+ All Categories
Home > Documents > LAPORAN PRAKTIKUM KONSELING TEORI DAN TEKNIK INTERVENSI INDIVIDU

LAPORAN PRAKTIKUM KONSELING TEORI DAN TEKNIK INTERVENSI INDIVIDU

Date post: 29-Nov-2023
Category:
Upload: twa
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
24
LAPORAN PRAKTIKUM KONSELING TEORI DAN TEKNIK INTERVENSI INDIVIDU Nama : Kholif Arimindani NIM : 201410230311197 Dosen Pengampu : Diana Savitri Hidayati, M.Si FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2016/2017
Transcript

LAPORAN PRAKTIKUM KONSELINGTEORI DAN TEKNIK INTERVENSI INDIVIDU

Nama : Kholif ArimindaniNIM : 201410230311197Dosen Pengampu : Diana Savitri Hidayati,

M.Si

FAKULTAS PSIKOLOGIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016/2017

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas hasil laporan Praktikum Konseling Teori dan Teknik Intervensi Individu ini.Dalam penyusunannya, saya mengucapkan terimakasih kepada  Dosen pengampu saya yaitu Ibu Diana Savitri Hidayati, M.Si yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.Meskipun saya berharap isi dari laporan praktikum saya ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar tugas laporan praktikum tes kepribadian ini dapat lebih baik lagi.Akhir kata saya mengucapkan terimakasih, semoga hasil laporan praktikum saya ini bermanfaat.Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Malang, 12 April 2016

Kholif Arimindani

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................................3ABSTRAK........................................................................................................................................4

BAB I................................................................................................................................................5PENDAHULUAN............................................................................................................................5

1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................................5

BAB II...............................................................................................................................................8

METODE DAN IDENTIFIKASI MASALAH................................................................................8

2.1 ASSESMEN.....................................................................................................................8

2.2 IDENTIFIKASI MASALAH AWAL................................................................................8

BAB III.............................................................................................................................................9INTERVENSI...................................................................................................................................9

3.1 METODE INTERVENSI.................................................................................................93.2 Hasil Intervensi..........................................................................................................11

BAB IV...........................................................................................................................................12

PEMBAHASAN.............................................................................................................................12

BAB V............................................................................................................................................13

SIMPULAN DAN IMPLIKASI......................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................14

LAMPIRAN....................................................................................................................................15

ABSTRAK

Urbanisasi mampu membuat banyak perubahan yang bisa saja mengakibatkan seseorang mengalami kekhawatiran dan galau berlebih saat menempati wilayah baru dan asing, keadaan ini biasa disebut dengan culture shock. Pada permasalahan yang dihadapi konseli, ia merasa kurang mampu bersosialisasi dengan lingkungan barunya sehingga konselor menggunakan teknik pendekatan humanistik dengan terapi person centered dimana terapi ini mengedepankan pendapat bahwa manusia itu unik dan bersifat subjektif. Dengan penggunaan pendekatan ini konselor akan mudah mengantarkan konseli untuk merevisi konsep dirinya sehingga tidak ada lagi kecemasan dan ketakutan yang mengakibatkan permasalahannya yang kurang mampu dalam bersosialisasi. Konseli pun berhasil untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dengan cara-cara yang dianggapnya aman, seperti bergabung dengan beberapa organisasi dalam dan luar kampus serta bergabung dengan fans sepak bola kesukaannya. Hal ini dianggap mampu mengantarnya untuk terbuka dan beradaptasi dengan sekitar. Konseli mulai menyadari bahwa beradaptasi dengan lingkungan dan budaya yang ada adalah sebuah konsekuensi.

Keyword: Kurang Besosialisasi, Culture Shock, Person Centered Therapy

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANGLokasi pendidikan di Indonesia mengalami

perkembangan pesat di daerah pulau Jawa. Tak jarang banyak para calon mahasiswa yang berdatangan dari berbagai pulau di Indonesia. Salah satu pusat pendidikan di Jawa Timur yang terkenal adalah di daerah Surabaya dan Malang. Namun bagi sebagian orang, Malang menjadi tempat yang memiliki kesan tersendiri dikarenakan lokasinya yang sejuk, dingin, banyak daerah wisata dan tidak sehiruk-pikuk kota besar. Menjadikan Malang sebagai salah satu pilihan menuntut ilmu sekalian berwisata yang terbaik. Pencatatan terakhir pada 2016 terdapat 883.810 jiwa

penduduk di Malang. Setiap arus balik lebaran, sebanyak 75 persen

pendatang diantaranya adalah mahasiswa baru. Sedangkan sisanya

banyak 25 persen merupakan pendatang yang pindah kerja, pindah

rumah atau karena aktivitas lainnya (Dispendukcapil, 2016).

Adanya banyak pendatang yang melakukan perpidahan dari

suatu daerah ke daerah lain atau biasa di sebut urbanisasi.

Mengakibatkan banyaknya budaya-budaya luar yang bercampur

dengan budaya asli daerah tersebut. Keadaan ini memaksakan

setiap pendatang untuk beradaptasi dengan budaya asli.

Kebanyakan orang-orang mampu menerimanya dan berbaur dengan kultur budaya yang ada. Namun ada beberapa orang yang mengalami culture shock. Culture shock terjadi pada mereka yang masih labil dalam beradaptasi. Keadaan lingkungan terutama kampus dan kelas yang tidak sesuai harapan dikenal menjadi salah satu faktor penyebab

timbulnya gejala culture shock. Culture shock sangat berkaitan dengan keadaan dimana ada kekhawatiran dan galau berlebih yang dialami orang-orang yang menempati wilayah baru dan asing. Keadaan ini biasa terjadi selama 1 bulan, namun akan parah jika terjadi hingga bertahun. Karena akan menghambat proses bersosialisasi yang seharusnya terjalin untuk membentuk relasi dan pertemanan. Keadaan klien yang tidak mampu untuk membuka diri dan kurang bersosialisasi selama kira-kira 2 tahun mengharuskannya mencari berbagai kegiatan. Salah satu kegiatan yang dilakukannya adalah membaca. Terkadang membaca sendirian di suatu tempat tanpa ditemani siapa pun. Keadaan ini semakin menguatkan indikasi penarikan diri yang dilakukan klien guna menghindari adanya diskriminasi budaya dan mencari ketenangan. Keberadaannya yang terasa berbeda dengan penduduk asli mengakibatkan adanya keadaan ketidaksejajaran yang dapat menimbulkan penyakit psikologis atau neurotic behavior seperti kecemasan, ketakutan, disorganisasi dan selalu menentukan nilai absolut.

Klien mengalami beberapa tahap dalam Culture Shock yaitu honeymoon phase dimana konseli merasa bahagia setibanya di negara/kota atau provinsi yang baru, apalagi yang belum pernah di kunjungi sebelumnya. Hal ini terlihat dari hasil-hasil foto klien yang berada di banyak lokasi di daerah perantauannya. Selanjutnya klien mengalami crisis phase dimana klien merasa ada sesuatu yang tidak pas baik itu makanannya, logat yang susah dimengerti, kebiasaan jual beli dan merasa kesepian. Hal tersebut mampu membuat klien merasa terasing dari lingkungan. Dimana klien merasakan adanya diskriminasi dari logat dan cara bicara yang digunakannya saat ini. Kemudian merasakan

bahwa anak-anak dikelasnya cenderung berteman dengan orang yang sama budayanya. Kemudian klien masuk pada fase ketiga yaitu the adjusment phase dimana klien sudah mulai bisa berinteraksi dengan lingkungan di negara/kota/provinsi baru. Klien baru mulai berinteraksi dengan lingkunganya setelah perasaan diskriminasi dan ejekan itu mulai berkurang dan dia menemukan organisasi daerahnya sehingga tidak terfokus pada bermasalahan perbedaan budaya di kampus. Dan pada tahap ke empat yaitu bi-cultural phase, fase ini adalah fase yang akan dicapai oleh klien agar klien dapat merasa nyaman hidup dengan dua kebudayaan sekaligus.

Permasalahan culture shock dianggap sebagai sesuatu yang unik dan tidak semua orang mengalaminya. Sehingga dalam permasalahan yang dialami cara terbaik untuk menyelesaikannya adalah dengan Pendekatan konseling yang digunakan adalah Person Centered Therapy yang merupakan bagian dari konseling Humanistik. Dikarenakan pendekatan ini lebih untuk memahami secara penuh keunikan dan subjektivitas pengalaman klien. Dalam pendekatan ini pun tidak ada kecenderungan otoritarian atau parenting. Pendekatan ini mendukung hak-hak klien untuk menentukan arahnya sendiri. Jika konselor memahami secara sensitif permasalahan konseli, menerima secara tulus dan tidak menghakimi, maka terapi akan bergerak maju melalui perasaan-perasaan yang terjalin saat konseling sehingga mampu membuat perubahan pada klien. (Jones, 2011).

Sehingga dalam permasalahan culture shock ini pendakatan yang akan digunakan adalah Person Centered Theraphy sehingga klien di ajak untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri tanpa harus memberikan nasehat

atau dogma-dogma yang mampu merubah jalan berfikir klien.

BAB II

METODE DAN IDENTIFIKASI MASALAH

2.1 ASSESMENa. Observasi

Observasi dilakukan pertama kali pada hari Sabtu, 02 April 2016 di ruang tamu kosan tester pada saat itu pukul 13.00 hingga 15.00 WIT.

b. Wawancara Observasi dilakukan pertama kali dilakukan pada hari Sabtu,

02 April 2016 di ruang tamu kosan tester pada saat itu pukul 13.00 hingga 15.00 WIT.

2.2 IDENTIFIKASI MASALAH AWALa. Masalah Utama

Masalah utama yang dihadapi oleh konseli adalah konseli merasa susah dalam bersosialisasi karenga kurang cocoknya bahasa dan pemikiran akibat perbedaan budaya dan kebiasaan sehari-hari. Dikarenakan klien sedang menempuh pendidikan di daerah jawa dengan mayoritasnya adalah penduduk asli daerah itu. Sehingga klien harus beradaptasi dengan budaya tersebut.

b. PenyebabHal yang menjadi penyebab adalah perbedaan bahasa,

ketakutan ketika berkomunikasi, kaum minoritas, tidak mampu mengikuti jalan pikir penduduk daerah tersebut dan karena adanya culture shock serta kurangnya dukungan dan keadaan kelas/kampus yang tidak sesuai dengan harapan klien karena berkubu-kubu sesama kelompok.

BAB III

INTERVENSI3.1 METODE INTERVENSI

a. Definisi KonselingKata konseling (counseling) berasal dari kata cousel yang

diambil dari bahasa Latin yaitu counsilium, artinya “bersama” atau “bicara bersama”. Pengertian “berbicara bersama-sama” dalam hal ini adalah pembicaraan konselor (counselor) dengan seorang atau beberapa klien (counselee). Dengan demikian counselium berarti “people coming together to gain an understanding of problem that beset them were evident” (Robinson, 1987:2 dalam Latipun, 2005).

Konseling berasal dari istilah itu sendiri ‘counseling’ berasal dari kata kerja ‘to counsel’, yang selalu berarti menasehati. Namun konseling mengandung beberapa komponen pemberian nasihat, konseling kebanyakan dicurahkan untuk memperkuat atau mengembalikan pemahaman diri klien, sumber daya pengambilan keputusan, pengambilan resiko dan pertumbuhan pribadi (Palmer, 2011).

Hackey dan Cormier (1979) dalam Latipun (2005) menegaskan bahwa “couseling is the helping relationship, which include (a) someone seeking help, (b) someone willing to give help who is (c) capable of, or trained to, help (d) in a setting taht permit’s help to given and received (Latipun. 2005). Menurut Carl Roger konseling merupakan hubungan terapi dengan klien yang bertujuan untuk melakukan hubungan terapi dengan klien yang bertujuan untuk melakukan perubahan self (diri) pada pihak klien.

Konseling secara teoritis adalah bidang pembelajaran tersendiri yang sangat luas dan potensial membingungkan. Konseling ditandai dengan adanya perjanjian eksplisit antara konselor dan konseli untuk bertemu di tempat tertentu, pada

waktu yang telah disepakati dan dalam kondisi kerahasiaan yang tertib, dengar parameter etis, waktu terlindungi dan tujuan yang spesifik (Palmer, 2011).

b. Tujuan KonselingTujuan dalam konseling ini adalah membantu konseli agar

menjadi manusia yang berfungsi sepenuhnya (fully functioning person). Dimana konseli mampu menghadapi permasalahnnya dalam bersosialisasi dengan budaya yang bukan budaya daerahnya ataupun budaya daerah “timur”. Mengurangi adanya rasa diskriminasi yang dipikirkan oleh konseli. Serta adanya rasa untuk beradaptasi dengan kelompok mayoritas.

c. Pendekatan KonselingPendekatan yang digunakan adalah Person Centered Therapy yang merupakan bagian dari konseling humanistik. Dikarenakan pendekatan ini lebih untuk memahami secara penuh keunikan dan subjektivitas pengalaman konseli. Konselor mengarahkan konseli untuk berfikir tentang konsep awal dirinya tanpa merubah pandangan, atau memberikan stigma ataupun dogma.

d. Tahapan Konseling- Konseli diajak untuk dapat memahami dirinya sesuai

dengan kenyataan yang ada. Bahwa konseli sekarang sedang merantau di daerah yang jauh dari rumahnya serta budayanya.

- Pada saat itu pula konselor berusaha untuk menggali permasalahan dan perasaan yang dimiliki oleh konseli. Masalah awal konseli adalah konseli merasa kurang bersosialisasi dengan budaya daerah perantauan, konseli lebih nyaman berkomunikasi dengan budaya daerah

“timur”, konseli merasa adanya diskriminasi karena berbeda budaya dan konseli berharap adanya kesejajaran antara budaya mayoritas dengan budaya minoritasnya.

- Konselor melakukan revisi konsep diri yang dimiliki oleh konseli. Revisi ini didasarkan pada pengalaman dan perasaan yang dimiliki oleh konseli selama proses konseling. Konseli diajak untuk merasionalkan pikirannya bahwa keberadaannya itu adalah sebagai pendatang yang harus beradaptasi dengan budaya mayoritas dimana tidak mungkin budaya mayoritas ini yang mengikuti budaya minoritas. Konseli harus mampu membuka diri terhadap budaya yang ada. Karena perbedaan itu indah.

3.2 Hasil IntervensiBerdasarkan hasil asesmen dan konseling yang dilakukan didapatkan hasil bahwa konseli mengalami bagian dari culture shock yaitu kurangnya bersosialisasi akibat perubahan budaya yang ada. Konseli merasakan keadaan itu semenjak masa perkuliahan pertama kali. Keadaan kelas yang tidak mendukung dan tidak sesuai dengan ekspektasi konseli mengakibatkan adanya penarikan diri dan rasa takut akan mengalami kesalahan dalam berkomunikasi, bercanda dan bertindak. Ketakutan-ketakutan ini pun hadir karena adanya diskriminasi dari lingkungan. Pada sesi assesmen konseli mengatakan bahwa ada rasa tersisihkan di dalam kelas. Karena anak-anak kelas membentuk kubu tersendiri di dalam kelas. Sedangkan konseli tidak memiliki kubu dan lebih memilih netral keadaan itu terus berlanjut namun menurut penuturan konseli keadaan diskriminasi mulai berkurang walaupun sikap berkubu-kubu itu tetap ada. Keadaan lainnya adalah sulitnya konseli berkomunikasi dikarenakan konseli beranggapan bahwa harus ada feedback dari budaya asli untuk menerima budaya daerahnya dan memahami sedikit tentang budaya daerahnya. Selanjutnya pada tahap konseling. Konseli hadir dengan pandangan yang sedikit berbeda.

Konseli menyadari bahwa berada di daerah perantauan maka dirinyalah yang harus beradaptasi dan menerima budaya daerah perantauanya. Kegiatan penerimaan ini ditunjukkan dengan bergabung dengan organisasi kampus dan mulai mendekatkan diri dengan orang-orang disekitarnya. Selanjutnya konseli pun bergabung dengan organisasi dari daerahnya. Sehingga ia merasa memiliki keluarga walupun tidak di kampung halamannya. Menurut penuturan konseli semenjak berkumpul dengan organisasi daerahnya konseli lebih membuka diri walaupun terbatas. Selanjutnya cara yang dilakukan konseli adalah bergabung dengan fans club bola di daerah Malang, kebetulan konseli penyuka futsal dan sepak bola. Sehingga bergabung dengan para fans akan mempermudahnya dalam berinteraksi dan beradaptasi. Namun hal yang konselor petik adalah masih adanya nilai yang mengharapkan feedback dari daerah perantauannya untuk mengerti budaya konseli karena ia merasa bahwa ia telah belajar beradaptasi dengan budaya mereka. Namun secara keseluruhan konseli akhirnya mampu mengatasi masalahnya sendiri dengan pikiran yang lebih matang dan jernih dalam menyikapi masalahnya.

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada saat konseling, konseli datang dengan penyelesaian masalah yang sudah ia lakukan. Konseli menyadari bahwa keberadaannya harus di sikapi secara positif sehingga ia mampu membuka diri. Namun jika orang lain tidak membuka diri untuknya maka ia akan menjauh. Konseli sedang berada pada fase bi-cultural phase, dimana konseli sudah mampu menerima dua kebudayaan dan merasa nyaman hidup dengan dua kebudayaan sekaligus. Awal permasalahan konseli datang dengan cerita bahwa ia mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan orang-orang dari berberapa daerah karena adanya perbedaan budaya yang sangat signifikan dengan daerah asli konseli. Pada pertemuan kedua konseli berhasil menyelesaikan masalahnya dengan cara-cara yang dilakukannya yaitu dengan bergabung dengan organisasi kampus yaitu HIMAP (Himpunan Mahasiswa Jurusan Pemerintahan) pada organisasi ini konseli menjabat pada bagian humas selama setahun selanjutnya konseli pun bergabung denagan ORDA IPMATAR (Organisasi Daerah Ikatan Pelajar Mahasiswa Tarakan) dan ia pun menjabat menjadi humas. Kegiatan lainnya adalah ia bergabung dengan fans club sepak bola yang berada di Malang. Dengan cara ini ia merasa dapat bergabung dikarenakan memiliki kesamaan dalam hal hobi dan memudahkan ia dalam berkomunikasi dan beradaptasi. Organisasi yang diikuti oleh konseli memudahkan dirinya untuk belajar berinteraksi dengan orang-orang lain yang memiliki karakteristik berbeda. Dan akhirnya permasalahan konseli teratasi sesuai dengan kemauan dirinya.

BAB V

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

4.1 SimpulanKonseling yang dilakukan telah mampu membantu konseli untuk

menemukan jalan keluar dari permasalahannya. Sehingga saat ini konseli mampu untuk beradaptasi dengan beberapa budaya yang ada. Tidak ada lagi rasa minder dan rasa takut. Konseli sudah mampu menerima dan merasa nyaman dengan budaya yang ada di daerah perantauannya. Dengan adanya dukungan lingkungan dari organisasi daerah mampu membuat konseli semakin nyaman dan merasa bahwa ia masih memiliki keluarga di tempat perantauannya.

4.2 ImplikasiKeadaan lingkungan menjadi faktor utama adanya

permasalahan yang banyak dihadapi oleh para mahasiswa perantau. Keadaan yang tidak mendukung mengakibatkan adanya ketidaksejajaran sehingga timbulah ketakutan, kekhawatiran yang berlebihan. Berdasarkan hasil konseling, keadaan seseorang dan pandangan seseorang mampu merubah hal yang sebelumnya menjadi ketakutan menjadi hal yang seharusnya di lawan. Keadaan konseli membuktikan bahwa berkumpul dengan orang-orang mampu membuat diri lebih terbuka dengan orang lain dan lebih banyak membahas hal-hal yang lebih positif.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Zainul. 2014. Praktik Konseling. Malang: UMM Press

Hartono dan Boy Soedarmadji. 2013. Psikologi Konseling Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Jones, Richard Nelson. 2011. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi edisi keempat. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar

Latipun. 2005. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press

Palmer, Stephen. 2011. Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Internethttp://dispendukcapil.malangkota.go.id/?p=496

Taufik, Ahmad. 2011. Diperkirakan ada puluhan ribu pendatang. http://www.malangraya.info/2011/09/12/190315/4425/diperkirakan-ada-puluhan-ribu-pendatang-ke-kota-malang/. Diakses pada tanggal 14 April 2016

Prasetya, Berta Esti Ari. 2010. Fenomena Culture Shock. http://bertapsychologycorner.blogspot.co.id/2010/12/fenomena-culture-shock.html. Diakses pada tanggal 08 April 2016

LAMPIRAN

KODE

PERTANYAAN DAN JAWABAN NON VERBAL INTERPRETASI

A Selamat siang, selamat datang di lab psikologi lantai 5 Ar-Fachrudin. Saya perkenalan lagi ya, nama saya Uli saya sebagai konselor kamu pada hari ini. Disini kita akan berada selam kurang lebih 20 menit. Jadi jika ingin ketoilet di persilahkan, handphone tolong dimatikan atau di silent agar proses konseling ini perjalan lancar. Apakah anda faham ? jika ia apakah anda siap untuk sharing pada siang hari ini?

Konseli duduk di kursi dengan kaki yang terbuka lebar dan tidak bisa berhenti bergerak, menggoyangkan badan ke kiri dan ke kananKonseli menjawab dengan seadanya

Merasa tidak nyaman karena proses perkenalan yang sangat kaku. Terlihat dari sikap konseli sedikit malas dalam menjawab

B Iya, siap

A Kita sudah ketemu ya seminggu yang lalu mungkin saya akan mereview dari pertemuan kita yang kemaren. Anda bisa konsen ? Tegang kah ?

Konseli bergerak kesegal arah, mulai dari melihat keluar pintu, ke arah cctv dan melihat sekelilingKonseli menjawab sambil tersenyum dan menutup mulutnya dengan tangan kiri

Konseli merasa malu dan gugup

B Enggak si, basa-basi

A Saya lanjutkan mereviewnya. Jadi anda mengalami kesulitan bersosialisasi karena adanya perbedaan budaya, bener ?

Konselor bertanya dengan mencondongkan badan kearah konseliKonseli memberikan jeda sebelum akhirnya menjawab serta menaikan alisnya.

Mengajak konseli untuk berpartisipasid alam percakapan tersebut dan konseli gugup

B Ehmm ia bener

A Apakah kamu ada yang ingin disampaikan lagi atau diceritakan kepada saya? Konseli duduk dengan kaki terbuka lebar sambil tangan kiri memengangi jenggot. Saat menjawab konseli biasa menaikan alis bagian kiri.

Konseli menjawab dengan sekenannya seperti tidak nyaman.

B Udah gak ada siA Emang masalah kamu sudah tidak berpengaruh lagi untuk anda ?B EnggakA Berarti masalahnya uda kelar ?B Uda bagus si ?A Uda bagus gimana ?

B Ya, karna kesadaran diri lah, karena kita kurang bersosialisasi ya jadinya kitanya yang harus bersosialisasi.

Saat menjelaskan kaki kanan konseli dinaikan ke paha kirinya dengan tanagn kanan diatas paha kanan dan tangan kiri memegang ujung sepatu sambil menjelaskan. Terkadang kembali lagi memegang bagian dagu, jenggot, ujung bibir sambil berbicara

Konseli tampak tidak tenang dalam menjawab pertanyaan dan terkesan sangat acuh tak acuh. Tidak kooperatif

A Jadi kamu mulai membuka diri?B IaA Sejak kapan?B Semester 4, setahun yang lalu lah

A Apa yang membuat anda akhirnya sadar bahwa harus beradaptasi? Kenapa baru semster 4?

Konseli merubah posisi duduknya dengan menurunkan kaki kanannya, dan membiarkannya terbuka lebar. Konseli menjawab pertanyaan sambil membenerkan ujung kancing tangan kanan dengan tangan kiri, memegang jenggot, tersenyum dan menggerakkan kepala kekiri dan mengangkat dagu serta mengeluarkan aksen khas daerah. Seperti “tsahh” sambil tersenyum namun menutup mulutnya dengan tangan kiri.

Konseli menjelaskan dengan bahasa yang lebih rilek dan mulai dapat menjabarkan jawabannya.

B Pertama itu ingat tujuan awal. Ya memanglah sudah ingat tujuan tapi berdasarkan apa ? apa yang sebenernya dicari? Kalo ilmu ya mumpung disini. Trus teman budaya mu banyak. Temen gak cuma satu. Kemudian adaptasi dengan budaya mereka, bahasa mereka gimana. Contoh salah satu adaptasi. Kalo aku gitu. Jadi harus sadar dirilah, disini ini pusatnya ilmu, jadi mau gak mau harus keluar zona nyaman lah. Itu aja

A Jadi sekarang sudah keluar dari zona aman ? Konseli menjawab sambil Konseli menjawab dengan

memegang ujung hidungnya. Tangan konseli tidak pernah jauh-jauh dari wajahnya.

sekenanyaB Ia tapi masih amanA Loh? Jadi apa ini maksudnya keluar zona aman namun masih aman ? jadi masih

setegah-setengah keluarnya?B Kita tu keluar zona tapi aku merasa amanA Sikap apa yang menunjukan bahwa kamu sudah membuka diri ? Konseli sempat

kebinggungan saat menjawab pertanyaan yang di lontarkan konselor. Berkali-kali konselor merubah kata-kata yang pas agar konseli memahaminya. Konseli saat tidak paham, mencondongkan bdannya kedepan dan memeasang telinga bagian kanan nya mengarah ke arah konselor.

Konseli mencoba memahami maksud konselor

B Organisasi ya. Salah satunya aku ikut HMJ. Trus organisasi daerah. Walupun itu organisasi daerah tapi kan kita disini di tempat orang. Walaupun kita beda daerah tapi kalo masih kota asal itu masih ada kecocokan dalam berinteraksi. Jadi kita tu cari tempat kembali meskipun kita berada di tempat orang. Jadi salah satunya kembali ke organisasi daerah. Jadi ketemu sama orang-orang yang kultur nya sama, jadi kita merasa ada dilingkungan sendiri meskipun kita di kota orang. Nah itu salah satu adaptasi yang menurutku aman lah. Dari oganisasi daerah kita tau berorganisasi, berinteraksi, relasi, kemna-mana, tau organisasi, tau kepemimpinan itu apa, visi misinya. Walupun seperti itu kan kita berkerja seperti sama keluarga sendiri. Sehingga satu visi dan satu misi. Kalo uda kayak gitukan kita sudah punya orang-orang yang melindungi kita di kota orang. Nah itulah yang aku maksud keluar zona nyaman tapi tetap aman.

Konseli menjawab pertanyaan dengan duduk bersandar pada kursi, menggerakkan tangan kirinya kedepan, menunjuk-nunjuk diudara dengan jari telunjuknya. Kadang di putar-putar sambil menjelaskan. Lalu memegang jenggot. Konseli terkadang menaikan dagunya saat berbicara dan konseli memutus pembicaraan

Konseli mulai rilex dalam bercerita dan mulai memberikan penjabaran.

A Jadi adaptasi menurut kamu walaupun kamu diluar daerah ada orang-orang yang satu kultur dengan mu sehingga kamu bisa nyaman berada di luar daerah. Walupun kamu

Konseli menyela pembicaraan dengan pernyataannya saat

gak pulang kampung. konselor. konselor memberikan rangkuman sementaraB Itu salah satu opsinya

A Lalu apa opsi lainnya selain organisasi daerah? Konseli saat selesai ditanya berdiri da membetulkan celananya dengan menariknya kebawah dengan kedua tangannya lalu kembali duduk dan mulai menjelaskan dengan tangan yang ketka menjelaskan menunjuk-nunjuk udara, selanjutnya memegang jenggot, dagu, bawah bibir dan terkadang hidung

Konseli mulai banyak menjabarkan permasalahan dan penyelesaian masalahnya

B Beraktivitas sesuai hobi contohnya aku suka bola. Disni aku belajar memandang fans-fans. Bagaimana mereka ngumpulin fans sama club itu gimana. Contohnya sama-sama ngopi bareng, karna didaerah saya itu budaya ngopi kan bukan budaya sana itupun di bawa dari sini. Jadi kita berkumpul sama fans club yang sama sambil ngopi, nobar bareng. Disini juga terkenal sama aremanya. Ya mumpung disini kita berorganisasi, organisasi daerah sama menyalurkan hobi yang sama dengan orang sini.

A Jadi, kamu merasa gak si kalo orang-orang didaerah kamu juga ngalamin hal yang sama seperti diskriminasi?

Konseli mebutuhkan beberapa saat untuk berfikir. Ditandai dengan kepala konseli yang tiba-tiba mengarah ke kiri atas lalu mulai menjelaskan dengan memengan bagian bawah bibir.

Konselor membutuhkan waktu lama dalam memutuskan memberikan pertanyaan selanjutnya. Sehingga pertanyaan terkesan tidak jelas. Konseli pun akhirnya menjawab dengan tidak serius

B Gak tau juga si, gak pernah nanya. Menurut saya tergantung orangnya aja bagaimana menanggapinya. Itu bisa dari diri kita ataupun karna orang lain. itu aja si. Kita yang tutup diri atau orang yang ngelakuin diskriminasi.

A Jadi seperti itu ya? Baiklah saya buatkan kesimpulan sementara yaitu agar kamu dapat beradaptasi dengan budaya baru adalah dengan cara mengikuti organisasi baik dalam amupun luar seperti organisasi daerah kamu itu dan kegiatan hobi kamu yang sesuai dengan daerah kamu. Gitu ?

Konseli melihat kearah konselor, dengan matanya yang bulat sambil memegang janggut. Sambil menjelaskan pun konseli memegang janggut

Membutuhkan waktu lama agar mampu mendapatkan kesimpulan sesuai dengan keinginan konseli.

B Mengikuti hobi yang kita sukai sama mengetahui kebiasaan orang tapi masih hobi, cara mengumpulkan hobi orang itu yang sama itu bagaimana, seperti dengan ngopi

A Oh, berarti kamu mulai mengikuti budaya yang ada disini, trus kebiasaan-kebiasaan Konseli duduk dengan Konseli menjawab dengan

mereka. bersandar di kursi, sambil tangan kanan di letakkan diatas paha dan tangan kiri mencoba disandarkan ke sandaran kursi.

rilexB Kalo kebiasaan enggak juga si, gak terlalu seperti itu. Kalo kebiasaan gimana ya. Kayak

gitu lah seperti sopan. Contohnya sopan sama orang tua. Kata orang kan lebih baik jangan pakek bahasa jawa kalo gak tau mau ngmng sama orangtua mending pakek bahasa indonesia. Ya belajar sopan santun sama tata krama.

A Jadi yang kamu ambil disini adalah cara berkomunikasi dengan orang yang lebih tua. Kemudian berarti permasalahn kamu ini sudah teratasi apa belum ?

Konseli duduk dengan bersandar di kursi, sambil tangan kanan di letakkan diatas paha dan tangan kiri mencoba disandarkan ke sandaran kursi. Terkadang mengoyangkan badannya kesamping kiri atau kanan melihat-lihat sekeliling dan menggaruk-garuk pergelangan tangan kanannya dengan tangan kirinya.

Konseli mulai nyaman dalam menjawab dan banyak memberikan penjabaran.B Sudah

A Kemudian bagaimana keadaan mu dengan teman sekelas, apa sudah bagus?B Bagus tapi ya itu berkubu-kubu. Jadi kita gak di kubu mana-mana, di tengah tengah

netral aja. Jadi kita liat anak-anak dalam kelas. Sensitiv gak ? heboh gak sama orang-orang di kelas? di kelas kan tempat pemelajaran. Contohnya tu kalo nannya, ada dapat nilai gak. Kalo gak ada nilai gak akan nanya. Kadang malas kalo di tanya-tanya. Kembali kesensitivnya. Ini yang presentasi sensitiv gak kalo di tanyain. Jadi kita itu manipulasi. Biar enak juga dalam kelas, jadi kami sudah siapkan jawaban yang presentasi uda pasti bisa jawab. Biar ada anak yang resek, sua nanya kan. Gak seua rang bisa terima budaya kayak gitu. Budayanya gak cocok, mulai dari bahasa, gaya...

A Gaya? Maksudnya gimana? Konseli duduk tegap lalu menggoyangkan kaki kirinya sambil menaruh tangan kanannya di atas paha kanan dan tangan kirinya memegang janggut. Terkadang tanggannya bergerak untuk mmeberikan penjelasan dan menunjuk-nunjuk ke udara.

Konseli mulai memberikan penjelasan yang lebih banyak dan lebih rilex.

B Kalo ada yang berpakaiannya, kalo menurut aku ini. Yang paling berpengaruh ini gaya berpakaiannya cewek ini, biar cwek darimana aja. Cwek sndiri pun kadang gak suka liat cwek yang pakaiannya seksi atau terlalu terbuka, ketat sehingga keliatan bentuk badannya. Jadi kembali lagi itu kalo seperti gaya dan budaya. Mungkin karna dia gak suka atau karna ada temennya yang provokasi temennya. Kalo budaya kayak aku bilang kayak bahas. Emang dari budayanya sendiri yang berinteraksinya ceplas-ceplos atau intonasinya tinggi. Orng sinikan lembut-lembut otomatis mereka yang kaget jugalah, macam begitulah. Tapi lama-lama kenapa berubah kok. Sudah ada akulturasi budaya. Mereka sadar juga kalo ini kebiasaan mereka dan budaya mereka. Dari sisi sananya dan dari sisi kita juga.

A Berarti butuh waktu lama untuk adanya akulturasi budaya dalam kelas? Konseli duduk mulai Konseli dalam menjawab

berganti-ganti. Menaikkan kaki, menurunkannya. Bersandar, tegak, menggaruk pergelangan tanagn kanan dengan tanag kiri, menggoyangkan kaki kiri dan memengan janggut.

sudah melebar dari topik dan tidak jelas, karena pembicaraan di putar-putar tidak fokus pada pertanyaan dan topik.

B Ndak jugalah, kalo ditanggapinya negatif trus susah. Kalo positif terus gampang enak. Contohnya gak usa ambil pusing. Itu aja contohnya gak usa terlalu sensitif sama orang. Kalo dari sananya sensitif kitanya senstif gak bakalan cocok. Tapi kalo kita yang terima, kita harus terima kita yang cocok kan dengan budaya sini. Itu aja tapi feedbacknya mereka juga harus tau kebiasaan kita itu seperti apa. Gak usalah kebiasaan sehari-hari kayak tadi berbahasa aja sama gimana ya, sama bertanya tadi yang aku bilang kan. Sistem pembelajarankan beda-beda. Secara garis besar mereka au kalimantan itu seperti apa. Jadi muncullah mata kuliah tadi. Misalnya ada mata kuliah tata ruang kota. Pembangunan tu harus cepat. Nah kayak ditempat saya itukan sudah mulai berkembang kan kaltara karena provinsi baru. Otomatis semuanya harus berkembang pesat, dengan pembangunan, birokrat dan pemerintahannya. Jadi muncul pertanyaan-pertanyaan tadi. Kenapa daerah seperti ini, nah iu harus masuk dalam pembelajaran agar anak-anak itu mampu menerima. Sehingga sistem pembelajaran itu harus ada manipulasi dalam konteks bertanya.

A Jadi saya ambil kesimpulan bahwa kamu sudah bisa beradptasi dengan cara kamu. Dengan berbagai macam cara seprti mengikuti berbagai organisasi baik dalam maupun luar kampus dan mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan hobi kamu. Kamu juga mengikuti adat-istiadat dengan menghormati orang yang lebih tua. Apakah bener atau ada yang ingin di tambahkan ?

Konseli duduk dengan kaki terbuka dengan lebar, konseli mengarahkan badannya kearah kiri. Konseli langsung memberikan komentar lalu membalikkan arah badannya sejajar dengan konselor. Konselor pun menjelaskan dengan bahasanya sambil memegang janggut dan kepalanya mengarah ke kiri atas.

Konseli menyadari adanya ketidak sesuaian jalan pikir nya dengan konselor. Lalu mencari jawaban yang pas untuk kesimpulan.

B Ada yang mau saya tanggapi ini, maksudnya sopan santun ini. Semua orang juga punya sopan santunkan. Itulah tadi lebih spesifiknya karena disini lebih baik gak usa pakek bahasa jawa kalo sama orangtua lebih baik pakek bahasa indonesia.

A Ok jadi, karna di jawa ini orangtuanya lebih sensitif jadiB Bukan sensitif si, A Sensitif dalam bahasaB Gak gitu dalam pandangan, jadi kita tu mandanglah orang tua ini bagaimana, jadi

disitu pandangnya. Sensitif ya gak dari situ. Masa kita gak ngapa-ngapain dia sensitif. Maksudnya itu orang-orang tua gak suka dengan gaya pecicilan.

A Jadi, gimana ? Konseli masih duduk dengan bersandar, sesekali menggaruk

Sesi konseling telah usai, konseli mengakhirinya dengan senyuman malu dan terlihat

B UdahA Jadi itu kamu sendiri sudah membuka diri, jadi tidak ada masalah lagi ya. Ok dan tadi

saya juga suda menyimpulkan dan ini sudah 23 menit lebih berjalan. Sampai sini konselingnya. Kamu sudah dapat beradptasi dan menyelesaikan masalahmu sendiri. Yauda terima kasih untuk konselingnya hari ini. Semoga kknnya lancar ntar. Semoga banyak waktu yang terluang. Yasudah sekian terima kasihWassalamualikum wr.wb

pergelangan tangan kanannya dengan tangan kiri, memegang janggut dan menutup mulutnya sambil tersenyum dengan menutup mulut dengan tangan.

senang.

Keterangan :A : KonselorB : Konseli


Recommended