Decentralized Basic Education 1: Manajemen dan Tata Kelola
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia
Edisi Kedua
September 2009
Laporan ini adalah salah satu dari sejumlah laporan khusus yang disusun oleh Research Triangle Institute (RTI), Mitra Pelaksana untuk program USAID-funded Improved Quality of Decentralized Basic Education (IQDBE) di Indonesia
Law on Regional
Government
Law on Central-Regional Financial
Balance
Law on
Planning
Laws on
Finance
Law on
Education
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia Edisi Kedua September 2009
Daftar Isi
Pengantar EDISI KEDUA..................................................................................................... 1 A. Pendahuluan ..................................................................................................................... 4 B. Pengenalan Sistem Pendidikan Indonesia ........................................................................ 6 C. Pengenalan Pengembangan dan Struktur Peraturan Perundang-undangan Indonesia ... 21 D. Peraturan Perundang-undangan terkait dengan Pendidikan Dasar yang
Didesentralisasi ................................................................................................................... 26 E. Analisa dan Kesimpulan ................................................................................................. 58
Bibliografi ........................................................................................................................... 67
List of Figures
Gambar 1 Struktur Sistem Pendidikan Indonesia ............................................................... 10 Gambar 2 Kontribusi Sekolah Depag terhadap Angka Partisipasi ..................................... 11 Gambar 3 Angka Partisipasi Sekolah menurut Provinsi, 2007 ........................................... 12 Gambar 4 Angka Partisipasi Sekolah untuk Anak-Anak Usia SMP................................... 12 Gambar 5 Hubungan Inti Beberapa Undang-Undang Nasional yang Mengatur
Pendidikan yang Didesentralisasi ....................................................................................... 26
Gambar 6 Arus Keuangan antara Pusat dan Daerah ........................................................... 39 Gambar 7 Proses Penyusunan Anggaran Belanja Pusat ..................................................... 43
Gambar 8 Proses Penyusunan APBD ................................................................................. 46
Daftar Tabel
Tabel 1 Distribusi Guru PNS dan Non-PNS, 2008 ............................................................. 15 Tabel 2 Jenis Guru dan Sumber Pendanaan ........................................................................ 16
Tabel 3 Standar Nasional Pendidikan ................................................................................. 17
Daftar Lampiran
Lampiran 1 Sektor Pendidikan dalam Perencanaan Pembangunan Nasional
(2005/2025) ......................................................................................................................... 68 Lampiran 2 BOS dan Dana Kompensasi Subsidi BBM ................................................ 90
Lampiran 3 Tinjauan terhadap Perubahan Konsep Pendidikan Gratis ............................. 106 Lampiran 4: Lampiran Peraturan Pemerintah 38/2007 tentang Pendidikan ..................... 114 Lampiran 5: Penjelasan Penghitungan DAU .................................................................... 125 Lampiran 6 Glosari dan Singkatan .................................................................................... 127
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
1 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia Edisi kedua - September 2009
Pengantar EDISI KEDUA Edisi pertama dari studi kerangka hukum sektor Pendidikan Dasar Indonesia diterbitkan
pada tahun 2007. Sejak itu, terdapat sejumlah perubahan dan peraturan perundang-
undangan baru yang sangat mempengaruhi pendidikan dasar yang didesentralisasi.
Peraturan perundang-undangan baru tersebut antara lain adalah:
Peraturan-peraturan baru tentang arus keuangan dan mekanisme pendanaan untuk
lebih menyelaraskan realisasi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara
dan daerah dengan prinsip dan praktek yang diperlihatkan dalam Undang-Undang
No. 17/2003 tentang keuangan negara (yaitu anggaran pemerintah)
Dikeluarkannya standar nasional pendidikan yang diwajibkan oleh Undang-
Undang No. 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional
Undang-Undang No. 9/2009 tentang badan hukum pendidikan yang, jika
dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah No. 48/2008 tentang pendanaan
pendidikan, menjadi dasar hukum yang sama sekali baru bagi sekolah dan
penyelenggara pendidikan lainnya.
Edisi kedua ini meninjau perubahan-perubahan tersebut dan pengaruhnya terhadap
penyelenggaraan pendidikan dasar yang didesentralisasi. Studi ini juga memuktahirkan
atau merevisi beberapa analisa yang dilakukan dalam edisi tahun 2007.
Pengantar EDISI PERTAMA Uraian tentang kerangka hukum sektor pendidikan dasar Indonesia ini rumit karena dua
alasan:
Sektor pendidikan Indonesia itu sendiri sudah rumit dan diatur dengan kerangka
hukum yang juga rumit;
Kerangka hukum Indonesia yang sebagian besar didasarkan pada “Sistem Kontinental”
sangat berbeda dengan kerangka hukum yang didasarkan pada tradisi Anglo-Saxon
seperti Amerika Serikat, dalam prinsip maupun praktek.
Butir pertama dibahas dalam dokumen ini. Pengantar ini juga akan mencoba membahas
butir kedua secara singkat. Di Indonesia, pemerintah pusat dibentuk oleh para wakil dari
CSOs (organisasi-organisasi masyarakat sipil) – terutama kelompok-kelompok pemuda –
dari berbagai daerah geografis di Indonesia. Undang-Undang dasar mengatakan bahwa
Indonesia merupakan negara kesatuan yang “terbagi menjadi” (bukan “terdiri dari”)
daerah besar dan kecil.1 Jadi, desentralisasi pada dasarnya merupakan pendelegasian
sebagian wewenang pemerintah pusat kepada provinsi dan kabupaten/kota, yang tidak
mempunyai wewenang tersebut secara bawaan. Penjelasan2 Undang-Undang Dasar 1945
1 Gagasan Negara “federal” mengandung muatan emosi negative yang sangat besar. Pada tahun 1949,
pemerintah kolonial Belanda setuju untuk “mengakui” kedaulatan Indonesia tetapi hanya dengan ketentuan
bahwa Indonesia harus direorganisasi sebagai negara federal. Pada tahun 1950, berbagai daerah federal
meminta agar konstitusi federal yang diberlakukan oleh Belanda dicabut dan agar Indonesia kembali ke
negara persatuan. 2 Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dilampirkan sebagai bagian yang “integral dan tak terpisahkan”
dari Undang-Undang Dasar dan secara hukum mengikat sampai amandemen terbaru pada tahun 2003-2004
mencabut Penjelasan tersebut.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
2 of 140
menyatakan bahwa daerah dapat menjadi “[bagian yang] otonom atau hanya bersifat
administratif” berdasarkan peraturan perundang-undangan.1
Para penganut tradisi politik “liberal” abad ke-18 cenderung menganggap negara sebagai
kelompok orang yang “mengejar kebahagiaan” asalkan hal tersebut tidak mengganggu
pengejaran kebahagiaan orang lain. Pemerintah merupakan sebuah “kontrak” antar warga
negara untuk menyediakan pelayanan tertentu yang memungkinkan mereka mengejar
kebahagiaan. Orang Indonesia, yang menganut tradisi politik “Rousseauian” abad ke-19
cenderung menganggap negara sebagai suatu keluarga dengan warga negara sebagai
anggota keluarga dan pemerintah sebagai kepala keluarga. Pernyataan mula-mula tentang
ideologi nasional (Pancasila) mencakup “kekeluargaan” sebagai salah satu dasar. Dalam
rumusan akhir, Sila Kelima berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat.” Undang-
Undang Dasar menetapkan hubungan ini dalam pasal 33 yang berjudul kesejahteraan
sosial. Ayat 1 berbunyi: perekonomian [nasional] disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan asas kekeluargaan dan Penjelasan ayat ini menyatakan bahwa ini adalah
“dasar demokrasi”.
Pandangan masyarakat yang individualis cenderung melihat undang-undang sebagai
perintah kepada orang-orang tentang apa yang harus mereka lakukan (sedikit mungkin)
dan apa yang tidak boleh mereka lakukan. Menurut pandangan ini, undang-undang harus
sangat saksama dan peraturan pelaksanaannya digunakan untuk menetapkan prosedur
pelaksanaan yang terperinci, seperti format pelaporan, dan sebagainya. Pandangan
masyarakat tentang asas kekeluargaan Indonesia cenderung melihat undang-undang
sebagai sarana untuk menetapkan tujuan dan mendefinisikan kerangka kerja di mana
setiap warga masyarakat dapat memutuskan cara untuk memberikan kontribusi masing-
masing dalam rangka mencapai tujuan bersama. Peraturan-peraturan pelaksanaan
mempunyai dua tujuan:
Peraturan pelaksanaan digunakan untuk menyediakan penjelasan yang terperinci
mengenai apa yang dituntut oleh undang-undang, yaitu, peraturan pelaksanaan
berfungsi sebagai undang-undang dalam tradisi Anglo-Saxon;
Peraturan pelaksanaan menjelaskan maksud awal dari undang-undang jika
pelaksanaannya tampaknya “menyimpang” dan kembali meluruskannya.
Mengenai tujuan yang kedua, peraturan pelaksana mungkin kurang konsisten, terutama
jika peraturan tersebut dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang berbeda yang mempunyai
tanggung jawab yang berbeda atas pelaksanaan undang-undang yang semula.
Gagasan lain yang asing bagi tradisi politik Indonesia adalah “pemerintahan berdasarkan
hukum”. Penjelasan Undang-Undang Dasar sangat spesifik mengenai hal ini bahwa
undang-undang tidak dapat dipisahkan dari orang-orang yang bertugas untuk
melaksanakannya dan bahwa orang-orang baik dapat mengatasi pengaruh negatif bahkan
dari undang-undang yang buruk:
Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hidupnya negara ialah
semangat, semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin
pemerintahan. Meskipun dibikin Undang-Undang Dasar yang menurut
kata-katanya bersifat kekeluargaan,2 apabila semangat para penyelenggara
1 Penjelasan pasal 18.
2 Sekali lagi perhatikan penekanan pada sifat kekeluargaan.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
3 of 140
negara, Para pemimpin pemerintahan itu bersifat perorangan maka undang-
undang dasar tadi tentu tidak ada artinya dalam praktek.
Sebaliknya, meskipun Undang-Undang Dasar tidak sempurna, akan tetapi
jikalau semangat para penyelenggara pemerintahan itu baik, Undang-
Undang Dasar [yang tidak sempurna] itu tentu tidak akan merintangi
jalannya negara.
Jadi, yang paling penting ialah semangat.
Penjelasan Umum, Butir IV
Pengantar ini tidak dimaksudkan untuk membela tradisi, tetapi hanya untuk
menjabarkannya. Pemahaman tentang tradisi dapat membantu pemangku kepentingan
Indonesia maupun internasional mengembangkan strategi untuk menjalin kerjasama yang
lebih baik dengan Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan
dasar di Indonesia.
Patut diperhatikan bahwa dokumen ini merupakan revisi dan pemuktahiran dari studi yang
semula (2007). Peraturan-peraturan baru telah ditambahkan dan beberapa peraturan
terdahulu yang sebelumnya tidak digunakan telah ditambahkan jika memang diperlukan
untuk memahami peraturan-peraturan yang baru. Informasi dalam dokumen ini lengkap
dan akurat sampai pada tanggal ketika dicetak. Karena peraturan-peraturan baru digunakan
secara berkelanjutan maka dokumen ini hendaknya tidak dianggap final setelah tanggal
tersebut.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
4 of 140
A. Pendahuluan
1. Dokumen ini berisi uraian dan analisa peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan sektor pendidikan dasar Indonesia dengan berfokus pada penyelenggaraan
pendidikan dasar yang didesentralisasi termasuk pendanaan pendidikan dasar. Studi ini
menyimpulkan bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini menyediakan
kerangka yang praktis untuk mendukung interaksi demokratis yang semakin meningkat di
bidang tata kelola pendidikan dengan menghemat dan meningkatkan pendanaan lokal
untuk pendidikan dasar serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di sektor
pendidikan. Namun, keberhasilan kerangka hukum akan bergantung pada pelaksanaan
yang tepat.
2. Dua masalah berikut ini seringkali disebut sebagai penghambat pendidikan dasar yang
didesentralisasi di Indonesia:
Peraturan perundang-undangan yang relevan dalam beberapa kasus tidak
ditulis/didefinisikan dengan jelas
Peraturan perundang-undangan yang relevan dimandatkan tanpa menyediakan sumber
daya untuk melaksanakannya dengan tepat.
Analisa yang lebih mendalam tentang kerangka peraturan saat ini terkait dengan
pendidikan dasar menyimpulkan bahwa meskipun masalah pertama di atas masih relevan,
pemerintah telah membuat kemajuan yang besar dalam memperbaiki peraturan-peraturan
versi sebelumnya sehingga masalah-masalah tersebut tampaknya lebih berlaku bagi versi
sebelumnya (1999) dari undang-undang otonomi daerah dan sistem anggaran yang lama
(sebelum tahun 2004) dan sebagian besar telah teratasi dalam peraturan perundang-
undangan saat ini. Sumber daya pendidikan terus meningkat selama beberapa tahun
terakhir sebagai hasil dari dilaksanakannya ketentuan Konstitusional agar 20% anggaran
pemerintah dialokasikan untuk pendidikan. Masalah mandat yang belum didanai sedang
diselesaikan dengan melaksanakan ketentuan tersebut secara bertahap dan secara tegas
mencoba melaksanakannya berdasarkan sumber daya yang tersedia. Dengan kata lain,
Indonesia sedang membuat kemajuan yang besar dalam melaksanakan dan melembagakan
desentralisasi.
3. Dokumen ini menguraikan dan menganalisa kerangka peraturan perundang-undangan
di Indonesia yang melaksanakan desentralisasi sebagai latar belakang kontekstual untuk
memperkuat manajemen, pembiayaan dan tata kelola pendidikan dasar. Analisa ini
terbatas pada relevansi sektor pendidikan dasar dalam konteks desentralisasi dan
demokratisasi.
4. Dokumen yang telah direvisi bulan September 2009 ini merupakan pemuktahiran versi
analisa sebelumnya bulan September 2007. Ada tiga bidang perubahan utama yang
muncul dalam dua tahun terakhir:
Peraturan-peraturan baru tentang arus keuangan dan mekanisme pendanaan untuk
lebih menyelaraskan realisasi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara
dan daerah dengan prinsip dan praktek yang diperlihatkan dalam Undang-Undang
No. 17/2003 tentang keuangan negara (yaitu anggaran pemerintah)
Dikeluarkannya standar nasional pendidikan yang diwajibkan oleh Undang-
Undang No. 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional
Undang-Undang No. 9/2009 tentang badan hukum pendidikan yang, jika
dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah No. 48/2008 tentang pendanaan
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
5 of 140
pendidikan, menjadi dasar hukum yang sama sekali baru bagi sekolah dan
penyelenggara pendidikan lainnya.
Bagian B secara singkat memperkenalkan sistem pendidikan Indonesia sedangkan Bagian
C menjabarkan kerangka dan proses pembuatan dan pelaksanaan peraturan perundang-
undangan. Penjabaran proses pembuatan undang-undang memberikan latar belakang untuk
lebih memahami analisa yang dilakukan selanjutnya. Bagian D menjelaskan empat
kelompok peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pendidikan yang
didesentralisasi: undang-undang yang terkait dengan desentralisasi atau otonomi daerah,
keuangan, perencanaan pembangunan nasional dan regional, dan pendidikan. Sangat
penting bagi pembuat kebijakan dan pengelola sektor pendidikan untuk memahami
bagaimana berbagai peraturan perundang-undangan tersebut mempengaruhi sektor
pendidikan. Analisa di Bagian E mengidentifikasi masalah-masalah utama dan menarik
kesimpulan bahwa kerangka peraturan perundang-undangan memang mendukung dasar
untuk meningkatkan pendidikan melalui desentralisasi, dan juga mengidentifikasi
masalah-masalah utama yang harus diatasi untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang
dimaksudkan oleh undang-undang tersebut.
Lampiran 1 menyajikan rangkupan pasal-pasal dari undang-undang tentang rencana
pembangunan jangka panjang nasional (UU 17/2007) yang berhubungan dengan posisi
pendidikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (2005-2025). Rencana
ini masih relevan karena, meskipun Presiden dan Wakil Presiden yang baru terpilih (Juli
2009) akan merumuskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (5 tahun) mereka
sendiri, jangka menengah secara konseptual adalah bagian dari jangka panjang. Lampiran
ini juga berisi rangkuman Rencana Pembangunan Pendidikan Jangka Panjang (2005-2025)
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas).1 Lampiran 2 meninjau program Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) yang memberikan peningkatan yang besar pada pendanaan
sekolah sehingga mempunyai dampak yang dramatis terhadap peningkatan akses ke dan
perbaikan kualitas pendidikan dasar. Lampiran 3 berisi latar belakang pembahasan saat ini
tentang pendidikan “gratis”. Lampiran 4 berisi Lampiran Peraturan Pemerintah No.
38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan di Sektor Pendidikan. Lampiran 5
menjabarkan metode transfer tahunan ke anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Lampiran 6 adalah daftar istilah dan singkatan.
1 Penting untuk diperhatikan bahwa dokumen tersebut disusun oleh Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas). Dokumen tersebut tidak dapat dianggap sebagai rencana pembangunan jangka panjang sektor
pendidikan karena tidak mencakup sekolah-sekolah di bawah Departemen Agama (Depag). Desain Utama
untuk Mencapai Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun untuk tahun 2006 - 2009 (2006)
merupakan rencana sektor pendidikan yang komprehensif karena, meskipun disusun dan diterbitkan oleh
Depdiknas, dokumen tersebut secara jelas mencakup penyelenggaraan pendidikan di bawah Depag.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
6 of 140
B. Pengenalan Sistem Pendidikan Indonesia
5. Bagian ini menguraikan beberapa ciri sistem pendidikan Indonesia untuk menetapkan
latar belakang analisa kerangka peraturan perundang-undangan terkait dengan pendidikan
dasar yang didesentralisasi.
6. Sistem pendidikan Indonesia menanggung beban yang berat dari harapan sosial dan
politik. Pembukaan Undang-Undang Dasar1 menyatakan bahwa salah satu dari empat
alasan Indonesia ingin menjadi bangsa yang merdeka adalah untuk “mencerdaskan
kehidupan bangsa”2 yang selalu ditafsirkan sebagai mandat dasar komitmen nasional di
bidang pendidikan.3 Garis-Garis Besar Haluan Negara
4 1999 – 2004 menganggap bahwa
sistem pendidikan bertanggung jawab atas “”intoleransi terhadap keragaman” yang
dipandang sebagai penyebab kekerasan tahun 1998 dan kekerasan di masyarakat yang
terjadi setelahnya.5 Rencana Pembangunan Jangka Panjang nasional yang sedang berjalan
(2005 – 2025) berisi delapan misi nasional, termasuk mencapai masyarakat yang:
berakhlak mulia, bermoral, etis, berbudaya, dan beradap; mampu bersaing di tingkat
dunia; dan demokratis6 – semuanya dicapai melalui pendidikan.
7. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU 20/2003), setelah mengutip
Pembukaan Undang-Undang Dasar, menetapkan tujuan sistem pendidikan nasional yaitu:
mengembangkan potensi penuh peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,7 berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.8 Rencana
Strategis Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005 – 2009 berkomitmen agar sistem
pendidikan mendukung tujuan jangka panjang nasional (2005 – 2025) untuk
mengembangkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing dengan sumber
daya manusia dari negara lain dalam rangka mempersiapkan Indonesia menghadapi
tantangan dan manfaat dari kesempatan yang ditawarkan melalui globalisasi.9
Struktur Sistem
8. Sistem pendidikan yang bertanggung jawab untuk mencapai cita-cita tersebut adalah
jaringan yang kompleks dari sub-sub sistem yang saling berkaitan. Ada dua departemen
(kementerian) utama yang bertanggung jawab untuk mengawasi penyelenggaraan
pendidikan: Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan Departemen Agama
1 Dianggap sangat mendasar bagi identitas bangsa sehingga muncul konsensus di Majelis Permusyawartan
Rakyat (MPR) bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar tidak akan diubah selama proses amandemen
batang tubuh Undang-Undang Dasar. 2 Mencerdaskan kehidupan bangsa.
3 Juga perhatikan bahwa UU Law 9/2009 tentang badan hokum pendidikan menyatakan secara tegas bahwa
penyelenggara pendidikan dan pemangku kepentingan ikut memikul tanggung jawab pemerintah untuk
menyelenggarakan pendidikan dalam rangka “mencerdaskan kehidupan bangsa”(pasal 4). 4 Garis-garis Besar Haluan Negara. Selama jangka waktu sebelum Amandemen Undang-Undang Dasar yang
ketiga pada tahun 2001, GBHN, yang diterbitkan setiap lima tahun, merupakan wewenang hukum tertinggi
setelah Undang-Undang Dasar. 5 Bab 2, Ketentuan Umum, hal. 4.
6 Bab 3, Hal. 39.
7 Beriman dan bertakwa, secara aksara berarti percaya kepada Tuhan Y.M.E. dan memenuhi semua
kewajiban agama. 8 Pasal 3.
9 Bab 1 Pendahuluan, Hal. 3.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
7 of 140
(Depag). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU 20/2003)1 mengharuskan
integrasi semua sekolah2 ke dalam sebuah sistem nasional tunggal. Depdiknas ditunjuk
sebagai departemen pelaksana Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, tetapi
wewenang administratif dan saluran pendanaan masih tetap terpisah. Wewenang peraturan
– secara teori – dipadukan dengan memindahkannya dari kedua departemen ke badan
otonom yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden (bandingkan paragraf 12, hal.
9 di bawah ini). Meskipun ada kerjasama yang baik di antara kedua departemen tersebut,
terutama di tingkat pusat berupa komite dan tim bersama, namun dalam prakteknya kedua
sistem tersebut masih dikelola secara terpisah.
9. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional mengakui pendidikan formal, yang
didefinisikan sebagai pendidikan yang tersusun dan terbagi menjadi jenjang pendidikan
dasar, menengah dan tinggi, pendidikan nonformal3 dan pendidikan informal. Pendidikan
dasar dan menengah formal menjadi tanggung jawab Direktur Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas. Meskipun program nonformal yang
dikembangkan oleh pemerintah sebagai program kesetaraan pendidikan dasar dan
menengah formal (yang disebut Paket A di jenjang sekolah dasar; Paket B di jenjang
sekolah menengah pertama dan Paket C di jenjang sekolah menengah atas) dianggap
sebagai kebijakan strategis untuk mencapai tujuan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun,
pendidikan informal yang dikelola bersama dengan pendidikan nonformal, didefinisikan
sebagai jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang dilakukan secara mandiri.
Meskipun undang-undang tersebut menyatakan bahwa pendidikan informal dapat diakui
setelah peserta didik lulus dari ujian berdasarkan standar nasional pendidikan, namun
belum ada peraturan pelaksanaan ataupun program pemerintah (anggaran kegiatan) untuk
jenis pendidikan ini. Program-program pendidikan nonformal dan informal dikelola oleh
Direktorat Jenderal yang berbeda dalam Depdiknas (Direktorat Jenderal Pendidikan
Nonformal dan Informal) dan tidak akan dibahas lebih lanjut dalam dokumen ini.4
1 Informasi selengkapnya tentang judul, nomor dan tahun pengesahan suatu undang-undang hanya diberikan
pada saat pertama kali undang-undang tersebut disebutkan. Selanjutnya, hanya judulnya saja yang
digunakan. 2 Secara aksara: satuan pendidikan (education units).
Bahasa hukum Indonesia dan penggunaannya sehari-hari mempunyai beberapa istilah yang memaksudkan
lembaga penyelenggara pendidikan. “Sekolah umum” adalah istilah bahasa Indonesia yang digunakan oleh
Depag untuk memaksudkan sekolah-sekolah Depdiknas. Depdiknas menggunakan istilah “sekolah” tanpa
disertai kata sifat. Sekolah-sekolah Depag tidak disebut dengan kata “sekolah”, melainkan madrasah (bahasa
Arab yang berarti “sekolah.”). Sebagai jalan kompromi, dalam dokumen ini, istilah “sekolah” tanpa kata
sifat memaksudkan sekolah umum maupun madrasah. Apabila disebutkan secara spesifik maka departemen
sektoral (Depdiknas atau Depag) digunakan sebagai pemberi sifat, atau kata sifat “umum” dilekatkan pada
kata sekolah untuk sekolah-sekolah Depdiknas dan “madrasah” sebagai kata sifat dilekatkan pada kata
sekolah untuk sekolah-sekolah Depag. 3 Yang didefinisikan sebagai “pendidikan di luar pendidikan formal, yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dengan jenjang-jenjang.” Undang-Undang 20/2003 tentan Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1,
ayat 11, 12.
Sebenarnya, pendidikan formal adalah pendidikan yang ditawarkan oleh sekolah-sekolah dan menghasilkan
surat tanda tamat belajar yang dikeluarkan oleh pemerintah; pendidikan nonformal ditawarkan oleh
lembaga-lembaga di luar sekolah dan surat tanda tamat belajar dikeluarkan oleh lembaga yang menawarkan
pelatihan/kursus. Khusus pendidikan kesetaraan nonformal (Paket A, B dan C) peserta didik dapat mengikuti
ujian kelulusan nonformal nasional dan menerima surat tanda tamat belajar nonformal dari pemerintah. 4 Pendidikan nonformal secara spesifik juga tidak dimasukkan dalam ketentuan Undang-Undang No. 9/2009
tentang badan hukum pendidikan.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
8 of 140
10. Tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan di bawah Depag berada di tingkat
direktorat jenderal. Pada tahun 2005, Depag1 menata kembali direktorat ini agar dapat
memberikan dukungan dan pengawasan yang lebih baik terhadap pendidikan. Direktorat
jenderal ini sekaran bernama “Direktorat Jenderal Pendidikan Islam” (sebelumnya
“Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam”) dan terdiri dari empat direktorat:
Direktorat Pendidikan Madrasah
Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren2
Direktorat Pendidikan Tinggi Islam
Direktorat Pendidikan Islam pada Sekolah Umum.
Subdirektorat di bawah Direktorat Pendidikan Madrasah diselenggarakan menurut
fungsinya3: kurikulum, kesiswaan, guru, fasilitas, organisasi dan kelembagaan,
pengawasan dan evaluasi yang secara garis besar paralel dengan pembagian urusan dalam
Depdiknas.
11. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan dua lembaga non-
departemen yang langsung berada di bawah wewenang Presiden untuk melaksanakan
ketentuan-ketentuan undang-undang yang berlaku bagi sekolah umum maupun madrasah4:
Badan Standar Nasional Pendidikan dan Badan Akreditasi Nasional Sekolah. Lembaga-
lembaga tersebut ditetapkan dengan peraturan Menteri Pendidikan Nasional5 dan anggota-
anggotanya dipilih oleh sebuah tim yang terdiri dari para pejabat senior Depdiknas.
Instruksi dan keputusan dari lembaga-lembaga tersebut dikeluarkan dalam bentuk
peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Pedoman teknis untuk melaksanakan keputusan
dari lembaga-lembaga tersebut dikeluarkan oleh Depdiknas.6
12. Sistem pendidikan formal terdiri dari tiga jenjang7:
1 Peraturan Pemerintah 63/2005.
2 Mulanya, kedua jenis sekolah ini berbeda dalam pengaturan kurikulum (namun bukan isinya): madrasah
diniyah dibagi menjadi tingkat-tingkat atau “kelas-kelas” dengan mata pelajaran (Islam) yang ditetapkan
untuk setiap kelas sedangkan Pondok Pesantren mengajarkan berbagai mata pelajaran (Islam) dan para
peserta didik dapat memilih sendiri kecepatan dan urutan belajar mereka. Dewasa ini, banyak pondok
pesantren dibagi menjadi tingkat-tingkat dengan kurikulum yang ditetapkan untuk setiap kelasnya.
Semua madrasah diniyah dan pondok pesantren adalah sekolah swasta. Madrasah diniyah maupun pondok
pesantren saat ini didorong untuk memberikan program minimum mata pelajaran pendidikan dasar sekuler
(30% dari total kurikulum nasional) selain kurikulum Islam tradisional dan menyertakan peserta didiknya
untuk mengikuti ujian akhir pendidikan dasar dan menengah pertama guna mendapatkan surat tanda tamat
belajar sekolah dasar dan menengah pertama. Program ini disebut Program Wajib Belajar 9 Tahun (Wajar
Dikdas) di Pesantren dan didanai melalui Depag. 3 Sebelumnya, pengorganisasian ini didasarkan pada tingkat pendidikan: sekolah dasar, menengah pertama
(SMP), menengah atas (SMA), pendidikan tinggi, madrasah diniyah dan pondok pesantren. 4 Madrasah didefinisikan sebagai “sekolah [umum] yang berciri khas Islam. Madrasah menawarkan
kurikulum yang hampir sama seperti sekolah-sekolah Depdiknas (70% harus sama), dengan menggunakan
kuota mata pelajaran pilihan mereka untuk mata pelajaran tambahan Islam. “Tambahan” karena agama
adalah mata pelajaran wajib di semua sekolah di setiap jenjang pendidikan, termasuk pendidikan tinggi.
Dalam prakteknya saat ini, madrasah diniyah dan pondok pesantren tidak terikat dengan ketentuan undang-
undang pendidikan. 5 Peraturan Mendiknas No. 29/2005 tentang Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah dan Peraturan
Mendiknas No. 40/2005 tentang Badan Nasional Standar Pendidikan. Versi sebelumnya dari dokumen ini
secara keliru menyebutkan bahwa badan-badan tersebut dibentuk melalui keputusan Presiden. 6 Bandingkan tugas-tugas yang diberikan kepada Subdirektorat Kurikulum (salah satu dari Standar Nasional
Pendidikan/NES) dan Subdirektorat Evaluasi dan Akreditasi (NES lainnya) di Direktorat Pembinaan Taman
Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar dan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, Peraturan
Mendiknas No. 14/2005 dan Peraturan Mendiknas No. 25/2006. 7 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1, ayat 11. Undang-undang pendidikan ini
mendefinisikan pendidikan TK/prasekolah sebagai pendidikan nonformal.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
9 of 140
Pendidikan dasar (sekolah dasar 6 tahun, usia 7 sampai 12 tahun, dan sekolah
menengah pertama 3 tahun, usia 13 sampai 15 tahun)1
Pendidikan menengah (3 tahun, usia 16 sampai 18 tahun)
Pendidikan tinggi (program 3 dan 4 tahun di tingkat sarjana; program pasca sarjana di
tingkat Magister dan Doktor).
Analisa dalam dokumen ini akan berfokus pada pendidikan dasar dan menyinggung
pendidikan menengah bilamana berhubungan. Tantangan dan masalah pendidikan tinggi
sangat berbeda dengan tantangan dan masalah pendidikan di bawahnya yang tidak akan
dibahas lebih lanjut.
13. Sekolah-sekolah Depdiknas maupun Depag mempunyai banyak murid yang dilayani
oleh penyelenggara pendidikan swasta yang kurang (Depag) lebih (Depdiknas) diatur
secara ketat oleh departemen sektoral. Error! Reference source not found., di halaman
berikut ini, memperlihatkan struktur sistem pendidikan dan partisipasi2
di setiap bagian
sistem. Ketika peserta didik memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sekolah-
sekolah Depag menjadi kurang menonjol sedangkan sekolah-sekolah swasta di bawah
Depdiknas menjadi lebih menonjol. Di tingkat sekolah dasar, 90% dari total siswa
mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah Depdiknas dan 92% di antaranya mengikuti
pendidikan di sekolah negeri. Sekolah dasar negeri di bawah Depdiknas mencapai hampir
50% dari total angka partisipasi sistem (total system enrolment).
14. Di tingkat sekolah menengah pertama (SMP), 78% siswa mengikuti pendidikan di
sekolah-sekolah Depdiknas dan 74% di antaranya mengikuti pendidikan di sekolah negeri.
Meskipun ukuran subsektor Depag lebih kecil di tingkat SMP daripada di tingkat SD (2,1
juta siswa SMP dibandingkan dengan 23,1 juta siswa SD), namun kontribusi Depag untuk
total angka partisipasi masih lebih besar: 22% angka partisipasi SMP dibandingkan
dengan 11% angka partisipasi SD. Sekolah-sekolah SMP Depag memainkan peranan yang
sangat penting dalam melaksanakan wajib belajar pendidikan dasar universal di tingkat
SMP karena banyak orang tua memilih untuk menyekolahkan anak remaja mereka di
lingkungan sosial Islam: 72% partisipasi siswa kelas 1 di SMP-SMP Depag adalah lulusan
dari sekolah-sekolah dasar Depdiknas.
15. Sekolah-sekolah Depag sebagian besar merupakan sekolah swasta di semua tingkat:
87% di tingkat SD; 75% di tingkat SMP; dan 66% di tingkat SMA. Sekolah-sekolah
swasta juga mencapai 67% angka partisipasi di sekolah-sekolah SMA di bawah
Depdiknas.
16. Sekolah-sekolah swasta – Depdiknas maupun Depag – dimiliki dan dijalankan oleh
badan hukum yang disebut “yayasan”3 yang dapat bertanggung jawab atas satu atau
1 Meskipun struktur organisasi Depdiknas dan dinas pendidikan provinsi dan kabupaten masih
mencerminkan pembagian pra undang-undang sistem pendidikan nasional menjadi jenjang SD (6 tahun),
SMP (3 tahun) dan SMA (3 tahun), pendidikan tinggi tidak termasuk dalam desentralisasi karena lembaga-
lembaga pendidikan tinggi mempunyai (berbagai tingkat) otonomi langsung dari kantor pusat departemen
(Depdiknas dan Depag). 2 Analisa struktur sistem Depag cenderung menggunakan jumlah sekolah daripada angka partisipasi. Karena
sekolah-sekolah Depag jauh lebih kecil dibandingkan dengan sekolah-sekolah Depdiknas (ukuran rata-rata
berkisar dari 75% di tingkat SD sampai 50% di tingkat SMP dan SMA), hal ini cenderung
menggelembungkan persentase kontribusi sekolah-sekolah Depag terhadap total sistem. 3 Istilah yayasan dalam Bahasa Indonesia mencakup jenis lembaga yang sama seperti istilah “foundation”
dalam Bahasa Inggris. Pendidikan hanyalah salah satu dari banyak kemungkinan kegiatan politik, sosial
dan/atau amal yang dilakukan oleh yayasan.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
10 of 140
banyak sekolah dan dapat beroperasi di kawasan geografis yang terbatas atau secara
nasional.1 Sekolah swasta mengajarkan kurikulum yang sama seperti sekolah negeri dan
siswanya mengikuti ujian akhir yang sama. Organisasi-organisasi keagamaan dapat
mendirikan yayasan untuk menjalankan sekolah swasta. Misalnya, ada banyak sekolah
swasta di bawah pengawasan Depdiknas yang dioperasikan oleh yayasan Muslim2 maupun
yayasan-yayasan yang didirikan oleh organisasi keagamaan Kristen, Hindu dan Budha.
Gambar 1 Struktur Sistem Pendidikan Indonesia
-
5,000,000
10,000,000
15,000,000
20,000,000
25,000,000
30,000,000
Primary JSE SSE Post Secondary
Level of School
Structure of the Indonesian Education System
MORA private
MORA government
MONE private
MONE government
Sumber: Rangkuman Statistik Sekolah Indonesia; Statistik Pendidikan Agama, 2007/2008
Variabilitas
17. Angka-angka yang disajikan di atas merupakan total secara nasional, namun situasi di
tingkat lokal sangat beragam.
18. 19. Gambar 2 memperlihatkan persentase kontribusi sekolah Depag terhadap total angka
partisipasi di tingkat provinsi. Provinsi-provinsi disusun secara berurutan dari barat ke
timur. Garis-garis menunjukkan kontribusi sekolah Depag terhadap angka partisipasi di
setiap jenjang pendidikan (garis abu-abu di tingkat SD; garis hitam pekat di tingkat SMP;
garis putus-putus di tingkat SMA). Peranan dominan Depag di tingkat SMP dengan jelas
memperlihatkan (garis hitam pekat cenderung jauh lebih tinggi daripada garsi-garis
lainnya).
20. Tetapi segi yang paling menonjol dari gambar ini adalah perbedaan di antara provinsi-
provinsi. Misalnya, di Jambi (ke-5 dari kiri di Sumatra), sekolah-sekolah dasar Depag
mencapai 27% angka partisipasi, lebih besar daripada 24% untuk SMP dan di Sulawesi
1 Hal ini akan berubaha ketika UU No. 9/2009 dilaksanakan. Bandingkan pembahasan dalam paragraph 142,
hal. 52 di bawah ini. 2 Inilah sebabnya mengapa sekolah-sekolah “Muslim” atau “Islam” bukan terjemahan yang tepat untuk
istilah madrasah.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
11 of 140
Barat (ke-5 dari kiri di Sulawesi), sekolah-sekolah SMA Depag mencapai 17% angka
partisipasi, lebih besar daripada 16% untuk SMP. Selanjutnya, provinsi-provinsi tetangga
bisa mempunyai kondisi yang sangat berbeda: misalnya, Jakarta dan Yogyakarta
memberikan kontribusi yang jauh lebih rendah dari sektor madrasah sehingga sangat
berbeda dengan provinsi tetangga mereka Banten dan Jawa Barat (untuk Jakarta), Jawa
Tengah dan Jawa Timur (untuk Yogyakarta); Nusatenggara Barat memberikan kontribusi
yang jauh lebih tinggi dari sektor madrasah sehingga sangat berbeda dengan Bali dan
Nusatenggara Timur; dan demikian pula, Kalimantan Selatan sangat berbeda dengan
provinsi-provinsi lainnya di Kalimantan; dan Maluku Utara sangat berbeda dengan
Maluku dan dua provinsi Papua dan Irian Barat.
Gambar 2 Kontribusi Sekolah Depag terhadap Angka Partisipasi
Sumber: Rangkuman Statistik Sekolah Indonesia; Statistik Pendidikan Agama, 2004/2005
21. Gambar 3Sumber lain dari variasi lokal diilustrasikan dalam Gambar 3, di halaman
berikut, yang memperlihatkan angka partisipasi sekolah rata-rata1 untuk usia SD (7 – 12
tahun) dan usia SMP (13 – 15 tahun) di daerah perkotaan dan perdesaan. Sekali lagi,
provinsi-provinsi disusun secara berurutan dari barat ke timur. Perhatikan bahwa, untuk
beberapa provinsi seperti Lampung, Kepulauan Riau, Yogyakarta, Kalimantan Tengah dan
Sulawesi Tenggara, hampir tidak terdapat perbedaan angka partisipasi perkotaan dan
perdesaan di tingkat sekolah dasar sedangkan semua provinsi mempunyai perbedaan yang
menonjol pada angka partisipasi perkotaan dan perdesaan di tingkat SMP. Perbedaan
perkotaan-perdesaan ini begitu besar bagi Irian Jaya Barat dan Papua sehingga angka
partisipasi SMP perkotaan sebenarnya lebih tinggi daripada angka partisipasi SD
perdesaan.
22. Gambar 4, di halaman berikut, menunjukkan angka partisipasi sekolah untuk anak-
anak usia SMP menurut kabupaten. Sebagaimana pada gambar-gambar sebelumnya,
kabupaten disusun secara berurutan dari barat ke timur dalam provinsi, dan provinsi-
provinsi disusun secara berurutan dari barat ke timur. Bukan hanya perbedaan absolut
1 Persentase anak dari kelompok usia tertentu yang terdaftar di suatu tingkat sekolah. Nilai maksimum
adalah 100%. Berbagai definisi rasio partisipasi dijelaskan dalam daftar kata Lampiran 6.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
12 of 140
antar kabupaten yang sangat besar, berkisar kurang dari 50% sampai hampir 100% pada
angka partisipasi, melainkan juga perbedaan antar kabupaten di provinsi yang sama
hampir sebanding besarnya: meskipun kisaran rata-rata adalah 70% sampai 95% di sebuah
provinsi, Sulawesi Selatan mempunyai kisaran 49% (Kabupaten Bantaeng) sampai 90%
(Kabupaten Enrekang) dan Kalimantan Selatan mempunyai kisaran 55% (Kabupaten Hulu
Sungai Selatan) sampai 91% (Kota Banjar Baru).
Gambar 3 Angka Partisipasi Sekolah menurut Provinsi, 2007
70
75
80
85
90
95
100
SPR
(per
cen
t)
School Participation Rate by Province, 2007
Urban primary
Rural primary
Urban JSE
Rural JSE
Sumatra Java Kalimantan
Sulawesi
Bali, NTB, NTT
Papua,Maluku,
N.Maluku
Sumber: Survei Susenas oleh Badan Pusat Statistik (BPS), 2007
Gambar 4 Angka Partisipasi Sekolah untuk Anak-Anak Usia SMP
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Pe
rce
nt
Par
tici
pat
ion
Rat
e
District
JSE Primary
Sumatra
Java
Bali &
Nusaten
ggara
Sulawesi
Maluku &Papua
Kalimantan
Sumber: Survei Susenas oleh Badan Pusat Statistik (BPS), 2005, data terakhir yang tersedia
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
13 of 140
23. Tingkat variasi yang sama juga ditemukan pada variabel-variabel sosial lain seperti
keaksaraan penduduk dewasa dan kesehatan, dan variabel-variabel ekonomi seperti
pekerjaan dan penghasilan. Analisa statistik1 memperlihatkan bahwa hanya sekitar 17%
dari total variabilitas nasional terjadi antara provinsi-provinsi sedangkan sisa variabilitas
83% terjadi antara kabupaten-kabupaten dalam sebuah provinsi. Analisa berdasarkan data
tingkat nasional atau provinsi tidak mungkin menghasilkan petunjuk yang tepat mengenai
kondisi lokal sebagai dasar untuk perencanaan atau pengembangan kebijakan.
24. Variabilitas kondisi lokal juga terdapat pada penggunaan inisiatif kebijakan nasional
yang seragam. Di masa lalu, masalah ini diatasi dengan pendekatan kebijakan nasional
yang seragam dengan implementasi lokal. Namun implementasi lokal terhambat oleh
peraturan pelaksanaan dan aturan teknis nasional yang seragam. Otonomi daerah di tingkat
kabupaten memberikan peluang kepada kabupaten untuk menetapkan prioritasnya sendiri.
Inisiatif pusat seperti “pembinaan” tahunan dari Departemen Dalam Negeri (Depdagri)
mengenai prioritas sektoral untuk anggaran kabupaten2 melemahkan potensi pemerintah
kabupaten untuk mengakomodasi kebutuhan dan karakteristik kabupaten. Misalnya,
pengentasan kemiskinan menjadi prioritas utama dalam pedoman penyusunan APBD
tahun 20073, yang relevan di tingkat nasional tetapi sulit menjadi prioritas utama untuk
kota-kota seperti Den Pasar (Bali), Banjarmasin (Kalimantan Selatan) dan Bukittingi
(Sumatra Barat) yang hanya 3% dari penduduknya berpenghasilan di bawah garis
kemiskinan dibandingkan dengan rata-rata nasional sebesar 16%.4 Sekali lagi, akses dan
kualitas yang lebih baik di bidang pendidikan dan kesehatan menjadi prioritas ketiga
dalam instruksi Depdagri, meskipun akses ke pendidikan bukan prioritas utama bagi
kabupaten Toba Samosir (Sumatra Utara) dengan angka partisipasi 99% untuk siswa usia
sekolah dasar dan menengah pertama dan 93% untuk siswa usia sekolah menengah atas
(dibandingkan dengan rata-rata nasional masing-masing 97%, 83% dan 53%).5
Pembagian tanggung jawab
25. Tanggung jawab atas berbagai aspek pelayanan pendidikan didistribusikan ke seluruh
sistem yang kompleks ini:
penyelenggaraan pelayanan pendidikan formal menjadi tanggung jawab sekolah dan
masyarakat (manajemen berbasis sekolah, dimandatkan oleh undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional)
manajemen penyelenggaraan pelayanan pendidikan di sekolah-sekolah Depdiknas
menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten, secara langsung untuk sekolah-
sekolah negeri, dan secara tidak langsung melalui perizinan dan peraturan6, untuk
1 Analisa varian/ANOVA.
2 Prioritas ini didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, 2004 – 2009.
3 Peraturan Menteri Dalam Negeri 26/2006.
4 Data Susenas 2004.
5 Data Susenas 2004.
6 Dahulu, alat peraturan utama untuk sekolah swasta adalah akreditasi. Untuk mencapai tingkat akreditasi
yang lebih tinggi (dengan skala 4 tingkat), sekolah swasta harus memenuhi lebih banyak kriteria. Sekolah
dengan status akreditasi yang lebih tinggi diizinkan melaksanakan lebih banyak tugas sendiri, misalnya
menyusun dan melaksanakan ujian akhir sendiri. Untuk sekolah-sekolah yang memiliki status akreditasi
lebih rendah, tugas-tugas tersebut dilaksanakan oleh sekolah negeri yang ditunjuk.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional memandatkan sebuah sistem akreditasi untuk semua jenis
sekolah (negeri dan swasta; Depdiknas dan Depag).
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
14 of 140
sekolah-sekolah swasta; tanggung jawab ini dilaksanakan melalui Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota1.
manajemen penyelenggaraan pelayanan pendidikan di sekolah-sekolah Depag
menjadi tanggung jawab hirarki vertikal Depag yaitu kantor wilayah (Kanwil) di
tingkat provinsi dan kantor departemen (Kandep) di tingkat kabupaten/kota, secara
langsung untuk sekolah-sekolah negeri dan secara tidak langsung untuk sekolah-
sekolah swasta2.
menetapkan kebijakan dan standar pendidikan menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat; selain lembaga-lembaga pusat yang disebutkan di atas dalam
paragraf 11, Hal. 9, Depdiknas maupun Depag mempunyai kantor-kantor untuk
melaksanakan tanggung jawab ini.3
26. Guru sekolah negeri (Depdiknas maupun Depag) berstatus sebagai PNS pemerintah
pusat meskipun beberapa sekolah negeri juga mengangkat guru non-PNS dan membayar
gaji mereka dari anggaran sekolah. Depdiknas dan Depag mendapatkan kuota tahunan
untuk mengangkat guru PNS baru, berdasarkan musyawarah antara Badan Kepegawaian
Negara (pusat), Departemen Keuangan (Depkeu) dan DPR mengenai ketersediaan
anggaran. Untuk guru sekolah Depdiknas, kuota ini kemudian didistribusikan kepada
kabupaten-kabupaten yang melaksanakan rekruitmen sesuai dengan persyaratan dan
pedoman nasional. Depag merekrut di tingkat pusat, tetapi pengajuan surat lamaran dan
penyelenggaraan tes dilaksanakan di tingkat kabupaten. Tenaga baru yang direkrut secara
hukum dipekerjakan oleh departemen di pusat dan mendapatkan nomor induk pegawai
dari departemen di pusat (NIP berawalan 13 untuk Depdiknas dan 15 untuk Depag). Guru
sekolah Depdiknas dengan sendirinya ditugaskan ke kabupaten yang merekrut mereka
sedangkan guru sekolah Depag yang direkrut cenderung ditugaskan ke kabupaten di mana
lamaran kerja mereka diajukan dan diproses. Gaji guru PNS Depdiknas dibayar oleh
pemerintah pusat melalui dana alokasi umum (DAU) dari APBN ke APBD.4 Guru PNS
Depag digaji langsung melalui anggaran Depag pusat dengan dana yang disalurkan
melalui hirarki vertikal Depag. Anggaran departemen pusat juga menanggung tunjangan
tertentu yang melekat pada gaji yang diwajibkan oleh Undang-Undang No. 14/2005
tentang guru dan dosen, bandingkan paragraf, 135 hal. 54 di bawah ini.
27. Kabupaten berwenang untuk mengangkat PNS kabupaten, termasuk guru. PNS
kabupaten mendapatkan nomor induk pegawai kabupaten (berawalan 51) dan gaji mereka
dibayar melalui APBD kabupaten tetapi tidak ditanggung oleh dana alokasi umum (DAU).
1 Dinas mungkin mempunyai nama yang berbeda di kabupaten-kabupaten yang berbeda. Dalam beberapa
kasus, dinas masih disebut dengan nama departemen yang lama yaitu Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud).
Peraturan Pemerintah No. 38/2007 menguraikan pembagian tanggung jawab yang lebih terperinci di antara
pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Namun, ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini tidak
mengubah tanggung jawab dinas kabupaten/kota untuk mengelola penyelenggaraan pendidikan dasar, seperti
yang dinyatakan dalam isinya. 2 Yang harus ditekankan adalah bahwa status hukum dan birokratis dinas dan kandep tidak sama atau
serupa. Dinas adalah bagian dari pemerintah kabupaten/kota yang otonom dan tidak mempunyai hubungan
hirarki dengan Depdiknas di pusat; Kandep adalah bagian dari Depag di puast dan tidak mempunyai
hubungan hukum dengan Dinas meskipun mungkin ada kerjasama antara Kandep dan Dinas. Dinas didanai
melalui APBD kabupaten (desentralisasi); Kandep didanai melalui anggaran Depag di pusat. 3 PP 38/2007 memberikan tanggung jawab kepada Dinas provinsi dan kabupaten/kota untuk menetapkan
kebijakan “operasional sesuai dengan kebijakan nasional”. 4 Untuk perincian perhitungan DAU, lihat Lampiran 5.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
15 of 140
28. Guru PNS juga “diberikan” kepada sekolah-sekolah swasta, dan gaji mereka dibayar
dari anggaran pemerintah melalui dana alokasi umum (untuk guru Depdiknas) atau
anggaran personil (untuk guru Depag). Namun, sebenarnya, yang biasanya terjadi adalah
bahwa sekolah swasta mencalonkan guru-guru yang ada yang memenuhi syarat sebagai
PNS untuk direkrut sebagan PNS melalui proses rekruitmen reguler. Gaji guru disetorkan
ke anggaran sekolah dan realisasi gaji bersih guru ditetapkan melalui kesepakatan antara
guru yang bersangkutan dengan sekolah. Dalam kebanyakan kasus, guru PNS
mendapatkan gaji yang sama seperti guru non-PNS yang setara di sekolah sehingga
“penyediaan” guru PNS sebenarnya merupakan subsidi anggaran untuk sekolah swasta.
Tabel 1 di bawah ini memperlihatkan distribusi guru PNS dan non-PNS di sekolah-
sekolah Depdiknas dan Depag. Data Depag tidak dipisahkan menurut sekolah negeri dan
swasta namun persentasenya tampaknya memperlihatkan bahwa angka ini memaksudkan
total sekolah negeri dan swasta.
29. Sekolah-sekolah swasta mempunyai dua kategori guru lain: tetap dan tidak tetap.
Guru tetap adalah karyawan tetap yayasan, dengan semua hak karyawan tetap yang sah.1
Mereka menerima gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji dan insentif berdasarkan
jumlah jam pengajaran yang sebenarnya. Guru tetap berhak mendapatkan tunjangan yang
melekat pada gaji berdasarkan Undang-Undang No. 14/2005 dan tunjangan tersebut
ditanggung oleh anggaran Depdiknas dan Depag di pusat. Semua guru PNS adalah
karyawan tetap yayasan. Guru tidak tetap dipekerjakan berdasarkan kontrak tahunan atau
lebih dari setahun.2 Mereka biasanya mendapatkan gaji pokok (yang rendah), tanpa
tunjangan, dan sebagian besar pendapatan mereka berasal dari insentif berbasis jam
pengajaran. Sebagian besar guru tidak tetap mempunyai beban pengajaran penuh. Sekitar
63% guru di sekolah dasar swasta Depdiknas dan 37% guru di sekolah SMP swasta
Depdiknas berstatus tidak tetap (2006/2007, data terakhir yang tersedia). Guru PNS dari
sekolah negeri Depdiknas seringkali merangkap sebagai guru tidak tetap di sekolah swasta
Depdiknas.
Tabel 1 Distribusi Guru PNS dan Non-PNS, 2008
Tipe sekolah PNS Non PNS
Depdiknas
Negeri
SD 985.913 guru
74,9%
330,196 guru
25,1%
SMP 290.327 guru
71,5%
115,845
28,5%
Swasta
SD 16.691 guru
12,9%
112,332 guru
87,1%
SMP 15.166 guru
8,0%
174,403 guru
92,0%
Depag
SD 41.896 guru
17,3%
242,175 guru
82,7%
SMP 16.974 guru 95,436 guru
1 Mereka adalah guru yang dimaksud dalam terjemahan bahasa Inggris sebagai “purna waktu” dalam
statistik Depdiknas dan Depag. Istilah bahasa Indonesianya lebih tepat yaitu: guru tetap. 2 Mereka adalah guru yang dimaksud dalam terjemahan bahasa Inggris sebagai “paruh waktu dalam statistik
Depdiknas dan Depag. Sekali lagi, istilah bahasa Indonesianya lebih tepat yaitu: guru tidak tetap.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
16 of 140
15,1% 84,9% Sumber: Rangkuman Statistik Sekolah Indonesia; Statistik Pendidikan Agama, 2007/2008
30. Ada kelompok guru lain yang disebut “guru kontrak”. Mereka adalah guru yang
dipekerjakan oleh dan dibiayai melalui anggaran pendidikan kabupaten tetapi bukan PNS
pemerintah kabupaten. Pemerintah kabupaten, dengan berbagai tingkat keberhasilan,
berupaya untuk menyertakan guru kontrak agar berhasil direkrut dalam kuota tahunan
kepegawaian Depdiknas. Peraturan Pemerintah No. 43/2007, yang merevisi Peraturan
Pemerintah No. 48/2005 tentang rekruitmen pegawai kontrak sebagai pegawai negeri sipil
menyebutkan guru sebagai prioritas utama untuk direkrut, yang diikuti oleh tenaga
kesehatan, penyuluh pertanian dan personil “lainnya” (pasal 3).
31. TabelTabel 2 Jenis Guru dan Sumber Pendanaan di bawah ini meringkaskan jenis
guru dan sumber pendanaan untuk setiap jenis guru.1
32. Guru tidak tetap yang bekerja berdasarkan kontrak di sekolah negeri maupun swasta
serta guru kontrak kabupaten, perlu dibedakan dengan guru peserta “program guru
kontrak”. Program guru kontrak dimulai sebagai kegiatan dalam proyek-proyek bantuan
donor di mana sejumlah besar guru didatangkan dari sekolah-sekolah dalam rangka
mengikuti program pelatihan dinas atau pendidikan tinggi untuk waktu yang lama.2
Proyek-proyek tersebut kemudian membiayai guru pengganti yang dipekerjakan melalui
anggaran proyek departemen pusat. Semua kontrak diadakan dengan jangka waktu
setahun, tetapi kontrak cenderung diperpanjang untuk jangka waktu bertahun-tahun,
karena guru yang semula tersebut didaftarkan dalam program pendidikan tinggi yang
berlangsung selama bertahun-tahun ataupun karena penggantinya dimutasi dari posisi
jangka pendek ke posisi lain dan bukan mengangkat guru kontrak baru untuk
menggantikan peserta yang telah menyelesaikan pelatihan. Ketika pendanaan donor
terhenti di akhir proyek, secara politik sangat sulit untuk memberhentikan guru-guru
tersebut,3 yang beberapa di antaranya telah bekerja di sekolah selama beberapa tahun.
Akibatnya, anggaran Depdiknas di pusat terus mendanai mereka.4 Sejak tahun 2005,
pemerintah pusat membuat komitmen untuk memberikan status PNS kepada semua guru
kontrak yang ada yang telah melayani sebagai guru kontrak selama 10 tahun atau lebih.
Tabel 2 Jenis Guru dan Sumber Pendanaan
Sekolah Depdiknas Depag
Negeri PNS pusat (NIP 13)
Gaji dari DAU melalui anggaran
kabupaten
PNS pusat (NIP 15)
Gaji dari anggaran Depag
1 Hal ini akan berubah ketika Undang-Undang No. 9/2009 dilaksanakan. Bandingkan paragraf 142, hal 55 di
bawah ini. 2 Di awal proyek (1970an), di mana “program guru kontrak” dimulai, semua peserta pelatihan guru adalah
guru pegawai negeri sipil yang ditugaskan ke sekolah-sekolah program melalui “surat penugasan”
Depdiknas pusat yang secara hukum mengikat guru dan sekolah. Di proyek-proyek berikutnya yang
memberikan pelatihan kepada guru non-PNS dari sekolah swasta, semua peserta pelatihan adalah guru tetap
yang secara hukum terikat pada sekolah mereka dengan status karyawan “tetap”. 3 Pada tahun 2004, di hari Pendidikan Nasional, sebanyak 250.000 guru kontrak membentuk Forum
Komunikasi Guru Kontrak Indonesia untuk melobi status pegawai negeri sipil. 4 Melalui kegiatan dalam anggaran “pembangunan” (dengan format anggaran lama). Sebagian besar guru
tersebut dipekerjakan untuk proyek-proyek yang didanai melalui Depdiknas, bukan Depag. Pendanaan
proyek berbasis Depag masih relatif baru yang dimulai dengan Proyek Pendidikan Dasar ADBs tahun 1996
– 2002.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
17 of 140
PNS kabupaten (NIP 51)
Gaji dari anggaran kabupaten
Guru kontrak pusat
Gaji dari anggaran pusat
Guru kontrak kabupaten/kota
Gaji dari anggaran kabupaten/kota
Non-PNS
Gaji dari anggaran sekolah
Pemerintah menyediakan beberapa
tunjangan
Guru kontrak pusat
Gaji dari anggaran pusat
Non-PNS
Gaji dari anggaran sekolah
Pemerintah menyediakan
beberapa tunjangan
Swasta PNS pusat (NIP 13)
Gaji dari DAU melalui anggaran
kabupaten ke anggaran sekolah
tetapi penghasilan guru dari
anggaran sekolah
Non-PNS: tetap
Gaji dari anggaran sekolah
Pemerintah menyediakan beberapa
tunjangan
Non-PNS: tidak tetap
Gaji dari anggaran sekolah
PNS pusat (ID 15)
Gaji dari anggaran Depag ke
anggaran sekolah tetapi
penghasilan guru dari anggaran
sekolah
Non-PNS: tetap
Gaji dari anggaran sekolah
Pemerintah menyediakan
beberapa tunjangan
Non-PNS: tidak tetap
Gaji dari anggaran sekolah
Konteks Akademis
33. Landasan untuk konteks akademis pendidikan Indonesia adalah standar nasional
pendidikan (SNP) yang dimandatkan oleh undang-undang sistem pendidikan nasional.
(SNP hendaknya tidak dikacaukan dengan standar pelayanan minimum/SPM urusan
pendidikan yang diwajibkan oleh undang-undang otonomi daerah, bandingkan paragraf
55, hal. 28 di bawah ini.) Peraturan Pemerintah No. 19/2005 mengidentifikasi delapan
(kelompok) standar yang diwajibkan oleh undang-undang:
isi
proses
kompetensi lulusan
pendidik dan tenaga kependidikan
sarana dan prasarana
manajemen
pendanaan
evaluasi pendidikan.
Standar-standar ini telah diterbitkan dalam bentuk Peraturan-Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional sebagaimana ditunjukkan dalam
Tabel 3. Perhatikan bahwa standar pendanaan pendidikan diterbitkan dalam bentuk
peraturan pemerintah dengan wewenang hukum yang jauh lebih tinggi daripada peraturan
menteri.
Tabel 3 Standar Nasional Pendidikan
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
18 of 140
Peraturan Perundang-
undangan
Pokok bahasan Keterangan
Isi
Permen 22/2006 Standar isi untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah Petunjuk pelaksanaan
dalam Permen 24/2006
Diubah dengan Permen
6/2007
Permen 13/2007 Isi untuk Pendidikan kesetaraan
Proses
Permen 41/2007 Proses untuk satuan pendidikan
dasar dan menengah
Permen 3/2008 Proses pendidikan kesetaraan
Kompetensi lulusan
Permen 23/2006
Diubah dengan Permen 6/2007
Kompetensi lulusan untuk
satuan pendidikan dasar dan
menengah
Petunjuk pelaksanaan
dalam Permen 24/2006
Tenaga kependidikan
Permen 12/2007 Pengawas
Permen 13/2007 Kepala sekolah
Permen 16/2007 Guru
Permen 24/2008 Tenaga administrasi
Permen 25/2008 Teknisi laboratorium sekolah
Sarana dan prasarana
Permen 24/2007 Sarana dan prasarana untuk
satuan pendidikan dasar dan
menengah
Manajemen
Permen 19/2007 Pengelolaan pendidikan sekolah
dasar dan menengah
Peraturan ini tidak berisi
“manajemen berbasis
sekolah” tetapi kegiatan-
kegiatan yang diwajibkan
oleh peraturan yang
merupakan manajeman
berbasis sekolah. Lihat
paragraf 131, hal 53 di
bawah ini.
Permen 49/2007 Pengelolaan pendidikan
kesetaraan
Permen 50/2007 Pengelolaan pendidikan oleh
pemerintah kabupaten/kota
Pendanaan
Peraturan Pemerintah 48/2008
Evaluasi
Permen 20/2007
34. Standar isi dan kompetensi lulusan menjadi dasar kurikulum. Semua sekolah
Depdiknas dan Depag, negeri dan swasta, menggunakan kurikulum dasar yang sama
(meskipun sekolah madrasah menambahkan mata pelajaran agama tambahan). Depdiknas
telah mengeluarkan pedoman teknis yang terperinci dan “model” untuk kurikulum ini.
Tanggung jawab untuk mengembangkan silabus dan rencana pelajaran sekarang berada di
tangan guru di bawah pengawasan kepala sekolah dan pengawas meskipun pedoman dari
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
19 of 140
Depdiknas mencantumkan contoh-contoh nyata tentang apa yang diajarkan dan cara
mengajar.1
35. Pemerintah2 mengeluarkan surat tanda tamat belajar untuk peserta didik dari empat
tipe sekolah. Kelulusan didasarkan pada keberhasilan dalam ujian akhir di akhir setiap
jenjang pendidikan.3 Ujian akhir untuk jenjang pendidikan dasar menjadi tanggung jawab
dinas pendidikan kabupaten/kota, yang membentuk tim yang beranggotakan para kepala
sekolah, guru dan pengawas, serta dosen (di beberapa kabupaten) dan boleh menyertakan
wakil dari sekolah madrasah.4 Setiap tim dari kabupaten merancang, menyelenggarakan
dan menilai tesnya sendiri,5 dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan/soal-solah ujian
dari database ujian nasional Depdiknas.6 Ujian nasional untuk jenjang SMP dan SMA
dikembangkan dan dilaksanakan oleh Pusat Penilaian Pendidikan Depdiknas di tingkat
pusat.
36. Siswa pondok pesantren dan madrasah diniyah yang tidak memiliki sekolah
Depdiknas atau Depag di kampus tetapi menawarkan program pendidikan dasar minimum
(bandingkan catatan kaki 2, hal. 8), diizinkan untuk mengikuti ujian akhir tingkat sekolah
dasar dan SMP dan memenuhi syarat untuk mendapatkan surat tanda tamat belajar dari
pemerintah.
37. Penyediaan buku pelajaran diatur dalam Permendiknas No. 2/2008. Pada prinsipnya,
buku pelajaran diproduksi oleh sektor swasta dan guru diizinkan untuk memilih dari daftar
buku pelajaran yang telah diteliti oleh Badan Standar Nasional Pendidikan.7 Peraturan
tersebut juga mengizinkan Depdiknas, Depag dan pemerintah derah utnuk membeli hak
cipta dari penulis buku pelajaran (pasal 3) dan mencetak buku untuk dijual kepada sekolah
(pasal 8) secara langsung ataupun melalui penerbit swasta. Peraturan tersebut mengutip
UU No. 5/1999 yang melarang monopoli sebagai salah satu referensinya dan
mengharuskan agar buku yang digunakan di satu sekolah berasal sedikitnya dari dua
penerbit yang berbeda (pasal 6).
1 “Kekakuan” seperti ini sering dikritik oleh akademisi dan pakar pendidikan, namun hal tersebut menjadi
sarana pendukung yang sangat penting bagi banyak guru yang belum berpengalaman sehingga belum
mampu mengembangkan silabus dan rencana pelajaran mereka sendiri. Hal tersebut menjadi tingkat kualitas
minimum dalam hal ini. 2 Pemerintah kabupaten (Kandep Depag untuk madrasah) untuk TK, SD, SMP dan SMA. Di jenjang
pendidikan tinggi, lembaga pendidikan bersangkutan mengeluarkan ijazah namun hak untuk mengeluarkan
ijazah tersebut bergantung pada izin dari departemen teknis di pusat (Depdiknas atau Depag). 3 Ujian terdiri dari sejumlah mata pelajaran. Keputusan akhir lulus/gagal dibuat berdasarkan total nilai
(seluruh mata pelajaran) yang memungkinkan nilai tinggi di salah satu mata pelajaran menutupi nilai rendah
di mata pelajaran yang lain.
Sebelumnya, nilai ujian siswa selama semester/tahun ajaran juga dipertimbangkan dalam memutuskan
apakah siswa memenuhi syarat untuk lulus atau tidak. Hal ini menghasilkan istilah “nilai asli” atau “nilai
murni” yaitu nilai ujian akhir dari lulusan sebelum nilai ulangan rapor diperhitungkan.
Penggunaan nilai ujian tunggal telah diajukan ke pengadilan (Pengadilan Negeri Jakarta bulan Mei 2007)
sebagai pelanggaran hak asasi siswa karena nilai ujian tunggal tidak mencerminkan seluruh prestasi siswa.
Pengadilan mengabulkan tuntutan penggugat dan memerintahkan Depdiknas untuk mengubah system. Pada
saat dokumen ini ditulis, Depdiknas sedang mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding atau tidak
terhadap keputusan itu. 4 Wakil yang ditunjuk oleh Kandep Depag bertanggung jawab untuk menyusun ujian agama untuk semua
agama, tidak hanya Islam.
7 Daftar ini diterbitkan secara berkala dalam bentuk Permendiknas.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
20 of 140
38. Sekolah-sekolah diwajibkan menyediakan buku pelajaran yang memadai di
perpustakaan sekolah bagi semua murid,1 meskipun guru-guru juga diperbolehkan untuk
“menganjurkan” agar siswa yang mempunyai kemampuan keuangan yang memadai
membeli buku pelajaran. Dalam hal ini, peraturan tersebut mewajibkan agar buku dibeli
langsung dari pengecer. Hal ini dimaksudkan untuk menghapuskan praktek sekolah yang
mewajibkan siswa untuk membeli buku pelajaran dari sekolah (seringkali dengan
penggelembungan harga jauh di atas harga pasar eceran).
39. Peralatan dan media kegiatan belajar mengajar diproduksi oleh sektor swasta. Proyek-
proyek yang didanai oleh donor membeli peralatan dan media kegiatan belajar mengajar di
pasar dan menyerahkannya kepada sekolah-sekolah yang juga dapat membeli di pasar dari
anggaran sekolah sendiri. Depdiknas, dinas pendidikan kabupaten dan Depag melakukan
pengadaan berdasarkan pedoman pengadaan barang/jasa pemerintah.
1 Beberapa dinas pendidikan kabupaten menyediakan dana buku pelajaran bagi sekolah-sekolah.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
21 of 140
C. Pengenalan Pengembangan dan Struktur Peraturan Perundang-
undangan Indonesia
40. Produk hukum Indonesia disusun menurut hirarki kewenangan sebagai berikut:1
Undang-Undang Dasar 1945, termasuk amandemen yang disahkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)2
Undang-Undang (UU)3 yang disahkan oleh DPR
Peraturan Pemerintah (PP)4 yang dikeluarkan oleh Presiden
Perintah Eksekutif yang dikeluarkan oleh Presiden
o Peraturan Presiden (Perpres)
o Instruksi Presiden (Inpres)5
o Surat Keputusan Presiden (SK Presiden)
Undang-undang juga mengakui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perppu). Perppu dikeluarkan oleh Presiden dan mempunyai kedudukan hukum yang
setara dengan undang-undang yang disahkan oleh DPR. Perppu terbatas pada keadaan
darurat (secara hukum) yang tidak tercakup dalam undang-undang yang ada. Perppu harus
diajukan dalam sidang berikutnya dari DPR di mana Perppu akan diterima – sehingga
menjadi undang-undang – atau ditolak, di mana DPR harus mengeluarkan suatu undang-
undang untuk menghapuskan Perppu tersebut. Pada saat pemuktahiran ini, tidak ada
Perppu yang secara langsung berhubungan dengan sektor pendidikan sehingga masalah
Perppu tidak akan dibahas lebih lanjut dalam dokumen ini.
41. UU No. 10/2004 pasal 7 juga menjadi landasan hukum bagi Peraturan Menteri yang
memperbolehkan jenis produk hukum “lain” jika diperlukan oleh produk hukum yang
secara spesifik disebutkan dalam UU tersebut. Peraturan menteri yang disebutkan dalam
tinjauan ini memenuhi kriteria tersebut.
42. Produk hukum diidentifikasi menurut jenisnya yang diikuti oleh nomor dan tahun
dikeluarkan, misalnya UU 20/2003, Peraturan Pemerintah 58/2006, dsb. Perintah
Eksekutif Menteri juga mencantumkan nama Menteri yang mengeluarkannya, misalnya
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 16/2006. Judul formal undang-undang dan Peraturan
1 Undang-Undang 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (produk hukum). Undang-
undang ini tidak menyebutkan instrumen eksekutif seperti peraturan menteri/lembaga, instruksi, surat edaran
dan surat-surat yang akan terus dikeluarkan dan, secara umum, dipatuhi. Fakta bahwa instrumen-instrumen
tersebut tidak disebutkan dalam undang-undang ini telah mendorong beberapa pemangku kepentingan
menyimpulkan bahwa instrumen-instrumen tersebut tidak mengikat secara hukum sehingga secara selektif
dapat diabaikan. 2 MPR terdiri dari semua anggota DPR ditambah anggota tambahan yang ditunjuk untuk mewakili berbagai
“kelompok fungsional” (kelompok pemangku kepentingan). MPR mempunyai kekuasaan untuk
memakzulkan Presiden dan Wakil Presiden dan mengeluarkan Ketetapan MPR. 3 Daftar (glosari) istilah dan singkatan dicantumkan sebagai Lampiran 6. Glosari ini terlalu panjang jika
ditempatkan di bagian awal dokumen ini. Oleh karena itu, jika suatu istilah teknis digunakan untuk pertama
kalinya maka nama lengkap dalam bahasa (Inggris maupun) Indonesia serta singkatan-singkatan akan
disebutkan. Penyebutan berikutnya hanya menggunakan nama atau singkatan yang umum. 4 Peraturan Pemerintah dengan status sebagai undang-undang yang disebut Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang dapat dikeluarkan oleh Presiden dalam situasi yang memerlukan solusi hukum yang cepat.
Peraturan tersebut harus disahkan sebagai undang-undang oleh DPR dalam sidang berikutnya, atau menjadi
batal. Peraturan Presiden juga dapat dikeluarkan sebagai pengganti undang-undang dengan ketentuan yang
sama. 5 Instruksi dan Surat Keputusan Presiden tidak secara tegas disebutkan dalam UU 10/2004 tetapi tetap akan
dikeluarkan dan dipatuhi.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
22 of 140
Pemerintah1 juga mencantumkan frase “tentang ...”, misalnya UU 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Untuk sebutan yang kurang formal, produk hukum disebutkan
dengan singkatan jenis, nomor dan tahun, misalnya PP 58/2006, Permendagri 16/2006
(“permen” adalah singkatan untuk peraturan menteri dan “dagri” adalah singkatan Dalam
Negeri/Depdagri; Singkatan untuk Peraturan Menteri Pendidikan Nasional adalah
Permendiknas).
43. Setiap produk hukum yang lebih rendah harus mengacu kepada produk hukum yang
lebih tinggi untuk legitimasinya, misalnya, undang-undang harus mengacu kepada
ketentuan dalam Undang-Undang Dasar; peraturan pemerintah harus mengacu kepada
undang-undang; peraturan/keputusan/instruksi presiden harus mengacu kepada undang-
undang atau peraturan pemerintah, dan sebagainya.
44. Setiap undang-undang menyebutkan departemen yang bertanggung jawab untuk
melaksanakannya.
45. Daerah2 juga mempunyai produk hukumnya sendiri:
3
o Peraturan Daerah (Perda) disahkan oleh DPRD
o Peraturan Walikota/Bupati atau Keputusan Walikota/Bupati atau Instruksi
Walikota/Bupatei dikeluarkan oleh Kepala Daerah4
Peraturan daerah berbeda dengan peraturan perundang-undangan di pusat di mana
peraturan daerah harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan di pusat. Maka
peraturan daerah harus menjadi peraturan pelaksanaan di tingkat daerah untuk peraturan
perundang-undangan di pusat. Permendagri 16/2006 membatasi peraturan daerah pada dua
fungsi: mengatur sesuatu dan menetapkan sesuatu yang baru. Banyak kabupaten telah
mengesahkan peraturan daerah tentang pendidikan. Selain itu, peraturan daerah harus
diajukan kepada Depdagri untuk mendapatkan persetujuan. Daftar peraturan yang
diajukan dan keputusan Depdagri mengenai setiap peraturan yang diajukan dapat dilihat di
website Depdagri.
46. Peraturan daerah yang terpenting adalah peraturan tentang anggaran belanja daerah
(APBD) yang mencakup anggaran belanja tahunan, perubahan anggaran belanja tahunan
dan realisasi anggaran belanja akhir. Persetujuan atas peraturan anggaran belanja daerah
diberikan oleh gubernur untuk kabupaten/kota yang ada di provinsi dan oleh Depdagri
untuk provinsi-provinsi.
1 Dalam pembahasan berikut ini, peraturan perundang-undangan akan disebutkan dengan nama dalam
bahasa (Inggris). Istilah-istilah dapat dijadikan referensi silang dalam glosari Lampiran 6. Peraturan Menteri
disebutkan dengan nama (atau singkatan) dari Menteri yang mengeluarkannya yang diikuti dengan kata-kata
“Peraturan Menteri” dan nomor. 2 Dalam pembahasan hukum dan politik di Indonesia, lawan kata “pusat” (pemerintah pusat) adalah
“daerah”, yang mencakup Provinsi dan Distrik yang terdiri dari Kabupaten dan Kota (sebelumnya
Kotamadya).
Dalam peraturan perundang-undangan, istilah pemerintah tanpa kata sifat selalu memaksudkan pemerintah
pusat.
Dalam pembahasan ini, bila istilah “daerah” digunakan, istilah ini mencakup provinsi maupun
kabupaten/kota. Ketika istilah “distrik” (kabupaten/kota) digunakan, istilah ini mencakup Kota dan
Kabupaten. 3 Didefinisikan dan ditetapkandalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15/2006.
4 Kepala Pemerintahan Provinsi adalah Gubernur; Kepala Pemerintahan Kota adalah Walikota dan Kepala
Pemerintahan Kabupaten adalah Bupati. Seperti halnya dengan perintah eksekutif yang dikeluarkan oleh
pimpinan lembaga pusat (menteri), perintah eksekutif daerah juga tidak secara spesifik disebutkan dalam UU
10/2004 namun tetap akan dikeluarkan dan dipatuhi.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
23 of 140
47. Indonesia mempunyai dua sistem “hukum” yang paralel:1 pengadilan umum dan
pemerintah (badan eksekutif). Hukum pidana dan perdata berjalan melalui sistem
pengadilan umum, termasuk kejaksaan yang, bersama-sama dengan hakim, adalah
pegawai negeri sipil di Departemen Kehakiman. Sistem pemerintahan terdiri dari hukum
administrasi (tata usaha) negara, yaitu peraturan pemerintah dan perintah eksekutif yang
tidak termasuk pidana ataupun perdata. Sistem hukum administrasi mempunyai
pengadilannya sendiri di mana kasus-kasus yang melibatkan pelaksanaan peraturan dan
perintah diajukan terhadap lembaga eksekutif pemerintah oleh warga masyarakat (yang
diwakili oleh pengacara). Hukum administrasi mengikat organisasi masyarakat sipil yang
berada dalam lingkup yurisdiksi hukum ini, yaitu sekolah swasta, tetapi sanksi-sanksinya
bersifat administratif, bukan pidana, yaitu penurunan pangkat atau penundaan kenaikan
gaji berkala untuk pegawai; pengurangan transfer anggaran pusat ke anggaran
kabupaten/kota; hilangnya izin atau penutupan sekolah, dan sebagainya. 2
48. Undang-undang Indonesia dirumuskan sebagai pernyataan prinsip umum, yang diikuti
dengan instruksi: pelaksanaan lebih lanjut dari prinsip ini akan ditetapkan dengan
peraturan pemerintah. Laporan Inventarisasi yang disusun oleh DRSP menyatakan:
Juga ada kecenderungan untuk menyusun undang-undang yang sangat
mengandalkan peraturan pemerintah turunannya; tanpa pemikiran yang
memadai tentang isi dari peraturan tersebut; masalah-masalah konseptual
dan praktis dalam undang-undang hanya disebutkan setelah undang-undang
tersebut disahkan sehingga menghambat penyusunan peraturan tindak
lanjut yang berguna.
Laporan Inventarisasi, 2006, Hal 8
Seperti dijelaskan di bawah ini, ada alasan yang telah berakar dalam sistem hukum
maupun alasan pelaksanaan praktis untuk keadaan ini. Undang-undang Indonesia tidak
dimaksudkan untuk dapat dilaksanakan secara langsung: Justru melalui peraturan
pelaksanaan maka prinsip-prinsip politik dan sosial yang dinyatakan oleh DPR
diterjemahkan ke dalam tindakan nyata atau larangan. Undang-undang dasar, sebagai
model untuk semua peraturan perundang-undangan, sangat spesifik tentang apa yang
seharusnya dikatakan dan tidak boleh dikatakan dalam undang-undang:
… hanya memuat aturan-aturan pokok ... sedangkan aturan-aturan yang
menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada [peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah] …
Penjelasan Umum, Butir IV
Gagasan di balik pendekatan pembuatan undang-undang ini adalah:
1 Sebenarnya, ada tiga jika pengadilan agama disertakan. Tetapi pengadilan agama hanya menangani urusan
rumah tangga (perkawinan, perceraian, warisan, dan sebagainya) sehingga tidak berpengaruh langsung
terhadap sistem pendidikan kecuali jika suatu sekolah madrasah swasta dibangun di atas tanah yang
mempunyai hak yang sah di pengadilan agama dan bukan di sistem pendaftaran tanah sekuler sehingga
bukan di yurisdiksi pengadilan sekuler. 2 “Grand Design” (atau “Strategi”) desentralisasi (2005) yang disampaikan oleh Depdagri, “Rencana Aksi
Nasional untuk Desentralisasi Fiskal” (2005), “Grand Design” pendidikan (2006) yang disampaikan oleh
Depdiknas dan Depag, serta “Buku Pedoman Pelaksanaan Pemerintahan Daerah” yang diterbitkan setiap
tahun oleh Bappenas tidak mempunyai status hukum.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
24 of 140
Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari dasar
negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar tertulis sedangkan,
selain undang-undang dasar itu, berlaku juga hukum dasar yang tidak
tertulis1, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpeliharan dalam
praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak ditulis.
Penjelasan Umum, Butir I
Maka penjelasan ini menarik kesimpulan dari keberadaan hukum tertulis dan tidak tertulis
yang paralel:
Maka telah cukup jikalau [peraturan perundang-undangan] ... hanya
memuat aturan-aturan pokok sebagai instruksi kepada pemerintah ...
Memang sifat aturan yang tertulis itu mengikat. Oleh karena itu, makin
supel sifatnya [elastic, istilah bahasa Inggris dalam teks asli], aturan itu
makin baik.
Penjelasan Umum, Butir IV
49. Selain itu, DPR maupun departemen sektoral tidak menganggap DPR mempunyai
kemampuan teknis untuk menetapkan rincian pelaksanaan. Itulah sebabnya ada
departemen-departemen sektoral di pemerintahan.2 Peraturan pelaksanaan juga
memberikan kelentukan karena lebih mudah mengganti peraturan pelaksanaan daripada
mengesahkan peraturan perundang-undangan yang baru.3
50. Karakteristik undang-undang Indonesia sebagai pernyataan prinsip umum juga
menyebabkan “tumpang tindih” pokok persoalan di antara banyak undang-undang itu
sendiri, yang seringkali dikritik tidak konsisten. Salah satu contoh yang jelas adalah
sejumlah undang-undang yang disahkan pada tahun 2003 dan 2004 (dalam urutan
kronologis): undang-undang keuangan negara (anggaran pemerintah); undang-undang
perencanaan pembangunan; undang-undang pemerintahan daerah (desentralisasi); undang-
undang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah (keuangan daerah). Undang-
undang keuangan negara menetapkan struktur dan mekanisme anggaran pemerintah di
semua tingkatan (pusat dan daerah) dan mengharuskan anggaran didasarkan pada rencana
seperti yang diatur dalam undang-undang perencanaan pembangunan (juga di semua
tingkatan). Undang-undang pemerintahan daerah menetapkan sumber pendanaan untuk
tanggung jawab pemerintah daerah – anggaran pusat dan daerah, yang diatur dalam
undang-undang keuangan negara – serta sistem perencanaan untuk menyusun anggaran
belanja. Undang-undang keuangan daerah juga mengatur penyusunan rencana dan
anggaran belanja. Prinsip-prinsip dasar yang dinyatakan dalam semua undang-undang ini
sama tetapi konteks yang melekat pada prinsip-prinsip dasar itu berbeda.
1 Perlu diperhatikan bahwa hukum yang tidak tertulis tersebut bukan “preseden” dalam arti bahwa istilah ini
digunakan dalam sistem pengadilan Anglo-Saxon. Ini adalah prosedur pelaksanaan yang dianggap mengikat
karena prosedur tersebut dipatuhi. 2 Dari sejarahnya, hal ini terbentuk dengan dua cara. Pertama, sistem hukum administratsi berbeda dengan
sistem berbasis hukum umum yang terdiri dari hukum perdata dan pidana di mana peraturan pemerintah
berisi sanksi-sanksi pidana. Kedua, Rezim Orde Baru (1966 – 1998) mendefinisikan hukum sebagai
“kebijakan” yang menyatakan “aspirasi masyarakat” dan Departemen-Departemen sebagai “pelaksana”.
Sebagian besar orang yang menduduki posisi senior/menengah di lembaga eksekutif dan legislatif
merupakan produk dari masa Orde Baru. 3 Mengubah undang-undang yang berlaku belakangan ini hanya menjadi bagian dari budaya politik
Indonesia.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
25 of 140
51. Faktor yang sangat penting dalam kasus-kasus di atas adalah undang-undang spesifik
yang menjadi acuan bagi peraturan pelaksanaannya. Seperti dinyatakan di atas, tanggung
jawab untuk melaksanakan setiap undang-undang diserahkan kepada menteri tertentu:
undang-undang keuangan negara menjadi tanggung jawab Departemen Keuangan
(Depkeu); undang-undang perencanaan pembangunan menjadi tanggung jawab Ketua
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas); undang-undang pemerintahan
daerah dan keuangan daerah menjadi tanggung jawab Departemen Dalam Negeri
(Depdagri)1 meskipun salah satunya mengenai keuangan. Undang-undang tertentu yang
menjadi acuan bagi peraturan pelaksanaan akan menentukan departemen mana yang
bertanggung jawab atas koordinasi, pengawasan, pelaksanaan, pemantauan, pelaporan, dan
sebagainya, terhadap aspek prinsip umum yang dimuat dalam semua undang-undang
tersebut. Misalnya, undang-undang keuangan negara, perencanaan pembangunan dan
pemerintahan daerah semuanya mewajibkan “rencana kerja” tahunan sebagai dasar untuk
anggaran belanja tahunan. Pengawasan terhadap pelaksanaan diatur dengan dua peraturan
yang berbeda: Peraturan Pemerintah 20/2004 mengacu kepada undang-undang keuangan
negara, jadi pelaporan kepada dan pengawasan oleh Menteri Keuangan; sedangkan
Peraturan Pemerintah 39/2006 mengacu kepada undang-undang perencanaan
pembangunan, jadi pelaporan kepada dan pengawasan oleh Bappenas – dengan tembusan
kepada Depkeu dan Depdagri.
52. Ada banyak faktor penyebab ketidakkonsistenan dan tumpang tindih pada peraturan
tetapi salah satu faktor terpenting adalah kurangnya dukungan profesional di tingkat
menengah untuk penyusunan perundang-undangan. Kebanyakan peraturan pelaksanaan
awalnya disusun oleh tim teknis dari departemen pelaksana sehingga mencerminkan
bidang dan kebutuhan teknis. Draft tersebut kemudian diedarkan ke biro-biro lain dalam
departemen bersangkutan agar dapat ditinjau, sekali lagi oleh personil teknis. Biro hukum
dari departemen tersebut memberikan sangat sedikit masukan dalam proses penyusunan
peraturan pelaksanaan. Dinas di biro hukum itu sendiri bukan jenjang karir yang sangat
diminati. Ada beberapa database komputerisasi peraturan dan database yang ada tidak
dapat diakses oleh orang awam – dibutuhkan jasa programer yang profesional. Tim
penyusun dari satu departemen jarang mempunyai akses yang mudah ke arsip hukum
departemennya sendiri – karena biro hukum merupakan bagian dari Sekretariat Jenderal
sedangkan tim penyusun berasal dari Direktorat Jenderal – dan tidak pernah mempunyai
akses ke arsip hukum departemen-departemen lain. Jika dilihat dari luar, pekerjaan tim
penyusun tampaknya kurang kompeten dan kurang logis tetapi masalahnya adalah
masalah sistem – kurangnya staf pendukung yang kompeten dan profesional dan
kurangnya akses ke arsip hukum – bukan masalah individual.
1 Yang membentuk sebuah Direktorat Jenderal Keuangan Daerah yang baru untuk melaksanakan undang-
undang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
26 of 140
D. Peraturan Perundang-undangan terkait dengan Pendidikan Dasar
yang Didesentralisasi
53. Gambar 5 memperlihatkan hubungan inti beberapa undang-undang nasional yang
terkait dengan tata kelola dan pembiayaan pendidikan.
Gambar 5 Hubungan Inti Beberapa Undang-Undang Nasional yang Mengatur Pendidikan yang
Didesentralisasi
54. Ada lima undang-undang (atau paket undang-undang) yang secara langsung
mempengaruhi pendidikan yang didesentralisasi.1 Undang-Undang No. 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah memberikan tanggung jawab atas “pengelolaan penyelenggaraan
pendidikan” kepada pemerintah kabupaten/kota.2 Dalam undang-undang ini, juga
disebutkan tanggung jawab pemerintah provinsi atas urusan-urusan dengan “skala”
provinsi. Tanggung jawab tersebut didefinisikan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
No. 38/2007 (bandingkan paragraf 60 - 61, hal. 28 di bawah ini dan Lampiran 4). Undang-
Undang No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah
memberikan pengaturan pembiayaan agar pemerintah kabupaten/kota dapat memenuhi
kewajibannya berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Undang-undang
tentang perencanaan pembangunan dan keuangan negara menetapkan sistem perencanaan
dan penganggaran untuk lembaga-lembaga pendidikan pusat maupun daerah. Tiga
undang-undang mengenai pendidikan secara langsung mengatur sektor pendidikan itu
sendiri.
1 Pembahasan ini selanjutnya dibatasi pada pendidikan dasar (SD dan SMP). Pembahasan terutama berfokus
pada sekolah-sekolah yang berada di bawah kewenangan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)
yang secara tidak langsung menyinggung sekolah-sekolah yang berada di bawah kewenangan Departemen
Agama (Depag), sekolah madrasah. 2 Sekolah-sekolah (secara aksara berarti “satuan penyelenggara pendidikan” dalam Undang-Undang
Pendidikan) bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan.
UU Pemerintahan
Daerah
UU Perimbangan
Keuangan antara
Pusat dan Daerah
UU Peren-
canaan Pem-
bangunan
UU
Keuangan
Negara
UU
Pendidikan
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
27 of 140
55. Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah1 dan Undang-
Undang No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Kedua undang-undang ini dan peraturan-peraturan pelaksanaannya sangat
penting dalam menetapkan desentralisasi urusan-urusan untuk melaksanakan dan
mengelola pendidikan dasar dan mekanisme pendanaan pendidikan yang
didesentralisasikan. Paragraf 55 sampai 84 di bawah ini berfokus pada urusan berbagai
tingkat pemerintahan serta prinsip penyaluran dana di antara berbagai tingkat
pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan desentralisasi, sedangkan
paragraf 85 sampai 97 menjelaskan peraturan-peraturan tentang mekanisme pendanaan
yang didesentralisasikan.
56. Undang-undang pemerintahan daerah membagi “urusan-urusan”2 pemerintahan
menjadi tiga jenis:
Urusan yang dipertahankan, yang terdiri dari enam sektor (misalnya, urusan luar
negeri, pertahanan, kebijakan moneter dan fiskal) di mana tanggung jawab atas urusan
ini dipertahankan pada pemerintah pusat – sektor agama adalah salah satunya dan
itulah sebabnya mengapa sekolah-sekolah madrasah tidak didesentralisasikan;
“Urusan wajib”, yang terdiri dari 15 sektor3 di mana tanggung jawab atas urusan ini
dengan tegas diserahkan kepada kabupaten – sektor pendidikan adalah salah satunya;
Urusan pilihan, di mana kabupaten dapat memilih untuk menerima atau
menyerahkannya kepada pusat, berdasarkan kepentingan dan kemampuan kabupaten
itu sendiri.
57. Semua sektor yang menjadi urusan wajib diatur oleh standar pelayanan minimum
(SPM) yang berada di bawah wewenang Depdagri namun ditetapkan oleh departemen
sektoral yang bertanggung jawab atas sektor tersebut setelah berkonsultasi dengan
Depdagri dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). Di sektor pendidikan,
departemen sektoral yang bertanggung jawab di sektor tersebut adalah Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas). Peraturan Pemerintah No. 65/2005, yang mengacu
kepada Undang-Undang Pemerintahan Daerah, berisi petunjuk-petunjuk untuk
mengembangkan dan mengeluarkan SPM. SPM berlaku selama dua tahun yang kemudian
akan disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang baru. Peraturan Mendiknas No. 6/2007
memberikan petunjuk teknis untuk mengembangkan SPM.
58. Depdiknas telah menerbitkan daftar awal SPM pada tahun 20044 sebelum Peraturan
Pemerintah No. 65/2005 disahkan. Daftar awal ini mencakup, misalnya, angka partisipasi
1 Undang-undang ini telah diubah sebanyak dua kali. Perubahan pertama adalah dengan Undang-Undang
No. 8/2005 yang menetapkan prosedur untuk kasus-kasus ketika pemilihan gubernur, bupati dan walikota
tertunda. Perubahan kedua adalah dengan Undang-Undang No. 12/2008 yang menetapkan tanggung jawab
wakil gubernur, bupati, walikota dan DPRD serta ketentuan-ketentuan tambahan untuk pemilihan kepala
daerah. Perubahan-perubahan tersebut tidak mempengaruhi hal-hal yang dibahas dalam dokumen ini. 2 Istilah ini adalah istilah bahasa Inggris (function) yang diperkenalkan oleh masyarakat donor selama
pembahasan awal undang-undang tersebut pada tahun 1999. Istilah sebenarnya dalam bahasa Indonesia yang
digunakan dalam peraturan perundang-undangan secara aksara berarti “urusan” bukan dalam arti “kegiatan
produksi ekonomi” melainkan dalam arti “bidang/sektor”, seperti dalam ungkapan “bukan urusan anda”.
Istilah yang paling cocok dalam bahasa Inggris untuk konteks ini sebenarnya adalah “sektor” tetapi karena
kata “urusan” (function) sekarang sudah umum digunakan maka istilah tersebut akan dipertahankan dalam
dokumen ini. 3 Semula ada 15 sektor, namun sekarang ada 26 sektor, bandingkan: Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
No. 13/2006. 4 Keputusan Menteri Pendidikan Nasional 129a/U/2004.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
28 of 140
sekolah, angka putus sekolah dan nilai ujian yang memuaskan. Daftar awal tersebut tidak
secara resmi diumumkan oleh Depdagri. Saat ini, Bank Pembangunan Asia sedang
mendanai sebuah tim untuk mengembangkan SPM pendidikan yang sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang baru, dan sebuah naskah diskusi sedang diedarkan di lingkungan
Depdiknas.1
59. Pelaksanaan SPM menjadi tanggung jawab dinas dan ini dapat mencakup, misalnya,
memastikan bahwa angka partisipasi sekolah sasaran tercapai (termasuk sekolah negeri
dan swasta di bawah Depdiknas maupun Depag).2
60. Peraturan Pemerintah 38/2007 bertujuan untuk melakukan pembagian tugas dan
tanggung jawab secara lebih terperinci antara pemerintah pusat, provinsi dan
kabupaten/kota. Saat ini ada 26 urusan wajib dan 8 urusan pilihan.3 Sejumlah lampiran
memberikan daftar kegiatan yang terperinci yang menjadi tanggung jawab pemerintah
pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Lampiran peraturan pemerintah yang menguraikan
pembagian tanggung jawab atas sektor pendidikan dicantumkan sebagai Lampiran 4
dalam dokumen studi ini. Sebelum adanya peraturan pemerintah ini, pemerintah provinsi
tidak memahami hak dan tanggung jawabnya atas sektor-sektor yang didesentralisasi.
Peraturan pemerintah ini bertujuan untuk membantu memperjelas situasinya, terutama
sehubungan dengan bagaimana kegiatan pendidikan didanai dari anggaran provinsi.
61. Lampiran Peraturan Pemerintah 38/2007 menguraikan urusan-urusan yang akan
dilaksanakan oleh pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Tetapi, pembagian
urusan di sektor pendidikan belum meningkatkan dukungan provinsi dalam pemberian
pelayanan pendidikan dasar di provinsi-provinsi dan kabupaten/kota yang disurvei untuk
studi ini (yaitu sekitar 50 kabupaten/kota yang termasuk dalam proyek Decentralized
Basic Education (DBE) dukungan USAID)4. Ada 23 urusan yang menjadi urusan provinsi
maupun kabupaten/kota. Dari urusan-urusan tersebut, enam di antaranya persis sama
(misalnya mengawasi dan memfasilitasi sekolah bertaraf internasional dalam penjaminan
kualitas untuk memenuhi standar internasional). Delapan urusan sangat serupa kecuali
bahwa provinsi berfokus pada pendidikan menengah atas (misalnya, mengkoordinasikan
dan mengawasi pengembangan kurikulum untuk pendidikan menengah atas (provinsi) dan
pendidikan dasar (kabupaten/kota). Sembilan urusan sama kecuali untuk “skala” urusan
(misalnya, mensosialisasikan dan melaksanakan standar nasional pendidikan di tingkat
provinsi (provinsi) dan di tingkat kabupaten/kota (kabupaten/kota). Tanggung jawab untuk
menyelenggarakan dan mendanai pendidikan dasar terutama terletak pada kabupaten
sedangkan provinsi mempunyai peranan yang kurang jelas dalam bidang koordinasi dan
1 UU 25/2009 tentang pelayanan publik secara spesifik mencakup pendidikan dan pengajaran dalam daftar
pelayanan publik yang tercantum dalam pasal 5 dari undang-undang ini. Menteri yang bertanggung jawab
untuk melaksanakan undang-undang ini adalah Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara (MenPAN).
Pasal 15 dari undang-undang ini mengharuskan penyelenggara pendidikan untuk menyusun “standar
pelayanan” atas pelayanan mereka. 2 Sekolah Depdiknas maupun Depag wajib mengikuti standar nasional pendidikan, bandingkan paragraf 25,
hal. 14. 3 Ibid., Paragraf 7.
4 Edisi 2009 “Pemuktahiran 2009 tentang Inventarisasi Reformasi Desentralisasi Terbaru Indonesia”
sebagian menyatakan: “Dalam hal daftar/pengaturan PP 38/2007 itu sendiri, terdapat kekurangan sebagai
berikut: Jelas terdapat penyerahan urusan yang sama (kadang-kadang satu urusan diserahkan kepada ketiga
tingkat pemerintahan) tetapi masih belum jelas apakah penyerahan urusan yang sama ini memang disengaja
dan bagaimana melaksanakannya. Perbedaan antara urusan wajib dan pilihan tidak jelas atau tidak praktis ...
perumusan urusan mengandung banyak konstruksi yang cacat, tidak berguna, tidak jelas, berputar-putar atau
berbelat-belit (misalnya, „... berskala nasional ...‟ ) (hal.36)
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
29 of 140
pengawasan; peranan provinsi yang lebih jelas adalah menyelenggarakan pendidikan
bertaraf internasional. Beberapa perbedaan besar dalam mengelola dan menyelenggarakan
pendidikan dasar oleh kabupaten/kota dan provinsi adalah sebagai berikut:
Kabupaten/kota bertanggung jawab untuk mengelola dan menyelenggarakan
pelayanan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah atas dan
pendidikan nonformal; provinsi bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan
pengelolaan dan penyelenggaraan pelayanan pendidikan, pengembangan tenaga
kependidikan dan penyediaan fasilitas pelayanan pendidikan dasar dan menengah
atas antar kabupaten/kota.
Kabupaten/kota bertanggung jawab untuk mengeluarkan dan mencabut izin
pendirian sekolah dasar dan menengah atas serta pusat/penyelenggara pendidikan
nonformal; peran provinsi dalam urusan ini tidak disebutkan.
Kabupaten/kota bertanggung jawab untuk memberikan dukungan/bantuan
pendanaan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar dan menengah atas, serta pendidikan nonformal sesuai dengan
bidang tugasnya; provinsi bertanggung jawab untuk memberikan
dukungan/bantuan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan
pendidikan bertaraf internasional sesuai dengan bidang tugasnya.
Kabupaten/kota bertanggung jawab untuk merencanakan kebutuhan tenaga
kependidikan bagi pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah
atas, dan pendidikan nonformal sesuai dengan bidang tugasnya; provinsi
bertanggung jawab untuk merencanakan kebutuhan tenaga kependidikan bagi
pendidikan bertaraf internasional sesuai dengan bidang tugasnya.
Kabupaten/kota bertanggung jawab untuk mengangkat dan menempatkan pegawai
negeri sipil (PNS) kependidikan bagi pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar
dan menengah atas, dan pendidikan nonformal sesuai dengan bidang tugasnya;
provinsi bertanggung jawab untuk mengangkat dan menempatkan PNS
kependidikan bagi pendidikan bertaraf internasional sesuai dengan bidang
tugasnya.
Kabupaten/kota bertanggung jawab untuk mengawasi dan memfasilitasi sekolah
anak usia dini, sekolah dasar dan menengah atas, dan pusat-pusat pendidikan
nonformal dalam penjaminan kualitas untuk memenuhi standar nasional
pendidikan; peran provinsi dalam urusan ini tidak disebutkan.
62. Provinsi-provinsi dapat menggunakan anggaran mereka (APBD provinsi) untuk
mendanai dinas-dinas pendidikan beserta personilnya maupun memberikan dukungan
dana untuk kegiatan-kegiatan di kabupaten, misalnya, langsung ke sekolah, guru, beasiswa
peserta didik, dan sebagainya. Selain mengelola anggaran belanjanya sendiri, dinas
pendidikan provinsi juga mengelola pendanaan dekonsentrasi atas nama gubernur, seperti
dijelaskan di bawah ini.
63. Perubahan terpenting yang diperkenalkan oleh Peraturan Pemerintah 38/2007 adalah
pembagian tanggung jawab perencanaan. Pemerintah pusat mengembangkan sebuah
rencana “strategis” nasional di bidang pendidikan.1 Pemerintah provinsi mengembangkan
rencana “strategis” provinsi di bidang pendidikan di provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota mengembangkan “program operasional” pendidikan di kabupaten/kota.
Terminologi dalam peraturan pemerintah ini tidak selaras dengan undang-undang
1 Sesuai dengan UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
30 of 140
perencanaan pembangunan nasional, yang mengharuskan dinas pendidikan provinsi
maupun kabupaten/kota menyusun rencana “strategis” pendidikan untuk provinsi dan
kabupaten/kota bersangkutan. Terminologi dalam Lampiran Peraturan Pemerintah
38/2007 secara spesifik menempatkan rencana operasional kabupaten/kota di tingkat yang
lebih rendah daripada rencana strategis provinsi, sehingga rencana kabupaten/kota harus
“sesuai” dengan rencana strategis pusat dan provinsi. Terminologi baru ini sangat sesuai
dengan pemikiran saat ini dari Bappenas maupun Depdagri,1 (bandingkan paragraf 112,
hal. 47 di bawah ini).
64. Karena peraturan ini baru diundangkan pada bulan Juli 2007 dan karena rencana
strategis dikembangkan oleh gubernur dan bupati/walikota yang baru terpilih, yaitu setiap
5 tahun menurut jadwal berkala yang bergantung pada kapan pilkada diadakan;2 maka
masih perlu dilihat sejauh mana kabupaten siap untuk tunduk kepada pembatasan ini dan
sejauh mana provinsi bersedia dan dapat melaksanakannya. Jika yang digunakan adalah
pedoman lama maka kabupaten/kota akan bebas mengutip dari rencana nasional dan
provinsi, kemudian menyusun rencananya berdasarkan kebutuhan dan prioritas setempat.
Misalnya, beberapa kabupaten/kota masih menyusun apa yang mereka sebut rencana
strategis sesuai dengan peraturan lama dan bukan menyusun “program operasional” sesuai
dengan peraturan baru.
65. Ketika mempertimbangkan peraturan ini, perlu diingat bahwa tujuan utama dari
peraturan ini adalah kesaksamaan atau konsistensi anggaran, bukan logika, sehubungan
dengan undang-undang pemerintahan daerah. Pembagian tugas dalam peraturan ini
menjadi dasar untuk menyetujui usulan anggaran oleh berbagai tingkat pemerintahan
daerah karena Peraturan Mendagri 59/2007 mengharuskan setiap unit sektoral
pemerintahan daerah menyusun tugas-tugas yang akan dibiayai dengan dana yang diminta,
berdasarkan tugas-tugas yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah 38/2007.
66. Pengalaman awal dalam melaksanakan otonomi daerah berdasarkan paket undang-
undang yang semula tahun 1999 meyakinkan pemerintah pusat bahwa pemerintah daerah
perlu mendapatkan pengawasan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Peraturan
Pemerintah 79/2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah mendefinisikan peranan Depdagri sebagai pengawas kegiatan
pemerintahan daerah. Peraturan Mendagri 23/2007 tentang pedoman tata cara pengawasan
atas penyelenggaraan pemerintahan daerah, menguraikan proses dan menyediakan format
laporan untuk digunakan oleh pengawas.3 Peraturan Mendagri 44/2008 tentang kebijakan
pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah tahun 2009 menetapkan pengawasan
dengan tiga langkah: kebijakan umum pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan
daerah, kebijakankhusus pengawasan tahun 2009, dan kebijakan operasional untuk
pengawasan tahun 2009. Pedoman ini bersifat sangat umum dan memberikan hanya
sedikit keterangan baru untuk peraturan tahun 2007.
67. Undang-undang desentralisasi juga mengizinkan pemerintah pusat mendelegasikan
sebagian dari wewenang dan tanggung jawabnya kepada provinsi, kabupaten/kota dan
1 Undang-undang dengan Peraturan Pemerintah 38/2007 sebagai peraturan pelaksanaannya adalah undang-
undang pemerintahan daerah (UU 32/2003), yang memperlihatkan bahwa Depdagri adalam lembaga yang
mendorong penyusunan peraturan pemerintah ini. 2 Saat ini, pilkada diadakan ketika masa jabatan yang berjalan berakhir berdasarkan sejarah yang lalu untuk
setiap kabupaten/kota dan provinsi. 3 Petunjuk dan format diubah dalam Peraturan Mendagri 8/2009.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
31 of 140
bahkan Desa1 dan mewajibkan agar pemerintah pusat menyediakan pendanaan untuk
pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang didelegasikan tersebut. Kegiatan-kegiatan yang
didelegasikan kepada gubernur2 dikenal sebagai kegiatan dekonsentrasi dan didanai oleh
dana dekonsentrasi sedangkan kegiatan-kegiatan yang didelegasikan kepada pemerintah
provinsi, kabupaten/kota atau Desa dikenal sebagai tugas pembantuan dan dibiayai oleh
anggaran tugas pembantuan (bandingkan dengan paragraf 68 di bawah ini). Dana
dekonsentrasi mencakup dana pemerintah pusat kepada provinsi untuk kegiatan-kegiatan
seperti distribusi alat bantu pengajaran kepada taman kanak-kanak, pembangunan
perpustakaan sekolah, peralatan laboratorium untuk sekolah menengah pertama dan
rehabilitasi gedung-gedung sekolah3 (lihat paragraf 69 di bawah ini tentang larangan
Depkeu untuk menggunakan dana dekonsentrasi untuk pembentukan aset tetap). Contoh-
contoh kegiatan tugas pembantuan mencakup pencairan dana pemerintah pusat kepada
provinsi untuk rekonstruksi pasca bencana alam, kepada pemerintah kabupaten/kota untuk
mencairkan beasiswa bagi siswa yang membutuhkan; di sektor pendidikan, salah satu
contoh tugas pembantuan adalah keharusan bagi provinsi dan kabupaten/kota untuk
membantu pemerintah pusat dalam melaksanakan ujian nasional.
68. Peraturan pemerintah 7/2008 memberikan penjelasan yang lebih terperinci mengenai
prinsip-prinsip pendanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.4 Peraturan ini memberi
departemen-departemens sektoral wewenang untuk membentuk “norma, standar, prosedur
dan kriteria pelaksanaan” (pasal 2) dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Peraturan
Menteri Keuangan 156/PMK 07/2008 memberikan perincian lebih lanjut tentang
pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan, berikut pendanaannya. Peraturan ini
menetapkan bahwa kegiatan dekonsentrasi tidak bersifat fisik (tidak menciptakan aset
tetap yang baru, misalnya sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, fasilitasi, bimbingan
teknis, pelatihan, penyuluhan, penelitian dan survei, pengawasan dan kontrol) sedangkan
tugas pembantuan bersifat fisik (menciptakan aset tetap baru, misalnya, pembelian lahan,
pembangunan gedung, peralatan dan mesin, pembelian barang-barang habis pakai).5
69. Namun, perbedan ini tidak selalu dipertahankan dalam praktek (misalnya, seperti yang
diuraikan dalam paragraf 67 dalam beberapa kasus, dana telah digunakan untuk
pembangunan apa yang dapat dianggap sebagai aset tetap). Sebelum definisi yang
terperinci tentang mekanisme pendanaan ditetapkan dalam peraturan-peraturan
pelaksanaan, Depdiknas menggunakan pendanaan dekonsentrasi sebagai sarana untuk
melaksanakan prioritas pusat di tingkat sekolah. Istilah dekonsentrasi (dekon) tidak
muncul sebagai mata anggaran; sebaliknya, Depdiknas menugaskan kegiatan-kegiatan
(mata anggaran) kepada kabupaten-kabupaten dalam provinsi. Hal ini mendorong
penggunaan istilah “dekon” sebagai kategori induk untuk pengeluaran Depdiknas pusat di
daerah-daerah. Sejak tahun 2009, Depdiknas mengadakan pembahasan dengan Bappenas
dan Depkeu untuk lebih menyelaraskan struktur anggaran Depdiknas dengan definisi dan
1 Istilah “Desa” (berhuruf besar) digunakan dalam dokumen ini untuk memaksudkan desa atau kelurahan,
tingkat terendah pemerintahan.
Perlu diperhatikan bahwa kecamatan bukan tingkat pemerintahan, bandingkan PP 19/2008. Kecamatan
didefinisikan sebagai “wilayah” di mana camat ditugaskan. Peraturan pemerintah ini juga secara tegas
menyatakan bahwa camat adalah bagian dari aparat pemerintahan kabupaten/kota yang bertanggung jawab
untuk mengkoordinasikan kegiatan pemerintah kabupaten/kota di wilayah kecamatan. 2 Untuk penjelasan yang lebih lengkap tentang perlunya membedakan antara “gubernur” (bukan pemerintah
provinsi) dan “pemerintah kabupaten/kota”, lihat paragraf 94, hal 41 di bawah ini. 3 Data diperoleh dari pejabat dinas pendidikan Jawa Tengah untuk tahun 2008.
4 Peraturan Menteri Keuangan 156/2008 memberikan perincian pelaksanaan teknis.
5 Pasal 2 dan 3.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
32 of 140
peraturan yang terbaru. Hal ini juga mungkin yang menjadi alasan mengapa Depdiknas
dipilih sebagai salah satu departemen percontohan untuk program restrukturisasi anggaran,
sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
70. Peraturan Pemerintah No. 7/2008 juga mengharuskan agar Menteri pendelegasi
menetapkan secara saksama tugas dan kegiatan apa yang akan didelegasikan1 dan
mengeluarkan surat keputusan menteri tentang pendelegasian tersebut. Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan Depkeu mempunyai tugas “koordinasi” untuk memastikan bahwa
keseimbangan secara keseluruhan antar provinsi dan antar kabupaten/kota tetap terjaga
dalam pengalokasian dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Depkeu harus
mengeluarkan surat rekomendasi yang menyetujui kegiatan dekonsentrasi dan tugas
pembantuan yang diusulkan. Rekomendasi ini kemudian menjadi dasar bagi Departemen
sektoral pendelegasi untuk memilih lokasi kegiatan yang didelegasikan dan jumlah
pendanaan yang disediakan.
71. Sebuah pasal khusus di bagian akhir Peraturan Menteri Keuangan 156/PMK 07/2008
berisi contoh-contoh proyek donor yang dananya disalurkan melalui anggaran departemen
pusat ke kabupaten/kota sebagai dekonsentrasi atau tugas pembantuan, misalnya proyek
pendidikan yang didesentralisasi. Peraturan ini secara spesifik melarang departemen-
departemen pendelegasi untuk mewajibkan pendanaan imbangan dari APBD
kabupaten/kota tetapi proyek-proyek donor mewajibkan pendanaan imbangan demikian
untuk menunjukkan rasa kepemilikan kabupaten/kota. Peraturan ini menyatakan bahwa
kegiatan-kegiatan tersebut dibebaskan dari ketentuan-ketentuan peraturan dan akan diatur
dengan Peraturan Pemerintah No. 2/2006 tentang hibah dari departemen di pusat kepada
pemerintah daerah.2
72. Analisa awal Bank Dunia terhadap perimbangan keuangan pusat dan daerah, yang
telah beredar luas di masyarakat donor dan konsultan, telah ditafsirkan sebagai kesimpulan
bahwa pendanaan dekonsentrasi bertentangan dengan desentralisasi. Namun, jika
laporannya dibaca lebih saksama, analisa tersebut sebenarnya ditujukan kepada realisasi
penggunaan pendanaan dekonsentrasi sektor pendidikan, bukan kepada dekonsentrasi
secara umum.
Masalah-masalah ini terutama disebabkan oleh fakta bahwa undang-undang perimbangan
keuangan pusat dan daerah, dan undang-undang sistem keuangan nasional (bandingkan
paragraf 86, hal. 36) bukan “green-field laws” (undang-undang yang dilaksanakan secara
tersendiri) tetapi diterapkan melalui sistem anggaran yang ada di mana lembaga-lembaga
pemerintah harus menyediakan pendanaan untuk kegiatan-kegiatan yang sedang
berlangsung dalam kerangka baru yang dibentuk oleh undang-undang baru, sebelum
peraturan pelaksanaannya dapat dikeluarkan. Ketika pemuktahiran dokumen ini sedang
dilakukan, Depdiknas dan Depkeu mengadakan konsultasi yang intensif untuk
mengembangkan mekanisme yang melaluinya pendanaan untuk kegiatan dan program
Depdiknas yang sedang berlangsung dapat lebih diselaraskan dengan kategori anggaran
Depkeu (bandingkan dengan paragraf 68 hal. 31). Pelaksanaan “restrukturisasi” yang
direncanakan oleh Depkeu dan Bappenas (yang dibahas dalam paragraf 109, hal. 45 di
bawah ini) dengan sendirinya akan mengakomodasi isu-isu yang ada.
1 Bandingkan paragraf 67 di atas.
2 Bandingkan paragraf 82, hal. 36 di bawah ini.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
33 of 140
73. Peraturan Pemerintah No. 3/2007 menetapkan prosedur (dan menyediakan format)
untuk pelaporan atas terlaksananya tanggung jawab yang didesentralisasi1 oleh kepala
daerah kepada DPRD dan Depdagri. Kabupaten/kota mengajukan laporan kepada provinsi
yang kemudian meneruskannya kepada Depdagri. Provinsi mengajukan laporannya
kepada Depdagri yang kemudian meneruskannya kepada Presiden. Peraturan pemerintah
ini mewajibkan agar laporan-laporan tersebut disampaikan kepada publik (melalui media
massa) secara simultan dengan tembusan ke DPR. Peraturan Pemerintah No. 6/2008
menetapkan pedoman untuk mengevaluasi laporan-laporan tersebut oleh sebuah Tim
Kepresidenan yang diketuai oleh Depdagri.2
74. Undang-undang pemerintahan daerah maupun undang-undang perimbangan keuangan
pusat dan daerah mewajibkan agar pendanaan untuk urusan wajib dan urusan pilihan yang
diterima oleh kabupaten disediakan dari APBD kabupaten bersangkutan.3 Kedua undang-
undang tersebut menetapkan komponen-komponen penerimaan anggaran kabupaten/kota:
Pendapatan asli daerah.4
Dana perimbangan dari APBN pusat
Lain-lain. Kategori “lain-lain” dapat mencakup dana dari anggaran belanja pemerintah
pusat dan provinsi serta anggaran kabupaten/kota lain, untuk memberikan subsidi yang
dibukukan sebagai pendapatan dalam anggaran penerimaan kabupaten/kota. Sampai
saat ini, mekanisme pendanaan tersebut sangat jarang digunakan.
Provinsi (bukan kabupaten/kota) Aceh dan Papua mempunyai sumber pendapatan
tambahan yang disebut “penerimaan otonomi khusus” (yang dibahas dalam paragraf 84,
hal 35 di bawah ini).
75. Dana perimbangan terdiri dari tiga jenis transfer dari APBN ke APBD (provinsi dan
kabupaten/kota) (lihat keterangan lebih lanjut tentang arus keuangan dalam paragraf 87 -
98 di bawah ini):
Dana bagi hasil: dana bagi hasil milik daerah yang berasal dari kabupaten (terutama
pajak penghasilan dan pajak bumi dan bangunan, serta royalti sumber daya alam) dan
diserahkan kepada pemerintah pusat yang kemudian mendistribusikannya ke provinsi-
provinsi dan kabupaten-kabupaten seluruh Indonesia.
Dana alokasi umum (DAU): transfer dana secara sekaligus kepada kabupaten/kota dan
provinsi untuk membantu mereka membiayai kegiatan-kegiatan umum.
Dana alokasi khusus (DAK). Karena DAK pendidikan ditujukan untuk kegiatan-
kegiatan di sekolah maka DAK diterima hanya oleh kabupaten/kota5.
76. Undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah menjelaskan bahwa tujuan
dari dana “perimbangan” adalah “untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah dan antar Pemerintah Daerah”. Kesenjangan fiskal adalah
1 Urusan wajib + urusan pilihan yang telah diterima oleh kabupaten/kota.
2 Sepanjang pengetahuan penulis, tim ini belum terbentuk.
3 Beberapa analisa oleh lembaga donor telah menyimpulkan bahwa ketentuan ini melarang pemerintah pusat
menyediakan pendanaan untuk sector-sektor yang didesentralisasi. 4 Surplus terjadi selama masa awal desentralisasi. Sumber pendapatan ini sekarang diatur secara ketat
dengan peraturan pelaksanaan dan persyaratan persetujuan dari Depdagri. UU 28/2009 memperbolehkan
pemerintah kabupaten/kota untuk menarik retribusi atas pelayanan yang diberikannya di sektor pendidikan
tetapi pendidikan dasar dan menengah secara tegas dikecualikan (pasal 123). Karena pendapatan asli daerah
tidak secara langsung berhubungan dengan pembiayaan pendidikan dasar maka hal tersebut tidak akan
dibahas lebih lanjut dalam dokumen ini. 5 Untuk sector pendidikan, DAK tidak disalurkan kepada provinsi, tetapi sektor-sektor lain memang
mempunyai DAK provinsi.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
34 of 140
istilah teknis yang didefinisikan dalam undang-undang tersebut sebagai selisih antara
kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal.
77. Kebutuhan fiskal dihitung oleh Depkeu dengan sebuah rumus yang mencakup
indikator-indikator yang mewakili kuantitas kebutuhan dasar dan biaya untuk
menyediakan pelayanan (lihat Lampiran 5 tentang metode penghitungan DAU). Kapasitas
fiskal kabupaten/kota juga dihitung oleh Depkeu sebesar:
Kapasitas pendapatan asli daerah, yaitu perkiraan Depkeu tentang potensi kabupaten
untuk menghasilkan pendapatan asli daerah.
Dana bagi hasil.
78. Sisi pengeluaran APBD kabupaten/kota mendanai program dan kegiatan untuk sektor-
sektor yang didesentralisasi. Peraturan Pemerintah No. 58/2005 memberikan pedoman,
prosedur dan format untuk menyusun rencana kerja dan anggaran daerah, termasuk
rencana kerja dan anggaran dinas. Peraturan Mendagri No. 13/2006 memberikan perincian
tentang proses beserta contoh format anggaran seperti yang terlampir.1 Depdagri juga
mengeluarkan peraturan menteri setiap tahun tentang pedoman2 penyusunan APBD. Salah
satu pasal dalam pedoman ini adalah mengenai “sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah”
yang pada dasarnya berupa sebuah daftar prioritas pemerintah (pusat) serta program dan
kegiatan yang “diusulkan” untuk dimasukkan dalam APBD. Prioritas dalam Peraturan
Mendagri No. 25/2009 tentang pedoman penyusunan APBD serupa dengan prioritas
tahun-tahun sebelumnya, dengan urutan: pengentasan kemiskinan, akses ke dan kualitas
pendidikan dasar, dan peningkatan kualitas kesehatan.
79. Peraturan-peraturan APBD kabupaten harus mendapatkan persetujuan dari gubernur,
dan peraturan-peraturan ABPD provinsi harus mendapatkan persetujuan dari Depdagri.
Perincian prosedur untuk mengajukan peraturan-peraturan tersebut diberikan dalam
Peraturan Pemerintah No. 79/20053 dan petunjuk teknis kepada Gubernur mengenai
caranya mengevaluasi rancangan peraturan APBD yang diatur dalam Peraturan Mendagri
No. 16/2007. Pelaksanaan APBD mendapatkan pengawasan dari Depdagri,4 melalui
gubernur untuk kabupaten/kota, tetapi juga mendapatkan kontrol dari dinas provinsi
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Depkeu. APBD diaudit oleh Badan Pengawasan
Daerah (Bawasda) sebagai auditor internal dan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)
sebagai auditor eksternal.
80. Peraturan Pemerintah No. 56/2005 mengatur Sistem Informasi Keuangan Daerah
(SIKD) di Depkeu dan di setiap daerah. Peraturan ini menyatakan bahwa SIKD adalah alat
“bagi pemerintah pusat untuk mengumpulkan, menganalisa, melaporkan dan menerbitkan
informasi guna mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik melalui
transparansi dan akuntabilitas. Peraturan Menteri Keuangan No. PMK 46/2006 tentang
prosedur pelaporan informasi keuangan daerah mewajibkan daerah untuk menyerahkan
1 Permendagri No. 59/2007 membuat beberapa perubahan perincian teknis sesuai dengan ketentuan
Peraturan Pemerintah No. 38/2007, bandingkan paragraf 60, hal. 26 di atas. Permendagri ini berlaku untuk
tahun anggaran 2009. 2 Pedoman penyusunan anggaran belanja 2009 dituangkan dalam Permendagri No. 32/2008.
3 Secara kebetulan, Peraturan Pemerintah ini juga secara spesifik memberikan wewenang kepada Depdagri
untuk melakukan “bimbingan dan pengawasan” terhadap DPRD selain lembaga eksekutif daerah. 4 Permendagri No. 4/2008 memberikan petunjuk tentang proses meninjau dan mengevaluasi laporan
keuangan daerah. Peraturan ini secara spesifik membatasi tinjauan pada masalah kelayakan system
pengendalian keuangan daerah dan ketaatan pada system akuntansi pemerintah sebagaimana ditetapkan oleh
Peraturan Pemerintah No. 24/2005.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
35 of 140
laporan keuangan termasuk anggaran dan realisasinya, neraca, arus kas dan pernyataan
auditor. Laporan keuangan ini harus diserahkan kepada Depkeu untuk diintegrasikan
dengan SIKD dan kepada Depdagri untuk keperluan mengevaluasi penyelenggaraan
pelayanan pemerintah daerah.
81. Undang-undang tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah juga mempunyai
implikasi terhadap proyek-proyek bantuan pembangunan resmi (ODA) di sektor-sektor
yang didesentralisasi – termasuk pendidikan – yang dilaksanakan di tingkat
kabupaten/kota.1 Undang-undang tersebut memperbolehkan pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota meminjam atas nama sendiri2, namun, dalam prakteknya, pemerintah
(Depkeu) maupun donor tidak terlalu tertarik untuk menggunakan ketentuan-ketentuan ini.
Sebaliknya, pemerintah (pusat) meminjam dari donor dan kemudian menyalurkan dananya
ke pemerintah provinsi dan/atau kabupaten/kota melalui anggaran Depdiknas di pusat.
Dana proyek diteruskan sebagai “hibah” dari pusat ke daerah dalam anggaran Depdiknas.
Peraturan Pemerintah No. 57/2005 menetapkan prosedur hibah pusat kepada pemerintah
daerah, namun jika dibaca secara cermat, peraturan pemerintah ini hanya mengatur dana
yang diterima dari pemerintah pusat sebagai hibah dari lembaga-lembaga donor, bukan
sebagai pinjaman. Petunjuk teknis untuk Peraturan Pemerintah No. 57/2005, yang dimuat
dalam Peraturan Menkeu No. 52 dan 53 PMK 10/2006 secara tegas mencakup dana
pinjaman pemerintah pusat yang diteruskan sebagai hibah kepada pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota.
82. Ketidakkonsistenan ini diperbaiki dengan Peraturan Pemerintah No. 2/20063 yang
secara tegas mengatur hibah dan pinjaman dari luar negeri dan penyaluran dana luar negeri
kepada pemerintah daerah.
83. Peraturan Menteri Keuangan No. 168 dan 169 PMK.07/2008 menggantikan Peraturan
Menteri Keuangan No. 52 dan 53 PMK 10/2006 dan secara tegas mengacu kepada
Peraturan Pemerintah No. 2/2006. Peraturan-peraturan ini mencakup hibah yang diberikan
dari semua sumber pendanaan, termasuk pinjaman dan hibah rupiah maupun luar negeri,
bantuan pembangunan resmi (pemerintah) dan dana sektor swasta. Dana hibah yang
diterima oleh pemerintah daerah dari pemerintah pusat dibukukan sebagai penerimaan
“lain-lain” dalam APBD dan dikelola sebagai bagian dari proses APBD (Bandingkan
paragraf 78, Hal. 34 di atas). Pasal 26 Peraturan Menteri Keuangan No. 168 PMK.07/2008
memperbolehkan pemerintah daerah memberikan hibah kepada lembaga-lembaga swasta
termasuk sekolah swasta.
84. Seperti dinyatakan di atas, provinsi (bukan kabupaten/kota) Aceh dan Papua
mempunyai sumber pendapatan tambahan yang disebut “penerimaan otonomi khusus”
yang tercantum dalam undang-undang otonomi khusus (UU 18/2001 untuk Aceh dan UU
21/2001 untuk Papua). Pemerintah provinsi Aceh menerima pendanaan otonomi khusus
1 Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya hanya berlaku bagi proyek-proyek di mana dana diberikan
kepada pemerintah kabupaten/kota dan/atau sekolah negeri. Proyek-proyek di mana donor membeli barang
dan jasa dan kemudian menyerahkan kepemilikan barang kepada kabupaten atau sekolah – termasuk
misalnya pembangunan sekolah baru atau rehabilitasi sekolah yang ada – tidak diatur dengan undang-
undang ini maupun peraturan pelaksanaannya.
DBE tidak menyediakan dana bagi kabupaten atau sekolah. 2 Prosedurnya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 54/2005.
3 Dikeluarkan sebagai peraturan pelaksanaan untuk UU No. 17/2003 tentang keuangan Negara, bukan UU
NO. 33/2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Jadi, wewenang pelaksanaan terletak pada
Depkeu, bukan Depdagri.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
36 of 140
dari sumber daya alam: 50% dari minyak dan 40% dari gas bumi selama delapan tahun
pertama, turun menjadi 35% dari minyak dan 20% dari gas bumi sejak tahun kesembilan.1
Pendistribusian pendapatan di wilayah kabupaten/kota akan dirundingkan antara provinsi
dan kabupaten/kota bersangkutan. Pemerintah provinsi Papua menerima pendanaan
otonomi khusus dari APBN:
Selama 25 tahun pertama, 2% dari total Dana Alokasi Umum (DAU) nasional plus
jumlah tambahan yang akan dirundingkan setiap tahun antara Pemerintah dan DPR
berdasarkan usulan provinsi;
Sejak tahun ke-26 dan seterusnya selama 20 tahun yang akan datang, 50% dari minyak
bumi dan 50% dari gas bumi.
Undang-undang ini secara tegas menyatakan bahwa 2% dari DAU terutama ditujukan
untuk pelayanan pendidikan dan kesehatan. Distribusi pendapatan di antara wilayah-
wilayah kabupaten/kota akan dirundingkan antara provinsi dan kabupaten/kota dengan
memberikan perhatian khusus kepada daerah-daerah tertinggal.
85. Jadi, kabupaten/kota mempunyai berbagai sumber pendanaan yang dapat mereka akses
untuk mendukung kegiatan pendidikan:
Kabupaten/kota mempunyai anggaran sendiri (APBD kabupaten/kota)
Provinsi dapat menyediakan pendanaan untuk kegiatan pendidikan di kabupaten yang
bersumber dari anggaran provinsi (APBD provinsi)
Provinsi dapat mengalokasikan dana dekonsentrasi pusat ke kabupaten/kota untuk
mendukung kegiatan-kegiatan yang diperbolehkan menggunakan pendanaan
dekonsentrasi
Depdiknas pusat dapat mengalokasikan dana hibah blok untuk mendukung kegiatan-
kegiatan yang diperbolehkan menggunakan dana hibah blok.
Dana dari tiga sumber yang disebutkan terakhir tidak disalurkan melalui APBD
kabupaten/kota. DBE1 telah membantu kabupaten/kota untuk menyusun rencana strategis
dengan estimasi sumber daya yang dibutuhkan sehingga kabupaten/kota dapat lebih efektif
melobi untuk mendapatkan dukungan dari sumber-sumber tersebut, dengan berfokus di
tingkat provinsi.
86. Paket undang-undang keuangan: UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU
1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU 15/2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Kelompok undang-undang ini
menata-ulang seluruh proses penganggaran – termasuk Depkeu. Format anggaran
pemerintah diselaraskan dengan praktek terbaik internasional (Perserikatan Bangsa-
Bangsa)2 maupun undang-undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. APBN
terdiri dari dua bagian: pendanaan untuk operasi pemerintah pusat (juga termasuk dana
yang dikeluarkan oleh kantor-kantor di pusat untuk mendukung kegiatan di daerah) dan
transfer langsung ke APBD. Seperti dijelaskan di atas, transfer ini diatur oleh undang-
undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, dan dana tersebut menjadi tanggung
jawab tunggal daerah (provinsi atau kabupaten/kota). Daerah tidak perlu
1 Dasar perhitungan persentase tersebut tidak disebutkan dalam undang-undang.
2 Perbedaan sebelumnya antara anggaran rutin (yang disusun oleh Departemen Keuangan) dan anggaran
pembangunan (yang disusun oleh Bappenas) digantikan dengan anggaran terpadu (yang disusun oleh
Departemen Keuangan). Tidak tepat untuk membandingkan komponen “belanja pembangunan” dari
anggaran sebelum tahun 2005 dengan komponen “belanja modal” dari anggaran saat ini akibat perbedaan
definisi. Belanja pembangunan didanai melalui proyek-proyek dan mencakup komponen lancar dan
komponen modal, termasuk alokasi yang besar untuk biaya pegawai serta operasi dan pemeliharaan.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
37 of 140
mempertanggungjawabkan dana tersebut ke pusat,1 namun APBD harus diaudit oleh
auditor internal dan eksternal pemerintah. Arus keuangan antara pusat dan daerah,
khususnya sehubungan dengan pendidikan, diperlihatkan dalam Error! Reference source
not found.6, di bawah ini.
Mekanisme Arus Keuangan
87. Transfer dari pusat ke daerah, yaitu “Dana Perimbangan”, telah dibahas pada pasal
tentang undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah di atas. Undang-undang
Keuangan Negara konsisten dengan ketentuan dan prosedur tersebut. Seperti dikemukakan
di atas, transfer pusat terdiri dari Dana Bagi Hasil, DAU dan DAK.
88. Dana Bagi Hasil. Undang-Undang memberikan rumus yang sangat spesifik mengenai
cara mendistribusikan dana bagi hasil (DBH) yang terutama terdiri dari pajak dan royalti
dari berbatai sumber daya alam. Realisasi pendapatan yang diterima oleh daerah atas
sumber daya alam bergantung pada produksi, harga pasar (dalam US$ atau mata uang lain
yang dikonversikan ke dalam US$) dan nilai tukar Rupiah/US$. Dana bagi hasil dibayar
setiap triwulan. Tim penyusun anggaran provinsi dan kabupaten/kota memperkirakan nilai
dana bagi hasil ketika menyusun anggaran. Dana Bagi Hasil menjadi bagian dari APBD
provinsi dan kabupaten/kota dan dapat digunakan untuk pengeluaran provinsi atau
kabupaten/kota dan untuk program-program khusus seperti pelatihan guru, penyediaan
buku pelajaran dan alat bantu pengajaran, dan sebagainya.
89. Dana Alokasi Umum (DAU). DAU dibayar dalam 12 kali angsuran bulanan dalam
jumlah yang sama. Depkeu menghitung alokasi DAU untuk setiap provinsi dan
kabupaten/kota, berdasarkan perkiraan pendapatan dan kesenjangan fiskal (bandingkan
Lampiran 5). Alokasi tersebut ditetapkan dengan Peraturan Presiden sampai akhir tahun
sebelumnya sehingga alokasi tersebut tersedia untuk perencanaan anggaran. Dana dari
DAU masuk ke APBD provinsi atau kabupaten/kota dan digunakan dengan cara yang
sama seperti Bagi Hasil Sumber Daya.
90. Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK tidak didefinisikan dalam undang-undang2 tetapi
daerah harus memenuhi “kriteria” yang ditetapkan oleh departemen sektoral agar
memenuhi syarat untuk mendapatkan DAK. Depkeu mengalokasikan DAK, dan daerah
diwajibkan menyediakan dana pendamping (minimum 10%). Namun, kewajiban ini dapat
diabaikan jika daerah tersebut memenuhi ketentuan sebagai daerah yang “tidak mampu”.
Depkeu mengalokasikan DAK, dengan Peraturan Menteri Keuangan, setelah berkonsultasi
dengan Komite Anggaran DPR dan departemen-departemen sektoral terkait, termasuk
Depdiknas. Peraturan Menteri Depdagri No. 20/2009 memberikan petunjuk yang
terperinci kepada pemerintah daerah tentang administrasi dan pengelolaan dana DAK.
91. DAK di sektor pendidikan diterima hanya di tingkat kabupaten/kota3. Mulai tahun
2008, Depdiknas merundingkan persentase dana pendamping secara tepat untuk setiap
kabupaten/kota penerima bantuan sebagai kontribusi untuk DAK. Peraturan Mendiknas
No. 3/2009 tentang peraturan pelaksanaan DAK di sektor pendidikan tahun anggaran 2009
mencantumkan Lampiran 3 yaitu daftar persentase kontribusi yang disepakati untuk DAK
1 Selain ketentuan pelaporan yang cukup rumit kepada Depdagri dan Bappenas yang disebutkan di atas.
2 Sebenarnya, DAU maupun berbagai jenis DAK merupakan “penjelmaan” dari Hibah Blok (Block Grants)
Inpres dari APBN di pusat kepada provinsi dan kabupaten/kota selama masa Order Baru. 3 Seperti dikemukakan di atas, beberapa sektor selain pendidikan mendapatkan DAK dari provinsi.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
38 of 140
oleh pemerintah pusat (Depdiknas), pemerintah provinsi dari kabupaten/kota penerima
bantuan dan pemerintah dari setiap kabupaten/kota penerima bantuan.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
39 of 140
Gambar 6 Arus Keuangan antara Pusat dan Daerah
Hibah &
BOS
Madrasah
Kandep
Hibah
untuk
sekolah
BOS
untuk
sekolah
Sekolah
Siswa
Guru
Hibah utk Sekolah
Mendukung Murid &
Guru
APBD Kabupaten/Kota
PAD DAU DAK Bagi
Hasil
Gaji
Biaya
Program &
Kegiatan
Hibah utk Sekolah
Mendukung Murid &
Guru
Hib
ah k
e
Kab
/ko
ta
Hib
ah u
tk
Kab
./Ko
ta
APBD Provinsi
Depag Depdiknas
Transfer ke
daerah
Kanwil
BOS
melalui
Tim
Provinsi
„Deco
n‟
PAD DAU Bagi Hasil Gaji
Biaya
Program
& Kegiatan
APBN
Anggaran Dep.
(APBN)
Hiu
bah
utk
Pro
v.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
40 of 140
92. Sebagaimana dikemukakan dalam paragraf di atas, peraturan pelaksanaan DAK
pendidikan dikeluarkan sebagai Peraturan Mendiknas dengan petunjuk teknis yang
disusun oleh Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, Ditjen
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Selama tahun-tahun awal, DAK hanya
digunakan untuk rehabilitasi fisik ruang kelas dan perlengkapannya di sekolah dasar.
Pada tahun 2007, dana DAK dibagi menjadi dua paket: rehabilitasi dengan
peningkatan kualitas dan peningkatan kualitas saja. Kegiatan peningkatan kualitas
mencakup pembelian materi belajar-mengajar, buku referensi untuk guru, buku,
materi dan komputer perpustakaan. Pada tahun 2008, alokasi DAK dibagi menjadi
tiga paket: rehabilitasi dan gedung [baru], rehabilitasi, gedung baru dan peningkatan
kualitas, dan hanya peningkatan kualitas saja. Bangunan baru mencakup ruang kelas
baru dan ruangan lain yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas sekolah sesuai
dengan standar nasional pendidikan. Petunjuk DAK 2009 kembali ke kegiatan awal
berupa rehabilitasi fisik dan perlengkapannya. Namun, pembangunan baru diizinkan
untuk perpustakaan dan klinik kesehatan sekolah.
93. Rencana Kerja Pemerintah untuk APBN 20101 mencantumkan enam kelompok
prioritas untuk DAK tahun 2010. Kelompok pertama adalah membantu
kabupaten/kota yang miskin untuk mencapai standar pelayanan minimum; kelompok
kedua adalah pengentasan kemiskinan dan jaring pengaman sosial; kelompok ketiga
adalah memperbaiki kualitas sumber daya manusia. Pada kelompok yang terakhir, ada
lima prioritas yang spesifik: empat prioritas pertama adalah prioritas di sektor
kesehatan dan yang terakhir adalah “meningkatkan kualitas wajib belajar pendidikan
dasar 9 tahun [dengan akses] yang berkualitas.”2 Cakupan DAK 2010 diperluas ke
sekolah menengah pertama tetapi kegiatan-kegiatannya terbatas pada rehabilitasi fisik
dan perlengkapannya kecuali untuk pembangunan perpustakaan baru. Juga ada
prioritas geografis: kabupaten/kota dengan rasio partisipasi siswa yang rendah,
kabupaten/kota yang terkebelakang dan terpencil serta kabupaten/kota yang
berbatasan dengan negara lain.
94. Pendanaan dekonsentrasi. Pendanaan ini disalurkan melalui anggaran
departemen pusat kepada rekening khusus provinsi untuk belanja program dan
kegiatan yang berada di bawah wewenang pemerintah pusat atas sektor-sektor yang
didesentralisasi tetapi dilaksanakan didaerah.3 Tanggung jawab pelaksanaan program
dekonsentrasi diserahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di
provinsi.4 Gubernur melapor kembali ke dpeartemen sektoral di pusat yang menjadi
sumber dana dan departemen sektoral tersebut harus melapor kembali ke Depkeu.
Pelaksanaan program dan kegiatan dekonsentrasi harian dilaksanakan oleh dinas
provinsi yang bertanggung jawab di sektor bersangkutan, yaitu, kegiatan pendidikan
yang didesentralisasi dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi. Departemen di
pusat menentukan jumlah pendanaan dekonsentrasi maupun cakupan program dan
kegiatan yang didekonsentrasi. Dinas provinsi mengalokasikan dana kepada penerima
1 Penjelasan peran Rencana Kerja Pemerintah, bandingkan paragraph 109, halaman 46 di bawah ini.
2 Rencana Kerja Pemerintah 2010, Buku 1, Bab 3, hal. 13.
3 Depag tidak mempunyai pendanaan dekonsentrasi karena madrasah tidak didesentralisasi.
4 Gubernur mempunyai dua peranan yang terpisah. Gubernur adalah kepala eksekutif provinsi dan ia
juga menjadi wakil pemerintah pusat untuk wilayah yang tercakup dalam provinsinya. Sebagai
gubernur, ia tidak berwenang atas kabupaten-kabupaten di provinsinya. Sebagai wakil pemerintah
pusat, ia menjalankan wewenang pemerintah pusat atas semua kabupaten berada di provinsinya..
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
41 of 140
manfaat secara spesifik sebagaimana dimandatkan oleh departemen pusat, yaitu
sekolah dan siswa. (Rincian pendanaan dekonsentrasi dibahas di atas.)
95. Salah satu contoh penggunaan istilah “dekon” sebagai kategori yang mencakup
semua bidang (bandingkan paragraf 69, hal 31 di atas) adalah pendanaan bantuan
operasional sekolah (BOS). BOS unik karena program tersebut tidak disebutkan oleh
undang-undang keuangan negara maupun undang-undang otonomi daerah. Namun,
pendanaan pemerintah untuk kegiatan-kegiatan yang ditutupi oleh BOS secara tegas
dimandatkan oleh undang-undang tentang sistem pendidikan nasional, peraturan
pemerintah tentang pembiayaan pendidikan dan undang-undang tentang badan hukum
pendidikan. Dananya berasal dari anggaran pemerintah pusat (APBN) dan disalurkan
ke rekening bank provinsi yang kemudian dicairkan ke rekening-rekening bank
sekolah. Rekening BOS terpisah dari rekening dana dekonsentrasi dan dari rekening
APBD provinsi maupun kabupaten/kota. Depdiknas menganggap BOS sebagai bentuk
Hibah Blok (lihat di bawah.) Untuk informasi tambahan mengenai BOS, lihat
Lampiran 2.
96. Hibah blok. Ini adalah mekanisme yang dimandatkan dalam undang-undang
sistem pendidikan nasional kepada departemen di pusat (Depdiknas dan Depag) untuk
menyediakan pendanaan kepara provinsi, kabupaten/kota dan sekolah meskipun hibah
blok tidak disebutkan dalam undang-undang keuangan negara ataupun undang-
undang otonomi daerah. Hibah blok tidak disalurkan melalui APBD provinsi dan
kabupaten/kota. Meskipun alokasi kegiatan Depdiknas dalam mekanisme pendanaan
hibah blok berubah di tiap-tiap anggaran (setiap tahun), beberapa contoh kegiatan
baru-baru ini yang didanai oleh hibah blok adalah:
Hibah blok pusat langsung ke sekolah: paket konstruksi sekolah baru
Hibah blok provinsi ke kabupaten/kota untuk menyediakan bimbingan bagi
penyelenggara program pendidikan kesetaraan nonformal.
97. Banyak kegiatan pendidikan didanai melalui berbagai mekanisme, termasuk
dekonsentrasi, hibah blok dan (untuk kegiatan yang diizinkan) DAK. Contohnya
adalah pelatihan guru, buku pelajaran dan alat bantu pengajaran, serta
konstruksi/rehabilitasi prasarana. Banyaknya sumber pendanaan kegiatan di sekolah
mempersulit pemantauan sumber daya sebenarnya yang tersedia untuk pendidikan di
daerah kerja bersangkutan. Sebagian besar sekolah tidak mengetahui sumber utama
pendanaan yang mereka terima. Pokoknya, pendanaan tersebut berasal dari
“pemerintah” atau, kadang-kadang, dari “proyek donor”.
98. Setiap tingkat pemerintahan mempunyai anggaran belanjanya sendiri untuk
membiayai kegiatan yang dapat dibagi menjadi dua kategori umum: operasi kantor
(personalia, pemeliharaan, barang habis pakai, dan sebagainya) dan kegiatan
pendidikan (program). Perlu dicatat bahwa Depdiknas mempunyai perwakilan yang
secara fisik berkedudukan di provinsi, misalnya, Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP) di setiap provinsi dan Balai Pengembangan Pendidikan Luar
Sekolah (BPPLS) serta Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (P4TK) yang berkedudukan di berbagai provinsi di seluruh Indonesia.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
42 of 140
Proses Penyusunan Anggaran
99. Proses penyusunan anggaran belanja pusat yang digambarkan pada Gambar 7,
berdasarkan Undang-Undang Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah No. 20 dan
21 tahun 2004, berlaku bagi anggaran belanja untuk mendanai operasi pemerintah
pusat termasuk Depdiknas dan Depag. Prosesnya dimulai ketika departemen-
departemen mengembangkan rencana kerja tahunan mereka.1 Rencana kerja
departemen kemudian digabungkan untuk menghasilkan rencana kerja pemerintah,
yang dibahas dalam Kabinet.
100. Sementara itu, Departemen Keuangan (Depkeu) sedang mengembangkan
proyeksi fiskal untuk tahun mendatang yang terdiri dari ramalan variabel ekonomi
makro dan fiskal.2 Ramalan dan rencana kerja pemerintah secara keseluruhan dibawa
ke Panitia Anggaran DPR untuk dibahas. Informasi ini tersedia bagi publik melalui
berbagai sumber termasuk media massa dan website Depkeu.
101. Setelah kesepakatan dicapai, Depkeu kemudian menyusun alokasi anggaran
“indikatif” untuk “program-program” anggaran yang dimuat dalam Instruksi Presiden
dan tersedia bagi publik melalui website Depkeu dan Sekretariat Negara (produk
hukum). Dalam kebanyakan kasus, program mengacu kepada kegiatan di lingkungan
departemen, biasanya di tingkat Direktorat Jenderal atau Direktorat. Jadi alokasi
anggaran untuk suatu program pada dasarnya juga merupakan alokasi anggaran untuk
sebuah satuan kerja. Namun, pendidikan adalah perkecualian: pelaksanaan program –
yang rata-rata mengikuti pengorganisasian Depdiknas – dibagi antara Depdiknas dan
(sebuah Direktorat Jenderal dalam) Depag.3 Alokasi anggaran indikatif tidak
menetapkan pembagian tersebut.
102. Kemudian, Depdiknas dan Depag menyusun rencana kerja dan anggaran
tahunan (RKA-KL)4 melalui konsultasi dengan Bappenas dan Komisi Sektoral di
DPR yang bertanggung jawab di sektor masing-masing.5 Formulir RKA-KL
mempunyai kolom “indikator kinerja” tetapi indikator tersebut seringkali tidak
berguna atau kurang terukur, misalnya, programnya adalah pengembangan kurikulum;
1 Secara teori, rencana-rencana tersebut diwajibkan oleh Undang-Undang Perencanaan Pembangunan
dan menjadi penghubung antara rencana pembangunan dan anggaran belanja. PP 39/2006 adalah yang
terbaru dari sederetan upaya yang panjang untuk mewujudkan penghubung tersebut. Bandingkan WB
PER hal 101 di bawah ini. 2 Ramalan ini sangat penting karena menjadi dasar prediksi pendapatan (harga minyak dan komoditas
lain, pendapatan pajak, pendapatan devisa) dan prediksi pengeluaran yang bersifat bukan pilihan
(pengembalian utang).
Ramalan tersebut juga penting bagi daerah-daerah karena transfer pusat ke daerah terdiri dari dana
bagi hasil dan dana alokasi umum/DAU (sebagai bagian dari total pendapatan nasional). 3 “Restrukturisasi” anggaran pusat yang direncanakan sebagaimana dibahas dalam paragraf 109 hal 46
di bawah ini menyatakan bahwa hal ini akan berubah di bawah kebijakan baru “instansi penanggung
jawab tunggal untuk setiap program” dalam restrukturisasi. 4 Peraturan Depdiknas No. 44/2007 memberikan petunjuk yang spesifik untuk penyusunan anggaran
Depdiknas. 5 Komisi Sektoral berbeda dengan Panitia Anggaran. Komisi-Komisi Sektoral secara umum
bertanggung jawab atas pengawasan semua aspek sektor: kebijakan, perencanaan, anggaran,
pelaksanaan, masalah-masalah yang muncul di masyarakat, dan sebagainya.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
43 of 140
kegiatannya adalah “mengembangkan kurikulum”; dan indikator kinerjanya adalah
“dikembangkannya kurikulum”.1
Gambar 7 Proses Penyusunan Anggaran Belanja Pusat
1 Rencana Kerja Pemerintah 2009, Matriks Program Pendidikan (Matriks 25). Restrukturisasi juga
mencakup masalah ini.
UUD 1945
Rencana Pembangunan Na-sional Jangka Panjang 20 thn
Rencana Pembangunan Jang-ka Panjang Daerah 20 thn
Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah 5 Tahun
=====================
Program Departemen
Platform Kampanye
Pilpres
Rencana Kerja Pemerintah – tahunan ================= Program Departemen
Rencana Strategis Departemen 5 thn
Ramalan dan asumsi anggaran
Depkeu Pembahasan dengan DPR
Alokasi Indikatif Rencana Kerja Dep. dan Permintaan Anggaran
Pembahasan dengan Depkeu dan Bappenas
Konsolidasi di Depkeu rancangan anggaran
Pembahasan dengan DPR
UU APBN
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
44 of 140
103. Depkeu mengkonsolidasikan RKA-KL menjadi RAPBN yang diajukan
kepada DPR untuk disetujui sebagai undang-undang. DPR dapat merevisi alokasi
anggaran, yang disajikan secara terperinci dengan biaya setiap kegiatan yang dibagi
menjadi delapan kategori biaya.1 Namun, DPR dilarang oleh UU untuk menambah
total defisit anggaran, yaitu kenaikan pendanaan untuk sebuah kegiatan harus
diimbangi dengan penurunan pendanaan untuk kegiatan lain. Rancangan undang-
undang maupun undang-undang final tentang Anggaran Belanja tersedia bagi publik.
Namun, versi yang tersedia bagi publik tidak memuat perincian alokasi anggaran
untuk kegiatan-kegiatan yang spesifik. Setelah undang-undang anggaran belanja
disetujui, undang-undang yang lengkap termasuk lampiran yang terperinci tersedia
bagi publik melalui website Bappenas.
104. Setelah semester pertama setiap tahun, Depkeu menghitung kembali realisasi
pendapatan2 sampai saat itu, dan mengajukan rancangan perubahan anggaran kepada
DPR. Undang-undang rancangan perubahan maupun Perubahan Anggaran final
tersedia bagi publik. Di akhir tahun anggaran, pelaksanaan anggaran diaudit oleh
auditor eksternal (BPK) dan auditor melaporkan hasil auditnya kepada DPR.
Meskipun hasil audit tidak diumumkan kepada publik karena dilindungi oleh
peraturan tentang kerahasiaan, auditor akan mengadakan konferensi pers dan
menyampaikan pokok-pokok penting dari temuan-temuan audit. Website auditor
eksternal juga mencantumkan salinan laporan tahun sebelumnya yang dapat diunduh.
Depkeu mempunyai waktu satu tahun untuk menyusun laporan anggaran akhir
sehubungan dengan realisasi penerimaan dan pengeluaran dan ini akhirnya juga akan
disahkan oleh Parlemen sebagai undang-undang. Undang-undang ini tersedia bagi
publik.
105. Selama proses anggaran, tidak diperlukan konsultasi dengan publik.3
106. Proses anggaran di tingkat daerah serupa dengan tingkat pusat (bandingkan
Gambar 8 di bawah ini), tetapi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
bertanggung jawab untuk mengkonsolidasikan rencana-rencana setiap dinas menjadi
rencana anggaran belanja. Pemerintah daerah mempunyai “tim anggaran” yang
sebenarnya menyusun rancangan Peraturan APBD untuk diajukan kepada DPRD.
107. Permendagri No. 13/2006, yang memberikan petunjuk sangat spesifik tentang
proses anggaran mewajibkan DPRD untuk mengadakan “konsultasi” dengan dinas-
dinas (seperti yang mereka lakukan) tetapi tidak mewajibkan konsultasi dengan
publik.
108. Undang-Undang No. 1/2004 tentang perbendaharaan negara memberikan
petunjuk yang terperinci tentang pelaksanaan anggaran dan undang-undang no.
15/2004 tentang pengawasan keuangan negara menetapkan prosedur pelaporan dan
audit keuangan. Peraturan pemerintah no. 8/2006, yaitu peraturan pelaksanaan untuk
undang-undang perbendaharaan nasional, memberikan format yang terperinci untuk
1 Bandingkan WB PER, hal 101 di bawah ini.
2 Realisasi pengeluaran tidak disajikan karena penundaan administrative pada pelaksanaan anggaran
berarti bahwa pada bulan Juni, hanya sekitar 10% dari alokasi anggaran telah dibelanjakan. (WB PER,
2007, hal. 98) 3 Hanya proses perencanaan pembangunan yang memerlukan konsultasi dengan publik.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
45 of 140
pelaporan realisasi anggaran. Peraturan pemerintah no. 39/2007 menetapkan prosedur
pengelolaan anggaran pemerintah (urusan perbendaharaan) di tingkat pusat dan
daerah. Semua peraturan perundang-undangan ini tidak secara langsung berhubungan
dengan tata kelola dan pembiayaan pendidikan sehingga tidak akan dibahas lebih
lanjut dalam dokumen ini.
109. Pada bulan Juni 2009, Bappenas dan Depkeu mengeluarkan Surat Edaran
Bersama nomor 0142/M.PPN/06/2009 (sistem penomoran Bappenas) dan
SE1848/MK/2009 (sistem penomoran Depkeu) yang berisi rencana restrukturisasi
sistem penganggaran nasional untuk diselaraskan dengan maksud dari undang-undang
keuangan negara dan perencanaan pembangunan. Restrukturisasi tersebut akan
mengikat jenis-jenis anggaran (kegiatan yang spesifik) secara jauh lebih ketat dengan
prioritas rencana kerja pemerintah jangka menengah dan tahunan maupun rencana
strategis (5 tahun) serta uraian/pembagian tugas di antara departemen-departemen
sektoral. Rencana tersebut menghapuskan praktek saat ini untuk memberikan
pendanaan kepada sebuah program (atau kegiatan) di banyak instansi; sebaliknya
setiap program hanya akan mempunyai sebuah instansi penanggung jawab tunggal.
Restrukturisasi tersebut juga mewajibkan adanya estimasi kebutuhan anggaran selama
tiga tahun ke depan untuk kegiatan-kegiatan yang berlangsung lebih dari setahun. Jadi
anggaran belanja tahun 2010 akan mencantumkan estimasi kebutuhan anggaran untuk
tahun 2011, 2012 dan 2013, sedangkan anggaran belanja tahun 2011 akan
mencantumkan estimasi kebutuhan anggaran untuk tahun 2012, 2013 dan 2014.
restrukturisasi tersebut akan diujicoba di enam departemen, salah satunya Depdiknas.
110. Undang-Undang 25/2004 tentang Perencanaan Pembangunan. Undang-
undang ini menetapkan sejumlah rencana yang harus disusun di tingkat pusat maupun
daerah. Di tingkat pusat, harus ada:
Rencana pembangunan jangka panjang (20 tahun);
Rencana pembanguan jangka menengah 1 (5 tahun) yang akan disusun oleh setiap
tim Presiden dan Wakil Presiden yang baru untuk menentukan arah kebijakan
pembangunan pemerintahan mereka;
Rencana pembangunan tahunan, yang disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
Departemen-departemen2 di tingkat pusat harus mempunyai:
Rencana pembangunan jangka menengah yang disebut Rencana Strategis
(Renstra);
Rencana pembangunan tahunan yang disebut Rencana Kerja
Kementerian/Lembaga (Renja-KL).
1 Sebelumnya disebut “Rencana Pembangunan Lima Tahun” (Repelita). Istilah ini tidak dipergunakan
lagi dalam Undang-Undang Keuangan Negara dan telah diganti dengan istilah Rencana Jangka
Menengah. 2 Perencanaan sekolah madrasah tercantum dalam Rencana Strategis Depag dan Rencana Kerja
Tahunan Depag.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
46 of 140
Gambar 8 Proses Penyusunan APBD
Rencana Jangka Menengah Daerah 5 tahun
=====================
Program unit sektoral
Rencana Kerja Pemda tahunan
======================== Program unit sektoral
Rencana Strategis Unit 5 tahun
Ramalan dan asumsi anggaran
Pembahasan dengan DPRD
Alokasi Indikatif
Rencana Kerja Unit dan permintaan anggaran
Pembahasan dengan Bidang Anggaran dan Bappeda
Konsolidasi di Bidang Anggaran rencana APBD
Pembahasan dengan DPRD
Peraturan Anggaran
Rencana Jangka Panjang Daerah 20 tahun
Rencana Jangka Panjang Nasional 20 tahun
Platform Kampanye
Pikada Bupati
Rencana Kerja Pemerintah
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
47 of 140
Daerah (provinsi dan kabupaten) harus mempunyai:
Rencana pembangunan jangka panjang;
Rencana pembangunan jangka menengah yang disusun oleh setiap tim Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang baru untuk menentukan arah kebijakan
pembangunan di daerah tersebut selama pemerintahan mereka;
Rencana pembangunan jangka menengah untuk setiap Dinas,1 yang disebut
Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD)2
Rencana pembangunan tahunan, yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD);
Rencana kerja tahunan untuk setiap Dinas, yang disebut Rencana Kerja Tahunan
Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD).
Rangkuman rencana nasional saat ini sehubungan dengan pendidikan (Rencana
jangka panjang nasional, rencana jangka menengah nasional, Rencana Strategis
Depdiknas dan rencana kerja nasional 2009-2010) dapat dilihat dalam Lampiran 1.
111. Peraturan Pemerintah No. 8/2008 memberikan petunjuk yang terperinci
tentang format dan isi rencana pembangunan daerah maupun mekanisme dan
pembagian tanggung jawab atas pengawasan dan evaluasi pelaksanaan dari rencana-
rencana tersebut.3
112. Petunjuk dalam Undang-Undang Perencanaan Pembangunan secara tegas
mewajibkan agar proses penyusunan rencana pembangunan jangka panjang dan
jangka menengah harus dilakukan melalui musyawarah perencanaan pembangunan
(Musrenbang). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) berkonsultasi
dengan wakil dari departemen pusat dan pemerintah daerah. Bappenas juga
mengadakan seminar dan lokakarya di mana wakil-wakil masyarakat sipil – umumnya
akademisi dan pakar yang diakui secara nasional maupun lokal – diminta untuk
mengomentari draft rencana pembangunan tersebut. Depdiknas mengadakan rembuk
nasional tahunan dengan wakil-wakil masyarakat sipil untuk membahas pencapaian
tahun sebelumnya dan arah kebijakan dan kegiatan pendidikan di masa mendatang.4
113. Sejak tahun 2006, Bappenas telah menerbitkan “buku pedoman” tahunan
untuk pemerintah daerah. Buku pedoman ini bertujuan untuk menyampaikan
informasi tentang peraturan perundang-undangan sehubungan dengan pemerintahan
daerah. Petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam buku pedoman mencakup persyaratan
dan prosedur konsultasi perencanaan pembangunan di tingkat daerah. Buku pedoman
tahun 2007 dan selanjutnya juga berisi “tema”, misalnya tema tahun 2007 adalah
investasi dan peran pemerintah daerah dalam mendorong investasi; tema tahun 2008
adalah infrastruktur dan pembangunan daerah – yang membantu mengurangi
kemiskinan; tema tahun 2009 adalah memperkuat perekonomian daerah untuk
menghadapi krisis keuangan global. Jika pemerintah daerah benar-benar
memperhatikan pedoman tersebut maka mereka cenderung menerapkan keseragaman
1 Dinas.
2 Terminologi ini telah diubah oleh PP 38/2007, bandingkan paragraf 60 halaman 29 di atas.
3 Namun, acuan untuk peraturan ini adalah UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah, bukan undang-
undang perencanaan pembangunan. Wewenang pelaksanaan terletak di Depdagri, bukan Bappenas. 4 Rembuk ini terpisan dengan rapat kerja nasional (rakernas) di mana informasi tentang kebijakan,
rencana, kegiatan dan anggaran tahun berjalan disosialisasikan kepada tenaga kependidikan pemerintah
pusat dan daerah.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
48 of 140
(dari pusat) dalam proses dan prioritas perencanaan pembangunan yang
didesentralisasi.
114. Secara keseluruhan, proses perencanaan bersifat teknokratis: pegawai Dinas
bekerja sama dengan pegawai badan perencanaan pembangunan untuk
mengembangkan rencana. Dalam beberapa kasus, badan perencanaan pembangunan
mempekerjakan konsultan untuk menyusun rencana. Buku pedoman Bappenas yang
disebutkan di paragraf sebelumnya berisi sangat banyak informasi teknis dan petunjuk
terperinci mengenai caranya melaksanakan proses perencanaan, termasuk konsultasi
publik. Lembaga-lembaga donor juga menyusun prosedur dan manual perencanaan
pembangunan. Banyaknya pendekatan tidak harus selalu negatif karena masalah
sebenarnya terletak pada kemampuan lembaga lokal untuk membela kepentingan
publik yang konstruktif pada apa yang secara tradisional dianggap sebagai urusan
teknokratis.1
115. PP No. 39/2006 mewajibkan departemen pusat maupun kepala daerah,
melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah2 (Bappeda) untuk menyampaikan
laporan triwulan kepada Bappenas tentang realisasi dari yang direncanakan dengan
tembusan kepada Depkeu dan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
(untuk departemen-departemen di pusat) dan kepada Depdagri (untuk daerah).
Laporan daerah disusun oleh Bappeda dari laporan-laporan yang disampaikan kepada
Dinas. Laporan dinas kabupaten dikirim dengan tembusan kepada dinas provinsi dan
departemen sektoral di pusat.3
116. Petunjuk-petunjuk dalam UU Perencanaan Pembangunan juga menyatakan
bahwa rencana pembangunan jangka menengah di tingkat pusat maupun daerah harus
mencerminkan platform kampanye dari tim kandidat yang menang. Sebaliknya, isi
dari rencana jangka panjang 2005 – 20254 (LTDP) menyatakan secara tegas bahwa:
“Pemilihan langsung [Presiden dan Wakil Presiden] menjadi peluang bagi para calon
untuk menyampaikan visi, misi dan program mereka dalam kampanye. [Namun]
peluang ini dapat memutuskan kesinambungan antara pembangunan selama satu
periode dan periode berikutnya” (LTDP 2007, Bab 1, Pasal 1.1, paragraf 4, hal 2)
yang memperlihatkan bahwa kelentukan politik dan daya tanggap demokratis untuk
mengikat rencana pembangunan jangka menengah dengan pemilu tidak dipandang
sebagai keuntungan oleh para perencana Bappenas. Selain itu, Surat Edaran Depdagri
1 Sejumlah proyek, termasuk proyek-proyek yang didanai oleh donor, bekerja sama dengan Depdiknas,
Depag dan instansi-instansi pemerintah daerah untuk mengatasi masalah ini. 2 Perlu diperhatikan bahwa instansi ini merupakan bagian dari pemerintah daerah dan tidak mempunyai
hubungan hirarki dengan Bappenas.
3 Ada laporan kinerja tahunan lain yang diwajibkan dari para pejabat pemerintah pusat dan daerah,
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP pada mulanya dimaksudkan
sebagai laporan akuntabilitas perorangan atas nama pejabat, tetapi laporan tersebut kemudian
berkembang menjadi laporan kinerja instansi. LAKIP diatur oleh Instruksi Presiden No. 7/1999 tentang
pertanggungjawaban kinerja penyelenggara negara berdasarkan kebijakan anti korupsi tahun 1999.
LAKIP wajib diberikan oleh semua pejabat pemerintah (Eselon 2 ke atas) di semua unit pemerintahan,
baik di kementerian pusat maupun di daerah. Dasar akuntabilitas dan pelaporannya adalah rencana
strategis pusat atau daerah. Mekanisme evaluasinya adalah hanya perbandingan rencana terhadap
realisasi yang dicapai menurut bobot nilai setiap komponen dalam rencana secara keseluruhan. Lima
indikator evaluasi diberikan (masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak). Pedomannya dikeluarkan
oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN). Laporannya ditujukan kepada Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dengan tembusan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 4 UU 17/2007.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
49 of 140
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah1 secara tegas
menyatakan bahwa rencana tingkat provinsi harus didasarkan pada rencana nasional,
dan rencana tingkat kabupaten/kota harus didasarkan pada rencana provinsi. Dalam
praktek, rencana provinsi dan kabupaten/kota yang sedang berjalan untuk kabupaten-
kabupaten dampingan DBE1 cenderung mencerminkan misi dan visi pejabat terpilih
untuk periode mendatang.
117. Permendiknas No. 32/2005 berisi Rencana Strategis Departemen Pendidikan
yang mencakup rencana pendidikan jangka panjang (20 tahun) dalam Bab 4.
Permendiknas No. 14/2006 mengharuskan laporan pertanggungjawaban kinerja dari
para pejabat Depdiknas di pusat dan Permendiknas No. 14/2008 menetapkan
indikator-indikator kinerja utama untuk sektor pendidikan, terutama Rencana
Strategis.
118. Undang-undang pendidikan. Undang-undang pendidikan terdiri dari UU No.
20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan dua undang-undang pendukungnya:
UU 14/2005 tentang guru dan dosen dan UU 9/2009 tentang badan hukum
pendidikan.
119. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. UU No. 20/2003 dirancang
untuk menciptakan suatu sistem “yang mampu menjamin pemerataan kesempatan
pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen untuk
menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional
dan global [melalui] ... pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan
berkesinambungan …” (Konsideran c.)
120. Undang-undang ini mempersatukan semua penyelenggara pendidikan dalam
satu sistem nasional: negeri dan swasta; Depdiknas dan Depag. Namun, penyatuan ini
dicapai melalui sistem peraturan yang terpadu, yang secara formal berada di luar
Depdiknas2 maupun Depag, sedangkan urusan perencanaan, anggaran dan
manajemennya tetap terpisah. Sistem peraturan ini terdiri dari standar nasional
pendidikan (SNP) yang mengikat semua penyelenggara pendidikan. Perlu
diperhatikan bahwa SNP berbeda dengan standar pelayanan minimum (SPM) yang
dibahas di atas dalam paragraf 57, hal 28. SNP dimandatkan di bawah undang-
undang pendidikan sedangkan SPM dimandatkan di bawah undang-undang
pemerintahan daerah; SNP berlaku bagi seluruh proses belajar mengajar (masukan-
proses-keluaran-evaluasi) tetapi tidak termasuk angka partisipasi sedangkan
rancangan SPM yang lama maupun saat ini mencakup angka partisipasi maupun
karakteristik sekolah tertentu. SNP dilaksanakan oleh Depdiknas sedangkan SPM
dilaksanakan oleh Depdagri. Undang-undang pendidikan memang menyebutkan SPM
dalam pasal 51 yang berbunyi: Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar
pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Bab VIII
Standar Manajemen dalam PP 19/2005 tentang SNP mewajibkan pemerintah pusat
maupun kabupaten/kota untuk menyusun rencana tahunan, termasuk pemenuhan SPM
sebagai salah satu prioritas dalam rencana tersebut.
1 Surat Edaran 050/2020/SJ, 11 Agustus 2005.
2 Direktur dari lembaga pengatur adalah orang-orang yang diangkat secara politik dari masyarakat sipil,
namun sekretariat dan pegawai dari lembaga tersebut diperbantukan dari Depdiknas.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
50 of 140
121. Seperti dikemukakan dalam paragraf 33, halaman 17 di atas, SNP
dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Badan ini diberikan
wewenang untuk mengembangkan, memantau dan melaporkan pencapaian standar
tetapi tidak berwenang untuk melaksanakan standar. Undang-undang (dan Depdiknas)
tampaknya telah mempersiapkan pelaksanaan melalui proses akreditasi sekolah, yang
dipercayakan kepada badan independen baru: Badan Akreditasi Nasional
Sekolah/Madrasah (BAN-S/M). UU 9/2009 tentang badan hukum pendidikan yang
dibahas dalam paragraf 142 hal 55 di bawah ini, mengharuskan badan hukum
pendidikan memenuhi SNP.
122. Undang-undang pendidikan juga menetapkan program wajib belajar (Wajar)1
dan menyatakan bahwa pemerintah pusat dan/atau daerah harus menyelenggarakan
program wajib belajar ini secara gratis kepada peserta didik2 (bandingkan paragraf
128 hal 52 di bawah ini dan Lampiran 3.) Instruksi Presiden 5/2006 menginstruksikan
berbagai menteri untuk mengambil tindakan guna mempercepat tercapainya program
wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun secara universal. Permendiknas No. 35/2006
memberikan pedoman pelaksanaan untuk “gerakan mempercepat tercapainya program
wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun secara universal”. Pedoman tersebut diatur
dengan tiga “pilar” kebijakan pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam Rencana
Strategis: akses dan partisipasi, kualitas dan relevansi, tata kelola, akuntabilitas dan
citra publik. Dengan kata lain, wajib belajar pendidikan dasar tidak terbatas pada
angka partisipasi; hal itu juga termasuk kualitas dan tata kelola.3
123. PP No. 47/2008 mewajibkan pelaksanaan program wajib belajar pendidikan
dasar universal oleh pemerintah pusat (Depdiknas)4 dan pemerintah daerah, sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Pasal 9 dari PP ini
mengharuskan agar pemerintah pusat dan daerah menjamin penyelenggaraan
pendidikan dasar tanpa memungut biaya dari peserta didik. Pasal tersebut juga
menyebutkan bahwa pemerintah pusat dan/atau daerah harus menyediakan bantuan
biaya bagi siswa usia pendidikan dasar (7-15 tahun) yang orang tuanya atau walinya
tidak mampu membiayai pendidikan anak-anak mereka.
1 Tetapi tidak mengatur pelaksanaan atau sanksi-sanksinya. Beberapa kabupaten/kota melihat
kekurangan ini dan melengkapinya dengan peraturan daerah tentang pendidikan. 2 Pasal 1 (18) mendefinisikan penyelenggaraan wajib belajar sebagai “tanggung jawab pemerintah”.
Pasal 11(2) menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan pendanaan
pendidikan bagi setiap warga yang berusia 7 – 15 tahun (kelompok usia pendidikan dasar). Pasal 34(2)
menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan dasar tanpa
memungut biaya dari peserta didik.
Ketentuan ini digunakan oleh DPR untuk mengubah BOS dari kebijakan pengentasan kemiskinan
menjadi kebijakan pendidikan dasar gratis, sehingga memutuskan hubungannya dengan asal mula
program sebagai jaring pengaman sosial dan kompensasi subsidi BBM. Pembahasan tentang asal mula
dan perkembangan BOS dapat dilihat dalam Lampiran 2. 3 Peraturan ini membedakan antara “bantuan biaya” bagi siswa dari keluarga miskin dan “beasiswa”
sebagai penghargaan atas prestasi akademik siswa. Beberapa proyek donor menggunakan istilah
“beasiswa” [bahasa Inggris: “scholarship”] untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang diakui oleh
pendanaan pendidikan Indonesia sebagai “bantuan biaya.” Hal ini menimbulkan kesalah-pengertian
ketika dokumen berbahasa Inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. 4 Tetapi tidak secara spesifik untuk Depag meskipun Penjelasan Undang-Undang memang
menyebutkan madrasah (sekolah di bawah Depag).
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
51 of 140
124. Meskipun undang-undang pendidikan menyatakan bahwa masalah
pembiayaan pendidikan akan diatur dengan peraturan pemerintah namun undang-
undang tersebut masih memberikan pedoman secara umum.
Pendanaan pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat,
pemerintah daerah dan masyarakat termasuk orang tua siswa.
Salah satu bentuk pendanaan pemerintah adalah keringanan pajak.1
Pendanaan dari pemerintah (pusat atau daerah) kepada sekolah harus berupa hibah
blok sebagai pendanaan wajib dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
(dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota). Dampak dari ketentuan ini adalah
bahwa bantuan pendanaan harus berkaitan langsung dengan program dan kegiatan
yang spesifik.2 Lihat juga paragraf-paragraf mengenai hibah blok di atas.
125. PP No. 48/2008 mengatur pendanaan pendidikan. Pasal 3 membagi biaya
pendidikan menjadi tiga kategori:
Biaya satuan pendidikan (sekolah) yang terdiri dari:
o Biaya investasi (yang dibagi menjadi lahan dan fasilitas yang digunakan
secara langsung untuk kegiatan pendidikan, misalnya ruang kelas,
laboratorium dan perpustakaan, serta lahan dan fasilitas yang tidak secara
langsung digunakan untuk kegiatan pendidikan, misalnya kantor)
o Biaya operasional (dibagi menjadi biaya personalia dan non-personalia)
o Bantuan biaya (kepada orang tua)
o Beasiswa3
Biaya untuk menyelenggarakan dan mengelola kegiatan pendidikan: Penjelasan
PP menyatakan bahwa biaya ini ditanggung oleh pemerintah pusat dan/atau
daerah dan penyelenggara pendidikan swasta, yang terdiri dari:
o Biaya investasi (yang dibagi menjadi lahan dan fasilitas lain, misalnya kantor
sekolah negeri dan swasta)
o Biaya operasional (yang dibagi menjadi biaya personalia dan non-personalia)
Biaya siswa, seperti transportasi dan seragam.
126. Peraturan Pemerintah ini memberikan petunjuk yang terperinci kepada
instansi-instansi pemerintah di pusat maupun daerah mengenai bagaimana dan ke
mana mengalokasikan pengeluaran untuk berbagai kategori biaya dalam anggaran
mereka. Setiap pembahasan menyimpulkan dengan pernyataan bahwa pemerintah
bertanggung jawab atas pendanaan “di tingkat yang setidaknya dapat memenuhi
standar nasional pendidikan”. Pasal-pasal PP yang mengatur kewajiban pembiayaan
penyelenggara sekolah swasta mewajibkan standar yang sama.
127. Peraturan Pemerintah ini menunjukkan perbedaan yang jelas dan konsisten
antara pendanaan untuk sekolah yang menawarkan program pendidikan dasar (negeri
maupun swasta; Depdiknas maupun Depag) dan pendanaan untuk sekolah yang
menawarkan program-program lain. Pada prinsipnya, sekolah-sekolah yang
1 Tepatnya pajak mana yang akan dikurangi tidak disebutkan. Kemungkinan pajak bumi dan bangunan
atas fasilitas sekolah swasta. 2 Pendanaan BOS tidak tercantum dalam undang-undang pendidikan atau PP 48/2008 karena
pendanaan tersebut merupakan salah satu mata anggaran dalam APBN. 3 Penjelasan pasal 3 menunjukkan perbedaan antara bantuan biaya pendidikan bagi keluarga yang tidak
mampu dan bantuan biaya pendidikan (beasiswa) untuk setiap peserta didik, termasuk mereka yang
berasal dari keluarga yang tidak miskin, sebagai penghargaan atas prestasi/keunggulan akademik
mereka.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
52 of 140
menawarkan program pendidikan dasar harus menutupi biaya sekolah dan biaya
pengelolaan pendidikan tanpa memungut biaya dari orang tua, dan pemerintah harus
menjamin bahwa pendanaan tersebut tersedia untuk mendukung hal ini. Namun, pasal
51 dan 52 dari peraturan pemerintah ini mengizinkan sekolah negeri maupun swasta
memungut biaya dari orang tua di bawah keadaan yang ditetapkan secara cermat,
termasuk:
Rencana strategis dan tahunan sekolah yang mengacu kepada pencapaian SNP
Dana yang disimpan dalam rekening terpisah dan dikelola secara terpisah dari
penerimaan lain dengan pengumuman tentang pengeluaran yang dipasang di
tempat umum.
Pungutan tersebut tidak terkait dengan kebijakan pendaftaran masuk atau (nilai)
evaluasi
Sedikitnya 20% dana pungutan tersebut digunakan untuk kegiatan peningkatan
kualitas; dan
Larangan mutlak untuk memungut biaya dari orang tua miskin.
Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama dapat membatalkan segala jenis
pungutan yang melanggar kriteria ini.
128. Istilah “pendidikan gratis” tidak digunakan dalam dokumen-dokumen
tersebut; malahan, formulasinya secara konsisten menyatakan bahwa pendidikan
dasar harus disediakan “tanpa memungut biaya” dari orang tua. Pembahasan
mengenai latar belakang “pendidikan gratis” ini dapat dilihat dalam Lampiran 3.
129. Pasal 40 dari Peraturan Pemerintah ini menyatakan bahwa pendanaan biaya
operasional non-personalia di sekolah swasta yang menawarkan program pendidikan
dasar juga menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota. Pasal 45 mewajibkan
sekolah-sekolah tersebut untuk menerima pendanaan dari pemerintah kabupaten/kota.
Sekolah-sekolah yang memilih untuk menolak BOS dilarang melakukan pungutan
sama sekali dari orang tua. Pasal 44 mewajibkan sekolah swasta untuk menyediakan
bantuan biaya bagi peserta didik dari keluarga miskin.
130. Undang-undang sistem pendidikan nasional juga memuat satu pasal yang
berjudul “peran serta masyarakat” dengan membentuk Dewan Pendidikan (DP) dan
komite sekolah/madrasah1. Peraturan pelaksanaan untuk Dewan Pendidikan dan
komite sekolah/madrasah belum dikeluarkan, namun website Depdiknas memuat
dokumen-dokumen yang menguraikan peran dan fungsi DP dan komite sekolah.
Peran dan fungsi kedua lembaga tersebut sama, kecuali tingkatannya: DP bekerja di
tingkat provinsi2 atau kabupaten sedangkan komite sekolah di tingkat sekolah.
Permendiknas No. 19/2007 yang memuat SNP untuk pengelolaan pendidikan di
tingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kota) mewajibkan pemerintah daerah untuk
bekerja sama dengan Dewan Pendidikan dalam berbagai kesempatan. Permendiknas
No. 19/2007 ini yang memuat SNP untuk pengelolaan satuan-satuan pendidikan
(sekolah) mewajibkan agar komite sekolah memberikan masukan dan/atau
persetujuan atas berbagai kebijakan, rencana dan anggaran sekolah dan agar komite
sekolah mengevaluasi pelaksanaan rencana dan anggaran tersebut. Tampaknya peran
1 Komite sekolah/madrasah berbeda dengan “yayasan” yang menjadi pemilik-operator sekolah swasta.
2 Dinyatakan secara tegas bahwa Dewan Pendidikan provinsi tidak mempunyai hubungan hirarki
dengan Dewan Pendidikan kabupaten/kota.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
53 of 140
dan fungsi kedua lembaga tersebut didefinisikan secara tidak langsung, melalui
ketentuan agar pemerintah daerah dan sekolah melibatkan Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah dalam pengambilan keputusan dan evaluasi.
131. Pasal 51 dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional mewajibkan
manajemen berbasis sekolah/madrasah, yang didefinisikan dalam bagian
“Penjelasan”1 UU ini sebagai “bentuk otonomi manajemen pendidikan di satuan
pendidikan yang dalam hal ini kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh komite
sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan.” Kegiatan manajemen
berbasis sekolah biasanya mencakup tinjauan atau partisipasi komite sekolah dalam
mengembangkan rencana dan anggaran sekolah, komite sekolah yang menyuarakan
aspirasi pemangku kepentingan pendidikan kepada manajemen sekolah, mengirimkan
laporan administrasi dan keuangan kepada instansi yang berwenang, memenuhi
kebutuhan operasional, dan sebagainya. Peranan dan kegiatan secara tepat dari komite
sekolah/madrasah perlu disesuaikan dengan ketentuan UU No. 9/2009 tentang Badan
Hukum Pendidikan, bandingkan paragraf 142, hal. 55 di bawah ini.
132. Pasal 49 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional telah menimbulkan
perdebatan politik dan sosial yang luas. Pasal ini memandatkan agar 20% anggaran
pusat dan daerah dialokasikan untuk pendidikan. Edisi tahun 2007 dari survei ini
membahas perkembangan perdebatan ini. Pembaca yang berminat dapat melihat
dokumen tersebut. Pada tahun 2004, Depdiknas dan DPR mencapai kesepakatan
bahwa nilai pendanaan anggaran pusat untuk pendidikan akan dinaikkan mulai tahun
2006 sampai mencapai tujuan 20% pada tahun 2009. Persentase yang ditargetkan
adalah 12% pada tahun 2006, 14,7% pada tahun 2007, 17,4% pada tahun 2008, dan
20% pada tahun 2009.2
133. Perdebatan tersebut diselesaikan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi no.
13/PUU-VII 2008 yang menyatakan bahwa UU APBN 2008 yang disahkan oleh DPR
tidak konstitusional karena pendanaan pendidikan hanya mencapai 15,6% dari total
pendanaan – di bawah 20% yang disyaratkan oleh konstitusi. Pemerintah diberikan
waktu setahun untuk menyesuaikan APBN. MK juga menyelesaikan inti dari
kontroversi ini, yaitu cara menghitung nilai 20% tersebut. MK menginstruksikan agar
total pendanaan untuk “urusan pendidikan”3 (termasuk gaji guru PNS) dibandingkan
dengan total anggaran pemerintah pusat (di luar transfer ke daerah). MK juga
memperluas ketentuan 20% tersebut ke anggaran daerah (APBD) yang harus dihitung
dengan cara yang sama.
134. Selanjutnya Depkeu mengeluarkan Permenkeu no. 86/PMK.02/2009 dan
84/PMK.07/2009 yang memberlakukan ketentuan 20% tersebut masing-masing
terhadap APBN dan APBD dan memberikan petunjuk teknis untuk menghitung
alokasi urusan pendidikan.
1 Perhatikan bahwa pasal-pasal dalam Penjelasan bersifat mengikat secara hukum.
2 Rencanan Strategis Depdiknas, Bab 6, pasal 73.
3 “Urusan” adalah salah satu cara untuk mengklasifikasikan alokasi pengeluarang anggaran pemerintah.
Ada 13 urusan yang secara umum berhubungan dengan sektor-sektor, dan salah satunya adalah sektor
pendidikan.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
54 of 140
135. Undang-Undang Guru dan Dosen1. UU 14/2005 penting karena UU ini
mendefinisikan pengajaran sebagai profesi dengan status hukum yang memerlukan
keterampilan dan kompetensi tertentu. Penguasaan keterampilan dan kompetensi
dibuktikan dengan diterbitkannya sertifikat. Undang-undang ini mencantumkan daftar
keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan dari guru. Undang-undang ini
menyatakan bahwa sertifikat dikeluarkan oleh lembaga pendidikan tinggi guru
terakreditasi yang ditentukan oleh pemerintah. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No. 18/2007 juga menetapkan mekanisme bagaimana guru dapat
disertifikasi berdasarkan pengalaman profesional dan prestasi mereka dalam bentuk
“portfolio”.
136. Guru atau dosen yang memiliki sertifikat berhak mendapatkan tunjangan yang
melekat pada gaji sebesar 100% dari gaji pokoknya sebagai PNS. Guru atau dosen di
sekolah swasta akan menerima tunjangan yang melekat pada gaji sebesar 100% dari
gaji pokok sama seperti yang diterima oleh guru PNS. Tunjangan tersebut tidak sama
dengan gaji PNS yang dibayar kepada guru sekolah swasta yang menjadi PNS.
Tunjangan profesi tersedia bagi semua guru yang telah memiliki sertifikat, di
manapun mereka mengajar dan apapun status mereka, termasuk guru tidak tetap di
sekolah swasta dan guru kontrak.
137. UU No. 14/2005 mewajibkan agar pemerintah daerah menyediakan guru yang
berkualifikasi – termasuk yang bersertifikat – dalam jumlah yang memadai untuk
memenuhi kebutuhan sekolah-sekolah negeri. Pemerintah kabupaten/kota
bertanggung jawab untuk menyediakan guru bagi pra sekolah dan sekolah pendidikan
dasar dan menengah (SD + SMP) sedangkan pemerintah provinsi bertanggung jawab
untuk menyediakan guru bagi sekolah menengah atas dan sekolah luar biasa2.
Penyelenggara pendidikan swasta wajib menyediakan guru yang berkualifikasi dalam
jumlah yang cukup di sekolah mereka. Namun, UU tahun 2009 yang baru tentang
badan hukum pendidikan memberi kepala sekolah tugas untuk mengangkat (dan
memberhentikan) guru-guru secara perorangan, bahkan di sekolah negeri. Setiap guru,
PNS atau bukan, akan menandatangani kontrak dengan sekolah. Bandingkan paragraf
146, hal 56 di bawah ini.
138. Undang-undang No. 14/2005 juga menetapkan tunjangan yang melekat pada
gaji bagi guru-guru yang bekerja di daerah-daerah “khusus” yaitu.
Daerah perdesaan yang terpencil atau tertinggal3
Daerah perdesaan yang dihuni oleh masyarakat adat terpencil
perbatasan dengan negara lain yang secara geografis relatif sulit dijangkau
transportasi, yang telah didefinisikan sebagai daerah tertinggal oleh Kementerian
Negara Pembangunan Daerah Tertinggal. Tunjangan yang melekat pada gaji
mencapai 100% dari gaji pokok PNS dan tersedia bagi semua guru di daerah
1 Kata guru dalam bahasa Indonesia tidak digunakan untuk pengajar di universitas yang disebut dosen.
Profesor yang biasanya merupakan pangkat dalam kepegawaian sipil di perguruan tinggi yang otonom
sekarang menjadi pangkat dari dosen.
Secara teknis, universitas hanyalah salah satu bentuk perguruan tinggi di Indonesia, namun istilah
tersebut digunakan secara umum dalam tinjauan ini. 2 UU 14/2005, pasal 24.
3 Ini adalah istilah teknis dalam wacana ekonomi dan politik daerah di Indonesia. Istilah tersebut
memaksudkan daerah yang masih “tertinggal” dalam proses pembangunan sehingga kurang maju
dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
55 of 140
tersebut. Permendiknas No. 32/2007 menetapkan pedoman teknis mengenai
tunjangan yang melekat pada gaji ini.
139. Guru dan dosen PNS juga berhak mendapatkan tunjangan fungsional selain
gaji pokok. Tunjangan fungsional ditetapkan dengan peraturan presiden dan diberikan
kepada pegawai dari berbagai jenis pekerjaan, bukan hanya pendidik. Peraturan
Presiden No. 108/2007 adalah peraturan terakhir yang mengatur tunjangan fungsional
untuk guru.
140. Peraturan Pemerintah No. 41/2009, di bawah UU No. 14/2005, adalah
peraturan induk yang menyediakan pedoman bagi semua tunjangan yang melekat
pada gaji yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut.
141. Selain gaji, undang-undang tentang guru dan dosen juga mendefinisikan hak
dan kewajiban guru dan dosen dan menetapkan beban pengajaran standar. Guru
mempunyai hak profesional untuk berpartisipasi dalam kebijakan, perencanaan,
penganggaran dan pengawasan di sekolah mereka dan di kabupaten/kota mereka.
142. Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan. UU No. 9/2009 juga
diperlukan oleh undang-undang sistem pendidikan nasional. Inti dari undang-undang
ini adalah bawha setiap sekolah merupakan badan hukum yang terpisah dengan
identitas hukum dan status hukumnya sendiri. Sekolah-sekolah tidak lagi “dimiliki”
oleh instansi pemerintah atau penyelenggara swasta. Pemilik yang lama sekarang
berstatus sebagai “pendiri”. Tujuan utama dari undang-undang ini adalah memberikan
jaminan hukum atas otonomi yang sebenarnya di tingkat sekolah. Tujuan sekundernya
adalah menghapuskan segala bentuk diskriminasi di antara sekolah-sekolah
(misalnya, negeri terhadap swasta, Depdiknas terhadap Depag).
143. Aspek teknik hukum yang sebenarnya dari undang-undang ini agak rumit
tetapi dampaknya adalah membentuk dua jenis badan hukum:
Sekolah individual dan
Penyelenggara, yang dapat mendirikan satu sekolah atau lebih. Yayasan swasta
yang saat ini memiliki dan mengoperasikan sekolah akan menjadi penyelenggara.
Hal ini tetap melindungi yayasan yang ada dengan mengizinkan sekolah-sekolah di
masa mendatang didirikan secara langsung sebagai badan hukum pendidikan, tanpa
memerlukan organisasi yang mewadahinya.
144. Sebuah sekolah terdiri dari dua “organ” (istilah dari undang-undang
bersangkutan), masing-masing organ mempunyai fungsinya sendiri dalam proses
penyelenggaraan pendidikan:
Organ representasi pemangku kepentingan, yang menetapkan kebijakan umum
untuk sekolah, menyusun rencana strategis dan tahunan serta anggaran belanja,
mengevaluasi kinerja sekolah dan mengangkat kepala sekolah
Organ pengelola pendidikan, yang mempunyai otonomi penuh dalam
melaksanakan manajemen berbasis sekolah.
145. Anggota organ representasi pemangku kepentingan terdiri dari pendiri sekolah
(lembaga pemerintah atau yayasan swasta), ketua organ pengelola pendidikan (yaitu
kepala sekolah), wakil guru, pegawai non akademis dan komite sekolah.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
56 of 140
146. Organ pengelola pendidikan menyusun rencana dan anggaran untuk diajukan
kepada organ representasi pemangku kepentingan dan kemudian melaksanakan
rencana dan anggaran yang telah disetujui oleh organ representasi pemangku
kepentingan. Hasil pelaksanaan dilaporkan kembali kepada organ representasi
pemangku kepentingan. Kepala sekolah, sebagai ketua organ pengelola pendidikan,
bertanggung jawab untuk mengangkat dan memberhentikan guru dan personil sekolah
lainnya1 dan mengelola proses belajar mengajar di sekolah.
147. Makna penting dari realisasi otonomi di tingkat sekolah menurut undang-
undang ini diperlihatkan oleh fakta bahwa meskipun terdapat ungkapan yang lazim
“peraturan pelaksanaan mengenai hal ini akan ditetapkan dalam peraturan
pemerintah”, undang-undang badan hukum pendidikan menyatakan bahwa “hal ini
akan diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga” yang disusun oleh
pendiri sekolah.
148. Undang-undang badan hukum pendidikan memberikan kesempatan yang luas
untuk membahas masalah-masalah pembiayaan sekolah. Yang terpenting adalah
bahwa sekolah, sebagai badan hukum, akan memiliki asetnya sendiri. Ketentuan ini
berarti bahwa pemilik saat ini, negeri maupun swasta, terpaksa melepaskan aset
sekolah dari neracanya – suatu tugas yang sulit khususnya bagi sekolah swasta di
mana lebih dari satu sekolah mungkin bersama-sama menggunakan satu kampus.
Ketentuan lain mengharuskan agar semua pendapatan yang diterima oleh sekolah
digunakan hanua untuk kegiatan sekolah sendiri: pemilik sekolah swasta tidak dapat
lagi mengambil laba dari sekolah atau mensubsidi silang antar sekolah yang dimiliki
yayasan yang sama.
149. Ketentuan tentang penerimaan dan pengeluaran sekolah secara saksama
mengikuti spesifikasi dalam PP No. 48/2008 tentang pendanaan pendidikan.
Khususnya, pasal 44 undang-undang badan hukum pendidikan menegaskan tanggung
jawab pemerintah untuk menyediakan pendanaan pendidikan dasar:
Pemerintah [pusat dan/atau daerah] menanggung dana pendidikan untuk
sekolah swasta yang menyelenggarakan program wajib belajar pendidikan
dasar, termasuk biaya operasional dan beasiswa, serta menyediakan
bantuan biaya investasi dan bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik
miskin sesuai dengan standar pelayanan minimum untuk mencapai standar
pendidikan nasional.
150. Undang-undang badan hukum pendidikan juga membahas masalah akses
pendidikan bagi peserta didik secara lebih langsung. Pasal 46 mewajibkan penerimaan
paling sedikit 20% dari jumlah seluruh peserta didik baru di setiap sekolah dari
keluarga miskin namun memiliki potensi akademik yang tinggi. Peserta didik tersebut
mungkin diwajibkan untuk membayar biaya sekolah berdasarkan kemampuan
keuangan mereka. Selanjutnya, 20% dari seluruh peserta didik di sekolah tersebut
dialokasikan untuk siswa miskin dan/atau yang mempunyai potensi akademik yang
tinggi. Peserta didik ini akan menerima bantuan biaya penuh atau beasiswa sesuai
1 Undang-undang badan hukum pendidikan menyatakan bahwa pengangkatan dan pemberhentian guru
dan tenaga kependidikan harus sesuai dengan anggaran dasar sekolah serta peraturan tenaga kerja dan
kepegawaian pemerintah yang berlaku.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
57 of 140
dengan kebutuhan. Ketentuan ini berlaku bagi sekolah negeri maupun swasta di
semua jenjang, bukan hanya pendidikan dasar.
151. Undang-undang badan hukum pendidikan memberikan waktu 4 tahun kepada
sekolah negeri dan 6 tahun kepada sekolah swasta untuk menerapkan ketentuan
undang-undang tersebut. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Depdiknas untuk
tahun 2005 – 2025 menargetkan 20% sekolah mencapai status sebagai badan hukum
pendidikan selama periode 2005 – 2010 (sedang berjalan)1 yang terus meningkat
sampai 50% selama periode 2010 – 2015 dan 100% selama periode 2015 – 2020.
1 Lampiran: Rencana Pembangunan Jangka Panjang, pasal untuk Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah, baris Indikator Kinerja Utama. Meskipun target ini tidak tercantum dalam Rencana
Strategis 2005-2010.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
58 of 140
E. Analisa dan Kesimpulan
152. Produk hukum yang berlaku menyediakan kerangka praktis untuk mendukung
peningkatan interaksi demokratis dalam tata kelola pendidikan, rasionalisasi dan
peningkatan pendanaan lokal untuk pendidikan dasar, dan peningkatan transparansi
dan akuntabilitas di sektor pendidikan serta peningkatan kualitas dan akses ke
pendidikan. Tentu saja, masalahnya terletak pada perincian pelaksanaan.
153. Kritik-kritik berikut ini telah dilontarkan kepada sistem peraturan perundang-
undangan Indonesia:
Peraturan perundang-undangan yang relevan dalam beberapa kasus tidak
ditulis/didefinisikan dengan jelas.
Peraturan perundang-undangan yang relevan dimandatkan tanpa pembekalan
sumber daya untuk melaksanakan peraturan tersebut dengan baik.
Kritik tersebut tampaknya lebih berlaku bagi undang-undang otonomi daerah
sebelumnya (1999) dan sistem anggaran yang lama (sebelum tahun 2004). Sebagian
besar masalah ini, yang disampaikan dalam evaluasi dan analisa oleh donor,1 telah
tercakup dalam peraturan perundang-undangan yang ada saat ini. Contoh utama dari
proses ini adalah restrukturisasi anggaran pusat oleh Depkeu dan Bappenas serta
badan hukum pendidikan.
154. Kekurangjelasan dan ketidakkonsistenan antar peraturan perundang-undangan
sampai taraf tertentu merupakan fungsi dari pendekatan umum untuk mengatur,
sehingga peraturan perundang-undangan dianggap cukup mencantumkan prinsip-
prinsip umumnya saja sedangkan perincian pelaksanaan diserahkan kepada lembaga
tertentu yang bertugas melaksanakannya. Kekurangjelasan dan ketidakkonsistenan
juga disebabkan oleh kelemahan sistemik, yaitu kurangnya fungsi pendukung di
tingkat menengah – tenaga profesional dan informasi yang dapat diakses. Pertikaian
wilayah di antara berbagai lembaga dengan pendekatan filsafat dan politik yang
sangat berbeda di bidang desentralisasi, memperburuk masalahnya, seperti halnya
dengan tradisi budaya untuk menghindari konflik terbuka tentang formulasi-formulasi
yang dapat ditafsirkan dengan berbagai cara.
155. Segi positifnya, ada upaya untuk memperjelas definisi, namun efek samping
(mungkin bukan tidak diinginkan) dari upaya ini adalah kecenderungan untuk
mensentralisasi kembali pengambilan keputusan dan memberlakukan kembali
keseragaman yang kaku – yang sangat disukai oleh birokrat tetapi bertentangan
dengan semangat desentralisasi. Masih harus dilihat seberapa berhasilkah upaya-
upaya tersebut dalam praktek; apakah lembaga-lembaga sentralisasi (terutama
Bappenas, Depdagri dan pemerintah provinsi) mempunyai kapasitas untuk
mewujudkan visi pembangunan mereka di kabupaten/kota.
156. Masalah mandat yang belum didanai telah diatasi dengan mengizinkan
pelaksanaan secara bertahap dan secara tegas menghubungkan pelaksanaan dengan
ketersediaan sumber daya. Indonesia sedang membuat kemajuan besar dalam
melaksanakan dan melembagakan desentralisasi.
1 Kemudian dicantumkan dalam dokumen kebijakan pemerintah Indonesia, seperti Rencana
Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Strategis Depdiknas tahun 2004.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
59 of 140
157. Akhirnya, penyusunan daftar ketidakkonsistenan dan “ketidakjelasan” tidak
berguna. Pendekatan yang jauh lebih berguna adalah menanyakan:
Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang/peraturan
Apakah isi undang-undang/peraturan mendukung tujuannya
Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang/peraturan itu akan
mencapai tujuannya (di sinilah ketidakkonsistenan dan ketidakjelasan tersebut
dapat diselidiki)
Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang/peraturan dapat
mencapai tujuannya.
158. Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang:1
o Memenuhi kewajiban konstitusi pemerintah untuk “mencerdaskan kehidupan
bangsa”2 dan “menetapkan sistem pendidikan nasional tunggal yang akan
meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak
mulia sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.”3
o Menjamin pemerataan, peningkatan kualitas dan relevansi, dan manajemen
yang lebih efisien.
o Menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global.
o Memperbaharui sistem pendidikan secara terencana, berorientasi pada tujuan
dan berkelanjutan.
Apakah isi undang-undang mendukung tujuannya
o Undang-undang meletakkan prinsip-prinsip dasar untuk menetapkan sistem
pendidikan nasional yang komprehensif, termasuk upaya yang terencana untuk
memupuk iman, ketakwaan dan akhlak mulia.
o Undang-undang juga berisi ketentuan-ketentuan berdasarkan praktek terbaik
saat ini dalam kegiatan belajar mengajar maupun pengelolaan pendidikan.
o Dengan menerima asumsi (teknokratis)4 bahwa perubahan harus terencana dan
berorientasi pada tujuan, maka undang-undang dengan jelas menjabarkan arah
perubahan dan tujuan utama.
Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang itu akan mencapai
tujuannya
o Undang-undang ini bukan green-field law: Undang-undang ini berupaya
membuat perubahan dasar pada sistem yang ada tetapi disusun seolah-olah
undang-undang ini membentuk sistem yang baru. Selain kata-kata penutup
formal (tercantum dalam semua undang-undang) yang menyatakan bahwa
setiap undang-undang atau peraturan yang ada yang tidak bertentangan dengan
undang-undang ini akan tetap berlaku dan bahwa undang-undang yang ada
yang bertentangan dengan undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku lagi,5
tidak ada arah perubahan spesifik yang tercantum dalam undang-undang ini.
o UU 9/2009 tentang badan hukum pendidikan mencakup sebagian besar dari
bidang ini.
1 “Konsideran” UU 20/2003.
2 Pembukaan UUD 1945
3 Amandemen ke-4 UUD 1945.
4 Sama-sama dimiliki oleh pemerintah Indonesia, donor dan konsultan.
5 Pasal 75.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
60 of 140
o UU 20/2003 memang mempertimbangkan otonomi daerah dalam pengelolaan
penyelenggaraan pendidikan. Namun, undang-undang otonomi daerah yang
berlaku pada waktu undang-undang pendidikan dikeluarkan adalah undang-
undang otonomi tahun 1999, bukan undang-undang pemerintahan daerah
tahun 2004 yang menggantikannya dan yang sekarang berlaku. Ketentuan-
ketentuan sehubungan dengan undang-undang otonomi daerah dalam undang-
undang pendidikan bersifat cukup umum sehingga secara garis besar tidak
bertentangan dengan undang-undang pemerintahan daerah tahun 2004, dan
peraturan pelaksanaan untuk undang-undang pemerintahan daerah telah
memperjelas situasi ini.
Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang dapat mencapai
tujuannya
o Peraturan pelaksanaan akan dikeluarkan tetapi mengalami proses yang lambat.
Sementara itu, berbagai instansi pusat dan daerah terus berkembang dengan
perubahan-perubahan dalam praktek, berdasarkan penafsiran masing-masing
tentang tujuan undang-undang. Proyek-proyek yang didanai donor merupakan
sumber gagasan praktis yang penting mengenai cara mencapai tujuan-tujuan
ini.
o Akreditasi. Badan nasional telah dibentuk dan sekarang menangani standar
dan prosedur akreditasi. Direncanakan bahwa pelaksanaan kegiatan akreditasi
akan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat yang didukung oleh provinsi
dan kabupaten/kota.
o Pendanaan. Majelis Permusyawaratan Rakyat1 menyelesaikan masalah
pendanaan (sebelum undang-undang pendidikan disahkan) dengan
mewajibkan agar anggaran pemerintah “memprioritaskan” pendidikan melalui
alokasi minimum 20% dari anggaran dan menjadikan pendidikan dasar
sebagai pendidikan wajib yang harus dibiayai oleh pemerintah. Pemerintah
juga secara tegas telah menindaklanjuti masalah pendanaan pendidikan dasar
dengan memberikan subsidi BOS per kapita kepada sekolah-sekolah.2
o Rumus baru untuk menghitung DAU, meskipun rumus ini tidak ditargetkan
secara spesifik untuk pendidikan, dan member kabupaten/kota lebih banyak
sumber daya anggaran yang dapat digunakan untuk pendidikan.
159. Undang-Undang No. 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan
Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang:
o Memberikan otonomi sebenarnya kepada sekolah-sekolah
o Menghapuskan diskriminasi di antara berbagai jenis sekolah
Apakah isi undang-undang mendukung tujuannya
o Ya.
Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang itu akan mencapai
tujuannya
1 Organisasi yang berwenang untuk mengubah undang-undang dasar. Anggota MPR terdiri dari semua
anggota DPR yang terpilih, ditambah anggota-anggota yang ditunjuk. Dahulu, pemerintah menyeleksi
anggota-anggota yang ditunjuk; sekarang hal ini dilakukan oleh sebuah tim seleksi yang terdiri dari
para anggota DPR dan perwakilan pemerintah yang menyeleksi dari daftar kandidat yang diajukan oleh
organisasi masyarakat sipil. 2 Dan pendanaan “pendampingnya”: pendanaan BOP per kapita untuk program pendidikan kesetaraan
nonformal di tingkat dasar dan pendanaan Wajardikdas Depag per kapita untuk program pendidikan
dasar di pesantren.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
61 of 140
o Pada waktu peninjauan ini dilakukan, peraturan dan pedoman pelaksanaannya
telah dikeluarkan khusus perguruan tinggi.
o Pelaksanaan undang-undang ini akan menjadi usaha yang lama dan mahal.
Sebagian besar kabupaten/kota tidak mempunyai inventarisasi yang lengkap
tentang aset pendidikan yaitu sekolah. Banyak yayasan swasta telah
menggunakan kampus bersama-sama dan melakukan subsidi silang dalam
pendanaan.
o Analogi dari proses desentralisasi ke kabupaten/kota ketika kabupaten/kota
merasa bahwa mereka siap memikul tanggung jawab baru meskipun
pengalaman memperlihatkan bahwa mereka belum siap, sehingga masih harus
dilihat apakah para kepala sekolah mampu melanjutkan peranan pembuat
kebijakan maupun pengelola (termasuk di bidang akademis dan finansial)
selain tugas pengajaran mereka sendiri. Peningkatan kapasitas di tingkat
kabupaten/kota memperlihatkan bahwa situasi ini bukan sama sekali tanpa
harapan.
Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang dapat mencapai
tujuannya
o Pedoman penyusunan anggaran dasar sekolah yang menjadi kunci untuk
melaksanakan undang-undang ini.
o Rencana pengelolaan perubahan dan pedoman proses yang terperinci dari
kantor Depdiknas di pusat untuk membimbing kabupaten/kota dan yayasan-
yayasan swasta yang sedang melakukan perubahan.
160. Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah
Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang:1
o Penting untuk memahami apa ingin dilakukan undang-undang ini karena hal
tersebut seringkali disalahmengerti. Undang-undang ini bertujuan untuk
membatasi lingkup pemerintahan daerah (provinsi, tetapi terutama
kabupaten/kota) seperti yang diberikan berdasarkan undang-undang otonomi
daerah tahun 1999 akibat meluasnya persepsi pusat2 bahwa pemerintah
kabupaten/kota “sudah terlalu jauh” sehubungan dengan otonomi mereka
sampai membahayakan peranan pemerintah pusat sebagai sumber tunggal hak
dan wewenang dalam suatu negara kesatuan.
o Mencapai tujuan pemerintahan daerah, yaitu “mempercepat tercapainya
kesejateraan rakyat” dengan meningkatkan dan memberdayakan pemerintahan
daerah, meningkatkan pelayanan dan meningkatkan peranan masyarakat sipil3.
o Melaksanakan prinsip-prinsip pemerintahan daerah, yaitu demokrasi,
pemerataan, keadilan dan segi-segi khusus daerah yang berada dalam negara
kesatuan.
o Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan daerah, terutama
hubungan antara unit-unit pemerintahan4.
o Memberi pemerintah daerah otonomi yang seluas-luasnya untuk
memanfaatkan kekhasan daerah untuk menjawab peluang dan tantangan
persaingan global dalam sistem pemerintahan nasional.
Apakah isi undang-undang mendukung tujuannya
1 “Konsideran” UU No. 32/2004.
2 Depdiknas dan Departemen Pekerjaan Umum adalah perkecualian yang menonjol terhadap
kecenderungan umum ini. 3 Istilah ini adalah frase sandi untuk meningkatkan kontribusi financial.
4 Secara vertikal (hirarki pusat-daerah) dan horisontal (antar daerah).
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
62 of 140
o Undang-undang memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk
mengembangkan dan melaksanakan kebijakan dalam rangka mencapai tujuan
daerah dengan tetap mempertimbangkan ciri khas lokal. Desentralisasi
“kesejahteraan sosial” dan usaha ekonomi produktif secara spesifik kepada
tingkat kabupaten/kota memberikan wewenang yang diperlukan untuk
merencanakan dan melaksanakan1 kegiatan pembangunan, termasuk
pendidikan2.
o Undang-undang berupaya membangun hubungan sistematis antar unit
pemerintahan, tetapi banyak penafsiran dan “diseminasi” formalitas
melemahkan upaya ini. Berbagai peraturan pelaksanaan yang berbeda perlu
dikeluarkan. Efektivitas peraturan-peraturan tersebut terhambat oleh
kecenderungan untuk mengeluarkan peraturan-peraturan “umum” untuk
mengatasi masalah-masalah yang pada dasarnya bersifat kasuistik.
o Undang-undang tidak secara spesifik membahas efisiesi atau efektivitas
pemerintahan daerah, kecuali untuk hubungan sistematis yang disebutkan di
atas. Undang-undang menetapkan persyaratan pelaporan dan prosedur evaluasi
yang dapat mencakup isu efektivitas tetapi bukan efisiensi.3
Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang itu akan mencapai
tujuannya
o Undang-undang ini secara spesifik bertujuan untuk mengendalikan
pemerintahan kabupaten “yang berlebihan”. Tujuan ini telah tercapai, tetapi
masih belum jelas apakah pencapaian ini merupakan dampak dari undang-
undang atau kemajuan alami karena pemerintah daerah mulai terbiasa dengan
tanggung jawab untuk menjalankan pemerintahan di daerah.
o Meskipun banyak kegiatan penelitian dan survei dilakukan, hanya sedikit
bukti faktual yang memperlihatkan bahwa kesejahteraan sosial telah menurun
sejak adanya otonomi daerah, termasuk di sektor pendidikan4. Bukti
memperlihatkan bahwa kesejahteraan sosial telah meningkat di beberapa
daerah untuk beberapa sektor. Dengan adanya kriteria evaluasi Pareto (tidak
memperburuk situasi siapapun dan memperbaiki situasi orang lain),
tampaknya pemerintah daerah telah berhasil. Migrasi antar daerah (“voting
with the feet”) menciptakan persaingan yang sehat antar kabupaten/kota, yang
diperkuat dengan lingkungan pendukung keberhasilan yang menciptakan
harapan yang lebih tinggi. Media massa dan jurnalisme investigatif yang aktif
memainkan peranan penting dalam menyediakan informasi bagi masyarakat.
o Daerah cenderung mengabaikan ketentuan yang mereka anggap sebagai beban
yang tidak perlu, misalnya pelaporan, database/MIS, dan sebagainya., atau
terlalu mahal. Strategi lain untuk menghadapi ketentuan yang tidak realistis
adalah melalui pemenuhan secara formal, misalnya mengangkat sekelompok
konsultan untuk menyusun rencana kabupaten/kota, review, dan sebagainya;
mengajukan dokumen kepada instansi yang mengaturnya; lalu melanjutkan
dengan kegiatan dan prosedur pelaksanaan kabupaten/kota.
1 Pendanaan diatur dalam undang-undang tersendiri. Lihat paragraph 160 di bawah ini.
2 Meskipun pada awalnya sedikit membingungkan mengenai apakah hal ini terbatas pada pendidikan
dasar atau termasuk pendidikan menengah. PP 38/2007 secara spesifik mencakup pengelolaan
pendidikan menengah sebagai kegiatan yang didesentralisasi. 3 Paket undang-undang keuangan negara (bandingkan paragraf 162) berisi ketentuan-ketentuan yang
bertujuan untuk menghasilkan efisiensi biaya (biaya terendah untuk kegiatan tertentu) tetapi bukan
efisiensi ekonomi (mencapai tujuan dengan biaya terendah). 4 Ada ketidakpuasan yang besar pada pencapaian tingkat kesejahteraan sosial, tetapi ini berbeda
dengan perubahan tingkat kesejahteraan sosial.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
63 of 140
Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang dapat mencapai
tujuannya.
o Lembaga-lembaga pusat, terutama Depdagri, perlu memikul tanggung jawab
mereka secara serius dan memberikan bimbingan praktis maupun pengawasan
yang bermanfaat kepada pemerintah daerah.
o Sebagian besar bimbingan Depdagri sejauh ini mengarah kepada
mensentralisasi kembali wewenang atau menetapkan kembali keseragaman
yang kaku. Depdagri tampaknya tidak mempunyai kemampuan organisasi atau
personil untuk melaksanakan pengawasan yang bermanfaat.
o Peraturan pelaksanaan dari Depdagri tentang pengawasan telah
mengalokasikan pengawasan “teknis” untuk kegiatan-kegiatan sektoral seperti
pendidikan kepada kementerian-kementerian sektoral. Untuk sektor
pendidikan, karena Depdiknas diselenggarakan secara berbeda dengan dinas-
dinas pendidikan kabupaten/kota1, pengawasan teknis masih terbatas.
Perhatikan bahwa sekolah-sekolah di bawah Depag tidak termasuk dalam
sistem ini karena Depag tidak didesentralisasi.
161. Undang-Undang No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat-
Daerah
Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang:2
o Undang-undang ini dimaksudkan sebagai pendamping bagi undang-undang
pemerintahan daerah untuk memenuhi ketentuan dalam undang-undang
pemerintahan daerah bahwa desentralisasi urusan pemerintahan dari
pemerintah pusat ke daerah akan disertai dengan sumber pendanaan,
pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian.3
o Undang-undang ini juga bertujuan untuk menggantikan undang-undang
keuangan pusat/daerah yang telah disahkan sebagai pendamping undang-
undang otonomi daerah tahun 1999.
o Undang-undang ini disahkan setelah dikeluarkannya paket tiga undang-
undang yang mengatur kembali sistem penganggaran nasional, sistem
pembayaran pemerintah dan sistem perencanaan pembangunan nasional.
Undang-undang ini selaras dengan ketiga undang-undang tersebut.
o Membangun hubungan yang adil dan tepat antara keuangan, pelayanan publik
dan eksploitasi sumber daya alam dan sumber daya lain di antara unit-unit
pemerintahan.
1 Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah mempunyai direktorat-direktorat
tersendiri sesuai dengan jenjang pendidikan: direktorat pendidikan pra-sekolah (yang digolongkan
sebagai pendidikan nonformal dalam undang-undang pendidikan) dan dasar; menengah pertama; dan
menengah atas. Dinas pendidikan kabupaten berbeda-beda dalam struktur organisasinya tetapi sebagian
besar mempunyai unit-unit yang terpisah untuk pendidikan nonformal (termasuk pra-sekolah),
pendidikan dasar (sekolah dasar dan menengah pertama) dan pendidikan menengah. Kedua sistem
tersebut menurut sejarahnya merupakan syarat-syarat. Khususnya pendidikan menengah banyak
dipengaruhi oleh fakta bahwa tanggung jawab atas pengelolaan sekolah dasar diserahkan kepada
kabupaten lama sebelum adanya desentralisasi dan interpretasi undang-undang desentralisasi 1999
yang menetapkan bahwa pendidikan dasar dan pendidikan menengah pertama didesentralisasi ke
tingkat kabupaten/kota sedangkan pendidikan menengah atas didesentralisasi ke tingkat provinsi atau
dipertahankan di pusat (ada perbedaan pendapat mengenai hal ini). 2 “Konsideran” UU 33/2004.
3 UU 32/2004, pasal 12.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
64 of 140
o Menetapkan perimbangan keuangan pusat-daerah berdasarkan pembagian
tugas dan tanggung jawab yang jelas.1
Apakah isi undang-undang mendukung tujuannya
o Ya. Sebagian besar keberatan donor (dan konsultan) terhadap sistem keuangan
pusat-daerah diselesaikan dalam ketentuan-ketentuan undang-undang tahun
1999, yang juga mendahului perombakan sistem keuangan negara. Khususnya,
undang-undang ini telah menghasilkan hubungan yang memuaskan antara
anggaran (pendapatan) dan sumber daya alam yang menjadi sumber utama
ketidakpuasan terhadap sistem keuangan tahun 1999.
o Lembaga pemerintah daerah maupun pusat tidak banyak mengeluh mengenai
undang-undang ini.
o Masalah spesifik alokasi anggaran 20% untuk pendidikan tidak banyak
menimbulkan perdebatan di tingkat kabupaten/kota karena alokasi wajib untuk
gaji pegawai negeri merupakan bagian yang besar dari anggaran
kabupaten/kota. Pendidik dan tenaga kependidikan, serta tenaga kesehatan
(pegawai puskesmas dan bidan) merupakan bagian terbesar dari gaji pegawai
kabupaten/kota.
Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang itu akan mencapai
tujuannya
o Dalam hal sistem keuangan, undang-undang ini telah mencapai tujuannya.
o Dalam hal menghubungkan sistem keuangan dengan pemberian pelayanan
publik, undang-undang perencanaan pembangunan memainkan peranan
penting, bandingkan paragraf 162 di bawah ini.
Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang dapat mencapai
tujuannya.
o Dalam hal sistem keuangan, pelaksanaan yang efektif sebagaimana telah
ditetapkan oleh Depkeu.
o Dalam hal menghubungkan sistem keuangan dengan pemberian pelayanan
publik, awalnya terdapat “perang kartu kunci/turf war” antara Bappenas dan
Depkeu, namun tampaknya hal ini telah diselesaikan, dan peraturan
pelaksanaan yang terbaru menyediakan kerangka untuk sistem kebijakan,
rencana dan anggaran yang lebih terpadu. Sekarang, terserah pada Bappenas
untuk mengadakan pengawasan yang efektif terhadap hubungan antara
perencanaan pembangunan dan penganggaran yang disediakan oleh Depkeu
dari segi keuangan murni. Bappenas sedang membentuk Kantor Pemantauan
dan Evaluasi yang dapat melaksanakan tugas ini.
162. Undang-Undang No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional
Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang:2
o Undang-undang ini dimulai dengan asumsi yang sangat kuat: perencanaan
pembangunan nasional diperlukan untuk “menjamin” agar kegiatan
pembangunan berjalan dengan efektif, efisien dan bersasaran.
o Kemudian, undang-undang ini menambahkan asumsi yang kedua:
perencanaan pembangunan nasional memerlukan sistem perencanaan nasional.
1 “Kejelasan” diperoleh dari undang-undang pendamping tentang pemerintahan daerah.
2 “Konsideran” UU No. 25/2004.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
65 of 140
o Undang-undang ini bertujuan untuk menetapkan sistem perencanaan
pembangunan nasional guna mencapai tujuan nasional sebagaimana
dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
o Undang-undang ini bukan green-field law. Undang-undang ini disahkan
setelah reorganisasi sistem keuangan nasional (bandingkan paragraf 163 di
bawah ini) mengintegrasikan urusan perencanaan pembangunan ke dalam
sistem keuangan (yang baru) di bawah wewenang Depkeu. Undang-undang ini
melembagakan sistem perencanaan pembangunan yang sudah ada di bawah
wewenang Bappenas dan memadukannya dengan sistem penganggaran yang
baru.
Apakah isi undang-undang mendukung tujuannya
o Mengingat dua asumsi tersebut, ya.
o Juga ada upaya untuk mengintegrasikan sistem perencanaan pembangunan
dengan sistem penganggaran melalui ketentuan agar anggaran belanja
didasarkan pada “rencana kerja”. Restrukturisasi akan melaksanakan hal ini
dalam praktek.
Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang itu akan mencapai
tujuannya
o Ya, jika tujuannya didefinisikan untuk menetapkan sistem perencanaan
pembangunan.
o Belum tentu, jika tujuannya didefinisikan sebagai kegiatan berdasarkan
anggaran dan berdasarkan perencanaan pembangunan. Pengalaman dalam
beberapa tahun pertama setelah undang-undang ini disahkan memperlihatkan
bahwa undang-undang ini tidak mencapai tujuannya. Rencana-rencana bersifat
formalitas dan dikembangkan oleh badan perencanaan pembangunan daerah
sedangkan anggaran belanja disusun oleh dinas-dinas berdasarkan pedoman
dari Depkeu. Peraturan pelaksanaan yang terbaru telah memberi badan
perencanaan pembangunan daerah peranan yang lebih kuat dalam proses
formal, tetapi komposisi sebenarnya dari tim anggaran diputuskan oleh
Bupati/Walikota.
Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang dapat mencapai
tujuannya
o Badan perencanaan pembangunan daerah perlu mempunyai kompetensi teknis
(dan keterampilan politik) untuk memenuhi peranan mereka dalam proses
perencanaan pembangunan dan penganggaran. Dinas juga perlu mempunyai
keterampilan teknis dan negosiasi untuk menyusun rencana dan anggaran
dalam rangka melaksanakan rencana tersebut. Donor aktif dalam membantu
memenuhi kebutuhan ini.
o Bappenas perlu mempunyai sistem maupun kapasitas untuk melaksanakan
sistem pengawasan anggaran dari segi pencapaian sasaran pembangunan
(Depkeu bertanggung jawab atas pengawasan ketaatan di bidang keuangan).
163. Undang-Undang No. 17/2003 tentang Sistem Keuangan Negara. Undang-
undang ini adalah salah satu dari tiga undang-undang yang mereorganisasi sistem
keuangan negara. Undang-undang lainnya, UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan
Negara, yang mengatur sistem pembayaran, dan UU No. 15/2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara bersifat terlalu
teknis untuk dibahas dalam kesimpulan.
Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang:
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
66 of 140
o Tidak seperti biasanya, “Konsideran” undang-undang ini tidak menyatakan
sasaran atau tujuan. Konsideran hanya mengatakan bahwa penyelenggaraan
pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan hak
dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang.
o “Penjelasan” Undang-Undang menyatakan bahwa sistem keuangan negara
yang digunakan saat ini masih berasal dari pemerintahan kolonial Belanda
yang telah diubah pada tahun 1955 dan 1968. Penjelasan juga mengatakan
bahwa sistem yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman ini
telah menyebabkan penyimpangan penggunaan uang negara.
o Kemudian, Penjelasan UU menyatakan bahwa tujuan dari sistem keuangan
negara yang disempurnakan ini adalah untuk menghapuskan penyimpangan
penggunaan uang negara dan menciptakan sistem keuangan yang
berkesinambungan sesuai dengan UUD 1945 dan standar internasional.
Apakah isi undang-undang mendukung tujuannya
o Ya
Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang itu akan mencapai
tujuannya
o Undang-undang telah mencapai tujuannya. Sistem keuangan saat ini telah
memungkinkan pengawasan keuangan yang lebih ketat terhadap semua tingkat
pemerintahan. Masalah-masalah korupsi yang besar berkaitan dengan
keuangan swasta yang mempengaruhi tindakan pemerintah, bukan berkaitan
dengan keuangan negara.1
o Sistem keuangan saat ini juga sejalan dengan praktek terbaik internasional dan
didasarkan pada standar-standar PBB.
Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang dapat mencapai
tujuannya.
o Diseminasi yang memadai dan efektif dari Depkeu, yang belum dilakukan2
tetapi pendekatan pelaksanaan secara bertahap dan belajar dari pengalaman
telah mengatasi kesenjangan ini.
Mungkin bukan kebetulan bahwa sebagian besar undang-undang yang berhasil
bersifat paling teknis dan berhubungan dengan keuangan: undang-undang
perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dan undang-undang sistem
keuangan negara. Undang-undang pendidikan, desentralisasi dan perencanaan
pembangunan jauh lebih luas ruang lingkupnya dan memerlukan keterampilan non-
teknis agar berhasil dalam pelaksanaannya. Di sinilah pendapat baru dan paket
berbagai keterampilan dari lembaga donor dapat sangat bermanfaat.
1 Definisi hukum “korupsi” adalah penyalahgunaan uang negara. Suap sector swasta kepada pejabat
pemerintah adalah tindak pidana tetapi bukan korupsi dalam arti hukum ini karena suap tidak
melibatkan uang negara. 2 Kegiatan diseminasi terdiri dari serangkaian slide powerpoint yang berisi kutipan-kutipan dari
undang-undang dan contoh daftar isian anggaran yang harus dilengkapi.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
67 of 140
Bibliografi
LTDP, 2007: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025, lampiran
UU 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025.
Inventarisasi, 2006: DESENTRALISASI 2006 Laporan Utama Inventarisasi
Reformasi Desentralisasi Terbaru di Indonesia, disusun oleh USAID Democratic
Reform Support Program (DRSP) untuk Kelompok Kerja Donor di bidang
Desentralisasi, Agustus 2006
Inventarisasi, 2009: DESENTRALISASI 2009 Laporan Utama Inventarisasi
Reformasi Desentralisasi Terbaru di Indonesia, disusun oleh USAID Democratic
Reform Support Program (DRSP) untuk Kelompok Kerja Donor di bidang
Desentralisasi, Juli 2009
WB PER, 2007: Belanja Pembangunan: Menciptakan Sebagian Besar Kesempatan
Baru untuk Indonesia – Tinjauan Pengeluaran Publik Indonesia 2007, Inisiatif Analisa
Pengeluaran Publik Bank Dunia, Jakarta 2007
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
68 of 140
Lampiran 1 Sektor Pendidikan dalam Perencanaan Pembangunan
Nasional (2005/2025)
Lampiran ini berisi kutipan singkat isi rencana pembangunan. Beberapa daftar telah
diedit ulang dengan pemberian tanda urut. Hanya teks yang berhubungan dengan
pendidikan yang dicantumkan. Dalam beberapa kasus, ini menyebabkan penomoran
tidak berurutan.
Bahan penjelasan tambahan oleh penulis yang dirasakan perlu untuk memperjelas
bunyi atau maksud dari teks yang dikutip dilampirkan dalam kurung [ ] dan tipe huruf
arial.
Referensi halaman dan/atau paragraf/pasal diberikan untuk semua kutipan.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
69 of 140
I. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (2005 – 2025): UU No. 17/2007
Bab II Kondisi Umum
Bagian II.1 Kondisi Saat Ini
Butir A. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama
1. Pembangunan bidang sosial budaya dan keagamaan terkait erat dengan
kualitas hidup manusia dan masyarakat. Salah satu indikatornya adalah
kualitas penduduk, termasuk pendidikan.
Hal. 5
3. Upaya untuk membangun kualitas manusia tetap menjadi perhatian penting
karena sumber daya manusia merupakan subyek dan sekaligus obyek
pembangunan. Kualitas hidup manusia dapat diukur dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), yang mencakup pendidikan.
Hal. 5
6. Taraf pendidikan mengalami peningkatan:
Berkurangnya angka buta aksara
Bertambahnya jumlah penduduk yang menamatkan pendidikan jenjang
SMP
Meningkatnya rata-rata lama sekolah
Meningkatnya angka partisipasi sekolah untuk semua kelompok usia.
Walaupun demikian, kondisi tersebut belum memadai untuk menghadapi
persaingan global pada masa depan.
Hal tersebut diperburuk oleh tingginya disparitas taraf pendidikan
antarkelompok masyarakat, terutama antara penduduk kaya dan miskin, antara
wilayah perkotaan dan perdesaan, antar daerah [geografis], dan disparitas
gender.
Hal. 6
Bagian II.2 Tantangan
Butir A. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama
2. Rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia yang diukur dengan
IPM mengakibatkan rendahnya produktivitas dan daya saing perekonomian
nasional. Pendidikan penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia.
Tantngannya meliputi:
Meningkatkan pelayanan pendidikan yang berkualitas untuk meningkatkan
jumlah proporsi penduduk yang menyelesaikan pendidikan dasar sampai
ke jenjang yang lebih tinggi
Mengurangi jumlah penduduk yang buta aksara
Menurunkan kesenjangan tingkat pendidikan.
Juga:
Meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan
Pendidikan harus mencakup pengembangan kebanggaan kebangsaan,
akhlak mulia, kemampuan untuk hidup dalam masyarakat yang
multikultur, serta meningkatkan daya saing [ekonomi]
Pendidikan sepanjang hayat untuk memanfaatkan “bonus demografi”.
Hal. 22
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
70 of 140
Butir B. Ekonomi
3. Rasio penduduk usia produktif akan meningkat menjadi 20 sampai 30% dari
seluruh jumlah penduduk pada tahun 2020 - 2030. Tingkat pendidikan rata-
rata akan meningkat dari SD menjadi SMP dan SMA. Pertumbuhan ekonomi
harus dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi angkatan kerja
tersebut.
Hal. 24
Butir D. Sarana dan Prasarana
3. Perlunya integrasi antara pendidikan dengan teknologi informasi serta
sektor-sektor strategis lainnya.
Hal. 26
Butir E. Politik
3. Perlunya pendidikan politik untuk mengkonsolidasi reformasi,
mengembangkan partai politik, dan memperkuat masyarakat sipil.
Hal. 28
Bab III Visi dan Misi Pembangunan Nasional
Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur.
Indikator maju adalah:
Sumber daya manusia dengan pendidikan yang berkualitas tinggi.
Tingginya kualitas pendidikan ditandai oleh:
Makin menurunnya tingkat pendidikan terendah
Meningkatnya partisipasi pendidikan
Meningkatnya jumlah tenaga ahli dan profesional yang dihasilkan oleh sistem
pendidikan.
Hal. 37
Indikator keadilan dan kemakmuran adalah:
Kesempatan yang sama di semua sektor, termasuk pendidikan.
Hal. 38
8 misi:
1. Mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan
beradap melalui pendidikan.
Hal. 39
2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing [secara ekonomi].
3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum.
4. Mewujudkan Indonesia yang aman, damai dan bersatu.
5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan [sosial].
6. Mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari.
7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan
berbasiskan kepentingan nasional.
[Ungkapan prioritas pembangunan dan pertahanan nasional wilayah laut seperti
halnya wilayah daratan.]
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
71 of 140
8. Mewujudkan Indonesia yang berperan penting dalam pergaulan dunia
internasional.
Bab IV Arah Pembangunan
Bagian IV.1 Arah Pembangunan Jangka Panjang
Bagian IV.1.2 Mewujudkan Bangsa yang Berdaya Saing [secara ekonomi].
Butir A. Membangun sumber daya manusia yang berkualitas
3. Pendidikan adalah investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan
pekerjaan dan mengurangi kemiskinan.
Pendidikan dasar harus berkualitas tinggi, terjangkau dan gratis.
Hal. 47
Bagian IV.1.3 Mewujudkan Indonesia yang demokratis berlandaskan hukum
2. Peran negara adalah membentuk masyarakat madani yang mandiri dan
dewasa dengan perekonomian dan pendidikan yang kuat.
Hal. 58
Bagian IV.1.6 Mewujudkan Indonesia yang Ssri dan Lestari.
10. Dicapai melalui proses pembelajaran sosial dan pendidikan formal pada
semua tingkatan
Hal. 73
Bagian IV.1.7 Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju,
kuat dan berbasiskan kepentingan nasional
1. Dicapai melalui pendidikan.
Hal. 74
Bagian IV.2 Tahapan dan Skala Prioritas
Bagian IV.1 Rencana Pembanguan Jangka Menengah Pertama (2004 – 2009). [Catatan: Rencana Jangka Menengah telah disusun (2004) sebelum Rencana Jangka Panjang dikembangkan (2007).]
Meningkatnya kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan.
Hal. 78
Bagian IV.2 RPJM Kedua (2010 – 2014).
Meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM), termasuk pendidikan, yang
didukung dengan sistem pendidikan nasional yang terkonsolidasi secara penuh.
Hal 79
Pembangunan ekonomi dari sektor industri; yang ditopang oleh pertanian yang kuat
dengan dukungan pendidikan yang relevan.
Hal. 80
Bagian IV.3 RPJM Ketiga (2015 – 2019)
Mencapai status sebagai negara berpenghasilan menengah.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
72 of 140
Meningkatnya kualitas dan relevansi pendidikan, termasuk keunggulan daya saing
lokal. Didukung oleh manajemen yang efisien dan efektif.
Hal. 81
Bagian IV.4 RPJM keempat (2020 – 2025)
Mantapnya sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, antara lain
ditandai oleh meningkat dan meratanya akses, tingkat kualitas dan relevansi
pendidikan seiring dengan makin efisien dan efektifnya manajemen pelayanan
pendidikan.
Hal. 82-83
Hubungan yang lebih kuat antara pendidikan dan prestasi yang lebih baik di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).
Hal. 83
II. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (2004-2009), Peraturan Presiden No.
7/2005 [Perhatikan bahwa rencana ini dikembangkan dan dikeluarkan sebelu Rencana Pembangunan Jangka Panjang dikeluarkan. Pada saat yang sama ketika rencana ini dikembangkan, ada “draft” Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang agak berbeda dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang permanen.]
Visi 2004 - 2009
1. Kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai.
2. Kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang menjunjung tinggi hukum,
kesetaraan dan hak asasi manusia.
3. Perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang
layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.
Bagian I, hal. 1-1
Misi
1. Indonesia yang aman dan damai
2. Indonesia yang adil dan demokratis
3. Indonesia yang sejahtera.
Bagian I, hal. 1-2
Strategi
1. Penataan Kembali Indonesia
2. Pembangunan Indonesia
Bagian I, hal. 1-2
Tantangan
1. Indonesia yang aman dan damai
separatisme
kejahatan
terorisme.
2. Indonesia yang adil dan demokratis
Peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak kondusif
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
73 of 140
Rendahnya kualitas pelayanan publik
Lemahnya lembaga dan badan politik
Lemahnya desentralisasi dan otonomi daerah.
Bagian I, hal. 1-4 / 1-5
3. Indonesia yang makmur
Rendahnya kualitas sumber daya manusia (akses ke pendidikan)
Rendahnya kualitas pendidikan
Desentralisasi pendidikan belum sepenuhnya berhasil
+ Kondisi pelayananan kesehatan dan sosial1
+ Sektor-sektor ekonomi.
Bagian I, hal. 1-5 / 1-6
Prioritas
3. Indonesia yang makmur
Prioritas ketiga adalah kualitas sumber daya manusia seperti yang diukur dengan IPM
Target pertama adalah akses dan kualitas pendidikan.
Bagian I, hal. 1-17
Kebijakannya adalah:
Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
Peningkatan akses kelompok masyarakat yang belum terjangkau pelayanan
pendidikan (miskin, terpencil, daerah konflik dan penyandang cacat)
Pendidikan kejuruan dan kewiraswastaan, termasuk pendidikan nonformal yang
berkualitas
Kompetensi dan profesionalisme guru
Kesejahteraan guru [secara finansial]
Meningkatkan pengelolaan pendidikan dan partisipasi masyarakat
Kurikulum yang lebih berkualitas dan pelaksanaannya untuk pembentukan watak
dan kecakapan hidup sehingga lulusan dapat menyelesaikan masalah dan menjadi
produktif [secara ekonomi].
Bagian I, hal 1-18 / 1-19
Program dan sasaran spesifik untuk meningkatkan akses ke pendidikan yang lebih
berkualitas.
Undang-Undang Dasar sebagai landasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.
Bagian IV, hal 26-1
Permasalahan:
Tingkat pendidikan penduduk relatif masih rendah (lama sekolah baru mencapai
7,1 tahun dan hanya 36% yang berpendidikan SMP ke atas; angka buta aksara
mencapai 10%). Kondisi ini belum memadai untuk menjadi landasan
pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan dan untuk menghadapi persaingan
global.
Bagian IV, hal 26-1
1 Perlu diperhatikan bahwa pelayanan kesehatan dan social berkaitan dengan kementerian dan program
= alokasi anggaran.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
74 of 140
Perubahan kependudukan (penurunan angka kelahiran) menyebabkan perubahan
kebutuhan pendidikan: penurunan kebutuhan pendidikan dasar; peningkatan
kebutuhan pendidikan sepanjang hayat dan pendidikan nonformal.
Bagian IV, hal 26-1
Terdapat kesenjangan tingkat pendidikan (penduduk kaya dan miskin, laki-laki
dan perempuan, perkotaan dan perdesaan, serta antar daerah)
o Data Susenas (2003) memperlihatkan bahwa 76% siswa angka putus sekolah
dan yang tidak melanjutkan pendidikan disebabkan oleh faktor ekonomi.
o Orang tua dari masyarakat miskin berpendapat bahwa pendidikan masih
terlalu mahal dan manfaatnya tidak sebanding.
Bagian IV, hal 26-1 / 26-2
Sarana fisik sekolah menengah pertama dan jenjang yang lebih tinggi belum
tersedia secara merata
Kualitas pendidikan rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan peserta didik
o Jumlah pendidik belum memadai dan kualitasnya rendah, termasuk kualifikasi
formal
o Kesejahteraan [ekonomi] pendidik masih rendah
o Fasilitas belajar belum tersedia secara mencukupi
o Biaya operasional belum disediakan secara memadai.
o Akibatnya, lulusan tidak mempunyai keterampilan kewiraswastaan dan lebih
suka menjadi karyawan.
Bagian IV, hal 26-2 / 26/3
Manajemen pendidikan belum berjalan secara efektif dan efisien
o Di tingkat sekolah maupun kabupaten/kota
o Pembagian tanggung jawab, termasuk pendanaan tidak jelas
o Standar pelayanan minimum tidak tercapai
o Dewan Pendidikan dan komite sekolah belum melakukan tugasnya secara
optimal.
Bagian IV, hal 26-2 / 26-3
Anggaran pembangunan pendidikan belum tersedia secara memadai1
o Selama 5 tahun terakhir (2000 – 2004), pembangunan pendidikan
mendapatkan prioritas tertinggi (sektor dengan anggaran pembangunan
terbesar)
o Amanat dari amandemen UUD maupun undang-undang sistem pendidikan
nasional: 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara diperuntukkan
bagi pendidikan DAN pendidikan dasar gratis
o Alokasi untuk pendidikan tahun 2004 baru mencapai 21,5% dari anggaran
pembangunan pusat
o Human Development Report 2004 mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu
1999-2001 pengeluaran pemerintah [pusat] untuk pendidikan hanya sebesar
1,3% dari PDB sedangkan data Susenas 2003 memperlihatkan bahwa
pengeluaran sektor swasta untuk pendidikan mencapai 3,49% laporan ini
1 Catatan: rencana pembangunan ini disusun sebelum format anggaran berubah pada tahun 2004.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
75 of 140
memperlihatkan bahwa pengeluaran swasta lebih besar daripada pengeluaran
pemerintah.
Bagian IV, hal 26-4
Sasaran:
Mengurangi angka buta aksara yang signifikan pada penduduk dewasa
Meningkatkan jumlah penduduk yang mengikuti pendidikan dasar 9 tahun secara
terukur
o Megurangi angka putus sekolah dasar menjadi 2,6% dan angka putus sekolah
menengah pertama menjadi 1,95%
o Meningkatkan angka partisipasi sekolah penduduk usia 7 – 12 tahun menjadi
99,57% dan penduduk usia 13 – 15 tahun menjadi 96,64%
o Meningkatkan angka partisipasi kasar SD menjadi 115,76% dan SMP menjadi
98,09%
o Mengurangi lamanya penyelesaian pendidikan dengan mengurangi angka
tinggal kelas menjadi 1,63% untuk SD dan 0,32% untuk SMP
Meningkatkan jumlah anak yang mengikuti pendidikan pra-sekolah
Meningkatkan jumlah peserta didik SMA dan perguruan tinggi
o Meningkatkan jumlah siswa yang melanjutkan pendidikan
o Mengurangi angka tinggal kelas
o Meningkatkan angka partisipasi kasar
Meningkatkan keadilan dengan mengurangi perbedaan perkotaan-perdesaan dan
perbedaan gender
Meningkatkan persentase guru yang memiliki kualifikasi penuh dan sertifikasi
profesional; menyesuaikan jumlah guru dengan jumlah murid.
Meningkatkan kualitas seperti yang terlihat pada nilai kelulusan ujian
Meningkatkan penelitian dan pengembangan serta penemuan ilmu pengetahuan
dan teknologi baru di perguruan tinggi dan penyebarluasannya melalui pelayanan
sosial.
Bagian IV, hal. 26-5
Arah kebijakan
Meningkatkan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
Memperluas akses dan pemerataan pendidikan SMU dan SMK untuk
mengantisipasi meningkatnya lulusan pendidikan dasar 9 tahun; menjadikan
lulusan SLTA sebagai tenaga kerja yang berkualitas.
Memperluas akses ke perguruan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang siap
memasuki dunia kerja; perguruan tinggi sebagai ujung tombak peningkatan daya
saing global melalui pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Meningkatkan akses kelompok-kelompok yang belum menerima pelayanan secara
merata (kelompok miskin, terpencil, daerah konflik dan penyandang cacat)
Pendidikan kejuruan dan kewiraswastaan termasuk pendidikan nonformal yang
berkualitas
Menyediakan pendidikan nonformal bagi mereka yang tidak dapat mengikuti
pendidikan formal, terutama mereka yang buta aksara dan putus sekolah serta
orang lain yang ingin meningkatkan kualitas kehidupannya
Memperbaiki kualitas sarana fisik dan guru
Meningkatkan kesejahteraan [finansial] guru
Meningkatkan pengelolaan pendidikan dan partisipasi masyarakat
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
76 of 140
Meningkatkan otonomi dan desentralisasi pengelolaan pendidikan dengan
memberikan wewenang yang lebih besar kepada sekolah yang disertai dengan
sistim pengawasan dan jaminan kualitas berdasarkan hasil evaluasi kinerja.
Mereformasi sistim pendanaan pendidikan untuk mencapai 20% pada tahun 2009
dalam rangka memperluas akses kependidikan yang berkualitas
Kurikulum yang berkualitas dan pelaksaanya didukung oleh media dibidang
pembentukan karakter dan kecakapan hidup sehingga lulusan dapat menyesaikan
masalah dan menjadi produktif [secara ekonomi] untuk mencapai perekonomian
dan masyarakat yang berbasis pada pengetahuan
Mengembangkan pendidikan multikultur guna menumbuhkan wawasan
kebangsaan dan memantapkan pemahaman nilai-nilai pluralisme, toleransi dan
inklusif.
Bagian IV, hal 26-6
Mengembangkan budaya baca
Kebijakan, progam dan kegiatan penelitian dan pengembangan pendidikan untuk
meningkatkan kualitas, akses, efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan .
Bagian IV, hal 26-7
Program-program1
1. Program Pendidikan anak usia dini [Direktorat di lingkungan Ditjen Pendidikan
Dasar dan Menengah]
2. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun [3 Direktorat di lingkungan
Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah: Pendidikan Dasar, Menengah Pertama dan
Luar Biasa]
Tujuan:
Meningkatkan akses dan pemerataan akses ke pendidikan dasar yang berkualitas
untuk anak laki-laki maupun perempuan melalui pendidikan formal dan nonformal di
sekolah-sekolah di bawah Depdiknas dan Depag.
Prioritas:
Meningkatkan akses bagi anak-anak yang belum menjadi murid sekolah dasar dan
meningkatkan angka melanjutkan pendidikan ke SMP
Mempertahankan pencapaian, mengurangi angka putus sekolah dan tinggal kelas,
dan meningkatkan kualitas
Menawarkan pendidikan tambahan kepada siswa yang tidak melanjutkan
pendidikan ke SMA
Bagian IV, hal. 26-7
Kegiatan-kegiatan:
Meningkatkan dan memperbaiki sarana dan prasarana yang berkualitas, terutama
untuk daerah perdesaan, terpencil dan kepulauan; rehabilitasi sarana yang rusak,
penyediaan pendanaan operasional yang memadai, peningkatan kualitas.
o Melalui hibah blok dan pendanaan pendamping
Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan dasar baik melalui pendidikan
formal maupun nonformal, termasuk penyelenggaraan khusus bagi penyandang
cacat dan siswa yang memiliki bakat istimewa.
1 Ini kira-kira sama dengan Direktorat Jenderal dan/atau Direktorat dalam Depdiknas.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
77 of 140
Upaya penarikan kembali (retrival) siswa putus sekolah dan yang tidak
melanjutkan pendidikan, termasuk menerapkan Sistem Informasi Manajemen
Pendidikan (EMIS) berbasis masyarakat dan bantuan keuangan berupa beasiswa
dan voucher pendidikan.
Pengembangan kurikulum, termasuk kecapan vokasi (kejuruan) bagi siswa SMP
yang tidak melanjutkan ke SMA.
Penyediaan materi pendidikan, media pengajaran, dan teknologi pendidikan,
termasuk peralatan peraga pendidikan, buku pelajaran, buku bacaan, dan buku
ilmu pengetahuan dan teknologi serbagai bahan acuan
Memberikan perhatian khusus kepada anak yang memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa
Penerapan manajemen berbasis sekolah dan partisipasi masyarakat yang
memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada sekolah
Peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan, pembiayaan dan
pengelolaan; peningkatan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya
pendidikan dasar bagi anak laki-laki maupun anak perempuan.
Bagian IV, hal. 26-8
Pengembangan kebijakan, melakukan perencanaan, monitoring, evaluasi dan
pengawasan sejalan dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi
dan demokratisasi.
Bagian IV, hal. 26-9
3. Program Pendidikan Menengah [2 Direktorat dalam Ditjen Pendidikan Dasar dan
Menengah]
4. Program Pendidikan Tinggi [Direktorat Jenderal]
5. Program Pendidikan Non Formal [Direktorat Jenderal]
6. Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan [Direktorat
Jenderal]
7. Program Pendidikan Kedinasan
8. Program Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan
9. Program Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
10. Program Manajemen Pelayanan Pendidikan.
III. Rencana Kerja Pemerintah [sebagai dasar untuk APBN] tahun 2010
Peraturan Presiden No. 21/2009
Buku I.
Bab I, Pendahuluan
Rencana pembangunan jangka menengah (5 tahun) akan berakhir pada tahun 2009
dan rencana pembangunan jangka menengah berikutnya (2010 – 2014) belum
disusun. Oleh karena itu, dasar penyusunan rencana kerja pemerintah tahun 2010
adalah bagian lima tahun kedua dari rencana pembangunan jangka panjang berjalan
(2005 – 2025).
Pendahuluan, 1.1-1
Rencana kerja tahunan tidak mencakup seluruh rencana kegiatan anggaran
kementerian/lembaga [RKA-KL] 2010 karena rancangan APBN dibuat ketika rencana
kerja sedang berlangsung. Namun rencana kerja ini termasuk dalam pembahasan
APBN 2010 dengan Panitia Anggaran DPR.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
78 of 140
[Buku] 1. [Bab] 1- [hal] 2
Bab II, Tema dan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010
Pencapaian:
Pengentasan kemiskinan
pendidikan
sektor dan program lain.
1.2-1 – 2-32
Tantangan:
kemiskinan
akses dan kualitas pendidikan
sektor lain.
1.2-32 – 2-51
Tema Pembangunan Nasional 2010: Pemulihan Perekonomian Nasional [akibat
dampak krisis keuangan global] dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat.
1.2-52
Dasar Operasional: delapan prinsip pengarusutamaan dan tiga isu lintas bidang
pengarusutamaan peran serta masyarakat
pengarusutamaan pembangunan yang berkelanjutan.
1.2-52
pengarusutamaan gender
pengarusutamaan pengurangan kesenjangan antar daerah dan mempercepat
pembangunan daerah terkebelakang
pengarusutamaan desentralisasi dan otonomi daerah.
1.2-53
pengarusutamaan [kegiatan] padat karya
pengarusutamaan dimensi kepulauan
o pendekatan negara kepulauan [archipelagic state]
o laut sebagai pusat pertimbangan [center of attention].
1.2-54
Isu lintas sektoral perlindungan anak
Isu lintas sektoral HIV/AIDS
Isu lintas sektoral perbaikan gizi.
1.2-55
Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010
1. Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat serta Penataan Kelembagaan dan
Pelaksanaan Sistem Perlindungan Sosial
2. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia
3. Pemantapan Reformasi Birokrasi dan Hukum, serta Pemantapan Demokrasi dan
Keamanan Nasional
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
79 of 140
4. Pemulihan Ekonomi yang Didukung oleh Pembangunan Pertanian, Infrastruktur
dan Energi
5. Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kapasitas untuk Mengatasi
Perubahan Iklim Global.
1.2-56
Arah Kebijakan
Prioritas 2: Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia
[pendidikan termasuk dalam prioritas ini]
Sasaran:
Meningkatkan akses dan pemerataan akses ke pendidikan dasar yang
berkualitas untuk anak-anak yang berusia 7-15 tahun
o Angka partisipasi kasar SD 117,1%
o Angka partisipasi murni SD 95,27%
o Angka partisipasi kasar SMP 99,26%
Meningkatkan akses dan pemerataan akses ke pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi
Meningkatkan akses ke pendidikan anak usia dini
Mengurangi angka putus sekolah dan tinggal kelas untuk semua jenjang
pendidikan dan meningkatkan angka siswa yang melanjutkan pendidikan
ke tingkat yang lebih tinggi
Mengurangi kesenjangan partisipasi antar kelompok masyarakat termasuk
persamaan dan keadilan gender
Meningkatkan pendidikan keaksaraan
Meningkatkan kualitas pendidikan sebagaimana ditunjukkan oleh kenaikan
proporsi pendidik yang memenuhi kualifikasi akademis dan standar
kompetensi serta peningkatan kesejahteraan pendidik.
1.2-57
Arah Kebijakan:
Meningkatkan kualitas pendidikan dasar 9 tahun secara merata
Meningkatkan akses, kualitas dan relevansi pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi
Meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan nonformal.
Meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pendidik.
1.2-57
Arah Kebijakan
Bidang sosial budaya dan agama
[pendidikan termasuk dalam sektor ini]
Meningkatkan kualitas pendidikan dasar 9 tahun secara merata
Meningkatkan akses, kualitas dan relevansi pendidikan menengah dan pendidikan
tinggi
Meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan nonformal
Meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pendidik
Meningkatkan pemerataan dan cakupan pendidikan anak usia dini.
1.2-60
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
80 of 140
Meningkatkan pengelolaan penyelenggaraan pendidikan
Kemitraan pemerintah-swasta [public-private partnership] dalam penyelenggeraan
dan pembiayaan pendidikan.
1.2-61
Bab III. Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan
[DAK termasuk dalam bahasan ini]
Prioritas kebijakan DAK:
1. Prioritasnya adalah membantu daerah-daerah dengan kapasitas finansial yang
relatif rendah guna mendukung tercapainya standar pelayanan minimum ...
melalui penyediaan sarana dan prasarana pelayanan dasar ... serta daerah-daerah
lain yang termasuk bidang prioritas menurut undang-undang …
2. Mendukung prioritas untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat
miskin ... dan sistem perlindungan sosial khususnya untuk meningkatkan akses
rakyat miskin ke pelayanan dasar.
3. Mendukung prioritas peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui … [5
program kesehatan] dan meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan dasar
sembilan tahun secara merata.
1.3-13
Program DAK di bidang pendidikan
1. Ruang kelas baru untuk SMP
2. Perpustakaan atau pusat-pusat pembelajaran untuk SD dan SMP yang dilengkapi
dengan mebeler
3. Rehabilitasi gedung-gedung SD dan SMP.
Diprioritaskan daerah-daerah di mana angka partisipasi pendidikan dasarnya rendah.
Daerah “tertinggal” dan perbatasan dengan negara lain.
1.3-15
Buku Jilid II berisi matriks program sektoral, sasaran, lembaga pelaksana dan alokasi
pendanaan.
Matriks tersebut terdiri dari 9 bidang yang merupakan kumpulan dari sektor-sektor.
Pendidikan adalah bagian dari Bidang 1 Kehidupan sosial budaya dan agama.
Dalam setiap bidang, terdapat fokus prioritas.
Pendidikan adalah fokus prioritas 1 dalam Bidang 1 Kehidupan sosial budaya dan
agama.
Setiap matriks dilengkapi dengan narasi yang terdiri dari pasal-pasal berikut:
A. Kondisi sekarang
B. Permasalahan dan sasaran tahun 2010
C. Arah Kebijakan
Dalam setiap pasal, semua sektor di setiap bidang dibahas.
Matriks pendidikan terdiri dari 109 baris (kegiatan, jenis pendanaan).
Kolom-kolomnya terdiri dari:
Kode anggaran
Kegiatan
Keluaran (kuantitas)
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
81 of 140
Program yang mencakup kegiatan-kegiatan
Instansi pelaksana
Alokasi Anggaran.
Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun adalah sebuah program.
Kegiatan-kegiatan di bawah ini dibiayai di bawah program tersebut.
Instansi Pelaksana:
Depdiknas Depag
BOS BOS
SD-SMP satu atap Peningkatan kualitas madrasah
Sekolah SMP baru Membangun madrasah baru )program
ADB)
Laboratorium sains untuk SMP Merehabilitasi madrasah
ITC untuk pendidikan Kesetaraan nonformal di pesantren
Ujian nasional Pendidikan dasar di pesantren
Pendidikan kesetaraan nonformal
Pendidikan khusus
Akreditasi 10.000 SD
Akreditasi 2500 SMP
Akreditasi 150 SLB
Mengembangkan model
kurikulum/pengajaran
Mengembangkan materi pengajaran di
kabupaten/kota
Buku III
[Jilid ini masih baru dalam rencana kerja tahunan pemerintah dan berasal dari Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) di zaman Orde Baru.]
Buku III berisi rencana kerja pemerintah untuk provinsi yang dibagi menjadi tujuh
kawasan geografis:
Jawa – Bali
Kalimantan
Nusatenggara
Papua
Sulawesi
Sumatra
Maluku.
Rencana kerja pemerintah untuk setiap kawasan terbagi menjadi pasal-pasal:
1. Kondisi sekarang
2. Maksud dan tujuan, termasuk sasaran kuantitatif
3. Strategi dan arah kebijakan, berdasarkan rencana tata ruang yang ada.
Meskipun data untuk setiap kawasan geografis berbeda, uraian dan isi substansi
(sektor-sektor yang tercakup, prioritas, dsb) seragam di seluruh kawasan tersebut.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
82 of 140
Tidak ada informasi mengenai biaya atau pembahasan sumber pendanaan.
IV. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005 - 2009
Versi resminya terlampir pada Permendiknas 32/2005 tetapi diberi tanggal untuk
tahun 2007
[Versi ini dicantumkan dalam website Depdiknas. Versi sebelumnya, Oktober 2005,
diedarkan dalam bentuk CD. Versi sebelumnya agak berbeda dengan versi yang resmi. Juga ada draft Rencana Strategis Pendidikan 2010 – 2014 bulan Februari 2009 yang beredar pada saat disusun review ini. Namun, pada bulan Oktober 2009, Menteri Pendidikan yang baru dilantik dan kemungkinan ia akan memimpin penyusunan
Rencana Strategis Pendidikan 2010 – 2014.]
Rencana ini diawali dengan Kata Pengantar yang mendefinisikan sasaran jangka
panjang (20 tahun) pembangunan pendidikan untuk menciptakan warga negara
Indonesia yang cerdas dan berdaya saing.
Jangka panjang dibagi menjadi empat tahapan lima tahunan:
2005-2010 meningkatkan kapasitas dan modernitas sistem pendidikan
2010-2015 meningkatkan dan memperkuat pelayanan pendidikan pada tingkat
nasional.
2015-2020 memperkuat daya saing pada tingkat regional [ASEAN]
2020-2025 memperkuat daya saing pada tingkat internasional.
Seluruh rencana strategis, setiap tahapan dan setiap bagian pada tahapan tersebut
diarahkan pada tiga “fokus”
Pemerataan dan perluasan akses pendidikan
Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing
Penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik seluruh jajaran pendidikan di
pusat [Jakarta] dan daerah.
Bab I Latar Belakang
Bab ini berisi rangkuman kebijakan pendidikan yang dimuat dalam Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita) di Masa Orde Baru maupun landasan hukum
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004 – 2009). Bab ini juga
mengutip TAP MPR No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan (2020)
yang berisi daftar karakteristik yang harus dicapai Indonesia pada tahun 2020. Butir
ke-7 dari visi ini adalah Indonesia yang “maju” dan sub-butir c mengharuskan
peningkatan kualitas pendidikan untuk menciptakan tenaga kerja yang memiliki
kompetensi standar nasional dan internasional.
[Yang menarik di sini adalah bahwa UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003
tidak menyebutkan TAP MPR ini sebagai sumber.]
hal. 2
Bab 1 juga berisi bagian yang mengelompokkan 39 program Depdiknas (mata
anggaran) menjadi kelompok program Bappenas: delapan kelompok program
pendidikan dan tujuh kelompok program “lain”.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
83 of 140
Tabel 1.1, hal. 3 – 4
Bab 2 Dasar Kebijakan Pembangunan Pendidikan Nasional
Tujuan pembangunan pendidikan nasional jangka menengah:
Meningkatkan iman, takwa, akhlak mulia
meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
meningkatkan sensitifitas dan kemampuan ekspresi estetis;
meningkatkan kualitas jasmani [tubuh]
meningkatkan pemerataan kesempatan belajar pada semua jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan bagi semua warga negara secara adil, tidak diskriminatif, dan
demokratis tanpa membedakan tempat tinggal, status sosial-ekonomi, jenis
kelamin, agama, kelompok etnis, dan kelainan fisik, emosi, mental serta
intelektual
menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun secara efisien,
bermutu, dan relevan sebagai landasan yang kokoh bagi pengembangan kualitas
manusia Indonesia;
menurunkan secara signifikan jumlah penduduk buta aksara;
memperluas akses pendidikan nonformal bagi penduduk laki-laki maupun
perempuan yang belum sekolah, tidak pernah sekolah, buta aksara, putus sekolah
dalam dan antar jenjang serta penduduk lainnya yang ingin meningkatkan
pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan
meningkatkan daya saing bangsa dengan menghasilkan lulusan yang mandiri,
bermutu, terampil, ahli dan profesional, mampu belajar sepanjang hayat, serta
memiliki kecakapan hidup yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi
berbagai tantangan dan perubahan;
meningkatkan kualitas pendidikan dengan tersedianya standar pendidikan nasional
dan standar pelayanan minimal (SPM), serta meningkatkan kualifikasi minimun
dan sertifikasi bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya
meningkatkan relevansi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan
melalui peningkatan hasil penelitian, pengembangan dan penciptaan ilmu
pengetahuan dan teknologi oleh perguruan tinggi serta penyebarluasan dan
penerapannya pada masyarakat
menata sistem pengaturan dan pengelolaan pendidikan yang semakin efisien,
produktif, dan demokratis dalam suatu tata kelola yang baik dan akuntabel
meningkatnya efisiensi dan efektifitas manajemen pelayanan pendidikan melalui
peningkatan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, peran serta masyarakat
dalam pembangunan pendidikan, serta efektivitas pelaksanaan otonomi dan
desentralisasi pendidikan
mempercepat pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme untuk mewujudkan
Depdiknas yang bersih dan berwibawa.
Hal. 9
Visi:
Pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan
semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
84 of 140
Sejalan dengan Visi Pendidikan Nasional tersebut, Depdiknas berhasrat untuk pada
tahun 2025 menghasilkan Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif.
Penjelasan hasrat Depdiknas tersebut menandaskan bahwa insan Indonesia cerdas
adalah insan yang cerdas secara komprehensif, yang meliputi cerdas spiritual, cerdas
emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual dan cerdas kinestetis.
hal. 10
Visi Depdiknas lebih menekankan pada pendidikan transformatif, yang menjadikan
pendidikan sebagai motor penggerang perubahan dari masyarakat berkembang
menuju masyarakat maju.
hal. 11
Misi
Mewujudkan Pendidikan yang Mampu Membangun Insan Indonesia Cerdas
Komprehensif dan Kompetitif.
hal. 12
Tata Nilai Depdiknas
input values: nilai-nilai untuk pegawai
process values: nilai-nilai untuk pengelola
output values: nilai-nilai untuk pemangku kepentingan.
hal. 13
[setiap kelompok tata nilai mempunyai daftar nilai-nilai terlampir]
Bab 3 Kebijakan Pokok Pembangunan Pendidikan Nasional Basic
[Setiap kebijakan pokok dikembangkan menjadi sejumlah kebijakan yang disertai
dengan sejumlah “program” (mata anggaran). Hanya kebijakan dan program yang berhubungan dengan pendidikan dasar yang dicantumkan di bawah ini.]
1. pemerataan dan perluasa akses
Kebijakan
menghapus hambatan biaya (cost barriers) terhadap pendidikan dasar melalui
pemberian bantuan operasional sekolah (BOS)
Membentuk “SD-SMP Satu Atap”
Program pendidikan kesetaraan nonformal untuk siswa usia pendidikan dasar.
hal. 19
Program
Pendanaan biaya operasi Wajar Dikdas 9 tahun/BOS.
hal. 20
Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan (rehabilitasi gedung SD, membangun
gedung SMP)
Rekrutmen pendidik dan tenaga kependidikan.
Hal. 21
2. Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing
Kebijakan
Standar nasional pendidikan
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
85 of 140
Ujian sekolah untuk SD dan ujian nasional untuk SMP
Penjaminan mutu melalui suatu proses analisis terhadap hasil ujian untuk
menentukan faktor pengungkit sebagai dasar untuk memberikan intervensi
Tindakan afirmatif dengan memberikan perhatian lebih besar pada satuan
pendidikan yang kualitasnya rendah.
Akreditasi.
Hal. 24
Program-Program
Implementasi standar nasional pendidikan (SNP)
Penjaminan mutu dengan mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP)
Survei benchmarking mutu pendidikan terhadap standar internasional
Akreditasi
Pengembangan guru sebagai profesi.
hal. 25
Sarana dan prasarana
Pembangunan sekolah bertaraf internasional di setiap kabupaten/kota
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dalam pendidikan.
hal. 26
3. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas dan Citra Publik
Reformasi pendidikan secara efektif, efisien dan akuntabel.
hal. 28
Kebijakan
Pengembangan kapasitas di semua tingkat pemerintahan dan di sekolah.
hal. 29
Peningkatan sistem pengendalian internal berkoordinasi dengan BPKP dan BPK
Peningkatan kapasitas aparat Inspektorat Jenderal
Peningkatan kapasitas aparat perencanaan dan penganggaran.
hal. 30
Peningkatan kapasitas manajerial aparat
Peningkatan ketaatan pada peraturan perundang-undangan yang disertai dengan
penyempurnaan peraturan perundang-undangan
Peningkatan citra publik
Pemberantasan KKN.
hal. 30
Tindak lanjut temuan-temuan audit
Pengembangan aplikasi sistem informasi manajemen (SIM) secara terintegrasi.
hal. 31
Bab 4 Rencana Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang 2005 – 2025
4 tahapan masing-masing dengan tema strategisnya sendiri
Peningkatan kapasitas dan modernisasi 2005 – 2010
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
86 of 140
Penguatan pelayanan 2010 – 2015
Daya saing regional 2015 – 2020
Daya saing internasional 2020 – 2025 .
hal. 36
3 fokus utama untuk setiap tema/tahapan:
Pemerataan dan perluasan akses
Peningkatan kualitas, relevansi dan daya saing
Peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik.
hal. 36
[Di sini juga terdapat lampiran yang mencantumkan tema, visi, sasaran dan kegiatan (program/mata anggaran) untuk setiap satuan kerja eselon 1 dalam Depdiknas selama masing-masing periode. Sasaran dan kegiatan dikelompokkan menurut 3 bidang fokus utama.]
Bab 5 Rencana Pembangunan Pendidikan Nasional jangka Menengah 2005 – 2009
Gambar 5.1 (hal. 43) memperlihatkan kondisi saat ini program kondisi yang
diharapkan 2009-11-20 untuk 3 bidang fokus utama. Untuk pendidikan dasar:
Akses pendidikan
Kondisi saat ini: 3,2% anak usia 7 – 12 tahun dan 16,5% anak usia 13 – 15 tahun
tidak bersekolah
program: pendidikan dasar
kondisi yang diharapkan: 98% anak usia 13 – 15 bersekolah.
Mutu pendidikan
Kondisi saat ini: peringkat internasional Indonesia ke-12 dari 12 terkait dengan
tingkat relevansi sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan *
o Siswa kurang gizi
o 40% tenaga pengajar mengajarkan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan
bidang keahliannya
o 58% ruang kelas SD rusak berat dan ringan
o Kebutuhan guru 218.000 orang.
Program: pendidikan dasar
Kondisi yang diharapkan: tercapainya standar nasional pendidikan. [tidak ada data atau sumber pendukung yang diberikan untuk pernyataan ini]
Tata kelola Depdiknas
Kondisi saat ini:
o 8.817 temuan penyimpangan oleh auditor (1997 – 2004)
o Decentralisasi pendidikan
o Sistem informasi manajemen (SIM) tidak memberikan informasi yang
diperlukan untuk manajemen
o Laporan keuangan dengan opini disclaimer dari BPK/auditor.
Program: beragam
Kondisi yang diharapkan:
o Manajemen perubahan
o Sistem pembiayaan berbasis kinerja
o Manajemen berbasis sekolah
o Standar nasional pendidikan (manajemen)
o ICT untuk manajemen
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
87 of 140
o Laporan keuangan bukan dengan opini disclaimer.
[Setiap “program” adalah satuan eselon 1.]
Program-program pendidikan dasar
Akses Pendidikan
o BOS
o [hibah blok] untuk pembangunan dan rehabilitasi sekolah + laboratorium,
perpustakaan dan buku
o SD-SMP satu atap
o Pelayanan khusus bagi siswa di daerah terpencil, jarang penduduknya,
bencana alam, konflik dan terisolasi serta anak-anak jalanan.
Sasaran
Angka partisipasi sekolah anak usia 7 – 12 tahun 99,6%
Angka partisipasi murni SD 95%
Angka partisipasi sekolah anak usia 13 – 15 tahun 96.6%
Angka partisipasi murni SMP 75%.
Hal. 47
Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing
o model kurikulum, metode pengajaran dan metode penilaian
o profesionalisasi dan kompetensi guru
o peningkatan sarana dan prasarana pendidikan
o sekolah berbasis keunggulan lokal
o sekolah bertaraf internasional
o ICT.
Hal 48
Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas dan Citra Publik
o Dewan pendidikan dan komite sekolah
o EMIS
Hal 48
Bab 6 Strategi Pembiayaan
Prioritas karena terbatasnya anggaran pemerintah
Prioritas pertama anggaran pemerintah adalah dukungan bagi anak-anak dari
keluarga miskin dan anak-anak yang kurang beruntung lainnya
Prioritas kedua adalah pendanaan untuk desentralisasi dan otonomi pendidikan
Hal 67
Prioritas ketiga adalah menggunakan anggaran untuk fungsi insentif dan
disinsentif
Hal 68
Rencana Pembiayaan
Tabel 6.1 (hal. 70) memperlihatkan perkiraan makro selama lima tahun untuk alokasi
anggaran pemerintah pusat dan daerah di sektor pendidikan. Anggaran sektor
pendidikan pemerintah pusat (tidak termasuk gaji guru) terhadap total belanja pusat
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
88 of 140
naik dari 9% pada tahun 2005 [realisasi] menjadi 20% pada tahun 2009. Jika
termasuk gaji guru, maka persentase kenaikannya adalah dari 43% pada tahun 2005
menjadi 127% pada tahun 2009.* Total alokasi anggaran sektor pendidikan
pemerintah daerah terhadap total belanja daerah naik dari 20% pada tahun 2005
[perkiraan] menjadi 28% pada tahun 2009.
[Angka ini dapat melebihi 100% karena gaji guru tidak dimasukkan dalam “anggaran pemerintah pusat”. Gaji tersebut telah ditransfer langsung ke daerah melalui DAU (bagian dari dana bagi hasil). “Anggaran pemerintah pusat” didefinisikan sebagai total anggaran pendapatan dan belanja negara di luar transfer kepada daerah (dana bagi hasil, dana otonomi khusus dan dana perimbangan).]
Tabel 6.2 (hal. 70) memperlihatkan biaya satuan pendidikan total faktual dari
berbagai jenis (Depdiknas dan Depag) dan tingkat sekolah (SD, SMP, SMA).
[Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara selama pemuktahiran dokumen ini menunjukkan bahwa biaya-biaya didasarkan pada survei yang dilaksanakan untuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).]
Tabel 6.3 (hal 71), 6.4 (hal 72) dan Grafik 6.1 (hal. 72) memperlihatkan perkiraan
realisasi pembiayaan selama lima tahun yang diperlukan dibandingkan dengan
perincian antisipasi anggaran Depdiknas berdasarkan kategori belanja. Total
pembiayaan yang diperlukan naik 69%* selama jangka waktu lima tahun dalam
rangka meningkatkan kualitas dan akses ke sekolah menengah pertama dan sekolah
menengah atas. Kontribusi Depdiknas terhadap total pendanaan yang diperlukan naik
dari 31% to 55% selama jangka waktu tersebut, sehingga anggaran Depdiknas
mengalami kenaikan 200%.** Kontribusi donor internasional diasumsikan tetap stabil
sebesar 5%. Kontribusi masyarakat diasumsikan relatif stabil sebesar 38% - 40% total
kebutuhan pembiayaan tetapi ini menyebabkan kenaikan nilai kontribusi sebesar 62%
selama jangka waktu tersebut. Akhirnya, kekurangan dana (fiscal gap) turun dari 23%
pada tahun 2005 menjadi 1% pada tahun 2009.***
[*Tabel dan grafik menggunakan rupiah. Perhitungan persentase oleh penulis.]
[**Perhatikan bahwa semua perhitungan mengasumsikan laju inflasi 8% pada tahun 2005 yang turun menjadi 3% pada tahun 2009.]
[***Perhatikan bahwa fiscal gap didefinisikan sebagai berkurangnya peningkatan kualitas, bukan defisit belanja absolut.]
Bab 7, Pemantauan dan Evaluasi
Dimulai dengan pembahasan teori Pemantauan dan Evaluasi sebagai bagian dari
struktur organisasi.
Dilanjutkan dengan jenis pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh setiap
instansi.
Indikator kinerja terdiri dari: masukan, proses, keluaran, dampak untuk setiap
kebijakan strategis (akses, mutu, tata kelola).
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
89 of 140
Tabel 7.1 Indikator kunci:
Perluasan akses dan pemerataan
o Angka partisipasi (termasuk program pendidikan nonformal)
o Disparitas angka partisipasi antar berbagai kelompok (gender, perkotaan-
perdesaan, miskin-tidak miskin, dsb)
o Penduduk buta aksara.
Mutu dan relevansi
o Nilai ujian
o Proporsi SMA dalam program kejuruan
o Proporsi pendidikan tinggi dalam program kejuruan dan profesional.
Tata kelola
o Jumlah masalah yang ditemukan dalam audit
o Nilai rupiah dari masalah yang ditemukan dalam audit
o Nilai rupiah dari kasus-kasus yang ditindaklanjuti/diselesaikan
hal. 84 – 86
Juga disajikan target kuantitatif tahunan untuk indikator-indikator tersebut.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
90 of 140
Lampiran 2 BOS dan Dana Kompensasi Subsidi BBM
Pendahuluan
1. Bantuan Operasional Sekolah/BOS adalah kegiatan1 (mata anggaran) dalam
Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun2 pemerintah Indonesia. Meskipun
BOS sekarang menjadi mata anggaran tersendiri, bantuan ini berasal dari jaring
pengaman sosial dan dana kompensasi subsidi BBM, yang merupakan kategori
politik, bukan mata anggaran. Latar belakang ini menjelaskan beberapa ciri yang tidak
lazim dalam prosedur pendanaan BOS. Selain itu, selama beberapa tahun fiskal di
mana BOS dimasukkan dalam anggaran,3 desain dan prosedur administratif kegiatan
mengalami perubahan yang besar. Oleh karena itu, tampaknya akan berguna jika BOS
dan latar belakangnya dijelaskan secara singkat.
Jaring Pengaman Sosial
2. Jaring pengaman sosial, yang kemudian berkembang menjadi program
kompensasi subsidi BBM dan BOS, berawal sebagai salah satu komponen untuk
penanggulangan krisis valas di akhir tahun 1997. Sebagai bagian dari komitmen
Indonesia terhadap bantuan darurat International Monetary Fund (IMF), Pemerintah
Indonesia menyetujui konsep “jaring pengaman sosial”. Saat itu, konsep tersebut
sangat tidak jelas: “alokasi anggaran untuk belanja sosial akan meningkat untuk
memastikan bahwa semua warga negara Indonesia menerima sedikitnya pendidikan
dasar sembilan tahun dan pelayanan kesehatan dasar yang lebih baik.”4 Ketika krisis
valas berkembang menjadi krisis ekonomi, komitmen konkret pertamanya adalah
program padat karya untuk mempertahankan daya beli masyarakat miskin di daerah
perdesaan maupun perkotaan.5 Program tambahan berikutnya adalah peningkatan
subsidi anggaran untuk pangan, BBM dan listrik maupun subsidi skema kredit untuk
usaha kecil dan menengah di mana sebagian besar dari mereka menggunakan tenaga
kerja non-pertanian.6 Setelah hampir setahun mengalami krisis, pemerintah akhirnya
meluncurkan tiga program baru: beras bersubsidi untuk keluarga sangat miskin,
program beasiswa untuk siswa SD dan SMP dari keluarga miskin, dan hibah blok
kepada sekolah-sekolah untuk menutupi biaya operasional yang melonjak akibat
tingkat inflasi yang tinggi.7 Semua program tersebut dibiayai melalui anggaran
pembangunan dengan bantuan donor. Untuk tahun ajaran 1999/2000, Bank
Pembangunan Asia membiayai beasiswa dan hibah sekolah di 16 provinsi sedangkan
Bank Dunia membiayai program tersebut di 10 provinsi lain. Dana disalurkan melalui
alokasi anggaran pembangunan kepada kementerian bersangkutan, misalnya program
padat karya melalui Departemen Pekerjaan Umum; bantuan beras melalui Bulog
(lembaga pengadaan beras pemerintah); beasiswa dan hibah blok sekolah melalui
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.8
1 Mata anggaran dalam APBN.
2 Kelompok kegiatan terkait yang membentuk kategori pembiayaan.
3 Sejak tahun 2005.
4 Letter of Intent, 31 Oktober 1997; (d) Jaring Pengaman Sosial, paragraf 45.
5 Memorandum Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Pemerintah Indonesia, 15 Januari 1998, paragraf
48. 6 Memorandum Tambahan Kebijakan Ekonomi dan Keuangan, 10 April 1998 paragraf 20.
7 Letter of Intent dan Memorandum Kebijakan Ekonomi dan Keuangan, 29 Juli 1998.
8 Namanya kemudian berubah menjadi Departemen Pendidikan Nasional.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
91 of 140
3. Di akhir bulan Maret 2000, pemerintah mengumumkan rencana untuk menaikkan
harga BBM pada tanggal 1 April dalam upaya mengurangi subsidi BBM. Pada saat
yang sama, pemerintah juga mengumumkan akan melindungi keluarga miskin dan
penumpang angkutan umum dari kenaikan harga tersebut dengan menyediakan
bantuan tunai untuk membeli BBM dengan harga baru. Setelah berkonsultasi dengan
DPR, kenaikan harga akhirnya ditunda sampai bulan Oktober dan pemerintah
menyediakan bantuan langsung tunai kepada keluarga-keluarga miskin yang sudah
didata.1
4. Setahun kemudian, Bank Dunia membatalkan tahap kedua pinjaman jaring
pengaman sosial dan dengan demikian berakhirlah bantuan donor untuk program
jaring pengaman. Hasil evaluasi Bank menyimpulkan: "Secara keseluruhan,
kontribusi program jaring pengaman untuk mengurangi dampak terburuk dari krisis
terhadap rakyat miskin tampaknya tidak terlalu besar meskipun beberapa program
termasuk beasiswa dan beras bersubsidi terbukti mempunyai dampak yang positif."
5. Pada bulan Juni 2001, pemerintah menaikkan harga BBM lagi sebesar 30 persen.
Pada saat yang sama, pemerintah mengusulkan kepada DPR untuk menyediakan
alokasi anggaran bantuan bagi operator angkutan umum guna membantu mereka
mengatasi kenaikan harga; beras bersubsidi tambahan untuk 1,2 juta keluarga miskin;
program vaksinasi untuk anak-anak dan kebutuhan kesehatan lain dari rakyat miskin;
beasiswa dan renovasi sekolah; air bersih bagi desa-desa miskin; pinjaman lunak bagi
usaha kecil; dan bantuan pemberdayaan masyarakat nelayan kecil. Bantuan
pendidikan terdiri dari beasiswa bagi siswa SD kelas 1, 2 dan 3, siswa SMP dan SMA
kelas 1 dan 2;2 hibah blok untuk bantuan operasional SD, SMP dan SMA; siswa dan
tutor (guru pamong) dalam program pendidikan nonformal; dan bantuan beasiswa
dan hibah blok siswa kepada Depag. Ini adalah pertama kalinya alokasi anggaran
untuk sektor sosial secara eksplisit dihubungkan dengan harga BBM. Namun, jumlah
kenaikan alokasi anggaran untuk sektor sosial tidak langsung berhubungan dengan
perhitungan penurunan alokasi anggaran untuk subsidi BBM, sebaliknya kenaikan
alokasi tersebut didasarkan pada biaya satuan yang digunakan untuk kegiatan jaring
pengaman sosial.
6. Dana beasiswa disalurkan kepada siswa-siswa yang memenuhi syarat melalui
Kantor Pos. Departemen Keuangan mentransfer dana ke Kantor Pos pusat dengan
mendebet transfer dari alokasi anggaran Depdiknas. Kantor Pos pusat kemudian
mengirimkan dana tersebut ke cabang-cabang kantor pos untuk dibayarkan secara
langsung kepada siswa.
Dana Kompensasi Subsidi BBM
1 Mulanya, pendataan dilakukan melalui sensus rumah tangga oleh Badan Keluarga Berencana
Nasional dalam Program Kesejahteraan Keluarga karena Badan Keluarga Berencana Nasional
mempunyai system penggolongan rumah tangga berdasarkan status “kesejahteraan” yang
menggunakan kombinasi tingkat konsumsi, kepemilikan barang yang tahan lama dan variable-variabel
lain. Pendataan selanjutnya dilakukan melalui sensus rumah tangga oleh Badan Pusat Statistik yang
menggunakan garis kemiskinan berdasarkan konsumsi.
Ketua RT mengeluarkan kartu miskin agar rumah tangga di lingkungannya dapat mengajukan
permohonan bantuan. Ketentuan ini membuat penduduk pindahan illegal (yang tidak terdaftar di RT
setempat) tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan. 2 Beasiswa untuk siswa kelas 4, 5 dan 6 SD dan kelas 3 SMP dan SMA dibiayai dengan alokasi
anggaran yang dikirimkan melalui Depdiknas.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
92 of 140
7. Dana kompensasi subsidi BBM adalah kategori politik, bukan mata anggaran.
Proses anggarannya rumit. Pada dasarnya, subsidi dibayar oleh Pemerintah kepada
Pertamina (BUMN) untuk mengganti biaya impor dan distribusi produk minyak bumi
kepada Pertamina. Biaya ini terdiri dari 2 komponen:
Selisih antara harga yang dibayar Pertamina di pasar internasional (atau harga
internasional di mana Pertamina dapat menjual produksi domestiknya) dengan
harga domestik
Dikalikan jumlah BBM yang digunakan.1
Departemen Pertambangan dan Energi dan Pertamina, bersama-sama dengan
Departemen Keuangan, meramalkan harga internasional dan permintaan domestik. Ini
menjadi dasar proposal anggaran Pemerintah kepada DPR atas mata anggaran
“subsidi kepada BUMN”.
8. Jika harga minyak internasional meningkat secara drastis maka alokasi anggaran
untuk subsidi kepada Pertamina akan lebih cepat dibelanjakan daripada jadwal
pencairannya dan -- akhirnya – mengancam arus kas perusahaan Pertamina dan
kemampuannya untuk mengimpor minyak. Karena subsidi tersebut merupakan mata
anggaran maka ramalan (asumsi) semula dan revisinya pada total subsidi harus
mendapatkan persetujuan DPR. Ini adalah perbedaan antara potensi subsidi yang
dibutuhkan berdasarkan asumsi tertentu dengan realisasi subsidi yang dianggarkan
(berdasarkan asumsi alternatif), yaitu “dana” kompensasi subsidi BBM. “Dana”
tersebut dapat berasal dari perbedaan asumsi antara satu tahun dan tahun berikutnya
(misalnya usulan anggaran tahun 2003), maupun dari perubahan asumsi yang dihitung
dalam proses evaluasi realisasi penerimaan dan pengeluaran selama semester pertama
tahun fiskal bersangkutan sebagai persiapan pengajuan perubahan anggaran yang
diusulkan kepada DPR pada semester kedua (misalnya 2004).
9. Alokasi “dana” juga menjadi bagian dari proses anggaran sehingga harus dibahas
antara Pemerintah dan DPR. Fakta bahwa “dana” tersebut berasal dari asumsi berarti
bahwa jumlahnya dapat dibahas, dalam batas-batas tertentu. Asumsi-asumsi tentang
harga produk minyak internasional mempengaruhi kedua sisi anggaran, yaitu
penerimaan dan pengeluaran, sehingga satu-satunya tekanan yang berat adalah tingkat
total defisit anggaran dan bahkan hal inipun masih dapat dibahas dalam batas-batas
yang ditetapkan undang-undang. Kenaikan harga BBM domestik menyebabkan
kenaikan pendapatan Pertamina dan mengurangi jumlah subsidi yang dibutuhkan
untuk menutupi biaya-biaya Pertamina. Pengurangan alokasi anggaran untuk subsidi
menyebabkan meningkatnya pengeluaran departemen-departemen sektoral dalam
defisit anggaran yang sama tetapi ukuran dan distribusi “dividen” ini merupakan
proses politik antara DPR dan Pemerintah.
10. Pada bulan Januari 2002 pemerintah menaikkan harga BBM kembali dan, untuk
pertama kalinya, pemerintah mengumumkan mekanisme spesifik untuk meluncurkan
“dana kompensasi” guna mengurangi dampak kenaikan harga BBM terhadap rakyat
miskin. Pemerintah memperkirakan bahwa ada 40 juga orang miskin dan bahwa
kenaikan harga BBM akan menambah Rp 170.000 kepada biaya hidup setiap rumah
tangga miskin per tahun. Namun, nilai total paket bantuan (beasiswa, perawatan
1 Pada tahun 2003, kurangnya perhitungan permintaan bensin yang cukup besar telah menyebabkan
Pertamina kekurangan dana tunai sebanyak 30% sehingga akhirnya menyebabkan bank-bank
internasional menolak mengeluarkan Surat Kredit untuk mengimpor BBM. WB PER tahun 2007
menyatakan bahwa arus kas masih menjadi masalah di Pertamina.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
93 of 140
kesehatan gratis, beras bersubsidi) menjadi Rp 350.000. Pembiayaan program-
program tersebut disalurkan melalui alokasi anggaran sekotrak ke setiap departemen
(dan Bulog).
11. Pada bulan Januari 2003, Pemerintah menaikkan harga listrik, yang sehari
kemudian diikuti dengan harga BBM. Sekali lagi Pemerintah mengumumkan akan
ada kompensasi bagi rakyat miskin dalam bentuk beras bersubsidi, pendidikan dan
pelayanan kesehatan. Namun, tidak alokasi anggaran baru yang diumumkan dan
“kompensasi” tersebut tampaknya merupakan kelanjutan dari program-program
sebelumnya.
12. Kenaikan yang tajam pada harga minyak internasional selama triwulan pertama
tahun 2003 terkait dengan keterlibatan AS di Irak dan kenaikan harga-harga yang
mengikutinya selama jangka waktu setelah triwulan pertama diperhitungkan sebagai
asumsi dalam usulan APBN 2004. Ketika usulan perubahan APBN 2004 diajukan
kepada DPR pada semester kedua tahun 2004 – selama kampanye pemilihan Presiden
langsung pertama – semua calon presiden mengakui perlunya kenaikan harga BBM
domestik untuk menutupi kelebihan pengeluaran 300% atas mata anggaran subsidi
BBM yang disebabkan oleh kenaikan dua kali lipat harga minyak dunia.
13. Pasangan presiden dan wakil presiden yang baru terpilih Susilo Bambang
Yudoyono dan Jusuf Kalla segera mengumumkan bahwa kenaikan harga minyak
domestik perlu dilakukan di awal tahun 2005. Namun, dicapai kesepakatan dengan
DPR bahwa kenaikan harga tersebut tidak akan diajukan sebagai perubahan APBN
2005 yang telah disahkan oleh DPR. Sebaliknya, kenaikan harga tersebut akan
dilakukan secara “lentuk” dalam pelaksanaan APBN yang berlaku.
14. Pemerintah mengumumkan “skema baru yang progresif dan berpihak pada rakyat
miskin” untuk menekan dampak kenaikan harga BBM terhadap rakyat miskin berupa
“dana baru”, tetapi kegiatan tersebut adalah kelanjutan dan perluasan dari kegiatan
sebelumnya, yaitu, beras bersubsidi, pendidikan dan kesehatan, pekerjaan umum, dan
sebagainya. Untuk pertama kalinya, pemerintah mengajukan perhitungan secara
eksplisit: memperlihatkan bahwa alokasi anggaran mencapai Rp 19 trilyun; tanpa
kenaikan harga BBM (dan berdasarkan asumsi tentang harga minyak internasional)
subsidinya mencapai Rp 39,8 trilyun; dan tanpa kenaikan harga BBM (berdasarkan
asumsi yang sama tentang harga minyak internasional), dibutuhkan Rp 60,1 trilyun
untuk mendanai subsidi ini. Jadi, penghematan dari subsidi BBM mencapai Rp 20
trilyun, dan dari jumlah ini, pemerintah akan mengalokasikan separuhnya (Rp 10,5
trilyun) kepada program untuk rakyat miskin. Ini dapat ditambahkan kepada alokasi
anggaran yang ada sebesar Rp 7,3 trilyun untuk program yang sama dalam rangka
menyediakan total “dana” sebesar Rp 17,8 trilyun.1 Pemerintah juga menawarkan
paket bantuan kepada pemilik angkutan umum sehingga mereka tidak perlu
menaikkan tarif angkutan.
BOS
15. Harga minyak domestik naik pada bulan Maret 2005 dan perubahan anggaran
yang sangat besar diajukan kepada DPR. Langkah ini perlu dilakukan untuk
menyediakan saluran pendanaan rekonstruksi pasca-tsunami maupun perubahan
1 Surat kabar Jakarta Post, Selasa, 1 Maret 2005.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
94 of 140
alokasi untuk subsidi kepada Pertamina dan bantuan kompensasi subsidi BBM, yang
diprogram melalui anggaran kementerian pusat tetapi dikirim kepada berbagai
lembaga pelaksana: dinas provinsi dan kabupaten/kota, Perusahaan Askes
(perusahaan asuransi milik negara), Bulog, dan sebagainya. Pada bulan Juni,
perubahan anggaran disahkan oleh DPR, yang menaikkan total alokasi untuk program
pengentasan kemiskinan dari Rp 10,5 trilyun menjadi Rp 12,5 trilyun di mana hampir
seluruh kenaikan ini ditujukan untuk pendidikan.1 Bentuk bantuan untuk pendidikan
juga berubah dari beasiswa untuk siswa yang tidak mampu menjadi hibah per kapita
kepada sekolah-sekolah. Hibah ini disebut program Bantuan Operasional Sekolah
(BOS). BOS diberikan kepada semua sekolah2 dan madrasah yang menyelenggarakan
pendidikan dasar (SD dan SMP) sedangkan program beasiswa dipertahankan untuk
siswa sekolah dan madrasah yang menyelenggarakan pendidikan menengah atas.
16. Alasan resmi3 dilaksanakannya program BOS saat itu adalah bahwa rumah tangga
miskin4 mempunyai akses pendidikan yang lebih rendah (angka partisipasi) dan ini
melanggar hak mereka untuk mendapatkan pendidikan dan mengancam keberhasilan
dalam mencapai sasaran Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun
pemerintah. Diakui bahwa salah satu alasan angka partisipasi yang lebih rendah untuk
anak-anak dari keluarga miskin adalah tingginya biaya pendidikan, termasuk biaya
tidak langsung seperti transportasi, uang sakut, dan sebagainya. Kenaikan harga BBM
dianggap telah mengurangi daya beli rumah tangga miskin, sehingga mempersulit
mereka untuk menyekolahkan anak-anak mereka dan akhirnya mengancap sasaran
Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.
17. Secara eksplisit dinyatakan bahwa BOS akan “menggratiskan peserta didik dari
beban biaya operasional sekolah … [untuk] pendaftaran, uang sekolah, biaya ujian
dan materi pelajaran serta biaya praktikum.”5 Tujuan BOS adalah menyediakan
bantuan bagi sekolah-sekolah untuk “mengizinkan sekolah untuk menghapuskan
biaya pendidikan dengan tetap mempertahankan kualitas pendidikan”.6
18. Awalnya, BOS dirancang dengan mekanisme penyeleksian sendiri yang
mendorong hanya sekolah-sekolah yang melayani siswa miskin untuk mengajukan
permohonan bantuan. Draft buku panduan awal (dan pengumuman awal oleh Komisi
Anggaran DPR) menetapkan bahwa setiap sekolah yang menerima BOS harus
membebaskan murid-muridnya dari semua biaya dan iuran sekolah. Teorinya adalah
bahwa sekolah-sekolah yang menarik bayaran lebih kecil daripada BOS dapat
1 Alokasi untuk pelayanan kesehatan mengalami sedikit kenaikan. Alokasi untuk prasarana pedesaan
tetap sama, tetapi besarnya hibah blok kepada setiap desa berkurang dari Rp 300 juta menjadi Rp 150
juga untuk menjangkau lebih banyak desa. 2 Kecuali SMP Terbuka karena biaya tambahan program pendidikan “terbuka” ditutupi oleh hibah blok
Depdiknas pusat kepada Sekolah Induk. SMP Terbuka sebenarnya sebuah program yang dijalankan
oleh SMP (negeri) reguler yang disebut Sekolah Induk di luar program regulernya. Sekolah induk
memenuhi syarat untuk mendapatkan BOS guna menutupi partisipasi pendidikan reguler, tetapi bukan
partisipasi program terbuka.
Pada tahun 2007, cakupan BOS diperluas ke partisipasi program pendidikan terbuka.
Program-program pendidikan dasar nonformal (Paket A dan B) tidak termasuk dalam BOS karena
alasan yang sama seperti SMP Terbuka: biaya-biaya ditutupi oleh anggaran Depdiknas yang ada. 3 Dinyatakan dalam Buku Panduan 2005, hal 2.
4 Dan rumah tangga yang hidup di daerah terpencil atau daerah konflik, dan rumah tangga dengan
anak-anak penyandang cacat. 5 Ibid., hal 3.
6 Ibid., hal 3-4
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
95 of 140
mengajukan permohonan untuk mendapatkan bantuan BOS dan membebaskan siswa
mereka dari bayaran sekolah, sedangkan sekolah-sekolah yang menarik bayaran lebih
besar daripada BOS (kepada keluarga-keluarga yang lebih mampu) dapat menolak
bantuan BOS.1
19. Namun, ketentuan ini berubah akibat tekanan politik berdasarkan jaminan
Undang-Undang Dasar berupa pendidikan dasar gratis. Menteri Pendidikan
menjelaskan bahwa: “Kami akan mulai menyelenggarakan pendidikan gratis pada
tahun ajaran yang akan datang ... tetapi, istilah „gratis‟ bukan berarti bahwa sama
sekali bebas dari biaya. Pendidikan „gratis‟ diberikan melalui hibah blok yang
dicairkan kepada semua sekolah dasar dan sekolah menengah pertama negeri, swasta
dan yang bersifat agama di seluruh Indonesia. … Sekolah tidak lagi diizinkan
menuntut biaya apapun dari siswa miskin,” ia menekankan. "Mereka akan menerima
hibah yang besarnya bergantung pada jumlah murid di setiap sekolah, bukan hanya
siswa miskin, dikali biaya per siswa,” katanya. Pendidikan „gratis‟ untuk siswa yang
mampu dapat diberikan dengan membatasi jenis biaya yang diizinkan untuk dipungut
oleh sekolah … Kami akan menentukan jenis biaya yang dapat dipungut sekolah dari
siswa yang mampu," katanya. Jadi BOS sekarang tersedia bagi semua SD dan SMP
serta madrasah yang mengajukan permohonan dan memenuhi syarat administratif
untuk mendapatkan dana bantuan.2
20. Buku Panduan tahun 2006 menghubungkan BOS secara eksplisit dengan dana
kompensasi subsidi BBM, tetapi Buku Panduan 2007, meskipun menyebutkan beban
kenaikan harga BBM, tidak lagi menyebutkan “dana” tersebut. Tim manajemen BOS
di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota disebut tim manajemen Dana
Kompensasi Subsidi BBM pada tahun 2005 dan 2006, tetapi disebut tim manajemen
BOS pada tahun 2007.
21. Buku Panduan tahun 2007 juga berisi tiga subbagian yang menghubungkan BOS
dengan kebijakan pendidikan nasional dan bukan dengan mekanisme kompensasi
subsidi BBM. Subbagian pertama3 membahas BOS sehubungan dengan program
wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun4 dan mengidentifikasi BOS sebagai kegiatan
yang menyumbang kepada peningkatan dan perluasan akses ke kelompok program.5
Subbagian ini juga mewajibkan kepala sekolah untuk “memperhatikan” aspek-aspek
akses berikut ini:6
Tidak boleh ada siswa miskin yang putus sekolah karena alasan biaya
Setiap upaya harus dibuat untuk memastikan bahwa lulusan SD melanjutkan
pendidikan ke SMP; tidak boleh ada siswa miskin yang tidak dapat melanjutkan
pendidikan karena alasan biaya
1 Ciri ini tetap dipertahankan dalam Buku Panduan, bahkan meskipun ketentuan tersebut telah diubah,
bandingkan paragraf 20, hal. 91 di bawah ini. 2 Surat kabar Jakarta Post, Selasa, 18 Mei 2005 dan Buku Panduan 2005, hal 7.
3 Subbagian ini terncantum dalam Buku Panduan 2006. Subbagian-subbagian lainnya baru dalam Buku
Panduan 2007. 4 Istilah “program” digunakan di sini sebagai sinonim untuk “mata anggaran” (yang terdiri dari banyak
kegiatan) sedangkan istilah yang sama kemudian dalam kalimat itu digunakan sebagai sinonim untuk
“kegiatan”. Istilah program dalam bahasa Indonesia digunakan dengan arti keduanya, tergantung pada
konteksnya. 5 Dua kelompok program lainnya adalah peningkatan kualitas, relevansi dan daya saing; dan
manajemen, akuntabilitas dan citra publik. 6 Buku Panduan 2007, hal. 10 – 11.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
96 of 140
Kepala sekolah harus aktif dalam kegiatan retrival, yaitu mencari anak-anak yang
putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan ke SMP dan mengajak mereka
untuk kembali bersekolah.
22. Subbagian kedua menguraikan BOS terkait dengan manajemen berbasis sekolah.
Pembahasan ini menekankan bahwa BOS adalah wujud dari manajemen berbasis
sekolah karena dana BOS sepenuhnya berada di bawah pengendalian sekolah yang
memberdayakan sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat.1 Akhirnya,
subbagian ketiga membahas BOS dan pemerintah daerah (provinsi dan
kabupaten/kota). Subbagian ini mencantumkan kewajiban-kewajiban pemerintah
daerah:
Terus menyediakan dana operasional bagi sekolah-sekolah2
Jika daerah (kabupaten atau provinsi) mempunyai kebijakan “sekolah gratis”,
maka daerah tersebut harus menyediakan pendanaan yang cukup dari APBD
untuk menutupi semua biaya
Menyediakan pendanaan “safeguarding”
Mengawasi penggunaan dana BOS oleh sekolah.
Kelayakan dan partisipasi
23. Semua sekolah dan madrasah layak mendapatkan BOS. Sekolah-sekolah swasta
harus terdaftar di Depdiknas atau Depag. Pondok pesantren yang terdaftar sebagai
peserta program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun3 juga layak mendapatkan
dana BOS bagi siswa-siswa yang menjadi peserta program.
24. Sekolah-sekolah yang mempunyai pendapatan lebih besar dari alokasi BOS
diizinkan untuk menolak pendanaan BOS dan tidak wajib mengikuti aturan-aturan
BOS tetapi kepala sekolah harus mendaftarkan penolakannya kepada tim BOS
Kabupaten/Kota. Pemberitahuan penolakan harus turut ditandatangani oleh komite
sekolah. Jika sekolah mempunyai siswa-siswa miskin maka sekolah itu wajib
“menjamin” bahwa mereka tidak akan putus sekolah karena alasan biaya.4
25. Sekolah yang memutuskan untuk menerima BOS wajib mematuhi aturan-aturan
berikut ini:
Jika sekolah mempunyai siswa miskin maka siswa tersebut harus dibebaskan dari
semua biaya dan iuran, dan dana BOS yang tersisa harus digunakan untuk
“mensubsidi” siswa-siswa yang lain
Jika sekolah tidak mempunyai siswa miskin maka dana BOS harus digunakan
untuk mengurangi biaya dan iuran semua siswa senilai total dana BOS.
1 Ibid., hal. 11 – 12.
2 Kewajiban ini juga dinyatakan dalam Buku Panduan 2005 dan 2006
3 Berdasarkan program ini, siswa pondok pesantren juga menerima pengajaran mata pelajaran yang
merupakan kurikulum nasional dan mengikuti ujian nasional di akhir kelas 6 dan 9. Program ini
berbeda dengan situasi di mana madrasah berkedudukan di lingkungan kampus pesantren. Madrasah
adalah sekolah: ada ruang kelas, meja kursi, papan tulis, dsb. dan jadwal pelajaran mengikuti jam
sekolah reguler. Dalam program pondok pesantren, mata pelajaran kurikulum nasional diajarkan dalam
ruang kelas pesantren di mana para siswa mungkin duduk di atas tikar (atau karpet) di lantai dna
pelajaran dijadwalkan di sekitar kurikulum bidang studi agama Islam. 4 Buku Panduan 2007, hal. 2.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
97 of 140
Kondisi sebelumnya secara eksplisit disebut “pendidikan gratis terbatas”,1 bandingkan
paragraf 19 di atas.
26. Sekolah-sekolah yang memutuskan untuk menerima BOS harus membuka
rekening bank atas nama sekolah (bukan perorangan) dengan tanda tangan resmi dari
kepala sekolah dan ketua komite sekolah, yang secara tidak langsung mewajibkan
sekolah untuk membentuk komite sekolah secara resmi.
Jumlah dan Struktur BOS
27. BOS terdiri dari dana yang disediakan dari anggaran pusat kepada sekolah-
sekolah dan dihitung dengan rumus: biaya satuan (per kapita) x jumlah siswa.
Program mencairkan dana Rp 5,3 trilyun pada bulan Juni–Desember 2005 dan Rp
11,12 trilyun pada tahun 2006, atau sekitar 25 persen dari seluruh anggaran pusat
untuk pendidikan.2
28. Alokasi biaya satuan diperlihatkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Alokasi Biaya Satuan untuk BOS
Tahun (fiskal) Biaya Satuan (Rp.)
Primary JSE
2005: Semester 1 2005/2006 235.0001 324.500
1
2006: Semester 2 2005/2006, Semester 1 2006/2007 235.000 324.500
2007: Semester 2 2006/2007, Semester 1 2007/2008 254.000 354.000 1Sama dengan setahun penuh. Realisasi pembayaran 1/2 dari jumlah ini.
Sumber: Buku Panduan, berbagai tahun
Meskipun alokasi biaya satuan BOS tidak berubah antara tahun 2005 dan 2006, inflasi
tahunan3 selama tahun 2005 adalah 17,11%, selama tahun 2006 adalah 6,60% dan
selama triwulan pertama tahun 2007 adalah 1,91%. Total kenaikan (dari tahun 2005
sampai 2007) alokasi biaya satuan BOS SD adalah sebesar 8,08% dan SMP adalah
sebesar 9,09% sehingga realisasi nilai dana BOS yang diterima oleh sekolah turun
secara signifikan.
29. Struktur biaya satuan didasarkan pada hasil studi empiris yang dilaksanakan oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas pada tahun 2002/20034, tetapi
realisasi alokasi biaya satuan didasarkan pada hasil pembahasan antara Depdiknas,
Depkeu dan DPR. Depdiknas menyampaikan perhitungan awal kepada Depkeu dan
DPR yang kemudian menetapkan total dana yang tersedia untuk BOS. Depdiknas
membagi total dana yang ada dengan perkiraan jumlah siswa dan menetapkan alokasi
satuan biaya yang dicantumkan dalam buku panduan.
30. Kerangka metodologi untuk pendataan komponen-komponen biaya yang
digunakan dalam studi ini mengikuti rumus proposal pendanaan yang dikembangkan
1 Ibid., hal. 10.
2 Belanja Pembangunan: Menciptakan Peluang Baru Terbanyak bagi Indonesia – Tinjauan Belanja
Publik Indonesia 2007, Inisiatif Bank Dunia untuk Analisa Pengeluaran Publik, Jakarta 2007, hal. 36. 3 Badan Pusat Statistik, Indeks harga konsumen. Ini adalah rata-rata nasional-ada perbedaan daerah
yang besar. 4 Diterbitkan pada tahun 2005, Abbas Ghozali, “Analisa Biaya Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah”, Badan Penelitian dan Pengembangan, Depdiknas, Jakarta, 2005.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
98 of 140
oleh UNICEF/UNESCO untuk Depdiknas pada tahun 2001.1 Rumus ini membagi
total biaya menjadi dua kategori: biaya operasional/berulang dan biaya
investasi/modal/pembangunan. Hanya kategori yang pertama yang dibiayai dengan
BOS. Biaya operasional dibagi lagi menjadi dua kategori: biaya personalia dan
nonpersonalia. BOS membiayai biaya nonpersonalia.2 Komponen-komponen biaya
yang dapat dibayar dengan dana BOS dapat dilihat dalam Tabel 3.
Tabel 3 Komponen Biaya yang Layak (Eligible)
Petunjuk awal tahun 2005 Perubahan tahun 2006 dan 2007
Pendaftaran Diperluas mencakup “semua” kegiatan
yang terkait langsung dan tidak langsung
dengan pendaftaran masuk dan
pendaftaran ulang
Buku pelajaran wajib dan pendukung
untuk dikoleksi perpustakaan
Diperluas mencakup buku referensi untuk
dikoleksi perpustakaan3
Pendukung kualitas guru (Musyawarah
Guru Mata Pelajaran MGMP, kelompok
diskusi kepala sekolah, pelatihan, dsb.)
Tidak berubah
Biaya ulangan dan ujian Diperluas mencakup biaya penyusunan
rapor
Barang habis pakai (buku tulis, kapur,
pensil, barang habis pakai praktikum)
Daftar diperluas mencakup perlengkapan
kantor untuk administrasi sekolah dan
langganan surat kabar
Pemeliharaan ringan Disebutkan kegiatan apa saja yang layak,
termasuk pengecatan, perbaikan atap
bocor, perbaikan pintu dan jendela,
perbaikan mebeler
Untuk tahun 2007, ditambahkan
perbaikan kamar mandi dan fasilitas
sanitasi
Listrik dan jasa Disebutkan daftar eksplesit termasuk
listrik, air dan telepon, dan pemasangan
telepon tambahan untuk sambungan yang
ada4
Tunjangan yang melekat pada gaji guru
tetap dan honorarium untuk guru tidak
tetap
Disebutkan bahwa BOS terbatas untuk
pembayaran gaji pegawai tidak tetap dan
dinyatakan bahwa tunjangan yang
melekat pada gaji guru merupakan
tanggung jawab penuh Pemerintah
Kabupaten/Kota
Kegiatan kesiswaan (program remedial, Daftar diperluas mencakup olah raga,
1 McMahon, W. dan Boediono, “Meningkatkan Pembiayaan Pendidikan di Indonesia,” McMahon, dkk,
Meningkatkan Pembiayaan Pendidikan di Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas,
Indonesia, UNICEF dan UNESCO, 2001. 2 Biaya personel untuk guru PNS (dan kepala sekolah) di sekolah negeri maupun swasta ditutupi
dengan alokasi anggaran pemerintah. 3 Panduan 2007 menambahkan bahwa buku-buku tersebut adalah tambahan untuk buku-buku yang
dibeli melalui BOS Buku. 4 Yaitu, jika sambungan telepon tersedia di lingkungan sekolah. Membayar penyambungan telepon
baru dari titik terdekat yang ada ke sekolah dilarang.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
99 of 140
Petunjuk awal tahun 2005 Perubahan tahun 2006 dan 2007
bimbingan belajar untuk persiapan ujian,
ekstrakurikuler)
seni dan contoh-contoh spesifik kegiatan
ekstrakurikuler
Biaya transportasi untuk siswa miskin Ditambahkan bahwa bantuan ini terbatas
bagi siswa miskin yang mengalami
“kesulitan” biaya transportasi dari dan ke
sekolah
Asrama (khusus pondok pesantren) Tidak berubah
Peralatan sholat (khusus pondok
pesantren)
Tidak berubah
Komponen baru: biaya administrasi BOS
(perlengkapan kantor, penggandaan
materi, korespondensi, pelaporan)
Komponen baru: penggantian
transportasi1 untuk guru tetapi hanya
untuk kegiatan di luar beban mengajar
reguler
Komponen baru: jika semua kebutuhan di
atas telah terpenuhi dan dana BOS masih
tersisa, maka sisa dana tersebut dapat
digunakan untuk membeli media
pembelajaran dan mebeler sekolah. Sumber: Buku Panduan, berbagai tahun
Petunjuk dalam buku panduan 2007 mengatakan bahwa dana BOS diutamakan untuk
komponen-komponen yang ada dalam daftar.
31. Juga ada daftar komponen biaya yang tidak layak, yang meliputi:
Instrumen finansial (seperti deposito) untuk mendapatkan bunga
pinjaman
kegiatan yang mahal yang bukan menjadi prioritas sekolah, khususnya karya
wisata, studi banding dan bentuk perjalanan lain
bonus, transportasi dan seragam [guru] dan biaya lain yang tidak secara spesifik
terkait dengan kebutuhan siswa
pemeliharaan besar
pembangunan baru
pembeliah barang-barang yang tidak secara langsung mendukung kegiatan belajar
mengajar
pembelian saham di perusahaan umum
setiap biaya yang telah ditutupi dengan anggaran pemerintah pusat atau
kabupaten/kota, terutama guru kontrak yang disediakan oleh pemerintah dan
beban pengajaran tambahan.
Jadwal dan Mekenisme Pembayaran
32. Karena BOS tercantum dalam APBN, maka dana BOS mengikuti tahun fiskal
(Januari sampai Desember). Namun, sekolah beroperasi dan menyusun anggaran
berdasarkan tahun ajaran (Juli sampai Juni). Maka, alokasi BOS untuk tahun fiskal
1 Ini seringkali merupakan ungkapan pelembut untuk tunjangan yang melekat pada gaji.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
100 of 140
tertentu mendanai semester kedua dari tahun ajaran berjalan dan semester pertama
tahun ajaran berikutnya. Sekolah-sekolah wajib melaporkan perubahan jumlah siswa
di awal tahun ajaran (berikutnya).
33. BOS tahun 2005 disosialisasikan sebagai bagian dari proses perubahan anggaran
tengah tahunan sehingga hanya mencakup semester pertama dari tahun ajaran
2005/2006. Semester kedua tercakup dalam BOS 2006. BOS 2005 disalurkan dengan
satu kali pembayaran. BOS 2006 disalurkan secara bertahap:
Tahap pertama untuk periode Januari dan Februari;
Tahap berikutnya di Jawa dan Bali dalam selang waktu 2 bulan;
Tahap berikutnya di kabupaten/kota lain dalam selang waktu 3 bulan.
BOS 2007 disalurkan dalam selang waktu 3 bulan, dengan ketentuan bahwa pencairan
harus dilakukan di awal bulan pertama dalam selang waktu tersebut.
34. Seringkali dikatakan bahwa BOS, seperti dana kompensasi subsidi BBM dan
jaring pengaman sosial sebelumnya, disalurkan “langsung” dari Depkeu ke sekolah-
sekolah melalui kantor pos atau rekenening bank sekolah. Ini memang benar pada
tahun 2005, tetapi sekarang tidak dilakukan lagi karena mekanisme pembayaran telah
berubah setiap tahun (Bandingkan Gambar 1).
35. Ada tim manajemen BOS (sebelumnya disebut tim manajemen Kompensasi
Subsidi BBM) di pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Tim-tim ini terdiri dari pegawai
Depdiknas dan pegawai dinas provinsi atau kabupaten/kota namun status hukum
mereka sebagai anggota tim terpisah dari penugasan mereka sebagai PNS. Pada tahun
2005 dan 2006, tim-tim manajemen dari Depdiknas dan Depag bergabung, namun di
awal tahun 2007, Depag mempunyai alokasi anggarannya sendiri untuk BOS serta
manajemen dan struktur pembayarannya sendiri.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
101 of 140
Gambar 1 Mekanisme Pembayaran
(2005)
Sekolah mencatat jumlah siswa
Sekolah mengirim data ke tim
kab/kota
Tim kab/kota memverifikasi &
menggabungkan data
Tim kab/kota mengirim data ke provinsi
Tim prov menggabungkan data
Prov mengirim data ke tim pusat
Tim pusat mengalokasikan dana
BOS ke provinsi
mata anggaran provinsi (DIPA)
Depkeu mengirim dana ke KPKN (Cab.
Provinsi Ditjen Perbendaharaan)
Depkeu mendebet rek. Anggaran
Depdiknas
Sekolah membuka rek. bank
Sekolah mengirim surat
perjanjian ke tim kab/kota
Tim Kab/Kota mengeluarkan
SK ttg daftar sekolah dan
alokasi BOS ke setiap sekolah
SK asli ke tim provinsi
Kopi ke “bank rekanan” dan
sekolah
Tim prov mengeluarkan
permintaan pembayaran
Diverifikasi oleh Dinas
Pendidikan Provinsi
KPKN mentransfer dana ke:
Bank rekanan mentransfer dana ke
rekening bank setiap sekolah
Provinsi/Tim provinsi mentransfer
dana ke rek BOS di “Bank Rekanan”
“Bank rekanan”
Bank rekanan mentransfer dana ke
rek. bank setiap sekolah
Rek bank tingkat provinsi (2006)
Rek bank tim provinsi (2007)
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
102 of 140
36. Pembahasan berikut ini difokuskan pada prosedur Depdiknas, dengan penjelasan
tambahan mengenai prosedur Depag yang berbeda dengan Depdiknas. Depdiknas
mengalokasikan anggaran BOS berdasarkan data jumlah siswa yang diajukan oleh
sekolah kepada tim kabupaten/kota. Data tersebut kemudian digabungkan di tingkat
provinsi dan pusat. Alokasi anggaran dilaporkan kepada Depkeu sebagai mata
anggaran yang akan dibelanjakan di provinsi. Pada tahun 2005 dan 2006, mata
anggaran provinsi dikirimkan ke kantor gubernur. Jadi, dana BOS mengikuti
mekanisme yang sama seperti dana1 dekonsentrasi
2 Depdiknas. Pada tahun 2007, tim
manajemen BOS provinsi mempunyai status resmi sebagai “pengguna anggaran”
(satuan kerja/satker) berdasarkan peraturan Depkeu3 yang berarti bahwa tim
manajemen BOS provinsi memenuhi syarat untuk mengendalikan rekening banknya
sendiri.4
37. Hal-hal ini tidak terjadi pada Depag. Tim pusat Depag melaporkan alokasi BOS-
nya kepada Depkeu sebaai mata anggaran yang akan dibelanjakan oleh lembaga-
lembaga vertikal di bawah Depag, yaitu kanwil (provinsi) dan kandep
(kabupaten/kota). Depag tidak mempunyai dana dekonsentrasi karena Depag tidak
didesentralisasi.
38. Pada tahun 2005, provinsi (gabungan tim kompensasi subsidi BBM
Depdiknas/Depag) mengajukan permohonan pembayaran yang diverifikasi oleh dinas
pendidikan provinsi. KPKN tingkat provinsi5 kemudian mencairkan dana langsung ke
“bank rekanan” yang mentransfer uang tersebut ke rekening sekolah. Pada tahun
2006, langkah lainnya ditambahkan: uang masuk ke rekening bank provinsi6 sebelum
ditransfer ke bank rekenan. Pada tahun 2007, seperti dinyatakan di atas, tim
manajemen BOS provinsi mempunyai rekening bank sendiri yang menampung dana
dari KPKN sebelum mentransfernya kembali ke bank rekanan. Mekanisme ini juga
berlaku bagi alokasi Depag, kecuali verifikasi tersebut dikeluarkan oleh kantor
wilayah Depag di provinsi.
1 Namun, Depkeu tidak mengakui BOS sebagai dana dekonsentrasi.
Situasi ini semakin dikacaukan dengan fakta bahwa Buku Panduan mencantumkan peraturan tentang
dana dekonsentrasi (PP No. 106/2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan dalam
pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan) sebagai salah satu dasar hukum bagi pedoman BOS.
Tetapi, perlu diperhatikan juga bahwa peraturan ini mendahului undang-undang keuangan negara (UU
17/2003) maupun undang-undang perimbangan keuangan pusat-daerah (UU 33/2003).
Dalam APBN 2010, Depdiknas menganggap BOS sebagai bentuk khusus dari Hibah Blok di mana
uang dikirim ke rekening provinsi dan kemudian ke sekolah. 2 Dana dekonsentrasi adalah dana anggaran Depdiknas yang dialokasikan kepada gubernur provinsi
sebagai wakil dari pemerintah pusat di wilayah provinsi.
Manajemen dana harian diserahkan kepada dinas pendidikan provinsi. Dana dekonsentrasi dipisahkan
dari dana APBD provinsi yang dialokasikan untuk dinas pendidikan provinsi. Dana dekonsentrasi
dibelanjakan untuk kegiatan-kegiatan di kabupaten/kota yang ada di provinsi tersebut. Dana
dekonsentrasi dikelola oleh dinas pendidikan kabupaten tetapi tetap dipisahkan dari alokasi APBD
kabupaten/kota untuk dinas pendidikan kabupaten. 3 Instansi-instansi provinsi dan kabupaten/kota seperti dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota
tidak dapat menjadi pengguna anggaran untuk pendanaan anggaran pusat kecuali untuk dana
dekonsentrasi (yang terbatas pada instansi-instansi provinsi) dan dana tugas pembantuan. 4 Ini mungkin terkait dengan fakta bahwa Tim Kompensasi Subsidi BBM merupakan tim ad hoc
sedangkan tim manajemen BOS berhubungan dengan mata anggaran spesifik (BOS) dalam program
Depdiknas yang telah diakui (wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun). 5 Yaitu instansi provinsi di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Depkeu.
6 Atas nama dinas pendidikan provinsi sebagai penerima kuasa yang didelegasikan dari gubernur.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
103 of 140
39. “Bank rekanan” adalah bank yang telah menandatangani Nota Kesepakatan
(MOU) dengan tim provinsi untuk menyalurkan dana BOS ke rekening bank sekolah.
Secara teori, sekolah bebas membuka rekening di bank manapun, namun dalam
praktek, MOU mungkin menetapkan bahwa sekolah wajib membuka rekening di bank
rekenan. Bank membebankan biaya jasa atas jasa transfer yang diberikannya. Hanya
bank pemerintah yang memenuhi syarat melayani sebagai bank rekanan. Buku
Pedoman menetapkan bahwa lembaga keuangan penyalur dana bisa jadi Kantor Pos1
atau bank rekanan, tetapi dalam praktek, Kantor Pos tidak digunakan lagi.
BOS Buku
40. Pada tahun 2006, Depdiknas menyatakan bahwa salah satu komponen terbesar
dari biaya operasional sekolah adalah penyediaan buku teks pelajaran. Jadi, dana
tambahan sebesar Rp 20.000 per siswa dianggarkan untuk digunakan khusus bagi
sekolah untuk membeli buku teks pelajaran yang akan dipinjamkan kepada siswa
secara gratis. Buku yang dibeli harus baru, bukan bekas, dan telah disetujui sebagai
buku pelajaran. Buku tersebut secara resmi harus didaftarkan sebagai “buku
perpustakaan”, yaitu bagian dari inventaris sekolah, dan digunakan minimum selama
lima tahun.
41. Jumlah seluruh buku yang dibeli harus memungkinkan setiap siswa mempunyai
buku pelajarannya sendiri. Jika sekolah telah memiliki sebagian buku, maka BOS
Buku dapat digunakan untuk membeli sisa buku yang diperlukan dan untuk
menggantikan buku yang rusak.
42. Di tingkat SD, BOS buku dapat digunakan untuk membeli buku pelajaran Bahasa
Indonesia, Matematika dan Sains. Di tingkat SMP, buku yang dibeli adalah mata
pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika.
43. Keputusan untuk membeli buku pelajaran dibuat oleh para guru dengan
memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Sekolah kemudian membeli buku
dari toko buku atau langsung dari distributor dengan mempertimbangkan harga dan
tanggal pengiriman. Alokasi dana BOS Buku mencakup biaya pengiriman buku ke
sekolah.
44. Semua sekolah yang menerima BOS memenuhi syarat untuk menerima BOS
Buku tetapi mereka harus mendaftar secara terpisah untuk mendapatkan BOS Buku.
Sekolah dapat memutuskan untuk menerima BOS tetapi menolak BOS Buku.
Sekolah-sekolah yang menolak pendanaan BOS tidak memenuhi syarat mendapatkan
BOS Buku.
45. BOS Buku dikelola secara paralel dengan BOS. Setiap tim manajemen
mempunyai perwakilan BOS Buku SD dan BOS Buku SMP. Dana BOS Buku
disalurkan melalui saluran yang sama seperti BOS, tetapi rekeningnya berbeda
kecuali di tingkat sekolah.
BOS 2009
1 Which may be a hold-over from the social safety net mechanism.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
104 of 140
46. Program BOS 2009 mengalami sejumlah perubahan penting yang disebabkan oleh
definisi ulang tentang kebijakan BOS. Judul buku panduan tahun 2009 adalah
Bantuan Operasional Sekolah untuk Pendidikan Gratis. Rencana Strategis Depdiknas
2004 – 2009 juga mengidentifikasi BOS sebagai bagian dari kebijakan pendidikan
gratis. Selanjutnya, program yang berawal dari kebijakan jaring pengaman sosial
untuk mendukung akses pendidikan (oleh anak-anak miskin) ini dinyatakan
“berhasil”. Orientasi BOS di masa mendatang diperluas untuk mencakup peningkatan
kualitas.
47. Perubahan-perubahan ini menyebabkan perubahan isi dan pelaksanaan BOS yang
meliputi:
Peningkatan alokasi per kapita maupun perbedaan antara sekolah yang berlokasi di
kota dengan di kabupaten.
Penggantian kebijakan BOS Buku dengan “buku teks pelajaran yang murah” di
mana sekolah wajib menggunakan “sebagian” dana BOS untuk membeli buku teks
pelajaran yang hak ciptanya telah dibeli oleh pemerintah
Perubahan pembatasan komponen yang boleh dan tidak boleh dibiayai oleh dana
BOS.
Perubahan struktur organisasi BOS di kantor Depdiknas pusat dengan memecah tim
pusat yang semula independen menjadi dua tim dan memindahkannya ke kantor
direktorat: satu tim di direktorat pembinaan taman kanak-kanak dan sekolah dasar
dan tim lainnya di direktorat manajemen pendidikan menengah pertama.
48. Bagian pendahuluan dalam buku pedoman menjelaskan sistem klasifikasi
pendanaan pendidikan sebagaimana dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No.
48/2008 tentang pendanaan pendidikan (hal 7) dan menetapkan bahwa BOS bertujuan
untuk menutupi biaya nonpersonalia di tingkat sekolah (hal 8). Dengan meningkatnya
alokasi BOS dan kenaikan kesejahteraan guru (tunjangan yang melekat pada gaji bagi
guru yang bersertifikat) maka sekolah negeri dilarang melakukan pungutan dari siswa
untuk menutupi biaya operasional. Perhatikan bahwa sekolah negeri masih diizinkan
melakukan pungutan untuk menutupi biaya investasi dan bahwa sekolah negeri bebas
menerima sumbangan “sukarela” dari siswa untuk menutupi segala jenis biaya
(dinyatakan secara spesifik pada hal 9). Pemerintah kabupaten wajib mengendalikan
pungutan biaya yang dilakukan oleh sekolah swasta untuk memastikan agar siswa
miskin dibebaskan dari segala pungutan dan agar siswa yang lebih mampu tidak
dikenakan pungutan yang berlebihan. (hal 8)
49. Semua sekolah negeri1 sekarang wajib menerima BOS – dan, oleh karena itu,
tunduk kepada aturan tentang pendanaan secara umum. Sekolah swasta layak
menerima BOS tetapi tidak diwajibkan. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, setiap
sekolah yang memilih untuk tidak menerima BOS harus menjamin bahwa siswa
miskin dapat melanjutkan pendidikannya. Ada dua perubahan di sini:
Pada tahun-tahun sebelumnya, sekolah negeri diizinkan untuk menolak (tetapi tidak
ada yang menolak)
Pada tahun-tahun sebelumnya, ketentuan bagi sekolah yang menolak dana BOS
adalah bahwa mereka tidak melakukan pungutan terhadap setiap siswa.
50. Perubahan pada komponen belanja yang diperbolehkan untuk dibiayai meliputi:
1 Kecuali bertaraf internasional.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
105 of 140
Mempekerjakan petugas untuk menangani administrasi BOS di sekolah dasar (yang
tidak mempunyai staf administrasi tetap – pekerjaan administrasi dilakukan oleh
guru)
Pembelian komputer untuk siswa (satu unit komputer per SD dan dua unit per
SMP).
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
106 of 140
Lampiran 3 Tinjauan terhadap Perubahan Konsep Pendidikan
Gratis
1. Isu pendidikan (dasar) gratis atau sekolah gratis telah banyak dibahas dalam
media massa belakangan ini. Pembahasan ini erat kaitannya dengan dua isu lain
dalam pendanaan pendidikan yaitu “kontroversi 20%”1 dan program bantuan
operasional sekolah (BOS). Karena kedua isu tersebut telah dibahas dalam bagian lain
dari dokumen tinjauan ini maka hal tersebut tidak akan dibahas secara terpericin di
bagian ini.
2. Selama masa Order Baru, sekolah negeri maupun swasta mengadakan berbagai
pungutan, yang meliputi:
Uang pangkal, rata-rata senilai 1 tahun iuran sekolah, yang dibayar pada saat
siswa melakukan pendaftaran masuk
Biaya pendaftaran tahunan/pendaftaran ulang
Iuran bulanan
Pembelian barang habis pakai untuk pelajaran sains dan kesenian (intra kurikuler)
Kegiatan ekstra kurikuler (barang habis pakai; honorarium kepala sekolah sebagai
“penanggung jawab”, guru, nara sumber luar dan pegawai administrasi;
perjalanan dinas/pekerjaan lapangan yang diperlukan)
Buku pelajaran dan bahan pakaian seragam yang dibeli secara borongan oleh
sekolah dan dijual kembali kepada siswa dengan harga yang sudah dinaikkan –
tetapi tidak semua sekolah melakukannya
Perlengkapan sekolah (kertas, pensil, dsb.) yang dibeli secara borongan oleh
sekolah dan dijual kembali kepada siswa melalui koperasi sekolah – tetapi tidak
semua sekolah melakukannya.
Selain biaya-biaya tersebut, orang tua bertanggung jawab untuk menyediakan uang
transportasi dan uang saku (menurut hasil penelitian oleh Depdiknas, sebagian
besar uang ini digunakan untuk jajanan). Orang tua siswa di sekolah yang tidak
menyediakan buku pelajaran, seragam dan perlengkapan sekolah juga membayar
biaya untuk komponen-komponen ini.
3. Peraturan Pemerintah 48/2008 tentang pendanaan pendidikan dan Undang-
Undang 9/2009 tentang badan hukum pendidikan mendefinisikan tiga kategori biaya
pendidikan:
Biaya di tingkat sekolah
Biaya manajemen (biaya di tingkat pemerintah)
Biaya di tingkat perorangan/personal
Namun, masyarakat umum, sekolah ataupun dinas pendidikan kabupaten tidak
mengenal terminologi ini, apalagi definisi-definisi teknis.
Peraturan perundang-undangan tidak menggunakan istilah pendidikan gratis,
melainkan menetapkan tanggung jawab untuk mendanai berbagai jenis biaya antara
pemerintah pusat, pemerintah daerah, orang tua dan masyarakat. Satu-satunya biaya
yang secara eksplisit harus ditanggung oleh orang tua adalah biaya di tingkat
perorangan. Peraturan perundang-undangan secara spesifik menyebutkan bahwa
1 Kontroversi 20% ini masih belum diselesaikan pada waktu versi awal tinjauan ini dikeluarkan, namun
masalah tersebut diselesaikan secara definitif oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2009. Pembahasan
versi awal dokumen ini dilampirkan dalam Lampiran 3A di bawah ini.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
107 of 140
orang tua diperbolehkan memberikan sumbangan “sukarela” untuk berbagai jenis
biaya.
4. Jadi, sebenarnya masih belum terlalu jelas apa yang dimaksud dengan “gratis”
ketika istilah “sekolah gratis” atau “pendidikan gratis” itu digunakan.
5. Istilah sekolah gratis yang tercatat pertama kali digunakan muncul pada kampanye
pemilihan presiden tahun 1999 ketika salah satu kandidat presiden menyatakan
bahwa, jika ia terpilih, maka ia akan menyelenggarakan pendidikan dasar gratis.
Namun, pernyataan ini mendapatkan kritikan secara luas karena tidak realistis dan
selanjutnya digunakan sebagai contoh tentang janji kampanye yang tidak bertanggung
jawab. Ketika Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai presiden, ia secara tegas
mengkritik partai-partai politik yang mengkampanyekan platform pendidikan dasar
gratis selama pemilihan anggota legislatif tahun 2004 dengan mengatakan bahwa
tidak ada yang bisa disebut pendidikan gratis atau murah.
6. Kegiatan nyata untuk mengurangi biaya pendidikan pada awalnya masih bersifat
parsial. Pada tahun 1999 sebagai bagian dari program jaring pengaman sosial untuk
mengurangi dampak krisis keuangan dan ekonomi tahun 1997, pemerintah (dengan
dukungan pendanaan donor) menyediakan beasiswa bagi anak-anak miskin dan hibah
blok untuk biaya operasional.
Salah satu donor juga menyediakan pendanaan untuk membiayai uang pangkal dan
pendaftaran murid-murid SD dari keluarga miskin. Tetapi, karena waktunya tidak
tepat (program diumumkan selama hari libur sekolah sehingga pihak sekolah maupun
orang tua murid tidak mengetahuinya) dan sosialisasinya sangat kurang maka
masyarakat beranggapan bahwa program tersebut juga akan menutupi biaya
pendidikan. Ketika salah pengertian ini diluruskan melalui suatu pengumuman resmi,
banyak orang tua merasa bahwa mereka telah dibohongi dan ketidakpercayaan
tentang “pendidikan gratis” telah tertanam dalam pikiran masyarakat, termasuk media
massa.
7. Di awal tahun 2001, pemerintah mengumumkan bahwa biaya ujuian SD dan SMP
tahun 2001 akan ditanggung oleh pemerintah dan bahwa sekolah tidak diizinkan
memungut biaya ujian. Namun realisasi pencairan dana untuk kebutuhan ini baru
terjadi setelah diselenggarakannya ujian sehingga sekolah-sekolah telah menutupi
biaya tersebut dengan memungut biaya ujian dari orang tua murid.
8. Selain itu, ada laporan bahwa sekolah-sekolah memungut biaya dari orang tua
untuk “acara perpisahan” atau kegiatan-kegiatan lain yang tidak dilarang yang
biayanya dinaikkan untuk menutupi biaya penyelenggaraan ujian. Sekali lagi, orang
tua merasa dibohongi dan masyarakat merasa tidak percaya.
9. D akhir tahun 2001 dan di awal tahun ajaran 2001/2002, pemerintah
mengumumkan bahwa sekolah wajib menggunakan buku pelajaran yang diterbitkan
oleh pemerintah (sebenarnya diterbitkan dan dijual oleh subkontraktor) yang akan
didistribusikan secara gratis kepada para siswa. Sekolah dilarang mewajibkan siswa
mereka untuk membeli buku pelajaran melalui sekolah atau mewajibkan siswa untuk
menggunakan buku pelajaran yang berbeda dengan (atau selain ) buku yang
diterbitkan oleh pemerintah. Namun, guru-guru di beberapa sekolah yang baik
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
108 of 140
kualitasnya merasa tidak puas dengan buku pelajaran pemerintah dan meminta
“kesediaan” orang tua untuk menggunakan buku pelajaran lain yang dibeli oleh orang
tua secara “sukarela” di pasaran. Pasti, kasus-kasus ini mendapatkan perhatian publik
melalui media massa sehingga mempengaruhi opini publik jauh lebih besar daripada
jumlah sebenarnya dari sekolah dan siswa yang terlibat.
10. Setelah undang-undang yang baru tentang pemilihan langsung kepala daerah
(gubernur, walikota dan bupati) dikeluarkan, pendidikan gratis menjadi janji
kampanye.
Dalam kampanye tahun 2003, salah satu calon gubernur Jawa Timur menjanjikan
pendidikan gratis bagi siswa miskin untuk didanai melalui APBD provinsi –
perhatikan bahwa janji ini di tingkat provinsi, bukan di tingkat kabupaten/kota
Dalam kampanye tahun 2005, dua calon walikota Bandarlampung, ibukota
Provinsi Lampung, menjanjikan pendidikan gratis bagi semua siswa
Dalam kampanye tahun 2007, calon bupati yang mengikuti pemilihan kembali di
kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan, mengkampanyekan suatu platform
telah mencapai 20% dari APBD kabupaten untuk pendanaan pendidikan dan janji
untuk menggunakan dana tambahan dalam rangka menyelengarakan pendidikan
gratis – dan ia terpilih kembali.
Dalam kampanye tahun 2008, calon walikota Samarinda, ibukota Provinsi
Kalimantan Timur, menjanjikan pendidikan gratis
Dalam kampanye tahun 2008, calon gubernur Provinsi Nusatenggara Barat
menjanjikan pendidikan gratis.
11. Perjalanan lain yang menyebabkan gagasan pendidikan gratis menjadi isu publik
adalah pernyataan-pernyataan para pejabat pemerintah daerah (kepala dinas
pendidikan) dan para anggota DPRD. Dalam kebanyakan kasus, pernyataan-
pernyataan tersebut menggambarkan harapan dan/atau rencana, bukan dana, yang
telah disetujui dalam anggaran belanja.
Pada tahun 2003, kepala dinas pendidikan kabupaten Tangerang, Jawa Barat
(sebuah daerah pinggiran Kota Jakarta) mengumumkan bahwa ia berencana
memberikan subsidi iuran sekolah untuk pendidikan dasar pada tahun 2005 dan
bahwa ia akan berkonsultasi dengan DPRD mengenai pendanaan program ini.
Pada tahun 2003, kepala dinas pendidikan kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan,
mengumumkan bahwa ia berencana akan memberikan pendidikan gratis melalui
“subsidi silang” kepada kabupaten/kota dari anggaran pendidikan provinsi
Pada tahun 2006, kepala dinas pendidikan kabupaten Cirebon, Jawa Barat,
mengumumkan bahwa ia akan mengajukan proposal anggaran untuk menyediakan
pendanaan tambahan untuk BOS dalam rangka menutupi biaya pendidikan, biaya
operasional dan biaya sekolah [perhatikan bahwa ini adalah istilah teknis yang
digunakan dalam Peraturan Pemerintah No. 48/2008]
Pada tahun 2007, Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengumumkan bahwa
pemerintah provinsi akan bekerja sama dengan DPRD untuk mempersiapkan
program pendidikan gratis dan bahwa kota Surabaya dan Blitar di Jawa Timur
telah mencapai tujuan ini.
Pada tahun 2008 kepala dinas pendidikan kabupaten Rembang, Jawa Tengah,
mengumumkan bahwa ia akan mengajukan proposal anggaran untuk menyediakan
sekolah gratis dalam rangka melaksanakan program wajib belajar pendidikan
dasar sembilan tahun
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
109 of 140
Pada tahun 2008 kepala dinas pendidikan kabupaten Dompu, Nusatenggara Barat,
mengumumkan bahwa ia akan mengajukan proposal anggaran untuk
menyelenggarakan sekolah gratis.
Pada tahun 2008 kepala dinas pendidikan kota Bandung, Jawa Barat,
mengumukan bahwa ia akan mengajukan proposal anggaran untuk menyediakan
sekolah gratis dalam rangka melaksanakan peraturan pemerintah daerah yang baru
disahkan mengenai pendidikan
Pada tahun 2009 kepala dinas pendidikan kota Bontang, Kalimantan Timur,
mengumumkan bahwa ia berencana akan menyediakan pendidikan gratis sebagai
bagian dari rencana pembangunan kota secara keseluruhan.
12. Ketika program BOS diumumkan pada tahun 2005, dinyatakan dengan eksplisit
bahwa BOS akan “membebaskan siswa dari beban biaya operasional sekolah ...
[untuk] pendaftaran, biaya pendidikan, biaya dan materi ujian, dan biaya
laboratorium serta praktikum.” Tujuan BOS adalah memberikan bantuan kepada
sekolah agar sekolah dapat “membebaskan peserta didik dari biaya pendidikan dengan
tetap menjaga mutu pendidikan”. Pernyataan para pejabat pemerintah tingkat kabinet
yang menggunakan istilah sekolah gratis dan pendidikan gratis tanpa kualifikasi atau
penjelasan tambahan membentuk persepsi masyarakat secara luas bahwa pendidikan
akan bebas dari biaya bagi orang tua murid.
Pengalaman orang tua yang dikenakan pungutan dan iuran untuk menutupi berbagai
jenis biaya yang didukung oleh sekolah sebagai “pengalaman pembelajaran yang
diperlukan” serta pernyataan oleh pemimpin partai politik oposisi dan anggota DPR
telah mempolitisasi isu ini dan semakin memanaskan polemik di seputar isu ini.
13. Sebagian besar pendanaan yang akhirnya disediakan untuk “pendidikan gratis”
adalah berupa dana pendamping provinsi dan/atau kabupaten untuk BOS, yaitu
pendanaan yang disediakan bagi sekolah untuk menutupi biaya operasional.
Pendanaan pendamping ini seringkali disertai dengan ketentuan bahwa sekolah tidak
boleh melakukan pungutan apapun terhadap siswa miskin dan, dalam beberapa kasus,
sekolah tidak diizinkan untuk melakukan pungutan sama sekali.
Mulai tahun 2005, pemerintah provinsi Jakarta mengumumkan bahwa pemerintah
akan menyediakan subsidi per kapita tahunan bagi SD dan SMP dan terus
melakukannya sampai sekarang; pada tahun 2006 program ini diperluas
mencakup sekolah-sekolah swasta1
Mulai tahun 2005, Kabupaten Jembrana di Provinsi Bali menyediakan subsidi per
kapita tahunan dan juga melaksanakan kebijakan pendidikan gratis secara ketat
yang telah dipuji secara luas di media massa dan di antara para donor/konsultan
Mulai tahun 2007, Kabupaten Kupang (ibukota) Provinsi Nusatenggara Timur
mengumumkan bahwa pemerintah kabupaten akhirnya dapat menyediakan subsidi
bagi SD dan SMP setelah melakukan perencanaan dan persiapan selama beberapa
tahun.
14. DBE1 telah bekerja sama dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP)
untuk membantu kabupaten menghitung biaya operasional sekolah di kabupaten
berdasarkan standar Depdiknas untuk operasi sekolah dan dengan menggunakan biaya
lokal. Setelah biaya ditentukan, biaya tersebut kemudian dibandingkan dengan dana
1 In 2007 this program was extended to senior high schools.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
110 of 140
BOS yang diterima oleh sekolah. Dalam kebanyakan kasus, telah terjadi kesenjangan
negatif secara signifikan yang mendorong lahirnya kebijakan kabupaten dan provinsi
untuk membantu mengatasi kesenjangan tersebut sehingga mempromosikan
pendidikan gratis atau hampir gratis.
Kabupaten Karawang di Provinsi Jawa Barat menyampaikan hasil perhitungan
biaya operasional kepada pemerintah Jawa Barat. Hasilnya adalah bahwa
pemerintah kabupaten maupun provinsi bersedia menyediakan dana dari APBD
bagi sekolah-sekolah dalam rangka menutupi kekurangan antara hibah BOS
dengan biaya sebenarnya yang diperlukan untuk biaya operasional sekolah.
Beberapa kabupaten di Jawa Tengah telah menyediakan dana pendamping BOS
melalui anggaran tahunan mereka; namun, pemerintah provinsi tidak
menyediakan dana pendamping bagi hibah BOS karena kebijakan gubernur adalah
menyediakan pendidikan murah/terjangkau, bukan pendidikan gratis.
15. Selama dua tahun terakhir, liputan media massa tentang isu sekolah gratis tidak
terlalu diperdebatkan meskipun masih banyak definisi yang berbeda tentang
komponen “gratis” dari pendidikan gratis. Sebenarnya, banyak keluarga miskin tidak
lagi membayar biaya pendidikan dan beberapa keluarga yang anak-anaknya menerima
beasiswa tidak membayar biaya pendidikan sama sekali. Dalam kasus lain, ketika
BOS dan dana pendamping daerah cukup untuk menutupi biaya operasional sekolah,
sekolah dapat memutuskan untuk tidak membebankan biaya apapun dan, dalam
beberapa kasus, juga tidak melakukan pungutan. Jadi, tampaknya ada kesepakatan
umum bahwa pendidikan gratis sekarang dianggap disediakan oleh BOS dan dana
pendamping daerah. Hal ini selaras dengan pendekatan kerangka peraturan
perundang-undangan. Juga ada realisasi bahwa kualitas dan biaya saling berkaitan
secara positif dan orang tua yang memilih untuk mengirimkan anak-anak mereka ke
sekolah yang bereputasi untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik siap untuk
membayarnya.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
111 of 140
Lampiran 3A
Kontroversi 20%
16. Pasal 49 dari undang-undang pendidikan nasional (UU 20/2003) telah menjadi
sumber perdebatan yang berkelanjutan. Pasal ini memandatkan agar 20% anggaran
pusat dan daerah harus dialokasikan untuk pendidikan. Paragraf-paragraf berikut ini
berupaya merangkum perkembangan-perkembangan penting dalam perdebatan
tersebut. Pada tahun 2002, MPR mengesahkan amandemen keempat1 Undang-Undang
Dasar 1945. Salah satu ketentuan dari amandemen ini merevisi Bab 13 pasal 31
Pendidikan dan Kebudayaan. Formulasi awal mengatakan bahwa semua warga negara
terjamin pendidikannya dan bahwa pemerintah akan menyediakan sistem pendidikan
tunggal. Amandemen tersebut menambahkan ketentuan-ketentuan berikut ini:
Pendidikan dasar bersifat wajib bagi semua warga negara dan pemerintah wajib
mendanai pendidikan dasar; (butir 2 yang baru) dan
“Negara [pemerintah] memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
20% dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional” (butir 3 yang baru).2
17. Undang-undang pendidikan menetapkan:
Dana pendidikan selain gaji pendidik3 dan biaya pendidikan kedinasan
dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.4 (pasal 49, ayat 1)
Penjelasan5 untuk ayat ini berbunyi: “Pemenuhan pendanaan pendidikan dapat
dilakukan secara bertahap”.6
18. Nota Anggaran yang diajukan oleh Pemerintah kepada DPR sebagai lampiran
APBN 2005 menyatakan bahwa sektor pendidikan membutuhkan 20% dari total
pendanaan pembangunan selama periode 2002 – 2004, yaitu bahwa Pemerintah telah
1 Ketentuan 20% bukan bagian dari undang-undang dasar awal.
2 Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. 3 Ini adalah istilah teknis yang didefinisikan dalam pasal 1 dari undang-undang pendidikan. Pasal
tersebut menyebutkan “Tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”.(butir 6) Tenaga kependidikan
tidak termasuk tenaga administrasi di sekolah, pegawai Depdiknas/Depag pusat dan pegawai dinas
pendidikan provinsi dan kabupaten/kota.
Ketika amandemen UUD dan undang-undang pendidikan disahkan, pemerintah masih menggunakan
anggaran ganda, yaitu, anggaran yang terpisah untuk belanja rutin dan belanja pembangunan (modal).
Kemungkinan, maksud dari MPR dan DPR adalah 20% dari anggaran pembangunan, yang secara
otomatis tidak termasuk biaya personalia dari pembilang (belanja pendidikan) maupun penyebut (total
belanja) dalam perhitungan tersebut.
Sistem anggaran kesatuan yang digunakan saat ini mengharuskan biaya pegawai ditetapkan dalam
setiap mata anggaran (kegiatan). Jadi, tidak mungkin menghitung “di luar biaya pegawai”. 4 Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 5 Teks “Penjelasan”-nya adalah bagian dari undang-undang dan mengikat secara hukum.
6 Pemenuhan pendanaan pendidikan dapat dilakukan secara bertahap.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
112 of 140
memenuhi Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Pendidikan selama periode
tersebut.
19. Pada tahun 2005, satu kelompok yang terdiri dari sembilan guru dari Banyuwangi,
Jawa Timur, mengajukan suatu kasus ke Mahkamah Konstitusi. Mereka menuntut
agar MK membatalkan “Penjelasan” pasal 49 Undang-Undang Pendidikan dengan
alasan bahwa hal itu tidak sesuai dengan amandemen konstitusi. MK setuju. Dampak
dari keputusan ini adalah mengharuskan bahwa undang-undang tentang APBN (2005)
dan rencana APBN 2006, yang saat ini sedang dibahas di DPR, memenuhi kriteria
20%.
20. Jadi, para pemohon meminta agar MK menyatakan bahwa undang-undang APBN
2005 tidak konstitusional karena tidak memenui kriteria 20% tersebut. MK
memutuskan bahwa pemohon memang mempunyai kedudukan hukum dan dasar
konstitusional untuk mengajukan permohonan mereka. Namun, MK
mempertimbangkan bahwa jika kasus ini diterima dan diadili lebih lanjut maka hal
tersebut dapat menimbulkan bencana keuangan terhadap negara karena akan
menimbulkan ketidakpastian hukum. Berdasarkan penalaran ini, mayoritas mahkamah
menyatakan kasus ini “tidak dapat diterima”. Dua hakim yang tidak setuju dalam
kasus ini membuat catatan penting yaitu bahwa sifat undang-undang APBN berbeda
dengan undang-undang biasa dalam arti bahwa undang-undang APBN memenuhi
fungsi anggaran dan bukan fungsi perundang-undangan, dan bahwa undang-undang
APBN hanya berlaku selama satu tahun, tidak seperti undang-undang normal yang
berlaku sampai undang-undang tersebut dicabut.
21. Pada bulan Januari 2006, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Ikatan
Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), mengajukan petisi kepada pengadilan untuk
mempertimbangkan kembali konstitusionalitas undang-undang APBN 2005, dengan
menuntut agar APBN hanya mengalokasikan 8% untuk pendidikan. Jawaban
pemerintah berisi dua argumen yang berbeda:
8% hanya ditujukan kepada pendanaan anggaran untuk “sekolah” sedangkan
realisasi total biaya pendidikan mencapai 19,3%1
Undang-Undang Dasar tidak secara eksplisit mewajibkan pemerintah untuk
mengalokasikan 20% dari APBN untuk pendidikan; Undang-Undang Dasar
menyatakan bahwa pemerintah harus “sungguh-sungguh mempertimbangkan”
(yaitu “memprioritaskan”) persentase tersebut.
Sekali lagi, MK memberikan putusan yang menguntungkan bagi petisi tersebut, tetapi
keputusan tersebut hanya kemenangan yang bersifat moral karena keputusan itu
mengharuskan pemerintah “merevisi” alokasi dalam APBN berikutnya tetapi tidak
mengharuskan dipenuhinya kriteria 20% tersebut atau memberikan sanksi jika gagal
memenuhinya.
22. Kasus yang sama diajukan pada tahun 2007 terhadap undang-undang APBN 2006
dan 2007. Kasus tahun 2007 tersebut juga memperkarakan bahwa pemeritah telah
gagal melaksanakan wajib belajar pendidikan dasar. Keputusan pengadilan serupa,
yaitu bahwa pemerintah melakukan pelanggaran tetapi menerima argumen pemerintah
1 Ketika putusan awal dibuat, beberapa anggota DPR juga memberikan berbagai definisi tentang apa
yang harus dicantumkan dalam alokasi 20% tersebut dan apa saja yang harus dicantumkan sebagai
dasar perhitungan 20% tersebut.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
113 of 140
bahwa tidak mungkin memenuhi ketentuan hukum tersebut. Namun, MK memberikan
kemenangan besar kepada pemerintah ketika MK menyetujui perhitungan pemerintah
sebesar 11,8% dari APBN untuk pendidikan, melawan tuntutan para pemohon bahwa
pencantuman pelatihan kedinasan (in-service training) tidak tepat.
23. Pada tahun 2004, Depdiknas dan DPR mencapai kesepakatan bahwa bagian dari
pendanaan APBN untuk pendidikan akan dinaikkan mulai tahun 2006 untuk mencapai
sasaran 20% pada tahun 2009. Persentase sasaran adalah 12% pada tahun 2006,
14,7% pada tahun 2007, 17,4% pada tahun 2008, dan 20% pada tahun 2009.1
24. Pembahasan ini diselesaikan melalui keputusan Mahkamah Konstitusi no.
13/PUU-VII 2008 yang menyatakan bahwa undang-undang APBN 2008 yang
disahkan oleh DPR tidak konstitusional karena pendanaan pendidikan hanya 15,6%
dari pendanaan total – di bawah 20% yang ditentukan oleh Undang-Undang Dasar.
Pemerintah diberikan waktu setahun untuk menyesuaikan APBN tersebut. MK juga
menyelesaikan inti dari kontroversi, yaitu bagaimana angka 20% tersebut dihitung.
MK menginstruksikan agar total pendanaan untuk “urusan pendidikan” 2 (termasuk
gaji guru PNS) harus dibandingkan dengan total APBN (kecuali transfer ke daerah).
MK juga memperluas ketentuan 20% tersebut ke anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD) agar dihitung dengan cara yang sama.
1 Rencana Strategis Depdiknas, Bab 5, hal. 73.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
114 of 140
Lampiran 4: Lampiran Peraturan Pemerintah 38/2007 tentang Pendidikan
A. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN
SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
1. Kebijakan
1. Kebijakan dan
Standar
1.a. Penetapan kebijakan
nasional pendidikan.
b. Koordinasi dan
sinkronisasi kebijakan
operasional dan program pendidikan antar provinsi.
c. Perencanaan strategis
pendidikan nasional.
2.a. Pengembangan dan
penetapan standar nasional pendidikan (isi,
proses, kompetensi
1.a. Penetapan kebijakan
operasional pendidikan di
provinsi sesuai dengan
kebijakan nasional.
b. Koordinasi dan sinkronisasi
kebijakan operasional dan
program pendidikan antar kabupaten/kota.
c. Perencanaan strategis
pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar,
pendidikan menengah2 dan pendidikan nonformal
sesuai dengan perencanaan
strategis pendidikan
nasional.
2.a. ―
1.a. Penetapan kebijakan
operasional pendidikan di
kabupaten/kota sesuai
dengan kebijakan nasional dan provinsi.
b. ―
c. Perencanaan operasional
program pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan pendidikan nonformal sesuai
dengan perencanaan strategis
tingkat provinsi dan nasional.
2.a. ―
LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 38 Tahun 2007
TANGGAL : 9 Juli 2007
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
115 of 140
SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
lulusan, tenaga
kependidikan, sarana1
dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan,
dan penilaian
pendidikan).
b. Sosialisasi standar
nasional pendidikan dan pelaksanaannya pada
jenjang pendidikan tinggi.
3. Penetapan pedoman
pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar,
pendidikan menengah,
pendidikan tinggi, dan
pendidikan nonformal.
b. Sosialisasi dan pelaksanaan
standar nasional pendidikan
di tingkat provinsi.
3. Koordinasi atas pengelolaan
dan penyelenggaraan
pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan dan
penyediaan fasilitas
penyelenggaraan pendidikan
lintas kabupaten/kota,
untuk tingkat pendidikan
dasar dan menengah.
b. Sosialisasi dan pelaksanaan
standar nasional pendidikan
di tingkat kabupaten/kota.
3. Pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah
dan pendidikan nonformal.
4. Penetapan kebijakan
tentang satuan pendidikan
bertaraf internasional dan
satuan pendidikan berbasis
keunggulan lokal. 3
5.a. Pemberian izin pendirian
serta pencabutan izin
perguruan tinggi.
4. —
5.a. ―
4. —
5.a. Pemberian izin pendirian
serta pencabutan izin satuan
pendidikan dasar, satuan
pendidikan menengah dan
satuan/penyelenggara
2 Yang dimaksud dengan “pendidikan menengah” adalah pendidikan sekolah menengah atas (kelas 10-12).
1 “Sarana” mencakup meja, papan tulis, mesin tik, peralatan laboratorium, dsb.
3 “satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal”
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
116 of 140
SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
b. Pemberian izin pendirian serta pencabutan izin
satuan pendidikan
dan/atau program studi
bertaraf internasional.
c. Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan satuan
pendidikan dan/atau
program studi bertaraf
internasional
d. ―
e. ―
6. Pengelolaan dan/atau
penyelenggaraan
pendidikan tinggi.
7. Pemantauan dan evaluasi
satuan pendidikan bertaraf
b. —
c. Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan satuan
pendidikan dan/atau
program studi bertaraf
internasional pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah.
d. ―
e. ―
6. Pemberian dukungan
sumber daya terhadap
penyelenggaraan perguruan
tinggi.
7. Pemantauan dan evaluasi
satuan pendidikan bertaraf
pendidikan nonformal.
b. —
c. Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan satuan
pendidikan sekolah dasar
bertaraf internasional. 1
d. Pemberian izin pendirian
serta pencabutan izin satuan
pendidikan dasar dan
menengah berbasis
keunggulan lokal.
e. Penyelenggaraan dan/atau
pengelolaan pendidikan
berbasis keunggulan lokal
pada pendidikan dasar dan menengah.
6. Pemberian dukungan sumber
daya terhadap
penyelenggaraan perguruan
tinggi.
7. Pemantauan dan evaluasi
1 “Pendidikan dasar” adalah sekolah dasar dan menengah pertama (kelas 1-9).
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
117 of 140
SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
internasional.
8. Penyelenggaraan sekolah Indonesia di luar negeri.
9. Pemberian izin pendirian,
pencabutan izin penyelenggaraan, dan
pembinaan satuan
pendidikan Asing di
Indonesia.
10.a. Pengembangan sistem
informasi manajemen
pendidikan secara
nasional.
b. Peremajaan data dalam
sistem informasi manajemen pendidikan
nasional untuk tingkat
nasional.
internasional.
8. ―
9. ―
10. a. ―
b. Peremajaan data dalam
sistem infomasi manajemen pendidikan
nasional untuk tingkat
provinsi.
satuan pendidikan sekolah
dasar bertaraf internasional. 8. ―
9. ―
10. a. ―
b. Peremajaan data dalam
sistem infomasi
manajemen pendidikan
nasional untuk tingkat
kabupaten/kota.
2. Pembiayaan 1.a. Penetapan pedoman
pembiayaan pendidikan
anak usia dini, pendidikan
dasar, pendidikan
menengah, pendidikan tinggi, pendidikan
nonformal.
b. Penyediaan bantuan biaya
1.a. ―
b. Penyediaan bantuan biaya
1.a. ―
b. Penyediaan bantuan biaya
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
118 of 140
SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
penyelenggaraan
pendidikan tinggi sesuai
kewenangannya.
c. Pembiayaan penjaminan
mutu satuan pendidikan
sesuai kewenangannya.
penyelenggaraan pendidikan
bertaraf internasional sesuai
kewenangannya.
c. Pembiayaan penjaminan
mutu satuan pendidikan sesuai kewenangannya.
penyelenggaraan pendidikan
anak usia dini, pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal
sesuai kewenangannya.
c. Pembiayaan penjaminan
mutu satuan pendidikan
sesuai kewenangannya.
3. Kurikulum
1.a. Penetapan kerangka dasar
dan struktur kurikulum
pendidikan anak usia
dini, pendidikan dasar dan pendidikan
menengah.
b. Sosialisasi kerangka dasar
dan struktur kurikulum
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
dan pendidikan
menengah.
c. Penetapan standar isi
dan standar kompetensi
lulusan pendidikan dasar
dan menengah, dan
sosialisasinya.
2.a. Pengembangan model
kurikulum tingkat satuan
pendidikan pada
1.a. Koordinasi dan supervisi
pengembangan kurikulum1
tingkat satuan pendidikan
pada pendidikan menengah.
b. Sosialisasi kerangka dasar
dan struktur kurikulum
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.
c. Sosialisasi dan
implementasi standar isi
dan standar kompetensi
lulusan pendidikan
menengah.
2.a. ―
1.a. Koordinasi dan supervisi
pengembangan kurikulum
tingkat satuan pendidikan
pada pendidikan dasar.
b. Sosialisasi kerangka dasar
dan struktur kurikulum
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.
c. Sosialisasi dan
implementasi standar isi
dan standar kompetensi
lulusan pendidikan dasar.
2.a. ―
1 “Kurikulum tingkat satuan pendidikan” istilah kurikulum baru yang diperkenalkan oleh Depdiknas pada tahun 2007.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
119 of 140
SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
b. Sosialisasi dan fasilitasi
implementasi kurikulum
tingkat satuan pendidikan.
3. Pengawasan pelaksanaan
kurikulum tingkat satuan pendidikan pada
pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.
b. Sosialisasi dan fasilitasi
implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan
pada pendidikan menengah.
3. Pengawasan pelaksanaan kurikulum tingkat satuan
pendidikan pada pendidikan
menengah.
b. Sosialisasi dan fasilitasi
implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan
pada pendidikan anak usia
dini dan pendidikan dasar.
3. Pengawasan pelaksanaan kurikulum tingkat satuan
pendidikan pada pendidikan
dasar.
4. Sarana dan
Prasarana
1.a. Monitoring dan evaluasi
pelaksanaan dan pemenuhan standar
nasional sarana dan
prasarana pendidikan.
b. Pengawasan
pendayagunaan bantuan
sarana dan prasarana
pendidikan.
1.a. Pengawasan terhadap
pemenuhan standar nasional sarana dan
prasarana pendidikan
menengah.
b. Pengawasan
pendayagunaan bantuan
sarana dan prasarana
pendidikan.
1.a. Pengawasan terhadap
pemenuhan standar nasional sarana dan prasarana
pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan
nonformal.
b. Pengawasan pendayagunaan
bantuan sarana dan
prasarana pendidikan.
2.a. Penetapan standar dan
pengesahan kelayakan
buku pelajaran.
2.a. ―
2.a. ―
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
120 of 140
SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
b. ―
b. Pengawasan penggunaan
buku pelajaran pendidikan
menengah.
b. Pengawasan penggunaan
buku pelajaran pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan
nonformal.
5. Pendidik dan
Tenaga
Kependidikan
1.a. Perencanaan kebutuhan
dan pengadaan pendidik
dan tenaga kependidikan
secara nasional.
b. ―
2. Pemindahan pendidik dan
tenaga kependidikan PNS
antar provinsi.
1.a. Perencanaan kebutuhan
pendidik dan tenaga
kependidikan untuk
pendidikan bertaraf internasional sesuai
kewenangannya.
b. Pengangkatan dan
penempatan pendidik dan tenaga kependidikan PNS
untuk satuan pendidikan
bertaraf internasional.
2. Pemindahan pendidik dan
tenaga kependidikan PNS
antar kabupaten/kota.
1.a. Perencanaan kebutuhan
pendidik dan tenaga
kependidikan pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah
dan pendidikan nonformal
sesuai kewenangannya.
b. Pengangkatan dan
penempatan pendidik dan tenaga kependidikan PNS
untuk pendidikan anak usia
dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan
pendidikan nonformal sesuai kewenangannya
2. Pemindahan pendidik dan
tenaga kependidikan PNS di
kabupaten/ kota.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
121 of 140
SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
3. Peningkatan kesejahteraan,
penghargaan, dan
perlindungan pendidik dan tenaga kependidikan.
4.a. Perencanaan kebutuhan,
pengangkatan, dan
penempatan pendidik dan
tenaga kependidikan bagi
unit organisasi di lingkungan departemen
yang bertanggungjawab di
bidang kependidikan.
b. Pemberhentian pendidik
dan tenaga kependidikan PNS karena pelanggaran
peraturan perundang-
undangan.
5. ―
6. Sertifikasi pendidik.
3. Peningkatan kesejahteraan,
penghargaan, dan
perlindungan pendidik dan tenaga kependidikan
pendidikan bertaraf
internasional.
4.a. Pembinaan dan
pengembangan pendidik
dan tenaga kependidikan
pendidikan bertaraf
internasional.
b.Pemberhentian pendidik
dan tenaga kependidikan PNS pada pendidikan
bertaraf internasional selain
karena alasan pelanggaran
peraturan perundang-
undangan
5. Pengalokasian tenaga
potensial pendidik dan tenaga
kependidikan di daerah.
6. ―
3. Peningkatan kesejahteraan,
penghargaan, dan
perlindungan pendidik dan tenaga kependidikan
pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan
nonformal.
4.a. Pembinaan dan
pengembangan pendidik dan
tenaga kependidikan
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan
nonformal.
b. Pemberhentian pendidik dan
tenaga kependidikan PNS
pada pendidikan anak usia
dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal selain
karena alasan pelanggaran
peraturan perundang-
undangan.
5. ―
6. ―
6. Pengendalian 1. Penilaian Hasil 1. Penetapan pedoman, 1. ─ 1. ─
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
122 of 140
SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
Mutu
Pendidikan
Belajar
bahan ujian, pengendalian
pemeriksaan, dan
penetapan kriteria kelulusan ujian nasional.
2. Pelaksanaan ujian nasional
pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan
pendidikan nonformal.
3. Koordinasi, fasilitasi,
monitoring, dan evaluasi
pelaksanaan ujian nasional.
4. Penyediaan blanko ijazah
dan/atau sertifikat ujian
nasional.
5. Penyediaan biaya penyelenggaraan ujian
nasional.
2. Membantu pelaksanaan
ujian nasional pendidikan
dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan nonformal.
3. Koordinasi, fasilitasi,
monitoring, dan evaluasi
pelaksanaan ujian sekolah skala provinsi.
4. ―
5. Penyediaan biaya penyelenggaraan ujian
sekolah skala provinsi.
2. Membantu pelaksanaan ujian
nasional pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan
pendidikan nonformal.
3. Koordinasi, fasilitasi,
monitoring, dan evaluasi
pelaksanaan ujian sekolah skala kabupaten/kota.
4. ―
5. Penyediaan biaya penyelenggaraan ujian
sekolah skala
kabupaten/kota.
2. Evaluasi 1.a. Penetapan pedoman
evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur,
jenjang dan jenis
pendidikan.
b. Pelaksanaan evaluasi nasional terhadap
pengelola, satuan, jalur,
jenjang dan jenis
pendidikan.
1.a. ―
b. Pelaksanaan evaluasi pengelola, satuan, jalur,
jenjang, dan jenis
pendidikan pada pendidikan
anak usia dini, pendidikan
dasar, pendidikan
1.a. ―
b. Pelaksanaan evaluasi pengelola, satuan, jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan
pada pendidikan anak usia
dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
123 of 140
SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
2.a. Penetapan pedoman
evaluasi pencapaian
standar nasional
pendidikan.
b. Pelaksanaan evaluasi
pencapaian standar
nasional pendidikan.
menengah, dan pendidikan
nonformal skala provinsi.
2.a. ―
b. Pelaksanaan evaluasi
pencapaian standar
nasional pendidikan pada pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan
pendidikan nonformal skala
provinsi.
pendidikan nonformal skala
kabupaten/kota.
2.a. ―
b. Pelaksanaan evaluasi
pencapaian standar nasional pendidikan pada pendidikan
anak usia dini, pendidikan
dasar, pendidikan menengah
dan pendidikan nonformal
skala kabupaten/kota.
3. Akreditasi 1.a. Penetapan pedoman akreditasi pendidikan jalur
pendidikan formal dan non
formal.
b. Pelaksanaan akreditasi pendidikan jalur
pendidikan formal dan
nonformal.
1.a. ―
b. Membantu pemerintah dalam pelaksanaan
akreditasi pendidikan
dasar dan menengah.
1.a. ―
b. Membantu pemerintah dalam akreditasi pendidikan
nonformal.
4. Penjaminan Mutu 1. Penetapan pedoman
penjaminan mutu satuan
pendidikan.
2.a. Supervisi dan fasilitasi
satuan pendidikan dalam
pelaksanaan penjaminan
1. ─
2.a. ─
1. ─
2.a. Supervisi dan fasilitasi
satuan pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar,
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
124 of 140
SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
mutu untuk memenuhi
standar nasional
pendidikan.
b. Supervisi dan fasilitasi
satuan pendidikan bertaraf
internasional dalam penjaminan mutu untuk
memenuhi standar
internasional.
c. ─
d. Evaluasi pelaksanaan dan dampak penjaminan mutu
satuan pendidikan skala
nasional.
b. Supervisi dan fasilitasi
satuan pendidikan bertaraf
internasional dalam penjaminan mutu untuk
memenuhi standar
internasional.
c. ─
d. Evaluasi pelaksanaan dan dampak penjaminan mutu
satuan pendidikan skala
provinsi.
pendidikan menengah dan
pendidikan nonformal dalam
penjaminan mutu untuk memenuhi standar nasional
pendidikan.
b. Supervisi dan fasilitasi
satuan pendidikan bertaraf internasional dalam
penjaminan mutu untuk
memenuhi standar
internasional.
c. Supervisi dan Fasilitasi
satuan pendidikan berbasis
keunggulan lokal dalam
penjaminan mutu.
d. Evaluasi pelaksanaan dan
dampak penjaminan mutu
satuan pendidikan skala
kabupaten/kota.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
125 of 140
Lampiran 5: Penjelasan Penghitungan DAU
1. Kesenjangan fiskal, seperti dijelaskan di atas, adalah selisih antara kebutuhan
fiskal (untuk menyediakan pelayanan dasar) dan kapasitas fiskal. DAU, sebagai
bagian dari dana perimbangan, adalah mekanisme untuk mengurangi kesenjangan
fiskal. DAU dibagi menjadi dua bagian:
Alokasi dasar, bertujuan untuk menutupi biaya personalia untuk PNS1 kabupaten
2
(termasuk semua guru sekolah negeri Depdiknas3 dan sebagian guru sekolah
swasta Depdiknas yang statusnya sebagai PNS)
Kesenjangan fiskal.
2. Kesenjangan fiskal untuk setap kabupaten/kota ( = kebutuhan – kapasitas)
dijumlahkan untuk mendapatkan total kesenjangan fiskal nasional, dan “bobot”
kesenjangan fiskal setiap kabupaten/kota dihitung sebagai persentase dari total
kesenjangan fiskal. Bobot ini kemudian diterapkan pada alokasi anggaran pusat untuk
DAU (dikurangi total alokasi dasar untuk gaji PNS), yang menghasilkan jumlah
pendanaan yang akan diterima kabupaten/kota untuk komponen kesenjangan fiskal
DAU. Lihat Gambar 1 dan 2.
Gambar 1 Alokasi DAU di Pusat
Total DAU dalam APBN
(dihitung oleh Depkeu berdasarkan total pendapatan APBN)
dikurangi
Biaya PNS daerah: sekitar 50% dari total DAU4
(estimasi oleh Depkeu)
Sama dengan
DAU yang tersedia untuk kesenjangan fiskal
Dibagi menjadi
DAU yang tersedia untuk provinsi (10%5) DAU yang tersedia untuk kab/kota (90%)
1 Banyak PNS mendapatkan “warisan” ketika dinas-dinas kabupaten/kota ditutup dan aset-asetnya
diserahkan kepada pemerintah kabupaten selama berlangsungnya desentralisasi awal tahun 1999-2001. 2 Penjelasan di sini terkait dengan kabupaten/kota. Proses yang identik digunakan untuk menghitung
anggaran provinsi, kecuali jika provinsi tidak membayar gaji guru. 3 Guru di sekolah negeri Depag dan guru PNS di sekolah swasta Depag dihitung sebagan PNS Depag
dan didanai melalui anggaran Depag (pusat). 4 WB PER, 2007, hal 120
5 Peraturan Pemerintah 55/2005.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
126 of 140
Gambar 2 Perhitungan DAU untuk Kabupaten/Kota
Kebutuhan fiskal kabupaten/kota (rumus)
dikurangi
Kapasitas fiskal kabupaten/kota
(kapasitas PAD + dana bagi hasil)
Sama dengan
Kesenjangan fiskal kabupaten/kota
Jumlahkan kesenjangan fiskal kabupaten di semua kabupaten
Sama dengan
Kesenjangan fiskal nasional
Hitung nasionalfiskalnkesenjanga
kabfiskalnkesenjanga
__
__= “bobot” kab
Kalikan “bobot” kabupaten dengan total DAU yang tersedia untuk kabupaten
Sama dengan
DAU kesenjangan fiskal kabupaten
ditambah
Biaya pegawai negeri kabupaten
Sama dengan
Total DAU kabupaten
3. Kabupaten dengan kesenjangan fiskal positif, yaitu kebutuhan lebih besar daripada
kemampuan, menerima DAU sama dengan alokasi pokok kabupaten (untuk gaji
pegawai) ditambah persentase total kesenjangan fiskal nasional. Perhatikan bahwa
jumlah ini tidak harus menutupi semua biaya kabupaten untuk menyediakan
pelayanan di sektor-sektor yang didesentralisasi. Besarnya realisasi subsidi yang
diterima bergantung pada total DAU yang tersedia (total alokasi pendapatan nasional)
dan kesenjangan fiskal di kabupaten lain..
4. Kabupaten dengan kesenjangan fiskal = 0 hanya menerima alokasi pokok DAU
(untuk membayar gaji pegawai) karena mereka diasumsikan mampu mendanai semua
tanggung jawab yang didesentralisasi.
5. Kabupaten/kota dengan kesenjangan fiskal negatif (kemampuan lebih besar
daripada kebutuhan) yang lebih kecil daripada alokasi pokok DAU menerima alokasi
pokok dikurangi kesenjangan fiskal, yaitu mereka diasumsikan mampu mendanai
sebagian gaji pegawai maupun seluruh tanggung jawab atas penyelenggaraan
pelayanan, dari kapasitas fiskal mereka. Daerah-daerah dengan kesenjangan fiskal
negatif (kemampuan lebih besar daripada kebutuhan) yang lebih besar daripada
alokasi pokok DAU tidak akan menerima DAU.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
127 of 140
Lampiran 6 Glosari dan Singkatan
Urutan abjad didasarkan pada istilah Bahasa Inggris. Jika tidak ada istilah Bahasa
Inggris (referensi silang), urutan abjad didasarkan pada istilah bahasa Indonesia.
Bahasa Inggris Bahasa Indonesia dan
singkatan
Arti
Angka partisipasi kasar
(APK)
Lihat Gross enrolment rate (GER)
Angka partisipasi murni
(APM)
Lihat Net enrolment rate (NER)
Angka Partisipasi Sekolah
(APS)
Lihat School Participation Ratio
(SPR)
Badan Pemeriksaan
Keuangan/BPK
Lihat State Auditor
Badan Pengawasan Daerah/
Bawasda
Lihat Regional Inspectorate
Badan Perencanaan
Pembangunan Kabupaten/
Bappekab
Lihat Regency Development
Planning Agency
Badan Perencanaan
Pembangunan Kota/
Bappekot
Lihat Chartered Municipality
Development Planning Agency
Badan Perencanaan
Pembangunan
Nasional/Bappenas
Lihat National Development
Planning Agency
Badan Perencanaan
Pembangunan Provinsi/
Bappeprov
Lihat Provincial Development
Planning Agency
Bantuan Operasonal Sekolah/
BOS
Lihat School Operational Assistance
Bappeda
(sebutan lama, sekarang tidak
digunakan lagi)
Bappekab
Bappekot
Bappeprov
Lihat:
Chartered Municipality
Development Planning Agency
Provincial Development Planning
Agency
Regency Development Planning
Agency
Bappenas lihat National Development
Planning Agency
Basic education Pendidikan dasar SD + SMP
Kelas 1 – 9, usia 7 – 15
Perhatikan, istilah “sekolah dasar”
digunakan untuk kelas 1 – 6, usia 7
– 12.
Bawasda Lihat Regional Inspectorate
Bupati Lihat Regent
BOS Lihat School Operational Assistance
BPK Lihat State Auditor
Central-Regional Undang-undang 33/2004
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
128 of 140
Bahasa Inggris Bahasa Indonesia dan
singkatan
Arti
Financial Balance Law tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah
Chartered Municipality Kota (sebelumnya
Kotamadya)
Jenis distrik yang memenuhi kriteria
perkotaan tertentu.
Catatan: Kriteria tersebut berbeda
dengan yang digunakan untuk
klasifikasi statistik “perkotaan-
perdesaan”.
Chartered Municipality
Development Planning
Agency
Badan Perencanaan
Pembangunan Kota/Bappekot
Penanggung jawab perencanaan
pembangunan di kota.
Bagian dari pemerintah kota; tidak
di bawah wewenang Bappenas.
Daerah lihat Region
Least developed regions Daerah terbelakang
Daerah tertinggal Daerah “Tertinggal”, yaitu daerah
terkebelakang. Istilah ini berasal
dari penggunaan Pemerintah Orde
Baru.
DAK Lihat Sectoral Block Grant
Allocation
Dana bagi hasil/DBH Lihat Shared revenues
DAU Lihat General Block Grant
Allocation
Departemen Agama/ Depag Lihat Depag
Departemen Dalam Negeri/
Depdagri OR Dagri
Lihat MOHA
Departemen Keuangan/
Depkeu
Lihat MOF
Departemen Pendidikan
Nasional/Depdiknas
Lihat MONE
Development planning
consultations
Musyawarah perencanaan
pembangunan/Musrenbang
Konsultasi publik yang
diselenggarakan oleh Bappenas
untuk membahas draft rencana
(jangka panjang dan menengah).
Dimandatkan oleh UU perencanaan
pembangunan.
Dewan Perwakilan Rakyat/
DPR
lihat: Parliament
Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah/DPRD
lihat: Regional Legislative
Assembly
Dinas lihat Regional Sectoral Office
Dinas Pendidikan lihat Regional (Provincial or
District) Education Office
District Kota dan Kabupaten Subbagian geografis dari suatu
provinsi, mempunyai Badan
Eksekutif dan Legislatif sendiri.
Bukan bawahan provinsi.
District office of a
central (sectoral)
ministry
Kantor Departemen/ Kandep Kantor distrik untuk kegiatan
sektoral di sektor non-desentralisasi,
misalnya Kantor Departemen
Agama yang mengawasi madrasah
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
129 of 140
Bahasa Inggris Bahasa Indonesia dan
singkatan
Arti
Bukan bagian dari pemerintah
kabupaten/kota.
Education Law i.e. Law
20/2003 concerning the
National Education
System
Undang-undang 20/2003
tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Finance Law i.e. Law
17/2003 concerning
State [Government]
Finance
Undang-undang 17/2003
tentang Keuangan Negara
Financial Inspection
Law i.e. Law 15/2004
concerning Inspection of
Management and
Responsibility for State
[Government] Finance
Undang-undang 15/2004
tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan
Negara
General Block Grant
Allocation
Dana Alokasi Umum/DAU Transfer pusat ke APBD berupa
hibah blok tidak bersyarat
unrestricted block grant
“general” schools sekolah Istilah yang digunakan oleh Depag
untuk sekolah-sekolah yang berada
di bawah Depdiknas.
[central] Government Pemerintah Secara aksara: pemerintah.
Digunakan dalam dokumen hukum
tanpa kata sifat, selalu
memaksudkan pemerintah pusat.
Government Regulation/
GR
Peraturan Pemerintah/ PP Peraturan Pelaksanaan suatu UU,
dikeluarkan oleh Presiden
Government Work Plan Rencana Kerja
Pemerintah/RKP
Rencana Kerja Tahunan Pemerintah
Pusat secara keseluruhan
Governor Gubernur Kepala eksekutif Provinsi
Gross enrolment rate
(GER)
Angka partisipasi kasar
(APK)
Rasio total anak yang berpartisipasi
dalam pendidikan sekolah tingkat
tertentu terhadap total anak dari
kelompok umur pada tingkat
tersebut, misalnya total anak yang
terdaftar di sekolah dasar per total
anak dari kelompok umur 7 -12
Head of Region Kepala Daerah Kepala eksekutif suatu daerah.
Mencakup Gubernur, Walikota dan
Bupati.
Head of Region
Executive Order
Peraturan Walikota/ Peraturan
Bupati OR Surat Keputusan
Walikota/Surat Keputusan
Bupati
Peraturan pelaksanaan untuk suatu
peraturan daerah yang dikeluarkan
oleh Kepala Daerah
Instruksi Presiden/Inpres Lihat Presidential Instruction
Instruksi Menteri/Inmen Lihat Ministerial Instructions
Junior secondary
education (JSE) school
Sekolah Menengah Pertama
(SMP)
Kelas 7 – 9, usia 13 – 15
Perhatikan bahwa istilah bahasa
Indonesia”menengah” sekarang
khusus digunakan untuk pendidikan
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
130 of 140
Bahasa Inggris Bahasa Indonesia dan
singkatan
Arti
menengah atas, karena jenjang SMP
termasuk dalam pendidikan “dasar”.
Kabupaten Lihat District (umum) ATAU
(spesifik) Regency
Kantor Departemen/ Kandep Lihat District office of a central
(sectoral) ministry
Kantor Wilayah/Kanwil Lihat Provincial office of a central
(sectoral) ministry
Kepala Daerah lihat Head of Region
Kota lihat District (general) OR (specific)
Chartered Municipality
Law (capitalized) Undang-undang/UU UU yang disahkan oleh DPR
Long Term
Development Plan
Rencana Pembangunan
Jangka Panjang
Rencana pembangunan 20 tahun
madrasah OR madrasah
schools
madrasah Istilah yang digunakan oleh Depag
maupun Depdiknas untuk
memaksudkan “sekolah umum
dengan ciri khas Islam” yang berada
di bawah Depag.
Istilah “sekolah Islam” tidak cocok
untuk madrasah.
Pondok Pesantren Bukan madrasah.
Sekolah berasrama tradisional Islam
yang mengajarkan kurikulum mata
pelajaran agama Islam. Independen
dari Depdiknas maupun Depag.
Beberapa juga mengajarkan
kurikulum nasional pendidikan
dasar di bawah program khusus
Depag.
Majelis Permusyawaratan
Rakyat/MPR
Lihat: Peoples‟ Consultative
Assembly
Mayor Walikota Kepala eksekutif suatu Kota.
Medium Term
Development Plan
Rencana Pembangunan
Jangka Menengah
Rencana pembangunan 5 tahun
Minimum service
standards/MSS
Standard pelayanan
minimum/SPM
Standar penyelenggaraan pelayanan
di sektor terdesentralisasi yang
dimandatkan dalam UU
pemerintahan daerah.
Standar akan didefinisikan oleh
kementerian sektoral.
Standar bersifat mengikat terhadap
pemerintah kabupaten.
Ministerial Decision Surat Keputusan Menteri/SK Peraturan pelaksanaan, dikeluarkan
oleh Menteri yang bertanggung
jawab untuk melaksanakan UU asal,
digunakan terutama untuk
mengeluarkan izin, mengumumkan
pemenang lelang, dsb.
Ministerial Instruksi Menteri/Inmen Peraturan pelaksanaan, dikeluarkan
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
131 of 140
Bahasa Inggris Bahasa Indonesia dan
singkatan
Arti
Instruction/MI oleh Menteri yang bertanggung
jawab untuk melaksanakan UU asal,
seringkali digunakan untuk
memberikan informasi yang lebih
terperinci, misalnya, daftar transfer
anggaran dari APBN ke APBD,
dikeluarkan sebagai Inmen oleh
Menteri Keuangan.
Ministerial
Regulation/PR
Peraturan Menteri/Permen Peraturan pelaksanaan untuk UU
atau PP, dikeluarkan oleh Menteri
yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan UU asal.
Ministry Annual Work
Plan
Rencana Kerja Tahunan-
Kementerian/Lembaga
Renja-KL
Rencana Kerja Tahunan
Kementerian
Ministry [annual] Work
Plan and Budget
Rencana Kerja dan Anggaraan
– Kementerian/Lembaga
RKA-KL
Dokumen anggaran awal yang
disusun oleh kementerian.
MOF Departemen Keuangan/
Depkeu
Departemen Keuangan
MOHA Departemen Dalam Negeri/
Depdagri ATAU Dagri
Departemen Dalam Negeri:
bertanggung jawab atas
pemerintahan daerah
MONE Departemen Pendidikan
Nasional/Depdiknas
Departemen Pendidikan Nasional:
bertanggung jawab untuk
mengawasi sistem pendidikan
nasional. Mempunyai yurisdiksi
langsung atas sekolah-sekolah
“umum”. Bandingkan: Depag
MORA Departemen Agama/ Depag Departemen Agama: Salah satu
tanggung jawabnya adalah
mengawasi sekolah “madrasah”
yang didefinisikan sebagai “sekolah
umum dengan ciri khas Islam.”
Istilah “sekolah Islam” tidak tepat
untuk madrasah.
Musyawarah perencanaan
pembangunan/Musrenbang
lihat: Development planning
consultations
National School and
Madrasah Accreditation
Agency
Badan Akreditasi Sekolah-
Madrasah Nasional/BAS-MN
Lembaga Independen, dibentuk oleh
dan bertanggung jawab kepada
Presiden, bertugas untuk
mengembangkan standar dan
prosedur akreditasi sekolah dan
madrasah.
National Development
Planning Agency
Bappenas Lembaga yang bertanggung jawab
menyusun rencana pembangunan
nasional Jangka Panjang (20 tahun)
dan Jangka Menengah (5 tahun).
Kepala Bappenas memegang
jabatan menteri
National Education
Standards/NES
Standard nasional pendidikan Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Mencakup masukan, proses,
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
132 of 140
Bahasa Inggris Bahasa Indonesia dan
singkatan
Arti
keluaran dan evaluasi.
Akan didefinisikan oleh GNSP dan
disahkan oleh Depdiknas.
Mengikat semua lembaga
pendidikan (Depdiknas dan Depag).
National Education
Standards Agency/NES
Agency
Badan Standar Nasional
Pendidikan/BNSP
Badan Independen, dibentuk oleh
dan bertanggung jawab kepada
Presiden, bertugas mengembangkan
Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Net enrolment rate
(NER)
Angka partisipasi murni
(APM)
Rasio jumlah anak dengan usia tepat
yang berpartisipasi dalam
pendidikan sekolah tingkat tertentu
terhadap total anak dari kelompok
usia pada tingkat tersebut, misalnya,
total anak usia 7 – 12 tahun yang
terdaftar di SD per total anak usia 7
– 12 tahun
Parliament Dewan Perwakilan Rakyat/
DPR
Lembaga legislatif nasional.
Peraturan Daerah/Perda Lihat Regional Regulation
Peraturan Menteri/Permen Lihat Ministerial Regulation
Peraturan Pemerintah/ PP Lihat Government Regulation
Peraturan Presiden/Perpres Lihat Presidential Regulation
Peoples‟ Consultative
Assembly
Majelis Permusyawaratan
Rakyat/MPR
Kekuasaan pemerintahan tertinggi.
Anggotanya terdiri dari seluruh
anggot DPR + perwakilan dari
“kelompok fungsional” (pemangku
kepentingan). Berwenang untuk
mengubah UUD dan memakzulkan
Presiden.
Planning Law, i.e. Law
25/2004 concerning the
National Development
Planning System
Undang-undang 25/2004
tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
Pondok pesantren Sekolah berasrama tradisional Islam
yang mengajarkan kurikulum mata
pelajaran agama Islam. Independen
dari Depdiknas maupun Depag.
Beberapa juga mengajarkan
kurikulum nasional pendidikan
dasar di bawah program khusus
Depag.
Presidential Decision Surat Keputusan Presiden/SK Peraturan pelaksanaan yang
dikeluarkan oleh Presiden, terutama
digunakan untuk memberikan
landasan hukum kepada paket-paket
“kebijakan”
Presidential
Instruction/PI
Instruksi Presiden/Inpres Peraturan pelaksanaan yang
dikeluarkan oleh Presiden, terutama
digunakan untuk melakukan
pengangkatan, membentuk “tim”,
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
133 of 140
Bahasa Inggris Bahasa Indonesia dan
singkatan
Arti
dsb.
Presidential
Regulation/PR
Peraturan Presiden/Perpres Peraturan pelaksanaan untuk suatu
UU atau PP, dikeluarkan oleh
Presiden
Province Propinsi Subbagian geografis dari negara
kesatuan Indonesia yang
mempunyai Badan Eksekutif dan
Legislatif sendiri. Terdiri dari
kabupaten/kota tetapi hirarkinya
hanya bersifat geografis.
Provincial Development
Planning Agency
Badan Perencanaan
Pembangunan
Provinsi/Bappeprov
Badan yang bertanggung jawab atas
perencanaan pembangunan provinsi.
Bagian dari pemerintah provinsi.
Tidak berada di bawah Bappenas
dan tidak mempunyai wewenang
atas badan perencanaan
pembangunan kabupaten/kota.
Provincial office of a
central (sectoral)
ministry
Kantor Wilayah/Kanwil Kantor provinsi untuk kegiatan
sektoral di sektor yang tidak
terdesentralisasi, misalnya Kantor
Wilayah Depag yang mengawasi
madrasah.
Bukan bagian dari Pemerintah
Provinsi.
Provinsi Lihat Province
Regency Kabupaten Salah satu jenis distrik yang tidak
memenuhi kriteria perkotaan untuk
menjadi sebuah Kota.
Catatan: Kriteria tersebut berbeda
dengan yang digunakan untuk
klasifikasi statistik “perkotaan-
perdesaan”. Kabupaten dapat
bersifat “perkotaan” untuk
keperluan statistik.
Regency Development
Planning Agency
Badan Perencanaan
Pembangunan Kabupaten/
Bappekab
Penanggung jawab perencanaan
pembangunan di kabupaten.
Bagian dari pemerintah kabupaten,
tidak berada di bawah wewenang
Bappenas.
Regent Bupati Kepala eksekutif suatu Kabupaten.
Region (Provincial or
District)
Daerah Satuan geografis dengan
pemerintahannya sendiri (eksekutif
dan legislatif) di luar pusat.
Mencakup Provinsi dan Distrik
(Kota dan Kabupaten).
Regional government Pemerintah daerah/pemda Unit pemerintahan di luar pusat.
Lawan kata dari pemerintah “pusat”
Regional Government
Law i.e. Law 32/2004
concerning Regional
Undang-undang 32/2004
tentang Pemerintah Daerah
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
134 of 140
Bahasa Inggris Bahasa Indonesia dan
singkatan
Arti
Government
Regional Inspectorate Bawasda Auditor internal untuk lembaga-
lembaga pemerintah daerah
Regional Legislative
Assembly
Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah/DPRD
Dewan Perwakilan Rakyat (provinsi
atau kabupaten/kota).
Regional Regulation/RR Peraturan Daerah/Perda Peraturan perundangan yang
disahkan oleh DPRD (provinsi atau
kabupaten).
Regional (Provincial or
District) Education
Office
Dinas Pendidikan Unit pemerintahan daerah yang
bertanggung jawab atas pendidikan
di daerah.
Regional Financial
Information
System/RFIS
Sistem Informasi Keuangan
Daerah/SIKD
Database di Depkeu untuk
memantau APBD dan laporan
keuangan daerah
Bank Dunia membantu Depkeu
untuk menetapkan sistem ini.
Informasi dapat disampaikan secara
on-line.
Data terbaru yang dapat diakses
publik adalah tahun 2003.
Regional Sectoral Office Dinas Bertanggung jawab kepada Kepala
Daerah, bukan kepada kementerian
sektoral di pusat.
Regional Sectoral Office
Annual Work Plan
Rencana Kerja Tahunan
Satuan Kerja Perangkat
Daerah /Renja-SKPD
Rencana kerja tahunan satuan kerja
daerah
Regional Sectoral Office
Strategic Plan
Rencana Strategis Satuan
Kerja Perangkat Daerah
/Renstra-SKPD
Rencana jangka menengah (5 tahun)
untuk satuan kerja daerah
Rencana Kerja
Pemerintah/RKP
Lihat Government Work Plan
Rencana Kerja Tahunan-
Kementerian/Lembaga
Renja-KL
Lihat Ministry Annual Work Plan
Rencana Kerja Tahunan
Satuan Kerja Perangkat
Daerah
Renja-SKPD
lihat Regional Sectoral Office
Annual Work Plan
Rencana Pembangunan
Jangka Panjang
Lihat Long Term Development Plan
Rencana Pembangunan
Jangka Menengah
Lihat Medium Term Development
Plan
Rencana Strategis/Renstra lihat Strategic Plan
Rencana Strategis Satuan
Kerja Perangkat Daerah
/Renstra-SKPD
lihat Regional Sectoral Office
Strategic Plan
Renja-KL lihat Ministry Annual Work Plan
Renja-SKPD lihat Regional Sectoral Office
Annual Work Plan
Rencana Kerja dan Anggaraan lihat Ministry [annual] Work Plan
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
135 of 140
Bahasa Inggris Bahasa Indonesia dan
singkatan
Arti
– Kementerian/Lembaga
RKA-KL
and Budget
RKA-KL lihat Ministry [annual] Work Plan
and Budget
School Operational
Assistance
Bantuan Operasional Sekolah/
BOS
Program (mata anggaran) dalam
anggaran Depdiknas.
Menyediakan dana anggaran
pemerintah pusat langsung ke
sekolah berdasarkan jumlah siswa.
School Participation
Ratio (SPR)
Angka Partisipasi Sekolah
(APS)
Rasio jumlah anak dengan usia tepat
yang berpartisipasi dalam
pendidikan sekolah tingkat tertentu
terhadap total anak dari kelompok
usia pada tingkat tersebut, misalnya,
total anak usia 7 – 12 tahun yang
terdaftar di setiap sekolah per total
anak usia 7 – 12 tahun
Sectoral Block Grant
Allocation
Dana Alokasi Khusus/DAK Transfer pusat kepada APBD
berupa hibah blok yang terikat
dengan kegiatan spesifik di sektor
spesifik.
Senior secondary
education (SSE) school
Sekolah Menengah Atas
(SMA)
Kelas 10 – 12, usia 16 – 18
Shared revenues Dana bagi hasil/DBH Sumber pendapatan APBD yang
terdiri dari dana bagi hasil yang
berasal dari dasar pajak daerah
(untuk provinsi, pendapatan berasal
dari kabupaten-kabupaten yang ada
di provinsi tersebut) dan dana bagi
hasil dengan pemerintah dan/atau
daerah lain.
Sistem Informasi Keuangan
Daerah/SIKD
lihat Regional Financial Information
System
Standard pelayanan
minimum/SPM
lihat: Minimum service standards/
MSS
State Auditor Badan Pemeriksaan
Keuangan/BPK
Lembaga independen yang
melakukan audit eksternal terhadap
lembaga-lembaga pemerintah
Strategic Plan Rencana Strategis/Renstra Rencana pembangunan jangka
menengah (5 tahun) untuk
kementerian pusat ATAU dinas
Surat Keputusan Presiden/SK Lihat Presidential Decision
Treasury Law i.e. Law
1/2004 concerning the
State [Government]
Treasury
Undang-undang 1/2004
tentang Perbendaharaan
Negara
Undang-undang/UU Lihat: Law
Walikota Lihat: Mayor
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
136 of 140
TRANSLATOR’S STATEMENT: No. HLM01FEB10 This document is translated accurately and consistently from Indonesian into English Tangerang, 10 March 2010 TJENG GOAN HALIM Sworn Translator