+ All Categories
Home > Documents > PENYELESAIAN SENGKETA PENCEMARAN LINTAS BATAS AKIBAT KEBOCORAN SUMUR MINYAK MONTARA AUSTRALIA...

PENYELESAIAN SENGKETA PENCEMARAN LINTAS BATAS AKIBAT KEBOCORAN SUMUR MINYAK MONTARA AUSTRALIA...

Date post: 28-Jan-2023
Category:
Upload: independent
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
24
PENYELESAIAN SENGKETA PENCEMARAN LINTAS BATAS AKIBAT KEBOCORAN SUMUR MINYAK MONTARA AUSTRALIA MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982 ARTIKEL ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum Oleh: ARLY SUMANTO NIM. 0810113023 Program Konsentrasi Hukum Internasional KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM MALANG 2013
Transcript

PENYELESAIAN SENGKETA PENCEMARAN LINTAS BATAS AKIBAT

KEBOCORAN SUMUR MINYAK MONTARA AUSTRALIA MENURUT

KONVENSI HUKUM LAUT 1982

ARTIKEL ILMIAH

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat

Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan

Dalam Ilmu Hukum

Oleh:

ARLY SUMANTO

NIM. 0810113023

Program Konsentrasi Hukum Internasional

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM

MALANG

2013

i

LEMBAR PERSETUJUAN

PENYELESAIAN SENGKETA PENCEMARAN LINTAS BATAS

AKIBAT KEBOCORAN SUMUR MINYAK MONTARA AUSTRALIA

MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982

Oleh:

ARLY SUMANTO

NIM. 0810113023

Disetujui di Malang, 05 Juni 2013

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Nurdin, S.H. M. HUM Heru Prijanto, S.H. M.H NIP. 19561207 198601 1 001 NIP. 19560202 19850 1 003

Mengetahui,

Ketua Bagian Hukum Internasional

Nurdin, SH, MHum NIP: 19561207 198601 1 001

ii

RINGKASAN

ARLY SUMANTO, Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas

Brawijaya, Februari 2013, Penyelesaian Pencemaran Lintas Batas Akibat

Kebocoran Sumur Minyak Montara Australia Menurut Konvensi Hukum Laut

1982, Nurdin, S.H. M. HUM; Heru Prijanto, S.H. M.H.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membahas apakah yang melatarbelakangi

sengketa pencemaran lintas batas antara Indonesia dengan Australia di Laut Timor.

Hal ini dilatarbelakangi munculnya berita di kalangan masyarakat bahwa konflik

dipicu karena kedua negara memiliki alasan serta tindakan masing-masing dalam

penanggulangan pencemaran lintas batas yang terjadi, tanpa memperhatika dampak

terhadap lingkungan maupun masyarakat disekitar lingkungan tempat pencemaran

terjadi.

Untuk menjawab permasalahan tersebut, metode pendekatan yang penulis gunakan

adalah yuridis normatifm mengkaji dan menganalisis pencemaran lintas batas

lingkungan laut yang dilakukan australia terhadap lingkungan laut Indonesia dalam

perspektif hukum internasional. Permasalahan hukum yang menjadi objek kajian

dianalisis berdasarkan pada sumber-sumber berupa peraturan-peraturan yang

berlaku, prinsip-prinsip hukum, teori-teori hukum dan doktrin- doktrin para sarjana

hukum terkemuka. Penulis mengumpulkan data primer dari Konvensi Internasional,

Undang-Undang Nasional masing-masing negara. Sedangkan data sekunder penulis

peroleh menggunakan studi kepustakaan atau literatur, metode penelusuran situs di

internet serta metode dokumenter. Analisa data deskriptif analitis digunakan untuk

menganalisa berbagai peraturan internasional di bidang perlindungan terhadap

lingkungan khususnya laut dari pencemaran.

Hasil yang penulis peroleh adalah bahwa sengketa pencemaran lintas batas antara

Indonesia dengan Australia yang terjadi disekitar laut Timor belum terselesaikan

hingga saat ini, dikarenakan setiap negara tidak dapat memberikan pembuktian yang

kuat di mata hukum, sehingga menyebabkan sulitnya melakukan penentuan

iii

penggunaan hukum yang akan diberlakukan terhadap kasus pencemaran lintas batas

tersebut.

Menyikapi fakta-fakta tersebut di atas, penulis memiliki beberapa saran. Pertama,

Pemerintah Indonesia dengan Australia sepakat melakukan penelitian langsung ke

lapangan untuk mendapatkan pembuktian yang valid terkait pencemaran serta dalam

hal penyelesaian sengketa dapat dilakukan oleh kedua negara saja tanpa memerlukan

bantuan pihak ketiga.

Kata Kunci : Pencemaran Lintas Batas, Kilang Minyak Montara Australia

iv

SUMMARY

Arly Sumanto, International Law, Faculty of Law, Brawijaya University,

February 2013, Resolution on Transboundary Pollution Due to Australia's

Montara Oil Well Leaks According to Convention on the Law of the Sea 1982,

Nurdin, SH M. HUM; Heru Prijanto, S.H. M.H.

In writing this essay, the author discusses whether the background of transboundary

pollution dispute between Indonesia and Australia in the Timor Sea. This motivated

the emergence of news among the public that triggered the conflict as both countries

have a reason and each action in the prevention of transboundary pollution occurs,

without memperhatika impact on the environment and communities around the

neighborhood where pollution occurs.

To answer these problems, the approach that I use is normatifm judicial review and

analyze transboundary pollution marine environment is carried australia Indonesian

marine environment in the perspective of international law. Legal issues to be object

of study was analyzed based on sources such as applicable regulations, principles of

law, legal theories and doctrines of the leading legal scholars. Authors collected

primary data from the International Convention, the National Law of each state.

While the authors of secondary data obtained using literature studies or literature,

methods of search sites on the internet as well as the methods of documentary.

Descriptive data analysis is used to analyze various international regulations in the

field of protection of the marine environment from pollution in particular.

The results obtained are writers that transboundary pollution dispute between

Indonesia and Australia that occur around the Timor Sea have not been resolved

until now, because every country can not provide strong evidence in the eyes of the

law, thus making it difficult to carry out the determination of the use of the law to be

applied to the case transboundary pollution.

Responding to the facts mentioned above, the author has some suggestions. First, the

Government of Indonesia and Australia agreed to direct research into the field to

obtain valid evidence related pollution and in terms of dispute resolution can be

carried out by both countries without requiring third-party assistance.

v

Keywords: Transboundary Pollution, Oil Refine

1

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Lingkungan hidup merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan

manusia. Selain menjadi tempat tinggal, lingkungan hidup juga menjadi penyedia

sumber daya alam yang menjadi pemenuh kebutuhan manusia. 1Salah satu bagian

dari lingkungan hidup tersebut adalah laut. Laut memiliki peran besar dalam

penyediaan sumber daya alam yang tidak terbatas bagi manusia. Pengelolaan sumber

daya di laut memberikan manfaat yang besar bagi manusia. Namun dalam

pengelolaan lingkungan laut tersebut, tentunya memiliki dampak terhadap

lingkungan laut itu sendiri.

Untuk bisa tetap mempertahankan dan melestarikan sumber daya tersebut,

maka salah satunya adalah dengan memberikan perhatian dalam perlindungan dan

pelestarian wilayah lingkungan laut. Oleh karena itu maka dibutuhkan suatu alat

yang dapat mengontrol pihak yang melakukan pengelolaan lingkungan laut. Antara

lain adalah dengan diadakannya suatu perangkat hukum yang isinya mengatur dan

membantu dalam pelestarian lingkungan laut tersebut.

Salah satu masalah terbesar dalam pelestarian lingkungan laut adalah adanya

pencemaran. Pencemaran lingkungan laut semakin banyak mendapat perhatian dari

mata dunia internasional.2 Hal tersebut disebabkan oleh karena sekarang ini dampak

yang diakibatkan oleh aktifitas suatu Negara dalam melakukan pengelolaan laut

mulai mengganggu ketersediaan sumber daya alam tersebut baik bagi Negara pantai

itu sendiri maupun bagi Negara – Negara lain dalam hal ini adalah Negara tetangga

yang bersinggungan garis pantainya.

Pada awalnya pencemaran yang sedikit mungkin tidak akan terlalu menjadi

masalah bagi Negara pantai maupun Negara lain, hal ini dikarenakan laut masih

memiliki kemampuan untuk membersihkan dirinya sendiri, dengan tetap

1 J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal. 4.

2 Hal ini dimulai dari peluncuran kapal pengangkut minyak pertama Gluckauf pada 1885, serta terjadinya pencemaran laut terbesar yang pernah ada ketika tanker Torrey Canyon yang kandas di pantai selatan Inggris menumpahkan 35 juta gallons crudel oil di barat daya perairan inggris pada tahun 1967.

2

mempertahankan fungsi dari laut itu sendiri. Hanya saja semakin dewasa ini seiring

dengan meningkatnya teknologi membuat pemakaian laut semakin tinggi dan

berakibat masuknya zat – zat baru ke dalam laut, ditambah zat – zat yang

sebelumnya telah ada mengakibatkan penumpukan yang membuat laut menjadi kotor

dan berkurang kualitasnya sehingga berpengaruh kepada daya guna serta fungsi dari

laut itu sendiri.

Dalam hal ini penulis mengambil salah satu kasus terjadi pada tahun 2009

lalu, dimana salah satu perairan di Indonesia tercemar oleh tumpahan minyak yang

diakibatkan oleh negara lain. Tumpahan minyak tersebut berasal dari semburan

ladang minyak di Australia yang bernama Montara. Proyek minyak lepas pantai

tersebut gagal dalam melakukan pengeboran pada 21 Agustus 2009 lalu sehingga

minyak yang berasal dari dasar laut menyembur dan mengotori perairan Australia

dan menyebar hingga melewati batas ZEE Indonesia. Pencemaran ini merupakan

masalah yang sangat penting bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa pencemaran

sudah memasuki wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Zona Ekonomi

Eksklusif itu sendiri diartikan sebagai suatu daerah diluar laut territorial yang

lebarnya tidak boleh melebihi 200 mil diukur dari garis pangkal yang digunakan

untuk mengukur lebar laut territorial, dimana Negara pantai memiliki hak - hak lebih

di dalam daerah Zona Ekonomi Eksklusif ini. Antara lain adalah Hak - hak untuk

berdaulat. Perlu dilihat disini adalah bahwa perbedaan ZEE dengan Laut Teritorial

adalah bahwa di dalam ZEE Negara pantai hanya dapat menikmati hak – hak

berdaulat, bukan kedaulatan penuh.3

Akibat dari pencemaran tersebut, maka akan ada dampak yang dirasakan oleh

Indonesia. Berbicara mengenai dampak jangka pendek dari pencemaran ini, hal

tersebut akan dirasakan langsung oleh penduduk yang daerah sekitar (nelayan NTT).

Sebagai contoh adalah usaha budidaya kelautan dan perikanan di Timor barat, Pulau

Rote, Sabu dan Sumba gagal total. Padahal hampir sebagian besar warga NTT

menggunakan wilayah laut timor sebagai mata pencahariannya. Hal ini

mengakibatkan nasib kurang lebih 17 ribu warga NTT yang menggantungkan

3 Heru Prijanto Hukum Laut Internasional

3

hidupnya dari laut terancam.4 Sedangkan dampak jangka panjang yang diakibatkan

dari pencemaran ini antara lain adalah terancam punahnya ekosistem kelautan seperti

Ikan tuna, paus, lumba-lumba, pari, hiu, dan tujuh spesies penyu laut yang berada di

daerah laut timor ini. Hal ini diperburuk dengan meluas ke perairan di sekitar

Kabupaten Rote Ndao, bahkan hingga Laut Sawu, terutama sekitar Kabupaten Sabu

Raijua dan pantai selatan Pulau Timor.5

Dalam United Nation Convention on The Law of The Sea (UNCLOS 1982)

pasal 192 mengenai pencemaran pada laut lepas dinyatakan bahwa :

“Negara – Negara diwajibkan untuk melindungi dan memelihara

lingkungan kelautan sesuai dengan aturan – aturan internasional dan

perundang – undangan nasional”.

Selain pasal tersebut, perlindungan lingkungan laut terutama dalam hal

pencemaran karena tumpahan minyak juga diatur dalam instrument hukum

internasional lainnya. Diantaranya “Konvensi Jenewa 1958” mengenai rezim laut

lepas yaitu pada pasal 24, yang berbunyi :

“Every state shall draw up regulations to prevent pollution of the seas

by the discharge oil from ships of pipelines or resulting from the exploitation

and exploration of the seabed and its subsoil taking account to the existing

treaty provisions on the subject”.

(setiap negara wajib mengadakan peraturan-peraturan untuk mencegah

pencemaran laut yang disebabkan oleh minyak yang berasal dari kapal atau

pipa laut atau yang disebabkan oleh eksplorasi dan ekploitasi dasar laut dan

tanah dibawahnya dengan memperhatiakn ketentuan-ketentuan perjanjian

internasional yang ada mengenai masalah ini).

Kemudian ada juga Deklarasi Stockholm tahun 1972 yang terdiri dari 26

asas, dimana pada asas ke 7 dikatakan bahwa :

4 http://rahmawidhiasari.blogspot.com/, “Mengkritisi Kelambatan Pemerintah dalam

Penyelesaian Pencemaran Minyak Montara”. Senin, 05 Maret 2012. Diakses pada tanggal 16 agustus 2012

5 http://indomaritimeinstitute.org/?p=274, “Pencemaran Lingkungan , Tumpahan Minyak dari Celah Timor Rusak Ekosistem Laut”. 24 Juli 2010, 2:56 am. Diakses pada tanggal 16 agustus 2012

4

“State shall take all possible steps to prevent pollution of the seas by

substance that are liable to create hazard to human healt, to harm living

resources and marine live, to damage amenities or to interfere with other

legitimate uses of the sea”.

(negara berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan guna

mencegah pencemaran laut yang membahayakan kesehatan dan kesejahteraan

manusia, sumber kekayaan hayati laut terhadap penggunaan lingkungan laut).

Namun sangat disayangkan, dikarenakan walaupun instrument yang

mengatur tentang perlindungan terhadap kelestarian lingkungan khususnya laut telah

ada dari dulu, namun dalam pelaksanaannya tetap saja tidak sepenuhnya bisa

berjalan dengan baik. Masih sering terjadi kasus pencemaran lingkungan khususnya

laut, bahkan dewasa ini pencemaran laut semakin menjamur dimana – mana baik itu

diakibatkan oleh kapal, pengeboran ataupun sampah – sampah yang dibuang

sembarangan. Sangat penting untuk mengetahui secara mendalam mengenai

bagaimanakah hukum internasional memberikan perlindungan terhadap kelestarian

lingkungan laut. Selain itu Tindakan-tindakan apakah yang seharusnya ditempuh

oleh para pihak yang terlibat dalam sengketa pencemaran lintas batas Indonesia yang

dilakukan oleh Australia. Sehingga Penulis mengambil judul “Penyelesaian

Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebocoran Sumur Minyak Montara Australia

Menurut Konvensi Hukum Laut 1982”.

Rumusan Masalah :

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diangkat

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana upaya – upaya yang dilakukan oleh kedua negara yang

bersangkutan dalam menyelesaikan masalah tersebut?

2. Apa kendala yang dihadapi dalam penerapan ketentuan yang diatur dalam

konvensi hukum laut 1982 terkait dengan penyelesaian pencemaran lintas

batas tersebut?

5

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode Yuridis Normatif yaitu mengkaji dan

menganalisis pencemaran lintas batas lingkungan laut yang dilakukan australia

terhadap lingkungan laut Indonesia dalam perspektif hukum internasional. Penelitian

Yuridis Normatif (normatief legal) disini dimaksudkan bahwa, permasalahan hukum

yang menjadi objek kajian dianalisis berdasarkan pada sumber-sumber berupa

peraturan-peraturan yang berlaku, prinsip-prinsip hukum, teori-teori hukum dan

doktrin- doktrin para sarjana hukum terkemuka. Dilakukannya jenis penelitian

Yuridis Normatif dikarenakan sasaran penelitian ini adalah hukum atau kaedah

(norm).6

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam karya ilmiah ini yaitu

pendekatan perundang-undangan/statute approach7 yaitu pendekatan yang

digunakan dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan melakukan pengkajian

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tema sentral peneliti yakni

tinjauan penerapan doktrin Pre-emptive Military Strike sebagai perlawanan terhadap

terorisme dalam perspektif hukum internasional. Kemudian pendekatan selanjutnya

yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu model pendekatan Case

Approach/pendekatan kasus, dimana pendekatan dalam penelitian ini bertujuan

untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan

dalam praktik hukum.8

6 Muhamad Muhdar, Bahan Kuliah Metode Penelitian Hukum: Sub Pokok Bahasan

Penulisan Hukum Skripsi, Balikpapan, 2011, Hal 10

7 Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, , 2006, hal 295.

8 Ibid, hal 321.

6

PEMBAHASAN

1. Upaya-upaya yang dilakukan oleh kedua negara yang bersangkutan

dalam meyelesaikan masalah.

Masalah ini bermula dari ledakan yang terjadi di rig West Atlas pada tanggal

21 Agustus 2009, yaitu ketika sebuah platform sumur minyak Montara di Laut

Timor yang terletak sekitar 690 km arah barat Darwin mengalami kegagalan dalam

pengeboran minyak sehingga mengakibatkan ledakan yang terjadi pada salah satu

pipa penyalur minyak dari dasar laut ke permukaan. Lokasi kilang minyak tersebut

memang berada dalam yurisdiksi Australia, namun yang menjadi masalah adalah

ketika tumpahan minyak tersebut memasuki yurisdiksi negara lain yang dalam hal

ini adalah Indonesia. Ledakan kilang minyak tersebut tersebut mengakibatkan

perairan Australia Barat, Timor Leste dan Indonesia tercemar oleh minyak mentah,

dimana tumpahan minyak tersebut berlangsung selama 74 hari, hingga 3 November

2009. Tumpahan minyak tersebut menggenangi areal seluas 2500 mil persegi pada

30 Agustus 2009; kemudian pada 3 September 2009 mulai memasuki wilayah

Indonesia dengan posisi pada tanggal 29 September 2009 berada sejauh sekitar 50

mil dari batas wilayah perairan laut antara Indonesia-Australia. Sejak itulah hasil

tangkapan laut nelayan serta aktivitas ekonomi masyarakat pesisir Provinsi NTT

merosot tajam, hingga tinggal delapan persen dari hasil normal sebelum pencemaran

terjadi. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Indonesia

2 Oktober 2009 : Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) pada

tanggal membentuk posko untuk memonitor tumpahan minyak Montara

langsung ke lapangan.

6 Oktober 2009 : Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) mengirim sampel

air untuk diteliti.

15 Oktober 2009 : WWF Indonesia membuat press release tentang kasus

Montara dan mendorong Pemerintah Indonesia berkoordinasi dengan

Pemerintah Australia untuk melindungi kawasan Coral Triangle.

Oktober-November 2009 : Beberapa menteri RI (Luar Negeri,

Perhubungan, Kelautan dan Perikanan, serta Lingkungan) melakukan

7

koordinasi untuk menangani isu minyak Montara dan menunjuk Tim

Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut, yang

diketuai Freddy Numbed, untuk bernegosiasi tentang kompensasi.

11 Mel 2010 : YPTB mengirim dokumen klaim kepada Pemerintah

Australia.

15-17 Juli 2010 : Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa

mengonfirmasi bahwa Pemerintah RI akan melakukan investigasi dan

mengajukan klaim kompensasi. Tim advokasi pencemaran LautTimor

dibentuk dan dipimpin Masnellyarti Hilman dari KLH.

20 JuIi 2010 : Presiden RI mulai memberikan pernyataan kepada publik

bahwa Indonesia akan mengajukan klaim kompensasi kepada PTTEP. Staf

khusus presiden, Velix Wanggai, menyatakan bahwa tim investigasi telah

berada di NTT.

26 Agustus 2010 :

Pertemuan tim advokasi pencemaran Laut Timor dan PTTEP.

Pemerintah mengklaim kompensasi hingga Rp 22 trilyun kepada PTTEP.

28 Agustus 2010 : PTTEP menolak klaim dan tidak mengakui data ilmiah

versi Pemerintah RI.

Oktober 2010 : Pemerintah RI menyerahkan dokumen riset yang telah

diperbarui kepada PTTEP.

18 November 2010 : PTTEP kembali menolak klaim Pemerintah RI.9

Pihak Australia sendiri juga menyatakan telah mengambil tindakan dalam

menanggulangi pencemaran yang terjadi terkait dengan ledakan kilang minyak

montara tersebut. Antara lain operasi penyelamatan atau pembersihan laut dari

tumpahan minyak tersebut berlangsung, setelah lima kali percobaan kebocoran

berhasil ditutup menggunakan lumpur sebanyak 3.400 barel yang dipompakan ke

9 http://www.migas.esdm.go.id/tracking/berita-kemigasan/detil/253897/Kronologi-Tumpahan-Minyak-Montara

8

sumur minyak. Terkait dengan penganggulangan pencemaran tersebut, pemerintah

Australia menyatakan fokus pada pembatasan dampak tumpahan minyak dari sumur

minyak Montara dan akan terus memberikan informasi yang terbaru kepada pihak

berwenang di Indonesia. Prioritasnya adalah untuk meminimalisir dampak tumpahan

minyak pada lingkungan hidup yang dalam hal ini lingkungan laut, khusunya

perairan antara Indonesia dengan Australia. Bagian terbesar dari tumpahan minyak

terdapat di perairan Australia di suatu area di dekat sumur minyak Montara.

Tindakan pembersihan besar-besaran berlangsung dengan menerapkan pengurai dan

melakukan operasi pengendalian dan pemulihan dengan menggunakan boom dan

skimmer.

Australia juga menyatakan telah memonitor gerakan gumpalan-gumpalan

minyak yang telah terurai dan lapisan minyak melalui penerbangan di atas laut setiap

hari, dimana penerbangan terakhir dilakukan pada Selasa 27 Oktober. Penerbangan

tersebut mengindikasikan gumpalan-gumpalan minyak yang telah terurai dan lapisan

minyak tetap berada di ZEE Indonesia. Gumpalan minyak yang telah terurai teramati

pada 21 September, sekitar 94 kilometer sebelah tenggara Pulau Roti. Penerbangan

di atas mengindikasikan yang terdapat di ZEE Indonesia utamanya adalah lapisan

minyak, dengan kadang kala gumpalan kecil minyak yang telah terurai. Bagian

utama tumpahan minyak kini berada lebih dari 248 kilometer dari garis pantai

Indonesia.

Australia terus memonitor situasi dan selalu memberi tahu Indonesia tentang

gerakan minyak dan lapisan minyak, dan upaya tanggap kami yang ekstensif. Kami

akan melakukan koordinasi secara dekat dengan pihak berwenang Indonesia tentang

upaya monitor mereka. Sebagai bagian dari tanggapan terus-menerus terhadap

tumpahan minyak, dua kapal tanggap memasuki ZEE Indonesia pada 23 September

2009 untuk melakukan operasi pengendalian dan pemulihan, dengan menggunakan

boom dan skimmer tumpahan minyak, pada gumpalan-gumpalan minyak yang lebih

kental yang terlihat dari pesawat udara. Upaya ini didukung oleh pesawat terbang di

udara untuk mengarahkan kapal ke gumpalan-gumpalan minyak yang lebih kental.

Australia memberi tahu Indonesia tentang kehadiran kapal tersebut dan kegiatan

mereka di ZEE Indonesia. Operasi ini selesai dilakukan dalam beberapa hari dan

9

kapal tersebut telah kembali ke ZEE Australia dan kini beroperasi di sekitar

anjungan.10

2. Apa kendala yang dihadapi dalam penerapan ketentuan yang diatur

dalam konvensi hukum laut 1982 terkait dengan penyelesaian

pencemaran lintas batas tersebut?

Kendala yang dihadapi dalam penerapan ketentuan yang diatur dalam

Konvensi Hukum Laut 1982 terkait penyelesaian pencemaran lintas batas antara

Indonesia dengan Australia antara lain adalah Hukum Laut lebih mengatur mengenai

"Tanggung Jawab Setiap Negara" Tidak diatur didalamnya perihal nilai ganti rugi

yang harus diberikan oleh Negara yang melakukan pencemaran. Meskipun UNCLOS

telah mengatur mengenai hak dan kewajiban setiap negara dalam mengelola

kekayaan hayati yang ada dilaut namun tetap saja ada kendala yang dihadapi dalam

penerapan UNCLOS dalam masalah yang terjadi antara Indonesia dengan Australia.

Salah satunya adalah penentuan ganti rugi yang dilihat dari sudut materiil tidaklah

diatur secara pasti didalam UNCLOS. Namun UNCLOS mengatur lebih kepada

"kewajiban" ganti rugi dengan kata lain pertanggung jawaban.

Kemudian kendala lainnya adalah Indonesia tidak mempunyai bukti yang

kuat untuk melakukan gugatan. Terkait dengan adanya laporan tes positif minyak

Australia akan membahas laporan ini dengan pemerintah Indonesia dan melakukan

pengujian sampel untuk dibandingkan dengan sampel dari minyak Montara atau

minyak yang lazim beredar di perairan Timur Indonesia. Australia menyatakan

sangatlah kecil kemungkinannya bahwa minyak Montara akan mencapai perairan

pesisir Indonesia. Terkait dengan Laporan Banyaknya Ikan yang mati, Australia

telah melakukan pengujian tingkat keracunan (toxicity) pada ikan yang terdapat di

sekitar tumpahan minyak di perairan Australia, dan hasilnya memperlihatkan

ketiadaan kontaminasi. Jenis dan jumlah minyak yang diamati di ZEE Indonesia

dipandang tidak mengakibatkan ancaman signifikan pada lingkungan laut. Terkait

dengan pernyataan adanya upaya tanggap dari Australia untuk menanggulangi

masalah ini.

10 Http://www.indonesia.embassy.gov.au/jaktindonesian/home.html (pernyataan Kedutaan

besar Australia di Indonesia terhadap Pers)

10

Kemudian kendala terakhir dalam penyelesaian masalah pencemaran lintas

batas ini adalah Indonesia tidak melakukan tindakan pencegahan sebagaimana telah

ditetapkan dalam UNCLOS 1982 Sejak terjadinya kasus kegagalan dalam

pengeboran yang dilakukan oleh PTTEP Australia di Montara, belum ada tindakan-

tindakan perlindungan ataupun pencegahan terhadap pencemaran lingkungan laut

dan biota laut di laut Timor dari pihak Indonesia sendiri, padahal dalam kasus ini

Indonesia merupakan negara yang wilayah lautnya tercemar oleh minyak yang

diakibatkan aktifitas pengelolaan laut negara tetangga Australia. Hal ini yang

memberatkan Indonesia manakala Indonesia akan membawa kasus Montara ke

Pengadilan Internasional, dikarenakan Indonesia sendiri tidak mengambil tindakan

penanggulangan yang cepat sejak terjadinya kebocoran.

11

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Menyikapi permasalahan ini sudah sepatutnya keduabelah pihak mengambil

langkah penyelesaian sesuai dengan yang telah diatur didalam UNCLOS

1982, dikarenakan kedua negara juga sama-sama telah meratifikasi UNCLOS

1982 sehingga kedua negara memiliki ikatan hukum dengan UNCLOS 1982

mana kala terjadi sengketa terkait dengan laut internasional.

Indonesia memang telah mengambil tindakan atas kasus pencemaran yang

terjadi, yaitu diawali dengan pembentukan posko untuk memonitor tumpahan

minyak Montara langsung ke lapangan yang telah dilakukan oleh Pemerintah

Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT). Kemudian WWF Indonesia membuat

press release tentang kasus Montara dan mendorong Pemerintah Indonesia

berkoordinasi dengan Pemerintah Australia untuk melindungi kawasan Coral

Triangle. Selain itu beberapa menteri RI (Luar Negeri, Perhubungan,

Kelautan dan Perikanan, serta Lingkungan) juga telah melakukan koordinasi

untuk menangani isu minyak Montara dan menunjuk Tim Nasional

Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut, yang diketuai

Freddy Numbed, untuk bernegosiasi tentang kompensasi. Kemudian

Indonesia mengajukan klaim kepada pemerintah Australia, yang menmbuat

diadakannya pertemuan tim advokasi pencemaran laut timor dan PTTEP.

Dalam klaimnya, indonesia mengajukan tuntutan ganti rugi kepada australia,

hanya saja Australia menolak dengan dalih tidak disertai dengan data yang

Valid.

Terkait dengan upaya kedua negara terhadap penanggulangan pencemaran

laut yang diakibatkan oleh ledakan kilang minyak di Australia ini, Asutralia

sendiri telah melakukan sedikitnya lima kali percobaan. Yang pada akhirnya

kebocoran berhasil ditutup menggunakan lumpur sebanyak 3.400 barel yang

dipompakan ke sumur minyak. Selama proses penanggulangan, Australia

menyatakan terus memberikan informasi yang terbaru kepada pihak

berwenang di Indonesia. Selain dengan menutup sumber ledakan dengan

lumpur, tindakan pembersihan besar-besaran berlangsung dengan

12

menerapkan pengurai dan melakukan operasi pengendalian dan pemulihan

dengan menggunakan boom dan skimmer.

Dimana upaya ini didukung oleh pesawat terbang di udara untuk

mengarahkan kapal ke gumpalan-gumpalan minyak yang lebih kental.

Australia memberi tahu Indonesia tentang kehadiran kapal tersebut dan

kegiatan mereka di ZEE Indonesia. Operasi ini selesai dilakukan dalam

beberapa hari dan kapal tersebut telah kembali ke ZEE Australia dan kini

beroperasi di sekitar anjungan.

Meskipun Kilang Minyak Montara tersebut merupakan milik dari suatu

Perusahaan Thailand, akan tetapi bila melihat pada prinsip tanggung jawab

negara maka Australia tetap harus bertanggung jawab sebagai negara tempat

pengeboran dilakukan dengan kata lain Tanggung Jawab tersebut merupakan

Tanggung jawab yang bersifat Absolut atau mutlak. Dikarenakan selain telah

melakukan pencemaran, pencemaran tersebut juga telah masuk dan

mencemari wilayah perairan Indonesia serta telah menyebabkan kerugian

bagi Indonesia khususnya penduduk sekitar laut Timor.

2. Kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan Konvensi Hukum Laut

1982 dalam kasus pencemaran lintas batas yang diakibatkan kilang minyak

montara ini adalah meskipun dalam UNCLOS 1982 dituliskan secara jelas

perihal tanggung jawab negara dalam akan tetapi UNCLOS 1982 tidak

menentukan sistem pengganti kerugian yang dapat dijadikan dasar dalam

penyelesaian kasus pencemaran lintas batas antara Indonesia dengan

Australia. Hal ini yang menjadi salah satu kendala bagi Indonesia dalam

menentukan besarnya ganti rugi yang harus dipenuhi Australia.

Bagi Indonesia sendiri kendala yang dihadapi dalam mengajukan klaim ganti

rugi terhadap pemerintah Australia adalah Indonesia tidak memiliki data-data

yang kuat untuk dapat dijadikan sebagai dasar tuntutan. Kemudian

pemerintah Australia cepat mengambil tindakan penanggulangan terhadap

pencemaran tersebut, sedangkan Indonesia yang dalam kasus ini merupakan

negara penderita, dikarenakan wilayah laut nya (Laut Timor) tercemar oleh

muntahan minyak yang berasal dari ledakan kilang minyak lepas pantai

13

Montara di Australia, lamban dalam melakukan pencegahan pencemaran.

Dikarenakan lambanya respon dari pemerintah Indonesia dalam menangani

kasus tersebut hal itu berdampak pada pertimbangan Indonesia untuk

mengangkat kasus ke pengadilan internasional, dikarenakan hal itu berarti

bahwa Indonesia tidak menjalankan MoU antara Indonesia dengan Australia

terkait dengan perlindungan laut dari pencemaran serta respon yang cepat

terhadap pencemaran laut antara kedua negara.

B. SARAN

1. Dalam melakukan penyelesaian sengketa pencemaran lintas batas tersebut

Indonesia dengan Australia sudah seharusnya kedua negara melakukan

penelitian serta melakukan pengambilan sampel langsung ke lapangan secara

bersama-sama, ditempat atau titik yang dirasa oleh kedua negara baik

Indonesia maupun Australia mengalami pencemaran langsung ataupun

terkena dampak dari pencemaran laut tersebut. Sebagaimana dijelaskan diats

bahwa Indonesia memang telah mengambil tindakan atas kasus pencemaran

yang terjadi, yaitu diawali dengan pembentukan posko untuk memonitor

tumpahan minyak Montara langsung ke lapangan yang telah dilakukan oleh

Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT). Akan tetapi seharusnya

Indonesia lebih memanfaatkan keberadaan Tim Nasional Penanggulangan

Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut, yang diketuai Freddy Numbed,

untuk mengambil tindakan cepat dan tanggap terhadap pencemaran laut

maupun dampaknya. Selain itu TIMNAS Penanggulangan Keadaan Darurat

tersebut tentunya memiliki hak penuh sebagai perwakilan dari Indonesia

untuk bernegosiasi maupun mengajukan gugatan kepada Australia.

2. Baik Indonesia maupun Australia, dalam menghadapi kasus pencemaran laut

baik itu terjadi didalam negara sendiri maupun kasus pencemaran lintas batas

seperti diatas, sudah seharusnya melakukan tindakan-tindakan sebagaimana

telah ditentukan dalam UNCLOS 1982, karena UNCLOS 1982 mengandung

dasar-dasar yang dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan sengketa terkait

dengan laut internasional. Terlebih Indonesia dan Australia merupakan

14

negara yang meratifikasi UNCLOS 1982, hal tersebut mengakibatkan

Indonesia dan Australia terikat secara hukum dengan negara-negara lain yang

juga telah meratifikasi UNCLOS 1982 walaupun hukum nasional dari

masing-masing negara tersebut juga memiliki hukum positifnya sendiri

terkait dengan pencemaran laut.

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku : D.J. Harris, 1983, Case and Materials on International Law, London : Sweet and

Maxwell, Edisi ke-3. Hermann Mosler, 1980, The International Society as A Legal Community, Nijhoff. Bin Cheng, 1987, General Principles of Law, Grotius Publications Limited,

Cambridge. David H, Ott, 1987, Public International Law in The Modern World, Pitman

Publishing, London. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 1999, Immunutas Kedaulatan Negara Di Forum

Pengadilan Asing, Alumni, Bandung. Rahardjo, Satjipto, 1994, Tinjauan Sosiologis Hukum Lingkungan, Jurnal Hukum

Lingkungan, Tahun I Nomor I, ICEL, Jakarta. Silalahi, Daud, 1994, Perangkat Hukum Nasional, Regional dan Internasional dalam

Pembangunan yang berkelanjutan, Jurnal Hukum Lingkungan, Tahun 1 Nomor 1, ICEL, Jakarta.

Em Juk Fajri, Ratu Aprilia Senja, Kamus besar Bahasa Indonesia, Difa Publisher. Amirudin, Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta. Starke, J. G., 2004, Pengantar Hukum Internasional 1, Sinar Grafika, Jakarta. Suwardi, Sri Setianingsih, 2006, Penyelesaian Sengketa Internasional, UI-Press,

Jakarta. Ibrahim, Johnny, 2006, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia,

Malang. Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro S.H. 1984, "Hukum Laut Bagi Indonesia", Sumur

Bandung, Bandung. Muhdar, Muhamad, 2011, Bahan Kuliah Metode Penelitian Hukum: Sub Pokok

Bahasan Penulisan Hukum Skripsi, Balikpapan. Dr. Hasjim Djalal, 1979, "Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum Laut, Penerbit

Binacipta, Bandung. Prijanto, Heru, 2007, "Hukum Laut Internasional", Bayumedia, Malang

16

Sucipto S.H., 1984, "Implementasi Konvensi Hukum Laut III Tentang Pencemaran Laut Dalam Rangka Wawasan Nusantara"

Dr. M. Daud Silalahi, 1992, "Pengaturan Hukum Lingkungan Laut Indonesia dan

Implikasinya Secara Regional", Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka Undang-Undang No. 1 Tahun 1973 tentang "Landas Kontinen Indonesia" 2. Undang-Undang : Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 Tentang “Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)” Undang-Undang No. 9 Tahun 1985 Tentang “Perikanan" Undang-Undang No. 17 Tahun 1985 (UU peratifikasi UNCLOS 1982) Undang-Undang No.5 Tahun 1990 Tentang “Konservasi Sumber Daya Alam dan

Ekosistemnya” Undang-Undang No. 21 Tahun1992 Tentang “Pelayaran” Undang-Undang No. 6 Tahun 1996 Tentang “Perairan Indonesia” Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang “Perlindumgan Lingkungan Hidup”

(UUPLH) Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran

dan/atau Pengrusakan Laut HIR pasal 130 dan Rbg pasal 154 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 1 Tahun 3. Konvensi : United Nation on The Law of The Sea (UNCLOS 1982) Liabillity Convention 1972 "The Convention on International Liability for Damage

Cause by Space Object 1972" Konvensi Jenewa 1958 " Convention on The Territorial Sea and Contiguous Zone" Deklarasi Stockholm tahun 1972 Deklarasi Juanda 13 Desember 1957 The Regulations the Procedur of International Conciliation Tahun 1961

17

Convention on Liability for Oil Pollution Damage 1969 Protocol 1992 (CLC 1969) 4. Website : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4e2e9db27e4f9/pemerintah-didesak-

tuntaskan-kasus-blok-montara Selasa, 26 Juli 2011. Diakses pada tanggal 16 agustus 2012

http://indomaritimeinstitute.org/?p=274, “Pencemaran Lingkungan , Tumpahan

Minyak dari Celah Timor Rusak Ekosistem Laut”. 24 Juli 2010, 2:56 am. Diakses pada tanggal 16 agustus 2012

http://rahmawidhiasari.blogspot.com/, “Mengkritisi Kelambatan Pemerintah dalam Penyelesaian Pencemaran Minyak Montara”. Senin, 05 Maret 2012. Diakses pada tanggal 16 agustus 2012

http://indomaritimeinstitute.org/?p=274, “Pencemaran Lingkungan , Tumpahan Minyak dari Celah Timor Rusak Ekosistem Laut”. 24 Juli 2010, 2:56 am. Diakses pada tanggal 16 agustus 2012

http://geografi-geografi.blogspot.com/2011/01/pengertian-lingkungan-hidup-

menurut.html http://organisasi.org/definisi-pengertian-laut-jenis-macam-laut-fungsi-peran-

manfaat-laut http://id.shvoong.com/law-and-politics/international-law/2117271-pengertian-laut

teritorial/#ixzz27z5gDDs3. 14 Februari, 2011 diakses pada tanggal 18 agustus 2012

http://www.ristek.go.id/?module=News%20News&id=5456 http://3jauhari.blogspot.com/2011/11/penyelesaian-sengketa-internasional.html http://www.antaranews.com/berita/323534/indonesia-harus-cepat-tangani-

pencemaran-minyak-montara http://www.brok.kkp.go.id/news/136/BROK-memantau-dampak-oil-blasting-

Montara/diakses pada tanggal 3 april 2013 pukul 18.00 WIB http://www.goblue.or.id/tumpahan-minyak-montara-terus-ancam-laut-timor http://www.migas.esdm.go.id/tracking/berita-kemigasan/detil/253897/Kronologi-

Tumpahan-Minyak-Montara

18

http://rahmawidhiasari.blogspot.com/2011/08/mengkritisi-kelambatan-pemerintah-dalam.html diakses pada 03 april 2013 pukul 16.00

Http://www.indonesia.embassy.gov.au/jaktindonesian/home.html (pernyataan

Kedutaan besar Australia di Indonesia terhadap Pers) http://www.indonesia.embassy.gov.au/jaktindonesian/home.html http://www.fajar.co.id/read-20111003092804-yptb-pertanyakan-keseriusan-

pemerintah http://pendidikandanhukum.blogspot.com/2011/06/tanggung-jawab-mutlak-strict-

liability.html http://materifakultashukum.blogspot.com/2012/04/hukum-laut-internasional-

dan.html http://linggaakmil98.blogspot.com/2011/03/v-behaviorurldefaultvml-o.htm


Recommended