Date post: | 04-Dec-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | independent |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
MAKALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA 2
(Hukum Ketenagakerjaan dan Etika Bisnis)
Dosen Pengampu : Ferdiansyah, S.E, M.M.
Disusun oleh :
KELOMPOK 9
Andini Putri Damaryani (2014051202)
SamsulBahri (2014050517)
Yuli Agus Susanti (2014050181)
04SMJEO/433
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS PAMULANG
2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI.......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................2
1.4. Sistematika Penulisan.........................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 . Pengertian Hukum Ketenagakerjaan..................................................3
2.2. Tujuan Hukum Ketenagakerjaan........................................................4
2.3. Fungsi Hukum Ketenagakerjaan........................................................4
2.4. Sumber Hukum Ketenagakerjaan.......................................................6
2.5. Pendekatan Ketenagakerjaan..............................................................14
2.6. Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia................................................16
2.7. Penengertian Eika Bisnis....................................................................17
2.8. Peran Etika Bisnis...............................................................................21
2.9. Prinsip Etika Bisnis............................................................................21
2.10. Tujuan Etika Bisnis............................................................................23
2.11. Pegangan Etik dalam Ketenagakerjaan..............................................24
2.12 Faktor-Faktor yang melanggar etika bisnis.........................................28
2.13. Etika Bisnis di Indonesia....................................................................32
BAB 3 PENUTUP
3.1. Kesimpulan .......................................................................................34
3.2. Saran .................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia 2
yang diberi judul “ Hukum Ketenagakerjaan dan Etika Bisnis”
Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan
dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak
untuk itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan rasa hormat dan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan
makalah ini.Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih
dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, Kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, kami
sangatmembutuhkanmasukan,saran dan usul guna menjadikan makalah ini agar
lebihbaiklagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca
Pamulang, Februari 2016
Kelompok 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang harus
dihadapi oleh negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia. Jumlah
penduduk yang terus meningkat tanpa diikuti pertambahan lapangan pekerjaan
selalu menjadi pemicu menjamurnya pengangguran. Indonesia memiliki jumlah
penduduk sebesar 225 juta jiwa, menjadikan negara ini negara dengan penduduk
terpadat ke-4 di dunia. Pulau Jawa merupakan salah satu daerah terpadat di dunia,
dengan lebih dari 107 juta jiwa tinggal di daerah dengan luas sebesar New York.
Indonesia memiliki budaya dan bahasa yang berhubungan namun berbeda.
Sedangkan asas ketenagakerjaan yang digunakan menurut Abdussalam
adalah asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral
pusat dan daerah, sedangkan asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya
sesuai dengan asas pembangunan nasional. Pembangunan ketenagakerjaan
mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak yaitu antara
pemerintah, pengusaha dan pekerja atau buruh, oleh sebab itu pembangunan
ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerjasama yang saling
mendukung. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2003 Pasal
3 tentang ketenagakerjaan yang memuat adanya pelaksanaan pembangunan
ketenagakerjaan dapat terwujud dengan melibatkan peranan pemerintah,
pengusaha dan pekerja atau buruh.
Sedangkan, perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang
penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan
merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang.
Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik
adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral.
Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku yang sesuai
dengan nilai-nilai moral.
Bisnis juga terikat dengan hukum. Dalam praktek hukum, banyak masalah
timbul dalam hubungan dengan bisnis, baik pada taraf nasional maupun taraf
internasional. Walaupun terdapat hubungan erat antara norma hukum dan norma
etika, namun dua macam hal itu tidak sama. Ketinggalan hukum, dibandingkan
dengan etika, tidak terbatas pada masalah-masalah baru, misalnya, disebabkan
perkembangan teknologi. Selain untuk menguasai pasar, terdapat faktor lain yang
juga mempengaruhi para pebisnis untuk melakukan pelanggaran etika bisnis,
antara lain untuk memperluas pangsa pasar, serta mendapatkan banyak
keuntungan. Ketiga faktor tersebut merupakan alasan yang umum untuk para
pebisnis melakukan pelanggaran etika dengan berbagai cara.
1.2. RumusanMasalah
1. Pengertiandarihukumketenagakerjaandanetikabisnis
2. Bagaimanakahhukumketenagakerjaan di Indonesia
3. Factor yang mempengaruhietikabisnis
4. Fungsietikabisnis di dalamketenagakerjaan
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah yang utama ialah untuk memenuhi kriteria
tugas mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia 2 dan untuk memberikan
informasi tentang “HUKUM KETENAGAKERJAAN DAN ETIKA BISNIS”.
Semoga bermanfaat bagi pembaca.
1.4. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang kami pakaiadalahsistematikadeduksi,
karenadarihukum-hukum yang berlaku, kami pasangkandenganpenerapan-
penerapannya di lingkungankerja, berhubungandengantenagakerjadanetikabisnis
yang dilakukanpekerjamaupunperusahaan.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan
Banyak rumusan Hukum Perburuhan/Hukum Ketenagakerjaan diberikan
oleh para ahli hukum, maupun pendapat yang satu dan yang lainnya berlainan
bunyinya. Rumusan diberikan antara lain dari :
1. MOLENAAR
Hukum perburuhan/ARBEIDSRECHT adalah bagian dari hukum yang berlaku,
yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara
buruh dengan buruh dan antara buruh dengan penguasa. Pada pengertian tersebut
hendaklah dibatasi pada hukum yang bersangkutan dengan orang-orang yang
bekerja berdasarkan perjanjian kerja/bekerja pada orang lain.
2. M.G. LEVENBACH
Hukum Perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, di
mana pekerjaan tersebut dilakukan di bawah pimpinan dan dengan keadaan
penghidupan yang bersangkut paut dengan hubungan kerja.
Dalam pengertian tersebut hubungan kerja tidak hanya mengatur mereka yang
terikat pada hubungan kerja saja, melainkan termasuk juga peraturan mengenai
persiapan bagi hubungan kerja. Contoh : peraturan untuk magang.
3. VAN ESVELD
Hukum Perburuhan tidak membatasi hubungan kerja dimana pekerjaan dilakukan
di bawah pimpinan saja, tetapi juga meliputi pekerjaan yang dilakukan oleh swa
pekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan resiko sendiri.
4. MOK
Hukum Perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang
dilakukan di bawah pimpinan orang lain dan dengan keadaan penghidupan yang
langsung bergandenngan dengan pekerjaan itu.
5. Prof. IMAN SOEPOMO
Hukum Perburuhan adalah himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak, yang
berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan
menerima upah.
Himpunan peraturan tersebut hendaknya jangan diartikan seolah-olah peraturan
perburuhan telah lengkap dan telah dihimpun secara sistematis dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perburuhan Peraturan yang tertulis seperti : Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah dan lain-lainya tentu tidak akan fleksibel dalam
setiap waktu. Sehubungan dengan itu banyak ketentuan tentang perburuhan harus
ditemukan dalam aturan yang tidak tertulis yang berbentuk kebiasaan. Peraturan-
peraturan itu baik dalam arti formil maupun materiil ada yang ditetapkan oleh
penguasa dari pusat yang sifatnya heteronoom dan ada pula yang timbul di dunia
perburuhan sendiri ditetapkan oleh buruh dan majikan atau ditetapkan oleh
majikan sendiri yang sifatnya otonoom.
2.2. Tujuan Hukum Ketenagakerjaan
Dalam Pasal 4 UU No. 13/2003 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa
tujuan Pengeturan ketenagakerjaan adalah untuk:
Memberdayakan & mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi
Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja
sesuai denga kebutuhan pembangunan nasional dan daerah
Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan
Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluargan
2.3. Fungsi Hukum Ketenagakerjaan
Pada dasarnya fungsi Hukum Ketenagakerjaan yaitu mengatur hubungan
yang serasi antara semua pihak yang berhubungan dengan proses produksi barang
maupun jasa, dan mengatur perlindungan tenaga kerja yang bersifat memaksa.
Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja, fungsi hukum itu adalah sebagai
sarana pembaharuan masyarakat. Dalam rangka pembangunan, yang dimaksud
dengan sara pembaharuan itu adalah sebagai penyalur arah kegiatan manusia
kearah yang diharapkan oleh pembangunan.
Sebagaimana halnya dengan hukum yang lain, hukum ketanagakerjaan
mempunyai fungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat yang mnyalurkan
arah kegiatan manusia kea rah yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh
pembangunan ketenagakerjaan.
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai salah satu upaya dalam
mewujudkan pembangunan nasional diarahkan untuk mengatur, membina dan
mengawasi segala kegiatan yang berhubungan dengan tenaga kerja sehingga dapat
terpelihara adanya ketertiban untuk mencapai keadilan. Pengaturan, pembinaan,
dan pengawasan yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku
di bidang ketenagakerjaan itu harus memadai dan sesuai dengan laju
perkembangan pembangunan yang semakin pesat sehingga dapat mengantisipasi
tuntutan perencanaan tenaga kerja, pembinaan hubungan industrial dan
peningkatan perlindungan tenaga kerja.
Sebagaimana menurut fungsinya sebagai sarana pembaharuan, hukum
ketenagakerjaan merubah pula cara berfikir masyarakat yang kuno kearah cara
berfikir yang modern yang sesuai dengan yang dikehendaki oleh pembangunan
sehingga hukum ketenagakerjaan dapat berfungsi sebagai sarana yang dapat
membebaskan tenaga kerja dari perbudakan, peruluran, perhambaan, kerja paksa
dan punale sanksi, membebaskan tenaga kerja dari kehilangan pekerjaan,
memberikan kedudukan hukum yang seimbang dan kedudukan ekonomis yang
layak kepada tenaga kerja.
2.4. Sumber Hukum Ketenagakerjaan
a). UNDANG – UNDANG : Undang-undang yang dipergunakan sebagai
Pedoman dalam Hukum Tenaga Kerja adalah
1. Undang-Undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
2. Undang-Undang No.02 Tahun 2004. : Tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial
3. Undang-Undang No.21 Tahun 2003. Tentang Pengawasan
Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan
4. Undang-Undang No. 39 Tahun 2004. Tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
5. Undang-Undang No. 1 TAHUN 2000 Tentang Pengesahan ILO
CONVENTION NO. 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND
IMMEDIATE ACTION FOR THE ELIMINATION OF THE WORST
FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI ILO NO. 182 MENGENAI
PELARANGAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN
BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK)
6. Undang-Undang No. 19 TAHUN 1999 Tentang Pengesahan ILO
CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF
FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN
KERJA PAKSA)
7. Undang-Undang No. 03 Tahun 1992 : Tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja.
8. Undang-undang No. 01 Tahun 1970 : Tentang Keselamatan Kerja.
b). PERATURAN LAIN
Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 46 Tahun 2008 : Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah No. 08 Tahun 2005. Tentang Tata Kerja dan
Susunan Organisasi Lembaga Kerjasama Tripartit.
Peraturan Pemerintah No.76 Tahun 2007. : Tentang Perubahan Kelima
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun. 2007. : Tentang Tata Cara
Memperoleh Informasi Ketenagakerjaan Dan Penyusunan Serta
Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja
Peraturan Pemerintah No. 08 Tahun 2005. : Tentang Tata Kerja dan
Susunan Organisasi Lembaga Kerjasama Tripartit
Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 1998 : Tentang Perubahan Atas PP
No. 14 Tahun 1989 Tentang Penyelenggaraan Program Jamsotek.
Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 : Tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Peraturan Presiden
1. Keppres No. 107 Tahun 2004. : Tentang Dewan Pengupahan
2. Keppres No. 25 Tahun 2004. : Tentang Tunjangan Jabatan Fungsional
Pengawas Ketenagakerjaan, Perantara Hubungan Industrial dan Pengantar
Kerja
3. Kepres No. 29 Tahun 1999 : Tentang Badan Koordinasi Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia.
4. Keppres No. 83 Tahun 1998 : Tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 87
Mengenai Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk
Berorganisasi.
5. Keppres No. 75 Tahun 1995 : Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga
Negara Asing Pendatang.
Instruksi Presiden
1. Instruksi Presiden No. 06 Tahun. 2006. : Tentang Kebijakan Reformasi
Sistem Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
Keputusan Menteri
1. Kepmenakertrans : KEP.355/MEN/X/2009 : Tentang Tata Kerja Lembaga
Kerjasama (LKS) Tripartit Nasional
2. Kepmenakertrans. No. KEP. 113/MEN/IV/2009 : Tentang Pembentukan
TIM Teknis Pengelolaan Dan Pengembangan Sistem Komputerisasi
Tenaga Kerja Di Luar Negeri TA. 2009
3. Kepmenakertrans Nomor : KEP.49/MEN/2004 Tentang Ketentuan
Struktur dan Skala Upah
4. Kepmenakertrans No. KEP.250/MEN/XII/2008 Tentang Klasifikasi dan
Karakteristik Data Dari Jenis Informasi Ketenagakerjaan
5. Kepmennakertrans No. KEP.268/MEN/XII/2008 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional Tahun
2009
6. Kepmenakertrans No. KEP. 201/MEN/IX/2008. Tentang Penunjukan
Pejabat Penerbitan Persetujuan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di
Luar Negeri Untuk Kepentingan Perusahaan Sendiri.
7. Kepmenakertrans No. KEP.14/MEN/I/2005. : Tentang Tim Pencegahan
Pemberangkatan TKI Non Prosedural dan Pelayanan dan Pelayanan
Pemulangan TKI
8. Kepmenakertrans No. KEP.11/MEN/I/2005. : Tentang Pembentukan dan
susunan keanggotaan Lembaga Akreditas Lembaga Pelatihan Kerja
9. Kepmenakertrans No. KEP.102/MEN/VI/2004 : Tentang Waktu Kerja
Lembur dan Upah Kerja Lembur.
10. Kepmenakertrans No. KEP. 101/MEN/VI/2004 : Tentang Tata Cara
Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja / Buruh.
11. Kepmenakertrans No. KEP. 51/MEN/2004 : Tentang Istirahat Panjang
pada Perusahaan Tertentu.
12. Kepmenakertrans No. KEP.48/MEN/2004 : Tentang Tata Cara Pembuatan
dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran
Perjanjian Kerja Bersama
13. Kepmenakertrans No. KEP. 255/MEN/2003 : Tentang Tata Cara
Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Lembaga Kerjasama Bipartit.
14. Kepmenakertrans No.KEP.235/MEN/2003 : Tentang Jenis - Jenis
Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral
Anak.
15. Kepmenakertrans No. KEP. 234/MEN/2003 : Tentang Waktu Kerja dan
Istirahat Pada Sektor Usaha Energi dan Sumber Daya Meneral pada
Daerah Tertentu.
16. Kepmenakertrans No.KEP.233/MEN/2003 : Tentang Jenis dan Sifat
Pekerjaan Yang Dijalankan Secara Terus Menerus.
17. Kepmenakertrans No.KEP.232/MEN/2003 : Tentang Akibat Hukum
Mogok Kerja Yang Tidak Sah.
18. Kepmenakertrans No. KEP.231/MEN/2003 : Tentang Tata Cara
Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.
19. Kepmenakertrans No. KEP.230/MEN/2003 : Tentang Golongan dan
Jabatan Tertentu Yang Dapat dipungut Biaya Penempatan Tenaga Kerja.
20. Kepmenakertrans No. KEP.227/MEN/2003 : Tentang Tata Cara Penetapan
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.
21. Kepmenakertrans no.KEP.225/MEN/2003 : Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Lembaga Akreditasi lembaga Pelatihan Kerja.
22. Kepmenakertrans No.KEP.224/MEN/2003 : Tentang Kewajiban
Pengusaha yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara Pukul
23.00 s/d 07.00
23. Kepmenakertrans No. KEP.223/MEN/2003 : Tentang Jabatan di Lembaga
Pendidikan yang Dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi.
24. Kepmenakertrans No.KEP.49/MEN/2004 : Tentang Ketentuan Struktur
dan Skala Upah.
25. Kepmenakertrans No.KEP.67/MEN/2004 : Tentang Pelaksanaan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Asing
26. Kepmenakertrans No.KEP.68/MEN/2004 : Tentang Pencegahan dan
Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.
27. Kepmenakertrans No.KEP.92/MEN/VI/2004 : Tentang Pengangkatan dan
Pemberhentian Mediator Serta Tata Kerja Mediasi.
28. Kepmenakertrans No.KEP.115/MEN/VII/2004 : Tentang Perlindungan
Bagi Anak Yang Melakukan Pekerjaan Untuk Mengembangkan Bakat dan
Minat
29. Kepmenakertrans No. KEP.187/MEN/IX/2004 : Tentang Iuran Anggota
Serikat Pekerja / Serikat Buruh
30. Kepmenakertrans No. KEP.261/MEN/XI/2004 : Tentang Perusahaan Yang
Wajib Melaksanakan Pelatihan Kerja.
31. Kepmenakertrans No.KEP.220/MEN/X/2004 : Tentang Syarat - Syarat
Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.
32. Kepmenakertrans No. KEP.261/MEN/XI/2004 : Tentang Perusahaan Yang
Wajib Melaksanakan Pelatihan Kerja.
33. Kepmenakertrans No. KEP.14/MEN/I/2005. : Tentang Tim Pencegahan
Pemberangkatan TKI Non Prosedural dan Pelayanan Pemulangan TKI
34. Kepmenakertrans No. 16/MEN/2001 : Tentang Cara Pencatatan Serikat
Pekerja / Serikat Buruh.
35. Kepmendagri No. KEP. 05/MENDAGRI/2001 : Tentang Penanggulangan
Pekerja Anak.
36. Kepmen Tenaga Kerja No. KEP. 173/MEN/2000 : Tentang Jangka Waktu
Ijin Mempekerjakan TKW Negara Asing Pendatang.
37. Kepmen Tenaga Kerja No. KEP. 172/MEN/2000 : Tentang Penunjukan
Pejabat Pemberi Ijin Mempekerjakan TKW Negara Asing Pendatang
untuk pekerjaan yang bersifat sementara atau mendesak.
38. Kepmen Tenaga Kerja No. KEP. 167/MEN/2000 : Tentang Pencabutan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP. 208/MEN/1992 Tentang
Prosedur Pemberian Ijin Mempekerjakan TKW Negara Asing Pendatang
dan
Dan Pelimpahan Wewenang Kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen
Tenaga Kerja, Kepala kantor Wilayah Depparpostel, Direksi PT. (Persero)
Kawasan Berikat Nusantara, Direksi PT. (Persero) Pengelola Kawasan
Berikat Indonesia dan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah
39. Kepmen Tenaga Kerja No. KEP.168/MEN/2000 : Tentang Pencabutan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP.1897/MEN/1987 Tentang
Pelimpahan Wewenang Pemberian Ijin Pengguna
40. Kepmen Tenaga Kerja RI No. KEP. 205/MEN/1999 : Tentang Pelatihan
Kerja Dan Penempatan Tenaga Kerja Penyandang Cacat.
41. Kepmen Tenaga Kerja No. KEP.15A/MEN/1994 : Tentang Petunjuk
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial & Pemutusan Hubungan
Kerja di Tingkat Perusahaan dan Pemerantaraan.
Peraturan Menteri
1. Permenakertrans : No. PER-23/MEN/IX/2009 : Tentang Pendidikan dan
Pelatihan Kerja Bagi Calon Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
2. Permenakertrans : Nomor.PER-18/MEN/VIII/2009 Tentang Bentuk,
Persyaratan, Dan Tata Cara Memperoleh Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri
3. Permenakertrans : Nomor.PER-17/MEN/VIII/2009 Tentang
Penyelenggaraan Pembekalan Akhir Pemberangkatan Tenaga Kerja
Indonesia Ke Luar Negeri
4. Permenakertrans No :10/MEN/V/2009 Tentang Tata Cara Pemberian,
Perpanjangan dan Pencabutan Surat Izin Pelaksana Penempatan Tenaga
Kerja Indonesia
5. Permenakertrans No : PER-05/MEN/III/2009 : Tentang Pelaksanaan
Penyiapan Calon TKI Untuk Bekerja Di Luar Negeri.
6. Permenakertrans Nomor PER.31/MEN/XII/2008 tentang Pedoman
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan
Bipartit
7. Permenakertrans Nomor PER.25/MEN/XII/2008 tentang Pedoman
Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat
Kerja
8. Permenakertrans Nomor PER. 23/MEN/XII/2008 tentang Asuransi Tenaga
Kerja Indonesia
9. Peraturan Menteri No.07 Tahun 2008 Tentang Penempatan Tenaga Kerja
10. Peraturan Menteri Nomor. PER.02/MEN/III/2008 : Tentang Tata Cara
Penggunaan Tenaga Kerja Asing
11. Peraturan Menteri No. PER.18/MEN/IX/2007. : Tentang Pelaksanaan
Penempatan Dan Perlindungan TKI Di Luar Negeri.
12. Peraturan Menteri No. PER.17/MEN/VI/2007. : Tentang Tata Cara
Perizinan dan Pendaftaran Lembaga Pelatihan Kerja.
13. Peraturan Menteri No. PER.12/MEN/VI/2007 : Tentang Petunjuk Teknis
Pendaftaran Kepesertaan Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan dan
Pelayanan Jamsostek.
14. Peraturan Menteri No. PER. 21/MEN/X/2005. : Tentang Penyelenggaraan
Program Pemagangan.
15. Peraturan Menteri No. PER. 07/MEN/IV/2005. : Tentang Standar Tempat
Penampungan Calon TKI.
16. Peraturan Menteri No. PER. 06/MEN/IV/2005. : Tentang Pedoman
Verifikasi Keangggotaan Serikat Pekerja / Serikat Buruh.
17. Peraturan Menteri No. 04 Tahun 1993 : Tentang Jaminan Kecelakaan
Kerja.
18. Peraturan Menteri No. 06 Tahun 1998 : Tentang Pencabutan Permenaker
No. PER-01/MEN/1994 Tentang Serikat Pekerja di Tingkat Perusahaan.
19. Peraturan Menteri No. 02 Tahun 1993 : Tentang Usia Pensiun Normal dan
Batas Usia Pensiun Maksimum Bagi Peserta Peraturan Dana Pensiun.
20. Peraturan Menteri No. PER-14/MEN/ IV/2006. : Tentang Tata Cara
Pelaporan Ketenagakerjaan di Perusahaan
c). KEBIASAAN
Kebiasaan dalam hal ini adalah kebiasaan yang terjadi antara pekerja
dan pemberi kerja yang dilakukan berulang-ulang dan diterima masyarakat
(para pihak baik pekerja maupun pemberi kerja), Contoh : Perkerutan Pegawai
tanpa pelatihan terstruktur (usaha kecil dan menengah)
d). YURISPRUDENSI / Putusan
Semenjak diberlakukannya Undang-Undang No. 02 Tahun 2004. :
Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial maka putusan
Pengadilan Hubungan Industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
(in kracht) akan menjadi dasar hukum bagi hakim untuk memutus perkara
serupa.
e). TRAKTAT/PERJANJIAN
Kaitannya dengan masalah perburuhan, perjanjian yang merupakan
sumber hukum tenaga kerja ialah perjanjian kerja.perjanjian kerja
mempunyai sifat kekuatan hukum mengikat dan berlaku seperti undang-
undang pada pihak yang membuatnya.
a. Sumber Hukum materiil (tempat dari mana materi hukum itu diambil)
Yang dimaksud dengan sumber hukum materiil atau lazim disebut sumber
isi hukum (karena sumber yang menentukan isi hukum) ialah kesadaran hukum
masyarakat yakni kesadaran hukum yang ada dalam masyarakat mengenai sesuatu
yang seyogyanya atau seharusnya. Soedikno Mertokusumo menyatakan bahwa
sumber hukum materiil merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum.
Sumber Hukum Materiil Hukum Ketenagakerjaan ialah Pancasila sebagai sumber
dari segala sumber hukum dimana setiap pembentukan peraturan perundang-
undangan bidang ketenagakerjaan harus merupakan pengejawantahan dari nilai-
nilai Pancasila.
b. Sumber Hukum formil (tempat atau sumber dari mana suatu peraturan
itu memperoleh kekuatan hukum).
Sumber hukum formil merupakan tempat atau sumber dimana suatu
peraturan memperoleh kekuatan hukum. Sumber formil hukum ketenagakerjaan
yaitu :
1. Peraturan perundang-undangan,
2. Peraturan lainnya, seperti Instruksi Presiden; Keputusan Menteri;
Peraturan Menteri; Surat Edaran Menteri; Keputusan Dirjen; dsb,
3. Kebiasaan,
4. Putusan,
5. Perjanjian, baik perjanjian kerja atau peraturan perusahaan
2.4. Pendekatan Ketenagakerjaan
Menurut Guruge pandekatan ini bertujuan mengarahkan kegiatan
pendidikan kepada usaha untuk memenuhi kebutuhan nasional akan tenaga kerja
(man power atau person power). Pendekatan ini mengutamakan pada keterkaitan
lulusan system pendidikan dengan tuntutan terhadap tenaga kerja pada berbagai
sector pembangunan. Tekananya adalah relevansi program pendidikan dalam
berbagai sector pembangunan dilihat dari pemenuhan ketenagaan. Dalam
pendekatan ketenagakerjaan ini kegiatan-kegiatan pendidikan diarahkan kepada
usaha untuk memenuhi kebutuhan nasional akan tenaga kerja. Pada tahap
permulaan pembangunan tentu saja memerlukan banyak tenaga kerja dari segala
tingkatan dan dalam berbagai jenis keahlian.
Dalam keadaan seperti ini kebanyakan negara mengharapkan supaya
pendidikan mempersiapkan dan menghasilkan tenaga kerja yang terampil untuk
pembangunan dalam sektor pertanian, perdagangan, industri, dan lain sebagainya
dan juga untuk calon pemimpin yang cerdas dalam profesinya. Untuk itu
perencana pendidikan harus mencoba membuat perkiraan jumlah dan kualitas
tenaga kerja yang dibutuhkan oleh setiap kegiatan pembangunan nasional dalam
hal ini perencana pendidikan dapat meyakinkan bahwa penyediaan fasilitas dan
pengarahan arus murid benar-benar di dasarkan atas perkiraan kebutuhan tenaga
kerja tadi
Pendekatan ketenagakerjaan ini sering dipergunakan oleh negara-negara
yang sedang berkembang ataupun negara yang teknologinya maju dimana setiap
waktu dibutuhkan jenis keahlian baru. Ahli-ahli teknologi modern dengan
menciptakan teori dan sistem yang baru, dengan sendirinya mendorong teknologi
untuk berkembang secara pesat dan hal ini menyebabkan pula timulnya kebutuhan
akan tenaga ahli dari jenis yang baru untuk menangani dan mengelolanya.
Pendekatan ini mendesain perencanaan pendidikan dikaitkan dengan
pengembangan tenaga manusia melalui pendidikan, guna memenuhi tuntutan
kebutuhan sektor perekonomian.Pendekatan ini memprioritaskan perencanaan
pendidikan pada peningkatan/pengembangan pendidikan yang lebih tinggi
(universitas), karena berhubungan langsung dengan penyediaan tenaga kerja yang
dibutuhkan oleh sektor perekonomian.Sementara pendidikan di tingkat dasar
kurang diperhatikan karena tidak menyediakan tenaga kerja secara langsung,
kalaupun ada hanya tenaga kerja yang berlevel rendah.
Dalam perencanaan ketenagakerjaan ini dilakukan perkiraan-perkiraan
terhadap kebutuhan tenaga kerja untuk sektor-sektor perekonomian.Pendekatan
ini dapat dilakukan di level nasional, lokal maupun di dalam suatu lingkungan
industri.Pada tingkat lokal akan memberikan dampak pada kebijakan dan
pengembangan program pengembangan SDM. Pendekatan ini banyak digunakan
untuk menentukan jenis dan program pelatihan yang dipersyaratkan bagi tenaga
kerja, dan perbandingan manfaat-biaya (cost-benefit) analysis) yang dapat
dijadikan alternatif program pelatihan bagi tenaga kerja.
Kelemahan
1. Peranan yang terbatas terhadap perencanaan pendidikan (misalnya
mengabaikan SD karena tidak langsung menyentuh dunia kerja, padahal
tenaga-tenaga semi-skilled dan unskilled tetap dibutuhkan.
2. Menggunakan klasifikasi dan rasio manpower yang didasarkan atas
keadaan masyarakat yang telah mencapai taraf ekonomi industri
3. Prakiraan (forecasting) yang tidak dapat dipercaya mengenai kebutuhan
manpower bagi perencanaan pendidikan karena ketidakpastian ekonomi
dan teknologi
4. Apabila pendekatan-pendekatan akan pendidikan adalah proses jangka
lama yang menghendaki ketelitian dan kecermatan. secara murni
dilaksanakan maka kesukarannya adalah dalam pengembangan program
yang relevan itu. Jenis kerja, persyaratan kerja, klasifikasi kerja, tingkat
kerja amat tidak pasti dan perubahannya amat cepat.
Konsep pendekatan ketenagakerjaan adalah pendekatan yang
mengutamakan keterkaitan lulusan dengan tuntutan kebutuhan tenaga
kerja.Apabila dikaji dari semakin membengkaknya angka pengangguran,
maka keperluan untuk mempertemukan antara dunia pendidikan dengan
dunia kerja semakin mendesak.
2.5. Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia
Indonesia adalah negara hukum dan menganut sistem hukum Eropa
Kontinental.Oleh sebab itu, segala sesuatu harus didasarkan pada hukum
tertulis.Sumber hukum ketenagakerjaan saat ini (s/d tahun 2011) terdiri
dari peraturan perundang-undangan dan diluar peraturan perundang-
undangan. Namun payung hukum utama bagi urusan ketenagakerjaan di
Indonesia adalah Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan”. Secara umum, Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat
(2), Pasal 28, dan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 juga menjadi payung
hukum utama. Berdasarkan pondasi tersebut, maka terbentuklah Undang-
undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya
disebut UU Ketenagakerjaan) yang menjadi dasar hukum utama dalam
bidang ketenagakerjaan. Selain UUD 1945 dan UU Ketenagakerjaan,
terdapat sumber hukum lain yang menjadi tonggak pengaturan bagi urusan
ketenagakerjaan, baik sumber hukum formil maupun sumber hukum
materiil.
2.6. Pengertian Etika Bisnis
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-
cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang
berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga
masyarakat.Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis
secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada
kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis juga merupakan studi yang dikhususkan mengenai
moral yang benar dan salah.Studi ini berkonsentrasi pada standar moral
sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku
bisnis.Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar
itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat
modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan
diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum,
bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal
ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan
wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum. Berikut ini
beberapa pengertian etika bisnis menurut para ahli :
Zimmerer (1996:20), etika bisnis adalah suatu kode etik perilaku
pengusaha berdasarkan nilai – nilai moral dan norma yang dijadikan
tuntunan dalam membuat keputusan dan memecahkan persoalan.
Ronald J. Ebert dan Ricky M. Griffin (2000:80), etika bisnis adalah
istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan perilaku dari etika
seseorang manajer atau karyawan suatu organisasi.
K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogjakarta: PenerbitKanisius,
2000, Hal. 5), Etika Bisnis adalah pemikiran refleksi kritis tentang
moralitas dalam kegiatan ekonomi dan bisnis
Velasquez, 2005, Etika Bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai
moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral
sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis
Hill dan Jones, 1998, Etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk membedakan
antara salah dan benar guna memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin
perusahaan ketika mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis yang
terkait dengan masalah moral yang kompleks.
Steade et al (1984: 701) dalam bukunya ”Business, Its Natura and
Environment An Introduction”).Etika bisnis adalah standar etika yang berkaitan
dengan tujuan dan cara membuat keputusan bisnis.
Business & Society - Ethics and Stakeholder Management, Caroll&Buchholtz,
Etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup
seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga
masyarakat
Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen
Journal (1988), memberikan tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah
laku etika bisnis, yaitu :
1) Utilitarian Approach: setiap tindakan harus didasarkan pada
konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya
mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada
masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-
rendahnya.
2) Individual Rights Approach: setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya
memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku
tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan
dengan hak orang lain.
3) Justice Approach: para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama,
dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara
perseorangan ataupun secara kelompok.
Beberapa hal yang mendasari perlunya etika dalam kegiatan bisnis:
1) Selain mempertaruhkan barang dan uang untuk tujuan keuntungan, bisnis juga
mempertaruhkan nama, harga diri, bahkan nasib manusia yang terlibat di
dalamnya.
2) Bisnis adalah bagian penting dalam masyarakat
3) Bisnis juga membutuhkan etika yang setidaknya mampu memberikan pedoman
bagi pihak – pihak yang melakukannya.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara
lain adalah:
1) Pengendalian diri
2) Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
3) Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh
pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4) Menciptakan persaingan yang sehat
5) Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6) Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan
Komisi)
7) Mampu menyatakan yang benar itu benar
8) Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan
golongan pengusaha ke bawah
9) Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10) Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah
disepakati
11) Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif
yang berupa peraturan perundang-undangan
2 . Kendala-kendala Dalam Pencapaian Tujuan Etika Bisnis
Pencapaian tujuan etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan
beberapa masalah dan kendala.Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa
kendala tersebut yaitu:
1 Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan
pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan
dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran,
timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi
laporan keuangan.
2. Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian
antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang berlaku
dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi
yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar
perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan
kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar
moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan
mengabaikan peraturan.
3. Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang
dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi membingungkan
masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang
mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya.Situasi
ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk
memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan
akibatnya.
4. Lemahnya penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas
berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan.Kondisi ini
mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma
etika.
5. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode
etik bisnis dan manajemen.
Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya
belum secara khusus menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis
dan manajemen.
2.7. Peran Etika Bisnis
Adapun etika bisnis perusahaan memiliki peran yang sangat penting,
yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing
yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation)
yang tinggi, dimana diperlukan suatu landasan yang kokoh untuk mencapai itu
semua. Dan biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik,
sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang handal
serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
2.8. Prinsip-prinsip Etika Bisnis
Adapun prinsip-prinsip etika bisnis yaitu sebagai berikut :
1. Prinsip otonomi
Prinsip otonomi memandang bahwa perusahaan secara bebas memiliki
wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan
visi dan misi yang dimilikinya.Kebijakan yang diambil perusahaan harus
diarahkan untuk pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi
pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.
2. Kesatuan (Unity)
Adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep yang
memadukan keseluruhan aspek aspek kehidupan, baik dalam bidang ekonomi,
politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen,serta mementingkan konsep
konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
3. Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis,tetapi
kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif.Kepentingan individu
dibuka lebar.Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong
manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang
dimilikinya.
4 Kebenaran (kebajikan dan kejujuran)
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran
lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan
kejujuran.Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat,sikap
dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau
memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih
atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis
sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian
salah satu pihak yang melakukan transaksi ,kerjasama atau perjanjian dalam
bisnis.
5. Prinsip keadilan / Keseimbangan (Equilibrium)
Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait
dengan sistem bisnis. Contohnya, upah yang adil kepada karywan sesuai
kontribusinya, pelayanan yang sama kepada konsumen, dan lain-lain.
6. Prinsip hormat pada diri sendiri
Perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip
kejujuran, tidak berniat jahat dan prinsip keadilan.
7. Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh
manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan
akuntabilitas.untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu
mempertanggungjawabkan tindakannya. secara logis prinsip ini berhubungan
erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas
dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang
dilakukannya.
2.9. Tujuan Etika Bisnis
Tujuan etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral dan
memberikan batasan-batasan para pelaku bisnis untuk menjalankan good
business dan tidak melakukan monkey business atau dirty business yang bisa
merugikan banyak pihak yang terkait dalam bisnis tersebut.
Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan
manajemen bisnis yang baik (etis) agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua
orang yang mempercayai adanya dimensi etis dalam dunia bisnis.Hal ini
sekaligus menghalau citra buruk dunia bisnis sebagai kegiatan yang kotor,
licik, dan tipu muslihat. Kegiatan bisnis mempunyai implikasi etis, dan oleh
karenanya membawa serta tanggungjawab etis bagi pelakunya
Etika Bisnis adalah seni dan disiplin dalam menerapkan prinsip-prinsip
etika untuk mengkaji dan memecahkan masalah-masalah moral yang
kompleks.
Etika bisnis merupakan etika khusus (terapan) yang pada awalnya
berkembang di Amerika Serikat.Sebagai cabang filsafat terapan, etika bisnis
menyoroti segi-segi moral perilaku manusia dan peraturan-peraturan yang
mempunyai profesi di bidang bisnis dan manajemen.Oleh karena itu, etika
bisnis dapat dilihat sebagai usaha untuk merumuskan dan menerapkan prinsip-
prinsip etika dibidang hubungan ekonomi antar manusia. Secara terperinci,
Richard T.de George menyebut bahwa etika bisnis menyangkut empat
kegiatan sebagai berikut:
a) Penerapan prinsip-prinsip umum dalam praktik bisnis. Berdasarkan prinsi-
prinsip etika bisnis itu kita dapat menyoroti dan menilai apakah suatu
keputusan atau tindakan yang diambil dalam dunia bisnis secara moral dapat
dibenarkan atau tidak. Dengan demikian etik bisnis membantu pra pelaku
bisnis untuk mencari cara guna mencegah tindakan yang dinilai tidak etis.
b) Etika bisnis tidak hanya menyangkut penerapan prinsip-prinsip etika pada
dunia bisnis, tetapi juga metematika. Dalam hubungan ini, etika bisnis
mengkaji apakah perilaku yang dinilai etis pada individu juga dapat berlaku
pada organisasi atau perusahaan bisnis.Selanjutnya etika bisnis menyoroti
apakah perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial atau tidak.
c) Bidang telaah etika bisnis menyangkut pandangan – pandangan mengenai
bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis mengkaji moralitas sistem ekonomi pada
umumnya dan sistem ekonomi publik pada khususnya, misalnya masalah
keadilan sosial, hak milik, dan persaingan.
d) Etika bisnis juga menyentuh bidang yang sangat makro, seperti operasi
perusahaan multinasional, jaringan konglomerat internasional, dan lain- lain.
2.10. Pegangan etik dalam ketenagakerjaan
Etika Kerja
Etika kerja merupakan rumusan penerapan nilai-nilai etika yang
berlaku di lingkungannya, dengan tnjnan untuk mengatur tata krama aktivitas
para karyawannya agar mencapai tingkat efisiensi dan produktivitas yang
maksimal. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan karya-
wannya sebagai satu kesatuan dalam lingkungannya, etika kerja menyangkut
hubungan kerja antara perusahaan dan karyawannya, dan etika perorangan
mengatur hubungan antar karyawan.
Terdapat tiga faktor utama yang memungkinkan terciptanya iklim etika
dalam perusahaan, yaitu:
(1) Terciptanya budaya perusahaan secara baik.
(2) Terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya.
(3) Terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai.
Terdapat beberapa hal yang bisa mendorong pekerja berperilaku etis
dalam pekerjaannya, yaitu:
(1) Komunikasi yang baik, karena tanpa memperhatikan dimana kita berada saat
ini dalam hirarki manajemen, kita tidak dapt membuat komunikasi yang
efektif.
(2) Ketentuan/standar.
(3) Keteladanan.
Dengan menggunakan etika bisnis sebagai dasar berperilaku dalam bekerja, baik
digunakan oleh manajemen maupun oleh semua anggota organisasi, maka
perusahaan akan mempunyai sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
SDM yang berkualitas adalah yang memiliki kesehatan moral dan mental, punya
semangat dalam meningkatkan kualitas kerja di segala bidang, mampu beradaptasi
dan memiliki kreativitas tinggi, ulet dan pantang menyerah, serta berorientasi
pada produktivitas kerja.
Untuk memiliki SDM yang berkualitas, diperlukan adanya pemberdayaan
karyawan seoptimal mungkin, dengan menciptakan lingkungan kerja dimana
orang-orang merasa dihargai. Pemberdayaan karyawan yang terintegrasi dengan
etika bisnis diharapkan akan menimbulkan rasa percaya antara manajer dengan
karyawan atau antara atasan dan bawahan, setiap karyawan akan melakukan setiap
pekerjaan dengan penuh rasa tanggung jawab dan jujur, karena mereka sudah
berpatok dengan "kode etik" yang telah ditetapkan perusahaan.
Di sini terlihat jelas bahwa komunikasi antar pegawai ataupun komunikasi atasan
dan bawahan memegang peran agar iklim etika dapat tercapai.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lee dan Yosmnara (1997) bahwa
terdapat 3 alasan yang mendorong mereka melakukan tindakan tidak etis dalam
dunia bisnis, walaupun bertentangan dengan nilai pribadinya, yaitu:
a. Untuk mencapai keuntungan perusahaan.
b. Sudah berlaku umum di masyarakat.
c. Karena keinginan atasan.
Ditambahkan dalam bukunya Dave Ulrich (1996) menyebutkan bahwa terdapat
empat aspek untuk meraih keunggulan yang harus dilakukan oleh sumber daya
manusia, yaitu:
(1) Strategic partner (bagaimana manajemen mengelola SDM sehingga dapat
menjadi rnitra);
(2) Administratif expert (bagaimana manajemen menciptakan efisiensi
administrasi);
(1) Employee champion (bagaimana manajemen dapat meningkatkan kontribusi
karyawan); serta
(2) Agent of change (bagaimana manajemen mendorong karyawannya untuk
berubah).
Dengan demikian, kita dapat melihat, bagaimana atasan, atau manajer dapat
mendorong karyawannya untuk berubah, sesuai pola yang diterapkan oleh
perusahaan. Sesuatu yang harus kita bawahi adalah peran top management sangat
mempengaruhi perilaku etis bawahannya.
Cara untuk membangun lingkungan etis adalah dengan memulainya di tahap
puncak, para atasan harus mengatur pola, menandakan bahwa tingkah laku etis
akan mendapat dukungan dan tingkah laku tidak etis tidak akan ditolelir. Para
manajer yang mempunyai kedudukan atau posisi yang memungkinkan mereka
untuk dapat mendidik, membina dan mempengaruhi banyak orang dalam
perusahaan atau organisasi, sehingga top management mempunyai tanggungjawab
atas pengambilan keputusan dan implemen-tasinya.
Peranan top management di sini akan mengarahkan pilihan perusahaan untuk
beretika atau tidak. Top management memegang peran kunci untuk membentuk
perilaku berbisnis karyawan yang berorientasikan pada etika bisnis.
Keberhasilan mansjemen dalam pemberdayaan karyawan sangat ditentukan oleh
kesadaran para karyawan terhadap perlunya nilai-nilai kebenaran dan moral (nilai-
nilai etika) sebagai landasan berperilaku dalam berbisnis. Pemberdayaan
karyawan yang didasarkan pada etika bisnis merupakan langkah strategis untuk
pengurangan biaya dalam jangka panjang, karena semua pekerjaan dilakukan
didasarkan pada standar yang telah ditetapkan perusahaan, dan masing-masing
karyawan sadar akan tanggungjawab yang diembannya.
Dari sinilah setidaknya kita sadar akan pentingnya penerapan etika dalam bisnis.
Secara umum, ada beberapa cara yang dapat ditempuh manajemen untuk
meningkatkan moral tenaga kerja, yaitu:
a. Memberikan kompensasi/imbalan kepada tenaga kerja dalam porsi yang wajar
dengan tidak memaksakan kemampuan perusahaan.
b. Menciptakan kondisi kerja yang aman dan menyenangkan
c. Meningkatkan spiritual pekerja
d. Memperhatikan masa depan pekerja termasuk mengembangkan pengetahuan
dan keterampilannya.
e. Mengkomunikasikan segala informasi secara jujur dan terbuka dengan
pekerja.
Sesuatu yang bisa kita terapkan dalam etika bekerja adalah sistem reward and
punishment agar pelaku bisnis punya batasan dalam perilaku-nya. Perumusan
norma-norma ini harus dituangkan secara jelas dan hams transparan, paling tidak
sebelum kesadaran dari hati nurani karyawan yang paling dalam muncul, sistem
reward dan punishment serta promosi dan mutasi bisa menimbulkan keinginan
untuk melakukan hal yang etis, karena ada imbalan yang akan kita dapat dan bila
kita melanggar hukuman atau sanksi administratif menunggu kita. Hal ini bisa
diterapkan saat awal kita mulai menegakkan dan mensosialisasikan pilar-pilar
etika bisnis dalam sebuah organisasi, paling tidak kita sudah memulainya,
daripada tidak samasekali.
Salah satu alat yang dapat digunakan perusahaan untuk menciptakan iklim
beretika dalam perusahaan adalah dengan menciptakan kode etik. Kode etik
berfungsi sebagai: Inspirasi dan panduan dalam bekerja, pencegahan dan disiplin,
memelihara tanggung jawab, memelihara keharmonisan, memberikan dukungan.
Sebagian besar perusahaan yang ingin meningkatkan perilaku etis mereka
mengembangkan kode-kode etik untuk organisasi mereka.
Dengan kode etik perusahaan berharap setiap orang di dalam perusahaan
memahami bahwa manajemen tingkat atas berpegang kepada perilaku etis dan
mengharapkan para pegawainya juga berperilaku etis. Kode etik akan menentukan
perilaku yang oleh para top management dianggap etis maupun tidak etis, dimana
kode etik menyediakan seperangkat petunjuk tertulis untuk dijadikan pedoman
buat masing-masing pegawai
2.11. Faktor-Faktor Pebisnis Melakukan Pelanggaran Etika Bisnis
Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pebisnis dilatarbelakangi oleh
berbagai hal.Salah satu hal tersebut adalah untuk mencapai keuntungan yang
sebanyak-banyaknya, tanpa memikirkan dampak buruk yang terjadi selanjutnya.
Faktor lain yang membuat pebisnis melakukan pelanggaran antara lain:
a) Banyaknya kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik
b) Mengejar Keuntungan dan Kepentingan Pribadi (Personal Gain and Selfish
Interest)
c) Ingin menambah mangsa pasar
d) Ingin menguasai pasar.
e) Pertentangan antara Nilai-Nilai Perusahaan dengan Perorangan (Business Goals
versus Personal Values)
Dari factor-faktor tersebut, faktor pertama adalah faktor yang memiliki
pengaruh paling kuat. Untuk mempertahankan produk perusahaan tetap menjadi
yang utama, dibuatlah iklan dengan sindiran-sindiran pada produk lain. Iklan
dibuat hanya untuk mengunggulkann produk sendiri, tanpa ada keunggulan dari
produk tersebut. Iklan hanya bertujuan untuk menjelek-jelekkan produk iklan lain.
2.12 Cara Mengatasi Perusahaan Yang Tidak Menerapkan Etika didalam
Bisnisnya
Dalam etika bisnis apabila perilaku mencegah pihak lain menderita kerugian
dipandang sebagai perilaku yang etis, maka perusahaan yang menarik kembali
produknya yang memiliki cacat produksi dan dapat membahayakan keselamatan
konsumen, dapat dipandang sebagai perusahaan yang melakukan perilaku etis dan
bermoral.
Pada dasarnya kegiatan bisnis tidaklah hanya bertujun untuk memperoleh
keuntungan sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara melainkan
perlu adanya perilaku etis yang diterapkan oleh semua perusahaan. Etika yang
diterapkan oleh sebuah perusahaan bukanlah salah satu penghambat perusahaan
untuk dapat berkompetisi dengan para pesaingnya melainkan untuk dipandang
oleh masyarakat bahwa perusahaan yang menerapkan etika didalam perusahaan
bisnis adalah sebagai perusahaan yang memiliki perilaku etis dan bermoral.
Setidaknya terdapat tujuh alasan yang mendorong perusahaan untuk menjalankan
bisnisnya secara etis yang akan dirangkum sebagai berikut:
1) Meningkatnya harapan publik agar perusahaan menjalankan bisnisnya secara
etis. Perusahaan yang tidak berhasil dalam menjalankan bisnisnya secara etis akan
mengalami sorotan, kritik, bahkan hukuman. Sebagai contoh, Kongres Amerika
Serikat memberlakukan Public Company Accounting Reform and Investor
Protection Act, atau yang dikenal dengan Sarbane-Oxley (Baron, 2006), setelah
Kongres menemukan berbagai kelemahan tata kelola perusahaan yang terjadi di
Enron dan Worldcom.Manipulasi keuangan yang dilakukan oleh Enron, tidak
terlepas dari peran oknum-oknum Arthur Andersen yang bersama-sama dengan
CEO Perusahaan Enron secara sengaja menyembunyikan fakta-fakta keuangan.
Belajar dari kasus ini, kongres menerapkan Sarbanes Oxley Act di mana undang-
undang baru ini menutupi berbagai celah hukum, misalnya dengan melarang
akuntan publik yang sedang mengaudit perusahaan melaksanakan kegiatan
konsultasi bagi perusahaan yang sama. Undang-undang juga menetapkan
berdirinya sebuah lembaga independen yang diberi nama Public Company
Accounting Oversight Board yang mengawasi kegiatan yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan akuntan.
2) Penerapan etika bisnis mencegah agar perusahaan tidak melakukan berbagai
tindakan yang membahayakan stakeholders lainnya. Sebagai contoh, Pengelolaan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah secara tidak profesional yang
dilakukan oleh PD Kebersihan Kota Bandung di wilayah Leuwi Gajah Kabupaten
Bandung telah mengakibatkan bencana longsornya sampah dengan volume sekitar
20juta meter kubik yang menimpa perumahan penduduk di sekitarnya sehingga
112 orang meninggal dunia dan kerugian material masyarakat sekitar tempat
pembuangan sampah diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.
3) Penerapan etika bisnis di perusahaan dapat meningkatkan kinerja
perusahaan. Sebagai contoh, sebuah studi yang dilakukan DePaul University
menunjukkan bahwa “terdapat hubungan statistik yang signifikan antara
pengendalian perusahaan yang menekankan pada penerapan etika dan perilaku
bertanggung jawab di satu sisi dengan kinerja keuangan yang baik di sisi lain”.
Dalam kasus lain, penerapan etika bisnis di perusahaan terhadap para manajer dan
karyawan perusahaan berupa larangan minum alkohol bagi para pegawai, telah
menurunkan biaya kesehatan dan meningkatkan produktivitas kerja.
4) Penerapan etika bisnis seperti kejujuran, menepati janji, dan menolak suap
dapat meningkatkan kualitas hubungan bisnis di antara dua pihak yang melakukan
hubungan bisnis. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kepercayaan di antara
pihak-pihak yang terlibat hubungan bisnis terhadap pihak lainnya. Sebaliknya
apabila salah satu pihak tidak dapat dipercaya, maka pihak yang tidak dapat
dipercaya ini akan diabaikan oleh mitra bisnisnya bahkan oleh komunitas bisnis
secara umum.
5) Penerapan etika bisnis agar perusahaan terhindar dari penyalahgunaan yang
dilakukan karyawan maupun kompetitor yang bertindak tidak etis. Sebagai
contoh, kejahatan pencurian uang perusahaan yang dilakukan pemilik dan
pimpinan perusahaan merupakan faktor penyebab utama kebangkrutan perusahaan
dibanding faktor-faktor lainnya.Demikian pula kegiatan damping yang dilakukan
pesaing luar negeri merupakan perilaku tidak etis yang dapat merugikan
perusahaan domestik.
6) Penerapan etika bisnis perusahaan secara baik di dalam suatu perusahaan
dapat menghindarkan terjadinya pelanggaran hak-hak pekerja oleh pemberi kerja.
Contohnya, perusahaan dianggap bertindak tidak etis apabila di dalam perusahaan
terjadi diskriminasi besaran gaji yang diakibatkan oleh diskriminasi rasial.
Perusahaan juga dianggap berlaku tidak etis apabila perusahaan tidak memberikan
kesempatan kemajuan karier yang sama kepada tenaga kerja yang ada di
perusahaan hanya karena terdapat perbedaan ras antara pekerja yang satu dengan
pekerja lainnya.
7) Perusahaan perlu menerapkan etika bisnis dalam menjalankan usahanya,
untuk mencegah agar perusahaan (yang diwakili para pimpinannya) tidak
memperoleh sanksi hukum karena telah menjalankan bisnis secara tidak etis.
Beberapa alasan diatas dapat mewakilkan banyak perusahaan yang masih
menerapkan etika didalam perusahaan bisnisnya karena selain menjadikan
perusahaan tersebut menjadi perusahaan yang etis dan bermoral alasan lainnya
adalah agar perusahaan tidak menelan kerugian dan mendapatkan pelanggaran-
pelanggaran karena tidak menjalankan bisnis secara etis dan melanggar hak-hak
pekerja oleh pemberi pekerja.Sehingga alasan-alasan tersebut dapat memberikan
informasi yang bermanfaat kepada perusahaan-perusahaan bisnis lainnya yang
belum menerapkan etika didalam perusahaan bisnisnya.
Sanksi Pelanggaran Yang Akan Diterima Jika Perusahaan Tidak
Menerapkan Etika Didalam Bisnisnya
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis.
Untuk meraih keuntungan, yang sebagaimana terdapat dalam Pasal 22 yang
berbunyi “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur
dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat”. Pasal ini menjelaskan tentang Tender adalah
tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan
barang-barang, atau untuk menyediakan jasa. Dan unsur dari bersekongkol itu
sendiri adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih, secara terang-terangan
maupun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta
lainnya, membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan, menciptakan
persaingan semu, menyetujui dan atau memfasilitasi terjadinya persekongkolan,
tidak menolak melakukan suatu tindakan meskipun mengetahui atau sepatutnya
mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka
memenangkan peserta tender tertentu, pemberian kesempatan eksklusif oleh
penyelenggara tender atau pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung
kepada pelaku usaha yang mengikuti tender, dengan cara melawan hukum. Hal
diatas adalah pelanggaran yang akan diterima kepada perusahaan yang tidak
menerapkan etika didalam bisnisnya karena memiliki unsur kecurangan. Hal lain
yang menjadikan pelanggaran terhadap perusahaan yang tidak menerapkan etika
didalam bisnisnya adalah pegawai perusahaan yang melakukan pelanggaran
Pedoman Etika Bisnis dan Etika Kerja (Code of Conduct) sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Pengenaan sanksi atas bentuk-bentuk pelanggaran yang
dilakukan oleh Komisaris dan Direksi, berpedoman pada anggaran dasar
perusahaan dan keputusan RUPS.Sedangkan pengenaan sanksi terhadap pegawai
perusahaan dilakukan sesuai dengan kesepakatan dalam Peraturan Disiplin
Pegawai (PDP) maupun aturan kepegawaian yang berlaku.Pelaporan adanya
dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai tanpa disertai dengan bukti-
bukti pelanggaran dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.Dari contoh pelanggaran diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa
yang menjadikan perusahaan untuk menerapkan etika di dalam bisnisnya
bukanlah dari perusahaan itu sendiri melainkan adanya kejujuran dari para
pegawai yang bekerja di perusahaan tersebut sehingga dapat menciptakan suasana
kerja yang damai serta menjadikan perusahaan tersebut menjadi perusahaan yang
menerapkan etika didalam bisnisnya.
2.13 Etika Bisnis di Indonesia
Di Indonesia, etika bisnis merupakan sesuatu yang lama tetapi sekaligus baru.
Sebagai sesuatu yang bukan baru, etika bisnis eksis bersamaan dengan hadirnya
bisnis dalam masyarakat Indonesia, artinya usia etika bisnis sama dengan usia
bisnis yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Dalam memproduksi sesuatu kemudian memasarkannya, masyarakat
Indonesia tempo dulu juga telah berpatok pada pertimbangan-pertimbangan
untung dan rugi.Namun dengan ciri khas masyarakat Indonesia yang cinta damai,
maka masyarakat Indonesia termotivasi untuk menghindari konflik-konflik
kepentingan termasuk dalam dunia bisnis.
Secara normatif, etika bisnis di Indonesia baru mulai diberi tempat khusus
semenjak diberlakukannya UUD 1945, khususnya pasal 33.Satu hal yang relevan
dari pasal 33 UUD 45 ini adalah pesan moral dan amanat etis bahwa
pembangunan ekonomi negara RI semata-mata demi kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia yang merupakan subyek atau pemilik negeri ini. Jadi pembangunan
ekonomi Indonesia sama sekali tidak diperuntukkan bagi segelintir orang untuk
memperkaya diri atau untuk kelompok orang tertentu saja yang kebetulan tengah
berposisi strategis melainkan demi seluruh rakyat Indonesia. Dua hal penting yang
menjadi hambatan bagi perkembangan etika bisnis di Indonesia adalah budaya
masyarakat Indonesia dan kondisi sosial-politik di Indonesia.
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, hukum
ketenagakerjaan adalah suatu peraturan yang mengatur antara pekerja dan
penyedia lapangan pekerjaan sesuai dengan kesepakatan untuk kebaikan
dan kelancaran kinerja masing-masing pekerja. Tujuan hukum
ketenagakeraan adalah untuk menyejahterakan pekerja, serta memberi
kompensasi yang sesuai dengan hal yang dikerjakan.
Sedangkan, etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan
bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan
individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.Kesemuanya ini
mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan
hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu
ataupun perusahaan di masyarakat. Seseorang yang melakukan etika bisnis
dengan baik akan mendapatkan sejumlah manfaat, yaitu :
1) Perusahaan mendapatkan kepercayaan dari konsumen.
2) Perusahaan yang jujur akan menciptakan konsumen yang loyal. Bahkan
konsumen akan merekomendasikan kepada orang lain untuk
menggunakan produk tersebut.
3) mata konsumen baik.
4) Dengan citra yang baik maka perusahaan akan lebih dikenal oleh
masyarakat dan produknya pun dapat mengalami peningkatan
penjualan.
5) Meningkatkan motivasi pekerja.
6) Karyawan akan bekerja dengan giat apabila perusahaan tersebut
memiliki citra yang baik dimata perusahaan.
7) Keuntungan perusahaan dapat di peroleh.
3.2. Saran
Dari makalah yang kami buat, kami menyadari sungguh banyak
kekurangan yang ada, maka dari itu kami harapkan kritik dan saran pembaca
kepada kami agar kedepannya kami dapat membuat sebuah karya tulis yang lebih
baik lagi dari sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.academia.edu/6407940/
ETIKA_DAN_HUBUNGAN_DENGAN_TENAGA_KERJA
http://beslonsamosir.blogspot.co.id/2010/05/man-power-approach- pada-
perencanaan.html
http://opickmohammed.blogspot.co.id/2013/04/hukum-ketenagakerjaan.html
http://hukum-tenagakerja.blogspot.co.id/2010/03/sumber-hukum-tenaga-
kerja.html
:http://hukumketenagakerjaanindonesia.blogspot.co.id/2012/03/sumber-hukum-
ketenagakerjaan-indonesia.html
http://artonang.blogspot.co.id/2014/12/pengertian-dasar-ruang-lingkup-dan.html
Abdul Rachmad Budiono, 1995. HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA.
Yang menerbitkan PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
http://danangsucahyo.blogspot.co.id/2013/01/hukum-ketenagakerjaan.html
http://adhyepanrita.blogspot.co.id/2012/11/sifat-asas-tujuan-dan-fungsi-
hukum.html
http://adheirma309.blogspot.co.id/2014/12/makalah-etika-bisnis.html
http://pusatartikelterpercaya.blogspot.co.id/2015/03/makalah-hukum-
ketenagakerjaan-bab-i.html