Date post: | 27-Nov-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | independent |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Jabaran Skenario
Seorang Ibu berusia 42 tahun datang ke RSKGM dengan membawa anak perempuannya.
Ibu tersebut mengeluh gigi belakang atas kanannya sering sakit. Saat ini gusi di area
tersebut terdapat bisul. Sebelumnya pasien pernah beberapa kali ke dokter gigi dekat
rumah dan diberi obat akan tetapi tidak kembali lagi untuk kontrol. Ia memiliki riwayat
stroke ringan 1 tahun yang lalu, dan sampai saat ini masih mengkonsumsi obat-obatan
dari dokter penyakit dalam.
Pemeriksaan ekstra oral: tidak ada kelainan.
Pemeriksaan intra oral: Kebersihan mulut buruk. ; Kalkulus sub dan supra gingiva pada
hampir seluruh regio ; Gigi 15 nekrosis pulpa dengan perkusi dan palpasi peka. Terdapat
fistula pada daerah mukosa bukalnya.
Anak perempuannya, berusia 5,5 tahun, mengeluh terdapat gigi yang tajam dan melukai
bibir atas. Sebelumnya gusi di area gigi tersebut sering bengkak hilang timbul
Pemeriksaan ekstra oral: tidak ada kelainan.
Pemeriksaan Intra oral: gigi 61 radiks, terdapat perforasi pada gingiva di area ujung
akarnya.
1.2. Identifikasi Masalah
Ibu (42 tahun)
1. Apa yang menyebabkan gigi belakang kanan sering sakit?
2. Bagaimana hubungan antara rasa sakit di gigi belakang dengan adanya bisul pada gusi
pasien?
3. Bagaimana dampak yang akan terjadi bila pasien tidak datang control setelah diberi
obat?
4. Apa hubungan penyakit sistemik dengan keadaan gigi dan mulut pasien?
5. Apa pengaruh obat-obatan yang dikonsumsi pasien dengan keadaan gigi dan mulu
pasien?
2
Anak (5,5 tahun)
1. Mengapa dapat terjadi perforasi gingival pada daerah ujung akar?
2. Apa yang menyebabkan bengkak yang hilang timbul pada daerah tersebut?
1.3. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menyusun rencana perawatan dan tatalaksana infeksi spesifik dan
non-spesifik region OMF yang tepat?
Farmakologi
1. Antibiotic
2. NSAID
3. Antiseptic dan Disinfektan
4. Anestesi Lokal
5. Kortikosteroid
6. Obat-Obatan Kardiovaskuler
7. Anafilaktik shock dan obat-obatan Kegawatdaruratan
Bedah Mulut
1. Bagaimana fisiologi dari fistul?
2. Bagaimana cara perluasan spesifik ke arah tulang?
3. Pemeriksaan penunjang apa saja yang di perlukan untuk melihat perluasan spesifik ke
arah tulang?
4. Bagaimana cara melakukan anastesi yang tepat?
5. Bagaimana cara melakukan pencabutan dan instrument apa saja yang di perlukan?
6. Apa saja indikasi dan kontra indikasi dari pencabutan gigi sulung dan tetap?
7. Bagaimana cara mengatasi komplikasi yang dapat terjadi pasca pencabutan?
Penyakit Mulut
1. Apasaja manifestasi oral dari obat-obatan kardiovaskuler?
2. Pemeriksaaan penunjang apa saja yang dibutuhkan untuk pasien dengan kondisi
sitemik?
3. Apa tindakan yang tepat untuk menangani pasien dengan kondisi sistemik?
4. Apa saja hal-hal dan faktor risiko yang harus dipertimbangkan yang dapat
menimbulkan komplikasi pada tindakan?
3
5. Apasaja kegawat daruratan yang dapat terjadi dan bagaimana cara menanganinya?
Radiologi
1. Bagaimana prosedur untuk memperoleh informasi diagnostik yang sistematis dan
komprehensif?
2. Proyeksi apa saja yang diperlukan untuk menunjang pemeriksaan pasien tersebut?
Fisiologi
1. Apa yang dimaksud dengan shock?
2. Apa saja macam-macam shock yang dapat terjadi? Dan apasaja etiologinya
3. Apasaja tanda-tanda shock?
4. Bagaimana perbedaan antara shock dan syncope?
5. Mengapa shock dapat menghasilkan kematian?
1.4. Sasaran Belajar
1. Memahami cara menyusun rencana perawatan dan tatalaksana infeksi spesifik dan
non-spesifik region OMF yang tepat.
Farmakologi
1. Antibiotic
2. NSAID
3. Antiseptic dan Disinfektan
4. Anestesi Lokal
5. Kortikosteroid
6. Obat-Obatan Kardiovaskuler
7. Anafilaktik shock dan obat-obatan Kegawatdaruratan
Bedah Mulut
1. Memahami fisiologi dari fistul.
2. Memahami cara perluasan spesifik ke arah tulang.
3. Pemeriksaan penunjang apa saja yang di perlukan untuk melihat perluasan spesifik ke
arah tulang.
4. Memahami cara melakukan anastesi yang tepat.
5. Memahami cara melakukan pencabutan dan instrument apa saja yang di perlukan.
4
6. Memahami indikasi dan kontra indikasi dari pencabutan gigi sulung dan tetap.
7. Memahami cara mengatasi komplikasi yang dapat terjadi pasca pencabutan.
Penyakit Mulut
1. Memahami manifestasi oral dari obat-obatan kardiovaskuler.
2. Memahami pemeriksaaan penunjang apa saja yang dibutuhkan untuk pasien dengan
kondisi sitemik.
3. Memahami tindakan yang tepat untuk menangani pasien dengan kondisi sistemik.
4. Memahami hal-hal dan faktor risiko yang harus dipertimbangkan yang dapat
menimbulkan komplikasi pada tindakan.
5. Memahami kegawat daruratan yang dapat terjadi dan memahami cara menanganinya.
Radiologi
1. Memahami prosedur untuk memperoleh informasi diagnostik yang sistematis dan
komprehensif.
2. Memahami proyeksi apa saja yang diperlukan untuk menunjang pemeriksaan pasien
tersebut.
Fisiologi
1. Memahami definisi shock.
2. Memahami macam-macam shock yang dapat terjadi. Dan apa saja etiologinya
3. Memahami tanda-tanda shock.
4. Memahami perbedaan antara shock dan syncope.
5. Memahami mengapa shock dapat menghasilkan kematian.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Prosedur untuk Memperoleh Informasi Diagnostik
ANAMNESIS
a) Data Biografis
Data ini meliputi nama, alamat, usia, jenis kelamin, pekerjaan serta nama dokter layanan
primer pasien. 1
b) Keluhan Utama
Pernyataan ini membantu dokter gigi untuk membuat prioritas selama pengambilan
riwayat dan rencana perawatan. 1
c) Riwayat dari Keluhan Utama
Pasien diminta untuk mendeskripsikan riwayat keluhan atau sakit yang sedang terjadi,
terutama kapan pertama kali keluhan tersebut muncul, apakah ada perubahan yang terjadi
sejak pertama kali terjadi, dan pengaruhnya. Deskripsi rasa sakit harus meliputi onset,
intensitas, durasi, lokasi, maupun faktor yang memperburuk dan meredakan rasa sakit.
Selain itu, perlu juga ditanyakan gejala seperti demam, lesu, anorexia, malaise, dan
lemas yang berkaitan dengan keluhan utama. 1
d) Riwayat Medis
Riwayat medis penting untuk membantu mendiagnosis manifestasi oral dari penyakit
sitemik. Selain itu, riwayat medis juga dapat digunakan untuk memastikan kondisi medis
dan pengobatan yang mempengaruhi perawatan dental atau operasi teridentifikasi. Untuk
memastikan tidak ada data yang terlewatkan maka dapat diberikan kuisioner cetak
kepada pasien, lalu informasi tersebut dicek kembali secara verbal, diverifikasi dan
ditambahkan dengan menanyakan informasi lain bila perlu.
Hal-hal yang dapat ditanyakan kepada pasien mengenai riwayat medisnya diantara lain:
1. Riwayat rawat inap, operasi, traumatic injuries dan penyakit serius
2. Penyakit minor atau gejala yang baru terjadi
6
3. Obat-obatan yang sedang digunakan dan alergi (terutama alergi obat)
4. Deskripsi kebiasaan atau adiksi terkait kesehatan seperti penggunaan etanol,
tembakau dan obat terlarang serta jumlah dan tipe daily exercise yang dilakukan
5. Tanggal dan hasil medical checkup atau kunjungan ke dokter terakhir
Sebagai tambahan, penting untuk menanyakan secara spesifik mengenai masalah medis
umum yang dapat mengganggu perawatan gigi pada pasien. Masalah ini diantaranya
angina, myocardial infarction (MI), heart murmurs, rheumatic heart disease, kelainan
pendarahan (termasuk penggunaan antikoagulan), asma, penyakit paru, hepatitis,
penyakit menular seksual, penyakit ginjal, diabetes, penggunaan kortikosteroid, kejang,
stroke dan implanted prosthetic devices seperti sendi tiruan atau katup jantung. Pasien
harus ditanya secara spesifik mengenai alergi terhadap anestesi lokal, aspirin dan
penicillin. Untuk pasien wanita juga perlu ditanyakan apakah sedang hamil atau tidak.
Riwayat keluarga juga dapat berguna dan harus fokus pada penyakit keturunan yang
relevan, misalnya hemofilia. Riwayat medis harus diperbaharui secara periodik,
setidaknya setahun sekali. 1
e) Riwayat Dental
Riwayat dental dan pemeriksaan penting untuk mendiagnosis sakit pada gigi atau untuk
menentukan penyebab dari gejala pada daerah kepala dan leher. 2
PEMERIKSAAN KLINIS
a) Pemeriksaan Ekstraoral
Anemia, penyakit tiroid, perawatan kortikosteroid jangka panjang, pembengkakan
parotid, atau pembesaran cervical nodes merupakan beberapa kondisi yang dapat
mempengaruhi penampilan wajah.
Lakukan palpasi pada kelenjar parotid, temporomandibular joints (untuk melihat apakah
terdapat clicking, krepitasi atau deviasi), nodus limfa servikal dan submandibular serta
kelenjar tiroid. Lymphadenopathy merupakan manifestasi umum dari infeksi namun
dapat pula menunjukkan adanya keganasan (malignancy), seperti nodus limfa servikal
seringkali yang pertama terkena limfoma. Perhatikan karakter (daerah, bentuk, ukuran,
tekstur permukaan dan konsistensi) dari setiap pembesaran (enlargement).
Tekan pada tulang maksila dan frontal pada sinus bila terdapat dugaan sinusitis. 2
7
b) Pemeriksaan Intraoral
Jaringan Lunak
Jaringan lunak mulut harus selalu diperiksa terlebih dahulu. Pemeriksaan harus
sistematis meliputi seluruh area mulut. Untuk memastikan pemeriksaan yang
lengkap dari bagian lateral lidah dan posterior floor of mouth, maka lidah harus
dipegang dengan menggunakan kasa dan perlahan digerakkan dari satu sisi ke sisi
lain.
Area mukosa yang terlihat abnormal harus dipalpasi untuk luka atau pengerasan
yang mengindikasikan ulserasi sebelumnya, inflamasi atau keganasan.
Pemeriksaan juga harus meliputi jaringan yang lebih dalam yang masih dapat
dipalpasi, termasuk kelenjar submandibula.
Jika terdapat lesi meluas kedekat gingiva, sulkus atau poket gingiva harus
diprobe. Mucosal nodules, terutama yang terdapat pada gingiva atau mukosa
alveolar, yang mana menunjukkan sinus openings harus diprobe untuk
mengidentifikasi adanya sinus atau fistula.
Periksa pembukaan kelenjar saliva ketika saliva dikeluarkan dengan tekanan yang
lembut. Setelah selesai memeriksa mukosa oral maka lanjutkan dengan
memeriksa orofaring dan tonsil. 2
Jangan membuat kesalahan dengan menganggap variasi normal sebagai
penyakit.2
9
Gigi
Rangkuman dari kesehatan periodontal, karies dan daerah yang direstorasi harus
dicatat. Gigi yang mengalami keausan juga harus diperiksa berkaitan dengan
parafungsi. Ketika kemungkinan terdapat sakit pada gigi maka penilaian
mobilitas dan perkusi perlu dilakukan dan pemeriksaan lanjutan mungkin
diperlukan.
Vitalitas gigi harus diperiksa apabila terlihat menyebabkan gejala. Penting pula
untuk menentukan vitalitas pulpa pada daerah yang mengalami kista dan lesi
radiolusen lainnya pada rahang. Informasi ini penting untuk menegakkan
diagnosis. Beberapa metode yang dapat dilakukan yaitu dengan memeriksa
sensitivitas terhadap panas, dingin dan tes elektrik pulpa. 2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Imaging
Imaging merupakan pemeriksaan penunjang dengan melakukan pengambilan gambar
anatomi dalam tubuh. Yang paling sering digunakan adalah radiograf, CT, MRI, dan
Ultrasonography. 2
Pemeriksaan penunjang radiografi merupakan jenis proyeksi yang diperlukan pada kasus
skenario ini, yaitu dengan teknik periapikal dan panoramik.
1. Teknik Periapikal
Indikasi teknik periapikal:
1. Deteksi inflamasi/ infeksi kelainan periapikal
2. Melihat keadaan jaringan periodontal
3. Pemeriksaan pasca trauma pada gigi geligi yang melibatkan tulang alveolar
disekitarnya
4. Penilaian kondisi dan posisi gigi yang tidak erupsi
5. Mempelajari morfologi akar sebelum pencabutan gigi
6. Penilaian kondisi gigi selama perawatan endodontik
7. Penilaian pre-operatif dan post-operatif pada operasi daerah apikal
8. Evaluasi detail kelainan periapikal di dalam tulang alveolar
9. Penilaian posisi dan prognosa implan
10
Diantara kedua teknik periapikal yaitu parallel dan biseksi, pada kasus scenario ini, dipilihlah
teknik parallel.5
Keuntungan teknik paralel:
- Gambaran lebih geometris dan jelas.
- Alveolar crest dapat terlihat dengan jelas.
- Jaringan periapikal dapat tampak dengan jelas.
- Mahkota gigi dapat tampak dengan jelas sehingga karies proximal dapat
terdeteksi.
- Sudut vertikal dan horizontal, sudah ditentukan oleh cone pada film holder.
- Arah sinar X sudah ditentukan pada pertengahan film, sehingga dapat
menghindari cone cutting.
- Dapat membuat foto radiografis dengan posisi dan kondisi yang sama pada waktu
yang berbeda
Pada teknik parallel ini, film dimasukkan pada film holder lalu film dan gigi terletak parallel
(sejajar). Pada kasus ibu, yang memerlukan foto radiograf adalah gigi posterior, maka film
holder diletakkan dengan posisi horizontal, sedangkan pada anak laki-lakinya, yang
memerlukan foto radiograf adalah gigi anterior, maka film holder diletakkan dengan posisi
vertical. 5
12
2. Teknik Panoramik
Teknik panoramik digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan sistemik. Gambaran
Radiografi Infeksi non spesifik (Abses) yang bermanifestasi dalam tulang rahang.4
1. Lesi Inflamasi Periapikal4
Perubahan radiografis di daerah periapikal:
Keadaan Inflamasi Perubahan Inflamasi Gambaran
Radiografik
Normal Normal Normal
13
Inflamasi akut awal Eksudat inflamasi
terakumulasi di
ruang ligament
periodontal apical
(periodontitis
apikalis akut)
Perluasan garis
radiolusensi ruang
ligament periodontal
atau tanpa gambaran
perubahan yang jelas
Penyebaran
inflamasi awal
Resorpsi atau
destruksi pada apical
bony socket (abses
periapikal)
Kehilangan garis
radiopak pada lamina
dura di apeks
Penyebaran
inflamasi lanjut
Resorpsi dan
destruksi lebih lanjut
pada tulang alveolar
apikal
Area kehilangan
tulang pada apeks
gigi
14
Inflamasi kronis
tingkat rendah awal
Destruksi minimal
pada tulang apical,
sistem pertahanan
tubuh terletak pada
tulang padat di
bagian apikal
Tidak tampak
destruksi tulang
tetapi terbentuk
jaringan tulang
sklerotik padat
sekitar apeks gigi
(sclerosing osteitis/
condensing osteitis).
Inflamasi kronis
tingkat lanjut
Terjadi resorpsi dan
hancurnya tulang
daerah apical
(granuloma
periapikal atau kista
radikular)
Radiolusensi
membulat yang
terbatas jelas di
daerah apical,
dikelilingi garis
radiopak tulang
skelerotik yang padat
(periapikal
granuloma atau
kista).
2. Osteomielitis4
Osteomielitis adalah inflamasi pada tulang yang dapat meluas melibatkan sumsum tulang,
periosteum korteks, dan tulang cancellous. Osteomielitis sering ditemukan di posterior
mandibula dengan batas tidak tegas.
Pada inflamasi awal, terjadi sedikit penurunan densitas tulang dan kehilangan
kejelasan trabekula. (fig 18-11)
Pada destruksi tulang lebih lanjut menghasilkan daerah radiolusen pada suatu fokal
area atau tersebar pada tulang yang terlibat.
15
Selanjutnya, area tulang sklerotik akan terlihat
Pada fase kronik, sequestra (island of bone) terlihat paling nyata (fig 18-12)
Osteomielitis akut dapat menstimulasi resorpsi atau pembentukan tulang sekitar.
Selain itu juga dapat terjadi deposisi tulang baru yang terlihat dari adanya lapisan-
lapisan tulang yang baru (fig 18-13)
3. Osteoradionecrosis4
Osteoradionecrosis biasanya ditemukan pada pasien yang menggunakan
bisphosphonates untuk kemoterapi atau phosamax untuk osteoporosis. Gambaran radiograf
16
Osteoradionecrosis menyerupai sclerosing osteomielitis kronis. Osteoradionecrosis terutama
terjadi pada posterior mandibula, namun dibeberapa kasus terdapat pada maksila, dengan
batas: tidak tegas. Pada Osteoradionecrosis, pembentukan tulang terjadi lebih banyak
dibanding destruksi tulang, sehingga keseluruhan tampak sklerotik atau radiopak. Area
radiolusen tersebar dengan atau tanpa central sequestra.
b) Histopatologi
Pemeriksaan untuk melihat jaringan tubuh adalah biopsy. Biopsy adalah teknik mengambil
seluruh atau sebagian dari jaringan tubuh yang dicurigai terdapat kelainan seperti contohnya
kanker. Berikut adalah jenis-jenis biopsy: 2
- Fine Needle Aspiration: mengambil sebagian kecil cairan dari jaringan dengan
menggunakan jarum halus
- Core/thick needle biopsy: mengambil sebagian kecil jaringan berbentuk silinder
dengan menggunakan jarum berlubang besar
- Surgical biopsy: mengambil sebagian atau seluruh jaringan yang dicurigai
dengan pembedahan. Apabila jaringan yang diambil sebagian, maka disebut
insisional biopsy, sedangkan jika mengambil seluruh jaringan maka disebut
eksisional biopsy
c) Tes Biologi Molekuler
Tes ini dilakukan dengan tujuan memeriksa dan mengidentifikasi abnormalitas genetik,
bakteri, dan virus. 2
d) Tes Laboratorium
Tes yang dilakukan di laboratorium bermacam-macam tergantung dengan kebutuhan
diagnosis. Tes darah penting untuk diagnosis penyakit seperti leukimia. Tes darah yang
umum dilakukan adalah full blood picture yang terdiri dari jumlah eritrosit, indeks ukuran
hemoglobin, dan jumlah sel darah putih. Untuk mengecek bakteri, virus, dan kandungan
dalam pus yang ada, dilakukan tes serologi. Tes urin dilakukan untuk penderita diabetes. 2
e) Tensi Darah
Melakukan pemeriksaan tensi darah merupakan prosedur yang harus dilakukan sebelum
tindakan untuk mencegah terjadinya kegawatdaruratan pada pasien hipertensi. Tekanan darah
17
normal orang dewasa adalah sekitar 120/80. Maka apabila lebih dari itu, harus dilakukan
manajemen untuk pasien hipertensi.6
2.2. Manajemen Dental Pasien dengan Penyakit Kardiovaskular
Cardiovascular disease2
Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit yang sering terjadi dan banyak pasien dengan
penyakit jantung membutuhkan perawatan dental. Survey menunjukkan bahwa penyakit
dental juga dapat berkontribusi pada perkembangan arterosklerosis dan myocardial
infarction. Myocardial infarction merupakan penyebab utama kegawatdaruratan pada dental
surgery. Pada aspek dental management, pasien akan terbagi menjadi dua kelompok (tabel
27.1) tetapi beberapa mungkin berada di kedua kelompok dan perawatan dengan obat
mungkin dapat menimbulkan masalah tambahan (tabel 27.2).2
General Aspects of Management2
18
Pasien yang beresiko terutama adalah yang memiliki hipertensi parah, penderita
angina atau yang pernah mengalami myocardial infark (MI). Rasa sakit dan cemas
dapat memacu adrenalin, dimana nantinya dapat meningkatkan beban jantung dan
juga dapat mempercepat terjadinya dysrhytmias. Untuk mengantisipasi hal ini, dapat
dilakukan dengan cara meyakinkan pasien bahwa selama prosedur berlangsung,
pasien tidak akan merasa sakit, sehingga meringankan kecemasan pasien. Terdapat
beberapa bukti bahwa infeksi dental, terutama penyakit periodontal kronis, mungkin
merupakan faktor resiko terjadinya atherosclerotic coronary artery disease. 2
Anastesi Lokal pada Pasien dengan Cardiac Disease2
Untuk pemberian anestesi lokal, dilakukan dengan injeksi secara perlahan untuk
meminimalisasikan rasa sakit dan menggunakan 2% lidokain dengan epinefrin. Secara
teori, kadar dari adrenalin (epinerfrin) dapat mengakibatkan reaksi hipertensi pada
pasien yang mengkonsumsi beta-blocker antihipertensi, karena efek alpha-adregenic
tidak ada yang melawan, tetapi hanya jika dosis yang digunakan lebih besar daripada
yang seharusnya dalam praktek kedokteran gigi. 2
Anestesi lokal dapat menyebabkan mild maupun severe dysrhytmia, tetapi severe
dysrhytmia juga dapat dipicu oleh kecemasan sebelum dilakukan tindakan anestesi
atau segera setelah diberikan anestesi (selama operasi). Namun, dosis anestesis lokal
tidak boleh diberikan lebih dari 2 atau 3 cartridge selama perawatan. Jika dosis yang
lebih besar diberikan, misalnya pada saat melakukan ekstraksi beberapa gigi, harus
dilakukan pemantauan keadaan jantung secara terus menerus. 2
Jika anestesi umum tidak dapat dihindari, maka perlu dilakukan anestesi umum oleh
spesialis anestesi di rumah sakit, terutama karena beberapa obat yang digunakan pada
penyakit kardiovaskular dapat meningkatkan resiko komplikasi. Penyakit
kardiovaskular dengan penggunaan anestesi merupakan penyebab utama dari
kematian mendadak (sudden death). 2
Pasien dengan Risiko Infective Endocarditic2
19
Biasanya, bakteri memasuki aliran darah dan dengan cepat dibersihkan oleh leukosit,
Namun, jika terdapat kelainan pada jantung, maka, infective endocarditic dapat
berkembang. Terdapat banyak sumber bakteri, seperti pada saat prosedur operasi
jantung, kateterisasi intravena dan konsumsi obat intravena. Bakteri juga dapat
dideteksi pada kurang lebih 80% pasien setelah dilakukan ekstraksi dan bahkan
setelah menyikat gigi, walaupun jumlah bakteri yang ditemukan sedikit. 2
Bakteri yang berada di dalam rongga mulut relatif sedikit, dan sebagian besar terbawa
oleh aliran saliva. Sebaliknya, jumlah bakteri yang berada pada margin gingiva sangat
banyak terlebih saat OH buruk dan bahkan jumlah bakteri yang lebih besar
menempati pocket periodontal. Bakteri ini dekat berkontak dengan pembuluh darah
berdilatasi dengan dinding yang tipis. Pergerakan gigi yang berulang kali di dalam
soket dapat menekan dan meregangkan pembuluh darah ini, sehingga, bakteri dapat
masuk ke dalam aliran darah. 2
Pada beberapa kasus (kurang dari 15%) infective endocarditic berhubungan dengan
prosedur pembedahan dental, tetapi, ekstraksi menjadi faktor yang mempercepat
20
(lebih dari 95%) terjadinya hal ini. Infective endocarditic jarang terjadi pada anak-
anak, yang berisiko besar adalah yang berumur sudah lanjut (setelah 60 tahun)
terlebih jika memiliki periodontal sepsis. 2
Tindakan preventif adalah hal yang paling penting untuk dilakukan. Pasien yang
memiliki valvular defects (kongenital atau karena past rheumatic fever) atau
abnormalitas kongenital lain, seperti septal defects atau yang memiliki prosthetic
heart valves, harus mengonsumsi antibiotik profilaksis sebelum dilakukan ekstraksi,
scalling, dan prosedur periodontal. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan sebagian
besar bakteri yang ada di gingiva maupun di poket periodontal. 2
Tidak seluruh prosedur dental didahului oleh konsumsi antibiotik, seperti pada saat
fitting metal bands (karena jarang terjadi infective endocarditic) dan prosedur
orthodonti secara umum (karena umumnya pasien anak-anak yang jarang infective
endocarditic). Namun, jika dokter menganggap pasien tersebut termasuk kelompok
berisiko tinggi, boleh memberikan antibiotik. Harus diingat bahwa infective
endocarditic terjadi tiba-tiba, walaupun sudah dilakukan pemberian antibiotik, pasien
harus tetap memeriksakan dirinya ke dokter gigi jika terjadi perkembangan secara
mild, unexplained, febrile illness pada 3 bulan pertama sejak perawatan gigi terakhir.
Keterlambatan diagnosis adalah faktor utama yang mempengaruhi kelangsungan
hidup pasien dengan infective endocarditic . 2
Kawasaki’s Disease (Mucocutaneous lymph node syndrome)
21
Kawasaki’s diseases merupakan satu-satunya bentuk penyakit jantung serius dengan
manifestasi orofacial spesifik, yang disebut mucositis dan cervical lymphadenophaty.
2
2.3. Kegawatdaruratan pada Praktik Kedokteran Gigi
Sudden Loss of Consciousness
Fainting
Disebabkan oleh transient hypotension dan cerebral ischaemia, merupakan penyebab
paling sering kehilangan kesadaran pada dental surgery. Berikut faktor predisposisi
dan tanda serta gejala dari fainting. 2
22
Berikut tata laksana mengatasi fainting2:
Pencegahan
Biasanya dibantu dengan anxiolytic, seperti temazepam 5 mg secara oral pada malam
sebelumnya dan satu jam sebelum perawatan, tetapi harus didampingi orang dewasa. 2
Acute Hypoglycaemia
Hipoglikemia mempengaruhi pasien diabetes setelah overdosis insulin atau jika
dicegah untuk makan pada jam yang seharusnya karena perawatan dental. Berikut
tanda dan gejala hipoglikemia akut beserta cara mengatasi hipoglikemia. 2
23
Circulatory collapse in patients on corticosteroid treatment
Penyebab utama, yaitu anastesi umum, surgical atau trauma, infeksi, atau stress
lainnya. berikut tanda, gejala, dan cara mengatasi corticosteroid-related collapse. 2
24
Myocardial Infarction2
Anaphylactic Reactions2
Penisilin merupakan penyebab paling sering dari tipe I reaksi hipersensitivitas. Reaksi
anafilaktik juga dapat dipercepat oleh gigitan serangga, makanan (kacang-kacangan
atau kerang), dan aspirin. Pada umumnya, semakin cepat onset semakin parah
reaksinya. 2
25
Cardiac Arrest
Cardiac arrest dapat berlanjut myocardial infarction, atau hipotensi akut dari reaksi
anafilaktik atau kekurangan kortikosteroid. Sebaliknya, dapat merupakan hasil dari
kesalahan anastesi dan karena hipoksia, overdosis anastesi, atau hipotensi yang parah.
Dokter gigi harus waspada dari kemungkinan terjadinya cardiac arrest dan bisa
mengenali dan mengatasinya saat terjadi. Kecepatan respon sangat penting dan
merupakan kewajiban tim dental untuk terlatih melakukan resusitasi jantung paru. 2
26
Respiratory arrest, eventual cyanosis, dilatasi pupil dan hilangnya reaksi pada cahaya,
dan absence of measureable blood preasure merupakan tanda-tanda lainnya, tetapi
resusitasi jantung paru harus dimulai sebelum tanda-tanda ini berlanjut. 2
27
Strokes
Biasanya pasien middle-aged atau elderly dan hypertensive. 2
Chest Pain
Angina Pectoris
Pasien dengan coronary atheroma mungkin memiliki serangan angina pertama
sebagai konsekuensi dari respon emosional terhadap perawatan dental. Namun, lebih
28
banyak pasien yang sudah memiliki serangan dan sudah menerima medikasi. Acute
chest pain karena miokardial iskemia merupakan satu-satunya gejala. 2
Dyspnoea
Status asthmaticus
Disebabkan hilangnya atau lupa membawa salbutamol inhaler, cemas, infeksi, atau
terekspos pada alergen spesifik. 2
Left Ventricular Failure
Sesak nafas yang ekstrim merupakan tanda utama left ventricular failure. Terpisah
dari mengukur/memeriksa infarct dan mendudukkan pasien tegak lurus, sedikit yang
dapat dilakukan pada saat dental surgery selain menghubungi Intensive Care
Ambulance. 2
29
Convulsions
Epilepsy
Lapar, menstruasi, dan beberapa obat seperti methohexitone, tricyclic antidepressants,
alkohol, atau frequently flashing lights (jangan terlalu sering menyalakan dan
mematikan lampu operator) dapat terkadang mempercepat serangan. 2
Status epilepticus
Jika kejang tidak berhenti dalam waktu 15 menit atau berulang-ulang terus, pasien
berada pada status epilepticus dan dapat meninggal karena anoxia. 2
30
Other Emergencies
Haemorrhage
Perdarahan yang terus menerus biasanya karena adanya trauma saat ekstraksi. Namun,
kadang-kadang perdarahan ini karena hemofilia atau kelainan darah lainnya yang
tidak diduga. 2
2.4. Dental Fistula
Dalam istilah kedokteran gigi, fistula didefinisikan sebagai saluran abnormal yang
menghubungkan pusat inflamasi dengan permukaan luar mukosa mulut.7,8 Dalam
oromaksilofasial, penyebab fistula yang umum adalah infeksi odontogenik seperti abses
periapikal, severe periodontitis, dan perikornitis. Beberapa etiologi tambahan termasuk
periimplantitis, osteomielitis, osteoradionekrosis rahang, aktinomikosis, infeksi
pascaekstraksi, infeksi traumatik, dan infeksi site bedah. Dalam beberapa kasus yang jarang,
fistula dapat terjadi tanpa adanya infeksi seperti pada pasien dengan salivary gland diseases
dan oral malignant tumor.7
Dental Fistula dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan lokasi
terbentuknya. Dental fistula yang terbentuk di dalam rongga mulut disebut intraoral fistula,
sementara dental fistula yang terbentuk di permukaan kulit wajah disebut ekstraoral dental
fistula.7
31
Gambar. Klasifikasi Dental Fistula7
Intraoral Dental Fistula
Intraoral dental fistula biasanya dimulai dengan abses pada tulang alveolar yang
berakhir di gingiva atau permukaan mukosa palatal. Kadang satu fokus infeksi dapat
menghasilkan beberapa fistula. Intraoral dental fistula biasa terlihat sebagai
pembengkakan bulat/oval kecil disertai eritema atau biasa disebut polyp-like lesion.
Penampakan ini disebabkan oleh inflamasi dan pembentukan jaringan granulasi.7
32
Gambar. Temuan Kinis Intraoral Dental Fistula7
Ekstraoral Dental Fistula
Pada mayoritas kasus, ekstraoral dental fistula terjadi karena infeksi kronik gigi
mandibula sehingga biasanya muncul di dagu, pipi, dan regio submental. Dalam
beberapa kasus, terkadang ekstraoral dental fistula muncul di tempat yang cukup jauh
dari fokus infeksinya. Ekstraoral dental fistula tampak sebagai nodul/papul halus pada
kulit. Palpasi pada bagian sekitar lesi dapat menyebabkan keluarnya pus dari fistula
sehingga dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.7
Gambar. Temuan Klinis Ekstraoral Dental Fistula7
Ketika inflamasi terus terjadi(inflamasi kronik) pada bagian dalam tubuh dalam jangka waktu
yang panjang, maka akan dihasilkan pus(nanah berisi leukosit yang mati). Pus yang
menumpuk akan menghasilkan tekanan sehingga mencari jalan keluar dengan membentuk
koridor pus pada jaringan keras dan lunak dengan resistensi yang rendah.7,8 Koridor pus ini
kemudian mencapai permukaan dan menyebabkan bisul pada gusi. Pus ini kemudian
dikeluarkan sementara melalui bisul namun inflamasi tetap tidak terkontrol dan tubuh
berusaha untuk mengisolasi fistul ini. Biasanya fistula ini tidak terlalu sakit sehingga pasien
sering menunda untuk mendapatkan perawatan segera. Padahal selama penundaan ini, infeksi
cenderung bertambah besar dan merusak tulang alveolar terus menerus.8
Diagnosis dental fistula dapat dilakukan dengan pemeriksaan penunjang berupa analisis
radiografis. Adanya abses periapikal, jaringan pulpa nekrotik, penyakit periodontal,
perikornitis, fraktur gigi, dan benda asing dalam soket pascaekstraksi pelru diperhatikan.
33
Saluran fistular dapat ditelusuri menggunakan instrumen dengan ujung tumpul atau dengan
bantuan radiograf periapikal dengan insersi gutta percha ke dalam saluran fistula.7
Gambar. Menegakkan diagnosis kasus fistula7
34
Perawatan dental fistula ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Fistula perlu diinsisi dan
diirigasi, namun hal ini tidak akan bertahan lama jika penyebabnya tidak ditangani. Biasanya
penyebab yang umum adalah nekrosis pulpa yang menyebabkan kelainan periapikal. Jika
penyebabnya adalah hal tersebut, maka perlu dilakukan perawatan saluran akar. Dalam
beberapa kasus yang parah, diperlukan perawatan reseksi ujung akar. Pada perawatan ini,
abses diirigasi kemudian ujung akar dipotong sepanjang koridor fistula yang terbentuk.8
Pemberian antibiotik juga dianjurkan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Apabila penyebab infeksinya tidak ditangani, maka fistula akan terbentuk kembali (rekuren).7
Setelah penyebabnya ditangani, biasanya saluran intraoral dental fistula akan menghilang
dengan sendirinya diikuti dengan proses wound healing.8 Berbeda halnya dengan ekstraoral
dental fistula, diperlukan perawatan bedah fistula pada pasien dengan kasus ekstraoral dental
fistula karena kemungkinan area granulasi terinfeksinya sudah menyebar sehingga dapat
menghambat proses pemulihan dan menyebabkan rekurensi. Apabila terdapat bekas luka
pascabedah (scar) yang mengganggu estetika, ada baiknya juga dilakukan bedah plastik.7
35
Gambar. Tatalaksana Bedah Fistula7
Pemeriksaan Penunjang Perluasan Infeksi Non Spesifik ke Tulang Rahang
Pemeriksaan penunjang perluasan infeksi non spesifik ke tulang rahang dapat dilakukan
dengan pengambilan foto radiograf panoramik untuk melihat kondisi tulang rahang secara
keseluruhan dan foto radiograf pararel untuk melihat lebih detil pada regio yang spesifik.
Biasanya perluasan infeksi ke tulang rahang ditandai dengan menurunnya radiodensitas
tulang rahang yakni karena digantikan oleh pus, abses, dan kista sehingga muncul gambaran
radiolusen pada foto radiograf.9
Gambar. Foto Radiograf kasus Kista9
2.5. Anestesi Lokal
Teknik Dasar
Posisi pasien duduk pada posisi setengah berbaring, punggung dan kaki ditopang,
bantalan kepala terletak di puncak leher (belakang leher). Operator jangan berdiri pada
permukaan lantai yang licin dan berdiri dengan kedua kaki yang seimbang. Posisi operator
harus setegak mungkin agar mendapat visual yang baik dari area suntikan. Tinggi kursi
disesuaikan sehingga operator mendapat penerangan dari atas dan dari belakang bahu kanan
ketika melakukan penyuntikan.10
36
Pramedikasi
Pramedikasi dapat dilakukan untuk eredakan stress karena kunjungan ke dokter gigi
sifat dan dosis obat pramedikasi serta rute pemberiannya bervariasi sesuai dengan tipe pasien
serta kemampuan dan keterampilan dokter gigi. Pramedikasi untuk pasien yang nervus dapat
diberikan sekurang-kurangnya 2 atau 3 hari sebelum kunjungan ke dokter gigi. Stres
praoperatif juga dapat dikontrol dengan pemberian penenang secara oral misalnya diazepam
(Valium) 5-10 mg sebelum tidur, 3 hari sebelum kunjungan ke dokter gigi, dan 1 jam
sebelum perawatan gigi.10
Penentuan dosis sedasi yang tepat dilihat berdasarkan reaksi pasien yaitu pasien
berbicara agak lambat dan kurangnya kemampuan pasien untuk memfokuskan mata. Jika
dosis sedasi maksimal sudah diperoleh mata pasien akan menunjukkan tanda Verrill yaitu
kelopak mata atas pasien berada di posisi setengah tinggi pupil mata.10
Efek sedasi dari obat biasanya berlangsung selama 45 menit. Pasien sebaiknya tetap
diamati selama sekurang-kurangnya 1 jam setelah prosedur perawatan karena kemungkinan
terjadi keringat berlebihan pascaoperatif. Obat sedasi hanya digunakan untuk pasien dengan
kondisi kesehatan yang baik, berpuasa idak makan dan minum selama 3 – 4 jam. Penggunaan
diazepam intravena pada wanita hamil merupakan kontraindikasi.10
Peralatan10
Peralatan yang digunakan dalam melakukan anestesi adalah:
37
- Syringe disposable
- Cartridge
- Dappen glass untuk antiseptik
- Cotton rolls
- Gunting
- Semprotan anestesi lignokain
- Sonde lurus
Persiapkan Mukosa
Suntikan hipodermik melalui mukosa rongga mulut yang tidak dipersiapkan dapat
menyebabkan tertanamnya sejumlah besar bakteri dalam jaringan rongga mulut. Mengurangi
jumlah organisme dalam mulut daat menghilangkan resiko infeksi klinis. Hal ini diperoleh
dengan mengaplikasikan larutan antiseptik misalnya Clorhexidine 0,5% dalam alkohol 7%,
povidon iodine (1% dalam air) atau larutan iodine lemah BP (0,5% w/v larutan iodine
alkoholik) pada mukosa selama 15 detik. Mukosa pada daerah suntikan harus dikeringkan
dengan kasa steril sebelum aplikasi antiseptik.10
Tipe-tipe Analgesia Lokal
Dapat dibagi menurut basis anatominya menjadi topikal, infiltrasi, dan teknik regional.10
a. Anestesi topikal atau permukaan
Anestesi topikal diperoleh melalui aplikasi agen anestesi tertentu pada daerah kulit
maupun membran mukosa yang dapat dipenetrasi untuk membaalkan ujung-ujung saraf
superfisial. Anestesi ini paling sering digunakan untuk membaalkan mukosa sebelum
dilakukan penyuntikan. Penambahan rasa buah-buahan pada anestesi topikal bertujuan agar
lebbih mudah diterima oleh anak-anak namun dapat juga merangsang salivasi berlebihan.
38
Bila anestesi dilakukan dengan menggunakan semprotan, larutan didistribusi dengan lebih
mudah dan efeknya juga lebih luas.10
Daerah yang akan dianestesi dikeringkan, anestesi disemprotkan pada gulungan kapas
kecil lalu gulungan kapas diletakkan pada daerah penyuntikan di sulkus dan dibiarkan sekitar
1 menit sebelum jarum suntik diinsersikan. Mukosa tidak perlu dipersiapkan terlebih dahulu
karena semprotan anestesi sudah mempunyai efek antiseptik. Waktu timbul anestesi adalah 1
menit dan durasinya adalah 10 menit.10
b. Anestesi infiltrasi
Larutan anestesi didepositkan di dekat serabut terminal dari saraf dan akan terinfiltrasi
di sepanjang jaringan untuk mencapai serabut saraf dan menimbulkan efek anestesi dari
daerah terlokalisir yang disuplai oleh saraf tersebut. Teknik infiltrasi dapat dibagi menjadi:
submukosa, supraperiosteal, subperiosteal, intraoseous, intraseptal, dan intraligamental atau
ligamen periodontal.10
c. Anestesi regional
Larutan anestesi yang didepositkan di dekat batang saraf akan memblokir semua
impuls, menimbulkan anestesi pada daerah yang disuplai oleh saraf tersebut. Anestesi ini
dikenal juga dengan anestesi blok. Penggunaan teknik infiltrasi pada mandibula umumnya
tidak dapat dilakukan karena densitas bidang kortikal luar dari tulang. Dengan mendepositkan
larutan anestesi di ruang pterigomandibular di dekat foramen mandibula, anestesi regional
pada seluruh saraf gigi inferior pada sisi tersebut dapat diperoleh.10
Anestesi lokal pada maksila
Ekstraksi gigi rahang atas
Larutan didepositkan di sekitar apeks gigi atau pada mukobukal fold (teknik
infiltrasi). Efek timbul dalam 1-2 menit. Posisi bahu pasien sejajar operator dengan rahang
atas pasien membentuk sudut 45° terhadap lantai.11
Anestesi gigi geligi permanen
39
Akar distobukal dan palatal molar pertama, molar kedua, dan molar ketiga diinervasi
oleh cabang-cabang saraf gigi superior posterior. Deposisi larutan anestesi di dekat saraf
setelah saraf keluar dari kanalis tulang, akan menimbulkan efek anestesi regional dari struktur
yang disuplainya.10
Akar mesiobukal molar pertama, kedua gigi premolar dan jaringan pendukung bukal
serta mukoperiosteum yang berhubungan dengannya mendapat inervasi dari saraf gigi
superior tengah.10
Ekstraksi anterior rahang atas (insisif dan kaninus)11
• Pasien diposisikan dengan rahang atas membentuk sudut 45° dengan lantai atau
rahang bawah sejajar lantai (untuk semua ektraksi gigi rahang atas).
• Lakukan asepsis pada daerah yang akan dicabut dengan betadin, dengan berkumur
atau dioles dengan kapas.
• Tusuk jarum pada bagian labial gigi, pada batas mukosa bergerak dan tidak bergerak
ke arah apeks gigi.
• Aspirasi untuk mengetahui apakah terkena pembuluh darah atau tidak (jika ada darah,
tarik kembali dan tentukan posisi yang tepat).
• Depositkan 1,5 cc obat anestesikum untuk Nervus Alveolaris Superior Anterior.
• Jarum ditarik seluruhnya dan letakkan pada palatum daerah yang akan dicabut.
• Aspirasi, kemudian injeksikan 0,5 cc obat anestesikum pada mukosa palatal.
Ekstraksi premolar 1 dan premolar 2 rahang atas11
• Untuk daerah bukal, cara sama seperti anestesi gigi anterior, namun obat anestesikum
depositkan 1,5 cc pada Nervus Alveolaris Superior Medial.
• Untuk daerah palatal, sama seperti anestesi untuk palatal gigi anterior.
Ekstraksi molar 1 rahang atas11
• Akar mesiobukal gigi molar 1 dipersarafi oleh Nervus Alveolaris Superior Medial.
Injeksikan 0,75 cc obat anestesikum pada akar mesial molar.
• Untuk akar distal, injeksikan 0,75 cc pada bagian akar distal (dipersarafi oleh Nervus
Alveolaris Superior Posterior).
• Untuk palatum, injeksikan 0,5 cc obat anestesikum pada Nervus Palatinus (blok
palatinus mayus).
40
Ekstraksi molar 2 dan molar 3 rahang atas11
• Untuk bagian bukal, injeksikan 1,5 cc obat anestesikum pada Nervus Alveolaris
Superior Posterior.
• Bagian palatal, injeksikan 0,5 cc obat anestesikum untuk mukosa palatal.
Ekstraksi gigi anterior rahang bawah11
• Pasien diposisikan dengan rahang bawah sejajar lantai.
• Lakukan asepsis pada daerah yang akan dicabut dengan betadin, dengan berkumur
atau dioles dengan kapas.
• Tusuk jarum pada batas mukosa bergerak dan tidak bergerak atau pada daerah apeks
gigi tersebut.
• Aspirasi, kemudian injeksikan 1,5 cc obat anestesikum pada Nervus Alveolar Inferior.
• Untuk lingual, injeksikan 0,5 cc obat anestesikum pada mmukosa lingual (Nervus
Lingualis).
Ekstraksi premolar 1 dan premolar 211
• Untuk bagian bukal, blok pada foramen mentale, injeksikan 0,5 cc obat anestesikum.
• Untuk lingual injeksikan 0,5 cc obat anestesikum pada Nervus Lingualis.
Ekstraksi molar 1 dan molar 2 rahang bawah (bisa juga untuk premolar 1 dan 2)11
Dengan mandibular blok, tekniknya:
• Lakukan asepsis pada daerah yang akan dicabut.
• Dengan jari telunjuk tangan kiri, raba regio premolar pada batas mukosa bergerak dan
tidak bergerak, kemudian mengarah ke posterior sampai terasa terangkat oleh linea
oblique eksterna.
• Jari degarakkan terus ke posterior dan mengarah sedikit ke media ada cekungan yaitu
hamular notch.
• Digerakkan ke medial lagi, teraba linea oblique interna, jari telunjuk memfiksir
daerah ini.
• Jarum dari premolar kontra lateral, sampai terasa tulang mandibula, injeksikan pada
daerah tersebut 1,5 cc obat anestesikum.
41
• Lalu arah jarum diarahkan sejajar oklusal, menyusuri sampai ujung jarum terasa tidak
ada tulang (alat tusuk jarum terus ada ditulang), dan injeksikan 0,25 cc obat
anestesikum untuk Nervus Alveolaris Inferior Lingua.
• Jarum ditarik semua.
• Untuk bagian bukal, tusuk bukal gigi yang akan dicabut pada batas mukosa bergerak
dan tidak bergerak dan injeksikan 0,25 cc.
Anestesi gigi sulung
Sedasi dilakukan dalam cara yang paling tidak menakutkan. Anak umumnya takut
pada jarum, jadi sedasi melalui intravena kadang tidak memungkinkan. Dokter gigi harus
familiar dengan teknik alternatif lainnya, pertimbangan dalam menyusun teknik anestesi
adalah: usia pasien, tingkat kecemasan dan kemampuan berkooperasi, sejarah medis pasien,
pengalaman surgical atau anestesi pasien, efek prosedur terhadap airway, dan durasi
prosedur. Terkadang bisa menggunakan anestesi topikal atau semprot sebelum anestesi
injeksi. Anestesi dapat dilakukan melalui:oral, intranasal, transmukosal, rectal, intramuscula,
inhalasi, dan intravenous. Keuntungan intravenous adalah cepat onset, cepat offset, dan
efeknya dapat diperkirakan.11
Anestesi sebaiknya diberikan hanya bila anak merasa sakit atau kurang nyaman. Anak
diberi tahu bahwa pipi dan bibir akan terasa seperti karet atau baal. Operator dan asistennya
harus berdiri sedemikian rupa sehingga syringe dapat diberikan ke operator di luar lapang
pandang anak dan agar semua gerakan mendadak dari anak dapat ditahan dan dikontrol.10
a. Gigi mandibula
Pada anak-anak, bidang alveolar labio-bukal yang tipis umumnya banyak terperforasi
oleh saluran vaskuler. Maka, teknik infiltrasi dapat digunakan dengan efektif untuk mendapat
efek anestesi pada gigi sulung. Walaupun demikian, anestesi regional juga bermanfaat untuk
situasi ini yaitu hanya memerlukan satu kali tusukan jarum, juga suntikan gigi inferior dengan
jarum pendek, banyak disukai oleh pada dokter gigi dan pasien anak. Pada teknik
penyuntikan ini, perlu diingat adanya hubungan antara foramen gigi inferior dengan bidang
oklusal. Anestesi dari saraf lingual dapat diperoleh dengan menggunakan teknik suntikan gigi
inferior untuk pasien anak. Walaupun demikian, bila hanya dilakukan suntikan infiltrasi
namun akan dilakukan pencabutan atau pemasangan matris, anestesi dari jaringan lingual
dapat diperoleh dengan menggunakan suntikan interpapila atau intraligamental. Pada inferior
42
alveolar nerve block, letak mandibular foramen ada di bawah bidang oklusal sehingga areah
suntikan harus lebih inferior dan posterior dibandingkan dengan saat melakukan block pada
dewasa.10
b. Gigi maksila
Pada anak-anak, bidang alveolar labio-bukal yang tipis umumnya banyak terperforasi
oleh saluran vaskuler. Maka, teknik infiltrasi dapat digunakan dengan efektif untuk mendapat
efek anestesi pada gigi sulung atas tanpa perlu mendepositkan lebih dari 1 ml larutan secara
perlahan-lahan di jaringan. Penyuntikan harus dilakukan secara hati-hati terutama dalam
penentuan panjang akar dan insersi jarum ke jaringan. Pada anak yang masih muda, suntikan
palatum membuat rasa tidak nyaman, untuk menghindari itu dapat dilakukan dengan suntikan
interpapila. Jarum diinsersikan dari aspek labio-bukal, melalui ruang interproksimal, setinggi
jaringan gingiva yang melekat pada periosteum dibawahnya. Ujung jarum harus tetap berada
pada papila dan tidak boleh menyentuh tulang. Sejumlah kecil larutan anestesi lokal
didepositkan perlahan sampai mukoperiosteum palatal atau lingual memucat. Sejumlah kecil
larutan anestesi yang didepositkan dengan cara ini akan memberikan efek anestesi yang
memadai pada jaringan palatum.10
2.6. Ekstraksi Gigi
Ekstraksi Gigi Permanen1
Indikasi Ekstraksi
1. Gigi dengan karies dalam yang sudah tidak dapat direstorasi
2. Gigi dengan pulpa nekrosis yang tidak dapat dilakukan perawatan endodontik
3. Gigi dengan penyakit periodontal parah
4. Tujuan ortodontik
5. Gigi yang malposisi dan overerupsi
6. Gigi yang impaksi
7. Supernumerary teeth
8. Gigi yang mengalami fraktur mahkota atau akar yang tidak dapat diberikan perawatan
lain
43
9. Gigi dengan lesi patologis
10. Beberapa gigi prognosis buruk harus dicabut sebelum menjalani terapi radiasi
11. Gigi pada garis fraktur rahang
12. Keuangan yang tidak mendukung untuk perawatan dental lain
Kontraindikasi Ekstraksi
Kontraindikasi Sistemik Absolut
a) Diabetes tidak terkontrol
b) Leukimia
c) Gagal ginjal
d) Gagal jantung
e) Sirosis hati
Kontraindikasi Sistemik Relatif
a) Diabetes terkontrol
b) Hipertensi
c) Penyakit kardiovaskular
d) Kelainan darah (bleeding diathesis)
e) Ibu hamil
Kontraindikasi Lokal
a) Riwayat terapi radiasi menyebabkan osteoradionekrosis
b) Gigi di area tumor dapat menyebarkan sel tumor ke area lain
c) Perikoronitis parah komplikasi pasca ekstraksi meningkat
d) Abses dentoalveolar akut pasien sulit membuka mulut dan anastesi sering gagal
44
PROSEDUR EKSTRAKSI 1
Posisi Pasien
Posisi dental unit saat ekstraksi gigi (a)RA, (b)RB
Untuk ekstraksi gigi maksila, ketinggian mulut pasien sama dengan tinggi bahu
operator dan sudut kemiringan dental unit terhadap lantai 120° dan bidang oklusal
gigi maksila bersudut 45° terhadap lantai saat mulut terbuka.
Untuk ekstraksi gigi mandibula, dental unit diposisikan lebih rendah sehingga sudut
kemiringan dental unit terhadap lantai 110° dan bidang oklusal gigi mandibula
terletak sejajar dengan lantai.
Posisi operator
Posisi right-handed operator saat melakukan ekstraksi
Untuk ekstraksi gigi RA dan posterior RB, operator berada di depan dan kanan pasien. Untuk
ekstraksi gigi anterior RB, operator berada di depan atau belakang kanan pasien.
45
Teknik Ekstraksi 1
Ekstraksi terdiri dari 2 tahap:
1. Pemisahan gigi dari jaringan lunak yang mengelilinginya menggunakan desmotome
atau elevator
a. Merenggangkan Attachment Jaringan Lunak
- Instrumen: Desmotome.
- Cara: Desmotome dimasukkan ke dasar sulkus gingiva untuk memisahkan
attached gingiva dengan gigi. Arah gerakan desmotome yaitu dari distal, ke bukal,
mesial, lalu lingual.
Desmotomes: (a)straight, (b)curved
Desmotome straight digunakan untuk gigi anterior RA, desmotome curve digunakan
untuk gigi posterior RA dan seluruh gigi RB.
b. Merefleksi Jaringan Lunak
- Instrumen: Chompret elevator
- Cara: Menekan gingiva di sekitar gigi dengan Chompret elevator sehingga
forcep ekstraksi dapat menjangkau gigi di bawah garis servikal hingga se-apikal
mungkin. Prosedur ini lebih traumatik dibanding menggunakan desmotome.
Karena gerakannya memberikan tekanan yang lebih dibanding menggunakan
desmotome, walaupun hampir sama dengan gerakan desmotome.
46
Chompret elevator
2. Pengeluaran gigi dari soketnya
- Intrumen: forcep atau elevator
- Teknik Ekstraksi Menggunakan Tooth Forceps
Cara memegang forcep ekstraksi maksila(kiri) dan mandibula(kanan)
Ekstraksi Gigi Maksila 1
1. Ekstraksi Gigi Insisif Maksila
Instrumen:
Upper Universal Forceps (no. 150). Forceps ini dapat digunakan untuk 6 gigi
anterior maksila.
47
Teknik:
a) Posisi dokter gigi di depan kanan (right handed) atau di depan kiri (left
handed) pasien
b) Jari tengah atau jari telunjuk tangan non-dominan merefleksikan atau menahan
bibir dan pipi, serta mendukung prosesus alveolaris pada aspek labial
c) Ibu jari diposisikan di aspek palatal prosesus alveolaris dan mendukung
prosesus alveolaris
d) Kepala pasien ditahan pada posisi ini dan informasi taktil didapatkan dari
pergerakan gigi dan tulang
e) Memposisikan beak forceps ke gigi dengan letak sejajar dengan sumbu
panjang gigi. Forceps diposisikan seapikal mungkin.
f) Luksasi dimulai dengan gaya ke arah labial dan gaya yang lebih ringan ke
palatal. Tulang alveolar di bagian labial lebih tipis dibandingkan tulang
alveolar di bagian palatal, sehingga ekspansi utama dari prosesus alveolaris
akan didapat dengan gaya ke arah labial. Pergerakan utama ke arah labial
harus pelan, stabil, dan kuat sehingga mengekspansi tulang krestal bukal.
Gaya yang lebih ringan digunakan dalam arah palatal, diikuti gaya yang pelan,
kuat dan rotasional.
g) Pada gigi insisif sentral maksila, gaya rotasional ke arah mesial-distal dapat
dilakukan karena bentuk akarnya yang konus. Putar gigi ke arah mesial, lalu
putar kembali ke arah distal.
h) Pada gigi insisif lateral maksila, gaya rotasional harus dikurangi karena bentuk
akar yang pipih dan rentan terjadi fraktur, terlebih bila terdapat celuk distal di
sepertiga akar.
i) Gigi di traksi ke arah labial dengan gaya ringan keluar dari soketnya ketika
perlekatan ligament periodontal terlepas.
48
2. Ekstraksi Gigi Kaninus Maksila
Ekstraksi gigi kaninus memiliki kesulitan tersendiri, karena umumnya merupakan
gigi dengan akar terpanjang dalam mulut. Gigi ini biasanya menghasilkan
tonjolan, yang disebut canine eminence, di permukaan anterior maksila. Hal ini
menyebabkan tulang pada aspek labial kaninus maksila tipis. Tidak jarang
ditemukan kasus frakturnya segmen tulang alveolar bagian labial dari labial plate
dan akhirnya ikut tercabut bersama gigi kaninus.
Instrumen :
Upper Universal Forceps (no. 150). Forceps ini dapat digunakan untuk 6 gigi
anterior maksila.
Teknik :
a. Posisi dokter gigi di depan kanan (right handed) atau di depan kiri
(left handed) pasien
49
b. Jari tengah atau jari telunjuk tangan non-dominan merefleksikan
atau menahan bibir dan pipi, serta mendukung prosesus alveolaris
pada aspek labial
c. Ibu jari diposisikan di aspek palatal prosesus alveolaris dan
mendukung prosesus alveolaris
d. Kepala pasien ditahan pada posisi ini dan informasi taktil
didapatkan dari pergerakan gigi dan tulang
e. Memposisikan beak forceps ke gigi dengan letak sejajar dengan
sumbu panjang gigi. Forceps diposisikan seapikal mungkin.
f. Pergerakan utama yang dilakukan adalah ke arah bukal. Lalu
dilanjutkan dengan gaya yang lebih ringan ke arah palatal.
g. Sedikit gaya rotasi dapat berguna dalam mengekspansi soket gigi,
terutama apabila gigi sebelahnya telah hilang atau baru saja
diekstraksi.
h. Setelah gigi diluksasi dengan baik, gigi dikeluarkan dari soket
dalam arah labial-insisal dengan gaya traksi labial.
3. Ekstraksi Gigi Premolar Pertama Maksila
Gigi premolar pertama memiliki 2 akar yaitu pada sisi buccal dan palatal sehingga
terdapat bifurkasi pada akar buccolingual di bagian 1/3 sampai ½ dari apikal. Akar
dari bifurkasi ini sangat tipis dan rentan fraktur, terutama pada pasien usia lanjut
50
dengan densitas yang tinggi dan elastisitasnya rendah. Ketika gigi premolar ini
diluksasi ke arah bukal, akar yang sering fraktur adalah akar bukal. Ketika gigi
premolar ini diluksasi ke arah palatal, akar yang sering fraktur adalah akar palatal.
Instrumen :
Upper Universal Forceps (no. 150). Alternatif lainnya dapat menggunakan
no.150A.
Teknik:
a. Posisi dokter gigi di depan kanan (right handed) atau di depan kiri (left
handed) pasien
b. Jari tengah atau jari telunjuk tangan non-dominan merefleksikan atau menahan
bibir dan pipi, serta mendukung prosesus alveolaris pada aspek labial
51
c. Ibu jari diposisikan di aspek palatal prosesus alveolaris dan mendukung
prosesus alveolaris
d. Kepala pasien ditahan pada posisi ini dan informasi taktil didapatkan dari
pergerakan gigi dan tulang
e. Memposisikan beak forceps ke gigi dengan letak sejajar dengan sumbu
panjang gigi. Forceps diposisikan seapikal mungkin
f. Karena akarnya yang rentan fraktur, luksasi sebisa mungkin dilakukan dengan
straight elevator.
g. Pergerakan utamanya ke arah bukal, untuk mengekspansi buccocortical plate.
Hal ini menyebabkan apikal akar terdorong ke arah palatal dan berisiko
fraktur.
4. Ekstraksi Gigi Premolar Kedua Maksila
Gigi premolar kedua memiliki akar tunggal. Akarnya tebal dan konus. Jarang
terjadi fraktur pada akar gigi ini. Tulang alveolar diatasnya mirip dengan gigi
maksila lain yaitu tulang di bagian bukal lebih tipis dibandingkan bagian palatal.
Instrumen :
Upper Universal Forceps (no. 150). Alternatif lainnya dapat menggunakan
no.150A.
52
Teknik:
a. Posisi dokter gigi di depan kanan (right handed) atau di depan kiri (left
handed) pasien
b. Jari tengah atau jari telunjuk tangan non-dominan merefleksikan atau menahan
bibir dan pipi, serta mendukung prosesus alveolaris pada aspek labial
c. Ibu jari diposisikan di aspek palatal prosesus alveolaris dan mendukung
prosesus alveolaris
d. Kepala pasien ditahan pada posisi ini dan informasi taktil didapatkan dari
pergerakan gigi dan tulang
e. Memposisikan beak forceps ke gigi dengan letak sejajar dengan sumbu
panjang gigi. Forceps diposisikan seapikal mungkin.
f. Karena akarnya kuat dibutuhkan pergerakan yang kuat ke arah bukal, kembali
ke palatal, lalu kemudian ke arah buccooclusal dengan gaya traksi rotasi.
5. Ekstraksi Gigi Molar Maksila
Instrumen :
- Sepasang forceps no. 53R dan no. 53L. Forceps ini memiliki tip projection
pada beak bukalnya yang dapat pas dengan bifurkasi bukal molar.
- Alternatif: forceps no.89 dan no.90. Forceps ini terutama berguna apabila
mahkota molar memiliki karies atau restorasi yang luas.
53
Teknik:
a. Posisi dokter gigi di depan kanan (right handed) atau di depan kiri (left
handed) pasien
b. Jari tengah atau jari telunjuk tangan non-dominan merefleksikan atau menahan
bibir dan pipi, serta mendukung prosesus alveolaris pada aspek labial
c. Ibu jari diposisikan di aspek palatal prosesus alveolaris dan mendukung
prosesus alveolaris
d. Kepala pasien ditahan pada posisi ini dan informasi taktil didapatkan dari
pergerakan gigi dan tulang
e. Memposisikan beak forceps ke gigi dengan letak sejajar dengan sumbu
panjang gigi. Forceps diposisikan seapikal mungkin.
f. Luksasi dimulai dengan gaya yang kuat ke arah bukal. Tekanan yang kuat,
pelan, dan stabil dapat mengekspansi buccocortical plate dan memisahkan
serat ligamen periodontal yang menahan akar palatal.
g. Gaya berkekuatan sedang diaplikasikan ke arah palatal.
h. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, jika gigi memiliki akar yang sangat
divergen dan diperkirakan akan ada akar yang fraktur, operator harus
mencegah frakturnya akar palatal karena akan lebih sulit diambil. Oleh karena
itu, operator harus meminimalisasi gaya palatal, yang merupakan gaya yang
menyebabkan fraktur akar palatal.
54
i. Gaya rotasi tidak berguna dalam ekstraksi molar karena memiliki tiga akar.
j. Anatomi gigi molar kedua mirip dengan molar pertama, kecuali akarnya yang
lebih pendek dan kurang divergen dibanding molar pertama dengan akar bukal
yang umumnya berfusi menjadi akar tunggal. Hal ini berarti gigi molar kedua
lebih mudah diekstraksi.
k. Gigi di traksi dengan gaya ringan keluar dari soketnya ke arah buccooclusal
ketika perlekatan ligament periodontal terlepas.
6. Ekstraksi Gigi Molar Tiga Maksila
Instrumen :
Forseps ekstraksi molar tiga
Teknik:
a. Posisi dokter gigi di depan kanan (right handed) atau di depan kiri (left
handed).
55
b. Memilih instrument yang tepat, pada forceps molar, terdapat ujung runcing
pada bagian tengah beak bukal.
c. Memposisikan beak forceps ke gigi dengan letak sejajar dengan sumbu
panjang gigi
d. Gaya yang ringan dan lembut diaplikasikan ke arah palatal dengan
peningkatan intensitas pada bagian bukal karena resistensi yang lebih rendah
pada bagian bukal. Gaya akhir ekstraksi ke arah bukal. Ekstraksi dapat mudah
dilakukan dengan straight elevator karena bentuk akar yang fusi (konikal)
dengan menginsersikan elevator di antara molar 2 dan molar tiga, luksasi
sesuai dengan arah akar.
e. Gigi di traksi dengan gaya ringan keluar dari soketnya ketika perlekatan
ligament periodontal terlepas
Ekstraksi Gigi Mandibula 1
1. Ekstraksi Gigi Anterior
Instrumen :
Forceps universal mandibula atau forceps no. 151
Teknik:
a. Posisikan forcep seapikal mungkin
56
b. Gaya diaplikasikan pada arah labial dan lingual dengan tekanan yang
sama di masing-masing sisi, intensitas meningkat.
c. Karena bentuk anatomis akar yang pipih, gerakan rotasi hanya
diperbolehkan sedikit
d. Gigi dikeluarkan dari soket dengan tarikan ke arah labioinsisal.
2. Ekstraksi Gigi Premolar Mandibula
Instrumen :
Forseps universal mandibula atau no. 151
Teknik:
a. Posisikan beak forceps seapikal mungkin
b. Gaya diaplikasikan pada arah bukal dan lingual dengan intensitas
meningkat. Gaya ke bukal harus lebih kuat karena tulang alveolar bukal lebih
tipis dan elastis daripada di sisi lingual.
57
c. Gaya rotasi diaplikasikan karena akar gigi berbentuk konus. Jika pada
radiograf pre-ektraksi terlihat akar bengkok, gaya rotasi diminimalkan atau
tidak ada sama sekali.
d. Gigi dikeluarkan dari soket dengan gaya tarikan dan rotasi ke arah
buccooclusal.
3. Ekstraksi Gigi Molar Mandibula
Instrumen :
Forceps molar mandibular
Teknik:
a. Posisikan beak forceps seapikal mungkin.
b. Molar 1 : Gaya yang kuat diaplikasikan ke arah bukal dan lingual, karena
M1 dikelilingi tulang alveolar yang paling tebal.
58
Molar 2 : Gaya diaplikasikan ke arah bukal dan lingual. Tekanan ke
lingual harus lebih kuat karena tulang alveolar lingual lebih tipis daripada
sisi bukal.
c. Gigi dikeluarkan dari soket dengan tarikan ke arah bukooklusal.
4. Ekstraksi Gigi Molar 3 Mandibula
Instrumen :
Forceps molar 3 mandibula
Teknik:
a. Posisikan beak forceps seapikal mungkin
59
b. Gaya diaplikasikan ke arah bukal dan lingual. Tekanan ke lingual
harus lebih kuat karena tulang alveolar lingual lebih tipis dibandingkan
bukal.
c. Gigi dikeluarkan dari soket dengan tarikan ke arah linguooklusal.
Teknik Ekstraksi Menggunakan Root Tip Forceps 1
Indikasi:
- Akar yang telah protrusi dari soketnya dan melebihi tinggi gingiva.
- Apabila akar terletak sama tinggi dengan gingiva atau subgingiva, operator harus
merefleksi gingiva sebelum forceps diinsersikan atau dilakukan pembuangan
sedikit prosesus alveolar pada bagian bukal dan palatal agar cengkeram beak
optimal.
Teknik Ekstraksi Menggunakan Elevator 1
A. Ekstraksi akar dan ujung akar:
Instrumen: straight elevator (ekstraksi akar, gigi molar 3 maksila dan mandibula
dengan bentuk akar fusi dan konus).
60
B. Ekstraksi Gigi Akar Tunggal dengan Mahkota Tidak Utuh:
Instrumen: straight elevator
Teknik:
- Straight elevator diletakkan di antara akar dan tulang alveolar dengan
sudut tertentu atau tegak lurus, permukaan cekung mata pisau
berkontak dengan permukaan mesial atau distal akar.
- Tulang alveolar digunakan sebagai titik tumpu.
- Gaya rotasi diaplikasikan disekitar sumbu elevator yang akan
menghasilkan perpindahan akar dan elevasi akar dari soket.
- Jika akar patah saat di elevasi, instrumen khusus digunakan untuk
mengangkat fragmen akar dari soket.
61
C. Ekstraksi Gigi Akar Ganda dengan Mahkota Tidak Utuh
Ekstraksi ini tidak dapat dilakukan dengan forceps. Akar harus dipotong terlebih
dahulu sebelum dikeluarkan dari soket.
Teknik:
a. Jika akar berada di atas tulang alveolar akar dibagi menjadi dua bagian dan
dipisahkan setelah dibuatkan bukolingual groove dengan bur fissure hingga
mencapai tulang interradikular. Kemudian akar dikeluarkan satu per satu
secara terpisah.
b. Gunakan straight elevator untuk mengelevasi akar distal. Straight elevator
diinsersikan pada bifurkasi dengan permukaan cekungnya berkontak dengan
62
akar distal. Akar dipotong dengan gerakan rotasi, sehingga akar distal juga
akan elevasi dari soketnya.
c. Gunakan T-bar handle atau angled Seldin elevator untuk mengelevasi akar
mesial. Elevator diposisikan pada soket yang kosong dan ujung mata pisau
berkontak dengan permukaan akar. Jika tulang interradikular lebih tinggi
daripada permukaan akar, tulang tersebut dihilangkan. Setelah itu aplikasikan
gaya rotasi untuk mengungkit akar.
63
D. Ekstraksi Ujung Akar
Instrumen: elevator double-angle dengan ujung mata pisau yang sesuai dengan
bentuk akar (straight, hooked, dll).
64
Teknik:
a. Pada ujung akar yang sangat kecil dan soket yang dalam, narrow angled
elevator diletakkan di antara tulang alveolar dan ujung akar lalu instrument
ditekan dengan lembut hingga seapikal mungkin.
b. Luksasi dilakukan hingga ujung akar termobilisasi. Hal ini dilakukan hingga
mesial dan distal ujung akar termobilisasi dengan baik sehingga elevasi ujung
akar dapat dilakukan dengan mudah.
c. Pada ujung akar molar mandibula dan maksila tulang interradikular
dihilangkan dengan round bur atau instrument tajam untuk menyediakan
ruangan luksasi.
d. Untuk akar palatal, ujung akar dapat diekstraksi dengan menggunakan
endodontic fie mencegah risiko masuknya ujung akar ke sinus maksilaris.
65
Endodontic file dimasukkan ke dalam saluran akar diputar lalu diangkat
perlahan dengan tangan atau needle holder.
EKSTRAKSI GIGI SULUNG 1
Indikasi :
1. Karies yang sudah tidak dapat direstorasi
2. Kelainan apical
3. Fraktur mahkota atau akar
4. Gigi impaksi
5. Gigi supernumerary
Kontraindikasi:
1. Anak yang sedang menderita infeksi akut di mulutnya
Misalnya : acute infection stomatitis, herpetic stomatitis
2. Blood discrasia atau kelainan pada darah
Di mana bisa mengakibatkan terjadinya perdarahan, dan infeksi setelah
pencabutan. Pencabutan dilakukan setelah konsultasi dengan dokter ahli tentang
penyakit darah.
Posisi pasien dan dental chair:
- Ekstraksi gigi rahang atas yaitu posisi pasien dengan oklusal plane rahang
atas antara 60-90 derajat terhadap lantai.
- Ekstraksi gigi rahang bawah yaitu posisi pasien dengan occlusal plane
mandibular sejajar terhadap lantai.
- Tinggi dental chair berada sedikit di bawah siku dokter gigi.
Tahap ekstraksi gigi sulung :
1. Memisahkan perlekatan jaringan lunak dari bagian servikal gigi.
- Instrumen: #9 Molt elevator (dual ended)
66
- Teknik:
a. Ujung pertama sharply pointed, digunakan untuk inisiasi separasi
perlekatan jaringan lunak dari gigi. Ujung sharp pointed ini diletakkan
interproksimal pada aspek mesial papilla.
b. Sisi konkaf menghadap gigi.
c. Dengan gerakan twisting, dokter mengelevasi papilla.
d. Ujung elevator diluncur melalui sulkus sepanjang puncak tulang alveolar
sehingga akan memisahkan jaringan lunak bukal dari gigi.
e. Hal yang sama dapat dilakukan pada aspek lingual atau palatal gigi.
2. Penggalian gigi
- Tujuan: untuk membentuk ruang perluasan alveolus, pemisahan terhadap
ligament periodontal, dan mobilitas akar gigi.
- Instrumen: Straight elevator
- Teknik:
a. Concave blade pada straight elevator ditempatkan ke alveolar crest gigi yang
akan diekstraksi dengan sudut 45 derajat atau sejajar pada bidang oklusal.
b. Elevator dibelokkan sehingga terbentuk ruang perluasan alveolus, pemisahan
terhadap ligament periodontal, dan mobilitas akar gigi.
c. Ruang antara soket gigi dan gigi ini akan membatu forcep saat ekstraksi.
67
3. Pengeluaran gigi dari soketnya
Instrumen: forcep (ukuran lebih kecil)
Teknik:
a. Gaya pertama yang diterapkan oleh dokter gigi ketika menggunakan tang yang
diarahkan secara apikal. Sehingga pusat rotasi sedekat mungkin dengan apkes
gigi. Hal ini untuk meminimalisasi kemungkinan fraktur pada 1/3 apeks akar.
Kekuatan yang diarahkan secara apical juga akan mengahancurkan ligamen
periodontal.
b. Gerakan dilakukan dalam satu arah, hingga alveolus cukup meluas,
periodontal ligament hancur, kemudian dengan sedikit gaya tarik ke koronal
maka gigi akan terangkat.
Perbedaan ekstraksi gigi permanen dan gigi sulung
68
Secara umum teknik ekstraksi gigi sulung dengan gigi permanen sama, yang
berbeda adalah penempatan forcep. Mahkota gigi molar sulung memiliki ukuran
yang kecil sehingga dapat terjadi penangkatan bud mahkota gigi permanen yang
berada di bawahnya. Oleh karena itu, posisi forcep saat pencabutan berada di
mesial atau distal gigi tersebut, bukan di tengah bifurkasi akar.
Instruksi Pasca Ekstraksi
1. Istirahat
Pasien diinstruksikan untuk istirahat 1-2 hari setelah operasi sesuai dengan
besarnya operasi dan kondisi fisik pasien.
2. Analgesia
Gunakan pereda rasa sakit setiap 4 jam selama nyeri masih ada.
3. Penanganan edema
Lakukan kompres dingin disekitar area operasi selama 10-15 menit setiap
setengah jam untuk 4-6 jam.
4. Penanganan perdarahan
69
Pasien diinstruksikan untuk menggigit kain kasa dalam 30-45 menit dan kain kasa
diganti setiap jam nya jika perdarahan masih berlangsung.
5. Antibiotik
Obat ini hanya diresepkan pada pasien yang memiliki kondisi medis tertentu atau
mengalami inflamasi.
6. Diet
Pada hari ekstraksi, diet pasien harus mengandung makanan cair dingin.
7. Oral hygiene
Berkumur tidak boleh <24 jam pertama. >24 jam pasien dapat berkumur dengan
air garam atau chamomile 3-4 kali sehari. Sikat gigi tetap dilakukan dengan
menghindari area ekstraksi.
8. Pembukaan jahitan
Jika luka ekstraksi dijahit, jahitan harus dilepas satu minggu kemudian.
2.7.Syok12,13
A. Definisi
Menurut Brunner & Suddarth, syok merupakan suatu keadaan dimana sistem
kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah
ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai sehingga organ dan jaringan
tubuh kekurangan asupan oksigen yang berasal dari darah.
Menurut Toni Ashadi, syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi
sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi
jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis.
B. Penyebab
Syok dapat terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran
darah, termasuk kelainan jantung, volum darah rendah, ataupun perubahan pada
pembuluh darah. Adapun penyebab syok antara lain perdarahan, dehidrasi, serangan
jantung, gagal jantung, trauma atau cedera berat, infeksi, reaksi alergi, cedera tulang
belakang, dan sindroma syok toksik.
70
C. Gejala
Gejala klinis syok umumnya antara lain:
1. Sistem kardiovaskuler
- Hipotensi: tekanan sistol kurang dari 80 mmHg atau MAP (mean arterial
pressure / tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30%
lebih.
- Gangguan sirkulasi perifer: pucat, kulit dingin
- Nadi cepat dan halus
- Vena perifer kolaps: dapat dilihat dari vena di leher
2. Sistem respirasi
- Pernafasan menjadi cepat dan dangkal
3. Sistem saraf pusat
- Perubahan mental: pasien dapat menjadi gelisah hingga tidak sadar
4. Sistem pencernaan
- Mual dan muntah
5. Sistem urinaria
- Oliguria: produksi urin kurang dari 30 ml/jam.
D. Jenis
Syok terdiri atas beberapa jenis, yaitu:
1. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan syok yang berhubungan dengan kelainan jantung.
Syok ini disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung sehingga menyebabkan
curah jantung berkurang ataupun berhenti. Beberapa kelainan jantung seperti
infark miokardium, kardiomiopati, kerusakan katup, disritmia, dan tamponade
jantung dapat menyebabkan syok kardiogenik.
2. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan syok yang diinduksi oleh penurunan volum darah,
yang terjadi secara langsung akibat perdarahan hebat (misalnya trauma,
pembedahan) ataupun tidak alngsung karena kehilangan cairan yang berasal dari
plasma (misalnya diare, pengeluaran urin atau keringat berlebihan, muntah).
3. Syok anafilaktik
71
Syok anafilaktik merupakan syok yang disebabkan oleh reaksi alergi yang
tergolong berat karena dapat menyebabkan kematian. Reaksi alergi berlebih ini
merupakan respon imun tubuh terhadap zat-zat yang dianggap berbahaya oleh
tubuh secara alamiah. Alergen tersebut dapat berasal dari makanan, serangga,
obat-obatan tertentu, dsb. Gejala syok anafilaktik awalnya berupa ruam
kemerahan, bentol, pembengkakan pada anggota tubuh, dan dapat mengakibatkan
pingsan.
4. Syok septik
Syok septik merupakan syok yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas.
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negative.
Mikroorganisme tersebut menyerang jaringan tubuh, sehingga tubuh akan
melakukan respon imun yang membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi
yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok. Insiden syok septik
dapat dikurangi dengan melakukan kontrol infeksi.
5. Syok neurogenik
Syok neurogenic merupakan syok yang disebabkan oleh kerusakan system saraf.
Pada syok neurogenik, terjadi vasodilatasi akibat kehilangan tonus simpatis.
Kondisi ini dapat disebabkan oleh cedera medula spinalis, anastesi spinal, dan
kerusakan sistem saraf. Syok ini juga dapat terjadi sebagai akibat kerja obat-obat
depresan atau kekurangan glukosa. Syok neurogenik spinal ditandai dengan kulit
kering dan hangat, berbeda dengan gejala syok lainnya. Tanda lainnya adalah
bradikardi.
E. Perbedaan syok dan syncope
Syncope atau pingsan merupakan keadaan dimana pasien mengalami kehilangan
kesadaran akibat tidak adekuatnya asupan oksigen ke otak. Syncope dapat disebabkan
oleh syok. Syncope merupakan salah satu manifestasi klinis dari syok.
Mengapa shock dapat menimbulkan kematian?
Untuk menghetahui apakah shock dapat menimbulkan kematian, dapat di lihat dari
tahapannya, yaitu;
1) Nonprogressive stage/compensated stage
Tubuh masih mampu menjaga fungsi normalnya dan dapat pulih melalui penormalan
sirkulasi dari dalam tubuh tanpa bantuan eksternal. Pada tingkat ini, tubuh melakukan
compensatory mechanisms (mekanisme kompensasi) yang merupakan perlakuan
72
cepat (mekanisme jangka pendek) untuk menjaga aliran darah ke organ vital
walaupun adanya pengurangan cardiac output.14
Rapid Compensatory Mechanisms
Mekanisme kompensasi jangka pendek ini terdiri dari 3 nervus
o Baroreceptor reflex: Pengurangan tekanan darah akan menstimulasi
arterial baroreceptor. Hal ini meningkatkan kerja vasomotor pada
jantung, arteri dan vena dan menghasilkan vasokontriksi pembuluh
jantung dan otak. Oleh karena itu, terjadilah perubahan jumlah darah
pada sirkulasi agar tekanan darah pada kedua organ tersebut tetap
stabil dan tidak terganggu.14
o Chemoreceptor reflex
Apabila terjadi perdarahan hebat, akan terjadi juga pengurangan
jumlah O2. Hal ini menghasilkan anemia dan hypoxia yang tetap akan
menstimulasi chemoreceptor untuk melakukan mekanisme yang sama
dengan baroreceptor14
o Central Nervous System Ischameic Response
Menghasilkan stimulasi simpatetik yang lebih kuat1
Intermediate compensatory mechanisms14
o Rennin-angiotensin vasoconstrictor mechanism
o Reverse stress relaxation
o Capillary fluid shift mechanism
Long-term compensatory mechanisms14
o Restoration of plasma volumes and proteins
o Restorations of red cell mass
Gejala: kulit pucat, peningkatan ringan denyut nadi, tekanan darah normal, gelisah,
pengisian pembuluh darah yang lama (biasanya sulit untuk dikenali, karena pada
beberapa orang tidak menimbulkan gejala)14
2) Progressive stage
Merupakan tahap kedua dari shock. Terjadi 15-25% setelah kehilangan volume darah.
Pada tahap ini, mekansime kompensasi sudah tidak bisa menghentikan progress dari
shock. Pad atahap ini, struktur sirkulasi mulai rusak dan dapat terjadi positive
feedback mechanisms. Diperlukan intervensi therapeutic atau pasien dapat menuju
syok refractory.14
o Siklus feedback positif14
73
Siklus ini menyebabkan berlanjutnya progressi shock dan kalau tidak
di intervensi dengan intervensi therapeutic, shock akan berlanjut
menjadi tingkat refractory.
1. Cardiac failure
2. Vasomotor failure
3. Peripheral circulatory failure
4. Septicaemia dan tixicaemia
3) Irreversible stage/ refractory stage
Pada saat shock terjadi pada tingkat progresif dan tidak di rawat dengan cl.ukup,
mekanisme feedback positif ini akan terus terjadi dan pasien akan melalui tahap shock
ketiga, yaitu shock refractory. Pada tahap ini biasanya intervensi terapeutik sudah
menjadi tidak efektif dan pasien dapat meninggal14
74
2.8. Perkembangan Infeksi Odontogenik
Infeksi odontogenik berasal dari 2 sumber:
1) Periapikal, sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invansi bakteri tertentu ke dalam
jaringan periapeks, dan1
2) Periodontal, sebagai hasil dari poket periodontal yang dalam yang menyebabkan
inokulasi bakteri ke dalam jaringan dibawahnya. Kebanyakan infeksi odontogenik
berasal dari periapeks. 1
Nekrosis pulpa akibat karies merupakan jalur masuk bakteri ke jaringan periapkes. Jika
jaringan ini telah terinfeksi oleh bakteri, infeksi akan menyebar ke semua arah, tetapi
biasanya akan menyebar pada daerah yang resistensinya paling lemah. Infeksi akan menyebar
melalu tulang kanselus hingga memasuki tulang kortikal. Jika tulang kortikalnya tipis, infeksi
75
akan melewati tulang dan memasuki jaringan lunak. Terapi endodontik dan ekstraksi dapat
menghilangkan infeksi. Antibiotik juga dapat menghilangkan infeksi, tapi infeksi dapat
kembali terjadi jika terapi antibiotik dihentikan dan gigi tidak diobati. 1
Lokasi infeksi pada gigi ditentukan oleh dua faktor utama: 1
1. Ketebalan tulang dibawah apeks gigi
2. Hubungan letak perforasi tulang dengan perlekatan otot pada maksila dan mandibula.
Pada gambar diatas, didemonstrasikan bagaimana infeksi berperforasi melewati tulang ke
dalam jaringan dibawahnya. Pada Fig. 15-1 A tulang labial yang berada di dekat apeks gigi
terlihat lebih tipis dibandingkan dengan tulang palatal. Oleh karena itu infeksi menyebar ke
bagian labial jaringan lunak. Pada Fig. 15-1 B, tulang palatal terlihat lebih tipis daripada
tulang labial sehingga infeksi menyebar ke bagian palatal jaringan lunak shingga
menyebabkan abses palatal. 1
Saat infeksi telah melewati tulang, infeksi jaringan lunak akan ditentukan oleh posisi
perforasi relatif dari perlekatan otot. 1
76
Pada gambar 15-2 A infeksi telah menembus aspek labial gigi dan inferior terhadap
perlekatan otot buccinators sehingga menyebabkan abses vestibular. Pada gambar 15-2 B,
infeksi telah menembus tulang yang superior terhadap perlekatan otot buccinators dan disebut
sebagai infeksi spasial bukal. 1
Kebanyakan infeksi yang berasal dari gigi maksila akan menembus melewati tulang
labiobuccocortical. Infeksi juga biasanya dapat menembus bagian inferior perlekatan otot
yang melekat ke maksila yang kemudian akan menjadi abses vestibular. Terkadang, abses
palatal dari gigi I2 yang berinklinasi parah atau dari akar palatal gigi molar maksila dapat
terjadi. Begitu juga dengan gigi kaninus maksila yang panjang akan menembus tulang yang
superior terhadap insersi levator anguli oris dan akan menyebabkan infeksi kaninus spasial.
Gigi molar maksila juga akan mengalami infeksi yang menembus tulang yang superior
terhadap insersi otot buccinators sehingga menyebabkan infeksi bukal spasial. 1
Pada mandibula, infeksi gigi I, C dan P biasanya menembus tulang labiobuccocortical dan
memengaruhi otot-otot sehingga menyebabkan abses vestibular. Infeksi gigi molar lebih
sering menembus tulang linguocortical daripada gigi anterior. Infeksi gigi M1 biasanya akan
berdrainase kearah bukal atau ingual. M2 akan berperforasi ke arah bukal atau lingual, tapi
biasanya ke lingual. M3 hampir selalu menembus tulang linguocortical. Otot mylohyoid akan
menentukan apakah infeksi akan berdrainase ke arah lingual hingga menjadi spasial
sublingual atau submandibular. 1
Infeksi odontogenik yang paling sering adalah abses vestibular. Biasanya pasien tidak akan
mencari perawatan untuk infeksi tersebut dan proses infeksi akan menyebabkan infeksi pecah
77
secara spontan dan berdrainase. Infeksi akan kembali terjadi jika lubang drainasenya menutup
kembali. Terkadang terdapat sinus tract dari abses yang berdrainase ke dalam mulut. Selama
sinus tract terus berdrainase, pasien tidak akan merasakan sakit. Penggunaan antibiotik akan
menyebabkan drainase berhenti, namun ketika penggunaan antibiotik dihentikan, drainase
akan kembali terjadi. Perawatan yang harus dilakukan adalah terapi endodontik atau ekstraksi
gigi. 1
2.9.Analgetik Antipiretik dan Obat Inflamasi Non-Steroid15
Inflamasi dalam bahasa Romawi disebut rubor et tumor cum calor et dolor yang artinya
merah, bengkak, disertai panas dan sakit. Inflamasi selalu diikuti dengan pengeluaran
prostaglandin (Pg) dari sel imunokompeten. Prostaglandin sebagai mediator inflamasi, dapat
meningkatkan kinerja histamin dan senyawa lain sehingga menyebabkan vasodilatasi.
Peningkatan Pg pada jaringan akan menimbulkan nyeri dan dapat diatasi dengan analgetik.
Terdapat dua enzim yang berperan dalam sintesis Prostaglandin yaitu siklooksigenase
(cyclooxygenase, COX). Enzim COX-1 berperan dalam respons homeostatik, bila dihambat
akan menimbulkan banyak efek samping pada penggunaan obat-obat AINS. Enzim COX-2,
umum ditemukan pada keadaan inflmasi dan beberapa jenis karsinoman.
Analgetik antipiretik umum digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan menurunkan
suhu tubuh saat demam.
Obat analgetik antipiretik terdiri dari beberapa golongan, yaitu:
1. Golongan salisilat
2. Golongan pirazolon
3. Golongan asetaminofen (parasetamol)
4. Golongan obat-obat analgetik antiinflamasi lain: Fenilbutazon, indometasin, asam
mefenamat, ibuprofen, ketoprofen, fenprofen, naproksen,proksikam, tolmentin, dan
sulindak
5. Penghambat COX-2 : Celcoxib, valdecoxib, parecoxib, etoricoxib, dan lumiracoxib
6. Obat penyakit pirai: Allopurinol, kolkisin, probenesid, dan sulfinpirazon
7. Obat untuk artritis: Klorokuin, garam emas, metotreksat, dan d-penisilamin
78
Selain asetaminofen, semua obat-obat diatas disebut sebagai obat anti inflamasi nonstreoid
atau obat antireumatik nonstreoid. Sebagian besar obat golongan ini bekerja menghambat
biosintesis prostaglandin.
1. Asetosal atau asam asetil salisilat (aspirin)
Asetosal atau asam asetil salisilat adalah senyawa organik sederhana yang jelas
mempunyai efek analgetik, antipiretik, anti inflamasi, antireumatik dan urikosurik
pada manusia. Sediaan-sediaan yang mempunyai hubungan dengan asam
asetilsalisilat digolongkan sebagai salisilat. Yang paling banyak digunakan adalah
asam asetil salisilat (asetosal), natrium salisilat, dan salisilamid. Ketiganya memiliki
struktur kimia yang hampir sama tetapi efeknya dalam tubuh sedikit berbeda. Diantara
ketiganya, asetosal merupakan paling poten sedangkan salisilamid yang paling lemah.
Mekanisme kerja
Bekerja dengan menghambat biosintesis prostaglandin, melalui penghambatan
enzim prostaglandin sintetase:
- Prostaglandin disintesis oleh enzim mikrosom dalam semua sel mamalia,
kecuali sel darah merah
- Jika sel rusak prostaglandin dilepaskan dan dapat ditemukan di cairan
radang. Prostaglandin tidak disimpan dalam sel tetapi pada biosintesis
dilepaskan de novo
- Semua obat serupa aspirin menghambat biosintesis dan penglepasan Pg dari
sel
Efek farmakologi
Umumnya bila orang sehat diberikan 500 mg asetosal, natrium salisilat, atau
salisilamed maka tidak akan terlihat efeknya, namun beberapa individu dapat
terlihat sedikit mengantuk atau iritasi lambung. Sebaliknya, jika dalam keadaan
sakit atau pada beberapa nyeri tertentu akan terlihat efek dari asetosal, yaitu:
- Efek analgetik
o Efektif untuk meredakan sakit kepala, sakit sendi, dan sakit otot.
o Selain menghambat biosintesis Prostaglandin, asetosal juga memiliki efek
terhadap nyeri akibat kerja bradikinin
o Asetosal tidak dapat meredakan nyeri daerah viseral
- Efek antipiretik
79
o Dapat menurunkan suhu tubuh dalam keadaan demam dengan
meningkatkan pengeluaran panas melalui vasodilatasi perifer dan
pengeluaran keringat
- Antireumatik dan antiinflamasi
o Pada demam reumatik, pemberian asetosal dapat menurunkan demam,
mengurangi sakit pada sendi, dan menormalkan laju endap darah yang
meningkat.
o Asetosal efektif terhadap berbagai gangguan sendi tetapi tidak terhadap
penyakit reumatik jantung.
- Efek urikosurik
o Asetosal dosis besar meningkatkan ekskresi asam urat dalam urin
o Asetosal dosis kecil biasa digunakan sebagai analgetik, tidak bersifat
urikosurik, tetapi dapat menghambat efek probenesid terhadap ekskresi
asam urat
o Efek urikosurik terlihat pada dosis 5-8 gram/hari. Pada dosis 1-2 gram
yang terjadi adalah retensi asam urat
- Saluran cerna
o Dapat menimbulkan iritasi lambung dan dapat mengakibatkan perdarahan
lambung. Asetosal lebih mengiritasi dibanding natrium salisilat
- Agregasi trombosit
o Efek ini tidak terjadi pada pemberian natrium salisilat
o Dosis keceil akan memperpanjang waktu perdarahan
o Asetosal menghambat pembentukan endoperoksid menghambat
agregasi trombosit memperpanjang waktu perdarahan
o Efek ini berguna untuk mencegah stroke dan infark miokard
- Sistem pernapasan
o Keracunan asetosal akan menyebabkan hiperapnea
o Dosis besar frekuensi pernapasan meningkat dan pernapasan menjadi
dalam
o Apabila berlangsung terus dapat menyebabkan terjadinya alkalosis
respirasi
80
Farmakokinetik
- Pada pemberian oral, absorpsi berlangsung cepat, lebih baik lagi jika dalam
suasana asam
- Kadar terapi dalam plasma dicapai setelah 30 menit dan kadar maksimum
dicapai setelah 1-2 jam
- Asetosal didistribusi ke seluruh tubuh dan dapat melalui plasenta.
- Biotransformasi terutama di hati, terjadi konjugasi dengan glisin dan asam
glukuronat
- Ekskresi, melalui urin, tergantung pH. Saat suasana basa, ekskresi akan
meningkat ±8x dibanding urin dalam suasana asam.
Indikasi
- Analgesik
o Dapat mengatasi nyeri tidak spesifik seperti sakit kepala, nyeri sendi, nyeri
haid, beberapa jenis neuralgia, dan sakit otot.
o Dosis dewasa 0,5-1 g tiap 4-6 jam. Dosis anak 15-20 mg/kgbb tiap 4-6 jam
dengan dosis total tidak lebih dari 3,6 g sehari.
- Antipiresis
o Dapat menurunkan suhu saat demam.
o Dosis sama seperti dosis analgesik.
- Antiinflamasi
o Pada demam reumatik akut, asetosal dapat mengurangi rasa nyeri,
kekakuan, pembengkakan sendi, rasa panas dan kemerahan jaringan
setempat dalam 24-48 jam.
o Dosis dewasa 5-8 g/hari yang diberikan 1 g setiap kali.
o Dosis anak 100-125 mg/kgbb/hari, diberikan setiap 4-6 jam selama
seminggu, selanjutnya diturunkan secara bertahap sampai mencapai 60
mg/kgbb/hari.
- Penggunaan lain
o Asetosal yang memiliki efek penghambatan agregasi trombosit dapat
digunakan untuk mencegah trombus koroner dan trombus vena.
Efek samping
- Iritasi dan perdarahan lambung (utama), reaksi alergi, dan gangguan ginjal
Efek toksik
81
- Terlihat jika asetosal diberikan pada dosis >150 mg/kgbb
- Efek toksik kronik disebut salisilismus dengan gejala telinga berdenging
(kadar plasma 200-400 mg/ml). Gejala lain: mual, muntah, tuli, dan bingung.
Gangguan metabolic juga dapat terjadi.
- Pada anak-anak dapat terjadi asidosis metabolic. Pada dewasa, dosis tunggal
besar dapat menimbulkan alkalosis respirasi. Keadaan ini dapat diatasi dengan
bilas lambung, menignkatkan ekskresi, dan mengatasi dehidrasi.
A. Salisilamid
Merupakan amida asam salisilat dengan efek mirip asetosal.
Salisilamid tidak diubah menjadi salisilat dalam tubuh.
Efek analgetik dan antipiretiknya lebih lemah disbanding asetosal karena
salisilamid mengalami metabolisme lintas pertama,sehingga hanya sebagian yang
memasuki sirkulasi sebagai jat aktif
Indikasi
- Sebagai analgetik antipiretik: 3-4x/hari dengan dosis 0,5-1 g
- Sebagai antiinflamasi dengan dosis 6-12 g/hari
B. Diflunisal
Merupakan derivate asam salisilat, tetapi tidak diubah menjadi salisilat dalam
tubuh.
Farmakodinamik: mempunyai efek analgetik dan antiinflamasi tetapi tidak
mempunyai efek antipiretik.
Farmako kinetik: pemberian oral, kadar puncak dicapai setelah 2-3 jam dengan
waktu paruh 8-12 jam.
Indikasi:
- Hanya digunakan sebagai analgetik ringan/sedang
- Dosis awal 500 mg dan dialanjutkan 250-500 mg setiap 8-12 jam
2. Derivat paraaminofenol (parasetamol dan fenasetin)
Parasetamol merupakan derivate fenasetin dengan efek analgestik dan antipiretik
yang sama. Penggunaan fenasetin sekarang sudah dilarang.
a. Asetaminofen (parasetamol)
82
Farmakodinamik
- Memiliki efek analgetik antipiretik
- Tidak memiliki efek antiinflamasi dan urikosurik
- Tidak menimbulkan iritasi lambung, gangguan napas, dan gangguan
keseimbangan asam basa
Farmakokinetik
- Absorpsi: pada pemberian oral cepat dan lengkap, kadar terapi dalam
darah dapat dicapai dalam 30 menit, waktu paruh dicapai dalam 1-3 jam.
- Metabolisme di hati konjugasi dengan glukuronat dan sulfat
- Ekskresi melalui ginjal
Indikasi
- Sebagai analgetik antipiretik seperti asetosal tetapi lebih sering digunakan
sebagai analgetik.
Efek samping
- Dalam dosis terapi, toleransinya terhadap saluran cerna baik
- Bersifat hepatotoksik karena akumulasi metabolitnya N-acetyl-p-
benzoquinone.
- Bila terjadi overdosis dapat diberi emetic atau bilas lambung dan pasien
secepatnya diberi N-acetylcystein untuk menetralkan metabolit tersebut.
3. Derivat Pirazolon
Yang termasuk golongan ini adalah dipiron (metampiron, metamizol, sulpirin),
fenilbutazon, oksifenbutazon.
a. Dipiron
Indikasi
- Sebagai analgetik antipiretik, sedangkan efek antiinflamasinya lemah
Dosis
- 0,3 – 1g 3x sehari, obat dalam bentuk tablet 500 mg dan obat suntik 500
mg/ml
Efek samping dan intoksikasi
- Semua derivate pirazolon dapat menimbulkan agranulositosis, anemia
aplastic, dan trombosito-penia.
- Dapat juga menimbulkan mual, muntah, perdarahan lambung, dan anuria
83
b. Fenilbutazon dan Oksifenbutazon
Farmakodinamik
- Memiliki efek antiinflamasi, efek analgesiknya lebih lemah disbanding
salisilat
- Tidak digunakan sebagai analgesic antipiretik karena efek toksiknya,
mempunya efek urikosurik lemah serta dapat menimbulkan retensi natrium
dan klorida sehingga menimbulkan udem.
Farmakokinetik
- Pada pemberian oral absorpsinya melalui saluran cerna baik. Kadar puncak
dicapai dalam 2 jam dengan waktu paruh 70 jam, 98% terikat protein
plasma.
- Kedua obat ini berkompetisi dengan obat lain sehingga menimbulkan
interaksi
Indikasi
- Penyakit pirai akut (gout akut)
Dengan dosis 800 mg/hari selama 2 hari dan dilanjutkan selama 3 hari
dengan dosis 300 mg/hari atau dosis awal 400 mg kemudian disusul 100
mg tiap 4 jam sampai gejala berkurang. Lama pengobatan tidak lebih dari
7 hari
- Artritis rheumatoid
Denan pemberian 3-4 x 100 mg/ hari selama seminggu. Bila dosis
penunjang 100-200 mg/ hari mencukupi pengobatan dapat diberikan lebih
lama. Tidak dianjurkan pemberian jangka panjang.
- Gangguan sendi
Spondilitis ankilosa dan osteoartritis.
Efek samping
- Timbul reaksi alergi berupa urtikaria, udem angineurotik, eritema,
dermatitis eksfoliativa, dan sindrom Steven Johnson. Iritasi lambung
dengan keluhan nyeri epigastrium, perdarahan lambung, tukak lambung
akut maupun kronik.
84
- Pada intoksikasi fenilbutazon dan oksifenbutazon dapat timbul koma,
trismus, syok, asidosis metabolik, hematuria, depresi sumsum tulang,
proteinuria, oliguria, gagal ginjal, dll.
Kontraindikasi
Fenilbutazon dan oksifenbutazon kontraindikasi pada penderita hipertensi,
penyakit jantung, ginjal, gangguan fungsi hati, dan riwaya alergi serta tukak
lambung.
4. Derivat asam fenamat
Merupakan golongan obat menyerupai aspirin dari N-phenyl-anthranilic acid,
termasuk derivat ini adalah:
a. Meclofenamat
Merupakan obat AINS relatif baru, kadar puncak dalam plasma dalam 30-60
menit dengan waktu paruh 2 jam. Ekskresi melalui urin.
Indikasi: nyeri sedang dan nyeri akut pasca operasi gigi.
Efek samping: sama seperti obat AINS lainnya juga dapat meningkatkan efek
antikoagulan oral dan gangguan saluran cerna misalnya nyeri lambung dan
diare
Kontraindikasi: kehamilan, tidak dianjurkan untuk anak-anak.
b. Asam fenamat
Efek analgetik sebanding aspirin, namun efek antiinflamasinya kurang, serta
lebih toksik.
Indikasi: nyeri sedang.
Penggunaan terbatas untuk waktu pendek dan intermittent karena punya
potensi menimbulkan diskrasia darah dan efek samping pada saluran cerna.
Tidak dianjurkan pemberian >1 minggu.
Kontraindikasi pada anak-anak.
5. Indometasin
Merupakan derivat indol yaitu, methylated indole acetic acid yang mempunyai
efek analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi seperti asam asetil salisilat.
Merupakan penghambat Pg sintetase kuat, dan menghambat pergerakan leukosit
PMN.
85
Merupakan obat antiinflamasi kuat, hanya dianjurkan untuk pengobatan artritis
rheumatoid, ankylosing spondilytis, osteoatritis dan penyakit pirai. Dapat juga
untuk mengatasi nyeri uveitis dan pasca bedah mata.
Dosis: 25 mg, 2-3 kali/hari, dosis total tidak boleh lebih dari 200 mg/hari
Farmakokinetik
- Pemberian oral absorpsinya melalui saluran cerna baik dan hampir sempurna.
- Kadar puncak plasma dicapai dalam 3 jam. Waktu paruh 4-12 jam.
- Ekskresi melalui urin dalam bentuk utuh dan metabolitnya.
Efek samping
- Gangguan saluran cerna, mual, muntah, diare.
6. Sulindak
Efek farmakologi mirip Indometasin tetapi dengan potensi setengahnya.
Farmakokinetik sama seperti indometasin.
Efek samping dan toksisitas mirip indometasin tetapi lebih ringan.
7. Derivat asam fenil propionate
Mekanisme kerjanya menghambat biosintesis Prostaglandin dengan menghambat
COX non selektif.
Memiliki efek analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi. Efek antiinflamasinya baik
untuk pengobatan penyakit reumatik, osteoarthritis, ankylosing spondilytis dan
keadaan inflamasi lainnya.
Efektif mengatasi nyeri pasca bersalin, nyeri pasca operasi mata, dan nyeri pasca
operasi gigi.
Obat golongan ini antara lain ibuprofen, fenprofen, ketoprofen, flubiprofen,
naproxen.
Nyeri pasca operasi gigi dapat ditangani dengan pemberian ibuprofen 400 mg dan
dipercaya leih efektif dibandingkan kombinasi aspirin 600mg dengan kodein 60
mg
Efek sampingnya adalah gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, nyeri
epigastrik, dan dapat mengaktifkan tukak peptik.
8. Oksikam
Piroksikam, tenoksikam
86
- Obat AINS yang relative baru.
- Absorpsi melalui lambung cepat, ekskresi dalam bentuk konjugasi dengan
asam glukuronat dan sebagian kecil dalam bentuk utuh.
- Waktu paruh obat panjang, ± 1minggu, sehingga hanya diberikan 1x sehari.
- Efektifitas dan efek samping sama seperti obaat AINS lainnya
- Untuk pengobatan artritis rheumatoid dan ankylosing spondilytis
Meloksikam
- Merupakan derivat baru dari oksikam.
- Efek toksiknya pada saluran cerna lebih ringan dibandingkan AINS lain.
- Waktu paruh eliminasi 12-15 jam, sehingga dapat diberikan 1x sehari.
9. Tolmentin
Sifat farmakologi seperti aspirin
Absorbsi cepat dan hampir sempurna setelah pemberian oral
Digunakan sebagai antiinflamasi.
Efek sampingnya: erosi, ulserasi, dan perdarahan saluran cerna, gangguan SSP
(bingung, insomnia, dan mengantuk).
10. Diklofenak
Merupakan derifat asam fenilasetat
Dapat digunakan jangka panjang, dalam pengobatan RA, osteoarthritis, dan
ankylosing spondylitis.
Lebih poten dari indometasin dan naproksen.
Lebih aman dari ibuprofen dan memiliki mula kerja yang cepat, lama kerjanya
lebih panjang daripada parasetamol.
Waktu paruh 1-2 jam. Diekskresikan di ginjal
Indikasi: mengobati kondisi inflamasi, rasa sakit dan dysmenorrhea.
Terdapat dua sediaan yaitu sodium diklofenak dan potassium diklofenak,
perbedaan hanya pada garam potasium lebih cepat larut dibanding garam sodium.
11. Penghambat COX-2
Celexocib
- Menghambat enzim sikooksigenase.
87
- Digunakan untuk rheumatoid artritis dan osteoarthritis, tidak untuk analgesik
biasa.
- Tidak menghambat agregasi trombosit dan tidak meningkatkan waktu
perdarahan
- Celexocib, etorcoxib, meloxicam, dan parecoxib figunakan untuk nyeri
musculoskeletal.
- Parecoxib dianjurkan hanya digunakan pada nyeri pasca bedah dan inflamasi.
Farmakokinetik
- Diabsorpsi segera setelah pemberian.
- Kadar puncak dicapai dalam 3 jam.
- Dimetabolisme secara ekstensif di hati oleh sitokrom P450 (CYP 2C9).
Diekskresi melalui tinja dan urin.
- Waktu paruh 4 jam, dosis 1 kali sehari.
Efek samping
- Sakit perut, diare, dan dyspepsia.
- Kontraindikasi pada pasien yang alergi sulfonamide, obat ini juga toksik
terhadap ginjal
Beberapa AINS untuk mengatasi nyeri akut
No. Nama Generik Kisaran dosis Dosis harian
maksimal
1. Aspirin 650-2000 mg tiap 4-6 jam 4000 mg
2. Diflunisal Dosis awal 1000 mg, kemudian 500
mg tiap 8-12 jam
1500 mg
3. Asetaminofen 650-1000 mg tiap 4-6 jam 4000 mg
4. Ibuprofen 400 mg tiap 4-6 jam 2400 mg
5. Ibuprofen (OTC) 200-400 mg tiap 4-6 jam 1200 mg
6. Naproxen Dosis awal 500 mg, kemudian 250 mg
tiap 6-8 jam
1250 mg
7. Naproxen sodium Dosis awal 550 mg, kemudian 275 mg
tiap 6-8 jam
1375 mg
8. Naproxen sodium
(OTC)
220-440 mg tiap 8 jam 660 mg
88
2.10. Antiseptik, Disinfektan serta Infeksi Nosokomial15
Antiseptik dan disinfektan adalah obat/zat yang digunakan untuk mencegah infeksi.
Obat/zat ini dapat dibedakan dari antimikroba karena biasanya berbentuk larutan yang
digunakan secara topikal di permukaan kulit, membran mukosa, atau untuk membunuh
kuman pada suatu objek seperti lantai, dinding, alat-alat kedokteran dan kedokteran gigi,
dental unit, cuci tangan, dan lain-lain. Cara pemberian diusap, digosok, ataupun kumur-
kumur. Antiseptik dan disinfektan merusak kuman dengan kontak langsung sehingga
tidak pernah diminum atau disuntikan ke pasien. Antiseptik digunakan untuk membasmi
atau menghambat pertumbuhan kuman di permukaan jaringan, sedangkan disinfektan
digunakan untuk mengurangi risiko infeksi dengan membasmi patogen pada benda.
Mekanisma Kerja
Antiseptik dan Disinfektan membunuh kuman dengan mengganggu metabolisme
kuman atau melalui denaturasi protein kuman. Antiseptik dan disinfektan menurunkan
tegangan permukaan dinding sel kuman yang mengakibatkan sel membengkak dan lisis.
Efek dari zat yang menyebabkan denaturasi protein segera terlihat daripada yang bekerja
merusak metabolisme kuman. Larutan yang mengandung logam berat seperti merkuri
9. Fenoprofen 200 mg tiap 4-6 jam 1200 mg
10. Ketoprofen 25-75 mg tiap 6 jam 300 mg
11. Ketoprofen (OTC) 12.5-25 mg tiap 4-6 jam 75 mg
12. Diklofenak 50 mg tiap 8 jam 150 mg
13. Meclofenamat 50-100 mg tiap 6 jam 400 mg
14. Asam mefenamat Dosis awal 500 mg, kemudian 250 mg
tiap 6 jam
1250 mg
15. Etodolac 200-400 mg tiap 6-8 jam 1200 mg
16. Ketorolac - Dosis awal 15-30 mg IV atau 30-60
mg IM, kemudian 15-30 mg IV atau
IM tiap 6 jam
- 10-20 mg peroral 6 jam setelah
dosis parenteral kemudian 10 mg
tiap 4-6 jam
- 60-120 mg
IM atau IV
- 40 mg peroral
89
atau perak dan hexaklorofen menghambat sistem enzim sel sedangkan Alkohol,
formaldehid, glutaraldehid, klorhexidin merusak membran sel secara langsung,
sedangkan
Zat yang membunuh kuman disebut (-sidal) pada istilah germisidal, bakterisidal,
fungisidal tergantung pada mikroorganisme yang dibunuh. Zat kimia yang mengurangi
pertumbuhan kuman tanpa memberantas mikroorganisme disebut (-statik) pada istilah
bakteriostatik, fungistatik. Antiseptik dan disinfektan berbeda dalam potensi anti
mikrobanya, spektrum dan lama kerjanya. Formaldehid, glutaraldehid, larutan yodium
mempunyai efek pada kuman, spora, jamur, virus, dan protozoa sehingga disebut
berspektrum luas. Hexaklorofen dan benzalkonium klorida mempunyai efek terutama
pada kuman Gram-positif sehingga disebut berspektrum sempit.
ANTISEPTIK
Digunakan untuk irigasi luka, luka lecet, dan sterilisasi tangan dokter yang akan
melakukan tindakan operasi. Antiseptik ideal diharapkan dapat membunuh kuman dalam
waktu tertentu dan tidak menimbulkan iritasi atau sentisasi kulit. Tujuan penggunaannya
ialah mengurangi kuman yang dapat masuk ke tubuh.
1. Yodium
Antiseptik paling baik untuk kulit, kerja cepat, cukup efektif untuk membunuh
kuman, beberapa protozoa dan virus. Kekurangannya ialah dapat meninggalkan warna
kecoklatan dan nyeri lokal.
2. Yodofor
Senyawaan yodium dengan iritasi minimal, bersifat bakteriostatik, dan digunakan
sebelum tindakan operasi. Hanya untuk penggunaan topical bukan pemberian oral.
3. Etil-alkohol
Efektif pada kadar <70%.
4. Isopropyl alkohol
Bersifat bakterisidal pada kadar 50% - 90%. Usapan isopropyl alkohol dapat
menyebabkan vasodilatasi lokal sehingga harus hati-hati terhadap timbulnya
perdarahan pada saat melakukan suntikan intravena.
5. Heksaklorofen
Bersifat bakteriostatik, efektif untuk kuman Gram-positif, digunakan untuk
membersihkan kulit dan persiapan operasi karena kuman patogen yang banyak di
permukaan kulit adalah kuman gram positif.
90
6. Hidrogen-peroksida
Oksidator, penetrasi ke kulit buruk dan cepat terurai menjadi oksigen serta air
sehingga penggunaannya terbatas. Antiseptik lemah yang mengandung hydrogen-
peroksida 3% dalam air. Dianjurkan untuk kumur-kumur pada pengobatan Vincent’s
tetapi penggunaan secara terus menerus dapat menyebabkan hairy-tongue. Efek akan
menghilang bila obat dihentikan.
7. Klorheksidin
Bakterisidal, digunakan untuk persiapan operasi, kumur-kumur pada pengobatan
ulkus apathous dan menurunkan jumlah plak gigi. Larutan yang mengandung logam
berat yang digunakan sebagai antiseptik antara lain Hg-organik dan senyawaan perak
anorganik.
8. Perak-nitrat
Digunakan dalam larutan antiseptik mata untuk mengurangi infeksi kuman
gonokokus pada bayi baru lahir.
9. Perak-sulfadiazin
Digunakan untuk luka bakar karena penetrasi lebih baik dan tidak menyebabkan
pewarnaan kulit. Larutan perak lainnya menyebabkan argiria atau warna hitam pada
kulit dan mukosa.
10. Merkuri-organik, nitromersol, dan timerosal
Efikasi kurang tetapi populer sebagai obat bebas.
11. Benzalkonium klorida, timerosal, dan setilpiridinium klorida
Digunakan sebagai pengawet pada kandungan cairan lensa kontak untuk
mengurangi pertumbuhan kuman.
DISINFEKTAN
Digunakan untuk membersihkan dan menyimpan alat-alat operasi, mensterilkan
dinding ruang operasi, lantai dan untuk sterilisasi dingin (sterilisasi dengan sinar gamma).
Disinfektan yang banyak digunakan ialah formaldehid, glutaraldehid, natrium hipoklorit,
alkohol, dan nitromersol. Larutan formaldehid dan glutaraldehid mengiritasi kulit, mata
dan saluran napas sehingga hanya digunakan untuk benda.
Efek Samping dan Efek Toksik Antiseptik dan Disinfektan
91
Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan topikal antiseptik/disinfektan ialah
kulit kering, iritasi, kemerahan, dan reaksi hipersensitivitas pada permukaan yang
berkontak.
1. Formaldehid
Memerlukan kadar tinggi untuk dapat membunuh kuman dan pada kadar tersebut
akan merusak jaringan sehingga tidak digunakan sebagai antiseptik. Toksisitas
formaldehid berupa iritasi lokal dan reaksi alergi serta dapat menimbulkan ekzema
bila terjadi kontak secara berulang.
2. Yodofor
Penetrasinya meningkat pada luka bakar dan dapat menimbulkan gangguan
saluran cerna atau hipertiroid.
3. Hexaklorofen
Melalui kulit dapat menimbulkan kejang yang dapat berakibat fatal, jangan
diberikan pada bayi atau pasien luka bakar. Bila digunakan secara oral, akan
menimbulkan anoreksia, muntah, kejang perut, kejang dan dapat menyebabkan
kematian.
4. Alkohol
Etil-alkohol murni (99%) bila diminum dapat berakibat fatal. Etil-alkohol dan
isopropyl-alkohol bukan untuk diminum karena mengandung zat denaturasi,
metilisobutilketon, dan zat pewarna yang bersifat racun.
Indikasi antiseptik dan disinfektan
Obat/zat
anestetik
kadar disinfektans antiseptik
Alkohol
Etil, isopropyl
larutan 40-70%
larutan 70-90%
Disinfeksi alat-
alat, ampul
membersihkan
kulit sebelum
menyuntik
Benzalkonium
klorida
larutan 0,02-0,5% Pengawet alat-alat,
sarung tangan,
alat-alat dari karet,
disinfeksi ruang
bedah
persiapan operasi
kulit, membran
mukosa dan irigasi
luka dalam,
vagina,
pengobatan akne
92
topikal, pengawet
cairan lensa kontak
luka
Klorhexidin
glukonat
larutan 1%
emulsi 4%
- membersihkan
luka, persiapan
operasi, cuci
tangan, kumur-
kumur pada ulkus
aphthous, hindari
telinga dan mata
Formaldehid larutan 10-37% Sterilisasi dingin
alat-alat, fiksasi
jaringan, pengawet
mayat
hindari kontak
dengan membran
mukosa, selalu
gunakan larutan
37%
Glutaraldehid larutan 2% Sterilisasi dingin
alat-alat, fumigasi
kamar bedah
Hanya untuk
benda
Hidrogen
peroksida
larutan 1,5-3% pembersih luka kumur-kumur pada
infeksi Vincent’s,
penggunaan
berlebihan
menimbulkan
hairy tounge
Yodium larutan 2% - topikal di kulit,
germisid, memberi
warna kulit
Povidone-iodine foam 0,5-10%,
swab, larutan
disinfektan alat-
alat
antiseptik pasca
operasi, luka
bakar, laserasi
kulit,
membersihkan
kulit sebelum
93
menyuntik
Perak nitrat larutan 0,1-0,5% pengobatan
konjungtiva dan
luka bakar
Larutan Irigasi dan Obat-obat Saluran Akar
Kontrol infeksi pada pulpa gigi berbeda dengan kontrol infeksi bagian tubuh lain
karena anatomi pulpa gigi yang spesifik. Dalam perawatan infeksi pulpa gigi perlu
diperhatikan faktor host dan berbagai jenis perawatan. Prosedur perawatan meliputi
sistem pertahanan tubuh host, penggunaan antibiotik sistemik (hanya jika diperlukan),
instrumentasi dan irigasi saluran akar (cleaning and shaping), penggunaan obat-obat
saluran akar dan restorasi. Tujuan irigasi saluran akar adalah untuk mengeluarkan
jaringan mati dan mikroba dari saluran akar.
Larutan Irigasi Saluran Akar
Memfasilitasi pengeluaran jaringan mati, mikroorganisme atau serpihan dentin dari
saluran akar dengan cara pembilasan. Beberapa larutan irigasi dapat membunuh bakteri
dan jamur namun disisi lain dapat juga toksik dan menimbulkan nyeri pada jaringan
periapikal gigi.
1. NaOCl
Banyak digunakan untuk perawatan infeksi saluran akar gigi. NaOCl memiliki
antibakteri kuat dan dapat melarutkan jaringan pulpa dan komponen organik dentin.
Sodium hypochlorite dikenal sebagai Dakin’s solution (1% NaOCl dilarutkan dengan
1 % sodium bikarbonat). NaOCl memiliki antibakteri kuat namun Candida albicans
resisten, sehingga diperlukan konsentrasi 5% untuk membunuhnya. Kekurangannya
ialah rasa tidak enak, toksisitas dan efek kaustik terhadap jaringan sehat (5,25%) serta
tidak mampu mengangkat smear layer karena tidak memiliki efek terhadap komponen
inorganik. NaOCl dipakai dengan dosis kecil yaitu 0,5%-1% karena memiliki efek
toksik, walaupun pada beberapa negara ada yang memakai dosis 5,25%. Dalam
penggunaannya harus hati-hati agar tidak mengiritasi daerah apek gigi yang dapat
menimbulkan rasa sakit, peradangan, dan lain-lain.
2. EDTA, asam sitrat dan asam lain
94
EDTA adalah 17% garam disodium (pH7) memiliki aktivitas antibakteri dan
antifungal yang kecil. Pada kontak langsung dan lama EDTA akan melepaskan
protein permukaan bakteri yaitu berikatan dengan ion metal dari selubung sel (cell
envelope), yang menyebabkan bakteri mati. EDTA adalah chelating agent yang akan
mengikat smear layer saluran akar jika digunakan bersama NaOCl yang bekerja pada
komponen inorganik dentin. Sitotoksisitasnya tergantung pada dosis.
Asam sitrat
Asam sitrat dapat mengangkat smear layer dengan sempurna jika digunakan
bersamaan dengan NaOCl. Konsentrasi yang dipergunakan berkisar 1%-50%.
Efektifitas sebagai antibakteri belum jelas dan lemah bila digunakan sendiri.
3. Hidrogen peroksida (H2O2)
Banyak digunakan sebagai disinfektan dan sterilisasi. Namun dalam perawatan
saluran akar gigi sudah jarang digunakan. Larutan ini tidak berwarna dan digunakan
dengan konsentrasi 1%-30%. Larutan ini memiliki aktivitas antimikroba terhadap
berbagai mikroorganisme termasuk virus, bakteri, jamur, dan spora bakteri. Lebih
efektif terhadap gram positif daripada gram negatif. Sebagai disinfektan larutan ini
bekerja pada bahan organik gigi, sehingga lebih efektif dari senyawa iodine.
Efektifitasnya sebagai larutan irigasi saluran akar masih diragukan.
4. Klorheksidin
Klorheksidin ialah bisbiguanid kationik, dipergunakan sebagai larutan disinfektan
karena efek antimikrobanya baik. Digunakan sebagai larutan irigasi dan obat saluran
akar dalam perawatan. Kelebihannya dibandingkan NaOCl ialah tidak bau, tidak
mengiritasi jaringan periapikal. Tetapi, klorheksidin tidak mempunyai kemampuan
melarutkan jaringan seperti NaOCl. Larutan klorheksidin yang digunakan ialah 0,2%-
2%. Klorheksidin banyak digunakan karena mempunyai kemampuan sebagai
antibakteri, lama kerja panjang, dan relatif toksisitas rendah. Kekurangannya ialah
kerjanya tergantung pH dan adanya bahan organik. Efektif terhadap bakteri Gram
positif, Gram negative dan jamur, namun resisten terhadap mikobakterium dan spora
bakteri. Klorheksidin glukonat efektif sebagai larutan irigasi saluran akar dan intra
kanal medikamen. Efektifitas klorheksidin terhadap virus kurang baik karena adanya
selubung lipid. Di klinik, dianjurkan pembilasan dengan larutan salin setelah
95
penggunaan NaOCl, baru menggunakan larutan klorheksidin. Keduanya tidak dapat
digunakan bersamaan karena memungkinkan adanya endapan warna cokelat orange
yang dapat mempengaruhi warna gigi.
5. Iodine Potasium Iodine (IPI)
Memiliki efek bakterisidal, fungisidal, virusidal, dan sporisidal. Iodin dapat
berpenetrasi ke dalam mikroorganisme dan merusak protein, nukleotida dan molekul
sel lainnya. Potasium iodin adalah iodin dalam air, aktivitas antibakteri dimiliki oleh
iodin. Penggunaan 5% IPI sebelum Ca(OH)2 dapat mengurangi E. faecalis pada
saluran akar, namun adanya jaringan nekrotik akan mengurangi efek iodin. Oleh
sebab itu, penggunaan iodin pada saluran akar masih kurang kuat untuk sterilisasi
saluran akar.
6. Larutan irigasi saluran akar mengandung antibiotik
MTAD dan Tetraclean
Larutan irigasi yang relatif baru campuran tetrasiklin isomer (doxycyclin), asam,
dan detergen. MTAD mengkombinasikan efek menghilangkan smear layer dengan
antibakteri yang mungkin lebih aman terhadap dentin daripada EDTA. MTAD baik
dikombinasikan dengan NaOCl 1,3% pada saat instrumentasi.
Obat-obat Intrakanal
Diperlukan pada perawatan infeksi saluran akar, misalnya pada keadaan perawatan
tidak dapat dilakukan satu kali kunjungan. Tujuannya untuk menyempurnakan disinfeksi
saluran akar dan mendapatkan saluran akar steril sampai waktu dilakukan penambalan
tetap. Diperlukan pada perawatan nekrosis pulpa dan periodontitis apikalis.
Calcium hydroxide
Indikasinya untuk preventif dan terapi berbagai keadaan pulpa dan periapek. Dapat
juga dipakai untuk terapi karena trauma gigi dan resopsi. Efektif untuk terapi
periodontitis apikalis. Ca(OH)2 merupakan substansi basa kuat dengan pH sekitar 12,5.
Efek biologikal didapat karena pH basanya. Sebagian besar bakteri tidak dapat hidup
pada pH basa tersebut. Aktivitas antibakteri tergantung pada ion hidroksil yang
dilepaskan ke lingkungan. Efek mematikan bakteri dari ion hidroksil dapat melalui
beberapa mekanisme, antara lain :
96
1.Merusak membran sitoplasmik bakteri, hidroksil ion merangsang peroksidasi lipid
sehingga terjadi kerusakan fosfolipid yang merupakan komponen membran
sitoplasmik.
2.Denaturasi protein, senyawa alkalin dapat mengakibatkan lepasnya ikatan ionik
yang mendukung struktur protein tersier. Tentunya akan mempengaruhi aktivitas
biologi bakteri.
3.Kerusakan DNA, ion hidroksil dapat berinteraksi dengan DNA bakteri yang
menyebabkan terpisahnya rantai DNA. Akibatnya terjadi penghambatan DNA
replikasi dan gangguan aktivitas selular. Radikal bebas juga dapat menimbulkan
mutasi.
Keterbatasan dari Ca(OH)2 ialah harus berkontak langsung dengan bakteri intrakanal.
Enterococcus faecalis dan candida resisten terhadap Ca(OH)2. Selain itu, terdapat juga
kombinasi Ca(OH)2 dengan Champorated paramonochlorophenol (CPMC) ataupun
klorheksidin.
Alternatif lain untuk intrakanal medikasi adalah intrakanal medikasi yang
mengandung antibiotik dan senyawa fenol.
Lokal antibiotik
Sebagai alternatif intrakanal medikasi. Efek anti bakteri dari antibiotik mungkin
bersifat sementara sehingga belum dikenal dengan luas sebagai antiseptik saluran akar.
Senyawa Fenol
Yang termasuk senyawa ini antara lain fenol, formokresol, cresantin,
parachlorophenol champorated parachlorophenol. Kapas dibasahi oleh medikamen ini
pada ruang pulpa sehingga diharapkan uapnya akan mensterilkan saluran akar. Dewasa
ini, penggunaannya sudah digantikan dengan senyawa biologik lain karena senyawa fenol
bersifat sitotoksik dan mutagenik terhadap tahanan jaringan.
Obat Kumur Antiseptik
Ditujukan untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut tetapi tetap diperlukan sikat
gigi dan flossing setiap hari. Obat kumur diperlukan untuk menjaga keseimbangan flora
normal dengan mengontrol dan mencegah penumpukan bakteri. Obat kumur mengandung
fluor baik digunakan untuk mencegah penyakit karies. Obat kumur antiseptik baik
97
digunakan untuk pencegahan dan pengurangan bakteri pada oral biofilm penyebab gigi
berlubang, gingivitis, dan halitosis. Indikasi pemakaian obat kumur antiseptik :
1. Pencegahan terjadinya karies dan gingivitis.
2. Perbaikan kondisi gigi dan mulut yang buruk dengan mengurangi jumlah bakteri
pada oral biofilm.
3. Setelah dilakukan operasi atau pemasangan implan.
4. Sebelum, selama dan sesudah kemoterapi/radioterapi.
Klorheksidin
Dapat menembus oral biofilm dan aktif melawan bakteri Gram positif dan negatif
serta beberapa jamur. Penggunaannya aman dan tidak menimbulkan resistensi. Terutama
digunakan untuk penyakit periodontal dan pascaoperasi dan dihentikan bila kesehatan
gigi dan mulut sudah terkontrol. Pemakaian terlama dapat mencapai waktu 6 bulan.
Klorheksidin 0,2% digunakan dua kali sehari, dikumur sebanyak 15-20 ml selama 30
detik. Kekurangannya ialah dapat memberi warna gigi dan mukosa, ada rasa metal,
meningkatkan pembentukan kalkulus dan iritasi mukosa.
Minyak Esensial
Mengandung timol, mentol dan eukaliptol. Minyak esensial dapat mengurangi plak
dan gingivitis. Perlu campuran alkohol untuk mengaktifkan minyak esensial sehingga
indikasi terbatas. Pemakaian jangka panjang sampai 6 bulan menunjukan hasil yang baik
sama dengan khlorhexidin. Dapat penetrasi ke dalam oral biofilm lebih cepat dari
klorheksidin dan efektif dalam mengurangi perdarahan interproksimal. Pemakaiannya
ialah dengan berkumur dua kali sehari. Alkohol memberikan rasa segar. Penggunaan
yang berlebihan dapat menimbulkan efek negatif.
Cytilpyridinium chloride (CPC)
Golongan cationic quarternary ammonium. Antiseptik yang merusak membran sel
melawan jamur, amoeba, dan enveloped viruses. Efektif mencegah timbulnya plak dan
menurunkan keparahan gingivitis. Kekurangannya ialah memberi warna coklat pada gigi,
tetapi dapat dengan mudah dihilangkan pada waktu cek up berkala ke dokter gigi.
Triclosan
98
Masih diragukan keamanannya. Tidak seefektif klorheksidin maupun minyal esensial.
Mekanisme kerjanya ialah dengan menghambat biosintesis lipid membran mikroba.
Infeksi Nosokomial (15,16)
Merupakan infeksi yang diperoleh dari rumah sakit dan tidak diderita pasien ketika
masuk rumah sakit melainkan setelah kira-kira 72 jam di rumah sakit. Biasanya bersifat
virulen dan sukar diberantas. Infeksi dapat terjadi apabila toxin atau agen penginfeksi
menyebabkan infeksi lokal atau sistemik yang dapat terjadi perawatan di rumah sakit yang
lama, daya tahan tubuh pasien yang menurun seperti pada pasien lanjut usia, malnutrisi, luka
bakar atau pasien dengan gangguan sistem imun. Saat ini antibiotik sistemik sangat efektif
untuk pengibatan infeksi sehingga penggunaan antiseptik dan disinfektan terbatas hanya
untuk menurunkan resiko infeksi misal pada luka.
2.11. Obat Anestesi
Pada dasarnya, sukses atau tidaknya tindakan operasi sangatlah ditentukan ole
kemampuan operator atau pelaku tindak operasi dalam menghilangkan rasa sakit dan
mengatasi infeksi yang ada19. Anestesi dapat diartikan sebagai tidak adanya rasa sakit.
Secara umum, anestesi ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu
C.1. Anestesi Umum19,20
Anestesi umum atau yang umum dikenal sebagai anestesi total merupakan
segolongan obat yang digunakan untuk menghilangkan berbagai persepsi
sensasi yang disertai dengan hilangnya kesadaran dari pasien atau orang
diberikan1. Secara umum sifat ideal yang harus dipenuhi oleh suatu bahan obat
anestesi umum adalah sebagai berikut : 19
a. memiliki batas aman yang lebar
b. waktu induksi dan waktu pemulihan yang cepat
c. merupakan bahan yang stabil, tidak mudah terbakar, tidak
dimetabolisme, dan cepat diekskresi
d. merupakan bahan anlgetik yang kuat, menimbulkan relaksasi otot yang
sempurna tanpa reaksi yang tidak diingini terhadap organ-organ vital
maupun sistem tubuh, walaupun diberikan dalam waktu lama
Ketika prosedur anetesi umum dilakukan, terdapat beberapa tanda-tanda klasik
yang umum dapat terlihat, terutama pada penggunaan zat eter karena zat ini
memiliki reaksi kerja yang lambat sehingga tanda-tanda klasik ini akan dapat
99
terlihat dengan jelas19. Menurut Guedel, tanda-tanda klasik dari anestesi
umum dapat dibagi menjadi 4 stadium dan 4 plana. Adapun keempat stadium
dan plana tersebut adalah sebagai berikut :
a. Stadium Analgesia19
Stadium analgesia merupakan stadium awal, yang dimulai dari
pemberian zat anestesi hingga hilangnya kesadaran, dengan hilangnya
sensasi sakit, tetapi aktivitas motorik dan refleks masih normal19. Pada
stadium ini, terdapat dua tanda yang dapat dilihat, yaitu
i. Tanda Subjektif : 19
mula-mula pasien akan merasa panas, kesulitan dalam
bernapas (bukan akibat asfiksi)
iritasi lokal yang dapat berupa lakrimasi, salivasi, dan
sekresi mukus (dapat diatasi dengan pemberian
medikasi preanestesi, yang akan dijelaskan pada
halaman berikutnya)
setelah beberapa kali inhalansi, kedua sensasi di atas
akan berkurang dan pasien akan mengalami kekakuan
badan dan mengambang, pikiran kabur dan tidak
terkontrol, kadang-kadang diikuti halusinasi, artikulasi
susah dan tidak jelas, fungsi sensorik di korteks dan
medula spinalis akan menghilang lebih dulu
dibandingkan dengan fungsi motorik
ii. Tanda Objektif : 19
kulit muka dan leher akan mengalami kemerahan
(flushing)
pupil ormal akan mengalami dilatasi
nadi cepat dan tekanan darah meningkat
pernapasan akan meningkat dan tidak teratur
b. Stadium Delirium
Stadium delirium atau yang dapat disebut sebagai stadium eksitasi
yang diakibatkan oleh bekerjanya obat pada pusat motorik19. Stadium ini
dimulai dari hilangnya kesadaran pasien hingga masuk ke dalam stadium
anestesia19. Tanda-tanda objektif yang umumnya terjadi pada stadium ini
adalah sebagai berikut : 19
100
mata dan rahang tertutup
tonus otot rangka mengalami peningkatan
eksitasi dan aktivitas motorik tidak terkontrol akibat pusat
motorik menagalami paralisis
pasien dapat tertawa, menangis, menyumpah, dan berkata tidak
baik
pernapasan tidak terkontrol dan refleks mengalami
peningkatan1
muntah (apabila stadium ini tejadi dalam waktu yang lama)
relaksasi otot belum sempurna
pupil dilatasi sampai masuk ke stadium III, lalu akan
mengalami konstriksi
henti napas yang dapat terjadi akibat ketidak seimbangan
ambang napas dengan kadar CO2 di jaringan dan kadar O2 di
dalam darah
c. Stadium Anestesi
Stadium anestesi atau stadium pembedahan merupakan stadium yang
dimulai dari akhir stadium II hingga terjadinya paralisis medula dan henti
napas19. Tanda-tanda objektif yang umumnya terjadi pada stadium ini
adalah:19
pernapasan menjadi teratur, dalam, dan lambat
pupil mulai mengalami konstriksi
refleks mata dan konjungtiva mulai menghilang
gerak bola mata mulai menghilang
Pada stadium ini, keadaan pasien dapat dibagi menjadi 4 plana, yaitu: 19
☞ Plana 1 : tekanan darah dan nadi normal dan dilakukan pada
operasi sederhana
☞ Plana 2 : tekanan darah dan nadi normal, serta disertai dengan
relaksasi otot sempurna dan dilakukan pada operasi besar
☞ Plana 3 : tekanan darah dan nadi sedikit meningkat, dilakukan
pada operasi besar
☞ Plana 4 : tekanan darah menurun dan nadi melemah hampir
tidak teraba
101
d. Stadium Paralisis
Stadium ini dimulai dari akhir stadium III plana 4 hingga terjadinya
kematian. Pada stadium ini, pasien akan mengalami pelemahan pernapasan
hingga berhenti, dapat terjadi kolaps vasomotor, pernapasan perut jelas,
dilatasi pupil maksimum, nadi cepat lalu kemudian menghilang. Pasien
juga akan tampak sianotik, kulit dingin dan berwarna keabuan, refleks
superfisial dan dalam menghilang, otot-otot sfingter mengalami relaksasi,
tekanan darah turun, napas berhenti terlebih dahulu dibandingkan dengan
denyut jantung19.
Pada saat akan melakukan prosedur anestesi umum, terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan, yaitu
a. Usia
Usia ini perlu dipertimbangakn mengingat terdapatnya perbedaan
tingkat metabolik antara usia muda dan tua. Perlu diingat, usia yang perlu
diperhitungkan adalah usia biologis seseorang, bukan usai kronologis20.
b. Kehamilan
Pada pasien yang sedang mengalami trimester pertama masih dapat
diberikan obat anestesi umum. Namun, perlu diperhatikan bahwa pada
masa ini fetus dan plasenta sedang mengalami pembentukan dan
perkembangan. Oleh karena itu, diperlukan obat-obatan yang aman. pada
saat trimester kedua, fetus dan plasenta telah mengalami pembentukan
yang sempurna dan fundus juga belum mengalami pembesaran yang cukup
untuk menyebabkan gangguan pada laju balik vena. Apabila diperlukan,
anestesi harus diberikan pada kedalaman yang adekuat dan perlu
dipastikan bahwa oksigenasi pasien dalam keadaan yang baik. Pada saat
trimester terkahir, volume uterus sudah membesar dan umumnya hal ini
dapat mengonstruksi laju balik vena dari kaki. Berkurangnya laju balik
vena dapat menyebabkan jumlah ouput kardiak menjadi berkurang. Oleh
karena itu, pmberian anestesi menjadi tidak sarankan pada trimester ini,
terutama pada posisi supine20.
c. Kelainan Sistem Pernapasan
Anestesi umum, pada dasarnya memerlukan kadar oksigen yang cukup
pada pasien yang akan diberikan. Oleh karena itu, sebelum pemberian
102
anestesi umum ini, pasien dengan kelainan sistem pernapasan ini harus
diperiksa terlebih dahulu laju alir oksigennya atau ditunda20.
d. Kelainan Sistem Persarafan
Pasien yang memiliki kelianan sistem persarafan harus dihindarkan
dari semua jenis obat-obatan yang mempengaruhi tounus otot. Oleh karena
itu, apabila anestesi umum memang sangatlah diperlukan maka pemberian
obat anestesi umum ataupun sedasi hanya boleh diberikan pada tempat di
mana semua jenis fasilitas kegawatdaruratan tersedia. Untuk pasien
dengan penykait epilepsi maka pasien harus diinstrusikan untuk berpuasa
selama 6 jam sebelum anestesi diberikan dan obat antikonvulsan yang
diberikan harus diminum sesuai dnegan dosisi normal20.
Berikut bagan pengobatan (anestesi/sedasi) yang dapat dilakukan pada tiap-
tiap jenis pasien: 20
103
Berbeda dengan obat anetsi lokal, obat anetesi umum ini dapat diberikan
melalui dua cara, yaitu intravena dan inhalasi.
i. Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi merupakan jenis anestesi umum yang berupa gas
atau larutan yang mudah menguap. Seperti namanya, jenis anestesi ini
diberikan dengan cara dihirup bersamaan dengan oksigen. Dalam
pemberiannya, anestesi inhalasi ini memiliki keuntungan sebab
dalamnya anestesi dapat diatur dengan lebih mudah daripada anestesi
intravena. Pada saaat pemberian zat anestesi, potensi anestesi inhalasi
diukur dengan satuan m.a.c ( minimal alveolar concentration/ kadar
alveoli minimal) . 1 m.a.c merupakan kadar yang diperlukan untuk
mencegah reaksi otot akibat rangsangan nyeri yang diberikan pada
kulit19.
Obat anestesi inhalasi ini diabsorbsi dari alveoli ke dalam darah
dan akan dibawa ke otak. Distribusi obat ini paling banyak dilakukan
di otak, jantung, hati, ginjal, dan kelenjar. Ketika berada di dalam otak,
obat akan berdifusi dengan cepat dan melewati membran lipid menuju
jaringan otak. Ekskresi obat ini paling banyak dilakukan oleh paru-
paru dan kulit, serta sebagian kecil dikeluarkan bersama urin. Reaksi
pemulihan dari penggunaan obat ini dapat terjadi dengan cepat apaila
pemakain obat ini dihentikan dan tergantung dari dosis, waktu paruh,
lama anestesi, dan keadaan paru pasien. Efek samping yang dapat
terjadi pada penggunaan obat anestesi inhalasi adalah peningkatan
aktivitas simpato-adrenal, gangguan jantung, depresi jantung langsung
pada otot jantung dan otot polos pembuluh darah, hipotensi akibat
kegagalan sirkulasi, mual, muntah, oligouria, dan hiperpireksia19.
Pada jenis anestesi ini, beberapa jenis obat yang termasuk di
dalamnya dalah sebagai berikut :
a. Eter
Zat ini pada mulanya merupakan at anestesi inhlasi yang
paling umum digunakan, tetapi pada saat ini penggunaanya
sudah mulai tergeser dengan jneis zat lain yang lebih
104
menguntungkan. Zat ini merupakan jenis zat anestetik kuat
yang dapat memperthankan pernapasan dan tekanan darah
dengan baik. Tekanan darah ini dipertahankan melalui
pelepasan katekolamin endogen sehingga pemakaiannya tetap
harus diperhatikan karena dapat memnimbulkan aritmia
jantung. Bahan obat ini mudah meledak dan terbakar. Zat ini
dapat meningkatkan aktivitas simpato-adrenal. 19
b. Enfluran
Enfluran merupakan jenis anestesi umum yang banyak
digunakan karena baunya yang enak, tidak bersifat iritatif, dan
tidak mudak meledak. Jenis anestesi ini memiliki efek analgetik
ringan dan merupakan anestesi umum yang poten. Pada
penggunaan yang tinggi, enfluran dapat menyebabkan eksitasi,
depresi napas (tergantung dosis penggunaan), peningkatan
PCO2, dan penurunan respons. Enfluran juga dapat
menyebabkan terjadinya depresi langsung pada otot jantung
dan otot polos pembuluh darah, serta hipotensi19.
c. Halotan dan Metoksifluran
Kedua jenis anestesi umum ini merupakan jenis anestesi
yang dimetabolisme di hati. Oleh karena itu, halotan dapat
menyebabkan gangguan hati, terutama pada pasien yang
memiliki predisposisi dan pernah terpapar oleh halotan. Zat ini
tidak menyebabkan iritasi pada pernapasan dan menyebabkan
relaksasi otot sedang. Sama seperti enfluran, halotan dan
metoksifluran dapat menyebabkan terjadinya depresi langsung
pada otot jantung dan otot polos pembuluh darah, serta
hipotensi. Halotan dan metoksifluran diindkasikan pada
indukasi anestesi dan anestesi penunjang. Efek samping kedua
jenis bahan ini adalah hipotesni ringan dan bradikardia.19
d. Sevofluran
Sevofluran merupakan jenis senyawaan fluorokarbon dan
digunakan untuk indukasi serta penunjang pada anestesi umum
seperti halotan dan metoksifluran. Sevofluran juga tidak
mengiritasi napas selama induksi dan ambilannya cepat
105
sehingga sevofluran ini dapat digunakan pada anak-anak.
Kelarutan obat ini rendah dan ekskresinya pun cepat19.
e. Siklopropan
Siklopropan merupakan jenis anestesi yang memiliki mula
kerja yang cepat dan cukup aman, tetapi bersifat eksplosif.
Dalam dosis penuh, siklopropan memiliki efek analgesik dan
relaksasi otot yang baik1. Absorbsi obat ini cukup cepat dan
sistribusinya sampai ke SSP baru selanjutnya masuk ke dalam
paru. Ekskresi obat ini berbentuk utuh. Siklopropan dapat
menyebabkan timbulnya hipertermia maligna. 19
f. N2O
Obat anestesi ini merupaakn jenis anestesi yang paling
banyak digunakan1. Umumnya, N2O digunakan bersama
dengan oksigen ( dapat disebut gas gelak). N2O memiliki masa
kerja yang cepat, mula kerja yang cepat, dan tidak mudah
meledak. N2O diindikasikan sebagai induksi anestesi, suplemen
anestesi umum (keseimbangan anestesi), anestesi pembedahan
ringan (pencabutan gigi, terutaam pada anak) 19.
ii. Anestesi Intravena
Anestesi intravena ini merupakan jenis anestesi yang digunakan
untuk induksi anestesi secara cepat dan selanjutnya akan dipertahankan
dengan memberikan anestesi inhalasi yang sesuai. Namun, tidak
seperti anestesi inhalsi, anestesi intravena ini tidak dapat dikontrol
kedalamannya. Beberapa jenis obat anestesi yang digunakan dalam
anestesi intravena adalah sebagai berikut : 19
a. Barbiturat
Barbiturat digunakan untuk menginduksi tidur dan
umumnya digunakan pada operasi singkat. Obat ini tidak
memiliki efek analgesik. Relaksasi otot yang dihasilkan ringan
dan depresi napas yang terjadi sejalan dengan besarnya dosis
yang diberikan. Selain digunakan untuk anestesi operasi
singkat, Barbiturat juga digunakan sebagai induksi anestesi dan
suplemen anestesi lain. Obat ini dikontraindikasikan bagi
pasien yang memiliki porfiria laten, asma, gangguan
106
kardiovaskular, penyakit addison, gangguan hati dan ginjal,
miastenia gravis, tekanan intrakranial tinggi. Efek samping obat
ini dapat berupa mulut menganga, batuk, bronkospasme, dan
kesadaran menurun. Umumnya setelah diberikan anestesi
barbiturat, pasien akan menggigil, gelisah, dan hipotensi
postural19.
b. Ketamin
Ketamin adalah zat anestesi umum yang dapat diberikan,
baik secara intravena maupun intramuskular. Zat ini
menyebabkan hilangnya kesadaran, sedasi, immobilitas,
amnesia, dan analgetik. Zat ini berkerja pada korteks sistem
limbik. Umumnya, ketamin menyebabkan peningkatan tonus
otot. Ketamin dikontraindikasikan bagi pasien yang memiliki
riwayat stroke, kejang, arteri koroner, dan hipotensi. Efek
samping dari pemberian anestesi ketamin ini adalah aritmia
jantung, menggigil, henti napas, muntah, hipersalivasi,
polineuropati, lakrimasi, halusinasi, mimpi buruk, dermatologik
ringan, dan delirium pada pasien usia di atas 30 tahun. Obat
yang dapat diberikan untuk mengatasi hal tersebut adalah
diazepam, tiopental, dan skopolamin19.
c. Propofol
Propofol memiliki waktu paruh dan waktu kerja yang
singkat bila dibandingkan dengan tiopental. Waktu pemulihan
pada penggunaan propofol juga cepat tanpa adanya efek sisa.
Zat ini digunakan sebagai indukasi anestesi atau anestesi pada
operasi minor1. Ketika menggunakan Propofol, pasien akan
mengalami depresi napas dan kardiovaskuler, dan ketika tanda
ini muncul maka operator harus memantaunya. Terkadang
Propofol juga dapat menimbulkan kejang dan reaksi
anafilaktik, serta bradikardia dan hipotensi. Untuk mencegah
terjadinya Bradikardia dan Hipotensi pasien dapet diberikan
antimukarinik intravena, seperti atropin19.
107
Seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya, obat anestesi
umum pada dasarnya dapat menyebabakan hilangnya kesadaran
pasien, terhambatnya refleks-refleks, dan relaksasi otot rangka.
Namun, untuk mendapatkan hasil anestesi seperti di atas dengan obat
tunggal maka anestesi harus dilakukan cukup dalam. Mengingat hal
tersebut dapat membuat pasien merasa kurang nyaman maka umumnya
ahli anestesi akan melakukan pengombinasian antara anestesi ringan
dan obat tambahan untuk mendapatkan analgesia dan relaksasi otot
yang sempurna19. Pengombinasian ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu
1. Keseimbangan Anestesia (Balance Anaesthesia)
Keseimbangan anestesi merupaka jenis anestesi kombinasi
yang dilakuakn dengan menggabungkan beberapa jensi obat
yang memiliki efek tertentu guna memberikan efek anestesi
yang sempurna. Pada jenis kombinasi obat-obat yang
digunakan adalah barbiturat kerja singkat, analgetik narkotik
(morfin, fentanil, atau sulfentanil), suatu pelemas otot
(tubokarin), dan N2O sebagai balans anestesi19.
2. Neurolep Anestesia
Neurolep anestesia merupakan jenia anestesi yang
mengombinasikan antara obat neuroleptik, narkotik nalgetik,
N2O dan O2. Pada kombinasi ini, obat neuroleptik yang
digunakan adalah Droperidol yang dapat menenangkan pasien
dan menurunkan aktivitas motorik dan obat analgesik yang
dikombinasikan dengannya adalah Fentanil. Pada pemakain
kombinasi ini, pasien akan tetap sadar dan hal ini
menguntungkan bila diperlukan kerja sama pasien dalam
prosedur diagnostik, katerisasi jantung, dan pengangkatan luka
bakar. Efek samping yang umumnya terjadi adalah depresi
napas19.
Umumnya sebelum anestesi umum, sering kali diperlukan beberapa
jenis obat yang bertujuan untuk menenangkan pasien, mengurangi rasa
sakit, mengurangi sekresi saliva, dan untuk mengatasi rasa mual.
108
Beberapa jensi obat yang digunakan sebagai medikasi preanestetik
adalah sebagai berikut :
a. Obat Ansiolitik19 jenis obat yang digunakan untuk
mengahsilkan ketenangan pada pasien. Umumnya obat-obat
yang digunakan adalah golongan benzodizepin seperti
diazepam.
b. Analgetik Narkotik 19 Umumnya jenis obat yang digunakan
adalah morfin atau fentanil yang dikombinasikan dengan
anestesi umum berupa N2O dan obat neuroleptik (prometazin)
dan antihistamin hidroksizin untuk meningktkan efek analgesik
opioid tandpa meningkatkan efek samping.
c. Antikolinergik19 Jenis obat ini digunakan untuk mengurangi
sekresi bronkus dan saliva guna mencegah terjadinya
akumulasi cairan di saluran napas. Kerja antikolinergik berbeda
dengan beta-agaonist. Pada antikolinergik, lokasi yang
dipengaruhi adalah otot pada bronkus, sedangkan beta-agonist
mempengaruhi bronkiolus. Macam obat yang yang umumnya
digunakan adalah atropin dan skopolamin.
d. Barbiturat 19 Jenis obat ini digunakan sebagai bahan sedatif
sebelum anestesi. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,
Barbiturat dapat mengindukasi tidur pada pasien. Barbiturat
sering menimbulkan mual dan muntah pasca bedah dibanding
dengan golongan opioid. Macam-macam Barbiturat yang dapat
digunakan adalah Secobarbital dan Pentobarbital.
e. Neuroleptik19 Obat ini digunakan untuk menenangkan
pasien dan bersifat antiemetic. Obat ini digunakan sebagai
premedikasi oral pada anestesi dan di gunakan pada kombinasi
neurolep anestesi.
C.2. Anestesi Lokal19
Anestesi lokal merupakan jenis anestesi yang tidak menyebabkan
pengguna/pasien mengalami hilang kesadaran. Obat yang dipakai dalam jenis
anestesi ini hanya memblok konduksi saraf secara reversibel. Dalam
109
melakukan pemilihan obat yang digunakan ketika melakukan prosedur
anestesi lokal, terdapat beberapa sifat idela yang harus diperhatikan, yaitu
1. Potensi dan Reliabilitas10
Suatu bahan yang digunakan sebagai zat anestesi lokal harus dapat
menghasilkan anestesi lokal yang efektif ketika diberikan dalam dosis
yang adekuat dan cara yang benar.
2. Reversibilitas Aksi yang Ditimbulkan10
Semua jenis obat yang digunakan sebagai zat anestesi lokal harus
bersifat reversibel dan harus benar-benar reversibel (total) pada kurun
waktu tertentu.
3. Keamanan10
Semua obat anestesi lokal harus memiliki batas keamanan yang
luas.
4. Tidak Menyebabkan Iritasi10
Bahan yang digunakan tidak boleh menyebabkan iritasi pada lokasi
injeksi. Oleh karena itu, zat yang digunakan harus bersifat isotonik dan
memiliki pH yang sama dengan jaringan.
5. Kecepatan Mula Kerja10
Secara idela, injekasi zat anestesi harus segera diikuti oleh
terjadinya anestesi lokal.
6. Lamanya Kerja10
Lama kerja dari suatu zat anestesi yang idela adalah sama dengan
waktu yang dibutuhkan oleh perawatan atau lebih lama dari waktu
prosedur yang dibutuhkan.Pada durasi kerja ini, Lignokain merupakan
zat yang memiliki durasi kerja yang paling lama, dan berturut-turut
diikuti oleh Prilokain, Prokain, dan Mepivakain.
7. Sterilitas10
Zat anestesi lokal harus bersifta steril dan dapat disterilisasi tanpa
mengubah struktur dan sifat zat. Oleh karena itu, penting untuk
diperhatikan bahwa produk harus berasal dari pabrik yang memiliki
reputasi yang baik.
8. ”Shelf Life“ yang Adekuat10
110
Lokal anestesi harus tetap stabil di dalam larutan dan tetap
kompatibel dengan konstituen yang lain. Umumnya waktu hidup zat
anestesi lokal berskisar antara 2 – 2 ½ tahun.
9. Kemampuan Melakukan Penetrasi Membran Mukosa10
Idealnya, obat atau zat yang digunakan sebgaai bahan anestesi
lokal harus dapat berpenetrasi melalui membran mukosa.
Pada pemberian anestesi lokal ini, serabut yang dipenagruhi adalah serabut
saraf kecil dan tidak bermielin. urutan modalitas yang dipengaruhi oleh obat
ini adalah berturut-turut rasa sakit - dingin/panas - rasa raba - tekanan darah1.
Dalam melakukan kerjanya, zat anestesi lokal mempengaruhi hantaran
listrik yang terjadi pada serabut saraf. pada keadaan sitirahat, serabut saraf
mengandung banyak ion Na+ di luar sel ( 10x dari jumlah di dalam sel) dan
ion K+ di dalam sel (30x dari jumla di luar sel) 10. Inisiasi dari rangsangan
saraf menyebabkan terjadinya peningkatan permeabilitas dari permukaan
membran sel akson. Hal ini menyebabkan ion Na+ dapat berdifusi ke dalam
sel sehingga terjadi perubaahn potesnial aksi dari – 90 mV menjadi +40mV 1.
Ketika Na+ berdifusi ke dalam sel, sebaliknya ion K+ akan berdifusi ke luar sel
10,19. Perubahan polairtas ini disebut sebagai depolarisasi. Semua zat anestesi
lokal yang diaplikasikan terbentuk atas kombinasi basa lemah dan asam kuat
10,19. Selanjutnya mereka akan dihidrolisi mejadi basa alkaloid. Basa inilah
diduga menghambat peningkatan permeabilitas pada membran saraf.
Penghambatan permeabilitas ini menyebabkan ion Na+ dan ion K+ menjadi
tidak dapat berdifusi dan depolarisasi menjadi terhambat. Hal ini
menyebabkan tidak adanya impuls yang dikonduksikan. Sejumlah kecil
konsentrasi larutan anestesi lokal menyebabkan tertundanya perpindahan ion,
sedangkan konsentrasi tinggi larutan anestesi menyebabkan perpindahan ion
menjadi terhambat. Pada saat memberikan anestesi, serabut saraf yang
berdiameter kecil seperti saraf simpatis dan saraf sensoris (nyeri, suhu,
sentuhan) akan lebih cepat teranestesi dibandingkan dengan serabut saraf yang
berdiameter lebih besar (saraf motoric) 10,19.
Anestesi lokal dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu anestesi
golongan amida dan ester. Obat anestesi golongan amida memiliki waktu kerja
yang lebih lama dibandingkan dengan golongan ester, hal ini dikarenakan
pada golongan amida, zat anestesi hanya dirusak oleh hati, sedangkan pada
111
golongan ester, zat dirusak oleh plasma dan esterase sehingga degradasinya
berlangsung lebih cepat1. Anestesi lokal ini dapat diberikan dengan cara
suntikan ataupun topical. Anestesi lokal yang diberikan secara topical
umumnya digunakan untuk menghilangkan sensasi pada ujung saraf aferen
dan digunakan pada anak-anak ataupun orang tua untuk pencabutan gigi,
ataupun mengatasi rasa gatal dan nyeri 19.
Masa kerja anestesi lokal ini bergantung pada lama kontak saraf da nada
atau tidaknya vasokonstriktor. Secara umum anestesi lokal memiliki efek
samping berupa kelelahan, mengantuk, tremor, kejang-kejang, tidak sadar,
henti napas, henti jantung, dan aritmia. pemberian anestesi lokal
dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki infeksi seluruh tubuh, infeksi
atau radang di tempat suntik, hipersensitivitas, syok berta, dan miastenia
gravis. Pada pemberian anestesi spinal, pasien dengan meningitis,
poliomielitis, tumor, perdarahan spinal atau kranial dikontraindikasikan 19.
Anestesi lokal yang digunakan dalam kedokteran gigi pada dasarnya
mengandung beberapa jenis zat, yaitu
i. Zat anestesi (Agent)
Lidokain (Lignokain) 10,19
Lidokain merupakan jenis anestesi lokal golongan amida
dan berasal dari deruvat Xylidine . Zat ini digolongkan ke
dalam jenis anestesi spektrum luas sebab dapat diberikan
melalui beberapa cara, seperti infiltasi, epidural, intravena
regional, subarakhnoid, anestesi blok, dan topikal. Lidokain
memiliki mula kerja yang cepat, masa kerja yang lama, dan
lebih kuat bial dibandingkan dengan Prokain. Zat ini bersifat
vasodilatasi maka penggunaanya harus disertai dengan
penggunaan vasokonstriktor. Apabila digunakan dalam dosis
yang besar Lidokain dapat menyebabkan terjadinya kejang.
Efek samping yang umum terjadi adalah sedasi, lupa, lesu, dan
rekasi hipersensitivitas. Lidokain dikontraindikasikan pada
pasien yang memiliki gangguan hati yang serius dan pada
pasien yang alergi dengan paraben .
Prokain19
112
Prokain merupakan jenis anestesi yang pertama kali ada.
Absorbsi zat ini baik pada tempat injeksi dan akan
dimetabolisme oleh plasma esterase. Hasil metabolit dari zat ini
adalah PABA dan dietilaminoetanol, serta diekskresi melalui
urin. Toksosotasnya dapat berupa perangsangan susunan saraf
pusat dan gagal kardiovaskuler. Penggunaan prokain dapat
menyebabkan reaksi hipersensitivitas ringan dan terkadang
terjadi reaksi anafilaktik. Prokain dapat menurunkan daya
antimikroba pada sulfonamid.
Bupivakain19
Bupivakain merupakan jensi anestesi lokal yang bersifat
toksik, tetapi banyak digunakan. Ketika memasuki sirkulasi
darah, bupivakain akan terikat dengan protein dan efek
toksiknya akan berkurang. Bupivakain tidak memiliki
kemampuan untuk menembus plasenta sehingga tidak
mengganggu janin selama masa partus. Masa kerja dari
bupivakain lama (panjang), dan mula kerjanya dimulai 5 -20
menit setelah injeksi dengan puncak 30 menit setelah injeksi.
Efek depresi miokard yang ditimbulkan oleh bupivakain jauh
lebih berbahaya bila di bandingkan dengan lidokain .
Prilokain 10,19
Prilokain merupakan obat abestesi um yang berasala dari
derivat toluidine. Penggunaan pada Prolikain serupa dengan
Lidokain, tetapi Prilokain bersifat kurang toksik bila
dibandingkan dengan Lidokain. Prilokain juga terdapat dalam
bentuk kombinasi dengan Lidokain dalam bentuk krim yang
digunakan sebagai anestesi lokal topikal karena sifat
penentrasinya yang baik. Krim ini umumnya digunakan untuk
pengangkatan lesi terlokalisasi. Prilokain juga merupakan
anestesi lokal yang dapat menghasilkan methaemoglobin. Oleh
karena itu, Prilokain tidak tepaa apabila digunakan pada pasien
bayi, pasien penderita methaemoglobinanemia, penyakit ginjal,
hipoksia, anemia, penyakit hati, gagal jantung, atau kondisi lain
yang memiliki permasalahan dengan oksigenasi. Prilokain juga
113
tidak baik digunakan pada pasien hamil dan pasien yang
memiliki riwayat sesitivitas terhadap anestesi lokal tipe amida
atau alergi paraben. Pada penggunaan Prilokain, rekasi
anafilaksis dapat terjadi .
Benzokain19
Benzokain merupakan jenis zat anestesi lokal derivat
prokain, yang sukar larut dalam air dan memiliki potensi yang
ringan. Benzokain memiliki efek toksik yang ringan dan hanya
untuk mengatasi rasa nyeri ringan. Benzokain tersedia dalam
bentuk krim, semprotan, dan obat kumur. Dalam tubuh
Benzokaoin tidak diabsorbsi secara sistemik. Pada penggunaan
dosis besar, Benzokain dapat meyebabkan terjadinya
methaemoglobin.
Ropivakain19
Ropivakain merupakan anestesi lokal yang serupa dengan
Bupivakain. Kerja pada transmisi sensoris yang dihasilkan oleh
Ropivakain lebih kuat dibandingkan dengan transmisi saraf
motorik. Hal ini berguna dalam beberapa tindakan bedah yang
membutuhkan pergerakan dari ekstremitas yang dioperasi.
Kerja dari Ropivakain terhadap sistem kardiovaskuler lebih
ringan dan obat ini digunakan dalam anestesi regional dan
epidural.
Kokain19
Kokain merupakan obat anestesi lokal yang berasala dari
daun koka. Zat ini merupakan jenis anestesi lokal yang pertama
kali ada. Obat ini bersifat sangat toksik dan hanya digunakan
pada penggunaan topikal, terutama untuk anestesi telinga,
hidung, dan tenggorok(THT). Zat anestesi ini merupakan jenis
vasokonstrikstor yang kuat sehingga mencegah terjadinya
perdarahan.
Karbokain (Mepivakain) 10
`Sama seperti Lidokain, Mepivakain merupakan zat
anestesi lokal yang berasala dari derivat Xylidine. Mepivakain
memiliki mula kerja, durasi kerja, potesni dan toksisitas yang
114
mirip dengan Lidokain. Namun, Mepivakain tidak mengandung
Paraben seperti pada Lidokain dan Prilokain sehingga zat ini
dapat dijadikan sebagai alternatif anestesi lokal pada pasein
yang memiliki alergi terhadap Paraben. Pemakaian mepivakain
dikontraindikasikan pada pasein yang memiliki gangguan hati
dan sesnsitif terhadap golongan amida. Efek samping dari
Mepivakain adalah depresi pernapasan ketika sejumlah plasma
mencapai SSP .
ii. Vasokonstriktor10,19
Vasokosntriktor merupakan zata yang umumnya ditambahkan
ke dalam larutan anestesi lokal. Penambahan sedikit
vasokonstriktor memiliki beberapa keutungan, yaitu
- mengurangi efek toksik dari larutan anestesi memlalui
absorbsi kontituen
- mencegah terjadinya perdarahan pada daerah yang akan
dioperasi
- meningkatkan kedalaman dan durasi anestesi
Meskipun menguntungkan, perlu diperhatikan bahwa penggunaan
vasokonstriktor sangat tidak dianjurkan (dikontraindikasikan) pada
beberapa hal beriktu ini : 19
- daerah end arteries seperti jari, telinga, hidung, dan penis
karena dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan berujung
pada nekrosis
- penderita Tirotoksikosis
- penderita gangguan kardiovaskuler berat
Vasokonstriktor yang umum dikenal oleh pasaran terdiri atas
dua jenis vasokonstriktor, yaitu
Adrenalin (Epinefrin) 10
adrenalin merupakan alkaloid sintetik yang hampir
mirip dengan sekresi medula adrenal. Penggunaan
vasokonstriktor berupa adrenalin dapat menyebabkan
pasien mengalami takikardia, mual, palpitasi, dan
115
kelelahan. Penggunaanya tidak boleh dikonjugasi dengan
penggunaan zat anestesi umum berupa hidrokarbon
terhalogenasi. sebab dapat menyebabkan terjadinya fibrilasi
ventrikel.
Felypresin (Oktapresin) 10
Felypresin merupakan vasokonstriktor sintetik
polipeptida yang mirip dengan polipeptida yang
disekresikan oleh kelenjar pituitari. Apabila dibandingkan
dengan Adrenalin, Felypresin merupakan jenis
vasokonstriktor yang lemah dan kekuatannya ini dapat
ditingkatkan dengan penggunaan Prilokain. Felypresin
dapat diberikan pada pasien yang menderita Tirotoksikosis
dan [asien yang meminum obat trisiklik atau penghambat
monoamin oksidase. Namun, Felypresin
dikontraindikasikan bagi pasien yang mengalami masa
gestasi sebab Felypresin memilik efek oksitoksik yang
dapat menyebabkan keguguran.
Pada pasien yang menderita iskemik jantung, jumlah
vasokonstriktor yang diberikan tidak boleh lebih dari 8.8 ml dari
larutan 1:2.000.000 karena dapat menyebabkan takikardia 10.
iii. Agen Pereduksi (Reducing Agents) 10
Agen pereduksi merupakan zat tambahan yang diberikan ke
dalam larutan anestesi lokal guna menjaga kestbilan
vasokonstriktor di dalam larutan agar tidak mengalami oksidasi.
Umumnya, zat yang digunakan Sodium Metabisulphite, yang
mampu menghilangkan adanya oksigen di dalam larutan. Zat ini
menjaga vasokonstriktor melalui pengoksidasian diri sendiri.
iv. Preservative10
Zat ini ditambahakan ke dalam larutan anestesi lokal guna
menjaga kestabilan dan kesterilan dari larutan anestesi. Zat yang
umum digunakan sebagai preservative ini adalah
Caprylhydrocuprienotoxin yang terdapat dalam Xylotox. Zat
lainnya yang dapat digunakan adalah Methylparaben, tetapi zat ini
dapat menimbulkan reaksi alergi.
116
v. Fungisid10
Zat fungisid ditambahakan ke dalam larutan anestesi guna
mencegah berkembanganya jamur di dalam larutan. Umumnya zat
yang digunakan adalah Thymol.
vi. The Vehicle10
Agen anestesi dan zat tambahan ini dicampurkan dalam suatu
larutan yang disebut debagai Larutan Ringer. Larutan ini bersifat
isotonik dan dapat berfungsi untuk mengurangi ketidaknyamanan
selama injeksi anestesi.
Dosis yang umumnya digunakan dalam anestesi infiltrasi dan blokade
saraf rongga mulut seringkali kurang dari sepersepuluh dosis yang diperlukan
untuk suntikan epidural. Ketika memilih anestesi lokal yang akan digunakan
hendaknya seorang operator mempertimbangkan efikasi, keamanan, keadaan
pasein, dan jenis obat yang akan digunakan10. Untuk pasien pedodonti,
sebaiknya dipilih sediaan yang mengandung vasokonstriktor dengan tujuan
untuk mengurangi dosis anestesi lokal10.
D. Antikoagulan , Obat Hemostatik, Antitrombotik, Trombolitik, dan Penghambat
Fibrinolisis 19,21
Pada dasarnya semua jenis obat yang disebutkan di atas merupakan jenis obat yang
digunakan guna mencegah terbentuknya trombus. Obat-obat ini digunakan pada
pasien yang memiliki riwayat stroke, atau jantung koroner. berikut adakan dijelaskan
lebih lanjut mengenai kelima jenis obat tersebut :
1. Antikoagulan19,21
Antikoagulan merupakan jenis obat yang digunakan untuk menghambat
koagulasi darah. Perlu diketahui bahwa pada dasarnya hati merupakan oragna
yang berfungsi sebagai penghasil faktor pembekuan dalam darah. Hati juga
menghasilkan garam empedu yang berperan dalam absorbsi vitamin K dan
pembentukan faktor pembekuan II, VII, IX, dan X. Beberapa jenis obat
antikoagulan yang umum digunakan adalah sebagai berikut :
i. Heparin 19,21
117
Heparin merupakan jenis antikoagulan yang berasal dari campuran
mukoploisakarida bersulfat. Zat ini disintesis oleh jaringan seperti
paru, usus, dan hati. Dalam mekanisme kerjanya, Heparin berperan
dalam meningkatkan aktivitas antitrombin III, yang dapat
mengehambat aktivitas protease serin terhadap faktor Iia, Ixa, Xa, XIa,
dan XIIa, hingga 1000x. heparin ini memiliki efek antikoagulan
langsung. Obat ini diberikan dengan cara parenteral secara infus atau
subkutan dalam. Waktu paruh dari Heparin bergantung pada jumlah
dosis yang diberikan. Obat ini dimetabolisme di hati oleh heparinase
dan diekskresikan melalui urin.
Heparin sangat diindikasikan sebagai profilaksi praoperasi untuk
mencegah terjadinya trombosis vena dalam, pada pasien infark
miokard akut, trombosis, dan mencegah terjadinya emboli pulmonar.
Obat ini juga digunakan setelah dilakukannya operasi pada pasien yang
memiliki risiko tinggi guna mencegah terjadinya trombosis vena dalam
dan emboli pulmonar. Efek samping yang paling menonjol dari
Heparin adalah perdarahan, terutama pada pasien tua dan penderita
gagal ginjal. Selain itu, efek samping yang dapat muncul adalah
trombositipenia, alergi, alopesia reversibel, dan osteoporosis pada
pemakaian jangka lama. Perlu diingat bahwa obat ini
dikontraindikasikan bagi pasien yang menderita hemophilia,
trombositopenia, hipertensi, dan purpura. Pada wanita hamil, obat ini
juga dapat menyebabkan terjadinya teratogenic. Penggunaan obat tidak
boleh dibarengi dengan penggunaan antihistamin, aspirin, dan
aminoglikosida sebab dapat menurunkan efektivitas dari kerja heparin.
ii. Kumarin (Antikoagulan Oral/Penghambat Vitamin K) 19,21
Kumarin merupakan jenis antikoagulan yang berasal dari derivate
4-hidroksikumarin. Beberapa jenis obat yang termasuk dalam golongan
ini adalah dikumarol, warfarin, dan fenprokumon. Kumarin merupakan
jenis antikoagulan yang menghambat kerja dari vitamin K (antagonis
vitamin K). Pada pemakaian obat ini, faktor pembekuan masih
disintesis oleh hati, tetapi faktor-faktor tersebut tidak dapat terikat pada
membran trombosit. Kumarin ini bersifat teratogenik dan fototoksik.
Pada penggunaanya, kumarin memiliki indikasi yang sama dengan
118
heparin. Perlu diingat, penggunaan kumarin tidak boleh dibarngi
dengan penggunaan salisilat, aspirin, fenilbutazon, dan pirazon sebab
penggunaan Kumarin bersamaan dengan keempat jenis obat tersebut
dapat menyebabkan perdarahan hebat pada pasien. antibiotik yang
dapat menurunkan kadar mikroorganisme penghasil Vitamin K
(antibiotik spektrum luas), dapat membantu kerja Kumarin.
2. Antitrombotik 19,21
Antitrombotik merupakan jenis obat yang digunakan untuk menghambat
agregasi trombosit. Beberapa jenis obat yang termasuk ke dalam golongan
antitrombotik/antiplatelet adalah sebagai berikut :
i. Aspirin
Aspirin merupakan obat NSAID golongan salisilat. Obat ini
berkerja dengan menurunkan tromboksan A2 di trombosit dengan cara
menghambat sikloosigenasi dan berkerja sebagai antitrombotik
melalui penurunan sintesis PGI2 di sel endotel.
ii. Dektran 40
Dektran 40 merupakan jenis obat antitrombotik yang merusak
polimerisasi fibrin dan fungsi trombosit. Namun, obat ini daoat
menyebabkan terjadinya sesak napas dan urtikaria.
3. Trombolitik 19,21
Trombolitik merupakan jenis obat yang digunakan untuk menghancurkan
trombus yang sudah terbentuk. Dalam aliran darah, pada dasarnya terdapat
plasminogen(profibrinolisin) yang apabila dihasilkan akan membentuk
plasmin. Plasmin ini bersifat fibronolitik dan juga trombolitik. Beberapa jenis
trombolitik yang beredar di pasaran adalah sebagai berikut :
i. Streptokinase19,21
Streptokinase merupakan jenis trombolitik yang berasal dari bakteri
Streptococcus-𝛽-hemolyticus. bakteri ini mengikat plasminogen
menjadi plasmin aktif. Streptokinase ini dapat digunakan pada keadaan
emboli akut, trombosis vena dalam, dan reperfusi arteri perifer yang
oklusi. Streptokinase diberikan setelah infark miokard. efek samping
yang dapat terjadi pada penggunaan ini adalah perdarahan sistemik.
ii. Urokinase19,21
119
Urokinase merupakan protease yang diisolasi dari urin. Urokinase
ini dapat mengaktifkan fibrin yang akan terikat pada plasminogen dan
disisrkulasi secara sistemik. Indikasi penggunaan dari Urokinase sama
seperti Streptokinase.
iii. Tissue plasminogen activator (tPA) 19
TPA ini merupakan jenis protease endogen yang dapat
mengaktivasi plasminogen dan terikat fibrin. waktu paruh dari TPA
ini lebih pendek bial dibandingkan dengan Urokinase dan
Streptokinase. Jenis obat ini dapat menyebabkan penyakit efek
samping sistemik sehingga penggunaanya terbatas.
4. Penghambat Fibrinolisis 19
i. Asam Aminokaporat
Asam aminokaporat merupakan zat sintetik yang memiliki struktur mirip
dengan Lysin. Zat ini merupakan penghambat kompetitif aktivasi
plasminogen. Asam aminokaporat merupakan zat yang digunakan sebagai
terapi tambahan pada penderita hemofilia dan pendarahan pasca bedah.
ii. Asam Traneksamat
Asam traneksamat merupakan jenis penghambat fibrinolisis yang
analog dengan asam aminokaporat yang jauh lebih poten. tersedia dalam
bentuk pemakaian oral, IM, atau IV.
5. Hemostatik19,21
Hemostatik merupakan zat atau obat yang digunakan untuk menghentikan
perdarahan yang terjadi pada pasien. Obat hemostatik ini terbagi menjadi dua
jenis, yaitu
i. Hemostatik Lokal
Hemostatik lokal merupakan jensi hemostatik yang digunakan untuk
melakukan penghentian perdarahan langsung pada lokasi perdarahan 4.
Beberapa jenis hemostatik lokal :
a. Astringen
Zat ini berkerja lokal dan dapat menyebabkan terjadinya
preipitasi protein darah sehingga darah dapat cepat dihentikan.
120
umumnya zat ini digunakan dalam melakukan retraksi gingiva.
Jenis obat yang termasuk ke dalamnya adalah feri klorida, nitras
argenti, dan asam tanat. Kelompok ini digunakan untuk
menghentikan perdarahan yang terjadi pada pembuluh kapiler.
Namun, zat ini kurang efektif bila dibandingkan dengan
vasokonstriktor yang digunakan secara lokal.
b. Absorabable Hemostatics 21
Obat golongan ini digunakan untuk menghentikan perdarahan
yang terjadi pembuluh darah kecil seperti kapiler. Penghentian
perdarahan dilakukan dengan membentuk suatu bekuan buatan
atau memberikan jaringan serat-serta yang membantu
mempermudah pembekuan apabila diletakkan pada daerah yang
mengalami perdarahan. Obat yang termasuk dalam kelompok ini
adalah human fibrin foam (menutup permukaan yang mengalami
perdarahan dengan baik), gelatin sponge, dan oxidize cellulose
(mempengaruhi regenerasi tulang dan mengakibatkan
terbentuknya kista pada tulang apabila digunakan lama pada
kasus patah tulang).
c. Aktivator Protrombin 19,21
Ekstrak ini didapatkan dari jaringan otak yang diolah secara
kering dengan asetat atau dari racun ular seperti Rusell’s Viper
Venom. racun ular ini dapat digunakan pada pasien hemofilia dan
alveolus gigi yang berdarah.
d. Vasokonstriktor 19,21
Vasokonstriktor dapat digunakan untuk melakukan
penghentian darah pada perdarahan kapiler.
ii. Hemostatik Sistemik19,21
Hemostatik sistemik merupakan jenis zat yang dapat melakukan
hemostatik dengan diberikan melalui transfusi darah. Hal ini terjadi
karena dalam melakukan transfusi darah, semua faktor pembekuan
darah juga didapatkan. Selain itu, melakukan transfusi darah,
perbaikan volume sirkulasi dapat terjadi.
E. Adrenokortotropin, Kortikosteroid,dan Antagonisnya 19,21
121
Kelenjar adrenal merupakan kelenjar yang terletak di bagian atas ginjal. Kelenjar
Adrenal ini terdiri atas dua bagian, yaitu bagian luar yang disebut sebagai Korteks dan
bagian dalam yang disebut sebagai Medulla. Medulla ini merupakan bagian saraf
simpatis yang mensekresi Katekolamin pada saat aktivasi simpatis. Bagian luar atau
Korteks ini terdiri atas tiga lapisan, yang masing-masing lapisan mensekresikan satu
atau lebih hormon. Secara umum hormon korteks adrenal ini dibagi menjadi dua,
yaitu Glukokortikoid dan Mineralkortikoid. Berikut tabel lapisan Korteks dan hormon
yang dihasilkan :
No Lapisan Kel.Adrenal Hormon Fungsi
1. Glomerulosa (Luar) Aldosteron (Mineralkortikoid) Mengatur kadar natrium dan
Kalium dalam darah, keseimbangan
air elektrolit
2. Fasikulata (Tengah) Kortisol,Kortison
(Glukokortikoid)
Berperan dalam metabolisme
karbohidrat dan protein; memiliki
efek antiinflamasi poten/kuat;
menghambat ACTH
3. Retikularis (Dalam) Hormon Kelamin (estrogen,
testosteron)
Fungsi fisiologi normla jormon
kelamin
Glukokortikoida ini sering disebut sebagai Kortikosteroid atau Steroid. apabila
seseorang mengalami defisiensi steroid maka seseorang tersebut akan menderita
penyakit Addison, sedangkan apabila berlebih akan menderita penyakit Cushing.
Penghasilan gulkoortikoid ini dibantu oleh ACTH atau hormon Adrenokortikotropin.
Hormon ini merupakan senyawa polipeptida yang terdiri atas asam amino dan
disekresikan oleh hipofisis anterior. Hormon ini akan merangsang kelenjar adrenal
untuk menghasilkan kortikosteroid. Apabila kadar ACTH dalam darah berlebih maka
akan menimbulkan hiperpigmentasi. Hormon ini dapat diberikan secara parenteral,
tetapi tidak dengan oral karena dapat dirusak oleh enzim sluran cerna. ACTH dapat
meningkatkan pembentukan siklik AMP di bagian korteks adrenal melalui
perangsangan terhadap enzim adenilsiklase. Adrenokortikotropin diindikasikan untuk
melakukan evaluasi insufisiensi primer dan sekunder (pada penyakit Addison) dan
untuk penyakit yang memerlukan kortikosteroid. Namun, akibat efek samping yang
cukup serius, penggunaan ACTH sudah dibatasi. beberapa aefek samping yang dapat
122
ditimbulkan oleh ACTH adalah gangguan keseimbangan asam basa, timbulnya efek
adrogenik pada perempuan seperti amenore, hirsutisme, dan akne serta dapat pula
timbulnya suatu reaksi alergi.
E.1. Kortikosteroid dan Analog Sintetiknya 19
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kelnjar adrenal dapat
mensekresikan tiga jenis hormon, yaitu
i. Glukokortikoid19
Hormon ini disintesis oleh Kelenjar Adrenal dan sistesinya
dikontrol oleh ACTH. Jenis Kortikosteroid alamiah yang paling
poten adalah Kortisol. Mekanisme kerja hormon ini adalah dengan
menstimulasi protein spesifik di jaringan. Diduga Kortikosteroid
berkerja dengan mempengarruihi sintesis protein pada transkrip
RNA. Molekul hormon akan masuk ke dalam sel karingan
memalui membran plasma secara difusi pasif. Molekul terseubut
selanjtunya akan berikatan dengan reseptor protein membentuk
kompleks resptor-steroid. Kompleks ini selanjtutnya akan
bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan bagian spesifik
dari kromatin inti. Ikatan inilah yang akan menstimulasi transkrip
RNA baru. Beberapa efek yang dapat ditimbulkan oleh
Kortikosteroid adalah sebagai berikut :
Efek Fisiologik 19
Hormon ini dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
pemecahan protein dan meningkatkan kadar glukosa darah
melalui stimulasi glukoneogenesis. Kortikosteroid juga
meningkatkan enzim-enzim yang berperan dalam proses
metabolisme glukosa dan asam amino, meningkat asam
lemak plasma dan pembentukan keton melalui peningkatan
lipolisis, penurunan ambilan glukosa ke sel lemak, serta
redistribusi/redeposisi lemak tubuh. Kortikosteroid ini
menimbulkan retensi natrium dan air.
Efek Antiinflamasi 19
Efek antiinflamsi ini dilakukan dengn melakukan
penghambatan terhadap respons antigenik makrofag dan
123
leukosit, penghambatan permeabilitas pembuluh darah
dengan cara menurunkan pelepasan histamin dan
menghambat kerja dari kinin. Kostikosteroid juga dapat
menghambat asam arkhidonat dan pembentukan
prostaglandin melalui penghambatan fosfolipase A2 dan
sikloosigenase.
Efek Imunologik 19
Obat ini dapat menurunkan limfosit, eosinofil, basofil,
dan monosit.
Pertumbuhan 19
Pada pemberian jangka lama terhadap anak-anak,
sekresi hormon pertumbuhan, aktivitas osteoblast tulang,
dan proliferasi sel di epifisis menjadi terhambat atau
menurun. hal ini menyebabkan terjadinya penghambatan
pada pertumbuhan anak.
Absorbsi kortisol maupun analog sintetik per oral baik dan
pendistribusiannya 80% terikat pada plsam globulin dan 10% pada
albumin. Metabolisme zat ini dilakukan pada hati dan ekresinya
melalui urin dalam bentuk konjugasi dengan glukuronat dan
sulfat. Kortikosteroid diindiaksikan sebagai obat yang diberikan
pada terapi substitusi maupun pada penyakit nonendokrin. Pada
terapi substitusi, Kortikosteroid diindikasikan sebagai obat yang
diberikan pada kasus insufisiensi primer dan sekunder (penyakit
Addison), insufisiensi kronik, dan insufisiensi sekuder (akibat
insufisiensi adenohipofisis dengan gejala hipoglikemi). Pada
penyakit nonendokrin, obat ini digunakan pada : 19
- artritis : hanya pada reumatoid atritis yang bersifat
progresif dan disertai dengan pemberian analgetik,
fisioterapi, dan istirahat
- karditis reumatik : hanya pada keadaan akut dan disertai
dengan pemberian salisilat
- penyakit ginjal : pada sindrom nefrotik akibat lupus
eritematosa sistemik dan nefrosis idiopatik pada anak-anak
- penyakit kolagen : semua jenis, kecuali pada scleroderma
124
- asma bronkial: hanya pada asma berat, ststus asmatikus,
dan tidak merespon obat lain
- penyakit alergi: sebagai obat tambahan, obat alergi berat
berikan adrenalin, alergi ringan berikan antihistamin
- penyakit mata: digunakan untuk mentasi infeksi mata, tetapi
apabila inflamsi disebabkan oleh jamur, virus, atau kuman,
inflamasi teratasi, sedangkan infeksi terus berlanjut
(masking effect). Kontra indikasi pada infeksi yang
disebabkan oleh herpes simpleks pada mata.
- penyakit kulit: digunakan dalam bentuk topikal, tetapi
apabila penyakitnya berat dan akut maka digunakan dalam
secara sistemik
- udem sereberal: mencegah dan mengurangi udem akibat
neoplasma
- neoplastik : limfoma dan leukimia limfositik akut serta
digunakan bersama dengan antineoplastik. Dapat pula
digunakan pada karsinoma payudara dan prostat
Dosis yang dipakai dalam penggunaan Kortikosteroid
dilakukan secara trial-error, artinya harus disesuaikan dengan
keadaan penderita, lama pemberian, dan disesuaikan sesuai
dengan jenis penyakitnya. Dosis tunggal umumnya aman dan
apabila tidak memiliki kontraindikasi yang spesifik dapat
diberikan selama beberapa hari. Terapi kausal dan kuratif hanya
diberikan apabila pasien memiliki insufisiensi. Pemakaian jangka
lama dapat meningkatkan efek samping hingga pada efek letal dan
apabila pemeberian ini disertai dengan dosisi yang besar lalu
kemudian dihentikan secara tiba-tiba maka akan terjadi
insufisiensi. Oleh karena itu, untuk penghentin harus diturunkan
dosisnya secara bertahap. 19
Efek samping yang ditemukan pada pengggunaan
Kortikosteroid dapat berupa supresi kelenjar adrenal,
hiperglikemia, dan gangguan metabolik lainnya. Umumnya
glukosa darah juga mengalami peningkatan 10-20%. Pemakai
Kortikosteroid juga dapat mengalami osteoporosis apabila
125
digunakan pada jangka lama. Hal ini disebabkan karena
meningkatnya eksresi kalsium, deplesi kalsium tulang, dan
menurunya absorbsi kalsium pada tulang. Menurunya kalsium
plasma akan merangsang penyekresian hormon paratiroid yang
memfasilitasi keluarnya kalsium dari tulang. Diketahui pula
bahwa kortikosteroid melemahkan pertahanan mukosa terhadap
asam dan mengganggu perbaikan jaringan. Hal ini menyebabkan
terjadinya perdarahan pada lambung dan tukak peptik. Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya, kortikosteroid dapat
menyebabkan terjadinya retensi air dan natrium. Hal ini
menyebabkan dapat terjadinya udema. Pemakaian Kortikosteroid
dapat menyebabkan terjadinya redistribusi lemak dan
bertambahnya nafsu makan sehingga dapat menyebabkan moon
face dan buffalo hump. Sediaan yang tersedia dapat berupa
topikal (hidrokortison, betametason), inhalasi (beklometason
dalam gabungan dengan bronkodilator), tablet (prednison,
prednisolon, triamnisolon, deksametason, fludrokortison). Ketika
melakukan pemilihan sediaan obat, terapi yang dapat dipakai
dalam jangka panjang, seperti pada penderita asma bronkial,
adalah inhalasi. Selain dengan cara inhalasi, Kostikosteroid juga
dapat diberikan dengan cara parenteral 19.
ii. Mineralkortikoid 19
Mineralkortikoid merupakan jenis kortikoid yang dihasilkan
oleh glomerulus pada korteks adrenal. Beberapa jenis obat yang
termasuk ke dalam golongan mineralkortikoid adalah sebagai
berikut : 19
a. Aldosteron
Aldosteron merupakan mineralkostikoid utama yang
disekresikan oleh korteks adrenal. Sekresi aldosteron dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan volume darah
sirkulasi sehingga apabila volume darah sirkulasi menurun
maka sekresi aldosteron akan ditingkatkan. Penyintesisan
aldosteron pada korteks adrenal ini sama seperti
126
penyintesisan glukokortikoid, yaitu dibantu oleh ACTH.
Namun, pada tahap akhirnya sekresi aldosteron
dipengaruhi oleh adanya faktor humoral, yaitu
Angiotensin. Efek utama aldosteron terhadap ginjal adalah
mengatur keseimbangan air dan alektrolit, meningkatkan
reabsorbsi natrium dan eksresi kalium. Pada pemberian
aldosteron IV, setelah 1 jam diketahui bahwa ekskresi Na
menjadi berkurang, sedangkan ekskresi K+ dan H+ akan
meningkat. Efek samping yang terjadi adalah hipertensi,
udem, retensi antrium, dan hipokalemia. Keadaan adanya
aldosteron terkadang terjadi peningkatan yang berlebihan.
Peningkatan ini disebut sebagai aldosteronisme.
Aldosteronisme ini terbagi menajdi dua jenis, yaitu primer
dan sekunder. Pada aldosteronisme primer, peningkatan
sekresi aldosteron ini ditandai dengan terjadinya hipertensi
arterial, otot terasa lemah, alkalosis hipolekalemik,
keseimbangan kalium negatif, kadar natrium serum tinggi,
dan urin bersifat basa. Kedaan seperti ini umumnya terjadi
akibat terdapat oma pada kelenjar adrenal (adenoma)
ataupun hiperplasia pada kelenjar adrenal. Pada
aldosteronisme sekunder, peningkatan aldosteron ditandai
dengan terjadinya konstriksi pada arteri ginjal disertai
dengan hipertensi, sirosis hati, edema nefrotik, dan
hipertensi esensial.
Prekusor aldosteron di dalam tubuh disebut juga sebagai
11-deoksikortikosteron. Prekursor ini memiliki aktivitas
mineralkortikoid dan juga glukokortikoid. Namun, efek
glukokortikoid yang dihasilkan hanya kecil. 11-
deoksikotikosteron memiliki efek terhadap elektrolit yang
sama dengan aldosteron. Prekursor ini umumnya
digunakan dalam terapi pada pasien Addison. Efek utama
11-deoksikortikosteron ini adalah meningkatnya reabsorbsi
natrium dan peningkatan pengeluaran kalium.
127
Dalam kerjanya, hormon aldosteron memiliki antagonis
yang berfungsi untuk menghambat aktivitasnya. Beberapa
jenis steroid sintetik yang digunakan sebagai antagonis
aldosteron adalah Spironolakton dan Triamteren. Kedua
sterois sintetik ini mengantagonis aldosteron pada tubuli
ginjal. Spironolakton berperan sebagai kompetitor
aldosteron pada reseptor yang terdapat di tubulus, yang
berperan dalam pertukaran natrium-kalium, sedangkan
Triamteren tidak menjadi kompetitor aldosteron melainkan
langsung mempengaruhi tubulus.
iii. Antagonis Kortikosteroid 19
Beberapa jenis antagonis glukokortikoid adalah sebagai
berikut :
Mitotan
Mitotan merupakan jenis antagonis glukokortikoid
yang menyebabkan atropi selektif pada zona fasikulata
dan retikularis. Antagonis ini menyebabkan terjadinya
penurunan kadar kortisol plasma pada penderita
Sindrom Cushing. Obat ini juga dapat dipakai pada
kasrsinoma adrenal, tetapi hanya apabila obat lain tidak
memberikan respons apapun. Efek samping yang dapat
terjadi pada penggunaan antagonis adalah lelah,
gangguan kulit, gangguan slauran cerna, dan bingung.
Aminoglutenid
Aminoglutenid berkerja dengan cara menghambat
konservasi kolesterol menjadi pregnolon yang
merupakan tahap pertama dalam sintesis steroid dan
menurunkan produksi aldosteron, kortisol, dan
androgen (mempenagruhi semua lapisan kelenjar
adrenal). Obat ini diindikasikan pada penderita
sindroma cushing, terapi tambahan pada radiasi
sebagai persiapan sebelum adrenalektomi, tumor
payudara, dan tumor penghasil ACTH. Obat ini juga
128
dapat digunakan sebagai terapi pada penderita
hiperkortisolisme akibat karsinoma adrenal.
Metirapon
Metirapon berkerja antagonis dengan cara
menghambat aktivitas 11-hidroksilasi sehingga
produksi kortisol menjadi berkurang. Obat ini
digunakan untuk mendiagnosis kemampuan fungsi
adrenal dan hipofisis.
Trilostan
Obat antagonis ini merupakan steroid sintetik tanpa
aktivitas hormonal intrinsik yang mengganggu
steroidogenesi, menurunkan kadar kortisol dan
aldosteron. Obat ini digunakan untuk mengatasi
sindroma cushing dan hiperaldosteron. Efek amping
yang dapat terjadi adalah mual, muntah, dan diare.
Pada penggunaan kortikosteroid, perlu diingat bahwa pasien tidak memiliki tanda-
tanda infeksi maupun kemungkinan berkembangnya infeksi sebab hal tersebut
berpotensi menimbulkan terjadinya eksaserbasi akibat penekanan system imum. Pada
kedokteran gigi kostikosteroid dapat digunakan untuk mengatasi inflamasi, oral lichen
planus, stomatosis aftosa rekuren, dan pengobatan intrakanal pada inflamsi pulpa.
Umumnya sediaan yang sering digunakan adalah deksametason (tablet, 4 mg setiap 8
jam, dengan dosis awal 8 mg), gel triamnisolon (kenalog in orabase), fluocinid, dan
clobetasol. Kortikosteroid tidak diindikasikan pada pemakaian rutin dan jangka
panjang pada pasien dengan riwayat penyakit kronik, seperti TBC, infeksi virus, ulkus
peptikum, DM, osteoporosis, gangguan psikiatrik, katarak, dan hipertensi 19.
Biosintesis Hormon Steroid
129
2.12.Antibiotik17
Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme, misalnya kuman,
jamur, dan aktinomycetes yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan mikroba
lain. Antibiotik merupakan obat yang efektif untuk penyakit infeksi karena mempunyai sifat
toksisitas selektif. Maksud dari toksisitas selektif ini adalah kemampuan antibiotik dalam
membunuh kuman tanpa menggnggu sel hospes. Namun, kadar antibiotik harus diperhatikan
agar dapat efektif membunuh kuman tetapi masih dapat ditolerir oleh manusia dengan tidak
mengganggu flora normal tubuh.
A. Penggolongan berdasarkan spektrum antibakteri
- Spektrum sempit : untuk kuman gram positif. Misalnya, penisilin G dan antibiotik
golongan makrolid
- Spektrum luas : untuk kuman gram positif dan kuman gram negatif. Misalnya
tetrasiklin dan kloramfenikol.
- Antibiotik untuk kuman gram negatif : gentamisin dan polimiksin
B. Penggolongan berdasarkan mekanisme kerja
- Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel kuman : penisilin, sefalosporin,
sikloserin (sifatnya bakterisidal)
130
- Antibiotik yang mempengaruhi permeabilitas membran sel : polimiksin, antibiotik
golongan polien
- Antibiotik yang mengganggu sintesis asam nukleat kuman : rifampisin
- Antibiotik yang bersifat antimetabolit : sulfonamid, trimetoprim, asam
paraaminosalisilat (PAS)
- Antibiotik yang menghambat sintesis protein :
Bakteriostatik : menghambat secara reversibel. Yaitu tetrasiklin,
Kloramfenikol, dan antiniotik golongan makrolid
Bakterisidal : menghambat secara irreversibel. Yaitu antibiotik golongan
aminoglikosida
C. Penggolongan berdasarkan rumus kimia
- Golongan penisilin : Penisilin G, Ampisilin, Amoksisilin
- Golongan Sefalosporin : Sefaleksin, Sefotaksim, Seftriakson
- Golongan Tetrasiklin : Tetrasiklin, Klortetrasiklin, Doksisiklin, Minosiklin
- Golongan Kloramfenikol : Kloramfenikol, Tiamfenikol
- Golongan Aminoglikosida : Streptomisin, Kanamisin, Gentamisin
- Golongan Makrolid : Eritromisin, Spiramisin
- Golongan lain-lain : Golongan AB polien, Rifampisin, Polimiksin, Spektinomisin
Pemilihan Antibiotik Secara Rasional
1. Tetapkan diagnosis klinis berdasarkan gejala klinis dan diagnosis etiologik
2. Lakukan uji resistensi dan kultur kuman. Namun bila tidak mungkin dilakukan, dapat
menggunakan educated guess untuk memilih antibiotik yang merupakan pilihan
utama
3. Dalam hal farmakokinetik, terdapat kadar minimal obat yang dapat menghambat
pertumbuhan kuman yang disebut Kadar Hambat Minimal (KHM). Sebaiknya kadar
antibiotik dalam darah atau jaringan yaitu 4-8 kali KHM.
4. Faktor penderita yang harus diperhatikan dalam memberikan antibiotik, yaitu :
- Mekanisme pertahanan tubuh penderita
- Faktor lokal
- Umur
- Faktor genetik
- Kehamilan
131
- Penderita gangguan hati dan ginjal (penyesuaian dosis antibiotik)
- Faktor alergi
Kombinasi Antibiotik
Penggunaan antibiotik untuk penyakit infeksi yang dianjurkan adalah pemberian obat
tunggal. Cara ini dapat mengurangi timbulnya superinfeksi dan kuman yang resisten
terhadap antibiotik.
- Kombinasi tetap : dibuat oleh pabrik dengan rasio tetap, namun dapat
menimbulkan masalah semisal meningkatnya insiden toksisitas. Hanya
diperbolehkan bila masing-masing komponen diperlukan bersama-sama.
- Kombinasi tidak tetap : ditulis dokter dalam resep. Hal ini dibenarkan untuk
indikasi 1. Pengobatan infeksi campuran, 2. Memperlambat timbulnya resistensi
(hanya pengobatan TBC), 3. Mendapatkan efek sinergisme (misal aminoglikosida
dengan penisilin untuk penderita endokarditis bakterial), 4. Terapi sementara
infeksi berat yang penyebabnya belum diketahui
- Penggunaan profilaksis antibiotik : biasanya hanya ditujukan untuk kuman
tertentu dengan menggunakan antibiotik tertentu. Profilaksis antibiotik sebelum
atau sesudah tindakan tidak boleh diberikan terlalu lama karena akan
menyebabkan bakteri resisten. Misalnya pada penderita cacat katup jantung yang
aka dicabut giginya, dimana luksasi pada pencabutan dapat menimbulkan
bakterimia dengan kemungkinan kuman menyangkut di katup jantung. Maka
sebaiknay diberikan profilaksis, misalnya penisilin satu jam sebelum tindakan.
Pemberian profilaksis dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan dampak
negatif pada ekologi flora kuman yang normal.
Penyalahgunaan dan penyebab kegagalan terapi dengan antibiotik
1. Salah indikasi, penderita batuk pilek karena virus, diberikan antibiotik
2. Melalaikan tindakan bedah, penderita abses yang hanya diberikan antibiotik dan tidak
dilakukan insisi terlebih dahulu
3. Dosis dan masa terapi tidak tepat
4. Interaksi obat, misal tetrasiklin dan antasida yang digunakan bersama akan
membentuk kompleks yang sukar diserap sehingga efektivitas tetrasiklin menurun
5. Toksisitas, antibiotik toksik tidak boleh digunakan untuk infeksi ringan
6. Rifampisin hanya digunakan untuk pengobatan TBC dan lepra
132
Golongan Antibiotik
A. Golongan Penisilin
Pertama kali diisolasi dari jamur Penicillium notatum. Obat ini efektif untuk kuman
terutama gram positif. Golongan penisilin dalam struktur kimianya mempunyai 2
cincin, yaitu cincin tiazolidin dan cincin beta-laktam.
Mekanisme kerja : menghambat sintesis dinding sel kuman, terjadi lisis dan kuman
mati. Penisilin bersifat bakterisidal. Membran luar sel hanya terdapat pada kuman
gram positif. Pada membran luar ini terdapat porin (protein) yang permeabel terhadap
substansi yang hidrofilik sehingga dapat dimasuki oleh antibiotik beta laktam. Rantai
peptidoglikan dapat dirusak oleh transpeptidase yang terdapat di membran sitoplasma,
berhubungan dengan penicilin binding protein (PBPs). Antibiotik beta laktam
menghambat transpeptidasi, yang merupakan tahap akhir pembentukan dinding sel.
Penisilin terbagi atas beberapa kelompok :
- Spektrum sempit, sensitif terhadap penisilinase
Yang termasuk golongan ini : penisilin G, penisilin G prokain, benzatin penisilin
dan penisilin V. Efektif terhadap kokus gram positif, kuman anaerob, Neisseria,
tidak efektif terhadap anaerob gram negatif. Obat golongan ini dirusak oleh enzim
beta-laktamase.
Farmakokinetik : Penisilin G diberikan secara parenteral karena jika oral akan
dirusak oleh asam lambung, diberikan intravena (IV). Penisilin G prokain
diberikan parenteral intramuskular (IM). Penisilin mencapai kadar puncak dalam
waktu 15-30 menit. Penisilin V diberikan secara oral, distribusinya luas termasuk
mata, sendi, dan merupakan obat pilihan utama (OPU) untuk infeksi Stretococcus,
N. meningiditis, B. anthracis, C. tetani, C. perfringens, dan kuman sifilis yang
tidak resisten.
- Penisilin antistreptokokus, golongan ini biasanya resisten beta laktamase
Merupakan penisilin semisintetik yang digunakan untuk infeksi streptokokus
penghasil beta-laktamase. Termasuk golongan ini adalah : metisilin, oksasilin,
nafsilin (parenteral) dan kloksasilin, dikloksasilin (oral). Golongan ini dapat
mencegah berikatan dengan penisilinase sehingga merupakan OPU untuk kuman
penghasil penisilinase.
- Spektrum luas, aminopenisilin
133
Termasuk golongan ini : ampisilin dan amoksisilin. Efektif terhadap beberapa
kuman gram positif dan gram negatif, namun dapat dirusak oleh penisilinase.
Amoksisilin lebih stabil dibanding ampisilin pada pemberian oral. asam
klavulanat sering dikombinasikan dengan amoksisilin yang banyak digunakan
untuk penatalaksanaan beberapa penyakit periodontal. Amoksisilin merupakan
obat pilihan pada profilaksis terjadinya bakterial endokarditis sebelum tindakan
dalam kedokteran gigi.
- Penisilin antipseudomonas
Termasuk golongan ini : karbenislin, tikarsilin, sulbenisilin, piperasilin,
mezlosilin. Efektif terhadap pseudomonas dan proteus indol positif. Obat-obat ini
tidak efektif untuk kuman gram positif dan rentan penisilinase. Karbenisilin dan
tikarsilin merupakan obat pilihan utama untuk infeksi yang disebabkan P.
aeruginosa.
Efek samping dan efek toksik : berupa reaksi hipersensitivitas yaitu kemerahan kulit,
urtikaria, syok anafilaktik, anemia hemolitik, asma dan nefritis interstisial. Dapat
terjadi resisitensi silang.
Reaksi toksik tergantung besar dosis, dapat berupa :
- Kejang
- Gangguan keseimbangan Na-K
- Iritasi lokal pada tempat suntikan
- Penyakit serum dapat terjadi antara 2-12 hari penggunaan dengan gejala demam,
tidak enak badan, sakit sendi, angiodema, eritema nodosa, dermatitis eksfoliatif,
sindrom steven-johnson.
Indikasi :
- Penisilin G untuk infeksi kuman gram positif serta beberapa gram negatif
misalnya : pneumokokus, karena infeksi Streptococcus.
- Infeksi Staph. aureus di kulit, saluran napas, luka yang banyak menghasilkan
penisilinase, penggunaan obat ini sekarang menurun
- Gonokokus, makin banyak kuman yang resisten terhadap penisilin sehingga
diperlukan dosis yang besar
- Penyakit sifilis diobati dengan penisilin G atau benzatin penisilin
134
- Infeksi oleh H. Influenza, bisa menggunakan penisilin G, tetapi yang terbaik
ampisilin atau kloramfenikol
- Penisilin dapat digunakan pada infeksi karena aktinomikosis, antraks, difteri,
klostridia, fusospiroketa
Kontraindikasi : pasien yang alergi penisilin karena dapat mengakibatkan reaksi
anafilaksis yang mengakibatkan kematian
B. Golongan Sefalosporin
Mekanisme kerja : bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan dan
mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri (hampir sama dengan
mekanisme kerja penisilin). Efek samping juga sama seperti golongan penisilin.
Sefalosporin digolongkan menurut sejarah penemuannya :
- Sefalosporin generasi pertama
Spektrum antibakteri sempit dan efektif untuk kuman gram positif penghasil
betalaktamase. Termasuk golongan ini : sefazolin, sefalotin, sefadrin (IM/IV),
sefaleksin, sefadroksil (oral). Sefazolin untuk profilaksis prabedah. Sefaleksin dan
sefadroksil untuk infeksi saluran kemih.
- Sefalosporin generasi kedua
Termasuk golongan ini : sefaklor dan sefuroksim aksetil (oral), sefamandol,
sefoksitin, sefotetan, sefonisid, seforanid, sefmetazol (IM/IV). Daya antibakteri
lebih kuat terhadap kuman gram negatif
- Sefalosporin generasi ketiga
Termasuk golongan ini : Sefiksim (oral), sefotaksim, seftriakson, seftizoksim,
sefoperazon, moksalaktam, sefazidim (IM/IV). Efektif dan daya antibakterinya
baik terhadap bakteri gram negatif
Farmakokinetik : Kebanyakan sefalosporin dapat dirusak asam lambung sehingga
harus diberikan parenteral, kecuali sefaleksin, sefradin, sefadroksil, sefaklor, sefiksim
yang dapat diberikan oral. Hanya generasi III yang dapat mencapai kadar terapi pada
meningitis. Obat ini dapat melewati sawar uri, ASI, di ekskresi ginjal.
Indikasi :
- Generasi I dan II bukan merupakan obat pilihan. Bisa untuk infeksi jaringan lunak
dan saluran napas bawah
135
- Generasi III untuk terapi meningitis anak yang disebabkan kuman gram ngatif dan
Diplococcus pneumoniae, H. influenza. Pada neonatus dengan infeksi gram
negatif.
- Sefalosporin digunakan sebagai pemilihan alternatif pada infeksi jaringan lunak
(abses, cellulitis, periocoronitis), osteomyelitis, yang mempunyai infeksi campur
dan tidak sensitif dengan penisilin, tindakan profilaksis bagi yang alergi penisilin.
C. Golongan Aminoglikosida
Aminoglikosida dihasilkan oleh Streptomyces dan Microsporum. Efektif terhadap
banyak kuman gram negatif. Obat ini inaktif terhadap streptokokus dan kuman
anaerob. Golongan aminoglikosida mempunyai sifat yang hampir sama : 1. Peroral
tidak diserap, 2. Diekskresi melalui ginjal, 3. Nefrotoksik dan ototoksik.
Termasuk golongan ini adalah : streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin,
tobramisin, amikasin, netilmisin.
Spektrum : aktif terutama terhadap kuman gram negatif.
Mekanisme kerja : bersifat bakterisidal karena aminoglikosida menghambat sintesis
protein yang ireversible sehingga kuman mati.
Farmakokinetik : tidak diserap pada pemberian oral. Neomisin digunakan untuk
infeksi intralumen usus. Distribusi ke seluruh tubuh secara merata, kecuali SSP dan
mata, diekskresi melalui urin dalam bentuk utuh.
Efek samping dan efek toksik : toksik terhadap N. VII (pendengaran), toksik terhadap
ginjal dengan manifestasi proteinuria, azotemia, serta pemberian obat ini harus
dilakukan hati-hati kepada mereka dengan riwayat alergi.
Indikasi :
- Gentamisin : pada infeksi berat yang disebabkan kuman Ps. aeruginosa, A.
Aerogenes, E. Coli, Proteus, K. Pneumoniae, S. Aureus. Tidak untuk infeksi
ringan
- Kanamisin : untuk infeksi gram negatif
- Streptomisin : untuk infeksi kuman tuberkulosis, brucellossis, pes, tularemia
- Neomisin : oral untuk diare, topikal dikombinasi basitrasin
- Amikasin : untuk kuman gram negatif yang sudah resisten terhadap gentamisin
D. Golongan Tetrasiklin
136
Mekanisme kerja : menghambat sintesis protein dengan mengganggu proses translasi,
berikatan dengan ribosom kuman dan selanjutnya menghambat pembentukan rantai
peptida.
Termasuk golongan ini : tetrasiklin, klortetrasiklin, oksitetrasiklin, demeklosiklin,
doksisiklin dan minosiklin.
Spektrum : luas, yaitu gram positif dan gram negatif, mikroplasma. Sifatnya
bakteriostatik
Farmakokinetik : pemberian oral baik, tetapi tidak sempurna. Absorpsi terganggu oleh
makanan yang mengandung ion kalsium dan juga antasida. Tetrasiklin terkonsentrasi
di hati, ginjal, limpa, kulit. Terikat pada jaringan yang terkalsifikasi
Indikasi : tetrasiklin lebih baik tidak digunakan pada infeksi yang tidak berhubungan
dengan penyakit periodontal. Keberhasilan pemakaian antibiotik ini adalah karena
kemampuannya untuk berkonsentrasu pada gingival crevicular fluid.
Efek samping : keluhan saluran cerna, efek hepatotoksik yang fatal, efek fototoksik
dapat timbul, gangguan keseimbangan berup pusing, mual, muntah, serta dapat terjadi
superinfeksi
Kontraindikasi : bagi pada penderita gangguan ginjal kecuali doksisiklin, bagi ibu
hamil, menyusui dan anak yang sedang dalam pertumbuhan.
E. Golongan Kloramfenikol
Efektif terhadap berbagai kuman gram positif dan gram negatif tetapi karena efek
toksik nya, penggunaan dibatasi hanya untuk infeksi yang mengancam hidup.
Mekanisme kerja : menghambat sintesis protein
Spektrum antibakteri : luas, tidak hanya terhadap kuman tetapi juga ricketsia, sifatnya
bakteriostatik, tergantung mikroorganisme.
Farmakokinetik : dapat diberikan oral atau suntikan, absorpsi pada pemberian oral
sempurna krna sifatnya lipofilik. Metabolisme di hati dan ekskresi di ginjal
Indikasi : obat pilihan utama untuk demam tifoid, digunakan pada infeksi ricketsia,
abses otak dan berbagai infeksi kuman anaerob. Pada pasien alergi penisilin,
merupakan obat pilihan utama pada infeksi karena H. influenza, S. pneumonia, N.
meningitidis.
Efek samping : anemia aplastik, sindroma gray (efek toksik pada bayi). Gejalanya:
perut kembung, muntah, sianotik, hipotermia, kolaps, kematian
F. Eritromisin (Golongan Makrolid)
137
Efektif untuk kuman gram negatif. Penggunaannya untuk alternatif jika penisilin tidak
dapat digunakan.
Mekanisme kerja : menghambat sintesis protein, bersifat bakteriostatik, kadang
bakterisidal tergantung kadar dan jenis kumannya.
Farmakokinetik : eritromisin dibuat dalam bentuk tablet bersalut atau dalam bentuk
garam esternya, yaitu stearat atau etilsuksinat agar tidak dirusak asam lambung.
Ekskresinya melalui hati
Indikasi : infeksi Mycoplasma pneumoniae, pada penderita difteri sebagai alternatif
penisilin, pada infeksi chlamydia sebagai alternatif tetrasiklin, pada infeksi chlamydia
sebagai obat pilihan utama, untuk pasien alergi atau resisten terhadap penisilin
Efek samping : gangguan saluran cerna, hepatitis kolestatik, ototoksik, ketulian
sementara
Kontraindikasi : Pasien dengan gangguan hati
Interaksi : eritromisin menghambat metabolisme teofilin dan sikloserin di hati yang
dapat meningkatkan efek toksik obat-obat ini.
G. Klindamisin
Mekanisme kerja : sama seperti eritromisin
Spektrum antibakteri : terhadap infeksi yang disebabkan kuman yag peka terhadap
eritromisin dan kuman anaerobik
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan secara peroral, didistribusi ke seluruh jaringan
kecuali cairan seresbrospinal. Metabolisme pada hati dan ekskresi melalui empedu
dan urin.
Indikasi : infeksi saluran cerna oleh kuman anaerobik, infeksi B. fragilis, untuk
infeksi campur gram positif dan infeksi gram negatif, digunakan pada profilaksis
endokarditis bagi yang alergi penisilin
Efek samping : ruam kulit, kolitis pseudomembranosa yang dapat fatal karena
berkembangnya kuman Clostridium difficile yang menghasilkan toksin
H. Golongan Flourokuinolon
Yang pertama kali digunakan adalah norfloksasin.
Mekanisme kerja : merusak kode genetik atau protein sintesis kuman. Target nya
adalah enzim/ribosom kuman , RNA polimerase kuman, DNA-girase dan dihidrofolat
reduktase yang unik untuk kuman, tetapi mirip dengan yang ada pada hospes.
Golongan ini toksisitas selektif nya kurang dibanding antibiotik yang bekerja terhadap
dinding sel.
138
Termasuk dalam golongan ini : siprofloksasin, enoksasin, lomefloksasin, norfloksasin,
ofloksasin, grepafloksasin, levofloksasin, moxilofloksasin, sparfloksasin
Efek samping : sakit kepala, pusing, gangguan saluran cerna, kemerahan kulit
Kontraindikasi : anak dibawah usia 18 tahun dan wanita hamil
2.13. Obat Antihipertensi17
Obat-obat yang digunakan pada terapi hipertensi :
1. Golongan diuretik
2. Antagonis adrenoseptor β dan α
3. Penghambat ACE
4. Obat penghambat kanal Ca
5. Lain-lain :
- Simpatomimetik yang bekerja sentral – metildopa, klonidin, guanabenz asetat
- Penghambat saraf adrenergik
- Obat yang menghambat katekolamin
- Vasodilator
A. Antagonis Adrenoreseptor
1. Antagonis adrenoreseptor-β
- Propranolol
Bekerja mengantagonis kerja katekolamin di reseptor β1 dan β2,
menimbulkan peningkatan resistensi perifer, memblok adrenoreseptor β-
adrenoreseptor di SSP meningkatkan aktivitas simpatis dan menurunkan
pengeluaran renin dari ginjal
Indikasi : hipertensi ringan dan sedang
- Nadolol, timolol, carteolol, pindolol, penbutolol
Mekanisme kerja nya sama dengan propranolol. Memblok
adrenoreseptor β1 dan β2.
- Metoprolol, atenolol, asebutolol
Adrenoreseptor β1 yang selektif
2. Antagonis adrenoreseptor-α
- Prazosin, Terazosin, doxazosin
139
Antagonis α1 yang selektif untuk hipertensi terutama bila diikuti
penyakit jantung koroner (PJK). Biasa diberikan bersama diuretik dan
antagonis adrenoreseptor-β
- Fentolamin, fenoksibenzamin
Antagonis adrenoreseptor α1 dan α2. Untuk hipertensi dengan
feokromositoma.
- Labetalol
Antagonis adrenoreseptor α dan β.
B. Penghambat Enzim Pengkonversi Angiotensin (ACE-I)
- Penghambat ACE
Kaptopril, enalapril, lisinopril, ramipril untuk hipertensi ringan sampai
berat. Obat ini menurunkan tekanan darah dengan menurunkan resistensi
perifer total melalui penghambatan kerja enzim yang mengubah angiotensin
I menjadi angiotensin II. Penghambat ACE merupakan vasodilator arteri
dan vena. Penghambatan angiotensin II akan memperbaiki hipertrofi, suatu
keadaan yang sering terlihat pada penderita hipertensi dan gagal jantung.
Indikasi : pasien dewasa dan dewasa muda yang hipertensi, pada pasien
gagal jantung dan menurunkan risiko “stroke”, pada pasien diabetes
nefropati dapat memperlambat memburuknya penyakit ginjal.
Efek samping : batuk kering karena akumulasi bradikinin, edema di bibir
dan lidah, timbul kemerahan kulit
Kontraindikasi : kehamilan trimester 2 dan 3, pasien stenosis ginjal bilateral
- Penghambat reseptor angiotensin (ARB)
Losartan, Candesartan, eprosartan, irbesartan, olmesartan, telmisartan dan
valsartan
Mekanisme kerja : mengantagonis kerja angiotensin II di reseptor yang
mengakibatkan vasodilatasi, penurunan aldosteron dan hormon ADH
Indikasi : sama seperti penghambat ACE
Efek samping : hiperkalemia
Kontraindikasi : kehamilan
C. Penghambat Kanal Kalsium
Golongan dihidropiridin dan Golongan non-dihidropiridin
140
Verapamil dan Diltiazem spesifik terhadap miokard, amlodipin, felodipin,
isradipin, nicardipin, nifedipin, nimodipin, nisoldipin adalah dihidropiridin
yang bekerja pada pembuluh darah.
Mekanisme kerja : menghambat masuknya Ca++ ke otot polos dan jantung,
menurunkan tekanan darah dengan mengurangi resistensi perifer
Indikasi : penderita hipertensi ringan sampai sedang terutama pada pasien
kadar renin rendah, untuk angina, profilaksis migren, kelahiran preterm. Bila
dikombinasi dengan antagonis adrenoseptor β maka tekanan darah akan lebih
turun
Efek samping : bradikardia (verapamil dan diltiazem), edema perifer,
hipotensi, pusing, vasodilatasi daerah leher, sakit kepala (dihidropiridin) dan
refluks esofagitis
D. Obat-Obat Lain
- Adrenolitik sentral
Klonidin : α2-agonis yang merangsang adrenoreseptor α2 di SSP maupun
perifer. Untuk pasien hipertensi ringan-sedang. Sering ditambahkan pada
pemberian diuretik. Obat lain yang serupa yaitu guanabenz asetat dan
guanfasin. Efek samping : mengantuk, mulut kering, konstipasi, kemerahan
kulit, sakit kepala, ejakulasi. Pada pasien gagal ginjal, dosis harus
disesuaikan.
Metildopa : mengaktifkan penghambatan adrenoreseptor α prasinap dan
reseptor α2 pascasinaps di SSP dan menurunkan pengeluaran simpatis
sehingga menurunkan resistensi perifer dan tekanan pada posisi berdiri dan
berbaring. Untuk hipertensi ringan-sedang. Ditambahkan pada penggunaan
diuretik. Efek samping : mengantuk, mulut kering, gangguan saluran cerna,
gangguan seksual.
- Penghambat saraf adrenergik
Guanetidin monosulfat dan guanadrel sulfat : sekarang jarang digunakan.
Reserpin : membuang pengeluaran NE sebagai respons impuls saraf melalui
pencegahan ambilan vesikel. Efek samping : gangguan saluran cerna, depresi
jika dosis berlebih. Kontraindikasi : pasien riwayat depresi
- Obat yang menghambat katekolamin
Metirosin – α metiltirosin, pargilin, trimetafan
- Vasodilator
141
Obat yang menimbulkan relaksasi otot polos, meningkatkan resistensi
perifer. Penggunaannya menurun dikarenakan adanya obat lain (penghambat
ACE, penghambat kanal kalsium) yang lebih efektif dengan efek samping
minimal. Obat ini yaitu hidralazin, minoksidil, Na-nitroprusid, diazoxide,
tolazolin
Krisis Hipertensi : keadaan dimana tiba-tiba terjadi hipertensi berat, biasanya pada
pasien dengan hipertensi tidak terkontrol atau respons suatu penyakit akit. Harus
segera diatasi dengan pemberian obat parenteral untuk menurunkan tekanan darah
dengan cepat.
Obat-obat yang sering digunakan bersama obat antihipertensi
Penyakit
penyerta
Obat yang
digunakan
bersama
antihipertensi
Angina
pektoris
Diuretik B-blocker Penghambat
ACE
Penghambat
kanal kalsium
Diabetes
insulin
dependen
Penghambat
ACE
Penghambat
kanal kalsium
Hiperlipidemia Penghambat
ACE
Penghambat
kanal kalsium
Gagal jantung
kongestif
Diuretik Penghambat
ACE
Hindari
verapamil
Riwayat infark
miokard
Diuretik B-blocker Penghambat
ACE
Penghambat
kanal kalsium
Penyakit ginjal
kronik
Diuretik B-blocker Penghambat
ACE
Penghambat
kanal kalsium
Asma, penyakit
paru kronik
diuretik Penghambat
ACE
Penghambat
kanal kalsium
Catatan :
Huruf tebal :obat yang biasa digunakan
142
Huruf biasa : obat alternatif
2.14. Reaksi yang Tidak Diinginkan dari Obat17
Reaksi yang tidak diinginkan (adverse drug reaction / ADR) dapat diprediksi dari suatu obat.
Obat akan memperlihatkan beberapa efek :
- Efek terapi : efek yang secara klinis kita inginkan
- Reaksi toksik : efek farmakologi suatu obat yang berlebihan pada organ target
- Efek samping : efek yang tidak diinginkan berhubungan dengan dosis terapi
- Alergi obat : reaksi terhadap obat yang merupakan respons imunologi dapat berupa
kemerahan atau reaksi anafilaksis
- Reaksi idiosinkrasi : respon yang abnormal terhadap obat yang bersifat genetik
ADR yang sering terjadi : depresi pernapasan, syok anafilaksis, pusing, konstipasi, hipertensi,
hipotensi, kandidiasis oral, kemerahan, mulut kering, mual, mengantuk, demam, stomatitis
ADR yang terjadi pada penggunaan obat-obat dalam bidang kedokteran gigi :
- Analgesik : dari aspirin dapat menimbulkan iritasi saluran cerna, peningkatan waktu
pendarahan, reaksi alergi, timbul serangan asma (bagi penderita asma yang sensitif
aspirin). NSAID, dapat menimbulkan iritasi saluran cerna, gangguan waktu pendarahan.
Contohnya ibuprofen bronkokonstriksi, asam mefenamat efek seperti aspirin dan
diare. Parasetamol merupakan obat analgesik yang aman namun jika berlebih dapat
menimbulkan reaksi toksik pada hepar
- Anestesi lokal : pusing, sakit kepala, muscle twitchings di daerah muka, reaksi alergi
berupa syok anafilaktik (asma, rinitis, angio-oedema, skin rashes). Vasokonstriktor tidak
diberikan kepada penyakit jantung berat dan hipertensi tidak terkontrol.
- Kortikosteroid : lebih mudah terkena infeksi
Efek yang tidak diharapkan yang bermanifestasi dalam rongga mulut :
1. Mukosa mulut, lidah dan gigi :
- Reaksi hipersensitifitas (reaksi anafilaksis karena penisilin, lidokain, aspirin dan
fixed drug eruption yaitu stomatitis medikamentosa karna obat sistemik).
- Erythema multiforme (steven-johnson syndrome) : bulla, vesikel, papul, makula,
wheals pada membran mukosa karena sulfonamide, penisilin, rifampisin, obat
kumur beriodine, karbamazepine
143
- Ulserasi mulut : obat yang menimbulkan iritasi lokal seperti aspirin, clove oil,
kloroform, menthol, fenol, camphor, kokain, obat antineoplastik sistemik.
- Perubahan warna pada mukosa mulut dan gigi : Obat antimalaria kloroquin
menimbulkan pigmentasi keabuan pada palatum, pigmentasi pada lidah karena
penggunaan heroin secara hisap, obat kumur khlorhexidine menimbulkan stain
pada lidah, gigi dan tambalan, gangguan rasa
2. Jaringan periodontal :
Obat-obat sistemik pada umumnya menimbulkan hyperplasia gingival atau
pertumbuhan yang berlebihan. Contohnya : fenetoin, siklosporin, nifedipin
3. Struktur gigi :
Obat-obat sistemik dan yang mengandung gula dapat menyebabkan xerostomia dan
karies.
4. Kelenjar saliva :
- xerostomia : obat-obat antihipertensi seperti antihipertensi penghambat ganglion
(pentolinium, mecamylamine, pempidin), obat yang berkompetisi dengan
asetilkolin, antihipertensi klonidine, obat antihistamin (H1 blocker), obat
tetrasiklik antidepresan, antiparkinson, obat antineoplastik
- Ptyalism : obat pilokarpin, neostigmin, ketamin (untuk anestesi IV) menyebabkan
hipersalivasi, obat lepra, anthelmintik
- Pembesaran dan sakit pada kelenjar saliva : obat antiinflamasi derivate pirazolone
dapat menimbulkan pembesaran parotis dan atau pembesaran kelenjar
submandibula, nyeri pada kelenjar parotis dapat disebabkan obat antihipertensi
klonidine, pembesaran parotis dapat disebabkan obat kumur klorheksidine.
5. Celah bibir dan palatum :
Dapat terjadi pada anak yang ibunya menggunakan obat antineoplastik dan hormon.
Obat teratogenik lain kortikosteroid, diazepam, antikonvulsan, isotretinoin,
sulphasaiazine
6. Gangguan rasa dan halitosis :
Contohnya penisilinamine adalah obat wilson’s disease, obat antidiabetik biguanid
metformin dan metronidazole
7. Obat yang memicu infeksi mulut :
Beberapa obat sistemik, kortikosteroid, antimikroba (spektrum luas), antimetabolit
(topikal flourourasil), obat immunosupresif
144
2.15. Penulisan Resep17
Resep adalah pesan/permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada
apoteker pengelola apotik untuk menyediakan obat dan menyerahkannya pada pasien.
Resep harus benar dan rasional. Penulisan resep rasional :
- Tegakkan diagnosis spesifik
- Pertimbangkan dampak patofisiologi dari diagnosis
- Tentukan objektif spesifik pengobatan
- Tentukan obat pilihan utama
- Tentukan rejimen dosis yang tepat
- Rencanakan pemantauan kerja obat dan tentukan hasil akhir terpi
- Rencanakan program pendidikan pasien
Tata Cara Penulisan Resep
Resep yang lengkap terdiri dari :
- Nama, alamat, nomor surat izin praktek dokter
- Tanggal penulisan resep
- Nama obat/komponen obat
- Tanda R/ pada bagian kiri resep
- Tanda tangan / paraf dokter penulis resep
- Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang obatnya melebihi dosis maksimum
Resep dibagi menjadi 4 bagian :
- Inscriptio : terdiri dari identitas dokter, tempat dan tanggal penulisan resep, tanda R/
- Praescriptio : bagian utama resep (nama obat, dosis, bentuk sediaan obat)
- Signatura : cara pakai obat, nama pasien, umur
- Subscriptio : tanda tangan/paraf dokter
145
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
- Pasien wanita, 42 th pernah mengalami stroke ringan dan masih mengonsumsi obat-obatan
namun ingin dilakukan insisi fistula dan ekstraksi gigi 15. Maka dari itu, sebelum tindakan
harus dikonsultasikan dahulu kepada dokter penyakit dalamnya untuk menghentikan obat 5
hari sebelum tindakan. Gigi 15 mengalami infeksi akibat penjalaran karies, maka berikan
antibiotik sebelum tindakan ektraksi.
- Pasien anak, 5,5 th mengalami perforasi radiks pada gigi 61 yang jika dibiarkan dapat
menimbulkan infeksi. Maka radiks tersebut harus diekstraksi. Sebelum dilakukan ekstraksi,
pasien diberi anastesi topikal kemudian diekstraksi menggunakan forceps radiks untuk gigi
sulung. Setelah itu, pasien diberi resep obat antiinflamasi.
146
Daftar Pustaka
1. Hupp JR, Ellis Edward, Tucker MR. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery,
5th ed. Missouri: Mosby Elsevier. 2008.
2. Cawson RA, Odell EW. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine,
7th ed. Churchill Livingstone. 2002
3. White and Pharoah. 2000. Oral Radiology: principles and Interpretations. 5th edition.
London: Mosby.
4. Whaites, Eric. 2003. Essentials of Dental Radiography and Radiology. Third Edition.
USA: Elsevier.
5. Pharoah MJ, White SC. Oral Radiology: Principles and Interpretation. 5th ed.
St.Louis: Mosby; 2004
6. Kaplan N, Flynn J. Kaplan's clinical hypertension. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins; 2006.
7. Andersson L, Kahnberg K, Pogrel M. Oral and Maxillofacial Surgery. Chichester,
West Sussex: Wiley-Blackwell; 2010.
8. Checkdent.com. What is a Fistula? | Dental Video [Internet]. 2016 [cited 11 February
2016]. Available from: http://www.checkdent.com/en/videos/what-is-a-fistula-
60.html
9. White S, Pharoah M. Oral radiology. St. Louis, Mo.: Mosby/Elsevier; 2009.
10. Howe G, Whitehead F. Local anaesthesia in dentistry. London: Wright; 1990.
11. Miloro M, Peterson L. Peterson's principles of oral and maxillofacial surgery. Shelton,
CT: People's Medical Pub. House-USA; 2012.
12. Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. EGC : Jakarta
13. Academia.edu
14. Khurana I. Textbook of Human Physiology for Dental Students. London: Elsevier
Health Sciences APAC; 2014.
15. Dewi F, Sri Angky S. Azalia A. Farmakologi Kedokteran Gigi, Badan Penerbit FKUI
2012
16. Committee on Identifying Priority Areas for Quality Improvement, Karen Adams,
Janet M. Corrigan (2003). Priority Areas for National Action: Transforming Health
Care Quality. National Academies Press.
17. Dewi F, Sri Angky S. Azalia A. Farmakologi Kedokteran Gigi, Badan Penerbit FKUI
2012
18. Committee on Identifying Priority Areas for Quality Improvement, Karen Adams,
Janet M. Corrigan (2003). Priority Areas for National Action: Transforming Health
Care Quality. National Academies Press.
147
19. Suniarti D.F, Seokanto S.A, Arif A. Farmakologi Kedokteran Gigi. Jakarta : Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2012. p.51-71; p. 113-20; p.131-
41
20. Morris P. J, Hill C. M. General Anaesthesia and sedation in Dentistry. 2nd ed.
Cambridge : Butterworth-Heinemann Ltd.;1991. p.1-13
21. Syarif A., Setiawati A., Muchtar A. Farmakologi dan Terapi. 2nd ed. Jakarta : Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;1980. p. 265-72