PROJECT BASED LEARNING (PJBL)
PPOK
(Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
Blok Sistem Respirasi
ANGGRAENI CITRA SETYANINGTYAS
105070200131007
PSIK K3LN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2012
Student Learning Objective
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi PPOK
2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dan pembagian derajat PPOK
3. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi PPOK
4. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor risiko PPOK
5. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi PPOK
6. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis PPOK
7. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi PPOK
8. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik PPOK
9. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan PPOK
a. Umum
b. Obat
c. Terapi O2
d. Rehabilitasi
e. Asuhan keperawatan
10. Mahasiswa mampu menyusun SAP PPOK
a. Pengertian
b. Etiologi
c. Pembagian derajat
d. Faktor risiko
e. Tanda dan gejala
f. Komplikasi
g. Penatalaksanaan
PPOK
(Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
1. DEFINISI
PPOK adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan PPOK, yaitu : bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asma bronchiale (Price & Wilson, 2005).
COPD / PPOM / PPOK merupakan kondisi irreversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009).
PPOK / PPOM merupakan sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar paru. Gangguan tersebut diantaranya : bronkhitis obstruktif, emfisema, dan asma bronkhial.
Bronkhitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun minimal 2 tahun berturut-turut.
Emfisema : perubahan anatomi parenkim paru ditandai dengan pelebaran dinding alveolus, duktus alveolar dan destruksi dinding alveolar.
Asma bronkhial : suatu penyakit yang ditandai dengan tanggapan reaksi yang meningkat dari trakhea dan bronkhus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh penyempitan menyeluruh dari saluran nafas.
2. ETIOLOGI DAN PEMBAGIAN DERAJAT
a. Etiologi
Gangguan karena adanya bronkhitis obstruktif, emfisema, dan asma bronkhial yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar paru.
bronkhitis obstruktif (kronis) sering disebabkan oleh virus, seperti Rhinovirus, Respiratory Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus parainfluenza, & coxsackie virus; & bakteri, seperti Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, Haemophilus influenza; atau karena parasit (askariasis & jamur).
Emfisema lebih sering disebabkan karena kebiasaan merokok; penyebab lain karena infeksi ISPA.
asma bronkhial timbul karena atopi akibat paparan alergen, atau karena ISPA dan faktor lain.
b. Pembagian Derajat
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan spirometri dapat ditentukan klasifikasi (derajat) PPOK, yaitu (GOLD, 2009) :
Derajat I : PPOK ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1/ KVP < 70%; VEP1> 80% prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
Derajat II : PPOK sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1/ KVP < 70%; 50% < VEP1< 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.
Derajat III : PPOK berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP1/ KVP < 70%; 30% VEP1< 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.
Derajat IV : PPOK sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1/ KVP < 70%; VEP1< 30% prediksi) atau VEP1< 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.
3. EPIDEMIOLOGI
Survei th.2001 : Di US, kira-kira 12.1 juta pasien menderita PPOK, 9 juta menderita bronkitis kronis, dan sisanya menderita emfisema, atau kombinasi keduanya.
The Asia Pacific CPOD Roundtable Group memperkirakan, jumlah penderita PPOK sedang hingga berat di negara-negara Asia Pasifik mencapai 56,6 juta penderita dengan angka prevalensi 6,3% (Kompas, 2006).
Angka prevalensi bagi masing-masing negara berkisar 3,5-6,7%, antara lain China dengan angka kasus mencapai 38.160 juta jiwa, Jepang (5.014 juta orang), dan Vietnam (2.068 penderita). Sementara itu, di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita dengan prevalensi 5,6 persen.
Kejadian meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok (90% penderita COPD adalah smoker atau ex-smoker).
Prevalensi PPOK adalah 13 per 1000 penduduk, dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 3 : 1.
Penderita PPOK umumnya berusia minimal 40 tahun, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan PPOK terjadi pada usia kurang dari 40 tahun. Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008).
Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001, menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,3% perempuan yang merokok. Sebanyak 92,0% dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota rumah tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok pasif.
Menurut hasil penelitian Shinta (2007) di RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2006 menunjukkan bahwa dari 46 penderita yang paling banyak adalah penderita pada kelompok umur lebih dari 60 tahun sebesar 39 penderita (84,8%), dan penderita yang merokok sebanyak 29 penderita dengan proporsi 63,0%.
Menurut penelitian Rahmatika (2009) di RSUD Aceh Tamiang dari bulan Januari sampai Mei 2009, proporsi usia pasien PPOK tertinggi pada kelompok usia 60 tahun (57,6%) dengan proporsi laki-laki 43,2% dan perempuan 14,4%. Proporsi gejala pasien tertinggi adalah batuk berdahak dan sesak napas (100%), disusul nyeri dada (73,4%), mengi (56,8%), demam (31,0%), dan terendah mual sebanyak 11 pasien (8%). Menurut Ilhamd (2000) dalam Parhusip (2008), penderita PPOK.
4. FAKTOR RISIKO
Kebiasaan merokok
merupakan penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Prevalensi tertinggi terjadinya gangguan respirasi dan penurunan faal paru adalah pada perokok. Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas.
Perokok pasif
Pada perokok pasif didapati penurunan VEP1 tahunan yang cukup bermakna pada orang muda yang bukan perokok (Helmersen, 2002).
Faktor genetik
Penderita dengan defisiensi enzim alfa 1-antitripsin, yaitu suatu serin protease inhibitor. Enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan & merusak jaringan, termasuk jaringan paru. Diturunkan secara autosom resesif padan penderita dengan gen resesif.
Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan (indoor) seperti asap rokok, asap kompor, asap kayu bakar; polusi di luar ruangan (outdoor), seperti gas buang industri, gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan, dan lain-lain, serta polusi di tempat kerja, seperti bahan kimia, debu/zat iritasi, gas beracun, dan lain-lain.
Status sosio-ekonomi
kemungkinan berkaitan dengan polusi, ventilasi yang tidak adekuat pada tempat tinggal, gizi buruk atau faktor lain yang berkaitan dengan sosio-ekonomi (Helmersen, 2002).
Hipereaktiviti bronkus
Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. PATOFISIOLOGI
6. MANIFESTASI KLINIS
Sesak nafas (dispnea). Pada awalnya sesak nafas hanya dialami setelah beraktivitas fisik. Namun, ketika paru-paru semakin rusak, sesak nafas terjadi ketika melakukan pekerjaan harian rutin seperti berjalan dan menyiram tanaman atau bahkan saat beristirahat.
Mengi dan batuk kronis, seringkali disertai dahak, yang berlangsung lama (berbulan-bulan).
Sering mendapat infeksi paru. Jaringan paru-paru yang rusak lebih mudah terinfeksi, sehingga menyebabkan bronkitis akut dan pneumonia, terutama di musim hujan saat influenza merebak. Saluran udara memiliki mekanisme untuk mengusir bakteri dengan mengeluarkan dahak melalui batuk. Paru-paru yang rusak tidak bisa melakukannya sehingga bakteri cenderung berkumpul di dalam alveoli dan saluran udara dan menyebar di seluruh lobus paru-paru. Penderita PPOK membutuhkan waktu lama untuk pulih dari infeksi paru, yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
Gagal jantung. Jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah ke paru-paru karena begitu banyak jaringan paru-paruyang rusak. Beban ekstra ini membuat jantung melemah dan membesar.
Hipoksia (kekurangan oksigen dalam darah). Organ tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan menjadi rusak. Kurangnya aliran darah ke otak, misalnya, dapat menyebabkan kebingungan, pelupa dan depresi. Pada kulit, kekurangan oksigen ini ditandai oleh semburat biru lebam (sianosis).
Pneumotoraks (pengempisan paru-paru). Terdapat pengumpulan udara di sekitar paru-paru yang bocor dari jaringan paru yang rusak. Penumpukan udara ini menekan paru-paru, sehingga tidak dapat mengembang sebesar biasanya saat mengambil nafas.
7. KOMPLIKASI
Infeksi yang berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.
Pneumotoraks spontan
Eritrosit karena keadaan hipoksia kronik
Gagal nafas hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan PCO2 > 60 mmHg, dan pH normal.
Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :
- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
- Sputum bertambah dan purulen
- Demam
- Kesadaran menurun
Hipoxemia : penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
Asidosis Respiratory timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
Infeksi Respiratory disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
Gagal jantung terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
Cardiac Disritmia timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
Status Asmatikus komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan rutin
Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.
Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml.
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance).
Pada bronkitis kronik :
Normal
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1) Faal paru
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat.
DLCO menurun pada emfisema
Raw meningkat pada bronkitis kronik
Sgaw meningkat
Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
2) Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
3) Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan.
4) Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20% dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.
5) Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
6) Radiologi
- CT Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.
Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
7) Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
8) Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
9) Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
10) Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
9. PENATALAKSANAAN
a. Umum
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualitas hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat - obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas : penatalaksanaan pada keadaan stabil dan penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
Edukasi
Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
- Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
- Melaksanakan pengobatan yang maksimal
- Mencapai aktivitas optimal
- Meningkatkan kualitas hidup
- Mengurangi kecemasan pasien PPOK
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :
- Pengetahuan dasar tentang PPOK
- Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
- Cara pencegahan perburukan penyakit
- Menghindari pencetus (berhenti merokok)
- Penyesuaian aktivitas
Skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
2. Pengunaan obat obatan
Macam obat dan jenisnya
- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser)
- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selang waku tertentu atau kalau perlu saja).
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen
Kapan oksigen harus digunakan
Berapa dosisnya
Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi :
Batuk atau sesak bertambah
Sputum bertambah
Sputum berubah warna
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas
Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :
1) Ringan
Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel.
Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti merokok.
Segera berobat bila timbul gejala
2) Sedang
Menggunakan obat dengan tepat
Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
Program latihan fisik dan pernapasan
3) Berat
Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
Penggunaan oksigen di rumah
Ventilasi Mekanik
Digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
Ventilasi mekanik tanpa intubasi
digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten Positif Pressure (NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation (NPV).
Indikasi penggunaan NIPPV
Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan abdominal paradoksal.
Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 - 7, 35
Frekuensi napas > 25 kali per menit
NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas, disamping harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana.
Ventilasi mekanik dengan intubasi
Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik di rumah sakit bila ditemukan keadaan sebagai berikut :
Gagal napas yang pertama kali
Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas dan dapat diperbaiki, misalnya pneumonia.
Aktivitas sebelumnya tidak terbatas
Indikasi penggunaan ventilasi mekanik invasif :
Sesak napas berat dengan penggunaan muskulus respirasi tambahan dan pergerakan bdominal paradoksal.
Frekuensi napas > 35 permenit
Hipoksemia yang mengancam jiwa (Pao2 < 40 mmHg)
Asidosis berat pH < 7,25 dan hiperkapni (Pao2 < 60 mmHg)
Henti napas
Samnolen, gangguan kesadaran
Komplikasi kardiovaskuler (hipotensi, syok, gagal jantung).
Komplikasi lain (gangguan metabolisme, sepsis, pneumonia, emboli paru, barotrauma, efusi pleura masif).
Telah gagal dalam penggunaan NIPPV
Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOK dengan kondisi sebagai berikut
PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya.
Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan.
Aktiviti sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal
Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik
VAP (ventilator acquired pneumonia)
Barotrauma
Kesukaran weaning
Nutrisi
Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk dengan kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni.
Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan. Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi.
Dianjurkan pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.
b. Obat
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit (lihat tabel 2). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang ( long acting).
Macam - macam bronkodilator :
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari).
Golongan agonis beta 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
Lini I : amoksisilin
Makrolid
Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat
Sefalosporin
Kuinolon
Makrolid baru
Perawatan di Rumah Sakit :
dapat dipilih
- Amoksilin dan klavulanat
- Sefalosporin generasi II & III injeksi
- Kuinolon per oral
ditambah dengan yang anti pseudomonas
- Aminoglikose per injeksi
- Kuinolon per injeksi
- Sefalosporin generasi IV per injeksi
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
Antitusif
Diberikan dengan hati hati.
c. Terapi O2
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.
Manfaat oksigen :
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup
Indikasi
- PaO2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
- PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain.
Macam terapi oksigen :
- Pemberian oksigen jangka panjang
- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat darurat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :
- Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT ).
- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur.
Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.
Alat bantu pemberian oksigen :
- Nasal kanul
- Sungkup venturi
- Sungkup rebreathing
- Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.
d. Rehabilitasi
Tujuan : untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah
mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
- Simptom pernapasan berat
- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
- Kualitas hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.
Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.
1) Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan :
Peningkatan VO2 max
Perbaikan kapasitas kerja aerobik maupun anaerobik
Peningkatan cardiac output dan stroke volume
Peningkatan efisiensi distribusi darah
Pemendekan waktu yang diperlukan untuk recovery
Latihan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan
a) Latihan untuk meningkatkan otot pernapasan
Latihan ini diprogramkan bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot pernapasannya sehingga tidak dapat menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup untuk melakukan ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Latihan khusus pada otot pernapasan akan mengakibatkan bertambahnya kemampuan ventilasi maksimum, memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi sesak napas.
Pada penderita yang tidak mampu melakukan latihan endurance, latihan otot pernapasan ini akan besar manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut bisa dilaksanakan oleh penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan pada penderita PPOK bersifat individual. Apabila ditemukan kelelahan pada otot pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan diperbesar, sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan ventilasi pada waktu latihan maka latihan endurance yang diutamakan.
b) Endurance exercise
Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya toleransi latihan karena meningkatnya toleransi karena meningkatnya kapasiti kerja maksimal dengan rendahnya konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan merupakan resultan dari efisiensinya pemakaian oksigen di jaringan dari toleransi terhadap asam laktat.
Latihan fisis bagi penderita PPOK dapat dilakukan di dua tempat :
Di rumah
- Latihan dinamik
- Menggunakan otot secara ritmis, misal : jalan, joging, sepeda.
Rumah sakit
Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu. Tipe latihan diubah setiap hari. Pemeriksaan denyut nadi, lama latihan dan keluhan subyektif dicatat. Pernyataan keberhasilan latihan oleh penderita lebih penting daripada hasil pemeriksaan subyektif atau obyektif. Pemeriksaan ulang setelah 6-8 minggu di laboratorium dapat memberikan informasi yang obyektif tentang beban latihan yang sudah dilaksanakan.
Dua bentuk latihan dinamik yang tampaknya cocok untuk penderita di rumah adalah ergometri dan walking-jogging. Ergometri lebih baik daripada walking-jogging. Begitu jenis latihan sudah ditentukan, latihan dimulai selama 2-3 menit, yang cukup untuk menaikkan denyut nadi sebesar 40% maksimal. Setelah itu dapat ditingkatkan sampai mencapai denyut jantung 60%-70% maksimal selama 10 menit. Selanjutnya diikuti dengan 2-4 menit istirahat. Setelah beberapa minggu latihan ditambah sampai 20-30 menit/hari selama 5 hari perminggu.
Apabila petunjuk umum sudah dilaksanakan, risiko untuk penderita dapat diperkecil. walaupun demikan latihan jasmani secara potensial akan dapat berakibat kelainan fatal, dalam bentuk aritmia atau iskemi jantung.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan :
Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan
Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan
Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan koordinasi atau pusing latihan segera dihentikan.
Pakaian longgar dan ringan
2) Latihan Pernapasan
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimiti.
e. Asuhan keperawatan
Kasus
Tn. K, usia 65 tahun datang ke IRD RS dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang dengan ditemani oleh anaknya. Menurut cerita dari anaknya, Tn. K satu hari yang lalu kehujanan setelah menengok cucunya yang ada diluar kota. Serangan sesak nafas yang dialami saat ini dirasakan sejak tadi malam jam 23.15, dan bertambah sesak sampai pagi ini sehingga keluarga memutuskan dibawa ke UGD RSSA. Tn. K mengeluh nafasnya terasa sesak sekali berbunyi ngik-ngik bertambah sesak bila digunakan untuk berjalan dan mengangkat benda-benda berat. Tn. K juga mengeluh batuk sejak 3 bulan yang lalu dan mengeluarkan banyak dahak berwarna putih kental. Pada saat dilakukan pengkajian saat ini Tn. K duduk dengan kedua tangan memegang tepi brankart. Menurut anaknya Tn. K pada waktu muda suka merokok dengan rata-rata 1 pak perhari selama 20 tahun. Serangan batuk yang saat ini dialami ayahnya sudah terjadi sejak 5 tahun yang lalu. Pasien dalam kondisi sadar, GCS 456, dan tampak gelisah. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil RR : 29 x/menit, ronkhi dan wheezing terdengar di kedua lapang paru, bentuk dada barrel chest, pernafasan cuping hidung, terdapat penggunaan otot bantu pernafasan retraksi otot area supraklavikular dan sternocleidomastoideus, nadi : 115 x/menit, regular, tekanan darah : 145/100 mm Hg, suhu : 37,5C. Akral dingin dan berkeringat, sianosis pada mukosa bibir, CTR 3. Rongent toraks : terdapat pelebaran antar iga, diafragma letak rendah, penumpukan udara daerah retrosternal, tampak penurunan vaskuler dan peningkatan bentuk bronkovaskuler, jantung tampak membesar. ECG : deviasi aksis kanan, gelombang P pada lead II, III tinggi dan lebih panjang. Spirometri : FEV1/FVC 60%, BGA : Pa CO2 : 52 mmHg, Pa O2 : 70 mmHg, Sa O2 : 79%, PH : 7,25, H CO3- : 20 mEq/L, Therapi : IV Line Na Cl 0,9% : 20 tts/menit, Amofilin 250 mg IV (5 mg/kg BB), Metilpredisolon 260 mg IV (4 mg/kg BB), Nebulizer : Ventolin : Bisolvon : Na CL 0,9% = 1 : 1 : 2, Venturi Masker 6 lpm.
A. PENGKAJIAN
Data Dasar
Nama: Tn. K
Jenis Kelamin: laki - laki
Umur: 65 tahun
Diagnosa Medis: PPOK
Sumber Informasi: Anak
Anamnesa
Keluhan utama : Serangan sesak nafas
Riwayat penyakit sekarang :
Serangan sesak nafas yang dialami saat ini dirasakan sejak tadi malam jam 23.15, dan bertambah sesak sampai pagi ini sehingga keluarga memutuskan dibawa ke UGD RSSA. Tn. K mengeluh nafasnya terasa sesak sekali berbunyi ngik-ngik bertambah sesak bila digunakan untuk berjalan dan mengangkat benda-benda berat.
Riwayat penyakit dahulu :
Tn. K juga mengeluh batuk sejak 3 bulan yang lalu dan mengeluarkan banyak dahak berwarna putih kental. Waktu muda suka merokok dengan rata-rata 1 pak perhari selama 20 tahun.
Pemeriksaan Fisik
TTV
RR : 29 x/menittekanan darah : 145/100 mm Hg,
nadi : 115 x/menit, regularsuhu : 37,5C
Sistem neuro : kondisi sadar, GCS 4-5-6 & tampak gelisah.
Respirasi : onkhi dan wheezing terdengar di kedua lapang paru, bentuk dada barrel chest,pernafasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan.
Muskulo : retraksi otot area supraklavikular & sternocleidomastoideus.
Integumen : akral dingin dan berkeringat, sianosis pada mukosa bibir, CTR 3.
Rongent toraks : terdapat pelebaran antar iga, diafragma letak rendah, penumpukan udara daerah retrosternal, tampak penurunan vaskuler dan peningkatan bentuk bronkovaskuler, jantung tampak membesar.
Kardio
ECG : deviasi aksis kanan, gelombang P pada lead II, III tinggi dan lebih panjang.
Spirometri : FEV1/FVC 60%, BGA : Pa CO2 : 52 mmHg, Pa O2 : 70 mmHg, Sa O2 : 79%, PH : 7,25, H CO3- : 20 mEq/L, Therapi : IV Line Na Cl 0,9% : 20 tts/menit, Amofilin 250 mg IV (5 mg/kg BB), Metilpredisolon 260 mg IV (4 mg/kg BB), Nebulizer : Ventolin : Bisolvon : Na CL 0,9% = 1 : 1 : 2, Venturi Masker 6 lpm.
B. ANALISA DATA
Pengelompokan Data
DATA SUBYEKTIF
1. Tn. K, usia 65 tahun
2. Kehujanan
3. Serangan sesak nafas yang dialami saat ini dirasakan sejak tadi malam jam 23.15, dan bertambah sesak sampai pagi ini.
4. Mengeluh nafasnya terasa sesak sekali berbunyi ngik-ngik, bertambah sesak bila digunakan untuk berjalan dan mengangkat benda-benda berat.
5. Mengeluh batuk sejak 3 bulan yang lalu dan mengeluarkan banyak dahak berwarna putih kental.
6. Menurut anaknya, Tn. K pada waktu muda suka merokok dengan rata-rata 1 pak perhari selama 20 tahun.
7. Serangan batuk yang saat ini dialami sudah terjadi sejak 5 tahun yang lalu.
DATA OBYEKTIF
1. Tn. K duduk dengan kedua tangan memegang tepi brankart.
2. Kondisi sadar, GCS 4-5-6 & tampak gelisah.
3. Pemeriksaan fisik
RR : 29 x/menit
Ronkhi dan wheezing terdengar di kedua lapang paru
Bentuk dada barrel chest
Pernafasan cuping hidung
Terdapat penggunaan otot bantu pernafasan retraksi otot area supraklavikular & sternocleidomastoideus.
nadi : 115 x/menit, regular,
tekanan darah : 145/100 mm Hg,
suhu : 37,5C.
4. Akral dingin dan berkeringat, sianosis pada mukosa bibir, CTR 3.
5. Rongent toraks : terdapat pelebaran antar iga, diafragma letak rendah, penumpukan udara daerah retrosternal, tampak penurunan vaskuler dan peningkatan bentuk bronkovaskuler, jantung tampak membesar.
6. ECG : deviasi aksis kanan, gelombang P pada lead II, III tinggi dan lebih panjang.
7. Spirometri : FEV1/FVC 60%, BGA : Pa CO2 : 52 mmHg, Pa O2 : 70 mmHg, Sa O2 : 79%, PH : 7,25, H CO3- : 20 mEq/L, Therapi : IV Line NaCl 0,9% : 20 tts/menit, Amofilin 250 mg IV (5 mg/kg BB), Metilpredisolon 260 mg IV (4 mg/kg BB), Nebulizer : Ventolin : Bisolvon : Na CL 0,9% = 1 : 1 : 2, Venturi Masker 6 lpm.
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
KEPERAWATAN
DO :
BGA : Pa CO2 : 52 mmHg, Pa O2 : 70 mmHg, PH : 7,25
RR : 29 x/menit
tampak gelisah
Pernafasan cuping hidung
Akral dingin dan berkeringat, sianosis pada mukosa bibir.
Rongent toraks : terdapat pelebaran antar iga, diafragma letak rendah, penumpukan udara daerah retrosternal, tampak penurunan vaskuler dan peningkatan bentuk bronkovaskuler, jantung tampak membesar.
DS :
Serangan sesak nafas sejak malam jam 23.15, & bertambah sesak sampai pagi.
Nafas terasa sesak & berbunyi ngik-ngik, bertambah sesak bila digunakan utk berjalan & mengangkat benda berat.
Asap
iritasi jalan nafas
Inflamasi
fungsi silia menurun
produksi Mucus
Obstruksi Saluran Nafas
Hipoventilasi, distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di alveoli
Hipoxemia, hiperkapnia
Gangguan pertukaran gas
Gangguan pertukaran gas
DO :
RR : 29 x/menit
tampak gelisah.
Ronkhi & wheezing terdengar di kedua lapang paru
Bentuk dada barrel chest
sianosis pada mukosa bibir
Pernafasan cuping hidung
Terdapat penggunaan otot bantu pernafasan retraksi otot area supraklavikular & sternocleidomastoideus.
DS :
Serangan sesak nafas sejak malam jam 23.15, & bertambah sesak sampai pagi.
Nafas terasa sesak & berbunyi ngik-ngik, bertambah sesak bila digunakan utk berjalan & mengangkat benda berat.
Mengeluh batuk sejak 3 bln lalu & mengeluarkan banyak dahak berwarna putih kental.
Menurut anaknya, Tn. K waktu muda suka merokok dgn rata-rata 1 pak perhari selama 20 tahun.
Serangan batuk yang saat ini dialami sudah terjadi sejak 5 tahun yang lalu.
Asap
Iritasi jalan nafas
Inflamasi
fungsi silia menurun
produksi Mucus
obstruksi jalan nafas
Bersihan jalan nafas tak efektif
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
DO :
nadi : 115 x/menit, regular,
TD : 145/100 mm Hg
ECG : deviasi aksis kanan, gelombang P pada lead II, III tinggi & lebih panjang.
Tn. K duduk dengan kedua tangan memegang tepi brankart.
DS :
Tn. K mengeluh nafasnya terasa sesak sekali berbunyi ngik-ngik, bertambah sesak bila digunakan untuk berjalan dan mengangkat benda-benda berat.
Asap
Iritasi jalan nafas
Inflamasi
fungsi silia menurun
produksi Mucus
Bronkiolus menyempit dan tersumbat
Obstruktif (kerusakan) alveoli
Alveoli kolaps
Penurunan ventilasi paru
Kerusakan campuran gas
Kelemahan
ADL dibantu
Intoleransi aktivitas
Intoleransi aktivitas
C. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b.d. retensi CO2, peningkatan sekresi, peningkatan pernapasan, & proses penyakit.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d. spasme jalan nafas, mukus berlebih, akumulasi sekret, & PPOK.
3. Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai & kebutuhan Oksigen.
D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b.d. retensi CO2, peningkatan sekresi, peningkatan pernapasan, & proses penyakit.
Tujuan :
Setelah diberikan intervensi, dlm waktu 3 x 24 jam klien mampu menunjukan pertukaran gas (oksigenasi) membaik).
Kriteria hasil :
Frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-90 x/menit, warna kulit normal & tidak ada dispnea.
INTERVENSI
RASIONAL
1. Kaji keefektifan jalan nafas
2. Evaluasi toleransi aktivitas dan batasi aktivitas klien.
3. Pertahankan posisi fowler dengan tangan abduksi dan disokong dengan bantal atau duduk condong ke depan dengan ditahan meja.
4. Kolaborasi untuk pemberian bronkhodilator scr aerosol.
5. Kolaborasi utk pemantauan analisis gas arteri.
6. Kolaborasi pemberian oksigen via nasal.
1. Bronkhospasme dideteksi ketika terdengar mengi saat di auskultasi dgn stetoskop.
2. Mengurangi penggunaan energi berlebihan yang membutuhkan banyak Oksigen.
3. Meningkatkan kebebasan suplay oksigen.
4. Membantu mengencerkan sekresi. Harus diberikan sebelum waktu makan utk memperbaiki ventilasi paru, agar mengurangi keletihan.
5. Sebagai bahan evaluasi setelah melakukan intervensi.
6. Diberikan ketika terjadi hipoksemia.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d. spasme jalan nafas, mukus berlebih, akumulasi sekret, & PPOK.
Tujuan :
Dalam waktu 3 x 24 jam jalan nafas klien kembali efektif ditandai dengan berkurangnya kuantitas & viskositas sputum utk memperbaiki ventilasi paru & pertukaran gas.
Kriteria hasil :
Klien dapat mendemonstrasikan & melakukan batuk efektif, tidak ada suara nafas tambahan, wheezing (-), & pernapasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu nafas.
INTERVENSI
RASIONAL
1. Kaji warna, kekentalan & jumlah sputum.
2. Atur posisi semi fowler
3. Ajarkan cara batuk efektif
4. Bantu klien latihan nafas dalam
5. Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kec. Tidak diindikasikan
6. Lakukan fisioterapi dada dgn teknik postural drainase, perkusi, & fibrasi dada.
7. Kolaborasi pemberian obat : Bronkhodilator
Nebulizer (via inhalasi)
8. Agen mukolitik & ekspektoran
9. Kortikosteroid
1. Karakteristik sputum menunjukkan berat ringannya obstruksi.
2. Meningkatkan ekspansi dada
3. Memudahkan pengeluaran dari sekret yg melekat di jalan nafas.
4. Ventilasi maksimal membuka lumen jalan nafas & meningkatkan gerakan sekret ke dlm jalan nafas besar utk dikeluarkan.
5. Membantu mengencerkan sekret & mengefektifkan pembersihan jalan nafas.
6. Utk membantu menaikkan sekresi sehingga dpt dikeluarkan atau dihisap dgn mudah. Biasanya dilakukan saat klien bangun.
7. Bronkhodilator via inhalasi langsung menuju area bronkhus yg mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.
8. Mukolitik : menurunkan kekentalan & lengketnya sekret paru. Ekspektoran : memudahkan sekret lepas dr lengketnya di jalan nafas.
9. Jika ada hipoksemia & menurunkan reaksi inflamasi akibat edema mukosa & dinding bronkhus.
3. Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai & kebutuhan Oksigen.
Tujuan :
Klien dapat melakukan aktivitas seperti orang normal (sehat).
Kriteria hasil :
Klien dapat melakukan aktivitas dengan napas pendek lebih sedikit.
Klien dapat mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari dan memperagakan rencana latihan yang akan dilakukan di rumah.
INTERVENSI
RASIONAL
1. Dukung pasien dalam menegakkan regimen latihan teratur dengan cara berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
2. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan spesifik thd kemampuan pasien. Siapkan unit portable untuk berjaga-jaga jika diperlukan.
1. Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak oksigen dan memberikan beban tambahan pada paru-paru. Melalui latihan yang teratur, bertahap, kelompok otot ini menjadi lebih terkondisi, & pasien dapat melakukan lebih banyak tanpa mengalami napas pendek. Latihan yang bertahap memutus siklus yang melemahkan ini.
DAFTAR PUSTAKA
NANDA Internasional. Diagnosa Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2009 2011
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) : Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia
Marylin E.,doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan/pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Price, Sylvia. 2000. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall (1997). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa : Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC
http://majalahkesehatan.com/ppok-penyakit-mematikan-akibat-rokok/ diakses tanggal 24-02-2012 pukul 13.29
http://www.rsisultanagung.co.id diakses tanggal 24-02-2012 pukul 13.29
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Pokok Bahasan : Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Sasaran : klien dan keluarga
Tempat : Balai Desa Sukorejo Trenggalek
Hari / tanggal : 4 Maret 2012
Alokasi waktu : 55 menit
Metode : Ceramah, Tanya jawab, diskusi
Pertemuan ke : 1 (Pertama)
Pengajar : Anggraeni Citra S.
A. Tujuan lnstruksional
i. Umum
setelah mengikuti kegiatan penyuluhan, peserta mengerti dan memahami tentang penyakit PPOK, bahayanya dan upaya pencegahannya.
ii. Khusus
Klien dan keluarga memahami tentang pengertian PPOK.
Klien dan keluarga mengerti penyebab PPOK.
Klien dan keluarga memahami hal hal apa saja yang menimbulkan resiko terkena PPOK.
Klien dan keluarga memahami dan mengetahui bagaimana gejala PPOK.
Klien dan keluarga mengerti serta memahami upaya penanganan PPOK
Klien dan keluarga mengerti serta memahami upaya pencegahan PPOK
B. Sub Pokok Bahasan
1) Pengertian PPOK
2) Etiologi PPOK
3) Pembagian derajat PPOK
4) Faktor risiko PPOK
5) Tanda dan gejala PPOK
6) Komplikasi PPOK
7) Penatalaksanaan PPOK
C. KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
Tahap kegiatan
Waktu
Kegiatan perawat
Kegiatan perserta
Metode
Media & alat
Pembukaan
b.
1. Salam pembukaan
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan maksud dan tujuan
4. Membagikan leaflet
1. Menjawab salam
2. Mendengarkan keterangan penyaji
Ceramah
Microphone
Penyajian
30 menit
1. Menyampaikan materi
Memperhatikan dan mendengarkan penjelasan penyaji
Ceramah Diskusi
Leaflet, Flipehart,
ppt
Penutup
15 menit
1. Tanya jawab
2. Menutup pertemuan
3. Menyampaikan kesimpulan
Mendengarkan dan bertanya serta menjawab pertanyaan
Ceramah, diskusi, Tanya Jawab
Leaflet
,Flipehart,
Ppt
D. Evaluasi
Evaluasi proses :
Peserta mengikuti kegiatan pengajaran dengan baik
Peserta terlibat aktif dalam pembelajaran
Peserta aktif bertanya
Evaluasi hasil :
Peserta memahami tentang pengertian PPOK.
Peserta mengerti penyebab PPOK.
Peserta memahami hal hal apa saja yang menimbulkan resiko terkena PPOK.
Peserta memahami dan mengetahui bagaimana gejala PPOK.
Peserta mengerti serta memahami upaya penanganan PPOK
Peserta mengerti serta memahami bagaimana mencegah PPOK
Peserta mampu maenjawab pertanyaan penyaji
E. Materi (terlampir)
F. Daftar Pustaka
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) : Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia
Smeltzer, Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
http://majalahkesehatan.com/ppok-penyakit-mematikan-akibat-rokok/ diakses tanggal 24-02-2012 pukul 13.29
http://www.rsisultanagung.co.id diakses tanggal 24-02-2012 pukul 13.29
PPOK
(Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
1) PENGERTIAN
PPOK adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan PPOK, yaitu : bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asma bronchiale (Price & Wilson, 2005).
2) ETIOLOGI
Gangguan karena adanya bronkhitis obstruktif, emfisema, dan asma bronkhial yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar paru.
bronkhitis obstruktif (kronis) sering disebabkan oleh virus, seperti Rhinovirus, Respiratory Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus parainfluenza, & coxsackie virus; & bakteri, seperti Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, Haemophilus influenza; atau karena parasit (askariasis & jamur).
Emfisema lebih sering disebabkan karena kebiasaan merokok; penyebab lain karena infeksi ISPA.
asma bronkhial timbul karena atopi akibat paparan alergen, atau karena ISPA dan faktor lain.
3) PEMBAGIAN DERAJAT
4) FAKTOR RISIKO
Kebiasaan merokok
merupakan faktor resiko utama pada PPOK. Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas.
Perokok pasif
Pada perokok pasif didapati penurunan VEP1 tahunan yang cukup bermakna pada orang muda yang bukan perokok (Helmersen, 2002).
Faktor genetik
Penderita dengan defisiensi enzim alfa 1-antitripsin, yaitu suatu serin protease inhibitor. Enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan & merusak jaringan, termasuk jaringan paru. Diturunkan secara autosom resesif padan penderita dengan gen resesif.
Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan (indoor) seperti asap rokok, asap kompor, asap kayu bakar; polusi di luar ruangan (outdoor), seperti gas buang industri, gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan, dan lain-lain, serta polusi di tempat kerja, seperti bahan kimia, debu/zat iritasi, gas beracun, dan lain-lain.
Status sosio-ekonomi
kemungkinan berkaitan dengan polusi, ventilasi yang tidak adekuat pada tempat tinggal, gizi buruk atau faktor lain yang berkaitan dengan sosio-ekonomi (Helmersen, 2002).
Hipereaktiviti bronkus
Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5) TANDA DAN GEJALA
Sesak nafas (dispnea). Pada awalnya sesak nafas hanya dialami setelah beraktivitas fisik. Namun, ketika paru-paru semakin rusak, sesak nafas terjadi ketika melakukan pekerjaan harian rutin seperti berjalan dan menyiram tanaman atau bahkan saat beristirahat.
Mengi dan batuk kronis, seringkali disertai dahak, yang berlangsung lama (berbulan-bulan).
Sering mendapat infeksi paru. Penderita PPOK membutuhkan waktu lama untuk pulih dari infeksi paru, yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
Gagal jantung. Jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah ke paru-paru karena begitu banyak jaringan paru-paruyang rusak. Beban ekstra ini membuat jantung melemah dan membesar.
Hipoksia (kekurangan oksigen dalam darah). Organ tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan menjadi rusak. Kurangnya aliran darah ke otak, misalnya, dapat menyebabkan kebingungan, pelupa dan depresi. Pada kulit, kekurangan oksigen ini ditandai oleh semburat biru lebam (sianosis).
Pneumotoraks (pengempisan paru-paru). Terdapat pengumpulan udara di sekitar paru-paru yang bocor dari jaringan paru yang rusak. Penumpukan udara ini menekan paru-paru, sehingga tidak dapat mengembang sebesar biasanya saat mengambil nafas.
6) KOMPLIKASI
Infeksi yang berulang
Karena produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang, sehingga imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.
Pneumotoraks spontan
Eritrosit karena keadaan hipoksia kronik
Gagal nafas hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan PCO2 > 60 mmHg, dan pH normal. Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :
Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
Sputum bertambah dan purulen
Demam
Kesadaran menurun
Hipoxemia
Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
Asidosis Respiratory timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
Infeksi Respiratory disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
Gagal jantung terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
Cardiac Disritmia timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
Status Asmatikus komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
7) PENATALAKSANAAN
i. Pencegahan
Menghindari rokok
Lakukan gaya hidup sehat
ii. Penanganan
a. Obat
Bronkhodilator
Antiinflamasi
Antibiotika
Antioksidan
Mukolitik
antitusif.
b. Terapi O2
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.
Manfaat oksigen :
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup
c. Ventilasi Mekanik
Digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah
iii. Rehabilitasi
Tujuan : untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK.
Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
- Simptom pernapasan berat
- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
- Kualitas hidup yang menurun
Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu :
1) Latihan fisis
Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan :
Peningkatan VO2 max
Perbaikan kapasitas kerja aerobik maupun anaerobik
Peningkatan cardiac output dan stroke volume
Peningkatan efisiensi distribusi darah
Pemendekan waktu yang diperlukan untuk recovery
2) Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan
Latihan ini diprogramkan bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot pernapasannya sehingga tidak dapat menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup untuk melakukan ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Latihan khusus pada otot pernapasan akan mengakibatkan bertambahnya kemampuan ventilasi maksimum, memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi sesak napas.
Pada penderita yang tidak mampu melakukan latihan endurance, latihan otot pernapasan ini akan besar manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut bisa dilaksanakan oleh penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan pada penderita PPOK bersifat individual. Apabila ditemukan kelelahan pada otot pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan diperbesar, sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan ventilasi pada waktu latihan maka latihan endurance yang diutamakan.
3) Endurance exercise
Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya toleransi latihan karena meningkatnya toleransi karena meningkatnya kapasiti kerja maksimal dengan rendahnya konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan merupakan resultan dari efisiensinya pemakaian oksigen di jaringan dari toleransi terhadap asam laktat.
Latihan fisis bagi penderita PPOK dapat dilakukan di dua tempat :
Di rumah
- Latihan dinamik
- Menggunakan otot secara ritmis, misal : jalan, joging, sepeda.
Rumah sakit
Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu. Tipe latihan diubah setiap hari. Pemeriksaan denyut nadi, lama latihan dan keluhan subyektif dicatat. Pernyataan keberhasilan latihan oleh penderita lebih penting daripada hasil pemeriksaan subyektif atau obyektif. Pemeriksaan ulang setelah 6-8 minggu di laboratorium dapat memberikan informasi yang obyektif tentang beban latihan yang sudah dilaksanakan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan :
Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan
Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan
Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan koordinasi atau pusing latihan segera dihentikan.
Pakaian longgar dan ringan
4) Latihan Pernapasan
Tujuan : untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas.
Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimitas.