Date post: | 29-Mar-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | independent |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa merupakan
sosok yang sangat berwibawa yang sering kali menjadi
panutan bagi masyarakat. Kata guru dalam bahasa Arab
disebut Mu’allim dan dalam bahasa Inggris guru disebut
dengan teacher yang memiliki arti A person whose
occupation is teaching others, yaitu seseorang yang
pekerjaannya mengajar orang lain.1
Latar belakang sosial ekonomi profesi seorang
guru kebanyakan kalangan menengah kebawah. Masih
sedikit sekali data yang menyebutkan kalangan sosial
ekonomi menengah keatas bersedia memilih sebagai
guru. Situasi ini penuh dengan beban moral dan
sosial yang menuntut hidupnya sesuai dengan apa yang
diajarkan, sesuai dengan apa yang diucapkan baik itu
dalam relasi sosialnya di sekolah maupun diluar
sekolah. Karena menjadi seorang guru harus benar-
benar menjalankan perannya sebagai seorang pengajar
dan pendidik. Guru pun mempunyai kode etik yang
tidak semua orang bisa menjalankannya. Ini semua
berkaitan dengan kepribadian dari individu yang
menjadi seorang guru.
1 Muhibbin Syah. (2003). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada. Hal. 222.
1
Dalam setiap studi ilmu kependidikan persoalan
yang berkenaan dengan guru dan jabatan guru,
seringkali di singgung bahkan menjadi salah satu
pokok bahasan yang mendapat tempat tersendiri. Guru
memegang kedudukan dan peranan yang strategis
terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui
pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang
diinginkan. Dari dimensi tersebut kedudukan dan
peranan guru sulit digantikan oleh orang lain.
Guru adalah orang yang memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan
masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan
di tempat tertentu, tidak mesti di lembaga
pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid,
surau, mushala, rumah, dan sebagainya.2 Maka guru di
jaman sekarang sudah mendapat arti yang luas lagi
dalam masyarakat. Semua orang yang pernah memberikan
suatu ilmu atau kepandaian tertentu kepda seseorang
atau sekelompok orang dapat disebut guru, misalnya:
guru silat, guru senam, guru mengaji, guru menjahit,
dan sebagainya.3 Namun dalam pembahasan berikutnya,
guru yang dimaksud adalah seseorang yang mengajar di
sebuah lembaga pendidikan, terutama di sekolah
2 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hal. 483 Ngalim Purwanto. Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis (2007): Bandung. PT. Rosdakarya. hal. 138
2
Dipandang dari dimensi pembelajaran peranan guru
dalam masyarakat Indonesia tetap dominan, sekalipun
tekhnologi yang dapat di manfaatkan dalam proses
pembelajaran tersebut. Maka dari itu, sejalan dengan
hakikat dan makna yang terkandung dalam topik
tersebut, masalah pokok yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah Peranan dan Kepribadian Guru di
Sekolah.
B.Rumusan Masalah
Dari penjelasan sebagaimana latar belakang
permasalahan di atas, maka rumusan masalah dalam
penulisan makalah ini adalah :
1.Bagaimana Peranan dan Kepribadian Guru di Sekolah?
2.Apa sajakah kode etik guru?
3.Bagaimana kepribadian seorang guru?
C.Tujuan Masalah
Adapun tujuan yang diharapkan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1.Untuk menjelaskan tentang kedudukan dan peran guru
di sekolah dan di masyarakat
2.Untuk mengerahui tentang Kode Etik Guru
3.Untuk mengetahui tentang kepribadian seorang guru
yang baik di sekolah maupuan di masyarakat.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peran Guru
1.Kedudukan dan Peran Guru
Guru dipandang sebagai sumber keteladanan
dan di tuntut berprilaku ideal secara normatif.
Maka muncullah berbagai sanjungan terhadap guru,
seperti digugu dan ditiru, pahlawan tanpa tanda jasa
dan pejabat mulia.
Peran guru disekolah di tentukan oleh
kedudukannya sebgai orang dewasa, sebagai
pengajar dan pendidik dan sebagai pegawai.
Sedangkan yang paling utama adalah kedudukannya
sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai
guru. Berdasarkan kedudukannya sebagai guru ia
harus menunjukkan kelakuan yang layak bagi guru
menurut harapan masyarakat4. Maka, seseorang yang
kedudukannya sebagai guru akan membatasi
kebebasannya dan dapat pula membatasi
pergaulannya5. Ia tidak akan diajak melakukan
kegiatan yang rasanya kurang layak bagi guru. Ia
akan mencari pergaulan terutama bagi kalangan
guru yang sependirian dengannya.
4 Prof. DR. S. Nasution, MA. Sosiologi Pendidikan. Hal:915 Muhammad Rifa’i. Sosiolagi Pendidikan. Hal:107
4
Kedudukan guru juga ditentukan oleh fakta
bahwa ia orang dewasa. Dalam masyarakat kita
orang yang lebih tua harus dihormati. Oleh sebab
guru lebih tua dari pada muridnya, maka
berdasarkan usianya ia mempunyai kedudukan yang
harus dihormati, apalagi karena guru juga
dipandang sebagai pengganti orang tua. Hormat
anak terhadap orang tuanya sendiri harus pula
diperlihatkannya terhadap gurunya dan sebaliknya
guru harus pula memandang muridnya sebagai anak.
Dalam struktur sosial didalam sekolah,
kedudukan guru lebih rendah daripada kepala
sekolah karena itu ia harus menghormatinya dan
bersedia mematuhinya dalam hal-hal mengenai
sekolah. Akan tetapi guru akan membawa norma-
norma dan kebudayaan yang diperolehnya dari
orangtuanya kedalam kelas yang diajarnya.
Walaupun guru berkat pendidikannya dapat
mempetinggi tingkat kulturalnya, ia akan tetap
terikat oleh latar belakangnya, yakni nilai-nilai
pedesaan golongan menengah-rendah yang mungkin
sekali berbeda dengan norma murid-murid,
khususnya dikota-kota. Banyak orang tua murid di
sekolah menengah yang golongan sosialnya lebih
tinggi dari gurunya.
2.Peranan Guru Sehubungan dengan Murid
5
Peranan guru dalam sehubungannya dengan
murid bermacam-macam. Menurut situasi interaksi
sosial yang dihadapinya, yakni situasi formal
dalam proses belajar mengajar didalam kelas dan
dalam situasi informal.
Dalam situasi formal, yakni dalam usaha
guru mendidik dan mengajar anak dalam kelas guru
harus sanggup menunjukkan kewibawaannya atau
otoritasnya, artinya ia harus mampu
mengendalikan, mengatur dan mengontrol kelakuan
anak.6
Adanya kewibawaan guru dapat di pengaruhi
oleh beberapa hal antara lain sebagai berikut:7
a) Anak-anak secara langsung mengharapkan guru
yang berwibawa dapat bertindak tegas untuk
menciptakan suasana disiplin dan mereka
bersedia mengakui kewibawaan itu. Bila ada
guru baru, mereka sering menguji sejauh
manakah kewibawaan guru itu. Mereka lebih
senang bila guru menang dalam pengujian
kewibawaan guru itu.
b) Guru dipandang sebagai pengganti orang tua,
lebih0lebih pada tingkat SD. Bila dirumah
anak itu mematuhi ibunya, lebih mudah ia
menerima dan mengakui kewibawaan guru.
6 Prof. DR. S. Nasution, MA. Sosiologi Pendidikan. Hal:927 Muhammad Rifa’i. Sosiolagi Pendidikan. Hal:115
6
c) Pada umumnya, tiap orang mendidik anaknya gar
patuh kepada guru. Bila guru digambarkan
sebagai orang yang harus dihormati, sebagai
orang yang berhak menghukum pelanggaran anak.
Bila orang tua senantiasa memihak guru dalam
segala tindakannya, guru lebih mudah
menegakkan kewibawaannya.
d) Guru dapat memelihara kewibawaannya dengan
menjaga adanya jarak sosial antara dirinya
dengan murid. Kewibawaan akan lenyap bila
guru itu terlampau akrab dengan murid dan
bersenda gurau dengan mereka. Sekalipun dalam
situasi formal, guru harus senantiasa menjaga
kedudukannya sebagai guru dan tidak menjadi
salah seorang anggota yang sama dengan anal-
anak.
e) Guru harus selalu disebut “ibu guru” dan
“bapak guru” dan julukan itu memperoleh
kedudukan sebagai orang yang dituakan.
f) Dalam kelas, guru duduk atau berdiri di depan
murid. Posisi menonjol itu memberikannya
kedudukan yang lebih tinggi dari pada mudrid
yang harus duduk dengan tertib di bangku
tertentu.
g) Guru disediakan ruang guru yang khusus yang
tidak boleh dimasuki murid begitu saja.
7
h) Guru-guru muda yang ingin bergaul dengan
murid sebagai kakak akan dinasehati oleh
guru-guru yang berpengalaman agar senantiasa
menjaga jarak dengan murid dan jangan
terlampau rapat dengan mereka.
i) Wibawa guru juga diperoleh dari kekuasaannya
untuk menilai ulangan atau ujian murid dan
menentukan angka rapor dan dengan demikian
menentukan nasib murid, apakah ia naik atau
tinggal kelas. Namun, ada saja guru yang
menyalahgunakan kekuasaan itu hingga diberi
julukan killer.
j) Namun, kewibawaan yang sejati diperoleh guru
berdasarkan kepribadiannya. Kepribadian harus
dibentuk berkat pengalaman. Kepribadian
diperoleh dengan wujud norma-norma yang
tinggi pada diri guru seperti rasa tanggung
jawab, yang nyata dalam ketaatan waktu,
persiapan yang cermat, kerajinan memeriksa
pekerjaan murid, kesediaan membimbing,
kesabaran, ketekunan, kejujuran dan
sebagainya.
Dalam situasi informal, yakni guru dapat
mengendorkan hubungan formal dan jarak sosial,
misalnya suatu rekreasi, berolahraga, berpiknik
atau kegiatan lainnya. Murid-murid menyukai guru
8
yang pada waktu-waktu demikian dapat bergaul
dengan lebih akrab dengan mereka8
Hubungan guru dan murid mempunyai sifat
yang stabil, yaitu sebagai berikut:9
a)Ciri khas hubungan ini ialah bahwa terdapat
status yang tak sama antara guru dan murid.
Guru itu secara umum diakui mempunyai status
yang lebih tinggi dan karena itu dapat
menuntut murid untuk menunjukkan kelakuan
yang sesuai dengan sifat hubungan itu. Bila
anak itu meningkat sekolahnya, ada
kemungkinan ia mendapat kedudukan yang lebih
tinggi dan sebagai siswa pasca sarjana ia
dapat diperlakukan sebagai manusia yang
matang dan dewasa, jadi banyak sedikit status
yang mendekat status dosen.
b)Dalam hubungan guru murid biasanya hanya
murid yang diharapkan mengalami perubahan
kelakuan sebagai hasil belajar. Setiap orang
yang mengajar akan mengalami perubahan
kelakuan. Sedangkan, murid harus
memperlihatkan dan membuktikan bahwa ia
mengalami perubahan kelakuan.
c)Aspek ketiga ini bertalian dengan aspek
kedua, yakni bahwa perubahan kelakuan yang
8 Prof. DR. S. Nasution, MA. Sosiologi Pendidikan. Hal:949 Muhammad Rifa’i. Sosiolagi Pendidikan. Hal:117
9
diharapkan mengenai hal-hal tertentu yang
lebih spesific, misalnya agar anak menguasai
bahan pelajaran tertentu.
d)Guru akan lebih banyak mempengaruhi kelakuan
murid bila dapat memberi pelajaran dalam
kelas hubungan itu tidak sepihak, seperti
terdapat dalam metode ceramah. Akan tetapi,
hubungan interaktif dengan partisipasi yang
sebanyak-banyaknya dari pihak murid. Hubungan
itu akan lebih efektif dalam kelas yang kecil
daripada di kelas yang besar.10
Ada klasifikasi lain tentang peranan guru,
yakni dengan membedakan tipe guru yang dominatif
mendominasi atau menguasai murid, menentukan dan
mengatur kelakuan murid, serta menginginkan
konformitas dalam kelakuan mereka.
Guru tidak banyak mencampuri, mengatur,
atau menegur pekerjaan anak, tetapi
membiarkannya bekerja menurut kemampuan dan cara
masing-masing. Dengan demikian, terjadi
integritas atau keharmonisan guru dan anak tanpa
menimbulkan pertentangan. Guru yang bersikap
integratif ini cocok bagi pengajaran atau
kurikulum yang student-centered. Sikap serupa ini
lebih mengembangkan kepribadian anak menjadi
10 Nasution. 1983:78-79
10
orang yang dapat berdiri sendiri, dapat memilih
sendiri dengan penuh tanggung jawab.
3.Peran Guru dalam Masyarakat11
Peranan guru dalam masyarakat anatara lain
tergantung pada gambaran masyarakat tentang
kedudukan guru. Kedudukan sosial guru berbeda
dari jaman ke jaman, dari negara ke negara.
Pekerjaan guru selalu di pandang dalam
hubungannya dengan ideal membangun bangsa. Guru-
guru menerima harapan masyarakat agar mereka
menjadi syuri tauladan bagi anak didiknya. untuk
itu guru harus mempunyai moral yang tinggi.
Guru hendaknya mengenal masyarakat agar
dapat berusaha menyesuaikan pelajaran dengan
keadaan mesyarakat sehingga relevan.
Ini penting sekali agar dalam proses
pembelajaran dan sosialisasi terhadap anak didik
tidak terjadi pertarungan nilai dan pengetahuan
antara sekolah dan masyarakat. Kalaupun terjadi
perbedaan, bisa didialogkan secara humanis dan
memberi pencerahan yang bermanfaat untuk
masyarakat agar lebih maju.
4.Guru Bukan Buruh Belaka12
Dalam penelitian oleh pusat penelitian dan
studi pendidikan (PPSK) universitas gajah mada
11 Prof. DR. S. Nasution, MA. Sosiologi Pendidikan. Hal:9512 Prof. DR. S. Nasution, MA. Sosiologi Pendidikan. Hal:97
11
di kampong “Diraprajan” Yogyakarta lebih dari
dua pertiga kelompok pegawai negeri, tenaga
professional, administrasi dan guru,
berpenghasilan tinggi yakni diatas Rp 15.000,-
seminggu atau Rp 60.000,- per bulan (kompas 29
oktober 1982). Namun diakui bahwa status sosial
guru tidak semata-mata ditentukan oleh
pendapatannya.
5.Peranan Guru dalam Hubungannya dengan Guru-Guru
Lain dan Kepala Sekolah
Interaksi atau hubungan dalam klik
informal sering memegang peranan dalam mengambil
berbagai keputusan. Maka, besar faedahnya bila
kepala sekolah mengetahui adanya berbagai macam
kelompok serta hubungan antar-kelompok itu, atau
pertentangan diantaranya.
Pengetahuan itu dapat membantu kepala
sekolah untuk menggerakkan seluruh staf guru
untuk tujuan tertentu. Ia dapat bekerja dan
mencapai tujuannya melalui kelompok informal
ini. Gur-guru lebih mudah menerima sesuatu
melalui guru-guru yang dipandangnya sebagai
sahabat. Mungkin juga terdapat persaingan antar-
kelompok yang dapat dimanfaatkan kepala sekolah
untuk berlomba-lomba mencapai prestasi yang
lebih baik. Akan tetapi, persaingan antar
12
kelompok mempunyai pengaruh yang merugikan.
(Nasution, 1983:79-80)
Interaksi antar guru juga terjadi melalui
wadah resmi, seperti KORPRI dan PGRI. Sebagai
pegawai negeri dan anggota KORPRI, tiap guru
harus menaati segala peraturan kepegawaian dalam
melakukan tugasnya. Bagi guru, ini berarti bahwa
ia harus hadir pada tiap pelajaran agar jangan
merugikan murid.
Guru-guru cenderung bergaul dengan sesama
guru. Guru terikat oleh norma-norma menurut
harapan masyarakat yang dapat menjadi hambatan
untuk mencari pergaulan yang tidak dibebani oleh
tuntutan-tuntutan tentang kelakuan tertentu.
B. Kepribadian Guru
1.Pribadi Guru
Guru merupakan sumber pengetahuan utama
bagi murid-muridnya, namun pada umumnya orang
tidak memandang guru sebagai orang yang pandai
yang tidak mempunyai inteligensi tinggi,
melainkan pada stereotip guru yang beragam13
2.Perkembangan Pribadi Guru
Kepribadian guru terbentuk atas pengaruh
kode kelakuan seperti yang diharapkan oleh
masyarakat sekitar. Guru harus menjalankan
13 Prof. DR. S. Nasution, MA. Sosiologi Pendidikan. Hal:102
13
peranannya menuruy kedudukannya dalam berbagai
situasi sosial. Kelakuan yang tidak sesuai dengan
peranan itu akan mendapat kecaman dan harus
dielaknya. Sebaliknya kelakuan akan
diinternalisasikan dan menjadi suatu aspek dari
kepribadiannya.
3.Ciri-Ciri Stereotip Guru
Secara garis besar, terdapat beberapa ciri-
ciri stereotip guru, yaitu sebagai berikut:14
a. Guru tidak memperlihatkan kepribadian yang
fleksibel.
b. Guru pandai menahan diri.
c. Guru cenderung menjauhkan diri karena hambatan
batin untuk bergaul secara intim dengan orang
lain.
d. Guru berusaha menjaga harga diri dan merasa
keterikatan kelakuannya pada norma-norma yang
berkenaan dengan kedudukannya.
e. Guru cenderung bersikap otoriter dan ingin
menggurui dalam diskusi.
f. Guru cenderung bersikap konservatif, baik dalam
pendiriannya maupun dalam hal-hal lahiriyah
seperti mengenakan pakaian.
g. Guru pada umumnya tidak didorong oleh
motivasi yang kuat untuk menjadi guru.
14 Muhammad Rifa’i. Sosiolagi Pendidikan. Hal:107
14
Seorang memasuki lembaga pendidikan guru
sering pilihan lain tertutup.
h. Guru pada umumnya tidak memiliki ambisi yang
kuat untuk mencapai kemajuan.
i. Guru lebih cenderung mengikuti pimpinan dari
pada memberi pimpinan.
j. Guru dipandang kurang agresif dalam
menghadapi berbagai masalah.
k. Guru cenderung memandang guru-guru sebagai
kelompok yang berbeda dari pekerja lainnya.
l. Guru menunjukkan kesediaan untuk berbakti dan
berjasa15
4.Memilih Jabatan Guru
Siapakah yang memilih jabatan guru?
Pekerjaan guru mempunyai ciri-ciri tertentu.
Apakah orang yang menjadi guru mempunyai
kepribadian yang sesuai dengan pekerjaan itu?
Memilih jabatan sering tidak rasional.
Lulusan SMA tidak bebas memilih dan memperoleh
jurusan dan fakultas menurut keinginan masing-
masing. Karena keterbatasan tempat dan banyaknya
calon maka seorang menerma apa saj yang
diperoleh dan merasa beruntung walaupun
tempatnya itu tidak sesuai dengan keinginan atau
bakatnya. Studi khusus yang mendalam perlu
15 Nasution,1983:104-105
15
dilakukan untuk meneliti riwayat hidup dan
motivasi individu yang bersangkutan.
Tak dapat disangkal kebanyakan guru
bekerja dengan penuh dedikasi yang menunjukkan
kesediaan tinggi untuk berbakti kepada
pendidikan anak dan masyarakat. Sekalipun guru
tidak menonjolkan upah finansial ia juga manusia
biasa yang harus menghidupi keluarganya. Maka
sudah selayaknya nasib guru mendapat perhatian
pemerintah dan masyarakat.
5.Ketegangan dalam Profesi Keguruan
Menurut nasution, profesi guru memiliki
ketegangan yang disebabkan oleh beberapa hal
berikut:
1) Tiap pekerjaan mengandung aspek-aspek yang
dapat menimbulkan ketegangan, apakah
pekerjaan diplomat, penerbang sopir, dokter
ataupun guru. Ketegangan itu tidak hanya
ditentukan oleh sifat pekerjaan, tetapi juga
bergantung pada orang yang melakukannya.
Ketegangan timbul sebagai akibat hambatan
untuk mencapai kepuasan yang dicari individu
dari kedudukannya.
2) Gaji pekerja atau pegawai pada umumnya tidak
tinggi bila dibandingkan dengan gaji di
16
negara maju, atau dibandingkan dengan guru di
Malaysia atau singapura.
3) Mengenai status guru di dalam masyarakat,
dapat kita selidiki pendapat banyak orang.
Guru banyak berasal dari golongan rendah atau
menengah-rendah dan memandang jabatan sebagai
guru sebagai jalan untuk mendapatkan status
yang lebih tinggi. Status guru yang tidak
begitu tinggi dalam mata masyarakat dan tidak
begitu jelas bagi guru mungkin akan
mengecewakan dan dapat mengganggu kestabilan
kepribadiannya.
4) Otoritas guru untuk menghukum atau memberi
penghargaan pada murid. Tidak selalu sama
pendapat mesyarakat apa yang harus dihargai
atau dihukum sehingga dapat menimbulkan suatu
ketegangan.
5) Ketegangan juga dapat ditimbulkan oleh
persoalan apakah pekerjaan guru dapat diakui
sebagai profesi? Tanpa melalui pendidikan
keguruan, seseorang dapat mengajar.
6) Sumber ketegangan berikutnya juga terletak
pada pekerjaan guru didalam kelas. Disitu
diuji kemampuannya dalam profesinya,
kesanggupannya untuk mengatur proses belajar
17
mengajar agar berhasil baik sehingga
memuaskan bagi setiap murid.
Profesi guru juga memiliki sisi
kesenjangan yang bisa menimbulkan konflik
internal dan eksternal. Kesenjangan yang dapat
menimbulkan konflik di antara para guru antara
lain sebagai berikut:
1) Kesenjangan antara guru dan para birokrat,
yang memperoleh tunjangan struktural yang
kini naik melangit disertai berbagai
fasilitas lainnya.
2) Kesenjangan antara guru dan dosen. Ketika
dosen sudah lama memperoleh tunjangan
fungsional, guru hanya sekedar mendapat apa
yang disebut dengan tunjangan tenaga
pendidikan.
3) Kesenjangan guru menurut jenjang pendidikan,
misalnya antara guru SD, SLTP dan SLTA yang
di masa lalu berada di lingkungan pengelolaan
yang berbeda.
4) Kesenjangan antara guru pegawai negeri yang
digaji oleh negara dan guru swasta yang
digaji oleh pihak swasta.
5) Kesenjangan antara guru pegawai tetap dan
guru honorer yang tidak seimbang dengan
tuntutan kerja.
18
6) Kesenjangan antara guru yang bertugas di
kota-kota dan guru yang bertugas di wilayah
pedesaan atau daerah terpencil, terutama
dalam hal pendapatan, kesempatan melanjutkan
studi, kesempatan mengikuti perkembangan dan
tugas yang lebih berat.16
Guru zaman sekarang berada di posisi
tersandung, terjebak dan terbebani. Hal ini
dikaitkan dengan jabtan guru dan selalu
dikaitkan dengan rujukan nilai-nilai yang
bersifat normatif sehingga selalu dipandang
sebagai jabatan mulia.
Masyarakat tidak mau tahu, yang penting
guru harus berprilaku sesuai sengan norma itu.
Di masa lalu, dalam kondisi kehidupan sosial
budaya yang masih homogen, mungkin hal itu dapat
diwujudkan oleh guru. Namun, zaman telah berubah
karena pesatnya perkemmbangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Telah terjadi pergeseran nilai
yang menjurus ke hal-hal yang bersifat
materialis dan lahiriyah.
Dengan perkembangan inni, banyak pihak
yang memperoleh peningkatan kualitas kehidupan
dalam aspek status sosial dan ekonomi, sementara
para guru masih tertinggal jauh dan dibiarkan
16 Surya, 2004:2
19
terus tertinggal. Karena penilaiannya hanya
semata-mata lahiryah saja, ketertinggalan dalam
aspek materi lahiriyah telah membuat terjadinya
erosi terhadap penghargaan bagi para guru.
Guru dengan penuh kesadaran telah berusaha
untuk mewujudkan kinerjanya sesuai dengan
tuntutan dan harapan masyarakat. Namun, guru
masih tetap dan terus dituntut tanpa
keberpihakan untuk memerhatikan realitasnya
sebagai manusia. Keadaan inilah yang membuat
guru tersandung. Dalam suasana reformasi yang
ditandai dengan keterbukaaan da demokratisasi,
guru mencoba keluar dari belenggu-belenggu
sanjungan yang justru sering membuat terpasung
dan tersandung.
C.Kode Etik Guru17
1.Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya
untuk membentuk manusia pembangunan yang
berpancasila.
1) Guru menghormati hak individu dan kepribadian
anak didiknya masing-masing.
2) Guru berusaha mensukseskan pendidikan yang
serasi (jasmaniah dan rohaniah) bagi anak
didiknya.
17 Drs. M. Ngalim Purwanto, MP. Administrasi dan supervise pendidikan. Hal:156
20
3) Guru harus menghayati dan mengamalkan
pancasila.
4) Guru dengan bersungguh-sungguh
menginfestasikan pendidikan moral pancasila
bagi anak didiknya.
5) Guru melatih dalam memecahkan masalah-masalah
dan membina daya kreasi anak didik agar kelak
dapat menunjang masyarakat yang sedang
membangun.
6) Guru membantu sekolah di dalam usaha
menanamkan pengetahuan ketrampilan pada anak
didik.
2.Guru memiliki kejujuran professional dalam
menerapkan kurikulum sesuia dengan kebutuhan nak
didik masing-masing.
1) Guru menghargai dan memperhatikan perbedaan
dan kebutuhan anak didiknya masing-masing.
2) Guru hendaknya luwes di dalam menerapkan
kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik
masing-masing.
3) Guru memberikan pelajaran di dalam dan di
luar sekolah berdasarkan kurikulum tanpa
membeda-bedakan jenis dan posisi orang tua
muridnya.
3.Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam
memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi
21
menghindarkan diri dari segala bentuk
penyalahgunaan.
1) Komunikasi guru dan anak didik di dalam dan
di luar sekolah dilandaskan pada rasa kasih
sayang.
2) Untuk berhasilnya pendidikan, maka guru
harus mengetahui kepribadian anak dan latar
belakang keluarganya masing-masing.
3) Komunikasi guru ini hanya diadakan semata-
mata untuk kepentingan anak didik.
4.Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan
memlihara hubungan dengan orang tua murid denga
sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
1) Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah
sehingga anak didik betah berada dan belajar
di sekolah.
2) Guru menciptakan hubungan baik dengan orang
tua murid sehingga terjalin pertukaran
informasi timbal balik untuk kepentingan
anak didik.
3) Guru senantiasa menerima dengan dada lapang
setiap kritik membangun yang disampaikan
orang tua murid/masyarakat terhadap
kehidupan sekolahnya.
4) Pertemuan dengan orang tua murid harus
diadakan secara teratur.
22
5.Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat
di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang
lebih luas untuk kepentingan masyarakat
pendidikan.
1) Guru memperluas pengetahuan masyarakat
mengenai profesi keguruan.
2) Guru turut menyebarkan program-program
pendidikan dan kebudayaan kepada masyarakat
sekitarnya, sehingga sekolah tersebut turut
berfungsi sebagai pusat pembinaan dan
pengambangan pendidikan dan kebudayaan di
tempat itu.
3) Guru harus berperan agar dirinnya dan
sekolahnya dapat berfungsi sebagai unsur
pembaru bagi kehidupan dan kemajuan
daerahnya.
4) Guru turut bersama-sama masyarakat sekitarnya
di dalam berbagai aktifitas.
5) Guru mengusahakan tercipanya kerja sama yang
sebaik-baikny antara sekolah, orang tua
murid, dan masyarakat bagi kesempurnaan usaha
pendidikan atas dasar kesadaran bahwa
pendidikan merupakan tanggung jawab bersama
antara pemerintah, orang tua murid dan
masyarakat.
23
6.Guru secara sendiri-sendiri dan atau bersama-
sama mengembangkan dan meningkatkan mutu
profesinya.
1)Guru melanjutkan studinya dengan:
a)Membaca buku-buku;
b)Mengikuti loka karya, seminar, gerakan
koperasi, dan pertemuan-pertemuan
pendidikan dan keilmuan lainnya.
c)Mengikuti penataran.
d)Mengadakan kegiatan-kegiatan penelitian.
2)Guru selalu berbicara, bersikap, dan
bertindak sesuai dengan martabat profesinya.
7.Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara
sesame guru baik berdasarkan lingkungan kerja
maupun didalam hubungan keseluruhan.
1)Guru senantiasa saling bertukar informasi,
pendapat, saling menasehati dan bantu
membantu satu sam lainnya, baik dalam
hubungan kepentingan pribadi maupun dalam
menunaikan tugas profesinya.
2)Guru tidak melakukan tindakan-tindakan yang
merugikan nama baik rekan-rekan seprofesinya
dan menunjang martabat guru baik secara
keseluruhan maupun secara pribadi.
24
8.Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan
meningkatkan organisasi guru professional
sebagai sarana pengabdiannya.
1) Guru menjadi anggota dan pendidikan dan
membantu organisasi guru yang bermaksud
membina profesi dan pendidikan pada umumnya.
2) Guru senantiasa berusaha bagi peningkatan
persatuan diantara sesama pengabdi
pendidikan.
3) Guru senantiasa berusaha agar menghindarkan
diri dari sikap-sikap, ucapan-ucapan dan
tindakan-tindakan yang merugikan organisasi.
9.Guru melaksanakan segala ketentuan yang
merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
pendidikan.
1) Guru senantiasa tunduk pada kebijaksanaan dan
ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang
pendidikan.
2) Guru melakukan tugas profesinya dengan
disiplin dan rasa pengabdian.
3) Guru berusaha membantu menyebarkan
kebijaksanaan dan program pemerintah dalam
bidang pendidikan kepada orang tua murid dan
masyarakat sekitarnya.
25
4) Guru berusaha menunjang terciptanya
kepemimpinan pendidikan di lingkungan atau
daerahnya sebaik-baiknya.
(Dikutip dari buku Landasan Organisasi PGRI)
BAB III
PENUTUP
Peran guru disekolah di tentukan oleh kedudukannya
sebagai orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik dan
sebagai pegawai. Peranan guru dalam sehubungannya
dengan murid bermacam-macam. Menurut situasi interaksi
sosial yang dihadapinya, yakni situasi formal dalam
proses belajar mengajar didalam kelas dan dalam situasi
informal.
Guru adalah front terdepan dalam pelaksanaan
pendidikan. Operasional pendidikan pada tingkatan mikro
atau lapis dasar (gras root) adalah ditingkat
institusional atau satuan pendidikan dan instruksional.
Padahal pada tingkat ini pendidikan berlangsung di
front yang paling depan dimana terjadi interaksi
langsung antara pendidik dan peserta didik dalam
interasi pendidikan, serta berada pada posisi yang
paling dekat dengan orang tua atau wali murid dan
masyarakat. Dalam posisi ini orang tua dan masyarakat
26
dapat mengamati dari dekat bagaimana berlangsungnya
pendidikan untuk anak-anak mereka. Guru sebagai pihak
yang berada ditingkat instruksional berhadapan langsung
dengan peserta didik dalam proses instruksional harus
memperoleh otonomi pedagogis dan profesional untuk
melaksanakan tugas-tugas sebagai pendidik. Guru sebagai
perancang pengajaran, manager pengajaran, pengarah
pembelajaran, pembimbing peserta didik dan penilai
hasil belajar, maka merekalah yng sesungguhnya
mempunyai otonomi dalam memberikan informasi hasil
belajar, tapi kenyataan hingga saat ini guru lebih
banya diperlakukan sebagai komponen obyek dan bukan
sebagai subyek insan pendidikan. Sudah seharusnya guru
memperoleh preoritas sentral dalam pemberdayaan otonomi
pedagogisnya dalam mewujudkan kinerja pendidikan.
Mengingat besarnya peran guru pada tingkat
institusional dan instruksional, maka guru harus
dijadikan sumber informasi proses dan hasil pendidikan
dari anak didik yang menjadi tanggung jawabnya. Guru
harus diberdayakan dalam keikutsertaannya dalam
evaluasi dan proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
27
Muhibbin Syah. (2003). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Ngalim Purwanto. Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis (2007):Bandung. PT. Rosdakarya.
Rifa’i, Muhammad. Sosiologi Pendidikan : Struktur dan InteraksiSosial di Dalam Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Ar-RuzzMedia. 2011
S. Nasution. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : BumiAksara, 1999
Surya, Mohammad. (2003). Percikan Perjuangan Guru, Semarang:Aneka Ilmu
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. (2002). StrategiBelajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
28