+ All Categories
Home > Documents > KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN ISLAM TELAAH SIFAT WAJIB RASUL

KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN ISLAM TELAAH SIFAT WAJIB RASUL

Date post: 31-Jan-2023
Category:
Upload: stainsorong
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
43
KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN ISLAM TELAAH SIFAT WAJIB RASUL I. Latar Belakang Islam merupakan ajaran yang diberikan kepada manusia untuk dijadikan dasar pedoman hidup di dunia yang merupakan nilai-nilai dasar yang diturunkan Allah SWT untuk seluruh manusia. 1 Ajaran ini diturunkan untuk dilaksanakan di tengah-tengah kehidupan masyarakat agar umat Islam memiliki kualitas hidup sebagai manusia, makhluk yang memiliki derajat mulia. Islam merupakan agama yang terbaik dan mendapatkan tempat di sisi Allah. Agama Islam berisi ajaran yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai hamba Allah, individu, anggota masyarakat maupun sebagai makhluk dunia. Termasuk di dalamnya masalah kepemimpinan. Kepemimpinan dalam Islam sebagai masalah penting, sehingga banyak ayat dan hadits yang berbicara tentang perlunya suatu kepemimpinan. Di antaranya hadis yang menyebutkan hal itu adalah: 2 Artinya:“Dari Abdullah bin Umar r.a : ia telah berkata saya telah mendengar bahwa Rasulullah saw. bersabda : Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya (diminta pertanggung 1 Ali Anwar Yusuf, Wawasan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm. 33 2 1
Transcript

KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN ISLAM

TELAAH SIFAT WAJIB RASUL

I. Latar Belakang

Islam merupakan ajaran yang diberikan kepada

manusia untuk dijadikan dasar pedoman hidup di dunia

yang merupakan nilai-nilai dasar yang diturunkan Allah

SWT untuk seluruh manusia.1 Ajaran ini diturunkan untuk

dilaksanakan di tengah-tengah kehidupan masyarakat agar

umat Islam memiliki kualitas hidup sebagai manusia,

makhluk yang memiliki derajat mulia. Islam merupakan

agama yang terbaik dan mendapatkan tempat di sisi

Allah.

Agama Islam berisi ajaran yang menyangkut seluruh

aspek kehidupan manusia, baik sebagai hamba Allah,

individu, anggota masyarakat maupun sebagai makhluk

dunia. Termasuk di dalamnya masalah kepemimpinan.

Kepemimpinan dalam Islam sebagai masalah penting,

sehingga banyak ayat dan hadits yang berbicara tentang

perlunya suatu kepemimpinan. Di antaranya hadis yang

menyebutkan hal itu adalah:2

Artinya:“Dari Abdullah bin Umar r.a : ia telah berkata saya telahmendengar bahwa Rasulullah saw. bersabda : Setiap kamu adalahpemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya (diminta pertanggung

1 Ali Anwar Yusuf, Wawasan Islam, (Bandung: Pustaka Setia,2002), hlm. 33

2

1

jawaban) terhadap apa yang dipimpinnya”. (HR. Bukhari-Muslim)

Kepemimpinan dalam Islam pada dasarnya aktivitas

menuntun, memotivasi, membimbing, dan mengarahkan agar

manusia beriman kepada Allah SWT., dengan tidak hanya

mengerjakan perbuatan atau bertingkah laku yang

diridhai Allah SWT.3 Kepemimpinan Islam tercermin

sebagaimana ajaran Islam dapat memberi corak dan arah

kepada pemimpin itu, dengan kepemimpinannya dapat

mengubah sikap mental yang selama ini hinggap

menghambat dan mengidap pada sekelompok orang atau

masyarakat.

Menurut Islam, kepemimpinan adalah kewajiban

menantang dan berat. Para pemimpin harus dapat

melindungi kelompoknya, mengawasi kegiatannya dan

memegang tanggung jawab legal bukan hanya atas

tindakannya sendiri, tetapi juga terhadap kegiatan

seluruh anggota kelompoknya ia harus menjamin bahwa

kemanfaatan bagi seluruh anggota kelompok merupakan

cita-cita tertingginya. Untuk mewujudkan sasaran

tersebut, ia harus bekerja sama, dan bukan sewenang-

wenang dan metode-metode yang digunakannya lebih

bersifat manusiawi.

Salah satu tugas pemimpin Islam menasihati

kelompok dan mengarahkannya apabila memang diperlukan

3 Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: GajahMada University Press, 1993), hlm. 27

2

untuk mencapai sasaran-sasaran bersama. Agar efektif,

maka pemimpin harus melatih pribadi-pribadi dan

kelompok-kelompok yang ada di bawah pimpinannya,

sehingga mereka dapat menolong diri sendiri,

masyarakatnya, dan dalam jangka panjang akan melahirkan

manfaat bagi seluruh masyarakat. Kepemimpinan merupakan

faktor penentu bagi efektif dan efisiennya suatu

organisasi. Sehingga, kualitas pemimpin menentukan

keberhasilan lembaga atau organisasinya. Sebab,

pemimpin yang sukses itu mampu mengelola organisasi,

dapat mempengaruhi secara konstruktif orang lain dan

menunjukkan jalan yang benar yang harus dikerjakan

bersama.

Islam sangat cermat dalam menetapkan pemimpin yang

akan menjadi teladan kelompok yaitu menyuburkan dan

membangun kepribadian Muslim. Salah seorang pemimpin

yang memenuhi kualitas seperti itu, bagi seluruh umat

Islam adalah Nabi Muhammad saw. Pengangkatan beliau

sebagai Rasul Allah SWT itu selain untuk memimpin umat

manusia adalah juga untuk seluruh alam. Kepribadian

Nabi Muhammad saw. sebagai manusia yang kepemimpinannya

patut diteladani adalah ketangguhan beliau untuk

menjadi pribadi yang tidak dipengaruhi keadaan

masyarakat di sekitarnya yang masih jahiliyah. Aspek

kepribadian yang sangat menonjol di dalam dirinya

3

seperti kejujuran (shiddiq),4 yang menjadi prinsip dalam

menjalani hidup dan kehidupannya.

Kepribadian yang sempurna yang dimiliki oleh Nabi

Muhammad saw. sebagai Rasul Allah, sebagai kepribadian

yang terpuji dan sempurna, terkenal dengan sebutan

sifat-sifat wajib bagi Rasul Allah, yang meliputi

shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah. Dalam sejarah

tercatat bahwa sosok Nabi Muhammad saw. Berperan tidak

hanya sebagai pemimpin dalam satu hal saja, melainkan

sebagai pemimpin dalam segi kehidupan meliputi politik,

ekonomi, militer, maupun dakwah.

Berdasarkan uraian di atas, terdapat permasalahan

yang menarik untuk dikaji dalam makalah ini, yakni

bagaimana karakter kepemimpinan dalam Islam menurut

sifat wajib rasul? Untuk menjawab permasalahan

tersebut, tulisan ini akan memfokuskan pada tiga

permasalahan. Pertama, bagaimana sifat wajib rasul

sebagai karakter kepemimpinan Islam? Kedua, apa urgensi

nilai-nilai sifat wajib rasul dalam membentuk karakter

kepemimpinan Islam? Ketiga, bagaimana implementasi nilai

sifat wajib rasul menjadi karakter kepemimpinan Islam?.

II.Sifat Wajib Rasul sebagai Karakter Kepemimpinan Islam

Dalam Islam, suri teladan yang paling sempurna

terdapat pada diri Nabi Muhammad saw., seorang yang

4 Hadari Nawawi, op.cit., hlm. 273.

4

mempunyai sifat-sifat yang selalu terjaga dan dijaga

oleh Allah. Sifat-sifat yang ada pada diri Nabi

Muhammad saw. juga terdapat pada diri Rasul-rasul lain

sebagai penyeru umat. Sifat yang dimaksud dikenal

dengan sebutan sifat wajib Rasul.

Sifat wajib Rasul merupakan pencerminan karakter

Nabi Muhammad saw. dalam menjalankan tugasnya sebagai

pemimpin umat. Secara rinci sifat-sifat tersebut,

yaitu:

1. Shiddiq (benar)

Nabi Muhammad saw mempunyai banyak sifat yang

membuatnya disukai oleh setiap orang yang berhubungan

dengannya dan yang membuatnya menjadi pujaan para

pengikutnya. Sewaktu mudanya, semua orang Quraisy

menamakannya “shiddiq dan amin”.5 Beliau sangat dihargai

dan dihormati oleh semua orang termasuk para pemimpin

Makkah. Nabi memiliki kepribadian dan kekuatan bicara

yang demikian memikat dan menonjol sehingga siapa pun

yang pergi kepadanya pasti akan kembali dengan

keyakinan dan ketulusan dan kejujuran pesannya. Hal ini

dikarenakan, Nabi Muhammad saw. hanya mengikuti apa

yang diwahyukan pada beliau. Dalam kepemimpinan berarti

semua keputusan, perintah dan larangan beliau, agar

orang lain berbuat atau meninggalkannya pasti benar

5 Fazalur Rahman, Nabi Muhammad saw. sebagai Seorang PemimpinMiliter, Diterj. Annas Siddik, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 68

5

karena Nabi bermaksud mewujudkan kebenaran dari Allah

SWT.

Keutamaan dan kemuliaan sifat benar itu diperkuat

dan dijelaskan dalam firman Allah:

“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yangbersekutu itu, mereka berkata, “inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Yang demikian itutidaklah menambah kepada mereka, kecuali iman dan kedudukan”.(Q.S. al-Ahzab : 22)6

Begitu juga Allah menjanjikan pahala bagi orang-

orang yang benar dan mengancam orang yang berdusta

dengan siksaan. Seperti yang telah difirmankan dalam

ayat-ayat berikut :

“Agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentangkebenaran mereka dan Dia menyediakan bagi orang-orang kafir siksayang pedih.” (Q.S. Al-Ahzab : 8)7

“Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itukarena kebenarannya, dan menyiksa orang-orang munafik jikadikehendaki-Nya atau menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allahadalah maha pengampun lagi maha penyayang.” (Q.S. Al-Ahzab :24)8

Dari beberapa ayat di atas, menggambarkan pada

kita bahwa Allah sangat menganjurkan untuk berbuat

benar baik perkataan maupun perbuatan sebagaimana

halnya Nabi Muhammad saw. yang mendapat julukan sebagai

manusia yang selalu benar perkataan, ucapannya yang

merupakan ciri sifat shiddiq dari para Rasul Allah SWT.

6 7 8

6

Peranannya sebagai seorang Rasul dan pemimpin

telah diberikan oleh Allah sebuah kitab sebagai penguat

misinya itu. Nabi Muhammad saw teladan umat telah

ditonjolkan oleh Allah sebagai manusia pilihan, oleh

karena itu sunnahnya, cara hidupnya menjadi satu-

satunya perilaku yang sah bagi kaum muslim. Seperti

dikatakan oleh Nabi: “siapa yang mengikutiku, termasuk

dalam golonganku, dan barang siapa yang tidak

mengikutiku tidak termasuk dalam golonganku”. Sebab

Nabi Muhammad saw. adalah benar-benar sebagaimana

dikatakan dalam al-Quran, seorang uswatun hasanah

(teladan yang baik).

2. Amanah (dapat dipercaya)

Karakter yang seharusnya dimiliki oleh seorang

pemimpin sebagaimana karakter yang dimiliki Rasul yaitu

sifat dapat dipercaya. Beliau jauh sebelum menjadi

Rasul pun sudah diberi gelar al-Amin (yang dapat

dipercaya). Sifat amanah inilah yang dapat mengangkat

posisi Nabi di atas pemimpin umat atau Nabi-Nabi

terdahulu. Pemimpin yang amanah yakni pemimpin yang

benar-benar bertanggung jawab pada amanah, tugas dan

kepercayaan yang diberikan Allah SWT. Yang dimaksud

amanah dalam hal ini adalah apapun yang dipercayakan

kepada Rasulullah saw. meliputi segala aspek kehidupan,

baik politik, ekonomi, maupun agama,.

7

Firman Allah yang berbicara tentang amanah yang

diemban oleh setiap manusia terdapat dalam surat al-

Ahzab 72, bunyinya:

“Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit,bumi, dan gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itudan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikullah amanat ituoleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh”.(QS. Al- Ahzab: 72).9

Berdasarkan ayat di atas menyatakan bahwa setiap

manusia mempunyai amanah yang harus

dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. walau sekecil

apapun amanat itu. Sifat amanah yang ada pada diri Nabi

Muhammad saw. memberi bukti bahwa beliau adalah orang

yang dapat dipercaya, karena mampu memelihara

kepercayaan dengan merahasiakan sesuatu yang harus

dirahasiakan dan sebaliknya selalu mampu menyampaikan

sesuatu yang seharusnya disampaikan. Sesuatu yang harus

disampaikan bukan saja tidak ditahan-tahan, tetapi juga

tidak akan diubah, ditambah atau dikurangi. Demikianlah

kenyataannya bahwa setiap firman selalu disampaikan

Nabi sebagaimana difirmankan kepada beliau. Dalam

peperangan beliau tidak pernah mengurangi harta

rampasan untuk kepentingan sendiri, tidak pernah

menyebarkan aib seseorang yang datang meminta nasihat

dan petunjuknya dalam menyelesaikannya dan lain-lain.10

Sifat amanah ini berarti juga jujur dalam menunaikan

9 10 Hadari Nawawi, op.cit, hlm. 274

8

tugas-tugas kerasulan, dengan tidak menutup-nutupi

wahyu yang diturunkan, Artinya Nabi tidak sekedar

menyampaikan yang menguntungkan dan tidak menyampaikan

yang merugikan diri beliau sendiri.11

Sifat amanah yang ada pada diri Nabi Muhammad saw.

begitu kuatnya, hingga apapun yang dilakukannya

hanyalah semata-mata berasal dari perintah Allah untuk

umatnya. Kemiskinan yang beliau alami adalah sebagai

bukti bahwa beliau benar-benar hanya memikirkan

tugasnya untuk memimpin umatnya. Beliau tidak pernah

takut kemiskinan, karena semenjak menjadi Rasul

keseluruhan hidupnya hanya untuk menyebarkan syiar

Islam yang telah menjadi amanahnya.

Nabi Muhammad saw sang penyampai ajaran-ajaran al-

Quran merupakan amanah bagi umatnya. Dari peristiwa ini

dapat digarisbawahi bahwa Muhammad adalah seorang

pemimpin yang bertugas membimbing dan mengarahkan

manusia ke jalan yang benar.

3. Tabligh (menyampaikan)

Panggilan menjadi seorang Rasul bagi Muhammad

ketika berusia 40 tahun adalah bukti bahwa beliau

seorang penyampai risalah Tuhan. Kunjungan Malaikat

Jibril yang memerintahkan beliau membaca wahyu dari

Allah, ternyata juga merupakan pemberitahuan

pengangkatan beliau menjadi seorang Rasul Allah.12 Tidak11 Ibid.,12 Hadari Nawawi, Op.Cit, hlm. 257

9

ada surat keputusan atau simbol lain yang dapat beliau

tunjukkan, sebagai bukti kerasulannya. Wahyu pertama

yang turun pada tanggal 17 Ramadhan, yakni surat al-

Alaq 1-5 adalah sebagai buktinya. Sejak itulah beliau

menjadi utusan Allah, dengan tugas menyeru, mengajak

dan memperingatkan manusia agar hanya menyembah kepada

Allah SWT. Tugas itu bermakna pula beliau harus

memimpin manusia ke jalan yang lurus dan berhenti dari

kesewenang-wenangan dengan mendustakan Allah SWT.13

Berkaitan dengan kerasulan dan tugas pokok beliau,

dijelaskan dalam firman Allah surat Al-A’raf ayat 158:

“Katakanlah: hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allahkepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit danbumi; tidak ada Tuhan selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan,maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummiyang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”. (QS. Al-A’raf: 158).14

Satu istilah yang disandang Nabi Muhammad

pemberian Allah yaitu mundhir (pemberi peringatan).

(surat Al-Naaziat: 45) diutusnya Nabi Muhammad saw.

sebagai orang yang memberi peringatan yakni untuk

membimbing umat, memperbaiki dan mempersiapkan manusia

untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.15 Predikat

mundhir yang disandang menuntut beliau untuk dapat

memimpin umatnya serta bertugas untuk menyampaikan13 Ibid., hlm. 25814 15 Muhammad Rasjid Ridho, Wahyu Illahi kepada Nabi Muhammad,

(Bandung: Pustaka Jaya, 1983), hlm. 337

10

(tabligh) risalah kepada manusia. Tiap-tiap orang yang

beriman wajib meyakinkan bahwa Allah telah mengutus

beberapa Rasul dari golongan manusia sendiri untuk

menyampaikan pelajaran kepada umatnya dan apa saja yang

diperintahkan kepadanya untuk menyampaikannya serta

menjelaskan hukum-hukum yang berkenaan dengan

perbuatan-perbuatan yang mulia dan sifat-sifat yang

dituntut bagi mereka untuk mengerjakan.

Uraian di atas semakin jelas bahwa Muhammad diutus

dan diangkat menjadi pemimpin manusia oleh Allah SWT.

Melebihi pemimpin-pemimpin yang telah ada seperti

halnya Nabi-Nabi yang terdahulu. Tugas menyampaikan

wahyu adalah karakteristik beliau yang memiliki sifat

tabligh (menyampaikan). Sunnah Rasulullah saw. bukanlah

sesuatu yang dikarang-karang atau diadakan, tetapi

murni sebagai pancaran isi kandungan al-Quran yang

merupakan kepribadian beliau.16 Oleh karenanya sunnah

Rasulullah yang akhirnya terhimpun menjadi hadits,

dijadikan sandaran umat Islam yang kedua setelah al-

Quran. Begitulah sifat tabligh Nabi Muhammad saw. yang

berarti menyampaikan semua yang berasal dari Allah

dalam wujud al-Quran dan yang berasal dari dirinya

sendiri yang disebut hadits dalam menetapkan atau

memecahkan setiap persoalan yang dihadapi.

4. Fathonah (cerdas)

16 Ibid., hlm. 275

11

Nabi Muhammad yang mendapat karunia dari Allah

dengan memiliki kecakapan luar biasa (genius abqariyah)

dan kepemimpinan yang agung (genius leadership–qiyadah

abqariyah)17 sebagai pahala berganda sepanjang masa,

dituduh oleh kaum musyrikin dan musuh-musuh lainnya

dengan tuduhan keji, yaitu beliau dikatakan gila.

Kesuksesan Muhammad sebagai seorang pemimpin umat

memang telah dibekali kecerdasan oleh Allah SWT.

Kecerdasan itu tidak saja diperlukan untuk memahami dan

menjelaskan wahyu Allah SWT. kecerdasan dibekalkan juga

karena beliau mendapat kepercayaan Allah SWT. untuk

memimpin umat, karena agama Islam diturunkan untuk

seluruh manusia dan sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Oleh karena itu diperlukan pemimpin yang cerdas yang

akan mampu memberi petunjuk, nasihat, bimbingan,

pendapat dan pandangan bagi umatnya, dalam memahami

firman-firman Allah SWT.18

Sesuai dengan kesaksian sejarah, bukti-bukti al-

Quran dan berbagai petunjuk yang diambil dari sejarah

Islam beliau ialah seorang ummi tidak dapat baca dan

tulis, maka dapat dikatakan bahwa pikiran Rasulullah

saw. sama sekali tidak pernah tersentuh oleh ajaran

manusia. Beliau hanya diajar pada sekolah illahi dan

menerima pengetahuan dari Allah sendiri. Beliau

17 A. Hasjmy, Nabi Muhammad Sebagai Panglima Perang, (Jakarta:Mutiara, 1978), hlm. 81

18 Nourouzzaman Shiddiqi, op.cit, hlm. 275

12

merupakan bunga yang dipupuk tukang kebun para kenabian

sendiri.19 Oleh karenanya kecerdasan beliau di luar

batas manusia biasa bahkan melebihi nabi-nabi yang

lain. Kecerdasan beliau merupakan suatu hikmah yang

dianugerahkan Allah kepada beliau dengan sifat kearifan

yang selalu ditampakkan. Hal ini sesuai firman Allah

surat al-Baqarah ayat 269:

“Allah menganugerahkan al-hikmah (kepemahaman yang dalamtentang al- Qur'an dan as-Sunnah) kepada siapa yang dikehendakinya.Barang siapa yang dianugerahi al-hikmah itu ia benar telah dianugerahikarunia yang banyak. Hanya orang-orang yang berakallah (ulul albab)yang dapat mengambil pelajaran dari firman Allah.” (Q.S. Al-Baqarah :269)20

Dalam upaya memimpin suatu kaum tentunya

diperlukan seorang pemimpin yang cerdas yang dapat

memberi kepahaman kepada muridnya ketika menyampaikan

hal-hal yang akan disampaikan. Oleh karena itu Allah

telah menjadikan Nabi Muhammad saw. seorang yang ummi

dengan bahasa yang fasih dan dapat diterima oleh

masyarakat menjadi bukti bahwa kecerdasan yang

diwujudkan dalam gaya memimpin Nabi yang tidak akan

pernah dimilik oleh manusia biasa seperti kita.

Di samping itu dengan kecerdasan yang dikaruniakan

Allah kepada beliau semua yang dihadapi, misalnya dari

sahabat yang mempunyai permasalahan dapat dihadapi

dengan wahyu (petunjuk) Allah sebagai pemecahannya.19 Murtadha Muthahhari, Akhlak Suci Nabi yang Ummi, (Bandung:

Mizan, cet. I, 1995), hlm. 6720

13

Dalam keadaan tidak turun wahyu, beliau mencari

pemecahannya dengan jalan bijaksana yang pasti tidak

akan menyimpang atau bertentangan dengan ajaran Islam

sebagai ajaran yang haq.

III. Urgensitas Nilai-nilai Sifat Wajib Rasul sebagai

Karakter Kepemimpinan Islam

Islam diturunkan sebagai ajaran yang sempurna dari

sumbernya Allah SWT. yang maha sempurna dan akan

dipelihara kesempurnaannya hingga akhir zaman. Ajaran

ini harus dijadikan pedoman hidup bagi setiap manusia

yang menginginkan kemuliaan tidak sekedar di mata

manusia tetapi di sisi Allah SWT. Manusia merupakan

makhluk sosial yang hidup bermasyarakat tidak dapat

dihindari pasti membutuhkan orang lain dalam menjalani

hidup ini. Mustahil ada manusia yang dapat hidup

sendiri tanpa bantuan dari orang lain, untuk itu mereka

membentuk satu kelompok sambil mengaktualisasikan

dirinya untuk menemukan jati dirinya. Setiap orang

sebagai individu memerlukan bantuan orang lain, bukan

menjadi sama dengan orang lain, tetapi justru untuk

menjadi berbeda satu dengan yang lainnya.

Setiap orang bilamana dibandingkan dengan orang

lain akan terlihat kelebihan dan kekurangan masing-

masing. Setiap orang mempunyai keinginan, kehendak,

pikiran, pendapat, kebutuhan, sifat tingkah laku dan

14

lain-lain yang berbeda-beda. Namun di antara yang

berbeda itu terdapat juga yang sama atau memiliki

kesamaan sehingga menjadi motivasi untuk mewujudkan

kelompok atau organisasi yang memungkinkan orang untuk

tergabung di dalamnya meningkatkan efektivitas,

memanfaatkan kesamaan itu untuk mencapai tujuan

bersama.

Dalam kondisi seperti itu, perbedaan di antara

sekelompok orang yang memiliki kesamaan, akan

memunculkan orang yang menjadi pemimpin di antara

sejumlah orang yang lebih banyak, sebagai pihak yang

memerlukan pimpinan. Misalnya kesamaan agama, ideologi,

pekerjaan, suku, profesi, minat, hobi dan lain-lain

memberikan motivasi sejumlah orang untuk membentuk

kelompok atau organisasi. Di antara orang-orang itu

terdapat seseorang atau beberapa orang yang tampil

menjadi pemimpin atau pemimpin-pemimpin, karena

memiliki kelebihan-kelebihan terutama berupa berupa

kemampuan mewujudkan kepemimpinan.

Muhammad al-Buraey mengutip pendapat Hersey dan

Blanchaer yang memandang bahwa kepemimpinan sebagai

“pengaruh antar pribadi yang dilaksanakan dalam satu

situasi dan diarahkan melalui komunikasi, menuju

pencapaian tujuan atau tujuan tertentu”.21 Jadi dalam

hal ini nampak bahwa adanya hubungan antara pemimpin21 A. Muhammad al-Buraey, Islam Landasan Alternatif Adminditratif

Pembangunan, (Jakarta : Rajawali, 1986), hlm. 375

15

dan yang dipimpin karena dalam komunikasi pasti

melibatkan dua unsur, dalam hal ini pemimpin dan yang

dipimpin (bawahan) keduanya saling menunjang dan

bergantung yang terikat atau yang mengikatkan diri

dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan bersama

yang telah ditetapkan. Tugas dan tanggung jawab

pemimpin ialah mengarahkan, menuntun, memberi motivasi

dan mendorong orang yang dipimpin untuk berbuat guna

mencapai tujuan, sedangkan tugas dan tanggung jawab

yang dipimpin yakni mengambil bagian aktif dalam

mensukseskan pekerjaan yang mengantarnya kepada

tercapainya tujuan, di mana di dalamnya memerlukan

adanya kesatuan komando (unity of command) dalam setiap

organisasi.

Tanpa adanya komando yang didasarkan atas waktu

perencanaannya dan kebijaksanaan yang jelas, maka

jangan diharapkan tujuan akan dapat dicapai dengan

baik. Bahkan bisa terjadi kesemrawutan dan anarki dalam

pekerjaan yang membuat arah tindakan menjauhi tujuan.

Pada titik inilah kewajiban untuk menaati kebijakan

pemimpin dalam peraturan yang telah ditetapkan tidak

bisa ditawar-tawar dan menjadi sebuah kewajiban bawahan

untuk menaati pemimpin itu.

Sebagaimana Allah SWT telah berfirman dalam surat

an-Nisa ayat 59:

16

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan rasulnya dan orang-orang yang berkuasa di antara kamu, maka sekiranya diantara kamuberbantahan dalam suatu perkara, hendaklah kamu kembalikan kepadaAllah dan Rasul- Nya” (Q.S an-Nisa :59)22

Ayat ini dengan jelas memerintahkan kepada kita

semua untuk taat dan patuh kepada seorang pemimpin,

baik dalam segala level kehidupan asal akan pemimpin

yang kita ikuti tersebut tidak keluar dari ajaran serta

hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Apabila

terjadi perselisihan diantara mereka hendaklah

dikembalikan kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul- Nya

(as-Sunnah).

Pembahasan tentang kepemimpinan telah merujuk pada

suatu fenomena kemampuan seseorang dalam menggerakkan,

membimbing dan mengarahkan orang lain dalam suatu kerja

sama. Sehingga kenyataan itulah yang akhirnya menjadi

faktor yang mempengaruhi kesuksesan Nabi Muhammad saw

dalam memimpin umatnya itu.

Kepemimpinan dari sudut agama Islam secara

sederhana oleh setiap pemimpin harus dijalankan sebagai

rangkaian kegiatan atau proses menyeru agar orang lain

di lingkungan masing-masing menjadi manusia beriman,

dalam abad modern bukanlah pekerjaan yang mudah. Tugas

dan kewajiban pemimpin memang tidaklah mudah,

membutuhkan berbagai macam unsur yang mendukung

terwujudnya kepemimpinan yang efektif serta mempunyai

22

17

nilai mulia di sisi Allah Swt. Untuk memenuhi hal itu

dibutuhkan seorang pemimpin yang menjunjung pada nilai-

nilai kebenaran, dan seorang pemimpin yang penuh

tanggung jawab, mempunyai loyalitas tinggi, dan dapat

menjaga amanah dengan baik.

Karakteristik kepemimpinan seperti yang diidealkan

tersebut, hanya dapat ditemukan dalam pribadi Nabi

Muhammad saw, sebab kepemimpinan beliau berjalan di

atas landasan spiritual yang paling tinggi dengan Allah

langsung sebagai pembimbingnya. Di sini berarti pula

bahwa ketaatan kepada Rasulullah merupakan ketaatan

kepada Allah. Mengingat tujuan dari kepemimpinan beliau

adalah mengajak beriman kepada Allah. Untuk itu, segala

perbuatan dan perkataan beliau, dalam memimpin haruslah

ditaati. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah sebagai

berikut :

“Dan kami tidak mengutus seorang Rasul melainkan untuk ditaatidengan izin Allah” (Q.S : an-Nisa 64).23

“Barang siapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaatiAllah” (Q.S : an-Nisa 80).24

Dari kedua ayat di atas, Allah dengan serius

menekankan kita untuk taat kepada perintah Rasulullah.

Dan nilai yang dianjurkan Rasulullah dalam memimpin

selayaknya dapat dijadikan contoh dan teladan bagi

pemimpin yang bertanggung jawab terhadap kepemimpinan

yang dijalankan. Terlebih lagi menjadi keharusan bagi

23 24

18

seorang pemimpin yang mempunyai peran sebagai pemimpin

bagi anak-anak didiknya untuk memiliki karakteristik

yang mencerminkan seorang pendidik yang baik layaknya

sifat yang dicontohkan oleh Rasulullah.

Kepemimpinan dalam Islam mempunyai aspek

tersendiri di antara berbagai aspek kehidupan disorot

oleh al-Quran dan al-Hadits. Dalam praktek ibadah

formal yang dimanifestasikan melalui ibadah shalat

berjamaah yang terdiri dari Imam dan makmum sampai

masyarakat terkecil di dalam keluarga, pemimpin dan

kepemimpinan berperan penting.25 Kepemimpinan memegang

kunci yang urgen di bawah seorang pemimpin yang benar-

benar dapat menerapkan kepemimpinan yang sesuai dengan

perkembangan dan kebutuhan masyarakat.

Kriteria dan syarat menjadi seorang pemimpin dalam

proses memimpin orang lain dibutuhkan individu-individu

pemimpin yang memiliki sifat-sifat mulia seperti sifat-

sifat yang melekat pada diri Nabi Muhammad saw.

terangkum menjadi satu-kesatuan sifat wajib meliputi

shiddiq, amanah, tabligh dan fathonah. Sifat-sifat rasul

akan menjadi sebuah prototipe dan prinsip tersendiri

bagi seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya

dengan menerapkan nilai-nilai luhur ini, di antaranya :

1. Prinsip Kejujuran (shiddiq).

25 Ali Anwar, Wawasan Islam , (Bandung : Pustaka Setia, 2002),hlm. 97

19

Kejujuran merupakan faktor utama seseorang dapat

dipercaya orang lain, kejujuran akan melahirkan

kepercayaan dari orang lain, sekali tidak jujur akan

sulit menimbulkan kepercayaan dari bawahan. Dengan

keimanan yang dia miliki, dia akan senantiasa berkata

benar dan meneladani kepemimpinan Allah dan Rasulnya.

Demikian halnya dalam sebuah kepemimpinan tanpa ada

transparansi dari atasan kepada bawahan dapat

menghambat hubungan saling menjauh di antara keduanya.

Ini disebabkan tidak adanya sikap keterbukaan informasi

yang diberikan pemimpin kepada anggotanya, sehingga

seolah-olah ada jarak yang memisahkan, yang akibatnya

menimbulkan sikap apatis dan tidak peduli dari bawahan

pada atasan.

Prinsip kejujuran yang harus dijunjung oleh

pemimpin tidak memiliki tendensi apapun, sebab pemimpin

yang baik hanya mengharap ridha dari Allah, yang ini

berarti pemimpin berusaha untuk jujur di hadapan Allah.

Sedangkan jujur terhadap orang lain, yakni tidak

sebatas berkata dan berbuat benar, namun berusaha

memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi orang lain.26

Sikap jujur terhadap anggota berarti sangat

prihatin dan peka melihat penderitaan yang dialami

mereka, sehingga sifat shiddiq merupakan sikap empati

yang sangat kuat dan mempunyai jiwa pelayanan yang26 Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniyah, (Jakarta : Gema Insani

Press, 2001), hlm 195

20

prima. Pelayanan itu dapat diwujudkan melalui sikap

pemimpin yang senantiasa membimbing anggotanya dan

bertindak sebagai konsultan bagi guru-guru yang dapat

membantu memecahkan permasalahan mereka.27 Ia hendaknya

berusaha meningkatkan kemampuan staf untuk bekerja dan

berfikir bersama. Sikap ini akan memberi pengaruh

bawahan menjadi merasa tenang, bahkan akan bertambah

sayang dan percaya pada atasan yang akhirnya berdampak

pada etos kerja dari bawahan karena perilaku dan sikap

atasannya memberi contoh yang baik. Pemimpin yang baik

selalu mengedepankan prinsip kejujuran dengan

menunjukkan kepeduliannya pada orang lain dengan

mengulurkan tangan demi kemajuan bawahannya.28

Sikap dan prinsip shiddiq yang ditampakkan oleh

pemimpin akan melahirkan semangat kerja tinggi dan

loyalitas yang tinggi dari bawahan kepada pemimpin itu

sendiri, karena dalam melaksanakan tugas-tugasnya,

mereka tidak merasa terhambat dengan berbagai

kebohongan yang akan merusak dirinya. Sikap mental yang

terwujud dalam bentuk kejujuran dari seorang pemimpin

merupakan kredibilitas dan integritas pribadi yang

berkumpul dalam satu pribadi pemimpin itu sendiri.

Pemimpin yang profesional memiliki berbagai kualitas

yang terkumpul dalam dirinya, seperti memiliki motivasi27 Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan

Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), hlm. 2628 Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniyah, (Jakarta: Gema Insani

Press, 2001), hlm. 196

21

yang tinggi dan kejujuran. Dua komponen inilah yang

menentukan keberhasilan seorang pemimpin. Seorang yang

pintar dan mempunyai motivasi tinggi tetapi tidak jujur

tidak layak disebut profesional, sebaliknya seorang

yang jujur dan terampil tetapi tidak mempunyai etos

kerja yang tinggi juga tidak memenuhi syarat sebagai

seorang yang profesional.

Kejujuran telah melahirkan sifat kepemimpinan yang

berorientasi pada upaya menunjukkan bentuk keteladanan

(uswatun hasanah), sebagaimana kerinduan kita kepada

Rasulullah yang memberikan begitu banyak mutiara untuk

dijadikan suri tauladan. Sebaliknya sikap kebohongan

hanya akan merusak hubungan antara pimpinan dan yang

dipimpin. Larangan berbuat kebohongan dan

ketidakjujuran tertuang dalam hadits Nabi Saw yang

berbunyi :

Dari Abu Hurairah r.a bahwasannya Saw bersabda : tanda-tanda orangyang munafik itu ada tiga. Bila ia berkata (cerita), berdusta, bila iaberjanji tidak menempati janjinya, dan bila dipercayai, ia berkhianat(HR. Muslim).9

Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa orang yang

suka bohong/dusta, mengesampingkan kejujuran merupakan

indikasi bahwa seorang pemimpin tersebut termasuk dalam

golongan munafik, karena tidak transparan terhadap

informasi yang diberikan kepada anggotanya, dengan

demikian jiwa kepemimpinan yang disertai dengan nilai-

nilai kejujuran seharusnya dipupuk dan ditanamkan dalam

22

jiwa seorang pemimpin yang akan menjadi teladan bagi

anggota (bawahannya) dan pada anak didiknya. Lebih

tegas lagi Allah berfirman dalam surat az-Zumar 32-33 :

“Maka siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang membuat dustakepada Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya?Bukankah di neraka jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orangkafir, dan orang-orang yang membawa kebenaran (Muhammad saw) danmembenarkannya. Mereka itulah orang-orang yang bertaqwa” (Q.S.az- Zumar : 32 – 33).29

Dari ayat tersebut, dapat diyakini bahwa indikasi

seorang pemimpin yang jujur akan melahirkan ketaqwaan,

sebagaimana kita temukan yang demikian itu pada diri

Nabi Muhammad saw yang terkenal kejujurannya. Dan dari

ketaqwaan akan melahirkan jiwa pemimpin yang bermoral

dan berakhlak.

2. Prinsip dapat Dipercaya (amanah)

Sikap yang muncul selanjutnya dan sepatutnya

dimiliki pemimpin yaitu amanah. Amanah di sini penulis

artikan sebagai sikap percaya pada diri sendiri dan

mempercayai orang lain. Perwujudan sikap amanah

menunjukkan bahwa pemimpin dapat menampakkan sikap yang

dapat dipercaya (kredibel), menghormati dan dihormati

(honorable). Sikap terhormat dan dapat dipercaya hanya

dapat tumbuh apabila kita meyakini sesuatu yang kita

anggap benar sebagai suatu prinsip kebenaran yang tidak

dapat diganggu gugat. Pemimpin yang dipercaya, mampu

mempercayai orang lain dan memiliki kepercayaan diri,

29

23

oleh karena itu pemimpin demikian itulah yang dapat

disebut sebagai pemimpin yang bertanggung jawab.

Dalam menjalankan kepemimpinan yang efektif,

pemimpin harus menumbuhkan sikap saling percaya antara

atasan dan bawahan, sehingga kedekatan dan kebersamaan

akan selalu dapat dirasakan oleh semua komponen dalam

kepemimpinan itu. Semua hal itu dapat terwujud apabila

pemimpin memperoleh kepercayaan dan dipercaya oleh

bawahan. Dengan demikian seorang pemimpin memperoleh

kesempatan untuk menghayati perasaan, pikiran,

aspirasi, dan keluhan-keluhan yang berkembang di antara

anggota organisasinya. Dan pemimpin yang dapat

dipercaya justru selalu menaruh rasa percaya pada

bawahannya bukan malah mengekangnya sehingga muncullah

kepemimpinan otoriter, pemimpin yang tidak menaruh

percaya pada bawahannya dan memandang bawahannya

sebagai orang-orang yang malas dan tidak dapat

dipercayai, cenderung lebih bersikap menekan, memaksa

dan melakukan kontrol yang ketat. Sebaliknya jika

pemimpin menaruh kepercayaan pada bawahannya dan

memandang para bawahan sebagai orang yang suka bekerja,

dan melihat pekerjaan sebagai sumber kepuasan dan yang

bersedia untuk tidak saja menerima tapi mencari

tanggung jawab, pemimpin cenderung lebih bersikap

demokratis dan memberi kebebasan pada bawahan.30

30 Oeteng Sutisna, Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis Untuk PraktekProfesional, (Bandung: Angkasa, 1986), hlm. 272

24

Setiap amanah akan menuntut pertanggung jawaban,

sebab amanah sekecil apapun harus dipertanggungjawabkan

oleh yang memegang amanah itu. Hal ini senada dengan

firman Allah surat An-Nisa: 58 :

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menunaikan amanahkepada yang berhak”. (Q.S. an-Nisa : 58).

Maksud amanat dari ayat ini, adalah semua amanat,

sebab amanat itu terdapat di dalam segala sesuatu,

yaitu wudhu, shalat, zakat, takaran, puasa, timbangan

dan titipan.31 Perlu diketahui bahwa sesungguhnya dalam

setiap anggota badan manusia terhadap amanat. Amanat

mata ialah tidak menggunakannya untuk memandang yang

haram, amanat lidah ialah tidak mempergunakan untuk

berbohong, mengumpat, dan sejenisnya. Semua itu adalah

amanat dari Allah SWT.

Amanat yang berhubungan dengan tugas seorang

pemimpin khususnya bagi para pendidik adalah mengajak,

membimbing anak didik untuk mewujudkan tujuan

organisasi dengan cara memberikan praktek yang baik dan

bermanfaat. Atas dasar itulah menjadi tuntutan bagi

pemimpin untuk menunaikan tugas dan tanggung jawabnya

sesuai dengan posisi yang dipegangnya yakni sebagai

leader dan manajer.

3. Prinsip Komunikatif (tabligh)

31 Ahmad Muhammad al-Hufiy, Keteladanan Akhlak Nabi Muhammad saw,(Bandung :Pustaka Setia, 2000), hlm. 321.

25

Hubungan antara komunikasi dengan kepemimpinan

sangat erat sekali, bahkan dapat dikatakan bahwa tiada

kepemimpinan tanpa komunikasi. Komunikasi berperan

sangat menentukan dalam berhasil tidaknya suatu

kepemimpinan. Seorang pemimpin dikatakan sukses,

apabila di antaranya telah berhasil membangun

komunikasi yang efektif antara dirinya dengan bawahan.

Secara umum kepemimpinan pada dasarnya merupakan

proses mempengaruhi dan mengajak orang lain menuju

tujuan yang diinginkan. Dan dalam proses mempengaruhi

orang lain sendiri sebenarnya merupakan proses

komunikasi, sehingga tidak berlebihan bila dikatakan

leadership is communication.32 Dalam sebuah kepemimpinan

terdapat pemimpin (leader) dan yang dipimpin (follower), yang

di antaranya saling membutuhkan antara satu dengan yang

lain. Untuk itu di sinilah peran pentingnya komunikasi

khususnya dalam menggalang mutual understanding sebagai

dasar pokok untuk menumbuhkan sense of belonging dari

kelompoknya.

Fitrah manusia sejak kelahirannya yakni kebutuhan

dirinya kepada orang lain. Kita tidak mungkin dapat

berkembang dan survive kecuali ada kehadiran orang

lain. Dengan mengutip pendapat filosof Barat bahwa

“Cogito Ersgo Sum” aku ada karena aku berfikir, kita

dapat mengatakan “Aku ada karena aku memberikan makna32 Toto Tasmara , Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media

Pratama, 1997), hlm. 81

26

bagi orang lain”. Ungkapan ini senada dengan yang

disabdakan oleh Nabi saw bahwa “engkau belum disebut

orang yang berimana kecuali engkau mencintai orang lain

sebagaimana enkau mencitai dirimu sendiri”.

Dari kedua ucapan filosof Barat dan sabda Rasul

tersebut memberikan makna bahwa kita tidak mungkin

berkembang dan mempunyai kualitas unggul kecuali dalam

kebersamaan. Itulah sebabnya, seorang muslim tidak

mungkin bersikap selfsh, egois, dan annaniyah hanya

mementingkan diri sendiri. Ini berarti bahwa antara

manusia satu dengan manusia yang lain saling

membutuhkan. Di sinilah salah satu peranan dari sikap

tabligh yang merupakan salah satu sifat akhlakul

karimah dari Rasulullah yaitu menyampaikan kebenaran

melalui suri tauladan dan perasaan cinta yang mendalam.

Untuk itulah nilai dan prinsip tabligh telah

memberikan muatan yang mencakup aspek kemampuan

berkomunikasi (communication skill), kepemimpinan

(leadarship), pengembangan dan peningkatan kualitas

sumber daya insani (human resource development), dan

kemampuan diri untuk mengelola sesuatu (managerial skill).

Dari keempat kemampuan tersebut, harus terkumpul dalam

diri seorang pemimpin untuk menentukan keefektifan

kepemimpinannya itu.

Oleh karena itu tampak bahwa komunikasi dalam

mewujudkan kepemimpinan mutlak diperlukan. Seorang

27

pemimpin yang komunikatif akan selalu berusaha

mengembangkan keterampilan untuk berkomunikasi dengan

anggotanya baik ketika mengeluarkan maupun menerima

komunikasi. Ini berarti mampu dan cakap dalam

mereproduksi pikiran-pikiran seseorang dengan perekaman

yang jitu melalui cara-cara lisan atau tulisan gambar,

gambar grafik-grafik, lukisan gerakan-gerakan badan,

ekspresi roman muka aksi dan lainnya.33 Ketika cara-cara

ini telah dapat diterapkan dengan baik, maka akan

tercipta iklim kepemimpinan yang menyenangkan dalam

organisasi sekolah tersebut. Suksesnya pelaksanaan

tugas pemimpin itu sebagian besar ditentukan oleh

kemahirannya menjalin komunikasi yang tepat dengan

semua pihak, secara horizontal maupun vertikal ke atas

dan ke bawah.34 Dengan berkomunikasi, berarti seorang

ingin menyampaikan gagasan kemudian gagasannya dapat

diterima oleh komunikan sehingga tumbuhlah perubahan

sikap dalam bentuk pengertian, partisipasi, atau

tindakan sebagaimana yang diharapkan oleh

komunikator/pemimpin. Demikian halnya, diharapkan

pemimpin dapat berkomunikasi dan menyampaikan gagasan,

pesan dan sebagainya dengan baik tanpa menimbulkan

banyak persepsi dari bawahan, sehingga kesulitan yang

ada dapat di atasi dengan baik.33 Iwa Sukiswa, Dasar-dasar Umum Manajemen Pendidikan, (Bandung:

Tarsito, 1986), hlm. 9634 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2003), hlm. 117

28

Timbulnya kesalahan persepsi biasanya diiringi

oleh beberapa hal sebagai berikut :

a. Kita menilai seseorang menurut tolak ukur kita

sendiri (subyektifitas) dan tidak terbuka atas

gagasan serta pengaruh dari lawan bicara kita

sehingga terjadi konflik batin yang kemudian

melahirkan penolakan terhadap pesan yang

disampaikan lawan bicara kita.

b. Tidak ingin berusaha membuka diri dan memahami

keadaan orang lain.

c. Tidak menaruh kepercayaan pada lawan bicara

sehingga tidak mampu menerima seluruh pesan yang

disampaikan secara utuh.35

Melalui komunikasi yang efektif dan terbuka akan

memudahkan penjabaran kebijakan pemimpin yang diambil,

sekaligus memberikan fasilitas kelancaran kerja bagi

anggota. Komunikasi menjadi sarana primer untuk

mengubah tingkah laku dengan jalan mempengaruhi

bawahan. Sehingga ada dua bentuk komunikasi yang dapat

dilaksanakan, yaitu komunikasi satu arah (one way

communication) dan komunikasi dua arah (two way

communication). Komunikasi satu arah hanya terjadi di

antara atasan dan bawahan yang bersifat otoriter,

sebagai contoh ketika pimpinan mengeluarkan instruksi,

ma’lumat, dan lain-lain. Komunikasi satu arah ini dapat

35 Toto Tasmara, Op. Cit., hlm. 224

29

menimbulkan ketidakjelasan, salah paham, penafsiran

yang keliru, sentimen dan banyak ketegangan dari

bawahan kepada atasan. Sedangkan komunikasi dua arah

memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengeluarkan

umpan balik, mengeluarkan pendapat, berdiskusi apabila

pesan yang disampaikan kurang dapat dimengerti.

Di samping hal itu ada keuntungan lain dari

komunikasi dua arah yakni tumbuhnya suasana dialogis

dan demokratis dalam kepemimpinan.36 Pemimpin yang mampu

berkomunikasi dengan baik berarti telah mampu

menciptakan kebersamaan anggota yang merupakan suatu

hal yang urgen dalam kepemimpinan. Pemimpin yang

komunikatif selalu dapat menjunjung tinggi harmoni,

tanggung jawab, kekompakan kelompok sehingga setiap

anggota senantiasa saling memperhatikan dan saling

mendorong untuk maju bersama yang mengedepankan nilai-

nilai persaudaraan, dan musyawarah.

Dari sinilah menunjukkan arti pentingnya prinsip

komunikatif dalam membangun kepemimpinan, untuk

diperhatikan oleh pemimpin baik sebagai administrator,

manajer, supervisor, bahkan untuk kepala sekolah.

4. Prinsip Intelegensi (Fathanah)

Pentingnya sebuah kecerdasan bagi pemimpin mutlak

diperlukan agar tujuan kepemimpinan agar tercapai.

Seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki kemampuan

36 Kartini Kartono, Op. Cit., hlm. 122 – 123

30

kepemimpinan. Di samping itu pemimpin harus mengetahui

juga seluk-beluk bidang yang dikelola organisasinya,

bahkan terdapat juga organisasi yang menuntut pemimpin

memiliki keterampilan atau keahlian yang memadai di

bidang tersebut. Sehingga pemimpin akan mampu

memberikan bimbingan, petunjuk, dan pengarahan pada

anggotanya yang memerlukan. Pada tahap berikutnya

kemampuan di bidangnya itu, akan sangat diperlukan

dalam melakukan kegiatan pengawasan (kontrol) yang

efektif.37

Pemimpin yang cerdas tidak sekedar mampu menguasai

seluk beluk bidangnya saja, namun lebih jauh memiliki

dimensi ruhani yang kuat. Keputusan-keputusannya

menunjukkan warna kemahiran seorang profesional yang

didasarkan pada sikap moral atau akhlak yang luhur.

Seorang yang fathanah itu tidak saja cerdas tetapi juga

memiliki kebijaksanaan atau kearifan dalam berfikir dan

bertindak.

Demikian pula seorang pemimpin haruslah seorang

yang mempunyai kecerdasan lebih dibanding orang lain

tanpa harus mengesampingkan nilai-nilai keluhuran

seperti yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw. Tidak

cukup seorang pemimpin hanya dibekali dengan kecakapan

dan kecerdasan namun memiliki landasan keimanan yang

37 Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: GajahMada University Press, 1993), hlm. 121

31

kuat agar tidak mudah tergelincir pada dosa dan

kesalahan.

Seorang pemimpin harus mampu menganalisa masalah

yang dihadapi organisasinya. Kemampuan itu memungkinkan

seorang pemimpin mengarahkan pemikiran anggotanya dalam

menyusun perencanaan dan menetapkan keputusan yang

tepat dalam mewujudkan beban tugas organisasinya. Di

samping itu pemimpin dituntut memiliki kecerdasan yang

tidak hanya pada kecerdasan intelektual saja, namun

harus mempunyai emosional dan spiritual yang cerdas,

sehingga setiap keputusan yang diambil telah mengalami

proses yang matang dengan mempertimbangkan beberapa

aspek yang terkait. Pemimpin yang memiliki IQ dan EQ

stabil dapat memutuskan kebijakan dengan bijaksana dan

adil, sehingga dapat membantu anggota kelompoknya

mengatasi kesulitan yang timbul, untuk itu pemimpin

akan selalu dibutuhkan kelompoknya bilamana menghadapi

masalah. Membantu di sini bukan diartikan bahwa bawahan

selalu tergantung pada pemimpin, namun pemimpin

memberikan motivasi dan membantu dalam menemukan

alternatif pemecahannya, sehingga bawahan selalu

terbiasa mandiri tidak tergantung pemimpin.

Pemimpin yang cerdas dapat menempatkan dirinya

sebagai fokus perhatian lalu menjadikannya figur

teladan (uswatun hasanah), karena keprofesionalan dan

kepribadiannya mampu menumbuhkan situasi yang

32

menentramkan. Orang dengan kecakapan seperti ini

menurut David Coleman, akan melakukan tindakan-tindakan

berikut ini :

a. Sadar tentang kekuatan-kekuatan dan kelemahannya.

b. Menyempatkan diri untuk merenung dan belajar dari

pengalaman.

c. Terbuka terhadap umpan balik yang tulus, bersedia

menerima

d. perspektif baru mau terus belajar, dan

mengembangkan diri sendiri.

e. Mampu menunjukkan rasa humor dan bersedia

memandang diri sendiri dengan perspektif yang

luas.38

Pemimpin yang mahir dan profesional serta

mempunyai wawasan luas memiliki intuisi yang tajam

dalam menganalisis persoalan dan mengambil keputusan

yang berani dan percaya diri sehingga keputusan yang

diambil dapat menguntungkan seluruh kelompoknya.

38 Toto Tasmara, Op.Cit., hlm. 215

33

IV. Implementasi Nilai Sifat Wajib Rasul sebagai

Karakter Kepemimpinan Islam

Pemimpin adalah orang yang mempunyai kelebihan

dari orang-orang yang lain, seperti orang yang terkuat,

terpandai, paling banyak makan garam dan sebagainya.

Sifat-sifat inilah yang diidentikkan melekat pada diri

seorang pemimpin. Tugas seorang pemimpin, kecuali harus

memenuhi kebutuhan kelompoknya, juga harus dapat

mempengaruhi kelompok sedemikian rupa sehingga apa yang

dirasakan sebagai kebutuhan, benar-benar bersifat

realistis yaitu sesuai dengan kenyataan.

Dalam proses menjalankan kepemimpinan, pemimpin

diharapkan memiliki sifat dan karakteristik yang

dijiwai oleh nilai-nilai yang diajarkan Rasulullah saw.

melalui sifat mulia Rasulullah saw. yang terdapat dalam

sifat wajib Rasul. Artinya, dalam setiap tindakan dalam

rangkaian kepemimpinan yang dijalankan seharusnya

mengedepankan prinsip shiddiq, amanah, tabligh dan fathonah.

1. Proses pengambilan keputusan (Decision making)

Dalam situasi kepemimpinan, seorang pemimpin

tidak akan lepas dari aktivitas pengambilan

keputusan. Keputusan pada dasarnya hasil akhir

dalam mempertimbangkan sesuatu yang akan

dilaksanakan dengan nyata. Keputusan dapat

diartikan juga hasil terbaik dalam memilih satu di

antara dua atau beberapa alternatif yang dihadapi.

34

Pengambilan keputusan terjadi apabila seorang

pemimpin menghadapi beberapa alternatif pemecahan

problem, pengambilan keputusan merupakan wewenang

(hak dan kewajiban) pucuk pimpinan. Namun fungsi

pengambilan keputusan tidak selamanya mudah untuk

kepemimpinan. Karena sulitnya itu maka tidak

jarang terjadi, bahwa seorang pemimpin yang kurang

pandai terpaksa menunda-nunda keputusan yang

diambil sehingga masalahnya menjadi terkatung-

katung.

Sering terjadi pula seorang diangkat menjadi

pemimpin karena keberanian dan kepandaiannya dalam

mengambil keputusan. Namun tidak dapat dipungkiri

bahwa pimpinan memiliki keterbatasan, sehingga

tidaklah semua keputusan dapat diselesaikan

olehnya sendiri. Oleh karena itu dalam memandang

hal ini sebaiknya pemimpin mengikut sertakan

anggotanya turut dalam mengambil keputusan-

keputusan, yang akhirnya akan dapat memperingan

tanggung jawab pimpinan, terutama jika

keikutsertaannya itu diwujudkan melalui pelimpahan

wewenang tanggung jawab secara jelas dan konkret.

Di lingkungan umat Islam pelimpahan wewenang

sangat besar manfaatnya. Seorang pemimpin

seharusnya memberi kesempatan pada anggota untuk

membantu atau meringankan beban tugas dan

35

kewajiban melalui pelimpahan wewenang. Hal ini

mengisyaratkan bahwa pemimpin bukanlah manusia

sempurna dan mengetahui segala sesuatu. Di samping

itu pemimpin bukanlah manusia yang serba bisa

dalam melaksanakan semua volume dan beban kerja

organisasinya. Oleh karena itu wewenang dan

tanggung jawab perlu dilimpahkan, agar tidak satu

pun terbengkalai, dikerjakan secara keliru dan

tidak berkualitas, karena pimpinan yang menangani

bukanlah manusia sempurna.

Dalam mengambil suatu keputusan seorang

pemimpin tidaklah berdasarkan pada pertimbangannya

sendiri, namun perlu memperhatikan pendapat,

inisiatif dan saran dari anggota dalam bentuk

musyawarah, sehingga pemimpin akan dapat

mempertimbangkan berbagai pendapat yang masuk

dengan baik dan pada akhirnya terwujudlah sebuah

keputusan yang baik dan tidak merugikan pihak

lain. Sebab, agama Islam sangat menganjurkan pada

setiap pemimpin untuk senantiasa bermusyawarah

dalam pengambilan keputusan. Cara-cara seperti

inilah yang sering dilakukan oleh Nabi Muhammad

saw. dalam segala hal. Sebagai contoh pada waktu

pengambilan keputusan saat perang akan dimulai,

beliau beserta sahabat bermusyawarah dahulu untuk

mengambil tindakan yang tepat. Hal inilah yang

36

seharusnya perlu dilakukan oleh setiap pemimpin

dalam mengambil keputusan yang terkait dengan

organisasi yang dipimpinnya itu, sehingga dapat

memperoleh keputusan yang bermanfaat dan tidak

merugikan anggota kelompoknya.

Seorang pemimpin yang baik tidak boleh

menganggap dirinya serba bisa, serba tahu atau

tidak pernah berbuat kesalahan. Sikap ini

merupakan, penampilan seorang pemimpin yang

takabur, egois sebab pada dasarnya manusia tidak

luput dari sikap lalai dan lupa dan penuh

kekurangan. Oleh karena itu, sekalipun seseorang

menganggap bahwa pikirannya benar, keputusannya

tepat, dia haruslah bersedia dikritik akan

kebenarannya, keputusan yang telah diambilnya.

Satu-satunya jalan yaitu musyawarah dengan

mendegar pendapat dari anggota.

2. Proses pengendalian

Seperti halnya kegiatan administrasi atau

manajemen, dalam kegiatan kepemimpinan juga

membutuhkan adanya pengendalian betapapun

sederhananya organisasi tersebut. Langkah yang

pertama-tama dilakukan adalah menyusun perencanaan

yang dituangkan dalam program kerja. Dan untuk

melaksanakan program kerja perlu melakukan

kegiatan pengorganisasian dengan menetapkan

37

pembidangan kegiatan menjadi unit-unit,

menempatkan para personil yang memimpin setiap

unit.

Kegiatan administrasi yang dilakukan ini,

selanjutnya akan berfungsi sebagai kegiatan

pengendalian. Kegiatan itu bermaksud untuk

mendapatkan respon yang bermakna atau sesuai yang

diinginkan pemimpin dari semua anggota kelompok

organisasi. Kegiatan pengendalian organisasi

sangat tergantung pada kemampuan membina dan

mengelola orang-orang yang dipimpin. Agar menjadi

suatu regu atau tim yang handal, tugas seorang

pemimpin yaitu dengan jalan memberi kesempatan

luas pada anggota untuk mengeluarkan pendapat,

inisiatif, saran dan kritik yang membangun,

sehingga kegiatan pengendalian dapat dengan mudah

dilakukan pemimpin, karena setiap anggota akan

merasa memiliki yang pada finalnya menumbuhkan

semangat dalam mewujudkan keberhasilan

kepemimpinan itu sendiri.

Sebagaimana kegiatan yang sering dilakukan

oleh Nabi Muhammad saw. dalam kepemimpinannya,

beliau sering mengadakan musyawarah, pertemuan-

pertemuan dan rapat untuk mencari penyelesaian

dari setiap hal dan masalah yang muncul. Dengan

adanya rapat akan memungkinkan adanya penyatuan

38

perasaan, pikiran dan tindakan anggota organisasi,

agar menjadi satu regu yang kompak dan solid.

Rapat atau pertemuan sebagai kegiatan pengendalian

dalam kepemimpinan bermaksud untuk mencapai

tujuan-tujuan berikut :

a. Mengumpulkan informasi, pemikiran, fakta-fakta,

pendapat dan saran dalam melaksanakan tugas

pokok atau program kerja organisasi

b. Untuk mengevaluasi pelaksanaan program

kerja/tugas pokok organisasi.

c. Untuk memecahkan masalah yang dihadapi

organisasi dan bahkan mungkin masalah anggota

organisasi yang perlu dibantu penyelesaiannya.

d. Untuk menyampaikan informasi, perintah,

petunjuk, bimbingan dan pengarahan pada sebagian

atau semua anggota organisasi.

e. Untuk menghindari jurang komunikasi antarapemimpin dan anggota organisasi.39

Dari sini nampak bahwa adanya rapat/pertemuan

sebagai bentuk pengendalian yang efektif, dapat

diwujudkan melalui pembinaan perasaan bersatu,

kesetiakawanan atau persaudaraan dan pemimpin yang

menghidupkan budaya silaturrahmi di antara pemimpin

dengan anggota, anggota dengan anggota lainnya. Pola-

pola yang demikian itu menjadi landasan bagi Nabi

Muhammad dalam kepemimpinannya. Seorang pemimpin39 Hadari Nawawi, Op. Cit., hlm. 83-86

39

merupakan seorang yang ahli di bidangnya. Mampu

menjalin hubungan manusia yang efektif dan juga

beriman/bertaqwa kepada Allah.

Pemimpin yang demikian itulah yang akan selalu

dibutuhkan dalam setiap kepemimpinan dalam melaksanakan

pengendalian dengan mendasarkan pada nilai-nilai mulia,

seperti sikap seorang pemimpin yang jujur, transparan,

amanah dan memiliki intelegensi yang memadai.

Apabila seorang pemimpin dapat melakukan hal

sedemikian dengan baik, maka kepemimpinan akan berjalan

efektif dan pimpinan akan semakin dihormati dan disukai

anggotanya.

3. Proses Pengawasan

Pengawasan adalah kegiatan yang mengusahakan agar

pekerjaan-pekerjaan yang dilaksanakan berjalan sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan dan atau hasil

yang dikehendaki.40 Kegiatan pengawasan meliputi juga

penelitian, mengawasi berjalan dan dilaksanakannya

rencana, memberikan pandangan berdasarkan standar yang

ditentukan.

Dengan demikian, pengawasan itu adalah keseluruhan

kegiatan mulai dari penelitian serta pengamatan yang

diteliti terhadap berjalannya rencana dengan

menggunakan rencana yang ada serta standar yang

ditentukan, serta memberikan dan mengoreksi

40 Ibid., hlm. 93

40

penyimpangan rencana dan standar, penilaian terhadap

hasil pekerjaan diperbandingkan dengan masukan yang ada

atau keluaran yang dihasilkan.41

Seorang pemimpin yang benar-benar dapat menjaga

amanah atas kepemimpinannya, akan selalu merasa segala

ucapan, perbuatan dan tindakannya selalu mendapatkan

pengawasan dari Allah oleh karena dalam menjalankan

tugas kepemimpinan selalu dimaknai dengan sungguh-

sungguh untuk dipertanggungjawabkan kelak. Hal ini

digambarkan dalam firman Allah yang menegaskan makan

pentingnya pengawasan:

“Dan orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah, Allahmengawasi perbuatan mereka, dan kamu (ya Muhammad) bukanlahorang yang diserahi menghawasi” (Q.S : as-Syura : 6).42

Dalam proses pengawasan membutuhkan pribadi

pemimpin yang amanah, jujur, bertanggungjawab cerdas

dan adil agar dalam proses kepemimpinan dapat berjalan

sebagaimana mestinya. Seperti yang ditegaskan Allah

dalam ayat di atas bahwa segala sesuatu yang dilakukan

oleh hamba-Nya senantiasa mendapat pengawasan dari

Allah. Dan dengan berpegang pada ayat tersebut,

semestinya seorang pemimpin yang bertaqwa akan selalu

terkendali segala ucapan dan tidakannya dalam sebuah

koridor Islam yang benar.

V. Penutup

41 Muchtar Effendi, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan AjaranIslam, (Jakarta : Bhratra Karya Aksara, 1996), hlm. 116

42

41

Kajian yang dilakukan melalui penelitian ini

adalah upaya untuk mencari dan mengetahui makna sifat

wajib Rasul sebagai sebuah model khas bagi Nabi

Muhammad Saw. dan pengaruhnya terhadap kepemimpinan

Nabi Muhammad Saw. dalam memberikan pengajaran kepada

keluarga, sahabat, dan umatnya.

Dengan melakukan berbagai upaya untuk mengetahui

seberapa besar pengaruh dari sifat wajib Rasul terhadap

kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. telah dilacak dan

dicari ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis-hadits yang

membahas atau setidaknya mendukung hal tersebut. Untuk

itu setelah didukung dengan berbagai bukti ayat dan

hadits di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan

yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad merupakan sebuah

pencerminan sikap pemimpin yang menonjolkan sifat mulia

yang melekat dalam pribadi serang Rasul yaitu sifat

wajib bagi Rasul (shiddiq, amanah, tabligh, dan

fathanah).

Selanjutnya penting sekali untuk diperhatikan bagi

seseorang yang terlibat dalam dunia kepemipinanan

terutama bagi seorang pemimpin untuk dapat meneladani

Nabi Muhammad Saw. dalam memimpin, baik melalui

aplikasi dan implementasinya, meskipun kita menyadari

bahwa manusia memiliki keterbatasan (kekurangan dan

kelebihan), tidak seperti halnya seorang Nabi. Namun

42

itu bukanlah sebagai suatu hal yang mustahil bila kita

berusaha.

43


Recommended