Date post: | 26-Feb-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | khangminh22 |
View: | 1 times |
Download: | 0 times |
Perekonomian dan Perbankan
Februari 2017
Equity Tower Lt 20, 21 & 39
Sudirman Central Business District (SCBD)
Jl. Jend Sudirman Kav 52-53
Jakarta 12190
1
Pemerintah Inggris memilih opsi “Hard Brexit” untuk keluar dari Uni Eropa. Inggris
diharapkan sudah dapat menyampaikan notifikasi resmi ke Uni Eropa untuk keluar pada
Maret mendatang.
Meski tidak akan lagi termasuk dalam pasar tunggal Eropa, Inggris tetap mengincar
pembebasan bea masuk melalui perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa.
Keterbatasan waktu menjadi tantangan utama bagi Inggris dalam menegosiasikan perjanjian
dagangnya dengan Uni Eropa.
Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% y/y pada kuartal IV 2016, melambat dari 5,01% pada
kuartal sebelumnya. Di sepanjang tahun 2016, produk domestik bruto (PDB) tumbuh 5,02%.
Defisit neraca berjalan mencapai US$ 1,81 miliar (0,75% PDB) pada kuartal IV 2016, yang
terendah selama lebih dari lima tahun. Neraca pembayaran mengalami surplus US$ 4,51
miliar.
Bank Indonesia kembali mempertahankan BI 7-day reverse repo rate di posisi 4,75%.
Pemilihan presiden di Eropa, kelanjutan masalah bailout Yunani, dan ekspektasi kenaikan
bunga acuan Fed menjadi faktor sentimen risiko utama yang mendorong ketidakpastian di
pasar global.
Di tengah berbagai sentimen risiko dari eksternal, kinerja pasar keuangan Indonesia: valas,
saham, dan obligasi memperoleh dukungan dari faktor domestik yang positif.
Pertumbuhan kredit perbankan di akhir tahun 2016 menurun ke level 7,87% (yoy) dari
10,44% (yoy) di tahun 2015. Sementara pertumbuhan dana pihak ketiga memperlihatkan
peningkatan signifikan sebesar 9,60% (yoy) dari 7,26% (yoy) di periode yang sama.
Rasio NPL (gross) mengalami kenaikan dari 2,49% di tahun 2015 ke 2,93% di tahun 2016.
Namun demikian, pertumbuhan nominal NPL menunjukkan tanda penurunan pada
beberapa bulan terakhir.
Kinerja pencapaian kontrak sektor konstruksi melaju kencang di awal tahun didorong
realisasi proyek-proyek infrastrukstur, sementara efek dari pemulihan sektor properti baru
akan terlihat di 2H-17
Pertumbuhan sektor konstruksi ini akan berdampak langsung pada permintaan kredit
perbankan, meski demikian pihak bank diharapkan tetap berhati-hati mengingat risiko dan
potensi kredit macet pada sektor konstruksi masih cukup tinggi serta memiliki dampak luas
pada penyaluran kredit konsumsi (KPR).
Angka sementara Banking Stability Index (BSI) untuk periode bulan Januari 2017 mengalami
peningkatan sebesar 1 bps, dari 99,20 di bulan Desember 2016 menjadi 99,21 di bulan
Januari 2017. Berdasarkan besaran angka BSI tersebut, risiko industri perbankan Indonesia
masih dalam kondisi normal.
Ringkasan Laporan
3
Hard Brexit dan Tantangan Negosiasi Inggris-Uni Eropa Seto Wardono
Pemerintah Inggris memilih opsi “Hard Brexit” untuk keluar dari Uni Eropa. Inggris diharapkan
sudah dapat menyampaikan notifikasi resmi ke Uni Eropa untuk keluar pada Maret mendatang.
Meski tidak akan lagi termasuk dalam pasar tunggal Eropa, Inggris tetap mengincar pembebasan
bea masuk melalui perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa.
Keterbatasan waktu menjadi tantangan utama bagi Inggris dalam menegosiasikan perjanjian
dagangnya dengan Uni Eropa.
Pemerintah Inggris memberi sinyal tidak akan setengah-setengah dalam melaksanakan proses
untuk memilih opsi keluar dari Uni Eropa (Hard Brexit), yang antara lain diwujudkan dengan tidak
lagi menjadi anggota dari sistem pasar tunggal (single market) Eropa. Sinyal ini memberi gambaran
yang lebih jelas mengenai bentuk hubungan ke depan antara Inggris dengan negara-negara anggota
UE, sekaligus menjawab berbagai spekulasi bahwa Inggris akan meniru model relasi dagang negara
tertentu dengan UE. Setelah ini, Inggris masih menghadapi jalan yang panjang untuk benar-benar
memisahkan diri dari UE, termasuk bernegosiasi dengan UE untuk menentukan hubungan
perdagangan mereka ke depan.
Sumber: BBC, Parlemen Inggris, LPS Gambar 1. Timeline Brexit
Setelah referendum pada tanggal 23 Juni 2016 yang menghasilkan keputusan untuk keluar
dari UE, Inggris harus mengaktivasi Pasal 50 Perjanjian Lisbon yang mengatur pemisahan suatu
negara dari UE. Walau demikian, langkah tersebut belum dapat dilakukan karena Mahkamah Agung
Inggris mengharuskan pemerintah untuk meminta persetujuan parlemen (Gambar 1). Majelis rendah
di parlemen (House of Commons) telah menyetujui rancangan undang-undang (RUU) yang memberi
wewenang pada pemerintah untuk secara formal mengumumkan niat memisahkan diri dari UE
23-Jun-16 Referendum untuk menentukan Brexit. "Leave" mendapat suara 52%, "Stay" mendapat suara 48%.
13-Jul-16 David Cameron mengundurkan diri dari posisi perdana menteri. Theresa May menjadi perdana menteri baru.
14-Jul-16 Theresa May membentuk Department for Exiting the European Union, kementerian yang mengawasi proses negosiasi terkait Brexit dan menjembatani kerjasama di masa mendatang antara Inggris dengan Uni Eropa.
3-Nov-16 Pengadilan Tinggi menyatakan bahwa pemerintah Inggris tidak memiliki wewenang untuk menyampaikan notifikasi Brexit ke Dewan Eropa tanpa persetujuan parlemen. Pemerintah melakukan banding atas keputusan tersebut.
17-Jan-17 Theresa May menyampaikan poin-poin Brexit dalam pidatonya yang mengindikasikan "Hard Brexit".
24-Jan-17 Mahkamah Agung memutuskan bahwa persetujuan parlemen Inggris dibutuhkan agar pemerintah bisa secara resmi memulai proses Brexit.
31-Jan-17 Majelis rendah parlemen, House of Commons, memulai perdebatan mengenai Brexit.
8-Feb-17 House of Commons menyepakati RUU mengenai notifikasi Brexit oleh pemerintah ke Dewan Eropa.
20-Feb-17 Majelis tinggi parlemen, House of Lords, memulai perdebatan mengenai Brexit.
7-Mar-17 Batas waktu persetujuan House of Lords terhadap RUU mengenai notifikasi Brexit oleh pemerintah ke Dewan Eropa. Pihak Kerajaan dapat langsung melakukan pengesahan menjadi UU.
9-Mar-17 Pertemuan dua hari Dewan Eropa di Brussels. Dalam kesempatan ini, pemerintah Inggris dapat secara resmi mengumumkan niatnya untuk keluar dari UE ke anggota Dewan Eropa lainnya.
4
kepada Dewan Eropa (European Council). Saat ini, giliran majelis tinggi parlemen (House of Lords)
yang melakukan pembahasan. Jika semua berjalan lancar, keputusan akhir parlemen akan muncul
pada 7 Maret mendatang, sebelum kemudian RUU ini disahkan menjadi UU oleh pihak Kerajaan.
Selanjutnya, Perdana Menteri diharapkan sudah dapat menyampaikan notifikasi pemisahan Inggris
dari UE kepada Dewan Eropa pada pertemuan di Brussels tanggal 9–10 Maret 2017.
Terlepas dari proses yang harus dilalui Inggris untuk meninggalkan UE, PM Inggris telah
menyampaikan sejumlah kondisi yang diinginkan pemerintah pasca Brexit. Salah satu kondisi yang
diinginkan adalah keluarnya Inggris dari pasar tunggal (single market) UE. Ini adalah konsekuensi dari
keinginan Inggris untuk memiliki kontrol atas sistem imigrasi dan sistem peradilannya sendiri yang
terpisah dari UE. Meski tidak akan lagi tergabung dalam pasar tunggal Eropa, pemerintah Inggris
menjanjikan upaya untuk mendapatkan akses perdagangan seluas mungkin dengan Eropa melalui
perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA). FTA dapat mencakup pengaturan yang
mempertahankan keanggotaan pasar tunggal di area tertentu. Misalnya, perusahaan-perusahaan di
London dapat tetap memiliki kebebasan untuk memberikan jasa keuangan lintas negara.
Selain keluar dari pasar tunggal Eropa, pemerintah Inggris juga berniat keluar dari penyatuan
sistem bea cukai UE. Negara-negara anggota UE selama ini mengadopsi sistem bea cukai yang sama,
di mana barang impor dari luar UE dikenakan bea masuk dan setelah masuk ke UE barang itu bebas
didistribusikan di dalam UE. Keanggotaan penuh Inggris pada sistem bea cukai UE mencegah negara
itu untuk melakukan negosiasi perjanjian dagangnya sendiri, padahal memiliki perjanjian dagang
yang independen merupakan keinginan utama kubu pro-Brexit. Meski demikian, pemerintah Inggris
tetap menginginkan perdagangan bebas dengan Eropa yang dapat diwujudkan dengan memiliki
sistem bea cukai yang baru (Tabel 1).
Selain keinginan untuk keluar dari pasar tunggal dan sistem bea cukai UE, Theresa May juga
menyoroti beberapa hal mengenai Brexit. Termasuk di sini adalah keinginan Inggris untuk tidak lagi
berkontribusi bagi anggaran UE setiap tahun. Meski demikian, Inggris mungkin dapat terlibat dalam
program-program tertentu dari UE sehingga dapat memberi kontribusi dalam jumlah yang wajar.
May juga menegaskan bahwa pihaknya tidak berniat untuk mengadopsi model perdagangan yang
sudah ada antara negara lain dengan UE. Sebelumnya, model perdagangan antara UE dengan
Norwegia, Swiss, atau Kanada kerap dikemukakan sebagai alternatif model yang dapat dipilih Inggris
ke depan.
Sumber: BBC Tabel 1. Kondisi Model Perdagangan Yang Diinginkan Inggris antara UE dengan Negara Lain
Anggota UE Norwegia Swiss Kanada Turki WTO Inggris*
Keanggotaan pasar tunggal? Penuh Penuh Parsial Tidak Tidak Tidak Tidak
Bea masuk? Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Ada,
dipangkas
melalui FTA
Tidak ada
untuk produk
manufaktur
Ada
Tidak ada,
diusahakan
melalui FTA
Free movement? Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Penyatuan bea cukai? Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak
Kontribusi bagi anggaran UE? Ya YaYa
(< Norwegia)Tidak Tidak Tidak Tidak
5
Meski ditegaskan bahwa Inggris tidak berniat meniru model perdagangan negara lain dengan
UE, sebenarnya kondisi yang diinginkannya memiliki kemiripan dengan apa yang terjadi di antara
Kanada dan UE. Pada Oktober 2016, Kanada dan UE menandatangani comprehensive economic and
trade agreement (CETA) yang membidik penghapusan 98% bea masuk barang ekspor. Dalam hal ini,
Kanada tetap berada di luar pasar tunggal Eropa dan tidak membayar kontribusi bagi anggaran UE,
sama dengan kondisi yang diinginkan Inggris.
Meski dapat dijadikan acuan bagi model perdagangan Inggris-UE ke depan, negosiasi panjang
Kanada-UE dalam menghasilkan CETA merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam
proses negosiasi ke depan antara Inggris dengan UE. Kanada dan UE membutuhkan waktu tujuh
tahun untuk menyepakati CETA, padahal Inggris hanya memiliki waktu dua tahun untuk
menegosiasikan perjanjian dagangnya dengan UE. Meski demikian, pengalaman Amerika Serikat (AS)
dalam melakukan negosiasi FTA dengan negara lain menunjukkan bahwa waktu dua tahun yang
dihadapi Inggris dapat mencukupi. Studi Caroline Freund dan Christine McDaniel yang dirilis pada Juli
2016 lalu menunjukkan bahwa AS membutuhkan waktu rata-rata 18 bulan untuk menandatangani
FTA dengan 20 negara (Gambar 2). Meski demikian, dari 20 negara itu, terdapat empat negara
(Singapura, Chile, Kolombia, dan Panama) yang membutuhkan waktu lebih dari dua tahun untuk
menyepakati FTA dengan AS.
Sumber: CEIC, Freund dan McDaniel (2016), LPS Gambar 2. Durasi Negosiasi Perjanjian Perdagangan Bebas AS dan PDB Inggris
Meski dinaungi sejumlah ketidakpastian mengenai proses dan hasil akhir Brexit, ekonomi
Inggris di luar dugaan masih menunjukkan kinerja yang cukup baik. Didukung oleh kinerja sektor
jasa, produk domestik bruto (PDB) Inggris tumbuh 0,6% q/q pada kuartal IV 2016, sama dengan
pertumbuhan pada dua kuartal sebelumnya. Di sepanjang tahun lalu, ekonomi Inggris tumbuh 2%,
lebih rendah dari 2,2% pada tahun 2015. Bank of England memprediksi pertumbuhan ekonomi
negara itu sebesar 2% pada tahun 2017, jauh di atas perkiraan bank sentral Inggris itu yang dibuat
sesaat setelah referendum di angka 0,8%. Sedangkan, inflasi harga konsumen mencapai 1,8% y/y
pada Januari 2017, yang tertinggi sejak Juli 2014. Kenaikan inflasi ini antara lain didorong oleh
depresiasi pound sterling yang mencapai lebih dari 13% terhadap dolar AS selama setahun terakhir.
0 10 20 30 40 50
PanamaKolombia
ChileSingapura
PeruKanada
Kosta RikaEl SalvadorGuatemala
HondurasMeksiko
NikaraguaRata-rata
MarokoIsrael
AustraliaKoreaOman
BahrainRep. Dominika
Yordania
Bulan
Part
ner
Dag
ang
AS
Durasi Negosiasi Perjanjian Perdagangan Bebas AS
-0,3
0,0
0,3
0,6
0,9
1,2
4Q
12
1Q
13
2Q
13
3Q
13
4Q
13
1Q
14
2Q
14
3Q
14
4Q
14
1Q
15
2Q
15
3Q
15
4Q
15
1Q
16
2Q
16
3Q
16
4Q
16
% q/q
PDB Inggris
6
Perkembangan PDB, Neraca Pembayaran, dan Kebijakan Moneter Seto Wardono
Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% y/y pada kuartal IV 2016, melambat dari 5,01% pada kuartal
sebelumnya. Di sepanjang tahun 2016, produk domestik bruto (PDB) tumbuh 5,02%.
Defisit neraca berjalan mencapai US$ 1,81 miliar (0,75% PDB) pada kuartal IV 2016, yang
terendah selama lebih dari lima tahun. Neraca pembayaran mengalami surplus US$ 4,51 miliar.
Bank Indonesia kembali mempertahankan BI 7-day reverse repo rate di posisi 4,75%.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali melambat pada kuartal IV 2016 akibat pelemahan
konsumsi rumah tangga dan pemerintah. Produk domestik bruto (PDB) tumbuh 4,94% y/y (-1,77%
q/q) pada kuartal lalu, lebih rendah dari pertumbuhan 5,01% (+3,13% q/q) pada kuartal III 2016. Di
sepanjang tahun 2016, ekonomi Indonesia tumbuh 5,02%, melebihi pertumbuhan tahun 2015 yang
sebesar 4,88% (Gambar 3). Data PDB terbaru juga mengkonfirmasi penguatan tekanan harga pada
akhir tahun lalu. Deflator PDB, indeks harga yang paling menyeluruh, naik 3,48% y/y pada kuartal IV
2016, lebih tinggi dari 2% pada kuartal sebelumnya.
* Mencakup konsumsi rumah tangga dan lembaga non-profit rumah tangga. Sumber: CEIC, LPS Gambar 3. Pertumbuhan PDB dan Andil Jenis Pengeluaran
Sedikit pelemahan pada konsumsi rumah tangga serta koreksi konsumsi pemerintah yang
lebih dalam merupakan penyebab utama perlambatan ekonomi pada kuartal IV 2016. Konsumsi
rumah tangga naik 4,99% y/y pada kuartal lalu, turun dari 5,01% pada kuartal III 2016 (Gambar 4).
Pelemahan konsumsi rumah tangga ini merefleksikan perlambatan pertumbuhan belanja konsumen
untuk berbagai produk kecuali sandang dan alas kaki. Sementara, langkah penghematan belanja
yang diterapkan pemerintah pusat menyebabkan komponen konsumsi pemerintah turun lebih
dalam. Konsumsi pemerintah turun 4,05% y/y pada kuartal IV, dibandingkan koreksi 2,95% pada
kuartal III. Dengan kinerja seperti ini, konsumsi pemerintah menggerus pertumbuhan y/y PDB
sebanyak 0,48 poin persentase (ppts) pada kuartal lalu.
Investasi fisik (pembentukan modal tetap bruto atau PMTB) terus membaik dan mencapai
pertumbuhan 4,8% y/y pada kuartal IV 2016, dibandingkan 4,24% pada kuartal sebelumnya. Dengan
demikian, andil PMTB terhadap pertumbuhan y/y PDB meningkat dari 1,35 ppts menjadi 1,62 ppts.
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
4Q
11
2Q
12
4Q
12
2Q
13
4Q
13
2Q
14
4Q
14
2Q
15
4Q
15
2Q
16
4Q
16
%%
PDB Indonesia
q/q (Kanan) y/y
-8
-4
0
4
8
12
4Q
12
1Q
13
2Q
13
3Q
13
4Q
13
1Q
14
2Q
14
3Q
14
4Q
14
1Q
15
2Q
15
3Q
15
4Q
15
1Q
16
2Q
16
3Q
16
4Q
16
ppts
Andil Jenis Pengeluaran terhadap Pertumbuhan y/y PDB
Konsumsi Swasta* Konsumsi Pemerintah
PMTB Perubahan Inventori
Ekspor Neto Diskrepansi Statistik
7
Dekomposisi PMTB menunjukkan perbaikan penyediaan barang modal pada kuartal lalu yang antara
lain mencakup mesin, peralatan, dan kendaraan niaga. Akan tetapi, turunnya kinerja investasi di
sektor bangunan membatasi perbaikan PMTB di kuartal IV lalu. Investasi di sektor bangunan, dengan
porsi sekitar 75% dari total PMTB, hanya tumbuh 4,07% y/y pada kuartal IV, yang paling rendah
selama tiga tahun. Pelemahan investasi bangunan ini tercermin dari data konsumsi semen yang
mengalami penurunan 3,11% y/y di kuartal yang sama setelah mengalami pertumbuhan 2,49% pada
kuartal III.
Peningkatan kontribusi terhadap pertumbuhan y/y PDB Indonesia juga dialami oleh ekspor
neto (ekspor minus impor), yaitu dari -0,52 ppts pada kuartal III menjadi 0,34 ppts pada kuartal IV
2016. Perbaikan andil ekspor neto ini terjadi akibat pemulihan ekspor yang lebih cepat dari
impor. Ekspor barang dan jasa meningkat 4,24% y/y pada kuartal lalu setelah secara beruntun
mengalami penurunan pada delapan kuartal sebelumnya. Pemulihan ekspor ini didukung oleh
kenaikan harga komoditas serta perbaikan aktivitas ekonomi di negara-negara partner dagang
utama Indonesia seperti AS, Jepang, China, Singapura, dan Malaysia. Sementara, impor tumbuh
2,82% y/y di kuartal IV setelah secara konsisten mengalami koreksi lebih dari 3% selama enam
kuartal sebelumnya.
Sumber: CEIC, LPS Gambar 4. PDB Menurut Jenis Pengeluaran dan Menurut Lapangan Usaha
Pelemahan aktivitas ekonomi pada kuartal IV 2016 juga terlihat di sisi produksi. Sebanyak 11
dari 17 sektor ekonomi tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan pada kuartal itu dan 11
sektor ini mencakup sektor-sektor penting seperti manufaktur, konstruksi, transportasi, dan
keuangan. Pertumbuhan y/y sektor manufaktur melambat dari 4,52% pada kuartal III menjadi 3,36%
pada kuartal IV. Terjadi pelemahan pada berbagai subsektor penting di sektor ini, seperti minyak dan
gas, makanan dan minuman, serta produk logam dan elektronik. Sejalan dengan penurunan
konsumsi semen di kuartal IV, pertumbuhan nilai tambah sektor konstruksi juga melambat menjadi
4,21% y/y dari 4,95% pada kuartal III. Di saat yang sama, pertumbuhan y/y nilai tambah sektor
transportasi juga turun dari 8,26% menjadi 7,85%. Sedangkan, profitabilitas perbankan yang masih
tertekan menjelaskan penurunan pertumbuhan y/y nilai tambah sektor keuangan dari 9,04% pada
kuartal III menjadi 4,18% pada kuartal IV.
-9
-6
-3
0
3
6
9
KonsumsiSwasta
KonsumsiPemerintah
PMTB Ekspor Impor PDB
% y/y
PDB Menurut Jenis Pengeluaran
2Q16 3Q16 4Q16
-3 0 3 6 9 12 15
PDB
Sektor Lainnya
Jasa Keuangan
Informasi
Transportasi
Perdagangan
Konstruksi
Manufaktur
Pertambangan
Pertanian
% y/y
PDB Menurut Lapangan Usaha
2Q16
3Q16
4Q16
8
Data hingga bulan Januari 2017 belum secara meyakinkan menunjukkan pemulihan konsumsi,
namun indikator investasi tampak terus membaik. Indeks keyakinan konsumen masih terus menurun
sejak November 2016 dan mencapai 115,3 pada Januari lalu. Impor barang konsumsi juga
terpangkas 13,4% y/y di bulan itu, yang terburuk selama 15 bulan. Meski demikian, pertumbuhan
penjualan sepeda motor malah membaik ke level 13,8% y/y, yang tertinggi sejak September 2014.
Sementara, indikator bulanan investasi masih berada dalam tren perbaikan (Gambar 5) meski salah
satunya, konsumsi semen, mengalami penurunan di bulan Januari. Saat itu, konsumsi semen turun
2,31% y/y setelah mengalami pertumbuhan 0,93% di bulan Desember 2016. Di bulan yang sama,
impor barang modal tumbuh 6,04% y/y, yang tertinggi sejak September 2014.
Sumber: CEIC, LPS Gambar 5. Konsumsi Semen dan Perkembangan Ekspor-Impor
Selain didukung oleh investasi yang terus pulih, aktivitas ekonomi pada kuartal I 2017
diharapkan akan didukung oleh perbaikan neraca perdagangan, sebagaimana kinerja di Januari lalu,
dimana surplus perdagangan mencapai US$ 1,4 miliar, tertinggi selama empat tahun terakhir
(Gambar 5). Perbaikan neraca perdagangan ini didukung oleh pertumbuhan ekspor yang melesat
hingga mencapai 27,71% y/y. Berlanjutnya pemulihan ekspor ini terjadi di dua sisi, baik volume
maupun harganya. Di sisi lain, pertumbuhan impor juga melonjak ke 14,54% y/y pada Januari 2017.
Ini adalah pertumbuhan yang paling tinggi sejak pertengahan tahun 2012.
Defisit neraca berjalan Indonesia mengalami penurunan dari US$ 4,68 miliar (1,92% PDB) pada
kuartal III 2016 menjadi US$ 1,81 miliar (0,75% PDB) pada kuartal IV 2016, yang merupakan angka
defisit terendah sejak Indonesia mengalami defisit neraca berjalan secara konsisten mulai kuartal IV
2011. Sementara, surplus neraca finansial turun menjadi US$ 6,76 miliar pada kuartal lalu dari US$
10,55 miliar pada kuartal III. Dengan demikian, surplus neraca pembayaran mengecil dari US$ 5,71
miliar menjadi US$ 4,51 miliar. Surplus pada basic balance (neraca berjalan dan investasi langsung)
di saat yang sama juga menurun dari US$ 1,85 miliar menjadi US$ 421,87 juta.
Penurunan defisit neraca berjalan pada kuartal IV 2016 terutama didukung oleh perbaikan
neraca perdagangan barang. Surplus neraca barang meningkat menjadi US$ 5,07 miliar dari US$ 3,92
miliar pada kuartal III (Gambar 6). Surplus di kuartal IV itu adalah juga yang tertinggi selama lima
tahun. Perbaikan neraca barang ini terjadi seiring dengan pertumbuhan ekspor yang lebih cepat
dibandingkan impor akibat kenaikan harga komoditas dan membaiknya aktivitas ekonomi negara-
-40
-20
0
20
40
60
80
Jul-
10
Jan
-11
Jul-
11
Jan
-12
Jul-
12
Jan
-13
Jul-
13
Jan
-14
Jul-
14
Jan
-15
Jul-
15
Jan
-16
Jul-
16
Jan
-17
3M Sum, % y/y
Konsumsi Semen Impor Barang Modal
Konsumsi Semen dan Impor Barang Modal
-3.0
-1.5
0.0
1.5
3.0
4.5
-50
-25
0
25
50
75
Jul-
11
Jan
-12
Jul-
12
Jan
-13
Jul-
13
Jan
-14
Jul-
14
Jan
-15
Jul-
15
Jan
-16
Jul-
16
Jan
-17
Milliar US$3M Sum, % y/y
Neraca Perdagangan - Kanan
Ekspor
Impor
9
negara mitra dagang Indonesia. Selain neraca barang, perbaikan neraca jasa dan neraca pendapatan
primer juga berkontribusi bagi penurunan defisit neraca berjalan. Defisit neraca jasa turun sedikit
dari US$ 1,61 miliar pada kuartal III menjadi US$ 1,56 miliar pada kuartal IV. Pada periode yang
sama, turunnya pembayaran hasil investasi langsung dan portofolio yang cukup signifikan ke luar
negeri mendorong penurunan defisit di neraca pendapatan primer dari US$ 8,01 miliar menjadi US$
6,27 miliar.
Sumber: BI, CEIC Gambar 6. Neraca Pembayaran dan Dekomposisi Neraca Berjalan
Pada neraca finansial, penurunan surplus terjadi akibat arus keluar investasi langsung di sektor
pertambangan serta penjualan surat berharga negara (SBN) rupiah dan saham oleh investor asing.
Divestasi pemodal asing di sektor pertambangan Indonesia mencapai US$ 855,36 juta pada kuartal
IV 2016, menyusul divestasi sebesar US$ 226,38 juta pada kuartal sebelumnya. Selain itu, juga terjadi
transaksi tutup sendiri (crossing) atas saham emiten sektor perbankan yang menyebabkan
perubahan kontur investasi langsung. Capital outflow di sektor pertambangan dan transaksi crossing
saham di sektor perbankan menyebabkan perubahan posisi kewajiban investasi langsung dari
surplus US$ 6,06 miliar pada kuartal III menjadi defisit US$ 10,69 miliar pada kuartal IV. Pada saat
yang sama, posisi aset investasi langsung juga berubah dari US$ 471 juta menjadi US$ 12,93 miliar.
Dengan demikian, surplus investasi langsung mengalami penurunan dari US$ 6,53 miliar pada kuartal
III menjadi US$ 2,23 miliar pada kuartal IV.
Investasi portofolio mengalami defisit US$ 385 juta pada kuartal IV 2016, menyusul surplus
senilai US$ 6,54 miliar pada kuartal sebelumnya. Defisit ini terjadi sejalan dengan posisi penjualan
bersih (net sell) investor asing di pasar saham domestik yang mencapai Rp 18,29 triliun pada kuartal
tersebut. Di pasar SBN domestik, kepemilikan asing juga berkurang pada kuartal IV lalu, yaitu
sebesar Rp 9,59 triliun. Meski demikian, investor asing tercatat melakukan pembelian SBN valas
sejumlah US$ 3,22 miliar. Sementara itu, kinerja neraca finansial didukung oleh masuknya dana
repatriasi program amnesti pajak yang cukup besar di kuartal lalu. Aliran masuk dana repatriasi ini
tercermin dari surplus pada aset uang dan simpanan swasta yang mencapai US$ 7,48 miliar pada
kuartal IV, dibandingkan US$ 836 juta pada kuartal sebelumnya. Tambahan aset residen di dalam
negeri ini berimbas pada perubahan saldo investasi lainnya dari defisit US$ 2,5 miliar pada kuartal III
menjadi surplus US$ 4,84 miliar pada kuartal IV.
-16
-12
-8
-4
0
4
8
12
16
4Q
11
2Q
12
4Q
12
2Q
13
4Q
13
2Q
14
4Q
14
2Q
15
4Q
15
2Q
16
4Q
16
Miliar US$
Neraca Pembayaran
Basic Balance Neraca Pembayaran
Neraca Berjalan Neraca Finansial-12
-6
0
6
12
4Q
11
2Q
12
4Q
12
2Q
13
4Q
13
2Q
14
4Q
14
2Q
15
4Q
15
2Q
16
4Q
16
Dekomposisi Neraca Berjalan
Barang Jasa
Pendapatan Primer Pendapatan Sekunder
Neraca Berjalan
Miliar US$
10
Kenaikan cadangan devisa pada Januari 2017 mengindikasikan adanya surplus pada neraca
pembayaran di bulan itu. Cadangan devisa mencapai US$ 116,89 miliar pada Januari lalu, naik
US$ 528,55 juta dari posisi bulan sebelumnya. Dalam jangka pendek ke depan, neraca
perdagangan diperkirakan masih akan menjadi faktor utama yang mendukung kinerja neraca
berjalan. Ini sudah mulai terlihat dari data bulan Januari 2017 yang menunjukkan surplus
perdagangan sebesar US$ 1,4 miliar, yang tertinggi selama empat tahun. Data terkini juga
menunjukkan potensi perbaikan pada investasi portofolio. Sejak awal tahun hingga 20 Februari
2017, investor asing membukukan net sell di pasar saham sebanyak Rp 387,54 miliar, jauh di
bawah net sell kuartal IV 2016 yang sebesar Rp 18,29 triliun. Di pasar SBN rupiah, kepemilikan
asing bertambah Rp 22,87 triliun sejak awal tahun hingga 17 Februari 2017, dibandingkan
penurunan Rp 9,59 triliun pada kuartal IV.
Bank Indonesia (BI) pada 16 Februari 2017 kembali memutuskan untuk mempertahankan BI
7-day reverse repo rate di posisi 4,75% (Gambar 7). Pada waktu bersamaan, bunga deposit facility
dan bunga lending facility juga dipertahankan masing-masing di level 4% dan 5,5%. Menurut BI,
kebijakan ini konsisten dengan upaya untuk menjaga stabilitas ekonomi makro dan sistem
keuangan dengan tetap mendukung momentum pemulihan ekonomi domestik.
Sumber: BI, BPS Gambar 7. Perkembangan Suku Bunga Kebijakan dan Inflasi
BI menyoroti perbaikan ekonomi global yang didukung oleh kinerja ekonomi AS dan China
serta kenaikan harga komoditas. Akan tetapi, terdapat kekhawatiran mengenai risiko penguatan
dolar AS dan penyesuaian suku bunga AS yang lebih cepat jika negara itu menjalankan ekspansi
fiskal di tengah iklim kebijakan moneter yang mengetat. Selain itu, rencana relaksasi regulasi
sektor keuangan AS juga dapat meningkatkan risiko stabilitas sistem keuangan global, meski akan
dapat mendorong perekonomian negara itu. BI pun menyebut berbagai faktor yang dapat
memangkas volume perdagangan dunia dan meningkatkan ketidakpastian global, seperti
kecenderungan kebijakan perdagangan AS yang proteksionis, Hard Brexit, serta risiko geopolitik
di Eropa.
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 5%–5,4% pada tahun 2017,
dibandingkan realisasi pertumbuhan tahun lalu yang sebesar 5,02%. Aktivitas ekonomi tahun ini
akan didukung oleh konsumsi swasta yang tetap kuat serta peningkatan konsumsi pemerintah,
0
3
6
9
12
15
18
Jan
-07
Jan
-08
Jan
-09
Jan
-10
Jan
-11
Jan
-12
Jan
-13
Jan
-14
Jan
-15
Jan
-16
Jan
-17
%Bunga Deposit Facility
Bunga Lending Facility
BI Rate
BI 7-Day Reverse Repo Rate
0
4
8
12
16
20
0
2
4
6
8
10
Jan
-10
Jul-
10
Jan
-11
Jul-
11
Jan
-12
Jul-
12
Jan
-13
Jul-
13
Jan
-14
Jul-
14
Jan
-15
Jul-
15
Jan
-16
Jul-
16
Jan
-17
% y/y% y/y
Inflasi Indeks Harga Konsumen
Inflasi Inti Inflasi Headline Inflasi Volatile Food (Kanan)
11
investasi, dan ekspor. Mengenai inflasi, menurut perkiraan BI, angkanya akan berada di kisaran
target 4%±1% pada tahun 2017. Meski demikian, penyesuaian administered price dan kenaikan
harga volatile food disebut BI sebagai risiko inflasi pada tahun ini. Selain itu, BI melihat potensi
perbaikan penyaluran kredit di tahun 2017. Setelah naik 7,9% pada tahun 2016, kredit perbankan
diperkirakan tumbuh di kisaran 10%–12% pada tahun ini. Dana pihak ketiga perbankan diprediksi
meningkat 9%–11% pada tahun ini, menyusul pertumbuhan 9,6% pada tahun lalu.
Inflasi saat ini masih menghadapi upward pressure akibat kenaikan administered price (tarif
listrik non-subsidi di kelompok rumah tangga berdaya 900 VA dan harga LPG tabung 3 kg),
kenaikan harga komoditas, dan pemulihan aktivitas ekonomi domestik. Selain itu, terdapat
kemungkinan trayektori suku bunga AS yang lebih curam akibat kebijakan fiskal AS yang
ekspansif, sehingga akan mendorong capital outflow dari pasar negara berkembang dan
memperkuat dolar AS. Dua faktor ini kami pandang sangat membatasi ruang gerak BI untuk
memangkas policy rate-nya. Jika bergerak di luar kendali, dua faktor itu bahkan dapat menjadi
pendorong kenaikan suku bunga di tahun ini.
13
Pasar Keuangan Ditengah Sentimen Risiko Dienda Siti Rufaedah
Pemilihan presiden di Eropa, kelanjutan masalah bail out Yunani, dan ekspektasi kenaikan bunga
acuan Fed menjadi faktor sentimen risiko utama yang mendorong ketidakpastian di pasar global.
Ditengah berbagai sentimen risiko dari eksternal, kinerja pasar keuangan Indonesia: valas,
saham, dan obligasi memperoleh dukungan dari faktor domestik yang positif.
Memasuki bulan Februari 2017, Dolar AS terpantau bergerak rebound terhadap sejumlah
mata uang utama, yang terlihat dari pergerakan indeks Dolar AS yang menunjukkan peningkatan
sejak akhir Januari 2017, yakni dari 99,51 (31 Januari 2017) menjadi 100,96 (13 Februari 2017).
Ketidakpastian politik menjelang pemilihan presiden di sejumlah negara di Uni Eropa: Perancis,
Belanda, Jerman, dan Italia, disinyalir membuat Dolar AS “diuntungkan”, mengingat serangkaian
pemilihan presiden ini dapat memicu potensi gejolak politik.
Pemilihan presiden yang akan diselenggarakan di Perancis pada tanggal 23 April 2017,
diwarnai oleh berbagai isu skandal terkait kandidat calon presiden. Seperti diketahui, Perancis
memiliki lima kandidat calon presiden, diantaranya Emmanuel Macron, Francois Fillon, dan Marine
Le Pen. Kandidat calon presiden dari sayap kiri Emmanuel Macron disebut-sebut memiliki kasus
perkawinan di luar nikah, sementara itu kandidat dari partai Republik Francois Fillon diduga terlibat
kasus korupsi. Tidak kalah menghebohkan, kandidat dari sayap kanan Marine Le Pen menyatakan
akan mengadakan referendum untuk memutuskan keanggotaan Perancis di Uni Eropa dan hal ini
tentu saja akan menambah ketidakpastian di pasar global.
Sumber: Bloomberg Tabel 2. Perkembangan Mata Uang Global terhadap Dolar AS
FY2016 YTD MTD 1M 1W Posisi Posisi
(%) (%) (%) (%, Jan-17) (%) 31/01/2017 13/02/2017
Negara Maju
EUR/USD (3.18) 0.77 (1.85) 2.67 (1.41) 1.08 1.06 1.05 (0.16)
USD/JPY 2.71 2.75 (0.83) 3.56 (1.79) 112.80 113.74 117.00 (0.03)
GBP/USD (16.26) 1.51 (0.42) 1.94 0.46 1.26 1.25 1.23 (0.32)
Negara Berkembang
USD/IDR 2.28 1.11 0.34 0.77 (0.03) 13,369 13,324 13,826 (2.62)
USD/BRL 17.81 4.45 1.22 3.27 0.29 3.15 3.11 3.40 (4.45)
USD/RUB 15.15 5.82 3.72 2.19 1.66 60.19 57.95 61.60 (0.10)
USD/INR (2.68) 1.34 1.25 0.09 0.30 67.87 67.02 69.17 (1.83)
USD/CNY (6.95) 0.93 0.06 0.88 (0.25) 6.88 6.88 7.16 (3.10)
USD/ZAR 11.17 2.95 1.04 1.93 (0.14) 13.48 13.33 14.61 (6.33)
USD/MYR (4.47) 0.85 (0.44) 1.29 (0.49) 4.43 4.45 4.55 (1.42)
USD/THB 0.54 2.10 0.05 2.05 (0.18) 35.10 35.08 36.30 (1.30)
USD/TRY (20.78) (4.22) 2.68 (7.09) 0.31 3.77 3.67 3.80 (7.85)
USD/PHP (5.75) (0.67) (0.22) (0.45) (0.77) 49.82 49.93 50.50 (1.81)
USD/SGD (2.00) 1.58 (1.01) 2.56 (1.05) 1.41 1.42 1.47 (1.60)
Depre/A
pre 2017F*)Mata Uang
14
Selain ketidakpastian politik di Eropa, sentimen risiko juga berasal dari kelanjutan masalah
bailout Yunani. IMF memperingatkan bahwa utang dan pembiayaan publik Yunani berpotensi
melonjak hingga mencapai 275% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di tahun 2060, apabila
Eropa tidak merubah program bailout untuk membantu Yunani. Di sisi lain, IMF juga menyatakan
bahwa proposal utang Yunani tidak cukup spesifik membahas kesinambungan utang jangka panjang
Yunani yang disertai penghapusan utang dalam jumlah yang besar dan target anggaran yang
realistis. IMF menilai program bailout dapat dihentikan apabila Yunani tidak mengambil langkah
lebih lanjut untuk mendapatkan keringanan persyaratan pinjaman dari Uni Eropa.
Dolar AS secara serentak menguat terhadap tiga mata uang negara maju yang kami pantau:
Euro (-1,85%), Yen (-0,83%), dan Sterling (-0,42%). Namun Dolar AS pada umumnya terpantau
melemah terhadap mata uang negara berkembang: Rubel (+3,72%), Lira (+2,68%), dan Rupee
(+1,25%). Pada tanggal 13 Februari 2017, Rubel melanjutkan penguatan terhadap Dolar AS setelah
dalam dua bulan berturut-turut Rubel mengalami apresiasi di kisaran 2%-4% (Tabel 2). Keputusan
OPEC yang mengurangi produksi hingga mencapai 1,8 juta barel per hari selama semester I 2017
mendorong kenaikan harga minyak mentah dunia. Sejalan dengan kenaikan harga minyak tersebut,
mata uang Rubel yang bergantung pada sektor energi, turut menguat terhadap Dolar AS.
Di sisi lain, kinerja mata uang Lira juga diperkirakan membaik menyusul langkah Bank Sentral
Turki untuk meningkatkan likuiditas dan menaikkan bunga acuan. Sementara itu, mata uang Rupee
juga menguat terhadap dolar AS pasca Bank Sentral India memutuskan untuk mempertahankan
bunga acuannya di level 6,25% yang tidak berubah sejak Oktober 2016.
Sumber: Bloomberg Tabel 3. Perkembangan Indeks Saham Utama Dunia
FY2016 YTD MTD 1M 1W Posisi Posisi
(%) (%) (%) (%, Jan-17) (%) 30/12/2016 13/02/2017
Negara Maju
Dow Jones (USA) 13.42 3.29 2.76 0.51 1.79 19,762.60 20,412.16
S&P 500 (USA) 9.54 3.99 2.17 1.79 1.56 2,238.83 2,328.25
Stoxx Europe 600 (Eropa) (1.20) 2.41 2.78 (0.36) 2.36 361.42 370.13
Nikkei 225 (Jepang) 0.42 1.80 2.19 (0.38) 2.54 19,114.37 19,459.15
FTSE 100 (Inggris) 14.43 1.91 2.53 (0.61) 1.49 7,142.83 7,278.92
Negara Berkembang
IHSG (Indonesia) 15.32 2.13 2.18 (0.05) 0.25 5,296.71 5,409.56
Ibovespa (Brazil) 38.93 11.19 3.55 7.38 4.65 60,227.29 66,967.64
MICEX (Rusia) 26.76 (3.19) (2.52) (0.69) (2.22) 2,232.72 2,161.49
Sensex (India) 1.95 6.48 2.52 3.87 (0.31) 26,626.46 28,351.62
Shanghai (China) (12.31) 3.65 1.83 1.79 1.83 3,103.64 3,216.84
Shenzhen (China) (14.72) (0.22) 2.47 (2.63) 2.47 1,969.11 1,964.75
Hang Seng (China) 0.39 7.77 1.50 6.18 1.50 22,000.56 23,710.98
JALSH (Afrika Selatan) (0.08) 4.55 0.32 4.21 1.54 50,653.54 52,956.71
KLCI (Malaysia) (3.00) 4.17 2.32 1.82 2.32 1,641.73 1,710.24
SET (Thailand) 19.79 2.74 0.50 2.23 (0.24) 1,542.94 1,585.24
Borsa Istanbul (Turki) 8.94 13.36 2.65 10.44 1.40 78,138.66 88,578.31
PCOMP (Filipina) (1.60) 6.64 0.90 5.69 0.00 6,840.64 7,294.67
FSSTI (Singapura) (0.07) 8.01 2.13 5.76 2.13 2,880.76 3,111.63
Indeks Saham
15
Pergerakan indeks saham global secara umum masih berada pada tren bullish, seperti Brazil
yang meningkat 3,55%, Eropa naik sebesar 2,78%, dan AS naik 2,76% (Tabel 3). Pelaku pasar saham
merespon positif rencana reformasi pajak presiden Donald Trump yang akan dilakukan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi AS. Di sisi lain, Trump juga akan melakukan serangkaian
kebijakan untuk merangsang kegiatan usaha di AS, termasuk rencana untuk merevisi Dodd Frank Act
yaitu kebijakan perbankan di masa pemerintahan Barrack Obama yang memperketat bisnis bank. Hal
ini memberikan sentimen positif bagi para pelaku usaha.
Namun demikian, pelaku pasar juga tengah menanti notulensi FOMC meeting bulan Februari
2017 terkait rumor kenaikan bunga acuan AS, dimana pada pertemuan dengan Kongres tanggal 14
Februari 2017, Janet Yellen memberikan testimoni yang bernada hawkish, didukung data ekonomi
AS yang positif. Fed seperti diketahui telah memproyeksikan kenaikan bunga acuan sebanyak tiga
kali di tahun 2017. Apabila bunga acuan AS naik, maka hal ini dapat menambah sentimen risiko,
khususnya di pasar saham negara berkembang. Pelaku pasar diperkirakan akan menghindari negara-
negara yang berisiko seperti negara berkembang dan kembali ke aset-aset safe haven.
Selain faktor eksternal, kinerja pasar saham juga didukung oleh faktor domestik yang positif.
Ditengah sentimen negatif menjelang pemilihan presiden di sejumlah negara di Eropa, bursa Eropa
mampu ditutup menguat ke level 370,13 pada perdagangan tanggal 13 Februari 2017. Kenaikan
indeks ditopang oleh kenaikan saham-saham perbankan seperti laporan laba bersih Credit Agricole
SA dan Societe Generale SA yang melebihi perkiraan dengan naik masing-masing sebesar 15% dan
4%. Di sisi lain, Bank Sentral Eropa menyatakan bahwa belum akan mengakhiri langkah-langkah
stimulus meskipun inflasi Eropa telah meningkat ke level 1,8% selama bulan Januari 2017.
Sumber: Bloomberg Tabel 4. Perkembangan Imbal Hasil Obligasi Pemerintah Tenor 10 Tahun
FY2016 YTD MTD 1M 1W Posisi Posisi
(bps) (bps) (bps) (bps, Jan-17) (bps) 31/01/2017 13/02/2017
Negara Maju
Amerika Serikat 17 (1) (2) 1 3 2.45 2.44 2.84 39
Eropa (42) 12 (11) 23 (4) 0.44 0.33 0.66 22
Jepang (22) 5 1 4 (1) 0.09 0.09 0.05 (4)
Inggris (72) 5 (12) 18 (2) 1.42 1.29 1.67 25
Negara Berkembang
Indonesia (77) (43) (11) (32) (2) 7.65 7.55 7.04 (61)
Brazil (511) (106) (58) (48) (23) 10.92 10.34 11.21 29
India (125) 31 42 (11) 41 6.41 6.83 6.43 2
China 20 36 6 31 (8) 3.37 3.42 3.21 (16)
Afrika Selatan (87) (20) (10) (10) (10) 8.83 8.72 8.87 4
Malaysia 4 (10) (2) (8) (1) 4.15 4.12 4.33 18
Thailand 15 5 (2) 7 (0) 2.72 2.70 3.08 36
2017*)Sovereign Bond Yield 10Yr(LCY)
Δ2017F
16
Pasar obligasi global juga mencatatkan imbal hasil yang positif, obligasi pemerintah tenor 10
tahun turun di kisaran 2 bps hingga 58 bps, kecuali imbal hasil obligasi pemerintah India dan China
meningkat di level 42 bps dan 6 bps (Tabel 4). Turunnya imbal hasil obligasi global ini didorong oleh
penurunan imbal hasil US Treasury yang hingga tanggal 13 Februari 2017 tercatat mengalami
penurunan sebesar 2 bps (mtd) ke level 2,44%. Namun demikian, imbal hasil obligasi global
diproyeksikan akan meningkat seiring dengan ekspektasi kenaikan bunga acuan Fed di tahun 2017.
Menurut data Bloomberg, imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun diperkirakan naik sebesar 39 bps
mencapai 2,84% di tahun 2017 dan diikuti oleh kenaikan pada imbal hasil obligasi pemerintah
negara maju dan negara berkembang lainnya.
Di dalam negeri, sentimen positif yang datang dari berbagai rilis data ekonomi turut menopang
kinerja Rupiah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan obligasi pemerintah. Hingga tanggal 13
Februari 2017, Rupiah menguat sebesar 0,34% mtd ke level 13.324 per Dolar AS (Gambar 8).
Sementara itu, IHSG naik sebesar 2,18% (mtd) ke level 5.409 dan imbal hasil obligasi pemerintah
tenor 10 tahun turun 11 bps (mtd) ke level 7,55%. Ekonomi Indonesia di tahun 2016 tumbuh 5,02%,
meningkat dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya yang mencapai 4,88%. Konsumsi
Lembaga Non-Profit dan Konsumsi Rumah Tangga menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi
tahun 2016 dimana masing-masing tumbuh sebesar 6,62% dan 5,01%. Sementara itu, Konsumsi
Rumah Tangga menyumbang pertumbuhan ekonomi tertinggi yaitu mencapai 56,5%.
Sumber: Bloomberg Gambar 8. Perkembangan Net Buy di Pasar Saham dan Obligasi Indonesia serta Bid to Cover Ratio
Di pasar saham, tekanan jual terlihat mereda setelah dalam lima bulan berturut-turut investor
asing terus membukukan penjualan bersih (net sell). Pada tanggal 13 Februari 2017, dana asing
tercatat masuk ke pasar saham Indonesia dimana investor asing membukukan pembelian bersih (net
buy) sebesar Rp 1,55 triliun, meningkat dibandingkan net sell di bulan Januari 2017 yang mencapai
Rp 0,97 triliun. Bila dilihat secara sektoral, kenaikan IHSG ditopang oleh pertumbuhan positif di
hampir keseluruhan indeks sektoral, kecuali sektor pertanian yang mengalami pertumbuhan negatif
sebesar 2,29%. Sektor keuangan menjadi penopang utama laju penguatan IHSG (naik sebesar
2,63%).
Pasar obligasi Indonesia masih berada pada tren yang positif. Menurut data Direktorat
Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN)
terus menunjukkan peningkatan, dimana pada tanggal 13 Februari 2017 investor asing masih
mencatatkan net buy sebesar Rp 1,07 triliun, dari Rp 685,51 triliun (31 Januari 2017) menjadi Rp
4,000
4,250
4,500
4,750
5,000
5,250
5,500
5,750
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Jan
-14
Mar
-14
May
-14
Jul-
14
Sep
-14
No
v-1
4
Jan
-15
Mar
-15
May
-15
Jul-
15
Sep
-15
No
v-1
5
Jan
-16
Mar
-16
May
-16
Jul-
16
Sep
-16
No
v-1
6
Jan
-17
Net Buy Saham (LHS) IHSG (eop, RHS)
Jan '17IHSG (eop) : 5,294.1Net Buy Saham : Rp -0.97 Tn
(IDR Tn)
11,000
11,500
12,000
12,500
13,000
13,500
14,000
14,500
15,000-20
-10
0
10
20
30
40
Jan
-14
Mar
-14
May
-14
Jul-
14
Sep
-14
No
v-1
4
Jan
-15
Mar
-15
May
-15
Jul-
15
Sep
-15
No
v-1
5
Jan
-16
Mar
-16
May
-16
Jul-
16
Sep
-16
No
v-1
6
Jan
-17
Net Buy SBN (LHS) Nilai Tukar (eop, RHS)(IDR Tn)
Jan '17USDIDR (eop) : Rp 13,369Net Buy SBN : Rp +19.70 Tn
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
0
75
150
225
300
375
450
525
600
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
20
15
20
16
1M
16
1M
17
Incoming Bid Bid Accepted Bid to Cover RatioIDR Tn x
17
686,58 triliun. Kepemilikan asing ini memiliki porsi sebesar 37% terhadap total SBN yang dapat
diperdagangkan. Net buy di pasar obligasi berlanjut dimana selama bulan Januari 2017 kepemilikan
investor asing meningkat sebesar Rp 19,7 triliun.
Lelang SBN dan SBSN yang diselenggarakan pemerintah selama bulan Januari 2017
mencatatkan oversubscribed yang tercermin dari tingginya total penawaran yang masuk. Total
penawaran yang masuk selama bulan Januari 2017 mencapai Rp 187,78 triliun, naik tajam
dibandingkan lelang SBN dan SBSN di bulan Januari 2016 yang tercatat sebesar Rp 72,8 triliun.
Sementara itu, total dana yang dimenangkan pemerintah pada lelang bulan Januari 2017 hanya
sebesar Rp 70,23 triliun (bid to cover ratio 2,67 kali), meningkat dibandingkan lelang bulan Januari
2016 yang sebesar Rp 34,06 triliun.
Keputusan lembaga pemeringkat Moody’s untuk mengkonfirmasi peringkat sovereign credit
rating Indonesia di level Baa3 (level investment grade) dengan peningkatan outlook dari “stabil”
menjadi “positif” memberikan sentimen positif bagi kinerja pasar obligasi Indonesia. Sebelumnya,
lembaga pemeringkat Fitch juga telah merevisi prospek surat utang Indonesia dari “stabil” menjadi
“positif”. Dalam siaran persnya, keputusan Moody’s ini didorong oleh berlanjutnya penurunan
kerentanan sektor eksternal sebagai dampak dari serangkaian kebijakan yang dikeluarkan terkait
stabilitas makroekonomi, reformasi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), dan upaya substitusi impor.
Selain itu, membaiknya peran kelembagaan melalui peningkatan efektivitas kebijakan juga
memungkinkan perbaikan rating Indonesia ke depan.
19
Perbankan: Sinyal Positif di Awal Tahun Seno Agung Kuncoro
Pertumbuhan kredit perbankan di akhir tahun 2016 menurun ke level 7,87% (yoy) dari 10,44%
(yoy) di tahun 2015. Sementara pertumbuhan dana pihak ketiga memperlihatkan peningkatan
signifikan sebesar 9,60% (yoy) dari 7,26% (yoy) di periode yang sama.
Rasio NPL (gross) mengalami kenaikan dari 2,49% di tahun 2015 ke 2,93% di tahun 2016. Namun
demikian, pertumbuhan nominal NPL menunjukkan tanda penurunan pada beberapa bulan
terakhir.
Data terakhir yang dirilis Badan Pusat Statistik mencatat impor bahan baku penolong pada
Januari 2017 naik 20,92% (yoy), sementara impor barang modal tumbuh sebesar 6,02% (yoy).
Sementara neraca perdagangan di Januari 2017 tercatat surplus sebesar US$1,4 miliar tertinggi sejak
tahun 2012. Hal tersebut bisa jadi merupakan indikasi peningkatan aktivitas bisnis sektor industri
utama dan pengolahan semakin meningkat, didukung oleh kondisi ekonomi global yang perlahan
mulai pulih membuat permintaan barang semakin meningkat dengan gradual. Disamping itu progres
pembangunan infrastruktur yang konsisten terus berjalan membuat impor pendukung untuk
pengerjaan proyek juga semakin meningkat.
Dengan anggaran peningkatan infrastruktur nasional yang mencapai Rp336,9 triliun di tahun
2017, Bank BUMN masih mendominasi pembiayaan untuk kredit infrastruktur tersebut. Dari 3 bank
BUMN, kredit infrastruktur mulai mengambil porsi lebih dalam total portofolio bank BUMN. Sektor
infrastruktur yang paling banyak digarap adalah sektor energi, jalan tol, transportasi, dan terakhir
sektor migas.
Sumber: OJK, diolah
Gambar 9. Pertumbuhan Kredit, Dana Pihak Ketiga, dan LDR
20
Pertumbuhan kredit perbankan di akhir tahun 2016 menurun ke level 7,87% (yoy) dari
10,44% (yoy) di tahun 2015. Sementara pertumbuhan dana pihak ketiga memperlihatkan
peningkatan signifikan sebesar 9,60% (yoy) dari 7,26% (yoy) di periode yang sama. Meskipun terus
mendapat tekanan dari pasar keuangan domestik dan global, industri perbankan masih dalam
pertumbuhan yang positif dan sehat (Gambar 9).
Pertumbuhan dana pihak ketiga di akhir tahun 2016 akhirnya bisa melampaui pertumbuhan
di akhir tahun 2015, terutama didorong oleh berhasilnya program Tax Amnesty. Pertumbuhan kredit
yang masih lemah dampak dari perlambatan ekonomi domestik maupun global sehingga banyak
pelaku usaha yang menahan ekspansinya. Di satu sisi kapasitas produksi industri telah ditingkatkan
di tahun 2014 dan 2015 sehingga tingkat produksi skala ekonomis menjadi menurun di tahun 2016.
Pertumbuhan kredit year on year terbesar dibukukan oleh Kredit Investasi (KI) sebesar
11,08%, diikuti oleh Kredit Konsumsi (KK) sebesar 8,55%. Sementara pertumbuhan Kredit Modal
Kerja (KMK) sebagai segmen terbesar mencapai 6,93% (Gambar 10). Di tahun 2017 segmen Kredit
Modal Kerja diharapkan bisa kembali meningkat seiring dengan penyaluran pembangunan
infrastruktur yang konsisten.
Sumber: CEIC dan OJK, diolah
Gambar 10. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis dan Sektor
Melihat data statistik perbankan terakhir, sektor rumah tangga dan perdagangan sebagai
sektor dengan kontribusi mencapai 50% dari total kredit, pertumbuhannya masih tertahan hingga
Desember 2016. Kredit sektor rumah tangga tumbuh sebesar 8,55% (yoy) turun 2 bps dari
pertumbuhan bulan sebelumnya, dan kredit sektor perdagangan hanya tumbuh 6,54% (yoy) atau
turun 50 bps dari pertumbuhan bulan November 2016.
Gencarnya bank melakukan promosi bunga murah untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR/KPA)
menjadi salah satu strategi andalan untuk mencapai target pertumbuhan. Data periode Desember
21
2016 menunjukkan kredit KPR/KPA tumbuh sebesar 8,04% (yoy) menjadi Rp366,5 triliun, lebih tinggi
72 bps dibandingkan pertumbuhan periode Desember 2015. Yang cukup menggembirakan adalah
kenaikan dalam 6 bulan terakhir pertumbuhan segmen kredit konstruksi mencapai 24,18% (yoy) di
akhir Desember 2016. Hal ini tentunya diharapkan akan terus berlanjut di tahun 2017, yang juga
akan ditopang oleh realisasi proyek infrastruktur pemerintah.
Kebijakan moneter bank sentral yang menurunkan suku bunga acuan hingga 150 bps belum
berdampak signifikan dalam menstimulasi permintaan kredit. Faktor risiko kredit menjadi
penghalang terbesar bagi bank untuk menyalurkan pembiayaan lebih tinggi (credit rationing),
membuat bank cenderung resilien dalam menurunkan suku bunga kredit.
Rasio Gross NPL perbankan pada Desember 2016 sebesar 2,93% turun 25 bps dibanding
bulan sebelumnya (Gambar 11). Di satu sisi pertumbuhan nominal NPL sebesar 26,95% (yoy) dalam
tren pertumbuhan yang relatif menurun selama satu tahun terakhir. Meski demikian, potensi risiko
kredit bermasalah sebenarnya belum menurun karena pertumbuhan NPL bulanan masih sangat
fluktuatif yang mengindikasikan masih belum stabilnya kondisi keuangan debitur.
Turunnya NPL di Desember 2016 terutama didorong oleh lebih tingginya penurunan jumlah
nominal NPL di periode Desember 2016 dibanding periode November 2016. Meningkatnya
penyaluran kredit secara langsung juga turut menurunkan rasio NPL periode Desember 2016. Secara
umum pertumbuhan kredit dengan kolektibilitas Diragukan dan Macet mengalami penurunan
signifikan dibandingkan bulan sebelumnya masing-masing sebesar 19,21% dan 7,59%, meski bila
melihat dari sisi pertumbuhan tahunan (year on year) masih sangat tinggi.
Sumber: CEIC dan OJK
Gambar 11. Rasio dan Pertumbuhan NPL
Dengan pertumbuhan dana pihak ketiga lebih tinggi dari pertumbuhan kredit membuat rasio
LDR di bulan Desember 2016 relatif stabil dibanding bulan sebelumnya sebesar 90,70%. Dana pihak
22
ketiga pada Desember 2016 membukukan peningkatan pertumbuhan sebesar 9,60% (yoy) naik 120
bps dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya. Pertumbuhan Giro mengalami peningkatan
relatif signifikan dibandingkan jenis simpanan lainnya sebesar 13,84% (yoy).
Tabungan mencatatkan pertumbuhan sebesar 11,16% (yoy) masih dalam tren relatif stabil
meski lebih rendah 133 bps dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya. Sementara jenis simpanan
Deposito pada Desember 2016 tumbuh sebesar 6,46% (yoy) terus konsisten dalam 4 bulan terakhir
menunjukkan peningkatan (Gambar 12). Dari segi komposisi terhadap dana pihak ketiga, deposito
masih memiliki porsi terbesar dengan kecenderungan menurun dibanding dengan alternatif
pendanaan lainnya yakni sebesar 44% pada posisi Desember 2016.
Sumber: CEIC dan OJK
Gambar 12. Pertumbuhan Komponen Dana Pihak Ketiga
Likuiditas perekonomian mencatatkan pertumbuhan yang relatif tinggi pada Desember
2016. Posisi M2 tercatat sebesar Rp5.004 triliun atau tumbuh 10,08% (yoy) lebih tinggi dibanding
bulan sebelumnya 9,35% (Gambar 13). Berdasarkan komponennya, peningkatan pertumbuhan M2
berasal dari komponen M1 dan surat berharga selain saham yang masing-masing tumbuh 17,3%
(yoy) dan 0,9% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan November 2016 yang tercatat
masing-masing sebesar 12,5% (yoy) dan -2,9% (yoy).
Di samping itu peningkatan pertumbuhan M2 terutama dipengaruhi oleh ekspansi operasi
keuangan Pemerintah. Pada akhir tahun 2016, operasi keuangan Pempus meningkat yang terindikasi
pada penurunan simpanan Pemerintah di Perbankan. Kondisi ini sejalan dengan meningkatnya
tagihan bersih kepada Pemerintah yang pada akhir Desember 2016 tercatat sebesar Rp519,3 triliun
atau tumbuh 5,7% (yoy), berbanding terbalik dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang
mengalami penurunan -2,3% (yoy).
23
Sumber: BI
Gambar 13. Perkembangan Likuiditas Sistem Keuangan
Suku bunga simpanan Rupiah dan Valas perbankan terpantau kembali turun pada awal
Februari 2017. Untuk suku bunga deposito maksimum Rupiah (special rate) 62 bank yang dipantau
LPS (bank benchmark) turun sebesar 6 bps hingga Februari 2017 (Gambar 14). Kondisi ini berbalik
dari akhir tahun 2016 dimana suku bunga deposito maksimum pernah naik sebesar 4 bps.
Sumber: LPS
Gambar 14. Suku Bunga Pasar Rupiah dan Valas
24
Hal yang sama terjadi dengan suku bunga deposito maksimum valuta asing bank benchmark
yang turun sebesar 2 bps. Dimana pada kuartal 4 tahun 2016 pernah naik hingga 16 bps. Kami
melihat hal ini masih merupakan periode musiman (cyclical) pertumbuhan dana pihak ketiga,
dimana pada awal tahun hingga pertengahan kuartal suku bunga cenderung melemah karena bank
sudah tidak terlalu agresif dalam mengumpulkan dana.
LPS telah melakukan evaluasi tingkat bunga penjaminan untuk simpanan dalam rupiah dan
valuta asing (valas) di Bank Umum serta untuk simpanan dalam rupiah di Bank Perkreditan Rakyat,
dimana Tingkat Bunga Penjaminan untuk periode 12 Januari 2017 sampai dengan 15 Mei 2017 tidak
mengalami perubahan yaitu 6,25% untuk simpanan Rupiah di bank umum dan 0,75% untuk
simpanan valas di bank umum. Dan untuk simpanan di BPR tingkat bunga penjaminan adalah
sebesar 8,75%.
Profitabilitas perbankan pada periode Desember 2016 kembali melambat menjadi 2,96%
(yoy) dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 7,76% (yoy), setelah dalam 5 bulan terakhir
bisa membukukan kenaikan (Gambar 15). Hal tersebut diakibatkan oleh kenaikan beban bunga
sebesar 9,3% (mom) sama dengan kenaikan pendapatan bunga kredit sebesar 9,6% (mom) di
Desember 2016. Tekanan pada laba ditambah dengan kenaikan beban lain-lain yang mencapai
17,3% (mom). Kami menduga banyaknya kredit yang direstrukturisasi mendapatkan pricing lebih
rendah dari bunga kredit sebelumnya yang membuat pendapatan bunga menurun, seiring dengan
turunnya rasio kredit bermasalah.
Sumber: CEIC, OJK, diolah
Gambar 15. Profitabilitas Perbankan
Tekanan yang berasal dari pertumbuhan kredit bermasalah (NPL) di tahun 2017 seharusnya
tidak akan lebih tinggi dari tahun 2016. Cadangan yang telah dibentuk pada rentang waktu tahun
2015 dan 2016 diperkirakan sudah mencukupi untuk posisi tahun 2017. Efisiensi operasional yang
dilakukan di tahun 2016 sepertinya telah maksimal dengan menahan kebutuhan untuk ekspansi
kantor cabang, bahkan tidak sedikit yang menutup atau merelokasi kantor cabang.
26
Industri Konstruksi : Melaju Kencang di Awal Tahun Ahmad Subhan
Kinerja pencapaian kontrak sektor konstruksi melaju kencang di awal tahun didorong realisasi proyek-
proyek infrastruktur, sementara efek dari pemulihan sektor properti baru akan terlihat di 2H-17
Pertumbuhan sektor konstruksi ini akan berdampak langsung pada permintaan kredit perbankan, meski
demikian pihak bank diharapkan tetap berhati-hati mengingat risiko dan potensi kredit macet pada
sektor konstruksi masih cukup tinggi serta memiliki dampak luas pada penyaluran kredit konsumsi (KPR).
Tahun 2017 baru akan memasuki bulan Maret, namun sejumlah emiten sektor konstruksi
telah berhasil membukukan kontrak baru yang cukup signifikan. Beberapa emiten konstruksi BUMN
sudah mulai meningkatkan kegiatan untuk memperoleh kontrak baru. Tercatat PT PP sepanjang
Januari 2017 telah memperoleh 10% dari target kontrak sepanjang tahun 2017 senilai Rp 4,3 triliun
(Gambar 16). Sementara perusahaan konstruksi pelat merah lain yakni PT Wijaya Karya (WIKA) juga
telah memperoleh kontrak baru yang bernilai jumbo di awal tahun ini. Hingga minggu ketiga
Februari 2017 perusahaan tersebut telah mengantongi kontrak baru senilai Rp 6,1 triliun atau setara
dengan 14,2% dari target tahun senilai Rp 43 triliun. Langkah pemerintah yang terus menggenjot
pembangunan infrastruktur disinyalir telah mengerakkan sektor konstruksi melaju kencang di awal
tahun. Selain itu proses pengadaan proyek yang telah dilakukan sejak Oktober 2016 ikut
berkontribusi pada tingginya pencapaian di 1Q-17.
Sumber: DBS Vickers Gambar 16. Realisasi dan Target Kontrak Beberapa Emiten Konstruksi
Sinyal penguatan kinerja sektor konstruksi yang ditopang oleh pengembangan infrastruktur
sebenarnya sudah terlihat jelas dari hasil sementara (un-audited) kinerja tahun 2016. Tercatat
sepanjang tahun 2016, PT PP mencatat kenaikan laba bersih sepanjang tahun 2016 sebesar 36% atau
setara dengan Rp 1,5 triliun, sementara PT WIKA mencatat kenaikan fantastis ke level Rp 940 miliar
(50% secara y/y). Secara khusus Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi)
memperkirakan sektor konstruksi akan tumbuh signifikan diatas 8% pada 2017 selaras dengan
rencana pemerintah yang menjadikan infrastruktur sebagai prioritas pembangunan. Hingga awal
27
tahun ini sektor kontruksi ditopang penuh oleh eksekusi dan realisasi proyek-proyek pemerintah
baik melalui APBN, BUMN dan kerja sama pemerintah dengan swasta (PPP Public–Private
Partnership). Banyaknya proyek mangkrak namun kemudian dihidupkan kembali oleh pemerintah
juga berdampak sangat positif bagi industri konstruksi di awal tahun ini (Gambar 17).
Sumber: BKPM Gambar 17. Rencana Proyek-Proyek Infrastruktur Strategis 2015-2019
Melihat pada anggaran tahun 2017, pemerintah pusat telah menaikkan alokasi anggaran
pembangunan infrastruktur sebesar 23% atau menjadi Rp 387,3 triliun yang nantinya akan
dimanfaatkan untuk pembangunan jalan, jembatan, bandara, pelabuhan laut, jalur kereta api dan
terminal penumpang (Gambar 18). Ditinjau dari alokasinya, porsi terbesar masih berada di
kementerian PUPR sebesar Rp 98,8 triliun dan Kementerian Perhubungan sebesar Rp 42,1 triliun.
Jumlah diatas termasuk Viability Gap Fund/VGF dan dana cadangannya Rp0,3 triliun, belanja hibah
Rp2,2 triliun, dana alokasi khusus Rp32,3 triliun, perkiraan dana desa untuk infrastruktur Rp24 triliun
dan perkiraan dana transfer umum untuk infrastruktur Rp124 triliun.
Selain melalui anggaran pemerintah pusat, pemerintah daerah juga didorong untuk
mengalokasikan setidaknya 25% dari APBD untuk mendukung pembangunan infrastruktur nasional.
Hal ini merupakan salah satu kebijakan baru yang diamanatkan oleh Undang-Undang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017. Langkah ini dimaksudkan tidak lain agar pengelolaan
APBD dapat sejalan dengan kebijakan pengelolaan APBN pemerintah pusat.
28
Sumber: Kementerian Keuangan Gambar 18. Alokasi Anggaran Infrastruktur dan Capital Spending
Selain sektor infrastruktur, optimisme sumber pertumbuhan bagi sektor konstruksi
diharapkan juga berasal dari pemulihan kinerja sektor properti. Berdasarkan informasi dari sebagian
pelaku bisnis diperoleh infromasi bahwa untuk tahun ini akan terjadi pemulihan penjualan yang
terlihat dari peningkatan target penjualan mayoritas emiten sebesar 34% atau setara dengan Rp
31,6 triliun (Gambar 19). Angka ini cukup besar mengingat sepanjang tahun 2016 angka penjualan
sektor properti terkoreksi cukup besar hingga minus 15% akibat perlambatan ekonomi.
Masih minimnya peluncuran proyek properti baru dan rendahnya pre-sales diduga kuat
terkait dengan periode pilkada serentak di awal tahun dan adanya rencana pemerintah untuk
menerbitkan aturan pajak untuk lahan tidur. Kondisi ini menyebabkan banyak pengembang memilih
menunda untuk memulai proyek-proyek besar karena masih tingginya ketidakpastian. Diproyeksikan
pengembang baru akan lebih banyak meluncurkan proyek properti baru mulai awal 2H-17 menyusul
kepastian hasil pilkada yang kemungkinan dua putaran di beberapa daerah.
Secara umum kinerja sektor properti di tahun 2017 akan banyak didukung oleh dampak
positif dari beberapa kebijakan dan relaksasi yang diberikan pemerintah dalam 1,5 tahun terakhir.
beberapa kebijakan tersebut antara lain adalah; pelonggaran kebijakan kepemilikan properti oleh
orang asing melalui skema hak guna, relaksasi treshold untuk LTV dan project financing, penurunan
pajak final dan BPHTB, pelonggaran tingkat bunga kebijakana dan adanya aliran dana investasi dari
program tax amnesty.
Alokasi Anggaran Infrastruktur Dalam APBN % Alokasi Capital Spending Terhadap Total
Anggaran Dalam APBN
29
Sumber: RHB Gambar 19. Realisasi dan Target Penjualan Emiten Sektor Properti 2017
Kredit konstruksi diperkirakan akan menjadi salah satu primadona industri perbankan
sepanjang tahun ini. Indikasi tingginya pemintaan kredit konstruksi tercermin dari pertumbuhan
rata-rata kredit konstruksi secara tahunan sepanjang 2H-16 yang mencapai sebesar 19,9% (y/y) atau
lebih tinggi dari kinerja 1H-16 (15,4% Y/Y) dan kinerja sepanjang tahun 2015 yang hanya tumbuh
sebesar 17,4%.
Meski mencatat pertumbuhan cukup tinggi, namun perbankan juga harus tetap mewaspadai
potensi kredit macet di sektor konstruksi. Hal ini mengacu pada kredit macet (NPL) di sektor
konstruksi yang secara historis cukup tinggi di kisaran 4,9% dalam dua tahun terakhir. Perhatian
terkait NPL ini perlu lebih difokuskan pada kelompok bank BUKU I, BUKU II, dan BUKU III yang secara
industri mencatat NPL rata-rata mendekati dan di atas 5%. Secara umum Bank besar BUKU III dan IV
merupakan bank yang paling gencar menyalurkan kredit di sektor konstruksi. Porsi penyaluran kredit
bank kategori BUKU III hingga akhir tahun 2016 mencapai Rp 85,8 triliun, diikuti oleh bank BUKU IV
sebesar Rp 73,8 triliun.
Bagi perbankan membaiknya permintaan kredit konstruksi merupakan indikasi lain dari
adanya peningkatan di sisi permintaan kredit konsumsi khususnya KPR. Data perilaku pembeli sektor
properti menunjukkan adanya peralihan sumber pendanaan pembelian properti dari sebelumnya
lebih banyak mengandalkan cash installment dari developer akibat pengetatan LTV menjadi kembali
beralih menjadi KPR (Gambar 20). Hal ini cukup beralasan mengingat saat ini insentif untuk KPR
cukup besar baik melalui tingkat bunga maupun relaksasi kebijakan LTV untuk rumah baru, pertama
dan rumah kedua. Disisi lain perubahan pola pembayaran dari pembeli properti saat ini perlu lebih
menjadi perhatian mengingat hal ini terjadi pada kelompok pembeli rumah kelas menengah atas
yang notabene juga merupakan investor sektor properti (non end user).
30
Sumber: RHB Gambar 20. Profil Pembeli Sektor Properti 2014-2016
Langkah beberapa bank yang secara agresif menurunkan tingkat bunga KPR menjadi single
digit secara tidak langsung akan mendorong permintaan kredit konstruksi properti. Sementara disisi
lain kredit konstruksi properti adalah sektor yang memiliki risiko cukup tinggi dibandingkan
konstruksi untuk infrastruktur karena lebih rentan pada gejolak ekonomi misalnya kenaikan biaya,
fluktuasi nilai tukar dan tentunya faktor non ekonomi seperti tenaga kerja dan politik. Oleh karena
itu dalam situasi seperti ini manajemen bank dituntut tetap selektif dan prudent dalam memilih
proyek dan debitur di tengah laju kencang sektor konstruksi yang didominasi pertumbuhan
pembangunan infrastruktur dan pemulihan sektor properti.
32
Indeks Stabilitas Perbankan (Banking Stability Index) Agus Afiantara
Indikator Banking Stability Index (BSI) untuk periode bulan Januari 2017 mengalami
peningkatan sebesar 1 bps, dari 99,20 di bulan Desember 2016 menjadi 99,21 di bulan Januari 2017
(Gambar 21). Peningkatan yang terjadi pada BSI disebabkan karena meningkatnya tekanan pada sisi
pasar (Market Pressure), sementara tekanan dari perbankan (Credit Pressure) dan pasar uang antar
bank (Interbank Pressure ) mengalami penurunan. Credit Pressure (CP) mengalami penurunan sebesar
19 bps dari 99,74 pada November 2016 menjadi 99,55 pada Desember 2016, Interbank Pressure (IP)
mengalami penurunan sebesar 63 bps dari 99,02 pada November 2016 menjadi 98,39 pada Desember
2016. Sementara itu, Market Pressure (MP) mengalami peningkatan 6 bps dari 99,94 pada Desember
2016 menjadi 100,00 pada Januari2017. Angka BSI pada bulan Januari 2017 yang berada pada level
99,21 menunjukkan kondisi risiko industri perbankan Indonesia berada dalam kondisi “Normal”.
Sumber: LPS Gambar 21. Banking Stability Index (BSI) dan Sub Indeks Credit Pressure (CP)
Rasio Gross NPL pada bulan Desember 2016 mengalami penurunan dari 3,18% pada
November 2016 menjad 2,93% pada Desember 2016. Dari sisi likuiditas, pada bulan Desember 2016
tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan bulan sebelumnya bertahan pada level 90,77%.
Pertumbuhan dana pihak ketiga pada bulan Desember 2016 yang mencapai 9,25% (yoy) jauh lebih
baik dari pertumbuhan pada bulan November 2016 yang hanya 7,90%. Sementara itu pertumbuhan
kredit pada bulan Desember 2016 mencapai 7,58% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan bulan
November 2016 yang mencapai 8,18%.
Kemampuan perbankan menghasilkan keuntungan bersih yang dikaitkan dengan modal, saat
ini berada dalam kondisi stabil di kisaran 13% sampai dengan 14%. Pada bulan Desember 2016, ROE
perbankan berada pada level 13,92% sedikit menurun bila dibandingkan dengan bulan November
2016 yang berada pada level 13,77%, hal ini seiring dengan meningkatnya jumlah dana yang disisihkan
oleh perbankan untuk pencadangan pada bulan Desember 2016.
Suku bunga kredit pinjaman untuk semua jenis pinjaman mengalami penurunan. Suku bunga kredit
modal kerja turun 16 bps dari 11,52% pada bulan November 2016 menjadi 11,36% pada bulan
Desember 2016. Suku bunga kredit pinjaman untuk investasi juga mengalami penurunan sebesar 12
bps dari 11,33% pada bulan November 2016 menjadi 11,21% dan suku bunga kredit konsumsi juga
33
mengalami penurunan 6 bps dari 13,65% pada bulan November 2016 menjadi 13,59% pada bulan
Desember 2016.
Penempatan dana antar bank riil pada bulan Desember 2016 mengalami penurunan, demikian
hal nya dengan suku bunga JIBOR overnight juga relatif stabil pada level 4,2%.
Sumber: LPS Gambar 22. Sub Indeks Interbank Pressure (IP) dan Market Pressure (MP)
Pada akhir Januari 2017, Sub Index Market Pressure (MP) mengalami peningkatan pada sisi
pasar disebabkan oleh sedikit menurunnya performa indeks harga saham gabungan (IHSG)
dibandingkan dengan akhir bulan sebelumnya (Gambar 22). Namun demikian dari sisi nilai tukar
rupiah terhadap dollar mengalami perbaikan dan hal yang sama terjadi pada yield obligasi
pemerintah dengan tenor 10 tahun yang juga mengalami perbaikan.
Berdasarkan data dari Bank Indonesia, nilai kurs tengah rupiah terhadap dollar mengalami
apresiasi sebesar 0.69% turun dari Rp13.436 per dollar AS pada Desember 2016 menjadi Rp13.343
per dollar AS pada Januari 2017. Yield Obligasi Pemerintah bertenor 10 tahun mengalami
penurunan sebesar 32 bps dari 7,97% (mom)pada bulan Desember 2016 menjadi 7,65% (mom)
pada bulan Januari 2017.
IHSG pada penutupan akhir bulan Januari 2017 mengalami penurunan bila dibandingkan
dengan penutupan akhir bulan Desember 2016.Angka IHSG mengalami penurunan sebesar 2.61
poin dari level 5.296,71 pada bulan Desember 2016 menjadi 5.294,10 pada bulan Januari 2017.
34
KOORDINATOR
Fauzi Ichsan, Didik Madiyono
Moch. Doddy Ariefianto, Hendra Syamsir, Seno Agung Kuncoro
Ahmad Subhan, Seto Wardono, Agus Afiantara, Dienda Siti Rufaedah
ANALIS
Laporan Perekonomian dan Perbankan ini dipublikasikan dalam rangka pelaksanaan fungsi Lembaga
Penjamin Simpanan untuk turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan. Tujuan
penerbitan laporan ini adalah untuk meningkatkan wawasan dan kewaspadaan publik terhadap
berbagai potensi risiko perekonomian dan sistem keuangan ke depan. Laporan Perekonomian dan
Perbankan ini memuat hasil monitoring dan analisis Lembaga Penjamin Simpanan mengenai
perkembangan ekonomi makro, pasar keuangan, perbankan, industri, dan indeks stabilitas
perbankan
Pendapat / Saran / Komentar dapat ditujukan kepada :
Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan
Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko
Equity Tower lantai 39
Sudirman Central Business District (SCBD) Lot 9
Jalan Jend. Sudirman Kav. 52-53
Jakarta 12190
Telp : +62 21 515 1000 ext 340
Email : [email protected]
Website : www.lps.go.id
PENGARAH
36
Proyeksi Besaran Ekonomi Makro dan Perbankan Terpilih
Sumber: LPS
Variabel 2013 2014 2015 2016P 2017P 2018P
Variabel Kunci
PDB Nominal (Triliun Rp) 9.546 10.570 11.532 12.407 13.813 15.350
PDB Nominal (Miliar US$) 916 890 861 933 1.027 1.133
PDB Riil (% y/y) 5,6 5,0 4,9 5,0 5,3 5,5
Inflasi (akhir periode, % y/y) 8,1 8,4 3,4 3,0 4,9 4,5
Inflasi (rata-rata, % y/y) 6,4 6,4 6,4 3,5 4,7 4,5
USD/IDR (akhir periode) 12.189 12.440 13.795 13.436 13.450 13.550
USD/IDR (rata-rata) 10.452 11.879 13.392 13.307 13.450 13.550
BI Rate (akhir periode) 7,50 7,75 7,50 - - -
BI 7-Day Reverse Repo Rate (akhir periode) - - 6,25 4,75 5,00 5,25
Surplus/Defisit Fiskal (% PDB) (2,2) (2,2) (2,5) (2,5) (2,5) (2,5)
Sustainabilitas Eksternal
Ekspor Barang (% y/y) (2,8) (3,7) (14,9) (3,1) 0,7 1,6
Ekspor Barang (Miliar US$) 182,1 175,3 149,1 144,4 145,4 147,8
Impor (% y/y) (1,3) (4,5) (19,7) (4,5) 0,9 1,8
Impor (Miliar US$) 176,3 168,3 135,1 129,1 130,2 132,6
Neraca Berjalan (Miliar US$) (29,1) (27,5) (17,5) (16,3) (24,2) (27,5)
Neraca Berjalan (% PDB) (3,2) (3,1) (2,0) (1,8) (2,4) (2,4)
Cadangan Devisa (Miliar US$) 99,4 114,3 105,9 114,6 119,4 119,8
Utang Luar Negeri (% PDB) 29,1 32,9 36,1 34,0 35,2 34,4
PDB Riil menurut Pengeluaran (% y/y)
Konsumsi Swasta 5,5 5,3 4,8 5,0 5,2 5,3
Konsumsi Pemerintah 6,7 1,2 5,3 (0,1) 6,1 7,7
Pembentukan Modal Tetap Bruto 5,0 4,4 5,0 4,5 6,1 6,3
Ekspor Barang dan Jasa 4,2 1,1 (2,1) (1,7) 1,7 2,9
Impor Barang dan Jasa 1,9 2,1 (6,4) (2,3) 2,0 3,3
PDB Riil menurut Industri (% y/y)
Sektor Primer 3,5 2,6 0,8 2,4 2,8 3,2
Sektor Sekunder 4,4 4,6 4,3 4,3 4,8 5,3
Sektor Tersier 6,3 6,2 5,5 5,5 6,4 6,7
Yield SUN Rupiah (rata-rata, %)
1 Tahun 5,7 6,9 7,3 6,7 6,5 6,4
3 Tahun 5,9 7,6 7,9 7,4 7,2 7,0
5 Tahun 6,0 7,9 8,1 7,4 7,2 7,2
10 Tahun 6,5 8,2 8,2 7,6 7,7 7,7
20 Tahun 7,3 8,7 8,5 8,0 8,5 8,5
Perbankan (% y/y)
Pinjaman 21,6 11,6 10,4 7,9 9,2 10,0
Dana Pihak Ketiga 13,6 12,3 7,3 9,6 7,2 7,6
Loan to Deposit Ratio (%) 89,9 89,3 92,0 90,5 92,2 94,2
37
Jadwal Rilis Data dan Peristiwa Penting 1 Maret - 31 Maret 2017
Negara Tanggal Indikator/Peristiwa
Amerika Serikat 10-Maret-17 Tingkat Pengangguran Februari 2017
15-Maret-17 Inflasi Februari 2017
16-Maret-17 Pertemuan FOMC
Zona Euro 2-Maret-17 Tingkat Pengangguran Januari 2017
7-Maret-17 PDB 4Q17
9-Maret-17 Bunga Acuan Bank Sentral Eropa
16-Maret-17 Inflasi Februari 2017
Jepang 16-Maret-17 Bunga Acuan Bank Sentral Jepang
22-Maret-17 Neraca Perdagangan Februari 2017
31-Maret-17 Inflasi Februari 2017
Brazil 1-Maret-17 Neraca Perdagangan Februari 2017
7-Maret-17 PDB 4Q17
31-Maret-17 Tingkat Pengangguran Februari 2017
Rusia 7-Maret-17 Inflasi Februari 2017
14-Maret-17 Neraca Perdagangan Januari 2017
20-Maret-17 Tingkat Pengangguran Februari 2017
31-Maret-17 Transaksi Berjalan 4Q17
India 6-Maret-17 Transaksi Berjalan 4Q17
10-Maret-17 Neraca Perdagangan Februari 2017
13-Maret-17 Inflasi Februari 2017
China 10-Februari-17 Neraca Perdagangan Januari 2017
14-Februari-17 Inflasi Januari 2017
Afrika Selatan 14-Februari-17 Tingkat Pengangguran 4Q2016
15-Februari-17 Inflasi Januari 2017
Indonesia 8-Maret-17 Neraca Perdagangan Februari 2017
9-Maret-17 Inflasi Februari 2017
30-Maret-17 Transaksi Berjalan 4Q17
Sumber: LPS