+ All Categories
Home > Documents > Pengembangan Model KD1

Pengembangan Model KD1

Date post: 22-Feb-2023
Category:
Upload: independent
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
28
Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran Model mempunyai makna yang lebih luas dari pada suatu strategi, metode atau prosedur. Pembelajaran dimaksudkan sebagai suatu upaya untuk membangkitkan inisiatif siswa dan peran siswa dalam belajar. Pembelajaran lebih ditekankan pada upaya guru untuk mendorong dan memfasilitasi siswa belajar, bukan pada apa yang dipelajari siswa. Dengan demikian diharapkan siswa lebih banyak berperan dalam mengkonstruksi pengetahuan bagi dirinya, dan bukan hasil transformasi dari guru. Menurut Arends (1997:7; 1998:226), istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi atau prosedur tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah (1) rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembang-nya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); (3) tingkah laku mengajar dan belajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan (4) ling-kungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat dicapai. Menurut Joyce, Weil, with Shower (1992:4), model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat digunakan untuk mendesain pengajaran tatap muka di kelas atau tutorial dan untuk membentuk perangkat pembelajaran, misalnya buku, film, program komputer, dan kurikulum. Setiap model memandu guru untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran. Lebih lanjut, Joyce, Weil, with Shower (1992:13-16) menyatakan, suatu model pembelajaran dapat dianalisis sesuai dengan empat konsep inti operasional model yang mencirikan, yaitu: (1) sintaksis (urutan aktivitas mengajar dan belajar), (2) sistem sosial (peran dan hubungan siswa dan guru), (3) prinsip reaksi (cara guru memandang dan merespons siswa terhadap apa yang dilakukan), dan (4) sistem pendukung (per-syaratan dan dukungan apa yang diperlukan diluar fasilitas teknis lazimnya). Selain konsep inti operasional model ada komponen lain, yaitu: (5) tujuan dan asumsi, dan (6) dampak pembelajaran dan dampak pengiring pembelajaran (Joyce, Weil, with Shower, 1992; Joyce and Weil, 1996). Menurut Dewey dalam Joyce, Weil, with Shower (1992:4), inti proses pembelajaran adalah mengatur lingkungan sedemikian hingga siswa dapat berinteraksi. Hal ini dipakai dasar untuk mengembangkan dan mengatur lingkungan belajar dalam model pembel-ajaran yang dikembangkan. Menurut kedua pendapat di atas, ada beberapa kesamaan ciri. Ciri (3) menurut Arend, sama dengan ciri (1) menurut Joyce, Weil, with Shower; ciri (4) menurut Arend, sama dengan ciri (4) menurut Joyce, Weil, with Shower; dan ciri (2) menurut Arend, sama dengan ciri (5) dan (6) menurut Joyce, Weil, with Shower. Empat ciri menurut Arend dan Joyce, Weil, with Shower tersebut akan membedakan suatu model pembelajaran dengan model pembelajaran yang lain. Contoh model pembelajaran diantaranya pembelajaran langsung, belajar secara kooperatif, pembelajaran berbasis masalah, diskusi kelas (Arends, 1997); eksposi-tori, pengatur lanjut, belajar penemuan, individual, spiral (Bell, 1978); partner dalam belajar, investigasi
Transcript

Model Pembelajaran

1. Pengertian Model PembelajaranModel mempunyai makna yang lebih luas dari pada suatu strategi,

metode atau prosedur. Pembelajaran dimaksudkan sebagai suatu upaya untukmembangkitkan inisiatif siswa dan peran siswa dalam belajar. Pembelajaranlebih ditekankan pada upaya guru untuk mendorong dan memfasilitasi siswabelajar, bukan pada apa yang dipelajari siswa. Dengan demikian diharapkansiswa lebih banyak berperan dalam mengkonstruksi pengetahuan bagi dirinya,dan bukan hasil transformasi dari guru. Menurut Arends (1997:7; 1998:226),istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimilikioleh strategi atau prosedur tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah (1)rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta ataupengembang-nya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswabelajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); (3) tingkah laku mengajardan belajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan denganberhasil; dan (4) ling-kungan belajar yang diperlukan agar tujuanpembelajaran itu dapat dicapai.

Menurut Joyce, Weil, with Shower (1992:4), model pembelajaran adalahsuatu perencanaan atau pola yang dapat digunakan untuk mendesain pengajarantatap muka di kelas atau tutorial dan untuk membentuk perangkatpembelajaran, misalnya buku, film, program komputer, dan kurikulum. Setiapmodel memandu guru untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran. Lebihlanjut, Joyce, Weil, with Shower (1992:13-16) menyatakan, suatu modelpembelajaran dapat dianalisis sesuai dengan empat konsep inti operasionalmodel yang mencirikan, yaitu: (1) sintaksis (urutan aktivitas mengajar danbelajar), (2) sistem sosial (peran dan hubungan siswa dan guru), (3)prinsip reaksi (cara guru memandang dan merespons siswa terhadap apa yangdilakukan), dan (4) sistem pendukung (per-syaratan dan dukungan apa yangdiperlukan diluar fasilitas teknis lazimnya). Selain konsep intioperasional model ada komponen lain, yaitu: (5) tujuan dan asumsi, dan (6)dampak pembelajaran dan dampak pengiring pembelajaran (Joyce, Weil, withShower, 1992; Joyce and Weil, 1996). Menurut Dewey dalam Joyce, Weil, withShower (1992:4), inti proses pembelajaran adalah mengatur lingkungansedemikian hingga siswa dapat berinteraksi. Hal ini dipakai dasar untukmengembangkan dan mengatur lingkungan belajar dalam model pembel-ajaranyang dikembangkan.

Menurut kedua pendapat di atas, ada beberapa kesamaan ciri. Ciri (3)menurut Arend, sama dengan ciri (1) menurut Joyce, Weil, with Shower; ciri(4) menurut Arend, sama dengan ciri (4) menurut Joyce, Weil, with Shower;dan ciri (2) menurut Arend, sama dengan ciri (5) dan (6) menurut Joyce,Weil, with Shower. Empat ciri menurut Arend dan Joyce, Weil, with Showertersebut akan membedakan suatu model pembelajaran dengan model pembelajaranyang lain. Contoh model pembelajaran diantaranya pembelajaran langsung,belajar secara kooperatif, pembelajaran berbasis masalah, diskusi kelas(Arends, 1997); eksposi-tori, pengatur lanjut, belajar penemuan,individual, spiral (Bell, 1978); partner dalam belajar, investigasi

kelompok, bermain peran, pembelajaran langsung, pem-belajaran berprogramadan belajar tuntas (Joyce & Weil, 1996).

Model-model pembelajaran tersebut satu dengan yang lain memilikiciri-ciri khusus yang berbeda-beda. Misalnya, model pembelajaran langsungdan ekspositori lebih menekankan pada belajar isi akademik. Modelpembelajaran partner dalam belajar, belajar secara kooperatif dan bermainperan lebih menekan-kan pada pencapaian tujuan yang berdimensikan sosialdan hubungan antar manusia. Sedangkan model pembelajaran individual danmodel pembelajaran berprograma, memiliki ciri khusus lebih memberikanperhatian kepada layanan secara individual dalam ketuntasan belajar (Joyce,Weil, with Shower, 1992; Joyce & Weil, 1996).

Menurut Nur (2001) Model pembelajaran mencakup suatu pendekatanpembelajaran yang luas dan menyeluruh dan mempunyai empat ciri khusus yangtidak dimiliki oleh strategi atau prosedur tertentu. Keempat ciri tersebutadalah : (a) alasan teoritis yang masuk akal, (b) tujuan pembelajaran yangingin dicapai, (c) perilaku guru yang dikehendaki, dan (d) struktur kelasyang diinginkan. Joice (1992) berpendapat model pembelajaran merupakansuatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalammerencanakan pembelajaran serta untuk menentukan perangkat-perangkatpembelajaran. Arends (1997) mendefinisikan bahwa model pembelajaran mengacukepada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnyatujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. Arends memberikan empat cirikhusus dari model pembelajaran yaitu : (a) rasional teoritik yang logisyang disusun oleh pengembangnya, (b) landasan pemikiran tentang apa danbagaimana siswa belajar, (c) tingkah laku mengajar yang diperlukan, dan(d) lingkungan belajar yang dikehendaki.

Ahli lain seperti Eggen dan Kauchack (1995) mengemukakan bahwa modelpembelajaran merupakan strategi perspektif pembelajaran yang dirancanguntuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Jadi model pembelajaran dapatdimaknai sebagai suatu suatu kerangka yang menggambarkan secara sistematikprosedur dalam mengatur kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan. Denganbegitu guru bertanggungjawab selama tahap perencanaan, implementasi danpenilaian dalam pembelajaran Model pembelajaran dapat difungsikan sebagaipedoman dalam merencanakan kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran jugadapat difungsikan sebagai sarana komunikasi yang penting dalammelaksanakan pembelajaran.

Dengan demikian, model pembelajaran merupakan suatu kerangka yangmenggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasi kegiatan pembe-lajaran untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman dalammerencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Ada beberpa komponen yang harusdiperhatikan dalam merancang suatu model pembelajaran. Menurut Joyce danWeil (1992) terdapat lima komponen model pembelajaran yaitu : (a) sintaks,(b) sistem sosial, (c) prinsip reaksi, (d) sistem pendukung, dan (e)dampak instruksional dan dampak pengiring. Arends (1997) berpendapat bahwaada empat komponen model pembelajaran yaitu : (a) tujuan (goals), (b)sintaks, (c) lingkungan belajar, dan (d) sistem manajemen. Kalaudiperhatikan lebih jauh kedua pendapat ini maka di antara keduanya salingberkaitan. Komponen tujuan pembelajaran menurut Arends berkaitan dengan

komponen dampak instruksional dan dampak pengiring dari Joyce dan Weil.Komponen lingkungan belajar menurut Arends berkaitan dengan komponen sistemsosial dan prinsip reaksi dari Joyce dan Weil. Komponen sistem manajemandari Arends berkaitan dengan komponen sistem sosial, prinsip reaksi, dansistem pendukung dari Joyce dan Weil.

Jadi dalam suatu model pembelajaran terdapat lima komponen penting,seperti yang dikemukakan Joyce dan Weil. Tetapi jika ditelusuri lebih jauh,ada komponen lain dari model pembelajaran yang tidak kalah pentingnyabelum termasuk pada komponen model pembelajaran dari kedua ahli di atas,yaitu komponen sistem evaluasi. Merujuk pada model pembelajaran yang telahdideskripsikan, maka sistem evaluasi merupakan suatu komponen yang perludimasukkan kedalam model pembelajaran yang dirancang, karena dengan sistemevaluasi dapat diketahui bagaimana dampak instruksional dan dampakpengiring. Lewat evaluasi dapat diketahui pencapaian tujuan pembelajaran.Evaluasi secara ekplisit dapat digambarkan dalam sintaks.

Untuk mendapatkan suatu model yang baik, harus diikuti beberapakegiatan sampai model tersebut dapat dikatakan berkualitas baik. Kegiatantersebut di antaranya adalah membuat prototipe. Kualitas suatu modelditentukan oleh kualitas prototipenya. Menurut Nieveen (1999) kualitassuatu model dikatakan baik bila memenuhi tiga kriteria, yaitu : (a)validitas, (b) prak-tikabilitas, dan (c) efektivitas. Aspek validitasmenurut Nieveen, dikaitkan dengan dua hal yaitu: (a) apakah kurikulum ataumodel yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritik yang kuat, dan(b) apakah terdapat konsistensi secara internal. Aspek kepraktisan menurutNieveen dipenuhi jika : (a) ahli dari praktisi menyatakan bahwa apa yangdikembangkan dapat diterapkan, dan (b) kenyataan menunjukkan bahwa apa yangdikembangkan memang dapat dikembangkan. Untuk aspek efektivitas Nieveenjuga mengajukan dua indikator, yaitu : (a) ahli dan praktisi berdasarkanpengalamannya model tersebut efektif, dan (b) dalam operasio-nalnya modeltersebut memberikan hasil sesuai dengan harapan.

Merujuk pada ciri-ciri dari model pembelajaran yang dikemukakan diatas, maka untuk menyusun model matematika dapat dilakukan denganmengkombinasikan model yang dikemukakan oleh Joyce dan Weil dengan Arends,serta ditambah dengan sistem evaluasi. Jadi pengembangan model pembelajaranmatematika didasarkan pada enam komponen, yaitu : (a) sintaks, (b)sistem sosial, (c) prinsip reaksi, (d) sistem pendukung, dan (e) dampakinstruksional dan dampak pengiring, serta (f) sistem evaluasi. Sedangkanuntuk kualitasnya mengacu kepada kriteria yang dikemukakan oleh Nieveen(1999).

Tabel 1. Contoh Sintaks Model Pengajaran Langsung Oleh Arends

F a s e Aktivitas Guru1 Menyampaikan tujuan

pelajaran dan mempersiapkan siswa

Menyampaikan tujuan pelajaran, memberi informasi latar belakang pengajaran, dan menjelaskan pentingnya pelajaran tersebut. Sehingga siswa siap menerima

pelajaran. 2. Mendemonstrasikan

pengetahuan atau keterampilan.

Mendemonstrasikan keterampilan dengan benar dan menampilkan informasi secara bertahap.

3. Memberikan latihan terbimbing

Mengadakan latihan awal terstruktursecara bertahap.

4 Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

Mengecek keberhasilan siswa dalammenyesaikan tugas dan memberikanumpan balik.

5. Memberikan perluasan latihan

Melengkapi kondisi-kondisi untuk peduasan latihan untuk mentransfer ke situasi kehidupan nyata yang lebih kompleks.

Tabel 2. Contoh Sintaks Model Pengajaran Langsung Oleh Holmes

F a s e Aktivitas Guru1. Pengantar a. Menyatakan (menyampaikan) tujuan pelajaran.

b. Meninjau (review) prasyarat.2. Penyajian a. Menjelaskan konsep atau tahap-tahap membagi materi

pelajaran ke dalam tahap-tahap kecil untuk memudahkan pemahaman.

b. Menggunakan manipulasi yang diperlukanc. Memberikan pertanyaan yang dihubungkan dengan penjelasan atau pemodelan.

3. Praktek terbimbing

a. Memberikan tugas-tugas kepada siswa untuk diselesaikan

b. Bila diperlukan guru dapat menjelaskan kembali sehingga siswa dapat memberikan respons secara benar.

4. Praktek bebas

a. Mengkondisikan siswa untuk bekerja secara bebas dalam mengembangkan konsep atau untuk latihan keterampilan.

b. Memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan mencapal tujuan.

5. Tinjauan khusus

a. Mengadakan review mingguan dan bulanan terhadap konsep dan keterampilan yang diajarkan pada periodesebelumnya.

b. Memberikan tes kepada siswa secara rutin sebagal bagian dari review.

2. Teori-teori Belajar yang Melandasi Pembuatan Model. 1. Teori Piaget

Hasil penelitian dari Piaget (dalam Hudojo, 2003) menyimpulkan,bahwa ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yangberkembang secara kronologis (menurut usia) yaitu sebagai berikutini.

a.Tahap Sensori MotorAnak yang berada pada tahap ini mempunyai rentang umur dari

lahir sampai umur sekitar dua tahun. Pada tahap ini, pengalamandiperoleh melalui perbuatan fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori(koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengandirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada padapenglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untukmencari objek yang asalnya terlihat kemudian hilang daripandangannya, asal perpindahannya terlihat. Akhir dari tahap ini iammulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihatperpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaandengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya mulai matang. Iamulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam simbol-simbol,seperti bisa berbicara meniru suara binatang, suara kendaraan, danbunyi lainnya.

b.Tahap Pra Operasi Anak yang berada pada tahap ini mempunyai rentang umur mulai

dari sekitar dua tahun sampai sekitar tujuh tahun. Tahap ini adalahtahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkret. Pada tahapini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkretdari pada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-objek yangkelihatannya berbeda, maka ia mengatakannya berbeda pula. Misalnya.

Perlihatkan kepada anak dua bejana dari gelas yang bentuk danukurannya sama dan dua bejana lain yang berbeda ukurannya. Kemudiankedua bejana gelas yang sama tadi kita isi dengan cairan berwarnayang sama banyak. Sambil memperlihatkan kepada anak cairan padagelas kedua masing-masing dipindahkan pada kedua gelas yang berbeda.Setelah semuanya dipindahkan lalu tanyakan pada apakah kedua cairantersebut sama banyak. Anak pada tahap pra operasi akan menjawabbanyak kedua cairan itu berbeda.

c.Tahap Operasi KonkretAnak yang berada pada tahap ini mempunyai rentang umur sekitar

tujuh sampai sekitar sebelas tahun. Anak-anak yang berada pada tahapini umumnya sudah berada di Sekolah Dasar. Guru-guru harus mengetahuiapa yang telah dimiliki anak pada tahap ini dan kemampuan apa yangbelum dimilikinya. Umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahamioperasi logis dengan bantuan benda-benda konkret, mampu memperhatikansekaligus dua macam kelompok yang berbeda. Anak telah dapatmengelompokkan benda-benda yang dimiliki beberapa karakteristik kedalam himpunan dan himpunan bagian dengan karakteristik khusus, dandapat melihat beberapa karakteristik suatu benda secara serentak.Anak pada tahap ini baru mampu mengikat definisi yang telah ada danmengungkapkannya kembali, akan tetapi belum mampu untuk merumuskan

sendiri definisi-definisi tersebut secara tepat, belum mampumenguasai symbol verbal dan ide-ide abstrak.

d.Tahap Operasi FormalTahap ini merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif

secara kualitas, dan anak yan g berada dalam tahap ini memilikirentang umur sekitar sebelas tahun dan seterusnya. Anak pada tahapini telah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yangabstrak. Penggunaan benda-benda konkret cenderung tidak diperlukanlagi. Anak-anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objekatau peristiwa secara langsung Penalaran yang terjadi dalam strukturkognitifnya.

Jean Piaget (dalam Hudojo, 2003) menyebutkan bahwa strukturkognitif ini sebagai skemata, yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorangindividu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadapstimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata iniberkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individudengan lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebihdewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap daripada ketika iamasih kecil. Karena masih terbatasnya skema pada anak-anak, seoranganak yang baru pertama melihat buaya ia akan menyebutnya sebagai cecakbesar, karena ia baru memiliki konsep cecak yang sering dilihat dirumahnya.

Perkembangan skemata berlangsung terus menerus melalui adaptasidengan lingkungannya. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalarantertentu dalam pikiran anak tersebut. Proses terjadinya adaptasi dariskemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan duacara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam struktur kognitif setiapindividu mesti ada keseimbangan antara asimilasi dengan akomodasi.Perkembangan kognitif pada dasarnya adalah perubahan dari keseimbanganyang telah dimiliki ke keseimbangan baru yang diperolehnya.

Hudojo (2003) mengutip pendapat Piaget, bahwa perkembangankognitif dialami oleh setiap individu secara lebih rinci, mulai daribayi hingga dewasa. Piaget menyimpulkan bahwa pola berpikir anak tidaksama dengan pola berpikir orang dewasa. Tahap perkembangan kognitifatau taraf kemampuan berpikir seorang individu sesuai dengan usianya.Makin dewasa seseorang makin meningkat pula kemampuan berpikirnya.Jadi dalam memandang anak jangan-lah beranggapan bahwa kemampuan anaksama dengan kemampuan orang dewasa, sebab anak bukanlah miniatur orangdewasa.

Dua aspek berpikir yang dikemukakan Piaget (dalam Hudojo, 2003)yaitu aspek figuratif dan aspek operatif saling melengkapi. Aspekfiguratif merupakan tiruan (imitasi) keadaan statis. Aspek operatifberkaitan dengan transformasi dari level pemikiran tertentu ke levelyang lain. Setiap level keadaan dapat dimengerti sebagai akibattransformasi tertentu atau sebagai titik tolak transformasi lain.Dengan kata lain, aspek pemikiran yang lebih esensial adalah aspekoperatif. Aspek inilah yang sangat berperan dalam pembentukanpengetahuan seseorang.

Aspek berpikir figuratif memunculkan pengetahuan yang figuratif,yaitu pengetahuan hafalan atau pengetahuan yang representasi.Misalnya, pengetahuan seorang anak akan nama-nama barang dan kota

merupakan pengetahuan figuratif. Anak itu dapat menyebutkan nama-nama, tetapi dapat terjadi bahwa ia tidak memahami konsep nama-namaitu. Berpikir operatif memunculkan pengetahuan operatif, yangmerupakan pengetahuan sesung-guhnya. Ciri pengatahuan ini adalah bahwaanak mengerti konsep-konsep dan strukturnya yang lebih umum sehinggadapat digunakan untuk memahami pengalaman-pengalaman lain yang senada.Pengetahuan figuratif adalah pengetahuan yang pasif, sedangkanpengetahuan operatif adalah aktif di mana seorang anak sungguhmengolah dan membentuknya.

Piaget (dalam Suherman, 2001) menyimpulkan bahwa pengetahuanmanusia itu pada dasarnya aktif. Mengetahui adalah mengasimilasikanrealitas dalam sistem-sistem transformasi. Mengetahui adalahmentransformasi realitas agar dapat dime-ngerti bagaimana suaturealitas tertentu itu terbentuk, sehingga pengetahuan bukanlah tiruanpasif atas realitas. Mengetahui sesuatu adalah bertindak atas sesuatuitu, yaitu membentuk sistem transformasi yang dapat menjelaskan haltersebut. Mengerti realitas adalah membentuk sistem transformasi yangber-kaitan dengan realitas tersebut

Proses pembentukan pengetahuan itu terjadi apabila seseorangmengubah atau mengembangkan skema yang telah dimiliki dalam berhadapandengan tantangan, rangsangan atau persoalan. Dengan proses asimilasidan akomodasi itu, pengetahuan seseorang dikembangkan dan dimajukan.

Pembentukan pengetahuan itu pertama-tama ditentukan oleh kegiatanatau keaktifan orang itu sendiri dalam berhadapan dengan persoalan,bahan, atau lingkungan baru. Orang itu sendirilah yang membentukpengetahuannya. Namun, ini tidak berarti bahwa orang lain ataulingkungan sosial lain tidak mempunyai peranan. Orang-orang ataulingkungan sosial lain mempunyai pengaruh dalam pembentukanpengetahuan tersebut sebagai yang memacu, mengkritik, dan menantangsehingga proses pembentukan pengetahuan lebih lancar. Denganberhadapan dan berkontak dengan orang lain itu, gagasan seseorangditantang, diluruskan, serta diyakinkan.

Mengacu pada teori kognitif yang dikemukan Piaget, dapatdisimpulkan bahwa anak menjalani tahapan perkembangan kognisi sampaiakhirnya proses berpikir anak menyamai proses berpikir orang dewasa.Sejalan dengan tahapan perkembangan kognisinya, kegiatan bermainmengalami perubahan dari tahap sensori motor, bermain khayal sampaikepada bermain sosial yang disertai aturan permainan. Dalam teoriPiaget ini, bermain bukan saja mencerminkan tahap perkembangan kognisianak, tetapi juga memberikan sumbangan terhadap perkembangan kognisiitu sendiri. Menurut Piaget (dalam Hudojo, 2003) dalam belajar perluadaptasi dan adaptasi membutuhkan keseimbangan antara antara duaproses yang saling menunjang yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasiadalah proses penggabungan informasi baru yang ditemui dalam realitasdengan kognisi seseorang. Akomodasi adalah mengubah struktur kognisiseseorang untuk disesuaikan, diselaraskan dengan meniru apa yangdiamati dalam dalam realitas.

Dengan demikian Teori Piaget ini lebih menegaskan bahwamengetahui sesuatu adalah bertindak atas sesuatu itu, dan pembentukanpengetahuan pertama-tama ditentukan oleh kegiatan atau keaktifan orangitu sendiri. Pernyataan Piaget ini dijadikan salah satu tempat

berpijak untuk merancang kegiatan dalam pembelajaran dengan suatumodel matematika. Salah satu keadaan yang diinginkan komik matematikaadalah melibatkan seluruh siswa untuk aktif bekerja, belajar danberusaha untuk menemukan hal-hal yang berbeda serta menyusunpengetahuan yang baru berdasarkan pengalaman. Banyak lagi hal-halteori Piaget ini yang penulis manfaatkan seperti pernyataannyamengatakan bahwa janganlah beranggapan bahwa kemampuan anak samadengan kemampuan orang dewasa, sebab anak bukanlah miniatur orangdewasa.

2.Teori Bruner

Bruner (dalam Hudojo, 2003) melalui teorinya mengungkapkan bahwadalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untukmemanipulasi benda-benda (alat peraga). Melalui alat peraga yangditelitinya, anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan polastruktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya.Keteraturan tersebut akan dihubungkan oleh anak dengan keteranganintuitif yang telah melekat pada dirinya. Dengan demikian teoriBruner menekankan keaktifan anak dalam proses pembelajaran secarapenuh. Hasilnya akan lebih bagus lagi kalau proses pembelajaranberlangsung di tempat khusus, yang dilengkapi dengan objek-objek yangdapat dimanipulasi anak. Hudojo (2003) mengemukakan teori Bruner bahwa dalam proses

belajarnya anak melewati tiga tahap sebagi berikut.a. Tahap Enaktif

Dalam tahap ini anak secara langsung terlihat dalammemanipulasi objek.

b. Tahap IkonikDalam tahap ini kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan

mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yangdimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek sepertiyang dilakukan siswa dalam tahap enaktif.

c. Tahap SimbolikDalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-

lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objekpada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakannotasi tanpa ketergantungan terhadap objek nyata. Di samping itu juga dikemukakan beberapa kesimpulan berupa dalil-

dalil. Di antara dalil-dalil tersebut adalah seperti yang diuraikanberikut ini.a. Dalil Penyusunan

Dalil ini menyatakan, bahwa jika anak ingin mempunyai kemampuandalam hal menguasai konsep, teorema, definisi dan semacamnya, makaanak harus dilatih untuk melakukan penyusunan representasinya.Untuk melekatkan ide atau definisi tertentu dalam pikiran, anak-anak harus menguasai konsep dengan mencoba dan melakukannyasendiri. Dengan demikian, jika anak aktif dan terlibat dalamkegiatan mempelajari konsep yang dilakukan dengan jalanmemperlihatkan representasi konsep tersebut, maka anak akan lebihmemahaminya.

Apabila dalam proses perumusan dan penyusunan ide-ide tersebutanak disertai dengan bantuan benda-benda konkret, maka mereka akanlebih mudah mengingat ide-ide yang dipelajari itu. Anak akan lebihmudah menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat. Jadi, padahakikatnya dalam tahap awal pemahaman konsep diperlukan kegiatan-kegiatan konkret yang mengantar anak kepada pengertian konsep.

b. Dalil Notasi Dalil notasi mengungkapkan bahwa dalam penyajian konsep, notasi

memegang peranan penting. Notasi yang digunakan dalam menyatakansebuah konsep tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembanganmental anak. Berarti untuk menyatakan sebuah rumus, notasinya harusdapat difahami oleh anak, tidak rumit dan mudah dimengerti.

Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutandari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Pada tahapawal notasi ini sederhana, diikuti dengan notasi berikutnya yanglebih kompleks. Notasi yang terakhir, yang mungkin belum dikenalsebelumnya oleh anak, umumnya merupakan notasi yang akan banyakdigunakan dan diperlukan dalam pembangunan konsep matematikalanjutan.

c. Dalil Pengkontrasan dan KeanekaragamanKonsep yang diterangkan dengan contah dan bukan contoh adalah

salah satu cara pengontrasan. Melalui cara ini anak akan mudahmemahami arti karakteristik konsep yang diberikan. Keanekaragamanjuga membantu anak dalam memahami konsep yang disajikan, karenadapat memberikan belajar bermakna bagi anak.

d. Dalil PengaitanDalam matematika antara suatu konsep dengan konsep lainnya

terda-pat hubungan yang erat. Materi yang satu mungkin merupakanprasyarat bagi yang lainnya, atau suatu konsep tertentu diperlukanuntuk menjelaskan konsep yang lainnya. Untuk itu guru perlumenjelaskan bagaimana hubungan antara sesuatu yang sedangdijelaskan dengan objek lainnya. Melalui cara ini, anak akanmengetahui pentingnya konsep yang sedang dipelajari dan memahamibagaimana kedudukannya dalam matematika. Jadi teori Bruner memberi penekanan pada fungsi bermain sebagai

sarana mengembangkan kreativitas dan fleksibilitas. Dalam bermain,yang lebih penting bagi anak adalah makna bermain dan bukanlah hasilakhirnya. Saat bermain, anak tidak memikirkan sasaran yang akandicapai, sehingga dia mampu bereksperimen dengan memadukan berbagaiperilaku baru. Keadaan seperti itu tidak mungkin dilakukan kalau diaberada dalam kondisi tertekan. Sekali anak mencoba memadukan perilakuyang baru, mereka dapat menggunakan pengalaman tersebut untukmemecahkan masalah dalam kehidupan sebenarnya. Perilaku-perilaku rutinyang dipraktekkan dan dipelajari berulang-ulang dalam situasi bermainakan terintegrasi dan bermanfaat untuk memantapkan pola perilakusehari-hari. Berarti bermain dapat mengembangkan fleksibilitas denganbanyaknya pilihan-pilihan perilaku bagi anak. Selanjutnya, bermainmemungkinkan anak bereksplorasi terhadap berbagai kemungkinan yangada, karena situasi bermain membuat anak lebih terlindung dari akibat

yang diderita kalau hal itu dilakukan dalam situasi sehari-hari. BagiBruner hasil ini memperlihatkan manfaat adaptif dari bermain yaitusaat perkembangan manusia berada dalam tahap belum matang dan masihberevolusi.

Penelitian Bruner ini juga menekankan narrative modes of thinking, dalamartian fungsi dari intelek berhubungan erat dengan makna (meaning),rekonstruksi pengalaman dan imajinasi. Jadi dari sudut pandang Bruner,dalam perkembangan dan pendidikan manusia aspek naratif memegang peranyang penting. Bermain sangat berhubungan dengan naratif dalam halbagaimana seorang anak merepresentasikan pengetahuan dalamintensionalitas dan kesadarannya.

Dengan demikian keaktifan anak dalam proses pembelajaran secarapenuh, hasilnya akan lebih bagus lagi kalau proses pembelajaranberlangsung di tempat khusus, yang dilengkapi dengan objek-objek yangdapat dimanipulasi anak. Dengan demikian teori Bruner dapat dijadikansebagai pedoman untuk penyusunan suatu model matematika, karena dalamsuatu model matematika juga menekankan keaktifan siswa dalam prosespembelajaran. Suatu model matematika juga dilengkapi dengan alatperaga yang dapat dimanipulasi oleh siswa untuk menemukan pengetahuandalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

3.Teori Dienes

Dasar teorinya bertumpu pada teori Piaget, Zalton P. Dienes adalahseorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-carapengajaran pada anak-anak, sehingga pengembangan teorinyadiorientasikan pada anak-anak, sedemikian rupa sehingga sistem yangdikembangkannya itu menarik bagi anak yang mempelajari matematika.

Suherman (2001) mengemukakan pendapat Dienes bahwa pada dasarnyamatematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur danmengkategorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Dienesmengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yangdisajikan dalam bentuk yang konkret dan dapat dipahami dengan baik.Berarti benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan akansangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaranmatematika. Dalam permainan yang disertai aturan, anak-anak sudah mulai

meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu.Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidakterdapat dalam konsep lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturanyang terdapat dalam konsep akan dapat mulai melakukan permainan tadi.Jadi melalui permainan anak-anak diajak untuk mulai mengenal danmemikirkan bagaimana struktur matematika.

Dalam mencari kesamaan sifat anak-anak mulai diarahkan dalamkegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedangdiikuti. Untuk melatih anak-anak dalam mencari kesamaan sifat-sifatini, guru perlu mengarahkan mereka dengan mentranslasikan kesamaanstruktur dari bentuk permainan yang satu ke bentuk permainan lainnya.Translasi tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang adadalam permainan.

Representasi adalah tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapasituasi yang sejenis. Anak-anak menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu, setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifatyang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya. Representasiyang diperolehnya ini bersifat abstrak. Dengan demikian anak-anaktelah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnyaabstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Simbolisasitermasuk dalam tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuanmerumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakansimbol matematika ataiu melalui perumusan verbal. Formalisasi merupakantahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini anak-anak dituntutuntuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru dari konsep tersebut. Dari keterangan di atas dapat dikatakan bahwa Zalton P. Dienes

adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran pada anak-anak, sehingga sistem yang dikembangkannyaitu menarik bagi anak yang mempelajari matematika. Dienes menggunakanistilah permainan bebas dan permainan disertai aturan. Dalam permainanbebas anak tidak hanya belajar membentuk struktur mental, namun jugabelajar membentuk struktur sikap dalam mempersiapkan diri dalampemahaman konsep. Di pihak lain untuk dalam permainan yang disertaiaturan, anak-anak sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yangterdapat dalam konsep tertentu. Jadi melalui permainan anak-anak diajakuntuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika.Pernyataan Dienes ini mendatangkan inspirasi untuk membuat suatu modelmatematika, karena kedua bentuk permainan itu secara implisit akandimasukkan dalam rancangan pelaksanaan pembelajaran dengan suatu modelmatematika. Di samping itu model matematika juga akan berusaha untukmembentuk struktur mental adan struktur sikap dari siswa lewat tema-tema cerita yang disajikan.

4. Teori Vygotsky

Teori Vygotsky kini disadari sebagai salah satu teori penting dalampsiko-logi pendidikan. Slavin (2001) menyatakan bahwa:

”The most important of Vygostsky’s theory is an emphasis on the sociocultural nature oflearning. He believed that learning takes place when children are working within their zoneof proximal development are ones that a child cannot yet do alone but could do with theassistance of peers or a dults. That is, the is capable of learning at given time Vygotskyfurther believed that higher mental functioning usually exists in conversation andcollaboration among individuals before it exists withing the individual”

Dari kutipan tersebut dapat dijelaskan bahwa penekanan teoriVygotsky terletak pada hakekat sosio-kultural dalam pembelajaran. Iayakin bahwa pembelajaran akan terjadi apabila hal-hal yang dipelajarisiswa masih berada dalam jangkauan kemampuannya (Zone of ProximalDevelopment). Ia juga yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi padaumumnya muncul dalam kerjasama antar siswa sebelum fungsi mental yanglebih tinggi tersebut terserap ke dalam benak masing-masing siswa.

Salah satu ide penting dalam teori Vygotsky adalah Scaffoldingyang dapat dimaknai sebagai pemberian bantuan kepada siswa selama fase-

fase awal pembelajaran, bantuan ini tidak berlebihan hanya sebatas yangtidak dapat dijangkau/dilakukan oleh siswa.

Pada pembelajaran model yang dikembangkan penerapan teoriVygotsky cukup jelas pada fase-fase pembelajaran. Dalam mengkonstruksikonsep/prinsip, dan melatih keterampilan siswa, guru memberi bantuanseperlunya saja. Karena itu bila siswa sudah dapat melakukannya sendiri,maka bantuan tidak diberikan lagi.

Prinsip-prinsip kunci dari Vygotsky (dalam Tedjasaputra, 2001)adalah sebagai berikut.a. Penekanan pada hakekat sosiokultural belajar

Slavin (1977), McLeish (1986) mengatakan bahwa Vygotsky lebihmenekankan pentingnya peranan lingkungan kebudayaan dan interaksisosial dalam perkembangan sifat-sifat dan tipe-tipe manusia. Siswasebaiknya belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan temansebaya yang lebih mampu. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya idebaru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa

b. Zone of proximal development ( Daerah perkembangan terdekat)Vygotsky (dalam Mustadji, 2005) menekankan adanya perbedaan jarak

antara tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensianak. Konsep ini yang disebut Vygotsky sebagai daerah perkembanganterdekat (zone of proximal development). Tingkat perkembangan aktualadalah penggunaan intelektual individu saat ini dan kemampuan untukmempelajari sesuatu dengan kemampuan sendiri. Tingkat perkembanganpotensial adalah tingkat atau kondisi yang dapat dicapai seorangindividu dengan bantuan orang dewasa, atau melalui kerjasama denganteman sebaya yang lebih mampu.

Menurut Wertsch (1985) bahwa Vygostky memperkenalkan ide zone ofproximal development sebagai suatu usaha untuk menguraikan masalahpenilaian kemampuan intelektual siswa dan evaluasi praktekpembelajaran. Vygotsky yakin bahwa belajar terjadi jika anak bekerjaatau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari tetapitugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan terdekatmereka. Daerah perkembangan terdekat adalah tingkat perkembangansedikit di atas tingkat perkembangan seseorang saat ini.

c. Cognitive apprenticeship (Pemagangan kognitif)Slavin (1997) mengatakan bahwa konsep pemagangan kognitif

diturunkan dari teori Vygotsky yang menekankan pada hakekat sosialdari belajar dan daerah perkembangan terdekat. Pemagangan kognitifmengacu pada proses dimana seseorang yang sedang belajar tahap demitahap memperoleh keahlian melalui interaksi dengan orang-orang yangmenguasai permasalahan yang sedang dipelajari.

d. Scaffolding (Perancahan)Perancahan mengacu pada pemberian sejumlah bantuan oleh orang

yang menguasai permasalahan kepada anak. Slavin (1997) mengartikanperancahan sebagai pemberian kepada anak sejumlah dorongan selamatahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuantersebut. Selanjutnya memberikan kesempatan pada anak tersebut untukmengambil tanggung jawab yang semakin besar setelah ia mampumelaksanakan tugas secara mandiri.

e. Private Speech (Bergumam/komat-kamit)

Vygotsky (dalam Tedjasaputra, 2001) menegaskan bahwa privatespeech dapat memperkuat interaksi sosial anak dengan orang lain.Vygotsky juga mengakui adanya lipatan proses transisi, dimanaprivate speech atau berbicara egosentris bertindak sebagai penengahdan bukan hasil akhir. Teori Vygotsky merupakan suatu fondasi bagi model matematika.

Dalam pembelajaran menggunakan model matematika, hakekat sosiokulturalmendapat perhatian utama. Siswa dengan berbagai kemampuan dan berbagailatar belakang saling berintaraksi melalui berbagai kegiatan untukmenemukan pemecahan masalah. Dalam interaksi kelompok siswa akanbekerja sama, saling melengkapi, dan saling membantu. Siswa sebagaimanaanak-anak pada umumnya mempunyai rasa ingin tahu yang besar terhadapsesuatu objek yang berada dalam daerah perkembangan terdekat (ZPD),maka untuk memenuhi kebutuhan ini, siswa akan berusaha mencari jawabanhal-hal yang ingin diketahuinya dari berbagai pihak. Siswa tidakdengan mudah mengerti pada sesuatu yang disampaikan orang lain, untukitu scaffolding merupakan salah satu prinsip kunci yang mungkin agakmenonjol dalam pembelajaran dengan model matematika. Melalui bantuandan interaksi dengan teman sebaya dan guru, kemampuan siswa akanberkembang, demikian pula kemandirian siswa dalam belajar yangmerupakan perwujudan dari prinsip pemagangan kognitif. Vygotsky (dalam Johnson, 1999) meyakini bahwa bermainmempunyai peran langsung terhadap perkembangan kognisi anak. MenurutVygotsky, anak kecil tidak mampu berpikir abstrak karena bagi merekameaning (makna) dan objek berbaur menjadi satu. Akibatnya, anak tidakdapat berpikir tentang suatu objek tanpa melihat objek yangsesungguhnya. Saat anak terlibat dalam kegiatan bermain khayal danmenggunakan suatu objek untuk menggantikan objek yang sebenarnya.Dengan cara ini anak akan mampu berpikir mengenai meaning secaraterpisah dari objek yang mewakilinya. Jadi bermain simbolik mempunyaiperan penting/krusial dalam perkembangan berpikir abstrak. Johnson (1999) mengungkapkan pendapat Vygotsky bahwa bermainadalah self help tool. Seringkali keterlibatan anak dalam kegiatan bermaindengan sendirinya mengalami kemajuan dalam perkembangannya. Bahkanbermain memajukan Z.P.D. anak, membantu mereka mencapai tingkatan lebihtinggi dalam memfungsikan kemampuannya. Hasil penelitian Bodrova &Leong (dalam Tedjasaputra (2001) menemukan bahwa dalam bermain, anakdapat menciptakan scaffolding secara mandiri baik dalam kontrol diri,penggunaan bahasa, daya ingat dan kerja sama dengan teman lain.Vygotsky memandang bermain identik dengan kaca pembesar yang dapatmenelaah kemampuan baru dari anak yang bersifat potensial sebelumdiaktualisasikan dalam situasi lain, khususnya dalam kondisi formalseperti di sekolah. Pandangan Vygotsky mengenai bermain bersifatmenyeluruh, dalam pengertian selain untuk perkembangan kognisi, bermainjuga mempunyai peran penting bagi perkembangan sosial dan emosi anak.

5. Teori SmithSmith (dalam Tedjasaputra, 2001) percaya bahwa transformasi

simbolik yang muncul dalam kegiatan bermain khayal, memudahkantransformasi simbolik kognisi anak sehingga dapat meningkatkanfleksibilitas mental mereka. Dengan demikian, anak dapat menggunakan

ide-idenya dengan cara baru serta tidak biasa dan menghasilkan idekreatif yang dapat diterapkan untuk tujuan adaptif.

Teori yang dikemukakan Smith ini lebih mengedepankan bermainsebagai adaptive potentiation, maksudnya bermain memberikan berbagaikemungkinan sehingga anak dapat menentukan bermacam pilihan danmengatur fleksibilitas secara baik. Smith memperkenalkan juga teoritentang bermain yaitu merupakan adaptive variability. Dalam teori ini Smithmengatakan bahwa variabilitas merupakan faktor kunci dalamperkembangan manusia. Pentingnya bermain bagi perkembangan manusiaadalah untuk menunjang potensi adaptif dalam artian luas. Hasilpenelitian Smith menunjukkan bahwa potensi adaptif ini terbentuk dalamperkembangan otak manusia yang berlangsung pada masa dini Dengandemikian teori Smith ini dapat disimpulkan bahwa bermain pada usia dinidapat membantu aktualitas potensi otak karena menyimpan lebih banyakvariabilitas yang secara potensial sudah ada di dalam otak. Hal inimerupakan salah satu pemicu bagi penulis untuk merancang suatu modelpembelajaran matematika yang lebih menonjolkan kegiatan bermain (lebihkhusus lagi bermain peran) bagi penggunanya. Dengan harapan yang telahditemukan oleh Smith ini juga terwujud lewat pembelajaran matematika.

6. Teori Singer

Teori dari Singer (dalam Tedjasaputra, 2001) lebih menyorotipermaianan yang bersifat imajinatif. Singer menganggap bermain terutamabermain imajinatif sebagai kekuatan positif untuk perkembangan manusia.Berbeda dengan Piaget yang menganggap bermain sebagai dominasiasimilasi, bagi Singer memberikan suatu cara bagi anak untuk memajukankecepatan masuknya perangsangan (stimulus), baik dari dunia luar maupundari dalam yaitu kegiatan otak yang secara konstan memainkan kembalidan merekam pengalaman-pengalaman.

Melalui bermain, anak dapat mengoptimalkan laju stimulasi dariluar dan dari dalam, karena itu mengalami emosi yang menyenangkan.Tidak menjadikan anak bingung karena terlalu banyak stimulasi ataubosan karena kurangnya stimulasi. Contohnya, anak yang tidak punyakegiataan selama menunggu orang tua menjemput dari sekolah, dapatterlibat dengan stimulasi yang berasal dari dalam yaitu bermainimajinatif.

Bermain imajinatif yang menurut Singer merupakan sebagai kekuatanpositif, juga merupakan hal yang terkandung dalam suatu modelmatematika yang dirancang. Dalam komik matematika umumnya menampilkanpermainan anak-anak dan tidak dilakukan secara sebenarnya dalampembelajaran, tetapi dapat diwujudkan saat mereka berada di luarsekolah. Dengan cerita yang disajikan diharapkan siswa dapatmenggunakan pengalamannya untuk mengolah dan memahaminya, sehinggadapat mencapai tujuan yang diharapkan.

7. Teori Bateson Tedjasaputra (2001) mengemukakan teori yang ditemui Bateson,bahwa bermain tidak akan muncul dalam keadaan vakum. Play text,kegiatan bermain itu sendiri selalu dipengaruhi oleh konteks, yaitukeadaan sekitar dimana kegiatan berlangsung. Keadaan ini dapatmerangsang minat dalam aspek komunikasi dari kegiatan bermain. Saat

bermain peran, anak bisa mengubah-ubah status antara peran pura-puradengan identitas sesungguhnya. Misalnya saat bermain peran tiba-tibaanak yang berperan sebagai bayi berjalan-jalan sendiri, maka anak lainsegera akan memberi komentar bahwa bayi belum bisa berjalan sepertiitu.

Teori Bateson ini dapat dipedomani untuk merancang materi ceritauntuk model matematika. Membuat cerita dalam berbagai konteksdiharapkan dapat memunculkan interaksi yang berbeda dalam setiappembelajaran. Karena dalam pelaksanaannya pembelajaran dengan suatumodel juga memunculkan bermain peran oleh siswa. Keadaan ini akanmemunculkan pola interaksi yang bervariasi, dan mungkin akan mewujudkanterjadinya pembelajaran yang demokratis.

8. Teori PsikoanalisaTokoh teori ini adalah Sigmund Freud. Freud (dalam Tedjasaputra,

2001) memandang bermain sama dengan fantasi atau lamunan. Melaluibermain ataupun fantasi, seseorang dapat memproyeksikan harapan-harapanmaupun konflik pribadi. Dengan demikian Freud percaya bahwa bermainmemegang peranan penting dalam perkembangan emosi anak. Anak dapatmengeluarkan semua perasaan negatif, seperti pengalaman yang tidakmenyenangkan dan harapan yang tidak terwujud dalam realita melaluibermain. Bermain tentunya mempunyai pengaruh terhadap anak. Melaluibermain, anak dapat mengambil peran aktif dan memindahkan perasaannegatif terhadap objek. Sebagai contoh, setelah mendapat hukuman fisikdari guru, anak dapat menyalurkan perasaan marahnya dengan berpura-puramemukul boneka.

Dengan mengulang-ulang pengalaman negatif melalui bermain,menyebabkan anak dapat mengatasi kejadian yang tidak menyenangkankarena anak dapat membagi pengalaman tersebut ke dalam bagian-bagiankecil yang dapat dikuasainya. Secara perlahan dia dapat mengasimilasiemosi-emosi negative berkenaan dengan pengalamannya sehingga timbulperasaan lega.

Dalam hal ini Freud tidak mengemukakan pengertian bermain, tetapimemandang bermain sebagai cara yang digunakan anak untuk mengatasimasalahnya. Pandangan Freud tentang bermain akhirnya memberi ilham padapara ahli ilmu jiwa untuk memanfaatkan bermain sebagai alat diagnosamasalah anak ataupun sarana mengobati jiwa anak yang dimanifestasikandalam terapi bermain.

Kalau dirangkum teori-teori belajar tentang bermain yangdikemukakan dari 1 sampai 8 di atas dapat dikemukan seperti tabel 2.1di bawah ini.

Tabel 2.1Teori-teori Tentang Bermain

Teori Peran Bermain Dalam Perkembangan AnakPiaget

Vygotsky

BrunerDienes

Mempraktekkan dan melakukan konsolidasikonsep-konsep serta keterampilan yang telahdipelajari sebelumnya

Memajukan berpikir abstrak, belajar dalamkaitan Z.P.D, pengaturan diri.Memunculkan fleksibilitas perilaku danberpikir.

SmithSingerBateson

Psikoanalitik

Membentuk struktur mental.Membentuk struktur sikap dalam mempersiapkandiri dalam pemahaman konsepImajinasi dan narasiMengatur kecepatan stimulasi dari dalam dandari luarMemajukan kemampuan untuk memahami berbagaitingkatan maknaMengatasi pengalaman traumatik, coping terhadapfrustrasi

9. Konstruktivis.

Ada empat prinsip epistimologi yang perlu dari konstruktivismeyang dikemukakan oleh Doolittle (1996) yaitu sebagai berikut.

a. Pengetahuan tidak dihimpun secara pasif, tetapi merupakan hasildari kesadaran aktif individual.

b. Kognisi merupakan proses adaptif yang berfungsi membuat perilakuinvidual lebih bersemangat pada lingkungan tertentu yang diberikan.

c. Mengorganisasi kognisi dan membuat pengertian dari pengalamanseseorang, bukan suatu proses untuk mengubah suatu representasiakurat dari kenyataan.

d.Pengetahuan yang berakar dalam konstruksi biologis/neurologist daninteraksi sosial, bahasa dan budaya. Ada tiga macam konstruktivisme yaitu seperti berikut.

a. Konstruktivisme KognitifKonstruktivisme kognitif secara tipikal dihubungkan dengan

pemrosesan informasi dan pada komponen-komponen proses kognisi.Konstruktivisme kognitif hanya menekankan pada dua prinsip utama darikonstruktivisme, yaitu (a) perolehan pengetahuan merupakan prosesadaptif dan (b) hasil dari keaktifan kognisi individu pelajar.Karenanya konstruktivisme kognitif sering dipandang sebagai bentuklemah dari konstruktivisme.

Pengatahuan merupakan hasil dari internalisasi dan rekonstruksisecara akurat dari kenyataan eksternal. Hasil proses internalisasiini merupakan proses dan struktur yang secara akuratberkorespondendensi dengan proses-proses dan struktur yang terdapatdalam dunia nyata.

b. Konstruktivisme Radikal (KR) von Glaserfeld (1992) mengemukakan hal-hal sebagai berikut.1). Pengetahuan tidak diterima secara pasif melalui indera ataupun

dengan cara komunikasi. Pengatahuan dibangun secara aktif olehkognisi subyek.

2). Kognisi adalah adaptif, dalam pengertian biologis dari istilahtersebut cen-derung kearah yang cocok (fit) atau keberlangsunganhidup (viability). Kognisi juga melayani organisasi subyek daridunia pengalaman, bukan penemuan dari suatu realitas ontologismobyektif.

Ahli dari konstrutivisme radikal yang terkenal adalah Piagetdan von Glaserfeld.

c. Konstruktivisme Sosial

Vygotsky merupakan tokoh penting dari konstruktivisme sosialini, lebih memusatkan perhatiannya kepada hubungan dialektik antaraindividu dengan orang lain dalam pembentukkan pengetahuan. Vygotskyjuga memperhatikan akibat interaksi sosial, terutama bahasa danbudaya pada proses belajar anak.

Martin (1994) mengemukakan bahwa konstruktivisme lebihmenekankan keaktifan setiap siswa. Hal tersebut penting dalammengkonstruksi pengetahuan melalui hubungan yang saling mempengaruhiantara belajar sebelumnya dengan belajar yang baru. Hubungan tersebutdikonstruksi oleh siswa untuk kepentingan pengatahuan yang akanmereka dapati. Kunci utama dari teori konstruktivis adalah bahwasiswa belajar secara aktif untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,membandingkan informasi baru dengan pemahaman sebelumnya dan dapatmenggunakannya untuk mendapatkan pemahaman baru. Seiring dengan itu Parkay (1995) mengatakan bahwakonstruktivis memandang dalam pembelajaran, siswa secara aktifmenyusun pengetahuan mereka sendiri. Pikiran siswa menengahi masukandari dunia luar (lingkungan), kemudian pikiran siswa menentukan apayang akan mereka pelajari. Belajar merupakan kerja mental secaraaktif, tidak hanya menerima pengajaran secara pasif. Dalam kerjaini, orang lain memberikan peranan penting dalam memberikan dukungantantangan, pemikiran, penyajian sebagai pelatih atau model, tetapisiswa bersangkutanlah yang merupakan kunci untuk belajar. Dengan demikian konstruktivisme memandang bahwapengetahuan itu adalah non-objektif, bersifat temporer yang selaluberubah dan tidak menentu. Belajar dipandang sebagai penyusunanpengetahuan dari pengalaman konkret, kegiatan kolaboratif danrefleksi serta interpretasi. Sehingga siswa akan memiliki pemahamanyang berbeda terhadap pengetahuan, tergantung pada pengala-mannya danperspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya. Dari prosespembelajaran akan terlihat bahwa kebebasan dipandang sebagai penentukeber-hasilan belajar. Siswa adalah subjek yang harus mampumenggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri sendiri. Merujuk pada keterangan di atas maka dalam pembelajaranberdasarkan konstruktivisme harus memberikan perhatian pada keaktifansiswa dalam belajar. Pembelajaran lebih terpusat pada siswa, dansiswa tidak lagi pasif menerima informasi sebagai hasil transferdari guru. Siswa harus aktif mencari dan menyusun pengetahuan.

Skemp (1977) mengatakan bahwa perolehan informasi dalampembe-lajaran tidak berlangsung satu arah dari sumber informasi kepenerima informasi, Kegiatan ini berlangsung lewat pemberian maknaoleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi danakomodasi sehingga skemata (struktur kognitifnya) menjadi mutakhir.Dengan demikian proses pembe-lajaran merupakan pengelolaan pemrosesanide dalam benak siswa, Akibatnya interaksi dalam pembelajaran tidaksemata-mata berupa penge-lolaan siswa, lingkungan dan fasilitasbelajarnya, melainkan lebih dari itu. Pengetahuan harus dibangun olehsiswa sendiri berda-sarkan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya.Peran guru sebagai mediator, motivator dan fasilitator.

Hal-hal di atas merupakan salah satu tolak ukur bagi penulisuntuk membuat suatu model matematika. Dalam pembelajaran dengan suatu

model matematika pembelajaran akan lebih banyak melayani kebebasansiswa untuk menyusun pengetahuan berdasarkan pengalamannya,menyampaikan gagasannya, dan pandangannya terhadap materi yang sedangdibahas. Tujuan pembelajaran lebih ditekankan pada belajar danbagaimana belajar. Pembelajaran lebih menekankan pada proses,menggali munculnya berpikir divergen.

Di samping itu pembelajaran dengan model matematika jugadiarahkan untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa menyusunpengetahuan dan memperluas pengetahuan mereka. Dalam pembelajarankeaktifan siswa merupakan hal utama yang harus dimunculkan.Perhatian guru tidak hanya diarahkan pada hasil belajar, tetapi jugapada proses pembelajaran yang dilalui siswa. Di samping kebenaranjawaban yang didapatkan siswa, guru juga memperhatikan proses kerjasiswa dalam mendapatkan jawaban tersebut. Scaffolding pada siswa yangmengalami kesulitan dalam menyusun pengetahuan atau pemecahan masalahperlu diterapkan. Kegiatan ini diharapkan dapat memotivasi siswadalam belajar serta dapat meningkatkan kemandirian siswa. Teorikonstruktivis merekomendasikan bahwa siswa yang belajar harusmembangun sendiri pengetahuannya di dalam pikirannya. Guru berperanansebagai fasilitator, yakni memberikan kemudahan dalam prosespengkonstruksian pengetahuan yang dialami siswa. Teori Vygotsky kini disadari sebagai salah satu teori penting dalam

psiko-logi pendidikan. Slavin (2001) menyatakan bahwa: ”The most important of Vygostsky’s theory is an emphasis on the sociocultural nature oflearning. He believed that learning takes place when children are working within their zoneof proximal development are ones that a child cannot yet do alone but could do with theassistance of peers or a dults. That is, the is capable of learning at given time Vygotskyfurther believed that higher mental functioning usually exists in conversation andcollaboration among individuals before it exists withing the individual”

Dari kutipan tersebut dapat dijelaskan bahwa penekanan teoriVygotsky terletak pada hakekat sosio-kultural dalam pembelajaran. Iayakin bahwa pembelajaran akan terjadi apabila hal-hal yang dipelajarisiswa masih berada dalam jangkauan kemampuannya (Zone of ProximalDevelopment). Ia juga yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi padaumumnya muncul dalam kerjasama antar siswa sebelum fungsi mental yanglebih tinggi tersebut terserap ke dalam benak masing-masing siswa.Salah satu ide penting dalam teori Vygotsky adalah Scaffolding yangdapat dimaknai sebagai pemberian bantuan kepada siswa selama fase-fase awal pembelajaran, bantuan ini tidak berlebihan hanya sebatasyang tidak dapat dijangkau/dilakukan oleh siswa.

10. Teori Gagne

Gagne (dalam Suhaenah, 2000) menggambarkan model proses informasiperistiwa belajar sebagai berikut:

Pertama, proses attending, dan seleksi persepsi. Seluruh gambaranyang berupa masukan tidak seluruhnya mendapat perhatian individu yangbelajar, karena hanya memperhatikan hal-hal tertentu saja. Proses inidisebut persepsi selektif yang selanjutnya persepsi iniditransformasikan ke dalam short term memory.

Kedua, informasi yang ditransformasikan memasuki short term memory,dan bertahan untuk waktu yang terbatas. Dalam short term memory informasidapat diingat kembali melalui bentuk akustik yaitu yang terdengar, danbentuk artikulatoris, yaitu ketika individu itu sendiri seakan-akanmengucapkannya, tetapi dapat juga berbentuk visual. Karena kapasitas shortterm memory terbatas, maka ia akan mengeluarkan informasi tersebut segeraberupa proses repetisi mental terhadap informasi yang masuk, sehinggaakan membantu proses berikutnya yang disebut encoding.

Ketiga, peristiwa transformasi yang sangat penting dilihat darisegi proses belajar adalah ketika informasi meninggalkan short term memorymenuju long term memory yang disebut encoding. Informasi dalam bentukpersepsi tersebut ditransformasikan menjadi bentuk yang konseptual danberarti. Kemuadian informasi tersebut disimpan bukan hanya dalam bentukkesimpulan tetapi merupakan konsep-konsep yang terorganisir. Selain ituproses encoding yang dilakukan individu yang belajar dapat berupa aturan-aturan dalam bentuk verbal (kalimat) yang komprehensif, dan juga dapatberbentuk tabel, matriks, diagram ataupun gambar. Ciri informasi yangtelah melalui proses encoding adalah terorganisasikan secara berarti danjuga disebut bersifat semantik.

Keempat, proses penyimpanan dalam long term memory. Meskipun adaahli yang berpendapat bahwa informasi tersebut disimpan secara permanen,namun banyak bukti yang menunjukkan bahwa informasi tersebut seringtidak terjangkau. Penghalang antara ingatan lama dan ingatan baru dapatmengganggu jangkauan terhadap informasi yang disimpan, yang dinamakanperistiwa lupa. Peristiwa tersebut dapat disebabkan oleh tidakefektifnya proses pencarian dan penemuan kembali informasi tersebut.

Kelima, proses penemuan kembali. Untuk menemukan kembali informasidiperlukan cues, yaitu teknik-teknik untuk membuat hubungan antara hal-hal yang telah dipelajari. Cues dapat diusahakan oleh individu sendiriatau dengan bantuan luar. Namun seringkali apa yang telah ditemukantersebut dikirim kepada short term memory agar mudah dijangkau olehindividu yang belajar, dan dikombinasikan dengan masukan-masukan baruuntuk dibentuk menjadi kesatuan informasi yang baru, atauditransformasikan langsung untuk mengaktifkan responsse generator yangdihasilkan berbagai perbuatan manusia. Dilihat dari segi waktu, prosesini dapat terjadi segera tetapi dapat juga memerlukan waktu yangpanjang, karena diperlukan usaha “merekonstruksi” pengalaman-pengalamanyang lalu. Jika penemuan kembali apa yang telah dipelajari melibatkanpenerapannya terhadap masalah yang baru, maka terjadi proses transfer.Untuk masalah-masalah baru yang harus dipecahkan yang menuntutterjadinya transfer belajar dapat melibatkan proses internal yangdisebut “menginterpretasi” maupun “mengkonstruksi” dengan menggunakantaktik-taktik penggunaan cues yang baru.

Keenam, menyiapkan kegiatan-kegiatan sebagai jawaban. Jawabandapat berbentuk pembicaraan, gerakan otot, atau gerakan fisik lainnya.Respons generator merupakan struktur psikologi dalam diri manusia yangmengorganisasi berbagai perbuatan individu, termasuk mengatur waktu danurutannya.

Ketujuh, menunjukkan perbuatan-perbuatan sebagai jawaban.Perbuatan ini dapat diamati. Jika apa yang telah dipelajari adalahkemampuan menyatakan sesuatu dalam bentuk kalimat, maka perbuatannya

adalah “menceritakan”. Sebaliknya, jika keterampilan motoris bentukperbuatannya akan berupa gerakan-gerakan anggota badan seperti menulismisalnya, perbuatan ini dihasilkan oleh effectors.

Kedelapan, umpan balik terhadap perbuatan individu. Prosesberakhir dalam peristiwa belajar seperti proses awalnya, bersumber diluar umpan balik dan merupakan hasil pengamatan individu yang belajarterhadap akibat atau hasil perbuatannya. Hasil pengamatan ini (jadibersifat internal) memungkinkan individu memperkuat hasil belajar,peristiwa ini disebut reinforcement.

Berdasarkan model informasi ini, maka Gagne mengembangkan konseptentang kondisi-kondisi apa saja yang mempengaruhi peristiwa belajar.Untuk memungkinkan menyusun kondisi-kondisi tersebut ia mengembangkankategori-kategori belajar terlebih dahulu. Kategori tersebut disusunberdasarkan karakteristik umum dari jenis perbuatan manusia, meskipunsecara detail menunjukkan variasi-variasi. Kecakapan intelektualdipelajari karena manusia dalam interaksinya dengan lingkunganmenggunakan simbol-simbol. Informasi verbal dipelajari untukmemungkinkan dirinya menyatakan berbagai informasi. Strategi kognitif,merupakan jenis belajar yang menjadikan seseorang mampu mengaturbagaimana mengingat, berpikir, membangun hubungan antara berbagai faktauntuk memecahkan masalah. Seseorang perlu pula belajar untuk melakukansesuatu berdasarkan gerakan-gerakan yang terorganisasi dengan baik.Itulah yang dinamakan jenis belajar kecakapan motoris. Di samping empatjenis belajar tersebut, ia pun perlu belajar tentang sikap, yangmemungkinkan memilih sesuatu berdasarkan nilai-nilai tertentu.

Lebih lanjut Gagne menyatakan bahwa untuk tiap jenis belajar,diperlukan kondisi internal dan kondisi eksternal yang berlainan.Kondisi internal menunjuk kepada apa yang ada di dalam diri individuyang belajar, misalnya informasi atau kecakapan intelektual yangmerupakan syarat (pre-requisite) bagi jenis belajar yang bersangkutan.Kecakapan tersebut memberikan kesiapan untuk memanfaatkan bahan dankecakapan tersebut dalam kegiatan belajar yang segera akan dilakukan.Sedang kondisi eksternal menunjuk kepada usaha-usaha yang harusdilakukan di luar orang yang belajar, yang pada dasarnya berfungsi untukmerangsang kesiapan berfungsinya bahan dan kecakapan yang bersifat pre-requisite tadi. Caranya dapat berupa pengajuan pertanyaan, penugasan awal,penataan informasi atau bahan belajar secara menarik, maupun berupapemberian kesempatan untuk melakukan latihan-latihan.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka kondisi internal daneksternal yang harus disiapkan bagi masing-masing jenis belajar, yaitu: Belajar Kecakapan IntelektualKondisi internal

Belajar kecakapan intelektual diperlukan kecakapan yang telahdipelajari sebelumnya yang merupakan komponen dari kecakapan baru yangakan dipelajari. Selain itu diperlukan proses yang akan digunakan untukmerecall kecakapan-kecakapan tersebut dan menggabungkannya ke dalambentuk yang baru.Kondisi eksternal

Kondisi eksternal diperlukan untuk memanggil (recall) kecakapan-kecakapan yang merupakan subordinat kecapakan-kecakapan baru, yaitudengan memberitahu kepada individu yang belajar tentang tujuan

(performance objective) yang akan dicapai, sehingga kecakapan yang diharapkandapat ditujukan setelah ia selesai melakukan kegiatan belajar. Cara lainialah menuntun proses belajar yang baru dengan pertanyaan-pertanyaanatau dengan petunjuk (hint). Belajar Strategi KognitifKondisi internal

Kondisi ini berbentuk bahan yang digunakan dalam proses strategikognitif. Jika strategi untuk melakukan encoding akan berlangsung makaharus ada fakta-fakta yang akan dipelajari. Dalam hal ini diperlukanbeberapa kecakapan intelektual yang akan membantu kemampuan-kemampuanyang akan digunakan.Kondisi eksternal

Faktor lain ini seseorang selain pengetahuan-pengetahuan awalbaik yang merupakan prasyarat dan motivasi, adalah jurus-jurus ataucara-cara khas yang dimilikinya di dalam mempelajari sesuatu atau didalam mengingat sesuatu. Ini merupakan gaya berpikir dan caramengawetkan pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh dari lingkungan.Kemampuan ini dinamakan strategi kognitif (cognitive strategy).

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi proses belajarseseorang antara lain dibangun oleh rangsangan-rangsangan yang sengajaatau tidak senganja mempengaruhi tanggapan atau persepsi orang terhadapapa yang sedang dipelajarinya. Termasuk dalam kondisi ini adalahbagaimana guru menata kegiatan-kegiatan secara menarik, seorang penulisbuku atau programmer menata informasi-informasi dengan teknik-teknikpenyajian yang menarik dan menantang. Dikatakan menantang karena padadasarnya manusia ini senang dengan tantangan karena tantangan mengangkatharkat dirinya. Seseorang yang telah menyelesaikan suatu pekerjaan yangcukup sulit akan merasakan kepuasan sebagai sesuatu yang intens karenaorang lain belum tentu dapat melakukannya.

Usaha untuk melakukan latihan-latihan dapat terjadi dalam bentukyang tidak langsung. Misalnya, dengan dorongan individu yang belajaruntuk menerapkan strategi kognitif dalam memecahkan berbagai masalahdalam situasi dengan menyajikan berbagai bahan sedemikian rupa sehingggaia dihadapkan pada kemungkinan-kemungkinan untuk membuat keputusan-keputusan untuk strategi mana yang akan digunakan untuk memusatkanperhatian (attending), membuat encoding ataupun menemukan kembali hal-hal yang akan diingat (retrieval). Dengan demikian siswa ditantang untukmenemukan cara-cara baru, cara-cara untuk mengelola proses belajar, danproses berpikirnya sendiri.Belajar Informasi verbal

Dalam diri orang yang belajar harus tersedia apa yang telahdipelajari terlebih dahulu. Misalnya aturan-aturan linguistik dalam halini termasuk kategori kecakapan intelektual. Hal ini memungkinkan iadapat memahami kalimat-kalimat, kegiatan-kegiatan, lokasi maupun objek-objek. Ausubel menyebutnya sebagai keharusan tersedianya apa yangdinamakan “cognitive structure” yang berupa informasi yang teorganisir secaraberarti. Jika informasi yang baru akan dipelajari, maka strukturinformasi yang terorganisir tersebut perlu dikuasai dulu. Seorang yangakan memahami tentang gunung berapi misalnya harus mengetahui terlebihdahulu konsep-konsep tentang tanah, bukit, batu, dan sebagainya yangmerupakan subsume atau bagian yang perlu diketahuinya.

Melalui usaha yang merangsang agar cognitive structure mudah dijangkauoleh individu yang belajar meningkatkannya dalam bentuk konteks yanglebih luas dan lebih berarti bagi jenis belajar baru. Ausubel mengatakansebagai advanced organizer yang memungkinkan terjadinya retensi terhadapinformasi tersebut. Advanced organizer merupakan suatu bentuk komunikasibagi individu belajar untuk mengolah sejumlah informasi baru. Fungsinyamengingatkan orang tersebut akan adanya konteks yang berarti yang adadalam ingatan yang relevan dengan informasi yang baru. Seperti jugadalam jenis kecakapan intelektual kondisi eksternal yang lain adalahmemberitahu tujuan (objectives). Usaha melakukan pengulangan ataurepitisi juga merupakan bantuan penyempurnaan belajar. Dalam hal inirepitisi bukan terletak pada frekuensinya tetapi merupakan variasi dariproses internal individu untuk memahami sesuatu. Misalnya memahamisesuatu paragraf saat pertama ia belajar, kemudian pada peristiwabelajar yang lain diproses dengan cara yang lebih baik.Belajar Kecakapan MotorikKondisi internal

Seseorang harus mengetahui urutan prosedural untuk kecakapan yangakan dipelajarinya itu. Seringkali hal tersebut dipelajari bersamaandengan kecakapan motorisnya itu sendiri. Prosedur ini disebut executivesubrountine. Dengan mengetahui prosedur, seorang mengetahui mana yangharus didahulukan, mana yang dilakukan kemudian. Prosedur ini harusdikuasai agar unjuk kerja motoris dapat disempurnakan melalui latihan-latihan. Bagian-bagian kecakapan yang terpisah seringkali dipelajari dandilatih secara terpisah, sebagai keterampilan bagian (part skills). Hal inimerupakan prerequisite, bagi kegiatan belajar yang baru. Misalnya seseorangmelakukan latihan ketrampilan bagian, misalnya gerakan kaki, gerakantangan dan gerakan kepala di air. Seorang anak yang belajar menggambarsegiempat mungkin perlu menguasai lebih dahulu kecakapan menggambargaris dan kecakapan menggambar sudut.Kondisi eksternal

Kondisi eksternal yang penting dari kecakapan motoris adalahdengan kesempatan untuk latihan. Urutan-urutan dalam melakukan latihanmotoris ini, diulang-ulang lagi dalam situasi yang memungkinkan orangtersebut memperoleh umpan balik, atau pengetahuan atas hasil. Seringkaliumpan balik tersebut bersifat interen, misalnya seorang yang belajarmusik kalau salah akan langsung terdengar sumbang (fals).Belajar Sikap/NilaiKondisi Internal

Sikap membutuhkan sarana mengekspresikan diri. Misalnya,seseorang yang ingin menyatakan sikap positifnya terhadap matematikharus seudah mempunyai kecakapan intelektual tentang menghitung angka.Jika seseorang harus belajar menghindari narkotik maka sejumlahinformasi tentang narkotik ini harus diketahui dahulu sebagai prasyarat.Orang yang diharapkan menyukai bermain piano harus sudah mempunyaikecakapan motoris bermain piano.

Jika sikap diperoleh dengan jalan meniru, maka model atau orangyang ditiru itu harus merupakan orang yang tingkah lakunya patut ditiru.Keadaan ini biasanya terjadi antara anak denga orang tua atau denganguru. peniruan-peniruan bisa juga terjadi terhadap kawan sekelompok yang

merupakan penggantian peniruan terhadap orang tuanya; hal ini biasaterjadi pada masa remaja.Kondisi eksternal

Penggunaan pernyataan verbal untuk membujuk biasanya tidakefektif untuk mengubah sikap. Kondisi yang penting untuk perubahan sikapadalah hadirnya model atau orang-orang yang ingin ditiru, baik hadirsecara harfiah maupun hadir secara imajinatif. Adalah benar bahwa hal-hal yang ingin dipelajari (learned states) dalam bentuk umpan balik terhadapsesuatu yang dilakukannya. Berupa ganjaran (reward) merupakan kondisieksternal baik untuk menimbulkan sikap positif maupun untuk memeliharasikap ini.

11. Teori Ki Hajar DewantaraSoedjadi (1999) mengungkapkan bahwa:

“Tokoh pendidikan lndonesia terkenal Ki Hajar Dewantara mencetuskangagasan yang amat bernilai, yaitu Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya MangunKarsa, Tut Wuri Handayani yang kurang lebih bermakna ‘bila di depanmemberi contoh, bila di tengah membangun kehendak dan bila dibelakang memberi dukungan atau dorongan’. Gagasan yang antara lainteiah dilaksanakan di Taman Siswa dapat memberi gambaran tentangfungsi seorang pendidik. Seorang pendidik di manapun ditempatkanatau diposisikan, selalu saja dapat melakukan karya-karya yangmulia. Apabila sedang berposisi sebagai pemimpin, seorang pendidiksemestinya dapat memberi contoh baik kepada yang dipimpin. Selagiseorang pendidik berposisi sehagai fasilitator suatu kegiatan makaia bersama yang lain membangun kehendak baik untuk mencapai tujuanbersama. Sedangkan bila seorang pendidik sedang berposisi sebagaidinamisator suatu kelompok menuju tujuan, ia harus dapat memberidorongan atau motivasi kepada kelompok ybs. untuk mencapai tujuan.”

Model pembelajaran matematika dengan mempertimbangkan kecerdasanemosional guru dan siswa sangat didukung oleh teori Ki HajarDewantara tersebut. Pembelajaran matematika seharusnya memposisikanguru secara tidak monoton. Dalam kaitan dengan gagasan Ing Ngarsa SungTulada, guru dalam menerapkan kecerdasan emosional di kelas, iatampil sebagai manusia model yang patut diteladani, baik oleh siswamaupun oleh guru lainnya. Guru juga menunjukkan bahwa secaraemosional, ia cerdas dan cakap bergaul dengan para siswanya, iamesti menunjukkan perilaku-perilaku positif dalam nuansa emosionalseperti serius, bersemangat, gesit, percaya diri, berempati, menghargai pendapatsiswa, dan bersedia memberi bantuan kepada siswa yang membutuhkannya.

Terkait dengan gagasan Ing Madya Mangun Karsa, pembelajaran matematikapada saat-saat tertentu memposisikan guru untuk berperan sebagaipembakar semangat, mengarahkan dan mengajak siswa untuk menggunakanpotensi berpikirnya dalam mengkonstruk pengetahuan (konsep dan prinsipmatematika) yang ditopang oleh aspek-aspek emosional seperti tekun/ulet,serius/gesit, dan tenang.

12. Teori Sibernetik

Menurut Prasetya (1997), Teori Sibernetik adalah teori yangrelatif baru bila dibandingkan dengan teori-teori belajar lain yangdikenal selama ini. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembanganilmu informasi. Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi,sehingga yang terpenting adalah “Sistem informasi” dan apa yang akandipelajari siswa. Sedangkan bagaimana proses belajar akan berlangsung,akan sangat ditentukan oleh sistem informasi ini. Karena itu, teori iniberasumsi, bahwa tidak ada satupun jenis cara belajar yang ideal untuksegala situasi. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sisteminformasi.

Dalam bentuknya yang lebih praktis, teori ini telah dikembangkanantara lain oleh Landa (dalam bentuk pendekatan “algoritmik” dan“heuristik”), serta Pask dan Scott (dengan pembagian tipe siswa, yaitutipe “wholist” dan tipe “serialist”).

Pendekatan belajar “algoritmik” menuntut siswa untuk berpikirsecara sistematis, tahap demi tahap, linear, lurus menuju ke suatutarget tertentu. Memahami suatu rumus matematika biasanya menghendakipendekatan seperti ini.

Pendekatan “heuristik” menuntut siswa berpikir secara divergen,menyebar ke beberapa target sekaligus. Memahami suatu konsep yang penuharti ganda dan penafsiran biasanya menuntut cara berpikir heuristik.

Proses belajar akan berjalan dengan baik jika apa yang hendakdipelajari itu atau masalah yang hendak dipecahkan (atau dalam istilahyang lebih teknis; sistem informasi yang hendak dipelajari) diketahuiciri-cirinya. Satu hal lebih tepat disajikan dalam urutan teratur,linear, sekuensial, satu hal lain lebih tepat bila disajikan dalambentuk “terbuka” dan memberi keleluasaan siswa untuk berimajinasi danberpikir.

Misalnya, agar siswa mampu memahami sebuah rumus matematikatertentu, mungkin akan lebih efektif jika presentasi informasi tentangrumus ini disajikan secara algoritmik. Alasanya adalah, sebuah rumusmatematika biasanya mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teraturdan mengarah ke satu target tertentu. Namun, untuk memahami makna suatukonsep dalam matematika yang memiliki pengertian yang tidak tunggal danbanyak memiliki interpretasi (misalnya konsep “ruang”), maka akan lebihbaik jika proses berpikir siswa dibimbing ke arah yang “menyebar”(heuristik), dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidaktunggal, monoton, linear.

Menurut Pask dan Scott (dalam Prasetya, 1997), siswa tipe “wholist”(menyeluruh) biasanya cenderung mempelajari sesuatu dan tahap yangpaling umum, kemudian bergerak ke yang lebih khusus (rinci). Ibaratmelihat lukisan, bukan detil-detilnya yang kita amati lebih dahulu,tetapi wujud lukisan itu secara menyeluruh. Sedang siswa tipe“serialist” cenderung berpikir secara algoritmik.

KEPUSTAKAAN

Arends, Richard I. 1997.Clssroom Intruction and Management. New York: Mc Graw HillCompanies, Inc.

Baroody, A,J. 1993. Problem Solving, Reasoning and Communicating. New York:Macmillan Publishing

Bintarti, Retno. 2002. Kembangkan Daya Berpikir Anak dengan Dongeng Menarik (SekolahAlternatif Untuk Anak). Jakarta : Buku Kompas.

Borich, Gary D. 1994. Observation Skills for Effective Teaching. New York: MacmillanPublishing Company

Brookover, Wilbur B. 1982. Creating Effective Schools: An In Service program for EnhancingSchool Learning Climate and Achievement. Florida: Learning Publication,Inc.

Civil, M. 1998. Bridging In School Mathematics and Out-of-School Mathematics aReflection.(online) (www.hedgehog.math.arizona.edu/ bridge/aerag 8.html).

Dahar, R.W. 1998. Teori-teori Belajar. Jakarta : Departemen Pendidikan danKebudayaan, Dirjen Dikti P2LPTK.

Dootlittle, Peter E., and Camp, William G.1999. Constructivism: The Career andTechnical Education. Perspective. Journal of Vocational and TechnicalEducation Perspective. Volume 16, Number 1 1999.Http://scholar.lib.vt.edu/ ejournals/JVTE/v16ni/doolittle.html.

Eggen, Paul.D and Kauchak, Donald.P.1979. Strategies for Teachers (Teaching Contentand Thinking Skill). New Yersey : Prentice Hall.

Emans, R, What do children the inner City like to read. Elementary School Journal No.69 hal 118-122

Ginsburg,H.P., & Opper, S. 1988. Piaget‘s Theory of Intellectual development (3rd ed.).Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

Gordon, Thomas. 1990. Guru yang Efektif cara untuk Mengatasi Kesulitan dalam Kelas,Disadur oleh Mudjito. Jakarta: Rajawali Pers. Cetakan III.

Gravemeijer, K.P.E. 1999. Developmental Reseach: Fostering a Dialectic Relation BetweenTheory and Practice. Utrecht: Freudenthal Institute.

Gunarsa, Singgih D. 1997. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: GunungMulia

Hamalik, Oemar. 1986. Media Pendidikan. Bandung : Alumni.Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung : Sinar Baru

Argensindo.Hasibuan, 1986. Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Karya.Hudojo, Herman. 1979. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaanya di depan

Kelas. Surabaya: Usaha Nasional .Hudojo, Herman.1988. Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang.Hudojo, Herman. 1998. Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan

Konstruktivis. Jurnal Teknologi Pembelajaran. Tahun 6, Nomor 2, 56-66,Oktober 1998. Malang : PPS IKIP Malang.

Hudojo, Herman. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang:Universitas Negeri Malang.

Ibrahim, Musliman. 2005. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya :UNESAUniversity Press.

Joyce, Bruce and Weil.1992. Models of Teaching (fourth Edition). Boston-Toronto-Sydney-Singapore : Allyn and Bacon Publishers.

Jonhson, J.E, Christie, J.F. 1999. Play and Early Chilhood Development. New York :Longman, An imprint of Addison Wesley Longman.

Jonassen, D.H. (1991) Evaluating Constructivist Learning. Educational TecnologyKemp J. E., Morrison G.R.& Ross S.M.1994. Designing Effective Instruction. New

York: Macmillan College Publishing Company, Inc.Leiken, Roza, Zaslavsky. 1997. Facilitating Student Interaction in Mathematics in a

Cooperative Learning Setting. Journal for Research in Mathematics Education. Volume28, Number 3, May 1997, p. 331-354. USA: NCTM, Inc.

Marpaung, Y. 1987. Aspek-aspek Kognitif yang Perlu Diketahui Guru-guru Matematika SebagaiBekal untuk dapat Membantu Siswa dengan Lebih Baik. Makalah disampaikandalam Seminar Pendidikan Matematika dan Fisika di IKIP SanataDharma.

Marpuang,1996. Pendekatan Rani untuk Pendidikan Matematika di Sekolah Dasar. JurnalPenelitian Pendidikan Dasar. 1(2) : 33-52

Marpaung,1998. Pendekatan Sosio Kultural Dalam Pembelajaran Matematika dan Sains. DalamPendidikan sains yang Humantis. Hal 239-263.

Marpaung, 1999.a. Perubahan Paradigma Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. DalamPendidikan Dasar yang Demokratis. Hal 124-133. Yogyakarta:Universitas Sanata Dharma

Marpaung,1999.b.Mengejar Ketertinggalan Kita dalam Pendidikan Matematika, MengutamakanProses Berpikir dalam Pembelajaran Matematika . Makalah disampaikan dalamUpacara Pembukaan Program S3 Pendidikan Matematika UniversitasNegeri Surabaya.

Marpaung, 2003. PMRI, Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Bulettin PMRI.Martin, Ralph E,Jr.,et.al.1994. Teaching Science For All Children. Boston: Allyn

and Bacon.Mc.Leish, John.1986. Behaviorisme Sebagai Psikologi Prilaku Modern.(Penterjemah

A.Latief Zachri).Bandung: Tarsito.Merril, M.D. (1991). Constructivism and Instructional Design. Educational

Technology. Miller, Scott A. 1998. Developmental Research Methods. New Jersey: Prentice-HallMuliyardi. 1997. Penggunaan Komik untuk Menyajikan Soal Cerita dalam Pem-belajaran

Matematika di kelas I Sekolah Dasar (Tesis). Surabaya: PPS IKIP SurabayaMulyasa, 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi.Bandung: Rosda KaryaMustaji. 2005. Pembelajaran Berbasis Konstruktivistik. Surabaya: UNESA

University Press.Nieveen, Nienke.2000. Prototyping to Reach Product Quality.In J. Vam den

Akker, R Branch,K Gustafson, N Nieveen and Tj. Plomp(Eds). Desigh andDevelopment Methodology in Education (hlm 125-136) Dodrecht: KluwerAcademic Publisher.

NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Ya: NationalCouncil of Teachers of mathematics.

Nur, M. 2001. Pemotivasian Siswa Untuk Belajar (Buku Ajar Mahasiswa) Edisi 2.Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Unesa.

Nur, M. 002. Keterampilan-keterampilan Proses. Makalah disajikan pada pelatihanpembelajaran yang berkaitan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensikepada Guru MIPA SMU Negeri Kabupaten Sidoarjo. Surabaya: PusatSains dan Matematika Sekolah Unesa.

Nur, M. 2004. Teori-teori Perkembangan Kognitif. Surabaya : Pusat Sains danMatematika Sekolah Universitas Negeri Surabaya.

Nuttal, C. 1989. Teaching Reading Skill in A foreign Language. London: HenimannInternational.

Orton,Anthony. 1992. Learning Mathematics Issues, Theory and Classroom Practice.London: Cassell.

Plomp, Tjeerd. 1999. Development Research in/on Educational and Training.Netherlands: Twenty University..

Plomp, Tjeerd. 2001. . Development Research in/on Educational. Development Researchin/on Educational Development. Makalah Disajikan pada Seminar PendidikanMatematika Realistik Indonesia di USD. Yogyakarta : 14-15 November2001.

Ratna M, Myrna. 2002. Televisi untuk Anak : Musuh yang Harus Dirangkul (Sekolah AlternatifUntuk Anak). Jakarta : Buku Kompas.

Ratumanan, Tanwey Gerson. 2003. Pengembangan Model Pembelajaran Interaktif denganSetting Kooperatif (Model PISK) den Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar MetematikaSiswa SLTP di Kota Ambon. Disertasi Program Studi Pendidikan MatematikaProgram Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.

Richard Dunne&Ted Wragg.1996. Pembelajaran Efektif. Terjemahan oleh AnwarYasin.Jakarta: Grasindo

Richey, Rita & Nelson . 1996. Developmental Research. In Jonassen (Ed).Hand book of Reseach for Educational Communications and Technology. New York :Macmillan Simon & Schuster.

Romberg, ThomasA.,Carpenter, Thomas P. 1992. Research on Teaching and LearningMathematics : Two Disciplines of Scientific inquiry. Hand Book of Research onMathematics Teaching and Learning. Editor : Douglas A. Grouws. NewYork: MacMillan Publishing Company.

Roestiyah .1994. Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem. Jakarta: Rineka Cipta.Salkind, Neil J. 1997. Exploring Research. Third Edition. New Jersey: Prentica

Hall.Sardiman, 2001. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.Sarumpet, R.I. 1981. Rahasia Mendidik Anak. Bandung: Indonesia Publishing Hause

Box.Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka

Cipta.Slavin, R.E. 1997. Educational Psychology Theory and Practice. Five Edition. Boston :

Allin and Bacon.Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika Indonesia ( Konstatasi keadaan masa kini harapan

menuju masa depan ). Jakarta: Direktorat Jenddral Pendidikan TinggiDepdiknas

Soedjadi,2001. Pemanfaatan Realitas dan Lingkungan Dalam Pembelajaran Matematika.Makalah disampaikan pada Seminar Rasional RME di UniversitasNegeri Surabaya.

Skem, R. 1976. Relation Understanding and Instrument Understanding. Mathematics Teaching.(77) : 20-26

Sudjana, Nana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Sinar BaruSuharta, I Gusti Putu. 2003. Pembelajaran Pecahan di Sekolah Dasar dengan

Menggunakan Pendidikan Matematika Realistik. Disertasi Program StudiPendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas NegeriSurabaya.

Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung :Universitas Pendidikan Indonesia

Sukarjaputra, Rakaryan. 2002. Buku yang Baik Merangsang anak Berimajinasi (SekolahAlternatif Untuk Anak). Jakarta: Buku Kompas.

Sukardi, Dewa Ketut. 1987. Bimbingan Perkembangan Anak. Jakarta: GhaliaIndonesia

Sumantri, Bambang. 1988. Metode Pengajaran Matematika Untuk Sekolah Dasar. Jakarta:Erlangga.

Suwarsono,St. 1999. Problematika Pendidikan Matematika di Indonesia. Makalah SebagaiPengantar Mata Kuliah Penelitian Lanjut Program S3 Pend. MatematikaUNESA Surabaya.

Taylor, B.M. 1982. Texs Structure and Children’s Comprehension and Memory for exspositoryMaterial. Journal of Education Psichology 75(3).

Taylor, Lyn. 1993. Vygotskian Influences in Mathematics Education with Particular Reference toAttitude Development. Focus on Learning Problem in Mathematics Springand Summer Edition. Volume 15, Number 2&3, 1993, p.3-17. Center forTeaching/Learning of Mathematics.

Tedjasaputra, Mayke S, 2001. Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta :Grasindo.

Treffers,A. 1991. Didactical Background of a Mathematics Program forPrimary Education. Realistic Mathematics Education oin Primary School.Utrecht : Freudenthal Institute.

TIMSS. 1999. International Student Achievement in Mathematics. (Online) (http://timss 1999i/pdf/T99i mat 01.pdf)

Van den Akker,J.1999. Priciples and Methods of Development Reseach. In Janvan den Akker, R. M Branch,K Gustafson, N Nieveen and Tjeerd Plomp(Eds). Design Approaches and Tools in Education and Training (hlm 1-14).Dodrecht: Kluwer Academic Publisher.

Van den Heuvel- Panhuizen. 1998. Realistic Mathematics Education Work in Progress.(online).(http://www.fi.uu.nl/en/indexpulicaties.html).

Van den Heuvel- Panhuizen. 2000. Mathematics Education in the Nederlands a Guided tour.http ;// www.fi.uu.nl/en/indexpublicaties . Html

Vernon Mc Lellan.1989. Kebahagiaan ialah Senyum Seorang Anak Jakarta: HarianMutiara.

von Glasersfeld, Ernst.1992.An Exposition of Constructivism : Why Some Like It Radical.JMRE Monograph Number 4.USA:NCTM.

Wadsworth, B. 1989. Piaget’s Theory Cognitive ang Effective Development (4 th ed.). NewYork: Longman.

Webb, Noreen W. 1991. Taks-Related Verbal Interaction and Mathematical Learning in SmallGroups. Journal for Research in Mathematics Education. Volume 22,number 5, November 1991, p. 366-389. USA: NCTM, Inc.

Wersch, James V. 1991. Vygotsky and Social Formation of Mind. CambridgeMassachusetts : Harvard University Press.

Zamroni, 2000. Paradigma Pendidikan Masa depan. Yogyakarta: Bigraf Publishing.Zulkardi. 2003. Peningkatan Mutu Pendidikan Matematika Melalui Mutu Pembelajaran.

Bulletin PMRI


Recommended