Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 90
Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri
Australia ke Otoritas Palestina
Irza Khurun’in7
Abstract
In the end of 2007, Australia through AusAID increased their foreign aid to the
Pelstinian Authority nearly tripled, from $ 15.2 million in 2006-2007 to $ 42 million in
2007-2008. That policy could not be separatedfrom the Australian interest in the
political conflictconstellation betweenIsraeland Palestine. Yet, as a donor country,
Australia didn’t get economically benefit from the aid flow to Palestine. Moreover, the
geographical location between two countries are very far apart. Furthermore,
Australian aid to Palestinian Authority is also inconsistentwith thepolitical support,
such as Australia rejection on the recognition ofPalestinian sovereignty. So, the
research question is ‘why did Australia increaseits foreignaidtothe Palestinian
Authority?’ To analyze this Australia’s behavior, the author uses a constructivist
approach, with emphasize on humanitarian norm and Australian identity as a donor
country. The basic assumption of constructivism focused on ideational structure and it
become the main framework in this paper. Main argument in this paper is international
humanitarian norm and Australian identity as a donor country act as ideational
structure whichconstitutively interplay on the Australian policy toincrease foreign aid
to the Palestinian Authority.
Keywords: International humanitarian norm, national identity, foreign aid
Pendahuluan
Bantuan luar negeri menjadi fenomena penting dalam kancah
perpolitikan dunia. Pada masa perang dingin, bantuan luar negeri menjadi media
politik bagi negara-negara besar untuk menyebarkan ideologinya. Kondisi
tersebut terus berlanjut seiring fenomena globalisasi. Terdapat berbagai
pergeseran kepentingan dalam bantuan luar negeri. Muncul motif kemanusiaan
dalam bantuan luar negeri, sekalipun tidak melepas kemungkinan adanya
tendensi kepentingan politik di baliknya.
Australia, misalnya, yang aktif menjadi negara donor sejak sebelum
Perang Dunia II, dan terus mengalami perubahan selama 50 tahun terakhir ini
(Australian Bureau of Statistic, 2001). Dalam program bantuan luar negeri,
Australia juga mengikutsertakan aspek humanitarian aid. Unsur kemanusian
menjadi hal yang tidak terlepaskan dari praktik bantuan luar negeri negara
Penulis adalah Alumni Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Brawijaya
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 91
donor. Dalam bantuan luar negeri Australia secara konsisten menyertakan
humaniatarian aid disamping delopment aid.
Australia banyak memberikan asistensi ke negara-negara di Asia dan
Afrika, termasuk kawasan Timur Tengah, salah satunya adalah Otoritas
Palestina. Australia mulai memberikan bantuan luar negeri ke Otoritas Palestina
terhitung sejak tahun 1995 dan terjadi peningkatan drastis pada tahun 2007 di
bawah PM Kevin Rudd (Marty Harris, 2012). Bantuan Australia yang yang
semula $15,2 juta pada periode tahun 2006-2007 menjadi $42 juta pada periode
tahun 2007-2008 (Marty Harris, 2012). Terlihat bahwa terjadi peningkatan
hampir tiga kali lipat.
Sejak periode tahun 1995-1996 hingga periode tahun 2000-2001, rata-
rata bantuan luar negeri dari AusAID ke Otoritas Palestina adalah sebesar $5,4
juta. Mengalami peningkatan yang berarti pada periode 2001-2002 yakni sebesar
$9 juta. Bantuan luar negeri AusAID ke Otoritas Palestina periode tahun 2001-
2002 hingga periode tahun 2005-2006 terus mengalami peningkatan sedikit demi
sedikit hingga mencapai $16,1 juta pada periode tahun 2005-2006. Pada periode
tahun 2006-2007 menurun menjadi $15,2 juta. Rata-rata bantuan AusAID ke
Otoritas Palestina dari periode tahun 2001-2001 hingga tahun 2006-2007 adalah
sebesar $12,25 juta (Marty Harris, 2012).
Kecenderungan Australia dalam memberikan bantuan luar negeri ke
Otoritas Palestina tidak sejalan dengan dukungan politik yang diberikan.
Terdapat inkonsistensi dalam Pemerintah Australia untuk mendukung resim
politik di Palestina. Pertama, hingga tahun 2012, Australia tidak mengakui
Palestina sebagai entitas negara. Kedua, posisi Australia dalam menempatkan
diri dalam konflik Palestina dengan Israel, suara Australia cenderung mengekor
suara yang diberikan oleh Amerika Serikat. Seperti dalam catatan voting
Australia dalam Resolusi PBB ‘Peaceful settlement of the question of Palestine’
yang mencatat bahwa Australia 'abstain' pada tahun 2001 dan 2003, 'setuju' pada
tahun 2002, dan konsisten 'tidak' sejak tahun 2004. Ketiga, UNGA voting record
Australia terhadap resolusi-resolusi DK-PBB tidaklah memberikan dukungan
yang signifikan. Pada sidang PBB bulan Desember 2007, suara Australia dalam
resolusi self determination of Palestinian People adalah abstain, dan suara
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 92
menolak untuk resolusi permanent souvereignty of Palestinian people in the
Occupied Palestinian teritory (UNDP, 2010).
Keempat, dalam bidang ekonomi perdagangan seperti yang tercatat
dalam annual report Australia’s trade with Africa and the Middle East2010 oleh
Australian Government Foreign Affair and Trade tahun 2010, tidak tercatat
hubungan dagang antara Australia dengan Otoritas Palestina. Dalam bidang
politik, hubungan bilateral kedua negara bersifat informal, hanya dalam tataran
representatif office, kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik resmi.
Australia tidak memiliki kedutaan besar di Palestina, begitupula sebaliknya
(Australian Government Department of Foreign Affairs and Trade, 2012).
Dengan latar belakang ini, muncul pertanyaan, apa yang
melatarbelakangi Australia meningkatkan bantuan luar negerinya ke Otoritas
Palestina pada tahun 2007? Pendekatan konstruktivisme digunakan dalam
analisis dengan menekankan pada narasi konstruksi struktur ide di Australia.
Guna menjelaskan kebijakan yang diambil Australia melalui perspektif
konstruktivisme, penulis membaginya menjadi dua eksplanasi. Eksplanasi yang
pertama adalah adanya international humanitarian norms di level internasional
sebagai instrumen struktur ide yang mempengaruhi perilaku Australia dalam
peningkatan bantuan luar negerinya ke Otoritas Palestina. Eksplanasi yang
kedua adalah pengaruh struktur ide terhadap penguatan kembali identitas dan
argumentasi kepentingan nasional.
Perspektif Konstruktivisme
Di bagian latar belakang telah disebutkan tentang penggunaan
konstruktivisme sebagai alat analisis. Penggunaan konstruktivisme digunakan
karena penulis ingin melihat ada aspek non-material yang turut mendorong
perilaku Australia terkait dengan peningkatan bantuan luar negerinya ke Otoritas
Palestina. Tulisan ini fokus terhadap hubungan agen-struktur dalam kerangka
struktur ideasional, oleh karenanya penulis menggunakan logika berpikir
konstruktivisme.
Di tahun 1989, konstruktivisme muncul sebagai jalan tengah antara
pendekatan positivistik dan non-positivistik. Fokus utama kosntruktivisme
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 93
adalah hubungan agen-struktur, yang mana keduanya saling terkait dan saling
mempengaruhi. Konstruktivisme mengajak untuk berpikir bagaimana dunia
material-subjektif berinteraksi dengan dunia intersubjektif dalam proses
konstruksi realitas soial (Hobson, 2013:147).
Terdapat berbagai varian dalam konstruktivisme, diantaranya adalah
varian konvensional dan linguistik. Konstruktivisme aliran konvensional
menitiberaktkan pada konsep agen-struktur dengan fokus pada struktur ide
(ideas) sedangkan aliran linguistik menitikberatkan pada deliberasi wacana,
misalnya dalam speech act (Abubakar, 2011:123). Dalam tulisan ini, penulis
menggunakan aliran konvensional karena ingin melihat bagaimana perilaku
Australia dalam hal peningkatan bantuan luar negeri ke Otoritas Palestina tidak
lepas dari pengaruh struktur ide, yakni norma internasional dan identitas.
Norma dalam masyarakat internasional mempengaruhi identitas dan
kepentingan nasional. Norma ‘mengajari’ negara tentang apa yang seharusnya
menjadi kepentingan nasionalnya yang kemudian diimplementasikan dalam
kebijakan nasional (Abubakar, 2011:123-137). Finnemore menyatakan bahwa
norma sebagai bentukan negara-negara besar sehingga bisa menekan negara-
negara lain untuk mematuhinya. Di sisi lain, Wendt mengemukakan asumsinya
tentang identitas, bahwa aktor mendapatkan atau menciptakan identitas yang
kemudian memberikan dasar bagi kepentingan yang didefinisikan dalam proses
konseptualisasi sebuah situasi (Maja, 2002:14).
Identitas adalah hubungan antara apa yang dilakukan aktor dan
bagaimana aktor memberikan label pada diri aktor tersebut (Maja, 2002:14).
Identintas tidak hanya membangun dan mengatur interaksi dengan aktor lainnya,
melainkan juga menentukan bentuk anarki dan strategi untuk keamanan
lingkungan (Maja, 2002:14).Sehingga muncul identitas kolektif yang tergantung
pada bagaimana menciptakan kepentingan bersama.Aktor dengan identitas
kolektif mendefinisikan mereka berdasar pada perasaan solidaritas komunitas
dan loyalitas (Maja, 2002:15). Ditambah dengan pernyataan Finnemore tentang
norma bahwa norma yang dianggap sebagai bentukan negara-negara besar atas
interaksi-interaksi kemudian norma tersebut ‘mengajari’ negara tentang apa
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 94
yang seharusnya menjadi kepentingan nasionalnya yang kemudian
diimplementasikan dalam kebijakan nasional (Maja, 2002:14).
Konstruktivisme konvensional yang digunakan dalam analisis ini
menekankan pada tiga hal, yakni norma, identitas, dan kepentingan. Penjelasan
norma dan identitas sebagai struktur ideasional yang mempengaruhi Australia
dalam pembentukan kepentingan serta perilakunya. Norma internasional yang
dirujuk adalah norma kemanusiaan internasional atau international humanitarian
norm. Kondisi kemanusiaan di Palestina merupakan masalah bersama dalam
dunia internasional. Bagaimana negara-negara banyak yang memberikan
bantuan kemanusiaan ke Palestina dalam rangka membantu para pengungsi serta
menciptakan kerangka peace building untuk mengurangi penderitaan masyarakat
di Palestina. Konflik Israel Palestina yang belum memiliki ujung serta
menyebabkan banyak korban jiwa, traumatik, serta rusaknya insfrastruktur
merupakan tantangan kemanusiaan. Di sisi lain, Australia memberikan bantuan
luar negeri ke Palestina juga tidak lepas dari program kemanusiaan.
Poin yang kedua adalah identitas nasional. Wendt mendefinisikan
identitas sebagai seperangkat pemahaman yang relatif stabil tentang diri dan
perannya dalam hubungan sosial (Wendt dalam Eiki dan Piret, 2009:8). Klaim
utama paradigma konstruktivis adalah secara intersubjektifitas ide, norma, dan
nilai merupakan suatu kekuatan kausal independen yang saling mempengaruhi
(Wendt dalam Eiki dan Piret, 2009:8). Konseptualisasi identitias memaikan
peran terhadap ekspektiasi aktor terhadap dirinya sendiri (Wendt dalam Eiki dan
Piret, 2009:9). Lebih spesifik lagi, identitas dapat dipahami melalui tiga premis,
yang pertama adalah identitas bukan esesnial dan secara sosial terbentuk dalam
proses pendeskripsian dan konseptualisasinya (Eiki dan Piret, 2009:9). Kedua
identitas adalah relational, akibat dari hubungan dengan berbagai “significant
others” (Neumann dalam Eiki dan Piret, 2009:9). Dan yang terakhir adalah
identitas memiliki narasi dan diskursi struktur terhadap kondisi historis yang
dapat mempengaruhi aktor dalam menentukan aktor memahami siapa dirinya
(Ricoeur; A.D. Smith;Wertsch dalam Eiki dan Piret, 2009:9)
Bagi kosntruktivisme, struktur ideasional dan normatif adalah sama
pentingnya dengan struktur material. Menurut Copeland, struktur ideasional dan
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 95
pembentukan identitas berlaku hubungan saling mempengaruhi atau mutually
constituted (Guzzini dan Leander, 2006:26). Adanya hubungan yang saling
membentuk itu kemudian juga mempengaruhi perilaku yang diambil oleh aktor.
Berdasarkan latar belakang fenomena serta penjelasan teoritis di atas,
maka konstruktivisme membantu penulis untuk menunjukkan bahwa norma dan
identitas secara konstitutive membentuk perilaku aktor. Dalam hal ini,
international humanitarian norms yang memegang prinsip-prinsip kemanusiaan
telah terinternalisasi dalam aktivitas politik global. Berbagai organisasi
internasional telah mengamini adanya prinsip kemanusiaan yang harus ditaati
oleh negara. Termasuk pada aktivitas pemberian bantuan asing yang juga harus
menekankan aspek kemanusiaan di dalamnya. Australia, dalam hal ini, bertindak
sebagai negara donor. Tergabungnya Australia kedalam negara OECD maupun
DAC (Development Assitance Committee) ‘menuntut’ –nya untuk merasa perlu
berkontribusi dalam bantuan kemanusiaan sebagai bentuk aktualisasi diri dalam
dunia internasional dengan cara mematuhi norma.
Di sisi lain, perilaku peningkatan bantuan luar negeri ke Otoritas
Palestina tersebut juga dapat digunakan untuk penguatan kembali identitasnya.
Berangkat dari pemahaman mengenai konsep identitas yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka identitas merupakan kondisi yang terkonstruksi secara sosial.
Seperti halnya dengan Australia yang melabeli dirinya sebagai negara donor.
Australia termasuk dalam 10 besar negara donor (OECD, 2011). Pemahaman
dirinya sebagai negara donor telah terinternalisasi sebagai sebuah identitas bagi
Australia. Maka, dalam kerangka bantuan luar negeri, Australia berupaya
menunjukkan bahwa dirinya merupakan negara donor yang menjalankan prinsip
kemanusiaan dengan langkah meningkatkan bantuan kemanusiaan ke Palestina.
Palestina menjadi salah satu arena bagi Australia untuk
mengeksistensikan diri dalam percaturan politik global. Ditambah dengan
konflik di Palestina melawan Israel yang menyebabkan banyak korban jiwa serta
kerusakan insfrastruktur. Langkah peningkatan bantuan luar negeri ke Otoritas
Palestina menjadi sebuah pengukuhan identitasnya bahwa pemerintah Australia
sebagai negara donor yang peduli terhadap kemanusiaan.
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 96
Dalam pembahasannya, operasionalisasi perspektif konstruktivisme
dalam tulisan ini menekankan aspek struktur ide, yakni norma dan identitas
dalam mengkonstruksi kepentingan dan perilaku aktor. Internalisasi norma
secara ilmiah dapat menjelaskan struktur ide sehingga dapat mempengaruhi
aktor secara konstitutif melalui penguatan identitas (Finnemore dan Kathry,
1998:891-893). Eksplanasi konstitutif dalam makalah ini dibagi menjadi dua
bagian, yang pertama membahas tentang norma kemanusiaan (international
humanitarian norms) dalam mengkonstruksi perilaku Australia terkait dengan
peningkatan bantuan luar negerinya ke Otoritas Palestina. Yang kedua, pengaruh
struktur ide terhadap penguatan kembali identitas dan argumentasi kepentingan
nasional.
Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Bantuan luar negeri merupakan salah satu inovasi politik di abad 20
(Jean-Philippe Therien, 2002:449). Konsep bantuan luar negeri tidak memiliki
definisi pasti. Secara umum bantuan luar negeri merupakan aliran dana dari
negara donor ke negara penerima. Bantuan luar negeri pada praktinya memiliki
berbagai sudut pandang. Carol Lancaster mendefinisikan bantuan luar seperti
berikut ini:
Foreign aid is defined here as a voluntary transfer of public resources, from a
government to another independent government, to an NGO, or to an international
organization such (such as the World Bank or the UN Development Program) with at
least a 25% percent grant elemen, one goal of which is to better the human condition in
teh country receiving the aid (Carol, n.d:9).
Sedangkan OECD mendefinisikan bantuan luar negeri sebagai Official
Development Assistance (ODA), yakni:
Provided by officil agencies, including state and local government, or by
their executive agencies and each transaction of which is administered
with the promotion of the economic development and walfare of
developing countries as its main objective and concessional in character
and convers a grant elemen of at least 25 per cent (calculated at a rate of
discount of 10 per cent).
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 97
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bantuan luar
negeri merupakan aliran dana maupun bantuan teknis dari pemerintah negara
donor ke recipient, baik itu secara langsung atau yang bersifat bilateral aid
maupun multilateral aid. Bantuan luar negeri juga merupakan salah satu konsep
baru dan menjadi alat untuk mencapai kepentingan nasional. Lancaster
menyebutnya sebagai konsep yang tricky (OECD, n.d:). Maka, tidak heran jika
negara-negara donor menggunakan bantuan luar negeri sebagai alat politiknya.
Australia sebagai salah satu negara donor terbesar di dunia secara kontinyu
memberikan bantuan luar negeri ke berbagai negara di dunia, termasuk Otoritas
Palestina.
Dalam perkembangannya, bantuan luar negeri Australia mengalami
beberapa perubahan, baik perubahan dari segi lembaga, maupun dari segi
substansi bantuan dan motif yang mempengaruhinya. Berawal dari Australian
Development Assistance Agency (ADAA) di tahun 1976, yang mana saat ini
menjadi Australian Agency for International Development (AusAID) sejak
tahun 1995 (AusAID). Program bantuan yang diberikan juga beragama,
misalnya tahun 2001 disebut dengan Ausralia’s Overseas Aid Program, dan
International Development Assistance Program sejak tahun 2008 dan seterusnya.
Pemberian bantuan luar negeri Australia ke Palestina sudah berlangsung
sejak dua dekade yang lalu. Dalam perjalanannya, bantuan yang diberikan
Australia ke Palestina termasuk konstan sebelum akhirnya mengalami kenaikan
drastis di tahun 2007. Terlihat hampir tiga kali lipat jumlah dana yang
digelontorkan Australia ke Otoritas Palestina. Di bawah ini merupakan tabel
bantuan luar negeri Australia ke Palestina dari tahun ke tahun:
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 98
Gambar 1. Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina : 1995-96
ke 2012-13
Sumber : Marty Harris, Foreign Affairs, Defence and Security Section, 2012
Terlihat jelas kenaikan drastis bantuan yang diberikan oleh Australia ke
Otoritas Palestina di tahun 2007. Dari tabel di atas mengindikasikan bahwa
bantuan yang diberkan oleh Australia cenderung konstan dengan kenaikan yang
tidak terlalu siginifikan. Selama 10 tahun, dari tahun 1995 hingga 2005 bantuan
yang diberikan tidak pernah lebih dari $20 juta. Namun pada tahun 2007-2008
menjadi $42 juta.
Secara umum, Australia juga memberikan perhatian terhadap kondisi
kemanusiaan negara-negara di dunia melalui humanitarian aid yang dialokasikan
ke berbagai negara. Middle East, yang didalamnya termasuk Palestina,
menduduki termasuk kawasan yang mendapatkan alokasi bantuan kemanusiaan
cukup besar dari Australia. Berikut ini merupakan grafik penerima bantuan
kemanusiaan Australia sejak tahun 2003.
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 99
Gambar 2. Penerima Bantuan Kemanusiaan Australia Tahun 2003-2012
Sumber : http://www.globalhumanitarianassistance.org/countryprofile/australia#tab-
recipients
West Bank dan Jalur Gaza termasuk urutan sepuluh besar negara yang
mendapatkan bantuan kemanusiaan dari Australia terhitung sejak tahun 2003. Di
tahun 2003, bantuan kemanusiaan yang dialokasikan ke West Bank dan Jalur
Gaza sebanyak $9,5 juta, dan meningkat cukup banyak di tahun 2007 mencapai
angka $14,2 juta. Seperti yang tergambar pada gambar di bawah ini:
Gambar 3. Sepuluh Besar Negara Penerima Bantuan Kemanusiaan
Australia
Sumber : http://www.globalhumanitarianassistance.org/countryprofile/australia#tab-
recipients
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 100
Trend asistensi Australia cenderung meningkat sejak tahun 2004. Tahun
2007, aliran bantuan luar negeri Australia juga mengalami peningkatan namun
tidak lebih dari 10%. Tidak terlihat signifikansi peningkatan bantuan luar negeri
Australia di tahun 2007. Namun pada tahun tersebut, peningkatan bantuan luar
negeri Australia ke Otoritas Palestina hampir 3 kali lipat.
Gambar 4. Perbandingan Bantuan kemanusian dari Seluruh Total
Bantuan Australia dari tahun 2004-2013
Sumber : http://www.globalhumanitarianassistance.org/countryprofile/australia#tab-
types-of-aid
Secara spesifik, alokasi dana bantuan luar negeri dari Australia ke
Otoritas Palestina terbagi atas berbagai program, diantaranya program regional
negara, bantuan kemanusiaan, serta bantuan untuk NGO. Alokasinya tergambar
dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1. Australia’s Development Cooperation By Program (dalam $ juta)
Program Tahun 2005-2006 2006-2007 2007-2008
Country regional
program
156 3,105 22,883
Humanitarain,
emergency and
Refugees Program
10,940 12,200 17,700
NGO and Volunteer
Programs
738 162 243
Development Bank - - -
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 101
Program
UN and Commonwealth
Program
- - -
Health, Population and
Gender Programs
- - -
Environment and
Climate Change
Program
- - -
Other Programs - - 115
Other Ausralian
Government Agencies
- - -
Total 11,834 15,468 40,942
Sumber : http://www.dfat.gov.au/missions/countries/yes.html
International Humanitarian Norms sebagai Instrumen Struktur Ide
dalam Bantuan Luar Negeri Australia
Dalam skema bantan luar negeri yang diberikan oleh Austrlia juga
memuat bantuan kemanusiaan. Jika dilihat lebih lanjut lagi, perilaku Australia ke
Palestina dalam kerangka peningkatan aliran bantuan luar negeri di tahun 2007
tidak lepas dari kondisi konstelasi konflik yang berkepanjangan di wilayah
tersebut. Konflik antara Israel dan Palestina yang berkepanjangan membuat
Australia turut serta mengambil posisi. Australia, sebagai negara donor, merasa
memiliki dorongan untuk melakukan tindakan lebih terkait dengan kasus
kemanusiaan yang terjadi. Bermainnya Australia di dalam pemberian bantuan
luar negeri, menunjukkan dirinya mengambil posisi low politic level dalam
konstelasi konflik tersebut.
Kondisi kemanusiaan yang terjadi di Palestina menjadi sorotan bagi
dunia internasional. Ide tentang kemanusiaan muncul untuk menangani korban
dalam konflik tersebut. Di tahun 2006 korban jiwa Palestina mengalami
peningkatan yang cukup drastis. Dari data yang dikumpulkan oleh UN, setiap
satu orang korban jiwa, sekitar tujuh orang luka-luka (UNOCHA, 2007).
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 102
Gambar 5. Jumlah Korban Jiwa Kubu Israel dan Palestina Sejak Tahun 2000
Sumber :
http://unispal.un.org/UNISPAL.NSF/0/BE07C80CDA4579468525734800500272
Dari bagan diatas, terlihat bahwa terdapat kenaikan korban jiwa dari
pihak Palestina. Sedangkan sebaliknya, korban jiwa dari sisi Israel mengalami
penurunan. Dari jumlah korban yang terbunuh, justru lebih banyak adalah
masyarakat sipil. Di Israel, 69% dari korban jiwa yang terbunuh adalah
masyarakat sipil dan 31% adalah kombatan. Korban jiwa di Palestina jauh lebih
tinggi, dengan perkiraan 35 orang meninggal setiap bulannya di tahun 2002, dan
terhitung sejak tahun 2000 belum diketahui secara tepat angka masyarakat sipil
yang menjadi korban jiwa. Namun, ditengarai sekitar 59% korban jiwa Palestina
adalah masyarakat sipil, dan selebihnya adalah kombatan yang tergabung
dengan tentara Palestina (UNOCHA, 2007).
Korban jiwa yang berjatuhan, baik di pihak Palestina maupun Israel,
karena berbagai serangan. Korban jiwa dari pihak Palestina terbunuh melalui
berbagai serangan yang dilancarkan oleh Israel. Serangan yang paling
menyebabkan banyaknya korban adalah operasi militer dan perburuan
(UNOCHA, 2007). Tidak hanya itu, serangan operasi penyamaran, demonstrasi,
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 103
serta aspek lainnya seperti target pembunuhan. Di bawah ini merupakan bagan
yang menggambarkan jenis serangan dan korban terbunuh melalui kontak
senjata dengan pihak lawan.
Gambar 6. Korban Jiwa Palestina di West Bank selama konflik Israel-
Palestina
Sumber :
http://unispal.un.org/UNISPAL.NSF/0/BE07C80CDA4579468525734800500272
Bagan diatas menggambarkan jenis serangan dan korban terbunuh
melalui serangan yang dilakukan oleh Israel. Terlihat bahwa pada tahun 2006,
korban dari Palestina yang tewas akibat operasi miiter menaik drastis dari tahun
2005. Di West Bank, sebagian besar warga palestina terbunuh akibat serangan
dari IDF (Israeli Defence Force). Dari tabel tersebut, didapatkan sekitar 60%
warga negara Palestina terbunuh di West bank sejak Januari 2005 yang
terkonsentrasi di dua area gubernuran, yakni Nablus dan Jenin.
Kondisi kemanusiaan di Palestina seperti yang dipaparkan di atas,
mendorong negara-negara di dunia untuk memberikan bantuan, tidak terkecuali
Australia. Australia mengambil tindakan untuk ikut terlibat dalam kerangka
pemberian bantuan luar negeri. Dorongan kemanusiaan menjadi salah satu faktor
penting meningkatkanya bantuan Australia ke Palestina.
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 104
Prinsip kemanusiaan bukan hal baru dalam pemberian bantuan luar
negeri. Adanya prinsip kemanusiaan dalam bantuan luar negeri menjadi salah
satu instrumen bahwa nilai-nilai kemanusian telah terinternalisasi ke dalam
perilaku negara-negara di dunia. Konsepsi humanitarian berawal dari istilah
humanity yang muncul di awal abad 20 ketika moral maupun etika menjadi
pertimbangan dalam pengambilan kebijakan negara (Glover, n.d:1).Dalam kaca
mata humanisme, ada esensi universal manusia yang mana merupakan atribut
dari setiap individu sebagai subyek nyata (Douzinas, 2007).
Dalam perkembangannya, prinsip kemanusiaan diyakini sebagai sebuah
esensi dari manusian itu sendiri. Bagaimana upaya manusia dalam bertindak
sesuai dengan kodratnya sebagai manusia. Sifat kemanusiaan menjadi esensi
dasar manusia sebagai manusia itu sendiri. Prinsip kemanusiaan terinternalisasi
dalam diri negara-negara dalam kerangka ‘aksi kemanusiaan’ atau humanitarian
action. Pada praktiknya, prinsip-prinsip yang diyakini secara universal dalam
humanitarianisme adalah humanity, impartiality, neutrality, dan independence
(Feris, 2011:11).
Prinsip humanity bertujuan untuk mencegah dan meringankan
penderitaan manusia, tanpa motif yang tersembunyi. Prinsip yang pertama ini
menekankan bahwa tujuan dari kemanusiaan adalah ‘kewajiban untuk
membantu’ dengan meletakkan manusia sebagai subjek bukan sebuah objek, dan
menjadikan bantuan kemanusiaan tersebut adalah untuk tujuan kemanusiaan.
Sedangkan prinsip impartiality memiliki tujuan untuk meringankan
penderitaan individu semata-mata atas dasar kebutuhan mereka, tanpa
diskriminasi yang berkaitan dengan kebangsaan, ras, agama, atau opini publik.
Prinsip Impartiality menegaskan kembali bahwa semua manusia adalah sama
dan bahwa semua warga sipil tidak bersalah dalam perang dan semua memiliki
hak sama untuk kesetaraan perlakuan. Prinsip neutrality untuk tetap bertindak
netral tidak berada di satu sisi dalam permusuhan, serta bertujuan untuk
menjamin penghormatan dan kekebalan terhadap pihak yang sedang berkonflik.
Yang terakhir adalah prinsip independence untuk mempertahankan otonomi
pemerintah (Feris, 2011:11).
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 105
Prinsip-prinsip humanitarianism itu sendiri berada dalam perdebatan.
Kemungkinan adanya keberpihakan sangat besar dalam sebuah aksi
kemanusiaan. Terlebih lagi, Forsythe (2005) mengatakan bahwa neutral
humanism bukanlah hal yang ada dengan sendirinya melainkan atas dasar
konstruksi (Forsythe, 2005:181). Negara, sebagai aktor dalam aksi kemanusiaan,
selalu memiliki kepentingan politis dalam berbagai kebijakannya. Namun,
terlepas dari perdebatan dalam aksi kemanusiaan, prinsip-prinsip kemanusiaan
telah diyakini sebagai norma kemanusiaan internasional (international
humanitarian norms).
Dari penjelasan di atas, international humanitarian norms dapat
dimaknai sebagai norma tentang kemanusiaan yang memuat prinsip-prinsip
humanity, impartiality, neutrality, dan independence. Terlepas dari adanya unsur
politis dalam kegiatan yang dilakukan, aksi kemanusiaan tetap bertujuan untuk
membantu manusia itu sendiri. Seperti yang dilakukan oleh Australia terkait
dengan kebijakan penigakatan bantuan luar negerinya ke Otoritas Palestina,
terlepas dari dorongan politis yang ada, dorongan kemanusiaan juga menjadi
faktor penting dalam pertimbangannya.
Dalam perspektif konstruktivisme, international humanitarian norms
muncul sebagai struktur ide yang telah terinternalisasi dalam diri Australia.
Australia menganggap, untuk berpartisipasi dalam politik global, harus
melaksanakan nilai-nilai yang telah diakui secara global, salah satunya adalah
nilai kemanusiaan.
Nilai kemanusiaan, sebagai sebuah norma internasional juga
terinternalisasi dalam sebuah lembaga internasional. UNHCR (United Nation
High Commissioner for Refugees) misalnya, yang secara konsisten
mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan. UNHCR merupakan salah satu
organisasi yang secara terus menerus menyuarakan prinsip kemanusiaan.
UNHCR sebagai salah satu agen internasional yang mempromosikan
international humanitarian norms, dan concernmemuat tentang isu perlindungan
terhadap pengungsi (Hartigan, 1992:710). Norma proteksi ini melekat pada UN
Convention on Refugees tahun 1951 dan UN Protocol on Refugees tahun 1967.
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 106
Selain UNHCR, OECD (Organization for Economic Cooperation and
Development) juga memiliki perhatian terhadap isu kemanusiaan. OECD
merupakan sebuah organisasi yang dirancang untuk mengakomodasi negara-
negara untuk mempromosikan pertumbuhan ekonomi, prosperitiy, dan
pembangunan berkelanjutan. Misi OECD adalah untuk mempromosikan
kebijakan terkait dengan kesejahteraan ekonomi dan sosial dari masyarakat
dunia. Organisasi yang berdiri di tahun 1961 itu kini memiliki anggota
berjumlah 34 negara dengan anggaran sebanyak EUR 363 juta. OECD secara
aktif menjadi organisasi internasional yang mengatur mengenai program bantuan
luar negeri.
OECD, sebagai organisasi yang bergerak di bidang pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan, termasuk concern di bidang bantuan luar negeri,
dalam praktiknya tidak lepas dari isu kemanusiaan. Penetapan program-program
bantuan kemanusiaan menjadi salah satu fokus kegiatan dalam OECD.
Organisasi internasional tersebut menetapkan bahwa dalam bantuan luar negeri
setidaknya memuat aspek-aspek pendidikan, kesehatan, dan populasi;
pembangunan infrastruktur sosial dan ekonomi, produksi, multisektor, asistensi
program, bantuan hutang, dan bantuan kemanusiaan, serta bantuan lainnya yang
berkaitan dengan kesejahteraan sosial.
Konsep bantuan kemanusiaan bertujuan untuk membantu manusia ketika
mendapatkan ancaman. Perasaan ingin membantu merupakan ekspresi naluriah
ketika melihat sesama manusia mengalami penderitaan (Alpasha dan Gianni,
2005). Konsep tersebut telah terinternalisasi dalam hukum internasional melalui
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948) dan empat Konvensi Jenewa
(1949). Proses internalisasi tersebut tidak hadir secara otomatis, namun melalui
sejarah suram dalam kemanusiaan, sebuah praktik reflektif dan preseden hukum
selama beberapa dekade memunculkan apa yang saat ini disebut sebagai
‘kemanusiaan’. Hal tersebut merupakansebuah perpaduan antara doktrin,
solidaritas, aksi dan aspirasi terhadap keadilan yang lebih adil bagi manusia
(Alphasa dan Gianni, 2005).
Lagi-lagi, terlihat bahwa ide tentang kemanusiaan telah terinternalisasi
dalam berbagai kegiatan internasional, termasuk dalam aktivitas bantuan luar
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 107
negeri. Pendekatan yang digunakan dalam pemberian bantuan luar negeri dari
negara donor ke negara penerima tidak hanya pendekatan pembangunan, namun
juga pendekatan kemanusiaan. Gagasan bahwa negara sebagai kumpulan
manusia-manusia seolah bertanggung jawab atas kekerasan kemanusiaan yang
terjadi di belahan dunia lainnya.
Ide tersebut ter-interrnalisasi pula dalam diri Australia. Gagasan tentang
kemanusiaan menjadi struktur ide yang mempengaruhi Australia dalam
bertindak. Meskipun demikian tidak ada hukum yang mengikat mengenai
kewajiban negara-negara donor dalam pemberian bantuan dengan
mengikutsertakan aspek kemanusiaan. Namun, Australia, yang menggap dirinya
sebagai komunitas global, menggap ide tersebut adalah penting untuk dilakukan.
Eksistensi sebuah negara dapat diperoleh melalui complying norms dan
juga ikut sertanya dalam kondisi politik global. Hal itulah yang dilakukan oleh
Australia melalui kebijakan kenaikan bantuan luar negeri. Konstelasi konflik di
Timur Tengah, antara Isarel-Palestina, memberikan sudut pandang tersendiri
bagi Australia. Langkah yang dilakukan adalah dengan memberikan bantuan uar
berlipat ganda kepada pihak yang berkonflik atas nama kemanusiaan. Terlihat
jelas bagaimana struktur ide mempengaruhi Australia dalam pengambilan
kebijakan. Kondisi kemanusiaan di Palestina, banyaknya korban meninggal
dunia, memunculkan rasa empati bagi Australia. Dinaikkannya bantuan luar
negeri Australia ke Palestina sebagai salah satu bukti bahwa Australia telah
comply dengan norma internasional yang berlaku.
Banyaknya korban jiwa di Palestina, mendorong Australia untuk ikut
berkecimpung dalam kerangka bantuan luar negeri, khususnya untuk mendorong
proses rekonsiliasi serta memberikan asistensi kemanusiaan. Tujuan pemerintah
Australia dalam program bantuan ke Otoritas Palestina adalah untuk mengurangi
human suffering dan kemiskinan serta promosi perdamaian dan pembangunan
(Australian Representative Office, n.d). Official statement pemerintah Australia
bahwasanya kebijakan bantuan Australia di Otoritas Palestina dibentuk oleh
humanitarian concerns of the Australian Community, komitmen Australia untuk
mendukung proses perdamaian di kawasan Timur Tengah, dan kedekatan
people-to-people dan link lain antara Australia dan kawasan lain (Australian
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 108
Representative Office, n.d). Australia memberi dukungan untuk proses negosiasi
two-state solution dengan Israel dan Independent Palestinian State dengan hidup
berdampingan dengan damai dan aman.
Pengaruh Struktur Ide terhadap Penguatan Identitas dan
Argumentasi Kepentingan Nasional Australia
International humanitarian norms dapat mempengaruhi bagaimana
negara bertindak. Negara mendapatkan sosialisasi untuk dapat
menginternalisasikan norma baru, dan persepsi kepentingan oleh organsiasi
internasional (Kurt, 2005:162). Dengan menghormati International humanitarian
norms, kepentingan negarabukan suatu hal yang fixed, melainkan dapat terus
berubah sesua dengan kondisi yang ada, sebagai hasil dari faktor internal.
Kembali pada pendapat Finnemore yang menyatakan bahwa norma dapat
membentuk kepentingan nasional dan perilaku. Dalam perilaku, negara
bertindak seolah sebagai dari aktor internasional. Eksistensi norma ‘mengajak’
negara untuk menggunakan dan memanipulasinya untuk kepentingan akhir
negara itu sendiri, terlepas dari kenyataan bahwa negara mampu menjadikan
complying norms sebagai sebuah samara. Hal ini mengindikasikan bahwa norma
itu ada dan memiliki efek terhadap skenario internasional (Kurt, 2005:163).
Australia merupakan sepuluh besar negara donor di dunia. Bersama
dengan Amerika Serikat, Britania Raya, Jerman, Perancis, Jepang, Kanada,
Belanda, Swedia, dan Norwegia, Australia masuk dalam kategori negara donor
terbesar di dunia. Di bawah ini merupakan gambar sepuluh besar negara donor
di dunia.
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 109
Gambar 7. 10 Besar Negara dengan Bantuan Luar Negeri Terbanyak
Sumber : http://www.mapsofworld.com/world-top-ten/world-top-ten-doners-of-
foreigner-aid-map.html
Australia telah dikenal sebagai negara donor. Eksistensinya di dunia
internasional terkait dengan pemberian bantuan luar negeri menjadi identitas
bagi Australia. Di penjelasan sebelumnya telah disebutkan mengenai
keikusertaan Australia dalam bantuan luar negeri. Hal tersebut menunjukkan
bahwa Australia merupakan negara donor serta tergabung dalam anggota DAC
(Development Assistance Committee) yang mana berarti telah secara konsisten
memberikan bantuan-bantuan ke negara-negara di dunia.
Pemberian bantuan luar negeri ke Palestina, dan juga ke negara-negara
lain atas nama bantuan kemanusiaan telah di lakukan sejak lama oleh Australia.
Namun, kebijakan yang sedikit kontroversial, dengan menaikkan hampir tiga
kali lipat bantuan ke Palestina, menunjukkan bahwa Australia lebih ingin
menekankan kembali eksistensinya sebagai negara yang peduli terhadap masalah
kemanusiaan internasional. Lebih dari itu, Australia yang selama ini dianggap
sebagai negara middle power, ingin menunjukkan bahwa dia mampu terlibat
aktif dalam kondisi global. Khususnya kondisi di Timur Tengah yang pada saat
itu memanas, mengikuti memanasnya hubungan Israel-Palestina.
Norma internasional, dalam sudut pandang konstruktivisme, merupakan
instrumen dalam struktur ide yang memunculkan sebuah intersubjektifitas.
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 110
Dalam kasus ini, untuk mengurangi human suffering, negara-negara di dunia,
khususnya negara anggota DAC (Development Assistance Committee) diminta
untuk bersama-sama melakukan humanitarian action, melalui pemberian
bantuan kemanusiaan ke negara-negara yang sedang mengalami konflik atau
bencana alam yang berdampak pada kemanusiaan. Dalam merepon tantangan
kemanusiaan, anggota DAC berkomitmen, yakni (Brian, 2012:7) : melakukan
bantuan pembangunan, pencegahan krisis, atau setidaknya meminimalisir resiko
terhadap masyarakat dan pembangunan, memberi bantuan kemanusiaan,
merespon krisis, dan menggunakan perpaduan antara bantuan kemanusiaan dan
pembangunan untuk mencapai transisi yang lebih daik dari situasi kemanusiaan
ke pembangunan jangka yang lebih panjang.
Humanitarian action merupakan tindakan untuk menyelematkan
kehidupan, mengurangi penderitaan, dan menjaga martabat manusia selama dan
setelah krisis- tetap menjadi prioritas yang jelas untuk negara donor (Brian,
2012:7). Komitmen DAC menegaskan bahwa humanitarian donors atau negara
yang memberi bantuan kemanusiaan harus merepon secara luas terhadap
tantangan kemanusiaan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan pihak yang
menderita krisis dan paska krisis. Oleh karenanya, global humanitarain action
menjadi sangat memungkinkan dalam hubungan internasional yang mana telah
menyindir kedalam siatuasi politik dan operasional. Faktanya, humanitarian
norms telah menjadi sangat penting sebagai diskursus dalam perang dan damai
(Kurt, 2005:161). Lebih dari itu, humanitarianism telah menjadi begitu ektrim
sebagai alat public relationns.
Kondisi ini menjadi sebuah panggung arena bagi Australia untuk lebih
mengeksistensikan diri dalam politik global. Pengambilan posisi low politic
level oleh Australia tercermin dalam konstitusi dan platform Partai Buruh, yang
pada saat itu (tahun 2007) menjadi partai yang berkuasa di Australia di bawah
pemerintahan PM Kevin Rudd. Platform tersebut berbunyi:
Labor is convinced that all Australians seek a lasting and equitable
solution to the problems that have worked against stability and
development in the Middle East. Labor will pursue a sustained Australian
engagement in the Arab/Israeli conflict based on the rights of all people
in the Middle East to peace and security and livelihood .... Labor believes
that urgent attainment of a two-state solution to the Israeli-Palestinian
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 111
conflict is the best way to reduce violence and conflict across the Middle
East (Australian Labor Party, 2007).
Dari statemen di atas menunjukkan mengenai bagaimana Australia
memaknai Palestina, terkait konflik yang berkepanjangan dengan Israel.
Sekalipun dalam United Nation General Assembly, Australia tidak memberikan
vote untuk untuk resolusi ‘Penentuan Nasib Sendiri oleh Masyarakat Palestina’,
serta menolak terhadap resolusi ‘Kedaulatan Permanen dari Masyarakat
palestina di wilayah okupasi Palestina’. Dari tindakan tersebut jelas
mengindikasikan bahwa Australia berada di pihak Israel. Dari segi historis pun,
perjalanan panjang hubungan keterlibatan antara Australia dengan Israel dan
Palestina lebih condong untuk membela kubu Israel (Marty, n.d).
Namun, terlepas dari keberpihakannya terhadap Israel, Australia
berupaya untuk tetap menjalankan norma kemanusiaan dengan mengedepankan
prinsip humanity, impartiality, neutrality, dan independence. Sekalipun hal
tersebut tidak sepenuhnya dapat diamini dalam perilaku Australia. Meskipun
demikian, setidaknya norma internasional tentang kemanusiaan telah
terinternalisasi dalam diri Australia serta merubah arah kepentingan Australia.
Di awal, terlihat bahwa Australia cenderung memberikan dukungan
kepada Israel, khususnya dalam pengakuan kedaulatan. Namun, setelah norma
kemanusiaan terinternalisasi dalam Australia, ditambah dengan idenittias yang
dimilikinya sebagai negara donor, maka Australia menggeser arah kepentingan
nasionalnya. Kepentingannya menjadi mengarah pada upaya dalam memberikan
bantuan kemanusiaan di Otoritas Palestina.
Dalam penjelasan di atas, tampaknya internalisasi identitas dalam
masyarakat telah dilakukan jauh sebelum adanya kebijakan ini. Namun, dalam
perkembngannya, terdapat penegasan identitas kembali pada masyarakat dalam
negeri ketika dunia internasional dihadapkan dengan tantangan kemanusiaan dan
membutuhkan peranan Australia sebagai negara donor untuk terus aktif bergerak
dalam humanitarian action. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Australia
mengarah pada nilai-nilai struktur ide international humanitarian norms.
Dalam kenyatannya, Australia telah menunjukkan upaya untuk mematuhi
norma kemanusiaan dengan menerapkan berbagai program bantuan
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 112
kemanusiaan. Salah satu poin penting yang menjadi keunikan dari bantuan
kemanusiaan Australia adalah peningkatan bantuan ke Otoritas Palestina.
Langkah tersebut diambil karena norma tentang kemanusiaan (international
humanitarian norms) telah terinternalisasi ke dalam identitas Australia. Langkah
tersebut bermanfaat bagi Australia untuk melakukan penegasan kembali akan
jati dirinya sebagai sepuluh negara donor terbesar di dunia.
Di sisi lain, penerapan tersebut secara logis tidak memberikan
keuntungan secara materiil. Namun, konstruktivis meyakini bahwa struktur non-
materiil memiliki peranan yang sama penting dengan struktur materill terhadap
mempengaruhi perilaku aktor. Australia patuh kepada norma internasional
karena ingin menunjukkan bahwa negaranya merupakan negara donor, yang
mana di dalam negara donor terdapat aturan harus memiliki kepedulian terhadap
kemanusiaan.
Kesimpulan
Analisis konstruktivisme terhadap kebijakan Australia terkait
peningkatan bantuan luar negeri ke Otoritas Palestina dapat disimpulkan menjadi
dua hal. Yang pertama, penyebaran nilai serta ide kemanusiaan yang terangkum
dalam norma kemanusiaan internasional. Organisasi Internasional seperti
UNHCR dan OECD sebagai agen internasional menyebarkan ide dan nilai
tersebut. Kemudian Australia memahaminya sebagai sebuah ‘ajaran’ untuk
berperilaku. Kepentingan Australia dalam konstelasi konflik Israel-Palestina
memeberikan pemahaman baru, bahwasanya ide kemanusiaan tetap harus
dijalankan terlepas dari kepentingan politisnya di kawasan tersebut. Konstruksi
struktur ide terhadap perilaku aktor terlihat dalam kontroversi kebijakan
peningkatan bantuan luar negeri Australia ke Otoritas Palestina.
Sebagai akibat mutuallu constituted antara norma dan identitas,
Australia, sebagai aktor berupaya untuk menegaskan kembali identitas
nasionalnya. Pemerintah Australia, yang dikenal sebagai negara donor terbesar,
berupaya menegaskan kembali identitasnya tersebut melalui pengambilan peran
dalam kondisi kemanusiaan yang sedang terjadi di Palestina. Hal ini
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 113
menunjukkan bahwa nilai dan norma internasional mengenai kemanusiaan dapat
mengubah arah kebijakan Australia serta mempengaruhi perilakunya.
REFERENSI
Buku
Berg, Eiki dan Piret Ehin, Identity and Foreign Policy, MPG Books Ltd, Cornwall,
2009.
Douzinas, C., Human Rights and Empire: The Political Philosophy of
Cosmopolitanism, Routledge, Abingdon, 2007.
Feris, E.G., The Politics of Protection: The Limits of Humanitarian Action. Brookings
Institution Press, Washington D.C., 2011.
Forsythe, D., The Politics of Protection: The Limits of Humanitarian Action. Cambridge
University Press, Cambridge, 2005.
Guzzini dan Leander, et al., Constructivism and International Relations: Alexnader
Wendt and his Critics, Routledge, London, 2006.
Hara, Abubakar Eby, Pengantar Analisis Politik Luar Negeri: Dari Realisme sampai
Konstruktivisme, Nuansa Cendekia, Bandung, 2011.
Haris, Marty, Australia and The Midle East Conflict: a History of Key Government
Statemen (1947-2007), Department of Parliamentary Services Australia, 2012
Hobson, John M., The State and International Relations, Cambridge University Press,
Cambridge, 2003.
J. Glover, Humanity A Moral History of The Twentieth Century, Yale University Press,
Yale.
Lancaster, Carol, Foreign Aid: Diplomacy, Development, Domestic Politics, The
University of Chicagi Press, Chicago.
Neuman, 1996a, dalam Eiki Berg and Piret Ehin, Identity and Foreign Policy, MPG
Books Ltd, Cornwall, 2009.
Zehfuss, Maja, Constructivism in International Relation, Cambridge University Press,
Cambridge, 2002, p. 14.
Jurnal
Finnemore, Martha dan Kathry Sikkink, ‘International Norm Dynamics and Political
Change’, International Organization, Vol. 52, No. 4, 1998.
Hartigan, Kevin, ‘Matching Humanitarian Norms with Cold, Hard Interest: The Making
of Refugee Policies in Mexico and Honduras, 1980-89’, International
Organization, Vol. 46, No. 3, Summer 1992, p. 710.
Mills, Kurt, ‘Neo-Humanitarianism: The Role of International Humanitarian Norms
and Organizations in Contemporary Conflict’, Global Governance, Vol.11, No. 2
(April-June 2005), pp. 161-183.
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 114
Nesaduri, Helen ES. 2005.Conceptualising Economic Security in an Era of
Globalisation: What Does the East Asian Experience Reveal?. CSGR Working
Paper No. 157/05)
Therien, Jean-Philippe, Debating Foreign Aid: Right Versus Left, Third World
Quarterly, Vol. 23, No. 3, June, 2002.
Website
Alpasha Ozerdem and Gianni Rufini, Humanitarian and the Principles of Humanitarian
Action in Post Cold War Context (daring). 2005,
<http://www.terzomondo.org/writings/writings/Gianni_Rufini_2005_York_Hum
anitarianism_and_Principles.pdf>, diakses pada 20 September 2015.
Atwood, J. Brian, Toward Better Humanitarian Donorship, OECD, 2012.
AusAID, AusAID a Brief History (daring),
<http://www.ausaid.gov.au/about/pages/history.aspx>, diakses pada 2 September
2015.
AusAID, Australian Aid Statistical Summary 2005-2008 (daring), 2008,
<http://dfat.gov.au/about-us/publications/Documents/statsummary.pdf>, diakses
pada 1 September 2015.
Australian Bureau of Statistic, Year Book Ausralia: A Short History of Australian Aid
(daring), 2001,
<http://abs.gov.au/AUSSTATS/[email protected]/Previousproducts/1301.0Feature%20Ar
ticle72001?opendocument&tabname=Summary&prodno=1301.0&issue=2001&n
um=&view> , diakses pada 1 September 2015.
Australian Labor Party, National Platform and Constitution 2007, 2007,
<http://parlinfo.aph.gov.au/parlInfo/download/library/partypol/1024541/upload_b
inary/1024541.pdf;fileType=application%2Fpdf#search=%22library/partypol/102
4541%22>, diakses pada 13 September 2015.
Australian Government Department of Foreign Affairs and trade, Australian
Representative Office, Palestinian Authority (daring), 2012,
<http://www.dfat.gov.au/missions/countries/yes.html>, diakses pada 2 September
2015.
Australian Representative Office, Development Cooperation (daring), ¬¬¬¬____,
<http://ramallah.mission.gov.au/rmal/cooperation.html>, diakses pada 13
September 2015.
Harris, Marty, The Rudd and Gillard Governance and teh Israeli-Palestinian Conflict:
November 2007-May 2012 (daring),2012, p. 2.
<http://www.aph.gov.au/About_Parliament/Parliamentary_Departments/Parliame
ntary_Library/pubs/BN/2012-2013/AustraliaIsraeliPalestinianConflict>, diakses
pada 1 September 2015.
OECD, Trends in In-Country Aid Fragmentation and Donor Proliferation (daring),
2011,<http://www.oecd.org/dac/effectiveness/47823094.pdf> , diakses pada20
September 2015.
OECD, About the OECD (daring),____, <http://www.oecd.org/about/> diakses pada 20
September 2015.
Irza Khurun’in : Perspektif Konstruktivisme dalam Bantuan Luar Negeri Australia ke Otoritas Palestina
Jurnal Transformasi Global Volume 2 No 1 Tahun 2015 115
OECD, Official Development Assitance- Definition and Coverage (daring),¬¬¬¬_____,
http://www.oecd.org/dac/stats/officialdevelopmentassistancedefinitionandcoverag
e.htm#Definition>, diakses pada 13 September 2015.
UN OCHA. Israeli-Palestinian Fatalities Since 2000(daring). 2007,
<http://unispal.un.org/UNISPAL.NSF/0/BE07C80CDA45794685257348005002
72> , diakses pada 13 September 2015.
United Nations, MDG Gap Task Forced Report 2010 (daring),2010,
<http://www.undp.org/content/dam/undp/library/Poverty%20Reduction/Inclusive
%20development/Towards%20Human%20Resilience/Towards_SustainingMDG
Progress_Ch5.pdf>, diakses pada 2 September 2015.