Date post: | 31-Jan-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | khangminh22 |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
BAB II TEORI DASAR Analisis Performansi pada Sistem Refrigerasi tak Langsung Akibat Perubahan Konsentrasi Refrigeran Sekunder Jenis Campuran Ethylene Glycol & Air
Laporan Tugas Akhir 6 Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara Politeknik Negeri Bandung
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung (Indirect Cooling System)
Sistem pendinginan tidak langsung (indirect Cooling system) adalah salah
satu jenis proses pendinginan dimana digunakannya media refrigeran sekunder
(fluida cair) untuk menyerap kalor dari ruangan atau produk yang didinginkan ke
koil pendingin (evaporator).
Jika dibandingkan dengan sistem pendinginan langsung pengunaan proses
pendinginan tidak langsung memiliki beberapa keunggulan diantaranya (A.
Melinder, 1997):
1. Penggunaan refrigeran primer yang lebih sedikit dibandingkan dengan
sistem langsung atau direct cooling.
2. Lebih meratanya proses pendinginan terhadap produk.
3. Desain untuk sistem refrigerasi primer lebih kecil dan kompak
dibandingkan dengan sistem pendinginan langsung dikarenakan sistem
hanya mendinginkan refrigeran sekunder dan jika dibandingkan dengan
udara, air memiliki kapasitas termal yang lebih tinggi dibandingkan
dengan udara. Salah satu faktor yang mempengaruhi air memiliki
kapasitas termal yang lebih tinggi dibandingkan dengan udara adalah
karena densitas air lebih tinggi dibandingkan dengan udara sehingga untuk
volume yang sama, air mampu mentransportasikan panas lebih besar
dibandingkan dengan udara dan temperatur air umumnya lebih rendah
dibandingkan dengan udara. Sehingga dari kedua keuntungan tersebut juga
dapat membuat efisiensi mesin pendingin meningkat jika air digunakan
sebagai pendingin kondenser.
2.2 Secondary Refrigerant
Air garam adalah salah satu golongan refrigerant sekunder yang terbentuk
dari larutan encer (dengan air) dari garam. Refrigerant sekunder telah digunakan
BAB II TEORI DASAR Analisis Performansi pada Sistem Refrigerasi tak Langsung Akibat Perubahan Konsentrasi Refrigeran Sekunder Jenis Campuran Ethylene Glycol & Air
Laporan Tugas Akhir 7 Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara Politeknik Negeri Bandung
selama bertahun-tahun, dan jumlah aplikasinya pun yang tampaknya akan tumbuh
secara terus menerus bukannya menurun.
Dalam kasus refrigerant amonia yang terdapat di dalam unit chiller yaitu
terjadi kebocoran di dalam sistem distribusi, hal ini dapat menyebabkan kerusakan
pada produk yang didinginkan atau disimpan. Penggunaan zat pendingin sekunder
pada sistem amonia memiliki kecenderungan untuk low refrigerant charge
systems. Sedangkan dalam kasus sistem halocarbon, tingginya biaya pengganti
untuk CFC dan HCFC yang mendorong pertimbangan akan penggunaan low-
charge systems. Jumlah dari refrigerant sekunder sangatlah besar. Mengenai hal
ini terjadi kemungkinan, bahwa refrigerant sekunder lebih populer dibanding
dengan yang lain refrigeran utama, sehingga karakteristik dari refrigeran sekunder
tersebut telah disediakan. Hal tersebut meliputi faktor-faktor berikut (A. Melinder,
1997):
Temperatur pembekuan paling rendah
Mudah Terbakar
Kompabilitas dengan makanan
Cenderung korosi dan kemungkinan inhibisi
2.3 Sifat – Sifat Refrigerant Sekunder
Penipisan lapisan ozone dan peningkatan panas bumi akibat jenis
refrigeran tertentu sehingga perlu dicari refrigeran alternatif yang dapat
mengurangi pemakaian refrigeran primer yang dapat merusak lingkungan. Air
adalah refrigeran primer yang sangat baik namun aplikasinya hanya cocok untuk
temperatur sekitar 3oC. Sehingga untuk mengatasi masalah pada sistem
pendinginan dan sistem pembekuan memerlukan fluida pendingin yang cocok dan
memiliki temperatur pembekuan di bawah 0oC diperlukan beberapa persyaratan
yang mendasar sebagai refrigeran sekunder yang baik, diantaranya (Zafer, 2003):
1. Freezing point dapat dikatakan sebagai titik pembentukan kristal saat
perubahan bentuk fluida dari fasa cair menjadi fasa padat. Pada
BAB II TEORI DASAR Analisis Performansi pada Sistem Refrigerasi tak Langsung Akibat Perubahan Konsentrasi Refrigeran Sekunder Jenis Campuran Ethylene Glycol & Air
Laporan Tugas Akhir 8 Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara Politeknik Negeri Bandung
pelaksanaan di lapangan biasanya dipilih temperatur pembekuan berkisar 5 oC hingga 10 oC lebih rendah dari temperatur pengoperasiannya.
2. Density adalah sifat yang dapat menentukan tingkat konsentrasi yang
harus dipertimbangkan sebagai fluida campuran sehingga kondisi fluida
akan dapat dengan mudah untuk dilihat.
3. Viskositas adalah sifat yang sangat penting apabila refrigeran sekunder
tersebut akan diperlakukan sebagai media pendingin yang dialirkan
dengan pompa, dengan mengetahui viskositas fluida pendingin akan
sangat membantu dalam penentuan ukuran pipa dan pompa.
4. Kapasitas kalor spesifik kalau bisa setinggi mungkin sehingga untuk
mengatasi beban pendinginan cukup memerlukan fluida pendingin sedikit.
Semakin sedikit fluida pendingin maka tempat yang diperlukan semakin
kecil demikian juga ukuran pipa dan pompa.
5. Konduktifitas termal harus setinggi mungkin agar tercapai efisiensi
perpindahan kalor yang baik sehingga akan terjadi penurunan perbedaan
temperatur yang cepat antara fluida pendingin dengan pipa evaporator.
Refrigerant sekunder tersebut selain harus memiliki persyaratan-
persyaratan yang mendasar seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa
faktor korosif haruslah menjadi bahan pertimbangan dalam memilih jenis
refrigeran sekunder. Fluida pendingin seperti air-garam merupakan jenis brine
yang sangat baik, tidak beracun, mudah didapat namun memiliki tingkat penyebab
korosinya sangat tinggi sehingga perlu dicari alternatif lain yang memiliki sifat
yang mendekati dan disesuaikan dengan maksud dan fungsi penggunaan
refrigeran sekunder tersebut, maka salah satu pilihanya adalah campuran ethylene
Glycol dengan air (F.Hilerns, 2001).
Berikut beberapa contoh dari refrigerant sekunder (A. Melinder, 1997):
Alkohol – metil alkohol
Alkohol – etil alkohol
Klorida – kalsium klorida
BAB II TEORI DASAR Analisis Performansi pada Sistem Refrigerasi tak Langsung Akibat Perubahan Konsentrasi Refrigeran Sekunder Jenis Campuran Ethylene Glycol & Air
Laporan Tugas Akhir 9 Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara Politeknik Negeri Bandung
Klorida – natrium klorida
d- limonene
Glycol - ethylene glycol
Glycol - propylene glycol
Halocarbons
Polimer
Menurut A. Melinder (1997), mengatakan bahwa temperatur beku
refrigerant sekunder harus lebih rendah dari suhu yang diharapkan, untuk
meninggalkan sistem yang menggunakan refrigerant primer. Selain itu, harus ada
faktor keamanan untuk memungkinkan kendali dan kontrolnya. Sebuah gambaran
dari temperatur beku larutan air disajikan pada gambar 2.1. Pada gambar 2.1 akan
ditunjukkan temperatur beku terendah dari beberapa larutan dan konsentrasi
massa zat terlarut pada temperatur minimum.
Gambar 2.1 Temperatur Beku Beberapa Larutan
Refrigerant Sekunder (A. Melinder, 1997)
Untuk ethylene glycol, prophylene glycol, Kalsium klorida dan natrium
klorida dapat digunakan pada range dari -20°C sampai -40°C (-40F sampai -
40°F). Sedangkan untuk suhu di bawah -40°C (-40°F), yaitu alkohol, aseton, d-
limonene, atau polydimethylsiloxane (3 jenis refrigerant sekunder).
2.4 Ethylene Glycol
Setelah larutan kalsium klorida, larutan ethylene glycol ini mungkin
refrigerant sekunder berikutnya yang paling populer untuk sistem pendingin di
BAB II TEORI DASAR Analisis Performansi pada Sistem Refrigerasi tak Langsung Akibat Perubahan Konsentrasi Refrigeran Sekunder Jenis Campuran Ethylene Glycol & Air
Laporan Tugas Akhir 10 Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara Politeknik Negeri Bandung
industri. Temperatur pembekuan ethylene glycol cukup rendah, sehingga cocok
untuk digunakan pada aplikasi pendinginan di industri. Larutannya pun yang tidak
mudah terbakar dan juga dapat digunakan pada sistem pemipaan yang terbuat
dari baja, aluminium dan tembaga.
Seperti halnya yang berlaku pada air garam, pipa galvanis dan fitting harus
dihindari, dan di samping itu, suhu yang harus dijaga dibawah 60°C (140°F)
tersebut cocok untuk sistem yang menggunakan pipa aluminium. Salah satu sifat
transport yang penting yang mempengaruhi baik penurunan tekanan dari zat
pendingin yang mengalir serta konveksi perpindahan panas adalah koefisien
viskositas. Nilai viskositas dari ethylene glycol yang rendah akan menempatkan
larutan ethylene glycol tersebut pada range yang lebih rendah dari air garam dan
kalsium klorida serta akan menempatkan ethylene glycol pada range yang lebih
tinggi dari larutan propylene glycol (A. Melinder, 1997).
Titik beku, densitas, viskositas, kalor spesifik, dan konduktivitas termal
dari ethylene glycol, masing-masing ditunjukkan pada gambar 2.2 s/d gambar 2.6
(A. Melinder, 1997):
Gambar 2.2 Temperatur Beku dari Ethylene Glycol (A. Melinder, 1997)
Gambar 2.3 Density dari Ethylene Glycol (A. Melinder, 1997)
BAB II TEORI DASAR Analisis Performansi pada Sistem Refrigerasi tak Langsung Akibat Perubahan Konsentrasi Refrigeran Sekunder Jenis Campuran Ethylene Glycol & Air
Laporan Tugas Akhir 11 Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara Politeknik Negeri Bandung
Gambar 2.4 Viskositas dari Ethylene Glycol (A. Melinder, 1997)
Gambar 2.5 Kalor Spesifik dari Ethylene Glycol (A. Melinder, 1997)
Gambar 2.6 Konduktivitas Termal dari Ethylene Glycol
(A. Melinder, 1997)
Ethylene glycol termasuk pada tingkat bahaya kebakaran sedang, yang
memiliki titik api di sekitar 113°C (235°F). Hal ini dapat lebih bersifat korosif
dibanding air garam CaCl2, terutama ketika dihambat, merupakan bentuk dimana
ethylene glycol biasa dijual dipasaran. Meskipun dapat digunakan pada suhu
bawah sekitar -40°C (-4oF hingga -40°F), viskositas yang tinggi pada saat-
BAB II TEORI DASAR Analisis Performansi pada Sistem Refrigerasi tak Langsung Akibat Perubahan Konsentrasi Refrigeran Sekunder Jenis Campuran Ethylene Glycol & Air
Laporan Tugas Akhir 12 Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara Politeknik Negeri Bandung
temperatur rendah ini mahal, sehingga biasanya dianggap sebagai suatu zat
pendingin bertemperatur tinggi yang digunakan pada temperatur di atas -10°C
(14°F). Ethylene glycol agak beracun, sehingga tidak boleh ada kontak langsung
dengan makanan (A. Melinder, 1997).
Dua golongan inhibitors yang umum digunakan bersama glycol, dan ini
adalah: (1) inhibitor korosi yang melapisi permukaan logam yang bersentuhan
dengan glycol, dan (2) stabilisator lingkungan yang memiliki tujuan utama dari
pengaturan PH menjadi sedikit di atas 7 agar terhindar dari kondisi asam.
Dimasukkannya inhibitor akan mempengaruhi kepadatan dan dengan
demikian kemampuan untuk menggunakan berat jenisnya sangat menentukan
pada kuat larutan. Metode akurat meliputi kromatografi gas atau pengukuran
indeks bias (A. Melinder, 1997).
2.5 Sistem Refrigerasi Kompresi Uap
Sistem refrigerasi adalah suatu sistem yang menjadikan kondisi temperatur
suatu ruang dibawah temperatur semula (menjadikan temperatur di bawah
temperatur siklus). Pada prinsipnya kondisi temperatur rendah yang dihasilkan
oleh suatu sistem refrigerasi diakibatkan oleh penyerapan panas pada reservoir
dingin (low temperature source) yang merupakan salah satu bagian sistem
refrigerasi tersebut. Panas yang diserap bersama energi (kerja) yang diberikan
kerja luar dibuang pada bagian sistem refrigerasi yang disebut reservoir panas
(high temperature sink). Sistem refrigerasi sebenarnya memiliki banyak
macamnya, tetapi di dalam laporan ini hanya akan membahas tentang sistem
refrigerasi kompresi uap sederhana saja, karena sistem tersebut adalah sistem
yang sering dipergunakan (R.J. Dossat, 1985).
2.5.1 Sistem Kompresi Uap Sederhana
Siklus kompresi uap adalah suatu siklus dimana fluida bekerja secara
berganti-ganti diuapkan dan diembunkan, dengan suatu proses kompresi uap
BAB II TEORI DASAR Analisis Performansi pada Sistem Refrigerasi tak Langsung Akibat Perubahan Konsentrasi Refrigeran Sekunder Jenis Campuran Ethylene Glycol & Air
Laporan Tugas Akhir 13 Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara Politeknik Negeri Bandung
diantara dua proses tersebut. Siklus kompresi uap sederhana dapat dilihat
pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Siklus Kompresi Uap Sederhana
Dalam siklus kompresi uap sederhana terdapat empat (4) proses yag
berhubungan dengan perubahan fasa, yaitu (R.J. Dossat, 1985):
- Proses kompresi (1-2)
Proses ini berlangsung di dalam kompresor secara isentropic adiabatic.
Setelah refrigerant meninggalkan evaporator, fasa dari refrigerant
adalah uap yang bertekanan rendah. Kemudian refrigerant tersebut
masuk ke kompresor yang selanjutnya dikompresikan kembali oleh
kompresor sehingga fasanya berubah menjadi fasa uap yang bertekanan
tinggi. Oleh karena itu proses ini dianggap isentropic, maka temperatur
keluar kompresor meningkat. Besarnya kerja kompresi per satuan
massa refrigerant bisa dihitung dengan rumus:
………………………. (1)
dengan: qw = besarnya kerja kompresi yang dilakukan (kJ/kg)
h1 = enthalpy refrigerant saat masuk kompresor (kJ/kg)
h2 = enthalpy refrigerant saat keluar kompresor (kJ/kg)
- Proses Kondensasi (2-3)
Pada proses ini refrigerant masuk ke kondeser dan disini terjadi
pelepasan kalor ke lingkungan sehingga refrigerant terkondensasi dan
BAB II TEORI DASAR Analisis Performansi pada Sistem Refrigerasi tak Langsung Akibat Perubahan Konsentrasi Refrigeran Sekunder Jenis Campuran Ethylene Glycol & Air
Laporan Tugas Akhir 14 Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara Politeknik Negeri Bandung
berubah fasa menjadi liquid yang bertekanan tinggi. Besar panas per
satuan massa refrigerant yang dilepaskan di kondenser dinyatakan
sebagai berikut:
……………………… (2)
dengan: qc = besarnya panas di lepas di kondenser (kJ/kg)
h2 = enthalpy refrigerant saat masuk kondenser (kJ/kg)
h3 = enthalpy refrigerant saat keluar kondenser (kJ/kg)
- Proses Ekspansi (3-4)
Pada proses ini berlangsung secara isoentalpi, hal ini berarti tidak
terjadi penambahan entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan
temperatur. Proses penurunan tekanan terjadi pada katup ekspansi yang
berbentuk pipa kapiler atau orifice yang berfungsi mengatur laju aliran
refrigerant dan menurunkan tekanan.
……………………....… (3)
- Proses Evaporasi (4-1)
Pada proses ini berlangsung secara isobar isothermal. Proses ini terjadi
penyerapan kalor dari kabin atau produk oleh evaporator, sehingga
refrigerant berubah fasa menjadi uap bertekanan rendah. Besarnya
kalor yang diserap oleh evaporator adalah:
…………………........... (4)
dengan: qe = besarnya kalor yang diserap di evaporator (kJ/kg)
h1 = harga enthalpy keluar evaporator (kJ/kg)
h4 = harga enthalpy masuk evaporator (kJ/kg)
BAB II TEORI DASAR Analisis Performansi pada Sistem Refrigerasi tak Langsung Akibat Perubahan Konsentrasi Refrigeran Sekunder Jenis Campuran Ethylene Glycol & Air
Laporan Tugas Akhir 15 Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara Politeknik Negeri Bandung
Diagram P-h berikut dapat memberikan gambaran yang lebih jelas
mengenai proses-proses yang terjadi dalam siklus kompresi uap.
Gambar 2.8 Diagram P-h Siklus Kompresi Uap Sederhana
2.5.2 Komponen-komponen Utama Sistem Refrigerasi
2.5.2.1 Kompresor
Kompresor berfungsi untuk memberikan kompresi atau
tekanan pada refrigerant yang berasal dari suction line sehingga
temperatur dan tekanannya naik dan akan berubah fasa menjadi uap
refrigerant yang selanjutnya dialirkan ke discharge line.
Menurut jenisnya kompresor dibagi menjadi 5 macam,
yaitu (Althouse, 2004):
a. Kompresor Torak.
b. Kompresor Sudu / vane kompressor.
c. Kompresor Sekrup atau Heliks.
d. Kompresor Sentrifugal.
Tetapi menurut peletakan motornya, kompresor dibagi
menjadi 3 macam, yaitu (R.J.Dossat, 1987):
a. Kompresor Hermetik
b. Kompresor Semi Hermetik.
c. Kompresor Open Type.
BAB II TEORI DASAR Analisis Performansi pada Sistem Refrigerasi tak Langsung Akibat Perubahan Konsentrasi Refrigeran Sekunder Jenis Campuran Ethylene Glycol & Air
Laporan Tugas Akhir 16 Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara Politeknik Negeri Bandung
2.5.2.2 Kondenser
Kondenser berfungsi sebagai media pemindah kalor dari
refrigerant ke lingkungan untuk mencairkan uap refrigerant yang
bertekanan dan bertemperatur tinggi dari kompresor. Disini kalor akan
dilepaskan ke lingkungan.
Berdasarkan media pendinginannya kondensor dibagi
menjadi 3 macam, yaitu (R.J.Dossat, 1987):
a. Kondenser berpendingin air (Water Cooled Condenser).
b. Kondenser berpendingin udara (Air Cooled Condenser).
c. Kondenser berpendingin udara dan air (Air and Water
Cooled Condenser).
2.5.2.3 Evaporator
Evaporator berfungsi sebagai alat penyerap kalor dari
lingkungan ke refrigerant, sehingga refrigerant akan mengalami
perubahan fasa dari cair menjadi uap.
Berdasarkan bentuk dan permukaan koilnya, evaporator
dibagi menjadi 3 macam, yaitu (R.J.Dossat, 1987):
1. Evaporator Pipa Telanjang (Bare Tube Evaporator).
2. Evaporator Pelat (Plate Surface Evaporator).
3. Evaporator Bersirip (Finned Evaporator).
Dilihat dari cara kerjanya secara ekspansi langsung,
evaporator dibagi menjadi 2 macam, yaitu (R.J.Dossat, 1987):
1. Flooded Evaporator.
2. Dry Expansion Evaporator.
Dilihat dari konstruksinya evaporator dibagi menjadi
(R.J.Dossat, 1987):
1. Shell and Tube Evaporator.
2. Shell and Coil Evaporator.
BAB II TEORI DASAR Analisis Performansi pada Sistem Refrigerasi tak Langsung Akibat Perubahan Konsentrasi Refrigeran Sekunder Jenis Campuran Ethylene Glycol & Air
Laporan Tugas Akhir 17 Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara Politeknik Negeri Bandung
Dalam proses pendinginan, pada umumnya temperatur
permukaan bidang evaporator lebih rendah daripada titik embun dari
udara masuk. Apabila udara ruangan menyentuh permukaan koil
pendingin, uap air dalam udara akan mengembun sehingga koil
menjadi basah. Pada umumnya temperatur bola kering (Tdb) udara
keluar evaporator adalah 150C – 170C dan temperatur bola basah
(Twb) 130C – 150C untuk evaporator dengan penguapan 20C – 70C,
kecepatan udara sekitar 2 m/s sebagai kondisi standard dan
menggunakan koil dengan 3 atau 4 baris.
2.5.2.4 Katup Ekspansi
Katup Ekspansi berfungsi untuk mengekspansikan cairan
refrigerant secara adiabatik yang bertekanan dan bertemperatur tinggi
sampai ke tingkat keadaan tekanan dan temperatur rendah.
Ada bermacam-macam jenis katup ekspansi, antara lain
(R.J.Dossat, 1987):
1. Automatic Expansion Valve (AXV).
2. Thermostatic Expansion Valve (TXV)
3. Katup Apung Sisi Tekanan Tinggi.
4. Katup Apung Sisi Tekanan Rendah.
5. Manual Expansion Valve.
6. Pipa Kapiler.
7. Thermoelectric Expansion Valve.
8. Electronic Expansion Valve.
Dari banyaknya jenis katup ekspansi tersebut yang paling
sering digunakan untuk sistem refrigerasi komersial yaitu pipa kapiler,
karena beban yang didinginkan relatif konstan dan mempunyai harga
yang relatif murah.
BAB II TEORI DASAR Analisis Performansi pada Sistem Refrigerasi tak Langsung Akibat Perubahan Konsentrasi Refrigeran Sekunder Jenis Campuran Ethylene Glycol & Air
Laporan Tugas Akhir 18 Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara Politeknik Negeri Bandung
2.5.2.5 Refrigerant
Refrigerant merupakan suatu media pendingin yang dapat
berfungsi untuk menyerap kalor dari lingkungan atau untuk
melepaskan kalor ke lingkungan. Sifat-sifat fisik termodinamika
refrigerant yang digunakan dalam sistem refrigerasi perlu
diperhaatikan agar sistem dapat bekerja dengan aman dan ekonomis,
adapun sifat refrigerant yang baik adalah (Althouse, 2004):
1. Tekanan penguapannya harus cukup tinggi, untuk menghindari
kemungkinan terjadinya vakum pada evaporator dan turunya
efisiensi volumetrik karena naiknya perbandingan kompresi.
2. Tekanan pengembunan yang rendah sehingga perbandingan
kompresinya rendah dan penurunan prestasi kompresor dapat
dihindari.
3. Kalor laten penguapan harus tinggi agar panas yang diserap
oleh evaporator lebih besar jumlahnya, sehingga untuk
kapasitas yang sama, jumlah refrigeran yang dibutuhkan
semakin sedikit.
4. Koefisien prestasi harus tinggi, ini merupakan parameter yang
penting untuk menentukan biaya operasi.
5. Konduktifitas thermal yang tinggi untuk menentukan
karakteristik perpindahan panas.
6. Viskositas yang rendah dalam fasa cair atau gas. Dengan
turunnya tahanan aliran refrigeran dalam pipa kerugian
tekanannya akan berkurang.
7. Konstata dielektrik yang kecil, tahanan listrik yang besar serta
tidak menyebabkan korosi pada material isolasi listrik.
8. Refrigeran hendaknya stabil dan tidak bereaksi dengan
material yang digunakan sehingga tidak menyebabkan korosi.
9. Refrigeran tidak boleh beracun dan berbau.
10. Refrigeran tidak boleh mudah terbakar dan meledak.
BAB II TEORI DASAR Analisis Performansi pada Sistem Refrigerasi tak Langsung Akibat Perubahan Konsentrasi Refrigeran Sekunder Jenis Campuran Ethylene Glycol & Air
Laporan Tugas Akhir 19 Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara Politeknik Negeri Bandung
11. Dapat bercampur dengan minyak pelumas tetapi tidak merusak
dan mempengaruhinya.
12. Harganya murah dan mudah dideteksi jika terjadi kebocoran.