Date post: | 17-Feb-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | independent |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
Makalah Kimia Bahan MakananPengaruh Styrofoam sebagai bahan kemasan makanan terhadap kesehatan manusia
10/21/2014
Anggi Febrianti
06121010011
Pendidikan Kimia 2012
Dosen pembimbing:
Drs. A. Rachman Ibrahim, M.Sc.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
Daftar Isi
Daftar isi..........................................i
Bab I: Pendahuluan..................................1
1.1. Latar Belakang................................1
1.2. Rumusan Masalah................................1
1.3. Tujuan Penulisan...............................2
Bab II: Isi.........................................3
2.1. Pengertian Styrofoam...........................3
2.2. ............................Penggunaan Styrofoam
4...............................................
2.3. . .Bahaya Penggunaan Styrofoam Terhadap Kesehatan
5
2.4. ................Solusi bagi Penggunaan Styrofoam
7
Bab III: Penutup...................................12
3.1. Kesimpulan....................................12
3.1. Saran.........................................13
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Styrofoam merupakan salah satu pilihan yang paling
popular untuk digunakan sebagai pengemas barang-barang
yang rentan rusak maupun makanan sekalipun. Styrofoam
memiliki keunggulan yaitu praktis dan tahan lama. Hal
inilah yang menjadi daya tarik yang cukup kuat bagi
para penjual maupun konsumen makanan untuk
menggunakannya. Sampai saat ini belum banyak yang sadar
bahaya dibalik penggunaan kemasan styrofoam.
Styrofoam sebagai kemasan makanan, sebaiknya
penggunaannya bukan sekedar sebagai bungkus tetapi
perlu diperhatikan keamanannya, karena fungsi dari
kemasan makanan yaitu untuk kesehatan, pengawetan dan
kemudahan. Menurut beberapa penelitian telah diketahui
bahwa styrofoam berbahaya bagi kesehatan. Menurut
Mulyanto (2013), bahaya styrofoam berasal dari butiran-
butiran styrene, yang diproses dengan menggunakan
benzana. Benzana inilah yang termasuk zat yang dapat
menimbulkan banyak penyakit (Mulyanto, 2013).
Selain itu, Styrofoam juga terbukti tidak ramah
lingkungan, karena tidak dapat diuraikan sama sekali.
Bahkan pada proses produksinya sendiri menghasilkan
limbah yang tidak sedikit sehingga dikategorikan
1
sebagai penghasil limbah berbahaya ke-5 terbesar di
dunia oleh EPA (Enviromental Protection Agency).
Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh Styrofoam ini
terhadap kesehatan dan lingkungan, maka perlu dicari
solusi agar penggunaannya dapat diminimalisir atau
dihentikan sama sekali.
1.2. Rumusan Masalah
Apa itu Styrofoam dan bagaimana penggunaan Styrofoam?
Apa bahaya penggunaan styrofoam terhadap kesehatan?
Bagaimana solusi dalam penggunaan Styrofoam?
1.3. Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi
salah satu tugas matakuliah Kimia Bahan Makanan pada
program studi pendidkan kimia FKIP Unsri. Selain itu
makalah ini bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan
atau informasi lebih mengenai penggunaan Styrofoam
dalam pengemasan makanan terhadap kesehatan dan solusi
mengatasi dampak negatif terhadap penggunaan Styrofoam.
2
BAB II
ISI
2.1. Pengertian Styrofoam
Styrofoam umumnya memiliki warna putih dan
terlihat bersih. Bentuknya juga simpel dan ringan.
Styrofoam yang dibuat dari kopolimer styrene ini
menjadi pilihan bisnis pangan karena mampu mencegah
3
kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat
dipegang. Selain itu, bahan tersebut juga mampu
mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman
dipegang.Bahan dasar styrofoam adalah polisterin, suatu
jenis plastik yang sangat ringan, kaku, tembus cahaya
dan murah tetapi cepat rapuh. Karena kelemahannya
tersebut, polisterin dicampur dengan seng dan senyawa
butadien. Hal ini menyebabkan polisterin kehilangan
sifat jernihnya dan berubah warna menjadi putih susu.
Kemudian untuk kelenturannya, ditambahkan zat
plasticizer seperti dioktil ptalat (DOP), butil
hidroksi toluena (BHT) atau butyl stearat. Plastik busa
yang mudah terurai menjadi struktur sel kecil merupakan
hasil proses peniupan dengan menggunakan gas
klorofluorokarbon (CFC). Hasilnya adalah bentuk seperti
yang sering dipergunakan saat ini (Sulchan, 2007).
Styrofoam sebenarnya bukanlah nama kemasan plastik
yang dimaksud. Styrofoamadalah nama merek dagang dari
perusahaan Dow Mechanical. Styrofoam sendiri
merupakankemasan plastik berbahan polimer yang terdiri
dari banyak macam seperti :
polietilen tereflatat (PET) polirinil klorida (PVC)
polietilen (PE) polipropilen (PP)
polistirena (PS) polikarbonat (PC)
melamin.
4
Istilah styrofoam yang akrab dengan kita, adalah
jenis yang berbahan baku polistirena.Dalam industri,
styrofoam sebenarnya hanya digunakan sebagai bahan
insulasi. Bahan inimemang bisa menahan suhu, sehingga
benda didalamnya tetap dingin atau hangat lebih lama
dari pada kertas atau bahan lainnya. Karena bisa menaha
n suhu itulah, akhirnya banyak yang 'salah kaprah’
menggunakannya sebagai gelas minuman dan wadah
makanan.Beberapa hal yang bisa dijadikan alasan kenapa
kita perlu mengurangi penggunaanstyrofoam pada
kehidupan kita adalah bahan ini terbuat dari butiran-
butiran styrene,yang diproses dengan menggunakan
BENZANA (alias benzene).Padahal benzana termasuk zat
yang bisa menimbulkan banyak penyakit.Benzana
bisamenimbulkan masalah pada kelenjar tyroid,mengganggu
sistem syaraf sehingga menyebabkankelelahan,
mempercepat detak jantung, sulit tidur, badan menjadi
gemetaran, dan menjadi mudahgelisah.Dibeberapa kasus,
benzana bahkan bisa mengakibatkan hilang kesadaran dan
kematian.Saat benzana termakan, dia akan masuk ke sel
sel darah dan lama-kelamaan akan merusak sumsum tulang
belakang. Akibatnya produksi sel darah merah berkurang
dan timbullah penyakitanemia. Efek lainnya, sistem imun
akan berkurang sehingga kita mudah terinfeksi. Pada
wanita,zat ini berakibat buruk terhadap siklus
menstruasi dan mengancam kehamilan. Dan yang
5
paling berbahaya, zat ini bisa menyebabkan kanker
payudara dan kanker prostat.
2.2. Penggunaan Styrofoam
Pengunaan styrofoam salah satunya adalah sebagai
kemasan atau wadah makanan karena bahan ini memiliki
beberapa kelebihan. Bahan tersebut mampu mencegah
kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat
dipegang, mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi
tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan
keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah, serta
ringan.
Gambar 1.
Styreofoam sebagai kemasan makanan
Sumber: alvinbro.blogspot.com
Di Indonesia, penggunaan styrofoam sebagai wadah
makanan makin menjamur karena barang ini sangat mudah
ditemukan dimana-mana, mulai dari restoran siap saji
sampai ke tukang-tukang makanan pinggir jalan untuk
menggunakan bahan ini sebagai pembungkus makanan mereka
(Mulyatno, 2013).Selain digunakan sebagai pembungkus
6
makanan, penggunaannya digunakan untuk bahan pelindung
dan penahan getaran barang yang rentan rusak seperti
elektronik atau barang pecah belah lainnya.
2.3. Bahaya Penggunaan Styrofoam Terhadap Kesehatan
Styrofoam adalah jenis bahan kimia organik yang
tidak bisa terurai oleh alam. Styrofoam terdiri dari
butiran-butiran styrene yang diproses dengan mengunakan
benzena. Sedangkan benzena adalah termasuk zat yang bisa
menimbulkan banyak penyakit. Benzena ini menimbulkan
masalah pada kelenjar tyroid, menganggu sistem syaraf
sehingga menyebabkan kelelahan, mempercepat denyut
jantung, sulit tidur, badan menjadi gemetar, dan
menjadi mudah gelisah (Anjarimawati, 2010).
Hasil kajian Divisi Keamanan Pangan Jepang pada
Juli 2001 mengungkapkan bahwa residu styrofoam dalam
keamanan Pangan Kemasan Styrofoam sangat berbahaya.
Residu itu dapat menyebabkan endokrin disrupter (EDC)
suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada
sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat
bahan kimia karsinogen dalam makanan. Hasil berbagai
penelitian yang sudah dilakukan sejak tahun 1930-an,
diketahui bahwa stiren, bahan dasar styrofoam, bersifat
mutagenik (mampu mengubah gen) dan potensial
karsinogen. Semakin lama waktu pengemasan dengan
Styrofoam dan semakin tinggi suhu, semakin besar pula
7
migrasi atau perpindahan bahan-bahan yang bersifat
toksik tersebut ke dalam makanan atau minuman. Apalagi
bila makanan atau minuman tersebut banyak mengandung
lemak atau minyak. Toksisitas yang ditimbulkan memang
tidak langsung tampak (Sulchan, 2007).
Hasil survei di AS pada tahun 1986 menunjukkan
bahwa 100% jaringan lemak orang Amerika mengandung
styrene yang berasal dari styrofoam. Penelitian dua
tahun kemudian menyebutkan kandungan styrene sudah
mencapai ambang batas yang bisa memunculkan gejala
gangguan saraf. Faktor yang mempengaruhi
perpindahan zat kimia pada Styrofoam ke dalam makanan,
antara lain:
1. Suhu yang tinggi
Semakin panas suatu makanan, semakin cepat pula
migrasi bahan kimia styrofoam ke dalam makanan.
2. Kadar lemak tinggi
Bahan kimia yang terkandung dalam styrofoam akan
berpindah ke makanan dengan lebih cepat jika kadar
lemak (fat) dalam suatu makanan atau minuman makin
tinggi.
3. Kadar alkohol dan asam yang tinggi
Bahan alkohol dan asam mempercepat laju
perpindahan.
8
4. Lama kontak
Semakin lama makanan disimpan dalam wadah
Styrofoam semakin besar kemungkinan jumlah zat
kimia yangbermigrasi ke dalam makanan.
Sifatnya akumulatif dan dalam jangka panjang baru
timbul akibatnya. Sementara itu CFC sebagai bahan
peniup pada pembuatan styrofoam merupakan gas yang
tidak beracun dan mudah terbakar serta sangat stabil.
Begitu stabilnya gas ini baru bisa terurai sekitar 65-
130 tahun. Gas ini akan melayang di udara mencapai
lapisan ozon di atmosfer dan akan terjadi reaksi serta
akan menjebol lapisan pelindung bumi. Apabila lapisan
ozon terkikis akan timbul efek rumah kaca. Bila suhu
bumi meningkat, sinar ultraviolet matahari akan terus
menembus bumi yang bisa menimbulkan kanker (Sulchan,
2007).
Menurut Sulchan (2007) terdapat beberapa monomer yang
dicurigai berbahaya adalah vynil khlorida, akri
lonitril, meta crylonitril venylidine chloride serta
shyrene. Bahan-bahan ini memiliki monomer-monomer yang
cukup beracun dan diduga keras sebagai senyawa
karsinogen. Kedua monomer tersebut dapat bereaksi
dengan komponen-komponen DNA seperti vynl khlorida
dengan guanine dan sitosin, sedangkan akrilonisil
9
(vynil cyanida) dengan adenine monomer vinile
khlorida mengalami metabolisme dalam tubuh melalui
pembentukan hasil antara senyawa epoksi cloreshyan
oksida. Senyawa epoksida ini sangat reaktif dan
bersifat karsinogenik.
Selain itu, pada senyawa pembuat Styrofoam
terdapat butil hidroksi toluene (BHT) atau n-butyl
stearat. Kandungan zat ini menurut penelitian kimia
LIPI dapat memicu timbulnya kanker dan penurunan daya
pikir anak. Masalah kesehatan yang dapat muncul setelah
terpapar jangka panjang yaitu menyebabkan gangguan pada
sistem syaraf pusat, dengan gejala seperti sakit
kepala, letih, depresi, disfungsi sistem syaraf pusat
(waktu reaksi, memori, akurasi dan kecepatan
visiomotor, fungsi intelektual), hilang pendengaran,
dan neurofati periperal.
2.4. Solusi bagi Penggunaan Styrofoam
Seperti yang telah diuraikan di atas, styrofoam
ini berdampak buruk terhadap kesehatan dan lingkungan,
maka perlu dicari solusi agar penggunaannya dapat
diminimalisir atau dihentikan sama sekali.
Beberapa tahun lalu, penyedia makanan siap saji
dari Amerika mengumumkan akan mengganti wadah
styrofoam dengan kertas. Para ahli lingkungan
menyebutkan keputusan itu sebagai ”kemenangan
10
lingkungan” karena styrofoam sangat berbahaya bagi
kesehatan dan lingkungan. Keputusan ini menyusul hal
serupa oleh perusahaan-perusahaan makanan siap saji
lainnya. (Mulyatno, 2013)
Beberapa cara yang telah diusahakan untuk
mengurangi dampak buruk dari Styrofoam antara lain:
1. Fokus Pengemas baru yang ramah lingkungan
Dengan semakin jelasnya dampak buruk
yangditimbulkan styrofoam. maka pencarian alternatif
bahan pengemas lain harus menjadi fokus penelitian
yang baru.
2. Menghentikan penggunaan Styrofoam
Upaya ini telah dilakukan oleh beberapa
industri makanan seperti
McDonald’s pada tahun 1987 yang menyatakan diri
berhenti menggunakan wadah makanan yang terbuat dari
Styrofoam. Salah satu divisi di McSonald’s yaitu The
Environmental Defense Waste Reduction Task Force
Enforced McDonald juga sedang berusaha mengganti
kemasan makanan dengan kemasan yang dapat di daur
ulang seperti yang berasal kentang, limestone, 100%
serat daur ulang, biodegradable polymer, dan coating
lilin plus air.
3. Menciptakan Kemasan Plastic Biodegradable
Riset ini dikembangkan oleh Leonardus Adi Wijaya,
11
Glenn Chandra dan Marcel P. Segara dan meraih juara
pertama Research in Science and Technology Creativity
(Ristec) 2008 yang diadakan di Universitas Diponegoro
(Pahri, 2012).
Kemasan ini dapat terurai dengan sendirinya
menjadi karbondioksida dan air bila dikubur dalam
tanah. Teknologi terbaru ini, kini bisa diujicobakan
di Indonesia menggunakan bahan baku local yaitu limbah
kulit udang dan singkong. Kedua bahan tersebut dipilih
lantaran jumlahnya yang sangat banyak tersedia di
negeri ini.
Indonesia dikenal luas sebagai salah satu Negara
pengekspor udang mentah kupas. Sekitar 12 ribu ton
kulit udang kering dihasilkan oleh Indonesia per
tahunnya sebagai hasil sampingan ekspor udang mentah
kupas. Sedangkan singkong sendiri merupakan tanaman
yang sudah merakyat. Saat ini Indoensia meproduksi
kurang lebih 19 juta ton singkong setiap tahungga.
Proses pembuatan plastic ini tidaklah sulit.
Pembuatan khitosan, dilakukan dengan mengolah limbah
kulit udang, dijemur hingga kering. Sedangkan untuk
pembuata PLA digunakan bahan baku singkong. PLA (Poly
Lactic Acid) adalah senyawa yang saat ini sedang
dikembangkan sebagai alternatif kemasan plastik
konvensional atau sebagai kemasan biodegradable. Bahan
baku PLA bersumber dari bahan yang dapat diperbaharui
12
serta memiliki kandungan pati yang tinggi. Selain
singkong, juga dapat digunakan bahan lainnya seperti
jagung, kentang dan umbi-umbian lain. PLA dapat dicetak
dalam bentukseperti tas belanja, gelas, sendok, mangkuk
dll. Keuntungan dari penggunaan PLA dibandingkan
kemasan plastik lainnya yaitu sifat biodegradablenya
yang dapat terurai di alam, maksimal satu setengah
bulan. Coba bandingkan dengan Styrofoam yang tidak
dapat diuraikan sama sekali.
Sifatnya yang transparan dan kaku menyerupai
plastic pada umumnya merupakan nilai tambah tersendiri.
Namun, kemasan dari PLA dan khitosan ini juga memiliki
beberapa kelemahan dan keunggulan masing-masing. Oleh
karena itu, penggabungan antara khitosan dan PLA
diharapkan dapat saling melengkapi. Menghasilkan
kemasan yang dapat terurai dengan sifat menyerupai
plastic. Proses penggabungannya pun cukup mudah.
Mencampurkan larutan PLA dalan khitosan secara perlahan
agar tercampur merata. Kemasan yang dihasilkan akan
memiliki penampilan transparan dan warna kekuningan.
Setelah terbentuk, kemasan ini dapat digunakan sebagai
bahan pembungkus sayuran, kemasan sekunder pembungkus
biskuit maupun roti. Masih perlu banyak penelitian
lebih lanjut dalam pengambangan kemasan ramah
lingkungan. Terutama, masalah optimalisasi dalam
pembuatan PLA, termasuk ketertarikan pihak industri.
13
4. Memanfaatkan Limbah Styrofoam sebagai Bahan
Bangunan
Dengan menganut prinsip 3R yaitu Reduce, Reuse
danRecycle, limbah syrofoam dapat digunakan
untukmenghasil benda lain (Recycle), contohnya
membuatbatako dari limbah sytofoam. Upaya memanfaatkan
limbahini dilakukan oleh Surani, pria yang tinggal di
Tipar, Cakung, Jakarta Timur dengan niat sederhana,
menghindaribuangan sampah dan polusi pembakaran
styrofoam. Cara membuat sederhana yaitu Styrofoam
digiling seperti jagung. Kemudian, dicampur pasir dan
ditambah semen,lalu dicetak. Komposisi yang tepat itu
50% styrofoam, 40% pasir, dan 10% semen. Jadi,
penggunaan styrofoam dapatmenghemat pasir dan semen.
Dan hasilnya tidak mengecewakan, rumah yang dibangun
dengan menggunakan batako berbahan dasar limbah
syrofoam terbukti kokoh dan sifat syrofoam yang menolak
air membuat tanah tidak lembab (Kartika. 2009 dalam
Pahri, 2012).
5. Upaya mendegradasi styrofoam
Beberapa upaya telah ditemukan untuk menguraikan
Styrofoam, antara lain : a. Memanfaatkan Kulit
Buah Jeruk untuk Mendissolve Styrofoam
14
Metode ini diupayakan oleh Vici Riyani and
Adrienne Trinovia Sulistyo siswa SMA Santa Ursula.
Dengan mengolah kulit jeruk yang mengandung d-limonene,
mereka ubah dalam bentuk polymer flocculant yang
diigunakan untuk menguraikan styrofoam menjadi air.
Yang pasti mereka yakin cara ini tetaplah ramah
lingkungan.
Caranya dengan memasukan kulit jeruk bersamaan
dengan styrofoam ke dalam blender dan melalui proses
distilisasi dan kemudian diaduk sampai dengan semuanya
bercampur dengan baik. Dengan begitu campuran ini
dapat diuraikan oleh mikroorganisme.
Cara lain yang mereka temukan dengan menggunakan
kulit buah jeruk juga. Mereka melakukannya dengan
tekhnik sulfonasi. Yaitu dengan memotong styrofoam
hingga kecil-kecil dan campurkan dengan chloroform dan
asam sulfat dengan suhu 450 C selama 2 jam. Hasil dari
campuran tersebut adalah sodium polystyrene sulfonate
(PSSNa). Setelah melalui proses pemisahan dan
netralisasi, cairan tersebut akan berubah menjadi
bubuk polimer. Bubuk polimer ini kemudian bisa
digunakan sebagai pemurni air dan sangat berguna dalam
industri semen (Zamroni, 2002).
b. Mengembangkan bakteri Pseudomonas putida
Para ahli biologi di University of College
15
Dublin, Irlandia,menemukan turunan bakteri Pseudomonas
putida, yang biasa ditemukan di dalam tanah, memakan
minyak styrene murni dan mengubahnya menjadi plastik
yang ramahlingkungan. Minyak yang merupakan hasil
pemanasan styrofoam pada suhu tinggi itu mencemari
tanah karenasulit terdegradasi di alam.
Kevin O’Connor dan koleganya mengubah polystyrene
menjadi minyak melalui pyrolysis, yaitu memanaskan
plastik turunan minyak bumi dengan suhu 520 derajat
Celcius tanpa melibatkan oksigen. Pemanasan tersebut
menghasilkan cairan yang terdiri atas minyak styrene
sebesar lebih dari 80 persen dan sisanya berupa
cairanracun lainnya. Para peneliti kemudian memberikan
cairan ini kepadasalah satu turunan bakteri,
Pseudomonas putida CA-3.Pada awalnya, mereka berharap
bakteri akan memurnikanstyrene dari larutan. Namun,
bakteri justru sangat menikmati menu makanbarunya ini
dan mengubah 64 gram styrene campuranuntuk menghasilkan
sekitar 3 gram bakteri baru. Dalam proses ini, bakteri
menyimpan 1,6 gram energiminyak styrene dalam bentuk
plastik biodegradable (dapatterurai di alam) yang
disebutpolyhydr oxyalkanoate atau PHA. Selain musnah
jika dibakar, plastik jensi ini jugamudah terurai di
alam (Pahri, 2012).
Namun, proses biologi yang dilakukan bakteri
menghasilkan produk sampingan yang masih beracun,
16
yaitu toluene. Meskipun demikain, temuan ini membawa
harapan baru karena menunjukkan bahwa styrofoam dan
molekul polystyrene yang menyusunnya dapat
diubahmenjadi ramah lingkungan
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Penggunaan Styrofoam berbahaya bagi kesehatan
17
maupun lingkungan. Senyawa benzena yang terdapat dalam
styrofoam termasuk zat yang dapat menimbulkan banyak
penyakit dan bersifat karsinogenik. Selain menimbulkan
penyakit, pembuatan Styrofoam menyebabkan masalah yang
besar bagi lingkungan karena senyawa CFC menjadi salah
satu penyebab terjadinya efek rumah kaca. Oleh karena
itu, perlu adanya solusi bagi masalah ini, salah
satunya adalah dengan pendaurulangan dan
pendegradasian Styrofoam.
3.2. Saran
Bagi pembaca disarankan supaya makalah ini dapat
dijadikan sebagai media pembelajaran dalam rangka
peningkatan pemahaman tentang materi-materi pada mata
kuliah Kimia Bahan Makaan khususnya mengenai penggunaan
Styrofoam sebagai bahan kemasan makanan terhadap
kesehatan manusia.. Dan bagi penulis-penulis lain
diharapkan agar makalah ini dapat dikembangankan lebih
lanjut guna menyempurnakan makalah yang telah dibuat
sebelumnya.
18
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, ervi. 2013. Bahaya Styrofoam terhadap kesehatan dan
lingkungan (online)
http://www.slideshare.net/erviafifah/bahaya-
styrofoam-terhadap-kesehatan-dan-lingkungan
diakses pada tanggal 19 oktober 2014.
Anonym.2013. bahaya Styrofoam bagi kesehatan (online)
http://itd.unair.ac.id/index.php/health-news-
archive/318-bahaya-styrofoam-bagi-kesehatan.html
diakses pada tanggal 19 oktober 2014.
Nuraini, dini 2013. Bahaya styrofoam sebagai wadah makanan
(online).
https://www.academia.edu/6255232/BAHAYA_STYROFOAM_
SEBAGAI_WADAH_MAKANAN diakses pada tanggal 19
oktober 2014.
19