+ All Categories
Home > Documents > FIX MAKALAH LATEKS PEKAT KELOMPOK 1

FIX MAKALAH LATEKS PEKAT KELOMPOK 1

Date post: 17-Nov-2023
Category:
Upload: independent
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
25
MAKALAH MATA KULIAH KOMODITI PENGOLAHAN PERKEBUNAN HULU PENGOLAHAN LATEKS PEKAT Disusun Oleh : Kelompok 1 Nur Fadilah Anggraeni 141710101005 Esthi Wahyuningsih 1417101010108 Icha Atika Putri 141710101011 Carolina Hendra P M 141710101014 Gustika Umiyati 141710101017 Rado Heksa Sampurna 141710101020 Putri Qoriasiatul K 141710101023 Dewi Setiyowati 141710101026 Shara Indriati P 141710101029 Eva Victoria M A 141710101032 JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2015
Transcript

MAKALAH

MATA KULIAH KOMODITI PENGOLAHAN PERKEBUNAN HULU

PENGOLAHAN LATEKS PEKAT

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Nur Fadilah Anggraeni 141710101005

Esthi Wahyuningsih 1417101010108

Icha Atika Putri 141710101011

Carolina Hendra P M 141710101014

Gustika Umiyati 141710101017

Rado Heksa Sampurna 141710101020

Putri Qoriasiatul K 141710101023

Dewi Setiyowati 141710101026

Shara Indriati P 141710101029

Eva Victoria M A 141710101032

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2015

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karet merupakan salah satu komiditi perkebunan yang ada di Indonesia dan

merupakan polimer yang bersifat elastis. Diantara tanaman tropis hanya tanaman

karet (havea bracileansis) yang telah dikembangkan dan mencapai tingkat

perekonomian yang penting. Oleh sebab itu upaya peningkatan produktifitas

usaha tani karet terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidayanya.

Pada umumnya produk hasil olahan karet merupakan produk non pangan. Dalam

perkembangannya, getah karet tidak hanya digunakan dalam industri ban saja.

Semakin lama banyak barang- barang yang dibuat dengan berbahan dasar lateks

seperti sarung tangan dan barang-barang kebutuhan lainnya yang dapat digunakan

dalam kehidupan sehari- hari.

Pada setiap bagian pohon karet jika dilukai akan mengeluarkan getah

berwarna seperti susu yang disebut dengan lateks. Lateks yang masih segar

umumnya memiliki sifat yang tidak stabil atau cepat mengalami penggumpalan

bahkan akan membeku jika terkena udara bebas. Ketidakstabilan lateks

disebabkan rusaknya lapisan pelindung molekul karet yang terdispersi dalam

serum lateks (Kawahara, et al, 1999). Ketidakstabilan lateks membuat mutu lateks

yang dihasilkan menjadi tidak maksimal. Hal tersebut menyebabkan perlu adanya

bahan pengemulsi, untuk menjaga kestabilan lateks sehingga akan menghasilkan

lateks yang cukup maksimal.

Dewasa ini karet alam diproduksi dalam berbagai jenis, seperti lateks pekat,

karet sit asap, crumb rubber, karet siap atau tyre rubber, dankaret reklim

(reclimed rubber). Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan

bahan karet yang tipis seperti sarung tangan, benang karet, alat- alat medis dan

lain- lain yang bermutu tinggi.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui pengolahan

lateks pekat.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Karet

Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis daerah tropis yang ditanami

karet yakni terletak pada 150 LU-100 LS, dengan suhu harian yang diinginkan

rata-rata 250 C-300 C (Nazaruddin dan Paimin, 1992). Taksonomi tumbuhan,

tanaman karet termasuk dalam kelas dicotyledonae, ordo euphorbiales, famili

euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis (Setiawan dan

Andoko, 2005).Pada tahun 2012 luas area perkebunan karet Indonesia mencapai

3,462 juta hektar dengan komposisi perkebunan rakyat 2,937 juta hektar,

perkebunan besar milik negara 0,242 juta hektar dan perkebunan besar swasta

0,283 juta hektar (Ditjenbun 2012).

Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Hevea

Spesies : Heave brassiliensis Muell

(Sumber : Steenis, 1975).

Akar pohon karet termasuk akar tunggang yang dapat menghujam tanah

hingga kedalaman 1 – 2 meter. Akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10 m

(Andoko dan Setiawan, 1997). Tangkai daun utama 3 – 20 cm. Daun berbentuk

elips memanjang dengan ujung runcing atau lancip. Tepinya rata. Pada tiap

tangkai tumbuh 3 helai daun (Anwar,2001). Daunnya tersusun melingkar (spiral),

berambut. Bunganya bergerombol muncul dari ketiak daun (aksilar), individu

bunga bertangkai pendek, bunga betina tumbuh diujung (Sadjad, 1993). Biji karet

terdapat dalam setiap ruang buah. Jumlah biji beragam, umumnya 3 hingga 6

dengan ukuran yang besar dan kulit biji yang keras. Warnanya coklat kehitaman

dengan bercak-bercak berpola yang khas (Aidi dan Daslin, 1995).

Pembuluh pada pohon karet terdiri dari 2 macam. Pertama pembuluh yang

berasal dari 1 sel yang kemudian bercabang-cabang membentuk suatu pembuluh.

Kedua, pembuluh yang berasal dari deretan sel-sel dimana dinding-dinding sel

kearah tegak lurus masing-masing melebur membentuk suatu pembuluh.

Pembuluh lateks ini disebut pembuluh kompoun dan inilah yang terdapat pada

tanaman karet yaitu pada kulit lunak dan kulit keras (Lukman, 1984).

2.2 Lateks

Lateks segar adalah cairan putih dari pohon karet yang diambil dari tanaman

pada proses penyadapan. Lateks berguna bagi tanaman sebagai bahan pengawet

(preservative). Lateks dibentuk didalam pembuluh lateks (Lukman, 1984).

Menurut Triwijoso (1995), lateks segar atau getah kental akan membeku akibat

terkena udara bebas.

Pengaliran lateks disebabkan karena tekanan dalam pembuluh serta

pergerakan cairan lateks akibat perbedaan konsentrasi setelah pohon disadap.

Partikel lateks yang rusak akan mengeluarkan lateks (Southorn, 1961). Pada saat

yang sama akibat menurunnya tekanan dalam sel pembuluh lateks maka

mengalirlah air ke dalam pembuluh dari sel sekelilingnya sehingga mengencerkan

lateks (Rasjidin, 1989). Triwijoso (1995) menjelaskan bahwa pembuluh lateks

berada disekitar pembuluh tapis (floem) dan memproduksi butiran-butiran kecil

lateks dibagian sitosolnya. Apabila jaringan pembuluh sel terbuka, maka akan

terjadi proses pelepasan butiran-butiran ke pembuluh dan keluar sebagai getah

kental. Lateks merupakan suatu larutan koloid dengan partikel karet dan non karet

yang tersuspensi didalam suatu media yang mengandung berbagai macam zat

(Triwijoso, 1995). Menurut De Boer (1952), dalam lateks terdiri dari 30-40%

partikel hidrokarbon yang terkandung di dalam serum yang juga mengandung

protein, karbohidrat dan komposisi-komposisi organik serta bahan non organik.

Komposisi lateks dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Komposisi lateks

Materi Penyusun Komposisi (%)

Materi padat

Protein dan fosfoprotein

Resin

Asam-asam lemak

Karbohidrat

Garam-garam anorganik

3,0 – 3,8

1,0 – 2,0

2,0

1,0

1,0

0,5

Sumber : Bhatnagar, 2004

Lateks yang berasal dari pohon hevea brasiliensis ini dalam kimia disebut

dengan poliisoprena (Ciesielki, 1999). Poliisoprena merupakan gabungan dari

unit-unit monomer hidrokarbon C5H8 (isoprena) yang membentuk rantai panjang.

Konfigurasi dari polimer ini adalah konfigurasi “cis” dengan susunan ruang yang

teratur, sehingga rumus dari susunan karet adalah 1,4 cis poliisoprena. Susunan

ruang demikian membuat karet mempunyai sifat kenyal (Stevens, 2001).

Komposisi lateks Hevea Bransiliensis bila disentrifugasi dengan kecepatan

18.000 rpm adalah sebagai berikut :

1. Fraksi karet (37%) ; karet (isoprena), protein, lipida dan ion logam.

2. Fraksi Frey Wyssling (1-3%) ; karotinoid, lipida air, karbohidrat dan

inositol, protein dan turunannya.

3. Fraksi serum (48%) ; senyawa nitrogen, asam nukleat dan nukleotida,

senyawa organik, ion anorganik dan logam.

4. Fraksi dasar (14%) ; fraksi ini mengandung partikel disebut lutoid. Lutoid

ini mempunyai dinding semi permiabel. Cairan dalam lutoid ini (serum B)

mengandung protein, lipida dan logam.

Lateks kebun (lateks segar) adalah getah yang baru disadap dengan

kandungan karet kering (KKK) sekitar 30%. Lateks kebun ini umumnya sangat

encer. Pengolahan lateks kebun menjadi lateks pekat dibutuhkan biaya yang

tinggi. Lateks pekat digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan

bermutu tinggi (Zuhra, 2006). Lateks pekat umumnya bersifat tidak stabil atau

cepat mengalami penggumpalan. Lateks dikatakan stabil apabila sistem koloidnya

stabil yaitu tidak terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan.

Kestabilan lateks yaitu tidak terjadinya penggumpalan pada kondisi yang

diinginkan (Muhammad Abi, 2008).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks adalah :

1. Adanya kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air

(serum)

2. Adanya interaksi antara partikel-partikel itu sendiri.

Di samping kedua faktor di atas, ada tiga faktor lain yang dapat

menyebabkan sistem koloid partikel-partikel karet tetap stabil (Ompusunggu,

1989), yaitu :

1. Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi

gaya tolak menolak antara dua atau lebih partikel karet tersebut.

2. Adanya interaksi antara molekul air dengan partikel karet yang

menghalangi terjadi penggabungan partikel-partikel karet tersebut.

3. Energi bebas antara permukaan yang rendah.

Tabel 2.2 Komposisi Lateks segar

Kandungan Kadar %

Karet (cis 1,4-poliisoprene)

Karbohidrat

Protein dan senyawa

Nitrogen

Lipid

Senyawa anorganik

Air

25,5-40,0

1,0-2,0

1,0-1,5

-

1.0-1,5

0,1-1,5

60-75

Komposisi kimia lateks segar secara garis besar adalah 25-40% karet dan

60-75% merupakan bahan bukan karet. Kandungan bukan karet ini selain air

adalah protein (globulin dan havein), karbohidrat (sukrosa, glukosa, galaktosa dan

fruktosa), lipida (gliserida, sterol, dan fosfolipida). Komposisi ini bervariasi

tergantung pada jenis tanaman, umur tanaman, musim, sistem deres dan

penggunaan stimulan. (Harahap, 2008).

Teknik penyadapan yang baik harus memperhatikan kedalaman irisan.

Dalam hal ini kedalaman irisan akan mempengaruhi jumlah pembuluh lateks yang

terpotong. Semakin banyak pembuluh lateks yang terpotong, maka semakin

banyak lateks yang keluar. Tetapi kedalaman sadapan pun ada batasannya, yaitu 1

– 1,5 mm dari kambium. Selain kedalaman sadapan, faktor waktu sadap sangat

mempengaruhi hasil lateks. Penentuan waktu sadap berkaitan dengan tekanan

tugor. Semakin siang waktu penyadapan, maka tekanan turgor semakin rendah.

Dengan demikian, lateks yang didapat sangat sedikit sebagai dampak penguapan

yang tinggi (Litbang, 2007).

Lateks hasil sadapan diolah menjadi berbagai jenis barang yang

dikelompokkan menjadi barang jadi karet dan barang jadi lateks. Pemekatan

lateks hasil sadapan menghasilkan lateks pekat dan lateks dadih yang dijadikan

sebagai bahan baku barang jadi lateks seperti karet busa, sarung tangan dan lain-

lain. Selain dalam bentuk cairan, lateks yang menggumpal merupakan bahan baku

untuk menghasilkan karet padat. Gumpalan lateks tersebut diolah menjadi

berbagai jenis karet padat sesuai spesifikasi kebutuhan industri. Hasil olahan

tersebut dalam perdagangan Internasional dikenal dengan Technically Specified

Rubber (karet spesifikasi teknis) yang diklasifikasi mengikuti standar mutu

tertentu (Erni, 2013).

2.3 Lateks Pekat

Lateks pekat (concentrated latex) merupakan jenis bahan olah yang

memiliki tingkat komersial tinggi dengan pangsa pasar tersendiri yang cukup

terjamin, karena posisinya yang khas untuk pembuatan barang-barang tertentu

seperti kondom, sarung tangan medis, kateter, lem karet, selang transparan, karet

busa dan barang jadi lateks lainnya. Untuk mempoduksi lateks pekat dapat

ditempuh beberapa cara, yakni secara pemusingan (sentrifugasi), pendadihan

(creaming), penguapan dan elektrodekantasi. Dalam praktek saat ini, berdasarkan

pertimbangan kemudahan teknis dan konsistensi mutunya, hanya cara pemusingan

dan pendadihan yang umumnya dilakukan (Nobel, 1983).

Pemekatan lateks secara pendadihan memerlukan bahan pendadih seperti

alginat, methyl cellulose dan carboxymethylcellulose yang berfungsi menjebak

partikel karet membentuk jaringan aglomerasi, memperbesar diameter partikel

karet dan menurunkan berat jenis partikel, menyebabkan terjadi pemisahan fase

air dan fase hidrokarbon lateks (Davey, 1982).

2.3 Sifat Fisik dan Sifat Kimia Lateks Pekat

Lateks pekat umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami

penggumpalan. Lateks dikatakan stabil apabila sistem koloidnya stabil yaitu tidak

terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Kestabilan lateks yaitu

tidak terjadinya penggumpalan pada kondisi yang diinginkan.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks adalah :

1. Adanya kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air

(serum).

2. Adanya interaksi antara partikel-partikel itu sendiri.

Di samping kedua faktor di atas, ada tiga faktor lain yang dapat

menyebabkan sistem koloid partikel-partikel karet tetap stabil (Ompusunggu,

1989), yaitu :

1. Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi gaya

tolak menolak antara dua atau lebih partikel karet tersebut.

2. Adanya interaksi antara molekul air dengan partikel karet yang

menghalangi terjadi penggabungan partikel-partikel karet tersebut.

3. Energi bebas antara permukaan yang rendah ketidakstabilan lateks terjadi

disebabkan karena rusaknya lapisan pelindung karet yang terdispersi

dalam serum lateks yang terjadi dengan sengaja atau tidak sengaja.

Beberapa faktor yang sengaja dilakukan untuk membuat lateks menjadi

tidak stabil adalah dengan menambahkan bahan penggumpal seperti asam,

sari buah, tawas. Sedang faktor ketidaksengajaan misalnya karena

terjadinya penguapan air dalam lateks yang berlebihan dan

terkontaminasinya lateks oleh mikroba. Dengan rusaknya sistem

kestabilan lateks, maka mutu lateks yang dihasilkan menjadi kurang baik.

Untuk tetap menjaga kestabilan lateks, maka lateks pekat harus memenuhi

persyaratan mutu menurut ASTM D 1076 dan ISO 2004, ditunjukkan pada

tabel 2.3.

Tabel 2.3 Spesifikasi Mutu Lateks Pekat

No Parameter

ASTM D.1076 ISO 2004

HA LA HA LA

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Kandungan padatan total (TSC)

min %

Kandungan karet kering (DRC)

min %

Kandungan non karet max

Kadar amoniak

Waktu kemantapan mekanis

(MST) min detik

Bilangan KOH max %

Asam lemak eteris (ALE =

VFA) max

Tembaga max, ppm

Mangan max, ppm

61.5

60.0

2.0

Min 1.6

650

0.8

-

8

8

61.5

60.0

2.0

Min 1.0

650

0.8

-

8

8

61.5

60.0

2.0

Min 1.0

540

1.0

0.2

8

8

61.5

60.0

2.0

Min 0.8

540

1.0

0.2

8

8

2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Lateks

1. Iklim

Musim hujan akan mendorong terjadinya prokoagulasi, sedangkan musim

kemarau akan mengakibatkan keadaan lateks menjadi tidak stabil. Alat – alat yang

digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan (baik yang terbuat dari

aluminium maupun yang terbuat dari baja tahan karat). Peralatan yang digunakan

harus dijaga kebersihannya agar kualitas lateks tetap terjaga.

2. Pengaruh pH.

Perubahan pH dapat terjadi dengan penambahan asam, basa atau karena

penambahan elektrolit. Dengan penurunan pH maka akan mengganggu kestabilan

atau kemantapan lateks akibatnya lateks akan menggumpal.

3. Pengaruh Jasad Renik

Setelah lateks keluar dari pohon, lateks itu akan segera tercemar oleh jasad

renik yang berasal dari udara luar atau dari peralatan yang digunakan. Jasad renik

tersebut mula – mula akan menyerang karbohidrat terutama gula yang terdapat

dalam serum dan menghasilkan asam lemak yang mudah menguap (asam eteris).

Terbentuknya asam lemak eteris ini secara perlahan – lahan akan menurunkan pH

lateks akibatnya lateks akan menggumpal. Sehingga makin tinggi jumlah asam –

asam lemak eteris, semakin buruk kualitas lateks.

4. Pengaruh Mekanis

Jika lateks sering tergoncang akan dapat mengganggu gerakan Brown dalam

sistem koloid lateks, sehingga partikel mungkin akan bertubrukan satu sama lain.

Tubrukan – tubrukan tersebut dapat menyebabkan terpecahnya lapisan pelindung,

dan akan mengakibatkan penggumpalan. (Handayani, 2008)

Lateks pekat diperoleh dengan memekatkan lateks kebun. Pembuatan lateks

pekat bertujuan meningkatkan kadar karet kering (KKK). Lateks kebun pekat

dengan kadar karet kering (KKK) 60 % akan lebih seragam mutunya dan lebih

sesuai untuk pengolahan barang jadi karet. Pembuatan lateks pekat dapat

dilakukan dengan empat metode, yaitu sentrifuse (pemusingan), pendadihan,

penguapan, dan elektrodekantasi. Metode yang paling sering digunakan adalah

metode sentrifuse (pemusingan) karena menghasilkan kapasitas produksi yang

besar, viskositas lateks lebih rendah (tidak kental), dan hasil lateks lebih murni

(tidak tercampur endapan dan kotoran) (Solichin, 1991).

Pada umumnya, pengolahan lateks pekat di Indonesia menggunakan cara

pemusingan (sentrifuse) karena kapasitasnya tinggi dan pemeliharaannya lebih

mudah. Lateks kebun dengan kadar karet kering (KKK) 28-35 % dipusingkan

pada kecepatan 5000-7000 rpm, sehingga pada bagian atas alat akan diperoleh

lateks pekat dengan kadar karet kering (KKK) 60 % dan berat jenis 0,94,

sedangkan di bagian bawah akan dihasilkan skim yang masih mengandung 4-8 %

karet dengan berat jenis 1,02 (Goutara, et al., 1985).

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu lateks pekat pusingan adalah

pengawetan lateks kebun, KKK lateks kebun, pengendapan lateks kebun,

penambahan sabun ammonium laurat sebelum ataupun sesudah pemusingan, alat

dan cara pemusingan, penyimpanan, pengangkutan, dan cara pengambilan sampel

lateks pekat. Lateks pekat bermutu tinggi diperoleh dengan melakukan

pengontrolan dan perlakuan yang baik sejak dari lateks kebun sampai pada

pengambilan sampel lateks pekat (Solichin, 1991).

Lateks kebun segar umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami

penggumpalan. Ketidakstabilan lateks disebabkan rusaknya lapisan pelindung

molekul karet yang terdispersi dalam serum lateks (Kawahara, et al, 1999).

Terjadi ketidakstabilan lateks membuat mutu lateks yang dihasilkan tidak

maksimal, sehingga perlu dicari bahan pengemulsi, untuk menjaga kestabilan

lateks (Bunsomsit, et al,2003). Bahan pengemulsi yang biasa digunakan pada

pabrik lateks pekat yaitu amonium laurat (AL) yang diimpor dari mancanegara.

Amonium laurat ini dapat meningkatkan waktu kemantapan mekanis lateks pekat

sesuai dengan Standart American Society for Testing and Material (ASTM

D.1076) yaitu minimum 650 detik dan International Organization for

Standarization (ISO 2004) minimum 540 detik (Dalimunte R, 2008). Waktu

kemantapan mekanis ini disebut dengan Mechanical Stability Time (MST) yaitu

salah satu parameter penting dalam spesifikasi mutu ekspor lateks pekat.

Negara Indonesia merupakan negara produsen karet alam nomor dua

didunia dengan luas tanaman karet kira – kira 2,9 juta Ha dan produksi

pertahunnya sekitar 1,1 juta ton. Produksi karet yang telah dipasarkan tersebut

dalam bentuk olahan lateks pekat (concentrated lateks), Sheet atau Ribbed

Smoked Sheet(RSS), karet remah atau standard Indonesian Rubber (SIR), karet

remah atau Standard Indonesian Rubber (SIR). Lateks merupakan suatu system

koloid, dimana partikel karet dilapisi oleh protein dan fosfolipida yang terdispersi

dalam serum. Lateks terdiri dari 25-45% hidrokarbon karet, dan selebihnya

merupakan bahan bukan karet (Chen,S.F.1979).

2.5 Proses Pengolahan Lateks Pekat

Pada proses pengolahan lateks pekat digunakan bahan – bahan kimia dan air

sebagai bahan utama dalam pengolahan.

1. Senyawa kimia sebagai bahan antikoagulan

Pemakaian bahan antikoagulan harus dibatasi, agar tidak menghabiskan

banyak biaya, dan penambahan bahan koagulan yaitu dosis asam dalam proses

pencetakan dilakukan secara perlahan – lahan karena dapat mempengaruhi proses

pengeringan. Bahan yang digunakan sebagai antikoagulan adalah:

a. Amoniak (NH4OH)

Amonia merupakan salah satu pengemulsi yang paling banyak digunakan

karena :

Desinfektan sehingga dapat membunuh bakteri.

Bersifat basa sehingga dapat mempertahankan/menaikkan pH lateks pekat.

Mengurangi konsentrasi logam

a. Natrium Sulfit(Na2SO3)

Bahan ini tidak tahan lama disimpan

Apabila ingin digunakan, harus dibuat terlebih dahulu

Dalam jangka waktu sehari akan teroksidasi oleh udara mengisi natrium

sulfat, bila teroksidasi maka sifat antikoagulannya menjadi lenyap.

b. Soda (Na2CO3 dan Na2CO3.10H2O)

Natrium karbonat merupakan bahan pengemulsi yang lebih murah

dibandingkan zat antikoagulan lain. Karena natrium karbonat banyak digunakan

pada pabrik- pabrik yang sederhana.

2. Senyawa kimia sebagai penggumpal (koagulan)

a. Asam Cuka(CH3COOH)

b. Asam Formiat (CHOOH)

c. Air Pengolahan

Dalam proses pengolahan karet, air berperan sangat penting dan dibutuhkan

dalam jumlah yang sangat besar. Syarat – syarat air untuk pengolahan adalah :

1. Air harus jernih dan tidak berwarna, tidak boleh mengandung garam –

garam, terutama garam kapur.

2. Air untuk pengolahan dipabrik persyaratannya tidak terlalu ketat, akan

tetapi tidak boleh mengandung kotoran seperti tanah ataupun pasir.

2.5 Proses Pembuatan Sarung Tangan Karet dari Lateks Pekat

Sarung tangan karet dibuat dengan cara pembuatan dispersi pemvulkanisasi

dari lateks pekat dengan perlakuan komposisi jumlah bahan pengisi Titanium

Oksida dan tanin. Karakteristik sarung tangan karet harus sesuai dengan

persyaratan mutu SNI 16 – 2623 – 1992, meliputi tegangan putus 270,1 N/ mm2,

perpanjangan putus 801 %, modulus 1,2 N/ mm2, dan ketahanan sobek 680 N/

mm2. Adapun yang menjadi bahan – bahan dalam pengolahan lateks pekat

menjadi sarung tangan karet adalah lateks pekat dengan kadar karet kering 60% ,

dan sebagai bahan anti koagulan adalah NH4OH, Belerang, Texapon 10%, KOH

10%, dan sebagai zat akseerator adalah ZnO, ZDEC, dan bahan pengisi adalah

Titan Oksida, Silikon, dan Tanin.

BAB 3. PEMBAHASAN

Lateks pekat merupakan produk olahan lateks alam yang dipekatkan dengan

proses sentrifugasi atau pendadihan dari Kadar Karet Kering (KKK) 28-30%

menjadi KKK 60-64%. Biasanya lateks pekat digunakan untuk pembuatan bahan-

bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi (Zuhra, 2006). Namun pengolahan latek

kebun menjadi latek pekat yang biasa digunakan oleh perusahaan besar

membutuhkan modal investasi yang cukup besar, sehingga tidak mungkin dapat

dilakukan oleh pekebun-pekebun kecil seperti pada proyek-proyek pengembangan

karet rakyat. Pemekatan lateks alam dilakukan dengan menggunakan empat cara

yaitu: sentrifugasi, pendadihan, penguapan, dan elektrodekantasi. Diantara

keempat cara tersebut sentrifugasi dan pendadihan merupakan cara yang telah

dikembangkan secara komersial sejak lama.

1. Metode Sentrifugasi

Pemekatan lateks dengan cara sentrifugasi dilakukan menggunakan

sentrifuge berkecepatan 6000-7000 rpm. Prinsip pemekatan lateks dengan cara

sentrifugasi yaitu berdasarkan perbedaan berat jenis antara partikel karet dan

serum. Serum yang mempunyai berat jenis lebih besar dari partikel karet

cenderung naik ke permukaan sedangakan serum yang memiliki berat jenis lebh

kecil cenderung berada dibawahnya. Akibat adanya gaya sentrifugal yang lebih

besar dibandingkan percepatan gravitasi bumi saat proses sentrifugasi, antara

partikel karet dapat terpisah dari serum. Lateks pekat dihasilkan dari kumpulan

partikel karet yang berada didalam alat sentrifugasi, sedangkan lateks skim

dihasilkan dari kumpulan serum yang keluar dari alat sentrifugasi (Handoko,

2002). Berikut urutan pengolahan lateks dengan cara sentrifugasi (pemusingan):

a. Penerimaan Lateks Kebun

Lateks dari kebun kebersihannya harus terjaga dengan selalu mengunakan

peralatan yang bersih. Lateks diterima dalam bak penerimaan melalui saringan

80mesh, diukur jumlahnya dan diaduk merata. Kemudian diambil contoh untuk

menentukan kadar karet dengan cara menambahkan amoniak kedalam lateks

sebanyak 2-3 gram per liter lateks kemudian dilakukan pengadukan.

b. Sentrifugasi (Pemusingan)

Lateks yang dimasukkan kedalam alat sentrifugasi (separator) akan

mengalami pemutaran dengan kecepatan putar 6000-7000 rpm. Pemutaran dalam

sentrifugasi ini melibatkan dua gaya yaitu gaya sentripetal dan gaya sentrifugal.

Gaya sentrifugal tersebut jauh lebih besar daripada percepatan gaya berat dan

gerak brown sehingga akan terjadi pemisahan partikel karet dengan serum. Bagian

serum yang mempunyai rapat jenis besar akan terlempar ke bagian luar (lateks

skim) dan partikel karet akan terkumpul pada bagian pusat alat sentrifugasi.

Lateks pekat ini mengandung karet kering 60%, sedangkan lateks skimnya masih

mengandung karet kering antara 3-8% dengan rapat jenis sekitar 1,02 g/cm3.

c. Penyimpanan Lateks Pekat

Lateks Pekat hasil dari proses pemusingan perlu disimpan atau diperam

terlebih dahulu selama 2 minggu atau lebih. Selama pemeraman perlu diaduk

setiap hari untuk menjaga agar tidak terjadi pengendapan.

d. Pengemasan

Pada umunya pengemasan lateks dilakukan didalam drum besi atau plastik

(volume 200 liter). Apabila menggunakan drum besi maka perlu diberi bahan

pelapis terlebih dahulu dibagian dalamnya.

2. Metode Pendadihan

Cara berikutnya adalah pemekatan lateks dengan pendadihan, pada cara ini

memerlukan bahan pendadih seperti natrium atau amonium alginat, gum

tragacant, methyl cellulosa, carboxy methylcellulosa dan tepung iles-iles. Mutu

lateks yang dihasilkan ditentukan berdasarkan spesifikasi menurut ASTM dan

SNI. Berikut urutan pengolahan lateks dengan cara pendadihan:

a. Penerimaan Latek Kebun

Lateks diterima dalam tangki-tangki melalui saringan. Untuk dapat diolah

menjadi latek pekat yang baik, sangat diperlukan bahan lateks kebun yang baik,

lateks ini harus telah diawetkan dengan bahan pengawet yaitu dengan

menambahkan NH3 dengan kadar >0,7%.

b. Pendadihan

Bahan lateks kebun yang telah dibubuhi dengan bahan pendadih seperti

natrium atau amonium alginat, gum tragacant, methyl cellulosa, carboxy

methylcellulosa dan tepung iles-iles. Bahan pendadih tersebut dimasukkan

kedalam tangki pendadihan. Adanya bahan pendadih tersebut menyebabkan

partikel-partikel karet akan membentuk rantai-rantai menjadi butiran yang garis

tengahnya lebih besar. Perbedaan rapat jenis antara butir karet dan serum

menyebabkan partikel karet yang mempunyai rapat jenis lebih kecil dari serum

akan bergerak keatas untuk membentuk lapisan, sedang yang dibawah adalah

serum.

c. Penyimpanan dan pengemasan

Penyimpanan dan pengemasan lateks dadih sama seperti yang dilaksanakan

pada lateks pusingan (Setyamidjaja,1993).

3. Metode Elektrodekantasi

Pada dekantasi listrik pemekatan lateks dilakukan dengan cara memasukkan

2 logam elektroda yaitu positif dan negatif ke dalam lateks kebun yang

ditempatkan dalam suatu tabung, karena butir-butir karet bermuatan negatif maka

butir-butir karet akan mengalir ke kutub positif dan mengumpul disekelilingnya.

Dengan cara tersebut maka terpisahlah lateks kebun menjadi 2 bagian yaitu kutub

positif terdapat lateks pekat sedangkan kutub negatif adalah serumnya. Untuk

memudahkan pengambilannya atau pemisahannya maka pada tabung dipasang

alat untuk mengalirkan lateks pekat atau serumnya biasanya berupa klep pada

salah satu sisi yang berguna sebagai alat untuk memisahkan lateks dengan

serumnya supaya tidak tercampur.

4. Metode Penguapan (Evaporasi)

Prinsip dari evaporasi (penguapan) yaitu mengurangi kandungan air pada

suatu bahan pangan atau hasil pertanian dengan cara pemanasan. Pada proses

pembuatan lateks pekat ini penguapan bertujuan untuk mengurangi kandungan air

yang ada pada lateks segar sehingga diperoleh lateks pekat. Hal ini dilakukan

dengan cara memanaskan lateks segar pada kisaran suhu 40-50 derajat celcius.

Lateks pekat yang diperoleh ini kadar karet keringnya antara 70- 75% dan masih

mengandung bahan bukan karet karena pada proses evaporasi yang dihilangkan

hanya kandungan airnya saja.

Dari keempat metode pembuatan lateks pekat, dari segi kemurnian latek

metode yang paling baik digunakan adalah metode sentrifugasi karena lateks

pekat yang dihasilkan memiliki tingkat kemurnian yang (tidak tercampur endapan

dan kotoran) tetapi memerlukan biaya yang sangat mahal karena alat yang

digunakan harganya relatif mahal, mutu lateks pekat sentrifugasi ditentukan

berdasarkan pengujian yang ditetapkan oleh ASTM D.1076- 1980 dan ISO 2004

(Tim Penulis, 1999). Tetapi jika ditinjau dari segi industri metode yang baik untuk

digunakan adalah metode pendadihan karena biayanya murah tetapi lateks pekat

yang dihasilkan kemurniannya masih rendah karena didalamnya masih

terkandung bahan bukan karet akibat dari penambahan zat pendadih yang masih

menempel pada lateks.

Mutu lateks yang dihasilkan telah ditentukan berdasarkan spesifikasi

menurut ASTM dan SNI. Berikut tabel syarat mutu lateks pekat.

Tabel 3.1 Syarat Mutu Lateks Pekat

No Standar Mutu Lateks Pekat Sentrifugasi Pendadihan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

Jumlah padatan minimum

Kadar karet kering minimum

Perbedaan angka butir 1 dan 2

maksimum

Kadar amoniak(jumlah air

dalam lateks pekat) minimum

Viskositas maksimum pada suhu

25⁰C

Endapan dari berat basah

maksimum

Kadar koagulum dari jumlah

padatan, maksimum

Bilangan KOH maksimum

Kemantapan mekanis minimum

Presentase kadar tembaga dari

jumlah padatan maksimum

Presentase kadar mangan dari

jumlah padatan maksimum

Warna

Bau setelah dinetralkan dengan

asam borax

61,5%

60%

2%

1,6%

50 centipoise

0,1%

0,08%

0,8%

457 detik

0,001%

0,001%

Tidak biru, Tidak

kelabu

Tidak boleh

berbau busuk

64%

62%

2%

1,6%

50 centipoise

0,1%

0,08%

0,8%

457 detik

0,001%

0,001%

Tidak biru, tidak

kelabu

Tidak boleh

berbau busuk

Sumber : Thio Goan Loo (1980).

Tabel 3.2 Syarat Mutu Lateks Pekat

No Jenis Mutu Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12

Kadar jumlah padatan,

min (%)

Kadar karet kering, min

(%)

Selisih kadar jumlah

padatan dengan karet

kering, maks (%)

Total alkalinitas dihitung

sebagai amonia (NH3)

sebagai lateks (%)

Kadar sludge, maks (%)

Kadar koagulum, maks

(%)

Bilangan KOH, maks

Waktu kemantapan

mekanik, min (sekon)

Kadar tembaga, maks (%

jumla padatan)

Kadar mangan, maks (%

jumlah padatan)

Warna secara inspeksi

visual

Warna setelah

dinetralisasi dengan

asam borat

61,5

60

2

0,60 min

0,1

0,05

0,8

650

0,0008

0,0008

66

60

2

0,55 min

0,1

0,05

0,8

650

0,0008

0,0008

61,5

60

2

0,29 max

0,1

0,05

0,8

650

0,0008

0,0008

Tidak berwarna biru atau abu-abu

Tidak berbau busuk

Sumber : ASTM D 1076 (1997)

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil diskusi pada makalan ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Proses pembuatan lateks pekat dapat dilakukan dengan empat cara yaitu

pemusingan(sentrifugasi), pendadihan, elektrodekantasi, dan

penguapan(evaporasi).

2. Latek pekat memiliki kadar karet kering sebesar 60-64%.

3. Apabila ditinjau dari kemurnian lateks yang dihasilkan, proses pembuatan

lateks pekat yang baik yaitu dengan metode sentrifugasi.

4. Dari segi industri pembuatan lateks yang baik adalah menggunakan

metode pendadihan.

4.2 Saran

Sebaiknya dilakukan kunjungan lapang pada pabrik pengolahan lateks

supaya mahasiswa mengetahui proses pengolahan lateks menjadi lateks pekat

secara langsung.

DAFTAR PUSTAKA

Aidi dan Daslin., 1995. Pengelolaan Bahan Tanam Karet. Pusat Penelitian Karet. Palembang: Balai Penelitian Sembawa. 

Andoko, A dan Setawan. 1997. Petujuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta: Penebar Swadaya.

Anwar, C., 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Medan: Pusat Penelitian Karet.

Bhatnagar, M.S. 2004. A Text Book of Polymers. New Delhi : S.Chand and

Company.

Bunsomsit, K., Magaraphan, R., O’Rear, E.A. and Grady, B.P. (2003).

Polypyrolecoated Nature Rubber Latex by Admicellar Polymeration.

Colloid and Polymer Science. 280

Chen, S. F. 1979. Composition of Havea Latex Concentrated. Training Manual

On Latex Rubber Analysis. Malaya.

Dalimunte, V. H. (2008). Penentuan Kandungan Padatan Total (% TSC) Lateks

Pekat dan Pengaruhnya terhadap Kekuatan Tarik Benang, Medan :

Laporan Penelitian Universitas Sumatera Utara.

Davey, W.S. dan Sekkar, K.C. (1982). The mechanism of the creaming of latex,

Proceeding of the Second Rubber Technology, Kuala Lumpur, 285-295.

De boer. (1952). Pengetahuan Praktis tentang karet Balai Penelitian Karet

Indonesia. Bogor.

Ditjenbun, (2012), Peresmian Peremajaan Pertama Kebun Plasma Kelapa SawitDi Sei Tapung, Propinsi Riau, Tanggal 3 Pebruari 2012, Drektorat.

Erni, N. 2013. Usulan Strategi Pengembangan Industri Karet Alam Indonesia. Jurnal Inovisi Vol. 9, No. 2, Oktober 2013.

Goutara, B. Djatmiko, dan W. Tjiptadi.1985. Dasar Pengolahan Karet.

Agroindustri. Bogor : Press, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas

Teknologi Pertania, Institut Pertanian Bogor.

Handayani, M. (2008), Pemanfaatan Karet Siklo Dalam Rol Karet Gilingan Padi

(Rice Huller Rubber).Fakultas Teknologi Pertanian .ITB : Bogor.

Harahap, H., Baharin Azahari and Rosamal, H. (2008). Effect of Soaking In

Curatives on the Morphology and Tensile Properties of NR latex films,

Malaysian Journal of Microscopy. 40 (5) : 205-216.

Kawahara, S., Kawazara, T., Sawada, T. and Isono, Y. (1999). Preparation and

Characterization of Natural Rubber Dispersed in Nano-Matrix. Polymer. 44,

4527-4531.

Lukman. 1984. Pembentukan Lateks dan Hubungannya dengan Penyadapan.

Warta Perkaretan. Medan : BPP Sungai Putih.

Nobel, R.J. (1983). Latex in Industry 2nd ed. New York : Rubber Age.

Ompusunggu, M dan Darussamin, A. 1989. Pengolahan Umum Lateks. Sungei

Putih: Balai Penelitian Perkebunan

Rasjidin, 1989. Bercocok Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg).

Medan : FP-UISU.

Sadjad, M. 1993. Budidaya Tanaman Perkebunan. Jakarta: Rajawali Press.

Solichin, M. Hardiman. dan B. Kartika. 1991. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Viskositas Mooney dalam Pengolahan SIR 3 CV. Dalam. Jurnal Lateks, vol

6 nomor 2 Oktober 1991. Pusat penelitian Perkebunan Sembawa, Asosiasi

Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia.

Southorn, W. A., 1961. Micropy of Hevea Lateks. Proc. Nat. rub. Res. Conf.,

Malaysia.

Steenis. 1975. Flora. Jakarta: Paramitha.

Stevens, M.P., (2001), Kimia Polimer, PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Stevens, M.P., (2001), Kimia Polimer, PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Tim Penulis PS. 1999. KARET: Strategi Pemasaran Tahun 2000, Budidaya dan    

Pengolahan. Jakarta : Penebar Swadaya.

Triwijoso, Sri Utami. 1995. Pengetahuan Umum Tentang Karet Hevea. Bogor :

Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor.

Zuhra, Cut Fatima. 2006. Karet. Karya Tulis Ilmiah. Medan : Departemen Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera

Utara.


Recommended