Date post: | 08-Feb-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | universitasjember |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DALAM PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI UNTUK
MEWUJUDKAN KEDAULATAN MIGAS NASIONAL
Lomba Karya Tulis MahasiswaPiala Haryo Mataram
Disusun Oleh:
Handayani Eka Budhianita ( 120710101205)Fatchur Rochman (120710101144)
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, hidayah,
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan Makalah yang berjudul “Optimalisasi Peran
Pemerintah Dalam Pembinaan Dan Pengawasan Kegiatan Usaha
Minyak Dan Gas Bumi”.
Karya Tulis Ilmiah ini dibuat dalam rangka Lomba
Karya Tulis Mahasiswa Tingkat Nasional Piala Haryo
Mataram yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan
ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada pihak-
pihak yang membantu dalam menyelesaikan Makalah ini,
khususnya kepada :
iii
Ibu Ikarini D selaku Dosen Pembimbing kami, yangdengan sabar membimbing dan mendukung kami dalampenilisan Karya Tulis Ilmiah ini sehingga dapatdiselesaikan tepat waktu,
Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikandorongan dan bantuan serta pengertian yang besarkepada penulis,
Dan tidak lupa teman-teman mahasiswa FakultasHukum Universitas Jember yang telah membantu dalampenelitian dan pengumpulan data untuk kami.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini
masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun
bahasanya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi menyempurnakan
penulis ini di masa yang akan datang.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga Karya Tulis
Ilmiah ini dapat membawa manfaat terutama bagi penulis
sendiri dan para pembaca sekalian. Terimakasih.
Jember, 09
April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................i
iv
HALAMAN PENGESAHAN.................................ii
KATA PENGANTAR.....................................iii
RINGKASAN ........................................iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................1
1.2 Rumusan Masalah.........................4
1.3 Tujuan dan Manfaat......................4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Negara Kesejahteraan..............6
2.2 Pengertian Kedaulatan...................6
2.3 Kedaulatan Atas Sumber Daya Alam........7
2.4 Minyak dan Gas Bumi.....................9
2.5 Hukum Migas Nasional....................9
2.6 Dasar Hukum pengelolaan Migas di Indonesia
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian.........................12
3.2 Pendekatan Masalah......................12
3.3 Sumber Bahan Hukum
3.3.1 Bahan Hukum Primer................13
3.3.2 Bahan Hukum Sekunder..............14
3.3.3 Bahan Non Hukum...................14
3.4 ANALISA BAHAN HUKUM.....................14
BAB IV. PEMBAHASAN
4.1 Tata Kelola Migas di Indonesia Berdasarkan
UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
v
Bumi Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
36/PUU-X/2012............................16
4.2 Evaluasi Pembinaan dan Pengawasan oleh
Pemerintah dalan tata Kelola Migas......20
4.3 Upaya Optimalisasi Peran Pemerintah dalam
Pembinaan dan Pengawasan Kegiatan Usaha
Minyak dan Gas Bumi.....................22
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan..............................30
5.2 Saran...................................30
DAFTAR PUSTAKA...................................31
BIODATA PENULIS..................................32
vi
RINGKASAN
Optimalisasi Peran Pemerintah Dalam Pembinaan DanPengawasan Kegiatan Usaha Minyak Dan Gas Bumi;Handayani Eka Budhianita, 120710101205; FatchurRochman, 120710101144; 2014: 32 halaman; Jurusan IlmuHukum, Fakultas Hukum, Universitas Jember.
Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alamyang melimpah yang mana patut disyukuri dan dipelihara.Berdasarkan Lembaga Kajian untuk ReformasiPertambangan, Energi, bahwa Indonesia memiliki potensiyang sangat besar untuk menjadi negara yang besar danmakmur. Hal ini juga didukung dengan adanya pasal 33ayat (3) Undang – Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945 yang mencerminkan bahwa adanyakomitmen negara untuk memakmurkan rakyatnya melaluisumber daya alam yang ada di wilayah negara Indonesia.Akan tetapi nilai yang terkandung dalam pasal tersebutdirasa dicederai dan menjadi norma yang kosong seiringdengan diundangkannya UU Nomor 22 Tahun 2001 tentangMinyak dan Gas Bumi, yang dirasa membuka peluang asinguntuk menguasai sumber daya alam dan hal iniberpengaruh kepada kedaulatan Indonesia atas Minyak danGas Bumi. Undang – Undang No 22 Tahun 2001 seharusnyamenjadi “jawaban” atas persoalan Minyak dan Gas Bumi di
vii
wilayah Indonesia, akan tetapi adanya Undang-Undangtersebut seolah membuat masalah baru terkait denganadanya lembaga – lembaga pengelola Minyak dan Gas Bumi,dan lemahnya peran pemerintah dalam pembinaan danpengawasannya. Oleh karena itu, diperlukan suatuoptimalisasi peran pemerintah dalam pembinaan danpengawasan kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
Tujuan penelitian Karya Tulis Ilmiah ini yaituuntuk mengetahui pengaturan mengenai pengelolaan migasdi Indonesia; untuk mengetahui kelemahan – kelemahandalam pengaturan kelembagaan pengelola migas diIndonesia serta mengevaluasi sekaligus memberikan suatugagasan konsep pengaturan migas nasional yang lebihmenekankan pada konsep kedaulatan Negara atas SumberDaya Alam.
Tipe penelitian yang dipergunakan adalah yuridisnormatif sehingga difokuskan untuk mengkaji penerapankaidah – kaidah atau norma – norma dalam hukum positifdan kemudian dihubungkan dengan permasalahan yangmenjadi pokok pembahasan. Metode pendekatan masalahyang dipergunakan adalah metode pendekatan undang –undang dan pendekatan konseptual, yang mana pendekatanundang – undang dilakukan dengan menelaah semua undang– undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isuhukum yang sedang ditangani, sedangkan pendekatankonseptual dengan mengedepankan pandangan dan doktrinyang sedang berkembang di dalam ilmu hukum.
Pada dasarnya, tata kelola migas di Indonesiabanyak mengalami perubahan seiring dengan adanya UUNomor 22 Tahun 2001 yang menggantikan UU Nomor 8 Tahun1971. Adanya badan pengelola migas nasional sebgaiproduk UU Nomor 22 Tahun 2001 yang sebelumnya dipegangoleh Pertamina (UU Nomor 8 Tahun 1971) seakanmenimbulkan permasalahan baru dalam tata kelola migas.Permasalahan itu terkait dengan wewenang BadanPengelola yang melampaui batas terkait denganpenandatanganan Kontrak Kerja Sama dalam Migas yangpada akhirnya merugikan negara, dan menjadikanpemerintah “sejajar” dengan kontaktor padahal
viii
pemerintah adalah pemegang kuasa migas. Dengan beberapaalasan munculnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor36/PUU-X-2012 mengakibatkan adanya beberapa pembatalanpasal di dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 dan adanyapembubaran BP Migas karena dirasa bertentangan denganUUD 1945 dan “merendahkan” kedaulatan negara atasmigas. Jika dilakukan suatu evaluasi terkait denganpermasalahan migas Nasional, pemerintah sebagaipemegang peran dalam kuasa pertambangan, pembinasekaligus pengatur tata kelola migas Nasional kurangdalam pengawasan lembaga dan kewenangan sekaligus tugasdari setiap lembaga pengelola Migas yang pada akhirnyaterjadi suatu “tumpang tindih: kewenangan antarlembaga, sekaligus memberikan celah bagi asing untukmenguasai sektor Migas Indonesia yang mengakibatkankerugian bagi negara sebagai negara kesejahteraan.
Banyaknya lembaga pengelola migas dalam UU Nomor 22Tahun 2001 yang mengakibatkan kurang efektif dankerancuan atas segala kewenangan dan kebijakan,mengakibatkan kurang optimalnya sumber pendapatannegara atas Migas yang pada dasarnya migas Nasionl akandiperuntukkan untuk kesejahteraan masyarakat ( Pasal 33ayat (3) UUD 1945). Oleh karena itu, upaya optimalisasiperan pemerintah dalam pembinaan dan pengawasankegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sangat diperlukanguna kemajuan dan perbaikan sistem tata kelola Migasdan juga untuk mengembalikan kedaulatan migas kepadaPemerintah yang akan digunakan untuk kesejahteraanmasyarakat Indonesia. Pembenahan yang harus dimuat didalam Undang – Undang pengganti Undang Undang Nomor 22Tahun 2001 adalah terkait penyatuan lembaga pembinaandan pengawasan dalam usaha kegiatan migas dengan caramemberikan kewenangan pembinaan dan pengawasan kepadaKementrian yang terkait dengan sumber daya mineraldengan langkah awal menjadikan Pertamina sebagai satusatunya Perusahaan Negara yang telah ditugaskan untukmelaksanakan semua kegiatan pengolahan Minyak dan GasBumi yang dapat dikatakan sebagai pengembalian tatakelola migas kepada UU Nomor 8 tahun 1971, sehingga
ix
pemerintah akan mudah mengontrol dan mengawasi segalakegiatan terkait pengelolaan migas nasional.
Sehingga kedaulatan Migas Nasional dapat tercapaidengan terwujudnya nilai – nilai dan norma yang beradapada pasal 33 ayat (3) Undang – Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945 yang menjelaskan bahwaseluruh aspek sumber daya alam yang ada di wilayahnegara Indonesia akan digunakan untuk menjaminkemakmuran rakyat. Hal ini akan mempertegas prinsipnegara kesejahteraan yang mana berisikan upayapemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan warganyasebagai tujuan negara.
x
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuhan Yang Maha Esa menganugerahkan sumber daya
alam yang melimpah ruah kepada Bangsa Indonesia.
Emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, serta
sumber daya alam lain yang terkandung di dalam bumi
Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa
yang patut disyukuri dan dipelihara. Berdasarkan
Lembaga Kajian untuk Reformasi Pertambangan,
Energi, dan Lingkungan Hidup (ReforMiner
Institute), cadangan minyak per tahun 2011 sekitar
3,74 miliar barel, dan untuk cadangan gas bumi,
menurut catatan ReforMiner sebesar sekitar 104,71
triliun standar feet kubik/Tera Standard Cubic Feet
(TSCF). 1Survei tersebut merupakan sebuah bukti
bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar untuk
menjadi negara yang besar, dan makmur.
1 http://industri.bisnis.com/read/20130528/44/141570/minyak-indonesia-11-tahun-lagi-habis, diakses Selasa, 1 April 2014 pukul 13.12 wib.
1
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa “
Bumi dan air serta kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Hal ini merupakan suatu komitmen
Negara Indonesia untuk memakmurkan rakyatnya
melalui penguasaan atas sumber daya alam yang
terkandung di dalam perut bumi pertiwi Indonesia.
Dalam hal ini, hak penguasaan negara atas sumber
daya alam memberi wewenang kepada negara untuk
mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air
dan ruang angkasa serta dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Akan tetapi, Nilai-nilai yang terkandung dalam
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 seakan hanya menjadi
norma dan nilai kosong ketika diundangkannya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak
dan Gas Bumi. Hal ini dikarenakan dalam Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2001 tersebut pada pasal 41
ayat (2) ditegaskan bahwa Badan Pelaksana ( BP
MIGAS) memiliki tugas sebagai badan pengawas usaha
Minyak dan Gas Bumi akan tetapi, pada kenyataannya
BP Migas yang mana adalah Badan Hukum Negara, juga
menandatangani Kontrak Kerja Sama Migas yang
2
meliputi seluruh transaksi pengaturan dan jual
beli Migas Negara yang pada akhirnya menimbulkan
penurunan dan kerugian bagi negara. Oleh karena
itu, Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 dirasa
bertentangan dengan semangat yang terkandung di
dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini merupakan
sebuah ironi dimana undang-undang tersebut yang
seharusnya menjadi peraturan pelaksana atas Pasal
33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 justru mengebiri kedaulatan
Indonesia atas Minyak dan Gas Buminya sendiri. Hal
ini diperkuat dengan Menteri Negara Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan mengatakan
sebesar 75 persen proyek minyak dan gas dikuasai
oleh perusahaan asing.2
Sesungguhnya, ketika diundangkannya Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas
Bumi pada tanggal 23 November 2001, masyarakat
Indonesia mengharapkan setidaknya masalah Minyak
dan Gas akan segera teratasi. Hal ini dikarenakan
minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam
strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh
negara serta merupakan komoditas vital yang2 http://www.tempo.co/read/news/2012/10/11/090434998/75-Persen-Proyek-Minyak-dan-Gas-Dikuasai-Asing, diakses Selasa, 1 Aril 2014 pukul 13.25 wib.
3
menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai
peranan penting dalam perekonomian nasional
sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal
memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Selain itu, peraturan perundang-undangan mengenai
Minyak dan Gas Bumi merupakan peraturan perundang-
undangan yang banyak dikaji dan dianalisis oleh
para ahli karena peraturan tersebut memberikan
fondasi yang kuat dan landasan yuridis bagi suatu
sektor yang sangat penting bagi masyarakat banyak.
Namun, Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001
Tentang Minyak dan Gas Bumi menyisakan masalah
krusial. Salah satunya adalah dalam hal pengelolaan
minyak dan gas bumi. Sejak diundangkannya undang-
undang tersebut, pengelolaan minyak dan gas bumi di
Indonesia menjadi terfragmentasi ke beberapa
kementerian dan institusi. Selain Kementerian ESDM,
terdapat pula BP Migas (yang kemudian diganti
dengan SKK Migas), BPH Migas, Pertamina, PGN yang
ikut serta dalam pengelolaan migas nasional. Selain
itu, BUMD, swasta nasional dan kalangan asing ikut
meramaikan pengelolaan migas di Indonesia.
Sebagaimana yang kita ketahui, aspek
pemberdayaan perusahaan nasional dalam pengelolaan
migas meliputi sektor hulu dan sektor hilir. Kaitan
dan kontribusi masing-masing segmen tata kelola
4
migas yang terdiri atas eksplorasi, eksploitasi,
pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga
serta jasa penunjang diharapkan dapat meningkatkan
kemandirian dan daya saing perusahaan nasional.
Namun, untuk mencapai kemandirian dan daya
saing perusahaan nasional yang nantinya
berimplikasi pada kedaulatan negara tersebut
membutuhkan optimalisasi peran pemerintah dalam hal
pembinan dan pengawasan pengelolaan Minyak dan Gas
Bumi. Dengan banyaknya lembaga pengelolaan migas
yang ada di Indonesia sangatlah sulit untuk
mencapai tujuan tersebut. Menyimak permasalahan di
atas yang begitu kompleks, maka penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian dengan judul
“OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DALAM PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI UNTUK
MEWUJUDKAN KEDAULATAN MIGAS NASIONAL” agar tercipta
paradigma baru mengenai optimalisasi peran
pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan migas
nasional ditinjau dari aspek kelembagaan pengelola
migas nasional.
1.2 Rumusan Masalah
5
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut
diatas, maka dapat dirumuskan pokok-pokok
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah mekanisme tata kelola migas
di Indonesia berdasarkan UU no 22 tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi pasca
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
36/PUU-X/2012?
2. Bagaimana bentuk evaluasi pembinaan dan
pengawasan pemerintah dalam tata kelola
migas?
3. Bagaimanakah upaya untuk
mengoptimalisasikan Peran Pemerintah
dalam Pembinaan dan Pengawasan Kegiatan
Usaha Minyak dan Gas Bumi?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis,
adalah:
1. Sebagai tujuan deskriptif, yaitu untuk
mengetahui pengaturan mengenai
pengelolaan migas di Indonesia.
2. Sebagai tujuan edukatif, yaitu untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan dalam
6
pengaturan kelembagaan pengelola migas
di Indonesia.
3. Sebagai tujuan kreatif, yaitu untuk
menciptakan suatu konsep pengaturan
mengenai migas Nasional yang lebih
menekankan pada konsep kedaulatan Negara
atas Sumber Daya Alam.
Adapun manfaat yang ingin dicapai penulis,
adalah
1. Secara akademis, penelitian ini
diharapkan dapat berfungsi sebagai
referensi mengenai pengaturan mengenai
pengelolaan migas di Indonesia.
2. Secara praktis, penelitian ini
diharapkan dapat memberi kontribusi
pemikiran dan bahan masukan dalam upaya
untuk mewujudkan kedaulatan Migas
Nasional, baik bagi masyarakat, maupun
bagi DPR dan Presiden, selaku lembaga
yang berwenang untuk membuat undang-
undang.
3. Secara teoritis, penelitian ini
diharapkan dapat menjadi wacana
pengembangan ilmu hukum, terutama
mengenai pengaturan mengenai migas
Nasional yang lebih menekankan pada
7
konsep kedaulatan Negara atas Sumber
Daya Alam.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Negara Kesejahteraan
8
Menurut J.M Keynes, Welfare State atau negara
kesejahteraan adalah negara yang pemerintahnya
menjamin terselenggaranya kesejahteraan rakyat.
Dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya, harus
didasarkan pada lima pilar kenegaraan, yaitu
Demokrasi, Penegakan hukum, perlindungan Hak asasi
Manusia, Keadilan Sosial dan Anti diskriminasi.
Negara Kesejahteraan sangat erat kaitannya dengan
kebijakan sosial (social policy) yang mana berisikan
upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan
warganya, terutama melalui perlindungan sosial yang
mencakup jaminan sosial yang ditujukan untuk
kesejahteraan warga negara secara adil dan
berkelanjutan.
Definisi welfare State atau negara
kesejahteraan juga ada dalam collin colbuid English
Dictionary dikutip Safri Nugraha menyebutkan :
Negara Kesejahteraan adalah suatu sistem
pemerintahan yang menyediakan pelayanan sosial
secara dalam hal: kesehatan, pendidikan, dan bantuan
keuangan tidak mampu bekerja karena usia lanjut,
pengangguran atau sakit. 3 Oleh karena itu, secara
garis besar bahwa negara kesejahteraan mengedepankan
terhadap langkah-langkah pemerintah demi mewujudkan3 Collin Colbuild English Dictionary, 1997, hal. 1898, dalam SafriNugraha, Pivatisation of SiafeEnterprises ln The 20th Century A Step Forwards Or Backwards, Fakultas Hukum Ul,Jakarta, 2004, hal. 1.
9
suatu kesejahteraan dalam segala aspek kehidupan
bernegara.
2.2 Pengertian Kedaulatan
Kedaulatan dari Bahasa latin “supremus” yang
artinya supremasi sama dengan di atas dan menguasai
segalanya. Dalam Negara kedaulatan mempunyai arti
kekuasaan tertinggi yang mengatasi segala kekuasaan
lainnya kecuali kekuasaan Tuhan.4 Ciri khas
kedaulatan adalah kekuasaan itu sama sekali tidak
terikat dan tidak dibatasi oleh apapun. 5Kedaulatan
adalah suatu kekuasaan tertinggi pada suatu Negara
yang berlaku terhadap seluruh wilayah dalam suatu
Negara tersebut.
Kedaulatan adalah atribut dari suatu negara,
yaitu sebagai atribut hukum negara. Dalam arti
sempit, kedaulatan dapat diartikan kemerdekaan
sepenuhnya. Dalam arti luas kedaulatan dapat
diartikan sebagai kekuasaan tertinggi yang merdeka
dari pengaruh kekuasaan lainnya di muka bumi.
Kedaulatan adalah suatu hak eksklusif untuk
menguasai suatu wilayah pemerintahan, masyarakat,
atau atas diri sendiri terdapat penganut dalam dua
4 Suryono,Hasan, 2008, Ilmu Negara. Solo: UNSPress, hal. 535 Ibid.
10
teori yaitu berdasarkan pemberian dari Tuhan atau
Masyarakat.6
Dalam hukum konstitusi dan internasional,
konsep kedaulatan terkait dengan suatu pemerintahan
yang memiliki kendali penuh urusan dalam negerinya
sendiri dalam suatu wilayah atau batas teritorial
atau geografisnya, dan dalam konteks tertentu
terkait dengan berbagai organisasi atau lembaga yang
memiliki yurisdiksi hukum sendiri. Dalam menjalankan
kekuasaannya, setiap negara mempunyai cara-cara yang
berbeda. Oleh sebab itu, kedaulatan suatu negara
juga ada bermacam-macam antara lain kedaulatan
Negara, Hukum, Rakyat.
2.3 Kedaulatan Atas Sumber Daya Alam
Kedaulatan negara atas Sumber Daya Alam (SDA)
adalah kata lain dari “dikuasai oleh negara”. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ada tiga kosa
kata yang terkait dengan kedaulatan, yaitu daulat;
berdaulat; dan kedaulatan yang masing-masing berarti
“kekuasaan”, “mempunyai kekuasaan tertinggi atas
suatu pemerintahan negara atau daerah”, dan
“kekuasaan tertinggi atas pemerintahan negara,
6http://blogbelajar-pintar.blogspot.com/2014/01/pengertian- kedaulatan.html diakses pada 02 Maret 2014.
11
daerah, dan sebagainya”7. Dengan demikian, kedaulatan
atas sumber daya alam berarti kekuasaan tertinggi
yang dimiliki negara atas sumber daya alam.
Pengertian “dikuasai oleh negara” juga mencakup
makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang
bersumber dan diturunkan dari konsep kedaulatan
rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan “bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”,
termasuk pula di dalamnya pengertian publik oleh
kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan
dimaksud.
Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh
UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk
mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan
(bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan
(beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk
tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.8 Prinsip
”dikuasai negara” tersebut dijabarkan dalam
peraturan perundang-undangan di bidang SDA yang
lahir pascakemerdekaan maupun pascareformasi, di
antaranya Undang-Undang No. 37 Prp Tahun 1960
tentang Pertambangan sebagaimana telah diganti
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan terakhir7 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI); hal. 968 Saleng, Abrar. 2000. Hubungan Hukum Antara Pemerintah dengan Badan Usaha Swasta dalam Berbagai Pola Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Pertambangan. Jurnal Hukum, Yogyakarta : UII
12
diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara untuk
kegiatan usaha di bidang pertambangan umum dan
Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah
diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan usaha di
bidang migas.9
2.4Minyak dan Gas Bumi
Ketentuan Undang-undang Nomor 22 tahun 2001
pasal 4 ayat 1 menyatakan bahwa Minyak dan Gas Bumi
merupakan sumber daya alam strategis tak terbarukan
yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan
Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai
oleh negara.
Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001
Tentang Minyak dan Gas Bumi mendefinisikan minyak
bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon
yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer
berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin
mineral atau ozokerit dan bitumen yang diperoleh
9 Ibid,
13
dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk
batubara atau endapan hidrokarbon lain yang
berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang
tidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan
gas bumi.
Gas bumi menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 22
Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi adalah hasil
proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi
tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas
yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan
Gas Bumi. Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan
Gas Bumi berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor
22 Tahun 2001 pasal 2, didasarkan pada ekonomi
kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan,
keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama dan
kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan
dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan.
2.5Hukum Migas Nasional
Konsepsi dasar pengusahaan pertambangan migas
di Indonesia adalah pasal 33 ayat 3 UUD 1945
dinyatakan “Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat”. Kewenangan Negara selanjutnya dinyatakan
14
dalam pasal 2 ayat 2 UUPA No 5 tahun 1960, yang
meliputi :
1.Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air
dan ruang angkasa tersebut.
2.Menentukan dan mengatur hubungan hubungan hukum
antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang
angkasa.
3.Menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum
antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum
yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Sedangkan pada pasal 2 ayat 3 UUPA No 5 tahun
1960, menyatakan bahwa “wewenang yang bersumber
pada Hak Menguasai dari Negara pada ayat 2 pasal
ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar
kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan,
kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan
negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat,
adil dan makmur. Pasal 33 UUD 1945, menjadi dasar
bagi eksploitasi sumber daya alam yang ada di
Indonesia. Konteks “Hak Menguasai Negara” menjadi
dasar untuk negara memiliki kekuasaan yang penuh
untuk pengelolaan sumber daya Indonesia. Migas
sebagai cabang produksi yang penting bagi negara
15
dan menguasai hajat hidup orang banyak termasuk
sumber daya alam yang dikuasai negara.
2.6 Dasar Hukum Pengelolaan Migas di Indonesia
Minyak dan gas bumi (MIGAS) adalah kekayaan
alam sebagai karunia Tuhan yang diberikankepada
bangsa Indonesia.10 Pengaturan hukum Migas di
Indonesia, pada tataran konstitusi diatur dalam
pasal 33 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945. Pasal 33 ayat 2,
menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara. Selanjutnya
pasal 33 ayat 3 menegaskan bahwa Bumi, air dan
Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Pada tataran legislasi,
perangkat pengaturan hukum Migas diatur dalam
Undang- Undang nomor 44 tahun 1960 tentang
pertambangan minyak dan Gas Bumi. Undang-undang
nomer 15 tahun 1962 tetang Penetapan Pengaturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 2 tahun
1962 tentang Kewajiban Perusahaan Minyak memenuhi
kebutuhan dalam negara dan Undang-undang Nomor 8
10 Boedi Harsono, 1997:217
16
tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak
dan Gas Bumi Negara.
Mengingat undang - undang ini sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan sekarang dan
kebutuhan masa depan, maka diadakan penyempurnaan,
yakni dengan undang-undang nomor 22 tahun 2001
tentang minyak Bumi dan Gas Bumi. Undang-undang ini
telah membawa perubahan besar baik dalam sektor
hulu maupun sektor hilir. Diantaranya adalah
mengubah sistem monopoli ke arah sistem kompetisi,
liberalisasi harga BBM, diciptakan badan baru yakni
badan pelaksana dan badan pengatur yang
menggantikan fungsi dan peran Pertamina selama
ini.11
Karena dianggap bertentangan dengan pasal 33
ayat 2 dan ayat 3 UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, maka pada tanggal 14 Januari 2003
diaajukan Judicial Review UU Migas No 22 tahun
2001, ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pada tataran
Regulasi pemerintah telah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomer 42 tahun 2002 tentang Badan
Pelaksana Kegiatan Usaha hulu Migas, Peraturan
Pemerintah Nomor 35 tahun 2004 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah nomer 34 tahun
2005 tentang kegiatan usaha Migas, Peraturan11 http:// MIGAS Analisis Mafia Migas Carut Marut Pengelolaan Migas di Indonesia - Eramuslim.html diakses tanggal 03 April 2014
17
Pemerintah nomer 36 tahun 2004 tentang usaha hilir
migas, Peraturan Pemerintah nomer 1 tahun 2006
tentang besaran dan penggunaan iuran badan usaha
dalam kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian
bahan bakar minyak dan pengangkutan Gas Bumi
melalui pipa; Perpres nomer 5 tahun 2006 tentang
kebijakan energi nasional.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan faktor penting
untuk penulisan yang bersifat ilmiah, metodologi
merupakan cara kerja bagaimana menemukan atau
memperoleh sesuatu atau menjalankan suatu kegiatan
untuk memperoleh hasil yang konkrit dan cara utama
untuk mencapai tujuan. Bahwa penelitian hukum
adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum
guna menjawab isu hukum yang dihadapi.12
Sehubungan dengan hal tersebut, agar tercipta
suatu karya tulis yang sistematis dan terarah untuk
menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru
yang sesuai dengan perkembangan yang ada, maka
dalam penelitian skripsi ini akan digunakan metode12 Peter Mahmud Marzuki.2010.(Penelitian Hukum.Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hlm.35
18
penelitian sebagai berikut:
3.1Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang dipergunakan dalam
penulisan karya ilmiah ini adalah yuridis normatif.
Yuridis normatif adalah penelitian yang difokuskan
untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-
norma dalam hukum positif. Kemudian dihubungkan
dengan permasalahan-permasalahan yang menjadi pokok
pembahasan.13
3.2Pendekatan Masalah
Metode pendekatan masalah yang dipergunakan
dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode
pendekatan undang-undang (statute approach) dan
pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan
undang-undang (statute approach) dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang
ditangani. Sedangkan pendekatan konseptual
(conceptual approach) beranjak dari pandangan-pandangan
dan doktrin-doktrin yang sedang berkembang di dalam
ilmu hukum.14 Dalam karya ilmiah ini, peraturan13 Ibid, hlm. 2914 Ibid, hlm. 95
19
perundang-undangan yang dijadikan pokok kajian
adalah Undang-Undang no 22 tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi
3.3Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum merupakan sarana dan alat dari
suatu penelitian yang digukana untuk memecahkan isu
hukum dan sekaligus memberikan perskripsi mengenai
apa yang seharusnya diperlukan sumber-sumber
penelitian. Sumber hukum yang digunakan dalam karya
tulis ilmiah ini, yaitu:
3.3.1Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer mempunyai sifat
autiritatif, yang artinya mempunyai otoritas.
Bahan hukum primer terdiri dari perundang-
undangan, catatan-catatan resmi atau risalah
dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan
hakim.15 Bahan hukum primer yang digunakan
dalam penelitian karya tulis ilmiah ini,
terdiri dari:
1. Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1971 Tentang
Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi
15 Ibid, hlm. 141
20
Negara
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001
Tentang Minyak Dan Gas Bumi
4. Putusan Mahkamah Konstusi Nomor 36/PUU-
X/2012
3.3.2 Bahan Hukum Sekunder
Sumber bahan hukum sekunder merupakan
semua publikasi tentang hukum yang bukan
dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum
tersebut meliputi buku-buku teks, kamus hukum,
jurnal hukum, dan komentar atau putusan
pegadilan.16 Dalam Karya Tulis Ilmiah ini,
penulis menggunakan buku – buku teks dibidang
Ilmu Negara, Hukum Pertambangan, Buku tentang
Minyak dan Gas Bumi, Jurnal – Jurnal Hukum
serta Putusan pengadilan Mahkamah Konstitusi
Nomor 36/PUU-X/2012.
3.3.3 Bahan Non Hukum
Sumber bahan non hukum sebagai penunjang
dari sumber bahan hukum primer dan sekunder.
Bahan non hukum dapat berupa buku, jurnal,
laporan, penelitian, dan lain-lain (buku-buku
politik, ekonomi, teknik, filsafat,
kedokteran, kebudayaan, dan lain-lain)
16 Ibid,
21
sepanjang relevan dengan objek penelitian.17
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, bahan
non hukum yang dihunakan oleh penulis berupa
buku pedoman penulisan karya ilmiah dan bahan-
bahan lain berupa informasi dari internet.
3.4Analisa Bahan Hukum
Metode analisis bahan hukum yang penulis
gunakan dalam skripsi ini adalah menggunakan
analisis deduktif, yaitu cara melihat suatu
permasalahan secara umum sampai dengan pada hal-hal
yang besifat khusus untuk mencapai perskripsi atau
maksud yang sebenarnya. Langkah selanjutnya yang
digunakan dalam melakukan suatu penelitian hukum
adalah:
1. Megidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir
hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu
hukum yang hendak dipecahkan;
2. Pengumpulan bahan-bahan hukum dan bahan-bahan
non hukum yang dipandang mempunyai relevansi;
3. Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan
berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan;
17 Ibid, hlm. 143-144
22
4. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi dan
menjawab isu hukum; dan
5. Memberikan perskripsi berdasarkan argumentasi
yang telah dibangun di dalam kesimpulan.18
Berdasarkan metode penelitian yang diuraikan di
atas diharapkan di dalam penulisan skripsi ini
mampu memperoleh jawaban atas rumusan masalah
sehingga memperoleh hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah
dan dapat memberikan preskripsi mengenai apa yang
seharusnya dilakukan dan diterapkan.
BAB IV
18 Ibid, hlm. 171
23
PEMBAHASAN
4.1 Tata Kelola Migas di Indonesia Berdasarkan UU
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
36/PUU-X/2012.
Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam
strategis tidak terbarukan merupakan komoditas vital
yang menguasai hajat hidup orang banyak dan
pengelolaannya untuk sebesar-besar kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat. Tidak dapat dipungkiri bahwa
kekuatan Migas sebagai aset pendapatan negara sangat
besar, sehingga perlu adanya suatu “aturan main”
yang relevan sebagai acuan pemerintah untuk
melaksanakan segala aktivitasnya.
Seiring dengan perkembangan kebutuhan
masyarakat dan perkembangan jaman, peraturan
perundang undangan yang mengatur tentang Sumber Daya
Alam (Mnyak dan Gas Bumi) mengalami pembaharuan
karena dirasa sudah tidak relevan untuk diterapkan
mulai tataran Undang- Undang nomor 44 tahun 1960
tentang pertambangan minyak dan Gas Bumi, Undang-
undang nomor 15 tahun 1962 tetang Penetapan
Pengaturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor
24
2 tahun 1962 tentang Kewajiban Perusahaan Minyak
memenuhi kebutuhan dalam negara ,dan Undang-undang
Nomor 8 tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi Negara dan diperbaharui dengan
UU Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi.
Jika ditelaah antara UU Nomor 8 tahun 1971 dan
UU Nomor 22 tahun 2001, telah terjadi suatu
perubahan regulasi yang sangat signifikan yang pada
akhirnya membuat kerancuan dalam tata kelola Migas
Nasional. Ketika UU No.8 tahun 1971 masih berlaku,
Pertamina berperan sebagai satu-satunya perusahaan
migas negara dan sebagai pemegang kuasa bisnis
(economic/business rights). Di bawah kendali Pertamina,
para investor bersedia bekerja
sama dengan Pertamina atas kontrak-kontrak kerja
yang telah disepakati, oleh karena itu pemenuhan
kebutuhan energi Indonesia jauh lebih baik dan
meningkat pesat. Berbeda ketika berlakunya UU Nomor
22 tahun 2001 yang mana salah satu hal utama sebagai
konsekuensi pengesahan UU Nomor 22 tahun 2001 ini
adalah perlu dibentuknya adanya Badan Pelaksana
(dibentuk BPMIGAS) dan Badan Pengatur (dibentuk BPH
MIGAS) serta perubahan bentuk PERTAMINA menjadi
persero yang mana PERTAMINA bukan lagi sebagai
perusahaan pengelola dan pemegang kuasa
pertambangan. Dalam kegiatan hulu PERTAMINA akan
25
menjadi perusahaan yang diberlakukan seperti
perusahaan-perusahaan kontraktor. Dan akhirnya
PERTAMINA juga menandatangani KKKS dengan BP MIGAS
pada tanggal 17 September 200519.
Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan
Gas Bumi BPMIGAS dibentuk pada tanggal 16
Juli 200220 berperan sebagai pembina dan
pengawas Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di
dalam menjalankan kegiatan eksplorasi, eksploitasi
dan pemasaran migas Indonesia. BPMIGAS berwenang
sebagai wakil pemerintah untuk mengatur masalah
pengawasan dan pembinaan kegiatan Kontrak Kerja Sama
yang sebelumnya dikerjakan oleh PERTAMINA. BP Migas
kemudian mengambil alih kendali Pertamina sebagai
pemegang kuasa bisnis migas yang notabene National Oil
Company di Indonesia selain itu, keputusan kontrak-
kontrak kerja dengan investor dialihkan kepada BP
MIGAS selaku badan ‘independen’ hukum negara. Bahkan
pada pasal 44 ayat (3) poin (b) salah satu tugas BP
Migas adalah melaksanakan penandatanganan kontrak
kerja sama, yang mana wewenang tersebut dirasa
kurang wajar karena tugas dari BP Migas hanya
menjadi badan yang memberikan pertimbangan dan
melakukan pengawasan usaha migas di Indonesia.
19 http://MIGAS/Analisis Mafia - Migas Carut Marut Pengelolaan Migas diIndonesia Eramuslim.htm diakses pada tanggal 05 April 2014.20 Ibid,
26
Berdasarkan fakta tugas BP Migas berdasarkan UU
tersebut, kontraktor asing yang akan mengusahakan
migas di Indonesia, langsung menandatangani kontrak
dengan BP MIGAS sebagai representasi Pemerintah.
Secara tidak langsung, UU No 22 tahun 2001 ini
menjadikan posisi Pemerintah “sejajar” dengan
kontraktor asing. Selain itu, BP MIGAS sebagai
institusi yang akan menerima dan mengelola migas
bagian negara, bukanlah institusi bisnis namun BP
Migas juga memiliki tugas untuk menandatangani
kontrak kerja sama dengan konsekwensi bahwa BPMIGAS
tidak dapat melakukan sendiri jual-beli migas yang
menjadi bagian Negara, yang mana hal itu dapat
merugikan dan menurunkan pendapatan Negara atas
Migas.
Selain itu berlakunya UU Nomor 22 tahun 2001
menyebabkan penurunan investasi Migas karena
sebelumnya, pada UU Nomor 8 tahun 1971 investor
cukup melalui Pertamina namun, ketika berlakunya UU
Nomor 22 tahun 2001 investor harus mengikuti tiga
birokrasi lembaga pengelola migas yaitu ESDM, BP
MIGAS dan Depkeu cq Bea Cukai. Selain birokrasi yang
lebih panjang, investor juga harus melalui pintau
Bea Cukai, untuk mendatangkan berbagai peralatan
yang akan digunakan untuk kegiatan ekslorasi.
Padahal, seharusnya ada keringanan bagi investor
27
yang akan melakukan kegiatan eksplorasi yang pada
akhirnya menyebabkan penurunan investasi Migas di
Indonesia.
Apabila dilihat secara global bahwa berlakunya
UU No 22 tahun 2001 yang mana sebagai implementasi
UUD 1945 secara tidak langsung membuka liberalisasi
dan penguasaan asing secara besar-besaran ladang
minyak dan gas bumi Indonesia, yang pada akhirnya
masalah masalah pengelolaan minyak dan gas bumi
mempengaruhi kedaulatan energi migas nasional.
Selain itu, UU No 22 tahun 2001 ini telah membawa
perubahan besar baik dalam sektor hulu maupun sektor
hilir. Diantaranya adalah mengubah sistem monopoli
ke arah sistem kompetisi, liberalisasi harga BBM,
diciptakan badan baru yakni badan pelaksana dan
badan pengatur yang menggantikan fungsi dan peran
Pertamina selama ini. Karena dianggap bertentangan
dengan pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, maka diajukannya
Judicial Review UU Migas No 22 tahun 2001, ke Mahkamah
Konstitusi (MK).
Dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 36/PUU/-X/2012 terkait dengan peninjauan
kembali (Judicial Review) UU Nomor 22 tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi, maka secara garis besar, ada
dua sub item yang ditekankan oleh Mahkamah
28
Konstitusi yaitu terkait dengan pembatalan pasal 1
angka 23 dan pasal 4 ayat, pasal 41 ayat 2, pasal
44, pasal 45, pasal 48, pasal 59 huruf a dan pasal
61 dan pasal 63 UU No 22 tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi, yang mana bertentangan dengan UU 1945
demi mengembalikan kedaulatan Migas kepada
Pemerintah sebagai pemegang peran kuasa
pertambangan. Selain itu, adanya Putusan MK No
36/PUU-X/2012 memutuskan ketentuan yang berkaitan BP
Migas inkonstitusional oleh karena itu BP Migas
dinyatakan bubar sejak putusan dikeluarkan oleh MK.
Putusan MK yang dibacakan pada 13 November
2012, sebagai ‘jawaban’ atas permohonan pengujian UU
No. 22 Tahun 200121 mengakibatkan Pemerintah dengan
cepat membuat alur teknis terkait dengan
pengelolaan Migas untuk menindaklanjuti pembubaran
BP Migas. Alur teknis yang dibuat oleh pemerintah
antara lain dengan keluarnya Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan
Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi. Ada tiga pasal yang diatur
yaitu kepastian kontrak kerjasama dimuat dalam pasal
2 Perpres, yang menegaskan semua Kontrak Kerja Sama
(KKS) yang ditandatangani antara BP Migas dengan
badan usaha atau bentuk usaha tetap, tetap berlaku21 Listianah : Membaca Tiga Regulasi Pasca Pembubaran BP Migas; hukumonline.com.html.
29
sampai masa berlakunya berakhir. Dua pasal lain
mengatur tentang pengalihan tugas, fungsi dan
organisasi BP Migas ke Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM). Pasal 3 memberi wewenang kepada
Menteri ESDM melanjutkan seluruh proses pengelolaan
kegiatan usaha hulu migas yang selama ini ditangani
BP Migas, yang mana disertai dengan pembentukan
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), hal ini dilakukan
guna menjamin kelangsungan kegiatan usaha hulu
minyak dan gas bumi, yang seharusnya dilakukan
menurut dengam UU Revisi yang sedang dirancang oleh
DPR.
4.2 Evaluasi Pembinaan dan Pengawasan oleh Pemerintah
dalam Tata Kelola Migas
Berdasarkan Undang-Undang nomer 22 tahun 2001
terdapat beberapa peran yang harus dilakukan oleh
pemerintah antara lain : (1) Peran sebagai pemegang
kuasa pertambangan. Dalam hal penguasaan dan
pengusahaan migas, pasal 4 ayat (2) UU Migas
menetapkan bahwa penguasaan migas oleh negara
diselenggarakan oleh pemerintah sebagai pemegang
kuasa pertambangan. Selanjutnya pada ayat (3)-nya
dinyatakan bahwa pemerintah sebagai pemegang kuasa
30
membentuk Badan Pelaksana (BP) sebagaimana dimaksud
dalam pasal 1 angka 23 untuk melakukan pengendalian
kegiatan usaha hulu migas. Posisi kontraktor adalah
subordinasi dari pemerintah sebagai yang memiliki
wewenang dalam pertambangan migas. Akan tetapi dalam
UU Nomor 22 Tahun 2001 kuasa pertambangan sebagai
wujud kedulatan negara atas migas ternyata tidak
secara tegas diatur sebagaimana halnya di dalam UU
No. 8 Tahun 1971 tentang perusahaan pertambangan
minyak dan gas bumi negara (Pertamina). Bahkan ada
kecenderungan UU No 22 Tahun 2001 bahwa kuasa
pertambangan setelah diperoleh oleh pemerintah dari
negara bersadarkan pasal 4 ayat 1 dan ayat 2
ternyata oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
diserahkan wewenangnya kepada pelaku usaha melalui
pasal 1 angka 5 dan pasal 12 ayat 3.22
Peran Pemerintah selanjutnya yaitu (2) Peran
sebagai pembina, (3) Peran sebagai pengatur dan ,
(4) Peran sebagai pengawas . Pasal 38 Undang undang
tahun 2001, menegaskan bahwa pembinaan terhadap
kegiatan usaha Migas dilakukan oleh pemerintah.
Pembinaan tersebut meliputi; (1) Penyelenggaraan
utusan pemerintah di bidang kegiatan usaha Migas,
(2) Penetapan kebijakan mengenai kegiatan usaha
Migas berdasarkan cadangan dan potensi sumber daya
22 Kurtubi, 2004:14
31
Migas yang dimiliki, kemampuan produksi, kebutuhan
bahanbakar minyak dan gas bumi dalam negeri,
penguasaan teknologi, aspek lingkungan dan
pelestarian lingkungan hidup, kemampuan nasional dan
kebijakan.23
Berkaitan dengan pasal 12 ayat 3 Mahkamah
Konstitusi memutuskan agar direvisi oleh pemerintah,
karena bertentangan dengan UUD 1945. Pasal tersebut
membuka tafsir bahwa kewenangan yang dimiliki oleh
pemerintah telah diserahkan sepenuhnya pada
kontraktor. Konsep ini berarti UU Migas mereduksi
kuasa pertambangan yang dimiliki pemerintah sebagai
wujud kedaulatan negara atas tambang Migas. Ini juga
berarti menghilangkan kekuasaan kostitusional negara
atas bahan tambang migas24. Hal ini disebabkan karena
kurangnya pengawasan pemerintah dalam tugas dan
wewenang Badan pengelola Migas yang mana berkaitan
dengan penandatanganan Kontrak Kerja Sama yang tidak
seharusnya dilakukan oleh BP Migas yang cenderung
“mengecilkan” Peran Pemerintah sebagai pemegang
kuasa pertambangan yang pada akhirnya menimbulkan
suatu kerugian bagi negara.
Jika dilihat dari sisi pembinaan dalam tata
kelola migas secara struktural, dengan banyaknya
23 Abrar Saleng, 2004:3324
32
sektor lembaga pengelola migas dalam negara yang
dirasa memiliki tugas dan wewenang yang saling
“tumpang tindih” dan ‘ketidakjelasan” tugas yang
dibebankan kepada suatu lembaga pengelola,
menyebabkan pemerintah kurang fokus dalam pembinaan
dan pengawasan sehingga dapat secara tidak langsung
membuka celah bagi asing untuk menguasai sektor
migas yang ada di dalam Negara yang dapat dilihat
dari kedudukan pemerintah dan kontraktor yang
dirasa”sejajar” dan menyebabkan tercorengnya
kedaulatan Migas Nasional.
4.3 Upaya Optimalisasi Peran Pemerintah dalam
Pembinaan dan Pengawasan Kegiatan Usaha Minyak dan
Gas Bumi.
Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam
strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara
serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat
hidup orang banyak. Hal ini dikarenakan Migas yang
merupakan sumber energi yang tidak dapat diproduksi
kembali dan habis sekali pakai adalah sumber energi
yang paling banyak digunakan untuk menggerakkan
perekonomian nasional. Karena mempunyai peranan
penting dalam perekonomian nasional inilah,
pengelolaan minyak dan gas bumi harus dapat secara
33
maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat. Hal inilah yang menjadi landasan filosofi
dalam pengelolaan Migas, bahwa pengelolaan Migas
harus dapat memberikan kemakmuran dan kesejahteraan
secara maksimal bagi rakyat Indonesia.
Pasal 33 UUD Tahun 1945 merupakan landasan
yuridis konstitusional bagi negara/pemerintah dalam
pengelolaan Migas. Pasal 33 ayat (2) menyebutkan:
’Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara’.
Kemudian Pasal 33 ayat (3) menyebutkan: ’Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat’.
Pasal 33 ayat (2) dan (3) tersebut menegaskan
bahwa negara memiliki kekuasaan atas cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak. Sebagaimana yang kita
ketahui, Migas merupakan komoditi yang menguasai
hajat hidup orang banyak, oleh karena itu, harus
dikuasai oleh negara. Kekuasaan negara tersebut
diwujudkan dalam bentuk hak menguasai atas sumber
alam oleh negara.
Undang-Undang Tentang Minyak dan Gas Bumi
menyebutkan bahwa
“Berdasarkan jiwa Pasal 33 ayat (3) Undang-UndangDasar 1945, Minyak dan Gas Bumi sebagai sumberdaya alam strategis yang terkandung di dalam bumi
34
Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakankekayaan nasional yang dikuasai negara. Penguasaanoleh negara sebagaimana dimaksud di atas adalahagar kekayaan nasional tersebut dimanfaatkan bagisebesar-besar kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.Dengan demikian, baik perseorangan, masyarakatmaupun pelaku usaha, sekalipun memiliki hak atassebidang tanah di permukaan, tidak mempunyai hakmenguasai ataupun memiliki Minyak dan Gas Bumiyang terkandung dibawahnya.”25
Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 33 tersebut di
atas, terdapat hak negara untuk menguasai sumber
daya alam, termasuk sumber alam Migas untuk
dipergunakan sebagai sarana memakmurkan rakyat.
Konsep dasar hak menguasai negara atas Migas ini
memberi kewenangan luas bagi negara untuk mengatur
dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan Migas, menentukan dan
mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
(badan usaha) dengan Migas, dan menentukan dan
mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai Migas.
Migas dipandang merupakan salah satu cabang
produksi yang penting bagi negara yang penguasaannya
harus diserahkan kepada negara, karena migas
merupakan cabang produksi energi yang menguasasi
hajat hidup orang banyak. Hal ini dijabarkan lebih
jauh bahwa setidaknya terdapat 11 undang-undang yang
25 Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 22 Tahun 2001
35
mengatur hak negara dalam sektor-sektor khusus yang
merupakan cabang produksi yang penting bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Hak
negara dimaksud tertuang antara lain dalam: UU No. 5
tahun 1960 tentang Pokok Agraria; UU No. 5 tahun
1967 tentang Pokok Kehutanan; UU No. 11 tahun 1967
tentang Pokok Pertambangan; UU No. 1 tahun 1973
tentang Landasan kontinen; UU No. 11 tahun 1974
tentang Ketentuan Pokok Pengairan; UU 13 Tahun 1980
tentang Jalan; UU No. 20 tahun 1989 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan; UU
No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup; UU No. 9 tahun 1985
tentang Ketentuan Pokok Perikanan; UU No. 5 tahun
1984 tentang Perindustrian; UU No. 5 tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Hayati.26
Kekuasaan negara atas sumber daya alam,
mengandung arti harafiah bahwa negara harus bisa
membuat kebijakan, mengatur, membina, dan mengawasi
kegiatan pemanfaatan sumber daya alam Migas
tersebut. Penguasaan negara atas sumber daya alam
tidak harus dilakukan melalui BUMN, namun bukan
berarti begitu saja diserahkan pengelolaan sepenuh-
nya ke pihak asing atau pihak-pihak yang tidak
26 ’Membumikan Mandat Pasal 33 UUD 45’, dalamhttp://www.pacific.net.id/~dede_s/Mem bumikan.html , diaksesSenin, 7 April 2014, pukul 12.52 wib
36
bertanggung jawab. Negara masih menguasai Migas di
Indonesia. Negara tetap mengurus, mengatur dan
mengawasi pelaku kegiatannya. Tanggungjawab
pemerintah dalam hal kebijakan dan regulasi ada di
tangan Departemen Energi Sumber Daya Mineral,
sementara untuk pengawasan dan pembinaannya ada di
bawah Badan Pelaksana Migas.27
Dalam hal pembinaan terhadap kegiatan usaha
minyak dan gas bumi, Pemerintah harus cermat,
transparan, dan adil yang pelaksanaannya meliputi:
a) penyelenggaraan urusan Pemerintah di bidang
kegiatan usaha minyak dan gas bumi; dan b) penetapan
kebijakan mengenai kegiatan usaha minyak dan gas
bumi berdasarkan cadangan dan potensi sumber daya
minyak dan gas bumi yang dimiliki, kemampuan
produksi, kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas
bumi dalam negeri, penguasaan teknologi, aspek
lingkungan dan pelestarian lingkungan hidup,
kemampuan nasional, dan kebijakan pembangunan.28
Dalam kerangka pembinaan, badan usaha atau
Bentuk Usaha Tetap wajib menjamin standar dan mutu
yang berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta menerapkan
27Negara Masih Kuasai Sumber Daya Alam Indonesia’dalam http://www.esdm.go.id/berita/migas/40-migas/2539-negara-masih-kuasai-sumber-daya-alam-indonesia.html, diakses Senin,tanggal 7 April 2014, pukul 13.21 wib28 Pasal 39 UU no 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
37
kaidah keteknikan yang baik dan menjamin keselamatan
dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan
hidup dan menaati ketentuan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku dalam kegiatan
usaha minyak dan gas bumi. Pengelolaan lingkungan
hidup berupa kewajiban untuk melakukan pencegahan
dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan atas
terjadinya kerusakan lingkungan hidup, termasuk
kewajiban pascaoperasi pertambangan. Selain itu,
bagi badan usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang
melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi
harus mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja
setempat, barang, jasa, serta kemampuan rekayasa dan
rancang bangun dalam negeri secara transparan dan
bersaing serta ikut bertanggung jawab dalam
mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.29
Dalam hal pengawasan, tanggung jawab berada
pada departemen yang bidang tugas dan kewenangannya
meliputi kegiatan usaha minyak dan gas bumi dan
departemen lain yang terkait, yang meliputi
kegiatan: konservasi sumber daya dan cadangan minyak
dan gas bumi; pengelolaan data minyak dan gas bumi;
penerapan kaidah keteknikan yang baik; jenis dan
mutu hasil olahan minyak dan gas bumi; alokasi dan
distribusi Bahan Bakar Minyak dan bahan baku;
29 Pasal 40 UU no 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
38
keselamatan dan kesehatan kerja; pengelolaan
lingkungan hidup; pemanfaatan barang, jasa,
teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun
dalam negeri; penggunaan tenaga kerja asing (TKA);
pengembangan tenaga kerja Indonesia; pengembangan
lingkungan dan masyarakat setempat; penguasaan,
pengembangan, dan penerapan teknologi minyak dan gas
bumi; kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan
usaha minyak dan gas bumi sepanjang menyangkut
kepentingan umum. Selain itu, pengawasan atas
pelaksanaan kegiatan usaha hulu berdasarkan kontrak
kerja sama yang dilaksanakan oleh pemerintah dan
badan pengusahaan, dilaksanakan oleh BP Migas (yang
kemudian pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.
36/PUU-X/2012 dihapuskan, dan diganti dengan SKK
Migas). Sedangkan pengawasan atas pelaksanaan
kegiatan usaha hilir berdasarkan Izin Usaha
dilaksanakan oleh Pemerintah.30
Hal inilah yang menjadi problematika Migas
Indonesia. Semakin banyaknya lembaga yang ikut
campur dalam pengelolaan migas hanya membuktikan
bahwa Indonesia tidak memiliki efektif dalam
menjalankan kekuasaannya sebagai pemegang hak
menguasai atas sumber daya alam. Dalam sektor migas
saja dapat ditemukan fakta bahwa Indonesia memiliki
30 Pasal 42 UU no 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi
39
lembaga yang berbeda dalam kewenangan pembinaan dan
pengawasan. Pembinaan dilakukan pemerintah,
sedangkan pengawasan dilakukan oleh SKK Migas (atas
pelaksanaan kegiatan usaha hulu) dan BPH Migas (atas
pelaksanaan kegiatan usaha hilir). Alih-alih untuk
memperkuat sistem check and balances di dalam sektor
kelembagaan Migas, Indonesia justru terjerembab di
dalam sistem yang jauh dari efisiensi.
Jika berkaca pada sistem yang digunakan oleh
Negara Malaysia, maka adalah sama ketika berbicara
tentang UU Migas Indonesia sebelum UU Migas No. 22
Tahun 2001, yakni UU Pertamina No. 8 Tahun 1971.
Negara Malaysia mengadopsi langsung UU Pertamina
Indonesia sebagai regulasi pengelolaan migas
dinegaranya, dan diadaptasi menjadi nama Petroleum
Development Act Malaysia 1975 (PAD 1975). Hingga
kini, Malaysia masih menggunakan PAD 1975 dan
terbukti sukses menjaga ketahanan produksi minyak
dalam negerinya serta melejitkan Petronas menjadi
perusahaan migas papan atas dunia.31
Di sektor hulu migas Malaysia, semua investor asing
berada di bawah pengawasan Petronas secara langsung.
Petronas memiliki hak istimewa untuk menjadi
pengatur sekaligus pemain dalam tata kelola migas31 Tercatat dalam Petroleum Intelligence View 2009, Petronas menduduki peringkat 17 dunia dibandingkan dengan Pertamina yang menduduki peringkat 30 dunia.
40
negaranya tanpa ada suatu badan perantara pemerintah
yang ada didalamnya. Kemudian di sektor hilir,
pemerintah Malaysia (Ditjen Perdagangan Dalam
Negeri) langsung memegang peranan penting untuk
menetapkan harga jual BBM di pompa bensin sekaligus
mentetapkan marjin yang diperoleh oleh perusahaan
minyak.
Setelah melihat dan membandingkan antara sistem
tata kelola Migas di Malaysia yang notabene
mengadobsi tata kelola migas Indonesia (Undan-Undang
Nomor 8 Tahun 1971) yang hanya dengan satu lembaga
pengelola migas dengan pengawasan dan pembinaan
secara langsung dari pemerintah dan dibandingkan
dengan tata kelola migas Indonesia dengan banyaknya
lembaga pengelola yang secara global dapat dilihat
prosentase keberhasilannya, Oleh karena itu,
Indonesia dirasa perlu suatu kesatuan lembaga untuk
mengoptimalkan peranan pemerintah dalam pembinaan
dan pengawasan kegiatan usaha Migas. Dengan adanya
kesatuan lembaga pembinaan dan pengawasan,
Pemerintah akan lebih optimal dalam memainkan
perannya sebagai pemegang hak menguasai atas sumber
daya alam, khususnya Migas.
Selain itu, penyatuan lembaga pembinaan dan
pengawasan kegiatan usaha migas akan memperkuat
41
peranan pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan migas
nasional. Hal ini dikarenakan menurut Sampe L.
Purba, untuk mencapai kemandirian dan daya saing
perusahaan nasional yang nantinya berimplikasi pada
kedaulatan negara tersebut membutuhkan integrasi
dalam kebijakan, pelaksanaan dan pemahaman migas
sebagai sebuah industri strategis bagi pembangunan
nasional. Namun, dengan banyaknya lembaga
pengelolaan migas yang ada di Indonesia sangatlah
sulit untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini
dikarenakan integrasi dalam kebijakan tidaklah
mungkin dapat dicapai apabila tidak terdapat
penyatuan dalam lembaga pengelolaan migas nasional.
Oleh karena itu, penyatuan lembaga pembinaan dan
pengawasan kegiatan usaha migas digunakan sebagai
sarana untuk mencapai pengintegrasian dalam
kebijakan yang selanjutnya digunakan untuk mencapai
tujuan hakikinya, yaitu mewujudkan kedaulatan Migas
nasional. Penyatuan lembaga pembinaan dan pengawasan
kegiatan usaha migas demi mewujudkan suatu
kedaulatan migas, juga merupakan salah satu upaya
pemerintah untuk mewujudkan suatu negara
kesejahteraan bagi rakyat Indonesia dalam hal
pemenuhan segala kebutuhan masyarakat negara. Hal
ini dikarenakan penyatuan lembaga akan memaksimalkan
42
kinerja pemerintah dan lembaga pengawas dalam
mengelola migas demi kemakmuran rakyat Indonesia.32
Sebagaimana yang dikemukan oleh Lawrence M.
Friedmann, untuk membangun sebuah sistem yang baik,
maka kita harus memperhatikan tiga hal, yaitu
substance, structure, dan culture. Dalam upaya untuk
mengoptimalkan peranan pemerintah dalam pembinaan
dan pengawasan kegiatan usaha migas, diperlukan tiga
hal, yaitu Pertama, merevisi Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas
Bumi. Pembenahan yang harus dimuat di dalam undang-
undang pengganti Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi
adalah menyatukan lembaga pembinaan dan pengawasan
dalam usaha kegiatan migas. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara memberikan kewenangan pembinaan dan
pengawasan kepada Kementerian yang terkait dengan
sumber daya mineral.
Kemudian, Kementerian yang terkait dengan
sumber daya mineral haruslah mempersiapkan diri
untuk menerima kewenangan pembinaan dan pengawasan.
Oleh karena itu, langkah awal yang dapat dilakukan
agar hal tersebut dapat dilaksanakan adalah
menjadikan Pertamina menjadi satu-satunya Perusahaan
Negara yang telah ditugaskan untuk menampung dan
32 Teori Welfare State “negara kesejahteraan” menurut J.M keynes
43
melaksanakan semua kegiatan pengusahaan minyak dan
gas bumi di Indonesia. Pertamina seutuhnya kembali
menjadi pengatur sekaligus pemain untuk selanjutnya
melakukan kerjasama dengan para kontraktor migas
lainnya. Dengan demikian, pengawasan Menteri ESDM
yang dalam hal ini ditujukan pada Ditjen Migas harus
memiliki fungsi dan kedudukan yang diperkuat untuk
dapat mengawasi dengan baik keberjalanan pengelolaan
sektor hulu hingga ke sektor hilir migas di
Indonesia Pada saat ini, perusahaan minyak dan gas
bumi bercerai berai dan oleh karenanya sulit untuk
melakukan kontrol. Oleh karena itu, kesatuan usaha
yang meliputi berbagai-bagai cabang pengusahaan
minyak dan gas bumi (suatu Integrated State Oil
Company) di Indonesia mutlak diperlukan.
Berkaitan dengan culture, maka hal ini tidak
terlepas dari jati diri masyarakat Indonesia,
terutama para pengambil kebijakan. Para pengambil
kebijakan seolah-olah kehilangan tanggungjawab dalam
pemenuhan kebutuhan bahan bakar minyak bagi
masyarakat. Hilangnya tanggungjawab negara dalam
pemenuhan kebutuhan BBM bagi masyarakat karena
pengelolaannya dengan mekanisme pasar yang sangat
liberal sehingga terjadi ketidakpastian pasokan dan
kestabilan harga. Hal ini tidak akan terjadi jika
bangsa Indonesia berdaulat dalam Migas Nasional.
44
Oleh karena itu, sudah selayaknya para pengambil
kebijakan di negeri ini lebih berempati kepada
masyarakat agar peraturan yang dibuat lebih
menekankan pada kesejahteraan dan kemakmuran
masyarakat Indonesia sehingga “Keadilan Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia” dapat segera terwujud.
BAB V
45
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 36/PUU-X?2012, pemerintah mengeluarkan
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2012
tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yaitu
terkait dengan pelimpahan wewenang sepenuhnya
kepada Kementrian ESDM sekligus pembentukan SKK
Migas sebagai badan pengawas tata kelola migas.
2. Adanya masalah yang terjadi dalam tata kelola
migas di Indonesia karena banyaknya lembaga
pengelola migas sehingga menimbulkan kurangnya
pengawasan dan pembinaan pemerintah sebagai
pemegang kuasa pertambangan .
3. Tata kelola Migas Indonesia dirasa perlu
adanya kesatuan lembaga pengawasan dan pembinaan
migas demi mewujudkan optimalisasi peran
pemerintah dalam pengawasan dan pembinaan, yang
mana seharusnya dilimpahkan kepada Kementrian
Sumber Daya Alam ,dengan langkah awal menjadikan
Pertamina sebagai satu-satunya Perusahaan Negara
yang telah ditugaskan untuk menampung dan
melaksanakan semua kegiatan pengusahaan minyak
46
dan gas bumi di Indonesia sebagai wujud
pengintegrasian kebijakan migas.
5.2 SARAN
Seharusnya pemerintah perlu suatu kesatuan
lembaga pengawasan yaitu kepada Kementerian Sumber
Daya Mineral sebagai lembaga pemerintahan guna
efisiensi lembaga pengawasan. Selain itu, lebih baik
pemerintah menjadikan Pertamina sebagai satu - satu
Perusahaan Negara yang telah ditugaskan untuk
menampung dan melaksanakan semua kegiatan
pengusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia
sehingga akan lebih mudah melakukan pengawasan dalam
usaha Minyak dan Gas Bumi. Demi mewujudkan negara
kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
Daftar Pustaka
Buku
M.Kholid Syeirazi, Di Bawah Bendera Asing : Liberalisasi Industri
Migas di Indonesia, Penerbit LP3ES, Jakarta, Cetakan
Pertama, Juli 2009.
Purnomo Yusgiantoro, Ekonomi Energi: Teori dan Praktik,
Penerbit LP3ES, Jakarta,Cetakan Pertama, Maret 2000
Collin Colbuild English Dictionary, 1997, dalam Safri
Nugraha, Pivatisation of Sfafe Enterprises ln The 20th Century A
Step Forwards Or Backwards, Fakultas Hukum Ul, Jakarta,
2004.
47
Hasan Suryono, 2008, Ilmu Negara. Solo:
UNSPress,Surakarta
Peter Mahmud Marzuki.2010.(Penelitian Hukum.Jakarta: Kencana
Prenada Media Group),
Jakarta.
Boedi Harsono. 1997. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah
Pembentukan Undang – Undang Pokok Agraria, Isi dan
Pelaksanaannya. Jilid 1 Hukum Tanah Nasional.
Jakarta : Djambatan
Abrar Saleng, 2004. Hukum Pertambangan, Jogjakarta: UII
Press
JurnalSaleng, Abrar. 2000. Hubungan Hukum Antara Pemerintah
dengan Badan Usaha Swasta dalam Berbagai Pola Kontrak KerjaSama Pengusahaan Pertambangan. Jurnal Hukum,Yogyakarta : UII.
Drs. Sugiaryo, S.H, M.Pd, M.H. 2010. Globalisasi : IntervensiKekuatan Politik Dan Ekonomi Dalam Pembentukan Hukum DanPengusahaan Migas Di Indonesia. Jurnal Hukum,
Lembaga Management Fakultas Ekonomi UI. Analisis IndustriMinyak Dan Gas Di Indonesia. Jakarta : UI.
J.M Keyness. Teori Welfare State “ Negara Kesejahteraan”. JurnalHukum.
Internethttp://industri.bisnis.com/read/20130528/44/141570/minyak-indonesia-11-tahun-lagi-habis, diakses Selasa, 1April 2014 pukul 13.12 wib.http://www.tempo.co/read/news/2012/10/11/090434998/75-Persen-Proyek-Minyak-dan-Gas-Dikuasai-Asing, diaksesSelasa, 1 April 2014 pukul 13.25 wib.
48
http://blogbelajar-pintar.blogspot.com/2014/01/pengertian-kedaulatan.html diakses pada 02 Maret 2014.http://www.esdm.go.id/berita/migas/40-migas/2539-negara-masih-kuasai-sumber-daya-alam-indonesia.html,diakses Senin, tanggal 7 April 2014, pukul 13.21
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. NAMA LENGKAP : HANDAYANI
EKA BUDHIANITA
TEMPAT, TANGGAL LAHIR : JOMBANG, 18 JANUARI 1994
JURUSAN/FAKULTAS : FAKULTAS HUKUM / ILMU
HUKUM
UNIVERSITAS JEMBER.
NOMOR TLP : 08563441513
EMAIL : [email protected]
ALAMAT RUMAH : Jl. Manyar 01/03 Slawu,
Patrang, Jember
KARYA ILMIAH YANG : 1. Peradilan Ad Hoc
Menurut Perspektif
PERNAH DIBUAT Hukum Internasional dan
Hukum Nasional
Dalam Keterkaitannya Dengan
Pelanggaran Ius Cogens
Serta Tanggung Jawab Negara
2.Perkawinan Beda Agama
Dalam Perspektif Hukum
Islam
49
2. NAMA LENGKAP : FATCHUR
ROCHMAN
TEMPAT, TANGGAL LAHIR : PASURUAN, 31 MARET 1994
JURUSAN/FAKULTAS : FAKULTAS HUKUM / ILMU
HUKUM
UNIVERSITAS JEMBER.
NOMOR TLP : 081936953696
EMAIL : Faturtahun20101
ALAMAT RUMAH : Jl. Jawa 8 No 30, Jember
KARYA ILMIAH YANG : 1. Analisis Yuridis Pasal 6A
UUD 1945 :
PERNAH DIBUAT Upaya memperkukuh Pancasila
Melalui
Pengisian Jabatan Presiden
dan Wakil
Presiden
2. Peranggung
jawaban Perdata atas hilangnya
Harta Anak Asuh menurut KUH
Perdata.
50