Date post: | 31-Jan-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | stainsorong |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN ISLAM
TELAAH SIFAT WAJIB RASUL
I. Latar Belakang
Islam merupakan ajaran yang diberikan kepada
manusia untuk dijadikan dasar pedoman hidup di dunia
yang merupakan nilai-nilai dasar yang diturunkan Allah
SWT untuk seluruh manusia.1 Ajaran ini diturunkan untuk
dilaksanakan di tengah-tengah kehidupan masyarakat agar
umat Islam memiliki kualitas hidup sebagai manusia,
makhluk yang memiliki derajat mulia. Islam merupakan
agama yang terbaik dan mendapatkan tempat di sisi
Allah.
Agama Islam berisi ajaran yang menyangkut seluruh
aspek kehidupan manusia, baik sebagai hamba Allah,
individu, anggota masyarakat maupun sebagai makhluk
dunia. Termasuk di dalamnya masalah kepemimpinan.
Kepemimpinan dalam Islam sebagai masalah penting,
sehingga banyak ayat dan hadits yang berbicara tentang
perlunya suatu kepemimpinan. Di antaranya hadis yang
menyebutkan hal itu adalah:2
Artinya:“Dari Abdullah bin Umar r.a : ia telah berkata saya telahmendengar bahwa Rasulullah saw. bersabda : Setiap kamu adalahpemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya (diminta pertanggung
1 Ali Anwar Yusuf, Wawasan Islam, (Bandung: Pustaka Setia,2002), hlm. 33
2
1
jawaban) terhadap apa yang dipimpinnya”. (HR. Bukhari-Muslim)
Kepemimpinan dalam Islam pada dasarnya aktivitas
menuntun, memotivasi, membimbing, dan mengarahkan agar
manusia beriman kepada Allah SWT., dengan tidak hanya
mengerjakan perbuatan atau bertingkah laku yang
diridhai Allah SWT.3 Kepemimpinan Islam tercermin
sebagaimana ajaran Islam dapat memberi corak dan arah
kepada pemimpin itu, dengan kepemimpinannya dapat
mengubah sikap mental yang selama ini hinggap
menghambat dan mengidap pada sekelompok orang atau
masyarakat.
Menurut Islam, kepemimpinan adalah kewajiban
menantang dan berat. Para pemimpin harus dapat
melindungi kelompoknya, mengawasi kegiatannya dan
memegang tanggung jawab legal bukan hanya atas
tindakannya sendiri, tetapi juga terhadap kegiatan
seluruh anggota kelompoknya ia harus menjamin bahwa
kemanfaatan bagi seluruh anggota kelompok merupakan
cita-cita tertingginya. Untuk mewujudkan sasaran
tersebut, ia harus bekerja sama, dan bukan sewenang-
wenang dan metode-metode yang digunakannya lebih
bersifat manusiawi.
Salah satu tugas pemimpin Islam menasihati
kelompok dan mengarahkannya apabila memang diperlukan
3 Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: GajahMada University Press, 1993), hlm. 27
2
untuk mencapai sasaran-sasaran bersama. Agar efektif,
maka pemimpin harus melatih pribadi-pribadi dan
kelompok-kelompok yang ada di bawah pimpinannya,
sehingga mereka dapat menolong diri sendiri,
masyarakatnya, dan dalam jangka panjang akan melahirkan
manfaat bagi seluruh masyarakat. Kepemimpinan merupakan
faktor penentu bagi efektif dan efisiennya suatu
organisasi. Sehingga, kualitas pemimpin menentukan
keberhasilan lembaga atau organisasinya. Sebab,
pemimpin yang sukses itu mampu mengelola organisasi,
dapat mempengaruhi secara konstruktif orang lain dan
menunjukkan jalan yang benar yang harus dikerjakan
bersama.
Islam sangat cermat dalam menetapkan pemimpin yang
akan menjadi teladan kelompok yaitu menyuburkan dan
membangun kepribadian Muslim. Salah seorang pemimpin
yang memenuhi kualitas seperti itu, bagi seluruh umat
Islam adalah Nabi Muhammad saw. Pengangkatan beliau
sebagai Rasul Allah SWT itu selain untuk memimpin umat
manusia adalah juga untuk seluruh alam. Kepribadian
Nabi Muhammad saw. sebagai manusia yang kepemimpinannya
patut diteladani adalah ketangguhan beliau untuk
menjadi pribadi yang tidak dipengaruhi keadaan
masyarakat di sekitarnya yang masih jahiliyah. Aspek
kepribadian yang sangat menonjol di dalam dirinya
3
seperti kejujuran (shiddiq),4 yang menjadi prinsip dalam
menjalani hidup dan kehidupannya.
Kepribadian yang sempurna yang dimiliki oleh Nabi
Muhammad saw. sebagai Rasul Allah, sebagai kepribadian
yang terpuji dan sempurna, terkenal dengan sebutan
sifat-sifat wajib bagi Rasul Allah, yang meliputi
shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah. Dalam sejarah
tercatat bahwa sosok Nabi Muhammad saw. Berperan tidak
hanya sebagai pemimpin dalam satu hal saja, melainkan
sebagai pemimpin dalam segi kehidupan meliputi politik,
ekonomi, militer, maupun dakwah.
Berdasarkan uraian di atas, terdapat permasalahan
yang menarik untuk dikaji dalam makalah ini, yakni
bagaimana karakter kepemimpinan dalam Islam menurut
sifat wajib rasul? Untuk menjawab permasalahan
tersebut, tulisan ini akan memfokuskan pada tiga
permasalahan. Pertama, bagaimana sifat wajib rasul
sebagai karakter kepemimpinan Islam? Kedua, apa urgensi
nilai-nilai sifat wajib rasul dalam membentuk karakter
kepemimpinan Islam? Ketiga, bagaimana implementasi nilai
sifat wajib rasul menjadi karakter kepemimpinan Islam?.
II.Sifat Wajib Rasul sebagai Karakter Kepemimpinan Islam
Dalam Islam, suri teladan yang paling sempurna
terdapat pada diri Nabi Muhammad saw., seorang yang
4 Hadari Nawawi, op.cit., hlm. 273.
4
mempunyai sifat-sifat yang selalu terjaga dan dijaga
oleh Allah. Sifat-sifat yang ada pada diri Nabi
Muhammad saw. juga terdapat pada diri Rasul-rasul lain
sebagai penyeru umat. Sifat yang dimaksud dikenal
dengan sebutan sifat wajib Rasul.
Sifat wajib Rasul merupakan pencerminan karakter
Nabi Muhammad saw. dalam menjalankan tugasnya sebagai
pemimpin umat. Secara rinci sifat-sifat tersebut,
yaitu:
1. Shiddiq (benar)
Nabi Muhammad saw mempunyai banyak sifat yang
membuatnya disukai oleh setiap orang yang berhubungan
dengannya dan yang membuatnya menjadi pujaan para
pengikutnya. Sewaktu mudanya, semua orang Quraisy
menamakannya “shiddiq dan amin”.5 Beliau sangat dihargai
dan dihormati oleh semua orang termasuk para pemimpin
Makkah. Nabi memiliki kepribadian dan kekuatan bicara
yang demikian memikat dan menonjol sehingga siapa pun
yang pergi kepadanya pasti akan kembali dengan
keyakinan dan ketulusan dan kejujuran pesannya. Hal ini
dikarenakan, Nabi Muhammad saw. hanya mengikuti apa
yang diwahyukan pada beliau. Dalam kepemimpinan berarti
semua keputusan, perintah dan larangan beliau, agar
orang lain berbuat atau meninggalkannya pasti benar
5 Fazalur Rahman, Nabi Muhammad saw. sebagai Seorang PemimpinMiliter, Diterj. Annas Siddik, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 68
5
karena Nabi bermaksud mewujudkan kebenaran dari Allah
SWT.
Keutamaan dan kemuliaan sifat benar itu diperkuat
dan dijelaskan dalam firman Allah:
“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yangbersekutu itu, mereka berkata, “inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Yang demikian itutidaklah menambah kepada mereka, kecuali iman dan kedudukan”.(Q.S. al-Ahzab : 22)6
Begitu juga Allah menjanjikan pahala bagi orang-
orang yang benar dan mengancam orang yang berdusta
dengan siksaan. Seperti yang telah difirmankan dalam
ayat-ayat berikut :
“Agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentangkebenaran mereka dan Dia menyediakan bagi orang-orang kafir siksayang pedih.” (Q.S. Al-Ahzab : 8)7
“Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itukarena kebenarannya, dan menyiksa orang-orang munafik jikadikehendaki-Nya atau menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allahadalah maha pengampun lagi maha penyayang.” (Q.S. Al-Ahzab :24)8
Dari beberapa ayat di atas, menggambarkan pada
kita bahwa Allah sangat menganjurkan untuk berbuat
benar baik perkataan maupun perbuatan sebagaimana
halnya Nabi Muhammad saw. yang mendapat julukan sebagai
manusia yang selalu benar perkataan, ucapannya yang
merupakan ciri sifat shiddiq dari para Rasul Allah SWT.
6 7 8
6
Peranannya sebagai seorang Rasul dan pemimpin
telah diberikan oleh Allah sebuah kitab sebagai penguat
misinya itu. Nabi Muhammad saw teladan umat telah
ditonjolkan oleh Allah sebagai manusia pilihan, oleh
karena itu sunnahnya, cara hidupnya menjadi satu-
satunya perilaku yang sah bagi kaum muslim. Seperti
dikatakan oleh Nabi: “siapa yang mengikutiku, termasuk
dalam golonganku, dan barang siapa yang tidak
mengikutiku tidak termasuk dalam golonganku”. Sebab
Nabi Muhammad saw. adalah benar-benar sebagaimana
dikatakan dalam al-Quran, seorang uswatun hasanah
(teladan yang baik).
2. Amanah (dapat dipercaya)
Karakter yang seharusnya dimiliki oleh seorang
pemimpin sebagaimana karakter yang dimiliki Rasul yaitu
sifat dapat dipercaya. Beliau jauh sebelum menjadi
Rasul pun sudah diberi gelar al-Amin (yang dapat
dipercaya). Sifat amanah inilah yang dapat mengangkat
posisi Nabi di atas pemimpin umat atau Nabi-Nabi
terdahulu. Pemimpin yang amanah yakni pemimpin yang
benar-benar bertanggung jawab pada amanah, tugas dan
kepercayaan yang diberikan Allah SWT. Yang dimaksud
amanah dalam hal ini adalah apapun yang dipercayakan
kepada Rasulullah saw. meliputi segala aspek kehidupan,
baik politik, ekonomi, maupun agama,.
7
Firman Allah yang berbicara tentang amanah yang
diemban oleh setiap manusia terdapat dalam surat al-
Ahzab 72, bunyinya:
“Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit,bumi, dan gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itudan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikullah amanat ituoleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh”.(QS. Al- Ahzab: 72).9
Berdasarkan ayat di atas menyatakan bahwa setiap
manusia mempunyai amanah yang harus
dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. walau sekecil
apapun amanat itu. Sifat amanah yang ada pada diri Nabi
Muhammad saw. memberi bukti bahwa beliau adalah orang
yang dapat dipercaya, karena mampu memelihara
kepercayaan dengan merahasiakan sesuatu yang harus
dirahasiakan dan sebaliknya selalu mampu menyampaikan
sesuatu yang seharusnya disampaikan. Sesuatu yang harus
disampaikan bukan saja tidak ditahan-tahan, tetapi juga
tidak akan diubah, ditambah atau dikurangi. Demikianlah
kenyataannya bahwa setiap firman selalu disampaikan
Nabi sebagaimana difirmankan kepada beliau. Dalam
peperangan beliau tidak pernah mengurangi harta
rampasan untuk kepentingan sendiri, tidak pernah
menyebarkan aib seseorang yang datang meminta nasihat
dan petunjuknya dalam menyelesaikannya dan lain-lain.10
Sifat amanah ini berarti juga jujur dalam menunaikan
9 10 Hadari Nawawi, op.cit, hlm. 274
8
tugas-tugas kerasulan, dengan tidak menutup-nutupi
wahyu yang diturunkan, Artinya Nabi tidak sekedar
menyampaikan yang menguntungkan dan tidak menyampaikan
yang merugikan diri beliau sendiri.11
Sifat amanah yang ada pada diri Nabi Muhammad saw.
begitu kuatnya, hingga apapun yang dilakukannya
hanyalah semata-mata berasal dari perintah Allah untuk
umatnya. Kemiskinan yang beliau alami adalah sebagai
bukti bahwa beliau benar-benar hanya memikirkan
tugasnya untuk memimpin umatnya. Beliau tidak pernah
takut kemiskinan, karena semenjak menjadi Rasul
keseluruhan hidupnya hanya untuk menyebarkan syiar
Islam yang telah menjadi amanahnya.
Nabi Muhammad saw sang penyampai ajaran-ajaran al-
Quran merupakan amanah bagi umatnya. Dari peristiwa ini
dapat digarisbawahi bahwa Muhammad adalah seorang
pemimpin yang bertugas membimbing dan mengarahkan
manusia ke jalan yang benar.
3. Tabligh (menyampaikan)
Panggilan menjadi seorang Rasul bagi Muhammad
ketika berusia 40 tahun adalah bukti bahwa beliau
seorang penyampai risalah Tuhan. Kunjungan Malaikat
Jibril yang memerintahkan beliau membaca wahyu dari
Allah, ternyata juga merupakan pemberitahuan
pengangkatan beliau menjadi seorang Rasul Allah.12 Tidak11 Ibid.,12 Hadari Nawawi, Op.Cit, hlm. 257
9
ada surat keputusan atau simbol lain yang dapat beliau
tunjukkan, sebagai bukti kerasulannya. Wahyu pertama
yang turun pada tanggal 17 Ramadhan, yakni surat al-
Alaq 1-5 adalah sebagai buktinya. Sejak itulah beliau
menjadi utusan Allah, dengan tugas menyeru, mengajak
dan memperingatkan manusia agar hanya menyembah kepada
Allah SWT. Tugas itu bermakna pula beliau harus
memimpin manusia ke jalan yang lurus dan berhenti dari
kesewenang-wenangan dengan mendustakan Allah SWT.13
Berkaitan dengan kerasulan dan tugas pokok beliau,
dijelaskan dalam firman Allah surat Al-A’raf ayat 158:
“Katakanlah: hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allahkepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit danbumi; tidak ada Tuhan selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan,maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummiyang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”. (QS. Al-A’raf: 158).14
Satu istilah yang disandang Nabi Muhammad
pemberian Allah yaitu mundhir (pemberi peringatan).
(surat Al-Naaziat: 45) diutusnya Nabi Muhammad saw.
sebagai orang yang memberi peringatan yakni untuk
membimbing umat, memperbaiki dan mempersiapkan manusia
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.15 Predikat
mundhir yang disandang menuntut beliau untuk dapat
memimpin umatnya serta bertugas untuk menyampaikan13 Ibid., hlm. 25814 15 Muhammad Rasjid Ridho, Wahyu Illahi kepada Nabi Muhammad,
(Bandung: Pustaka Jaya, 1983), hlm. 337
10
(tabligh) risalah kepada manusia. Tiap-tiap orang yang
beriman wajib meyakinkan bahwa Allah telah mengutus
beberapa Rasul dari golongan manusia sendiri untuk
menyampaikan pelajaran kepada umatnya dan apa saja yang
diperintahkan kepadanya untuk menyampaikannya serta
menjelaskan hukum-hukum yang berkenaan dengan
perbuatan-perbuatan yang mulia dan sifat-sifat yang
dituntut bagi mereka untuk mengerjakan.
Uraian di atas semakin jelas bahwa Muhammad diutus
dan diangkat menjadi pemimpin manusia oleh Allah SWT.
Melebihi pemimpin-pemimpin yang telah ada seperti
halnya Nabi-Nabi yang terdahulu. Tugas menyampaikan
wahyu adalah karakteristik beliau yang memiliki sifat
tabligh (menyampaikan). Sunnah Rasulullah saw. bukanlah
sesuatu yang dikarang-karang atau diadakan, tetapi
murni sebagai pancaran isi kandungan al-Quran yang
merupakan kepribadian beliau.16 Oleh karenanya sunnah
Rasulullah yang akhirnya terhimpun menjadi hadits,
dijadikan sandaran umat Islam yang kedua setelah al-
Quran. Begitulah sifat tabligh Nabi Muhammad saw. yang
berarti menyampaikan semua yang berasal dari Allah
dalam wujud al-Quran dan yang berasal dari dirinya
sendiri yang disebut hadits dalam menetapkan atau
memecahkan setiap persoalan yang dihadapi.
4. Fathonah (cerdas)
16 Ibid., hlm. 275
11
Nabi Muhammad yang mendapat karunia dari Allah
dengan memiliki kecakapan luar biasa (genius abqariyah)
dan kepemimpinan yang agung (genius leadership–qiyadah
abqariyah)17 sebagai pahala berganda sepanjang masa,
dituduh oleh kaum musyrikin dan musuh-musuh lainnya
dengan tuduhan keji, yaitu beliau dikatakan gila.
Kesuksesan Muhammad sebagai seorang pemimpin umat
memang telah dibekali kecerdasan oleh Allah SWT.
Kecerdasan itu tidak saja diperlukan untuk memahami dan
menjelaskan wahyu Allah SWT. kecerdasan dibekalkan juga
karena beliau mendapat kepercayaan Allah SWT. untuk
memimpin umat, karena agama Islam diturunkan untuk
seluruh manusia dan sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Oleh karena itu diperlukan pemimpin yang cerdas yang
akan mampu memberi petunjuk, nasihat, bimbingan,
pendapat dan pandangan bagi umatnya, dalam memahami
firman-firman Allah SWT.18
Sesuai dengan kesaksian sejarah, bukti-bukti al-
Quran dan berbagai petunjuk yang diambil dari sejarah
Islam beliau ialah seorang ummi tidak dapat baca dan
tulis, maka dapat dikatakan bahwa pikiran Rasulullah
saw. sama sekali tidak pernah tersentuh oleh ajaran
manusia. Beliau hanya diajar pada sekolah illahi dan
menerima pengetahuan dari Allah sendiri. Beliau
17 A. Hasjmy, Nabi Muhammad Sebagai Panglima Perang, (Jakarta:Mutiara, 1978), hlm. 81
18 Nourouzzaman Shiddiqi, op.cit, hlm. 275
12
merupakan bunga yang dipupuk tukang kebun para kenabian
sendiri.19 Oleh karenanya kecerdasan beliau di luar
batas manusia biasa bahkan melebihi nabi-nabi yang
lain. Kecerdasan beliau merupakan suatu hikmah yang
dianugerahkan Allah kepada beliau dengan sifat kearifan
yang selalu ditampakkan. Hal ini sesuai firman Allah
surat al-Baqarah ayat 269:
“Allah menganugerahkan al-hikmah (kepemahaman yang dalamtentang al- Qur'an dan as-Sunnah) kepada siapa yang dikehendakinya.Barang siapa yang dianugerahi al-hikmah itu ia benar telah dianugerahikarunia yang banyak. Hanya orang-orang yang berakallah (ulul albab)yang dapat mengambil pelajaran dari firman Allah.” (Q.S. Al-Baqarah :269)20
Dalam upaya memimpin suatu kaum tentunya
diperlukan seorang pemimpin yang cerdas yang dapat
memberi kepahaman kepada muridnya ketika menyampaikan
hal-hal yang akan disampaikan. Oleh karena itu Allah
telah menjadikan Nabi Muhammad saw. seorang yang ummi
dengan bahasa yang fasih dan dapat diterima oleh
masyarakat menjadi bukti bahwa kecerdasan yang
diwujudkan dalam gaya memimpin Nabi yang tidak akan
pernah dimilik oleh manusia biasa seperti kita.
Di samping itu dengan kecerdasan yang dikaruniakan
Allah kepada beliau semua yang dihadapi, misalnya dari
sahabat yang mempunyai permasalahan dapat dihadapi
dengan wahyu (petunjuk) Allah sebagai pemecahannya.19 Murtadha Muthahhari, Akhlak Suci Nabi yang Ummi, (Bandung:
Mizan, cet. I, 1995), hlm. 6720
13
Dalam keadaan tidak turun wahyu, beliau mencari
pemecahannya dengan jalan bijaksana yang pasti tidak
akan menyimpang atau bertentangan dengan ajaran Islam
sebagai ajaran yang haq.
III. Urgensitas Nilai-nilai Sifat Wajib Rasul sebagai
Karakter Kepemimpinan Islam
Islam diturunkan sebagai ajaran yang sempurna dari
sumbernya Allah SWT. yang maha sempurna dan akan
dipelihara kesempurnaannya hingga akhir zaman. Ajaran
ini harus dijadikan pedoman hidup bagi setiap manusia
yang menginginkan kemuliaan tidak sekedar di mata
manusia tetapi di sisi Allah SWT. Manusia merupakan
makhluk sosial yang hidup bermasyarakat tidak dapat
dihindari pasti membutuhkan orang lain dalam menjalani
hidup ini. Mustahil ada manusia yang dapat hidup
sendiri tanpa bantuan dari orang lain, untuk itu mereka
membentuk satu kelompok sambil mengaktualisasikan
dirinya untuk menemukan jati dirinya. Setiap orang
sebagai individu memerlukan bantuan orang lain, bukan
menjadi sama dengan orang lain, tetapi justru untuk
menjadi berbeda satu dengan yang lainnya.
Setiap orang bilamana dibandingkan dengan orang
lain akan terlihat kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Setiap orang mempunyai keinginan, kehendak,
pikiran, pendapat, kebutuhan, sifat tingkah laku dan
14
lain-lain yang berbeda-beda. Namun di antara yang
berbeda itu terdapat juga yang sama atau memiliki
kesamaan sehingga menjadi motivasi untuk mewujudkan
kelompok atau organisasi yang memungkinkan orang untuk
tergabung di dalamnya meningkatkan efektivitas,
memanfaatkan kesamaan itu untuk mencapai tujuan
bersama.
Dalam kondisi seperti itu, perbedaan di antara
sekelompok orang yang memiliki kesamaan, akan
memunculkan orang yang menjadi pemimpin di antara
sejumlah orang yang lebih banyak, sebagai pihak yang
memerlukan pimpinan. Misalnya kesamaan agama, ideologi,
pekerjaan, suku, profesi, minat, hobi dan lain-lain
memberikan motivasi sejumlah orang untuk membentuk
kelompok atau organisasi. Di antara orang-orang itu
terdapat seseorang atau beberapa orang yang tampil
menjadi pemimpin atau pemimpin-pemimpin, karena
memiliki kelebihan-kelebihan terutama berupa berupa
kemampuan mewujudkan kepemimpinan.
Muhammad al-Buraey mengutip pendapat Hersey dan
Blanchaer yang memandang bahwa kepemimpinan sebagai
“pengaruh antar pribadi yang dilaksanakan dalam satu
situasi dan diarahkan melalui komunikasi, menuju
pencapaian tujuan atau tujuan tertentu”.21 Jadi dalam
hal ini nampak bahwa adanya hubungan antara pemimpin21 A. Muhammad al-Buraey, Islam Landasan Alternatif Adminditratif
Pembangunan, (Jakarta : Rajawali, 1986), hlm. 375
15
dan yang dipimpin karena dalam komunikasi pasti
melibatkan dua unsur, dalam hal ini pemimpin dan yang
dipimpin (bawahan) keduanya saling menunjang dan
bergantung yang terikat atau yang mengikatkan diri
dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan bersama
yang telah ditetapkan. Tugas dan tanggung jawab
pemimpin ialah mengarahkan, menuntun, memberi motivasi
dan mendorong orang yang dipimpin untuk berbuat guna
mencapai tujuan, sedangkan tugas dan tanggung jawab
yang dipimpin yakni mengambil bagian aktif dalam
mensukseskan pekerjaan yang mengantarnya kepada
tercapainya tujuan, di mana di dalamnya memerlukan
adanya kesatuan komando (unity of command) dalam setiap
organisasi.
Tanpa adanya komando yang didasarkan atas waktu
perencanaannya dan kebijaksanaan yang jelas, maka
jangan diharapkan tujuan akan dapat dicapai dengan
baik. Bahkan bisa terjadi kesemrawutan dan anarki dalam
pekerjaan yang membuat arah tindakan menjauhi tujuan.
Pada titik inilah kewajiban untuk menaati kebijakan
pemimpin dalam peraturan yang telah ditetapkan tidak
bisa ditawar-tawar dan menjadi sebuah kewajiban bawahan
untuk menaati pemimpin itu.
Sebagaimana Allah SWT telah berfirman dalam surat
an-Nisa ayat 59:
16
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan rasulnya dan orang-orang yang berkuasa di antara kamu, maka sekiranya diantara kamuberbantahan dalam suatu perkara, hendaklah kamu kembalikan kepadaAllah dan Rasul- Nya” (Q.S an-Nisa :59)22
Ayat ini dengan jelas memerintahkan kepada kita
semua untuk taat dan patuh kepada seorang pemimpin,
baik dalam segala level kehidupan asal akan pemimpin
yang kita ikuti tersebut tidak keluar dari ajaran serta
hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Apabila
terjadi perselisihan diantara mereka hendaklah
dikembalikan kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul- Nya
(as-Sunnah).
Pembahasan tentang kepemimpinan telah merujuk pada
suatu fenomena kemampuan seseorang dalam menggerakkan,
membimbing dan mengarahkan orang lain dalam suatu kerja
sama. Sehingga kenyataan itulah yang akhirnya menjadi
faktor yang mempengaruhi kesuksesan Nabi Muhammad saw
dalam memimpin umatnya itu.
Kepemimpinan dari sudut agama Islam secara
sederhana oleh setiap pemimpin harus dijalankan sebagai
rangkaian kegiatan atau proses menyeru agar orang lain
di lingkungan masing-masing menjadi manusia beriman,
dalam abad modern bukanlah pekerjaan yang mudah. Tugas
dan kewajiban pemimpin memang tidaklah mudah,
membutuhkan berbagai macam unsur yang mendukung
terwujudnya kepemimpinan yang efektif serta mempunyai
22
17
nilai mulia di sisi Allah Swt. Untuk memenuhi hal itu
dibutuhkan seorang pemimpin yang menjunjung pada nilai-
nilai kebenaran, dan seorang pemimpin yang penuh
tanggung jawab, mempunyai loyalitas tinggi, dan dapat
menjaga amanah dengan baik.
Karakteristik kepemimpinan seperti yang diidealkan
tersebut, hanya dapat ditemukan dalam pribadi Nabi
Muhammad saw, sebab kepemimpinan beliau berjalan di
atas landasan spiritual yang paling tinggi dengan Allah
langsung sebagai pembimbingnya. Di sini berarti pula
bahwa ketaatan kepada Rasulullah merupakan ketaatan
kepada Allah. Mengingat tujuan dari kepemimpinan beliau
adalah mengajak beriman kepada Allah. Untuk itu, segala
perbuatan dan perkataan beliau, dalam memimpin haruslah
ditaati. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah sebagai
berikut :
“Dan kami tidak mengutus seorang Rasul melainkan untuk ditaatidengan izin Allah” (Q.S : an-Nisa 64).23
“Barang siapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaatiAllah” (Q.S : an-Nisa 80).24
Dari kedua ayat di atas, Allah dengan serius
menekankan kita untuk taat kepada perintah Rasulullah.
Dan nilai yang dianjurkan Rasulullah dalam memimpin
selayaknya dapat dijadikan contoh dan teladan bagi
pemimpin yang bertanggung jawab terhadap kepemimpinan
yang dijalankan. Terlebih lagi menjadi keharusan bagi
23 24
18
seorang pemimpin yang mempunyai peran sebagai pemimpin
bagi anak-anak didiknya untuk memiliki karakteristik
yang mencerminkan seorang pendidik yang baik layaknya
sifat yang dicontohkan oleh Rasulullah.
Kepemimpinan dalam Islam mempunyai aspek
tersendiri di antara berbagai aspek kehidupan disorot
oleh al-Quran dan al-Hadits. Dalam praktek ibadah
formal yang dimanifestasikan melalui ibadah shalat
berjamaah yang terdiri dari Imam dan makmum sampai
masyarakat terkecil di dalam keluarga, pemimpin dan
kepemimpinan berperan penting.25 Kepemimpinan memegang
kunci yang urgen di bawah seorang pemimpin yang benar-
benar dapat menerapkan kepemimpinan yang sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan masyarakat.
Kriteria dan syarat menjadi seorang pemimpin dalam
proses memimpin orang lain dibutuhkan individu-individu
pemimpin yang memiliki sifat-sifat mulia seperti sifat-
sifat yang melekat pada diri Nabi Muhammad saw.
terangkum menjadi satu-kesatuan sifat wajib meliputi
shiddiq, amanah, tabligh dan fathonah. Sifat-sifat rasul
akan menjadi sebuah prototipe dan prinsip tersendiri
bagi seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya
dengan menerapkan nilai-nilai luhur ini, di antaranya :
1. Prinsip Kejujuran (shiddiq).
25 Ali Anwar, Wawasan Islam , (Bandung : Pustaka Setia, 2002),hlm. 97
19
Kejujuran merupakan faktor utama seseorang dapat
dipercaya orang lain, kejujuran akan melahirkan
kepercayaan dari orang lain, sekali tidak jujur akan
sulit menimbulkan kepercayaan dari bawahan. Dengan
keimanan yang dia miliki, dia akan senantiasa berkata
benar dan meneladani kepemimpinan Allah dan Rasulnya.
Demikian halnya dalam sebuah kepemimpinan tanpa ada
transparansi dari atasan kepada bawahan dapat
menghambat hubungan saling menjauh di antara keduanya.
Ini disebabkan tidak adanya sikap keterbukaan informasi
yang diberikan pemimpin kepada anggotanya, sehingga
seolah-olah ada jarak yang memisahkan, yang akibatnya
menimbulkan sikap apatis dan tidak peduli dari bawahan
pada atasan.
Prinsip kejujuran yang harus dijunjung oleh
pemimpin tidak memiliki tendensi apapun, sebab pemimpin
yang baik hanya mengharap ridha dari Allah, yang ini
berarti pemimpin berusaha untuk jujur di hadapan Allah.
Sedangkan jujur terhadap orang lain, yakni tidak
sebatas berkata dan berbuat benar, namun berusaha
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi orang lain.26
Sikap jujur terhadap anggota berarti sangat
prihatin dan peka melihat penderitaan yang dialami
mereka, sehingga sifat shiddiq merupakan sikap empati
yang sangat kuat dan mempunyai jiwa pelayanan yang26 Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniyah, (Jakarta : Gema Insani
Press, 2001), hlm 195
20
prima. Pelayanan itu dapat diwujudkan melalui sikap
pemimpin yang senantiasa membimbing anggotanya dan
bertindak sebagai konsultan bagi guru-guru yang dapat
membantu memecahkan permasalahan mereka.27 Ia hendaknya
berusaha meningkatkan kemampuan staf untuk bekerja dan
berfikir bersama. Sikap ini akan memberi pengaruh
bawahan menjadi merasa tenang, bahkan akan bertambah
sayang dan percaya pada atasan yang akhirnya berdampak
pada etos kerja dari bawahan karena perilaku dan sikap
atasannya memberi contoh yang baik. Pemimpin yang baik
selalu mengedepankan prinsip kejujuran dengan
menunjukkan kepeduliannya pada orang lain dengan
mengulurkan tangan demi kemajuan bawahannya.28
Sikap dan prinsip shiddiq yang ditampakkan oleh
pemimpin akan melahirkan semangat kerja tinggi dan
loyalitas yang tinggi dari bawahan kepada pemimpin itu
sendiri, karena dalam melaksanakan tugas-tugasnya,
mereka tidak merasa terhambat dengan berbagai
kebohongan yang akan merusak dirinya. Sikap mental yang
terwujud dalam bentuk kejujuran dari seorang pemimpin
merupakan kredibilitas dan integritas pribadi yang
berkumpul dalam satu pribadi pemimpin itu sendiri.
Pemimpin yang profesional memiliki berbagai kualitas
yang terkumpul dalam dirinya, seperti memiliki motivasi27 Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan
Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), hlm. 2628 Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniyah, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), hlm. 196
21
yang tinggi dan kejujuran. Dua komponen inilah yang
menentukan keberhasilan seorang pemimpin. Seorang yang
pintar dan mempunyai motivasi tinggi tetapi tidak jujur
tidak layak disebut profesional, sebaliknya seorang
yang jujur dan terampil tetapi tidak mempunyai etos
kerja yang tinggi juga tidak memenuhi syarat sebagai
seorang yang profesional.
Kejujuran telah melahirkan sifat kepemimpinan yang
berorientasi pada upaya menunjukkan bentuk keteladanan
(uswatun hasanah), sebagaimana kerinduan kita kepada
Rasulullah yang memberikan begitu banyak mutiara untuk
dijadikan suri tauladan. Sebaliknya sikap kebohongan
hanya akan merusak hubungan antara pimpinan dan yang
dipimpin. Larangan berbuat kebohongan dan
ketidakjujuran tertuang dalam hadits Nabi Saw yang
berbunyi :
Dari Abu Hurairah r.a bahwasannya Saw bersabda : tanda-tanda orangyang munafik itu ada tiga. Bila ia berkata (cerita), berdusta, bila iaberjanji tidak menempati janjinya, dan bila dipercayai, ia berkhianat(HR. Muslim).9
Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa orang yang
suka bohong/dusta, mengesampingkan kejujuran merupakan
indikasi bahwa seorang pemimpin tersebut termasuk dalam
golongan munafik, karena tidak transparan terhadap
informasi yang diberikan kepada anggotanya, dengan
demikian jiwa kepemimpinan yang disertai dengan nilai-
nilai kejujuran seharusnya dipupuk dan ditanamkan dalam
22
jiwa seorang pemimpin yang akan menjadi teladan bagi
anggota (bawahannya) dan pada anak didiknya. Lebih
tegas lagi Allah berfirman dalam surat az-Zumar 32-33 :
“Maka siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang membuat dustakepada Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya?Bukankah di neraka jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orangkafir, dan orang-orang yang membawa kebenaran (Muhammad saw) danmembenarkannya. Mereka itulah orang-orang yang bertaqwa” (Q.S.az- Zumar : 32 – 33).29
Dari ayat tersebut, dapat diyakini bahwa indikasi
seorang pemimpin yang jujur akan melahirkan ketaqwaan,
sebagaimana kita temukan yang demikian itu pada diri
Nabi Muhammad saw yang terkenal kejujurannya. Dan dari
ketaqwaan akan melahirkan jiwa pemimpin yang bermoral
dan berakhlak.
2. Prinsip dapat Dipercaya (amanah)
Sikap yang muncul selanjutnya dan sepatutnya
dimiliki pemimpin yaitu amanah. Amanah di sini penulis
artikan sebagai sikap percaya pada diri sendiri dan
mempercayai orang lain. Perwujudan sikap amanah
menunjukkan bahwa pemimpin dapat menampakkan sikap yang
dapat dipercaya (kredibel), menghormati dan dihormati
(honorable). Sikap terhormat dan dapat dipercaya hanya
dapat tumbuh apabila kita meyakini sesuatu yang kita
anggap benar sebagai suatu prinsip kebenaran yang tidak
dapat diganggu gugat. Pemimpin yang dipercaya, mampu
mempercayai orang lain dan memiliki kepercayaan diri,
29
23
oleh karena itu pemimpin demikian itulah yang dapat
disebut sebagai pemimpin yang bertanggung jawab.
Dalam menjalankan kepemimpinan yang efektif,
pemimpin harus menumbuhkan sikap saling percaya antara
atasan dan bawahan, sehingga kedekatan dan kebersamaan
akan selalu dapat dirasakan oleh semua komponen dalam
kepemimpinan itu. Semua hal itu dapat terwujud apabila
pemimpin memperoleh kepercayaan dan dipercaya oleh
bawahan. Dengan demikian seorang pemimpin memperoleh
kesempatan untuk menghayati perasaan, pikiran,
aspirasi, dan keluhan-keluhan yang berkembang di antara
anggota organisasinya. Dan pemimpin yang dapat
dipercaya justru selalu menaruh rasa percaya pada
bawahannya bukan malah mengekangnya sehingga muncullah
kepemimpinan otoriter, pemimpin yang tidak menaruh
percaya pada bawahannya dan memandang bawahannya
sebagai orang-orang yang malas dan tidak dapat
dipercayai, cenderung lebih bersikap menekan, memaksa
dan melakukan kontrol yang ketat. Sebaliknya jika
pemimpin menaruh kepercayaan pada bawahannya dan
memandang para bawahan sebagai orang yang suka bekerja,
dan melihat pekerjaan sebagai sumber kepuasan dan yang
bersedia untuk tidak saja menerima tapi mencari
tanggung jawab, pemimpin cenderung lebih bersikap
demokratis dan memberi kebebasan pada bawahan.30
30 Oeteng Sutisna, Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis Untuk PraktekProfesional, (Bandung: Angkasa, 1986), hlm. 272
24
Setiap amanah akan menuntut pertanggung jawaban,
sebab amanah sekecil apapun harus dipertanggungjawabkan
oleh yang memegang amanah itu. Hal ini senada dengan
firman Allah surat An-Nisa: 58 :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menunaikan amanahkepada yang berhak”. (Q.S. an-Nisa : 58).
Maksud amanat dari ayat ini, adalah semua amanat,
sebab amanat itu terdapat di dalam segala sesuatu,
yaitu wudhu, shalat, zakat, takaran, puasa, timbangan
dan titipan.31 Perlu diketahui bahwa sesungguhnya dalam
setiap anggota badan manusia terhadap amanat. Amanat
mata ialah tidak menggunakannya untuk memandang yang
haram, amanat lidah ialah tidak mempergunakan untuk
berbohong, mengumpat, dan sejenisnya. Semua itu adalah
amanat dari Allah SWT.
Amanat yang berhubungan dengan tugas seorang
pemimpin khususnya bagi para pendidik adalah mengajak,
membimbing anak didik untuk mewujudkan tujuan
organisasi dengan cara memberikan praktek yang baik dan
bermanfaat. Atas dasar itulah menjadi tuntutan bagi
pemimpin untuk menunaikan tugas dan tanggung jawabnya
sesuai dengan posisi yang dipegangnya yakni sebagai
leader dan manajer.
3. Prinsip Komunikatif (tabligh)
31 Ahmad Muhammad al-Hufiy, Keteladanan Akhlak Nabi Muhammad saw,(Bandung :Pustaka Setia, 2000), hlm. 321.
25
Hubungan antara komunikasi dengan kepemimpinan
sangat erat sekali, bahkan dapat dikatakan bahwa tiada
kepemimpinan tanpa komunikasi. Komunikasi berperan
sangat menentukan dalam berhasil tidaknya suatu
kepemimpinan. Seorang pemimpin dikatakan sukses,
apabila di antaranya telah berhasil membangun
komunikasi yang efektif antara dirinya dengan bawahan.
Secara umum kepemimpinan pada dasarnya merupakan
proses mempengaruhi dan mengajak orang lain menuju
tujuan yang diinginkan. Dan dalam proses mempengaruhi
orang lain sendiri sebenarnya merupakan proses
komunikasi, sehingga tidak berlebihan bila dikatakan
leadership is communication.32 Dalam sebuah kepemimpinan
terdapat pemimpin (leader) dan yang dipimpin (follower), yang
di antaranya saling membutuhkan antara satu dengan yang
lain. Untuk itu di sinilah peran pentingnya komunikasi
khususnya dalam menggalang mutual understanding sebagai
dasar pokok untuk menumbuhkan sense of belonging dari
kelompoknya.
Fitrah manusia sejak kelahirannya yakni kebutuhan
dirinya kepada orang lain. Kita tidak mungkin dapat
berkembang dan survive kecuali ada kehadiran orang
lain. Dengan mengutip pendapat filosof Barat bahwa
“Cogito Ersgo Sum” aku ada karena aku berfikir, kita
dapat mengatakan “Aku ada karena aku memberikan makna32 Toto Tasmara , Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 1997), hlm. 81
26
bagi orang lain”. Ungkapan ini senada dengan yang
disabdakan oleh Nabi saw bahwa “engkau belum disebut
orang yang berimana kecuali engkau mencintai orang lain
sebagaimana enkau mencitai dirimu sendiri”.
Dari kedua ucapan filosof Barat dan sabda Rasul
tersebut memberikan makna bahwa kita tidak mungkin
berkembang dan mempunyai kualitas unggul kecuali dalam
kebersamaan. Itulah sebabnya, seorang muslim tidak
mungkin bersikap selfsh, egois, dan annaniyah hanya
mementingkan diri sendiri. Ini berarti bahwa antara
manusia satu dengan manusia yang lain saling
membutuhkan. Di sinilah salah satu peranan dari sikap
tabligh yang merupakan salah satu sifat akhlakul
karimah dari Rasulullah yaitu menyampaikan kebenaran
melalui suri tauladan dan perasaan cinta yang mendalam.
Untuk itulah nilai dan prinsip tabligh telah
memberikan muatan yang mencakup aspek kemampuan
berkomunikasi (communication skill), kepemimpinan
(leadarship), pengembangan dan peningkatan kualitas
sumber daya insani (human resource development), dan
kemampuan diri untuk mengelola sesuatu (managerial skill).
Dari keempat kemampuan tersebut, harus terkumpul dalam
diri seorang pemimpin untuk menentukan keefektifan
kepemimpinannya itu.
Oleh karena itu tampak bahwa komunikasi dalam
mewujudkan kepemimpinan mutlak diperlukan. Seorang
27
pemimpin yang komunikatif akan selalu berusaha
mengembangkan keterampilan untuk berkomunikasi dengan
anggotanya baik ketika mengeluarkan maupun menerima
komunikasi. Ini berarti mampu dan cakap dalam
mereproduksi pikiran-pikiran seseorang dengan perekaman
yang jitu melalui cara-cara lisan atau tulisan gambar,
gambar grafik-grafik, lukisan gerakan-gerakan badan,
ekspresi roman muka aksi dan lainnya.33 Ketika cara-cara
ini telah dapat diterapkan dengan baik, maka akan
tercipta iklim kepemimpinan yang menyenangkan dalam
organisasi sekolah tersebut. Suksesnya pelaksanaan
tugas pemimpin itu sebagian besar ditentukan oleh
kemahirannya menjalin komunikasi yang tepat dengan
semua pihak, secara horizontal maupun vertikal ke atas
dan ke bawah.34 Dengan berkomunikasi, berarti seorang
ingin menyampaikan gagasan kemudian gagasannya dapat
diterima oleh komunikan sehingga tumbuhlah perubahan
sikap dalam bentuk pengertian, partisipasi, atau
tindakan sebagaimana yang diharapkan oleh
komunikator/pemimpin. Demikian halnya, diharapkan
pemimpin dapat berkomunikasi dan menyampaikan gagasan,
pesan dan sebagainya dengan baik tanpa menimbulkan
banyak persepsi dari bawahan, sehingga kesulitan yang
ada dapat di atasi dengan baik.33 Iwa Sukiswa, Dasar-dasar Umum Manajemen Pendidikan, (Bandung:
Tarsito, 1986), hlm. 9634 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2003), hlm. 117
28
Timbulnya kesalahan persepsi biasanya diiringi
oleh beberapa hal sebagai berikut :
a. Kita menilai seseorang menurut tolak ukur kita
sendiri (subyektifitas) dan tidak terbuka atas
gagasan serta pengaruh dari lawan bicara kita
sehingga terjadi konflik batin yang kemudian
melahirkan penolakan terhadap pesan yang
disampaikan lawan bicara kita.
b. Tidak ingin berusaha membuka diri dan memahami
keadaan orang lain.
c. Tidak menaruh kepercayaan pada lawan bicara
sehingga tidak mampu menerima seluruh pesan yang
disampaikan secara utuh.35
Melalui komunikasi yang efektif dan terbuka akan
memudahkan penjabaran kebijakan pemimpin yang diambil,
sekaligus memberikan fasilitas kelancaran kerja bagi
anggota. Komunikasi menjadi sarana primer untuk
mengubah tingkah laku dengan jalan mempengaruhi
bawahan. Sehingga ada dua bentuk komunikasi yang dapat
dilaksanakan, yaitu komunikasi satu arah (one way
communication) dan komunikasi dua arah (two way
communication). Komunikasi satu arah hanya terjadi di
antara atasan dan bawahan yang bersifat otoriter,
sebagai contoh ketika pimpinan mengeluarkan instruksi,
ma’lumat, dan lain-lain. Komunikasi satu arah ini dapat
35 Toto Tasmara, Op. Cit., hlm. 224
29
menimbulkan ketidakjelasan, salah paham, penafsiran
yang keliru, sentimen dan banyak ketegangan dari
bawahan kepada atasan. Sedangkan komunikasi dua arah
memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengeluarkan
umpan balik, mengeluarkan pendapat, berdiskusi apabila
pesan yang disampaikan kurang dapat dimengerti.
Di samping hal itu ada keuntungan lain dari
komunikasi dua arah yakni tumbuhnya suasana dialogis
dan demokratis dalam kepemimpinan.36 Pemimpin yang mampu
berkomunikasi dengan baik berarti telah mampu
menciptakan kebersamaan anggota yang merupakan suatu
hal yang urgen dalam kepemimpinan. Pemimpin yang
komunikatif selalu dapat menjunjung tinggi harmoni,
tanggung jawab, kekompakan kelompok sehingga setiap
anggota senantiasa saling memperhatikan dan saling
mendorong untuk maju bersama yang mengedepankan nilai-
nilai persaudaraan, dan musyawarah.
Dari sinilah menunjukkan arti pentingnya prinsip
komunikatif dalam membangun kepemimpinan, untuk
diperhatikan oleh pemimpin baik sebagai administrator,
manajer, supervisor, bahkan untuk kepala sekolah.
4. Prinsip Intelegensi (Fathanah)
Pentingnya sebuah kecerdasan bagi pemimpin mutlak
diperlukan agar tujuan kepemimpinan agar tercapai.
Seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki kemampuan
36 Kartini Kartono, Op. Cit., hlm. 122 – 123
30
kepemimpinan. Di samping itu pemimpin harus mengetahui
juga seluk-beluk bidang yang dikelola organisasinya,
bahkan terdapat juga organisasi yang menuntut pemimpin
memiliki keterampilan atau keahlian yang memadai di
bidang tersebut. Sehingga pemimpin akan mampu
memberikan bimbingan, petunjuk, dan pengarahan pada
anggotanya yang memerlukan. Pada tahap berikutnya
kemampuan di bidangnya itu, akan sangat diperlukan
dalam melakukan kegiatan pengawasan (kontrol) yang
efektif.37
Pemimpin yang cerdas tidak sekedar mampu menguasai
seluk beluk bidangnya saja, namun lebih jauh memiliki
dimensi ruhani yang kuat. Keputusan-keputusannya
menunjukkan warna kemahiran seorang profesional yang
didasarkan pada sikap moral atau akhlak yang luhur.
Seorang yang fathanah itu tidak saja cerdas tetapi juga
memiliki kebijaksanaan atau kearifan dalam berfikir dan
bertindak.
Demikian pula seorang pemimpin haruslah seorang
yang mempunyai kecerdasan lebih dibanding orang lain
tanpa harus mengesampingkan nilai-nilai keluhuran
seperti yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw. Tidak
cukup seorang pemimpin hanya dibekali dengan kecakapan
dan kecerdasan namun memiliki landasan keimanan yang
37 Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: GajahMada University Press, 1993), hlm. 121
31
kuat agar tidak mudah tergelincir pada dosa dan
kesalahan.
Seorang pemimpin harus mampu menganalisa masalah
yang dihadapi organisasinya. Kemampuan itu memungkinkan
seorang pemimpin mengarahkan pemikiran anggotanya dalam
menyusun perencanaan dan menetapkan keputusan yang
tepat dalam mewujudkan beban tugas organisasinya. Di
samping itu pemimpin dituntut memiliki kecerdasan yang
tidak hanya pada kecerdasan intelektual saja, namun
harus mempunyai emosional dan spiritual yang cerdas,
sehingga setiap keputusan yang diambil telah mengalami
proses yang matang dengan mempertimbangkan beberapa
aspek yang terkait. Pemimpin yang memiliki IQ dan EQ
stabil dapat memutuskan kebijakan dengan bijaksana dan
adil, sehingga dapat membantu anggota kelompoknya
mengatasi kesulitan yang timbul, untuk itu pemimpin
akan selalu dibutuhkan kelompoknya bilamana menghadapi
masalah. Membantu di sini bukan diartikan bahwa bawahan
selalu tergantung pada pemimpin, namun pemimpin
memberikan motivasi dan membantu dalam menemukan
alternatif pemecahannya, sehingga bawahan selalu
terbiasa mandiri tidak tergantung pemimpin.
Pemimpin yang cerdas dapat menempatkan dirinya
sebagai fokus perhatian lalu menjadikannya figur
teladan (uswatun hasanah), karena keprofesionalan dan
kepribadiannya mampu menumbuhkan situasi yang
32
menentramkan. Orang dengan kecakapan seperti ini
menurut David Coleman, akan melakukan tindakan-tindakan
berikut ini :
a. Sadar tentang kekuatan-kekuatan dan kelemahannya.
b. Menyempatkan diri untuk merenung dan belajar dari
pengalaman.
c. Terbuka terhadap umpan balik yang tulus, bersedia
menerima
d. perspektif baru mau terus belajar, dan
mengembangkan diri sendiri.
e. Mampu menunjukkan rasa humor dan bersedia
memandang diri sendiri dengan perspektif yang
luas.38
Pemimpin yang mahir dan profesional serta
mempunyai wawasan luas memiliki intuisi yang tajam
dalam menganalisis persoalan dan mengambil keputusan
yang berani dan percaya diri sehingga keputusan yang
diambil dapat menguntungkan seluruh kelompoknya.
38 Toto Tasmara, Op.Cit., hlm. 215
33
IV. Implementasi Nilai Sifat Wajib Rasul sebagai
Karakter Kepemimpinan Islam
Pemimpin adalah orang yang mempunyai kelebihan
dari orang-orang yang lain, seperti orang yang terkuat,
terpandai, paling banyak makan garam dan sebagainya.
Sifat-sifat inilah yang diidentikkan melekat pada diri
seorang pemimpin. Tugas seorang pemimpin, kecuali harus
memenuhi kebutuhan kelompoknya, juga harus dapat
mempengaruhi kelompok sedemikian rupa sehingga apa yang
dirasakan sebagai kebutuhan, benar-benar bersifat
realistis yaitu sesuai dengan kenyataan.
Dalam proses menjalankan kepemimpinan, pemimpin
diharapkan memiliki sifat dan karakteristik yang
dijiwai oleh nilai-nilai yang diajarkan Rasulullah saw.
melalui sifat mulia Rasulullah saw. yang terdapat dalam
sifat wajib Rasul. Artinya, dalam setiap tindakan dalam
rangkaian kepemimpinan yang dijalankan seharusnya
mengedepankan prinsip shiddiq, amanah, tabligh dan fathonah.
1. Proses pengambilan keputusan (Decision making)
Dalam situasi kepemimpinan, seorang pemimpin
tidak akan lepas dari aktivitas pengambilan
keputusan. Keputusan pada dasarnya hasil akhir
dalam mempertimbangkan sesuatu yang akan
dilaksanakan dengan nyata. Keputusan dapat
diartikan juga hasil terbaik dalam memilih satu di
antara dua atau beberapa alternatif yang dihadapi.
34
Pengambilan keputusan terjadi apabila seorang
pemimpin menghadapi beberapa alternatif pemecahan
problem, pengambilan keputusan merupakan wewenang
(hak dan kewajiban) pucuk pimpinan. Namun fungsi
pengambilan keputusan tidak selamanya mudah untuk
kepemimpinan. Karena sulitnya itu maka tidak
jarang terjadi, bahwa seorang pemimpin yang kurang
pandai terpaksa menunda-nunda keputusan yang
diambil sehingga masalahnya menjadi terkatung-
katung.
Sering terjadi pula seorang diangkat menjadi
pemimpin karena keberanian dan kepandaiannya dalam
mengambil keputusan. Namun tidak dapat dipungkiri
bahwa pimpinan memiliki keterbatasan, sehingga
tidaklah semua keputusan dapat diselesaikan
olehnya sendiri. Oleh karena itu dalam memandang
hal ini sebaiknya pemimpin mengikut sertakan
anggotanya turut dalam mengambil keputusan-
keputusan, yang akhirnya akan dapat memperingan
tanggung jawab pimpinan, terutama jika
keikutsertaannya itu diwujudkan melalui pelimpahan
wewenang tanggung jawab secara jelas dan konkret.
Di lingkungan umat Islam pelimpahan wewenang
sangat besar manfaatnya. Seorang pemimpin
seharusnya memberi kesempatan pada anggota untuk
membantu atau meringankan beban tugas dan
35
kewajiban melalui pelimpahan wewenang. Hal ini
mengisyaratkan bahwa pemimpin bukanlah manusia
sempurna dan mengetahui segala sesuatu. Di samping
itu pemimpin bukanlah manusia yang serba bisa
dalam melaksanakan semua volume dan beban kerja
organisasinya. Oleh karena itu wewenang dan
tanggung jawab perlu dilimpahkan, agar tidak satu
pun terbengkalai, dikerjakan secara keliru dan
tidak berkualitas, karena pimpinan yang menangani
bukanlah manusia sempurna.
Dalam mengambil suatu keputusan seorang
pemimpin tidaklah berdasarkan pada pertimbangannya
sendiri, namun perlu memperhatikan pendapat,
inisiatif dan saran dari anggota dalam bentuk
musyawarah, sehingga pemimpin akan dapat
mempertimbangkan berbagai pendapat yang masuk
dengan baik dan pada akhirnya terwujudlah sebuah
keputusan yang baik dan tidak merugikan pihak
lain. Sebab, agama Islam sangat menganjurkan pada
setiap pemimpin untuk senantiasa bermusyawarah
dalam pengambilan keputusan. Cara-cara seperti
inilah yang sering dilakukan oleh Nabi Muhammad
saw. dalam segala hal. Sebagai contoh pada waktu
pengambilan keputusan saat perang akan dimulai,
beliau beserta sahabat bermusyawarah dahulu untuk
mengambil tindakan yang tepat. Hal inilah yang
36
seharusnya perlu dilakukan oleh setiap pemimpin
dalam mengambil keputusan yang terkait dengan
organisasi yang dipimpinnya itu, sehingga dapat
memperoleh keputusan yang bermanfaat dan tidak
merugikan anggota kelompoknya.
Seorang pemimpin yang baik tidak boleh
menganggap dirinya serba bisa, serba tahu atau
tidak pernah berbuat kesalahan. Sikap ini
merupakan, penampilan seorang pemimpin yang
takabur, egois sebab pada dasarnya manusia tidak
luput dari sikap lalai dan lupa dan penuh
kekurangan. Oleh karena itu, sekalipun seseorang
menganggap bahwa pikirannya benar, keputusannya
tepat, dia haruslah bersedia dikritik akan
kebenarannya, keputusan yang telah diambilnya.
Satu-satunya jalan yaitu musyawarah dengan
mendegar pendapat dari anggota.
2. Proses pengendalian
Seperti halnya kegiatan administrasi atau
manajemen, dalam kegiatan kepemimpinan juga
membutuhkan adanya pengendalian betapapun
sederhananya organisasi tersebut. Langkah yang
pertama-tama dilakukan adalah menyusun perencanaan
yang dituangkan dalam program kerja. Dan untuk
melaksanakan program kerja perlu melakukan
kegiatan pengorganisasian dengan menetapkan
37
pembidangan kegiatan menjadi unit-unit,
menempatkan para personil yang memimpin setiap
unit.
Kegiatan administrasi yang dilakukan ini,
selanjutnya akan berfungsi sebagai kegiatan
pengendalian. Kegiatan itu bermaksud untuk
mendapatkan respon yang bermakna atau sesuai yang
diinginkan pemimpin dari semua anggota kelompok
organisasi. Kegiatan pengendalian organisasi
sangat tergantung pada kemampuan membina dan
mengelola orang-orang yang dipimpin. Agar menjadi
suatu regu atau tim yang handal, tugas seorang
pemimpin yaitu dengan jalan memberi kesempatan
luas pada anggota untuk mengeluarkan pendapat,
inisiatif, saran dan kritik yang membangun,
sehingga kegiatan pengendalian dapat dengan mudah
dilakukan pemimpin, karena setiap anggota akan
merasa memiliki yang pada finalnya menumbuhkan
semangat dalam mewujudkan keberhasilan
kepemimpinan itu sendiri.
Sebagaimana kegiatan yang sering dilakukan
oleh Nabi Muhammad saw. dalam kepemimpinannya,
beliau sering mengadakan musyawarah, pertemuan-
pertemuan dan rapat untuk mencari penyelesaian
dari setiap hal dan masalah yang muncul. Dengan
adanya rapat akan memungkinkan adanya penyatuan
38
perasaan, pikiran dan tindakan anggota organisasi,
agar menjadi satu regu yang kompak dan solid.
Rapat atau pertemuan sebagai kegiatan pengendalian
dalam kepemimpinan bermaksud untuk mencapai
tujuan-tujuan berikut :
a. Mengumpulkan informasi, pemikiran, fakta-fakta,
pendapat dan saran dalam melaksanakan tugas
pokok atau program kerja organisasi
b. Untuk mengevaluasi pelaksanaan program
kerja/tugas pokok organisasi.
c. Untuk memecahkan masalah yang dihadapi
organisasi dan bahkan mungkin masalah anggota
organisasi yang perlu dibantu penyelesaiannya.
d. Untuk menyampaikan informasi, perintah,
petunjuk, bimbingan dan pengarahan pada sebagian
atau semua anggota organisasi.
e. Untuk menghindari jurang komunikasi antarapemimpin dan anggota organisasi.39
Dari sini nampak bahwa adanya rapat/pertemuan
sebagai bentuk pengendalian yang efektif, dapat
diwujudkan melalui pembinaan perasaan bersatu,
kesetiakawanan atau persaudaraan dan pemimpin yang
menghidupkan budaya silaturrahmi di antara pemimpin
dengan anggota, anggota dengan anggota lainnya. Pola-
pola yang demikian itu menjadi landasan bagi Nabi
Muhammad dalam kepemimpinannya. Seorang pemimpin39 Hadari Nawawi, Op. Cit., hlm. 83-86
39
merupakan seorang yang ahli di bidangnya. Mampu
menjalin hubungan manusia yang efektif dan juga
beriman/bertaqwa kepada Allah.
Pemimpin yang demikian itulah yang akan selalu
dibutuhkan dalam setiap kepemimpinan dalam melaksanakan
pengendalian dengan mendasarkan pada nilai-nilai mulia,
seperti sikap seorang pemimpin yang jujur, transparan,
amanah dan memiliki intelegensi yang memadai.
Apabila seorang pemimpin dapat melakukan hal
sedemikian dengan baik, maka kepemimpinan akan berjalan
efektif dan pimpinan akan semakin dihormati dan disukai
anggotanya.
3. Proses Pengawasan
Pengawasan adalah kegiatan yang mengusahakan agar
pekerjaan-pekerjaan yang dilaksanakan berjalan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan dan atau hasil
yang dikehendaki.40 Kegiatan pengawasan meliputi juga
penelitian, mengawasi berjalan dan dilaksanakannya
rencana, memberikan pandangan berdasarkan standar yang
ditentukan.
Dengan demikian, pengawasan itu adalah keseluruhan
kegiatan mulai dari penelitian serta pengamatan yang
diteliti terhadap berjalannya rencana dengan
menggunakan rencana yang ada serta standar yang
ditentukan, serta memberikan dan mengoreksi
40 Ibid., hlm. 93
40
penyimpangan rencana dan standar, penilaian terhadap
hasil pekerjaan diperbandingkan dengan masukan yang ada
atau keluaran yang dihasilkan.41
Seorang pemimpin yang benar-benar dapat menjaga
amanah atas kepemimpinannya, akan selalu merasa segala
ucapan, perbuatan dan tindakannya selalu mendapatkan
pengawasan dari Allah oleh karena dalam menjalankan
tugas kepemimpinan selalu dimaknai dengan sungguh-
sungguh untuk dipertanggungjawabkan kelak. Hal ini
digambarkan dalam firman Allah yang menegaskan makan
pentingnya pengawasan:
“Dan orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah, Allahmengawasi perbuatan mereka, dan kamu (ya Muhammad) bukanlahorang yang diserahi menghawasi” (Q.S : as-Syura : 6).42
Dalam proses pengawasan membutuhkan pribadi
pemimpin yang amanah, jujur, bertanggungjawab cerdas
dan adil agar dalam proses kepemimpinan dapat berjalan
sebagaimana mestinya. Seperti yang ditegaskan Allah
dalam ayat di atas bahwa segala sesuatu yang dilakukan
oleh hamba-Nya senantiasa mendapat pengawasan dari
Allah. Dan dengan berpegang pada ayat tersebut,
semestinya seorang pemimpin yang bertaqwa akan selalu
terkendali segala ucapan dan tidakannya dalam sebuah
koridor Islam yang benar.
V. Penutup
41 Muchtar Effendi, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan AjaranIslam, (Jakarta : Bhratra Karya Aksara, 1996), hlm. 116
42
41
Kajian yang dilakukan melalui penelitian ini
adalah upaya untuk mencari dan mengetahui makna sifat
wajib Rasul sebagai sebuah model khas bagi Nabi
Muhammad Saw. dan pengaruhnya terhadap kepemimpinan
Nabi Muhammad Saw. dalam memberikan pengajaran kepada
keluarga, sahabat, dan umatnya.
Dengan melakukan berbagai upaya untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh dari sifat wajib Rasul terhadap
kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. telah dilacak dan
dicari ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis-hadits yang
membahas atau setidaknya mendukung hal tersebut. Untuk
itu setelah didukung dengan berbagai bukti ayat dan
hadits di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad merupakan sebuah
pencerminan sikap pemimpin yang menonjolkan sifat mulia
yang melekat dalam pribadi serang Rasul yaitu sifat
wajib bagi Rasul (shiddiq, amanah, tabligh, dan
fathanah).
Selanjutnya penting sekali untuk diperhatikan bagi
seseorang yang terlibat dalam dunia kepemipinanan
terutama bagi seorang pemimpin untuk dapat meneladani
Nabi Muhammad Saw. dalam memimpin, baik melalui
aplikasi dan implementasinya, meskipun kita menyadari
bahwa manusia memiliki keterbatasan (kekurangan dan
kelebihan), tidak seperti halnya seorang Nabi. Namun
42