Date post: | 25-Jan-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | independent |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara yang kaya akan sumber
daya alamnya dan manusianya, memiliki 242 juta jiwa
penduduk. Dengan jumlah yang cukup banyak tergolong
dalam kategori miskin (survey sosial ekonomi nasional
atau susenas 2012) jumlah penduduk miskin tersebut
terdiri dari 8,78 juta jiwa di perkotaan dan 15,12
juta jiwa di pedesaan. (angka tersebut masih banyak
kritikan dari banyak pihak karena angka garis
kemiskinan BPS sungguhlah rendah yakni hanya 8 ribu
perorang perhari, jauh dari standard Bank Dunia yang
berjumlah 19 ribu perhari, jadi diperkirakan jumlah
kemiskinan yang secara riil lebih besar dari itu).
Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu
kala. Umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena
kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya
kemudahan atau materi. Jika dilihat dari ukuran moderen
masa kini, masyarakat atau penduduk miskin adalah
Stratifikasi Sosial | 1
mereka yang tidak menikmati fasilitas pendidikan,
pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lain yang
tersedia pada zaman sekarang.
Kemiskinan dapat digolongkan menjadi tiga
pengertian, yaitu kemiskinan absolut, felatif dan
kultural.
1. Kemiskinan absolut, yakni kelompok masyarakat
yang pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup minimum. Seperti pangan,
sandang, kesehatan, papan, pendidikan.
2. Kemiskinan relatif, yaitu kelompok masyarakat
yang sebenarnya telah hidup di atas garis
kemiskinan, namun masih di bawah masyarakat
sekitarnya.
3. Kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang
berkaitan erat dengan sikap seseorang atau
sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha
memperbaiki tingkat kehidupan sekalipun ada
usaha pihak lain yang membantunya.
Stratifikasi Sosial | 2
Untuk meneliti lebih mendalam tentang kemiskinan,
maka kami melakukan wawancara langsung kepada pemulung
sebagai objeknya. Melalui teknik wawancara langsung
maka diperoleh suatu gambaran tentang perilaku pemulung
dalam mengais barang bekas demi menghidupi keluarga dan
menggambarkan kehidupan mereka sebagai korban
kemiskinan ibukota. Adapun kelompok pemulung yang
menjadi sampel dalam proses pengambilan data adalah
kelompok pemulung yang bermukim di Stasiun Manggarai.
1.2 Rumusan Masalah
1.Bagaimana kehidupan sehari-hari seorang pemulung?
2.Bagaimana latar belakang objek tersebut sehingga dia
menjadi pemulung?
3. Bagaimana sikap dan perilaku pemulung tersebut
tentang kemiskinan di ibukota?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui kehidupan informan sebagai seorang
pemulung secara mendalam.
Stratifikasi Sosial | 3
2. Mengetahui asal usul informan datang ke ibukota
hingga dia menjadi pemulung.
3. Mengetahui gambaran kemiskinan ibukota melalui sikap
dan perilaku informan.
1.4 Kerangka Konseptual
Stratifikasi Sosial | 4
Stratifikasi Sosial
Menggambarkan deskripsi kemiskinan di ibukota dan kondisi informan
sebagai korban kemiskinan.
Stratifikasi berdasarkan perolehan
Stratifikasi berdasarkan
status
Pendidikan PekerjaanEkonomi
Pembedaan berdasarkan
penghasilan dan kekayaan
Kelas atas Kelas menengahKelas bawah
Kemiskinan
1.5 Metode Penelitian
Rancangan Penelitian
Stratifikasi sosial merupakan pembedaan anggota
masyarakat berdasarkan status yang dimilikinya
(Sunarto: 2004). Stratifikasi sosial merupakan fenomena
sosial yang dalam penjelasannya membutuhkan pemahaman
mendalam tentang kehidupan pribadi dan perilaku sosial
dari subjek penelitian.
Atas dasar tersebut, peneliti menyusun rancangan
penelitian ini dengan menggunakan metode deskriptif
yang berbentuk kualitatif. Penelitian kualitatif
digunakan untuk menjelaskan, mendeskripsikan dan
menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial,
sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara
individual maupun kelompok dalam penelitian ini yang
membahas pengalaman pribadi individu sebagai “korban”
kemiskinan di Ibukota. Subjek penelitian ini adalah
penduduk Ibukota yang berprofesi sebagai pemulung.
Stratifikasi Sosial | 5
Sumber Data dan Data
1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah hasil
wawancara dengan penduduk yang berprofesi sebagai
pemulung.
2. Data
Sebagai data dalam penelitian ini adalah yang
berhubungan dengan pendapatan, pengeluaran, jumlah
anggota keluarga, lama bekerja, dan keinginan
berganti pekerjaan dari penduduk ibukota yang
berprofesi sebagai pemulung.
Teknik dan Alat Pengumpul Data
1. Teknik Pengumpul Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data
penelitian adalah dengan melakukan wawancara
langsung tanpa menggunakan pedoman wawancara dan
kuesioner dengan subjek penelitian. Teknik ini
digunakan karena peneliti agar data yang
dikumpulkan sesuai dengan keadaan di lapangan.
Stratifikasi Sosial | 6
2. Alat Pengumpul Data
Dalam melakukan pengumpulan data, peneliti
menggunakan catatan untuk mencatat setiap jawaban
dari narasumber, sebagai media pendukung untuk
menyempurnakan data yang didapat, serta kamera
digital untuk mendapatkan data berupa gambar
sebagai dokumentasi.
Pengujian Keabsahan Data
Data-data yang telah dikumpulkan akan melalui
proses pengujian keabsahan data dilakukan dengan cara
menganalisis hasil penelitian di dalam suatu forum
diskusi sesama anggota kelompok.
Teknik Analisis Data
Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis
penelitian ini, yaitu:
1. Mengumpulkan data hasil wawancara
2. Melakukan penyeleksian jawaban hasil wawancara
berdasarakan tujuan yang diinginkan
3. Menyusun hasil seleksi kedalam sebuah makalah
Stratifikasi Sosial | 7
BAB II
PEMBAHASAN
Sebagai kota metropolitan seperti Jakarta ini,
kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang
harus dapat diselesaikan. Dimana Kemiskinan merupakan
suatu keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian ,
tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Namun
sayangnya, Jakarta sebagai kota perdagangan dan jasa
tidak menginginkan sebagian besar mereka, karena mereka
umumnya datang ke Jakarta tanpa bekal pendidikan dan
keahlian yang cukup, yang dinginkan oleh pasar tenaga
kerja di Jakarta. Akhirnya, untuk bertahan hidup mereka
bertumpu pada berbagai pekerjaan sektor informal dan
salah satu yang paling sering terlihat di disekitar
kita adalah pemulung.
Pemulung adalah seseorang yang memiliki pekerjaan
sebagai pencari barang yang sudah tidak layak pakai,
maka orang yang bekerja sebagai pemulung adalah orang
yang bekerja sebagai pengais sampah, dimana antara
Stratifikasi Sosial | 8
pemulung dan sampah sebagai dua sisi mata uang, dimana
ada sampah pasti ada pemulung dan dimana ada pemulung
disitu pasti ada sampah. Pekerjaannya mencari barang
bekas, membuat sebagian besar orang menganggap remeh
pemulung. Mereka mengorek tempat sampah untuk
mendapatkan barang bekas yang masih memiliki nilai
jual. Namun, berkat kehadirannya pula, lingkungan dapat
terbebas dari barang bekas yang bila dibiarkan bisa
menjadi sampah. Mereka juga membantu pemerintah dalam
mengelola sampah. Tak hanya itu, hasil pekerjaannya
mereka juga menjadi tumpuan bagi keluarganya.
1. Kehidupan Pemulung
Tidak banyak yang mengetahui kehidupan di balik
seorang pemulung. Bagi sebagian mereka, memulung
barang-barang bekas adalah satu-satunya pekerjaan yang
bisa mereka lakukan untuk mendapatkan sesuap nasi,
supaya mereka dapat bertahan hidup di ibukota ini .
Para pemulung menjauhkan gengsi mereka untuk mengambil
botol-botol bekas diantara orang-orang yang sedang
makan, mereka rela mencari kardus, plastik, dan barang-
Stratifikasi Sosial | 9
barang bekas lainnya di tong sampah yang sangat
menyengat baunya, dan hasilnya pun juga sedikit.
Misalnya kalau di area Stasiun Manggarai, perharinya
hanya dapat hasil mulung 20/30 ribu. Biasanya
penghasilannya dari aqua gelas dihargai 5-6 ribu, aqua
botol 5 ribu, kalau gelas plastik selain aqua sekitar 2
ribuan.
Mereka melakukannya demi melepaskan dahaga dan
kelaparan. Mereka hanya berpikir untuk makan hari ini,
hari esok, dan hari-hari berikutnya. Hanya itu yang
mereka inginkan. Tetapi sebagian dari mereka juga ada
yang mencoba untuk mencari pekerjaan lain. Tapi
sayangnya, karena adanya perubahan zaman, penggatian
kekuasaan, banyaknya peraturan baru serta keterbatasan
pendidikan membuat mereka tak dapat beranjak dari
pekerjaan memulung. Mereka lebih memilih itu semua
dibanding mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak
halal.
Perubahan yang terjadi itu terdapat dalam berbagai
hal, misalnya saja di Stasiun Manggarai, dulu Mak
Ruminah kerja di Stasiun Manggarai, kalau dulu bosnya
Stratifikasi Sosial | 10
orang jawa, tapi sekarang orang cina yang megang.
Dahulu para pemulung juga mempunyai gubuk disekitar
Stasiun, namun karena adanya penggantian kekusaan
tersebut gubuk-gubuk di sekitar Stasiun di bongkar.
Mereka yang dahulunya dapat beristirahat di gubuk
sekarang tidak bisa lagi dan kebanyakan mereka sekarang
tidur di jalanan.
Tidak hanya itu yang mereka hadapi, terkadang
setelah bersusah payah mencari barang bekas kesana
kemari untuk menghasilkan uang, tak jarang ada juga
orang-orang yang merasa tak berdosa mencuri hasil jerih
payah mereka ketika mereka beristirahat melepas lelah
malam harinya di jalanan tersebut.
Di Jakarta ini, ternyata terdapat perbedaan dalam
hal pengaturan mulung di daerahnya. Misalnya kalau di
daerah Manggarai, kalau mulung bebas mau mencari kemana
saja, tidak ada wilayah-wilayahan. Karena cuma jalanan
biasa, kalau ada barang bekas langsung diambil. Tetapi
kalau didaerah komplek perumahan biasanya ada pembagian
wilayah. Selain itu, juga terdapat perbedaan dalam hal
interaksi sosial. Ada kawasan dimana semuanya bekerja
Stratifikasi Sosial | 11
secara individu, tidak berkelompok. Misalnya di kawasan
di dekat stasiun Manggarai, disana tidak ada saling
tolong menolong, sekalipun teman kalau masalah uang
atau makanan urusan masing-masing. Tidak ada
solidaritasnya kalau sakit ya di biarkan saja. Disisi
lain ada kawasan dimana pemulung itu mereka
berkelompok, misalnya di Bongkaran, disana pemulung
saling bantu. Kalau ada yang sakit, nyumbang sama-sama
seadanya seperti untuk beli obat.
Walaupun merasa letih, sedih, dan juga marah
karena berbagai hal yang mereka hadapi tetapi mereka
tak kunjung berhenti menjadi seorang pemulung karena
semua perasaan itu sirna, karena memikirkan anak-anak
mereka yang membutuhkan makan untuk bertahan hidup.
Itulah rasa kebersamaan yang mereka miliki, perasaan
sayang terhadap keluarga menghancurkan segala
keputusasaan mereka dan memberikan semangat tersendiri
terhadap mereka untuk tetap membahagiakan keluarganya.
2. Latar Belakang Menjadi Pemulung
Ada beberapa alasan mengenai seseorang menggeluti
profesi sebagai pemulung yang kami dapatkan dari hasil
Stratifikasi Sosial | 12
wawancara dengan pemulung di kawasan Stasiun
Manggarai :
Faktor ekonomi (berasal dari keluarga
yang kurang mampu)
Sulitnya mencari pekerjaan
Tingkat pendidikan yang rendah dan tidak
memiliki keterampilan
Tidak ada modal untuk membuka suatu usaha
Pendidikan merupakan dasar dari pengembangan
produktifitas kerja. Tingkat pendidikan yang rendah,
membuat pola pikir yang relatif sempit. Sebagian besar
pemulung hanya tamat pendidikan sekolah dasar. Kemudian
didukung oleh faktor ekonomi keluarga yang tidak
berkecukupan. Faktor yang lain adalah modal yang
dimiliki sangat terbatas, sehingga sarana yang
digunakan oleh pemulung sangat sederhana. Yaitu, karung
plastik dan gancu untuk mengungkit sampah atau barang
bekas.
Di lihat satu persatu dari informan yang kami
wawancara, pertama Mak Ruminah yang awalnya bekerja di
Stasiun Manggarai tersebut, kemudian transmigraasi ke
Stratifikasi Sosial | 13
Sulawesi Utara, namun karena ada masalah balik lagi ke
Jakarta. Karena adanya perubahan kekuasaan dan
keterbatasan pendidikan maka Mak Ruminah tidak diterima
lagi bekerja di stasiun tersebut, dan memutuskan untuk
memulung. Sedangkan informan yang kedua, Bang Acuy,
karena sulitnya mencari pekerjaan serta untuk
menghidupi anaknya dia memutuskan untuk memulung.
Informan ketiga Mpok Iis memulung karena lingkungan
sekitarnya yang membawanya ke pekerjaan memulung ini,
walaupun awalnya dia sempat menggeluti pekerjaan yang
lain. Dan terakhir informan yang keempat, Mpok Ismayati
memutuskan untuk memulung untuk menghidupi dirinya
sendiri dan anaknya yang masih kecil.
3. Gambaran Kemiskinan Ibukota Melalui Sikap dan
Perilaku Pandangan Pemulung di Kawasan Stasiun
Manggarai
Berdasarkan hasil wawancara kami terhadap pemulung
yang berada di kawasan Stasiun Manggarai, kami
menggolongkan bahwa sebagian besar dari Informan kami
termasuk kedalam kemiskinan Kultural yaitu kemiskinan
Stratifikasi Sosial | 14
yang berkaitan erat dengan sikap seseorang atau
sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha
memperbaiki tingkat kehidupan sekalipun ada usaha pihak
lain yang membantunya.
Seperti, Informan yang pertama, Mak Ruminah,
walaupun sebenarnya dia bisa bekerja dan pernah menjadi
buruh sawah, kuli bawang dan pekerjaan buruh lainnya,
tetapi ia lebih memilih untuk memulung karena
menurutnya lebih enakan tinggal di Jakarta walaupun
hanya kerja sebagai pemulung. Hampir sama dengan Mak
Ruminah, Mpok Iis dan Mpok Ismayati juga pernah
memiliki perkerjaan lain seperti kalau Mpok Iis kerja
di salon dan Mpok Ismayati kerja jadi pembantu tetapi
tetap saja akhirnya mereka memutuskan menjadi pemulung.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Stratifikasi Sosial | 15
Dari uraian pembahasan diatas dapat disimpulkan
bahwa kebanyakan dari mereka (terutama responden kami)
memilih memulung bukan karena keterpaksaan tetapi juga
karena keinginan mereka masing-masing. Karena malas dan
tidak ingin bekerja keras, mereka pun lebih memilih
untuk memulung. Dengan memulung mereka coba memenuhi
kebutuhan hidup mereka sehari-hari seperti untuk makan,
minum, maupun jajan anak-anak mereka. Namun ditemukan
juga disela-sela kesusah payahan mereka ada pula
tangan-tangan jahil yang mengambil harta mereka yang
sedikit itu.
Beberapa hal yang mempengaruhi mereka menjadi
pemulung diantaranya adalah faktor ekonomi dimana
kebanyakan mereka berasal dari keluarga dengan ekonomi
rendah, lalu juga sulitnya mencari pekerjaan, faktor
pendidikan yang rendah juga tidak adanya modal dalam
memulai usaha.
1.2 Saran
Berdasarkan analisis dari hasil wawancara kelompok
kami, kami menyarankan agar setiap penduduk di
Indonesia haruslah mau berusaha. Banyak kemiskinan
Stratifikasi Sosial | 16
lahir karena kemalasan dari pelakunya yang tidak mau
berusaha. Banyak dari mereka ingin mendapatkan sesuatu
dengan cara yang instan. Walau tak dapat dipungkiri
adanya faktor lain seperti tuntutan ekonomi,
pendidikan, dan lapangan pekerjaan yang sedikit juga
mempengaruhinya. Kesadaran untuk mau berusaha dan
bekerja keras haruslah lahir dari tiap pribadi manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi:
Stratifikasi Sosial. Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
bps.go.id
yayasumiati.blogspot.com:
http://yayasumiati.blogspot.com/2012/12/kehidupan-
dipemukiman-pemulung.html
dennisitefun.blogspot.com:
http://dennisitefun.blogspot.com/2011/03/realita-
kehidupan-seorang-pemulung.html
ryanngofatomalou.blogspot.com:
Stratifikasi Sosial | 17
http://ryanngofatomalou.blogspot.com/2013/05/makalah-
interaksi-sosial-bersama.html
LAMPIRAN
HASIL WAWANCARA
Narasumber :
1. Bang Acuy (32 tahun ) Cibinong.
2. Mak Ruminah ( 54 tahun) Pekalongan, Jateng.
3. Mpok Iis Setyawati (42 tahun) Jakarta.
4. Mpok Ismayati (34 tahun) Bogor.
Stratifikasi Sosial | 18
Hasil wawancara :
Narasumber 1
Bang Acuy adalah salah seorang pemulung di daerah
Stasiun Manggarai. Dia tidur dan tinggal di taman
samping Stasiun Manggarai bersama pemulung lainnya,
namun yang paling dekat kepadanya adalah Mak Ruminah.
Bahkan dia sudah dianggap seperti anak sendiri oleh Mak
Ruminah, sedangkan orangtua kandungnya ada di Cibinong.
Dia menjadi pemulung untuk mencari uang untuk
menghidupi dirinya sendiri serta membesarkan anak
tunggalnya. Dia membesarkan sendiri anaknya karena
istrinya sudah meninggal sekitar sebulan yang lalu.
Bermula ketika istrinya sakit tenggorokan, namun karena
tidak punya uang untuk berobat ke rumah sakit akhirnya
hanya dibiakan saja. Walaupun ada program Kartu Jakarta
Sehat (KJS), mereka tidak punya KJS karena mereka
tinggal dijalan dan tentunya tidak punya RT, RW, dan
juga rumah. Sehingga tidak bisa mengurus Kartu Tanda
Penduduk (KTP). Sempat terpikir untuk membawa istrinya
ke keluarga istrinya di Bojong, namun istrinya tidak
mau. Tetapi setelah kurang lebih 2 minggu sakit,
Stratifikasi Sosial | 19
akhirnya istrinya mau juga di bawa ke keluarganya.
Sayangnya, tak lama berada bersama keluarganya istrinya
meninggal. Setelah meninggal istrinya, Bang Acuy merasa
sangat sedih dan kehilangan. Bahkan yang biasanya
jarang menangis, dia tidak bisa menahan tangisnya saat
kehilangan istrinya. Dia selalu teringat kesehariannya
saat bersama istrinya. Istrinya adalah orang yang
rajin, setiap jam 3 pagi, istrinya sudah mulai keliling
untuk memulung.
Keluarga istri Bang Acuy ada di Bojong namun dia
lebih memilih membesarkan anaknya sendiri dan tidak
menitipkan pada keluarga istrinya tersebut. Hal itu
dikarenakan keluarganya disanapun sudah kerepotan
diakibatkan tingkat ekonomi yang pas-pasan dan anaknya
yang ada 8. Bang Acuy tidak mau anaknya nanti disana
diterlantarkan dan bahkan tidak diberi uang jajan.
Jadi, walau anaknya tidak sekolah, mau pinter mau
goblok asal bisa bersama tak masalah. Ada juga hal yang
membuat anaknya tidak bisa sekolah, yaitu dia tidak
memiliki surat-surat seperti KTP atau Kartu Keluarga
(KK) untuk mengurus keperluan sekolahnya. Tapi apabila
Stratifikasi Sosial | 20
ada sekolah gratis, dia masih berharap dapat
menyekolahkan anaknya.
Dalam kesehariannya memulung, Bang Acuy biasa
dapat penghasilan 20-30 ribu per hari dan 10 ribu untuk
makan dirinya dan selebihnya untuk anaknya jajan.
Biasanya sih setiap balik dari main, dikasih 2 ribu.
Kalau penghasilan dikit , minimal cukup hanya untuk
minum. Yang penting menurut Bang Acuy, kerjanya halal
daripada nyopet/mencuri. Kalau misal ada rejeki lebih
inginnya Bang Acuy memiliki gerobak sendiri, modal
untuk usaha barang bekas, usaha rongsokan. Pernah juga
terpikir menjadi pedagang kopi keliling. Biasanya
disekitar stasiun kalau sudah malam suka sepi dan
warung banyak yang tutup, jadi dapat dimanfaatkan untuk
berjualan. Apalagi jika ada sepeda agar tidak kelelahan
dalam mencari nafkah.
Ada sekitar 10 orang yang tidur di taman ini.
Menurut Bang Acuy, disini semuanya bekerja secara
individu, tidak berkelompok. Tidak ada saling tolong
menolong, sekalipun teman kalau masalah uang atau
makanan urusan masing-masing. Berbeda kalau di
Stratifikasi Sosial | 21
Bongkaran itu berkelompok. Disana pemulung saling
bantu. Kalau ada yang sakit, nyumbang sama-sama
seadanya seperti untuk beli obat sedang disini tidak
ada solidaritas kalau sakit ya di biarkan saja. Di area
sini juga kalau mulung bebas mau mencari kemana saja.
Disini tidak ada wilayah-wilayahan kata Bang Acuy.
Mungkin kalau daerah komplek perumahan biasanya ada
pembagian wilayah. Disini cuman jalanan biasa, kalau
ada ya diambil langsung. Dia pun juga bersama teman
lainnya hanya mencari di daerah sekitar stasiun saja.
Seperti di Pasar Rumput, Tenggulun, Bongkaran, tidak
pernah sampai ke Pulo Gadung atau Kampung Melayu.
Narasumber 2
Menurut Mak Ruminah kalau mulung di area stasiun
perharinya dapat hasil mulung 20/30 ribu. Biasanya
penghasilannya dari aqua gelas dihargai 5-6 ribu, aqua
botol 5 ribu, kalau gelas plastik selain aqua sekitar 2
ribuan. Kalau dapat 5 kilo ya dapat 10 ribu, Hanya
cukup untuk makan doang.
Mak Ruminah sudah dari tahun 1972 di Jakarta tapi
tidak menetap, masih beberapa kali pulang pergi ke
Stratifikasi Sosial | 22
daerahnya. Kalau ada uang pulang, kalau ingat kampung
pulang. Kalau punya uang bisa satu kali setahun pulang.
Tapi kalau ngak punya bisa dua tahun sekali. Karna uang
mau dari mana, usahanya cuma mulung. Paling cuman dapat
lima ribu , sepuluh ribu cukup untuk makan doang. Di
Pekalongan ngak punya anak, tapi punya anak satu di
jembatan lima, dan udah punya cucu juga. ke Jakarta mau
merantau. Bg Acuy anak pungut mak, ketemu dijalan.
Bukan anak kandung . ketemu itu sekitar 2 tahun yang
lalu, di stasiun manggarai,saat kereta masih bebas
masih boleh naik di atas, ngak kyak sekarang, dan Acuy
sering ke gubuk mak,, tapi sekarang gubuknya udah
diancurin.
Dulu Mak kerja di stasiun, kalau dulu bosnya itu
orang jawa, tapi sekarang orang cina yang megang, mau
coba lamar kerja disana lagi, tapi ngak diterima. Pas
orang cina yang megang gubuk-gubuk sekitar stasiun di
bongkar udah ngak kayak dulu lagi, kalu dulu bisa
istirahat di gubuk tapi sekarang gak bisa lagi. Dulu
bisa keluar masuk stasiun , tapi sekarang harus bayar,
bahkan kalau mau ke kamar mandi sekarang juga harus
Stratifikasi Sosial | 23
bayar dulu. Kalau sekarang tidurnya ya di taman ini,
tapi itu juga gak aman. Banyak bocah-bocah disini jadi
copet. Kalau Mak lagi tidur, sakunya suka diraba-raba
kalau gak keambil uangnya, sakunya sering disilet
sampai jebol, semuanya diambil, untung KTP-nya dibuanya
gak jauh jadi masih ada, mereka cuma ambil uangnya.
Mak di kampung juga pernah kerja jadi buruh, bisa
buruh tani, kuli bawang dll. Kalau jadi buruh ya capek,
badan gatel-gatel dan juga tidak punya apa-apa kalau di
kampung. Saudara juga sudah banyak yang meninggal. Tapi
saudara dari bapak masih sehat, kaya, tapi kerjaannya
muja mulu, ada tumbal gitu. Kita harus nyetor sesuatu,
misalnya ayam berarti istri kalau ayam jago ya ayah,
kalau kita ga nyetor dan kalau terima hasilnya bisa-
bisa mati. Biasanya ya malam jumat kliwon, mama, bapak
kakak saya jadi tumbal. Kaya tapi banyak dosa. Ada juga
yang miara tuyul dan kalau memelihara tuyul yang masih
disusui, itu harus disusui terus, kalau susunya habis
ya darah yang disedot. Dan ada juga yang ngepet. Enakan
di Jakarta walaupun gembel,tapi gak pernah puyeng,
walaupun tidur pake kardus gak pernah sakit. Kalau
Stratifikasi Sosial | 24
disana, ada kasur empuk enak, tapi sering sakit-
sakitan. Tapi sekarang udah kena maag parah, kalau
makan terlambat sering sakit.
Dulu Mak sempat mulung didaerah Matraman,
Jatinegara, tapi sekarang gak ada teman, teman banyak
yang pindah-pindah, banyak transmigrasi. Dulu Mak juga
pernah transmigrasi ke Sulawesi Utara 1 tahun pas zaman
Pak Harto tapi balik ke Jakarta, karena disana ikut
lotre bayi, dan uang untuk transmigrasi saya habis
untuk itu.
Narasumber 3
Mpok Iis sebelum tinggal di pinggir stasiun, dia
tinggal di lapak sekitar 8 tahun. Mpok Iis ini asli
orang Jakarta, namun kadang ke Bandung, Sukabumi, juga
Pelabuhan. Dia sudah tidak tinggal di lapak ( tempat
bos pemulung ) lagi karena sekarnag rumahnya sudah di
bongkar di gusur dan bos nya juga sudah meninggal. Dia
punya anak dua, yang satu kerjanya supir angkot
beranak dua, yang satu lagi buruh pabrik janda beranak
satu. Selama ini keluarganya tidak ada yang tahu bahwa
dia jadi pemulung. Mpok Iis sudah memulung sejak kecil.
Stratifikasi Sosial | 25
Suatu hari sewaktu memulung, kakaknya yang ABRI
melihatnya dan dia didekati oleh kakaynya. Karena takut
diomeli dia kabur namun ternyata kakaknya mau ngasih
duit. Mpok Iis cukup terkenal di daerah Manggarai
karena selain pemulung dia pun handal dalam bernyanyi.
Sebelum mulung dia sempat kerja di salon. Namun,
karena penghasilan sedikit dia lebih memilih untuk
memulung. Biasanya kalau dari nyalon cuman 200 ribu per
bulan. Pernah juga dia kerja di sebuah pasar raya,
namun keluar juga karena sering digosipi dan dilaporkan
oleh temannya yang satu pekerjaan kepada bosnya bahwa
dia jarang masuk. Tapi selama ini keluarganya hanya
tahu kalau beliau kerja di salon dan tak tahu kalau
jadi pemulung.
Mengenai kehidupan pribadi, suami dari Mpok Iis
sekarang sudah nikah lagi, tapi statusnya masih suami
bu Iis.Namun walau demikian, sekrang suaminya sudah
entah berada dimana bersama istri mudanya. Disisi lain,
Mpok Iis tidak bisa menikah lagi, karena surat nikahnya
disobek sama suaminya. Jadi sekarang Bu Iis tinggal di
situ(taman dekat stasiun Manggarai) dengan pacarnya
Stratifikasi Sosial | 26
karena dia tidak bisa nikah karena tidak ada surat
nikah yang sebelumnya.
Selebihnya Mpok Iis ini memiliki kisah hidup yang
cukup menantang juga. Diantaranya, saat dulu bertengkar
bersama suaminya pernah kepalanya terkena golok hingga
bocor. Juga pernah hampir meninggal karena tersetrum
listrik tegangan tinggi, dan bahkan sampai sekarang
pun, karena pacarnya yang pencemburu Mpok Iis sering
mendapat perlakuan kasar apabila tidak sesuai dengan
keinginan pacarnya.
Narasumber 4
Bu Ismayati pergi ke Jakarta mencari kerja namun
berujung menjadi pemulung. Punya anak usia 12 tahun,
dan sekarang berhasil dapat sekolah gratis diarea sini.
Ternyata Bu ini istri muda, tapi suaminya lebih
perhatian ke istri tuanya, jadi Bu Ismayati cari uang
sendiri buat makan, makanya jadi pemulung. Suaminya
dagang barang-barang bekas, topi bekas, kacamata bekas,
dan itupun buat diri sendiri, dan biasanya disetor sama
istri tua. Sama istri muda pelit.
Stratifikasi Sosial | 27
Nama anak yang diasuhnya sekarang Agus Tegar.
Sebenarnya anaknya ada 3, tapi yang 2 dikasih ke orang
lain. Satu diantaranya di kasih ke tetangga di Bogor,
yang satu lagi gak tahu ada dimana. Ada keinginan
pulang, tapi gak ada uang, walau sebenarnya deket, bisa
pulang kapan aja. Terkadang juga karena anak, misalnya
lagi pulang ke Bogor, anak sering minta pulang ke
Manggarai karena ada sekolah gratis, ada temannya terus
juga mau ketemu Bapaknya. Kalau misalkan udah balik ke
Manggarai suka dimarahi bapaknya, baju di buang ke
kali, air pop mie di siram ke muka anaknya, di tendang,
setelahnya sering minta ke Bogor, kalau di Bogor
palingan kerjanya ngaji, kalau di Jakarta ada warnet
ada sepeda jadi bisa main, juga ada sekolah, kalau dari
ibu sendiri juga pernah sempat kerja , pernah seminggu
di rumah-rumah jadi pembantu , namanya juga seminggu ya
dapatnya cuman lima puluh ribuan, trus juga pernah
kerja di Cengkareng, tapi majikannya pelit, gak boleh
pulang sebulan sekali, gak bisa ketemu anak, jadi kerja
ya sebulan aja. Selain jadi pemulung, Bu Ismayati sama
anaknya juga suka simpan barang temuan, dari pada
Stratifikasi Sosial | 28
diambil orang yang ngak baik, kalau ada yang nyariin
trus di balikin, kadang ngasih uang imbalan. Bu
Ismayati dengan suaminya nikah secara agama tetapi
tidak secara hukum, karena tidak punya uang.
DOKUMENTASI TERKAIT ANALISIS
Stratifikasi Sosial | 29