Keberhasilan silver diamine fluoride sebagai agen topikal fluoride
dibandingkan dengan varnish fluoride dan gel acidulated
phosphate fluoride: Penelitian in vivo
Shalin G. Shah1*, Vijay Bhaskar2, Sunita Chawla3, Karthik Venkataraghavan1, Prashant Choudhary1,Mahadevan Ganesh2, Krishna Trivedi1
Departments of Pedodontics & Preventive Dentistry, College of Dental Science and Research Centre, Manipur,Sanand, Ahmedabad, 2Ahmedabad Dental College & Hospital, Vivekanand Society, Santej, Rancharda, Kalol,Dist. Gandhinagar, 3Department of Zoology, Schools of Sciences, Gujarat University, Ahmedabad, Gujarat, India
Abstrak
Silver diamine fluoride (SDF) sebelumnya telah terbukti secara in vitro sebagai
agen antibakterial. Penelitian terbaru telah dibuat untuk membandingkan
keberhasilan SDF sebagai agen topikal fluoride secara in vivo dengan varnish
fluoride dan gel acidulated phosphate fluoride (APF). Total dari 123 anak yang
terdiri atas 82 anak laki-laki dan 41 anak perempuan, dimasukkan ke dalam
penelitian selama jangka waktu 18 bulan. Anak-anak dibagi menjadi tiga
kelompok yang berbeda – Kelompok 1: SDF; Kelompok 2: Varnish fluoride;
Kelompok 3: Gel APF. Seluruh subjek penelitian dievaluasi berdasarkan gigi
yang rusak, gigi yang hilang, dan permukaan yang ditambal (dmfs) + indeks DMF
pada bulan ke 6, 12, dan 18, termasuk dengan fluoride yang terkandung di dalam
enamel serta follow up 6 bulan kemudian. Fluoride yang terkandung dalam
enamel mengalami peningkatan secara signifikan pada kelompok 1 jika
dibandingkan dengan kelompok 2 dan kelompok 3, dimana tidak ditemukan
perbedaan yang signifikan antara kelompok 2 dan kelompok 3. Pengurangan
karies gigi ditemukan pada semua kelompok tetapi tidak ada perbedaan yang
signifikan jika ketiganya dibandingkan. Dalam aplikasi in vivo pada enamel yang
diberikan SDF terjadi peningkatan yang signifikan pada fluoride yang terkandung
di enamel dibandingkan dengan varnish fluoride dan gel APF dan dapat secara
efektif digunakan sebagai agen topikal fluoride.
Kata kunci: pencegahan karies, biopsi enamel, silver diamine fluoride, agen
topikal fluoride.
PENDAHULUAN
Karies gigi masih merupakan penyakit kronis gigi yang paling banyak
ditemukan pada berbagai usia di seluruh negara dan seluruh populasi dengan
derajat keparahan yang berbeda. Penanganan karies gigi memerlukan kemampuan
yang lebih dari klinisi dan tidak menutup kemungkinan diperlukan biaya tinggi
untuk manajemen perawatan yang membutuhkan tindakan anestesi umum. Pada
tahun 1941 Bibby memulai penggunaan topikal fluoride menggunakan larutan
sodium fluoride (NaF) 0.1%. Kemudian, setelah bertahun-tahun, bermacam-
macam agen topikal fluoride telah berevolusi, secara berurutan yaitu Stannous
Fluoride (SnF2) (1947), Acidulated Posphate Fluoride (APF) (1963), Varnish yang
mengandung fluoride (1964) dan Amine Fluoride (1967). Fluoride telah terbukti
sebagai bahan yang paling efektif dimana masih terbatasnya agen antikaries dalam
60 tahun terakhir. Penelitian ini menyimpulkan, bahwa efek pencegahan karies
dari fluoride didapat dengan aplikasi topikal. Fluoride menghasilkan efek
pencegahan karies dalam berbagai cara. Fluoride pada plak dan saliva dapat
menghambat demineralisasi jaringan keras gigi. Fluoride juga dapat menghambat
proses saat bakteri kariogenik memetabolisasi karbohidrat untuk memproduksi
polisakarida adhesif. Fluoride bersama dengan kalsium dan fosfat akan
mendemineralisasi jaringan keras gigi, serta membentuk struktur crystalline
(remineralisasi) yang lebih resisten terhadap adanya bakteri asam. Hingga saat ini,
varnish fluoride dan 1.23% gel APF merupakan agen topikal fluoride (PATF)
yang paling sering diaplikasikan oleh para klinisi, namun tidak ada diantara
keduanya yang terbukti benar-benar memuaskan.
Silver diamine fluoride (SDF) (3% w/v) (formula molekul: Ag (NH3)2F.
E.g. Saforide solution [J Morita Company, Jepang) telah diperkenalkan di Jepang
sejak 1970an. Semenjak itu bahan ini digunakan di Jepang sebagai agen yang
dapat mencegah karies secara efektif. Banyak percobaan yang dilakukan secara in
vitro ataupun in vivo guna mengevaluasi efeknya terhadap minimalisasi potensi
karies dan efek antibakteri. Hingga saat ini, tidak ada penelitian in vivo yang
dilakukan untuk memeriksa keberhasilannya sebagai agen topikal fluoride ketika
diaplikasikan pada permukaan enamel.
Tujuan dan sasaran
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, penelitian ini dilakukan untuk
membandingkan keberhasilan dari SDF dengan varnish fluoride dan gel APF guna
pencegahan karies dengan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk membandingkan peningkatan konsentrasi fluoride pada enamel
setelah aplikasi SDF, varnish fluoride, dan gel APF.
2. Untuk memeriksa perkembangan dari lesi karies baru setelah dilakukan
aplikasi agen topikal fluoride yang disebutkan di atas.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan oleh Departemen Kedokteran Gigi Anak dan
Kedokteran Gigi Preventif Fakultas Kedokteran Gigi Ahmedabad, Gandhinagar.
Penelitian ini merupakan penelitian in vivo yang acak, terkontrol, dan
berprospektif. Protokol penelitian telah disetujui oleh komite etik Fakultas
Kedokteran Gigi dan Rumah Sakit Ahmedabad.
419 anak diperiksa dari empat sekolah yang didanai pemerintah primer
dan sekunder di daerah Gandhinagar, Gujarat, India. Sekolah ini merupakan
sekolah yang didanai pemerintah, dan anak-anak yang bersekolah di sekolah ini
berasal dari status sosio-ekonomi yang rendah. Mereka berasal dari komunitas
yang sama, dan pola makanan dari anak-anak ini juga serupa. Pada saat
pemeriksaan awal, tipe dari perilaku oral hygiene juga dievaluasi. Anak-anak
yang biasa menyikat giginya dua kali sehari dengan pasta gigi berfluoride juga
diikutsertakan ke dalam penelitian. Pemeriksaan dilakukan menggunakan kaca
mulut dan sonde dengan pencahayaan normal. Pada akhir pemeriksaan, 123 anak
(laki-laki = 82, perempuan = 41) dengan umur rata-rata 8.38 ± 0.75 tahun dipilih
sesuai dengan kriteria inklusi yang diberikan. Sebelum penelitian dimulai, orang
tua dari anak-anak tersebut telah dijelaskan mengenai tujuan dari penelitian dan
telah mengisi informed consent yang diperlukan untuk mengikuti penelitian ini.
Kriteria inklusi
Subjek dengan usia di antara 6 sampai 9 tahun (umur rata-rata 8.38 ± 0.75
tahun) yang telah terpilih untuk penelitian ini telah memenuhi kriteria inklusi
seperti berikut:
1. Semua gigi molar pertama permanen telah erupsi sepenuhnya.
2. Subjek yang terdapat gigi rusak, gigi hilang, dan permukaan yang telah
ditambal (dmfs) + DMFS skor sama dengan atau lebih dari satu.
3. Subjek dengan seluruh gigi molar sulung yang masih ada.
4. Tidak ada riwayat alergi dengan partikel silver atau coloponium.
Pembagian kelompok
Kelompok 1: anak yang diaplikasikan SDF (38% w/v) (Saforide- J. Morita
company, Jepang) pada seluruh gigi molar dan kaninus sulung dan Molar
pertama permanen(n = 41).
Kelompok 2: anak yang diaplikasikan varnish fluoride (6% NaF, 6%
CaF2) (Bifluoride 12-Voco, Jerman) pada seluruh gigi kaninus dan molar
sulung dan Molar pertama permanen(n = 41).
Kelompok 3: anak yang diaplikasikan gel APF 1.23% (Fluocal, Septodont,
Prancis) pada seluruh gigi kaninus dan molar sulung dan Molar pertama
permanen(n = 41).
Evaluasi awal
Fluoride awal yang terkandung dalam enamel dengan bantuan biopsi
enamel
Indeks dmfs + DMFS
Indeks DMFS digunakan untuk menjelaskan DMFS untuk gigi permanen,
komponennya adalah:
Komponen D
Digunakan untuk menjelaskan (kerusakan gigi) yang termasuk:
1. Gigi dengan karies.
2. Gigi dengan penambalan namun ada karies baru.
3. Hanya tinggal akar yang tersisa.
4. Defek penambalan dengan karies.
5. Penambalan sementara.
6. Permukaan gigi yang telah ada penambalan dengan permukaan lain yang
berlubang.
Komponen M
Digunakan untuk menjelaskan (kehilangan gigi karena karies) kasus lainnya
dapat dikeluarkan dari kriteria, seperti:
1. Gigi yang diekstraksi karena alasan lain selain karena karies dapat
dikeluarkan dari kriteria.
2. Gigi yang tidak erupsi.
3. Gigi hilang kongenital.
4. Gigi avulsi karena trauma atau kecelakaan.
Komponen F
Ini digunakan untuk menjelaskan gigi yang ditambal akibat karies. Gigi
yang ditambal namun tidak ada kerusakan seperti satu atau lebih gigi
permanen dengan restorasi dan tidak ada karies sekunder atau daerah lain
dengan gigi yang terdapat karies primer. Gigi yang terdapat crown karena
kerusakan gigi sebelumnya telah dicatat dalam kategori ini.
Indeks dmfs digunakan untuk menjelaskan DMFS pada gigi sulung.
Kriterianya sama dengan indeks DMFS.
Langkah-langkah Penelitian
Pada awalnya dilakukan scaling ultrasonic satu mulut untuk
menghilangkan debris makanan, plak atau kalkulus yang terdapat pada permukaan
gigi. Kemudian juga dilakukan pemolesan menggunakan rubber cup
menggunakan hand piece berkecepatan rendah dengan aliran air. Kemudian
diambil biopsi enamel dari permukaan bukal gigi molar pertama permanen rahang
bawah untuk memeriksa konsentrasi awal dari fluoride. Semua lesi karies yang
terdapat di dalam mulut di restorasi dengan Intermediate Restorative Material
(IRM) (Kalzinol, DPI, India). Prosedur yang disebutkan di atas dilakukan ke
semua subjek. Setelah itu subjek dibagi menjadi tiga kelompok yang berbeda
secara acak menggunakan tabel acak yang terkomputerisasi (GraphPad Software,
Inc, CA, USA).
Aplikasi fluoride dilakukan pada gigi sulung yaitu kaninus, molar pertama
dan molar kedua dan juga pada gigi molar pertama permanen sesuai dengan
kelompoknya masing-masing. Gigi anterior dikeluarkan dari penelitian karena
subjek yang terpilih pada penelitian ini sedang dalam masa transisi untuk gigi
insisifnya dan juga SDF dapat menyebabkan pewarnaan pada permukaan gigi,
maka penggunaannya tidak diindikasikan untuk gigi anterior.
Prosedur untuk aplikasi fluoride
Aplikasi SDF
Sebelum prosedur dimulai seluruh permukaan mukosa pada kavitas oral
ditutup menggunakan vaseline, untuk melindungi dari mild burning sensation
akibat SDF. Isolasi dari gigi dilakukan dengan bantuan cotton rolls dan suction
volume tinggi. Penutup botol telah dibuka sesaat sebelum aplikasi dan tetesan dari
solusi tersebut dikeluarkan ke cotton pellet. Kemudian diaplikasikan selama 3-4
menit pada seluruh permukaan dari 4 gigi pada masing-masing kuadran pada saat
yang sama (Gambar 1). Prosedur ini diulang pada kuadran lain dengan cara yang
sama. Sesuai instruksi dari pabrik, setelah 3-4 menit aplikasi subjek dibolehkan
untuk membersihkan mulutnya dengan berkumur menngunakan air distilasi
ataupun air saline.
Gambar 1. Aplikasi Silver Diamine Fluoride.
Aplikasi varnish fluoride dan gel APF juga dilakukan sesuai dengan
instruksi pabrik masing-masing (Gambar 2 dan 3). Selanjutnya pasien
diinstruksikan tidak boleh berkumur, minum atau makan setidaknya selama 30
menit, mengkonsumsi liquid dan semisolid diet selama hari itu dan tidak
diperbolehkan menyikat gigi selama hari itu. Prosedur yang sama juga dilakukan
untuk ketiga kelompok pada follow up bulan ke 6 dan 12, saat subjek menerima
aplikasi fluoride selanjutnya.
Gambar 2. Aplikasi varnish fluoride. Gambar 3. Aplikasi gel APF.
Kriteria evaluasi
Analisis fluoride
Metode dari biopsi enamel
Kandungan fluoride dievaluasi di awal dan juga pada kunjungan follow up
bulan selanjutnya sebelum aplikasi dilanjutkan. Kandungan fluoride didapat dari
permukaan bukal gigi molar pertama permanen bawah. Gigi yang akan di biopsi
harus diisolasi menggunakan cotton rolls dan suction bervolume tinggi guna
mengeliminasi kemungkinan kontaminasi saliva. Sticking plaster digunakan untuk
menutupi gigi yang akan dibiopsi. Sticking plaster sebesar 4 mm/ berbentuk kotak
dibuat untuk menandai permukaan bukal gigi molar (Gambar 4). Permukaan non-
fluoride berukuran 4 mm yang ditandai dengan kertas persegi dibasahi dengan 5
microliter dari 0.5 M asam perklorat dan segera ditempatkan pada permukaan
mesiobukal dari gigi selama 4 detik menngunakan timer (Gambar 5). Kertas ini
kemudian dipindahkan ke tube plastik yang ditetesi 0.1 ml air double distilasi
menggunakan mikro pipet. Jumlah yang sama dari total ionic strength adjustment
buffer (TISAB-II) ditambahkan menggunakan mikro pipet ke tube plastik, tube
tersebut disimpan selama 3 hari untuk mendapatkan difusi fluoride yang maksimal
masuk ke dalam pengencer air double distilasi dan TISAB-II. Semua subjek
dilakukan aplikasi fluoride, tempat yang dilakukan biopsi juga diaplikasikan
fluoride berdasarkan distribusi kelompok (baik SDF atau varnish NaF atau gel
APF). Setelah 3 hari penyimpanan, sampel diaduk menggunakan pengaduk
magnetik dan dikirim ke laboratorium untuk analisis fluoride.
Gambar 4. Sticking plaster dengan ukuran 4 mm2.
Gambar 5. Biopsi enamel dengan blotting paper yang mengandung HClO4.
Prosedur laboratorium
Flouride yang terkandung pada permukaan gigi di awal, diukur dalam part
per million (ppm). Hal ini diperlukan untuk kalkulasi jumlah massa enamel yang
dibuang melalui prosedur biopsi enamel. Berat dan volume dari enamel yang
terbuang dari masing-masing etsa asam dan konsentrasi fluoride dikalkulasi
menggunakan nilai 2.95 dari densitas enamel manusia dan 37% kandungan
kalsium. Kandungan kalsium dari sampel diukur menggunakan atomic absorption
spectrophotometer. Dari data yang didapat, kedalaman masing-masing biopsi
dikalkulasikan dengan rata-rata penghitungan berikut.
Massa enamel = μg Ca++ x (1 : 1000) x (1 : 1000) x (100 : 37)g
Kedalaman enamel dari etsa (cm) =
Massa enamel (g) x 10000
Densitas enamel x area biopsi (cm2)
Umumnya konsentrasi elemen yang terbuang, dihitung dengan satuan
ppm, jadi formula yang digunakan untuk menyatakan ppm flouride dari biopsi
sampel sebagai berikut:
Fluoride (ppm) = Fluoride (μg)
Enamel (g)
Level fluoride pada sampel biopsi enamel diestimasi oleh teknisi laboratorium
(tidak mengetahui tentang pembagian kelompok) menggunakan Ion Selective
Electode dan ion analyzer ORION model 290.
Indeks karies
Kriteria diagnosis untuk karies gigi
Kaca muulut dan sonde digunakan untuk mendeteksi karies di bawah
pencahayaan yang cukup. Di awal telah dilakukan pengujian untuk karies gigi
yang dilakukan oleh dua penguji berbeda yang tidak mengetahui tentang
pembagian kelompok kriteria. Adapun kriteria identifikasi karies yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Lesi harus dapat terlihat secara klinis dan jelas.
2. Ujung sonde dapat masuk ke dalam material yang lunak.
3. Terdapat diskolorisasi atau hilangnya translusensi jaringan di
bawahnya atau demineralisasi enamel.
4. Pit dan fissure didiagnosis sebagai karies ketika sonde terperangkap
atau tertahan setelah diinsersikan dengan tekanan yang sedang atau
kuat.
Dugaan karies pada subjek
Setelah jumlah permukaan karies yang terlibat ditentukan kemudian
ditentukan persamaan yang digunakan guna mengukur kemungkinan adanya
karies (Richardson 1961).
Terdapat dua faktor:
a. Jumlah permukaan gigi yang beresiko
b. Jumlah karies yang berkembang selama masa observasi
‘b’ dibagi dengan ‘a’ akan memberikan pengukuran rasio dari
kemungkinan karies
Indeks kemungkinan = rasio kemungkinan x 100
Pada penelitian ini, total permukaan yang beresiko adalah: 76
Analisis statistik
Estimasi ukuran sampel didasarkan pada perkiraan jumlah peningkatan
kandungan fluoride dalam enamel yang didasari dari penelitian sebelumnya.
Kekuatan penelitian ini yakni sebesar 80% (β = 0.20) dan α = 0.05 sebagai level
signifikansi. Pada perbedaan di awal, angka rata-rata antara masing-masing
kelompok dan standar deviasi yang didapat dari penelitian sebelumnya ukuran
sampel diestimasi sekitar 110 menggunakan nomogram yang dibuat Altman.
Berdasarkan estimasi tersebut angka dropout sekitar 125 ukuran sampel,
diantaranya total 123 subjek termasuk ke dalam penelitian. Semua data yang
terkumpul di evaluasi menggunakan SPSS (Software package for statistical
analysis, IBM Corporation, Armonk, New York, US) versi ke 13 software untuk
windows.
HASIL
Kandungan fluoride dalam enamel
Dari 123 subjek, yang tersedia pada bulan ke 6 hanya 115 subjek. Tabel 1
menunjukkan nilai rata-rata (confidence interval 95%) fluoride pada permukaan
enamel di awal percobaan hingga bulan ke 6. Perbandingan intra kelompok
dilakukan melalui pasangan sampel t-test. Ini dijabarkan pada Tabel 2. Tes variasi
analisis dilakukan berikutnya menggunakan post hoc test multiple comparison
Tukey HSD untuk perbandingan inter kelompok (Tabel 3).
Kandungan fluoride dalam enamel bertambah secara signifikan pada
follow up bulan ke 6 pada ketiga kelompok. Penambahan yang signifikan pada
kandungan fluoride ditemui pada kasus pemberian SDF dibandingkan dengan
varnish fluoride dan gel APF. Tidak ada penambahan kandungan fluoride secara
signifikan yang ditemukan antara varnish fluoride dan gel APF.
Tabel 1. Perbandingan intra kelompok untuk kandungan fluoride (ppm).
Tabel 2. Perbandingan inter kelompok untuk kandungan fluoride (ppm).
Tabel 3. Distribusi awal dari lesi karies.
Perkembangan dari permukaan karies baru
Distribusi karies di awal percobaan pada masing-masing kelompok
dijabarkan pada Tabel 3. Perbandingan inter kelompok untuk distribusi dmfs +
DMFS menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (ρ > 0.05) antar
kelompok [Tabel 4].
Tabel 4. Perbandingan inter kelompok untuk distribusi awal dari dmfs + DMFS.
Perbandingan interkelompok
Perkembangan dari permukaan karies baru dievaluasi menggunakan
indeks dugaan karies dari Richardson 1961. Tes Mann Whitney digunakan untuk
membandingkan signifikasi perbedaan pada perkembangan karies baru antar
kelompok [Tabel 5].
0-6 bulan: dibandingkan dengan kondisi awal, satu permukaan karies baru
ditemukan pada kelompok 1 (SDF), enam ditemukan pada kelompok 2
(varnish fluoride), dan empat ditemukan di kelompok 3 (gel APF).
6-12 bulan: antara 6-12 bulan, satu ditemukan di kelompok 1 (SDF), dua
ditemukan di kelompok 2 (varnish fluoride) dan tiga ditemukan di
kelompok 3 (gel APF).
12-18 bulan: antara 12 dan 18 bulan, tidak ditemukan permukaan karies
baru pada kelompok 1 (SDF), dua ditemukan di kelompok 2 (varnish
fluoride) dan dua ditemukan di kelompok 3 (gel APF).
0-12 bulan: dibandingkan dengan di awal, dua permukaan karies
ditemukan di kelompok 1 (SDF), delapan ditemukan di kelompok 2
(varnish fluoride), dan tujuh ditemukan di kelompok 3 (gel APF).
0-18 bulan: dibandingkan dengan kondisi awal, dua permukaan karies
ditemukan di kelompok 1 (SDF), 10 ditemukan di kelompok 2 (varnish
fluoride), dan sembilan ditemukan di kelompok 3 (gel APF). Tidak ada
perbedaan yang signifikan secara statistik dalam jumlah permukaan karies
baru yang ditemukan diantara masing-masing kelompok pada jangka
waktu yang berbeda (ρ > 0.05).
Tabel 5. Dugaan karies antara kelompok penelitian.
DISKUSI
Penelitian ini dilakukan secara acak, percobaan in vivo dengan SDF
sebagai bahan eksperimental, dan varnish fluoride serta gel APF sebagai
kelompok pembanding. Komposisi kelompok yang akan dirawat sama (anak-anak
dari status sosio-ekonomik yang hampir sama, kebiasaan makanan dan kebersihan
oral dan distribusi karies yang juga hampir sama [Tabel 3 dan 4], hasil kesimpulan
dari percobaan ini dapat di aplikasikan terhadap perawatan pada anak-anak
dengan kondisi yang sama.
Umur yang dipilih untuk penelitian ini adalah 6-9 tahun, dengan gigi
molar pertama permanen yang sudah erupsi sempurna. Sebagai salah satu akses
masuknya infeksi yang paling sering pada umur ini, molar pertama permanen
mempunyai resiko yang tinggi untuk terkena karies. Penelitian ini juga didukung
oleh proposal dari Johnston dan Lewis yang menurut PATFs mungkin dapat
menjadi perawatan preventif yang dapat diaplikasikan pada anak dengan resiko
tinggi (termasuk dalam penelitian ini) guna tindakan intervensi usia muda. Akibat
meninggalkan lesi karies terbuka dan terus menjalankan penelitian adalah suatu
yang tidak etis, maka semua lesi karies direstorasi dan restorasi yang terdapat
defek diobati dengan IRM sebelum menjalankan protokol penelitian.
Sebuah panel expert di American Dental Association pada tahun 2006
menyimpulkan bahwa “Varnish fluoride yang diaplikasikan setiap 6 bulan sangat
efektif untuk mencegah karies pada gigi sulung dan permanen pada anak dan
remaja”. Selain itu, aplikasi gel APF setiap 6 bulan sekali juga digunakan oleh
Hawkins dan Locker, serta Agrawal dan Pushpanjali yang menemukan terjadinya
pengurangan karies secara signifikan. Sebaliknya tidak ada rekomendasi tentang
pemakaian SDF secara frekuentif. Untuk itu, dengan mempertimbangkan
frekuensi pemakaian varnish fluoride dan gel APF, pada penelitian ini digunakan
untuk memeriksa ketersediaan fluoride pada struktur gigi setelah 6 bulan.
Menurut Mellberg et al., pada tahun 1983, pemakaian fluoride aman untuk
dipakai pada kavitas oral; selain itu persediaan fluoride secara terus menerus
sangat penting untuk efek anti karies. Oleh karena itu, retensi dari fluoride pada
permukaan gigi setelah aplikasi topikal telah menjadi hal yang paling menarik
dalam bidang kariologi untuk diteliti. Sangat penting untuk memeriksa seberapa
banyak fluoride yang dapat melekat pada permukaan gigi dalam beberapa jangka
waktu tertentu.
Hingga saat ini, tidak ada penelitian mengenai pengukuran konsentrasi
fluoride pada permukaan enamel setelah aplikasi SDF secara in vivo. Kandungan
fluoride diukur hanya saat follow up setelah 6 bulan. Semenjak frekuensi dari
aplikasi larutan adalah setiap 6 bulan, sangat pernting untuk mengukur kandungan
fluoride pada bulan ke enam sesaat sebelum aplikasi selanjutnya. Penelitian
terbaru membuktikan bahwa, kandungan fluoride bertambah secara signifikan
pada ketiga kelompok saat follow up bulan ke enam. Faktor yang mempengaruhi
penyerapan fluoride dan retensi yang utama adalah konsentrasi dari fluoride
tersebut, pH dari larutannya dan membuat barrier coating dengan larutan tersebut.
SDF mempunyai konsentrasi fluoride yang paling tinggi (44800 ppm), maka
dapat disimpulkan, fluoride pada enamel sangat proporsional dengan jumlah
fluoride yang tersedia. Sementara itu, gel APF dengan tingkat keasaman pH dapat
meningkatkan kekuatan untuk penetrasi, varnish fluoride dengan barrier coating
akan meningkatkan jangka waktu fluoride pada permukaan gigi.
Mempertimbangkan signifikansi inter kelompok, peningkatan signifikan
fluoride di enamel ditemukan pada gigi subjek yang menerima aplikasi SDF
dibanding dengan varnish fluoride dan gel APF. Tidak ada peningkatan signifikan
fluoride di enamel yang ditemukan antara kelompok varnish fluoride dan gel APF.
Terdapat dua alasan yang dapat menjadi penjelasan kemungkinan untuk observasi
ini. Alasan yang pertama adalah karena SDF memiliki kandungan fluoride yang
tinggi jika dibandingkan dengan dua agen lainnya, maka akan lebih memberikan
banyak kandungan fluoride. Alasan kedua, mungkin dikarenakan SDF yang
stabilisasinya sangat cepat (3-4 menit aplikasi) pada permukaan gigi dan tidak
memerlukan instruksi perawatan tambahan setelah aplikasi yang harus diikuti oleh
pasien untuk penambahan kandungan fluoride dan retensi pada permukaan gigi,
tidak seperti pada kelompok varnish fluoride dan gel APF. Hasil ini berbeda dari
hasil penelitian in vitro yang dilakukan oleh Delbem et al. pada tahun 2006.
Mereka menemukan konsentrasi yang lebih pada kasus varnish fluoride
dibandingkan dengan SDF. Menurut mereka ‘produk silver fluoride lebih sering
digunakan pada karies yang terdapat di dentin, dimana lebih banyak terdapat
substrat protein, karbonat dan fosfat untuk reaksinya. Di lain pihak, enamel sangat
kekurangan akan substrat ini jika dibandingkan dengan dentin dimana akan
berdampak menurunnya reaktivitas SDF. Pada penelitian terbaru, gigi molar
permanen yang masih muda diikutsertakan, dimana lebih mengandung banyak
struktur berporus dan lebih banyak kandungan protein. Bruun di tahun 1973
menyebutkan bahwa gigi di dalam mulut yang belum lama bererupsi belum
sepenuhnya termineralisasi dan cenderung mempunyai lebih banyak porus. Oleh
karena itu, kandungan fluoride dapat ditingkatkan ketika aplikasi saat ini. Dapat
disimpulkan bahwa semakin dini aplikasi SDF dilakukan, maka semakin baik pula
perlindungan bagi gigi molar permanen muda.
Tidak ada perbedaan yang signifikan pada awal nilai dmfs + DMFS di
antara ketiga kelompok dimana hasil distribusi karies pada gigi yang ada dari
ketiga kelompok hampir sama. Walaupun ditemukan tidak adanya pengurangan
yang signifikan pada perkembangan permukaan karies antara ketiga kelompok,
namun SDF mempunyai efek pengurangan perkembangan permukaan karies baru
yang lebih baik, karena lebih banyak terjadi penyerapan fluoride dalam enamel.
Selain itu, SDF juga terbukti memiliki efek antibakteri, yang mungkin menjadi
faktor tambahan terhadap pengurangan lesi karies.
Kesimpulan yang dapat diambil dari diskusi ini bahwa aplikasi SDF secara
in vivo setiap 6 bulan sekali pada enamel memberikan efek pencegahan akan
adanya karies yang lebih baik dikarenakan penyerapan kandungan fluoride yang
lebih tinggi serta berkontribusi dalam mengurangi dugaan karies dibandingkan
dengan agen topikal fluoride lainnya yaitu varnish fluoride dan gel APF.
Walaupun demikian masih dibutuhkan percobaan tambahan untuk memeriksa
kembali efikasi dari SDF ketika diaplikasikan per tahun.
KESIMPULAN
Dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1. Kandungan fluoride di enamel bertambah secara signifikan setelah 6 bulan
aplikasi SDF jika dibandingkan dengan varnish fluoride dan gel APF.
2. Walaupun tidak signifikan, SDF lebih efisien dalam mengurangi angka
permukaan karies baru ketika dibandingkan dengan varnish fluoride dan
gel APF.