cerita yang diberikan

Berhasil

2 5 28 68,29 % Berhasil

jika pada siklus I siswamembuat model matematikasecara berkelompok, padasiklus II diperbaiki jadisiswa membuat modelmatematikanya bahwa hasil tes- 1 siklus II, sebenarnyasudah diperoleh 66% siswayang mampu membuat modelmatematika sedikitnya 60%dari jumlah soal cerita yangdiberikan. Hal inimenunjukkan bahwa indikatorkeberhasilan penelitian sudahtercapai. Akan tetapi,peneliti tidak tergesa-gesamengambil kesimpulan.

Peneliti inginmengetahui apakah hasil inicukup konsisten. Sehubungandengan itu, penelitimelanjutkan pertemuan kedua.Ternyata, indikatorkeberhasilan juga tetaptercapai. Karena itu,peneliti memutuskan bahwatindak pembelajaran telahberhasil dengan baik, dansiklus berikutnya tidakdiperlukan lagi.

Penelitian inimenunjukkan bahwa pemberiankesempatan kepada siswa untukmenerjemahkan soal cerita kedalam bahasa Sunda membantumereka memiliki kemampuanmembuat model matematika darisoal cerita dengan baik. Halini sejalan dengan pendapatWorpShapir (Widhiarso, 2005),Bernardo (2005), dan Muhlasin(dalam Meirina, 2009) tentangperan penguasaan bahasa. Soal

cerita yang sudah disajikandengan bahasa yang sudahdikuasai secara lebih baik,ternyata lebih mudah diubahmenjadi model matematikanya.

Hal penting lain yangdiperoleh dari penelitian iniadalah “dituliskannya didalam LK berisi beberapainformasi dan contoh soallengkap dengan jawabannyaternyata membantumeningkatkan kemampuan siswamembuat model matematika.”Hal ini sejalan denganpendapat Supriyanto (2006)yang menyatakan bahwa LK yangdilengkapi dengan informasiatau contoh soal yangdilengkapi jawaban, dapatmeningkatkan kemampuanpemahaman siswa sebesar 30%.”

Terkait dengan memintasiswa untuk terlebih dahulumenuliskan model matematikasecara individual, menuruthemat peneliti ini akanmemberikan kesempatan kepadasiswa untuk mencoba memahamisoal cerita tersebut.Percobaan ini bisa berhasiltetapi juga bisa gagal. Akantetapi, percobaan itu sendiritelah memberikan kesempatankepada siswa untuk mengolahstruktur kognitif yangdimilikinya. Skema di dalamstruktur kognitifnya mungkinakan menjadi lebih kaya danlebih terhubungkan. Denganbegitu, siswa siap untukberdiskusi dengan teman

Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Membuat Model Matematika dari Soal Ceritakelompoknya, dan memperolehpemahaman yang lebih baik.

Namun demikian, kalaudiperhatikan, kenaikanpersentase siswa yangmenjawab benar minimal 60%dari soal yang diberikansebenarnya tidak terlalutinggi. Salah satu faktornyamungkin adalah jumlah soaltes di pertemuan 2

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari

2011

lebih banyak sedangkan waktutes sama. Di samping itu,tampak-nya ada faktor lainyang perlu diperhatikan.Lester & Kehle (2003)menyatakan bahwa seorangpemecah masalah yang baik,dalam rangka mengubahrepresentasi yang satu kerepresentasi yang lain,senantiasa mengkoordinasikanpengalaman dan pengetahuanyang sudah dimiliki,representasi yang sudahdikenal, pola-polapenyimpulan, dan intuisimereka. Tampaknya pola-polapenyim-pulan dan penggunaanintuisi siswa masih perluditingkatkan. Ini sejalandengan temuan Romadhina(2007), yang menyatakan bahwakemampuan bernalar dankemampuan berkomunikasi siswaberkontribusi pada kemampuanpemecahan masalah siswa.

Simpulan dan Saran

Pada dasarnya, syntaxpembelajaran dalam rangkapembelajaran untuk membantusiswa mampu membuat modelmatematika dari soal ceritaadalah sebagai berikut: (1)Guru memberi contoh soalcerita, (2) guru bersamasiswa menterjemahkan contohsoal ke dalam bahasa sendiri(bahasa Sunda), (3) gurubersama siswa membuat modelmatematika, (4) siswa diberiLembar Kerja (LK) berbentuksoal cerita, (5) bersamakelompoknya, siswa membuatmodel matematika, (6)perwakilan salah satukelompok mempresentasikanhasil kerjanya di depan kelasdan ditanggapi oleh kelompoklain, (7) hasil karya siswadipajang di kelas sebagaisumber belajar. Berdasarkanhasil analisis danpembahasan, agar pembelajaranini berhasil dengan baik,maka pada tahap (4), di dalamLK juga harus tersedia contohsoal cerita dan contohterjemahannya. Selanjutnya,sebelum siswa berkelompokmembuat model matematika,secara individual, merekaharus membuat modelmatematika, dan model inilahyang didiskusikan di dalamkelompok.

Sehubungan dengan hasilsimpulan di atas, kepadakepada para guru yang

5

8

didiskusikan di dalamkelompok.

Sehubungan denganhasil simpulan di atas, kepada kepada para guru yang para siswanya mengalami kesulitan dalam membuat modelmatematika dari soal cerita,peneliti menyarankanagar mencobakan model pembelajaran yang telah peneliti lakukan.

Agar diperoleh hasilyang lebih mapan, mengingatdi dalam penelitian ini,

Daftar RujukanKD yang dicakup hanyalahpemecahan masalah yangberkaitan dengan bilanganbulat dan pecahan; persamaanlinear satu variabel;himpunan juga konsep segiempat dan segitiga, penelitimenyarankan agar rekanpeneliti lain berkenanmeneliti penerapanpembelajaran ini untuk KDyang lain.

Bernardo, A. (2005) The Journal of Psychology Interdisciplinary and Applied.Volume 139 number 5/ September 2005 page : 413-425

Bernawi, P.I. (2010). Proses dan Strategi Riset. Makalah. Bandung: Kopertis IV.

Biryukov, P. (2003). Metacognitive Aspects of Solving CombinatoricsProblems. BerrSheva: Kaye College of Education.

Haji, M. (1994). Diagnosis Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Ceritadi Kelas VI SD Negeri Percobaan Surabaya. Tesis, PPS IKIP Malang.

Lester, F. K., & Kehle, P. E. (2003). From problem solving tomodeling: the evolution of thinking about research oncomplex mathematical activity. In: R. Lesh, & H. Doer(Eds.), Beyond constructivism. Models and modeling perspectives onmathematics problem solving, learning, and teaching (pp. 501–517).Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.

Meirina, Z (2009). Peran Bahasa Ibu dalam Memberantas Buta Aksara.http:// www.borneotribune. com/Pandora. html

Romadhina, D. (2007). Pengaruh Kemam-puan Penalaran dan KemampuanKomunikasi Matematik terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Ceritapada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung Siswa Kelas IX SMPNegeri 29 Semarang MelaluiModel Pembelajaran Pemecahan Masalah. Skripsi, FMIPA,Universitas Negeri Semarang

Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Membuat Model Matematika dari Soal CeritaSupriyanto. (2006). Kerucut Pemahaman.

http://supriyanto.fisika.ui.ac.id/kerucutpemahamanbag3.html [on line] 14 Juli 2010. Tersedia.

Widhiarso, W. (2005). Pengaruh Bahasa terhadap Pikiran. Yogyakarta:Fakultas Psikologi UGM.

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODELNUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) UNTUK

MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN PENGUASAANKONSEP MATEMATIKA

Mustafa, Yusnani, dan Baharuddin*)

Abstrak: Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan modelpembelajaran NHT (Number Head Together) yang mampu meningkatkankeaktifan dan pemahaman konsep matematika siswa. Menggunakan PenelitianTindakan Kelas Kolaboratif, penelitian menunjukkan bahwa Model NHT yangmampu meningkatkan keaktifan dan pemahaman konsep matematika siswamemiliki beberapa sifat sebagai berikut: (1) pertama kali, model NHT harusdijelaskan secara jelas terlebih dahulu kepada siswa, lisan maupun tertulis, (2)pengelompokan siswa hendaknya dibuat dinamis, (3) pemberian bimbingankepada siswa hendaknya terdistribusi merata, (4) penyaji setiap kelompokhendaknya ditentukan secara acak dengan menggunakan amplop tertutup.

Kata Kunci: Pemahaman Konsep, Pembelajaran Kooperatif, NHT,Keaktifan Siswa.Pendahuluan

Dalam era pembelajarankonstruktivistik keterlibatansecara aktif dalampembelajaran merupakan kunciutama belajar. Keaktifandalam belajar sering menjadiprediktor yang baik bagihasil belajar (Suparno,1997). Sayangnya, selamabeberapa tahun penelitimengajar di kelas VIII B MTsNTakalala, keaktifan siswadalam pembelajaran matematikamasih memprihatinkan (rata-rata 30% tidak mengerjakantugas, 10% berani menjawab,

5% berkontribusi dalampenyimpulan) dan maksimalhanya 60% siswa yang memenuhikriteria ketuntasan minimal(KKM).

Jika dua penyakit initidak segera diatasi, hasilbelajar siswa akan terusrendah, siswa kesulitan dalammepelajari materi lain (dalammatematika maupun matapelajaran lainnya), sertabisa menyebabkan tidak lulusUjian Nasional. Mereka jugaakan menakuti, membenci, danmenghindari pelajaranMatematika (Suherman dkk,

10

1999). Oleh karena itu,peneliti memandang perluuntuk menemukan pembelajaranyang dapat meningkatkankeaktifan dan pemahaman

konsep matematika.Dari berbagai macam mode

belajar, menjelaskanpemahamannya kepada oranglain merupakan model belajaryang sangat tinggi membantupemahaman siswa (Ari Samadi,tanpa tahun). Oleh karenaitu, akhir-akhir ini, modelpembelajaran kooperatifmerupakan salah satu model

pembelajaran yang palingbanyak disarankan. Di sampingitu, pembelajaran kooperatif,secara serempak ternyatamembantu terkembangkannyatiga dari empat macamkecakapan hidup, yaitukecakapan personal, kecakapansosial, dan kecakapanakademis.

Salah satu bentuk modelpembelajaran kooperatifadalah Numbered Head Together(NHT). Dibandingkan denganmodel pembelajaran kooperatiflainnya,

*) Mustafa adalah seorang guru di MTs Negeri Takalala, Soppeng, Sulawesi Selatan. Yusnani adalah Guru SMP Muhammadyah Lajoa, Soppeng, Sulawesi Selatan. Baharuddin adalah Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan, Sulawesi Selatan.

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Penguasaan Konsep Matematika

NHT memiliki beberapakeistimewaan. Ditinjau darisisi proses, penerapan NHTlebih mudah dilakukandibandingkan dengan modelkoperatif tipe lainnya.Menurut Kagan (dalamMaesuri, 2002), Numberedhead together (NHT) hanyamemuat empat tahappembelajaran, yaitu: (1)penomoran, (2) pengajuanpertanyaan, (3) berpikirbersama, (4) menjawab(Ibrahim, 2000; Maesuri,2002).

Ditinjau dari sisiperolehan belajar, NHTtidak kalah potensinyadibandingkan dengan modelpembelajaran kooperatiflainnya. Numbered headtogether (NHT) membantupenguasaan konsepmatematika, meningkatkankemampuan kerja sama, dankemampuan berfikir kritis(Nur, 2000). Bagi siswayang hasil belajarnyarendah, menurut Lundgren(dalam Ibrahim, 2000), NHTmampu meningkatkankepercayaan diri siswa,memperbaiki tingkatkehadirannya dalam prosesbelajar mengajar, lebihmudah menerima orang lain,mengurangi perilaku yangmengganggu, m e n g u r a ng i k o n f l i k a n t a rpribadi, meningkatkan budipekerti, kepekaan sosial

dan toleransi, memperolehpemahaman yang lebihmendalam, serta hasilbelajar lebih baik.

Oleh karena itu,peneliti telah mencobamenerapkan model NHT ini didalam kelas. Akan tetapi,dari beberapa kalimenerapkan pembelajaranmodel NHT, peneliti masihbelum merasa puas.Keaktifan dan hasil belajarmatematika siswa masihrendah.

Mengingat potensibaik yang dimiliki oleh NHT, peneliti tertarik untuk mencari tahu model pembelajaran NHT yangbagaimanakah yang mampu meningkatkan keaktifandan penguasaan konsep matematika siswa.Peneliti ingin mencari caramelaksanakan pembelajaranNHT yang mampu meningkatkankeaktifan dan penguasaankonsep matematika siswa.Peneliti berharap agartemuan penelitian inimemberikan inspirasi kepadaguru matematika lainnya,terutama guru-guru diMadrasahTsanawiyah, untukmemperbaiki praktikpembelajarannya, sertamemotivasi untukmelaksanakan PTK lainnya.Dengan begitu, penelitiberharap kualitas

12

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

pembelajaran di MTs bisaberkembang lebih baik,minimal seimbang dengankualitas pembelajaran diSMP. Bagi siswa, penelitiberharap pembelajaranmatematika bisa berjalanlebih baik mengembangkanpotensi mereka dari waktuke waktu.

MetodePenelitian ini

menggunakan PenelitianTindakan Kelas danberlangsung selama duasiklus. Penelitianberlangsung di Kelas VIII BMTs Negeri TakalalaKabupaten Soppeng padaSemester Genap tahunpelajaran 2009/2010.Pelaksanaan Tindakandimulai pada bulan Januaris.d Mei 2010. Jumlah siswayang terlibat di dalampenelitian ini sebanyak 25orang yang terdiri dari 14orang laki-laki dan 11orang perempuan dimanasiswa di kelas iniheterogen dilihat darikemampuan, latar belakangsosial, ekonomi dan budaya.

Peneliti menetapkanbeberapa kriteria sebagaiindikator keberhasilanpenerapan pembelajaran NHT.Untuk aspek keaktifan,faktor yang diperhatikanadalah keaktifan siswa

dalam: (1) mengerjakantugas yang diberikan, (2)mengajukan pertanyaan padaguru, (3) menjawabpertanyaan guru, (4)bertanya pada teman dalampresentasi hasil, (5)menjawab dan berpendapatdalam presentasi hasil, (6)m e m b e r i m a s u k a nd a l a m menyimpulkanmateri. Penelitiandikatakan meningkatkankeaktifan manakala rata-rata dari semua aspekkeaktifan mencapai minimal75%.

Untuk aspek penguasaankonsep matematika, penelitimenetapkan kriterianyaberdasarkan hasil belajarmatematika yang diukur 2kali dalam setiap siklus,yaitu pada setiap 2 kalipertemuan. Pembelajarandikatakan mampumeningkatkan penguasaankonsep matematika siswamanakala sedikitnya 75%siswa memperoleh nilaiminimal 75.

Sehubungan denganindikator keberhasilan diatas, data yang dikumpulkandalam penelitian ini (1)tingkat keaktifan siswa,dan (2) penguasaan konsepmatematika siswa. Tingkatkeaktifan siswa diukurdengan cara, pengamatanterhadap langkahlangkah

13

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Penguasaan Konsep Matematika

pembelajaran dan suasanakelas pada saatpembelajaran berlangsung,Penguasaan konsepmatematika siswa diukurdengan cara memberikan posttes. Data tentang keaktifansiswa dikumpulkan olehpengamat sedangkan datatentang penguasaan konsepmatematika dikumpulkan olehpeneliti. Mengingat iniadalah PTK, maka di dalampenelitian ini jugadikumpulkan data-datatentang praktik/tindakanguru. Dalam hal ini,tersedia catatan lapangan.

Data-data yangdiperoleh ini diperiksa akurasinya dengan cara saling berbagi data sesamapeneliti.Selanjutnya, data tersebutdiolah dan dianalisisdengan cara membandingkandata tersebut dengankriteria pada indikatorkeberhasilan. Manakalakedua jenis data yangdikumpulkan tersebut lebihbaik daripada kriteria-kriteria yang ditetapkan,maka pembelajaran model NHTtersebut dikatakan sudahberhasil meningkatkankeaktifan dan penguasaankonsep matematika siswa.Manakala sedikitnya satudari kedua jenis data yangada lebih rendah kalaudibandingkan dengan

kriteria yang ditetapkan,pembelajaran model NHTtersebut masih belum berhasilmeningkatkan keaktifan danpenguasaan konsepmatematika siswa danpembelajaran NHT perludiperbaiki pada siklusberikutnya.

Hasil dan PembahasanSiklus I.

14

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

Pada siklus I ini,peneliti melaksanakanpertemuan persiapan danmenyepakati perubahan modelpembelajaran NHT sebagaiberikut (1) penjelasantentang NHT, (2) penomoran,

(3) mengerjakan LKS,(4)presentasi, (5) memberipenghargaan. Pertemuanberlangsung. di MTsNTakalala selama 1 hari.Pada saat persiapan inipula, peneliti mengemb a ng k a n s e m u a p e r ang k a t pembelajaran (RPP,LKS) dan perangkatpenelitian yang diperlukan(Panduan PengamatanKeaktifan, Tes PenguasaanKonsep Matematika).

Pada pertemuan pertamasampai keempat para

peneliti menjalankan semua rencana yang telahdisiapkan. Peneliti utama bertindak sebagai guru, sedangkan dua teman yang lain bertindak sebagai pengamat dan pengumpul

data.Pada tabel 1

menunjukkan rataratakeaktifan siswamengacungkan tangan danmengajukan pertanyaankepada guru adalah 44%,rata-rata keaktifan siswamengacungkan tanganmenjawab pertanyaan kepadaguru adalah 41%, rata-ratakeaktifan siswa bertanyajawab dalam kelompokmenyelesaikan LKS adalah84%, rata-rata keaktifan

15

Tabel 1. Analisis Keaktifan Siswa

No Indikator keberhasilan Rata-rata

Rata-rata (%)

1 Keaktifan mengacungkan tanganmengajukan pertanyaan kepada guru 11 44

2 Keaktifan mengacungkan tanganmenjawab pertanyaan kepada guru 10.25 41

3 Keaktifan bertanya jawab dalam kelompok menyelesaikan lks

21 84

4 Keaktifan mengacungkan tangan mengajukan pertanyaan kepada teman pada saat presentasi

14.75 59

5 Keaktifan mengacungkan tangan menjawab atau berpendapat pada presentasi 9 36

6 Keaktifan memberi pendapat dalam menyimpulkan materi

7.5 30

Total Nilai 49

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Penguasaan Konsep Matematika

siswa mengacungkan tanganmengajukan pertanyaankepada teman pada saatpresentasi adalah 59%,rata-rata keaktifan siswamengacungkan tanganmenjawab atau berpendapatpada presentasi adalah 36%,dan keaktifan siswa memberipendapat dalam menyimpulkanmateri adalah 30%, sehinggaratarata dari dari semuaindikator adalah 49%. Inimenunjukkan bahwa tingkatkeaktifan siswa masih dibawah kriteria indikatorkeberhasilan yang menuntut75%.

Data penguasaan konsepsebagai berikut:penguasaan konsepmatematika siswa.

Setelah mengamatilebih cermat catatanlapangan dan mengaitkanlangkah-langkah yangdilakukan guru dengantingkat keaktifan danpenguasaan konsep siswa,disimpulkan bahwa tindakanpembentukan kelompok yangtidak pernah berubahanggotanya tampaknya perludiubah menjadi anggotakelompok harus selaluberubah, satu kelompok

mendapatkan satu LKS harusdiubah pembagian lks kepadasetiap siswa, pembimbinganhanya dilakukan padakelompok yang bertanyaharus diubah pembimbingandilakukan pada semuakelompok, instruksipengerjaan LKS kurang jelasharus diubah instruksi LKSharus jelas, dan tidaksemua perwakilan kelompokbisa terpanggil nomornyapada saat presentasi harusdiubah pada saat presentasiada yang mewakili setiapkelompok.

Siklus IIPelaksanaan

pembelajaran siklus IIdilaksanakan pada bulanMaret sampai dengan Mei2010 Kegiatan pembelajaranpada siklus II terdiri dariempat kali pertemuan, sertabe rpedom an pa da r e ncana pembelajaran yang telahdisusun peneliti. Sub pokokbahasan yang diajarkanadalah tentang Lingkaran

Pada awal pembelajaranguru menginformasikanmengenai materi yang akandipelajari dan kegiatan

Tabel 2. Hasil Ulangan Harian Kelas VIII MTs NegeriTakalala

Pertemuanke Jumlah Siswa Yang Kriteria

Keberhasilan Simpulan

1 9 siswa (36%) 18 siswa (75%) Belum Berhasil

16

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

2 15 siswa (60%) Belum BerhasilPada tabel 2

menunjukkan bahwapembelajaranyang

telah

di

atas tindak dilakukan

pembelajaran yang akandilaksanakan sertamelakukan apresepsi danmotivasi. Kemudianmelaksanakan pembelajaran

belum berhasil meningkatkansesuailangkah-langkahpembelajaran Pada tabel 4 menunjukkan bahwaNumbered Head Together (NHT). tindak pembelajaran yang telah dilakukan

Tabel 3. Keaktifan siswa

No Indikator Keberhasilan Rata-rata

Rata-rata(%)

1 Keaktifan mengacungkan tanganmengajukan pertanyaan kepada guru

23,5 94

2 Keaktifan mengacungkan tanganmenjawab pertanyaan kepada guru

18,75 75

3 Keaktifan bertanya jawab dalam kelompok menyelesaikan LKS

18 72

4 Keaktifan mengacungkan tangan mengajukan pertanyaan kepada teman pada saat presentasi

17,75 71

5 Keaktifan mengacungkan tangan menjawab atauberpendapat pada presentasi

19 76

6 Keaktifan memberi pendapat dalam menyimpulkan materi

18 72

Total Nilai 76,6

Pada tabel 3menunjukkan rataratakeaktifan siswa mengacungkantangan dan mengajukanpertanyaan kepada guruadalah 94%, rata-ratakeaktifan siswa mengacungkantangan menjawab pertanyaankepada guru adalah 75%,

rata-rata keaktifan siswabertanya jawab dengan gurudalam kelompok menyelesaikanLKS adalah 72%, rata-ratakeaktifan siswa mengacungkantangan untuk mengajukanpertanyaan kepada teman padasaat presentasi adalah 71%,ratarata keaktifan siswa

17

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Penguasaan Konsep Matematika

mengacungkan tangan menjawabatau berpendapat padapresentasi adalah 76%, dankeaktifan siswa memberipendapat dalam menyimpulkanmateri adalah 72%, sehinggaratarata dari semuaindikator keberhasilanadalah 76,6%. Inimenunjukkan bahwa tindakpembelajaran telah berhasilmeningkatkan keaktifansiswa.

Data penguasaan konsepsebagai

belum berhasil meningkatkanpenguasaan konsep matematikasiswa.

Tampak bahwa tindakpembelajaran telah berhasilmeningkatkan penguasaankonsep siswa. Dengandemikian, tindakpembelajaran model NHT yangtelah dimodifikasi inimampu meningkatkankeaktifan siswa sertapenguasaan konsepmatematikanya. Karena itu,tindak pembelajarandipandang sudah memadai,

dan tidak perludikembangkan lanjut padasiklus berikutnya.

Berdasarkan data-datapada penelitian, tampakbahwa tingkat keaktifansiswa dan pemahaman konsepmatematika siswa meningkattajam. Ini sejalan dengantemuan Jhonson & Jhonson(dalam Nurhadi, 2003) yangmenyatakan bahwapembelajaran kooperatif,

termasuk NHT, memilikibeberapa keunggulan, yaitu:(b) meningkatkanketerampilan metakogitif,kemampuan memandang masalahdan situasi dari berbagaiperspek-tif motivasibelajar instrinsik,(c) mengembangkan sikappositif terhadap belajar danpengalaman belajar, (d)meningkatkan keterampilanhidup bergotong-royong, (e)meningkatkan ke-mampuanberpikir divergen, (f) meng-ubah pandangan klise danstereotip menjadi pandanganyang dinamis dan realistis,

18

Pertemuan ke

Jumlah Siswa yang MenjawabBenar

KriteriaKeberhasilan Simpulan

1 18 siswa (75%)

18 siswa (75%)

Berhasil

2 20 siswa (83,33%) Berhasil

berikut: (a) Memudahkanpenyesuaian

sosial;

Tabel 4. Hasil Ulangan Kelas VIII, MTs Negeri Takalala

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

(g) meningkatkan rasa har-gadiri dan penerimaan diri,dan (h) mengembangkanhubungan positif antarasiswa dengan guru danpersonel sekolah.

Peningkatan keaktifandan pemahaman konsep inidiperoleh setelahpembelajaran Number HeadTogether diberi perbaikansebagai berikut:

Penjelasan tentanglangkahlangkah NHT dan TujuanPembelajaran. Di dalampenelitian ini, penjelasantentang langkah-langkah NHTdan tujuan pembelajarandilakukan dengan menuliskandi karton dan di tempelkandi papan tulis sertamenyampaikan tujuanpembelajaran. Hal inimembantu siswa untuk merujuktindakan yang harusdilakukan dan tujuan yangdiharapkan. Pembelajaranberjalan dengan efisien danefektif. Ini sesuai denganpendapat Ibrahim (2000).

Penentuan Anggota Kelompok.Di dalam penelitian ini,anggota kelompok dibuatberbeda pada setiappertemuannya. Anggotakelompok yang berbeda initernyata telah mengakibatkansiswa yang semula bisamenguasai anggota lainnyaterpaksa harus menyesuaikandiri lagi, dan tidak

sombong. Anggota kelompoktidak ada yang bersifatsuperior dan inferior.Mereka memiliki derajat yangsama, dan akibatnya merekaharus saling memberi, salingmenerima, saling membantu.Keaktifan belajar menjadimeningkat, dan hasil belajarbisa lebih baik. Ini sesuaidengan pendapat Nurhadi( 2003) dan Ani (2004).

Lembar Kerja Siswa (LKS). Didalam penelitian ini, LKSdilengkapi dengan petunjukkerja dan imformasi sertaada tugas yang memancingsiswa untuk berbuat.Petunjuk kerja daninformasi yang jelas initelah membuat siswamengetahui secara pasti apayang harus dilakukan. Inimembuat mereka terlibataktif dalam kerja kelompok.

Bimbingan dan Motivasi.Peneliti memberikanbimbingan kepada semuakelompok dan mengarahkanagar saling kerja samadengan cara memberimotivasi kepada seluruhsiswa bahwa “kalianmempunyai hak yang samadalam pembelajaran ini”.Dengan cara ini, merekamampu menjalin hubungandengan baik dengan teman-temannya dan gurunya, dansaling bekerja sama dansaling membantu dalam

19

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Penguasaan Konsep Matematika

kelompok masing-masing. Inisesuai dengan pendapatLestari (2006).

Penentuan PresenterKelompok. Di dalampenelitian ini, gurumemberitahukan bahwapresenter dari setiapkelompok ditentukan dengancara memanggil nomor yangtersedia di dalam amploptertutup. Karena inidiberitahukan sejak dariawal, setiap siswa tidakbisa mengandalkan dirikepada teman yang pandai didalam kelompok. Merekaharus berusaha mengertihasil kerja kelompok danmenyiapkan diri untukmenjadi presenter. Inimembuat siswaberpartisipasi aktif dalamkerja kelompok danmenyatukan pendapat didalam kelompok (Ibrahim,2000; Lie, 2002;Widdiharto, 2004)

Simpulan dan SaranHal-hal penting

yang perlu diperhatikan agarPembelajaran model NHT bisa meningkatkan keaktifan dan penguasaan konsep matematikasiswa adalah (1) pada tahap penjelasan tentang NHT, gurutidak sekedar menjelaskan secara lisan saja, tetapi juga menuliskan di kertas karton dan hasilnya dipajangkan di tembok, (2)

pada tahap pembentukan kelompok, anggota kelompok pada setiap pembelajaran dibuat berubah-ubah, (3) pada saat diskusi kelompok, ketua kelompok ditentukan oleh guru dengan cara menunjuk mereka yang dianggap cepat merespons penjelasan guru,kemudian membagikan LKS kepada setiapanggota kelompok, dan bimbingan diberikan kepada semua kelompok, tanpa terkecuali, (4) pada saat presentasi, penentuan penyajinya dilakukan dengan mengambil nomor dari amplop yang berisikan nomor anggotakelompok, dan amplop tersebut dibuka sesaat ketika sesi presentasi akan dimulai, (5) sementara pada saat pemberian penghargaan, bentuk penghargaannya berupatepuk tangan dan pujian

Sesuai dengan hasil penelitian di atas, paraguru yang menggunakan pembelajaran NHT untuk meningkatkan keaktifandan penguasaan konsep

Daftar Rujukanmatematika siswa,disarankan agar melakukanhal-hal berikut (1) padatahap penjelasan tentangNHT, guru tidak sekedarmenjelaskan secara lisansaja, tetapi juga

20

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

menuliskan di kertas kartondan hasilnya dipajangkan ditembok, (2 pembentukankelompok, anggota berubah-ubah, (3) ketua kelompokditentukan oleh guru dengancara menunjuk mereka yangdianggap cepat meresponspenjelasan guru,kemudianmembagikan LKS kepadasetiap anggota kelompok,dan bimbingan diberikankepada semua kelompok,tanpa terkecuali, (4)penentuan penyajinyadilakukan dengan mengambilnomor dari amplop yangberisikan nomor anggota

kelompok (5) pemberianpenghargaan, bentukpenghargaannya berupa tepuktangan dan pujian.

Selanjutnya,penelitian ini dilaksanakanpada KD di kelas VIIIMungkin saja model initidak cocok untuk KD yanglain atau kelas yang lain.Karena itu, penelitimenyarankan agar penelitilainnya berkenan untukmeneliti model NHT yangtelah peneliti lakukan inike KD yang lain dan/atau dikelas yang lain.

Ani,T. C. (2004). Psikologi Belajar. Semarang: UPT UNNES Press.

Ari Samadi, T.M.A. (tanpa tahun). Pembelajaran Aktif (ActiveLearning). Depdiknas dan ADB: Engineering EducationDevelopment Project, ADB Loan No. 1432-INO. Diunduh dariizaskia.files.wordpress.com/2010/03/makalah-active-learning.doc tanggal 24 nopember 2010 .

Ibrahim, M. dkk, (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya:Universitas Negeri Surabaya.

Lestari, L. P. (2006). Keefektifan Pembelajaran Dengan PenggunaanAlat Peraga Dan Lembar Kerja Siswa (LKS) Terhadap Hasil BelajarMatematika Dalam Pokok Bahasan Bangun Segi Empat Pada Siswa Kelas VIISemester 2 SMP Muhamadiyah Margoaari Kabupaten Tegal TahunPelajaran 2005/2006. Skripsi S1 Pendidikan Matematika:UNNES.

Lie, A. (2002). Cooperative Learning: mempraktikkan Cooperative Learning di dalam Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Gramedia WidiasaranaIndonesia.

Maesuri, S. (2003). Makalah: Suatu Alternatif Model Pelatihan Lan- jutanuntuk Materi Penilaian Autentik. Jakarta: Direktorat PPD-KA.

21

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Penguasaan Konsep Matematika

Nurhadi dkk. (2003). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalamKBK. Surabaya: Universitas Negeri Malang.

Nur, M, dkk. (2000). Pengajaran Berpusat Pada Siswa dan PendekatanKontruktivis dalam Pembelajaran. Surabaya: UNS.

Suherman, E. dkk. (1999). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.Bandung: UPI.

Suparno, P. (1997). Filsafat Kons- truktivitas dalamPendidikan.Yogjakarta: Kanisius.

Widdiharto, R. (2004). Model-model Pembelajaran Matematika SMP.Yogyakarta: PPPG Matematika Yogyakarta.

22

MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN KETERAMPILANSISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH PADA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENERAPANMODEL STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION

(STAD)Endang Sulistiyah, Noer Imamah, dan Guntur Sumilih*)

Abstrak: Penelitian Tindakan Kelas ini dimaksudkan untuk mendeskripsikanpelaksanaan model pembelajaran STAD yang mampu meningkatkan partisipasisiswa dalam kerja kelompok dan sekaligus keterampilan pemecahan masalahmatematikanya. Subyek penelitian terdiri dari 40 orang siswa kelas VII G SMPNegeri 1 Purwosari Kabupaten Pasuruan. Data dikumpulkan melaluipengamatan, tes, catatan lapangan, dan catatan khusus dari siswa-siswa yangberkebutuhan khusus. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaanpendekatan deduktif dan induktif yang tidak dibatasi penggunaan media,terutama pada tahap penyajian kelas model STAD, mampu meningkatkankeaktifan partisipasi dan keterampilan pemecahan masalah matematika siswa.

Kata kunci: Keterampilan pemecahan masalah, partisipasisiswa, pembelajaran koopera-

tif, STAD

PendahuluanData yang diperoleh dari

hasil observasi tiga tahunterakhir, sekitar 30% sampai40% siswa kelas VII, SMPNegeri 1 Purwosari, Pasuruanbelum mencapai KriteriaKetuntasan Minimal matapelajaran Matematika. Sekormereka masih di bawah 65. Halini mendorong peneliti untukmencari bentuk pembelajaranlain yang mampu meningkatkanketuntasan belajar siswa.

Berdasarkan kajianpeneliti terhadap penelitiantentang pengaruh penggunaan

pembelajaran kooperatif padaumumnya, dan model STAD padakhususnya, (Purwanti, 2003;Sa’adah,2003; Nurhadi dkk, 2004), danpengalaman peneliti mengikutipelatihanpelatihan (LPMP,DBE3, serta pelatihanlainnya), pada tahunpelajaran 2009/2010, penelitimencobaterapkan pembelajaranmodel STAD di kelas VII G.Akan tetapi, pelaksanaanmodel STAD ini ternyata masihjauh dari kata sempurna.

Peneliti menemukankenyataan bahwa rata-ratahanya terdapat 2 (dua) siswadi setiap kelompok yang aktif

Meningkatkan Keaktifan dan Keterampilan Siswa dalam Pemecahan Masalah padaPembelajaran Matematika dengan Penerapan Model Student Teams Achievement Divisionmengerjakan tugas kelompok.Pembagian tugas juga tidakmerata. Siswa terlihat belumsaling mempercayai jawabantemannya. Di samping itu, 6dari 8 kelompok yang ada,ditemukan adanya 1 siswa yangmendominasi pengerjaan tugaskelompok, dan 31,3% siswatidak tuntas belajarnya. Inibertentangan dengan temuansebelumnya (Purwanti, 2003;Sa’adah, 2003).

Mengingat keaktifan danhasil belajar matematikamerupakan tuntutan yangpenting untuk belajar padajenjang berikutnya atau untukberjuang dalam kehidupansehari-hari, fenomena negatifini tidak boleh dibiarkanberlarut-larut. Siswa harus

diupayakan agar selalu aktifterlibat di dalampembelajaran, dan memperolehhasil belajar yang baik.Mengingat pula banyaknyaaspek positif daripembelajaran kooperatif,termasuk STAD, penelitimenduga adanya langkahlangkahpembelajaran yang kurangsempurna yang telah penelitilakukan.

Menurut Slavin (dalamMaisaroh, 2004) pembelajaran

STAD terdiri dari limalangkah pokok, yaitu: (1)Penyajian Kelas,(2) Belajar dalam Kelompok,(3) Tes/Kuis, (4) SkorPeningkatan Anggota Kelompok,dan (5) Penghargaan Kelompok.Ketidak aktifan siswa dankurang tingginya hasilbelajar siswa, tentudisebabkan olehketidaksempurnaan dalammenjalankan langkah-langkahpokok tersebut.

Selama ini, lima langkahpokok pembelajaran STADtersebut peneliti lakukandengan cara berikut.Penyajian kelas dilakukandengan berceramah secaraklasikal tanpa variasi.Menurut Budiardjo (1994)

praktik semacam ini tidakefektif karena penggunaanceramah secara terus menerustanpa divariasikan denganteknik yang lain dapatmenurunkan konsentrasi siswauntuk ingatan jangka panjang.Cara yang lebih baik adalahdengan penyajian fenomenasecara klasikal” yang tidakdibatasi kepada menjelaskansecara deduktif saja, tetapijuga secara induktif. Inisejalan dengan temuan

24

*) Endang Sulistiyah dan Noer Imamah adalah seorang guru di SMP Negeri 1 Purwosari, Jawa Timur. Guntur Sumilih adalah Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan, Jawa Timur.

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

Muhammad (2005/2006) yangmenyatakan bahwa pengembanganmodel pembelajarna induktif-deduktif dapat meningkatkanhasil belajar siswa.

Dalam rangka belajarkelompok, ada beberapa halyang perlu dipertimbangkan.Pertama, pembentukankelompok. Kedua, jenis tugasyang harus dikerjakan dalamkelompok. Ketiga, penilaianhasil belajar kelompok.Selama ini penelitimelakukannya dengan caramembagi kelompok secara acakmenurut nomor absenTampaknya hal ini juga perludiperbaiki. Pengelompokansecara acak yang selama initelah peneliti lakukanternyata tidak selalumenghasilkan kelompok yangheterogen yang merupa-kanprasyarat dihasilkannya kerjakelompok yang ideal(Maisaroh, 2004).

Terkait dengan jenistugas, selama ini, jenistugas yang diberikan untukdikerjakan dalam kelompokadalah tugas yang terfokuspada prosedur dan keakuratan.Tugas matematika yangterintegrasi yang menuntutkemampuan berfikir tingkattinggi sangat jarangdiberikan. Akibatnya, ketikasiswa dihadapkan pada tugasyang sulit dan membutuhkankemampuan berfikir tingkat

tinggi atau jawabannya tidaklangsung diperoleh, siswacenderung malasmengerjakannya, mereka seringmenegosiasikan tugas tersebutdengan gurunya dan memintakemudahan (Jarnawi, 2005).

Penilaian terhadap hasilbelajar kelompok bisa duamacam. Pertama, penilaianterhadap masing-masingindividu (dengan kata lain:belajar kelompok hanyasekedar menjadi alat untukpemahaman masing-masingindividu, sehingga setiapanggota mungkin saja memilikinilai berbeda). Kedua,penilaian terhadap kelompok(satu kelompok mempunyainilai yang sama). Selama ini,penilaian terhadap hasilbelajar kelompok yangdilakukan peneliti adalahpenilaian individu semata.Praktik sedemikian banyakmengakibatkan individu tidakaktif dalam kelompok.Keberhasilan atau kegagalankelompok sama sekali tidakmempunyai pengaruh terhadapkeberhasilan individu. Merekalebih fokus kepadakepentingan diri sendiri.Akibatnya, anak yang pintarenggan berbagi idenya denganteman sekelompoknya, dan anakyang kurang, merasa maluuntuk bertanya. Konsolidasipengetahuan antar siswa tidak

25

Meningkatkan Keaktifan dan Keterampilan Siswa dalam Pemecahan Masalah padaPembelajaran Matematika dengan Penerapan Model Student Teams Achievement Divisionterjadi (Ari Samadi, tanpatahun).

Dalam tahap pemberiankuis, peneliti melakukannyadengan memberikan kuis secaraklasikal dan memberikankesempatan menjawab hanyapada salah satu siswa yangangkat tangan dengan cepat.Berdasarkan pendapat Prayitno(1989), langkah ini jugamemiliki kelemahan, yaitu:tidak semua siswa yang angkattangan mendapat kesempatanmempertunjukkan kemampu-annya.

Dalam tahap penghitunganskor peningkatan anggotakelompok, peneliti melakukandengan langkah membuatperingkat banyaknya aspekkeaktifan yang dikuasai danhasil tes pemecahan masalahserta penghargaan yangdiperoleh. Langkah inimemiliki kelemahan yaitu sis-wa yang berada padaperingkat bawah tidaktermotivasi.

Dalam tahap penghargaankelompok, peneliti melakukandengan memberikan penghargaanpada saat pembelajaranberlangsung dan pada akhirpembelajaran, denganpemberian stiker danmengumumkan hasil peringkat 3terbesar, secara terbuka didepan kelas. Cara inimemiliki beberapa kekuatan,yaitu, kelompok termotivasi

untuk berkompetisi, berusahamemperbaiki hasil prestasiyang telah dicapai sebelumnyadan mengatasi prestasi oranglain. Berdasarkan pendapatPrayitno (1989), langkah inijuga memiliki kelemahan,yaitu: kelompok yang tidaktermasuk peringkat tigaterbaik menjadi kurangpercaya diri.

MetodePenelitian ini

menggunakan PenelitianTindakan Kelas (PTK). Data-data yang dikumpulkanmencakup: (1) keaktifansiswa, (2) keterampilanmemecahkan masalahmatematika. Data tentangkeaktifan siswa mencakup 6aspek yaitu 1) mendengarkanpendapat teman, 2) membagikepemimpinan, 3) membuatkeputusan bersama, 4)menyelesaikan beda pendapat,5) memberikan informasi, dan6) bertanya. Sedangkan datatentang keterampilanmemecahkan masalah mencakupempat tahap pemecahanmasalah, yaitu 1) memahamimasalah (menentukan modelmatematika dari soalpemecahan masalah), 2)menyusun rencana pemecahan,3) melaksanakan rencanapemecahan, 4) meninjaukembali (Polya, 1957). Datatentang keaktifan siswa

26

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

diperoleh dengan menggunakaninstrumen Lembar ObservasiKeaktifan Siswa sedang dataketerampilan memecah kanmasalah diperoleh dengan tes.

Di samping siswa kelasVII pada umumnya, penelitianini juga memberikan perhatiankhusus kepada siswa yangaspek keaktifannya sangatrendah. Ini dilakukan karenapeneliti ingin mengaktifkansemua siswa.

Indikator keberhasilanyang diguna kan di dalampenelitian ini adalah: 1)Tiap pertemuan dalam satusiklus, minimal 30 dari 40(75%) siswa di kelasmenunjukkan 4 dari 6 aspekkeaktifan. 2) Pada akhirsiklus minimal 20 siswa dari40 (50%) siswa di kelasmemperoleh nilai tespemecahan masalah minimal 70.3). Pada akhir siklus siswayang memerlukan perhatiankhusus dapat mencapai 3 dari6 aspek keaktifan.

Untuk menentukan suatutindakan sudah berhasil atauperlu diperbaiki pada siklusberikutnya, penelitimembanding kan data yangdiperoleh dengan indikatorkeberhasilan. Manakalahasilnya melebihi indikatorkeberhasilan maka tindakandianggap berhasil dan tidakperlu dilanjutkan ke siklusberikutnya. Akan tetapi jika

hasilnya kurang dariindikator keberhasilan makaperlu dilanjutkan ke siklusberikutnya.

Sedangkan sumber datadalam penelitian ini adalahsiswa kelas VII G SMPN 1Purwosari tahun Pelajaran20092010, berjumlah 40 orang.Penelitian dilakukan selamatiga bulan.

Hasil dan PembahasanSiklus I

Peneliti memulaipembelajaran denganmemberikan penjelasan kepadaseluruh siswa. Penyajiandilakukan dengan caramemberikan soal cerita yangberkaitan dengan persamaandan pertidaksamaan linearsatu variabel dan membimbingsiswa dengan tanya jawab:bagaimana membuat kalimatmatematika -nya dengan benar.

Selanjutnya, siswabekerja dalam kelompok.Kepada mereka diberikan LKSyang bervariasi yakni denganmodel: identifikasi kartu,‘make a match’, dan denganmodel permainan mencari hartakarun. Soal-soal yangdisajikan dalam LKS jugadibuat menarik, warna warni,dan dilengkapi dengan gambar–gambar yang sering ditemuisiswa dalam kehidupan sehari-hari dan kontekstual. LKSjuga memuat soal-soal

27

Meningkatkan Keaktifan dan Keterampilan Siswa dalam Pemecahan Masalah padaPembelajaran Matematika dengan Penerapan Model Student Teams Achievement Divisionpemecahan masalah yangdiharapkan mampu melatihsiswa untuk menghadapi tesperorangan agar mendapatnilai yang optimal. Selamamereka mengerjakan LKS,peneliti mendampingi siswadalam diskusi kelompok danmengatur jalannyapresentasi/karyakunjung/kunjung karya sertamenyimpulkan dan menguatkanhasil diskusi.

Peneliti memberikan kuispada pertemuan ke 5, yaknipada tanggal 14 November2009, dan pada pertemuan ke11, yakni pada tanggal 28Desember 2009. Sedangkan padaakhir siklus guru memberikantes akhir siklus yakni soal-

soal tes pemecahan masalahGuru memberikan penghargaanberupa ‘sticker’ di setiappertemuan, dan pada saat kuisdiberikan. Penghargaankelompok dikalkulasi padaakhir siklus. Tiga kelompokyang memperoleh nilaitertinggi diumumkan guru didepan kelas. Kelompok yangdiumumkan terlihat sangatsenang dan bersemangat,sedangkan kelompok yang tidaktermasuk dalam tiga kelompokdengan nilai tertinggiterpacu dengan adanyapengumuman ini.

Berdasarkan tindakanyang sudah dilakukandiperoleh informasi sebagaiberikut:

Dari tabel tampak bahwakeaktifan belajar telahtercapai, sedangkan hasil tespemecahan masalah dankemajuan dari siswa khususmasih belum berhasil mencapaiindikator keberhasilan. Iniberarti perlu dilanjutkan kesiklus berikutnya.

Berdasarkan hasilrefleksi terhadap hasil

pengamatan tentang tindakpembelajaran yang dilakukanguru, dan reaksi siswa,peneliti memutuskan untukmengubah tindakan 1 menjadi:1) Penyampaian informasilangkah-langkah soalpemecahan masalah sesuaiurutannya, 2) Untuk mengatasitidak meratanya pendampingankelompok, guru harus mengatur

28

Tabel 1. Hasil Penelitian Tindakan Kelas padasiklus 1

No Jenis Data Hasil Tindakan Indikator Simpulan

1 Keaktifan BelajarSiswa

38 orang menguasai≥ 4 aspek

30 0rang atau 75%

Tercapai

2 HasilTes PemecahanMasalah

15 orangmendapat nilai≥ 70

20 0rang atau 50%

Belum Tercapai

3 Kemajuan Siswa Khusus

2 orang belum memenuhi indikator

Pada akhir siklus menguasai3 dari 6 aspek

Belumtercapai

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

waktu pendampingan kelompok,baik kelompok yang duduk dibagian belakang, tengah, ataupun depan secara merata, 3)Penyampaian jawaban kuissecara tertulis, sehinggasiswa memiliki kesempatanyang sama untuk menjawabkuis, 4) Mengurangi jumlahsoal problem solving yangharus didiskusikan siswa, dan5) Menurunkan tingkatkesulitan tugas dalam LKS.

Peneliti memulaipembelajaran denganmemberikan penjelasan kepadaseluruh siswa. Penyajian inidilakukan dengan caramelakukan apersepsi danmotivasi pada awal pelajaran,dilanjutkan penyajian kelas,yaitu dengan mengingatkansiswa tentang persen, diskon,dan membimbing siswa dengantanya jawab bagaimanamenghitung persen, diskon,bunga bank, serta cicilan perbulan secara benar, denganwaktu yang lebih lamadaripada siklus 1. Gurumengkomunikasikan/menanyakankembali apakah siswa telahmemahami apa yang disajikanguru.

Selanjutnya, penelitimeminta siswa bekerja dalamkelompok. Peneliti mengajaksiswa bermain peran sebagaipembeli dan penjual sepedamotor pada sebuah dealersepeda motor. Untuk menjadi

penjual, tentunya siswa harusbisa mengkalkulasi diskonyang diberikan oleh dealertempat mereka bekerja,sehingga dapat mempengaruhipembeli dan sepeda motornyalaku. Setelah kelompokmelakukan peran pembeli danpenjual secara bergantian,peneliti memberikan LKS yangtelah direncanakan dalam RPP.

Agar dalam kelompoktercipta suatu kerjakooperatif yang diharapkan,yaitu keaktifan danketerampilan pemecahanmasalah, peneliti memberikanLKS yang menarik (Dengangambar-gambar yang seringditemui dalam kehidupanseharihari siswa yaitu modelbrosur sepeda motor sertapermasalahan terkaitpembelian sepeda motor),serta melatih siswa dengansoal-soal pemecahan masalahyang diharapkan mampu melatihsiswa untuk menghadapi tesperorangan agar mendapatnilai yang optimal. Di dalambelajar kelompok ini penelitimendampingi siswa dalamdiskusi kelompok secaraoptimal dengan mendampingiseluruh kelompok secaramerata (termasuk siswa-siswakhusus) dan mengatur jalannyapresentasi/karya kunjung/kunjung karya sertamenyimpulkan dan menguatkanhasil diskusi.

29

Meningkatkan Keaktifan dan Keterampilan Siswa dalam Pemecahan Masalah padaPembelajaran Matematika dengan Penerapan Model Student Teams Achievement Division

Peneliti memberikantes/kuis individual padaakhir siklus soal-soal kuisdan tes disesuaikan dengantujuan penelitian yaitu soal-soal pemecahan masalahjawaban hasil tes ditulisdalam lembaran. Jika setelahtes/kuis ditemui siswa-siswatidak mencapai indikatorkeberhasilan maka tugaskelompok harus membantuanggota kelompoknya untukmengajari kembali anggotanyasehingga anggota kelompoknyapada tes ulangan mampumencapai indikator yangdiharapkan.

Penghargaan kelompokdiberikan dan diumumkanpeneliti secara terbuka didepan kelas setelah berakhirsatu siklus denganmengkalkulasi skor kelompok,

tiga kelompok yang mendapatnilai tertinggi mendapatpenghargaan.

Dari tabel tampak bahwakeaktifan belajar dan tespemecahan masalah telahmencapai indikatorkeberhasilan tetapi iniberarti tindakan pembelajaransudah optimal. Namun denikianada beberapa siswa memerlukanperhatian khusus terkaitdengan keaktifan belajarkelompoknya. Masih ada 3orang yang belum mencapaiindikator yang telahditetapkan.Karena itu siklusberikutnya masih diperlukan.

Pada siklus I dan II,tindak pembelajaran terhadap3 orang yang belum mencapaiindikator yang telahditetapkan ini adalahpendampingan kelompok secaramerata dan memperhatikansiswa-siswa khusus. MenurutIndrawati (2009), tindak ini

tidak sesuai untuk siswa yangmemerlukan perhatian khususini. Karena itu, pada siklus

30

Tabel 2. Hasil Penelitian Tindakan Kelas padasiklus 2

No Jenis data Hasil Tindakan Indikator Simpulan

1 Keaktifan Belajar Siswa

37orang menguasai ≥4aspek

30 0rang atau 75% Tercapai

2 Hasil TesPemecahanMasalah

29 orang mendapat nilai ≥70

20 0rang atau 50% Tercapai

3 Kemajuan Siswa Khusus

3 orang belum memenuhiindikator

Pada akhir siklusmenguasai 3 dari

6 aspek

Belumtercap

ai

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

berikutnya, penelitimemutuskan untuk melakukanperubahan tindakan yaitupendekatan individual kepadasiswa yang memerlukanperhatian khusus.

Siklus IIIPeneliti memulai

pembelajaran denganmemberikan penjelasan kepadaseluruh siswa. Penyajian inidilakukan dengan caramelakukan apersepsi danmotivasi pada awal pelajarandan melaksanakan penyajiankelas, yaitu denganmembimbing siswa dengan tanyajawab memahami pengertianhimpunan.

Selanjutnya, penelitimeminta siswa bekerja dalamkelompok. Kepada merekadiberikan LKS yang telahdirencanakan dalam RP. Agardalam kelompok tercipta suatukerja kooperatif yangdiharapkan, yaitu keaktifandan katerampilan pemecahanmasalah, peneliti memberikanLKS yang menarik (Dengangambargambar yang seringditemui dalam kehidupansehari-hari siswa), sertamelatih siswa dengan sosl-soal pemecahan masalah yangdiharapkan mampu melatihsiswa untuk menghadapi tesperorangan agar mendapatnilai yang maksimal. Di dalambelajar kelompok ini peneliti

mendampingi siswa dalamdiskusi kelompok secaraoptimal dengan mendampingiseluruh kelompok secaramerata (juga terhadap siswa-siswa khusus) dan mengaturjalannya presentasi/karyakunjung/kunjung karya sertamenyimpulkan dan menguatkanhasil diskusi.

Peneliti memberikantes/kuis individual padaakhir siklus. Soal-soal kuisdan tes disesuaikan dengantujuan penelitian yaitu soal-soal pemecahan masalah,jawaban hasil tes ditulisdalam lembaran, jika setelahtes/kuis ditemui siswa-siswatidak mencapai indikatorkeberhasilan maka tugaskelompok harus membanntuanggota kelompoknya untukmengajari kembali anggotanyasehingga anngota kelompoknyapada tes ulangan mampumencapai indikator yangdiharapkan, karena skorindividu menentukan skorkelompok.

Penghargaan kelompokdiberikan dan diumumkanpeneliti secara terbukasetelah berakhir satu siklusdengan mengkalkulasi skorkelompok, tiga kelompok yangmendapat nilai tertinggimendapat penghargaan

Bila hal tersebut diatas, dibandingkan denganpelaksanaan STAD yang biasa,

31

Meningkatkan Keaktifan dan Keterampilan Siswa dalam Pemecahan Masalah padaPembelajaran Matematika dengan Penerapan Model Student Teams Achievement Divisiondalam kegiatan kelompok ini,peneliti telah mendampingisiswa secara optimal,sehingga keaktifan siswa danketerampilan pemecahanmasalahnya meningkat. Tampakbahwa indikator keberhasilantelah tercapai semua,siswasiswa khusus telahmenguasai 3 aspek dari 6aspek keaktifan.

Dari tabel 3 tampakbahwa keaktifan belajar dantes pemecahan masalah sertasiswa-siswa khusus telahmencapai indikatorkeberhasilan. Ini berartitindakan pembelajaran sudahoptimal. Sehingga indicatoryang diinginkan dalampenelitian telah memenuhikeinginan dari peneliti.Lebih lanjut akandiperlihatkan pada tabel 3berikut:

32

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

33

Tabel 3. Hasil Penelitian Tindakan Kelas pada siklus 3No Jenis data Hasil Tindakan Indikator Simpul

an1 Keaktifan

Belajar Siswa39 orang menguasai ≥ 4 aspek

30 0rang atau 75% Tercapai

2 Hasil Tes Pemecahan Masalah

34 orang mendapatnilai≥ 70

20 0rang atau 50% Tercapai

3 Kemajuan Siswa Khusus

3 orang memenuhiindikator

Pada akhir siklusmenguasai 3 dari 6 aspek

Tercapai

Lebih lanjut akan dipaparkan pula vasi keaktifan siswa,serta dalam bentuk sajian hasil penelitian dalam tabel dantabel dan grafik persentase hasil tes pegrafik persentasehasil pengamatan obser- mecahan masalah sebagai berikut:

Tabel 4. Persentase hasil pengamatan observasi keaktifansiswa

No Jumlah AspekKeaktifan

Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3

Jml % Jml % Jml %

1 ≥ 4 aspek 37.5 93.75

37 92.5 39.5 98.75

2 < 4 aspek 2.5 6.25 3 7.5 0.5 1.25

Gambar 1. Persentase hasil tes pemecahan masalah

0510152025303540

Siklus1

Siklus2

Siklus3

=70

<70

Meningkatkan Keaktifan dan Keterampilan Siswa dalam Pemecahan Masalah padaPembelajaran Matematika dengan Penerapan Model Student Teams Achievement Division

Dari tabel dan grafikdi atas, tampak bahwapersentase siswa yangmemperlihatkan 4 atau lebihaspek keaktifan adalah sangattinggi, dan stabil. Tinggidan stabilnya keaktifan inimenunjukkan bahwa modelpembelajaran STAD ini memangmampu meningkatkan keaktifanbelajar siswa.

Pada grafik di atas,dari siklus ke siklus, jugatampak nyata peningkatanketerampilan pemecahanmasalah siswa. Bahkan,peningkatan dari sikluspertama sampai ke siklusketiga terlihat sangatsignifikan.

Menurut hemat peneliti,kombinasi penyajian kelasdengan deduktif dan induktif,tanpa membatasi penggunaanmedia atau jenis kegiatan,tetapi guru juga menyajikandengan bantuan alat peraga,media elektronik (LCD, Film,dll) merupakan salah satufaktor pendukung keaktifanbelajar siswa. Hal sejalandengan penelitian Muhammad(2005/2006), dan pendapatFadilah (2008). Di sampingitu, kegiatan simulasibermain uang dan Make a Matchjuga memberikan kontribusiterhadap keaktifan belajarsiswa. Ini sejalan denganpendapat Nikmah (2004) yangmeneliti tentang penggunaan

alat peraga uang dalampembelajaran matematika,serta Indahwati (2009) yangmeneliti tentang penerapanmetode Make a Match.

Ditambah denganheterogenitas anggotakelompok, belajar dalamkelompok terlihat lebihbergairah. Heterogenitas initelah mendorong tejadinyaaktifitas salingmembelajarkan, dan salingmengendalikan. Mereka belajardemi kelompok, bukan demiindividu mereka. Akibatnya,tumbuh komitmen bersama untuksaling mempersiapkan anggota-anggotanya agar hasilkelompok juga baik. Inisejalan dengan pendapatMaisaroh (2004) dan hasilpenelitianKustiati (2008).

Diberikannya kebebasanuntuk menggunakan bahasaapapun dalam memecahkanmasalah, dalam berbagiinformasi/pengalaman,pembelajaran tampak berjalanalami. Siswa tidak merasaterlalu terkekang oleh tembokkelas yang selalu menuntutpenggunaan bahasa formal.Mereka merasa diberikeleluasaan untukmengeluarkan potensi merekaseoptimal mungkin dengan caramereka sendiri. Akibatnya,mereka asyik dan aktif dalambelajarnya dan berhasil

34

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

memahami konsep dengan baik.Ini juga sejalan dengan hasilpenelitian Kustiati (2008)dan pendapat Maisaroh (2004)serta Ratna Estri (2010).

Tugas yang menarik,serta kegiatan bermain peranmenjadikan anak memahamidengan baik masalah yangdiberikan. Keterlibatansecara aktif dalam bermainperan, memungkinkan siswamemperoleh wawasan danketerampilan yang lebih baikyang memungkinkan merekamemecahkan masalah lebih baikpula (Rodhiyah, 2006).

Simpulan dan SaranPembelajaran kooperatif

STAD yang mampu meningkatkankeaktifan dan keterampilanpemecahan masalah adalahpembelajaran model STAD yangmemiliki ciri sebagaiberikut: (1) penyajian kelasdilakukan secara kombinasiantara pendekatan deduktifatau induktif, (2) penggunaanmedia tidak dibatasi; gurujuga menyajikan denganbantuan alat peraga, mediaelektronik (LCD, Film, dll);

(3) Keanggotaan kelompokdibuat heterogen, (4)pemberian tugas individu ataukelompok dibuat yang menarik,(5) siswa diberi keleluasaanuntuk menggunakan bahasaapapun yang mereka inginkan,(6) siswa diajak untukbermain peran dalammemecahkan masalah, (7) siswadidorong untuk berbagiinformasi/ pengalaman yangtelah dilalui, dan (8) siswadidorong menyajikan tugasnyadalam bentuk laporanpenyelesaian tugas.

Para guru yang telahterbiasa menggunakan modelSTAD dan belum berhasilmengaktifkan atau mencapaitujuan belajar, modifikasiyang peneliti temukan didalam penelitian ini layakdicobakan. Namun demikian,mengingat materi penelitianini terbatas pada materi PLSVdan PtLSV, Aritmetika Sosial,dan Himpunan, penulismenyarankan agar penelitilainnya berkenan untukmenerapkan model ini untukmateri yang lainnya

Daftar Rujukan

Ari Samadi, T.M.A. (tanpa tahun). Pembelajaran Aktif (ActiveLearning). Depdiknas dan ADB: Engineering EducationDevelop-ment Project, ADB Loan No. 1432-INO. Diunduhdari izaskia.files. wordpress.com/2010/03/makalah-active-learning.doc, diunduh tanggal 24 nopember 2010

35

Meningkatkan Keaktifan dan Keterampilan Siswa dalam Pemecahan Masalah padaPembelajaran Matematika dengan Penerapan Model Student Teams Achievement DivisionBudiarjo. (1994). Metode ceramah, www.scribd.com/doc/396481/Me-

tode ceramah, diunduh tanggal 24 November 2010.

Fadilah. (2008). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Induktifdalam Pengolahan Informasi, Search Engine Optimization byStar Nine. Distributed by Word-press Themes.

Indahwati, N. 2009. PenerapanPembe-lajaranMetodeMake a-Match untuk

Meningkatkan Akti- vitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas IX IPS pada MataPelajaran Akutansi Pokok Bahasan Jurnal Umum di SMA KertanegaraMalang,Skripsi, F. E Universitas Negeri Malang.

Indrawati, S.W. (2009). PAKEM, Bandung: PPPPTK IPA.

Jarnawi, A.D. (tanpa tahun). Pendekatan Open-Ended dalamPembelajaran Matematika. Dalam file.upi.edu/ai.php?...%20JARNAWI%20AFGA- NI%20DAHLAN/, diunduh 23 Okto- ber 2010.

Kustiati, D. (2008). Model Pembelajaran Berbasis Kooperatif DenganMen-dayagunakan Alat Peraga Guna Peningkatan Hasil Belajar Geo-metri(PTK Pembelajaran matematika Kelas V SD Negeri 4 Tambirejo). Skripsithesis, Univer-sitas Muhammadiyah Surakarta.

Maisaroh. (2004). Penerapan Pembelajar-an Kooperatif Model STAD untukMeningkatkan Aktivitas dan Pres-tasi Belajar Keanekaragaman HayatiKelas 1B Semester 1 SMA TPI Porong Sidoarjo Tahun Pelajar-an2004/2005, Skipsi tidak diterbit-kan, Malang FMIPAUniversitas Negeri Malang.

Muhammad. (2005). Pengembangan Mo-del Pembelajaran Induktif-Deduk-tifdapat Meningkatkan Hasil Bel-ajar Siswa dan Efektivitas Pembel-ajaran,(online) http:// digilib.upi. edu/pasca /available /etd-090516-101932/, di unduh 23 Oktober 2010.

Nikmah, M 2004. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Penggunaan AlatPeraga Uang dalam Pokok Bahasan Uang Siswa Kelas 2 MI Ma’arifBlotongan Tahun Pelajaran 2004/2005, Skripsi: FMIPA:Universitas Negeri Semarang

Nurhadi, dkk. (2004). Pembelajaran Kon-tekstual dan Penerapanya dalamKBK, Malang: Universitas Negeri Malang.

36

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

Purwanti, W.C (2003). Keefektifan Peng- gunaan Pembelajaran KooperatifModel STAD dalam Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas II

SMUN 1Lawang Tahun Ajaran 2003/2004,Skripsi tidak diterbitkan,Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.

Polya, G. (1957). How To Solve It, a new aspect of mathematical method.New Jersey: Princeton University Press.

Prayitno, E. (1989). Motivasi dalam Bel-ajar. Jakarta: DepdikbudDikti PLTPK.

Ratna Estri, R. (2010). Peningkatan Keaktifan Siswa DalamPembelajaran Matematika melalui Metode Learning Start With a QuestionSkripsi: FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rodhiyah. (2006). Meningkatkan Kemam-puan Menyelesaikan Operasi Per-kalian dan Pembagian dengan Me-tode Permainan pada Siswa Kelas IVSDN Purwoyoso 03 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007 Diploma IIPGKSD FIP Universitas Negeri Surabaya.

Sa’adah, A. (2003). Efektivitas Pembelajar-an Kooperatif Model STAD ter-hadap Prestasi dan aktivitas Bel-ajar Siswa Kelas I SMUN 8 Malang.Skripsi tidak diterbitkan.Malang FMIPA

37

PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUKMENINGKATKAN KINERJA ILMIAH PADA MATA

PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAMEndang Wahyuningsih, Hantoro dan Sifak Indana*)

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan kinerjailmiah melalui penerapan pembelajaran inkuiri pada siswa SMP. Subyekpenelitian adalah 39 siswa kelas VIII E SMPN 2 Baureno Bojonegoro. Setiap tahappenelitian tindakan kelas ini dilakukan secara partisipasif kolaboratif antaradosen dan guru. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kinerjailmiah dari siklus pertama ke siklus kedua. Berdasarkan data hasil penelitianpada siklus pertama dan siklus kedua, semua indikator kinerja ilmiah mengalamipeningkatan keberhasilan sesuai dengan yang diharapkan.

Kata kunci: Kinerja Ilmiah, inkuiri, siswa SMP.Pendahuluan

Pembelajaran IPA yangdiharapkan dari Standar Isidiarahkan untuk inkuiri.Inkuiri memerlukan kegiatanpenyelidikan, baik melaluiobservasi maupun eksperimen,yang merupakan bagian darikinerja ilmiah. Inkuirimelibatkan keterampilanproses yang dilandasi sikapilmiah sehingga kegiatan inidapat membantu peserta didikuntuk memperoleh pemahamanyang lebih mendalam tentangalam sekitar. Di tingkatSMP/MTs inkuiri memberipengalaman belajar kepadasiswa untuk merancang danmembuat suatu karya melaluipenerapan konsep IPA dankompetensi kinerja ilmiahsecara bijaksana

(Permendiknas No 22 Tahun2006).

Pembelajaran berdasarkaninkuiri adalah suatustrategi yang berpusat padasiswa di mana kelompok-kelompok siswa dihadapkanpada suatu persoalan ataumencari jawaban terhadappertanyaanpertanyaan didalam suatu prosedur danstruktur kelompok yangdigariskan secara jelas(Hamalik, 1991). Inkuirimerupakan suatu caramengajar murid-muridbagaimana belajar denganmenggunakan keterampilan,proses, sikap, danpengetahuan berpikirrasional (Bruce & Bruce,1992).

Menurut Semiawan dkk.(1992) keterampilan proses

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

adalah kemampuan atauketerampilan yang berprosesdalam kinerja ilmiah.Kemampuan ini akan dimilikioleh para siswa jika terusdirangsang untuk ditampilkandalam perilakunya. Para gurudapat menumbuhkan potensidan kemampuankemampuantersebut sesuai dengan tarafperkembangan diri siswa.Kinerja ilmiah akan tumbuhpada diri siswa jika paraguru memiliki kemampuantersebut dan dapatmenumbuhkannya pada siswamelalui proses pembelajarantertentu.

Kinerja ilmiah memilkibeberapa keterampilan dasar.Keterampilanketerampilandasar itu adalahketerampilan (1)Mengobservasi ataumengamati, termasuk di

dalamnya menghitung,mengukur, mengklasifikasi,mencari hubungan ruang danwaktu; (2) Membuathipotesis; (3) Merencanakanpenelitian/eksperimen; (4)Mengendalikan variabel; (5)Menginterpretasikan ataumenafsirkan data; (6)Menyusun simpulan sementara(inferensi); (7) Meramalkan

(memprediksi); (8) Menerap-kan; dan (9)Mengkomunikasikan.

Salah satu permasalahanutama yang dihadapi olehsiswa di SMPN 2 BaurenoKabupaten Bojonegoro adalahrendahnya kinerja ilmiahpada pelajaran IPA. Hal inidapat dilihat dari hasilbelajar siswa tentangketerampilan dasar kinerjailmiah. Hasil pengamatanmenunjukkan bahwa sebanyak90 % siswa belum mampumerumuskan pertanyaan denganbenar. Lima puluh persensiswa belum bisa menggunakanalat dan bahan secara tepat.Empat puluh persen siswabelum bisa melaksanakanpengamatan terhadap gejaladan mencatat hasilnya. Hanyadua puluh lima persen siswamampu membuat kesimpulan

serta beranimengkomunikasikan hasilpengamatannya.

Berdasarkan permasalahantersebut, peneliti melakukandiskusi tentang prosespembelajaran IPA yang selamaini dilakukan di kelas VIIIE SMPN 2 Baureno Bojonegoro.Hasil diskusi menunjukkanbahwa siswa belum mampu

39

*) Endang Wahyuningsih dan Hantoro adalah guru di SMPN 2 BaurenoBojonegoro, Jawa Timur. Sifak Indana adalah dosen di Universitas NegeriSurabaya.

Penerapan Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Kinerja Ilmiah pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

melakukan aktivitas kinerjailmiah baik pengamatanmaupun percobaan. Selainitu, ketidakmampuan tersebutdisebabkan pula oleh guruyang kurang mampu membimbingsiswa dalam proses kinerjailmiah. Guru hanya memintasiswa membuka buku paket danselanjutnya mereka dimintauntuk mengerjakan tugas yangada di dalam buku tersebuttanpa bimbingan yangmemadai. Selama siswamengerjakan tugas, gurumengerjakan hal lain,seperti mengoreksi pekerjaanrumah siswa. Beberapa saatkemudian guru menanyakanhasil penyelesaian tugaskepada salah satu kelompoksiswa.

Berdasarkan hasildiskusi tentang permasalahandi kelas VIII E SMPN 2Baureno Bojonegoro,diperoleh kesimpulan bahwabaik siswa maupun gurumemang mengalami kesulitandalam melakukan kinerjailmiah. Untuk memecahkankesulitan guru dan siswatersebut, salah satualternatif terbaiknya adalahmenerapkan pembelajaraninkuiri. Pemilihan inididasarkan ataskesesuaiannya dengankarakter pembelajaran IPA,yaitu kinerja ilmiah harus

terintegrasi dalam setiappemahaman konsep.

Pembelajaran inkuirisetidak-tidaknya memerlukandua hal penting. Pertama,perangkat pembelajaran yangtersusun secara sistematisdapat digunakan untukmenemukan konsep IPA. Kedua,panduan guru yang tepatdalam menggunakan baiklembar kegiatan maupunpenilaian akan mengaktifkansiswa dalam proses kinerjailmiah.

Ibrahim, dkk. (2004)menjelaskan bahwa metodeilmiah atau kinerja ilmiahadalah suatu cara dalammemperoleh pengetahuan. Caratersebut merupakan suaturangkaian prosedur tertentuyang harus diikuti untukmendapatkan jawaban tertentudari pertanyaan tertentupula. Prosedur tersebutmemiliki langkahlangkah: (1)Kesadaran dan perumusanmasalah; (2) Pengamatan danpengumpulan data; (3)Penyusunan dan klasifikasidata; (4) Perumusanhipotesis; (5) Deduksi danhipotesis; (6) Tes danpengujian kebenaran(verifikasi) dari hipotesis.

Menurut Nur (2002),aktivitas inkuiri menjadikansiswa terlibat aktif dalampenyelidikan ilmiah.Aktivitas ini membuat mereka

40

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

menggunakan berbagai macamketerampilan proses, bukanhanya satu metode ilmiahtunggal.Keterampilanketerampilanproses tersebut adalahpengamatan,pengklasifikasian,penginferensian, peramalan,pengkomunikasian,pengukuran, penggunaanbilangan, perumusanhipotesis, pendefinisiansecara operasional danperumusan model.

Kesulitan siswa dalammelakukan kinerja ilmiah

lebih banyak disebabkan olehketidaktepatan guru dalam

menetapkan strategipembelajaran. Guru hanyaberorentasi pada hasil

belajar saja dan kurangmemberikan bimbingan dalamkinerja ilmiah kepada siswasehingga guru lebih memilihuntuk menerapkan strategi

pembelajaran yang berfokuspada penyampaian materi.

Oleh karena itu, penelitiberusaha mengembangkan

penerapan strategipembelajaran inkuiri untukmenumbuhkan kinerja ilmiah

siswa. Penerapanpembelajaran inkuiri ini

diharapkan dapatmeningkatkan kinerja ilmiahsiswa pada mata pelajaran

IPA.

Dalam pembelajaraninkuiri pemilihan materipembelajaran seharusnyaberpijak pada pemahamanbahwa materi pembelajarantersebut menyediakanaktivitas-aktivitas yangberpusat pada siswa (Colletedan Chiappetta, 1994).Materi pembelajaran yangmenyediakan aktivitasberpusat pada siswa inidapat dikemas dalam bentukLembar Kerja Siswa (LKS).LKS dalam pembelajaraninkuiri menyediakanaktivitas-aktivitas inkuiriyang menantang dalamkelompok. Pembelajaraninkuiri dengan menggunakanLKS akan mengarahkan siswauntuk menerima tugas denganjelas. Dengan demikian,mereka dapat segeramelaksanakan tugas danmenentukan perannya dalamkelompok.

Pembelajaran inkuiridengan menggunakan LKSmenyajikan terlebih dahulusuatu fenomena yang bersifatkonkrit, sederhana, danberkaitan dengan konsep yangakan dipelajari. Berdasarkanpengamatannya, selanjutnyasiswa diajak untukmengkonstruksi pengetahuanyang didapatnya tersebut.Langkah yang dilakukan olehsiswa dalam pembelajaraninkuiri dengan menggunakan

41

Penerapan Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Kinerja Ilmiah pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

LKS meliputi: melakukan,mengamati, dan menganalisis.Dalam pembelajaran ini gurumembantu siswa untukmerumuskan langkah-langkahyang harus dilakukan.Selanjutnya, siswa dimintauntuk mengamati fenomenahasil kegiatannya dan gurumemberi pertanyaan-pertanyaan analisis yangmembantu siswa mengkaitkanfenomena yang diamati dengankonsep yang akan dibangunsiswa dalam benaknya.

Pembelajaran inkuiri inidirancang untukmengembangkan kinerja ilmiahsiswa. Dalam penelitian inikinerja ilmiah dibatasiuntuk hal-hal berikut: (1)perumusan pertanyaan, (2)penyusunan langkah-langkahkegiatan untuk melakukanpengamatan, (3) pencatatanhasil kegiatan pengamatan,dan (4) penyimpulan.

MetodePenelitian ini

dilaksanakan denganrancangan penelitiantindakan kelas yang prosedurpelaksanaannya mengikutiprinsip dasar penelitiantindakan yang umum. Prosedurtersebut merupakan suatusiklus atau daur, yangmeliputi tahap -tahap:perencanaan, pelaksanaantindakan, observasi, dan

refleksi. Penelitian inidilaksanakan sebanyak duasiklus. Siklus pertamadilaksanakan dalam dua kalikegiatan pembelajaran dansiklus kedua empat kalikegiatan pembelajaran.Sesuai dengan prinsip dasarpenelitian tindakan, setiapsiklus penelitian selaludilakukan secarapartisipatif kolaboratifantara dosen dan guru.

Berdasarkan teoriinkuiri di atas, makasintaks dari pembelajaraninkuiri yang digunakan dalampenelitian ini adalahsebagai berikut. Pertama,guru memberi pertanyaan ataumemberi permasalahan kepadasiswa. Kedua, gurumembimbing semua kelompokdalam menyusun langkah-langkah kegiatan yang akandilakukan. Ketiga, gurumembimbing siswa dalammelakukan kegiatan sesuaidengan langkah-langkahkegiatan yang sudah disusun.Keempat, guru membimbingsemua kelompok dalammenuliskan data hasilkegiatan. Kelima, gurumembimbing semua kelompokdalam membuat kesimpulanhasil kegiatan. Keenam, gurumemandu siswa untukmempersentasikan hasilkegiatan di kelas dan

42

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

mengumpulkan hasil darisemua kelompok.

Pengumpulan datadilakukan pada setiap siklusdimulai dari awal sampaiakhir tindakan siklus Isampai II. Pengumpulan datadilakukan dengan menggunakanmetode (1) Lembar observasikinerja ilmiah siswa, (2)Lembar penilaian atau rubrikpenilaian belajar siswatentang keterampilan kinerjailmiah, (3) Angket siswa dan(4) Dokumentasi, untukmendukung penelitian.Dokumentasi yang dimaksudadalah foto kegiatan, RPP,dan hasil belajar kognitifsiswa. Sumber data dalampenelitian ini adalah siswaSMPN 2 Baureno Bojonegorokelas VIII E tahun ajaran2010/2011, berjumlah 39siswa yang terdiri dari 19laki -laki dan 20 perempuan.Penelitian ini dilakukanselama 8 bulan mulaiSeptember 2009 sampai April2010. Data penelitian yangterkumpul dianalisis denganteknik analisis datakualitatif model alir yangdikemukakan oleh Miler danHuberman (1992:18) meliputitiga tahap kegiatan yaitu:(1) mereduksi data, (2)penyajian data, (3)penarikan kesimpulan danverifikasi. Untuk mengujidan menjamin keabsahan data

penelitian digunakan tekniktriangulasi. Kegiatantriangulasi dilakukan dengancara: (1) peninjauan kembalicatatan lapangan, dan (2)bertukar pikiran denganahli, teman, dan praktisi.

Hasil dan PembahasanPenelitian tentang

penerapan pembelajaraninkuiri ini dirancang untukmeningkatkan kinerja ilmiahsiswa pada mata pelajaranIPA di kelas VIII E SMPN 2Baureno Bojonegoro. Hasilpenelitian menunjukkanadanya peningkatan kinerjailmiah dari siklus pertamake siklus ke dua. Di akhirsiklus kedua semua indikatorkeberhasilan telah dapatdicapai. Rincian hasilpenelitian setiap siklusdipaparkan sebagai berikut.Siklus I

Faktor kebiasaan menjadihambatan pertama dalampelaksanaan kegiatan denganmodel inquiri, baik itu diguru atau di siswanya. Olehsebab itu, guru melakukanpendampingan dalampelaksanaan model dan jugasiswa sama-sama belajar danmembiasakan untuk melakukankegiatan pembelajaran ini.

Pada kegiatanpembelajaran pertama, gurubelum berhasil mengajaksiswa untuk melakukan

43

Penerapan Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Kinerja Ilmiah pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

kinerja ilmiah. Padahalsebelum kegiatanpembelajaran berlangsungguru telah merencanakankegiatan kelas agar siswamenunjukkan kinerjailmiahnya. Guru sudahmempersiapkan RPP, LembarKerja Siswa (LKS) dan jugainstrumen-instrumen yangdibutuhkan untuk kegiatanpembelajaran. LKS yangdigunakan diambil dari bukupaket dan siswa tinggalmengerjakan sesuai instruksiyang terdapat di LKS. Denganmenggunakan LKS tersebut,siswa masih belum mampumenunjukkan kinerja ilmiahyang berupa: perumusanpertanyaan, penyusunanlangkah kegiatan, dankesimpulan. Hal inidisebabkan guru kurang bisamengarahkan dan membimbingsiswa untuk mengerjakantugas-tugas di LKS.Sedangkan sebagian besarsiswa belum bisa memahamitugas dan bahkan ada siswatidak membaca petunjukmengerjakan tugas di LKS.

Mencermati hasilkegiatan pembelajaranpertama, guru melakukantindakan perbaikan padakegiatan pembelajaran kedua.Tindakan pertama adalah gurumembacakan petunjuk padaLKS. Tindakan kedua adalahguru memberi contoh

bagaimana kegiatan harusdilakukan oleh siswa.Ternyata kedua tindakantersebut mampu mengem-bangkan kinerja ilmiah siswayang menga-rah padaindikator yang diharapkan.

Perolehan nilai kinerjailmiah siswa mengalamipeningkatan meskipun belumsignifikan. Jumlah siswayang mampu merumuskanpertanyaan mengalamipeningkatan sebesar 49% darikegiatan pembelajaranpertama ke kegiatanpembelajaran kedua. Kegiatanpembelajaran pertamamenunjukkan bahwa hanya 8siswa (20,5%) yang mencapainilai 75

untuk kemampuanmerumuskan pertanyaan.Sedangkan pada kegiatanpembelajaran kedua 27 siswa(69%) mampu mencapai nilai75.

Jumlah siswa yang mampumenyusun langkah kegiatanjuga mengalami peningkatansebesar 41%. Kegiatanpembelajaran pertamamenunjukkan bahwa 4 siswa(10%) yang mencapai nilai75. Sedangkan pada kegiatanpembelajaran kedua 20 siswa(51,2%) mampu mencapai nilai75.

Jumlah siswa yang mampumenuliskan data hasilkegiatan meningkat secara

44

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

signifikan. Kegiatanpembelajaran pertamamenunjukkan bahwa tidak adasiswa (0%) yang mampumencapai nilai di atasindikator ketercapaian (KKM)sebesar 65. Sedangkan padakegiatan pembelajaran keduasejumlah 35 siswa (89,7%)mampu mencapai nilai 75untuk penulisan data. Bahkan4 siswa (10,3%) di antaranyamampu mencapai nilai 100.

Jumlah siswa yang mampumembuat kesimpulan jugameningkat sebesar 74,3%.Kegiatan pembelajaranpertama menunjukkan bahwatidak ada siswa (0%) yangmampu mendapat nilai sesuaidengan indikatorketercapaian. Sedangkan padapertemuan kedua sebanyak 29siswa (74,3%) mampu mendapatnilai 75 untuk pembuatankesimpulan. Bahkan 10 siswa(25,7%) di antaranyamendapat nilai 100.

Tindakan pada siklus 1telah mampu meningkatkankeempat indikator kinerjailmiah. Walaupun demikian,indikator keberhasilanpenelitian masih belumtercapai. Oleh sebab itu,peneliti memutuskan untukmelanjutkan penelitiandengan melakukan perbaikantindakan pada siklus II.Siklus II

Pada siklus iniperbaikan tindakan dilakukanuntuk lebih meningkatkankinerja ilmiah. Karena LKSyang digunakan pada siklussebelumnya adalah LKS daribuku paket dan masih kurangmenantang maka pada siklusII ini LKS dibuat lebihmenantang siswa untukberfikir dan beraktivitas.Guru memberikan sedikitpenjelasan tentang materipelajaran yang akandipelajari dan mengarahkansiswa agar mampu merumuskanpertanyaan dan menyusunlangkah kegiatan sendiridalam LKS. Selanjutnya,siswa melakukan kegiatan danmembuat kesimpulan. Padatahap ini, guru memberikesempatan siswa agar bisamelakukan kegiatan secaramandiri.

Setelah pelaksanaankegiatan pembelajaran yangpertama, ternyata nilaikinerja ilmiah siswamengalami penurunan. Hal inidisebabkan siswa masihkesulitan mengerjakan LKStersebut. Untuk membantusiswa mengerjakan LKS ini,guru akan memberi bimbinganberkelanjutan pada kegiatanpembelajaran kedua.

Setelah guru memberibimbingan kepada siswa padakegiatan pembelajaran keduadan ketiga kinerja ilmiah

45

Penerapan Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Kinerja Ilmiah pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

siswa meningkat. Walaupundemikian hanya satu komponenkinerja ilmiah, yaknikemampuan menulis data dapatdikuasai oleh siswa. Olehkarena itu pada kegiatanpembelajaran keempat gurumelaksanakan sintaks-sintakspembelajaran inkuirisehingga guru mudahmembimbing dan menilaikinerja ilmiah siswa.Akibatnya, komponen kinerjailmiah lainnya, seperti:membuat pertanyaan, menyusunlangkah kegiatan pengamatan,dan menyimpulkan, mengalamipeningkatan.

Pada pembelajaran siklus2 ini siswa tampak lebihsiap untuk mengikutipembelajaran dengan metodeinkuiri. Hal ini dapatdilihat dari hasil kinerjailmiah siswa yang mengalamipeningkatan untuk masing-masing indikator. Padakegiatan kedua jumlah siswayang mampu mencapai nilai 75untuk kemampuan merumuskanpertanyaan sebanyak 20 siswa(51,2%). Pada kegiatankeempat sebanyak 39 siswa(100%) mendapat nilai diatas indikator keberhasilanuntuk kemampuan merumuskanpertanyaan. Ini berartibahwa semua siswa sudahmampu membuat rumusanpertanyaan dengan baik,meski kemampuan tersebut

tidak mencapai nilaisempurna.

Jumlah siswa yang mampumenyusun langkah kegiatanjuga mengalami peningkatan.Pada kegiatan kedua 18 siswa(46,15%) mampu menyusunlangkah kegiatan denganbaik. Meskipun hasil inimasih belum sesuai denganindikator keberhasilan,hasil ini sudah cukup baik.Pada kegiatan ketiga jumlahsiswa yang mampu menyusunlangkah kegiatan menunjukkanpenurunan, dari 18 menjadi14 siswa (36%). Hal initerjadi karena pada kegiatanpembelajaran tersebut gurumencoba mengurangi kadarbimbingan dan mendorongsiswa untuk bisa bekerjasecara mandiri. Padakegiatan keempat gurukembali memberikan bimbinganyang intensif. Denganperlakuan semacam ini, padakegiatan keempat jumlahsiswa yang mampu menyusunlangkah kegiatan dengan baiksebanyak 30 siswa (76,9%).Ini berarti bahwa sebagianbesar siswa sudah bisamenyusun langkah kegiatandengan baik.

Pembelajaran inkuirijuga telah mampumeningkatkan kemampuan dalammenuliskan data hasilkegiatan. Sejak kegiatapertama sampai kegiatan

46

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

keempat jumlah siswa yangmampu menuliskan data hasilkegiatan sebanyak 39 siswa(100%). Ini berarti bahwaseluruh siswa telah mampumendapat nilai 75 atau lebihuntuk menuliskan data hasilkegiatan. Hal inimenunjukkan bahwa kemampuansiswa untuk menuliskan datahasil kegiatan sudah baik.Kemampuan siswa untuk membuat

kesimpulan juga meningkatsecara signifikan setelah

mereka belajar melaluiinkuiri. Pada kegiatan

ketiga jumlah siswa yangmampu membuat kesimpulandengan baik sebanyak 18siswa (46%). Jumlah ini

menurun dibandingkan denganjumlah siswa yang mampumembuat kesimpulan pada

siklus 1. Denganmeningkatkan intensitas

pembimbingan, pada kegiatankeempat jumlah siswa yangmampu membuat kesimpulandengan baik sebanyak 33

siswa (84,6%).Berdasarkan uraian di

atas, keempat indikatorkeberhasilan telah dapatdicapai melalui pembelajaraninkuiri di akhir siklus II.Hal ini menunjukkan bahwapenerapan pembelajaraninkuiri dengan pola sepertidikemukakan di atas telahmampu meningkatkan kinerjailmiah siswa.

Hasil pada siklus Imenunjukkan bah -wapenerapan pembelajaraninkuiri pada siswa kelasVIII E belum mampumeningkatkan kinerja ilmiahsiswa secara optimal. Halini dikarenakan siswa belumterbiasa belajar denganmetode inkuiri. Siswa masihsering canggung dan sulitmemahami apa yang harusmereka lakukan. Mereka masihbelum cekatan dalammelakukan pengamatan danpengumpulan data. Walaupunmereka telah belajar kinerjailmiah melalui pembelajaraninkuiri, pencapaian kinerjailmiah mereka masih belumoptimal.

Pada siklus II perbaikanbeberapa tindakan membuatkinerja ilmiah siswameningkat dan mencapaiindikator keberhasilan.Perbaikan praktik sintakspembelajaran memudahkan gurudalam membimbing siswa untukbekerja secara ilmiah.Pengembangan LKS yang lebihmenantang akan meningkatkanrasa ingin tahu siswa.Pembimbingan yang lebihintensif pada saat siswabekerja maupun saat siswamenyusun laporan menjadikanpeningkatan semangan siswabekerja secara ilmiah.

Perbaikan tersebutmembuat siswa menjadi aktif

47

Penerapan Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Kinerja Ilmiah pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

bekerja di dalam kegiatanpembelajaran. Aktivitassiswa menjadikan merekaberusaha untuk melakukankinerja ilmiah. Hal inimembuat kinerja ilmiah siswameningkat.

Pengembangan LKS yanglebih menantang memicu rasaingin tahu siswa.Peningkatan rasa ingin tahuini menjadikan siswa banyakbertanya dan aktif bekerjauntuk mengasah kinerjailmiah mereka.

Pembimbingan gurudilakukan dengan caramengarahkan pemikiran siswadengan memberikan fakta-fakta yang berkaitan denganmateri, sehingga siswa mampumerumuskan pertanyaansendiri. Setelah siswa mampumerumuskan pertanyaan, gurumenggiring siswa denganmengajukan pertanyaanmembimbing agar siswa mampumenyusun langkah kegiatanyang harus dilakukan untukmenjawab pertanyaannyatersebut. Selanjutnya gurumembimbing siswa agar merekamenuliskan data hasilkegiatan. Akhirnya gurumembimbing siswa agar merekamenarik kesimpulan dari datahasil kegiatan tersebut. Halini bersesuaian denganpendapat Semiawan dkk (1992)bahwa menciptakan kinerjailmiah itu harus dirangsang

untuk ditampilkan dalamperilakunya.

Pembelajaran inkuirimemiliki langkah-langkahyang sejalan dengan

Daftar Rujukanpengembangan kinerja ilmiahsiswa. Pembelajaran inkuirimelatih dan memperkuatkinerja ilmiah siswa. Olehsebab itu, pembelajaraninkuiri ini mampumeningkatkan kinerja ilmiahsiswa.

Simpulan dan SaranBerdasarkan hasil

analisis data danpembahasan, dirumuskanbeberapa kesimpulan berikut.Pertama, pemberian contohkegiatan (modeling) dalampenerapan pembelajaraninkuiri dapat meningkatkankinerja ilmiah siswa. Kedua,LKS yang lebih menantangsiswa untuk berfikir danberaktivitas dalam penerapanpembelajaran inkuiri, dapatmeningkatkan ketrampilankinerja ilmiah siswa. Ketiga,pembimbingan guru yang lebihintensif dalam penerapanpembelajaran inkuiri, dapatmeningkatkan kinerja ilmiahsiswa lebih optimal.

Agar pembelajaran IPAsesuai dengan hakikatnyamaka disankan untukmenerapkan pembelajaran

48

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

inkuiri dalam sebagian besarpembelajaran IPA. Untukmeningkatkan kinerja ilmiahsiswa, disarankan untukmenggunakan LKS yang

menantang dan pembimbinganyang intensif dalampenerapan pembelajaraninkuiri.

Bruce, W.C. dan J.K. Bruce. (1992). Teach-ing with Inquiry.Maryland: Alpha Publishing Company, Inc.

Collete, A. T. dan Chiappetta, E. L. (1994). Science Instruction inthe Middle and Secondary Schools. New York: MacMillan Pub.Co.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Standar Kompetensi MataPelajaran IPA Sekolah Menengah Pertama(SMP)/MadrasahTsanawiyah(MTs). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Hamalik, O. (1991). Strategi Belajar Meng-ajar. Bandung: CV SinarBaru.Ibrahim. Muslimin., dkk. (2004). Materi Pe-latihan Terintegrasi: Sains.

Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional DirektoratJenderal Pendidikan Dasar dan Menengah DirektoratPendidikan Lanjutan Pertama.

Nur, Mohamad. (2001). Asesmen dalam Pendidikan Sains. Makalahdalam Overseas fellowship program Contextual LearningMaterial Development Proyek Peningkatan Mutu SLTPDirektorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama .

Direktorat jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah DepartemenPendidikan Nasional in collaboration with University ofWashington College of Education, State University ofSurabaya.

Miles, M.B. dan Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif.Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi. Jakarta: UniversitasIndonesia Press.

Semiawan dkk.(1992). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga

49

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)

Nurfaidah, Rahmawati, dan Nurhayati *)

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasilbelajar IPA siswa kelas VIII.1 SMPN 4 Palopo melalui penerapan model kooperatiftipe STAD. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII.1 yang berjumlah 31orang. Pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe STAD. Teknikpengumpulan data yang digunakan adalah tes, observasi dan catatan lapangan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa meningkatmelalui penerapan model kooperatif tipe STAD. Hal ini ditunjukkan oleh semakinmeningkatnya jumlah anak yang bertanya, menjawab pertanyaan danmenanggapi jawaban teman.

Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif tipe STAD, aktivitaspembelajaran, outcomes pembe-

lajaran.

PendahuluanHasil observasi

pendahuluan diketahui bahwaenam belas (51%) dari 31siswa belum mencapai standarKKM sebesar 65. Hasiltersebut menimbulkan rasaprihatin penelti dengan hasilbelajar siswa kelas VIII.1SMPN 4 Palopo dalam matapelajaran IPA selama ini.Dengan menerima banyak konsepIPA dalam pembelajaran, siswamasih memperoleh hasilbelajar yang rendah.

Proses pembelajaran dikelas VIII.1 SMPN 4 Paloposelama ini lebih menuntutsiswa untuk menerima

informasi sehingga sebagianbesar siswa menjadi pasif.Peneliti lebih dominan dalampembelajaran, dan peran siswahanya sebagai pendengar saja.Peneliti merasa sebagai satu-satunya sumber informasisehingga cenderung tidakmemberi kesempatan kepadasiswa untuk berpendapat. Halini sejalan dengan pendapatLie (2002) dalam Wena(2009:188-189) bahwapembelajaran dengan metodeceramah ini mengharapkansiswa duduk, diam, dengar,catat dan hafal.

Proses pembelajarantersebut juga memicurendahnya aktivitas siswadalam pembelajaran. Siswa

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

yang mau bertanya ataumenjawab pertanyaan hanya 1-5orang saja. Selebihnya,mereka hanya berbisik-bisik,menyalin catatan guru, ataumendengarkan dengan ekspresijenuh. Oleh sebab itu, prosespembelajaran seperti inidapat berdampak pula padarendahnya hasil belajarsiswa.

Belajar haruslah berbuatuntuk memperoleh pengalamantertentu sesuai dengan tujuanyang diharapkan. MenurutSanjaya (2008), belajarseharusnya bukanlah sekedarmenghafal sejumlah fakta atauinformasi. Oleh karena itu,agar siswa belajar maka siswaharus didorong untuk

melakukan aktivitas. Inisejalan dengan pendapatSardiman (2010) bahwa tanpaaktivitas siswa, prosesbelajar tidak mungkinberlangsung dengan baik.

Peneliti mencobamengatasi masalah ini denganmelakukan pembelajarankelompok. Pembelajarankelompok dimaksudkan agarsiswa tidak merasa bosan danhanya menjadi pendengar saja.Namun, peneliti mencermatibahwa penerapan pembelajaran

kelompok masih mengalamibanyak kendala.

Beberapa kendalateramati dalam penerapanpembelajaran kelompok.Pertama, siswa masihmengalami kesulitan bekerjasama dalam kelompok dan hanyasekitar 30-50% siswa yangterlibat dalam penyelesaiantugas. Kedua, siswa tertentusaja terlibat secara aktifdalam pembelajaran. Ketiga,kadang-kadang tugas tidakterselesaikan tepat padawaktunya. Keempat, aktivitassiswa dalam bertanya kepadaguru, menjawab pertanyaan danmenanggapi jawaban siswa lainmasih rendah, secara rata-rata hanya 5 (16 %) saja dari

31 orang dalam tiappertemuan.

Kendala-kendala tersebutbisa jadi disebabkan olehbeberapa hal. Petama, jumlahanggota kelompok masihterlalu banyak. Kedua,interaksi antar siswa masihbelum optimal. Ketiga,penataan ruang kelas belummendukung terjadinyainteraksi optimal dalambekerja kelompok.

Kendala-kendala di atasharus segera diatasi denganmemilih model pembelajaran

51

*) Nurfaidah dan Rahmawati adalah Guru di SMPN 4 Palopo, Sulawesi Selatan.Nurhayati adalah Dosen Universitas Negeri Makassar.

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Model Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD)

yang tepat agar aktivitassiswa meningkat dan hasilbelajarnya diharapkanmeningkat pula. Modelpembelajaran yang dipilihharus dapat lebihmengaktifkan siswa, terutamamemperbaiki proses interaksidi antara mereka.

Pembelajaran yangdipilih untuk mengatasi haltersebut adalah pembelajarankooperatif tipe STAD.Pembelajaran ini diawalidengan penyampaian tujuanpembelajaran, penyampaianmateri, kegiatan kelompok,kuis dan penghargaan kelompok(Trianto, 2009). Model inimenghendaki siswa dibagidalam kelompok-kelompok kecildengan jumlah anggota tiapkelompok 4 -5 orang siswasecara heterogen, baik darisegi kemampuan, jeniskelamin, budaya dansebagainya (Wena, 2009).

Pembelajaran kooperatiftipe STAD memungkinkaninteraksi siswa yang lebihbaik. Pola interaksi multiarah dapat berkembang karenadalam pembelajaran ini siswadituntut untuk berdiskusidalam kelompoknya sendirisebelum diskusi kelas.Interaksi siswa dengan gurujuga dapat dikembangkan lebihintensif. Saat siswa bekerjadalam kelompok guru dapatberinteraksi dengan banyak

siswa dalam kelompok masing-masing.

Dalam pembelajaran inikelompok siswa bekerjasebagai sebuah tim yangmemiliki tujuan sama. Dengandemikian, kelompok siswabekerja sama dalam tim merekauntuk memastikan bahwaseluruh anggota tim telahmencapai tujaun, yaknimenguasai pelajaran tersebut(Trianto, 2009).

Pembelajaran kooperatiftipe STAD diharapkan mampumengatasi kelemahanpembelajaran kelompok yangselama ini digunakan. Dalampembelajaran ini, jumlahanggota dalam kelompokdiupayakan kecil dan posisiduduk mereka saat bekerjadiupayakan salingberhadaphadapan sehinggainteraksi siswa di dalamkelompok menjadi lebihintensif. Dengan demikian,penerapan model pembelajaranini memungkinkan munculnyaaktivitas positif siswa dalamproses pembelajaran.Aktivitas siswa yang makinmeningkat dapat meningkatkankualitas prose belajar siswa.

Peningkatan kualitasproses belajar siswa akanberdampak positif terhadaphasil belajar siswa. Setiapanggota kelompok dituntutuntuk berkontribusi dalampencapaian nilai akhir

52

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

kelompok. Dengan demikian,setiap siswa dilatih untukterus mengasah kemampuannyaagar mencapai tujuankelompok. Jadi, kemampuanakademik siswa dalampembelajaran ini juga akanterus berkembang. Apabila halini terjadi terusmenerusdalam kurun waktu yangmemadai maka tidak mustahilhasil belajar siswa akanmeningkat pula.

Selain itu, model inijuga melatih siswa untukmengembangkan keterampilansosialnya. Model inimendorong mereka untukmenghargai pendapat oranglain dan melatih mereka untukmengeluarkan ide ataupendapat. Model pembelajaranini juga dapat meningkatkanrasa persaudaraan di antarasiswa.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti meyakini bahwapenerapan model pembelajarankooperatif tipe STAD inidapat mengatasi rendahnyaaktivitas siswa dalam prosespembelajaran. Aktivitas siswayang meningkat dalam prosespembelajaran diharapkanberdampak pada peningkatanhasil belajar mereka.

Untuk memberikan arahpenelitian yang jelas danoperasional berdasarkan latarbelakang, masalah penelitianini adalah mencoba

mendeskripsikan tentangpenerapan model kooperatiftipe STAD untuk meningkatkanaktivitas dan hasil belajarIPA siswa kelas VIII-1 SMPNegeri 4 Palopo tahunpelajaran 2009/2010.

MetodePenelitian ini termasuk

dalam penelitian tindakankelas yang meliputi beberapatahapan, yaitu: perencanaan,tindakan, pengamatan, danrefleksi serta terbagi dalamdua siklus selama 6 bulan.

Pelaksanaan pembelajarandalam penelitian inimenggunakan model kooperatiftipe STAD dengan tahapansebagai berikut. Pertama,guru menyampaikan tujuan danmemotivasi siswa melaluipertanyaan-pertanyaan yangberhubungan dengan kehidupanseharihari anak. Kedua, gurumenyajikan dan menyampaikaninformasi tentang kegiatandan pokok-pokok materi.Ketiga, guru mengorganisasikansiswa dalam kelompok -kelompok belajar. Keempat,guru membimbing kelompokuntuk bekerja dan danmengarahkan siswa untukmenuliskan hasil diskusi kedalam Lembar Kerja (LK)kelompok. Kelima, gurumengevaluasi siswa dengancara mengarahkan kepadasetiap kelompok untukmenempelkan hasil diskusinya

53

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Model Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD)

pada dinding kelas.Selanjutnya, guru menunjuksalah satu kelompok untukmempresentasikan hasilnya dankelompok lain menanggapi.Guru, kemudian, mengarahkansiswa untuk membuatkesimpulan sebelum memberikanlatihan untuk pengembanganmateri dan memberikan kuis.Terakhir, guru memberikanpenghargaan atas hasil kerjakelompok siswa yang terbaik(Wena, 2009).

Data dikumpulkanmelalui tiga cara, yakni: (1)tes, (2) lembar observasi,dan (3) catatan lapangan. Teshasil belajar berupapemberian ulangan hariansebanyak dua kali dalam satusiklus untuk mengetahuipemahaman siswa terhadapmateri pembelajaran. Lembarobservasi digunakan untukmengamati aktivitas siswasecara individu dan kelompok.Pengamatan difokuskan padaaktivitas siswa selamamengikuti prosespembelajaran. Pengamatan jugadilakukan untuk mengetahuiketerlaksanaan prosespembelajaran dimaksudkanuntuk mengetahui adanyakesesuaian antara perencanaantindakan dan pelaksanaantindakan. Hasil observasi inidilengkapi dengan catatanlapangan dari observer selama

proses penelitianberlangsung.

Data penelitiandianalisis secara kuantitatifdan kualitatif. Analisiskuantitatif menggunakan tabelfrekuensi dan persentaseketuntasan belajar dengankriteria: (a) skor 0 – 64dikategorikan tidak tuntas,dan (b) skor 65 – 100dikategorikan tuntas.

Hasil dan PembahasanDalam penelitian ini

pembelajaran IPA yangmenggunakan model kooperatiftipe STAD, dilaksanakan dalam2 siklus.Gambaran hasil penelitian inidiuraikan seperti berikutini.

Siklus IPada pelaksanaan awal

guru menyampaikan tujuanpembelajaran denganmenggunakan proyektor LCD.Dengan cara ini, hanyasebagian siswa mencatatnyadan sebagian siswa yanglainnya hanya menonton apayang ditampilkan. Padapertemuan-pertemuanselanjutnya guru menuliskantujuan pembelajaran di papantulis.

Proses pembelajaranselanjutnya adalah gurumemberi motivasi pada siswa.Peneliti memotivasi siswa

54

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

dengan mengajukan pertanyaan.Tetapi banyak siswa menjawabpertanyaan tersebut secaraserentak. Dengan memberipengarahan pada pertemuanselanjutnya, siswa sudahmengacungkan tangan sebelumditunjuk untuk menjawab.Tahap selanjutnya, gurumenyajikan dan menyampaikaninformasi dengan caramenjelaskan kegiatan yangakan dilakukan. Pada saatguru menyajikan materi,banyak siswa terlihat bingunguntuk memahami apa yangdisampaikan. Penyajian materiini dilakukan secara rincisehingga membutuhkan waktuyang sangat lama. Padapertemuan selanjutnya,penyajian materi dilakukandengan menyampaikan pokok-pokoknya saja.

Pembagian kelompok dalamproses pembelajaran inimengikuti model kooperatifumumnya. Siswa dibagi kedalam 10 kelompok heterogenyang terdiri atas 3 – 4orang. Tiap kelompok diaturberdasarkan nilai hasilulangan harian merekasebelumnya. Selanjutnya, gurumengarahkan siswa memilihketua kelompok dan memberikanpenjelasan bagaimana caramembentuk kelompok yangefektif dan cara bekerjasama.

Guru membagikan LK padatiap kelompok, menjelaskan,dan membimbing carapengerjakan LK yang telahdibagikan.Namun, banyak siswa terlihathanya bermain dan belum maubekerja sama dengan temannya.Akibatnya, mereka membutuhkanwaktu yang lama untukmenyelesaikan LK. Prosespembimbingan dilakukan olehguru sampai hasil diskusimereka dipajang di dindingkelas. Selanjutnya, gurumenunjuk salah satu kelompoksiswa untuk mempresentasikanhasil diskusinya dan kelompoklain menanggapinya.

Pada awal pembelajaran,penarikan kesimpulan tidakterlaksana karena waktupembelajaran sudah berakhir.Tetapi setelah prosespenyajian materi diperbaiki,pada pertemuan selanjutnyapengambilan kesimpulan sudahdapat terlaksana.

Bagian akhir prosespembelajaran ini adalahmemberikan kuis untukmengetahui sejauh mana siswamemahami materi yang sudahdipelajari. Kegiatan inidijadikan dasar oleh guruuntuk memberi penghargaanberupa bintang kepadakelompok yang hasil kerjanyasecara rata-rata bagus.

Selama 10 kalipertemuan, secara rata-rata

55

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Model Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD)

persentase aktivitas individumasih rendah. Persentasejumlah siswa yang mengajukanpertanyaan kepada guru32,50%, menjawab pertanyaan38,70% dan menanggapipertanyaan siswa lain 19,35%.Aktivitas secara kelompoksecara rata-rata juga masihrendah. Persentase jumlahkelompok yang: (a)mendengarkan informasi gurusebanyak 29%, (b) membacamateri dan LK yang dibagikansebanyak 32,25%, (c) terlibataktif dalam diskusi kelassebanyak 22,58%, (d)menyelesaikan tugas tepatpada waktunya 25,80%, dan (e)membuat kesimpulan sebanyak22,28%.

Tes hasil belajar yangdiberikan pada siswa disiklus 1 ini sebanyak 2 kalidalam bentuk ulangan harian.Kemp dalam Trianto (2009)menyatakan bahwa tes hasilbelajar merupakan alatevaluasi untuk mengukurseberapa jauh ketercapaiantujuan pembelajaran yangtelah di rumuskan. Pada tespertama persentase siswa yangtuntas sebanyak 48,39% danpada tes kedua persentasesiswa yang tuntas sebanyak83,87%.

Pelaksanaan pembelajarankooperatif tipe STAD padasiklus 1 belumlahmemperlihatkan hasil yang

maksimal. Ini terlihat dariaktivitas siswa secaraindividu, aktivitas secarakelompok, dan hasil belajaryang masih di bawah targetkeberhasilan penelitian.Aktivitas individu yangberupa: mengajukanpertanyaan, menjawabpertanyaan, dan mengemukakanpendapat masih rendah. Secararata-rata aktivitas individuini hanya sebesar 30,18%.Mereka masih segan bertanyalangsung kepada guru, danlebih baik bertanya kepadatemannya atau kelompok lain.Kemampuan siswa menjawabpertanyaan juga masih kurang.Ini disebabkan siswa merasamalu jika jawabannya salahatau menjadi bahan tertawaantemannya. Begitu juga halnyadengan kemampuan menanggapijawaban dari siswa lain jugamasih kurang. Mereka kurangmampu untuk berbicara ataumerasa bahwa jawaban temannyasudah sama dengan jawabannyasendiri sehingga ia tidakperlu berkomentar.

Siklus IIDua kelemahan pada

siklus I telahdiidentifikasi. Pertama, padasiklus I anggota kelompoktidak pernah diubah sehinggatimbul kejenuhan di antaraanggotanya. Kedua, waktuuntuk menyelesaikan tugasterbatas karena banyak waktu

56

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

yang digunakan untukmenjelaskan materi.

Kedua kelemahan inidiperbaiki pada siklus II.Anggota kelompok siswa diubahsetiap pertemuan danpenyajian materi dipersingkatmenjadi hanya 10 menit dandisertai beberapa contohsoal. Langkah selanjutnyapada dasarnya sama denganpembelajaran pada siklus I.

Setelah 6 kali pertemuan,secara rata-rata persentase

aktivitas siswa secaraindividu maupun secara

kelompok mengalamipeningkatan. Adapun

persentase aktivitas secaraindividu sebagai berikut.Pertama, kemampuan siswa

mengajukan pertanyaan adalah50,6%, Kedua, kemampuan siswa

menjawab pertanyaan adalah57,1%. Ketiga, kemampuansiswa menanggapi jawabansiswa lain adalah 53,9%.Sedangkan aktivitas siswa

secara kelompok seperti: (1)mendengarkan informasi guru,(2) membaca materi LK yang

dibagikan, (3) terlibat aktifdalam diskusi kelas, (4)menyelesaikan tugas tepat

pada waktunya, dan (5)membuat kesimpulan, semuanya

sudah mencapai 100%.Tes hasil belajar

juga dilakukan sebanyak 2 kali. Pada tes 1 jumlah siswayang tuntas adalah 90,32% dan

pada tes 2 jumlah siswa yang tuntas adalah 93,55%.

Perubahan tindakan yangdilakukan pada siklus IItelah memperlihatkan hasilyang memuaskan, baik ditinjaudari aktivitas maupun hasilbelajar siswa. Perubahantindakan yang dimaksud adalahperubahan dalampengelompokan, prosespenyajian informasi, danproses pembimbingan.

Kejenuhan siswa terhadapteman kelompoknya ternyatadapat diatasi dengan caramempertukarkan kembalianggota masing-masingkelompok setiap pertemuan.Penempelan nama-nama anggotakelompok di dinding kelassebelum pembelajaran dimulai,membuat mereka merasa lebihnyaman dan cepat dalammembentuk kelompok.

Hal lain yang diperbaikiadalah mempersingkatpenyajian materi danmengintensifkan prosespembimbingan. Pengintensifanproses pembimbingan dilakukandengan cara guru dan siswatertentu menjadi pembimbingdalam kelompok sehingga semuasiswa terlayani. Anggotadapat bertanya secaralangsung kepada temankelompoknya yang dianggaplebih mampu. Hal ini mudahterjadi karena posisi dudukmereka yang lebih

57

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Model Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD)

memungkinkan terjadinyainteraksi yang lebih baik diantara mereka. Dengandemikian, pembimbingan siswalebih intensif karena gurubukan satu-satunya pembimbingdalam kelas. Ini sejalandengan pendapat Pratt (2003)yang menyatakan bahwa dalampengalamannya mengajar selama30 tahun di kelas, iamenemukan bahwa pembelajarankooperatif adalah caraterbaik untuk menjadikannyasebagai seorang fasilitatoryang sukses di kelas.

Perubahan-perubahantindakan yang telah dilakukanini berdampak padameningkatnya aktivitas siswadan hasil belajar. Aktivitassiswa baik secara individumaupun kelompok telahmeningkat. Selain itu, hasilbelajar mereka jugameningkat. Peningkatan initerlihat pada persentasesiswa yang tuntas belajarmeningkat dan indikatorkeberhasilan penelitian initelah tercapai.Meningkatnya Aktivitas Belajar Siswa

Aktivitas siswa secaraindividu mengalamipeningkatan secara rata-ratadari 30,18 % menjadi 53,9 %.Peningkatan ini disebabkansiswa sudah beranimengemukakan pendapat.Keberanian siswa berbicaraditunjukkan dengan kemauan

siswa untuk menjawabpertanyaan. Mereka tidakmalu-malu mengemukakanjawaban meskipun jawabanmereka kadang belum/kurangtepat. Selain itu, merekajuga tidak takut lagimengemukakan pendapat.

Aktivitas siswa secarakelompok juga meningkat dari82,0 % menjadi 98,2 %. Iniberarti peneliti sudah mampumengaktifkan kerja kelompokmelalui pembelajarankooperatif tipe STAD ini.Aktivitas kelompok siswaseperti mendengarkaninformasi guru, membaca LKdan materi yang dibagikan,terlibat aktif dalam diskusikelas, menyelesaikan tugastepat pada waktunya, danmembuat kesimpulan sudahsesuai dengan harapan guru.Hanya saja, kemampuan siswauntuk menarik kesimpulandengan baik masih perluditingkatkan. Tetapikemampuan ini masih dapatterus ditingkatkan melaluipembiasaanpembiasan di kelas.

Meningkatnya Hasil Belajar SiswaHasil belajar siswa

setelah tindakan diberikanjuga meningkat. Peningkatanhasil belajar siswa ini sudahmelampaui target indikatorkeberhasilan.

Berdasarkan hasilanalisis data di atas,peningkatan hasil belajar

58

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

siswa terjadi karenapemberian variasi padapembelajaran kooperatif tipeSTAD yang berupa pergantiananggota kelompok setiappertemuan dan peningkatanintensitas dan kualitasbimbingan. Pergantian anggotakelompok setiap pertemuandapat mengurangi kejenuhandalam bekerja kelompok.Sedangkan peningkatanintensitas dan kualitaspembimbingan dapatmeningkatkan kualitas belajarsiswa. Variasi ini ternyatadapat memperbaiki kualitasproses pembelajaran siswakelas VIII.1 SMP Negeri 4

Simpulan dan SaranBerdasarkan hasil

penelitian dan pembahasanyang telah diuraikan makadapat ditarik kesimpulanbahwa penerapan modelpembelajaran kooperatif tipeSTAD telah meningkatkanaktivitas dan hasil belajarIPA siswa kelas VIII.1 SMPNegeri 4 Palopo. Pembelajarankooperatif tipe STAD inidilakukan dengan menggantianggota kelompok setiappertemuan dan mengintensifkan

pembimbingan melaluipemberdayaan anggota kelompokyang berkemampuan untuk ikutmembimbing.

Penerapan pembelajaran kooperatif tipa STAD telah meningkatkan aktivitas siswabaik secara individumaupun kelompok. Peningkatanaktivitas ini berdampak padapeningkatan penguasaan materi, sehingga penerapan model pembelajaran kooperatiftipe STAD cukup efektif untukmeningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa di kelas.

Dalam upaya meningkatkanaktivitas dan hasil belajar IPA siswa melalui penelitian ini disarankan agar para guru khususnya gurubidang studi IPA

Daftar Rujukandapat menerapkan modelpembelajaran kooperatif tipeSTAD.

Dalam menerapkanpembelajaran kooperatif tipeSTAD hendaknya guru menggantianggota kelompok pada setiappertemuan dan memberdayakansiswa yang mampu untuk ikutmemberikan bimbingan padasiswa lain dalam kelompoknya.

Pratt, Sandra. (2003). Cooperative Learning Strategies. TheScience Teacher, 70 (4), 25._______:_____

Sanjaya, Wina. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.

59

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Model Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD)

Sardiman. (2010). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:Raja Grafindo PersadaTrianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group.Wena, Made. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Suatu

Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

60

40

PENINGKATAN KELANCARAN BERBICARA BAHASAINGGRIS

MELALUI INFORMATION GAP ACTIVITIESArif Mustopa, Mudayat, dan Ismukoco*)

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kelancaranberbicara bahasa Inggris siswa kelas VII SMP. Subjek penelitian adalah 36 siswakelas VII-5 SMPN 2 Tanjunganom, Nganjuk. Pembelajaran dilaksanakan denganmenerapkan Information Gap Activities. Data dikumpulkan denganmenggunakan tes kinerja, kuesioner, pengamatan, dan jurnal pembelajaransiswa selama dua siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Information GapActivities yang dilakukan melalui tahapan giving iput, grouping, understandingthe task, dan performing the task dapat meningkatkan kelancaran berbicarabahasa Inggris siswa.

Kata kunci: Information Gap Activities, kemampuan berbicara.

PendahuluanDalam pengajaran bahasa

Inggris di sekolah menengahpertama, empat ketrampilanberbahasa, yaitu mendengar,berbicara, membaca, danmenulis merupakan target yangharus dikuasai oleh siswahingga pada tataranfungsional. Dari empatketrampilan berbahasatersebut, ketrampilanberbahasa lisan, mendengardan berbicara, mendapatkanprioritas ketrampilan yangharus segera mungkindikuasai. Ini tampak padapenataan standar kompetensidan dan kompetensi dasar padaStandar Isi SMP yangmenempatkan ketrampilanberbahasa lisanpada prioritas

pertama yang harus segeradikuasai. Pada semester 1kelas VII, ketrampilanberbahasa lisan menjadiprioritas.

Hal ini menunjukkanbetapa pentingnya siswasegera menguasai ketrampilanberbahasa lisan, dalam halini terutama berbicarasesegera mungkin sehinggaguru dan siswa segera bisaberkomunikasi di kelas denganmenggunakan bahasa Inggris.Dengan demikian bahasaInggris lekas bisa digunakansebagai alat komunikasi danmedium pengajaran di kelasdan di sekolah sehari-hari.

Pentingnya ketrampilanberbicara dalam belajarbahasa asing seperti yang

Peningkatan Kelancaran Berbicara Bahasa Inggris melalui Information Gap Activities

ditunjukkan oleh Standar Isijuga digarisbawahi olehLouma. Menurut Louma (2004:1) ”speaking skills are an importantpart of curriculum in languageteaching”.Sejalan dengan itu,Richards (1990: 67)menyatakan bahwa ”The masteryof speaking skill in English is a priorityfor many second or foreign languagelearners”.

Memahami pentingnyapenguasaan ketrampilanberbicara tersebut, penelitiyang merupakan guru bahasaInggris SMPN 2 TanjunganomNganjuk merasa tidak puasdengan pencapaian ketrampilanberbicara para siswanya.Pengamatan peneliti padasalah satu kelas yangpeneliti ajar yaitu kelas

VII-5 menunjukkan bahwa siswabelum mampu berbicara banyakdan lancar. Hal itu nampakdari perilaku siswa di dalamkelas saat pembelajaranberbicara bahasa Inggris.Pertama, jika guru bertanyadan siswa diminta menjawabsecara lisan, siswa cenderungpasif, diam, atau kalaupunmerespon hanya sedikit sajaekspresi yang dikeluarkanpadahal siswa paham denganmaksud pertanyaan. Kedua,dalam kerja kelompok, ketikaberdiskusi siswa hampir totalmenggunakan bahasa Indonesia.

Ketiga, dalam kegiatanberdialog berpasangan banyaksiswa tidak mampu berbicaralancar seperti nampak daribanyaknya dan lamanya jedadalam proses berinteraksi.Dalam jeda, siswa biasanyamenengok ke teman-temannyauntuk bertanya istilah bahasaInggris dari kata-kata yangakan mereka ucapkan ataubertanya pada guru. Keempat,kemampuan bicara yang sudahdikuasai siswa cenderung yangbersifat hapalan ataumekanis.

Hasil pengamatanpeneliti tersebut didukungoleh hasil tes berbicara yangmenunjukkan hanya 20% dari 36siswa berhasil mencapaikriteria ketuntasan minimal

75, sedangkan 80% yang lainbelum berhasil. Kondisitersebut juga sesuai denganhasil angket yang diberikanpada siswa. Angket tersebutmenanyakan pendapat parasiswa berkenaan denganpembelajaran berbicara. Dari36 siswa, 89,6% siswamenyatakan pembelajaranberbicara bahasa Inggrissulit dan hanya 10,4 % siswamenyatakan mudah. Selain itu,siswa juga menyatakan merekatidak lancar berbicara bahasaInggris disebabkan olehkurangnya kosa kata dan tidak

62

*) Arif Mustopa dan Mudayat adalah guru SMPN 2 Tanjunganom Nganjuk JawaTimur, Ismukoco adalah Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu PendidikanJawa Timur.

mampu mengucapkan kata-katabahasa Inggris dengan benar,dan kurang percaya diri.Komentar mereka sesuai denganpengamatan peneliti.

Dari refleksi penelititentang caranya mengajar dandiskusi dengan kolega,peneliti menemukan bahwa adacara mengajar yang perludiperbaiki. Dalam mengajarberbicara peneliti biasanyamelatih anak dengan tekniktubian (drill). Teks-teksinteraksional ditubikankemudian siswa diberi dialoguntuk dibaca dan dihapalkan.Kemudian secara randombeberapa pasang siswa dimintauntuk maju ke depan kelas.Ketika ditinjau, teknik inimemang cenderung membosankan.Keterlibatan siswa secarasukarela minim. Kegiatankomunikasi yang dilakukansiswa tidak natural karenasiswa mengucapkan sesuaidengan naskah (dialog) yangtertulis. Selain itukesempatan maju untuk tampiljuga hanya bisa dinikmatisegelintir siswa. Siswa yangmaju sering malu-malu karenatakut salah di depan orangbanyak.

Gambaran permasalah diatas sesuai denganpermasalahan dalam belajarbahasa asing yang dikemukakanoleh Ur (1996). Permasalahantersebut adalah adalah (1)siswa tidak terbiasa

berbicara bahasa Inggris ;(2) tidak ada yang dikatakan(nothing to say); (3)partisipasi siswa rendahyaitu siswa yang berbicaradalam bahasa Inggris hanyasiswa itu-itu saja dan yanglain sedikit, bahkan tidaksama sekali (low or unevenparticipation); dan (4)penggunaan bahasa ibu yangmendominasi sebagian besarwaktu belajar berbicarabahasa Inggris (mother-tongueused).

Pembelajaran ketrampilanberbicara yang berhasilmenurut Ur (1966) ditu jukkanoleh hal-hal berikut: (1)siswa berbicara banyak denganlancar, (2) partisipasi siswadalam diskusi tinggi dandiskusi tidak didominasi olehbeberapa siswa saja, (3)motivasi siswa tinggi yaitusetiap siswa memilikikeinginan untuk berbicarasebab mereka mempunyaisesuatu yang baru untukdisampaikan, dan (4)tingkatan kesulitan yangdiajarkan sesuai dengantingkatan belajar siswa.

Peneliti berkeinginanuntuk membuat pembelajaranberbicara seperti yangdideskripsikan di atas supayakemampuan siswa berbicarameningkat. Untuk mengatasimasalah-masalah yang telahdisebutkan di atas, Ur (1996)

Peningkatan Kelancaran Berbicara Bahasa Inggris melalui Information Gap Activities

mengusulkan beberapaalternatif langkah

64

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

pemecahan. Langkah-langkahalternatif tersebut adalah,1) menggunakan kerjakelompok, (2) mendasarkankegiatan pada bahasa yangmudah sesuai tingkatannya,(3) memilih topik dan tugasyang bisa merangsang siswauntuk lebih termotivasidengan tujuan yang jelas danmudah dicapai, (4) instruksiyang diberikan kepada siswaharus memberi penegasan bahwasemua siswa mempunyai perandalam diskusi danpembelajaran, (5) danmengupayakan siswa tetapberbicara bahasa Inggrissebisa mungkin dandiberitahukan jangan takutmembuat kesalahan dalambelajar terutama salahpenggunaan kosa kata.

Berdasarkan uraian Ur(1996) di atas, untukmeningkatkan kemampuanberbicara siswa, penelitimenggunakan IGA atauinformation gap activities yangcocok untuk pembelajaranmateri teksteks transaksionaldan interpersonal pada kelasVII semeter 1. IGA padadasarnya adalah kegiatanbelajar kooperatif(berpasangan atauberkelompok) untukmenyelesaikan suatu tugasatau memecahkan masalahdengan jalan mencariinformasi yang dibutuhkan

( Richards , 2004; Jones danWilliams, 2002). Dalam IGAseorang siswa atau sebuahkelompok mendapatkan,masingmasing informasi yangberbeda. Kedua belah pihakharus bernegosiasi danmenemukan informasi yangdimiliki pihak lain supayabisa menyelesaikan tugas ataumemecahkan masalah. Richard(2004) mengatakan, dalam IGAsiswa berkosentrasi mencariinformasi melalui interaksidengan siswa lain tanpa harustakut dengan kesalahan dalamkaidah bahasanya.

Apakah manfaat IGA? Neudan Reeser (dalam Raptou,http://letsgetengaged.wikispaces.com/)mengatakan bahwa IGA memberikesempatan kepada setiapsiswa berbicara bahasaInggris dan siswa secaraalami akan memproduksi lebihbanyak ujaran. Disamping itu,IGA dapat dikembangkan untukmemperbaiki masalah kosakata,pengucapan, dan kelancaranberbahasa Inggris siswa.Penelitian Nurhasanah (2008)menunjukkan bahwa IGA dapatmeningkatkan kemampuanberbicara siswa yangdiajarnya.

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitimenetapkan IGA sebagaitindakan untuk mengatasimasalah pengajaran berbicara

65

Peningkatan Kelancaran Berbicara Bahasa Inggris melalui Information Gap Activities

di kelas penulis. Dengandemikian masalah dalampenelitian ini dirumuskansebagai berikut: Bagaimanakahpenerapan IGA dapatmeningkatkankemampuanberbicara siswakelas VII-5 SMPN 2Tanjunganom,Nganjuk. Dengan penelitiantindakan yang merupakanrencana sistimatis untukmemecahkan masalahpembelajaran ketrampilanberbicara ini diharapkansiswa dapat meningkatkankemampuannya berbicara bahasaInggris.

MetodePenelitian ini

menggunakan rancang -anpenelitian tindakan kelasyang bertujuan untukmeningkatkan kelancaranberbicara siswa. Kemampuanberbicara siswa terdiri ataskemampuan menyampaikan ide,kelancaran, dan akurasi.Akurasi meliputi akurasidalam pengucapan, kosa kata,dan gramatika. Karena siswakelas VII merupakan pemuladalam belajar bahasa Inggrismaka akurasi gramatika untuksementara ini tidak dijadikanfokus karena pada tahapanpemula atau beginnerskomunikasi sebaiknyadiarahkan pada makna danbukan bentuk.

Penelitian ini dilakukandalam dua siklus. Setiapsiklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan , observasi, dan refleksi.

Data dikumpulkan denganmenggunakan teknik (1) teskinerja, (2) kuisioner, dan(3) pengamatan. Tes kinerjauntuk mengukur capaiankemampuan berbicara siswa,kuesioner untuk mengetahuirespon siswa terhadapkegiatan penerapaninformation gap, sedangkanpengamatan untuk mengamatiproses pelaksanaan tiap tahappenerapan IGA di kelas.

Sumber data dalampenelitian ini adalah siswakelas VII-5 SMPN 2Tanjunganom tahun pelajaran2009/2010, berjumlah 36orang, yang terdiri dari 18orang putri dan 18 orangputra. Kriteria keberhasilantindakan adalah jika 70%siswa kelas VII-5 mencapaikelancaran berbicara bahasaInggris dengan ketuntasanminimal yaitu 75. Selain itu,IGA dianggap berhasil jikasemua atau 100% siswa kelasVII-5 merespon positif prosespembelajaran berbicara bahasaInggris.

Data penelitian yangterkumpul terdiri atas datakualitatif dan kuantitatif.Data kualitatif padapenelitian ini dianalisis

66

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

dengan langkah-langkah (1)mengidentifikasi informasi,(2) mereduksi danmengklasifikasi data, (3)mendeskripsikan data dan (4)menginterpretasi data. Datahasil tes kelancaranberbicara bahasa Inggris danhasil kuesioner dianalisisdengan cara ditabulasi,divisualisasikan,dideskripsikan dandiinterpretasi berdasarkankriteria keberhasilantindakan.

Penelitian inimenerapkan IGA (Information GapActivities ) dengan bentukbelajar kelompok berpasangan.IGA diterapkan denganlangkah-langkah pokok sebagaiberikut: giving input, grouping,understanding the task danperforming the task, danmenggunakan Lembar Kerja Siswa.Pada tahap Giving input, gurumembimbing siswa mempelajarimakna kosa kata baru terkaittema dan melatihmengucapkannya dengan benar.Selain kosa kata baru yanglangsung terkait dengan tema,guru juga melatih siswamenggunakan ungkapankomunikatif yang akandigunakan dalam interaksiatau kegiatan komunikasiterkait dengan tema denganucapan yang benar. Ungkapankomunikatif itu misalnya: Is itright? It’s not right; It’s your turn; Now,

it’s my turn; We are done; I don’tunderstand. Could you say it again?I’m Sorry, I don’t understand. Couldyou say it again, please? Pardon! Howmany kilos of ....... (noun) do you have?

Langkah grouping terdiriatas dua tahap. Tahappertama, karena kegiatan akandikerjakan secara berpasanganyaituA dan B, guru meminta siswauntuk membentuk pasangan-pasangan (pairs) danmenentukan siapa yang menjadiA dan siapa yang menjadi B.Pada tahap kedua, gurumembagi kelas menjadi 4kelompok besar: kelompok Aputri, A putra, B putri, danB putra.

Kemudian pada tahapUnderstanding the Task: gurumendistribusikan lembar kerjayang akan dipakai dalamkegiatan information gap padakelompok besar siswa A dansiswa B. Lembar kerja A dan Bberisi informasi yangberbeda, atau dengan katalain ada information gap( kesenjangan informasi)antara lembar kerja A dan B.Guru membimbing tiap kelompokuntuk memahami isi LembarKerja tersebut dan memberibantuan jika kelompok tidakmampu memecahkan masalah.Dalam diskusi ini siswabekerja sama membuatinstruksi dari kesenjanganinformasi yang ada jawaban

67

Peningkatan Kelancaran Berbicara Bahasa Inggris melalui Information Gap Activities

pada Lembar Kerja denganmenggunakan kosakata dikegiatan giving input. Untukkegiatan terakhir yaituPerforming the Task, siswa Abertemu pasangan siswa B dansaling bertanya dan menjawabuntuk melengkapi tugas yangada di Lembar Kerja merekadengan menggunakan kosa katadan ekspresi komunikatif yangtelah dipelajari dalam tahap-tahap sebelumnya. Gurumemantau siswa yang sedangmelengkapi Lembar Kerja danmeminta siswa mematuhi aturanmain. Akhirnya, siswa salingmenunjukkan Lembar Kerja yangtelah dilengkapi untukmengetahui kebenaraninformasi yang mereka terimadan berikan pada pasangannya.

Lembar kerja disesuaikandengan materi yang diberikan.

Pada siklus 1 lembar kerjamateri yang diajarkan adalah

Introduction, imperative, andshopping list. Pada siklus 2

materi yang diajarkan adalahsuka tidak suka, deskripsihewan, dan deskripsi orang.

Information gap diwujudkan dalampasanganpasangan lembar kerja

berbeda dengan tema yangsama. Pada tema shopping list

misalnya, siswa A dan Bmenerima informasi berbeda

tentang benda-benda yang akandibeli dan dijual.

Hasil dan Pembahasan

Sebagai langkah awaldalam merencanakan tindakanpenelitian, hasil data awal(preliminary reflection) yang telahdilakukan sebelum penelitiantindakan disusun merupakanacuan penting dalampenelitian ini. Dibandingkandengan hasil setelahperbaikan pengajarandilakukan sesuai denganrencana.

Siklus IHasil tes kelancaran

berbicara menunjukkan nilairata-rata dan persentasejumlah anak yang memperolehnilai lebih baik atau samadengan 75 pada tes kelancaranberbicara bahasa Inggris padates ke-1, ke-2, dan ke-3cenderung meningkat. Nilairata-rata pada tes ke-1adalah 52, pada tes ke-2adalah 65 dan pada tes ke-3adalah 72. Siswa yangmendapat nilai sama denganatau lebih dari 75 pada teske-1 sebanyak 2 anak (5,5%),pada tes ke2 sebanyak 8 anak(22,2%), dan pada teske-3sebanyak 18 anak (50 %).Deskripsi itu menunjukkanbahwa nilai hasil tes, rata -rata hasil tes, danpersentase jumlah anak yangmemperoleh nilai lebih besaratau sama dengan 75 pada teskelancaran berbicara bahasaInggris pada tes ke-1, ke-

68

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

2, dan ke-3 cenderungmeningkat. Beberapakecenderungan ini biladikaitkan dengan indikatorkeberhasilan penelitian yangmenyebutkan bahwa 70 % siswamampu berbicara dalam bahasaInggris dengan lancar danmemperoleh nilai kelancaranberbicara minimal 75, makakecenderungan tersebut masihdi bawah indikatorkeberhasilan.Ketidakberhasilan terutamaberkaitan dengan penggunaankosakata. Beberapa siswamasih sering berpindah kebahasaIndonesia.

Mengenai respon siswaterhadap IGA, hasil kuesionermenunjukkan 89 % siswa merasasenang dengan kegiatan IGA.Sedangkan idealnya adalah 100% siswa merasa senang denganpembelajaran ini. Datakuesioner itu menunjukkanrespon sangat positif danrespon positif pada adalah 89% yang berarti tinggi. Akantetapi kecenderungan itu biladikaitkan indikatorkeberhasilan tindakan yangmenyebutkan 100 % siswamerespon positif terhadappembelajaran dengan IGA, makakecenderungan ini masih dibawah indikator dan siklus 1masih perlu tindak lanjut kesiklus 2.

Siklus IIBerdasarkan hasil

refleksi siklus I, maka perluadanya tindakan lebih lanjutpada siklus 2. Pelaksanaantindakan pada siklus inidilaksanakan selama 6pertemuan yaitu denganrincian 4 pertemuan untuktindakan perbaikan dan 2pertemuan untuk mengadakantes berbicara Bahasa Inggris.Setiap pertemuan mempunyailangkah tindakan sesuaidengan tindakan pada siklusI, dan yang berbeda adalahpada 2 sub tindakan di atasyaitu giving input (pelatihankosa kata) dan pemberianmodel sebelum siswa perfomingthe task.

Hasil pengamatanmenunjukkan bahwa pada tahapgiving input, siswa menghabiskanbanyak waktu mencari maknakata lewat kamus, bahkanbeberapa tidak melakukan.Peneliti memperbaiki tahapini dengan memberikan maknakata melalui contohpenggunaan kalimat atau dalambahasa Indonesia danmenunjukkan contoh penggunaankosa kata, sertamendemonstrasikan penggunaanungkapan-ungkapan komunikatifyang diajarkan.

Dalam performing the task,modeling dari guru dikuatkankarena data pengamatanmenunjukkan siswa cenderung

69

Peningkatan Kelancaran Berbicara Bahasa Inggris melalui Information Gap Activities

mengambil jalan pintas denganmenunjukkan lembar kerja yangberbeda pada lawan mainnyasehingga substansi informationgap menjadi hilang karenamereka masing bingung caramelaksanakan kegiatan denganbenar. Selain itu monitoringguru lebih difokuskan padakelompok yang bermasalah.

Hasil tes kelancaranberbicara yang diadakan 2kali menunjukkan nilaiterendah pada tes 1 adalah 20sebanyak 3 anak , tertingginilai 95 sebanyak 1 anak danrata-rata tes 1 adalah 68.2.Pada tes ke 2 nilai terendahadalah 64 sebanyak 3 anak,nilai tertinggi 94 sebanyak 4anak dan rata-rata test 2adalah 77.5. Selain itu, padakegiatan tabel menunjukkansiswa yang memperoleh nilailebih baik atau sama dengan75 pada tes 1 sebanyak 20anak dari 36 anak atau 55.6%, dan pada tes 2 sebanyak 28anak atau 77.8 %. Deskripsidi atas menunjukkan bahwanilai tes kelancaranberbicara bahasa Inggris darike 1 dan ke 2 meningkat.Selain itu rata-rata nilaites menunjukkan peningkatandari tes 1dan 2. Sedangkanpersentase jumlah anak yangmemperoleh nilai lebih baikatau sama dengan 75 jugamengalami peningkatan.Beberapa kecenderungan ini

ini bila dikaitkan denganindikator keberhasilanpenelitian ini yangmenyebutkan bahwa 70% siswamampu berbicara dalam bahasaInggris dengan lancar danmemperoleh nilai kelancaran(fluency) berbicara minimal75, telah melebihi indikatorkeberhasilan. Hasil kuesionermenunjukkan respon sangatpositif: semua siswa atau100% dari 36 siswa memberikanrespon positif terhadap IGA.Hal ini berarti semua siswamerasa senang terhadappembelajaran berbicara bahasaInggris yang menggunakan IGA.

Hasil penerapanInformation Gap Activitiesmenunjukkan bahwa penerapankegiatan tersebut dapatmeningkatkan kemampuanberbicara siswa. IGA di kelaspeneliti diterapkan melaluiempat langkah, yaitu: givinginput, grouping,understanding the task,performing the task. Padagiving input, siswa mendapatbekal kosa kata dan ungkapankomunikatif yang akandigunakan pada langkahberikutnya. Pada tahapgrouping yang diikutiunderstanding the task siswabekerja sama memahami tugasyang akan dikerjakan padatahap berikutnya danmenyiapkan langkah yang harusdiambil. Tahap ini memperkuat

70

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

kosa kata yang telahdipelajari pada tahapsebelumnya sehingga padatahap performing the task siswabisa relatif lancar melakukaninteraksi memberi danmenerima informasi.

Signifikansi perankosakata ini digarisbawahioleh Rivers (1981) yangmengatakan bahwa kosakataadalah materi yang membangunbahasa sehingga tanpakosakata tak ada pesan yangbisa dikirim atau diterima.Penelitian Karimi (tahunpenerbitan tidak disebutkan)menunjukkan bahwa informationgap activities meningkatkanpenguasaan kosakata. Denganmemiliki kosakata kontekstualsesuai tema, siswa bisasaling berinteraksi dalamkegiatan komunikasi yangdiciptakan oleh informationgap. Kegiatan negosiasi yangmenjadi ciri IGA seperti yangdinyatakan Richards (2001)bisa berjalan. Hall (1992)mengatakan bahwa IGA (atausplit information activities)memberikan kesempatan untukberbicara yang bisameningkatkan pengetahuantentang bahasa dan kontent.Dengan demikian terdapatlingkaran positif yang salingmenunjang antara pengembangankosa kata dengan kemampuanberbicara yang terjadi karenapenerapan IGA.

Selain itu kerja berpasanganmenciptakan banyak kesempatanberlatih menggunakan bahasatarget dibanding dengan cara

konvensional dimana hanyasiswa yang terpilih yang majuke depan kelas untuk berunjuk

kerja. Ini senada denganKathryn (1990) yang

mengatakan bahwa IGA memberikesempatan dan mengurangidominasi guru berbicara,

kesempatan untuk berinteraksiantar siswa bernegosiasi,dan

menjadikan bahasa sasarandapat dipahami.

Untuk membuat retensikosakata terjadi, tahapgiving input harus dilakukandengan baik karena tahap inidiperlukan bagi keberhasilantahap-tahap berikutnya.Selain itu untuk memperjelasperilaku yang diharapkandilakukan siswa dalam tahapperforming the task, ternyatapenjelasan guru perludilengkapi dengan modeling /demonstrasi. Selain ituketika siswa telah aktifberkegiatan dalam tahapperforming the task, guru harusaktif memonitor untukmemastikan siswa melakukansesuai dengan prosedur supayatujuan instruksional bisatercapai.Dengan demikiansupaya IGA efektif, tiaptahap kegiatan harusdilaksanakan dengan baik.

71

Peningkatan Kelancaran Berbicara Bahasa Inggris melalui Information Gap Activities

Supaya berhasilpembelajaran membutuhkanrespon positif dari siswa.Pembelajaran akan efektifjika siswa belajar denganperasaan tidak tertekan danmenyenangkan. Dalam IGA,siswa melakukan kegiatanberpasangan dengan teman danmenikmati kegiatan tersebutkarena cenderung sepertibermain. Misalnya, dengan duagambar yang sedikit berbedasiswa diminta membandingkanuntuk menemukan perbedaandari kedua gambar itu tanpasaling melihat. Dengandemikian fokus perhatiansiswa pada bagaimana tugasatau permainan bisadiselesaikan, atau padamakna, bukan pada bentukbahasa. Fokus padapenyelesaian tugas dan bukanpada bentuk membuat siswatidak takut salah. Selain itudengan tingkat kesulitantelah dikurangi melaluilangkah kedua, yaitugrouping. LKS masing-masingsudah dipahami dalam langkahkedua IGA, dan kosakata yangdibutuhkan sudah dilatihkan.

Simpulan dan SaranBerdasarkan pembahasan

sebelumnya dapat dirumuskanbeberapa simpulan sebagaiberikut. Pertama,pembelajaran denganmenggunakan Information Gap

Activities dapat meningkatkankelancaran berbicara siswa.Namun untuk menjadi kegiatanbelajar yang efektif,penerapan IGA dilakukanmelalui tahap giving input,grouping, understanding the task, danperforming the task. Setiaptahapanperlu dilakukan denganbenar karena berpengaruhterhadap kelancaran tahapberikutnya. Tahap awalbersifat memberikan bekalbagi tahap berikutnya Selainitu IGA yang dilakukan denganbenar dapat meningkatkanminat siswa dalampembelajaran berbicara bahasaInggris. Peningkatan minatini terlihat dari responpositif siswa terhadappembelajaran berbicara bahasaInggris.

Para guru bahasa Inggrisdisarankan agar mencobamengimplementasikanpembelajaran berbicara bahasaInggris dengan menggunakanIGA, sehingga pembelajaranmenjadi lebih efektif danmenyenangkan. Dalampenerapannya guru sebaiknyamemperhatikan pengembangankosa kata dan ungkapankomunikatif yang dibutuhkandalam kegiatan komunikasiberbasis information gap danmengeksplorasi cara-cara yangefektif untuk mengembangkankosakata siswa. Selain ituguru harus senantiasa aktif

72

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

memonitor proses siswamelaksanakan kegiatan supayabisa dipastikan siswa

melakukan kegiatan denganprosedur yang benar.

Daftar Rujukan

Gass,S.M. and Varoniss, E. M. (1994). Input, interaction, and SecondLanguage Production. Studies in Secand Language Acquisition. No. 16.283._____:_______

All, S (1992). Using Split Information Tasks to LearnMathematics Vocabulary.Guidelines: 24(2), 72-77. Karimi, F.----. The Effect of Using Information-Gap Tasks onIranian EFL Lexical Development.http://eslarticle.com/pub/articles/english-language-learning-ell/

Kathryn A. H. (1990). Pair Activities in Beginning Adult ESL Classes.America: Portland State University.

Louma, S. (2004). Assesing Speaking. New York: CambridgeUniversity Press.

Nurhasanah, S. (2008). Improving Speaking Skill UsingInformation Gap to the Second Year Students In SMAN 1Tangen Sragen. Skripsi, Hasil Penelitian TindakanKelas.Universitas Muhammadiyah Sura-karta

Raptou, http://letsgetengaged. wikispaces.com / (accessed, Jakarta, 15Agustus 2009)

Richard, J. C. (1990). Conversationally speaking: Approaches to theteaching of Conversation. New York: Cambridge UniversityPress.

Richard, J. C, and Rodgers T S. (2001). Approaches and Methods inLanguage Teaching, Second Edition. Melbourne: CambridgeUniversity Press.

Rivers, Wilga M. (1981). Teaching Foreign Language Skills:TheUniversity of Chicago

Press.

73

Peningkatan Kelancaran Berbicara Bahasa Inggris melalui Information Gap Activities

Richard, Jack C, (2004). Curriculum Development in language teaching,New York: Melbourne: Cambridge University Press.

Saraswat, M.Dr. (2001). Speak English Fluently. New Delhi: UpkarPrakashan

Ur, Penny. (1996). A course in Language Teaching Practice and Theory.Melbourne:

Cambridge University Press.

74

PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBERBELAJAR

UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWARosmawati, Purnama Dewi, dan Yulhefi*)

Abstrak: Berlatar belakang rendahnya minat belajar siswa padamatapelajaran IPS dan juga anggapan sebagian besar siswa di Indonesia bahwaIPS sebagai pelajaran yang membosankan. Maka penelitian ini bertujuan untukmengkaji permasalahan tersebut dan untuk meningkatkan minat dan motivasisiswa di Sumatera Utara untuk belajar IPS, dengan menggunakan lingkungansebagai sumber belajar. Data dikumpulkan melalui kuesioner, observasi dancatatan lapangan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa minat siswauntuk belajar IPS dapat ditingkatkan dengan menggunakan sumber daya yangtersedia di sekitar mereka.

Kata Kunci: IPS, lingkungan, sumber belajar, motivasi siswa.Pendahuluan

IPS merupakan matapelajaran yang dapatmengantarkan peserta didikmenjawab masalah-masalahmendasar tentang individu,masyarakat, pranata sosial,problem sosial, perubahansosial, dan kehidupanmasyarakat berbangsa, dariwaktu ke waktu. IPS mengkajiseperangkat peristiwa, fakta,konsep, dan generalisasi yangberkaitan dengan isu sosialyang memiliki ruang lingkupyang meliputi aspek-aspek; 1)manusia, tempat, danlingkungan; 2) sistem sosialdan budaya; 3) waktu,keberlanjutan, dan perubahan;4) perilaku ekonomi dankesejahteraan. Ada beberapafaktor yang diduga mempunyai

korelasi positif terhadappeningkatan hasil belajarIPS, yaitu kurikulum, media,guru dan proses belajarmengajar.

Pembelajaran merupakanfaktor yang penting untukmenumbuhkan kemampuan siswadalam menjawab permasalahansosial yang dihadapi dalamkehidupan. Pembelajaranmemberi kesempatan siswauntuk belajar berinteraksidengan guru, siswa lain, danlingkungan sosial dalammemecahkan permasalahansosial. Pembelajaran IPS akanbermakna jika siswa belajarketerampilan sosial, yaitumengidentifikasi permasalahansosial yang ada dilingkungannya,mengklasifikasi,

Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa

mengorganisasi, menganalisis,dan merumuskan simpulan.Pembelajaran yang dapatmeningkatkan keterampilansosial siswa akan terjadijika guru dapat menghadirkansumber-sumber belajar nyatake kelas. Pembelajaran denganmenggunakan metode ceramahtidak sesuai untuk digunakandalam pembelajaran IPS karenametode ceramah tidak melatihketerampilan sosial.

Hasil belajar di SMPNegeri 1 Angkola Baratmenunjukkan bahwa denganKriteria Ketuntasan Minimal70 hanya 65% siswa yangtuntas. Dalam pembelajaranguru hanya menggunakan satusumber belajar yaitu bukuteks IPS SMP. Kemampuan siswamenjawab pertanyaan sangatrendah, jika guru bertanya

kurang dari 10% siswa yangmemberikan respons menjawabpertanyaan guru. Siswa tidakaktif dalam proses diskusidan minat belajarnya rendah.

Pembelajaran IPS yangdilaksanakan di SMP NegeriAngkola Barat dilakukanmenggunakan metode ceramahdan penugasan. Namun,penugasan yang diberikankepada siswa hanya menjawab

pertanyaan-pertanyaanberpikir tingkat rendah dankurang memberikan kesempatankepada siswa untukberinteraksi dengan sumberbelajar riil dilingkungannya. Siswa kurangdiberi kesempatan untukmelakukan observasi terhadapsumber belajar dan mengkajisumber belajar untukmenemukan konsep-konsep IPS.

Guru sebagai pengelolapembelajaran di kelas perlumemperhatikan apa yangmenjadi kebutuhan siswa, agarsiswa antusias sertatermotivasi menuangkan semuaide yang terkait denganmateri pelajaran IPS. Dengandemikian kegiatanpembelajaran akan menumbuhkankreatifitas yang padaakhirnya dapat meningkatkan

hasil belajar siswa.Pembelajaran dengan metodeceramah perlu diganti denganmetode pembelajaran yangmemanfaatkan lingkungan riilyang ada di lingkungan siswasebagai sumber belajar.Sumber belajar riil dilingkungan siswa, misalnyataman sekolah, koperasisekolah, kantin sekolah,masyarakat di sekitar

76

*) Rosmawati dan Purnama Dewi adalah guru di SMP Negeri 1 Angkola Barat, Sumatera Utara. Yulhefi adalah Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Sumatera Utara.

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

sekolah. Menurut Hanafi(dalam Karwono, 2007) sumberbelajar dapat meningkatkanproduktifitas pendidikan,yaitu dengan jalan (1)mempercepat laju belajar danmembantu guru untukmenggunakan waktu secaralebih baik, (2) mengurangibeban guru dalam menyajikaninformasi, sehingga dapatlebih banyak membina danmengembangkan minat pesertadidik.

Belajar adalah suatuaktivitas yang dilakukansecara sadar untukmendapatkan sejumlah kesandari bahan yang telahdipelajari, (Djamarah,Syaiful, dan Bahri, 1994).Agoes Soejanto (1991),mengemukakan bahwa belajaradalah suatu prosesperkembangan, artinya olehkarena secara kodrat jiwaraga anak mengalamiperkembangan, sedangperkembangan itu sendirimemerlukan sesuatu. Sesuatuitu terdapat dalam diri anakdan alam sekitarnya, makaperkembangan itu ialah olehdan untuk lingkungannya. Daribeberapa pengertian di atas,maka dapat diambilkesimpulaan bahwa belajaradalah suatu usaha ke arahperubahan tingkah laku dariyang belum pernah diketahuihingga diketahui berdasarkan

pengalaman-pengalaman yangdiperolehnya.

Sumber belajar adalahsegala hal di luar diri anakdidik yang memungkinkannyauntuk belajar yang dapatberupa pesan, orang, bahan,alat teknik dan lingkungan.AECT (Association For EducationCommunication Technology) 1977menyatakan “sumber belajaruntuk teknologi pendidikanmeliputi semua sumber (data,orang, barang) yang dapatdigunakan oleh peserta didikbaik secara tepisah maupundalam bentuk gabungan,biasanya dalam situasiinformal, untuk memberikanfasilitas belajar”. Sumberbelajar akan dapat digunakanbila sumber belajar itutersedia sebelum prosespembelajaran berlangsung.Semakin banyak sumber belajaryang digunakan semakin banyakpula keterlibatan inderasiswa dalam penerimaan pesantersebut dan akan semakinbanyak kesan dan pengalamanyang di serap oleh siswa.Secara teoritis pemanfaatanlingkungan sebagai sumberbelajar mempunyai berbagaiarti penting diantaranyalingkungan mudah di jangkau,biaya relatif murah, objekpermasalahan dalam lingkunganberaneka ragam dan menarikserta tidak pernah habis.Sehubungan dengan pemanfaatan

77

Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa

lingkungan sebagai sumberbelajar ini, Nasution(1985:125) menyatakan bahwapemanfaatan lingkungansebagai sumber belajar dapatdilakukan dengan dua carayaitu dengan cara membawasumber-sumber dari masyarakatke dalam kelas dan dengancara membawa siswa ke sumberbelajar yang terdapat dilingkungan.

Minat ialah suatupemusatan perhatian yangtidak disengaja yang terlahirdengan penuh kemauannya danyang tergantung dari bakatlingkungan (Soejanto, Agus:2009). Dalam belajardiperlukan suatu pemusatanperhatian agar apa yangdipelajari dapat dipahami,sehingga siswa dapatmelakukan sesuatu yangsebelumnya tidak dapatdilakukan, terjadilahperubahan. Perubahan kelakuanini meliputi seluruh pribadisiswa, baik kognitif,psikomotor maupun afektif.Untuk meningkatkan minat,maka proses pembelajarandapat dilakukan dalam bentukkegiatan siswa bekerja danmengalami apa yang ada dilingkungan secara kelompokmaupun individu.

Dalam proses pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungansebagai sumber belajar,

diharapkan siswa kelas VII SMP Negeri 1 Angkola BaratTapanuliSelatan lebih berminatmempelajari IPS.

MetodePenelitian yang

dilakukan ini merupakanpenelitian tindakan kelas.Peneliti menelaah proses danhasil tindakan pembelajaranyang dilakukan secarasistematis dan terencana.Peneliti juga terlibatlangsung dalam penelitianmulai awal hingga akhir.Peneliti bertindak sebagaiinstrumen utama, karenapeneliti sendiri yangmerencanakan, merancang,melaksanakan, mengumpulkandata dan menganalisis data,menyimpulkan, sertamelaporkan hasilnya. Dalampenelitian ini digunakanpendekatan kualitatif.Melalui pendekatan kualitatifini, semua fakta baik lisanmaupun tulisan dari sumberyang diamati dan dokumenkarya siswa maupun hasilbelajar lainnya,dideskripsikan apa adanyayang kemudian dikaji untukmenemukan makna dari temuanyang diperoleh.

Subjek penelitian yangdigunakan adalah siswa kelasVIIA dengan jumlah siswa 40orang yang merupakan kelas

78

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

unggulan di kelas VII, dimanasewaktu penerimaan siswa barusemua siswa NEM tertinggiberada di kelas tersebut.Dari kemampuan akademiksubyek penelitian initergolong relatif homogen,subyek penelitian inikomposisinya antara putra danputri hampir sebanding,jumlah keseluruhan adalah 40siswa, terdiri dari 21 putradan 19 putri.

Proses pembelajarandengan memanfaatkan sumberbelajar di lingkungan siswamemiliki tahapan sebagaiberikut.1) Guru memberikan motivasi

dengan menampilkan sumberbelajar riel kepada siswadan memberikan apersepsiberupa pertanyaan untukmerangsang siswamempelajari sumberbelajar

2) Siswa bekerja secarakelompok mempelajaraifenomena sosial,permasalahan sosial, danpemecahannya dari berbagaisumber belajar dilingkungannya

3) Siswa menyusun laporantentang fenomena sosial,permasalahan sosial, danpemecahannya dalam bentukha-sil karya

4) Siswa mempresentasikanhasil karyanya di kelas

untuk mendapatkan masukandan tanggapan dari siswalain

5) Guru meminta siswa untukmengembangkan konsep yangtelah dipelajari untukditerapkan dalam kehidupansehari-hari.Data yang dikumpulkan

dalam penelitian adalah minatsiswa dalam pembelajaran IPS,keterlaksanaan pembelajaranIPS yang dicatat denganlembar observasi, dan datarefleksi siswa untukmendukung data utama yangdiperoleh dari catatanrefleksi siswa di setiapakhir pembelajaran. Dataminat belajar dikumpulkanmenggunakan angket yangdiberikan siswa pada akhirpembelajaran. Siswamemberikan pilihan skor (1-5)pada setiap butir pertanyaanberdasarkan interpretasiterhadap butir pertanyaantersebut. Skor 1 menunjukkanminat yang paling rendah,sebalaiknya skor 5 menun-jukkan minat yang palingtinggi. Skor seluruh butirpertanyaan kemudiandijumlahkan dan dipersentase.

Data keterlaksanaanpembelajaran dicatat olehpengamat melalui observasikelas. Perubahan tingkah lakuminat belajar siswa selamaproses pembelajaran sedangberlangsung juga dicatat,

79

Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa

seperti partisipasi pesertadidik dalam pembelajaran,pengembangan keterampilanpeserta didik dalam menggaliinformasi dari berbagaisumber, mengolahinformasi/data, memecahkanmasalah/ melakukanpenelitian, berkomunikasilisan/tertulis(diskusi/presentasi),mengajukan ide/pertanyaankreatif/berbobot,menghubungkan materipembelajaran dengan kehidupansehari-hari/lingkungan,mengambil keputusan/menariksimpulan, dan antusiasmesiswa dalam belajar.

Hasil dan PembahasanDalam penelitian

meningkatkan minat belajarIPS dengan pemanfaatanlingkungan sebagai sumberbelajar siswa kelas tujuhSMPN 1 Angkola Baratdilaksanakan dalam duasiklus, yaitu siklus I(materi pokok bahasan /temakegiatan ekonomi masyarakat),siklus II (materi pokok/temaTapanuli Selatan menuju UKM).Setiap siklus melalui tigatahapan umum, yaitu tahapawal/pendahuluan, tahap intiberupa penyiapan instrumenpengamatan dan pembuatanpanduan wawancara denganbantuan guru, pelaksanaanobservasi dan wawancara,

analisis data danpelaporan/presentasi, dantahap akhir umpan balik danrevisi.

Pembelajaran IPS untukmeningkatkan minat belajardengan pemanfaatan lingkungansebagai sumber belajar inimelatih siswa menggunakanketerampilan mencariinformasi antara lain terdiridari:1) kemampuan menentukansumber informasi; 2)kemampuan menentukan fokusinformasi; 3) kemampuanmenggali informasi; 4)kemampuan menyeleksiinformasi; 5) kemampuanmengorganisasi informasi; 6)kemampuan menyajikan/mengkomunikasikan/mempresentasikan laporannya.Jenis aktivitas siswa untukmengukur minat siswa selainangket adalah kemampuanmenyusun instrumen wawancaradan pengamatan, kerjasamasiswa dalam kelompok, yangmerupakan bagian dariketerampilan mencariinformasi.

Siklus I

80

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

Proses pembelajarandilaksanakan dalam 3 kalipertemuan, pertemuan 1tanggal 28 Desember 2009,pertemuan kedua tanggal 29Desember 2009 dan pertemuanketiga tanggal 30 Desember2009. Siklus pertama dengantema kegiatan ekonomimasyarakat, siswa dibagimenjadi enam kelompok denganmasing-masing kelompokberanggotakan 5 -6 orangmenuju ke lingkungan alamsekolah seperti kebun salak,kebun karet dan sawah padapertemuan 1, pertemuan 2siswa dibawa ke lingkunganekonomi seperti kantinsekolah, penjual bakso dantoko serba ada selanjutnyapertemuan 3 siswamewawancarai lingkunganpekerjaan seperti supirangkot, guru dan tukang

bangunan. Setiap anggotakelompok diberikan wacana danlembar kerja yang telahdisediakan oleh guru untukdigunakan dalam menggaliinformasi dari nara sumberyang ada dilingkungan sekolahkemudian didiskusikan dikelompoknya dan hasilnyadipresentasikan. Untuk sampaike lingkungan dibutuhkanwaktu 5 menit dan dilingkungan siswa langsungbisa bertemu dengan sumberbelajar yang sudahdikomunikasikan sebelumnya.Siswa sudah membuatpertanyaan tetapi guru belummemeriksa apakah pertanyaansudah sesuai dengan tujuanpembelajaran yang diharapkan,sehingga ketika sumberbelajar diwawancarai olehsiswa untuk Pada pertemuanpertama diperoleh skor minat

81

menggali informasi tidakterarah dalam memberikanpertanyaan. Selanjutnyaketika presentasi hasilpenggalian informasi dimanaguru tidak mengorganisasikelas dengan baik,

sehingga tidak bisa semuakelompok memaparkan hasilpenggalian informasi darisumber belajar dan tidaksemua kelompok dapatmemberikan masukan danpertanyaan disebabkan gurubelum

Gambar 1. Hasil Analisis Angket Minat Siklus 1

Hasil Analisis Angket Minat

67.50

75.00

82.50

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

Pertemuan1 Pertemuan2 Pertemuan3

Pres

entasiKe

tercap

ain

Siklus 1

Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa

belajar siswa kelas VII SMPNegeri 1 Angkola Barat denganmenggunakan lingkungansebagai sumber belajar dimanaangket yang mencapai 70adalah sebanyak 67,50 %, padapertemuan kedua terjadipeningkatan sebesar 7,50 %,sedangkan pada pertemuanketiga terjadi lagipeningkatan sebesar 7,50 %.Dari hasil pengolahan dataangket minat siswamenunjukkan peningkatansecara terus menerus dalamtiga kali pertemuan namunbelum mencapai indikatorkeberhasilan dimana minatbelajar siswa yang mencapaiskor 70 belum mencapai 85%,oleh sebab itu penelitimerasa masih perlu melakukantindakan pada siklus 2.

Perbaikan tindakandilakukan dengan mendatangkanlingkungan sebagai sumberbelajar ke dalam kelassehingga diharapkanpengorganisasian kelas dapatdilaksanakan dengan maksimaldi dalam rencana pembelajaransiklus 2.Siklus II

Pada siklus 2pembelajaran dilaksanakandalam 3 kali pertemuan,pertemuan 1 tanggal 23 Maret2010, pertemuan kedua tanggal24 Maret 2010 dan pertemuanketiga tanggal 25 Maret 2010.Siklus kedua dengan tema

Tapanuli Selatan menuju UKM,pemanfaatan lingkungansebagai sumber belajar dimanasumber belajar yang ada dilingkungan seperti pengelolahome industri buah salakmenjadi makanan ringan,pengurus koperasi kredit danpolisi yang biasa berada disekitar sekolah di datangkanke dalam kelas. Kemudiansiswa dibagi menjadi enamkelompok dengan masingmasingkelompok beranggotakan 5-6orang. Setiap anggotakelompok diberikan wacana danlembar kerja yang telahdisediakan oleh guru untukdigunakan dalam menggaliinformasi dari nara sumberyang yang didatangkan kedalam kelas kemudiandidiskusikan di kelompoknyadan hasilnya dipresentasikan.Sebelum narasumber masukkedalam kelas guru terlebihdahulu menugaskan setiapkelompok untuk membuatpertanyaan sesuai denganwacana dan lembar kerja yangada pada kelompok mereka,kemudian guru memeriksapertanyaan yang ditulissetiap kelompok agarpertanyaan yang digunakanuntuk menggali informasi darinarasumber sudah sesuaidengan tujuan pembelajaran.Setiap kelompok diberibatasan waktu untuk menggaliinformasi dari narasumber,

82

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

begitu juga presentasi darihasil diskusi dan ketikakelompok lain memberikanmasukan atau pertanyaan.Sehingga pengorganisasianwaktu dapat berjalan denganmaksimal dan prosespembelajaran berjalan sesuaidengan rencana pembelajaran.Pembagian waktu untukpenggalian informasi olehsiswa dari narasumberternyata masih belum maksimaldari aspek pengamatanpengembangan keterampilanpeserta didik dalam menggaliinformasi dari berbagaisumber dimana siswa merasawaktu yang dibatasi belummencukupi untuk memperolehinformasi sebanyakbanyaknya.Begitu juga dengan narasumbermenyampaikan kepada penelitibahwa waktu yang disediakanbagi narasumber terlalusingkat, narasumbermengharapkan kedatanganmereka sebagai nara sumberhendaknya kwantitasnyaditambah.

Dari hasil refleksisiswa hampir 85% siswamenanggapi dengan menuliskanbahwa mereka merasapembelajaran sangat menarikdan menyenangkan. Pengamatanyang dilakukan observermenunjukkan peningkatan hasilyang baik dimana aspek yangdiamati meliputi antara lainpeserta didik berpartisipasisecara aktif dalampembelajaran, pengembanganketerampilan peserta didikdalam menggali informasi dariberbagai sumber, mengolahinformasi/ data, memecahkanmasalah/melakukan penelitianberkomunikasi lisan/tertulis(diskusi/presentasi),mengajukan ide/ pertanyaankreatif/ berbobot,menghubungkan materipembelajaran dengan kehidupansehari-hari/lingkungan danmengambil keputusan/menarikkesimpulan selanjutnya aspekdimana peserta didik tampakceria dan antusias dalambelajar .

83Gambar 1. Hasil Analisis Angket MinatSiklus 1

Hasil Analisis Angket Minat

82.05

84.62

89.74

78.00

80.00

82.00

84.00

86.00

88.00

90.00

92.00

Pertemuan1 Pertemuan2 Pertemuan3

Present ase

Ketercap

aian

Siklus 2

Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa

Pada siklus 2 pertemuanpertama diperoleh scor minatbelajar siswa kelas VIIA SMPNegeri 1 Angkola Barat denganmenggunakan lingkungansebagai sumber belajar dimanaangket yang mencapai ³70adalah sebanyak 82,05 %, padapertemuan kedua terjadipeningkatan sebesar 84,62 %,sedangkan pada pertemuanketiga terjadi lagipeningkatan sebesar 89,74 %.Dari hasil pengolahan dataangket minat siswa siklus 2menunjukkan peningkatan yangsignifikan sebesar 14,74%dibandingkan dengan siklus 1.

Hasil angket siklus IImenunjukkan peningkatan yangsignifikan dari siklus I,pengamatan oleh observermelalui aspekaspek yangdiamati menunjukkan hasilyang baik walaupun masih adaaspek yang memerlukanperbaikan seperti aspekpenggalian informasi,selanjutnya hasil refleksisiswa juga menunjukkan hasilyang baik dimana siswamenuliskan sepertipembelajaran menarik,menyenangkan, mendatangkannarasumber lain, dansebagainya. Sehingga penelitimerasa siklus III tidakdilanjutkan lagi.

Dalam belajar diperlukansuatu pemusatan perhatianagar apa yang dipelajari

dapat dipahami, sehinggasiswa dapat melakukan sesuatuyang sebelumnya tidak dapatdilakukan, terjadilahperubahan. Perubahan kelakuanini meliputi seluruh pribadisiswa, baik kognitif,psikomotor maupun afektif.Untuk meningkatkan minat,maka proses pembelajarandapat dilakukan dalam bentukkegiatan siswa bekerja danmengalami apa yang ada dilingkungan secara kelompok.

Semakin banyak sumberbelajar yang digunakansemakin banyak pulaketerlibatan indera siswadalam penerimaan pesantersebut dan akan semakinbanyak kesan dan pengalamanyang di serap oleh siswa.Nasution (1985:125)menyatakan bahwa pemanfaatanlingkungan sebagai sumberbelajar dapat dilakukandengan dua cara yaitu dengancara membawa sumbersumberdari masyarakat ke ataulingkungan ke dalam kelas dandengan cara membawa siswa kelingkungan. Minat ialah suatupemusatan perhatian yangtidak disengaja yang terlahirdengan penuh kemauannya danyang tergantung dari bakatlingkungan (Soejanto, Agus:2009). Dalam belajardiperlukan suatu pemusatanperhatian agar apa yangdipelajari dapat dipahami,

84

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

sehingga siswa dapatmelakukan sesuatu yangsebelumnya tidak dapatdilakukan, terjadilahperubahan. Perubahan kelakuanini meliputi seluruh pribadisiswa, baik kognitif,psikomotor maupun afektif.Untuk meningkatkan minat,maka proses pembelajarandapat dilakukan dalam bentukkegiatan siswa bekerja danmengalami apa yang ada dilingkungan secara kelompokmaupun individu.

Berdasarkan gambar 1 dan2 diatas terlihat denganjelas bahwa minat siswa dalampembelajaran mengalamipeningkatan yang signifikan.Minat siswa dalam menggaliinformasi dari sumber belajardengan memanfaatkanlingkungan pada sikluspertama hanya mencapai 75%,pada siklus kedua meningkatmenjadi 89%, yang berartimengalami kenaikan sebesar14,74%.

Bila dibandingkan denganindikator keberhasilan yangtelah ditetapkan, yaknidiharapkan dapat meningkatminat belajar siswa terhadapmata pelajaran IPS denganmemanfaatkan lingkungansebagai sumber belajar,dimana 85 % siswa memperolehscore minat belajar IPSminimal 70. Dari sikluspertama ke siklus kedua, maka

angka prosentase kenaikanpada minat siswa tersebuttergolong sangat signifikan.

Akhirnya dapat ditarikkesimpulan sementara sebagaijawaban terhadappermasalahan-permasalahanyang telah dikemukakan diawal penelitian dan atau dibagian awal tulisan ini,bahwa pemanfaatan lingkungansebagai sumber belajarterbukti, setidaknya dalampenelitian ini, dapatmeningkatkan minat belajarsiswa. Dengan demikiantindakan pada siklus 2 sudahmencapai indikatorkeberhasilan maka penelitianini tidak memerlukan siklus3.

Simpulan dan SaranBerdasarkan hasil

penelitian sebagaimanaterurai pada bagian hasil danpembahasan, kiranya untukmenandai akhir dari penulisanlaporan ini dapat ditarikbeberapa kesimpulan pentingsebagai jawaban atas masalah-masalah penelitian yang telahdikemukakan di awalpenelitian/tulisan, sebagaiberikut: pemanfaatanlingkungan sebagai sumberbelajar terbukti bisameningkatkan minat belajarsiswa kelas VIIA SMP Negeri 1Sitinjak Tahun Pelajaran2009/2010 pada pemahaman

85

Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa

konsep mata pelajaran IPS.Peningkatannya sangatsignifikan, dari 75% padasiklus pertama menjadi 89,74% pada siklus kedua, yangberarti minat belajar siswamengalami kenaikan sebesar14,74%.

Mengupayakan sedapatmungkin memanfaatkanlingkungan sebagai sumberbelajar untuk membangkitkanminat belajar siswa, sertauntuk memberikan pengalamanbelajar yang

Daftar Rujukanberharga bagi siswa, dengancara menghadapkan siswa padapermasalahanpermasalahanhidup nyata yang terjadi disekeliling siswa, dan denganmemberikan tantangan kepadasiswa untuk turut serta ambilbagian dalam upaya pemecahanmasalah-masalah hiduptersebut, yang bukan tidakmungkin menyangkut masalahhidup siswa sendiri. Sehinggadengan begitu, siswa akanmerasakan kebermaknaan dari

apa yang sedang dipelajari,dan belajar benar-benardirasakan sebagai sesuatuyang menyenangkan (Learning isfun), tidak sebaliknyasebagai sesuatu yangmenjemukan dan memuakkan.Pemanfaatan lingkungansebagai sumber belajarsepertinya sangat cocok bagibidang studi IPS lainnya,karena materimateri pokokpembelajarannya kebanyakanberupa pemahaman konsep.Kepala sekolah sebagaimanajer dan TopLeader di suatu lembagasekolah, dengan jiwakepemimpinannya hendaknyabisa mendorong, merangsang,dan menciptakan suasana yangkondusif, paling tidak mauberupaya untuk memfasilitasipara guru bawahanya yangberinisiatif untukmengembangkan kreativitas danprofesionalismenya sebagaiguru. Sehingga dengan begitu,pembelajaran di sekolah bisadilaksanakan denganmemanfaatkan lingkungansebagai sumber belajar.

AECT. (1977). Selecting Media for Learning. Washington DC: Assocationfor Education Communication and Technology.

Depdiknas. (2006). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan NasionalNomor 22 tahun 2006 Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPS SMP/MTs.Jakarta: Depdiknas

Karwono. (2010). Seni Tentang Pemanfaatan Sumber Belajar,tanggal 13 November 2007 di Metro.

86

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

Soejanto, Agus. (1991). Bimbingan Belajar Ke Arah Yang Sukses.Jakarta: Rineke Cipta.

Djamarah, Syaifull, Bahri. (1994). Prestasi Belajar dan KompetensiGuru. Surabaya: Usaha Nasional.

87

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN SISWAMENGKONSTRUKSI KONSEP IPS MELALUI

PEMBELAJARAN INQUIRITirto Adi, Marsiti, dan Oksiana Jatiningsih*)

Abstrak: Tujuan dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah untuk meningkatkankemampuan siswa dalam mengkonstruksi konsep dalam pembelajaran IPS.Subyek dari penelitian ini adalah 39 siswa di kelas 9F aSMPN1Sidoarjo, JawaTimur, Indonesia. Peneliti berusaha meningkatkan kemampuan siswa denganstrategi pembelajaran inkuiri, sehingga siswa terlibat secara langsung dalampembelajaran dan dapat mencari jawaban seacra mandiri. Data dikumpulkanmelalui observasi, tes, portofolio dan kuesioner. Hasil menunjukkan bahwapembelajaran inkuiri dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam bertanyauntuk mengumpulkan, mengklasifikasi, mengeliminasi dan menggunakan datauntuk menjelaskan suatu konsep.

Kata kunci: IPS, konstruksi konsep, pembelajaran inkuiri.Pendahuluan

Sebagian besar siswamempersepsi mata pelajaran IPS(Ilmu Pengetahuan Sosial)sebagai mata pelajaranhafalan. Rutinitas aktivitasbelajar dilakukan denganmembaca buku dan menghafalkankonsepkonsep dan fakta yangada. Sebagian besar sumberbelajar adalah buku teks.Dalam konteks pembelajaranseperti ini, siswa cenderungpasif, informasi telahtersedia dan diinformasikanguru. Karena itu prosespembelajaran menjadi kurangbermakna, dan tidakmengembangkan kemampuan siswauntuk mengkonstruksi sendirikonsepkonsep IPS.

Metode ceramah dalampembelajaran IPS tidak memberipeluang siswa untuk terlibataktif dalam prosespembelajaran. Bentukketerlibatan dalampembelajaran biasanya menjawabpertanyaan tingkat rendah ataumengerjakan LKS (Lembar KerjaSiswa) yang kurang menantang.Kondisi ini tidak sesuaidengan hakekat pembelajaranIPS yang bertujuan: siswamengenal konsep-konsep yangberkaitan dengan kehidupanmasyarakat dan lingkungannya,memiliki kemampuan dasar untukberpikir logis dan kritis,rasa ingin tahu, kemampuanber-inkuiri, memecahkanmasalah, dan keterampilandalam kehidupan sosial.Berdasarkan refleksi awal,

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

fenomena ini disebabkan oleh:guru hanya menuntut siswamenghafal beberapa fakta,konsep, prosedur, dan prinsip;proses pembelajaran berpusatpada guru (teacher centered),sumber belajar berpusat padabuku teks, dan siswa kurangterlibat aktif dalampembelajaran.

Alternatif yang dipilihadalah mengubah strategipembelajaran dari ceramahmenjadi strategi inkuiri.Pembelajaran inkuirimelibatkan siswa dalamaktivitas penelitian danpenemuan dengan proses untukmendapatkan informasiberdasarkan masalah danpenyelesaiannya dalamaktivitas pengajaran danpembelajaran (Carin dan Sund,1971). Strategi pembelajaraninkuiri adalah rangkaian

kegiatan pembelajaran yangmenekankan pada prosesberpikir kritis dan analitisuntuk mencari dan menemukansendiri jawaban dari masalahyang ditanyakan (Wina, 2008).Melalui kegiatan ini siswaakan terlibat secara mentaldan intelektual dalampemrosesan informasi agardiperoleh pemahaman yangbermakna. Pembelajaran inkuiri

berfokus pada aktivitas siswamempelajari pengetahuan secaradinamis, kooperatif, danproses yang terakumulasi.Dengan pembelajaran inkuiri,siswa terus-menerus,berkelanjutan mengumpulkaninformasi dan memanfaatkannyauntuk menjawab suatu masalahdalam rangka mengonstruksikonsep. Pengalaman melihatdunia nyata di masyarakat akanmembantu siswa untukmengembangkan kemampuanberpikir secara sistematis,logis, kritis dalam rangkamemahami konsep. Kegiatansiswa dalam mengkonstruksikonsep mencakup aktivitasmerumuskan ”hipotesis”pengertian konsep, mengajukanpertanyaan, mengumpulkan data,menglasifikasikan data,mengeliminasi data, mengaitkandata untuk mendefinisikan

konsep. Pada tahapan anakmengonstruksi pengetahuannya,guru dapat memberikan bantuansesuai dengan kebutuhan anak(scaffolding).

Pembelajaran inkuiriberkaitan dengan pengembangankapasitas siswa untukmelakukan inkuiri danmerefleksikannya pada hakikatkehidupan sosial, khususnyaterkait dengan kehidupannya

89

*) Tirto Adi dan Marsiti adalah Guru IPS SMPN 1 Tarik, Sidoarjo, JawaTimur. Oksiana Jatiningsih adalah Dosen Fakultas Ilmu Sosial,Universitas Negeri Surabaya.

Pengembangan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi Konsep IPS melalui Pembelajaran Inquiri

sendiri dan arah perubahanmasyarakatnya (Joice dan Weil,1980). Dalam pembelajaraninkuiri siswa aktifmenciptakan struktur-strukturkognitif dalam interaksinyadengan lingkungan. Belajarlebih diarahkan pada experimentlearning yaitu merupakanadaptasi kemanusiaanberdasarkan pengalaman konkretsiswa pada berbagai kontekskehidupan, yang kemudiandikontemplasikan dan dijadikanide dalam pengembangan konsepbaru.

Carin dan Sund (1971)mendefinisikan inkuiri sebagaipembelajaran yang melibatkanaktivitas penelitian danpenemuan yang berkaitan denganproses untuk mendapatkaninformasi berdasarkan masalahdan penyelesaiannya dalamaktivitas pengajaran danpembelajaran. Prosespembelajaran inkuiri dilakukanmelalui tahap merumuskanmasalah, mengembangkanhipotesis, menguji jawabantentatif, menarik simpulan,dan menerapkan simpulan. Padatahap merumuskan masalah,kemampuan yang dituntut: (a)kesadaran terhadap masalah;(b) melihat pentingnyamasalah; dan (c) merumuskanmasalah. Kemampuan yangdituntut pada tahapmengembangkan hipotesis: (a)menguji dan menggolongkan data

yang dapat diperoleh; (b)melihat dan merumus -kanhubungan yang ada secaralogis; dan (c) merumuskanhipotesis. Pada tahap mengujijawaban tentatif, kemampuanyang dituntut: (a) merakitperistiwa, terdiri atas:mengidentifikasi peristiwayang dibutuhkan, mengumpulkandata, dan mengevaluasi data;(b) menyusun data, terdiriatas: mentranslasikan data,menginterpretasikan data danmengklasifikasikan data; (c)analisis data, terdiri atas:melihat hubungan, mencatatpersamaan dan perbedaan, danmengidentifikasikan trend,sekuensi, dan keteraturan.Pada tahap menarik kesimpulan,kemampuan yang dituntut: (a)mencari pola dan maknahubungan; dan (b) merumuskankesimpulan. Pada tahap akhir,ketika menerapkan kesimpulandan generalisasi, siswadituntut untuk mampu berpikirlogis-empiris.

Strategi pembelajaran IPSyang menekankan padapengembangan kemampuanberpikir adalah strategiinkuiri sosial. Strategi inimengembangkan kemampuan siswauntuk menemukan danmerefleksikan sifat-sifatkehidupan sosial, terutamauntuk melatih siswa agar hidupmandiri dalam masyarakatnya(Joyce dalam Wina, 2008). Ada

90

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

tiga karakteristik inkuirisosial, yaitu: (1) aspek(masalah) sosial dalam kelasyang dapat mendorongterciptanya diskusi kelasmerupakan hal yang secarakhusus penting. (2) rumusanhipotesis sebagai fokusinkuiri. (3) penggunaan faktasebagai bukti atau untukpengujian hipotesis (Joyce danWeil, 1980). Pengalaman nyataatau fakta membantu siswamemahami konsep yangdipelajarinya secara nyata,mendalam, bermakna, danmenumbuhkan pengetahuan yangtidak mudah dilupakan (longterm memory).

Indikator keberhasilanpenelitian yang pertamaadalah, kemampuan siswamengkonstruksi konsep dengantanpa menghafal naskahberdasarkan buku teks dantanpa bantuan guru. Analisisterhadap kemampuan inidilakukan secara kualitatif,dengan mencermati beberapaindikator perilaku memahamikonsep yakni kemampuan: (1)mengumpulkan informasi yangrelevan untuk memahami konsepsesuai dengan KD yangdipelajari, (2)mengklasifikasikan informasiyang diperolehnya, (3)mengeliminasi informasi yangtidak penting, (4)menyimpulkan. Indikatorperilaku siswa dalam

mengonstruksi konsep adalah :(1) merumuskan “hipotesis”konsep; (2) menyusunpertanyaan untuk mengumpulkandata; (3) mengklasifikasikandata (menata fakta); (4)mengeliminasi informasi yangtidak relevan/tidak penting;(5) menunjukkan keterkaitandata untuk mendeskripsikansuatu konsep (menyimpulkanpola).

Indikator keberhasilankedua adalah terlaksananyainkuiri yang diharapkan siswadapat menguatkan konsep yangtelah dipelajari. Prosesinkuiri dilakukan melaluitahap: merumuskan masalah,mengembangkan hipotesis,menguji jawaban tentatif(mengumpulkan data dananalisis), dan menariksimpulan. Pada tahapmerumuskan masalah, kemampuanyang dituntut siswa dapat: (a)mengidentifikasi masalah; (b)memilih masalah yang palingpenting untuk dikaji; (c)merumuskan masalah. Kemampuanpada tahap mengembangkanhipotesis siswa dapat: (a)menguji dan menggolongkan datayang diperoleh; (b) melihatdan merumuskan hubungan secaralogis; dan (c) merumuskanhipotesis. Tahap mengujijawaban tentatif, kemampuanyang dituntut siswa dapat: (a)merakit peristiwa, terdiriatas: mengidentifikasi

91

Pengembangan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi Konsep IPS melalui Pembelajaran Inquiri

peristiwa yang dibutuhkan,mengumpulkan data,mengevaluasi data; (b)menyusun data, terdiri atas:mentranslasikan data,menglasifikasikan data,menginterpretasikan data; (c)menganalisis data, terdiriatas: melihat hubungan,mencatat persamaan danperbedaan, danmengidentifikasikankecenderungan, sekuensi, danketeraturan. Pada tahapmenarik kesimpulan, kemampuanyang dituntut, siswa dapat:(a) mencari pola dan maknahubungan; dan (b) merumuskankesimpulan.

MetodePenelitian dilakukan di

SMP Negeri 1 Tarik Sidoarjo.Subjek penelitian adalah siswakelas IX F dengan jumlah siswa(39 siswa), terdiri atas 18siswa laki-laki dan 21 siswaperempuan. Peneliti secarabertim berpartisipasi langsungdalam penelitian mulai dariawal hingga akhir. Penelitibertindak sebagai instrumenutama dengan berkolaborasidengan dosen Unesa.

Data yang dikumpulkandalam kegiatan penelitian inimencakup data situasi sosialpembelajaran yang mencakupaktivitas guru dan siswa,respon siswa terhadapaktivitas belajar yang

dijalani, dan hasil belajarsiswa. Hasil belajar siswadijabarkan lebih lanjutterkait dengan kemampuan siswadalam mengonstruksi konsep,kemampuan ber-inkuiri, danskor hasil belajar (penguasaankonsep) siswa. Kegiatanpengumpulan data dilakukanselama proses pembelajaranberdasarkan hasil kerja siswa.Data aktivitas guru dan siswadiperoleh dengan observasiyang dilakukan oleh pengamat.Respon siswa terhadappembelajaran dikumpulkanmenggunakan jurnal belajar danangket. Data hasil belajarsiswa yang berupa kemampuanmengonstruksi konsep dankemampuan ber-inkuiridiperoleh melalui portofolio.Hasil belajar penguasaankonsep siswa diperoleh melaluites pada akhir setiap sikluspenelitian.

Penelitian ini dilakukansebanyak dua siklus dengan

menggunakan strategipembelajaran inkuiri. Tiapsiklus dilaksanakan dalam

empat kali pertemuan (@pertemuan: 2 X 40 menit).

Langkahlangkah pembelajaraninkuiri pada siklus 1 adalah:

1) guru mengemukakan tujuanpembelajaran, 2) siswa

berkelompok (6-7 siswa) danmengamati gambar, 3) siswa

menjawab pertanyaan penuntundari guru, 4) siswa

92

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

mengerjakan LK (Lembar Kerja),5) siswa mengajukan hipotesis“pengertian konsep”, 6) siswa

merencanakan dan melakukanpenelitian sederhana di

lingkungan sekitar, 7) siswamenyusun dan mempresentasikanlaporan, 8) siswa berdiskusi,9) siswa menyusun portofolio,10) siswa mengerjakan ulangan

harian di akhir siklus.Setelah selesai pelaksanaan

pembelajaran siklus 1,dilakukan refleksi dilanjutkan

kegiatan pembelajaran siklus2. Langkah-langkah

pembelajaran inkuiri padasiklus 2 adalah: 1) guru

mengemukakan tujuanpembelajaran, 2) siswaberkelompok (4-5 siswa)

mengamati gambar, 3) siswamengajukan dan menjawab

pertanyaan, 4) siswamengerjakan LK, 5) siswa

mengajukan hipotesis“pengertian konsep”, 6) siswa

merencanakan dan melakukanpenelitian sederhana, 7) siswamenyusun dan mempresentasikanlaporan, 8) siswa berdiskusi,9) siswa membuka buku untuk

konfirmasi, 10) siswa menyusunportofolio, 10) siswa

mengerjakan ulangan harian diakhir siklus.

Data penelitian yangterkumpul dianalisismenggunakan teknik analisisdata kualitatif model alir(flow model) Miles dan Huberman

(1992: 18) yang meliputi tigatahap kegiatan: (1) mereduksidata, (2) penyajian data, dan(3) penarikan simpulan danverifikasi. Dalam praksisnya,data situasi pembelajaran danaktivitas siswa dianalisissecara deskriptif-kualitatif.Data kemampuan siswamengonstruksi konsep,kemampuan ber-inkuiri, hasilbelajar (penguasaan konsep),dan respon siswa terhadappembelajaran inkuiridianalisis secara deskriptif-kuantitatif sederhanamenggunakan teknik persentasedan dipertajam dengan

uraian secarakualitatif.

Siswa dinyatakan berhasil(tuntas) dalam pembelajaranjika mereka mendapatkan skorminimum 70 pada masingmasingkemampuan mengonstruksikonsep, kemampuan ber-inkuiri,dan kemampuan penguasaankonsep. Dalam konteks kelas,proses pembelajaran dinyatakanberhasil jika 65% siswa telahmemperoleh skor 70.

Hasil dan PembahasanSiklus I

Secara umum dapatdikemukakan bahwa siswamemberikan respon yang positifterhadap kegiatan pembelajaraninquiri yang diikuti. Sebesar97% siswa merasa bahwapembelajaran lebih menarik,

93

Pengembangan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi Konsep IPS melalui Pembelajaran Inquiri

menyenangkan, dan tidakmembosankan, namun 2% siswamengemukakan hal yangsebaliknya. Berdasarkanpengamatan guru diketahuibahwa 2% siswa yangterkategorikan sebagai siswayang “kurang pandai” di kelas.Dalam proses pembelajaran,mereka cenderung kurangterlibat secara aktif, makaproses pembelajaran berikutnyasiswa ini akan mendapatkanperhatian lebih baik dariguru. Siswa merasa senangbelajar mengembangkankemampuan berpikirnyaberdasarkan pengetahuan danpengalamannya melaluipembelajaran inkuiri.

Dua aktivitas utama yangdilakukan siswa dalam kegiatanpembelajaran adalahmengonstruksi konsep danmelakukan kegiatan inkuiri.Kegiatan mengonstruksi konseppada tahap awal untukmeletakkan landasan pemahamansiswa tentang konsep sosialyang akan dipelajari lebihlanjut melalui kegiataninkuiri. Kegiatan siswa dalammengonstruksi konsep mencakupaktivitas merumuskan“hipotesis” pengertian konsep,mengajukan pertanyaan,mengajukan pertanyaan untukmengumpulkan data,mengklasifikasikan data,mengeliminasi data, mengaitkan

data untuk mendefinisikankonsep.

Pada kegiatanpembelajaran siklus I,sebagian besar kemampuan siswapada semua aspek aktivitasmengonstruksi konsep hasilnyakurang baik. Hal paling lemahpada siswa dalam mengonstruksikonsep adalah kemampuanmengaitkan data untukmendefinisikan konsep.Sebanyak 71% siswa, kurangbaik dalam mengaitkan datauntuk mendefinisikan konsep.Hal ini konsisten dengan datayang ada bahwa siswa masihtampak “berkeinginan” membukabuku dan tidak memperhatikandata yang mereka kumpulkan.

Lebih dari 50% siswakurang baik dalam merumuskanhipotesis pengertian konsepdan mengajukan pertanyaanuntuk mengumpulkan data, danhampir 50% siswa kurang baikdalam menglasifikasikan danmengeliminasi data. Sebagiankecil siswa (36%) dapatmerumuskan“hipotesis” pengertian konsepberdasarkan pengalaman danpengetahuannya dengan baik,namun tidak konsisten denganitu, kemampuan siswa untukmengaitkan data dalammendefiniskan konsep denganbaik hanya dimiliki oleh 13%.Rendahnya kemampuan inimenunjukkan siswa masih belumterbiasa memanfaatkan

94

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

informasi dalam alur berpikirlogis dalam mengonstruksikonsep. Mengkonstruksi sendirisuatu konsep berdasarkanpengetahuan dan pengalamanbelajarnya memerlukanperubahan pola pikir,“keberanian”, dan pembiasaan.Semakin terbiasa seseorangmelakukannya, akan semakinmudah untuk berpikir danmelakukan aktivitas tersebut.

Berdasarkan data yangdiperoleh dari tes akhirsiklus pembelajaran diperolehskor kemampuan siswa dalammengonstruksi konsep. Rata-rata skor yang diperoleh siswadalam mengonstruksi konsepadalah 69.87. Angka ini hampirmendekati kriteria ketuntasanyang ditentukan yaitu 70,namun rentang skor yangdicapai oleh siswa dalamkemampuan ini sangat besar(range = 50). Skor tertinggiyang dapat dicapai siswaadalah 92, sedangkan skorterendah yang dicapai siswaadalah 42. Terdapat 13% siswayang mencapai skor tertinggiini. Sementara itu, sekitar2,56% siswa berada pada skorterendah. Ada 17 siswa(43.59%) yang tuntas dansebanyak 56.41% siswa belumtuntas. Data ini relevandengan data kemampuan siswamengkonstruksi konsep, umumnyamasih berada pada kategorikurang baik. Aktivitas siswa

yang menjadi cermatan dalampenelitian adalah kegiataninkuiri. yang mencakupperumusan masalah, perumusanhipotesis, pengumpulan data,menganalisis data, danmenyimpulkan.

Berdasar data yangdiperoleh bahwa semua komponenkegiatan inkuiri dapatdilakukan oleh sebagian besarsiswa, kecuali kegiatanmerumuskan hipotesis. Lebihdari 50% siswa telah mampumerumuskan masalah danmengumpulkan data,menganalisis, bahkan lebihdari 70% siswa telah dapatmenyimpulkan, namun hanya 26%siswa yang dapat merumuskanhipotesis. Artinya, sedikitsiswa dapat memanfaatkanpengalaman, pengetahuan,penjelasan/informasi,kebijakan, solusi dalam suatufenomena untuk “memprediksi”atau “menduga” jawaban atassuatu problem yangdirumuskannya.

Berdasarkan data inkuiridiketahui bahwa rata-ratakelas dalam kegiatan iniadalah 75.72. Sebanyak delapansiswa (20,5%) memiliki nilai79. Skor tertinggi yangdicapai siswa adalah 85 yangdicapai oleh 3.56% siswa danskor yang terendah 70 yangdicapai oleh 15.38% siswa.Dengan kriteria ketuntasanindividual yang ditentukan

95

Pengembangan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi Konsep IPS melalui Pembelajaran Inquiri

yaitu 70, berarti seluruhsiswa telah tuntas dalamkegiatan inkuiri padapembelajaran ini. Ketuntasanini konsisten dengan kemampuaninkuiri yang dimiliki olehsebagian besar siswa, kecualikemampuan merumuskan hipotesisyang baru dimiliki olehsepuluh siswa (26%).

Berdasarkan kriteriabahwa ketuntasan kelas dicapaijika 65% siswa memperoleh skor70, maka dapat dikemukakanbahwa kelas belum tuntasbelajar pada kemampuanmengkonstruksi konsep yangmasih dicapai oleh 56,41%siswa.

Siklus IISemua siswa mengatakan

bahwa pembelajaran yangditerapkan menyenangkan.Sebesar 97,44% siswa merasabahwa belajar IPS menjadilebih mudah dan menarik.Secara umum siswa menikmatipembelajaran yang terjadi.Pengakuan siswa berdasarkanjurnal refleksi, diantaranyasiswa dapat mempelajari IPSmeskipun tidak membuka buku,belajar IPS dapat dilakukandengan menggunakan sumberbelajar masyarakat danpengalaman sertapengetahuannya sendiri.Pembelajaran membuat siswamenjadi lebih mudah memahamikonsep, lebih memahami masalah

dan cara penyelesaian masalahdi masyarakat.

Siswa gembira melihatdefinisi suatu konsep yangdirumuskannya sendiri yangternyata hampir sama dengandefinisi yang tertulis dibuku. Berdasarkan hasilobservasi yang dilakukanterhadap aktivitas belajarsiswa saat mencocokkan konsepyang dirumuskannya denganbuku, siswa lebih memilikirasa kepercayaan diri dalammengkonstruksi konsep.

Aktivitas siswamengkonstruksi konsep dankegiatan inkuiri mengalamiperkembangan. Berdasarkanportofolio dan hasil tes padasiklus II, kemampuan siswapada semua aspek aktivitasmengonstruksi konsep beradapada level baik. Sebesar 62%,siswa sudah baik merumuskanhipotesis, pengertian konsepdan mengajukan pertanyaanuntuk mengumpulkan data;sebesar 85% siswa telah mampudalam menglasifikasikan danmengeliminasi data, dan masih41% siswa kurang baik dalammengaitkan data untukmendefinisikan konsep, tetapisudah 46% diantara siswa telahdapat mengaitkan data dalammendefinisikan konsep. Sebesar62% siswa dapat merumuskan“hipotesis” pengertian konsepberdasarkan pengalaman danpengetahuannya, sedang

96

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

kemampuan siswa untukmengaitkan data untukmendefiniskan konsep dimilikioleh 46% siswa. Inimengindikasikan bahwa siswatelah memiliki kemampuan dalammenghubungkan data dengandefinisi suatu konsep.Sementara itu, 40% siswa belummemiliki kemampuanmenglasifikasikan danmengeliminasi data. Kondisiini sangat dimungkinkanterjadi karena siswa belumterbiasa merumuskan sendiripemahamannya terhadap suatukonsep, karena siswa telahbegitu lama terbiasa belajaruntuk menghafalkan materi.

Rata-rata skor yangdiperoleh siswa dalammengkonstruksi konsep adalah77,67. Angka ini telahmencapai kriteria ketuntasanyang ditentukan, dan rentangskor yang dicapai oleh siswadalam kemampuan ini sangatbervariasi. Skor tertinggiyang dicapai siswa adalah 97.Terdapat sekitar 4,12% siswayang mencapai skor tertinggi.Sementara itu, sekitar 2,56%siswa berada pada skorterendah yaitu 50. Rerata skoryang diperoleh siswa dalammengkonstruksi konsep adalah77,67. Berdasarkan portofoliopekerjaan siswa dapatdiungkapkan bahwa mereka telahberani menggunakan istilahnyasendiri untuk menggambarkan

suatu keadaan, tidak sepertiyang tertulis di buku. Rangeantara skor tertinggi danterendah yang dicapai siswasemakin kecil jikadibandingkan dengan hasiltersebut pada siklus I. Skortertinggi yang dicapai siswapada siklus 2 adalah 97 danskor terendah adalah 50. Modusskor siswa dalam mengonstruksikonsep adalah 80. Kriteriaketuntasan yang ditentukanadalah 70. Dengan kriteriaini, dapat dikemukakan bahwajumlah siswa tidak tuntasadalah 9 (23.08%) dan yangtuntas 30 siswa(76,92%).

Siswa diharapkan dapatmenkgonstruksi konsep melaluikegiatan inkuiri. Kegiatan initerdiri atas berbagaiaktivitas yang mencakupperumusan masalah, perumusanhipotesis, pengumpulan data,menganalisis data, danmenyimpulkan sebagaimana yangdilakukan pada siklus I. Halyang berbeda yang dilakukanpada siklus ini adalah topikinkuiri yang dilakukan siswa.Pada siklus I setiap kelompokmemiliki topiknya sendiri,pada siklus 2 ada dua topikyang dikaji dan masingmasingtopik dikaji oleh 4 kelompok.Meskipun topik yang dipilihsama, namun setiap kelompokmemiliki keleluasaan untukmemilih objek penelitiannya

97

Pengembangan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi Konsep IPS melalui Pembelajaran Inquiri

masingmasing. Melalui temuanyang diperoleh, siswa dapatmembandingkan temuanpenelitiannya dengan temuankelompok lain.

Kegiatan belajar dariteman atau kelompok lain padasiklus 2 semakin tampak.Temuan penelitian yang beragampada topik yang samamengundang ketertarikan siswa.Dari kunjung karya setelahsiswa memajangkan laporanpenelitiannya, siswa lebihmendapatkan data yang beragamdan mendalam tentang topikpenelitiannya. Proses tukarpendapat dan diskusi menjadisemakin bermakna dan mendalam.Temuan ini relevan dengansemakin kuatnya keyakinansiswa bahwa mereka dapatbelajar IPS tanpa melaluimembaca dan menghafal bukuteks, sebagaimana yangdikemukakan siswa dalam jurnalbelajarnya.

Berdasarkan temuan datayang ada, diketahui bahwasebagian besar (> 50%) siswamemiliki kemampuan inkuiriyang baik. Kemampuan palingrendah (51%) yang dimilikisiswa dalam kegiatan inkuiriadalah merumuskan hipotesis.Kemampuan merumuskan hipotesisdengan baik dilakukan oleh 51%siswa. Sementara itu kemampuaninkuiri dalam kategori baikpaling banyak dilakukan siswaadalah menyimpulkan (72%).

Pengembangan kemampuan inkuiriini terkait dengan kemampuanberpikir logis, sistematis,dan analisis-sintesis.

Rata-rata skor yangdiperoleh siswa adalah 78,23.Kriteria ketuntasan siswadalam mengkonstruksi konsepadalah skor 70. Sesuai dengankriteria tersebut, 100% siswadinyatakan tuntas. Skortertinggi yang dicapai siswaadalah 90 dan skor minimal 70.Batas-batas skor tertinggi danterendah ini lebih tinggidaripada skorskor yang dicapaisebelumnya, sehingga dapatdikemukakan bahwa kemampuansiswa dalam kegiatan inkuirimeningkat.

Situasi sosialpembelajaran pada mulanyasiswa memiliki kebiasaan dankeinginan untuk membuka bukuteks sangat tinggi, tetapisetelah pembelajaran pertama,kedua berlangsung siswa tidaklagi tergantung pada bukuteks. Siswa akhirnyaberpendapat bahwa belajar IPSternyata tidak selalumenggunakan sumber buku teks.Hasil ini diharapkan dapatmenumbuhkan kebiasaan dankesadaran baru siswa bahwabelajar IPS tidak dilakukandengan cara menghafalkonsepkonsep. Denganmenggunakan pengetahuan danpengalamannya sertasumbersumber kontekstual,

98

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

siswa dapat mengonstruksikonsep IPS sendiri.Pengkonstruksian konsep inisesuai dengan hakikatpembelajaran IPS yangseharusnya dilakukan secarakontekstual.

Belajar inkuiri adalahbelajar yang berbasis padaaktivitas aktif siswa melaluikegiatan penelitian. Melaluistrategi inkuiri sosial, siswabelajar IPS dengan menggunakanmasyarakat sebagai sumberbelajar. Hal ini dapatmengembangkan kemampuan siswadalam menemukan danmerefleksikan sifat-sifatkehidupan sosial padalingkungan kehidupannya.Dengan cara ini, kata Joyce &Weil (1980), diharapkan siswadapat mengenal masyarakatnyadan belajar lebih bermaknakarena apa yang dipelajarinya

akan bermanfaat bagi dirinyadan membangun kemampuannyauntuk hidup mandiri dalammasyarakatnya. Berikut, adalahdata tentang perkembanganrespon siswa terhadap kegiatanpembelajaran inkuiri darisiklus I ke siklusII.

Pembelajaran inkuiriadalah pembelajaran yangmenyenangkan dan tidakmembosankan. Pernyataan ini,berdasar tabel 1 di atas,ditunjukkan bahwa responpositif ini semakin meningkat(dari 97,43 % menjadi 100%)pada siklus 2. Pengakuan siswabahwa belajar IPS lebih mudahmemahami konsep-konsep IPSmelalui pembelajaran inkuiri,ini menjadi catatan pentingbagi guru bahwa melaluipengalaman belajar yang riil

99

Tabel 1: Perbandingan Respon Siswa terhadapKegiatan Pembelajaran Pada Siklus 1 dan 2 (dalam %)

No DeskripsiYa Tidak Mungkin

1 2 1 2 1 21 Belajar menjadi lebih

mudah94.87

97,44 0 0 5.13 2,56

2 Lebih memahami konsep 82.05

92,31 10.25

5,13

7.69 2,56

3 Belajar lebih menarik 97.43

97,44 2.56

2,56

0 0

4 Belajar tidak membosankan

97.43

100 2.56

0 0 0

5 Belajar menjadi menyenangkan

97.43

100 2.56

0 0 0

6 Memahami masalah di masyarakat

92.30

94,87 2.56

2,56

7.69 2,56

7 Memahami cara menyelesaikan masalah

87.17

92,31 7.69

5,13

5.13 2,56

8 Materi lebih mudah diingat

84.72

94,87 5.13

2,56

10.25

2,56

Pengembangan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi Konsep IPS melalui Pembelajaran Inquiri

dapat menguatkan perolehanbelajar siswa.

Pembelajaran IPS yangmenyenangkan, menarik, dantidak membosankan diharapkandapat menumbuhkan motivasisiswa untuk mempelajari IPS.Seiring dengan perubahanpandangan ini diharapkan bahwasiswa akan dapat mengubahpandangannya bahwa belajar IPStidak menghafal semata-matakonsep dalam buku. Belajar IPSadalah belajar secara kritistentang permasalahan-permasalahan sosial di sekitarsehingga seseorang dapatmenyesuaikan diri danmemberikan kontribusi bermaknadalam penyelesaian problem-problem masyarakatnya.

Demikian pula denganaktivitas guru, pada pertemuan-pertemuan di awal pembelajaran, guru memberikan bantuan kepada siswa melalui strategi bertanya untuk melatih siswa memunculkan konsep -konsep. Pada pertemuanberikutnya, pemberian bantuan atau dukungan guru secara berangsur-angsur berkurang(scaffolding), sehinggaaktivitas siswa lebih tampak(Santrock, 2008:392). Kondisiini menunjukkan bahwa belajarmerupakan proses pembiasaan.Kebiasaan siswa yang diajardengan ceramah cenderungkurang mengembangkan kemampuanberpikir, dengan pilihan

strategi inkuiri dalampembelajaran IPS akanmembentuk kebiasaan siswabelajar. Masyarakat danpengalaman siswa merupakansumber pembelajaran IPS.

Secara umum kemampuansiswa dalam kegiatanmengonstruksi konsep daninkuiri meningkat. Persentasesiswa pada kategori baikmeningkat di semua aspekkegiatan. Seiring dengan itu,perolehan skor hasil belajarsiswa pun juga meningkat.Perubahan signifikan terjadi(lihat tabel 2) padapeningkatan kemampuan siswadalam merumuskan hipotesis,yaitu dari 36% pada siklus1menjadi 62% pada siklus II.

100

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

Kemampuan lain yangmeningkat tajam dalam kegiatanmengkonstruksi konsep adalahkemampuan mengaitkan datauntuk mendefinisikan konsep.Hal ini menunjukkan bahwaterjadi peningkatan kemampuan

siswa secara signifikan dalammemanfaatkan data sebagaidasar berpikir dan mengambilkesimpulan dan membangunkonsep. Namun dua kemampuanlain yang masih perludikembangkan adalah kemampuan

101

Gambar 1. Diagram Perkembangan Kemampuan Siswa dalam Mengkonstruksi Konsep

Kemampuan siswa dalam kegiatan melalui studi kasusterjadi perubahan berinkuiri; aktivitas perumusan masalah,pe- arti. Dari aspek-aspek kegiatan inkuiri, kerumusanhipotesis, pengumpulan data, mampuan siswa menonjol ada dalamtatamenganalisis data, dan menyimpulkan ran penarikansimpulan dan kemampuan

Tabel 2. Perbandingan Kemampuan SiswaMengkonstruksi Konsep pada siklus 1 dan 2 (dalam

%)

No DeskripsiBaik Kurang

baikTidakbaik

1 2 1 2 1 21 Merumuskan hipotesis

konsep36 62 54 33 10 5

2 Mengajukan pertanyaan untuk mengumpulkan data

33 56 57 36 10 8

3 Mengklasifikasikan data 23 44 49 39 28 174 Mengeliminasi data 23 41 49 36 28 235 Mengaitkan data untuk

mendefinisikan konsep13 46 71 41 15 13

Pengembangan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi Konsep IPS melalui Pembelajaran Inquiri

mengklasifikasi danmengeliminasi data. Hal inisangat terkait erat dengankemampuan siswa berpikirlogis, sistematis, divergen,konvergen, dan sebagainya yangtampaknya perlu dikembangkandan dibiasakan. Secara lebihjelas perkembangan kemampuansiswa dalam mengonstruksikonsep terdapat dalam diagramberikut:

102

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

paling rendah adalahmerumuskan hipotesis.Peningkatan kemampuan siswasecara signifikan terjadi padaaspek merumuskan hipotesis.Hal ini menunjukkan siswabelajar secara bermakna dalammemanfaatkan pengetahuan danpengalamannya untuk mengajukandugaan dalam menyelesaikanproblem atau merumuskankonsep. Kemampuan merumuskanhipotesis meningkat tajam ini,

seiring dengan peningkatankemampuan siswa dalammengambil simpulan padakegiatan inkuiri danmengaitkan data untukmendefinisikan konsep dalamkegiatan mengonstruksi konsep.Berikut adalah dataperbandingan kemampuan ber-inkuiri siswa (tabel 3) yangterjadi pada siklus 1 dansiklus 2.

Tabel 3. Perbandingan Kemampuan Inkuiri Siswa pada Siklus 1dan 2 (dalam %)

No DeskripsiBaik Kurang baik Tidak baik

1 2 1 2 1 2

1 Merumuskan masalah 51 64 39 25 10 112 Merumuskan hipotesis 26 51 69 46 5 33 Mengumpulkan data 56 69 44 30 0 04 Menganalisis data 56 74 44 25 0 05 Menyimpulkan 72 82 28 17 0 0

Rata-rata skor yangdiperoleh siswa dalamkegiatan mengonstruksikonsep dan inkuiri meningkatpada siklus 2. Berdasarkanpada tabel 3, skor rata-ratayang dicapai siswa dalammengonstruksi konsepmeningkat dari 69,87 menjadi77.67 pada siklus 2. Skorrata-rata kemampuan inkuirimeningkat dari 75,72 menjadi78.23 pada siklus 2.Peningkatan skor hasilbelajar ini terjadi karenakemampuan siswa dalam

dalam aktivitasmengonstruksi konsep danmelakukan inkuiri punmeningkat. Sejak siklus 1siswa telah 100% mencapaistandar ketuntasan yangditetapkan. Sementara itupada kemampuan mengonstruksikonsep, terjadi peningkatanpersentase ketuntasan siswadari 43.58% menjadu 76.90%.

Selanjutnya,perkembangankemampuan siswa dalammelakukan kegiatan

inkuiri dapat diamati dalam diagram berikut:

103

Pengembangan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi Konsep IPS melalui Pembelajaran Inquiri

aktivitas mengonstruksikonsep dan inkuirimeningkat. Jumlah siswa yangtuntas

Gambar 2. Kemampuan Siswa dalam Melakukan Kegiatan InkuiriDari dua aktifitas utama siswa yang siswa dalam hal

mengonstruksi konsep dan diamati selama penelitian, terpapar datakegiatan ber-inkuiri, sebagaimana ditunjukkan menarik antaraperkembangan kemampuan pada tabel 4 berikut.

Tabel 4. Perbandingan Ketuntasan Hasil Belajar Siswa (Siklus1 dan 2)

No DeskripsiSiklus 1 Siklus 2

Tuntas Tidak Tuntas Tidak

1 Mengonstruksi konsep 17(43.58%)

22(56.42%

)

30(76.90%)

9(23,10%)

2 Melakukan Inkuiri 39(100%)

0 39(100%)

0

Berdasar tabel 4, adatemuan menarik yaitukemampuan ber-inkuiri, sejaksiklus 1 dicapai dengantuntas oleh seluruh siswa,sementara tidak demikian padakemampuan mengonstruksikonsep. Hal ini menunjukkanbahwa kemampuan mengonstruksikonsep lebih sulit daripada

melakukan inkuiri.Mengonstruksi konsep adalahaktivitas berpikir yang lebihbanyak ditentukan olehkemampuan berpikir logis,sistematis, konvergen,divergen, kausalitas.Kemampuan berpikir inipenting untuk mengabstraksisuatu konsep. Kemampuan

104

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

mengonstruksi konsep dapatdikembangkan melaluipengalaman dalam konteks darisetiap perkataan dan tindakanorang lain (Ratumanan,2004:106). Karena itukecakapan ini perlu terusdikembangkan dan dibiasakan.

Simpulan dan SaranBerdasarkan paparan

data, analisis, danpembahasan dapat disimpulkansebagai berikut. Situasikelas yang dibangun dalamkegiatan pembelajaran inkuirimenunjukkan kondisi yangkondusif. Siswa meresponpembelajaran inkuiri adalahpembelajaran menarik,menyenangkan, dan tidakmembosankan. Kondisi inimembuat siswa menikmatibelajar IPS yang selama initerkesan membosankan danpenuh hafalan tanpamengembangkan kemampuanberpikir siswa. Belajar daripengetahuan dan pengalamanpribadi dan masyarakatmenimbulkan paradigma barusiswa tentang cara belajarIPS dan tidak selalumenghafal konsep daninformasi di buku.

Kemampuan siswa dalammengkonstruksi konsep danmelakukan kegiatan inkuirimeningkat. Sejak siklus 1siswa telah menuntaskan

kemampuan belajar inkuiri.Kemampuan mengkonstruksikonsep baru tercapai padasiklus 2. Hal ini menunjukkankemampuan berpikir logis,sistematis, divergen,konvergen, kausal dansebagainya dibutuhkan dalampengembangan kemampuanmengkonstruksi konsep.Sementara itu belajarkontekstual terbukti lebihmudah dilakukan siswa,meskipun kemampuan siswauntuk menggunakan fakta-faktadan temuan di lapangan dalamrangka menguatkan danmembangun konsep masih perluditingkatkan.

Setelah melaluipenelitian tindakan kelas(classroom action research)pembelajaran inkuiri dapatmengembangkan kemampuan siswamengkonstruksi konsep IPS,maka disarankan guruguru IPSmenggunakan strategipembelajaran untuk melatihsiswa dalam berpikir logissistematis dalammengonstruksi konsep.Kemampuan mengkonstruksidapat merubah pola pikirseseorang. Pembiasaanberpikir logis sistematisyang kontekstual membantusiswa terbiasa mengembangkankemampuan berpikirnyasehingga belajar IPS akanmenjadi lebih bermakna.

Daftar Rujukan

105

Pengembangan Kemampuan Siswa Mengkonstruksi Konsep IPS melalui Pembelajaran Inquiri

Carin, A.A. & Sund, R.B. (1971). Developing Question Techniques: ASelf-Concept Approach. Columbus, OH: Charles E. Merrill.

Eggen, Paul D., dan Donald P. Kauchak, (1996). Strategies forTeachers: Teaching Content and Thinking Skills. Tokyo: Allyn andBacon.

Hassan N, Mh, dkk. (1997). Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: PTRemaja Rosdakarya.

Joyce, Bruce, dan Marsha Weil, (1980). Models of Teaching. Edisikedua. London: Prentice Hall International.

Miles, M.B. & Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif(Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta:Univeritas Indonesia Press.

Mulyasa. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik danImplementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.

Nur, Muhamad & Prima Retno Wulandari. (2000). PengajaranBerpusat Kepada Siswa & Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran.Surabaya: Pusat Studi Matematika dan IPA Sekolah, Unesa.

Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/. Diakses 12 Agustus 2009.

Ratumanan, Tanwey Gerson, (2004). Belajar dan Pembelajaran.Surabaya: Unesa University Press.

Sanjaya, Wina, (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar ProsesPendidikan. Jakarta: Kencana.

Santrock, John W., (2004). Educaytional Psychology. Diterjemahkanoleh Tri Wibowo B.S. Jakarta: Kencana.

Sudrajat, Akhmad. (2008) Strategi Pembelajaran. http://akhmadsudrajat.word press.com/2008 /01/12/model-pembelajaran-2/. Diakses 12 Agustus 2009.

Sumiati dan Asra. (2007). Metode Pembelajaran. Bandung: CV WacanaPrima

106

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Udin S. Winataputra, dkk. (2003). Strategi Belajar Mengajar.Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

W. Gulo. (2005). Strategi Belajar Mengajar Jakarta: Grasindo.

Yamin, M. (2008). Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta:Gaung Persada Press.

107

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASIDENGAN MEDIA GAMBAR

Sulasdi, Risyani dan Rahayu Pristiwati*)

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulisnarasi siswa Sekolah Menengah Pertama. Subjek penelitian ini adalah siswa kelasVIIA SMPN 3 Karanganyar berjumlah 32 siswa. Pembelajaran dilaksanakandengan menggunakan media gambar. Pengumpulan data menggunakan teknikobservasi, rubrik penilaian, wawancara, jurnal, dan dokumentasi foto. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa penggunaan media gambar berseri, berwarnamenarik, sederhana, mudah dipahami, dan memberikan gambaran objek sebaik-baiknya dalam pembelajaran mampu meningkatkan kemampuan menulis narasi.

Kata kunci: Kemampuan menulis, narasi, media gambar.Pendahuluan

Menulis merupakan suatuketerampilan berbahasaterpadu yang ditujukan untukmenghasilkan tulisan.Kemampuan menulis adalahkemampuan seseorang dalammengungkapkan gagasan danperasaan kepada pihak lainmelalui bahasa tulis.Kemampuan menulis sangatdiperlukan dalam semuabidang pekerjaan. Dalampembelajaran bahasaIndonesia, sering ditemukansiswa yang telah menguasaibahasa Indonesia secaratertulis, tidak dapatmenghasilkan tulisan karenatidak tahu apa yang akanditulis dan bagaimana caramenuliskannya. Siswa merasasulit mengungkapkan ide dangagasannya secara tertulis.Hal ini dapat disebabkan

kurangnya produktivitassiswa dalam menghasilkankarya tulis. Kenyataanmenunjukkan bahwa kemam-puanmenulis siswa masih sangatrendah.

Pembelajaran menulismerupakan kemampuan palingsulit dikuasai siswadibandingkan denganketerampilan berbahasa yanglain. Selain itu,pembelajaran keterampilanmenulis belummenggembirakan. Salah satufakta pendukung pernyataantersebut adalah kondisipembelajaran keterampilanmenulis di kelas VII A SMPNegeri 3 Karanganyar.Berdasar pengamatan,ditemukan bahwa motivasi dankemampuan menulis narasisiswa masih rendah. Haltersebut ditandai adanya

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

kejenuhan dan keluhan jikasiswa ditugasi mengarang.Selain itu, kemampuanmengarang siswa masih kurangyang ditandai denganminimnya kemampuan mengarangdan karangan siswa. Haltersebut dibuktikan denganhasil belajar mengarangsiswa yang hanya mencapainilai rata-rata 60.

Kemampuan siswa dalammenulis narasi dapatditingkatkan denganmembenahi hal yang menjadititik lemah siswa dalammenulis. Salah satu langkahyang dapat ditempuh adalahdengan menggunakan media.Media adalah perantara ataupengantar pesan daripengirim kepada penerima

pesan (Arief 1996:6). Salahsatu media pembelajaranmenulis ialah media gambar.Media ini dipilih denganpertimbangan bahwa mediagambar merupakan mediapaling umum digunakan,harganya terjangkau, mudahdiingat oleh siswa, gurudapat menunjukkan benda-benda yang tidak mungkindibawa ke dalam kelas, danrelevan dengan pencapaiankompetensi dasar dankarakteristik siswa. Selain

itu, media gambar juga dapatmemudahkan guru dalammengajar dan siswa dalammengingat apa yang dilihat,mengembangkan kreativitas,dan daya imajinasi. Salahsatu fungsi utama mediapembelajaran adalah sebagaialat bantu mengajar yangturut mempengaruhi iklim,kondisi dan lingkunganbelajar yang ditata dandiciptakan oleh guru (Azhar2004:15).

Sebuah tulisan padadasarnya merupakanperwujudan hasil penalaran.Penalaran ini terkait denganproses menuangkan gagasanpokok untuk dikembangkanmenjadi tulisan. Setiappenulis harus dapat

menuangkan gagasan secaracermat ke dalam tulisan.Salah satu cara yang dapatdigunakan untuk memunculkangagasan adalah denganmenggunakan media gambar.Media gambar sebagai mediapembelajaran dapatmeningkatkan kemampuan siswadalam menyusun ceritaberdasarkan rangkaian gambarsecara urut sehingga menjadikarangan narasi yang utuh(Levie dan Lentz dalam Azhar2004:16).

109

*) Sulasdi dan Risyani adalah Guru SMPN 3 Karangnyar, Jawa Tengah. RahayuPristiwati adalah Dosen Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas NegeriSemarang.

Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi dengan Media Gambar

Azhar (2004:5)mengemukakan bahwakeuntungan penggunaan mediagambar siswa dapat meningkatkemampuan dalam menuliscerita berdasarkan rangkaiangambar menjadi karangannarasi yang utuh, padu, dandapat meningkatkan kemampuansiswa dalam menggunakanejaan dan tanda baca secaraabenar.

Berdasar atas fakta diatas, masalah penelitian iniadalah bagaimanakahpembelajaran denganmenggunakan media gambaryang dapat meningkatkankemampuan menulis narasisiswa kelas VIIA SMP N 3Karanganyar? Penelitian inidilakukan dengan tujuanuntuk membantu meningkatkankemampuan menulis narasi.Hasil penelitian inidiharapkan bermanfaat bagiguru Bahasa dan SastraIndonesia khususnya dalammenerapkan pembelajaranmenulis narasi denganmenggunakan media gambar danmeningkatkan kualitas matapelajaran bahasa Indonesia.

MetodePenelitian ini merupakan

penelitian tindakan kelas(classroom action research).Subjek penelitian ini adalahsiswa kelas VIIA yangberjumlah 32 orang (16

perempuan dan 16 laki-laki).Kelas VIIA dikategorikansebagai kelas yang tingkatkemampuan siswanya palingrendah di antara sembilankelas VII di SMPN 3Karanganyar. Penelitian inidilakukan dari bulanSeptember 2009 sampai denganApril 2010.

Penelitian inidilaksanakan dalam duasiklus. Setiap siklusmelalui tahap perencanaan(plan), tindakan danpengamatan (act and observe),dan refleksi (reflect).Tindakan yang dilakukanuntuk memecahkan masalahpenelitian adalah penggunaanmedia gambar dengan langkah-langkah sebagai berikut.Pertama, guru menjelaskantentang media gambar yangakan digunakan. Kedua siswamengidentifikasi gambarberseri. Ketiga siswa menyusunpotongan gambar berseri.Keempat siswa mendiskusikangambar berseri secara acakuntuk membuat narasi. Kelimasiswa mempre sentasikanhasil diskusi kelompok.Keenam memajangkan seluruhhasil karya siswaberdasarkan kelompok Ketujuhmenentukan karya terbaiksiswa disertai pemberianreward .

Ada dua indikator yangditetapkan sebagai acuan

110

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

keberhasilan penelitian ini.Pertama indikator keberhasilanpenggunaan media gambarapabila semua siswa sudahdapat terlibat secara aktif,terbuka mengungkapkanpikiran, teratur, danbersemangat mengikutitahapan pembelajaran denganmedia gambar berseri., Keduaapabila kemampuan menulisnarasi siswa kelas VIIA SMPN 3 Karanganyar mencapainilai rata-rata 75 ataulebih.

Sesuai data yangdikumpulkan. instrumen yangdigunakan, yaitu: formatobservasi, rubrik penilaian,wawancara, jurnal, dandokumentasi foto. Formatpengamatan yang digunakansebagai instrumenpengumpulan data kualitatifada dua, yaitu formatpengamatan guru dan formatpengamatan siswa. Rubrikpenilaian tulisan siswa yangdigunakan sebagai instrumenpengumpulan data kuantitatifmeliputi: (1) penentuantema, (2) pengembangannarasi, (3) prinsip dasarnarasi, (4) pilihan kata,(5) keefektifan kalimat,serta (6) ejaan dan tandabaca. Data yang telahterkumpul dianalisis secarakuantitatif (penilaianhasil) dan kualitatif(penilaian proses).

Hasil dan PembahasanPenelitian ini

dilaksanakan dalam duasiklus. Pembelajaran padasiklus I berlangsung dalamdua kali pertemuan.Sementara itu, dalam siklusII, pembelajaran berlangsungdalam dua kali pertemuan.Setiap pertemuan dengan tigakegiatan yaitu kegiatanawal/pembukaan, kegiataninti/pendalaman materi, dankegiatan akhir/penutupan.Pada kegiatan inti melakukanpembelajaran menulis narasidengan menggunakan mediagambar.

Dalam setiap pertemuanbaik siklus I maupun siklusII dengan memanfaatkanpenggunaan media gambarberseri, warna menarik,sederhana, mudah dipahami,dan memberikan gambaranobjek baik makhluk hidupataupun tempat. Paparantentang pembahasan hasildisajikan seperti berikutini.

Siklus IData kualitatif berupa

deskripsi kegiatan siswa danguru selama dua kalipertemuan yang diperolehdari hasil catatan observasidan diperkuat dengan hasildokumentasi fotopembelajaran. Berdasarkanhasil observasi pembelajaran

111

Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi dengan Media Gambar

yang dilakukan padapelaksanaan tindakanpertama, guru membukapembelajaran denganapersepsi dan membangkitkanmotivasi belajar siswa untukmengikuti pelajaran sertamengemukakan tujuan dan temapembelajaran. Selanjutnya,guru memberi pemahaman awalkepada siswa tentang caramembuat tulisan bentuknarasi.

Pembelajaran pemanfaatanpenggunaan media gambarterdiri atas tujuh aktivitassiswa yang diamati meliputi(1) mendengarkan danmemperhatikan penjelasanguru dengan aktif, (2)mengidentifikasi gambarberseri yang diberikan guru,(3) menyusun potongan gambarmenjadi urutan berdasarkankronologis kejadiannya, (4)mendiskusikan hasilidentifikasi gambar dalamkelompok (5)mempresentasikan hasildiskusi kelompok danmelakukan sumbang saran atashasil diskusi kelompok lain,(6) memajang seluruh karyasiswa dalam bentuk kelompok,dan (7) menentukan karyaterbaik siswa.

Pembelajaran siklus Idirasakan belum optimal,baik dari proses maupunhasil. Dari proses, gurubelum sepenuhnya memberikan

pemahaman kepada siswatentang pembelajaran menulisnarasi dengan menggunakanmedia gambar. Berdasarkanhasil analisis dan evaluasiterhadap tindakan yangdilakukan guru serta responyang diberikan siswa,ditemukan perilaku yangdirasakan belum optimal yangdapat menjadi penyebabkegagalan pembelajaran yaitukata-kata yang dipilih siswatidak memenuhi kecocokan danketepatan, terdapat beberapakata yang tidak lazim, dankatakata yang dipilih tidakmemiliki daya tarik,kemampuan siswa dalammengembangkan kalimatefektif tidak menjadikankalimat sebagai saranapengungkap dan penangkappesan agar terjadikomunikasi secara efektif,dan hampir seluruh siswatidak siap untuk presentasikarena instruksi yang tidakjelas dari guru.

Dari aspek hasil, rata-rata nilai menulis narasidengan media gambar mencapai68,75. Pelaksanaan pertemuanpertama dan kedua siklus Ibelum mencapai indikatorkeberhasilan yangditetapkan, yaitu mencapainilai 75 atau lebih. Siswayang kurang memahami menulisnarasi dengan media gambarmenunjukkan bahwa pada aspek

112

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

penentuan tema diperolehrata-rata nilai sebesar19,53 atau dalam kategoricukup baik. Pada aspekpengembangan narasidiperoleh rata-rata nilaisebesar 17,19 atau dalamkategori baik. Sementaraitu, aspek prinsip dasarnarasi diperoleh reratanilai sebesar 13,50 dalamkategori baik. Kategori baikjuga diperoleh pada aspekpilihan kata yaitu rata-ratanilai 9,09. Sedangkan aspekkeefektifan kalimatdiperoleh rata-rata nilaisebesar 6,13 atau kategoribaik. Terakhir aspek ejaandan tanda baca dengan reratanilai 3,31 dalam kategorikurang baik.

Berdasarkankecenderungan data tersebut,disimpulkan hasil yangdiperoleh siswa belummemenuhi standar, nilai yangdiperoleh belum sesuaidengan yang diharapkan. Olehkarena hasil belajar belummencapai indikatorkeberhasilan yang ditetapkanyaitu 75 lebih, diputuskanuntuk melanjutkan penelitianpada siklus II.

Aktivitas pemanfaatanmedia gambar ini difokuskanpada lima aspek yaitu (1)menyusun potongan gambarmenjadi urutan berdasarkankronologis kejadiannya, (2)

mendiskusikan hasilidentifikasi gambar dalamkelompok (3)mempresentasikan hasildiskusi kelompok danmelakukan sumbang saran atashasil diskusi kelompok lain,(4) memajang seluruh karyasiswa dalam bentuk kelompok,dan (5) menentukan karyaterbaik siswa.Siklus II

Pada pembelajaran sikluskedua ini tampak sebagianbesar siswa telah siap untukmengikuti pembelajaran.Dengan menerapkanpembelajaran menggunakanmedia gambar disertai prosespembelajaran yang variatif,siswa lebih antusias dantampak lebih aktif. Hal inidisebabkan siswa sudahmemiliki pemahaman tentangmedia gambar dan dapatmenyusun potongan gambarmenjadi urutan berdasarkankronologis kejadiannyadibandingkan pembelajaransebelumnya.

Berdasarkan hasilpengamatan dari tujuhaktivitas, sudah mengalamipeningkatan daripadapembelajaran sebelumnya.Baik aktivitas mendengarkandan memperhatikan penjelasanguru dengan aktif maupunmengidentifikasi gambarberseri yang diberikan guru.Ada lima aktivitas yang

113

Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi dengan Media Gambar

dirasakan belum optimal yangdapat menjadi penyebabkegagalan pembelajaran.Aktivitas tersebut meliputi(1) menyusun potongan gambarmenjadi urutan berdasarkankronologis kejadiannya , (2)mendiskusikan hasilidentifikasi gambar dalamkelompok (3)mempresentasikan hasildiskusi kelompok danmelakukan sumbang saran atashasil diskusi kelompok lain,(4) memajang seluruh karyasiswa dalam bentuk kelompok,dan (5) menentukan karyaterbaik siswa.

Berdasarkan hasilanalisis dan evaluasiterhadap tindakan yangdilakukan guru serta responyang diberikan siswa padasiklus II ini disimpulkanbahwa kegiatan menulisnarasi dengan media gambarberlangsung secara optimal.Pembelajaran yang dilakukandalam dua kali pertemuanpada siklus II dirasakansudah optimal, baik darisegi proses maupun dari segihasil.

Dari segi proses, siswamampu menyesuaikan diridengan kegiatan pembelajaran menulisnarasi dengan media gambar. Perhatian siswa lebihbaik dari sebelumnya. Mereka sangat serius dalam menulis.

Pembelajaran ini sangat memudahkan siswa dalam menulis narasi yang dirasakantidak membosankan. Hal ini dibuktikan dengan kesediaan dan kesungguhan siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Dalam pembelajaran, siswa tampak senang dan bersemangat sehingga dengan sendirinya mereka aktif dan kreatif meningkatkan potensi yang adadalam dirinya. Tahap ini puladapat mengaktifkan dan mengkreatifkan siswa yang masih kurang kreatif dalam menulis narasi.

Sementara itu, dariaspek hasil rerata nilaimenulis narasi dengan mediagambar mencapai 75,78 dalampelaksanaan siklus II telahmencapai indikatorkeberhasilan yang ditetapkanyaitu mencapai nilai 75 ataulebih. Kemampuan siswa padatiap-tiap aspek penilaianmenulis narasi menunjukkanbahwa pada aspek penentuantema diperoleh rata-ratanilai sebesar 21,09 ataudalam kategori baik. Padaaspek pengembangan narasidiperoleh rata-rata nilaisebesar 18,75 atau dalamkategori baik. Sementaraitu, aspek prinsip dasarnarasi diperoleh rat-ratanilai sebesar 14,84 dalamkategori baik. Kategori

114

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

cukup baik juga diperolehpada aspek pilihan katayaitu rata-rata nilai 10,41.Sedangkan aspek keefektifankalimat diperoleh rataratanilai sebesar 6,94 ataukategori cukup baik.Terakhir aspek ejaan dantanda baca dengan tara-ratanilai 3,75 dalam kategoribaik.

Oleh karena rata-ratakelas yang ditentukan darisiklus II telah mencapaiindikator keberhasilan yangditetapkan, yaitu 75 ataulebih, diputuskan untukmengakhiri penelitian padasiklus II ini. Dengandemikian, dapat disimpulkanbahwa penerapan media gambardapat meningkatkan kemampuanmenulis narasi siswa kelasVIIA SMP Negeri 3Karanganyar.Pembahasan

Berdasarkan hasilanalisis dan evaluasiterhadap tindakan dan hasilbelajar siswa, terlihatbahwa media gambar dapatmeningkatkan menulis narasisiswa.baik pada siklus Imaupun siklus II.

Berdasarkankecenderungan data yangdiperoleh, dapat disimpulkanbahwa terdapat peningkatankemampuan siswa dalammenulis narasi setelahmengikuti pembelajaran, baik

pada siklus I maupun siklusII. Pada siklus I,pembelajaran dilaksanakandalam dua pertemuan.Meskipun belum mencapaiindikator keberhasilan yangditetapkan, hasil belajarsiswa untuk menulis narasimemperlihatkan peningkatandari pertemuan pertamasampai dengan pertemuankedua. Pada siklus II,pembelajaran dilaksanakandalam dua pertemuan. Hasilbelajar siswa untuk menulisnarasi juga memperlihatkanpeningkatan dari pertemuanpertama sampai denganpertemuan kedua. Padapertemuan kedua, indikatorkeberhasilan dapat dicapai.

Ketidaktercapaianindikator keberhasilan padasiklus I dirasakan lebihbanyak disebabkan olehpenerapan media gambar belummaksimal. Data siklus I dansiklus II memperlihatkanbahwa semakin tinggikemampuan siswa dalammembuat narasi. Hal inirelevan dengan teori yangdirujuk dalam kajiantindakan bahwa kompetensisiswa dalam menulis karangannaratif dapat ditingkatkandengan membenahi segala halyang menjadi titik kelemahansiswa dalam menulis. Sebuahtulisan pada dasarnya

115

Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi dengan Media Gambar

merupakan perwujudan hasilpenalaran siswa. Azhar(2004:15) mengemukakan bahwakeuntungan penggunaan mediagambar siswa dapatmeningkatkan kemampuannyadalam menyusun ceritaberdasarkan rangkaian gambarsecara urut sehingga menjadikarangan narasi yang utuh,dapat meningkatkan kemampuansiswa dalam memadukankalimat menjadi karangannarasi yang padu denganmenggunakan kata sambungyang tepat, dan dapatmeningkatkan kemampuan siswadalam menggunakan ejaan dantanda baca secara benardalam karangan.

Berdasarkan hasil jurnaldan wawancara, ternyatamasih banyak siswa yangkesulitan dalam menulisnarasi. Tanggapan siswaterhadap media gambar yangdigunakan sangat baik.Mereka merespon positif dansenang dengan media gambaryang digunakan. Materi yangdisajikan lebih menarik danlebih mendalam. Berdasarkanhasil belajar pada siklus I,menjadikan dasar bagipeneliti untuk melakukanperbaikanperbaikan dalamtindakan yang akan dilakukanpada pembelajaran siklus II.Tindakan yang dilakukanpeneliti yaitu melakukanperbaikan pada media

pembelajaran yang digunakan,perbaikan cara belajaryaitu, kegiatan kelompokdiubah menjadi kegiatanindividu, guru berkelilingdari satu siswa ke siswalain untuk melakukanbimbingan dan arahan kepadasiswa yang kelihatan agakbingung dalam menulisnarasi.

Hasil observasi yangdilakukan pada saat siswamengikuti kegiatanpembelajaran menulis narasidengan media gambar padasiklus II memperlihatkanbahwa perubahan tingkah lakusiswa menjadi lebih baik.Hal ini dapat diketahui darisiswa yang sebelumnya tidakmengikuti pembelajarandengan baik, pada siklus IIini siswa mulai mengikutidan melaksanakan kegiatanpembelajaran yang diterapkanpeneliti dengan baik,sehingga dapat diketahuibahwa siswa sudah mampumenyesuaikan diri dengankegiatan pembelajaranmenulis narasi dengan mediagambar. Perhatian siswalebih baik dari sebelumnya.Mereka sangat serius dalambelajar, hal ini sebagaibukti bahwa siswa senangbelajar menulis narasi.Kenyataan ini dibuktikandari hasil tes siklus I dansiklus II yang semakin

116

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

meningkat dalam menulisnarasi.

Hasil jurnal danwawancara siklus II jugamenunjukkan hasil yangmenyenangkan. Menurutmereka, pembelajaran denganmedia gambar sangatmemudahkan siswa dalampembelajaran menulis narasidan tidak membosankan. Halini dibuktikan dengankesediaan dan kesungguhansiswa dalam mengerjakantugas yang diberikan olehguru. Penggunaan mediagambar yang digunakan olehguru dalam pembelajaranmenulis narasi ternyatamemberikan manfaat danperubahan positif bagisiswa. Siswa semakin seriusdalam belajar, hasilnya punsemakin meningkat.

Berdasarkan rangkaiananalisis data dan situasipembelajaran, dapatdijelaskan bahwa terjadikemajuan pada diri siswa.Kemajuan itu dialami siswamengarah pada perilaku yangsemakin baik. Siswa semakinsemangat dan serius dalampembelajaran. Dengandemikian dapat disimpulkanbahwa menulis narasi denganmedia gambar, dapat membantusiswa dalam menuangkan idedan gagasannya dalam menulisnarasi.

Perubahan-perubahan yangdialami siswa tersebutmembuktikan bahwa penggunaanmedia gambar dapat membantusiswa dalam menulis narasi.Siswa juga mendapatpengalaman baru dalammenulis narasi danpengalaman tersebutmenjadikan siswa lebihtermotivasi untuk menulisnarasi dengan baik.Selanjutnya, berdasarkananalisis hubungan antarainstrumen pengumpulan data,diperoleh hasil berupakesinambungan antara datayang satu dengan data yanglain baik tes maupun nontes.Hal ini menunjukkan bahwahasil penilaian inidipaparkan berdasarkankondisi yang sebenarnyaterjadi. Data tes,observasi, wawancara,jurnal, dan dokumentasi fotomerupakan rangkaianinstrumen pengumpulan datayang telah menampakkanhubungan atau kesinambunganyang tepat.

Dari segi hasil menulisnarasi mengalamipeningkatan. Hasil penilaianmenulis narasi siswa siklusI mencapai rata -rata 68,75dari jumlah keseluruhansiswa dalam satu kelas.Sementara itu, hasilpenilaian pada siklus IImencapai nilai ratarata

117

Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi dengan Media Gambar

75,78 dari jumlahkeseluruhan siswa dalam satukelas.

Hasil penilaian menulisnarasi pada siklus I kesiklus II mengalamipeningkatan 10,23%.Peningkatan ini tercerminpada hasil belajar siswayang dapat menentukan temadan amanat dengan sangatbaik, menyusun detail dalamurutan dan penggunaan dialogdalam penyajian yangmenarik, komponen alur,penokohan, latar, titikpandang, dan pemilihan detilperistiwa yang disusunsangat baik dan lengkap,menyusun cerita berdasarkanrangkaian gambar secara urutsehingga menjadi karangannarasi yang utuh, dapatmemadukan kalimat menjadikarangan narasi yang padudengan menggunakan konjungsiyang tepat, dan dapatmenggunakan ejaan dan tandabaca secara benar dalamkarangan. Melalui mediagambar dalam menulis narasi,siswa lebih bersemangatdalam mengikutipembelajaran.

Simpulan dan SaranSejalan dengan

masalah yang dibahas, tujuan, dan cakupan penelitian ini dan berdasarkan temuan penelitian

ini dan pembahasannya, dapatlah dikemukakan simpulanberikut ini.

Penggunaan media gambarberseri, berwarna menarik,sederhana, mudah dipahami,dan memberikan gambaran

Daftar Rujukanobjek baik makhluk hidupataupun tempat secara utuhdalam pembelajaran mampumeningkatkan menulis narasi.Pembelajaran denganpenggunaan media gambartersebut terdiri atas tujuhaktivitas siswa yangmeliputi: (1) mendengarkandan memperhatikan penjelasanguru dengan aktif, (2)mengidentifikasi gambarberseri yang diberikan guru,(3) menyusun potongangambarmenjadi urutanberdasarkan kronologiskejadiannya, (4)mendiskusikan hasilidentifikasi gambar dalamkelompok (5)mempresentasikan hasildiskusi kelompok danmelakukan sumbang saran atashasil diskusi kelompok lain,(6) memajang seluruh karyasiswa dalam bentuk kelompok,dan (7) menentukan karyaterbaik siswa.

Keterampilan menulisnarasi siswa kelas VIIA SMPNegeri 3 Karanganyar setelahmengikuti pembelajaran

118

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

menulis narasi dengan mediagambar mengalamipeningkatan. Peningkatan itutampak dari perubahan nilairata-rata siklus I ke siklusII. Pada siklus I diperolehrata-rata 68,75, sedangkansiklus II dengan rata-rata75,78.

Di dalam deskripsipenelitian ini telahterungkap temuan tentangpeningkatan kemampuanmenulis narasi dengan media

gambar siswa kelas VIIA SMPNegeri Karanganyar. Meskipundemikian, penelitian initidak dapat menyelesaikansemua persoalan yangberkaitan dengan menulisnarasi yang baik. Penelitianlanjutan hendaknya menambahaspek menulis narasi yangbelum dikaji dalampenelitian ini dengankompetensi dasar yangberbeda dan melakukanpengujian di sekolah yanglebih luas.

Arief, S. Sadiman. (1996). Media Pendidikan: Pengertian,Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.

Azhar, Arsyad. (2004). Media Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.Moleong, Lexy J. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:Remaja Rosdakarya.

119

76

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS LAPORANMELALUI MODEL PEMBELAJARAN AMATI PETAKAN

INFORMASIKAN KEMBANGKAN (APIK)Sutarno, Suyanto, dan Titik Indarti *)

Abstrak: Penelitian tindakan kelas ini bertujuan menerapkan modelpembelajaran APIK yang dapat meningkatkan kemampuan menulis laporansiswa kelas VIII sekolah menengah pertama. Pendekatan penelitianmenggunakan penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian 44 siswa kelas VIII CSMP Negeri 2 Semanding Tuban. Data diperoleh dengan lembar kerja siswa,pengamatan, angket, dan catatan lapangan. Hasil penelitian menunjukkanbahwa proses dan hasil belajar siswa dalam menulis laporan dapat ditingkatkanmelalui model pembelajaran APIK.

Kata kunci: Menulis, laporan, model pembelajaran APIK.Pendahuluan

Kemampuan menulis sangatfungsional bagi pengembangandiri siswa dalambermasyarakat dan bernegara,terutama untuk keperluanmelanjutkan studi lanjut danmencari pekerjaan. Haltersebut disebabkankemampuan menulis dapatmendorong siswa menemukansuatu topik danmengembangkan gagasanmenjadi suatu karangan yangdiperlukan dalam kehidupanmereka. Melalui kegiatanmenulis diharapkan terbentukproses berpikir danberkreasi yang berperandalam mengolah gagasan sertamenjadi alat untukmenyampaikan gagasan.Akhadiyah (1997) mengatakanmenulis merupakan suatu

proses penyampaian gagasan,pesan, sikap, dan pendapatkepada pembaca denganlambang bahasa yang dapatdilihat dan disepakatibersama oleh penulis danpembaca.

Pembelajaranmenulisdi SMP Negeri 2Semanding Tuban belum menggembirakan. Haltersebut disebabkan modelpembelajaran yang diterapkan masih tradisional dengan tempat duduk klasikal dan menempatkan guru sebagai pusat proses belajar mengajar. Selain itu, kurang berhasilnya pembelajaran menulis juga disebabkan oleh beberapa hal berikut, (1) konsep yang dimiliki siswa sangat terbatas, (2) sarana, metode, dan strategi

pembelajaran yang tidak efektif, dan (3) guru belum menggunakan sumber belajar dan media pembelajaran yang bervariasi.

Pembelajaran yangdidominasi guru dan strategipembelajaran yang tidakbervariasi menyebabkan siswakurang tertantang untukmenulis. Begitu punpembelajaran yangberorientasi pada penguasaanmateri, juga membuat siswakurang tertantang karenasiswa tidak leluasamenuangkan gagasan atau idekreatifnya. Pada akhirnya,kemampuan siswa dalammenulis tidak maksimal,sehingga tidak ada siswayang memiliki kemampuanbagus dalam menulis.Padahal keterampilan menulismerupakan salah satuketerampilan berbahasa yangpenting dan sangat besar

manfaatnyadalam pengembangan diriseseorang.

Pada dasarnya setiaporang memiliki potensimenulis seperti juga potensiterampil melakukan aktivitasberbahasa lainnya. Menulismerupakan keterampilan.Pemerolehannya memerlukanlatihan yang sistematis dan

terusmenerus. Orang yangberbakat menulis tanpadiasah tidak akan terampilmenulis. Kemampuan menulisbukanlah kemampuan yangdiwariskan secaraturuntemurun, tetapimerupakan hasil belajarmengajar dan ketekunanberlatih(Akhadiyah, 1997:143). Jadi,kemampuan menulis itumengalami proses berkembangmelalui latihan. Untukketerampilan menulis tidakcukup dengan memelajari tatabahasa dan pengetahuantentang teori menulis,tetapi dibutuhkan pelatihanyang terus-menerus.

Kompetensi siswa dalammenulis laporan dapatditingkatkan denganmembenahi hal yang menjadititik kelemahan.Keberhasilan pembelajaranmenulis laporan juga

ditentukan oleh faktorlingkungan dan iklimpembelajaran. Dalammelaksanakan pembelajaranfaktor lingkungan dan iklimpembelajaran haruslahmenarik dan menyenangkansisi psikologis pesertadidik. Saat ini adakecenderungan untuk kembalipada pemikiran bahwa anak

*) Sutarno dan Suyanto adalah Guru di SMP Negeri 2 Semanding, Tuban, JawaTimur. Titik Indarti adalah Dosen Universitas Negeri Surabaya.

Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui Model Pembelajaran Amati Petakan Informasikan Kembangkan (APIK)

akan belajar lebih baik jikadiciptakan suasana belajaralamiah. Belajar akan lebihbermakna jika anak mengalamihal yang dipelajarinya,bukan mengetahuinya.Pembelajaran yangberorientasi targetpenguasaan materi terbuktiberhasil dalam kompetensimengingat jangka pendek,tetapi gagal dalam membekalianak memecahkan persoalandalam kehidupan jangkapanjang.

Berdasarkan kenyataantersebut, sangat perludiadakan penelitian tindakankelas dengan menerapkanmodel pembelajaran APIK yangmenyenangkan, kooperatif,interaktif, dan bermakna.Model pembelajaran APIK(eksplorasi, petakan,informasikan, dankembangkan) merupakan modelpembelajaran yangdikembangkan dari modelbelajar peta gagasan.Menurut Holil (2008) petagagasan adalah salah satubagian dari strategiorganisasi. Cara belajaryang alami sesuai dengancara kerja otak yangproduknya berupa petagagasan. Dengan demikianbelajar akan efektif dengancara membuat catatan kreatifsehingga setiap konsep utamayang dipelajari semuanyateridentifikasi, kemudian

dinarasikan dengan bahasayang efektif.

Strategi ini membantusiswa meningkatkankebermaknaan bahanbahanorganisasi, meningkatkankebermaknaan bahan-bahanbaru. Peta gagasan digunakanuntuk menyatakan hubunganyang bermakna antara konsepdalam bentuk proposisi-proposisi. Proposisimerupakan dua atau lebihkonsep yang dihubungkan olehkata-kata dalam satu unitsemantik (Novak dalam Ratna,1989:150). Hasil penelitiantentang penggunaan petakonsep memberikan dampakpositif untuk meningkatkanhasil belajar Biologi siswakelas 2 SMP (Yusuf:2005),selanjutnya penggunaan petagagasan juga mampumemberikan dampak positifpada hasil belajar padasistem sekresi siswa kelas 2SMA dan mampu mengurangiwaktu tambahan yangdiperlukan siswa dalammenuntaskan materi pelajaran(Khotimah: 2006).

Untuk memberikan arahpenelitian yang jelasberdasarkan solusi tersebut,dirumuskan masalahBagaimanakah modelpembelajaran APIK yang dapatmeningkatkan kemampuanmenulis laporan siswa kelasVIII C SMP Negeri 2Semanding Tuban?

122

Tujuan penelitian iniadalah meningkatkankemampuan menulis laporansiswa kelas VIII sekolahmenengah pertama, danmenerapkan modelpembelajaran APIK yang dapatmeningkatkan kemampuanmenulis

Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui Model Pembelajaran Amati Petakan Informasikan Kembangkan (APIK)

laporan siswa kelas VIII SMP.Manfaat penelitian untukperbaikan proses pembelajaranmenulis. Bagi siswadiperolehnya kemampuanberpikir kritis, kreatif, daninovatif serta mampumengembangkan danmeningkatkan kemampuanmenulis.

MetodePenelitian ini termasuk

penelitian tindakan kelas.Menurut Kemmis dan Mc Taggart(1996), salah satu penelitiantindakan adalah penelitiantindakan kelas yang biasanyadilakukan guru di kelas atausekolah tempat ia mengajar,dengan penekanan padapenyempurnaan ataupeningkatan proses danpraktis belajar. Penelitijuga terlibat langsung dalampenelitian mulai awal hinggaakhir. Peneliti bertindaksebagai instrumen utama,karena peneliti sendiri yangmerencanakan,merancang,melaksanakan,mengumpulkan data,menganalisis data,menyimpulkan, serta membuatlaporan. Penelitian tindakankelas ini dilakukan secarakolaboratif dengan seorangguru bahasa Indonesia lain,dan seorang dosen. Penelitiantindakan ini dilakukansebanyak dua siklus, yangmasing-masing siklus meliputi

empat tahap, yaituperencanaan, pelaksanaan,observasi dan refleksi.

Data dikumpulkan denganmenggunakan teknik (1) lembarkerja siswa, (2) angket, (3)jurnal siswa, (4) pengamatan,(5) catatan lapangan. Sedangsumber data dalam penelitianini adalah siswa kelas VIII CSMP Negeri 2 Semanding Tubantahun pelajaran 2009/2010,berjumlah 44 siswa terdiriatas 24 siswa putra dan 20siswa putri. Penelitiandilakukan selama 8 bulanmulaiSeptember 2009 sampai April2010. Data penelitian yangterkumpul dianalisis denganteknik analisis datakualitatif model alir yangdikemukakan oleh Milles danHuberman (1992:18) meliputitiga tahap kegiatan yaitu:(1) mereduksi data,(2) penyajian data, dan

(3) penarikankesimpulan dan verifikasi.Untuk menguji dan menjaminkeabsahan data penelitiandigunakan teknik triangulasi.Kegiatan triangulasidilakukan dengan cara: (1)peninjauan kembali catatanlapangan, dan (2) bertukarpikiran dengan ahli, teman,dan praktisi.

Prosedur dan teknikpengumpulan data dalampenelitian ini sebagai

124

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

berikut. (1) Lembar kerjasiswa digunakan untukmemeroleh data kemampuansiswa dalam menulis laporandan dinilai berdasarkanrubrik penskoran. (2)Pengamatan digunakan untukmemeroleh data aktivitassiswa pada langkah-langkahpembelajaran APIK. (3) Angketdipergunakan untuk mengetahuirespon siswa terhadappembelajaran APIK. (4) Lembarpengamatan dan catatanlapangan digunakan untukmengetahui perilaku siswa danguru selama prosespembelajaran APIK berlangsung.

Langkah-langkahpembelajaran model APIKsebagai berikut. Pertamapembentukan kelompok kecildan pemberian tugas yangberbeda; anggota nomor 1mengeksplorasi pohon asamkeramat yang ada di belakangsekolah; anggota nomor 2mengeksplorasi sesaji yangada di bawah pohon asamkeramat; anggota nomor 3mewawancarai tokoh masyarakatuntuk mencari informasitentang tradisi manganan;anggota nomor 4 mencariartikel tentang manganan dariinternet. Kedua pendampinganterhadap pemetaan hasileksplorasinya secaraberkelompok dengan langkahberikut; (a) mengidentifikasi

ide pokok atau prinsip yangmelingkupi sejumlah konsep,(b) mengidentifikasi idesekunder yang menjadi ideutama, (c) menempatkan ideutama di tengah atau dipuncak peta tersebut, (d)mengelompokkan ide sekunderdi sekeliling ide utama yangsecara visual menunjukkanide-ide tersebut dengan ideutama. Ketiga pendampingansiswa untuk mengonfirmasikanpeta gagasan kepada temansatu kelompok dengan langkahberikut; (a) membimbing siswauntuk mempresentasikan petagagasan yang dibuat, (b)membimbing kelompok lainuntuk menanggapi presentasikelompok lain. Keempatpendampingan terhadappengembangan peta gagasandengan langkah berikut; (a)pembimbingan dalam kelompokkecil empat orang, (b)pengembangan peta gagasanmenjadi laporan, (c)penyuntingan hasil tulisan,(d) penyempurnaan hasilpenulisan laporan hasilpenyuntingan.

Hasil dan PembahasanPenelitian tindakan

kelas dengan modelpembelajaran APIK inilaksanakan dalam dua siklusdengan Indikator keberhasilanbila 85% dari jumlah siswa

125

Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui Model Pembelajaran Amati Petakan Informasikan Kembangkan (APIK)

mendapat nilai sesuaikriteria ketuntasan minimalyang ditetapkan yaitu 65.

Siklus IDari segi proses, guru

belum memberikan pemahamankepada siswa tentangpembelajaran menulis laporandengan model APIK.

Hasil analisis danevaluasi terhadap tindakanyang dilakukan guru sertarespon yang diberikan siswa,ditemukan perilaku yangdirasakan belum optimal dandapat menjadi penyebabkegagalan pembelajaransebagai berikut. Pertama, gurumemberikan pemahaman awalkepada siswa tentangpenulisan laporan denganmengajukan pertanyaansederhana untuk menggaliinformasi yang dapatdigunakan bahan laporan,tetapi ditemukan sejumlahsiswa yang masih kesulitanmencari bahan untuk menulislaporan. Kedua, guru membagisiswa dalam empat kelompokbesar dengan tugas yangberbeda untuk melakukaneksplorasi untuk mencaribahan penulisan laporan.Karena tiap kelompoklokasinya berjauhan sehinggakalau ada siswa yang tidakmelakukan eksplorasi gurusulit memantau danmemfasilitasi. Ketiga, ketikamenyusun peta gagasan banyak

anggota kelompok yang diam.Hal ini disebabkan siswabelum paham tentang sistemkerja kelompok dan menganggaphanya ketua saja yang harusmengerjakan tugas tersebut.Sebab lain guru juga belummemberikan model sertapenjelasan rinci tentang carapenyusunan peta gagasan.Keempat, ketika ada kelompoklain mempresentasikan hasilpeta gagasannya masih adaanggota dan kelompok lainyang tidak memperhatikan.Sehingga hanya ketua kelompoksaja yang bertanya ketikadiberikan kesempatanbertanya. Sebab lain gurubelum memberikan tugas yangjelas untuk masing-masinganggota kelompok sehingga adaanggapan yang harus bekerjahanya ketua kelompok. Kelima,siswa merasa kesulitanmengembangkan peta gagasanmenjadi laporan karena gurutidak memberikan contoh caramengembangkannya.

Dari hasil observasipelaksanaan pembelajaran padatahap eksplorasi guru membukapelajaran dengan memberikanpertanyaan seputar kegiatansehari-hari yang berhubungandengan penulisan laporan.Selanjutnya guru membagisiswa menjadi empat kelompokbesar dengan tugas yangberbeda untuk melakukaneksplorasi. Pada tahap

126

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

eksplorasi guru sulitmengontrol aktivitas tiapkelompok karena tempat yangberjauhan.

Siklus I dilaksanakanselama tiga pertemuan dengantema penulisan laporantentang upacara manganan.Hasil analisis data hasilmenulis laporan pada siklus Iadalah sebagai berikut:pertemuan pertama siswa yangmemeroleh nilai ≥65 sebanyak22 dari 44 siswa atau 50%,pertemuan kedua siswa yangmemeroleh nilai ≥65 sebanyak30 siswa dari 44 siswa atau68%, dan pertemuan ketigasiswa yang memeroleh nilai≥65 sebanyak 34 siswa dari 44siswa atau 77%. Berdasarkananalisis data diketahui adakecenderungan peningkatankemampuan menulis siswatetapi masih dibawahindikator keberhasilanpenelitian yang ditetapkan.Meskipun ada kecenderunganpeningkatan hasil belajar danrespon siswa, tetapi kalaudikaitkan dengan indikatorkeberhasilan penelitian yaitu85% dari jumlah siswa harusmendapatkan nilai minimal 65.Penelitian ini dianggap belumberhasil karena baru mencapai77% siswa memeroleh nilai diatas KKM 65. Sehinggapenelitian tindakan inidilanjutkan ke siklus II.

Siklus II

Pembelajaran siklus IIyang merupakan tindak lanjutyang dirancang untukmemperbaiki proses dan hasilpembelajaran pada siklus I.Bagian-bagian yangmenyebabkan prosespembelajaran belum optimaldiupayakan untuk diperbaiki,sedangkan bagian yangdianggap tidak bermasalahtetap dipertahankan.

Berdasarkan hasilanalisis dan evaluasiterhadap tindakan yangdilakukan guru serta responsiswa, baik dalam tindakanpertama maupun yang kedua,disimpulkan bahwapembelajaran menulis laporandengan model APIK berlangsungsecara optimal. Hal inidisebabkan langkah -langkahmodel pembelajaran APIK dalammenulis laporan telahditerapkan dengan baik. Gurudengan maksimal membimbingsiswa secara bertahap padatiap langkah APIK sehinggasiswa memberi respon positif.Jadi, pembelajaran model APIKyang dilakukan dua kalitindakan pada siklus IIdirasakan sudah optimal, baikdari segi proses maupun segihasil.

Siklus II siswa diberikebebasan menentukan temapenulisan laporan. Hal inidilakukan agar setiap siswasecara individu menentukan

127

Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui Model Pembelajaran Amati Petakan Informasikan Kembangkan (APIK)

tema laporannya sendirisehingga hasil laporanberbeda tiap siswa.

Setelah dilakukantindakan dan analisis data siklus II pertemuan pertama diperoleh hasil siswa yang mendapat nilai ≥65 sebanyak 38 siswa atau 87% meningkat dari hasil penilaian ketiga siklus I. Pada pertemuan kedua diperoleh hasil siswa yang mendapat nilai ≥65 sebanyak 40 siswa atau 90%. Dari hasil penilaian menulis siklus II penilaian pertama dan penilaian kedua memperlihatkan kecenderungan hasil belajar siswa meningkat. Begitu juga dilihat dari hasil angket juga menunjukkan 44 siswa atau 100% mengatakan bahwa pembelajaran APIK dapat membantu meningkatkan kemampuan menulis laporan.

Setelah semua langkahdilaksanakan dengan baik padasiklus II akhirnya indikatorpenelitian dapat tercapai.Nilai rata-rata siswamenunjukkan adanya kenaikanbegitu juga ketuntasanbelajar secara klasikal dalampembelajaran menulis dapattercapai. Berdasarkan hasilsiklus II yang menunjukkanpeningkatan kemampuan menulissiswa sehingga indikatorkeberhasilan penelitian telahtercapai bahkan melebihisehingga tim peneliti

memutuskan untuk menghentikanpenelitian. Dengan demikian,dapat disimpulkan bahwapenerapan pembelajaran APIKdapat meningkatkan kemampuanmenulis laporan siswa kelasVIIIC SMP Negeri 2 Semanding.

Berdasarkan hasilanalisis dan evaluasiterhadap tindakan dan hasilbelajara siswa, terlihatbahwa penerapan pembelajaranAPIK dapat meningkatkan ke-mampuan siswa menulislaporan, baik pada siklus Imaupun siklus II.

Dari segi hasil,persentase jumlah siswa yangmemunyai nilai menulislaporan mencapai nilai KKM 65dalam pelaksanaan tindakan 1,2, dan 3, siklus I masih jauhdari indikator keberhasilanyang ditetapkan. Namun, padapelaksanaan tindakan 1, dan 2siklus II telah melampauiindikator keberhasilan yangditetapkan yaitu, 85%.

Berdasarkankecenderungan data yangdiperoleh, dapat disimpulkanbahwa terdapat peningkatankemampuan siswa dalam menulislaporan setelah mengikutipembelajaran model APIK.Siklus I pembelajarandilaksanakan dalam tigatindakan (12 x pertemuan).Meskipun belum mencapaiindikator keberhasilan, hasilbelajar siswa untuk membuat

128

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

laporan menunjukkanpeningkatan dari tindakanpertama sampai tindakanketiga.

Siklus II dilaksanakandalam dua tindakan (8 xpertemuan). Hasil belajarsiswa untuk menulis laporanmemperlihatkan peningkatandari tindakan pertama sampaitindakan kedua. Pada tindakanpertama, indikatorkeberhasilan telah dapatdilampaui.

Ketidaktercapaianindikator keberhasilan padasiklus I lebih banyakdisebabkan oleh penerapanmodel pembelajaran APIK belummaksimal. Ketercapaianindikator keberhasilandisebabkan model pembelajaranAPIK yang memiliki tahapan-tahapan telah diterapkandengan benar dan maksimal.

Data siklus I dan siklusII memperlihatkan bahwasemakin rinci siswa menyusunpeta gagasan semakin baikhasil laporan. Hal inirelevan dengan teori yangdirujuk dalam kajian tindakanbahwa peta gagasanmempermudah konsep sulitdalam pembelajaran.Peningkatan kemampuan menulissiswa ini dimungkinkan daripengalamanpengalaman siswadalam melakukan eksplorasibahan tulisan melaluiwawancara, browsing internet

sehingga siswa benar-benarmenguasai bahan yang akanditulisnya. Selain itu parasiswa juga merasakan bahwapembelajaran menulis laporanmelalui model APIK sangatmembantu mengatasi kesulitanmenulis laporan yang dialamisiswa selama ini.

Bagi siswa pembelajaranmodel APIK juga dapat melatihsiswa untuk berpikir kritis,yaitu ketika berdiskusi danmenyusun peta gagasan padalangkah petakan dan langkahinformasikan. Siswa jugakreatif dalam mengembangkangagasan atau ide dalam bentukpeta gagasan.

Akhirnya, dapatdisimpulkan bahwa penerapanpembelajaran APIK dapatmeningkatkan kemampuanmenulis laporan siswa. Denganpenerapan pembelajaran APIKdiharapkan segalapermasalahan yang selama inimenjadi hambatan peningkatanketerampilan menulis,khususnya menulis laporandapat diatasi.

Setelah dilakukantindakan dan analisis data siklus II pertemuan pertama diperoleh hasil siswa yang mendapat nilai≥65 sebanyak 38 siswa atau87% meningkat dari hasilpenilaian ketiga siklus I.Pada pertemuan keduadiperoleh hasil siswa yang

129

Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui Model Pembelajaran Amati Petakan Informasikan Kembangkan (APIK)

mendapat nilai ≥65 sebanyak40 siswa atau 90%. Dari hasilpenilaian menulis siklus IIpenilaian pertama danpenilaian keduamemperlihatkan kecenderunganhasil belajar siswameningkat. Begitu jugadilihat dari hasil angketjuga menunjukkan 44 siswaatau 100% mengatakan bahwapembelajaran APIK dapatmembantu meningkatkankemampuan menulis laporan.

Setelah semua langkahdilaksanakan dengan baik padasiklus II akhirnya indikatorpenelitian dapat tercapai.Nilai rata-rata siswamenunjukkan adanya kenaikanbegitu juga ketuntasanbelajar secara klasikal dalampembelajaran menulis dapattercapai. Berdasarkan hasilsiklus II yang menunjukkanpeningkatan kemampuan menulissiswa sehingga indikatorkeberhasilan penelitian telahtercapai bahkan melebihisehingga tim penelitimemutuskan untuk menghentikanpenelitian. Dengan demikian,dapat disimpulkan bahwapenerapan pembelajaran APIKdapat meningkatkan kemampuanmenulis laporan siswa kelasVIIIC SMP Negeri 2 Semanding.

Berdasarkan hasilanalisis dan evaluasiterhadap tindakan dan hasilbelajara siswa, terlihat

bahwa penerapan pembelajaranAPIK dapat meningkatkan ke-mampuan siswa menulislaporan, baik pada siklus Imaupun siklus II.

Dari segi hasil,persentase jumlah siswa yangmemunyai nilai menulislaporan mencapai nilai KKM 65dalam pelaksanaan tindakan 1,2, dan 3, siklus I masih jauhdari indikator keberhasilanyang ditetapkan. Namun, padapelaksanaan tindakan 1, dan 2siklus II telah melampauiindikator keberhasilan yangditetapkan yaitu, 85%.

Berdasarkankecenderungan data yangdiperoleh, dapat disimpulkanbahwa terdapat peningkatankemampuan siswa dalam menulislaporan setelah mengikutipembelajaran model APIK.Siklus I pembelajarandilaksanakan dalam tigatindakan (12 x pertemuan).Meskipun belum mencapaiindikator keberhasilan, hasilbelajar siswa untuk membuatlaporan menunjukkanpeningkatan dari tindakanpertama sampai tindakanketiga.

Siklus II dilaksanakandalam dua tindakan (8 xpertemuan). Hasil belajarsiswa untuk menulis laporanmemperlihatkan peningkatandari tindakan pertama sampaitindakan kedua. Pada tindakan

130

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

pertama, indikatorkeberhasilan telah dapatdilampaui.

Ketidaktercapaianindikator keberhasilan padasiklus I lebih banyakdisebabkan oleh penerapanmodel pembelajaran APIK belummaksimal. Ketercapaianindikator keberhasilandisebabkan model pembelajaranAPIK yang memiliki tahapan-tahapan telah diterapkandengan benar dan maksimal.

Data siklus I dan siklusII memperlihatkan bahwasemakin rinci siswa menyusunpeta gagasan semakin baikhasil laporan. Hal inirelevan dengan teori yangdirujuk dalam kajian tindakanbahwa peta gagasanmempermudah konsep sulitdalam pembelajaran.Peningkatan kemampuan menulissiswa ini dimungkinkan daripengalamanpengalaman siswadalam melakukan eksplorasibahan tulisan melaluiwawancara, browsing internetsehingga siswa benar-benarmenguasai bahan yang akanditulisnya. Selain itu parasiswa juga merasakan bahwapembelajaran menulis laporanmelalui model APIK sangatmembantu mengatasi kesulitanmenulis laporan yang dialamisiswa selama ini.

Bagi siswa pembelajaranmodel APIK juga dapat melatih

siswa untuk berpikir kritis,yaitu ketika berdiskusi danmenyusun peta gagasan padalangkah petakan dan langkahinformasikan. Siswa jugakreatif dalam mengembangkangagasan atau ide dalam bentukpeta gagasan.

Akhirnya, dapatdisimpulkan bahwa penerapanpembelajaran APIK dapatmeningkatkan kemampuanmenulis laporan siswa. Denganpenerapan pembelajaran APIKdiharapkan segalapermasalahan yang selama inimenjadi hambatan peningkatanketerampilan menulis,khususnya menulis laporandapat diatasi.

Simpulan dan SaranBerdasarkan hasil

analisis dan pembahasandirumuskan beberapa simpulansebagai berikut. (1)pembelajaran APIK dapatmeningkatkan kemampuanmenulis laporan siswa kelasVIII C SMP Negeri 2Semanding, hal ini dilihatdari nilai siklus I sebanyak77% siswa tuntas dan padasiklus II meningkat menjadi90% siswa tuntas dengan nilaisesuai KKM 65. (2) modelpembelajaran APIK yang dapatmeningkatkan kemampuanmenulis laporan siswa kelasVIII C SMP Negeri 2Semanding.

131

Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui Model Pembelajaran Amati Petakan Informasikan Kembangkan (APIK)

Pembelajaran APIK yangdapat meningkatkan kemampuanmenulis laporan denganlangkah-langkah: (a)Eksplorasi, dengan kegiatansiswa melakukan pengamatan,wawancara, browsing internet,dan mencari referensi yangsesuai untuk bahan penulisanlaporan, (b) Petakan, dengankegiatan siswa memetakanhasil eksplorasi secaraindividu, (c) Informasikan,dengan kegiatan siswamempresentasikan peta gagasanmereka di kelompok kecilsecara individu, (d)Kembangkan, dengan kegiatansiswa mengembangkan petagagasan menjadi laporan yangbaik dan benar.

Para guru bahasaIndonesia disarankan agarmelakukan identifikasi awal

tentang kesulitan siswa dalambelajar. Hal ini diperlukanuntuk merancang pembelajaranyang aktif, kreatif,inovatif, dan kontekstualsehingga lebih

Daftar Rujukanmenarik, dan menyenangkanserta memotivasi siswa untukbelajar. Dengan pembelajaranmodel APIK siswa mengalamisendiri proses menulis,sehingga kemampuan siswalebih meningkat. Sementaraitu para peneliti diharapkanlebih mengembangkan model-model pembelajaran yanginovatif, kreatif, danmenyenangkan untukmeningkatkan hasil belajardan memotivasi siswa dalambelajar.

Akhadiyah, Sabarti. (1997). Menulis I. Jakarta: Depdikbud

Holil, Anwar. (2008). Peta Konsep untuk Mempermudah Konsep Sulitdalam Pembelajaran. dalam http://anwarholil.blogspot.com/2008/04 (diunduh tanggal 28 Juni 2010).

Kemmis, S dan Mc. Taggart, R. (1998). The Action Research Planner.Third Edition. Victoria: Deakin University Press.

Khotimah, Husnul. (2006). Penggunaan Peta Gagasan dalam TatananBelajar Tuntas untuk Mening-katkan Hasil Belajar pada Konsep SistemEkskresi Siswa kelas II SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang.Laporan PTK: Tidak diterbitkan.

Miles, M.B. & Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif.Terjemah-an oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta:Universitas Indonesia Press.

132

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

Ratna, Wilis Dahar. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta:Erlangga.

Yusuf, Yustiani. (2005). Upaya Pening-katan Aktivitas dan Hasil BelajarBiologi melalui Penggunaan Peta Konsep pada Siswa Kelas II4 SMP Negeri2 Pekan Baru Tahun Ajaran 2004/2005. Laporan PTK: Tidakditerbitkan.

133

PENINGKATAN KOMPETENSI MENGUBAH HASIL WAWANCARA MENJADI KARANGAN NARATIF MELALUI CURAH GAGASAN DENGAN POLA KOOPERATIF DUA-DUA-EMPAT

Santoso Budi Sulistiyo, Abdul Rasyid, dan Nensilianti *)

Abstrak: Penelitian tindakan kelas ini bertujuan menemukan cara menerapkancurah gagasan dengan pola kooperatif dua-dua-empat yang dapatmeningkatkan kompetensi siswa mengubah hasil wawancara menjadi karangannaratif. Subjek penelitian ini adalah 32 siswa kelas VII5 SMP Negeri 5 Pinrang.Pengumpulan data menggunakan format observasi, rubrik penilaian, dan videorekaman. Proses dan hasil belajar siswa dianalisis dengan teknik kualitatif dankuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses dan hasil belajar siswadapat ditingkatkan melalui penerapan curah gagasan dengan pola kooperatifdua-dua-empat yang ditata dalam sepuluh langkah.

Kata kunci: Hasil wawancara, karangan naratif, curah gagasan,kooperatif dua-dua-empat.Pendahuluan

Keterampilan menulismerupakan kemampuan yangpaling sulit dikuasai siswadibandingkan denganketerampilan berbahasa lain.Kemampuan menulis sangatpenting dimiliki untukmenunjang tugas-tugaskeseharian yang terkaitdengan kegiatan tulis-menulis.

Pembelajaranketerampilan menulis, baikproses maupun hasil, belummenggembirakan. Salah satufakta yang mendukungpernyataan tersebut adalahkondisi pembelajaranketerampilan menulis di kelas

VII5 SMPN 5 Pinrang.Ditemukan dari observasi awalbahwa motivasi dan kemampuanmenulis siswa masih sangatrendah. Siswa sering merasajenuh dan mengeluh jikaditugasi mengarang. Selainitu, kemampuan mengarangsiswa masih kurang yangditandai tidak ada siswa yangmempunyai kemampuan menonjoldalam pembelajaran mengarang.Hal tersebut dibuktikandengan hasil tes mengarangsiswa yang menunjukkan bahwasekitar 40% siswa mencapaitarget SKM 70, karangan siswamasih singkat (rata-rata ½halaman), ide atau gagasansiswa kurang berkembang,

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

kosakata yang digunakansederhana dan terbatas,penggunaan kalimat danorganisasi tulisan masihkurang terarah, bahan yangdimiliki siswa untukdikembangkan jadi tulisansangat terbatas; kemampuansiswa menafsirkan faktasebagai bahan tulisan sangatrendah; kemampuan siswamenuangkan gagasan ataupikiran ke dalam bentukparagraf yang mempunyaikesatuan yang logis dan padumasih rendah.

Masalah yang timbuldalam proses pembelajaranmenulis serta kemampuan siswadalam menulis/mengarang yangmasih rendah sebagaimanauraian tersebut disebabkanoleh faktor strategipembelajaran yang diterapkan

oleh guru. Sistempembelajaran tersebutcenderung didominasi metodeceramah, sistem belajarklasikal yang mengarah padakomunikasi satu arah (gurusiswa), serta kurangnyahubungan komunikatif antaraguru dan siswa serta siswadengan siswa lainnya sehinggaproses interaksi menjadivakum dan lebih berorientasi

pada hapalan materipembelajaran. Guru kurangmemberi perhatian serius padakompetensi menulis termasukmenulis naratif karenakompetensi guru dalam menulisjuga kurang. Selain itu,sarana dan strategipembelajaran menulisdirasakan guru belum efektif.Hal tersebut mengisyaratkanbahwa dibutuhkan pembenahandalam pembelajaran menulis.

Kompetensi siswa dalammenulis karangan naratifdapat ditingkatkan denganmembenahi hal yang menjadititik lemah siswa dalammenulis. Keterampilan menuliskarangan bukanlah kemampuanyang diwarisi siswa secaraturun-temurun dan tidakdatang dengan sendirinya.Keterampilan ini menuntut

pelatihan yang cukup danteratur serta pembelajaranyang terprogram.

Sebuah tulisan padadasarnya merupakan perwujudanhasil penalaran siswa.Penalaran ini terutamaterkait dengan prosespenafsiran fakta sebagai idedasar tulisan. Setiap penulisharus dapat menuangkanpikiran atau gagasannya

135

*) Santoso Budi Sulistiyo dan Abdul Rasyid adalah guru di SMP Negeri 5Pinrang, Sulawesi Selatan. Nensilianti adalah dosen Universitas NegeriMakassar.

Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui Model Pembelajaran Amati Petakan Informasikan Kembangkan (APIK)

secara cermat ke dalamtulisannya. Salah satu carayang dapat digunakan untukmemunculkan ide adalah dengancurah gagasan. Curah gagasan(brainstorming) digunakan untukmenuntun siswa mengembangkanidenya berdasarkan fakta yangada di sekitar siswa atauperistiwa yang pernah dialamisiswa. Cullen (1998)mengemukakan bahwabrainstorming sangat bermanfaatbagi siswa dalam membantumengembangkan pengetahuannyadi dalam kelas pada prosespembelajaran.

Keuntungan pokok yangdiperoleh dari prosesbrainstorming ini adalah bahwasecara sadar atau tidakseorang penulis telah memulaiproses berpikir. Rangkaianproses berpikir seperti iniakan membangkitkan energiintelektual yang dimilikiseseorang. Jika prosesberpikir itu dilakukan secaraberkesinambungan, rangkaianproses berpikir seperti ituakan menghasilkan ide-ideyang lebih menarik daripadaide-ide pada awalnya(Darmadi, 1996: 44).

Keberhasilanpembelajaran menulis karangannaratif juga ditentukan olehfaktor lingkungan dan iklimpembelajaran. Dalammelaksanakan pembelajaranfaktor lingkungan dan iklim

pembelajaran pun haruslahmenarik dan menyenangkan darisegi psikologis siswa. Olehkarena itu, untuk menciptakansuasana belajar yangkooperatif interaktif,menyenangkan, dan bermakna,guru harus cermat memilih danmenerapkan strategipembelajaran, sepertipembelajaran kooperatif polaDuaDua-Empat.

Pendekatan kooperatifmerupa-kan salah satu modelpembelajaran yangberorientasi pada masyarakatbelajar (learning community) yangmenganggap bahwa siswa lebihmudah menentukan dan memahamikonsep-konsep yang sulit jikamereka saling mendiskusikanmasalah tesebut dengantemannya. Hal ini dapatmembantu para siswameningkatkan sikap positifsiswa terhadap pembelajaranketerampilan menulis,khususnya menulis karangannaratif. Hasil pembelajaranmelalui pembelajarankooperatif diharapkan mampumemberikan pengalamanbermakna sehingga sukardilupakan oleh siswa. Melaluipembelajaran ini, siswaterlatih berpikir danmenghubungkan hal yang merekapelajari dengan situasi dunianyata sehingga menjadipembelajar yang otonom danmandiri (Eggen dan Kauchak,

136

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

1996: 277). Dengan penerapanpembelajaran kooperatif polaDua-DuaEmpat diharapkan segalaproblematika yang selama inimenghambat peningkatankompetensi menulis siswa,khususnya menulis karangannaratif dari hasil wawancaradapat diatasi.

Berdasarkan uraiantersebut, penelitian inidilakukan dengan tujuan untukmembantu meningkatkankompetensi siswa mengubahhasil wawancara menjadikarangan naratif melaluicurah gagasan dengan polakooperatif dua-dua-empat.Hasil penelitian inidiharapkan bermanfaat buatguru sebagai salah saturujukan/jalan keluar untukmembantu siswa meningkatkankompetensi mengubah hasilwawancara menjadi karangannaratif.

MetodePenelitian ini merupakan

penelitian tindakan kelas(classroom action research).Subjek penelitian ini adalahsiswa kelas VII5 yangberjumlah 32 orang (21perempuan dan 11 laki-laki).Kelas VII5 ini dikategorikansebagai kelas yang tingkatkemampuan siswanya palingrendah di antara lima kelasVII di SMP Negeri 5 Pinrang.Penelitian ini dilakukan dari

bulan September 2009 sampaidengan April 2010.

Penelitian inidilaksanakan dalam duasiklus. Setiap siklus melaluitahap perencanaan (plan),tindakan dan pengamatan (actand observe), serta refleksi(reflect). Tindakan yangdilakukan untuk memecahkanmasalah penelitian adalahpenerapan curah gagasandengan pola kooperatif dua-dua-empat yang mengikutilangkah-langkah sebagaiberikut. Tahap 1, pemberianpemahaman awal tentang caraberwawancara dan mengubahhasil wawancara menjadibentuk monolog yang bersifatnaratif. Tahap 2, menetapkantema wawancara dan melakukancurah gagasan (brainstorming)untuk menyusun pertanyaanwawancara. Tahap 3,pembentukan pasangan satu-satu untuk melakukanwawancara dengan menggunakanpanduan wawancara yang telahdisusun bersama (dua). Tahap4, pertukaran pasangan danperan untuk melakukankegiatan wawancara (dua).Tahap 5, pengelompokan siswa(setiap kelompok terdiri atasempat siswa yang berasal daridua pasangan yang telahbekerja sama) (empat). Tahap6, penulisan karangan naratifdengan mengembangkan tekshasil wawancara yang telah

137

Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui Model Pembelajaran Amati Petakan Informasikan Kembangkan (APIK)

dibuatnya. Tahap 7, pertukarankarya untuk dinilai ataudikoreksi, laludisempurnakan. Tahap 8,pemajangan karya siswa satukelompok. Tahap 9, kunjungan,penilaian, dan pemilihankarya terbaik. Tahap 10,pemberian penghargaanterhadap karya terbaik.

Ada tiga indikator yangditetapkan sebagai acuankeberhasilan penelitian ini.Pertama, indikatorkeberhasilan siswa membuatcatatan hasil wawancaraditetapkan berdasarkanketentuan: 85% atau lebihsiswa mencapai kriteriaketuntasan minimal (KKM) 70.Kedua, indikator keberhasilansiswa mengubah hasilwawancara menjadi karangannarasi ditetapkan berdasarkanketentuan sebagai berikut:85% atau lebih siswa mencapaikriteria ketuntasan minimal(KKM) 70. Ketiga, indikatorkeberhasilan penerapan polakooperatif dua-dua-empatadalah 100% siswa terlibatsecara aktif, terbukamengungkapkan pikiran,teratur, terarah, danbersemangat mengikuti tahapanpembelajaran yang berpolakooperatif dua -dua-empat.

Sesuai data yangdikumpulkan. instrumen yangdigunakan, yaitu: formatpengamatan, rubrik penilaian,

video rekaman. Formatpengamatan yang digunakansebagai instrumen pengumpulandata kualitatif ada dua,yaitu: format pengamatankegiatan guru dan formatpengamatan respon siswa.Rubrik penilaian yangdigunakan sebagai instrumenpengumpulan data kuantitatifada dua jenis, yaitu: rubrikkemampuan siswa membuatcatatan hasil wawancara danrubrik kemampuan siswamengubah hasil wawancaramenjadi karangan naratif.Data yang telah terkumpuldianalisis secara kuantitatif(penilaian hasil) dankualitatif (penilaianproses).

Penelitian iniberlangsung dalam dua siklus.Pembelajaran pada siklus Iberlangsung dalam tiga seritindakan. Setiap tindakandilakukan dalam dua kalipertemuan. Jadi, jumlahpertemuan yang dilakukanselama siklus I adalah enamkali pertemuan. Dalam siklusII, pembelajaran berlangsungdalam dua seri tindakan.Setiap tindakan jugadilakukan dalam dua kalipertemuan. Jadi, jumlahpertemuan yang dilakukanselama siklus I adalah empatkali pertemuan.

Dalam setiap tindakan,baik siklus I maupun siklus

138

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

II, pada pertemuan pertamaanak dilatih keterampilanmelakukan wawancara danmembuat catatan wawancara,sedangkan pada pertemuankedua anak dilatihketerampilan mengubah hasilwawancara menjadi karangannaratif. Data yangdikumpulkan meliputi datakualitatif dan datakuantitatif.

Siklus IPembelajaran pada siklus

I dirasakan belum optimal,baik dari segi proses maupundari segi hasil. Dari segiproses, guru belum mampumemberikan pemahaman kepadasiswa tentang tata carapelaksanaan pembelajaranmengubah hasil wawancaramenjadi karangan naratifmelalui penerapan curahgagasan dengan polakooperatif dua-dua-empat.Strategi curah gagasan denganpola kooperatif dua -dua-empat belum diterapkan denganbaik karena guru kurangmaksimal mengarahkan siswapada hampir seluruh tahap(tahap 1 sampai dengan 10)sehingga siswa kurang memberirespon.

Berdasarkan hasilanalisis dan evaluasiterhadap tindakan yangdilakukan guru serta responyang diberikan siswa,

ditemukan perilaku yangdirasakan belum optimal dalamsetiap tahap dan menjadipenyebab kegagalanpembelajaran seperti berikut.Tahap pertama, guru memberipemahaman awal kepada siswatentang cara melakukanwawancara atau mengajukanpertanyaan sederhana untukmenggali hal-hal yang pernahdialami siswa lain, lalumengubah hasil tanya jawab(dialog) tersebut menjadibentuk monolog yang bersifatnaratif. Meskipun telahdiberi pemahaman, ditemukansejumlah siswa yang bingungmengembangkan pertanyaanwawancara dan mengubahnyamenjadi sebuah karangannaratif.

Tahap kedua, siswa dibawah bimbingan gurumenetapkan tema materiwawancara, tetapi diberikebebasan untuk mengembangkansendiri pertanyaan yang akandiajukan dalam wawancara.Oleh karena kemampuan siswadalam mengembangkanpertanyaan wawancara berbedadan masih terbatas sehinggabanyak waktu yang terbuangdan hasil kerja siswa tidakmaksimal. Tahap ketiga dankeempat, siswa berpasangansatusatu untuk melakukanwawancara (satu sebagainarasumber, sedangkan yanglain sebagai pewawancara).

139

Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui Model Pembelajaran Amati Petakan Informasikan Kembangkan (APIK)

Siswa memilih pasangannyamasing-masing. Akibatnya,keadaan cukup kacau danmenyita waktu lama karena adasiswa yang tidak maumeninggalkan tempatnya danada yang tidak mendapatpasangan. Hal tesebutberakibat pula terhadap tahapkelima. Dalam tahap ini, “polaempat” tidak berlangsungsecara maksimal karena adakelompok yang jumlahanggotanya enam orang yangseharusnya hanya empat.

Tahap ketujuh, karangansiswa dipertukarkan untukdinilai atau dikoreksi olehteman sekelompoknya, laludikembalikan kepadapemiliknya untukdisempurnakan. Yang terjadiadalah hampir seluruh siswatidak mengoreksi karenamereka tidak mengetahui halyang harus dikoreksi. Tahapkesembilan, setiap kelompokmengunjungi, menilai, danmemilih karya yang dianggapterbaik. Siswa rata-ratatidak menyelesaikan membacaseluruh karangan teman yangdikunjunginya. Tahap kesepuluh,penentuan karya terbaik siswadilakukan berdasarkan masukanbeberapa siswa saja.

Berdasarkan penilaiancatatan hasil wawancara,terdapat 10 siswa (31%) yangmendapat nilai di bawah 70(belum tuntas) dan 22 siswa

(69%) yang mendapat nilai 70atau lebih (tuntas).Selanjutnya, hasil penilaiankarangan naratif siswamenunjukkan terdapat 12 siswa(37%) yang mendapat nilai dibawah 70 (belum tuntas) dan20 siswa (63%) yang mendapatnilai 70 atau lebih (tuntas).Jadi, berdasarkan indikatorkeberhasilan yang ditetapkan,yaitu 85% atau lebih siswamencapai kriteria ketuntasanminimal (KKM) 70, baru 69%siswa yang mendapat nilai 70atau lebih untuk catatanhasil wawancara dan baru 63%siswa yang mendapat nilai 70atau lebih untuk karangannarasi.

Dengan demikian,terdapat peningkatankemampuan siswa dalam membuatcatatan hasil wawancara danmenulis karangan naratifsetelah mengikutipembelajaran pada siklus I.Peningkatan kemampuan siswadalam membuat catatan hasilwawancara seiring dengankemampuan siswa menuliskarangan naratif. Semakintinggi kemampuan siswa dalammembuat catatan hasilwawancara semakin tinggi pulakemampuan siswa menuliskarangan naratif.

Meskipun demikian,jumlah siswa yang mencapainilai KKM yang ditentukan -baik untuk catatan hasil

140

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

wawancara maupun karangannaratif- belum mencapaiindikator keberhasilan yangditetapkan, yaitu 85% ataulebih dari jumlah seluruhsiswa (32 orang) mencapainilai KKM 70. Oleh karenaitu, diputuskan untukmelanjutkan penelitian padasiklus II dengan memperbaikitindakan pada tahap 1, 2, 3,4, 5, 7, 9, dan 10 yang belumtepat.

Siklus IIHasil analisis dan

evaluasi terhadap tindakanyang dilakukan guru sertarespon yang diberikan siswapada siklus II inimenunjukkan bahwa kegiatanpembelajaran mengubah hasilwawancara menjadi karangannaratif melalui penerapancurah gagasan dengan polakooperatif dua-dua-empatberlangsung secara optimalpada seluruh tahapannya.Strategi curah gagasan denganpola kooperatif dua-dua-empattelah diterapkan dengan baikkarena guru dengan maksimalmengarahkan siswa secarabertahap sehingga siswamemberi respon yang positif.Jadi, pembelajaran yangdilakukan pada siklus IIdirasakan sudah optimal, baikdari segi proses maupun darisegi hasil.

Dari segiproses/tindakan, siswa mampumembangkitkan semangat,minat, dan kreativitasnyadalam pembelajaran. Dalampembelajaran, siswa tampakmerasa senang dan bersemangatsehingga mereka aktif dankreatif meningkatkan potensiyang ada dalam dirinya. Tahapini pula dapat mengaktifkandan mengkreatifkan siswa yangmasih kurang kreatif dalammenulis naratif. Strategicurah gagasan dengan polakooperatif dua -dua-empatsudah dapat diterapkan denganbaik sehingga siswa memberirespon positif, kemampuanmereka mencurahkan gagasan,menggali informasi dari temandalam wawancara, membuatcatatan hasil wawancara,serta mengubah hasilwawancara menjadi karangannaratif juga mengalamipeningkatan seperti yangdiharapkan.

Dari segi hasil belajar,data penilaian catatan hasilwawancara siswa menggambarkanbahwa terdapat 3 siswa (9%)yang mendapat nilai di bawah70 (belum tuntas) dan 29siswa (91%) yang mendapatnilai 70 atau lebih (tuntas).Hasil penilaian karangannaratif siswa menunjukkanbahwa terdapat 4 siswa (12%)yang mendapat nilai di bawah70 (belum tuntas) dan 28

141

Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui Model Pembelajaran Amati Petakan Informasikan Kembangkan (APIK)

siswa (88%) yang mendapatnilai 70 atau lebih (tuntas).Oleh karena lebih dari 85%siswa yang telah mencapaikriteria ketuntasan minimal(KKM) 70 pada tindakan keduasiklus II ini, baik kemampuanmembuat catatan hasilwawancara (91%) maupunkemampuan mengubah hasilwawancara menjadi karangannaratif (88%), hal ituberarti indikatorkeberhasilan yang ditetapkandalam penelitian ini telahtercapai. Dengan demikian,diputuskan untuk mengakhiripenelitian pada tindakankedua siklus II ini.

Hasil dan PembahasanPembelajaran

dilaksanakan dalam siklus Ibelum mencapai indikatorkeberhasilan yang ditetapkan.Ketidaktercapaian indikatorkeberhasilan pada siklus Iini dirasakan lebih banyakdisebabkan oleh penerapanstrategi curah gagasan denganpola kooperatif dua-dua-empatbelum maksimal dan belumtepat sasaran. Namun, setelahtahap-tahap tindakandisempurnakan dandilaksanakan secara maksimalpada siklus II, indikatorkeberhasilan dapat dicapai.

Kecenderungan lain yangditemukan adalah adapeningkatan kemampuan siswa

dalam membuat catatan hasilwawancara seiring dengankemampuan siswa menuliskarangan naratif. Data siklusI dan siklus IImemperlihatkan bahwa semakintinggi kemampuan siswa dalammembuat catatan hasilwawancara semakin tinggi pulakemampuan siswa menuliskarangan naratif. Hal inirelevan dengan teori Cullen(1998) dan (Darmadi, 1996)yang dirujuk dalam kajiantindakan bahwa kompetensisiswa dalam menulis karangannaratif dapat ditingkatkandengan membenahi segala halyang menjadi titik kelemahansiswa dalam menulis. Sebuahtulisan pada dasarnyamerupakan perwujudan hasilpenalaran siswa. Penalaranini terutama terkait denganproses penafsiran faktasebagai ide dasar untukdikembangkan menjadi tulisan.Salah satu cara yang dapatdigunakan untuk memunculkanide adalah dengan curahgagasan. Curah gagasandigunakan untuk menuntunsiswa mengembangkan idenyaberdasarkan fakta yang ada disekitar siswa atau peristiwayang pernah dialami siswa.Lebih jauh, penggalian ideitu dapat dilakukan siswadengan kegiatan berwawancara.

Pembelajaran mengubahhasil wawancara menjadi

142

DBE3: Jurnal PTK Vol Khusus, Februari 2011

karangan naratif yangmenerapkan curah gagasandengan pola kooperatif dua-dua-empat mampu membangkitkansemangat, minat, dankreativitas siswa dalampembelajaran. Dalampembelajaran, siswa tampakmerasa senang dan bersemangatsehingga dengan sendirinyamereka aktif dan kreatifmeningkatkan potensi yang adadalam dirinya. Tahap ini puladapat mengaktifkan danmengkreatifkan siswa yangmasih kurang kreatif dalammenulis naratif. Siswamemberi respon positif,kemampuan siswa mencurahkangagasan, menggali informasidari teman dalam wawancara,membuat catatan hasilwawancara, serta mengubahhasil wawancara menjadikarangan naratif jugamengalami peningkatan sepertiyang diharapkan. Guru lebihpercaya diri mengelolapembelajaran dan memperolehpengalaman baru dalammembelajarkan siswa menuliskarangan naratif. Jadi,dengan penerapan pembelajarankooperatif pola Dua-Dua-Empatdiharapkan problematika yangselama ini menghambatpeningkatan kompetensimenulis siswa, khususnyamenulis karangan naratif darihasil wawancara dapatdiatasi.

Simpulan dan SaranBerdasarkan hasil

analisis dan pembahasandirumuskan kesimpulan sebagaiberikut. Pertama, terjadipeningkatan kompetensimengubah hasil wawancaramenjadi karangan naratifsiswa setelah mengikutipembelajaran yang menerapkancurah gagasan dengan polakooperatif dua-dua-empat.Peningkatan itu ditandai olehmeningkatnya jumlah siswayang mencapai nilai KKM 70dari kondisi awal sebelumdiberi tindakan pada siklus I(40%) ke kondisi setelahsiklus II diputuskan berakhir(88%). Peningkatan jumlahsiswa yang mencapai nilai KKM70 tersebut adalah 48%.

Kedua, penerapan curahgagasan dengan polakooperatif dua-dua-empat yangdapat meningkat kompetensimengubah hasil wawancaramenjadi karangan naratifsiswa adalah yang mengikutilangkah-langkah berikut. (1)Pemberian pemahaman awalkepada siswa dengan membericontoh berwawancara denganbeberapa siswa dan megubahhasil wawancara tersebutmenjadi bentuk naratif. (2)Pembimbingan penetapan temamateri wawancara, penyusunanpertanyaan wawancaraberdasarkan hasil curahgagasan

143

Peningkatan Kemampuan Menulis Laporan melalui Model Pembelajaran Amati Petakan Informasikan Kembangkan (APIK)

(brainstorming). (3) Pembentukanpasangan satu-satu untukberwawancara ber-

Daftar Rujukandasarkan panduan wawancarayang telah disusun bersama(dua). (4) Pertukaranpasangan dan peran dalamberwawancara (dua). (5)Pengelompokan siswa (setiapkelompok terdiri atas empatsiswa yang berasal dari duapasangan yang telah bekerjasama) (empat). (6)Pengontrolan, pembimbingan,dan pengarahan pembuatankarangan naratif berdasarkanhasil wawancara. (7)

Penukaran dan pengoreksiankarya berdasarkan panduanyang diikuti penyempurnaan.(8) Pemajangan seluruh karyasiswa dalam setiap kelompok.(9) Pengaturan danpengontrolan kunjung karyayang diikuti pemilihan karyaterbaik. (10) Pembacaan karyaterbaik di depan kelassebagai bentuk penghargaan.

Para guru bahasaIndonesia disarankanberinisiatif dan mencobamenerapkan pembelajarankooperatif pola Dua-Dua-Empatsebagai salah satu alternatifstrategi pembelajaran menuliskarangan naratif.

Cullen, Brain. 1998. Brainstorming before Speaking Tasks. (Online)http://www.Itelsj.or.Id/ tels/pdf), Diakses 15 September2003.

Darmadi, Kaswan. 1996. Meningkatkan Kemampuan Menulis.Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Eggen, Paul D dan Kouchak, Donald P. 1996. Strategi For Teacher,Teaching Conten and Thinking Skill. Boston: Allyn dan Bocon.

144


Recommended