laporan farmakologi efek obat analgetika
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat adalah suatu bahan yang berbentuk padat atau cair atau
gas yang menyebabkan pengaruh terjadinya perubahan fisik dan atau
psykologik pada tubuh. Hampir semua obat berpengaruh terhadap
sistem saraf pusat. Obat tersebut bereaksi terhadap otak dan
dapat mempengaruhi pikiran seseorang yaitu perasaan atau tingkah
laku, hal ini disebut obat psikoaktif.1
Obat dapat berasal dari berbagai sumber. Banyak diperoleh
dari ekstraksi tanaman, misalnya nikotin dalam tembakau, kofein
dari kopi dan kokain dari tanaman koka. Morfin dan kodein
diperoleh dari tanaman opium, sedangkan heroin dibuat dari morfin
dan kodein. Marijuana berasal dari daun, tangkai atau biji dari
tanaman kanabis (canabis sativum) sedangkan hashis dan minyak hash
berasal dari resin tanaman tersebut, begitu juga ganja.1
Obat yang berbahaya yang termasuk dalam kelompok obat yang
berpengaruh pada system saraf pusat(SSP/CNS) adalah obat yang
dapat menimbulkan ketagihan/adiksi(drug addict). Menurut
klasifikasi umum obat yang berpengaruh pada SSP banyak jenisnya
ada yang bersifat adiktif maupun yang non-adiktif.1
Susunan saraf yang mengkoordinasi sistem syaraf lainnya di
dalam tubuh manusia dibagi dalam 2 golongan yaitu:2
1. Susunan saraf pusat (SSP) yang terdiri dari:
a. Otak
b. Sumsum tulang belakang (spiral cord)
2. Susunan saraf perifer yang terdiri atas:
a. Saraf otak dan tulang belakang
b. Saraf otonom
Pusat tidur dan pusat pengatur suhu tubuh terletak pada
hipotalamus. Pusat rasa sakit terletak pada cerebrum sedang
kapasitas mental merupakan fungsi dari kulit otak (cerebral
cortex).2
Obat-obat yang bekerja terhadap susunan saraf pusat
berdasarkan efek farmakodinamika dibagi atas dua golongan besar
yaitu:2
1. Merangsang atau menstimulasi yang secara langsung maupun tidak
langsung merangsang aktivitas otak, sumsum tulang belakang
beserta sarafnya.
2. Menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak
langsung memblokir proses tertentu pada aktivitas otak, sumsum
tulang belakang dan saraf-sarafnya.
Nyeri terjadi jika organ tubuh, otot, atau kulit terluka oleh
benturan, penyakit, keram, atau bengkak. Rangsangan penimbul
nyeri umumnya punya kemampuan menyebabkan sel-sel melepaskan
enzim proteolitik (pengurai protein) dan polipeptida yang
merangsang ujung saraf yang kemudian menimbulkan impuls nyeri.
Senyawa kimia dalam tubuh yang disebut prostaglandin beraksi
membuat ujung saraf menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan
nyeri oleh polipeptida ini.4
B. Tujuan
A. Mengetahui mekanisme kerja obat analgesik
B. Mengetahui efek obat analgesik
C. Mengetahui % proteksi analgesik
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman
pada orang yang menderita. Nyeri merupakan suatu pengalaman
sensorik dan motorik yang tidak menyenangkan, berhubungan dengan
adanya potensi kerusakan jaringan atau kondisi yang menggambarkan
kerusakan tersebut. Sedangkan antipiretik adalah obat yang dapat
menurunkan demam (suhu tubuh yang tinggi). Pada umumnya (sekitar
90%) analgesik mempunyai efek antipiretik.3
Analgetika pada umumnya diartikan sebagai suatu obat yang
efektif untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri
sendi, dan nyeri lain misalnya nyeri pasca bedah dan pasca
bersalin, dismenor (nyeri haid) dan lain-lain sampai pada nyeri
hebat yang sulit dikendalikan. Hampir semua analgesik ternyata
memiliki efek antipiretik dan antiinflamasi.2
Asam salisilat, paracetamol mampu menangani nyeri ringan
sampai sedang sedangkan nyeri yang hebat membutuhkan analgesik
sentral yaitu analgesik narkotik. Efek antipiretik menyebabkan
obat tersebut mampu menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam
sedangkan sifat antiinflamasi berguna untuk mengobati radang
sendi termasuk pirai/gout yaitu kelebihan asam urat sehingga pada
daerah sendi terjadi pembengkakan dan timbul rasa nyeri.2
Analgesik antiinflamasi diduga bekerja berdasarkan
penghambatan sintesis prostaglandin (penyebab rasa nyeri). Rasa
nyeri tersebut dapat dibedakan dalam 3 kategori:2
1. Nyeri ringan (sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri
haid), dapat diobati dengan asetosal, paracetamol bahkan placebo.
2. Nyeri sedang (sakit punggung, migrain, rheumatik), memerlukan
analgesik perifer kuat.
3. Nyeri hebat (kolik/kejang usus, kolik batu empedu, kolik batu
ginjal, kanker), harus diatasi dengan anlgesik sentral atau
analgesik narkotik.
Analgetik dibagi dalam 2 golongan besar:2
1. Analgetik narkotik (analgetik sentral)
Analgetika narkotika bekerja di SSP, memiliki daya penghilang
nyeri yang hebat sekali. Dalam dosis besar dapat bersifat
depresan umum (mengurangi kesadaran), mempunyai efek samping
menimbulkan rasa nyaman (euforia). Hampir semua perasaan tidak
nyaman dapat dihilangkan oleh analgetik narkotik kecuali sensasi
kulit. Harus hati-hati menggunakan anlgetika ini karena mempunyai
resiko besar terhadap ketergantungan obat (adiksi) dan
kecenderungan penyalahgunaan obat. Obat ini hanya dibenarkan
untuk penggunaan insidentiil pada rasa nyeri hebat (trauma hebat,
patah tulang, nyeri infark).
Penggolongan analgetika narkotik adalah sebagai berikut:
a. Alkaloid alam : morfin, codein
b. Derivat semi sintetis : heroin
c. Derivat sintetik : metadon, fentanil
d. Antagonis morfin : nalorfin, nalokson dan pentazocin
2. Analgetik non opioid (non narkotik)
Disebut juga nalgetika perifer karena tidak mempengaruhi susunan
saraf pusat. Semua nalgetika perifer memiliki khasiat sebagai
antipiretik yaitu menurunkan suhu badan saat demam. Khasiatnya
berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di
hipotalamus, mengakibatkan vasodilatasi perifer di kulit dengan
bertambahnya pengeluaran kalor disertai keluarnya banyak
keringat. Misalnya paracetamol, asetosal. Dan berkhasiat pula
sebagai antiinflamasi.
Antiinflamasi sama kuat dengan analgetik, digunakan sebagai anti
nyeri atau rheumatik contohnya asetosal, asam mefenamat,
ibuprofen. Anti radang yang lebih kuat contohnya fenilbutazon.
Sedangkan yang bekerja srentak sebagai anti radang dan analgetik
contohnya indometazin.
Berdasarkan rumus kimiamya analgetik perifer digolongkan menjadi:
a. Golongan salisilat : asetosal
b. Golongan para-aminophenol : paracetamol, fenasetin
c. Golongan pirazolon (dipiron) : fenilbutazon
d. Golongan antranilat : asam mefenamat
AINS adalah obat-obat analgesik yang selain memiliki efek
analgesik njuga memiliki efek antiinflamasi, sehingga oba0obat
jenis ini digunakan dalam pengobatan rheumatik dan gout.
Contohnya ibuprofen, diklofenak, fenilbutazon dan piroxicam.
Sebagian besar penyakit rheumatik membutuhkan pengobatan
simptomatis, untuk meredakan rasa nyeri penyakit sendi
degeneratif seperti osteoartritis, analgesik tunggal atau
campuran masih bisa digunakan. Tetapi bila nyeri dan kekakuan
disebabkan penyakit rheumatik yang meradang harus diberikan
pengobatan dengan AINS.
Efek terapi dan efek samping dari obat golongan NSAIDs
sebagian besar tergantung dari penghambatan biosintesis
prostaglandin. Namun, obat golongan NSAIDs secara umum tidak
menghambat biosintesis leukotrien yang berperan dalam peradangan.
Golongan obat NSAIDs bekerja dengan menghambat enzim siklo-
oksigenase, sehingga dapat mengganggu perubahan asam arakhidonat
menjadi prostaglandin. Setiap obat menghambat enzim siklo-
oksigenase dengan cara yang berbeda. Parasetamol dapat menghambat
biosintesis prostaglandin apabila lingkungannya mempunyai kadar
peroksida yang rendah seperti di hipotalamus, sehingga
parasetamol mempunyai efek anti-inflamasi yang rendah karena
lokasi peradangan biasanya mengandung banyak peroksida yang
dihasilkan oleh leukosit. Aspirin dapat menghambat biosintesis
prostaglandin dengan cara mengasetilasi gugus aktif serin dari
enzim siklo-oksigenase. Thrombosit sangat rentan terhadap
penghambatan enzim siklo-oksigenase karena thrombosit tidak mampu
mengadakan regenerasi enzim siklo-oksigenase. Semua obat golongan
NSAIDs bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi. Efek
samping obat golongan NSAIDs didasari oleh hambatan pada sistem
biosintesis prostaglandin. Selain itu, sebagian besar obat
bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul dalam sel yang
bersifat asam seperti di lambung, ginjal, dan jaringan inflamasi.
Efek samping lain diantaranya adalah gangguan fungsi thrombosit
akibat penghambatan biosintesis tromboksan A2 dengan akibat
terjadinya perpanjangan waktu perdarahan. Namun, efek ini telah
dimanfaatkan untuk terapi terhadap thrombo-emboli. Selain itu,
efek samping lain diantaranya adalah ulkus lambung dan perdarahan
saluran cerna, hal ini disebabkan oleh adanya iritasi akibat
hambatan biosintesis prostaglandin PGE2 dan prostacyclin. PGE2 dan
PGI2 banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi untuk
menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus usus
halus yang bersifat sitoprotektan.4
A. Asetosal(Acidum Acetylsalicylicum)2
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau
aspirin merupakan obat yang diindikasikan untuk sakit kepala,
nyeri otot, demam dan lain-lain. Saat ini asetosal semakin banyak
karena sifat plateletnya. Sebagai contoh aspirin dosis kecil
digunakan untuk pencegahan trombosis koroner dan cerebral.
Asetosal adalah analgetik antipiretik dan antiinflamasiyang
sangat luas digunakan dan digolongkan obat bebas. Masalah efek
samping yaitu perangsangan bahkan dapat menyebabkan iritasi
lambung dan saluran cerna dapat dikurangi dengan meminum obat
setelah makan atau membuat menjadi sediaan salut enterik, karena
salisilat bersifat hepatotoksik maka tidak dianjurkan diberikan
pada penderita penyakit hati yang kronis.
Indikasi : nyeri ringan sampai sedang demam, antiplatelet
Kontra indikasi : anak dibawah usia 12 tahun, anak yang
sedang disusui, gangguan saluran cerna, hemofilia penting untuk
menjelaskan kepada keluarga bahwa acetosal adalah obat yang tidak
cocok untuk anak yang berpenyakit ringan.
Efek samping : ringan dan tidak sering yaitu iritasi saluran
cerna
Sediaan : acetosal(generik) tablet 100mg, 500mg
Gambar 1. Gambar Rumus Bangun Acetosal atau AspirinB. Asam Mefenamat2
Indikasi : nyeri ringan sampai sedamg dan kondisi yang
berhubungan dengan dismenore dan menoralgi.
Kontra indikasi : harus digunakan hati-hati pada pasien usia
lanjut, peradangan usus besar, pada pengobatan jangka lama harus
dilakukan tes darah.
Efek samping : mengantuk, diare, trombositopenia, anemia dan
kejang-kejang pada over dosis.
Sediaan : asam mefenamat(generik) kaptab 250mg, 500mg
Gambar 2. Gambar Rumus Bangun Asama Mefenamat
BAB IIIALAT, BAHAN DAN METODE
A. Alat dan Bahan yang digunakan dalam percobaan ini:
1. Empat ekor mencit yang telah ditandai
2. Larutan NaCl
3. Larutan aspirin 5mg/ml
4. Larutan asam mefenamat 5mg/ml
5. Larutan asam asetat 0,7%
6. Jarum suntik
7. Jarum oral
B. Metode
1. Disiapkan 4 ekor mencit dengan penandaan sebagai berikut:
a. Mencit 1 : kontrol negatif
b. Mencit 2 :kontrol positif
c. Mencit 3 : perlakuan dosis 250mg
d. Mencit 4 : perlakuan dosis 500mg
2. Ditimbang bobot masing-masing mencit.
3. Dihitung dosis untuk setiap mencit percobaan.
4. Disuntikan larutan NaCl melalui subkutan sebanyak 1 ml pada
mencit 1, ditunggu 30 menit.
5. Diberikan larutan aspirin 5 mg/ml mealui oral sebanyak dosis
yang telah dikonversikan pada mencit 2, ditunggu 30 menit.
6. Diberikan larutan asam mefenamat 5 mg/ml dosis rendah melalui
oral sebanyak dosis yang telah dikonversikan pada mencit 3,
ditunngu 30 menit.
7. Diberikan larutan asam mefenamat 5 mg/ml dosis tinggi melalui
oral sebanyak dosis yang telah dikonversikan pada mencit 4,
ditunngu 30 menit.
8. Setelah 30 menit disuntikan larutan asam asetat 0,7% melalui
intraperitonial sebanyak 0,5 ml pada setiao mencit percobaan.
9. Diamati geliat yang terjadi pada mencit setiap 5 menit.
10. Dilakukan pengamatan geliat hingga menit ke 60.
BAB IVHASIL
Tabel 1. Data pengamatan berat mencit percobaan
Perlakuan Berat
mencit(gram)
Mencit 1 16,4
Mencit 2 14,3
Mencit 3 18,0
Mencit 4 13,8
Perhitungan konversi dosis dan volume penyuntikan untuk mencit:
A. Dosis aspirin(325mg/70 kg BB)
Faktor konversi untuk mencit(20 g) = 0,0028
Dosis untuk mencit = 325 x 0,0028 = 0,91 mg/20 g BB
Konsentrasi yang diinginkan = 5 mg/ml
BB rata-rata mencit = 18 g
B. Dosis asam mefenamat(250mg/70 kg BB)
Faktor konversi untuk mencit(20 g) = 0,0028
Dosis untuk mencit = 250 x 0,0028 = 0,70 mg/20 g BB
Konsentrasi yang diinginkan = 5 mg/ml
BB mencit 3 = 18 g
C. Dosis asam mefenamat(500 mg/70 kg BB)
Faktor konversi untuk mencit(20 g) = 0,0028
Dosis untuk mencit = 500 x 0,0028 = 1,40 mg/20 g BB
Konsentrasi yang diinginkan = 5 mg/ml
BB mencit 4 = 13,8 g
Tabel 2. Pengamatan geliat mencit
Waktu
pengamata
n
Jumlah geliat
Mencit
1
Mencit
2
Mencit
3
Mencit
4
5’ 14 8 3 4
10’ 4 0 0 1
15’ 8 12 0 1
20’ 1 0 0 1
25’ 9 2 1 1
30’ 3 0 0 0
35’ 6 1 11 0
40’ 8 0 3 2
45’ 2 0 0 3
50’ 0 3 9 1
55’ 0 4 9 3
Perhitungan % proteksi:
A. % proteksi aspirin
B. % proteksi asam mefenamat (dosis kecil)
C. % proteksi asam mefenamat (dosis tinggi)
Perhitungan % efektifitas:
A. % efektifitas asam mefenamat dosis kecil
B. % efektifitas asam mefenamat dosis tinggi
Gambar 3. Grafik rata-rata jumlah geliat mencit per 5 menit
BAB VPEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini dilakukan pengujian efek analgetik
pada hewan percobaan yang bertujuan untuk mengukur kemampuan obat
dalam hal ini adalah aspirin(sebagai kontrol) dan asam mefenamat,
untuk menghilangkan atau mencegah kesadaran sensasi nyeri.Sensasi
nyeri ditimbulkan secara eksperimental dengan pemberian asam
asetat 0,7% secara intraperitonial.
Pada praktikum kali ini kita akan membandingkan daya
proteksi dan efek dari aspirin(500mg/ml) dan asam mefenamat
dengan dosis yang berbeda(250mg/ml dan 500mg/ml) yang berkhasiat
sebagai analgesik. Data diperoleh dari jumlah geliat pada mencit
dalam waktu 1 jam setelah diinduksikan nyeri.
Dari data di atas diketahui bahwa aspirin memiliki daya
proteksi sebesar 45,45%, asam mefenamat 250mg/ml sebesar 27,27%
dan asam mefenamat 500mg/ml sebesar 69,09% maka dari data
tersebut asam mefenamat 500mg/ml memiliki daya proteksi terhadap
nyeri lebih besar daripada aspirin dan asam mefenamat dengan
dosis 250mg/ml. Pada percobaan ini asam mefenamat 250mg/ml
memiliki efektifitas sebesar 60% sedangkan asam mefenamat
500mg/ml memiliki efektifitas sebesar 152,01% maka dari data
tersebut asam mefenamat dengan dosis 500mg/ml jauh lebih efektif
dibandingkan dengan dosis 250mg/ml. Terdapat 2 macam percobaan
efektifitas yaitu efektifitas obat dalam mencegah dan efektifitas
obat dala mengobati. Efek pencegahan berarti hewan coba diberikan
obat terlebih dahulu kemudian diinduksikan nyeri. Efek pengobatan
bearti hewan coba diindukdikan nyeri terlebih dahulu kemudian
diberikan obat. Pada percobaan ini dilakukan percobaan
efektifitas pencegahan obat, karena mencit terlebih dahulu
diberikan analgesik dan kemudian diinduksikan nyeri dengan asam
asetat 0,7% melalui intraperitonial. Dari data yang telah
diperoleh asam mefenamat 500mg/ml lebih efektif mencegah nyeri
dibuktikan juga pada grafik rata-rata jumlah geliat/5 menit pada
mencit 4 yang diberikan asam mefenamat 500mg/ml lebih sedikit
diantara mencit percobaan yang lain. Asam mefenamat seharusnya
diberikan melalui subkutan tetapi dalam percobaan dilakukan
peroral karena asam mefenamat yang disiapkan tidak larut sempurna
dalam air. Pada percobaan digunakan larutan NaCl sebagai kontrol
negatif dan aspirin sebagai kontrol positif.
BAB VIKESIMPULAN
Efek obat analgetik yaitu menghilangkan rasa nyeri
ataupun sakit, efek tambahan antipiretik untuk menurunkan suhu
tubuh dan antiinflamasi sebagai anti radang. Persen(daya)
efektifitas obat menunjukkan seberapa besar kemampuan obat
tersebut dalam menimbulkan efek atau manfaat, dari hasil
percobaan asam mefenamat 500mg mempunyai %efektifitas yang
lebih tinggi daripada asam mefenamat 250mg, ini bearti asam
mefenamat 500mg lebih baik dalam menimbulkan efek atau manfaat
terhadap tubuh atau menghilangkan rasa nyeri atau sakit.
Persen(daya) proteksi menunjukkan seberapa besar kemampuan
obat dalam melindungi tubuh atau melawan rasa nyeri atau
sakit, dari hasil percobaan asam mefenamat 500mg memiliki
%proteksi paling tinggi, ini berarti asam mefenamat lebih baik
dalam melawan nyeri darpada aspirin dan asam mefenamat 250mg.
Semakin tinggi dosis suatu obat maka daya proteksi dan
efektifitasnya semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Drh Darmono, M.Sc,obat pada sistem saraf pusat, diambil
dari http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja&ved=0CHQQFjA
I&url=http%3A%2F%2Fwww.geocities.ws%2Fkuliah_farm
%2Ffarmasi_forensik%2Fobat-
saraf.doc&ei=_XfZULCZB4fqrQeYvoDwBA&usg=AFQjCNGVO_2SC1r88
EESjeuwrq4osIRsSw&sig2=VLyWvzQ23i-
1tJOT5oCJJQ&bvm=bv.1355534169,d.bmk diakses pada 25
desember 2012 pukul 17.02
2. Dra. Murniati, Apt. Dkk. Farmakologi. Jakarta:K3S SMF
Provinsi DKI Kakarts;2007,13-17
3. Analgesik, diambil dari
http://www.farmasiku.com/index.php?
target=categories&category_id=170 diakses 24 Des. 12
pukul 18.00
4. Cara kerja obat analgetik-antipiretik, NSAID dan steroid,
diambil dari http://kamuskesehatan.com/arti/non-
steroidal-anti-inflammatory-drugs/ diakses 24 Des. 12
pukul 18.04
Lampiran 3. Data pengamatan geliat mencit
Diposkan oleh Nindiyas Arkadia di 18.32 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Arsip Blog ► 2014 (4)
▼ 2013 (2) o ▼ Desember (2)
laporan farmakologi efek obat analgetika laporan farmakognosi hewan coba
Mengenai Saya
Nindiyas ArkadiaLihat profil lengkapku
PENGUJIANAKTIVITAS ANALGETIK NON-NARKOTIKA”
I. Tujuan Percobaan a). Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara
eksperimental efek analgetik suatu obat.
b). Memahami dasar – dasar perbedaan efektivitas berbagai
analgetika.
II. Teori Dasar
Nyeri merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan
penderita sehingga untuk mengurangi secara simtomatis
diperlukan analgetika. Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala
yang berfungsi memberi tanda tentang adanya gangguan –
gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau
kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsangan mekanis atau
kimiawi, kalor atau listrik yang dapat menimbulkan kerusakan
jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri atau
pengantar.
Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling
sering. Walau pun sering berfungsi untuk mengingatkan,
melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien
merasakannya sebagai hal yang tak mengenakkan, kebanyakan
menyiksa dan karena itu berusaha untuk bebas darinya. Seluruh
kulit luar mukosa yang membatasi jaringan dan juga banyak
organ dalam bagian luar tubuh peka terhadap rasa nyeri, tetapi
ternyata terdapat juga organ yang tak mempunyai reseptor
nyeri, seperti misalnya otak. Nyeri timbul jika rangsang
mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui suatu nilai
ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu
menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan yang disebut
senyawa nyeri.
Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine,
bradikin, leukotrien dan prostaglandin merangsang reseptor
nyeri (nociceptor) di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa
serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain
reaksi radang dan kejang-kejang. Nociceptor ini juga terdapat di
seluruh jaringan dan organ tubuh, terkecuali di SSP. Dari
tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan
lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat banyak sinaps via
sumsum-belakang, sumsum-lanjutan dan otak-tengah. Dari thalamus
impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar,
dimana impuls dirasakan sebagai nyeri.
Mediator nyeri penting adalah amin histamine yang
bertanggungjawab untuk kebanyakan reaksi alergi
(bronchokonstriksi, pengembangan mukosa, pruritus) dan nyeri.
Bradikinin adalah polipeptida (rangkaian asam amino) yang
dibentuk dari protein plasma. Prostaglandin mirip strukturnya
dengan asam lemak dan terbentuk dari asam arachidonat. Menurut
perkiraan zat-zat ini meningkatkan kepekaan ujung-saraf
sensoris bagi rangsangan nyeri yang diakibatkan oleh mediator
lainnya. Zat-zat ini berkhasiat vasodilatasi kuat dan
meningkatkan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan radang
dan udema. Berhubung kerjanya serta inaktivasinya pesat dan
bersifat local, maka juga dinamakan hormon lokal. Mungkin
sekali zat-zat ini juga bekerja sebagai mediator demam.
Terkadang, nyeri dapat berarti perasaan emosional yang
tidak nyaman dan berkaitan dengan ancaman seperti kerusakan
pada jaringan karena pada dasarnya rasa nyeri merupakan suatu
gejala, serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada
tubuh umumnya dan jaringan khususnya. Meskipun terbilang
ampuh, jenis obat ini umumnya dapat menimbulkan ketergantungan
pada pemakai. Untuk mengurangi atau meredakan rasa sakit atau
nyeri tersebut maka banyak digunakan obat-obat analgetik
(seperti parasetamol, asam mefenamat dan antalgin) yang
bekerja dengan memblokir pelepasan mediator nyeri sehingga
reseptor nyeri tidak menerima rangsang nyeri.
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak
enak yang berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan.Nyeri
merupakan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi nyeri
berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah
konstan yakni pada 44-45ºC. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal
hanya meruapakan suatu gejala, yang berfungsi melindungi
tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai suatu isyarat bahaya
tentang adanya ganggguan di jaringan,seperti
peradangan(rema,encok), infeksi jasad renik, atau kejang otot.
Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis,kimiawi, atau
fisis (kalor, listrik), dapat menimbulkan kerusakan pada
jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat
tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara
lain mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang
mengaktivasi reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas di
kulit, mukosa, dan jarigan lainnya. Nociceptor ini terdapat
diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di system saraf
pusat. Dari sini rangsangan disalurkan ke otak melalui
jaringan yang hebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sinaps yang
amat banyak melalui sum-sum tulang belakang, sum-sum tulang
lanjutan dan otak tengah. Dari thalamus impuls diteruskan ke
pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai
nyeri.
Mediator nyeri yang lain, disebut juga sebagai autakoid
antara lain serotonin, histamine, bradikinin, leukotrien dan
prostaglandin 2. Bradikinin merupakan polipeptida (rangkaian
asam amino) yang diberikan dari protein plasma. Ambang nyeri
didefinisikan sebagai tingkatan (level) dimana nyeri dirasakan
untuk yang pertama kali.Jadi, intesitas rangsangan yang
terendah saat seseorang merasakan nyeri. Untuk setiap orang
ambang nyerinya adalah konstan.
Adapun jenis nyeri beserta terapinya, yaitu:
· Nyeri ringan
Contohnya: sakit gigi, sakit kepala, sakit otot karena infeksi
virus, nyeri haid, keseleo.Pada nyeri dapat digunakan
analgetik perifer seperti parasetamol, asetosal dan glafenin.
· Rasa nyeri menahun
Contohnya: rheumatic dan arthritis.
Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik anti-inflamasi,
seperti: asetosal, ibuprofen dan indometasin.
· Nyeri hebat
Contoh: nyeri organ dalam, lambung, usus, batu ginjal, batu
empedu.
Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik sentral berupa
atropine, butilskopolamin (bustopan), camylofen ( ascavan).
· Nyeri hebat menahun
Contoh: kanker, rheumatic, neuralgia berat.
Pada nyeri ini digunakan analgetik narkotik, seperti fentanil,
dekstromoramida, bezitramida.
Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan
dengan beberapa cara,yakni:
a. Merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri pada
perifer dengan analgetika perifer.
b. Merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf sensoris,
misalnya dengan anestetika local.
c. Blockade pusat nyeri di SSP dengan analgetika sentral
(narkotika) atau dengan anestetika umum.
Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang
dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri
(diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya
rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis sehingga menimbulkan
kerusakan pada jaringan yang memicu pelepasan mediator nyeri
seperti brodikinin dan prostaglandin yang akhirnya
mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke
otak).
Atas dasar kerja farmakologinya, analgetika dibagi dalam
dua kelompok yaitu:
1. Analgetik Sentral (narkotik)
Analgetik narkot ik dapat menghilangkan nyeri dari derajat
sedangsampai hebat (berat), seperti karena infark jantung,
operasi (terpotong),viseral ( organ) dan nyeri karena
kanker.Analgetik narkotik merupakan turunan opium yang berasal
dari tumbuhan Papaver somniferum atau dari senyawa sintetik.
Analgetik inidigunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai
nyeri hebat dan nyeriyang bersumber dari organ viseral.
Penggunaan berulang dan tidak sesuaiaturan dapat
menimbulkantoleransi dan ketergantungan. Toleransi ialahadanya
penurunan efek, sehingga untuk mendapatkan efek seperti
semula perlu peningkatan dosis. Karena dapat menimbulkan
ketergantungan, obatgolongan ini penggunaannya diawasi secara
ketat dan hanya untuk nyeriyang tidak dapat diredakan oleh
AINS. Nyeri minimal disebabkan oleh dua hal, yaitu iritasi
lokal( menstimuli saraf perifer) dan adanya persepsi
(pengenalan) nyeri oleh SSP. Pengenalan nyeri bersifat
psikologis terhadap adanya nyeri lokal yangdisampaikan ke SSP.
Analgetik narkotik mengurangi nyeri denganmenurunkan persepsi
nyeri atau menaikan nilai ambang rasa sakit.
Analgetik narkotik tidak memperngaruhi saraf perifer, nyeri
tetap ada tetapidapat diabaikan atau pasien dapat
mentorerirnya. Untuk mendapatkan efek yang maksimal analgetik
narkotik harus diberikan sebelum tindakan bedah.Semua
analgetik narkotik dapat mengurangi nyeri yang hebat, tetapi
potension ze t dan efek sampingnya berbeda-beda secara
kualitatif maupun kuantitatif. Efek samping yang paling sering
adalah mual, muntah,konstipasi, dan ngantuk. Dosis yang besar
dapat menyebabkan hipotensi serta depresi pernapasan. Morfin
dan petidin merupakan analgetik narkotik yang paling banyak
dipakai untuk nyeri hebat walaupun menimbulkan mual danmuntah.
Obat ini di indonesia tersedia dalam bentuk injeksi dan
masihmerupakan standar yang digunakan sebagai pembanding bagi
analgetik narkotik lainnya. Selain menghilangkan nyeri morfin
dapat menimbulkaneuforia dan gangguan mental. Berikut adalah
contoh analgetik narkotik yang sampai sekarang masih digunakan
di Indonesia :
- MorfinHCl
- Kodein
- Fentanil HCl
- Petidin dan
- Tramadol
2. Analgetik Perifer (non narkotik)
Analgetik non narkotik berasal dari golongan antiinflamasi
nonsteroid (AINS) yang menghilangkan nyeri ringan sampai
sedang. Disebut AINS karena selain sebagai analgetik, sebagai
anggotanya mempunyai efek antiinflamasi dan penurun panas
(antipiretik) dansecara kimiawi bukan steroid. Oleh karena
itu, AINS sering disebut(Analgetik, antipiretik dan
antiinflamasi ) atau 3A.
Beberapa AINS hanya berefek analgetik dan
antipiretik sedangkan yang lain ada yang mempunyai efek
analgetik, anti inflamasidan anti piretik. Hipotalamus
merupakan bagian dari otak yang berperan dalam mengatur nyeri
dan temperatur. AINS secara selektif dapat mempengaruhi
hipotalamus menyebabkan penurunan suhu tubuhketika
demam.Mekanismenya kemungkinan menghambat
sintesis prostaglandin (PG) yang menstimulasi SSP. PG dapat
meningkatkanaliran darah ke perifer (vasodilatasi) dan
berkeringat sehingga panas banyak keluar dari tubuh. Efek
analgetik timbul karena mempengaruhi baik di hipotalamus atau
ditempat cedera. Respon terhadap cederaumumnya berupa
inflamasi, udem, serta pelepasan zat aktif
seperti brandikinin, PG dan histamin. PG dan Brandikinin
menstimulasi ujung saraf perifer dengan membawa implus nyeri
ke SSP. AINS dapatmenghambat sintesis PG dan brandikinin
sehingga menghambat terjadinya perangsangan reseptor nyeri.
Obat-obat yang banyak digunakan sebagai analgetik dan
antipiretik adalah golongan salisilatdan asetaminofen
(parasetamol). Aspirin adalah penghambat sintesis PG paling
efektif dari golongan salisilat. Antipiretik yang banyak
digunakan dan dianjurkan adalah parasetamol, ibuprofen, dan
aspirin (asetosal).
Obat analgesik antipiretik serta obat anti-inflamasi
nonsteroid (NSAIDs) merupakan suatu kelompok obat yang
heterogen, dan beberapa obat memiliki perbedaan secara
kimia.Namun, obat-obat NSAID mempunyai banyak persamaan dalam
efek terapi dan efek sampingnya. Prototipe obat golongan ini
adalah aspirin, sehingga sering disebut juga sebagai aspirin
like drugs. Efek terapi dan efek samping dari obat golongan
NSAIDs sebagian besar tergantung dari penghambatan biosintesis
prostaglandin.Namun, obat golongan NSAIDs secara umum tidak
menghambat biosintesis leukotrien yang berperan dalam
peradangan.Golongan obat NSAIDs bekerja dengan menghambat
enzim siklo-oksigenase, sehingga dapat mengganggu perubahan
asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Setiap obat menghambat
enzim siklo-oksigenase dengan cara yang berbeda.
Parasetamol dapat menghambat biosintesis prostaglandin
apabila lingkungannya mempunyai kadar peroksida yang rendah
seperti di hipotalamus, sehingga parasetamol mempunyai efek
anti-inflamasi yang rendah karena lokasi peradangan biasanya
mengandung banyak peroksida yang dihasilkan oleh leukosit.
Aspirin dapat menghambat biosintesis prostaglandin dengan
cara mengasetilasi gugus aktif serin dari enzim siklo-
oksigenase. Thrombosit sangat rentan terhadap penghambatan
enzim siklo-oksigenase karena thrombosit tidak mampu
mengadakan regenerasi enzim siklo-oksigenase.
Semua obat golongan NSAIDs bersifat antipiretik,
analgesik, dan anti-inflamasi.Efek samping obat golongan
NSAIDs didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis
prostaglandin.Selain itu, sebagian besar obat bersifat asam
sehingga lebih banyak terkumpul dalam sel yang bersifat asam
seperti di lambung, ginjal, dan jaringan inflamasi. Efek
samping lain diantaranya adalah gangguan fungsi thrombosit
akibat penghambatan biosintesis tromboksan A2 dengan akibat
terjadinya perpanjangan waktu perdarahan. Namun, efek ini
telah dimanfaatkan untuk terapi terhadap thrombo-emboli.
Selain itu, efek samping lain diantaranya adalah ulkus lambung
dan perdarahan saluran cerna, hal ini disebabkan oleh adanya
iritasi akibat hambatan biosintesis prostaglandin PGE2 dan
prostacyclin. PGE2 dan PGI2 banyak ditemukan di mukosa lambung
dengan fungsi untuk menghambat sekresi asam lambung dan
merangsang sekresi mukus usus halus yang bersifat
sitoprotektan.
Contoh obat analgesic dan antipiretik:
1.Aspirin/asam asetil salisilat
Indikasi : meringankan sakit kepala, pusing, sakit gigi, nyeri
otot, menurunkan demam.
Dosis : dewasa 500-600 mg/4 jam.sehari maksimum 4 gram. Anak-
anak 2-3 tahun 80-90 mg, 4-5 tahun 160-240 mg,6-8 tahun 240-
320 mg, 9-10 tahun 320-400 mg, >11 tahun 400-480 mg. semua
diberikan tiap 4 jam setelah makan.
Kontraindikasi : ulkus peptikum, kelainan perdarahan, asma.
Efek samping : gangguan gastrointestinal, pusing, reaksi
hipersensitif.
2.Asam mefenamat
Sebagai analgetik, obat ini adalah satu-satunya yang
mempunyaikerja yang baik pada pusat sakit dan saraf perifer.
Asam mefenamat cepat diserapdan konsentrasi puncak dalam darah
dicapai dalam 2 jam setelah pemberian, dan diekskresikan
melalui urin.
Indikasi : untuk mengatasi rasa sakit dan nyeri yang
ditimbulkan dari rematik akut dan kronis,luka pada jaringan
lunak, pegal pada otot dan sendi,dismonore, sakit kepala,
sakit gigi, setelah operasi dll.
Dosis : sebaiknya diberikan sewaktu makan, dan pemakaian tidak
boleh lebih dari 7 hari. Anak-anak >6 bulan:3-6,5 mg/kgBB tiap
6 jam atau 4 kali perhari. Dewasa dan anak >14 tahun:dosisi
awal 500 mg,kemudian 250 mg setiap 6 jam.
Kontraindikasi : kepekaan terhadap asam mefenamat, radang atau
tukak pada saluran pencernaan.
Efek samping : dapat mengiritasi system pencernaan,dan
mengakibatkan konstipasi atau diare.
3. Parasetamol
Parasetamol diserap dengan cepat dan tanpa menimbulkan iritasi
disaluran pencernaan,methemoglobin,atau konstipasi.
Indikasi : menghilangkan demam dan rasa nyeri pada otot/sendi
yang menyertai influenza,vaksinasi dan akibat infelsi
lain,sakit kepala,sakit gigi,dismonere,artritis,dan rematik.
Dosis : tablet =anak-anak:0,5-1tab 3-4 kali perhari,dewasa:1-
2tab 3-4 kali perhari
Sirup=bayi 0,25-0,5 sdt 3-4 kali perhari,anak-anak :2-5
tahun,1 sdt 3-4 kali perhari.6-12 tahun, 2sdt 3-4 kali
perhari.
Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan
antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat.Sebagai
analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama
karena dapat menimbulkan nefropati analgesik. Jika dosis
terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak
menolong. Dalam sediaannya sering dikombinasi dengan cofein
yang berfungsi meningkatkan efektivitasnya tanpa perlu
meningkatkan dosisnya.
III. Alat, Bahan dan Hewan
· Alat
- Alat suntik 1 ml
- Sonde oral
- Stopwatch
- Timbangan mencit
- Bejana pengamatan
· Bahan
- Asam asetat 0,7 % v/v
- Aspirin
- Parasetamol
- Asam mefenamat
- CMC
· Hewan
- Mencit putih sekelamin
IV. Prosedur Percobaan
ProsedurHewan dibagi menjadi 4 kelompok, setiap kelompok terdiri dari
3 ekor mencit
↓
Kelompok 1 : kontrol (diberi CMC)
Kelompok 2 : diberi aspirin
Kelompok 3 : diberi parasetamol
Kelompok 4 : diberi asam mefenamat
↓
- Semua hewan dari setiap kelompok diberi perlakuan
sesuai dengan kelompoknya dengan rute oral
↓
- Setelah 30 menit mencit diinduksi nyeri dengan
menggunakan asam asetat (i.p)
Setelah pemberian induktor nyeri, mencit ditempatkan
didalam bejana pengamatan
↓
Amati gerakan geliatnya
↓
Jumlah geliat dicatat setiap 5 menit selama 60 menit
↓
Data disajikan dalam bentuk table dan grafik
↓
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik
berdasarkan analisis variansi
↓
- Hitunglah daya proteksi setiap sediaan uji terhadap
rasa nyeri dengan persamaan sebagai berikut :
%P = [(JGU / JGK) x 100%]
Keterangan :
%P = daya proteksi dinyatakan dalam persenproteksi
JGu = jumlah geliat kelompok uji
JGk = jumlah geliat kelompok control
↓
Hitunglah aktivitas analgetik, masing – masing untuk
parasetamol dan asam mefenamat, dibandingkan terhadap aspirin
dengan persamaan berikut :
%E = [(%PU / %PA)] x 100%
Keterangan :
%E = efektivitas analgetik dinyatakan dalam persen
efektivitas analgetik
PU = proteksi zat uji
PA = proteksi aspirin
V. Data Pengamatan
5.1 Penimbangan
- Mencit 1 → 35 gr
- Mencit 2 → 43 gr
5.2 Perhitungan Dosis Sediaan
Konversi dosis manusia ke dosis mencit :
Dosis manusia = 500 mg / 70 kg bb
Dosis mencit = 500 mg x 0,0026 = 1,3 mg / 20 gram bobot mencit
Suspensi asam asetat yang tersedia = 2 mg/ml
- Mencit 1 (kontrol) = x 0,5 ml = 0,875 ml
= x = 0,4375 ml (dosis asam asetat)
- Mencit 2 (aspirin) = x 1,3 ml = 2,795 ml
= x = 1,3975 ml (dosis asam asetat)
5.3 Tabel Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Geliat Mencit
Kelompok Jumlah geliat mencit
5’ 10
’
15
’
20
’
25
’
30
’
35
’
40
’
45
’
50
’
55
’
60
’
Kontrol 22 21 14 8 7 10 9 14 6 10 11 6Aspirin 1 3 4 1 2 2 2 1 1 0 1 1
Parasetamol 0 5 14 15 19 16 15 11 10 4 3 1As.
Mefenamat
14 22 16 11 12 8 9 6 4 1 2 1
5.4 Grafik Geliat Mencit
5.5 Perhitungan Daya Proteksi & Efektifitas
· Daya Proteksi Parasetamol
- Geliat Parasetamol: 113
- Geliat Kontrol: 138
% P = 100 - [(JGU / JGK) x 100 %]
= 100 – [(113 / 138) x 100 %]
= 100 – 81,8
= 18,2 %
· Daya Proteksi Aspirin
- Geliat Aspirin: 19
- Geliat Kontrol: 138
% P = 100 - [(JGU / JGK) x 100 %]
= 100 – [(19 / 138) x 100 %]
= 100 – 13,7
= 86,3 %
· Daya Proteksi Asam mefenamat
- Geliat Asam mefenamat: 106
- Geliat Kontrol: 138
% P = 100 - [(JGU / JGK) x 100 %]
= 100 – [(106 / 138) x 100 %]
= 100 – 76,8
= 23,2 %
· Efektivitas Analgetik Aspirin & Parasetamol
% E = [(% PU / % PA)] x 100 %
= [(18,2 / 86,3)] x 100 %
= 21 %
· Efektivitas Analgetik Aspirin & Asam Mefenamat
% E = [(% PU / % PA)] x 100 %
= [(23,2/ 86,3)] x 100 %
= 26, 8 %
VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu analgetik bertujuan untuk
mengenal, mempraktekkan dan membandingan daya analgetik
A setosal , Parasetamol menggunakan metode rangsang kimia.
Bahan yang digunakan sebagai perangsang kimia adalah
larutan steril Asam Asetat glasial yang diberikan secara intra
peritonial. Pada praktikum pemberian larutan steril Asam
Asetat glasial diberikan 30 menit setelah pemberian obat hal
ini diharapkan agar obat yang diberikan belum bekerja sehingga
Asam Asetat langsung berefek dan juga untuk mempermudah
pengamatan onset dari obat itu.
Pada praktikum kali ini obat-obat analgetik yang
diperbandingkan adalah obat-obat analgetik golongan non
narkotik/ perifer yaitu, Aspirin, Parasetamol dan Asam
Mefenamat.
Kelompok kontrol yang digunakan pada percobaan ini adalah
CMC-Na, sehingga hewan percobaan hanya diberikan CMC-Na pada
awal percobaan dan penginduksi asam asetat pada 30 menit
setelah pemberian CMC-Na tanpa pemberian sedian analgesik.
Asam asetat merupakan asam lemah yang tidak terkonjugasi dalam
tubuh, pemberian sediaan asam asetat terhadap hewan percobaan
akan merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri
akibat adanya kerusakan jaringan atau inflamasi. Prostaglandin
meyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi
mekanik dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat menimbulkan
keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti
bradikinin dan histamine merangsangnya dan menimbulkan nyeri
yang nyata. Akibat dari adanya rasa nyeri inilah hewan
percobaan akan menggeliatkan kaki belakangnya saat efek dari
penginduksi ini bekerja. Pemberian sediaan asam asetat pada
peritonial atau selaput gastrointestinal hewan memungkinkan
sediaan lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh dan cepat memberikan
efek.
Kelompok Jumlah geliat mencit
5’ 10
’
15
’
20
’
25
’
30
’
35
’
40
’
45
’
50
’
55
’
60
’
Kontrol 22 21 14 8 7 10 9 14 6 10 11 6Aspirin 1 3 4 1 2 2 2 1 1 0 1 1
Parasetamol 0 5 14 15 19 16 15 11 10 4 3 1As.
Mefenamat
14 22 16 11 12 8 9 6 4 1 2 1
Dari hasil pengamatan yang diperoleh, bahwa jumlah geliat
mencit kontrol lebih banyak daripada mencit yang diberikan
obat. Hal ini disebabkan karena mencit kontrol tidak memiliki
perlindungan terhadap nyeri yang disebabkan karena pemberian
asam asetat sebagai penyebab terjadinya nyeri.
Dari hasil pengamatan pada tabel diatas dapat
dilihat bahwa pada mencit yang diberi aspirin memiliki daya
analgetik paling kuat dari golongan analgetik non-narkotika
ini. Karena pada tabel hasil pengamatan menunjukan jumlah
geliat yang ditunjukan mencit sedikit dari pada mencit lain
yang diberikan parasetamol dan asam mefenamat. Karena disini
aspirin menghambat biosintesis prostaglandin yang menstimulasi
SSP, sehingga dapat menghambat terjadinya perangsangan
reseptor nyeri. Prostaglandin akan dilepaskan oleh sel yang
mengalami kerusakan. Pembentukan prostaglandin dihambat dengan
menghambat enzim siklooksigenase yang bertugas mengubah asam
arachidonat menjadi endoperoksida (PGG2/PGH). PGH akan
memproduksi prostaglandin, sehingga secara tidak langsung obat
analgesik menghambat pembentukan prostaglandin. Prostaglandin
berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
atau inflamasi dan menyebabkan sensitivitas reseptor nyeri
terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi.
Aspirin merupakan sediaan yang efektif terhadap nyeri
dengan intensitas rendah sampai sedang misalnya pada sakit
kepala, mialgia, atralgia dan nyeri lain yang berasal dari
inegumen, sediaan ini juga efektif terhadap nyeri yang
berkaitan dengan inflamasi. Efek analgetikanya jauh lebih
lemah daripada efek analgetika opiat tetapi sediaan ini tidak
menimbulkan ketagihan efek samping sentral yang merugikan.
Aspirin bekerja dengan mengubah persepsi modalitas sensorik
nyeri, tanpa mempengaruhi sensorik lain. Pemberian aspirin
dalam kelompok ini juga akan menunjukkan efek analgesik
setelah diberi penginduksi asam asetat.
Sedangkan pada kelompok mencit yang diberi
parasetamol, terlihat jumlah geliat yang ditunjukan mencit
cukup sedikit dibandingkan dengan kontrol. Karena
Mekanismenya kemungkinan menghambat sintesis prostaglandin
(PG) yang menstimulasi SSP. Efek analgetik timbul karena
mempengaruhi baik di hipotalamus atau ditempat cedera. Respon
terhadap cedera umumnya berupa inflamasi, ude m , serta
pelepasan zat aktif seperti brandikinin, PG dan histamin. PG
dan Brandikinin menstimulasi ujung saraf perifer dengan
membawa implus nyeri ke SSP. Parasetamol dapat menghambat
sintesis PG dan brandikinin sehingga menghambat terjadinya
perangsangan reseptor nyeri. Karena mempunyai mekanisme kerja
menghambat berbagai reaksi in-vitro.
Pada kelompok yang diberikan sediaan asam mefenamat,
terlihat dari hasil pengamatan bahwa jumlah geliat mencit
cukup banyak dibandingkan dengan aspirin. Karena asam
mefenamat yang merupakan salah satu obat analgesik ini, tidak
terlalu bekerja dengan baik untuk menekan rasa sakit yang
timbul, sehingga induksi dari asam asetat setelah pemberian
asam mefenamat masih terasa nyeri oleh mencit yang ditunjukan
dengan banyaknya geliat yang ditunjukan oleh mencit.
Setelah dilakukan perhitungan persentase daya proteksi
pada obat analgetik yang diberikan pada mencit, ternyata dapat
dilihat bahwa besarnya daya proteksi aspirin, lebih besar
daripada parasetamol dan asam mefenamat yaitu 86, 3 %. Hal ini
kemungkinan dikarenakan efek analgesik yang ditimbulkan oleh
aspirin lebih besar daripada yang ditimbulkan oleh parasetamol
dan asam mefenamat. Sedangkan besarnya daya proteksi
parasetamol lebih kecil dari besarnya daya proteksi aspirin.
Sehingga dalam perhitungan persentase efektifitasnya dapat
dilihat bahwa efektifitas analgetik parasetamol terhadap
aspirin sebesar 21 % dan efektifitas analgetik asam mefenamat
terhadap aspirin sebesar 26,8 %.
VII. Kesimpulan
· Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang
dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri
diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya
rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis.
· Atas dasar kerja farmakologinya, analgetika dibagi dalam
dua kelompok yaitu analgetik sentral (narkotik) dan analgetik
perifer (non-narkotik).
· Besarnya daya proteksi aspirin terhadap kontrol adalah
sebesar 86,3 %.
· Besarnya daya proteksi parasetamol terhadap kontrol adalah
sebesar 18,2 %.
· Besarnya daya proteksi asam mefenamat terhadap kontrol
adalah sebesar 23,2 %.
· Besarnya persen efektifitas parasetamol terhadap aspirin
adalah sebesar 21 %.
· Besarnya persen efektifitas asam mefenamat terhadap aspirin
adalah sebesar 26,8 %.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Ernerst, Mutschler. 1991. Dinamika Obat edisi kelima. Bandung.
ITB.
Goodman& Gilman. 2003. Dasar Farmakologi Terapi vol 1.Jakarta. EGC.
Green. 2009. Analgetika. Available online at :
http://greenhati.blogspot.com/2009/05/obat-analgetik-dan
farmakodinamikanya.html (diakses pada tanggal 25 Oktober
2011).
Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Medicafarma.2008.AnalgesikAntipiretikdanNSAID.http://
medicafarma.blogspot.com/2008/04/analgesik-antipiretik-dan-
antiinflamasi.html (diakses pada tanggal 25 Oktober 2011).
Mutschler, Ernst. ed. V. Dinamika Obat , ITB 1999 Press :
Jakarta
Tan, H. T. dan Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting. Gramedia
Pustaka Umum. Jakarta.
Tjay dan K.Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Diposkan oleh Hana Noveani di 18.36 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Link ke posting ini
Buat sebuah Link
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)
catatan ku Mei (3) April (7) Februari (1) November (7)
Mengenai Saya
Hana Noveani Lihat profil lengkapku