Date post: | 13-May-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | politekniknegerilhokseumawe |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
1
Keterbatasan Akal Manusia
Manusia merupakan mahluk yang paling sempurna diantara
semua mahluk ciptaan Tuhan lainnya. Sebab pada dasarnya hanya
manusia yang diberi anugrah lebih oleh Tuhan dibanding
mahlukNYA yang lain. Selain hawa nafsu yang menjadi faktor
penggerak bagi setiap manusia untuk berbuat sesuatu, manusia
juga dianugrahkan akal budi oleh Tuhan untuk memfilter segala
sesuatu tindakan yang akan dilakukan sesuai kehendak hawa
nafsu tadi.
Sehingga bukan hal yang aneh jika manusia mampu berbuat
sesuatu yang terkadang keluar dari koridor sisi – sisi
kemanusiaannya. Hal tersebut dikarenakan buah fikir yang
dimiliki manusia yang senantiasa mencoba sesuatu pembaharuan
dan ingin memecahkan segala hal yang semestinya hanya menjadi
rahasia Tuhan. Hal itu sah – sah saja karena tidak ada aturan
tersendiri yang mengharuskan manusia untuk tidak memikirkan
hal – hal yang seharusnya tidak pantas untuk difikirkan karena
tidak sesuai dengan kemampuan akal budi yang dimiliki oleh
manusia.
Namun seperti yang dijelaskan diatas bahwa salah satu
sifat mendasar yang dimiliki oleh manusia adalah rasa ingin
tau sehingga memunculkan nafsu untuk mencoba melakukan satu
tindakan yang terkadang dilaur batas nalar. Tentunya kita
masih ingat bagimana seorang Revolusioner, Charles Darwin
dengan karyanya The Origin of Species yang menjelaskan tentang teori
evolusi melalui seleksi alam. Teori ini sontak menggemparkan
seisi seantero dunia pada pertengahan abad 19 dimana dengan
hasil penelitiannya tersebut Darwin berani menyatakan bahwa
nenek moyang dari manusia adalah kera.
Teori ini muncul berkat penelitian yang dilakukan Darwin
sehingga menghasilkan buah fikir yang menyatakan bahwa manusia
berasal dari kera. Rasionalitas yang diberikan Darwin sebagai
penguatan eksperimennya tersebut membuat banyak orang
mengalami kebimbangan karena bertentangan dengan konsep
ketuhanan. banyak para pemuka agama yang menentang hasil
fikiran Darwin tersebut, namun tidak sedikit pula yang
mengamini apa yang dikatakan Darwin dalam teori evolusinya
tersebut.
2
Meski perlahan teori evolusinya Darwin mulai ditinggalkan
dan dianggap sebagai eksperimen usang yang tidak berdasar,
namun hingga kini masih ada para Daarwinisme yang tetap
mendewakan hasil fikir dari Darwin tersebut.
Seiring kemajuan teknologi yang dibuat manusia, maka hal –
hal yang dahulu dianggap kontroversi mulai lebih gampang untuk
dibuktikan keakuratannya melalui bantuan teknologi yang juga
diciptakan oleh buah fikir manusia. Saat ini semua hal yang
dihasilkan oleh akal budi manusia harus ditelisik akurasi
datanya sebelum diakui secara universal kebenarannya.
Namun seiring kemajuan zaman yang terjadi, metode tentang
kekuatan akal budi manusia justru semakin pesat pula
perkembangannya untuk diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu
yang ada didunia. Manusia sekarang justru merasa bahwa melalui
kemampuan pola fikirnya, maka semua hal yang ada didunia ini
dapat dirasionalisasikan dengan kaedah – kaedah teoritis yang
dihasilkan oleh akal budi manusia.
Bahkan hal yang paling naif adalah bagaimana seorang
manusia dengan berbekal kecerdasan yang ia miliki ingin
mencoba menembus batas pengetahuan yang selama ini tidak
mungkin untuk terpecahkan oleh daya nalar manusia.
Konsep ketuhanan yang seyogyanya tidak dapat
dirasionalisasikan secara utuh dengan pola fikir manusia yang
pada hakekatnya sengat terbatas, belakangan mulai dikaji oleh
manusia – manusia yang meyakini dirinya memiliki kemampuan
untuk merasionalisasikan segala hal yang bahkan diakui sebagai
rahasia Tuhan.
Sebab pada dasarnya ada hal – hal tertentu yang sebenarnya
manusia tidak dapat mengkajinya dengan akal budi yang mereka
miliki. Karena sama – sama kita pahami bahwa ada batasan
bagaimana seorang manusia dapat mengoptimalkan segala
kemampuannya untuk menggunakan daya nalarnya. Sebab seandainya
seorang manusia diberikan kemampuan untuk mengkaji berbagai
hal yang ada didunia termasuk konsep ketuhanan, maka bukan hal
yang mustahil manusia tersebut akan menyatakan dirinya
sederajat dengan Tuhan kerana mampu memikirkan dan bahkan
memecahkan segala sesuatu yang Tuhan ketahui dan seharusnya
manusia tidak ketahui.
3
David Hume pernah menyatakan bahwa peran akan budi dalam
memutuskan masalah – masalah moral merupakan hasil dari rasa
simpati atau sentimen dari manusia itu sendiri. Dengan kata
lain Hume menegaskan bahwa keidealisan seorang manusia dalam
menilai sesuatu tidak akan pernah benar secara mutlak dimana
akal budi yang dia hasilkan pasti akan terkontaminasi dengan
nafsu pribadinya. Sebab semua manusia yang ada didunia
memiliki nafsu yang ada didalam dirinya, sehingga tidak
menutup kemungkinan disaat seorang manusia mencoba mengkaji
sesuatu dengan kemampuan akal budinya, maka nafsu yang dia
miliki juga ikut ambil bagian dalam menyimpulkan hasil buah
fikirnya akan sesuatu.
Yang jadi pertanyaan adalah seberapa dominan akal budi
tersebut untuk dijadikan Tuan atau justru diperbudak oleh hawa
nafsu yang melekat didalam diri seorang manusia.
Manusia Yang Mulai Lupa Dengan Hakikatnya
Dari penjabaran hakikat dan sifat dasar manusia diatas
dapat sedikit disimpulkan bahwa pada dasarnya manusia itu
memang tidak dapat merasionalkan segala hal yang ada didunia
karena ada keterbatasan daya nalar yang dimiliki oleh akal
budi seorang manusia. Meskipun tidak jarang ada manusia yang
meyakini dirinya memiliki kemampuan untuk mengkaji segala hal
termasuk konsep ketuhanan sekalipun.
Namun dengan segala kemampuan yang dimiliki oleh manusia
itu, terkadang manusia justru lupa dengan hakikat dan sifat
dasarnya. Dimulai dari rasa egoisme dan individualis yang
lebih dominan untuk menguasai dirinya dalam berfikir karena
dia meyakini setiap tindakan yang dilakukannya senantiasa
benar dan tidak keliru karena sesuai dengan apa yang dia
kehendaki.
Padahal tanpa disadari keterbatasan akal budi yang
dimiliki oleh manusia namun selalu dipaksakan untuk bekerja
optimal sehingga mampu menjawab berbagai tantangan yang ada
justru perlahan menjadi boomerang bagi manusia itu sendiri
karena perlahan mulai keluar dari koridor hakikat
kemanusiaanya.
4
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa banyak tindakan yang
seharusnya tidak lazim untuk dilakukan oleh seorang manusia,
tidak jarang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Terlepas dari
apa alasan yang mendasari pemikirannya yang justru harus
kaluar dari orientasi sifat kemanusiaan manusia itu karena
pemikirannya yang keluar dari daya nalarnya sehingga menyita
perhatian publik karena memang tidak wajar untuk dilakukan
oleh manusia bila mengingat hakikatnya.
Seperti hal yang paling lumrah terjadi adalah dimana
seorang manusia yang mencoba mengkaji konsep ketuhanan,
menemukan kesimpulan – kesimpulan baru yang digunakannya untuk
berinteraksi dengan Tuhan dengan gaya dan cara yang menurutnya
benar meskipun terkadang justru sangat kontradiksi dengan
ajaran agama yang sesungguhnya telah diyakini kebenarannya
secara universal.
Banyak lagi kasus serupa atau bahkan lebih parah yang
dapat mencerminkan bagaimana manusia sudah mulai melupakan
hakikat dasarnya sebagai mahluk yang memiliki keterbatasan
daya fikir dan akal budinya namun tetap ngotot untuk
mengoptimalkan pemikirannya. Akal budi manusia hanya dapat
digunakan dengan nalar yang sehat sehingga selalu mendengarkan
kata hati, dan memiliki kecerdasan untuk memilah mana hal yang
bisa atau tidak untuk dirasionalisasikan sesuai kemampuan akal
budi.
Akal Bukanlah Segalanya
“Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: ‘Ruh itu
termasuk urusan Rabbku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit’.” (Al-Isra: 85)
Sebab Turunnya Ayat
Diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim dalam
Shahih keduanya dari hadits ‘Alqamah dari Abdullah bin Mas’ud
z berkata: Ketika aku berjalan bersama Rasulullah di sebuah
daerah pertanian dalam keadaan beliau bertumpuan pada sebuah
tongkat dari pelepah korma, tiba-tiba lewat beberapa orang
Yahudi. Sebagian mereka berkata kepada sebagian lainnya:
“Tanyakan pada dia tentang ruh.” Sebagian dari mereka berkata:
“(Jangan tanya dia). Jangan sampai dia mendatangkan sesuatu
yang kalian benci.”
5
Berkata lagi (sebagiannya): “Tanyalah dia.” Mereka pun
bertanya tentang ruh, maka Rasulullah r diam dan tidak
menjawab sedikitpun. Aku tahu wahyu sedang diturunkan kepada
beliau. maka akupun berdiri dari tempatku. Turunlah firman
Allah: “Mereka bertanya kepadamu tentang ruh, maka katakanlah
bahwa itu urusan Rabb-ku dan kalian tidaklah diberi ilmu
tentangnya kecuali sedikit.” (HR. Al-Bukhari no. 4352 dan
Muslim no. 5002)
Penjelasan Ayat
Di kalangan ulama terjadi perselisihan tentang maksud
dari kata ruh yang terdapat di dalam ayat ini. Ibnu Tin telah
menukilkan beberapa pendapat, di antaranya ada yang mengatakan
bahwa yang dimaksud adalah ruh manusia. Ada lagi yang
mengatakan ruh hewan dan ada pula yang mengatakan yang
dimaksud adalah Jibril.
Ada pula yang mengatakan maksudnya adalah ‘Isa
bin Maryam, ada yang mengatakan Al Qur’an, ada yang mengatakan
wahyu, dan ada yang mengatakan malaikat yang berdiri sendiri
sebagai shaff pada hari kiamat. Ada lagi yang mengatakan
maksudnya adalah sosok malaikat yang memiliki sebelas ribu
sayap dan wajah. Ada pula yang mengatakan ia adalah suatu
makhluk yang bernama ruh yang bentuknya seperti manusia,
mereka makan dan minum, dan tidak turun satu malaikat dari
langit melainkan ia turun bersamanya. Dan ada lagi yang
berpendapat lain. (Fathul Bari, Ibnu Hajar, 8/254. Lihat pula
Tafsir Al-Qurthubi, 10/324, Tafsir Ibnu Katsir, 3/62)
Namun mayoritas ahli tafsir memilih pendapat yang
mengatakan bahwa yang dimaksud adalah ruh yang terdapat pada
kehidupan jasad manusia.Yaitu bagaimana keadaan ruh tersebut,
tempat berlalunya di dalam tubuh manusia, dan bagaimana cara
dia menyatu dengan jasad dan hubungannya dengan kehidupan. Ini
adalah sesuatu yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah
U. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi, 10/324) Al-Qurthubi t berkata:
“Yang benar adalah di-mubham-kan (pengetahuan tentang ruh
dibiarkan seperti itu, yaitu tersamar) berdasarkan firman-Nya:
“Ruh itu dari perkara Rabb-ku,” yaitu merupakan perkara besar
dari urusan Allah I dan tidak diberikan perinciannya agar
seseorang mengetahui secara pasti kelemahannya untuk
mengetahui hakikat dirinya dalam keadaan dia meyakini wujud
ruh tersebut. Apabila seorang manusia lemah (mengalami
kesulitan) dalam mengetahui hakikat dirinya, maka terlebih
lagi (kelemahannya) untuk menjangkau hakikat Al-Haq (Allah).
Hikmahnya adalah (untuk menunjukkan bahwa) akal memiliki
kelemahan untuk menjangkau pengetahuan tentang makhluk yang
dekat dengannya (yaitu ruh). Dengan demikian memberikan
pengetahuan kepada akal bahwa menjangkau (pengetahuan) tentang
Rabb-Nya lebih lemah lagi.” (Tafsir Al-Qurthubi, 10/324)
6
Keterbatasan Pengetahuan Akal
Akal merupakan salah satu nikmat Allah yang diberikan
kepada manusia. Dengan akal seseorang mampu membedakan mana
yang baik dan yang buruk, mana yang mendatangkan kemaslahatan
bagi dirinya dan mana yang mendatangkan kemudharatan. Sehingga
dengan akal itu pula seseorang bisa memahami apa saja yang
diturunkan Allah U dan hukum-hukum. Dengan akal seorang
manusia bisa memahami syariat dan melaksanakan perintah-Nya
dengan penuh ketaatan dan ketundukan. Allah I berfirman:
“Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-
baiknya.” (At-Tin: 4)
Ibnul ‘Arabi t berkata: “Tidak ada makhluk ciptaan Allah U
yang lebih baik daripada manusia. Allah U menciptakan manusia
dalam keadaan memiliki kehidupan, berilmu, memiliki kekuatan,
memiliki kehendak, pandai berbicara, mendengar, melihat,
pandai mengatur, dan menempatkan sesuatu pada tempatnya.”
(Tafsir Al-Qurthubi, 20/114)
Namun ketika mereka tidak menggunakan akalnya untuk tunduk
terhadap perintah Allah U dan tidak mendengar peringatan-
peringatan-Nya, bahkan mengerjakan apa yang diharamkan, maka
Allah U pun mengembalikan mereka ke tempat yang paling buruk
yaitu neraka Jahannam. Wal’iyadzu billah. Allah berfirman:
“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal
shalih, maka bagi mereka jannah-jannah tempat kediaman,
sebagai pahala terhadap apa yang telah mereka kerjakan. Dan
adapun orang-orang yang fasiq (kafir) maka tempat mereka
adalah an-naar. Setiap kali mereka hendak keluar darinya
mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya dan dikatakan kepada
mereka: ‘Rasakanlah siksa an-naar yang dahulu kamu
mendustakannya’.” (As-Sajdah: 19-20) Oleh karena itu Allah U
sering menyebutkan di dalam Al Qur’an bentuk pengingkaran
terhadap orang-orang yang tidak menggunakan akalnya untuk
berjalan di atas jalan Allah U dan mengikuti syariat yang
telah diperintahkan. Allah I berfirman:
“Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebaikan,
sedangkan kamu melupakan diri (kewajibanmu) sendiri, padahal
kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?”
(Al-Baqarah: 44)
“Demikianlah Allah menghidupkan orang-orang yang telah mati
dan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar
kamu mengerti.”(Al-Baqarah: 73)
“Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman,
mereka berkata: ‘Kamipun telah beriman,’ tetapi apabila mereka
berada sesama mereka saja, lalu mereka berkata: ‘Apakah kamu
menceritakan kepada mereka (orang-orang mukmin) apa yang
diterangkan Allah kepadamu, supaya dengan demikian mereka
dapat mengalahkan hujjahmu di hadapan Tuhanmu; tidakkah kamu
mengerti?’.” (Al-Baqarah: 76)
“Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-
hukum-Nya) supaya kamu memahaminya.” (Al-Baqarah: 242)
7
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini selain dari main-main dan
senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik
bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu
memahaminya?” (Al-An’am: 32) Dan firman Allah lainnya yang
menjelaskan bahwa orang yang tidak tunduk terhadap syariat-
Nya, pada hakikatnya mereka adalah orang-orang yang tidak
menggunakan akalnya pada tempat yang semestinya. Sebab akal
merupakan makhluk Allah yang terbatas kadar keilmuannya, yang
seharusnya berada di bawah kekuasaan Allah Yang Maha Sempurna
dan Maha Berilmu terhadap segala sesuatu.
Ibnu Qudamah t berkata: “Segala sesuatu yang diberitakan oleh
Nabi r wajib diimani dan penukilan (berita itu) shahih dari
beliau tentang permasalahan yang (bisa) kita saksikan atau pun
sesuatu yang (sifatnya) ghaib. Kita mengetahui bahwa itu
adalah kebenaran dan kejujuran, baik masuk akal atau tidak dan
kita belum mengetahui hakikat maknanya.” (Lum’atul I’tiqad
poin no. 55)
Membantah Syariat Dengan Akal: Metode Kuffar
Sudah menjadi kebiasaan orang-orang kafir untuk selalu
menolak apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya berupa
berita-berita serta ancaman-Nya dengan akal mereka dan
menyangka bahwa akal mereka di atas segalanya dalam menentukan
keputusan. Sebagaimana Allah I sebutkan tentang orang-orang
yang mengingkari hari kebangkitan:
“Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada
kejadiannya, ia berkata: Siapakah yang dapat menghidupkan
tulang-belulang yang telah hancur luluh?” (Yasin: 78)
Allah U juga mengabarkan bahwa orang-orang kafir membantah apa
yang dikabarkan kepada mereka tentang tauhid dengan akal
mereka:
“Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja?
Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat
mengherankan.” (Shad: 5) Mereka pun membantah tentang kenabian
dengan akal mereka:“Dan mereka berkata: “Mengapa Al Qur’an ini
tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua
negeri (Makkah dan Thaif) ini?” (Az-Zukhruf: 31) Dan firman-
firman Allah yang lain, yang jika kita memperhatikan dengan
seksama akan tampak bahwa sesungguhnya apa yang dilakukan oleh
para pengikut hawa nafsu dari kalangan para penyembah akal
seperti kaum filosof, Jaringan Islam Liberal, dan yang sejalan
dengan mereka ini hanyalah mengikuti cara-cara nenek moyang
mereka dalam ber-istidlal (mengambil dalil) untuk menolak Al
Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya r.
Ibnul Qayyim t mengatakan: “Menentang para rasul atau berita
mereka dengan ma’qulat (sesuatu yang dianggap masuk akal)
adalah metode orang-orang kafir.” (Mukhtashar Ash-Shawa’iq Al-
Mursalah hal. 121)
8
Ternyata kebiasaan nenek moyang mereka inipun diwariskan
kepada para penerus pemeluk kesesatan dan para pengekor hawa
nafsu untuk memelihara keabadian dan kelestarian budaya setan
tersebut beserta para anteknya.
Mereka masih saja menjadikan akal mereka sebagai tolak
ukur untuk menilai sesuatu benar atau tidak, bahkan sampai
kepada tingkat menilai benar tidaknya perkataan Allah dan
Rasul-Nya dengan kedangkalan akal yang mereka miliki.
Berikut ini beberapa contoh penolakan nash-nash dengan akal:
1. Menolak Melalui Nadits Nabi:
“Apabila lalat jatuh ke salah satu tempat minum kalian maka
hendaklah dia menenggelamkan (lalat tersebut) lalu
mengangkatnya. Karena sesungguhnya pada salah satu sayapnya
terdapat penyakit dan pada sayap yang lain terdapat
penawarnya.” (HR.Al-Bukhari dari hadits Abu Hurairah z).
Orang-orang berpenyakit ini pun berkata: “Hadits ini lemah
karena bertentangan dengan penelitian para ahli (kesehatan)
yang berkesimpulan bahwa pada lalat semuanya terdapat racun
dan tidak ada penawarnya!”. Sungguh suatu tindakan yang
lancang dalam melemahkan hadits yang para ulama ahli hadits
sepakat menerimanya hanya dengan alasan bertentangan dengan
hasil penelitian? Apakah
mungkin menolak hadits yang sifatnya qath’i (pasti) dengan
penelitian yang masih bersifat zhanni (dugaan)? Sungguh ini
merupakan suatu kebodohan yang nyata.
2. Menolak kandungan hukum dari firman Allah:
“Allah mewasiatkan kepada kalian tentang anak-anak kalian
(bahwa) bagi seorang laki-laki mendapatkan bagian dua kali
wanita.” (An-nisa:11). Maka orang-orang yang berpenyakit ini
mengatakan bahwa ayat tersebut sudah tidak relevan karena
sekarang sudah ada persamaan hak antara laki-laki dan wanita
sehingga (dalam pembagian warisan) mereka harus mendapatkan
bagian yang sama. Sungguh merupakan suatu tindakan yang sangat
lancang terhadap ayat Allah U Yang Maha Adil dan Maha
Mengetahui kemaslahatan hamba-hambanya. Ayat yang muhkam
(jelas) ini merupakan ayat yang terus berlaku pada setiap
zaman dan tidak dipengaruhi oleh perkembangan peradaban
manusia atau adanya gerakan emansipasi yang terjadi di zaman
tertentu. Semoga Allah U menyumbat mulut orang-orang yang
melampaui batas!
Sikap Para Shahabat Terhadap Akal
Para shahabat sebagai manusia termulia di antara umat
Rasulullah r adalah orang-orang yang paling paham dalam
menempatkan akal mereka. Di saat mereka diajak untuk
bermusyawarah dalam membicarakan siasat pertempuran, mereka
mengungkapkan berbagai siasat dengan kepandaian akal dan
pengalaman yang mereka miliki, seperti yang terjadi pada
perang Badr dan Khandaq. Dalam perdagangan, dengan akal dan
kepandaian yang mereka miliki dalam berjual beli mereka mampu
melakukan muamalah jual-beli yang mendatangkan keuntungan
berlipat tanpa harus berbuat curang.
9
Dalam bercocok tanam, mereka ahli dalam mengembangkan
hasil ladang dan tanaman sehingga membawa hasil yang melimpah.
Namun dalam perkara yang telah menjadi ketetapan Allah dan
Rasul-Nya, tidak keluar dari lisan mereka kecuali pernyataan:
“Kami dengar dan kami menaatinya!”
Allah U berfirman:
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka
dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum
(mengadili) di antara mereka ialah ucapan: ‘Kami mendengar dan
kami taat.’ Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(An-Nur: 51)
Ibnu ‘Abbas c berkata: “Allah U mengabarkan tentang ketaatan
kaum Muhajirin dan Anshar, walaupun dalam perkara yang mereka
benci. Inilah perkataan mereka, dan sekiranya mereka kaum
mukminin maka tentunya mereka pun akan mengatakan (seperti
yang dikatakan oleh kaum Muhajirin dan Anshar): ‘Kami
mendengar dan kami taat’.” (Tafsir Al-Qurthubi, 12/294-295)
Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita semua menuju
jalan yang lurus. Wallahul musta’an.
Persamaan Dan Perbedaan Manusia Dengan Mahluk Lain
Manusia pada hakekatnya sama saja dengan mahluk hidup
lainnya, yaitu memiliki hasrat dan tujuan. Ia berjuang untuk
meraih tujuannya dengan didukung oleh pengetahuan dan
kesadaran. Perbedaan diantara keduanya terletak pada dimensi
pengetahuan, kesadaran dan keunggulan yang dimiliki manusia
dibanding dengan mahluk lain.
Manusia sebagai salah satu mahluk yang hidup di muka
bumi merupakan mahluk yang memiliki karakter Manusia secara
fisik tidak begitu berbeda dengan binatang, sehingga para
pemikir menyamakan dengan binatang. Letak perbedaan yang
paling utama antara manusia dengan makhluk lainnya adalah
dalam kemampuannya melahirkan kebudayaan. Kebudayaan hanya
manusia saja yang memlikinya, sedangkan binatang hanya
memiliki kebiasaan-kebiasaan yang bersifat instinctif.
Dibanding dengan makhluk lainnya, manusia mempunyai
kelebihan.kelebihan itu membedakan manusiadengan makhluk
lainnya. Kelebihan manusia adalah kemampuan untuk bergerak
dalam ruang yang bagaimanapun, baik di darat, di laut, maupun
di udara. Sedangkan binatang hanya mampu bergerak di ruang
yang terbatas.
Walaupun ada binatang yang bergerak di darat dan di laut,
namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan tidak bisa
meampaui manusia. Mengenai kelebihan manusia atau makhluk lain
dijelaskan dalam surat Al-Isra ayat 70. Diantara karakteristik
manusia adalah :
1. Aspek Kreasi
2. Aspek Ilmu
3. Aspek Kehendak
4. Pengarahan Akhlak
10
Selain itu Al Ghazaly juga mengemukakan pembuktian dengan
kenyataan faktual dan kesederhanaan langsung, yang
kelihatannya tidak berbeda dengan argumen-argumen yang dibuat
oleh Ibnu Sina (wafat 1037) untuk tujuan yang sama, melalui
pembuktian dengan kenyataan faktual. Al Ghazaly memperlihatkan
bahwa; diantara makhluk-makhluk hidup terdapat perbedaan-
perbedaan yang menunjukkan tingkat kemampuan masing-masing.
Keistimewaan makhluk hidup dari benda mati adalah sifat
geraknya. Benda mati mempunyai gerak monoton dan didasari oleh
prinsip alam. Sedangkan tumbuhan makhluk hidup yang paling
rendah tingkatannya, selain mempunyai gerak yang monoton, juga
mempunyai kemampuan bergerak secara bervariasi. Prinsip
tersebut disebut jiwa vegetatif. Jenis hewan mempunyai prinsip
yang lebih tinggi dari pada tumbuh-tumbuhan, yang menyebabkan
hewan, selain kemampuan bisa bergerak bervariasi juga
mempunyai rasa. Prinsip ini disebut jiwa sensitif. Dalam
kenyataan manusia juga mempunyai kelebihan dari hewan. Manusia
selain mempunyai kelebihan dari hewan. Manusia juga mempunyai
semua yang dimiliki jenis-jenis makhluk tersebut, disamping
mampu berpikir dan serta mempunyai pilihan untuk berbuat dan
untuk tidak berbuat. Ini berarti manusia mempunyai prinsip
yang memungkinkan berpikir dan memilih. Prinsip ini disebut an
nafs al insaniyyat. Prinsip inilah yang betul-betul membeda
manusia dari segala makhluk lainnya.
Manusia Adalah Makhluk Ciptaan Allah Yang Paling
Sempurna
Kesempurnaan, adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai
setiap manusia yang hidup didunia. Berbagai cara dilakukan
agar bias terwujud kesempurnaan. Akan tetapi selalu hal yang
kosong yang didapat dari semuanya. Miris memang, pada saat
melihat sebagian besar dari kita tenggelam dalam bayangan
kesempurnaan. Tidak saja mereka yang jauh dari agama, mereka
yang dekat dengan agama saja masih begitu sering tenggelam
dalam bayangan yang menjebak ini.
Sebenarnya, Allah SWT telah menciptakan manusia sebagai
makhluk yang sempurna. Hal ini tertuang dalam Al- Qur’an di
Surah At-Tin ayat 4 “ Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Apa yang terlintas dalam benak
kita saat membaca ayat tersebut. Malukah?. Allah sendiri yang
mengatakan bahwa ciptaan-NYA yang bernama manusia adalah
bentuk yang terbaik dari bentuk-bentuk yang lain. Lantas
mengapa dengan berani kita mengatakan bahwa manusia adalah
makhluk yang tidak sempurna? Sekarang, siapakah yang
menciptakan manusia sehingga berani mengatakan bahwa manusia
itu tidak sempurna? Kita sebagai manusia ataukah Allah sebagai
tuhannya manusia.
11
Bermain dengan ungkapan yang menyangkut dengan ciptaan
Allah adalah sebuah hal yang sebaiknya kita hindari. Hal ini
bisa-bisa malah akan menyinggung sisi tauhid. Menyakini bahwa
segala ciptaan Allah tidak ada yang cacat. Segala sistemnya
juga tidak ada satupun yang cacat. Tidak sedikitpun cacat dari
sebuah kesempurnaan.
Tidak jarang, sebagian dari kita menginginkan sosok
manusia adalah sosok yang tidak pernah salah, tidak pernah
membunuh, tidak pernah menyakiti, tidak bodoh, tidak berkeluh
kesah, tidak miskin, dan lainnya. Bila memang kita
menginginkan hal seperti ini maka sebaiknya baca kembali Al-
Qur’an yang tertata rapi dirumah. Dimana Allah banyak
menjelaskan sifat-sifat manusia dan sekaligus lengkap dengan
tujuan penciptaannya. Bukankah seperti yang kita ketahui
bersama bahwa yang namanya visi adalah sesuatu tujuan dari
sebuah keinginan. Sedangkan misi adalah tools yang dipakai untuk
mencapai visi. Jadi, jika penciptaan manusia visinya adalah
menyembah, mengabdi, dan taat kepada Allah. Maka tools adalah
semua yang ada didiri kita sekaligus lengkap dengan perangkat
sistemnya. Baik yang hardware maupun yang software.
Sekali lagi, bagaimana mungkin kita begitu berani
mengatakan bahwa manusia itu tidak sempurna. Manusia sempurna
sebagai manusia. Manusia bukan malaikat yang tak punya nafsu
dan selalu berdzikir kepada Allah. Manusia juga bukan syetan
yang kerjanya selalu menggoda dan menjerumuskan temannya
kedalam neraka. Tapi manusia adalah manusia. Sesosok makhluk
yang dilengkapi dengan ”qalb” yang dengannya dia bisa menjadi
lebih baik dari pada malaikat manapun. Manusia juga dilengkapi
dengan nafsu, yang dengannya pula manusia bisa menjadi lebih
buruk dari syetan. Manusia juga dilengkapi dengan insting dan
pikirannya dengan itu dia menjadi lebih baik dari hewan.
Belum lagi jika kita melihat bagaimana perlengkapan dalam
fisiknya. Dimana dengannya manusia bisa melakukan segala
sesuatu yang dapat mendukungnya untuk melakukan tugasnya.
Tugasnya sebagai hamba Allah dan tugasnya sebagai
“perpanjangan tangan” Allah dimuka bumi. Allah memberikan
manusia kemampuan ilmu yang dengannya kita bisa bertahap dari
ganasnya lingkungan sekitar. Allah menganugerahi manusia
dengan kulit yang denganya dia bisa menjaga tubuhnya dari
serangan bakteri dan cuaca. Belum lagi dengan kegunaannya
fisik lainnya. Lalu, sekali lagi kita mengatakan bahwa manusia
ini tidak sempurna. Apakah kita mau bernafas dengan insang
layaknya hewan laut? Cantikkah kita yang bernafas dengan
insang? Tampankah kita bila memiliki tanduk dan berekor
layaknya babi hutan?
Mungkin, sifat jelek yang terdapat pada manusia
menyebabkan kita mengatakan bahwa manusia itu tidak sempurna.
Tapi perlu kita ketahui dan sadari bahwa sebuah keegoisan
adalah sebuah faktor pendukung untuk mencapai “SURGA”. Lalu
emosional juga diperlukan untuk membuat kita bisa mencintai
Allah dengan segenap hati. Sehingga hal ini membuat manusia
itu semakin sadar diri. Bahwa dirinya tidak patut
disombongkan. Saking sombongnya sehingga berani mengantakan
bahwa penciptaan manusia tidak sempurna.
12
Sebuah kesombongan yang mungkin saja bisa menyamakan kita
pada musuh bebuyutan yang tidak mau mendengar perintah Allah
saat harus menyembah Nabi Adam as. Atau, kita bisa bersikap
seperti malaikat “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka
berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."( al
baqarah : 30)
Manusia memiliki semuanya, mulai dari sifat yang jelek,
sampai pada sifat yang sangat mulia. Dan tidak ada lagi
makhluk yang sesempurna manusia dimuka bumi sebagai makhluk
yang sempurna. Manusia itu diberikan kebebesan memilih oleh
Allah. Memilih sendiri tempat huninya, gaya huninya, dan
menerima semua konsekuensi atas pilihannya. Dan sekali lagi,
semuanya adalah faktor pendukung kesempurnaan manusia. Jikau
ada yang cacat maka Allah menantang kita untuk mencari
dimanakah sebuah nikmat itu dapat didustakan oleh kita yang
menamakan manusia. Bukankah manusia itu adalah sebuah
kesempurnaan yang sempurna sehingga mewajibkan kita mensyukuri
dengan menuruti segala perintah-NYA. Karena dengan
kesempurnaan tersebutlah Allah membuktikan kepada manusia
sebagai tuhannya manusia. Tuhan jin, Tuhannya malaikat, dan
Tuhan segala alam.