Date post: | 19-Jan-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | khangminh22 |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
1
PERANAN PEMBIMBING AGAMA DALAM
MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN BAGI ANAK-ANAK
YATIM DI YAYASAN RUMAH HARAPAN KOTA
BOGOR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Sosial (S.Sos)
Oleh:
Ghaly Insani
NIM. 11140520000046
PROGRAM STUDI BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2021
i
ABSTRAK
Ghaly Insani, Peranan Pembimbing Agama Dalam Mewujudkan
Kemandirian Bagi Anak-Anak Yatim di Yayasan Rumah Harapan
Kota Bogor, di bawah bimbingan M. Jufri Halim, S.Ag., M.Si.
Dalam proses perkembangan anak, orang tua memiliki
peranan yang sangat penting dalam upaya pembentukan dan
mengantarkan kepribadian anak di masa yang akan datang.
Walaupun ibu merupakan peletak dasar-dasar pembentukan
karakter anak, sebab ibu adalah termasuk sekoleh yang pertama
atau dikenal sebagai “al-ummu madrasatul ulaa” (Ibu adalah
sekolah pertama).
Dalam kondisi yang sama, seorang Ayah juga memili peran
yang tidak kalah pentingnya, karena keduanya saling memberikan
kettapi peran ayah juga penting dalam rkaitan di dalam
menyuguhkan kasih saying untuk membentuk dna mengantarkan
kepribadian dan masa depan anak dalam keluarga. Bukankah,
begitu banyak kasus, di mana anak berada dalam kondisi
kepribadian yang rapuh, akibat terjadinya perselisihan dan
persengketaan antara kedua orang tuanya. Dampak dari masalah
suami istri tersebut, anak menjadi korban akibat perhatian dan
kasih saying keduanya yang tak lagi dirasakan oleh anak anak di
dalamnya.
Demikian halnya dengan anak-anak yang kehilangan salah
satu figur orang tuanya, baik kehilangan Ibu maupun Ayahnya.
Pastilah akan terjadi satu keadaan yang dapat mengganggu
perkembangan kepribadiaan anak di maksud. Anak yang tidak
mendapat kasih sayang dan perhatian orang tuanya terutama sosok
ayah sering kali pemurung, labil, dan tidak percaya diri. Oleh
karenanya diperlukan sebuah penanganan yang komprehensif,
seperti uapaya bimbingan kepada anak yatim di maksud, sehingga
mereka dapat hidup secara mandiri, wajar dan normal dengan
bekal pengetahuan dan keterampilan untuk berani menghadapi
realitas kehidupan serta memiliki bekal untuk mengaktualisasikan
dirinya dan bisa hidup secara mandiri ditengah-tengah masyarakat.
Hasil dari penelitian ini adalah bentuk mengetahui proses
dan bentuk kemandirian Anak-anak Yatim di Yayasan Rumah
ii
Harapan Kota Bogor, yaitu berupa kemandirian emosi, ekonomi,
intelektual dan sosial.
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam proses
penelitian ini yaitu metode kualitatif, dengan melihat secara
langsung berupa wawancara, observasi dan pendalaman dokumen
dalam pelaksanaan bimbingan kemandirian tersebut, yaitu berupa
metode langsung baik secara individu maupun secara kelompok
dan metode tidak langsung.
Kata Kunci: Peran, Bimbingan, dan Kemandirian Anak Yatim.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, yang selalu memberikan
pertolongan kepada hambanya yang selalu berusaha dan
tak lupa berdoa, karena atas berkat rahmat dan hidayah-
Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam
kepada Nabi Muhammad SAW berserta keluarga dan
sahabatnya yang selalu istiqomah menjalankan ajaran-Nya.
Penulis selalu bersyukur atas tahap demi tahap
dalam penyelesaian skripsi ini sampai dengan selesai masih
diberikan kesempatan untuk menyelesaikannya meskipun
penulis sadari bahwa setiap karya ilmiah pasti tidak ada
yang sempurna. Pada kelemahan penulis tersebut, penulis
mengharapkan kritik serta saran yang membangun dan
bermanfaat bagi penulis dalam penulisan skripsi.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis juga
mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, baik berupa
moril maupun materil. Maka pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada segenap orang yang
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini:
1. Suparto, M,Ed., Ph.D., sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Siti Napsiyah, S.Ag.,
BSW., MSW., sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik,
Dr. Sihabuddin Nur, M.Ag., selaku Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum, Drs. Cecep Castrawijaya, M.A.,
iv
selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan
Kerjasama,
2. M. Jufri Halim, S.Ag., M.Si., sebagai pembimbing skripsi
yang selalu sabar dalam memberikan arahan, nasehat dan
bimbingannya kepada penulis selama proses penyusunan
skripsi.
3. Ir. Noor Bekti Negoro, SE, M. Si. Selaku Ketua Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang telah membimbing
dan memotivasi penulis selama pelaksanaan penelitian.
4. Artiarini Puspita Arwan, M.Psi. Selaku Sekretaris Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang telah banyak
membantu kebutuhan akademis untuk mahasiswa,
khususnya penulis.
5. Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A. Selaku Dosen Penasehat
Akademik Jurusan Bimbangan dan Penyuluhan Islam
angkatan tahun 2014.
6. Kedua Orang Tua , Kakak, Adik dan Pakde penulis, Bapak
Budi Santoso, Endang Budi Astuti, Ghandur Insani,
Muhammad Insani dan Bapak Rahardjo yang selalu
memberikan kasih sayang, dukungan, support dan doa
tiada henti untuk penulis.
7. Kepada pihak Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor Bapak
Atsari Asujud Selaku Pembimbing Agama, Ibu Tia Selaku
Staff yang sangat baik membantu dan menerima penulis
untuk melakukan penelitian di Yayasan Rumah Harapan
Kota Bogor.
v
8. Kepada Dekky Rosiantoni yang telah meluangkan
waktunya untuk membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi dan selalu memberikan support kepada penulis.
9. Kepada seluruh teman-teman BPI 2014 dan khusus untuk
Yanti Purnamasari serta Zulfahmi. Terima kasih atas
semua bantuannya.
10. Kepada seluruh Dosen Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi atas
segala keikhlasan dan ikhtiyarnya telah memberikan ilmu
dan pengetahuannya kepada para saya secara pribadi
sebagai salah satu mahasiswa di Jurusan BPI.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu. Terima kasih telah banyak membantu penulis
dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala
jasa yang telah diberikan. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu masukan dan
saran untuk perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Dan
semoga skripsi ini bisa bermanfaat.
Jakarta, 07 Mei 2021
Penulis,
(Ghaly Insani)
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................... 1
B. Perumusan dan Batasan Masalah ................................. 7
1. Batasan Masalah................................................ 7
2. Rumusan Masalah ............................................. 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................... 8
1. Tujuan Penelitian .............................................. 8
2. Tujuan Khusus .................................................. 8
3. Manfaat Penelitian ............................................ 8
D. Tinjauan Pustaka .......................................................... 9
E. Metode Penelitian ....................................................... 10
1. Pendekatan Penelitian ..................................... 10
2. Lokasi Penelitian ............................................. 11
3. Subjek dan Objek Penelitian ........................... 12
4. Sumber Data .................................................... 13
5. Teknik Pengumpulan Data .............................. 13
6. Teknik Analisis Data ....................................... 14
F. Sistematika Penulisan ................................................. 14
BAB II LANDASAN TEORI ..................................................... 17
A. Penelitian Peranan ...................................................... 17
B. Pengertian Pembimbing Agama ................................. 18
C. Tujuan dan Fungsi Pembimbing Agama .................... 22
D. Kemandirian ............................................................... 24
E. Pengertian Kemandirian ............................................. 25
F. Ciri-Ciri Orang yang Mandiri ..................................... 26
vii
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian...... 28
H. Anak Yatim dan Pembinaannya ................................. 41
I. Pengertian Anak Yatim ................................................ 43
J. Batasan Usia Baligh Anak Yatim ................................ 44
K. Pandangan Islam Terhadap Anak Yatim .................... 45
L. Pembinaan Yatim Menurut Agama Islam .................. 47
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN ............................. 52
A. Sejarah Berdirinya Yayasan ....................................... 52
B. Perkembangan Rumah Harapan ................................. 53
C. Visi dan Misi Yayasan Rumah Harapan .................... 53
D. Struktur Organisasi Rumah Harapan.......................... 54
E. Sarana dan Prasarana .................................................. 55
F. Program-Program Yayasan Rumah Harapan .............. 56
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS ........................................ 62
A. Data Informan Penelitian ........................................... 62
B. Peranan Pembimbing Agama Bagi Kemandirian Anak
Yatim di Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor ............. 68
C. Peranan Pembimbing Agama Dalam Mewujudkan
Kemandirian Menurut Keinginan Masyarakat ................ 74
D. Kesesuaian Peranan Pembimbing Agama Dalam
Mewujudkan Kemandirian Bagi Anak-Anak Yatim yang
ada di Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor Dengan
Keinginan Masyarakat .................................................... 75
BAB V PEMBAHASAN ............................................................ 77
A. Bimbingan Agama Untuk Kemandirian ..................... 77
B. Pelaksanaan Bimbingan Agama dan Kemandirian di
Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor ............................ 80
BAB VI PENUTUP .................................................................... 86
A. Kesimpulan ................................................................ 86
B. Saran ........................................................................... 86
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial, yang ditetapkan
sebagai makhluk yang paling sempurna “ahsani taqwim” yang
di dalam penciptaan Allah SWT, berbeda dengan makhluk-
makhluk lainnya, manusia dibekali akal agar senantiasa dapat
membedakan mana perbuatan baik dan mana perbuatan buruk,
dengan akal ini pula agar manusia bisa berbuat baik kepada
sesamanya. Selain itu, manusia juga ditetapkan sebagai
khalifah di muka bumi, karenanya manusia berkewajiban
menjaga dan merawat alam semesta. Allah berfirman dalam
suratal-Baqarah ayat 30 yang artinya:
ا ىكة ان ي جاعل فى الرض خليفة قالوواذ قال ربك للمل
س لك ء ونحن نسب ح بحمدك ونقد ما اتجعل فيها من يفسد فيها ويسفك الد
علمون قال ان ي اعلم ما ل ت
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: ”Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal
kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
2
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”1
ت خير ع لح ت الص قي وة الدنيا والب ند رب ك ثوابا المال والبنون زينة الحي
خير امل و
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan
dunia...” (QS. Al-Kahfi: 46).2
Allah SWT telah memberikan kita semua nikmat dan
karunia yang tiada terkira. Di antara nikmat yang paling besar
dan paling berharga yang diberikan Allah kepada manusia
salah satunya adalah dianugrahkan anak-anak di dalam
keluarga. Allah SWT berfirman,
Kehadiran seorang anak merupakan harapan bagi
setiap orang tua, sekaligus merupakan kebahagiaan yang
sempurna bagi para orang tua. Selain hal tersebut anak
merupakan amanah yang nanti menjadi bagian yang harus
dipertanggungjawabkan di hadapannya. Dalam banyak
literatur, keberhasilan orang tua mengantarkan anak anaknya
menjadi pribadi yang shaleh atau shalehah akan menjadi dan
membuat para orang tua bahagia, terlebih dimana ia mampu
memberikan syafa’at bagi kedua orangtuanya.
Anak yang shaleh shalehah akan mampu mencegah
kedua orang tuanya dari siksa api neraka karena jika anak
tidak mampu diantarkan menjadi anak shaleh / shalehah dalam
1 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 1993), hlm. 13. 2 M. Fauzi Rahman, Islamic Teen Parenting: Pendidikan Anak Usia
Tamyiz dan Baligh (7-15 Tahun), (Jakarta: Erlangga, 2014), hlm. 2.
3
sebuah keluarga, maka orangtualah yang akan memperoleh
akibat sebagai bentuk pertanggungjawaban di akhirat kelak3.
Allah S.W.T berfirman yang artinya:
يا أيها الذين آمنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا وقودها الناس والحجارة
ما أمرهم ويفعلون ما يؤمرون عليها ملئكة غلظ شداد ل يعصون الل
”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan”.(QS. At-Tahrim: 6)4
Di dalam banyak kasus ternyata tidak banyak anak-
anak yang memperoleh kesempatan bersama orang tuanya.
Sebagian anak ada yang ditinggal orang tuanya, baik dia yatim
atau yatim piatu karena mereka tidak memperoleh kasih
sayang yang utuh dari Bapak dan Ibunya.
Tidak setiap anak beruntung dalam menjalani
kehidupannya. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan bahwa
anak harus kehilangan orang tuanya karena sesuatu alasan,
seperti menjadi yatim piatu atau bahkan yatim piatu. Hal ini
mengakibatkan kebutuhan psikologis anak menjadi kurang
dapat terpenuhi dengan baik, terutama jika tidak adanya orang
yang dapat dijadikan panutan atau untuk diajak berbagi,
bertukar pikiran dalam menyelesaikan masalah.
Sejatinya anak yatim memiliki kondisi psikis seperti
anak-anak lain. Mereka senang bermain, bergurau, dan cerita
3 Abdullah Nashih Ulwan, Mencintai dan Mendidik Anak Secara
Islami, (Yogjakarta: Darul Hikmah, 2009), cet.1, hlm. 236. 4 Departement Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, jilid X,
(Jakarta: PT Bumi Aksara,1993), hlm. 203.
4
dalam kesehariannya. Hanya saja pada saat tertentu mereka
tidak memperoleh kasih sayang seorang ayah. Mereka tidak
mendapati adanya pelindung dan tempat mengadu jika ada
masalah dengan teman-temannya. Namun, akal mereka yang
belum sempurna tidak mempedulikannya terlalu lama. Jika
ada aktifitas lain yang mengalihkan perhatiannya, maka
ingatnya akan perlunya seorang ayah segera lenyap.
Sayangnya, peristiwa keseharian sering pula mengundangnya
kepada kebutuhan akan sayang seorang ayah.
Islam mengajarkan agar anak-anak kurang mampu dan
anak yatim diasuh sebaik-baiknya, baik yang menyangkut
perkembangan kejiwaannya maupun yang menyangkut
kebutuhan jasmananya. Salah satunya dengan bimbingan
kepada orang yang membutuhkan, termasuk bagi anak-anak
yatim, yaitu dengan cara memberi kasih sayang atau memberi
semangat secara material dan moril. Dengan memberi nasihat,
pembimbing dapat memberikan kecerahan batinnya dengan
melalui pendekatan-pendekatan yang tepat untuk
perkembangan emosi anak pembimbing dapat menggunakan
pendekatan-pendekatan seperti pendekatan psikologi,
sosiologi juga pendekatan agama.
Pola asuh orang tua merupakan lahan yang subur bagi
pertumbuhan rasa, cipta dan karya anak. Namun bagaimana
dengan anak kecil yang ditinggal oleh orang tuanya sehingga
menjadi yatim atau yatim piatu pada keluarga yang tidak
mampu atau sebab lain sehingga anak tidak pernah
5
memperoleh pendidikan, pelayanan dan sentuhan dari nilai-
nilai agama sejak kecil, Sehingga dibutuhkan metode
bimbingan agama terhadap anak, karena anak merupakan
generasi penerus bangsa dan agama, yang akan meneruskan
cita-cita para pendahulu.
Secara lahir maupun batin, anak yatim itu mengalami
hambatan dalam perkembangan jiwanya (emosi) untuk
menyesuaikan diri di masyarakat apalagi mereka yang berada
dalam keadaan ekonomi sangat lemah, perasaannya akan
bertambah minder dan sebagainya, mereka tidak mempunyai
sandaran dalam hidup, hanya tinggal menerima kenyataan
dalam mengarungi kehidupan yang penuh tantangan ini.
Sehingga merupakan keharusan dalam agama Islam untuk
mengasuh dan melindungi serta menolong anak-anak yatim.
Mengasuh anak-anak yatim sebaiknya di dalam rumah
tangga agar perkembangan jiwanya lebih baik, tidak tersaing
dari kehidupan anak-anak pada umumnya. Jika keadaan tidak
memungkinkan, tidak ada salahnya diasuh di sebuah yayasan
atau panti asuhan sebagaimana dapat kita saksikan di banyak
tempat. Bila anak-anak kurang mampu diasuh di panti asuhan,
yang harus menjadi perhatian ialah bagaimana mengatasi
kejiwaan anak-anak kurang mampu jangan sampai merasakan
kekurangannya hingga merasa rendah diri terhadap anak-anak
yang lain yang lebih mampu.
6
Yayasan atau panti asuhan berdiri sebagai wujud usaha
untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial anak
yatim, piatu, yatim piatu dan anak dari keluarga miskin bagi
masyarakat. Anak-anak yang ditampung tersebut adalah anak-
anak yang tidak mempunyai ayah, ibu atau keduanya dan
anak-anak dari keluarga miskin sehingga orang tua tidak
mampu memberikan kehidupan yang layak bagi anak.
Yayasan ini berfungsi sebagai lembaga sosial di mana
dalam kehidupan sehari-hari, anak diasuh, dididik, dibimbing,
diarahkan, diberi kasih sayang, dicukupi kebutuhan sehari-
hari. Anak asuh juga diberi keterampilan-keterampilan
sebagai bekal untuk mencari penghidupan sendiri setelah
lepas dari pengasuhan. Agar anak tidak kehilangan suasana
seperti dalam keluarga, yayasan atau panti asuhan berusaha
memberikan pelayanan yang terbaik pada mereka dan
menggantikan peran keluarga bagi anak.
Di dalamnya para pengasuh berusaha secara maksimal
mungkin untuk mengantikan peran ayah dengan tujuan
memberikan pelayanan kesejahteraan kepada anak-anak
yatim, piatu, yatim piatu dan miskin dengan memenuhi
kebutuhan fisik, mental dan sosial agar kelak mereka mampu
hidup layak dan hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat.
Pengalaman anak yatim yang didapatkan selama
dalam pengasuhan panti asuhan diharapkan dapat menjadi
bekal bagi mereka untuk dapat berperilaku mandiri sebagai
7
bekal untuk menggantikan peran ayah dalam keluarga mereka
karena setelah keluar yayasan sudah tidak mempunyai
tanggung jawab lagi terhadap kehidupan anak asuhnya kecuali
untuk anak-anak asuh yang mempunyai prestasi khusus panti
membiayai dan memfasilitasi mereka. Contohnya anak-anak
yang berprestasi akademik dibiayai dan difasilitasi agar bisa
melanjutkan kuliah.
Dengan demikian di sebuah yayasan atau panti asuhan
tersebut harus di tumbuhkan kemandiriaannya, di timbbulkan
kepercayaannya terhadap kemampuannya untuk hidup wajar
sebagai manusia yang terhormat, tidak beda dengan anak-anak
lainnya yang lebih mampu. Dari latar belakang di atas, maka
penulis mengadakan penelitian tentang ”Peranan
Pembimbing Agama Dalam Mewujudkan
Kemandirian Bagi Anak-Anak Yatim di Yayasan
Rumah Harapan Kota Bogor” yang nantinya di harapkan
akan menjadikan pelajaran yang berharga bagi penulis dan
bermanfaat bagi masyarakat.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
1. Batasan Masalah
Untuk membatasi pembahasan dalam skripsi ini,
maka penulis memfokuskan diri pada 10 anak yatim
(piatu), tidak termasuk dhuafa yang memperoleh
bimbingan agama di yayasan dengan konsentrasi pada
peran pembimbing agama untuk membentuk
kemandirian anak yatim.
8
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana peranan pembimbing agama dalam
mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim di
Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor?
b. Apa kesulitan peran pembimbing agama dalam
mewujudkan kemandirian anak-anak yatim di
Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menggambarkan peranan pembimbing agama di
Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor dalam mewujudkan
kemandirian terhadap anak-anak yatim. Selanjutnya akan
dijabarkan tujuan secara khusus yaitu:
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui peranan pembimbing agama dalam
mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim, di
Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor.
b. Untuk mengetahui kesulitan peran pembimbing
agama dalam mewujudkan kemandirian anak-anak
yatim di Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor.
3. Manfaat Penelitian
a. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan
informasi atau masukan bagi penulis khususnya, dan
instansi terkait atau masyarakat yang
9
berkepentingan dalam mewujudkan kemandirian
terhadap anak-anak yatim dengan bimbingan
agama.
b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan evaluasi bagi pihak Yayasan Rumah Harapan
Kota Bogor yang bersangkutan dalam aktifitasnya
untuk lebih memberdayakan dan mewujudkan
kemandirian anak-anak yatim.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan
pustaka terhadap beberapa skripsi terdahulu yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian. Ada sebuah hasil penelitian
yang sama dengan penelitian ini. Maka, penulis akan
menjadikan beberapa skripsi terdahulu untuk menjadi bahan
perbandingan, diantaranya:
1. Skripsi, Taufik Hidayat dengan judul “Program
Kemandirian Anak Asuh Di Panti Asuhan Yatim Putri
‘Aisyiyah Serangan Yogyakarta” Adapun hasil dari
hasil penelitian ini menekankan pada pengelolaan
program dalam upaya-upaya memandirikan anak asuh
yang ada di Panti Asuhan Yatim Putri ‘Aisyiyah
Serangan Yogyakarta. Pengelolaan tersebut dilakukan
dengan cara terstruktur dan sitematis serta
berkesinambungan sehingga tujuan dari program
kemandirian anak asuh yang dilaksanakan dapat
tercapai.
10
2. Skripsi, Nur Habib dengan judul “Pembinaan Akhlak
Anank Asuh Di Panti Asuhan Yatim Putra Islam An-
Nur Bantulklarang Ringinharjo Bantul” Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa Pembinaan Akhlak
Anank Asuh Di Panti Asuhan Yatim Putra Islam An-
Nur menggunakan metode pendampingan dengan
konseing keagamaan hasi yang dicapai ditandai dengan
perubahan sikap yang lebih baik seperti sholat lima
waktu.
3. Skripsi, Ari Dwijayanti dengan judul “Strategi
Mensejahterakan Santri Yatim (Studi Kasus Pada
Pondok Pesantren Al-Hidayah Desa Karangwuluh,
Kec. Temon, Kab. Kulonpeogo)” Adapun hasil dari
hasil penelitian ini memberikan pelayanan social
ekonomi dengan mengelola koperasi guna
mensejahterakan anggotanya khususnya menumbuh
kembangkan pengalaman kewirausahaan dikalangan
santri.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan deskriptif kualitatif, dimana peneliti
menekankan narasi dan catatan dengan deskripsi yang
rinci, detail, serta mendalam dalam rangka menjabarkan
keadaan yang sebenar-benarnya di lapangan sehingga hal
tersebut mampu untuk menunjang berlangsungnya proses
11
penyajian data nanti nya. Peneliti memiliki ranah untuk
memasukkan unsur analisis pribadinya namun tidak boleh
lepas dari makna sebenarnya di lapangan melalui deskripsi
kata-kata. Dalam pendekatan deskriptif, segala narasi yang
dibangun berpotensi memunculkan keterangan akan
keadaan sebenarnya di lapangan.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Yayasan Rumah
Harapan Yatim, Piatu, dan Dhuafa yang lokasinya terletak
di Jl. Raya Pemda No.47 RT 05, RW 01, Kelurahan
Kedunghalang Kota Bogor. Ada pun alasan konkrit
pengambilan lokasi ini adalah:
a. Sejak dahulu yayasan ini telah aktif untuk mencari
maupun menemukan anak-anak telantar di jalanan
yang kategorinya adalah kehilangan banyak hak untuk
hidup seperti hak mengenyam pendidikan, kasih
sayang, maupun bimbingan untuk menuju kehidupan
yang lebih berkualitas.
b. Yayasan ini menangani anak-anak Yatim, Piatu, dan
Dhuafa yang memang membutuhkan bantuan baik
secara materi maupun moral.
c. Yayasan ini memiliki pola pelaksanaan bimbingan
keagamaan yang diterapkan, dan tentunya
berlandaskan dengan ajaran maupun nilai keislaman
12
untuk kemudian diterapkan dalam rangka mendidik
para anak asuh agar memiliki kemandirian islami.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian yang dimaksud disini adalah
dalam arti lain bertindak sebagai informan atau orang yang
memberi informasi maupun jawaban kepada para peneliti.
Teknik penentuan informan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah purposive sampling dimana informan
(sampel) yang diambil bersifat selektif berdasarkan
kesesuaian informasi dan kapasitas seorang informan
dalam mewakili populasi.
Informan yang diambil adalah berupa informan
kunci yang diwakili oleh pembimbing/pengasuh Yayasan
Rumah Harapan di Kota Bogor, kemudian beberapa anak
asuh sebagai informan pendukung yang mampu untuk
menguatkan fakta di lapangan melalui jawaban-jawaban
real nya.
Objek dalam penelitian ini adalah dengan
memfokuskan pada peranan bimbingan keagamaan yang
selama ini dilakukan, bahkan dikembangkan oleh yayasan
dalam rangka mencetak kemandirian islami bagi para
peserta didik (anak asuh) dengan berlandaskan nilai-nilai
dan ajaran keislaman murni bersumber dari Al-Qur’an dan
Sunnah, serta rujukan lain yang relevan.
13
4. Sumber Data
Dalam penelitian ini, sumber data diperoleh secara
langsung oleh peneliti melalui jawaban-jawaban dari
narasumber atau pun informan sehingga disebut data
primer. Lalu ada juga sumber data yang diperoleh dari
berbagai pustaka ilmiah seperti buku, thesis, jurnal, serta
skripsi dari berbagai sumber akademik sehingga disebut
sebagai data sekunder karena sifatnya telah ada (tanpa
dicari oleh peneliti).
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Menurut Spradley observasi merupakan teknik
untuk menggali data dari sumber yang berupa tempat,
aktivitas, benda atau rekaman gambar. Melalui observasi
dapat dilihat dan dapat dites kebenaran terjadinya suatu
peristiwa atau aktivitas. Observasi dapat dilakukan secara
langsung dan tidak langsung, dengan mengambil peran
atau tidak berperan. Observasi dilakukan secara langsung
dengan cara mengamati dan mempelajari pola bimbingan
keagamaan yang diterapkan oleh Yayasan Rumah
Harapan di Kota Bogor.
b. Wawancara
Teknik wawancara, merupakan teknik penggalian
data melalui percakapan yang dilakukan dengan maksud
14
tertentu, dari dua pihak atau lebih. Dalam penelitian ini
teknik yang digunakan adalah wawancara mendalam,
dimana antara peneliti dan informan berada pada situasi
santai sehingga pembicaraan yang dilakukan tidak terlalu
kaku dan terkesan biasa, demi mendapatkan informasi
mendalam.
6. Teknik Analisis Data
Yang dimaksud analisa adalah satu proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data dalam pola,
kategori dan satuan uraian dasar. Dalam teknis analisis
data yang penulis gunakan adalah analisis deskriptif,
dimana semua data yang penulis peroleh dari hasil
pengamatan dan wawancara, lebih dulu penulis
kelompokkan sesuai dengan persoalan yang telah
ditetapkan, lalu menganalisanya secara sistematis.
Penulis juga menggunakan teori untuk dapat membahas
masalah penelitian.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam penyusunan skripsi ini,
maka penulis akan memberikan penjelasan dan gambaran
ke dalam beberapa bab, yaitu :
Bab I Pendahuluan: Dalam bab ini penulis
menggambarkan beberapa hal yang meliputi tentang latar
belakang yang menjadi awal pemikiran dalam mengambil
judul skripsi ini, perumusan dan pembatasan masalah,
15
tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian
tinjauan pustaka, serta sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teori: Dalam bab ini penulis
memaparkan teori-teori tentang pengertian peranan,
pengertian pembimbing agama, tujuan dan fungsi
pembimbing agama, kemandirian yang didalamnya
menerangkan pengertian kemandirian, ciri-ciri orang yang
mandiri, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
kemandirian, serta anak yatim dan pembinaannya (meliputi
pengertian anak yatim, batasan usia baligh anak yatim,
pandangan Islam terhadap anak yatim, dan pembinaan
yatim menurut agama Islam).
Bab III Gambaran Umum Yayasan Rumah
Harapan Kota Bogor: Pada bab ini penulis akan
memaparkan gambaran umum Yayasan Rumah Harapan
Kota Bogor ke dalam beberapa aspek yang terdiri dari
sejarah berdirinya, visi dan misi, bidang cakupan kegiatan
fasilitas, dan sarana penunjang bagi anak-anak yatim yang
bermukmin.
Bab IV Temuan dan Analisis Data: Pada bab ini
terdiri dari deskripsi dan analisis data peranan pembimbing
agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak
yatim di Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor, kemudian
peranan pembimbing agama yang diinginkan masyarakat,
serta kesesuaian peranan pembimbing agama dalam
mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim yang ada
16
di Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor, dengan keinginan
masyarakat.
Bab V Pembahasan: Bagian ini berisi uraian yang
mengaitkan teori dan hasil penelitian. Teori digambarkan
sebagai analisis yang akan membedah data dari temuan
penelitian.
Bab VI Penutup: Pada bab ini, yaitu bab terakhir
yang meliputi kesimpulan dan saran.
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Peranan Pembimbing Agama
1. Pengertian Peranan
Peranan kata dasarnya adalah “peran” yang berarti
perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan dalam masyarakat.5 Dalam kamus modern,
peran diartikan sesuatu yang menjadi kegiatan atau
memegang pemimpin yang utama.6 Sedangkan dalam
kamus ilmiah, peran mempunyai arti orang dianggap sangat
berpengaruh dalam kelompok masyarakat dan
menyumbangkan pemikiran maupun tenaga demi suatu
tujuan.7 Kata peran dapat berakhiran “an” menjadi peranan
yang mempunyai arti tindakan yang dilakukan seseorang
dalam suatu peristiwa.8
David Berry mendefinisikan “peranan” sebagai
seperangkat harapan- harapan yang dikenalkan pada
individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.9
Harapan-harapan tersebut, merupakan imbangan dari
5 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2002), Cet. Ke-2 h. 854 6 Wjs. Poerwadarminta, Kamus Modern, (Jakarta: Jembatan, 1976),
Cet. Ke-2, h. 473 7 Media Center, Kamus Ilmiah Populer, (Jakarta: Mitra Press, 2002),
Cet. Ke-1, h. 251 8 Depdiknas, op. cit., h. 854 9 David Berry, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada 1995), Cet. Ke-3, h. 99
18
norma-norma sosial, oleh karena itu dapat dikatakan
peranan-peranan tersebut ditentukan oleh norma-norma di
dalam masyarakat, artinya seseorang diwajibkan untuk
melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di
dalam pekerjaannya.
Dalam persepektif ilmu psikologi sosial “peranan
didefinisikan dengan suatu perilaku atau tindakan yang
diharapkan oleh orang lain dari seorang yang memiliki
suatu status di dalam kelompok tertentu”.10
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa peranan
adalah bagian yang dimiliki seseorang dalam suatu
kegiatan atau peristiwa di masyarakat baik dengan
menyumbangkan pikiran maupun tenaga demi suatu
tujuan.
2. Pengertian Pembimbing Agama
Menurut kamus Bahasa Indonesia pembiming
adalah orang yang membimbing atau menuntun.11
Bimbingan merupakan terjemahan dari kata Inggris
“guidance” yang berasal dari kata kerja “to guide” yang
berarti “menunjukan”.
A.M. Romly berpendapat bimbingan adalah
“bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu
10 W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Jakarta: PT Eresco, 1988), h. 135 11 Depdiknas, op. cit., h. 152
19
atau kelompok dalam mengatasi kesulitan- kesulitan di
dalam kehidupannya agar supaya individu itu dapat
mencapai kesejahteraan hidupnya”.12
Dewa Ketut Sukardi berpendapat bimbingan adalah
sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu
yang dilakukan sacara berkesinambungan supaya individu
tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga dia
sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara
wajar, sesuai dengan tuntunan dan keadaan lingkunan sekolah,
keluarga, dan masyarakat.13
Dari pendapat-pendapat di atas dapat dipahami
bahwa pembimbing adalah seseorang yang memberikan
bantuan atau pertolongan kepada orang lain baik itu
individu maupun kelompok yang dilakukan secara
berkesinambungan agar individu tersebut dapat
mengembangkan dirinya secara maksimal sesuai dengan
potensi atau kemampuannya.
Sedangkan agama menurut Harun Nasution berasal
dari kata “ad-din”, religi (relegere, religare) dan agama.
Dalam bahasa arab berarti menguasai, menundukan, patuh,
balasan, dan kebiasaan. Sedangkan dari religi (latin) atau
relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian
12 A. M. Romly, Penyuluhan Agama Menghadapi Tantangan Baru,
(Jakarta: PT Bina Rena Pariwara), Cet. Ke-1 h. 11 13 Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksana Program Bimbingan dan
Konseling, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), Cet. Ke-1, h. 18
20
religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari
dua suku kata “a” berarti “tidak” dan “gam” berarti “pergi”
artinya “tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun
temurun”.14
Berdasarkan dari pengertian kata-kata tersebut,
menurut Harun Nasution inti sari dari agama adalah ikatan-
ikatan yang harus dipatuhi atau harus dipegang manusia,
yang merupakan kekuatan yang lebih tinggi dari kekuatan
manusia sebagai kekuatan ghaib yang tidak dapat
ditangkap dengan panca indera. Namun mempunyai
pengaruh yang sangat besar sekali terhadap kehidupan
manusia sahari-hari.15
Quraish Shihab berpendapat bahwa agama adalah
hubungan antara makhluk dan khalik. Hubungan ini
mewujudkan dalam sikap batinnya serta tampak dalam
ibadah yang dilakukannya dan tercermin dalam sikap
kesehariannya.16
Glock dan Stork sebagaimana yang dikutip
Djamaludin Ancok mengemukakan bahwa agama adalah
keyakinan, nilai, dan perilaku yang terlembagakan yang
14 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta:
Universitas Indonesia Press, 1985), Cet. Ke-5, h. 9-10 15 h.10 16 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-qur’an, Fungsi dan Peran
Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1992), Cet. Ke-2, h.
210
21
semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang
dihadapinya sebagai yang paling dimaknai.17
Sedangkan Hendro Puspito mendefinisikan agama
sebagai suatu kepercayaan dan praktek dengan nama suatu
masyarakat atau kelompok manusia berjaga-jaga menghadapi
masalah terakhir di dunia ini.18
Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan di
atas penulis mencoba memahami bahwa agama adalah
sebuah sistem kepercayaan yang diyakini sebagai kekuatan
yang lebih tinggi dari kekuatan menusia dimana manusia
berserah diri kepada-Nya, dan hanya kepada-Nya manusia
menjalani ritual keagamaan tersebut yang tercermin dalam
perilakunya sehari-hari.
Sehingga dari pengertian pembimbing dan agama di
atas maka dapat dijelaskan bahwa pembimbing agama
adalah seseorang yang memberikan bimbingan berupa
Agama Islam kepada penerima manfaat atau sasaran
dengan bantuan secara mental spiritual yang dilakukan
secara berkesinambungan sehingga mereka dapat
memahami dirinya sendiri dan mampu mengatasi segala
permasalahan yang dihadapinya dengan tetap berserah diri
17 Djamaludin Ancok dan Fuad Nasori Soroso, Psikologi Islam atas
Problem-Problem Psikolog, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), Cet. Ke-2, h. 76
18 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: BPK Gunung
Mulia, 1996), Cet. Ke-2, h. 35
22
kepada Allah, sehingga dapat membantunya mencapai
perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial.
3. Tujuan dan Fungsi Pembimbing Agama
Pembimbing agama seperti yang dikemukakan di
atas adalah seseporang yang memberikan bimbingan
berupa agama Islam. Adapun tujuan bimbingan agama
Islam sendiri menurut Aunur Rahim Faqih bahwa dengan
membagi secara umum dan khusus yang dirumuskan
sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi
manusia seutuhnya agar mencapai kebahagian di
dunia dan di akhirat
b. Tujuan Khusus
1. Membantu individu mengatasi masalah yang sedang
dihadapinya.
2. Membantu individu memelihara dan mengembangkan
situasi dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar
tetap lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber
masalah bagi dirinya dan orang lain.19
Sedangkan fungsi dari bimbingan agama Islam
menurut Ahmad Mubarok, dapat dibagi menjadi empat
tingkatan:
19 Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta
UI Press, 2001), Cet. Ke-2, h. 31
23
1. Fungsi pencegahan atau preventif, yaitu membantu
individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah
bagi klien, fungsi ini ditujukan kepada orang-orang
yang selalu disibukan oleh duniawi dan materi atau
orang yang menghadapi keruwetan hidup.
2. Fungsi kuratif atau korektif yaitu memberi bantuan
kepada klien dalam memecahkan masalah yang sedang
dihadapinya atau dialaminya.
3. Fungsi pemeliharaan, yaitu membantu klien yang
sudah sembuh agar tetap sehat, tidak mengalami
problem yang pernah dihadapi. Kegiatan ini dapat
dilakukan dengan membentuk semacam klub yang
anggotanya para klien atau eks-klien dengan
menawarkan program-program yang terjadwal
misalnya ceramah keagamaan atau keilmuan, dll.
4. Fungsi pengembangan atau developmental, yaitu
pembimbing atau konselor dalam fungsi ini adalah
membantu klien yang sudah sembuh agar dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya pada kegiatan
yang lebih baik.20
Sedangkan menurut M. Arifin, agar tugas sebagai
pembimbing agama dapat dilaksanakan dengan baik,
maka bimbingan dan penyuluhan harus dilakukan fungsi
sebagai berikut:
20 Ahmad Mobarok
24
1. Mengusahakan agar anak dapat terhindar dari segala
gangguan dan hambatan yang mengancam kelancaran
proses perkembangan dan pertumbuhan yaitu
gangguan berupa mental/spiritual, dan hambatan yang
berupa jasmaniah (fisik)
2. Membantu memecahkan kesulitan yang dialami oleh
tiap anak.
3. Melakukan pengarahan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak sesuai dengan kenyataan bakat,
minat, dan kemampuan yang dimiliki sampai kepada
titik optimal yang mungkin dicapai.
Fungsi Khusus bimbingan dan penyuluhan adalah:
1. Fungsi menyesuaikan pribadi anak dengan kemajuan
dalam perkembangannya secara optimal.
Fungsi mengadaptasikan program pelajaran agar sesuai dengan
bakat, minat, kemampuan serta kebutuhan anak.21
B. Kemandirian
Dalam rangka memahami apa yang dimaksud dengan
kemandirian, maka ada baiknya diketahui dahulu pengertian
kemandirian. Definisi kemandirian telah banyak diungkap oleh
para ahli meskipun dalam memberikan pengertiannya mereka
menggunakan istilah yang berbeda-beda.
21 M. Arifin
25
1. Pengertian Kemandirian
Para ahli psikologi telah membuat rumusan tentang
pengertian kemandirian. Dalam Kamus Psikologi, yang ditulis
oleh A. Budiardjo et. Al, Independensi atau kemandirian adalah
suatu kecenderungan tidak bergantung pada orang lain dalam
membuat keputusan.
Bhatia memberikan pengertian kemandirian dengan
menggunakan istilah independency yaitu “kemandirian
merupakan perilaku yang aktivitasnya diarahkan kepada diri
sendiri, tanpa mengharapkan pengarahan dari orang lain dan
berusaha untuk mencoba menyelesaikan permasalaahnya
sendiri tanpa meminta bantuan kepada orang lain”.
Seifert dan Hoffnung menyebut kemandirian dengan
menggunakan istilah autonomi yaitu, kemampuan untuk
menentukan dan mengatur baik pikiran, perasaan maupun
tindakannya sendiri secara bebas dan bertanggungjawab yang
ditunjukan dengan kemampuan untuk membuat pilihan sendiri.
Sedangkan menurut Seto Mulyadi, pengertian
kemandirian bukan hanya sekedar berkaitan dengan hal-hal
yang bersifat psikologis seperti kemampuan untuk menentukan
pilihan atau keputusannya sendiri.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian kemandirian
adalah kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri baik fisik maupun psikis tanpa bantuan dari orang lain,
26
yang meningkat seiring dengan tingkat kematangannya, dimana
di dalamnya mengandung kebebasan, inisiatif, kepercayaan diri
yang kuat, ketegasan diri dan bertanggungjawab.
Namun demikian, dalam konteks anak jalanan atau
anak-anak secara umum pengaruh lingkungan sekitarnya sangat
berpengaruh dalam membentuk pola kehidupan mereka.
Artinya bahwa kemandirian yang ada pada diri anak jangan
dibiarkan berkembang tanpa adanya arahan dan bimbingan.
Arahan dan bimbibngan tetap harus memperhatikan
perkembangan anak.
2. Ciri-Ciri Orang yang Mandiri
Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian
yang penting dimiliki setiap individu, sebab selain dapat
mempengaruhi performance seseorang, kemandirian juga dapat
membantu seseorang mencapai tujuan hidupnya, prestasi,
kesuksesan serta memperoleh penghargaan.
Sebagai salah satu aspek kepribadian, kemandirian
meliputi aspek fisik maupun psikis seseorang. Setiap aspek
kepribadian itu meliputi sistem psikofisik yang mencakup aspek
interpersonal (antara seseorang dengan orang lain).
Kemandirian merupakan suatu kemampuan untuk mengatur
tingkah laku, orang lain atau tergantung pada orang lain.
Untuk memperoleh gambaran bagaimana yang disebut
dengan orang yang mandiri, maka perlu diketahui ciri-ciri orang
mandiri. Di antaranya:
27
a. Memiliki kebebasan untuk bertingkah laku, membuat
keputusan dan tidak merasa cemas, takut dan malu jika
keputusan yang diambil tidak sesuai dengan keyakinan
dan pilihan orang lain.
b. Mempunyai kemampuan untuk menemukan akar
masalah, mencari alternatif pemecahan masalah,
mengatasi masalah dan berbagai tantangan serta
kesulitan lainnya, tanpa bimbingan dari orang lain dan
dapat mandiri dalam membuat keputusan dan
melaksanakan keputusan yang diambil.
c. Mampu mengontrol dirinya dan perasaannya agar tidak
memiliki rasa takut, ragu, cemas, tergantung dan marah
yang berlebihan dalam berhubungan dengan orang lain.
d. Mengandalkan diri sendiri untuk menjadi penilai
mengenai apa yang terbaik bagi dirinya, serta berani
mengambil risiko atas perbedaan kebutuhan dan nilai-
nilai yang diyakini serta perselisihan dengan orang lain.
e. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain,
yang diwujukan dalam kemampuannya membedakan
kehidupan dirinya dengan kehidupan orang lain, namun
tetap menunjukan loyalitas.
f. Mempunyai inisiatif yang baik melalui ide-idenya dan
sekaligus mewujudkannya dengan disertai kemauan
untuk mencoba hal yang baru.
g. Memiliki kepercayaan diri yang kuat dengan
menunjukan keyakinan atas segala tingkah laku yang
28
dilakukannya dan menunjukan sikap tidak takut
menghadapi suatu kegagalan.
Dari beberapa ciri yang disebutkan di atas, maka anak
jalanan mempunyai ciri-ciri tersebut. Persoalannya adalah
kemandirian yang dimiliki oleh anak- anak jalanan yang
hidupnya luntang-lantung tanpa adanya bimbingan dan arahan
tidak menutup kemungkinan mereka emnjadi preman yang
perbuatannya sering merugikan orang lain. Dan ini telah
menyimpang dari arti kemandirian sebenarnya.
Kalangan psikolog mengakui bahwa anak-anak jalanan,
yang tak tertangani dengan baik, pada akhirnya bisa menjadi
sumber benih kriminalitas. Kisah hidup orang-orang yang
menjadi penjahat keji, sebagian besar mempunyai riwayat
sebagai anak jalanan. Salah satu di antaranya adalah Toni
Buntung, gembong penculik anak.
Pemikiran yang melandasi lahirnya Konvensi Hak Anak
adalah “anak adalah asset masa depan. Kegagalan dalam
memahami kebutuhan anak akan berujung pada kegagalan
membantu anak untuk menjadi manusia mandiri, yang dapat
menentukan masa depannya sendiri, berarti gagal menyambung
sebuah generasi. Sudah semestinya, anak diberi ruang untuk
tumbuh dan berkembang sesuai dengan masa pertumbuhannya
menuju kematangan dan kemandirian”.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Kemandirian tidak bisa terjadi begitu saja, karena dalam
membentuk perilaku mandiri harus memperhatikan beberapa
29
peristiwa penting yang mempengaruhi kemandirian. Secara
garis besar terdapat dua yang mempengaruhi kemandirian, yaitu
internal (mencakup perkembangan dan kematangan anak; serta
jenis kelamin) dan eksternal (mencakup sosial dan budaya; pola
asuh; ukuran keluarga dan urutan kelahiran; dan aktivitas orang
tua terutama ibu).
a. Faktor Internal
Faktor internal yaitu yang berasal dari dalam diri
individu yang mencakup antara lain:
1) Faktor Perkembangan dan Kematangan Anak
Seiring dengan pertumbuhan usia dan tingkat
kematangannya, manusia memasuki tahap-tahap
perkembangan dan tugas perkembangan yang
berbeda- beda. Secara psikologis, sehubungan dengan
tugas perkembangan tersebut, manusia yang dewasa
dan matang harus menjadi pribadi yang mandiri.
Semakin seseorang berkembang menuju kearah
kedewasaan, maka sifat menggantungkan diri
semakin berkurang dan seseorang yang mempunyai
sifat tergantung mempunyai pribadi yang tidak
matang.
Dalam model perkembangannya, Erikson
menunjukan adanya krisis psikososial yang dialami
oleh seseorang pada setiap tahap perkembangannya,
dimana krisis psikososial tersebut tampil dalam
30
keadaan berlawanan yang menunjukan atau
menyelasaikan tekanan dan tuntutan lingkungan pada
setiap tahap perkembangan. Pada tahap muscular-
anal, anak mengalami krisis antara autonomy versus
shame and doubt yaitu mandiri sebagai konsekuensi
positif dengan malu dan ragu sebagai konsekuensi.
Keadaan mandiri dapat tercapai jika seseorang
berhasil memecahkan masalah yang dihadapinya
dalam upaya perkembangan dirinya, mencapai
kebebasan dan mampu melakukan banyak hal sendiri.
Sedangkan bila seseorang gagal mengatasi tekanan-
tekanan dan masalah yang dihadapi dalam upaya yang
memperoleh kebebasan dan mandiri, maka dia akan
merasa malu dan ragu akan kemampuannya sendiri.
Maccoby dalam Monks memjelaskan bahwa
sebelum anak berusia kurang lebih 8 sampai 12 tahun,
orang tua lebih mendominasi. Selanjutnya terjadi
koregulasi (penentuan bersama). Pada tahap ini orang
tua semakin memberikan kebebasan menentukan
sendiri pada anak dalam situasi self regulation.
Sedangkan Monks mengatakan bahwa
keinginan untuk berdiri sendiri dan mewujudkan
dirinya sendiri merupakan kecenderungan yang ada
pada setiap remaja. Kecenderungan ini akan benar-
benar terwujud dalam sikap mandiri ketika seseorang
telah mencapai usia dewasa yang sangat penting dan
sangat berpengaruh terhadap perkembangan
31
pribadinya.
Dengan demikian kemandirian anak sangat
perlu dirangsang pada saat anak berada pada tahap
muscular-anal, dimana anak mulai memiliki rasa ingin
bebas walaupun belum dapat mandiri secara
sempurna. Pada usia inilah langkah yang tepat bagi
prang tua untuk memulai pemberian latihan
kemandirian pada anak, tetap menyesuaikan denga
tingkat perkembangan dan kematangan anak.
Dengan memberikan latihan kemandirian
yang cukup pada masa kecil maka anak akan dapat
diharapkan tumbuh menjadi manusia mandiri pada
saar dewasa, dimana pada masa ini terjadi transisi
yaitu dari anak menuju dunia dewasa yang
dihadapkan pada berbagai tuntutan, untuk mandiri
sehingga dengan kemandirian tersebut akan
terbentuklah identitas diri.
Untuk dapat membentuk identitas dirinya,
seseorang harus dapat mengintegrasikan seluruh
identitas yang diperoleh sejak kecil menjadi identitas
yang menyeluruh. Kegagalan dalam
mengintegrasikan identitas sebelumnya
menyebabkan kebingungan akan peran yang harus
dijalani.
32
2). Faktor Jenis Kelamin
Pemberian perlakuan dan sikap yang berbeda
terhadap anak laki-laki dan anak perempuan disebabkan
oleh anggapan bahwa mereks mempunyai peranan yang
berbeda di masyarakat. Pada laki-laki lebih diberi peran
di area yaitu di luar rumah, sedangkan perempuan
mendapatkan peran lebih pada wilayah intern atau yaitu di
dalam rumah. Hal ini menyebabkan penentuan jenis-jenis
pekerjaan yang sesuai dengan jenis kelaminnya. Para
perempuan diserahi pekerjaan yang membutuhkan
penampilan fisik, sedangkan laki-laki diserahi pekerjaan
yang membutuhkan penampilan otak yang berkaitan
dengan pengambilan keputusan.
Akibatnya laki-laki diharapkan lebih kuat,
mandiri, agresif, dan mampu memanipulasi
lingkungannya, berprestasi serta membuat keputusan.
Sedangkan perempuan diharapkan lebih tergantung, dan
keibuan.
Menurut Kagan dan Moss – sebagaimana dalam
Watson dan Lindgren, laki-laki lebih aktif dalam upaya
mencapai kemandirian karena masyarakat cenderung
lebih menurut adanya tingkah laku mandiri pada laki-laki
daripada perempuan. Masyarakat cenderung tidak dapat
menerima apabila seorang laki- laki menunjukan tingkah
laku tergantung karena dianggap tidak pantas.
33
Apabila seorang laki-laki menunjukan tingkah laku
yang tergantung maka akan mendapat hukuman,
sedangkan pada perempuan adanya tingkah laku yang
tergantung tidak diberi hukuman. Jadi perempuan lebih
dapat diterima bila bersikap tergantung.
Dengan demikian perbedaan sifat-sifat yang
demikian lebih disebabkan oleh perbedaan perlakuan yang
diberikan kepada mereka. Anak laki-laki lebih banyak
diberi kesempatan untuk bersikap mandiri, berdiri sendiri
dan menanggung risiko, serta banyak dituntut untuk
menunjukan inisiatif dan originalitasnya daripada anak
perempuan. Sehingga laki-laki cenderung lebih aktif
daripada perempuan dalam upaya memperoleh
kemandirian dari orang tua, tetapi perempuan dinilai lebih
mandiri daripada laki-laki dalam masalah emosi.
2. Faktor Eksternal
Adapaun faktor-faktor eksternal yaitu faktor-faktor
yang berasal dari luar yang mempengaruhi kemandirian
seseorang meliputi antara lain:
1). Faktor Sosial dan Budaya
Manusia adalah makhluk sosial yang hidupnya tidak
bisa dilepaskan dari kehidupan orang lain. Lingkungan
yang ada di sekitar manusia itu merupakan bagian penting
yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
perkembangan kepribadiannya. Lingkungan seseorang
34
seperti lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah ataupun
tempat individu tersebut tinggal akan dapat membentuk
pola perilaku dan kebiasaan-kebiasaan seseorang termasuk
kemandiriannya. Anak yang hidup di desa akan lebih cepat
matang daripada anak yang hidup di kota. Anak yang
berasal dari keluarga kurang mampu lebih cepat matang
ketimbang anak yang berasal dari keluarga yang
berkecukupan. Demikian juga anak yang hidup di jalanan
lebih cepat matang ketimbang anak yang tinggal dengan
keluarganya.
Dalam upaya pembentukan kemandirian ini perlu
melihat konteks lingkungan sosial dan nilai-nilai budaya
yang dianut oleh masyarakat sekitarnya. Hal ini karena
konteks lingkungan sosial dan nilai-nilai budaya
masyarakat, sangat mempengaruhi penerimaan masyarakat
akan arti pentingnya kemandirian, yang juga sangat
berpengaruh pada cepat dan lambatnya pencapaian
kemandirian seseorang.
Adanya perbedaan sosial dan budaya dapat pula
mempengaruhi cara orang tua mengasuh anak mereka.
Terkadang ada orang tua yang kurang memberikan
dorongan kepada anak untuk mencapai kemandirian dan
menunjukan harapannya kepada anak agar menjadi
mandiri. Namun ada pula beberapa budaya yang biasanya
melakukan upacara adat bila anaknya mulai memasuki usia
remaja. Adanya upacara ini memberikan tanda pada anak
35
bahwa mereka sudah bukan anak-anak lagi, sehingga
mereka diharapkan mulai dapat memenuhi sendiri
kebutuhannya dan tidak tergantung pada orang lain.
2). Faktor Pola Asuh
Faktor lain yang juga berpengaruh besar terhadap
proses pembentukan kemandirian ini adalah pola asuh
orang tua. Bahkan mungkin inilah yang paling besar
terhadap perkembangan kemandirian seseorang.
Untuk membentuk kemandirian dalam diri remaja,
diperlukan teknik pengasuhan yang tepat, yang sifatnya
dapat membentuk hubungan yang positif antara anak dan
orang tua.
Ada tiga teknik pengasuhan yang biasanya
diterapkan orang tua pada anaknya, yaitu pola asuh
autoritarian, orang tua cenderung mendikte dan menahan
perolehan kebebasan anak, yang akibatnya dapat membuat
anak cenderung menjadi tergantung, kurang percaya diri
dan pasif. Remaja yang mendapat pengasuhan
authoritarian. Tidak akan mampu mencapai kematangan
dalam berhubungan dengan lawan jenis, tidak mampu
membentuk identitas dan mengembangkan image positif
tentang dirinya sebagai individu yang unik dan mandiri
sehingga akan tumbuh menjadi remaja yang terisolasi dari
lingkungan pergaulan dan berdampak pada kehidupan
sosialnya.
36
Sementara itu pola asuh permisif, dapat
menghasilkan anak-anak yang sering mengalami kesuliatan
mengatasi tuntutan untuk mandiri dan percaya diri
menjelang usia remaja, dan mungkin akan mengalami
frustasi bila terjadi kegagalan dalam menghadapi
lingkungan yang tidak mau menurut apa yang
diinginkannya. Anak yang demikian ini besar kemungkinan
untuk gagal dalam bertahan di kehidupan sosial yang
menyenangkan karena orang tua cenderung terlalu memberi
kebebasan pada anak untuk memutuskan dan melakukan
apa yang diinginkannya.
Sedangkan pola asuh autoritatif, secara tidak
langsung orang tua mendorong kemandirian dan tingkah
laku disiplin pada anak. Hal ini karena orang tua yang
menerapkan pengasuhan demokratis, tidak melakukan
dominasi terhadap anak dalam membuat keputusan, dan
dalam membuat peraturan pun mereka akan senantiasa
memberikan penjelasan-penjelasan.
Remaja yang diasuh dengan pola autoritatif akan
menjadi remaja yang kompeten secara sosial, artinya
remaja akan mandiri, dewasa, mempunyai kepercayaan diri
yang kuat, percaya diri, bersemangat atau aktif, eksporatif,
ramah, bersahabat dengan teman-temannya, mampu
mengatasi stress.
Mereka juga mempunyai motivasi berprestasi yang
tinggi, dapat bekerja sama dengan orang dewasa,
perilakunya bertujuan, mempunyai minat dan rasa ingin
37
tahu terhadap hal yang baru. Pola asuh autoritatif
memberikan standar yang jelas dan bijaksana terhadap
anak-anak, sehingga mereka tumbuh menjadi pribadi yang
matang.
3). Faktor Ukuran Keluarga dan Urutan Kelahiran
Dalam setiap keluarga dijumpai ukuran keluarga
yang berbeda-beda. Ada keluarga besar dengan jumlah
anak enam orang, tujuh orang dan seterusnya, ada keluarga
sedang dengan jumlah anak empat sampai lima orang, dan
keluarga kecil dengan jumlah anak satu sampai tiga orang.
Adanya perbedaan ukuran keluarga dapat
memberikan dampak positif maupun negatif pada
hubungan anak dengan orang tua maupun saudaranya.
Biasanya dampak yang paling banyak dirasakan pada
keluarga yang mempunyai ukuran keluarga yang besar,
karena dengan keluarga yang besar, berarti orang tua harus
berbagi perhatiannya pada anak dengan adil, yang
terkadang malah justru sering terabaikan. Dalam keluarga
besar anak juga cenderung sering bersaing dalam
mendapatkan perhatian orang tua yang terkadang akibatnya
menimbulkan permusuhan di antara mereka. Di samping
itu, pada keluarga besar orang tua cenderung menjadi lebih
otoriter dalam mengasuh anaknya. Bagi orang tua yang
otoriter pada anaknya akan sulit menghasilkan anak-anak
yang mandiri. Sedangkan pada keluarga kecil, hal itu terlalu
38
menjadi masalah mengingat jumlah anak yang hanya
sedikit.
Sementara itu, urutan kelahiran merupakan hal lain
yang biasanya sering luput dari perhatian, meskipun juga
merupakan hal penting. Maksud dari urutan kelahiran (birth
order) adalah urutan kelahiran anak dalam keluarga. Posisi
anak sebagai anak sulung, anak tengah, anak bungsu,
ataupun anak tunggal sedikit banyak dapat memberikan
dampak pada pembentukan kepribadiannya, karena urutan
kelahiran berhubungan dengan suatu kategori, tipe atau
jenis yang biasanya digunakan dalam membedakan
karakter anak dalam urutan kelahiran.
Lebih lanjut Alder (dalam Calvin S. Hall & Gardner
Lindzey) mengemukakan bahwa kepribadian anak-anak
yang menempati posisi kelahiran yang berlainan pula. Ia
mengaitkan perbedaan ini dengan pengalaman-pengalaman
khusus yang dimiliki setiap anak sebagai anggota suatu
kelompok sosial. Anak pertama atau anak sulung memiliki
kecenderungan untuk menaruh perhatian pada masa
lampau ketika mereka menjadi pusat perhatian sebelum
lahir anak kedua. Anak kedua atau tengah cenderung
ambisius, iri hati, berusaha melebihi kakaknya, dan
cenderung berotak. Anak tengah umumnya menyesuaikan
diri dengan lebih baik dibandingkan kakak atau adiknya.
Sedangkan anak bungsu atau terakhir biasanya dimanja
oleh orang tua. Pada anak bungsu sama halnya dengan anak
39
sulung kemungkinan besar dia menjadi anak yang tak
mampu menyesuaikan diri.
Orang tua yang menghadapi situasi dan kondisi ini
secara bijaksana harus dapat mempersiapkan anak
sulungnya menghadapi munculnya seorang saingan,
sehingga besar kemungkinan anak sulung dapat
berkembang menjadi seorang yang memiliki kepribadian
mandiri, mantap, bertanggung jawab dan bersifat
melindungi serta mampu berperan sebagai pengambil
keputusan.
4). Faktor Aktivitas Orang Tua (Ibu)
Ibu, sebagai orang yang melahirkan, mengasuh dan
anggota keluarga yang memiliki ikatan emosional yang
kuat dengan anak, memiliki peran yang utama sebagai
pendidik bagi anak-anaknya. Ibu memberikan kasih,
kehangatan, dan perlindungan, juga memberikan pelajaran
penting dan masukan-masukan sosial untuk anaknya,
bahkan dalam keadaan bermainpun biasanya ibu selalu
berusaha untuk mengajarkan sesuatu pada anaknya.
Hubungan kasih sayang yang kuat antara anak dan ibu
dapat memudahkan tumbuhnya kemandirian pada anak.
Dengan demikian dalam pembentukan sikap mandiri pada
remaja, peran ibu merupakan hal penting yang sangat perlu
diperhatikan.
Secara umum terdapat dua jenis aktivitas ibu
disamping aktivitas lainnya, yaitu sebagai ibu rumah
40
tangga yang tidak bekerja di luar rumah dan ibu rumah
tangga yang bekerja di luar rumah. Ibu-ibu yang tidak
bekerja sebagian waktunya berada di dalam rumah,
sedangkan ibu-ibu yang bekerja, pada jangka waktu
tertentu harus bekerja di luar rumah.
Hal ini mengakibatkan ibu tidak selalu ada di sisi
anak pada saat-saat penting di mana ia dibutuhkan. Ibu juga
tidak dapat mengawasi langsung seluruh kegiatan anak,
tidak dapat selalu membantu, melatih atau mencontohkan
kebiasaan-kebiasaan tertentu pada anak. Akibatnya
terkadang anak dapat merasa kehilangan dan cemas karena
harus berpisah dari ibunya sehingga dapat berdampak pada
diri anak. Namun di lain pihak, dengan bekerjanya ibu di
luar rumah juga member dampak positif bagi anak, yaitu
sifat yang mandiri.
Adanya latihan kemandirian yang diberikan oleh
ibu yang bekerja di luar rumah dapat mendorong anak
tumbuh menjadi pribadi yang mandiri sehingga anak dapat
diharapkan untuk mengatasi segala kesulitan-kesulitan
sendiri bila ibu tidak berada di rumah.
Anak-anak yang memiliki ketergantungan
berlebihan terhadap orang lain biasanya akan memiliki rasa
percaya diri yang rendah. Dia tidak dapat
mengembangakan kemampuannya untuk mengambil
keputusan, menjadi tidak berdaya akan memiliki rasa
percaya diri yang rendah. Dia tidak dapat mengembakan
kemampuannya untuk mengambil keputusan, menjadi tidak
41
berdaya dan semua perilakunya cenerung dipengaruhi oleh
orang lain yang menjadi tempat ia bergantung.
Keadaan ini secara tidak langsung akan sangat
merugikan perkembangan mereka pada usia menjelang
remaja atau dewasa. Karena saat mereka harus tampil
sebagai individu yang berdiri sendiri, mereka menjadi sulit
untuk dipisahkan.
C. Anak Yatim dan Pembinaannya
Allah swt memberikan isyarat menarik tentang pentingnya
Anak Yatim dalam mengurusnya. Sebagai mana dijelaskan dalam
Surah al-Baqarah Ayat 220
ى قل اصلح لهم خير وان تخالطوهم م خرة ويسـلونك عن اليت فى الدنيا وال
لعنتكم ان الل ء الل يعلم المفسد من المصلح ولو شا عزيز حكيم فاخوانكم والل
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah:
“Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul
dengan mereka, Maka mereka adalah saudaramu”.(QS. Al-Baqarah:220)
Dari ayat tersebut di atas mengisyaratkan kepada para
orang tua agar memberi perhatian terhadap Anak Yatim,
hendaknya mereka diperlukan seperti anak kandung juga.
Karena nantinya kelak akan bertindak sebagai orang tua
pengganti atau orang tua asuh.
Musibah keyatiman adalah satu hal yang menyebabkan
kelainan dan menyimpang pada anak-anak. Diharapkan agar
setiap individu mengetahui bahwa kebijaksanaan Islam dengan
dasar-dasarnya yang lurus dan abadi ini telah meletakan
pondasi dan metode secara bijak memelihara anak dari
42
penyimpangan dan menjaga masyarakat dari kepenuhan moral
karena pada saat ini perlu perhatian lebih besar sebab pada
faktor ini si anak mengalami gejolak dan goncangan,baik jiwa
dan emosional.maka dalam hal ini sudah jelas bahwa agama
melarang kepada setiap insan untuk berlaku sewenang- wenang
terhadap anak-anak yatim. Sebagai firman Allah dalam kisah
QS.Adl- dluha ayat 9 yang artinya:
ا اليتيم فل تقهر فأم
“Adapun terhadap anak yatim, janganlah kamu berlaku
sewenang-wenang”.
Para ahli berpendapat bahwa orang tua yang telah tiada
terutama seorang ayah yang telah wafat dapat mempengaruhi
perkembangan jiwa anak,yang selanjutnya anak mempunyai
resiko tinggi untuk menjadi anak-anak nakal dengan tindakan-
tindakan anti sosial ( delinquent/anti social behavior ) juga anak
mengalami “deprivasi emosional” sebagai akibat “deprivasi
parental“ apalagi mereka yang berada di berbagai macam panti
tempat mereka tinggal.22 Anak yatim akan selalu berusaha untuk
mendapatkan segala apa yang belum mereka peroleh. Dari sini
dapat diharapkan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk
memperhatikan mereka agar terhindar dari segala bentuk
penyimpangan.
22 Dadang Hawari, Al-Qur’An Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan
Jiwa, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), Edisi 3, h. 748-752
43
1. Pengertian Anak Yatim
Ada beberapa ungkapan yang mendefinisikan
tentang arti anak yatim, di antaranya:
a. Menurut Luis Al-Ma’luf dalam kitabnya Al-munjid
Fillughoti Wal a’lam, ia mengatakan yang artinya:
“Yatim adalah seorang yang sudah
kehilangan/ditinggal ayahnya meninggal, sedang ia
belum mencapai usia layaknya usia orang
dewasa”.23
b. Menurut Peter Salim dan Yenny Salim dalam kamus
bahasa Indonesia kontemporer mengatakan bahwa
tidak beribu atau tidak berbapak, atau tidak
mempunyai ibu dan bapak, tetapi sebagian
menyebutkan sebutan untuk anak yatim ialah untuk
anak yang bapaknya meninggal.24
c. Menurut Hasan Shadaly di dalam Ensiklopedi
Indonesia. Beliau menegaskan bahwa yatim adalah
anak yang belum dewasa dan yang tidak berbapak
lagi.25
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan
menurut para ahli tersebut di atas, bahwa anak yatim
23 Luis Al-Ma’luf, Al-Munjid Fillughoti Wak A’lam, (Beirut-Libanon:
Daar El-Masyrik, 1986)Cet. Ke-28, h. 923 24 Peter Salim & Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer,
(Jakarta: Modern English, 1991), h. 1727. 25 Hasan Shadaly, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ikhtisar Baru Van
Hoeve, 1984), Jilid 7, h. 3977
44
adalah anak yang ditinggal wafat ayahnya, sedang ia
belum berada pada usia dewasa, atau belum mencapai
usia baligh dan belum dapat mengurusi dirinya dengan
baik. Dalam ajaran Islam, baligh merupakan batasan
usia dari masa kanak-kanak beralih kepada masa
dewasa.
2. Batasan Usia Baligh Anak Yatim
Untuk mengetahui tanda-tanda baligh dan batas
umur seorang anak masuk ke dalam kategori anak yatim,
penulis akan mengemukakan tanda-tanda tersebut sesuai
dengan yang tertera dalam kitab Matan Safinatun Naja
Fi Ushuludin Wal FiqhiI sebagai berikut:26
a. Genap usianya mencapai 15 tahun.
b. Telah mengalami mimpi basah (keluar air mani)
bagi laki-laki.
c. Telah haid bagi anak perempuan pada usia 9
tahun.
Sedangkan menurut ilmu psikologi, diungkapkan
bahwa siklus kehidupan manusia khususnya pada
tingkatan masa kanak-kanak menuju masa yang dapat
dikatakan dewasa itu di antaranya sudah melewati masa
kanak-kanak dan masa remaja. Adapun masa kanak-
kanak dan remaja adalah terdiri dari masa kanak-kanak
26 Syeikh Salim bin Al hadromi & Abdullah, Safinatun Naja Fi
Ushuludin Wal Fiqhi, (Jakarta: PT Sa’diyah Putra), h. 3.
45
awal, pertengahan dan akhir, lalu remaja awal, madya
dan remaja akhir.
Dan berikut ini adalah batasan usia masa kanak-
kanak dan masa remaja, yakni:
b. Anak-anak awal (0-3 tahun), anak-anak madya (3-7
tahun), dan anak-anak akhir (7-12).
c. Remaja dini (12-15 tahun), remaja madya (15-17
tahun), dan remaja akhir (17/18-21 tahun).27
3. Pandangan Islam Terhadap Anak Yatim
Anak yatim adalah anak yang patut diperhatikan
dan dikasihani serta disayangi terutama mereka yang
keluarganya kurang mampu. Sebab mereka telah
kehilangan kasih sayang dan perhatiannya dari seorang
ayah yang telah wafat, sedangkan mereka sangat butuh
bimbingan dan perhatian serta pengawasan untuk
kemajuan hidupnya di masa mendatang.
Agama Islam sebagai agama pembawa rahmat,
membimbing manusia dengan cara menjabarkan ajaran
rahmatnya itu di segala aspek kehidupan. Di antaranya
adalah ajaran yang menyangkut anak yatim.
27 Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: Gunung Mulia, 1989), cet. Ke-5, h. 88-90, 203.
46
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Maa’uun: 1-2
yang artinya:
ين ب بالد أرأيت الذي يكذ
لك الذي يدع اليتيم فذ
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan
agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim.”
Dalam ayat tersebut memberikan ancaman
kepada seluruh umat manusia bahwa setiap orang yang
tidak memperhatikan bahkan menghardik anak yatim,
maka ia termasuk kategori orang yang mendustakan
agama.
Menurut As Sayyid Ahmad mengungkapkan
dalam kitabnya Tarjamatu Mukhtaril Ahadist bahwa
Nabi Saw pernah bersabda dari Anas ra. Ia berkata yang
artinya: “Orang yang paling baik kepada anak yatim
laki-laki atau perempuan, maka saya dengan orang itu
di kemudian hari di dalam surga seperti begini (jari
tengah dan telunjuk)”. (HR. Hakim dari Anas).28
Menurut Imam Abullaits Assamarqondi dalam
kitabnya beliau mengatakan: “Aku bersama orang yang
28 As Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Tarjamatu Mukhtaril Ahadist,
Hikamil Muhammadiyah, (Bandung: Al-Ma’arif, 1996), cet. ke-6,
h. 734
47
mengurus anak yatim di surge seperti begini, lalu beliau memberi
isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah”.29
Masalah ekonomi adalah salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi kehidupan bagi anak-anak yatim
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya disamping
faktor-faktor yang lain. Dalam hal ini pemerintah pun
mempunyai peranan dalam mengasuh dan memelihara
mereka. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 34
UUD 1945 yang berbunyi: “Fakir miskin dan anak- anak
terlantar dipelihara oleh Negara”.
4. Pembinaan Yatim Menurut Agama Islam
Berbagai macam cara untuk dapat mengurus
anak-anak yatim, dalam hal ini sebagaimana yang
disesuaikan dengan ayat tersebut diatas ternyata salah
satu sarana penunjang dalam mengurus anak yatim
adalah dengan santunan.
Santunan anak yatim/piatu yang dilakukan
dipanti memang baik daripada mereka terlantar.
Beberapa hal yang pokok dalam pembinaan anak-anak
yatim yang penulis dapat kemukakan di antaranya:
a. Menjamin Makan dan Minumnya (Kebutuhan
Pangan)
29 Abullaits Assamarqondi, H. Salim Bahreis, Tanbihul Ghofilin,
(Jakarta: Sa’diyah Putra, 1984), Jilid 2, h. 548
48
Kaitannya dengan hal ini penulis akan
mengemukakan salah satu hadist Nabi saw yang
diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitab Tarjamah
Mukhtaril Ahadist karangan As Sayyid Ahmad Al-
Hasyimi yang artinya: “Apakah engkau menyukai
supaya lunak hatimu dan engkau meraih keinginanmu?
Kalau begitu kasihinilah anak-anak yatim, usaplah
kepalanya dan beri makanlah dia daripada makananmu
niscaya hatimu akan lunak dank au raih keinginanmu”.
(HR. Thabrani dari Abu Darda).30
Sebenarnya masyarakat dapat berbuat banyak
untuk anak-anak yatim, baik yang bersifat materi
maupun non materi. Bantuan tersebut adalah membantu
meningkatkan pelayanan/penyantunan khususnya di
panti- panti, antara lain:
1). Bantuan dana untuk sandang, pangan dan papan yang
layak.
2). Penambahan personil pengasuh dan lain sebagainya.31
b. Memelihara Hartanya
Pasal 34 UUD 1945 ini sesuai dengan apa yang
diajarkan oleh agama Islam. Agama Islam telah
memberikan ajaran yang sangat bagus dalam hal
30 As Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, op. Cit, h. 52 31 Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan
Jiwa, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), Edisi 3, h. 753
49
memelihara harta anak yatim. Seseorang tidak boleh
mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang
baik.
Jika seseorang yang mengurus anak yatim dan
memelihara hartanya itu dalam keadaan fakir dan miskin
maka ia diperbolehkan memakan harta anak yatim
dengan cara yang baik (seperlunya dan alakadarnya)
bukan semaunya, tapi jika yang megurus anak yatim itu
kaya maka berhati- hatilah jangan sampai memakan
harta mereka, sebab itu adalah perbuatan dzolim dan
sangat dilarang oleh agama. Sebagaimana Firman Allah
dalam An-Nisa ayat 10 yang artinya:
ى ظلما انما يأكلون في بطونهم نارا م ان الذين يأكلون اموال اليت
وسيصلون سعيرا
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan
harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu
menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk
ke dalam api yang menyala- nyala (neraka)”.
Selanjutnya dalam firman Allah pada QS. Al-Isra
ayat 34 yang artinya:
واوفوا ول تقربوا مال اليتيم ال بالتي هي احسن حتى يبلغ اشده
بالعهد ان العهد كان مسـول
50
“Dan janganlah kamu mendekati harta anak
yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik
(bermanfaat) sampai ia dewasa”
Dari kedua ayat firman Allah yang tersebut di
atas memberikan penjelasan kepada seenap insane
terutama umat Islam bahwa memelihara harta anak-anak
yatim merupakan sebuah perintah dan peringatan agar
senantiasa berhati-hati terhadap harta mereka.
d. Memberi Kasih Sayang
Dalam hal ini agama menjelaskan dan
memberkan cara dalam bertindak dan berbuat kepada
anak-anak yatim agar jangan sampai berbuat sewenang-
wenang bahkan menghardik dan menyakiti mereka.
Tapi yang menjadi kewajiban setiap insan adalah
memperhatikan dan memberikan kasih sayang kepada
mereka anak-anak yatim.
e. Memberikan Pendidikan dan Pelajaran (Ilmu dan
Adab)
Setiap anak akan menjadi penerus keturunan bagi
orang tuanya dan yang diharapkan oleh orang tua adalah
agar anaknya menjadi anak yang shalih dan memiliki
budi pekerti yang luhur dan mulia. Akan tetapi
kenyataan yang dihadapi mereka anak-anak yatim
sangat nakal dan susah diatur. Oleh karena itu, manusia
51
agar senantiasa memberikan segala kebutuhan anak-
anak yatim terutama di dalam memberikan pendidikan
dan pengajaran. Sebab di samping anak-anak yatim
adalah bukanlah hanya anak yang kehilangan/ditinggal
wafat oleh sang ayah, tetapi ada yang lebih yatim lagi
daripada mereka yaitu orang yang tiada berilmu dan
beradab mulia. Sebagaimana salah satu ungkapan
menyatakan yang artinya: “Bukanlah yatim itu orang
yang ayahnya sudah tiada, akan tetapi yatim adalah
orang yang yatim ilmu pengetahuan”.32
32 M. Zuhri, Butir-Butir Untaian Mahfudzot, (Sukabumi: TMI
Assalaam, 1998).
52
BAB III
GAMBARAN UMUM YAYASAN
RUMAH HARAPAN KOTA BOGOR
A. Sejarah Berdirinya
Berawal dari rasa kepedulian dan kemanusiaan dalam
mengupayakan kesejahteraan bagi anak – anak yatim, piatu &
dhuafa. Pada Tahun 2008 Rumah Harapan mulai beroperasional
yang berpusat di Kabupaten Karawang. Dalam mewujudkan visi,
misi dan komitmennya menjadi lembaga sosial, pendidikan,
kesehatan dan kemanusiaan terbaik, serta memberikan pelayanan
sempurna kepada masyarakat kurang mampu, dan seiring
berjalannya waktu permasalahan sosial makin meluas dan
meningkat, maka “RUMAH HARAPAN” mencoba
mengembangkan dan meningkatkan kualitas program dan terus
memperluas wilayah kerja yang senantiasa akan menambah
kebermanfaatan sosial bagi masyarakat yang kurang mampu
diberbagai penjuru daerah. Yayasan Rumah Harapan adalah
lembaga sosial yang bergerak di bidang pendidikan, kesehatan dan
sosial kemanusiaan.33
33https://rumahharapan.org/tentang-kami/sejarah-berdirinya-rumah-
yayasan/ diakses pada tanggal 17 Februari 2021 pada pukul 11.10
53
B. Perkembangan Rumah Harapan
Alhamdulillah atas izin Allah SWT dan juga atas dukungan
dan kepedulian dari para donatur, Rumah Harapan mengalami
pertumbuhan yang pesat, sampai saat ini Rumah Harapan Sudah
mempunyai 31 Asrama Yatim, Piatu dan Dhuafa yang tersebar di
beberapa kota.
Rumah Harapan menangani anak yatim, piatu dan dhuafa
dengan jumlah anak asuh yang telah kami bina dan santuni hingga
saat ini tahun 2019 berjumlah 1680 anak dengan kategori mukim
(tinggal di asrama) Sebanyak 365 anak dan kategori non mukim
(tinggal dalam keluarga) 1.315 anak. Jumlah anak asuh senantiasa
bertambah seiring dengan kepercayaan para donatur kepada
Rumah Harapan, karena masih banyaknya anak yatim dan anak
terlantar disekitar kita yang memerlukan kepedulian dan uluran
tangan kita.34
C. Visi dan Misi Yayasan Rumah Harapan Kota
Bogor
1. Visi Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor
Menjadi lembaga penyalur dana sosial, infaq, dan
shodaqoh yang adil, amanah dan terpercaya
2. Misi Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor
a. Menjadi lembaga sosial dan pendidikan yang
memberikan solusi cerdas secara totalitas untuk
34 Brosur Yayasan Rumah Harapan 2008
54
menyantuni, membina dan memberdayakan para
yatim,kaum dhuafa, anak-anak miskin.
b. Membuat dan menyelenggarakan sistem pendidikan
dan pembinaan yang solutif praktis, aplikatif dan
modern. Serta memberikan pembekalan kompetensi
dan life skill yang memadai untuk para yatim,
difabilitas, dhuafa dan anak-anak terlantar.
c. Mencetak generasi cerdas yang punya harapan dan
cita-cita di masa depan.35
D. Struktur Organisasi Rumah Harapan
Gambar. 1. Struktur Organisasi Rumah Harapan
35 https://rumahharapan.org/tentang-kami/visi-dan-misi/ diakses pada
tanggal 17 Februari 2021 pada pukul 11.10
55
E. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang ada di yayasan dapat memenuhi
kebutuhan dari anak-anak yatim yang tinggal disana. Sarana
dan prasarana yang ada di Yayasan Rumah Harapan meliputi:
1. Pakaian
Terdapat beberapa pakian yang formal yang disediakan
yayasan yang meliputi, baju sehari-hari, seragam sekolah,
seragam anak yatim, dan terkadang ada juga yang
diberikan oleh donator.
2. Tunjangan Pendidikan
Di Yayasan Rumah Harapan cabang Bogor ini ada
tunjangan pendidkan yaitu berupa biaya sekolah penuh
dari SD (Sekolah Dasar) hingga lulus SMA (Sekolah
Menengah Akhir).
3. Tunjangan Kesehatan
Ada pula tunjangan kesehatan yang dimana Yayasan
Rumah Yatim ini membiayai semua keperluan kesehatan
anak yatim dari segi P3K atau bahkan biaya ke Rumah
Sakit jikalau ada hal yang tidak diinginkan dari para anak-
anak yatim terjadi, seperti sakit yang mengharuskan
berobat bahkan dirawat dan juga ada kecelakan atau
musibah yang menimpa anak-anak.
4. Ruang Tidur
Terdapat kasur disetiap tempat tidur dengan sepasang
bantal dan guling. Di setiap kamar juga terdapat lemari
pakaian untuk anak-anak.
56
5. Dapur
Terdapat ruang dapur yang terletak dibelakang. Dapur
terdiri dari cucian piring dan berbagai alat dapur serta
sebuah kulkas.
6. Kamar Mandi
Terdapat kamar mandi yang di dalamnya terdapat toilet,
bak untuk mandi dan alat-alat mandi.
7. Ruang Tamu dan Ruang Kumpul
Terdapat ruangan besar yang biasanya digunakan oleh
anak-anak untuk berkumpul dan belajar. Ruangan
digunakan sebagai ruang tamu. Ruangan ini cukup besar
didalamnya terdapat satu meja dan tiga sofa untuk
menerima tamu dan sebuah meja serta satu set computer
dan sebuah lemari file. Diruangan ini juga terdapat sebuah
papan tulis putih berukuran sedang untuk belajar Bersama.
8. Halaman
Taman yang kosong yang terdapat didepan asrama
lumayan luas dan biasanya digunakan untuk tempat bagi
staff, donator, tamu ataupun terkadang digunakan anak-
anak untuk bermain.36
F. Program-Program Yayasan Rumah
Harapan
1. Tebar Paket Sekolah untuk 1.000 Yatim, Piatu, dan
Dhuafa.
36 Wawancara Pribadi dengan Bapak Azhari pada Selasa, 17-11-2020.
57
Tebar paket sekolah ini merupakan salah satu
program pendidikan Rumah Harapan yang bertujuan
untuk memotivasi siswa-siswi yang berkatagori kurang
mampu dan berprestasi agar senantiasa selalu semangat
dalam belajar.
2. Santunan Yatim Piatu dan Peduli Jompo Dhuafa.
Program Bantuan Sembako dan Peduli Jompo
Dhuafa
Jazakumullah Khairon Katsiran kepada para donatur
yang telah mempercayakan dan berbagi keceriaan
dengan memberikan bantuan sembako kepada
masyarakat yang membutuhkan yang berlokasi di Jl.
Raya Pemda No. 47 Kedunghalang. Alhamdulillah
warga merespon dengan baik program yang di
laksanakan ini. Program bantuan sembako ini
merupakan bentuk kepedulian kami terhadap
masyarakat dalam mendukung kebutuhan pokok.
3. Program Bantuan Sembako-Peduli Jompo Dhuafa.
Jazakumullah Khairan Katsiran kepada para
donatur yang telah mempercayakan dan berbagi
keceriaan dengan Rumah Harapan. Alhamdulillah
Rumah Harapan telah melaksanakan kegiatan berbagi
dengan sesama memberi kebahagian dan
kecerian,dengan memberikan bantuan sembako kepada
warga sekitar asrama yang bertempat di kota
Banjarmasin alamatnya di Jl. Raya Pemda No. 47
Kedunghalang. Alhamdulillah warga merespon dengan
58
baik program yang di laksanakan ini. Program Bantuan
Sembako ini merupakan bentuk kepedulian Rumah
Harapan kepada masyarakat dalam mendukung
kebutuhan pokok.
4. Bazar dan Peduli Sarana Ibadah – Spirit Of Maulid
“Jadikan semangat Maulid untuk berbagi Cinta kepada
sesama”
Dalam keadaan, sahabat Rumah Harapan harus
tetap semangat menjalani kehidupan sehari-hari.
Mengingat saat ini sudah memasuki bulan Rabiul
Awal, kami memiliki program yang rutin dilaksanakan
setiap tahunnya, yaitu untuk memperingati Maulid
Nabi Muhammad SAW. Dalam program ini kami akan
memberi santunan kepada para anak Yatim, Piatu dan
Dhuafa sebanyak 5.000 penerima manfaat diantaranya,
santunan anak yatim, peduli sarana ibadah, bazar
dhuafa dan festival Maulid Nabi. Kami mengajak
sahabat rumah harapan turut serta dalam memberikan
manfaat bagi para yatim piatu dhuafa sebagai bentuk
rasa syukur kepada Allah.
5. Yatim Pintar
Pendidikan adalah hal prinsip dalam hidup
manusia, dalam memberikan pelayanan terbaik bagi
anak-anak yatim, piatu dan dhuafa. Rumah Harapan
bekerja sama dengan Universitas Bina Sarana
Informatika atau yang biasa di sebut BSI untuk
memberikan pendidikan dan pelatihan terbaik bagi
59
mereka, serta Rumah Harapan akan terus berupaya
meningktakan kualitas pendidikan solutif terbaik bagi
para yatim, piatu dan dhuafa.
6. Bantuan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Belajar dari rumah adalah normal baru di tengah
pandemi Covid-19. Semua jenjang pendidikan di
Indonesia menerapkan sistem pembelajaran online.
Dalam rangka ikut membantu dan mewujudkan
harapan bangsa yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa
dalam mencetak generasi masa depan yang lebih baik
ditengah covid-19 yang memaksa anak-anak
melaksanakan pembelajaran daring (online). Melihat
fakta dilapangan bahwa hal tersebut membutuhkan
biaya yang cukup besar, maka kami akan menggulirkan
program PINTAR BERSAMA (PAKET
INTERNET BERBAGI SESAMA).
7. Program Peduli Sar’i (Sarana Ibadah)
Dalam melaksanakan ibadah, tentu kita
menginginkan tempat yang aman dan nyaman. Karena
hal itu bisa saja mempengaruhi pada kekhusyuan kita
dalam melaksanakan ibadah. Terutama dalam hal
sarana pra sarana ibadah. Maka dalam hal ini
merupakan tanggung jawab kita bersama untuk
memfasilitasi tempat ibadah bagi masyarakat. Rumah
Harapan memiliki sebuah program yakni Program
Peduli Sarana Ibadah (Sar’I). Program ini digulirkan
60
dalam bentuk pemberian bantuan sarana dan ataupun
prasarana ibadah kepada Dkm, Mushola, ataupun
Masjid. Bantuannya bisa berupa perlengkapan Sholat,
Al-Quran, Sarana belajar ngaji, Pembangunan tempat
ibadah,dan lain-lain.37
8. Kegiatan Rutinitas Yayasan
NO WAKTU NAMA KEGIATAN
1. 03.00 Shalat Tahajud atau Qiyammul Lail
2. 03.15 Hafalan Juz 30 atau Hadist-Hadist
Pendek
3. 04.00 Shalat Subuh
4. 04.30 Murojaah
5. 05.00 Piket
6. 05.30 Mandi
7. 06.00 Sarapan
8. 06.30 Shalat Dhuha
9. 07.00 Belajar Kegiatan Sekolah Online
10. 08.00 Istirahat
11. 12.00 Shalat Dzuhur
12. 12.30 Makan Siang
13. 13.00 Mengaji, Membaca Al-Qur’An, dan
Iqra’
14. 13.30 Tidur Siang
15. 15.00 Shalat Ashar
16. 15.30 Dilanjutkan dengan mengaji
17. 17.00 Murojaah Al-Qur’An
18. 17.30 mendo’akan para donatur
19. 18.00 Shalat Maghrib
20. 18.30 Mengaji lagi
21. 19.00 Shalat Isya
22. 19.30 Mengaji Hadist, Tauhid, Aqidah
Akhlak, Tajwid, Fiqih, Sejarah Rasul,
dan Kisah Sahabat
37 Program-Program Yayasan Rumah Harapan. Artikel diambil melalui
https://rumahharapan.org/category/tebar-paket-sekolah/
62
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS
Pada bab ini penulis akan membahas tentang peran
pengasuh dalam pembinaan kemandirian anak yatim yang di
terapkan di Yayasan Rumah Harapan. Analisis dilakukan dengan
menggabungkan dan mengkaji antara temuan hasil wawancara.
Observasi dan dokumentasi dengan teori-teori yang dijelaskan
pada Bab II. Dari hasil penelitian, penulis menemukan beberapa
hal mengenai peran pengasuh dalam pembinaan kemandirian anak
yatim dan juga pola pembinaan kemandirian itu sendiri di Yayasan
Rumah Harapan Kota Bogor.
A. Data Informan Penelitian
1. Pembimbing Agama
Pembimbing Agama mereka adalah sejumalah
ustadz yang memiliki peran dan tanggung jawab untuk
membimbing, membina dan mendampingi Anak Yatim di
Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor, mereka adalah
pengasuh dan wakil pengasuh, yang popular dalam
lingkungan mereka sebagai Abi dan Umi, beliau adalah
pasangan suami istri yaitu Bapak Ustadz Atsari Assujud
dan Ibu Umi Wahiyati. Pembimbing Agama bertugas
membimbing, membina dan mendampingi keseharian
Anak Yatim di yayasan dimaksud agar anak-anak memiliki
karakter kemandirian yang bagus, dan bertanggung jawab
dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
63
Pengasuh yang sekaligus merupakan Pembimbing
Agama di sini adalah dia yang mengasuh keseharian Anak-
anak Yatim yang berada dalam tanggung jawabnya.
Membimbing, membina dan mendampingi pembentukan
karakter dan pengutan ilmu pengetahuan peserta bimbngan
(santri) agar bermanfaat bagi mereka agar dapat
mengantarkan Anak-anak Yatim di maskud menjadi
generasi penerus bangsa dengan kemampuan ilmu
pengetahuan yang memadai dan terbentuknya bekarakter
mulia. Selain itu pengasuh juga merupakan panutan
sekaligus teladan bagi anak-anak yang mereka asuh,
menjadi tempat penyelesaian, pengaduan dan penempaaan
anak, hingga segala kejadian yang terjadi pada anak berada
di dalam tanggung jawab pengasuh.
Berdasarkan hasil penelusuran dan pengumpulan
data yang penulis lakukan, maka diketahui profil pengasuh
dapat didiskripsikan dalam catatan berkut ini:
Nama Informan : Atsari Asujud
Usia : 42 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Subang
Tempat Wawancara : Yayasan Rumah
Harapan Bogor
Pak Atsari adalah seorang anak petani dan anak
buruh tidak tetap. Ketika usia beliau 2 tahun, kedua orang
64
tuanya berpisah dan beliau ikut dengan Ibunya sampai
dewasa. Beliau menempuh pendidikannya hanya sampai
SD saja karena tidak ada biaya. Karena tidak ada uang dan
biaya untuk melanjutkan pendidikan akhirnya beliau
memutuskan untuk menjadi seorang kuli. Ketika Pak Atsari
memasuki usia 15 tahun, beliau diajak oleh teman-
temannya untuk ikut masuk ke sebuah pesantren dan di
sana Atsari muda mengabdi dan melakukan berbagai
kegiatan pengabdian apapun di pesantren dengan kemauan
sendiri, mulai dari aktifitas membantu menyuguhkan
makan, minum, dan lain-lain di pesantren dimaksud. Tetapi
sekarang pesantren itu kini sudah tidak ada. Atsari keluar
atau berhenti di pesantren tersebut pada tahun 2003.
Banyak pengalaman dan wawasan yang beliau dapatkan di
pesantren tersebut. Atsari bisa mengendarai sebuah
kendaraan, bisa mengoperasikan komputer, dan banyak
lagi. Dan pada saat Pak Atsari pergi ke Karawang, dia
bertemu dengan seseorang dan sebuah yayasan yang
bernama Rumah Harapan Kota Bogor.
Pertama kali Pak Atsari bergabung ke Yayasan
Rumah Harapan, beliau mengisi salah satu bagian yaitu
sebagai pendamping anak-anak dan Pembimbing Agama.
Sebelum Pak Atsari menjadi Pembimbing Agama di
Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor. Dia terlebih dahulu
harus menjalani interview dan training. Pak Atsari juga
65
sering dipindahlokasikan ke cabang-cabang yang lain
sesuai dengan keputusan dari kantor pusat.38
2. Staff
Staff di Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor
mereka yang menjadi bagian dari struktur yayasan yang
bekerja di kantor. Mereka yang menerima dan melayani
para tamu yang datang ke Yayasan Rumah Harapan Kota
Bogor, sehingga para tamu disservice dan diproses melalui
staff yang sudah dibagikan tugasnya masing-masing.
Mereka menerima segala bantuan dari para donator
ataupun segala hal yang bersangkutan dengan Yayasan
Rumah Harapan, mereka yang mengolah segala
pendanaan dari sebuah anggaran yang di dapat serta
mereka yang mendapat tanggung jawab untuk membuat
laporan rutin kepada kepala Yayasan Rumah Harapan
Pusat di Karawang.
Nama : Tia Trisnawati
Usia : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Karawang
Tempat Wawancara : Yayasan Rumah Harapan
Bogor
38 Wawancara pribadi dengan Atsari Asujud (Pembimbing Agama di
Yayasan Rumah Harapan), Bogor 17 November 2020.
66
Tia lahir di Karawang tgl 16 September 2000. Dia
anak ketiga dari empat bersaudara. Tia bergabung ke
Rumah Harapan dalam keadaan yatim. Pada saat itu ada
tetangganya yang menginformasikan bahwa ada sebuah
Yayasan yang bernama Rumah Harapan. Pada saat itu
Yayasan ini belum bernama Rumah Harapan tetapi Gerha
Yatim. Disana dia ditawarkan untuk tinggal. Awalnya dia
ragu, karena dia tidak bisa jauh dari orang tua. Dikarenakan
pada saat itu ekonomi keluarganya tidak memungkinkan.
Akhirnya dia memutuskan untuk tinggal disana di Yayasan
Rumah Harapan. Dia bergabung ke Yayasan Rumah
Harapan pada saat kelas 6 SD. Disana dia diajarkan tentang
banyak hal, terutama dalam segi kemandirian dan
pendidikan. Ketika mulai memasuki SMA, dia biayai oleh
Yayasan Rumah Harapan mulai dari sandang, pangan, dan
terutama dalam pendidikan agamanya. Setelah lulus SMA
dia ditawarkan apakah ingin kuliah atau kerja. Pada saat itu
dia memutuskan ingin langsung bekerja saja karena dia
ingin membantu orang tuanya. Ketika awal pertama
bekerja, dia mengabdi dahulu selama 1 tahun. Setelah itu
dia diangkat sebagai Staff Administrasi dan mulai bekerja
tetap. Dia ditempatkan di Karawang di asrama 9 sebelum
dipindahlokasikan di Bogor. Dan itu adalah awal pertama
Tia di Rumah Harapan.39
39 Wawancara pribadi dengan Tia Trisnawati (Staff Administrasi di
Yayasan Rumah Harapan), Bogor 19 November 2020.
67
3. Anak Yatim
Yatim adalah anak yang ditinggal wafat ayahnya,
sedang ia belum berada pada usia dewasa, atau belum
mencapai usia baligh dan belum dapat mengurusi
dirinya dengan baik. Dalam ajaran Islam, baligh
merupakan batasan usia dari masa kanak-kanak beralih
kepada masa dewasa.
Di Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor, Anak
Yatim dan Yatim Piatu sendiri terdapat 2 dari 9 anak,
mereka adalah anak-anak yang memperoleh atau penerima
manfaat dari Program atau Kegiatan Bimbingan
Kemandirian, mereka ditempa, dibimbing, dibina dan
didampingi untuk terus belajar kemandirian di dalam
kehidupan sehari-hari agar mereka terbentu menjadi
pribadi yang lebik baik, yaitu pribadi yang mandiri, Islami
dan dapat berinteraksi secara normal dengan anak-anak
lainnya serta menjadi anak yang berguna bagi bangsa dan
negara. Mereka yang masuk kategori Anak Yatim atau
Yatim Piatu antara lain adalah:
1. Bernama Rahman berusia 12, jenis kelamin Laki-laki,
berasal dari Subang, dan diwawancarai di Yayasan Rumah
Harapan Kota Bogor. Rohman selama ini hanya diurus
oleh Ibunya sampai dia masuk ke Yayasan Rumah
Harapan. Dikarenakan Bapaknya meninggal karena
terkena penyakit stroke. Rohman memberitahukan ke
68
Ibunya bahwa dia ingin masuk ke Yayasan Rumah
Harapan Kota Bogor.40
2. Bernama Dennis, berusian 12 tahun, dengan jenis kelamin
Laki-laki, asal daerah Subang. Diwawancarai di Yayasan
Rumah Harapan Kota Bogor. Waktu kecil Dennis diurus
oleh Bibinya dikarenakan orang tuanya meninggal karena
sakit. Dennis berada di Yayasan Rumah Harapan Kota
Bogor ini karena dia ingin menjadi pintar, rajin, dan
membahagiakan kedua orang tua.41
Selebihnya mereka adalah anak-anak dhuafa yang
diberikan bimbngan, pembinaan dan pendampingan
kepada mereka.
B. Peranan Pembimbing Agama bagi Kemandirian
Anak Yatim di Yayasan Rumah Harapan Kota
Bogor.
Peranan Pembimbing Agama yang diterapkan di
Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor dalam mewujudkan
kemandirian terhadap anak-anak yatim tidak terlepas dari
pembimbing yang memiliki kompetensi di bidang Ilmu
Agama, tidak terlalu banyak perberbadaan dengan yayasan
yang lain, namun di Yayasan Rumah Harapan ini seorang
40 Wawancara pribadi dengan Rohman (Anak Yatim di Yayasan
Rumah Harapan), Bogor 17 November 2020. 41 Wawancara pribadi dengan Dennis (Anak Yatim Piatu di Yayasan
Rumah Harapan), Bogor 17 November 2020.
69
pembimbing harus benar-benar mengetahui akan keadaan
emosional seorang anak, terutama bagi anak yatim yang
memiliki latar belakang psikologis dan pengalaman hidup
yang khusus, sebab pada umumnya mereka berada dalam
kondisi kekuarangan kasih sayang atau kekurangan materi,
akibat mereka ditinggal oleh sosok orang tua yang sejatinya
mereka memberikan perhatian dan kasih sayangnya dengan
optimal, dan juga kerap berada dalam kondisi ekonomi di
bawah rata-rata.42
Setelah meneliti berbagai macam peran
pembimbing, serta bimbingan dan pendekatan yang
digunakan di Yayasan Rumah Harapan, peneliti
mendapatkan hasil penelitian tentang peran seorang
pembimbing dalam mewujudkan kemandirian terhadap
anak-anak yatim di antaranya:
1. Sebagai Orang Tua Asuh
Dalam peran ini adalah tugas yang bisa dibilang
paling mulia di sisi Allah SWT. Sebab jika dikaji ulang
tentang peran orang tua di rumah benar-banar sangat
berat selain memberikan tanggung jawab secara lahir
orang tua juga harus bertanggung jawab dalam
memberikan nafkah batin terhadap anaknya dalam
42 Wawancara pribadi dengan Atsari Asujud (Pembimbing Agama di
Yayasan Rumah Harapan), Bogor 19 November 2020.
70
bentuk kasih sayang, begitulah peran seorang
pembimbing di Yayasan Rumah Harapan ini sangat
berat dan beragam namun dibalik semuanya itu memang
sangat mulia di sisi Allah SWT.
Berdasarkan hasil dialog/tanya jawab terhadap
pihak yayasan dalam hal ini memang seorang
Pembimbing Agama harus memiliki sikap yang
mengayomi sebagai sosok orang tua. Pembimbing
Agama juga harus memiliki pemahaman yang
mendalam tentang anak asuh yang berada di dalam
tanggung jawabnya.
Pandangan Pembimbing Agama sebagaimana
layaknya orang tua kandung terhadap anaknya, maka
sejatinya dia akan memberikan perhatan dan kasih
sayang yang maksimal kepada anak asuh yang
diasuhnya, sebab pandangan itu akan menggambarkan
cara mereka bertindak dan bersikap kepada anak-anak
asuh. Sebagaimana disampaikan seorang Pembimbing
Agama juga harus memberikan keteladanan sikap, dia
haruslah memiliki “Akhlaaqul kariimah“ artinya bahwa
pembimbing harus juga memiliki akhlak yang mulia,
sebagaimana tugas awal Nabi Muhammad diutus ke
dunia ini semata-mata hanya untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia, jika itu semua dimiliki oleh seorang
pembimbing Insya Allah seorang anak yatim akan pula
71
memiliki akhlak yang mulia dan menjadi anak yang
diharapkan oleh orang tuanya yang tiada, yaitu menjadi
anak yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi
masyarakatnya kelak.43
2. Sebagai Pendidik
Pembimbing agama sebagai pendidik, dia
memiliki perencanaan yang matang dan lebih visioner di
dalam mempersiapkan masa depan anak anak yang di
asuhnya. Sebab dengan pendidikan dia menyadari mau
diarahkan kemanan anak asuh yang berada dalam
tanggung jawabnya.
Pada prinsipnya Pembimbing Agama yang
dalam hal ini berperan sebagai pendidik, tugas seorang
pendidik tentu tidaklah sama dengan seorang pengajar
sebab seorang pendidik di Yayasan Rumah Harapan
Kota Bogor, selain dia bertugas selain mengajar dia juga
memantau dan mengayomi anak yatim terhadap seluruh
kehidupannya di yayasan, guna menjadikan mereka
sebagai manusia yang mandiri, bermanfaat dan berguna
bagi dirinya dan masyarakat sekitarnya.
Pendidik juga memiliki tugas dan peran dalam
mempersiapkan peserta ddiknya untuk mencapai keberhasilan
43 Wawancara pribadi dengan Atsari Asujud (Pembimbing Agama di
Yayasan Rumah Harapan), Bogor 19 November 2020.
72
yang diharapkan, dan tentu saja mengantarkan
terbentuknya kemampuan seorang anak dalam hal ini
Anak Yatim, Yatim Piatu dan Dhuafa di dalam yayasan
ini. Sedangkan peran Pembimbing Agama yang paling
utama antara lain adalah: Pertama, membimbing,
membina, dan mendampingi mereka menjadi seorang
anak yang berakhlak dan berkepribadin yang kaafah
(sempurna). Kedua: menjadikan anak-anak asuh,
terutama mereka yang Yatim dan Yatim Piatu agar dia
menjadi manusia yang mandiri, dan Ketiga: menjadikan
anak-anak yatim yang kreatif, aktif dan inovatif.44
3. Sebagai Motivator
Selain berperan sebagai orang tua dan pendidik,
pada saat yang sama Pembimbing Agama dalam hal ini
Pengasuh Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor juga
berperan sebagai motivator bagi anak asuh yang
diasuhnya. Yaitu pemberi motivasi dan semangat dalam
belajar dalam menjalani hidup menuju kepada
kemandirian untuk menghadapi tantangan kehidupan
yang akan datang.
Pada peran ini seorang pembimbing anak-anak
yatim harus benar-benar memiliki keilmuan terlebih
dalam mengetahui psikologis anak, seorang motivator
44 Wawancara pribadi dengan Umi Wahiyati (Pembimbing Agama di
Yayasan Rumah Harapan), Bogor 19 November 2020.
73
terlebih dahulu harus mengetahui akan pengertian dari
motivasi itu sendiri, yaitu kekuatan penggerak yang
membangkitkan aktifitas pada makhluk hidup, dan
menimbulkan tingkah laku serta mengarahkannya
menuju tujuan tertentu,jadi seorang motivator adalah
pemberi semangat dan penggerak terhadap santri agar
mereka bisa mendapatkan tujuan hidup mereka dan
dapat mnggapai apa yang mereka cita-citakan, namun
dibalik itu semua memang peran pribadi santri juga tidak
terlepas dari semua itu santri juga harus memiliki
motivasi yang kuat dalam dirinya agar keduanya bisa
saling melengkapi guna tercipta cita-cita yang mereka
harapkan.45
Pada bagian lain, Pembimbing Agama atau
dalam hal ini sebagai pengasuh juga harus terus
memompa dan support terus keadaan anak asuhnya, agar
terus bergerak menuju kepada apa yang telah dicita-
citakan, agar mereka dapa mencapai kemandirian diri
yang telah diharapkan dalamprogram besar Yayasan
Rumah Harapan Kota Bogor ini.
45 Wawancara pribadi dengan Tia Trisnawati (Staff di Yayasan Rumah
Harapan), Bogor 19 November 2020.
74
C. Peranan Pembimbing Agama dalam
Mewujudkan Kemandirian Menurut Keinginan
Masyarakat.
Selain mewawancarai para pembimbing di yayasan
rumah harapan peneliti juga berdialog dengan anak yatim
dan masyarakat sekitarnya yang tinggal dekat dengan area
yayasan rumah harapan, beberapa anak yatim mengatakan
mereka menginginkan sosok seorang pembimbing yang
benar-benar bisa menggantikan posisi orang tuanya
walaupun tidak akan seratus persen mereka merasakannya
seperti kasih sayang orang tuanya yang telah meninggalkan
mereka, mereka ingin dikasihi, disayangi dan diajarkan
ilmu- ilmu agama maupun umum yang bermanfaat bagi
dirinya untuk bekal mereka nantinya setelah tidak lagi tinggal
di yayasan rumah harapan ini. Mereka juga mengharapkan
pembimbing bisa menjadi pendidik mereka yang masih jauh
dari pengetahuan agama, serta memberikan mereka
keterampilan atau skill individu yang nantinya bisa
menghasilkan materi bagi dirinya setelah keluar dari yayasan
ini.46
Masyarakat disekitar yayasan rumah harapan juga
menjadi target penelitian, mereka juga mengharapkan
seorang pembimbing agama agar para anak yatim menjadi
46 Wawancara pribadi dengan Rohman (Anak Yatim di Yayasan
Rumah Harapan), Bogor 19 November 2020.
75
mandiri sangatlah penting, mungkin dalam hal ini
pembimbing harus berperan menjadi pendidik dan pengajar
dalam pendidikan formalnya dan dalam kehidupan
kesehariannya, dimana mereka harus memperhatikan anak-
anak yatim dalam bersekolah, masyarakat tidak ingin
seorang anak yatim putus sekolah karena faktor ekonomi
yang mereka landa, disini memang bukan hanya
pembimbing dan pihak yayasan rumah harapan yang
berperan tapi dukungan masyarakat secara materi juga
dituntut terhadap mereka, agar tercipta hubungan yang baik
antara pihak yayasan dengan masyarakat yang ada, juga
bisa menjadikan anak yatim seorang yang berpendidikan
seperti anak-anak yang lain pada umumnya.47
D. Kesesuaian Peranan Pembimbing Agama Dalam
Mewujudkan Kemandirian Bagi Anak-Anak
Yatim yang ada di Yayasan Rumah Harapan
Bogor Dengan Keinginan Masyarakat.
Setelah mendapatkan data hasil penelitian dari
wawancara kepada pihak Yayasan Rumah Harapan dan
masyarakat sekitarnya, peneliti dapat mengambil
kesesuaian antara pendapat kedua pihak tersebut,
Menurut para pembimbing di Yayasan Rumah
Harapan, peranan mereka sebagai pembimbing adalah:
sebagai pengganti orang tua asuh, dimana dalam peran
47 Wawancara pribadi dengan Dennis (Anak Yatim Piatu di Yayasan
Rumah Harapan), Bogor 19 November 2020.
76
ini mereka harus benar-benar menguasai sosok orang
tua. Kemudian sebagai pendidik dimana pembimbing
selain mengajar mereka juga harus bisa mendidik,
dalam hal ini terlebih pada kehidupan keseharian anak-
anak yatim tersebut. Kemudian sebagai motivator
dimana seorang pembimbing harus benar-benar
menjadi penyemangat anak-anak yatim tersebut dalam
menghadapi kehidupan mereka sebagai anak yatim.
Menurut beberapa masyarakat yang ada di sekitar
Yayasan Rumah Harapan mereka berpendapat bahwa
peran seorang pembimbing guna menjadikan anak
yatim yang mandiri adalah: menjadi pengganti orang
tua mereka dalam kesehariannya, kemudian sebagai
pendidik baik pendidikan formal maupun pendidikan
agamanya, dan mereka juga mengatakan bahwa bukan
hanya pembimbing agama yang menjadi
penanggungjawab atas kemandirian anak yatim tapi
seluruh lapisan masyarakat khususnya masyarakat
yang mampu dalam segi hal materi juga harus memilki
tanggung jawab atas kehidupan mereka guna
menjadikan anak yatim yang mandiri.
Dari pembahasan di atas dapat diambil benang
merah bahwa peranan Pembimbing Agama menurut
masyarakat dalam mewujudkan kemandirian terhadap
anak-anak yatim sesuai dengan peranan Pembimbing
Agama yang ada di Yayasan Rumah Harapan Kota
Bogor.
77
BAB V
PEMBAHASAN
A. Bimbingan Agama untuk Kemandirian
Membicarakan Bimbingan Agama dalam hal ini
adalah Agama Islam untuk kemandirian, maka kita harus
membahas muatan dalam Agama Islam. Agama Islam
memberikan sajian menarik, bawah Agama Islam memiliki
tiga cakupan materi di dalamnya, sebagai mana dijelaskan
dalam sebuah Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh
Sayyidina Umar bi Khattab Radiallah anh,
“Ketika kami duduk di sisi Nabi Muhammad saw. Pada suatu hari tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang sangat putih pakaiannya, sangat hitam rambutnya, tidak terlihat padanya bekas bepergian dan tiada seorangpun di antara kami yang mengenalnya, sehingga duduk di dekat Nabi saw., dan merapatkan lututnya ke lutut Nabi saw., lalu meletakkan kedua tangannya di atas pahanya, lalu bertanya: “Ya Muhammad beritakan padaku tentang Islam?”. Nabi saw., menjawab: “Islam itu, percaya bahwa tiada tuhan kecuali Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah Utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa di Bulan Ramadlan, dan pergi hajike Baitullah jika kuasa dalam perjalanannya”. Berkatalah orang tersebut: “Engkau benar”. Kami merasa heran dia bertanya, tetapi dia juga membenarkan, seakan-akan dia telah mengetahui. Lalu dia bertanya kembali, “Beritakan kepadaku tentang Iman?”, Nabi Muhammad saw., menjawab: “Iman adalah percaya kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para RAsul-Nya, Hari Akhir, dan percaya pada takdir baik
78
dan buruk dari Allah swt. Dia berkata, “Engkau benar”. Kemudian dia bertanya kembali, “Beritakan kepadaku tentang ihsan?”, Nabi Muhammad saw., menjawab, “Ihsan itu jika engkau menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak melihat-Nya, ketahuilah bahwa Allah melihatmu”. Kemudian dia menjawab, “Engkau benar”. Kemudian dia bertanya kembali, “beritakan kepadaku tentang Kiamat”. Nabi Muhammad saw., menjawab, “yang ditanya tentang Kiamat tidak lebih tau dari yang bertanya”. Lalu dia bertanya, “beritakan kepadaku tanda-tandanya?”, Nabi Muhammad saw., “jika seorang ibu melahirkan tuannya, kemudian engkau melihat orang-orang biasa telanjang kaki dan pakaian, bagaikan orang yang telanjang dan biasa miskin, pengembala kambing tiba-tiba mereka berlomba-lomba membangun gedung”. Kemudia dia pergi. Selanjutnya Sayyidina Umar berkata, “aku terdiam sejenak”, kemudian Nabi Berkata, “Hai Umar, tahukah engkau siapakah penanya tadi?” Umar menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Maka sabda Nabi saw., “Dia itu Malaikat Jibril datang kepada kamu untuk mengajarkan agamamu”. (HR. Muslim).48
Jadi kehadiran malaikat Jibri dimasud adalah untuk
mengajarkan para shahabat Nabi setidaknya tentang (3)
tiga hal dalam ajaran Agama Islam, yaitu tentang Iman,
Islam dan Ihsan (yaita qidah atau tauhid, syariat atau fiqh,
dan tentang akhlaq).
Dalam hal akidah, bimbingan terkait dengan
akidah, ke-Tauhidan kepada Allah SWT akan memperkuat
48 Salim Bahreisy, Petunjuk ke Jalan Lurus, (Surabaya;
Darussaggaf, tt), hal 4-7
79
kemandirian seorang peserta bimbingan untuk tidak
bergantung kepada sesuatu, kecuali adalah kebergantungan
seorang peserta bimbingan semata-mata kepada Allah,
artinya dia akan mengalami kemandirian tingkat tinggi.
Sebagaimana dicontohkan oleh para Rasul, Malaikat dan
lain sebagainya.
Berkaitan dengan syariat dalam hal ini pengetahuan
fiqh, Bimbingan Agama akan mengantarkan peserta
bimbingan untuk teratur di dalam menjalani seluruh
perntah Tuhannya, sehingga peserta bimbingan tidak
terperangkat pada pola-pola baru yang menyesatkan dan
menjauhkan dirinya dari ajaran agama yang sudah ada.
Pada bagian yang ketiga, Bimbingan Agama
berkaitan dengan akhlak, adab atau etika akan memberikan
penguatan kemandirian berupa kesabaran, ketawadhuan
dan penghargaan yang tinggi kepada orang lain.
Ketiga muatan Agama Islam tersebut dapat
memberikan jalan yang baik bagi seorang peserta
bimbingan untuk memperoleh kemandiran yang
diharapkan bagi peserta bimbingan. Untuk itu,diperlukan
berbagai model pendekatan yang memadai dan sesuai
dengan keadaan peserta bimbingan untuk diberikan ketiga
muatan agama dimaksud, sehingga para peserta bimbingan
yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda,
kiranya dapat memperoleh pengetahuan Agama Islam,
sekaligus memperoleh dampak positif dari pengetahuan
itu, dan memperoleh hasil kemandirian di dalam dirinya.
80
B. Pelaksanaan Bimbingan Agama dan Kemandirian di
Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor
Berkaitan dengan Bimbingan Agama yang
dilaksanakan dan dikembangkan di Yayasan Rumah
Harapan Kota Bogor, terutama pada anak Yatim dan Yatim
Piatu sebagai peserta bimbingan di yayasan dimaksud.
Maka perlu dilakukan sebuah telaah mendalam untuk
mengetahui, apakah di lembaga dimaksud Bimbingan
Agama yang dikembangkan dan dilaksanakan di sana
berpengaruh dan berdampak kepada kemandirian peserta
bimbingan.
Sesuai dengan konsep dan teori yang dijelaskan di
atas, untuk mengukur terjadinya pembentukan kemandirian
pada peserta bimbingan, maka perlu diulas sejenak apa
yang dimaksud dengan kemandirian. Indicator
kemandirian harus dijelaskan pada kesempatan ini, agar
penulis dapat melihat keberlangsungan kemandirian di
Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor. Kemandirian
tersebut antara lain:
1. Memiliki kebebasan untuk bertingkah laku,
membuat keputusan dan tidak merasa cemas, takut
dan malu jika keputusan yang diambil tidak sesuai
dengan keyakinan dan pilihan orang lain.
Sebagaimana pengamatan peneliti, melalui
wawancara, observasi dan dokumin yang ada dan
81
telah dilakukan penelitian in. maka bimbingan yang
diberikan pengasuh kepada peserta bimbingan,
diketahui bahwa peserta bimbingan mengalami
kemandirian dilihat dari aspek kebebasan untuk
bertindak dan dalam mengambil keputusan. Mereka
juga tidak merasakan cemas dalam hal mengambil
keputusan.
Walaupun demikian, kebebasan pengambilan
keputusan yang dimaksud adalah kebebasan sesuai
dengan standard an aturan yang berlaku
dilingkungan Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor.
Prinsipnya mereka dalam melaksanakan tugas-tugas
tetap sudah tidak lagi menunggu perintah dari
pengasuh.
Bukt lain yang terlihat dalam temuan lapangan
saat observasi adalah mereka sudah tidak perlu
disuruh saat harus mencuci pirin bekas mereka
makan, mencuci pakaiannya sendiri, dan
menjalankan tugas-tugas harian tanpa harus ditegur
pengasuh.
2. Mempunyai kemampuan untuk menemukan akar
masalah, mencari alt pemecahan alternatif masalah,
mengatasi masalah dan berbagai tantangan serta
kesulitan lainnya, tanpa bimbingan dari orang lain
dan dapat mandiri dalam membuat keputusan dan
melaksanakan keputusan yang diambil.
82
Demikian halnya dalam hal terjadinya satu
permasalahan di yayasan, seperti adanya keributan di
antara mereka, disebabkan adanya rebutan tempat
duduk di antara mereka. Tanpa harus diselesaikan
oleh pengasuh, salah satu anak yang dituakan di
sana, lansung mengambil peran untuk
menyelesaikan masalah. Kedua anak yang
bersengketa, lalu dipertemukan oleh salah satu dari
mereka, dan kemudian dirunut akar masalahnya, dan
diurai dihadapan mereka, sehingga mereka yang
bersengketa menjadi damai akibat mereka
menemukan jalan keluar.
Hal tersebut dapat terjadi sebab di antara mereka
dapat menemukan akar masalah dengan tepat dan
baik, dan diantara mereka saling membantu dalam
hal menyelesaikan permasalahan yang terjadi di
antara mereka.
Prinsip yang mereka ketahui sebab dilandasi
pengetahuan agama yang menyatakan bahwa di
antara mereka adalah saudara, karena itu sesame
saudara sejatinya di antara mereka harus saling
menolong, saling berbuat baik dan saling menyadari
di antara sesame.
3. Mampu mengontrol dirinya dan perasaannya agar
tidak memiliki rasa takut, ragu, cemas, tergantung
dan marah yang berlebihan dalam berhubungan
dengan orang lain.
83
Seperti yang dijelaskan pada point ke dua di atas,
setelah dibantu dipertemuakan dan dimediasi oleh
salah satu temannya. Mereka kemudian menyadari
dan dapat melakukan kintrol diri, sehingga mereka
dapat keluar dari kebasaan yang saling amarah
terhadap teman-temannya.
4. Mengandalkan diri sendiri untuk menjadi penilai
mengenai apa yang terbaik bagi dirinya, serta berani
mengambil risiko atas perbedaan kebutuhan dan
nilai-nilai yang diyakini serta perselisihan dengan
orang lain.
Dalam hal mengandalkan diri sendiri, ketika
mereka melihat tugas-tugas, mereka tidak saling
mengandalkan. Siapapun di antara mereka melihat
sesuatu ang harus diselesaikan, maka mereka
langsung mengambil peran dan menjalankan tugas
tersebut.
Inilah salah satu hal yang dapat mempengaruhi
pola piker dan pembentukan karakter mereka melalui
Bimbingan Agama dan pembiasaan yang dilakukan
di yayasan.
5. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang
lain, yang diwujukan dalam kemampuannya
membedakan kehidupan dirinya dengan kehidupan
orang lain, namun tetap menunjukan loyalitas.
Selain hal di atas, mereka peserta bimbingan juga
telah bertanggung jawab terhadap diri mereka
84
sendiri, dengan melaksanakan semua tugas dan
tanggung jawab yang telah dibagi berdasarkan piket,
namun juga masing-masing dari mereka juga dengan
cekatan dan segera melakukan tugas-tugasnya.
6. Mempunyai inisiatif yang baik melalui ide-idenya
dan sekaligus mewujudkannya dengan disertai
kemauan untuk mencoba hal yang baru.
Selain itu, mereka juga memiliki inisiatif untuk
menjalankan tugas tugas di yayasan. Tanpa disuruh
mereka langsung membuat air masak jika ketahuan
air minum mereka sudah habis.
Inisiatif mereka terjadi dalam banyak
kesempatan dan dalam berbagai hal kegiatan.
7. Memiliki kepercayaan diri yang kuat dengan
menunjukan keyakinan atas segala tingkah laku yang
dilakukannya dan menunjukan sikap tidak takut
menghadapi suatu kegagalan.
Termasuk di dalamnya para peserta bimbingan juga
memiliki kepercayaan diri yang tinggi dalam
menjalankan semua tugas dan kegiatan yang
dilakukannya. Dan mereka bertanggung jawab
dalam setiap tindakan yang telah diambil.
Demikian pentingnya kemandirian pada para peserta
bimbingan di Yayaysan Rumah Harapan Kota Bogor, hal
tersebut disebabkan konsistensi dan kontinuitas yang diberikan
85
kepada para peserta bimbingan, dalam hal mendorong mereka
untuk mandiri dalam menjalani hidup sehari-hari.
86
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Peran pembimbing agama dalam mewujudkan
kemandirian bagi anak-anak yatim di Yayasan Rumah
Harapan Kota Bogor terdiri dari membimbing,
membina, dan mendampingi keseharian anak yatim di
Yayasan dimaksud agar anak-anak memiliki karakter
kemandirian yang bagus dan bertanggung jawab dalam
menjalani kehidupan sehari-hari.
2. Kesulitan pembimbing agama dalam mewujudkan
kemandirian anak-anak yatim di Yayasan Rumah
Harapan Kota Bogor antara lain anak-anak masih suka
disuruh dan kurangnya sumber daya manusia yang
lebih memahami baik itu pelajaran di sekolah untuk
menjadi pemateri demi menunjang masa depan anak-
anak.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah peneliti dapat,
peneliti memiliki beberapa saran yang akan disampaikan
kepada pembaca dan pihak Yayasan Rumah Harapan Kota
Bogor, antara lain:
1. Untuk para pembimbing agama di Yayasan Rumah
Harapan Kota Bogor disarankan agar lebih
mengembangkan unsur-unsur kemandirian agar anak-
87
anak dapat memaksimalkan segala perkembangan dan
pembinaan yang diterima oleh mereka serta lebih
memperhatikan anak-anak dari sisi kebutuhan dan
keakraban anak yatim.
2. Disamping itu harus ada sumber daya manusia yang
lebih memahami baik itu pelajaran di sekolah, tentang
agama dan juga dari kesukaan atau hobi untuk menjadi
pemateri demi menunjang masa depan anak-anak.
3. Kepada anak-anak yatim di Yayasan untuk lebih
semangat lagi belajar baik itu di Yayasan, karena ilmu
itu sangat penting dan juga hilangkan rasa malas untuk
menjalani program atau kegiatan yang ada. Kepada
pihak Yayasan dan staff yang ada disarankan agar
membuat standar program dalam mewujudkan
kemandirian yang lebih konsisten dengan yang
dibutuhkan anak-anak di Yayasan.
88
DAFTAR PUSTAKA
Abullaits Assamarqondi, H. Salim Bahreis, Tanbihul Ghofilin,
(Jakarta: Sa’diyah Putra, 1984), Jilid 2.
Agama RI, Departement, Al Qur’an dan Terjemahannya,
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 1993).
_____, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, jilid X, (Jakarta: PT
Bumi Aksara,1993).
Al-Ma’luf, Luis, Al-Munjid Fillughoti Wak A’lam, (Beirut-
Libanon: Daar El-Masyrik, 1986)Cet. Ke-28.
Arifin, M.
As Sayyid Ahmad Al-Hasyimi
_____, Tarjamatu Mukhtaril Ahadist, Hikamil
Muhammadiyah, (Bandung: Al-Ma’arif, 1996), cet.
ke-6.
Berry, David, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada 1995), Cet. Ke-3.
Center, Media, Kamus Ilmiah Populer, (Jakarta: Mitra Press,
2002), Cet. Ke-1.
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), Cet. Ke-2.
Djamaludin Ancok dan Fuad Nasori Soroso, Psikologi Islam
atas Problem-Problem Psikolog, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1995), Cet. Ke-2.
Faqih, Aunur Rahim, Bimbingan dan Konseling Islam,
(Yogyakarta UI Press, 2001), Cet. Ke-2.
89
Gerungan, W.A., Psikologi Sosial, (Jakarta: PT Eresco, 1988),
h. 135
Hawari, Dadang, Al-Qur’An Ilmu Kedokteran Jiwa dan
Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima
Yasa, 2004), Edisi 3.
_____, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
(Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), Edisi 3.
Mobarok, Ahmad, op.cit.
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya,
(Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985), Cet. Ke-5.
Peter Salim & Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia
Kontemporer, (Jakarta: Modern English, 1991).
Poerwadarminta, Wjs., Kamus Modern, (Jakarta: Jembatan,
1976), Cet. Ke-2.
Puspito, Hendro, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: BPK Gunung
Mulia, 1996), Cet. Ke-2.
Rahman, M. Fauzi, Islamic Teen Parenting: Pendidikan Anak
Usia Tamyiz dan Baligh (7-15 Tahun), (Jakarta:
Erlangga, 2014).
Romly, A. M., Penyuluhan Agama Menghadapi Tantangan
Baru, (Jakarta: PT Bina Rena Pariwara), Cet. Ke-1.
Shadaly, Hasan, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ikhtisar Baru
Van Hoeve, 1984), Jilid 7.
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-qur’an, Fungsi dan Peran
Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan,
1992), Cet. Ke-2.
90
Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: Gunung
Mulia, 1989), cet. Ke-5.
Sukardi, Dewa Ketut, Pengantar Pelaksana Program
Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2000), Cet. Ke-1.
Syeikh Salim bin Al hadromi & Abdullah, Safinatun Naja Fi
Ushuludin Wal Fiqhi, (Jakarta: PT Sa’diyah Putra).
Ulwan, Abdullah Nashih, Mencintai dan Mendidik Anak Secara
Islami, (Yogjakarta: Darul Hikmah, 2009), cet.1.
Zuhri, M., Butir-Butir Untaian Mahfudzot, (Sukabumi: TMI
Assalaam, 1998).
INTERNET
https://rumahharapan.org/tentang-kami/sejarah-berdirinya-
rumah-yayasan/ diakses pada tanggal 17 Februari 2021
pada pukul 11.10
https://rumahharapan.org/tentang-kami/visi-dan-misi/ diakses
pada tanggal 17 Februari 2021 pada pukul 11.10
Brosur Yayasan Rumah Harapan 2008
Wawancara Pribadi dengan Bapak Azhari pada Selasa, 17-11-
2020.
Program-Program Yayasan Rumah Harapan. Artikel diambil
melalui https://rumahharapan.org/category/tebar-paket-
sekolah/
91
Wawancara pribadi dengan Atsari Asujud (Pembimbing Agama
di Yayasan Rumah Harapan), Bogor 17 November 2020.
Wawancara pribadi dengan Tia Trisnawati (Staff Administrasi
di Yayasan Rumah Harapan), Bogor 19 November 2020.
Wawancara pribadi dengan Rohman (Anak Yatim di Yayasan
Rumah Harapan), Bogor 17 November 2020.
Wawancara pribadi dengan Dennis (Anak Yatim Piatu di
Yayasan Rumah Harapan), Bogor 17 November 2020.
Wawancara pribadi dengan Atsari Asujud (Pembimbing Agama
di Yayasan Rumah Harapan), Bogor 19 November
2020.
Wawancara pribadi dengan Atsari Asujud (Pembimbing Agama
di Yayasan Rumah Harapan), Bogor 19 November
2020.
Wawancara pribadi dengan Umi Wahiyati (Pembimbing
Agama di Yayasan Rumah Harapan), Bogor 19
November 2020.
Wawancara pribadi dengan Tia Trisnawati (Staff di Yayasan
Rumah Harapan), Bogor 19 November 2020.
Wawancara pribadi dengan Rohman (Anak Yatim di Yayasan
Rumah Harapan), Bogor 19 November 2020.
Wawancara pribadi dengan Dennis (Anak Yatim Piatu di
Yayasan Rumah Harapan), Bogor 19 November
2020.
92
OBSERVASI (CATATAN LAPANGAN)
Pada saat tanggal 30 Januari 2021, pada pukul 16.00 ada
seorang donatur yang memberikan pakaian-pakaian untuk anak
yatim dan piatu. Donatur tersebut meminta izin kepada staff
Yayasan untuk memanggil anak-anak dan diperbolehkan oleh
mbak Tia (Staff). Ketika anak-anak menemui donatur tersebut
mereka langsung salim dan donatur tersebut berkata kepada
mereka: “ini ada baju untuk kalian” dan anak-anak yatim dan piatu
tersebut terlihat senang sekali setelah mendapatkan baju dari
donatur. Anak-anak langsung memilih baju yang dikasih oleh
donatur disana terlihat ada beberapa anak yang sedang memilih
dan memilah baju tersebut dan mencoba baju tersebut. Ada juga
anak yang sedang merapihkan baju-baju itu. Dari observasi
tersebut menunjukkan unsur-unsur kemandirian. Salah satunya
adalah bebas yang artinya setiap tindakan dilakukan atas
kehendaknya sendiri bukan karena orang lain dan tidak tergantung
kepada orang lain.
Di hari berikutnya pada tanggal 31 Januari 2021, pada
pukul 12.30 anak-anak kebetulan mau makan siang dan kamipun
ditawakan untuk makan bersama. Sebelum makan anak-anak
membaca do’a terlebih dahulu. Terlihat pada saat mereka makan
sangat lahap sekali dan mereka makan sampai habis. Setelah
selesai makan, mereka langsung membuang sampah makanan ke
tempat sampah dan mereka juga langsung mencucui piring
93
bersama teman-teman yang lain. Selanjutnya mereka mengepel
lantai sampai bersih. Pada pukul 15.00 mereka menyapu halaman
karena banyak sampah-sampah daun yang berserakan dan
merapihkan sendal yang berantakan. Disinilah terdapat unsur-
unsur kemandirian yang kedua yaitu inisiatif, kemampuan untuk
berfikir dan bertindak secara orisinil, kreatif, dan penuh inisiatif.
Di hari berikutnya pada tanggal 1 Februari 2021, pada
pukul 17.00 anak-anak sedang memilih pakaian kotor untuk di cuci
dan mereka mengambil deterjen dan pewangi. Mereka langsung
kebelakang untuk mencuci pakaian mereka sampai selesai.
Beberapa anak-anak yang lain ada yang pakaiannya sudah kering
(di cuci lebih awal) dan mereka langsung menyetrika pakaiannya
sendiri. Terdapat kesamaan pada unsur-unsur kemandirian seperti
di atas yaitu inisiatif, kemampuan untuk berfikir dan berindak
orisinil, kreatif, dan penuh inisiatif.
Di hari berikutnya pada tanggal 2 Februari 2021, pada
pukul 15.30 setelah shalat Ashar, anak-anak ke ruangan belajar dan
mengambil meja belajar. Mereka semua belajar menulis arab dan
menghafal ayat-ayat Al-Qur’an. Karena nanti akan di test oleh Pak
Atsari selaku pembimbing agama untuk penilaian di yayasan.
Setelah mereka belajar menulis arab dan menghafal ayat-ayat Al-
Qur’an, mereka langsung merapihkan Al-Qur’an di raknya
masing-masing. Dari paragraf ini menunjukkan unsur-unsur
kemandirian yaitu progresif dan ulet, usaha untuk mengejar
prestasi, penuh ketekunan, merencanakan, serta mewujudkan
harapan-harapannya.
94
Di hari berikutnya pada tanggal 3 Februari 2021, pada
pukul 12.00 sebelum adzan Dzuhur berkumandang. Mereka
sedang bermain lari-larian dan salah satu dari mereka bergegas
untuk mengambil air wudhu dan anak-anak yang lain mengikuti
temannya untuk mengambil air wudhu. Setelah adzan anak-anak,
staff, pembimbing agama, dan kami shalat dzuhur berjamaah.
Setelah shalat berjamaah di pimpin do’a oleh Pak Atsari selaku
pembimbing agama sampai selesai. Ini yang disebut dengan unsur-
unsur kemandirian yaitu pengendalian dari dalam, adanya perasaan
mampu untuk mengatasi masalah yang dihadapi, mampu
mengendalikan tindakan serta mampu mempengaruhi lingkungan
atas usahanya sendiri.
Di hari berikutnya pada tanggal 4 Februari 2021, pada pukul
19.30 mereka ada yang sudah tidur dan juga ada yang belajar. Dia
terlihat sangat serius belajar, menghafal ayat-ayat Al-Qur’an, dan
menulis arab. Ini yang disebut dalam unsur-unsur kemandirian
yaitu kemantapan diri, mencakup rasa percaya terhadap
kemampuan sendiri, menerima diri sendiri, dan memperoleh
kepuasan melalui usahanya. Kemandirian mendorong individu
untuk berprestasi dan berkreasi. Mendorong menjadi manusia yang
produktif dan efisien serta membawanya ke arah kemajuan.
A. Wawancara (Anak Yatim)
Pertanyaan umum menyangkut informasi
keyatimannya:
1. Di mana asal daerahnya?
2. Ditinggal wafat ayah, ibu, atau dua duanya?
95
3. Sejak kapan ditinggal ayah, ibu atau kedua duanya?
4. Bagaimana ceritanya saudara bisa masuk ke
Yayasan Rumah harapan Kota Bogor?
5. Apa yang membuat saudara tertarik tinggal dan
mengikuti kegiatan di Yayasan Rumah Harapan
Kota Bogor?
Pertanyaan Khusus
1. Hal-hal berkaitan dengan kemandirian
1.1. Dalam melakukan sesuatu apakah saudara
melakukan karena diri sendiri?
1.2. Jika keputusan anda tidak sama dengan orang
lain, apakah saudara malu, cemas, atau tidak
enak [ada orang lain?
1.3. Jika ada persoalan apakah saudara mempelajari
apa penyebab masalahnya?
1.4. Jika terjadi permasalahan dengan orang lain,
apakah anda dapat mengontrol diri untuk tidak
kecewa, marah, atau cemas?
1.5. Dalam melaksanakan satu keputusan, apakah
saudara mengandalkan diri sendiri dan tidak
mengandalkan orang lain?
1.6. Apakah saudara bisa membedakan mana
kepentingan pribadi dan kepentingan orang lain
atau kelompok?
1.7. Dalma melaksanakan tugas-tugas apakah
saudara berinisiatif sendiri, bukan karena takut
atau disuruh orang lain?
96
1.8. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari apakah
saudara ada perasaan takut atau gagal?
2. Hal-hal yang berkaitan dengan peran pembimbing
agama dalam mewujudkan kemandirian anak
yatim.
2.1. Apakah saudara memperoleh perhatian dari
pembimbing agama dalam melaksanakan tugas
sehari-hari?
2.2. Apakah pembimbing agama selalu
memberikan nasihat saat saudara salah dalam
melaksanakan kegiatan?
2.3. Apakah pembimbing agama selalu
memberikan contoh dan keteladanan dalam
tugas sehari-hari saudara?
2.4. Apakah pembimbing agama selalu
mengarahkan agar saudara mandiri?
2.4.1. Seperti agar saudara bertanggung jawab
dalam sehari-hari?
2.4.2. Seperti saudara agar tudak mengeluh
dalam menjalankan tugas?
2.4.3. Seperti saudara agar mengambil inisiatif
dalam melaksanakan tugas?
2.4.4. Seperti saudara agar tidak bergantung
pada yang lain?
2.4.5. Seperti saudara agar tidak iri dengan
kebaikan orang lain?
97
2.4.6. Seperti saudara agar bertanggung jawab
atas seluruh tindakan yang saudara
lakukan?
2.5. Dalam kegiatan sehari-hari, seperti apa
pembimbing agama menyampaiakn bimbingan
bimbingan agaman pada saudara?
B. Wawancara (Pembimbing Agama)
1. Pertanyaan umum:
1.1. Bisa perkenalkan nama Bapak?
1.2. Bisakah Bapak ceritakan latar belakang pendidikan
Bapak?
1.3. Sejak kapan Bapak menjadi pembimbing di tempat
ini?
1.4. Bagaimana ceritanya, ceritanya Bapak ditetapkan
menjadi pembimbing agama di tempat ini?
1.5. Apa yang membuat Bapak mau menjadi pembimbing
di tempat ini?
1.6. Menurut Bapak, anak-anak yatim ini dipandang
sebagai apa? (Pandangan Bapak terhadap anak asuh)
2. Pertanyaan Khusus:
2.1. Bisa Bapak gambarkan, apa yang dimaksud dengan
kemandirian pada anak?
2.2. Apakah ada hubungannya bimbingan agama dengan
kemandirian?
98
2.3. Bagaimana Bapak membuat mereka mandiri?
2.4. Apakah Bapak melihat anak-anak tidak bebas dan
cemas dalam melakasanakan keputusannya?
2.5. Dalam tugas harian apakah anak-anak dalam melihat
masalah tidak tahu akar masalahnya?
2.6. Apakah Bapak sering melihat anak-anak tidak mampu
mengontrol dirinya dalam menghadapi permasalah
dengan hal tersebut?
2.7. Apa yang Bapak lakukan agar anak-anak mandiri
dalam menentukan baik dan buruk?
2.8. Apa yang Bapak lakukan agar anak-anak punya
inisiatif melaksanakan tugas-tugasnya?
2.9. Bagaimana caranya agar Bapak dapat mengantarkan
anak-anak punya kepercayaan diri dan keyakinan yang
kuat dengan seluruh tingkah lakunya?
2.10. Apa yang Bapak lakukan agar mereka bebas dan
tidak cemas dalam melaksanakan tugas dengan
tanggung jawab setiap hariannya?
2.11. Kira-kira apa yang Bapak lakukan agar mereka tau
akar masalah?
2.12. Kira-kira apa yang Bapak lakukan jika anak-anak
tidak mampu mengontrol dirinya?
99
HASIL WAWANCARA
1. Staff
Nama Informan : Tia Trisnawati
Usia : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Karawang
(Pertanyaan Umum)
1. Di mana asal daerahnya?
“Saya berasal dari Karawang”
2. Ditinggal wafat ayah, ibu, atau dua-duanya?
“Saya hanya ditinggal wafat oleh ayah”.
3. Sejak kapan ditinggal ayah, ibu atau kedua duanya?
“Saya ditinggal wafat oleh ayah ketika saya di Sekolah
Dasar pada tahun 2010”.
4. Bagaimana ceritanya saudara bisa masuk ke Yayasan
Rumah harapan Kota Bogor?
“Waktu itu saya diberitahu oleh tetangga. Tetangga ada
yang kenal dengan orang dari Yayasan Rumah Harapan ini.
Kebetulan pada saat itu keadaan saya sudah yatim. Lalu
saya ditawarkan apakah ingin masuk ke dalam asrama /
Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor ini supaya
meringankan beban orang tua. Dan akhirnya saya mau dan
ditempatkan di Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor ini”.
5. Apa yang membuat saudara tertarik tinggal dan mengikuti
kegiatan di Yayasan Rumah Harapan Kota Bogor?
100
“Saya tertarik pertama dalam ilmu agamanya yang teratur.
Yang kedua dengan kemandiriannya, dengan saya yang
tinggal di Rumah Harapan ini saya bisa mandiri dengan
meringankan beban orang tua saya”.
(Pertanyaan Khusus)
1. Hal-hal berkaitan dengan kemandirian
1.1. Dalam melakukan sesuatu apakah saudara melakukan
karena diri sendiri?
“Saya melakukan sesuatu yang pertama itu karena
Allah, yang kedua niat dari hati. Karena saya ingin
tinggal disini. Ingin benar-benar mandiri saya niatkan
karena ingin belajar dengan sungguh-sungguh niat
karena hati sendiri bisa membanggakan orang tua jadi
karena saya sendiri”.
1.2. Jika keputusan anda tidak sama dengan orang lain,
apakah saudara malu, cemas, atau tidak enak ada orang
lain?
“Saya tidak mau mendengarkan perkataan orang lain.
Saya yakin kepada diri saya sendiri walau saya tinggal
di sebuah Yayasan kalau menurut saya itu baik saya
tidak akan malu apalagi ini lebih kearah yang baik jadi
saya ingin benar-benar mencari ilmunya dalam hal
agama atau dengan kemandiriannya”.
1.3. Jika ada persoalan apakah saudara mempelajari apa
penyebab masalahnya?
101
“Ya, saya mempelajari dulu. Saya menelaah dulu apa
penyebab dari masalah ini setelah itu di pelajari lalu di
amalkan”.
1.4. Jika terjadi permasalahan dengan orang lain, apakah
anda dapat mengontrol diri untuk tidak kecewa, marah,
atau cemas?
“Insya Allah. Pertama saya akan mengintropeksi diri
dahulu, apakah di dalam diri saya ada sebuah kesalahan
dan Insya Allah saya akan menerima orang itu ketika ia
menegur saya lalu saya akan memperbaiki diri dan
tidak akan kecewa karena itu merupakan kesalahan
saya. Walaupun jika itu memang kesalahan dari
sananya saya akan berusahan untuk memaafkan.
Karena sejatinya manusia itu tidak luput dari
kesalahan”.
1.5. Dalam melaksanakan satu keputusan, apakah saudara
mengandalkan diri sendiri dan tidak mengandalkan
orang lain?
“Kalau untuk keputusan saya biasanya pada diri sendiri
karena itu untuk saya jadi saya melakukan saya tidak
bergantung kepada orang lain kalau tekad diri sendiri
kalau untuk melaksanakan suatu keputusan”.
1.6. Apakah saudara bisa membedakan mana kepentingan
pribadi dan kepentingan orang lain atau kelompok?
“Insya Allah bisa karena disini tinggal bersama-sama
disini ada hak untuk saya sendiri dan ada hak untuk
bersama-sama kalau misalkan kata pengurusnya ini
102
untuk saya sendiri maka saya tekankan ini untuk saya
kalau ini untuk kelompok maka saya harus rela berbagi
untuk bersama”.
1.7. Dalam melaksanakan tugas-tugas apakah saudara
berinisiatif sendiri, bukan karena takut atau disuruh
orang lain?
“Karena saya sendiri. Karena itu memang sudah
menjadi kewajiban atau tugas karena Insya Allah kalau
misalkan kita lakukan dengan niat tugas itu akan
menjadi mudah dan bukan karena takut atau disuruh
orang lain. Bagaimanapun hasil dari tugas itu saya
serahkan kepada Allah yang penting saya sudah
berusaha dulu”.
1.8. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari apakah saudara
ada perasaan takut atau gagal?
“Perasaan takut atau gagal itu ada. Karena banyak
sekali laporan-laporan yang masuk. Lalu juga sering
kurang mengerti tapi saya pelajari dulu kalau kata hati
saya bisa ya pasti bisa yang penting ikhtiar dulu dari
saya sendiri. Saya berusaha dan berdo’a”.
2. Hal-hal yang berkaitan dengan peran pembimbing agama
dalam mewujudkan kemandirian anak yatim.
2.1. Apakah saudara memperoleh perhatian dari
pembimbing agama dalam melaksanakan tugas sehari-
hari?
103
“Ya. Saya selalu mendapatkan perhatian dari
pembimbing agama. Contohnya ketika saya disuruh
untuk melakukan Shalat Tahajud saya harus bangun.
Pengurus juga harus memperhatikan apakah anak ini
sudah bangun atau belum. Sesuai atau tidak dengan
peraturan yang ada disini. Terutama dalam hal agama
kita harus benar-benar memperhatikan”.
2.2. Apakah pembimbing agama selalu memberikan
nasihat saat saudara salah dalam melaksanakan
kegiatan?
“Tentu saja pasti. Ketika kita melakukan kesalahan
walaupun sekecil apapun kesalah yang kita lakukan
kalau memang itu salah Insya Allah pembimbing
agama akan memperingatkan bahwa ini salah dalam
agama kita melakukan ini salah”.
2.3. Apakah pembimbing agama selalu memberikan
contoh dan keteladanan dalam tugas sehari-hari
saudara?
“Tentu saja ya. Dia adalah seorang pembimbing agama.
Ketika dia memberikan contoh kepada orang lain
ketika dia memberikan tugas kepada anak-anak asuh
otomatis dia juga harus mencontohkan diri dia sendiri
dulu sebelum memberikan tugas tersebut kepada orang
lain”.
2.4. Apakah pembimbing agama selalu mengarahkan agar
saudara mandiri?
104
“Jelas. Karena disini adalah sebuah Yayasan yang
diutamakan adalah kemandirian karena jauh dari orang
tua disini juga sudah dijadwalkan piket itu harus
melakukan sendiri, seperti cuci piring sendiri, cuci baju
sendiri, dan lain-lain. Kalau untuk kemandirian itu
100% diajarkan disini dan di bimbing”.
2.4.1. Seperti agar saudara bertanggung jawab dalam
sehari-hari?
“Ya”.
2.4.2. Seperti saudara agar tudak mengeluh dalam
menjalankan tugas?
“Ya”.
2.4.3. Seperti saudara agar mengambil inisiatif dalam
melaksanakan tugas?
“Ya”.
2.4.4. Seperti saudara agar tidak bergantung pada
yang lain?
“Ya. Karena sudah mempunyai porsinya
masing-masing. Kalau kita harus mandiri dan
tidak boleh bergantung kepada orang lain”.
2.4.5. Seperti saudara agar tidak iri dengan kebaikan
orang lain?
“Ya. Insyah allah. Karena rezeki masing-
masing sudah diatur oleh Allah”.
2.4.6. Seperti saudara agar bertanggung jawab atas
seluruh tindakan yang saudara lakukan?
“Insya Allah”.
105
2.5. Dalam kegiatan sehari-hari, seperti apa pembimbing
agama menyampaikan bimbingan-bimbingan agama
pada saudara?
“Karena menyampaikan program-program bagaimana
ke depannya untuk kita agar bisa menjadi lebih baik
lagi diterangkan oleh pembimbing agama bahwa kita
itu ke depannya harus seperti ini harus lebih baik harus
bisa mencontohkan juga. Karena kita ini berasal dari
sebuah Yayasan jadi harus bisa mencetak generasi
penerus yang baik”.
106
2. Anak Yatim
Nama Informan : Rohman
Usia : 12 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Subang
(Pertanyaan Umum)
1. Di mana asal daerahnya?
“Saya berasal dari Subang”
2. Ditinggal wafat ayah, ibu, atau dua-duanya?
“Saya hanya ditinggal wafat oleh ayah”.
3. Sejak kapan ditinggal ayah, ibu atau kedua duanya?
“Saya ditinggal wafat oleh ayah ketika saya masih
kecil”.
4. Bagaimana ceritanya saudara bisa masuk ke Yayasan
Rumah harapan Kota Bogor?
“Saya disarankan oleh Ibu saya untuk masuk ke
Yayasan Rumah Harapan”.
5. Apa yang membuat saudara tertarik tinggal dan
mengikuti kegiatan di Yayasan Rumah Harapan Kota
Bogor?
“Berhubung saya sudah menjadi anak yatim, saya
disuruh oleh Ibu saya untuk daftar kesini dan mengikuti
semua kegiatan yang ada di Yayasan Rumah Harapan”.
107
(Pertanyaan Khusus)
1. Hal-hal berkaitan dengan kemandirian
1.1. Dalam melakukan sesuatu apakah saudara
melakukan karena diri sendiri?
Ya. Saya melakukan sesuatu itu atas dasar diri
sendiri.
1.2. Jika keputusan anda tidak sama dengan orang
lain, apakah saudara malu, cemas, atau tidak
enak ada orang lain?
Sejujurnya ketika keputusan saya tidak sama
dengan orang lain saya merasa sedikit tidak
enak dengan orang lain tetapi saya mencoba
untuk menerimanya.
1.3. Jika ada persoalan apakah saudara mempelajari
apa penyebab masalahnya?
Ya. Ketika saya sedang ada masalah saya
mencoba untuk mempelajari masalah tersebut.
1.4. Jika terjadi permasalahan dengan orang lain,
apakah anda dapat mengontrol diri untuk tidak
kecewa, marah, atau cemas?
Ya. Saya mencoba untuk tidak marah apabila
punya masalah dengan teman-teman.
1.5. Dalam melaksanakan satu keputusan, apakah
saudara mengandalkan diri sendiri dan tidak
mengandalkan orang lain?
108
Jelas. Saya melaksanakan suatu keputusan tidak
mengandalkan orang lain dan melakukannya
sendiri.
1.6. Apakah saudara bisa membedakan mana
kepentingan pribadi dan kepentingan orang lain
atau kelompok?
Bisa. Jika itu kepentingan pribadi berarti
kepentingan saya. Kalau kepentingan orang lain
atau kelompok saya melakukannya dengan
bersama-sama.
1.7. Dalma melaksanakan tugas-tugas apakah
saudara berinisiatif sendiri, bukan karena takut
atau disuruh orang lain?
Ya. Saya melaksanakan tugas atas dasar
inisiatif sendiri semisal sendal berantakan saya
langsung merapihkannya dan bukan disuruh
oleh orang lain.
1.8. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari apakah
saudara ada perasaan takut atau gagal?
Tidak. Saya melakukan tugas sehari-hari
dengan semangat.
2. Hal-hal yang berkaitan dengan peran pembimbing
agama dalam mewujudkan kemandirian anak
yatim.
2.1. Apakah saudara memperoleh perhatian dari
pembimbing agama dalam melaksanakan tugas
sehari-hari?
109
Ya. Saya mendapatkan perhatian dari
pembimbing agama.
2.2. Apakah pembimbing agama selalu
memberikan nasihat saat saudara salah dalam
melaksanakan kegiatan?
Selalu. Bapak selalu memberikan nasihat
kepada saya jika saya melakukan kesalahan.
2.3. Apakah pembimbing agama selalu
memberikan contoh dan keteladanan dalam
tugas sehari-hari saudara?
Ya. Bapak selalu memberikan contoh dan
keteladanan dalam tugas sehari-sehari. Semisal
membersihkan halaman dan membuang
sampah pada tempatnya.
2.4. Apakah pembimbing agama selalu
mengarahkan agar saudara mandiri?
Ya, benar. Saya diajarkan oleh pembimbing
untuk selalu mandiri.
2.4.1. Seperti agar saudara bertanggung jawab
dalam sehari-hari?
Ya.
2.4.2. Seperti saudara agar tudak mengeluh
dalam menjalankan tugas?
Ya. Saya mengerjakan sesuatu sama
sekali tidak mengeluh.
2.4.3. Seperti saudara agar mengambil inisiatif
dalam melaksanakan tugas?
110
Ya.
2.4.4. Seperti saudara agar tidak bergantung
pada yang lain?
Ya. Saya menjalankan sesuatu tidak
bergantung kepada orang lain.
2.4.5. Seperti saudara agar tidak iri dengan
kebaikan orang lain?
Ya. Saya tidak iri dengan orang lain bila
mereka melakukan hal-hal yang baik.
2.4.6. Seperti saudara agar bertanggung jawab
atas seluruh tindakan yang saudara
lakukan?
Ya. Saya melakukan tindakan dengan
penuh rasa tanggung jawab.
2.5. Dalam kegiatan sehari-hari, seperti apa
pembimbing agama menyampaiakn bimbingan
bimbingan agaman pada saudara?
Dengan cara menasihati dan
mempraktikkannya agar saya menjadi lebih
baik lagi.
111
3. Anak Yatim
Nama Informan : Dennis
Usia : 12 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Subang
(Pertanyaan Umum)
1. Di mana asal daerahnya?
“Saya berasal dari Subang”
2. Ditinggal wafat ayah, ibu, atau dua-duanya?
“Saya ditinggal wafat oleh ayah dan ibu”.
3. Sejak kapan ditinggal ayah, ibu atau kedua duanya?
“Saya ditinggal wafat oleh ayah dan ibu ketika saya
masih kecil”.
4. Bagaimana ceritanya saudara bisa masuk ke
Yayasan Rumah harapan Kota Bogor?
“Saya disarankan oleh Bibi saya untuk masuk ke
Yayasan Rumah Harapan”.
5. Apa yang membuat saudara tertarik tinggal dan
mengikuti kegiatan di Yayasan Rumah Harapan
Kota Bogor?
“Saya disuruh oleh Bibi saya untuk daftar kesini
dan mengikuti semua kegiatan yang ada di Yayasan
Rumah Harapan. Saya bergabung ke Yayasan
Rumah Harapan dengan tujuan ingin menjadi
pribadi yang Shaleh, pintar, rajin, dan bisa
112
membuat kedua orang tua saya bahagia walaupun
mereka sudah tidak ada”.
(Pertanyaan Khusus)
1. hal-hal berkaitan dengan kemandirian
1.1.Dalam melakukan sesuatu apakah saudara
melakukan karena diri sendiri?
Ya. Saya melaksanakan kegiatan sehari-sehari
karena diri sendiri dan bukan karena orang lain.
1.2. Jika keputusan anda tidak sama dengan orang
lain, apakah saudara malu, cemas, atau tidak
enak ada orang lain?
Tidak. Saya tidak merasa cemas, malu, dan
tidak enak kepada orang lain kalau keputusan
saya berbeda dengan mereka.
1.3. Jika ada persoalan apakah saudara mempelajari
apa penyebab masalahnya?
Ya. Saya mempelajari dan mencari tahu
masalah yang saya hadapi sampai selesai.
1.4. Jika terjadi permasalahan dengan orang lain,
apakah anda dapat mengontrol diri untuk tidak
kecewa, marah, atau cemas?
Ya. Saya bisa mengontrol diri sendiri ketika
saya sedang ada masalah dengan teman saya.
1.5. Dalam melaksanakan satu keputusan, apakah
saudara mengandalkan diri sendiri dan tidak
mengandalkan orang lain?
113
Saya melakukan kegiatan sama sekali tidak
mengandalkan orang lain dan mengandalkan
diri sendiri.
1.6. Apakah saudara bisa membedakan mana
kepentingan pribadi dan kepentingan orang lain
atau kelompok?
Bisa. Kalau itu kepentingan saya, saya akan
melakukannya sendiri. Jika itu kepentingan
kelompok, saya melakukannya secara bersama-
sama dengan teman-teman.
1.7. Dalma melaksanakan tugas-tugas apakah
saudara berinisiatif sendiri, bukan karena takut
atau disuruh orang lain?
Jadi kalau saya melakukan tugas atas diri
sendiri dan tidak dirusuh oleh orang lain.
1.8. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari apakah
saudara ada perasaan takut atau gagal?
Saya melaksanakan tugas dalam sehari-hari
sama sekali tidak mempunyai rasa takut dan
penuh percaya diri.
2. Hal-hal yang berkaitan dengan peran pembimbing
agama dalam mewujudkan kemandirian anak
yatim.
2.1. Apakah saudara memperoleh perhatian dari
pembimbing agama dalam melaksanakan tugas
sehari-hari?
114
Ya. Saya memperoleh perhatian dari
pembimbing agama.
2.2. Apakah pembimbing agama selalu
memberikan nasihat saat saudara salah dalam
melaksanakan kegiatan?
Selalu. Bapak tidak berhenti dalam
memberikan nasihat.
2.3. Apakah pembimbing agama selalu
memberikan contoh dan keteladanan dalam
tugas sehari-hari saudara?
Bapak selalu memberikan contoh kepada saya
dalam tugas sehari-hari agar saya menjadi
pribadi yang mandiri.
2.4. Apakah pembimbing agama selalu
mengarahkan agar saudara mandiri?
Ya. Bapak selalu mengarahkan agar saya
menjadi mandiri.
2.4.1. Seperti agar saudara bertanggung jawab
dalam sehari-hari?
Ya. Saya selalu bertanggung jawab.
2.4.2. Seperti saudara agar tudak mengeluh
dalam menjalankan tugas?
Saya sama sekali tidak mengeluh dan
ikhlas melakukan kegiatan.
2.4.3. Seperti saudara agar mengambil inisiatif
dalam melaksanakan tugas?
115
Ya. Saya selalu berinisiatif dalam
melaksanakan kegiatan.
2.4.4. Seperti saudara agar tidak bergantung
pada yang lain?
Ya. Saya sama sekali tidak bergantung
kepada orang lain.
2.4.5. Seperti saudara agar tidak iri dengan
kebaikan orang lain?
Saya tidak pernah iri dengan teman-
teman apabila mereka melakukan hal-
hal yang baik.
2.4.6. Seperti saudara agar bertanggung jawab
atas seluruh tindakan yang saudara
lakukan?
Selalu. Saya melakukan sesuatu penuh
dengan tanggung jawab.
2.5. Dalam kegiatan sehari-hari, seperti apa
pembimbing agama menyampaiakn bimbingan
bimbingan agaman pada saudara?
Bapak selalu menyampaikan bimbingan kepada
saya secara terus-menerus.
116
1. Pembimbing Agama
Nama Informan : Atsari Asujud
Usia : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Subang
1. Pertanyaan Umum
1.1. Bisa perkenalkan nama Bapak?
“Nama saya Atsari Asujud”.
1.2. Bisakah Bapak ceritakan latar belakang pendidikan
Bapak?
“Saya hanya sekolah sampai Sekolah Dasar saja”.
1.3. Sejak kapan Bapak menjadi pembimbing di tempat
ini?
“Sejak tahun 2018”.
1.4. Bagaimana ceritanya, ceritanya Bapak ditetapkan
menjadi pembimbing agama di tempat ini?
“Awal mulanya anak saya di biayai oleh Yayasan
Rumah Harapan lalu saya masukan anak saya yang
smp kelas 1 di Yayasan Rumah Harapan. Awalnya
saya tidak percaya bahwa Rumah Harapan ini
dalam pembiayaannya gratis Alhamdulillah
ternyata benar dengan syarat survei dan pertanyaan-
pertanyaan yang memang harus di jawab dan
setelah di survei kalau memang masuk kategori
yang layak maka akan mendapatkan bantuan.
Sehingga anak saya bisa bersekolah di Yayasan
117
Rumah Harapan di SMPIT Insan Rumah Harapan
dan sekarang sudah SMA kelas 2. Dan dari situ saya
mempunyai hutang jasa. Di sisi lain Rumah
Harapan ini suatu ketika membutuhkan
pembimbing agama di cabang, sehingga saya
putuskan untuk menerima tawaran dari Rumah
Harapan untuk menjadi pembimbing agama.
Setelah saya melewati test dan screening selama
kurang lebih 2 bulan. Akhirnya saya di tentukan
dan di pilih sebagai pembimbing agama di Yayasan
Rumah Harapan”.
1.5. Apa yang membuat Bapak mau menjadi
pembimbing di tempat ini?
“Pertama, karena Allah. Yang kedua itu lebih
mengarah kepada ibadah. Karena dari kesadaran
pribadi kalau bukan kita siapa lagi”.
1.6. Menurut Bapak, anak-anak yatim ini dipandang
sebagai apa? (Pandangan Bapak terhadap anak
asuh)
“Anak yatim sebenarnya merupakan anak titipan
yang harus perlu kita arahkan jadi mereka itu
sebenarnya merupakan sebuah amanah karena
mereka juga layak mendapatkan pendidikan dan
kesejahteraan maka dari itu anak-anak yatim ini
kita anggap sebagai anak sendiri jadi tidak dibeda-
bedakan. Kalau ada yang salah maka harus
menerima sanksi jika ada yang benar maka harus di
118
benarkan. Semuanya di sama-ratakan. Jadi harus
menjunjung tinggi keadilan”.
2. Pertanyaan Khusus
2.1. Bisa Bapak gambarkan, apa yang dimaksud
dengan kemandirian pada anak?
“Kemandirian pada anak bukan berarti dia tidak
membutuhkan contoh tetapi dia harus perlu
diberikan contoh jadi jika kita ingin menyuruh anak
tersebut untuk mandiri maka kita harus
memberikan contoh yang baik secara rutin jadi
akan membuat mereka mandiri dan terbiasa untuk
melakukan hal-hal tersebut. Jadi menurut saya jika
mereka sudah terbiasa dengan hal-hal yang baik
maka mereka bisa disebut sebagai anak yang
mandiri”.
2.2. Apakah ada hubungannya bimbingan agama
dengan kemandirian?
“Tentu saja ada. Jadi kemandirian agama ini
mengarah kepada kemandirian jadi membentuk
karakter-karakter umat yang mandiri yang tidak
boros dan merasa cukup yang memang yang
namanya kemandirian itu sangat perlu dimiliki oleh
setiap insan. Karena jika seseorang sudah memiliki
sifat kemandirian makan dimanapun dia berada dia
bisa mampu berjalan dan menggerakkan apapun
yang ada di dalam dirinya dan lingkungannya dia
119
mampu merubah pribadi dan lingkungan dan
sesama”.
2.3. Bagaimana Bapak membuat mereka mandiri?
“Pertama dengan keilmuwannya dulu terutama
keilmuwan dalam agama dan duniawi karena yang
membuat mereka mandiri harus berdasarkan ilmu.
Yang kedua adalah melalui praktik. Arti praktik
adalah perilaku kita tingkah laku kita seperti Hablu
Minallah dan Hablu Minannas harus benar-benar
sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah. Insyah Allah
mengarah kepada kemandirian”.
2.4. Apakah Bapak melihat anak-anak tidak bebas dan
cemas dalam melakasanakan keputusannya?
“Anak-anak disini selalu ceria karena apa yang
diputuskan dari Rumah Harapan tidak terlalu berat
atau tidak berat sebelah (Adil) jadi anak-anak harus
mendapatkan kebahagiaan mereka jadi keputusan-
keputusan yang diberikan Rumah Harapan menurut
saya masih berada di batas kewajaran artinya tidak
ada yang kontra. Jadi anak-anak merasa terbebani”.
2.5. Dalam tugas harian apakah anak-anak dalam
melihat masalah tidak tahu akar masalahnya?
“Yang namanya anak-anak memang memerlukan
bimbingan. Maka dari itu kita selaku pengasuh atau
pembimbing agama harus benar-benar memahami
akar permasalahan sesuatu yang di hadapi oleh
anak-anak”.
120
2.6. Apakah Bapak sering melihat anak-anak tidak
mampu mengontrol dirinya dalam menghadapi
permasalahan dengan hal tersebut?
“Kadang-kadang anak-anak tidak mampu
mengontrol dirinya pada suatu masalah yang tidak
terlalu serius contohnya bercanda berlebihan yang
mengakibatkan mereka menjadi bertengkar satu
sama lain. Lalu saya ingatkan kembali jika ingin
bercanda jangan mudah marah dan jangan mudah
tersinggung dan pahami teman”.
2.7. Apa yang Bapak lakukan agar anak-anak mandiri
dalam menentukan baik dan buruk?
“Pertama melalui ilmu. Yang kedua melalui
pembelajaran yang selalu kami ingatkan secara
rutin, continue, dan berulang-ulang agar mereka
mengenal kebaikan dan mereka menjadi mandiri.
Mengarahkan mereka ke arah yang baik.
Contohnya menceritakan kisah-kisah Rasulullah
dan para Sahabat yang bukan fiktif, bukan dongeng,
dan real atau nyata”.
2.8. Apa yang Bapak lakukan agar anak-anak punya
inisiatif melaksanakan tugas-tugasnya?
“Yang pertama terkadang anak-anak harus
diberikan iming-iming semacam hadiah-hadiah
atau imbalan agar mereka semangat untuk
berlomba-lomba di dalam kebaikan”.
121
2.9. Bagaimana caranya agar Bapak dapat
mengantarkan anak-anak punya kepercayaan diri
dan keyakinan yang kuat dengan seluruh tingkah
lakunya?
“Lagi-lagi yang ingin saya katakan. Yang pertama
adalah ilmu. Yang kedua mereka itu harus ada
pembimbingan terus-menerus dan jangan sampai
lengah jangan ada waktu luang dimana mereka
akan melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat dan
kami arahkan mereka agar menjadi kreatif”.
2.10. Apa yang Bapak lakukan agar mereka bebas
dan tidak cemas dalam melaksanakan tugas dengan
tanggung jawab setiap hariannya?
“Yang pertama adalah akhlak Rasulullah yang saya
terapkan yang tidak terlepas dari memberikan
contoh-contoh yang baik. Yang kedua adalah
membiasakan dirinya dalam berbuat kebaikan. Jadi
kebiasaan mereka yang membuat mereka tidak
cemas dan mereka menjadi terbiasa melakukan hal-
hal yang baik”.
2.11. Kira-kira apa yang Bapak lakukan agar
mereka tau akar masalah?
“Anak-anak dikasih sebuah contoh melalui media
visual seperti video kartun dan semacamnya karena
yang namanya anak-anak itu tidak cukup dengan
omongan mereka juga butuh gambaran yang
mendidik kepada kebaikan. Seperti kisah-kisah
122
islam, kisah-kisah hikmah, tata cara shalat, do’a-
do’a, karakter-karakter anak-anak yang shaleh,
kisah-kisah sahabat, dan kisah-kisah inspiratif
seorang muslim, masih banyak lagi”.
2.12. Kira-kira apa yang Bapak lakukan jika
anak-anak tidak mampu mengontrol dirinya?
“Yang paling pertama adalah dengan cara
memberikan anak-anak sebuah nasihat. Yang kedua
saya berbicara dan memberi contoh baik-
buruknya”.