+ All Categories
Home > Documents > Malaria lapsus

Malaria lapsus

Date post: 12-Mar-2023
Category:
Upload: hms-harvard
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
37
BAB I PENDAHULUAN Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. 1 Malaria merupakan sakah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hampir 50 % penduduk beresiko terinfeksi penyakit malaria. Penyakit malaria mengenai semua usia mulai dari bayi, balita, anak-anak, remaja, dan dewasa. Penyakit malaria dapat ditemui hampir diseluruh dunia terutama pada negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis. 2 Di Indonesia sendiri sekitar 35 % penduduknya tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria. 1 Prevalensi penyakit malaria di sejumlah daerah Indonesia seperti Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sumatra Selatan, Bengkulu, dan Riau masih tinggi. Angka Annual Malaria Incidence (AMI) di luar Jawa yaitu 16 per 1000 penduduk pada tahun 1997, meningkat menjadi 31 per 1000 penduduk pada tahun 2001 dan
Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit

Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah

manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan

nyamuk anopheles betina.1

Malaria merupakan sakah satu penyakit menular yang menjadi

masalah kesehatan masyarakat. Hampir 50 % penduduk beresiko

terinfeksi penyakit malaria. Penyakit malaria mengenai semua usia

mulai dari bayi, balita, anak-anak, remaja, dan dewasa. Penyakit

malaria dapat ditemui hampir diseluruh dunia terutama pada

negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis.2 Di Indonesia

sendiri sekitar 35 % penduduknya tinggal di daerah yang beresiko

tertular malaria.1

Prevalensi penyakit malaria di sejumlah daerah Indonesia

seperti Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Sulawesi

Tenggara, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sumatra Selatan,

Bengkulu, dan Riau masih tinggi. Angka Annual Malaria Incidence (AMI)

di luar Jawa yaitu 16 per 1000 penduduk pada tahun 1997,

meningkat menjadi 31 per 1000 penduduk pada tahun 2001 dan

menjadi 46,5 per 1000 penduduk pada tahun 2003. Selain angka AMI,

angka Annual Parasite Incidence (API) juga masih tinggi di daerah

Jawa-Bali, yaitu 0,07 per 1000 penduduk pada tahun 1995 menjadi

0,22 per 1000 penduduk pada tahun 2003. Upaya penanggulangan

penyakit malaria sejauh ini belum menunjukan hasil yang

menggembirakan, terbukti dengan adanya peningkatan AMI dan API

setiap tahunnya.3 Kebanyakan mereka yang meninggal karena malaria

adalah bayi, anak-anak, dan ibu hamil.4

Ibu hamil dengan malaria memiliki resiko 2x lebih besar

untuk keguguran, partus prematur, dan melahirkan bayi bblr

dibandingkan dengan ibu hamil tanpa malaria. Malaria yang terjadi

pada bayi dan anak dapat menyebabkan timbulnya anemi.1 Semuanya

itu akan berdampak pada proses tumbuh kembang anak.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. I Definisi

Malaria merupakan infeksi akut hingga kronik yang disebabkan

oleh satu atau lebih spesies plasmodium, ditandai dengan panas

tinggi bersifat intermitten, anemia, dan hepatosplenomegali.4,5

II.II Etiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa intraseluler yang masuk

dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini ditransmisikan kepada

manusia melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Pada manusia,

plasmodium ini akan hidup dan berkembang dalam sel darah

merah.1,4,5,6

Malaria disebabkan oleh  protozoa  dari genus  plasmodium.

Pada manusia plasmodium  terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium

falcifarum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium

ovale. Plasmodium falcifarum merupakan penyebab infeksi berat dan

dapat menimbulkan kematian. Keempat spesies plasmodium yang

terdapat di Indonesia yaitu Plasmodium falcifarum yang

menyebabkan  malaria tropika, Plasmodium vivax yang menyebabkan

malaria tertiana, Plasmodium malariae yang menyebabkan  malaria

kuartana dan Plasmodium ovale yang menyebabkan malaria

ovale. Malaria dapat ditularkan melalui dua cara yaitu cara

alamiah (melalui gigitan nyamuk Anopheles) dan bukan alamiah yang

terdiri dari malaria bawaan  (kongenital) yang disebabkan oleh

infeksi dari ibu kepada bayi yang di kandungnya serta penularan

secara mekanik terjadi melalui transfusi darah dan jarum suntik.7

Jenis plasmodium yang paling banyak ditemukan di Indonesia

adalah P. falciparum dan P. vivax sedangkan P. Malariae dapat

ditemukan di beberapa provinsi antara lain : Lampung, NTT dan

Papua. P. ovale pernah ditemukan di NTT dan Papua.1

II.III Epidemiologi

Malaria merupakan penyakit endemis di daerah tropis maupun

subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat. Pada negara

yang beriklim dingin sudah tidak ditemukan lagi daerah endemik

malaria. Namun demikian, malaria masih merupakan persoalan

kesehatan yang besar di daerah tropis dan sub tropis seperti di

Brasil, Asia Tenggara dan seluruh sub-tropis Afrika.8 Plasmodium

vivax tersebar di daerah tropis dan subtropis dan beriklim panas

seperti daerah Timur Tengah, Iran, Pakistan, Bangladesh, India,

Sri Langka, Myanmar, Thailand, Malaysia, Indonesia, Amerika

Tengah dan Amerika Selatan, Afrika bagian tengah dan

timur. Plasmodium falciparum umumnya terdapat di daerah beriklim

panas dan lembab. Di daerah barat yang beriklim tropis, Afrika

Tengah dan beberapa daerah di Afrika Timur, di beberapa daerah di

Timur Tengah, India bagian Utara, Tengah dan Selatan. Beberapa

daerah di Bangladesh, Pakistan, Myanmar, Thailand, Laos, Malaysia

dan Indonesia. Plasmodium malaria terdapat terutama di daerah

tropis Afrika, Amerika Selatan, India, Sri Langka, dan Malaysia.9

Menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 2001, terdapat

15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya.

Diperkirakan 35% penduduk Indonesia tinggal di daerah yang

beresiko tertular malaria. Dari 484 Kabupaten/Kota yang ada di

Indonesia, 338 Kabupaten/Kota merupakan wilayah endemis malaria.1

Di Indonesia, malaria ditemukan hampir di semua wilayah.

Pada tahun 1996 ditemukan kasus malaria di Jawa-Bali dengan

jumlah penderita sebanyak 2.341.401 orang, menurut laporan di

provinsi Jawa Tengah 1999, Annual Paracitic index (API) sebanyak 0,35‰

sebagian besar disebabkan oleh  Plasmodium falcifarum dan Plasmodium

vivax.  Angka prevalensi malaria di provinsi Jawa Tengah terus

menurun dari tahun ke tahun mulai dari 0,51 pada tahun 2003,

menurun menjadi 0,15 dan berkurang lagi menjadi 0,07 pada tahun

2005.8

Di Indonesia, berdasarkan survei kesehatan Indonesia tahun

2011, jumlah penduduk populasi beresiko malaria adalah sebanyak

146.978.014 jiwa, dan yang terdiagnosis secara klinis sebesar

1.321.451 jiwa, dengan annual parasite incidence sebesar 1,7. NTT

sendiri memiliki jumlah populasi beresiko sebesar 4.708.982 jiwa,

dan yang terdiagnosis secara klinis sebanyak 233.717 jiwa dengan

angka annual parasite incidence sebesar 14,8.10

Prevalensi malaria di NTT menurut RISKESDAS tahun 2007

sebesar 14,9% dengan 4 kabupaten dengan prevalensi tertinggi

yaitu Sumba barat Lembata, Sumba Timur dan Manggarai barat.11

II.IV Siklus Hidup Plasmodium

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya,

yaitu manusia dan nyamuk anopheles betina.1

a. Siklus pada manusia

Dalam tubuh manusia, parasit berkembang secara aseksual

(skizogoni).10 Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap

darah manusia, sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk

akan masuk kedalam peredaran darah selama kurang lebih ½

jam. Kemudian, sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan

akan menjadi tropozoit hati yang kemudian akan berkembang

menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merozoit

hati. Siklus ini disebut siklus ekso-eritrosit yang

berlangsung selama kurang lebih 2 minggu.1

Pada Plasmodium vivax dan plasmodium ovale sebagian

tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon,

tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut

hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal didalam sel hati

selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu

saat, bila imunitas tubuh menurun, karna menjadi aktif

kembali sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).1

Skizon hati akan pecah dan berubah menjadi merozoit.

Merozoit akan masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi

sel darah merah. Didalam sel darah merah, parasit tersebut

berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon. Proses

perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya

eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang

keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini

disebut siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni

darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah

dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan

betina).1

b. Siklus pada nyamuk anopheles betina

Dalam tubuh nyamuk, parasit berkembang secara seksual

(sporogoni).11 Apabila nyamuk anopheles betina menghisap

darah yang mengandung gametosit, didalam tubuh nyamuk, gamet

jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot

berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung

nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk,ookinet akan

menjadi ookista dan selanjutnya menjadi dporozoi. Sporozoit

ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.1

Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit

masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan

demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies

plasmodium. Masa prapaten adalah rentang waktu sejak

sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah

dengan pemeriksaan mikroskopik.1

Tabel I. Masa Inkubasi Penyakit Malaria

Plasmodium Masa Inkubasi

(hari)

P. falciparum 9-14 (12)

P. vivax 12-17 (15)

P. ovale 16-18 (17)

P. malariae 18-40 (28)

Gambar I. Siklus Hidup Plasmodium

Sumber : Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.

Depkes RI. Tahun 2008

II.V Patogenesis

Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah

yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan

merangsang sel-sel makrofat, monosit, atau limfosit yang

mengeluarkan berbagai macam sitokin antara lain TNF (tumor

nekrosis factor). TNF akan dibawa aliran darah ke hipotalamus

yang merupakan pusat pengatur suhu sehingga terjadi demam. Proses

skizogoni pada ke empat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-

beda, P. falciparum memerluka waktu 36-48 jam, P. vivax / ovale

selang waktu satu hari, dan P. malariae demam timbul selang waktu

2 hari.1,4

Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang

terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. P. falciparum

menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat

terjadi pada infeksi akut maupun kronis. P. vivax dan P. ovale

hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2 %

dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan P. malariae

menginfeksi sel darah merah yang tua yang jumlahnya hanya 1 %

dari jumlah sel darah merah. Oleh karena itu anemia yang

disebabkan oleh P. vivax, P. ovale, dan P. malariae umumnya

anemia terjadi pada keadaan kronis.1,4

Pembesaran limpa atau splenomegali terjadi karena ada

penghancuran plasmodium oleh sel-sel makrofag dan limfosit pada

limpa yang merupakan organ retikuloendotelial. Penambahan sel-sel

radang ini akan menyebabkan ukuran limpa akan semakin membesar.1,4

Malaria berat akibat P. falciparum mempunyai pathogenesis yang

khusus. Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami

proses sekuestrasi yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit ke

pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu pada permukaan

eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi

berbagai antigen P. falciparum. Pada saat terjadi proses sito

adherensi knob tersebut akan berikatan dengan reseptor sel

endotel kapiler. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi

dalam pembuluh darah kapiler sehingga menyebabkan terjadinya

iskemik jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh

proses terbentuknya rosette yaitu bergerombolnya sel darah merah

yang berparasit dengan sel darah merah lainnya. Pada proses sito

adherensi ini diduga terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya

mediator-mediator antara lain sitokin (TNF, interleukin), dimana

mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada

jaringan tertentu.1,4

II.VI Penularan Malaria

Malaria dapat ditularkan melalui (1) alamiah (natural infection)

melalui gigitan nyamuk anophelles, (2) penularan bukan alamiah

yaitu malaria bawaan (congenital) dan penularan secara mekanik

melalui transfusi darah atau jarum suntik. Sumber infeksi adalah

orang yang sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala

klinis.1,12

II.VII Manifestasi Klinik

Pada anak dan dewasa, selama masa inkubasi biasanya

asimtomatik. Masa inkubasi P. falciparum 9-14 hari, P. vivax 12-

17 hari, P. ovale 16-18 hari, P. malariae 18-40 hari. Fase

prodromal berlangsung selama 2-3 hari. Pada fase ini biasanya

parasit belum terdeteksi dalam darah. Gejala yang muncul pada

fase prodromal antara lain sakit kepala, lemah, anoreksia,

mialgia, demam, nyeri dada, nyeri perut ataupun nyeri sendi.4

Gejala klasik dari malaria adalah demam yang paroksismal.

Serangan demam yang khas terdiri dari 3 stadium yaitu stadium

menggigil, stadium demam dan stadium berkeringat yang biasanya

suhu akan turun. 4,5,12

Pada anak, gambaran klinis yang timbulkan berbeda dengan

orang dewasa. Pada anak usia kurang dari 2 bulan terutama anak

yang non-imun, gejala yang ditimbulkan adalah demam lebih dari

400C disertai sakit kepala, mengantuk anoreksia, mual, muntah,

diare, pucat, sianosis, splenomegali hepatomegali, anemia,

trombositopenia, serta leukosit yang normal atau sedikit rendah.4

Pada anak dengan kekabalan parsial, gejalanya dapat berupa

demam ringan, anemia, nafsu makan menurun, kadang malaise, mudah

lelah, batuk dan diare. Di daerah endemis, malaria anak yang

berusia lebih dari 5 tahun pernah mengalami serangan berulang

malaria dan mereka yang bertahan hidup akan membentuk imunitas

parsial. Pada saat remaja dan dewasa mereka akan mengalami

parasitemia asimptomatis, yaitu adanya plasmodium dalam darah

tanpa manifestasi klinis malaria 13

Kekambuhan dalam malaria ada 2 yaitu (1) rekrudensi / short

term relaps : timbul karrena parasit malaria dalam eritrosit menjadi

banyak. Timbul beberapa minggu setelah penyakit sembuh dan (2)

rekuren / long term relaps : karena parasit siklus eksoeritrosit

masuk ke dalam darah dan menjadi banyak. Biasanya timbul kira-

kira 6 bulan setelah penyakit sembuh.12

Malaria congenital didapat dari ibu baik prenatal dan

perinatal. Di Negara tropis, malaria congenital merupakan

penyebab terjadinya keguguran, bayi lahir mati, premature,

pertumbuhan janin terhambat, dan kematian. Biasanya, tanda dan

gejala malaria congenital mulai terlihat dalam 10-30 hari

kehidupan (rata-rata mencapai 14 hari sampai beberapa bulan

kehidupan). Tanda dan gejala yang muncul antara lain demam,

gelisah, mengantuk, pucat, ikterus, malas makan, muntah, diare,

sianosis, dan hepatosplenomegali.4

II.VII Diagnosis Malaria

A. Anamnesis 5

1. Pasien berasal dari daerah endemis malaria atau riwayat

bepergian ke daerah endemis malaria

2. Lemah, nausea, muntah tidak ada nafsu makan, nyeri

punggung, nyeri daerah perut, pucat, mialgia, dan

artralgia

3. Malaria infeksi tunggal pada pasien non imun terdiri atas

beberapa serangan demam dengan interval tertentu

(paroksisme), diselingi periode bebas demam. Sebelum demam

pasien merasa lemah, nyeri kepala, tidak ada nafsu makan,

mual, atau muntah

4. Pada pasien dengan infeksi majemuk atau campuran (lebih

dari satu jenis Plasmodium atau infeksi berulang dari satu

jenis Plasmodium), demam terus menerus (tanpa interval)

5. Pada pejamun yang imun gejala klinis biasanya minimal

6. Periode paroksismterdiri atas stadium dingin, stadium

demam, dan stadium berkeringat

7. Paroksisme jarang dijumpai pada anak, stadium dingin

seringkali bermanifestasi sebagai kejang.

B. Pemeriksaan Fisik 5

1. Pada malaria ringan dijumpai anemia, muntah atau diare,

ikterus, dan hepatosplenomegali.

2. Pada malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh

P. falciparum disertai satu atau lebih kelainan sebagai

berikut :

a) Hiperparasitemia, bila > 5% eritrosit dihinggapi

parasit

b) Malaria serebral dengan kesadaran menurun

c) Anemia berat, kadar hemoglobin < 7 gr/dl

d) Perdarahan atau koagulasi intravascular diseminata

e) Ikterus, kadar bilirubin serum > 50 gr/dl

f) Hipoglikemi kadang-kadang akibat terapi kuinin

g) Gagal ginjal, kadar kreatinin serum> 3 gr/dl dan

diuresis 400 ml/24 jam

h) Hiperpireksia

i) Edem paru

j) Syok, hipotensi, gangguan asam basa

C. Pemeriksaan Penunjang 1,5

1. Pemeriksaan dengan mikroskop

Pemeriksaan sediaan darah tebal digunakan untuk melihat

ada tidaknya parasit dalam darah, sediaan darah tipis,

dipakai untuk mengidentifikasi spesies Plasmodium dan

stadium plasmodium

Untuk penderita tersangka malaria berat perlu

memperhatikan hal-hal sebagai berikut : (1) bila

pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa

ulang setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut, (2) bila

pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-

turut tidak ditemukan parasit malaria maka diagnosis

malaria disingkirkan.

2. Pemeriksaan dengan tes diagnostic cepat (rapid diagnostic

test).

Pemeriksaan dengan tes diagnostic cepat (rapid diagnostic

test). Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat daruruat,

pada saat terjadi kejadian luar biasa dan didaerah

terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab.1

3. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat antara lain :

5

a) Hemoglobin dan hematokrit

b) Hitung jumlah leukosit, trombosit

c) Kimia darah ( gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT,

alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatini

natrium dan kalium, analisis gas darah)

d) EKG

e) Foto Thoraks

f) Analisa Cairan Serebrospinal

g) Biakan darah dan uji serologi

h) Urinalisis

II.IX Diagnosis Banding

A. Malaria tanpa komplikasi 1

1. Demam tifoid

Demam leih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala,

sakit perut, lidah kotor, bradikardia relatif, leucopenia,

limfositosit, uji widal positf.

2. Demam dengue

Demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari disertai

keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering

muntah, uji turniket positif, penurunan jumlah trombosit

dan peninggian hemoglobin dan hematokrit.

3. Leptospirosis ringan

Demam tinggi, byeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual,

muntah, kemerahan pada konjungtiva bola mata nyeri

gastronekmius.

4. Infeksi virus akut lainnya

B. Malaria berat atau malaria dengan komplikasi 1

b. malaria berat atau malaria dengan komplikasi

1. Radang otak(meningitis/ensefalitis)

Penderita demam dengan riwayat nyeri kepala yang

progresif, hilangnya kesadaran, kaku kuduk, kejang, dan

gangguan neurologis lainnya.

2. Tifoid enselopati

Demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran dan tanda

demam tifoid lainnya.

3. Hepatitis

Prodromal hepatitis (demam, mual, muntah, nyeri pada

hepar, tidak bisa makan, diikuti timbulnya ikterus tanpa

demam), mata atau kulit kuning, urin seperti air the.

Kadar SGOT dan SGPT meningkat > 5x.

4. Leptospirosis berat

Demam dengan ikterus, nyeri pada gastronekmius, nyeri

tulang, faktor resiko gagal ginjal, leukositosis, gagal

ginjal dan sembuh dengan pemberian antibiotika.

5. GNA

Gagal ginjal akut akibat malaria umumnya memberikan respon

terhadap pengobatan malaria secara dini dan adekuat

6. Sepsis

Demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan

kesadaran, gangguan sirkulasi, leukositosis dengan granula

toksik yang didukung hasil biakan mikrobiologi.

7. Demam berdarah dengue atau dengue shock syndrome

Demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari, disertai syok

atau tanpa syok dengan keluhan sakit kepala, nyeri tulang,

nyeri ulu hati, manifestasi perdarahan, sering muntah, uji

turniket positif trombositopenia, dan peninggian

hemoglobin dan hematokrit.

II.X Komplikasi

1. Malaria serebral terjadi karena adanya berbagai

mekanisme seperti gangguan metabolism di otak, peningkatan

asam laktat, peningkatan sitokin darah, sekuestrasi dan

rosetting. 1

2. Anemia Berat

Merupakan keadaan dimana kadar hemoglobin < 5 gr/dl atau

hematokrit < 15 % dengan parasit > 100.000 / ul. Anemia

berat sering menyebabkan distress pernapasan yang dapat

mengakibatkan kematian. 1

3. Hipoglikemi

Suatu keadaan dimana kadar gula darah sewaktu 40 mg%.

sering terjadi pada penderita malaria berat terutama anak

usia < 3 tahun. Penyebab lain hipoglikemi diduga karena

terjadi peningkatan uptake glukosa oleh parasit malaria.1

4. Kolaps sirkulasi, syok hipovolemik, hipotensi

Keadaan ini terjadi pada penderita malaria yang disertai

dehidrasi dengan hipovelemia, diare dan peripheral

circulatory failure, pendarahn massif saluran cerna,

rupture limpa, sepsis.

5. Gagal Ginjal Akut

Terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan

berkurangnya aliran darah ke ginjal sehingga terjadi

iskemik dengan terganggunya mikrosirkulasi ginjal yang

menurunkan filtrasi glomerulus

6. Pendarahan dan gangguan pembekuan darah (koagulopati)

Jarang ditemukan pada kasus malaria di daerah endemis pada

daerah tropis. Keadaan ini sering terjadi pada penderita

non imun. Biasanya disebabkan trombositopenia berat dengan

manifestasi penrdarahan pada kulit. Gangguan koagulasi

intravascular dapat terjadi.

7. Blackwater fever

Hemoglobinuria disebabkan karena hemolisis massif

intravaskuler pada infeksi berat. Keadaan in tidak

berhubungan dengan disfungsi renal. Blackwater fever

bersifat sementara tetapi I dapat menjadi gagal ginjal

akut pada kasus berat.

8. Hiperparasitemia

Ditemukan pada penderita non imun dengan densitas parasit

> 5% dan adanya skizon. Resiko terjadinya multiple organ

failure meingkat pada penderita hiperparasitemia. Didaerah

endemic tinggi anak-anak yang imun (densitas 20-30%) dapat

mentoleransi keadaan tersebut sehingga tanpa gejala

9. Edema paru

disebabkan karena adanya ards (adult distress syndrome)

dan overhidrasi akibat pemberian cairan. ARDS dapat

terjadi karena oeningkatan permeabilitas kapiler paru.

ARDS dan overload dapat terjadi bersamaan atau sendiri-

sendiri

10. Distres pernapasan

komplikasi ini sering terjadi pada anak. Penyebab

terbanyak adalah asidosis metabolic. Asidosis biasa

berhubungan dengan malaria serebral.

II.XI Penatalaksanaan

A. Medikamentosa

Pilihan utama : derivat artemisinin parenteral

-          Artesunat Intravena atau intramuskular

-          Artemeter Intramuskular

Artesunat parenteral direkomendasikan untuk digunakan di

Rumah Sakit atau Puskesmas perawatan, sedangkan artemeter

intramuskular direkomendasikan untuk di lapangan atau

Puskesmas tanpa fasilitas perawatan. Obat ini tidak boleh

diberikan pada ibu hamil trimester 1 yang menderita malaria

berat.

cara pemberian artesunat

Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg

serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang

berisi 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Untuk membuat larutan

artesunat dengan mencampur 60 mg serbuk kering artesunik

dengan larutan 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Kemudian

ditambah larutan Dextrose 5% sebanyak 3-5 ml. Artesunat

diberikan dengan loading dose secara bolus: 2,4 mg/kgbb per-

iv selama ± 2 menit, dan diulang setelah 12 jam dengan dosis

yang sama. Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kgbb per-

iv satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat.

Larutan artesunat ini juga bisa diberikan secara

intramuskular (i.m.) dengan dosis yang sama. Bila penderita

sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan

regimen artesunat + amodiakuin + primakuin ( dosis

pengobatan lini pertama malaria falsiparum tanpa

komplikasi) sampai hari ke-7 (dihitung sejak mulai pemberian

parenteral). Sebaiknya dikombinasikan dengan doksisiklin 2 x

100 mg/ hari selama 7 hari untuk mencegah rekrudensi. Untuk

ibu hamil/ anak-anak, doksisiklin diganti dengan

clindamycin.

Cara pemberian artemeter

Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80

mg artemeter dalam larutan minyak Artemeter diberikan dengan

loading dose: 3,2mg/kgbb intramuscular. Selanjutnya

artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb intramuskular satu kali

sehari sampai penderita mampu minum obat. Bila penderita

sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan

regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (dosis pengobatan

lini pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi).

Cara pemberian kina dihidroklorida parenteral

Kina per-infus masih merupakan obat alternatif untuk malaria

berat pada daerah yang tidak tersedia derivat artemisinin

parenteral, dan pada ibu hamil trimester pertama Obat ini

dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%, Satu

ampul berisi 500 mg /2 ml.

Dosis dan cara pemberian kina pada orang dewasa termasuk

untuk ibu hamil

Kina merupakan obat anti-malaria yang sangat efektif untuk

semua jenis plasmodium dan efektif sebagai schizontocidal

maupun gametocytocidal . Dipilih sebagai obat utama untuk

malaria berat karena masih berefek kuat terhadap

P.falciparum yang resisten terhadap klorokuin.dapat

diberikan dengan cepat (i.v) dan cukup aman.

Cara pemberian dan dosis:

Dosis loading dengan 20 mg/kgBB Kina HCl dalam 100-200 cc

cairan 5% Dextrose ( atau NaCl 0,9%) selama 4 jam, dan

segera dilanjutkan dengan 10 mg/Kg BB dilarutkan dalam 200

cc 5 % dektrose diberikan dalam waktu 4 jam, selanjutnya

diberikan dengan dosis yang sama diberikan tiap 8 jam.

Apabila penderita sudah sadar, kina diberikan peroral dengan

dosis 3x 400 - 600 mg selama 7 hari dihitung dari pemberian

hari I parenteral. Dosis loading tidak dianjurkan untuk

penderita yang telah mendapat kina atau meflokuin 24 jam

sebelumnya. Hati-hati pemberian pada usia lanjut.

Kina dapat diberikan secara intramuskuler bila melalui infus

tidak memungkinkan. Dosis loading 20 mg/Kg BB diberikan i.m

terbagi pada 2 tempat suntikan, kemudian diikuti dengan

dosis 10 mg/Kg BB tiap 8 jam sampai penderita dapat minum

per oral. Kina tidak diberikan intra-vena (i.v) bolus karena

efek toksik pada jantung dan saraf. Apabila harus diberikan

i.v caranya dengan mengencerkan dengan 30-50 ml cairan

isotonis dan diberikan i.v lambat (dengan pompa infus)

selama 30 menit. Pemberian Kina dapat diikuti dengan

terjadinya hipoglikemi karenanya perlu diperiksa gula

darah / 4-8 jam. Bila pemberian sudah 48 jam dan belum ada

perbaikan, dan/ atau penderita dengan gangguan fungsi hepar/

ginjal dosis dapat diturunkan setengahnya (30-50%).

Kina dihidrokiorida pada kasus pra-rujukan:

Apabila tidak memungkinkan pemberian kina per-irifus, maka

dapat diberikan kina dihidroklorida 10 mg/kgbb intramuskular

dengan masing-masing 1/2 dosis pada paha depan kiri-kanan

(jangan diberikan pada bokong) Untuk pemakaian

intramuskular, kina diencerkan dengan 5-8 cc NaCI 0,9% untuk

mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml. Kina supusutoria seing

digunakan di Afrika dosis 12 mg/kggBB / 12 jam atau 8 mg/ kg

BB/ 8 jam.14

B. Suportif

1. Pemberian cairan, nutrisi, dan transfuse darah

2. Pelihara keadaan nutrisi

3. Transfusi darah PRC 10 ml/kgbb atau whole blood 20

ml/kgbb apabila anemia dengan Hb < 7,1 g/dl

4. Bila terjadi perdarahan, diberikan komponen darah

yang sesuai

5. Pengobatan gangguan asam basa dan elektrolit

6. Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik, bila perlu

pasang CVP. Dialysis peritoneal dilakukan pada gagal

ginjal.

7. Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu pasang

oksigen

8. Apabila terjadi gagal napas, perlu pemasangan

ventilator mekanik

9. Pertahankan gula darah normal

10. Antipiretik diberikan apabila demam > 390C,

kecuali pada riwayat kejang demam bisa diberikan

lebih awal

C. Indikasi Rawat

Semua kasus malaria berat atau dengan komplikasi harus

dirawat

D. Pemantauan

Efektifitas pengobatan malaria dinilai berdasarkan respon

klinis dan pemeriksaan parasitologi.

1. Kegagalan pengobatan dini, bila penyakit berkembang

menjadi: (1) malaria berat hari ke-1,23 dan dijumpai

parasitemia, atau (2) Parasitemia hari ke-3 dengan suhu

kasila > 37,50C

2. Kegagalan pengobatan lanjut, bila perkembangan penyakit

pada hari ke-4 s/d 28, secara klinis dan

parasitologi : (1) adanya malaria berat setelah hari

ke-3 dan parasitemia, (2) Adanya parasitemia pada hari

ke-7, 14, 21, dan 28, (3) Suhu aksila > 37,50C tanpa

ada kriteria kegaglan pengobatan dini, atau (4)

Parasitemia dan suhu aksila > 37,50C pada hari ke-4 s/d

28 tanpa ada criteria kegagalan pengobatan dini

3. Respon klinis dan parasitologis memadai, pabila pasien

sebelumnya tidak berkembang menjadi kegagalan butir no

1 dan 2 dan tidak ada parasitemia.

II.XII Prognosis

Plasmodium falciparum merupakan yang paling berbahaya dari

semua jenis malaria yang dihubungkan dari tingkat parasitemia.

Tingkat kematian bisa mencapai 30% pada bayi jika tidak mendapat

terapi yang adekuat. Malaria yang disebabkan oleh P. ovale, P.

vivax dan . malariae biasanya tingkat parasitemia < 2% karena

hanya menyerang sel darah merah yang muda atau tua saja,

sedangkan P. falciparum tingkat parasitemia bisa mencapai 60%

karena menyerang semuajenis sel darah merah. P. falciparum

biasanyamenimbulkan komplikasi serius.

P. vivax tidak seberat P. falciparum, namun kematian yang

terjadi biasanya disebabkan karena rupture limpa atau karena

retikulositosis setelah anemia. Kekambuhan bisa terjadi apabila

pengobatan antihepatik malaria tidak diberikan.

P. malariae tidak terlalu berat dan kronik. Walaupun tingkat

parasitemia kecil namun dapat menyebabkan terjandinya penyakit

kronis dan febris akut. P. ovale biasanya sama dengan P. vivax

dan P. malariae dan biasanya muncul bersamaan dengan P.

falciparum.

BAB III

PENUTUP

Malaria merupakan infeksi akut hingga kronik yang disebabkan

oleh satu atau lebih spesies plasmodium, ditandai dengan panas

tinggi bersifat intermitten, anemia, dan hepato-splenomegali.4,5

Malaria disebabkan oleh protozoa intracelluer yang masuk

dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini ditransmisikan kepada

manusia melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Pada manusia,

plasmodium ini akan hidup dan berkembang dalam sel darah merah.

1,4,5,6

Malaria merupakan masalah kesehatan utama di Afrika, Asia,

Oceania dan Amerika utara. Lebih dari 40% penduduk dunia hidup

pada daerah populasi tinggi malaria Prevalensi malaria di NTT

menurut RISKESDAS tahun 2007 sebesar 14,9% dengan 4 kabupaten

dengan prevalensi tertinggi yaitu Sumba barat Lembata, Sumba

Timur dan Manggarai barat.10

Gejala klinis yang khas pada malaria adalah demam paroksisme

yang terdiri atas stadium dingin, stadium demam, dan stadium

berkeringat.5 Untuk mendiagnosis malaria dibutuhkan pemeriksaan

laboratorium berupa apusan darah tebal dan tipis serta bisa

digunakan Rapid test diagnostic (RDT) unutk kasus emergensi.1

Penatalaksanaan pada malaria meliputi medikamentosa, suportif,

dan pemantauan perawatan. 5

DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di

Indonesia: Gebrak Malaria. Jakarta : Departemen Kesehatan

RI; 2008.

2. Direktorat PPBB Ditjen PP dan PL. Buku Saku Menuju Eliminasi

Malaria. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011.

3. Soegijanto S.2009. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan

Infeksi di Indonesia. Jilid 7. Surabaya; Airlangga

University Press Surabaya. Hal: 2.

4. Krause PJ. Malaria (Plasmodium). Dalam: Nelson Text Book of

Pediatrics. Edisi Delapan Belas. Philadelphia: Elsevier Inc;

2008. H. 1139-41.

5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis:

Malaria. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.

6. WHO, Guideline For The Treatment of Malaria. Edisi kedua.

Geneva: WHO; 2010.

7. Harijanto, PN. 2007. Malaria dalam Ilmu Penyakit Dalam.

Jakarta: FK UI. Hal: 1732-37.

8. Widiyono. 2008. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan

Pemberantasannya. Semarang: Erlangga. Hal. 111-15.

9. Mehta NP. Pediatric Malaria. (citied 1 Juli 2013). Didapat

dari : http://emedicine.medscape.com/article/998942-

overview#showall

10. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Data

Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia; 2012.

11. Departemen Kesehatan RI. Laporan Riskesdas 2007

Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jakarta: Departemen Kesehatan

RI. 2008.

12. FK UI. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FK UI; 1997. H.

655-7

13. Nurjaya IGK. Status gizi dan kepadatan parasit malaria

pada anak usia sekolah di daerah endemis malaria (tesis).

Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 2004.

14. Harijanto, P.N. 2009. Gejala Klinis Malaria Ringan dalam Malaria:

dari molekuler ke klinis.Jakarta: EGC. Hal: 85-101, 250-56.


Recommended