+ All Categories
Home > Documents > Identifikasi Penentuan Lokasi Apartemen di Surabaya

Identifikasi Penentuan Lokasi Apartemen di Surabaya

Date post: 01-Dec-2023
Category:
Upload: its
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
27
Page | 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas 1 Analisis Lokasi dan Keruangan dengan judul “ Identifikasi Faktor-Faktor Penentuan Lokasi Apartemen di Surabaya dengan Analisis AHP (Analytical Hierarchy Process)” dengan baik. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir dari mata kuliah Analisis Lokasi dan Keruangan dan mengetahui factor-faktor yang menentukan dibangunnya sebuah apartemen di suatu lokasi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Analisis Lokasi dan Keruangan, Ibu Belinda Ulfa Aulia, ST. M.Sc atas bimbingan dan kuliah yang diberikan. Terima kasih juga disampaikan kepada pihak-pihak yang terlah membantu hingga tugas ini dapat terselesaikan tepat waktu. Harapan melalui tugas ini agar dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun kepada pembaca untuk menambah informasi dan ilmu pengetahuan terkait dengan Faktor- kator yang penentuan lokasi apartemen di Surabaya Timur dan Surabaya Pusat. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan dalam pembuatan tugas kedepannya. Surabaya, Mei 2016 Penulis
Transcript

P a g e | 1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan karunia-Nya penulis

dapat menyelesaikan Tugas 1 Analisis Lokasi dan Keruangan dengan judul “ Identifikasi

Faktor-Faktor Penentuan Lokasi Apartemen di Surabaya dengan Analisis AHP

(Analytical Hierarchy Process)” dengan baik. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas

akhir dari mata kuliah Analisis Lokasi dan Keruangan dan mengetahui factor-faktor yang

menentukan dibangunnya sebuah apartemen di suatu lokasi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Analisis Lokasi dan

Keruangan, Ibu Belinda Ulfa Aulia, ST. M.Sc atas bimbingan dan kuliah yang diberikan.

Terima kasih juga disampaikan kepada pihak-pihak yang terlah membantu hingga tugas ini

dapat terselesaikan tepat waktu.

Harapan melalui tugas ini agar dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun

kepada pembaca untuk menambah informasi dan ilmu pengetahuan terkait dengan Faktor-

kator yang penentuan lokasi apartemen di Surabaya Timur dan Surabaya Pusat. Penulis

juga mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan dalam pembuatan tugas kedepannya.

Surabaya, Mei 2016

Penulis

P a g e | 2

DAFTAR ISI

1. Contents

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 1

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 2

1. PENDAHULUAN ............................................................................................................ 3

LATAR BELAKANG ................................................................................................ 3 1.1

TUJUAN ................................................................................................................. 4 1.2

SISTEMIKA PEMBAHASAN ................................................................................... 4 1.3

2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 5

TEORI VON THUNEN ............................................................................................ 5 2.1

2.1.1 Dasar Pemikiran Teori Von Thunen ................................................................. 5

2.1.2 Konsep Teori Von Thunen ............................................................................... 5

2.1.3 Asumsi-asumsi Teori Von Thunen ................................................................... 6

METODE ANALISIS ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) ...................... 8 2.2

2.2.1 Konsep Dasar AHP (Analytical Hierarchy Process).......................................... 8

2.2.2 Tahapan AHP (Analytical Hierarchy Process) .................................................. 9

APARTEMEN ....................................................................................................... 10 2.3

2.3.1 Pengertian Apartemen ................................................................................... 10

2.3.2 Klasifikasi Apartemen .................................................................................... 11

2.4 SINTESIS PEMILIHAN FAKTOR .......................................................................... 15

3. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI ....................................................................... 17

KOTA SURABAYA ................................................................................................ 17 3.1

4. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 18

PERTIMBANGAN PENELITIAN ............................................................................ 18 4.1

4.2 KONSEP PENELITIAN DAN DUGAAN AWAL ...................................................... 19

4.3 HASIL PENGERJAAN EXPERT CHOICE............................................................. 20

5. KESIMPULAN .............................................................................................................. 25

5.1 LESSON LEARNED ............................................................................................. 25

REKOMENDASI ................................................................................................... 26 5.2

LAMPIRAN ............................................................................ Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 27

P a g e | 3

Surabaya merupakan salah satu pintu gerbang perdagangan utama di wilayah

Indonesia Timur. Surabaya merupakan kota dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Dengan segala potensi, fasilitas, dan keunggulan geografisnya, Surabaya memiliki potensi

terjadinya pertumbuhan perekonomian yang sangat pesat. Sektor primer, sekunder, dan

tersier di kota ini sangat mendukung untuk semakin memperkokoh sebutan Surabaya

sebagai kota perdagangan dan ekonomi.

Sebagai basis pengembangan utama Indonesia bagian Timur, tidak dipungkiri lagi

bahwa Surabaya merupakan tempat strategis bagi para penanam modal dalam melakukan

investasi dan bisnis, termasuk dalam usaha properti. Surabaya diproyeksikan akan terus

tumbuh dan berkembang dalam beberapa tahun mendatang. Pada Laporan Perkembangan

Properti Komersial keluaran Bank Indonesia (BI), unit perkantoran

merupakan properti komersial yang mengalami kenaikan. Per kuartal 2 tahun 2015, tingkat

hunian di Surabaya naik 2,11% hingga mencapai 91,92%. Hal ini disertai dengan naiknya

harga sewa per bulan sebesar 4,54%.

Siklus properti di Surabaya sejauh ini telah mempertahankan tren pengembangan

yang optimis, terutama perkembangan properti hunian seperti apartemen. Dari tahun ke

tahun, kebutuhan apartemen di Surabaya semakin meningkat. Apartemen adalah suatu

ruang atau rangkaian ruang yang dilengkapi dengan fasilitas serta perlengkapan rumah

tangga dan digunakan sebagai tempat tinggal (Harris; 1975; 20). Apartemen yang

merupakan salah satu terobosan di bidang permukiman merupakan salah satu fenomena

baru yang sarat akan pro dan kontra. Keberadaannya dirasa perlu dipertimbangkan dengan

sangat bijaksana dengan penempatan lokasi yang strategis dan menguntungkan segala

kalangan masyarakat.

Oleh karena itu, adanya penelitian mengenai analisis faktor yang mempengaruhi

pemilihan lokasi apartemen di Kota Surabaya merupakan suatu pendekatan kekinian yang

dirasa sangat penting. Dengan memasukkan dasar teori Von Thunen, maka akan dapat

dibuktikan dengan jelas pengaruh faktor-faktor lokasi dalam menentukan pemilihan lokasi

apartemen yang tepat di Kota Surabaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah

teknik analisis AHP (Analytical Hierarchy Process) dengan mengandalkan bantuan software

expert choice sebagai alat analisisnya.

1. PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG 1.1

P a g e | 4

Adapun tujuan dari penyususnan laporan ini antara lain:

a. Untuk mengetahui kerelevansian teori lokasi Von Thunen di era modern.

b. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor pembentuk penentuan lokasi apartemen di

Surabaya yang berasal dari preferensi masyarakat, akademisi, dan developer.

BAB I Pendahuluan

Berisikan latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika

pembahasan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Berisikan pengertian teori Von Thunen, metode analisis AHP, dan

apartemen.

BAB III Gambaran Umum Wilayah Studi

Berisikan batas wilayah penelitian yang di dalamnya meliputi

keseluruhan ruang lingkup substansi.

BAB IV Pembahasan dan Analisis

Berisikan cara penetapan lokasi apartemen melalui metode AHP

serta langkah-langkah, serta interpretasi hasil analisis yang telah

dilakukan oleh software AHP, yakni software expert choice.

BAB V Penutup

Berisikan kesimpulan dan lesson learned dari penulis terkait

fenomena yang diidentifikasi.

TUJUAN 1.2

SISTEMIKA PEMBAHASAN 1.3

P a g e | 5

2.1.1 Dasar Pemikiran Teori Von Thunen

Johann Heinrich von Thunen (1826) telah mengembangkan hubungan antara

perbedaan lokasi pada tata ruang (spatial cation) dan pola penggunaan lahan. Johann

Heinrich von Thunen menguraikan teori sewa lahan diferensial dalam bukunya yang berjudul

Der Isoleitere Staat, in Beziehung auf Landwirtschaft und Nationalokonomie (Berlin:

Schumacher-Zarchin, 1975).

Von Thunen menyatakan bahwa pola penggunaan lahan sangat ditentukan oleh

biaya transportasi yang dikaitkan dengan jarak dan sifat barang dagangan khususnya hasil

pertanian. Von Thunen mengkondisikan ada empat hal yang harus dipenuhi, yaitu : (1)

isolated state; (2) uniform plain; (3) “transportation costs” berbanding lurus dengan jarak;

dan (4) maximise profits (Yunus, 2002 : 90 - 91). Dari sinilah maka muncul istilah “Location

Rent”. Teori Von Thunen ini memiliki banyak kekurangan, yang antara lain bahwa semua

kota tidak memiliki kondisi fisik lingkungan yang sama (uniform plain). Sehingga kota akan

memiliki pola penggunaan lahan yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik

wilayahnya.

2.1.2 Konsep Teori Von Thunen

Von Thunen juga mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai

kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Tingkat

sewa tanah dengan harga mahal berada di pusat pasar dan akan semakin rendah apabila

makin jauh dari pasar, sehingga akan diperoleh perbandingan antara harga jual dengan

biaya produksi. Semakin tinggi kemampuan menyewa tanah ,semakin besar kegiatan

produksi dekat ke pusat pasar. (Sudarsono, 2014).

Sehingga von Thünen mengembangkan teori dasar konsep marginal produktivitas

secara matematis, yaitu penggunaan lahan pertanian didasarkan pada rumus sebagai

berikut :

[ R = Y (p – c) – Yfm ]

Dengan catatan: R = sewa tanah

Y = produksi per unit tanah

P = harga pasar per unit komoditas

c = biaya produksi per unit komoditas

2. TINJAUAN PUSTAKA

TEORI VON THUNEN 2.1

P a g e | 6

f = ongkos transportasi

m = jarak menuju pasar

Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya produksi,

masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar

sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar

kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar.

Dalam rumus tersebut Von Thunen juga melibatkan jarak sebagai salah satu

faktornya. Pengaruh jarak terhadap biaya transportasi dan sewa lahan (land rent) dapat

dijelaskan dalam grafik berikut :

Gambar 2.1 Grafik Pengaruh Jarak Terhadap Biaya Transportasi dan Sewa Lahan

2.1.3 Asumsi-asumsi Teori Von Thunen

Inti von Thunen adalah mengenai lokasi dan spesialisasi pertanian, berdasarkan

asumsi-asumsi yang digunakan, yaitu:

1. Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan

daerah pedalamannya yang merupakan satu-satunya daerah pemasok

kebutuhan pokok yang merupakan komoditi pertanian.

2. Daerah perkotaan tersebut merupakan daerah penjumlahan kelebihan produksi

daerah pedalaman dan tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah

lain.

3. Daerah pedalaman tidak menjual kelebihan produksinya ke daerah lain, kecuali

ke daerah perkotaan tersebut.

P a g e | 7

4. Daerah pedalaman merupakan daerah berciri sama dan cocok untuk tanaman

dan peternakan dataran menengah.

5. Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk mempeoleh

keuntungan maksimum dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan

peternakannya dengan peemintaan yang terdapat di daerah perkotaan.

6. Satu-satunya angkutan yang terdapat pada waktu itu adalah angkutan darat

berupa gerobak yang dihela oleh kuda.

7. Biaya angkutan ditanggung oleh petani dan besarnya sebanding dengan jarak

yang ditempuh. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar.

Dengan asumsi tersebut maka daerah lokasi berbagai jenis pertanian akan

berkembang dalam bentuk lingkaran tidak beraturan yang mengelilingi daerah pertanian.

Klasifikasi zona berdasarkan teori Von Thunen adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2 Klasifikasi Zona dalam Teori Von Thunen

P a g e | 8

Berikut merupakan penjelasan zona yang digambarkan pada gambar di atas :

1. Paling mendekati kota/pasar, diusahakan tanaman yang mudah rusak (highly

perishable), seperti sayuran dan kentang (free cash cropping).

2. Merupakan hutan dengan hasil kayu (foresting).

3. Menghasilkan biji-bijian seperti gandum, dengan hasil yang relatif tahan lama

dan ongkos transportasi murah.

4. Merupakan lahan garapan dan rerumputan yang ditekankan pada hasil

perahan seperti susu, mentega dan keju.

5. Untuk pertanian yang berubah-ubah, dua sampai tiga jenis tanaman.

6. Berupa lahan yang paling jauh dari pusat, digunakan untuk rerumputan dan

peternakan domba dan sapi.

Gambar model von Thunen di atas dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama,

menampilkan "isolated area" yang terdiri dari dataran yang "teratur", kedua adalah, kondisi

yang "telah dimodifikasi" (terdapat sungai yang dapat dilayari). Semua penggunaan tanah

pertanian memaksimalkan produktifitasnya masing-masing, dimana dalam kasus ini

bergantung pada lokasi dari pasar (pusat kota) (Putra, 2014).

2.2

2.2.1 Konsep Dasar AHP (Analytical Hierarchy Process)

AHP (Analytical Hierarchy Process) adalah suatu teori umum tentang pengukuran

yang digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang

diskrit maupun kontinyu. AHP menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang

kompleks menjadi suatu hirarki. Hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah

permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah

tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level

terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke

dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga

permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.

Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan AHP dalam

memecahkan suatu persoalan yang kompleks, yaitu: [Marimin, 2004, hlm 77]

Kesatuan

Kompleksitas

Saling Ketergantungan

Penyusunan Hirarki

Pengukuran

Konsistensi

METODE ANALISIS ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) 2.2

P a g e | 9

Sintesis

Tawar-menawar

Penilaian dan Konsensus

Pengulangan Proses

2.2.2 Tahapan AHP (Analytical Hierarchy Process)

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan

dengan kriteria kriteria dan alternatif- alternatif pilihan.

G

Gambar 2.3 Struktur Hirarki AHP

Sumber: Google Image, 2016

3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi

relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang

setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau

judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu

elemen dibandingkan elemen lainnya.

4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemenp di dalam

matrik yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten

maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang

dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh.

6. Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai

eigen vector merupakan bobot setiap elemen.

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR<0,100 maka

penilaian harus diulangi kembali.

P a g e | 10

2.3.1 Pengertian Apartemen

Kamar atau beberapa kamar (ruangan) yang diperuntukkan sebagai tempat

tinggal, terdapat di dalam suatu bangunan yang biasanya mempunyai kamar

atau ruangan-ruangan lain semacam itu (Poerwadarminta, 1991).

Suatu kompleks hunian dan bukan sebuah tempat tinggal yang berdiri sendiri

(Joseph de Chiara, Time saver Standards for Building Types).

Sebuah ruangan atau beberpa susunan ruangan dalam beberapa jenis yang

memiliki kesamaan dalam suatu bangunan yang digunakan sebagai rumah

tinggal (Stein, 1967).

Gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, terbagi atas

bagian bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah vertikal dan

horizontal dan merupakan satuan-satuan yang dapat dimiliki dan digunakan

secara terpisah, yang dilengkapi dengan bagian bersama, tanah bersama dan

benda bersama (pasal 1 UURS no.16 tahun 1985).

Suatu bangunan terdiri dari tiga unit atau lebih, rumah tinggal di dalamnya

merupakan suatu bentuk kehidupan bersama, dalam lingkungan tanah yang

terbatas.

Semua jenis hunian atau tempat tinggal (multiply family), kecuali sebuah

rumah tinggal yang berdiri sendiri bagi satu keluarga (single dwelling unit).

Suatu bangunan yang dibagi dalam kamar-kamar atau kelompok kamar yang

dipisahkan satu dengan lainnya dengan partisi, yang digunakan sebagai unit

hunian.

Suatu ruangan atau kumpulan ruang yang digunakan sebagai unit hunian

atau rumah tinggal yang sifatnya dapat digunakan sebagai milik pribadi atau

disewakan (Adhistana, n.d).

Apartemen merupakan salah satu variasi jenis hunian yang diminati

oleh masyarakat terutama yang tinggal di kota-kota besar. Jika dahulu rumah

biasa (landed house) menjadi primadona pilihan tempat tinggal, kini

kecenderungan itu sedikit demi sedikit mulai bergeser. Hal ini bukan

disebabkan oleh faktor tren,melainkan timbul masalah permukiman di

perkotaan yang kian pelik. Oleh sebab itulah, apartemen yang merupakan

hunian vertikal menjadi alternative yang layak bagi pengembang perumahan

di wilayah pusat kota untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap

tempat tinggal.

APARTEMEN 2.3

P a g e | 11

Bagi masayarakat kota, tinggal di apartemen sebenarnya bukanlah hal

istimewa. Tinggal di apartemen sama seperti tinggal di komplek perumahan,

bahakan fasilitas yang tersediapun hampir sama. Yang menjadi perbedaan

adalah bentuknya, apartemen berbentuk vertikal sehingga penggunaan lahan

lebih efisien dan merupakan solusi yang paling ideal untuk menyelesaikan

masalah permukiman di kota (Akmal, 2007).

2.3.2 Klasifikasi Apartemen

2.3.2.1 Berdasarkan tipe pengelolaanya, terdapat tiga jenis apartemen (Aknal, 2007), yaitu:

Serviced Apartment

Apartemen yang dikelola secara menyeluruh oleh menajemen tertentu.

Biasanya menyerupai cara pengelolaan sebuah hotel, yaitu penghuni

mendapatkan pelayanan menyerupai hotel bintang lima, misalnya unit

berperabotan lengkap, house keeing, layanan kamar, laundry, business

center.

Apartmen Milik Sendiri

Apartemen yang dijual dan dapat dibeli oleh pihak individu. Mirip dengan

apartemen sewa, apartemen ini juga tetap memiliki pengelola yang

mengurus fasilitas umum penghuninya.

Apartmen sewa Apartemen yang disewa oleh individu tanpa

penyelayanan khusus. Meskipun demikian, tetap ada menejemen

apartemen yang mengatur segala sesuatu berdasarkan kebutuhan

bersama seperti sampah, pemeliharaan bangunan, lift, koridor, dan

fasilitas umum lainnya.

2.3.2.2 Berdasarkan kategori jenis dan besar bangunan (Akmal, 2007), apartemen terdiri

dari:

High-Rise Apartment

Bangunan apartemen yang terdiri lebih dari sepuluh lantai. Dilengkapi

area parker bawah tanah, system keamanan dan servis penuh. Struktur

apartemen lebih kompleks sehingga desain unit apartemen cenderung

standard. Jenis ini banyak di bangun di pusat kota.

Mid-Rise Apartment

Bangunan apartemen yang terdiri dari tujuh sampai dengan sepuluh

lantai. Jenis apartemen ini lebih sering dibangun di kota satelit.

Low-Rise Apartment

P a g e | 12

Apartemen dengan ketinggian kurang dari tujuh lantai dan menggunakn

tangga sebagai alat transportasi vertikal. Biasanya untuk golongan

menengah kebawah.

Walked-up Apartment

Bangunan apartemen yang terdiri atas tiga sampai dengan enam lantai.

Apartemen ini kadang-kadang memiliki lift, tetapi dapat juga tidak

menggunakan. Jenis apartemen ini disukai oleh keluarga yang lebih

besar (keluarga inti ditambah orang tua). Gedung apartemen ini hanya

terdiri atas dua atau tiga unit apartemen.

2.3.2.3 Jenis apartemen berdasarkan tipe unitnya ada empat (Akmal, 2007), yaitu:

Studio

Unit apartemen yang hanya memiliki satu ruang. ruang ini sifatnya

multifungsi sebagai ruang duduk, kamar tidur dan dapur yang semula

terbuka tanpa partisi. Satu-satunya ruang yang terpisah biasanya hanya

kamar mandi. Apartemen tipe studio relative kecil. Tipe ini sesuai dihuni

oleh satu orang atau pasangan tanpa anak. Luas unit ini minimal 20-35

m².

Apartemen 1,2,3 kamar/apartemen keluarga

Pembagian ruang apartemen ini mirip rumah biasa. Memiliki kamar tidur

terpisah serta ruang duduk, ruang makan, dapur yang bias terbuka dalam

satu ruang atau terpisah. Luas apartemen tipe ini sangat beragam

tergantung ruang yang dimiliki serta jumlah kamarnya. Luas minimal

untuk satu kamar tidur adalah 25 m², 2 kamar tidur 30 m², 3 kamar tidur

85², dan 4 kamar tidur 140 m².

Loft

Loft adalah bangunan bekas gudang atau pabrik yang kemudian

dialihfungsikan sebagai apartemen. Caranya adalah dengan menyekat-

nyekat bangunan besar ini menjadi beberapa unit hunian. Keunikan loft

apartment adalah biasanya memiliki ruang yang tinggi, mezzanine atau

dua lantai dalam satu unit. Bentuk bangunannyapun cenderung

berpenampilan industrial. Ttetapi, beberapa pengembang kini

menggunakan istilah loft untuk apartemen dengan mezzanine atau dua

lantai tetapi dalam bangunan yang baru.

Penthouse

Unit hunian ini berada di lantai paling atas sebuah bangunan apartemen.

Luasnya lebih besar daripada unit-unit dibawahnya.

P a g e | 13

Bahkan, kadang-kadang satu lantai hanya ada satu atau dua unit saja.

Selain lebih mewah, penthouse juga sangat privat karena memiliki lift

khusus untuk penghuninya. Luas minimumnya adalah 300 m².

2.3.2.4 Berdasarkan tujuan pembangunan, apartemen dibagi menjadi tiga (Akmal, 2007),

yaitu:

Komersial

Apartemen yang hanya ditujukan untuk bisnis komersial yang mengejar

keuntungan atau profit.

Umum

Apartemen yang ditujukan untuk semua lapisan masyarakat, akan tetapi

biasanya hanya dihuni oleh lapisan masyarakat kalangan menengah

kebawah.

Khusus

Apartemen yang hanya dipakai oleh kalangan tertentu saja, dan biasanya

dimiliki suatu perusahaan atau instansi yang dipergunakan oleh para

pegawai maupun tamu yang berhubungna dengan pekerjaan.

2.3.2.5 Berdasarkan golongan sosial (Savitri dan Ignatius dan Budihardjo dan Anwar dan

Rahwidyasa, 2007), apartemen dibagi menjadi empat, yaitu:

Apartemen Sederhana

Apartemen Menengah

Apartemen Mewah

Apartemen super Mewah

Yang membedakan keempat tipe tersebut sebelumnya adalah fasilitas yang

terdapat dalam apartemen tersebut. Semakin lengkap fasilitas dalam sebuah

apartemen, maka semakin mewah apartemen tersebut. Pemilihan bahan bangunan

dan system apartemen juga berpengaruh. Semakin baik kualitas material dan

semakin banyak pelayanannya, semakin mewah apartemen tersebut.

2.3.2.6 Berdasarkan penghuni (savitri dan Ignatius dan Budihardjo dan Anwar dan

Rahwidyasa, 2007), jenis apartemen dibagi menjadi empat, yaitu:

Apartemen Keluarga

Apartemen ini dihuni oleh keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan

anaknya. Bahkan tidak jarang orang tua dari ayah atau ibu tinggal

bersama. Terdiri dari 2 hingga 4 kamar tidur, belum termasuk kamar tidur

pembantu yang tidak selalu ada. Biasanya dilengkapi dengan balkon

untuk interaksi dengan dunia luar.

Apartemen Lajang

P a g e | 14

Apartemen ini dihuni oleh pria atau wanita yang belum menikah dan

biasanya tinggal bersama teman mereka. Mereka menggunakan

apartemen sebagai tempat tinggal, bekerja, dan beraktivitas lain diluar

jam kerja.

Apartemen Pebisnis/Ekspatrial

Apartemen ini digunakan oleh para pengusaha untuk bekerja karena

mereka telah mempunyai hunian sendiri di luar partemen ini. Biasanya

terletak dekat dengan temapt kerja sehingga member kemudahan bagi

pengusaha untuk mengontrol pekerjaannya.

Apartemen Manula

Apartemen ini merupakan suatu hal yang baru di Indonesia, bahkan bias

dikatakan tidak ada meskipun sudah menjadi sebuah kebutuhan. Di luar

negeri seperti Amerika, China, Jepang, dan lain-lain telah banyak

dijumpai apartemen untuk hunian manusia usia lanjut. Desain apartemen

disesuaikan dengan kondisi fisik para manula dan mengakomodasi

manula dengan alat bantu jalan.

2.3.2.7 Klasifikasi apartemen berdasarkan kepemilikan (Chiara, 1986), yaitu:

Apartemen Sewa

Pemilik membangun dan membiayai operasi serta perawatan

bangunan,penghuni membayar uang sewa selama jangka waktu tertentu.

Apartemen Kondominium

Penghuni membeli dan mengelola unit yang menjadi haknya, tidak ada

batasan bagi penghuni untuk menjual kembali atau menyewakan unit

miliknya. Penghuni biasanya membayar uang pengelolaan ruang

bersama yang dikelola oleh pemilik gedung.

Apartemen Koperasi

Apartemen ini dimiliki oleh koperasi, penghuni memiliki saham

didalamnya sesuai dengan unit yang ditempatinya. Bila penghuni pindah,

ia dapat menjual sahamnya kepada koperasi atau calon penghuni baru

dengan persetujuan koperasi. Biaya operasional dan pemeliharaan

ditanggung oleh koperasi.

2.3.2.8 Klasifikasi apartemen berdasarkan pelayanannya (Chiara, 1986), dibagi menjadi

empat, yaitu:

Apartemen Fully Service

Apartemen yang menyediakan layanan standard hotel bagi

penghuninya,seperti laundry, cathering, kebersihan, dan sebagainya.

P a g e | 15

Apartemen Fully Furnished

Apartemen yang mneyediakan furniture atau perabotan dalam unit

apartemen.

Apartemen Fully Furnished and Fully Service

Gabungan kedua jenis apartemen yang tertulis sebelumnya.

Apartemen Building only

Apartemen yang tidak menyediakan layanan ruang atau furniture.

2.3.2.9 Klasifikasi apartemen berdasarkan jumlah lantai per unit (Chiara, 1986), yaitu:

Simpleks

Apartemen yang seluruh ruangannya terdapat dalam satu lantai.

Dupleks

Apartemen yang ruangannya terdapat dalam dua lantai.

Tripleks

Apartemen yang ruangannya terdapat dalam tiga lantai.

1. Lokasi

Menurut Siana Halim dalam jurnalnya yang berjudul “Penentuan Harga Jual

Hunian pada Apartemen di Surabaya dengan Menggunakan Metode Regresi

Spasial, Lokasi”, yang dimaksud dengan lokasi di sini adalah jarak apartemen ke

CBD (Central Bussiness District).

2. Aksesbilitas

Dalam jurnal Reza H. dan Haryanto R. yang berjudul “Kajian Lokasi Apartemen di

kawsan Perkotaan”, aksesibilitas terdiri dari aksesibilitas ke pusat kota dan

aksesibilitas ke transportasi umum. Aksesibilitas ke pusat kota merupakan kriteria

utama menentukan lokasi apartemen, karena apartemen berada di CBD (Central

Districk Bussiness) suatu kota. Tingkat aksesibilitas adalah tingkat kemudahan

untuk mencapai suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di sekitarnya (Tarigan,

2006:78). Aksesibilitas ke transportasi umum merupakan aksesibilitas yang baik

dengan ketersediaan angkutan umum dan kedekatan dengan jaringan jalan

maupun pusat kota.

3. Lingkungan

a. Harga lahan perkotaan

Menurut Nasucha, dalam jurnal Lita Sari Barus yang berjudul

“Identifikasi Dinamika Harga Lahan di kawasan Cipadu Kota Tangerang”,

2.4 SINTESIS PEMILIHAN FAKTOR

P a g e | 16

terdapat dua istilah yang sering disalahartikan, yaitu nilai lahan dan harga

lahan. Harga lahan (Land Price) adalah ukuran harga nominal dalam bentuk

satuan untuk luasan tertentu yang berlaku di pasar tanah. Sedangkan nilai

lahan (land value) adalah ukuran kemampuan lahan memproduksi suatu

yang secara langsung memberikan keuntungan ekonomis.

Secara teoritis, harga lahan diperkotaan sangat dipengaruhi oleh

biaya transport, dimana biaya ini merupakan biaya angkutan (traveling cost)

ditambah dengan waktu perjalanan yang dinyatakan dalam satuan uang.

Dengan harga lahan = f (transport cost), menyebutkan bahwa :

Semakin dekat dengan pusat kota, harga lahan semakin tinggi.

Semakin jauh dengan pusat kota, harga lahan semakin rendah.

Di daerah pinggiran kota, harga lahan mendekati nilai nol atau tidak

mempunyai nilai yang sama

b. Kelengkapan fasilitas umum

Menurut Siana Halim dalam jurnalnya yang berjudul “Penentuan

Harga Jual Hunian pada Apartemen di Surabaya dengan Menggunakan

Metode Regresi Spasial”, kelengkapan fasilitas umum, berupa luas satu unit

apartemen, jumlah kamar tidur, amenities dan services. Amenities and

Services adalah fasilitas yang ada dalam suatu apartemen, seperti

tersedianya laundry, taman, kolam renang, lapangan golf, tempat parkir,

fitness centre, mini market, restoran, spa dan salon.

P a g e | 17

Kota Surabaya terletak diantara 07012’ - 07021’ Lintang Selatan dan 112036’ -

112054’ Bujur Timur, merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta.

Batas-batas wilayah Kota Surabaya adalah sebagai berikut.

Batas Utara : Selat Madura

Batas Selatan : Kabupaten Sidoarjo

Batas Timur : Selat Madura

Batas Barat : Kabupaten Gresik

Kota Surabaya merupakan ibu kota Provinsi Jawa Timur, dan merupakan kota

terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta.sebagai kota metropolitan Surabaya

menjadi pusat kegiatan perekonomian di Jawa Timur. Sebagian besar pnduduk di

Surabaya bergerak dalam bidang jasa, industri dan perdagangan. Karakteristik Kota

Surabaya secara umum terbagi berdasarkan pembagian wilayahnya.

Kawasan tengah kota, dari utara sampai selatan didominasi kegiatan perdagangan

dan jasa. Hal ini dapat diamati sejak dari kawasan kota lama (Kembang Jepun dan

sekitarnya), koridor Tunjungan, Basuki Rahmat, hingga ke selatan mengikuti pola

jaringan jalan. Perkembangan di bagian tengah kota menyisakan permukiman lama

yang menjadi kantong-kantong hunian di bagian dalam kawasan. Perkampungan lama

tersebut antara lain dijumpai di kawasan Peneleh, Kramat Gantung, dll. Koridor Raya

Darmo, yang pada masa lalu dikenal sebagai hunian prestisius, perlahan semakin

tergeser aktivitas bisnis. Terdapat pula lahan belum terbangun dijumpai di kawasan

Jambangan di sekitar Universitas Merdeka.

3. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

KOTA SURABAYA 3.1

P a g e | 18

Salah satu tujuan dari laporan ini adalah untuk mengetahui kerelevansian teori lokasi

konvensional Von Thunen di jaman perkotaan. Pada teori Von Thunen, substansi

pembahasan dititikberatkan pada dua lokasi yang saling berhubungan, yakni tempat

produksi hasil pertanian dengan pusat pasar. Pusat pasar disini merupakan pusat aktivitas

manusia yang didominasi oleh kegiatan interaksi dan perdagangan jasa. Diketahui bahwa

semakin dekat dengan pusat pasar, maka semakin tinggi pula kegiatan manusia, hal ini

dikarenakan hampir seluruh barang dan jasa diarahkan menuju pusat kota. Semua petani

pada zaman Von Thunen berbondong-bondong membawa hasil pertaniannya ke pusat kota.

Pemilihan lokasi pinggiran kota dipengaruhi oleh daya tahan dari kegiatan perdesaan

(kegiatan pertanian, peternakan, perkebunan, dan lain-lain).

Berdasarkan pertimbangan tersebut, pada zaman modern, khususnya di Surabaya,

kegiatan pertanian atau kegiatan yang digambarkan pada teori Von Thunen sangat jarang

terlihat. Oleh karena itu, dengan pertimbangan tersebut, maka dibuatkah asumsi yang

dianggap seimbang dan representatif terkait perbandingan penggunaan lahan antara zaman

Von Thunen dan zaman saat ini. Untuk saat ini, orientasi investasi dan kegiatan di Kota

Surabaya masih bisa dikatakan berpusat di pusat kota Surabaya sebagai CBD (Central

Business District). Oleh karena itu, pusat kota Surabaya yang beroperasi sebagai kegiatan

perkantoran dan perdagangan jasa dapat dianggap memenuhi kriteria pusat pasar/pusat

kota pada teori Von Thunen. Sedangkan untuk lahan pertanian dapat digantikan dengan

penggunaan lahan permkiman. Titik tolak pertimbangannya adalah baik pada era Von

Thunen maupun saat ini, lahan pertanian maupun permukiman merupakan sumber

bangkitan terhadap pusat kota. Masyarakat bergerak dari pusat pertanian atau permukiman

menuju adanya pusat kota. Oleh karena itu, atas dasar hal tersebut, maka dipilihlah CBD

sebagai pusat pasar dan permukiman sebagai basis lahan pertanian.

Lahan Pertanian Permukiman

4. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PERTIMBANGAN PENELITIAN 4.1

Pusat Pasar/Pusat Kota

P a g e | 19

Kemudian, selanjutnya apartemen dipilih karena keberadaannya saat ini yang

semakin banyak. Apartemen yang meningkat pembangunannya di Surabaya dikarenakan

peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan akan lahan juga menjadi fenomena juga ingin

diidentifikasi dalam pembahasan laporan ini.

Dalam upaya mendapatkan data untuk diproses di expert choice, terdapat tiga stake

holder yang hendak dianalisis preferensinya. Ketiga stakeholder tersebut adalah akademisi,

masyarakat yakni penghuni apartemen (tujuannya adalah agar bisa lebih mengetahui faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan apartemen tempat tinggal), dan developer.

Masing-masing dari stakeholder memiliki 3 responden, maka total responden dan input data

pada pembahasan ini mencapat 9 responden/input data. Data yang ditanyakan pada

responden terdiri atas 3 faktor dan 7 subfaktor, yakni sebagai berikut:

1. Lokasi

a. Kedekatan dengan pusat kota (mewakili kaidah teori Von Thunen)

b. Kedekatan dengan pusat kegiatan

2. Aksesibilitas

a. Kedekatan dengan jalan utama

b. Keterjangkauan terhadap kendaraan umum

3. Lingkungan

a. Keamanan yang terjamin

b. Kelengkapan fasilitas

c. Harga lahan (implikasinya pada harga sewa/harga beli per kamarnya)

Adapun konsep penelitian yang diusung dalam pembahasan ini adalah melalui

pendekatan secara umum. Tiga stakeholder yang turut berperan serta dalam penelitian ini

merupakan pihak yang diasumsi memiliki preference secara umum sesuai bidangnya

masing-masing, dengan tidak mengintervensikan kepentingannya secara individu dalam

menentukan pilihan jawaban. Jadi, dengan kata lain, stakeholder masyarakat penghuni

apartemen dan developer apartemen tidak ditentukan terlebih dahulu harus apartemen apa,

namun diambil secara acak, sehingga harapannya pengetahuan dan pengalaman yang

akan membimbing developer dalam menentukan pilihannya, bukan atas dasar

kepentingannya. Jadi, bisa dikatakan bahwa ruang lingkup penelitian satu Surabaya

merupakan pilihan yang diambil untuk mewadahi berbagai factor dan subfaktor yang

disediakan (membutuhkan pusat kota dan pinggir kota untuk mewadahi pilihan subfaktor

“kedekatan dengan pusat kota”).

4.2 KONSEP PENELITIAN DAN DUGAAN AWAL

P a g e | 20

Di sisi lain, sudut pandang penelitiannya mengarah pada sudut pandang produsen,

dengan kata lain adalah developer. Hal ini disebabkan karena dalam kasus Von Thunen,

peran petani lebih bisa direpresentasikan dengan developer selaku produsen. Namun, oleh

karena subfaktor yang dimasukkan sebagai input data juga mengarah pada sudut pandang

konsumen, maka keputusan yang diambil selanjutnya adalah dengan cara menjelaskan

secara parsial hasil pengolahan data berdasarkan ketiga stakeholder (tidak digabung).

Secara holistik, atas dasar pertimbangan bahwa kondisi perkotaan sekarang dapat

dipastikan berbeda dengan kondisi eksisting pembentukkan teori Von Thunen, penulis

berhipotesis bahwa kedekatan dengan pusat kota tidak lagi begitu dipertimbangkan dalam

pemilihan lokasi kegiatan, termasuk halnya dalam pemilihan lokasi apartemen. Dengan

semakin maraknya pusat-pusat kegiatan, kedekatan dengan pusat kegiatan akan menjadi

opsi yang lebih dipilih daripada kedekatan dengan pusat kota (secara harfiah kedekatan

dengan tempat yang lokasinya benar-benar berada di pusat/tengah kota).

4.3 HASIL PENGERJAAN EXPERT CHOICE

P a g e | 21

Pada input data di atas, terlihat dengan jelas bahwa metode AHP ini mempunyai ciri-ciri analisis secara hirarkis. Pada gambar tersebut, tujuan mempunyai cabang yakni tiga faktor, sedangkan faktor memiliki tujuh subfaktor dengan klasifikasi 2 subfaktor pada faktor pertama, 2 subfaktor pada faktor kedua, dan 3 subfaktor pada faktor ketiga.

Pada gambar di atas, dapat diketahui bahwa data masukan yang diolah pada

software analisis AHP adalah jawaban dari 9 responden yang setiap 3

responden mewakili stakeholder yang berbeda-beda.

Nilai Preferensi Stake Holder

1. Akademisi

Tujuan Faktor Sub Faktor

P a g e | 22

2. Developer

3. Masyarakat

Expert choice mengatakan bahwa preferensi ketiga stake holder

memunculkan hasil yang berbeda-beda. Prioritas akademisi mengarah

pada keterjangkauan terhadap kendaraan umum. Prioritas developer

adalah kedekatan dengan jalan utama. Sedangkan prioritas masyarakt

adalah keamanan lokasi apartemen.

Nilai Pembobotan Matriks Kriteria (Faktor)

Nilai pembobotan matriks kriteria setelah dikombinasikan menggunakan expert choice

adalah sebagai berikut:

P a g e | 23

Berdasarkan hasil analisa software expert choice hasilnya sebagaimana ditunjukkan

oleh gambar di atas bahwa nilai inconsistencynya 0,00471 atau <0,1, yang berarti konsisten

sehingga kriteria tersebut valid. Nilai pembobotan yang didapat untuk kriteria lokasi sebesar

0.236, kriteria aksesibilitas 0,347 dan nilai pembobotan untuk lingkungan adalah 0.417.

sehingga prioritas pemilihan lokasi apartemen di Surabaya adalah pada kriteria

LINGKUNGAN

Nilai Pembobotan Matriks Alternatif (Subfaktor)

Untuk menentukan alternatif yang menjadi prioritas tiap kriteria yaitu melalui matriks

alternatif. Nilai pembobotan matriks alternatif setelah dikombinasikan menggunakan expert

choice adalah sebagai berikut:

LOKASI

P a g e | 24

Berdasarkan hasil analisa software expert choice hasilnya sebagaimana ditunjukkan

oleh gambar di atas bahwa nilai inconsistencynya 0 yang berarti sangat konsisten sehingga

kriteria tersebut valid. Nilai pembobotan yang didapat untuk alternatif kedekatan dengan

pusat kota sebesar 0,184 dan kedekatan dengan pusat kegiatan sebesar 0,816, sehingga

prioritas penentuan lokasi apartemen di Surabaya yang tertinggi pada kriteria lokasi adalah

kedekatan dengan pusat kegiatan.

AKSESIBILITAS

Berdasarkan hasil analisa software expert choice hasilnya sebagaimana ditunjukkan

oleh gambar di atas bahwa nilai inconsistencynya 0 yang berarti sangat konsisten sehingga

kriteria tersebut valid. Nilai pembobotan yang didapat untuk alternatif kedekatan dengan

jalan utama sebesar 0,692 dan alternatif keterjangkauan terhadap kendaraan umum

sebesar 0,308, sehingga prioritas penentuan lokasi apartemen di Surabaya yang tertinggi

pada kriteria aksesibilitas adalah kedekatan dengan jalan utama.

LINGKUNGAN

Berdasarkan hasil analisa software expert choice hasilnya sebagaimana ditunjukkan

oleh gambar di atas bahwa nilai inconsistencynya 0,01 atau <0,1, yang berarti konsisten,

sehingga kriteria tersebut valid. Nilai pembobotan yang didapat untuk alternatif keamanan

lokasi apartemen sebesar 0,554, nilai pembobotan yang didapat untuk alternatif harga lahan

adalah 0,239, sedangkan nilai pembobotan ketersediaan fasilitas umum adalah 0,228,

sehingga prioritas penentuan lokasi apartemen di Surabaya yang tertinggi pada kriteria

lingkungan adalah keamanan lokasi apartemen.

P a g e | 25

Maka kesimpulan dari pembahasan ini adalah sebagai berikut:

1. Program-program prioritas penentuan lokasi apartemen di Surabaya berdasarkan hasil

analisis AHP menggunakan expert choice menunjukkan bahwa kriteria lingkungan

merupakan prioritas pertama, selanjutnya aksesibilitas merupakan prioritas kedua

dan lokasi merupakan prioritas ketiga.

2. Ditinjau dari analisis subfaktor maka berdasarkan kriteria sebelumnya yang mana

prioritas tertinggi adalah lingkungan, maka alternatif yang menjadi prioritas pertama

adalah keamanan lokasi apartemen. Secara runtut urutan prioritas adalah sebagai

berikut:

3. Maka dari itu untuk mendukung prioritas utama yaitu penentuan lokasi apartemen di

Surabaya, semua elemen, baik developer dalam menentukan lokasi pembangunan,

masyarakat dalam memilih lokasi tempat tinggal, maupun akademisi dalam memberi

Lingkungan

KUNGAN

Aksesibilitas

Lokasi

1. Keamanan lokasi apartemen

2. Harga lahan

3. Ketersediaan fasilitas umum

1. Kedekatan dengan jalan utama

2. Keterjangkauan dengan kendaraan umum

1. Kedekatan dengan pusat kegiatan

2. Kedekatan dengan pusat kota

5. KESIMPULAN

5.1 LESSON LEARNED

P a g e | 26

referensi tertulis bagi masyarakat umum, perlu mempertimbangkan faktor lingkungan

dan keamanan lokasi apartemen sebagai masukan yang utama, lalu diikuti dengan

faktor-faktor lainnya.

4. Subfaktor kedekatan dengan pusat kota yang merupakan input langsung dari teori Von

Thunen ternyata bukan menjadi prioritas yang harus dikedepankan menurut berbagai

stakeholder perencana. Ini mengindikasikan bahwa teori Von Thunen yang merupakan

pioneer teori-teori lokasi selanjutnya sudah tidak lagi relevan dengan kondisi perkotaan

di era modern seperti di kota Surabaya.

1. Dalam menentukan lokasi pengembangan apartemen, pihak pengembang atau

developer disarankan untuk memilih lokasi yang memenuhi kriteria pemilihan para

konsumen, diantaranya adalah :

a. Dari segi faktor lingkungan, keamanan lokasi merupakan subfaktor yang

menjadi pertimbangan utama bagi konsumen.

b. Dari segi faktor aksesibilitas, kedekatan lokasi apartemen dengan jalan

utama merupakan opsi yang dianggap penting oleh konsumen.

c. Dari segi faktor lokasi sendiri, kedekatan lokasi apartemen dengan pusat

kegiatan menjadi prioritas bagi konsumen. Karena pusat kegiatan di Kota

Surabaya sendiri memiliki jumlah yang banyak dan beragam, oleh karena itu

konsumen akan memilih lokasi yang berdekatan dengan pusat kegiatan

dimana dia memiliki kepentingan disitu.

2. Developer disarankan untuk mensurvey kembali terkait kebutuhan yang diperlukan

oleh konsumen dan memperjelas sasaran pasar apartemen. Keterlibatan akademisi

juga diperlukan untuk mendukung rencana pembangunan yang akan dilakukan.

Penyebaran kuisioner mungkin akan lebih efektif dan efisien dalam mendapatkan

data survey mengenai kebutuhan-kebutuhan konsumen apa saja yang perlu dipenuhi

oleh developer.

REKOMENDASI 5.1

P a g e | 27

DAFTAR PUSTAKA

Afalia, Dian Nur. 2015. Evaluasi Teori Von Thunen terhadap Pemilihan Lokasi

Apartemen Berdasarkan Prioritas Stakeholder.

Barus, Sari Lita dan Wibowo, Prihanto Aziz. (2010). “Identifikasi DInamika Harga Lahan

di Kawasan Cipadu Kota Tangerang”. 01(01). 53-60

Darmanto, Eko. Noor Latifah. Nanik Susanti. 2014. Penerapan Metode Ahp (Analythic

Hierarchy Process)Untuk Menentukan Kualitas Gula Tumbu. Kudus. Jurnal

SIMETRIS, Vol 5 No 1 April 2014 ISSN: 2252-4983.

H.,Reza, R. Haryanto. “Kajian Lokasi Apartemen di Kawasan Perkotaan”.

Halim, Siana, dkk. (2008). “Penentuan Harga Jual Hunian pada Apartemen di Surabaya

dengan MEnggunakan Metode Regresi Spasial”. 10(02). 151-157

Larasati, Kesumaning Dyah. Prioritas Pengembangan Daerah Tertinggal di Kabupaten

Sampang Melalui AHP.

Putra, Pratama. 2014. Teori Lokasi dan Pola Ruang Johann Heinrich von Thunen.

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.

Makassar.

Wirdianto, Eri. Elpira Unbersa. 2008. Aplikasi Metode Analytical Hierarchy Process

Dalam Menentukan Kriteria Penilaian Supplier. Padang. Laboratorium

Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri (POSI), Jurusan Teknik Industri,

Fakultas Teknik, Universitas Andalas, No. 29 Vol.2.

http://kabarinews.com/pertumbuhan-properti-di-surabaya-akan-terus-naik/74184.

Diakses pada tanggal 17 Mei 2016.

https://samakata.wordpress.com/2015/10/28/perekonomian-surabaya-dan-potensinya/.

Diakses pada tanggal 17 Mei 2016.

http://e-journal.uajy.ac.id/3001/3/2TA12229.pdf. Diakses pada tanggal 17 Mei 2016.

http://blog.urbanindo.com/2015/11/perkembangan-surabaya-bisa-mengalahkan-jakarta-

bahkan-singapura/. Diakses pada tanggal 17 Mei 2016.


Recommended