P a g e | 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan Tugas 1 Analisis Lokasi dan Keruangan dengan judul “ Identifikasi
Faktor-Faktor Penentuan Lokasi Apartemen di Surabaya dengan Analisis AHP
(Analytical Hierarchy Process)” dengan baik. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
akhir dari mata kuliah Analisis Lokasi dan Keruangan dan mengetahui factor-faktor yang
menentukan dibangunnya sebuah apartemen di suatu lokasi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Analisis Lokasi dan
Keruangan, Ibu Belinda Ulfa Aulia, ST. M.Sc atas bimbingan dan kuliah yang diberikan.
Terima kasih juga disampaikan kepada pihak-pihak yang terlah membantu hingga tugas ini
dapat terselesaikan tepat waktu.
Harapan melalui tugas ini agar dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun
kepada pembaca untuk menambah informasi dan ilmu pengetahuan terkait dengan Faktor-
kator yang penentuan lokasi apartemen di Surabaya Timur dan Surabaya Pusat. Penulis
juga mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan dalam pembuatan tugas kedepannya.
Surabaya, Mei 2016
Penulis
P a g e | 2
DAFTAR ISI
1. Contents
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 1
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 2
1. PENDAHULUAN ............................................................................................................ 3
LATAR BELAKANG ................................................................................................ 3 1.1
TUJUAN ................................................................................................................. 4 1.2
SISTEMIKA PEMBAHASAN ................................................................................... 4 1.3
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 5
TEORI VON THUNEN ............................................................................................ 5 2.1
2.1.1 Dasar Pemikiran Teori Von Thunen ................................................................. 5
2.1.2 Konsep Teori Von Thunen ............................................................................... 5
2.1.3 Asumsi-asumsi Teori Von Thunen ................................................................... 6
METODE ANALISIS ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) ...................... 8 2.2
2.2.1 Konsep Dasar AHP (Analytical Hierarchy Process).......................................... 8
2.2.2 Tahapan AHP (Analytical Hierarchy Process) .................................................. 9
APARTEMEN ....................................................................................................... 10 2.3
2.3.1 Pengertian Apartemen ................................................................................... 10
2.3.2 Klasifikasi Apartemen .................................................................................... 11
2.4 SINTESIS PEMILIHAN FAKTOR .......................................................................... 15
3. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI ....................................................................... 17
KOTA SURABAYA ................................................................................................ 17 3.1
4. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 18
PERTIMBANGAN PENELITIAN ............................................................................ 18 4.1
4.2 KONSEP PENELITIAN DAN DUGAAN AWAL ...................................................... 19
4.3 HASIL PENGERJAAN EXPERT CHOICE............................................................. 20
5. KESIMPULAN .............................................................................................................. 25
5.1 LESSON LEARNED ............................................................................................. 25
REKOMENDASI ................................................................................................... 26 5.2
LAMPIRAN ............................................................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 27
P a g e | 3
Surabaya merupakan salah satu pintu gerbang perdagangan utama di wilayah
Indonesia Timur. Surabaya merupakan kota dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Dengan segala potensi, fasilitas, dan keunggulan geografisnya, Surabaya memiliki potensi
terjadinya pertumbuhan perekonomian yang sangat pesat. Sektor primer, sekunder, dan
tersier di kota ini sangat mendukung untuk semakin memperkokoh sebutan Surabaya
sebagai kota perdagangan dan ekonomi.
Sebagai basis pengembangan utama Indonesia bagian Timur, tidak dipungkiri lagi
bahwa Surabaya merupakan tempat strategis bagi para penanam modal dalam melakukan
investasi dan bisnis, termasuk dalam usaha properti. Surabaya diproyeksikan akan terus
tumbuh dan berkembang dalam beberapa tahun mendatang. Pada Laporan Perkembangan
Properti Komersial keluaran Bank Indonesia (BI), unit perkantoran
merupakan properti komersial yang mengalami kenaikan. Per kuartal 2 tahun 2015, tingkat
hunian di Surabaya naik 2,11% hingga mencapai 91,92%. Hal ini disertai dengan naiknya
harga sewa per bulan sebesar 4,54%.
Siklus properti di Surabaya sejauh ini telah mempertahankan tren pengembangan
yang optimis, terutama perkembangan properti hunian seperti apartemen. Dari tahun ke
tahun, kebutuhan apartemen di Surabaya semakin meningkat. Apartemen adalah suatu
ruang atau rangkaian ruang yang dilengkapi dengan fasilitas serta perlengkapan rumah
tangga dan digunakan sebagai tempat tinggal (Harris; 1975; 20). Apartemen yang
merupakan salah satu terobosan di bidang permukiman merupakan salah satu fenomena
baru yang sarat akan pro dan kontra. Keberadaannya dirasa perlu dipertimbangkan dengan
sangat bijaksana dengan penempatan lokasi yang strategis dan menguntungkan segala
kalangan masyarakat.
Oleh karena itu, adanya penelitian mengenai analisis faktor yang mempengaruhi
pemilihan lokasi apartemen di Kota Surabaya merupakan suatu pendekatan kekinian yang
dirasa sangat penting. Dengan memasukkan dasar teori Von Thunen, maka akan dapat
dibuktikan dengan jelas pengaruh faktor-faktor lokasi dalam menentukan pemilihan lokasi
apartemen yang tepat di Kota Surabaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah
teknik analisis AHP (Analytical Hierarchy Process) dengan mengandalkan bantuan software
expert choice sebagai alat analisisnya.
1. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG 1.1
P a g e | 4
Adapun tujuan dari penyususnan laporan ini antara lain:
a. Untuk mengetahui kerelevansian teori lokasi Von Thunen di era modern.
b. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor pembentuk penentuan lokasi apartemen di
Surabaya yang berasal dari preferensi masyarakat, akademisi, dan developer.
BAB I Pendahuluan
Berisikan latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika
pembahasan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Berisikan pengertian teori Von Thunen, metode analisis AHP, dan
apartemen.
BAB III Gambaran Umum Wilayah Studi
Berisikan batas wilayah penelitian yang di dalamnya meliputi
keseluruhan ruang lingkup substansi.
BAB IV Pembahasan dan Analisis
Berisikan cara penetapan lokasi apartemen melalui metode AHP
serta langkah-langkah, serta interpretasi hasil analisis yang telah
dilakukan oleh software AHP, yakni software expert choice.
BAB V Penutup
Berisikan kesimpulan dan lesson learned dari penulis terkait
fenomena yang diidentifikasi.
TUJUAN 1.2
SISTEMIKA PEMBAHASAN 1.3
P a g e | 5
2.1.1 Dasar Pemikiran Teori Von Thunen
Johann Heinrich von Thunen (1826) telah mengembangkan hubungan antara
perbedaan lokasi pada tata ruang (spatial cation) dan pola penggunaan lahan. Johann
Heinrich von Thunen menguraikan teori sewa lahan diferensial dalam bukunya yang berjudul
Der Isoleitere Staat, in Beziehung auf Landwirtschaft und Nationalokonomie (Berlin:
Schumacher-Zarchin, 1975).
Von Thunen menyatakan bahwa pola penggunaan lahan sangat ditentukan oleh
biaya transportasi yang dikaitkan dengan jarak dan sifat barang dagangan khususnya hasil
pertanian. Von Thunen mengkondisikan ada empat hal yang harus dipenuhi, yaitu : (1)
isolated state; (2) uniform plain; (3) “transportation costs” berbanding lurus dengan jarak;
dan (4) maximise profits (Yunus, 2002 : 90 - 91). Dari sinilah maka muncul istilah “Location
Rent”. Teori Von Thunen ini memiliki banyak kekurangan, yang antara lain bahwa semua
kota tidak memiliki kondisi fisik lingkungan yang sama (uniform plain). Sehingga kota akan
memiliki pola penggunaan lahan yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik
wilayahnya.
2.1.2 Konsep Teori Von Thunen
Von Thunen juga mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai
kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Tingkat
sewa tanah dengan harga mahal berada di pusat pasar dan akan semakin rendah apabila
makin jauh dari pasar, sehingga akan diperoleh perbandingan antara harga jual dengan
biaya produksi. Semakin tinggi kemampuan menyewa tanah ,semakin besar kegiatan
produksi dekat ke pusat pasar. (Sudarsono, 2014).
Sehingga von Thünen mengembangkan teori dasar konsep marginal produktivitas
secara matematis, yaitu penggunaan lahan pertanian didasarkan pada rumus sebagai
berikut :
[ R = Y (p – c) – Yfm ]
Dengan catatan: R = sewa tanah
Y = produksi per unit tanah
P = harga pasar per unit komoditas
c = biaya produksi per unit komoditas
2. TINJAUAN PUSTAKA
TEORI VON THUNEN 2.1
P a g e | 6
f = ongkos transportasi
m = jarak menuju pasar
Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya produksi,
masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar
sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar
kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar.
Dalam rumus tersebut Von Thunen juga melibatkan jarak sebagai salah satu
faktornya. Pengaruh jarak terhadap biaya transportasi dan sewa lahan (land rent) dapat
dijelaskan dalam grafik berikut :
Gambar 2.1 Grafik Pengaruh Jarak Terhadap Biaya Transportasi dan Sewa Lahan
2.1.3 Asumsi-asumsi Teori Von Thunen
Inti von Thunen adalah mengenai lokasi dan spesialisasi pertanian, berdasarkan
asumsi-asumsi yang digunakan, yaitu:
1. Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan
daerah pedalamannya yang merupakan satu-satunya daerah pemasok
kebutuhan pokok yang merupakan komoditi pertanian.
2. Daerah perkotaan tersebut merupakan daerah penjumlahan kelebihan produksi
daerah pedalaman dan tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah
lain.
3. Daerah pedalaman tidak menjual kelebihan produksinya ke daerah lain, kecuali
ke daerah perkotaan tersebut.
P a g e | 7
4. Daerah pedalaman merupakan daerah berciri sama dan cocok untuk tanaman
dan peternakan dataran menengah.
5. Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk mempeoleh
keuntungan maksimum dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan
peternakannya dengan peemintaan yang terdapat di daerah perkotaan.
6. Satu-satunya angkutan yang terdapat pada waktu itu adalah angkutan darat
berupa gerobak yang dihela oleh kuda.
7. Biaya angkutan ditanggung oleh petani dan besarnya sebanding dengan jarak
yang ditempuh. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar.
Dengan asumsi tersebut maka daerah lokasi berbagai jenis pertanian akan
berkembang dalam bentuk lingkaran tidak beraturan yang mengelilingi daerah pertanian.
Klasifikasi zona berdasarkan teori Von Thunen adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2 Klasifikasi Zona dalam Teori Von Thunen
P a g e | 8
Berikut merupakan penjelasan zona yang digambarkan pada gambar di atas :
1. Paling mendekati kota/pasar, diusahakan tanaman yang mudah rusak (highly
perishable), seperti sayuran dan kentang (free cash cropping).
2. Merupakan hutan dengan hasil kayu (foresting).
3. Menghasilkan biji-bijian seperti gandum, dengan hasil yang relatif tahan lama
dan ongkos transportasi murah.
4. Merupakan lahan garapan dan rerumputan yang ditekankan pada hasil
perahan seperti susu, mentega dan keju.
5. Untuk pertanian yang berubah-ubah, dua sampai tiga jenis tanaman.
6. Berupa lahan yang paling jauh dari pusat, digunakan untuk rerumputan dan
peternakan domba dan sapi.
Gambar model von Thunen di atas dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama,
menampilkan "isolated area" yang terdiri dari dataran yang "teratur", kedua adalah, kondisi
yang "telah dimodifikasi" (terdapat sungai yang dapat dilayari). Semua penggunaan tanah
pertanian memaksimalkan produktifitasnya masing-masing, dimana dalam kasus ini
bergantung pada lokasi dari pasar (pusat kota) (Putra, 2014).
2.2
2.2.1 Konsep Dasar AHP (Analytical Hierarchy Process)
AHP (Analytical Hierarchy Process) adalah suatu teori umum tentang pengukuran
yang digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang
diskrit maupun kontinyu. AHP menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang
kompleks menjadi suatu hirarki. Hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah
permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah
tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level
terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke
dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga
permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.
Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan AHP dalam
memecahkan suatu persoalan yang kompleks, yaitu: [Marimin, 2004, hlm 77]
Kesatuan
Kompleksitas
Saling Ketergantungan
Penyusunan Hirarki
Pengukuran
Konsistensi
METODE ANALISIS ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) 2.2
P a g e | 9
Sintesis
Tawar-menawar
Penilaian dan Konsensus
Pengulangan Proses
2.2.2 Tahapan AHP (Analytical Hierarchy Process)
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan kriteria kriteria dan alternatif- alternatif pilihan.
G
Gambar 2.3 Struktur Hirarki AHP
Sumber: Google Image, 2016
3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi
relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang
setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau
judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu
elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemenp di dalam
matrik yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.
5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten
maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang
dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh.
6. Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai
eigen vector merupakan bobot setiap elemen.
8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR<0,100 maka
penilaian harus diulangi kembali.
P a g e | 10
2.3.1 Pengertian Apartemen
Kamar atau beberapa kamar (ruangan) yang diperuntukkan sebagai tempat
tinggal, terdapat di dalam suatu bangunan yang biasanya mempunyai kamar
atau ruangan-ruangan lain semacam itu (Poerwadarminta, 1991).
Suatu kompleks hunian dan bukan sebuah tempat tinggal yang berdiri sendiri
(Joseph de Chiara, Time saver Standards for Building Types).
Sebuah ruangan atau beberpa susunan ruangan dalam beberapa jenis yang
memiliki kesamaan dalam suatu bangunan yang digunakan sebagai rumah
tinggal (Stein, 1967).
Gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, terbagi atas
bagian bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah vertikal dan
horizontal dan merupakan satuan-satuan yang dapat dimiliki dan digunakan
secara terpisah, yang dilengkapi dengan bagian bersama, tanah bersama dan
benda bersama (pasal 1 UURS no.16 tahun 1985).
Suatu bangunan terdiri dari tiga unit atau lebih, rumah tinggal di dalamnya
merupakan suatu bentuk kehidupan bersama, dalam lingkungan tanah yang
terbatas.
Semua jenis hunian atau tempat tinggal (multiply family), kecuali sebuah
rumah tinggal yang berdiri sendiri bagi satu keluarga (single dwelling unit).
Suatu bangunan yang dibagi dalam kamar-kamar atau kelompok kamar yang
dipisahkan satu dengan lainnya dengan partisi, yang digunakan sebagai unit
hunian.
Suatu ruangan atau kumpulan ruang yang digunakan sebagai unit hunian
atau rumah tinggal yang sifatnya dapat digunakan sebagai milik pribadi atau
disewakan (Adhistana, n.d).
Apartemen merupakan salah satu variasi jenis hunian yang diminati
oleh masyarakat terutama yang tinggal di kota-kota besar. Jika dahulu rumah
biasa (landed house) menjadi primadona pilihan tempat tinggal, kini
kecenderungan itu sedikit demi sedikit mulai bergeser. Hal ini bukan
disebabkan oleh faktor tren,melainkan timbul masalah permukiman di
perkotaan yang kian pelik. Oleh sebab itulah, apartemen yang merupakan
hunian vertikal menjadi alternative yang layak bagi pengembang perumahan
di wilayah pusat kota untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap
tempat tinggal.
APARTEMEN 2.3
P a g e | 11
Bagi masayarakat kota, tinggal di apartemen sebenarnya bukanlah hal
istimewa. Tinggal di apartemen sama seperti tinggal di komplek perumahan,
bahakan fasilitas yang tersediapun hampir sama. Yang menjadi perbedaan
adalah bentuknya, apartemen berbentuk vertikal sehingga penggunaan lahan
lebih efisien dan merupakan solusi yang paling ideal untuk menyelesaikan
masalah permukiman di kota (Akmal, 2007).
2.3.2 Klasifikasi Apartemen
2.3.2.1 Berdasarkan tipe pengelolaanya, terdapat tiga jenis apartemen (Aknal, 2007), yaitu:
Serviced Apartment
Apartemen yang dikelola secara menyeluruh oleh menajemen tertentu.
Biasanya menyerupai cara pengelolaan sebuah hotel, yaitu penghuni
mendapatkan pelayanan menyerupai hotel bintang lima, misalnya unit
berperabotan lengkap, house keeing, layanan kamar, laundry, business
center.
Apartmen Milik Sendiri
Apartemen yang dijual dan dapat dibeli oleh pihak individu. Mirip dengan
apartemen sewa, apartemen ini juga tetap memiliki pengelola yang
mengurus fasilitas umum penghuninya.
Apartmen sewa Apartemen yang disewa oleh individu tanpa
penyelayanan khusus. Meskipun demikian, tetap ada menejemen
apartemen yang mengatur segala sesuatu berdasarkan kebutuhan
bersama seperti sampah, pemeliharaan bangunan, lift, koridor, dan
fasilitas umum lainnya.
2.3.2.2 Berdasarkan kategori jenis dan besar bangunan (Akmal, 2007), apartemen terdiri
dari:
High-Rise Apartment
Bangunan apartemen yang terdiri lebih dari sepuluh lantai. Dilengkapi
area parker bawah tanah, system keamanan dan servis penuh. Struktur
apartemen lebih kompleks sehingga desain unit apartemen cenderung
standard. Jenis ini banyak di bangun di pusat kota.
Mid-Rise Apartment
Bangunan apartemen yang terdiri dari tujuh sampai dengan sepuluh
lantai. Jenis apartemen ini lebih sering dibangun di kota satelit.
Low-Rise Apartment
P a g e | 12
Apartemen dengan ketinggian kurang dari tujuh lantai dan menggunakn
tangga sebagai alat transportasi vertikal. Biasanya untuk golongan
menengah kebawah.
Walked-up Apartment
Bangunan apartemen yang terdiri atas tiga sampai dengan enam lantai.
Apartemen ini kadang-kadang memiliki lift, tetapi dapat juga tidak
menggunakan. Jenis apartemen ini disukai oleh keluarga yang lebih
besar (keluarga inti ditambah orang tua). Gedung apartemen ini hanya
terdiri atas dua atau tiga unit apartemen.
2.3.2.3 Jenis apartemen berdasarkan tipe unitnya ada empat (Akmal, 2007), yaitu:
Studio
Unit apartemen yang hanya memiliki satu ruang. ruang ini sifatnya
multifungsi sebagai ruang duduk, kamar tidur dan dapur yang semula
terbuka tanpa partisi. Satu-satunya ruang yang terpisah biasanya hanya
kamar mandi. Apartemen tipe studio relative kecil. Tipe ini sesuai dihuni
oleh satu orang atau pasangan tanpa anak. Luas unit ini minimal 20-35
m².
Apartemen 1,2,3 kamar/apartemen keluarga
Pembagian ruang apartemen ini mirip rumah biasa. Memiliki kamar tidur
terpisah serta ruang duduk, ruang makan, dapur yang bias terbuka dalam
satu ruang atau terpisah. Luas apartemen tipe ini sangat beragam
tergantung ruang yang dimiliki serta jumlah kamarnya. Luas minimal
untuk satu kamar tidur adalah 25 m², 2 kamar tidur 30 m², 3 kamar tidur
85², dan 4 kamar tidur 140 m².
Loft
Loft adalah bangunan bekas gudang atau pabrik yang kemudian
dialihfungsikan sebagai apartemen. Caranya adalah dengan menyekat-
nyekat bangunan besar ini menjadi beberapa unit hunian. Keunikan loft
apartment adalah biasanya memiliki ruang yang tinggi, mezzanine atau
dua lantai dalam satu unit. Bentuk bangunannyapun cenderung
berpenampilan industrial. Ttetapi, beberapa pengembang kini
menggunakan istilah loft untuk apartemen dengan mezzanine atau dua
lantai tetapi dalam bangunan yang baru.
Penthouse
Unit hunian ini berada di lantai paling atas sebuah bangunan apartemen.
Luasnya lebih besar daripada unit-unit dibawahnya.
P a g e | 13
Bahkan, kadang-kadang satu lantai hanya ada satu atau dua unit saja.
Selain lebih mewah, penthouse juga sangat privat karena memiliki lift
khusus untuk penghuninya. Luas minimumnya adalah 300 m².
2.3.2.4 Berdasarkan tujuan pembangunan, apartemen dibagi menjadi tiga (Akmal, 2007),
yaitu:
Komersial
Apartemen yang hanya ditujukan untuk bisnis komersial yang mengejar
keuntungan atau profit.
Umum
Apartemen yang ditujukan untuk semua lapisan masyarakat, akan tetapi
biasanya hanya dihuni oleh lapisan masyarakat kalangan menengah
kebawah.
Khusus
Apartemen yang hanya dipakai oleh kalangan tertentu saja, dan biasanya
dimiliki suatu perusahaan atau instansi yang dipergunakan oleh para
pegawai maupun tamu yang berhubungna dengan pekerjaan.
2.3.2.5 Berdasarkan golongan sosial (Savitri dan Ignatius dan Budihardjo dan Anwar dan
Rahwidyasa, 2007), apartemen dibagi menjadi empat, yaitu:
Apartemen Sederhana
Apartemen Menengah
Apartemen Mewah
Apartemen super Mewah
Yang membedakan keempat tipe tersebut sebelumnya adalah fasilitas yang
terdapat dalam apartemen tersebut. Semakin lengkap fasilitas dalam sebuah
apartemen, maka semakin mewah apartemen tersebut. Pemilihan bahan bangunan
dan system apartemen juga berpengaruh. Semakin baik kualitas material dan
semakin banyak pelayanannya, semakin mewah apartemen tersebut.
2.3.2.6 Berdasarkan penghuni (savitri dan Ignatius dan Budihardjo dan Anwar dan
Rahwidyasa, 2007), jenis apartemen dibagi menjadi empat, yaitu:
Apartemen Keluarga
Apartemen ini dihuni oleh keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan
anaknya. Bahkan tidak jarang orang tua dari ayah atau ibu tinggal
bersama. Terdiri dari 2 hingga 4 kamar tidur, belum termasuk kamar tidur
pembantu yang tidak selalu ada. Biasanya dilengkapi dengan balkon
untuk interaksi dengan dunia luar.
Apartemen Lajang
P a g e | 14
Apartemen ini dihuni oleh pria atau wanita yang belum menikah dan
biasanya tinggal bersama teman mereka. Mereka menggunakan
apartemen sebagai tempat tinggal, bekerja, dan beraktivitas lain diluar
jam kerja.
Apartemen Pebisnis/Ekspatrial
Apartemen ini digunakan oleh para pengusaha untuk bekerja karena
mereka telah mempunyai hunian sendiri di luar partemen ini. Biasanya
terletak dekat dengan temapt kerja sehingga member kemudahan bagi
pengusaha untuk mengontrol pekerjaannya.
Apartemen Manula
Apartemen ini merupakan suatu hal yang baru di Indonesia, bahkan bias
dikatakan tidak ada meskipun sudah menjadi sebuah kebutuhan. Di luar
negeri seperti Amerika, China, Jepang, dan lain-lain telah banyak
dijumpai apartemen untuk hunian manusia usia lanjut. Desain apartemen
disesuaikan dengan kondisi fisik para manula dan mengakomodasi
manula dengan alat bantu jalan.
2.3.2.7 Klasifikasi apartemen berdasarkan kepemilikan (Chiara, 1986), yaitu:
Apartemen Sewa
Pemilik membangun dan membiayai operasi serta perawatan
bangunan,penghuni membayar uang sewa selama jangka waktu tertentu.
Apartemen Kondominium
Penghuni membeli dan mengelola unit yang menjadi haknya, tidak ada
batasan bagi penghuni untuk menjual kembali atau menyewakan unit
miliknya. Penghuni biasanya membayar uang pengelolaan ruang
bersama yang dikelola oleh pemilik gedung.
Apartemen Koperasi
Apartemen ini dimiliki oleh koperasi, penghuni memiliki saham
didalamnya sesuai dengan unit yang ditempatinya. Bila penghuni pindah,
ia dapat menjual sahamnya kepada koperasi atau calon penghuni baru
dengan persetujuan koperasi. Biaya operasional dan pemeliharaan
ditanggung oleh koperasi.
2.3.2.8 Klasifikasi apartemen berdasarkan pelayanannya (Chiara, 1986), dibagi menjadi
empat, yaitu:
Apartemen Fully Service
Apartemen yang menyediakan layanan standard hotel bagi
penghuninya,seperti laundry, cathering, kebersihan, dan sebagainya.
P a g e | 15
Apartemen Fully Furnished
Apartemen yang mneyediakan furniture atau perabotan dalam unit
apartemen.
Apartemen Fully Furnished and Fully Service
Gabungan kedua jenis apartemen yang tertulis sebelumnya.
Apartemen Building only
Apartemen yang tidak menyediakan layanan ruang atau furniture.
2.3.2.9 Klasifikasi apartemen berdasarkan jumlah lantai per unit (Chiara, 1986), yaitu:
Simpleks
Apartemen yang seluruh ruangannya terdapat dalam satu lantai.
Dupleks
Apartemen yang ruangannya terdapat dalam dua lantai.
Tripleks
Apartemen yang ruangannya terdapat dalam tiga lantai.
1. Lokasi
Menurut Siana Halim dalam jurnalnya yang berjudul “Penentuan Harga Jual
Hunian pada Apartemen di Surabaya dengan Menggunakan Metode Regresi
Spasial, Lokasi”, yang dimaksud dengan lokasi di sini adalah jarak apartemen ke
CBD (Central Bussiness District).
2. Aksesbilitas
Dalam jurnal Reza H. dan Haryanto R. yang berjudul “Kajian Lokasi Apartemen di
kawsan Perkotaan”, aksesibilitas terdiri dari aksesibilitas ke pusat kota dan
aksesibilitas ke transportasi umum. Aksesibilitas ke pusat kota merupakan kriteria
utama menentukan lokasi apartemen, karena apartemen berada di CBD (Central
Districk Bussiness) suatu kota. Tingkat aksesibilitas adalah tingkat kemudahan
untuk mencapai suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di sekitarnya (Tarigan,
2006:78). Aksesibilitas ke transportasi umum merupakan aksesibilitas yang baik
dengan ketersediaan angkutan umum dan kedekatan dengan jaringan jalan
maupun pusat kota.
3. Lingkungan
a. Harga lahan perkotaan
Menurut Nasucha, dalam jurnal Lita Sari Barus yang berjudul
“Identifikasi Dinamika Harga Lahan di kawasan Cipadu Kota Tangerang”,
2.4 SINTESIS PEMILIHAN FAKTOR
P a g e | 16
terdapat dua istilah yang sering disalahartikan, yaitu nilai lahan dan harga
lahan. Harga lahan (Land Price) adalah ukuran harga nominal dalam bentuk
satuan untuk luasan tertentu yang berlaku di pasar tanah. Sedangkan nilai
lahan (land value) adalah ukuran kemampuan lahan memproduksi suatu
yang secara langsung memberikan keuntungan ekonomis.
Secara teoritis, harga lahan diperkotaan sangat dipengaruhi oleh
biaya transport, dimana biaya ini merupakan biaya angkutan (traveling cost)
ditambah dengan waktu perjalanan yang dinyatakan dalam satuan uang.
Dengan harga lahan = f (transport cost), menyebutkan bahwa :
Semakin dekat dengan pusat kota, harga lahan semakin tinggi.
Semakin jauh dengan pusat kota, harga lahan semakin rendah.
Di daerah pinggiran kota, harga lahan mendekati nilai nol atau tidak
mempunyai nilai yang sama
b. Kelengkapan fasilitas umum
Menurut Siana Halim dalam jurnalnya yang berjudul “Penentuan
Harga Jual Hunian pada Apartemen di Surabaya dengan Menggunakan
Metode Regresi Spasial”, kelengkapan fasilitas umum, berupa luas satu unit
apartemen, jumlah kamar tidur, amenities dan services. Amenities and
Services adalah fasilitas yang ada dalam suatu apartemen, seperti
tersedianya laundry, taman, kolam renang, lapangan golf, tempat parkir,
fitness centre, mini market, restoran, spa dan salon.
P a g e | 17
Kota Surabaya terletak diantara 07012’ - 07021’ Lintang Selatan dan 112036’ -
112054’ Bujur Timur, merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta.
Batas-batas wilayah Kota Surabaya adalah sebagai berikut.
Batas Utara : Selat Madura
Batas Selatan : Kabupaten Sidoarjo
Batas Timur : Selat Madura
Batas Barat : Kabupaten Gresik
Kota Surabaya merupakan ibu kota Provinsi Jawa Timur, dan merupakan kota
terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta.sebagai kota metropolitan Surabaya
menjadi pusat kegiatan perekonomian di Jawa Timur. Sebagian besar pnduduk di
Surabaya bergerak dalam bidang jasa, industri dan perdagangan. Karakteristik Kota
Surabaya secara umum terbagi berdasarkan pembagian wilayahnya.
Kawasan tengah kota, dari utara sampai selatan didominasi kegiatan perdagangan
dan jasa. Hal ini dapat diamati sejak dari kawasan kota lama (Kembang Jepun dan
sekitarnya), koridor Tunjungan, Basuki Rahmat, hingga ke selatan mengikuti pola
jaringan jalan. Perkembangan di bagian tengah kota menyisakan permukiman lama
yang menjadi kantong-kantong hunian di bagian dalam kawasan. Perkampungan lama
tersebut antara lain dijumpai di kawasan Peneleh, Kramat Gantung, dll. Koridor Raya
Darmo, yang pada masa lalu dikenal sebagai hunian prestisius, perlahan semakin
tergeser aktivitas bisnis. Terdapat pula lahan belum terbangun dijumpai di kawasan
Jambangan di sekitar Universitas Merdeka.
3. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
KOTA SURABAYA 3.1
P a g e | 18
Salah satu tujuan dari laporan ini adalah untuk mengetahui kerelevansian teori lokasi
konvensional Von Thunen di jaman perkotaan. Pada teori Von Thunen, substansi
pembahasan dititikberatkan pada dua lokasi yang saling berhubungan, yakni tempat
produksi hasil pertanian dengan pusat pasar. Pusat pasar disini merupakan pusat aktivitas
manusia yang didominasi oleh kegiatan interaksi dan perdagangan jasa. Diketahui bahwa
semakin dekat dengan pusat pasar, maka semakin tinggi pula kegiatan manusia, hal ini
dikarenakan hampir seluruh barang dan jasa diarahkan menuju pusat kota. Semua petani
pada zaman Von Thunen berbondong-bondong membawa hasil pertaniannya ke pusat kota.
Pemilihan lokasi pinggiran kota dipengaruhi oleh daya tahan dari kegiatan perdesaan
(kegiatan pertanian, peternakan, perkebunan, dan lain-lain).
Berdasarkan pertimbangan tersebut, pada zaman modern, khususnya di Surabaya,
kegiatan pertanian atau kegiatan yang digambarkan pada teori Von Thunen sangat jarang
terlihat. Oleh karena itu, dengan pertimbangan tersebut, maka dibuatkah asumsi yang
dianggap seimbang dan representatif terkait perbandingan penggunaan lahan antara zaman
Von Thunen dan zaman saat ini. Untuk saat ini, orientasi investasi dan kegiatan di Kota
Surabaya masih bisa dikatakan berpusat di pusat kota Surabaya sebagai CBD (Central
Business District). Oleh karena itu, pusat kota Surabaya yang beroperasi sebagai kegiatan
perkantoran dan perdagangan jasa dapat dianggap memenuhi kriteria pusat pasar/pusat
kota pada teori Von Thunen. Sedangkan untuk lahan pertanian dapat digantikan dengan
penggunaan lahan permkiman. Titik tolak pertimbangannya adalah baik pada era Von
Thunen maupun saat ini, lahan pertanian maupun permukiman merupakan sumber
bangkitan terhadap pusat kota. Masyarakat bergerak dari pusat pertanian atau permukiman
menuju adanya pusat kota. Oleh karena itu, atas dasar hal tersebut, maka dipilihlah CBD
sebagai pusat pasar dan permukiman sebagai basis lahan pertanian.
Lahan Pertanian Permukiman
4. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
PERTIMBANGAN PENELITIAN 4.1
Pusat Pasar/Pusat Kota
P a g e | 19
Kemudian, selanjutnya apartemen dipilih karena keberadaannya saat ini yang
semakin banyak. Apartemen yang meningkat pembangunannya di Surabaya dikarenakan
peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan akan lahan juga menjadi fenomena juga ingin
diidentifikasi dalam pembahasan laporan ini.
Dalam upaya mendapatkan data untuk diproses di expert choice, terdapat tiga stake
holder yang hendak dianalisis preferensinya. Ketiga stakeholder tersebut adalah akademisi,
masyarakat yakni penghuni apartemen (tujuannya adalah agar bisa lebih mengetahui faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan apartemen tempat tinggal), dan developer.
Masing-masing dari stakeholder memiliki 3 responden, maka total responden dan input data
pada pembahasan ini mencapat 9 responden/input data. Data yang ditanyakan pada
responden terdiri atas 3 faktor dan 7 subfaktor, yakni sebagai berikut:
1. Lokasi
a. Kedekatan dengan pusat kota (mewakili kaidah teori Von Thunen)
b. Kedekatan dengan pusat kegiatan
2. Aksesibilitas
a. Kedekatan dengan jalan utama
b. Keterjangkauan terhadap kendaraan umum
3. Lingkungan
a. Keamanan yang terjamin
b. Kelengkapan fasilitas
c. Harga lahan (implikasinya pada harga sewa/harga beli per kamarnya)
Adapun konsep penelitian yang diusung dalam pembahasan ini adalah melalui
pendekatan secara umum. Tiga stakeholder yang turut berperan serta dalam penelitian ini
merupakan pihak yang diasumsi memiliki preference secara umum sesuai bidangnya
masing-masing, dengan tidak mengintervensikan kepentingannya secara individu dalam
menentukan pilihan jawaban. Jadi, dengan kata lain, stakeholder masyarakat penghuni
apartemen dan developer apartemen tidak ditentukan terlebih dahulu harus apartemen apa,
namun diambil secara acak, sehingga harapannya pengetahuan dan pengalaman yang
akan membimbing developer dalam menentukan pilihannya, bukan atas dasar
kepentingannya. Jadi, bisa dikatakan bahwa ruang lingkup penelitian satu Surabaya
merupakan pilihan yang diambil untuk mewadahi berbagai factor dan subfaktor yang
disediakan (membutuhkan pusat kota dan pinggir kota untuk mewadahi pilihan subfaktor
“kedekatan dengan pusat kota”).
4.2 KONSEP PENELITIAN DAN DUGAAN AWAL
P a g e | 20
Di sisi lain, sudut pandang penelitiannya mengarah pada sudut pandang produsen,
dengan kata lain adalah developer. Hal ini disebabkan karena dalam kasus Von Thunen,
peran petani lebih bisa direpresentasikan dengan developer selaku produsen. Namun, oleh
karena subfaktor yang dimasukkan sebagai input data juga mengarah pada sudut pandang
konsumen, maka keputusan yang diambil selanjutnya adalah dengan cara menjelaskan
secara parsial hasil pengolahan data berdasarkan ketiga stakeholder (tidak digabung).
Secara holistik, atas dasar pertimbangan bahwa kondisi perkotaan sekarang dapat
dipastikan berbeda dengan kondisi eksisting pembentukkan teori Von Thunen, penulis
berhipotesis bahwa kedekatan dengan pusat kota tidak lagi begitu dipertimbangkan dalam
pemilihan lokasi kegiatan, termasuk halnya dalam pemilihan lokasi apartemen. Dengan
semakin maraknya pusat-pusat kegiatan, kedekatan dengan pusat kegiatan akan menjadi
opsi yang lebih dipilih daripada kedekatan dengan pusat kota (secara harfiah kedekatan
dengan tempat yang lokasinya benar-benar berada di pusat/tengah kota).
4.3 HASIL PENGERJAAN EXPERT CHOICE
P a g e | 21
Pada input data di atas, terlihat dengan jelas bahwa metode AHP ini mempunyai ciri-ciri analisis secara hirarkis. Pada gambar tersebut, tujuan mempunyai cabang yakni tiga faktor, sedangkan faktor memiliki tujuh subfaktor dengan klasifikasi 2 subfaktor pada faktor pertama, 2 subfaktor pada faktor kedua, dan 3 subfaktor pada faktor ketiga.
Pada gambar di atas, dapat diketahui bahwa data masukan yang diolah pada
software analisis AHP adalah jawaban dari 9 responden yang setiap 3
responden mewakili stakeholder yang berbeda-beda.
Nilai Preferensi Stake Holder
1. Akademisi
Tujuan Faktor Sub Faktor
P a g e | 22
2. Developer
3. Masyarakat
Expert choice mengatakan bahwa preferensi ketiga stake holder
memunculkan hasil yang berbeda-beda. Prioritas akademisi mengarah
pada keterjangkauan terhadap kendaraan umum. Prioritas developer
adalah kedekatan dengan jalan utama. Sedangkan prioritas masyarakt
adalah keamanan lokasi apartemen.
Nilai Pembobotan Matriks Kriteria (Faktor)
Nilai pembobotan matriks kriteria setelah dikombinasikan menggunakan expert choice
adalah sebagai berikut:
P a g e | 23
Berdasarkan hasil analisa software expert choice hasilnya sebagaimana ditunjukkan
oleh gambar di atas bahwa nilai inconsistencynya 0,00471 atau <0,1, yang berarti konsisten
sehingga kriteria tersebut valid. Nilai pembobotan yang didapat untuk kriteria lokasi sebesar
0.236, kriteria aksesibilitas 0,347 dan nilai pembobotan untuk lingkungan adalah 0.417.
sehingga prioritas pemilihan lokasi apartemen di Surabaya adalah pada kriteria
LINGKUNGAN
Nilai Pembobotan Matriks Alternatif (Subfaktor)
Untuk menentukan alternatif yang menjadi prioritas tiap kriteria yaitu melalui matriks
alternatif. Nilai pembobotan matriks alternatif setelah dikombinasikan menggunakan expert
choice adalah sebagai berikut:
LOKASI
P a g e | 24
Berdasarkan hasil analisa software expert choice hasilnya sebagaimana ditunjukkan
oleh gambar di atas bahwa nilai inconsistencynya 0 yang berarti sangat konsisten sehingga
kriteria tersebut valid. Nilai pembobotan yang didapat untuk alternatif kedekatan dengan
pusat kota sebesar 0,184 dan kedekatan dengan pusat kegiatan sebesar 0,816, sehingga
prioritas penentuan lokasi apartemen di Surabaya yang tertinggi pada kriteria lokasi adalah
kedekatan dengan pusat kegiatan.
AKSESIBILITAS
Berdasarkan hasil analisa software expert choice hasilnya sebagaimana ditunjukkan
oleh gambar di atas bahwa nilai inconsistencynya 0 yang berarti sangat konsisten sehingga
kriteria tersebut valid. Nilai pembobotan yang didapat untuk alternatif kedekatan dengan
jalan utama sebesar 0,692 dan alternatif keterjangkauan terhadap kendaraan umum
sebesar 0,308, sehingga prioritas penentuan lokasi apartemen di Surabaya yang tertinggi
pada kriteria aksesibilitas adalah kedekatan dengan jalan utama.
LINGKUNGAN
Berdasarkan hasil analisa software expert choice hasilnya sebagaimana ditunjukkan
oleh gambar di atas bahwa nilai inconsistencynya 0,01 atau <0,1, yang berarti konsisten,
sehingga kriteria tersebut valid. Nilai pembobotan yang didapat untuk alternatif keamanan
lokasi apartemen sebesar 0,554, nilai pembobotan yang didapat untuk alternatif harga lahan
adalah 0,239, sedangkan nilai pembobotan ketersediaan fasilitas umum adalah 0,228,
sehingga prioritas penentuan lokasi apartemen di Surabaya yang tertinggi pada kriteria
lingkungan adalah keamanan lokasi apartemen.
P a g e | 25
Maka kesimpulan dari pembahasan ini adalah sebagai berikut:
1. Program-program prioritas penentuan lokasi apartemen di Surabaya berdasarkan hasil
analisis AHP menggunakan expert choice menunjukkan bahwa kriteria lingkungan
merupakan prioritas pertama, selanjutnya aksesibilitas merupakan prioritas kedua
dan lokasi merupakan prioritas ketiga.
2. Ditinjau dari analisis subfaktor maka berdasarkan kriteria sebelumnya yang mana
prioritas tertinggi adalah lingkungan, maka alternatif yang menjadi prioritas pertama
adalah keamanan lokasi apartemen. Secara runtut urutan prioritas adalah sebagai
berikut:
3. Maka dari itu untuk mendukung prioritas utama yaitu penentuan lokasi apartemen di
Surabaya, semua elemen, baik developer dalam menentukan lokasi pembangunan,
masyarakat dalam memilih lokasi tempat tinggal, maupun akademisi dalam memberi
Lingkungan
KUNGAN
Aksesibilitas
Lokasi
1. Keamanan lokasi apartemen
2. Harga lahan
3. Ketersediaan fasilitas umum
1. Kedekatan dengan jalan utama
2. Keterjangkauan dengan kendaraan umum
1. Kedekatan dengan pusat kegiatan
2. Kedekatan dengan pusat kota
5. KESIMPULAN
5.1 LESSON LEARNED
P a g e | 26
referensi tertulis bagi masyarakat umum, perlu mempertimbangkan faktor lingkungan
dan keamanan lokasi apartemen sebagai masukan yang utama, lalu diikuti dengan
faktor-faktor lainnya.
4. Subfaktor kedekatan dengan pusat kota yang merupakan input langsung dari teori Von
Thunen ternyata bukan menjadi prioritas yang harus dikedepankan menurut berbagai
stakeholder perencana. Ini mengindikasikan bahwa teori Von Thunen yang merupakan
pioneer teori-teori lokasi selanjutnya sudah tidak lagi relevan dengan kondisi perkotaan
di era modern seperti di kota Surabaya.
1. Dalam menentukan lokasi pengembangan apartemen, pihak pengembang atau
developer disarankan untuk memilih lokasi yang memenuhi kriteria pemilihan para
konsumen, diantaranya adalah :
a. Dari segi faktor lingkungan, keamanan lokasi merupakan subfaktor yang
menjadi pertimbangan utama bagi konsumen.
b. Dari segi faktor aksesibilitas, kedekatan lokasi apartemen dengan jalan
utama merupakan opsi yang dianggap penting oleh konsumen.
c. Dari segi faktor lokasi sendiri, kedekatan lokasi apartemen dengan pusat
kegiatan menjadi prioritas bagi konsumen. Karena pusat kegiatan di Kota
Surabaya sendiri memiliki jumlah yang banyak dan beragam, oleh karena itu
konsumen akan memilih lokasi yang berdekatan dengan pusat kegiatan
dimana dia memiliki kepentingan disitu.
2. Developer disarankan untuk mensurvey kembali terkait kebutuhan yang diperlukan
oleh konsumen dan memperjelas sasaran pasar apartemen. Keterlibatan akademisi
juga diperlukan untuk mendukung rencana pembangunan yang akan dilakukan.
Penyebaran kuisioner mungkin akan lebih efektif dan efisien dalam mendapatkan
data survey mengenai kebutuhan-kebutuhan konsumen apa saja yang perlu dipenuhi
oleh developer.
REKOMENDASI 5.1
P a g e | 27
DAFTAR PUSTAKA
Afalia, Dian Nur. 2015. Evaluasi Teori Von Thunen terhadap Pemilihan Lokasi
Apartemen Berdasarkan Prioritas Stakeholder.
Barus, Sari Lita dan Wibowo, Prihanto Aziz. (2010). “Identifikasi DInamika Harga Lahan
di Kawasan Cipadu Kota Tangerang”. 01(01). 53-60
Darmanto, Eko. Noor Latifah. Nanik Susanti. 2014. Penerapan Metode Ahp (Analythic
Hierarchy Process)Untuk Menentukan Kualitas Gula Tumbu. Kudus. Jurnal
SIMETRIS, Vol 5 No 1 April 2014 ISSN: 2252-4983.
H.,Reza, R. Haryanto. “Kajian Lokasi Apartemen di Kawasan Perkotaan”.
Halim, Siana, dkk. (2008). “Penentuan Harga Jual Hunian pada Apartemen di Surabaya
dengan MEnggunakan Metode Regresi Spasial”. 10(02). 151-157
Larasati, Kesumaning Dyah. Prioritas Pengembangan Daerah Tertinggal di Kabupaten
Sampang Melalui AHP.
Putra, Pratama. 2014. Teori Lokasi dan Pola Ruang Johann Heinrich von Thunen.
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Wirdianto, Eri. Elpira Unbersa. 2008. Aplikasi Metode Analytical Hierarchy Process
Dalam Menentukan Kriteria Penilaian Supplier. Padang. Laboratorium
Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri (POSI), Jurusan Teknik Industri,
Fakultas Teknik, Universitas Andalas, No. 29 Vol.2.
http://kabarinews.com/pertumbuhan-properti-di-surabaya-akan-terus-naik/74184.
Diakses pada tanggal 17 Mei 2016.
https://samakata.wordpress.com/2015/10/28/perekonomian-surabaya-dan-potensinya/.
Diakses pada tanggal 17 Mei 2016.
http://e-journal.uajy.ac.id/3001/3/2TA12229.pdf. Diakses pada tanggal 17 Mei 2016.
http://blog.urbanindo.com/2015/11/perkembangan-surabaya-bisa-mengalahkan-jakarta-
bahkan-singapura/. Diakses pada tanggal 17 Mei 2016.