+ All Categories
Home > Documents > OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DALAM PEMBINAAN DAN PENGAWASAN KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI...

OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DALAM PEMBINAAN DAN PENGAWASAN KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI...

Date post: 08-Feb-2023
Category:
Upload: universitasjember
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
60
OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DALAM PEMBINAAN DAN PENGAWASAN KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI UNTUK MEWUJUDKAN KEDAULATAN MIGAS NASIONAL Lomba Karya Tulis Mahasiswa Piala Haryo Mataram Disusun Oleh: Handayani Eka Budhianita ( 120710101205) Fatchur Rochman (120710101144) i
Transcript

OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DALAM PEMBINAAN DAN

PENGAWASAN KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI UNTUK

MEWUJUDKAN KEDAULATAN MIGAS NASIONAL

Lomba Karya Tulis MahasiswaPiala Haryo Mataram

Disusun Oleh:

Handayani Eka Budhianita ( 120710101205)Fatchur Rochman (120710101144)

i

UNIVERSITAS JEMBERJEMBER2014

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan

Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, hidayah,

dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan

laporan Makalah yang berjudul “Optimalisasi Peran

Pemerintah Dalam Pembinaan Dan Pengawasan Kegiatan Usaha

Minyak Dan Gas Bumi”.

Karya Tulis Ilmiah ini dibuat dalam rangka Lomba

Karya Tulis Mahasiswa Tingkat Nasional Piala Haryo

Mataram yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan

ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada pihak-

pihak yang membantu dalam menyelesaikan Makalah ini,

khususnya kepada :

iii

Ibu Ikarini D selaku Dosen Pembimbing kami, yangdengan sabar membimbing dan mendukung kami dalampenilisan Karya Tulis Ilmiah ini sehingga dapatdiselesaikan tepat waktu,

Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikandorongan dan bantuan serta pengertian yang besarkepada penulis,

Dan tidak lupa teman-teman mahasiswa FakultasHukum Universitas Jember yang telah membantu dalampenelitian dan pengumpulan data untuk kami.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini

masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun

bahasanya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan

saran yang sifatnya membangun demi menyempurnakan

penulis ini di masa yang akan datang.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga Karya Tulis

Ilmiah ini dapat membawa manfaat terutama bagi penulis

sendiri dan para pembaca sekalian. Terimakasih.

Jember, 09

April 2014

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................i

iv

HALAMAN PENGESAHAN.................................ii

KATA PENGANTAR.....................................iii

RINGKASAN ........................................iv

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..........................1

1.2 Rumusan Masalah.........................4

1.3 Tujuan dan Manfaat......................4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Negara Kesejahteraan..............6

2.2 Pengertian Kedaulatan...................6

2.3 Kedaulatan Atas Sumber Daya Alam........7

2.4 Minyak dan Gas Bumi.....................9

2.5 Hukum Migas Nasional....................9

2.6 Dasar Hukum pengelolaan Migas di Indonesia

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian.........................12

3.2 Pendekatan Masalah......................12

3.3 Sumber Bahan Hukum

3.3.1 Bahan Hukum Primer................13

3.3.2 Bahan Hukum Sekunder..............14

3.3.3 Bahan Non Hukum...................14

3.4 ANALISA BAHAN HUKUM.....................14

BAB IV. PEMBAHASAN

4.1 Tata Kelola Migas di Indonesia Berdasarkan

UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

v

Bumi Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

36/PUU-X/2012............................16

4.2 Evaluasi Pembinaan dan Pengawasan oleh

Pemerintah dalan tata Kelola Migas......20

4.3 Upaya Optimalisasi Peran Pemerintah dalam

Pembinaan dan Pengawasan Kegiatan Usaha

Minyak dan Gas Bumi.....................22

BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan..............................30

5.2 Saran...................................30

DAFTAR PUSTAKA...................................31

BIODATA PENULIS..................................32

vi

RINGKASAN

Optimalisasi Peran Pemerintah Dalam Pembinaan DanPengawasan Kegiatan Usaha Minyak Dan Gas Bumi;Handayani Eka Budhianita, 120710101205; FatchurRochman, 120710101144; 2014: 32 halaman; Jurusan IlmuHukum, Fakultas Hukum, Universitas Jember.

Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alamyang melimpah yang mana patut disyukuri dan dipelihara.Berdasarkan Lembaga Kajian untuk ReformasiPertambangan, Energi, bahwa Indonesia memiliki potensiyang sangat besar untuk menjadi negara yang besar danmakmur. Hal ini juga didukung dengan adanya pasal 33ayat (3) Undang – Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945 yang mencerminkan bahwa adanyakomitmen negara untuk memakmurkan rakyatnya melaluisumber daya alam yang ada di wilayah negara Indonesia.Akan tetapi nilai yang terkandung dalam pasal tersebutdirasa dicederai dan menjadi norma yang kosong seiringdengan diundangkannya UU Nomor 22 Tahun 2001 tentangMinyak dan Gas Bumi, yang dirasa membuka peluang asinguntuk menguasai sumber daya alam dan hal iniberpengaruh kepada kedaulatan Indonesia atas Minyak danGas Bumi. Undang – Undang No 22 Tahun 2001 seharusnyamenjadi “jawaban” atas persoalan Minyak dan Gas Bumi di

vii

wilayah Indonesia, akan tetapi adanya Undang-Undangtersebut seolah membuat masalah baru terkait denganadanya lembaga – lembaga pengelola Minyak dan Gas Bumi,dan lemahnya peran pemerintah dalam pembinaan danpengawasannya. Oleh karena itu, diperlukan suatuoptimalisasi peran pemerintah dalam pembinaan danpengawasan kegiatan usaha minyak dan gas bumi.

Tujuan penelitian Karya Tulis Ilmiah ini yaituuntuk mengetahui pengaturan mengenai pengelolaan migasdi Indonesia; untuk mengetahui kelemahan – kelemahandalam pengaturan kelembagaan pengelola migas diIndonesia serta mengevaluasi sekaligus memberikan suatugagasan konsep pengaturan migas nasional yang lebihmenekankan pada konsep kedaulatan Negara atas SumberDaya Alam.

Tipe penelitian yang dipergunakan adalah yuridisnormatif sehingga difokuskan untuk mengkaji penerapankaidah – kaidah atau norma – norma dalam hukum positifdan kemudian dihubungkan dengan permasalahan yangmenjadi pokok pembahasan. Metode pendekatan masalahyang dipergunakan adalah metode pendekatan undang –undang dan pendekatan konseptual, yang mana pendekatanundang – undang dilakukan dengan menelaah semua undang– undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isuhukum yang sedang ditangani, sedangkan pendekatankonseptual dengan mengedepankan pandangan dan doktrinyang sedang berkembang di dalam ilmu hukum.

Pada dasarnya, tata kelola migas di Indonesiabanyak mengalami perubahan seiring dengan adanya UUNomor 22 Tahun 2001 yang menggantikan UU Nomor 8 Tahun1971. Adanya badan pengelola migas nasional sebgaiproduk UU Nomor 22 Tahun 2001 yang sebelumnya dipegangoleh Pertamina (UU Nomor 8 Tahun 1971) seakanmenimbulkan permasalahan baru dalam tata kelola migas.Permasalahan itu terkait dengan wewenang BadanPengelola yang melampaui batas terkait denganpenandatanganan Kontrak Kerja Sama dalam Migas yangpada akhirnya merugikan negara, dan menjadikanpemerintah “sejajar” dengan kontaktor padahal

viii

pemerintah adalah pemegang kuasa migas. Dengan beberapaalasan munculnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor36/PUU-X-2012 mengakibatkan adanya beberapa pembatalanpasal di dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 dan adanyapembubaran BP Migas karena dirasa bertentangan denganUUD 1945 dan “merendahkan” kedaulatan negara atasmigas. Jika dilakukan suatu evaluasi terkait denganpermasalahan migas Nasional, pemerintah sebagaipemegang peran dalam kuasa pertambangan, pembinasekaligus pengatur tata kelola migas Nasional kurangdalam pengawasan lembaga dan kewenangan sekaligus tugasdari setiap lembaga pengelola Migas yang pada akhirnyaterjadi suatu “tumpang tindih: kewenangan antarlembaga, sekaligus memberikan celah bagi asing untukmenguasai sektor Migas Indonesia yang mengakibatkankerugian bagi negara sebagai negara kesejahteraan.

Banyaknya lembaga pengelola migas dalam UU Nomor 22Tahun 2001 yang mengakibatkan kurang efektif dankerancuan atas segala kewenangan dan kebijakan,mengakibatkan kurang optimalnya sumber pendapatannegara atas Migas yang pada dasarnya migas Nasionl akandiperuntukkan untuk kesejahteraan masyarakat ( Pasal 33ayat (3) UUD 1945). Oleh karena itu, upaya optimalisasiperan pemerintah dalam pembinaan dan pengawasankegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sangat diperlukanguna kemajuan dan perbaikan sistem tata kelola Migasdan juga untuk mengembalikan kedaulatan migas kepadaPemerintah yang akan digunakan untuk kesejahteraanmasyarakat Indonesia. Pembenahan yang harus dimuat didalam Undang – Undang pengganti Undang Undang Nomor 22Tahun 2001 adalah terkait penyatuan lembaga pembinaandan pengawasan dalam usaha kegiatan migas dengan caramemberikan kewenangan pembinaan dan pengawasan kepadaKementrian yang terkait dengan sumber daya mineraldengan langkah awal menjadikan Pertamina sebagai satusatunya Perusahaan Negara yang telah ditugaskan untukmelaksanakan semua kegiatan pengolahan Minyak dan GasBumi yang dapat dikatakan sebagai pengembalian tatakelola migas kepada UU Nomor 8 tahun 1971, sehingga

ix

pemerintah akan mudah mengontrol dan mengawasi segalakegiatan terkait pengelolaan migas nasional.

Sehingga kedaulatan Migas Nasional dapat tercapaidengan terwujudnya nilai – nilai dan norma yang beradapada pasal 33 ayat (3) Undang – Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945 yang menjelaskan bahwaseluruh aspek sumber daya alam yang ada di wilayahnegara Indonesia akan digunakan untuk menjaminkemakmuran rakyat. Hal ini akan mempertegas prinsipnegara kesejahteraan yang mana berisikan upayapemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan warganyasebagai tujuan negara.

x

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuhan Yang Maha Esa menganugerahkan sumber daya

alam yang melimpah ruah kepada Bangsa Indonesia.

Emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, serta

sumber daya alam lain yang terkandung di dalam bumi

Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa

yang patut disyukuri dan dipelihara. Berdasarkan

Lembaga Kajian untuk Reformasi Pertambangan,

Energi, dan Lingkungan Hidup (ReforMiner

Institute), cadangan minyak per tahun 2011 sekitar

3,74 miliar barel, dan untuk cadangan gas bumi,

menurut catatan ReforMiner sebesar sekitar 104,71

triliun standar feet kubik/Tera Standard Cubic Feet

(TSCF). 1Survei tersebut merupakan sebuah bukti

bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar untuk

menjadi negara yang besar, dan makmur.

1 http://industri.bisnis.com/read/20130528/44/141570/minyak-indonesia-11-tahun-lagi-habis, diakses Selasa, 1 April 2014 pukul 13.12 wib.

1

Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa “

Bumi dan air serta kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai

oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk

kemakmuran rakyat. Hal ini merupakan suatu komitmen

Negara Indonesia untuk memakmurkan rakyatnya

melalui penguasaan atas sumber daya alam yang

terkandung di dalam perut bumi pertiwi Indonesia.

Dalam hal ini, hak penguasaan negara atas sumber

daya alam memberi wewenang kepada negara untuk

mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,

penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air

dan ruang angkasa serta dipergunakan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat.

Akan tetapi, Nilai-nilai yang terkandung dalam

Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 seakan hanya menjadi

norma dan nilai kosong ketika diundangkannya

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak

dan Gas Bumi. Hal ini dikarenakan dalam Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2001 tersebut pada pasal 41

ayat (2) ditegaskan bahwa Badan Pelaksana ( BP

MIGAS) memiliki tugas sebagai badan pengawas usaha

Minyak dan Gas Bumi akan tetapi, pada kenyataannya

BP Migas yang mana adalah Badan Hukum Negara, juga

menandatangani Kontrak Kerja Sama Migas yang

2

meliputi seluruh transaksi pengaturan dan jual

beli Migas Negara yang pada akhirnya menimbulkan

penurunan dan kerugian bagi negara. Oleh karena

itu, Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 dirasa

bertentangan dengan semangat yang terkandung di

dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini merupakan

sebuah ironi dimana undang-undang tersebut yang

seharusnya menjadi peraturan pelaksana atas Pasal

33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 justru mengebiri kedaulatan

Indonesia atas Minyak dan Gas Buminya sendiri. Hal

ini diperkuat dengan Menteri Negara Badan Usaha

Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan mengatakan

sebesar 75 persen proyek minyak dan gas dikuasai

oleh perusahaan asing.2

Sesungguhnya, ketika diundangkannya Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas

Bumi pada tanggal 23 November 2001, masyarakat

Indonesia mengharapkan setidaknya masalah Minyak

dan Gas akan segera teratasi. Hal ini dikarenakan

minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam

strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh

negara serta merupakan komoditas vital yang2 http://www.tempo.co/read/news/2012/10/11/090434998/75-Persen-Proyek-Minyak-dan-Gas-Dikuasai-Asing, diakses Selasa, 1 Aril 2014 pukul 13.25 wib.

3

menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai

peranan penting dalam perekonomian nasional

sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal

memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Selain itu, peraturan perundang-undangan mengenai

Minyak dan Gas Bumi merupakan peraturan perundang-

undangan yang banyak dikaji dan dianalisis oleh

para ahli karena peraturan tersebut memberikan

fondasi yang kuat dan landasan yuridis bagi suatu

sektor yang sangat penting bagi masyarakat banyak.

Namun, Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001

Tentang Minyak dan Gas Bumi menyisakan masalah

krusial. Salah satunya adalah dalam hal pengelolaan

minyak dan gas bumi. Sejak diundangkannya undang-

undang tersebut, pengelolaan minyak dan gas bumi di

Indonesia menjadi terfragmentasi ke beberapa

kementerian dan institusi. Selain Kementerian ESDM,

terdapat pula BP Migas (yang kemudian diganti

dengan SKK Migas), BPH Migas, Pertamina, PGN yang

ikut serta dalam pengelolaan migas nasional. Selain

itu, BUMD, swasta nasional dan kalangan asing ikut

meramaikan pengelolaan migas di Indonesia.

Sebagaimana yang kita ketahui, aspek

pemberdayaan perusahaan nasional dalam pengelolaan

migas meliputi sektor hulu dan sektor hilir. Kaitan

dan kontribusi masing-masing segmen tata kelola

4

migas yang terdiri atas eksplorasi, eksploitasi,

pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga

serta jasa penunjang diharapkan dapat meningkatkan

kemandirian dan daya saing perusahaan nasional.

Namun, untuk mencapai kemandirian dan daya

saing perusahaan nasional yang nantinya

berimplikasi pada kedaulatan negara tersebut

membutuhkan optimalisasi peran pemerintah dalam hal

pembinan dan pengawasan pengelolaan Minyak dan Gas

Bumi. Dengan banyaknya lembaga pengelolaan migas

yang ada di Indonesia sangatlah sulit untuk

mencapai tujuan tersebut. Menyimak permasalahan di

atas yang begitu kompleks, maka penulis tertarik

untuk mengadakan penelitian dengan judul

“OPTIMALISASI PERAN PEMERINTAH DALAM PEMBINAAN DAN

PENGAWASAN KEGIATAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI UNTUK

MEWUJUDKAN KEDAULATAN MIGAS NASIONAL” agar tercipta

paradigma baru mengenai optimalisasi peran

pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan migas

nasional ditinjau dari aspek kelembagaan pengelola

migas nasional.

1.2 Rumusan Masalah

5

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut

diatas, maka dapat dirumuskan pokok-pokok

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah mekanisme tata kelola migas

di Indonesia berdasarkan UU no 22 tahun

2001 tentang Minyak dan Gas Bumi pasca

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

36/PUU-X/2012?

2. Bagaimana bentuk evaluasi pembinaan dan

pengawasan pemerintah dalam tata kelola

migas?

3. Bagaimanakah upaya untuk

mengoptimalisasikan Peran Pemerintah

dalam Pembinaan dan Pengawasan Kegiatan

Usaha Minyak dan Gas Bumi?

1.3 Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis,

adalah:

1. Sebagai tujuan deskriptif, yaitu untuk

mengetahui pengaturan mengenai

pengelolaan migas di Indonesia.

2. Sebagai tujuan edukatif, yaitu untuk

mengetahui kelemahan-kelemahan dalam

6

pengaturan kelembagaan pengelola migas

di Indonesia.

3. Sebagai tujuan kreatif, yaitu untuk

menciptakan suatu konsep pengaturan

mengenai migas Nasional yang lebih

menekankan pada konsep kedaulatan Negara

atas Sumber Daya Alam.

Adapun manfaat yang ingin dicapai penulis,

adalah

1. Secara akademis, penelitian ini

diharapkan dapat berfungsi sebagai

referensi mengenai pengaturan mengenai

pengelolaan migas di Indonesia.

2. Secara praktis, penelitian ini

diharapkan dapat memberi kontribusi

pemikiran dan bahan masukan dalam upaya

untuk mewujudkan kedaulatan Migas

Nasional, baik bagi masyarakat, maupun

bagi DPR dan Presiden, selaku lembaga

yang berwenang untuk membuat undang-

undang.

3. Secara teoritis, penelitian ini

diharapkan dapat menjadi wacana

pengembangan ilmu hukum, terutama

mengenai pengaturan mengenai migas

Nasional yang lebih menekankan pada

7

konsep kedaulatan Negara atas Sumber

Daya Alam.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Negara Kesejahteraan

8

Menurut J.M Keynes, Welfare State atau negara

kesejahteraan adalah negara yang pemerintahnya

menjamin terselenggaranya kesejahteraan rakyat.

Dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya, harus

didasarkan pada lima pilar kenegaraan, yaitu

Demokrasi, Penegakan hukum, perlindungan Hak asasi

Manusia, Keadilan Sosial dan Anti diskriminasi.

Negara Kesejahteraan sangat erat kaitannya dengan

kebijakan sosial (social policy) yang mana berisikan

upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan

warganya, terutama melalui perlindungan sosial yang

mencakup jaminan sosial yang ditujukan untuk

kesejahteraan warga negara secara adil dan

berkelanjutan.

Definisi welfare State atau negara

kesejahteraan juga ada dalam collin colbuid English

Dictionary dikutip Safri Nugraha menyebutkan :

Negara Kesejahteraan adalah suatu sistem

pemerintahan yang menyediakan pelayanan sosial

secara dalam hal: kesehatan, pendidikan, dan bantuan

keuangan tidak mampu bekerja karena usia lanjut,

pengangguran atau sakit. 3 Oleh karena itu, secara

garis besar bahwa negara kesejahteraan mengedepankan

terhadap langkah-langkah pemerintah demi mewujudkan3 Collin Colbuild English Dictionary, 1997, hal. 1898, dalam SafriNugraha, Pivatisation of SiafeEnterprises ln The 20th Century A Step Forwards Or Backwards, Fakultas Hukum Ul,Jakarta, 2004, hal. 1.

9

suatu kesejahteraan dalam segala aspek kehidupan

bernegara.

2.2 Pengertian Kedaulatan

Kedaulatan dari Bahasa latin “supremus” yang

artinya supremasi sama dengan di atas dan menguasai

segalanya. Dalam Negara kedaulatan mempunyai arti

kekuasaan tertinggi yang mengatasi segala kekuasaan

lainnya kecuali kekuasaan Tuhan.4 Ciri khas

kedaulatan adalah kekuasaan itu sama sekali tidak

terikat dan tidak dibatasi oleh apapun. 5Kedaulatan

adalah suatu kekuasaan tertinggi pada suatu Negara

yang berlaku terhadap seluruh wilayah dalam suatu

Negara tersebut.

Kedaulatan adalah atribut dari suatu negara,

yaitu sebagai atribut hukum negara. Dalam arti

sempit, kedaulatan dapat diartikan kemerdekaan

sepenuhnya. Dalam arti luas kedaulatan dapat

diartikan sebagai kekuasaan tertinggi yang merdeka

dari pengaruh kekuasaan lainnya di muka bumi.

Kedaulatan adalah suatu hak eksklusif untuk

menguasai suatu wilayah pemerintahan, masyarakat,

atau atas diri sendiri terdapat penganut dalam dua

4 Suryono,Hasan, 2008, Ilmu Negara. Solo: UNSPress, hal. 535 Ibid.

10

teori yaitu berdasarkan pemberian dari Tuhan atau

Masyarakat.6

Dalam hukum konstitusi dan internasional,

konsep kedaulatan terkait dengan suatu pemerintahan

yang memiliki kendali penuh urusan dalam negerinya

sendiri dalam suatu wilayah atau batas teritorial

atau geografisnya, dan dalam konteks tertentu

terkait dengan berbagai organisasi atau lembaga yang

memiliki yurisdiksi hukum sendiri. Dalam menjalankan

kekuasaannya, setiap negara mempunyai cara-cara yang

berbeda. Oleh sebab itu, kedaulatan suatu negara

juga ada bermacam-macam antara lain kedaulatan

Negara, Hukum, Rakyat.

2.3 Kedaulatan Atas Sumber Daya Alam

Kedaulatan negara atas Sumber Daya Alam (SDA)

adalah kata lain dari “dikuasai oleh negara”. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ada tiga kosa

kata yang terkait dengan kedaulatan, yaitu daulat;

berdaulat; dan kedaulatan yang masing-masing berarti

“kekuasaan”, “mempunyai kekuasaan tertinggi atas

suatu pemerintahan negara atau daerah”, dan

“kekuasaan tertinggi atas pemerintahan negara,

6http://blogbelajar-pintar.blogspot.com/2014/01/pengertian- kedaulatan.html diakses pada 02 Maret 2014.

11

daerah, dan sebagainya”7. Dengan demikian, kedaulatan

atas sumber daya alam berarti kekuasaan tertinggi

yang dimiliki negara atas sumber daya alam.

Pengertian “dikuasai oleh negara” juga mencakup

makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang

bersumber dan diturunkan dari konsep kedaulatan

rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan “bumi,

air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”,

termasuk pula di dalamnya pengertian publik oleh

kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan

dimaksud.

Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh

UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk

mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan

(bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan

(beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk

tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.8 Prinsip

”dikuasai negara” tersebut dijabarkan dalam

peraturan perundang-undangan di bidang SDA yang

lahir pascakemerdekaan maupun pascareformasi, di

antaranya Undang-Undang No. 37 Prp Tahun 1960

tentang Pertambangan sebagaimana telah diganti

dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan terakhir7 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI); hal. 968 Saleng, Abrar. 2000. Hubungan Hukum Antara Pemerintah dengan Badan Usaha Swasta dalam Berbagai Pola Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Pertambangan. Jurnal Hukum, Yogyakarta : UII

12

diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

tentang Pertambangan Mineral dan Batubara untuk

kegiatan usaha di bidang pertambangan umum dan

Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang

Pertambangan Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah

diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001

tentang Minyak dan Gas Bumi untuk kegiatan usaha di

bidang migas.9

2.4Minyak dan Gas Bumi

Ketentuan Undang-undang Nomor 22 tahun 2001

pasal 4 ayat 1 menyatakan bahwa Minyak dan Gas Bumi

merupakan sumber daya alam strategis tak terbarukan

yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan

Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai

oleh negara.

Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001

Tentang Minyak dan Gas Bumi mendefinisikan minyak

bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon

yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer

berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin

mineral atau ozokerit dan bitumen yang diperoleh

9 Ibid,

13

dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk

batubara atau endapan hidrokarbon lain yang

berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang

tidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan

gas bumi.

Gas bumi menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 22

Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi adalah hasil

proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi

tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas

yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan

Gas Bumi. Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan

Gas Bumi berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor

22 Tahun 2001 pasal 2, didasarkan pada ekonomi

kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan,

keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama dan

kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan

dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan.

2.5Hukum Migas Nasional

Konsepsi dasar pengusahaan pertambangan migas

di Indonesia adalah pasal 33 ayat 3 UUD 1945

dinyatakan “Bumi, air dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran

rakyat”. Kewenangan Negara selanjutnya dinyatakan

14

dalam pasal 2 ayat 2 UUPA No 5 tahun 1960, yang

meliputi :

1.Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan,

penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air

dan ruang angkasa tersebut.

2.Menentukan dan mengatur hubungan hubungan hukum

antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang

angkasa.

3.Menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum

antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum

yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Sedangkan pada pasal 2 ayat 3 UUPA No 5 tahun

1960, menyatakan bahwa “wewenang yang bersumber

pada Hak Menguasai dari Negara pada ayat 2 pasal

ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar

kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan,

kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan

negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat,

adil dan makmur. Pasal 33 UUD 1945, menjadi dasar

bagi eksploitasi sumber daya alam yang ada di

Indonesia. Konteks “Hak Menguasai Negara” menjadi

dasar untuk negara memiliki kekuasaan yang penuh

untuk pengelolaan sumber daya Indonesia. Migas

sebagai cabang produksi yang penting bagi negara

15

dan menguasai hajat hidup orang banyak termasuk

sumber daya alam yang dikuasai negara.

2.6 Dasar Hukum Pengelolaan Migas di Indonesia

Minyak dan gas bumi (MIGAS) adalah kekayaan

alam sebagai karunia Tuhan yang diberikankepada

bangsa Indonesia.10 Pengaturan hukum Migas di

Indonesia, pada tataran konstitusi diatur dalam

pasal 33 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945. Pasal 33 ayat 2,

menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang

penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup

orang banyak dikuasai oleh negara. Selanjutnya

pasal 33 ayat 3 menegaskan bahwa Bumi, air dan

Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai

oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Pada tataran legislasi,

perangkat pengaturan hukum Migas diatur dalam

Undang- Undang nomor 44 tahun 1960 tentang

pertambangan minyak dan Gas Bumi. Undang-undang

nomer 15 tahun 1962 tetang Penetapan Pengaturan

Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 2 tahun

1962 tentang Kewajiban Perusahaan Minyak memenuhi

kebutuhan dalam negara dan Undang-undang Nomor 8

10 Boedi Harsono, 1997:217

16

tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak

dan Gas Bumi Negara.

Mengingat undang - undang ini sudah tidak

sesuai lagi dengan perkembangan sekarang dan

kebutuhan masa depan, maka diadakan penyempurnaan,

yakni dengan undang-undang nomor 22 tahun 2001

tentang minyak Bumi dan Gas Bumi. Undang-undang ini

telah membawa perubahan besar baik dalam sektor

hulu maupun sektor hilir. Diantaranya adalah

mengubah sistem monopoli ke arah sistem kompetisi,

liberalisasi harga BBM, diciptakan badan baru yakni

badan pelaksana dan badan pengatur yang

menggantikan fungsi dan peran Pertamina selama

ini.11

Karena dianggap bertentangan dengan pasal 33

ayat 2 dan ayat 3 UUD Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, maka pada tanggal 14 Januari 2003

diaajukan Judicial Review UU Migas No 22 tahun

2001, ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pada tataran

Regulasi pemerintah telah mengeluarkan Peraturan

Pemerintah Nomer 42 tahun 2002 tentang Badan

Pelaksana Kegiatan Usaha hulu Migas, Peraturan

Pemerintah Nomor 35 tahun 2004 sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Pemerintah nomer 34 tahun

2005 tentang kegiatan usaha Migas, Peraturan11 http:// MIGAS Analisis Mafia Migas Carut Marut Pengelolaan Migas di Indonesia - Eramuslim.html diakses tanggal 03 April 2014

17

Pemerintah nomer 36 tahun 2004 tentang usaha hilir

migas, Peraturan Pemerintah nomer 1 tahun 2006

tentang besaran dan penggunaan iuran badan usaha

dalam kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian

bahan bakar minyak dan pengangkutan Gas Bumi

melalui pipa; Perpres nomer 5 tahun 2006 tentang

kebijakan energi nasional.

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan faktor penting

untuk penulisan yang bersifat ilmiah, metodologi

merupakan cara kerja bagaimana menemukan atau

memperoleh sesuatu atau menjalankan suatu kegiatan

untuk memperoleh hasil yang konkrit dan cara utama

untuk mencapai tujuan. Bahwa penelitian hukum

adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum

guna menjawab isu hukum yang dihadapi.12

Sehubungan dengan hal tersebut, agar tercipta

suatu karya tulis yang sistematis dan terarah untuk

menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru

yang sesuai dengan perkembangan yang ada, maka

dalam penelitian skripsi ini akan digunakan metode12 Peter Mahmud Marzuki.2010.(Penelitian Hukum.Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hlm.35

18

penelitian sebagai berikut:

3.1Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang dipergunakan dalam

penulisan karya ilmiah ini adalah yuridis normatif.

Yuridis normatif adalah penelitian yang difokuskan

untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-

norma dalam hukum positif. Kemudian dihubungkan

dengan permasalahan-permasalahan yang menjadi pokok

pembahasan.13

3.2Pendekatan Masalah

Metode pendekatan masalah yang dipergunakan

dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode

pendekatan undang-undang (statute approach) dan

pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan

undang-undang (statute approach) dilakukan dengan

menelaah semua undang-undang dan regulasi yang

bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang

ditangani. Sedangkan pendekatan konseptual

(conceptual approach) beranjak dari pandangan-pandangan

dan doktrin-doktrin yang sedang berkembang di dalam

ilmu hukum.14 Dalam karya ilmiah ini, peraturan13 Ibid, hlm. 2914 Ibid, hlm. 95

19

perundang-undangan yang dijadikan pokok kajian

adalah Undang-Undang no 22 tahun 2001 tentang

Minyak dan Gas Bumi

3.3Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum merupakan sarana dan alat dari

suatu penelitian yang digukana untuk memecahkan isu

hukum dan sekaligus memberikan perskripsi mengenai

apa yang seharusnya diperlukan sumber-sumber

penelitian. Sumber hukum yang digunakan dalam karya

tulis ilmiah ini, yaitu:

3.3.1Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer mempunyai sifat

autiritatif, yang artinya mempunyai otoritas.

Bahan hukum primer terdiri dari perundang-

undangan, catatan-catatan resmi atau risalah

dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan

hakim.15 Bahan hukum primer yang digunakan

dalam penelitian karya tulis ilmiah ini,

terdiri dari:

1. Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945

2. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1971 Tentang

Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi

15 Ibid, hlm. 141

20

Negara

3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001

Tentang Minyak Dan Gas Bumi

4. Putusan Mahkamah Konstusi Nomor 36/PUU-

X/2012

3.3.2 Bahan Hukum Sekunder

Sumber bahan hukum sekunder merupakan

semua publikasi tentang hukum yang bukan

dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum

tersebut meliputi buku-buku teks, kamus hukum,

jurnal hukum, dan komentar atau putusan

pegadilan.16 Dalam Karya Tulis Ilmiah ini,

penulis menggunakan buku – buku teks dibidang

Ilmu Negara, Hukum Pertambangan, Buku tentang

Minyak dan Gas Bumi, Jurnal – Jurnal Hukum

serta Putusan pengadilan Mahkamah Konstitusi

Nomor 36/PUU-X/2012.

3.3.3 Bahan Non Hukum

Sumber bahan non hukum sebagai penunjang

dari sumber bahan hukum primer dan sekunder.

Bahan non hukum dapat berupa buku, jurnal,

laporan, penelitian, dan lain-lain (buku-buku

politik, ekonomi, teknik, filsafat,

kedokteran, kebudayaan, dan lain-lain)

16 Ibid,

21

sepanjang relevan dengan objek penelitian.17

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, bahan

non hukum yang dihunakan oleh penulis berupa

buku pedoman penulisan karya ilmiah dan bahan-

bahan lain berupa informasi dari internet.

3.4Analisa Bahan Hukum

Metode analisis bahan hukum yang penulis

gunakan dalam skripsi ini adalah menggunakan

analisis deduktif, yaitu cara melihat suatu

permasalahan secara umum sampai dengan pada hal-hal

yang besifat khusus untuk mencapai perskripsi atau

maksud yang sebenarnya. Langkah selanjutnya yang

digunakan dalam melakukan suatu penelitian hukum

adalah:

1. Megidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir

hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu

hukum yang hendak dipecahkan;

2. Pengumpulan bahan-bahan hukum dan bahan-bahan

non hukum yang dipandang mempunyai relevansi;

3. Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan

berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan;

17 Ibid, hlm. 143-144

22

4. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi dan

menjawab isu hukum; dan

5. Memberikan perskripsi berdasarkan argumentasi

yang telah dibangun di dalam kesimpulan.18

Berdasarkan metode penelitian yang diuraikan di

atas diharapkan di dalam penulisan skripsi ini

mampu memperoleh jawaban atas rumusan masalah

sehingga memperoleh hasil yang dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah

dan dapat memberikan preskripsi mengenai apa yang

seharusnya dilakukan dan diterapkan.

BAB IV

18 Ibid, hlm. 171

23

PEMBAHASAN

4.1 Tata Kelola Migas di Indonesia Berdasarkan UU

Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

36/PUU-X/2012.

Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam

strategis tidak terbarukan merupakan komoditas vital

yang menguasai hajat hidup orang banyak dan

pengelolaannya untuk sebesar-besar kemakmuran dan

kesejahteraan rakyat. Tidak dapat dipungkiri bahwa

kekuatan Migas sebagai aset pendapatan negara sangat

besar, sehingga perlu adanya suatu “aturan main”

yang relevan sebagai acuan pemerintah untuk

melaksanakan segala aktivitasnya.

Seiring dengan perkembangan kebutuhan

masyarakat dan perkembangan jaman, peraturan

perundang undangan yang mengatur tentang Sumber Daya

Alam (Mnyak dan Gas Bumi) mengalami pembaharuan

karena dirasa sudah tidak relevan untuk diterapkan

mulai tataran Undang- Undang nomor 44 tahun 1960

tentang pertambangan minyak dan Gas Bumi, Undang-

undang nomor 15 tahun 1962 tetang Penetapan

Pengaturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor

24

2 tahun 1962 tentang Kewajiban Perusahaan Minyak

memenuhi kebutuhan dalam negara ,dan Undang-undang

Nomor 8 tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan

Minyak dan Gas Bumi Negara dan diperbaharui dengan

UU Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi.

Jika ditelaah antara UU Nomor 8 tahun 1971 dan

UU Nomor 22 tahun 2001, telah terjadi suatu

perubahan regulasi yang sangat signifikan yang pada

akhirnya membuat kerancuan dalam tata kelola Migas

Nasional. Ketika UU No.8 tahun 1971 masih berlaku,

Pertamina berperan sebagai satu-satunya perusahaan

migas negara dan sebagai pemegang kuasa bisnis

(economic/business rights). Di bawah kendali Pertamina,

para investor bersedia bekerja

sama dengan Pertamina atas kontrak-kontrak kerja

yang telah disepakati, oleh karena itu pemenuhan

kebutuhan energi Indonesia jauh lebih baik dan

meningkat pesat. Berbeda ketika berlakunya UU Nomor

22 tahun 2001 yang mana salah satu hal utama sebagai

konsekuensi pengesahan UU Nomor 22 tahun 2001 ini

adalah perlu dibentuknya adanya Badan Pelaksana

(dibentuk BPMIGAS) dan Badan Pengatur  (dibentuk BPH

MIGAS) serta perubahan bentuk  PERTAMINA menjadi

persero yang mana PERTAMINA bukan lagi sebagai

perusahaan pengelola dan pemegang kuasa

pertambangan. Dalam kegiatan hulu PERTAMINA akan

25

menjadi perusahaan yang diberlakukan seperti

perusahaan-perusahaan kontraktor. Dan akhirnya

PERTAMINA juga menandatangani KKKS dengan BP MIGAS

pada tanggal 17 September 200519.

Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan

Gas Bumi BPMIGAS dibentuk pada tanggal 16

Juli 200220 berperan sebagai pembina dan

pengawas Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di

dalam menjalankan kegiatan eksplorasi, eksploitasi

dan pemasaran migas Indonesia. BPMIGAS berwenang

sebagai wakil pemerintah untuk mengatur masalah

pengawasan dan pembinaan kegiatan Kontrak Kerja Sama

yang sebelumnya dikerjakan oleh PERTAMINA. BP Migas

kemudian mengambil alih kendali Pertamina sebagai

pemegang kuasa bisnis migas yang notabene National Oil

Company di Indonesia selain itu, keputusan kontrak-

kontrak kerja dengan investor dialihkan kepada BP

MIGAS selaku badan ‘independen’ hukum negara. Bahkan

pada pasal 44 ayat (3) poin (b) salah satu tugas BP

Migas adalah melaksanakan penandatanganan kontrak

kerja sama, yang mana wewenang tersebut dirasa

kurang wajar karena tugas dari BP Migas hanya

menjadi badan yang memberikan pertimbangan dan

melakukan pengawasan usaha migas di Indonesia.

19 http://MIGAS/Analisis Mafia - Migas Carut Marut Pengelolaan Migas diIndonesia Eramuslim.htm diakses pada tanggal 05 April 2014.20 Ibid,

26

Berdasarkan fakta tugas BP Migas berdasarkan UU

tersebut, kontraktor asing yang akan mengusahakan

migas di Indonesia, langsung menandatangani kontrak

dengan BP MIGAS sebagai representasi Pemerintah.

Secara tidak langsung, UU No 22 tahun 2001 ini

menjadikan posisi Pemerintah “sejajar” dengan

kontraktor asing. Selain itu, BP MIGAS sebagai

institusi yang akan menerima dan mengelola migas

bagian negara, bukanlah institusi bisnis namun BP

Migas juga memiliki tugas untuk menandatangani

kontrak kerja sama dengan konsekwensi bahwa BPMIGAS

tidak dapat melakukan sendiri jual-beli migas yang

menjadi bagian Negara, yang mana hal itu dapat

merugikan dan menurunkan pendapatan Negara atas

Migas.

Selain itu berlakunya UU Nomor 22 tahun 2001

menyebabkan penurunan investasi Migas karena

sebelumnya, pada UU Nomor 8 tahun 1971  investor

cukup melalui Pertamina namun, ketika berlakunya UU

Nomor 22 tahun 2001 investor harus mengikuti tiga

birokrasi lembaga pengelola migas yaitu ESDM, BP

MIGAS dan Depkeu cq Bea Cukai. Selain birokrasi yang

lebih panjang, investor juga harus melalui pintau

Bea Cukai, untuk mendatangkan berbagai peralatan

yang akan digunakan untuk kegiatan ekslorasi.

Padahal, seharusnya ada keringanan bagi investor

27

yang akan melakukan kegiatan eksplorasi yang pada

akhirnya menyebabkan penurunan investasi Migas di

Indonesia.

Apabila dilihat secara global bahwa berlakunya

UU No 22 tahun 2001 yang mana sebagai implementasi

UUD 1945 secara tidak langsung membuka liberalisasi

dan penguasaan asing secara besar-besaran ladang

minyak dan gas bumi Indonesia, yang pada akhirnya

masalah masalah pengelolaan minyak dan gas bumi

mempengaruhi kedaulatan energi migas nasional.

Selain itu, UU No 22 tahun 2001 ini telah membawa

perubahan besar baik dalam sektor hulu maupun sektor

hilir. Diantaranya adalah mengubah sistem monopoli

ke arah sistem kompetisi, liberalisasi harga BBM,

diciptakan badan baru yakni badan pelaksana dan

badan pengatur yang menggantikan fungsi dan peran

Pertamina selama ini. Karena dianggap bertentangan

dengan pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 UUD Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, maka diajukannya

Judicial Review UU Migas No 22 tahun 2001, ke Mahkamah

Konstitusi (MK).

Dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 36/PUU/-X/2012 terkait dengan peninjauan

kembali (Judicial Review) UU Nomor 22 tahun 2001 tentang

Minyak dan Gas Bumi, maka secara garis besar, ada

dua sub item yang ditekankan oleh Mahkamah

28

Konstitusi yaitu terkait dengan pembatalan pasal 1

angka 23 dan pasal 4 ayat, pasal 41 ayat 2, pasal

44, pasal 45, pasal 48, pasal 59 huruf a dan pasal

61 dan pasal 63 UU No 22 tahun 2001 tentang Minyak

dan Gas Bumi, yang mana bertentangan dengan UU 1945

demi mengembalikan kedaulatan Migas kepada

Pemerintah sebagai pemegang peran kuasa

pertambangan. Selain itu, adanya Putusan MK No

36/PUU-X/2012 memutuskan ketentuan yang berkaitan BP

Migas inkonstitusional oleh karena itu BP Migas

dinyatakan bubar sejak putusan dikeluarkan oleh MK.

Putusan MK yang  dibacakan pada 13 November

2012, sebagai ‘jawaban’ atas permohonan pengujian UU

No. 22 Tahun 200121 mengakibatkan Pemerintah dengan

cepat membuat alur teknis terkait dengan

pengelolaan Migas untuk menindaklanjuti pembubaran

BP Migas. Alur teknis yang dibuat oleh pemerintah

antara lain dengan keluarnya Peraturan Presiden

(Perpres) Nomor 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan

Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu

Minyak dan Gas Bumi. Ada tiga pasal yang diatur

yaitu kepastian kontrak kerjasama dimuat dalam pasal

2 Perpres, yang menegaskan semua Kontrak Kerja Sama

(KKS) yang ditandatangani antara BP Migas dengan

badan usaha atau bentuk usaha tetap, tetap berlaku21 Listianah : Membaca Tiga Regulasi Pasca Pembubaran BP Migas; hukumonline.com.html.

29

sampai masa berlakunya berakhir. Dua pasal lain

mengatur tentang pengalihan tugas, fungsi dan

organisasi BP Migas ke Kementerian Energi dan Sumber

Daya Mineral (ESDM). Pasal 3 memberi wewenang kepada

Menteri ESDM melanjutkan seluruh proses pengelolaan

kegiatan usaha hulu migas yang selama ini ditangani

BP Migas, yang mana disertai dengan pembentukan

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu

Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), hal ini dilakukan

guna menjamin kelangsungan kegiatan usaha hulu

minyak dan gas bumi, yang seharusnya dilakukan

menurut dengam UU Revisi yang sedang dirancang oleh

DPR.

4.2 Evaluasi Pembinaan dan Pengawasan oleh Pemerintah

dalam Tata Kelola Migas

Berdasarkan Undang-Undang nomer 22 tahun 2001

terdapat beberapa peran yang harus dilakukan oleh

pemerintah antara lain : (1) Peran sebagai pemegang

kuasa pertambangan. Dalam hal penguasaan dan

pengusahaan migas, pasal 4 ayat (2) UU Migas

menetapkan bahwa penguasaan migas oleh negara

diselenggarakan oleh pemerintah sebagai pemegang

kuasa pertambangan. Selanjutnya pada ayat (3)-nya

dinyatakan bahwa pemerintah sebagai pemegang kuasa

30

membentuk Badan Pelaksana (BP) sebagaimana dimaksud

dalam pasal 1 angka 23 untuk melakukan pengendalian

kegiatan usaha hulu migas. Posisi kontraktor adalah

subordinasi dari pemerintah sebagai yang memiliki

wewenang dalam pertambangan migas. Akan tetapi dalam

UU Nomor 22 Tahun 2001 kuasa pertambangan sebagai

wujud kedulatan negara atas migas ternyata tidak

secara tegas diatur sebagaimana halnya di dalam UU

No. 8 Tahun 1971 tentang perusahaan pertambangan

minyak dan gas bumi negara (Pertamina). Bahkan ada

kecenderungan UU No 22 Tahun 2001 bahwa kuasa

pertambangan setelah diperoleh oleh pemerintah dari

negara bersadarkan pasal 4 ayat 1 dan ayat 2

ternyata oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

diserahkan wewenangnya kepada pelaku usaha melalui

pasal 1 angka 5 dan pasal 12 ayat 3.22

Peran Pemerintah selanjutnya yaitu (2) Peran

sebagai pembina, (3) Peran sebagai pengatur dan ,

(4) Peran sebagai pengawas . Pasal 38 Undang undang

tahun 2001, menegaskan bahwa pembinaan terhadap

kegiatan usaha Migas dilakukan oleh pemerintah.

Pembinaan tersebut meliputi; (1) Penyelenggaraan

utusan pemerintah di bidang kegiatan usaha Migas,

(2) Penetapan kebijakan mengenai kegiatan usaha

Migas berdasarkan cadangan dan potensi sumber daya

22 Kurtubi, 2004:14

31

Migas yang dimiliki, kemampuan produksi, kebutuhan

bahanbakar minyak dan gas bumi dalam negeri,

penguasaan teknologi, aspek lingkungan dan

pelestarian lingkungan hidup, kemampuan nasional dan

kebijakan.23

Berkaitan dengan pasal 12 ayat 3 Mahkamah

Konstitusi memutuskan agar direvisi oleh pemerintah,

karena bertentangan dengan UUD 1945. Pasal tersebut

membuka tafsir bahwa kewenangan yang dimiliki oleh

pemerintah telah diserahkan sepenuhnya pada

kontraktor. Konsep ini berarti UU Migas mereduksi

kuasa pertambangan yang dimiliki pemerintah sebagai

wujud kedaulatan negara atas tambang Migas. Ini juga

berarti menghilangkan kekuasaan kostitusional negara

atas bahan tambang migas24. Hal ini disebabkan karena

kurangnya pengawasan pemerintah dalam tugas dan

wewenang Badan pengelola Migas yang mana berkaitan

dengan penandatanganan Kontrak Kerja Sama yang tidak

seharusnya dilakukan oleh BP Migas yang cenderung

“mengecilkan” Peran Pemerintah sebagai pemegang

kuasa pertambangan yang pada akhirnya menimbulkan

suatu kerugian bagi negara.

Jika dilihat dari sisi pembinaan dalam tata

kelola migas secara struktural, dengan banyaknya

23 Abrar Saleng, 2004:3324

32

sektor lembaga pengelola migas dalam negara yang

dirasa memiliki tugas dan wewenang yang saling

“tumpang tindih” dan ‘ketidakjelasan” tugas yang

dibebankan kepada suatu lembaga pengelola,

menyebabkan pemerintah kurang fokus dalam pembinaan

dan pengawasan sehingga dapat secara tidak langsung

membuka celah bagi asing untuk menguasai sektor

migas yang ada di dalam Negara yang dapat dilihat

dari kedudukan pemerintah dan kontraktor yang

dirasa”sejajar” dan menyebabkan tercorengnya

kedaulatan Migas Nasional.

4.3 Upaya Optimalisasi Peran Pemerintah dalam

Pembinaan dan Pengawasan Kegiatan Usaha Minyak dan

Gas Bumi.

Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam

strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara

serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat

hidup orang banyak. Hal ini dikarenakan Migas yang

merupakan sumber energi yang tidak dapat diproduksi

kembali dan habis sekali pakai adalah sumber energi

yang paling banyak digunakan untuk menggerakkan

perekonomian nasional. Karena mempunyai peranan

penting dalam perekonomian nasional inilah,

pengelolaan minyak dan gas bumi harus dapat secara

33

maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan

rakyat. Hal inilah yang menjadi landasan filosofi

dalam pengelolaan Migas, bahwa pengelolaan Migas

harus dapat memberikan kemakmuran dan kesejahteraan

secara maksimal bagi rakyat Indonesia.

Pasal 33 UUD Tahun 1945 merupakan landasan

yuridis konstitusional bagi negara/pemerintah dalam

pengelolaan Migas. Pasal 33 ayat (2) menyebutkan:

’Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang

menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara’.

Kemudian Pasal 33 ayat (3) menyebutkan: ’Bumi, air dan

kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara

dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat’.

Pasal 33 ayat (2) dan (3) tersebut menegaskan

bahwa negara memiliki kekuasaan atas cabang-cabang

produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai

hajat hidup orang banyak. Sebagaimana yang kita

ketahui, Migas merupakan komoditi yang menguasai

hajat hidup orang banyak, oleh karena itu, harus

dikuasai oleh negara. Kekuasaan negara tersebut

diwujudkan dalam bentuk hak menguasai atas sumber

alam oleh negara.

Undang-Undang Tentang Minyak dan Gas Bumi

menyebutkan bahwa

“Berdasarkan jiwa Pasal 33 ayat (3) Undang-UndangDasar 1945, Minyak dan Gas Bumi sebagai sumberdaya alam strategis yang terkandung di dalam bumi

34

Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakankekayaan nasional yang dikuasai negara. Penguasaanoleh negara sebagaimana dimaksud di atas adalahagar kekayaan nasional tersebut dimanfaatkan bagisebesar-besar kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.Dengan demikian, baik perseorangan, masyarakatmaupun pelaku usaha, sekalipun memiliki hak atassebidang tanah di permukaan, tidak mempunyai hakmenguasai ataupun memiliki Minyak dan Gas Bumiyang terkandung dibawahnya.”25

Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 33 tersebut di

atas, terdapat hak negara untuk menguasai sumber

daya alam, termasuk sumber alam Migas untuk

dipergunakan sebagai sarana memakmurkan rakyat.

Konsep dasar hak menguasai negara atas Migas ini

memberi kewenangan luas bagi negara untuk mengatur

dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,

persediaan dan pemeliharaan Migas, menentukan dan

mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang

(badan usaha) dengan Migas, dan menentukan dan

mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang

dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai Migas.

Migas dipandang merupakan salah satu cabang

produksi yang penting bagi negara yang penguasaannya

harus diserahkan kepada negara, karena migas

merupakan cabang produksi energi yang menguasasi

hajat hidup orang banyak. Hal ini dijabarkan lebih

jauh bahwa setidaknya terdapat 11 undang-undang yang

25 Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 22 Tahun 2001

35

mengatur hak negara dalam sektor-sektor khusus yang

merupakan cabang produksi yang penting bagi negara

dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Hak

negara dimaksud tertuang antara lain dalam: UU No. 5

tahun 1960 tentang Pokok Agraria; UU No. 5 tahun

1967 tentang Pokok Kehutanan; UU No. 11 tahun 1967

tentang Pokok Pertambangan; UU No. 1 tahun 1973

tentang Landasan kontinen; UU No. 11 tahun 1974

tentang Ketentuan Pokok Pengairan; UU 13 Tahun 1980

tentang Jalan; UU No. 20 tahun 1989 tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan; UU

No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Pengelolaan Lingkungan Hidup; UU No. 9 tahun 1985

tentang Ketentuan Pokok Perikanan; UU No. 5 tahun

1984 tentang Perindustrian; UU No. 5 tahun 1990

tentang Konservasi Sumber Daya Hayati.26

Kekuasaan negara atas sumber daya alam,

mengandung arti harafiah bahwa negara harus bisa

membuat kebijakan, mengatur, membina, dan mengawasi

kegiatan pemanfaatan sumber daya alam Migas

tersebut. Penguasaan negara atas sumber daya alam

tidak harus dilakukan melalui BUMN, namun bukan

berarti begitu saja diserahkan pengelolaan sepenuh-

nya ke pihak asing atau pihak-pihak yang tidak

26 ’Membumikan Mandat Pasal 33 UUD 45’, dalamhttp://www.pacific.net.id/~dede_s/Mem bumikan.html , diaksesSenin, 7 April 2014, pukul 12.52 wib

36

bertanggung jawab. Negara masih menguasai Migas di

Indonesia. Negara tetap mengurus, mengatur dan

mengawasi pelaku kegiatannya. Tanggungjawab

pemerintah dalam hal kebijakan dan regulasi ada di

tangan Departemen Energi Sumber Daya Mineral,

sementara untuk pengawasan dan pembinaannya ada di

bawah Badan Pelaksana Migas.27

Dalam hal pembinaan terhadap kegiatan usaha

minyak dan gas bumi, Pemerintah harus cermat,

transparan, dan adil yang pelaksanaannya meliputi:

a) penyelenggaraan urusan Pemerintah di bidang

kegiatan usaha minyak dan gas bumi; dan b) penetapan

kebijakan mengenai kegiatan usaha minyak dan gas

bumi berdasarkan cadangan dan potensi sumber daya

minyak dan gas bumi yang dimiliki, kemampuan

produksi, kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas

bumi dalam negeri, penguasaan teknologi, aspek

lingkungan dan pelestarian lingkungan hidup,

kemampuan nasional, dan kebijakan pembangunan.28

Dalam kerangka pembinaan, badan usaha atau

Bentuk Usaha Tetap wajib menjamin standar dan mutu

yang berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku serta menerapkan

27Negara Masih Kuasai Sumber Daya Alam Indonesia’dalam http://www.esdm.go.id/berita/migas/40-migas/2539-negara-masih-kuasai-sumber-daya-alam-indonesia.html, diakses Senin,tanggal 7 April 2014, pukul 13.21 wib28 Pasal 39 UU no 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

37

kaidah keteknikan yang baik dan menjamin keselamatan

dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan

hidup dan menaati ketentuan peraturan

perundangan-undangan yang berlaku dalam kegiatan

usaha minyak dan gas bumi. Pengelolaan lingkungan

hidup berupa kewajiban untuk melakukan pencegahan

dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan atas

terjadinya kerusakan lingkungan hidup, termasuk

kewajiban pascaoperasi pertambangan. Selain itu,

bagi badan usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang

melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi

harus mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja

setempat, barang, jasa, serta kemampuan rekayasa dan

rancang bangun dalam negeri secara transparan dan

bersaing serta ikut bertanggung jawab dalam

mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.29

Dalam hal pengawasan, tanggung jawab berada

pada departemen yang bidang tugas dan kewenangannya

meliputi kegiatan usaha minyak dan gas bumi dan

departemen lain yang terkait, yang meliputi

kegiatan: konservasi sumber daya dan cadangan minyak

dan gas bumi; pengelolaan data minyak dan gas bumi;

penerapan kaidah keteknikan yang baik; jenis dan

mutu hasil olahan minyak dan gas bumi; alokasi dan

distribusi Bahan Bakar Minyak dan bahan baku;

29 Pasal 40 UU no 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

38

keselamatan dan kesehatan kerja; pengelolaan

lingkungan hidup; pemanfaatan barang, jasa,

teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun

dalam negeri; penggunaan tenaga kerja asing (TKA);

pengembangan tenaga kerja Indonesia; pengembangan

lingkungan dan masyarakat setempat; penguasaan,

pengembangan, dan penerapan teknologi minyak dan gas

bumi; kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan

usaha minyak dan gas bumi sepanjang menyangkut

kepentingan umum. Selain itu, pengawasan atas

pelaksanaan kegiatan usaha hulu berdasarkan kontrak

kerja sama yang dilaksanakan oleh pemerintah dan

badan pengusahaan, dilaksanakan oleh BP Migas (yang

kemudian pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.

36/PUU-X/2012 dihapuskan, dan diganti dengan SKK

Migas). Sedangkan pengawasan atas pelaksanaan

kegiatan usaha hilir berdasarkan Izin Usaha

dilaksanakan oleh Pemerintah.30

Hal inilah yang menjadi problematika Migas

Indonesia. Semakin banyaknya lembaga yang ikut

campur dalam pengelolaan migas hanya membuktikan

bahwa Indonesia tidak memiliki efektif dalam

menjalankan kekuasaannya sebagai pemegang hak

menguasai atas sumber daya alam. Dalam sektor migas

saja dapat ditemukan fakta bahwa Indonesia memiliki

30 Pasal 42 UU no 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi

39

lembaga yang berbeda dalam kewenangan pembinaan dan

pengawasan. Pembinaan dilakukan pemerintah,

sedangkan pengawasan dilakukan oleh SKK Migas (atas

pelaksanaan kegiatan usaha hulu) dan BPH Migas (atas

pelaksanaan kegiatan usaha hilir). Alih-alih untuk

memperkuat sistem check and balances di dalam sektor

kelembagaan Migas, Indonesia justru terjerembab di

dalam sistem yang jauh dari efisiensi.

Jika berkaca pada sistem yang digunakan oleh

Negara Malaysia, maka adalah sama ketika berbicara

tentang UU Migas Indonesia sebelum UU Migas No. 22

Tahun 2001, yakni UU Pertamina No. 8 Tahun 1971.

Negara Malaysia mengadopsi langsung UU Pertamina

Indonesia sebagai regulasi pengelolaan migas

dinegaranya, dan diadaptasi menjadi nama Petroleum

Development Act Malaysia 1975 (PAD 1975). Hingga

kini, Malaysia masih menggunakan PAD 1975 dan

terbukti sukses menjaga ketahanan produksi minyak

dalam negerinya serta melejitkan Petronas menjadi

perusahaan migas papan atas dunia.31

Di sektor hulu migas Malaysia, semua investor asing

berada di bawah pengawasan Petronas secara langsung.

Petronas memiliki hak istimewa untuk menjadi

pengatur sekaligus pemain dalam tata kelola migas31 Tercatat dalam Petroleum Intelligence View 2009, Petronas menduduki peringkat 17 dunia dibandingkan dengan Pertamina yang menduduki peringkat 30 dunia.

40

negaranya tanpa ada suatu badan perantara pemerintah

yang ada didalamnya. Kemudian di sektor hilir,

pemerintah Malaysia (Ditjen Perdagangan Dalam

Negeri) langsung memegang peranan penting untuk

menetapkan harga jual BBM di pompa bensin sekaligus

mentetapkan marjin yang diperoleh oleh perusahaan

minyak.

Setelah melihat dan membandingkan antara sistem

tata kelola Migas di Malaysia yang notabene

mengadobsi tata kelola migas Indonesia (Undan-Undang

Nomor 8 Tahun 1971) yang hanya dengan satu lembaga

pengelola migas dengan pengawasan dan pembinaan

secara langsung dari pemerintah dan dibandingkan

dengan tata kelola migas Indonesia dengan banyaknya

lembaga pengelola yang secara global dapat dilihat

prosentase keberhasilannya, Oleh karena itu,

Indonesia dirasa perlu suatu kesatuan lembaga untuk

mengoptimalkan peranan pemerintah dalam pembinaan

dan pengawasan kegiatan usaha Migas. Dengan adanya

kesatuan lembaga pembinaan dan pengawasan,

Pemerintah akan lebih optimal dalam memainkan

perannya sebagai pemegang hak menguasai atas sumber

daya alam, khususnya Migas.

Selain itu, penyatuan lembaga pembinaan dan

pengawasan kegiatan usaha migas akan memperkuat

41

peranan pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan migas

nasional. Hal ini dikarenakan menurut Sampe L.

Purba, untuk mencapai kemandirian dan daya saing

perusahaan nasional yang nantinya berimplikasi pada

kedaulatan negara tersebut membutuhkan integrasi

dalam kebijakan, pelaksanaan dan pemahaman migas

sebagai sebuah industri strategis bagi pembangunan

nasional. Namun, dengan banyaknya lembaga

pengelolaan migas yang ada di Indonesia sangatlah

sulit untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini

dikarenakan integrasi dalam kebijakan tidaklah

mungkin dapat dicapai apabila tidak terdapat

penyatuan dalam lembaga pengelolaan migas nasional.

Oleh karena itu, penyatuan lembaga pembinaan dan

pengawasan kegiatan usaha migas digunakan sebagai

sarana untuk mencapai pengintegrasian dalam

kebijakan yang selanjutnya digunakan untuk mencapai

tujuan hakikinya, yaitu mewujudkan kedaulatan Migas

nasional. Penyatuan lembaga pembinaan dan pengawasan

kegiatan usaha migas demi mewujudkan suatu

kedaulatan migas, juga merupakan salah satu upaya

pemerintah untuk mewujudkan suatu negara

kesejahteraan bagi rakyat Indonesia dalam hal

pemenuhan segala kebutuhan masyarakat negara. Hal

ini dikarenakan penyatuan lembaga akan memaksimalkan

42

kinerja pemerintah dan lembaga pengawas dalam

mengelola migas demi kemakmuran rakyat Indonesia.32

Sebagaimana yang dikemukan oleh Lawrence M.

Friedmann, untuk membangun sebuah sistem yang baik,

maka kita harus memperhatikan tiga hal, yaitu

substance, structure, dan culture. Dalam upaya untuk

mengoptimalkan peranan pemerintah dalam pembinaan

dan pengawasan kegiatan usaha migas, diperlukan tiga

hal, yaitu Pertama, merevisi Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas

Bumi. Pembenahan yang harus dimuat di dalam undang-

undang pengganti Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi

adalah menyatukan lembaga pembinaan dan pengawasan

dalam usaha kegiatan migas. Hal ini dapat dilakukan

dengan cara memberikan kewenangan pembinaan dan

pengawasan kepada Kementerian yang terkait dengan

sumber daya mineral.

Kemudian, Kementerian yang terkait dengan

sumber daya mineral haruslah mempersiapkan diri

untuk menerima kewenangan pembinaan dan pengawasan.

Oleh karena itu, langkah awal yang dapat dilakukan

agar hal tersebut dapat dilaksanakan adalah

menjadikan Pertamina menjadi satu-satunya Perusahaan

Negara yang telah ditugaskan untuk menampung dan

32 Teori Welfare State “negara kesejahteraan” menurut J.M keynes

43

melaksanakan semua kegiatan pengusahaan minyak dan

gas bumi di Indonesia. Pertamina seutuhnya kembali

menjadi pengatur sekaligus pemain untuk selanjutnya

melakukan kerjasama dengan para kontraktor migas

lainnya. Dengan demikian, pengawasan Menteri ESDM

yang dalam hal ini ditujukan pada Ditjen Migas harus

memiliki fungsi dan kedudukan yang diperkuat untuk

dapat mengawasi dengan baik keberjalanan pengelolaan

sektor hulu hingga ke sektor hilir migas di

Indonesia Pada saat ini, perusahaan minyak dan gas

bumi bercerai berai dan oleh karenanya sulit untuk

melakukan kontrol. Oleh karena itu, kesatuan usaha

yang meliputi berbagai-bagai cabang pengusahaan

minyak dan gas bumi (suatu Integrated State Oil

Company) di Indonesia mutlak diperlukan.

Berkaitan dengan culture, maka hal ini tidak

terlepas dari jati diri masyarakat Indonesia,

terutama para pengambil kebijakan. Para pengambil

kebijakan seolah-olah kehilangan tanggungjawab dalam

pemenuhan kebutuhan bahan bakar minyak bagi

masyarakat.  Hilangnya tanggungjawab negara dalam

pemenuhan kebutuhan BBM bagi masyarakat karena

pengelolaannya dengan mekanisme pasar yang sangat

liberal sehingga terjadi ketidakpastian pasokan dan

kestabilan harga. Hal ini tidak akan terjadi jika

bangsa Indonesia berdaulat dalam Migas Nasional.

44

Oleh karena itu, sudah selayaknya para pengambil

kebijakan di negeri ini lebih berempati kepada

masyarakat agar peraturan yang dibuat lebih

menekankan pada kesejahteraan dan kemakmuran

masyarakat Indonesia sehingga “Keadilan Bagi Seluruh

Rakyat Indonesia” dapat segera terwujud.

BAB V

45

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 36/PUU-X?2012, pemerintah mengeluarkan

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2012

tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi

Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yaitu

terkait dengan pelimpahan wewenang sepenuhnya

kepada Kementrian ESDM sekligus pembentukan SKK

Migas sebagai badan pengawas tata kelola migas.

2. Adanya masalah yang terjadi dalam tata kelola

migas di Indonesia karena banyaknya lembaga

pengelola migas sehingga menimbulkan kurangnya

pengawasan dan pembinaan pemerintah sebagai

pemegang kuasa pertambangan .

3. Tata kelola Migas Indonesia dirasa perlu

adanya kesatuan lembaga pengawasan dan pembinaan

migas demi mewujudkan optimalisasi peran

pemerintah dalam pengawasan dan pembinaan, yang

mana seharusnya dilimpahkan kepada Kementrian

Sumber Daya Alam ,dengan langkah awal menjadikan

Pertamina sebagai satu-satunya Perusahaan Negara

yang telah ditugaskan untuk menampung dan

melaksanakan semua kegiatan pengusahaan minyak

46

dan gas bumi di Indonesia sebagai wujud

pengintegrasian kebijakan migas.

5.2 SARAN

Seharusnya pemerintah perlu suatu kesatuan

lembaga pengawasan yaitu kepada Kementerian Sumber

Daya Mineral sebagai lembaga pemerintahan guna

efisiensi lembaga pengawasan. Selain itu, lebih baik

pemerintah menjadikan Pertamina sebagai satu - satu

Perusahaan Negara yang telah ditugaskan untuk

menampung dan melaksanakan semua kegiatan

pengusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia

sehingga akan lebih mudah melakukan pengawasan dalam

usaha Minyak dan Gas Bumi. Demi mewujudkan negara

kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.

Daftar Pustaka

Buku

M.Kholid Syeirazi, Di Bawah Bendera Asing : Liberalisasi Industri

Migas di Indonesia, Penerbit LP3ES, Jakarta, Cetakan

Pertama, Juli 2009.

Purnomo Yusgiantoro, Ekonomi Energi: Teori dan Praktik,

Penerbit LP3ES, Jakarta,Cetakan Pertama, Maret 2000

Collin Colbuild English Dictionary, 1997, dalam Safri

Nugraha, Pivatisation of Sfafe Enterprises ln The 20th Century A

Step Forwards Or Backwards, Fakultas Hukum Ul, Jakarta,

2004.

47

Hasan Suryono, 2008, Ilmu Negara. Solo:

UNSPress,Surakarta

Peter Mahmud Marzuki.2010.(Penelitian Hukum.Jakarta: Kencana

Prenada Media Group),

Jakarta.

Boedi Harsono. 1997. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah

Pembentukan Undang – Undang Pokok Agraria, Isi dan

Pelaksanaannya. Jilid 1 Hukum Tanah Nasional.

Jakarta : Djambatan

Abrar Saleng, 2004. Hukum Pertambangan, Jogjakarta: UII

Press

JurnalSaleng, Abrar. 2000. Hubungan Hukum Antara Pemerintah

dengan Badan Usaha Swasta dalam Berbagai Pola Kontrak KerjaSama Pengusahaan Pertambangan. Jurnal Hukum,Yogyakarta : UII.

Drs. Sugiaryo, S.H, M.Pd, M.H. 2010. Globalisasi : IntervensiKekuatan Politik Dan Ekonomi Dalam Pembentukan Hukum DanPengusahaan Migas Di Indonesia. Jurnal Hukum,

Lembaga Management Fakultas Ekonomi UI. Analisis IndustriMinyak Dan Gas Di Indonesia. Jakarta : UI.

J.M Keyness. Teori Welfare State “ Negara Kesejahteraan”. JurnalHukum.

Internethttp://industri.bisnis.com/read/20130528/44/141570/minyak-indonesia-11-tahun-lagi-habis, diakses Selasa, 1April 2014 pukul 13.12 wib.http://www.tempo.co/read/news/2012/10/11/090434998/75-Persen-Proyek-Minyak-dan-Gas-Dikuasai-Asing, diaksesSelasa, 1 April 2014 pukul 13.25 wib.

48

http://blogbelajar-pintar.blogspot.com/2014/01/pengertian-kedaulatan.html diakses pada 02 Maret 2014.http://www.esdm.go.id/berita/migas/40-migas/2539-negara-masih-kuasai-sumber-daya-alam-indonesia.html,diakses Senin, tanggal 7 April 2014, pukul 13.21

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. NAMA LENGKAP : HANDAYANI

EKA BUDHIANITA

TEMPAT, TANGGAL LAHIR : JOMBANG, 18 JANUARI 1994

JURUSAN/FAKULTAS : FAKULTAS HUKUM / ILMU

HUKUM

UNIVERSITAS JEMBER.

NOMOR TLP : 08563441513

EMAIL : [email protected]

ALAMAT RUMAH : Jl. Manyar 01/03 Slawu,

Patrang, Jember

KARYA ILMIAH YANG : 1. Peradilan Ad Hoc

Menurut Perspektif

PERNAH DIBUAT Hukum Internasional dan

Hukum Nasional

Dalam Keterkaitannya Dengan

Pelanggaran Ius Cogens

Serta Tanggung Jawab Negara

2.Perkawinan Beda Agama

Dalam Perspektif Hukum

Islam

49

2. NAMA LENGKAP : FATCHUR

ROCHMAN

TEMPAT, TANGGAL LAHIR : PASURUAN, 31 MARET 1994

JURUSAN/FAKULTAS : FAKULTAS HUKUM / ILMU

HUKUM

UNIVERSITAS JEMBER.

NOMOR TLP : 081936953696

EMAIL : Faturtahun20101

ALAMAT RUMAH : Jl. Jawa 8 No 30, Jember

KARYA ILMIAH YANG : 1. Analisis Yuridis Pasal 6A

UUD 1945 :

PERNAH DIBUAT Upaya memperkukuh Pancasila

Melalui

Pengisian Jabatan Presiden

dan Wakil

Presiden

2. Peranggung

jawaban Perdata atas hilangnya

Harta Anak Asuh menurut KUH

Perdata.

50


Recommended